UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIVITAS KEGIATAN INDONESIA DALAM KERJASAMA ASEAN-WILDLIFE ENFORCEMENT NETWORK (REAKSI FORMAL DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN SATWA LIAR DI TINGKAT ASEAN)
TUGAS KARYA AKHIR
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kriminologi
MIA AMELINDA 0906634896
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI KRIMINOLOGI DEPOK JANUARI 2013
1
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tugas Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Mia Amelinda
NPM
: 0906634896
Tanda Tangan :
Tanggal
: 17 Januari 2012
ii
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Karya Akhir ini diajukan oleh : Nama
: Mia Amelinda
NPM
: 0906634896
Program Studi
: Sarjana Reguler
Judul Tugas Karya Akhir
: Efektivitas Kegiatan Indonesia Dalam Kerjasama ASEAN-Wildlife Enforcement Network (Reaksi Formal Dalam Memanggulangi Perdagangan Satwa Liar Di Tingkat ASEAN)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Reguler pada Program Studi Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Prof. Dr. Muhammad Mustofa, MA.
Penguji Ahli : Dr. Ferdinand T. Andi Lolo S.H., LL.M., Ph.D
Ketua Sidang : Drs. Eko Hariyanto M.Si.
Sekretaris
: Iqrak Sulihin S.Sos., M.Si.
Ditetapkan di : Depok Tanggal
: 17 Januari 2013 iii Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan Tugas Karya Akhir ini. Penulisan Tugas Karya Akhir ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial Departemen Kriminologi Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Tugas Karya Akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan Tugas Karya Akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : (1) Prof. Muh. Mustofa, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan Tugas Karya Akhir ini; (2) pihak Kementerian Kehutanan, Dirjen PHKA yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang saya perlukan; (3) orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; (4) Penyemangat nomor satu dan selalu ada setiap waktu, Faqih Muhammad; (5) pembimbing akademis saya, M. Irvan Olii yang selalu memberikan arahan dan masukan yang luar biasa; (6) Dewan penguji, Pak Ferdinand, Mas Eko, dan Mas Iqrak. (7) dosen-dosen luar biasa terutama Pak Kemal Darmawan dan Mbak Mamiek yang selalu membantu penuh demi kelancaran Tugas Akhir teman-teman S1; (8) Mas Arief Effendy, yang selalu bersedia membantu teman-teman S1 dalam menyelesaikan segala keperluan studi; (9) teman-teman seperjuangan bimbingan TKA/Skripsi Muhammad Farhan yang selalu mengirimkan sms tengah malam, Kak Topan yang selalu membuat saya panik; (10) teman-teman seperjuangan bimbingan selama 6 semester, Zikri dan Maria; (11) teman-teman Krim 09 tercinta terutama Tia, Saru, Aman, Okta, Ossie, Angga, Sherly, Jely, Askar, Ardi, Jasmin, Bagas, (12) kakak-kakak dan adik-adik di UNESCO serta Greenpreneurship Challenge; (13) sahabat setia saya, Nurul Firdhausy dan Dea Safira Basori; iv Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
v
(14) teman-teman RICMA yang selalu mengingatkan pengajian; (15) Adem Turan, see you when I see you; (16) sahabat saya yang tak bisa saya sebutkan satu per satu.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga Tugas Karya Akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Depok, 17 Januari 2013 Penulis
v
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
vi
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Mia Amelinda NPM : 0906634896 Program Studi : Kriminologi Departemen : Kriminologi Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jenis Karya : Tugas Karya Akhir demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Efektivitas Kegiatan Indonesia Dalam Kerjasama ASEAN-Wildlife Enforcement Network (Reaksi Formal Dalam Memanggulangi Perdagangan Satwa Liar Di Tingkat ASEAN) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format- kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemiliki Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 17 Januari 2013 Yang menyatakan
(.....................................................) Mia Amelinda
vi
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
vii
ABSTRAK
Nama
: Mia Amelinda
Program Studi
: Kriminologi
Judul
:
Efektivitas Kegiatan Indonesia Dalam Kerjasama ASEAN-Wildlife Enforcement Network (Reaksi Formal Dalam Memanggulangi Perdagangan Satwa Liar Di Tingkat ASEAN)
Permasalahan perdagangan tumbuhan dan satwa liar akhir-ini semakin marak. Seperti tercatat pada executive summary siaran pers Kementerian Kehutanan, terdapat 255 penangkaran pengedar tumbuhan dan satwa liar untuk di ekspor ke luar negeri pada tahun 2011. Kasus tersebut sangat merugikan negara tidak hanya dari sisi ekonomis tetapi juga kerugian dari sisi ekologis. Kerjasama internasional dibutuhkan karena menyangkut antar negara. Namun, terdapat tantangan dari pelaksanaan kerjasama internasional khususnya ASEAN-WEN. Efektifitas dapat dilihat dari Role of Procedure dengan implementasi di lapangan, implementasi Indonesia terhadap ASEAN-WEN, dan jumlah kasus yang dilaporkan per tahunnya. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui karena adanya dark number. Selain itu, kerjasama internasional ini berjalan sesuai dengan keaktifan dari masing-masing negara anggota sehingga tidak ada pengikat sejauh mana kerjasama antar penegak hukum ini berjalan.
Kata kunci: transnational organized crime, perdagangan satwa liar ilegal, kerjasama internasional, efektifitas, reaksi formal.
vii Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
viii
ABSTRACT
Name
: Mia Amelinda
Field Study
: Criminology
Title
: Effectiveness Activities of Indonesia in ASEAN-Wildlife Enforcement Cooperation Network (Formal Reaction to Tackle Wildlife Trafficking in ASEAN)
Problems plants and wildlife trade lately is increasingly widespread. As noted in the executive summary press release the Ministry of Forestry, there are 255 dealers captive wild plants and animals for export to foreign countries in 2011. The case is very detrimental to the country not only economically but also in terms of the ecological losses. International cooperation is needed because of concerns between countries. However, the challenges of implementing international cooperation particularly ASEANWEN. Effectiveness can be seen from the Role of Procedure to implementation in the field, the implementation of Indonesia to ASEAN-WEN, and the number of cases reported per year. More research is needed to determine because of the dark number. In addition, international cooperation is progressing in accordance with the activity of each member state so that no binding extent of cooperation among law enforcement is running.
Key words : transnational organized crime, illegal wildlife trade, international cooperation, effectiveness, formal reaction
viii Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... ........................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ ................. ii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. iii KATA PENGANTAR ......................................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH................................... .......... vi ABSTRAK ........................................................................................................................... vii DAFTAR ISI ........................................................................................................................ ix .............................................................................................................................................. 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1 1.2 Permasalahan ........................................................................ .................................. 7 1.3 Rumusan masalah ................................................................................................... 8 1.4 Tujuan penulisan ................................................................ .................................... 8 1.5 Signifikansi penulisan.. .............................................................. ............................ 8 1.6 Metode penulisan .................................................................................................... 9 1.7 Sistematika penulisan ......................................................................... .................... 9 2.
KAJIAN LITERATUR 2.1 Organized Crime dan Transnational Organized Crime ......................................... 11 2.1.1 Organized Crime............................ ............................................................ 11 2.1.2 Transnational Organized Crime..................................... ........................... 12 2. 2 Edangered Species.................................................................................................. 12 2. 3 Environmental Crime dan Wildlife Trafficking..................... ................................. 13 2.4 International Cooperations .............. ...................................................................... 14 2. 5 Reaksi Formal ............................................................................... ......................... 18 2. 6 Efektifitas .............................................................................................. ................ 18
3.
PERAN INDONESIA DALAM KERJASAMA ASEAN-WILDLIFE ENFORCEMENT NETWORK (REAKSI FORMAL DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN SATWA LIAR DI TINGKAT ASEAN) 3.1 Indonesia Dalam Kerjasama Internasional (ASEAN-Wildlife Enforcement Network). .............................................................................................................. 19 3.2 Role of Procedure.......................................................................................... .......... 24 3.2.1 Blueprint For The Asean Socio-Cultural Community (2009- 2015) ........ 24 3.2.2 Role of Procedure of The ASEAN Wildlife Enforcement Network.. ............. 25
ix Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
x
4.
EFEKTIVITAS KEGIATAN INDONESIA DALAM KERJASAMA ASEAN-WILDLIFE ENFORCEMENT NETWORK (REAKSI FORMAL DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN SATWA LIAR DI TINGKAT ASEAN) ................................................................................................... 27
5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan …………………………………………………… ................................. 39 5.2 Saran …………………………………………………………………….................... 40 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1
Komite Satuan Tugas Nasional Indonesia.............................. ..................... 19
Gambar 3.2
Struktur ASEAN-WEN............................................. .................................. 21
Gambar 3.3
Policy Framework : Bali Concord II........................................................... 24
Gambar 4.1
Jalur Penyelundupan Satwa Liar Ilegal di ASEAN............ ......................... 27
Gambar 4.3
Komite Satuan Tugas Nasional Malaysia.................................................... 30
Gambar 4.5
Komite Satuan Tugas Nasional Thailand........................... ......................... 31
Gambar 4.6
Komite Satuan Tugas Nasional Vietnam............................... ..................... 32
Gambar 4.8
Kejahatan Hutan di Indonesia 2005-2010................................ ................... 33
Gambar 4.9
Status Kasus Perdagangan Satwa Liar Ilegal Yang Ditangani di Indonesia Tahun 2005-2010 ........................................................................ 35
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Rekapitulasi Jumlah Satwa dan Bagian Satwa yang Diperdagangkan ...... 2
Tabel 1.2
Satwa yang Diperdagangkan Secara Ilegal......................... ...................... 2
Tabel 1.3
Bagian Satwa yang Diperdagangkan Secara Ilegal........................ ........... 3
Tabel 4.2
Rekapitulasi ASEAN-WEN Reports 2007.................................... ............ 28
Tabel 4.4
Jumlah Kasus Perdagangan Satwa Liar Ilegal 2010 – Malaysia...... ......... 30
Tabel 4.7
Jalur Perdagangan Satwa Liar Ilegal – Indonesia...................................... 33
Tabel 4.9
Kasus Perdagangan Satwa Liar Ilegal di Indonesia Tahun 2011 (Sampai April 2011) .................................................................................. 36
Tabel 4.10 Kasus Perdagangan Satwa Liar Vietnam 2009-2010................... ..................... 37
xi Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1 Bagan ASEAN-WEN Reports................................................. ....................... 45 Lampiran 1.2 Data Kasus Perdagangan Satwa Liar 2008-2012............................................ 52
xii Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penulisan Permasalahan perdagangan tumbuhan dan satwa liar belakangan ini semakin marak dan menunjukkan kerugian yang sangat besar bagi Negara. Tercatat sampai tahun 2011 pada excutive summary siaran pers Kementerian Kehutanan terdapat 255 Penangkar dan Pengedar Tumbuhan dan Satwa Liar untuk di ekspor ke luar negeri (Dephut.go.id, 2011). Meskipun dikatakan oleh Kementerian Kehutanan bahwa angka perdagangan tumbuhan dan satwa liar mengalami penurunan yang signifikan sebanyak 10 persen, tetapi kerugian Negara yang ditimbulkan mencapai lebih dari US$ 100 miliar dan untuk perdagangan internasional dapat mencapai angka US$ 180 miliar. Dikatakan bahwa angka kerugian yang dicapai oleh perdagangan tersebut melebihi angka perdagangan narkoba dan senjata. Selain itu, perdagangan TSL juga membuat kerugian ekologi yang sangat besar serta penurunan populasi (Perumperhutani.com, 2011). Salah satu penyebab dari adanya kasus perdagangan satwa liar ini ialah dampak dari globalisasi. Globalisasi sendiri berkembang setelah ditandai adanya perusahaan multinasional dan sekarang juga dikenal dengan era perdagangan global. Globalisasi tersebut berkembang pesat serta menjadi perdagangan bebas yang jual-beli tidak hanya terjadi pada satu negara tetapi antar negara menurut Romli pada bukunya tahun 2010 pada halaman 27. Di dalam CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora), terdapat data spesies yang terancam kepunahan (Appendix I) diantaranya ialah komodo, jalak bali, dan beruang madu
serta
spesies yang tidak terancam kepunahan (Appendix II) diantaranya ialah trenggiling, serigala, dan merak hijau, (Ksda-bali.go.id, 2011). Pada satwa yang termasuk dalam Appendix II, apabila terjadinya perdagangan yang terus menerus dan pada akhirnya tidak terkontrol jumlahnya mengakibatkan satwa tersebut menjadi termasuk ke dalam satwa langka. Spesies yang berada pada Appendix I 1
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
2
dan Appendix II banyak sekali berada di wilayah Indonesia. Akibatnya ialah apabila perdagangan satwa liar tidak dikontrol maka akan terjadi penurunan populasi yang drastis. Dalam salah satu bukunya, Hadi S. Alikodra pada tahun 2012
halaman
46
mengemukakan
bahwa
Indonesia
yang
mempunyai
keanekaragaman hayati yang tinggi dan ini merupakan SDA terbarukan. Komponen keanekaragaman hayati mempunyai nilai konsumtif dan nilai produktif. Sehingga, ketika perdagangan satwa liar ilegal meningkat maka besar sekali kerugian yang ditimbulkan terhadap negara berupa kerugian secara ekonomis serta ekologis. Berikut adalah data kasus perdagangan satwa ilegal yang tercatat oleh Kementerian Kehutanan dari tahun 2008 – 2012 :
Tabel 1.1 Rekapitulasi Jumlah Satwa dan Bagian Satwa yang Diperdagangkan 2008
2009
2010
2011
2012
Satwa
168
845
485
106
16
Bagian Satwa
14664
2597
21611,5
171
120
Sumber : Kementerian Kehutanan
Dari tabel 1.1, terlihat jumlah satwa dan bagian satwa liar ilegal yang diperdagangkan setiap per tahunnya. Terlihat bahwa terdapat penurunan yang cukup signifikan pada bagian satwa antara tahun 2008 dan tahun 2009. Sedangkan pada tahun 2010, perdagangan dari bagian satwa liar mengalami kenaikan yang sangat drastis lalu diikuti penurunan di tahun-tahun berikutnya higgga tahun 2012.
Tabel 1.2 Satwa yang Diperdagangkan Secara Ilegal 2008
2009
2010
2011
2012
Mamalia
23
285
110
34
8
Unggas
109
55
36
12
2
Ikan
-
-
90
-
120
Amphibi
-
-
-
-
-
Reptil
37
89
220
8
6
Biota/Insekta
39
426
6
-
-
Sumber : Kementerian Kehutanan Dari tabel 1.2, terlihat bahwa satwa liar yang paling banyak diperdagangkan termasuk pada jenis mamalia. Satwa jenis mamalia terdapat kasus Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
3
setiap tahunnya terutama pada tahun 2009. Selain mamalia, pada tahun 2009 lebih banyak kasus perdagangan satwa jenis biota atau insekta. Namun, satwa jenis tersebut mengalami penurunan yaang drastis pada tahun 2010 lalu diikuti penurunan setiap tahunnya pada tahun 2012 hingga tidak ada kasus yang muncul pada tahun 2011 daan tahun 2012. Diantara seluruh jenis satwa, terdapat satwa yang selalu muncul kasusnya setiap tahunnya adalah berasal dari jenis mamalia, unggas, dan reptil. Tabel 1. 3 Bagian Satwa yang Diperdagangkan Secara Ilegal 2008
2009
2010
2011
2012
Daging
181
18
101
2
-
Kulit/bulu
1
6
8
1
-
Tanduk/gading
6
-
-
50
-
Telur
14641
2498
21447
170
-
Sisik
-
70
4,6
-
-
Kepala
-
306
-
-
-
Tulang
-
54,3
-
-
Janin
-
4
-
-
Sumber : Kementerian Kehutanan
Dari tabel 1.3, terlihat bahwa bagian satwa yang paling banyak diperdagangkan ialah berupa telur. Pada tahun 2010, jumlah telur yang diperdagangkan meningkat drastis lalu diikuti penurunan yang drastis pula pada tahun berikutnya. Bagian satwa lainnya yang juga banyak diperdagangkan ialah daging. Pada tahun 2010, daging meningkat drastis angka perdagangannya karena selisih dari setahun sebelumnya sangat jauh dari berjumlah 18 lembar menjadi 101 lembar namun kemudian menurun lagi pada tahun 2011 hingga 2 lembar. Pada ringkasan surat kabar Kompas tanggal 26 April tahun 2007, dikatakan bahwa Sumatera menjadi pemasok utama dalam perdagangan harimau (Panthera tigris) di pasar satwa langka berskala internasional. Oleh karena itu, pemerintah didesak mendukung pemberantasan perburuan dan perdagangan satwa liar. Hasil survei lembaga monitoring jaringan perdagangan satwa liar, TRAFFIC, pada 28 kota di Indonesia, menyebutkan, ditemukan penjualan bagian-bagian tubuh harimau pada sejumlah toko suvenir, toko barang antik, toko obat Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
4
tradisional Asia, serta pasar hewan di sembilan kota. Bagian- bagian yang diperjualbelikan terbanyak adalah cakar (43 buah), gigi taring (37), potongan kulit (37), dan tulang (32 kg). Angka ini merupakan angka yang cukup besar dan menimbulkan kerugian yang banyak (Menlh.go.id, 2007). Pada tahun 2009, Balai Konservasi Sumberdaya Alam Kalimantan Timur, memusnahkan barang bukti perdagangan trenggiling ilegal berupa 185 ekor trenggiling dalam keadaan mati, 177 bungkus hati dan 13 bungkus usus trenggiling serta 20 kilogram sisik trenggiling. Sesuai siaran pers Kementrian Kehutanan : S.377/II/PIK-1/2009, kasus yang melibatkan tersangka Leo Setiawan Bin Lakida ini merupakan hasil penangkapan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat/SPORC Brigade Enggang pada 27 April 2009 di Kecamatan Samarinda Seberang. Tersangka didakwa melanggar pasal 21 ayat 2 huruf a, b, d jo pasal 40 ayat 2 Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Menurut data yang didapat oleh BKSDA Kalimantan Timur, untuk di pasar gelap seekor trengiling dihargai bisa mencapai Rp 1 juta per ekor, bahkan setelah diekspor, harga daging trenggiling dapat mencapai Rp 2 juta/kg. Di China sop daging trenggiling dihargai sekitar Rp 500 ribu per mangkok dan sisiknya dihargai US$ 1 per buah. Negara tujuan penyelundupan trenggiling adalah Hongkong, China dan Taiwan (Dephut.go.id, 2009). Pada tahun 2011, Upaya penyelundupan satwa langka yang dilindungi ternyata masih berlangsung marak. Salah satunya kemarin pada tanggal 5 Agustus 2011, berhasil digagalkan Satuan Polisi Air (Satpol Air) Banyuwangi. Di perairan selat Bali, tepatnya sekitar wilayah Blimbingsari, Satpol air menangkap Abdul Karim yang merupakan warga Dusun Pecemengan Desa Blimbingsari, Kecamatan Rogojampi. Polisi menemukan penyu sepanjang 1,3 meter dengan lebar 60 meter yang dikatakan oleh Kasatpiol air Puger Jember, Abdul Karim, merupakan jenis penyu hijau yang dilindungi. Setelah melalui proses pemeriksaan, Abdul Karim mengakui bahwa penyu tersebut didapatkan dengan cara memancing serta akan dijual ke Bali. Atas perbuatan tersebut, Karim dijerat Pasal 21 ayat 2 huruf a jo Pasal 40 ayat 2 Undang- Undang (UU) No 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem. Belum lama ini, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Wilayah III Jawa Timur juga menggagalkan Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
5
penjualan 170 butir telur penyu hijau (chelonia mydas). Puluhan telur penyu hijau itu diambil pelaku berasal kawasan konservasi BKSDA di kawasan Pulau Nusa Barong yang merupakan habitat berbagai jenis penyu untuk mendarat dan bertelur di sana, namun sebagian besar penyu yang bertelur adalah penyu hijau. Sementara itu, aksi penjualan satwa langka juga terjadi Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Menurut data TNMB,selama 2010 lalu.Jumlah tersebut naik dibanding pada 2009 yang tercatat hanya 12 kasus. Namun sayang, dari 18 kasus selama 2010, polisi dan petugas TNMB hanya mampu menindak lanjuti lima kasus. Polisi berdalih 13 kasus lain tidak ditemukan bukti yang cukup kuat untuk melakukan tindakan hukum (Seputar-indonesia.com,2011). Leslie pada bukunya halaman 18 pada tahun 1984 dikatakan mengenai hukuman bisa saja kasus yang sama dikenai hukuman yang berbeda. Seperti halnya kasus perdagangan satwa liar bila dilihat melalui proses hukumnya pada bagan yang didapat dari Kementerian Kehutanan pada halaman 34 terlihat status kasus yang berbeda-beda. Perburuan satwa liar tahun 2010 juga meningkat dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Selain itu, selama Januari hingga Mei 2011 tercatat sebanyak empat kasus perburuan satwa liar di kawasan TNMB. Beberapa hewan langka yang banyak diburu antara lain rusa, banteng, penyu dan telur penyu, kera abuabu ekor panjang, dan beberapa hewan liar seperti landak, babi hutan, trenggiling, dan monyet. Sally S. Simpson pada bukunta pada tahun 2002 halaman 32 mengatakan bahwa ada yang disebut dengan rational choice. Di mana setiap pelaku kejahatan mempunyai pertimbangan keuntungan dan kerugian yang akan mereka dapatkan. Pada kasus perdagangan satwa liar sendiri terlihat bahwa keuntungan yang didapat sangat besar dan dianggap lebih besar dibandingkan dengan resiko yang akan ditanggung apabila tertangkap. Pada tahun 2012 dan melalui surat kabar, Menteri Kehutanan, Zulkfli Hasan membakar 258 opsetan (satwa mati yang diawetkan karena dianggap berharga) dari 48 spesies hewan langka di Gedung Manggala Wanabakti di Jakarta pada hari Senin. Zulkifli Hasan juga mengatakan bahwa acara pembakaran opsetan tersebut merupakan pertanggung jawaban kepada publik dan tidak akan dimanfaatkan serta dijual kembali ke pasaran. Selain itu, dijelaskan juga bahwa ini merupakan hasil dari operasi perdagangan satwa ilegal yang dilakukan oleh Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
6
Kementerian Kehutanan. Sebagian tersangka dari oknum perdagangan tersebut sudah ditangkap dan menunggu proses peradilan. Opsetan yang dibakar oleh Kementerian Kehutanan tersebut berada pada dalam kondisi yang sudah rusak dan tidak memungkinkan untuk diperbaiki. Dikatakan oleh Zulkifli Hasan, sebagian opsetan tersebut akan diserahkan kepada lembaga penelitian dan perguruan tinggi. Diantara opsetan yang dibakar adalah 10 harimau Sumatera, satu anak gajah, lima beruang madu, lima macan tutul dan 28 burung cenderawasih. Sementara 710 opsetan dari 43 spesies yang masih baik akan diserahkan kepada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Institut Teknologi Bandung, dan Institut Pertanian Bogor untuk diperbaharui.Pada periode bulan September hingga Oktober 2012, , Kementerian Kehutanan telah lima kali melakukan operasi satwa liar di daerah Jakarta dan sekitarnya. Pertama dilakukan pada 14 Agustus, dengan hasil barang bukti berupa satu lembar kulit harimau Sumatera dan satu lembar kulit macan tutul.S ementara operasi kedua yang dilakukan pada tanggal 22 September, menghasilkan barang bukti satu lembar kulit harimau Sumatera dan satu opsetan penyu sisik. Pada hari yang sama Kementerian Kehutanan juga menyita dua ekor biawak hijau, sembilan ekor sanca bodo, lima sanca hijau, tujuh buaya muara, satu biawak ekor biru, dan delapan anakan sanca hijau. Operasi ketiga yang dilakukan pada tanggal 29 September 2012, Kementerian Kehutanan mendapatkan satu opsetan harimau Sumatera, satu opsetan beruang madu dan satu opsetan macan tutul. Dirjen PHKA, Darori, mengatakan bahwa kasus tersebut masih dalam tahap pemeriksaan saksi-saksi sehingga tersangka belum dapat ditetapkan. Pada operasi keempat dilakukan pada tanggal 26 September, didapatkan barang bukti berupa satu ekor kaktua raja, satu elang jawa, dan empat anakan. Pada operasi terakhir yang berlangsung pada tanggal 17 Oktober, didapatkan barang bukti sejumlah 42 satwa langka yang berjumlah sebanyak 12 spesies. Dikatakan oleh Dirjen PHKA, kasus tersebut melibatkan melibatkan pejabat Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur (TVOneNews, 2012). Berdasarkan uraian di atas, kasus perdagangan satwa liar ilegal ini termasuk dalam Transnational Organized Crime (TOC). Kasus perdagangan satwa liar tidak hanya melibatkan Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor tetapi juga melibatkan negara lain sebagai pembeli dari produk-produk satwa liar Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
7
tersebut. Selain itu, kasus perdagangan satwa liar sifatnya terorganisir dan tidak hanya dilakukan oleh perorangan melainkan terdapat jaringan di dalamnya.
1.2 Permasalahan Berdasarkan uraian latar belakang diatas dapat ditarik permasalahan bahwa dalam menghadapi kasus-kasus perdagangan satwa liar tidak cukup penanangan dari penegak hukum saja tetapi diperlukannya kerjasama internasional. Kasus perdagangan satwa liar tidak hanya melibatkan satu negara tetapi banyak negara. Adapun kendala yang dihadapi di dalam melaksanakan kerjasama internasional seperti persamaan definisi, hukum yang berlaku di negara masing-masing serta kerjasama ekstradisi yang dilakukan. Masalah perdagangan satwa liar juga menyangkut permasalahan lingkungan pada akhir-akhir ini. Manusia bergantung pada alam dan semakin hari mengalami kerusakan yang signifikan. Masalah ini menarik dibahas karena manfaatnya dan dikatakan oleh Aditini Pujayanti di bukunya pada tahun 2010 halaman 220, yaitu permasalahan lingkungan akan mengancam ketahanan nasional. Salah satu contoh dari kerjasama internasional yang dilakukan Indonesia ialah kerjasama dalam rangka memerangi kejahatan terorisme dan kejahatan transnasional dengan Selandia Baru. Pada kerjasama ini terdapat poin-poin yang disepakati oleh kedua belah pihak agar kerjasama ini berjalan efektif. Indonesia dan Selandia Baru mengadakan apa yang dinamakan dengan “Joint Operation”. Di dalam kegiatan tersebut, Indonesia serta Selandia Baru wajib untuk bertukar informasi serta menganalisis masalah yang muncul untuk berlangsungnya suatu investigasi. Selain itu, representatif dari Kepolisian Negara Republik Indonesia diwakili oleh NCB-Interpol Indonesia, dan Perwira Penghubung Senior (SLO) Kepolisian Selandia Baru yang berkantor di Jakarta akan mewakili Selandia Baru. Kepolisian Selandia Baru juga membantu Indonesia di dalam bidang operasional dan begitu juga sebaliknya Indonesia sesuai dengan apa yang tertera pada nota kesepahaman. Terdapat tantangan di dalam menjalanankan kegiatan kerjasama ini ialah seperti yang telah disebutkan bahwa perbedaan dari hukum di negara masing-masing serta menjaga berjalannya kegiatan sesuai dengan nota Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
8
kesepahaman di awal agar kerjasama tersebut dapat berjalan secara efektif (Interpol.go.id, 2010). Pentingnya kerjasama internasional di dalam kasus perdagangan satwa liar ialah karena selain dari melibatkan antar negara tetapi juga mengenai pertukaran informasi yang terjadi guna berlangsungnya penyidikan. Kerjasama internasional sendiri membutuhkan kemitraan atau ada yang disebut dengan support programme atau organisasi serta negara pendukung yang ikut serta dalam kerjasama tersebut. Kerjasama sendiri perlu adanya tolak ukur efektivitas yang dapat dilihat kembali dari nota kesepahaman yang telah disetujui sebelumnya atau Role of Procedure serta implementasi dari setiap negara serta pihak terkait pada saat berlangsungnya kerjasama internasional tersebut.
1.3 Rumusan Masalah Adapun pertanyaan penulisan sebagai berikut : “Bagaimana efektivitas kerjasama internasional dalam menanggulangi perdagangan satwa liar sebagai transnational crime di tingkat ASEAN?” 1.4 Tujuan Penulisan Adapun tujuan dari penulisan Tugas Karya Akhir ini adalah untuk mengetahui bagaimana
efektivitas
kerjasama
internasional
dalam
menanggulangi
perdagangan satwa liar sebagai transnational crime di tingkat ASEAN
1.5 Signifikansi Penulisan a. Signifikansi Akademis Karya akhir ini diharapkan sebagai bahan penambah referensi kajian terhadap efektivitas kerjasama internasional terhadap kasus perdagangan satwa liar. Serta sebagai perbandingan terhadap ilmu-ilmu teoritis dan praktis yang didapatkan selama melakukan penulisan tugas karya akhir ini mengenai implementasi dari kerjasama internasional ataupun jaringan
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
9
penegakan hukum dalam menanggulangi kasus perdagangan satwa liar sebagai transnational crime di tingkat ASEAN b. Signifikansi Praktis Karya ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi terhadap pelaksanaan kerjasama yang telah dilakukan Indonesia – ASEAN Wildlife Enforcement Network dan penambah wawasan bagi masyarakat luas mengenai permasalahan penanggulangan perdagangan satwa liar
1.6 Metode Penulisan Dalam penulisan Karya Akhir ini, penulis akan melakukan analisa deskriptif yang terkait dengan pokok permasalahan tentang efektifitas kerjasama Indonesia-ASEAN WEN terkait penanggulangan perdagangan satwa liar sebagai suatu transnational crime di tingkat ASEAN. Dalam rangka membuat penjelasan kerjasama, penulis akan mendeskripsikan langkahlangkah kerjasama apa saja yang telah disepakati Indonesia dengan ASEAN WEN. Untuk mengetahui langkah-langkah dan kerjasama yang diambil oleh kedua lembaga, maka penulis akan melakukan penelusuran data literatur sekunder yang berasal dari berbagai sumber, baik dari buku, tulisan ilmiah, serta media, baik itu media cetak maupun media online. Penulis juga akan mengaitkan data tersebut dengan penjelasan teoritis yang berasal dari buku yang relevan dan hasil-hasil penelitian yang didapatkan dari jurnal internasional. Analisis dilakukan dengan cara berpedoman pada konsep-konsep transnational crime, data kerjasama yang telah dilaksanakan sebelumnya, implementasi dari ASEAN-WEN hingga tahun 2012, dan pedoman pelaksanaan kerjasama luar negeri. Data kerjasama yang telah dilaksanakan sebelumnya akan diuraikan menjadi apa saja yang menjadi dari kerjasama tersebut serta skala keberhasilan dari kerjasama tersebut.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
10
1.7 Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN, dalam bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penulisan, pertanyaan penulisan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, serta sistematikan penulisan. BAB II KAJIAN LITERATUR, dalam bab ini akan dibahas mengenai definisi konsep, kerangka berpikir penulis dan kajian pustaka. BAB III PERAN INDONESIA DALAM KERJASAMA ASEAN-WILDLIFE ENFORCEMENT MENANGGULANGI
NETWORK
(REAKSI
PERDAGANGAN
SATWA
FORMAL LIAR
DI
DALAM TINGKAT
ASEAN), dalam bab ini penulis akan melakukan penulisan mengenai standard of procedure dari ASEAN-WEN, menjelaskan fungsi-fungsi dari struktur ASEANWEN , menjelaskan tugas setiap lembaga yang terkait dengan ASEAN-WEN, menjelaskan prosedur teknis pelaksanaan ASEAN-WEN BAB IV EFEKTIVITAS KEGIATAN INDONESIA DALAM KERJASAMA ASEAN-WILDLIFE DALAM
ENFORCEMENT
MENANGGULANGI
NETWORK
PERDAGANGAN
(REAKSI SATWA
FORMAL LIAR
DI
TINGKAT ASEAN), dalam bab ini penulis akan melakukan penulisan terhadap kajian kepustakaan yang dilakukan oleh penulis mengenai implementasi kerjasama Indonesia-ASEAN WEN sebagai upaya penanggulangan kasus perdagangan satwa liar ilegal BAB V KESIMPULAN, dalam bab ini penulis akan melakukan penarikan kesimpulan mengenai implementasi kerjasama Indonesia-ASEAN WEN dalam penanggulangan perdagangan satwa liar ilegal
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
11
BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 Organized Crime dan Transnational Organized Crime 2.1.1 Organized Crime Definisi Organized Crime masih menjadi perdebatan hingga sekarang. Perkembangan jaman dan adanya globalisasi membuat pengertian organized crime semakin meluas karena disertai perkembangan tindak kejahatan itu sendiri yang menjadi sebuah fenomena di dalam masyarakat. Donald Cressey (1969), mendefinisikan Organized crime ialah suatu tindak kejahatan yang dilakukan oleh seseorang yang dipekerjakan, dirancang dalam suatu struktur pekerjaan, dan terdapat bagian-bagian pekerjaan yang memang dibentuk untuk berbuat kejahatan. Pada tahun 1970, US Department of Justice mendefinikan sebagai segala sesuatu kegiatan yang bersifat ilegal yang dilakukan oleh sindikat kriminal. Pada saat itu FBI sendiri mendefinisikannya sebagai suatu organisasi yang mempunyai struktur formal yang dimana kegiatannya bertujuan untuk mendapatkan uang dengan cara melakukan tindak kejahatan. Pada tahun 1970, dibentuknya Organized Crime Control Act of 1970, yang mencoba mendefinisikan apa yang selama ini disebut dengan organized crime. Terdapat beberapa poin yang disebut untuk mengkategorikan apakah suatu tindak kejahatan tersebut termasuk ke dalam organized crime atau tidak : 1. Tidak mempunyai tujuan politik 2. Hierarki 3. Mempunyai keanggotaan yang bersifat eksklusif 4. Mempunyai subkultur yang unik 5. Berdiri sendiri 6. Dapat menggunakan kekerasan secara ilegal 7. Bersifat monopolistik 8. Diatur oleh aturan secara eksplisit dan regulasi
11 Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
12
2.1.2 Trasnational Organized Crime Di dalam UNOTC (United Nations Conventions Against Transnational Organized Crime), TOC ialah suatu tindak kejahatan yang dilakukan secara organisasi dan melibatkan antar dua negara atau lebih. TOC dilihat melalui berapa banyak orang yang termasuk dalam kelompok kejahatan tersebut, keseriusan kejahatan yang ditimbulkan, struktur dari kelompok, aset, proses melakukan kejahatan, dan ekonomi regional. 2.2 Endangered Species Di dalam penelitian Schott Swartz : The Hapless Ecosystem: A Federalist Argument in Favor of an Ecosystem Approach to the Endangered Species Act (2009) dibahas mengenai spesies yang dilindungi merupakan salah satu persoalan lingkungan yang paling urgensi sejak tahun 1973. Di dalam kongres yang dilakukan di Amerika Serikat adanya perdebatan sejauh mana spesies yang dilindungi menjadi suatu yang urgensi atau tidak. Salah satu pihak mengatakan bahwa spesies yang dilindungi merupakan suatu komoditas dan bernilai besar bagi suatu negara. Tidak hanya dilihat dari nilai ekologis tetapi nilai ekonomis. Pada tahun 1997, Amerika serikat mau mencoba membentuk hukum yang mengatur tentang perdagangan spesies. Di sini dimasukkan dalam Undang-Undang mengenai komoditas. Dinilai bahwa spesies merupakan komoditas yang mempunyai nilai tinggi baik ekonomis maupun ekologis. Sehingga ketika terjadinya aktivitas perdagangan satwa liar maka akan dilihat dulu sesuai aturan mana spesies yang boleh dan mana yang tidak. David Howard pada bukunya tahun 1998 halaman 143 membahas mengenai pentingnya tumbuhan dan satwa liar. Terjadi perdebatan mengenai nilai dari tumbuhan dan satwa liar pada tahun 1968 di Amerika Serikat. Howard memaparkan bahwa pentingnya tumbuhan dan satwa liar tidak hanya dilihat dari nilainya tetapi keberlangsungannya hingga saat nanti.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
13
2.3 Environmental Crime dan Wildlife Trafficking Di dalam UNOTC (United Nations Conventions Against Transnational Organized Crime) yang termasuk dalam TOC ialah korupsi, drug trafficking, human trafficking and migrant smuggling, money laundering, terrorism, dan wildlife and forest crime. Wildlife and forest crime termasuk perdagangan gelap tumbuhan dan satwa liar dan illegal logging. General Assembly menegaskan relevansi UNTOC untuk memerangi perdagangan gelap sumber daya alam dalam resolusi 55/25 dari 15 November 2000, di mana dinyatakan bahwa Konvensi "merupakan alat yang efektif dan kerangka hukum yang diperlukan untuk kerjasama internasional dalam memerangi seperti kegiatan kriminal seperti perdagangan gelap satwa dilindungi flora dan fauna liar, sebagai kelanjutan dari prinsip-prinsip Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna". Dalam hubungan ini, United Nations on Drugs and Crime (UNODC) memiliki peran penting untuk bermain dalam hal penguatan kapasitas pemerintah untuk menyelidiki, menuntut dan mengadili kejahatan terhadap spesies dilindungi flora dan fauna liar, melengkapi kerangka hukum internasional lain yang relevan untuk perlindungan lingkungan, seperti misalnya Convention on Biological Diversity (CBD) dan the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES). Dalam resolusi 2001/12, Economic and Social Council (ECOSOC) mendesak negara-negara anggota untuk mengadopsi "langkah-langkah legislatif atau lainnya yang diperlukan untuk membangun perdagangan gelap satwa dilindungi flora dan fauna liar sebagai tindak pidana dalam undang-undang domestik mereka." Dalam resolusi berikutnya 2003/27, ECOSOC mendesak negara-negara anggota untuk bekerja sama dengan UNODC (serta dengan sekretariat CITES dan CBD) dengan maksud untuk mencegah, memerangi dan memberantas perdagangan satwa dilindungi flora dan fauna liar. Resolusi ECOSOC ini juga mendorong negara-negara anggota untuk mengadopsi, jika diperlukan, langkah-langkah pencegahan bersama-sama dengan review undang-undang kriminal
dalam rangka untuk
memastikan bahwa keseriusan dari pelanggaran yang berkaitan dengan perdagangan satwa dilindungi adalah dihukum dengan melalui hukuman yang sesuai. Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
14
Pada tahun 2007, Commission on Crime Prevention and Criminal Justice (CCPCJ) mengadopsi resolusi 16/1 "Kerja sama internasional dalam mencegah dan memberantas peredaran illegal internasional terhadap produk hasil hutan, termasuk kayu, satwa liar, dan sumber daya hutan lainnya biologis". Dalam resolusi ini, Komisi mengakui peran potensial UNODC dalam mencegah dan memberantas tindak pidana terkait ini dan lainnya. Pada tahun 2008, ECOSOC, dalam resolusi Tahun 2008/25, menegaskan perlunya kerjasama internasional dan menyerukan " tindakan secara holistik dan komprehensif melalui pendekatan multisektoral nasional untuk mencegah dan memberantas peredaran illegal internasional terhadap produk hasil hutan, termasuk satwa liar, kayu, dan sumber daya hutan lainnya " Pada tahun 2010, UNODC memperkuat dukungan untuk, dan kolaborasi dengan, sejumlah instansi yang berbeda dan lembaga mengarahkan mereka mengenai upaya terhadap satwa liar dan kejahatan kehutanan. Pada Internatioanl Youth Forum yang diselenggarakan di Saint Petersburg, Rusia, pada bulan November 2010, Direktur Eksekutif UNODC Yury Fedotov Mr membahas perwakilan dari 13 Negara (negara asal bagi harimau yang tersisa di alam liar) mengenai pentingnya menanggapi tantangan yang ditimbulkan oleh perdagangan satwa liar dan kejahatan kehutanan dan menekankan komitmen UNODC untuk memerangi
perdagangan
gelap
satwa
liar
yang
terancam
punah.
CCPJ mengatakan akan terdapat kemungkinan besar bahwa perdagangan satwa liar ini melibatkan organisasi atau jaringan internasional. Menurut CCPJ, akan lebih baik UNODC juga mengadakan kerjasama dan memperkuat hukum antar negara.
2.4 International Cooperations Pada jurnal yang ditulis oleh Andrew Chau (2008) yang berjudul Security Community and Southeast Asia: Australia, the U.S., and ASEAN's Counter-Terror Strategy membahas mengenai kerjasama multilateral negara anggota ASEAN terhadap kasus terorisme. ASEAN sebagai asosiasi negara Asia Tenggara pada tahun 2003 membuat suatu wadah yang dinamakan ASC (ASEAN Security Community). ASC dibentuk bertujuan untuk kerjasama antar negara dalam Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
15
membangun perdamaian melalui cara diplomasi dan konsensus. Kerjasama dibangun dengan tetap menghargai kewenangan suatu negara itu sendiri dan bersifat non-interferensi terhadap urusan dalam negeri. ASC mempunyai asumsi sendiri terhadap kerjasama tersebut, yaitu informasi yang bersifat kolektif dan pertukaran informasi untuk menjaga keamanan ASEAN. Karl Deutsch mengatakan bahwa terdapat norma-norma, nilai, dan fungsi institusi politik di dalam komunitas keamanan yang sifatnya pluralisme. Interaksi dan transaksi terdapat apa yang disebut kepemilikan bersama atau kesadaran berkelompok. Lain halnya dengan Emanuel dan Adler Brenett yang mengatakan bahwa keamanan suatu negara dibangun melalui negara itu sendiri. Sedangkan Archarya, mengatakan bahwa adanya kerjasama keamanan suatu negara bersifat revolusioner dan juga dapat memicu pertikaian. Seperti apa yang terjadi dengan Malaysia-Filipina di sini terdapat pertikaian yang kemungkinan memicu perang tetapi masih memegang norma perdamaian sebagai suatu kelompok. Terdapat tiga cara yang dilakukan ASEAN di dalam kerjasama mengenai keamanan: (1) komunikasi yang rutin antar-ASEAN mengenao keamanan dan politik yang dihasilkan dari kerjasama multilateral, (2) rasa persatuan dan "weness" diilustrasikan dalam pidato publik, pernyataan, dokumen pejabat finansial, deklarasi, pertemuan, dan kerja sama multilateral, dan (3) kerjasama ASEAN terdapat norma yang disempurnakan dan diukur melalui perubahan kebijakan dengan cara yang meningkatkan kerjasama regional. Dimulai pada tahun 2001 sejak meledaknya bom pada tragedi bulan September, ASEAN merespon dan mengikuti apa yang disebut dengan Declaration on Joint Action to Counter-Terrorism yang menjadi landasan kebijakan kebijakan mengenai penanggulangan terorisme di ASEAN. Kebijakan yang dibuat berisi pengawasan, investigasi, dan laporan mengenai aktivitas teroris yang menjadi tanggung jawab setiap member states untuk melakukan rangkaian kebijakan tersebut. Sejak meledaknya bom pada tahun 2002, membuat ASEAN semakin menggalakkan dan serius dalam menghadapi masalah terorisme. Kerjasama yang dibuat juga meliputi workshops, seminar, konferensi, serta capacity building untuk peningkatan kapasitas dari setiap member states.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
16
Sejak tahun 2002 itu pula ASEAN membuat kerjasama dengan Amerika Serikat dalam menanggulangi masalah terorisme. Di dalam kerjasama ASEAN ini tiga negara yang berperan utama ialah Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Tiga negara tersebut mengadakan pelatihan bersama dengan Amerika Serikat serta membuat rancangan kedepan mengenai apa saja yang aakan dilakukan. Pada tahun 2007, ASEAN menandatangani perjanjian legally binding counter-terror yang menyebutkan setiap member states harus meratifikasi undang-undang yang berlaku di negaranya sesuai dengan perjanjian kerjasama serta deklarasi yang telah disepakati. Secara teknis, melalui kerjasama ini setiap member states harus saling memberikan laporan serta informasi yang berkaitan dengan pergerakan teroris. Pada pasal 3 lebih membahas mengenai kerjasama regional, “The Parties shall carry out their obligations under this Convention in a manner consistent with the principles of sovereign equality and territorial integrity of States and that of non-interference in the internal affairs of other Parties.” Melalui pasal tersebut kita dapat melihat bahwa kerjasama yang disepakati tidak berlaku dalam kasus ada pergerakan terorisme dalam negara lain yang dianggap menghalangi proses pemantauan teroris yang dikenal oleh negara lainnya. Bisa dikatakan bahwa kerjasama yang dilakukan oleh ASEAN tergantung pada setiap kebijakan dari masing-masing negara dan di sini ASEAN dibantu oleh Amerika Serikat serta Australia dalam mengumpulkan informasi. Dilihat dari bentuk dan implementasi kerjasama secara teknis dapat dikatakan kerjasama ini berjalan kurang efektif. Di dalam tingkatan sub-regional, kerjasama ASEAN dinilai cukup berhasil. Salah satu contohnya ialah pada saat kasus teror yang dilakukan oleh Jamaah Islamiyah. Petukaran informasi dilakukan oleh Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Dilansir bahwa JI juga didukung oleh Riduan Hambali. Informasi yang didapatkan awalnya ialah dari operasi yang dilakukan oleh Amerika SerikatThailand pada bulan Agustus 2003. Di dalam praktiknya, terdapat koordinasi yang kurang baik oleh POLRI, BIN, dan TNI. Ini menjadi salah satu hambatan di dalam operasi penanggulangan terorisme. Ini disebabkan adanya rasa bersainga antar lembaga tersebut. Seiring berjalannya upaya yang dilakukan, Singapura dinilai paling aktif dalam Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
17
memberikan informasi kepada negara lain dan melakukan pemantauan yang cukup intensif. Bantuan dan dukungan dari negara-negara barat dianggap krusial dalam penanggulangan masalah terorisme tersebut. Di
dalam
pembangunan
komunitas
keamanan,
ASEAN
seharusnya
meningkatkan kerjasama politik dan membangun kesadaran berkelompok. Kerjasama dan perjanjian yang dilakukan ASEAN bersifat non-intervensi sehingga pertukaran informasi tidak berjalan lancar karena tergantung kebijakan yang dilakukan oleh masing-masing negara. Kerjasama ASEAN berjalan sesuai dengan code of conduct yang telah dibuat dimana kerjasama ini bersifat individual dan bukan kolektif. Pada kerjasama ini dinilai tidak efektif karena sifatnya yang non-intervensi sehingga apa yang menjadi urusan dalam negeri tidak akan dicampuri dan akan terdapat kesulitan apabila ingin menyelidiki pelaku yang berdiam di negara lain. Selain itu, informasi serta data yang dikumpulkan bersifat masing-masing negara bukan kolektif sehingga informasi yang dibagikan juga tergantung kebijakan dari masing-masing negara. Pada jurnal yang ditulis oleh Muhammad Mustofa yang berjudul Billateral Cooperation between Indonesia and Malaysia in Combating Transnational Crime (2008) membahas mengenai kerjasama bilateral Indonesia-Malaysia melalui pemahaman akar permasalahan dari kejahatan yang terjadi di antar dua negara tersebut. Dikatakan bahwa batas negara secara yuridiksi berdampak pada perkembangan sejumlah kejahatan. Kejahatan seperti illegal logging, perdagangan manusia, perdagangan narkoba, dan penyelundupan manusia menjadi perhatian kedua negara tersebut. Pada dasarnya kejahatan yang melintasi batas-batas negara sebenarnya merupakan kejahatan konvensional. Pada kerjasama bilateral terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan seperti persamaan dari definisi kejahatan itu sendiri, hukum yang berlaku di negara masing-masing, dan adanya kerjasama ekstradisi terkait kedua negara tersebut.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
18
2.5 Reaksi Formal Reaksi masyarakat dalam melihat suatu kejahatan dapat dikatakan merupakan sesuatu yang kompleks. Dilihat dari aspek kerugian yang bersifat materil serta kerugian psikologis yang diderita. Reaksi masyarakat terhadap kejahatan terbagi menjadi reaksi formal, reaksi informal, dan reaksi non formal. Reaksi formal ialah merupakan suatu reaksi yang dibentuk oleh negara dan lembaga-lembaga secara formal yang wujud nyatanya berupa hukum pidana dan hukum acara pidana. Muhammad Mustofa dalam bukunya Kajian Sosiologi Terhadap Kriminalitas, Perilaku Menyimpang, dan Pelanggaran Hukum mengatakan kriminologi mempelajari reaksi formal terhadap kejahatan yang terwujud dalam terbentuknya hukum pidana dan sistem peradilan pidana merupakan suatu analisa sosiologis yang kritis terhadap proses pembuatan hukum, substansi dari hukum, dan efektivitas pelaksanaaan hukum tersebut. Analisa sosiologis tersebut merupakan suatu kajian terhadap kebijakan ataupun kajian sosiologis hukum. 2.6 Efektivitas Menurut Adi Bandono
(2011) di dalam Efektifitas Pembelajaran,
efektifitas berasal dari kata efektif yang berarti tepat guna atau tepat sasaran. Efektif mengarah kepada ketepatan atau kesesuaian antara usaha yang dilakukan dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Parameter efektifitas yang diukur untuk melihat apakah kerjasama Indonesia – ASEAN WEN berjalan dengan baik ialah jumlah kasus yang tercatat setiap tahunnya, kesesuaian antara Role of Procedure dengan implementasi di lapangan, dan implementasi Indonesia terhadap ASEAN WEN.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
19
BAB III PERAN INDONESIA DALAM KERJASAMA ASEANWILDLIFE ENFORCEMENT NETWORK (REAKSI FORMAL DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN SATWA LIAR DI TINGKAT ASEAN)
3.1 Indonesia Dalam Kerjasama Internasional (ASEAN Wildlife Enforcement Network) Indonesia merupakan sebagai salah satu negara anggota dari ASEAN dan secara otomatis masuk di dalam sebuah jaringan kerjasama penegakan hukum antar negara terkait dengan kasus wildlife trafficking yang di namakan ASEANWildlife Enforcement Network. Seperti kerjasama ASEAN sebelumnya, Indonesia diharuskan berperan turut aktif sesuai dengan keputusan penting ASEAN tentang kejahatan internasional yang dijabarkan di dalam Declaration of ASEAN Concord, 24 Februari 1976. Di dalam setiap negara anggota di dalam kerjasama ASEANWEN mempunyai suatu struktur dalam praktiknya yang disebut dengan Komite Satuan Tugas Nasional. Berikut di bawah ini ialah bagan dari Komite Satuan Tugas Nasional Indonesia. Gambar 3.1 Komite Satuan Tugas Nasional Indonesia
Sumber : Power Point ASEAN-WEN 2007 19 Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
20
ASEAN Wildlife Enforcement Network sendiri merupakan sebuah kerjasama dan respon negara-negara ASEAN terhadap perdagangan tumbuhan dan satwa liar di dalam ASEAN Regional Action Plan on Trade in Wild Fauna and Flora (20052010). ASEAN WEN mempunyai objektif, yaitu : Mempromosikan jaringan yang berhubungan dengan penegakan hukum di setiap negara ASEAN untuk menanggulangi perdagangan tumbuhan dan satwa liar ilegal dengan cara mengikutsertakan berbagai instansi pada level nasional yang bertujuan untuk saling berkoordinasi dan mengkolaborasikan antar penegakan hukum di dalam perdagangan tumbuhan dan satwa liar. Selain itu, menggunakan ASEAN-WEN sebagai suatu kegiatan untuk bertukar informasi antar penegak hukum yang terkait perdagangan tumbuhan dan satwa liar, dan mengkoordinasikan partisipasi secara regional di dalam INTERPOL Wildlife Crime Working Group; mempromosikan peningkatan kapasitas untuk peningkatan penegakan hukum (asean-wen.org, 2009) Di dalam objektif tersebut, ASEAN WEN menjadikan ASEAN Regional Action Plan sebagai panduan. ASEAN-WEN bertujuan untuk mengatasi eksploitasi dan perdagangan ilegal species dalam CITES yang berada pada kawasan ASEAN. Ini adalah jaringan terintegrasi antara lembaga penegak hukum dan melibatkan otoritas CITES, polisi, jaksa, dan khususnya pemerintah dan lembaga penegak hukum. Sepuluh negara anggota jaringan yang bertujuan untuk memfasilitasi kerjasama transnasional untuk melawan perdagangan ilegal satwa liar di ASEAN telah menjadi kerjasama jaringan penegak hukum antarpemerintah terbesar dalam menangani kejahatan satwa liar. Adapun tujuan dari ASEAN Wildlife Enforcement Network ialah :
Meningkatkan efisiensi pertukaran intelijen;
Menyalurkan tindakan penegakan antar dinas yang efisien.
Perubahan prosedur bukan hanya penangkapan, tetapi juga penuntutan, agar meningkatkan efek jera
Kerjasama Indonesia ASEAN-Wildlife Enforcement Network (ASEAN-WEN) dimulai pada tahun 2005 setelah adanya ASEAN Regional Action Plan. Seperti pada perjanjian ASEAN lainnya, Indonesia merupakan salah satu negara anggota ASEAN dan di sini merupakan sebagai negara anggota yang turut aktif berperan Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
21
serta dalam program kerjasama tersebut. Di sini terdapat 9 negara anggota lainnya, Sekretariat ASEAN, CITES, INTERPOL, dan organisasi atau negara yang menjadi mitra di dalam program ASEAN-WEN tersebut. Organisasi atau negara yang menjadi mitra membantu dalam berjalannya program ASEAN-WEN maupun sebagai observer pada saat rapat tahunan. Setiap negara mempunyai focal point yang bertugas sebagai penghubung dan perwakilan tiap negara anggota. Insitusi yang menjadi focal point untuk Indonesia ialah Kementerian Kehutanan Direktur Penyelidikan dan Perlindungan Hutan (Dirjen PPH). Di sini Dirjen PPH tidak bekerja sendirian tetapi dibantu oleh Kementerian Kehutanan, Bareskrim POLRI, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Luar Negeri. Adapun Komite Satuan Tugas Nasional mempunyai tugas yang dicanangkan pada Lokakarya Komite Satgas Nasional pada tahun 2010: 1. Menetapkan pengertian yang jelas akan peran dinas-dinas pemerintah dalam penegakan hukum satwa-tumbuhan liar 2. Bekerja memenuhi komitmen pada ASEAN Wildlife Enforcement Network (ASEAN-WEN)
Gambar 3.2 Struktur ASEAN-WEN
Sumber: ASEAN – WEN PRESENTATION (KEMENTERIAN KEHUTANAN DITJEN PHKA)
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
22
Dapat dilihat struktur ASEAN-WEN melalui bagan di atas, kepala ASEANWEN berhubungan langsung dengan PCU atau Program Coordination Unit. ASEAN-WEN PCU sudah berjalan sejak tahun 2006 yang bertujuan untuk memfasilitasi dan mengkoordinasi sebagai implementasi dari ASEAN-WEN sesuai yang tertulis di dalam TOR. Adapun tugas dan kewajiban dari ASEANWEN PCU: 1.Koordinasi dan memfasilitasi bantuan teknis kepada negara anggota ASEAN-WEN dan satuan tugas Nasional mereka 2 Memberikan dukungan untuk ASEAN-WEN baik mengadakan seminar rapat, lokakarya, pertukaran dan program pelatihan; 3.Membuat dan mengelola website ASEAN-WEN; 4.Memfasilitasi pertukaran informasi antara negara-negara ASEAN; 5. Berkoordinasi dengan Sekretariat ASEAN, negara-negara anggota ASEAN, organisasi internasional dan lembaga donor untuk memfasilitasi dukungan teknis dan keuangan untuk pengembangan ASEAN-WEN ASEAN-WEN PCU tidak hanya berdiri sendiri. Mengacu pada Terms of Reference, PCU harus mempunyai 3 orang pekerja di dalamnya yang bertugas sebagai: 1. Koordinator program 2. Asisten Koordinator Program 3. Administrator Pertama kali ASEAN-WEN PCU dijabat oleh negara Thailand pada tahun 2006. Sedangkan Indonesia menjabat sebagai ASEAN-WEN PCU pada tahun 2007. Beberapa kerjasama ASEAN-WEN di skala regional yang dimulai pada tahun 2006 ialah: 1. CITES/CAWT Meeting, 20-21 November 2006, London, UK 2. EU CITES Wildlife Enforcement Group, 19 April 2007, Brussel 3. Coalition Against Wildlife Trafficking Side Event at CITES COP 14, 5 Juni 2007, Hague Tentunya di dalam kerjasama ASEAN-WEN tidak lepas oleh dukungan dan peran dari sekretariat ASEAN itu sendiri. Sebelumnya pada tahun 1998 ASEAN
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
23
telah mencanangkan apa yang disebut dengan ASEAN Vision 2020. ASEAN Vision membahas mengenai kerjasama yang dilakukan oleh antar negara ASEAN. “... untuk meningkatkan ketahanan pangan dan daya saing internasional produk pangan, pertanian dan hutan, untuk membuat ASEAN sebagai produsen terkemuka dari produk tersebut, dan untuk mempromosikan sektor kehutanan sebagai suatu model kehutanan, pengelolaan konservasi dan pembangunan berkelanjutan” Berikut merupakan salah satu kutipan mengenai program ASEAN untuk bekerjasama di dalam bidang kehutanan, konservasi dan pembangunan berkelanjutan. Sebelum tercetusnya ASEAN WEN, negara-negara ASEAN mengadakan pertemuan yang dinamakan Bali Concord II (2003). Pada saat itu dibentuk apa yang disebut dengan ASEAN Cultural Community 2020. Di dalam ASEAN Cultural Community terbagi menjadi : ASEAN Security Community, ASEAN Economic Community, dan ASEAN Socio-Cutural Community. Berawal dari ASEAN Socio-Cultural Community yang pada akhirnya terbentuk kerjasama ASEAN-WEN pada tahun 2006.
Gambar 3.3 Policy Framework : Bali Concord II
Sumber : Power Point Secretariat ASEAN 2007
ASEAN-WEN mempunyai apa yang disebut dengan support programme. Program ASEAN-WEN didukung oleh TRAFFIC, Wildlife Alliance, dan USAID. Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
24
Dukungan berupa pelatihan, dukungan finansial, dan observasi. Sebelum ASEAN-WEN dibentuk, institusi yang tergabung dalam support programme sudah melakukan observasi terhadap negara-negara ASEAN terlebih dahulu.
3.2 Role of Procedure 3.2.1 Blueprint for the ASEAN Sociocultural Community (2009-2015) Pada tahun 2009, dibentuk dengan apa yang disebut dengan ASEAN SocioCultural Community yang bertujuan untuk memberikan kontribusi dalam mewujudkan Komunitas ASEAN yang berorientasi pada masyarakat serta bertanggung jawab secara sosial dengan maksud untuk mencapai solidaritas dan persatuan antara masyarakat dan Negara-negara Anggota ASEAN. Dibentuknya forum ini
dengan tujuan membentuk identitas bersama dan membangun
masyarakat yang peduli dan berbagi secara inklusif dengan cara kesejahteraan, mata pencaharian, dan kesejahteraan masyarakat yang ditingkatkan. ASCC difokuskan pada pemeliharaan sumber daya manusia, budaya dan alam untuk pembangunan berkelanjutan di ASEAN harmonis dan berorientasi pada orang. ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) Blueprint. ASCC blueprint merupakan dimensi manusia dari kerja sama ASEAN dan menjunjung tinggi komitmen ASEAN untuk mengatasi aspirasi daerah untuk mengangkat kualitas hidup penghuninya. Tujuan dari ASCC yang dipertimbangkan untuk dicapai dengan menerapkan tindakan-tindakan nyata dan produktif yang berpusat pada rakyat dan bertanggung jawab secara sosial. Ini serangkaian kegiatan koperasi telah dikembangkan berdasarkan pada asumsi bahwa tiga pilar Komunitas ASEAN saling bergantung dan saling terkait dan bahwa keterkaitan yang penting untuk menjamin saling melengkapi dan kesatuan tujuan. The Blueprint ASCC diadopsi oleh para pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN ke-14 pada tanggal 1 Maret 2009 di Cha-am/Hua Hin, Thailand. ASEAN Socio-cultural Community 3.3 Promoting Environmental Sustainability 3.3.8 Nature Conservation and Biodiversity 3.3.8.1 Significantly reduce the current rate of loss of biological diversity by Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
25
2010 (WSSD Target) 3.3.8.3 Promote national and regional cooperation to address measures related to the cluster of
multilateral environmental agreements addressing
biological
diversity such as the Convention on Biological Diversity, the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora and the Ramsar Convention Di atas merupakan salah satu poin dari ASEAN Socio-cultural Community (ASEAN SCC)yang terkait dengan perlindungan keanekaragaman hayati dan pada akhirnya melahirkan ASEAN-WEN. ASEAN berkomitmen pada isu lingkungan serta wildlife trafficking yg juga termasuk sebagai transnational crime. ASEANWEN sendiri merupakan implementasi dari ASEAN SCC dan juga program yang memang berkaitan langsung dengan sekretariat ASEAN.
3.2.2 Role of Procedure of The ASEAN Wildlife Enforcement Network ASEAN – Wildlife Enforcement Network (ASEAN–WEN) merupakan suatu kerjasama antar negara ASEAN terkait penanggulangan kasus perdagangan tumbuhan dan satwa liar. Adapun role of procedure yang dibuat untuk mengatur berjalannya program kerjasama ASEAN-WEN tersebut. Program kerjasama ini mengadakan pertemuan per tahunnya dengan tuan rumah yang berganti setiap tahunnya. Pertemuan yang diadakan membahas bagaimana kasus kejahatan tumbuhan dan satwa liar di tiap negara dan apabila pertemuan tidak dapat diadakan maka tiap negara wajib untuk memberikan laporan. Laporan yang diserahkan kepada Ketua yang terpilih harus dibagikan kepada seluruh negara anggota agar terjadi pertukaran informasi yang jelas. Ketua, tuan rumah pertemuan, dan sekretariat ASEAN bertugas untuk menyusun draft dari program yang akan dijalankan serta menyatukan laporan dari tiap-tiap negara. Apabila dibutuhkan, observer dari Non ASEAN akan diundang untuk menghadiri pertemuan tahunan yang berasal dari kalangan akademisi maupun organisasi terkait. Dokumen dan laporan yang berkaitan dengan ASEAN-WEN sifatnya konfidensial dan dapat disebarluaskan sesuai dengan kesepakatan yang dibicarakan dalam pertemuan. Ketua ASEAN-WEN harus merepresentasikan dan Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
26
memberikan langsung kepada ASEAN Experts Group on the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (AEGCITES) menginformasikan kepada ASEAN Senior Officials on Forestry (ASOF), the Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC), the Coordinating Committee on Customs (CCC), the ASEAN Senior Officials on Environment (ASOEN) dan the Senior Officials Meeting of the ASEAN Ministers on Agriculture and Forestry (SOM-AMAF). Ketua dan Wakil Ketua ASEAN-WEN dipilih setiap setahun sekali dan berputar antar negara anggota. Sekretariat
ASEAN-WEN
terbagi
menjadi
dua,
yaitu
Programme
Coordination Unit dan organisasi pendukung. PCU merupakan sekretariat tertinggi dan wajib untuk mengatur serta mengawasi program ASEAN-WEN pada seluruh negara anggota. Organisasi pendukung
terdiri diantaranya ialah
INTERPOL, CITES, TRAFFIC, dan lainnya merupakan pihak-pihak yang membantu ASEAN-WEN seperti finansial maupun secara praktis. Di dalam kerjasama ASEAN-WEN ketika terdapat kasus maka pengadilan dilaksanakan tergantung menurut negara importir dan negara eksportir.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
27
BAB IV EFEKTIVITAS
KEGIATAN
INDONESIA
KERJASAMA
ASEAN-WILDLIFE
DALAM
ENFORCEMENT
NETWORK (REAKSI FORMAL DALAM MENANGGULANGI PERDAGANGAN SATWA LIAR DI TINGKAT ASEAN) Berdasarkan penelitian dan program kerjasama ASEAN sebelumnya, yaitu ASEAN Security Community dalam menanggulangi kasus terorisme, mempunyai kelemahan, yaitu tidak adanya hukum pengikat antara tiap negara. Sehingga, kerjasama tersebut berjalan sesuai dengan keaktifan dari negara-negara anggota. Dalam praktik kerjasama yang bersifat volunteering membuat kerjasama tidak dapat berlangsung secara efektif karena jalur pergerakan hanya berlangsung di negara-negara yang aktif saja. Kerjasama antar negara ASEAN sangat diperlukan tentunya bagi Indonesia karena perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia berkaitan dan melalui jalur-jalur negara ASEAN lainnya. Perdagangan satwa liar ilegal tidak hanya menjadi masalah masing-masing negara tetapi merupakan kejahatan yang bersifat transnasional (TRAFFIC, 2008). Kita dapati melalui gambar yang dipaparkan oleh ASEAN-WEN Workshop mengenai jalur penyelundupan satwa liar ilegal tersebut.
Gambar 4.1 Jalur Penyelundupan Satwa Liar Ilegal di ASEAN
Sumber: Power Point ASEAN-WEN Workshop Cebu, Philipines 2007 27 Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
28
Kerjasama ASEAN-WEN dapat dikatakan berbeda atau tidak hasilnya dengan kerjasama ASEAN sebelumnya dapat dilihat melalui aktivitasnya serta keaktifan setiap negara anggota. ASEAN-WEN sendiri sudah merancang pertemuan tahunan yang dimana negara terpilih sebagai tuan rumah pertemuan tahunan otomatis akan menjabat menjadi ketua program selama setahun Pertemuan tahunan dari ASEAN-WEN dilakukan secara berotasi dan ketua pertemuan tahunan tersebut merupakan tuan rumah pertemuan. Sehingga, apabila dilihat jadwal yang telah disusun maka setiap negara mendapatkan jatah menjadi tuan rumah sebanyak dua kali hingga tahun 2025. Indonesia sendiri, terpilih langsung menjadi ketua dari pertemuan tahunan serta tuan rumah untuk pertemuan pada tahun 2007. Di mana pada tahun 2007 merupakan rapat kedua dari ASEAN-WEN dan setelah dicanangkan dalam ASEAN Regional Action Plan. Sampai tahun 2012 sudah terllihat apa saja yang telah dilakukan oleh negara anggota diantaranya ialah baik itu pembentukan Komite Satuan Tugas Nasional, kerjasama bilateral antar negara, dan pengadaan pelatihan. Aktifitas-aktifitas yang dilakukan merupakan sebagai upaya setiap negara dalam penanggulangan kasus perdagangan satwa liar ilegal. Berikut di bawah ini adalah rekapitulasi aktivitas negara anggota ASEAN WEN dari tahun 2007-2012
Kamboja
Laos
Vietnam
Malaysia
Myanmar
Filipina
Singapura
Thailand
Brunei darussalam
Indonesia
Tabel 4.2 Rekapitulasi ASEAN-WEN Reports 2007 - 2012
Komite Satuan Tugas Nasional
Ya
Belum dibentuk
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Kerjasama internasional negara
6
2
2
1
1
8
1
2
1
4
Support programme
8
5
7
7
1
1
1
3
2
4
Pelatihan
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Konservasi
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Law enforcement
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
antar
Sumber : Kementerian Kehutanan, 2012 Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
29
Dilihat tabel 4.2, maka dapat dinilai Indonesia termasuk negara yang cukup aktif bersama-sama dengan Malaysia. Indonesia sendiri, terpilih langsung menjadi ketua dari pertemuan tahunan serta tuan rumah untuk pertemuan pada tahun 2007. Di mana pada tahun 2007 merupakan rapat kedua dari ASEAN-WEN dan setelah dicanangkan dalam ASEAN Regional Action Plan. Dirjen PPH Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, mengatakan bahwa Indonesia telah mengkontak dan bekerjasama dengan 17 institusi untuk bergabung dalam program ASEAN-WEN. Indonesia juga mendapatkan penghargaan dari ASEAN-WEN karena merupakan negara anggota yang aktif di dalam kegiatan ASEAN-WEN tersebut. Terlihat pada tahun 2007, yaitu tahun pertama setelah dibentuknya ASEAN-WEN, Indonesia cukup tanggap dalam mengimplementasikan apa yang menjadi suatu tuntutan yang telah dituliskan pada Role of Procedure sebelumnya dengan cara langsung membentuk Komite Satuan Tugas Nasional. Dibandingkan dengan negara Brunei Darussalam yang belum membentuk Komite Satuan Tugas Nasionalnya. Selain itu, dilihat dari bagan ASEAN-WEN Reports 2007, Indonesia juga langsung mengimplementasikannya hingga ke tingkat lapangan, yaitu dengan polisi hutan (Tiger Protection Units dan Rhino Protection Units) dan SPORC. Namun, apabila dibandingkan dengan Malaysia yang juga mengimplementasikannya dengan baik maka akan terdapat perbandingan apa yang telah dilakukan oleh kedua negara tersebut. Perbandingan antara Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya di dalam mengimplementasikan kerjasama ASEAN-WEN mempunyai banyak faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi di dalam kerjasama ASEAN tersebut ialah Undang-Undang yang berlaku di setiap negara, jaringan informasi, perjanjian ekstradisi, dan prosedur hukum (Mustofa, 2001). Faktor-faktor pendukung lainnya ialah ketika kerjasama ASEAN-WEN diimplementasikan oleh focal point masing-masing negara dan apakah sesuai dengan Role of Procedure yang telah ditulis.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
30
Gambar 4.3 Komite Satuan Tugas Nasional Malaysia
Sumber: Power Point Country Reports Malaysia 2007 – Annex 16
Bagan 4.3 merupakan susunan dari Komite Satuan Tugas Nasional Malaysia atau National Task Force. Dibandingkan dengan Indonesia, NTF Malaysia dikepalai oleh Komite Nasional CITES yang ialah Kementerian dan pengimplementasian di lapangan langsung dibawahi oleh tim dari MalaysiaWEN. Berbeda dengan Indonesia, Dirjen PPH berada bagian paling utama dan menjadi pusat dari Indonesia-WEN. Malaysia mempunyai ASU (Anti Smuggling Units) yang bertugas sebagai penanggulangan perdagangan satwa liar ilegal di lapangan. Berbeda dengan SPORC, ASU langsung dibawah komando Malaysia WEN sedangkan SPORC dibawahi oleh Kementerian Kehutanan.
Tabel 4.4 Jumlah Kasus Perdagangan Satwa Liar Ilegal 2010 - Malaysia
Sumber : Power Point Malaysia Reports 2010 – Annex 16 Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
31
Pada tahun 2010, Malaysia menemukan sebanyak 16 kasus. Terlihat dari tabel tersebut bahwa pihak mana saja yang ikut bertugas di dalam penangkapan perdagangan satwa liar ilegal. Dibandingkan dengan Malaysia, Komite Satuan Tugas Nasional Indonesia menemukan kasus-kasus perdagangan satwa liar ilegal dengan berkolaborasi antar institusi. Dapat dilihat melalui paparan data yang disajikan oleh kedua negara tersebut sebagai country reports per tahunnya.
Gambar 4.5 Komite Satuan Tugas Nasional Thailand
Sumber: Power Point Thailand Reports 2010 – Annex 17
Thailand mempunyai pengorganisasian yang lebih komplek dan lebih rapi. Dilihat dari tabel IV.5, alur informasi antar Komite Satuan Tugas Nasional terbagi menjadi Departement of Agriculture (Flora), Department of Fishery (Fauna), dan Department of National Parks, Wildlife and Plant Conservation (Fauna). Komite Satuan Tugas Nasional Thailand tidak hanya diikuti oleh Kementerian Kehutanan tetapi diikuti tiga kementerian terkait lainnya. Berbeda halnya dengan Vietnam, struktur Vietnam-WEN terlihat lebih kompleks. Vietnam mempunyai suatu badan yang disebut dengan market control. Pada market control di sini bertugas sebagai pengawas perdagangan satwa liar ilegal seperti salah satu contohnya produk-produk di pasaran yang mengandung bagian dari satwa liar tersebut. Berbeda dengan negara lainnya, Vietnam juga melibatkan badan apa yang disebut dengan Drug control – Border Army. Pada badan ini, bertugas sebagai pengawas perdagangan di bidang perbatasan. Lain Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
32
halnya dengan Indonesia yang bertugas ialah polisi hutan atau pun petugas bea cukai.
Gambar 4.6 Komite Satuan Tugas Nasional Vietnam
Sumber: Power Point Vietnam Reports 2011 – Annex 17
Di dalam pelaksanaannya, Indonesia dibantu oleh SPORC atau Satuan Polisi Reaksi Cepat (11 provinsi), Rhinoceros, Orangutan, and Tiger Poaching Units, Elephant Patrol Units, dan Wildlife Crime Units (Lampung dan Sumatera Utara). Pada tahun 2007, Indonesia menangkap kasus perdagangan satwa liar ilegal yang paling banyak ialah perdagangan trenggiling, penyu, kura-kura, orangutan, harimau (kulit dan tukang), sarang burung, dan burung. Selain itu didapati jalur perdagangan satwa liar tersebut, yaitu
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
33
Tabel 4.7 Jalur Perdagangan Satwa Liar Ilegal - Indonesia Matra
Wilayah Hukum
Laut
-Tembilah, Batam, Dumai -Aceh dan Belawan
Singapura, Malaysia , Hongkong Malaysia, Singapura
-Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua
Filipina, Hongkong,
India -Nunukan (Kalimantan Selatan) Darat
Tawau (Malaysia)
Jalur perbatasan di Kalimantan Barat
Serawak dan Sabah
(Transportasi Darat) Udara
Medan, Jakarta, Denpasar, Surabaya, Makassar
(Bandara Udara)
Sumber: Power Point Indonesia Reports 2007 – Annex 16
Dengan adanya penemuan ini, diharapkan akan mengurangi angka perdagangan satwa liar ilegal. Kementerian Kehutanan juga bekerjasama dengan insitusi lain seperti bea cukai dan Bareskrim dalam menanggulangi kasus ini. Sehingga operasi terhadap kasus ini bisa dapat diperketat khususnya pada jalurjalur yang dianggap vital seperti pelabuhan Berbeda dengan Filipina, pada implementasi di lapangan Filipina (National Anti-Enviromental Crime Task Force (NAECTAF) under Off. President dibantu oleh Task Force Wildlife (TFW). TFW ialah Wildlife Enforcement Officers yang terdiri dari pemerintah dan non pemerintah. Non pemerintah di sini ialah masyakat, organisasi masyarakat, dan lainnya. Selain dari implementasi di lapangan Indonesia juga mengadakan kerjasama bilateral maupun multilateral untuk memperkuat keamanan. Pertama kali setelah ASEAN-WEN dibentuk Indonesia membuat kerjasama bilateral terkait penyu (Hongkong dan Singapura), sisik trenggiling (Hongkong), dan Orang utan (Thailand, Vietnam, dan Malaysia). Kerjasama ini dibuat agar adanya pertukaran informasi yang efektif. Negara-negara tersebut merupakan negara yang cukup banyak terkait dengan perdagangan satwa liar ilegal baik importir maupun eksportir. Kesulitan yang terjadi ialah karena batas-batas negara merupakan yang cukup sering dilalui oleh pelaku dari perdagangan satwa liar ilegal tersebut. Selain itu, jalur masuknya keluar dan dalam negeri seperti bandara. Dengan adanya Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
34
kerjasama bilateral dan multilateral maka akan ada pertukaran informasi yang lebih intens, cepat, dan efektif. Brunei Darussalam mengadakan kerjasama trilateral dengan Indonesia dan Malaysia, yaitu Heart of Borneo pada tahun 2006. Kerjasama HoB mencakup konservasi wilayah Borneo serta perdagangan ilegal kayu dan satwa liar. Dibandingan Indonesia, Brunei Darussalam lebih sedikit mengadakan kerjasama baik bilateral maupun multilateral. Selain itu, Brunei Darussalam juga belum membentuk
Komite
Satuan
Tugas
Nasional.
Brunei
Darussalam
mengimplementasikan ASEAN-WEN hanya dengan melalui departemendepartemen yang berada pada Kementerian Kehutanan saja. Apabila dibandingkan, Malaysia terlihat lebih banyak mengadakan kerjasama bilateral dibandingkan dengan Indonesia. Namun, apabila dilihat melalui angka kasus yang tercatat di dalam country reports maka kasus yang ditemukan oleh Indonesia lebih banyak dibandingkan Malaysia. Pada tahun 2007 hanya tercatat 6 kasus sedangkan Indonesia tercatat 111 kasus. Dilihat dari apa yang telah dilakukan oleh Kementerian Kehutanan atau Indonesia-WEN dapat dikatakan sudah cukup maksimal. Salah satu faktor yang menentukan apakah efektif atau tidaknya ialah melalui data yang tercatat oleh Kementerian Kehutanan.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
35
Gambar 4.8 Kejahatan Hutan di Indonesia 2005-2010
Sumber : Power Point Indonesia Reports 2011 – Annex 9
Gambar 4.9 Status Kasus Perdagangan Satwa Liar Ilegal Yang Ditangani di Indonesia Tahun 2005-2010
Sumber : Power Point Indonesia Reports 2011 – Annex 9 Gambar 4.8 merupakan data kejahatan hutan yang tercatat oleh Kementerian Kehutanan. Angka kasus kejahatan wildlife crime pada tahun 2005 berjumlah 112 dan naik pada tahun 2006 berjumlah 133. Turun jumlah kasusnya setelah tahun 2007 dan seterusnya. Melalui data di atas dapat dikatakan kerjasama Indonesia-ASEAN WEN cukup berhasil. Informasi antar institusi, antar negara, dan organisasi pendukung berjalan efektif. Masih banyak faktor yang menjadi indikator apakah implementasi ASEAN-WEN berjalan dengan baik atau tidak. Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
36
Apabila dilihat melalui faktor law enforcement maka kasus yang sudah diputus pada tahun terakhir jumlahnya sangat berkurang dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Dengan melihat jumlah total kasus keseluruhan maka kasus yang tercatat jumlahnya memang sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tabel 4.9 Kasus Perdagangan Satwa Liar Ilegal di Indonesia Tahun 2011 (Sampai April 2011)
Sumber : Power Point Indonesia Reports 2011 – Annex 9 Tabel 4.9 adalah jumlah kasus yang tercatat hingga bulan April 2011. Di sini tercatat hanya 10 jumlah kasus yang terjadi. Dilihat dari barang-barang yang ditemukan maka paling banyak satwa atau produk satwa yang diperjualbelikan ialah kulit harimau dan trenggiling. Pada pelaporan tersebut terlihat bahwa belum ada kasus yang sampai ke putusan sidang. Terkadang barang bukti yang ditemukan contohnya di pelabuhan terdapat di dalam truk dan tidak ditemukan pemilikny
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
37
Tabel 4. 10 Kasus Perdagangan Satwa Liar Vietnam 2009-2010
Sumber : Power Point Vietnam Reports 2010 – Annex 18
Dibandingkan dengan Indonesia, angka kasus yang ditemukan oleh Vietnam jauh lebih sedikit dibandingkan Indonesia. Pada tahun 2009, angka kasus yang tercatat oleh Vietnam sebanyak 13 kasus sedangkan pada tahun 2010 sebanyak 6 kasus. Kasus yang tercatat dari tahun 2009-2010 terdapat 5 kasus yang didapat dengan kerjasama antar negara lain dan salah satunya ialah Indonesia. Dapat dikatakan bahwa kerjasama Indonesia-ASEAN WEN dinilai sangat efektif apabila hanya dilihat melalui jumlah kasus yang tercatat. Tetapi, terdapat kendala di dalam pencatatan setiap kasus karena pencantuman kasus terkadang Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
38
tidak detail. Perbandingan antar negara dapat diperbandingkan tetapi di dalam Kriminologi ada yang disebut dengan dark number. Di mana kasus yang tercatat merupakan kasus yang terlihat oleh tiap-tiap negara khusunya Indonesia. Angka penurunan kasus yang terjadi setiap tahunnya merupakan penilaian efektifitas itu berjalan. Selain itu, dilihat melalui upaya-upaya yang Indonesia lakukan terkait kerjasama ini juga terbilang cukup baik. Dilihat dari segi operasional, peran Indonesia terbilang aktif bersama-sama dengan negara lain. Kegiatan kerjasama ASEAN-WEN terlihat berhasil apabila dilihat dari keaktifan setiap negara anggota serta banyaknya kegiatan terkait dengan ASEAN-WEN setiap tahunnya. Namun, berlangsungnya penegakan hukum antar negara juga perlu diperhatikan. ASEANAPOL sebagai penegakan hukum di tingkat ASEAN, melakukan pelatihan kepada setiap penegak hukum negara anggota serta pengawasan. Sampai saat ini, kegiatan kerjasama ASEANWEN belum sampai pada tahap perjanjian ekstradisi dan pertukaran barang bukti. Salah satu kegiatan ASEAN-WEN pada bulan Juni tahun 2012 ialah merumuskan bagaimana pelaksanaan wildlife forensics bekerjasama dengan USAID dan lembaga penelitian Eijkman. Sampai saat ini belum terlihat bagaimana sistem di lapangan mengenai pertukaran barang bukti serta penyelidikan bersama terhadap suatu kasus.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
39
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan Kerjasama Indonesia-ASEAN Wildlife Enforcement Network (WEN) terbilang efektif karena banyaknya upaya yang telah dilakukan Indonesia, keaktifan Komite Satugan Tugas Nasional Indonesia sesuai Role of Procedure ASEAN-WEN, dan jumlah kasus perdagangan satwa liar ilegal di Indonesia yang berkurang setiap tahunnya. Dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan oleh Indonesia seperti kerjasama internasional, pembentukan Komite Satuan Tugas Nasional, pelatihan, dan kerjasama dengan organisasi pendukung. Terdapat kesulitan di dalam memperbandingkan data antar negara ialah karena adanya data yang tidak tercatat serta terdapat beberapa data yang tidak detail. Selain itu, data yang tercatat di country reports dengan data dari mentah terkadang beda tercatat jumlahnya walaupun tidak terlalu banyak. Peran Indonesia di dalam ASEAN-WEN sangat aktif. Namun, karena bersifat tidak mengikat antara ASEAN-WEN dengan negara-negara dan tidak ada punishment. Kerjasama yang dilakukan dapat diasumsikan ialah sangat bergantung kepada keaktifan negara tersebut. Namun dibandingkan kerjasama ASEAN di bidang terorisme maka kerjasama ASEAN-WEN lebih efektif karena bukan hanya Indonesia yang berperan aktif tetapi juga negara-negara lainnya. Namun, belum terlihat bagaimana kerjasama antar penegak hukum di dalam segi operasionalnya. Apabila dilihat dari jumlah kerjasama bilateral dan multilateral yang dilakukan oleh Indonesia, dapat dikatakan bahwa kerjasama internasional merupakan salah satu pendukung bagi upaya penanggulangan kasus perdagangan satwa liar ilegal. Perdagangan satwa liar ilegal yang merupakan Transnational Organized Crime mempunyai pergerakan internasional dengan mealui jalur-jalur yang digunakan untuk transpotrtasi serta perbatasan antar negara. Dengan kerjasama ASEN-WEN dapat dinilai cukup baik dan efektif karena mencoba memperkecil jumlah kasus yang terjadi setiap tahunnya serta mencegah pergerakan dari perdagangan satwa liar ilegal tersebut. Namun, perlu diadakan 39 Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
40
penelitian lebih lanjut lagi mengenai efektifitas kerjasama Indonesia-ASEAN WEN terhadap penangggulangan perdagangan satwa liar ilegal.
Dikarenakan
karena keterbatasan dari angka kasus per tahun yang terjadi di setiap negara maka pengkajian kurang mendalam. Peran Indonesia sendiri di dalam kegiatan ASEANWEN dapat dikatakan baik hanya dilihat melalui data yang tersajikan oleh country reports.
5.2 Saran Kerjasama ASEAN-WEN sudah berlangsung cukup baik karena adanya pertemuan tahunan dan support programme yang terus menerus diadakan sehingga setiap negara mencoba untuk terlibat dan mengikuti pelatihan yang diadakan oleh negara lain, badan internasional maupun ASEAN itu sendiri. Namun, setelah dilihat dari data yang dipaparkan di dalam country reports terdapat perbedaan data yang disajikan oleh setiap negara. Sehingga, menjadi sulit diperbandingkan karena tidak setiap negara melihatkan data kasus perkembangan di setiap tahunnya. Selain itu, kerjasama ASEAN-WEN akan lebih baik jika diikuti dengan kerjasama ekstradisi serta peraturan yang lebih mengikat. Selain itu, akan lebih baik apabila dibuat persamaan definisi dahulu masing-masing kasus dan tolak ukur dari barang bukti. Dipertambangkan juga mengenai paparan bagaimana antar penegak hukum beroperasi tidak hanya dengan pelatihan saja tetapi pada saat penanganannya.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
41
DAFTAR PUSTAKA
Buku Adil Najam, Mihaela Papa, dan Nadaa Taiyab. Global Environmental Governance : A Reform Agenda. Canada : IISD, 2006. Aditini, Hariyadi, et, al., ed. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. Indonesia : Seretariat Jenderal DPR Republik Indonesia, 2010. Alikodra, Hadi. Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan : Pendekatan Ecosophy bagi Penyelamatan Bumi. Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2012. Abadinsky, Howard. Organized Crime, Ninth Edition. USA : Cengage Learning, 2010. Atmasasmita, Romli. Globalisasi dan Kejahatan Bisnis. Jakarta : Kencana, 2010 Dina Siegel dan Hans Nelen. Organized Crime : Culture, Markets and Policies. Netherlands : Springer, 2008. Direktorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Kerjasama ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahatan Transnasional, Khususnya Penyalahgunaan Narkotika dan Obat-Obatan Berbahaya. Jakarta, 2010. Direkorat Jenderal Kerjasama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia. Kerjasama ASEAN Dalam Upaya Nasional Menuju Peran ASEAN Untuk Memerangi Terorisme Melalui Pemberantasan Pencucian Uang dan Penyelundupan Senjata. Jakarta, 2003. Gottschalk, Petter. Enterpreneurship and Organized Crime : Enterpreneurs in Illegal Business. USA : Edward Edgar Publishing, 2009. Hawin, Nurhayati, et, al., ed. Analisis Hukum : Teks Voluntary Partnership Agreement Antara Indonesia dan Uni Eropa. Jakarta : Kementerian Kehutanan, 2010. Howard, David. American Environmental Politics. USA: Nelson, 1998. O’Neil dan John. Ecology, Policy, and Politics : Human Well-being and The Natural World. New York : Routledge, 1993. Boyle, Godfrey. Renewable Energy : Power for a Sustainable Future, Second Edition. UK : British Library, 1996. Simpson, Sally. Corporate Crime, Law, and Social Control. USA : Cambridge University Press, 2002.
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
42
Schrerrer, Amandine. G8 Against Transnational Organized Crime. USA : Ashgate, 2009. Wilkins, Leslie. Consumerist Criminology. USA : Heinemann Educational Books, 1984.
Publikasi Lembaga ASEAN-WEN. An Introduction CITES. ASEAN-WEN. ASEAN-WEN Information Paper : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. ASEAN-WEN Support Programme : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Interpol Presentation : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. UNODC Presentation : ASEAN-WEN Report 2007. ASEANWEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Brunei Darussalam : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Cambodia : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Indonesia : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Malaysia : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Myanmar : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Philippines : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Singapore : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Thailand : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Vietnam : ASEAN-WEN Report 2007. ASEAN-WEN Meeting, 2007. ASEAN-WEN. Brunei Darussalam : ASEAN-WEN Report 2010. ASEAN-WEN Meeting, 2010 . Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
43
ASEAN-WEN. Cambodia : ASEAN-WEN Report 2010. ASEAN-WEN Meeting, 2010. ASEAN-WEN. Indonesia : ASEAN-WEN Report 2010. ASEAN-WEN Meeting, 2010. ASEAN-WEN. Malaysia : ASEAN-WEN Report 2010. ASEAN-WEN Meeting, 2010. ASEAN-WEN. Myanmar : ASEAN-WEN Report 2010. ASEAN-WEN Meeting, 2010. ASEAN-WEN. Philippines : ASEAN-WEN Report 2010. ASEAN-WEN Meeting, 2010. ASEAN-WEN. Singapore : ASEAN-WEN Report 2010. ASEAN-WEN Meeting, 2010. ASEAN-WEN. Thailand : ASEAN-WEN Report 2010. ASEAN-WEN Meeting, 2010. ASEAN-WEN. Vietnam : ASEAN-WEN Report 2010. ASEAN-WEN Meeting, 2010. ASEAN-WEN. Brunei Darussalam : ASEAN-WEN Report 2011. ASEAN-WEN Meeting, 2011. ASEAN-WEN. Cambodia : ASEAN-WEN Report 2011. ASEAN-WEN Meeting, 2011. ASEAN-WEN. Indonesia : ASEAN-WEN Report 2011. ASEAN-WEN Meeting, 2011. ASEAN-WEN. Malaysia : ASEAN-WEN Report 2011. ASEAN-WEN Meeting, 2011. ASEAN-WEN. Myanmar : ASEAN-WEN Report 2011. ASEAN-WEN Meeting, 2011. ASEAN-WEN. Philippines : ASEAN-WEN Report 2011. ASEAN-WEN Meeting, 2011. ASEAN-WEN. Singapore : ASEAN-WEN Report 2011. ASEAN-WEN Meeting, 2011. ASEAN-WEN. Thailand : ASEAN-WEN Report 2011. ASEAN-WEN Meeting, 2011. ASEAN-WEN. Vietnam : ASEAN-WEN Report 2011. ASEAN-WEN Meeting, 2011. ASEAN Blueprint (2010) Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
44
Artikel Jurnal Fitzmaurice, Malgosia. Public Participation in the North American Agreement on Environmental Cooperation. The International and Comparative Law Quarterly, Vol. 52, No. 2 (Apr., 2003), pp. 333-368 Lowenthal, Abraham. Toward Improving Cooperation in the Americas. Estudios Internacionales, Año 41, No. 160 (MAYO-AGOSTO 2008), pp. 121132Published Mackenzie, Simon. Transnational Crime, Local Denial. Social Justice, Vol. 34, No. 2 (108), Beyond Transnational Crime (2007), pp. 111-123 Penny Green, Tony Ward, dan Kirsten McConnachie. Logging and Legality: Environmental Crime, Civil Society, and the State. Social Justice, Vol. 34, No. 2 (108), Beyond Transnational Crime (2007), pp. 94-110 Schwartz, Scott. The Hapless Ecosystem: A Federalist Argument in Favor of an Ecosystem Approach to the Endangered Species Act . Virginia : Virginia Law Review (2009). White, Rob. Environmental Victims and Resistance to State Crime Through Transnational Activism. Social Justice, Vol. 36, No. 3 (117), Resisting State Criminality (2009-2010), pp. 46-60 Neal Shover dan Aaron S. Routhe. Environmental Crime. Crime and Justice, Vol. 32 (2005), pp. 321-371 Chau, Andrew. Security Community and Southeast Asia: Australia, the U.S., and ASEAN's Counter-TerrorStrategy. Asian Survey, Vol. 48, No. 4 (July/August 2008), pp. 626-649 Mustofa, Muhammad. Hukum dan Pembangunan : Kerjasama ASEAN Dalam Menanggulangi Kejahatan Pencucian Uang Lintas Negara. Depok : Fakultas Hukum Universitas Indonesia., 2001. Mustofa, Muhammad. Bilateral Cooperation between Indonesia and Malaysia in Combating Transnational Crime. Jurnal Hukum Internasional Volume 5 Nomor 3 April 2008.
Publikasi Elektronik BKSDA Bali. CITES. http://www.ksda-bali.go.id/ (Diakses 17 September 2012) Departemen Kehutanan. Executive http://www.dephut.go.id/files/EXECUTIVESUMMARY September 2012)
Summmary. (Diakses 17
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
45
Departemen Kehutanan. Executive http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/4866 September 2012)
Summary. (Diakses 17
Interpol. Kerjasama Kepolisian Dalam Memerangi Terorisme Internasional dan Kejahatan Transnasional. htttp://www.interpol.go.id/fr/legislation-et-ledroit/mou/laustralie/227-kerjasama-kepolisian-dalam-rangka-memerangiterorisme-internasional-dan-kejahatan-transnasional (Diakses 13 Januari 2013) Perum
Perhutani. Perdagangan Satwa Liar. http://perumperhutani.com/2011/09/perdagangan-satwa-liar-turun/ (Diakses 17 September 2012)
Seputar
Indonesia. Penyelundupan Telur Penyu. http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/418471/ (Diakses 17 September 2012)
TV
One News. Opsetan Harimau Sumatera. http://nasional.tvonenews.tv/berita/view/64162/2012/11/12/menteri_kehu tanan_bakar_258_satwa_sitaan_yang_diawetkan.tvOne (Diakses 17 September 2012)
Universitas Pendidikan Indonesia. Efektivitas Pembelajaran . http://repository.upi.edu/operator/upload/s_d055_0608691_chapter2.pdf (Diakses 6 November 2012) United
Nations on Drugs and Crime. Wildlife and Forest Crime. http://www.unodc.org/unodc/en/wildlife-and-forest-crime/index.html (Diakses 1 Oktober 2012)
\
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
46
Lampiran 1.2 Data Kasus Perdagangan Satwa Liar 2008-2012 Satwa/ Bagian Satwa
2008
2009
2010
Ayam Hutan (Ekor)
4
Biota Laut (Pcs)
39
Burung Emas (Ekor)
56
Burung Jalak (Ekor)
1
Burung Koakiao (Ekor)
1
Burung Cendrawasih (Ekor)
10
Burung Kasuari (Ekor)
1
Burung Bayan (Ekor)
1
Burung Kakaktua Jambul Kuning (Ekor)
5
Burung Nuri Merah Kepala Hitam (Ekor)
3
Burung Merak (Ekor)
5
Burung Elang Bondol (Ekor)
4
Burung Elang Tikus (Ekor)
2
Burung (Ekor)
16
Daging Trenggiling (Kotak)
2
Daging Lutung (Karung)
1
Daging Kera Abu-Abu (Karung)
1
Daging Babi Hutan (Kg)
18
Gading Gajah (Buah)
6
Harimau Opsetan (Buah)
4
Harimau (Ekor)
4
3
4
Kijang (Ekor)
1
2
2
Komodo (Ekor)
1
2011
2012
4
6
13
50
1
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
47
Ular Sanca (Ekor)
1
8
Kukang (Ekor)
10
22
Kulit Harimau (Lembar)
1
3
8
Kulit dan Daging Penyu Kering (Koli)
169
Macan Tutul (Ekor)
1
Landak (Ekor)
3
1
1
Lutung (Ekor)
1
15
Penyu (Ekor)
34
89
Telor Penyu (Butir)
14641
2498
Kucing Hutan (Ekor)
2
1
Musang Air (Ekor)
1
Buaya (Ekor)
1
2 1
3 6 21447
Burung Cucak Hijau (Ekor)
24
Burung Kutilang Mas (Ekor)
2
Tledean (Ekor)
4
Kirik-Kirik (Ekor)
4
Trocok (Ekor)
2
Bayan (Ekor)
2
3
Daging Babi (Kg)
18
40
Gajah (Ekor)
2
Kepala Kambing (Karung)
306
Kima (Ekor)
374
Koral (Buah)
182
Lobster (Ekor)
52
Cendrawasih Opsetan ((Ekor)
5
170
6
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
48
Elang Brontok (Ekor)
1
Burung Pelatuk (Ekor)
2
Buring Srigunting
1
Kulit Kijang (Lembar)
2
Kulit Trenggiling (Lembar)
1
Burung Julang Mas (Ekor)
20
Elang Ular Bido (Ekor)
1
Rusa (Ekor)
1
1
Trenggiling (Ekor)
201
96
Sisik Trenggiling (Kg)
70
4,6
Beruang Madu, Kangkareng Sulawesi, Buaya
7
Babi Hutan (Ekor)
2
Burung Kores dan Murai (Ekor)
17
Burung Enggang (Ekor)
1
Burung Tekukur
1
Burung Kelimbukan (Ekor)
1
Daging Rusa (Kg)
61
Tulang Harimau (Kg)
54,3
Ikan Hias (Ekor)
90
Orang Utan (Ekor)
1
Rusa Sambar (Ekor)
1
Janin Rusa (Ekor)
4
Rusa Timor (Ekor)
2
Burung Kakatua Tanimban (Ekor)
1
Burung Kakatua Seram (Ekor)
2
22
8
1
1
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
49
Ular (Ekor)
220
Burung Alap-Alap Tikus (Ekor0
1
Kucing Mas (Ekor)
2
Julang (Ekor)
10
Burung Hantu (Ekor)
1
Opset Trenggiling (Ekor)
2
Musang Air (Ekor)
2
Ikan (kg)
120
Burung C. Jenggot, Larwo, dan Tledekan (Ekor)
2
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
LAMPIRAN 1 Lampiran 1.1 Bagan ASEAN-WEN Reports 2007 Indonesia
-Komite Satuan Tugas Nasional Indonesia telah diinisiasi sejak tahun 2007 -Terdapat 17 institusi yang ikut bekerjasama dalam mengembangkan dan membangun Komite Satuan Tugas Nasional -Rhinoceros, Orangutan, and Tiger Anti Poaching Units; Elephant Patrol Units; Wildliife Crime Units (Lampung dan Sumatera Utara); SPORC (Satuan Polisi Reaksi Cepat: 11 Provinsi) -Wildlife Crime Investigation Course (Polisi dan USAID, 2007), Judiciary Workshop (Institusi Penegak Hukum, 2007), Sustainable Forest Operations (berlangsung 2 kali di 7 propinsi; kerjasama MoF dan polisi setempat), National workshop on wildlife crime in Indonesia (MoF-TRAFFIC, 2007) -Trenggiling, Penyu, Kura-kura, Orangutan, Harimau (kulit dan tulang), Sarang burung, dan Burung -Kerjasama bilateral terkait penyu (Hongkong dan Singapura), sisik trenggiling (Hongkong), dan Orang utan (Thailand, Vietnam, dan Malaysia)
Brunei Darussalam
-Komite Satuan Tugas Nasional belum dibentuk - Manajemen CITES diimplementasikan untuk koordinasi, administrasi, dan mengatur informasi serta aktivitas yang berkaitan dengan ASEAN-WEN - Seminar for Post Entry of The Plant and Animal Quarantine Unit, Department of Agricuture (Brunei Darussalam,2007), Seminar on “Learning From Each Other” (Hongkong, 2006) -Formulasi CITES terhadap legislasi nasional pada tahun 2007
Kamboja
-Mengadopsi Sub-Degree on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (2006), Mengadopsi Declaration on Wildlife Classification (2007), Terdapat 23 area dilindungi dan 7 area hutan yang dilindungi, Mengikuti Technical Working Group on Forest and Environment (TWG-F&E) yang diadakan oleh pemerintah dan pendonor - Mempersiapkan training course on Nature Crime Investigation in Sihanouk Ville (ASEAN-WEN Support Project dan California Department of Fish and Game funded USAID and WildAid), mempersiapkan training courses on Forest Crime Investigation and Documentation at Forest and Wildlife Training Center (FA-JICA) -Wildlife Crime Suppression Mobile Team (FA-WildAid), Phnom Tamao Zoological Garden and Wildlife Rescue Center (FA-WildAid, FTB, CTW), Cardamom Mountains, SWEC Cambodia (FA-CI, FFI, WildAid), Wilderness Protected Areas (FA- WWF), Mondukiri Protected Forests (FA- WCS), Ang Trapeng Tmar Sarus Crane Reserve (FA-WCS)
1
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia
2
-Kerjasama antara Kamboja dan Vietnam mengenai kehutanan, illegal logging, dan satwa di daerah perbatasan (2006), menjadi anggota dari East Asia and Pacific FLEG Laos
-Komite Satuan Tugas Nasional belum dibentuk -Berpartisipasi dalam 2th Great Mekong sub-region CITES Implementation and Enforcement Workshop (China, 2006), membuat training course on the implementation of CITES for Polices (intitusi dan staff kehutanan yang bertugas pada jalur internasional,2006), berpartisipasi dalam ASEAN-WEN Workshop on Task Force Development and Trans-boundary Cooperation, (2007) membuat training workshop on the Environmental crime and law enforcement for local staff (2007)
Malaysia
-Komite Satuan Tugas Nasional telah dibentuk -Mengontol daerah perbatasan dibantu oleh ASU (Anti Smuggling Units), melakukan kontrol terhadap restoran-restoran dan penjual satwa -Menemukan 2215 kepala ikan Veranus bengalensis yang akan dikirim ke China oleh 6 orang China dan 2 orang Malaysia (Polisi kelautan, 2006), menemukan 2488 ikan Veranus bengalensis dan 444 ular kobra yang akan dikirim ke Singapura (transit) oleh 2 orang Malaysia (2006), menemukan 137 trenggiling dari Malaysia yang akan dikirim ke Thailand (ASU, 2006), menemukan 288 kepala trenggiling (2006), menemukan 713 kepala ikan Veranus bengalensis (2007), menemukan 2400 kepala Ptyas mucosus (2007), menemukan 748 kepala ikan Veranus bengalensis (2007), menemukan 113 kepala trenggiling (2007), menemukan 404 kura-kura bintang India yang akan dikirim ke Peninsular Malaysia (2007) - Thailand – Wildlife enforcement meeting dengan Thailand CITES MA (Thailand, 2000), pertemuan dengan Vietnam CITES MA mengenai permit, China – pertukaran informasi, Hong Kong SAR - permit, exchange of trade information, India – pertukaran informasi intelijen
Myanmar
-Komite Satuan Tugas Nasional telah dibentuk - 6 orang pembunuh gajah liar ditangkap dan dipenjara (2006), 4 orang pemburu ditangkap dan dipenjara (2006), 180 ekor burung kakaktua dikembalikan ke habitatnya (2006), 1460 ekor ular dikembalikan ke habitatnya dan sebagian diberikan ke kebun binatang -Basic Training Course for Law Enforcement (Departemen Kehutanan, Kepolisian dan WCS (Myanmar Program), 2006), Wildlife conservation training (2006) - 1 st ASEAN-WEN workshop in Thailand (2006), 2nd Mekong river sub-regional workshop on wildlife trade and CITES implementation in China (2006), CITES law enforcement seminar in Hongkong (2006), ASEAN-WEN task force development of cross border co-operation meeting in Philippine (2007)
Filipina
-Komite Satuan Tugas Nasional telah dibentuk -mengadakan wildlife training di 14 daerah (2007), membuat workshop untuk implementasi di lapangan kepada penegak hukum (2007), mengadakan national Wildlife Crime Investigation Course (WCIC) yang disponsori oleh ASEAN-WEN Support Project dan PAWB (2006), mengikuti pelatihan untuk penegak
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
3
hukum dan pengacara (Filipina, 2007) -Bekerjasama dengan pemerintah Malaysia untuk melindungi lokasi sarang penyu, melakukan konsultasi lebih lanjut mengenai perdagangan ilegal kakaktua -Menemukan kasus perdagangan gading gajah yang dilakukan oleh Josephine Awa, menemukan kasus perdagangan internasional gading gajah yang dilakukan oleh Antonio Cruz, Cicero Remoroza, Erwin Lubiano, Sps. Vicente & Rosario Bernales, Bashier Rinavor, dan Camille Bianca Amparo Singapura
-Komite Satuan Tugas Nasional telah dibentuk -AVA mengadakan CITES enforcement training untuk petugas imigrasi, Checkpoints Atuthority (ICA), dan kepolisian, AVA dan ICA berpartisipasi dalam pelatihan yang diadakan oleh TRAFFIC (2007) -Menemukan 14 spesies tiram raksasa tanpa permit, menemukan 15kg kulit ular python tanpa permit, menemukan 2520 box kura-kura yang transit di Singapura tanpa permit, menemukan 632 kepala kura-kura jenis Armyda cartilanigea yang akan diimpor tanpa permit, menemukan 4000 buah kulit ular yang akan diimpor tanpa permit, menemukan 11 ekor burung kakaktua bermata biru yang akan diimpor dari Papua Nugini tanpa permit -Bekerjasama dengan CITES dan NGO untuk pertukaran informasi mengenai perdagangan satwa liar ilegal internasional
Thailand
-Komite Satuan Tugas Nasional telah dibentuk -Follow up dan kerjasama dengan CITES mengenai program Great APE (2007), pertemuan dengan kedutaan Indonesia terkait dengan 5 kasus Orangutan - Pertemuan bilateral dengan petugas perbatasan Thailand dan Malaysia (2007)
Vietnam
-Komite Satuan Tugas Nasional telah dibentuk - Promulgation of Inter-Ministerial Circular on applying the criminal law for forest and forest products management and protection (MARD - Public security Ministry - Ministry of Justice - Supreme procuracy -Supreme court (2007), penugasan di level sentral (2007), mengambil WidTraDB (Regional Wildlife Trade Database) dari TRAFFIC (2007) -Sejak Januari-April 2007 terdapat 312 kasus yang tertangkap dan ditangani
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
4
Bagan ASEAN-WEN Reports 2008 Indonesia
-ditemukan 150 kg trenggiling beku, 89 ekor burung kakaktua
Brunei Darussalam Kamboja
-ditemukan 3.500 buah telur kura-kura, 23.000 ekor kuda laut kering
Laos
-ditemukan 73 kg kadal, 16 kg ular
Malaysia
-ditemukan 222 ekor kadal, 1500 kg kulit trenggiling, 10 ekor trenggiling hidup, 100 lembar kulit ular
Myanmar Filipina
-ditemukan 3 ekor tarantula, 94 satwa dilindungi (kura-kura, kadal, burung elang, dan ular)
Singapura Thailand
-ditemukan 113 ekor trenggiling hidup, 6 ekor harimau yang sudah mati, 3 ekor macan
Vietnam
-ditemukan 17 ton trenggiling yang sudah mati, 1 ton ular, 4 ekor harimau, 7 beruang
Bagan ASEAN-WEN Reports 2009 Indonesia Brunei Darussalam Kamboja Laos Malaysia Myanmar Filipina Singapura Thailand Vietnam
-ditemukan sebanyak 6 ekor burung kakaktua, 30 ekor burung eksotik -ditemukan 8 ekor trenggiling yang sudah mati, 4 ekor ular kobra, 5 ekor kura-kura, tokek, babi hutan -ditemukan 27 kepala babi hutan, 54 ekor kucing hutan, 10 ekor monyet ekor panjang, 2330 ekor kadal, 319 ekor burung hantu, 164 buah kulit ular, 22 buah cakar beruang Malayan -ditemukan 1612 ekor ular, 850 ekor tokek, -ditemukan 3,5 ton gading gajah -ditemukan 50 buah sisik trenggiling, 6 ekor ikan arwana, 161 toko yang menjual produk harimau -ditemukan 1 ton gading gajah, 66 ekor trenggiling, 2 ekor harimau Bengali, 1 ekor macan, 4 box produk trenggiling -ditemukan produk satwa yang termasuk di dalamnya terdapat cula badak, gading gajah, kaki beruang, cakar macan
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
5
Bagan ASEAN-WEN Reports 2010 Indonesia
Brunei Darussalam
Kamboja
Vietnam
Laos
Malaysia
-CITES MA sebagai focal point bekerjasama dengan bea cukai untuk mengadakan pelatihan staff bea cukai dalam implementasi CITES dan investigasi wildlife trafficking, bekerja sama dengan NGO : LASA (kepemilikan harimau ilegal) dan Artha Graha Group (penyelamatan harimau di Tambling, Sumatera), bekerjasama dengan USDOC ICITAP terkait dengan polisi hutan -Law Enforcement Intelligence Training on Tiger Range States (CITES/INTERPOL), polisi hutan berpartisipasi dalam Demonstration Enforcement Ranger Training Course dan Workshop of Protected Area Protection and Enforcement Managers (Thailand), pertukaran informasi tentang penjualan tumbuhan dan satwa liar melalui INSW -Komite Satuan Tugas Nasional belum dibentuk tetapi pengaturan dari CITES sudah diimplementasikan -Pertemuan Heart of Borneo dengan Indonesia dan Malaysia terkait wildlife crime (Brunei, 2010), Protection and Enforcement Managers Workshop for Protected Areas (ASEAN Centre for Biodiversity dan Freeland Foundation, 2009), Regional Investigation Training Course (ASEAN-WEN PCU, INTERPOL, ASEAN-WEN Support Programme, 2010) -FA sebagai bagian pemerintahan dalam mengatasi isu wildlife trafficking telah mengimplementasikan Cambodia-WEN Coordination Unit (CWCU) sejak tahun 2010, CWCU telah mengimplementasikan dukungan finansial dari Wildlife Alliance (2010) -FA menangkap 100 produk satwa (2.126kg) hingga tahun 2010 -Vietnam Directorate of Forestry (DoF) memperkuat struktur pemerintahan dalam kehutanan - Department of Forest Inspection (DoFI) Laos and Forest Protection Department (FPD) Vietnam menandatangani MoU kerjasama dalam perlndungan hutan dan kontrol terhadap perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar (2009-2012) -Menandatangani MoU dengan Wildlife Conservation Society terkait biodiversitas dan perlindungan harimau -Vietnam MA bekerjasma dengan Departemen bea cukai untuk mengontrol perdagangan ilegal, Departemen Pengamanan Hutan menandatangi MoU dengan kepolisian, Departemen Pengamanan Hutan bekerjasama dengan INTERPOL untuk pertukaran informasi (2009) -Menemukan 1.282 kasus pada tahun 2009 dan 164 kasus pada tahun 2010 -Komite Satuan Tugas Nasional belum dibentuk -Mengkampanyekan isu wildlife trafficking pada saat SEA Games berlangsung -CITES (COP15) (Qatar, 2010) , Tiger Conservation Workshop (Nepal, 2009). the first AMC on Tiger Conservation (Thailand, 2010), the Executive Leadership Forum: Sharpening National Action Plans for Biodiversity and Tiger Conservation (USA, 2010) -Menemukan 52 kasus kejahatan (2010), bekerjasama dalam isu wildlife trafficking dengan 3 institusi pemerintahan, 11 badan nasional dan internasional, The DOFI Intelligence Information Management System telah dapat dioperasikan untuk mengidentifikasi pelaku kejahatan -Menemukan sebanyak 16 kasus dari April 2009-April 2010, mengadakan pertemuan kerjasama Bilateral antara Malaysia dengan Thailand Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
6
Myanmar Filipina
Singapura
Thailand
(2009) -Menemukan sebanyak 1146 ekor kura-kura, 893 ekor penyu , 51 ekor trenggiling and dan 332 kg sisik trenggiling, ular spp;1666 ekor hidup dan ekor mati+100kg, tokek 850 ekor, 5 buah gading gajah, 107kg kulit beruang, rusa, produk darii harimau -penghapusan Environmental Law Enforcement Task Force (ELEFT) -Biro bea cukai menemukan gading gajah sebanyak 4.861kg, team investigasi dari Tanzania datang untuk mengadakan kerjasama, sebanyak 11 kasus yang ditemukan terkait wildlife trafficking, sebanyak 1.341 satwa liar yang masih hidup akan diimpor ke Filipina via Indonesia, ditemukan sebuah website yang mengadakan lomba berburu di hutan Filipina -kerjasama antar institusi dengan imigrasi dan Checkpoints Authority of Singapore (ICA), Singapore Police Force (SPF) dan Biro beacukai Singapura -Ditemukan sebanyak 55 kantong yang berisi ikan arwana, 277 ekor kuda laut -Sebanyak 161 toko yang diinvestigasi oleh AVA, 26 toko ditemukan menjul produk-produk dari harimau, penjaga toko mengatakan membeli barang dari India, China, atau Indonesia, sebanyak 6 toko positif produknya mengandung DNA harimau, -Bekerjasama dengan TRAFFIC, Freeland Foundation, dan WWF -Ditemukan oleh biro beacukai sebanyak 316 gading gajah (2009) dan 239 gading gajah (2010), ditemukan oleh angkatan laut sebanyak 216 ekor kura-kura, 412 ekor ular, dan 65 ekor kadal air (2009)
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
7
Bagan ASEAN-WEN Reports 2011 Indonesia
Brunei Darussalam
Laos
Kamboja Malaysia Filipina Singapura Thailand Vietnam
-Pertemuan dan diskusi bilateral antara Indonesia-Vietnam mengenai wildlife law enforcement -SPORC: Ditemukan 37 kasus kejahatan satwa liar dimana 21 kasus dari mereka dituntut (56,7% dari total kasus). tindakan represif untuk menangkap smugler (kulit Harimau, Kepala rusa, kulit ular di Glodok (Jakarta Utara), tindakan represif untuk menangkap smugler Gading di Lampung, kasus yang dominan adalah tentang penyelundupan satwa yang dilindungi dan bagiannya seperti Trenggiling (daging dan sisik), Harimau (kulit), dan Penyu (telur); Kepolisian: 3 ton daging trenggiling dan 100 kg sisik trenggiling diselundupkan dari Indonesia ke Vietnam pada Desember 2010. Modus operasi: daging trenggiling dan sisiknya disembunyikan dalam kotak Ikan Beku.; Beacukai: menggagalkan upaya untuk menyelundupkan 2 Kuwait 40 Piton di koper mereka ke Dubai pada 28 Maret 2011 (Soetta),453.08 Kg daging trenggiling, 22,497.68 Kg kulit trenggiling yang ditangkap di Tanjung Priok, pada 20 Mei 2011. -15th CITES Conference of Parties (COP15) Meeting (Qatar,2000), 10th Meeting of the Convention on Biological Diversity (CBD) (Japan,2000), Inter-Territorial Meeting (Brunei,2000), Brunei Darussalam hosting 8th AEG-CITES (Brunei,2000) -6.578 telur kura-kura (2010), 252 telur kura-kura (2011) -Kerjasama ENV Vietnam dengan Canadian Wildlife Enforcement, bekerjasama dengan WWF terkait biodiversity project -penyu (3262 ekor hidup), trenggiling (54.4 kg dan 12 kepala), tokek (30 kepala), kucing hutan (1 kulit dan 3 potongan tubuh), ular (40 ekor hidup dan 30 box berisi kulit ular), gading gajah (76 buah), rusa (11 lembar kulit), monyet (14 pasang tulang), gajah (2 ekor hidup, 2 lembar kulit), beruang (8 buah kaki) -ditemukan sebanyak 279 kasus yang sampai ke pengadilan dan dihukum -ditemukan sebanyak 131 kasus pada tahun 2011 -bekerjasama dengan UNDP-GEF Grant (2010) -ditemukan 12 buah gading gajah diimpor dari China,1 box ikan arwana, sebanyak 26 toko yang menjual poduk dari harimau -ditemukan 14.000 satwa yang hidup dan 20.000 buah produk satwa (2010) -Vietnam dan Kamboja menandatangani MoU terkait dengan keamanan di jalur perbatasan (2011)
Universitas Indonesia
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
1
Efektivitas kegiatan ..., Mia Amelinda, FIB UI, 2013
Universitas Indonesia