UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15-26 JULI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
NATALIA CHRISTY, S.Farm. 1206329865
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15 -26 JULI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
NATALIA CHRISTY, S.Farm. 1206329865
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada periode 15-26 Juli 2013 ini dapat diselesaikan dengan baik. Salah satu tujuan penulisan laporan ini ialah memenuhi syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, laporan ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan praktek kerja profesi apoteker ini.
2.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS. selaku Pejabat Sementara Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013 yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan pendidikan dan praktek kerja profesi apoteker ini.
3.
Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah membantu penulis melaksanakan praktek kerja profesi apoteker ini.
4.
Dr. Abdul Mun’im, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini.
5.
Dra. Maura Linda Sitanggang, Apt., Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
6.
Dra. Dettie Yuliati, Apt., M.Si. selaku Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian atas bantuan, bimbingan dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengenal direktorat lebih jauh.
7.
Desko Irianto, SH., MM. selaku Kasubbag Tata Usaha Direktorat Bina iii
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Pelayanan Kefarmasian dan pembimbing atas bantuan, bimbingan, dan kesempatan yang telah diberikan kepada penulis. 8.
dr. Zorni Fadia selaku Kasubdit Standardisasi, Dra. Dara Amelia, Apt., MM. selaku Kasubdit Farmasi Komunitas, Drs. Ellon Sirait, Apt., M.Sc., PH.selaku Kasubdit Farmasi Klinik, Dra. Hidayati Mas’ud, Apt., MM. selaku Kasubdit Penggunaan Obat Rasional yang telah banyak membantu dan membimbing penulis.
9.
Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan PKPA.
10. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 11. Rekan-rekan apoteker UI angkatan LXXVII yang telah memberikan banyak sekali bantuan dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan PKPA ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di masa mendatang. Akhir kata semoga laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.
Penulis
2014
iv
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Natalia Christy, S.Farm.
NPM
: 1206329865
Program Studi : Apoteker Fakultas
: Farmasi
Jenis karya
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15-26 JULI 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 17 Januari 2014 Yang menyatakan
(Natalia Christy, S.Farm.)
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
!"#$%!&
!"#" !23 2+<=+"#%/&>?( E>?>'
$%!"&"'("%)*+(,&-.%/0%1"+#0 $%4567859:7; $%2+<@A,(%BC<&ADA+ $% F"C<+"G% 2+"D&AD% HA+I"% 2+<@A,(% BC<&ADA+% ?(% J(+AD&<+"& K(G"% 2A'"-"G"G% HA@"+#",("G% J(+AD&<+"&% EAG?A+"'% K(G" HA@"+#",("G% ?"G% B'"&% HA,A*"&"G.% HA#AG&A+("G% HA,A*"&"G LAC>M'(D%NG?
'(%5648
2+"D&AD% HA+I"% 2+<@A,(% BC<&ADA+% ?(% J(+AD&<+"&% K(G"% 2A'"-"G"G% HA@"+#",("G J(+AD&<+"&% EAG?A+"'% K(G"% HA@"+#",("G% ?"G% B'"&% HA,A*"&"G.% HA#AG&A+("G HA,A*"&"G% LAC>M'(D% NG?I>"G% #AG=A&"*>(% ?"G% #A#"*"#(% CA+"G "C<&ADA+%?(%J(+AD&<+"&%EAG?A+"'%K(G"%HA@"+#",("G%?"G%B'"&%HA,A*"&"G.%D*>,>,G-" ?(% J(+AD&<+"&% K(G"% 2A'"-"G"G% HA@"+#",("G0% P>I>"G% '"(GG-"% ("'"*% #AG=A&"*>( C+<=+"#% DA+I"% -"G=% &A+?"C"&% ?(% J(+AD&<+"&% EAG?A+"'% K(G"% HA@"+#",("G% ?"G% B'"& HA,A*"&"G.% D*>,>,G-"% ?(% J(+AD&<+"&% K(G"% 2A'"-"G"G% HA@"+#",("G% MA,A+&" (#C'A#AG&",(G-"0
H"&"%D>GQ(
$% DA#AG&A+("G% DA,A*"&"G% +AC>M'(D% (G?=",%>#># $%R(((%S%89%*"'"#"GT%U%'"#C(+"G P>=",%D*>,>, $%(R%S%4;%*"'"#"G J"@&"+%BQ>"G%P>=",%V#># $%9%W566;O5648X J"@&"+%BQ>"G%P>=",%H*>,>, $%;%W4997O5645X
!"#$%&'#()'*+",-"%'#)
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name NPM Program Study Title
: Natalia Christy, S.Farm. : 1206329865 : Apothecary profession : Report of Professional Practice Pharmacist in Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Period July 15th – 26th, 2013
Pharmacists Professional Practice in Pharmaceutical Services Directorate of Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, Ministry of Health, Republic of Indonesia aims to identify and understand the role of pharmacists in the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, particularly in the Directorate of Pharmaceutical Services. Another aim is to figure out a work program contained in the Directorate General of Pharmaceutical and Medical Devices, particularly in the Directorate of Pharmaceutical Services and its implementation.
Keywords
: pharmacist professional practice, directorate of pharmaceutical services General Assignment : viii + 39 pages; 4 appendices Specific Assignment : iv + 15 pages Bibliography of General Assignment : 9 (2005-2013) Bibliography of Specific Assignment : 5 (1996-2012)
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iii KATA PENGANTAR .......................................................................................iv DAFTAR ISI ......................................................................................................vi DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................viii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................1 1.1 Latar Belakang ................................................................................1 1.2 Tujuan .............................................................................................3 BAB 2. TINJAUAN UMUM ............................................................................4 2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ..................................4 2.1.1 Dasar Hukum ........................................................................4 2.1.2 Visi dan Misi .........................................................................4 2.1.3 Tujuan ...................................................................................5 2.1.4 Nilai-nilai ..............................................................................5 2.1.5 Struktur Organisasi ...............................................................6 2.1.6 Fungsi....................................................................................7 2.1.7 Strategi ..................................................................................7 2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ...........8 2.2.1 Tugas Pokok dan Fungsi .......................................................8 2.2.2 Sasaran Kebijakan.................................................................8 2.2.3 Struktur Organisasi ...............................................................10 2.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian .........................................10 2.3.1 Tugas .....................................................................................10 2.3.2 Fungsi....................................................................................11 2.3.3 Struktur Organisasi ...............................................................11 BAB 3. TINJAUAN KHUSUS .........................................................................12 3.1 Tugas dan Fungsi ............................................................................12 3.2 Sasaran Kebijakan ...........................................................................13 3.3 Struktur Organisasi .........................................................................13 3.3.1 Subdirektorat Standarisasi ....................................................14 3.3.2 Subdirektorat Farmasi Komunitas ........................................15 3.3.3 Subdirektorat Farmasi Klinik................................................15 3.3.4 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional ............................16 3.4 Kegiatan ..........................................................................................17 3.4.1 Kegiatan Umum ....................................................................17 3.4.2 Sub Direktorat Standarisasi ..................................................18 3.4.3 Sub Direktorat Farmasi Komunitas ......................................18 3.4.4 Sub Direktorat Farmasi Klinik ..............................................19 vi
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
3.4.5 Sub Direktorat Penggunaan Obat Rasional ..........................19
BAB 4. PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN .........................................21 BAB 5. PEMBAHASAN ...................................................................................24 5.1 Subdirektorat Farmasi Komunitas ..................................................24 5.2 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional ......................................27 5.3 Persiapan dalam Implementasi SJSN..............................................29 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................33 6.1 Kesimpulan .....................................................................................33 6.2 Saran ...............................................................................................33 DAFTAR ACUAN.............................................................................................34 LAMPIRAN .......................................................................................................35 DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................38
vii
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3.
Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia......................................................................................35 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ......................................................................36 Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian .................................................................................37
viii
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Salah satu hak dasar setiap individu maupun warga negara Indonesia lainnya
ialah mendapatkan kesehatan melalui pelayanan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan dilakukan dengan memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan masyarakat (Presiden Republik Indonesia, 2009). Permasalahan yang saat ini dihadapi Indonesia
dalam
penyelenggaraan
kesehatan
adalah
ketidakseimbangan
peningkatan antara biaya dan mutu pelayanan kesehatan yang didapat sehingga mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Permasalahan ini disebabkan antara lain oleh perkembangan teknologi kedokteran dan obat-obatan, pemberian pelayanan kesehatan yang tidak rasional, adanya tuntutan masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang berlebihan serta kurangnya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia (PT. ASKES, 2010). Perubahan UUD 1945 Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, UU tentang SJSN (UU Nomor 40 Tahun 2004) turut menegaskan bahwa jaminan kesehatan merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial. Pada hakekatnya jaminan kesehatan bertujuan untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup secara layak. Upaya pembangunan kesehatan di Indonesia perlu terus dilaksanakan untuk mengatasi permasalahan ini, termasuk peningkatan pelayanan kefarmasian. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia memiliki peran yang besar dalam upaya pembangunan kesehatan yakni melalui perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan. Salah satu Direktorat Jenderal di bawah Kementerian Kesehatan yang berperan dalam upaya peningkatan pelayanan kefarmasian adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar dan Alkes, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Upaya peningkatan pelayanan kefarmasian di Indonesia bukan hanya merupakan tugas dan peran dari pemerintah, khususnya Ditjen Binfar Alkes, 1
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
namun turut membutuhkan koordinasi dari berbagai pihak, antara lain apoteker dan masyarakat. Apoteker dalam hal ini berperan mewujudkan pelayanan kefarmasian yang ideal dengan melakukan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien (patient oriented) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pelayanan kefarmasian yang dapat dilakukan berupa pelayanan informasi obat, konseling, dan penyuluhan kepada masyarakat secara umum dan pasien secara khusus. Pelayanan kefarmasian yang ideal dan merata di seluruh wilayah Indonesia perlu didukung dengan adanya suatu standar dan kebijakan. Perumusan standar dan kebijakan tersebut merupakan peran dari Ditjen Binfar Alkes, yang telah disebutkan sebelumnya. Namun, standar dan kebijakan yang telah disusun tidak dapat berfungsi dengan optimal jika pelaksana pelayanan kefarmasian tidak memahami standar dan kebijakan dengan baik. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia menyelenggarakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Tujuan diselenggarakannya PKPA ini ialah agar para mahasiswa apoteker dapat mengetahui dan memahami peran, tugas, dan fungsi dari Kementerian Kesehatan, khususnya Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Selain itu, diharapkan mahasiswa apoteker dapat mengetahui, mempelajari, dan memahami kebijakan-kebijakan, penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, prosedur, dan bimbingan teknis serta evaluasi di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
3
1.2 Tujuan Tujuan dilaksanakan
Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) di
Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sebagai berikut : a. Mengetahui dan memahami peran apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, khususnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. b. Mengetahui program kerja yang terdapat di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, khususnya di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian beserta implementasinya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) merupakan badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri Kesehatan yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden (Kementerian Kesehatan, 2010). Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009, nama Kementerian Kesehatan digunakan untuk mengganti nama sebelumnya yaitu Departemen Kesehatan (Peraturan Presiden No. 47/2009). Tugas Kementerian Kesehatan adalah menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden (Kementerian Kesehatan, 2010).
2.1.1 a.
Dasar Hukum
Peraturan Presiden RI No. 47 tahun 2009 tentang pembentukan dan organisasi kementerian negara
b.
Peraturan Presiden RI No. 24 tahun 2010 tentang kedudukan, tugas dan fungsi kementerian negara serta susunan organisasi, tugas dan fungsi eselon I kementerian negara
c.
Peraturan Menteri Kesehatan RI no.1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang organisasi dan tata kerja kementerian kesehatan
2.1.2 Visi dan Misi Kementerian kesehatan Republik Indonesia periode 2010-2014 memiliki visi “Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” (Kementerian Kesehatan, 2011). Untuk mencapai visinya maka Kementerian Kesehatan menetapkan misi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2011) :
4
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
5
a. Meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani. b. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan. c. Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan. d. Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.3
Tujuan Tujuan Kementerian Kesehatan adalah Terselenggaranya pembangunan
kesehatan secara berhasil-guna dan berdaya-guna dalam rangka mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya (Kementerian Kesehatan, 2011).
2.1.4 Nilai-Nilai Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah dirumuskan maka nilai-nilai yang diyakini dan dijunjung tinggi oleh Kementerian Kesehatan adalah sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2011) : a.
Prorakyat Kementerian kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Hal tersebut dimaksudkan agar tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial ekonomi.
b.
Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Oleh sebab itu, seluruh komponen masyarakat (meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat, pengusaha, masyarakat madani, dan masyarakat bawah) harus ikut berpartisipasi secara aktif.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
6
c.
Responsif Program kesehatan yang dirancang Kementerian Kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat. Kementerian Kesehatan harus tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, disesuaikan dengan situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor tersebut menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda sehingga penanganan yang diberikan dapat berbeda pula.
d.
Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien.
e.
Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari KKN, transparan, dan akuntabel.
2.1.5
Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan memiliki susunan organisasi yang menunjang
pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, maka Struktur organisasi Kementerian Kesehatan terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010) : a. Sekretariat Jenderal. b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan. c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. f. Inspektorat Jenderal. g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan. i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi. j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat. k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
7
l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi. m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal. n. Pusat Data dan Informasi. o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri. p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan. q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan. r. Pusat Komunikasi Publik. s. Pusat Promosi Kesehatan. t. Pusat Inteligensia Kesehatan. u. Pusat Kesehatan Haji. Bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.1.6
Fungsi Dalam
melaksanakan
tugasnya,
Kementerian
Kesehatan
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2010): a.
Perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan.
b.
Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan.
c.
Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan.
d.
Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah.
e.
Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.
2.1.7
Strategi Untuk mewujudkan visi Kementerian Kesehatan periode tahun 2010-2014
dan sesuai dengan misi yang telah ditetapkan maka pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan strategi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan, 2011): a.
Meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta, dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global.
b.
Meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan, serta berbasis bukti dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
8
c.
Meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional. d.
Meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu.
e.
Meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan.
f.
Meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan, berdaya guna, dan berhasil guna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggung jawab.
2.2 Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2.2.1
Tugas Pokok dan Fungsi Tugas pokok Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
adalah merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan Standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan melaksanakan tugas dan menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010) : a.
Perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
b.
Pelaksanaan kebijakan bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
c.
Penyusunan NSPK dibidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
d.
Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.
e.
Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2.2.2
Sasaran Kebijakan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia melalui Direktorat Jenderal
Bina Kefarmasian memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Sasaran hasil program yang tersusun dalam RENSTRA 2010-2014 Kementerian Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan
alat kesehatan yang
memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat. Indikator tercapainya sasaran Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
9
hasil pada tahun 2014 adalah persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka kegiatan yang akan dilakukan meliputi: a.
Peningkatan Ketersediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Luaran: Meningkatnya ketersediaan Obat Esensial Generik di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah: - Persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100%. - Persentase penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan sebesar 80%. - Persentase instalasi farmasi Kab./Kota sesuai standar sebesar 80%.
b.
Peningkatan Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan Luaran: Meningkatnya mutu dan keamanan alat kesehatan dan PKRT. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah: - Persentase produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaat sebesar 95%. - Persentase sarana produksi alat kesehatan dan PKRT yang memenuhi persyaratan cara produksi yang baik sebesar 60%. - Persentase sarana distribusi alat kesehatan yang memenuhi persyaratan distribusi sebesar 70%.
c.
Peningkatan Pelayanan Kefarmasian Luaran: Meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas untuk tercapainya pelayanan kesehatan yang optimal. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah: - Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasiaan sesuai standar sebesar 45%. - Persentase
Puskesmas
Perawatan
yang
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian sesuai standar sebesar 15%. - Persentase penggunanaan obat rasional di sarana pelayanan kesehatan dasar pemerintah sebesar 60%.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
10
d.
Peningkatan Produksi dan Distribusi Kefarmasian Luaran: - Meningkatnya produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian. - Meningkatnya kualitas produksi dan distribusi kefarmasian. - Meningkatnya produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri. Indikator pencapaian luaran tersebut pada tahun 2014 adalah: - Jumlah bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri sebanyak 45 jenis. - Jumlah standar produk kefarmasian yang disusun dalam rangka pembinaan produksi dan distribusi sebanyak 10 standar.
2.2.3
Struktur Organisasi Ditjen Binfar dan Alkes dipimpin oleh Direktur Jenderalyang bertanggung
jawab langsung kepada Menteri Kesehatan (Kementerian Kesehatan, 2010). Struktur Ditjen Binfar dan Alkes terdiri atas (Kementerian Kesehatan, 2010): a.
Sekretariat Direktorat Jenderal
b.
Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan
c.
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
d.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan
e.
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 2.
2.3
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian
2.3.1
Tugas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian (Kementerian Kesehatan, 2010).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
11
2.3.2 Fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010) a.
Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.
b.
Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.
c.
Penyiapan penyusunan NSPK di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.
d.
Pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.
e.
Pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional.
f.
Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
2.3.3
Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas (Kementerian
Kesehatan, 2010): a. Subdirektorat Standardisasi b. Subdirektorat Farmasi Komunitas c. Subdirektorat Farmasi Klinik d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional e. Subbagian Tata Usaha f. Kelompok Jabatan Fungsional. Bagan struktur organisasi dapat dilihat di Lampiran 3.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN
Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian adalah direktorat yang berada dibawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat ini adalah gabungan dari Direktorat Farmasi Klinik dan Direktorat Penggunaan Obat Rasional. Adapun dasar hukum perubahan struktur organisasi tersebut ditetapkan dalam
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 (Kementerian Kesehatan, 2010; Kementerian Kesehatan, 2005). Dalam peraturan tersebut diatur fungsi dan tugas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.
3.1
Tugas dan Fungsi Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010
pasal
568,
Direktorat
Bina
Pelayanan
Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan NSPK serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 568, Direktorat Pelayanan Kefarmasian menyelengarakan fungsi: a) Penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. b) Pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. c) Penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. d) Penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas,farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. 12
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
13
e) Pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik, dan penggunaan obat rasional. f) Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
3.2
Sasaran Kebijakan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai 4
direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Direktorat ini memiliki Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan berupa kegiatan Peningkatan Pelayanan Kefarmasian. Sasaran kegiatannya adalah meningkatnya penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas pelayanan yang optimal. Indikator pencapaian luaran tersebut adalah : a) Persentase Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah yang melaksanakan pelayanan kefarmasian sesuai standar sebesar 40%. b) Persentase
Puskesmas
Perawatan
yang
melaksanakan
pelayanan
kefarmasian sesuai standar sebesar 35%. c) Persentase Penggunaan Obat Rasional di Sarana Pelayanan Kesehatan Dasar Pemerintah sebesar 55%.
3.3
Struktur Organisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor
1144/MENKES/PER/VII/2010 pasal 570 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yang berada di bawah naungan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas : a. Subdirektorat Standardisasi b. Subdirektorat Farmasi Komunitas c. Subdirektorat Farmasi Klinik d. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional e. Subbagian Tata Usaha f. Kelompok Jabatan Fungsional Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
14
Tiap
subdirektorat
dan
subbagian
dipimpin
oleh
seorang kepala
subdirektorat dan kepala subbagian untuk bagian Tata Usaha. Setiap subdirektorat memiliki dua
seksi, seperti Subdirektorat Standardisasi yang memiliki Seksi
Standardisasi Pelayanan Kefarmasian dan Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional. Kemudian, Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas. Subdirektorat Farmasi Klinik memiliki seksi Pelayanan Farmasi Klinik dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik. Serta yang terakhir Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional yang terdiri atas Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional dan Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional. Selanjutnya, tiap subdirektorat tersebut membawahi empat staf untuk melaksanakan tugas dan fungsinya. Struktur organisasi dapat dilihat pada lampiran 3.
3.3.1 Subdirektorat Standardisasi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1144/MENKES/PER/VII/2010 pasal 571, Subdirektorat Standardisasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Standardisasi menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010): a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian dan pedoman di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. c. Penyiapan bahan evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Subdirektorat Standardisasi terdiri atas: a. Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian Seksi Standardisasi Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan NSPK di bidang pelayanan kefarmasian. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
15
b. Seksi Standardisasi Penggunaan Obat Rasional Seksi
Standardisasi
Penggunaan
Obat
Rasional
mempunyai
tugas
melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan NSPK di bidang penggunaan obat rasional.
3.3.2 Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat
Farmasi
Komunitas
mempunyai
tugas
melaksanakan
penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Dalam melaksanakan tugas tersebut Subdirektorat Farmasi Komunitas menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010) : a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi komunitas. b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK dan pedonman di bidang farmasi komunitas. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi komunitas. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas. Subdirektorat Farmasi Komunitas terdiri atas: a. Seksi pelayanan Farmasi Komunitas Seksi pelayanan Farmasi Komunitas mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di bidang farmasi komunitas. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Komunitas mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang farmasi komunitas.
3.3.3 Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Farmasi Klinik mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
16
Dalam
melaksanakan
tugas
tersebut
Subdirektorat
Farmasi
Klinik
menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010): a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang farmasi klinik. b. Penyiapan bahan penyusunan NSPK dan pedoman di bidang farmasi klinik. c. Penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang farmasi klinik. d. Penyiapan bahan pemantauan, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. Subdirektorat Farmasi Klinik terdiri atas: a. Seksi Pelayanan Farmasi Klinik Seksi pelayanan Farmasi Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di bidang farmasi klinik. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik Seksi Pemantauan dan Evaluasi Farmasi Klinik mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang farmasi klinik.
3.3.4 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK serta bimbingan teknis, evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang farmasi klinik. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional menyelenggarakan fungsi (Kementerian Kesehatan, 2010): a. Penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang penggunaan obat rasional. b. Penyiapan bahan bimbingan teknis promosi dan pemberdayaan masyarakat di bidang penggunaan obat rasional. c. Penyiapan bahan pengendalian, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
17
Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional terdiri atas: a. Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional Seksi Promosi Penggunaan Obat Rasional mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan NSPK di bidang penggunaan obat rasional. b. Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional Seksi Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional tugas melakukan penyiapan bahan bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi serta penyusunan laporan di bidang penggunaan obat rasional.
3.4
Kegiatan Penetapan Kinerja di Lingkungan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian.
3.4.1 Kegiatan Umum a) Layanan Perkantoran: Administrasi Kegiatan dan Administrasi Perkantoran. b) Koordinasi kerja lintas sektor dalam rangka sosialisasi NSPK, program dan pendamping dalam bidang pelayanan kefarmasian tahun 2012. c) Pencetakan buku pedoman, standar, dan peraturan pelayanan kefarmasian. d) Advokasi implementasi kebijakan, pedoman, dan standar. e) Pengembangan konsep joint training antara Apoteker, Dokter, Perawat, dan TTK. f) Dokumen kinerja: Penyusunan laporan tahunan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2012, Penyusunan laporan akuntabilitas kinerja pemerintahan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2012, dan Penataan berkas dan penyusunan arsip Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2012. g) Dokumen perencanaan dan pengelolaan anggaran: Penyusunan program dan rencana kerja Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2013 dan Penyusunan RKAKL dan DIPA tahun 2013. h) Laporan manajemen keuangan dan kekayaan Negara: Penyusunan laporan BMN Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2012 dan Penyusunan laporan keuangan Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian tahun 2012. i) Peningkatan kemampuan SDM Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
18
j) Peningkatan kapasitas dan kerjasama dalam negeri. k) Peningkatan kapasitas dan kerjasama luar negeri. l) Koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kefarmasian. m) Rapat koordinasi teknis Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. n) Optimalisasi sistem pelaporan menggunakan software. o) Pengembangan kelembagaan. p) Kajian kebutuhan biaya obat dalam sistem Jaminan Kesehatan (APBN-P). q) Kajian farmakoekonomi dalam sarana pelayanan kesehatan (APBN-P).
3.4.2 Subdirektorat Standardisasi Subdirektorat Standardisasi memiliki kegiatan sebagai berikut : a) Finalisasi Formularium Jamkesmas. b) Penyusunan Pedoman Penggunaan Antibiotik. c) Studi sistem Jaminan Kesehatan terkait obat (APBN-P).
3.4.3 Subdirektorat Farmasi Komunitas Dalam Subdirektorat Farmasi Komunitas dibuat penetapan kinerja untuk tahun 2013, yang mana sasaran kegiatannya yaitu terlaksananya pelayanan kefarmasian sesuai standar di komunitas. Adapun indikator kinerja untuk targettarget yaang harus dicapai dalam rangka mewujudkan sasaran kegiatan tersebut adalah sebagai berikut : 1.
Tersusunnya konsep akreditasi dan sertifikasi apotek dalam pelayanan kefarmasian.
2.
Tersusunnya revisi Pedoman PIO.
3.
Terlaksananya koordinasi lintas sektor dalam rangka peningkatan pelayanan kefarmasian.
4.
Tersedianya audio visual tentang pelayanan kefarmasian di komunitas.
5.
Tersedianya software PIO yang update.
6.
Terlaksanannya advokasi pelayanan kefarmasian di Puskesmas kepada mahasiswa program profesi Apoteker.
7.
Tersedianya modul TOT pelayanan kefarmasian di Puskesmas. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
19
8.
Terlaksananya percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas perawatan di wilayah Timur.
9.
Terlaksananya percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas perawatan di wilayah Tengah.
10. Terlaksananya percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Puskesmas perawatan di wilayah Barat.
Kebijakan Obat Nasional menurut SK Menkes No.189/Menkes/SK/III/2006 : a) Ketersediaan, pemerataan & keterjangkauan obat, termasuk obat esensial. b) Menjamin keamanan, khasiat dan mutu obat yang beredar serta melindungi masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat. c) Penggunaan Obat yang Rasional.
3.4.4 Subdirektorat Farmasi Klinik Subdirektorat Farmasi Klinik memiliki kegiatan sebagai berikut : a) Penyusunan Standar Pelayanan Kefarmasian di Klinik. b) Monitoring pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. c) Bimtek pelayan kefarmasian di Rumah Sakit. d) Peningkatan kemampuan SDM IFRS dalam rangka Akreditasi Standar Rumah Sakit versi 2012. e) Pembekalan SDM IFRS dalam rangka pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit. f) TOT pelayanan kefarmasian diICU. g) Workshop peningkatan peran IFRS dalam SJSNAPBN-P. h) Workshop peningkatan peran IFRS dalam Sistem SJSN tahan II (APBN-P).
3.4.5 Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional (POR) memiliki kegiatan sebagai berikut: a) Integrasi sistem pelaporan pelayanan kefarmasian untuk menerapkan penggunaan obat rasional. b) Revisi modul penggerakan POR. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
20
c) Workshop penggunaan antibiotik yang rasional. d) Konsinyasi kebijakan POR. e) Penyebaran informasi penggunaan obat rasional dan obat generik. f) Penerapan CBIA (Cara Belajar Insan Aktif) dalam rangka pemberdayaan masyarakat (APBN-P). g) Penyebaran informasi POR dan obat generik (APBN-P).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
BAB 4 PELAKSANAAN DAN PENGAMATAN
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) UI angkatan LXXVII di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dilaksanakan pada tanggal 15-26 Juli 2013. Hari pertama kegiatan PKPA dimulai pada pukul 09.00 WIB diawali dengan acara perkenalan antara pihak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI dengan peserta PKPA. Acara perkenalan ini dilaksanakan di ruang 805 yaitu ruang rapat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pihak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan diwakili oleh Bapak Kamit Waluyo, SH. selaku perwakilan dari sekretariat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Pada acara perkenalan ini para peserta PKPA diberikan pengantar umum, pengarahan, pembekalan berupa penjelasan mengenai visi, misi, kedudukan, tugas, fungsi, dan struktur organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Pembekalan ini dilakukan agar para peserta PKPA dapat menjalankan tugas selama berlangsungnya kegiatan PKPA di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan baik. Pada pelaksanaan PKPA ini, peserta dibagi menjadi tiga kelompok yang masing-masing terdiri dari 12-13 orang dan dibagi ke dalam tigasubdirektorat di bawah koordinasi Ditjen Binfar Alkes dintaranya yaitu subdirektorat farmasi komunitas, subdirektorat penggunaan obat rasional dan subdirektorat farmasi klinik. Kelompok peserta PKPA yang ditempatkan di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dibimbing oleh Bapak Desko Irianto SH., MM. selaku Kasubbag Tata Usaha Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Pada hari pertama pelaksanan PKPA, peserta belum berkenalan dengan Direktur, Kepala Subdirektorat dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha karena sedang tidak ada di tempat (tugas dinas). Para peserta hanya diperkenalkan dengan sebagian staf Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Pada hari ketiga peserta PKPA mendapatkan pengarahan dari Ibu Fachriah, S.Si.,Apt selaku Kepala Seksi Pelayanan Farmasi Komunitas dari subdirektorat Farmasi Komunitas 21
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
yang
Universitas Indonesia
22
memberikan penjelasan umum secara singkat mengenai Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dan memberikan pemaparan panjang mengenai hal-hal yang dilakukan pada bagian pekerjaannya yakni di subdirektorat Farmasi Komunitas. Pada hari kelima peserta PKPA mendapatkan materi oleh subdirektorat lainnya yang ada di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Materi diberikan oleh Ibu Sri Bintang L, S.Si., Apt. selaku Kepala Seksi Pelayanan Farmasi Klinik. Materi subdirektorat penggunaan obat rasional diberikan oleh Bapak Roni Syah Putra, S.Farm., Apt. selaku staf subdirektorat penggunaan obat rasional. Selanjutnya, peserta PKPA mendapatkan tugas khusus dari subdirektorat yang ada di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Enam orang peserta PKPA mendapatkan tugas khusus dari subdirektorat Farmasi Komunitas berupa Care Plan Oleh Apoteker Untuk Pasien Diabetes; Kebijakan Obat Nasional di Australia; Care Plan Untuk Pasien Hipertensi; Care Plan Untuk Pasien Hiperkolesterolemia sebagai Upaya Mengurangi Resiko Penyakit Jantung Koroner; Pemaparan Pengalaman Australia Mengenai Proses Evaluasi Obat Dalam Sistem PBS; dan Kebijakan Obat Nasional terhadap Keputusan Formularium di Thailand, China, dan Australia (Perubahan dan Peluang Pendaftaran Obat). Tujuh orang peserta PKPA lainnya mendapatkan tugas khusus dari subdirektorat Farmasi Klinik berupa Evaluasi Penggunaan Obat di Australia, Evaluasi Penggunaan Obat di China, Evaluasi Penggunaan Obat di RSUP Fatmawati, Sistem Pelayanan Informasi Obat di Australia, Penyusunan Formularium Rumah Sakit Menurut WHO, Teori dan Implementasi Rekonsiliasi Obat di Rumah Sakit, dan Sistem Pelayanan Informasi Obat di Amerika. Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian berlangsung selama dua pekan. Dalam pekan pertama, peserta PKPA diberikan kesempatan untuk menyelesaikan tugas umum kegiatan PKPA. Peserta PKPA mendapatkan informasi mengenai kegiatan yang dilakukan di setiap subdirektorat di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian. Penyusunan laporan umum dilakukan melalui observasi dan diskusi dengan pembimbing dari beberapa subdirektorat terkait pemaparan materi yang diberikan. Selain itu, penyusunan laporan dilakukan dengan menelusuri beberapa literatur yang disarankan pembimbing seperti Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
23
Permenkes No.1144 Tahun 2011. Pada pekan kedua, peserta PKPA diberikan kesempatan untuk berdiskusi dengan pembimbing dalam penyelesaian tugas khusus yang diberikan oleh subdirektorat. Penyusunan tugas khusus dilakukan dengan mendalami literatur yang ditelusuri secara individual disertai diskusi intensif antar individu dengan pembimbing masing-masing. Pada pertemuan akhir PKPA, peserta mempresentasikan hasil dari tugas yang telah dikerjakan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
BAB 5 PEMBAHASAN
Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan merupakan salah satu bagian dari Kementrian Kesehatan yang membantu Kementrian Kesehatan untuk melaksanakan tugasnya dengan cara merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri dari 4 Direktorat, salah satunya adalah Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian (Ditbinyanfar). Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian Kementerian Kesehatan RI dibentuk berdasarkan Permenkes No. 1144 tahun 2010. Direktorat ini terdiri dari 43 personil yang terdiri dari 14 orang di bagian struktural dan 29 orang staf. Jabatan struktural terdiri dari Direktur Bina Pelayanan Kefarmasian, empat orang Kepala Subdirektorat, delapan Kepala Seksi dan Kepala Subbagian Tata Usaha. Jam operasional dimulai pukul 08.00-16.00 WIB dari hari Senin hingga Kamis, kecuali hari Jumat hingga pukul 16.30. Staf-staf yang ada berasal dari latar belakang pendidikan yang beragam, yakni apoteker, ahli madya farmasi, dokter, sarjana komputer dan hukum. Salah satu tugas Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian yaitu penyusunan NSPK serta pedoman di bidang pelayanan kefarmasian dan penggunaan obat rasional. Penggunaan NSPK harus selalu mengikuti perkembangan ilmu kesehatan. Oleh karena itu, pendidikan berkelanjutan sangat penting dilakukan untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan setiap pegawai. Pendidikan berkelanjutan dapat dilakukan dengan melakukan pelatihan yang berkoordinasi dengan negara-negara lain yang lebih berkembang dalam pelayanan kefarmasian. Tugas lainnya adalah penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.
5.1. Subdirektorat Farmasi Komunitas Subdirektorat farmasi komunitas mempunyai beberapa program kerja yang sedang dilaksanakan, salah satunya melakukan peningkatan peran dan 24
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
25
fungsi Apoteker di puskesmas sebagai sarana pelayanan kesehatan dasar dan percepatan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian di Indonesia. Dengan demikian, sumber daya manusia di puskesmas memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan mutu pelayanan dalam rangka memelihara kesehatan masyarakat. Untuk mencapai hal tersebut, maka dilakukan pelatihan-pelatihan bagi tenaga kesehatan di puskesmas. Akan tetapi, penyebaran apoteker di puskesmas masih belum merata, hanya sekitar 18% puskesmas di seluruh Indonesia yang memiliki apoteker, hal ini disebabkan karena kurangnya pengaturan penyebaran kerja apoteker di sarana pelayanan kesehatan. Kurangnya
pemahaman
peran
apoteker
di
puskesmas
berkontribusi
menimbulkan terjadinya permasalahan, diantaranya banyak apoteker yang tidak bekerja sesuai dengan bidang profesi pendidikannya dan beralih bekerja di bidang lain. Oleh karena itu, subdirektorat farmasi komunitas berusaha untuk menyamakan persepsi apoteker di Indonesia dengan melakukan advokasiadvokasi ke perguruan tinggi mengenai peran dan fungsi apoteker di Puskesmas. Hal ini dilakukan dengan harapan agar hasil advokasi disosialisasikan kepada para calon apoteker mengenai pentingnya perana poteker di puskesmas. Adapun kegiatan yang telah dilakukan untuk menarik minat agar para calon apoteker berminat bekerja di puskesmas yakni melalui kegiatan seminar nasional yang ditujukan kepada mahasiswa program studi profesi apoteker dan mahasiswa sarjana farmasi yang dilakukan di tiga kota yakni Jakarta, Bandung
dan
Yogyakarta.
Selain
menjelaskan
advokasi
pelayanan
kefarmasian di puskesmas seminar ini juga berkaitan dengan peran apoteker dalam pelayanan kesehatan di era SJSN. Tema yang diangkat pada seminar nasional ini yaitu prospek puskesmas dan fungsi strategis apoteker dalam pelayanan kesehatan di era SJSN. Materi yang diberikan pada seminar ini yaituperan profesi dalam implementasi jaminan kesehatan sesuai UU SJSN dan UU BPJS , gambaran pelayanan kefarmasian sebagai bagian dari pelayanan kesehatan di puskesmas, prospek puskesmas dan fungsi strategis Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
26
apoteker dalam pelayanan kesehatan di era SJSN, praktek pelayanan kefarmasian di puskesmas, kebijakan ditjen binfar dan alkes dalam pelayanan kesehatan di era SJSN,
dukungan kepala puskesmas dalam pelayanan
kefarmasian di puskesmas. Subdirektorat Farmasi Komunitas melakukan advokasi mengenai peran dan fungsi apoteker di apotek. Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah bergeser, semula hanya berorientasi pada pelayanan produk (product oriented) menjadi pelayanan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (patient oriented). Apoteker di apotek berperan sebagai pemberi informasi obat kepada masyarakat. Oleh karena itu, apoteker seharusnya berada di apotek selama kegiatan apotek berlangsung atau selama jam buka apotek, namun pada kenyataannya masih banyak apotek yang terus melakukan pelayanan kefarmasian walaupun apoteker tidak berada di apotek. Hal ini menyebabkan kurangnya pengawasan penyerahan obat ke pasien dan pemberian informasi yang tentunya bertentangan dengan PP 51 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh apoteker. Subdirektorat Farmasi Komunitas juga membuat software PIO yang diupdate setiap dua tahun sekali. Software PIO dalam bentuk compact disc (CD)dan online melalui website ini dikembangkan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kefarmasian yang lebih baik menuju pelayanan kesehatan yang paripurna. PIO berupa software ini melengkapi buku-buku, leaflet, poster, standar dan pedoman pelayanan kefarmasian yang telah ada. Software PIO dalam bentuk CD awalnya dibagikan lewat kantorkantor di lingkungan Depkes atau melalui organisasi ISFI (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia), sebelum berubah menjadi IAI (Ikatan Apoteker Indonesia). Dengan menginstal CD tersebut, untuk menggunakannya tidak perlu terhubung dengan internet. Software ini berisi informasi obat dengan fitur-fitur yang lengkap mulai dari nama kimia, indikasi, regimen dosis, farmakologi, stabilitas penyimpanan, kontraindikasi, efek samping, interaksi obat, pengaruh obat (terhadap kehamilan, ibu menyusui, anak-anak, hasil laboratorium), parameter monitoring, mekanisme aksi, hingga informasi yang perlu diketahui pasien. Melalui software ini diharapkan pelayanan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
27
kefarmasian di komunitas dan rumah sakit dapat lebih baik(Kementrian Kesehatan, 2011). Sosialisasi software PIO sudah dilakukan dibeberapa kota di Indonesia seperti Dinas Kota Batam yang telah melakukan sosialisasi penggunaan software PIO kepada seluruh Apoteker Pengelola Apotek yang ada di Batam pada tahun 2008 lalu. Begitu pula di Kota Bandung juga telah dilakukan sosialisasi software PIO ini pada bulan Oktober 2013.
5.2. Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional Subdirektorat POR mempunyai program kerja, yaitu membuat kebijakan-kebijakan seputar penggunaan obat rasional di puskesmas dan rumah sakit. Penggunaan obat rasional penting untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya pengobatan, mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh obat dengan harga yang terjangkau, mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat membahayakan pasien dan meningkatkan kepercayaan masyarakat (pasien) terhadap mutu pelayanan kesehatan. Dalam kenyataannya, masih banyak terdapat praktek penggunaan obat tidak rasional yang terjadi dalam praktek sehari-hari dan tidak disadari oleh para klinisi, misalnya asam mefenamat diresepkan untuk mengatasi demam padahal tersedia parasetamol yang jelas lebih aman. World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa lebih dari 50% dari seluruh obat di dunia diresepkan, diberikan dan dijual dengan cara yang tidak tepat dan separuh dari pasien menggunakan obat secara tidak tepat. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah obat yang diberikan cenderung berlebih terutama obat antibiotik dan steroid (Dwiprahasto, 2006). Selain itu, kenyataan di masyarakat, tumbuh paradigma jika tidak mengkonsumsi antibiotik maka penyakitnya tidak sembuh. Hal ini memaksa tenaga kesehatan untuk meresepkan antibiotik walaupun sebenarnya tidak dibutuhkan oleh pasien. Untuk meningkatkan penggunaan obat rasional, maka Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional melakukan PPOR. Program ini merupakan kegiatan pembinaan POR yang terarah, sistematis, terkoordinir dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
28
berkesinambungan dengan menyertakan wilayah atau daerah dan lembaga atau
perorangan
untuk
melaksanakan
POR
bersama-sama
dengan
mengembangkan pelaksanaannya pada pelayanan kesehatan dasar, rujukan, maupun kepada masyarakat. Prioritas pengembangannya dengan melakukan pembinaan kepada tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan dasar pemerintah dan fasilitas
pelayanan
kesehatan
rujukan
pemerintah
serta
dilakukan
pemberdayaan masyarakat dengan melakukan edukasi mengenai POR. Keberhasilan program PPOR sangat bergantung kepada penerapan langkahlangkah program yang didukung oleh puskesmas dan rumah sakit serta seluruh upaya berbagai pemangku kepentingan terkait (Kementerian Kesehatan, 2012). Program kerja Subdirektorat POR saat ini, untuk melihat penggunaan obat rasional mengacu pada 3 indikator yaitu penggunaan antibiotik terhadap ISPA non pneumonia, penggunaan antibiotik pada diare non spesifik, serta persentase penggunaan suntikan pada penyakit myalgia. Hal ini dilatarbelakangi masih tingginya penggunaan antibiotik di pelayanan kesehatan dasar. Dimana Subdirektorat POR melakukan pemantauan penggunaan obat rasional di pelayanan kesehatan dasar dan Rumah Sakit serta melihat peresepan obat generik yang bertujuan untuk meminimalisir penggunaan antibiotik yang tidak rasional dan menggalakkan peresepan obat generik. Penerapan dengan pemberdayaan masyarakat merupakan kegiatan pelatihan dan sosialisasi mengenai POR kepada tenaga kesehatan, kader, dan Dinas Kesehatan daerah yang dilakukan oleh Ditbinyanfar. Promosi penggunaan obat rasional dilaksanakan secara gencar sebagai antisipasi penanggulangan kesadaran masyarakat yang rendah terhadap penggunaan obat rasional. POR tidak dapat dipisahkan dari Pelayanan Farmasi Klinik dan Komunitas karena tercapainya POR merupakan hasil dari kualitas pelayanan Farmasi Klinik dan Komunitas yang baik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
29
5.3. Persiapan dalam Implementasi SJSN Salah satu terobosan baru dalam pelayanan kesehatan yang akan segera dimulai pada awal tahun 2014 adalah JKN yang termasuk dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional. Melalui terobosan ini, seluruh masyarakat Indonesia akan terlindungi dalam cakupan asuransi kesehatan sosial, sehingga dapat memperoleh pelayanan kesehatan tanpa hambatan biaya. Untuk mempersiapkan terobosan ini, Kementerian Kesehatan telah mengintensifkan upaya persiapan implementasi JKN, termasuk salah satunya dengan membentuk Pokja Persiapan Jaminan Kesehatan Nasional Bidang Kesehatan. Pengembangan aspek kefarmasian dan alat kesehatan untuk pelaksanaan JKN meliputi: 1) Aksesibilitas, 2) Keterjangkauan, dan 3) Penggunaan obat rasional. Dari aspek aksesibilitas, dilakukan pengembangan drug supply management, kapasitas produksi industri farmasi, dan sistem informasi obat dan alat kesehatan. Untuk menjamin keterjangkauan, dilakukan pemantapan regulasi serta penguatan analisis kebutuhan. Sedangkan
aspek
penggunaan obat
rasional
dikembangkan melalui
peningkatan POR, peningkatan mutu pelayanan kefarmasian dan penggunaan alat kesehatan yang tepat guna. Sampai dengan Juni 2013, persiapan yang telah dilaksanakan meliputi: 1) Penyiapan NSPK, 2) Pembiayaan, 3) Penyusunan instrumen penunjang, dan 4) Pelaksanaan kajian serta sosialisasi. Pada
penyiapan
NSPK,
upaya
persiapan
ditujukan
kepada
Formularium Nasional dan Kompendium Alat Kesehatan, dan e-catalogue. Penyusunan Formularium Nasional telah sampai pada Finalisasi, berupa review daftar obat yang akan dicantumkan untuk kemudian melaksanakan Pleno (tahap finalisasi). Kompendium alat kesehatan merupakan kumpulan standar dan ilustrasi alat kesehatan yang disajikan secara komprehensif, yang dapat digunakan sebagai acuan pelayanan kesehatan dalam menentukan pembelian alat kesehatan yang cost-effective sesuai mutunya. Kemajuan pembuatan kompendium alat kesehatan saat ini telah sampai pada
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
30
penyelesaian draft akhir yang hasilnya akan dilakukan tindak lanjut antara lain: a. Melakukan rapat dengan produsen/distributor alat kesehatan. b. Melakukan rapat dengan lintas sektor (Ditjen BUK, Ditjen Bina GKIA, Ditjen P2PL, dll). c. Melakukan rapat dengan asosiasi dan profesi. Seluruh proses tersebut - termasuk penyusunan NSPK e-catalogue-berjalan simultan, sehingga pada triwulan III 2013 sudah siap dimanfaatkan. Pada penyiapan Pembiayaan, telah dilakukan analisis dengan kesimpulan pembiayaan kebutuhan anggaran obat pelayanan kesehatan dasar dipenuhi dari APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta didukung Dana Alokasi Khusus. APBN Pemerintah Pusat akan dialokasikan untuk menyediakan obat program kesehatan. Untuk Penyusunan Instrumen Penunjang, telah diluncurkan ecatalogue, yang menjadi upaya Pemerintah dalam melakukan pengendalian harga obat melalui lelang harga satuan. Tahun ini, e-catalogue obat berisikan 327 item obat, 219 diantaranya lebih murah dari HET tahun 2012. Selain pada obat, e-catalogue juga diterapkan untuk komoditas alat kesehatan. Ecatalogue alat kesehatan akan memuat informasi: nama, jenis, spesifikasi, harga, dan janji layanan. Sebagaimana pada obat, pembuatan e-catalogue alat kesehatan di bawah koordinasi LKPP, dimana saat ini sudah sampai tahap penilaian kewajaran harga. Untuk itu LKPP perlu melakukan tindak lanjut review harga yang didapatkan dengan memperhatikan: struktur harga alat kesehatan, FOB yang didapatkan dari faktur perusahaan, informasi harga pembelian di Rumah Sakit/ Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan harga Kontrak terdahulu. Review tersebut selalu melibatkan Ditjen BUK dan Ditjen Binfar Alkes. Dan untuk kajian serta sosialisasi, sedang dilakukan Kajian Besaran Komponen Biaya Obat dalam
Kapitasi Pelayanan Kesehatan Dasar dan
Kajian HTA Alat Kesehatan. Sosialisasi Formularium Nasional telah dilakukan seiring penyusunannya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
31
Pada awal 2014 pihak yang akan dijamin dalam SJSN ini meliputi pasien Jaminan Kesehatan Masyarakat, TNI, Polri, PNS dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan perkembangannya maka berikutnya akan menjamin seluruh masyarakat di Indonesia. Tujuan
mendasar
dari
Sistem
Kesehatan
Nasional
adalah
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan respondari pemerintah sekaligus menjamin keadilan dalam kontribusi pembiayaan bagi pemenuhan masyarakat terkait pelayanan kesehatan dasar. Untuk menunjang hal tersebut dibutuhkan fasilitas kesehatan dan SDM yang sesuai aturan dan standar Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Terdapat banyak dokter dan spesialis yang menolak ditempatkan di daerah terpencil karena jauh dari akses informasi dan pengembangan diri, demikian halnya dengan tenaga perawat, bidan serta tenaga kesehatan lainnya. Hal ini merupakan salah satu kendala menjelang diberlakukannya SJSN pada Januari tahun 2014. Tindakan nyata untuk menindaklanjuti kendala tenaga kesehatan ini maka Kementrian Kesehatan melalui BPPSDM bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi serta Australian Agency for International Development telah menyelenggarakan program PJJ. Program PJJ adalah program pendidikan jarak jauh yang memberikan kesempatan strategis kepada para perawat dan bidan untuk mengikuti kuliah tanpa harus meninggalkan tempat pelayanan mereka. Dengan demikian tidak mengganggu akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanannya di Puskesmas, Rumah Sakit, serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya sambil kuliah. UU No. 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi mengatur jenjang minimal dalam pendidikan tinggi tenaga kesehatan adalah Diploma III. Sumber informasi lain menyebutkan bahwa kurang lebih 140.000 perawat dan bidan yang tersebar dalam berbagai layanan primer belum mengantongi ijasah Diploma III. BPPSDM dengan dukungan Pemerintah Australia melalui program AIPHSS adalah mengupayakan akreditasi para perawat dan bidan melalui PJJ. Program PJJ ini bertujuan memberikan akreditas sekaligus menjamin Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
32
para perawat dan bidan dengan gelar belum Diploma III agar tetap belajar tanpa harus meninggalkan pekerjaan atau pelayanannya di puskesmas, rumah sakit dan atau fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. Sasaran didik dari program PJJ adalah tenaga kesehatan PNS dan Non-PNS yang secara sosial, ekonomi dan waktunya tidak memungkinkan mengikuti pendidikan lanjutan melalui jalur reguler. Perguruan Tinggi penyelenggara program PJJ adalah Poltekes Kemenkes yang memenuhi persyaratan dan memiliki kebutuhan prioritas pembangunan nasional antara lain Poltekes Jayapura, Sorong, Kupang, Mataram, Kaltim, Medan, dan Banjarmasin. Modus penyelenggaraan PJJ menggunakan Modus Ganda (dual mode) yaitu secara tatap muka dan jarak jauh. Perangkat PJJ terdiri dari enam unsur seperti lembaga penyelenggara, teknologi informasi dan komunikasi, strategi pembelajaran, materi ajar, tutor/dosen dan peserta belajar (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013).
Koordinasi yang dilakukan dalam setiap Subdit di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian sudah cukup baik. Terbukti dengan dilakukan kegiatan yang sifatnya saling mendukung, contohnya pada kegiatan yang berkaitan dengan kebijakan penggunaan obat rasional yang dikerjakan oleh Subdit POR dan didukung dengan adanya formularium dan standar yang disusun oleh Subdit Standardisasi. Adanya koordinasi yang baik dalam penentuan kebijakan dapat menghasilkan suatu sistem kebijakan yang baik pula. Namun, sistem yang baik belum tentu dapat mengatasi permasalahan kesehatan di Indonesia, hal ini dikarenakan implementasi sistem kebijakan yang belum baik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 6.1.1 Apoteker di di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menjalankan peran sesuai dengan tugas dan fungsinya menurut Permenkes RI No. 1144/Menkes/Per/VIII/2010. 6.1.2 Program kerja yang sedang berjalan di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian dan dilaksanakan oleh Sub Direktorat
Farmasi
Komunitas dan Sub Direktorat Penggunaan Obat Rasional yaitu pembuatan software PIO, menyelenggarakan advokasi ke perguruan tinggi mengenai peran dan fungsi Apoteker di Puskesmas, menyelenggarakan PPOR dan CBIA.
6.2 Saran 6.2.1 Penyelenggaraan PKPA di Kementerian Kesehatan RI khususnya Direktorat Bina Pelayanan Kefamasian sebaiknya dilaksanakan dalam waktu yang lebih lama, agar calon Apoteker mendapat bekal pengetahuan yang lebih merata dari tiap Sub Direktorat Bina Pelayanan
Kefarmasian
baik
mengenai
tugas,
fungsi
serta
implementasinya secara langsung. 6.2.2 Perlunya Program kerja yang lebih ditekankan tentang advokasi ke perguruan tinggi mengenai pemerataan tenaga Apoteker. Karena saat ini, semakin banyak media yang menyampaikan berita kurangnya tenaga Apoteker di fasilitas kesehatan seperti Puskesmas khususnya di daerah terpencil.
33
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
LAMPIRAN
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Lampiran 1.Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Universitas Indonesia
Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010
35
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
DIREKTUR JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Dra. Maura Linda Sitanggang, PhD.
SEKRETARIS DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN Drs. H. Purwadi, Aptt., MM., ME.
DIREKTUR BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN Drs. Bayu Teja M, Apt., M.Pharm.
DIREKTUR BINA PELAYANAN KEFARMASIAN Dra. Dettie Yuliati, Apt., M.Si.
DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN Drg. Arianti Anaya., MKM.
DIREKTUR BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN Dra. Engko Sosialine M., Apt.
36
Universitas Indonesia
Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian DIREKTUR BINA PELAYANAN KEFARMASIAN Dra. Dettie Yuliati, Apt., M.Si.
KASUBBAG TU Desko Irianto, SH., MM.
KASUBDIT FARMASI KLINIK Drs. Ellon Sirait, Apt., M.Sc., PH.
KASIE PELAYANAN FARMASI KLINIK Sri Bintang L, Apt., M.Si.
KASIE PELAYANAN FARMASI KOMUNITAS Fachriah Syamsuddin, S.Si., Apt.
KASIE PEMANTAUAN & EVALUASI FARKOM Indah Susanti D, Apt., MM.
KASUBDIT PENGGUNAAN OBAT RASIONAL Dra. Hidayati Mas'ud, Apt., MM.
KASIE PROMOSI POR Dra. Vita Picola H, Apt.
KASIE PEMANTAUAN & EVALUASI POR Erie Gusnellyanti, Apt., M.Kes.
KASUBDIT STANDARISASI dr. Zorni Fadia
KASIE STANDARISASI POR Dra. Ardiyani, Apt., M.Si.
KASIE STANDARISASI YANFAR Sari Mutiarani, S.Si., Apt.
Sumber: Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2010
37
Universitas Indonesia
KASIE PEMANTAUAN & EVALUASI FARKLIN Helsy Pahlemy, Apt., M.Farm.
KASUBDIT FARMASI KOMUNITAS Dra. Dara Amelia, Apt., MM.
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
DAFTAR SINGKATAN
AIPHSS
: Australia Indonesia Partnership for Health Systems Strengthening
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
APBN-P
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan
BPJS
: Badan Penyelengara Jaminan Sosial
BPPSDM
: Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia
BUK
: Bina Upaya Kesehatan
CBIA
: Cara Belajar Insan Aktif
GKIA
: Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak
HTA
: Health Technology Assessment
ICU
: Intensive Care Unit
ISPA
: Infeksi Saluran Pernapasan Atas
JKN
: Jaminan Kesehatan Nasional
KKN
: Korupsi Kolusi dan Nepotisme
LKPP
: Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah
NSPK
: Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria
PBS
: Pharmaceutical Benefits Scheme
PIO
: Pelayanan Informasi Obat
PKRT
: Peralatan Kesehatan Rumah Tangga
POR
: Penggunaan Obat Rasional 38
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
39
PPOR
: Penggerakan Penggunaan Obat Rasional
P2PL
: Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
SDM
: Sumber Daya Manusia
SJSN
: Sistem Jaminan Sosial Nasional
TOT
: Training of Trainer
TTK
: Tenaga Teknis Kefarmasian
PJJ
: Pendidikan Jarak Jauh
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15 – 26 JULI 2013
PELAYANAN INFORMASI OBAT DI AMERIKA
NATALIA CHRISTY, S. Farm. 1206329865
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 15 – 26 JULI 2013
PELAYANAN INFORMASI OBAT DI AMERIKA
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
NATALIA CHRISTY, S. Farm. 1206329865
ANGKATAN LXXVII
PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................ ii DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii 1. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 1.2 Tujuan ..................................................................................................... 3 2. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 2.1 Struktur, Ruang, dan Peralatan Pusat Informasi Obat di KUMC ........... 2.2 Staf, Mahasiswa, dan Penjadwalan di KUMC ....................................... 2.3 Fungsi KUMC ........................................................................................ 2.4 Evaluasi Kinerja di KUMC .................................................................... 2.5 Kompetensi Pelayanan Informasi Obat .................................................. 2.6 Jenis Pemohon / Permintaan .................................................................. 2.7 Aspek Etika ............................................................................................ 2.8 Kualitas Informasi ..................................................................................
4 4 4 4 5 6 7 8 8
3. METODE PENGKAJIAN .......................................................................... 10 3.1 Waktu dan Lokasi Pengkajian ................................................................ 10 3.2 Metode Pengumpulan Data dan Pengkajian ........................................... 10 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 11 4.1 Hasil dan Pembahasan………. ................................................................... 11 5. KESIMPULAN .............................................................................................. 14 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 14 DAFTAR ACUAN ............................................................................................ 15
iii
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pelayanan informasi obat adalah fasilitas yang diberi oleh petugas kesehatan yang didedikasikan untuk penyediaan informasi berupa lisan ataupun tulisan mengenai obat dan farmakoterapinya, sebagai tanggapan atas pertanyaan dari tenaga kesehatan lainnya, organisasi, komite, maupun pasien (M. Anna & S. Angie, 2009). Divisi pelayanan informasi obat menyediakan sistem informasi yang obyektif di seluruh dunia. Tujuannya ialah meningkatkan kesehatan masyarakat, memperluas peran apoteker dalam melayani penyediaan informasi obat di rumah sakit dan masyarakat secara efektif, meningkatkan perawatan pasien dan ketersediaan obat yang rasional (Division, 2012). Sumber informasi obat dapat berasal dari referensi yang dicetak, disampaikan oleh individu, maupun diakses melalui internet (Pradhan & C. Suresh, 2002). Pusat informasi obat pertama dibuka pada tahun 1962 di pusat medis, University of Kentucky, Amerika Serikat. Pusat medis tersebut dimanfaatkan sebagai sumber informasi obat yang komprehensif oleh para dokter dan dokter gigi sehingga memungkinkan dilakukannya evaluasi dan perbandingan obat selain menanggapi informasi dari perawat. Tenaga kesehatan diharapkan dapat mengambil peran aktif dalam pendidikan profesional kesehatan pada setiap institusinya. Pada tahun 1973, hasil survei pertama mengidentifikasi terdapat 54 pusat informasi obat di USA. Pada tahun 1983, Amerson dan Patrick mengevaluasi organisasi dan pusat jasa informasi obat. Menurut laporan yang diterbitkannya pada tahun 1995, terdapat sekitar 120 informasi obat dikelola oleh apoteker di pusat medis Amerika Serikat yang menerima lingkup lebih luas dari pertanyaan perawatan kesehatan yang professional (Pradhan & C. Suresh, 2002). Kansas University Medical Center (KUMC) merupakan pusat informasi obat yang terletak di Departemen Farmasi dan telah beroperasi sejak 1978. 1
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Sumber dana diperoleh dari KUMC dan Sekolah Farmasi, Universitas Kansas, Lawrence, Kansas. Tujuan awal dari pusat informasi obat ini adalah memberikan informasi yang akurat, terdepan, dan tidak bias mengenai informasi terapi yang rasional (Pradhan & C. Suresh, 2002). Proses pelayanan informasi berbasis database di Iowa memiliki lebih dari 200 jurnal medis dan farmasi sebagai literatur primer. Sekitar 25 persen dari jurnal tersebut diterbitkan di luar Amerika Serikat. Artikel dimasukkan ke dalam database, dipilih, dan diindeks berdasarkan relevansi klinisnya, digunakan untuk mengkaji dan mengevaluasi literatur obat. Setiap artikel diindeks menurut kategori utamanya, yaitu penyakit, terapi obat, jenis artikel (secara acak, review sistematis, laporan kasus, dll), dan hal penting lainnya seperti populasi khusus, efek samping, interaksi obat, farmakokinetik atau farmakodinamik, maupun pemanfaatan obat terkait masalah ekonomi (Division, 2012). Apoteker yang memberikan informasi obat harus dapat memperkirakan berapa banyak waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian, mempertimbangkan
urgensi
pemohon,
dan
memprioritaskan
jenis
permohonan. Informasi obat sering disebut sebagai fungsi farmasi klinis pertama yang dikembangkan di rumah sakit Amerika Serikat. Meskipun tidak ada akreditasi khusus atau lisensi untuk pelayanan informasi obat, namun diperlukan keahlian khusus dari apoteker untuk menyampaikan isi yang terdapat di dalam residensi farmasi nasional terakreditasi di seluruh negara. Pemberi informasi obat harus memiliki keterampilan mengevaluasi dan memanfaatkan literatur yang diperlukan sebagai sumber informasi untuk memberikan rekomendasi berbasis bukti. Secara umum, pelayanan informasi obat di Amerika Serikat secara finansial didukung oleh universitas, negara, ataupun rumah sakit (M. Anna & S. Angie. 2009).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
3
1.2. Tujuan Tujuan dibuatnya laporan Pengkajian Pelayanan Informasi Obat di Amerika adalah sebagai berikut: a.
Memahami Sistem Pelayanan Informasi Obat di Amerika.
b.
Mengkaji keunggulan dan kekurangan Sistem Pelayanan Informasi Obat di Amerika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Struktur, Ruang, dan Peralatan Pusat Informasi Obat di KUMC Pusat informasi obat yang lebih lengkap ini berdiri sejak tanggal 29 April 1998 dilengkapi dengan komputer dan media cetak (seperti majalah, jurnal ilmiah, teks referensi) serta memiliki akses ke Medline, internet maupun berbagai referensi obat online dan referensi medis. KUMC mempertahankan jurnal berlangganan yang diakui secara nasional, teks Farmasi, dan Kedokteran. Akses langsung dihubungkan ke pencarian data online, CDROM database dan World Wide Web pun tersedia. Hal tersebut dapat diakses langsung ke Perpustakaan Medis Dykes yang merupakan bagian dari kampus KUMC. Perpustakaan tetap berlangganan lebih dari 170.000 jurnal, teks, dan sistem data komputerisasi. Adanya Poison Information Center turut dilampirkan pada pusat informasi obat ini.
2.2 Staf, Mahasiswa, dan Penjadwalan di KUMC Staf terdiri dari satu direktur penuh waktu, satu resident penuh waktu, dan enam mahasiswa farmasi yang membentuk formasi staf di informasi obat pusat.
Selain
itu,
departemen
Farmasi
menyediakan
dukungan
kesekretariatan. Pusat ini berfungsi sebagai pelatihan untuk pencapaian gelar master maupun doktoral mahasiswa farmasi. Saat ini, KUMC diakui sebagai Organisasi Program Persahabatan Kesehatan Dunia. Permintaan pelayanan informasi obat dapat dilakukan secara pribadi, melalui telepon (24 jam), faks, e-mail atau melalui surat.
2.3 Fungsi KUMC Fungsi utama dari KUMC adalah memberikan akses ke sumber informasi obat dan memberikan informasi yang sama kepada pemohon. Pencarian literatur disediakan secara gratis untuk semua staf di rumah sakit, dokter, dan apoteker untuk menangangi masalah spesifik terkait pasien dan digunakan untuk penelitian serta kegiatan mengajar. Jasa tersebut tidak berkaitan dengan 4
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
5
kegiatan universitas sehingga dikenakan biaya penggantian untuk layanan yang diberikan dari organisasi seperti firma hukum, perusahaan farmasi, dan perusahaan pemasaran. KUMC dapat diakses oleh mahasiswa sarjana atau pascasarjana yang sedang meneliti proyek khusus atau sedang melakukan perawatan pasien, tetapi tidak melayani siswa yang mengerjakan tugas kelas atau mempersiapkan ujian. Salah satu tujuan KUMC adalah mempererat hubungan antara dokter – apoteker – pasien, bukan untuk tujuan komersial. Informasi umum yang diberikan kepada pasien sangat diperlukan, tetapi mereka sangat disarankan untuk berkonsultasi lebih lanjut dengan dokter dan apoteker yang merawatnya. KUMC menyediakan informasi tertulis berupa artikel, berita tertulis, dan jurnal untuk mendukung pengetahuan tenaga profesional kesehatan mengenai terapi obat rasional, pemantauan reaksi obat yang merugikan (ADR), panduan untuk monitoring, deteksi, pelaporan dan evaluasi ADR di rumah sakit. Data yang dihasilkan akan digunakan oleh apotek dan komite terapi untuk memastikan keamanan dari obat. KUMC turut berpartisipasi dalam Med Watch ADR reporting program of Food & Drugs Administration (FDA) dan memiliki sistem pelaporan terkait masalah obat untuk memastikan keamanan dengan memberikan bimbingan dalam hal cacat kualitas obat (misalnya: perubahan warna tablet atau terdapat partikulat pada cairan infus). Profil konsultasi mengenai informasi obat dan jenis permintaan dianalisis
setiap
bulannya,
jenis
pelayanan
dan
waktu
konsultasi
didokumentasikan. Status para pemohon dan jenis permintaan yang paling sering ditanyakan turut didokumentasikan. Hasil pendokumentasian semua permintaan dan tanggapan disimpan dalam database terkomputerisasi dan suatu saat informasi tersebut dapat diambil.
2.4 Evaluasi Kinerja di KUMC Evaluasi kinerja informasi obat di KUMC mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan yang stabil dalam jumlah permintaan dari tahun 1994-1997. Rata-rata dan jangkauan panggilan per tahun dari Januari 1994 sampai Desember 1997 menunjukkan peningkatan yang stabil dari >350 (1994), >400 (1995), > 520 (1996), dan > 530 (1997). Setiap pemohon (apoteker, Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
6
dokter, perawat, pasien, dan lain - lain) mengalami peningkatan jumlah berkonsultasi selama empat tahun terakhir (1994 - 1997). Apoteker memiliki lebih dari setengah volume konsultasi dan merupakan proporsi terbesar pemohon yang memanfaatkan layanan secara maksimal (jumlah berkonsultasi yang dilakukan apoteker melebihi 4000 pada tahun 1997). Dokter umumnya merupakan pengguna layanan ini, terdiri dari sekitar seperdelapan (13 %) dari volume yang berkonsultasi (melebihi 1.000 panggilan pada tahun 1997). Sisa dari pemohon ialah perawat, pasien, dan orang lain dengan volume berkonsultasi kurang dari 1000 panggilan untuk masing-masing pada tahun 1997. Menganalisis hasil intensitas berkonsultasi sesuai dengan jenis permintaan, ditemukan bahwa umumnya jenis permintaan berupa informasi umum tentang obat, identitas, dan interaksi obat. Salah satu permintaan terbesar pada tahun 1997 adalah mengenai informasi umum tentang obat berasal dari pemohon / pasien, diikuti oleh staf KUMC dan fakultas, lembaga lain, dan petugas kesehatan rumah. Partisipasi masyarakat dalam memperoleh informasi obat adalah hal yang menarik dari KUMC ini.
2.5 Kompetensi Pelayanan Informasi Obat Penggunaan informasi obat yang efektif oleh praktisi kesehatan terkadang mengalami kendala sehingga diperlukan evaluasi agar pelayanan informasi obat lebih kompeten dan berkualitas sebagai pusat informasi obat. Perkembangan informasi obat di KUMC berawal dari konsep farmasi klinis untuk memberikan informasi yang memadai kepada yang mengkonsumsi, meresepkan, mengeluarkan, dan memberikan obat. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam evolusi peran apoteker sebagai penyedia informasi obat meliputi perubahan teknologi informasi, modernisasi terapi obat, berubahnya filsafat praktek farmasi, lebih luasnya pendidikan apoteker dalam bidang informasi obat dan pasien. Amerson dan Patrick (1983) telah menggambarkan dua puluh tahun pengalamannya dengan pusatpusat informasi obat, namun mereka tidak menemukan kriteria yang berlaku umum untuk mengukur kegunaan, kualitas, dan kompetensi jasa yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
7
diberikannya. Rosenberg (1983), sementara menilai tren masa depan pusat informasi obat disarankan mengeksplorasi cara alternatif meningkatkan penyebarluasan informasi obat untuk perawatan kesehatan dan penggunaan obat. Hasil survei Eropa (1992) mengungkapkan bahwa pusat informasi obat di Amerika dijalankan oleh dokter atau apoteker. Dalam laporan terbaru, Nobili dkk., (1998) dijelaskan adanya Doctorline, yaitu pelayanan telepon pribadi gratis pulsa kepada dokter untuk menanyakan informasi medis di Italia. Saat ini, negara berkembang seperti Nepal turut memberikan pelayanan berbasis informasi obat. Analisis kinerja pusat mengungkapkan telah menjawab panggilan lebih dari 5000 pasien pada tahun 1994 dan terdapat peningkatan yang stabil dalam jumlah panggilan sebanyak 55,1 % pada tahun 1997. Menurut sebuah survei Eropa (1992), pusat-pusat informasi obat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu: Kelompok I menerima antara 0 dan 2000 pertanyaan, Kelompok II menerima antara 2500 - 5000 dan hanya terdapat satu pusat di Paris yang menjawab lebih dari 5000 panggilan dalam satu tahun yang ditempatkan di kelompok III. Mengingat banyaknya intensitas berkonsultasi, pusat informasi obat di KUMC mungkin diklasifikasikan dalam Kelompok III dengan tingkat kinerja tinggi yang terus meningkat selama 4 tahun (19941997).
2.6 Jenis Pemohon / Permintaan Pemohon di pusat informasi obat KUMC ini terutama apoteker, diikuti oleh dokter, dan perawat. Rosenberg (1983) menyatakan bahwa kompetensi mahasiswa farmasi harus ditingkatkan, karena apoteker sangat diperlukan oleh tenaga profesional kesehatan lainnya sebagai sumber informasi obat. Tampaknya akan muncul kecenderungan dokter independen dan apoteker sebagai pusat informasi obat untuk memenuhi kebutuhan pasien seara berbeda. Informasi obat dokter yang dioperasikan pusat sedang dilaporkan dalam studi Eropa dari Polandia, Swiss, Spanyol, dan Italia. Jenis pertanyaan yang paling sering dilaporkan melibatkan informasi tentang penggunaan terapi, dosis, produk identifikasi (Amerika dan asing) dan reaksi obat yang Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
8
tidak diinginkan. Jenis permintaan terbanyak ialah mengenai informasi obat, pada KUMC dokter diupayakan untuk memberi informasi umum tentang efikasi obat. KUMC mengirimkan penasehat FDA obat untuk pemberitahuan langsung melalui email. Hal ini diterbitkan pada laporan berkala yang dikenal sebagai Alarm Keamanan Obat tentang kejadian efek samping dan interaksi obat. KUMC saat ini turut berpartisipasi dalam FDA Med Watch Program dan telah melaporkan 116 ADR antara bulan Juli 1997 - Mei 1998. Terbukti bahwa sistem pendukung berbasis komputer memiliki cukup potensi untuk meningkatkan kinerja dokter, tetapi efek yang dihasilkan pada pasien lebih sulit untuk diukur.
2.7 Aspek Etika Saat ini, pusat informasi obat dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan dari masyarakat yang menimbulkan dilema etika. Jawaban jujur atas pertanyaan informasi obat mungkin bersaing dengan nilai-nilai seperti privasi, gangguan yang akan timbul dalam hubungan pasien-dokter dan tanggung jawab sosial. Haruskah sebuah pusat informasi obat membocorkan pertanyaan yang sangat relevan seperti apakah tempat tidur dibatasi oleh dokter? Obat baru seperti sildenafil digunakan dalam disfungsi ereksi laki-laki dapat menyebabkan masalah sosial seperti penyalahgunaan oleh orang-orang sehat dan resep tidak rasional oleh perawatan primer physicians. KUMC telah mengembangkan pedoman tersendiri mengenai berita terkait etika dan pusat informasi obat lain mengikutinya.
2.8 Kualitas Informasi Pusat informasi obat telah dikritik karena memberikan informasi yang sebagian besar pasif, menghakimi, dan terkadang kurang akurat. Hal tersebut dilaporkan saat menilai keakuratan tanggapan informasi obat. Selain itu, beberapa pusat informasi obat kurang dimanfaatkan dan potensial. Hal ini turut menyoroti bahwa informasi tidak berdasar pengetahuan, dan hanya dari interpretasi informal. Telah didokumentasikan bahwa persentase rata-rata Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
9
pertanyaan yang menghasilkan tanggapan menghakimi dari integrasi data, pengetahuan dan pengalaman telah meningkat dari 5 % pada tahun 1975 menjadi 52% pada 1994. Namun, pusat di KUMC tidak berlaku pasif atau kurang dimanfaatkan. Partisipasi aktif dalam berbagai peristiwa dan peningkatan jumlah permintaan atas 4 tahun terakhir (1994-1997) menunjukkan bahwa pusat informasi obat ini semakin digunakan dengan berbasis pengetahuan. Di Swedia, sebuah pelayanan informasi obat telah dikembangkan untuk mendorong pendekatan koperatif antara departemen farmakologi, praktisi umum, apoteker, dan komite terapi untuk merinci obat akademis, menyediakan informasi obat dari penelitian ke praktek.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
BAB 3 METODE PENGKAJIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian Penelusuran literatur berupa jurnal-jurnal ilmiah mengenai pelayanan obat di Amerika dilakukan pada tanggal 22 - 25 Juli 2013 bertempat di Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
3.2. Metode Pengumpulan Data dan Pengkajian Adapun metode yang digunakan dalam penyusunan dan pengkajian pelayanan informasi obat di Amerika adalah dengan penelusuran literatur dari jurnal-jurnal ilmiah elektronik mengenai pelayanan informasi obat di Amerika, maupun literatur lainnya.
10
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pembahasan Apoteker di rumah sakit di Indonesia bergerak di bawah instalasi farmasi rumah sakit atau IFRS. IFRS adalah suatu unit di rumah sakit yang merupakan fasilitas penyelenggaraan kefarmasian di bawah pimpinan seorang apoteker yang berkompeten. IFRS bertanggungjawab dalam mengadakan, menyediakan, dan mengelola seluruh aspek penyediaan perbekalan kesehatan di rumah sakit yang dapat berupa pelayanan farmasi nonklinik dan pelayanan farmasi klinik. Tanggungjawab apoteker dalam pelayanan farmasi nonklinik berupa pelayanan produk, yaitu perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi obat-obatan yang dibutuhkan di rumah sakit, sedangkan pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan yang dilakukan secara langsung dan memerlukan interaksi dalam pelaksanannya baik dengan pasien maupun dokter dan perawat, antara lain pelayanan obat atas perintah dokter, pendistribusian obat dan produk farmasi pada pasien dan perawat, serta pelayanan konseling dan informasi obat. Peran farmasi klinik memberikan dampak yang positif terhadap berbagai outcome terapi pada pasien, baik dari sisi humanistik (kualitas hidup dan kepuasan pasien), sisi klinik, dan sisi ekonomis (pengurangan biaya kesehatan). Hal ini diperoleh terutama dengan melakukan pemantauan resep dan pelaporan efek samping obat (Inditz et al, 1999). Peran apoteker tampaknya tidak banyak disadari dan dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Berbeda dengan di negara lain, misalnya di Amerika apoteker termasuk profesi yang memegang peranan penting dalam pengobatan pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat di rumah sakit di Amerika baik rumah sakit pemerintah maupun rumah sakit swasta dijalankan oleh apoteker yang bertugas di rumah sakit tersebut. Apoteker juga bekerja sama dengan dokter di rumah sakit untuk memberikan pelayanan kesehatan yang optimal bagi pasien. Kedudukan apoteker dan dokter setara dan mereka menjalankan apa yang menjadi tugasnya masing-masing. Dokter dan apoteker rumah sakit juga bersama-sama
11
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
12
mengunjungi pasien rawat inap secara berkala untuk mengontrol perkembangan kesehatan pasien dan terapi obat yang digunakan. Dalam pelayanan kesehatan kepada pasien, apoteker dan dokter bersamasama ikut berperan dalam pemilihan obat yang akan diberikan kepada pasien. Selain itu, apoteker juga bertanggung jawab dalam pencampuran obat, kegiatan konseling obat, kegiatan pelayanan informasi obat, pembelian,distribusi dan penyimpanan obat di rumah sakit, membuat dokumentasi kegiatan pelayanan informasi
obat,
membuat
laporan
kegiatan
pelayanan
informasi
obat,
memonitoring terapi obat. PIO di rumah sakit bertugas memberikan informasi mengenai obat tidak hanya terbatas kepada pasien, melainkan juga kepada tenaga kesehatan lain yg membutuhkan, keluarga pasien, dan masyarakat umum. PIO juga aktif dalam melakukan penelitian, pelatihan, penyuluhan kepada masyarakat umum. Pelayanan informasi obat dapat terlaksana dengan baik apabila sumbersumber informasi yang dipakai merupakan sumber yang dapat dipercaya dan diyakini kebenarannya serta dapat dengan mudah untuk diakses. Sumber informasi yang diperoleh dari buku-buku teks dan jurnal saat ini masih dipergunakan di sarana kesehatan. Jenis sumber informasi ini membutuhkan waktu yang lebih lama dalam pencarian informasi, serta membutuhkan ruangan untuk menyimpannya. Seiring dengan berjalannya waktu, sumber informasi terus berkembang dengan teknologi-teknologi yang mutakhir, salah satunya dengan menggunakan sistem internet dalam mengakses informasi mengenai pengobatan. Sistem ini sangat praktis dan menguntungkan karena dengan mudahnya setiap penggunanya dapat mengakses secara lengkap informasi obat. Selain internet, pembuatan leaflet, brosur dan spanduk saat ini telah dilakukan untuk menunjang pelayanan informasi obat yang lebih efektif kepada masyarakat. Banyak faktor yang menyebabkan pelayanan farmasi klinik dan peran apoteker di Indonesia belum berkembang pesat seperti di negara lain. Peranan apoteker seperti terjun langsung ke pasien, memantau pengobatan pasien, memberikan informasi dan konseling secara rutin, serta memberikan rekomendasi pengobatan masih belum diterapkan secara signifikan, karena fungsi apoteker di IFRS dianggap hanya untuk menyediakan obat, sehingga mengakibatkan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
13
masyarakat awam dan pasien kurang mengenal profesi apoteker, khususnya di rumah sakit. Kebanyakan rumah sakit pun hanya memiliki tenaga apoteker yang sedikit, sekitar satu atau beberapa saja, akibatnya apoteker tidak bisa mendampingi pasien secara utuh dalam penggunaan obat dan terapinya. Saat ini di Indonesia sudah ada beberapa pusat informasi obat, terutama di rumah sakit, dengan segala keterbatasannya. Kegiatan yang dilakukan antara lain menjawab pertanyaan dan membuat brosur/bulletin informasi obat. Keberadaan dan peranan pusat pelayanan informasi obat dapat dikatakan masih belum dikenal oleh masyarakat bahkan oleh praktisi di bidang kesehatan, hal ini disebabkan oleh kurangnya sosialisasi keberadaan pelayanan informasi obat untuk praktisi di bidang kesehatan khususnya dan untuk masyarakat pada umumnya. Peran dan fungsi tenaga farmasi pada praktek kefarmasian semakin jelas dengan dikeluarkannya Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 sebagai pengganti UUK No. 23 tahun 1992, serta dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian. Mengingat pentingnya farmasi klinis serta pelayanan informasi obat dan kebutuhan masyarakat akan informasi obat yang semakin meningkat dari waktu ke waktu karena mengimbangi pertambahan obat baru yang secara kontinu bermunculan di pasaran, maka konseling tentang pengobatan kepada pasien perlu terus ditingkatkan untuk memastikan bahwa pasien dapat menggunakan obatnya dengan cara yang benar sehingga dapat dicapai hasil terapi yang optimal. Upaya-upaya untuk membuktikan peran farmasis klinik dalam meningkatkan outcome terapi bagi pasien harus terus dilakukan, sehingga akan semakin membuka peluang diterimanya profesi farmasis di dalam tim pelayanan kesehatan yang langsung berhubungan dengan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan Fasilitas infrastruktur, pelatih yang terampil, akses ke internet, dan komputerisasi adalah beberapa aspek penting yang diperlukan dalam pelayanan informasi obat saat ini. Masa depan pusat informasi obat pada KUMC
terletak
dalam
kualitas
pelayanan,
kredibilitas
di
antara
penggunanya, dan evaluasi kemajuan. Evaluasi kinerja mahasiswa, keterlibatan dokter, dan pemantauan kemajuannya mungkin diperlukan. Namun, partisipasi dalam pelayanan masyarakat, keterlibatan dalam merumuskan kebijakan penggunaan obat untuk Farmasi dan komite terapi, serta perannya dalam persiapan dan pemeliharaan rumah sakit, formularium membuat KUMC Drug Information Center masih memimpin di bidang terapi obat yang rasional.
14
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN ASHP. (1996). Medication Therapy and Patient Care: Spesific Practice AreasGuidline. ASHP Guidelines on the Provision of Medication Information by Pharmacists. American Journal of Health System Pharmacy, 53: 18431845. Division of Drug Information System, University of Iowa Research Park. (2012). Customized Drug Information Training On-Site at DDIS. Pradhan, C. Suresh. (2002). The Performance of Drug Information Center at the University of Kansas Medical Center, Kansas City, USA – Experiences and Evaluations. Indian Journal of Pharmacology, 34: 123-129. Shah, Prakash, I., et al. (2010). Drug Information System. International Journal of Pharmacy and Health Sciences, Vol.1(2): 56-61. M. Anna & S. Angie. (2009). Drug Information Services: The Answer to Your Drug Related Questions, 80 (7): 670 - 672
15
Laporan praktek…., Natalia Christy, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia