UNIVERSITAS INDONESIA
ESTIMASI PERMINTAAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI DAN BAHAN BAKAR KHUSUS NON SUBSIDI DI INDONESIA BESERTA DAMPAK KONSUMSI TERHADAP PEMBENTUKAN EMISI KARBON
TESIS
MARENTYAS MIFTAKHUL K. 1106034364
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM PASCASARJANA DEPOK JULI 2013
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
ESTIMASI PERMINTAAN BAHAN BAKAR MINYAK BERSUBSIDI DAN BAHAN BAKAR KHUSUS NON SUBSIDI DI INDONESIA BESERTA DAMPAK KONSUMSI TERHADAP PEMBENTUKAN EMISI KARBON
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Ekonomi
MARENTYAS MIFTAKHUL K. 1106034364
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI ILMU EKONOMI DEPOK JULI 2013
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Marentyas Miftakhul Khoiroh
NPM
: 1106034364
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 23 Juli 2013
ii
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Tesis
: : Marentyas Miftakhul Khoiroh : 1106034364 : Pascasarjana Ilmu Ekonomi : Estimasi Permintaan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi dan Bahan Bakar Khusus Non Subsidi di Indonesia Beserta Dampak Konsumsi Terhadap Pembentukan Emisi Karbon
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Sains Ekonomi pada Program Studi Pascasarjana Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing/Penguji
: Dr. Kurtubi
( .............................)
Ketua Penguji
: Dr. Arie Damayanti
(..............................)
Penguji
: Dr. Djoni Hartono
( .............................)
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 23 Juli 2013
iii
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur yang sedalam-dalamnya saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tesis ini tepat pada waktunya walaupun harus melalui perjuangan yang cukup berat. Selama proses penyusunan tesis ini, penulis banyak mendapat motivasi dan bimbingan yang sangat berharga. Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada: 1.
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
2.
Kedua orang tua saya tercinta, Bapak, Ibu serta adik, terima kasih telah memberikan kasih sayang, doa restu, dukungan, semangat, serta memberikan bimbingan yang tiada henti-hentinya.
3.
My husband wanna be, yang telah menemani dari awal pembuatan tesis ini hingga pada titik terakhir. Terimakasih atas motivasi yang tak terhingga..
4.
Bapak Prof. Nachrowi D. Nachrowi selaku Ketua Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia.
5.
Dr. Kurtubi selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu ditengah kesibukannya serta memberikan bantuan, bimbingan, petunjuk, dan motivasi yang besar bagi penulis sehingga teasis ini dapat terselesaikan.
6.
Dr. Djoni Hartono selaku penguji dan Dr. Arie Damayanti selaku Ketua Penguji yang telah memberikan perbaikan, saran dan penyempurnaan tesis ini.
7.
Bapak dan Ibu dosen Fakultas Ekonomi Yang selama ini telah mendidik saya selama menempuh kuliah.
8.
Kawan seperjuangan di PPIE UI reguler 2011, teman dalam suka duka saat mengerjakan tugas bersama dan ke kantin bersama.
9.
Kawan-kawan di Direktorat PFI Wilayah III Kemenperin yang telah banyak memberikan izin untuk menyelesaikan kuliah.
10. Kawan-kawanku yang berada di Gang Mahali 32-33 tempat berkeluh kesah.
iv
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
11. Para responden serta semua pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan tesisi ini. Demi kesempurnaan dan kelengkapan skripsi ini, saya mengharapkan kritik dan saran membangun. Semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Depok, 31 Agustus 2013
Penulis
v
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya
: : : : :
Marentyas Miftakhul Khoiroh 1106034364 Ilmu Ekonomi Ekonomi Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Estimasi Permintaan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Dan Bahan Bakar Khusus Non Subsidi Di Indonesia Beserta Dampak Konsumsi Terhadap Pembentukan Emisi Karbon beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia / formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 25 Juli 2013 Yang Menyatakan
(Marentyas Miftakhul Khoiroh)
vi
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Marentyas Miftakhul Khoiroh Program Studi : Pascasarjana Ilmu Ekonomi Judul : Estimasi Permintaan Bahan Bakar Minyak Bersubsidi Dan Bahan Bakar Khusus Non Subsidi Di Indonesia Beserta Dampak Permintaan Terhadap Pembentukan Emisi Karbon Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia namun tidak diimbangi dengan kapasitas produksi yang mencukupi, sehingga pemerintah berupaya untuk mengurangi konsumsi BBM dengan mengeluarkan produk BBK non subsidi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melihat kecenderungan perilaku dari konsumsi kedua bahan bakar tersebut. Setelah itu, peneliti ingin melihat dampak dari kecenderungan konsumsi masingmasing bahan bakar terhadap pembentukan emisi karbon. Penelitian ini menggunakan metode kointegrasi dengan pendekatan ARDL, yang dikenalkan oleh Pesaran, Smith, dan Shin (2001). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsumsi BBM lebih dipengaruhi oleh perubahan pendapatan dibandingkan dengan perubahan harga (tidak signifikan secara statistik). Demikian pula yang terjadi dengan konsumsi BBK. Permintaan lebih dipengaruhi oleh perubahan pendapatan dibandingkan perubahan harga, walaupun keduanya sama-sama signifikan secara statistik. Berdasarkan elastisitas yang dihasilkan, emisi yang dihasilkan akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan dan akan menurun karena kenaikan harga untuk BBK. Kata Kunci: Konsumsi BBM, BBK, Emisi, Elastisitas
vi Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
ABSTRACT
Name : Marentyas Miftakhul Khoiroh Study Program : Graduate Program in Economics (Master Degree) Title : Estimating Fuel Oil Demand With Subsidy And No Subsidy In Indonesia and The Consumption Impact Toward Carbon Emission Background of this study was higher consumption of fuel oil in Indonesia, but lower production of oil. Indonesian government tried to reduce the consumption of fuel oil with launch fuel without subsidy. So I try to estimate behavior of both. After that we can calculate the emission result from this. This study using ARDL/bounds testing approach to cointegration proposed by Pesaran, Smith, and Shin (2001). The result of this study said fuel oil consumption with respect to income was higher than fuel oil consumption with respect to price for both (subsidy and no subsidy). Based on these result, carbon emission will increase respect to higher of income and decrease with respect to higher of price. Keyword: Fuel oil consumption, Elasticity, Emission
vii Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... KATA PENGANTAR ..................................................................................... HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................................ ABSTRAK...................................................................................................... DAFTAR ISI................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR.......................................................................................
i ii iii iv
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1. Latar Belakang.................................................................................. 1.2. Rumusan Masalah............................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .............................................................................. 1.4. Sistematika Pembahasan ................................................................... 2. TINJAUAN LITERATUR ...................................................................... 2.1. Teori Permintaan............................................................................... 2.2. Elastisitas Permintaan ....................................................................... 2.3. Komoditas Minyak................................................................................ 2.4. Pencemaran Lingkungan ................................................................... 2.5. Landasan Empiris.............................................................................. 2.6. Kerangka Pemikiran............................................................................... 2.7. Hipotesis Penelitian.............................................................................. 3. METODE PENELITIAN ........................................................................ 3.1. Rancangan Model ............................................................................. 3.2. Definisi Operasional Variabel dan Sumber Data................................ 3.3. Metode Estimasi ............................................................................... 3.4. Keterbatasan Masalah ....................................................................... 4. GAMBARAN UMUM PERMINYAKAN INDONESIA........................ 4.1. Konsumsi Energi Indonesia............................................................... 4.2. Kebijakan Harga Minyak .................................................................. 4.3. Pendapatan Nasional dan Konsumsi Minyak........................................ 4.4. Emisi Karbon di Indonesia.................................................................... 5. ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................. 5.1. Analisa Model Ekonometrika............................................................ 5.2. Analisa Ekonomi Model.................................................................... 5.3. Dampak Elastisitas BBM Bersubsidi dan BBK Non Subsidi Terhadap Pembentukan Emisi Karbon di Indonesia............................................. 6. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI.................................................. 6.1. Kesimpulan............................................................................................ 6.2. Rekomendasi Kebijakan........................................................................
1 1 5 5 5 8 8 11 13 16 19 23 24 25 25 26 28 31 32 32 35 37 39 41 41 45
v vi viii ix x
50 53 53 53
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................... 56 LAMPIRAN........................................................................................................ 59 viii Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Data Produksi dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia 2000-2011 Tabel 2.1 Faktor Emisi CO2 Standar Untuk Pembakaran.................................. Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Estimasi Permintaan Produk Perminyakan dan Emisi Karbon......................................................... Tabel 3.1 Nama Variabel, Definisi Operasional dan Sumber Data.................... Tabel 4.1 Konsumsi Energi Final di Indonesia Berdasarkan Tipe 2004-2010 (Dalam Ribuan BOE)......................................................................... Tabel 4.2 Perbandingan Komposisi Konsumsi Energi Sektor Industri Dan Transportasi......................................................................................... Tabel 4.3 Harga BBM bersubsidi di Indonesia.................................................. Tabel 5.1 Hasil Uji Stasioneritas Pada Level Data BBM Subsidi..................... Tabel 5.2 Hasil Uji Stasioneritas Pada Level Data BBM Non Subsidi............... Tabel 5.3 Hasil Uji Bound Kointegrasi............................................................... Tabel 5.4 Kesesuaian Tanda dan Signifikansi Hasil Regresi Dengan Hipotesis Penelitian Pada Kelompok BBM........................................................ Tabel 5.5 Kesesuaian Hasil Regresi Dengan Hipotesis Penelitian Pada kelompok BBK...................................................................................
1 19 19 27 33 34 37 42 43 56 45 48
ix Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1 Jumlah Konsumsi Minyak di Indonesia Berdasarkan Sektor............. Grafik 1.2 Emisi Sektoral yang Dihasilkan oleh Konsumsi Produk Perminyakan........................................................................................ Grafik 2.1 Kurva Permintaan............................................................................... Grafik 2.2 Kerangka Pemikiran............................................................................ Grafik 4.1 Komparasi Konsumsi Minyak di Beberapa Negara Asia................... Grafik 4.2 Perbandingan Harga Minyak Mentah Indonesia dan Dunia.............. Grafik 4.3 Pertumbuhan GDP di Asia 2011........................................................ Grafik 4.4 Komparasi Emisi di Asia.................................................................... Grafik 4.5 Emisi Sektoral Indonesia 2003 – 2009 (Dalam Juta Ton).................. Grafik 5.1 Komparasi Emisi BBM dan BBK (Dalam Mtoe).............................. Grafik 5.2 Simulasi Kenaikan Harga BBM dan BBK Terhadap Pembentukan Emisi (Dalam Mtoe)...........................................................................
2 4 9 23 33 36 38 39 40 51 52
x Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia telah memproduksi dan mengekspor minyak sejak tahun 1870-an
dan negara ini menjadi satu-satunya negara di Asia Tenggara yang mampu memproduksi minyak serta mengekspornya. Selain itu, seperti yang telah banyak diketahui bahwa Indonesia merupakan satu-satunya negara di Asia Tenggara yang menjadi anggota OPEC. Namun demikian, dari tahun ke tahun, konsumsi produk perminyakan di Indonesia meningkat secara signifikan tetapi tidak diimbangi dengan produksi yang meningkat (Tabel 1.1). Akibatnya, pada tahun 2004, Indonesia menjadi net importir dari minyak mentah (crude oil) dan produk-produk minyak sulingan (refined product) (Sa’ad, 2009). Perkembangan konsumsi ini banyak dikhawatirkan akan mengancam ketahanan energi Indonesia. Menurut data British Petroleum dalam Statistical Review Of World Energy (2012), konsumsi minyak Indonesia pada tahun 2011 telah mencapai 1.430 ribu barrel per hari, meningkat 1,1 persen dari tahun sebelumnya, serta menghabiskan 1,6 persen share dari konsumsi minyak dunia. Tabel 1.1: Data Produksi dan Konsumsi Minyak Mentah Indonesia 2000-2011 (Dalam Ribu Barrel Per Hari) Tahun Konsumsi Produksi 2000 1156 1456 2001 1138 1387 2002 1184 1289 2003 1210 1176 2004 1278 1130 2005 1263 1090 2006 1234 996 2007 1271 972 2008 1263 1003 2009 1316 990 2010 1426 1003 2011 1430 942 Sumber: British Petroleum (2012)
Peningkatan konsumsi produk perminyakan ini banyak dipengaruhi oleh pola pembangunan ekonomi yang direncanakan oleh pemerintah (Dahl & Kurtubi,
1 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
2
2001). Jika pembangunan ekonomi mengikuti skenario Rencana Induk Percepatan dan Pembangunan Ekonomi Indonesia yang tertera dalam MP3EI, maka kebutuhan energi pada tahun 2030 akan mencapai tiga kali lipat kebutuhan energi tahun 20101, namun jika mengikuti skenario MP3EI maka akan terjadi peningkatan kebutuhan energi setelah tahun 2020 menjadi 1,5 kali lipat dari rencana induk. Selain itu, tingginya konsumsi minyak juga disinyalir disebabkan karena terus meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor (Sa’ad, 2008). Hal ini dapat dilihat dari konsumsi energi Indonesia sampai tahun 2010 yang masih didominasi oleh bahan bakar minyak (fuel), dengan share lebih dari 50 persen. Hal ini diperkuat dengan sektor transportasi yang saat ini telah menduduki peringkat kedua (setelah sektor industri) dalam pemakaian energi final (lihat Grafik 1.1). Konsumsi pada sektor transportasi juga menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun, sedangkan untuk sektor industri cenderung stagnan. Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (2012) sektor transportasi menggunakan 36 persen kebutuhan energi di Indonesia dengan dominasi jenis Premium sebesar 130,486 BOE pada tahun 2010 atau setara 51 persen.
312,455,154 255,830,171
81,739,616 28,743,347 2003
2004 Industrial
2005 Households
2006
2007 Commercial
2008
2009
2010
Transportation
Other
Grafik 1.1: Jumlah Konsumsi Minyak di Indonesia Berdasarkan Sektor (Dalan Juta BOE) Sumber: Handbook Of Energy And Economics Statistics In Indonesia 2012 (telah diolah kembali)
Di sisi lain, harga minyak mentah dunia terus melonjak naik. Data tahun 2001 harga minyak masih berada pada level 31.05 dollar per barrel, namun tahun 1
Disampaikan oleh Marzan Aziz Iskandar (Kepala BPPT) dalam harian kompas edisi 17 Oktober 2012 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
3
2011 telah mencapai 111.26 dollar per barrel2 (BP, 2012). Tingginya harga minyak mentah dunia ini, sangat mempengaruhi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di dalam negeri. Walaupun tidak semua konsumsi minyak di Indonesia dihasilkan oleh impor, namun karena produk perminyakan menganut sistem one price system3, maka harga BBM di Indonesia juga turut meningkat. Bahkan, harga BBM jenis Premium pada tahun 2008 ditingkat eceran mencapai Rp 5.343/liter4. Tingginya harga BBM ini menyebabkan beban APBN pada pos subsidi semakin besar5. Tujuan awal pemerintah memberikan subsidi adalah untuk menjaga daya beli masyarakat karena BBM dinilai sebagai kebutuhan masyarakat yang sangat strategis6. Berdasarkan kondisi tersebut di atas serta melihat tetap tingginya konsumsi BBM bersubsidi, pemerintah berupaya untuk melakukan upaya pengurangan konsumsi BBM. Pada tahun 2003 Pemerintah (melalui Pertamina) mengeluarkan produk Bahan Bakar Khusus (BBK) yang terdiri dari produk-produk perminyakan yang harganya tidak disubsidi (pertamax, pertamax plus, solar non subsidi, pertamina dex, dll). Harga jual BBK ditentukan oleh mekanisme pasar. Sehingga, peneliti tertarik untuk melihat komparasi tingkat kepekaan perubahan permintaan sebagai dampak dari perubahan harga. Estimasi ini akan dilakukan dengan menggunakan uji kointegrasi pendekatan Autoregressive Distribution Lags (ARDL) yang kenalkan oleh Pesaran (2001). Pemilihan metode ini karena melihat fenomena perubahan permintaan BBM ini sangat relevan dengan metode tersebut, karena akan ada mekanisme koreksi kesalahan. Hal ini dikarenakan perubahan konsumsi BBM maupun BBK dipengaruhi oleh fenomena fluktuasi harga dan pendapatan, di mana perubahan harga yang sangat fluktuatif ini akan direspon dengan penyesuaian pada volume konsumsi bahan bakar. Penyesuaian yang terjadi ini dalam periode waktu ini akan mempengaruhi keseimbangan jangka panjang dari model jika tidak dilakukan mekanisme koreksi kesalahan. Selain itu, metode ini memiliki kelebihan dengan
2
Harga tersebut telah dikonversikan dengan nilai dollar pada tahun 2011 Harga minyak diseluruh dunia sama, hanya saja yang membedakan adalah biaya angkut dari sumber minyak ke refinery. 4 Harga rata-rata dalam satu tahun sudah termasuk potongan subsidi 5 Subsidi mulai diberikan sejak tahun anggaran 1977/1978 dan berlangsung hingga saat ini. 6 Dikutip dari Nota Keuangan dan RAPBN 1997/1998 3
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
4
tidak mensyaratkan level integrasi yang sama untuk data yang digunakan. Metode ini juga tetap akan menghasilkan persamaan regresi yang konsisten walaupun jumlah observasi yang digunakan tidak terlalu besar (Sa’ad, 2008). Di sisi lain, konsumsi energi menyebabkan munculnya permasalahan lingkungan. Tren emisi karbon yang terjadi, hampir sama dengan pola konsumsi energi Indonesia dari tahun ke tahun. Data International Energi Agency (IEA) menunjukkan bahwa jumlah emisi karbon dalam juta ton CO2 terus meningkat (lihat Grafik 1.3). 250 200
186.533181
173.523565
150
143.871182
100 50 0 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Grafik 1.2 Emisi Sektoral yang Dihasilkan oleh Konsumsi Produk Perminyakan (Dalam Juta Ton) Sumber: International Energy Agency (2012)
Berdasarkan kondisi di atas, maka peneliti tertarik untuk melihat perbedaan elastisitas permintaan di antara dua jenis BBM (bersubsidi dan non subsidi) di Indonesia. Hal ini dilakukan untuk membandingkan tingkat kepekaan perubahan permintaan pada masing-masing jenis produk. Karena selama ini, penelitian yang sering dilakukan adalah pada produk perminyakan secara umum tanpa menggolongkannya pada jenis harga bersubsidi dan non subsidi. Setelah itu, berdasarkan hasil elastisitas dari kedua jenis bahan bakar, peneliti ingin melihat dampak dari kenaikan harga dan pendapatan terhadap peningkatan emisi karbon di Indonesia.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
5
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat diketahui bahwa BBM memiliki
harga yang fixed ditetapkan oleh pemerintah. Sedangkan harga BBK berfluktuasi mengikuti mekanisme pasar. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk menghitung tingkat kepekaan perubahan kuantiti yang dikonsumsi yang diakibatkan perubahan harga dua jenis bahan bakar tersebut. Di samping itu, terdapat trade off antara konsumsi energi dan lingkungan yang tidak dapat dihindarkan. Untuk itulah, guna membatasi permasalahan yang dibahas, maka dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini, sebagai berikut. 1. Bagaimana elastisitas permintaan bahan bakar minyak bersubsidi (Premium dan Solar) di Indonesia. 2. Bagaimana elastisitas permintaan bahan bakar non subsidi (Pertamax dan Pertamax plus) di Indonesia. 3. Bagaimana dampak elastisitas permintaan BBM dan BBK terhadap pembentukan emisi karbon di Indonesia.
1.3
Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian dijabarkan sesuai dengan perumusan
masalah sebagai berikut. 1. Untuk menghitung elastisitas perubahan harga dan pendapatan terhadap perubahan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi di Indonesia (Premium dan Solar). 2. Untuk menghitung elastisitas perubahan harga dan pendapatan terhadap perubahan konsumsi bahan bakar minyak non subsidi di Indonesia (Pertamax, Pertamax Plus) di Indonesia. 3. Untuk menghitung dampak elastisitas permintaan BBM dan BBK terhadap pembentukan emisi karbon di Indonesia.
1.4
Sistematika Pembahasan Penulisan tesis ini menggunakan enam bab. Sistematika pembahasan yang
digunakan untuk masing-masing bab adalah sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
6
Bab Pendahuluan menjelaskan hal-hal yang melatarbelakangi penulisan tentang elastisitas bahan bakar. Dimulai dari tingginya harga minyak dunia yang akhirnya berdampak pada beban subsidi dan alternatif untuk mengalihkan konsumsi terhadap bahan bakar non subsidi. Kemudian trade off yang tidak dapat dihindari antara konsumsi bahan bakar dengan dampaknya terhadap lingkungan. Kemudian, permasalahan tersebut dirumuskan ke dalam pertanyaan penelitian yang akan dijawab dengan menggunakan
alat analisis yang dijabarkan pada
metode penelitian. Dalam Bab Tinjauan Literatur akan diuraikan teori dasar yang menjadi acuan dalam penelitian. Diawali dengan teori permintaan, elastisitas, serta secara khusus membahas komoditi minyak (bentuk pasar, mekanisme penentuan harga, dan elastisitas produk perminyakan). Selain itu, disajikan pula rangkuman studi terdahulu yang membahas tentang elastisitas harga minyak di negara berkembang dan negara maju, serta penelitian terdahulu tentang estimasi besaran emisi karbon di suatu negara. Berdasarkan studi tersebut, dirumuskanlah hubungan antar variabel dalam penelitian. Bab Metode Penelitian diawali dengan penjelasan tentang model penelitian yang akan digunakan. Dalam penelitian ini menggunakan tiga model penelitian (model permintaan BBM, BBK, dan model emisi karbon). Dua model pertama memiliki struktur yang sama, hanya dibedakan jenis variabel dependen (jumlah konsumsi) dan independennya (harga). Kemudian masing-masing variabel dijelaskan definisi operasionalnya. Setelah itu, diberikan uraian mengenai metode estimasi yang akan dilakukan. Model permintaan BBM dan BBK akan diestimasi menggunakan uji kointegrasi pendekatan ARDL. Pada Gambaran Umum Perminyakan Indonesia dijabarkankan kondisi umum dari setiap variabel yang digunakan dalam penelitian, dimulai dari konsumsi produk perminyakan, perkembangan harga, serta pertumbuhan pendapatan nasional. Masing-masing variabel dijelaskan secara komprehensif dimulai dari kondisi di Indonesia hingga komparasi dengan beberapa negara di Asia untuk melihat posisi Indonesia. Bab Analisa Hasil dan Pembahasan menguraikan hasil uji ekonometrika model, dimulai dari pretest yang dilakukan, pemilihan model terbaik hingga
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
7
analisa model akhir dari BBM dan juga BBK. Setelah itu, dilakukan analisa ekonomi terhadap hasil uji ekonometrika, sehingga dapat menjawab pertanyaan yang menjadi tujuan awal penelitian. Pembahasan yang telah dilakukan pada bab 5 kemudian disimpulkan ke dalam poin-poin yang sesuai dengan tujuan awal penelitian. Setelah itu, berdasarkan hasil kesimpulan tersebut, diusulkan beberapa rekomendasi kebijakan yang terkait dengan konsumsi BBM dan BBK, sehingga selain memberikan kontribusi akademik, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada masyarakat.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
BAB 2 TINJAUAN LITERATUR
2.1
Teori Permintaan Menurut konsep dasar teori permintaan, terdapat dua unsur penting yang
menjadi faktor penentu utama, yakni pendapatan dan harga. Pada tingkat pendapatan tertentu, tingkat harga menentukan kuantitas barang yang akan diminta. Di sisi lain, pada tingkat harga tertentu, besarnya pendapatan menentukan kuantitas barang yang akan diminta. Hal ini dapat diartikan pada tingkat harga sama, konsumen akan dapat memperoleh barang dalam jumlah yang lebih banyak jika pendapatannya lebih besar atau memperoleh barang dalam jumlah yang lebih sedikit jika pendapatannya lebih kecil. Selain kedua faktor tersebut (pendapatan dan harga), Pindyck (2009) mengatakan terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi permintaan terhadap suatu komoditas, diantaranya adalah harga barang lain yang terkait, selera, ekspektasi harga di masa yang akan datang, dan juga jumlah penduduk. Harga barang itu sendiri. Harga barang selalu ditempatkan sebagai variabel yang paling berpengaruh dalam jumlah permintaan. Dari sisi permintaan pola hubungan antara harga dan jumlah yang diminta adalah negatif. Pendapatan. Variabel ini sangat berpengaruh terhadap jumlah barang yang diminta. Semakin tinggi pendapatan yang dimiliki, maka ia akan dapat membelanjakan uang untuk barang tersebut semakin besar. Harga barang lain. harga barang lain yang dapat mempengaruhi permintaan akan suatu barang, ketika barang tersebut substitusi atau komplemen. Selera atau Preferensi. Setiap individu akan memiliki preferensi berbeda akan suatu barang. Hal ini akan mempengaruhi jumlah kuantitas barang yang diminta. Ekspektasi harga di masa mendatang. Masyarakat memiliki ekspektasi harga pada barang tertentu dimasa mendatang. Jika ekspektasi di masa mendatang harga akan naik, maka individu akan meningkatkan kuantitas yang diminta akan suatu barang. Namun jika kondisi sebaliknya, maka individu akan mengurangi permintaan untuk saat ini untuk dialokasikan di masa mendatang. Jumlah Penduduk. Jumlah penduduk yang dimaksud di sini tidak hanya dalam pengertian jumlah secara keseluruhan tetapi juga dalam pengertian perubahan struktur kependudukan. Berangkat dari pengertian permintaan pasar sebagai 8 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
9
penjumlahan permintaan konsumen, maka banyak sedikitnya jumlah penduduk akan berpengaruh pada permintaan pasar. Permintaan dan pengaruh dari faktor-faktor lainnya, secara grafis digambarkan dalam kurva permintaan. Kurva Permintaan (Demand Curve) menyatakan berapa banyak konsumen bersedia membeli pada waktu harga per unit barang berubah. Hubungan antara jumlah pemintaan dan harga dapat digambarkan dalam Grafik 2.1 seperti berikut. Dari gambar menunjukkan bahwa kurva permintaan ditandai dengan huruf D, kemiringannya menurun. Hal ini menunjukkan bahwa pada umumnya konsumen bersedia membeli lebih banyak jika harganya turun dengan asumsi ceteris paribus (Pindyck, 2007). Hal tersebut tergambarkan dari slope kurva permintaan yang negatif. Kemiringan ini menunjukkan bahwa jika harga semakin rendah maka jumlah barang yang diminta semakin meningkat. P2
P1
D’ D Q1
Q2
Grafik 2.1: Kurva Permintaan Pada sebagian besar jenis barang, jumlah permintaan naik jika pendapatan naik. Pendapatan yang lebih tinggi akan menggeser kurva permintaan dari D ke D’. Perubahan harga barang-barang yang saling berkaitan juga mempengaruhi permintaan. Untuk barang substitusi, apabila salah satu harga barang harganya naik akan memicu kenaikan jumlah barang lain. Sedangkan pada barang komplemen, apabila terjadi kenaikan pada harga salah satu barang, maka akan memicu penurunan permintaan pada barang lain (Pindyck, 2007).
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
10
2.1.1 Fungsi Permintaan Marshallian Fungsi permintaan adalah model matematis yang digunakan untuk menyederhanakan fenomena permintaan yang kompleks. Fungsi ini dapat diturunkan dari fungsi utilitas yang disebut Marshallian Demand Function (MDF) maupun diturunkan dari fungsi pengeluaran atau lebih dikenal dengan hicksian demand function. Pada komoditas perminyakan, pendekatan yang digunakan adalah fungsi yang memaksimumkan utilitas. Menurut Pindyck (2009) teori perilaku konsumen ini berdasarkan pada asumsi bahwa konsumen memaksimisasi utilitas dengan kendala keterbatasan anggaran. Kita dapat mendefinisikan bahwa sebuah fungsi utilitas yang selalu diikuti dengan level utilitas untuk setiap konsumen. Kita juga dapat melihat bahwa marginal utility dari barang didefinisikan sebagai perubahan utilitas yang diasosiasikan dengan satu unit pertambahan konsumsi dari barang. Contohnya, fungsi utilitas Bob adalah ( , ) = log
+ log
, di mana X
merupakan makanan dan Y adalah pakaian. Pada kasus ini, marginal utility diasosiasikan dengan tambahan konsumsi dari X yang disebabkan oleh derivasi parsial dari fungsi utilitas terhadap barang X. di mana,
, adalah marginal
utility dari barang X, sehingga, ( , )
=
(
)
= …………. (1)
Pada analisis selanjutnya, akan diasumsikan bahwa saat level utilitas adalah fungsi increasing dari kuantitas barang yang dikonsumsi, marginal utility menurun terhadap konsumsi. Ketika terdapat dua barang, X dan Y, permasalahan optimalisasi konsumen dapat ditulis sebagai berikut. Maximize U(X,Y) dengan kendala semua pendapatan yang dihabiskan untuk dua barang tersebut: +
=
Disini, U( ) adalah fungsi utilitas, X dan Y adalah kuantitas dari dua barang yang dibeli,
dan
harga barang dan I adalah pendapatan. Untuk menentukan
permintaan individu dari dua barang, akan dipilih nilai tersebut dari X dan Y yang memaksimumkan dengan kendalanya. Dengan demikian kita dapat menemukan solusi untuk permintaan masing-masing barang (Pindyck, 2009). Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
11
2.2
Elastisitas Permintaan Konsep elastisitas berfungsi untuk melihat tingkat sensitivitas permintaan
terhadap perubahan harga. Pindyck (2007) mendefinisikan elastisitas sebagai alat untuk mengukur kepekaan satu variabel dengan variabel lainnya. Secara spesifik, elastisitas adalah suatu bilangan yang menunjukkan persentase perubahan yang terjadi pada suatu variabel sebagai reaksi atas setiap satu persen kenaikan pada variabel lain. Salvatore (1992) mangatakan bahwa elastisitas dapat dijelaskan melalui elastisitas harga dari permintaan, elastisitas pendapatan dari permintaan, dan elastisitas silang dari permintaan. 2.2.1 Elastisitas Harga dari Permintaan Koefisien dari elastisitas harga dari permintaan ( ) mengukur persentase perubahan kuantitas dari komoditas yang diminta per unit waktu yang diakibatkan oleh perubahan harga dari komoditi. Sehingga persamaan yang dihasilkan adalah: ∆ /
= −∆
∆
= − ∆ . ………… (2)
/
Permintaan dikatakan elastis jika uniter jika
= 1.
> 1, inelastis jika
< 1, dan elastis
2.2.2 Elastisitas Pendapatan dari Permintaan Koefisien elastisitas pendapatan dari permintaan (
) mengukur persentase
perubahan pada jumlah dari komoditas yang dibeli per unit waktu (∆ / ) akibat dari persentase perubahan dari pendapatan konsumen (∆ / ). Sehingga persamaan yang dihasilkan adalah:
∆ /
Ketika
=∆
/
∆
=∆
. ………. (3)
negatif, barang tersebut adalah barang inferior, namun jika
positif, barang tersebut adalah barang normal. Barang normal biasanya menjadi barang mewah jika
> 1, atau jika tidak, berarti barang tersebut adalah barang
kebutuhan. Bergantung pada level dari pendapatan konsumen,
untuk barang
kemungkinan sangat bervariasi. Sehingga dimungkinkan sebuah barang menjadi mewah pada level low income, kebutuhan pada level intermediate income, dan barang inferior pada level high income.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
12
2.2.3 Elastisitas Jangka Pendek dan Jangka Panjang Permintaan jangka pendek dan jangka panjang merupakan elemen penting dalam menganalisis permintaan. Sehingga, saat berbicara pengaruh perubahan permintaan yang diakibatkan oleh perubahan harga, harus jelas berapa lama perubahan tersebut akan berlangsung sebelum mengukur dampaknya terhadap perubahan jumlah permintaan. Jika perubahan harga hanya memerlukan waktu singkat, antara satu tahun, atau kurang, maka hal ini disebut jangka pendek. Apabila perubahan yang kita rujuk adalah jangka panjang, untuk memberikan waktu yang cukup bagi para konsumen dan produsen untuk menyesuaikan sepenuhnya dengan harga. Secara umum kurvanya akan berbeda antara jangka pendek dan jangka panjang (Pindyck, 2007). Permintaan jauh lebih elastis terhadap harga dalam jangka pendek maupun jangka panjang pada sebagian besar barang. Pindyck (2007) menyebutkan bahwa salah satu alasannya adalah permintaan suatu barang mungkin akan sangat erat kaitannya dengan persediaan barang lainnya yang hanya berubah secara perlahan. Contohnya, permintaan bensin jauh lebih elastis dalam jangka panjang daripada jangka pendek. Kenaikan harga bensin yang tajam akan mengurangi jumlah permintaan dalam jangka pendek. Yaitu pengendara akan mengurangi pemakaian kendaraannya. Namun dampak terbesarnya adalah pada dorongan permintaan kendaraan yang lebih efisien bahan bakarnya. Tetapi karena persediaan mobil perubahannya lambat, jumlah permintaan bensin hanya akan turun sedikit. Di sisi lain, ada beberapa barang yang justru lebih elastis dalam jangka pendek dibandingkan jangka panjang. Hal ini dikarenakan barang-barang tersebut lebih tahan lama (durable). Jumlah keseluruhan dari masing-masing barang ini relatif lebih besar yang dimiliki konsumen dibandingkan produksi setahun. Akibatnya, perubahan kecil pada jumlah kepemilikan barang-barang duratif dapat menyebabkan persentase perubahan yang besar pada tingkat pembelian. Elastisitas pendapatan juga berbeda antara jangka pendek dan jangka panjang. Untuk sebagian besar barang dan jasa, elastisitas permintaan karena pendapatan lebih besar dalam jangka panjang daripada jangka pendek. Kita misalkan kembali dengan perilaku konsumen bensin. Ketika pertumbuhan ekonomi menguat, dan terjadi peningkatan pendapatan agregat sebesar 10 pesen.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
13
Akhirnya orang-orang akan meningkatkan konsumsi bensin. Tetapi, perubahan konsumsi bensin ini perlu waktu yang pada awalnya permintaan hanya naik sedikit. Dengan demikian, elastisitas jangka panjang akan lebih besar daripada elastisitas jangka pendek (Pindyck, 2007).
2.3
Komoditas Minyak Minyak merupakan komoditas geopolitik yang cukup berbeda dibandingkan
dengan komoditas strategis lainnya. Oleh karena itu, dimulai dari pembentukan harga hingga jumlah permintaannya cukup unik. Sebelum lebih jauh membahas tentang permintaan komoditas, akan dijelaskan elastisitas harga minyak dunia yang lebih banyak dipengaruhi oleh OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). 2.3.1 Elastisitas Harga pada Permintaan Minyak Elastisitas harga jangka panjang dari permintaan minyak akan dibuktikan menjadi penentu dari stabilitas OPEC dan peningkatan tingkat harga minyak di masa depan. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa demand schedule jangka pendek untuk minyak cukup inelastis, banyak kemungkinan untuk jangka panjang terdapat substitusi non energi untuk energi dan terdapat bahan bakar lain untuk minyak. Penurunan tajam pada konsumsi minyak pada periode 1980-1984 dapat dikatakan sebagai dampak dari peningkatan harga sebelumnya sebagai penyesuaian konsumen dari demand schedule jangka pendek mereka pada demand schedule jangka panjang. OPEC harus berkonsentrasi pada berapa lama proses penyesuaian ini akan terjadi dan seberapa besar elastisitas jangka panjangnya akan terbentuk. Jika respon permintaan pada periode 1980-1984 hanya permulaan dari proses yang akan berlangsung selama 15 – 20 tahun, lalu OPEC sebaiknya mengantisipasi bahwa dampak lag harga berdampak pada keseimbangan pada dampak pertumbuhan ekonomi untuk beberapa tahun yang akan datang (Griffin&Stalee, 1986). Griffin dan Stalee (1986) mengilustrasikan pentingnya elastisitas harga pada permintaan minyak dunia, akan ditunjukan pada koefisien matematika berikut. Dari teori monopoli sederhana diketahui bahwa maksimisasi profit memerlukan persamaan Marginal Revenue (MR) sama dengan Marginal Cost (MC).
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
14
Sebaliknya, harga berhubungan dengan MR melalui elastisitas harga dari permintaan OPEC (
). MC = MR = P(1 −
)……. (5)
Dari persamaan (5), sangat mudah dilihat bahwa rasio harga terhadap MC tergantung sepenuhnya pada elastisitas harga permintaan OPEC.
=
(
)
=
……… (6)
Berdasarkan persamaan di atas dapat diverifikasi bahwa jika elastisitas harga sebesar 2, maka harga akan dua kali MC. Pada sisi lain, jika elastisitasnya 1,2 harga akan menjadi 6 kali lipat biaya, merepresentasikan kenaikan harga 500 persen
melebihi biaya. Variasi kenaikan harga besarnya antara elastisitas 1
sampai 2. Sekarang kita memperhitungkan peran dari elastisitas harga minyak dunia (
) dan elastisitas suplai competitive fringe7 (
) dalam menentukan elastisitas
). Diasumsikan bahwa harga OPEC
harga yang dihadapi oleh OPEC (
menentukan harga dunia, jika terdapat perubahan pada harga OPEC akan menimbulkan respon kuantitas pada permintaan dan penawaran minyak dunia dari competitive fringe. Berikut adalah jumlah dari dua respon kuantitas yang memberikan dampak pada permintaan OPEC: ∆
=
∆
∆
−
∆
∆
∆
………….. (7)
Mengalikan kedua sisi persamaan dengan P/ dengan
dan ∆
dan mengalikan sisi kanan
, kemudian diperoleh;
∆
=
∆
∆
−
∆
∆
………….. (8)
Susun kembali persamaan dan kalikan semua dengan -1, sehingga diperoleh: P
QOpec
QOpec
P
Qcf P Qcf Q w P Q w ………(9) QOpec Q w P QOpec Qcf P
Atau 7
Competitive fringe adalah supplier minyak selain OPEC Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
15
E Opec
Qcf Qw E cf …………. (10) EW QOpec QOpec
Persamaan di sisi kiri (9) tidak berarti jika dibandingkan elastisitas harga permintaan dari OPEC. Persamaan pertama pada sisi kanan adalah produksi minyak dunia relatif terhadap OPEC, saat elastisitas harga permintaan minyak dunia. Terakhir, (10) adalah share dari competitive fringe dari pasar terhadap OPEC, dikalikan dengan elastisitas suplai dari competitive fringe (Griffin & Stalee, 1986). 2.3.2 Penjelasan Produk Perminyakan Penelitian ini akan mengestimasi elastisitas BBM bersubsidi dan non subsidi yang digolongkan pada Bahan Bakar Khusus (BBK). Produk yang diestimasi meliputi beberapa jenis yang akan dijelaskan sebagai berikut8. Premium, adalah bahan bakar minyak jenis distilat berwarna kekuningan yang jernih. Warna kuning tersebut akibat adanya zat pewarna tambahan (dye). Penggunaan premium pada umumnya adalah untuk bahan bakar kendaraan bermotor bermesin bensin, seperti: mobil, sepeda motor, motor temple dan lainlain. Bahan bakar ini sering juga disebut motor gasoline atau petrol. Minyak solar, adalah bahan bakar jenis distilat berwarna kuning kecokelatan yang jernih. Penggunaan minyak solar pada umumnya adalah bahan bakar pada semua jenis mesin diesel dengan putaran tinggi (diatas 1000 RPM), yang juga dapat dipergunakan sebagai bahan bakar pada pembakaran langsung dalam dapurdapur kecil, yang terutama diinginkan pembakaran yang bersih. Minyak solar ini biasa disebut juga gas oil, automotive diesel oil, high speed diesel. Pertamax, adalah motor gasoline tanpa timbal dengan kandungan aditif lengkap generasi mutakhir yang akan membersihkan intake valve port fuel injector dan ruang bakar dari karbon deposit dan mempunyai RON 92 (Research Octane Number) dan dianjurkan juga untuk kendaraan berbahan bakar bensin dengan perbandingan kompresi tinggi. Pertamax merupakan bahan bakar ramah lingkungan beroktan tinggi hasil penyempurnaan produk Pertamina sebelumnya. Bahan bakar ini juga rendah emisi. Pertamax ini juga direkomendasikan untuk kendaraan yang diproduksi di atas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan 8
Definisi tersebut berasal dari suplemen Media Pertamina No 52, tahun XLIV, 29 Desember 2008. Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
16
telah menggunakan teknologi setara dengan electronic fuel injection dan catalic converters. Keunggulan Pertamax memiliki nilai oktan 92 dengan stabilitas oksidasi yang tinggi dan kandungan olefin, aromatic dan benzene-nya pada level yang rendah sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna pada mesin. Pertamax ini sudah tidak menggunakan campuran timbal dan metal lainnya yang sering digunakan pada bahan bakar lain untuk meningkatkan nilai oktan sehingga Pertamax merupakan bahan bakar yang sangat bersahabat dengan lingkungan sekitar. Pertamax Plus, merupakan bahan bakar superior Pertamina dengan kandungan energi tinggi dan ramah lingkungan, diproduksi menggunakan bahan baku pilihan berkualitas tinggi sebagai hasil penyempurnaan formula terhadap produk Pertamina sebelumnya. Jenis bahan bakar ini sangat direkomendasikan untuk kendaraan yang memiliki kompresi > 10,5 dan juga yang menggunakan teknologi electronic fuel injection, variable valve timing intelegence. Produk ini diformulasikan dengan aditif generasi terakhir yang berfungsi menyempurnakan proses kimia pada pembakaran di dalam mesin kendaraan. Pertamax plus memiliki oktan 95 yang di dalamnya terkandung energi besar yang akan membuat pembakaran kendaraan lebih bertenaga, berakselerasi tinggi, responsif dan knock free. Emisi gas buang yang dihasilkan sangat ramah lingkungan.
2.4
Pencemaran Lingkungan (Polusi) Griffin dan Stalee (1986) menyebutkan tiga faktor utama yang harus
bertanggung jawab pada peningkatan polusi udara adalah pertumbuhan populasi, tingginya pendapatan perkapita, dan perubahan teknologi. Kekayaan yang meningkat akan membuat kesempatan konsumen untuk membeli barang dalam jumlah yang besar dan kemungkinan untuk menghasilkan sampah juga tinggi. Terutama jenis plastik yang sangat sulit terurai dengan cara biasa. Usaha untuk mengurangi polusi di udara dan air sangat sulit. Hal ini disebabkan karena polusi yang terus bertambah tetapi di sisi lain volume udara dan air tidak bertambah. Namun demikian, dengan munculnya embargo minyak yang dilakukan oleh Arab pada 1973, permasalahan krisis energi menjadi lebih mendominasi dibandingkan isu lingkungan. mengatasi krisis energi menjadi tujuan nasional
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
17
baru untuk memenuhi kecukupan energi nasional. Ironis memang, terjadi trade off antara lingkungan dan tujuan lainnya. Untuk mengurangi polusi, dimungkinkan untuk diharuskan mengurangi pertumbuhan ekonomi. Alasan membatasi pertumbuhan adalah keinginan untuk membatasi atau bahkan menghentikan pertumbuhan ekonomi jika harga yang harus dibayar adalah untuk mengurangi polusi. 2.4.1 Sumber Polusi Udara Tipe polusi yang sangat luas dan sangat merusak lingkungan adalah polusi udara, air hujan asam, kebisingan, dan limbah nuklir. Dewasa ini pembahasan yang luas adalah indikator agregasi kegiatan ekonomi, pertumbuhan penduduk dan industri telah menghasilkan gas emisi CO2 yang meningkat sehingga terbentuk apa yang disebut efek rumah kaca yang berdampak terhadap pemanasan global. Sementara itu, terhadap pemanasan global ini, tuduhan yang terasa berat setelah negara maju dan negara berkembang khususnya dalam penebangan hutan di negara yang memiliki hutan tropis telah mereduksi produksi oksigen ke udara. Sebenarnta sifat materialism dan konsumerisme hidup manusialah yang mengakibatkan lebih mengandalkan pemakaian fossil oil, sehingga produksi CO2 hampir berada di ambang batas. Menurut Tietenberg (2003) sumber utama pencemaran udara dapat dikatagorikan kedalam mobile sources dan stationary sources. Mobile sources ini seperti jumlah kendaraan, dan regulasi dari automobile. Sedangkan stationary sources biasanya lebih luas dan dijalankan oleh managemen professional. Sedangkan automobile lebih kecil dan dijalankan oleh amatir. Ukuran mereka yang kecil membuatnya lebih sulit untuk mengendalikan emisi tanpa mempengaruhi tingkah laku dari pelakunya. Beberapa pihak mengatakan bahwa polusi dari mobile resources dapat diabaikan, karena ukurannya yang kecil. Sayangnya, hal ini justru tidak mungkin. Melalui masing-masing kendaraan individu merepresentasikan bagian dari masalah. Sehingga jika dikumpulkan, jumlahnya akan memiliki dampak signifikan terhadap proporsi polusi udara (ozon, karbon monoksida, dan nitrogen dioxide), sedangkan ozon dan nitrogen dioxide, proses pencapaiannya lambat.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
18
Semakin meningkatnya penggunaan mesin diesel, mobile sources harus bertanggung jawab pada peningkatan proporsi emisi dan kendaraan yang pembakarannya menggunakan bensin, sampai saat ini masih menjadi sumber utama polusi udara (Tietenberg, 2003). Emisi dari kendaraan adalah ineffisiensi tingkat tinggi pada polusi karena mereka tidak menghasilkan keseluruhan biaya itu sendiri. Berdasarkan tulisan Tietenberg (2003) terdapat dua sumber utama lainnya, yaitu: (1) subsidi implisit terhadap transportasi jalan dan (2) kegagalan untuk menginternalisasikan biaya eksternal. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, rasio efisien dari volume lalu lintas pada kapasitas jalan terjadi pada saat marginal benefit sama dengan marginal cost-nya. Namun, karena pengendara pribadi tidak menginternalisasikan biaya eksternal mereka disaat keberadaan mereka di jalan raya, sehingga semakin banyak pengendara yang menggunakan jalan raya dan volume lalu lintas akan semakin tinggi kehilangan efisiensi yang ditimbulkan. 2.4.2 Emisi Dari Pembakaran Bahan Bakar Fossil IPCC Guideline (2006) menyebutkan estimasi emisi karbon tergantung dari spesifik bahan yang dipancarkan. Selama proses pembakaran, kebanyakan karbon segera terpancar sebagai CO2. Namun demikian, beberapa karbon, keluar sebagai carbon monoxide (CO), methan (CH4) atau non methane volatile organic compounds (NMVOCs). Sebagian besar pancaran karbon sebagai spesias nonCO2, bahkan mengoksidasi pada CO2 di atmosfer. Pada kasus pembakaran bahan bakar, emisi gas non CO2 sangat sedikit, sehingga estimasi yang lebih akurat dengan mendasarkan estimasi atas total karbon pada bahan bakar. Hal ini dikarenakan total karbon pada bahan bakar tergantung dari bahan bakar itu sendiri, sementara emisi non gas CO2 tergantung pada banyak faktor seperti teknologi, perbaikan, dan lain-lainnya yang sudah umum banyak diketahui. Karena emisi CO2 terlepas dari teknologi, maka pada pada bagian ini akan dibahas faktor emisi standar dari CO2 yang aplikatif pada semua proses pembakaran.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
19
Tabel 2.1. Faktor Emisi CO2 Standar untuk Pembakaran Tipe Bahan Bakar Crude Oil Orimulsion Natural Gas Liquids Motor Gasoline Aviation Gasoline Jet Gasoline Jet Kerosene Other Kerosene Shale Oil Gas/Diesel Oil Residual Fuel Oil Liquefied Petroleum Gases
Default carbon content (kg/Gj) 20.0 1 21 17.5 18.9 1 19.1 1 19.1 1 19.5 1 19.6 1 20.0 1 20.2 1 21.1 2 17.2 1
Lower
Upper
19.4 2 18.9 15.9 18.4 1 18.4 1 18.4 1 19 2 19.3 2 18.5 2 19.8 2 20.6 2
20.6 23.3 19.2 19.9 19.9 19.9 20.3 20.1 21.6 20.4 21.5
16.8 1
17.9
Sumber: IPCC Guideline, 2006
Proses pembakaran adalah menurunkan jumlah maksimal energi per unit dari bahan bakar yang dikonsumsi. Pembakaran yang efisien memastikan oksidasi dari jumlah maksimum karbon yang terkandung dalam bahan bakar. Faktor emisi CO2 untuk bahan bakar adalah relatif tidak sensitif terhadap proses pembakaran dan karena itu hanya tergantung dari kandungan karbon dari bahan bakar.
2.5
Landasan Empiris Berikut adalah beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan terkait
dengan penelitian ini. Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu Mengenai Estimasi Permintaan Produk Perminyakan dan Emisi Karbon Judul Metode Hasil Suleiman Sa’ad, 2009
ARDL/bound
LY : 0.88
Sulaiman Sa’ad, 2010
Underlying Energi
Korea selatan
Demand Tren (UEDT)
LP : – 0.11
LP : - 0.16
LY: 1.15
Indonesia LP : – 0.35 Carol Dahl dan Kurtubi, 2001
Kointegrasi ECM
LY : 1.13
Premium LP : - 0.63
LY : 1.289
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
20
Tabel 2.2 (sambungan) Judul
Metode
Hasil
Akinboade, dkk, 2008
ARDL/Uji Bound
LY : 0.36
LP : −0.47
Olutomi I. Adeyemi,
Estimasi data panel
LY : 0.8
LP :– 0.6
Paolo Agnolucci, 2008
Estimasi data panel
LY : 0.52
Badi H. Baltagi and
Pooling dan Testing
LP : –0.60 s.d -0.90
J.M. Griffin, 1982
procedure
Lester C. Hunt, 2006 LP : – 0.64
Chun Ma, Mei-ting Jua, Metode Estimasi
Jumlah emisi karbon di
Xiao-chun Zhang,
Tianjin sebesar 2.48% di
IPCC Guideline:
Hong-yuan Li, 2010
China, dan 0.45% dunia.
=
L.X. Zhang, C.B.
Metode Estimasi
Emisi CO2 di China telah
Wang, Z.F. Yang, B.
IPCC guideline 2006
meningkat dari 8.89 x
Chen, 2010
Xiao Hong, 2011
=
×
10 menjadi 28.74 x 10 pada 2007 tons.
Metode Estimasi
Total emisi karbon di
IPCC Guideline 2006
Shadong dari 2.758 juta
17
A = ∑ Bi × Ci i=1
ton pada tahun 1997 menjadi 11.051 juta ton.
Berdasarkan beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan, maka rujukan utama penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Sa’ad (2008). Penelitian ini secara komprehensif membahas tentang konsumsi produk perminyakan (Solar dan Premium) di Indonesia. Sedangkan untuk permasalahan yang kedua penelitian yang menjadi acuan utama adalah yang ditulis oleh Chun, Mei, Xiao, dan Hong (2010). Subbab selanjutnya akan membahas masing-masing penelitian serta akan dibahas pula keterkaitan antar variabel pada penelitian-penelitian sebelumnya secara terintegrasi. Hubungan inilah yang dijadikan landasan teoritis pada penelitian ini.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
21
2.5.1 Elastisitas Pendapatan Dan Harga Terhadap Permintaan Produk Perminyakan Elastisitas harga dari permintaan minyak, tergantung pada peluang untuk konservasi, serta ketersediaan barang substitusi-nya. keberadaan substitusi ini sangat penting karena hal ini merupakan batas di mana harga dapat terus dinaikkan oleh produsen kartel9. Namun, ketersediaan alternatif substitusi ini sangat mahal dan memerlukan transisi waktu yang cukup lama. Sehingga sampai saat ini komoditas ini masih dikatagorikan pada price inelastis, di mana perubahan permintaan lebih rendah dibandingkan perubahan harga dalam jangka panjang (Tietenberg, 2003). Sa’ad (2008) mengutip hasil penelitian yang menunjukkan bahwa total permintaan produk perminyakan lebih responsif terhadap perubahan pendapatan dibandingkan dengan perubahan harga. Hasil ini didukung oleh penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti yang sama dengan obyek dua negara berbeda (Indonesia dan Korea Selatan). Penelitian yang kedua ini menambahkan sektor residensial sebagai obyek penelitian. Hasil yang diperoleh masih konsisten. Permintakan produk perminyakan lebih responsif terhadap perubahan pendapatan dibandingkan dengan perubahan harga. Hal ini juga memperkuat penelitian yang jauh lebih dahulu dilakukan oleh Dahl dan Kurtubi (2001) di mana obyek penelitian negara yang sama (Indonesia) dengan menggunakan metode kointegrasi error correction model. Hasil-nya tidak jauh berbeda, permintaan terhadap peroduk perminyakan cenderung price inelastis. Berdasarkan beberapa penelitian di atas, dari sisi pendapatan, pada harga konstan, apabila pendapatan meningkat, maka permintaan akan minyak juga akan meningkat. Menurut Tietenberg (2003) tingginya elastisitas pendapatan ini akan semakin mendukung kartelisasi minyak, karena elastisitas pendapatan juga menunjukkan keterkaitan permintaan terhadap bussines cycle.
9
Minyak merupakan komoditas geopolitik yang pembentukan harganya berdasarkan kartel OPEC, namun sejak tahun 2008 (booming-nya perekonomian China), harga minyak lebih dipengaruhi oleh dorongan permintaan Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
22
2.5.2 Konsumsi Energi dan Emisi Karbon Emisi karbon dan dampaknya terhadap iklim global telah menjadi konsentrasi publik pada banyak negara dan wilayah. Beberapa pendapat mengaitkan tingkat emisi karbon yang menunjukkan tren meningkat ini dengan aktivitas ekonomi yang cukup tinggi. Berdasarkan literatur sebelumnya dijelaskan bahwa komoditas minyak merupakan income elastis. Sehingga terdapat hubungan positif antara konsumsi energi dengan tingkat aktivitas ekonomi masyarakat yang tercermin dalam pendapatan nasionalnya. Sehingga, variabel ini menjadi pemicu tren emisi karbon. Berdasarkan penelitian Chun, Mei, Xiao, dan Hong (2010) yang menemukan korelasi antara struktur konsumsi energi dan emisi karbon. Di beberapa negara tren emisi karbon menurun. Hal ini terkait dengan jenis energi yang digunakan oleh negara tersebut. Jika struktur energi yang digunakan adalah batubara, maka akan menghasilkan emisi karbon yang cukup besar. Penelitian sejenis juga dilakukan oleh Zhang, Wang, Yang, dan Chen (2010) yang menganalisis jumlah emisi yang dihasilkan oleh batubara dari pembakaran bahan bakar di daerah pedesaan di China. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Chun, Mei, Xiao, dan Hong (2010). Dengan pembakaran batubara, emisi yang dihasilkan semakin semakin meningkat secara konstan dari tahun 1979 sampai dengan 2007. Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Xiao (2011). Dengan menggunakan metode yang sama (IPCC Guideline, 2006), penelitian yang mengkalkulasi jumlah emisi karbon di Provinsi Shadong. Hasilnya, secara simultan, rasio emisi karbon dari Provinsi Shadong pada seluruh negara juga menurun antara 1998 dan 2000, meningkat dengan cepat antara 2001 dan 2005 dan meningkat perlahan setelah tahun 2005.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
23
2.6
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. Konsumsi minyak Indonesia terus meningkat
Produksi dalam negeri menurun
Net importer
Harga minyak mentah dunia naik
Harga BBM dalam negeri naik
Subsidi Bahan Bakar Minyak
BBM non Subsidi
BBM Subsidi
Emisi karbon
Elastisitas
Emisi karbon
= ( , ) Income elastis
Price inelastis
Komparasi besaran emisi
Grafik 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilatarbelakangi oleh semakin meningkatnya konsumsi minyak Indonesia. Namun di sisi lain, jumlah produksinya semakin menurun. Sehingga Indonesia menjadi net importer minyak. Pada saat yang bersamaan, harga minyak mentah dunia terus merangkak naik. Hal ini kemudian diikuti dengan kenaikan harga dalam negeri. Sehingga untuk menjaga kestabilan harga, pemerintah harus memberikan subsidi. Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
24
Sampai dengan tahun 2002, hampir semua jenis bahan bakar masih disubsidi oleh pemerintah. Pada tahun 2003, untuk mengendalikan konsumsi BBM yang semakin meningkat, pemerintah (melalui Pertamina) mengeluarkan produk BBM non subsidi atau diistilahkan Bahan Bakar Khusus (BBK). Pertanyaan selanjutnya adalah, dengan harga yang hampir dua kali lipat, bagaimanakah elastisitas permintaannya? Padahal, secara teori dan telah dibuktikan oleh penelitianpenelitian sebelumnya, bahwa produk perminyakan merupakan price inelastis dan lebih income elastis. Di sisi lain, kedua jenis bahan bakar ini sama-sama menghasilkan emisi karbon. Jika dilihat dari total emisi yang dihasilkan di Indonesia saja, jumlahnya terus meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Oleh karena itu, akan diestimasi berapa besar kontribusi kedua jenis bahan bakar ini.
2.7
Hipotesa Penelitian Berdasarkan landasan teoretis dan studi terdahulu yang telah dilakukan.
Maka dapat diketahui bahwa persentase perubahan permintaan produk perminyakan lebih kecil dibandingkan dengan perubahan harganya. Sedangkan persentase perubahan permintaan lebih tinggi dibandingkan perubahan pendapatan (Sa’ad, 2008, 2010). Sehingga, hasil yang diharapkan dalam penelitian ini berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah dilakukan sebelumnya adalah sebagai berikut. a. Harga Bahan Bakar Minyak bersubsidi tidak berpengaruh terhadap permintaan BBM dalam jangka panjang. b. Pendapatan berpengaruh positif signifikan terhadap konsumsi BBM dalam jangka panjang. c. Harga Bahan Bakar Khusus non subsidi berpengaruh negatif signifikan terhadap permintaan BBK dalam jangka panjang. d. Pendapatan berpengaruh positif signifikan terhadap konsumsi BBK dalam jangka panjang.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
BAB 3 METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini terdapat dua permasalahan yang akan dibahas, sehingga memerlukan dua langkah perhitungan. Masing-masing perhitungan berdiri sendiri. Estimasi yang pertama dilakukan untuk menghasilkan model permintaan bahan bakar bersubsidi dan non subsidi di Indonesia. Kemudian estimasi yang kedua adalah untuk mengitung emisi yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar tersebut. Oleh karena itu, berikut akan dijelaskan satu per satu model. Dimulai dari rancangan model, kemudian diikuti dengan definisi operasional variabel yang digunakan beserta sumber data. Setelah itu akan dibahas metode estimasi yang akan dilakukan. Pada metode estimasi, akan dijelaskan proses untuk mendapatkan elastisitas permintaan dari BBM bersubsidi. Sedangkan penjelasan perhitungan emisi karbon hanya pada rancangan model. Hal ini dikarenakan proses perhitungan tidak menggunakan model ekonometrika. Selain itu, dalam penelitian ini juga terdapat kekurangan yang menjadi keterbatasan penelitian. Hal ini akan dijabarkan pada bagian akhir bab ini.
3.1
Rancangan Model
3.1.1 Estimasi Permintaan BBM bersubsidi Untuk mengestimasi permintaan bahan bakar minyak bersubsidi dan bahan bakar non subsidi, digunakan metode Unrestricted Error Correction Model (UECM). Pemilihan model ini mengadopsi analisis kointegrasi dengan pendekatan ARDL/bounds test yang dikembangkan oleh Pesaran, Shin, dan Smith (2001). Metode ini memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan prosedur Engle and Granger (1987) yang banyak digunakan pada penelitian sebelumnya. Pertama, pendekatan UECM dapat diterapkan pada semua data, terlepas apakah semua data series-nya terkointegrasi pada level I(0) maupun terintegrasi pada ordo I(1). Oleh karena itu, keharusan untuk melaksanakan pre-test untuk mengetahui integrasi data dapat diabaikan. Kedua, ukuran sampel yang kecil tetap akan menghasilkan persamaan regresi yang konsisten.
25 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
26
Model yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi dari Sa’ad (2008) sebagai berikut: Bahan Bakar Minyak bersubsidi ln es t 0 1 ln Yt 2 ln Ps t t ……………………….. (1)
Keterangan: : Total permintaan bahan bakar bersubsidi perkapita
est
ln Yt : GDP perkapita ln Ps t : Harga riil produk perminyakan subsidi rata-rata
Bahan Bakar Khusus Non Subsidi ln ent 0 1 ln Yt 2 ln Pn t t …………………….. (2)
Keterangan: en t
: Total permintaan bahan bakar non subsidi perkapita
ln Yt
: GDP perkapita
ln Pn t
: Harga riil produk perminyakan non subsidi rata-rata
3.1.2 Estimasi Emisi Karbon Untuk menghitung emisi karbon, penelitian ini menggunakan IPCC guideline (2006). Metode ini dapat diterapkan untuk perhitungan standar emisi gas rumah kaca pada tempat yang berbeda.
Keterangan: C
=
: Emisi Karbon : Jumlah Konsumsi Energi : Koefisien Emisi
3.2
Definisi Operasional Variabel dan Sumber Data Pada penelitian ini, data yang digunakan adalah data jumlah konsumsi bahan
bakar minyak bersubsidi dan bahan bakar non subsidi, harga bahan bakar, Produk Domestik Bruto (PDB) dan jumlah penduduk. Data tersebut merupakan data bulanan runtut waktu yang dimulai dari 2009 s.d 2011, yang diperoleh dari Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
27
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Pertamina, dan Badan Pusat Statistik (BPS). Hampir semua data tersedia dalam bentuk bulanan kecuali GDP, sehingga harus di interpolasi dengan menggunakan metode cubic spline interpolation. Semua data yang digunakan dalam penelitian ini sudah dalam bentuk logaritma natural. Keterangan lengkap variabel dijelaskan dalam Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1 Nama Variabel, Definisi Operasional dan Sumber Data Variabel
Definisi Operasional
Sumber Data
Satuan
Total
Jumlah konsumsi bahan bakar
Ditjen
konsumsi
minyak bersubsidi perkapita.
Kementrian Energi Liter
bahan bakar
Jenis bahan bakar yang
dan Sumber Daya (KL)
bersubsidi
digunakan dalam penelitian ini
Mineral
( es t )
adalah premium dan solar.
Total
Jumlah konsumsi bahan bakar
Ditjen
konsumsi
khusus non subsidi perkapita.
Kementrian Energi
bahan bakar
Bahan bakar non subsidi yang
dan Sumber Daya
khusus non
digunakan dalam penelitian ini
Mineral
subsidi
adalah jenis Pertamax dan
( en t )
pertamax plus.
Produk
PDB yang digunakan dalam Badan Pusat
Miliar
Domestik
penelitian
Rupiah
Bruto
ini
adalah
Migas Kilo
Migas Liter
PDB Statistik
(PDB) harga konstan tahun 2000 yang
perkapita
telah dibagi dengan jumlah penduduk
Harga BBM
Harga yang dipergunakan
Pusdatin
Rupiah/
dalam penelitian ini adalah
Kementrian Energi
KL
harga riil dari premium yang.
dan Sumber Daya
Harga ini telah dideflasikan
Mineral (ESDM),
dengan menggunakan
Badan Pusat
Consumer Price Index (CPI)
Statistik (BPS)
dengan tahun dasar 2008
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
28
Tabel 3.1 (sambungan) Variabel Harga BBK
Definisi Operasional
Sumber Data
Satuan
Harga yang dipergunakan
Pusdatin
Rupiah/
dalam penelitian ini adalah
Kementrian Energi
L
harga riil rata-rata dari
dan Sumber Daya
pertamax dan pertamax plus.
Mineral (ESDM),
Harga ini telah dideflasikan
Badan Pusat
dengan menggunakan Index
Statistik (BPS)
Harga Konsumen (IHK) dengan tahun dasar 2008 Koefisien
Jumlah emisi yang dihasilkan
Emisi
oleh satu gigajoule
IPCC Guideline
Kg/GJ
pembakaran jenis motor gasoline (mogas) Emisi Karbon
Jumlah Emisi karbon yang International dihasilkan
dari
seluruh Energy Agency
pembakaran
BBM
maupun 2010
Kg/GJ
BBK
3.3
Metode Estimasi Estimasi yang akan dilakukan adalah dengan menggunakan analisis
kointegrasi, yang bertujuan untuk melihat hubungan jangka panjang antara variabel terikat dengan variabel bebasnya. Prosedur estimasi secara garis besar terangkum dalam tahapan-tahapan yang akan dijelaskan selanjutnya. Proses ini kemudian dijelaskan satu per satu pada subbab selanjutnya. Prosedur ini diadopsi dari penelitian Sari, Ewing, dan Soytas (2008). a.
Melakukan uji stasioneritas untuk memastikan data tidak terintergasi pada ordo 2
b.
Menguji keberadaan hubungan kointegrasi diantara variabel dengan menggunakan prosedur bound test (Pesaran, Shin and Smith, 2001). Uji ini akan mengidentifikasi hubungan jangka panjang antara variabel dependen dan independennya. Hipotesis nol untuk tidak ada hubungan kointegrasi
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
29
adalah
=
=
= 0. Hipotesis akan diuji dengan menghitung F
statistik dan membandingkannya dengan nilai kritis pada Pesaran, Shin, dan Smith (2001). c.
Mengestimasi model ARDL, termasuk seleksi model dan melakukan uji diagnosa untuk menguji ada tidaknya pelanggaran asumsi-asumsi dasar ekonometrika, sebelum melanjutkan ke prosedur berikutnya.
d.
Menganalisis hasil output dari estimasi Model ARDL.
e.
Menganalisis ECM berdasarkan hasil output dari estimasi ARDL untuk mengetahui dinamika jangka pendek.
f.
Mengestimasi koefisien hubungan jangka panjang dari Model ARDL terpilih.
g.
Menganalisis koefisien jangka panjang dari Model ARDL.
3.3.1 Uji Kointegrasi Kointegrasi adalah suatu hubungan jangka panjang yang merupakan kombinasi linier dari variabel yang non stasioner. Menurut definisi asli dari Engle dan Granger dalam Enders (1995), kointegrasi merepresentasikan variabel yang terintegrasi pada ordo yang sama. Namun demikian, masih dimungkinkan untuk menemukan keseimbangan diantara sekelompok variabel yang terintegrasi pada ordo berbeda. Pada prinsipnya, variabel kointegrasi adalah time paths yang dipengaruhi oleh deviasi dari keseimbangan jangka panjang. Setelah itu, jika sistem kembali pada keseimbangan jangka panjang, pergerakan dari beberapa variabel harus direspon oleh besarnya ketidakseimbangan. Menurut Enders (2000) kesenjangan ini dapat ditutupi dengan (1) Peningkatan rate jangka pendek/ penurunan rate jangka panjang, (2) Peningkatan jangka panjang tetapi peningkatan lebih besar yang setara dalam tingkatan jangka pendek, atau (3) Menurunkan rate jangka panjang tetapi diperkecil dalam jangka pendek. Tanpa spesifikasi dinamis dari model, tidak akan mungkin untuk menentukan yang manakah kemungkinan yang terjadi. Namun demikian, dinamika jangka pendek harus dipengaruhi oleh deviasi dari hubungan jangka panjang, oleh karena itu muncul mekanisme koreksi kesalahan (error correction).
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
30
Pada mekanisme koreksi kesalahan, dinamika jangka pendek dari variabel dalam sistem dipengaruhi oleh deviasi dari keseimbangan. Sebelum lebih jauh membahas mengenai jenis tes yang digunakan untuk melihat derajat integrasi, penelitian dengan menggunakan data time series selalu dikaitkan dengan stasioneritas. Suatu data dikatakan stasioner jika rata-rata dan variannya konstan sepanjang waktu serta kovarian antara dua data runtut waktu hanya tergantung dari lag antara periode waktu tersebut (Widaryono, 2007). Deteksi stasioneritas ini biasanya menggunakan unit root test. Namun, dalam penelitian ini unit root test tidak akan dilakukan, karena metode ARDL memungkinkan tidak harus melalui stationeritas. 3.3.2 Model Autoregressive Distribution Lags Model ARDL dapat digunakan untuk analisis hubungan jangka panjang ketika variabel-variabel penjelasnya campuran antara yang bersifat I(1) dan I(0). Estimator ARDL akan menghasilkan koefisien jangka panjang yang super konsisten. Salah satu keunggulan dari pendekatan ARDL ini adalah menghasilkan estimasi yang konsisten dengan koefisien jangka panjang yang secara asimtotik normal tanpa peduli apakah variabel-variabel penjelasnya atau regresornya I(0) ataupun I(1). Metode ARDL dengan pendekatan uji bound yang diadopsi dalam penelitian ini menggunakan dua prosedur. Pertama, menggunakan F-test atau Wald test untuk menguji signifikansi bersama (joint significance) dari koefisien hubungan jangka panjang. Uji bound ini akan menggunakan model pada persamaan 3. Namun demikian, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pengetahuan dari level integrasi series bukan suatu keharusan pada pendekatan ini. Pesaran, Shin, dan Smith (2001) telah menyediakan dua set critical value untuk level signifikansi dengan atau tanpa time trend. Pertama mengasumsikan bahwa variabel terintegrasi pada level I(0), dan yang kedua mengasumsikan variabel terintegrasi pada I (1). Jika hasil perhitungan F-Value lebih besar dari batas atas nilai kritis, maka terdapat hubungan kointegrasi antar variabelnya. Jika kondisi sebaliknya, FValue di bawah nilai kritis, maka kesimpulannya adalah tidak ada kointegrasi antar variabel. Sedangkan, jika F-Value berada pada batas
boundary maka
hasilnya tidak dapat disimpulkan (Sa’ad, 2008).
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
31
m
m
i 0
i 0
let 0 i 0 1 let 1 2 i ly t 1 3 lp t 1 1ly t 1 2 lp t 1 3 let 1 t .......... ..(3) m
Dimana, Δ adalah selisih variabel dan et 1 adalah error correction term yang menggambarkan penyesuaian menuju kesimbangan jangka panjang. Sedangkan variabel lainnya sama seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika estimasi yang dilakukan tepat maka nilai −1 <
secara statistik. Sehingga
< 0 serta signifikan
merupakan faktor penyesuaian (adjustment factor).
Hal ini berarti apabila fluktuasi dari peubah menyimpang dari long run track-nya, maka dia akan bergerak menuju kembali pada long run equilibrium-nya sekitar *100 persen penyesuaian tersebut terjadi pada periode pertama (karena penelitian ini menggunakan data bulanan, berarti penyesuaian terjadi pada bulan pertama), dan sisanya pada periode berikutnya. Koefisien
,
,,
dan
merepresentasikan dinamika jangka pendek dari model. Sementara koefisien η merepresentasikan hubungan jangka panjang dari model tersebut (Best, 2008).
3.4
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang diharapkan dapat
dijadikan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya. Keterbatasan ini meliputi halhal sebagai berikut. a. Periode waktu dalam penelitian ini masih sangat terbatas dan hanya terdapat satu kali perubahan harga nominal pada jenis BBM bersubsidi (Januari ke Februari 2009), sehingga estimasi BBM dimungkinkan kurang mewakili kondisi perubahan harga yang fluktuatif dalam beberapa periode. b. Produk perminyakan yang diestimasi pada model hanya terbatas pada beberapa jenis tertentu, belum menyeluruh pada semua produk perminyakan yang digunakan di Indonesia. c. Koefisien emisi yang disediakan oleh IPCC hanya terbatas pada jenis bahan bakar. Belum mendetail pada kandungan oktan dalam masing-masing bahan bakar.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
BAB 4 GAMBARAN UMUM PERMINYAKAN INDONESIA
Sebelum masuk pada analisis hasil penelitian, pengetahuan tentang gambaran umum pengelolaan energi dan juga kondisi pasar minyak dalam negeri sangat diperlukan. Dalam bab ini akan dijabarkan mengenai struktur penggunaan energi final di Indonesia untuk memberikan informasi tentang kebutuhan energi nasional. Setelah itu, akan dibahas mengenai kondisi pasar dalam negeri yang dimulai dari harga masing-masing produk perminyakan, dan pengaruh harga minyak mentah dunia pada pembentukan harga dalam negeri. Di dalamnya juga akan dibahas mengenai proporsi subsidi yang telah dikucurkan oleh pemerintah sampai dengan tahun 2012. Setelah mendapatkan gambaran umum penggunaan minyak dan juga kondisi pasar dalam negeri maupun dunia, maka akan dibahas mengenai kondisi emisi karbon di Indonesia. Kondisi emisi karbon ini meliputi komposisi dari asal pembentukan emisi karbon. Sehingga dapat diketahui peran dari masing-masing jenis energi dalam pembentukan gas CO2.
4.1
Konsumsi Minyak di Indonesia Konsumsi energi merupakan kebutuhan yang sangat menunjang aktivitas
ekonomi suatu negara. Sehingga sangat wajar jika konsumsi berbagai jenis energi di Indonesia menunjukkan peningkatan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terjadi. Jenis energi yang dikonsumsi di dunia masih didominasi oleh minyak (38 persen). Berdasarkan proyeksi yang dilakukan oleh British Petroleum (2012) menunjukkan bahwa total konsumsi energi cair9 di dunia pada tahun 2020 akan mencapai 4378.6 juta TOE10. Proporsi konsumsi tertinggi adalah wilayah Asia pasifik sebesar 35 persen. Bahkan angka ini mengalahkan konsumsi Amerika Utara yang hanya 22 persen atau sebesar 964.5 TOE. Hal ini menunjukkan bahwa new emerging countries memang membutuhkan konsumsi energi yang relatif lebih besar dibandingkan dengan negara maju.
9 10
Termasuk jenis minyak, biofuels, gas-to-liquids dan coal-to-liquids. Ton Oil Equivalent
32 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
33
12000 10000
9758
China
8000
India
6000
2000 0
Indonesia
4418 3473
4000
Japan South Korea
1430 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Grafik 4.1 Komparasi Konsumsi Minyak Di Beberapa Negara Asia (Dalam Ribuan Barrel Per Hari) Sumber: Statistical Review Of World Energy 2012 (telah diolah kembali)
Konsumsi minyak Indonesia-pun termasuk ke dalam katagori tinggi di antara negara-negara Asia lainnya. Tahun 2011, konsumsi minyak Indonesia (1430 barrel) berada pada peringkat lima, di bawah China, Jepang (4418 barrel), India (3473 barrel), dan Korea Selatan (1430 ribu barrel). Konsumsi Indonesia 2011 meningkat 0,2 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan paling tinggi dialami oleh China. Konsumsi negara tirai bambu ini meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan dengan konsumsi yang sama pada tahun 2000 (9758 ribu barrel pada tahun 2011). Hal ini didorong oleh perkembangan industrialisasi yang cukup pesat di negara tersebut. (Secara rinci komparasi penggunaan energi minyak di Asia disajikan dalam Grafik 4.1.) Tabel 4.1 Konsumsi Energi Final Di Indonesia Berdasarkan Tipe 2004 – 2010 (dalam ribuan BOE11) Fuel
Other Petroleum Product
Biomass
2004
271.765
55.344
85.459
354.317
37.716
80
9.187
61.393
2005
270.043
65.744
86.634
338.375
29.614
94
8.453
65.644
2006
276.271
89.043
83.221
311.913
41.126
94
9.414
69.071
2007
275.126
121.904
80.178
314.248
39.873
89
10.925
74.376
2008
277.874
94.035
102.281
320.987
16.658
155
15.718
79.138
2009
279.145
82.587
118.087
336.290
25.922
220
25.259
82.567
2010
288.444
136.540 115.279 363.517 54.525 285 32.490 Sumber: Handbook Of Energy and Economic Statistics 2011
90.348
11
Coal
Natural Gas
Tahun
Briquette
LPG
Electricity
Barrel Oil Equivalent Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
34
Dari sisi konsumsi energi final, dominasi energi cair dalam bentuk bahan bakar. Data Kementerian ESDM menunjukkan bahwa share konsumsi bahan bakar tahun 2010 sebesar 33,6 persen. Namun, proporsi ini telah menunjukkan penurunan
dibandingkan
dengan
tahun-tahun
sebelumnya.
Walaupun
pergeserannya hanya di bawah 5 persen setiap tahunnya, tetapi telah menunjukkan upaya diversifikasi energi. Secara detail konsumsi energi berdasarkan tipe disajikan dalam Tabel 4.1. Kemudian, energi tersebut dikonsumsi oleh berbagai sektor di Indonesia. Sektor tertinggi yang mengkonsumsi energi adalah dari sisi industri, dengan konsumsi sebesar 458.100 ribu BOE pada tahun 2011 (42,91 persen). Berdasarkan data kementerian ESDM (2012) sektor industri menggunakan 57.602 ribu BOE bahan bakar dengan dominasi Automobile Diesel Oil (ADO) sebesar 36.509 ribu BOE. Tabel 4.2. Perbandingan Komposisi Konsumsi Energi Sektor Industri Dan Transportasi12 (dalam ribuan BOE) Sektor Transportasi Tahun
Sektor Industri
Premium
ADO
Gas
Listrik
ADO
Listrik
Gas
2005
96.863
65.262
43
34
39.929
4.843
26.021
86.277
2006
92.901
57.268
42
41
35.027
2.627
26.736
82.845
89.043
2007
98.847
55.241
49
52
33.787
1.422
28.077
79.723
121.904
2008
111.377
60.812
124
50
37.206
849
29.405
101.668
94.035
2009 2010
121.226 130.486
67.328 70.655
56 70
68 54
41.193 43.228
735 889
28.323 31.254
117.535 114.111
82.587 136.540
181 54 36.509 655 Sumber: Pusdatin ESDM (2012)
33.547
119.649
144.567
2011
144.330
59.672
IDO
Batubara 65.744
Setelah industri, sektor transportasi menduduki peringkat kedua pengguna energi terbesar (37,68 persen). Sebesar 277.405 ribu BOE dikonsumsi oleh sektor ini. Dengan dominasi Premium (144.330 ribu BOE) dan ADO (59.672 ribu BOE). Menurut Sugiyono (2012)13 konsumsi energi di sektor transportasi untuk kurun waktu 2000-2010 meningkat dari 139 juta SBM pada tahun 2000 menjadi 256 juta SBM pada tahun 2010 atau meningkat dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,2% per tahun. Pertumbuhan terbesar adalah penggunaan avtur/avgas dengan 12
Data yang dicantumkan dalam tabel hanya sebagian dari total konsumsi energi pada kedua sektor tersebut. 13 Dikutip dari prosiding Seminar dan Peluncuran Buku Outlook Energi Indonesia 2012 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
35
laju pertumbuhan 11,3% per tahun, diikuti oleh listrik (7,2%), bensin (6,8%), minyak solar/diesel (5,0%).
4.2
Kebijakan Harga Minyak Harga bahan bakar di Indonesia tidak akan terlepas dari harga minyak
mentah dunia. Hal ini disebabkan karena kebutuhan konsumsi minyak dalam negeri tidak mampu dipenuhi secara keseluruhan oleh produksi lokal sehingga harus melakukan impor. Dampaknya adalah ketidakpastian harga yang harus terus mengikuti harga induknya. Sampai saat ini, tidak ada kesepakatan mengenai faktor apa saja yang paling signifikan mempengaruhi fluktuasi harga minyak atau mengapa pola dari dampak fluktuasi harga minyak memiliki perbedaan sejak goncangan minyak pada tahun 1970-an. Pada periode 1970-1979 minyak mengalami kenaikan yang sangat tinggi. Kemudian krisis keuangan yang menimpa Asia pada tahun 1997-1999 juga berpengaruh pada kenaikan harga minyak mentah dunia. Namun kenaikan ini tidak sebanding dengan adanya invasi Iraq yang menyebabkan harga minyak mentah dunia mencapai 100 US$ per barrel-nya. dan kenaikan kembali terjadi pada awal 2010-an karena adanya Arab Spring. Harga minyak mentah Indonesia hampir sama dengan harga minyak mentah dunia. Perbedaannya tidak signifikan. Hal ini dikarenakan minyak mengikuti sistem satu harga, yang membedakan hanya biaya angkut dari sumber minyak ke pompa bensin. Berikut disajikan perbandingan harga minyak mentah dunia dan harga dalam negeri yang hampir tidak bisa dibedakan (Grafik 4.2), bahkan harga minyak mentah Indonesia merupakan yang tertinggi diantara beberapa harga minyak mentah acuan yang digunakana di Eropa (Brent) maupun Amerika (WTI). Tahun 2011 harga minyak mentah Indonesia maupun dunia mengalami harga tertinggi, di mana rata-rata harganya telah berada di atas US $ 100 per barrel. Di Indonesia-pun harganya tidak jauh berbeda. Berdasarkan data dari BP (2012) maupun ESDM, kenaikan harga ini melebihi persentase kenaikan harga minyak mentah yang terjadi pasca krisis keuangan global pada tahun 2008 yang berada pada kisaran US$ 97.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
36
Indonesia
WTI
Brent 111.55
96.13100.06 97.26
111.26
95.04 79.45 79.50 79.4 61.58
2008
61.92 61.67
2009
2010
2011
Grafik 4.2. Perbandingan Harga Minyak Mentah Indonesia dan Dunia (US$/barrel) Sumber: BP, Pusdatin ESDM (2012)
Tingginya harga minyak mentah ini, berdampak pada harga produk-produk perminyakan yang ada di dalam negeri. Permasalahan yang kemudian muncul adalah kenaikan harga minyak ini berpengaruh pada beban subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Subsidi ini telah diberikan pada tahun anggaran 1977/1978 akibat nasionalisasi perusahaan minyak di kawasan timur tengah yang menyebabkan melangitnya harga jual minyak. Mekanisme pemberian subsidi ini disesuaikan dengan asumsi harga minyak yang ada pada APBN. Fluktuasi harga minyak akan menyebabkan selisih antara angka yang telah dipatok di APBN, dan angka inilah yang akan dibebankan pada subsidi. Sehingga harga yang diterima oleh masyarakat adalah fixed. Berdasarkan data dari ESDM (2012) harga eceran produk perminyakan, telah mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (walaupun telah disubsidi oleh APBN). Produk yang disubsidi oleh pemerintah pada awal untuk semua produk perminyakan. Namun seiring terus meningkatnya harga minyak, sampai saat ini, produk perminyakan yang tetap ditopang oleh subsidi adalah Premium (RON 88), minyak tanah, dan minyak solar (ADO). Perkembangan harga bahan bakar ini, memang terlihat sangat signifikan dari awal tahun 2000. Namun pada tahun 2008 ke atas harga BBM bersubsidi jenis premium dan solar dipatok pada harga 4500. Harga ini relatif sangat rendah
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
37
dibandingkan harga premium di negara-negara lainnya. Sebagai contoh adalah Jerman, yang mana harga Premium per liternya adalah US$ 2.130 atau setara dengan Rp 21.30014. Kemudian di Jepang, harga bensin per liter sebesar US$ 1.689 atau setara dengan Rp 16.890 (BP, 2012). Tabel 4.3. Harga BBM bersubsidi di Indonesia 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Premium 1538 1658 1810 1810 3117 4500 4500 5340 4625 4500 4500
M. Tanah 1584 1593 1821 1800 2062 2000 2000 2300 2500 -
M. Solar 1575 1558 1650 1650 2877 4300 4300 4992 4575 4500 4500
Sumber: Pusdatin ESDM (2012)
Rendahnya harga bahan bakar di Indonesia serta kurangnya pelayanan transportasi publik di negara ini diiringi dengan terus meningkatnya kepemilikan kendaraan pribadi. Data dari BPPT (2012) menunjukkan bahwa jumlah kendaraan meningkat dari 18,98 juta unit pada tahun 2000 menjadi 77,13 juta unit pada tahun 2010 atau tumbuh rata-rata 15,1% per tahun. Saat ini pangsa terbesar adalah penggunaan sepeda motor yang mencapai 79% dari total jumlah kendaraan bermotor di Indonesia. Sisi positif dari pertumbuhan sektor transportasi ini adalah kontribusinya pada PDB sub-sektor transportasi untuk lapangan usaha pengangkutan. Sub-sektor transportasi meningkat dari 46,8 triliun Rupiah (harga konstan 2000) pada tahun 2000 menjadi 84,4 triliun Rupiah pada tahun 2010 atau meningkat rata-rata 6,1% per tahun.
4.3
Pendapatan Nasional dan Konsumsi Minyak Pertumbuhan ekonomi di Indonesia menunjukkan mulai mengalami
penurunan yang diakibatkan krisis finansial dunia yang berlangsung sejak akhir
14
Dengan asumsi US$ 1 = Rp 10.000 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
38
2008 dan berdampak kepada ekspor Indonesia yang terus turun. Namun krisis tidak membuat pertumbuhan ekonomi menjadi negatif tetapi masih mampu tumbuh 4,5%. PDB Indonesia (berdasar harga berlaku) pada tahun 2008 adalah sekitar Rp 4.951 triliun dan atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp 2.082 triliun15. Berdasarkan data basic statistic ADB (2012) pertumbuhan PDB pada 2011 sebesar 6.5 %, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 6.2 %. Pertumbuhan ini juga relatif tinggi dibandingkan dengan Negara-Negara Asia lainnya. Sedangkan untuk pendapatan perkapita, pada tahun 2011 sebesar US$ 2.940. Berbeda halnya dengan pertumbuhan ekonomi, untuk pendapatan perkapita, Indonesia masih berada di bawah Singapura (US$ 42,930 ), Malaysia (US$ 8.770), dan Thailand (US $ 4.440).
Tingginya pertumbuhan ekonomi ini, akan seiring dengan kebutuhan konsumsi energi Indonesia. Hal ini dikarenakan untuk negara sedang berkembang pertumbuhan konsumsi energi bahkan lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi. 8.0 7.0 6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 1.0 0.0
India, 6.9
Indonesia, 6.5 Myanmar, 5.5 Malaysia, 5.1
Singapore, 4.9
Philippines, 3.7
0
1
2
3
4
5
Thailand, 0.1 7 8
6
Grafik 4.3. Pertumbuhan GDP di Asia 2011 Sumber: Asian Development Bank (2012)
Elinur (2010) bahkan menyebutkan bahwa pemanfaatan energi yang boros diperlihatkan oleh elastisitas energi yang tinggi. Nilai elastisitas energi Indonesia rata-rata pada periode 1995-2008 sebesar 2.17. Hal ini berarti apabila pertumbuhan ekonomi (PDB) meningkat sebesar satu persen maka konsumsi energy akhir akan meningkat sebesar 2.17 persen. Angka ini mengindikasikan 15
Dikutip dari Indonesia Energy Outlook 2010 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
39
Indonesia tergolong negara boros energi. Energi di Indonesia masih banyak digunakan untuk kegiatan yang tidak produktif, berbeda halnya dengan di negara maju yang memiliki angka elastisitas dibawah 1. Hal ini menunjukkan energi yang tersedia telah dimanfaatkan secara produktif, sebagaimana yang terjadi di negara-negara maju yang berkisar 0.55 – 0.65. Dengan kata lain negara maju memiliki sistem ketahanan energi yang kuat, terbarukan, terdistribusi merata, serta dimanfaatkan secara optimal dan produktif.
4.4
Emisi Karbon di Indonesia Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) saat ini telah menjadi suatu parameter yang
penting diperhatikan dalam pembangunan diberbagai sektor, termasuk sektor energi. Hal ini disebabkan jumlah GRK terutama jenis CO2 terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Kekhawatiran yang muncul adalah ketika tidak ada upaya diferensiasi penggunaan energi, maka CO2 yang terbentuk di udara ini akan mengancam kesehatan masyarakat. Indonesia, merupakan penghasil emisi terbesar di Asia Tenggara yang berasal dari minyak. Di tingkat Asia hanya diungguli oleh China dan India. Data dari International Energi Agency (2012) menunjukkan bahwa pada tahun 2009 Indonesia menghasilkan 186,5 juta ton emisi. Sedangkan di bawahnya ada Malaysia 63,2 juta ton. Untuk detail komparasi lihat grafik 4.4 berikut.
809.9
782.5
673.0
897.5
864.4
926.5
947.9
377.3
400.8 186.5 63.2
66.6 2003
2004
2005
China
India
2006
2007 Indonesia
2008
2009
Malaysia
Grafik 4.4 Komparasi Emisi di Asia Sumber: International Energy Agency (2012)
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
40
Di Indonesia sendiri, emisi karbon sektoral didominasi oleh minyak, dengan produksi CO2 sebesar 186,5 juta ton pada tahun 2009 atau setara 49 persen dari total emisi CO2 yang dihasilkan. Angka ini jauh di atas batubara (110,6 juta ton), dan Gas yang hanya 79,1 juta ton CO2 (IEA, 2012). Berikut diberikan gambaran umum peningkatan CO2 berdasarkan asal emisi per sektor (Grafik 4.6).
173.5
190.8
186.2
172.2
178.0
176.6
186.5 Coal
71.1
2003
68.1
2004
64.4
2005
74.6
2006
59.8
2007
79.1
63.2
2008
Minyak Gas
2009
Grafik 4.5 Emisi Sektoral Indonesia 2003 – 2009 (Dalam Juta Ton) Sumber: International Energy Agency (2012)
Padahal dari sisi default carbon content yang dihasilkan apabila dilihat dari sumber energi-nya, batu bara perpeluang menghasilkan emisi karbon yang lebih besar dibandingkan dengan minyak (lihat Tabel 2.1). Namun karena tingginya volume pemakaian minyak sebagai sumber energi jauh lebih besar, maka emisi yang dihasilkan-pun, didominasi oleh minyak.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
BAB 5 ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah mengetahui gambaran umum kondisi perminyakan Indonesia dari sisi permintaan serta besaran emisi karbon yang ada. Pada bab ini, akan di jelaskan langkah yang telah ditempuh dan hasil yang telah dicapai dalam estimasi model. Proses yang dilakukan adalah estimasi untuk model permintaan bahan bakar bersubsidi dan non subsidi, kemudian menghitung simulasi emisi karbon berdasarkan elastisitas yang dihasilkan. Kemudian, hasil tersebut akan dianalisis sebagai langkah untuk menjawab rumusan masalah guna mencapai tujuan yang diharapkan pada pendahuluan.
5.1
Analisis Model Ekonometrika Langkah awal estimasi model yang dilakukan adalah menguji tingkat
stasioneritas data. Uji ini sebenarnya tidak diharuskan dalam metode yang menggunakan ARDL. Hal ini dikarenakan, hasilnya akan tetap valid walaupun tidak terintegrasi pada derajat yang sama. Namun uji stasioneritas ini tetap dilakukan untuk mengetahui pada level mana data awal stasioner. Setelah itu, data yang telah diketahui level integrasi diestimasi menggunakan ARDL untuk melihat apakah terdapat hubungan kointegrasi, melalui nilai F-statistik-nya. Baru kemudian dianalisis hasil dinamika jangka pendek dan panjang dari koefisien ARDL. Namun sebelum dianalisis, model tersebut terlebih dahulu melalui uji asumsi klasik untuk melihat apakah terjadi pelanggaran pada model. 5.1.1 Uji stasioneritas Uji stasioneritas data dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF) dilakukan pada dua kelompok data yang dijadikan observasi pada penelitian. Hasil uji menunjukkan bahwa pada kelompok data BBM subsidi, variabel harga (lnPs), jumlah konsumsi bahan bakar bersubsidi (lnEs), dan pertumbuhan pendapatan (lnY) tidak stasioner pada level, kecuali untuk variabel konsumsi dengan memasukkan tren. Untuk selanjutnya, pada differensial tingkat pertama, variabel konsumsi, harga, dan pendapatan telah stasioner baik itu yang menggunakan tren ataupun tidak.
41 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
42
Tabel 5.1 Hasil Uji Stasioneritas pada Data BBM Subsidi dan BBK Non Subsidi Derajat Derajat Variabel Variabel Stasioner Stasioner I(1) I(1) Tanpa tren Es En I(1) I(2) dengan tren I(1) I(1) tanpa tren Ps Pn I(0) I(1) dengan tren I(2) I(1) tanpa tren Y Y I(1) I(1) dengan tren Sumber: Hasil Perhitungan
Sedangkan untuk data BBM non subsidi, hasil uji akar unit menggunakan Augmented Dickey Fuller menunjukkan bahwa komponen data konsumsi bahan bakar minyak non subsidi stasioner pada derajat kedua (2rd difference). Sedangkan untuk data harga telah stasioner pada differensial pertama. Untuk data pendapatan, karena menggunakan data yang sama dengan persamaan sebelumnya, maka hasil uji stasioneritas juga menunjukkan hasil yang sama yaitu stasioner pada 1st difference untuk data yang tidak menggunakan tren (hasil keseluruhan pada lampiran). Dari hasil unit root test menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan gabungan dari data yang stasioner pada level I(0), derajat satu I(1) dan derajat kedua I(2). Perbedaan derajat stasioneritas ini akan sangat berpengaruh jika penelitian menggunakan uji kointegrasi jenis Engle Granger,
Johansen,
dan
lain-lain-nya.
Namun,
dengan
uji
kointegrasi
menggunakan autoregressive distribution lags, syarat tersebut bisa diabaikan dan tidak akan berpengaruh pada hasil estimasi. 5.1.2 Estimasi Model Kointegrasi Berdasarkan
uji
kointegrasi
dengan
menggunakan
bound
testing
cointegration, kita akan melihat ada atau tidaknya kointegrasi antar variabel dengan merujuk pada F-statistik dari hasil uji signifikansi bersama dari koefisien jangka panjang. Kemudian hasil perhitungan F-statistik dibandingkan dengan nilai kritis yang telah disediakan oleh Pesaran (2001).
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
43
Variabel dependen BBK BBM
lnEs (5%) lnEn (1%)
Tabel 5.3 Hasil Uji Bound Kointegrasi F-tabel F-hitung Prob. Kesimpulan Lower Upper bound bound 4.141127 3.15 4.08 0.0109 Terkointegrasi 9.368024 4.30 5.23 0.0001 Terkointegrasi Sumber: hasil pengolahan data
Setelah dibandingkan dengan nilai kritis yang disediakan oleh Pesaran (2001), hasil kointegrasi model BBM bersubsidi yang memiliki tiga variabel penjelas dengan konstanta dan tren menunjukkan F-statistik yang lebih besar dari batas atas nilai kritis, sehingga H0 yang menyatakan tidak ada hubungan kointegrasi tidak dapat diterima. Kesimpulannya adalah variabel harga, pendapatan dan permintaan bahan bakar bersubsidi terkointegrasi dengan tingkat kepercayaan 99 % (α = 1%). Demikian hal-nya pada model BBM non subsidi yang sama-sama memiliki tiga variabel penjelas tanpa tren yang menunjukkan F-statistik yang lebih besar dari nilai kritis dengan toleransi kesalahan sebesar 5%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel harga, pendapatan, dan permintaan BBM non subsidi terkointegrasi dengan tingkat kepercayaan 95% (α = 5%). Setelah hasil uji bound dengan variabel dependen jumlah konsumsi bahan bakar bersubsidi (lnEs) maupun non subsidi (lnEn) menunjukkan terdapat hubungan kointegrasi antar variabel dalam dua persamaan diatas, maka persamaan yang terbentuk dapat diestimasi dengan menggunakan ARDL, termasuk didalamnya proses pemilihan model terbaik dan pengujian terhadap pelanggaran asumsi klasik. 5.1.3 Estimasi Model Auto Regressive Distribution Lags Persamaan ARDL prosedur awal yang akan dilakukan adalah proses pemilihan model terbaik. Pemilihan model terbaik ini dilakukan dengan menentukan panjang lags maksimum masing-masing variabel untuk mengetahui dinamika jangka pendek dari model. Penentuan panjang lags maksimum ini mengikuti sistem VAR dengan menggunakan berbagai kriteria. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah Akaike Information Criterion (AIC). Hal ini ditentukan dengan membandingkan Final Prediction Error yang lebih kecil. Hasil pemilihan lags maksimum dari masing-masing variabel untuk kedua model Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
44
adalah sebagai berikut. Dari hasil estimasi penentuan panjang lags maksimum dengan menggunakan VAR menunjukkan bahwa maksimum ordo yang bisa diestimasi untuk memilih model terbaik berbeda-beda berdasarkan masing-masing kriteria. Proses pemilihan model terbaik dilakukan dengan menggunakan metode general to spesific. Hasil tersebut dijabarkan dalam penjelasan selanjutnya. Pemilihan model di antara berbagai model adalah salah satu yang melewati berbagai diagnostic test yang ada. Kemudian dalam kasus di mana semua spesifikasi telah melewati semua diagnostic ekonometrika, model yang dipilih adalah yang memiliki koefisien yang konsisten dengan underlying economic theory (elastisitas negatif untuk harga dan positif untuk pendapatan) akan dipilih (Sa’ad, 2008). Dalam model ARDL, variabel dependen (lnE) adalah fungsi dari nilai lagnya sendiri bersama dengan nilai saat ini dan nilai lags dari variabel independen yang lainnya. Pada modeling general to specific hal pertama yang harus dilakukan adalah memformulasikan model secara general. Kemudian dengan menguji subsequent restriction dari model general dikurangi dan akan diperoleh bentuk spesifik final dari model. Pada model asli, maksimum panjang lags untuk masingmasing variabel berturut-turut, konsumsi bahan bakar, harga, dan pendapatan dengan merujuk pada AIC adalah 2,3,4 untuk subsidi dan 3,1,4 untuk non subsidi. Sehingga dalam model general dimulai dengan lags maksimum 5 untuk semua variabel, sehingga menjadi model ARDL (5,5,5) (Wójcik, 2011). Kemudian, dilakukan reduced pada model dengan melakukan wald test untuk variabel yang berdasarkan individual test tidak signifikan (terlampir). Model ini juga telah melewati uji asumsi klasik berupa heteroskedastisitas, autokorelasi, dan uji normalitas (terlampir). Berdasarkan model terbaik yang telah dipilih, dapat diketahui bahwa permintaan bahan bakar bersubsidi dipengaruhi oleh permintaan bahan bakar pada lags 2, sedangkan harga dalam beberapa lags terakhir pengaruhnya tidak signifikan secara statistik. Sedangkan untuk pendapatan, memiliki pengaruh yang lebih besar yaitu pada lags 2, 4, dan pada lags 5. Dari hasil tersebut akan dibentuk estimasi Model Error Correction untuk melihat dinamika jangka pendek dari model (hasil selengkapnya pada lampiran).
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
45
5.2
Analisa Ekonomi Model
5.2.1 Model Bahan Bakar Minyak Berdasarkan hasil pemilihan model, telah didapatkan persamaan ARDL yang paling optimal dalam menggambarkan elastisitas permintaan BBM bersubsidi sebagai berikut. Δ
= -28,02 + 0,26 Δ (1,70)
+ 4,84 Δ
(2,33)**
(3,49)***
- 7,52 Δ
– 0,43
(5,41)*** R-squared
– 7,28 Δ
0,792074
+3,53 Δ
(4,73)***
– 1,65
(2,78)**
(3,84)***
+ 3,45l
(1,47)
(3,93)***
Adjusted R-squared
0,698507
( )*** signifikansi pada α = 1 % ( )** signifikansi pada α = 5 %
Berdasarkan hasil estimasi ARDL di atas, dapat dihitung keseimbangan jangka panjang dari model BBM. Sehingga hasil koefisien keseimbangan jangka panjang sebagai berikut. = 66 − 3,39
+ 8,21
Hasil persamaan jangka panjang tersebut menunjukkan bahwa kenaikan pendapatan sebesar satu persen akan meningkatkan konsumsi bahan bakar minyak bersubsidi sebesar 8,21 persen. Sedangkan kenaikan harga tidak mempengaruhi jumlah konsumsi (karena koefisien harga tidak signifikan secara statistik). Pendapatan memiliki pengaruh yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga. Hasil ini menunjukkan bahwa untuk BBM bersubsidi, koefisien permintaan cenderung lebih income elastic. Keadaan tersebut sangat logis jika melihat harga bahan bakar nominal di Indonesia sangat rendah dan flat serta harga riil-nya yang cenderung menurun dalam tiga tahun terakhir. Kemudian, dilihat kesesuaiannya dengan hipotesa penelitian sebagai berikut. Tabel 5.4 Kesesuaian Tanda dan Signifikansi Hasil Regresi Dengan Hipotesis Penelitian Pada Kelompok BBM Variabel Hipotesis Penelitian Hasil Regresi Kesimpulan Harga (Ps) Pendapatan (Y)
Tidak signifikan
Tidak signifikan
Sesuai
Signifikan, positif
Signifikan, positif
Sesuai
Sumber: Hasil analisis data Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
46
Hasil untuk koefisien harga dalam penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan di Indonesia. Sa’ad (2008) menghasilkan elastisitas harga untuk premium sebesar -0,007 dan 0,18 untuk income. Hal ini menunjukkan bahwa dalam tiga tahun terakhir (2009 – 2011) dampak perubahan harga lebih elastis dibandingkan dengan periode tahun penelitian sebelumnya (1973 - 2003). Namun dari sisi pendapatan, kepekaan perubahan pendapatan meningkat dalam periode waktu penelitian ini. Dimana perubahan satu persen pendapatan akan meningkatkan konsumsi energi sebesar 2,30 persen. Sa’ad (2010) memperbaharui penelitiannya dengan membandingkan dengan Korea Selatan, dengan hasil penelitian -0,35 dan 1,13 untuk harga dan pendapatan di Indonesia serta -0,11 dan 1,15 untuk korea selatan. Dengan menggunakan data yang lebih baru yaitu tahun 1973 – 2008 koefisien pendapatan meningkat (namun penelitian ini menggunakan data semua jenis energi, tidak hanya produk perminyakan). Sedangkan untuk model dinamis jangka pendek, mengindikasikan bahwa koefisien error correction adalah signifikan secara statistik dan memiliki tanda negatif. Koefisien penyesuaian adalah sebesar 0,43, yang mengindikasikan 43% penyesuaian bulanan untuk ketidakseimbangan jangka panjang. Sedangkan untuk koefisien jangka pendek yang signifikan adalah variabel pendapatan pada lag kedua, keempat, dan kelima serta harga pada lag ke tiga. Pengaruh lag kedua dari pendapatan adalah negatif, dimungkinkan dalam jangka pendek kenaikan pendapatan akan mengurangi konsumsi BBM dan beralih pada BBK, seiring dengan kebijakan pemerintah mengenai pengalihan konsumsi BBM ke BBK untuk masyarakat dengan pendapatan tinggi. Sedangkan pada lag keempat masih belum terjadi perpindahan jenis konsumsi energi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang lebih dahulu dilakukan oleh Eltony (1996) untuk konsumsi premium di Kuwait (negara yang juga menerapkan subsidi pada premium) menunjukkan hasil yaitu permintaan premium elastis terhadap pendapatan dan harga dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Dengan koefisien sebesar – 0,46 untuk harga dan 0,92 untuk pendapatan jangka panjang. Dalam jangka panjang permintaan premium juga lebih responsif
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
47
terhadap perubahan pendapatan dibandingkan dengan jangka pendek (koefisien jangka pendek sebesar -0,37 dan 0,47 untuk harga dan pendapatan). Hal ini dijelaskan oleh fakta sederhana bahwa dalam jangka pendek konsumen terkendala dengan stok bahan bakar untuk kendaraan. Tetapi untuk jangka panjang, peningkatan pendapatan akan mengenalkan konsumen pada perubahan pada kendaraan yang lebih besar atau membeli mobil bekas yang akan menyebabkan konsumsi premium terus meningkat (Eltony, 1996). 5.2.2 Model Bahan Bakar Khusus Berbeda halnya dengan BBK non subsidi, dimana koefisien harga dan pendapatan sama-sama signifikan secara statistik. Koefisien harga negatif signifikan, sedangkan pendapatan positif signifikan. Dengan persamaan yang dihasilkan sebagai berikut. Δ
= - 35,87 + 0,05 Δ
– 1,10Δ
(3,34)*** (0,29) - 0,31 (2,83)*** R-squared
+ 4,47Δ
(2,29)** – 1,12
(2,06)**
(2,54)**
+ 3,09l
(3,92)***
0,627192
- 5,59Δ
(3,49)***
Adjusted R-squared
0,518456
( )*** signifikansi pada α = 1 % ( )** signifikansi pada α = 5 %
Berdasarkan hasil estimasi ARDL diatas, dilakukan normalisasi untuk mengetahui keseimbangan jangka panjang dari model BBK seperti halnya pada BBM, sehingga hasil koefisien keseimbangan jangka panjang adalah – 3,61 untuk harga, dan 9,96 untuk pendapatan. = 115 − 3.61
+ 9.96
Berdasarkan hasil keseimbangan jangka panjang, dapat diketahui bahwa perubahan konsumsi BBK lebih banyak dipengaruhi oleh perubahan pendapatan, walaupun harga dan pendapatan sama-sama signifikan secara statistik. Hasil estimasi ini jika dibandingkan kesesuaiannya dengan hipotesis penelitian adalah sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
48
Tabel 5.5 Kesesuaian Hasil Regresi Dengan Hipotesis Penelitian Pada kelompok BBK Variabel Hipotesis Penelitian Hasil Regresi Kesimpulan Harga (Ps) Pendapatan (Y)
Tidak signifikan
Signifikan, negatif
Tidak Sesuai
Signifikan, positif
Signifikan, positif
Sesuai
Sumber: Hasil analisis data
Kesimpulan dari hasil regresi ini, sama hal-nya dengan kondisi yang terjadi pada barang normal di mana saat harga naik, konsumen akan mengurangi konsumsi suatu barang. Hal ini disebabkan oleh konsumen BBK masih belum stabil jika dibandingkan dengan konsumen BBM, sehingga akan lebih mudah beralih jika terjadi kenaikan harga, karena terdapat substitusi yang harganya jauh lebih murah. Namun demikian, permintaan BBK sama halnya dengan jenis energi lainnya di mana cenderung lebih responsif terhadap kenaikan pendapatan dibandingkan dengan kenaikan harga. Koefisien pendapatan sebesar 9,96 dan harga sebesar -3,61. yang dapat diartikan bahwa ketika pendapatan meningkat satu persen, maka konsumsi BBK akan meningkat sebesar 9,96 persen. Sedangkan apabila harga meningkat sebesar satu persen, maka penurunan konsumsi energi hanya sebesar 3,61 persen dibanding sebelumnya. Sama halnya dengan kecenderungan elastisitas permintaan bahan bakar minyak di negara berkembang lainnya, di mana permintaan lebih responsif terhadap perubahan harga dibandingkan dengan perubahan pendapatan. Hasil ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan penelitian Agnolucci (2008) obyek penelitian adalah sektor industri di U.K dan Jerman. Kedua negara ini tidak memberikan subsidi pada bahan bakarnya dan hasil penelitian menunjukkan bahwa elastisitas jangka panjang untuk perubahan harga dan pendapatan berturut-turut sebesar -0,62 dan 0,54. Kesimpulan akhir dari penelitian tersebut adalah instrumen kebijakan yang mempengaruhi harga energi lebih efektif sebagai upaya untuk mengurangi konsumsi energi. Sedangkan pada kasus BBK di Indonesia, elastisitasnya masih sejenis dengan kecenderungan di negara berkembang di mana permintaan bahan bakar lebih responsif terhadap perubahan pendapatan dibandingkan dengan perubahan harga.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
49
Sedangkan untuk dinamika jangka pendek, diketahui bahwa koefisien ECM adalah negatif dan signifikan secara statistik, yang diartikan, kesalahan keseimbangan tidak akan menjadi masalah dan akan kembali pada periode ekuilibriumnya. Hasil estimasi menunjukkan bahwa untuk BBK non subsidi, akan kembali pada keseimbangan sebesar 31% penyesuaian bulanan dan akan dilanjutkan pada bulan-bulan berikutnya. Dalam jangka pendek, permintaan BBK dipengaruhi oleh permintaan itu sendiri pada selisih konsumsi masa lalu (selisih antara konsumsi tiga bulan dan dua bulan sebelumnya). Sedangkan pengaruh selisih harga di masa lalu (t dikurangi t-1) negatif dan signifikan secara statistik dalam mempengaruhi permintaan BBK. Sedangkan pengaruh perubahan pendapatan pada delta lag pertama (ΔYt-1) berpengaruh positif dan signifikan, di mana kenaikan pendapatan sebesar satu persen akan meningkatkan konsumsi BBK sebesar 4,47 persen. Sedangkan perubahan pendapatan pada delta lag kedua (ΔYt-2) justru negatif, yang berarti peningkatan satu persen pendapatan perkapita masyarakat akan menurunkan konsumsi BBK sebesar 5,59 persen. Setelah mengetahui komparasi elastisitas jangka panjang di antara dua jenis bahan bakar yang ada di Indonesia dapat disimpulkan bahwa untuk jenis bahan bakar yang harganya ditentukan oleh pemerintah memiliki tingkat kepekaan perubahan harga yang lebih rendah terhadap perubahan permintaan dibandingkan dengan jenis bahan bakar yang harganya mengikuti mekanisme pasar. Demikian juga untuk kepekaan perubahan pendapatan terhadap permintaan bahan bakar minyak bersubsidi, di mana permintaan bahan bakar jenis BBK lebih peka terhadap perubahan pendapatan dibandingkan dengan tingkat perubahan permintaan BBM. Penelitian Elthony (1996) yang juga membandingkan elastisitas permintaan premium pada negara yang mengandalkan harga pasar (Bahrain, UAE, Oman) dan negara yang menetapkan kebijakan harganya (Kuwait, Saudi Arabia, Qatar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa elastisitas pendapatan terhadap harga di negara yang menggunakan harga pasar lebih besar dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Sedangkan untuk pola elastisitas pendapatannya justru terbalik, elastisitas pendapatan dalam jangka panjang maupun pendek lebih rendah
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
50
dibandingkan dengan negara yang menetapkan harga Premium melalui kebijakan pemerintah, dengan kata lain, negara yang mengadopsi mekanisme pasar bebas dan mengandalkan harga pasar memiliki respon yang lebih tinggi terhadap perubahan harga dan lebih tertahan pada respon perubahan pendapatan dibandingkan dengan negara yang memberikan subsidi pada konsumsi premiumnya. Jika dibandingkan dengan penelitian Elthony (1996), jenis BBK di Indonesia yang pembentukan harganya diserahkan pada mekanisme pasar memiliki kecenderungan lebih responsif pada perubahan harga maupun perubahan pendapatan jika dibandingkan dengan BBM. Hal ini disebabkan oleh tersedianya dua jenis bahan bakar di Indonesia (subsidi dan non subsidi), sehingga konsumen dapat memilih jenis bahan bakar yang digunakan. Pemilihan ini sangat dipengaruhi oleh perubahan pendapatan dan harga dari masing-masing.
5.3
Dampak Elastisitas BBM Bersubsidi dan BBK Non Subsidi Terhadap Pembentukan Emisi Karbon Di Indonesia Proses pembakaran bahan bakar dapat dipastikan akan menghasilkan emisi
tergantung dari jenis bahan bakar yang digunakan. IPCC (2006) memberikan pedoman dalam penghitungan karbon yang dihasilkan dalam setiap pembakaran yang terjadi. Untuk jenis BBM dan BBK dalam katagori IPCC termasuk kedalam jenis motor gasoline (mogas). Default carbon content untuk bahan bakar jenis mogas adalah 18.91 Kg/Gj. IPCC belum menyediakan perbedaan kandungan karbon, berdasarkan hasil pembakaran berdasarkan jenis oktan dalam bahan bakar, namun mereka memberikan perbedaan hasil pembakaran pada kandungan tertinggi dan terendah dari jenis motor gasoline. Berdasarkan hasil perhitungan dari jumlah konsumsi BBM (Premium) dan BBK (Pertamax dan Pertamax Plus) dalam tiga tahun terakhir, jumlah emisi karbon yang dihasilkan terus meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi energi. Berdasarkan data International Energi Agency (2012) jumlah emisi karbon berdasarkan hasil pembakaran pada tahun 2009 sebesar 376 mtoe. Sedangkan hasil pembakaran BBM (Premium) dan BBK (Pertamax dan Pertamax Plus) berkontribusi sebesar 16.30 persen dari total emisi yang dihasilkan. Untuk
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
51
komparasi emisi yang dihasilkan oleh masing-masing jenis bahan bakar tergambar dalam Grafik 5.1. BBM
BBK 60.85
60.29
59.93
1.42
1.40
1.39 2009
2010
2011
Grafik 5.1 Komparasi Emisi BBM dan BBK (dalam mtoe) Sumber: IPCC, 2011 (telah diolah kembali)
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa BBM bersubsidi yang direpresentasikan dengan jenis premium berkontribusi pada pembentukan emisi sebesar 60.85 mtoe pada tahun 2011. Setelah itu, berdasarkan perhitungan elastisitas yang telah didapatkan pada pembahasan sebelumnya, akan dilakukan simulasi kondisi emisi apabila terjadi kenaikan
harga
dan
pendapatan.
Diasumsikan
mula-mula
pertumbuhan
pendapatan pada tahun 2012 adalah 6 persen dan tidak terjadi kenaikan harga BBM maupun BBK. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa emisi yang dihasilkan oleh konsumsi BBM akan meningkat menjadi 90,82 mtoe. Sedangkan konsumsi BBK akan menghasilkan emisi di atas 2 mtoe. Apabila ditahun 2013 dengan pertumbuhan pendapatan yang sama tetapi terjadi peningkatan harga untuk kelompok BBK sebesar 20 persen, maka akan menurunkan emisi menjadi 1.06 mtoe (lihat Grafik 5.2), terdapat kemungkinan konsumen BBK akan berpindah ke BBM apabila terjadi kenaikan harga BBK, namun model ini tidak dapat mengukur pengaruh dari harga barang substitusi, sehingga tidak dapat diukur berapa besar perubahannya.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
52
Apabila di tahun 2012 terjadi kenaikan pendapatan sebesar 6 %
140.00
120.80
120.00
E m 100.00 i 80.00 s 60.00 i
BBK
90.82 59.93
60.29
60.85
Apabila di tahun 2013 terjadi kenaikan harga BBK sebesar 20 %
40.00 20.00 0.00
BBM
1.39 2009
1.40 2010
1.42 2011
2.26 2012
3.11
1.06
2013
Grafik 5.2 Simulasi Kenaikan Harga BBM Dan BBK Terhadap Pembentukan Emisi (dalam mtoe) Sumber: Hasil Olahan Peneliti
Tingginya emisi yang dihasilkan oleh BBM dikarenakan volume konsumsi yang tinggi. Sedangkan dari sisi carbon content untuk pembakaran jenis BBM dan BBK perbedaannya tidak jauh karena perbedaan oktan yang kecil tidak akan membawa pengaruh yang besar terhadap default carbon content yang dihasilkan pada saat pembakaran. Apalagi pada saat ini, Premium di Indonesia tidak lagi mengandung timbal seperti yang pernah terjadi pada 30 tahun lalu. Sehingga Premium jenis oktan berapapun lebih aman untuk digunakan saat ini. Hasil perhitungan ini sesuai dengan kondisi di beberapa negara berkembang di Asia, yang memiliki kecenderungan menghasilkan emisi yang terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang selaras dengan peningkatan konsumsi energi. Hasil penelitian Chun (2010) yang mengambil lokasi di Provinsi Tianjin, China, menunjukkan bahwa jumlah emisi karbon dari konsumsi energi di Tianjin sebesar 2,48% dari total keseluruhan emisi di China.
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
BAB 6 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
6.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
beberapa poin sebagai berikut. a. Pada jenis bahan bakar bersubsidi (BBM), permintaan Premium dalam jangka panjang
cenderung
lebih
responsif
terhadap
perubahan
pendapatan
dibandingkan dengan perubahan harga. Bahkan, koefisien perubahan harga tidak signifikan secara statistik, yang menunjukkan bahwa perubahan harga tidak berpengaruh terhadap permintaan Premium di Indonesia selama kurun waktu 2009 – 2011. b. Untuk jenis bahan bakar yang menggunakan mekanisme pasar dalam penentuan harga-nya (BBK), permintaannya dalam jangka panjang lebih responsif terhadap perubahan pendapatan dibandingkan dengan perubahan harga pada periode tahun 2009 - 2011. c. Dalam pembentukan emisi karbon, BBM memberikan kontribusi yang jauh lebih besar dibandingkan dengan BBK (16 % total emisi nasional). Selain itu, perubahan pendapatan akan meningkatkan emisi yang dihasilkan dari pembakaran BBM maupun BBK.
6.2
Implikasi Kebijakan Berdasarkan pembahasan yang telah dihasilkan, dapat diketahui bahwa
konsumsi bahan bakar di Indonesia lebih responsif terhadap perubahan pendapatan dibandingkan dengan perubahan harga. Sehingga kebijakan menaikkan harga tidak akan banyak mengurangi konsumsi bahan bakar. Hal ini harus diperhatikan oleh pembuat kebijakan dimana, kecenderungan konsumsi minyak yang terus naik ini akan sangat membahayakan ketahanan energi Indonesia. Hal ini dikarenakan produksi minyak Indonesia juga terus menurun. Harus ada alternatif baru untuk menunjang kebutuhan energi Indonesia. Salah satu alternatif solusi yang sering ditawarkan adalah diversifikasi bahan bakar atau lebih dikenal dengan penggunaan mixed energy.
53 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
54
Kementerian ESDM dalam Indonesia Energy Outlook 2010, telah menawarkan alternatif untuk menggunakan bio fuel (energi nabati). Biofuel atau Bahan Bakar Nabati (BBN) merupakan jenis bahan bakar cair yang relatif baru di Indonesia. BBN mulai dipasarkan secara komersial sejak tahun 2006 berupa bio solar, bio premium dan bio pertamax. Konsumsi BBN jenis bio solar meningkat dari 1,4 juta SBM (2006) menjadi 15,5 juta SBM (2009). Konsumsi BBN bio premium dan bio pertamax meningkat dari 9,5 ribu SBM (2006) menjadi 734,5 ribu SBM (2009). Kontribusi BBN dibauran energi Indonesia diharapkan dapat mencapai sekitar 5% di tahun 2025. Namun demikian kemampuan yang dimiliki oleh bio fuel ini untuk menghasilkan energi masih sangat terbatas dibandingkan dengan kebutuhan energi Indonesia. Sehingga masih diperlukan alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan energi yang sangat tinggi. Sumber yang belum tergali saat ini adalah potensi gas Indonesia yang besar. Tabel 6.1 Potensi Gas Indonesia No
Energi Fosil
1
2
1
Gas bumi (TSCF) Gas Metana Batubara (TSCF) Shale Gas (TSCF)
2
3
Sumber Daya (SD) 3
Cadangan
Produksi
(CAD) 4
Ratio Cad/SD (%) 5 = 4/3
(Prod) 6
Rasio Cad/prod (tahun)*) 7 = 4/6
334.5
152.9
46
3.07
50
453
-
-
-
-
574
-
-
-
-
Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, jika tidak ditemukan cadangan gas baru, maka jumlah cadangan gas konvensional yang ada saat ini (152.9 tcf) akan habis dalam waktu sekitar 50 tahun ke depan. Ini belum memperhitungkan potensi gas non-konvensional17 yang justru jumlahnya (453 tcf 17
Bersumber dari gas yang berada jauh di dalam tanah dengan batuan kedap seperti halnya batubara, batu pasir dan serpihan. Tiga tipe utama gas non konvensional adalah shale gas (ditemukan dalam shale deposit); lapisan batubara metana, atau CBM (diekstract dari lapisan batubara) dan tight gas (berdasarkan definisi dari IEA). Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
55
+ 574 tcf) jauh lebih besar dari potensi gas konvensional sebesar 334,5 tcf. Data jumlah sumber daya dan cadangan gas yang relatif melimpah ini, harus menjadi acuan dalam penyusunan Kebijakan Energi Nasional Jangka Panjang dengan mendorong pemakian gas secara massif baik di sektor transportasi, rumah tangga maupun industri18. Oleh karena itu, perlu kerjasama yang strategis antara masyarakat, pemerintah maupun swasta untuk merealisasikan program konversi ini. Hal tersebut dikarenakan, kebutuhan dana dan infrastruktur gas yang harus disiapkan sangat besar, mulai dari converter gas untuk kendaraan, SPBG, serta transportasi publik dengan bahan bakar gas.
18
Disampaikan oleh Dr. Kurtubi pada Presentasi Seminar Energi BEM Mahasiswa Universitas Airlangga di Surabaya, 6 Juli 2013 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
56
DAFTAR REFERENSI
Agnolucci, P. (2008). The energy demand in the British and Germany industrial sectors: heterogeneity and common factors. Energy Economics 31 (2009) 175–187 Akinboade, O.A., Ziramba, E., & Kumo, W.L. (2007). The demand for gasoline in South Africa: An empirical analysis using co-integration techniques. Energy Economics 30 (2008) 3222–3229 Ariefianto, M.D. (2012). Ekonometrika esensi dan aplikasi dengan menggunakan Eviews. Jakarta: Erlangga Baltagi, B.H., & Griffin, J.M. (1983). Gasoline demand in the OECD: an application and testing procedures. European Economic Review 22 (1983) 117 – 137. North - Holland Banks, F.E. (2000). Energy economics: a modern introduction. Kluwer Academic Publisher: United States of America Badan Pengkajian Penerapan Teknologi (2011). Outlook Energy Indonesia 2011. Jakarta: Author Best, R. (2008). An introduction to error correction models. Oxford Spring School for Quantitative Methods in Social Research Chun M., Mei T.J., Xiao C.Z., & Hong Y.L. (2010). Energy consumption and carbon emissions in a coastal city in China. Procedia Environmental Sciences 4 (2011) 1–9 Dahl, C., Kurtubi. (2001). Estimating oil product demand in Indonesia using a cointegrating error correction model. OPEC Review Energy Economics and related Issues on March 2001 Elinur. (2010). perkembangan konsumsi dan penyediaan energi dalam perekonomian Indonesia. Indonesian Journal of Agricultural Economics (IJAE) Volume 2, Nomor 1, Desember 2010 Enders. (1995). Applied Econometrics Time Series. New York: John Wiley Sons, Inc Elthony, M.N. (1996). Demand for gasoline in the GCC: an application of pooling and testing procedures. Energy Economics 0140-9883(96) 00011-4 Eltony, M.N., & AI-Mutairi, NH. (1996). Demand for gasoline in Kuwait: An empirical analysis using cointegration techniques. Energy Economics, 01409883(95)00006-2
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
57
Griffin. J.M., & Stelee, H.B. (1986). Energy economics and policy second edition. Academic Press inc: United States Olutomi, I., Adeyemi, & Hunt, L.C. (2006). Modelling OECD industrial energy demand: Asymmetric price responses and energy-saving technical change. Energy Economics 29 (2007) 693–709 Kurtubi. (2013, Juli). Sistem tata kelola migas dan tambang berdasarkan konstitusi menuju pertumbuhan ekonomi ‘double digit’. Presentasi pada Seminar Energi BEM Mahasiswa Universitas Airlangga, Surabaya L.X. Zhang, C.B.Wang, Z.F. & Yang, B. Chen. (2010). Carbon emissions from energy combustion in rural China. International Society for Environmental Information Sciences 2010 Annual Conference (ISEIS) Nachrowi, D.N., & Usman, H. (2006). Pendekatan populer dan praktis ekonometrika untuk analisis ekonomi dan keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia Pertamina. (2008). Mengenal lebih dekat produk-produk pertamina persero. suplemen Media Pertamina No 52, tahun XLIV, 29 Desember 2008 Pesaran, M.H., Yongcheol S., & Smith, R.J. (2001). Bounds testing approaches to analysis the level of relationship. DAE Working paper Series, Nos. 9622 and 9907, University of Cambridge Pindyck, R.S., & Rubinfeld, D.L. (2007). Mikroekonomi edisi keenam. PT. Indeks: Jakarta Pindyck, R.S., & Rubinfeld, D.L. (2009). Microeconomics seven edition. Pearson Prentice Hall: United States of America Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral. (2010). Indonesia Energi Outlook 2010. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral: Jakarta Salvatore, D. (1992). Theory and problems of microeconomic theory 3/ed. McGraw-Hill, inc: United States Sa’ad, S. (2009). An empirical analysis of petroleum demand for Indonesia: An application of the cointegration approach. Energy Policy 37 (2009) 4391– 4396 Sa’ad, S. (2010). Underlying energy demand trends in South Korean and Indonesian aggregate whole economy and residential sectors. Energy Policy 39 (2011) 40–46 Sari, R., Ewing, B.T., Soytas., Ugur. (2008). The relationship between disaggregate energy consumption and industrial production in the United States: An ARDL approach. Energy Economics 30 (2008) 2302–2313 Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
58
Sugiyono, A. (2012). Data historis konsumsi energi dan proyeksi permintaanpenyediaan energi di sektor transportasi. Jakarta: BPPT Tietenberg, T. (2003). Environmental and natural resources economics. New York: Addison Wesley Book Widarjono, A. (2007). Ekonometrika teori dan aplikasi untuk ekonomi dan bisnis. Yogyakarta: Ekonisia Wójcik, P. (2010, March). Macroeconometrics – sections. Paper presented at Faculty Of Science University Of Warsawa Xiao H. (2011). The calculation of carbon emissions of shandong province and the comparison with the national average. Energy Procedia 5 (2011) 1514– 1518
Universitas Indonesia
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
59
LAMPIRAN
Lampiran 1. Uji Pelanggaran Asumsi Klasik Setelah mendapatkan model terbaik, dalam mengestimasi persamaan regresi menggunakan OLS mensyaratkan pemenuhan beberapa asumsi dasar (lebih dikenal dengan asumsi klasik: Gauss Markov). Jika asumsi ini telah terpenuhi, maka parameter yang diperoleh dengan OLS adalah bersifat Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Berikut akan dibahas hasil uji asumsi klasik pada model yang telah terbentuk (Ariefianto, 2012). Diantaranya adalah uji autokorelasi, heteroskedastisitas, dan uji normalitas data. a. Uji normalitas Untuk melihat distribusi data, digunakan uji normalitas data dengan hipotesis nol (h0) adalah data tidak terdistribusi normal. Pengujian akan dilakukan dengan menggunakan software eviews 6. Untuk uji normalitas ini, yang dilihat adalah koefisien Jarque Berra dan probabilitanya. Tabel 1 Hasil Uji Normalitas Model Model
Koef. Jarque Berra
Prob.
Kesimpulan
BBM
1.050
0.59
Data terdistribusi normal
BBK
0.24
0.88
Data terdistribusi normal
Sumber: hasil pengolahan data
Dari hasil uji normalitas menunjukkan bahwa probability koefisien Jarque Berra lebih besar dari α = 5 %. Sehingga kesimpulannya tidak bisa menerima H0, dan data terdistribusi normal. b. Autokorelasi Test selanjutnya yang harus dilalui adalah untuk melihat apakah terdapat keterkaitan antar error dalam model. Pada umumnya data time series sangat rentan terkena autokorelasi. Untuk itu dilakukan uji melalui breush pagan LM test dengan H0 tidak terdapat autokorelasi. Hasil uji dirangkum dalam tabel berikut.
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
60
Lampiran 1 (lanjutan)
Tabel 2 Hasil Uji Autokorelasi Menggunakan Breush Pagan LM Test Model
Obs*R-squared
Prob. ChiSquare(2)
Kesimpulan
BBM
4.640096
0.0983
Tidak terdapat autokorelasi
BBK
5.097428
0.0782
Tidak terdapat autokorelasi
Sumber: hasil pengolahan data
Dari hasil uji menunjukkan bahwa untuk kedua model memiliki probabilita yang > 0.05 sehingga H0 bisa diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua model telah terbebas dari autokorelasi. c. Heteroskedastisitas Dalam sebuah model yang BLUE, harus dipastikan varian dalam model bersifat konstan (homoskedastis). Untuk memastikan model memiliki varian yang konstan, maka akan dilakukan test heteroskedastisitas dengan menggunakan Breush Pagan-Goodfrey. Dengan H0 tidak ada heteroskedastic (homoskedastic). Hasil uji menunjukkan hasil sebagai berikut. Tabel 3 Hasil Uji Autokorelasi Menggunakan Breush Pagan - Godfrey Model
F-statistik
Prob.
Kesimpulan
BBM
2.189744
0.0696
Homoskedastic
BBK
1.701525
0.1495
Homoskedastic
Sumber: hasil pengolahan data
Hasil estimasi model menunjukkan bahwa probabilita F-statistik lebih besar dari 0.05 sehingga tidak dapat menolak H0, yang berarti model memiliki varian konstan.
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
61
Lampiran 2. Hasil Estimasi Model Autoregressive Distribution Lags Variabel Independen: lnEs Panel A. Hasil estimasi jangka pendek Regressor Koef t-stat Δlnes t-2 0.27 2.34 ΔlnPs t-3 4.84 3.50 ΔlnY t-2 -7.28 -4.73 ΔlnY t-4 3.53 3.84 ΔlnY t-5 -7.52 -5.41 ecm t-1 -0.43 -2.78
sig. ** *** *** *** *** **
Panel B. Hasil Estimasi Jangka panjang Regressor Koef t-stat sig. lnPs t-1 -1.65 -1.47 lnY t-1 3.45 3.93 *** intercept -1.70 28.02 Trend -0.02 -2.80 **
Variabel Independen: lnEn Panel A. Hasil estimasi jangka pendek Regressor Koef t-stat Δlnen t-3 0.05 0.29 ΔlnPn -1.10 -2.29 ΔlnY t-1 4.47 2.07 ΔlnY t-2 -5.59 -2.54 ecm t-1 -0.31 -2.84
** ** ** ***
Panel B. Hasil Estimasi Jangka panjang Regressor Koef t-stat lnPn t-1 -1.12 -3.92 lnY t-1 3.10 3.50 intercept -35.87 -3.34
sig. *** *** ***
* signifikan pada level 10% ** signifikan pada level 5 % *** signifikan pada level 1%
Estimasi permintaan..., Marentyas Miftakhul K., FE UI, 2013
sig.