UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
VIVID MARETHA, S.Farm 1106124712
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO. 86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
VIVID MARETHA, S.Farm 1106124712
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 ii
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
iii
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
iv
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga pada kesempatan ini, penulis telah diberikan kesempatan untuk menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 284. Laporan ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Dalam penyusunan laporan ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan serta pengarahan baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Oleh karena itu, dengan segenap kerendahan dan kesungguhan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : (1)
Bapak Muhammad Ikhwan, S.Si., Apt, selaku Manajer Apotek Pelayanan dan Apoteker Penanggung Jawab Apotek serta pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma Nomor 284 Siliwangi Bekasi yang telah memberikan bimbingan, ilmu, saran, motivasi dan bantuan lainnya yang sangat bermanfaat selama penyusunan laporan ini;
(2)
Ibu Dra. Sabarijah Wittoeng, SKM, Apt, selaku pembimbing Praktik Kerja Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI;
(3)
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt, selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI, yang telah memberikan kesempatan sehingga penulis dapat menimba ilmu di Departemen Farmasi FMIPA UI;
(4)
Bapak Dr. Harmita, Apt, selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI;
(5)
seluruh staf dan karyawan PT. Kimia Farma (persero), Tbk khususnya Apotek Kimia Farma Nomor 284 atas bantuan dan kerjasamanya;
(6)
kedua orangtua, dan adik tercinta yang senantiasa memberikan doa, semangat, pengertian, perhatian dan kasih sayang, serta seluruh keluarga atas dukungannya kepada penulis selama ini; iv
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
(7)
rekan-rekan mahasiswa Program Profesi Apoteker angkatan LXXIV Departemen Farmasi FMIPA UI atas kebersamaan, kerjasama, keceriaan, kesediaan berbagi suka duka, dukungan, semangat dan bantuan yang diberikan kepada penulis;
(8)
semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu dengan ikhlas baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses kegiatan dan penyusunan laporan ini.
Penulis berharap semoga semua jasa dan bantuan yang telah diberikan akan mendapatkan balasan dan ridho dari ALLAH Subhannahu Wa Ta’ala. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan segala kritik dan saran yang mendukung dan bermanfaat dari para pembaca. Akhir kata penulis menghaturkan permohonan maaf atas segala kekurangannya dan mengucapkan terima kasih atas segala perhatiannya.
Depok, Juni 2012 Penulis
v
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1. Latar Belakang ............................................................................................. 1.2. Tujuan Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ....................................
1 1 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3 2.1 Apotek ......................................................................................................... 3 2.2 Komunikasi, Informasi dan Edukasi .............................................................. 25 2.3. Swamedikasi ................................................................................................ 30 2.4. Pelayanan ..................................................................................................... 33 BAB 3.TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA (Persero), Tbk ................. 3.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk ...................................................... 3.2. Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk ............................................. 3.3. Tujuan dan Fungsi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk ..................................... 3.4. Budaya Perusahaan ...................................................................................... 3.5. Struktur Organisasi Perusahaan ....................................................................
37 37 38 38 39 40
BAB 4. TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA NOMOR 284 ...... 4.1 Struktur Organisasi dan Personalia .............................................................. 4.2 Lokasi dan Tata Ruang Apotek .................................................................... 4.3 Kegiatan Apotek Kimia Farma Nomor 284 ..................................................
42 42 42 44
BAB 5. PEMBAHASAN ................................................................................... 55 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 61 7.1 Kesimpulan .................................................................................................. 61 7.2 Saran ............................................................................................................ 62 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 63 LAMPIRAN ....................................................................................................... 65
vi
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Bagan Organisasi PT. Kimia Farma Apotek ............................
65
Lampiran 2.
Bagan Organisasi Apotek Pelayanan .......................................
66
Lampiran 3.
Etiket ……………………………………………....................
67
Lampiran 4.
Bungkus Obat ………...............................................................
68
Lampiran 5.
Bon Permintaan Barang Apotek ………..................................
69
Lampiran 6.
Bukti Penerimaan Barang …………….....................................
70
Lampiran 7.
Bukti Droping Barang …………..............................................
71
Lampiran 8.
Kartu Stok ………………………............................................
72
Lampiran 9.
Surat Pesanan Narkotika ……………...................................
73
Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika ………………..............................
74
Lampiran 11. Bungkus Puyer ….....................................................................
75
vii
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pelayanan Kefarmasian merupakan suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat. Apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, atau praktek bersama merupakan fasilitas pelayanan kefarmasian yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker (PP No. 51, 2009). Apotek sebagai salah satu sarana kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan tersebut harus mendukung peningkatan mutu pelayanan kesehatan dengan menjamin peredaran obat yang lengkap dan bermutu serta meningkatkan efektifitas, efisiensi dan keamanan penggunaan obat. Berdasarkan
peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.1027/MenKes/SK/IX/2004 menjelaskan bahwa apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Untuk itu apotek sebagai alat distribusi dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat harus mampu mendukung program pemerintah dalam usaha menyediakan pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau bagi masyarakat banyak. Apoteker sebagai penanggung jawab sebuah apotek memiliki peranan yang besar dalam menjalankan fungsi apotek berdasarkan nilai bisnis maupun fungsi sosial, terutama perannya dalam menunjang upaya kesehatan dan sebagai penyalur perbekalan farmasi kepada masyarakat. Apoteker dituntut untuk dapat menselaraskan kedua fungsi tersebut agar berjalan sebaik-baiknya. Apalagi saat ini masyarakat menjadi semakin kritis akan kesehatan mereka, hal ini disebabkan karena meningkatnya taraf pendidikan masyarakat. Saat ini mereka tidak hanya 1
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
ingin datang ke apotek untuk membeli obat, tetapi juga ingin mendapat informasi yang lengkap tentang obat yang mereka terima. Dahulu apotek menarik pelanggan dengan memberikan penawaran harga obat yang bersaing, saat ini paradigma tersebut bergeser menjadi bentuk pelayanan yang dibutuhkan masyarakat. Bentuk pelayanan yang diberikan antara lain fasilitas apotek yang lengkap, seperti adanya konsultasi, edukasi dan informasi obat kepada pelanggan. Perubahan paradigma di apotek dari product oriented menjadi patiens oriented menyebabkan kebutuhan akan tenaga apoteker yang kompeten dalam melakukan konsultasi, edukasi dan informasi. Selain itu, seorang apoteker diharapkan dapat memimpin dan mengatur seluruh kegiatan di apotek. Oleh karena itu untuk mempersiapkan para apoteker yang profesional, maka perlu dilakukan praktik kerja di apotek sebagai pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan di masa kuliah serta dapat mempelajari segala kegiatan dan permasalahan yang ada di suatu apotek. Menyadari pentingnya hal tersebut, Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia mengadakan kerjasama dengan
PT. Kimia Farma Apotek, untuk
mengadakan kegiatan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Kimia Farma No. 284, yang dilaksanakan pada tanggal 13 Februari hingga 22 Maret 2012. Program tersebut diharapkan dapat bermanfaat besar bagi calon apoteker untuk siap terjun di lingkungan masyarakat.
1.2
Tujuan Pelaksanaan Praktik Kerja Profesi Apoteker Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diselenggarakan di Apotek Kimia Farma No.284, bertujuan untuk:
a.
Mengetahui peran dan fungsi apoteker di apotek.
b.
Mengetahui bentuk pelayanan apotek yang baik.
c.
Mengetahui dan mempelajari pengelolaan apotek baik yang teknis kefarmasian, maupun non-teknis kefarmasian.
d.
Meningkatkan
keterampilan
berkomunikasi
dengan
pasien
dalam
memberikan pelayanan informasi obat, edukasi dan konseling mengenai obat yang diberikan kepada pasien serta penyakit yang dideritanya.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Apotek
2.1.1 Definisi Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Kementerian Kesehatan, 2004). Berdasarkan definisi tersebut apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Berdasarkan peraturan pemerintah RI nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Menurut Undang-undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, yang dimaksud dengan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Sediaan farmasi meliputi: obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
2.1.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam : a.
Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
b.
Undang-undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika.
c.
Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.
d.
Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika
e.
Undang-undang N0. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan 3
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
f.
Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang perubahan atas peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek.
g.
Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1990 tentang masa bakti Apoteker yang
disempurnakan
dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
No.
84/MENKES/PER/II/1995. h.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/XI/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek.
i.
Peraturan Menteri Kesehatan No. 149 tahun 1998 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184 tahun 1995 tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker.
j.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1332/MENKES/SK/IX/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/XI/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. k.
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
2.1.3 Tugas dan Fungsi Apotek Tugas dan fungsi apotek berdasarkan PP RI No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 26 tahun 1965 tentang Apotek adalah sebagai berikut: a.
Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
b.
Sarana farmasi yang melakukan perubahan bentuk dan menyerahkan obat atau bahan obat.
c.
Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
d.
Sarana pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
2.1.4 Persyaratan Apotek Menurut
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No.
1332/MENKES/SK/2002, disebutkan bahwa persyaratan-persyaratan apotek adalah sebagai berikut : a.
Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain.
b.
Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
c.
Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
Persyaratan lain yang harus diperhatikan untuk mendirikan suatu apotek antara lain: a.
Surat Izin Apoteker (SIPA) Untuk memperoleh SIPA sesuai dengan PP RI No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang Apoteker harus memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). STRA ini dapat diperoleh jika seorang apoteker memenuhi persyaratan sebagai berikut, yaitu: 1) Memilki ijazah Apoteker 2) Memiliki sertifikat kompetensi apoteker 3) Surat pernyataan telah mengucapkan sumpah dan janji apoteker 4) Surat sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai surat izin praktek 5) Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan etika profesi.
b.
Lokasi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/PER/X/1993 lokasi apotek tidak lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi, namun sebaiknya harus mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang higienis dan faktor-faktor lainnya c.
Bangunan dan kelengkapannnya Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/Menkes/X/1993 luas apotek tidak di atur lagi, namun harus memenuhi persyartan teknis, sehingga kelancaran pelaksaan tugas dan fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin. Persyaratan teknis apotek adalah bangunan apotek setidaknya terdiri dari: 1) Ruang peracikan dan penyerahan obat 2) Ruang administrasi dan ruang kerja apoteker 3) Toilet Selain itu bangunan apotek harus dilengkapi dengan: 1) Sumber air yang memenuhi persyaratan kesehatan 2) Penerangan yang cukup sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek 3) Alat pemadam kebakaran harus berfungsi dengan baik sekurangkurangnya dua buah 4) Ventilasi dan sistem sanitasi yang memenuhi persyaratan hygiene. 5) Papan nama apotek, yang memuat nama apotek, nama APA, nomor Surat Izin Apotek (SIA), alamat apotek dan nomor telepon apotek (bila ada). Dibuat dengan ukuran minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih dengan tinggi huruf minimal 5 cm dan tebal 5 cm.
d.
Perlengkapan apotek Perlengkapan yang wajib dimiliki apotek: 1) Alat pembuatan, pengelolaan, peracikan obat seperti: timbangan, mortir, gelas piala dan sebagainya 2) Wadah untuk bahan pengemas dan bahan pembungkus seperti etiket, wadah pengemas, dan pembungkus untukpenyerahan obat. 3) Perlengkapan dan tempat penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari dan rak untuk penyimpanan obat, lemari pendingin, lemari untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
4) Alat administrasi seperti blanko pemesanan obat, kartu stok obat, faktur, nota penjualanan, salinan resep, alat tulis, dan sebagainya 5) Pustaka, seperti farmakope edisi terbaru dan kumpulan peraturan perundang-undangan serta buku-buku penunjang lain yang berhubungan dengan apotek. Dalam lampiran Keputusan Menteri Kesehatan No. 1322 tahun 2002 tentang berita acara pemeriksaan apotek, dituliskan tentang perincian hal yang diperiksa dan persyaratan yang harus dipenuhi yakni: 1) Alat pembuatan, pengolahan dan peracikan: a) Timbangan miligram dengan anak timbangan yang sudah ditara minimal 1 set b) Timbangan gram dengan anak timbangan yang dudah di tara minimal 1 set c) Perlengkapan lain disesuaikan dengan kebutuhan 2) Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi: a) Lemari dan rak untuk menyimpan obat b) Lemari pendingin c) Lemari untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika 3) Wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat a) Etiket b) Wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat 4) Alat administrasi: a) Blanko pesanan obat b) Blanko kartu stok obat c) Blanko salinan resep d) Blanko faktur dan blanko nota penjualanan e) Buku pencatatan narkotika f) Buku pesanan obat narkotika g) Form laporan obat narkotika 5) Buku acuan: a) Buku standar yang diwajibkan yakni farmakope indonesia edisi terbaru 1 buah
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
b) Kumpulan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek
Persyaratan ini kemudian dilengkapi dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027 tahun 2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek yaitu: 1) Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. 2)
Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahn penyerahan.
3) Masyarakat diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling 4) Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, apotek harus bebas dari hewan pengerat serangga. 5) Apotek mempunyai suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin 6) Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpan obat dan barang-barang lain yang tersusun rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperaqtur yang telah ditetapkan. Beberapa persyaratan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek
berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 adalah : a.
Sarana dan Prasarana Apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali oleh masyarakat. Pada
halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata “Apotek”. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya untuk menunjukkan kualitas dan integritas produk serta
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
mengurangi resiko kesalahan penyerahan, serta apoteker mudah memberikan informasi obat dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat dan serangga. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin, dan apotek harus memiliki : 1)
Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
2)
Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur atau materi informasi.
3)
Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4)
Ruang racikan.
5)
Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan
obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
b.
Tenaga Kerja Atau Personalia Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1027/MENKES/SK/IX/2004, personil apotek terdiri dari : 1)
Apoteker Pengelola Apotek (APA), yaitu Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Apotek (SIA).
2)
Apoteker Pendamping adalah Apoteker yang bekerja di Apotek di samping Apoteker Pengelola Apotek dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka Apotek.
3)
Apoteker pengganti adalah Apoteker yang menggantikan Apoteker Pengelola Apotek selama Apoteker Pengelola Apotek tersebut tidak berada di tempat lebih dari tiga bulan secara terus menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di Apotek lain.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
4)
Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasrkan peraturan perundangundangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai Asisten Apoteker. Sedangkan tenaga lainnya yang diperlukan untuk mendukung kegiatan di
apotek terdiri dari : 1)
Juru Resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.
2)
Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan dan pengeluaran uang.
3)
Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan apotek.
c.
Perbekalan Farmasi atau Komoditi Sesuai paket deregulasi 23 Oktober 1993, apotek dapat melakukan
kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar perbekalan farmasi.
2.1.5 Tata Cara Perizinan Untuk mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA). Pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Selanjutnya
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri Kesehatan dan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan wajib melaporkan kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 Apotek tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut : a.
Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT-1.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
b.
Dengan menggunakan formulir APT-2, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya enam hari kerja setelah menerima permohonan dapat menerima bantuan teknis kepada Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan (Balai POM) untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek untuk melakukan kegiatan.
c.
Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau Kepala Balai POM selambat-lambatnya enam hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota melaporkan hasil pemerisaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT-3.
d.
Dalam hal pemerikasaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh formulir APT-4.
e.
Dalam jangka waktu 12 hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
setempat
mengeluarkan
SIA
dengan
menggunakan contoh formulir model APT-5. f.
Dalam hal pemeriksaan Tim Dinas Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kabupaten/Kota setempat
mengeluarkan Surat
Penundaan dengan
menggunakan contoh formulir APT-6. g.
Terhadap Surat Penundaan sebagai mana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
h.
Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik sarana
i.
Pemilik sarana yang dimaksud di atas harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. j.
Terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan Apoteker Pengelola Apotik dan atau persyaratan apotek, atau lokasi apotek tidak sesuai dengan permohonan, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam jangka waktu selambatlambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan Surat Penolakan disertai dengan alasan-alasannya, dengan mempergunakan contoh formulir APT-7.
Apabila apoteker menggunakan sarana milik pihak lain, yaitu mengadakan kerjasama dengan Pemilik Sarana Apotek, maka harus memenuhi ketentuanketentuan sebagai berikut : a.
Penggunaan sarana yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pamilik sarana.
b.
Pemilik sarana yang dimaksud, harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang obat, sebagaimana dinyatakan dalam Surat Pernyataan yang bersangkutan.
2.1.6 Pencabutan Surat Izin Apotek Apotek harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sesuai
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1332/MENKES/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila : a.
Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola Apotek dan atau,
b.
Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam menyediakan, menyimpan, dan meyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan terjamin keabsahannya serta tidak memenuhi kewajiban dalam memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan (pasal 12) dan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten (pasal 15 ayat 2) dan atau, Apoteker Pengelola Apotik
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus dan atau, c.
Apoteker pengelola apotek berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terus menerus, dan atau
d.
Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang Obat Keras No. St. 1937 No. 541, Undang-Undang No. 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan, UndangUndang No. 22 tahun 1997 Tentang Narkotika, Undang-Undang No. 5 tahun 1997 Tentang Psikotropika serta ketentuan peraturan tentang perundang-undangan lainnya.
e.
Surat Izin Kerja (SIK) Apoteker Pengelola Apotek tersebut dicabut dan atau,
f.
Pemilik sarana apotek terbukti dalam pelanggaran perundang-undangan di bidang obat dan,
g.
Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.
Pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 kali berturut-turut atau dengan tenggang waktu masing-masing 2 bulan. Pembekuan izin apotek ditetapkan untuk jangka waktu selama-lamanya 6 bulan sejak dikeluarkan penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota setempat. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya. Pengamanan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a.
Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek.
b.
Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
c.
Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas.
2.1.7 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Pekerjaan kefarmasian seorang apoteker di apotek adalah bentuk hakiki dari profesi apoteker. Oleh karena itu Apoteker Pengelola Apotek (APA) berkewajiban menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, mampu berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) secara efektif, selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan. Sebelum melaksanakan kegiatannya, Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih
memenuhi
persyaratan.
Sesuai
dengan
Permenkes
RI
No.
992/MENKES/PER/X/1993, untuk menjadi Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a.
Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan (Kementrian Kesehatan).
b.
Telah mengucapkan sumpah atau janji Apoteker.
c.
Memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dari Menteri Kesehatan.
d.
Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisisk dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker.
e.
Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Seorang APA bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek
yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek. Selain APA dikenal pula Apoteker
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
pendamping da Apoteker Pengganti. Apoteker pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek dan atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek, apabila APA berhalangan karena hal-hal tertentu dalam melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti. Tugas dan kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut : a.
Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku.
b.
Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi.
c.
Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omzet, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin.
d.
Melakukan pengembangan usaha apotek. Pengelolaan apotek oleh APA ada dua bentuk, yaitu pengelolaan bisnis
(non teknis kefarmasian) dan pengelolaan di bidang pelayanan atau teknis kefarmasian. Untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan sukses, seorang APA harus melakukan kegiatan sebagai berikut : a.
Memastikan bahwa jumlah dan jenis produk yang dibutuhkan senantiasa tersedia dan diserahkan kepada yang membutuhkan.
b.
Menata apotek sedemikian rupa sehingga terkesan bahwa apotek menyediakan berbagai obat dan perbekalan kesehatan lain secara lengkap.
c.
Menetapkan harga jual produknya dengan harga bersaing.
d.
Mempromosikan usaha apoteknya melalui berbagai upaya.
e.
Mengelola apotek sedemikian rupa sehingga memberikan keuntungan.
f.
Mengupayakan agar pelayanan di apotek dapat berkembang dengan cepat, nyaman dan ekonomis. Wewenang dan tanggung jawab APA meliputi :
a.
Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan.
b.
Menentukan sistem (peraturan) terhadap seluruh kegiatan.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
c.
Mengawasi pelaksanaan seluruh kegiatan.
d.
Bertanggung jawab terhadap kinerja yang dicapai.
2.1.8 Pelayanan Apotek Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1027/MENKES/SK/2004 meliputi : a.
Pelayanan Resep.
1)
Skrining resep.
a)
Persyaratan administratif, seperti nama, SIK,
alamat dokter, tanggal
penulisan resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin, berat badan pasien, nama obat, potensi, dosis, jumlah yang diminta, cara pemakaian yang jelas, informasi lainnya. b)
Kesesuaian farmasetik : bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
c)
Pertimbangan klinis : adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain).
2)
Penyiapan obat.
a)
Peracikan
yang
merupakan
kegiatan
menyiapkan,
menimbang,
mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. b)
Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
c)
Kemasan obat yang diserahkan harus rapi dan cocok sehingga terjaga kualitasnya.
d)
Penyerahan obat pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep dan penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.
e)
Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
f)
Apoteker harus memberikan konseling kepada pasien sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien. Konseling terutama ditujukan untuk pasien penyakit kronis (hipertensi, diabetes mellitus, TBC, asma dan lainlain).
g)
Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat.
3)
Promosi dan edukasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang ingin melakukan
upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit yang ringan dengan memilihkan obat yang sesuai dan apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan ini. 4)
Pelayanan residensial (home care) Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan
kefarmasian yang bersifat kunjungan ramah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan penyakit kronis. Untuk kegiatan ini, apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien (medication record).
b.
Pengelolaan Apotek Pengelolaan apotek merupakan segala upaya dan kegiatan yang dilakukan
oleh seorang apoteker dalam rangka memenuhi tugas dan fungsi apotek. Pengelolaan apotek sepenuhnya berada si tangan apoteker, oleh karena itu apoteker harus mengelola secara efektif sehingga obat yang disalurkan kepada masyarakat dapat dipertanggungjawabkan, karena kualitas dan keamananya selalu terjaga. Pengelolaan apotek dapat dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non teknis farmasi. 1)
Pengelolaan teknis kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya, meliputi kegiatan : Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/2002, bab VI pasal 10, dibidang kefarmasian pengelolaan apotek meliputi:
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
a) Pembuatan, pengelolaan, peracikan, perubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat b) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya c) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi yang meliputi: I.
Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter atau tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
II.
Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya, mutu obat dan perbekalan lainnya
2)
Pengelolaan non teknis kefarmasian, meliputi kegiatan : a) Pencatatan,
pengarsipan,
pelaporan
narkotika,
psikotropika
dan
dokumentasi sesuai ketentuan yang berlaku. b) Administrasi pelayanan. Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
3)
Pengelolaan Narkotika. Menurut Undang-Undang No 22 tahun 1997, narkotika adalah zat atau
obat yang berasal dari tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongangolongan, yaitu : a)
Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dalam terapi, serta mempunyai
potensi
sangat
tinggi
dan
dapat
mengakibatkan
ketergantungan. Contoh : opium, heroin dan kokain. b)
Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh : morfin dan petidin c)
Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan yang mengakibatkan ketergantungan. Contoh : kodein dan dionin.
PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. merupakan satu-satunya perusahaan yang
diizinkan oleh pemerintah untuk
mengimpor,
memproduksi dan
mendistribusikan narkotika di wilayah Indonesia. Hal itu dimaksudkan untuk mempermudah pengawasan oleh pemerintah, karena sifat negatifnya yang dapat menyebabkan ketergantungan yang sangat merugikan. Pengelolaan narkotika meliputi kegiatan-kegiatan : a)
Pemesanan narkotika Undang-undang No 9 tahun 1976 menyatakan bahwa Menteri Kesehatan
memberikan izin kepada apotek untuk membeli, meracik, menyediakan, memiliki atau
menyimpan
untuk
persediaan,
menguasai,
menjual,
menyalurkan,
menyerahkan, mengirimkan, membawa atau mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan. Pengadaan narkotika di apotek dilakukan dengan pesanan tertulis melalui Surat Pesanan Narkotika kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. Surat Pesanan Narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, SIA dan stempel apotek. Satu surat pesanan terdiri dari rangkap empat dan hanya dapat untuk memesan satu jenis obat narkotika.
b)
Penyimpanan narkotika Narkotika yang ada di apotek harus disimpan sesuai ketentuan sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan (pasal 16 Undang-undang No 9 tahun 1976).
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
Sebagai pelaksanaan pasal tersebut telah diterbitkan Permenkes RI No 28/MENKES/PER/I/1978 tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika, yaitu pada pasal 5 yang menyebutkan bahwa apotek harus mempuyai tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1.
Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
2.
Harus mempunyai kunci yang kuat.
3.
Lemari dibagi dua, masing-masing dengan kunci berlainan. Bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garamgaramnya, serta persediaan narkotika. Bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari.
4.
Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari ukuran kurang dari 40 x 80 x 100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.
Pada pasal 6, dinyatakan sebagai berikut : 1.
Apotek dan rumah sakit, harus menyimpan narkotika pada tempat khusus sebagaimana yang dimaksud pada pasal 5 dan harus dikunci dengan baik.
2.
Lemari khusus, tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika.
3.
Anak kunci lemari khusus, harus dikuasai oleh penanggung jawab atau asisten kepala atau pegawai lain yang dikuasakan.
4.
Lemari khusus, harus ditaruh pada tempat yang aman dan tidak boleh terlihat oleh umum.
c)
Pelaporan narkotika Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan narkotika setiap
bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Dalam laporan tersebut diuraikan mengenai pembelian atau pemasukkan dan penjualan atau pengeluaran narkotika yang ada dalam tanggung jawabnya dan ditandatangani oleh APA. Laporan tersebut ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada :
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
1.
Balai besar POM setempat.
2.
Penanggung Jawab Narkotika PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.
3.
Arsip.
Laporan penggunaan narkotika tersebut terdiri dari : 1.
Laporan pemakaian bahan baku narkotika.
2.
Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika.
3.
Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin.
4.
Pelayanan resep yang mengandung narkotika.
Dalam Undang-undang No. 9 tahun 1976 tentang narkotika disebutkan : 1.
Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan dan atau ilmu pengetahuan.
2.
Narkotika dapat digunakan untuk kepentingan pengobatan hanya berdasarkan resep dokter. Untuk salinan resep yang mengandung narkotika dan resep narkotika yang
baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, berdasarkan surat edaran Badan Pengawas Obat dan Makanan No 366/E/SE/1977 antara lain disebutkan : 1.
Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat (2) undang-undang No 9 tahun 1976 tentang narkotika, maka apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli.
2.
Untuk salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika.
3.
Pemusnahan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
Pada Pasal 9, Peraturan Menteri Kesehatan RI No 28/MENKES/PER/1978 disebutkan bahwa APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat. Pelaksanaan pemusnahan narkotika di apotek, yang rusak atau tidak memenuhi syarat harus disaksikan oleh petugas dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang memuat : 1.
Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan.
2.
Nama Apoteker Pengelola Apotek.
3.
Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut.
4.
Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
5.
Cara pemusnahan.
6.
Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksi-saksi.
Kemudian berita acara tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan, dengan tembusan : 1.
Balai Besar POM DKI Jakarta.
2.
Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.
3.
Arsip.
d)
Pengelolaan Psikotropika Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1997, psikotropika adalah zat atau
obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika dibagi menjadi beberapa golongan : 1.
Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : lisergida dan meskalina. 2.
Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan digunakan dalam terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : amfetamin dan metamfetamin.
3.
Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
serta
mempunyai
potensi
sedang
mengakibatkan
ketergantungan. Contoh : amobarbital, pentobarbital dan pentazosina. 4.
Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan erta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh : barbital, alprazolam dan diazepam.
Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1997 adalah segala hal yang berhubungan dengan psikotropika yang dapat mengakibatkan ketergantungan. Tujuan pengaturan psikotropika sama dengan narkotika, yaitu : 1.
Menjamin
ketersediaan
psikotropika
guna
kepentingan pelayanan
kesehatan dan ilmu pengetahuan. 2.
Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
3.
Memberantas peredaran gelap psikotropika.
Pengelolaan psikotropika di apotek meliputi kegiatan-kegiatan : 1.
Pemesanan Psikotropika Tata cara pemesanan obat-obat psikotropika sama dengan pemesanan obat lainnya yakni dengan surat pemesanan yang sudah ditandatangani oleh APA yang dikirim ke pedagang besar farmasi (PBF). Pemesanan psikotropika memerlukan surat pemesanan khusus dan dapat dipesan
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
apotek dari PBF atau pabrik obat. Penyaluran psikotropika tersebut diatur dalam UU No.5 tahun 1997 pasal 12 ayat (2) dinyatakan bahwa penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pelayanan resep. Satu lembar surat pesanan psikotropika dapat terdiri lebih dari satu jenis obat psikotropika. 2.
Penyimpanan Psikotropika Obat golongan psikotropika disimpan terpisah dengan obat-obat lain dalam suatu rak atau lemari khusus dan tidak harus dikunci. Pemasukkan dan pengeluaran psikotropika dicatat dalam kartu stok psikotropika.
3.
Penyerahan Psikotropika Obat golongan psikotropika diserahkan oleh apotek, hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, Balai pengobatan dan dokter kepada pengguna atau pasien berdasarkan resep dokter.
4.
Pelaporan Psikotropika Berdasarkan UU No. 5 tahun 1997, pabrik obat, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga penelitian dan atau lembaga pendidikan, wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib melaporkannya setahun sekali dengan ditandatangani oleh APA dilakukan secara berkala yaitu setiap tahun kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat dan Balai Besar POM Jawa Barat.
5.
Pemusnahan psikotropika Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1997 pasal 53 tentang psikotropika, pemusanhan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika, kadaluarsa atau
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
tidak dapat digunakan dalam proses psikotropika, kadaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau untuk kepentinagn ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika wajib dibuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam waktu 7 hari setelah mendapat kepastian. Berita acara pemusnahan tersebut memuat: a. Hari, tanggal, bulan dan tahun pemusnahan b. Nama pemegang izin khusus atau apoteker pengelola apotek c. Nama seorang saksi dari pemerinatah dan seorang saksi lain dari apotek tersebut d. Nama dan jumlah psikotropika yang dimusnahkan e. Cara pemusnahan f. Tanda tangan penanggung jawab apotek dan saksisaksi.
2.1.9. Tata Cara Pemusnahan Resep Daluarsa di Apotek Tata cara pemusnahan resep telah diatur dalam keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 280/MenKes/V/1981 tentang ketentuan dan Tata cara Pengelolaan Apotek pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5). Peraturan pemusnahan resep sebagai berikut: a.
Apoteker
Pengelola
Apotek mengatur resep menurut urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya 3 tahun. b.
Resep
yang
telah
disimpan melebihi jangka waktu 3 tahun dapat dimusnahkan c.
Pemusnahan
resep
dapat dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas apotek.
2.1.10. Obat Wajib Apotek
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/Menkes/Per/X/1993, obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan pada pasien tanpa resep dokter dengan mengikuti peraturan dari Menteri Kesehatan. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria : a.
Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia dua tahun dan orang tua di atas 65 tahun.
b.
Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberi resiko pada kelanjutan penyakit.
c.
Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan.
d.
Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.
e.
Obat
dimaksud
memiliki
rasio
khasiat
keamanan
yang
dapat
dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri.
2.2.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi
2.2.1 Komunikasi Manusia sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Adanya rasa ingin tahu terhadap lingkungan dan hal yang terjadi pada dirinya melatarbelakangi pentingnya komunikasi. Tanpa komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk dan tanpa masyarakat tidak mungkin komunikasi dapat dikembangkan. Seorang apoteker dalam menjalankan kegiatan profesinya banyak berhubungan dengan orang lain baik pasien, rekan seprofesi, dokter, perawat dan tenaga medis lainnya. Kemampuan dan keterampilan berkomunikasi yang efektif sangat diperlukan oleh seorang apoteker yang profesional. Kurangnya komunikasi secara potensial dapat menyebabkan timbulnya permasalahan. Untuk dapat berkomuniksi dengan baik maka memerlukan usaha, waktu serta kemauan untuk belajar dengan membuat suatu proses menjadi efektif.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
Komunikasi merupakan pembentukkan pesan dari pemikiran, perasaan, perilaku pengirim (sender) atau penyampaian pesan kepada penerima (receiver) atau mengartikan pesan oleh penerima atau reaksi penerima. Proses komunikasi berlangsung bila ada sender atau receiver. Informasi disampaikan melalui media agar dapat diterima dan dapat dimengerti oleh orang lain sesuai dengan maksud pesan atau informasi tersebut. Media merupakan alat yang digunakan untuk mempermudah suatu komunikasi. Media yang tepat akan memberikan suatu informasi atau pesan yang ingin disampaikan oleh seorang sender. Proses terjadinya komunikasi dapat dilihat pada skema berikut ini :
Informasi
Media
Sender
Receiver
Pesan
Jenis dan cara komunikasi dapat diidentifikasi berdasarkan cara pesan yang disampaikan. Pesan dapat disampaikan melalui dua cara paling mendasar yaitu komunikasi verbal dan non verbal. a.
Komunikasi verbal Komunikasi secara lisan yang terjadi apabila dua orang atau lebih bertemu baik secara langsung maupun tidak langsung dengan bahasa penghubung (paralanguage). Ciri-ciri komunikasi verbal yaitu : karakteristik vokal, kualitas suara yang dijelaskan dengan nada, puncak, volume dan kecepatan, kelancaran bicara harus tetap diperhatikan agar dapat
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
dimengerti oleh pendengarnya dan volume suara harus diatur sesuai keadaan dan dapat menegaskan kata kuncinya. b.
Komunikasi non verbal Semua tingkah laku yang bukan lisan dan secara tidak tertulis, penghubungnya adalah bahasa tubuh (body language). Bahasa tubuh dapat terbagi atas beberapa bagian seperti penampilan, sikap tubuh dan cara berjalan, kontak fisik, kontak mata, ekspresi wajah dan isyarat tangan.
2.2.2 Informasi Secara umum, pengertian informasi adalah hasil dari pengolahan data menjadi
bentuk
yang
lebih
berguna
bagi
yang
menerimanya
yang
menggambarkan suatu kejadian-kejadian nyata dan dapat digunakan sebagai alat bantu untuk pengambilan suatu keputusan. Pada pemberian informasi yang efektif kepada pasien, terdapat unsur-unsur yang perlu diperhatikan meliputi : a.
Informasi yang harus diterima dan diberikan.
1)
Identifikasi pasien seperti riwayat dan gejala yang dialami pasien.
2)
Deskripsi pasien, terutama untuk usia harus diketahui.
3)
Riwayat pengobatan, misalnya pasien memiliki alergi terhadap beberapa jenis obat lain yang digunakan, interaksi obat dengan pemberian obat lain.
4)
Diagnosis dan pengobatan terhadap gejala-gejala sebelumnya, dengan tujuan membantu apoteker dalam terapi pengobatan yang sesuai.
5)
Cara penggunaan dan aturan pemakaian pada obat yang diberikan.
6)
Dukungan (support) yang tersedia.
b.
Siapa yang diberikan informasi
1)
Pasien, apabila dia menghendaki dan kondisinya memungkinkan.
2)
Keluarganya atau orang lain yang ditunjuk oleh pasien dan bertanggung jawab atas pasien jika kondisi pasien tidak memungkinkan untuk berkomunikasi sendiri secara langsung.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
c.
Waktu untuk memberikan informasi Segera, jika kondisi dan situasinya memungkinkan.
d.
Tempat memberikan informasi 1) Bangsal, ruangan tempat pasien dirawat. 2) Ruang diskusi yang tepat atas persetujuan bersama dan memberikan kenyamanan pasien.
e.
Tindakan dan perilaku dalam pemberian informasi 1) Informasi penting sebaiknya dikomunikasikan secara langsung, tidak melalui telepon dan tidak diberikan dalam bentuk tulisan yang dikirim melalui pos, faksimile, sms dan internet. 2) Persiapan meliputi : materi yang akan disampaikan, kondisi ruangan yang tepat (nyaman, memperhatikan privasi, tidak terganggu orang lalu lalang, suara gaduh dari tv atau radio, telepon), waktu yang cukup, mengetahui kondisi orang yang akan diberikan.
f.
Memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengemukakan pendapat, dengan tujuan untuk mengetahui pemahaman tentang hal yang akan dibicarakan. Tanyakan kepada pasien, sejauh mana informasi yang diinginkan dan amati kesiapan pasien untuk menerima informasi yang akan diberikan (Ali M dan Sigit S, 2006; Departemen Pendidikan Nasional, 2005; Anonim, 2008). Ada saatnya apoteker harus mengumpulkan informasi dari pasien melalui
telepon. Untuk mendapatkan informasi penting lewat telepon, penggunaan telepon yang efektif harus dimaksimalkan. Keterampilan melakukan komunikasi melalui telepon yang efektif dapat juga membantu menciptakan suatu citra positif untuk apotek dan mendukung kredibilitas profesional apotek. Komunikasi sering terjadi antara pasien dengan apoteker pada waktu pemberian informasi saat menyerahkan obat. Agar komunikasi berjalan dengan baik, apoteker dapat membuka saluran komunikasi dengan cara : a.
Mudah untuk dilhat pasien.
b.
Mudah untuk ditemui pasien.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
c.
Kelihatan ingin berbicara dengan pasien.
d.
Tempat penyerahan resep cukup menjamin keleluasaan pasien. Apoteker perlu memberikan informasi karena jenis dan jumlah obat selalu
bertambah, ada perubahan peraturan obat dan kesehatan mengingat obat semakin poten, spesifik, mahal dan beresiko, serta ada perubahan dari bentuk pelayanan kesehatan (cara peresepan, meracik dan memakai obat). Akibat dari keadaan tersebut timbul kebutuhan akan pelayanan komunikasi yang informatif dan edukatif mengenai kesehatan dan khususnya obat dengan memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada rekan seprofesi apoteker, dokter, perawat, profesi kesehatan lainnya dan terutama kepada pasien.
2.2.3 Edukasi (Sugondo, 1995) Edukasi merupakan suatu kegiatan untuk mendidik pasien dengan tujuan meningkatkan pengetahuan pasien terhadap penyakit yang diderita, sehingga pasien mampu mengendalikan penyakitnya dan mengurangi pengobatan di rumah sakit. Salah satu implementasi dari KIE adalah kegiatan konseling. Konseling merupakan
suatu
proses
yang
sistematik
untuk
mengidentifikasi
dan
menyelesaikan masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat. Tujuan dilakukannya konseling yaitu untuk mengoptimalkan hasil terapi obat dan tercapainya tujuan medis dari terapi obat dengan cara membina hubungan dan menumbuhkan kepercayaan, menunjukkan perhatian dan kepedulian terhadap pasien serta mencegah dan mengurangi efek samping obat, toksisitas, resistensi antibiotik dan ketidakpatuhan pasien. Pelayanan yang terpusat pada pasien tergantung pada kemampuan apoteker mengembangkan hubungan yang dipercaya, mengajak dalam pertukaran informasi yang terbuka, melibatkan pasien dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan pengobatan, serta untuk mencapai sasaran terapi yang didukung oleh pasien dan juga oleh tenaga pelayanan kesehatan lainnya. Tanggung jawab apoteker meningkat dalam memastikan agar pasien mendapatkan
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
outcomes yang diinginkan dengan obat yang digunakan. Ciri-ciri KIE apoteker dalam menjawab pertanyaan mengenai informasi obat, meliputi : a.
Komunikasi secara primer, yaitu menggunakan bahasa yang baik dan dapat dimengerti.
b.
Komunikasi verbal, yaitu lisan atau tertulis.
c.
Komunikasi secara sirkular dalam komunikasi tatap muka baik antar pribadi apoteker maupun dalam kelompok tenaga kesehatan, misalnya saat kunjungan ke ruang pasien atau penerapan farmasi klinik.
d.
Komunikasi secara sekunder, yaitu menggunakan pesawat telepon, faksimili, email, sms dan lain-lain.
2.3
Swamedikasi (Kementerian Kesehatan, 2006) Swamedikasi atau pengobatan sendiri (self-medication) merupakan suatu
proses dimana seseorang dapat bermanfaat secara efektif terhadap dirinya dalam hal pengambilan keputusan pada pencegahan, deteksi dan pengobatan penyakit yang diderita. Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara umum, yaitu penggunaan obat secara aman dan rasional. Swamedikasi yang bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Sebagai seorang profesional kesehatan dalam bidang kefarmasian, Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasehat dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi, agar dapat melakukannya secara bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien, bahwa walaupun dapat diperoleh tanpa resep dokter, namun penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
Dalam penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, Apoteker memiliki dua peran yang sangat penting, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau melakukan konseling kepada pasien (dan keluarganya) agar obat digunakan secara aman, tepat dan rasional. Konseling dilakukan terutama dalam mempertimbangkan : 1.
Ketepatan penentuan indikasi atau penyakit.
2.
Ketepatan pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis).
3.
Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat. Satu hal yang sangat penting dalam konseling swamedikasi adalah
meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang digunakan atau dikonsumsi pasien. Di samping itu Apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memonitor penyakitnya, serta kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter. Informasi tentang obat dan penggunaannya perlu diberikan pada pasien saat konseling untuk swamedikasi pada dasarnya lebih ditekankan pada informasi farmakoterapi yang disesuaikan dengan kebutuhan serta pertanyaan pasien. Informasi yang perlu disampaikan oleh Apoteker pada masyarakat dalam penggunaan obat bebas atau obat bebas terbatas antara lain : 1.
Khasiat obat : Apoteker perlu menerangkan dengan jelas apa khasiat obat yang bersangkutan, sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.
2.
Kontraindikasi : pasien juga perlu diberi tahu dengan jelas kontra indikasi dari obat yang diberikan, agar tidak menggunakannya jika memiliki kontra indikasi dimaksud.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
3.
Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada) : pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul, serta apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya.
4.
Cara pemakaian : cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus atau cara lain.
5.
Dosis : sesuai dengan kondisi kesehatan pasien, Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya.
6.
Waktu pemakaian : waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur.
7.
Lama penggunaan : lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien, agar pasien tidak menggunakan obat secara berkepanjangan karena penyakitnya belum hilang, padahal sudah memerlukan pertolongan dokter.
8.
Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan.
9.
Hal apa yang harus dilakukan jika lupa memakai obat.
10.
Cara penyimpanan obat yang baik.
11.
Cara memperlakukan obat yang masih tersisa.
12.
Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak.
Di samping itu, Apoteker juga perlu memberi informasi kepada pasien tentang obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien. Disamping konseling dalam farmakoterapi, Apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi. Dalam pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut : 1.
Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasehat dan informasi yang benar, cukup dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia untuk swamedikasi.
2.
Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasehat medis yang diperlukan, apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi.
3.
Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada lembaga pemerintah yang berwenang dan untuk menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan, mengenai efek tak dikehendaki (adverse reaction) yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi.
4.
Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan secara hati-hati dan tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas. Selain melayani konsumen secara bertatap muka di apotek, Apoteker juga
dapat melayani konsumen jarak jauh yang ingin mendapatkan informasi atau berkonsultasi mengenai pengobatan sendiri. Suatu cara yang paling praktis dan mengikuti kemajuan zaman adalah dengan membuka layanan informasi obat melalui internet atau melalui telepon. Slogan “Kenali Obat Anda”. “Tanyakan Kepada Apoteker” kini semakin memasyarakat. Para Apoteker sudah semestinya
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
memberikan respons yang baik dan memuaskan dengan memberikan pelayanan kefarmasian yang profesional dan berkualitas.
2.4
Pelayanan Pelayanan merupakan kunci sukses suatu usaha. Pada dasarnya setiap
orang selalu ingin dilayani dengan baik. Persepsi atas pelayanan yang diterima tergantung pada harapan pelanggan sebagai pengguna jasa. Jika perlakuan yang diterima oleh pelanggan lebih baik daripada yang diharapkan maka dapat dikatakan pelayanan yang diterima bermutu tingggi dan sebaliknya. Terdapat beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh pemberi layanan yang baik. Kriteria yang perlu dipenuhi meliputi tersedianya personil, sarana dan prasarana yang baik, bertanggung jawab terhadap kepuasan pelanggan, mampu melayani resep secara tepat dan cepat, mampu berkomunikasi, mempunyai pengetahuan yang baik, serta memahami dan mampu mendapatkan kepercayaan dari pelanggan. Pelayanan yang dilakukan apoteker berdasarkan pada pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical
care),
dimana
pelayanan
kefarmasian
(pharmaceutical care) yaitu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien, dimana pekerjaan kefarmasian diterapkan di apotek. Hal tersebut diperjelas Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/Menkes/ SK/1X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dinyatakan bahwa apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian yang dimaksud meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat (Kementerian Kesehatan, 2004). Pelayanan menurut pharmaceutical care bertujuan untuk (Kementerian Kesehatan, 2004) :
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
1.
Melaksanakan pelayanan farmasi yang optimal.
2.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan kode etik profesi.
3.
Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi) mengenai obat.
4.
Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.
5.
Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.
6.
Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah dan evaluasi pelayanan.
7.
Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda. Ruang lingkup kegiatan kefarmasian di suatu apotek memungkinkan
masyarakat memperoleh pelayanan mengenai obat-obatan. Menurut segi teknis, masyarakat sebagai pelanggan atau konsumen apotek bisa mendapatkan jenis obat yang diinginkan, baik itu obat dengan resep maupun obat bebas. Selain itu, pelanggan atau konsumen mendapatkan obat dalam bentuk racikan baik itu serbuk (pulvis atau pulveres), kapsul ataupun bentuk cairan (sirupus simplex). Menurut segi jasa, pelanggan berhak mendapatkan informasi penggunaan obat yang diperoleh, cara pemakaian, dosis obat
dan efek samping yang timbul serta
informasi lainnya, serta pelanggan juga dapat menentukan pilihan terhadap obat misalnya obat-obat generik yang lebih terjangkau. Every business is service business merupakan ungkapan dalam pengelolaan bisnis pelayanan, bahkan dapat dikatakan bahwa suatu bisnis tergantung pada pelayanan. Secara umum, pelayanan meliputi kecepatan melayani, kenyamanan yang diberikan, kemudahan lokasi, kelengkapan persediaan, harga yang wajar sampai dengan KIE kepada pelanggan. Era persaingan bisnis semakin ketat, tuntutan pelanggan memaksa suatu bisnis untuk berbeda dari aspek pelayanan, demikian juga dengan bisnis apotek. Bisnis apotek telah mengalami perubahan dari orientasi produk menjadi health care solution, dalam hal ini yang lebih diutamakan adalah pelayanan (service) yang dapat memberikan kepuasan kepada pelanggan dan memberikan solusi atas masalah yang dihadapi pasien sebagai pelanggan apotek yang berkaitan dengan obat dan
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
pengobatan. Perubahan ini menuntut apoteker tidak hanya sekedar menjual obat tetapi juga dapat memberikan solusi. Beberapa aspek pelayanan yang harus dievaluasi antara lain (Umar, 2004): 1.
Kasat mata (tangibles), seperti penampilan apotek yang mencakup lay out, ,furniture dan tampilan tampak muka.
2.
Pemahaman terhadap pelanggan dalam bentuk memberikan perhatian dan mengenal pelanggan.
3.
Keamanan, seperti perasaan aman di area parkir dan terjaga kerahasiaan transaksi.
4.
Kredibilitas, seperti reputasi menjalankan komitmen, dipercaya karyawan, jaminan yang diberikan dan kebijakan pengembalian barang.
5.
Informasi yang diberikan ke pelanggan, seperti menjelaskan pelayanan dan biaya serta jaminan penyelesaian masalah.
6.
Perilaku yang sopan, seperti karyawan yang ramah, penuh penghargaan dan menunjukkan sikap perhatian.
7.
Akses, seperti kemudahan dalam bertransaksi, waktu buka apotek yang sesuai dan keberadaan manager untuk menyelesaikan masalah.
8.
Kompetensi/kecakapan,
seperti
pengetahuan
dan
keterampilan
menyelesaikan masalah serta terjawabnya setiap pertanyaan pelanggan. 9.
Cara
menanggapi
(responsiveness),
seperti
memenuhi
panggilan
pelanggan dan memberikan pelayanan yang tepat waktu. 10.
Dapat diandalkan (reliability), seperti keakuratan dalam pelayanan, keakuratan bon pembelian dan melayani dengan cepat. Kegiatan pelayanan kefarmasian kini tidak hanya berfokus pada
pengelolaan obat sebagai komoditi tetapi juga pada pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dokter, pelayanan swamedikasi, penyerahan obat, pelayanan informasi obat (PIO), layanan konseling obat, melakukan monitoring
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
efek samping obat dan melakukan evaluasi dan monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhir sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memenuhi dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam terapi mendukung penggunaan obat yang rasional.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
BAB 3 TINJAUAN UMUM PT. KIMIA FARMA (Persero), Tbk
3.1
Sejarah PT. Kimia Farma (Persero), Tbk Sejarah Kimia Farma (KF) dimulai sekitar tahun 1957, pada saat
pengambilalihan perusahaan milik Belanda yang bergerak di bidang farmasi oleh Pemerintah Republik Indonesia (Pengenalan Perusahaan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk., 2010). Perusahaan-perusahaan yang mengalami nasionalisasi antara lain N.V. Pharmaceutische Hendel vereneging J. Van Gorkom (Jakarta), N.V. Chemicalier Handle Rathcamp & Co., (Jakarta), N.V. Bavosta (Jakarta), N.V. Bandoengsche Kinine Fabriek (Bandung) dan N.V. Jodium Onderneming Watoedakon (Mojokerto). Berdasarkan Undang-Undang No. 19/Prp/tahun 1960 tentang Perusahaan Negara dan PP No. 69 tahun 1961 Kementerian Kesehatan mengganti Bapphar menjadi BPU (Badan Pimpinan Umum) Farmasi Negara dan membentuk Perusahaan Negara Farmasi (PNF). Perusahaan Negara Farmasi tersebut adalah PNF Radja Farma, PNF Nurani Farma, PNF Nakula Farma, PNF Bio Farma, PNF Bhineka Kina Farma, PNF Kasa Husada dan PNF Sari Husada. Pada tanggal 23 Januari 1969, berdasarkan PP No. 3 Tahun 1969 perusahaan-perusahaan negara tersebut digabung menjadi PNF Bhineka Kimia Farma dengan tujuan penertiban dan penyederhanaan perusahaan-perusahaan negara. Selanjutnya pada tanggal 16 Agustus 1971, Perusahaan Negara Farmasi Kimia Farma mengalami peralihan bentuk hukum menjadi Badan Usaha Milik Negara dengan status sebagai Perseroan Terbatas, sehingga selanjutnya disebut PT. Kimia Farma (Persero), Tbk.
61
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
38
Pada tahun 1998, terjadi krisis ekonomi di ASEAN yang mengakibatkan APBN mengalami defisit anggaran dan hutang negara semakin besar. Untuk mengurangi beban hutang, Pemerintah mengeluarkan kebijakan privatisasi BUMN. Berdasarkan Surat Menteri Negara Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. S-59/M-PM. BUMN/2000 tanggal 7 Maret 2000, PT. Kimia Farma (Persero), Tbk diprivatisasi. Pada tanggal 4 juli tahun 2000 PT. Kimia Farma (Persero), Tbk resmi terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES) sebagai perusahaan publik. Pada tanggal 4 Januari 2002 didirikan 2 anak perusahaan yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading & Distribution untuk dapat mengelola perusahaan lebih terarah dan berkembang dengan cepat. Saat ini PT. Kimia Farma Apotek memiliki 34 unit bisnis dan 406 Apotek yang tersebar di seluruh Indonesia, sedangkan PT. Kimia Farma Trading & Distribution memiliki 3 wilayah pasar (Sumatera, DKI Jakarta dan Jawa Tengah, Jawa Timur dan Indonesia wilayah timur), dan 42 cabang PBF (Pedagang Besar Farmasi).
3.2
Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk
3.2.1 Visi Komitmen pada
peningkatan kualitas
kehidupan,
kesehatan
dan
lingkungan. 3.2.2 Misi a.
Mengembangkan industri kimia dan farmasi dengan melakukan penelitian dan pengembangan produk yang inovatif.
b.
Mengembangkan bisnis pelayanan kesehatan terpadu (health care provider) yang berbasis jaringan distribusi dan jaringan apotek.
c.
Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dan mengembangkan sistem informasi perusahaan. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
39
3.3
Tujuan dan Fungsi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk
3.3.1 Tujuan Tujuan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk adalah turut serta dalam melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan serta program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya kegiatan usaha di bidang industri kimia, farmasi, biologi dan kesehatan serta industri makanan dan minuman. Selain itu juga bertujuan untuk mewujudkan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk sebagai salah satu pemimpin pasar (market leader) di bidang farmasi yang tangguh. 3.3.2 Fungsi PT. Kimia Farma (Persero), Tbk mempunyai tiga fungsi yaitu : 1.
Mendukung setiap kebijaksanaan pemerintah di bidang kesehatan terutama di bidang pengadaan obat, mengingat PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. merupakan salah satu badan usaha milik negara dalam bidang industri farmasi.
2.
Memupuk laba demi kelangsungan usaha.
3.
Sebagai “agent of development” yaitu menjadi pelopor perkembangan kefarmasian di Indonesia.
3.4
Budaya Perusahaan Budaya
perusahaan
PT.
Kimia
Farma
(Persero),
Tbk
adalah
mengembangkan dan mewujudkan pikiran, ucapan serta tindakan untuk membangun Budaya Kerja berlandaskan pada tiga sendi, yaitu (Pengenalan Perusahaan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk., 2010) : 1.
Profesionalisme Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
40
a.
Bekerja secara cerdik (smart and creative) dan giat (hard).
b.
Berkemampuan memadai untuk melaksanakan tugas, dengan bekal pengetahuan, keterampilan dan semangat.
c.
Dengan perhitungan matang, berani mengambil resiko.
2.
Integritas
a.
Dilandasi iman dan taqwa.
b.
Jujur, setia dan rela berkorban.
c.
Menunjukkan pengabdian.
d.
Tertib dan disiplin.
e.
Tegar dan bertanggung jawab.
f.
Lapang hati dan bijaksana.
3.
Kerja sama
a.
Menghormati dan menghargai pendapat orang lain.
b.
Memupuk saling pengertian dengan orang lain.
c.
Memahami dan menghayati dirinya sebagai bagian dari sistem.
PT. Kimia Farma (Persero), Tbk juga mempunyai motto perusahan yaitu I-CARE yang merupakan singkatan dari : 1.
Innovative (I) : memiliki budaya berpikir “out of the box” dan membangun produk unggulan.
2.
Customer First (C) : mengutamakan pelanggan sebagai rekan kerja atau mitra.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
41
3.
Accountability (A) : bertanggung jawab atas amanah yang dipercayakan oleh perusahaan dengan memegang teguh profesionalisme, integritas dan kerjasama.
4.
Responsibility (R) : memiliki tanggung jawab pribadi untuk bekerja tepat waktu, tepat sasaran dan dapat diandalkan.
5.
Eco Friendly (E) : menciptakan dan menyediakan produk maupun jasa layanan yang ramah lingkungan.
3.5
Struktur Organisasi Perusahaan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk., dipimpin oleh seorang Direktur Utama
yang membawahi empat Direktorat, yaitu Direktorat Pemasaran, Direktorat Produksi, Direktorat Keuangan dan Direktorat Umum dan SDM (Pengenalan Perusahaan PT. Kimia Farma (Persero), Tbk., 2010). Dalam upaya perluasan, penyebaran, pemerataan dan pendekatan pelayanan kefarmasian pada masyarakat, PT. Kimia Farma (Persero), Tbk. Telah membentuk suatu jaringan distribusi yang terorganisir. PT. Kimia Farma (Persero), Tbk mempunyai 2 anak perusahaan, yaitu PT. Kimia Farma Trading & Distribution dan PT. Kimia Farma Apotek yang masing-masing berperan dalam penyaluran sediaan farmasi, baik distribusi melalui PBF maupun pelayanan kefarmasian melalui apotek. PT. Kimia Farma Trading & Distribution (T&D) membawahi PBF-PBF yang tersebar di seluruh Indonesia. Wilayah usaha PT. Kimia Farma T&D dibagi menjadi 3 wilayah yang keseluruhannya membawahi 42 PBF di seluruh Indonesia. PBF mendistribusikan produk-produk baik yang berasal dari PT. Kimia Farma (Persero), Tbk maupun dari produsen-produsen yang lain ke apotek-apotek, toko obat dan institusi pemerintahan maupun swasta. PT Kimia Farma Apotek membawahi Apotek Kimia Farma (KF) wilayah usahanya, terbagi menjadi 34 wilayah Unit Bisnis yang menaungi sejumlah 406 Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
42
Apotek di seluruh Indonesia. Tiap-tiap Unit Bisnis (Business Manager) membawahi sejumlah Apotek pelayanan yang berada di wilayah usahanya. Untuk wilayah Jabotabek dibagi menjadi 5 Unit Bisnis, yaitu : 1.
Unit Bisnis Jaya I (Jakarta Selatan dan Jakarta Barat).
2.
Unit Bisnis Jaya II (Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Utara dan Bekasi).
3.
Unit Bisnis Rumah Sakit di Jakarta (RSCM, RSPAL, dsb).
4.
Unit Bisnis Bogor (Bogor dan sekitarnya).
5.
Unit Bisnis Tangerang (Tangerang, Cilegon, Banten, Serang dan sekitarnya).
Berbagai produk yang telah dihasilkan PT Kimia Farma (Persero) Tbk., antara lain : 1.
Produk ethical, dijual melalui apotek dan rumah sakit.
2.
Produk OTC (Over The Counter), dijual bebas di toko obat, supermarket dan sebagainya.
3.
Produk generik berlogo.
4.
Produk lisensi, merupakan hasil kerja sama dengan beberapa pabrik farmasi terkemuka di luar negeri.
5.
Produk bahan baku, misalnya kalium iodat (untuk menanggulangi kekurangan yodium) dan garam-garam kimia (komoditi ekspor).
6.
Produk kontrasepsi Keluarga Berencana, contohnya Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR).
7.
Produk-produk yang merupakan penugasan dari Pemerintah, contohnya narkotika dan obat-obat Inpres. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
BAB 4 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA NOMOR 284
Apotek KF (Kimia Farma) No. 284 merupakan salah satu apotek pelayanan yang tergabung dalam unit Business Manager Jaya 2 yang membawahi Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Utara dan Bekasi. 4.1
Struktur Organisasi dan Personalia
a.
Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No. 284 dikepalai oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) yang disebut juga sebagai Manajer Apotek Pelayanan.
b.
Personalia Personalia Apotek Kimia Farma No. 248 dibagi menurut tugasnya adalah sebagai berikut : 1)
Apoteker Pengelola Apotek.
2)
Asisten Apoteker sebanyak 4 orang
3)
Juru resep sebanyak 2 orang
4.2
Lokasi dan Tata Ruang Apotek
a.
Lokasi Apotek Kimia Farma No.284 terletak di Jl. Raya Siliwangi No. 86A, Rawalumbu-Bekasi. Apotek ini terletak di pinggir jalan besar yang dilalui oleh angkutan umum dan merupakan jalan dua arah, dan berada pada pemukiman penduduk. Bangunan apotek terdiri dari dua lantai. Lantai pertama terdiri dari apotek dengan ruang tunggu dan counter bagi pengunjung, tempat penjualan obat bebas (OTC), pelayanan obat (kasir, penerimaan resep dan penyerahan obat), tempat penyiapan obat, tempat 61
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
38
peracikan, ruang apoteker, Anjungan tunai mandiri, dapur dan toilet. Sedangkan lantai dua digunakan untuk praktek dokter gigi. Di samping itu juga memiliki tempat parkir yang cukup luas dan aman, yang dapat menunjang kemudahan pelanggan untuk datang ke apotek. b.
Tata Ruang Apotek Adapun pembagian ruang atau tempat yang terdapat di dalam apotek antara lain : 1)
Ruang tunggu Ruang tunggu terdapat di bagian depan pintu masuk apotek dekat dengan tangga. Ruang ini dilengkapi dengan pendingin ruangan, beberapa baris bangku sebagai tempat tunggu dan terdapat timbangan badan
2)
Swalayan farmasi Ruangan ini berada di bagian kiri pintu masuk apotek dan mudah terlihat dari ruang tunggu pasien. Ruang ini terdiri atas rak-rak untuk meletakkan makanan ringan, minuman ringan dan susu, obat bebas dan obat bebas terbatas, alat kesehatan, kosmetika, peralatan dan makanan bayi, serta obat-obat herbal.
3)
Tempat penerimaan resep dan penyerahan obat Tempat ini dibatasi oleh suatu meja yang tingginya sebatas dada yang membatasi ruang dalam apotek dengan pasien.
4)
Tempat penyiapan obat dan tempat peracikan Tempat penyiapan obat terletak di bagian belakang tempat penerimaan resep dan penyerahan obat. Dalam ruangan ini terdapat rak-rak kayu yang di dalamnya terdapat obat-obat yang disusun menurut abjad dan dikelompokkan menurut bentuk sediaan serta kelompok tertentu, yaitu sediaan padat (tablet dan kapsul), sediaan setengah padat (salep dan krim topikal), sediaan cair (sirup), obat antibiotik dan obat psikotropik sedangkan untuk obat narkotik Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
39
diletakkan di lemari khusus yang dipasang pada dinding, terdapat pula lemari es untuk menyimpan obat-obat seperti suppositoria, ovula dan insulin serta terdapat meja untuk menulis etiket dan aktivitas penyiapan obat lain sebelum diserahkan kepada pasien. Tempat peracikan terletak di bagian belakang yang dilengkapi dengan timbangan, lumpang dan mortar, blender, bahan baku, bahan-bahan tambahan yang diperlukan, cangkang kapsul, kertas perkamen, kantung kertas pembungkus puyer. 5)
Ruang Apoteker Pengelola Apotek Ruangan ini digunakan oleh Apoteker Pengelola Apotek untuk melakukan tugas kesehariannya.
6)
Ruang penunjang lainnya Ruang ini terdiri dari toilet, dapur dan tempat praktek dokter. Tata ruang apotek dirancang sedemikian rupa sehingga dapat menjamin kelancaran pelayanan, pengawasan dan kenyamanan pelanggan apotek
4.3
Kegiatan Apotek Kimia Farma Nomor 284 Sebagai apotek pelayanan, kegiatan utama yang dilakukan di Apotek
Kimia farma No.284 ini meliputi kegiatan kefarmasian baik yang bersifat teknis seperti pelayanan maupun non teknis seperti administrasi. Kegiatan teknis kefarmasian berhubungan dengan pengeloaan perbekalan farmasi yang meliputi pengadaan barang, penyimpanan, penjualan obat dan alat kesehatan, pengelolaan obat bebas, bebas terbatas, keras, golongan narkotika dan psikotropika serta pemberian informasi obat. Apotek Kimia Farmasi No. 284 memulai kegiatan dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 21.00 WIB, dari hari senin sampai minggu, yang dibagi dua shift yaitu shift pagi (7.30-15.00) dan sore (14.00-21.00). pada hari minggupun apotek tetap buka mulai dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 19.00 WIB . Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
40
4.3.1. kegiatan teknis kefarmasian a.
Pengadaan Barang Dilakukan oleh petugas pengadaan yang bertanggung jawab kepada
Manajer Apotek Pelayanan. Pengadaan barang dilakukan berdasarkan data yang tercatat pada buku defekta atau permintaan obat serta melakukan pertimbangan faktor-faktor ekonomi dan kebutuhan dari konsumen yang sebelumnya harus mendapat persetujuan dari manajer apotek. Kebutuhan barang tersebut ditulis pada Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA). Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 284 dilakukan melalui Unit Bisnis Jaya II (BM Jaya II). Permintaan barang dilakukan dengan mentransfer Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) melalui Kimia Farma Information System (KIS). Barang yang dipesan oleh apotek akan diantar langsung oleh Gudang Bisnis Manager. Bila permintaan barang yang tercantum dalam Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) tidak seluruhnya dapat dipenuhi oleh Bisnis Manajer Jaya II selama 3 hari berturut-turut, maka apotek pelayanan harus mencantumkan kembali barang tersebut pada Bon Permintaan Barang Apotek selanjutnya. Khusus untuk pengadaan narkotika, pemesanan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui surat pemesanan (SP). Apotek pelayanan dapat melakukan pembelian mendesak (by pass) jika obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan, tetapi tetap harus disetujui dulu oleh bagian pembelian Bisnis Manajer (BM). Prosedur pembelian barang melalui BM Jaya II adalah : 1)
Bagian pembelian di bisnis manajer mengumpulkan data barang yang harus dipesan berdasarkan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) dari apotek pelayanan. Pemesanan reguler dilakukan oleh bisnis manajer sebanyak 1 kali dalam seminggu yaitu hari senin.
2)
Bagian pembelian Bisnis Manajer membuat surat pesanan barang (SPB) yang berisi nama distributor, nama barang, kemasan, jumlah barang dan Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
41
potongan harga yang kemudian ditandatangani oleh bagian pembelian dan Manajer Apotek Pelayanan. Surat pesanan dibuat rangkap dua untuk dikirim ke pemasok dan untuk arsip apotek 3)
Setelah membuat pesanan, bagian pembelian langsung memesan barang ke pemasok. Bila ada pesanan mendadak maka bagian pembelian akan melakukan pemesanan melalui telepon dan surat pesanan akan diberikan pada saat barang diantarkan.
4)
Pemasok akan mengantar langsung barang yang dipesan oleh apotek pelayanan ke apotek yang bersangkutan disertai dengan dokumen faktur dan SP (surat pesanan), faktur di entry APP (Apotek Pelayanan) kemudian dikirim ke bisnis manajer bagian hutang atau dengan cara pemasok mengantarkan barang ke gudang Bisnis Manajer, kemudian gudang Bisnis Manager akan membuat droping ke APP bersangkutan yang memesan BPBA. Alur pengadaan obat di apotek Kimia Farma No. 48 dapat dilihat pada (Lampiran 4).
b.
Penerimaan Barang Setelah barang yang dipesan datang dilakukan penerimaan dan
pemeriksaan barang. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain pemeriksaan nama, kemasan, jumlah, tanggal kadaluarsa dan kondisi barang serta dilakukan pencocokan antara faktur dengan surat pesanan yang meliputi nama, kemasan, jumlah, harga barang serta nama pemasok. Kemudian dibuat tanda terima pada faktur dengan ditandatangani dan diberi stempel apotek. c.
Penyimpanan Barang Barang yang telah diterima langsung disimpan dalam ruang penyiapan
obat dan peracikan serta swalayan farmasi. 1)
Penyimpanan barang di ruang penyiapan obat dan peracikan Penyimpanan obat atau pembekalan farmasi di ruang peracikan dilakukan
oleh Asisten Apoteker. Setiap pemasukan dan penggunaan obat atau barang harus di input ke dalam komputer (KIS) dan dicatat pada kartu stok yang meliputi tanggal penambahan atau pengurangan, nomor dokumennya, jumlah barang yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
42
diisi atau diambil, sisa barang dan paraf petugas yang melakukan penambahan atau pengurangan barang. Kartu stok ini diletakan di masing-masing obat atau barang. Penyimpanan barang disusun menurut abjad berdasarkan bentuk sediaan, kondisi penyimpanan, kelompok tertentu yaitu obat antibiotik, obat psikotropik, obat narkotik, obat generik dan obat askes. 2)
Penyimpanan barang di swalayan farmasi Barang yang disimpan di swalayan farmasi adalah produk yang dapat
dijual bebas. Produk ini diletakkan pada rak yang diatur sedemikian rupa agar memudahkan pelanggan untuk memilih produk yang diinginkan. Produk yang dijual antara lain obat bebas terbatas, obat bebas, alat kesehatan, vitamin, susu, produk bayi, kosmetika, jamu serta makanan dan minuman kesehatan. Setiap obat atau barang yang masuk atau keluar dicatat pada kartu stok sama seperti pada penyimpanan barang di ruang penyiapan obat dan peracikan. Untuk melakukan pengawasan dan kontrol terhadap persedian barang maka tiap bulan dilakukan stock opname yaitu dengan mencocokkan jumlah barang yang ada dengan catatan kartu stok. d.
Penjualan Penjualan yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 284 meliputi :
1)
Penjualan Obat Dengan Resep Tunai Penjualan obat dengan resep tunai dilakukan terhadap pasien yang
langsung datang ke apotek untuk menebus obat resep, prosedurnya : a)
Resep diterima di bagian penerimaan resep, lalu diperiksa kelengkapan dan keabsahan resep tersebut.
b)
Diperiksa ada atau tidaknya obat dalam persediaan. Bila obat yang dibutuhkan
tersedia,
kemudian
dilakukan
pemberian
harga
dan
diberitahukan kepada pasien. c)
Setelah pasien setuju segera dilakukan pembayaran atas obat pada bagian kasir dan dilakukan pula input nama, alamat serta nomor telepon pasien. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
43
Kasir kemudian akan memberikan struk pembayaran yang tercantum nomor resep dan struk tersebut juga berfungsi untuk pengambilan obat. d)
Kasir juga mencetak struk pembayaran yang tertulis jumlah obat yang dibeli. Struk tersebut dan resep asli kemudian diserahkan ke bagian penyiapan obat dan peracikan. Bila obat hanya diambil sebagian maka petugas akan membuat salinan resep untuk pengambilan sisanya. Bagi pasien yang memerlukan kuitansi maka dapat pula dibuatkan kuitansi.
e)
Asisten apoteker di bagian peracikan atau penyiapan obat akan meracik atau menyiapkan obat sesuai dengan resep dibantu oleh juru resep. Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket dan dikemas.
f)
Sebelum obat diberikan dilakukan pemeriksaan kembali oleh petugas yang berbeda meliputi nomor resep, nama pasien, kebenaran obat, jumlah dan etiketnya. Juga dilakukan pemeriksaan salinan resep sesuai resep aslinya serta kebenaran kuitansi.
g)
Obat diserahkan kepada pasien sesuai dengan nomor resep. Pada saat obat diserahkan kepada pasien, apoteker memberi informasi tentang cara pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan pasien.
h)
Lembaran resep asli dikumpulkan menurut nomor urut dan tanggal resep dan disimpan sekurang-kurangnya tiga tahun. Pada setiap tahapannya, petugas apotek wajib membubuhkan paraf pada
cetakan struk resep atas apa saja yang dikerjakan pada resep tersebut, jika terjadi sesuatu dapat dipertanggung jawabkan atas pekerjaan yang dilakukan. Alur penjualan obat dengan resep tunai dapat dilihat pada (Lampiran 5). 2)
Penjualan Obat Dengan Resep Kredit Resep kredit adalah resep yang ditulis dokter yang bertugas pada suatu
instansi atau perusahaan untuk pasien dari instansi yang telah mengadakan kerja sama dengan apotek yang sering disebut Ikatan Kerja Sama (IKS), pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian yang telah disepakati bersama. Pelayanan resep kredit dapat dilakukan melalui faksimili, telepon, selanjutnya asisten apoteker akan membuat salinan resep atau pasien Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
44
datang sendiri membawa resep yang telah diberikan oleh dokter perusahaan. Prosedur pelayanan resep kredit pada dasarnya sama dengan pelayanan resep tunai, hanya saja pada pelayanan resep kredit terdapat beberapa perbedaan seperti: a)
Setelah resep kredit diterima dan diperiksa kelengkapannya maka tidak dilakukan penetapan harga dan pembayaran oleh pasien tetapi langsung dikerjakan oleh petugas apotek.
b)
Penomoran resep kredit dibedakan dengan resep tunai. Resep diberi nomor urut resep dalam lembar pemeriksaan proses resep.
c)
Pada saat penyerahan obat, petugas akan meminta tanda tangan pasien pada lembar tanda terima obat.
d)
Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep tunai kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan tiap instansinya dan dibuatkan lembar atau syarat penagihan sesuai dengan format yang diminta. Penagihan dilakukan saat jatuh tempo sesuai kesepakatan bersama. Alur penjualan obat dengan resep kredit dapat dilihat pada (Lampiran 5).
3)
Penjualan Bebas Penjualan bebas dilakukan untuk produk OTC (Over The Counter) yang
terletak di swalayan farmasi yaitu produk-produk yang dapat dibeli tanpa resep dari dokter seperti obat bebas, bebas terbatas, alat kesehatan, kosmetik, perlengkapan dan makanan bayi, minuman dan makanan ringan. Prosedur penjualan bebas yang dilakukan adalah sebagai berikut : a)
Petugas OTC menerima permintaan barang dari pembeli.
b)
Setelah harga disetujui, pembeli membayar ke kasir.
c)
Kasir menerima pembayaran dan membuat struk pembayaran penjualan bebas.
d)
Barang beserta struk pembayaran diserahkan kepada pembeli.
e)
Bukti penjualan obat bebas dikumpulkan dan diurutkan berdasarkan nomor.
Alur penjualan bebas untuk produk OTC dapat dilihat pada (Lampiran 6). Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
45
4)
Penjualan Obat Wajib Apotek (OWA) melalui UPDS (Upaya
Pengobatan Diri Sendiri) Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras tertentu yang dapat diserahkan apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah. Di Apotek Kimia Farma No.284, pasien yang
membeli Obat Wajib
Apotek dipisahkan dalam jenis layanan UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri). Prosedur pelayanan Obat Wajib Apotek KF No. 284 adalah sebagai berikut: a)
Pasien menyebutkan obat yang diinginkan.
b)
Asisten apoteker memeriksa apakah obat yang diminta pasien termasuk dalam DOWA atau tidak.
c)
Bila obat termasuk dalam DOWA maka asisten apoteker akan mencatat nama, alamat atau nomor telepon pasien pada formulir permintaan obat DOWA. Kasir akan memberi harga dan pasien membayar harga obat di kasir, kemudian asisten apoteker akan menyiapkan dan mengemas obat.
d)
Setelah obat disiapkan Apoteker menyerahkan obat disertai pemberian informasi tentang obat tersebut.
e)
Formulir permintaan obat DOWA dikumpulkan dan digabung dengan arsip resep tunai setelah dicatat dalam buku khusus.
e.
Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai
pemusnahan untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat tersebut. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 284 meliputi : 1)
Pemesanan narkotika Pemesanan sediaan narkotika dilakukan oleh masing-masing apotek
pelayanan dan harus dilakukan secara tertulis sesuai dengan ketentuan yang Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
46
berlaku. Pemesanan dilakukan ke Pedagang Besar Farmasi Kimia Farma selaku distributor tunggal dengan membuat surat pesanan khusus narkotika yang dibuat rangkap empat, yang masing-masing diserahkan kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang bersangkutan (Surat Pesanan asli dan 2 Lembar kopi Surat Pesanan), dan satu lembar sebagai arsip di apotek. Surat Pesanan Narkotika ditandatangani oleh APA (Apoteker Pengelola Apotek) dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK (Surat Izin Kerja) dan stempel apotek. Satu lembar Surat Pesanan hanya berlaku untuk satu jenis narkotika. 2)
Penerimaan narkotika Penerimaan Narkotika dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) harus diterima
olehAsisten Apoteker (AA) atau dilakukan dengan sepengetahuan Apoteker Pengelola Apotek (APA). Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Pada saat diterima dilakukan pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. 3)
Penyimpanan narkotika Obat-obat yang termasuk golongan narkotika di Apotek Kimia Farma
No.284 disimpan dalam lemari yang terbuat dari kayu yang kuat dan mempunyai kunci yang dipegang oleh asisten apoteker (AA) penanggung jawab yang diberi kuasa oleh APA. 4)
Pelayanan narkotika Apotek Kimia Farma No. 284 hanya melayani resep narkotika dari resep
asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No. 284 sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani resep narkotika yang mencantumkan iter (pengulangan resep).
5)
Pelaporan narkotika Pelaporan penggunaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 284 dibuat
setiap bulan dan selambat-lambatnya tanggal 10 setiap bulannya. Laporan dibuat rangkap empat dan ditandatangani oleh Manajer Apotek Pelayanan dengan mencantumkan nama jelas, alamat apotek dan stempel apotek yang kemudian
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
47
dikirimkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kota Bekasi dengan tembusan kepada: a)
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Jawa Barat
b)
Kepala dinas kesehatan tingkat II Bekasi
c)
Penangguang jawab obat narkotika PT. Kimia Farma (persero) Tbk
d)
6)
Arsip apotek
Pemusnahan narkotika Prosedur pemusnahan narkotika dilakukan sebagai berikut : a) Apoteker
pengelola
apotek
membuat
dan
menandatangani
surat
permohonan untuk pemusnahan narkotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak atau tidak memenuhi syarat, b) Surat permohonan yan telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Balai besar POM Provinsi Jawa Barat. Balai besar POM Provinsi Jawa Barat akan menetapkan waktu dan tempat pemusnahan. c) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari Apoteker Pengelola Apotek, Asisten Apotek, dan kepala kantor Dinkes kota Bekasi. d) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanankan, dibuat berita acara pemusnahan yang berisi: i.
Hari, tanggal, bulan, tahun, dan tempat dilakukannya pemusnahan.
ii.
Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan
iii.
Cara pemusnahan
iv.
Petugas yang melakukan pemusnahan
v.
Nama dan tanda tangan Apoteker Pengelola Apotek
Berita acara tesebut dikirimmkan kepada: i.
Balai besar POM Provinsi Jawa Barat
ii.
Kepala Dinas Kesehatan Kotamadya Bekasi
iii.
Penanggunag jawab obat narkotika dan psikotropika PT. Kimia Farma Apotek, Tbk, Jl. Budi Utomo No.1, Jakarta. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
48
iv.
g.
Arsip apotek
Pengelolaan Psikotropika Pengelolaan psikotropika di Apotek Kimia Farma No. 284 meliputi :
1)
Pemesanan Psikotropika Pemesanan Psikotropika di Apotek Kimia Farma No.284 dilakukan
melalui Bon Permintaan Barang Apotek yang dikirimkan ke Bisnis Manajer. Pemesanan obat psikotropika dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Psikotropika yang boleh berisi lebih dari satu jenis psikotropika. Surat pemesanan dibuat rangkap 2, yang masing-masing diserahkan ke Pedagang Besar Farmasi yang bersangkutan dan sebagai arsip di apotek. 2)
Penyimpanan Psikotropika Obat psikotropika diletakkan di rak khusus yang terpisah dari sediaan
yang lain di tempat penyiapan obat. 3)
Pelayanan Psikotropika Apotek Kimia Farma No. 248 hanya melayani resep psikotropika dari
resep asli atau salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No. 284 sendiri yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian obat psikotropika tanpa resep. 4)
Pelaporan Psikotropika Laporan penggunaan Psikotropika dikirimkan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kota Bekasi setiap bulan. Laporan psikotropika memuat nama apotek, nama obat, nama distibutor, jumlah penerimaan, jumlah pengeluaran, tujuan pemakaian, dan stok akhir. Laporan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek, dilengkapi dengan nama dan nomor Surat Ijin Kerja, serta stempel apotek dengan tembusan kepada : a)
Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi Jawa Barat
b)
Dinas kesehatan Provinsi Jawa Barat
c)
Arsip apotek.
5) Pemusnahan psikotropika Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
49
Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan narkotika. Dalam pelaksaannya pemusnahan psikotropika dapat dilakukan bersamaan dengan pemusnahan narkotika.
h.
Pemusnahan Resep Tata cara pemusnahan resep telah diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 280/MenKes/V/1981 tentang ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5) disebutkan tentang resep sebagai berikut : 1)
Apoteker Pengelola Apotek mengatur resep menurut urutan tanggal dan nomor urutan penerimaan resep dan harus disimpan sekurang–kurangnya 3 tahun.
2)
Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 3 tahun dapat dimusnahkan.
3)
Pemusnahan resep dapat dilakukan dengan cara dibakar atau cara lain oleh Apoteker Pengelola Apotek bersama–sama dengan sekurang–kurangnya petugas apotek. Berita acara pemusnahan dikirimkan ke Dinas Kesehatan Kota Bekasi dengan tembusan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Bandung dan arsip Apotek.
4.3.2. kegiatan non teknis kefarmasian (administrasi) Kegiatan non teknis farmasi meliputi kegiatan administrasi dan pengawasan. Kegiatan ini bertujuanuntuk menunjang kelancaran dan kelangsungan usaha suatu apotek.
a.
Kegiatan administrasi Kegiatan administrasi Apotek Pelayanan termasuk Apotek Kimia Farma No.
284 ditangani oleh Bisnis Manajer Jaya II. Sistem administrasi penjualan seharihari di apotek ini dilakukan sistem komputer dengan menggunakan program KIS (Kimia Farma Information System), misalnya dalam penyusunan laporan ikhtisar Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
50
penjualan harian, rekap penjualan resep, HV (Hand Verkoop), maupun UPDS, serta pengentrian jumlah barang yang masuk dan keluar dari apotek sehingga diketahui stok barang di apotek. b.
Stock Opname
Stock opname merupakan kegiatan pengawasan terhadap persediaan barang yang ada di apotek. Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui kesesuaian antara jumlah barang yang tersedia dengan jumlah barang yang tercatat. Kegiatan stock opname dilakukan oleh semua pegawai yang berada di apotek, di bawah tanggung jawab APA. Kegiatan ini dilakukan setiap tiga bulan sekali setiap akhir bulan. Fungsi dari stock opname adalah sebagai berikut: 1)
Mengetahui jumlah persediaan apotek
2)
Menjalankan fungsi kontrol terhadap semua barang yang tersedia dengan mengecek keadaan jumlah barang yang ada disesuaikan dengan yang tercatat dalam kartu stok KIS
3)
Menganalisa jika ada kemungkinan terjadinya mutasi barang yang tidak seharusnya
Sedangkan hal-hal yang dilakukan dalam stock opname adalah: 1) Melakukan stock opname terhadap seluruh perbekalan farmasi di apotek yang akan dijual. Hasil dari stock opname ini kemudian di catat di buku stock opname. 2) Hasil stock opname kemudian di entry pada menu stok opname di KIS 3) Meneliti kebenaran hasil stock opname tersebut 4) Melaporkan hasil stock opname 5) Memberi informasi kondisi dan nilai barang stock opname tersebut 6) Memberikan usulan alternatif penyelesaian masalah dan melakukan upaya pemecahan masalah penumpukan stock barang yan kurang dan tidak laku. Data stock opname yang dilaporkan ke APA berfungsi untuk memberikan informasi kepada APA mengenai kondisi dan nilai barang/stock tersebut. Selanjutnya APA sebagai pimpinan apotek akan melakukan validasi data. Data yang telah divalidasi selanjutnya dikirimkan ke BM Jaya II melalui sistem di KIS.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
BAB 5 PEMBAHASAN Apotek merupakan tempat pengabdian profesi apoteker yang telah memenuhi syarat sebagai apoteker pengelola apotek sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sesuai dengan fungsi tersebut seorang apoteker pengelola apotek (APA) bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan atas pengelolaan apotek. Oleh karena itu, seorang APA harus mempunyai kemampuan baik dari segi kefarmasian maupun dari segi manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelayanan dan pengawasan. Hal tersebut diperlukan karena usaha perapotekan selain mempunyai fungsi pelayanan kepada masyarakat juga mempunyai fungsi bisnis demi kelangsungan hidup apotek maupun kesejahteraan karyawannya. Apotek Kimia Farma No. 284 terletak di jalan Siliwangi No. 86 A, Rawalumbu-Bekasi. lokasinya cukup strategis dan mudah diakses oleh masyarakat karena terletak ditepi jalan besar dua arah yang cukup ramai, banyak dilalui oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Di sekitar apotek juga terdapat Rumah Sakit dan pemukiman padat penduduk. Lokasi apotek kimia farma
ini
diperjelas
dalam
keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang sarana dan prasarana menurut standar pelayanan kefarmasian di apotek, yang menyebutkan bahwa apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali dan dapat mudah diakses oleh masyarakat. Apotek Kimia Farma No. 284 dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai Manajer Apotek Pelayanan. Manajer Apotek Pelayanan tersebut membawahi 4 orang asisten dan 3 orang juru resep. Dalam menjalankan tugasnya, apoteker memiliki 3 peran, yaitu peran profesional, manajer dan retailer. Dalam tugasnya sebagai peran profesional, apoteker harus menjalankan Pharmaceutical Care. Kegiatan tersebut memerlukan komitmen dan kemampuan apoteker dalam memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE). Kegiatan yang dapat dilakukan di apotek seperti konseling pasien, penyebaran leaflet seputar kesehatan dan 61
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
56
penyuluhan penyakit/pengobatan. Hal tersebut sangat penting untuk mewujudkan keberhasilan dalam suatu terapi yang menjadi harapan hidup dan kepuasan pasien. Konseling di Apotek Kimia Farma No.284 belum berjalan maksimal karena beberapa faktor seperti, masih kurangnya kepercayaan pasien terhadap profesi apoteker, keterbatasan waktu dan tenaga apoteker yang tersedia serta kurangnya waktu dan tenaga apoteker yang tersedia serta kurangnya waktu dan kesadaran pasien akan pentingnya informasi dari konseling obat yang diperolehnya. Sebagai peran manajer, apoteker bertugas mengelola sumber daya yang dimiliki baik berupa barang, uang, waktu maupun tempat secara maksimal, sebagai peran retailer apoteker harus mampu menyediakan dan menjual barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan konsumen. Apotek Kimia Farma No. 284 melakukan kegiatan kefarmasian dari pukul 07.30 sampai dengan pukul 21.00 WIB, dari senin sampai dengan sabtu, yang dibagi menjadi dua shityaitu shift pagi dan sore. Sedangkan pada hari minggu dari pukul 08.00 sampai dengan pukul 19.00 WIB. Apotek terdiri dari dua lantai dan juga dilengkapi dengan fasilitas tempat parkir. Lantai satu merupakan tempat pelayanan kefarmasian. Pada lantai dua apotek merupakan tempat praktek dokter gigi. Adanya praktik dokter ini memberi kontribusi berupa pemasukan resep yang berasal dari dokter praktik tersebut sehingga menambah omset resep pada apotek. Menurut segi tata ruang apotek, apotek Kimia Farma No. 284 dinilai sudah cukup baik untuk dapat menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan. Hal ini dapat terlihat dari adanya ruang tunggu pasien, counter penerimaan resep dan penyerahan obat, ruang penyimpanan obat, tempat pemberian informasi dan konseling pasien, swalayan farmasi, dan toilet. Ruangan-ruangan yang ada di apotek dilengkapi dengan pendingin udara dan penerangan yang baik sehingga memberi kenyamanan baik bagi petugas apotek maupun pelanggan atau konsumen, namun pada ruang peracikan kurang luas, sehingga memungkinkan terhambatnya pekerjaan para petugas untuk bekerja dengan baik dan cepat. Keberadaan fasilitas tempat parkir cukup memadai, sehingga memudahkan bagi pengunjung yang datang dan merasa nyaman ketika datang ke apotek ini. Pada Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
57
area tempat parkir terdapat papan iklan Kimia Farma dengan warna biru tua dan logo jingga dengan tulisan Kimia Farma, hal ini dibuat dengan tujuan agar masyarakat lebih mudah untuk menemukan apotek Kimia Farma dan pada bagian dalam apotek terdapat papan nama apotek yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIK APA, alamat dan nomor telepon apotek. Tata ruang dan bangunan Apotek Kimia Farma No. 284 ini
sudah sesuai dengan KepMenKes RI
No.1332/Menkes/SK/X/2002, dimana bangunan apotek sekurang-kurangnya terdiri dari ruang tunggu, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang penyimpanan obat, ruang peracikan dan penyerahan obat, tempat pencucian obat dan toilet yang dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang baik, ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat higienis. Apotek juga harus dilengkapi dengan papan nama yang memuat nama apotek, nama APA (Apoteker Pengelola Apotek), nomor SIA, alamat dan nomor telepon apotek. Selain bangunan yang memenuhi syarat, apotek juga harus memiliki perlengkapan antara lain alat pengolahan dan peracikan seperti timbangan, mortar, gelas ukur, perlengkapan penyimpanan perbekalan farmasi seperti lemari obat dan lemari pendingin, tempat penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, buku standar yang berhubungan dengan apotek seperti ISO, MIMS dan DPHO serta alat administrasi seperti blanko pesanan obat, faktur, kuitansi dan salinan resep. Apotek Kimia Farma No. 284 sudah memiliki perlengkapan-perlengkapan tersebut. Tempat penyiapan obat terletak di bagian belakang counter penerimaan resep dan penyerahan obat. Dalam ruangan ini terdapat rak-rak kayu yang di dalamnya terdapat obat-obat yang disusun menurut abjad dan dikelompokkan menurut bentuk sediaan serta kelompok subterapinya. Untuk obat antibiotik diletakkan di rak terpisah dengan obat yang lain sedangkan untuk obat narkotik dan psikotropik diletakkan di lemari khusus sesuai dengan persyaratan yang dipasang pada dinding, terdapat pula lemari pendingin untuk menyimpan obatobat seperti suppositoria, ovula dan insulin serta terdapat meja untuk menulis etiket dan aktivitas penyiapan obat lain sebelum diserahkan kepada pasien. Tempat peracikan terletak di bagian samping tempat penyiapan obat. Dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
58
ruangan ini juga terdapat rak kayu sebagai tempat penyimpanan obat. Ruangan ini dilengkapi fasilitas untuk peracikan seperi timbangan, blender, lumpang dan alu, bahan baku dan alat-alat meracik lainnya. Proses administrasi di Apotek Kimia Farma No. 284 dilakukan secara komputerisasi untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelayanan apotek. Sistem ini juga membantu apotek untuk mengatasi masalah yang mungkin baru diketahui setelah obat diserahkan ke pasien dimana sistem komputer kasir mengharuskan petugas memasukkan alamat dan nomor telepon pasien yang dapat dihubungi sebelum melakukan pencetakan struk pembayaran. Walaupun telah diterapkan dalam sistem komputerisasi namun untuk informasi jumlah persediaan obat masih dilakukan secara manual, sehingga saat melayani resep petugas apotek harus melihat stok obat yang tersedia terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan pasien harus menunggu sebelum resepnya dilayani. Perencanaan pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 284 dilakukan berdasarkan buku defekta dari bagian pelayanan resep dan penjualan OTC atau swalayan farmasi. Pengadaan barang untuk pelayanan resep dilakukan setiap hari Senin. Pengadaan barang di Apotek Kimia Farma No. 248 sudah cukup baik. Pada pengawasan persediaan masing-masing obat atau barang dilengkapi dengan kartu stok pada tiap kotak penyimpanannya. Pencatatan kartu stok langsung dilakukan pada saat barang disimpan dan diambil. Pengeluaran barang dilakukan dengan menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out), dengan sistem ini barang yang memiliki tanggal kadaluarsa yang lebih cepat dikeluarkan terlebih dahulu sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kadaluarsa obat sebelum terjual. Penyimpanan obat-obat di Apotek Kimia Farma No. 284 berdasarkan kelompok tertentu seperti obat antibiotik, obat generik, obat diabetes/hipertensi, obat tetes, dll, serta berdasarkan bentuk sediaan yang disusun secara alfabetis untuk mempermudah pencarian. Selain itu, pengelompokan obat sudah sesuai dengan konsep Good Pharmacy Pratice, dimana dalam konsep ini obat-obat disimpan berdasarkan kelas terapinya untuk meminimalisir terjadinya kesalahan dalam pengambilan obat yang sesuai dengan indikasi penyakit pasien. Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
59
Untuk pengawasan terhadap mutu, kadaluarsa dan kesesuaian jumlah obat yang ada dilakukan stock opname setiap akhir bulan. Peletakkan barang di swalayan farmasi didesain berdasarkan kelompok terapinya dan bentuk sediaannya untuk obat-obatan (medicines) dan berdasarkan penggunaanya, misalnya hair care, skin care dan baby care untuk persedian alkes dan barang-barang di luar kategori medicines. Papan petunjuk yang bertuliskan kelompok tertentu sudah tertata dengan baik, sehingga memudahkan pelanggan atau konsumen untuk mencari produk yang diinginkan. Sebagian produk OTC (Over The Counter) sudah dilengkapi dengan label harga sehingga memudahkan konsumen untuk mengetahui atau membandingkan harga obat atau barang yang ingin dibelinya. Pelayanan resep di Apotek Kimia Farma No.284 terdiri dari pelayanan penjualan bebas, resep dokter, resep tunai, resep kredit, swamedikasi. Pada pelayanan resep kredit, untuk pembelian dan pembayarannya
berdasarkan
kerjasama serta perjanjian yang disetujui antara apotek dengan instansi atau perusahaan. Pada dasarnya, banyaknya resep kredit menunjukkan suatu apotek cukup baik dalam mengembangkan usahanya, akan tetapi semakin meningkatnya resep kredit yang diterima oleh apotek, maka semakin besar modal apotek yang tertahan dalam bentuk piutang. Pada Apotek Kimia Farma No. 284, pelayanan resep kredit hampir sama banyaknya dengan pelayanan resep tunai. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan usaha apotek Kimia Farma No. 284 cukup baik, walaupun ini juga berarti semakin besar modal apotek yang tertahan dalam bentuk piutang, namun karena diimbangi dengan penjualan tunai yang banyak maka hal tersebut tidak menjadi masalah. Guna memperkecil kesalahan dalam pelayanan resep maka dilakukan proses pemeriksaan obat sebelum diserahkan ke pasien. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan terhadap nama obat, jumlah, penandaan etiket, permintaan salinan resep dan kuitansi sehingga pasien menerima obat sesuai dengan yang diresepkan baik jenis, sediaan, jumlah, maupun aturan penggunaannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
60
Pelanggan atau konsumen yang datang untuk melakukan swamedikasi kebanyakan yang mempunyai keluhan terhadap penyakit-penyakit ringan, seperti batuk, demam, pilek, maag dan sakit perut. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) di apotek ini masih kurang optimal dilakukan, hal ini dikarenakan adanya keterbatasan tenaga, waktu apoteker yang tersedia. Informasi biasanya diberikan sewaktu penyerahan obat yang berkaitan dengan cara penggunaan, waktu penggunaan, dosis dan penyimpanan obat serta pemilihan terapi yang tepat kepada pasien Apotek Kimia Farma No.284 juga memberikan layanan antar obat (drug delivery) kepada para pasien untuk memberikan kemudahan bagi pasien dalam memperoleh obat. Adanya jasa layanan antar ini dapat meningkatkan kepuasan dan kesetiaan pasien sehingga berdampak pada peningkatan penjualan apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
6.1
Dari hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang dilaksanakan di Apotek Kimia Farma No. 284 Siliwangi-Bekasi, diperoleh kesimpulan bahwa: 1. Apoteker di Apotek Kimia Farma No.284 telah menjalankan fungsi dan peran dengan baik, di antaranya fungsi sebagai professional dalam bidang teknis kefarmasian dan fungsi non teknis kefarmasian seperti fungsi manajerial. 2. Apoteker Pengelola Apotek (APA) berperan dalam menentukan kebijakan pengelolaan
apotek
serta
melaksanakan
fungsi
pengawasan
dan
pengendalian terhadap semua komponen yang ada di apotek, disamping melaksanakan fungsinya sebagai seorang apoteker untuk menjamin penggunaan obat yang rasiona 3.
Secara umum, Apotek Kimia Farma No. 284 telah memberikan pelayanan yang baik, dengan memenuhi aspek kepuasan dan aspek kepentingan yang harus diperhatikan oleh suatu apotik dalam melakukan pelayanan kefarmasian. Walaupun hal ini masih belum didukung oleh kondisi ruangan yang memadai untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pelanggan.
4.
Sistem pengadaan di apotek Kimia Farma nomor 284 telah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dengan adanya stok minimal dari tiap jenis obat dan adanya lead time yang sudah ditentukan untuk semua jenis obat yaitu 2 hari.
5.
Sistem penyimpanan obat di apotek telah dilakukan dengan baik dan kondisi penyimpanan yang selalu dijaga dengan adanya AC/pendingin ruangan.
61
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
62
6.
Dalam mendukung peningkatan pendapatan apotek, Apotek Kimia Farma No.284 juga memiliki swalayan yang menyediakan obat bebas dan alat kesehatan
7.
Pengadaan barang dilakukan berdasarkan kebutuhan jumlah dan jenis barang yang telah ditulis dalam buku defekta, yang selanjutya diberikan kepada BM untuk diproses dan dilakukan pembelian oleh Business Manager (BM).
6.2
Saran
1.
Perlu disiplin dan tindakan tegas dalam penulisan stok barang di kartu stok, sehingga tidak terjadi kekurangan obat atau kehilangan obat.
2.
Perlu adanya data harga-harga produk farmasi maupun non-farmasi dalam bentuk buku (tidak di komputer) atau label pada produk untuk memudahkan pelayanan bagi pasien dan mengefisiensikan waktu pelayanan. Berdasarkan pengamatan, sebagian besar pasien selalu menanyakan harga produk tersebut sebelum membeli sedangkan daftar harga produk tersebut hanya ada di komputer yang hanya boleh dilakukan oleh petugas kasir.
3.
Diperlukan seorang Apoteker Pendamping untuk menggantikan Apoteker Pengelola Apotek (APA) untuk menambah fungsi pelayanan profesi dan untuk menggantikan APA pada jam-jam tertentu bila APA sedang tidak berada di Apotek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Ali M dan Sigit S. (2006). Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Jakarta : Konsil Kedokteran Indonesia. Hal 11-3, 21–2.
Anonim. (2008). Panduan dan Materi PKPA di Apotek Kimia Farma Apotek. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 tentang pekerjaan kefarmasian. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika. Jakarta
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (1976). Undang-undang Kesehatan No.9 tahun 1976 tentang narkotika. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Tentang penyimpanan narkotika. Jakarta.
63
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
64
Kementerian Kesehatan. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta : Direktorat Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (1981). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 280/Menkes/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek. Jakarta.
Sugondo, S. (1995). Penyuluhan sebagai Komponen Terapi Diabetes dan Penatalaksanaan Terpadus. Editor: Sidartawan Sugondo, Pradana Sugondo, Imam Subekti. Jakarta : Fakultas Kedokteran : Universitas Indonesia.
Umar, M. (2004). Manajemen Apotek Praktis. Editor : Deviani Saputri MBA. Jakarta : Wira Putra Kencana.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
Lampiran 1. Bagan Organisasi PT. Kimia Farma Apotek
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
Lampiran 2. Bagan Organisasi Apotek Kimia Farma No. 284 Bekasi
Manajer Apotek Pelayanan (MAP)
Asisten Apoteker Koordinator
Asisten Apoteker
Juru Resep
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
67
Lampiran 3. Etiket
Etiket Obat Dalam
Etiket Obat Luar
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
68
Lampiran 4. Bungkus Obat
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
69
Lampiran 5. Bon Permintaan Barang Apotek
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
70
Lampiran 6. Bukti Penerimaan Barang
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
71
Lampiran 7. Bukti Droping Barang
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
72
Lampiran 8. Kartu Stok
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
73
Lampiran 9. Surat Pesanan Narkotika
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
74
Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
75
Lampiran 11. Bungkus Puyer
Universitas Indonesia Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012
JENIS - JENIS PENYAKIT PROSTAT DAN OBAT-OBAT YANG DIGUNAKAN
VIVID MARETHA, S.Farm 1106124712
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER-DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i DAFTAR ISI ………………………………………………………………. ii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. ....................................................................................................... Tujuan..................................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. ....................................................................................................... Definisi Kelenjar Prostat ......................................................................... 4 2.2. ....................................................................................................... Anatomi Prostat ……………………………………………………… 4 BAB III PEMBAHASAN ……………………………………………….. 7 3.1. Faktor Penyebab BPH ....................................................................... 7 3.2. Prevalensi BPH ................................................................................. 8 3.3. Diagnosis BPH .................................................................................. 8 3.4. Pilihan Terapi BPH …………………………………………………. 14 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………….. 22 4.1. ....................................................................................................... Kesimpulan ............................................................................................. 22 4.2. ....................................................................................................... Saran ....................................................................................................... 22 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 23
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
1
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.2.
Latar Belakang Lanjut usia (Lansia), pada umumnya mengalami perubahan-perubahan
pada jaringan tubuh, yang disebabkan proses degenerasi, terjadi terutama pada organ-organ tubuh, dimana tidak ada lagi perkembangan sel seperti otot, jantung dan ginjal tetapi kurang pada organ-organ dimana masih ada mitosis seperti hepar. Proses degenerasi menyebabkan perubahan kemunduran fungsi organ tersebut, termasuk juga sistem traktus urinarius, sehingga menyebabkan macam-macam kelainan atau penyakit urologis tertentu. (Farida, 2010) Fungsi kandung kencing dan uretra pada manula dipengaruhi proses fisiologis ketuaan pada beberapa sistem. Kontrol serebral dari miksi dipengaruhi oleh atrofi yang progresif pada korteks serebri dan neuron. Fungsi otonom juga lambat laun menurun menyebabkan refleks otonom terganggu. Misalnya dapat dilihat pada anatomi kandung kencing. Ketuaan ditandai dengan kurangnya jumlah sel-sel otot dan digantikan oleh jaringan lemak dan jaringan ikat. Jaringan otot ini dapat berkurang sampai setengah pada umur 80 tahun, yang dapat menyebabkan kontraksi melemah. Prostat terletak antara tulang kemaluan dan dubur, mengelilingi saluran uretra pada pintu saluran yang masuk ke kandung kemih. Ketika urin keluar dari kandung kemih, akan melewati saluran di dalam kelenjar prostat, yang disebut uretra prostat. Kelenjar prostat yang membesar dengan sendirinya akan menyumbat uretra prostat tersebut, seakan-akan menyumbat saluran kemih, sehingga menghambat aliran urin. Urin yang tertahan ini dapat berbalik lagi ke ginjal dan pada kasus-kasus tertentu dapat mengakibatkan infeksi pada kandung kemih. (Suwandi, 2007) Kelenjar prostat adalah organ tubuh pria yang paling sering mengalami pembesaran, baik jinak maupun ganas. Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hiperplasia yang selanjutnya disingkat BPH merupakan penyakit
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
2
tersering kedua penyakit kelenjar prostat di klinik urologi di Indonesia. Kelenjar periuretra mengalami pembesaran, sedangkan jaringan prostat asli terdesak ke perifer menjadi kapsul. BPH akan timbul seiring dengan bertambahnya usia, sebab BPH erat kaitannya dengan proses penuaan. Selain itu yang menyebabkan pembesaran kelenjar prostat, adalah bertambahnya zat prostaglandin dalam jaringan prostat, beta sitosterol yang berperan menghambat pembentukan prostaglandin. Oleh karena itu, kelenjar prostat dapat juga disembuhkan oleh beta sitosterol. Penyebab BPH belum diketahui secara pasti, tetapi sampai saat ini berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan kadar hormon pria, terutama testosteron. Hormon Testosteron dalam kelenjar prostat akan diubah menjadi Dihidrotestosteron (DHT). DHT inilah yang kemudian secara kronis merangsang kelenjar prostat sehingga membesar. Pembentukan nodul pembesaran prostat ini sudah mulai tampak pada usia 25 tahun pada sekitar 25 persen. Pada usia 60 tahun nodul pembesaran prostat tersebut terlihat pada sekitar 60 persen, tetapi gejala baru dikeluhkan pada sekitar 30-40 persen, sedangkan pada usia 80 tahun nodul terlihat pada 90 persen yang sekitar 50 persen di antaranya sudah mulai memberikan gejala-gejalanya. Faktor lain yang mempengaruhi BPH adalah latar belakang kondisi penderita misalnya usia, riwayat keluarga, obesitas, meningkatnya kadar kolesterol darah, pola makan tinggi lemak hewani, olah raga, merokok, minuman beralkohol, penyakit Diabetes Mellitus, aktifitas seksual. Beberapa peneliti melaporkan pengaruh usia meningkatkan terjadinya BPH, di antaranya penelitian oleh Kojma dkk mengenai pengaruh usia dan volume prostat terhadap skor gejala, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara BPH dengan usia (p<0,0001).9 Obesitas diduga meningkatkan risiko terjadinya BPH, menurut Lee, Indeks Masa Tubuh (IMT) tidak berhubungan dengan gejala, tetapi lingkar abdomen dan waist to hip ratio (WHR) yang menggambarkan abdominal obesitas meningkatkan risiko. Prevalensi umur 41-50 th sebanyak 20%, 51-60 th 50%, >80 th sekitar 90%. Angka di Indonesia, bervariasi 24-30 persen dari kasus urologi yang dirawat
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
3
di beberapa rumah sakit. Dalam rentang 1994-1997, jumlah penderita di RS Cipto Mangunkusumo menangani 462 kasus, di RS Hasan Sadikin Bandung selama kurun 1976-1985 tercatat 1.185 kasus, pada rentang 10 tahun terakhir (19932002), tercatat 1.038 kasus. Di RS Dr. Soetomo Surabaya terdapat 1.948 kasus BPH pada periode 1993-2002 dan di RS Sumber Waras punya 602 kasus pada rentang waktu itu juga. (Nugroho, 2002; Farida, 2010)
1.3.
Tujuan Untuk
mengetahui
dan
mempelajari
penyakit
Benign
Prostatic
Hiperplasia atau pembesaran prostat, serta terapi-terapi yang diberikan dalam pengobatan penyakit prostat tersebut.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.3.
Definisi Kelenjar Prostat (IAUI, 2000) Kelenjar prostat adalah suatu organ yang berlokasi pada dasar atau
leher dari kandung kemih. Kelenjar yang mengelilingi bagian pertama dari urethra. Urethra adalah jalanan lintasan dimana urin mengalir dari kandung kemih untuk keluar dari penis. Satu fungsi dari kelenjar prostat adalah membantu mengontrol pembuangan air kecil dengan menekan secara langsung pada bagian urethra yang dikelilinginya. Fungsi lain dari kelenjar prostat adalah untuk menghasilkan beberapa 4ntibi-unsur yang ditemukan pada semen (air mani) yang normal, seperti mineral-mineral dan gula. Pada seorang laki muda, kelenjar prostat yang normal adalah sebesar sebuah semacam kenari (walnut). Prostate adalah organ kecil yang berlokasi pada dasar dari kantong kemih yang dibungkus sekeliling urethra, tabung yang mengosongkan kantong kemih melalui penis. Ia duduk dimuka dari rectum, dan bagian belakang dari organ dapat dirasakan melalui pemeriksaan rectal oleh dokter. Tujuan prostate adalah untuk membantu sistim reproduksi pria. Ia membuat sampai 70% dari cairan yang diejakulasikan sewaktu hubungan kelamin, mencampurkan sekresi-sekresinya dengan sperma yang dibuat didalam testicles. Prostate juga berkontraksi pada saat ejakulasi untuk mencegah aliran retrograde (atau balik) dari semen kedalam kantong kemih. Karena lokasinya, gejala-gejala dari segala persoalan prostate cenderung berhubungan dengan kantong kemih dan dapat termasuk urgensi untuk membuang air kecil (kencing), frekwensi dari kencing, rasa terbakar waktu kencing (dysuria), aliran kencing yang sedikit, atau ketidakmampuan untuk memulai aliran kencing
2.2. Anatomi Prostat Prostat merupakan kelenjar berbentuk konus terbalik yang dilapisi oleh kapsul fibromuskuler, yang terletak di sebelah inferior vesika urinaria,
4 Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
5
mengelilingi bagian proksimal uretra (uretra pars prostatika) dan berada disebelah anterior rektum. Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa kurang lebih 20 gram, dengan jarak basis ke apex kurang lebih 3 cm, lebar yang paling jauh 4 cm dengan tebal 2,5 cm. Kelenjar prostat terbagi menjadi 5 lobus : 1.
lobus medius
2.
lobus lateralis (2 lobus)
3.
lobus anterior
4.
lobus posterior Selama perkembangannya lobus medius, lobus anterior, lobus posterior
akan menjadi satu dan disebut lobus medius saja. Pada penampang, lobus medius kadang-kadang tak tampak karena terlalu kecil dan lobus lain tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat. Mc Neal (1976) membagi kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain adalah: zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior, dan zona periuretral. Sebagian besar hiperplasia prostat terdapat pada zona transisional yang letaknya proksimal dari sfincter eksternus di kedua sisi dari verumontanum dan di zona periuretral. Kedua zona tersebut hanya merupakan 2% dari seluruh volume prostat. Sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal dari zona perifer.7,8 Prostat mempunyai kurang lebih 20 duktus yang bermuara di kanan dari verumontanum dibagian posterior dari uretra pars prostatika. Di sebelah depan didapatkan ligamentum pubo prostatika, di sebelah bawah ligamentum triangulare inferior dan di sebelah belakang didapatkan fascia denonvilliers. Fascia denonvilliers terdiri dari 2 lembar, lembar depan melekat erat dengan prostat dan vesika seminalis, sedangkan lembar belakang melekat secara longgar dengan fascia pelvis dan memisahkan prostat dengan rektum. Antara fascia endopelvic dan kapsul sebenarnya dari prostat didapatkan jaringan peri prostat yang berisi pleksus prostatovesikal.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
6
Pada potongan melintang kelenjar prostat terdiri dari : 1.
Kapsul anatomis Sebagai jaringan ikat yang mengandung otot polos yang membungkus kelenjar prostat.
2.
Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler
3.
Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok bagian: a. Bagian luar disebut glandula principalis atau kelenjar prostat sebenarnya yang menghasilkan bahan baku sekret. b. Bagian tengah disebut kelenjar submukosa, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatous zone c. Di sekitar uretra disebut periurethral gland atau glandula mukosa yang merupakan bagian terkecil. Bagian ini serinng membesar atau mengalami hipertrofi pada usia lanjut.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
BAB III PEMBAHASAN
3.1.
Faktor penyebab Benign Prostatic Hyperplasia (IAUI, 2000; Amelia,
2007) Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau Benign Prostatic Hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hyperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. Hiperlasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS ( Lower Urinary Tract Symptom) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemahdan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis miksi dan tahap selanjutnya terjadi retensi urin. Hubungan antara BPH dan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPS mengeluhkan gangguan miksi dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH.
4 Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
iii
Banyak sekali factor yang diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang masih berfungsi normal menghasilkan testoteron. Di samping itu pengaruh hormone lain (estrogen, prolaktin), diet tertentu, mikrotrauma, dan factor-faktor lingkungan diduga berperan dalam proliferasi sel-sel kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor-faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan dalam memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Factor-faktor yang mampu meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai factor ekstrinsik sedangkan protein growth factor dikenal sebagai factor intrinsic yang menyebabkan hyperplasia kelenjar prostat. Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien, komplikasi yang terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan melakukan diagnosis dan modalitas terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan sumber daya manusia di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian dokter di daerah terpencilpun diharapkan dapat menangani pasien BPH dengan sebaik-baiknya. 3.2.
Prevalensi BPH Bergejala ( Amelia, 2007; Birowo, 2002)
Pembesaran prostat dianggap sebagai bagian dari proses pertambahan usia, seperti halnya rambut yang memutih. Oleh karena itulah dengan meningkatnya usia harapan hidup, meningkat pula prevalensi BPH. Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun (1994-1997) terdapat 1040 kasus. 3.3.
Diagnosis BPH:
1. Anamnesis Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara yang cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis meliputi:
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
iv
a. Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu b. Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera, infeksi, atau pembedahan). c. Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual d. Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi e. Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan. Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). WHO dan AUA telah mengembangkan dan mensahkan prostate symptom score yang telah distandarisasi. Skor ini berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH. Analisis gejala ini terdiri atas 7 pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35. 2. Pemeriksaan Fisik Colok dubur atau digital rectal examination (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada region suprapubik untuk mencari kemungkinan adanya distensi bulibuli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya pembesaran prostat. Konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari keganasan prostat. 3. Urinalisis Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. BPH yang sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang menimbulkan keluhan miksi, diantaranya: karsinoma buli-buli insitu atau striktura uretra, pada pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan. Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urin, dan kalau terdapat kecurigaan adanya karsinoma buli-buli
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
v
perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urin. Pada pasien BPH yang sudah mengalami retensi urin dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak manfaatnya karena sering kali telah ada leukositoria maupun eritosituria akibat pemasangan kateter.
4. Pemeriksaan fungsi ginjal Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktur urinarius bawah ataupun bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata 13,6%. Gagal ginjal menyebabkan terjadinya komplikasi pasca bedah 25% lebih sering dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi 6 kali lebih banyak. Pasien LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi system pelvikalises 0,8% jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar kreatininserum. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas. 5. Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen) PSA disintetis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific. Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal inijika kadar PSA tinggi berarti : a. Pertumbuhan volume prostat lebih cepat b. Keluhan akibat BPH/laju pancaran urin lebih jelek c. Lebih mudah terjadinya retensi urin akut Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2-1,3 ng/dl laju adalah0,7 ml/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsy prostat atau
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
vi
TURP), pada retensi urin akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah: a. 40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml b. 50-59 tahun: 0-3,5 ng/ml c. 60-69 tahun: 0-4,5 ng/ml d. 70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi kelompok usia BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok dubur lebih baik daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma prostat 6. Catatan harian miksi (voiding diaries) Voiding diaries saat ini dipakai secara luas untuk menilai fungsi traktus urinarius bagian bawah dengan reliabilitas dan validitas yang cukup baik. Pencatatan miksi ini sangat berguna pada pasien yang mengeluh nokturia sebagai keluhan yang menonjol. Dengan mencatat kapan dan berapa jumlah asupan cairan yang dikonsumsi serta kan dan berapa jumlah urine yang dikemihkan dapat diketahui seorang pasien menderita nokturia idiopatik, instabilitas detrusor akibat obstruksi infra-vesika, atau karena poliuria akibat asupan air yang berlebih. Sebaiknya pencatatan dikerjakan 7 hari berturut-turut untuk mendapatkan hasil yang baik . 7. Uroflometri Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urin selama proses miksi secara elektronik. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang tidak invasive. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran maksimum, dan lama pancaran. Pemeriksaan ini
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
vii
sangat mudah, non invasive, dan sering dipakai untuk mengevaluasi gejala obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan terapi.
8. Pemeriksaan residual urine Residual urin atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urin yang tertinggal di dalam buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada orang normal adalah 0,09-2,24 ml dengan rata-rata 0,53mL. tujuh puluh delapan persen pria normal mempunyai residual urin kurang dari 5ml dan semua pria normal mempunyai residu urin tidak lebih dari 12 ml. Pemeriksaan residual urin dapat dilakukan secara invasive, yaitu dengan melakukan pengukuran langsung sisa urin kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun non invasive, yaitu dengan mengukur sisa urin melalui sisa USG atau bladder scan. Pengukuran melalui katerisasi ini lebih akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak nyaman pada pasien menimbulkan cedera uretra, menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakterimia. Pengukuran dengan cara apapun, volume residual urine mempunyai variasi individual yang cukup tinggi, yaitu seorang pasien yang diukur residual urinnya pada waktu yang berlainan pada hari yang sama maupun pada hari yang berbeda, menunjukkan perbedaan volume residual urin yang cukup bermakna. Variasi perbedaan volume residual urin ini tampak nyata pada residual urin yang cukup banyak (>150 ml), sedangkan volume residual urine yang tidak terlalu banyak (<120 ml) hasil pengukuran dari waktu ke waktu hampir sama. Beberapa Negara terutama di eropa merekomendasikan pemeriksaan PVR sebagai bagian dari pemeriksaan awal pada BPH dan untuk memonitor setelah watchful waiting. Karena variasi intraindividual yang cukup tinggi, pemeriksaan PVR dikerjakan lebih dari satu kali dan sebaiknya dikerjakan melalui USG transabdominal.
9. Pencitraan traktus urinarius
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
viii
Pencitraan traktus urinarius pada BPH meliputi pemeriksaan terhadap traktus urinarius bagian atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat. Dahulu pemeriksaan IVP pada BPH dikerjakan oleh sebagian besar ahlu urologi untuk mengungkapkan adanya a. Kelainan pada saluran kemih bagian atas b. Divertikel atau selule pada buli-buli c. Batu pada buli-buli d. Perkiraan volume residual urine e. Perkiraan besarnya prostat. Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien BPH dengan memakai USG menunjukkan bahwa 70-75% tidak menunjukkan adanya kelaianan pada saluran kemih bagian atas, sedangkan yang menunjukkan kelainan hanya sebagian kecil saja (10%) yang membutuhkan penanganan yang berbeda dari yang lain. Oleh karena itu pencitraan saluran kemih bagian atas tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada BPH, kecuali jika pada pemeriksaan awal diketemukan adanya: a. Hematuria b. Infeksi saluran kemih c. Insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG) d. Riwayat urolitiasis e. Riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia
10. Uretrosistoskopi Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaaan uretra prostatika dan buli-buli. Terlihat adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra dan leher buli-buli, batu buli-buli, trabekulasi buli-buli, selule, dan divertikel buli-buli. Selain itu sesaat sebelum dilakukan sistoskopi diukur volume residual urine pasca miksi. Sayangnya pemeriksaan ini tidak mengenakan bagi pasien, viiinti menimbulkan komplikasi perdarahan, infeksi, cedera uretra, dan retensi urin sehingga tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pada BPH. Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan dilakukan
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
ix
tindakan pembedahan untuk menentukan perlunya dilakukan TUIP, TURP, atau prostatektomi terbuka. Disamping itu pada kasus yang disertai dengan hematuria atau dugaan adanya karsinoma buli-buli sistoskopi sangat membantu dalam mencari lesi pada buli-buli.
11. Pemeriksaan Urodinamika Jika pemeriksaan uroflometri hanya dapat menilai bahwa pasien mempunyai pancaran urine yang lemah tanpa dapat menerangkan penyebabnya, pemeriksaan urodinamika (pressure flow study) dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu disebabkan karena obstruksi leher buli-buli dan uretra (BOO) atau kelemahan kontraksi otot detrusor. Pemeriksaan ini cocok untuk pasien yang hendak menjalani pembedahan. Mungkin saja LUTS yang dikeluhkan oleh pasien bukan disebabkan oleh BPO melainkan disebabkan oleh kelemahan kontraksi otot detrusor sehingga pada keadaan ini tindakan desobstruksi tidak akan bermanfaat. Pemeriksaan optional pada evalusi pasien BPH bergejala. Meskipun merupakan pemeriksaan invasive, urodinamika saat ini merupakan pemeriksaan yang paling baik dalam menentukan derajat obstruksi prostat (BPO), dan mampu meramalkan keberhasilan suatu tindakan pembedahan. Indikasi pemeriksaan urodinamika pada BPH adalah : a. Berusia <50 tahun atau >80 tahun b. Volume residual urin > 300 ml, c. Qmax > 10 ml/detik d. Setelah menjalani pembedahan radikal pada daerah pelvis e. Setelah gagal dengan terapi invasive f. Atau kecurigaan adanya buli-buli neurogenik.
3.4.
Pilihan Terapi Pasien BPH ( NKUDIC, 2006; IAUI, 2000) Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup
pasien. Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan,
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
x
keadaan pasien, maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya.
Table 1. pilihan terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna Observasi
Medikamentosa
Terapi Intervensi Pembedahan
Watchful waiting
Invasif minimal
Antagonis adrenergic- α
Prostatektomi terbuka
TUMT
Inhibitor reduktase-5α
Endourologi
HIFU
Fitoterapi
Stent uretra TUNA ILC
Watchful waiting adalah merupakan pilihan terapi dimana pasien tidak mendapatkan terapi apapun tetapi perkembangan penyakitnyakeadaanya tetap diawasi oleh dokter. Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS di bawah 7, yaitu keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pada watchful waiting ini pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya kurangi konsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-buli, jangan menahan kencing terlalu lama. Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk xntibi control dengan diperiksa tentang perubahan keluhan yang dirasakan, IPSS, pemeriksaan laju pancaran urine, maupun volume residual urine. Pasien BPH bergejala biasanya memerlukan pengobatan bila telah mencapai tahap tertentu. Pada saat BPH mulai menyebabkan perasaan yang mengganggu. Dalam
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
xi
menentukan pengobatan yang perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu dasar pertimbangan terapi, jenis obat yang digunakan, pemilihan obat, dan evaluasi selama pemberian obat. Tujuan terapi adalah untuk menggurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik atau mengurangi volume prostat sebagai komponen static. Jenis obat yang digunakan adalah: 1. Antagonis adrenergic reseptor α yang dapat berupa: a. Preparat non selektif: fenoksi benzamin b. Preparat selektif masa kerja pendek: prazosin, afluzosin, dan indoramin c. Preparat selektif dengan masa kerja lama: doksazosin, terazosin, dan tamsulosin 2. Inhibitor 5 α reduktase, yaitu finasteride dan dutasteride 3. Fitofarmaka.
3.4.1. Antagonis reseptor adrenergic-α Pengobatan dengan antagonis adrenergic α bertujuan menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi resistensi tonus leher buli-buli dan uretra. Fenoksibenzamine adalah obat antagonis adrenergic- α non selektif yang pertama kali diketahui mampu memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi. Namun obat ini tidak disenangi oleh pasien karena menyebabkan komplikasi sistematik yang tidak diharapkan, diantaranya adalah hipotensi postural
dan
menyebabkan
penyulit
lain
pada
system
kardiovaskuler.
Ditemukannya obat antagonis adrenergic- α1 dapat mengurangi penyulit sistematik yang diakibatkan oleh efek hambatan pada α2 dari fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat antogonis adrenergic- α1 yang selektif mempunyai durasi obat yang pendek (short acting) diantaranya adalah prazosin yang diberikan dua kali sehari, dan long acting yaitu, terazosin. Doksazosin dan tamsulosin yang cukup diberikan sekali sehari. Dibandingkan dengan placebo, antogonis adrenergic- α terbukti dapat memperbaiki gejala BPH, menurunkan keluhan BPH yang menggangg, meningkatkan kualitas hidup (QoL), dan meningkatkan pancaran urine. Rata-rata obat golongan ini mampu memperbaiki skor gejala
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
xii
miksi hingga 30-45% atau 4-6 poin skor IPSS dan Qmax hingga 15-30% dibandingkan dengan sebelum terapi. Perbaikan gejala meliputi keluhan iritatif maupun keluhan obstruktif sudah dirasakan sejak 48 jam setelah pemberian obat. Golongan obat ini dapat diberikan dalam jangka waktu lama intolerasi dan takhipilaksis sampai pemberian 6-12 bulan. Dibandingkan dengan inhibitor 5 α reduktase, golongan antagonis adrenergic- α lebih efektif dalam memperbaiki gejala miksi yang ditunjukkan dalam peningkatan skor IPSS, dan laju pancara urine. Dibuktikan pula bahwa pemberian kombinasi antagonis adrenergic- α dengan finasteride tidak berbeda jika dibandingkan
dengan
pemberian
antagonis
adrenergic-
α
tidak
perlu
memperhatikan ukuran prostat serta memperhatikan kadar PSA; lain halnya dengan sebelum pemberian inhibitor 5- α reduktase. Berbagai jenis antagonis adrenergic- α menunjukkan efek yang hampir sama dalam memperbaiki gejala BPH. Meskipun mempunyai efektifitas yang hamper sama, namun masing-masing mempunyai tolerabilitas dan efek terhadap system kardiovaskuler yang berbeda. Efek terhadap system kardiovaskuler terlihat sebagai hipotensi postural, dizziness, dan asthenia yang seringkali menyebabkan pasien menghentikan pengobantan. Doksazosin dan terazosin yang mulanya adalah suatu obat antihipertensi terbukti dapat memperbaiki gejala BPH dan menurunkan tekanan darah pasien BPH dengan hipertensi. Sebanyak 5-2-% pasien mengeluh dizziness setelah pemberian doksazosin maupun terazosin, < 5% setelah pemberian tamsulosin dan 3-10% setelah pemberian placebo. Hipotensi postural terjadi pada 2-8% setelah pemberian doksazosin atau terazosin dan kurang lebih 1 % setelah pemberian tamsulosin atau placebo. Dapat dipahami bahwa penyulit terhadap system kardiovaskuler tidak Nampak nyata pada tamsulosin karena obat ini merupakan antagonis adrenergic- α yang superselektif, yaitu hanya bekerja pada reseptor adrenergic- α1A. penyulit lain yang dapat timbul adalah ejakulasi retrograde yang dilaporkan banyak terjadi setelah pemakaian tamsulosin, yaitu 4,5-10 % dibandingkan dengan placebo 1%. Lepor menyebutkan bahwa efektifitas obat golongan antagonis adrenergic- α tergantung pada dosis yang diberikan, yaitu makin tinggi dosis, efek yang
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
xiii
diinginkan makin nyat, namun disamping itu komplikasi yang timbul pada system kardivaskuler semakin besar. Untuk itu sebelum dilakukan terapi jangka panjang, dosis obat yang akan diberikan harus disesuaijan dahulu dengan cara meningkatnya secara perlahan-lahan (titrasi) sehingga diperoleh dosis yang aman dan efektif. Dikatakan bahwa salah satu kelebihan dari golongan antagonis adrenergic- α1A (tamsulosin) adalah tidak perlu melkukan titrasi seperti golongan obat yang lain. Tamsulosin masih tetap aman dan efektif walaupun diberikan hingga 6 tahun.
3.4.2 Inhibitor 5 α-reduktase Finasteride adalah obat inhibitor 5- α reduktase pertama dipakai untuk mengobati BPH. Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestoteron (DHT) dari testoteron, yang dikatalisis oleh enzim 5 α-reduktase di dalam sel-sel prostat. Beberapa uji klinik menunjukkan bahwa obat ini mampu menurunkan ukuran prostat hingga 20-30% meningkatkan skor gejala sampai 15 % atau skor AUA hingga 3 poin dan meningkatkan pancaran urine. Efek maksimum finastirade dapat terlihat setelah 6 bulan. Pada penelitian yang dilakukan oleh MacConnell et al (1998) tentang efek finasteride terhadap pasien BPH bergejala, didapatkan bahwa pemberian finasteride 5 mg perhari selama 4 tahun ternyata mampu menurunkan volume prostat, meningktkan pancaran urine, menurunkan kejadian retensi urine akut, dan menekan kemungkinan tindakan pembedahan hngga 50%. Finasteride digunakan bila volume prostat > 40 cm3. Efek samping yang terjadi pada pemberian finasteride ini minimal, diantaranya dapat terjadi impotemsia, penurunan libido, ginekomastia, atau timbul bercakbercak kemerahan di kulit. Finasteride dapat menurunkan kadar PSA sampai 50% dari harga yang semestinya sehingga perlu diperhitungkan pada deteksi dini kanker prostat. 3.4.2.
Fitofarmaka
Beberapa
ekstrak
tumbuh-tumbuhan
tertentu
dapat
dipakai
untuk
memperbaiki gejala akibat obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
xiv
kandungan zat aktif yang mendukung mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan fitoterapi bekerja sebagai anti estrogen, anti androgen, menurukan kadar sex hormone binding globulin (SHBG), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth factor (EGF), mangacaukan metabolism prostaglandin, efek anti inflamasi menurunkan outflow resistence, dan memperkecil volume prostat. Di antara fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoarepens, Hipoxis rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya
3.4.4. Terapi Intervensi Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat atau pembedahan dan teknik instrumentasi xivntibioticxiv. Termasuk ablasi jaringan prostat adalah pembedahan terbuka, TLJRP, TUIP, TIJVP, laser prostatektomi. Sedangkan teknik ins-trumentasi xivntibioticxiv adalah interstitial laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stent uretra.
3.4.4.1.
Pembedahan
Mungkin sampai saat ini solusi terbaik pada BPH yang telah mengganggu adalah
pembedahan,
yakni
mengangkat
bagian
ketenjar
prostat
yang
menyebabkan obstruksi. Cara ini memberikan perbaikan skor IPSS dan secara obyektif meningkatkan laju pancaran urine. Hanya saja pembedahan ini dapat menimbulkan berbagai macam penyulit pada saat operasi maupun pasca bedah. Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya adalah: (l) retensi urine karena BPO, (2) infeksi saluran kemih berulang karena BPO, (3) hematuria makrosftopik karena BPE, (4) batu buli-buli karena BPO, (5) gagal ginjal yang disebabkan oleh BPO, dan (6) divertikulum bulibuli yang cukup besar karena BPO. Guidelines di beberapa xivntibi juga menyebutkan bahwa terapi pembedahan diindikasikan pada BPH yang telah menimbulkan keluhan sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non bedah, dan pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
xv
3.4.4.2.
Laser Protaktektomi
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih sedikit
menimbulkan
komplikasi
dan
penyembuhan
lebih
cepat,
Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi, sering banyak menimbulkan disuria pasca bdah yang dapat berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi..
3.4.4.3.
Tindakan Invasif Minimal
1. Termoterapi Termoterapi
kelenjar
prostat
adalah
pemanasan
>
45 0C
sehingga
menimbulkan nekrosis koagulasi jaringan prostat. Gelombang panas dihasilkan dari berbagai cara, antara lain adalah: (1) TUMT (transurethral microwave thermotherapy), (2) TUNA (transurethral needle ablation), (3) HIFU (high intensity focused ultrasound), dan (4) Laser. Tidak banyak menimbulkan perdarahan sehingga cocok diindikasikan pada pasien yang memakai terapi antikoagulansia.
2. Stent Stent prostat dipasang pada uretra prostatika unfuk mengatasi obstruksi karena pembesaran prostat. Stent dipasang intraluminal di antara leher bulibuli dan di sebelah proksimal verumontanum sehingga urine dapat leluasa melewati lumen uretra prostatika. Stent dapat dipasang secara temporer atau permanen. Yang temporer dipasang selama 6-36 bulan dan terbuat dari bahan yang tidak diserap dan tidak mengadakan reaksi dengan jaringan. Alat ini dipasang dan dilepas kembali secara endoskopi. Stent yang telah terpasang xvnti mengalami enlcrustasi, obstruksi, menyebabkan nyeri perineal, dan disuria.
3. Pengawasan Berkala
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
xvi
Semua pasien BPH setelah mendapatkan terapi atau petunjuk watchful waiting perlu mendapatkan pengawasan berkala (follow up) untuk mengetahui hasil terapi serta perjalanan penyakitnya sehingga mungkin perlu dilakukan pemilihan terapi lain atau dilakukan terapi ulang jika dijumpai adanya kegagalan dari terapi itu. Secara rutin dilakukan pemeriksaan IPSS, uroflometri, atau pengukuran volume residu urine pasca miksi. Pasien yang menjalani tindakan intervensi perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine untuk melihat kemungkinan penyulit infeksi saluran kemih akibat tindakan itu.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
ii
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan Penyakit Benign prostatic Hiperplasia (BPH) atau pembesaran prostat merupakan salah satu penyakit kelenjar prostat yang paling banyak di derita oleh pria lansia karena penyebab BPH berhubungan dengan proses penuaan. Terapiterapi yang diberikan dalam penanganan penyakit tersebut terdiri dari terapi dengan pengobatan, pembedahan, laser, dan menggunakan kateteter.
4.2. Saran Penyakit BPH adalah penyakit yang banyak menyerang laki-laki yang berusia di atas 60 tahun, oleh karena itu sebaiknya bagi pria yang berusia lanjut harus memeriksakan dirinya jika terdapat gejala-gejala terjadinya kelainan prostat.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012
ii
DAFTAR ACUAN
Amelia, Rizki. 2007. Faktor-faktor Risiko Terjadinya Pembesaran Prostat Jinak. Semarang: Universitas Diponegoro. Birowo, Rahardjo. 2002. Pembesaran Prostat Jinak. Jurnal Kedokteran dan Farmasi Medika No.7 tahun ke XXVIII. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2000. Penatalaksanaan BPH di Indonesia. Jakarta Kirby, Roger S, Christmas, Timothy J. 1997. Benign Prostatic Hiperplasia. Second Edition. Mosby International. Roehborn, Calus G, McConnell, John D. 2002. Etiology, Pathophysiology, and Natural History of Benign prostatic hyperplasia. In: Campbell’s Urology. 8 th ed. W.B. saunders pages. 1297-13330 National Kidney and Urologic Diseases Informatioan Clearinghouse (NKUDIC). 2006. Prostat Enlargement : Benign Prostatic Hiperplasia. NIH Publication no.06-3012. URL : http://www.kidney.niddk.nih.sor.
Nugroho, adi. 2002. Pengaruh factor usia, status gizi dan pendidikan terhadap prostate symtomp score (IPSS) pada penderita prostat hyperplasia. Bagian ilmu bedah Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang. Presti, Joseph C. 2001. Benign Prostatic Hiperplasia Incidence & Epidemiology. www.Health.am.
Kumala sari, farida. 2010. Perbedaan angka kejadian Benign Prostatic Hyperplasia pada usia antara 50-59 tahun dengan usia di atas 60 tahun pada pemeriksaan ultrasonografi di RS. PKU. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Laporan praktek..., Vivid Maretha, FMIPA UI, 2012