UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
SKRIPSI
FITRI AMELIA 0806317552
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM SARJANA REGULER PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
DEPOK JUNI 2012
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi
FITRI AMELIA 0806317552
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI PROGRAM SARJANA REGULER PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
DEPOK JUNI 2012
i Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
KATA PENGANTAR Assalamua’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripi tepat pada waktunya. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ilmu Administrasi. Dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada dalam penulisan skripsi ini, maka penulis memohon maaf atas segala kesalahan baik yang ada di dalam karya penulis maupun di dalam diri penulis sendiri. Skripsi ini merupakan hasil kerja keras dan perjuangan penulis yang tidak terlepas dari bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia. 2.
Dr. Roy Valiant Salomo, M.Sc., selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.
3.
Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si., selaku Ketua Program Sarjana Reguler/Kelas Pararel Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI.
4. Umanto Eko P, S.Sos, M.Si., selaku sekretaris Program Sarjana Reguler/Kelas Pararel Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI. 5. Achmad Lutfi, S.Sos, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Negara FISIP UI. 6. Drs. Lisman Manurung, M.Si., Ph. D, selaku Penasehat Akademik penulis selama menjalankan perkuliahan di FISIP UI. 7. Lina Miftahul Jannah, S.Sos, M.Si., selaku pembimbing yang telah mengerahkan pikiran dan tenaga untuk membimbing penulis sehingga dapat selesai dengan baik. 8. Drs. Djaka Permana, M. Si., Ph. D, selaku penguji ahli yang telah memberikan masukan kepada penulis sehingga dapat selesai dengan baik.
iv Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
9. Teguh Kurniawan, S.Sos, M.Sc, selaku ketua sidang yang telah memberikan masukan kepada penulis sehingga dapat selesai dengan baik. 10. Wahyu Mahendra, SIA, selaku sekretaris sidang yang telah memberikan masukan kepada penulis sehingga dapat selesai dengan baik 11. Bapak Drs. Johan Maulana, M. Pd., selaku pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang selalu membantu penulis dalam pencaharian data. 12. Ibu Maryani, selaku pihak Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang selalu membantu penulis dalam prncaharian data dan penyebaran kuisoner. 13. Bapak Drs. Makhdum Priyatno, MA, selaku pihak Lembaga Administrasi Negara yang selalu membantu penulis dalam pencaharian data. 14. Mamaku tercinta yang selalu memberikan dukungan baik secara moral, materi, dan inspirasi. 15. Kakak pertama penulis (Citra Silvera), kakak kedua penulis (Silvia Jenica), dan kedua keponakan penulis (Hayfa Prayascita Savitri dan Chayra Nadifa Zakauha)
yang selalu
memberikan
dukungan
secara moral
dalam
penyelesaian skripsi. 16. Para sahabat Adm. Negara 2008 yaitu Vuty Desvaliana, Siladia Grahanida, Disa Vania, Astatia Damaiska, Berwel Juanda Lubis, Firmanda Aritonang, Ihwan Arny Yusuf yang selama empat tahun menjalani suka duka perkuliahan di jurusan administrasi negara sampai selesai. 17. Para sahabat SMA yaitu Fetry, Echi, dan Rara selalu memberikan semangat. 18. Teman-teman sebimbingan yaitu Febri, Puspita, Krisnasari, dan Haris yang selalu berjuang bersama-sama untuk menyelesai skripsi. 19. Keluarga besar Administrasi FISIP UI 2008 Penulis sangat berharap skripsi ini dapat berguna bagi berbagai pihak. Penulis membuka diri terhadap kritikan dan saran mengingat skripsi ini bukanlah tanpa kekurangan dan kesalahan. Depok, 29 Juni 2012
Penulis
v Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi NPM Judul
: Fitri Amelia : Ilmu Administrasi Negara : 0806317552 : Hubungan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III dengan Produktivitas Kerja Pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Dalam konteks administrasi negara, peran sumber daya manusia atau aparatur negara menjadi salah satu unsur yang sangat vital bagi keberlangsungan kehidupan pemerintahan dan pembangunan negara. Oleh sebab itu, kualitas aparatur negara menjadi salah satu perhatian yang utama. Dalam meningkatkan kemampuan aparatur negara, maka dilaksanakan sebuah program pendidikan dan pelatihan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan pegawai sesuai dengan beban pekerjaan masing-masing. Melalui program pendidikan dan pelatihan ini, diharapkan terciptanya perubahan yang signifikan dalam produktivitas kerja pegawai. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III dengan produktivitas kerja pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Penelitian ini merupakan penelitian survey dengan teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan memiliki hubungan yang lemah dan tidak signifikan dengan produktivitas kerja pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Hal ini disebabkan karena ada hal lain yang mempengaruhi produktivitas kerja pegawai yaitu gaji, lingkungan kerja, latar belakang pendidikan, dan budaya kerja.
Kata kunci: pendidikan dan pelatihan, produktivitas kerja pegawai
vii Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
ABSTRACT
Name Study Program NPM Title
: Fitri Amelia : Public Administration : 0806317552 : The Relationship of Education and Leadership Training Level III with Work Productivity Employees in the Ministry of Education and Culture of the Republic of Indonesia
In the context of public administration, the role of human resources or the state apparatus becomes one of the elements that are vital to the continuity of government’s existence and the development of state. Therefore, the quality of the state apparatus to be one major concern. In enhancing the ability of the state apparatus, implemented a program of education and training aimed at improving knowledge, ability, personnel skills according to their workload. Through education and training programs, it is hoped the creating of a significant change in man power productivity of employees. This study aims to determine the relationship between education and leadership training with the labor productivity level III employee in the Ministry of Education and Cultural Affairs. This research is a survey with data collection techniques using questionnaires and interviews. The results research showed that education and training has a weak and not significant relationship with productivity of employees working at the Ministry of Education and Culture. This is because there are other things that affect employee productivity, namely salary, work environment, educational background, and work culture. Key words: education and training, work productivity of employees.
viii Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................i PERNYATAAN ORISINALITAS..........................................................................ii LEMBAR PENGESAHAN .....................................................................................iii KATA PENGANTAR ..............................................................................................iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .............................vi ABSTRAK ................................................................................................................vii ABSTRAK ..................................................................................................................viii DAFTAR ISI .............................................................................................................ix DAFTAR TABEL ....................................................................................................xii DAFTAR GRAFIK................................................................................................ ..xiii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................xv BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................1 1.2 Pokok Permasalahan ..............................................................................8 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................9 1.4 Signifikasi Penelitian .............................................................................9 1.5 Batasan Penelitian ..................................................................................10 1.6 Sistematika Penelitian ............................................................................10 BAB 2 KERANGKA TEORI ................................................................................12 2.1 Penelitian Terdahulu ..............................................................................12 2.2 Kerangka Teori ......................................................................................16 2.2.1 Administrasi Kepegawaian Publik ................................................16 2.2.2 Pendidikan dan Pelatihan ..............................................................22 2.2.2.1 Langkah-Langkah Pendidikan dan Pelatihan....................24 2.2.2.2 Tujuan Pendidikan dan Pelatihan......................................26 2.2.3 Persepsi Diri ........................................................................................29 2.2.4 Produktivitas Kerja .............................................................................30 2.2.5 Hubungan Pendidikan dan Pelatihan dengan Produktivitas Kerja .....32 2.2.6 Model Analisis....................................................................................34 2.2.7 Hipotesis .............................................................................................34 2.2.8 Operasionalisasi Konsep ....................................................................35 BAB 3 METODE PENELITIAN ..........................................................................38 3.1 Pendekatan Penelitian ............................................................................38 3.2 Jenis Penelitian.......................................................................................38 3.2.1 Berdasarkan Tujuan ......................................................................39
ix Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
3.2.2 Berdasarkan Manfaat ....................................................................39 3.2.3 Berdasarkan Dimensi Waktu ........................................................39 3.2.4 Teknik Pengumpulan Data ............................................................40 3.3 Teknik Pengumpulan Data .....................................................................40 3.3.1 Data Primer ...................................................................................40 3.3.2 Data Sekunder ...............................................................................42 3.4 Populasi dan Sampel ..............................................................................42 3.4.1 Populasi .........................................................................................44 3.4.2 Sampel...........................................................................................44 3.5 Teknik Analisis Data ...............................................................................45 3.6 Validitas dan Reliabilitas ........................................................................45 3.6.1 Uji Validitas ..................................................................................46 3.6.2 Uji Reliabilitas ..............................................................................46 3.7 Uji Hopotesis...........................................................................................47 3.8 Keterbatasan Penelitian ...........................................................................48 BAB 4 ANALISIS HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA ...........................................49 4.1 Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ...........................................................50 4.1.1 Pelaksanaan Program Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI .....51 4.1.2 Metode Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ............................54 4.1.3 Fasilitator Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ...................54 4.1.4 Peserta Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ........................54 4.1.5 Sistem Penilaian Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ......56 4.2 Produktivitas Kerja Pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ....................................................................................59 4.3 Hubungan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III Dengan Produktivitas Kerja Pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ....................................................................................61 4.3.1 Karakteristik Responden ..............................................................61 4.3.1.1 Jenis Kelamin Responden................................................63 4.3.1.2 Usia Responden ..............................................................63 4.3.1.3 Jenjang Pendidikan Responden ......................................63 4.3.1.4 Lama Kerja Responden ..................................................64
x Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
4.4 Analisis Variabel Penelitian ...................................................................65 4.4.1 Analisis Variabel Pendidikan dan Pelatihan .................................65 4.4.1.1 Dimensi Reaction ............................................................66 4.4.1.2 Dimensi Learning ............................................................75 4.4.1.3 Dimensi Changes in Behavior .........................................80 4.4.1.4 Dimensi Result .................................................................84 4.4.2 Analisis Variabel Produktivitas Kerja Pegawai ............................88 4.4.2.1 Dimensi Lebih dari Memenuhi Kualifikasi .....................88 4.4.2.2 Dimensi Bermotivasi Tinggi ...........................................93 4.4.2.3 Dimensi Mempunyai Orientasi Pekerjaan Positif ...........96 4.4.2.4 Dimensi Dewasa ..............................................................100 4.4.2.5 Dimensi Dapat Bergaul Dengan Efektif ..........................104 4.4.3 Analisis Korelasi Rank Spearman Antara Variabel Pendidikan dan Pelatihan Dengan Variabel Produktivitas Kerja Pegawai ....107 BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI .......................................................111 5.1 Simpulan ...............................................................................................111 5.2 Rekomendasi .........................................................................................111 DAFTAR REFERENSI ...........................................................................................113 DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
xi Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tabel 1.2 Tabel 1.3 Tabel 1.4 Tabel 1.5 Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4
Pertumbuhan Jumlah PNS Tiap Tahunnya-Juni 2011 ..........................2 Pegawai Negeri Sipil Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin Juni 2011 ................................................................................3 Capaian Sasaran Kinerja Diklat 2011 ...................................................6 Capaian Kinerja Menciptakan Lingkungan Kerja yang Kondusif 2011 ......................................................................................................7 Capaian Kinerja Kegiatan Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi 2011 ....................................................................8 Matriks Penelitian Terdahulu................................................................14 Perbedaan Antara Sektor Publik Dengan Sektor Swasta .....................21 Fungsi dan Tugas Utama Manajemen Kepegawaian Publik ................22 Perbedaan Pendidikan dan Pelatihan ....................................................24 Empat Level Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan..................................28 Ciri-Ciri Umum Pegawai Produktif ......................................................31 Operasionalisasi Konsep Pendidikan dan Pelatihan ............................38 Operasionalisasi Konsep Produktivitas Kerja Pegawai ........................39 Jumlah Pegawai Per Unit Kerja Tahun 2012 ........................................43 Tingkat Korelasi ...................................................................................45 Hasil Uji Reliabilitas .............................................................................47 Target Kerja Bulan Februari 2012 ........................................................101 Target Kerja Bulan Maret 2012 ............................................................101 Korelasi Variabel Pendidikan dan Pelatihan Dengan Variabel Produktivitas Kerja Pegawai ................................................................107 Tingkat Korelasi ...................................................................................108
xii Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Grafik 4.2 Grafik 4.3 Grafik 4.4 Grafik 4.5 Grafik 4.6 Grafik 4.7 Grafik 4.8 Grafik 4.9 Grafik 4.10 Grafik 4.11 Grafik 4.12 Grafik 4.13 Grafik 4.14 Grafik 4.15 Grafik 4.16 Grafik 4.17 Grafik 4.18 Grafik 4.19 Grafik 4.20 Grafik 4.21 Grafik 4.22 Grafik 4.23 Grafik 4.24 Grafik 4.25 Grafik 4.26 Grafik 4.27 Grafik 4.28 Grafik 4.29 Grafik 4.30 Grafik 4.31 Grafik 4.32 Grafik 4.33
Jenis Kelamin Responden.............................................................. 62 Usia Responden ............................................................................. 63 Jenjang Pendidikan Responden ..................................................... 64 Lama Bekerja Responden .............................................................. 65 Indikator Dimensi Reaction ........................................................... 66 Alasan Penyelenggaraan Diklat ..................................................... 67 Bentuk Partisipasi Responden ....................................................... 69 Materi yang Mudah Dikuasai Responden ..................................... 70 Materi Berhubungan Pekerjaan Sehari-hari .................................. 72 Dimensi Reaction .......................................................................... 73 Indikator Dimensi Learning...........................................................74 Peningkatan Pengetahuan Responden............................................75 Peningkatan Keahlian Responden ................................................. 77 Dimensi Learning .......................................................................... 79 Indikator Dimensi Changes in Behavior ....................................... 81 Dimensi Changes in Behavior ...................................................... 84 Indikator Dimensi Result ............................................................... 86 Dimensi Result ............................................................................... 88 Variabel Pendidikan dan Pelatihan ................................................ 87 Indikator Dimensi Lebih dari Memenuhi Kualifikasi ................... 89 Dimensi Lebih dari Memenuhi Kualifikasi ................................... 92 Indikator Dimensi Bermotivasi Tinggi .......................................... 94 Dimensi Bermotivasi Tinggi ......................................................... 96 Indikator Dimensi Mempunyai Orientasi Pekerjaan Positif .......... 97 Waktu Tunggu Penyelesaian Pekerjaan ........................................ 98 Dimensi Mempunyai Orientasi Pekerjaan Positif.......................... 99 Indikator Dimensi Dewasa ............................................................ 100 Peningkatan Pemenuhan Target Kerja........................................... 102 Tindakan Responden Dalam Mengatasi Permasalahan ................. 103 Dimensi Dewasa ............................................................................ 103 Indikator Dimensi Dapat Bergaul dengan Efektif ......................... 104 Dimensi Dapat Bergaul dengan Efektif ......................................... 105 Variabel Produktivitas Kerja Pegawai ........................................... 106
xiii Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 2.2
Tujuan Pendidikan dan Pelatihan .......................................................33 Model Analisis....................................................................................34
xiv Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
1
BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab ini akan dijelaskan tentang latar belakang penelitian, pokok permasalahan, tujuan penelitian, signifikasi penelitian, batasan penelitian, serta sistematika penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam konteks administrasi negara, peran sumber daya manusia (SDM) atau aparatur negara menjadi salah satu unsur yang sangat vital bagi keberlangsungan kehidupan pemerintah dan pembangunan negara. Di Indonesia peran tersebut dimainkan oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS), yang dalam pemerintahan sering sekali disebut sebagai “mesin birokrasi”. Sorotan utama terhadap terciptanya good governance dan mengenai perlunya clean goverment serta nilai efisiensi dan efektivitas menjadikan peran PNS menjadi perhatian yang cukup serius. Artinya, pembenahan PNS harus menjadi pusat perhatian karena memiliki fungsi yang sangat strategis dalam pelayanan kepada masyarakat. Keberhasilan pembangunan nasional sangat ditentukan oleh keberhasilan aparatur negara dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, aparatur negara memiliki peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai motor dan penggerak dalam semua aktivitas fungsi pemerintahan selaras dengan tuntutan reformasi yang menginginkan sistem pemerintahan yang bersih dari perbuatan amoral (http://aparaturnegara.bappenas.go.id). Reformasi birokrasi yang berlangsung dengan sangat cepat sejak 1998 ternyata tidak diikuti dengan perubahan yang besar pada tata penyelenggaraan pemerintahan. Isu yang muncul terkait dengan reformasi birokrasi ini adalah bagaimana kemampuan aparatur pemerintah dalam mewadahi pelayanan ke masyarakat. Sejak tahun 1998/1999 pemerintah berupaya memberikan perhatian yang besar dalam upaya-upaya peningkatan kemampuan aparatur dalam menjalankan tugas-tugasnya, yakni memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada rakyat sesuai dengan perannya sebagai abdi masyarakat. Hal ini terlihat 1 Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
2
atas munculnya Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Dalam mencapai tata pelaksanaan pemerintahan yang baik dalam suatu instansi dibutuhkan PNS yang sempurna. Menurut Marsono (1974:66) PNS yang sempurna adalah PNS yang penuh kesetiaan pada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945 dan pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berdisiplin tinggi, berwibawa, berdaya guna, dan produktif dalam menjalankan pekerjaannya. Dalam hal menghasilkan PNS yang produktif ini, maka instansi perlu melakukan pendidikan dan pelatihan atau yang biasa disebut diklat. Pada khususnya diklat bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan keahlian pegawai dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga terdapat adanya hubungan diklat dengan peningkatan kemampuan individu dalam melaksanakan pekerjaan secara baik dan diharapkan mampu memberikan pekerjaan yang lebih produktif dalam mencapai tujuan instansi/organisasi (Zainun, 2001: 42). PNS merupakan unsur paling utama SDM dalam instansi pemerintah, baik yang berada di pusat maupun di daerah yang memiliki peran untuk menjalankan roda pemerintahan dan pelaksana pembangunan dalam suatu negara. Berdasarkan data Badan Kepegawaian Negara, pada Juni 2011 jumlah PNS di Indonesia tercatat sebesar 4.637.999 pegawai. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan jumlah PNS dapat dilihat pada tabel 1.1 di bawah ini: Tabel 1.1 Pertumbuhan Jumlah PNS Tiap Tahunnya- Juni 2011
Sumber : Badan Kepegawaian Negara, 2011
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
3
Berdasarkan tabel 1.1, dapat diketahui laju pertumbuhan rata-rata sebesar 0,87 persen sampai dengan Juni 2011. Pada tabel 1.1 terlihat adanya penurunan jumlah PNS pada periode tahun 2003 dan 2004, sedangkan pada periode Desember 2004 sampai dengan periode Juni 2011 terjadi kenaikan, khususnya kenaikan tertinggi yaitu pada periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2009 dengan kenaikan yang sangat tajam yaitu sebesar 10,80 persen pertahun. Tingginya kenaikan ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah untuk mengangkat PNS dari tenaga honorer dan Sekretaris Desa. Pada periode Desember 2010 sampai Juni 2011 telah mencapai peningkatan dengan rata-rata 0,87 persen. Tabel 1.2 Pegawai Negeri Sipil Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin, Juni 2011
Sumber : Badan Kepegawaian Negara, 2011
Selanjutnya, pada tabel 1.2 terlihat bahwa tingkat pendidikan PNS akan menunjukkan kualitas PNS karena tingkat pendidikan PNS merupakan salah satu indikator profesionalitas yang dapat dijadikan ukuran di dalam kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat. Terlihat bahwa hampir 37,15 persen PNS dengan tingkat pendidikan SLTA ke bawah sedangkan 36,98 persen PNS memiliki tingkat pendidikan Strata 1 ke atas. Hal ini didukung dengan pernyataan Kepala Subbagian Data dan Informasi Badan Kepegawaian Negara (BKN) sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
4
“tingkat pendidikan PNS saat ini memang masih rendah mbak karena mayoritas mereka masih didominasi dengan tingkat pendidikan SLTA ke bawah sehingga masih banyak PNS di Indonesia yang bekerja belum secara profesional dan berkualitas. Ini merupakan masalah yang cukup krusial dalam kepegawaian Indonesia mbak (hasil wawancara mendalam, 28 Februari 2012)”. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan PNS masih sangat rendah sehingga berpengaruh kepada kualitas kinerja PNS. Kinerja PNS saat ini masih dinilai tidak memuaskan seperti PNS yang bekerja santai, pulang cepat, dan pelayanan selalu berbelit-belit (Wicaksono, 2006:7). Sependapat dengan pernyataan mantan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara Taufik Effendi yang mengakui bahwa PNS masih banyak kekurangan. Beberapa diantaranya adalah disiplin pegawai rendah, motivasi kurang, budaya dan etos kerja rendah, kualitas pelayanan buruk, tingkat korupsi tinggi, dan produktivitas rendah (http://news.okezone.com, 2011). Hal serupa juga dikemukakan mantan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Faisal Tamin yang menyebutkan hanya 60% PNS yang bekerja efektif dan sisanya kurang produktif (http://news.okezone.com, 2008). Hal ini terjadi karena penyebaran PNS terkonsentrasi pada wilayah perkotaan sebaliknya di perdesaan jumlahnya relatif sedikit. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara, saat ini Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang memiliki luas lebih dari 70% wilayah Indonesia baru memiliki PNS kurang dari sepertiga jumlah PNS di Pulau Jawa (http://news.okezone.com, 2008). Kondisi ini menunjukkan bahwa persoalan meningkatkan kinerja PNS perlu mendapat perhatian utama dalam mewujudkan good governance di Indonesia. Hal ini sejalan dengan salah satu harapan terhadap reformasi, yaitu menuntut kembali fungsi pemerintah dan PNS untuk menjadi public servant, yang berarti bahwa tugas pemerintah adalah melayani masyarakat, bukan sebaliknya. Secara faktual harus diakui, bahwa secara umum sistem diklat PNS di Indonesia masih memiliki banyak kelemahan. Laporan Capacity Building Analysis oleh GTZ/USAID-CLEAN URBAN (2001:57) mengindetifikasikan adanya ketidakpuasan akan sistem diklat struktural dan fungsional karena durasi waktu yang terlalu panjang, mahal, dan materi yang terlalu teoritis, serta tidak memadai untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
5
PNS sehingga berdampak terhadap rendahnya mutu penyelenggaraan pelayanan publik. Kelemahan model diklat ini sangat terkait dengan “paradigma belajar” yang masih konvensional, yakni proses belajar berbasis ruang kelas dimana kurikulum, metode belajar, waktu, tempat, dan aspek-aspek lainnya sudah diformulasikan secara baku. Pemahaman mengenai belajar pada model diklat masih didominasi oleh pandangan cognitivism yang melihat proses belajar mengajar secara sempit, walaupun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil telah mengenal sistem diklat nonklasikal atau nonkonvensional, tetapi sistem diklat ini belum terselenggara dengan semestinya di Indonesia serta ketidaksesuaian antara materi diklat dan kebutuhan belajar perserta yang memiliki tingkat pengetahuan, pengalaman, latar belakang dan lingkungan kerja yang beragam merupakan kelemahan lain dari pelaksanaan diklat secara konvensional. Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
Republik
Indonesia
(Kemendikbud RI) sejak tahun 2010-2011 telah menjadi sorotan pemerintah, masyarakat, dan dunia global (www.hariansumutpos.com, 2011). Hal ini disebabkan oleh penurunan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia. IPM ini sangat berkaitan dengan kualitas SDM di Indonesia. Berdasarkan data United Nations Development Programme (UNDP) posisi IPM Indonesia tahun 2011 menurun jika dibandingkan dengan tahun 2010. Tahun ini IPM Indonesia berada diurutan 124 diantara 187 negara. Sementara tahun 2010 IPM Indonesia berada diurutan ke 108 dari 169 negara. Posisi IPM Indonesia menurun disebabkan salah satunya karena sektor pendidikan yang menurun dan sektor pendidikan ini merupakan bidang tanggung jawab Kemendikbud RI. Adapun indikator sektor pendidikan, yaitu lama dalam mengeyam pendidikan dan partisipasi belajar. Selanjutnya, adanya pernyataan Sekretaris Jenderal Kemendikbud RI Ainun Na’im pada tahun 2012 Kemendikbud RI harus segera menyelesaikan proses integrasi fungsi kebudayaan yang sebelumnya ditangani oleh Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI, maka tuntutan peningkatan kualitas kerja pejabat eselon III dan eselon IV harus benar-benar terrealisasi dalam rangka peningkatan pelayanan baik di bidang pendidikan maupun kebudayaan di seluruh Indonesia Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
6
(http://dikdas.kemdiknas.go.id, 2012). Dalam hal ini pemangku jabatan Eselon III memiliki peran strategis dalam suatu instansi pemerintahan terkait dengan kegiatan
perencanaan,
organisasi,
dan
perancangan
instansi
sehingga
membutuhkan produktivitas kerja yang berkualitas (http://sesmabkn.com, 2010). Permasalahan ini ternyata memberikan dampak negatif atas produktivitas kerja pegawai Kemendikbud RI sehingga mendorong Kemendikbud RI untuk segera memperbaiki kualitas kerja pegawainya melalui peningkatan produktivitas sehingga menjamin tercapainya visi, misi, dan tujuan yang telah ditetapkan. Dalam
mewujudkan
pegawai
yang
produktif,
maka
Kemendikbud
RI
melaksanakan pengembangan dan pembinaan melalui program diklat. Program diklat tahun 2011 yang dilaksanakan di lembaga Pusat Pengembangan Tenaga Pendidik (Pusbangtendik), yaitu diklat kepemimpinan, diklat prajabatan, diklat teknis, dan diklat fungsional. Adapun data peserta yang mengikut Diklat sebagai berikut: Tabel 1.3 Capaian Sasaran Kinerja Diklat Tahun 2011
Sumber : tendik.kemdiknas.go.id, 2011
Berdasarkan tabel 1.3 tersebut, secara keseluruhan program diklat yang dilaksanakan Kemendikbud RI sudah baik, bahkan ada dua program diklat yang mendapat nilai 100%, yaitu diklatpim tingkat III dan diklatpim tingkat IV. Pencapaian target diklat kepemimpinan tingkat III dan tingkat IV ini didukung dengan adanya peningkatan mutu pengelolaan diklat yang secara keseluruhan Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
7
telah mencapai tingkat kinerjanya sebesar 94% (tendik.kemdiknas.go.id, 2011). Mutu pengelolaan diklat diukur berdasarkan empat indikator, yaitu peningkatan kemampuan SDM Pusdiklat, pengembangan sistem penyelenggaraan diklat, evaluasi dan pemantauan diklat, serta penyusunan program dan rencana kerja. Keempat indikator ini mencapai nilai di atas 90%. Selain itu, lingkungan diklat yang kondusif dan pengembangan serta pemanfaatan teknologi informasi pun telah mencapai target 100%. Hal ini dapat terlihat dari data Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2011 Pusat Pengembangan Tenaga Pendidik dan SDM sebagai berikut:
Tabel 1.4 Capaian Kinerja Menciptakan Lingkungan Kerja yang Kondusif Tahun 2011
Sumber : tendik.kemdiknas.go.id, 2011
Tabel 1.4 secara jelas menggambarkan kondisi lingkungan Pusbangtendik dan SDM yang sudah baik, hal ini dapat terlihat dari hasil capaian indikator kerja yang tinggi sebesar 100%. Adapun indikator kerjanya adalah tersedianya prasarana dan sarana kerja, terpeliharanya fasilitas diklat, terbayarnya langganan daya dan jasa, terbayarnya gaji pegawai, dan terciptanya keamanan lingkungan kampus.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
8
Tabel 1.5 Capaian Kinerja Kegiatan Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Informasi Tahun 2011
Sumber : tendik.kemdiknas.go.id, 2011
Capaian kinerja kegiatan pengembangan dan pemanfaat teknologi informasi sudah baik. Hal ini sesuai dengan yang digambarkan pada tabel 1.5 pada tahun 2011. Indikator kinerja pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi diwujudkan melalui beberapa kegiatan antara lain; tersedianya publikasi diklat yang bermutu, terjalinnya kerja sama, dan terwujudnya sistem pengembangan e-learning. Tiga indikator kinerja yang ditetapkan tersebut telah mencapai nilai 100% dalam pelaksanaannya. Oleh sebab itu, diklat kepemimpinan tingkat III dipilih sebagai subjek penelitian dalam mencari hubungannya dengan produktivitas kerja pegawai di Kementerian Pendidikan dan Rebudayaan RI.
1.2. Pokok Permasalahan Pendidikan dan pelatihan (diklat) merupakan proses transformasi kualitas sumber daya manusia suatu organisasi, khususnya dalam instansi pemerintah yang beban kerjanya mencakup kepada pelayanan kebutuhan seluruh warga negara. Program diklat ini ditujukan untuk mewujudkan sosok aparatur negara yang mempunyai jati diri sebagai PNS yang berkomitmen, integritas, dan profesional dalam mengemban tugas pemerintahan. Menurut Laporan Capacity Building Analysis oleh GTZ/USAID-CLEAN URBAN (2001:57) mengindetifikasikan adanya ketidakpuasan akan sistem diklat struktural dan fungsional karena durasinya terlalu panjang, mahal, dan terlalu teoritis, serta tidak memadai untuk mengembangkan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan PNS sehingga berdampak terhadap rendahnya kualitas kerja dan mutu penyelenggaraan pelayanan publik. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
9
Dalam hal ini yang cukup menarik adalah ketika metode pembelajaran yang digunakan bersifat konvensional ternyata mampu menghasilkan lulusan diklat kepemimpinan tingkat III 100%, dimana peranan eselon III itu sangat strategis dalam suatu instansi pemerintahan terkait dalam perencanaan awal sekaligus pelaksana utama dari program kerja instansi yang telah ditetapkan. Namun, hasil pelaksanaan diklat kepemimpinan tingkat III tidak bisa secara langsung menggambarkan produktivitas kerja pegawai di Kemendikbud RI (tendik.kemdiknas.go.id, 2011). Hal ini terbukti melalui beberapa hal yaitu performance Kemendikbud RI masih menjadi sorotan dari tahun 2010-2011 karena beberapa permasalahan di Kemendikbud RI yang menggambarkan produktivitas
kerja pegawainya masih
belum
baik. Pertama mengenai
permasalahan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang menurun pada tahun 2011 dibandingkan pada tahun 2010 sebagai akibat dari penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yang belum terlaksana secara baik. Kedua, adanya pernyataan Sekretaris Jenderal Kemendikbud RI Ainun Na’im, tahun 2012 ini Kemendikbud RI harus segera meningkatkan kualitas kerja pejabat eselon III dan eselon IV (http://dikdas.kemdiknas.go.id, 2012). Berdasarkan permasalahan yang sudah dijelaskan di atas maka pokok permasalahan peneliti adalah bagaimana hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III dengan produktivitas kerja pegawai di Kemendikbud RI? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III dengan produktivitas kerja pegawai di Kemendikbud RI.
1.4. Signifikansi Penelitian Penelitian ini memiliki signifikansi secara akademis dan praktis, yaitu: 1. Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembang ilmu pengetahuan di bidang administrasi negara khususnya tentang Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
10
hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III dengan produktivitas kerja pegawai. Selain itu, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pemahaman peneliti dan pihak pembaca terkait dengan hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III dengan produktivitas kerja pegawai. 2. Signifikansi Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada lembaga kementerian maupun non kementerian serta pemerintah daerah terkait dengan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III.
1.5. Batasan Penelitian Penelitian ini terbatas hanya melihat hubungan pendidikan dan pelatihan dengan produktivitas kerja pegawai. Produktivitas kerja pegawai yang digunakan pada penelitian ini adalah produktivitas dari persepsi pegawai pemangku jabatan eselon III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.
1.6. Sistematika Penelitian Sistematika penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yaitu: BAB 1
PENDAHULUAN Pada bab ini peneliti akan menjelaskan latar belakang, pokok permasalahan, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB 2
KERANGKA TEORI Pada bab ini peneliti akan menguraikan secara berurutan tentang peneliti terdahulu dan kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini.
BAB 3
METODE PENELITIAN Pada bab ini peneliti akan menjelaskan tentang metode penelitian yang digunakan peneliti dalam melakukan penelitian.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
11
BAB 4
ANALISIS HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN
TINGKAT
III
DENGAN
PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KEMENTERIAN PENDIDIKAN
DAN
KEBUDAYAAN
REPUBLIK
INDONESIA Pada bab ini peneliti akan menjelaskan secara umum mengenai pendidikan
dan
pelatihan
kepemimpinan
tingkat
III
di
Kemendikbud RI dan menjabarkan analisis mengenai hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III dengan produktivitas kerja pegawai di Kemendikbud RI. BAB 5
SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini peneliti akan menguraikan simpulan dan rekomendasi sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
BAB 2 KERANGKA TEORI Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan literatur ilmiah yang dijadikan penelitian terdahulu dan kerangka teori yang terkait dengan tema hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III dengan produktivitas kerja pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2.1. Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelusuran literatur terdapat penelitian yang membahas mengenai hubungan diklat kepemimpinan dengan produktivitas pegawai dengan produktivitas pegawai perlu dilakukan peninjauan penelitian terkait yang pernah dilakukan sebelumnya yang bahasan penelitiannya kurang lebih sama dengan penelitian ini dan diharapkan mampu memberi koridor berpikir yang sama. Peneliti mengambil tiga hasil penelitian yang terkait dengan pelatihan dan produktivitas kerja pegawai. Penelitian pertama yang dilakukan oleh Sofikalisari (2009) dalam skripsinya yang berjudul “Hubungan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Dengan Produktivitas Pegawai Badan Diklat Departemen Dalam Negeri 20042008”. Penelitian ini membahas mengenai hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat IV dengan produktivitas pegawai. Teori yang digunakan adalah Teori Manajemen Sumber Daya Manusia, Teori Pendidikan dan Pelatihan, Teori Produktivitas, dan Teori Hubungan Pelatihan dengan Produktivitas. Teknik pengumpulan data dilihat dari: studi pustaka, studi lapangan, dan wawancara. Teknis analisis data melalui program software SPSS 15 (Statistical Package for Social Sience) yang dikhususkan untuk penelitian di bidang sosial. Dalam penelitian tersebut, peneliti mengatakan bahwa pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat IV pada Badan Diklat Departemen Dalam Negeri terdapat hubungan yang memiliki arah positif (semakin tinggi tingkat pendidikan dan pelatihan yang diberikan maka semakin tinggi produktivitas kerja pegawai) dengan tingkat kekuatan hubungan rendah antara Diklatpim tingkat IV dengan produktivitas pegawai Badan Diklat Departemen Dalam Negeri.
12 Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
13
Tinjauan pustaka yang kedua adalah Adrianto (2009) dalam skripsinya mengenai Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Pra-Jabatan Golongan III Umum Oleh Badan Kepegawaian Daerah, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara (Gelombang II Tahun 2009). Teori yang digunakan adalah Teori Manajemen Sumber Daya Manusia, Konsep Pengembangan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia, dan Evaluasi Pelatihan. Teknik pengumpulan data dilihat dari: studi pustaka, studi lapangan, dan wawancara. Teknis analisis data dikumpulkan melalui tiga tahap, yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing (verifikasi). Metode penelitian kualitatif yang digunakan ini bertujuan untuk menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dan tulisan atau lisan dari orangorang dan prilaku yang dapat diamati. Hasil penelitiannya pun menunjukkan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Pra-Jabatan Golongan III Umum di Kabupaten Konawe masih perlu pengembangan metode palatihan yang lebih baik di masa yang akan datang tidak hanya sebagai pemenuhan SOP semata namun diharapkan dapat mengakomodir kebutuhan organisasi pemerintahan dalam melayani masayarakat. Tinjauan pustaka ketiga adalah Desy Puspitasari (2005) dalam skripsinya mengenai Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pelatihan dan Produktivitas
Departemen
Tenaga
Kerja
dan
Transmigrasi.
Penelitian
menggunakan jenis penelitian eksplanatif, dengan manfaat penelitian aplikatif. Teori yang digunakan adalah Teori Manajemen Sumber Daya Manusia, Teori Pendidikan dan Pelatihan, Teori Produktivitas, dan Teori Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Produktivitas. Teknik pengumpulan data dilihat dari: studi pustaka, studi lapangan, dan wawancara. Teknis analisis data dikumpulkan melalui tiga tahap, yaitu data reduction (reduksi data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing (verifikasi). Metode penelitian kuantitatif yang digunakan ini bertujuan untuk menguji relevansi suatu teori dan mendapatkan suatu generalisasi yang memiliki kemampuan prediktif. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya peningkatan
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
14
pemberian program pelatihan kerja, maka terjadi pertambahan nilai pada elemen aktivitas personal seorang pekerja, sehingga pekerja mampu mencapai produktivitas yang lebih tinggi. Pada dasarnya, penelitian yang dilakukan oleh Sofikalisari, Adrianto, dan Desy Puspitasari memiliki persamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sama-sama menggunakan variabel pendidikan dan pelatihan dan variabel produktivitas pegawai, sehingga sangat relevan untuk menjadi acuan atau pedoman dalam penulisan skripsi ini. Secara ringkas, hasil dari tinajuan pusataka yang telah dilakukan dapat dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut: Tabel 2.1 Matriks Peneliti Terdahulu Indikator
Sofikalisari
Adrianto
Desy Puspitasari
Fitri Amelia
Judul
Hubungan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV Dengan Produktivitas Pegawai Badan Diklat Departemen Dalam Negeri 2004-2008
Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Pra-Jabatan Golongan III Umum Oleh Badan Kepegawaian Daerah, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara (Gelombang II Tahun 2009)
Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pelatihan dan Produktivitas Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Hubungan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III dengan Persepsi Produktivitas Kerja Pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI
Tujuan
Untuk mengetahui hubungan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV dengan Produktivitas pegawai Badan Diklat Departemen Dalam Negeri Jakarta
Untuk mendeskripsikan dan menemukan hambatanhambatan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan PraJabatan Golongan III Umum di Badan Kepegawaian Daerah, pendidikan dan pelatihan Kabupaten Konawe
Untuk mengetahui pengaruh pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat IV terhadap peningkatan produktivitas kerja PNS pada Badan Pelatihan dan Produktivitas Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Untuk mengetahui hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III dengan persepsi produktivitas kerja pegawai di Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan RI
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
15
(Lanjutan) Pendekatan
Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan Kualitatif
Pendekatan Kuantitatif
Pendekatan Kuantitatif
Jenis
Jenis Penelitian: Eksplanatif
Jenis Penelitian: Deskriptif
Jenis Penelitian: Ekplanatif
Jenis Penelitian: Deskriptif
Manfaat Penelitian: Penelitian Murni
Manfaat Penelitian: Penelitian Murni
Manfaat Penelitian: Penelitian Aplikatif
Manfaat Penelitian: Penelitian Murni
Dimensi Waktu: Cross Sectional
Dimensi Waktu: Cross Sectional
Dimensi Waktu: Cross Sectional
Dimensi Waktu: Cross Sectional Teknik Pengumpulan Data
Jenis Survei
Jenis Survei
Jenis Survei
Jenis Survei
Hasil Penelitian
Pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat IV pada Badan Diklat Departemen Dalam Negeri terdapat hubungan yang memiliki arah positif (semakin tinggi tingkat pendidikan dan pelatihan yang diberikan maka semakin tinggi produktivitas kerja pegawai).
Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Pra-Jabatan Golongan III Umum di Kabupaten Konawe masih perlu pengembangan metode palatihan yang lebih baik di masa yang akan datang tidak hanya sebagai pemenuhan SOP semata namun diharapkan dapat mengakomodirkebutu han organisasi pemerintahan dalam melayani masayarakat.
Adanya peningkatan pemberian program pelatihan kerja, maka terjadi pertambahan nilai pada elemen aktivitas personal seorang pekerja, sehingga pekerja mampu mencapai produktivitas yang lebih tinggi
Terdapatnya hubungan antara variabel pendidikan dan pelatihan dengan produktivitas kerja pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI meskipun masih lemah dan tidak signifikan
Kelebihan
Penelitian Diklatpim Tingkat IV yang dilakukan peneliti dimulai dari tahun 20042008 yang memberikan perbedaan pada penelitian lainnya yang hanya satu tahunan
Penelitian yang dilakukan menggunakan pengujian kredibilitas data dengan triangulasi sehingga dapat diperoleh suatu kesimpulan akhir
Penelitian kompleks karena penelitian ini melihat dan mengukur hubungan keuda variabel, yaitu variabel pendidikan dan pelatihan terhadap variabel produktivitas kerja pegawai
Penelitian dilakukan pada seluruh unit kerja pendidikan Kemendikbud RI khususnya pegawai pemangku jabatan eselon III, dimana jabatan ini memiliki peranan strategis bagi kemajuan instansi
Penelitian pertama yang dilakukan di Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
16
(Lanjutan) Kelemahan
Penelitian yang dilakukan hanya berlaku pada lembaga Badan Diklat Depertemen Dalam Negeri sehingga tidak dapat mewakili Departemen Dalam Negeri secara keseluruhan. Sampel penelitian tidak menghitungnya secara proporsional pada masingmasing tahunnya.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode deskriptif kualitatif, tetapi dalam dalam studi lapangan muncul penyebaran angket yang jumlahnya tidak ditentukan dari masing-masing peserta maupun panitia. Padahal dalam perkembangan penelitian ini disebut pendekatan positivis
Penelitian ini tidak menggambarkan jumlah populasi pada Badan Pelatihan dan Produktivitas Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi karena penarikan sampel hanya sebesar 17 pegawai.
Penelitian ini tidak dilakukan pada unit kerja kebudayaan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI karena unit kerja kebudayaan baru berintegrasi pada tahun 2012 ini.
Lokasi penelitian yang cukup jauh di Sulawesi Tenggara
Sumber: diambil dari olahan data peneliti, 2012
Ketiga penelitian tersebut memiliki persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti saat ini yakni mengenai pendidikan dan pelatihan. Perbedaan dengan penelitian Sofikalisari, Adrianto, dan Desy Puspitasari adalah penelitian ini menfokuskan kepada penelitian yang mengungkapkan hubungan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dengan produktivitas pegawai pemangku jabatan eselon III dalam satu kementerian atau instansi pusat. 2.2. Kerangka Teori Dalam subbab ini, peneliti akan memaparkan kerangka teori yang digunakan peneliti dalam penelitian. Di bagian awal, peneliti akan memaparkan teori-teori yang digunakan peneliti dan di bagian akhir subbab, penelitian akan menggambarkan kerangka teori peneliti. 2.2.1. Administrasi Kepegawaian Publik Paradigma organisasi publik yang tidak mengejar keuntungan seperti yang terjadi pada organisasi swasta memberikan konsekuensi organisasi publik tidak menjaga kualitasnya. Kondisi organisasi publik yang inefisiensi dengan struktur
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
17
yang tambun dan sangat pantologis merupakan cerminan kegagalan organisasi publik
sebagai
pengemban
tanggung
jawab
terhadap
penyelenggaraan
pemerintahan yang good governance (Suwatno, 2011:12). Pentingnya kualitas SDM dalam suatu organisasi, menjadi aspek perhatian dalam organisasi di sektor publik. Pada awalnya masalah kualitas menjadi agenda penting di lingkungan organisasi swasta. Organisasi swasta merupakan organisasi pertama yang memiliki standar kulitas SDM. Hal ini pula yang mendorong organisasi publik untuk melakukan hal yang sama dilakukan oleh organisasi swasta. Organisasi publik yang dipahami sebagai penyelenggara pemerintahan dan pelayanan kepada warga negara, memiliki posisi strategis di dalam sistem pemerintahan. Dalam rangka pencapaian tujuan pembangunan nasional, organisasi publik inilah yang mendapat porsi istimewa (Zainun, 2004:78). Tanggung jawab organisai publik terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional tersebut sangat besar, bahkan dibeberapa hal organisasi publik sebagai pemeran utama serta memonopoli penyelenggaraan berbagai urusan untuk warga negara. Dengan demikian, begitu besar tanggung jawab organisasi publik, maka sangat perlu membangun kualitas pegawai organisasi publik. Pembangunan kualitas pegawai sektor publik dapat tercapai melalui manajemen SDM. Mengingat begitu besar tanggung jawab organisasi publik atas pencapaian tujuan pembangunan nasional bagi rakyat, maka sangat perlu membangun kualitas. Manajemen organisasi publik juga dikenal dengan istilah administrasi kepegawaian berbeda dengan manajemen sumber daya manusia. Untuk memahami hal ini, maka harus melihat definisi dari masing-masing. Definisi manajemen sumber daya manusia menurut Flippo (1990:23) sebagai berikut: Personel Management is the planning, organize, directing, and controlling of procurement, development, compensation, integration, maintance, and separation of human of resources to the end that individual, organizational, and societal objectives are accomplished. Dengan kata lain, manajemen sumber daya manusia menurut Flippo adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan untuk menunjang perbaikan, pengembangan, kompensasi, integrasi, pemeliharaan dan pemisahan sumber daya manusia sehingga tujuan akhir baik individu, organisasi, dan masyarakat dapat tercapai. Berbeda dengan pendapat Nawawi
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
18
(1993:42) administrasi kepegawaian adalah suatu seni untuk memilih pegawaipegawai baru dan memperkerjakan pegawai-pegawai yang telah ada (pegawai lama) sedmikian rupa, sehingga diperoleh atau dicapai hasil dan pelayanan yang sebesar-besarnya, baik mengenai kualitas maupun kuantitas dari tenaga kerja itu. Menurut Sulistiayani (2003:45) manajemen sumber daya manusia di sektor publik sebagai berikut: “manajemen sumber daya manusia di sektor publik adalah proses penggerakan dan penyerasian sumber daya manusia dengan sumbersumber daya lain yang terlibat dalam rangka melakukan aktivitas dan fungsi organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan yang dipahami sebagai potensi pegawai yang terdiri dari potensi fisik dan non fisik. Potensi fisik adalah kemampuan fisik yang terakumulasi pada seseorang pegawai, sedangkan potensi non fisik adalah kemampuan seorang pegawai yang terakumulasi baik dari latar belakang pengetahuan, intelegensia, keahlian, keterampilan, human relations.” Berdasarkan uraian-uraian di atas keduanya mengandung persamaan dan perbedaan,
dimana
persamaan
antara
administrasi
kepegawaian
dengan
manajemen sumber daya manusia. Kedua-duanya sama-sama mengurusi manusia yang bertugas sebagai tenaga kerja, baik di tingkat operasional sampai dengan tingkat pimpinan, mulai saat penerimaan, pengembangan, dan sampai dengan saat pemberhentian
(pensiun),
sedangkan
perbedaannya
adalah
administrasi
kepegawaian merupakan pengelolaan pegawai yang dilaksanakan oleh instansiinstansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah yang diperkerjakan di lembaga-lembaga pemerintahan, badan-badan dan kantor-kantor pemerintah, sedangkan manajemen sumber daya manusia adalah pengelolaan personel atau tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan baik perusahaan yang besar maupun perusahaan kecil termasuk di dalamnya Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah. Berbeda dengan pernyataan Sthal (1971:7) administrasi kepegawaian publik sebagai berikut: “administrasi kepegawaian publik adalah kegiatan untuk memetakan kebutuhan tenaga kerja, pasokan tenaga kerja beserta masalah-masalah yang terkait dengan tenaga kerja pemerintahan serta proses pengembangan tenaga kerja dalam rangka memberikan pencerahan fungsi kepegawaian dalam suatu organisasi untuk melakukan pekerjaan secara tertib dan efektif.“
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
19
Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam administrasi kepegawaian publik, yaitu sebagai berikut (Sthal, 1971:8-9): 1. Perencanaan Kepegawaian Hal ini terkait dengan isi program perencanaan pengadaan pegawai dengan menggunakan metodologi dan teknis yang tepat untuk menganalisis kebutuhan pegawai dalam melaksanakan kegiatan dalam organisasi. 2. Membangun Hubungan Baik Kepegawaian Para birokrat dan legislator harus selalu membina hubungan yang baik dan profesional, maka secara tidak langsung akan membangun kepercayaan dan motivasi diantara mereka yang tentunya akan memberikan dampak kepada hasil kerja pelayanan yang produktif dan tepat kepada masyarakat. 3. Mempertahankan Keahlian Kondisi birokrat yang dipandang tidak memiliki pengetahuan khusus maupun teknik memberikan image buruk sehingga memberikan tuntutan kepada birokrat untuk meningkatkan keahlian dalam melaksanakan tanggung jawabnya. Selain itu, birokrasi pun harus menjaga lingkungan dan pegawai lainnya untuk menarik dan memotivasi pegawai dalam menghasilkan kualitas yang tinggi. Keahlian merupakan aset langka dan rapuh, maka dari itu perlu dijaga dan dirawat. 4. Menjaga Efisiensi masalah efisiensi merupakan masalah yang cukup lama diperdebatkan dibandingkan masalah mempertahankan keahlian sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Masalah efisiensi sering dijumpai di negaranegara yang belum produktif pertumbuhan ekonominya. Masalah ini ternyata terjadi pula dalam kebijakan pegawai suatu organisasi, terutama organisasi sektor publik. Administrasi kepegawaian publik harus berupaya dalam mencapai kesesuaian dengan standar yang lebih tinggi dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 5. Mempertahankan Akuntabilitas dan Responsibilitas Akuntabilitas merupakan suatu kewajiban para birokrat dalam mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada atasan serta masyarakat serta mencegah pengambilan kebijakan publik yang tidak beralasan sehingga merugikan masyarakat. Akuntabilitas para birokrat terdapat disemua tingkatan tanpa terkecuali. Sikap responsibilitas juga harus dimiliki oleh para birokrat karena melalui sikap responsibilitas para pejabat akan mendengarkan pendapat perwakilan masyarakat secara kolektif dan tidak bersikap angkuh atau curang dalam mengambil kebijakan publik. Masih banyak para pejabat birokrat yang belum memiliki sikap akuntabilitas dan responsibilitas karena masih terdapat sikap birokrat yang mengambil peluang untuk melakukan korupsi.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
20
Masalah fungsi kepegawaian publik merupakan masalah yang penting saat ini, terutama mengenai masalah kemampuan/keahlian dan efisiensi pegawai publik (Sthal, 1971:15). Masalah ini dapat teratasi melalui prosedur pendidikan dan pelatihan dan sistem karir pegawai publik yang baik sehingga menimbulkan sikap responsif dan akuntabel pada individu serta budaya organisasi yang semakin baik. Hal ini akan berjalan baik apabila kebijakan kepegawaian memberikan motivasi tinggi kepada para pegawainya sehingga mengakibatkan peningkatan kualitas kinerja pegawai yang digunakan sebagai solusi dari masalah-masalah kepegawaian sektor publik saat ini. Menurut Sthal (1971:13) permasalahan kepegawaian publik banyak terjadi di negara-negara berkembang. Adapun pernyataannya sebagai berikut: “Permasalahan administrasi kepegawaian publik banyak terjadi di negaranegara berkembang dengan jumlah kependudukan yang cukup besar dengan tingkat kompleksitas yang tinggi. Banyaknya jumlah pegawai negeri sipil mengakibatkan kebesaran dalam tubuh birokrasi sehingga mempengaruhi kualitas pelayanan publik karena tidak memenuhi kriteria keinginan masyarakat. Perkembangan masyarakat dalam suatu negara yang terlalu besar mengakibatkan kesulitan sendiri bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan publik. Hal ini juga disebabkan oleh sistem administrasi kepegawaian publik yang tidak terdapat skema untuk medevolusi PNS yang kurang berkompetensi dalam melaksanakan tugasnya dan tanggung jawabnya.“ Menurut Shafritz (2001:17) manajemen kepegawaian sektor publik adalah suatu proses pengubahan kualitas sumber daya pemerintah dalam menghasilkan layanan publik sesuai harapan masyarakat dan menciptakan pegawai yang kompetitif sehingga dapat bersaing dengan SDM sektor swasta dalam memberikan layanan kepada masayarakat. Dalam proses manajemen SDM di sektor publik, pemerintah berusaha mempersiapkan individu/pegawai berkualitas dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pelayan masyarakat. Empat perspektif (Klingner & Nalbandian, 1993:12) manajemen kepegawaian pemerintah, yaitu pertama, fungsi manajemen kepegawaian publik adalah sebagai perencanaan, perolehan, pengembangan, dan pemberian sanksi yang dibutuhkan untuk mengelola sumber daya manusia di lembaga publik; kedua adalah suatu proses mengelola sumber daya langka di lembaga publik dalam rangka pencapaian tujuan secara efektif; ketiga adalah sistem kepegawaian yang
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
21
digunakan untuk menjaga keseimbangan antara nilai-nilai sosial yang berlaku sehingga mampu mengelola konflik diantara pegawai pemerintah yang jumlahnya cukup besar. Menurut Stewart dan Ranson (1988) dikutip oleh Anwari (1995) perbedaan antara sektor publik dengan sektor swasta sebagai berikut: Tabel 2.2 Perbedaan Antara Sektor Publik Dengan Sektor Swasta Sektor Publik Pilihan-pilihan kolektif kesepakatan politik
Sektor Swasta berdasarkan
Sektor masyarakat terhadap pasar
Kebutuhan dan sumber daya
Permintaan dan harga
Ekuitas kebutuhan
Ekuitas pasar
Pencarian keadilan
Pencarian kepuasan terhadap pasar
Kedaulatan warga negara
Kedaulatan konsumen
Tindakan kolektif sebagai instrumen kedaulatan
Kompetisi sebagai instrumen pengembangan pasar yang sehat
Suara sebagai kondisi
Suara sebagai stimulus
Sumber: Anwari, Majalah Manajemen Pembangunan No. 10/III, 1995
Manajemen kepegawaian sektor publik di negara Indonesia mencakup pada tingkat pemerintah nasional sampai ke tingkat pemerintah desa (Zainun, 2004:68). Kepegawaian pemerintahan ditingkat nasional adalah yang menduduki jabatan-jabatan negara, yaitu lembaga tinggi negara (MPR, DPR, BPK, MK, MA) serta jabatan negara yang menggambarkan lembaga negara, yaitu jabatan Presiden, jabatan Wakil Presiden, Menteri, dan Kementerian. Berbeda dengan pegawai yang berada ditingkat daerah yang menduduki jabatan negara yang paling rendah dalam jajaran jabatan-jabatan negara, yaitu Kepala Desa beserta perangkat desa. Walaupun dalam peraturan resminya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah belum secara jelas menyebutkan perangkat pemerintah desa sebagai PNS. Manajemen kepegawaian pemerintah negara Indonesia lebih difokuskan kepada jajaran PNS (Zainun, 2004:70). Hal ini dikarenakan jumlah pegawai negeri yang cukup besar dengan beraneka ragam jenis jabatan dan kondisi-kondisi kerjanya serta mempunyai masa pengabdian yang cukup panjang dari mulai masuk hingga pensiun. PNS yang dimaksud dapat yang berada ditingkat pusat
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
22
maupun ditingkat daerah (Zainun, 2004:72). Manajemen Kepegawaian Publik dalam buku Public Personnel Management oleh Donald E. Klingner 7 John Nalbandian diterangkan bahwa fungsi-fungsi dalam Manajemen Kepegawaian Publik sebagai berikut: Tabel 2.3 Fungsi dan Tugas Utama Manajemen Kepegawaian Publik Fungsi
Tugas-Tugas
Procurement
Mengiklankan, Merekrut, menyeleksi pegawai
Allocation
Membagi dan menetukan pegawai, memberikan kompensasi, promosi, transfer dan memisahkan
Development
Melatih, menilai, dan memotivasi
Sanction
Disiplin, negosiasi, dan berdiskusi dengan karyawan dan hubungan-hubungan karyawan, memberikan keluhan dan mempertimbangkan prosedur
Control and Adaptation
Mendisain sistem manajemen personalia, menetapkan peranan dari departemen personalia dan hubunganhubungannya dengan staf fiskal dan manajemen , menjaga informasi dan sistem-sistem forecasting yang relevan dengan fungsi-fungsi procurement, allocation, development, and sanction.
Sumber: Klingner dan Nalbandian, 1985
2.2.2. Pendidikan dan Pelatihan Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu upaya pengembangan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia pada setiap unit kerja akan berhubungan dengan hakikat pendidikan dan pelatihan. Secara umum pendidikan dan pelatihan sering didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau upaya-upaya yang sengaja dilakukan secara sistematis untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta merubah sikap seseorang. Selain itu, menurut Handoko (1993:103) pendidikan dan pelatihan juga merupakan suatu upaya untuk mengisi perbedaan (gap) antara kemampuan yang dimiliki pegawai dengan kemampuan dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan baik dan benar. Hal ini sesuai dengan pengertian dari Ivancevich (2001:84) tentang pelatihan, yaitu:
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
23
“Training is the systematic process of altering the behaviour of employees in a direction to increase organization goals. Training is related to present job skill and abilities. It has a current orientation and helps employees master specific skill and abilities to be succesfull.” Dari pendapat tersebut bisa diambil suatu pemahaman bahwa peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap dari pegawai yang diperoleh melalui pelatihan yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja pegawai tersebut. Menurut Hasibuan (2007:72-73) pendidikan dan pelatihan merupakan bagian dari fungsi pengembangan SDM. Peserta yang mengikuti pendidikan dan pelatihan adalah pegawai baru dan pegawai lama. Pendidikan dan pelatihan bagi pegawai
baru
adalah
mengenal,
memahami,
terampil,
dan
menguasai
pekerjaannya sehingga pegawai dapat bekerja lebih efisien dan efektif pada pekerjaannya, sedangkan bagi pegawai lama sebagai tuntutan pekerjaan, jabatan, persiapan promosi, serta meningkatkan hasil pekerjaan baik sekarang maupun di masa datang, meningkatkan kinerja pegawai apabila mendapatkan promosi. Pendidikan dan pelatihan yang berlaku bagi pegawai lama sudah berpengalaman pun
perlu
belajar
menyesuaikan
dengan
organisasi,
orang-orangnya,
kebijaksanaan-kebijaksanaannya dan prosedur-prosedurnya. Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa pendidikan dan pelatihan pegawai merupakan suatu persyaratan pekerjaan untuk memperbaiki penguasaan berbagai keterampilan, keahlian dan pengetahuan berdasarkan aktivitas kerja yang sudah terinci dan rutin agar dapat menjalankan dan menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Adapun perbedaan pelatihan dan pendidikan (Hasibuan, 2008:83) sebagai berikut (pada halaman 24):
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
24
Tabel 2.4 Perbedaan Pendidikan dan Pelatihan Perbedaan
Pelatihan
Pendidikan
Peserta
Karyawan operasional
Karyawan manajerial
Tujuan
Technical skills
Managerial skills
Metode
Metode latihan
Metode pendidikan
Waktu
Jangka pendek
Jangka panjang
Biaya
Relatif kecil
Relatif besar
Lapangan praktek
Di dalam kelas
Tempat Sumber: Hasibuan (2008:83)
2.2.2.1. Langkah-Langkah Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan dan pelatihan merupakan metode pengembangan yang sangat penting manfaatnya karena tuntutan pekerjaan dan jabatan sebagai akibat dari perubahan situasi dan kondisi kerja, kemajuan teknologi dan semakin ketatnya persaingan dalam organisasi. Menurut Hasibuan (2007:73-74) bahwa proses atau langkah-langkah pendidikan dan pelatihan hendaknya dilakukan dengan memperhatikan: a) Sasaran, b) Kurikulum, c) Sarana, d) Peserta, e) Pelatih, f) Pelaksanaan. Setiap pendidikan dan pelatihan harus terlebih dahulu ditetapkan secara jelas sasaran yang ingin dicapai agar pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan dapat diarahkan ke pencapaian tujuan organisasi. Adapun penjelasan proses atau langkah-langkah pendidikan dan pelatihan sebagai berikut: a)
Sasaran Setiap pendidikan dan pelatihan harus terlebih dahulu ditetapkan secara jelas sasaran yang ingin dicapai. Apakah untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan teknis dalam mengerjakan pekerjaaan atau untuk meningkatkan kecakapan memimpin atau konseptual.
b) Kurikulum Kurikulum atau matapelajaran yang diberikan harus mendukung tercapainya sasaran dari pendidikan dan pelatihan tersebut. Kurikulum harus ditetapkan secara sistematis dan jelas agar sasaran sasaran pendidikan dan pelatihan tercapai.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
25
c)
Sarana Mempersiapkan tempat dan alat-alat yang akan digunakan dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan. Penyediaan tempat dan alat-alat harus didasarkan pada prinsip ekonomi serta berpedoman pada sasaran yang diinginkan.
d) Peserta Menetapkan syarat-syarat dan jumlah peserta dalam mengikuti pendidikan dan pelatihan. Misalnya usia, jenis kelamin, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikannya. Peserta pendidikan dan pelatihan sebaiknya mempunyai latar belakang yang relatif homogen dan jumlahnya ideal supaya kelancarannya terjamin. e)
Pelatih Dalam menunjuk pelatih atau instruktur harus memenuhi persyaratan untuk mengajarkan mata pelajaran sehingga sasaran tercapai. Pengangkatan pelatih atau instruktur harus berdasarkan kemampuan objektif bukan didasarkan kepada hubungan kawan atau saudara. Dengan pelatih yang qualified akan menghasilkan anak didik yang berkualitas.
f)
Pelaksanaan Melaksanakan proses pendidikan dan pelatihan dari pelatih kepada peserta pendidikan dan pelatihan, yang diakhiri dengan pelaksanaan ujian/evaluasi untuk mengetahui sasaran tercapai atau tidak. Hampir sama langkah-langkah pendidikan dan pelatihan yang dinyatakan
Siagian (2008:64), menyatakan berbagai langkah perlu ditempuh dalam pendidikan dan pelatihan yaitu: a) penentuan kebutuhan, b) penentuan sasaran, c) penetapan isi program, d) identifikasi prinsip-prinsip belajar, e) pelaksanaan program, f) identifikasi manfaat, g) penilaian pelaksanaan program. Penjelasannya sebagai berikut: a)
Penentuan kebutuhan Pendidikan dan pelatihan diselenggarakan apabila kebutuhan untuk itu memang ada. Penentuan kebutuhan itu harus didasarkan pada analisis yang tepat
karena
penyelenggaraan
pendidikan
dan
pelatihan
biasanya
membutuhkan dana yang cukup besar.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
26
b) Penentuan sasaran Berdasarkan analisis kebutuhan maka sasaran pendidikan dan pelatihan ditetapkan. Sasaran yang ingin dicapai dapat bersifat teknikal akan tetapi dapat pula menyangkut keperilakuan. c) Penetapan isi program Pada pendidikan dan pelatihan harus jelas diketahui apa yang ingin dicapai sesuai dengan hasil analisis kebutuhan dan sasaran yang telah dilakukan. d) Identifikasi prinsip-prinsip belajar Penerapan prinsip belajar yang baik maka berlangsungnya proses belajar mengajar dapat dilakukan dengan cepat, pada dasarnya prinsip belajar yang layak dipertimbangkan untuk diterapkan berkisar pada lima hal, yaitu partisipasi, repetisi, relevansi, pengalihan dan umpan balik. e) Pelaksanaan program Tepat tidaknya teknik mengajar yang digunakan sangat tergantung pada berbagai pertimbangan yang ingin ditonjolkan, seperti penghematan dalam pembiayaan, materi program, tersedianya fasilitas tertentu, preferensi dan kemampuan peserta, preferensi dan kemampuan pelatih dan prinsip-prinsip belajar yang hendak diterapkan. f)
Identifikasi manfaat Setelah program pendidikan dan pelatihan dilaksanakan maka dapat diidentifikasi manfaat yang diperoleh pegawai, misalnya peningkatan pengetahuan dan keterampilan pegawai.
g) Penilaian pelaksanaan program Pelaksanaan suatu program pendidikan dan pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta tersebut terjadi transformasi dengan peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas dan perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin, dan etos kerja. 2.2.2.2. Tujuan Pendidikan dan Pelatihan Tujuan dari pelaksanaan pendidikan dan pelatihan, yaitu bagi peserta itu sendiri maupun bagi kepentingan organisasi, hal ini perlu diperhatikan karena tujuan-tujuan tersebut sesungguhnya merupakan landasan penetapan metode
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
27
pendidikan dan pelatihan mana yang akan dipakai, materi apa yang akan dibahas, pesertanya dan siapa saja tenaga pengajarnya untuk memberi subjek pelajaran yang bersangkutan. Senada dengan pernyataan Hasibuan (2007:70-72) tujuan pendidikan dan pelatihan sebagai berikut: 1. Produktivitas Melalui pendidikan dan pelatihan produktivitas kerja karyawan akan meningkat, kualitas, dan kuantitas produksi semakin membaik karena technical skill, human skill, dan managerial skill karyawan yang semakin membaik. 2. Efesiensi Pendidikan dan pelatihan karyawan untuk meningkatkan efisiensi tenaga, waktu, bahan baku, dan mengurangi ausnya mesin-mesin. Pemborosan semakin berkurang, biaya produksi relatif kecil sehingga daya saing perusahaan semakin besar. 3. Kerusakan Pendidikan dan pelatihan bertujuan untuk mengurangi kerusakan barang, produksi, dan mesin-mesin karena karyawan semakin ahli dan terampil dalam melaksanakan pekerjaannya. 4. Kecelakaan Pendidikan dan pelatihan bertujuan pula untuk mengurangi tingkat kecelakaan karyawan sehingga biaya pengobatan yang dikeluarkan perusahaan berkurang. 5. Pelayanan Pendidikan dan pelatihan bertujuan juga untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik karena pemberian pelayanan yang baik merupakan daya tarik bagi rekanan-rekanan perusahaan. 6. Moral Melalui pendidikan dan pelatihan, moral karyawan akan lebih baik karena keahlian dan keterampilannya sesuai dengan pekerjaannya sehingga mereka berantusias menyelesaikan pekerjaannya dengan baik. 7. Karier Pendidikan dan pelatihan memberikan kesempatan untuk meningkatkan karier karyawan semakin besar karena keahlian, keterampilan, dan prestasi kerjanya lebih baik.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
28
8. Konseptual Pendidikan dan pelatihan menghasilkan manajer yang semakin cakap dan cepat dalam mengambil keputusan yang lebih baik karena technical skill, human skill, dan managerial skill karyawan yang semakin membaik. 9. Kepemimpinan Pendidikan dan pelatihan membantu kepemimpinan seorang manajer akan lebih baik, human relations-nya lebih luwes, motivasinya lebih terarah sehingga pembinaan kerja sama vertikal dan horizontal semakin harmonis. 10. Balas jasa Pendidikan dan pelatihan juga mempengaruhi balas jasa (gaji, upah, insentif, dan benefits) karyawan akan meningkat karena prestasi kerja mereka yang semakin besar. 11. Konsumen Pendidikan dan pelatihan karyawan akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat konsumen karena mereka akan memperoleh pelayanan yang lebih bermutu. Dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan dengan produktivitas kerja pegawai. Dalam membahas hubungan diklatpim dengan produktivitas kerja pegawai, maka peneliti perlu melihat pelaksanaan diklatpim melalui evaluasi diklat agar terlihat jelas mengenai hasil apa yang didapat peserta setelah mengikuti pelaksanaan diklat ini, maka secara tidak langsung akan terlihat pula hubungannya dengan produktivitas kerja peserta tersebut. Berdasarkan teori model evaluasi pendidikan dan pelatihan yang dikemukakan oleh Kirkpatrick (2006: 136-140), terdiri dari empat level evaluasi sebagai berikut: Tabel 2.5 Empat Level Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan No. 1.
Level Evaluasi Reactions
Penjelasan The main objective is that the trainees should enjoy themselves. Reaction may best defined as how well the trainees liked a particular training program
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
29
(Lanjutan) 2.
Learning
Which is defined as acquiring ability to behave in new kind of ways, should be described the change of trainees ability. What principles, facts, and techniques were understood and absorbed by the conferees? What the trainees know or can do ,can be measured during and at the end of training but, in order to say that this knowledge or skill resulted from the training, the trainees entering knowledge or skills levels must also be known or measured
3.
Changes in Behavior
Expected changes in job behavior should be linked with changes in effectiveness of organization
4.
Result
Ultimate goals of training that change of trainees effected the change of organization effectivenees.”Reduction of cost; reduction of turnover and absenteeism; reduction of grievances; increase in quality and quantity or production; or improved morale which , it is hoped , will lead to some of the previously stated result
Sumber: Kirkpatrick (2006), diolah kembali oleh peneliti (2012)
2.2.3. Persepsi Diri Persepsi dapat diartikan melalui teori persepsi diri (self perception theory) adalah teori yang menanyakan sikap seseorang terhadap suatu objek, individu sering mengingat kembali perilaku mereka yang terkait dengan objek tersebut dan kemudian menentukan sikap mereka dari perilaku mereka di masa lalu (Robbins, 2008:98-99). Menurut Nugroho (2008:98) persepsi adalah salah satu reaksi terhadap suatu realitas, dimana realitas dapat menjadi suatu reaksi tindakan atau prilaku sangat tergantung kepada sugestivitas realitas itu sendiri dan sugestivitas orang yang meresponnya. Proses pembentukan persepsi menurut (Nugroho, 2008:99) sebagai berikut: “Persepsi terbentuk dari hasil interaksi yang intens antara realitas eksternal yang ditangkap oleh sistem indera dan realitas internal dan proses interaksi ini dipicu oleh wawasan internal, emosi, dan imajinasi yang terjadi berulang-ulang. Proses pembentukan persepsi, yaitu persepsi = (realitas eksternal + informasi sementara + realitas internal) x (wawasan internal, emosional, dan imajinasi berulang-ulang).”
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
30
2.2.4. Produktivitas Kerja Pertama kali munculnya pernyataan produktivitas pada tahun 1776 dalam suatu makalah yang disusun oleh seorang sarjana ekonomi Perancis yang bernama Quesnay, tetapi menurut Aigner, filosofi dan spirit tentang produktivitas sudah ada sejak awal peradaban manusia karena makna produktivitas adalah keinginan (will) dan upaya (effort) manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan disegala bidang dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini (Umar, 2005:9). Produktivitas juga merupakan perbandingan antara hasil dengan masukan sebagaimana Hasibuan (1999:126-127) menyatakan bahwa : “Produktivitas adalah perbandingan antara hasil (output) dengan masukan (input). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu-bahan-tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenga kerjanya”. Selanjutnya, menurut Cascio (1992:13) mendefinisikan produktivitas sebagai “..a measure of the output of goods and services relative to the input labor, material and equipment. Sejalan dengan pendapat Sinungan (1995:46) tentang produktivitas dalam beberapa kelompok sebagai berikut : 1. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produksi tidak lain adalah rasio apa yang dihasilkan (output) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang digunakan. 2. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin dan hari esok lebih baik dan hari ini. 3. Produktivitas merupakan interaksi terpadu serasi dan tiga faktor esensial, yakni investasi termasuk pengetahuan dan tehnologi serta riset, manajemen dan tenaga kerja. Dari pengertian-pengertian di atas produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien dan tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan barang modal teknologi manajemen, infomasi, energi dan sumbersumber lain menuju pada pengembangan dan peningkatan.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
31
Dari beberapa pendapat tersebut dapat dirumuskan bahwa produktivitas memiliki dua dimensi, yakni efektivitas dan efisiensi. Dimensi efektivitas berkaitan dengan pencapaian target yang berkaitan dengan kualitas, kuantitas, dan waktu. Dimensi kedua berkaitan dengan upaya membandingkan masukan dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan. Terdapat ciri-ciri umum pegawai produktif seperti yang dinyatakan oleh Timpe (2002:110-111) sebagai berikut: Tabel 2.6 Ciri-Ciri Umum Pegawai Produktif No. 1.
Ciri-Ciri Umum Lebih
dari
memenuhi
Penjelasan
kualifikasi
merupakan suatu proses yang dianggap
Cerdas dan dapat belajar cepat Bertanggung jawab akan pekerjaan
mendasar bagi suatu pekerjaan dalam mencapai tingkat produktivitas tinggi
2.
Bermotivasi tinggi adalah faktor kritis
Bekerja efektif tanpa pengwasan
setiap pegawai, dimana pegawai yang
Komitmen yang tinggi
termotivasi
berada
pada
tingkat
produktivitas kerja yang tinggi
3.
Orientasi pekerjaan positif adalah sikap
Dapat menerima pengarahan
seseorang terhadap tugas pekerjaan
Mampu
sangat
perubahan
mempengaruhi
kinerja
menyesuaikan
diri
dengan
seseorang tersebut
4.
Dewasa adalah suatu atribut pribadi
Mengambil inisiatif sendiri
yang dinilai penting oleh para pegawai
Tingkat disiplin yang tinggi
dalam memperlihatkan kinerja yang konsisten dan berkualitas
5.
Bergaul
dengan
kemampuan
efektif
untuk
adalah
memantapkan
hubungan antar pribadi yang positif
Pribadi yang menyenangkan Dapat bergaul baik dengan atasan maupun teman sejawat
Sumber: Timpe (2002), diolah kembali oleh peneliti (2012)
Dalam mencapai produktivitas kerja pegawai di dalam suatu organisasi, maka organisasi harus melakukan cara-cara untuk menunjang peningkatan produktivitas kerja pegawainya (Timpe, 2002:37) sebagai berikut (pada halaman 32):
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
32
1. Diagnosis Suatu diagnosis dapat dilakukan secara informal oleh setiap individu yang tertarik untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengevaluasi dan memperbaiki produktivitas kerjanya. Tekniknya adalah melalui refleksi, mengobservasi, mendengarkan komentar-komentar orang lain, mengevaluasi kembali dasar-dasar keputusan masa lalu, dan mencatat atau menyimpan catatan harian kerja. 2. Pelatihan Setelah gaya atribusional dikenali dan dipahami, pelatihan ini dapat digunakan untuk membantu manajemen dalam meningkatkan produktivitas kerja pegawainya dan organisasinya. 3. Tindakan Tidak ada program dan pelatihan yang dapat mencapai hasil sepenuhnya tanpa dorongan untuk menggunakannya. 2.2.5. Hubungan Pendidikan dan Pelatihan dengan Produktivitas Kerja Tujuan setiap organisasi pada umumnya untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi dan diharapkan dalam setiap proses mengalami peningkatan. Dalam memperoleh produktivitas kerja yang baik, maka kemampuan dan keterampilan yang dimiliki setiap pegawai harus baik pula. Diketahui secara jelas bahwa pendidikan dan pelatihan merupakan kegiatan setiap organisasi yang bermaksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan para karyawan sesuai keinginan organisasi yang bersangkutan. Pegawai yang telah dididik dan dilatih akan memiliki kemampuan dan keterampilan yang lebih baik dari sebelumnya sehingga pegawai mampu bekerja lebih efektif dan efisien serta pada akhirnya para pegawai tersebut dapat meningkatkan produktivitas yang baik pula. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan dengan produktivitas kerja mempunyai hubungan yang sangat erat karena untuk dapat mencapai produktivitas kerja sangat ditentukan oleh kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan pegawai yang tinggi pula hasil pendidikan dan pelatihan. Hal serupa sama dikemukan oleh Simanjuntak (1985:58) bahwa pendidikan dan pelatihan tidak hanya menambah pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demkian dapat meningkatkan produktivitas kerja. Pendidikan dan pelatihan ini juga bertujuan untuk mengembangkan sikap lebih disiplin, bertanggung jawab, dan dapat memahami petunjuk prosedur kerja yang selanjutnya akan meningkatkan produktivitas. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
33
Dilihat dari tujuannya, terdapat hubungan antara pendidikan dan pelatihan dengan produktivitas kerja, Sedarmayanti menyatakan: (Sedarmayanti, 2007:170) tujuan umum program pendidikan dan pelatihan harus diarahkan untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Tujuan umum ini dapat tercapai apabila tujuan khusus dapat diwujudkan terlebih dahulu. Tujuan umum dan tujuan khusus pendidikan dan pelatihan dapat digambarkan sebagai berikut: Tujuan Khusus Peningkatan Kualitas Produktivitas Kerja Mutu Perencanaan Tenaga Kerja Semangat/Moral Kerja Balas Jasa tidak langsung Kesehatan dan Keselamatan Kerja Pengembangan Diri
Tujuan Umum Meningkatkan Produktivitas Organisasi
Gambar 2.1 Tujuan Pendidikan dan Pelatihan Sumber: Sedarmayanti, 2007
Menurut Manullang (2008:37) tujuan pengembangan pegawai sebenarnya sama dengan tujuan pendidikan dan pelatihan pegawai. Sesungguhnya pengembangan atau pelatihan yang efektif itu dalam suatu organisasi adalah untuk memperoleh hal-hal sebagai beriku: a. Menambah pengetahuan b. Menambah keterampilan c. Mengubah sikap untuk lebih baik Hubungan antara pendidikan dan pelatihan dengan produktivitas dapat dijelaskan sebagai berikut (Simanjuntak, 1985:62): pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan di dalam maupun di luar instansi dimaksudkan untuk meningkatkan keterampilan pegawai baik horizontal baik berarti memperluas aspek-aspek jenis pekerjaan yang diketahui, sedangkan peningkatan vertikal berarti memperdalam pengetahuan mengenai suatu bidang tertentu. Apabila pendidikan dan pelatihan formal dilakukan dengan baik dalam aktivitas seharihari maka dapat meningkatkan produktivitas seseorang/individu.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
34
2.2.6. Model Analisis Pendidikan dan pelatihan bagi pegawai memberikan dampak-dampak yang baik untuk personal maupun organisasi. Pendidikan dan pelatihan tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi juga meningkatkan produktivitas kerja pegawai. Dalam penelitian ini, pendidikan dan pelatihan merupakan variabel bebas yang menjelaskan terjadinya fokus atau topik penelitian. Pendidikan dan pelatihan ini dilakukan sebagai variabel independen karena memberikan manfaat berupa peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan produktivitas kerja pegawai. Variabel terikat pada penelitian ini adalah produktivitas. Variabel produktivitas sebagai variabel terikat karena hasilnya hanya dapat diketahui jika dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel Bebas
Variabel Terikat
Pendidikan dan Pelatihan
Produktivitas Pegawai
Gambar 2.2 Model Analisis Sumber: Diolah oleh Peneliti, 2012
Dari gambar tersebut, model analisis di atas menunjukkan hubungan pendidikan dan pelatihan dengan produktivitas pegawai. Model analisis ini berbentuk analisis bivariat yang digunakan untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antara dua variabel dan seberapa kuat hubungan diantara dua variabel tersebut. Hubungan yang terjadi diantara dua variabel bersifat asimetris. Hubungan yang bersifat asimetris adalah hubungan yang bersifat satu arah, dimana perubahan yang terjadi pada variabel terikat dipengaruhi oleh variabel bebas dan tidak berlaku sebaliknya.
2.2.7. Hipotesis Teori yang digunakan penelitian kuantitatif ini akan mengidentifikasikan hubungan antar variabel. Hipotesis pada dasarnya merupakan proporsi atas anggapan yang mungkin benar (Supranto, 1995:167). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang akan dianalisis hubungannya, yaitu variabel pendidikan
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
35
dan pelatihan dan variabel produktivitas kerja pegawai. Hipotesis dalam penelitian ini menjelaskan hubungan variabel pendidikan dan pelatihan dengan variabel produktivitas kerja pegawai. Dalam penelitian ini, dikemukakan dua hipotesis mengenai hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat sebagai berikut: Ho: tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pelatihan dengan
produktivitas
kerja
pegawai
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan RI Ha: terdapat hubungan yang signifikan antara pendidikan dan pelatihan dengan produktivitas kerja pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Fokus dari pengujian hipotesis ini adalah hubungan antara kedua variabel, yaitu seberapa besar hubungan antara pendidikan dan pelatihan dengan produktivitas kerja pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Analisis uji hipotesis akan menjelaskan seberapa besar hubungan antar kedua variabel, yaitu apakah hubungan yang terjadi cenderung kuat, cenderung sedang, cenderung rendah atau tidak ada hubungannya. Tidak hanya itu analisis ini juga akan memjelaskan hubungan yang terjadi jika perubahan nilai pada satu variabel akan mempengaruhi pula nilai variabel lainnya ke arah yang sama. 2.2.8. Operasionalisasi Konsep Penelitian ini menjelaskan mengenai pendidikan dan pelatihan dilihat melalui konsep evaluasi pendidikan dan pelatihan menurut Krikpatrick (2006), sedangkan mengenai produktivitas kerja pegawai dilihat melalui konsep productivity menurut Timpe (2002). Variabel tersebut akan dijelaskan di dalam tabel operasionalisasi konsep yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
36
Tabel 2.7 Operasionalisasi Konsep Pendidikan dan Pelatihan Konsep
Variabel
Dimensi
Pendidikan dan Pelatihan
Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan
Reaction
Keperluan akan diadakan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan Berpartisipasi dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan Metode pendidikan dan pelatihan mempermudah menguasai materi Materi pendidikan dan pelatihan berhubungan dengan pekerjaan
Skala Ordinal
Learning
Meningkatkan Pengetahuan Meningkatkan Keahlian Meningkatkan Keterampilan Ketepatan waktu datang ke kantor Ketepatan waktu pulang dari kantor Absensi sebulan terakhir ini Pemberitahuan kepada atasan langsung hendak meninggalkan tempat kerja pada jam kerja Pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat bulan sebelumnya Hasil pekerjaan semakin berkualitas bulan sebelumnya
Skala Ordinal
Changes in Behavior
Result
Indikator
Kategori
Baik Buruk
Skala
Skala Ordinal
jika saat dari
Skala Ordinal
dari
Sumber: Krikpatrick, (2006)
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
37
Tabel 2.8 Operasionalisasi Konsep Produktivitas Kerja Pegawai Konsep Produktivitas
Variabel
Dimensi
Produktivitas Kerja Pegawai
Lebih dari memenuhi Kualifikasi
Bermotivasi Tinggi
Indikator
Kemauan bawahan untuk berkonsultasi Konsultasi pekerjaan dengan atasan Disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan
Dewasa
Kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai target Memiliki inisiatif ketika menemui masalah pekerjaan Dapat menyelesaikan perselisihan dengan rekan kerja Terbuka terhadap saran dan kritikan
Skala Skala Ordinal
Kemampuan berbahasa Inggris Memanfaatkan teknologi informasi dalam melaksanakan tugas Mampu memotivasi bawahan Dapat berkomunikasi secara baik dengan bawahan maupun atasan Dapat mengarahkan bawahan dalam mencapai tujuan Dapat menerima pengarahan dari atasan Mengerjakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan prosedur Pengurangan pengawasan oleh atasan
Mempunyai orientasi pekerjaan positif
Dapat bergaul dengan efektif
Kategori
Skala Ordinal Tinggi Rendah
Skala Ordinal
Skala Ordinal
Skala Ordinal
Sumber: Timpe, (2002)
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam bab metode penelitian ini akan dibahas mengenai metode-metode yang merupakan pendekatan praktis dalam setiap penelitian ilmiah. Subagyo (1997) menjelaskan bahwa metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan. Bab III terkait dengan metode penelitian ini akan menjelaskan beberapa hal, seperti pendekatan penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, populasi dan sampel, teknik pengolahan dan analisis data, validitas dan reliabilitas, serta korelasi.
3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana analisis (Prasetyo dan Jannah, 2005:26). Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Musianto (2002:21), pendekatan kuantitatif adalah pendekatan yang di dalam usulan penelitian, proses, hipotesis, turun ke lapangan, analisis data dan kesimpulan data sampai dengan penulisannya mempergunakan aspek pengukuran, perhitungan, rumus dan kepastian data numerik. Pendekatan kuantitatif ini digunakan untuk menguji hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III terhadap produktivitas kerja pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI melalui data numerik yang dihasilkan dari olahan SPSS 19.
3.2 Jenis Penelitian Prasetyo dan Jannah (2005:37) mengelompokkan jenis penelitian ke dalam empat klasifikasi, yaitu klasifikasi berdasarkan tujuan penelitian, klasifikasi berdasarkan manfaat penelitian, klasifikasi berdasarkan dimensi waktu, serta klasifikasi berdasarkan teknik pengumpulan data. Rincian jenis penelitian ini berdasarkan tujuan penelitian, berdasarkan manfaat penelitian, berdasarkan dimensi waktu, dan berdasarkan teknik pengumpulan data, yaitu: 38 Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
39
3.2.1 Berdasarkan Tujuan Penelitian Berdasarkan tujuannya, penelitian ini termasuk ke dalam penelitian deskriptif karena penelitian ini berusaha untuk menggambarkan secara detail mengenai suatu gejala atau fenomena. Hasil akhir dari penelitian ini berupa polapola mengenai fenomena yang sedang dibahas. Penelitian ini diidentikan dengan penelitian
yang
menggunakan
pertanyaan
“BAGAIMANA”
dalam
mengembangkan informasi yang ada. Tujuan dari penelitian deskriptif adalah menggambarkan mekanisme sebuah proses dan menciptakan sebuah perangkat kategori atau pola (Prasetyo dan Jannah, 2006:42-43). Irawan (2006:36) menjelaskan bahwa penelitian deskriptif digunakan untuk mengkaji sesuatu seperti apa adanya (variabel tunggal) atau pola hubungan (korelasional) antara dua atau lebih variabel. 3.2.2 Berdasarkan Manfaat Penelitian Berdasarkan manfaat, penelitian ini termasuk ke dalam kategori penelitian murni karena penelitian ini dilakukan dalam kerangka akademis, yaitu untuk pemenuhan kebutuhan intelektual peneliti. Nazir (2005:134) menyatakan bahwa penelitian murni ini ialah pencarian terhadap sesuatu karena ada perhatian dan keingintahuan terhadap hasil suatu aktivitas. Penelitian murni merupakan penelitian yang memberikan manfaat untuk waktu yang lama serta memberikan dasar untuk pengetahuan dan pemahaman yang dapat dijadikan sumber metode, teori, dan gagasan yang dapat diaplikasikan pada penelitian selanjutnya (Prasetyo dan Jannah, 2005:38).
3.2.3 Berdasarkan Dimensi Waktu Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini tergolong dalam penelitian cross-sectional karena penelitian ini hanya dilakukan pada satu waktu tertentu, dan tidak bermaksud untuk diperbandingkan dengan penelitian lain pada waktu yang berbeda. Pengertian satu waktu tertentu dalam penelitian cross sectional ini tidak bisa hanya dibatasi pada hitungan minggu, bulan, dan tahun saja, namun
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
40
memang tidak ada batasan yang baku untuk menunjukkan satu waktu tertentu. Dengan demikian, satu waktu tertentu yang digunakan dalam penelitian ini ialah bahwa penelitian ini telah selesai dilakukan (Prasetyo dan Jannah, 2005:45).
3.2.4 Berdasarkan Teknik Pengumpulan Data Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kuantitatif dengan jenis penelitian yaitu penelitian survei. Dalam penelitian survei, data di lapangan dikumpulkan dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan melalui kuesioner ataupun wawancara langsung. Penelitian survei merupakan penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen penelitian. Dalam pelaksanaan survei, kondisi penelitian tidak dapat dimanipulasi oleh peneliti (Prasetyo dan Jannah, 2005:49).
3.3 Teknik Pengumpulan Data Dalam penelitian sosial dikenal berbagai teknik pengumpulan data atau informasi penelitian. Walaupun dalam pelaksanaan berbagai teknik pengukuran data tersebut terdapat berbagai perbedaan,namun pada dasarnya seluruh teknik pengumpulan data penelitian tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mendapatkan atau mengumpulkan data (informasi) yang dapat menjelaskan atau menjawab permasalahan penelitian yang bersangkutan secara objektif. Untuk mendapatkan data sesuai dengan kebutuhan penelitian maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik pengumpulan data kuantitatif berupa kuesioner. Selain itu, teknik pengumpulan data kualitatif juga digunakan dalam mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan.
3.3.1 Data Primer Dalam pengumpulan data primer ini, digunakan kuesioner dengan teknik wawancara berstuktur dan instrumen pertanyaan. Daftar pertanyaan ini digunakan peneliti sebagai pedoman wawancara responden. Kuesioner yang digunakan terdiri atas pertanyaan tertutup, setengah terbuka, dan terbuka,
yang
memungkinkan responden untuk melilih jawaban dan atau mengemukakan
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
41
jawaban. Penggunaan kuesioner dalam mengumpulkan data merupakan salah satu bentuk peneliti dalam mencari jawaban atas pertanyaan pada perumusan masalah yaitu mengenai hubungan diklatpim dengan produktivitas kerja pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Selain itu, pada penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara untuk pengumpulan data. Data primer berupa wawancara digunakan untuk mencari jawaban perumusan permasalahan. Wawancara akan dilakukan berdasarkan pedoman wawancara yang telah dibuat sebelumnya. Adapun narasumber dalam melakukan wawancara adalah sebagai berikut: a. Kepala Biro Kepegawaian Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Narasumber ini dikhususkan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi kepegawaian di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dalam pengembangan pegawai. b. Kepala Sub Bagian Evaluasi Pelaksana Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Narasumber ini dikhususkan untuk mendapatkan informasi mengenai evaluasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI secara teknis. c. Kepala Deputi Bidang Kajian Manajemen Pelayanan dan Kebijakan Lembaga Administrasi Negara. Narasumber ini dikhususkan untuk mendapatkan informasi pembinaan pendidikan dan pelatihan tingkat nasional. d. Perwakilan pejabat eseleon II Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Narasumber ini dikhususkan untuk mendapatkan informasi mengenai perspektif pejabat eselon II terhadap pejabat eselon III. e. Perwakilan pejabat eseleon IV Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Narasumber ini dikhususkan untuk mendapatkan informasi mengenai perspektif pejabat eselon IV terhadap pejabat eselon III. Pengumpulan data dengan teknik wawancara dilakukan untuk menjawab pertanyaan pada perumusan masalah mengenai hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan dengan produktivitas kerja pegawai.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
42
3.3.2 Data Sekunder Dalam memperoleh data sekunder maka peneliti menggunakan studi literatur dalam mengumpulkan data. Data sekunder merupakan data yang telah diolah dan disajikan oleh pihak lain. Data sekunder berfungsi untuk mendukung data primer yang sebelumnya telah dilakukan dengan studi lapangan. Studi literatur dapat dilakukan dengan cara melakukan studi terhadap bahan-bahan kepustakaan seperti buku, jurnal, internet, dan dokumen-dokumen instansi yang berkaitan dengan tema penelitian. 3.4 Populasi dan Teknik Penarikan Sampel 3.4.1
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai pemangku jabatan
eselon III di Kemendikbud RI pada saat penelitian berlangsung. Dalam menentukan populasi target, terdapat kriteria isi, cakupan, dan waktu yang harus dipenuhi. Populasi target sebagaimana telah peneliti nyatakan telah memenuhi kriteria tersebut, seperti dapat dilihat dalam ilustrasi berikut: Isi
: Pegawai pada level eselon III di Kemendikbud RI
Cakupan
: Kemendikbud RI
Waktu
: Pada saat penelitian berlangsung
Berdasarkan data kepegawaian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan laporan tahunan 2012 maka jumlah pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI per unit kerja adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
43
Tabel 3.1 Jumlah Pegawai Per Unit Kerja Tahun 2012 No.
Unit Kerja
Eselon
Lulus
III
Diklatpim Tk III
1
Sekretariat Jenderal
20
16
2
Inspektorat Jenderal
4
3
3
Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal
22
17
4
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar
16
14
5
Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah
22
16
6
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
20
15
7
Badan Pengembangan SDMP dan Penjaminan Mutu Pendidikan
13
9
8
Badan Penelitian dan Pengembangan
14
8
9
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
10
6
10
Pusat Data dan Statistik Pendidikan
4
2
11
PUSTEKOM
4
2
12
PIH
4
2
152
110
Jumlah
Sumber : Database Staf di Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI per 31 Januari 2012
Berdasarkan tabel 1.3 di atas PNS yang telah atau akan menduduki jabatan struktural eselon III, sehingga pejabat eselon III yang ada di setiap unit kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI belum semua mengikuti diklatpim tingkat III karena para pegawai tersebut baru mendapat promosi jabatan kerja dari jabatan sebelumnya. Ada 42 pejabat yang mendapat promosi jabatan ke eselon III bulan Januari 2012. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kepala Deputi Bidang Kajian Pelayanan dan Kebijakan LAN sebagai berikut: “PNS yang telah atau akan menduduki jabatan struktural eselon III dapat yang telah lulus mengikuti diklatpim tingkat III atau yang memang belum mengikuti diklatpim tingkat III. Hal ini dapat dilihat pula dalam Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 (hasil wawancara mendalam, 2 April 2012).”
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
44
3.4.2 Sampel Arikunto (2006) menyatakan bahwa sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Penelitian sampel dilakukan apabila peneliti bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel, yaitu mengangkat kesimpulan penelitian sebagai suatu yang berlaku bagi populasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian total sampling atau complete enumeration karena keadaan subjek di dalam populasi yang jumlahnya tidak terlalu banyak sehingga seluruh populasi menjadi sampel dalam penelitian (Nazir, 2005:325). Jadi, rumus pengambilan sampel, yaitu jumlah populasi = sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini 90 responden. Penelitian total sampling ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa hasil generalisasi yang diperoleh lebih akurat dan mewakili populasi penelitian. Sampel penelitian ini terdapat dalam unit kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang terdiri dari Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Badan Pengembangan SDMP dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Pusat Data dan Statistik Pendidikan, PUSTEKOM, dan PIH. 3.5 Teknik Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan dua variabel (bivariat), yaitu variabel pendidikan dan pelatihan sebagai variabel bebas dan variabel produktivitas kerja pegawai sebagai variabel terikat. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Pengolahan untuk data primer dilakukan dengan menggunakan program SPSS (Statistical Package for Social Science) for Windows Release terbaru versi 19 berdasarkan hasil kuesioner yang telah diperoleh, sedangkan wawancara mendalam diolah dalam transkrip wawancara mendalam. Sementara itu, pengolahan untuk data sekunder yang didapat melalui studi literatur diolah dengan menggunakan interpretasi yang didasarkan pada landasan teori yang ada.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
45
Selanjutnya, Prasetyo dan Jannah (2005:170) menjelaskan mengenai analisis data yang perlu dilakukan karena bertujuan untuk menyusun dan menginterpretasikan data kuantitatif yang sudah diperoleh. Analisis data merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah karena melalui analisis, data tersebut dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian (Nazir, 2005:346). Selanjutnya, dalam menganalisis data kuantitatif, maka digunakan analisis koefisien korelasi Rank Spearman (rs) untuk mengetahui hubungan diantara dua variabel, yakni pendidikan dan pelatihan dengan produktivitas kerja pegawai. Korelasi Rank Spearman ini digunakan dengan alasan bahwa variabel bebas dan variabel terikat dalam penelitian ini ialah dalam bentuk skala ordinal. Sementara itu, untuk melihat tingkat hubungan antara dua variabel, yaitu pendidikan dan pelatihan dengan tingkat produktivitas kerja pegawai, maka berpedoman pada ketentuan yang tercantum dalam tabel 3.2 di bawah ini: Tabel 3.2 Tingkat Korelasi Interval Koefisien Tingkat Korelasi Lemah < 0,333 0,333 – 0,667
Sedang
>0,667
Kuat
Sumber: Rubin & Babbie, 2008
3.6 Validitas dan Reliabilitas Untuk mengetahui apakah penelitian yang dilakukan memiliki validitas internal, seorang peneliti dapat mengukur dari sisi validitas dan reliabilitas. Validitas berkaitan dengan ketepatan penggunaan indikator untuk menjelaskan arti konsep yang sedang diteliti. Sementara itu, reliabilitas berkaitan dengan keterandalan dan konsistensi suatu indikator ((Prasetyo dan Jannah, 2005: 98). Dalam penelitian, data mempunyai kedudukan yang paling tinggi karena data merupakan penggambaran variabel yang diteliti dan berfungsi sebagai alat pembuktian hipotesis (Arikunto, 2006:168). Oleh karena itu, benar tidaknya data sangat menentukan bermutu tidaknya hasil penelitian, sedangkan benar tidaknya data, tergantung pada baik tidaknya instrumen pengumpulan data. Instrumen yang
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
46
baik harus memenuhi dua persyaratan penting, yaitu valid dan reliabel, sehingga pengujian instrumen biasanya terdiri dari uji validitas dan reliabilitas. 3.6.1 Uji Validitas Untuk melakukan uji validitas, peneliti menggunakan bantuan program SPSS versi 19, di mana pada program SPSS teknik pengujian yang sering digunakan ialah menggunakan korelasi Bivariate Pearson (Product Moment Pearson). Uji validitas dengan menggunakan teknik tersebut dilakukan dengan cara mengkorelasikan masing-masing skor item dengan skor total. Skor total adalah penjumlahan dari seluruh item. Item-item pertanyaan yang berkorelasi signifikan dengan skor total menunjukkan item-item tersebut mampu memberikan dukungan dalam mengungkap apa yang ingin diungkap. Pengujian dilakukan dengan menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujian adalah sebagai berikut: -
Jika r hitung ≥ r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05), maka instrumen atau itemitem pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
-
Jika r hitung < r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05), maka instrumen atau itemitem pertanyaan tidak berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan tidak valid). Nilai n pada penelitian ini ialah 90, maka df (degree of freedom) = (n - k)
dimana k merupakan jumlah variabel dalam penelitian (variabel bebas + variabel terikat) sehingga (90 - 2) = 88, diperoleh nilai r tabel sebesar 0,210. Dengan demikian, berdasarkan hasil perhitungan seluruh item pernyataan pada kuesioner, diketahui bahwa r hitung lebih besar dari r tabel (0,210) dan nilai sig. (2-tailed) 0,05, sehingga seluruh item pernyataan tersebut dinyatakan valid (berkorelasi signifikan). (Lihat lampiran 6) 3.6.2 Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan tetap konsisten jika pengukuran tersebut diulang (Hidayat, 2011:67). Ada beberapa metode pengujian reliabilitas, di antaranya metode tes ulang, formula belah dua dari Spearman-
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
47
Brown, formula Rulon, formula Flanagan, Cronbach’s Alpha, dan metode Anova Hoyt. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode Cronbach’s Alpha yaitu analisis realibilitas yang menghasilkan nilai alpha simultan (komposit). Uji signifikansi dilakukan pada taraf signifikansi 0,05, artinya instrumen dapat dikatakan reliabel bila nilai alpha lebih besar dari r tabel atau r kritis product moment atau dapat menggunakan batasan tertentu seperti 0,6. Reliabilitas kurang dari 0,6 adalah kurang baik, sedangkan lebih dari 0,6 dapat diterima. Berikut ialah ringkasan hasil uji reliabilitas dengan menggunakan program SPSS versi 19.
Tabel 3.3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel
No.
Nilai Alpha
1
Pendidikan dan Pelatihan
0.642
2
Produktivitas Kerja Pegawai
0,613
Alpha > 0,6 Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Berdasarkan tabel 3.3 di atas, maka dapat dikatakan bahwa pernyataan dalam kuesioner untuk mengukur ke dua variabel dalam penelitian ini, yaitu pendidikan dan pelatihan dan tingkat produktivitas kerja pegawai dinyatakan reliabel dan dapat diterima dengan nilai alpha 0,642 untuk variabel pendidikan dan pelatihan dan 0,613 untuk variabel tingkat produktivitas kerja pegawai. Kedua nilai alpha pada masing-masing variabel tersebut lebih besar dari 0,6 atau r tabel. (Lihat Lampiran 7) 3.7 Uji Hipotesis Uji hipotesis merupakan pengujian yang berhubungan dengan penerimaan atau penolakan suatu hipotesis penelitian. Adapun cara yang digunakan untuk pengambilan keputusan statistik dari hipotesis penelitian melihat signifikansi menurut Rubin & Babbie (2008:509) sebagai berikut: Apabila nilai signifikan ≤ 0,05, maka ada korelasi yang signifikan (Ha tidak ditolak). Apabila nilai signifikan > 0,05, maka tidak ada korelasi yang disignifikan (Ho tidak ditolak).
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
48
3.8 Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, peneliti berupaya mengikuti metodologi dan sistematika penulisan ilmiah agar memperoleh data yang valid, obyektif, dan tidak mengandung bias yang terlalu besar. Penggunaan teknik pengumpulan data dengan kuesioner mengharuskan peneliti menyebarkan kuesioner kepada pegawai yang menjadi sampel pada penelitian ini. Dalam penelitian ini, peneliti menemui beberapa hambatan yang menjadi keterbatasan penelitian, yaitu mengenai izin melakukan penyebaran kuisoner di instansi tersebut yang cukup lama, yaitu sekitar tiga minggu serta ada beberapa pejabat eselon III yang berada di luar kota dalam rangka mengurusi program Ujian Nasional (UN) di daerah-daerah, misalnya unit kerja di Direktorat Pendidikan Dasar dan Direktorat Pendidikan Menengah di Kementerian Pendidikan Kebudayaan RI, bahkan ada dua kuesioner di Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa yang tidak kembali kepada peneliti karena responden sedang sakit dan dinas ke luar negeri (Malaysia), sehingga peneliti harus menyebarkan kuesioner kembali pada waktu yang berlainan serta jumlah populasi pada unit kebudayaan yang tidak didapatkan dari Biro Kepegawaian Sekretaris Jenderal Kemendikbud RI sehingga peneliti hanya menggunakan data populasi dari unit kerja pendidikan Kemendikbud RI saja karena unit kerja kepegawaian baru berintegrasi pada tahun 2012. Peneliti mengaggap berbagai hambatan yang muncul sebagai proses penelitian yang harus dilalui, namun peneliti tetap berusaha untuk mengikuti aturan-aturan dan metode ilmiah supaya hasil penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan secara metodologis dan ilmiah.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
BAB 4 ANALISIS HUBUNGAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPEMIMPINAN TINGKAT III DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA PEGAWAI DI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA Dalam bab ini peneliti akan menjelaskan secara umum mengenai pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Secara khusus bab ini juga akan menjelaskan mengenai analisis hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III dengan produktivitas kerja pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang dijelaskan melalui indikator yang terkait. Indikator-indikator tersebut disajikan melalui grafik dan dijabarkan melalui analisis data yang mendukung hasil penelitian yang merupakan hasil olahan data kuesioner. 4.1 Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Dalam mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance) tentunya membutuhkan PNS yang baik pula. PNS selaku pelayan publik harus memiliki kompetensi yang dibutuhkan, yaitu mempunyai sikap dan perilaku yang baik, penuh dengan kesetiaan dan bermoral, dan bermental baik, profesional, sadar akan tanggung jawabnya sebagai pelayanan publik. Untuk menjadi PNS yang demikian perlu dilaksanakan pembinaan melalui jalur pendidikan dan pelatihan (diklat). Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu upaya pengembangan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan pekerjaan. Dalam melaksanakan program pendidikan dan pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil dalam upaya peningkatan kualitas PNS Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Pelaksanakan diklat jabatan PNS dilakukan berdasarkan kebutuhan dalam
49 Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
50
organisasi terkait pengangkatan CPNS maupun pegawai lama guna meningkatkan eksistensi dan kualitas pegawai. Program
diklat
yang
dilaksanakan
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan RI yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, baik dalam program diklat prajabatan maupun diklat dalam jabatan PNS.
Diklat
kepemimpinan tingkat III merupakan bagian dari program diklat dalam jabatan PNS. Diklat kepemimpinan tingkat III ditujukan bagi para pejabat struktural yang telah atau akan menduduki jabatan struktural eselon III. Berdasarkan Surat Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Nomor 540/XIII/10/6/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III, maka sasaran diklatpim tingkat III adalah menciptakan PNS yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan jabatan struktural eselon III seperti berikut: 1. Menjabarkan visi, misi dan strategi pembangunan nasional ke dalam program instansi. 2. Memahami dan mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance) dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya. 3. Melakukan perencanaan, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi kinerja unit organisasinya serta merancang tindak lanjut yang diperlukan. 4. Merumuskan strategi pelaksanaan pelayanan prima sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasi. 5. Menerapkan sistem dan prinsip-prinsip akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan unit organisasi. 6. Meningkatkan kapasitas organisasi dan staf melalui peningkatan kompetensi pegawai dan pendayagunaan organisasi. 7. Menumbuhkan motivasi pegawai untuk mengoptimalkan kinerja organisasinya. 8. Menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan dalam keagamaan. 9. Merumuskan dan memberi masukan untuk pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang logis dan sistematis. 10. Melaksanakan pola kemitraan, kolaborasi dan pengembangan jaringan kerja. 11. Memanfaatkan teknologi informasi dalam melaksanakan tugas. 12. Berkomunikasi dalam bahasa inggris. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
51
Selanjutnya, dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, tujuan diklatpim tingkat III adalah sebagai berikut: 1.
Meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan struktural eselon III secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika PNS sesuai dengan kebutuhan instansinya.
2.
Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa.
3.
Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, pemberdayaan masayarakat.
4.
Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola pikir dalam melaksanakan tugas
pemerintahan
umum
dan
pembangunan
demi
terwujudnya
kepemerintahan yang baik. 4.1.1 Pelaksanaan Program Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Program pembelajaran diklatpim tingkat III mengacu kepada persyaratan yang diberikan oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN). Peran instansi LAN adalah sebagai lembaga pembina, penyelenggara, dan pelaksana diklat jabatan PNS di seluruh Indonesia. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yaitu sebagai berikut: “....penyelenggaraan diklatpim tingkat III berdasarkan standar LAN yang telah terakreditasi bagus dan berstandar ISO. Hal ini membuktikan bahwa penyelenggaran diklat sudah terpercaya kualitasnya, baik dari metode pembelajaran, sarana prasarana, widyaiswara (WI), ruang belajar, dan lainlainnya. Dimana LAN merupakan lembaga pembina penyelenggaraan diklat jabatan PNS (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012).” Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Deputi Bidang Kajian Manajemen Pelayanan dan Kebijakan LAN sebagai berikut: “LAN memiliki tiga peran secara umum. Pertama sebagai litbang dan kedua sebagai diklat. Khusus dalam peran diklat ini, LAN memiliki tiga fungsi: (1) sebagai pembina, (2) penyelenggara, (3) pelaksana. Peran Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
52
pembina disini, LAN sebagai pihak yang bertanggung jawab atas eksistensi dan kredibilitas penyelenggaraan diklat seluruh PNS di Indonesia dari Sabang sampaing Merauke. Sedangkan peran penyelenggara di sini adalah LAN menetapkan 27 standar penyelenggaraan diklat yang terakreditasi baik, misalnya materi, widyaiswara, metode, sarana dan parsarana, yaaa pokoknya ada 27 standar yang harus dipenuhi dalam pedoman diklat dimasing-masing penyelenggara itu. Dan terakhir peran sebagai pelaksana, LAN hanya melaksanakan diklatpim Tk.I, II, dan kadang-kadang III (hasil wawancara mendalam, 2 April 2012)”. Dalam buku Panduan DIKLATPIM TK III (2012) terdapat enam program kegiatan pelaksanaan diklatpim tingkat III yaitu: (1) perkuliahan; (2) diskusi dan seminar; (3) pendalaman materi; (4) penulisan kertas kerja; (5) observasi lapangan; dan (6) kegiatan penunjang. Penjelasan program diklatpim tingkat III sebagai berikut: 1. Perkuliahan Kegiatan perkuliahan pada diklatpim tingkat III dikelompokkan ke dalam empat kelompok kajian yaitu; (1) sikap dan perilaku; (2) manajemen publik; (3) pembangunan; dan (4) aktualisasi. Adapun bentuk penjelasannya sebagai berikut: Kajian sikap dan perilaku adalah kegiatan perkuliahan yang diarahkan pada pengembangan sikap dan perilaku kepemimpinan yang sesuai dengan tuntutan perkembangan lingkungan internal dan eksternal. Kajian manajemen publik adalah kegiatan perkuliahan yang diarahkan pada pembahasan dan penguasaan konsep-konsep manajemen publik yang relevan dalam menangani masalah-masalah sektor publik. Kajian pembangunan adalah kegiatan perkuliahan yang diarahkan pada pemahaman dan penguasaan teori dan indikator-indikator pembangunan serta pemecahan permasalahan kebijakan terutama yang terkait dengan bidangnya. Kajian aktualisasi adalah kegiatan perkuliahan yang diarahkan pada pembahasan isu-isu aktual serta penerapan materi pendidikan dan pelatihan. 2. Diskusi dan seminar Diskusi dan seminar merupakan bagian integral dari program diklatpim tingkat III, baik secara formal diprogramkan maupun yang tidak. Diskusi dan seminar yang diprogramkan secara formal direncanakan oleh instansi pembina Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
53
sebagai bagian integral dari program keseluruhan. Kegiatan diskusi dan seminar yang dilakukan dalam program diklatpim tingkat III berupa seminar kertas kerja kelompok, seminar kertas kerja perseorangan rencana kerja, seminar observasi lapangan, dan seminar kertas kerja angkatan. Berbeda dengan diskusi dan seminar yang tidak diprogramkan secara formal diselenggarakan oleh masing-masing widyaiswara sebagai teknik/metode fasilitas pembelajaran. 3. Pendalaman materi Pendalaman materi merupakan kesempatan bagi peserta untuk lebih mendalami suatu masalah atau materi dengan melakukan tugas-tugas kajian, baik secara berkelompok maupun secara perseorangan sehingga peserta diharapkan akan mendapatkan pengayaan materi dalam rangka menghadapi ujian. 4. Penulisan kertas kerja Penulisan kertas kerja merupakan bagian integral dari program diklatpim tingkat III yang wajib dipenuhi oleh para peserta. Dalam mengikuti program ini, peserta wajib menulis dua jenis kertas kerja, yaitu kertas kerja kelompok (KKK), termasuk kertas kerja angkatan (KKA) dan kertas kerja perseorangan (KKP). Secara umum tujuan penulisan KKK adalah agar peserta mampu menulis kertas kerja secara kelompok dan mengintegrasikan konsep-konsep yang tertuang dalam KKK ke dalam KKA, sedangkan penulisan KKP ditujukan agar peserta memiliki pemahaman tentang penyusunan rencana kerja peningkatan kinerja yang berkaitan dengan tugas pokok masing-masing. 5. Observasi lapangan Dalam observasi lapangan peserta melakukan pengumpulan data, identifikasi masalah, analisis data lapangan, dan penyusunan laporan observasi lapangan. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memperkaya wawasan peserta dan memperoleh pengalaman yang bermanfaat bagi penulisan KKK dan KKP.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
54
6. Kegiatan penunjang Kegiatan ini merupakan serangkaian kegiatan yang bersifat melengkapi dan menunjang penyelenggaraan diklat. Kegiatan ini antara lain adalah pengarahan pimpinan, kegiatan ekstrakurikuler, dan senam kesegaran jasmani. 4.1.2 Metode Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Dalam buku Panduan DIKLATPIM TK III (2012) metode yang digunakan dalam penyelenggaraan diklatpim tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI adalah metode ceramah dan tanya jawab, diskusi kelas, diskusi kelompok, studi kasus, simulasi, dan permainan peran. Pada intinya, fasilitator diwajibkan untuk menggunkan metode yang memperhatikan karakteristik peserta sebagai orang dewasa, tingkat komunikasi yang diharapkan antara fasilitator dan peserta, serta waktu dan sarana yang tersedia. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yaitu sebagai berikut: “....metode belajar yang digunakan di sawangan ini masih didominasi dengan metode ceramah, dimana diskusi dan seminar tidak diprogramkan secara formal diselenggarakan oleh masing-masing widyaiswara, melainkan merupakan inisiatif si widyaiswara sendiri di dalam kelas (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. 4.1.3 Fasilitator Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Fasilitator proses pembelajaran dalam diklat adalah widyaiswara dan atau tenaga lain yang memiliki kompetensi yang disyaratkan. Adapun syarat-syarat widyaiswara adalah (1) menguasai materi yang diajarkan; (2) terampil mengajar secara sistematis, efisien, dan efektif; (3) menggunakan metode dan media yang relevan dengan tujuan pembelajaran mata pelajaran diklat yang bersangkutan. Persyaratan penentuan widyaiswara ini mengacu kepada standar LAN yang telah terakreditasi. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yaitu sebagai berikut: Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
55
“....penentuan widyaiswara saat ini telah memenuhi standar yang diberikan oleh Lemabga Administrasi Negara (LAN) sehingga memang terakreditasi bagus, bahkan kami memperoleh SMM ISO 9001:2008 dari TUV Rheinland di bidang penyelenggaraan diklat dengan mengacu pada standar LAN (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Deputi Bidang Kajian Manajemen Pelayanan dan Kebijakan LAN sebagai berikut: “Semua standar diklat merupakan given dari LAN, tetapi ada beberapa hal yang diberikan otoritas sendiri, misalnya materi dan widyaiswara. Misalnya materi, suatu badan penyelenggara diberikan otoritas untuk memberikan muatan lokal sebesar 5% yang berisi tentang budaya instansi penyelenggara. Sedangkan widyaiswara, pihak penyelenggara dapat menentukan siapa-siapa yang bisa menjadi widyaiswara, tetapi disesuaikan dengan syarat-syarat yang ditentukan oleh LAN. Jadi LAN berperan sebagai pengawas juga (hasil wawancara mendalam, 2 April 2012)”. 4.1.4 Peserta Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Dalam buku Panduan DIKLATPIM TK III (2012) peserta diklatpim tingkat III adalah PNS yang telah atau akan menduduki jabatan struktural eselon III yang memiliki persyaratan sebagai berikut: 1. Sikap, perilaku, dan potensi yang meliputi: a. moral yang baik, b. dedikasi dan loyalitas terhadap tugas dan organisasi, c. kemampuan menjaga reputasi diri dan instansinya, d. jasmani dan rohani yang sehat, e. motivasi yang tinggi untuk meningkatkan kompetensi, serta f. prestasi yang baik dalam melaksanakan tugas. 2. Usia maksimal 54 tahun untuk Eselon III dan 50 tahun untuk Eselon IV 3. Pangkat minimal Panata (III/c). 4. Pendidikan serendah-rendahnya Strata Satu (S1) atau yang memiliki kompetensi setara yang penyetaraannya ditetapkan oleh Baperjakat instansi yang bersangkutan. 5. Menguasai bahasa Inggris minimal pasif dan memiliki skor TOEFL minimal 350 atau yang setara. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
56
6. Lulus tes yang diselenggarakan oleh Biro Kepegawaian Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
4.1.5 Sistem Penilaian Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Sistem penilaian yang dilakukan saat ini berbeda dengan sistem penilaian yang dilakukan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2012, penyelenggara melalukan perubahan mendasar dalam mencapai tujuan dari diklatpim tingkat III, yaitu peningkatan produktivitas kerja peserta di instansi tempat peserta bekerja. Sistem penilaian yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan (Pusbangtendik) dinamakan sistem evaluasi proses. Dalam sistem evaluasi proses ini terdapat tiga ketegori penilaian yang dilakukan Pusbangtendik, yaitu (1) penilaian diawal; (2) penilaian saat proses belajar; dan (3) ujian sumatif atas penguasaan materi. Perbedaan sistem penilaian saat ini dengan tahun sebelumnya adalah penilaian yang dilakukan diawal sebelum proses belajar diklatpim tingkat III dilaksanakan sehingga pada tahun sebelumnya sulit mengukur produktivitas peserta. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yaitu sebagai berikut: “....Penilaian-penilaian produktivitas peserta saat ini cukup berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Kami melakukan penilaian evaluasi proses. Evaluasi proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu pertama, tes kemampuan diawal, tes ini dilakukan untuk menyaring kemampuan peserta yang nantinya akan membedakan kemampuan masing-masing peserta melalui kelasnya, kedua penilaian pada saat proses belajar, dan terakhir melakukan ujian sumatif yang mencakup penilaian kognitif dan komprehensif terhadap penguasaan materi sehingga sulit melihat produktivitas peserta apakah meningkat, tidak berpengaruh, atau bahkan menurun (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Sistem penilaian yang menentukan kelulusan peserta dalam mengikuti program diklatpim tingkat III terdiri dari dua kategori penilaian yaitu penilaian saat proses belajar dan ujian sumatif. Penilaian saat proses belajar terdiri dari aspek sikap dan perilaku kepemimpinan dengan bobot 45%, sedangkan penilaian Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
57
sumatif terdiri dari aspek akademis atau penguasaan materi dengan bobot 55%. Batas minimal peserta dinyatakan lulus apabila peserta mendapat nilai minimal 70%. Hal tersebut sebagaimana yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, yaitu sebagai berikut: “....Evaluasi proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu pertama, tes kemampuan diawal, tes ini dilakukan untuk menyaring kemampuan peserta yang nantinya akan membedakan kemampuan masing-masing peserta melalui kelasnya, kedua penilaian pada saat proses belajar, dan terakhir melakukan ujian sumatif yang mencakup penilaian kognitif dan komprehensif terhadap penguasaan materi. Untuk tahap kedua dan ketiga merupakan penilaian yang menentukan peserta lulus atau tidak. Minimal nilai peserta dinyatakan lulus adalah 70% (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Berdasarkan buku Panduan DIKLATPIM TK III (2012) penjelasan mengenai aspek sikap dan perilaku kepemimpinan dan aspek akademis atau penguasaan materi sebagai berikut: 1. Penilaian aspek sikap dan perilaku kepemimpinan Unsur yang dinilai dari aspek ini adalah disiplin (10%), kepemimpinan (15%), kerjasama (10%), dan prakarsa (10%). Pengumpulan informasi penilaian sikap dan prilaku kepemimpinan dilakukan oleh fasilitator, penyelenggara (pengamat), atau tenaga lain yang ditugaskan. Pengamatan aspek sikap dan perilaku ini dilakukan dalam kegiatan belajar di kelas, kegiatan seharian di asrama, kegiatan diskusi dan penyusunan kertas kerja/tugas-tugas dan seminar, kegiatan olahraga dan kegiatan ekstrakurikuler lainnya, kegiatan out bound, dan kegiatan observasi lapangan. Indikator yang dinilai dari masing-masing unsur sikap dan perilaku kepemimpinan adalah sebagai berikut: a. Disiplin Disiplin adalah ketaatan dan kepatuhan peserta terhadap seluruh ketentuan yang ditetapkan penyelenggara. Indikator mengenai hal ini diperoleh dari (1) kerapian berpakaian; (2) ketepatan hadir dalam setiap kegiatan; (3) kesungguhan
mengikuti
setiap
kegiatan;
serta
(4)
kejujuran
dan
kesungguhan dalam melaksanakan tugas.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
58
b. Kepemimpinan Kepemimpinan adalah kemampuan bersikap taat asas, bertanggung jawab, memiliki visi ke depan, serta mampu memberdayakan tim secara demokratis. Indikator mengenai hal ini diperoleh dari (1) konsisten dan bertanggung jawab; (2) visioner; (3) memberdayakan; dan (4) demokratis. c. Kerja sama Kerja sama adalah kemampuan untuk berkoordinasi dalam menyelesaikan tugas secara tim, serta mampu menyakinkan dan mempertemukan gagasan. Indikator kerja sama adalah (1) kontribusi dalam menyelesaikan tugas bersama; (2) membina keutuhan dan kekompakkan kelompok; (3) tidak mendikte atau mendominasi kelompok; serta (4) mau menerima pendapat orang lain. d. Prakarsa Prakarsa adalah kemampuan untuk mengajukan gagasan yang bermanfaat bagi kepentingan kelompok atau kepentingan yang lebih luas. Indikator prakarsa adalah (1) membantu menciptakan iklim yang menggairahkan; (2) mampu mengajukan saran untuk kelancaran diklat; (3) aktif mengajukan pertanyaan yang relevan, serta mampu mengendalikan diri, waktu, situasi, dan lingkungan. 2. Penilaian aspek penguasaan materi Penilaian aspek penguasaan materi dihimpun dari pengamatan ujian akhir dengan bobot 20%, KKP dengan bobot 15%, KKK dengan bobot 10%, dan observasi lapangan dengan bobot 10%. Indikator yang dinilai dari masingmasing unsur-unsur penguasaan materi adalah sebagai berikut: a. Ujian akhir Ujian akhir ditekankan pada aspek kemampuan kognitif dan bersifat komprehensif. Ujian diadakan setelah seluruh mata pelajaran diberikan. b. Penilaian kualitas dan penguasaan materi KKP Nilai KKP diberikan oleh widyaiswara dan atau pembimbing pada saat seminar. Indikator penilaian kualitas KKP adalah (1) identifikasi masalah; (2) analisis masalah; (3) pemecahan masalah; dan (4) sistematika penulisan. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
59
Indikator penilaian kualitas presentasi adalah efektivitas teknik presentasi dan penguasaan materi. c. Penilaian penguasaan KKK Nilai KKK diberikan oleh widyaiswara pemandu diskusi dan atau narasumber pada saat diskusi penyusunan dan seminar KKK. Indikator untuk penilaian KKK adalah (1) kesungguhan dalam partisipasi; (2) kualitas hasil pemikiran; dan (3) kefektifan menyampaikan pertanyaan, jawaban, dan tanggapan. d. Penilaian observasi lapangan Penilaian observasi lapangan meliputi dua hal, yaitu pelaksanaan observasi lapangan dan seminar. Indikator pelaksanaan observasi lapangan adalah kemampuan mengidentifikasikan masalah dan kemampuan menempatkan diri sebagai peserta diklat, sedangkan indikator seminar adalah kualitas hasil pemikiran, teknik menyampaikan pertanyaan dan jawaban, dan kemampuan mengakomodasi. 4.2 Produktivitas Kerja Pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI Produktivitas kerja pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI berpedoman kepada Rencana Strategis 2010-2014 (renstra) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Seluruh unit kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI harus melaksanakan program kerjanya yang mana mengacu kepada restra. Adapun pengertian restra adalah perencanaan yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dalam kurun waktu 1-5 tahun sehubungan dengan tugas pokok dan fungsi instansi/ lembaga dan disusun dengan memperhitungkan perkembangan lingkungan strategik. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut: “Dalam mengukur produktivitas kerja pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mbak, kita selalu berpedoman deng renstra yang memang telah tertuang seluruh visi/misi Kemendikbud lalu diturunkan lagi ke dalam program kerja unit masing-masing. Program kerja ini terdapat dalam SOP dan draft tugas pokok jabatan mbak. Jadi, produktivitas di Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
60
Kemendikbud adalah bagaimana mecapai sasaran kinerja baik per minggu, per bulan, per tahun, dan restra Kemendikbud. Restra ini merupakan pedoman target kinerja yang memang harus dicapai dalam kurun waktu satu tahun ini (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Dalam mengukur produktivitas kerja pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI masih menggunakan DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979 yang mengatur tentang Penilaian Prestasi Kerja sebagai alat pengendali agar setiap kegiatan pelaksanaan tugas pokok oleh setiap PNS selaras dengan tujuan yang ditetapkan dalam Rencana Strategis (renstra) dan Rencana Jabatan (renja) Organisasi. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut: “Dalam mengukur produktivitas kerja pegawai di Kemendikbud masih menggunakan DP3 dan absensi, tetapi kami akan mengarah pada pengukuran kinerja secara real melalui SOP dan daftar tugas pokok jabatan. Hal ini terjadi karena Kemendikbud merupakan salah satu instansi pemerintah yang belum menerapkan sistem remunerasi sehingga pengukuran kinerja/produktivitas pegawai belum dilakukan secara real, mbak (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Dalam kenyataannya, DP3 secara substantif tidak dapat digunakan sebagai penilaian dan pengukuran produktivitas dan kontribusi PNS terhadap organisasi. Penilaian DP3 lebih berorientasi pada penilaian kepribadian (personality) dan perilaku (behavior), tetapi belum terfokus pada kinerja, peningkatan hasil, produktivitas (result) dan pengembangan pemanfaatan potensi, sehingga proses penilaian cenderung terjadi bias dan bersifat subyektif. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut: “DP3 dan absensi memang belum dapat mengukur kinerja/produktivitas kerja pegawai secara baik, tetapi dapat dikatakan bahwa absensi yang merupakan indikator kedisiplinan setidaknya dapat menunjukkan pegawai bekerja sesuai target pekerjaannya. Maksudnya apabila pegawai datang tepat waktu maka secara normatif pegawai tersebut akan bekerja sesuai targetnya (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Pada tahun 2012 Badan Kepegawaian Nasional (BKN) mulai menerapkan metode baru dalam melihat kinerja PNS yaitu melalui pendekatan metode SKP Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
61
(Sasaran Kerja PNS). Melalui metode ini, penilaian prestasi kerja PNS secara sistemik menggabungkan antara penilaian SKP dengan penilaian perilaku kerja dengan bobot penilaian unsur SKP sebesar 60 % dan perilaku kerja sebesar 40 % (www.bkn.go.id). Penilaian SKP meliputi aspek-aspek: kuantitas, kualitas, waktu, dan biaya. Sementara penilaian perlaku kerja meliputi unsur: orientasi pelayanan, integritas, komitmen, disiplin, kerjasama, dan kepemimpinan. SKP ditetapkan setiap tahun pada bulan Januari dan digunakan sebagai dasar penilaian prestasi kerja. Selain melakukan kegiatan tugas jabatan yang sudah menjadi tugas dan fungsi, apabila seorang pegawai memiliki tugas tambahan terkait dengan jabatan, maka dapat dinilai dan ditetapkan menjadi tugas tambahan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut: “Dalam mengukur produktivitas kerja pegawai di Kemendikbud masih menggunakan DP3 dan absensi, tetapi kami akan mengarah pada pengukuran kinerja secara real melalui SOP dan daftar tugas pokok jabatan. Hal ini dilatarbelakangi juga mbak, tentang Kemendikbud yang merupakan salah satu instansi pemerintah yang belum menerapkan sistem remunerasi sehingga pengukuran kinerja/produktivitas pegawai belum dilakukan secara real (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. 4.3 Hubungan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III Dengan Produktivitas
Kerja
Pegawai
di
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan RI 4.3.1 Karakteristik Responden Bagian karakteristik responden ini akan memberikan gambaran responden yang dilihat berdasarkan jenis kelamin, usia, jenjang pendidikan, dan masa kerja. Total responden sebesar 90 responden yang berasal dari 12 unit kerja yang ada di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yaitu Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal, dan Informal, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar, Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Badan Pengembangan SDMP dan Penjaminan Mutu Pendidikan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Pusat Data dan Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
62
Statistik Pendidikan, PUSTEKOM, dan PIH. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai hal tersebut. 4.3.1.1 Jenis Kelamin Responden Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada 90 responden, maka diperoleh hasil bahwa sebanyak 72 responden (80%) adalah pria dan 18 responden (20%) adalah wanita. Berikut adalah grafik 4.1 yang menggambarkan karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.1 Jenis Kelamin Responden Dengan melihat grafik 4.1 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah pria sebanyak 80%. Banyaknya responden pria dalam penelitian ini merupakan suatu ketidaksengajaan karena memang berdasarkan kepada database pegawai yang menduduki jabatan eselon III dan pejabat yang memang telah mengikuti Diklatpim tingkat III di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 4.3.1.2 Usia Responden Penelitian yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 90 responden, yaitu kepada pegawai pemangku jabatan eselon III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ini, jika dilihat berdasarkan usia responden dapat diketahui bahwa sebanyak 18 responden (20%) berada pada rentang usia 31-40 Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
63
tahun, 45 responden (50%) berada pada rentang usia 41-50 tahun, dan sisanya 27 responden (30%) berada pada rentang usia 51-60 tahun. Dengan demikian, mayoritas responden dalam penelitian ini berada pada rentang usia 41-50 tahun. Banyaknya responden pada rentang usia tersebut dikarenakan sampel telah memangku jabatan eselon III selama beberapa tahun ini. Berikut adalah grafik 4.2 yang menggambarkan usia responden.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.2 Usia Responden 4.3.1.3 Jenjang Pendidikan Responden Berdasarkan jenjang pendidikannya, maka dapat diketahui bahwa sebanyak 48 responden (53,3%) berasal dari jenjang pendidikan Strata 1, 28 responden (31,1%) berasal dari jenjang pendidikan Strata 2, dan sisanya 14 responden (15,6%) berpendidikan Strata 3. Berikut adalah grafik 4.3 yang menggambarkan jenjang pendidikan responden.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
64
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.3 Jenjang Pendidikan Responden Grafik 4.3 di atas menggambarkan bahwa lebih dari 50% responden secara keseluruhan berada pada jenjang pendidikan Strata 1 (S1). Hal tersebut dikarenakan formasi yang dibutuhkan dalam menduduki jabatan eselon III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI minimal mengeyam jenjang pendidikan Strata 1 (S1). Sementara itu, untuk jenjang pendidikan S2 dan S3 masih terbilang minoritas pada jabatan eselon III di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 4.3.1.4 Lama Kerja Responden Berdasarkan hasil penelitian terhadap 90 responden, maka dapat diketahui karakteristik responden berdasarkan lama kerjanya. Sebanyak 52 responden (57,8%) berada pada rentang lama kerja 11-20 tahun dan sisanya 38 responden (42,2%) berasa pada rentang lama kerja > 20 tahun. Banyaknya responden pada rentang lama kerja 11-20 tahun tersebut dikarenakan sebelum dipromosikan untuk memangku jabatan eselon III sebelumnya pegawai menduduki jabatan eselon IV yang mana merupakan prosedur perkambangan karir jabatan pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Berikut adalah grafik 4.4 yang menggambarkan jumlah responden berdasarkan lama kerjanya.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
65
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.4 Lama Bekerja Responden 4.4 Analisis Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yakni variabel pendidikan dan pelatihan dan variabel produktivitas kerja, dimana setiap variabel memiliki dimensi dan indikator masing-masing untuk diukur. Variabel pendidikan dan pelatihan memiliki empat dimensi, yaitu dimensi reaction, dimensi learning, dimensi changes in behavior, dan dimensi result. Sementara itu, varibel produktivitas kerja pegawai memiliki lima dimensi, yakni dimensi lebih dari memenuhi kualifikasi, dimensi bermotivasi tinggi, dimensi mempunyai orientasi pekerjaan positif, dimensi dewasa, dan dimensi dapat bergaul dengan efektif. 4.4.1 Analisis Variabel Pendidikan dan Pelatihan Sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Krikpatrick (2006) bahwa pendidikan dan pelatihan memiliki empat dimensi, yaitu dimensi reaction, dimensi learning, dimensi changes in behavior, dan dimensi result, dimana setiap dimensi memiliki indikator tersendiri. Selanjutnya, masing-masing indikator tersebut diturunkan ke dalam bentuk kuesioner menjadi 18 pertanyaan dan disebarkan kepada 90 responden di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Selanjutnya, data yang telah diperoleh dari hasil penyebaran kuesioner tersebut diolah lebih lanjut menggunakan bantuan program SPSS versi 19. Berikut adalah penjelasan mengenai dimensi dan indikator variabel pendidikan dan pelatihan. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
66
4.4.1.1 Dimensi Reaction Dimensi reaction ini menunjukkan reaksi peserta pendidikan dan pelatihan melalui pegukuran kepuasan peserta (Kirkpatrick, 2006). Pendidikan dan pelatihan dianggap efektif apabila proses pendidikan dan pelatihan dapat memuaskan peserta begitu sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas maka pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dapat dikatakan tidak berjalan dengan efektif. Dengan demikian, keberhasilan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tidak terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi peserta dalam mengikuti seluruh proses pendidikan dan pelatihan. Kepuasan peserta dapat dilihat dari beberapa aspek yaitu reaksi peserta atas diperlukannya/tidak pendidikan dan pelatihan, materi yang diberikan, partisipasi belajar, dan metode penyampaian materi yang digunakan oleh widyaiswara. Dimensi reaction variabel pendidikan dan pelatihan terdiri dari empat indikator, yaitu keperluan akan diadakan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, berpartisipasi dalam proses pembelajaran pendidikann dan pelatihan, metode pendidikan dan pelatihan mempermudah menguasai materi, dan materi pendidikan dan pelatihan berhubungan dengan pekerjaan. Seluruh indikator yang dijabarkan dapat dilihat pada bagian berikut ini.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.5 Indikator Dimensi Reaction
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
67
Berdasarkan grafik 4.5 di atas, diperoleh informasi bahwa mayoritas responden menganggap perlu penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Ada 86 responden menyatakan perlu diadakan penyelenggaraan Diklatpim tingkat III. Dari 86 responden ini terdapat sebanyak 42 responden menyatakan bahwa penyelenggaraan Diklatpim tingkat III dapat meningkatkan kompetensi responden dalam bekerja, peningkatan jiwa leadership merupakan jawaban terbanyak kedua yang diberikan oleh responden yaitu sebanyak 26 responden dan diikuti oleh jawaban tuntutan karir sebanyak 18 responden dan empat responden yang tidak menjawab. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.6 Alasan Penyelenggaraan Diklat Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Deputi Bidang Kajian Pelayanan dan Kebijakan LAN sebagai berikut: “Penyelenggaraan Diklatpim Tk.III memang ditujuan untuk peningkatan kompetensi peserta dalam melaksanakan pekerjaan, tetapi tujuan dasarnya Diklatpim Tk.III ini memang menekan pada peningkatan jiwa kepemimpinan sesuai dengan nama programnya Diklatpim. Dalam perkembangannnya saat ini memang ada motivasi lain para eselon IV dan eselon III mengikuti Diklatpim Tk.III ini yaitu mencapai karir yang lebih tinggi lagi dalam struktur organisasinya (hasil wawancara mendalam, 2 April 2012)”.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
68
Hal serupa juga disampaikan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI berikut ini: “Pada intinya untuk meningkatkan kemampuan leadership peserta dalam rangka menyelesaikan tugas jabatannya (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Hanya ada empat responden yang menyatakan tidak diperlukannya penyelenggaraan Diklatpim tingkat III. Tiga responden menyatakan bahwa materi yang diberikan kurang aplikatif dan satu responden menyatakan waktu penyelenggaraan diklat yang sangat lama. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Deputi Bidang Kajian Pelayanan dan Kebijakan LAN sebagai berikut: “Permasalahan output diklat ini terletak pada bagaimana cara mengaplikasikan semua materi yang diajarkan dalam pekerjaan seharihari, tetapi hanya 1/7 jumlah waktu belajar di diklatpim tingkat III yang efektif diaplikasikan di pekerjaan sehari-hari, yaitu sekitar 55 jam saja (hasil wawancara mendalam, 2 April 2012)”. Hal serupa juga disampaikan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI berikut ini: “Pelaksanaan diklatpim masih belum sempurna karena konten pembelajaran yang masih menitikberatkan pada teori daripada softskillnya peserta, dimana perbandingan antara teori dengan softskill masih lebih besar nilai teori yaitu 55% : 45%. Untuk masalah waktu diklat memang dirasa terlalu lama, tetapi semua ini telah dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan belajar peserta mbak, yang pada akhir diibutuhkan waktu 7 minggu atau sekitar dua bulanan (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Berdasarkan grafik 4.5 yang disajikan di atas, mayoritas responden pernah berpartisipasi dalam proses belajar mengajar. Terdapat 80 responden menjawab pernah berpartisipasi dalam proses pembelajaran Diklatpim tingkat III. Menurut responden ada dua bentuk partisipasi yang dilakukan responden ketika mengikuti Diklatpim tingkat III yaitu aktif maupun pasif. Sebanyak 63 responden berpartisipasi secara aktif dan 17 responden yang berpartisipasi secara pasif dan 10 responden yang tidak menjawab. Bentuk partisipasi aktif yang dilakukan Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
69
berupa memberikan saran baik di dalam diskusi dan seminar serta bertanya secara aktif dalam setiap pelajaran, sedangkan partisipasi pasif berupa hanya sebagai peserta yang hanya mendengarkan, memperhatikan, dan mengerjakan semua tugas yang diberikan oleh widyaiswara.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.7 Bentuk Partisipasi Responden Berdasarkan grafik di atas 4.7 terlihat bahwa 10 responden menyatakan tidak berpartisipasi di dalam proses belajar mengajar disebabkan karena waktu belajar yang terlalu panjang dan metode belajar yang sangat monoton sehingga mengakibatkan kebosanan bagi peserta ketika mengikuti proses belajar mengajar Diklatpim tingkat III. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyatakan hal berikut ini: “Selanjutnya materi yang diajarkan tidak beragam, hanya sesuai dengan background peserta saja, misalnya selalu dengan materi kebijakan publik, manajemen dan lainnya. Makanya, pengetahuan peserta tidah bertambah banyak setelah mengikuti diklatpim ini. Terkadang widyaiswara (WI) menjadi masalah juga, misalnya cara mengajarnya monoton dan kurang interaktif. Masalah-masalah ini memang mengakibatkan kurang maksimalnya pencapaian tujuan diklatpim sendiri. Kami sebagai pelaksana hanya bisa memberikan saran kepada LAN melalui evaluasi yang kita lakukan pasca diklatpim ini selesai, tapi semua keputusan ada di LAN. Saat ini kami mewacanakan ke LAN untuk mengubah PP Nomor 101 Tahun 2000 dan memberikan masukan kepada LAN untuk memberikan Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
70
diklat substantif sebelum peserta mengikuti diklatpim (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Berdasarkan grafik 4.5 yang disajikan di atas, mayoritas responden menyatakan bahwa metode belajar dapat mempermudah responden dalam menguasai materi yang diberikan oleh widyaiswara. 84 responden menyatakan bahwa metode belajar Diklatpim tingkat III telah mempermudah mereka dalam menguasai materi yang diberikan oleh widyaiswara, seperti materi yang mengacu ke dalam kajian sikap, materi yang mengacu ke dalam kajian manajemen publik, materi yang mengacu ke dalam kajian pembangunan, dan materi yang mengacu ke dalam aktualisasi pekerjaan. Dari seluruh responden yang menjawab “Ya” sebanyak 45 responden mengganggap bahwa materi yang mengacu ke dalam kajian manajemen publik mudah untuk dikuasai, jawaban terbanyak kedua yang diberikan responden adalah materi yang mengacu ke dalam kajian pembangunan yaitu sebanyak 14 responden, materi yang mengacu ke dalam aktualisasi pekerjaan merupakan jawaban terbanyak ketiga yang diberikan responden yaitu sebanyak 13 responden, dan diikuti oleh jawaban materi yang mengacu ke dalam kajian sikap sebanyak 12 responden. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.8 Materi yang Mudah Dikuasai Responden Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
71
Berdasarkan grafik 4.8 di atas menunjukkan bahwa materi kajian sikap dan materi aktualisasi pekerjaan merupakan materi yang cukup sulit untuk dikuasai responden karena hanya sedikit sekali responden yang menyatakan jawaban tersebut, sehingga mengindikasikan bahwa mayoritas pegawai pemangku jabatan eselon III lebih dominan menguasai materi-materi teoritis. Berikut adalah pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang mendukung kebenaran bahwa materi yang dipelajari dalam Diklatpim tingkat III masih bersifat teoritis. “....konten pembelajaran yang masih menitikberatkan pada teori daripada softskillnya peserta, dimana perbandingan antara teori dengan softskill masih lebih besar nilai teori yaitu 55% : 45%. (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Bagi enam responden ada dua alasan mengenai metode pembelajaran yang tidak dapat mempermudahkan responden untuk menguasai materi diklat yaitu cara mengajar widyaiswara yang cenderung dominan dengan menggunakan metode ceramah di dalam kelas sehingga sering terjadi komunikasi satu arah dan diskusi belajar pun jarang terjadi di dalam kelas. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyatakan hal berikut ini: “...memang benar mbak, metode belajar yang digunakan di sawangan ini masih didominasi dengan metode ceramah, dimana diskusi dan seminar tidak diprogramkan secara formal diselenggarakan oleh masing-masing widyaiswara, melainkan merupakan inisiatif si widyaiswara sendiri di dalam kelas. Metode pembelajaran yang dilaksanakan salah satunya adalah melalui pembuatan makalah, tetapi makalah yang dibuat peserta yang masih bersifat umum, tidak spesifik dengan tupoksi jabatannya, sehingga sering mengakibatkan kurang membantu produktivitas peserta di kantor setelah diklatpim tingkat III. (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Berdasarkan grafik 4.5 yang disajikan di atas, mayoritas responden menyatakan materi yang diberikan oleh widyaiswara telah berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari responden di kantor. Sebanyak 45 responden memberikan jawaban terkait dengan leadership, untuk jawaban terbanyak kedua 19 responden memberikan jawaban terkait dengan decision maker, dan selanjutnya 14 Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
72
responden memberikan jawaban terkait dengan public services. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.9 Materi Berhubungan Pekerjaan Sehari-hari Berdasarkan grafik 4.9 di atas dapat terlihat bahwa mayoritas responden menyatakan materi yang diberikan terkait denga nilai-nilai leadership. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Deputi Bidang Kajian Pelayanan dan Kebijakan LAN yang mendukung kebenaran bahwa materi yang dipelajari dalam Diklatpim tingkat III lebih menekankan nilai-nilai leadership sebagai berikut: “...tetapi tujuan dasarnya Diklatpim Tk.III ini memang menekan pada peningkatan jiwa kepemimpinan (leadership) sesuai dengan nama programnya Diklatpim (hasil wawancara mendalam, 2 April 2012)”. Alasan bagi 12 responden yang menyatakan materi Diklatpim tingkat III tidak memiliki hubungan dengan pekerjaan sehari-hari responden yaitu materi yang diberikan tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) jabatannya serta materi yang diberikan terlalu teoritis. Hal ini sependapat dengan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang mendukung kebenaran bahwa materi yang dipelajari dalam Diklatpim tingkat III masih bersifat teoritis. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
73
“....konten pembelajaran yang masih menitikberatkan pada teori daripada softskillnya peserta, dimana perbandingan antara teori dengan softskill masih lebih besar nilai teori yaitu 55% : 45% (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.10 Dimensi Reaction Berdasarkan penjelasan indikator-indikator di atas dan grafik 4.10, diperoleh informasi yang menunjukkan bahwa dimensi reaction variabel pendidikan dan pelatihan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sudah baik yaitu sebesar 95,6%. Hal tersebut disebabkan mayoritas responden menyatakan perlunya penyelenggaraan diklat, mayoritas responden pernah berpartisipasi saat belajar, baik yang aktif maupun yang pasif. Selain itu, materi yang diajarkan pun sudah memiliki hubungan/sesuai dengan pekerjaan sehari-hari para responden, misalnya decision maker, leadership, dan public services serta materi yang mudah dikuasai oleh para responden, baik materi yang mengacu ke dalam kajian sikap, materi yang mengacu ke dalam kajian manajemen publik, materi yang mengacu ke dalam kajian pembangunan, dan materi yang mengacu ke dalam aktualisasi pekerjaan. Terdapat 4,4% responden memberikan reaksi yang buruk terhadap penyelenggaraan Diklatpim tingkat III. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu materi yang diajarkan masih bersifat teoritis/kurang aplikatif sehingga kurang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) responden di kantor, metode Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
74
belajar masih didominasi dengan sistem ceramah sehingga widyaiswara cenderung monoton dan membosankan dalam mengajar, diskusi di dalam kelas jarang terjadi, dan waktu belajar yang terlalu lama yaitu sekitar tujuh minggu. Reaction para responden terhadap pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah mencapai kepuasan yang baik sehingga pelaksanaan pendidikan dan pelatihan dapat dikatakan telah berjalan dengan efektif.
4.4.1.2 Dimensi Learning Dimensi learning merupakan pengukuran atas hasil belajar yang menyebutkan apakah peserta mendapat peningkatan pengetahuan, peningkatan keahlian, maupun peningkatan keterampilan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (Kirkpatrick, 2006). Pada dimensi learning ini terdapat tiga indikator, yaitu
peningkatan
pengetahuan,
peningkatan
keahlian,
dan
peningkatan
keterampilan. Seluruh indikator yang dijabarkan dapat dilihat pada bagian berikut ini.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.11 Indikator Dimensi Learning
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
75
Berdasarkan grafik 4.11 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden telah mendapat peningkatan pengetahuan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Sebanyak 49 responden menyatakan setelah mengikuti Diklatpim tingkat III mendapat peningkatan pengetahuan dari sebelumnya, sedangkan 41 responden
menyatakan
tidak
mendapat
peningkatan
pengetahuan
dari
sebelumnya. Penambahan pengetahuan yang didapat oleh para responden ada empat jenis pengetahuan, yaitu materi yang mengacu ke dalam kajian sikap, materi yang mengacu ke dalam kajian manajemen publik, materi yang mengacu ke dalam kajian pembangunan, dan materi yang mengacu ke dalam aktualisasi pekerjaan. Sebanyak 26 responden mengganggap penambahan pengetahuan responden dari materi yang mengacu ke dalam kajian manajemen publik, jawaban terbanyak kedua yang diberikan responden adalah materi yang mengacu ke dalam kajian sikap yaitu sebanyak 12 responden, materi yang mengacu ke dalam kajian pembangunan merupakan jawaban terbanyak ketiga yang diberikan responden yaitu sebanyak 7 responden, dan diikuti oleh jawaban materi yang mengacu ke dalam aktualisasi pekerjaan sebanyak 4 responden. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.12 Peningkatan Pengetahuan Responden
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
76
Berdasarkan grafik 4.12 di atas menunjukkan bahwa banyaknya responden yang mendapat pengetahuan yang bersifat teoritis dibandingkan dengan pengetahuan terapan. Berikut adalah pernyataan yang sama disampaikan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang mendukung kebenaran bahwa materi yang dipelajari dalam Diklatpim tingkat III masih bersifat teoritis sebagai berikut. “Program belajar di Pusbangtendik ini masih menitikberatkan pada penguasaan materi teoritis. Pertama dari konten pembelajaran yang masih menitikberatkan pada teori daripada softskillnya peserta, dimana perbandingan antara teori dengan softskill masih lebih besar nilai teori yaitu 55% : 45% (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Alasan bagi 41 responden yang tidak mendapat peningkatan pengetahuan adalah materi yang diajarkan serupa dengan materi diklatpim sebelumnya. Hal ini sesuai pula dengan pernyataan yang disampaikan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI yang mendukung kebenaran bahwa materi yang dipelajari dalam Diklatpim tingkat III masih bersifat teoritis sebagai berikut. “....materi perkuliahannya diberikan di Diklatpim Tk.III hampir sama mbak dengan materi yang diberikan pada Diklatpim Tk.IV karena memang kedua program diklat ini menekankan pada peningkatan jiwa kepemimpinannya (leadership) hanya yang membedakan lama waktu belajarnya saja mbak, Diklatpim tingkat III 7 minggu sedangkan Diklatpim tingkat IV 6 minggu (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Berdasarkan grafik 4.11 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapat peningkatan keahlian. Sebanyak 52 responden merasa mendapat peningkatan keahlian dalam mengerjakan tugas pekerjaannya setelah mengikuti penyelenggaraan Diklatpim tingkat III dan sisanya 38 responden merasa tidak mendapat peningkatan keahlian.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
77
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.13 Peningkatan Keahlian Responden Berdasarkan grafik 4.13 di atas menunjukkan bahwa 52 responden menyatakan mendapat peningkatan keahlian yang berkaitan dengan peningkatan kemahiran individu dalam mengerjakan pekerjaannya. Peningkatan keahlian ini terbagi empat macam yaitu keahlian dalam perumusan masalah, keahlian dalam menentukan alternatif program kerja, keahlian dalam melaksanakan program kerja, dan keahlian dalam evaluasi program kerja. Jawaban responden paling banyak terdapat pada keahlian dalam menentukan alternatif program kerja yaitu 21 responden, jawaban terbanyak kedua terdapat pada keahlian dalam perumusan masalah yaitu 14 responden, jawaban terbanyak ketiga terdapat pada peningkatan keahlian yang terkait dengan ketepatan responden untuk melaksanakan program kerjanya yaitu sembilan responden dan hanya delapan responden yang menyatakan bahwa peningkatan keahliannya di bidang evaluasi program kerja. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyatakan hal berikut ini: “Keahlian atau keterampilan memang menjadi output yang diharapkan dari penyelenggaraan diklat, terbukti dari materi perkuliahan yang mengajarkan cara bagaimana penulisan kertas kerja, baik secara individu ataupun kelompok yang mana dalam hal ini peserta diajarkan untuk mampu membuat rencana kerja sesuai jabatannya, sehingga akan Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
78
membantu cara kerja peserta dalam menjalankan tugas jabatannya (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Mayoritas responden memberikan jawaban mengenai penentuan alternatif program kerja merupakan dampak dari perkembangan tuntutan kebutuhan akan pelayanan publik bidang pendidikan dan kebudayaan di Indonesia serta perkembangan globalisasi di dunia internasional yang semakin maju. Terdapat tiga alasan 38 responden menyatakan tidak mendapat peningkatan keahlian yaitu karena penulisan kertas kerja di kelas tidak sesuai dengan tugas pokok dan fungsi jabatan (tupoksi), materi yang diberikan sangat teoritis, dan metode belajar masih didominasi dengan sistem ceramah. Hal ini serupa dengan apa yang disampaikan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “....tetapi keahlian dan keterampilan ini belum tercapai secara maksimal karena dari program belajar di Pusbangtendik ini masih menitikberatkan pada penguasaan materi teoritis. Pertama dari konten pembelajaran yang masih menitikberatkan pada teori daripada softskillnya peserta, dimana perbandingan antara teori dengan softskill masih lebih besar nilai teori yaitu 55% : 45%. Padahal di luar negeri sudah melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang lebih menekakan pada aspek softskill atau aspek praktik yaitu 25% : 75% (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Berdasarkan grafik 4.11 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapat peningkatan keterampilan. Sebanyak 52 responden menyatakan bahwa penyelenggaraan Diklatpim tingkat III dapat menambah keterampilan responden, sedangkan sisanya 38 responden menyatakan tidak mendapat peningkatan keterampilan. Peningkatan keterampilan ini terkait dengan kecakapan responden dalam menyelesaikan pekerjaannya yaitu mengenai penyelesaian pekerjaan secara efektif dan efisien dan pengurangan kesalahan kerja. Sebanyak 33 responden memberikan jawaban penyelesaian pekerjaan secara efektif dan efisien, sedangkan 19 responden memberikan jawaban pengurangan kesalahan kerja. Hal tersebut sesuai dengan yang diungkapkan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI menyatakan hal berikut ini: Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
79
“Keahlian atau keterampilan memang menjadi output yang diharapkan dari penyelenggaraan diklat, terbukti dari materi perkuliahan yang mengajarkan cara bagaimana penulisan kertas kerja, baik secara individu ataupun kelompok yang mana dalam hal ini peserta diajarkan untuk mampu mebuat rencana kerja sesuai jabatannya, sehingga akan membantu cara kerja peserta dalam menjalankan tugas jabatannya (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”. Bagi 38 responden ada tiga alasan mengapa responden tidak mendapat peningkatan keterampilan setelah mengikuti Diklatpim tingkat III yaitu karena proses belajar yang didominasi materi teoritis, penulisan kertas kerja tidak sesuai dengan tupoksi jabatan, dan metode belajar yang didominasi dengan sistem ceramah. Hal ini serupa dengan apa yang disampaikan oleh Kepala Sub Bagian Evaluasi Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “...tetapi keahlian dan keterampilan ini belum tercapai secara maksimal karena dari program belajar di Pusbangtendik ini masih menitikberatkan pada penguasaan materi teoritis. Pertama dari konten pembelajaran yang masih menitikberatkan pada teori daripada softskillnya peserta, dimana perbandingan antara teori dengan softskill masih lebih besar nilai teori yaitu 55% : 45%. Padahal di luar negeri sudah melaksanakan pendidikan dan pelatihan yang lebih menekakan pada aspek softskill atau aspek praktik yaitu 25% : 75% (hasil wawancara mendalam, 20 Maret 2012)”.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.14 Dimensi Learning
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
80
Berdasarkan penjelasan indikator-indikator di atas dan grafik 4.14 menunjukkan bahwa dimensi learning variabel pendidikan dan pelatihan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sudah baik yaitu sebesar 87,8%. Hal ini dapat terlihat dari jumlah responden yang mayoritas mendapat peningkatan pengetahuan, peningkatan keahlian serta peningkatan keterampilan dari para responden. Dimensi learning yang masih buruk sebesar 12,2%. Buruknya dimensi learning ini disebabkan oleh beberapa hal yaitu masih ada beberapa responden yang belum merasa mendapat peningkatan pengetahuan, peningkatan keahlian, dan peningkatan keterampilan karena ada beberapa alasan, yaitu materi pernah didapat diprogram pendidikan dan pelatihan kepemimpinan sebelumnya, materi yang diberikan sangat teoritis sehingga kurang aplikatif dan metode belajar yang masih didominasi dengan sistem ceramah dari para widyaiswara.
4.4.1.3 Dimensi Changes in Behavior Dimensi changes in behavior merupakan dimensi yang melihat perubahan sikap setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan yang akan diimplementasikan ke tempat kerja, perubahan sikap ini lebih mengarah kepada perubahan sikap yang bersifat eksternal (Kirkpatrick, 2006). Pada dimensi changes in bahvior terdiri empat indikator yaitu ketepatan waktu datang ke kantor, ketepatan waktu pulang dari kantor, absensi sebulan terakhir ini, pemberitahuan kepada atasan langsung jika hendak meninggalkan tempat kerja pada saat jam kerja. Seluruh indikator yang dijabarkan dapat dilihat pada bagian berikut ini.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
81
Sumber: Data Primer Penelitian, 2012
Grafik 4.15 Indikator Dimensi Changes in Behavior Berdasarkan grafik 4.15 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden telah tepat waktu tiba di kantor. Sebanyak 78 responden menyatakan tepat waktu tiba di kantor yaitu tidak pernah melebihi pukul 08.00 WIB dan sisanya 12 responden menyatakan tidak tepat waktu saat tiba di kantor. Sebanyak 12 responden yang tidak tepat waktu tiba di kantor disebabkan karena kemacetan jalanan di ibukota, tetapi secara keseluruhan pejabat eselon III memiliki tingkat kedisiplinan yang sudah baik. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut: “Seluruh pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI telah diwajibkan untuk tiba dikantor pukul 08.00 WIB walaupun kami tidak memiliki aturan resminya nomor berapa, tetapi ini merupakan given dari Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan ini juga berlaku bagi seluruh PNS juga ko, mbak sehingga memang harus dilaksanakan seperti ini (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Bagi 12 responden yang tidak datang tepat waktu ke kantor ternyata tidak mendapat sanksi yang berarti. Hal ini disebabkan karena Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI merupakan salah satu kementerian yang belum melaksanakan sistem remunerasi bagi seluruh pegawainya sehingga bagi responden yang tidak datang tepat waktu hanya mendapat teguran secara lisan dari atasannya dan tidak Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
82
berpengaruh secara langsung dengan tunjangan kesejahteraan/gaji responden. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut: “oia, mbak bagi pegawai yang datang tidak tepat ke kantor hanya mendapat teguran dari atasan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI kan merupakan salah satu kementerian yang belum melaksanakan sistem remunerasi sehingga bagi pegawai yang tidak disiplin tentunya tidak berdampak pada tunjangan kesehteraan/gaji mereka apabila melanggar kedisiplinan ini, tetapi kami akan mengarah kesana mbak untuk mendorong kinerja/produktivitas pegawai (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Berdasarkan grafik 4.15 yang disajikan di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak pulang lebih awal dari waktu yang ditentukan. Sebanyak 67 responden menyatakan tidak pernah pulang kerja lebih awal dari waktu yang ditentukan, sedangkan bagi 23 responden menyatakan pernah pulang lebih awal dari waktu yang ditentukan. Alasan para responden pulang kerja lebih awal, yaitu karena sakit dan izin. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut: “hampir sama dengan aturan masuk kerja, aturan pulang kerja yang ada di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI adalah senin-kamis pukul 16.00 WIB sedangkan untuk hari jumat pegawai pulang pukul 16.30 WIB (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Berdasarkan grafik 4.15 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak pernah absen pada bulan Maret 2012. Sebanyak 70 responden menyatakan tidak pernah absen pada bulan Maret 2012, sedangkan sisanya 20 responden menyatakan pernah absen pada bulan Maret 2012. Sebanyak 20 responden yang pernah absen di bulan Maret 2012 terdapat sebanyak 16 responden absen satu hari, tiga responden absen dua hari, dan satu responden absen tiga hari. Hal ini cukup mengkhawatirkan karena jumlah hari kerja dalam seminggu sebanyak lima hari tetapi pegawai pemangku jabatan eselon III absen sampai tiga hari sehingga akan mempengaruhi produktivitas kerja pegawai tersebut serta akan berpengaruh pula dengan kinerja instansi. Alasan para responden melakukan absensi karena sakit ataupun dinas ke luar kota. Adapun alasan bagi 70 responden yang Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
83
menyatakan selalu masuk kerja pada bulan Maret 2012 yaitu rasa tanggung jawab atas pekerjaan yang tidak dapat diberikan kepada orang lain dan promosi karier. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut: “....absensi merupakan indikator kedisiplinan bagi pegawai dan dapat menunjukkan produktivitas pegawai bekerja dalam mencapai target pekerjaannya. Maksudnya apabila pegawai datang tepat waktu maka secara normatif pegawai tersebut akan bekerja sesuai targetnya sehingga secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan karier pegawai apakah layak untuk dipromosikan atau tidak (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Berdasarkan grafik 4.15 yang ditampilkan di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki atitude yang baik karena selalu memberitahu kepada atasan ketika meninggalkan kantor. Sebanyak 88 responden memberitahu kepada atasan jika hendak meninggalkan tempat kerja pada saat jam kerja, sedangkan dua responden menyatakan tidak pernah memberitahu atasannya ketika meninggalkan tempat kerja pada saat jam kerja. Ada tiga alasan bagi responden untuk memberitahu jika hendak meninggalkan tempat kerja pada saat jam kerja yaitu sebagai bentuk tanggung jawab, menghindari kesalahpahaman, dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sebanyak 40 responden memberikan jawaban sesuai dengan peraturan yang berlaku di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI; 29 responden memberikan jawaban menghindari kesalahpahaman; dan sisanya ada 19 responden memberikan jawaban sebagai bentuk tanggung jawab. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan pejabat eselon II Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “Seharusnya memang harus selalu melapor mbak, agar atasan tahu dan tidak menjadi missing of communication atau mis komunikasi. (hasil wawancara mendalam, 22 April 2012)”. Alasan bagi dua responden yang tidak memberitahu atasannya ketika meninggalkan kantor, yaitu karena atasan mereka tidak ada di tempat/kantor. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan pejabat eselon II Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
84
“Untuk bebarapa pegawai yang tidak memberitahu ke atasannya mbak, mungkin memang atasan mereka tidak ada ditempat, tetapi sepatutnya memang harus memberitahu ke atasan kemana kita pergi dan untuk apa kita pergi (hasil wawancara mendalam, 22 April 2012)”.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.16 Dimensi Changes in Behavior Berdasarkan penjelasan indikator-indikator di atas dan grafik 4.16 menunjukkan bahwa dimensi changes in behavior variabel pendidikan dan pelatihan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sudah baik yaitu sebesar 85,6%. Hal ini disebabkan oleh sikap disiplin dan attitude para responden yang mayoritas sudah baik. Sebesar 14,4% responden menunjukkan bahwa dimensi changes in behavior masih buruk. Hal ini disebabkan karena ada beberapa responden yang belum mengalami perubahan sikap di tempat kerja setelah mengikuti program pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III ini yaitu masih ada beberapa responden datang terlambat ke kantor, pulang kerja lebih awal dari waktu yang ditentukan, absensi kerja, dan atitude tidak baik dari beberapa responden.
4.4.1.4 Dimensi Result Dimensi result merupakan impact program pendidikan dan pelatihan yang diharapkan sebagai hasil akhir pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (Kirkpatrick, 2006). Pada dimensi result terdiri dua indikator, yaitu pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dari bulan sebelumnya dan hasil pekerjaan semakin Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
85
berkualitas dari bulan sebelumnya. Seluruh indikator dijabarkan dalam bentuk pertanyaan dikuesioner yang dapat dilihat pada bagian berikut ini.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.17 Indikator Dimensi Result Berdasarkan grafik 4.17 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami peningkatan penyelesaian pekerjaan secara cepat. Sebanyak 85 responden memberikan jawaban “Ya” dimana pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat dibandingkan bulan sebelumnya, sedangkan sisanya lima responden menyatakan pekerjaan tidak dapat diselesaikan lebih cepat dari bulan sebelumnya. Mayoritas perubahan
kecepatan penyelesaian
pekerjaan
para responden
didominasi dengan pernyataan lebih dari 50% yaitu sebesar 57,8% dan hanya 36,7% responden yang menyatakan kurang dari 50% . Alasan tiga responden tidak dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari sebelumnya karena tidak adanya alat ukur pencapaian target kerja yang pasti atau real dan dua responden menyatakan bahwa jumlah target pekerjaan mereka selalu sama tiap bulannya seperti yang tertera di dalam daftar tugas pokok jabatan. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut: “Dalam mengukur produktivitas kerja pegawai di Kemendikbud masih menggunakan DP3 dan absensi, tetapi kami akan mengarah pada pengukuran kinerja secara real melalui SOP dan daftar tugas pokok jabatan. Hal ini terjadi karena Kemendikbud merupakan salah satu instansi Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
86
pemerintah yang belum menerapkan sistem remunerasi sehingga pengukuran kinerja/produktivitas pegawai belum dilakukan secara real, mbak (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Berdasarkan grafik 4.17 yang ditampilkan di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden mendapat peningkatan kualitas hasil kerja dari bulan sebelumnya. Sebanyak 84 responden menyatakan setelah mengikuti Diklatpim tingkat III mendapat peningkatan kualitas hasil kerja pada bulan berikutnya dan enam responden menyatakan tidak mendapat peningkatan kualitas hasil kerja saat di kantor. Bentuk peningkatan kualitas kerja responden ialah pengurangan kesalahan kerja, pengurangan teguran dari atasan, pekerjaan dilakukan sesuai dengan seharusnya, dan setiap laporan yang dibuat dapat diterima atasan. Sebanyak 44 respoden memberikan jawaban pengurangan kesalahan kerja; 22 responden memberikan jawaban setiap laporan yang dibuat dapat diterima atasan; 12 responden memberikan jawaban berkurangnya teguran dari atasan; dan enam responden memberikan jawaban pekerjaan dilakukan sesuai dengan seharusnya. Perubahan kualitas hasil kerja responden didominasi dengan pernyataan lebih dari 50% yaitu sebesar 50 responden dan hanya 34 responden yang menyatakan kurang dari 50%. Alasan enam responden yang menyatakan tidak terjadi peningkatan kualitas hasil kerja yaitu masih terjadi kesalahan dalam membuat laporan kerja.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.18 Dimensi Result Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
87
Berdasarkan penjelasan indikator-indikator di atas dan grafik 4.18 menunjukkan bahwa dimensi result variabel pendidikan dan pelatihan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sudah baik yaitu sebanyak 93,3%. Baiknya hasil dimensi result dapat terlihat melalui perubahan kecepatan penyelesaian pekerjaan para responden didominasi dengan pernyataan lebih dari 50% yaitu sebesar 57,8% dan perubahan kualitas hasil kerja yang didominasi pula dengan pernyataan lebih dari 50% yaitu sebesar 55,6%. Selanjutnya, 6,7% responden yang menunjukkan dimensi result masih buruk. Hal ini disebabkan oleh lima responden belum dapat menyelesaikan pekerjaan secara cepat serta enam responden belum dapat meningkatkan kualitas hasil kerjanya. Adapun alasan belum dapat menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari sebelumnya adalah tidak adanya alat ukur pencapaian target kerja yang pasti atau real di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI serta jumlah target pekerjaan selalu sama tiap bulannya sehingga kurang memotivasi responden dalam
menyelesaikan
pekerjaannya. Berbeda alasan responden yang belum mengalami peningkatan kualitas hasil kerja yaitu masih terjadinya kesalahan dalam membuat laporan kerja.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.19 Variabel Pendidikan dan Pelatihan Selanjutnya, berdasarkan penjelasan dimensi variabel pendidikan dan pelatihan di atas dan grafik 4.19 di atas, maka pelaksanaan pendidikan dan Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
88
pelatihan kepemimpinan tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sudah dapat dikatakan berjalan dengan baik yaitu sebesar 92,2%. Hal ini disebabkan karena mayoritas seluruh dimensi pendidikan dan pelatihan menunjukkan presentase mayoritas yang baik. Dimensi reaction (95,6%) , dimensi learning (87,8%), dimensi changes in behavior (85,6%), dan dimensi result (93,3%). 4.4.2 Analisis Variabel Produktivitas Kerja Pegawai Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Timpe (2002), produktivitas kerja pegawai memiliki lima dimensi, yaitu lebih dari memenuhi kualifikasi, bermotivasi tinggi, mempunyai orientasi pekerjaan positif, dewasa, dan dapat bergaul dengan efektif. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai hasil olahan data lima dimensi tersebut. 4.4.2.1 Dimensi Lebih dari Memenuhi Kualifikasi Dimensi lebih dari memenuhi kualifikasi menunjukkan tentang kualifikasi pekerjaan dianggap mendasar bagi suatu pekerjaan, dimana untuk mencapai tingkat produktivitas tinggi memerlukan kualifikasi yang benar (Timpe, 2002:110111). Di Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI, para responden sebelum menduduki jabatan struktural eselon III harus memenuhi standar kualifikasi yang ditetapkan oleh Biro Kepegawaian Sekretariat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Standar kualifikasi yang ditetapkan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan RI terdiri atas enam indikator. Seluruh indikator dijabarkan dalam bentuk pertanyaan dikuesioner yang dapat dilihat pada bagian berikut ini.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
89
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.20 Indikator Dimensi Lebih dari Memenuhi Kualifikasi Berdasarkan grafik 4.20 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden telah memiliki kemampuan berbahasa Inggris. Sebanyak 83 responden memiliki kemampuan berbahasa Inggris, sedangkan hanya tujuh responden yang tidak mampu berbahasa Inggris di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sebanyak 23 yang memiliki kemampuan berbahasa inggris secara aktif dan 60 yang memiliki kemampuan berbahasa inggris secara pasif. Banyaknya responden yang memiliki kemampuan bahasa Inggris secara pasif mengidentifikasikan bahwa kemampuan berbahasa Inggris kepada pegawai pemangku jabatan eselon belum menjadi prioritas persyaratan utama dalam formasi jabatan struktural eselon III. Sebanyak tujuh responden tidak memiliki kemampuan berbahasa Inggris karena pekerjaan sehari-hari/rutin responden tidak secara intensif menggunakan bahasa Inggris. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “Penting sekali mbak, terutama bagi pegawai yang bekerja terkait langsung dengan pihak luar negeri, misalnya biro kerja sama luar negeri, tetapi bebarapa pekerjaan pejabat eselon 3 yang tidak terlalu menggunakan bahasa Inggris dalam pekerjaan rutinnya tetapi dituntut bisa berbahasa Inggris secara pasif mbak (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
90
Berdasarkan grafik 4.20 yang disajikan di atas menunjukkan bahwa mayoritas
responden
telah
memanfaatkan
teknologi
informasi
dalam
melaksanakan pekerjaannya sehingga dapat dikatakan mayoritas pejabat eselon III Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tidak gagap teknologi. Sebanyak 82 responden telah memanfaatkan teknologi informasi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya, tetapi sisanya delapan responden tidak memanfaatkan teknologi informasi dalam pekerjaannya. Sebanyak 58 responden telah menggunakan laptop/PC (personal computer) + internet dalam melaksanakan pekerjaannya dan 24 responden masih menggunakan komputer + internet dalam melaksanakan pekerjaannya. Dari hasil jawaban 82 responden menggambarkan bahwa seluruh responden harus mampu menggunakan teknologi informasi, minimal komputer dalam rangka menyelesaikan pekerjaannya. Alasan bagi delapan responden yang tidak menggunakan teknologi informasi dalam melaksanakan tugas pekerjaannya disebabkan
oleh
seluruh
pekerjaan
para
responden
dilakukan
oleh
asisten/sekretarisnya. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “ooh tentu, mbak bahwa sebagai pimpinan bagian/bidang kerja setidaknya mampu menggunakan komputer minimal untuk megetik, tetapi pejabat eselon III telah mimiliki laptop ko, mbak karena teknologi informasi ini akan menunjang pekerjaan pimpinan dalam penyelesaian pekerjan, presentasi dalam rapat pimpinan, penyebaran informasi/instruksi kerja kepada bawahan apabila berada di luar kota (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Berdasarkan grafik 4.20 yang ditampilkan di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden pernah memotivasi bawahannya dalam pelaksanaan pekerjaan. Sebanyak 81 responden pernah memberikan motivasi kepada bawahannya dalam rangka mencapai program kerja di divisinya, sedangkan sembilan responden tidak pernah memberikan motivasi kepada bawahannya. Sebanyak 54 responden menberikan motivasi kepada bawahan dengan cara berkoordinasi dan berkomunikasi, misalnya berdiskusi atau sharing, 20 responden menyatakan pernah memberikan motivasi kepada bawahan dengan cara memberikan reward and punishment, dan sisanya tujuh responden memberikan motivasi kepada bawahan dengan cara memberikan pekerjaan dan tanggung jawab Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
91
sesuai dengan beban kerjanya. Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan bawahan pejabat eselon III berikut ini. “Tentu pernah mbak, tetapi itu juga kadang-kadang biasanya jika bawahan memiliki masalah, atasan pun memberikan semangat kerja, misalnya masalah dirumah yang terbawa ke kantor (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Terdapat enam responden menyatakan tidak pernah memberikan motivasi kepada bawahannya karena bawahan mereka sudah benar-benar mengtahui tugasnya masing-masing serta dapat bekerja secara profesional sehingga bawahan mereka jarang mengeluh dalam mengerjakan pekerjaan. Berdasarkan grafik 4.20 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden pernah memberikan pengarahan kepada bawahannya. Sebanyak 79 responden pernah memberikan pengarahan kepada bawahannya dalam rangka pencapaian target kerja di divisinya sedangkan sisanya 11 responden menyatakan tidak pernah memberikan pengarahan kepada bawahan. Pengarahan yang dilakukan responden ada dua cara yaitu mengarahkan secara langsung dan mengarahkan secara tidak langsung. Cara mengarahkan bawahan yang dilakukan responden didominasi dengan cara mengarahkan secara langsung sebesar 68 sedangkan sisanya 11 responden mengarahkan secara tidak langsung kepada bawahannya. Bentuk pengarahan secara langsung yang dilakukan oleh pejabat eselon III yaitu pemberian petunjuk dan perintah saat sedang rapat atau tidak saat rapat. Berbeda dengan pengarahan yang dilakukan secara tidak langsung yaitu kegiatan disposisi kerja. Bagi sebanyak 11 responden yang menyatakan tidak pernah memberikan pengarahan kepada bawahannya karena bawahannya telah mengetahui akan tugas dan fungsi jabatannya. Hal tersebut juga diperkuat dengan pernyataan bawahan pejabat eselon III berikut ini. “Pernah, tapi kadang-kadang. Biasanya atasan saya suka memberikan pengarahan baik itu langsung ataupun tidak mbak, biasanya juga bersifat formal maupun informal (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Berdasarkan grafik 4.20 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden pernah menerima pengarahan dari atasan, meskipun secara mayoritas responden pernah memberikan pengarahan kepada bawahannya ternyata tidak menutupi Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
92
kemungkinan responden mendapat pengarahan dari atasannya masing-masing terkait dalam pelaksanaan dan penyelesaian pekerjaannya. Sebanyak 73 responden menyatakan pernah menerima pengarahan dari atasannya dalam melakukan pekerjaannya demi tercapainya target kerja di divisinya, sedangkan sisanya 17 responden tidak pernah menerima pengarahan dari atasannya. Dari 73 responden sebanyak 58 responden menyatakan pernah mendapat pengarahan secara langsung yaitu berupa perintah dan petunjuk langsung dari atasan, melaksanakan rapat pimpinan, dan rapat koordinasi, sedangkan 15 responden mendapat pengarahan dari atasan berupa pengarahan secara tidak langsung yaitu mendapat disposisi dan surat perintah kerja dari atasan. Bagi 17 responden yang tidak pernah mendapat pengarahan dari atasannnya. Hal ini disebabkan karena responden telah memiliki tupoksi jabatan masing-masing sehingga sudah mengetahui apa yang harus dikerjakannya. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan pejabat eselon II Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “Sebenarnya mbak, saya ini tidak pernah memberikan pengarahan kepada bawahan saya karena saya mengetahui bawahan saya sudah bekerja sesuai dengan tupoksinya, kalaupun ada pengarahan itu terjadi satu kali per tahun yaitu pada saat rapat koordinasi atau rapat pimpinan mbak. Tetapi tidak menutup kemungkinan jika terjadi masalah yang krusial atau besar maka saya akan memberikan pengarahan kepada bawahan saya (hasil wawancara mendalam, 22 April 2012)”.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.21 Dimensi Lebih dari Memenuhi Kualifikasi Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
93
Berdasarkan penjelasan indikator di atas dan grafik 4.21 menunjukkan bahwa dimensi lebih dari memenuhi kualifikasi variabel produktivitas kerja pegawai sudah tinggi yaitu sebanyak 92,2%. Tingginya nilai dimensi lebih dari memenuhi kualifikasi ini disebabkan karena mayoritas responden memiliki kemampuan berbahasa Inggris baik yang aktif maupun pasif, telah menggunakan teknologi informasi seperti laptop/PC (personal computer), komputer, dan internet dalam melaksanakan pekerjaannya, mampu motivasi bawahan dalam mencapai pekerjaannya serta telah mampu memberikan pengarahan kepada bawahannya baik secara langsung maupun tidak langsung. Hanya 7,8% responden yang menunjukkan nilai rendah pada dimensi lebih dari memenuhi kualifikasi. Ada beberapa hal menyebabkan ini terjadi yaitu beberapa responden belum mampu berbahasa Inggris, belum menggunakan teknologi informasi dalam bekerja, belum memotivasi bawahan dalam melaksanakan pekerjaan, tidak melakukan pengarahan kepada bawahan dalam rangka mencapai tujuan di divisinya, dan
mayoritas responden pun masih
mendapat pengarahan kerja dari atasannya.
4.4.2.2 Dimensi Bermotivasi Tinggi Motivasi merupakan faktor kritis setiap pegawai, dimana pegawai yang termotivasi berada pada tingkat produktivitas kerja yang tinggi. Adapun ciri pegawai yang memiliki motivasi tinggi, yaitu mampu bekerja efektif dengan atau tanpa pengawasan dan bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku (Timpe, 2002:110-111). Dimensi bermotivasi tinggi variabel produktivitas kerja pegawai terdiri dari dua indikator, yaitu mengerjakan pekerjaan sesuai dengan ketentuan prosedur dan pengurangan pengawasan dari atasan. Seluruh indikator, dijabarkan dalam bentuk pertanyaan di kuesioner. Penjelasan mengenai masing-masing indikator pada dimensi bermotivasi tinggi variabel dapat dilihat pada bagian berikut ini.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
94
Sumber: Data Primer Penelitian, 2012
Grafik 4.22 Indikator Dimensi Bermotivasi Tinggi Berdasarkan grafik 4.22 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden bekerja berdasarkan SOP. Sebanyak 75 responden menyatakan telah mengerjakan pekerjaan sesuai dengan SOP dan 15 responden menyatakan belum memiliki SOP. Dari 75 responden yang mengerjakan pekerjaan berdasarkan SOP ada beberapa alasan para responden yaitu SOP sebagai pedoman dalam bekerja dan sebagai penghasil output yang efisien dan efektif. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “Oh iya, tentu semua unit kerja di Kemendikbud memiliki SOP dan daftar tugas pokok jabatan. Daftar tugas pokok jabatan sebenarnya agak berbeda dengan SOP mbak, SOP ini digunakan sebagai acuan kerja yang sangat detail dalam menghasilkan suatu output yang berkualitas mulai dari mengkonsep, mengetik, dan penyelesaiannya, sedangkan daftar pokok jabatan lebih global. SOP dan daftar pokok jabatan ini belum berjalan sebagaimana seharusnya sehingga masih bersifat formalitas saat ini (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Terdapat 15 responden yang tidak bekerja berdasarkan SOP. Hal tersebut dikarenakan unit kerja responden tersebut belum memiliki SOP. Hal tersebut
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
95
diperkuat dengan pernyataan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “Mungkin memang karena SOP ini belum berjalan secara real di Kemendikbud sehingga ada yang memberikan jawaban seperti itu. Dan memang dalam penilaian produktivitas kerja pegawai saat ini masih menggunakan DP3 dan absensi. Tetapi kami sudah mulai mencoba menerapkan secara perlahan-lahan walaupun baru di biro kepegawaian Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Banyaknya responden yang sudah bekerja berdasarkan SOP ternyata belum mampu mengurangi pengawasan kerja oleh atasan di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI masih tinggi yaitu 65 responden yang bekerja dengan pengawasan atasan. Ada dua bentuk pengawasan yang dilakukan oleh atasan yaitu pengawasan preventif dan pengawasan represif. Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan pekerjaan, sedangkan pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan sesudah pelaksanaan pekerjaan. Bentuk pengawasan preventif adalah terdapatnya SOP dalam unit kerja, sedangkan bentuk pengawasan represif adalah memonitor pekerjaan, memeriksa pekerjaan, menanyakan progres pekerjaan, dan meminta laporan pekerajaan dari para respondnen. Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
RI
pengawasan
represif
lebih
mendominasi
dibandingkan
pengawasan preventif. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “Karena memang SOP dan daftar pokok jabatan ini belum berjalan sebagaimana seharusnya tetapi hanya bersifat formalitas saat ini, maka masih ada pengawasan dari atasan untuk melihat kinerja bawahan dalam mencapai target kerjanya. Biasanya pengawasan yang dilakukan oleh atasan ada yang bertujuan mencegah kesalahan kerja dan memperbaiki kesalahan kerja (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”. Hanya sedikit sekali responden yang bekerja tanpa pengawasan dari atasannya yaitu sebanyak 25 responden. Alasan responden dapat bekerja tanpa pengawasan adalah karena asas kepercayaan dari atasan mereka, telah ada tupoksi jabatan masing-masing eselon III, serta adanya pendelegasian tanggung jawab dari atasan. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
96
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan pejabat eselon II Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “Pengawasan yang dilakukan memang tidak intensif mbak, biasanya bawahan sudah mengetahui apa yang harus dikerjakannya sesusai dengan tupoksinya masing-masing sehingga mereka akan bekerja sacara baik dan benar (hasil wawancara mendalam, 22 April 2012)”.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.23 Dimensi Bermotivasi Tinggi Berdasarkan penjelasan indikator-indikator di atas dan grafik 4.23 menunjukkan bahwa dimensi bermotivasi tinggi variabel produktivitas kerja pegawai masih rendah terlihat dari sebagian besar responden masih memiliki motivasi rendah yaitu 74,4% responden. Rendahnya motivasi pegawai pemangku jabatan eselon III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI disebabkan karena mayoritas responden bekerja tidak berdasarkan standard operating procedure (SOP) dan masih tingginya pengawasan atasan meskipun para responden telah memiliki SOP di unit kerjanya/divisi kerjanya. Hanya ada 25,6% responden yang memiliki motivasi tinggi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
4.4.2.3 Dimensi Mempunyai Orientasi Pekerjaan Positif Orietansi pekerjaan positif merupakan sikap positif seseorang terhadap tugas pekerjaan sangat mempengaruhi produktivitas/kinerja seseorang di tempat Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
97
kerjanya (Timpe, 2002:110-111). Pada dimensi mempunyai orientasi pekerjaan positif terdapat tiga indikator, yaitu kemauan bawahan untuk berkonsultasi, kemauan konsultasi pekerjaan dengan atasan serta disiplin dalam menyelesaikan pekerjaan.
Penjelasan
mengenai
masing-masing indikator pada
dimensi
mempunyai orientasi pekerjaan positif variabel produktivitas kerja pegawai tersebut dapat dilihat pada bagian berikut.
Sumber: Data Primer Penelitian, 2012
Grafik 4.24 Indikator Dimensi Mempunyai Orientasi Pekerjaan Positif Berdasarkan grafik 4.24 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden pernah memberikan konsultasi kepada bawahannya. Sebanyak 85 responden menyatakan bahwa bawahan mereka pernah melakukan konsultasi mengenai pekerjaan, sedangkan lima responden lainnya menyatakan bahwa bawahan mereka tidak pernah berkonsultasi. Sebanyak 85 responden pernah memberikan kosultasi secara lisan kepada bawahannya misalnya memberikan arahan kerja, memberikan semangat, serta mengajak musyawarah mufakat. Berbeda dengan lima responden yang tidak pernah memberikan kosultasi karena bawahan mereka telah mengetahui tupoksi jabatan masing-masing. Berdasarkan grafik 4.24 yang disajikan di atas menunjukkan bahwa sebanyak 85 responden yang memberikan konsultasi pekerjaan kepada bawahannya ternyata berbanding lurus dengan para responden yang melakukan konsultasi pekerjaan kepada atasannya. Biasanya solusi yang sering diberikan atasan mereka adalah solusi lisan ataupun solusi tertulis. Solusi lisan yang Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
98
diberikan berupa petunjuk, arahan strategis kerja, perintah kerja yang tepat, rapat koordinasi, rapat pimpinan, sharing, dan musyawarah mufakat, sedangkan solusi tertulis berupa draft jawaban permasalahan kerja atau Surat Keputusan (SK). Sisanya lima responden tidak pernah berkonsultasi dengan atasannya, yaitu sudah mengetahui tupoksi kerja mereka masing-masing. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan pejabat eselon II Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “Bawahan saya sangat jarang sekali mbak berkonsultasi karena kita memang sudah tahu apa tugas kita maisng-masing atau tupoksinya mbak, tetapi saya juga tidak menutup kemungkinan bahwa bawahan akan berkonsultasi pada saat rapat koordinasi (hasil wawancara mendalam, 22 April 2012)”. Idealnya orientasi kerja positif memang harus dimiliki oleh setiap responden karena orientasi kerja positif berkaitan dengan sikap positif seseorang untuk menyelesaikan tugas pekerjaan secara tepat waktu. Hal ini merupakan salah satu cara untuk melihat tingkat kedisiplinan responden apabila semakin cepat menyelesaikan pekerjaannya maka semakin tinggi tingkat kedisiplinannya.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.25 Waktu Tunggu Penyelesaian Pekerjaan Berdasarkan grafik 4.25 di atas menunjukkan bahwa seluruh responden memiliki waktu tunggu untuk menyelesaikan suatu pekerjaannya. Sebanyak 54 responden memberikan waktu tunggu selama satu hari, 35 responden memberikan waktu tunggu selama dua hari, dan sisanya satu responden memberikan waktu Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
99
tunggu selama tiga hari. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “Sebenarnya dalam menyelesaikan pekerjaan pegawai seharusnya langsung mengerjakan, kami tidak memberlakukan adanya waktu tunggu dalam menyelesaikan pekerjaan. Dimana, output kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI ini adalah pelayanan dibidangnya, maka seharusnya pekerjaan harus langsung diselesaikan. Tetapi memang dalam kenyataannya banyak pejabat eselon III, II, dan I memiliki pekerjaan dinas ke luar kota sehingga memungkinkan pekerjaan yang ada di kantor baru dikerjakan 1-3 hari kemudian (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.26 Dimensi Mempunyai Orientasi Pekerjaan Positif Berdasarkan penjelasan indikator-indikator di atas dan grafik 4.26 menunjukkan bahwa dimensi mempunyai orientasi pekerjaan positif variabel produktivitas kerja pegawai dapat dikatakan sangat rendah yaitu sebesar 94,4%. Rendahnya orientasi pekerjaan positif pegawai pemangku jabatan eselon III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI disebabkan karena mayoritas responden memiliki waktu tunggu untuk menyelesaikan pekerjaan sehingga tingkat kedisiplinan responden dapat dikatakan masih rendah dan masih tingginya responden yang melakukan konsultasi dengan atasan dalam penyelesaian pekerjaannya. Hanya 5,6% responden yang mempunyai orientasi pekerjaan positif yang tinggi sehingga produktivitas/kinerja pejabat eselon III yang tinggi dapat dikatakan masih sedikit sekali di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
100
4.4.2.4 Dimensi Dewasa Kedewasaan merupakan suatu atribut pribadi yang dinilai penting oleh para pegawai. Pegawai yang dewasa akan menunjukkan produktivitas/kinerja yang konsisten dan berkualitas (Timpe, 2002:110-111). Pada dimensi dewasa terdapat dua indikator, yaitu kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai target dan memiliki inisiatif ketika menemui masalah pekerjaan di divisi kerjanya. Kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai target kemudian diturunkan ke dalam dua sub indikator, dan memiliki inisiatif ketika menemui masalah pekerjaan pun diturunkan ke dalam tiga sub indikator. Penjelasan mengenai masing-masing indikator pada dimensi dewasa variabel produktivitas kerja pegawai tersebut dapat dilihat pada bagian berikut ini.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.27 Indikator Dimensi Dewasa Berdasarkan grafik 4.27 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden mengalami peningkatan pemenuhan target kerja dari bulan Februari ke bulan Maret 2012.
Di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI target kerja
merupakan aktivitas pegawai untuk melaksanakan tupoksi jabatan. Dimana, target kerja para pejabat eselon III tertera di dalam darft tugas pokok jabatannya. Hal ini Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
101
sesuai dengan pernyataan Kepala Sub Bagian Tata Usaha Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI mengenai target kerja para pegawai yang termuat di dalam daftar tugas pokok jabatan sebagai berikut. “....Pemenuhan program kerja ini terdapat dalam draft tugas pokok jabatan mbak. Jadi, produktivitas di Kemendikbud adalah bagaimana mecapai sasaran kinerja baik per minggu, per bulan, per tahun, dan restra Kemendikbud (hasil wawancara mendalam, 17 April 2012)”.
Tabel 4.1 Target Kerja Bulan Februari 2012 Target Kerja
Frekuensi
Persentase
4
55
61,1%
5
28
31,1%
8
7
7,8%
Jumlah
90
100%
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Tabel 4.2 Target Kerja Bulan Maret 2012 Target Kerja
Frekuensi
Presentase
4
6
6,7%
5
5
5,6%
6
35
38,9%
7
17
18,9%
10
20
22,2%
12
7
7,8%
Jumlah
90
100%
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
102
Berdasarkan tabel 4.1 dan 4.2 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 11 responden belum menunjukkan peningkatan kerja di bulan Maret 2012. Adapun alasan yang mempengaruhinya, yaitu karena ada tugas tambahan di daerah, misalnya sosialisasi Ujian Nasional (UN) dan peninjauan sarana dan prasarana pendidikan di daerah serta adanya pekerjaan di luar tupoksi misalnya acara seminar dan perpisahan staf di divisi karena pensiun atau mutasi kerja. Secara keseluruhan pemenuhan target kerja pejabat eselon III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dapat dikatakan sudah baik karena sebanyak 44 responden mengalami peningkatan lebih dari 50% dan sisanya 35 responden baru mengalami peningkatan kurang dari 50%. Hal tersebut dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Sumber: Data Primer Penelitian, 2012
Grafik 4.28 Peningkatan Pemenuhan Target Kerja Berdasarkan grafik 4.28 yang disajikan di atas menunjukkan bahwa sebanyak 78 responden menyatakan pernah mengalami permasalahan kerja di divisinya dan sisanya 12 responden menyatakan tidak pernah mengalami permasalahan di divisinya. Permasalahan yang pernah dialami 78 responden adalah permasalahan substantif yaitu berupa kesalahan penafsiran peraturan, cepat mengambil keputusan, dan tidak adanya indikator kerja yang pasti dalam
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
103
melaksanakan pekerjaan dan permasalahan teknis yaitu berupa salah ketik, lupa, dan kurang koordinasi.
Sumber: Data Primer Penelitian, 2012
Grafik 4.29 Tindakan Responden dalam Mengatasi Permasalahan Berdasarkan grafik 4.29 di atas menunjukkan bahwa sebanyak 78 responden mengalami permasalahan di divisi kerjanya ternyata 77 reponden melakukan pengembilan inisiatif untuk menyelesaikan permasalahan di divisinya dan sisanya menyatakan diam saja. Langkah inisiatif yang diambil mayoritas responden adalah memberikan teguran maupun nasehat kepada bawahan untuk memperbaiki kesalahan kerjanya.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.30 Dimensi Dewasa Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
104
Berdasarkan penjelasan indikator-indikator di atas dan grafik 4.30 menunjukkan bahwa dimensi dewasa variabel produktivitas kerja pegawai sudah tinggi yaitu sebesar 88,9%. Tingginya nilai dimensi dewasa ini dipengaruhi dengan sikap para responden yang memiliki jiwa inisiatif yang tinggi ketika responden menemui masalah di divisi kerjanya, sedangkan 11.1% responden menunjukkan nilai yang rendah pada dimensi dewasa. Hal ini disebabkan oleh masih banyaknya responden yang menyatakan pernah mengalami permasalahan kerja divisinya sehingga hal ini akan mempengaruhi produktivitas kerja pegawai di kantor.
4.4.2.5 Dimensi Dapat Bergaul Dengan Efektif Dimensi dapat bergaul dengan efektif merupakan suatu bentuk kemampuan individu untuk memantapkan hubungan antar pribadi yang positif sehingga dimensi ini merupakan aset yang sangat mendukung dalam peningkatkan produktivitas/kinerja (Timpe, 2002:110-111). Dimensi dapat bergaul dengan efektif variabel produktivitas kerja pegawai terdiri dua indikator, yaitu dapat menyelesaikan perselisihan dengan rekan kerja dan dapat secara terbuka menerima saran dan kritikan. Penjelasan mengenai masing-masing indikator pada dimensi dapat bergaul dengan efektif variabel produktivitas kerja pegawai tersebut dapat dilihat pada bagian berikut ini.
Sumber: Data Primer Penelitian, 2012
Grafik 4.31 Indikator Dimensi Dapat Bergaul dengan Efektif Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
105
Berdasarkan grafik 4.31 di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden pernah mengalami selisih paham dengan rekan kerjanya. Biasanya para responden yang pernah mengalami selisih paham berusaha menyelesaikan masalahnya melalui media diskusi atau membangun komunikasi kembali. Hanya sedikit sekali responden yang menyatakan tidak pernah mengalami selisih paham dengan rekan kerjanya. Hal tersebut disebabkan karena para responden tidak pernah melakukan tindakan yang sewenang-wenang kepada rekan kerjanya dan selalu bekerja sesuai dengan peranannya. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas responden belum dapat bergaul secara efektif dengan rekan kerjanya di kantor. Selain itu, berdasarkan grafik 4.31 yang disajikan di atas mayoritas responden pernah menerima saran dan kritik dari atasannya, yaitu sebanyak 68 responden sedangkan sisanya 22 responden tidak pernah mendapat saran dan kritikan dari atasan. Saran dan kritikan yang diberikan atasan kepada responden terkait dengan masalah penyelesaian pekerjaan dan masalah kedisiplinan khususnya mengenai waktu kehadiran. Alasan bagi responden yang tidak pernah mendapat saran dan kritikan dari atasannya karena responden selalu memenuhi target kerjanya dan disiplin. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan pejabat eselon II Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sebagai berikut. “Biasanya saya memberikan saran dan kritikan kepada staf ketika staf melakukan kesalahan dalam penyelesaian pekerjaan atau tindakan tidak disiplin misalnya datang ke kantor telat, mbak. Hal ini dilakukan untuk menjaga kinerja atau kualitas pegawai (hasil wawancara mendalam, 22 April 2012)”.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.32 Dimensi Dapat Bergaul dengan Efektif Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
106
Berdasarkan penjelasan indikator di atas dan grafik 4.32 menunjukkan bahwa dimensi dapat bergaul dengan efektif variabel produktivitas kerja pegawai masih sangat rendah yaitu sebesar 87,8%. Rendah nilai dimensi ini disebabkan karena mayoritas responden yang mengalami perselisihan kerja dengan rekan kerjanya dan masih banyak responden pernah mendapat saran dan kritikan dari atasannya terkait dengan hasil pekerjaannya yang kurang baik dan tingkat kedisiplinan yang masih rendah. Kemampuan bergaul secara efektif merupakan aset yang sangat penting dalam mendukung peningkatan produktivitas/kinerja individu maupun organisasi, tetapi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI hanya ada 12,2% responden saja yang dapat bergaul secara efektif sehingga masih
rendah
sekali
responden
yang
dapat
mendukung
peningkatkan
produktivitas/kinerja bagi organisasi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Grafik 4.33 Variabel Produktivitas Kerja Pegawai Selanjutnya, berdasarkan penjelasan dimensi variabel produktivitas dan grafik 4.33 di atas, maka produktivitas kerja pegawai pemangku jabatan eselon III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dapat dikatakan masih rendah. Hal ini dapat terlihat sebanyak 70% responden memiliki produktivitas kerja rendah dan hanya 30% responden saja yang memiliki produktivitas kerja tinggi. Rendahnya produktivitas pegawai pemangku jabatan eselon III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI disebabkan karena tiga dimensinya mendapat Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
107
nilai persentase yang rendah yaitu dimensi bermotivasi tinggi (74,4%), dimensi mempunyai orientasi pekerjaan positif (94,4%), dan dimensi dapat bergaul dengan efektif (87,8%). Dua dimensi sisanya baru mendapat nilai presentase yang tinggi yaitu dimensi lebih dari memenuhi kualifikasi (92,2%) dan dimensi dewasa (88,9%). 4.4.3 Analisis Korelasi Rank Spearman Antara Variabel Pendidikan dan Pelatihan Dengan Variabel Produktivitas Kerja Pegawai Dengan menggunakan metode analisis korelasi rank spearman, maka dapat diketahui korelasi atau hubungan antara variabel pendidikan dan pelatihan dengan variabel produktivitas kerja pegawai yang sekaligus dapat menjawab pokok permasalahan dalam penelitian ini. Uji korelasi rank spearman tersebut dilakukan dengan bantuan program SPSS versi 19 dalam rangka melihat tingkat hubungan dan nilai koefisien korelasi antara variabel pendidikan dan pelatihan dengan variabel
produktivitas
kerja pegawai.
Berikut
tabel
4.3
yang
menggambarkan korelasi di antara dua variabel tersebut. Tabel 4.3 Korelasi Variabel Pendidikan dan Pelatihan Dengan Variabel Produktivitas Kerja Pegawai Correlations Diklat Spearman's rho
Diklat
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed)
1,000 .
,090 ,397
N Produktivitas
Produktivitas
90
90
Correlation Coefficient
,090
1,000
Sig. (2-tailed)
,397 .
N
90
90
Sumber: Data Primer Peneliti, 2012
Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa nilai koefisien korelasi antara variabel pendidikan dan pelatihan dengan variabel produktivitas kerja pegawai, yaitu sebesar 0,090. Nilai ini menunjukkan bahwa kekuatan hubungan antara variabel pendidikan dan pelatihan dengan variabel produktivitas kerja pegawai masih lemah, sedangkan nilai signifikansi dalam penelitian ini menunjukkan angka sebesar 0,397 yang berarti bahwa hubungan yang terjadi di Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
108
dalam penelitian ini tidak signifikan karena nilai signifikan penelitian ini lebih besar daripada nilai signifikan (2-tailed) atau nilai alpha (α), yaitu 0,05. Dengan demikian, berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis awal dalam penelitian ini tidak ditolak (Ho tidak ditolak). Kekuatan hubungan antara variabel pendidikan dan pelatihan dengan variabel produktivitas kerja pegawai dapat terlihat secara jelas melalui tabel tingkat korelasi sebagai berikut: Tabel 4.4 Tingkat Korelasi Interval Koefisien Tingkat Korelasi < 0,333 Lemah 0,333 – 0,667 Sedang >0,667 Kuat Sumber: Rubin & Babbie, 2008
Berdasarkan tabel 4.4 di atas menunjukkan bahwa hubungan antara variabel pendidikan dan pelatihan dengan variabel produktivitas kerja pegawai memiliki tingkat korelasi yang lemah, dimana nilai koefisien korelasi kedua variabel tersebut berada pada interval koefisien < 0,333. Lemahnya hubungan antara variabel pendidikan dan pelatihan dengan variabel produktivitas kerja pegawai tersebut menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bukan satusatunya faktor yang dapat menentukan peningkatan produktivitas kerja pegawai. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sudah berjalan baik yaitu 92,2% tetapi produktivitas kerja pegawai pemangku jabatan eselon III masih rendah yaitu 70%. Ada hal lain yang mempengaruhi produktivitas kerja pegawai yaitu gaji, lingkungan kerja, latar belakang pendidikan, dan budaya kerja. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Deputi Bidang Kajian Pelayanan dan Kebijakan LAN sebagai berikut: “.....diklat bukan satu-satunya cara dalam meningkatkan produktivitas kerja. Ada hal lain yang memang bisa mempengaruhi produktivitas kerja pegawai, misalnya gaji/pendapatan, lingkungan kerjanya, latar belakang pendidikan, budaya kerja dan lainnya (hasil wawancara mendalam, 2 April 2012)”. Faktor penyebab lemah dan tidak signifikan hubungan antara variabel pendidikan dan pelatihan dengan variabel produktivitas kerja pegawai di Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
109
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu masih tingginya pengawasan kerja dari atasan dalam penyelesaian tupoksi responden sehingga menunjukkan bahwa 65 responden belum dapat bekerja secara mandiri dan profesional, sebanyak 41 responden mengalami permasalahan substantif dan sebanyak 37 responden mengalami permasalahan teknis, tingkat kedisiplinan responden dalam menyelesaikan tugas masih rendah karena seluruh responden memiliki waktu tunggu dalam menyelesaikan tugasanya, masih tingginya responden yang mengalami selisih paham dengan rekan kerjanya yaitu sebanyak 73 responden, dan terakhir adalah masih tingginya responden yang mendapat saran dan kritikan dari atasan sebanyak 68 responden. Variabel pendidikan dan pelatihan di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI sudah berjalan dengan baik yaitu sebesar 92,2% walaupun masih ada 7,8% masih berjalan buruk. Masih buruknya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI disebabkan oleh beberapa faktor yaitu materi masih bersifat teoritis sehingga kurang aplikatif, metode belajar masih didominasi dengan sistem ceramah dari widyaiswara, dan tujuan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan belum sesuai dengan job description responden di kantor. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan dari Kepala Deputi Bidang Kajian Pelayanan dan Kebijakan LAN mengenai masih terdapatnya permasalahan dalam proses penyelenggaraan diklat sebagai berikut: “...........Permasalahan kedua pada tahap proses, dalam tahap proses ini terdapat dua hal pokok yang menjadi perhatian, yaitu mengenai widyaiswara dan metode pembelajaran. Masalah widyaiswara saat ini terletak pada latar belakang widyaiswara yang mayoritas hanya bertujuan untuk memperpanjang kariernya karena menjelang waktu pensiunnya, sehingga widyaiswara ini kurang memiliki dedikasi penuh untuk menjadi widyaiswara dan hal ini akan mempengaruhi pada cara menyampaikan materi diklatpim tingkat III di kelas, sedangkan masalah metode pembelajaran yaitu metode pembelajaran masih bersifat education tanpa adanya unsur training, sehingga materi yang diajarkan masih bersifat teoritis dan normatif walaupun para penyelenggara berusaha memberikan materi aktualisasi yang lebih menekankan pada materi praktikum (hasil wawancara mendalam, 2 April 2012)”. Pada dasarnya variabel pendidikan dan pelatihan memang memiliki hubungan dengan variabel produktivitas kerja. Terbukti dari hasil penelitian ini Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
110
yaitu adanya hubungan diantara kedua variabel tersebut walaupun masih lemah dan tidak signifikan. Hal ini sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Simanjuntak (1985) bahwa pendidikan dan pelatihan tidak hanya menambah pengetahuan tetapi juga meningkatkan keterampilan bekerja, dengan demkian dapat meningkatkan produktivitas kerja pula. Apabila pendidikan dan pelatihan formal ini dilakukan dengan baik dalam aktivitas sehari-hari maka dapat meningkatkan produktivitas seseorang/individu. Sejalan dengan apa yang disampaikan oleh ahli di atas, maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI pun harus bisa menerapkan sistem pendidikan dan pelatihan yang lebih baik lagi serta sesuai dengan kebutuhan instansi. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ini yang diharapkan mampu meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan terutama produktivitas kerja pegawainya, yang lebih lanjut akan berdampak kepada produktivitas kerja organisasinya. Berdasarkan hasil analisis yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, menyebutkan bahwa pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI masih menunjukkan hubungan yang lemah serta belum memiliki hubungan yang signifikan dengan produktivitas kerja pegawainya, maka untuk mencapai produktivitas kerja pegawai yang lebih baik lagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI tidak hanya melakukan perbaikan dalam materi ataupun metode belajar pendidikan dan pelatihan tetapi juga harus segera memperbaiki sistem gaji, lingkungan kerja, serta budaya kerja para pegawai melalui sistem remunerasi di instansinya. Dengan demikian, produktivitas kerja pegawai akan mencapai hasil yang lebih baik lagi di Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan
RI,
yang selanjutnya
akan
menghasilkan kinerja organisasi yang baik pula.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
BAB 5 SIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan dijelaskan tentang simpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian mengenai hubungan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III dengan produktivitas kerja pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. 5.1 Simpulan Pada penelitian ini didapatkan hasil, yaitu kekuatan hubungan antara variabel pendidikan dan pelatihan dengan variabel produktivitas kerja pegawai di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI masih lemah dan tidak signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan dan pelatihan bukan satu-satunya cara yang dapat menentukan terjadinya peningkatan prduktivitas kerja pegawai, ada hal lain yang mempengaruhi produktivitas kerja pegawai, yaitu gaji, lingkungan kerja, dan budaya kerja.
5.2 Rekomendasi Berdasarkan hasil simpulan di atas, maka peneliti memberikan rekomendasi yang sesuai dengan temuan di atas sebagai berikut. 1.
Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan kepemimpinan tingkat III yang masih menekankan aspek teoritis dalam proses belajarnya, maka untuk mencapai output yang berkualitas seharusnya sebelum mengikuti diklatpim tingkat III peserta harus mengikuti diklat substantif, yaitu diklat yang dilaksanakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya peserta di dalam instansi, dimana diklat ini diharapkan dapat meningkat produktivitas kerja peserta serta istansi peserta.
2.
Merumuskan kembali Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil terutama perbaikan terkait kepada aspek kurikulum dan metode belajar karena selama ini masih banyak menekankan kepada aspek teoritis daripada softskill para peserta pendidikan dan pelatihan.
111 Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
112
3.
Dalam rangka mencapai produktivitas kerja pegawai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI khususnya pegawai pemangku jabatan eselon III, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI harus secepatnya menjalankan SOP dan daftar tugas pokok jabatan diseluruh unit kerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
116
DAFTAR REFRENSI Buku Arikunto, Suharsimi, (2006). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Cascio, Wayne F, (1992). Managing Human Resources: Productivity, Quality of Work Life, Profits, Third Editions, Singapore, Mc Graw Hill Inc. Flippo, Edwin B, (1990). Manajemen Personalia Jilid I dan Jilid II, Jakarta: Erlangga. Gaspersz, Vincent, (2000). Manajemen Produktivitas Total : Strategi Peningkatan Bisnis Global, Jakarta: Gramedia. Handoko, T. Hani, (1993), Manajemen Sumber Daya Manusia Edisi 2, Yogyakarta: BPPE. Hasibuan, H. Malayu S.P., (2007). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara. -----------, H. Malayu S.P., (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara. Hidayat, Taufik dan Nina Istiadah. (2011). Panduan Lengkap Menguasai SPSS 19 untuk Mengolah Data Statistik Penelitian, Jakarta: Mediakita. Ivancevich, John M., (2001). Human Resource Management, Eight Edition, New York: McGraw Hill Companies. Kementrans, (1991). Seri Produktivitas Indonesia. Pusat Produktivitas Tenaga Kerja. Klingner, Donald E. & John Nalbandian, (1993). Public Personnel Management, Contexts and Strategies, New Jersey: Prentice Hall, Inc. Krikpatrick, Donald L. Improving Employee Performance Through Appraisal and Coaching, Second Edition. (2006). United States of America: AMACOM. Manullang, M dan Marihot AMH Manullang, (2008). Manajemen Personalia, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Marsono, (1974). Pembahasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Jakarta: PT Ikhtiar Baru. Nawawi, Hadari, (2006). Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Nugroho, NSK. (2008). Transformasi Diri. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
113 Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
114
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah. (2005). Metode Penelitian Kuantitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Robbins, Stephen P & Timothy A. Judge. (2008). Perilaku Organisasi Edisi 12, Jakarta: Salemba Empat Rubin, Allen & Earl R. Babbie. (2008). Research Methods for Social Sixth Edition. California: Thomson Brooks/Cole. Sastrohadiwiryo, B.Siswanto,. (2005). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Jakarta: Bumi Aksara. Sedarmayanti. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia: Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Bandung: PT Refika Aditama. Shafritz, Jay M, Albert C. Hyde, and Dacid H. Rosenbloom. (1981). Personnel Management in Goverment Politics and Process Second Edition, New York: United States of America. Siagian, Sondang P,. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara. Simanjuntak, Payaman,. (1998). Pengantar Ekonomi Sumber Daya, Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. --------------, Payaman dan Waluyo Soerjodibroto,. (1985). Peranan Kesejahteraan Pekerja untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja, HIPSMI. Sinungan, Mucdarsyah, (2005). Produktivitas: Apa dan Bagaimana, Jakarta: Bumi Aksara. Stahl, O. Glenn,. (1971). Public Personnel Administration Sixth Edition, New York, Evaston, San Francisco, London: Harper and Row, Publishers. Subagyo, P. Joko,. (1997). Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta. Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah,. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia: Konsep, Teori dan Pengembangan dalam Konteks Organisasi Publik, Yogyakarta:Graha Ilmu. Supranto, J., (1995). Statistik Teori dan Aplikasi, Jakarta: Erlangga. Suwatno, dan Donni Juni Priansa. (2011). Manajemen SDM dalam Organisasi Publik dan Bisnis, Bandung: CV Alfabeta. Timpe, Dale, (2002). Productivity. Jakarta: Elex Media Komputindo. Umar, Husein, (2004). Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
115
Wicaksono, Kristian Widya. (2006). Administrasi dan Birokrasi Pemerintah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Zainun, Buchari. (2004). Administrasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia Pemerintah Negara Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia. Wawancara Maulana, Johan. (2012, Maret 20). Personal interview. Priyatno, Makhdum. (2012, April 2). Personal interview. Maryani. (2012, April 17). Personal interview. Sugiono. (2012, April 22). Personal interview. Peraturan Perundang-Undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 101 Tahun 2000, tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil, Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 4019. Karya Akademis Adrianto. (2009). Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) Pra-Jabatan Golongan III Umum Oleh Badan Kepegawaian Daerah, Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara (Gelombang II Tahun 2009). Depok: FISIP UI. Puspitasari, Desy. (2005). Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat IV terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pelatihan dan Produktivitas Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Depok: FISIP UI. Sofikalisari. (2009). Hubungan Diklat Kepemimpinan Tingkat IV dengan Produktivitas Pegawai Badan Diklat Departemen Dalam Negeri 20042008. Depok: FISIP UI. Publikasi Elektronik “BKN Lakukan Pembekalan Pejabat Eselon IV BKN yang Baru Dilantik”, www.sesmabkn.com, 27 Februari 2012. “Database Staf di Sekretariat Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI per Januari 2012”, 17 Januari 2012 Klingner, Donald E., (1996). Public Personnel Management and Democratization: A View from Three Central American Republics. Public Administration Review, Vol. 56, No. 4, pp 390-399.
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
116
“Kualitas Pendidikan Jeblok”, www.hariansumutpos.com, 27 Februari 2012. “Kualitas PNS-PNS Rendah”, www.news.okezone.com, 27 Februari 2012. “Penilaian Prestasi Kerja PNS dengan SKP”, http://www.bkn.go.id, 23 April 2012. “PNS Mental Korup Remunerasi”, www.sindonews.com, 27 Februari 2012. Pusat Pengembang dan Pelatihan Tenaga Pendidik Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Laporan Evaluasi Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tahun 2011. Lokasi : http://www.pusbangtendik.go.id, 15 November 2011. Pusbangtendik, (2012). Panduan DIKLATPIM TK III. Jakarta: Pusbangtendik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. “Reformasi Birokrasi Selesai 2011”, http://aparaturnegara.bappenas.go.id, 5 Maret 2012. Tohidi, Hamid., (2010). Teamwork Productivity and Effectiveness in an organization base on rewards, leadership , training, goals, wage, size, motivation, measurement, and information technology, Procedia Computer Science 3 (2011) 1137–1146. ”Workforce June 31-36, GTZ/USAID-CLEAN URBAN,. (2001). Capacity building for local governance: A framework for government action and donor support (Final Report), Jakarta: GTZ/USAID-CLEAN URBAN. “10
Pejabat Eselon IV Ditjen Dikdas http://dikdas.kemdiknas.go.id, 7 April 2012.
Dilantik
Hari
ini”
Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Fitri Amelia
Tempat dan Tanggal Lahir
: Bukittinggi, 24 Desember 1989
Jenis Kelamin
: Wanita
Status
: Belum Menikah
Alamat
: Kp. Baru Klender RT 006/ 01 No. 27 Jakarta Timur 13930
Nomor Telepon/Email
: 085691774261/
[email protected]
Nama Orang Tua : Ayah
: Alm. Chandra
Ibu
: Jaslini
Riwayat Pendidikan Formal: SD
: SD Negeri 10 Pagi Jatinegara, Jakarta Timur
SMP
: SMP Negeri 92 Rawamangun, Jakarta Timur
SMA : SMA Negeri 68 Salemba, Jakarta Pusat S1
: Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
158
Lampiran 5 ( Tabel Data Olahan Kuisoner) Jenis Kelamin Cumulative Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
Pria
72
80,0
80,0
80,0
Wanita
18
20,0
20,0
100,0
Total
90
100,0
100,0
Usia Cumulative Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
31-40 tahun
18
20,0
20,0
20,0
41-50 tahun
45
50,0
50,0
70,0
51-60 tahun
27
30,0
30,0
100,0
Total
90
100,0
100,0
Jenjang Pendidikan Cumulative Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
S1
48
53,3
53,3
53,3
S2
28
31,1
31,1
84,4
S3
14
15,6
15,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Lama Bekerja Cumulative Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
11-20 tahun
52
57,8
57,8
57,8
> 20 tahun
38
42,2
42,2
100,0
Total
90
100,0
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
159
Keperluan Diadakannya Diklatpim Tk.III Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
4
4,4
4,4
4,4
Perlu
86
95,6
95,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan diperlukannya penyelenggaraan Diklatpim Tk.III Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
4
4,4
4,4
4,4
Tuntutan karir kerja
18
20,0
20,0
24,4
Peningkatan jiwa leadership
26
28,9
28,9
53,3
Meningkatkan kompetensi
42
46,7
46,7
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan tidak diperlukannya penyelenggaraan Diklatpim Tk.III Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Materi yang diberikan
Percent
Valid Percent
Percent
86
95,6
95,6
95,6
3
3,3
3,3
98,9
1
1,1
1,1
100,0
90
100,0
100,0
kurang aplikatif Waktu diklat yang sangat lama Total
Partisipasi dalam proses pembelajaran Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Tidak
10
11,1
11,1
11,1
Pernah
80
88,9
88,9
100,0
Total
90
100,0
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
160
Bentuk partisipasi dalam proses pembelajaran Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
10
11,1
11,1
11,1
Pasif
17
18,9
18,9
30,0
Aktif
63
70,0
70,0
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan tidak berpartisipasi dalam proses pembelajaran Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
80
88,9
88,9
88,9
Waktu belajar yang panjang
5
5,6
5,6
94,4
Metode pengajaran
5
5,6
5,6
100,0
90
100,0
100,0
widyaiswara yang monoton Total
Metode pembelajaran mempermudah penguasaan materi Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
6
6,7
6,7
6,7
Ya
84
93,3
93,3
100,0
Total
90
100,0
100,0
Materi yang diajarkan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Mengacu ke dalam kajian
Percent
Valid Percent
Percent
6
6,7
6,7
6,7
12
13,3
13,3
20,0
45
50,0
50,0
70,0
14
15,6
15,6
85,6
sikap Mengacu ke dalam kajian manajemen publik Mengacu ke dalam kajian pembangunan
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
161
Mengacu ke dalam
13
14,4
14,4
90
100,0
100,0
100,0
aktualisasi pekerjaan Total
Alasan metode pembelajaran tidak mempermudah penguasaan materi Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Cara mengajar widyaiswara
Percent
Valid Percent
Percent
84
93,3
93,3
93,3
4
4,4
4,4
97,8
2
2,2
2,2
100,0
90
100,0
100,0
dominan ceramah Diskusi di kelas jarang terjadi Total
Materi berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
12
13,3
13,3
13,3
Ya
78
86,7
86,7
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan materi berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
12
13,3
13,3
13,3
Decision maker
19
21,1
21,1
34,4
Leadership
45
50,0
50,0
84,4
Public services
14
15,6
15,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan materi tidak berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Materi kurang sesuai
Percent
Valid Percent
Percent
78
86,7
86,7
86,7
9
10,0
10,0
96,7
3
3,3
3,3
100,0
dengan tupoksi Materi sangat teoritis
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
162
Materi berhubungan dengan pekerjaan sehari-hari Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
12
13,3
13,3
13,3
Ya
78
86,7
86,7
100,0
Total
90
100,0
100,0
Mengikuti Diklatpim Tk.III dapat meningkatkan pengetahuan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
41
45,6
45,6
45,6
Ya
49
54,4
54,4
100,0
Total
90
100,0
100,0
Contoh peningkatan pengetahuan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
41
45,6
45,6
45,6
Mengacu ke dalam kajian
12
13,3
13,3
58,9
26
28,9
28,9
87,8
7
7,8
7,8
95,6
4
4,4
4,4
100,0
90
100,0
100,0
sikap Mengacu ke dalam kajian manajemen publik Mengacu ke dalam kajian pembangunan Mengacu ke dalam aktualisasi pekerjaan Total
Alasan tidak mendapat peningkatan pengetahuan setelah Diklatpim Tk.III Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
49
54,4
54,4
54,4
materi pernah didapat
41
45,6
45,6
100,0
didiklatpim sebelumnya
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
163
Mengikuti Diklatpim Tk.III dapat meningkatkan pengetahuan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
41
45,6
45,6
45,6
Ya
49
54,4
54,4
100,0
Total
90
100,0
100,0
Mengikuti Diklatpim Tk.III dapat meningkatkan keahlian Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
38
42,2
42,2
42,2
Ya
52
57,8
57,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Contoh peningkatan keahlian Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
38
42,2
42,2
42,2
Perumusan masalah
14
15,6
15,6
57,8
Penentuan alternatif
21
23,3
23,3
81,1
9
10,0
10,0
91,1
8
8,9
8,9
100,0
90
100,0
100,0
program Tepat dalam pelaksanaan program Evaluasi program Total
Alasan tidak mendapat peningkatan keahlian setelah Diklatpim Tk.III Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
52
57,8
57,8
57,8
proses belajar didominasi
15
16,7
16,7
74,4
7
7,8
7,8
82,2
materi teoritis metode belajar didominasi metode ceramah
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
164
penulisan kertas kerja tidak
16
17,8
17,8
90
100,0
100,0
100,0
sesuai dengan Tupoksi Total
Mengikuti Diklatpim Tk.III dapat meningkatkan keterampilan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
38
42,2
42,2
42,2
Ya
52
57,8
57,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Contoh peningkatan keterampilan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
38
42,2
42,2
42,2
Penyelesaian pekerjaan
33
36,7
36,7
78,9
19
21,1
21,1
100,0
90
100,0
100,0
secara efektif dan efisien Pengurangan kesalahan kerja Total
Alasan tidak mendapat peningkatan keterampilan setelah Diklatpim Tk.III Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
52
57,8
57,8
57,8
proses belajar didominasi
15
16,7
16,7
74,4
10
11,1
11,1
85,6
13
14,4
14,4
100,0
90
100,0
100,0
materi teoritis metode belajar didominasi sistem cerama penulisan kertas kerja tidak sesuai dengan Tupoksi Total
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
165
Tepat waktu tiba di kantor Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
12
13,3
13,3
13,3
Ya
78
86,7
86,7
100,0
Total
90
100,0
100,0
Waktu tiba di kantor Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
12
13,3
13,3
13,3
07.00 WIB
10
11,1
11,1
24,4
07.30 WIB
20
22,2
22,2
46,7
07.35 WIB
13
14,4
14,4
61,1
07.45 WIB
12
13,3
13,3
74,4
07.50 WIB
16
17,8
17,8
92,2
08.00 WIB
7
7,8
7,8
100,0
90
100,0
100,0
Total
Alasan tidak tiba tepat waktu di kantor Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
78
86,7
86,7
86,7
Macet
12
13,3
13,3
100,0
Total
90
100,0
100,0
Pulang lebih awal dari waktu yang ditentukan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Ya
23
25,6
25,6
25,6
Tidak
67
74,4
74,4
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
166
Pulang lebih awal dari waktu yang ditentukan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Ya
23
25,6
25,6
25,6
Tidak
67
74,4
74,4
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan pulang lebih cepat dari waktu yang ditentukan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
67
74,4
74,4
74,4
Sakit
14
15,6
15,6
90,0
9
10,0
10,0
100,0
90
100,0
100,0
Izin Total
Jam pulang kerja Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
23
25,6
25,6
25,6
16.00 WIB
6
6,7
6,7
32,2
16.30 WIB
19
21,1
21,1
53,3
18.00 WIB
17
18,9
18,9
72,2
18.15 WIB
11
12,2
12,2
84,4
20.00 WIB
10
11,1
11,1
95,6
21.30 WIB
4
4,4
4,4
100,0
90
100,0
100,0
Total
Absensi di Bulan Maret 2012 Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Pernah
20
22,2
22,2
22,2
Tidak
70
77,8
77,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Tidak masuk kerja di bulan Maret 2012 Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
70
Percent 77,8
Valid Percent
Percent
77,8
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
77,8
167
1 hari
16
17,8
17,8
95,6
2 hari
3
3,3
3,3
98,9
3 hari
1
1,1
1,1
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan tidak masuk kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
70
77,8
77,8
77,8
Sakit
13
14,4
14,4
92,2
7
7,8
7,8
100,0
90
100,0
100,0
Dinas ke luar kota Total
Alasan tidak absensi di bulan Maret 2012 Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
20
22,2
22,2
22,2
Tanggung jawab pekerjaan
37
41,1
41,1
63,3
Promosi karir akan lama
33
36,7
36,7
100,0
Total
90
100,0
100,0
yang tidak dapat diberikan ke orang lain
Memberitahu kepada atasan ketika hendak meninggalkan kantor pada saat jam kerja Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
2
2,2
2,2
2,2
Ya
88
97,8
97,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan memberitahu kepada atasan ketika meninggalkan kantor saat jam kerja
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
168
Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
2
2,2
2,2
2,2
Bentuk tanggung jawab
19
21,1
21,1
23,3
Menghindari
29
32,2
32,2
55,6
40
44,4
44,4
100,0
90
100,0
100,0
kesalahpahaman Sesuai dengan peraturan yang berlaku Total
Alasan tidak memberitahu kepada atasan ketika meninggalkan kantor saat jam kerja Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab atasan tidak ada di tempat Total
Percent
Valid Percent
Percent
88
97,8
97,8
97,8
2
2,2
2,2
100,0
90
100,0
100,0
Setelah mengikuti Diklatpim Tk.III pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
5
5,6
5,6
5,6
Ya
85
94,4
94,4
100,0
Total
90
100,0
100,0
Jumlah target pekerjaan yang dapat dilakukan secara cepat Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
5
5,6
5,6
5,6
2
53
58,9
58,9
64,4
3
17
18,9
18,9
83,3
4
12
13,3
13,3
96,7
5
3
3,3
3,3
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
169
Setelah mengikuti Diklatpim Tk.III pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat Cumulative Frequency Valid
Tidak Ya
Percent
Valid Percent
Percent
5
5,6
5,6
5,6
85
94,4
94,4
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan pekerjaan tidak dapat dilakukan lebih cepat Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab tidak ada pengukuran target
Percent
Valid Percent
Percent
85
94,4
94,4
94,4
3
3,3
3,3
97,8
2
2,2
2,2
100,0
90
100,0
100,0
yang riil jumlah target pekerjaan selalu sama tiap bulan/tahunnya Total
Persentase perubahan pekerjaan dapat dilakukan lebih cepat Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
5
5,6
5,6
5,6
< 50%
52
57,8
57,8
63,3
> 50%
33
36,7
36,7
100,0
Total
90
100,0
100,0
Setelah mengikuti Diklatpim Tk.III kualitas hasil kerja lebih baik Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
6
6,7
6,7
6,7
Ya
84
93,3
93,3
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan kualitas hasil kerja lebih baik
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
170
Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Pengurangan kesalahan
Percent
Valid Percent
Percent
6
6,7
6,7
6,7
44
48,9
48,9
55,6
12
13,3
13,3
68,9
6
6,7
6,7
75,6
22
24,4
24,4
100,0
90
100,0
100,0
kerja Berkurangnya teguran dari atasan Pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan SOP Setiap laporan kerja yang dibuat dapat diterima oleh atasan Total
Alasan kualitas hasil kerja tidak baik Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Masih ada terjadi kesalahan
Percent
Valid Percent
Percent
84
93,3
93,3
93,3
6
6,7
6,7
100,0
90
100,0
100,0
dalam membuat laporan kerja Total
Persentase perubahan kualitas hasil kerja Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
6
6,7
6,7
6,7
< 50%
50
55,6
55,6
62,2
> 50%
34
37,8
37,8
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
171
Persentase perubahan kualitas hasil kerja Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
6
6,7
6,7
6,7
< 50%
50
55,6
55,6
62,2
> 50%
34
37,8
37,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Kemampuan berbahasa inggris Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
7
7,8
7,8
7,8
Mampu
83
92,2
92,2
100,0
Total
90
100,0
100,0
Bentuk kemampuan berbahasa inggris Cumulative Frequency Valid
TM
Percent
Valid Percent
Percent
7
7,8
7,8
7,8
Pasif
60
66,7
66,7
74,4
Aktif
23
25,6
25,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan tidak mampu berbahasa inggris Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Pekerjaan sehari-hari tidak
Percent
Valid Percent
83
92,2
92,2
92,2
7
7,8
7,8
100,0
90
100,0
100,0
menggunakan bahasa inggris Total
Percent
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
172
Memanfaatkan teknologi informasi dalam bekerja Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
8
8,9
8,9
8,9
Ya
82
91,1
91,1
100,0
Total
90
100,0
100,0
Contoh teknologi informasi yang digunakan dalam pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
8
8,9
8,9
8,9
Komputer + internet
24
26,7
26,7
35,6
Laptop/PC + internet
58
64,4
64,4
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan tidak memanfaatkan teknologi informasi Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab biasa dibantu oleh
Percent
Valid Percent
82
91,1
91,1
91,1
8
8,9
8,9
100,0
90
100,0
100,0
asisten/sekretaris Total
Memotivasi bawahan Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Percent
Valid Percent
Percent
9
10,0
10,0
10,0
Pernah
81
90,0
90,0
100,0
Total
90
100,0
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
173
Cara memotivasi bawahan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Berkoordinasi dan
Percent
Valid Percent
Percent
9
10,0
10,0
10,0
54
60,0
60,0
70,0
20
22,2
22,2
92,2
7
7,8
7,8
100,0
90
100,0
100,0
berkomunikasi Memberikan reward dan punishment Memberikan pekerjaan dan tanggung jawab sesuai dengan beban kerjanya Total
Alasan tidak memotivasi bawahan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Bawahan tahu akan
Percent
Valid Percent
Percent
81
90,0
90,0
90,0
6
6,7
6,7
96,7
3
3,3
3,3
100,0
90
100,0
100,0
tugasnya bawahan jarang mengeluh pada pekerjaannya Total
Membedakan komunikasi dengan atasan maupun bawahan Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
4
4,4
4,4
4,4
Ya
86
95,6
95,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Cara berkomunikasi dengan atasan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
4
4,4
4,4
4,4
Komunikasi satu arah
26
28,9
28,9
33,3
Komunikasi dua arah
60
66,7
66,7
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
174
Cara berkomunikasi dengan atasan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
4
4,4
4,4
4,4
Komunikasi satu arah
26
28,9
28,9
33,3
Komunikasi dua arah
60
66,7
66,7
100,0
Total
90
100,0
100,0
Cara berkomunikasi dengan bawahan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
4
4,4
4,4
4,4
Komunikasi satu arah
47
52,2
52,2
56,7
Komunikasi dua arah
39
43,3
43,3
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan tidak membedakan komunikasi dengan atasan maupun dengan bawahan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab biasa melakukan komunikasi
Percent
Valid Percent
86
95,6
95,6
95,6
4
4,4
4,4
100,0
90
100,0
100,0
secara formal maupun informal Total
Memberikan pengarahan kepada bawahan Cumulative Frequency Valid
Percent
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
11
12,2
12,2
12,2
Pernah
79
87,8
87,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
175
Cara mengarahkan bawahan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
11
12,2
12,2
12,2
Mengarahkan secara
68
75,6
75,6
87,8
11
12,2
12,2
100,0
90
100,0
100,0
langsung Mengarahkan secara tidak langsung Total
Alasan tidak mengarahkan bawahan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
79
87,8
87,8
87,8
bawahan telah mengetahui
11
12,2
12,2
100,0
90
100,0
100,0
tupoksinya Total
Atasan memberikan pengarahan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
17
18,9
18,9
18,9
Ya
73
81,1
81,1
100,0
Total
90
100,0
100,0
Cara atasan memberi pengarahan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
17
18,9
18,9
18,9
Pengarahan secara
58
64,4
64,4
83,3
15
16,7
16,7
100,0
90
100,0
100,0
langsung Pengaruh secara tidak langsung Total
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
176
Alasan atasan tidak memberi pengarahan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
73
81,1
81,1
81,1
memang sudah ada tupoksi
17
18,9
18,9
100,0
90
100,0
100,0
masing-masing Total
Mengerjakan pekerjaan sesuai SOP Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
15
16,7
16,7
16,7
Ya
75
83,3
83,3
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan mengerjakan pekerjaan sesuai dengan SOP Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
15
16,7
16,7
16,7
Pedoman dalam bekerja
42
46,7
46,7
63,3
Menghasilkan output yang
33
36,7
36,7
100,0
90
100,0
100,0
efektif dan efisien Total
Alasan tidak mengerjakan pekerjaan sesuai SOP Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
75
83,3
83,3
83,3
Tidak ada SOP
15
16,7
16,7
100,0
Total
90
100,0
100,0
Dalam mengerjakan pekerjaan selalu diawasi atasan Cumulative Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
177
Valid
Ya
65
72,2
72,2
72,2
Tidak
25
27,8
27,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Bentuk Pengawasan Atasan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
25
27,8
27,8
27,8
Pengawasan preventif
4
4,4
4,4
32,2
Pengawasan represif
61
67,8
67,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan tidak ada pengawasan dari atasan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
65
72,2
72,2
72,2
Asas kepercayaan dari
10
11,1
11,1
83,3
9
10,0
10,0
93,3
6
6,7
6,7
100,0
90
100,0
100,0
atasan Telah ada TUPOKSI eselon III Adanya pendelegasian tanggung jawab Total
Bawahan pernah berkonsultasi pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Tidak
Percent
Valid Percent
Percent
5
5,6
5,6
5,6
Pernah
85
94,4
94,4
100,0
Total
90
100,0
100,0
Solusi yang diberikan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Solusi tertulis
Percent
Valid Percent
Percent
5
5,6
5,6
5,6
23
25,6
25,6
31,1
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
178
Solusi lisan
62
68,9
68,9
Total
90
100,0
100,0
100,0
Alasan bawahan tidak pernah berkonsultasi Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab bawahan telah mengetahui
Percent
Valid Percent
Percent
85
94,4
94,4
94,4
5
5,6
5,6
100,0
90
100,0
100,0
Tupoksinya Total
Berkonsultasi pekerjaan dengan atasan Cumulative Frequency Valid
Pernah
Percent
Valid Percent
Percent
85
94,4
94,4
94,4
Tidak
5
5,6
5,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Solusi yang diberikan atasan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
5
5,6
5,6
5,6
Solusi tertulis
24
26,7
26,7
32,2
Solusi lisan
61
67,8
67,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan tidak pernah berkonsultasi dengan atasan Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Sudah ada tupoksi masing-
Percent
Valid Percent
85
94,4
94,4
94,4
5
5,6
5,6
100,0
90
100,0
100,0
masing Total
Percent
Waktu tunggu sebuah pekerjaan akan dimulai dikerjakan
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
179
Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
1 hari
54
60,0
60,0
60,0
2 hari
35
38,9
38,9
98,9
3 hari
1
1,1
1,1
100,0
Total
90
100,0
100,0
Target pekerjaan di bualan Februari 2012 Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
4
55
61,1
61,1
61,1
5
28
31,1
31,1
92,2
8
7
7,8
7,8
100,0
90
100,0
100,0
Total
Target pekerjaan di bulan Maret 2012 Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
4
6
6,7
6,7
6,7
5
5
5,6
5,6
12,2
6
35
38,9
38,9
51,1
7
17
18,9
18,9
70,0
10
20
22,2
22,2
92,2
12
7
7,8
7,8
100,0
90
100,0
100,0
Total
Peningkatan Pemenuhan target pekerjaan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak
11
12,2
12,2
12,2
Ya
79
87,8
87,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
180
Alasan tidak ada peningkatan pemenuhan pekerjaan di bulan Maret 2012 Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab Ada tugas tambahan di
Percent
Valid Percent
Percent
79
87,8
87,8
87,8
6
6,7
6,7
94,4
5
5,6
5,6
100,0
90
100,0
100,0
daerah Ada pekerjaan lain di luar Tupoksi Total
Persentase perubahan peningkatan pemenuhan target pekerjaan Maret 2012 Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
11
12,2
12,2
12,2
< 50%
44
48,9
48,9
61,1
> 50%
35
38,9
38,9
100,0
Total
90
100,0
100,0
Pernah mengalami permasalahan di divisi kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Pernah
78
86,7
86,7
86,7
Tidak
12
13,3
13,3
100,0
Total
90
100,0
100,0
Permasalahan yang dialami divisi kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
12
13,3
13,3
13,3
Kesalahan substantif
41
45,6
45,6
58,9
Kesalahan teknis
37
41,1
41,1
100,0
Total
90
100,0
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
181
Alasan tidak pernah mengalami permasalahan di divisi kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
78
86,7
86,7
86,7
semua telah tertera di dalam
12
13,3
13,3
100,0
90
100,0
100,0
aturan kerja Total
Bentuk tindakan ketika menemui masalah Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab
Percent
Valid Percent
Percent
12
13,3
13,3
13,3
1
1,1
1,1
14,4
Mengambil inisiatif
77
85,6
85,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Diam saja
Alasana mengambil inisiatif ketika menemui masalah Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
13
14,4
14,4
14,4
Langsung memberikan
36
40,0
40,0
54,4
24
26,7
26,7
81,1
17
18,9
18,9
100,0
90
100,0
100,0
teguran Menasehati pegawai apabila bekerja kurang teliti memerintah untuk memperbaikinya Total
Alasan mengambil inisiatif diam saja ketika menemui masalah Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab mencari duduk
Percent
Valid Percent
89
98,9
98,9
98,9
1
1,1
1,1
100,0
90
100,0
100,0
permasalahan dahulu agar tidak ceroboh Total
Percent
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
182
Apakah pernah berselisih paham dengan rekan kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Pernah
73
81,1
81,1
81,1
Tidak
17
18,9
18,9
100,0
Total
90
100,0
100,0
Cara menyelesaiakan selisih paham dengan rekan kerja Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
17
18,9
18,9
18,9
Diskusi
54
60,0
60,0
78,9
Membangun komunikasi
19
21,1
21,1
100,0
Total
90
100,0
100,0
Alasan tidak pernah berselisih paham dengan rekan kerja Cumulative Frequency Valid
Tidak menjawab bekerja sesuai dengan
Percent
Valid Percent
Percent
73
81,1
81,1
81,1
6
6,7
6,7
87,8
11
12,2
12,2
100,0
90
100,0
100,0
peranannya tidak pernah melakukan tindakan sewenang-wenang Total
Apakah pernah mendapat saran dan kritikan dari atasan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Pernah
68
75,6
75,6
75,6
Tidak
22
24,4
24,4
100,0
Total
90
100,0
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
183
Saran dan Kritikan yang diberikan atasan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
22
24,4
24,4
24,4
Masalah penyelesaian
35
38,9
38,9
63,3
Masalah kedisiplinan
33
36,7
36,7
100,0
Total
90
100,0
100,0
pekerjaan
Alasan tidak mendapat saran dan kritikan dari atasan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Tidak menjawab
68
75,6
75,6
75,6
selalu memenuhi target
18
20,0
20,0
95,6
4
4,4
4,4
100,0
90
100,0
100,0
pekerjaan Selalu disiplin Total Dimensi Reaction Cumulative Frequency Valid
buruk
Percent
Valid Percent
Percent
4
4,4
4,4
4,4
baik
86
95,6
95,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
184
Dimensi Learning Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Buruk
11
12,2
12,2
12,2
Baik
79
87,8
87,8
100,0
Total
90
100,0
100,0
Dimensi Changes in behavior Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Buruk
13
14,4
14,4
14,4
Baik
77
85,6
85,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Dimensi Result Cumulative Frequency Valid
Buruk
Percent
Valid Percent
Percent
6
6,7
6,7
6,7
Baik
84
93,3
93,3
100,0
Total
90
100,0
100,0
Variabel Pendidikan dan Pelatihan Cumulative Frequency Valid
Buruk
Percent
Valid Percent
Percent
7
7,8
7,8
7,8
Baik
83
92,2
92,2
100,0
Total
90
100,0
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
185
Dimensi Lebih dari memenuhi kualifikasi Cumulative Frequency Valid
Rendah
Percent
Valid Percent
Percent
7
7,8
7,8
7,8
Tinggi
83
92,2
92,2
100,0
Total
90
100,0
100,0
Dimensi Bermotivasi Tinggi Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Rendah
67
74,4
74,4
74,4
Tinggi
23
25,6
25,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Dimensi mempunyai orientasi pekerjaan positif Cumulative Frequency Valid
Rendah
Percent
Valid Percent
Percent
85
94,4
94,4
94,4
Tinggi
5
5,6
5,6
100,0
Total
90
100,0
100,0
Dimensi Dewasa Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Rendah
10
11,1
11,1
11,1
Tinggi
80
88,9
88,9
100,0
Total
90
100,0
100,0
Dimensi Bergaul dengan Efektif Cumulative Frequency
Percent
Valid Percent
Percent
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
186
Valid
Rendah
79
87,8
87,8
87,8
Tinggi
11
12,2
12,2
100,0
Total
90
100,0
100,0
Variabel Produktivitas kerja pegawai Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Rendah
63
70,0
70,0
70,0
Tinggi
27
30,0
30,0
100,0
Total
90
100,0
100,0
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
187
Lampiran 6 ( Tabel Validitas)
Indikator rediklat1
Diklat Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
rediklat3
,019
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N rediklat10
rediklat12
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
rediklat16
,006
Pearson Correlation
Valid
0,210
Valid
0,210
Valid
0,210
Valid
0,210
Valid
0,210
Valid
90 *
90 ,564
**
,000 90 ,576
**
,000 90 *
,012
N
0,210
**
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed) rediklat22
,287
,264
Pearson Correlation
Valid
90
Pearson Correlation N
rediklat19
,000
,018
N
0,210
**
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed) rediklat14
,372
,248
Pearson Correlation
Valid
90
Pearson Correlation N
0,210
*
Sig. (2-tailed) Pearson Correlation
Keterangan
90 ,247
Sig. (2-tailed) rediklat8
,006
Pearson Correlation N
rediklat6
,287
r tabel **
90 ,345
**
0,210
,001
Valid
90 ,404
**
Valid Sig. (2-tailed) N rediklat25
,000 90 *
Pearson Correlation
,228
Sig. (2-tailed)
,031
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
0,210
0,210
Valid
188
N rediklat27
90
Pearson Correlation
,349
Sig. (2-tailed)
Valid
90
Pearson Correlation
,436
Sig. (2-tailed)
**
0,210
,000
N Diklat
0,210
,001
N rediklat30
**
Valid
90
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed) N
90
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Produktivit
Indikator reprod1
Pearson Correlation
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N reprod3
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
reprod5
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
reprod7
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
reprod10
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
reprod12
Keterangan
as
Sig. (2-tailed)
reprod2
r tabel
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
,382
**
,000
Valid 0,210
90 ,522
**
,000
0,210
Valid
0,210
Valid
0,210
Valid
0,210
Valid
0,210
Valid
0,210
Valid
90 ,508
**
,000 90 ,489
**
,000 90 ,399
**
,000 90 ,391
**
,000 90 ,352
**
,001 90
189
reprod14
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
reprod17
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
reprod20
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
reprod32
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
reprod34
,001
Pearson Correlation
,362
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
Valid 0,210
**
,000
0,210
Valid
90 ,400
**
,000
Valid 0,210
90 ,490
**
,000
Valid 0,210
90 ,428
**
,000
Valid 0,210
90 *
Valid 0,210
90 ,327
**
,002 90 1
Sig. (2-tailed) N
0,210
90
,022
N
Valid
*
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
Valid
90
,241
Pearson Correlation
Produktivitas
**
Pearson Correlation N
reprod36
,352
,041
N
0,210
90
Sig. (2-tailed)
Sig. (2-tailed)
reprod30
,004
,216
Pearson Correlation
reprod27
**
Pearson Correlation N
reprod22
,303
90
0,210
Valid
190
Lampiran 7 ( Tabel Reliabilitas)
Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 90
100,0
0
,0
90
100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items ,642
14
Case Processing Summary N Cases
Valid a
Excluded Total
% 90
100,0
0
,0
90
100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items ,613
17
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
191
Lampiran 8 (Tabel Korelasi) Correlations Diklat Spearman's rho
Diklat
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Produktivitas
Produktivitas
1,000 .
,090 ,397
90
90
Correlation Coefficient
,090
1,000
Sig. (2-tailed)
,397 .
N
90
Hubungan pendidikan..., Fitri Amelia, FISIP UI, 2012
90