UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2-24 SEPTEMBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
BHATA BELLINDA, S.Farm. 1206329423
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2-24 SEPTEMBER 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
BHATA BELLINDA, S.Farm. 1206329423
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
iii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Bhata Bellinda, S.Farm.
NPM
: 1206329423
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 17 Januari 2014
iv
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan syukur kepada Allah Tritunggal Maha Kudus yang telah memberikan penyertaanNya, anugerah, serta kasih karuniaNya yang selalu setia mendampingi dan menuntun saya selama proses pengerjaan dan penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI), khususnya di Direktorat Standardisasi Produk Pangan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mulai tanggal 2 September s.d 24 September 2013. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Profesi Apoteker untuk dapat memperoleh gelar Apoteker dan merupakan sarana untuk memperluas
wawasan
mahasiswa
Program
Profesi
Apoteker
dibidang
pemerintahan. 1. Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes, selaku Ka. Sub. Dit. Standardisasi Produk
Pangan, juga selaku pembimbing dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia atas kesempatan dan bimbingan yang diberikan selama pelaksanaan PKPA; 2. Dr. Amarila Malik, M.Si., Apt selaku Dosen Pembimbing PKPA dari Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia yang telah berkenan menyediakan waktu dan perhatiannya untuk memberikan bimbingan serta arahan dalam upaya penyusunan laporan PKPA; 3. Dra. Lucky S. Slamet, M.Sc., selaku Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan PKPA di Badan POM selama periode 2 September 2013 s.d. 24 September 2013; 4. Ir. Tetty H. Sihombing., MP, Direktur Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia atas kesempatan yang diberikan selama pelaksanaan PKPA di Direktorat Standardisasi
Produk
Pangan; 5. Dr. Mahdi Jufri, M. Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. v
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
6. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt., sebagai Pj.S. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan 20 Desember 2013. 7. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sekaligus pembimbing akademik; 8. Seluruh staf dan karyawan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, khususnya Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 9. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas didikan dan bantuannya selama perkuliahan di pendidikan profesi apoteker. 10. Papa, mama, dan kak Abi yang telah memberikan doa dan semangat untuk menyelesaikan perkuliahan di pendidikan profesi apoteker. 11. Seluruh teman-teman Apoteker UI Angkatan 77 yang telah berjuang bersamasama melaksanakan PKPA untuk mendapatkan gelar apoteker. 12. Seluruh pihak yang telah membantu penulisan laporan PKPA yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Saya menyadari laporan PKPA ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca sangat dibutuhkan demi kesempurnaan dalam penyusunan laporan ini. Semoga apa yang saya sajikan dalam laporan ini dapat memberikan manfaat yang cukup berarti bagi perkembangan peranan profesi Apoteker di pemerintahan pada umumnya. Keterbatasan pada dasarnya dapat menjadi sumber pelajaran bagi perkembangan berikutnya dan kesempatan adalah titik awal perjuangan untuk menjadi lebih baik.
Jakarta, Januari 2014
Penulis
vi
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini: Nama : Bhata Bellinda, S.Farm NPM
: 1206329423
Program Studi : Apoteker Fakultas
: Farmasi
Jenis karya
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23, JAKARTA PUSAT PERIODE 2 SEPTEMBER – 24 AGUSTUS 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
media/formatkan,
Universitas mengelola
Indonesia dalam
berhak
bentuk
basis
menyimpan, data,
mengalih
merawat,
dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di
: Depok
Pada Tanggal : 17 Januari 2014 Yang menyatakan
(Bhata Bellinda, S.Farm.)
vii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Bhata Bellinda, S. Farm
Program Studi : Profesi Apoteker Judul
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Periode 2-24 September 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan bertujuan untuk memahami tugas pokok dan fungsi secara khusus di Direktorat Standarisasi Produk Pangan, serta secara umum mengenal dan memahami dari masing-masing Direktorat lain yang terdapat dalam Badan Pengawas Obat dan Makanan. Hal ini diperlukan untuk mengetahui upaya pemerintah dalam menyelenggarakan suatu sistem yang mampu memberikan perlindungan bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi. Sehingga meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis mahasiswa calon Apoteker dalam menjalankan profesinya terutama di bidang pemerintahan. Tugas khusus yang diberikan berjudul Kajian Penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia 1 (RSNI 1) Keripik Bayam, yang bertujuan mengetahui dan mempelajari tujuan SNI, serta pembuatan RSNI pada terutama pada produk pangan olahan seperti keripik bayam. Kata kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Rancangan Standar Nasional Indonesia xiii + 45 halaman : 8 lampiran Daftar Pustaka : 18 (1999-2013)
viii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
: Bhata Bellinda, S. Farm
Study Program : Pharmacist Profession Judul
:. Report of Pharmacist Internship Program at Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat September 2nd - September 24th 2013 Period
Practice Pharmacist in the Directorate of Food Product Standardization Agency of Drug and Food aims to understand the duties and functions specifically in the Directorate of Food Product Standards and generally know and understand each other Directorate contained in the Food and Drug Administration. It is necessary to know the government's efforts to organize a system that is able to provide protection for those who produce or are consumed. Thus increasing the knowledge and practical ability of candidates Pharmacists in their profession, especially in the areas of government. Special task given draft study entitled Indonesian National Standard 1 (RSNI 1) Spinach chips, which aims to discover and learn the purpose of the SNI, and the making of RSNI on mainly on processed food products such as spinach chips. Key Words
:. Pharmacist Internship Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Rancangan Standar Nasional Indonesia
xiii + 45 pages
: 8 appendixes
Bibliography
: 18 (1999-2013)
ix
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI Halaman
KATA PENGANTAR .............................................................................
v
HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI...........................................
vii
ABSTRAK................................................................................................
viii
ABSTRACT..............................................................................................
ix
DAFTAR ISI ............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR…………………………………............................
xii
DAFTAR LAMPIRAN.…………………………..…………………….
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………..…….
1
1.1 Latar Belakang………………...………………………...……..
1
1.2 Tujuan…………...……………………………………………..
2
1.3 Manfaat.......................................................................................
2
BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN POM RI ………..….…………
3
2.1 Definisi Badan POM RI …..…...………..……………………
3
2.2 Tujuan dan Proses Standarisasi Nasional Indonesia……..…….
3
2.3 Visi dan Misi Badan POM RI....................................................
3
2.4 Kewenangan Badan POM RI.....................................................
4
2.5 Struktur Organisasi Badan POM RI…………………………..
5
2.6 Sistem Pengawas Obat dan Makanan (SISPOM)……………..
8
2.7 Budaya Organisasi Badan POM RI...........................................
10
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN..................................................................
11
3.1 Visi dan Misi ………..……....................................……...……
11
3.2 Tugas dan Fungsi …………...…………………………...........
11
3.3 Dasar Hukum Standardisasi Produk Pangan………………….
12
3.4 Kebijakan……………………………………………………...
12
3.5 Program………………………………………………………..
13
3.6 Kegiatan Umum……………………………………………….
13
x
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
3.7 Kegiatan Direktorat Standardisasi Produk Pangan Tahun Anggaran 2013………………………………………………...
14
3.8 Struktur Organisasi……………………………………………
15
3.9 Strategi………………………………………………………...
19
3.10 Tahap Penyusunan Regulasi atau Peraturan…………………
19
3.11 Penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI)……………...
20
3.12 Jenis Produk Standardisasi…………………………………..
22
3.13 Jenis Standar Pelayanan Publik Direktorat Standardisasi Produk Pangan......................................................................... BAB 4 PELAKSANAAN PKPA ………….………………………...
23 24
4.1 Kegiatan PKPA di Direktorat Standardisasi Produk Pangan
24
4.2 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Standar Pangan Olahan.......
25
4.3 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Pangan Khusus....................
26
4.4 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan.................................................
28
BAB 5 LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN...........................
30
5.1 Landasan Teori
30
5.2 Pembahasan
32
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………
43
6.1 Kesimpulan…………………………………………………….
43
6.2 Saran…………..………………………..……………………...
43
DAFTAR PUSTAKA………………………….……………….……….
44
xi
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Struktur Organisasi Badan POM RI .......................................
5
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Produk Pangan
15
Gambar 3.2 Tahap Penyusunan Regulasi/Peraturan ………...……...........
19
Gambar 3.3 Tahap Perumusan SNI (Standar Nasional Indonesia)……….
21
Gambar 5.1. Logo Khusus Pangan Iradiasi ...................................……….
38
xii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan................................................................................
46
Lampiran 2 Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan ……………...…………………………
46
Lampiran 3 Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Penolong ……………………………………….....
47
Lampiran 4 Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Penolong.………………………...…..
47
Lampiran 5 Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Klaim Gizi Dan Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan Nongizi ………………………
48
Lampiran 6 Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Klaim Gizi dan Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan Nongizi ……….…
48
Lampiran 7 Permohonan Pengkajian Keamanan Pangan PRG .………
49
Lampiran 8 Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan Pangan PRG ……………...………………………………………
xiii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
50
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat telah membawa perubahan yang cepat
dan signifikan pada industri pangan di Indonesia. Kemampuan teknologi yang berkembang memungkinkan produk-produk pangan dapat terdistribusi dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam waktu singkat. Selain itu, pangan termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia. Pangan merupakan kebutuhan alamiah manusia, seiring dengan kemajuan teknologi manusia cenderung menyukai hal-hal yang praktis termasuk dalam memilih pangan, sehingga banyak ditemukan produk-produk pangan instan baik yang diproduksi oleh industri pangan atau yang dibuat oleh rumah tangga atau biasa dikenal dengan “ Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)”(1). Keamanan, mutu, dan gizi pangan merupakan syarat penting yang harus melekat pada pangan yang hendak dikonsumsi oleh semua masyarakat. Berdasarkan dari peraturan pemerintah yang menyatakan bahwa pangan yang aman, bermutu dan bergizi sangat penting perannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat. Selain dari pada itu masyarakat juga perlu dilindungi dari bahaya pangan yang dapat merugikan atau membahayakan kesehatan(8). Penyelenggaraan suatu sistem yang mampu memberikan perlindungan bagi pihak yang memproduksi maupun yang mengkonsumsi pangan dianggap sangat diperlukan sehingga konsumen mampu untuk memilah pangan yang akan dikonsumsi terkait keamanan, mutu dan gizinya(1,8). Industri harus mampu menjaga keamanan, mutu dan gizi produk pangan yang akan diedarkan. Pemerintahan mempunyai tanggung jawab untuk mengawasi produk pangan yang beredar agar senantiasa memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan, instansi tersebut salah satunya di Indonesia adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) yang mengawasi pangan olahan(9). Direktorat Standardisasi Produk Pangan merupakan salah satu unit kerja eselon II di Badan POM RI. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI No. 1 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan tanggal 26 Februari 2001, maka Direktorat Standardisasi Produk Pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk pangan. Salah satu praktisi yang mampu berperan dalam bidang ini haruslah yang berkualitas, antara lain adalah Apoteker(4). Berdasarkan latar belakang di atas, maka Program Profesi Apoteker Universitas
Indonesia
bekerja
sama
dengan
Badan
POM
RI
dalam
penyelenggaraan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM RI guna terlahirnya lulusan Apoteker yang berkualitas, berpengetahuan luas dan berdaya guna tinggi sehingga lebih kompeten dalam dunia kerja.
1.2
Tujuan 1. Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan praktis mahasiswa calon Apoteker
dalam
menjalankan
profesinya
terutama
di
bidang
pemerintahan. 2. Meningkatkan pemahaman calon apoteker tentang peran dan fungsi Badan POM RI. 3. Memahami peran apoteker khususnya di Direktorat Standarisasi Produk Pangan Badan POM RI.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN(4) 2.1
Definisi Badan Pengawas Obat dan Makanan Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000 dan nomor 103
tahun 2001, Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan. Badan POM RI melaksanakan tugas pemerintah dibidang pengawasan obat dan makanan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
2.2
Ruang Lingkup Tugas dan Fungsi Badan POM RI Tugas Badan POM RI adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang
pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Badan POM RI menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: 1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan. 2. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. 3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM RI. 4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan. 5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.
2.3
Visi dan Misi Badan POM RI Badan POM RI sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK)
yang mempunyai kewenangan dalam hal pengawasan obat dan makanan di Indonesia mempunyai visi dan misi sebagai berikut: 3 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
Visi Badan POM RI: ”Menjadi Institusi Pengawas Obat dan Makanan yang Inovatif, Kredibel dan Diakui secara Internasional untuk Melindungi Masyarakat.”
Misi Badan POM RI: 1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional. 2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten. 3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini. 4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. 5. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization).
2.4
Kewenangan Badan POM RI Dalam melaksanakan fungsinya sebagai lembaga pengawas obat dan
makanan di Indonesia, Badan POM RI memiliki kewenangan sebagai berikut: 1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan. 2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk mendukung pembangunan secara makro. 3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan. 4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan. 5. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi. 6. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
5
2.5
Struktur Organisasi Badan POM RI
KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
INSPEKTORAT
SEKRETARIAT UTAMA 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Perhubungan Masyarakat 4. Biro Umum
Pusat Penyidikan Obat dan Makanan
Pusat Riset Obat dan Makanan
Pusat Informasi Obat dan Makanan
Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional
DEPUTI I Bidang Pengawasan Terapetik, Narkotika Psikotopika, dan Zat Adiktif (NAPZA)
DEPUTI II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen
DEPUTI III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya
1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT 4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 5. Direktorat Pengawasan NAPZA
1. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetika 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen 4. Direktorat Obat Asli Indonesia
1.Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 2. Direktorat Standardisasi Prooduk Pangan 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan 4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya
Unit Pelaksana Teknis Badan POM Balai Besar / Balai POM
Gambar 2.1 Struktur Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
6
2.5.1 Kepala Badan POM RI Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) mempunyai tugas: a. Memimpin Badan POM RI sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. b. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas Badan POM RI. c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM RI yang menjadi tanggung jawabnya. d. Membina dan melaksanakan kerjasama lintas sektor dengan instansi dan organisasi lain.
2.5.2 Sekretariat Utama Sekretariat utama bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya di lingkungan Badan
POM
RI.
Dalam
melaksanakan
tugasnya,
sekretariat
utama
menyelenggarakan fungsi: a. Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan, serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM RI. b. Pengkoordinasian,
sinkronisasi,
dan
integrasi
penyusunan
peraturan
perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas Badan POM RI. c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga. d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM RI. e. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM RI, sesuai dengan bidang tugasnya.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
7
f. Sekretariat utama membawahi Biro Perencanaan dan Keuangan, Biro Kerjasama Luar Negeri, Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat, Biro Umum dan Kelompok Jabatan Fungsional.
2.5.3 Deputi I : Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA) Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA melaksanakan penilaian dan evaluasi khasiat, keamanan dan mutu obat, produk biologi dan alat kesehatan sebelum beredar di Indonesia dan juga produk uji klinik. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya. Disamping itu melakukan sertifikasi produk terapetik dan inspeksi penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik, inspeksi sarana produksi dan distribusi, sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justicia. Didukung oleh antara lain Komite Nasional Penilai Obat Jadi, Komite Nasional Penilai Alat Kesehatan dan Tim Penilai Periklanan Obat Bebas, Obat Bebas Terbatas, Obat Tradisional dan Suplemen Makanan.
2.5.4 Deputi II : Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia. Selanjutnya melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan inspeksi Cara Produksi yang Baik, sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justicia. Didukung oleh antara lain Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik.
2.5.5 Deputi III : Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya melaksanakan penilaian dan evaluasi keamanan pangan sebelum beredar di
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
8
Indonesia dan selama peredaran seperti pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi maupun komoditinya, termasuk penandaan dan periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Disamping itu melakukan sertifikasi produk pangan. Produsen dan distributor dibina untuk menerapkan Sistem Jaminan Mutu, terutama penerapan Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta Total Quality Management (TQM). Disamping itu diselenggarakan surveilan, penyuluhan dan informasi keamanan pangan dan bahan berbahaya. Didukung antara lain oleh Tim Penilai Keamanan Pangan.
2.5.6 Unit Pelaksana Teknis Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) Organisasi Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI terdiri dari Balai Besar POM RI dan Balai POM RI, merupakan unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah kerjanya, diatur dengan keputusan Kepala Badan POM RI setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Unit pelaksana teknis berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM RI. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretaris Utama Badan. Unit pelaksana teknis dipimpin oleh seorang Kepala Balai.
2.6
Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) Prinsip dasar SisPOM adalah sebagai berikut :
1.
Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat, dan professional.
2.
Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat resiko dan berbasis buktibukti ilmiah.
3.
Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses.
4.
Berskala nasional atau lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional.
5.
Otoritas yang menunjang penegakkan supremasi hukum.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
9
6.
Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi dengan jaringan global.
7.
Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk. Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi
luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar di tengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin resiko yang biasa terjadi, dilakukan SisPOM 3 lapis, yaitu: a. Subsistem pengawasan konsumen Sistem pengawasan oleh masyarakat dilakukan melalui peningkatan kesadaran dan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakan dan cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan, sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk lebih menjaga kualitas. b. Subsistem pengawasan pemerintah atau Badan POM RI Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi, penilaian keamanan dan mutu produk sebelum diizinkan beredar di Indonesia, inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakkan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk, maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi. c. Subsistem pengawasan produsen Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara produksi yang baik atau good manufacturing practices (GMP) agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sedini mungkin. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
10
yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi, baik administratif maupun pro justicia.
2.7
Budaya Organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi
Badan POM RI dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut: a. Professionalism Menegakkan profesionalisme dengan integritas, obyektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. b. Credibility Memiliki kredibilitas yang diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional. c. Speed Tanggap dan cepat dalam bertindak mengatasi masalah. d. Teamwork Dengan mengutamakan kerjasama tim.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN(2) 3.1 Visi dan Misi (2) Visi Terwujudnya standardisasi produk pangan dalam rangka meningkatkan perlindungan dari pangan yang tidak layak, tidak aman dan dipalsukan serta meningkatkan efisiensi dan daya saing produk pangan nasional. Misi a. Melindungi kesehatan masyarakat dari produk pangan yang tidak memenuhi syarat. b. Mewujudkan jaminan mutu dan keamanan produk pangan. c. Menunjang dihasilkannya produk pangan yang berdaya saing. d. Memberdayakan sumber daya dalam negeri. 3.2 Tugas dan Fungsi (2) Tugas Direktorat Standardisasi Produk Pangan mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk pangan. Fungsi Direktorat Standardisasi Produk Pangan menyelenggarakan fungsi : a) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi bahan baku dan bahan tambahan pangan. b) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan
11 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
12
pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi pangan khusus. c) Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang pengaturan dan standardisasi pangan olahan. d) Penyusunan rencana dan program standardisasi produk pangan. e) Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di standardisasi produk pangan. f)
Evaluasi dan penyusunan laporan standardisasi produk pangan.
g) Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya.
3.3 Dasar Hukum Standardisasi Produk Pangan 1) Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang Pangan. 2) Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. 3) Peraturan Pemerintah No. 102 tahun 2000 tentang Standarisasi Nasional. 4) Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. 5) Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. 3.4 Kebijakan(2) 1) Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap standar dan budaya mutu dan keamanan produk pangan. 2) Peningkatan perlindungan masyarakat dan lingkungan melalui penerapan standar jaminan mutu dan keamanan pangan serta penegakan hukum. 3) Peningkatan perumusan standar dan penyelarasan Standar Nasional Indonesia (SNI) produk pangan dengan Standar Internasional. 4) Peningkatan infrastruktur standardisasi produk pangan. 5) Peningkatan peran aktif dalam kerjasama standardisasi nasional, bilateral, regional dan multilateral. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
13
3.5 Program(2) 1) Pengembangan sistem informasi standardisasi produk pangan. 2) Sosialisasi standardisasi produk pangan. 3) Pengembangan penerapan Cara Pengawasan yang baik atau Good Regulatory Practice (GRP). 4) Peningkatan pemberlakuan SNI produk pangan wajib. 5) Penyusunan sistem penerapan dan pemanfaatan standar produk pangan. 6) Penyusunan dan pengembangan sistem pengawasan produk pangan. 7) Perumusan standar prioritas. 8) Penyelarasan Standar Nasional Indonesia terhadap Standar Internasional. 9) Penilaian kesesuaian standar pangan yang memperoleh pengakuan di tingkat regional dan internasional. 10) Pengembangan kerjasama internasional untuk ketelusuran standar produk pangan nasional. 11) Peningkatan sumber daya manusia, sarana dan prasarana standardisasi produk pangan yang kredibel. 12) Penelitian dan pengembangan standardisasi. 13) Peningkatan kerjasama standardisasi produk pangan di tingkat nasional, bilateral, regional dan multilateral. 14) Pengembangan saling pengakuan (Mutual Recognition Agreement).
3.6 Kegiatan Umum 1) Penyusunan dan pemantapan sistem standardisasi produk pangan. 2) Penyusunan standar produk pangan, bahan baku dan bahan tambahan pangan, produk pangan olahan serta pangan khusus. 3) Harmonisasi standar produk pangan. 4) Evaluasi standar produk pangan. 5) Sosialisasi dan advokasi standardisasi produk pangan. 6) Seminar dan pelatihan di dalam dan luar negeri.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
14
3.7 Kegiatan Direktorat Standardisasi Produk Pangan Tahun Anggaran 2013 Standar 1) Penyusunan Peraturan Bahan Baku, Bahan Penolong, Cemaran, serta Standar Mutu dan Keamanan Bahan Tambahan Pangan. 2) Pembaharuan/revisi Peraturan Kepala Badan POM RI tentang Kategori Pangan dan Pedoman Periklanan Pangan. 3) Penyusunan Peraturan, Standar, Pedoman, Kode Praktis di Bidang Pangan Khusus. 4) Kegiatan Kodeks Pangan. 5) Penyusunan Pedoman Cara Ritel Pangan di Pasar Tradisional. Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) 1) Pedoman PJAS untuk Pengawas/Penyuluh dan Pedoman Kandungan. 2) Pedoman PJAS untuk Anak Sekolah. 3) Pedoman PJAS untuk Komunitas Sekolah. UMKM (Usaha Mikro, Kecil Menengah) 1) Forum Koordinasi Pelaksanan Survei Kemampuan UMKM. 2) Pelaksanaan intervensi UMKM 3) Pelaksanaan survei monitoring 4) Perumusan hasil survei Pendukung Tupoksi (TOP) 1) Antisipasi Harmonisasi ASEAN Consultative Committee on Standards and Quality (ACCSQ) Prepared Foodstuff Product Working Group (PFPWG). 2) Partisipasi Aktif dalam Sidang-sidang Codex Pangan Dunia, Asia, Association of Southeast Asian Nations (ASEAN), ACCSQ, PFPWG, Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), dan International Life Sciences Institute (ILSI). 3) Sosialisasi Implementasi Standardisasi Produk Pangan. 4) Intensifikasi Komunikasi dalam rangka Penerapan Standar Produk Pangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
15
5) Perkuatan Jejaring Lintas Sektor dalam rangka Standardisasi Produk Pangan. 6) Evaluasi dan Perencanaan Program Standardisasi Produk Pangan. 7) Peningkatan Potensi SDM Direktorat Standardisasi Produk Pangan. 8) Antisipasi Pengembangan Sistem, Manajemen Mutu (QMS) Direktorat Standardisasi Produk Pangan.
3.8 Struktur Organisasi
Direktorat Standardisasi Produk Pangan
Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan
Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus
Seksi Standardisasi Produk Pangan
Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan
Seksi Standardisasi Pangan Hasil Rekayasa Genetika & Iradiasi
Seksi Standardisasi Bahan Baku
Seksi Kodeks Pangan
Seksi Standardisasi Bahan Tambahan Pangan
Seksi Standardisasi Pangan Fungsional Seksi Tata Operasional
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Direktorat Standardisasi Produk Pangan
3.8.1 Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan Subdirektorat
Standardisasi
Pangan
Olahan
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi pangan olahan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
16
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,
Subdirektorat
Standardisasi Pangan Olahan menyelenggarakan fungsi : 1) Menyusun rencana dan program standardisasi pangan olahan. 2) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta melaksanakan pengaturan dan standardisasi produk pangan. 3) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta melakukan penyusunan kodeks pangan. 4) Melakukan evaluasi dan menyusun laporan standardisasi pangan olahan. 5) Melaksanakan
urusan
tata
operasional
di
lingkungan
Direktorat
Standardisasi Produk Pangan.
Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan terdiri dari tiga seksi yaitu: 1) Seksi Standardisasi Produk Pangan Seksi Standardisasi Produk Pangan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan
kebijakan
teknis,
penyusunan
rencana
dan
program,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi produk pangan. 2) Seksi Kodeks Pangan Seksi Kodeks Pangan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan penyusunan kodeks pangan. 3) Seksi Tata Operasional Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melakukan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Standardisasi Produk Pangan.
3.8.2 Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus Subdirektorat
Standardisasi
Pangan
Khusus
mempunyai
tugas
melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
17
pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan pengaturan dan standardisasi pangan khusus. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus menyelenggarakan fungsi : 1) Menyusun rencana dan program standardisasi pangan khusus. 2) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi pangan hasil rekayasa genetika dan iradiasi. 3) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta melaksanakan pengaturan dan standardisasi produk pangan fungsional. 4) Melakukan evaluasi dan menyusun peraturan laporan standardisasi pangan khusus.
Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus terdiri dari : 1) Seksi Standardisasi Pangan Hasil Rekayasa Genetika dan Iradiasi Seksi Standardisasi Pangan Hasil Rekayasa Genetika dan Iradiasi mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi pangan hasil rekayasa genetika dan iradiasi. 2) Seksi Standardisasi Pangan Fungsional Seksi Standardisasi Pangan Fungsional mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi pangan fungsional.
3.8.3 Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan mempunyai tugas melaksanakan persiapan materi perumusan kebijakan teknis, Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
18
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi serta pelaksanaan pengaturan dan standardisasi bahan baku dan bahan tambahan pangan. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud,
Subdirektorat
Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan menyelenggarakan fungsi : 1) Menyusun rencana dan program standardisasi bahan baku dan bahan tambahan pangan. 2) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta melaksanakan pengaturan dan standardisasi bahan baku. 3) Melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta melaksanakan pengaturan dan standardisasi bahan tambahan pangan. 4) Melakukan evaluasi dan menyusun laporan standardisasi bahan baku dan bahan tambahan pangan.
Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan terdiri dari : 1) Seksi Standardisasi Bahan Baku Seksi Standardisasi Bahan Baku mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan
kebijakan
teknis,
penyusunan
rencana
dan
program,
penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi bahan baku. 2) Seksi Standardisasi Bahan Tambahan Pangan Seksi
Standardisasi
Bahan Tambahan
Pangan mempunyai
tugas
menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengaturan dan standardisasi bahan tambahan pangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
19
3.9 Strategi 1) Peningkatan kemampuan sumber daya. 2) Pelaksanaan evaluasi standardisasi produk pangan. 3) Pelaksanaan harmonisasi standar produk pangan. 4) Pelaksanaan sosialisasi dan advokasi standardisasi produk pangan. 5) Peningkatan jaringan kerja antar lembaga dan pemangku kepentingan lainnya.
3.10Tahap Penyusunan Regulasi atau Peraturan Tahap penyusunan regulasi atau peraturan yang diterapkan di Direktorat Standardisasi Produk Pangan, seperti gambar sebagai berikut:
Pengumpulan Materi & Kajian Pustaka
Pemetaan dan Kaji Banding (Nasional, Regional, Internasional)
Draft Awal Pengaturan Produk Pangan
Draft 1 Pengaturan Produk pangan
Pembahasan I (Prakonsensus) Narasumber & Stakeholder
Pembahasan II Nara Sumber & Stakeholder
Draft 2 Pengaturan Produk Pangan
Draft Akhir Pengaturan Produk Pangan
Pembahasan Akhir (Konsensus) Narasumber & Stakeholder
Gambar 3.2 Tahap Penyusuanan Regulasi/ Peraturan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
20
3.11 Penyusunan Standar Nasional Indonesia (SNI)(10) Standar yang ada di Indonesia disebut Standar Nasional Indonesia. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak yang terkait dengan memperhatikan syarat-syarat keselamatan, keamanan, kesehatan lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya (10). Standardisasi adalah proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak
(10)
. SNI merupakan salah satu output dari proses standardisasi. SNI adalah
Standar yang ditetapkan Badan Standarisasi Nasional yang berlaku secara Nasional(11). Dalam proses penyusunan SNI dilaksanakan oleh Panitia Teknis (PANTEK), yang terdiri dari wakil Pemerintah, wakil ahli/perguruan tinggi, wakil Industri/Usaha, wakil dari konsumen yang diusulkan oleh koordinator PANTEK dan ditetapkan oleh BSN. Direktorat Standardisasi Produk Pangan mempunyai 2 panitia teknis untuk menyusun SNI dibidang pangan yaitu : 1. Panitia teknis 67.01 : Pangan Olahan Tertentu Ruang Lingkup : Pangan olahan tertentu termasuk makanan untuk bayi (makanan dalam kemasan dan makanan siap saji untuk pangan bayi, pangan balita, pangan ibu hamil dan menyusui, pangan orang yang menjalankan diet khusus, pangan manula, pangan bagi penderita penyakit tertentu). 2. Panitia teknis 67.01 : Bahan Tambahan Pangan dan Kontaminan Ruang Lingkup: a. Bahan tambahan pangan b. Bahan dan benda yang bersentuhan dengan pangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
21
Gambar 3.3 Tahap Perumusan SNI (Standar Nasional Indonesia)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
22
3.12 Jenis Produk Standardisasi a. Peraturan/Regulasi Peraturan/regulasi di Indonesia diartikan sebagai sumber hukum formal berupa peraturan perundang-undangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu merupakan suatu keputusan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, dan mengikat umum. Dalam hal ini peraturan mengenai keamanan, mutu dan gizi pangan yang bersifat mandatory (wajib) untuk di laksanakan karena ada perundangundangannya dan mengikat secara hukum. Contoh : Peraturan Kepala BPOM RI No. HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan(3).
b. Standar Standar Nasional Indonesia, bersifat voluntary (sukarela), terutama untuk acuan syarat mutu, dikecualikan untuk SNI yang wajib dan diberlakukan dengan SK institusi terkait. Peraturan pemerintah Republik Indonesia No. 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.
c. Pedoman Pedoman adalah hal (pokok) yg menjadi dasar (pegangan, petunjuk) untuk menentukan atau melaksanakan sesuatu. Pedoman bersifat voluntary (sukarela). Contohnya: Pedoman Kriteria Cemaran pada Pangan Siap Saji dan Pangan Industri Rumah Tangga. Dimana pedoman tersebut akan menjadi petunjuk bagi industri untuk menciptakan produk pangan yang aman, bermutu dan bergizi. d. Kode Praktis Pedoman yang lebih bersifat teknis. Contohnya: Cara Iradiasi yang Baik untuk Menghambat Pertunasan pada Umbi Lapis dan Umbi Akar atau Cara Iradiasi yang Baik untuk Memperpanjang Masa Simpan Pisang, Mangga, dan Pepaya yang diterbitkan tahun 2004.
e. SOP (Standar Operasional Prosedur) Standar Operasional Prosedur adalah pedoman atau acuan untuk melaksanakan tugas pekerjaan sesuai dengan fungsi dan alat penilaian kinerja instansi pemerintah berdasarkan indikator-indikator teknis, Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
23
administratif dan prosedural sesuai dengan tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja pada unit kerja yang bersangkutan. Tujuan SOP adalah menciptakan komitmen mengenai apa yang dikerjakan oleh satuan unit kerja instansi pemerintahan untuk mewujudkan good govermance.
3.13 Jenis Standar Pelayanan Publik Direktorat Standardisasi Produk Pangan Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No. 39 tahun 2013 tentang Standar pelayanan publik di lingkungan badan pengawas obat dan makanan, maka dalam hal pelayanan publik Direktorat Standardisasi Produk Pangan melakukan empat (4) standar pelayanan publik antara lain : 1. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan 2. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Penolong
3. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Klaim Gizi dan Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan Nongizi
4. Permohonan Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 4 PELAKSANAAN PKPA Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) dimulai sejak tanggal 224 September 2013 yang dibuka oleh Kepala Biro Umum Badan POM RI dengan memberikan kegiatan kuliah umum tentang pengenalan Badan POM RI. Setelah itu dilanjutkan dengan kuliah umum oleh perwakilan dari masing-masing Direktorat, Pusat-pusat, dan Balai Besar/Balai POM RI. Kegiatan ini dilaksanakan selama 3 hari dan bertempat di aula gedung C, Badan POM RI. Direktorat Standardisasi Produk Pangan sebagai unit kerja PKPA kami di Badan POM RI, dilaksanakan dari tanggal 6 September 2013 hingga 20 September 2013. Direktorat Standardisasi Produk Pangan merupakan unit kerja eselon II di Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya (kedeputian III) yang menangani penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengaturan dan standardisasi produk pangan dengan pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Direktorat Standardisasi Produk Pangan memiliki tiga SubDirektorat yang mendukung tugas pokok dan fungsinya, yaitu SubDirektorat Standardisasi Pangan Olahan, SubDirektorat Standardisasi Pangan Khusus, serta SubDirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan. Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh kami sebagai peserta PKPA di Direktorat Standardisasi Produk Pangan.
4.1 Kegiatan PKPA di Direktorat Standardisasi Produk Pangan Di hari pertama kami berada di unit kerja Direktorat Standardisasi Produk Pangan,
kami
diterima oleh pembimbing kami, Kepala SubDirektorat
Standardisasi Pangan Olahan. Kami diberikan penjelasan secara umum tentang Direktorat Standardisasi Produk Pangan mulai dari tugas pokok dan fungsi di Direktorat
Standardisasi
Produk
Pangan,
struktur
24 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
organisasi
Direktorat
Universitas Indonesia
25
Standardisasi Produk Pangan, definisi-definisi yang berhubungan dengan pangan dan tata tertib selama PKPA. Kami dijelaskan juga, bahwa dalam penyusunan standar dan pedoman yang dilakukan Direktorat Standardisasi Produk Pangan selalu berdasarkan bussiness process Badan POM RI telah tersertifikasi ISO 9001:2008 yang merupakan standar internasional dari sistem managemen mutu. Direktorat Standardisasi Produk Pangan masuk ke dalam POM 01 yang merupakan proses penyusunan standar dan yang setara dengan hal tersebut dan terdiri dari berbagai Standar Operasional Prosedur (SOP). Setelah itu, kami diberikan penjelasan oleh Kepala Seksi Tata Operasional terkait tugas pokok dan fungsi di Seksi Tata Operasional, pengenalan Direktur, Kepala SubDirektorat, Kepala Seksi, dan staf yang menjabat serta tugas pokok dan fungsinya secara umum, serta pembagian kerja kami di SubDirektorat masing-masing.
4.2 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Standar Pangan Olahan 1. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala SubDirektorat Standar Pangan Olahan mengenai tugas pokok, fungsi, struktur organisasi, dan kegiatan yang dilakukan di SubDirektorat Standar Pangan Olahan. 2. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala Seksi Standardisasi Produk Pangan mengenai kategori pangan dan pedoman periklanan pangan, dan retail pangan. 3. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Staf Seksi Kodeks Pangan mengenai Codex Alimentarius Commission, tugas pokok dan kegiatan yang dilakukan Seksi Kodeks Pangan. 4. Mempelajari mengenai “Kategori Pangan” dan “Pedoman Periklanan Pangan” menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia; Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan; Peraturan Pemerintahan Nomor 28 Tahun 2004 tentang Kemanan, Mutu dan Gizi Pangan; Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan; Keputusan kepala Badan POM RI No. HK. 00.05. 52. 4040 tahun 2006 tentang Kategori Pangan; dan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
26
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan yang Baik. 5. Mencari referensi berupa landasan hukum tentang outline Pedoman Cara Ritel Pangan pada Pasar Tradisional. 6. Membandingkan Pedoman Periklanan Pangan menurut Badan POM RI dengan Etika Pariwara Indonesia, serta memantau iklan pangan yang telah ditayangkan dan tidak sesuai dengan Pedoman Periklanan Pangan menurut Badan POM RI. 7. Melakukan pengkajian definisi dan karakteristik dasar dari minuman baru yang diimpor dari luar negeri, seperti minuman Soju, sehingga dapat diketahui kategorinya dalam pangan.
4.3 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Pangan Khusus 1. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala SubDirektorat Standardisasi Pangan Khusus mengenai struktur, tugas pokok dan standar wajib yang dijadikan sebagai acuan pembuatan Produk Pangan Khusus. 2. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala Seksi Standardisasi Pangan Hasil Rekayasa Genetik (PHRG) dan Iradiasi mengenai tugas pokok dan fungsi yang dilakukan dan Peraturan yang mengatur semua hal yang berkaitan dengan Pangan Khusus seperti pangan fungsional, PHRG dan Iradiasi, serta Pangan Olahan Oganik. 3. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala Seksi Standardisasi Pangan Fungsional mengenai tugas pokok dan fungsi, beserta kegiatan yang dilakukan staf seksi standardisasi pangan fungsional, definisi dan penggolongan pangan fungsional beserta regulasi yang mengatur komposisi dan pelabelannya. 4. Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Staf Standardisasi Pangan Fungsional dan Staf Standardisasi PHRG dan Iradiasi mengenai tugas dan fungsi serta pelayanan publik yang mereka lakukan. 5. Mempelajari peraturan peraturan Kepala Badan POM RI yang telah dikeluarkan terkait dengan SubDirektorat Pangan Khusus, seperti Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
27
Peraturan Kepala Badan POM RI No. 30 tahun 2013 tentang Pengawasan Formula Lanjutan, Peraturan Kepala Badan POM RI No. 31 tahun 2013 tentang Pengawasan Formula Pertumbuhan, Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK 03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 tentang Pengawasan Klaim dalam Label dan Iklan Pangan Olahan, Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.23.03.12.1564 tahun 2012 tentang Pengawasan Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetika, Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.23.03.12.1563
tahun
2012
tentang
Pedoman
Pengkajian
Keamanan Pangan Produk Hasil Rekayasa Genetika, Peraturan Kepala Badan POM RI No. 26 tahun 2013 tentang Pengawasan Pangan Iradiasi, Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 701/MENKES/PER/VII/2009 tentang Pangan Hasil Iradiasi, dan Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.00.06.52.0100 tahun 2008 tetang Pangan Olahan Oganik, Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.52.08.11.07235 tahun 2011 tentang Pengawasan Formula Bayi dan Formula Bayi untuk Keperluan Medis Khusus. 6. Mempelajari bagaimana cara melakukan pengecekan klaim sesuai dengan peraturan yang telah berlaku secara nasional, regional dan internasional, seperti Food and Drug Administration (FDA), European Food Safety Authority (EFSA), atau Codex General Guideline and Claim. 7. Melakukan pemetaan konsep dengan membandingkan secara nasional (seperti: Undang-Undang yang berlaku) dan internasional (seperti: Codex General Guideline and Claim) yang telah berlaku dalam menyusun Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI). 8. Melakukan
pencarian
referensi
mengenai
makanan
yang
dapat
menimbulkan / pencetus alergi yang berasal dari organisasi pangan di berbagai negara di dunia (Codex Alimentarius Commission, FDA dari US, EU dari perhimpunan negara-negara di benua eropa, FSANZ dari Australia). 9. Melakukan pengkajian mengenai MCT (Medium Chain Trygliceride) sebagai zat tambahan pada pangan yang berfungsi menurunkan berat badan. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
28
10. Melakukan pengkajian mengenai pasak bumi (tongkat ali) sebagai campuran dalam kopi yang berfungsi khusus yaitu meningkatkan vitalitas tubuh bagi pria.
4.4 Kegiatan PKPA di SubDirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan 1.
Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala Seksi Standardisasi Bahan Tambahan Pangan mengenai tentang tugas pokok dan fungsi di Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan secara umum, kegiatan seksi Standardisasi Bahan Tambahan Pangan dan peraturan-peraturan yang mengatur semua hal yang berkaitan dengan bahan tambahan pangan.
2.
Mendapat penjelasan dan pengarahan dari Kepala Seksi Standardisasi Bahan Baku mengenai tentang tugas pokok dan fungsi di Seksi Standardisasi Bahan Baku secara umum, kegiatannya termasuk dalam menyusun SNI dan peraturan-peraturan yang mengatur semua hal yang berkaitan dengan bahan baku.
3.
Mempelajari mengenai Bahan Penolong, penggolongan Bahan Tambahan Pangan (BTP) menurut keputusan peraturan Kepala Badan POM RI.
4.
Melakukan pengkajian mengenai “Bagaimana jika suatu industri ingin menggunakan BTP yang tidak terdapat dalam Permenkes Nomor 033 Tahun 2012 ke dalam produk hasil industri.”
5.
Melakukan penginputan rekapan data pengajuan izin khusus penggunaan BTP, Bahan Baku dan Bahan Penolong dari berbagai industri produk pangan baik itu persetujuan maupun penolakan, berikut contohnya.
6.
Membuat ringkasan dan kesimpulan dari jurnal hasil penelitian yang diajukan industri pangan untuk dikaji yang berjudul “Dampak Kesehatan dari Penggunaan Aspartam pada Anak-Anak dan Remaja”, “Konsentrasi Metanol pada Darah Bayi Berumur Satu Tahun
yang Diberikan
Aspartam”, “ Menentukan Keamanan Pangan selama Kehamilan”, “Efek Aspartam pada Plasma dan Konsentrasi Asam Amino Bebas Eritrosit pada
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
29
Bayi Berumur Satu Tahun”, dan “Efek dari Diet Tinggi Sukrosa atau Aspartam pada Perilaku dan Kinerja Kognitif Anak” .
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 5 LANDASAN TEORI DAN PEMBAHASAN 5.1
Landasan Teori Berikut adalah definisi yang berkaitan dengan Direktorat Standardisasi
Produk Pangan. 1. Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.(13) 2. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.(13) 3. Kategori Pangan adalah pengelompokkan pangan berdasarkan jenis pangan tersebut.(16) 4. Keamanan Pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat sehingga aman untuk dikonsumsi. (9,13) 5. Produk Rekayasa Genetik atau organisme hasil modifikasi yang selanjutnya disingkat PRG adalah organisme hidup, bagian-bagiannya dan/atau hasil olahannya yang mempunyai susunan genetik baru dari hasil penerapan bioteknologi modern.(5) 6. Iradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan, baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan, membebaskan pangan dari jasad renik patogen serta mencegah pertumbuhan tunas. (6)
32 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
31
7. Pangan iradiasi adalah setiap pangan yang dengan sengaja dikenai radiasi pengion tanpa memandang sumber atau jangka waktu iradiasi ataupun besar energi yang digunakan. (6) 8. Label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya atau bentuk yang lain yang disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan bagian kemasan pangan, yang selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut Label(12). 9. Iklan pangan adalah setiap keterangan atau pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan, atau bentuk yang lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk pemasaran dan atau perdagangan pangan, yang selanjutnya dalam peraturan pemerintah ini disebut Iklan (12). 10. Pangan Fungsional adalah Pangan Olahan yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian ilmiah mempunyai fungsi
fisiologis
tertentu
diluar
fungsi
dasarnya,
terbukti
tidak
membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. (15) 11. Klaim adalah segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu suatu pangan yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya. (15) 12. Bahan Tambahan Pangan (BTP) adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.(7) 13. Bahan penolong (processing Aids) adalah bahan, tidak termasuk peralatan, yang lazimnya tidak dikonsumsi sebagai pangan, digunakan dalam proses pengolahan pangan untuk memenuhi tujuan teknologi tertentu dan tidak meninggalkan residu pada produk akhir, tetapi apabila tidak mungkin dihindari, residu dan atau turunannya dalam produk akhir tidak menimbulkan risiko terhadap kesehatan serta tidak mempunyai fungsi teknologi. (5) 14. Batas Maksimum adalah jumlah maksimum BTP yang diizinkan terdapat pada pangan dalam satuan yang ditetapkan. (7)
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
32
5.2
Pembahasan Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan yang kemudian
diubah menjadi Badan Pengawas Obat dan Makanan dan ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) berdasarkan Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Dengan perubahan ini, Badan POM RI di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan Badan POM RI berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan. berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor 02001/SK/KBPOM Pasal 2 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan POM RI mempunyai tugas untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. Perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan Badan POM RI dalam mengatasi masalah terkait pengawasan obat dan makanan yang semakin kompleks karena berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya terkait pangan serta untuk meningkatkan kinerja Badan POM RI dalam lingkup regional dan Internasional. Seperti yang telah diketahui, Badan POM RI memiliki 3 kedeputian, salah satunya kedeputian III yang membawahi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Di bawah kedeputian ini terdapat 5 Direktorat yang salah satunya adalah Direktorat Standardisasi Produk Pangan. Dalam melaksanakan kegiatannya Direktorat Standardisasi Pangan mengacu pada standar dan regulasi berikut : a. Undang-Undang RI No. 18 tahun 2012 tentang Pangan b. Undang-Undang RI No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. c. Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan. d. Peraturan Pemerintah No. 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional e. Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 199 tentang Label dan Iklan Pangan f. Codex Alimentarius Commision
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
33
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Direktorat Standardisasi Produk Pangan mempunyai tiga Subdirektorat, yaitu Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan, Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus, dan Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan.
5.2.1 Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan Pelaksanaaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) khususnya di Subdirektorat Standardisasi Pangan Olahan, mempelajari dan melaksanakan halhal yang terkait dalam standardisasi pangan olahan. a. Kategori Pangan(16) Peraturan yang telah sah dan diberlakukan pihak Badan POM RI dapat dilihat dalam Keputusan Kepala Badan POM RI No.HK.00.05.52.4040 tentang Kategori Pangan Tahun 2006. Penggolongan pangan ini berguna sebagai acuan bagi produsen pangan untuk memproduksi dan mengedarkan produk pangan yang aman, bermutu dan bergizi, khususnya untuk menentukan nama jenis pangan yang akan dicantumkan pada label dan iklan pangan. Selain itu, kategori pangan juga menjadi pedoman Badan POM RI untuk mengawasi produk pangan baik pre market evaluation ( pengawasan sebelum pangan beredar ) dan post market inspection ( pengawasan sesudah pangan beredar). b. Label Pangan(12,13) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, serta Peraturan Pemerintah RI No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Peraturan Kepala Badan POM Nomor HK.03.1.5.12.11.09955 tahun 2011 tentang Pendaftaran Pangan Olahan, maka pada label produk pangan harus mencantumkan keterangan : 1.
Nama produk
2.
Daftar bahan yang digunakan
3.
Berat bersih atau isi bersih
4.
Nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam wilayah Indonesia
5.
Keterangan kedaluwarsa Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
34
6.
Nomor pendaftaran pangan
7.
Kode produksi
c. Iklan Pangan(8,13) Iklan pangan merupakan suatu bagian dari promosi pangan yang sangat besar pengaruhnya baik secara sosial maupun ekonomi. Oleh karena itu diperlukan keseimbangan antara iklan produk pangan dengan manfaat yang diperoleh konsumen. Hal ini berguna agar konsumen tidak merasa tertipu akibat iklan produk yang mengiklankan produknya secara berlebihan dan pengklaiman yang tidak sesuai dengan kenyataan produknya, sehingga perlu adanya suatu pedoman yang mengatur secara teknis periklanan produk pangan. (8) Di tahun 2008 disusunlah Pedoman Periklanan Pangan oleh Badan POM RI sebagai petunjuk teknis periklanan pangan yang merupakan suatu penjabaran operasional mengenai hal-hal yang di perbolehkan atau dilarang dalam
periklanan
pangan,
sehingga
pedoman
ini
bertujuan
untuk
menghindarkan hal-hal yang tidak benar, menyesatkan, dan berlebihan. Sebagai contoh yaitu pernyataan “memakan 3 buah permen setara dengan 1 gelas susu”. Hal ini dilarang dalam iklan pangan, karena pernyataan tersebut dapat menimbulkan persepsi/gambaran yang menyesatkan mengenai pangan yang bersangkutan. Saat ini, perkembangan teknologi periklanan pangan sangat pesat dan inovasi produsen untuk berkreasi menciptakan iklan-iklan yang lebih menarik perhatian masyarakat semakin beragam, namun mengakibatkan masih banyaknya kesalahan dalam beriklan. Dengan demikian pemerintah ( Badan POM RI ) merasa perlu memperbaharui Pedoman Periklanan Pangan. Untuk memperbaharui (revisi) Pedoman Periklanan Pangan, Badan POM RI juga melihat aturan yang sudah dibuat P3I (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia) tentang Etika Pariwara Indonesia. Salah satu contoh perbedaannya adalah di dalam EPI diatur mengenai originalitas yang berarti iklan tersebut tidak pernah ada sebelumnya, tetapi dalam Pedoman Periklanan Pangan tidak mengatur mengenai hal tersebut. Hal ini dikarenakan EPI lebih mengatur Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
35
periklanan yang bersifat umum, sedangkan Pedoman Periklanan Pangan yang dibuat oleh Badan POM RI bersifat spesifik untuk periklanan pangan.
d. Ritel Pangan pada Pasar Tradisional Pasar tradisional melekat pada kehidupan masyarakat di negara Indonesia. Konon di luar negeri pasar tradisional jarang bahkan hampir tidak dapat ditemui. Akibat kemajuan teknologi dan modernisasi zaman, masyarakat menciptakan batasan antara pasar tradisional dan pasar modern. Pasar modern cenderung lebih tertata rapi
dalam
hal
manajerial
penggolongan, penempatan, penyusunan, penyimpanan barang yang dijual, pelayanan konsumen sampai dengan penetapan harga jual tetap kepada seluruh calon pembeli. Hal tersebut sudah tercantum di dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.12.11.10569 Tahun 2011 tentang Pedoman Cara Ritel Pangan pada Pasar Modern. Pasar tradisional erat kaitannya dengan rendahnya keamanan pangan, misalnya dalam hal penyimpanan dan pengelompokkan pangan. Oleh sebab itu, maka perlu diatur bagaimana meritel (menjual) pangan di pasar tradisional. Direktorat Standardisasi Produk Pangan sudah membuat outline Pedoman Cara Ritel Pangan pada pasar tradisional guna membenahi pasar tradisional yang telah ada dan sebagai acuan untuk pedagang yang akan menyelenggarakan penjualan pangan secara ritel di pasar tradisional. e. Codex Alimentarius Commission (CAC) Codex Alimentarius Commission (CAC) merupakan wadah tertinggi Internasional yang membuat standar mengenai keamanan, mutu, label, dan iklan. Dalam menyusun standar dan regulasi dalam hal pangan, semua Negara termasuk Indonesia mengacu kepada standar yang dihasilkan oleh CAC seperti Codex STAN, Guideline (GL) dan persyaratan teknis (Technical Requirement). Acuan-acuan tersebut dapat diadopsi sebagian atau seluruhnya tergantung kepentingan, kondisi dan keberadaan di Indonesia.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
36
5.2.2 Subdirektorat Standarisasi Pangan Khusus Pelaksanaaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) khususnya di Subdirektorat Standardisasi Pangan Khusus, kami mempelajari peraturan Kepala BPOM RI terkait dengan Subdirektorat Pangan Khusus yang menjadi landasan pelaksanaan secara teknis di lapangan. Peraturan-peraturan tersebut adalah terkait hal-hal sebagai berikut : a. Pangan Fungsional Setiap orang saat ini mulai menyadari akan kebutuhan gizi yang dibutuhkannya, sehingga peluang pasar telah bergeser dari kebutuhan secara umum menjadi kebutuhan secara individual dan produsen melihat peluang pasar tersebut. Hal ini terlihat dengan maraknya peredaran produk-produk yang mengklaim bahwa produknya merupakan pangan fungsional. Berdasarkan
Peraturan
Kepala
Badan
POM
RI
No.
HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim Dalam Label dan Iklan Pangan Olahan, telah memuat tentang pernyataan-pernyataan klaim pangan antara lain mengenai “Tinggi Kalsium”, “Rendah Lemak”, “Rendah Kolesterol” dan lain sebagainya, baik dalam bentuk jumlah dan keterangannya. Jenis produk dengan klaim tersebut dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No. HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim Dalam Label dan Iklan Pangan Olahan masuk ke dalam golongan Pangan fungsional,
sehingga
produk
tersebut
harus
memenuhi
persyaratan
mengandung jenis komponen pangan dalam jumlah yang sesuai dengan batasan yang ditetapkan, memiliki karakteristik sensori seperti penampakan, warna, tekstur atau konsistensi dan cita rasa yang dapat diterima konsumen; dan dapat disajikan dan dikonsumsi sebagaimana layaknya makanan atau minuman. Salah satu contoh klaim produk yang beredar adalah “No added Sugar”, produk dengan klaim ini akan banyak dicari oleh konsumen yang takut gemuk atau memiliki penyakit diabetes atau keturunan diabetes atau penyakit yang masuk dalam Penyakit Tidak Menular (PTM). Hal tersebut sudah terkait dan tercantum di dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
37
HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim Dalam Label dan Iklan Pangan Olahan. b. Pangan Hasil Rekayasa Genetika (5,17) Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya di bidang pangan, sekarang banyak kita temukan produk pangan yang dibudidayakan tidak hanya dengan cara konvensional tetapi juga dengan caracara lain seperti rekayasa genetik. Melalui rekayasa genetik menghasilkan produk yang disebut Produk Rekayasa Genetik (PRG) contohnya tanaman transgenik yang memiliki sifat baru seperti ketahanan terhadap hama, penyakit, atau herbisida, atau peningkatan kualitas hasil. Pemanfaatan pangan PRG ini tentunya mengundang kekhawatiran masyarakat bahwa pangan tersebut mungkin dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan. Sehubungan dengan hal di atas, Badan POM RI sudah mengeluarkan peraturan terkait dengan pangan PRG yaitu Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.03.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik dan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.03.1.23.03.12.1564 Tahun 2012 tentang Pengawasan Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Berdasarkan peraturan ini, setiap pangan PRG baik yang diproduksi di dalam negeri atau yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia, sebelum diedarkan wajib terlebih dahulu dilakukan pengkajian keamanan pangan PRG, tetapi dikecualikan untuk bahan penolong (processing aid) yang digunakan pada produk pangan PRG dan tidak teridentifikasi pada produk akhir. Dalam hal tata cara pelabelan pangan PRG telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan dan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK.03.1.23.03.12.1564 Tahun 2012 tentang Pengawasan Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik menyatakan bahwa wajib mencantumkan tulisan “PANGAN PRODUK REKAYASA GENETIKA” pada produk pangan yang mengandung paling sedikit 5% Pangan PRG, berdasarkan persentase kandungan Asam Deoksiribonukleat (Deoxyribo Nucleic Acid/DNA) PRG terhadap kandungan Asam Deoksiribonukleat non PRG. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
38
c. Pangan Iradiasi(6,13) Penggunaan radiasi untuk kepentingan komersial perlu dikembangkan dan dimanfaatkan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk pemanfaatannya di bidang pangan. Peraturan Kepala Badan POM RI terkait dengan Pangan Iradiasi adalah Peraturan Kepala Badan POM RI No. 26 tahun 2013 tentang Pengawasan Pangan Iradiasi. Peraturan ini dibuat untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 701/Menkes/Per/VIII/2009 tentang Pangan Iradiasi.
Gambar 5.1 Logo Khusus Pangan Iradiasi (RADURA)
Tata cara pelabelan pangan iradiasi telah diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No.69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, serta Peraturan Kepala Badan POM RI No. 26 tahun 2013 tentang Pengawasan Pangan Iradiasi, dan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
701/MENKES/PER/VIII/2009
tentang
Pangan
Iradiasi
yang
menyatakan bahwa wajib dicantumkan tulisan "PANGAN IRADIASI", dan tujuan iradiasi. Apabila pangan tersebut tidak boleh diiradiasi ulang, maka wajib dicantumkan tulisan “TIDAK BOLEH DIIRADIASI ULANG”. Selain itu pada label dapat dicantumkan logo khusus seperti pada Gambar 5. Pangan Iradiasi yang diproduksi di wilayah Indonesia untuk diedarkan harus memiliki Sertifikat Iradiasi yang berlaku untuk batch pangan yang bersangkutan. Peraturan ini ditetapkan untuk dapat memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa Pangan Iradiasi yang beredar di Wilayah Indonesia pada khususnya memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi pangan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
39
5.2.3 Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) khususnya di Subdirektorat Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan, kami diberikan penjelasan dan mencari informasi terkait hal berikut yaitu bahan tambahan pangan dan bahan penolong. Dalam produk pangan selain bahan baku juga mengandung Bahan Tambahan Pangan (BTP) dan Bahan Penolong (Processing Aids). Bahan tambahan pangan ini ditujukan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk dari pangan tetapi tidak untuk menutupi atau menghilangkan keburukannya. Dalam penggunaannya, bahan tambahan pangan tidak hanya asal ditambahkan tetapi ada jenis dan batas maksimum yang ditambahkan sehingga bahan tersebut menjadi aman untuk dikonsumsi. Di Indonesia, bahan tambahan pangan telah diatur oleh Menteri Kesehatan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan yang merupakan hasil revisi dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/Per/IX/ 88 tentang Bahan Tambahan Makanan karena dianggap sudah tidak sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan. Bahan Tambahan Pangan (BTP) ditambahkan ke dalam proses pembuatan produk pangan untuk membantu mempengaruhi sifat dan atau bentuk pangan karena BTP tersebut mempunyai fungsi teknologi sehingga pada produk akhir BTP harus tetap ada. Contoh bahan tambahan pangan yaitu antara lain Asam Sorbat dan Natrium Sorbat sebagai pengawet. Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan memuat nama bahan tambahan pangan yang diizinkan dan nomor INS (International Numbering System). Bahan tambahan pangan selain diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan di atas juga diatur dalam Peraturan Kepala Badan POM RI No. 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15,16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 36, 37 dan 38 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan Bahan Tambahan Pangan yang berisi nama jenis bahan tambahan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
40
pangan, nomor INS, ADI (Acceptable Daily Intake), kategori pangan, dan batas maksimum penggunaan seperti pada lampiran 1. Dalam proses pembuatan produk pangan, selain bahan tambahan pangan, bahan penolong (Processing Aids) juga banyak digunakan oleh industri pangan. Bahan penolong ditambahkan untuk membantu dalam proses pembuatan, tetapi diharapkan pada produk akhir harus hilang atau hanya tersisa dalam batas aman, contoh Bahan Penolong adalah air di dalam proses pembuatan rempeyek kacang. Dengan adanya peraturan tersebut maka pihak Pemerintah mempunyai standar dan acuan dalam menentukan jumlah atau batas maksimum bahan tambahan pangan dan batas aman untuk bahan penolong sehingga produk pangan tersebut memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan gizi dan dapat diberikan izin edar.
5.2.4 Pengkajian yang dilakukan Direktorat Standardisasi Produk Pangan dalam hal Pelayanan Publik Semakin berkembangnya teknologi yang pesat menuntut produsen untuk berinovasi tetapi tetap menjaga keamanan, mutu, dan gizi produk pangan. Apabila ada bahan tambahan pangan, bahan baku, bahan penolong, label, iklan, klaim, serta kategori pangan yang akan disampaikan tetapi belum tertuang pada peraturan-peraturan yang ada maka dapat dilakukan pengkajian. Secara umum, proses pengkajian ini adalah sebagai berikut. 1) Pengajuan Permohonan 2) Evaluasi Kelengkapan Data 3) Pengkajian oleh Penilai dan/atau Tim Mitra Bestari 4) Rekomendasi/Hasil Kajian 5) Surat Persetujuan/ Penolakan Bahan Tambahan Hasil pengkajian ini, digunakan oleh pemerintah dalam hal ini Badan POM RI untuk memperoleh data baru yang dapat digunakan sebagai bahan evaluasi untuk merevisi peraturan dan standar. Beberapa contoh pengkajian dalam rangka pelayanan publik yaitu 1) Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan; 2) Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Bahan Tambahan Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
41
Pangan dan Bahan Penolong; 3) Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Klaim Gizi dan Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan Non gizi; dan 4) Permohonan Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik (PRG). Beberapa contoh pengkajian dalam rangka Pelayanan Publik yaitu :
a. Kategori Pangan Dalam menentukan jenis pangan (kategori pangan) diperlukan beberapa hal yang dapat digunakan untuk mengkaji (menganalisis) produk tersebut yaitu, antara lain : formula, proses produksi, penggunaan, dan target konsumen. Sebagai contoh pada saat kami melaksanakan PKPA, kami diajarkan menentukan kategori minuman “soju”. Berdasarkan hal-hal di atas, minuman “soju” merupakan minuman beralkohol yang dihasilkan melalui proses fermentasi dan destilasi dengan atau tanpa bahan tambahan, dengan kadar alkohol 25%-45%, sehingga dapat digolongkan dalam kategori pangan minuman spirit, whiskey, dan arak. Untuk menentukan apakah “soju” masuk dalam salah satu dari ketiga minuman di atas, masih diperlukan data yang lebih spesifik lagi dari beberapa acuan regional dan Internasional. b. Bahan Tambahan Pangan Semakin berkembangnya teknologi, meningkatnya jumlah serta jenis produk pangan yang dihasilkan oleh industri, terdapat jenis bahan tambahan pangan dan bahan baku bahan yang belum diatur dalam peraturan yang telah ada. Untuk memperlancar proses pelayanan publik terkait penggunaan bahan tambahan pangan yang belum diatur dalam regulasi yang telah ada maka diperlukan pengkajian bahan tambahan pangan. Informasi yang dibutuhkan untuk pengkajian bahan tambahan pangan antara lain nama bahan, jenis bahan, digunakan dalam produk apa, tujuan penggunaan, sumber dan referensi yg menyatakan tujuan penggunaan contoh sebagai pengasam dalam jus, batas maksimum, dan target konsumen. c. Pangan Fungsional Semakin banyaknya produk pangan yang beredar di tengah masyarakat menciptakan tuntutan kreativitas terhadap terobosan baru produk pangan yang mempunyai manfaat khusus, guna memenangkan persaingan pasar. Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
42
Latar belakang tersebut menciptakan modifikasi produk pangan yang telah beredar, salah satu contohnya produk kopi yang akan ditambahkan dengan pasak bumi yang konon dipercaya memiliki kegunaan khusus yaitu menambah vitalitas tubuh bagi kaum pria. Oleh sebab itu dilakukanlah pengumpulan data keamanan dan khasiat yang akan berguna sebagai bahan pertimbangan dalam pengkajian lebih lanjut. d. Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam melakukan pengkajian salah satu hal yang dapat dilakukan adalah menyandingkan regulasi. Sebagai contoh pada saat kami melakukan PKPA, kami diajarkan menyandingkan Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia Dalam Makanan terhadap Standar Internasional yang dibuat oleh Codex Alimentarius Comission serta beberapa Negara lainnya seperti Eropa dan Filipina. Indonesia merupakan salah satu anggota Codex yang telah mempunyai peraturan mengenai batas maksimum cemaran mikroba dan kimia yang tercantum dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan yang ditetapkan pada tanggal 28 Oktober 2009. Peraturan tersebut mengatur cemaran mikroba, cemaran logam berat, kandungan mikotoksin serta cemaran kimia dalam pangan yang dihubungkan dengan kategori pangan. Saat ini peraturan mengenai cemaran mikroba sedang dalam tahap revisi karena adanya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi khususnya terkait dengan komponen kriteria mikroba. Tujuan menyandingkan peraturan Indonesia terhadap peraturan regional dan Internasional adalah untuk membuat rancangan awal revisi untuk dibahas dengan stakeholder dan Kementrian terkait.
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1.
Calon Apoteker memperoleh
pendidikan dan pelatihan untuk
berkecimpung dalam dunia kerja khususnya Badan POM RI 2.
Calon Apoteker mendapatkan pengetahuan mengenai Badan POM RI dan Direktorat Standardisasi Produk Pangan: a. Direktorat Standardisasi Produk Pangan berada dibawah pengawasan Deputi Bidang Pengawasan Produk Pangan dan Bahan Berbahaya merupakan unit pelaksanaan kegiatan Standardisasi Pangan di Badan POM RI. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, direktorat ini dibantu Subdit Standardisasi Pangan Olahan, Subdit Standardisasi Pangan Khusus serta Subdit Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan. b. Direktorat Standardisasi Produk Pangan mempunyai peran penting antara lain :
Mewujudkan standardisasi produk pangan dalam rangka meningkatkan perlindungan konsumen dari pangan yang tidak layak, tidak aman dan dipalsukan serta meningkatkan efisiensi dan daya saing produk pangan nasional.
Mewujudkan keamanan pangan dan perdagangan yang adil.
6.2. Saran Diperlukan waktu PKPA (Praktek Kerja Profesi Apoteker) yang lebih lama agar pengetahuan dan wawasan yang didapat selama Praktek Kerja Profesi Apoteker lebih banyak.
43 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA 1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Keputusan Badan POM RI HK.03.1.23.04.12.2206 tahun 2012 tentang Cara Produksi Pangan yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga. Jakarta :Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 2. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2001. Keputusan Badan POM RI No HK.00.05.21.4231 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan POM No 0211/SK/KBBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM.. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 3. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.2009. Peraturan Kepala BPOM RI No.HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan.Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 4. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.2013. Profil Badan Pengawas Obat dan Makanan. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (http//www.pom.go.id) 5. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.03.1563 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengkajian Keamanan Pangan Produk Rekayasa Genetik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan 6. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Kepala Badan POM RI No. 26 tahun 2013 tentang Pengawasan Pangan Iradiasi. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 7. Menteri Kesehatan. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Menteri Kesehatan 8. Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sekretariat Negara 9. Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan.Jakarta :Sekretariat Negara 44 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
45
10. Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah RI No.102 tahun 2010 tentang Standardisasi Nasional Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara 11. Republik Indonesia.2010. Peraturan Pemerintah RI No. 53 tahun 2010 tentang Standardisasi Nasional Indonesia. Jakarta: Sekretariat Negara 12. Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta :Sekretariat Negara 13. Republik Indonesia. 2012. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan. Jakarta :Sekretariat Negara 14. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan BTP Pengawet. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 15. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Peraturan Kepala
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
No.
HK.03.1.23.11.11.09909 tahun 2011 Tentang Pengawasan Klaim Dalam Label dan Iklan Pangan Olahan.Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 16. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2006. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.52.4040 tahun 2006 Tentang Kategori Pangan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 17. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2012. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.03.1.23.03.12.1564 tahun 2012 Tentang Pengawasan Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik.. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia 18. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 39 tahun 2013 Tentang Standar Pelayanan Publik di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
LAMPIRAN
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
46
Lampiran 1. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan
Lampiran 2. Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
47
Lampiran 3. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Penolong
Lampiran 4. Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Bahan Tambahan Pangan dan Bahan Penolong
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
48
Lampiran 5. Permohonan Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Klaim Gizi Dan Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan Nongizi
Lampiran 6. Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan Untuk Klaim Gizi dan Kesehatan, Bahan Baku, Zat Gizi dan Nongizi
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
49
Lampiran 7. Permohonan Pengkajian Keamanan Pangan PRG
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
50
Lampiran 8. Konsultasi Terkait Proses Pengkajian Keamanan Pangan PRG
Universitas Indonesia
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
KAJIAN PENYUSUNAN RANCANGAN STANDAR NASIONAL INDONESIA 1 (RSNI 1) KERIPIK BAYAM
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
BHATA BELLINDA, S. Farm. 1206329423
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ………………………….......................................
i
DAFTAR ISI ............................................................................................
ii
DAFTAR GAMBAR………………………….…………………...........
iii
DAFTAR TABEL …………………………….………..……………….
iv
DAFTAR LAMPIRAN.……………………..………………………….
v
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………………..….
1
1.1 Latar Belakang……………………………………………..…..
1
1.2 Tujuan………………………………………...………………..
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.…………………………………..……
3
2.1 Bayam………………………………………………………….
3
2.1 Keripik Bayam………………………....………………………
5
2.2 Tujuan dan Proses Standarisasi Nasional Indonesia...................
5
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS ..........................................
16
3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Tugas Khusus…………...……
16
3.2 Metode Pelaksanaan..………..…………………………...........
16
BAB 4 PEMBAHASAN………………………………………………...
17
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………
21
5.1 Kesimpulan…….………………………………………………
21
5.2 Saran…………..……………………………………………….
21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………...
22
ii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1 (a) Tanaman bayam hijau…………..........................................
3
Gambar 2.1 (b) Tanaman bayam merah........................................................
3
Gambar 2.2 Keripik bayam…………………………....……...……...........
5
iii
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Gizi Bayam dan Kangkung ......................................
iv
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
Lampiran 1. Rancangan Standar Nasional 1 Kripik Bayam .......................
v
Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman pangan
olahan, terutama pada jenis makanan ringan. Keripik adalah salah satu jenis makanan ringan atau dikenal dengan istilah camilan atau snack, yang sangat disukai masyarakat Indonesia. Selama ini, kebanyakan keripik diproduksi dari umbi-umbian seperti kentang, singkong, ubi, dan gadung; sedangkan yang berasal dari buah-buahan seperti pisang, nanas, nangka, dan belimbing. Sangat jarang makanan ringan seperti keripik dibuat dari sayuran, tetapi produknya telah ditemukan dipasaran Indonesia seperti keripik jamur kancing, keripik wortel, maupun keripik bayam. Bayam merupakan salah satu jenis sayuran yang kaya akan kandungan bermanfaat seperti serat dan zat besi yang jika dikonsumsi akan memberikan manfaat yang baik bagi tubuh. Namun, tidak semua orang suka mengkonsumsi sayur bayam, terutama anak-anak. Maka itu, diperlukan alternatif baru dalam mengolah sayuran ini sehingga kebutuhan tubuh akan sayur tetap bisa dipenuhi, serta disukai anak-anak. Keripik bayam adalah salah satu cara yang mengkin paling disukai anak-anak. Makanan ringan ini sering dicari dan dikonsumsi pada waktu senggang dan biasanya tidak menimbulkan rasa kenyang, sehingga jumlah atau berapa banyak makanan ringan yang dikonsumsi per harinya menjadi sulit untuk diketahui dengan pasti. Sedangkan tidak dapat dipungkiri dalam pembuatan keripik ini memungkinkan penggunaan bahan tambahan pangan yang merupakan zat kimia. Konsumen yang mengkonsumsi keripik bukan hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan. Oleh karena itu, dalam pembuatannya, keripik bayam haruslah terstandar agar menjamin keamanan, mutu dan gizi bagi konsumen yang mengkonsumsi terutama anak-anak. Standardisasi ini juga dapat mendukung Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) sebagai produsen keripik bayam dapat bersaing dengan produk lainnya.
1 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
Satu-satunya Badan standar yang berlaku secara nasional di Indonesia adalah Standar Nasional Indonesia (SNI). Pembuatan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) ini dilakukan oleh Unit dari Kementrian terkait dengan perihal yang akan distandar dan memiliki panitia teknis. Dalam hal pangan olahan maka akan terkait di Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jika telah diperoleh persetujuan, maka RSNI tersebut ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) menjadi SNI.
1.2 Tujuan Kajian ini bertujuan untuk mengetahui dan mempelajari tujuan SNI, serta pembuatan RSNI pada produk pangan olahan keripik bayam.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bayam
Gambar 2.1 (a) Tanaman bayam hijau
(b) Tanaman bayam merah
Tanaman bayam merupakan tanaman semak yang ukuran tingginya bervariasi, ada yang mampu tumbuh sampai setinggi 3 m. Batangnya umumnya tegak, tetapi ada pula jenis bayam yang batangnya menjalar, sering berupa batang yang gemuk berdaging, tetapi ada yang batangnya bercabang-cabang adapula yang tidak bercabang. Warna kulit batang juga bermacam-macam, ada yang hijau, merah, kemerahan, kuning dan atau kombinasinya. Begitu pula dengan warna daun beragam, bentuk daun juga agak beragam, ada yang berbentuk lonjong pendek ataupun lonjong panjang, tetapi ujung daun biasanya meruncing. Bunganya kecil-kecil, sangat banyak dan tertata rapi sepanjang tandan bunga. Tandan bunga kebanyakan tumbuh dari ujung batang tetapi adapula yang tumbuh baik di ujung batang maupun di ketiak daun.). Bijinya berbelah dua, warna kulit biji hitam atau coklat tua, ukuran biji kecil, bervariasi sekitar 1200-3000 biji per gram. Tanaman bayam (Amaranthus spp. L.) memiliki banyak jenis, yakni bayam cabut (Amaranthus tricolor), bayam kakap (Amaranthus hybridus), bayam 3 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
duri (Amaranthus spinosus), dan bayam kotok/bayam tanah (Amaranthus blitum). Tetapi tanaman bayam jenis bayam cabut (Amaranthus tricolor L) dan bayam petik/bayam tahunan (Amaranthus hybridus L) merupakan bayam yang dibudidayakan untuk dikonsumsi karena rasa daunnya enak, empuk, dan mempunyai kandungan gizi yang tinggi. Terdapat tiga varietas bayam yang termasuk ke dalam Amaranthus tricolor, yaitu bayam hijau biasa, bayam merah (Blitum rubrum) yang batang dan daunnya berwarna merah, dan bayam putih (Blitum album) yang berwarna hijau keputih-putihan.
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Bayam dan Kangkung Jumlah /100gram bahan
Kandungan Gizi
Bayam
Kangkung
Kalori
36 kal
29 kal
Protein
3,5 gram
3,0 gram
Lemak
0,5 gram
0,3 gram
Hidrat arang
6,5 gram
5,4 gram
Vitamin B1
908 mgram
0,07 mgram
Vitamin A
6,090 SI
6,300 SI
Vitamin C
80 mgram
32 mgram
Kalsium
267 mgram
73 mgram
Fosfor
67 mgram
50 mgram
Zat besi
3,9 mgram
2,5 mgram
Air
86,9 mgram
89,7 mgram
Sumber : Direktorat Gizi, Depkes RI, (1981)
Daun Bayam merupakan sayuran yang sering digunakan sebagai bahan dalam membuat masakan. Bayam juga memiliki banyak manfaat yang dikandungnya, menurut Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura tahun 2003 di dalam buku Budidaya Sayuran Daun Seri Bayam dan Kangkung. Kandungan bayam memiliki keunggulan dibandingkan dengan sayuran kangkung, Berdasarkan Tabel 1. sayuran bayam banyak mengandung vitamin dan garamgaram mineral penting yang diperlukan tubuh. Bayam juga memiliki kandungan
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
5
zat besi yang lebih tinggi dibandingkan sayuran berdaun lainnya terutama pada tanaman bayam merah. Tanaman bayam merah yang dibandingkan dengan tanaman bayam duri (Amaranthus spinosus), maka diketahui tanaman bayam merah memiliki kadar zat besi lebih tinggi yaitu sekitar 2,64 mg Fe/100g, sedangkan untuk bayam duri sekitar 1,69 mg Fe/100g. Daun bayam yang segar dan mempunyai nilai komersial yang tinggi. Tanaman bayam bisa tumbuh sepanjang tahun, baik di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan). Tanaman ini dapat diusahakan secara komersial di sawah, kebun/ tegalan, namun bisa pula secara sambilan untuk kebutuhan seharihari di pekarangan yang sempit sekalipun. 2.2 Keripik Bayam
Gambar 2.2 Keripik bayam
Salah satu pengolahan daun bayam adalah menjadi keripik yang renyah dan gurih, pengolahan dengan cara ini juga dapat membantu orang yang tidak suka mengkonsumsi sayur bayam karena dapat menutupi rasa dari daun bayam. Pangan olahan seperti keripik bayam juga sangat cocok untuk dijadikan sebagai camilan kering dirumah atau dimana saja. Definisi keripik berdasarkan Pedoman Kategori Pangan yang dikeluarkan Badan POM RI adalah produk buah, ubi, sayur, atau bahan lainnya berbentuk pipih atau bentuk lainnya dicampur atau tanpa dicampur dengan adonan tepung dan bumbu serta langsung digoreng.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
6
Daun bayam yang digunakan dapat berupa daun yang berwarna hijau atau berwarna merah asalkan berupa daun segar dan bermutu. Hal ini sesuai dengan definisi keripik bayam berdasarkan Pedoman Kategori Pangan yang dikeluarkan Badan POM RI, keripik bayam adalah produk keripik yang diperoleh dari daun bayam yang bersih dan bermutu baik, yang dilapis dengan adonan encer tepung berbumbu, kemudian digoreng.
2.3 Tujuan dan Proses Standarisasi Nasional Indonesia Kegiatan standardisasi sangat diperlukan untuk mengantisipasi era globalisasi perdagangan dunia. Kegiatan ini meliputi standar dan penilaian kesesuaian (conformity assessment) secara terpadu yang perlu dikembangkan secara berkelanjutan khususnya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan umum. Oleh karena itu, untuk membina, mengembangkan serta mengkoordinasikan kegiatan di bidang standardisasi secara nasional akan menjadi tanggung jawab Badan Standardisasi Nasional (BSN). Selain itu, kewenangan dari BSN adalah penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai salah satu output dari proses standardisasi. Sebelum proses penyusunan SNI dilakukan penyusunan, pengusulan, dan mengajukan Program Nasional Perumusan Standar (PNPS) kepada BSN, yang mencakup usulan perumusan SNI baru, revisi atau amandemen SNI. Proses penyusunan SNI dilaksanakan oleh Panitia Teknis (PANTEK) dari unit terkait atau kementrian terkait sesuai dengan perihal yang ingin distandardisasi, yang terdiri dari wakil Pemerintah, wakil ahli/perguruan tinggi, wakil Industri/Usaha, wakil dari konsumen yang diusulkan oleh koordinator PANTEK dan ditetapkan oleh BSN. Dalam hal penyusunan SNI keripik bayam Panitia Teknis yang bertanggung jawab adalah Panitia Teknis 67.04 tentang makanan dan minuman yang diketuai oleh Direktur Industri Makanan, Hasil Laut, dan Perikanan dari Kementrian Perindustrian dan Sekretaris yang berasal dari Kementrian yang sama, konseptor, serta pakar/wakil ahli yang dapat berasal dari perguruan tinggi ataupun Badan pemerintahan lain yang memiliki keterkaitan dengan perihal yang akan
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
7
distandarisasi, dalam hal penyusunan SNI keripik bayam Direktorat Standardisasi Produk Pangan Badan POM RI merupakan salah satu wakil ahli.
2.3.1 Penyusunan konsep (drafting) Pertama-tama penyusunan SNI dilakukan dengan menyusun konsep sebagai Rancangan Standar Nasional Indonesia 1 (RSNI 1) selama 1 bulan oleh konseptor yaitu dari unit atau kementrian terkait. Gugus kerja ini bersifat sementara dan tugasnya selesai setelah RSNI1 disetujui menjadi RSNI2 oleh panitia teknis atau subpanitia teknis. Apabila diperlukan gugus kerja atau subpanitia teknis atau panitia teknis dapat berkonsultasi dengan berbagai pihak lain yang berkepentingan, melakukan penelitian, studi banding, dan atau pengujian untuk memastikan agar ketentuan yang dicakup dalam RSNI 1 sesuai dengan
konteks
tujuan
penyusunan
SNI
tersebut
serta
kondisi
yang
mempengaruhinya. Apabila menetapkan metode pengujian baru yang berdiri sendiri atau merupakan bagian suatu standar dan metode tersebut tidak mengadopsi atau tidak mengacu suatu standar lain yang biasa digunakan, maka harus dilakukan validasi.
2.3.2 Rapat teknis
RSNI 1 yang disusun oleh konseptor atau gugus kerja dibahas dalam rapat panitia teknis atau subpanitia teknis untuk mendapatkan pandangan dan masukan dari seluruh anggota. Rapat teknis harus dihadiri oleh tiga perempat Panitia Teknis. Apabila diperlukan dalam tahap ini dapat diundang pakar dari luar anggota panitia teknis atau subpanitia teknis, dilakukan konsultasi dengan berbagai pihak dan atau melakukan penelitian/pengujian sesuai dengan kebutuhan. Hasil rapat teknis setelah diperbaiki oleh tim editor diperoleh RSNI 2. Pada tahap ini, BSN dapat memantau pelaksanaan rapat teknis dengan menugaskan Tenaga Ahli Standardisasi sebagai pengendali mutu (TAS-QC) perumusan SNI.
2.3.3 Rapat konsensus panitia teknis atau subpanitia teknis Selanjutnya RSNI 2 dikonsensuskan oleh panitia teknis atau subpanitia teknis dengan memperhatikan pandangan seluruh peserta rapat yang hadir dan
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
8
pandangan tertulis dari anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang tidak hadir. Apabila diperlukan, dalam tahap ini dapat diundang pakar dari luar anggota panitia teknis atau subpanitia teknis sebagai narasumber yang pendapatnya dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh anggota panitia teknis atau subpanitia teknis dalam mengambil keputusan, tetapi tidak memiliki hak suara. Rapat konsensus hanya dapat dilakukan apabila rapat mencapai kuorum, yaitu minimal 2/3 anggota panitia teknis atau subpanitia teknis hadir dan semua pihak yang berkepentingan terwakili. RSNI2 dapat ditetapkan menjadi RSNI 3 apabila anggota panitia teknis atau subpanitia teknis peserta rapat consensus menyepakati rancangan tersebut secara aklamasi. Jika dalam hal aklamasi tidak dicapai, dapat dilakukan voting, dengan sekurang-kurangnya 2/3 dari anggota panitia teknis atau subpanitia teknis peserta rapat konsensus menyatakan setuju. Pelaksanaan rapat konsensus harus dihadiri oleh Tenaga Ahli Standardisasi yang ditugaskan oleh BSN sebagai pengendali mutu (TAS-QC) perumusan SNI. Selain itu, anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang tidak hadir dalam rapat berhak memberikan pandangannya secara tertulis sebagai bahan pembahasan, namun yang bersangkutan tidak diperhitungkan di dalam kuorum dan pemungutan suara. Apabila peserta rapat konsensus yang menyetujui rancangan tersebut tidak mencapai 2/3 maka RSNI 2 tersebut harus diperbaiki dengan memperhatikan alasan dari tanggapan yang menyatakan tidak setuju. Seluruh substansi pembahasan dalam rapat konsensus harus terekam secara lengkap, akurat serta mudah dibaca dan dimengerti, baik merupakan catatan pada RSNI 2 maupun rekaman terpisah. Hasil rapat konsensus harus dituangkan dalam berita acara sesuai dengan format pada Lampiran C (yang mencakup kuorum, konsensus/tidak konsensus, hasil voting, daftar hadir yang ditandatangani), masing-masing sebanyak dua rangkap. Naskah asli RSNI 2 yang memuat catatan-catatan kesepakatan rapat yang telah diparaf oleh ketua dan sekretaris panitia teknis atau subpanitia teknis, dan rekaman rapat lainnya, naskah RSNI 3 yang telah diperbaiki oleh tim pengedit, dalam bentuk hard copy dan e-file, serta berita acara hasil konsensus, harus dikirimkan ke BSN dan salinannya disimpan oleh sekretariat panitia teknis atau subpanitia teknis sampai RSNI yang dimaksud ditetapkan
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
9
menjadi Standar Nasional Indonesia. Naskah RSNI3 yang diserahkan ke BSN sepenuhnya merupakan tanggung jawab panitia
2.3.4 Tahap jajak pendapat (enquiry) melalui media elektronik Pada tahap ini RSNI3 yang dihasilkan oleh panitia teknis atau subpanitia teknis, diserahkan ke BSN agar dapat disebarluaskan untuk mendapatkan tanggapan dari anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang bersangkutan dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan. Sebelum disebarluaskan, BSN akan melakukan verifikasi terhadap kelengkapan administrasi (selambatlambatnya 2 bulan setelah menerima RSNI3 dari panitia teknis). Dalam hal kelengkapan administrasi tidak dipenuhi, maka BSN mengembalikan RSNI3 kepada panitia teknis atau subpanitia teknis yang bersangkutan. Dalam proses ini, anggota panitia teknis atau subpanitia teknis (sebagai anggota yang memiliki hak suara) dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan, baik yang memiliki atau tidak memiliki hak suara, dapat memberikan tanggapan dalam kurun waktu dua bulan untuk menyatakan: a) setuju terhadap RSNI3 tersebut yang dapat disertai dengan catatan editorial dan/atau catatan teknis yang tidak bersifat substansial, b) tidak setuju atas semua atau sebagian ketentuan substansi RSNI3 dengan memberikan alasan yang jelas mengapa dan bagian mana yang tidak disetujui, atau c) abstain tanpa memberikan catatan/alasan, melalui SISNI dengan mengisi formulir e-balloting untuk jajak pendapat sesuai F.1 dan F.2 (untuk catatan editorial/catatan teknis) pada Lampiran F. Kuorum dihitung berdasarkan hak suara yang dimiliki oleh anggota panitia teknis atau subpanitia teknis, dan anggota MASTAN dari kelompok minat yang relevan berdasarkan status keanggotaan dalam pemberian suara. Jajak pendapat dinyatakan sah atau kuorum apabila tanggapan yang diterima dari anggota yang memiliki hak suara lebih dari 50% dari total hak suara. Apabila batas minimum tidak tercapai, jajak pendapat dapat diperpanjang selama satu
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
10
bulan dan hasil jajak pendapat dinyatakan sah. BSN akan menghitung hasil jajak pendapat yang sah dengan ketentuan sebagai berikut:
Perhitungan hasil jajak pendapat dilakukan terhadap tanggapan yang menyatakan setuju dan tidak setuju, sedangkan tanggapan yang menyatakan abstain atau tanggapan yang menyatakan tidak setuju tanpa alasan yang jelas tidak dihitung.
Apabila 2/3 atau lebih anggota yang memiliki hak suara dan ikut memberikan suara menyatakan setuju, dan yang menyatakan tidak setuju dengan alasan yang jelas tidak lebih ¼ dari seluruh tanggapan yang diterima (dari anggota yang memiliki dan tidak memiliki hak suara), maka RSNI3 tersebut dinyatakan disetujui. Apabila kondisi ini dipenuhi dan tidak ada satupun pihak yang menyatakan tidak setuju (0%), maka RSNI3 tersebut dianggap telah disepakati oleh pihak yang berkepentingan sehingga dapat diproses
langsung menjadi
pemungutan
suara.
RASNI tanpa
Sedangkan
apabila
ada
melalui
tahap
pihak
yang
menyatakan tidak setuju, RSNI3 tersebut diproses`lebih lanjut menjadi RSNI4 untuk memasuki tahap pemungutan suara.
Apabila 2/3 dari anggota yang memiliki hak suara dan ikut memberikan suara menyatakan setuju tetapi lebih dari ¼ dari seluruh tanggapan yang diterima (anggota yang memiliki dan tidak memiliki hak suara) menyatakan tidak setuju dengan alas an yang jelas atau apabila yang menyatakan setuju tidak mencapai 2/3 dari anggota yang memiliki hak suara maka RSNI3 tersebut tidak layak untuk dilanjutkan ke tahap pemungutan suara dan dikembalikan ke panitia teknis untuk diperbaiki dengan mempertimbangkan alasan dari tanggapan yang menyatakan tidak setuju dan disepakati oleh anggota panitia teknis atau subpanitia teknis.
RSNI3 yang telah diperbaiki dapat diajukan kembali untuk jajak pendapat. Apabila setelah dua kali pengulangan jajak pendapat
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
11
tidak mendapatkan persetujuan maka RSNI3 tersebut dinyatakan gugur. Usulan RSNI ini dapat diprogramkan kembali Pelaksanaan jajak pendapat diatur dalam PSN 04-2006 tentang Jajak Pendapat dan Pemungutan Suara dalam Rangka Perumusan Standar Nasional Indonesia (SNI). RSNI3 yang telah disetujui untuk dijadikan RSNI4 perlu diperbaiki oleh panitia teknis atau subpanitia teknis dengan atau tanpa perubahan yang bersifat substansial dengan proses sebagai berikut:
BSN akan mengirimkan seluruh tanggapan yang diperoleh dalam tahap jajak pendapat dan hasil perhitungan jajak pendapat kepada panitia teknis atau subpanitia teknis.
Dalam memperbaiki RSNI3, catatan editorial atau catatan teknis dari tanggapan yang menyatakan setuju atau tidak setuju harus diperhatikan dan hasilnya diperbaiki oleh panitia teknis atau subpanitia teknis untuk menjadi RSNI4. Jika terdapat perubahan yang bersifat substansial, maka hal tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh Ketua dan sekretaris panitia teknis atau subpanitia teknis
RSNI4 yang dihasilkan dikirimkan ke BSN dalam bentuk hardcopy yang telah ditandatangani oleh ketua dan sekretaris panitia teknis atau subpanitia teknis dan efile disertai dengan rekaman perubahan-perubahan terhadap RSNI3 yang telah dilakukan (termasuk berita acara) untuk diproses ke tahap pemungutan suara melalui SISNI.
RSNI3 yang langsung disetujui menjadi RASNI tanpa melalui tahap pemungutan suara, perlu diperbaiki oleh panitia teknis atau subpanitia teknis tanpa perubahan yang bersifat substansial dengan proses sebagai berikut:
BSN akan mengirimkan seluruh tanggapan yang diperoleh dalam tahap jajak pendapat dan hasil perhitungan jajak pendapat kepada panitia teknis atau subpanitia teknis.
Dalam memperbaiki dan mengedit RSNI3 menjadi RASNI, catatan editorial dari tanggapan yang menyatakan setuju harus diperhatikan.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
12
RASNI yang dihasilkan dikirimkan ke BSN untuk ditetapkan menjadi SNI.
Ketua panitia teknis/subpanitia teknis menyerahkan RASNI ke BSN dalam bentuk efile dan hard copy yang telah ditanda tangani oleh ketua dan sekretaris panitia teknis atau subpanitia teknis, disertai dengan rekaman perubahan-perubahan terhadap RSNI3 yang dilakukan.
2.3.5 Tahap pemungutan suara (voting) melalui media elektronik Pada tahap ini RSNI4 yang dihasilkan oleh panitia teknis atau subpanitia teknis, diserahkan ke BSN agar dapat disebarluaskan untuk mendapatkan tanggapan dari anggota panitia teknis atau subpanitia teknis yang bersangkutan dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan. Sebelum disebarluaskan, BSN akan melakukan verifikasi terhadap perubahan yang dilakukan. Dalam hal perubahan tidak dilaksanakan tanpa alasan yang jelas, maka BSN mengembalikan RSNI4 kepada panitia teknis atau subpanitia teknis yang bersangkutan untuk diperbaiki. BSN menyebarluaskan RSNI4 melalui SISNI untuk memperoleh tanggapan dari seluruh anggota panitia teknis atau subpanitia teknis dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan untuk mendapatkan persetujuan melalui pemungutan suara dalam kurun waktu dua bulan. Pada tahap ini anggota panitia teknis atau subpanitia teknis dan anggota MASTAN kelompok minat yang relevan dapat menyatakan setuju tanpa catatan, tidak setuju dengan alasan yang jelas, atau abstain, dengan mengisi formulir eballoting untuk pemungutan suara sesuai F.3 dan F.2 (untuk catatan teknis) pada Lampiran F. Kuorum dihitung berdasarkan hak suara yang dimiliki oleh anggota panitia teknis atau subpanitia teknis, dan anggota MASTAN dari kelompok minat yang relevan berdasarkan status keanggotaan dalam pemberian suara. Pemungutan suara dinyatakan sah atau kuorum apabila tanggapan yang diterima dari anggota yang memiliki hak suara lebih dari 50% dari total hak suara. Apabila batas minimum tidak tercapai, maka pemungutan suara diperpanjang selama satu bulan dan hasil pemungutan suara dinyatakan sah. BSN akan menghitung hasil pemungutan suara yang sah dengan ketentuan sebagai berikut:
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
13
Perhitungan
hasil
pemungutan
suara
dilakukan
terhadap
tanggapan yang menyatakan setuju dan tidak setuju, sedangkan tanggapan yang menyatakan abstain atau tanggapan yang menyatakan tidak setuju tanpa alasan yang jelas tidak dihitung.
Apabila 2/3 atau lebih anggota yang memiliki hak suara dan ikut memberikan suara menyatakan setuju, dan yang menyatakan tidak setuju dengan alasan yang jelas tidak lebih ¼ dari seluruh tanggapan yang diterima (dari anggota yang memiliki dan tidak memiliki hak suara), maka RSNI4 tersebut disetujui menjadi RASNI.
Apabila 2/3 dari anggota yang memiliki hak suara menyatakan setuju tetapi lebih ¼ dari seluruh tanggapan yang diterima menyatakan tidak setuju dengan alasan yang jelas atau apabila yang menyatakan setuju tidak mencapai 2/3, maka RSNI4 tersebut tidak layak untuk ditetapkan menjadi SNI dan dikembalikan ke panitia teknis atau subpanitia teknis bersama hasil perhitungan pemungutan suara dan tanggapan dari peserta pemungutan suara. Dalam keadaan tersebut panitia teknis atau subpanitia teknis dapat mengajukan RSNI4 tersebut sebagai Dokumen Teknis (DT) dengan cara sebagai berikut: Mengajukan RSNI4 tersebut ke BSN untuk ditetapkan sebagai DT setelah disepakati oleh 2/3 atau lebih dari anggota panitia teknis atau subpanitia teknis. DT berlaku selama maksimum 5 (lima) tahun dan dalam jangka waktu tersebut panitia teknis atau subpanitia teknis dapat meninjau kembali DT tersebut. Apabila telah dicapai konsensus PT/SPT bahwa DT akan diproses kembali, maka panitia teknis atau subpanitia teknis dapat mengusulkan DT tersebut sebagai RSNI3 kepada BSN untuk diproses menjadi SNI melalui tahap jajak pendapat dan selanjutnya diproses sesuai ketentuan yang berlaku.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
14
Panitia teknis atau subpanitia teknis dapat mengajukan RSNI3 siap jajak pendapat untuk ditetapkan sebagai DT, mengingat kebutuhan yang mendesak. Sementara itu tahapan perumusan SNI selanjutnya tetap berjalan sesuai ketentuan. RSNI4
yang diadopsi
identik
dari
standar
internasional
ISO/IEC/ITU yang tidak mendapat persetujuan tidak dapat menjadi DT, tetapi dapat diusulkan kembali untuk dilakukan pemungutan suara setelah PT melakukan pengkajian.
2.3.6 Penetapan SNI dan DT RSNI yang telah mencapai tahap RASNI atau DT akan dialokasikan penomorannya oleh BSN. Tata cara penomoran SNI dan DT diatur dalam PSN 06:2007 tentang Tata Cara Penomoran Standar Nasional Indonesia dan Dokumen Teknis. BSN menetapkan RASNI menjadi SNI atau amandemen SNI dan RSNI4 atau RSNI3 menjadi DT tanpa adanya perubahan atau editing dengan menerbitkan surat keputusan kepala BSN. BSN menyampaikan Surat Keputusan penetapan SNI atau DT kepada secretariat panitia teknis atau subpanitia teknis, disertai e-file dari SNI/DT terkait.
2.3.7 Pemeliharaan SNI Panitia teknis atau subpanitia teknis berkewajiban memelihara SNI dengan melaksanakan kaji ulang sekurang-kurangnya satu kali dalam 5 (lima) tahun setelah ditetapkan, untuk menjaga kesesuaian SNI terhadap kebutuhan pasar dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka memelihara dan menilai kelayakan dan kekinian SNI. Panitia teknis harus melaporkan program kaji ulang setiap akhir tahun bersamaan dengan usulan PNPS. Dalam hal suatu SNI terdapat kondisi tertentu yang memerlukan perubahan sebelum 5 tahun maka kaji ulang terhadap SNI tersebut dapat diusulkan kepada BSN atau panitia teknis untuk ditindaklanjuti. Hasil kaji ulang dapat ditindaklanjuti dengan menerbitkan ralat, amandemen, revisi, abolisi atau tetap tanpa perubahan terhadap SNI tersebut. Jika hasil kaji ulang: a) menunjukkan adanya kesalahan redaksional maka dilakukan ralat.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
15
b) menunjukkan keperluan perbaikan atau penambahan substansi yang sifatnya terbatas maka dilakukan amandemen SNI. Amandemen dapat dilakukan sebanyak-banyaknya dua kali, setelah itu terhadap SNI yang mengalami perbaikan tersebut dilakukan revisi. c) menunjukkan keperluan perubahan substansi yang cukup luas atau menyeluruh maka dilakukan revisi SNI. d) menunjukkan bahwa SNI tersebut tidak diperlukan lagi, maka dilakukan abolisi SNI. e) menunjukkan bahwa SNI tersebut tetap tanpa perubahan, maka SNI tersebut tetap berlaku.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 3 METODOLOGI TUGAS KHUSUS 3.1 Waktu dan Lokasi Pelaksanaan Tugas Khusus Kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilaksanakan pada periode 2 September sampai dengan 24 September 2013 di Direktorat Standarisasi Produk Pangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan yang terletak di Jalan Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat.
3.2 Metode Pelaksanaan Tugas khusus dilaksanakan dengan menyusun konsep sebagai Rancangan Standar Nasional Indonesia 1 menggunakan studi literatur mengenai keripik bayam, atau Standar Nasional Indonesia (SNI) dari produk sejenis, setelah itu dilakukan pengkajian mengenai regulasi dan pedoman produk pangan olahan di Direktorat Standarisasi Produk Pangan Badan Pengawas Obat dan Makanan.
16 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN Standar
Nasional
Indonesia
(SNI)
perlu
dikembangkan
secara
berkelanjutan khususnya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan umum. Seperti pada produk keripik bayam yang merupakan produk pangan olahan yang juga merupakan salah satu jenis makanan ringan yang sangat disukai masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, produk keripik bayam ini perlu dibuat standar agar semakin memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional serta melindungi masyarakat dari produk pangan yang tidak aman, produk yang berkualitas dan bergizi. Bayam adalah komoditi sayuran yang tumbuh di daerah tropis maupun subtropis, sehingga tanaman bayam dapat ditemukan tidak hanya di daerah Indonesia, tetapi juga di wilayah Asean. Mengingat tahun 2015 akan diadakan Harmonisation Asean yakni Asean Ekonomic Comunity, dimana semua produk luar negeri dapat dengan bebas masuk dan dijual di Indonesia, tidak terkecuali pada produk keripik bayam. Oleh karena itu, pengusaha Indonesia dapat terpuruk karena perbedaan syarat mutu produk ataupun memiliki media promosi yang lebih gencar pada produk luar negeri. Disinilah SNI dapat berfungsi sebagai barier/membatasi semua produk luar negeri yang akan masuk Indonesia. SNI ini membuat produk yang akan masuk Indonesia harus sesuai/memenuhi dengan standar yang berlaku di Indonesia. Dalam penyusunan SNI dilakukan dengan terlebih dahulu menyusun konsep sebagai Rancangan Standar Nasional Indonesia 1 (RSNI 1). Proses penyusunan ini didasarkan atas peraturan atau pedoman pangan yang telah berlaku di Indonesia serta mengacu pada SNI dari produk sejenis lainnya seperti SNI keripik singkong dan SNI keripik tempe. Pedoman/peraturan yang berlaku di Indonesia pada dasarnya mengacu pada Codex Alimentarius Commission (CAC) yang merupakan wadah tertinggi Internasional dalam membuat standar mengenai keamanan, mutu, label, dan iklan. Dalam menyusun standar dan regulasi dalam hal pangan, semua Negara termasuk Indonesia mengacu kepada standar yang
17 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
18
dihasilkan oleh CAC seperti Codex STAN, Guideline (GL) dan persyaratan teknis (Technical Requirement). Acuan-acuan tersebut dapat diadopsi sebagian atau seluruhnya tergantung kepentingan, kondisi dan keberadaan di Indonesia. Pembuatan konsep RSNI berisikan tujuan pembuatan SNI keripik bayam, acuan-acuan yang menjadi landasan pembuatan SNI keripik bayam, ruang lingkup, definisi dan istilah, komposisi keripik bayam, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat lulus uji, higiene, cara pengemasan, dan syarat penandaan. Di dalam SNI inilah diatur atau distandardisasi suatu produk dari mulai pemilihan dan penggunaan bahan baku, kondisi pembuatan hingga cara pengemasan dan penandaan yang baik dalam suatu produk yang akhirnya dapat mempengaruhi standar mutu dari produk. Definisi dan istilah mengenai keripik bayam telah ada dalam Keputusan Kepala
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan
Republik
Indonesia
No.HK.00.05.52.4040 Tahun 2006 tentang Kategori Pangan yakni pada kategori berapa 04.2.2.8 tentang Sayur dan Rumput Laut yang Dimasak dinyatakan bahwa keripik bayam adalah produk keripik yang diperoleh dari daun bayam yang bersih dan bermutu baik, yang dilapis dengan adonan encer tepung berbumbu, kemudian digoreng. Sedangkan yang dimaksud dengan tepung berbumbu didalamnya adalah campuran tepung, serpihan atau hancuran serealia atau biji-bijian yang jika dikombinasikan dengan bahan lain dapat digunakan sebagai pelapis ikan, daging unggas, dan pangan lainnya. Hal ini perlu diketahui, agar terjadi persamaan definisi dan istilah antar semua pihak yang terkait dengan pembuatan keripik bayam. Keripik bayam yang akan dijual di masyarakat baiknya memiliki syarat mutu yang baik seperti pada aspek bau dan rasa dari keripik bayam yang normal, warna kuning hijau sampai kuning kecoklatan, dan tekstur yang renyah. Selain itu, syarat mutu keripik bayam yang baik juga mengatur persentase keutuhan, kadar air, kadar abu, dan kadar asam lemak yang dihitung sebagai asam laurat yang aspek ini dapat mengacu dari SNI keripik sejenis lainnya yang telah berlaku di masyarakat. Sedangkan dalam hal cemaran yang ada di keripik bayam dapat mengacu dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
19
Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan yakni dalam pangan olahan lainnya. Syarat mutu ini perlu distandardisasi agar menjadi standar minimum mutu untuk produk keripik bayam yang dijual dipasaran. Produk pangan olahan seperti keripik bayam tidak akan terlepas dari penggunaan bahan tambahan pangan seperti bahan pengawet. Dalam RSNI tidak mengatur bahan tambahan pangan yang boleh untuk digunakan serta jumlah bahan tambahan pangan yang diijinkan, karena diharapkan industri produk pangan olahan dapat berkreasi dan melakukan inovasi pada produknya. Akan tetapi penggunaan bahan tambahan pangan yang digunakan, diharapkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku seperti yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan dan peraturan yang secara teknis mengatur batas maksimum penggunaannya juga dapat menjadi acuan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. 36 tahun 2013 tentang Batas Maksimum Penggunaan BTP Pengawet pada produk yang ingin menggunakan bahan pengawet. Cara pengambilan contoh dan cara uji keadaan yang dapat dilakukan pada produk keripik bayam telah masing-masing diatur dalam SNI 19-0428-1989 tentang Pengambilan contoh padatan dan SNI 01-2891 – 1992 tentang Cara uji makanan dan minuman. Sedangkan cara uji bahan tambahan pangan sesuai SNI 01-2895-1992 tentang Cara uji pewarna makanan dan SNI 01-2894-1992 tentang Cara uji bahan pengawet makanan dan bahan tambahan yang dilarang untuk makanan. Pada pengujian cemaran logam sesuai dengan SNI 19-2896-1992 tentang Cara uji cemaran logam. Setiap uji yang dilakukan harus dinyatakan lulus uji dari syarat mutu produk keripik bayam. Agar setiap syarat dapat terpenuhi diperlukan cara memproduksi produk keripik bayam yang higienis termasuk cara penyiapan bahan awal dan penanganannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. Label dan iklan pangan merupakan sarana dalam kegiatan perdagangan pangan yang memiliki arti penting, sehingga perlu diatur dan dikendalikan agar informasi mengenai pangan yang disampaikan kepada masyarakat adalah benar dan tidak menyesatkan. Perlu diingat bahwa masyarakat berhak untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan mengenai pangan yang
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
20
akan dikonsumsinya, khususnya yang disampaikan melalui label dan iklan dan pangan. Maka dari itu, syarat penandaan yang ada dalam RSNI keripik bayam harus sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan untuk melindungi hak dari konsumen seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Cara Pengemasan dari produk keripik bayam sebaiknya dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi dan mempengaruhi isi, serta aman selama penyimpanan dan pengangkutan. Hal ini diatur agar menjaga kualitas dari produk hingga mencapai masa kadaluarsa produk atau sampai ke tangan konsumen. Setiap aspek tersebut mempengaruhi mutu dan keamanan dari produk keripik bayam. Oleh karena itu, aspek-aspek tersebut perlu distandardisasi sebagai upaya dalam memantapkan dan meningkatkan daya saing produk nasional, memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan konsumen.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan 1. SNI keripik bayam berguna sebagai standar produk yang dapat memantapkan
dan
meningkatkan
daya
saing
produk
nasional,
memperlancar arus perdagangan dan melindungi kepentingan umum 2. Penyusunan Rancangan Standar Nasional Indonesia 1 (RSNI 1) keripik bayam diperlukan untuk memperoleh konsep awal yang dapat dibuat berdasarkan mengacu suatu standar lain yang biasa digunakan dan diharapkan RSNI 1 dapat sesuai dengan konteks tujuan penyusunan SNI tersebut serta kondisi yang mempengaruhinya. 3. RSNI 1 yang disusun dapat menjadi dasar pegangan untuk Rapat teknis yang hasil dari rapat teknis setelah diperbaiki oleh tim editor akan diperoleh RSNI 2.
5.2
Saran 1. Melakukan pengajuan RSNI 1 keripik bayam sebagai draft awal dalam Rapat teknis yang selanjutnya dapat diperoleh SNI keripik bayam sehingga dapat menjamin keamanan dan meningkatkan kualitas produk, serta diharapkan produk pangan keripik bayam juga memiliki nilai gizi.
21 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Badan Stadardisasi Nasional. 2007. Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 01:2007 tentang Pengembangan Standar Nasional Indonesia. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional. Badan Stadardisasi Nasional. 2007. Pedoman Standardisasi Nasional (PSN) 02:2007 tentang Pengelolaan Panitia Teknis Perumusan Standar Nasional Indonesia. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional. Badan Stadardisasi Nasional. 1996. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-43051996 tentang Keripik Singkong. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional. Badan Stadardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-26021992 tentang Keripik Tempe Goreng. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional. Badan Stadardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-28951992 tentang Cara uji pewarna makanan. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional. Badan Stadardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-28941992 tentang Cara uji bahan pengawet makanan dan bahan tambahan yang dilarang untuk makanan. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional. Badan Stadardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-28911992 tentang Cara uji makanan dan minuman. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional. Badan Stadardisasi Nasional. 1992. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-28961992 tentang Cara uji cemaran logam. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional. Badan Stadardisasi Nasional. 1989. Standar Nasional Indonesia (SNI) 0119-04281989 tentang Pengambilan Contoh Padatan. Jakarta: Badan Stadardisasi Nasional. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2003. Budidaya Sayuran Daun Seri Bawang Daun, Bayam, Kangkung. Jakarta: Departemen Pertanian Republik Indonesia.
22 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
23
Direktorat Standardisasi Produk Pangan. 2006. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK.00.05.52.4040 tahun 2006 Tentang Kategori Pangan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Direktorat Standardisasi Produk Pangan. 2009. Peraturan Kepala BPOM RI No.HK.00.06.1.52.4011 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. E Siong T., Swan-Choo K., & Mizura, S. 1989. Determination of Iron in Foods by the Atomic Absorbtion Spectrometric and Colorimetric Methods. Kuala Lumpur, Malaysia: Pertanika. Menteri Kesehatan. 2012. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan. Jakarta : Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Jakarta :Sekretariat Negara Republik Indonesia. 1999. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Jakarta: Sekretariat Negara Sahat, S., dan Hidayat, I. M. 1996. Bayam: Sayuran Penyangga Petani di Indonesia Monograf 04. Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Universitas Indonesia Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1
RSNI1 …..:2013
Rancangan Standar Nasional Indonesia 1
Keripik Bayam
ICS 67.04
Badan Standarisasi Nasional Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
Daftar isi
Daftar isi ................................................................................................................................. i Prakata .................................................................................................................................. ii 1
Ruang lingkup……………………………………………………………………………………..1
2
Definisi dan Istilah............................................. ………………………………………..…….1
3
Komposisi ........................................................................................................................ 1
4
Syarat Mutu ..................................................................................................................... 2
5
Cara Pengambilan Contoh............................................................................................... 2
6
Cara Uji............................................................................................................................ 3
7
Syarat Lulus Uji…………………………………………………………………………………...5
8
Higiene…………………………………………………………………………………………….5
9
Syarat Penandaan ......................................................................................... ……………5
10 Cara Pengemasan………………………………………………………………………………..5
Bibliografi………………………………………………………………………………………………6
i Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
Prakata
Standar ini merupakan standar baru yang disusun dengan tujuan : - Meningkatkan mutu produk dan melindungi konsumen serta mendorong ekspor produk dalam negeri. - Mengembangkan inovasi usaha terutama pada industri sayur-sayuran Standar ini dibuat dengan mengacu pada: 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan 3. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan 4. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan 5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 033 Tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan 6. Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 75/M-IND/PER/7/2010 tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik 7. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.00.05.52.4040 Tahun 2006 tentang Kategori Pangan. 8. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No.HK.00.06.1.52.4011 Tahun 2009 tentang Penetapan Batas Maksimum Cemaran Mikroba dan Kimia dalam Makanan Standar ini dirumuskan oleh Panitia Teknis 67-04 Makanan dan Minuman, yang telah dibahas melalui rapat teknis, dan disepakati dalam rapat konsensus pada tanggal…,bulan…, tahun… di Jakarta. Hadir dalam rapat tersebut wakil dari pemerintah, konsumen, produsen, lembaga pengujian, lembaga ilmu pengetahuan dan teknologi, perguruan tinggi dan instansi terkait lainnya. Standar ini telah melalui proses jajak pendapat pada tanggal...................... sampai dengan tanggal..........................dengan hasil akhir.......................................................................... .......
ii Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
Keripik Bayam
1.
Ruang Lingkup Standar ini meliputi, definisi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, syarat penandaan dan cara pengemasan Keripik Bayam.
2.
Definisi dan Istilah
2.1 Keripik bayam Produk keripik yang diperoleh dari daun bayam (Amaranthus spp. L.) yang bersih dan bermutu baik, yang dilapis dengan adonan encer tepung berbumbu, kemudian digoreng. 2.2 Tepung berbumbu Campuran tepung, serpihan atau hancuran serealia atau biji-bijian yang jika dikombinasikan dengan bahan lain dapat digunakan sebagai pelapis ikan, daging unggas, dan pangan lainnya.
3.
Komposisi
3.1 Bahan Baku
Daun bayam hijau dan atau merah
Tepung berbumbu
3.2 Bahan Lain
Rempah, seperti kemiri, bawang putih, bawang merah, kunyit, dan lainlain.
3.3 Bahan Tambahan Pangan Bahan tambahan pangan yang diizinkan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
1 dari 6 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
4.
Syarat Mutu Syarat mutu keripik bayam sesuai Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Syarat mutu keripik bayam
No.
Kriteria Uji
Satuan
Persyaratan
1.
Keadaan
1.1
Bau
-
Normal
1.2
Rasa
-
Normal
1.3
Warna
-
Kuning hijau sampai kuning kecokelatan
1.4
Tekstur
-
Renyah
2.
Keutuhan, b/b
%
tidak kurang dari 70
3.
Air, b/b
%
tidak lebih dari 3
4.
Abu, b/b
%
tidak lebih dari 2
5.
Asam lemak bebas (dihitung sebagai asam laurat)
%
tidak lebih dari 0
6.
Cemaran
6.1
Cemaran Logam
6.1.1 Timbal (Pb)
mg/kg
tidak lebih dari 0,25
6.1.2 Merkuri (Hg)
mg/kg
tidak lebih dari 0,03
6.1.3 Kadmium (Cd)
mg/kg
tidak lebih dari 0,2
6.1.4 Arsen
mg/kg
tidak lebih dari 0,25
6.2.1 Angka lempeng total
koloni/g
tidak lebih dari 104
6.2.2 Escherichia coli
APM/g
<3
6.2.3 Staphylococcus aureus
koloni/g
tidak lebih dari 1 x 102
6.2.4 Kapang
koloni/g
tidak lebih dari 5 x101
6.2
5.
Cemaran Mikroba
Cara Pengambilan Contoh Cara pengambilan contoh sesuai dengan SNI 19-0428-1989, Pengambilan contoh padatan.
2 dari 6 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
6.
Cara Uji
6.1 Persiapan contoh uji kimia Cara persiapan contoh sesuai SNI 01-2891 - 1992, Cara uji makanan dan minuman, butir 4. 6.2 Keadaan Cara uji keadaan sesuai SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman, butir 1.2. 6.3 Keutuhan Cara Uji :
Buka bungkus/kemasan dan timbang berat keseluruhan keripik bayam
Pisahkan keripik bayam yang tidak utuh dan timbang
W - W1 Keutuhan = ----------------------- x 100% W Keterangan : W = Bobot Keseluruhan Keripik Bayam (g) W1 = Bobot keripik bayamyang tidak utuh (g) 6.4 Air Cara uji air sesuai SNI 01-2891 - 1992, Cara uji makanan dan minuman, butir 5.1. 6.5 Abu Cara uji abu sesuai SNI 01-2891 - 1992, Cara uji makanan dan minuman, butir 6.1. 6.6 Asam lemak bebas 6.6.1 Prinsip Pelarutan contoh lemak/minyak dalam pelarut organik dilanjutkan dengan penitaran KOH. 6.6.2
6.6.3
Pereaksi
Alkohol 96% netral
Indikator PP
Larutan KOH, 0,1 N
Peralatan Erlenmeyer 300 ml Buret mikro 10 ml Neraca analitis 3 dari 6 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
6.6.4
Prosedur Timbang 5 sampai dengan 10 gram contoh uji yang digiling Tambahkan 50 ml alkohol 96% netral dibiarkan selama 1 jam sambil sekali-sekali dikocok Kemudian disaring Tambahkan beberapa tetes indikator PP Titar dengan KOH 0,1 N hingga warna merah jambu (tidak berubah selama 15 detik)
6.6.5
Perhitungan
W1 x V x N Asam lemak bebas = --------------W Keterangan : V = KOH yang diperlukan untuk pemitaran (ml) N = Normalitas contoh (g) W = Bobot contoh (g) W1 = Bobot molekul asam lemak (dari minyak kelapa sebagai asam laurat = 200) 6.7 Bahan tambahan makanan 6.7.1 Pewarna Cara uji pewarna sesuai SNI 01-2895-1992, Cara uji pewarna makanan. 6.7.2 Pengawet Cara uji pengawet sesuai SNI 01-2894-.1992, Cara uji bahan pengawet makanan dan bahan tambahan yang dilarang untuk makanan. 6.8 Cemaran logam 6.8.1 Timbal Cara uji timbal sesuai SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam, butir 4.1. 6.8.2 Tembaga Cara uji tembaga sesuai SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam, butir 4.2. 6.8.3 Seng Cara uji seng sesuai SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam, butir 4.3. 6.8.4 Raksa Cara uji raksa sesuai SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam, butir 5. 6.9 Arsen
4 dari 6 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
Cara uji arsen sesuai SNI 19-2896 - 1992, Cara uji cemaran logam, butir 6. 6.10 Cemaran mikroba Cara uji cemaran mikroba sesuai SNI 19-2897-1992, Cara uji cemaran mikroba. 7. Syarat lulus uji Produk dinyatakan lulus uji apabila memenuhi syarat mutu pada pasal 4. 8. Higiene Cara memproduksi produk yang higienis termasuk cara penyiapan dan penanganannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku tentang Pedoman Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik. 9. Cara Pengemasan Produk dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi dan mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan. 10 Syarat Penandaan Syarat penandaan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
5 dari 6 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014
RSNI1 …..:2013
Bibliografi
SNI 01-0222-1987, Bahan tambahan makanan dan revisinya SNI 19-0428-1989, Petunjuk pengambilan contoh padatan SNI 01-2891-1992, Cara uji makanan dan minuman SNI 01-2894-1992, Cara uji bahan pengawet makanan dan bahan tambahan yang dilarang untuk makanan. SNI 19-2896-1992, Cara uji cemaran logam makanan SNI 19-2897-1992, Cara uji cemaran mikroba SNI 01-3555-1994, Cara uji minyak dan lemak.
6 dari 6 Laporan praktek….., Bhata Bellinda, FFar UI, 2014