UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENGARUH SIFAT FISIK-KIMIA SAMPAH TERHADAP REDUKSI VOLUME SAMPAH DAN KARAKTERISTIK AIR LINDI PADA BIOREAKTOR LANDFILL AEROBIK DAN ANAEROBIK
TESIS
GARY ALFRITS MUNTU ADAM 1006773856
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPOK JUNI 2015
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
INFLUENCE OF PHYSICAL-CHEMICAL WASTE PROPERTIES ON WASTE VOLUME REDUCTION AND LEACHATE CHARACTERISTICS OF AN AEROBIC AND ANAEROBIC BIOREACTOR LANDFILL
THESIS
GARY ALFRITS MUNTU ADAM 1006773856
FACULTY OF ENGINEERING ENVIRONMENTAL ENGINEERING STUDY PROGRAM DEPOK JUNE 2015
ii Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
25/FT.TL.01/TESIS/6/2015
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS PENGARUH SIFAT FISIK-KIMIA SAMPAH TERHADAP REDUKSI VOLUME SAMPAH DAN KARAKTERISTIK AIR LINDI PADA BIOREAKTOR LANDFILL AEROBIK DAN ANAEROBIK
TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar magister
GARY ALFRITS MUNTU ADAM 1006773856
FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN DEPOK JUNI 2015
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
25/FT.TL.01/TESIS/6/2015
UNIVERSITAS INDONESIA
INFLUENCE OF PHYSICAL-CHEMICAL WASTE PROPERTIES ON WASTE VOLUME REDUCTION AND LEACHATE CHARACTERISTICS OF AN AEROBIC AND ANAEROBIC BIOREACTOR LANDFILL
THESIS Proposed as one of the requirement to obtain a Master’s degree
GARY ALFRITS MUNTU ADAM 1006773856
FACULTY OF ENGINEERING ENVIRONMENTAL ENGINEERING STUDY PROGRAM DEPOK JUNE 2015
ii Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
:
Gary Alfrits Muntu Adam
NPM
:
1006773856
Tanda Tangan
:
Tanggal
:
22 Juni 2015
v Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
STATEMENT OF AUTHENTICITY
I declare that this thesis of one of my own research, and all of references either quoted or cited here have been mentioned properly
Name
:
Gary Alfrits Muntu Adam
Student ID
:
1006773856
Signature
:
Date
:
June 22nd, 2015
vi Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
HALAMAN PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : : : :
Gary Alfrits Muntu Adam 1006773856 Teknik Lingkungan Analisis Pengaruh Sifat Fisik-Kimia Sampah Terhadap Reduksi Volume Sampah Dan Karakteristik Air Lindi Pada Bioreaktor Landfill Aerobik Dan Anaerobik
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Studi Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Ir. G.S. Boedi Andari, M.Eng., Ph.D
(
)
Penguji 1
: Prof. Dr. Ir. Djoko M. Hartono, S.E., M.Eng. (
)
Penguji 2
: Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA
(
)
Penguji 3
: Ir. Irma Gusniani, M.Sc.
(
)
Ditetapkan di
:
Depok
Tanggal
:
22 Juni 2015
vii Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
STATEMENT OF LEGITIMATION
This thesis is submitted by Name Student ID Student Program Thesis Title
: : : : :
Gary Alfrits Muntu Adam 1006773856 Environmental Engineering Influence Of Physical-Chemical Waste Properties On Waste Volume Reduction And Leachate Characteristics Of An Aerobic And Anaerobic Bioreactor Landfill
Has been successfully defended before the Council Examiners and was accepted as part of the requirement necessary to obtain a Master of Engineering degree in Environmental Engineering Program, Faculty of Engineering, Universitas Indonesia.
EXAMINERS
Advisor
: Ir. G.S. Boedi Andari, M.Eng., Ph.D
(
)
Examiner 1
: Prof. Dr. Ir. Djoko M. Hartono, S.E., M.Eng. (
)
Examiner 2
: Dr. Ir. Setyo Sarwanto Moersidik, DEA
(
)
Examiner 3
: Ir. Irma Gusniani, M.Sc.
(
)
Defined in
:
Depok
Date
:
June 22nd, 2015
viii Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena hanya atas berkat dan kuasa-Nya lah, saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan sebaikbaiknya. Dalam proses pengerjaan tesis ini, saya menyadari ada banyak pihak yang turut membantu dan mendukung hingga akhirnya tesis ini dapat selesai. Maka dari itu, saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ir. Gabriel S.B. Andari K. M.Eng., Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan mendengarkan segala keluh kesah saya selama mengerjakan tesis ini. Terima kasih Bu, untuk semua motivasi dan pembelajaran yang luar biasa. 2. Orang tua dan seluruh keluarga besar saya yang telah memberikan semangat dan mendukung saya, baik itu secara materi maupun moral. 3. Adik saya tercinta, Gina Stephanie Yuliana Adam yang telah memberikan semangat dan mendoakan saya untuk bisa terus berjuang menyelesaikan tesis ini. 4. Afrizal Citra Pradana dan Eliza Sinta Theresia selaku teman satu tim lysimeter jilid 2. Terima kasih untuk kerjasamanya dan untuk semua pengalaman berbagi ilmu. Sukses terus untuk kita semua. 5. Geng Fast Track Lingkungan 2010 Tercinta; Fieneshia Sevita, Puspa Suparno, Dini Aryanti, Dwi Rahayu, dan Nur Aisyah. Terima kasih untuk semua energi positif, untuk semangat, dan perhatian kalian yang luar biasa. Sukses untuk kita semua ya guys! 6. Mbak Sri Diah dan Mbak Licka Kamadewi dari Laboratorium Teknik Lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada saya dalam perolehan data untuk tesis ini. 7. Perwakilan dari TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan yang telah memudahkan dalam proses pengambilan sampel untuk pengerjaan tesis ini.
ix Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
8. Teman-teman Sipil - Lingkungan Angkatan 2010. Terima kasih untuk semangat dan dukungan yang telah kalian berikan. Sukses untuk kita semua. 9. Sahabat-sahabat yang selalu siap sedia mendengarkan keluh kesah ; Maria Dian Kusumaningrum, Bunga Isti Rumonda Dondha Siagian, Katherine Vania, dan Melisa. Terima kasih untuk semua dukungan dan semangat yang telah diberikan selama proses pengerjaan tesis ini. 10. Segenap karyawan Departemen Teknik Sipil; Mbak Fitri, Mbak Dian, Bang Jali, dan Mas Hamid yang telah membantu dalam hal administrasi dan perizinan untuk penggunaan laboratorium. Akhir kata, semoga Tuhan Yesus Kristus senantiasa membalas segala kebaikan dan kemurahan hati semua pihak yang telah membantu saya. Besar harapan saya agar tesis ini boleh memberikan manfaat bagi banyak pihak. Depok, Juni 2015
Penulis
x Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini ; Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: : : : : :
Gary Alfrits Muntu Adam 1006773856 Teknik Lingkungan Teknik Sipil Teknik Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah yang berjudul : Analisis Pengaruh Sifat Fisik-Kimia Sampah Terhadap Reduksi Volume Sampah Dan Karakteristik Air Lindi Pada Bioreaktor Landfill Aerobik Dan Anaerobik beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media atau formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tesis saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Pada tanggal
: Depok : 22 Juni 2015
Yang menyatakan
(Gary Alfrits Muntu Adam)
xi Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
STATEMENT OF AGREEMENT OF FINAL REPORT PUBLICATION FOR ACADEMIC PURPOSES
As an civitas academica of University Of Indonesia, I, the undersigned : Name Student ID Study Program Department Faculty Type Of Work
: : : : : :
Gary Alfrits Muntu Adam 1006773856 Enviromental Engineering Civil Engineering Engineering Thesis
for the sake of science development, hereby agree to provide Universitas Indonesia Non-exclusive Royalty Free Right for my scientific work entitled : Influence Of Physical-Chemical Waste Properties On Waste Volume Reduction And Leachate Characteristics Of An Aerobic And Anaerobic Bioreactor Landfill together with the entire documents (if necessary). With the Non-exclusive Royalty Free Right, University Of Indonesia has rights to store, convert, manage in the form of database, keep and publish my final report as long as list my name as the author and copyright owner. I certify that the above statement is true. Signed at Date
: Depok : June 22nd, 2015
The Declarer
(Gary Alfrits Muntu Adam)
xii Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: : :
Gary Alfrits Muntu Adam Teknik Lingkungan Analisis Pengaruh Sifat Fisik-Kimia Sampah Terhadap Reduksi Volume Sampah Dan Karakteristik Air Lindi Pada Bioreaktor Landfill Aerobik Dan Anaerobik
Perlakuan aerasi dan resirkulasi air lindi yang diberlakukan pada bioreaktor landfill dapat mempengaruhi kualitas fisik kimia sampah dan air lindi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pengaruh perubahan sifat fisik-kimia sampah terhadap reduksi volume sampah, penyisihan nilai COD dan BOD5, dan perubahan konsentrasi logam berat antara lain logam Fe, Cd, Cu, Zn, Cr, dan Pb. Penelitian akan berlangsung selama 150 hari dan terbagi menjadi 3 tahap. Terdapat dua bioreaktor yang dioperasikan pada penelitian ini, yaitu bioreaktor aerobik dan anaerobik dengan sampel adalah sampah rumah tangga. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ketinggian sampah turun sebesar 63% untuk reaktor aerob dan 62% untuk reaktor anaerobik. Penyisihan nilai COD sebesar 99% terjadi pada reaktor aerobik dan 98% pada reaktor anaerobik. Perubahan konsentrasi logam berat dipengaruhi oleh perubahan pH air lindi dan perlakuan aerasi. Nilai rata-rata konsentrasi tiap logam berat yang diperoleh pada reaktor aerobik adalah 4,29 mg/L untuk logam Fe; 0,84 mg/L untuk logam Cr (VI); 0,12 mg/L untuk logam Cu; 0,04 mg/L untuk logam Cd; 0,77 mg/L untuk logam Zn; dan 0,11 mg/L untuk logam Pb. Sedangkan konsentrasi maksimum tiap logam pada reaktor anaerobik adalah 8,29 mg/L untuk logam Fe; 0,46 mg/L untuk logam Cr (VI); 0,09 mg/L untuk logam Cu; 0,04 mg/L untuk logam Cd; 0,79 mg/L untuk logam Zn; dan 0,10 mg/L untuk logam Pb. Konsentrasi tiap logam berat mulai stabil terhitung sejak hari ke-77 penelitian. Kata kunci : Bioreaktor landfill, sampah domestik, resirkulasi air lindi, aerasi, stabilisasi sampah, COD, BOD, logam berat
xiii Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
ABSTRACT Name Study Program Title
: : :
Gary Alfrits Muntu Adam Environmental Engineering Influence Of Physical-Chemical Waste Properties On Waste Volume Reduction And Leachate Characteristics Of An Aerobic And Anaerobic Bioreactor Landfill
Aeration mode and leachate recirculation affect waste and leachate characteristics. The objectives of this study were to observe the effect of physic and chemical waste properties on the reduction of waste volume, COD and BOD5 removal, and changes in heavy metals concentration, such as Fe, Cd, Zn, Cr, Cu, and Pb. This research was divided into 3 stages over 150 days. This research was carried out using 2 reactors containing household solid waste, namely aerobic and anaerobic bioreactor. Results showed that the height of waste for each reactor lift down 62%-63%, the COD percentage removal was 98% - 99%. Changing in concentration of heavy metals is affected by aeration and pH leachate. The average concentration of heavy metal obtained in the aerobic bioreactor was 4,29 mg/L for iron; 0,84 mg/L for chromium hexavalent; 0,12 mg/L for copper; 0,04 mg/L for cadmium; 0,77 mg/L for zinc; and 0,11 mg/L for lead. While the maximum concentration for each metal in the anaerobic reacotr was 8,29 mg/L for iron; 0,46 mg/L for chromium hexavalent; 0,09 mg/L for copper; 0,04 mg/L for cadmium; 0,77 mg/L for zinc; and 0,10 mg/L for lead. The heavy metals concentration were stabilized at day 77th. Keywords : Landfill bioreactor, household solid waste, leachate recirculation, aeration, waste stabilization,COD, BOD, and heavy metals concentration.
xiv Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ v STATEMENT OF AUTHENTICITY ................................................................ vi HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. vii STATEMENT OF LEGITIMATION .............................................................. viii KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ........................ xi TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS .............................. xi STATEMENT OF AGREEMENT OF FINAL REPORT PUBLICATION FOR ACADEMIC PURPOSES ......................................................................... xii ABSTRAK .......................................................................................................... xiii ABSTRACT ........................................................................................................ xiv DAFTAR ISI ........................................................................................................ xv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xviii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xix DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xxii BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Identifikasi Masalah ................................................................................... 4 1.3 Pertanyaan Penelitian ................................................................................ 4 1.4 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5 1.5 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5 1.6 Batasan Masalah......................................................................................... 6 1.7 Sistematika Penulisan ................................................................................ 6 1.8 Model Operasional Penelitian ................................................................... 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 9 2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan (State of The Art) .......................... 9 2.1.1 Perkembangan Bioreaktor Landfill ...................................................... 9 2.1.1.1 Sistem Aerobik dan Anaerobik ................................................... 9 2.1.1.2 Sejarah Bioreaktor Landfill Aerobik ........................................ 10 2.1.2 Pengaruh Sistem Aerasi Terhadap Stabilisasi Sampah ...................... 11 2.1.3 Pengaruh Aerasi Terhadap Penurunan Nilai COD............................. 13 2.1.4 Pengaruh Aerasi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Berat ..... 14 2.1.5 Penelitian Bioreaktor Landfill Skala Laboratorium ........................... 15 2.2 Kebaharuan Penelitian (Novelty)............................................................ 34 2.3 Dasar Teori ............................................................................................... 35 2.3.1 Landfill ............................................................................................... 35 2.3.2 Bioreaktor Landfill ............................................................................. 38 2.3.3 Proses Fisik Kimia Pada Bioreaktor Landfill..................................... 39 2.3.4 Air Lindi ............................................................................................. 41 2.3.4.1 Karakteristik dan Komposisi Air Lindi .................................... 43 2.3.4.2 Logam Berat Pada Air Lindi..................................................... 44 2.4 Hipotesa Penelitian ................................................................................... 48 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 49 xv Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
3.1 Strategi Penelitian .................................................................................... 49 3.2 Kerangka Berpikir ................................................................................... 49 3.3 Tahapan Penelitian................................................................................... 51 3.4 Variabel Penelitian ................................................................................... 54 3.5 Data Penelitian.......................................................................................... 55 3.6 Instrumen dan Populasi Penelitian ......................................................... 57 3.6.1 Perancangan Bioreaktor Landfill........................................................ 57 3.6.1.1 Penentuan Sistem Pemadatan ................................................... 61 3.6.1.2 Penentuan Sistem Aerasi .......................................................... 62 3.6.1.3 Resirkulasi Air Lindi dan Penambahan Air .............................. 63 3.6.2 Feedstock Sampah .............................................................................. 65 3.6.3 Instrumen Untuk Pengujian Data Penelitian ...................................... 66 3.6.4 Populasi Penelitian (Feedstock Sampah) ........................................... 68 3.6.5 Pengolahan Data Penelitian................................................................ 68 3.6.5.1 Prosedur Analisis Field Capacity.............................................. 69 3.6.5.2 Prosedur Analisis Rasio C/N .................................................... 69 3.6.5.3 Prosedur Analisis Logam Berat ................................................ 69 3.6.6 Analisis Statistik Data Penelitian ....................................................... 70 3.7 Lokasi Penelitian ...................................................................................... 71 3.8 Durasi Penelitian ...................................................................................... 73 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 80 4.1 Perancangan dan Pengisian Bioreaktor ................................................. 80 4.1.1 Perancangan Bioreaktor ..................................................................... 80 4.1.2 Pengisian Sampel Sampah ................................................................. 81 4.2 Analisis Deskriptif Parameter Fisik Sampah dan Air Lindi ................ 83 4.2.1 Analisis Penurunan Sampah Terhadap Waktu ................................... 83 4.2.2 Analisis pH Air Lindi Terhadap Waktu ............................................. 86 4.2.3 Analisis Temperatur Sampah Terhadap Waktu ................................. 88 4.2.4 Analisis Field Capacity Sampah Terhadap Waktu ............................ 90 4.2.5 Analisis Rasio C/N Sampah Terhadap Waktu ................................... 93 4.3 Analisis Deskriptif Penyisihan Kandungan Organik Pada Air Lindi . 95 4.3.1 Analisis Nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) ......................... 95 4.3.2 Analisis Nilai Chemical Oxygen Demand (COD) ............................. 96 4.3.3 Analisis Rasio BOD/COD.................................................................. 98 4.4 . Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Pengurangan Volume Sampah ............................ 100 4.5 Analisis Perubahan Konsentrasi Logam Berat Pada Air Lindi......... 106 4.5.1 Analisis Konsentrasi Logam Cu Pada Air Lindi .............................. 107 4.5.1.1 Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Cu Pada Air Lindi ........................................................................................ 107 4.5.1.2 Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu ............................................................................................ 110 4.5.2 Analisis Konsentrasi Logam Pb (Timbal) ........................................ 114 4.5.2.1 Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Pb .......... 114
xvi Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
4.5.2.2 Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb ............................................................................................ 117 4.5.3 Analisis Konsentrasi Logam Zn (Seng) ........................................... 121 4.5.3.1 Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Zn .......... 121 4.5.3.2 Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn ............................................................................................ 123 4.5.4 Analisis Konsentrasi Logam Cd (Kadmium) ................................... 127 4.5.4.1 Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Cd .......... 127 4.5.4.2 Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd ............................................................................................ 128 4.5.5 Analisis Konsentrasi Logam Fe (Besi) ............................................ 133 4.5.5.1 Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Fe ........... 133 4.5.5.2 Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe ............................................................................................ 135 4.5.6 Analisis Konsentrasi Logam Cr (Kromium) .................................... 139 4.5.6.1 Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Cr ........... 139 4.5.6.2 Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) .................................................................................... 141 4.5.7 Identifikasi Sumber Kandungan Logam Berat Pada Air Lindi ........ 145 4.6 Uji Independensi Parameter Fisik – Kimia Sampah dan Air Lindi .. 146 4.6.1 Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Fisik Sampah dan Air Lindi ................................................................................................. 147 4.6.2 Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Pencemar Organik Pada Air Lindi ........................................................................................... 149 4.6.3 Hasil Uji Independensi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Berat Pada Air Lindi .................................................................................. 150 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 152 5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 152 5.2 Saran ........................................................................................................ 153 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 154
xvii Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hasil dari Pengoperasian Fukuoka Method....................................... 11 Gambar 2.2 Grafik Rasio Penurunan Ketinggian Sampah.................................... 12 Gambar 2.3 Grafik Persentase Penurunan Muka Sampah .................................... 13 Gambar 2.4 Konsentrasi Logam Berat Zn, Fe, Cr, dan Cu Pada Bioreaktor Landfill .................................................................................................................. 14 Gambar 2.5 Konfigurasi Reaktor Penelitian Borglin et.al. ................................... 16 Gambar 2.6 Konfigurasi Reaktor Penelitian Zhongping et.al. .............................. 17 Gambar 2.7 Konfigurasi Reaktor Penelitian Sekman et.al. .................................. 18 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian ............................................................. 51 Gambar 3.2 Tahapan Penelitian Bioreaktor Landfill Aerobik .............................. 53 Gambar 3.3 Pipa PVC Ukuran 12” ....................................................................... 58 Gambar 3.4 Tampak Atas Reaktor ........................................................................ 60 Gambar 3.5 Desain Lysimeter ............................................................................... 61 Gambar 3.6 TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan ................................................ 66 Gambar 3.7 pH Meter ........................................................................................... 67 Gambar 3.8 Termometer Digital ........................................................................... 67 Gambar 3.9 Spektrofotometer DR – 2000 ............................................................ 68 Gambar 4.1 (a) Pengisian Kerikil; (b) Pengisian Material Sampah; ..................... 81 Gambar 4.2 Kondisi TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan .................................. 82 Gambar 4.3 Pengukuran Ketinggian Sampah dengan Menggunakan Meteran .... 84 Gambar 4.4 Grafik Penurunan Ketinggian Sampah Pada Tiap Reaktor ............... 84 Gambar 4.5 Nilai pH Air Lindi Pada Kedua Reaktor ........................................... 86 Gambar 4.6 Grafik Temperatur Sampah Pada Tiap Reaktor ................................ 89 Gambar 4.7 Volume Air Lindi yang Terbentuk Pada Kedua Reaktor .................. 91 Gambar 4.8 Nilai Field Capacity Sampah Pada Kedua Reaktor .......................... 93 Gambar 4.9 Rasio C/N Pada Kedua Reaktor ........................................................ 94 Gambar 4.10 Grafik Nilai BOD Pada Tiap Reaktor ............................................. 95 Gambar 4.11 Grafik Nilai COD Pada Tiap Reaktor ............................................. 97 Gambar 4.12 Rasio BOD5/COD Pada Kedua Reaktor.......................................... 99 Gambar 4.15 Konsentrasi Logam Cu di Air Lindi Pada Tiap Reaktor ............... 107 Gambar 4.16 Konsentrasi Logam Pb di Air Lindi Pada Tiap Reaktor ............... 115 Gambar 4.17 Konsentrasi Logam Zn di Air Lindi Pada Tiap Reaktor ............... 121 Gambar 4.18 Konsentrasi Logam Cd di Air Lindi Pada Tiap Reaktor ............... 127 Gambar 4.19 Konsentrasi Total Logam Fe di Air Lindi Pada Tiap Reaktor ...... 133 Gambar 4.20 Konsentrasi Logam Cr Heksavalen di Air Lindi Pada Tiap Reaktor ............................................................................................................................. 139
xviii Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Karakteristik Air Lindi Pada Bioreaktor ............................................... 15 Tabel 2.2 Laju Aerasi Penelitian Terdahulu ......................................................... 18 Tabel 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu .................................................................... 20 Tabel 2.4 Karakteristik Air Lindi di Landfill ........................................................ 43 Tabel 3.1 Variabel Penelitian ................................................................................ 54 Tabel 3.2 Data Penelitian ...................................................................................... 55 Tabel 3.3 Spesifikasi Pipa PVC ............................................................................ 57 Tabel 3.4 Keterangan Modifikasi Pipa PVC ......................................................... 58 Tabel 3.5 Detail Komponen Pipa Reaktor ............................................................ 59 Tabel 3.6 Detail Komponen Pengisi Reaktor........................................................ 60 Tabel 3.7 Data Curah Bulanan Stasiun FT-UI Depok 2003-2012 ........................ 64 Tabel 3.8 Frekuensi Penambahan Air ................................................................... 65 Tabel 3.9 Frekuensi Resirkulasi Air Lindi ............................................................ 65 Tabel 3.10 Sifat Korelasi Berdasarkan Nilai Koefisien Korelasi ......................... 70 Tabel 3.11 Jadwal Pra Penelitian .......................................................................... 73 Tabel 3.12 Jadwal Penelitian Bulan Desember Tahun 2014................................. 74 Tabel 3.13 Jadwal Penelitian Bulan Januari Tahun 2015 ..................................... 75 Tabel 3.14 Jadwal Penelitian Bulan Februari Tahun 2015 ................................... 76 Tabel 3.15 Jadwal Penelitian Bulan Maret Tahun 2015 ....................................... 77 Tabel 3.16 Jadwal Penelitian Bulan April Tahun 2015 ........................................ 78 Tabel 3.17 Jadwal Penelitian Bulan Mei Tahun 2015 .......................................... 79 Tabel 4.1 Karakteristik Fisik Awal Sampah ......................................................... 83 Tabel 4.2 Korelasi Antara Nilai BOD5 dan COD Air Lindi ............................... 100 Tabel 4.3 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah ............................................................................................. 102 Tabel 4.4 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah ............................................................................................. 104 Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah ............................................................................................. 105 Tabel 4.6 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah di Reaktor Aerobik ........................................... 105 Tabel 4.7 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah di Reaktor Anaerobik ....................................... 106 Tabel 4.8 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu ........................................................................................ 110 Tabel 4.9 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu ........................................................................................ 112 Tabel 4.10 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu ........................................................................................ 113
xix Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Tabel 4.11 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Di Reaktor Aerobik ..................................... 113 Tabel 4.12 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Di Reaktor Anaerobik ................................. 114 Tabel 4.13 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb ........................................................................................ 117 Tabel 4.14 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb ........................................................................................ 118 Tabel 4.15 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb ........................................................................................ 119 Tabel 4.16 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Di Reaktor Aerobik ..................................... 120 Tabel 4.17 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Di Reaktor Anaerobik.................................. 120 Tabel 4.18 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn ........................................................................................ 123 Tabel 4.19 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn ........................................................................................ 125 Tabel 4.20 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn ........................................................................................ 125 Tabel 4.21 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Di Reaktor Aerobik ..................................... 126 Tabel 4.22 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Di Reaktor Anaerobik ................................. 126 Tabel 4.23 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd ........................................................................................ 129 Tabel 4.24 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd ........................................................................................ 130 Tabel 4.25 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd ........................................................................................ 131 Tabel 4.26 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Di Reaktor Aerobik ..................................... 132 Tabel 4.27 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Di Reaktor Anaerobik ................................. 132 Tabel 4.28 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe ........................................................................................ 135 Tabel 4.29 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe ........................................................................................ 137 Tabel 4.30 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe ........................................................................................ 137 Tabel 4.31 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Di Reaktor Aerobik ...................................... 138
xx Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Tabel 4.32 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Di Reaktor Anaerobik .................................. 138 Tabel 4.33 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) ................................................................................ 142 Tabel 4.34 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) ................................................................................ 143 Tabel 4.35 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) ................................................................................ 144 Tabel 4.36 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Di Reaktor Aerobik .............................. 144 Tabel 4.37 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Di Reaktor Anaerobik .......................... 145 Tabel 4.38 Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Fisik Sampah.............. 147 Tabel 4.39 Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Pencemar Organik Air Lindi .................................................................................................................... 149 Tabel 4.40 Hasil Uji Independensi Terhadap Konsentrasi Logam Berat Air Lindi ............................................................................................................................. 150
xxi Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 – Data Penurunan Ketinggian Sampah ............................................ 158 Lampiran 2 – Data pH Air Lindi ......................................................................... 161 Lampiran 3 – Data Temperatur Sampah Reaktor Aerobik ................................. 164 Lampiran 4 – Data Kadar Air Dan Field Capacity Sampah ............................... 170 Lampiran 5 – Data Konsentrasi Logam Berat..................................................... 172 Lampiran 6 – Contoh Hasil Pengecekan Logam Berat Menggunakan AAS ...... 173 Lampiran 7 – Data Nilai COD Air Lindi ............................................................ 177 Lampiran 8 – Data Nilai BOD Air Lindi ............................................................ 178 Lampiran 9 – Data Rasio C/N Sampah ............................................................... 179 Lampiran 10 – Hasil Uji ANOVA ...................................................................... 180
xxii Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Setiap aktivitas manusia akan menghasilkan limbah yang pada umumnya akan dibuang karena dianggap sudah tidak memiliki nilai guna. Limbah yang dimaksud umumnya berbentuk padat, dan kata “limbah” menyatakan bahwa material tersebut sudah tidak memiliki nilai guna dan tidak dikehendaki keberadaannya. Limbah berbentuk padatan yang diproduksi dari kegiatan manusia dikenal dengan istilah sampah. Sampah didefinisikan sebagai bahan buangan berbentuk padat maupun semi padat yang berasal dari aktivitas manusia maupun hewan yang dibuang karena tidak memiliki manfaat bagi pemiliknya (Tchobanoglous, 1993). Keberadaan sampah tidak akan menjadi masalah ketika pengelolaan yang dilakukan tepat dan sesuai. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbesar di dunia berpotensi memproduksi sampah dalam jumlah besar. Dengan jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah 237.641.326 jiwa dan laju pertumbuhan penduduk yang berkisar 1,49% per tahunnya (BPS, 2014), maka Indonesia diperkirakan akan memproduksi sampah sebanyak 130 ton per hari (Kementerian Lingkungan Hidup, 2014). Produksi sampah yang terus meningkat tentu akan menjadi masalah besar ketika tidak diiringi dengan sistem pengelolaan yang baik. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 sebagai produk hukum yang mengatur pengelolaan sampah telah mengubah hierarki dari pengelolaan sampah. Sebelumnya, konsep “kumpul – angkut- buang” merupakan konsep yang diaplikasikan dalam pengelolaan sampah. Namun seiring dengan meningkatnya produksi sampah, konsep ini sudah tidak relevan untuk dilakukan. Dalam Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 disebutkan bahwa hierarki pertama dalam proses pengelolaan sampah adalah pengurangan sampah melalui upaya 3R. Selanjutnya, hierarki kedua dari pengelolaan sampah adalah penanganan sampah yang meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, hingga akhirnya berujung pada pemrosesan akhir sampah. Nyatanya, pelaksanaan
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
2
hierarki pengelolaan sampah ini masih jauh dari harapan. Sekitar 69,5% sampah yang dihasilkan dari sektor rumah tangga tetap langsung dibuang menuju ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sampah (Kementerian Lingkungan Hidup, 2008). Pembuangan sampah ke Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) merupakan cara pengelolaan sampah yang masih diandalkan di Indonesia. Dari total + 492 TPA yang ada di Indonesia, 99% diantaranya merupakan TPA yang bersifat open dumping (Kementerian Pekerjaan Umum, 2012). Pengoperasian TPA dengan sistem terbuka (open dumping) memberikan dampak negatif yang kompleks terhadap kondisi lingkungan di sekitar. Pengoperasian landfill dengan sistem terbuka tidak memperhatikan pengolahan lanjut terhadap air lindi yang terbentuk. Selain itu, pengoperasian landfill secara open dumping juga tidak memperhatikan emisi gas yang terbentuk akibat proses dekomposisi material organik pada sampah. Selain itu, pengoperasian TPA dengan sistem terbuka memerlukan banyak lahan untuk menampung setiap sampah yang masuk. Dengan tingginya volume sampah yang harus dibuang ke TPA, maka ketersediaan lahan TPA menjadi satu masalah yang harus dihadapi dalam hal pengelolaan sampah. Banyak daerah di Indonesia sulit mencari lahan yang sesuai untuk dijadikan sebagai lokasi pemrosesan akhir sampah. Hal ini juga dialami oleh Kota Depok yang saat ini hanya memiliki 1 TPA, yaitu TPA Cipayung. TPA Cipayung memiliki 3 buah kolam, yaitu kolam A, kolam B dan kolam C dengan luas masing-masing kolam adalah 2,1 Ha, 2,4 Ha dan 0,6 Ha (Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok , 2012). Hanya saja, ketersediaan lahan di TPA Cipayung untuk menampung sampah Kota Depok semakin terbatas. Dari 3 kolam yang ada, saat ini hanya tersisa 1 kolam yang dapat dipergunakan dan diprediksikan bahwa 1 kolam yang tersisa ini hanya mampu menampung sampah sampai pertengahan 2013, disebabkan area landfill yang sudah tidak memadai lagi. Masalah ketersediaan lahan ini sebenarnya dapat diatasi dengan mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA. Pengurangan jumlah sampah bisa dilakukan dengan melakukan pemilahan sampah sebelum sampah dibawa menuju ke TPA. Dengan dilakukannya pemilahan ini, maka selanjutnya dapat ditentukan pengolahan yang tepat untuk setiap jenis sampah yang dihasilkan. Namun, ada alternatif lain untuk mengatasi masalah keterbatasan lahan di TPA. Solusi tersebut
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
3
adalah dengan mempercepat proses stabilisasi landfill. Dengan demikian, TPA dapat menampung sampah dengan jumlah yang lebih banyak, karena proses degradasi dapat berlangsung lebih cepat. Opsi lain yang dapat dilakukan untuk menambah kapasitas landfill adalah dengan mempercepat proses stabilisasi landfill. Percepatan stabilisasi landfill dapat dilakukan dengan menerapkan konsep bioreaktor landfill, yaitu dengan melakukan proses resirkulasi air lindi. Bioreaktor landfill adalah landfill yang dikontrol dengan melakukan penambahan nutrisi, penyangga atau inokulum untuk mencapai tingkat kelembaban antara 40%-60%. Fungsi utama dari bioreaktor landfill adalah untuk mempercepat proses degradasi material organik pada sampah. Ada 3 tipe konfigurasi dari bioreaktor landfill yang dikenal, yaitu bioreaktor aerob, bioreaktor anaerob, dan bioreaktor hybrid. Pada bioreaktor aerob dilakukan proses injeksi udara kedalam bioreaktor untuk mendukung aktivitas dekomposisi aerobik dan mempercepat proses stabilisasi sampah. Sedangkan pada bioreaktor anaerob, proses biodegradasi berlangsung tanpa adanya keberadaan oksigen (USEPA, 2013). Proses aerasi yang diberlakukan pada bioreaktor landfill juga dapat mengurangi produksi air lindi, dan dapat mempercepat penurunan kadar material organik baik itu dalam sampah maupun air lindi (Sang et.al, 2008). Selain itu, proses aerasi juga dinilai mampu untuk mengurangi konsentrasi logam berat yang terkandung dalam air lindi (Hwidong et.al., 2011). Proses aerasi dan resirkulasi air lindi yang dilakukan pada sistem akan mempengaruhi kualitas sampah dan air lindi, baik itu secara fisik, kimia maupun biologis. Dengan adanya pengaruh ini, maka penting untuk mengetahui karakteristik dari sampah dan air lindi. Parameter fisik yang akan dipantau selama penelitian berlangsung adalah penurunan muka sampah, temperatur sampah, pH air lindi, dan field capacity sampah. Parameter kimia yang akan dipantau adalah nilai BOD dan COD pada air lindi. Air lindi yang dihasilkan oleh landfill berpotensi memiliki kandungan logam berat dengan konsentrasi tertentu (Bilgili et.al., 2007). Maka dari itu, pada penelitian ini juga akan dilakukan pengecekan konsentrasi logam berat seperti Fe, Cr, Cd, .
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
4
1.2 Identifikasi Masalah Produksi sampah yang terus meningkat menuntut adanya sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Pengoperasian TPA dengan menggunakan sistem open dumping mengakibatkan lahan yang diperlukan untuk pemrosesan akhr sampah meningkat. Keterbatasan lahan yang dapat dijadikan sebagai TPA mengakibatkan perlu dilakukan upaya percepatan proses stabilisasi sampah, sehingga umur landfill dapat diperpanjang. Konsentrasi pencemar organik dan logam berat pada air lindi yang cukup tinggi perlu diperhatikan. Perlakuan aerasi in-situ pada bioreaktor dinilai mampu mempercepat laju penurunan sampah, sehingga berpotensi untuk mengurangi waktu yang diperlukan untuk stabilisasi sampah (Borglin et.al., 2004). Secara keseluruhan, bioreaktor landfill yang dioperasikan secara aerob memberikan keuntungan lebih jika dibandingkan dengan landfill tradisional. Perolehan kembali ruang akibat stabilisasi landfill yang lebih cepat dan pengolahan air lindi secara insitu merupakan keuntungan yang diperoleh dari pengoperasian bioreaktor landfill secara aerob.
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah yang telah disebutkan sebelumnya, maka rumusan masalah yang akan diajukan untuk mengetahui dari penelitian ini, antara lain adalah : 1. Bagaimana hubungan dan pengaruh antara perubahan sifat fisik-kimia sampah (temperatur sampah, pH air lindi, rasio C/N, dan field capacity) terhadap reduksi volume sampah yang ditinjau dengan mengukur penurunan ketinggian sampah pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik? 2. Bagaimana hubungan dan pengaruh proses dekomposisi material organik terhadap konsentrasi pencemar organik yang ditinjau melalui pengukuran nilai BOD5 dan COD air lindi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik? 3. Bagaimana hubungan dan pengaruh antara perubahan karakteristik fisikkimia sampah dan air lindi (temperatur sampah, pH air lindi, rasio C/N, dan
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
5
field capacity) terhadap perubahan konsentrasi logam berat di air lindi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik? 4. Bagaimana pengaruh dari perlakuan aerasi terhadap kelarutan tiap logam berat pada bioreaktor landfill?
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Menganalisis hubungan dan pengaruh antara perubahan sifat fisik-kimia sampah (temperatur sampah, pH air lindi, rasio C/N, dan field capacity) terhadap reduksi volume sampah yang ditinjau dengan mengukur penurunan ketinggian sampah pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik 2. Menganalisis hubungan dan pengaruh proses dekomposisi material organik terhadap konsentrasi pencemar organik yang ditinjau melalui pengukuran nilai BOD5 dan COD air lindi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik. 3. Menganalisis hubungan dan pengaruh antara perubahan karakteristik fisikkimia sampah dan air lindi (temperatur sampah, pH air lindi, rasio C/N, dan field capacity) terhadap perubahan konsentrasi logam berat di air lindi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik. 4. Menganalisis pengaruh dari perlakuan aerasi terhadap kelarutan tiap logam berat pada bioreaktor landfill.
1.5 Manfaat Penelitian Dengan dilaksanakannya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain adalah : 1. Memberikan gambaran mengenai pengaruh perubahan sifat fisik-kimia sampah terhadap reduksi volume sampah yang terjadi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik. 2. Memberikan informasi terkait dengan pengaruh sifat fisik-kimia sampah terhadap perubahan karakteristik air lindi pada bioreaktor landfill aerobik dan anaerobik.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
6
3. Memberikan
informasi
terkait
kelebihan
dan
kekurangan
dari
pengoperasian bioreaktor landfill secara aerobik dan anaerobik.
1.6 Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian dilakukan dalam skala laboratorium. 2. Dalam penelitian ini akan dirancang dua buah reaktor, dimana satu reaktor merupakan reaktor kontrol (tidak diberikan perlakuan aerasi). 3. Feedstock yang akan digunakan sebagai sampel adalah sampah rumah tangga yang diperoleh dari TPS yang terletak di Jl. Raya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. 4. Komposisi sampah yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 70% sampah organik dan 30% sampah anorganik. Sampah anorganik hanya terdiri atas sampah kertas dan sampah plastik. 5. Akan dilakukan proses pencacahan terhadap sampel sampah yang digunakan. Ukuran sampah yang akan masuk ke dalam reaktor berkisar antara 15- 20 cm. 6. Metode pengisian sampah ke dalam bioreaktor dilakukan secara batch, agar dapat diketahui penurunan ketinggian sampah pada bioreaktor secara pasti. 7. Konsentrasi logam berat pada air lindi yang akan diukur adalah logam Cr, Zn, Cu, Cd, Pb, dan Fe. 8. Penentuan laju aerasi disesuaikan dengan kapasitas pompa udara yang tersedia. 9. Frekuensi aerasi diberlakukan setiap hari, namun proses aerasi tidak dilakukan
secara
kontinu
melainkan
dilakukan
secara
bertahap
(intermittent).
1.7 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I
PENDAHULUAN
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
7
Bab ini berisi latar belakang mengapa penelitian tersebut dilaksanakan, rumusan masalah apa saja yang akan diteliti dalam penelitian ini, tujuan dari pelaksanaan penelitian ini, manfaat dari penelitian ini, batasan penelitian, sistematika penulisan dan model operasional dari penelitian ini. BAB II
KAJIAN PUSTAKA Bab tinjauan pustaka berisi tentang penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini. Selain itu juga terdapat penjelasan mengenai kebaharuan dari penelitian ini, teori-teori dari aspek yang diteliti dalam penelitian ini, dan juga hipotesa dari penelitian ini.
BAB III
METODE PENELITIAN Bab metode penelitian berisi tentang strategi penelitian, kerangka berpikir penelitian, tahapan penelitian, variabel yang akan menjadi parameter penelitian, instrumen penelitian, prosedur penelitian yang meliputi prosedur persiapan dan prosedur pelaksanaan, teknik pengumpulan data, langkah-langkah analisis data baik itu secara deskriptif maupun statistik, lokasi pelaksanaan penelitian, dan waktu pelaksanaan penelitian.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN Bab hasil dan pembahasan berisi mengenai data yang diperoleh dari hasil pengamatan, disertai dengan analisis terhadap data tersebut. Selain itu, hasil data juga dibandingkan dengan teori yang terkait dengan objek penelitian tersebut.
BAB V
KESIMPULAN Bab kesimpulan berisi tentang kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis data. Selain itu juga terdapat saran terkait dengan penelitian tersebut.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
8
1.8 Model Operasional Penelitian
Resirkulasi Air Lindi dan Penambahan Air Sampah Rumah Tangga Komposisi Sampah : 70% Sampah Organik dan 30% Sampah Anorganik
Bioreaktor Landfill (Aerobik dan Anareobik)
Perlakuan Aerasi
Penyisihan Beban Pencemar Organik Pada Air Lindi
BOD5 COD
Perubahan Konsentrasi Logam Berat
Logam Fe, Cr, Cu, Pb, Zn, dan Cd
Pengurangan Volume Sampah
Laju Penurunan Sampah
Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
9
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan (State of The Art) 2.1.1 Perkembangan Bioreaktor Landfill Teknologi bioreaktor landfill merupakan teknologi pemrosesan akhir sampah yang efisien karena mampu mempercepat proses stabilisasi sampah. Konsep utama dari bioreaktor landfill adalah dengan memberikan perlakuan resirkulasi air lindi terhadap sampah yang ditimbun dalam landfill. Resirkulasi air lindi dinilai sebagai cara untuk mengurangi zat pencemar di dalam air lindi dan mampu meningkatkan potensi gas yang dihasilkan karena lindi memiliki kandungan organik yang tinggi. Saat ini, ide pengembangan bioreaktor landfill sangatlah beragam. Tidak hanya dengan memberikan perlakuan resirkulasi air lindi, namun berbagai jenis teknik lain juga dilakukan guna memberikan hasil yang efisien terhadap stabilisasi sampah. Beberapa teknik yang dilakukan antara lain dengan melakukan aerasi in situ, menambahkan lumpur dari waste water treatment plant, pretreatment sampah dengan melakukan pencacahan, dan melakukan variasi kompaksi terhadap sampah.
2.1.1.1
Sistem Aerobik dan Anaerobik Untuk meningkatkan umur landfill dan mengurangi biaya yang diperlukan
untuk mengolah air lindi, pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan menggunakan bioreaktor landfill. Bioreaktor landfill merupakan teknologi yang muncul sebagai bentuk usaha untuk meningkatkan laju biodegradasi sampah di landfill. Bioreaktor mengoptimasi kondisi yang ideal bagi mikroorganisme untuk mendegradasi material organik pada sampah. Pada bioreaktor aerobik dan anaerobik, air lindi yang dihasilkan akan diresirkulasi. Hal ini dilakukan untuk mendistribusikan ulang nutrien yang terkandung dalam air lindi guna mendukung kinerja mikroorganisme pada sistem. Pada bioreaktor anaerobik, penambahan air dapat mempercepat laju pembentukan gas metana yang jika dikelola dengan baik dapat dijadikan sebagai sumber energi baru. Sedangkan pada jika dilakukan penambahan udara kedalam
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
10
bioreaktor, maka kondisi aerobik atau mikroaerofilik akan terbentuk pada landfill. Laju biodegradasi material organik pada bioreaktor aerobik lebih cepat dan memiliki potensi untuk mengurangi waktu stabilisasi samaph dan mempercepat laju penurunan massa sampah pada landfill. Di sisi lain, penambahan udara kedalam sistem akan menghambat pembentukan gas metana. Pada bioreaktor aerobik, potensi reduksi oskidasi (redoks) ambien akan berubah dari yang semula bersifat negatif menjadi positif. Hal ini tentu saja akan berdampak terhadap spesiasi logam berat serta perpindahan dan juga penguraian senyawa organik yang terdapat dalam sampah. Kondisi aerob pada bioreaktor aerobik akan membatasi reaksi fermentasi, sehingga akan menghasilkan asam dalam jumlah yang banyak dan secara signifikan mengakibatkan penurunan nilai pH, mempengaruhi kelarutan, dan mempengaruh tingkat penyerapan terhadap kontaminan organik dan logam berat pada air lindi.
2.1.1.2
Sejarah Bioreaktor Landfill Aerobik Ide mengenai pengoperasian landfill secara aerobik telah diinvestigasi
secara sporadis sejak 30 tahun lalu. Ide ini pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat, bertempat di Santa Clara, California (Read et.al., 2001). Pelaksanaan ide ini merupakan proyek demonstrasi yang didanai oleh USEPA pada tahun 1969. Dalam pelaksanaannya, udara dipompa masuk kedalam landfill melalui saluran pengumpul air lindi. Dengan demikian, maka sampah yang ada di dalam landfill akan cenderung kering. Hal yang serupa juga dilakukan di Elmira, New York dan Ontario County, dan New York Wall dan Zeiss. Pelaksanaan teknik ini memberikan hasil yang menjanjikan, termasuk didalamnya untuk
mengurangi konsentrasi
pencemar pada air lindi. Tujuan utama dari pelaksanaan sistem aerobik adalah untuk mencapai kondisi optimum pada proses stabilisasi sampah melalui degradasi material organik secara aerobik. Keberhasilan dari tujuan pelaksanaan sistem aerobik dilihat dari laju stabilisasi material organik, penurunan konsentrasi kontaminan pada air lindi, pengurangan konsentrasi gas metana, dan penyusutan massa sampah. Kunci utama yang perlu diperhatikan dalam pengoperasian bioreaktor landfill aerobik adalah mengatur kondisi aerobik yang berlangsung pada sistem
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
11
secara tepat. Pengaturan ini meliputi kontrol terhadap temperatur sampah dan kadar air yang harus dijaga agar tetap berada dalam rentang yang sesuai. Pengaturan ini dilakukan dengan menyeimbangkan debit udara yang masuk dan debit air lindi yang diresirkulasi (Read et.al., 2001). Hal-hal yang perlu dipantau selama sistem aerobik berjalan adalah temperatur sampah, kadar air sampah, konsentrasi gas landfill yang terbentuk (CO2, O2, CH4). Sedangkan untuk pemantauan air lindi meliputi nilai pH air lindi, nilai konduktivitas, konsentrasi BOD5 dan COD, kadar logam berat, dan konsentrasi volatile organic compounds.
Gambar 2.1 Hasil dari Pengoperasian Fukuoka Method Sumber : Read et.al. (2001)
2.1.2 Pengaruh Sistem Aerasi Terhadap Stabilisasi Sampah Teknologi bioreaktor aerobik merupakan teknik yang mendukung prinsip lingkungan berkelanjutan. Menurut Giannis et.al. (2007), hasil dari pengoperasian bioreaktor secara aerob adalah adanya oksidasi fraksi organik sampah oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O, yang mana untuk organik nitrogen akan dimineralisasi menjadi NH4+. Jika dalam sistem terdapat oksigen terlarut, maka ion amonium akan dioksidasi kembali oleh bakteri nitrifikasi menjadi nitrat. Bioreaktor aerob dapat mempercepat proses penyisihan beban pencemar, mencapai kondisi optimum untuk stabilisasi sampah, dan mengurangi pembentukan gas metana. Menurut Asakura et.al. (2010), rasio oksigen dapat dijadikan sebagai parameter pengoperasian aerasi pada landfill, karena akan sangat berpengaruh terhadap kecepatan stabilisasi material organik yang terkandung dalam landfill. Sedangkan Sang et.al. (2009) menyatakan bahwa proses aerasi yang diberlakukan secara bertahap dengan aerasi yang dilakukan secara kontinu memberikan dampak yang berbeda terhadap laju stabilisasi sampah. Proses aerasi secara bertahap dinilai
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
12
lebih efektif untuk meningkatkan laju pengurangan volume sampah. Hal serupa juga dinyatakan oleh Lee et.al. (2002) yang menganggap bahwa perlakuan aerasi secara bertahap sedikit lebih efektif dibandingkan dengan perlakuan aerasi secara kontinu. Menurut Sekman et.al. (2011), kecepatan penurunan sampah di landfill dipengaruhi oleh komposisi sampah. Proses penurunan sampah dapat dibagi menjadi 3 fase. Laju penurunan sampah paling tinggi terjadi pada fase awal ketika sampah mengandung material organik dalam jumlah yang tinggi. Selama fase pertama, penurunan dipengaruhi oleh tekanan yang berasal dari berat sampah itu sendiri. Pada fase kedua, laju penurunan sampah terjadi cukup lambat dikarenakan semakin meningkatnya densitas dari sampah itu sendiri. Sedangkan pada fase kedua, penurunan sampah dipengaruhi oleh kecepatan degradasi material organik pada landfill. Selama fase ini, total volume landfill akan berkurang karena adanya proses dekomposisi material organik. Penurunan sampah pada fase ketiga terjadi akibat adanya proses degradasi sampah yang berlangsung relatif lambat. Pada fase ini, sampah secara berangsur-angsur akan terstabilisasi dan penurunan yang dapat dipantau semakin lama akan semakin kecil.
Gambar 2.2 Grafik Rasio Penurunan Ketinggian Sampah Sumber : Sekman et.al. (2011)
Menurut Zhongping et.al. (2010), Laju penurunan sampah merupakan indeks yang dapat digunakan untuk menggambarkan stabilisasi landfill. Laju penurunan sampah juga digunakan untuk mengukur efek aerasi terhadap
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
13
biodegradasi sampah. Proses deposisi sampah akan dipengaruhi oleh perpindahan air dan gas yang terdapat dalam landfill. Dari hasil penelitian Zhongping et.al. (2010) terlihat bahwa frekuensi aerasi mampu memberikan pengaruh terhadap penurunan muka sampah. Dengan memberikan 2 jam perlakuan aerasi berbanding dengan 6 jam tanpa perlakuan aerasi, hasil penurunan muka sampah terjadi lebih cepat dibandingkan dengan selalu melakukan aerasi. Penurunan muka sampah hingga hari terakhir penelitian mencapai 70% dari ketinggian awal sampah.
Gambar 2.3 Grafik Persentase Penurunan Muka Sampah Sumber : Zhongping et.al. (2010)
2.1.3 Pengaruh Aerasi Terhadap Penurunan Nilai COD Penerapan aerasi in situ pada bioreaktor mengakibatkan proses konversi karbon berjalan lebih cepat. Hal ini akan menyebabkan nilai COD pada reaktor aerobik lebih kecil dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Selama proses degradasi aerobik berlangsung, senyawa organik yang bersifat kompleks akan diurai menjadi senyawa organik sederhana oleh mikroorganisme dengan menggunakan enzim. Senyawa organik yang telah terurai ini akan terus dipecahkan menjadi molekul yang sangat sederhana oleh bakteri aerob, hingga akhirnya membentuk karbon dioksida, air, nitrat, dan sulfat. Variasi konsentrasi COD pada reaktor aerobik berbeda dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Dimana pada reaktor aerobik, penurunan nilai COD berlangsung stabil. Sedangkan pada reaktor anaerobik terjadi beberapa kali peningkatan nilai COD pada awal tahap. Hal ini terjadi karena selama profase masih terdapat oksigen dalam reaktor anaerobik. Namun seiring dengan berjalannya
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
14
penelitian, oksigen yang terdapat dalam sampah mulai habis, dan proses degradasi anaerobik mulai berlangsung pada sistem tersebut. Molekul organik kompleks yang telah diuraikan menjadi molekul organik sederhana akan larut dalam air lindi, yang akhirnya menyebabkan konsentrasi nilai COD meningkat (Qifei et.al., 2008).
2.1.4 Pengaruh Aerasi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Berat Menurut Hwidong et.al. (2011), faktor yang paling mempengaruhi keberadaan logam berat pada air lindi adalah nilai pH pada landfill. Selain pH, volume air yang ditambahkan ke dalam sistem juga akan mempengaruhi kondisi oksidasi yang pada akhirnya akan mempengaruhi konsentrasi logam berat. Pada bioreaktor aerobik, konsentrasi rata-rata logam berat untuk Cu, Fe, dan Zn terlihat lebih besar pada fase asam dibandingkan dengan fase akali. Untuk bioreaktor anaerobik, konsentrasi logam yang dominan pada fase asam adalah Cr. Kondisi aerobik memiliki potensi untuk meningkatkan kelarutan beberapa jenis logam, seperti Al, Cr, Cu, dan Pb. Flyhammar et.al. (1999) menyatakan bahwa mobilitas logam berat akan meningkat seiring dengan landfill yang semakin lama semakin teroksidasi. Hal ini dapat dibuktikan oleh reaksi kompleks yang terjadi antara logam berat dengan senyawa organik terlarut.
Gambar 2.4 Konsentrasi Logam Berat Zn, Fe, Cr, dan Cu Pada Bioreaktor Landfill Sumber : Hwidong et.al. (2011)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
15
Berikut ini merupakan karakteristik air lindi pada bioreaktor landfill baik yang dioperasikan secara aerob maupun anaerob. Tabel 2.1 Karakteristik Air Lindi Pada Bioreaktor Bioreaktor Aerob Parameter
Fase Asam
4,5 - 7,0 pH 6.000 - 70.000 COD (mg/L) 3.000 - 50.000 BOD (mg/L) Alkalinitas (mg/L CaCO3) 500 - 14.000 Amonia 30 - 300 (mg/L) 0 - 200 Sulfida (mg/L) Kandungan Logam Berat (mg/L) - Aluminium 0.4 - 10.9 - Arsen 0.01 - 1.01 - Kromium 0.02 - 0.20 - Tembaga 0.10 - 25.65 - Besi 1.50 - 1.90 - Timbal 0.01 - 1.70 - Seng 5.50 - 270
Fase Alkali
Bioreaktor Anaerob Fase Fase Asam Metanogenesis
7,0 - 9,2 200 - 9.000 5 - 3.000
4,5 - 7,0 40.000 - 80.000 18.000 - 60.000
7,0 - 7,9 7.000 - 45.000 700 - 18.000
50 - 2.400
13.000 - 18.000
9.000 - 15.000
10 - 450 100 - 1.200
100 - 1.600 50 - 600
700 - 1.500 700 - 2.800
3.5 - 16.6 0.13 - 0.90 0.10 - 0.45 0.60 - 5.60 0.90 - 8.10 0.01 - 0.10 2.55 - 16.80
0.03 - 2.10 0.25 - 3.20 0.01 - 0.45 0.004 - 0.06 12.10 - 600 0.003 - 0.12 6.4 455.50
0.03 - 0.50 0.20 - 0.70 0.02 - 0.20 0.004 - 0.10 5.60 - 330 0.003 - 0.05 2.80 - 67.40
Sumber : Hwidong et.al. (2011)
2.1.5 Penelitian Bioreaktor Landfill Skala Laboratorium Menurut Giannis et.al. (2007), bioreaktor landfill merupakan teknik pemrosesan akhir sampah yang mampu memberikan kondisi yang ideal bagi mikroorganisme untuk mendekomposisi material organik dalam sampah dan mempercepat proses stabilisasi sampah. Pada bioreaktor aerobik dan anaerobik, resirkulasi air lindi dapat meningkatkan kelembaban dalam landfill sekaligus menyediakan nutrien dan enzim yang diperlukan oleh mikroorganisme. Jika volume resirkulasi air lindi yang diberikan terhadap sistem terlalu banyak, maka akan muncul permasalahan seperti penyumbatan akibat terlalu banyaknya volume air dalam sistem dan terbentuknya kondisi asam yang dapat menghambat reaksi biologis dan kimia dalam sistem.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
16
Strategi untuk mendesain dan mengoperasikan bioreaktor landfill sangat bergantung terhadap beberapa faktor, diantaranya adalah faktor ekonomi, iklim, lingkungan, dan status politik dari wilayah sekitar. Untuk memahami perbedaan antara bioreaktor aerobik dana anaerobik, diperlukan beberapa informasi terkait dengan laju pembentukan metana dan kecepatan respirasi aerob. Berbagai jenis penelitian mengenai bioreaktor landfill telah dilakukan. Setiap penelitian memiliki konfigurasi reaktor yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan oleh Borglin et.al. (2004) menggunakan reaktor yang berbentuk heksagonal. Volume bioreaktor adalah 200 L, sedangkan ketinggian bioreaktor adalah 0,55 m dan lebar bioreaktor adalah 0,71 m. Massa sampah yang dimasukkan kedalam bioreaktor adalah 30 kg. Sampah yang akan dimasukkan kedalam bioreaktor dicacah terlebih dahulu hingga mencapai ukuran 5 cm. Komposisi sampah yang masuk kedalam bioreaktor didominasi oleh sampah kertas sebanyak 25,7%. Selain itu, terdapat pula sampah makanan sebanyak 16,2%, sampah logam 9,6%, sampah kaca 11,4%, sampah plastik 10,8%, sampah taman 12,2%, dan jenis sampah lainnya (seperti kain, karet, dan kayu) 10,5%. Eksperimen dilaksanakan selama 400 hari. Menurut Borglin et.al. (2004), Parameter kunci dalam mengoperasikan bioreaktor aerob adalah menentukan laju aerasi dan volume air lindi yang diresirkulasi. Air lindi yang diresirkulasi sebesar 20 mL/menit. Laju aerasi yang diberlakukan pada sistem sebesar 1,3 L/menit atau setara dengan 6,5 L/menit/m3 sampah yang dimasukkan kedalam reaktor.
Gambar 2.5 Konfigurasi Reaktor Penelitian Borglin et.al. Sumber : Borglin et.al. (2004)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
17
Penelitian mengenai bioreaktor landfill yang dilakukan oleh Zhongping et.al. (2010) menggunakan reaktor dengan bentuk tabung. Bioreaktor dirancang dengan menggunakan pipa PVC dengan diameter 315 mm, dengan ketinggian 1.000 mm. Massa sampel yang dimasukkan kedalam reaktor adalah 30 kg, dengan densitas akhir sampah sebesar 550 kg/m3.
Gambar 2.6 Konfigurasi Reaktor Penelitian Zhongping et.al. Sumber : Zhongping et.al. (2010)
Pada penelitian Zhongping et.al. (2010) terdapat variasi terhadap frekuensi aerasi. Ada 3 reaktor yang digunakan dalam penelitian, dimana untuk reaktor 1 dioperasikan dengan perbandingan antara waktu perlakuan aerasi dengan waktu tanpa perlakuan aerasi adalah 2 jam berbanding 10 jam. Sedangkan pada reaktor 2, perbandingan antara waktu perlakuan aerasi dengan waktu tanpa perlakuan aerasi adalah 2 jam berbanding 6 jam. Dan untuk reaktor 3 merupakan reaktor yang selalu diberikan perlakuan aerasi. Jumlah oksigen yang disuplai kedalam sistem memiliki volume yang sama setiap harinya. Sedangkan Sekman et.al. (2011) menggunakan reaktor berbentuk silinder dengan diameter reaktor adalah 40 cm dan memiliki ketinggian sekitar 100 cm. Penelitian akan dilakukan selama 150 hari. Laju aerasi yang diberikan kepada tiap reaktor berbeda-beda, dengan rentang laju aerasi sebesar 0,1 – 1,0 L/menit-kg sampah dengan diameter pipa aerasi yang digunakan adalah 1 cm dan ketinggian pipa aerasi adalah 40 cm. Komposisi utama sampah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampah organik dengan persentase sebesar 44%.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
18
Gambar 2.7 Konfigurasi Reaktor Penelitian Sekman et.al. Sumber : Sekman et.al. (2011)
Berikut ini merupakan rangkuman penelitian terdahulu mengenai laju aerasi yang diberlakukan pada bioreaktor landfill. Tabel 2.2 Laju Aerasi Penelitian Terdahulu No
Peneliti
Judul Penelitian The Effect of Aeration Position on The Spatial Distribution and Reduction of Pollutants in The Landfill Stabilization Process - a Pilot Scale Study A Review of Aerobic Biocell Research and Technology Enchancing Aerobic Bioreduction Under Controlled Conditions in a Municipal Solid Waste Landfill Thorugh The Use of Injection and Water Recirculation
Kuantitas Aerasi
1
Xiaoli et.al. (2012)
2
Bernreuter, et.al. (1999)
3
Smith et.al. (2000)
4
Kim dan Yang (2002)
A Novel Design For Anaerobic COD and Nitrogen Removal From Leachate in a Semiaerobic Landfill
0,003 L/menit-kg Sampah
5
Ishigaki et.al. (2003)
Application of Bioventing to Waste Landfill for Improving Waste Settlement and Leachate Quality - a Lab Scale Model Study
0,8 L/menit-kg Sampah
6
Cossu et.al. (2003)
7
Borglin et.al. (2004)
The PAF Model : an Integrated Approach for Landfill Sustainability Comparison of Aerobic and Anaerobic Biotreatment of Municipal Solid Waste
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
0,2 L/menit-kg sampah
0,5 L/menit-kg sampah
0,0002 L/menit-kg Sampah
0,17 L/menit-kg Sampah
0,04 L/menit-kg Sampah
Universitas Indonesia
19
No
Peneliti
8
Giannis et.al. (2008)
9
Sang et.al. (2008)
10
Bilgili et.al. (2007)
Judul Penelitian Monitoring Operational and Leachate Characteristics of an Aerobic Simulated Landfill Bioreactor Effect of Aeration on Stabilization of Organic Solid Waste and Microbial Population Dynamics in Lab-Scale Lysimeters - Effect of Aeration Rate Influence of Leachate Recirculation On Aerobic and Anaerobic Decomposition Of Solid Wastes
Kuantitas Aerasi 0,03 L/menit-kg Sampah
1,33 L/menit-kg Sampah
0,084 - 0,086 L/menit-kg Sampah
Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Berikut ini merupakan ringkasan dari penelitian terdahulu terkait dengan penerapan dan pengoperasian dari bioreaktor landfill aerob dan anaerob.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
20
Tabel 2.3 Hasil Penelitian Terdahulu No.
Judul Penelitian
Penulis
1
Influence of Aeration Modes on Leachate Characteristic of Landfills That Adopt The AerobicAnaerobic Landfill Method (Waste Management)
Chuanfu, et.al.
2
Quantifying Factors Limiting Aerobic Degradation During Aerobic Bioreactor Landfilling (Enviromental Science Technology)
Yazdani, et.al.
Lokasi (Tahun) China (2014)
Tujuan
Variabel
Indikator
Menentukan mode aerasi yang tepat untuk mempercepat proses dekomposisi material organik
Kedalama n aerasi, laju injeksi udara, dan degradasi material organik
Temperatur, Konsentrasi O2, Volume Air Lindi Terbentuk, TOC, dan Kandungan Nitrogen Pada Air Lindi
Komposis i landfill gas, perlakuan aerasi in situ
Konsentrasi CH4, CO2, N2, dan O2, dan kadar air sampah
California Kuantifikasi (2010) derajat dari degradasi anaerobik dan pembentukan CH4 selama percobaan berlangsung Mengetahui mekanisme yang
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Metode
Hasil dan Uraian
Temperatur : Temperatur sensor yang dipasang pada kedalaman tertentu Kandungan O2 : mengambil gas dengan menggunakan syringe dan kemudian diukur menggunakan gas chromatography Volume leachate : water level loggers TOC dan Total N : TOC analyzer NH4-N, kadar air, dan LOI : standard method China EPA Nitrit dan Nitrat : ion kromatografi sistem C/N : CNH analyzer Pengukuran konsentrasi gas dilakukan dengan analisis gas chromatography Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode standar
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa aerasi yang dilakukan pada bagian dasar lysimeter lebih efektif untuk proses dekomposisi material organik dibandingkan dengan aerasi yang dilakukan ditengah atau permukaan lysimeter.
Walaupun telah dilakukan proses aerasi insitu, namun aktivitas anaerobik dalam bioreaktor landfill tetap berlangsung, tidak kurang dari 13%, dan terkadang bahkan lebih dari 65%. Dengan dilakukannya sistem aerasi in situ, rata-rata kadar air sampah
Universitas Indonesia
21
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Tujuan membatasi aktivitas aerobik Menginvestigasi pengaruh dari resirkulasi air lindi dan aerasi terhadap sifat dan konsentrasi dari volatile fatty acid pada air lindi.
3
Effect of Leachate Recirculation and Aeration on Volatile Fatty Acid Concentrations in Aerobic and Anaerobic Landfill Leachate (Waste Management and Research)
Bilgili, et.al.
Turki (2011)
4
Oxygen Demand for The Stabilization of The Organic Fraction Of Municipal Solid Waste in Passively Aerated Bioreactors
Kasinski, et.al.
Polandia (2014)
Mernganalisis keefektifan dari proses aerasi selama proses stabilisasi sampah dengan menerapkan sistem ventilasi pasif terintegrasi dan resirkulasi air lindi
Variabel
Indikator
Metode
Resirkulas i air lindi, sistem aerasi dan konsentras i VFA
pH, konsentrasi VFA, dan nilai COD air lindi
Pengukuran komponen VFA dilakukan dengan menggunakan gas kromatografi. Pengukuran COD dan pH dilakukan sesuai dengan metode standar APHA, 2005 tentang pengujian kualitas air dan air limbah
Stabilisasi sampah, volume udara terinjeksi, kebutuhan oksigen
Temperatur, Massa sampah yang telah stabil, volume udara yang masuk kedalam reaktor, komposisi gas, kadar air sampah,
Temperature : menggunakan PC THERM REM-84 Massa sampah : menggunakan 4 sensor, dibaca setiap hari Volume udara terinjeksi : flow meter Komposisi gas (O2, CO2, dan CH4) :
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Hasil dan Uraian diperoleh sebesar 3336%. Laju degradasi VFA yang diperoleh hampir mencapai 100% pada setiap reaktor. Pada reaktor yang dioperasikan dengan sistem aerobik,diperoleh total konsentrasi VFA mengalami penurunan hingga dibawah 1.000 mg/L. proses stabilisasi VFA memakan waktu sekitar 350-450 hari untuk setiap reaktor yang dijalankan. Proses resirkulasi air lindi tidak memberiken efek terhadap laju degradasi material organik pada landfill aerobik. Dari penelitian diperoleh bahwa laju udara yang ada dalam reaktor adalah 0,016 m3/jam. Pengukuran laju aerasi dilakukan dengan menggunakan persamaan Darcy. Pengukuran laju aerasi bergantung terhadap intensitas metabolism
Universitas Indonesia
22
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Tujuan
Variabel
5
The Effect of Aeration Position on The Spatial Distribution and Reduction of Pollutants in The Landfill Stabilization Process – A Pilot Scale Study
Xiaoli et.al.
China (2013)
Mengetahui pengaruh dari sistem aerasi terhadap produksi air lindi dan gas yang terbentuk akibat proses dekomposisi sampah.
Posisi aerasi, pembentu kan gas metana, reduksi nitrogen
6
Effect of Aerating Frequency on Stablizing Process of Aerobic
Zhongping, et.al.
China (2010)
Mengetahui efek yang dari frekuensi aerasi pada proses stabilisasi sampah di bioreaktor aerob.
Frekuensi aerasi, kualitas air lindi
Indikator komposisi elemen penting pada sampah, klorin, sulfur, hidrogen, nilai kalor, dan aktivitas respirometrik pH air lindi, total organik karbon, kadar air, total nitrogen, ammonia nitrogen, konsentrasi nitrat, konsentrasi nitrit, konsentrasi landfill gas
pH air lindi, COD, konsentrasi ammonia nitrogen
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Metode
Hasil dan Uraian
menggunakan GA 2000 plus analyzer Kadar air : dilakukan secara gravimetrik Cl, S, H : menggunakan makro analyzer vario Macro cube CHNS
mikroba dan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi senaywa organik pada sampah.
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH meter Pengukuran total organik karbon dilakukan dengan menggunakan TOC analyzer Amonia nitrogen dan kadar air diukur dengan menggunakan metode standar yang diatur dalam EPA China Konsentrasi nitrat dan nitrit diukur dengan menggunakan sistem ion kromatografi (Dionex, ICS-1000) Pengukuran pH dilakukand engan menggunakan pH meter
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa posisi aerasi yang dilakukan pada bagian bahwa reaktor merupakan posisi yang paling favorit untuk distribusi oksigen ke material sampah. Selain itu posisi aerasi yang dilakukan dibawah juga dapat menyebabkan pembentukan metana menjadi terhambat. Perlakuan sistem aerasi juga menyebabkan konsentrasi polutan nitrogen menjadi turun.
Penelitian dilakukan menggunakan 3 reaktor. Reaktor 1 merupakan reaktor yang dioperasikan dengan
Universitas Indonesia
23
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Tujuan
Variabel
Indikator
Biroeactor Landfill
7
Factors Influencing LongTerm Settlement of Municipal Solid Waste in Laboratory Bioreactor Landfill Simulators
Xunchang, et.al.
Michigan (2013)
Mengetahui pengaruh dari resirkulasi air lindi dan penambahan air terhadap proses stabilisasi sampah
Penurunan muka sampah, perlakuan resirkulasi air lindi
Penurunan muka sampah
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Metode
Hasil dan Uraian
Pengukuran nilai COD dilakukan dengan menggunakan metode kalium dikromat Pengukuran ammonia nitrogen dilakukan dengan menggunakan kolorimetri Nessler reagent.
perbandingan waktu aerasi dan istirahat adlaah 1:5, sedangkan reaktor 2 merupakan reaktor yang dioperasikan dengan perbandingan waktu aerasi dengan istirahat adalah 1:3 dan reaktor 3 merupakan reaktor yang selama waktu penelitian tetap diberlakukan sistem aerasi. Untuk nilai pH, diperoleh bahwa pada reaktor 2 dan 3, nilai pH awalnya mendekati 8 bahkan hingga 8,5. Untuk penurunan COD paling maksimum terjadi pada reaktor 2, demikian pula dengan penurunan nilai ammonia nitrogen.
Pengukuran penurunan muka sampah dilakukan setiap hari dengan menggunakan pengamatan visual.
Penurunan muka sampah akibat proses aerasi cukup besar
Universitas Indonesia
24
No.
Judul Penelitian
8
Pilot-Scale Investigation of Aeration Rate Effect on Leachate CharacteristicMns in Landfills
Sekman, et.al.
Lokasi (Tahun) Turki (2011)
9
Waste Stabilization Mechanism by a Recirculatory Semi-Aerobic Landfill With The Aeration System (Journal Material Cycles Waste Management)
Hirata, et.al.
10
Comparison of Solid Waste
Sutthasil, et.al.
Penulis
Tujuan
Variabel
Indikator
Metode
Hasil dan Uraian
Menginvestigasi pengaruh dari variasi laju aerasi terhadap proses stabilisasi sampah
Kecepatan aerasi, kualitas air lindi, stabilitas sampah
pH, alkalinitas, konduktivitas , klorida, COD, BOD, total Kjeldahl nitrogen (TKN), ammonia nitrogen (NH3)
Semua indikator diuji sesuai dengan metode yang relevan dan sesuai denganmetode standar APHA 2005. Untuk analisis parameter COD dilakukan dengan menggunakan metode yang dideskripsikan oleh Park, et.al.
Jepang (2011)
Mengklarifikasi dan membandingkan mekanisme stabilisasi sampah pada semi aerobik landfill dengan sistem aerasi.
Sistem aerasi, penyisiha n nitrogen, keseimban gan massa sampah
pH, total organik karbon (TOC), total nitrogen, total mikroba, rasio C/N
Analisis total organik karbon menggunakan Shimadzu, TOC VCNS Analisis total mikroba dilakukan sesuai dengan Japanese Industrial Standard Pengukuran rasio C/N dilakukan dengan menggunakan CN Coder
Thailand (2014)
Menginvestigasi performa jangka
Perlakuan aerasi,
Temperatur, kadar air, pH,
Pengukuran temperatur dan kadar air
Tidak ada pengaruh signifikan yang ditunjukkan akibat adanya variasi laju aerasi terhadap komposisi air lindi. Setelah 75 hari pengoperasian, penurunan konsentrasi COD sebesar 80%. Resirkulasi air lindi dengan aerasi dapat mempercepat proses konversi dan stabilisasi sampah dan laju aerasi paling rendah dinilai paling memungkinkan. Hasil menunjukkan bahwa pengoeprasian semi aerobik landfill dengan sistem aerasi mampu mempercepat proses stabilisasi sampah dan penyisihan konsentrasi nitrogen. Selain itu, populasi mikroba pada sistem ini lebih tinggi dibandingkan dengan landfill yang dioperasikan secara anaerobik. Landfill yang dioperasikan secara
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
25
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Stabilization and Methane Emission from Anaerobic and Semi-Aerobic Landfills Operated in Tropical Condition (Environmental Engineering Research)
11
Leachate Purification of Mechanically Sorted Organic Waste in a Simulated Bioreactor Landfill (Waste Management and Research)
Di Maria, et.al.
Italia (2013)
Tujuan panjang dari lysimeter semi aerob yang disimulasikan pada kondisi tropis. Membandingkan kualitas air lindi yang terbentuk pada lysimeter semi aerob dengan landfill anaerobik yang konvensional Menganalisis pengaruh dari resirkulasi air lindi pada bioreaktor landfill untuk sampah MSOF (mechanically sorted organic fraction) terhadap kualitas air lindi.
Variabel
Indikator
emisi gas metana, dan kualitas air lindi
BOD, total organik karbon, TSS, TDS, ammonium nitrogen, total Kjeldahl nitrogen, fosfat, dan konduktivitas .
Resirkulas i air lindi, kualitas air lindi, mechanic ally sorted organic fraction (MSOF)
Total solid, volatile solid, pH, temperatur, total organik karbon, total nitrogen, logam berat, reaktivitas dari MSOF, potensi redoks air lindi (ORP), COD, BOD, ammonium, dan volatile fatty acid (VFA)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Metode
dilakukan dengan memasang probe pada lysimeter Pengukuran kualitas air lindi dilakukan sesuai dengan metode standar. TOC dianalisis menggunakan TOC analyzer Komposisi gas diukur dengan menggunakan metode closeflux chamber Pengukuran total solid dilakukan dengan memanaskan sampel sampah selama 24 jam dengan suhu 105oC. Pengukuran volatile solid dilakukan dengan memanaskan sampel sampah selama 24 jam dengan suhu 550oC. Pengukuran pH dilakukan dengan mencampur air lindi dengan air selama 30 menit. Perbandingan air lindi dengan air adalah 10 : 1. Pengukuran pH dan ORP dilakukan dengan Delta Ohm HD2305.0
Hasil dan Uraian semi aerobik mampu mengubah kualitas air lindi menjadi lebih baik dan mengurangi emisi metana dibandingkan dengan landfill yang dioperasikan dalam kondisi anaerobik. Penyisihan konsentrasi material organik pada air lindi turun sekitar 90% padahari ke-60 pengoperasian. Perlakuan resirkulasi air lindi mampu mengurangi konsentrasi logam berat sebesar 85-97% dari konsentrasi awal. Sedangkan untuk nilai BOD dan COD masing-masing turun sekitar 50% dan 85%. Tingginya laju stabilisasi sampah dapat dilihat dari proses reduksi VFA yang dapat berlangsung cepat, yaitu sekitar 65%, selain itu juga dapat dilihat dari tingginya
Universitas Indonesia
26
No.
12
Judul Penelitian
Leaching Behavior of Iron From Simulated Landfills with Different Operational Modes (Bioresource Technology)
Penulis
Wen et.al.
Lokasi (Tahun)
China (2011)
Tujuan
Menginvestigasi kelarutan senyawa besi (II) dan besi (III) pada bioreaktor landfill yang dioperasikan dengan mode yang berbeda.
Variabel
Air Lindi, logam berat, besi.
Indikator
pH, COD, dissolved organic carbon (DOC), volatile fatty acid (VFA), ion sulfat, ion sulfida, konsentrasi besi (II) dan besi (III).
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Metode Pengukuran total nitrogen dilakukan sesuai dengan UNI EN 13656 dan US EPA 6010C BOD, COD, ammonium, dan VFA diukur dengan menggunakan metode HACH Lange Pengukuran COD dilakukan sesuai dengan metode dikromat. Pengukuran VFA dilakukan dengan metode asidikasi etilen glikol kalorimetrik. Sulfat diukur dengan menggunakan metode sprectroscopic barium turbidity, sedangkan sulfida diukur dengan menggunakan metode spektrofotometri. Besi (II) diukur secara fotometrik, sedangkan total besi diukur dengan menggunakan AAS dan besi (III) ditentukan dengan mengurangi kandungan total besi keseluruhan dengan
Hasil dan Uraian nilai rasio COD/BOD. Proses resirkulasi air lindi pada bioreaktor anaerob tidak mengurangi kandungan nitrogen dan ammonium secara signifikan. Persentase kandungan besi untuk bioreaktor yang diberikan perlakuan resirkulasi air lindi adalah 0,14%. Sedangkan untuk bioreaktor kontrol adalah 1,00%. Tidaka da korelasi antara konsentrasi besi dengan karakteristik air lindi, yang diantaranya adalah pH, volatile fatty acid, COD, TOC, ion sulfat dan ion sulfida.
Universitas Indonesia
27
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Tujuan
Variabel
Indikator
13
Bioimmobilization of Cu and Zn in Recirculated Bioreactor Landfill (Environmental Science Pollution Research)
Yu-Yang, et.al.
China (2010)
Menentukan sifat bio-immobilisasi dari logam berat (Cu dan Zn) di landfill. Menyediakan beberapa rekomendasi untuk mengontrol keberadaan logam berat pasca penutupan landfill
Bioimmobilis asi logam Cu dan Zn, air lindi, bioreaktor landfill
Konsentrasi Cu dan Zn pada air lindi, COD, pH, volatile fatty acid (VFA).
14
Microorganisms in Landfill Bioreactors for Accelerated Stabilization of Solid Wastes (Journal of Bioscience and Bioengineering)
Sang, et.al.
Vietnam (2012)
Menganalisis pengaruh dari kinerja mikroorganisme terhadap proses dekomposisi sampah
Mikroorga nisme, Stabilisasi sampah
Pengukuran jumlah mikroorganis me
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Metode konsentrasi besi (II) yang terukur. Pengukuran COD dilakukan dengan menggunakan metode oksidasi kalium dikromat. VFA diukur dengan menggunakan gas kromatografi dengan detector hydrogen flam. Cu dan Zn dianalisis dengan menggunakan spektrofotometri atomic absorpsi.
Pengukuran jumlah mikroorganisme dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode, seperti : Teknik Plate Counts Teknik MPN (Most Probable-Number)
Hasil dan Uraian
Konsentrasi Cu dan Zn pada reaktor kontrol terus meningkat hingga hari ke-105, sedangkan pada reaktor yang diberikan perlakuan resirkulasi air lindi tetap. Bio-immobilisasi Cu dan Zn terjadi pada bioreaktor landfill dengan sistem resirkulasi air lindi.
Mikroorganisme pada landfill menyebabkan berbagai jenis reaksi yang berhubungan dengan fraksi organik dan logam berat. Selama proses dekomposisi aerobik berlangsung, bakteri akan mengkonversi material organik kompleks menjadi senyawa sederhana.
Universitas Indonesia
28
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Tujuan
Variabel
Indikator
Metode
15
Biological Stability of Municipal Solid Waste From Simulated Landfills Under Tropical Environment (Bioresource Technology)
Shalini, et.al.
India (2010)
Menganalisis proses stabilisasi fresh waste dan sampah yang berumur (partially stabilized waste)
Stabilitas sampah, komposisi biogas, laju penyerapa n oksigen
Volatile solid, organik karbon, SOUR (Specific Oxygen Uptake Rate), biogas, water extract
Kadar air, total solid, volatile solid, dan kandungan nitrogen diuji dengan menggunakan metode standar APHA 1998. SOUR diuji dengan menggunakan DO monitoring probe. Total organik karbon diuji dengan Metode Walkley - Black
16
Effect of Leachate Injection Modes on Municipal Solid Waste Degradation in Anaerobic Bioreactor (Bioresource Technology)
Benbelkac em, et.al.
Perancis (2010)
Mengidentifikasi pengaruh dari adanya variasi perlakuan resirkulasi air lindi terhadap degradasi sampah pada bioreaktor landfill.
Variasi perlakuan resirkulasi air lindi, degradasi sampah
Volume air lindi, volume gas, komposisi gas
Volume air lindi yang terbentuk diukur setiap minggu Volume gas diukur dengan menggunakan gas flow meter Komposisi gas diukur dengan menggunakan mikro gas kromatograf
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Hasil dan Uraian Mikroorganisme juga berperan secara langsung terhadap stabilitas logam berat. Kadar air dan kandungan material organik pada sampah adalah parameter penting yang mempengaruhi stabilitas sampah. Pengukuran penurunan muka sampah, SOUR, dan komposisi biogas merupakan langkah yang tepat untuk menggambarkan pola stabilisasi kandungan karbon dan nitrogen di landfill.
Perlakuan resirkulasi air lindi pada waktu tertentu hanya efektif apabila volume air lindi yang diinjeksi cukup tinggi. Perkolasi air lindi mempengaruhi distribusi substrat nutrient pada lapisan sampah, sehingga
Universitas Indonesia
29
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Tujuan
Variabel
Indikator
Metode
17
Effects of Leachate Recirculation on a Landfill (International Journal of Advanced Enginerring Sciences and Technologies)
Ashtashil Vrushketu Bhambulka r
India (2011)
Menganalisis pengaruh dari perlakuan resirkulasi air lindi terhadap purifikasi air lindi
Resirkulas i air lindi, kualitas air lindi
pH, BOD3, COD, TDS, kesadahan kalsium, kesadahan magnesium, dan alkalinitas.
Seluruh parameter uji diukur sesuai dengan metode IS Kode 3025.
18
Effects of Temperature on Long-Term Behaviour of Waste Degradation Emissions and Post-Closure Management Based on Landfill Simulators (Waste Management Journal)
Wang, et.al.
Finlandia (2012)
Menganalisis pengaruh dari temperatur terhadap degradasi sampah, kualitas air lindi, dan pembentukan gas.
Temperat ur, kualitas air lindi, pembentu kan gas, degradasi sampah
Termperatur, konduktivitas dan chloride, COD, ammonium nitrogen, landfill gas.
Temperatur diukut dengan menggunakan thermometer. Konsentrasi dan volume Landfill gas diukur dengan menggunakan landfill gas drum-type meter dan landfill gas analyser.
19
Leachate Characterization in Semi-Aerobic and Anaerobic
Aziz, et.al.
Malaysia (2010)
Meninjau, menganalisis, dan membandingkan komposisi air lindi
Kualitas air lindi, perlakuan aerasi.
Phenol, total nitrogen, ammonia nitrogen,
Semua parameter diukur sesuai dengan metode standar pengukuran
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Hasil dan Uraian proses degradasi berjalan lebih cepat. Ditemukan bahwa perlakuan resirkulasi air lindi mengakibatkan penyisihan kandungan organik pada landfill yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan berkurangnya nilai COD dan BOD, masing-masing sebesar 79% dan 86%. Nilai alkalinitas turun hingga mencapai 94%. Kondisi termofilik pada bioreaktor mengakibatkan proses degradasi berlangsung lebih cepat dengan kuantitas gas yang terbentuk lebih banyak. Selain itu, kondisi termofilik mengakibatkan konsentrasi COD dan ammonium nitrogen meningkat bila dibandingkan dengan kondisi mesofilik. Proses aerasi mampu mengurangi konsentrasi kontaminan pada air lindi. Konsentrasi fenol,
Universitas Indonesia
30
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Sanitary Landfills : A Comparative Study (Journal of Environment Management)
20
Monitoring Operational and Leachate Characteristics of an Aerobic Simulated Landfill Bioreactor (Waste Management)
Tujuan
Variabel
pada dua landfill yang dioperasikan secara anaerobik dan semi aerobik.
Giannis, et.al.
Yunani (2008)
Menginvestigasi karakteristik air lindi, seperti BOD, COD, nitrat, ammonium, sulfat, dan logam berat.
Kualitas air lindi, perlakuan aerasi,
Indikator
Metode
Hasil dan Uraian
nitrat, nitrit, total fosfor, BOD, COD, pH, turbiditas, warma, suspended solid, logam berat (Fe dan Zn), total coliform.
kualitas air bersih dan air limbak (APHA 2005).
Komposisi gas, COD, BOD, pH, potensial redoks, NH4, nitrat, sulfat, dan beberapa jenis logam berat, seperti Ni, Cd, Pb, As, dan Zn.
Komposisi gas diukur dengan menggunakan landfill gas analyzer Nilai pH air lindi dipantau secara langsung dengan menggunakan Crison, PH25 Konsentrasi COD, ammonium nitrogen, nitrat, dan sulfat diukur dengan menggunakan spectroquant kits photometer SQ NOVA 60 Konsentrasi BOD diukur dengan sistem WTW Oxi top IS 6.
BOD, COD, dan warna air lindi pada landfill yang dioperasikan secara aerobik memiliki nilai yang lebih rendah bila dibandingkan dengan landfill yang dioperasikan secara anaerobik. Nilai BOD/COD pada landfill aerobik lebih kecil dibandingkan dengan landfill anaerobik. Setelah 70 hari pengoperasian, diperoleh bahwa nilai COD turun sekitar 78% dan nilai BOD turun sekitar 97%. Dan pada akhir penelitian, diperoleh nilai COD turun sebesar 90%, dan BOD turun sebesar 99,6%. Proses nitrifikasi dan denitrifikasi berlangsung secara bersamaan. Penurunan konsentasi logam berat terjadi cukup tinggi pada awal fase penelitian. Nilai pH yang tinggi pada akhir
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
31
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Tujuan
Variabel
Indikator
Metode
Hasil dan Uraian
Pengecekan logam berat dilakukan sesuai dengan metode standar ASTM (3010)
penelitian disebabkan oleh penyerapan logam berat oleh sampah, presipitasi karbonat, dan presipitasi hidroksida. Semakin tinggi nilai pH, maka konsentrasi logam berat pada air lindi akan semakin kecil. Presipitasi logam berat pada sampah mengakibatkan konsentrasi logam berat pada sampah semakin meningkat. Presipitasi logam berat dilakukan oleh ion sulfida, karbonat, fosfat, dan hidroksida. Konsentrasi VS dan TOC pada landfill yang dioperasikan dengan sistem semiaerobik bernilai lebih rendah dibandingkan dengan landfill yang dioperasikan dengan sistem anaerobik. Konsentrasi CH4 pada landfill semiaerobik juga bernilai rendah dibandingkan dengan landfill anaerobik.
21
Metal Concentrations of Simulated Aerobic and Anaerobic Pilot Scale Landfill Reactors (Journal of Hazardous Materials)
Bilgili, et.al.
Turki (2007)
Menginvestigasi perubahan konsentrasi logam berat pada bioreaktor landfill yang dioperasikan secara aerobik dan anaerobik.
Logam berat, sistem aerobik, sistem anaerobik
Konsentrasi logam berat, diantaranya adalah : Ca, K, Na, Fe, Cd, Cr, Ni, Pb, Zn, dan Cu
Pengukuran konsentrasi logam berat dilakukan dengan menggunakan atomic absorption spectrophotometer.
22
Influence of Semi-Aerobic and Anaerobic Landfill Operation With Leachate Recirculation on Stablization Process (Waste Management and Research)
Yufei, et.al.
China (2012)
Menginvestigasi pengaruh dari pengoperasian landfill secara semiaerobik dan anaerobik dengan resirkulasi air lindi terhadap proses stabilisasi sampah.
Stabilisasi sampah, resirkulasi air lindi, sistem semiaerob ik, sistem anaerobik.
Kadar air, Volatile solid, total organik karbon, pH, COD, BOD, Amonia nitrogen, komposisi biogas yang meliputi CH4, CO2, dan O2.
Kadar air ditentukan berdasarkan metode standar 2540-B Volatile solid diukur berdasarkan metode stnadar APHA 2440-E Total organik karbon ditentukan dengan TOC Analyzer M-700. pH diukur dengan PHS-digital pH meter. COD diukur dengan menggunakan metode titrasi K2Cr2O7.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
32
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Tujuan
23
Enchanced Solid Waste Stabilization in Aerobic Landfills Using Low Aeration Rates and High Density Compaction (Waste Management and Research)
El-Fadel, et.al.
Libanon (2012)
Menganalisis pengaruh dari resirkulasi air lindi dikombinasikan dengan proses aerasi dan kompaksi terhadap biodegradasi sampah.
24
Influence of Oxygen Flow Rate on Reaction Rate of Organic Matter in Leachate From Aerated Waste Layer Containing
Asakura, et.al.
Jepang (2010)
Menentukan debit oksigen yang tepat untuk mencapai laju reaksi material organik yang pasti.
Variabel
Sistem aerasi dengan laju aerasi yang rendah, resirkulasi air lindi, proses kompaksi, biodegrad asi sampah. Debit oksigen, stabilisasi sampah
Indikator
pH, COD, BOD, total suspended solid, total dissolved solid, electric conductivity, volatile suspended solid, organic acid
pH, ammonium, nitrat, nitrit, total organik karbon, laju konsumsi oksigen
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Metode
Hasil dan Uraian
BOD ditentukan dengan mengukur konsumsi oksigen selama 5 hari. Amonia nitrogen diukur menggunakan Nessler reagent spectrophotometry. Komposisi biogas diukur dengan menggunakan portable gas extraction analyzer. Seluruh parameter diukur sesuai dengan metode pengecekan parameter air bersih dan air limbah (APHA AWWA WPCF 1998)
Penerapan resirkulasi air lindi pada landfill semiaerobik dinilai lebih bermanfaat untuk mempercepat proses stabilisasi sampah dibandingkan pada landfill anaerobik.
pH diukur dengan menggunakan metode elektroda. Ammonium, nitrat, nitrit diukur dengan TOSOH IC-2001 TOC diukur menggunakan
Konsentrasi total organik karbon pada air lindi dapat dikurangi ketika rasio oksigen pada sampah cukup tinggi. Rasio oksigen yang tinggi juga
Pengoperasian bioreaktor dengan sistem aerobik dapat mempercepat proses stabilisasi. Laju penurunan sampah yang terjadi hingga fase akhir penelitian berkisar antara 53-55%.
Universitas Indonesia
33
No.
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi (Tahun)
Tujuan
Variabel
Indikator
Mainlu Incineration Ash (Waste Management)
25
Degradation of Phenolic Compounds in Aerobic and Anaerobic Landfills : a Pilot Scale Study (Waste Management and Research)
Yazici, et.al.
Turki (2011)
Menginvestigasi degradasi aerobik dan anaerobik dari fenol dan turunannya pada landfill aerobik dan anaerobik.
Landfill aerob, landfill anaerob, biodegrad asi fenol
pH, ammonia nitrogen, total fenol, total kjehdahl nitrogen, BOD, COD.
Metode
Hasil dan Uraian
Shimadzu TOC – 5000A Laju konsumsi oksigen diukut mengugnakan Oxitop-C.
mempercepat laju degradasi sampah.
Kualitas air lindi diukur sesuai dengan metode standar yang dikeluarkan oleh American Public Health Association (APHA 2005). Pengukuran fenol dilakukan menggunakan metode SPME.
Pengoperasian landfill secara aerobik mampu mempercepat penyisihan fenol, klorofenol, diklorofenol, dan pentaklorofenol. Sedangkan hal sebaliknya terjadi pada landfill anaerobik, dimana terjadi akumulasi konsentrasi fenol akibat terjadinya proses deklorinasi.
Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
34
2.2 Kebaharuan Penelitian (Novelty) Penelitian ini merupakan hasil pengembangan ide dari penelitian sebelumnya. Konsep utama dari penelitian ini adalah untuk mempercepat proses stabilisasi sampah di landfill. Selain itu, yang menjadi fokus utama dalam penelitian ini adalah perubahan konsentrasi pencemar organik dan konsentrasi logam berat pada air lindi. Pencemar organik merupakan material organik terlarut yang terbentuk pada air lindi akibat proses dekomposisi yang terjadi di dalam landfill. Banyak penelitian mengenai bioreaktor landfill yang telah dilakukan dengan mengoperasikannya secara anaerobik. Pengoperasian bioreaktor dalam kondisi anaerobik diharapkan dapat mempercepat proses pembentukan gas metana yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber energi terbarukan. Namun berdasarkan keadaan nyata, permasalahan operasional di landfill tidak hanya terkait dengan emisi gas, melainkan terdapat masalah kapasitas tampung yang akhir-akhir banyak dihadapi oleh berbagai TPA di Indonesia. Pengoperasian bioreaktor landfill secara aerobik dinilai mampu untuk mempercepat proses penguraian material organik, sehingga stabilisasi sampah menjadi lebih cepat. Penelitian yang dilakukan oleh Erses et.al. (2008) dan Sang et.al. (2008) menyatakan bahwa proses aerasi yang diberlakukan pada sistem dapat mempercepat proses stabilisasi sampah. Erses et.al. (2008) membuktikan bahwa perlakuan aerasi mengakibatkan proses oksidasi material organik dan nitrogen menjadi lebih cepat. Terbukti dengan penurunan muka sampah yang terjadi dihitung dari ketinggian awal mencapai 37%. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan bioreaktor yang dioperasikan dalam kondisi anaerob, yaitu hanya 5%. Pembuktian yang sama juga dikemukakan oleh Sang et.al. (2008) yang menyatakan bahwa perlakuan aerasi in situ mampu mengurangi volume sampah hingga 40%. Berdasarkan meta analisis, peneliti terdahulu menitik beratkan pada hasil yang diperoleh dari perlakuan aerasi in situ, namun tidak secara spesifik menjelaskan frekuensi dan posisi dari aerasi yang ternyata juga memiliki pengaruh dalam mempercepat proses dekomposisi material organik (Zhongning et.al., 2010). Hal inilah yang menjadi pembaharuan dalam penelitian ini, dimana frekuensi aerasi dan posisi aerasi juga menjadi pertimbangan dalam perancangan dan pengoperasian bioreaktor landfill. Selain itu juga akan dilihat bagaimana pengaruh proses aerasi
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
35
terhadap oksidasi material organik yang terkandung dalam sampah. Sampah yang akan digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini sepenuhnya adalah sampah rumah tangga. Pemilihan sumber sampel juga menjadi perhatian khusus karena pada dasarnya sampah yang masuk ke landfill merupakan sampah yang berasal dari kawasan rumah tangga, baik itu sampah organik maupun sampah anorganik.
2.3 Dasar Teori 2.3.1 Landfill Menurut Tchobanoglous (1993), landfill merupakan suatu fasilitas fisik yang digunakan sebagai tempat pemrosesan akhir sampah. Pembuangan sampah kedalam tanah merupakan cara yang paling sering dijumpai dalam pengelolaan limbah padat. Ada beberapa metode yang dikembangkan untuk pengoperasian landfill. Landfilling diperlukan karena pada dasarnya pengurangan limbah di sumber, daur ulang, atau minimalisasi limbag padat tidak dapat dilakukan secara keseluruhan, sehingga pasti ada sisa sampah yang juga seharusnyanya diolah. Menurut Tchobanoglous (1977), metode utama yang digunakan untuk proses landfilling dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu metode area, trench method, dan depression method. a. Metode Area Metode area digunakan ketika tanah tidak dapat digali untuk menampung sampah. Pengoperasian landfill dengan metode ini adalah dengan membuang sampah secara merata diatas lahan yang telah disediakan. Umumnya, kedalaman tiap lapisan sampah untuk landfill dengan menggunakan metode ini berkisar antara 6 -10 ft. Setelah dipadatkan, maka lapisan sampah akan dilapisi dengan tanah penutup dengan ketebalan berkisar antara 6 – 12 in. b. Trench Method Trench method merupakan metode landfilling yang ideal untuk dilakukan di area yang memiliki ketinggian yang memadai, dimana tanah yang merupakan hasil galian dapat digunakan sebagai tanah penutup. Sampah akan diproses masuk kedalam lahan galian, dengan panjang satu sel lapisan
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
36
sampah berkisar antara 100 – 400 ft. Lebar dari satu sel pada umumnya berkisar antara 15 – 25 ft. Sedangkan ketinggian dari satu sel lapisan sampah berkisar antara 15 – 25 ft. Sampah yang masuk ke dalam lahan galian kemudian akan dipadatkan. c. Depression Method Depression method merupakan metode landfilling yang dilakukan di area dengan kondisi geografis tertentu. Jenis area yang menerapkan metode ini untuk proses landfilling adalah daerah lembah. Cara menempatkan sampah dan melakukan pemadatan sangat bergantung terhadap kondisi geometri, karakteristik lapisan penutup, kondisi hidrologi dan geologi lokasi landfilling, dan akses yang dapat digunakan menuju ke lokasi landfilling. Proses stabilisasi sampah di landfill dipengaruhi oleh banyak hal. Menurut Sethi et.al. (2013), setidaknya ada 9 hal yang mempengaruhi stabilisasi sampah di landfill, diantaranya adalah sebagai berikut : a. Kelembaban sampah Nilai kelembaban sampah yang berada diatas nilai field capacity dapat meningkatkan
aktivitas
mikroorganisme,
melarutkan
toksin,
mendistribusikan nutrien, enzim, dan alkalinitas, serta tentu saja memberikan kondisi ideal untuk dekomposisi sampah. Nilai kelembaban sampah di landfill dianggap sebagai reaktan untuk reaksi hidrolisis, melepaskan unsur metabolit, menyangga nilai pH, dan juga mengontrol populasi mikroorganisme yang terdapat dalam landfill. Penambahan air ke dalam landfill harus disesuaikan dengan kondisi sampah yang terdapat dalam landfill, apakah sampah bersifat kering atau sebaliknya. b. Ukuran partikel sampah Ukuran partikel sampah akan berpengaruh terhadap proses stabilisasi sampah di landfill. Proses pencacahan sampah merupakan cara yang dapat dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel sampah. Semakin kecil ukuran partikel sampah, maka luas permukaan yang tersedia menjadi semakin besar. Dengan meningkatnya luas permukaan sampah, maka proses
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
37
penguraian material organik pada sampah oleh mikroorganisme akan berlangsung lebih cepat. c. Kandungan nutrient Nutrien yang diperlukan untuk pertumbuhan mikro organisme adlaah karbon, hidrogen, nitrogen, fosfor, oksigen, sodium, kalium, kalsium, magnesium, dan berbagai jenis unsur lainnya. Keseimbangan antara pembentukan asam dan produksi metana akan sangat dipengaruhi oleh rasio C/N sampah. d. Resirkulasi air lindi Resirkulasi air lindi dapat menyediakan tambahan karbon ke dalam landfill. Jika sampah memiliki kandungan organik yang tinggi, air lindi yang diresirkulasi terkadang dapat menyebabkan ketidakseimbangan terhadap laju pertumbuhan untuk beberapa jenis mikroorganisme. e. Volume dan frekuensi resirkulasi air lindi Dalam memberikan perlakuan resirkulasi air lindi, perlu ada perhatian khusus terhadap volume dan frekuensinya. Tingginya volume air lindi yang diresirkulasi akan mengurangi kapasitas buffering dan menghambat aktivitas dari bakteri metanogen. Sedangkan perubahan dari frekuensi resirkulasi air lindi akan memberiken efek terhadap proses stabilisasi sampah. Frekuensi perlakuan resirkulasi air lindi dapat dilakukan lebih sering ketika sampah dimasukkan kedalam landfill untuk meningkatkan nilai kelembaban sampah guna mencapai nilai field capacity yang sesuai. Namun, ketika gas metana mulai terbentuk, frekuensi resirkulasi air lindi dapat dikurangi. Menurut San et.al. (2001), frekuensi resirkulasi air lindi yang tepat adalah dilakukan 4 kali dalam seminggu dan dilakukan pengontrolan terhadap nilai pH air lindi. Dengan frekuensi tersebut, diharapkan dapat meningkatkan derajat stabilisasi sampah. f. pH dan Alkalinitas Dalam rentang nilai pH optimum (6,7 – 7,5), proses stabilisasi sampah dapat meningkat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan bakteri metanogen. Nilai pH menjadi parameter penting untuk diperhatikan. Hal ini bertujuan untuk mencegah terbentuknya inhibitor akibat akumulasi asam
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
38
dan percepatan laju degradasi sampah. Nilai pH rata-rata pada awal pengoperasian bioreaktor berada pada rentang nilai pH asam, namun nilai pH akan cenderung meningkat ketika fase dekomposisi telah mencapai fase metanogen. g. Proses Aerasi Dengan semakin cepatnya proses dekomposisi, pengoperasian landfill dengan sistem aerobik diharapkan mampu mengurangi biaya untuk pemantauan dan pengolahan air lindi. Berbagai penelitian terdahulu menyatakan bahwa dengan menggunakan sistem aerobik, penyisihan kandungan kimia pada air lindi menjadi lebih cepat. h. Temperatur Temperatur landfill akan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi kimia yang berlangsung dalam sistem. Nilai temperature optimum yang dibutuhkan untuk menunjang kinerja mikroorganisme berada di antara 34 – 40oC. Sedangkan pertumbuhan dan kinerja mikroorganisme akan terhambat ketika nilai temperatur sampah lebih dari 50oC. i. Toksin atau inhibitor Keberadaan
kandungan
logam
berat
dapat
menjadi
racun
bagi
mikroorganisme dan tentu saja akan menghambat pertumbuhan dari mikroorganisme tersebut.
2.3.2 Bioreaktor Landfill Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi ancaman dari pengoperasian landfill adalah dengan mengoperasikan bioreaktor landfill. Dengan melakukan pendekatan ini, maka proses penguraian sampah akan berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan proses yang berlangsung pada landfill tradisional. Menurut USEPA (2013), bioreaktor landfill dioperasikan untuk mempercepat proses degradasi sampah organik. Pada dasarnya, ada tiga jenis tipe konfigurasi dari bioreaktor landfill, yaitu bioreaktor aerobik, bioreaktor anaerobik, dan bioreaktor hybrid. Dalam bioreaktor landfill yang bersifat aerobik, air lindi
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
39
dibuang dari lapisan paling bawah, kemudian akan dialirkan dengan menggunakan pipa menuju ke tangki penyimpanan, dan kemudian akan diresirkulasi kembali menuju landfill dengan jumlah yang dikontrol. Selain itu, udara juga diinjeksi kedalam bioreaktor untuk mendukung aktivitas aerobic dan mempercepat proses stabilisasi sampah. Pada bioreaktor landfill yang bersifat anaerobik, air ditambahkan kedalam bioreaktor dalam bentuk resirkulasi air lindi dan juga penambahan air untuk mengoptimalkan proses stabilisasi. Proses biodegradasi akan berlangsung tanpa adanya keberadaan oksigen yang pada akhirnya akan memproduksi gas landfill. Gas yang diproduksi dari bioreaktor ini, terutama CH4, dapat ditangkap sebagai bentuk pengurangan terhadap emisi gas rumah kaca dan untuk dijadikan sebagai sumber energi alternatif. Sedangkan, dalam bioreaktor landfill yang bersifat hybrid (anaerobikaerobik), proses degradasi sampah akan berlangsung lebih cepat karena ada dua kondisi yang dipergunakan, yaitu secara aerobik dan anaerobik. Proses degradasi sampah akan berlangsung pada bagian atas bioreaktor dan pada bagian bawah akan mengumpulkan gas yang diproduksi.
2.3.3 Proses Fisik Kimia Pada Bioreaktor Landfill Proses dekomposisi sampah di landfill terjadi akibat adanya kombinasi antara proses kimia, fisik dan biologis. Proses dekomposisi menghasilkan produk samping dalam wujud padatan, cairan dan gas. Menurut Mc.Bean, et.al. (1995), proses penguraian sampah terbagi menjadi 3 fase, yaitu : fase dekomposisi secara aerobik, fase dekomposisi secara anaerobik (nonmetanogenik) dan fase dekomposisi secara aerobik (metanogenik). Menurut Tchobanoglous (1977), kecepatan dekomposisi material organik sangat bergantung terhadap karakteristik dari sampah itu sendiri dan juga kelembaban dari landfill. Secara umum, keberadaan material organik dalam sampah dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu material organik yang mengandung selulosa atau bagian dari selulosa, material organik yang tidak mengandung selulosa ataupun bagian dari selulosa, dan material yang berupa plastic, karet, dan kain.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
40
Proses dekomposisi aerobik terjadi karena adanya kehadiran unsur oksigen. Proses dekomposisi secara aerobik umumnya terjadi pada waktu awal karena pada waktu awal ini oksigen masih tersedia. Namun, karena oksigen yang tersedia didalam landfill digunakan untuk proses dekomposisi dan keterbatasan transport udara yang terjadi didalam landfill menyebabkan fase ini terjadi dalam jangka waktu yang relatif pendek. Selama fase aerobik terjadi, bakteri aerobik akan menguraikan material organik menjadi karbon dioksida, air dan residual organik yang telah terurai sebagian. Selain itu, produk samping yang dihasilkan selama fase ini berlangsung adalah timbulnya panas, seperti yang tertera pada persamaan berikut ini : Material Organik + O2 CO2 + H2O + Biomassa + Panas ..
(2.1)
Selama fase aerobik berlangsung, air lindi tidak selalu terbentuk karena sistem tidak dapat mencapai nilai field capacity pada fase awal tersebut. Air lindi yang terbentuk selama fase ini merupakan hasil dari tingginya tingkat permeabilitas dan juga banyak celah yang terbentuk diantara permukaan sampah. Hal ini memudahkan pergerakan air yang terpresipitasi, sehingga pada akhirnya membentuk air lindi. Biasanya, komposisi air lindi yang terbentuk pada fase ini terdiri atas air yang terperkolasi, garam terlarut yang terkandung dalam sampah dan sedikit material organik terlarut. Pada fase kedua yaitu fase anaerobik nonmetanogenik, proses dekomposisi sampah melibatkan bakteri fakultatif yang dominan muncul ketika kandungan oksigen dalam sistem mulai menipis. Pada proses ini akan terbentuk asam organik dengan konsentrasi yang cukup tinggi, amonia, hidrogen dan karbon dioksida. Produksi gas karbon dioksida dan asam organik menyebabkan tingkat keasaman air lindi turun pada rentang 5,5 – 6,5. Fermentasi asam yang terjadi selama proses ini akan memproduksi karbon dioksida, material organik yang terurai sebagian dan panas seperti reaksi dibawah ini : Material organik CO2 + H2O + Pertumbuhan Organisme + Material Organik yang Terurai Sebagian ..
(2.2)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
41
Selanjutnya, proses dekomposisi material organik akan dilanjutkan dengan fase degradasi metanogenik. Pada fase ini mulai terbentuk gas metana dan gas karbon dioksida sebagai akibat dari adanya proses fermentasi yang dilakukan oleh bakteri metanogenik. Menurut Walsh dan Kinman (1979), proses fermentasi mulai terjadi 1 tahun setelah pembuangan sampah kedalam landfill. Bakteri metanogenik akan bekerja dengan baik pada pH netral yaitu sekitar 6,6 – 7,4. Jika pembentukan asam pada fase awal degradasi anaerobik terjadi dalam jumlah yang berlebihan, maka hal ini akan menghambat aktivitas bakteri metanogenik.
2.3.4 Air Lindi Menurut Bagchi (1994), air lindi merupakan hasil dari proses perkolasi dari air atau cairan lainnya yang melalui lapisan sampah. Selain itu, air lindi juga dikatakan sebagai limbah yang berasal dari kandungan air yang dimiliki oleh sampah. Ketika proses pemadatan diberlakukan pada sampah, maka kandungan air dalam sampah akan keluar yang kemudian mengalir dan menjadi air lindi. Air lindi merupakan cairan terkontaminasi yang mengandung banyak material terlarut atau terendapkan. Konsentrasi zat kimia dalam landfill diperkirakan sangat tinggi. Volume air lindi terbentuk akan terus meningkat seiring dengan meningkatnya proses perkolasi air dalam landfill. Adapun faktor yang mempengaruhi kualitas air lindi adalah : a. Komposisi Sampah Keberagaman komposisi sampah sangat mungkin terjadi pada limbah padat domestik, dibandingkan dengan limbah padat yang berasal dari kawasan perindustrian. Dengan semakin beragamnya komposisi sampah, maka kualitas air lindi juga akan semakin beragam. Secara umum, keberagaman kualitas air lindi akan sangat tinggi jika komposisi sampah didominasi oleh sampah yang mudah membusuk (putrescible waste). b. Waktu Kualitas air lindi akan sangat bergantung terhadap waktu. Kualitas air lindi yang dihasilkan pada tahun pertama pengoperasian landfill akan lebih kuat dibandingkan dengan kualitas air lindi yang dihasilkan pada tahun berikutnya. Kualitas air lindi akan mencapai posisi puncak pada beberapa
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
42
tahun pertama pengoperasian landfill. Selanjutnya, kualitas air lindi akan menurun secara bertahap. c. Kondisi Temperatur Ambien Temperatur
akan
sangat
berpengaruh
terhadap
perkembangan
mikroorganisme dan keberlangsungan reaksi kimia dalam sistem. Sebagai contoh, pada daerah yang mengalami musim dingin, temperatur yang rendah akan mengurangi produksi air lindi dan dapat menghambat beberapa reaksi kimia dalam sistem landfill. d. Kelembaban Landfill Air memainkan peran yang sangat penting untuk proses biodegradasi sampah dan dalam proses pelarutan pencemar. Kualitas air lindi yang dihasilkan dari sampah yang ditimbun di daerah beriklim basah akan berbeda dengan kualitas air lindi yang dihasilkan dari sampah yang ditimbun di daerah beriklim kering. e. Ketersediaan Oksigen Keberadaan oksigen sangat diperlukan bagi sampah yang mudah terdekomposisi (putrescible waste). Keberadaan oksigen pada landfill anaerob hanya terbatas pada fase awal. Ketika pelapisan tanah penutup sudah dilakukan, maka keberadaan oksigen dalam sistem akan berkurang seiring dengan waktu.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi kuantitas air lindi adalah : a. Proses Presipitasi Volume air lindi akan sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis lokasi landfill. Kondisi geografis yang sangat berpengaruh tersebut adalah curah hujan dari lokasi tersebut. b. Intrusi Oleh Air Tanah
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
43
Terkadang, perletakan dasar landfill dibangun dibawah permukaan air tanah. Intrusi air tanah kedalam sistem landfill akan meningkatkan volume air lindi yang terbentuk. c. Kadar Air Sampah Kadar air sampah akan sangat berpengaruh terhadap volume air lindi yang terbentuk. Air lindi akan lebih sedikit terbentuk pada landfill yang terdiri atas sampah kering. d. Desain Lapisan Penutup Desain lapisan penutup harus dirancang sebaik mungkin guna mengurangi pembentukan air lindi pasca pengoperasian landfill. Sebaiknya, pada lapisan tanah penutup ditanami oleh vegetasi yang berfungsi untuk menyerap air yang masuk kedalam landfill. 2.3.4.1
Karakteristik dan Komposisi Air Lindi Kandungan senyawa kimia dalam air lindi akan sangat bervariasi terhadap
waktu tergantung terhadap aktivitas fisik, kimia, dan biologis yang terjadi di dalam landfill. Konsentrasi senyawa kimia pada air lindi akan meningkat hingga mencapai nilai puncak tertentu dan kemudian akan turun secara bertahap. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat karakteristik air lindi pada landfill. Tabel 2.4 Karakteristik Air Lindi di Landfill Parameter (mg/L) BOD COD Amonia Klorida Besi Seng
Landfill Konvensional 20 - 40.000 500 - 60.000 30 - 3.000 100 - 5.000 20 - 2.100 6 - 370
Landfill dengan Resirkulasi 12 - 28.000 20 - 34.650 6 - 1.850 9 - 1.884 4 - 1.095 0,1 - 66
Sumber : Sethi et.al. (2013)
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yangfei et.al. (2011) menyatakan bahwa penurunan kandungan organik diukur dengan meninjau nilai COD mengalami penurunan cukup signifikan selama 1 bulan awal penelitian. Sedangkan pada reaktor anaerob memiliki tren yang berbeda. Perbedaan tren ini terjadi karena pada reaktor semiaerobik terdapat kapasitas buffer beban organik yang lebih baik dibandingkan dengan reaktor aerobik. Nilai COD setelah 600 hari pengoperasian
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
44
adalah 250 – 300 mg/L untuk semi aerobik dan 600 – 2.000 mg/L untuk aerobik. Nilai COD pada aerobik bisa lebih tinggi karena total sampah yang masuk ke aerobik dua kali lebih banyak dibandingkan dengan semi aerobik. Sedangkan untuk keberadaan logam besi sangat dipengaruhi oleh perlakuan resirkulasi air lindi. Keberadaan logam besi di bioreaktor yang diberikan perlakuan resirkulasi air lindi cenderung menunjukkan tren menurun seiring dengan bertambahnya waktu. Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan landfill yang bersifat konvensional, dimana keberadaan logam besi justru cenderung konstan seiring pertambahan waktu. 2.3.4.2
Logam Berat Pada Air Lindi Sumber utama keberadaan logam berat di landfill berasal dari limbah padat
industri, abu insinerator, limbah padat pertambangan, dan beberapa jenis sampah rumah tangga seperti baterai, cat, tinta, limbah elektronik dan sebagainya. Beberapa jenis logam berat yang sering kali ditemukan terdapat di landfill antara lain adalah logam besi, kadmium, tembaga, seng dan nikel (Erses dan Onay, 2003). Kelarutan logam berat pada air lindi bergantung terhadap 3 hal, yaitu nilai pH air lindi, potensi reduksi oksidasi (redoks), dan daya larut dari logam yang terkandung dalam sampah. Kelarutan logam pada air lindi akan bertambah ketika nilai pH mengalami penurunan. Konsentrasi logam berat dengan nilai maksimum ditemukan selama fase pembentukan asam dari proses degradasi sampah atau dapat dikatakan terjadi ketika nilai pH berada pada rentang asam (Hwidong et.al., 2011). Selanjutnya, pada tahap metanogenesis dimana kondisi pH sampah mulai netral, kandungan logam berat pada air lindi mengalami penurunan. Pada kondisi metanogenik, logam berat yang terlarut akan terendapkan sebagai endapan sulfida, endapan karbonat, endapan hidroksida, dan juga mungkin bisa berbentuk sebagai endapan fosfat. Namun, dengan adanya ion sulfida, hampir seluruh logam berat akan bereaksi dan kemudian membentuk garam sulfida kecuali untuk logam kromium. Ion sulfida dapat terbentuk selama proses dekomposisi anaerobik berlangsung, baik itu terbentuk dari sulfur yang terkandung dalam asam amino ataupun dari proses reduksi senyawa sulfur anorganik. Proses reduksi sulfur
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
45
menjadi ion suldia melibatkan peran mikroorganisme yang menggunakan ion sulfur sebagai pendonor elektron dalam proses oksidasi senyawa organik. Desulfovibrio dan Desulfotomaculum merupakan dua spesies mikroorganisme yang mampu untuk mengubah senyawa sulfur menjadi ion sulfida. Diketahui bahwa proses pemecahan sulfur dan produksi metana dapat terjadi dalam lingkungan yang sama. Bakteri pengurai sulfur memiliki keuntungan termodinamika yang dihasilkan dari produksi metana. Intinya bahwa bakteri pengurai sulfur memiliki peranan yang amat penting dalam hal penyisihan kandungan logam berat pada air lindi (Erses dan Onay, 2003). Ketika senyawa sulfur organik diurai oleh mikroorganisme, hasil utama yang dihasilkan sebenarnya adalah gas H2S. Walaupun fraksi sulfida hilang dalam bentuk gas, namun mayoritas sulfida tetap ada dalam bentuk larutan H2S
(aq)
atau
HS-. Bentuk kelarutan H2S dalam air dapat dilihat pada reaksi dibawah ini : H2S ↔ H+ + HS- ↔ 2H+ + S2Kelarutan gas H2S di landfill akan sangat dipengaruhi oleh nilai pH air lindi. Ketika nilai pH berada pada rentang asam (pH = 6,0), 10% gas H2S akan terlarut dalam air lindi. Selanjutnya ketika nilai pH berada pada rentang netral (pH = 7,0), 50% gas H2S akan terlarut dalam air lindi. Dan ketika nilai pH berada pada rentang basa (pH =8,0), 90% gas H2S akan terlarut dalam air lindi. Selanjutnya ion sulfida yang terbentuk akibat terurainya senyawa H2S akan bereaksi dengan kandungan logam berat. Reaksi antara keduanya akan membentuk logam sulfida sesuai dengan reaksi berikut ini. Me2+ + S2- MeS (Me adalah simbol untuk logam berat) Menurut Hwidong et.al. (2011), konsentrasi logam berat pada air lindi sangat bervariasi, tergantung pada umur landfill dan jenis sampah yang dimasukkan kedalam landfill. Konsentrasi logam berat yang terkandung dalam air lindi menjadi perhatian tersendiri dalam pengoperasian landfill. Landfill modern telah mengantisipasi pencemaran air tanah yang mungkin terjadi dengan menerapkan liner system. Menurut Bagchi (1994), ada beberapa jenis mekanisme penyisihan logam berat pada air lindi, diantaranya adalah proses presipitasi, adsropsi, penyerapan, dan pertukaran ion. Setiap jenis pencemar logam berat memiliki mekanisme penyisihan
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
46
yang berbeda-beda. Berikut ini merupakan penjelasan mekanisme penyisihan untuk tiap jenis logam berat. a. Kadmium Mekanisme penyisihan yang paling utama terjadi pada logam berat cadmium adalah melalui proses presipitas dan adsorpsi. Kadmium, seperti layaknya seng, merkuri, dan timbal, mengalami proses hidrolisis saat nilai pH berada pada kondisi yang normal. Griffin et.al. (1976) menyatakan bahwa proses presipitasi kimia kadmium oleh anion seperti fosfat, sulfida, dan karbonat merupakan jenis mekanisme penyisihan yang cukup efektif. Huang et.al. (1977) menyatakan bahwa presipitasi kimia kadmium sangat bergantung terhadap ketersediaan ion anion, pH dan kemampuan reduksi oksidasi. b. Kromium Griffin (1977) menyatakan bahwa proses presipitasi, pertukaran kation, dan adsorpsi merupakan mekanisme penyisihan utama untuk logam berat kromium. Kemampuan reduksi oksidasi merupakan faktor terpenting yang akan mempengaruhi penyisihan dari kromium. Setiap mekanisme penyisihan juga bergantung terhadap bentuk dari kromium. Berdasarkan bentuk valensinya, kromium yang ditemukan pada air lindi terdiri atas kromium trivalen dan kromium heksavalen. Kromium heksavalen merupakan kromium dalam bentuk anion, sedangkan kromium trivalen merupakan kromium dalam bentuk kation. Menurut Fuller (1977), jenis kromium yang paling banyak ditemukan di landfill adalah kromium trivalen, tetapi seringkali yang menjadi perhatian utama adalah keberadaan dari kromium heksavalen. Menurut Fuller (1977), saat pH air lindi lebih dari 6, maka proses migrasi kromium akan dikontrol oleh presipitasi dalam bentuk ion oksida, karbonat, atau sulfida. Menurut Griffin (1977), pada nilai pH dibawah 4, kromium trivalent akan tersisihkan secara efektif melalui adsropsi oleh ion kaolinnit dan monmorilonit. Nilai pH memiliki pengaruh yang amat penting terhadap bentuk valensi.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
47
c. Tembaga Proses penyisihan logam berat tembaga terjadi melalui proses adsorpsi, pertukaran ion, dan presipitasi senyawa kimia. Ada beberapa jenis senyawa tembaga yang mudah untuk terlarut dibawah kondisi asam. Rentang nilai pH yang optimum untuk proses adsorpsi tembaga dengan konsentrasi yang tinggi berada diantara nilai 5 – 6. d. Besi Proses penyisihan logam berat besi terdiri atas presipitasi, pertukaran ion, adsorpsi, dan biological uptake. Keberadaan logam besi pada air lindi terdiri atas dua bentuk valensi, yaitu besi (II) dan besi (III). Aktivitas biologis yang terjadi dalam landfill akan mempengaruhi konsentrasi logam besi pada air lindi. Kondisi anaerobik akan mendukung proses konversi ferric iron menjaid ferrous iron, dan juga akan meningkatkan kelarutan dari logam besi. e. Timbal Mekanisme penyisihan yang paling utama yang terjadi pada timbal adalah melalui proses adsorpsi, pertukaran ion, dan presipitasi. Nilai pH sangat mempengaruhi proses penyisihan logam timbal pada air lindi. Dengan nilai pH lebih dari 5, maka mekanisme penyisihan logam timbal menjadi meningkat. Menurut Fuller (1977), timbal menjadi lebih mudah untuk berpindah dari satu fase ke fase lain ketika kondisi anaerobik sedang berlangsung.
f. Seng Proses penyisihan logam seng pada air lindi terjadi melalui proses adsropsi, pertukaran ion, dan presipitasi. Proses presipitasi logam seng terjadi dengan melibatkan beberapa jenis anion, diantaranya adalah sulfida, fosfat, karbonat, dan silikat.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
48
2.4 Hipotesa Penelitian Berdasarkan analisis sementara antara rumusan masalah dalam penelitian dan dasar teori serta penelitian terdahulu yang pernah dilakukan, maka dihasilkan hipotesis penelitian sebagai berikut : a. Perubahan sifat fisik kimia sampah pada bioreaktor akan mempengaruhi pengurangan volume sampah. Dengan adanya perlakuan aerasi pada reaktor aerobik, diharapkan terdapat perbedaan hasil penurunan sampah antara reaktor aerobik dan reaktor anaerobik. b. Proses dekomposisi material organik sampah pada bioreaktor akan mempengaruhi nilai BOD5 dan COD pada air lindi. Dengan adanya perlakuan aerasi pada reaktor aerobik, penyisihan nilai BOD5 dan COD pada air lindi diharapkan lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerobik. c. Perubahan sifat fisik kimia sampah pada bioreaktor akan mempengaruhi kelarutan logam berat pada sampah, sehingga juga akan mempengaruhi konsentrasi logam berat yang terlarut pada air lindi.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
49
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Strategi Penelitian Penelitian ini tergolong sebagai penelitian eksperimen yang dilakukan dengan mengadakan rekayasa terhadap objek penelitian serta melakukan kontrol terhadap variabel tertentu. Penelitian eksperimen merupakan penelitian yang dilakukan untuk menyelidiki ada tidaknya hubungan sebab akibat serta mengukur berapa besar hubungan sebab akibat tersebut dengan cara memberikan perlakuan tertentu objek yang akan diteliti. Pada penelitian eksperimen juga disertai kontrol yang digunakan sebagai perbandingan. Pada penelitian ini dilakukan simulasi terhadap landfill. Sampah akan dimasukkan ke dalam reaktor dengan metode pengisian sampah secara batch. Adapun rekayasa yang dilakukan terhadap objek penelitian adalah dengan resirkulasi air lindi dan injeksi udara atau lebih dikenal dengan istilah aerasi. Perlakuan resirkulasi air lindi dan aerasi dianggap mampu mempercepat proses stabilisasi sampah pada landfill. Parameter utama yang harus dipantau dalam penelitian ini adalah laju penurunan sampah. Laju penurunan sampah merupakan indikator yang dapat menggambarkan proses stabilisasi sampah di landfill. Selain itu perlu dilakukan pengecekan terhadap parameter pendukung yang turut memberikan pengaruh terhadap stabilisasi sampah. Parameter pendukung tersebut antara lain adalah parameter fisik sampah, seperti temperatur sampah, pH air lindi, serta field capacity sampah. Sedangkan untuk parameter kimia sampah yang harus dipantau adalah nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand), nilai COD (Chemical Oxygen Demand), , rasio C/N, dan konsentrasi logam berat pada air lindi.
3.2 Kerangka Berpikir Landasan utama yang mendasari penelitian ini adalah produksi timbulan sampah yang semakin lama semakin meningkat dan juga masalah pencemaran lingkungan (baik itu pencemaran air, tanah maupun udara) yang dihasilkan akibat
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
50
dari pengoperasian landfill. Produksi timbulan sampah yang semakin lama semakin meningkat berdampak terhadap kebutuhan lahan yang akan digunakan sebagai tempat pemrosesan akhir. Selain itu, meningkatnya volume sampah yang harus ditimbun dalam landfill juga akan berdampak terhadap beban pencemaran air yang dihasilkan selama landfill beroperasi. Maka dari itu, diperlukan suatu teknik yang dapat mempercepat proses stabilisasi sampah di landfill dan juga mampu memperbaiki kualitas beban pencemaran air lindi. Konsep bioreaktor landfill merupakan teknologi yang dianggap dapat meningkatkan laju biodegradasi sampah di landfill. Bioreaktor landfill akan memberikan kondisi yang ideal bagi mikroorganisme untuk mendekomposisi material organik pada sampah. Resirkulasi air lindi yang diberlakukan akan mendistribusikan ulang nutrien yang diperlukan oleh mikroorganisme pada landfill. Pada penelitian ini, inovasi yang diterapkan adalah dengan memberikan perlakuan aerasi. Menurut Zhongning et.al. (2010), penerapan aerasi merupakan teknik yang mendukung prinsip lingkungan berkelanjutan. Dalam melakukan aerasi, ada faktor yang dipertimbangkan yaitu terkait dengan frekuensi aerasi. Frekuensi aerasi untuk penelitian ini akan dilakukan secara bertahap. Dengan memberikan perlakuan aerasi, perubahan yang dapat dilihat adalah pada waktu yang diperlukan untuk proses stabilisasi sampah. Selain itu, perlakuan aerasi juga mampu mempercepat proses penyisihan beban pencemar logam berat pada air lindi. Parameter yang diukur terkait dengan degradasi fisik sampah antara lain adalah penurunan muka sampah, temperatur sampah, pH air lindi, rasio C/N sampah, dan nilai field capacity sampah. Sedangkan, parameter pencemar logam berat yang dipantau pada penelitian ini adalah logam besi (Fe), kromium (Cr), cadmium (Cd), seng (Zn), timbal (Pb), dan tembaga (Cu). Data yang diperoleh dari penelitian ini kemudian akan dijadikan sebagai masukan untuk analisis statistik guna menentukan hubungan antara perlakuan aerasi terhadap waktu stabilisasi sampah dan penurunan beban pencemar logam berat pada air lindi.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
51
Produksi Timbulan Sampah Semakin Meningkat
Keterbatasan Lahan Untuk TPA
Penerapan Sistem Aerasi In Situ
Beban Pencemaran Air Lindi Semakin Meningkat
Permodelan Bioreaktor Landfill
Inovasi Penelitian:
Perlakuan Resirkulasi Air Lindi dan Penambahan Air
Perbaikan Sistem :
- Sistem Aerasi Dilakukan Secara Intermittent - Sumber Sampel : Sampah Rumah Tangga - Proses Pencacahan Sampah
- Sistem Pemadatan Sampah - Skema Pengisian Reaktor - Sistem Penutup Reaktor
Proses Observasi
Perubahan Fisik Sampah : - Penurunan Muka Sampah - Temperatur Sampah - Rasio C/N - Field Capacity Sampah
Perubahan Kualitas Kimia Air Lindi : - pH Air Lindi - BOD - COD
Perubahan Konsentrasi Logam Berat Pada Air Lindi : Fe, Cd, Cr, Zn, Cu dan Pb
Stabilisasi Bioreaktor Landfill
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
3.3 Tahapan Penelitian Tahapan penelitian merupakan bagian penting yang tidak bisa terlepas dari penelitian itu sendiri. Tahapan penelitian akan membantu peneliti untuk menjalankan penelitiannya secara sistematis dan terstruktur. Tahapan awal penelitian ini diawali dengan menentukan konsep atau ide untuk penyelesaian terhadap masalah pengelolaan sampah yang muncul. Setelah menentukan konsep atau ide, selanjutnya peneliti melakukan kajian terhadap masalah yang mungkin dihasilkan dari penelitian ini.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
52
Tahapan penelitian selanjutnya adalah melakukan kajian literatur terkait dengan penerapan bioreaktor landfill, baik itu untuk skala lapangan maupun skala laboratorium. Dari hasil kajian literatur, maka dapat disusun konsep dari penelitian ini. Konsep penelitian diartikan sebagai satu kata atau lebih yang menggambarkan suatu gejala atau menyatakan suatu ide atau gagasan tertentu. Dengan lahirnnya konsep penelitian, maka dapat ditentukan pengembangan apa yang akan muncul pada penelitian ini. Adapun pengembangan yang muncul pada penelitian adalah penerapan aerasi dengan memperhatikan frekuensi aerasi. Selanjutnya, penelitian dilanjutkan dengan menetapkan variabel-variabel yang dapat diukur sebagai hasil dari penelitian. Selain itu, dapat juga dilakukan perancangan terhadap bioreaktor landfill yang akan digunakan sebagai instrumen dari penelitian ini. Setelah proses perancangan bioreaktor landfill selesai, maka dilanjutkan dengan observasi dari penelitian itu sendiri. Obeservasi penelitian dilakukan dalam skala laboratorium. Data yang diperoleh dari pengoperasian bioreaktor landfill kemudian akan dijadikan sebagai bahan untuk analisis secara deskriptif dan analisis secara statistik. Kemudian hasil analisis dapat digunakan untuk mengambil kesimpulan untuk menjawab rumusan masalah penelitian yang telah ditetapkan sebelumnya.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
53
Permasalahan Pemrosesan Akhir Sampah
Konsep atau Ide Penyelesaian Masalah
Perumusan Masalah Atas Konsep atau Ide
Konsep Penelitian Bioreaktor Landfill Aerobik
Kajian Literatur
Penentuan Variabel Penelitian
Inovasi atau Pengembangan
Perancangan Bioreaktor Landfill
Pengujian Penelitian Skala Laboratorium
Pengumpulan Data Penelitian
Analisis Data Penelitian
Analisis Deskriptif Data
Analisis Statistik Data
Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Gambar 3.2 Tahapan Penelitian Bioreaktor Landfill Aerobik Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
54
3.4 Variabel Penelitian Variabel penelitian merupakan gejala pada penelitian yang memiliki nilai bervariasi. Dilihat dari fungsinya, variabel penelitian terbagi atas 3 hal, yaitu variabel bebas (independen), variabel terikat (dependen), dan variabel kontrol. a.
Variabel bebas Variabel bebas merupakan variabel yang sifatnya memberikan pengaruh terhadap variabel terikat. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah perubahan karakteristik fisik sampah dan perubahan karakteristik kimia pada air lindi. Kedua variabel ini akan memberikan pengaruh terhadap pengurangan volume sampah, penyisihan beban pencemar organik dan perubahan kualitas logam berat pada air lindi. Sub variabel perubahan karakteristik fisik sampah adalah temperatur sampah field capacity, dan rasio C/N sampah. Sedangkan sub variabel perubahan karakteristik kimia air lindi adalah pH air lindi.
b.
Variabel terikat Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi akibat adanya perubahan pada variabel bebas. Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel terikat adalah pengurangan volume sampah, penyisihan beban pencemar organik dan perubahan konsentrasi logam berat pada air lindi.
c.
Variabel kontrol Variabel kontrol merupakan variabel yang ditetapkan oleh peneliti, dimana peneliti ingin mengontrol supaya variabel diluar yang diteliti tidak mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan terikat, atau ingin melakukan penelitian yang bersifat membandingkan. Variabel kontrol dalam penelitian ini adalah volume air lindi yang diresirkulasi dan laju aerasi yang diberlakukan pada sistem. Tabel 3.1 Variabel Penelitian No.
1
Jenis Variabel
Variabel Bebas
Variabel Perubahan Karakteristik Sampah Perubahan Karakteristik Air Lindi
Sub Variabel Temperatur Sampah Rasio C/N Field Capacity Sampah pH Air Lindi
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
55
(Lanjutan) Tabel 3.1 Variabel Penelitian No.
Jenis Variabel
Variabel Pengurangan Volume Sampah
Penurunan Beban Pencemar Organik 2
Variabel Terikat
Penurunan Beban Pencemar Logam Berat
Sub Variabel Laju Penurunan Sampah BOD (Biochemical Oxygen Demand) COD (Chemical Oxygen Demand) Besi (Fe) Kromium (Cr) Kadmium (Cd) Seng (Zn) Timbal (Pb) Tembaga (Cu)
Volume Air Lindi yang Diresirkulasi 3
Variabel Kontrol
Penambahan Air Laju Aerasi
`
Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
3.5 Data Penelitian Data dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 jenis data, yaitu data mengenai karakteristik sampah dan data mengenai karakteristik air lindi. Data mengenai karakteristik sampah yang diukur dalam penelitian ini adalah penurunan ketinggian sampah, temperatur sampah, rasio C/N, dan field capacity sampah. Sedangkan data mengenai karakteristik air lindi yang diukur dalam penelitian ini adalah pH air lindi, volume air lindi yang terbentuk, nilai BOD5 dan COD, dan juga konsentrasi logam berat yang meliputi Fe, Cr, Cd, Zn, Pb, dan Cu. Selain itu, ada pula data lain yang diperlukan sebagai dasar desain perencanaan penelitian ini. Data tersebut adalah curah hujan Kota Depok dan berat jenis awal sampah. Tabel 3.2 Data Penelitian No. A 1
2
Data Primer Periode Pengukuran Metode Pengukuran Data Karakteristik Sampah Penurunan Ketinggian Setiap hari Pengamatan langsung Sampah (dengan menggunakan meteran) Temperatur Sampah Setiap hari Pengukuran dengan menggunakan termometer Data yang Diamati
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
56
(Lanjutan) Tabel 3.2 Data Penelitian No. A 3
4
5
6
B 1 2
3
4
5
No. 1
Data Primer Data yang Diamati Periode Pengukuran Metode Pengukuran Data Karakteristik Sampah Total Karbon Pada awal penelitian, Pengukuran dengan setiap akhir menggunakan metode pentahapan, dan pada spektrofotometri akhir penelitian Total Nitrogen Pada awal penelitian, Pengukuran dengan setiap akhir menggunakan metode pentahapan, dan pada kjehdahl nitrogen akhir penelitian Kadar Air Sampah Pada tahap 1 : setiap Pengukuran dengan hari menggunakan metode Pada tahap 2 : setiap 1 gravimetri minggu sekali Pada tahap 3 : setiap 2 minggu sekali Oksigen Terlarut Pada tahap 1 : setiap Pengukuran dengan hari menggunakan DO meter Pada tahap 2 : setiap 1 minggu sekali Pada tahap 3 : setiap 2 minggu sekali Data Karakteristik Air Lindi pH Air Lindi Setiap hari Pengukuran dengan menggunakan pH meter Volume Air Lindi yang Setiap hari Pengukuran dilakukan Terbentuk dengan menggunakan gelas ukur Nilai BOD5 dan COD Pada tahap 1 : setiap Pengukuran BOD5 Air Lindi hari dilakukan dengan metode Pada tahap 2 : setiap 1 iodometri, sedangkan minggu sekali pengukuran COD Pada tahap 3 : setiap 2 dilakukan dengan metode minggu sekali spektrofotometri. Konsentrasi Logam Pada tahap 1 : setiap Pengukuran dengan Berat (Besi) dan hari menggunakan metode Kromium Heksavalen Pada tahap 2 : setiap 1 spektrofotometri minggu sekali Pada tahap 3 : setiap 2 minggu sekali Konsentrasi Logam Pada tahap 1 : setiap Pengukuran dengan Berat Kadmium, hari menggunakan metode Timbal, Tembaga, Pada tahap 2 : setiap 1 AAS Nikel, dan Seng minggu sekali Pada tahap 3 : setiap 2 minggu sekali Data Sekunder Data yang Diperoleh Sumber Curah Hujan Koda Depok Berdasarkan literatur Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
57
3.6 Instrumen dan Populasi Penelitian Instrumen penelitian didefinisikan sebagai alat yang dapat digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data yang diperlukan untuk memperoleh kesimpulan dari penelitian tersebut. Adapun instrumen penelitian ini adalah bioreaktor yang digunakan untuk menampung sampah dan berbagai jenis peralatan yang diperlukan untuk mengukur berbagai parameter uji yang terdapat dalam penelitian ini.
3.6.1 Perancangan Bioreaktor Landfill Perancangan reaktor ini disesuaikan dengan kebutuhan yang diperlukan selama penelitian ini berlangsung. Reaktor yang akan digunakan untuk penelitian ini terbuat dari pipa dengan bahan PVC (polyvinyl chloride). Pada penelitian ini akan dirancang dua buah reaktor dengan spesifikasi yang sama. Reaktor 1 merupakan reaktor yang akan diberikan perlakuan aerasi, sedangkan reaktor 2 merupakan reaktor kontrol yang tidak diberikan perlakuan aerasi (anaerobik). Pipa yang digunakan sebagai reaktor memiliki diameter sebesar 12” atau sekitar 30,48 cm. Panjang pipa awalnya adalah 3,7 m. Namun menyesuaikan dengan lokasi penelitian, maka panjang pipa dibagi menjadi dua, sehingga diperoleh panjang pipa yang menjadi ketinggian reaktor adalah 1,85 m. Berikut ini merupakan gambar dan spesifikasi dari pipa PVC Vinilon 12” yang digunakan pada penelitian ini.
Tabel 3.3 Spesifikasi Pipa PVC No. 1 2 3 4 5 6 7
Spesifikasi Pipa Bahan Material Diameter Luar Pipa Tebal Dinding Pipa Diameter Dalam Pipa Spesific Gravity Konduktivitas Termal Modulus Elastisitas
Keterangan PVC 31,80 cm 0,92 cm 29,96 cm 1,40 gr/cm3 0,15 W/m.K 3.000 N/mm2
Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
58
Gambar 3.3 Pipa PVC Ukuran 12” Sumber : tangkiairmpoin.com (2014)
Untuk mendukung pengamatan penurunan sampah, maka perlu dilakukan perubahan struktur dari pipa. Perubahan struktur dilakukan dengan memotong dinding pipa sepanjang 4 cm. Bagian yang dipotong ini selanjutnya akan diganti dengan menggunakan akrilik. Ketebalan akrilik yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 mm. pemasangan akrilik mulai dilakukan dari ketinggian 15 cm dari dasar pipa dan diakhiri pada ketinggian 1,5 m dari dasar pipa. Modifikasi pipa juga dilakukan pada sisi kanan dan kiri dinding pipa. Modifikasi yang dilakukan pada dua bagian ini adalah dengan melubangi pipa yang akan digunakan sebagai pipa aerasi dan port untuk pengambilan sampel sampah dan pengecekan temperatur sampah. Diameter lubang yang dirancang adalah ½”. Pelubangan dinding pipa untuk pipa aerasi dilakukan pada ketinggian 13,5 cm dari dasar pipa. Pelubangan dilakukan pada ketinggian tersebut mengingat pada ketinggian tersebut masih diisi oleh kerikil. Selanjutnya pada ketinggian 30 cm dari dasar pipa dilakukan pelubangan yang akan digunakan sebagai port untuk pengambilan sampel dan pengecekan temperatur sampah. Selain itu, pada bagian dasar pipa juga diberikan lubang sebagai sarana drainase air lindi. Diameter lubang pada bagian dasar pipa adalah ½”. Adapun keterangan mengenai pelubangan dinding pipa dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.4 Keterangan Modifikasi Pipa PVC No. 1 2 3 4
Ketinggian Pelubangan 13,5 cm 30 cm 45 cm 60 cm
Tujuan Pelubangan Pipa Aerasi Port Pengambilan Sampel Port Pengambilan Sampel Port Pengambilan Sampel
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
59
(Lanjutan) Tabel 3.4 Keterangan Modifikasi Pipa PVC No. Ketinggian Pelubangan Tujuan Pelubangan 5 90 cm Port Pengambilan Sampel 6 135 cm Port Pengambilan Sampel Keterangan : Ketinggian Pipa Dihitung dari Dasar Pipa Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Pada bagian dalam pipa 12”, dipasang pipa gas yang didesain berbentuk L. Diameter pipa yang digunakan untuk penangkapan gas adalah ¾”. Pipa penangkapan gas mulai dipasang sejak ketinggian 20 cm diatas dasar pipa atau sekitar 5 cm dari dasar sampah. Pada dinding pipa gas diberi lubang kecil yang bertujuan untuk menangkap gas yang terbentuk pada sampah di ketinggian tertentu. Pelubangan dinding pipa gas dilakukan pada dua sisi dengan jarak antar lubang adalah sekitar 10 cm. Pelubangan dinding pipa dilakukan hingga mencapai ketinggian 60 cm dari dasar pipa penangkap gas.
Tabel 3.5 Detail Komponen Pipa Reaktor No.
Komponen yang Digunakan
Fungsi
Tinggi
Keterangan
1
Pipa PVC Vinilon 12”
Bioreaktor landfill
1,85 m
Tebal = 9,2 mm
2
Pipa PVC A
Untuk aliran air lindi
0,1 m
Diameter ½” sebanyak 1 buah
3
Pipa PVC B
Untuk aliran gas
1,35 m
Diameter ¾” sebanyak 1 buah
Pipa PVC C
Untuk penambahan air dan resirkulasi air lindi
0,5 m
Diameter ½” sebanyak 4 buah
Pipa PVC D
Untuk pengambilan sampel, pengukuran pH dan pengukuran temperature
0,02 m
Diameter ½” sebanyak 10 buah dipasang pada dua sisi berlawanan pada toren
0,5 m
Diameter ½” sebanyak 1 buah dipasang pada bagian bawah reaktor
4
5
6
Pipa PVC E
Untuk aerasi
Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Komponen material yang akan digunakan untuk mengisi reaktor adalah batu kerikil, feed stock sampah, lapisan geotekstil, dan lapisan tanah penutup.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
60
Berikut ini merupakan spesifikasi ketinggian dari masing-masing komponen pengisi reaktor. Tabel 3.6 Detail Komponen Pengisi Reaktor No
Komponen Pengisi Toren
Tinggi Pengisian (mm)
1 2
Batu kerikil Feed stock (sampah rumah tangga)
150 1.200
3 4
Lapisan geotekstil non-waven dengan plastic Lapisan tanah penutup
250
Total Tinggi Pengisian (mm)
1.600
Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Pada Gambar 3.4 berikut ini dapat dilihat tampak atas dari bioreaktor yang akan digunakan, sedangkan pada Gambar 3.5 dapat dilihat desain bioreaktor yang dirancang dalam penelitian ini.
29,96 cm 31,80 cm
Gambar 3.4 Tampak Atas Reaktor Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
61
31,80 cm
31,80 cm
25,00 cm
25,00 cm
185,00 cm
185,00 cm
120,00 cm
120,00 cm
15,00 cm
15,00 cm
Gambar 3.5 Desain Lysimeter Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
3.6.1.1
Penentuan Sistem Pemadatan Proses pemadatan sampah perlu dilakukan untuk mencapai densitas
sampah di landfill yang ideal. Menurut Tchobanoglous (1993), densitas sampah yang ideal berkisar antara 500 – 700 kg/m3. Proses pemadatan yang akan dilakukan terhadap sistem akan disesuaikan dengan konsolidasi yang diharapkan terjadi. Sampah yang akan dimasukkan kedalam bioreaktor memiliki ketinggian awal 1,20 m dengan berat jenis awal sampah adalah 300 kg/m3. Selanjutnya sampah akan dipadatkan hingga densitasnya mencapai 600 kg/m3. Dengan demikian, dapat dihitung bahwa ketinggian akhir sampah adalah 0,60 m. Pada penelitian ini, total beban yang akan ditambahkan ke dalam sistem untuk pemadatan adalah sebanyak 50 kg. Proses pembebanan akan dilakukan secara merata terhadap luas permukaan reaktor. Waktu untuk pembebanan akan
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
62
disesuaikan hingga sampah dapat mencapai densitas yang sesuai dengan densitas sampah terpadatkan, yaitu 600 kg/m3. Untuk memastikan bahwa proses pemadatan berjalan sesuai, maka dapat digunakan persamaan konsolidasi bagi sampah perkotaan yang dikemukakan oleh Sowers (1973). Dari persamaan tersebut dapat diperoleh nilai indeks kompresi sampah untuk selanjutnya akan dibandingkan kesesuaiannya dengan literatur. ∆𝐻 = 𝐻 . 𝐶𝑐. 𝑙𝑜𝑔 (
𝜎𝑜 + 𝜎𝑐 𝑡2 ) + 𝐻 . 𝐶𝑎. 𝑙𝑜𝑔 ( ) 𝜎𝑜 𝑡1
Nilai ∆𝐻 merupakan penurunan yang terjadi akibat adanya proses pemadatan. Nilai H merupakan ketinggian awal sampah. Nilai Cc merupakan indeks kompresi dimana untuk limbah padat perkotaan berkisar antara 0,163 – 0,205. Nilai 𝜎𝑜 merupakan besar tekanan pembebanan yang dilakukan terhadap lapisan sampah. Nilai 𝜎𝑐 merupakan besar tekanan pembebanan tambahan yang berasal dari lapisan tanah penutup. Nilai t1 merupakan waktu awal saat proses pemadatan mulai dilakukan dan nilai t2 merupakan waktu akhir saat proses pemadatan selesai dilakukan.
3.6.1.2
Penentuan Sistem Aerasi Menurut Borglin et.al. (2004), penambahan udara ke dalam bioreaktor
akan memberikan kondisi aerobik atau mikroaerofilik akan terbentuk pada landfill. Laju biodegradasi material organik pada bioreaktor aerobik lebih cepat dan memiliki potensi untuk mengurangi waktu stabilisasi sampah dan mempercepat laju penurunan massa sampah pada landfill. Di sisi lain, penambahan udara kedalam sistem akan menghambat pembentukan gas metana. Pada bioreaktor aerobik, potensi reduksi oskidasi (redoks) ambien akan berubah dari yang semula bersifat negatif menjadi positif. Berbagai penelitian terdahulu, seperti yang tercantum dalam Tabel 2.4 menyatakan bahwa rentang laju aerasi pada bioreaktor aerob berkisar antara 0,0002 – 1,33 L/menit-kg sampah. Pada umumnya, untuk periode aerasi berkisar antara 1 sampai 3 bulan. Sedangkan berat sampah yang akan masuk kedalam reaktor adalah 30 kg. Dengan demikian, maka perhitungan laju aerasi yang akan diberlakukan pada penelitian adalah sebagai berikut.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
63
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝐴𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 =
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐴𝑒𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑆𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ
𝐿 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 𝐿𝑎𝑗𝑢 𝐴𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 = 30 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ 1
𝐿𝑎𝑗𝑢 𝐴𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 = 0,03
𝐿𝑖𝑡𝑒𝑟 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡 − 𝑘𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎ℎ
Untuk memastikan bahwa laju aerasi yang diberlakukan sesuai dengan perhitungan diatas, maka sistem bioreaktor aerob akan dilengkapi dengan flow meter. Pemasangan flow meter bertujuan untuk mengatur aliran udara yang akan masuk kedalam bioreaktor. Frekuensi aerasi akan sangat berpengaruh terhadap proses stabilisasi sampah pada landfill. Menurut Zhongning et.al. (2010), frekuensi aerasi yang paling baik adalah dengan melakukan aerasi secara bertahap. Pada umumnya, untuk periode aerasi berkisar antara 1 sampai 3 bulan. Pada penelitian ini, besar laju aerasi yang diberlakukan pada bioreaktor adalah 1 L/menit. Proses aerasi akan dilakukan secara intermittent, dengan durasi proses aerasi yang diberikan pada bioreaktor adalah 1 jam per harinya.
3.6.1.3
Resirkulasi Air Lindi dan Penambahan Air Air lindi yang dihasilkan pada bioreaktor landfill akan diresirkulasi
kembali. Menurut Borglin, et.al. (2004), hal ini dilakukan untuk mendistribusikan ulang nutrien yang terkandung dalam air lindi guna mendukung kinerja mikroorganisme pada sistem. Prinsip penambahan air didasarkan pada tingkat kebocoran yang terjadi pada geotekstil. Perhitungan penambahan volume air perlu memperhatikan parameter curah hujan dari kota tempat sampel sampah diambil. Dalam penelitian ini, curah hujan yang harus diperhatikan adalah curah hujan Kota Depok. Langkah perhitungan volume penambahan air adalah sebagai berikut :
Menentukan curah hujan tertinggi Kota Depok. Berikut ini adalah data curah hujan Kota Depok :
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
64
Tabel 3.7 Data Curah Bulanan Stasiun FT-UI Depok 2003-2012 Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jan 172 343 453 338 250 203 263 210 195 286
Feb 406 386 348 276 824 469 307 453 267 321
Mar 333 185 427 252 202 256 534 417 316 211
Apr 164 428 116 283 326 267 295 88.1 232 209
Mei 172 232 143 180 122 185 417 274 256 273
Jun 17.5 66.5 355 81.5 136 91 195 162 85.8 162
Jul 5.5 126 193 41.5 17 19.3 173 159 190 156
Ags 22 12 350 22.7 85.8 108 27.7 361 40.5 10.1
Sep 34.5 23.5 82.8 10 83 145 103 580 149 38.4
Okt 171 132 218 52.7 227 191 414 673 314 140
Nov 433 396 144 139 258 511 317 284 214 530
Des Jumlah 293 2223.5 326 2656 137 2966.8 357 2033.4 492 3022.8 341 2786.3 227 3272.7 167 3828.1 319 2578.3 464 2800.5
Sumber : Laboratorium Hidrolika, Hidrologi dan Sungai FTUI Depok (2013)
Dari data diatas, maka diambil data curah hujan maksimum, yaitu 3828 mm/tahun atau setara dengan 0,1048 dm/hari.
Menghitung luas permukaan reaktor Luas permukaan reaktor adalah : 𝐴=
𝜋𝑟 2 3,14 𝑥 0,3182 = = 0,079 𝑚2 = 7,94 𝑑𝑚2 4 4
Menghitung debit air hujan yang akan masuk kedalam sampah : 𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 = 𝐶𝑢𝑟𝑎ℎ 𝐻𝑢𝑗𝑎𝑛 𝑥 𝐿𝑢𝑎𝑠 𝑃𝑒𝑟𝑚𝑢𝑘𝑎𝑎𝑛 𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 = 0,1048 dm/hari 𝑥 7,94 𝑑𝑚2 𝐷𝑒𝑏𝑖𝑡 = 0,832 𝑑𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖
Menentukan tingkat kerusakan pada geotekstil yang diasumsikan Menurut penelitian Peggs (2009), kecelakaan kebocoran harus menjadi suatu pertimbangan dan sebaiknya tidak hanya menggunakan single liners. Asumsi tingkat kersuakan pada geotekstil adalah 24% dari kerusakan yang terjadi selama pemasangan lapisan geomembran. Sedangkan kerusakan lainnya, 74% terjadi ketika lapisan geomembran ditutupi oleh lapisan drainase dan sisanya 2% setelah penutupan.
Menghitung volume penambahan air yang akan dilakukan 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 0,832 𝑑𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 24% 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑃𝑒𝑛𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐴𝑖𝑟 = 0,2 𝐿 = 200 𝑚𝐿
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
Rank 10 7 4 9 3 6 2 1 8 5
65
Dengan mengikuti cara perhitungan diatas dan mengasumsikan tingkat kebocoran sebesar 24%, maka volume penambahan air yang perlu ditambahkan adalah 200 mL. Penentuan durasi penambahan air didasari pada produksi air lindi. Durasi penambahan air dilakukan setiap hari pada minggu pertama, selanjutnya untuk minggu kedua hingga minggu kedelapan dilakukan 1 kali dalam seminggu, sedangkan pada minggu kesembilan hingga minggu terakhir penelitian dilakukan setiap dua minggu sekali. Tabel 3.8 Frekuensi Penambahan Air Tahap
Waktu
Frekuensi Penambahan Air
Jumlah Data
1
Minggu ke-1
Setiap hari, diluar Hari Sabtu, Minggu dan hari libur lainnya
5
2
Minggu ke-2 sampai minggu ke-7
Setiap hari, diluar Hari Sabtu, Minggu dan hari libur lainnya
30
3
Minggu ke-8 sampai minggu ke-21
Setiap hari, diluar Hari Sabtu, Minggu dan hari libur lainnya
70
Sumber : Hasil Olahan (2014)
Untuk volume air lindi yang akan diresirkulasi sama dengan volume penambahan air, yaitu sebesar 200 mL dengan keterangan perlakuan sebagai berikut : Tabel 3.9 Frekuensi Resirkulasi Air Lindi Tahap
Waktu
Frekuensi Resirkulasi Air Lindi
1
Minggu ke-1
Setiap hari
Minggu ke-2 sampai minggu ke-7 Minggu ke-8 sampai minggu ke-21
1 kali dalam seminggu 2 kali dalam seminggu
2 3
Jumlah Data 5 6 7
Sumber : Hasil Olahan (2014)
3.6.2 Feedstock Sampah Sampel sampah yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sampah rumah tangga yang berasal dari salah satu TPS, yaitu TPS Lenteng Agung, Jakarta
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
66
Selatan. Komposisi sampah yang akan digunakan sebagai sampel terdiri atas 70% sampah organik dan 30 % sampah anorganik. Sebelum sampah dimasukkan kedalam bioreaktor, akan dilakukan proses pemilahan terlebih dahulu. Proses pemilahan dilakukan untuk memastikan bahwa fraksi komposisi sampah yang akan dimasukkan kedalam reaktor sudah sesuai dengan perencanaan. Setelah dilakukan pemilahan, maka selanjutnya akan dilakukan pencacahan terhadap sampah, hingga ukuran sampah berkisar antara 15 – 20 cm. Menurut Sethi et.al. (2013), melalui proses pencacahan maka luas permukaan sampah yang tersedia akan semakin besar. Hal ini akan mendukung proses penguraian material organik pada sampah. Selain itu, pencacahan dilakukan juga untuk memudahkan proses pengisian sampah kedalam reaktor mengingat dimensi reaktor yang tidak terlalu besar.
Gambar 3.6 TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan Sumber : Dokumentasi Penulis (2014)
3.6.3 Instrumen Untuk Pengujian Data Penelitian Instrumen penelitian merupakan alat bantu yang dipergunakan untuk mengukur parameter uji dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini, instrumen atau alat bantu penelitian akan digunakan untuk mengukur karakteristik sampah dan air lindi. Instrumen penelitian yang digunakan untuk menguji parameter dalam penelitian ini adalah meteran, pH meter, termometer, spektrofotometer, dan alat AAS. Meteran kain yang digunakan untuk mengukur penurunan sampah yang terjadi akibat adanya proses dekomposisi material organik. Meteran kain akan ditempel tepat disamping dinding reaktor yang terdapat akrilik. Meteran kain yang digunakan pada penelitian ini memiliki tingkat ketelitian hingga + 1 mm. Hal ini
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
67
dilakukan agar nilai penurunan sampah yang diperoleh dari hari ke hari bersifat valid. pH meter digunakan untuk mengukur tingkat keasaman air lindi yang terbentuk. pH meter yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah pH meter digital dengan tingkat ketelitian satu angka dibelakang koma. Perlu diperhatikan bahwa dalam menggunakan pH meter harus dipastikan bahwa kondisi pH meter berada dalam rentang nilai yang netral. Berikut ini merupakan gambar dari pH meter yang akan digunakan untuk mengukur pH air lindi.
Gambar 3.7 pH Meter Sumber : Dokumentasi Penulis (2014)
Termometer akan digunakan untuk mengukur temperatur sampah. Pengukuran temperatur sampah menjadi hal yang penting untuk mengetahui fase dekomposisi yang sedang terjadi dalam sistem. Selain itu pengukuran temperatur juga berguna untuk mengetahui apakah nilai temperatur yang terukur dalam sistem merupakan nilai temperatur yang ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme. Menurut Sethi et.al. (2013), pertumbuhan dan kinerja mikroorganisme akan terhambat ketika nilai temperatur sampah lebih dari 50oC.
Gambar 3.8 Termometer Digital Sumber : Dokumentasi Penulis (2014)
Spektrofotometer DR – 2000 merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur beberapa jenis parameter, diantaranya adalah untuk mengukur konsentrasi total karbon, total nitrogen, dan logam besi. Berikut ini
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
68
merupakan gambar dari spektrofotometer DR – 2000 yang akan digunakan dalam penelitian.
Gambar 3.9 Spektrofotometer DR – 2000 Sumber : Dokumentasi Penulis (2014)
3.6.4 Populasi Penelitian (Feedstock Sampah) Sampel yang akan digunakan sebagai feedstock adalah sampah rumah tangga yang berasal TPS Jagakarsa, Lenteng Agung. Sampah yang akan digunakan langsung diambil dari gerobak sampah yang mengangkut sampah dari perumahan warga sekitar menuju ke TPS. Selanjutnya sampah akan dipilah, dimana komposisi sampah yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 70% sampah organik dan 30% sampah anorganik. Sampah anorganik yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri atas sampah plastik, kertas, logam, dan kaca. Sebelum dimasukkan kedalam reaktor, feedstock akan dicacah terlebih dahulu dengan menggunakan alat pencacah. Pencacahan dilakukan hingga ukuran material sampah berkisar antara 5 – 10 cm. Hal ini dilakukan guna mempercepat proses stabilisasi sampah. Selain itu, pencacahan dilakukan agar proses pengisian feedstock kedalam reaktor dapat berjalan dengan mudah.
3.6.5 Pengolahan Data Penelitian Tidak semua hasil dari tiap parameter uji dapat langsung digunakan sebagai data penelitian. Ada beberapa hasil pengujian parameter yang perlu diolah terlebih dahulu hingga akhirnya dapat digunakan sebagai data penelitian. Beberapa parameter tersebut antara lain adalah field capacity, rasio C/N, dan konsentrasi logam berat.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
69
3.6.5.1
Prosedur Analisis Field Capacity Nilai field capacity sampah dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kadar air
sampah, volume resirkulasi air lindi, volume penambahan air, dan volume air lindi yang terbentuk. Menurut Petchsri (2006), perhitungan nilai field capacity sampah adalah sebagai berikut :
Jumlah Air Masuk
QAir yang Ditambahkan + QKadar Air Sampah + QResirkulasi Air Lindi = QAir Lindi + Air yang
= Jumlah Air Keluar + Jumlah Air yang Tersimpan
Tersimpan
Air yang Tersimpan = (QAir yang Ditambahkan + QKadar Air Sampah + QResirkulasi Air Lindi)
3.6.5.2
– QAir Lindi
Nilai Field Capacity = (Air yang Tersimpan / Massa Sampah) x 100
Prosedur Analisis Rasio C/N Pengukuran nilai karbon dilakukan dengan menggunakan metode
spektrofotometri. Dari hasil pengukuran akan diperoleh data berupa persentase nilai karbon berdasarkan pembacaan spektrofotometer. Untuk mengetahui nilai karbon sampel, maka dapat digunakan persamaan berikut ini : %𝐶 =
% 𝐶 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑝𝑒𝑘𝑡𝑟𝑜 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Pengukuran nilai nitrogen dilakukan dengan menggunakan metode kjeldahl nitrogen. Dari hasil pengukuran, akan diperoleh 2 buah data yaitu kandungan nitrogen organik dan kandungan nitrogen anorganik. Untuk memperoleh kandungan nitrogen secara keseluruhan, maka tinggal menjumlahkan 2 data yang telah diperoleh tersebut.
3.6.5.3
Prosedur Analisis Logam Berat Pengukuran konsentrasi logam berat Cu, Cd, Pb, dan Znakan dilakukan
dengan menggunakan metode AAS. Sedangkan untuk pengukuran konsentrasi logam berat Fe dan Cr akan dilakukan dengan metode spektrofotometri.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
70
Perhitungan konsentrasi logam yang diperoleh dari pengukuran menggunakan AAS adalah sebagai berikut. 𝐴𝑥𝐵 𝑚𝑔 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐿𝑜𝑔𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 ( ) = 𝐶 𝐿
Dimana nilai A merupakan konsentrasi pembacaan di alat, nilai B merupakan volume akhir larutan, dan nilai C merupakan volume awal sampel.
3.6.6 Analisis Statistik Data Penelitian Uji statistik digunakan untuk mendukung hasil analisis data yang dilakukan secara deskriptif. Dalam penelitian ini terdapat beberapa jenis uji statistik yang dilakukan, diantaranya adalah untuk menentukan nilai signifikansi variabel penelitian dan untuk membuktikan hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Uji yang dilakukan untuk menentukan nilai signifikansi variabel adalah dengan uji independent sample T-test. Dari hasil uji ini akan diperoleh nilai signifikansi yang menyatakan apakah terdapat perbedaan antara data yang diperoleh dari pengoperasian reaktor secara aerobik dengan data yang diperoleh dari pengoperasian reaktor secara anaerobik. Untuk membuktikan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka akan dilakukan beberapa jenis uji statistik. Analisis statistik pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Pertama, untuk menguji hubungan antara dua variabel yang tidak menunjukkan hubungan fungsional, maka akan dilakukan uji signifikansi hubungan atau dikenal dengan uji korelasi. Dari hasil uji korelasi akan diperoleh koefisien nilai korelasi. Adapun Sujianto (2009) menyatakan bahwa koefisien nilai korelasi dapat dikelompokkan sebagai berikut : Tabel 3.10 Sifat Korelasi Berdasarkan Nilai Koefisien Korelasi Koefisien Korelasi 0,00 - 0,20 0,21 - 0,40 0,41 - 0,70 0,71 - 0,90 0,91 - 0,99 1,00
Sifat Hubungan Korelasi keeratan sangat lemah Korelasi keeratan lemah Korelasi keeratan kuat Korelasi keeratan sangat kuat Korelasi keeratan sangat kuat sekali Korelasi keeratan sempurna
Sumber : Sujianto (2009)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
71
Setelah mengetahui bahwa terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat, maka langkah selanjutnya yang dapat dilakukan adalah menentukan pengaruh secara nyata yang diberikan oleh tiap variabel bebas terdapat perubahan variabel terikat. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh nyata antara tiap variabel bebas dengan variabel terikat dalam penelitian ini, maka perlu dilakukan analisis regresi. Regresi merupakan alat yang dapat digunakan untuk menilai pengaruh dari setiap perubahan variabel bebas terhadap variabel terikat dalam penelitian. Dengan menggunakan regresi maka dapat diketahui hubungan dari setiap variabel bebas terhadap variabel terikat yang dipengaruhinya. Dalam penelitian ini, variabel bebas merupakan perubahan pada karakteristik fisik sampah dan karakteristik kimia air lindi, sedangkan variabel terikat merupakan reduksi volume sampah, penurunan nilai BOD5 dan COD, dan juga perubahan konsentrasi logam berat pada air lindi. Melalui analisis regresi, maka dapat diperoleh suatu model matematis yang menggambarkan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam suatu penelitian, perubahan pada variabel terikat mungkin saja dipengaruhi oleh banyak variabel bebas. Untuk menyelesaikan masalah seperti ini, maka model matematisnya adalah sebagai berikut : 𝑌 = 𝛽𝑜 + 𝛽1 𝑋1 + 𝛽2 𝑋2 + 𝛽3 𝑋3 + ⋯ + 𝛽𝑛 𝑋𝑛 + 𝜀 Nilai Y merupakan variabel respon atau dalam penelitian dikenal dengan variabel terikat. Nilai 𝛽𝑜 merupakan intercept, sedangkan nilai 𝛽1 , 𝛽2 , 𝛽3 , … 𝛽𝑛 merupakan koefisien. Nilai X1, X2, X3, hingga Xn merupakan variabel regressor atau dikenal dengan variabel bebas. Dari hasil analisis regresi, maka akan diperoleh suatu persamaan garis regresi. Garis regresi merupakan garis yang menyatakan dan menggambarkan ukuran dan hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dan diprediksi untuk memprediksi nilai dari variabel bebas dan variabel terikat.
3.7 Lokasi Penelitian Dilihat berdasarkan tempat penelitian, penelitian ini digolongkan sebagai penelitian laboratorium. Penelitian laboratorium merupakan penelitian yang dilaksanakan di laboratorium dan bersifat ekspeerimen atau percobaan. Lokasi
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
72
penelitian ini adalah Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Namun untuk penjelasan secara detail mengenai lokasi penelitian dapat dilihat berikut ini.
Reaktor akan diletakkan di Ruang Laboratorium Limbah Padat Program Studi Teknik Lingkungan, Gedung Departemen Teknik Sipil Lantai 4. Pengukuran penurunan ketinggian sampah, temperatur sampah, pH air lindi, dan volume air lindi yang terbentuk akan dilakukan di ruang tersebut.
Pengukuran total karbon, total nitrogen, DO, COD, BOD, alkalinitas, konsentrasi logam besi, dan konsentrasi logam kromium heksavalen akan dilakukan di Laboratorium Teknik Penyehatan dan Lingkungan yang terletak di Gedung Departemen Teknik Sipil Lantai 4.
Pengukuran konsentrasi gas akan dilakukan di Laboratorium Gas, Departemen Teknik Kimia
Pengukuran konsentrasi logam berat kadmium, timbal, nikel, seng, dan tembaga akan dilakukan di Laboratorium AAS Program Studi Teknik Lingkungan yang terletak di Gedung Departemen Teknik Sipil Lantai 4.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
73
3.8
Durasi Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan mulai dari bulan Desember 2014 hingga bulan Mei 2015. Adapun untuk keterangan mengenai
durasi penelitian terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu jadwal pra penelitian dan jadwal penelitian. Tabel 3.11 Jadwal Pra Penelitian No. 1 2 3 4 5 6 7
Keterangan
15 16 17 18 19 Perancangan Reaktor Pengukuran Berat Jenis Sampah Pengukuran Kadar Air Sampah Pengukuran ultimate analysis sampah Pengambilan Sampel Pencacahan Sampel Persiapan Material Pengisi Reaktor Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
20
November 21 22 23 24
25
26
27
28
29
30
1
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
2
3
4
5
6
7
Desember 8 9 10 11
12
13
14
Universitas Indonesia
15
74
Tabel 3.12 Jadwal Penelitian Bulan Desember Tahun 2014 No. 1 2 3 4 5
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Desember 16 17 18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor Perlakuan Resirkulasi Air Lindi Penambahan Air Perlakuan Aerasi Pada Sistem Pengukuran Parameter Pengujian - pH - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
31
75
Tabel 3.13 Jadwal Penelitian Bulan Januari Tahun 2015 No. 1 2 3 4 5
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Januari 17 18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor Perlakuan Resirkulasi Air Lindi Penambahan Air Perlakuan Aerasi Pada Sistem Pengukuran Parameter Pengujian - pH - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
30
31
76
Tabel 3.14 Jadwal Penelitian Bulan Februari Tahun 2015 No.
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Februari 15 16 17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
Pengisian Sampah Ke 1 Dalam Reaktor Perlakuan Resirkulasi 2 Air Lindi 3 Penambahan Air Perlakuan Aerasi 4 Pada Sistem Pengukuran 5 Parameter Pengujian - pH - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
28
77
Tabel 3.15 Jadwal Penelitian Bulan Maret Tahun 2015 No. 1
2 3 4
5
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
Maret 17 18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor Perlakuan Resirkulasi Air Lindi Penambahan Air Perlakuan Aerasi Pada Sistem Pengukuran Parameter Pengujian - pH - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
31
78
Tabel 3.16 Jadwal Penelitian Bulan April Tahun 2015 No. 1
2 3 4 5
Keterangan
April 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor Perlakuan Resirkulasi Air Lindi Penambahan Air Perlakuan Aerasi Pada Sistem Pengukuran Parameter Pengujian - pH - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
30
79
Tabel 3.17 Jadwal Penelitian Bulan Mei Tahun 2015 No. 1
2 3 4 5
Keterangan
Mei 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
Pengisian Sampah Ke Dalam Reaktor Perlakuan Resirkulasi Air Lindi Penambahan Air Perlakuan Aerasi Pada Sistem Pengukuran Parameter Pengujian - pH - Temperatur - DO - COD - BOD - Rasio C/N - Parameter Logam Berat - Volume Air Lindi - Pengukuran Kadar Air Sumber : Hasil Olahan Penulis (2014)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
30
31
80
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penulisan Bab 4 ini bertujuan untuk memaparkan hasil yang diperoleh selama penelitian tersebut berlangsung. Pemaparan hasil akan disertai dengan analisis yang didasari atas teori terkait dengan proses stabilisasi sampah dan air lindi. Hasil pembahasan yang akan dipaparkan pada bab ini meliputi hasil pengecekan parameter fisik sampah, kandungan organik air lindi, dan konsentrasi logam berat pada air lindi. Pembahasan mengenai parameter fisik sampah meliputi penurunan sampah, temperatur, pH, field capacity, dan rasio C/N sampah.
4.1 Perancangan dan Pengisian Bioreaktor 4.1.1 Perancangan Bioreaktor Perancangan bioreaktor dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dijelaskan pada sub bab 3.6.1. Pada penelitian ini, terdapat dua buah reaktor yang digunakan sebagai instrumen penelitian. Kedua reaktor akan difungsikan dengan sistem yang berbeda, yaitu dengan adanya perlakuan aerasi (aerobik) dan tanpa adanya perlakuan aerasi (anaerobik). Susunan material pengisi bioreaktor disesuaikan dengan perencanaan yang terdapat pada Bab 3. Pengisian material pendukung diawali dengan menambahkan kerikil ke dalam tiap reaktor setinggi 15 cm. Selanjutnya, tiap reaktor akan diisi dengan sampel sampah seberat 30 kg. Pengisian sampah ke dalam reaktor dilakukan 1 kali pada awal penelitian. Selanjutnya, setiap reaktor akan diisi dengan material tanah penutup setinggi 25 cm. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat prosedur perancangan bioreaktor, diawali dengan pengisian material kerikil hingga berakhir pada pengisian tanah penutup. Penelitian ini akan terbagi dalam 3 tahap, yaitu tahap 1, tahap 2, dan tahap 3 untuk melihat perilaku degradasi sampah dalam rentang waktu tertentu. Pembagian tahapan didasari atas perbedaan frekuensi resirkulasi air lindi dan penambahan air yang diberikan pada bioreaktor. Pada tahap 1, resirkulasi air lindi dan penambahan air diberlakukan setiap hari. Tahap 1 terhitung sejak hari ke-1 sampai hari ke-7 penelitian. Pada tahap 2, resirkulasi air lindi dan penambahan air
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
81
diberlakukan setiap seminggu sekali. Tahap 2 terhitung sejak hari ke-8 hingga hari ke-49 penelitian. Sedangkan pada tahap 3, resirkulasi air lindi dan penambahan air diberlakukan setiap dua minggu sekali. Tahap 3 atau tahap akhir terhitung sejak hari ke-50 hingga hari ke-150 penelitian.
Gambar 4.1 (a) Pengisian Kerikil; (b) Pengisian Material Sampah; (c) Penutupan Dengan Lapisan Geotekstil; (d) Pemadatan Lapisan Sampah Sumber : Dokumentasi Penulis (2014)
4.1.2 Pengisian Sampel Sampah Sampel sampah yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sampah domestik yang diambil dari TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Pada Gambar 4.2 terlihat kondisi dari TPS Lenteng Agung. Komposisi sampah yang dibuang ke TPS Lenteng Agung terdiri oleh sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik terdiri atas sampah sisa makanan dan sampah organik yang berasal dari hasil kegiatan pasar. Sampah organik merupakan sampah dengan komposisi yang paling banyak ditemukan di TPS Lenteng Agung. Sedangkan untuk sampah anorganik yang ditemukan di TPS Lenteng Agung terdiri atas sampah plastik, sampah kertas, dan sampah logam berupa kaleng kemasan minuman. Pengambilan sampel sampah dilakukan pada tanggal 15 Desember 2014 pada pukul 08.00 WIB. Komposisi sampel sampah yang diambil disesuaikan dengan perencanaan yang tertera pada Bab 3, bahwa komposisi sampah yang
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
82
digunakan sebagai sampel terdiri atas 70% sampah organik dan 30% sampah anorganik. Sampel sampah anorganik yang memiliki ukuran besar dicacah hingga ukuran sampah berkisar antara 10 – 15 cm. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses pengisian sampel sampah ke dalam reaktor. Selain itu, proses pencacahan dinilai mampu mempercepat proses dekomposisi sampah akibat dari luas permukaan sampah yang semakin besar (Sethi et.al., 2013).
Gambar 4.2 Kondisi TPS Lenteng Agung, Jakarta Selatan Sumber : Dokumentasi Penulis (2014)
Ketinggian awal sampah ketika dimasukkan ke dalam reaktor yang dioperasikan secara aerob adalah 115 cm. Berat sampah yang dimasukkan ke dalam reaktor tersebut adalah 29,4 kg. Volume sampah di reaktor aerob sebelum dipadatkan adalah 0,09 m3. Dengan demikian, diperoleh nilai berat jenis awal sampah yang dimasukkan ke dalam reaktor aerob adalah 322,05 kg/m3. Sedangkan ketinggian awal sampah pada reaktor yang difungsikan secara anaerobik adalah 125 cm. Berat sampah yang dimasukkan ke dalam reaktor tersebut adalah 30 kg. Volume sampah di reaktor tersebut sebelum memperoleh perlakuan pemadatan adalah 0,10 m3. Dengan demikian, diperoleh nilai berat jenis awal sampah yang dimasukkan ke dalam reaktor anaerob adalah 302,33 kg/m3. Proses pemadatan sampah dilakukan dengan menambahkan beban seberat 13 kg. Pembebanan mulai dilakukan pada tanggal 15 Desember 2014 pukul 16.15 WIB dan berakhir pada tanggal 16 Desember 2014 pukul 09.15. Sehingga, durasi pembebanan yang diberlakukan pada tiap reaktor adalah 17 jam. Akibat diberlakukannya proses pemadatan, ketinggian sampah pada tiap reaktor mengalami penurunan yang cukup besar. Ketinggian sampah pada reaktor aerob
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
83
turun menjadi 79 cm, sedangkan ketinggian sampah pada reaktor anaerob turun menjadi 83 cm. Temperatur sampah, kadar air sampah, dan rasio C/N sampah merupakan beberapa karakteristik fisik awal sampah yang ditinjau dalam penelitian ini. Nilai temperatur sampah pada tiap reaktor adalah 31,4oC untuk reaktor aerob dan 31,9oC untuk reaktor anaerob. Untuk pengukuran kadar air awal dan rasio C/N awal dilakukan dengan menggunakan sampel yang sama. Nilai kadar air awal sampah adalah 62%, sedangkan nilai rasio C/N awal sampah adalah 9,35. Keterangan mengenai karakteristik fisik awal sampah yang dimasukkan ke dalam tiap reaktor dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut ini. Tabel 4.1 Karakteristik Fisik Awal Sampah No
Karakteristik Fisik Sampah Mula-Mula
Satuan
Reaktor Aerob Anaerob 1,15 1,25
1
Ketinggian Sampah
m
2
Ketinggian Sampah Setelah Pemadatan
m
0,79
0,83
3
Berat Jenis Sampah
kg/m3
322,05
302,33
4
Berat Jenis Sampah Setelah Pemadatan
kg/m3
468,81
455,32
5 6 7
Temperatur Sampah Kadar Air Sampah Rasio C/N
31,4
31,9
o
C %
62 9,35
Sumber : Hasil Olahan Penulis (2015)
4.2 Analisis Deskriptif Parameter Fisik Sampah dan Air Lindi 4.2.1 Analisis Penurunan Sampah Terhadap Waktu Tingkat deposisi atau penurunan ketinggian sampah merupakan indeks yang digunakan untuk mengukur pengaruh proses biodegradasi sampah terhadap stabilisasi landfill. Proses deposisi sampah dapat terjadi akibat 3 hal, yaitu turunnya kandungan air dari dalam landfill, turunnya kadar zat organik yang terkandung dalam sampah, serta berubahnya struktur permukaan sampah (Zhongping et.al., 2010). Penurunan ketinggian sampah diperoleh dengan mengukur ketinggian sampah secara langsung. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran yang terpasang pada sisi akrilik tiap reaktor (dapat dilihat pada Gambar 4.3).
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
84
Gambar 4.3 Pengukuran Ketinggian Sampah dengan Menggunakan Meteran Sumber : Dokumentasi Penulis (2014)
Pengukuran ketinggian sampah dilakukan setiap hari. Pengukuran ketinggian sampah merupakan salah satu parameter yang dapat menggambarkan proses stabilisasi sampah yang sedang berlangsung. Nilai penurunan ketinggian sampah dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut ini.
Gambar 4.4 Grafik Penurunan Ketinggian Sampah Pada Tiap Reaktor Sumber : Lampiran 1
Dari hasil pemantauan, diperoleh ketinggian awal sampah pada tiap reaktor adalah sebesar 115 cm untuk reaktor aerobik dan 125 cm untuk reaktor anaerobik. Ketinggian sampah pada tiap reaktor terus mengalami penurunan dari hari ke hari. Penurunan ketinggian sampah digolongkan menjadi 3 tahap, yaitu penurunan awal sampah, penurunan primer sampah, dan penurunan sekunder
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
85
sampah (El-Fadel et.al., 2000). Penurunan sampah yang terjadi akibat adanya penambahan beban eksternal terhadap sampah disebut sebagai penurunan awal sampah. Beban eksternal yang ditambahkan diatas lapisan sampah mampu mengurangi besar ruang yang terbentuk diantara permukaan sampah. Penurunan sampah akibat pemadatan diperkirakan akan terjadi selama 1 bulan awal penelitian (Sowers, 1973). Akibat proses pemadatan, ketinggian sampah pada reaktor aerob mengalami penurunan sebesar 31,30% dibandingkan dengan ketinggian awal. Sedangkan ketinggian sampah pada reaktor anaerob mengalami penurunan sebesar 33,60% dibandingkan dengan ketinggian awal. Penurunan ketinggian sampah yang cukup besar ini memberikan pengaruh terhadap berat jenis sampah pada tiap reaktor. Nilai berat jenis sampah pada tiap reaktor mengalami kenaikan. Pada reaktor aerob, nilai berat jenis sampah naik dari 322,05 kg/m3 menjadi 468,81 kg/m3. Sedangkan berat jenis sampah pada reaktor anaeorob naik dari 302,33 kg/m3 menjadi 455,32 kg/m3. Selanjutnya, pengurangan ketinggian sampah akan terus berlanjut dan terus dipantau pada tiap tahap. Pada tahap 1, penurunan ketinggian sampah terjadi akibat dari berat sampah itu sendiri atau dapat dikatakan sebagai penurunan primer (Elagroudy et.al., 2008). Pada akhir tahap 1, ketinggian sampah pada reaktor aerob turun 39,13% dibandingkan dengan ketinggian awal. Sedangkan, ketinggian sampah pada reaktor anaerob turun 44,00% dibandingkan dengan ketinggian awal. Pada akhir tahap 2, ketinggian sampah di reaktor aerob turun sebesar 49,57% terhadap ketinggian awal. Ketinggian sampah di reaktor anaerob turun sebesar 52,80% terhadap ketinggian awal. Dan pada tahap 3, ketinggian sampah pada reaktor aerob turun 59,13%, sedangkan ketinggian sampah pada reaktor anaerob turun sebesar 60% dibandingkan dengan hketinggian awal. Berat jenis sampah pada pertengahan tahap 3 adalah 788 kg/m3 untuk reaktor aerob dan 755,84 kg/m3. Pada akhir tahap 3, ketinggian sampah pada reaktor aerob adalah 43 cm, sedangkan pada reaktor anaerob adalah 47,5 cm. Dengan ketinggian akhir sampah tersebut, maka diperoleh bahwa persentase penurunan ketinggian sampah pada reaktor aerob adalah 62,61% terhadap ketinggian awal, sedangkan pada reaktor
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
86
anaerob adalah 62,00% terhadap ketinggian awal. Berat jenis sampah pada akhir tahap 3 adalah 861,30 kg/m3 untuk reaktor aerob dan 795,62 kg/m3 untuk reaktor anaerob. Penurunan sampah yang terjadi mulai dari tahap 2 hingga tahap 3 dapat dikategorikan sebagai penurunan sekunder sampah. Penurunan sekunder merupakan penurunan ketinggian sampah yang terjadi sebagai hasil dari proses dekomposisi fisik dan biokimia yang telah terjadi (Elagroudy et.al., 2008). Hal ini akan terus berlanjut hingga penurunan sampah mencapai kondisi stabil. 0 4.2.2 Analisis pH Air Lindi Terhadap Waktu Nilai pH air lindi merupakan salah satu parameter kontrol yang digunakan untuk memastikan bahwa proses dekomposisi berjalan dengan sesuai. Pengukuran nilai pH air lindi dilakukan setiap hari, dengan menggunakan alat ukur pH meter. Air lindi diambil dari bak penampung air lindi untuk selanjutnya diukur nilai pHnya dengan menggunakan pH meter.
Gambar 4.5 Nilai pH Air Lindi Pada Kedua Reaktor Sumber : Lampiran 2
Pada Gambar 4.5 dapat dilihat perubahan nilai pH air lindi terhadap waktu. Nilai pH awal untuk tiap reaktor adalah 4,70 untuk reaktor aerob dan 4,20 untuk
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
87
reaktor anaerob. Nilai pH awal tersebut cenderung asam, menandakan bahwa sudah terjadi proses penguraian material organik pada sampah yang berlangsung secara aerobik. Pada dasarnya, proses dekomposisi biologis material organik pada bioreaktor landfill terbagi menjadi 2 tahapan besar, yaitu proses dekomposisi aerobik dan proses dekomposisi anaerobik (McBean et.al., 1995). Proses dekomposisi material organik secara aerobik akan menghasilkan asam organik dengan struktur yang sederhana. Material organik pada sampah yang bersifat hidrolitik akan dipecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil, seperti asam metasetonik dan asam asetat. Asam jenis ini akan terakumulasi sementara pada air lindi, sehingga menyebabkan nilai pH air lindi pada fase awal penelitian bernilai asam (Zhongping et.al., 2010). Selanjutnya, nilai pH air lindi pada tiap reaktor mengalami kenaikan. Pada akhir tahap 1, nilai pH air lindi reaktor aerob naik menjadi 6,85. Kenaikan nilai pH ini disebabkan karena tingginya derajat degradasi yang terjadi pada sampah. Derajat degradasi yang tinggi terjadi akibat rendahnya proses asidifikasi pada air lindi. Perlakuan aerasi yang diberikan pada sistem membatasi reaksi fermentasi anaerobik (Sekman et.al., 2011). Ketika jumlah oksigen dalam reaktor meningkat, mikroba aerob akan menguraikan asam yang terakumulasi secara cepat, sehingga mengakibatkan nilai pH air lindi naik dalam waktu yang singkat (Zhongping et.al., 2010). Hal serupa juga terjadi pada reaktor anaerobik, dimana nilai pH air lindi mengalami kenaikan. Nilai pH pada reaktor anaerobik naik menjadi 5,95 pada akhir tahap 1. Nilai ini masih berada lebih rendah dibandingkan dengan nilai pH air lindi pada reaktor aerobik. Selama tahap 2 berlangsung, nilai pH air lindi pada kedua reaktor terus mengalami kenaikan. Pada reaktor aerob, nilai pH mulai mencapai kondisi basa pada hari ke-8 penelitian. Sedangkan nilai pH pada reaktor anaerob mulai mencapai kondisi basa hari ke -15 penelitian. Nilai pH air lindi mencapai kondisi maksimum pada hari ke-21 untuk kedua reaktor. Nilai maksimum pH air lindi pada reaktor aerob mencapai 8,85, sedangkan nilai maksimum pH air lindi pada reaktor anaerob mencapai 9,15.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
88
Pada tahap 3, nilai pH air lindi di reaktor aerob tetap berada pada rentang nilai pH basa. Namun hal berbeda terjadi pada reaktor anaerob, dimana pada hari ke-56, nilai pH air lindi pada reaktor anaerob mengalami penurunan yang cukup tajam, yaitu dari 8,18 pada hari ke-55 turun menjadi 6,93 pada hari ke-56. Penurunan nilai pH terus terjadi hingga nilai pH mencapai titik minimum pada hari ke-63 penelitian, yaitu sebesar 5,37. Selanjutnya pada akhir tahap 3, nilai pH air lindi yang diperoleh pada reaktor aerobik adalah 7,82 sedangkan pada reaktor anaerobik adalah 7,65. Penurunan nilai pH pada awal tahap ke-3 ini dinilai terjadi karena adanya perubahan frekuensi resirkulasi air lindi yang diberlakukan pada reaktor. Pada tahap 3, frekuensi resirkulasi air lindi yang diberlakukan pada reaktor adalah setiap dua minggu sekali.
4.2.3 Analisis Temperatur Sampah Terhadap Waktu Temperatur landfill merupakan salah satu variabel bebas yang mempengaruhi proses degradasi sampah dan juga turut mempengaruhi kualitas air lindi (Lu et.al., 1985). Pada umumnya, nilai temperatur sampah di landfill cenderung fluktuatif dipengaruhi oleh temperatur ambien. Temperatur sampah menjadi parameter penting untuk diketahui karena sangat mempengaruhi kelarutan senyawa organik dan senyawa logam berat yang terkandung pada sampah (Sethi et.al., 2013). Pengukuran temperatur sampah dilakukan setiap hari. Pengukuran temperatur dilakukan dengan menggunakan termometer digital. Temperatur sampah tiap reaktor diukur pada tiap ketinggian sesuai dengan letak port (lubang) yang terdapat pada sisi masing-masing reaktor.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
89
Gambar 4.6 Grafik Temperatur Sampah Pada Tiap Reaktor Sumber : Lampiran 3
Dari hasil pengukuran, diperoleh bahwa temperatur awal sampah pada reaktor aerob adalah 31,4oC, sedangkan temperatur awal sampah pada reaktor anaerob adalah 31,9oC. Nilai temperatur sampah pada tiap reaktor diperoleh dengan cara merata-ratakan tiap nilai temperatur yang diperoleh dari masing-masing port dalam satu reaktor. Nilai temperatur sampah pada masing-masing mengalami kenaikan yang cukup tinggi selama berada pada tahap 1. Rentang nilai temperatur sampah pada reaktor aerobik selama tahap 1 adalah antara 31,4oC – 36,1oC, sedangkan rentang nilai temperatur sampah pada reaktor anaerobik selama tahap 1 pengoperasian adalah antara 31,9oC – 35,4OC. Nilai temperatur sampah pada kedua reaktor meningkat tajam pada hari kedua pengoperasian. Untuk pengukuran temperatur pada tiap port, diperoleh bahwa nilai temperatur sampah tertinggi untuk reaktor aerob pada tahap 1 adalah sebesar 39,4oC. Pada awal tahap 2, nilai temperatur sampah pada kedua reaktor mengalami penurunan. Rentang nilai temperatur sampah yang diperoleh selama tahap 2 untuk masing-masing reaktor adalah antara 29,5oC – 33,6oC untuk reaktor aerob dan antara 28,9oC – 33,6oC. Selama tahap 2, nilai temperatur sampah yang diperoleh pada kedua reaktor tidak berbeda jauh dengan temperatur ambien, dengan nilai
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
90
antara 27o – 28oC. Nilai temperatur sampah cenderung stabil selama tahap 3 penelitian. Dari hasil pengukuran, nilai temperatur sampah pada akhir tahap 3 adalah 30,13oC untuk reaktor aerob dan 29,25oC untuk reaktor anaerob. Secara teori, seharusnya nilai temperatur sampah pada reaktor aerob dapat mencapai nilai 60oC (Rich et.al., 2008). Namun hal berbeda justru ditemukan pada penelitian in, dimana temperatur maksimum yang diperoleh di reaktor aerob hanya mencapai 36,06oC. Penyebab hal ini diduga karena ada pengaruh dari temperatur air dan air lindi yang ditambahkan pada bioreaktor. Temperatur air yang ditambahkan pada sampah akan mempengaruhi besar temperatur sampah saat pengecekan dilakukan. Selain itu, hal tersebut juga dapat terjadi karena proses aerasi yang diberlakukan dapat mempercepat proses pertukaran panas antara sistem dengan lingkungan. (El-Fadel et.al., 2012).
4.2.4 Analisis Field Capacity Sampah Terhadap Waktu Nilai field capacity sampah diartikan sebagai total kandungan air yang tersimpan dalam sampah akibat adanya gaya gravitasi (Tchobanoglous et.al., 1993). Nilai field capacity merupakan parameter yang penting dalam menentukan aliran air lindi dalam landfill. Data field capacity juga menjadi penting guna mengontrol tingkat kelembaban landfill. Pengukuran field capacity sampah dilakukan setiap hari pada tahap 1, setiap satu minggu sekali pada tahap 2, dan setiap dua minggu sekali pada tahap 3. Nilai field capacity diperoleh dengan menghitung kesetimbangan massa air yang terdapat dalam bioreaktor. Nilai field capacity dipengaruhi oleh jumlah air yang ditambahkan kedalam bioreaktor, jumlah air yang terperkolasi keluar dari bioreaktor, dan kadar air yang tergantung dalam bioreaktor. Volume air yang ditambahkan pada tiap bioreaktor bersifat konstan pada masing-masing tahap. Pada Gambar 4.7 dapat dilihat kumulatif volume air lindi yang terbentuk untuk tiap reaktor.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
91
Gambar 4.7 Volume Air Lindi yang Terbentuk Pada Kedua Reaktor Sumber : Lampiran 4
Dari grafik diatas, dapat dilihat bahwa pada tahap awal penelitian, volume air lindi yang terbentuk pada reaktor aerobik lebih kecil dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Namun seiring dengan berjalannya waktu, volume air lindi yang terbentuk pada reaktor aerobik justru lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Hal ini juga didukung oleh hasil trendline yang menunjukkan bahwa volume air lindi yang terbentuk pada reaktor aerobik bersifat konstan, sedangkan pada reaktor anaerobik cenderung menunjukkan tren yang menurun. Produksi air lindi pada bioreaktor landfill berhubungan erat dengan tingkat permeabilitas sampah. Tingkat permeabilitas sampah dipengaruhi oleh berat jenis sampah, ukuran partikel sampah, porositas sampah, fase dekomposisi sampah, dan kedalaman dari landfill. Tingkat permeabilitas sampah akan berkurang seiring dengan bertambahnya densitas sampah (Hossain et.al., 2009). Dengan semakin rendahnya tingkat permeabilitas sampah, maka produksi air lindi akan meningkat. Hal inilah yang terjadi pada reaktor aerobik, dimana densitas sampah pada reaktor aerobik lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerob. Peningkatan densitas sampah menyebabkan volume air lindi yang terbentuk pada reaktor aerobik menjadi
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
92
lebih besar dibandingkan reaktor anaerobik pada pertengahan hingga akhir penelitian. Gambar 4.8 menunjukkan nilai field capacity sampah untuk kedua reaktor. Rentang nilai field capacity sampah domestik berkisar antara 0,50 – 0,60 L/kg (Tchobanoglous et.al., 1993). Pada penelitian ini, nilai field capacity awal sampah untuk reaktor aerobik adalah 0,549 L/kg, sedangkan untuk reaktor anaerobik adalah 0,553 L/kg. Selanjutnya, nilai field capacity pada kedua reaktor terus mengalami penurunan. Pada akhir tahap 1, nilai field capacity sampah pada reaktor aerobik adalah 0,342 L/kg. Sedangkan nilai field capacity sampah pada reaktor anaerobik adalah 0,483 L/kg. Memasuki tahap 2, nilai field capacity sampah pada kedua reaktor masih menunjukkan tren yang menurun. Penurunan nilai field capacity dipengaruhi oleh frekuensi resirkulasi air lindi yang diberlakukan terhadap kedua reaktor. Selama tahap ini, resirkulasi air lindi dilakukan setiap satu minggu sekali. Nilai field capacity sampah yang ditemukan pada akhir tahap 2 adalah 0,255 L/kg untuk reaktor aerobik dan 0,464 L/kg sampah untuk reaktor anaerobik. Hingga memasuki tahap 3 penelitian, nilai field capacity sampah terus mengalami penurunan. Pada akhir tahap, nilai field capacity sampah yang ditemukan pada reaktor aerobik adalah 0,269 L/kg sedangkan pada reaktor anaerobik adalah 0,318 L/kg. Secara keseluruhan, nilai field capacity sampah pada kedua reaktor bernilai lebih rendah bila dibandingkan dengan nilai kadar air sampah yang terdapat pada Lampiran 11. Nilai kadar air yang melebihi nilai field capacity mampu mempercepat aktivitas mikroorganisme dan menciptakan kondisi yang optimum untuk proses dekomposisi sampah (Sethi et.al., 2013). Selain itu, nilai kadar air yang melebihi nilai field capacity sampah menandakan bahwa keberadaan air sebagai media transportasi nutrien semakin meningkat. Tentu saja hal ini akan membantu proses transportasi nutrien yang diperlukan oleh mikroorganisme dalam menguraikan material organik pada sampah (Mc Bean et.al., 1995).
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
93
Gambar 4.8 Nilai Field Capacity Sampah Pada Kedua Reaktor Sumber : Lampiran 4
4.2.5 Analisis Rasio C/N Sampah Terhadap Waktu Rasio C/N merupakan salah satu parameter yang memiliki peran penting dalam proses dekomposisi sampah. Rasio C/N merupakan hasil pembagian antara total karbon terhadap total nitrogen yang terkandung dalam sampah. Pengukuran rasio C/N dilakukan dengan mengukur total karbon dan total nitrogen secara spektrofotometri. Pada penelitian ini, pengukuran rasio C/N dilakukan satu kali pada awal penelitian dan satu kali di setiap akhir tahap penelitian. Pada Gambar 4.9 dapat dilihat data rasio C/N yang diperoleh pada penelitian ini.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
94
Gambar 4.9 Rasio C/N Pada Kedua Reaktor Sumber : Lampiran 8
Nutrien yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk menunjang pertumbuhan dan kinerjanya antara lain adalah karbon dan nitrogen. Pada awal penelitian diperoleh bahwa rasio C/N sampah adalah 9,35, dengan nilai total karbon adalah 29,27 dan total nitrogen adalah 3,13. Selanjutnya pada akhir tahap 1 diperoleh bahwa nilai rasio C/N mengalami peningkatan. Rasio C/N pada reaktor aerobik adalah 18,83 dan untuk reaktor anaerobik adalah 16,17. Mc Bean et.al. (1995) menyatakan bahwa nilai rasio C/N yang baik untuk mendukung proses penguraian sampah adalah 16,00. Maka dengan hasil rasio C/N yang telah diperoleh pada penelitian ini, dapat dikatakan bahwa rasio C/N tersebut mendukung proses dekomposisi material organik sampah. Selanjutnya, rasio C/N pada kedua reaktor mengalami penurunan pada akhir tahap 2. Rasio C/N yang diperoleh untuk reaktor aerobik adalah 15,57 dan untuk reaktor anaerobik adalah 12,19. Nilai ini terus mengalami penurunan hingga akhir penelitian, dimana rasio C/N yang diperoleh pada akhir penelitian adalah 9,51 untuk reaktor aerobik dan 10,61 untuk reaktor anaerobik. Penambahan air dan resirkulasi air lindi yang diberikan pada bioreaktor memberikan dampak positif terhadap degradasi sampah. Perlakuan ini dianggap mampu untuk menjaga keseimbangan
nutrien
yang
diperlukan
oleh
mikroorganisme
dalam
mendekomposisi material organik (Warith et.al, 1999).
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
95
4.3 Analisis Deskriptif Penyisihan Kandungan Organik Pada Air Lindi 4.3.1 Analisis Nilai Biochemical Oxygen Demand (BOD) Pengukuran nilai kebutuhan oksigen biokimiawi (BOD) dilakukan setiap hari pada tahap 1, setiap seminggu sekali pada tahap 2, dan setiap dua minggu sekali pada tahap 3. Pengukuran nilai BOD dilakukan menggunakan metode titrimetric dengan menggunakan air danau sebagai larutan seeding. Pengukuran nilai BOD dilakukan untuk mengetahui tingkat biodegradabilitas dari material organik yang terkandung dalam sampah (Sekman et.al., 2011). Berikut ini merupakan hasil pengukuran nilai BOD pada tiap reaktor.
Gambar 4.10 Grafik Nilai BOD Pada Tiap Reaktor Sumber : Lampiran 6
Dari Gambar 4.10 dapat dilihat bahwa nilai BOD awal untuk tiap reaktor adalah 25.291,80 mg/L untuk reaktor aerob dan 30.790,02 mg/L untuk reaktor anaerob. Nilai BOD yang diperoleh pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Sekman et.al. (2011), dengan nilai sebesar 30.000 mg/L. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian El-Fadel et.al. (2012) diperoleh bahwa nilai BOD awal air lindi adalah sebsar 40.000 mg/L. Nilai BOD air lindi pada tiap reaktor sempat mengalami peningkatan pada hari kedua pengoperasian. Dari hasil pengukuran, diperoleh nilai BOD air lindi untuk reaktor aerob pada hari kedua pengoperasian adalah 44.037,07 mg/L
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
96
sedangkan untuk reaktor anaerob adalah 40.734,29 mg/L. Selanjutnya, nilai BOD air lindi terus mengalami penurunan hingga akhir tahap 1. Penurunan nilai BOD air lindi terjadi karena adanya perlakuan resirkulasi air lindi dan penambahan air yang diberlakukan setiap hari selama tahap 1 (El-Fadel et.al., 2012). Pada akhir tahap 1, nilai BOD air lindi yang diperoleh pada reaktor aerob adalah sebesar 34.457,96 mg/L. Sedangkan nilai BOD air lindi yang diperoleh pada reaktor anaerob adalah sebesar 23.460,74 mg/L. Nilai BOD pada tiap reaktor terus menunjukkan penurunan hingga akhir tahap 2. Besar persentase penyisihan nilai BOD yang diperoleh hingga akhir tahap 2 adalah 94,7% untuk reaktor aerob dan 92,8% untuk reaktor anaerob. Berdasarkan penelitian Sutthasil et.al. (2014), waktu yang diperlukan untuk menyisihkan 90% nilai BOD pada reaktor aerob adalah selama 60 hari. Hal ini tidak berbeda jauh dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dimana penurunan nilai BOD sebesar 90% diperoleh pada hari ke-49 penelitian. Penurunan nilai BOD air lindi terus berlanjut hingga tahap 3 penelitian. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa nilai BOD air lindi pada akhir tahap 3 untuk reaktor aerob adalah 312,03 mg/L. Sedangkan nilai BOD air lindi pada reaktor anaerob adalah 520,05 mg/L. Dengan demikian, besar persentase penyisihan BOD pada reaktor aerobik adalah 99,29% terhadap nilai maksimum BOD dan pada reaktor anaerobik adalah 98,72% terhadap nilai maksimum BOD.
4.3.2 Analisis Nilai Chemical Oxygen Demand (COD) Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur penurunan kandungan organik pada sampah (Yangfei et.al. 2011). Nilai COD digunakan untuk menggambarkan proses penguraian zat organik yang terjadi secara langsung (Zhongping et.al., 2010). Pengukuran nilai COD dilakukan setiap hari pada tahap 1, seminggu sekali pada tahap 2, dan dua minggu sekali pada tahap 3. Pengukuran nilai COD dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
97
Gambar 4.11 Grafik Nilai COD Pada Tiap Reaktor Sumber : Lampiran 7
Sesuai dengan Gambar 4.11, diketahui bahwa nilai COD awal yang diperoleh untuk masing-masing reaktor adalah 48.700 mg/L untuk reaktor aerob dan 66.100 mg/L untuk reaktor anaerob. Pada hari kedua pengoperasian, nilai COD pada reaktor aerobik mengalami peningkatan yang cukup tajam. Nilai COD air lindi pada reaktor aerob meningkat dari 48.700 mg/L menjadi 78.100 mg/L. Sedangkan nilai COD air lindi pada reaktor anaerob justru mengalami penurunan dari 66.100 mg/L menjadi 65.000 mg/L pada hari kedua pengoperasian. Nilai COD pada masing-masing reaktor cenderung fluktuatif pada tahap 1 pengoperasian. Adanya kenaikan nilai COD yang diperoleh pada awal penelitian terjadi karena material organik yang terkandung dalam sampah dipecah menjadi senyawa organik yang lebih kecil dan kemudian akan larut dala air lindi (Zhongping et.al., 2010). Selanjutnya, nilai COD air lindi yang mengalami penurunan menandakan bahwa proses dekomposisi material organik yang terjadi berlangsung dalam periode yang singkat (Giannis et.al., 2007). Pada tahap 2, nilai COD air lindi untuk tiap reaktor menunjukkan tren penurunan. Penurunan nilai COD pada air lindi dapat dibagi menjadi 3 fase. Pada fase pertama, nilai COD turun secara cepat akibat tingginya kandungan material organik dalam sampah. Pada fase kedua, nilai COD mulai turun secara perlahan.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
98
Salah satu faktor yang mempengaruhi penurunan nilai COD adalah populasi mikroorganisme dalam bioreaktor landfill. Mikroorganisme memiliki peran penting dalam proses degradasi material organik pada sampah. Ketika jumlah mikroorganisme mulai berkurang, proses degradasi sampah mulai berjalan lambat. Fase terakhir adalah fase dimana nilai COD mulai stabil (Sekman et.al, 2011). Nilai COD air lindi yang terukur pada akhir penelitian adalah 852 mg/L untuk reaktor aerob dan 846 mg/L untuk reaktor anaerob. Besar persentase penyisihan COD ditinjau terhadap nilai maksimum adalah 99,03% untuk reaktor aerob dan 98,76% untuk reaktor anaerob. Adanya perlakuan aerasi pada reaktor aerob menyebabkan proses konversi karbon berjalan lebih cepat. Hal inilah yang menyebabkan nilai COD pada reaktor aerob bernilai lebih kecil dibandingkan dengan nilai COD yang diperoleh pada reaktor anaerob. Selama proses degradasi aerob berlangsung, senyawa organik yang bersifat kompleks akan diurai menjadi senyawa organik sederhana oleh mikroorganisme dengan menggunakan enzim. Senyawa organik yang telah terurai ini akan terus dipecahkan menjadi molekul yang lebih sederhana oleh bakteri aerob, hingga akhirnya membentuk karbon dioksida, air, nitrat, dan sulfat (Qifei et.al., 2008).
4.3.3 Analisis Rasio BOD/COD Rasio BOD5/COD merupakan rasio yang mengindikasikan jumlah senyawa organik yang dapat terdegradasi secara biologis pada air lindi. Rasio BOD5/COD yang bernilai diantara 0,02- 0,13 menandakan bahwa air lindi memiliki tingkat biodegradabilitas yang sangat rendah. Sedangkan bila rasio BOD5/COD yang bernilai antara 0,40 – 0,80 menandakan bahwa air lindi memiliki tingkat biodegradabilitas yang tinggi. Sedangkan pada landfill yang dianggap telah stabil, rasio BOD5/COD bernilai kurang dari 0,1 (Giannis et.al., 2007). Hasil rasio BOD5/COD yang diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.12 berikut.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
99
Gambar 4.12 Rasio BOD5/COD Pada Kedua Reaktor Sumber : Lampiran 6 dan Lampiran 7
Pada penelitian ini, rasio BOD5/COD yang ditemukan pada awal tahap 1 adalah 0,52 untuk reaktor aerobik dan 0,47 untuk reaktor anaerobik. Nilai ini menandakan bahwa air lindi pada kedua reaktor memiliki tingkat biodegrabilitas yang cukup tinggi. Selanjutnya, nilai rasio BOD5/COD pada kedua reaktor menunjukkan tren penurunan. Pada akhir tahap 1, rasio BOD5/COD pada masingmasing reaktor adalah 0,39 untuk reaktor aerobik dan 0,34 untuk reaktor anaerobik. Selanjutnya pada tahap 2, rasio BOD5/COD untuk kedua reaktor menunjukkan perubahan yang fluktuatif. Rasio BOD5/COD kedua reaktor pada periode ini tergolong rendah. Pada reaktor aerob, rasio BOD5/COD yang ditemukan berkisar antara 0,22 – 0,46. Sedangkan pada reaktor anaerob, rasio BOD5/COD yang ditemukan berkisar antara 0,18 – 0,29. Rasio BOD5/COD kedua reaktor pada tahap 2 terlihat lebih rendah dibandingkan dengan tahap sebelumnya. Sekman et.al. (2011) menyatakan bahwa seiring dengan berlangsungnya proses degradasi material organik pada sampah, rasio BOD5/COD akan menunjukkan tren yang menurun. Pada akhir tahap, rasio BOD5/COD pada kedua reaktor masih bersifat fluktuatif . Namun rentang nilai rasio BOD5/COD pada kedua reaktor masih menunjukkan bahwa air lindi memiliki tingkat biodegradabilitas yang cukup baik.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
100
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rasio BOD5/COD pada reaktor aerobik akan bernilai lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Hal ini terjadi karena jumlah senyawa organik yang terdegradasi pada reaktor aerobik lebih banyak dibandingkan dengan reaktor anaerobik (Sekman et.al., 2011). Nilai BOD5 dan COD air lindi sering kali digunakan untuk menentukan kemampuan dekomposisi material organik. Beberapa penelitian terdahulu memperoleh bahwa tren penurunan nilai BOD akan sejalan dengan tren penurunan nilai COD, baik itu pada reaktor yang dioperasikan secara aerobik dan juga reaktor yang dioperasikan secara anaerobik. Untuk menunjukkan hubungan antara nilai BOD5 dan COD yang diperoleh pada penelitian ini, maka akan dilakukan uji korelasi. Tabel 4.2 Korelasi Antara Nilai BOD5 dan COD Air Lindi Parameter Pearson Correlation COD
BOD 0,969**
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
BOD
COD 1
Sig. (2-tailed) N
0,000 18 0,969
18 **
1
0,000 18
18
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji statistik yang tercantum pada Tabel 4.2 diatas, diperoleh bahwa koefisien korelasi pearson untuk kedua variabel adalah 0,969. Nilai ini menandakan bahwa antara nilai BOD5 dan nilai COD air lindi memiliki hubungan yang sangat kuat. Koefisien korelasi pearson yang bernilai positif menandakan bahwa hubungan antara nilai BOD5 air lindi dan nilai COD air lindi merupakan hubungan yang searah.
4.4 Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Pengurangan Volume Sampah Pengurangan volume sampah dalam bioreaktor landfill terjadi sebagai hasil dari proses degradasi material organik yang ada dalam sampah. Proses
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
101
penguraian material organik pada sampah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang merupakan karakteristik fisik-kimia dari sampah dan air lindi. Dalam penelitian ini, beberapa jenis parameter fisik-kimia sampah dan air lindi yang diamati antara lain adalah temperatur sampah, pH air lindi, field capacity sampah, nilai DO air lindi, total karbon, total nitrogen, nilai COD air lindi, dan nilai BOD air lindi. Selanjutnya untuk menentukan apakah setiap parameter yang diuji dalam penelitian ini memiliki pengaruh terhadap pengurangan volume sampah, maka perlu dilakukan analisis dengan menggunakan bantuan matriks hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Keberlangsungan proses dekomposisi material organik pada bioreaktor landfill sangat dipengaruhi oleh tiap parameter fisik dan kimia sampah dan air lindi. Untuk mengetahui hubungan antara perubahan karakteristik fisik kimia sampah dan air lindi terhadap pengurangan volume sampah, maka dilakukan uji statistik korelasi. Setelah mengetahui korelasi antar variabel, maka selanjutnya akan diuji apakah model variabel bebas tersebut mampu untuk memprediksi variabel terikat atau tidak. Beberapa parameter fisik kimia sampah dan air lindi yang diamati dalam penelitian ini, antara lain adalah pH air lindi, temperatur sampah, field capacity sampah, nilai COD, nilai BOD, nilai oksigen terlarut, dan rasio C/N akan dijadikan sebagai variabel bebas. Sedangkan parameter penurunan ketinggian sampah akan dijadikan sebagai variabel terikat mewakili pengurangan volume sampah pada bioreaktor. Pada Tabel 4.3 berikut ini dapat dilihat hasil uji korelasi terhadap penurunan ketinggian sampah dengan menggunakan koefisien pearson sebagai dasar penentuan hubungan.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
102
Tabel 4.3 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity DO Rasio C/N
Korelasi Pearson Aerobik Anaerobik -0,745 -0,598 0,473 0,608 0,696 0,797 0,718 0,810 0,772 0,836 -0,283 0,392 0,054 -0,278
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji korelasi, diperoleh bahwa beberapa variabel bebas memiliki nilai R yang lebih besar dari 0,40 (Sesuai dengan Tabel 3.10). Berdasarkan Tabel 4.3, maka variabel bebas yang memiliki korelasi cukup kuat terhadap penurunan ketinggian sampah adalah nilai pH air lindi, temperatur sampah, nilai COD, nilai BOD, dan nilai field capacity sampah. Sethi et.al. (2013) menyatakan bahwa proses stabilisasi sampah dapat berlangsung lebih cepat seiring dengan meningkatnya laju pertumbuhan mikroorganisme. Laju pertumbuhan mikroorganisme akan meningkat ketika nilai pH berada dalam rentang optimum, yaitu antara 6,7 – 7,5. Dari hasil uji korelasi ditemukan bahwa nilai R parameter pH air lindi untuk reaktor aerobik adalah -0,745, sedangkan untuk reaktor anaerobik adalah -0,598. Hal ini menandakan bahwa pH air lindi memiliki korelasi yang cukup kuat terhadap proses dekomposisi sampah yang terlihat melalui penurunan ketinggian sampah. Nilai negatif pada koefisien pearson menandakan bahwa hubungan antara nilai pH air lindi merupakan hubungan yang berkebalikan. Selain nilai pH air lindi, parameter lainnya yang memiliki korelasi cukup kuat terhadap penurunan muka sampah adalah nilai COD dan nilai BOD air lindi. Nilai COD dan BOD air lindi merupakan parameter yang menggambarkan proses penguraian zat organik yang terjadi secara langsung (Zhongping et.al., 2010). Nilai COD dan BOD sering kali digunakan untuk menentukan kemampuan dekomposisi material organik. Dari hasil uji korelasi diperoleh bahwa nilai R untuk COD air lindi pada reaktor aerobik adalah 0,696 dan pada reaktor anaerobik adalah 0,797. Sedangkan nilai R untuk BOD air lindi pada reaktor aerobik adalah 0,718 dan pada
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
103
reaktor anaerobik adalah 0,810. Nilai R yang diperoleh untuk kedua variabel bebas tersebut menyatakan bahwa korelasi yang terbentuk terhadap penurunan ketinggian sampah bersifat kuat. Dari nilai R juga dapat dikatakan bahwa dengan semakin stabilnya nilai COD dan BOD air lindi, maka penurunan ketinggian sampah juga turut stabil. Nilai field capacity sampah merupakan parameter yang amat penting dalam proses dekomposisi material organik. Nilai field capacity sampah dapat mempengaruhi aktivitas mikroorganisme, mendistribusikan nutrien dan enzim, serta mampu memberikan kondisi yang ideal untuk proses dekomposisi sampah (Noble dan Arnold, 1991). Dari hasil uji korelasi, diperoleh bahwa nilai R untuk parameter field capacity pada kedua reaktor bernilai lebih dari 0,60. Hal ini menandakan bahwa hubungan antara field capacity terhadap penurunan ketinggian sampah merupakan hubungan yang kuat. Parameter temperatur sampah juga merupakan parameter yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi kimia yang berlangsung dalam sistem (Sethi et.al., 2013). Nilai temperatur sampah yang optimum untuk menunjang kinerja mikroorganisme berada diantara rentang 34oC – 40oC. Dari hasil uji korelasi diperoleh bahwa nilai R temperatur sampah pada reaktor aerobik adalah 0,473. Nilai ini menunjukkan bahwa sifat korelasi antara temperatur sampah terhadap penurunan ketinggian sampah di reaktor aerobik adalah cukup kuat. Sedangkan untuk nilai R temperatur sampah pada reaktor anaerobik adalah 0,608. Hal ini menunjukkan bahwa sifat hubungan antara variabel bebas tersebut terhadap penurunan ketinggian sampah adalah cukup kuat. Selanjutnya untuk beberapa parameter fisik-kimia sampah seperti nilai oksigen terlarut dan rasio C/N menunjukkan korelasi yang cukup rendah. Nilai R untuk kedua parameter ini di kedua reaktor lebih kecil dari 0,40. Selanjutnya untuk menentukan apakah terdapat pengaruh yang nyata dari parameter bebas terhadap parameter terikat yang digunakan dalam model tersebut, maka telah dilakukan uji ANOVA. Dari hasil uji ANOVA (terdapat pada Lampiran 11), diperoleh bahwa nilai F hitung untuk reaktor aerobik adalah 8,52 dan untuk reaktor anaerob adalah 10,53. Koefisien F hitung yang diperoleh tersebut memiliki nilai yang lebih besar bila dibandingkan dengan F tabel dengan nilai sebesar 3,14.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
104
Hal ini menandakan bahwa model regresi dengan menggunakan parameter diatas dapat digunakan untuk memprediksi penurunan ketinggian sampah. Dengan mengetahui bahwa parameter bebas yang dimasukkan mampu memberikan pengaruh secara bersama-sama terhadap penurunan ketinggian sampah, maka selanjutnya perlu diketahui apakah masing-masing parameter bebas memberikan pengaruh secara parsial (terpisah). Untuk menentukan hal tersebut, maka dilakukan uji t dengan menggunakan koefisien regresi parsial. Pada Tabel 4.4 berikut ini dapat dilihat nilai koefisien regresi untuk kedua reaktor. Tabel 4.4 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah Model (Constant) pH Air Lindi Temperatur Sampah COD 1 BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N
Reaktor Aerobik t Sig. -0,43 0,67 1,22 0,25 -0,54 0,60 -0,87 0,41 1,40 0,19 0,43 0,68 -0,06 0,95 0,87 0,40
Reaktor Anaerobik T Sig. -2,63 0,03 1,56 0,15 2,64 0,02 1,78 0,11 -1,81 0,10 2,36 0,04 -0,34 0,74 0,67 0,52
a. Dependent Variable: Penurunan Ketinggian Sampah
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai t tabel untuk jenis data seperti diatas untuk tingkat kepercayaan sebesar 95% adalah 1,81. Sehingga dapat dikatakan hubungan tiap parameter bebas terhadap penurunan ketinggian sampah adalah sebagai berikut :
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
105
Tabel 4.5 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah Reaktor
Parameter Aerobik √
pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N Keterangan :
Anaerobik ×
× × × √ × × × × × × × √ √ : memiliki pengaruh parsial terhadap penurunan ketinggian sampah × :tidak memiliki pengaruh parsial terhadap penurunan ketinggian sampah
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Selanjutnya pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7 dibawah dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari hasil uji statistik adalah 0,856 untuk reaktor aerobik dan 0,881 untuk reaktor anaerobik. Hal ini menjelaskan bahwa besarnya persentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 85,60% untuk reaktor aerob dan 88,10% untuk reaktor anaerobik. Sedangkan sisa persentase untuk tiap reaktor menyatakan bahwa ada faktor lain yang turut mempengaruhi penurunan ketinggian sampah namun tidak terukur dalam penelitian ini. Tabel 4.6 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah di Reaktor Aerobik Model 1
R
R Square
0,944a
0,891
Adjusted R Square 0,814
Std. Error of the Estimate 0,022
a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Penurunan Ketinggian Sampah Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
106
Tabel 4.7 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah di Reaktor Anaerobik Model
R
R Square
1
0,896a
0,804
Adjusted R Square 0,666
Std. Error of the Estimate 0,023
a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Penurunan Ketinggian Sampah Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji regresi tersebut diperoleh bahwa model regresi untuk memprediksi penurunan ketinggian sampah akibat adanya pengaruh beberapa variabel bebas adalah sebagai berikut : Untuk reaktor aerob : 𝑦 = 243,91 − 13,41 𝑥1 − 3,24 𝑥2 + 0,61 𝑥3 − 9,46 𝑥4 + 0,82 𝑥5 Untuk reaktor aerob : 𝑦 = 177,54 − 3,79 𝑥1 − 2,01 𝑥2 + 128,43 𝑥3 − 18,65 𝑥4 − 6,18 𝑥5 Dengan nilai y merupakan ketinggian sampah pada masing-masing reaktor, X1 merupakan nilai pH air lindi, X2 merupakan nilai temperatur sampah, X3 merupakan nilai field capacity sampah, X4 merupakan nilai oksigen terlarut, dan X5 merupakan nilai rasio C/N sampah. Konstanta sebesar 243,91 pada reaktor aerob dan 177,54 pada reaktor anaerob menandakan bahwa jika tidak ada variabel bebas, maka ketinggian sampah pada reaktor adalah sebesar konstanta tersebut. Tanda negatif menyatakan adanya hubungan yang berkebalikan antara ketinggian sampah dengan variabel bebas tersebut.
4.5 Analisis Perubahan Konsentrasi Logam Berat Pada Air Lindi Konsentrasi logam berat pada air lindi merupakan salah satu parameter penting yang perlu diperhatikan kuantitasnya. Informasi mengenai keberadaan logam berat pada air lindi dapat digunakan untuk mendesain fasilitas pengolahan air lindi yang perlu diterapkan serta dapat digunakan untuk analisis risiko lingkungan yang mungkin terjadi. Beberapa jenis logam berat yang sering kali ditemukan terdapat pada air lindi adalah seng, tembaga, kadmium, timbal, nikel, kromium, dan merkuri (Lu
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
107
et.al, 1985). Logam berat tersebut merupakan jenis logam berat yang mudah larut akibat adanya proses fisis yang terjadi, seperti reaksi korosi, reaksi presipitasi, dan reaksi kompleksasi.
4.5.1 Analisis Konsentrasi Logam Cu Pada Air Lindi 4.5.1.1
Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Cu Pada Air Lindi Pengukuran
konsentrasi
logam
Cu
tersebut
dilakukan
dengan
menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometryi). Pengukuran konsentrasi logam Cu dilakukan setiap hari pada tahap 1, setiap seminggu sekali pada tahap 2, dan setiap 2 minggu sekali pada tahap 3. Gambar 4.15 memperlihatkan konsentrasi Logam Cu pada air lindi untuk tiap reaktor.
Gambar 4.13 Konsentrasi Logam Cu di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Sumber : Hasil Olahan Penulis (2015)
Konsentrasi logam Cu yang diperoleh pada awal penelitian adalah 0,222 mg/L untuk reaktor aerob dan 0,149 mg/L pada reaktor anaerob. Nilai konsentrasi logam Cu menunjukkan tren yang menurun hingga akhir tahap 1. Konsentrasi Cu2+ pada reaktor aerob turun dari 0,222 mg/L menjadi 0,080 mg/L pada akhir tahap 1. Sedangkan konsentrasi logam Cu pada reaktor anaerob juga turun dari 0,149 mg/L menjadi 0,080 mg/L pada akhir tahap 1.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
108
Hal serupa juga ditemukan pada beberapa penelitian lain yang turut mengukur keberadaan logam Cu pada air lindi. Penelitian yang dilakukan oleh Kjeldsen et.al. (2002) di Jerman memperoleh bahwa rentang konsentrasi logam Cu berkisar antara 0,004 mg/L – 1,4 mg/L. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Christensen et.al. (2001) menemukan bahwa konsentrasi logam Cu yang ada pada air lindi berkisar antara 0,18 mg/L – 1,30 mg/L. Pada penelitian ini, rentang konsentrasi logam Cu yang ditemukan berkisar antara 0,049 mg/L – 0,222 mg/L. Penurunan konsentrasi logam Cu pada awal tahap penelitian terjadi sejalan dengan nilai pH air lindi yang mengalami peningkatan. Selama tahap 1 penelitian, nilai pH air lindi meningkat dari 5,31 menjadi 6,92 untuk reaktor aerob. Sedangkan untuk reaktor anaerob, nilai pH air lindi meningkat dari 5,36 menjadi 6,53. Nilai pH yang cenderung naik tersebut mengakibatkan daya larut logam berat yang terdapat dalam sampah menjadi turun. Selain akibat peningkatan nilai pH, penurunan konsentrasi logam logam Cu pada fase awal juga terjadi akibat adanya perlakuan resirkulasi air lindi yang diberlakukan terhadap kedua reaktor. Perlakuan resirkulasi air lindi akan mendukung proses konversi ion sulfat menjadi ion sulfida. Ion sulfida merupakan jenis ion yang mudah bereaksi dengan logam Cu (Giannis et.al., 2007). Reaksi antara ion sulfida yang merupakan anion dengan logam Cu yang merupakan kation akan membentuk endapan tembaga sulfida (CuS) (Hwidong et.al., 2011). Pada tahap 2, konsentrasi logam Cu pada air lindi sempat mengalami peningkatan. Konsentrasi logam Cu pada reaktor aerob meningkat pada hari ke-35 dengan nilai konsentrasi sebesar 0,118 mg/L. Perilaku yang serupa juga terjadi pada reaktor anaerob, dimana konsentrasi logam Cu meningkat pada hari ke-35 nilai konsentrasi sebesar 0,117 mg/L. Peningkatan konsentrasi Cu pada air lindi ini terjadi seiring dengan fenomena penurunan nilai pH air lindi yang terjadi pada pertengahan tahap 2. Nilai pH air lindi pada reaktor aerob turun dari 8,85 pada awal tahap 2 menjadi 8,16 pada akhir tahap 2. Sedangkan pada reaktor anaerob, nilai pH air lindi turun dari 9,15 pada awal tahap 2 menjadi 7,96 pada akhir tahap 2. Penurunan nilai pH yang terjadi akibat adanya pembentukan asam organik menyebabkan daya larut logam Cu pada air lindi semakin meningkat. Senyawa asam yang terbentuk dapat bereaksi dengan
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
109
logam Cu yang terkandung dalam sampah. Reaksi antara keduanya akan menghasilkan ion Cu2+ yang kemudian larut dalam air lindi (Yu-Yang et.al., 2009). Memasuki tahap 3, konsentrasi logam Cu pada tiap reaktor cenderung menunjukkan tren yang menurun bila dibandingkan dengan besar konsentrasi yang terbentuk pada awal penelitian. Selama tahap ini, rentang konsentrasi logam Cu pada reaktor aerob berkisar antara 0,078 mg/L – 0,095 mg/L. Sedangkan pada reaktor anaerob, rentang konsentrasi logam Cu berkisar antara 0,028 mg/L – 0,099 mg/L. Konsentrasi logam Cu pada air lindi yang cenderung stabil terjadi akibat berbagai proses, seperti absorpsi, presipitasi, dan kompleksasi-disosiasi pada sampah. Selain itu, stabilnya volume air lindi yang dihasilkan juga turut memberikan pengaruh terhadap konsentrasi logam Cu yang cenderung tetap pada tahap 3 penelitian (Yu-Yang et.al, 2009). Secara keseluruhan, konsentrasi logam Cu yang dihasilkan pada reaktor aerob bernilai lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerob. Hal ini membuktikan bahwa kondisi aerobik memiliki potensi untuk meningkatkan kelarutan logam Cu (Hwidong et.al., 2011). Flyhammar dan Hakansson (1999) menyimpulkan bahwa tingkat mobilitas dari logam berat akan meningkat ketika landfill teroksidasi dan hal ini tergambarkan dari adanya reaksi kompleks dengan zat organik terlarut. Martensson et.al. (1999) mengamati bahwa reaktor aerob memiliki konsentrasi logam berat dua kali lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerob. Hal ini terjadi karena adanya penurunan kapasitas buffering dan kapasitas ikatan logam pada kondisi aerob. Konsentrasi logam berat akan meningkat ketika ada penambahan udara yang diberlakukan pada sistem. Hal penting lainnya yang mempengaruhi kelarutan dari logam Cu pada reaktor aerob adalah adanya pengaruh mikroorganisme pada proses pelarutan logam Cu di air lindi (Hwidong et.al., 2011). Dari hasil konsentrasi logam Cu yang ada pada Gambar 4.15, dapat dilihat bahwa konsentrasi logam Cu pada kedua reaktor mulai stabil sejak hari ke-91 penelitian. Sisa kandungan tembaga yang ada pada sampah akan terus bereaksi dan larut pada air lindi pada masa yang akan datang. Hal ini tentu perlu menjadi perhatian karena keberadaan logam berat akan memberikan potensi risiko terhadap lingkungan yang tinggi. Pada hari ke-147, konsentrasi logam Cu yang ditemukan pada reaktor aerob adalah 0,107 mg/L dan pada reaktor anaerob adalah 0,121 mg/L.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
110
4.5.1.2
Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Kelarutan logam Cu pada air lindi turut dipengaruhi oleh beberapa
parameter fisik kimia sampah dan air lindi. Untuk mengetahui hubungan antara perubahan karakteristik fisik kimia sampah dan air lindi terhadap konsentrasi logam Cu pada air lindi, maka dilakukan uji statistik korelasi. Setelah mengetahui korelasi antar variabel, maka selanjutnya akan diuji apakah model variabel bebas tersebut mampu untuk memprediksi variabel terikat atau tidak. Beberapa parameter fisik kimia sampah dan air lindi yang diamati dalam penelitian ini, antara lain adalah pH air lindi, temperatur sampah, field capacity sampah, nilai COD, nilai BOD, nilai oksigen terlarut, dan rasio C/N akan dijadikan sebagai variabel bebas. Sedangkan konsentrasi logam Cu pada air lindi akan dijadikan sebagai variabel terikat. Pada Tabel 4.8 berikut ini dapat dilihat hasil uji korelasi terhadap perubahan konsentrasi logam Cu dengan menggunakan koefisien pearson sebagai dasar penentuan hubungan. Tabel 4.8 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity DO Rasio C/N
Korelasi Pearson Aerobik Anaerobik -0,882 -0,639 0,775 0,784 0,655 0,707 0,754 0,744 0,626 0,491 0,146 0,379 -0,247 -0,216
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji statistik diatas, dapat dilihat hubungan antara tiap variabel bebas terhadap konsentrasi logam Cu yang dinyatakan dengan koefisien pearson (R). Hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dapat dikatakan cukup kuat atau bahkan kuat ketika nilai R > 0,40. Nilai R untuk parameter pH air lindi adalah -0,882 untuk reaktor aerobik dan -0,639 untuk reaktor anaerobik. Dengan nilai R tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pH air lindi memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi logam Cu pada air lindi. Selanjutnya
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
111
tanda negatif yang terdapat pada nilai R menandakan bahwa jenis hubungan antara kedua variabel ini adalah hubungan yang berkebalikan. Hal ini sejalan dengan teori yang dinyatakan oleh Erses dan Onay (2003), dimana salah satu faktor yang mempengaruhi daya larut logam Cu adalah nilai pH air lindi. Selanjutnya nilai R untuk parameter temperatur sampah adalah 0,775 untuk reaktor aerobik dan 0,784 untuk reaktor anaerobik. Hal ini menjelaskan bahwa parameter temperatur sampah juga memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi logam Cu. Nilai R yang bertanda positif menandakan bahwa hubungan antara kedua variabel ini adalah hubungan yang searah. Hal serupa juga terjadi untuk parameter nilai COD dan BOD. Nilai R parameter COD untuk reaktor aerobik adalah 0,655, sedangkan nilai R untuk reaktor anaerobik adalah 0,707. Nilai R parameter BOD untuk reaktor aerobik adalah 0,754, sedangkan untuk reaktor anaerobik adalah 0,744. Nilai R yang lebih besar dari 0,60 untuk kedua parameter ini menandakan bahwa ada hubungan yang kuat antara nilai COD dan BOD terhadap perubahan konsentrasi logam Cu. Selanjutnya untuk parameter field capacity diketahui bahwa hubungan yang sangat kuat hanya terjadi pada reaktor aerobik (nilai R = 0,626). Sedangkan untuk reaktor anaerobik, nilai R field capacity yang diperoleh cukup kuat yaitu 0,491. Beberapa parameter lainnya yaitu nilai oksigen terlarut dan rasio C/N juga memiliki nilai R yang rendah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa parameter fisik kimia sampah dan air lindi yang memiliki hubungan cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi logam Cu adalah nilai pH air lindi, temperatur sampah, nilai COD, dan nilai BOD. Untuk menentukan apakah terdapat pengaruh yang nyata dari parameter bebas terhadap parameter terikat yang digunakan dalam model tersebut, maka telah dilakukan uji ANOVA. Dari hasil uji ANOVA (terdapat pada Lampiran 11), diperoleh bahwa nilai F hitung untuk reaktor aerob adalah 11,63 dan untuk reaktor anaerob adalah 5,85. Koefisien F hitung yang diperoleh tersebut memiliki nilai yang lebih besar bila dibandingkan dengan F tabel dengan nilai sebesar 3,14. Hal ini menandakan bahwa model regresi dengan menggunakan parameter diatas dapat digunakan untuk memprediksi variabel terikat (konsentrasi logam Cu).
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
112
Dengan mengetahui bahwa parameter bebas yang dimasukkan mampu memberikan pengaruh secara bersama-sama terhadap perubahan konsentrasi logam Cu, maka selanjutnya perlu diketahui apakah masing-masing parameter bebas memberikan pengaruh secara parsial (terpisah). Untuk menentukan hal tersebut, maka dilakukan uji t dengan menggunakan koefisien regresi parsial. Pada Tabel 4.9 berikut ini dapat dilihat nilai koefisien regresi untuk kedua reaktor. Tabel 4.9 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Model
1
Reaktor Anaerobik t Sig.
Reaktor Aerobik t
Sig.
(Constant)
-0,19
0,85
1,07
0,31
pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N
-3,42
0,01
-2,06
0,07
2,04
0,07
0,95
0,37
-1,52 0,65 0,54 0,85 1,55
0,16 0,53 0,60 0,41 0,15
0,16 1,11 -1,87 -1,23 -0,84
0,88 0,29 0,09 0,25 0,42
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai t tabel untuk jenis data seperti diatas untuk tingkat kepercayaan sebesar 5% adalah 1,81. Sehingga dapat dikatakan hubungan tiap parameter bebas terhadap perubahan konsentrasi logam Cu adalah sebagai berikut :
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
113
Tabel 4.10 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Reaktor
Parameter Aerobik
Anaerobik
pH Air Lindi
√
√
Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N Keterangan :
√ × × × × ×
√ × × √ × ×
√ : memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Cu × : tidak memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Cu
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Selanjutnya pada Tabel 4.11 dan 4.12 dibawah dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari hasil uji statistik adalah 0,891 untuk reaktor aerobik dan 0,804 untuk reaktor anaerobik. Hal ini menjelaskan bahwa besarnya persentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 89,10% untuk reaktor aerob dan 80,40% untuk reaktor anaerobik. Sedangkan sisa persentase untuk tiap reaktor menyatakan bahwa ada faktor lain yang turut mempengaruhi konsentrasi logam Cu namun tidak terukur dalam penelitian ini. Tabel 4.11 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Di Reaktor Aerobik Model 1
R
R Square
0,944a
0,891
Adjusted R Square 0,814
Std. Error of the Estimate 0,022
a. Predictors: (Constant), Rasio CN, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Cu Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
114
Tabel 4.12 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu Di Reaktor Anaerobik Model
R
R Square
1
0,896a
0,804
Adjusted R Square 0,666
Std. Error of the Estimate 0,023
a. Predictors: (Constant), Rasio CN, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Cu Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji regresi tersebut diperoleh bahwa model regresi untuk memprediksi perubahan konsentrasi logam Cu akibat adanya pengaruh beberapa variabel bebas adalah sebagai berikut : Untuk reaktor aerob : 𝑦 = −0,051 − 0,055 𝑥1 + 0,014 𝑥2 + 0,001 𝑥3 + 0,017 𝑥4 + 0,010 𝑥5 Untuk reaktor aerob : 𝑦 = 0,305 − 0,017 𝑥1 + 0,005 𝑥2 − 0,411 𝑥3 − 0,047 𝑥4 − 0,006 𝑥5 Dengan nilai y merupakan perubahan konsentrasi logam Cu pada masingmasing reaktor, X1 merupakan nilai pH air lindi, X2 merupakan nilai temperatur sampah, X3 merupakan nilai field capacity sampah, X4 merupakan nilai oksigen terlarut, dan X5 merupakan nilai rasio C/N sampah. Konstanta sebesar 0,051 pada reaktor aerob dan 0,305 pada reaktor anaerob menandakan bahwa jika tidak ada variabel bebas, maka perubahan konsentrasi logam Cu pada reaktor adalah sebesar konstanta tersebut.
4.5.2 Analisis Konsentrasi Logam Pb (Timbal) 4.5.2.1
Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Pb Logam timbal yang diukur dalam penelitian ini merupakan konsentrasi
timbal pada air lindi. Pengukuran konsentrasi timbal dilakukan setiap hari pada tahap 1, setiap seminggu sekali pada tahap 2, dan setiap 2 minggu sekali pada tahap 3. Pengukuran timbal dilakukan dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). Hasil pengecekan konsentrasi timbal pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.16 berikut.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
115
Gambar 4.14 Konsentrasi Logam Pb di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Konsentrasi awal logam Pb yang diperoleh pada reaktor aerob adalah 0,254 mg/L, sedangkan konsentrasi awal logam Pb yang diperoleh pada reaktor anaerob adalah 0,249 mg/L. Selama tahap 1, konsentrasi logam Pb di kedua reaktor menunjukkan tren penurunan. Konsentrasi logam Pb yang diperoleh pada akhir tahap 1 untuk masing-masing reaktor adalah 0,122 mg/L untuk reaktor aerob dan 0,094 mg/L untuk reaktor anaerob. Penurunan konsentrasi logam Pb pada tahap awal terjadi karena peningkatan nilai pH air lindi. Peningkatan nilai pH menuju ke kondisi basa mengakibatkan adanya peningkatan atas jumlah ion sulfida yang terbentuk (Hwidong et.al., 2011). Sama halnya dengan logam Cu, logam Pb merupakan jenis logam yang mudah bereaksi dengan ion sulfida. Hasil reaksi dari ion Pb2+ dengan ion S2- akan menghasilkan endapan timbal sulfida. Dengan terbentuknya endapan tersebut, maka jumlah logam Pb yang terlarut dalam air lindi menjadi lebih sedikit. Selanjutnya pada tahap 2, konsentrasi logam Pb pada tiap reaktor cenderung fluktuatif. Selama tahap 2, konsentrasi logam Pb pada reaktor aerob berkisar antara 0,059 mg/L – 0,103 mg/L. Sedangkan konsentrasi logam Pb pada reaktor anaerob berkisar antara 0,038 mg/L – 0,080 mg/L. Konsentrasi logam Pb pada reaktor aerob meningkat tajam pada awal tahap 3. Konsentrasi logam Pb pada reaktor aerob meningkat dari 0,103 mg/L pada hari ke-49, menjadi 0,193 mg/L pada hari ke-63. Sedangkan konsentrasi logam Pb pada reaktor anaerob juga turut
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
116
mengalami peningkatan, walaupun jumlah peningkatannya tidak sebesar seperti yang terjadi pada reaktor aerob. Konsentrasi logam Pb pada reaktor anaerob naik dari 0,080 mg/L pada hari ke-49, menjadi 0,106 mg/L pada hari ke-63. Pada tahap 3, konsentrasi logam Pb pada reaktor aerob mengalami tren penurunan. Konsentrasi Pb pada reaktor aerob turun dari 0,193 mg/L pada hari ke63 menjadi 0,023 mg/L pada hari ke-133. Namun hal berbeda justru terjadi pada nilai konsentrasi logam Pb yang terbentuk di reaktor anaerob. Nilai konsentrasi logam Pb meningkat tajam pada hari ke-105 penelitian. Konsentrasi logam Pb pada reaktor anaerob meningkat dari 0,135 mg/L pada hari ke-91, menjadi 0,188 mg/L pada hari ke-105. Hingga akhir penelitian, konsentrasi logam Pb pada kedua reaktor masih bersifat fluktuatif. Pada hari ke-147, konsentrasi logam Pb di reaktor aerob adalah 0,052 mg/L, sedangkan di reaktor anaerob adalah 0,097 mg/L. Salah satu faktor yang menyebabkan konsentrasi logam Pb dapat meningkat adalah nilai COD air lindi. Nilai COD merupakan indikator penting yang digunakan untuk menggambarkan kondisi air lindi dan juga menggambarkan tingkat stabilisasi sampah. Kenaikan nilai COD menandakan bahwa ada peningkatan terhadap kebutuhan oksigen yang diperlukan untuk menguraikan material organik. Nilai COD pada reaktor aerob mengalami kenaikan pada hari ke63. Sebelumnya, nilai COD di reaktor aerob pada hari ke-49 adalah 2.880 mg/L. Kemudian nilai COD naik menjadi 3.640 mg/L. Naiknya nilai COD menandakan bahwa jumlah asam organik yang terbentuk akibat proses degradasi mengalami peningkatan. Asam organik akan bereaksi dengan logam Pb yang terkandung dalam sampah, sehingga menghasilkan ion Pb2+ yang kemudian terlarut dalam air lindi (Yu-Yang et.al., 2009). Secara keseluruhan, konsentrasi logam Pb yang ditemukan pada reaktor aerob bernilai lebih besar dibandingkan dengan konsentrasi logam Pb yang ditemukan pada reaktor anaerob. Penambahan udara yang diberlakukan pada sistem menyebabkan konsentrasi logam Pb yang terlarut pada air lindi menjadi lebih tinggi. Kehadiran oksigen menyebabkan kemampuan buffer air lindi mengalami penurunan, sehingga pada akhirnya mengakibatkan adanya kenaikan tingkat mobilitas dari logam Pb.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
117
4.5.2.2
Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Sesuai dengan hasil analisis deskriptif diatas, bahwa perubahan
konsentrasi logam Pb yang ditemukan pada penelitian ini dipengaruhi oleh nilai pH air lindi, nilai COD air lindi, dan nilai field capacity sampah. Untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel secara pasti, maka akan dilakukan uji korelasi dan uji regresi linear berganda. Dalam uji ini, parameter yang dijadikan sebagai variabel bebas adalah pH air lindi, temperatur sampah, nilai COD, nilai BOD, nilai field capacity, nilai oksigen terlarut, dan rasio C/N. Variabel terikat yang dimasukkan dalam model ini adalah konsentrasi logam Pb pada air lindi. Dari hasil uji korelasi, diperoleh koefisien pearson seperti yang terdapat pada Tabel 4.13 sebagai dasar penentuan hubungan. Tabel 4.13 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity DO Rasio C/N
Korelasi Pearson Aerobik Anaerobik -0,557 -0,572 0,328 0,291 0,330 0,308 0,435 0,521 0,542 0,439 0,000 0,588 -0,204 -0,584
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji statistik diatas, dapat dilihat hubungan antara tiap variabel bebas terhadap konsentrasi logam Pb yang dinyatakan dengan koefisien pearson (R). Namun dari seluruh variabel bebas yang ada, tidak ada yang memiliki nilai R lebih besar dari 0,60. Beberapa parameter yang memiliki koefisien pearson mendekati nilai 0,60 antara lain adalah nilai pH air lindi, nilai BOD, dan nilai field capacity. Dari hasil diatas juga dapat dikatakan bahwa parameter bebas yang paling berpengaruh pada kedua reaktor adalah nilai pH air lindi. Nilai R untuk parameter pH air lindi adalah -0,557 untuk reaktor aerobik dan -0,572 untuk reaktor anaerobik. Nilai R untuk pH air lindi bertanda negatif yang menandakan bahwa ketika nilai pH
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
118
air lindi mengalami kenaikan, maka konsentrasi logam Pb pada air lindi akan cenderung turun dan begitu pula sebaliknya. Selanjutnya, untuk menentukan apakah terdapat pengaruh secara nyata dari tiap variabel bebas yang ada terhadap variabel terikat yang digunakan dalam model tersebut, maka telah dilakukan uji ANOVA. Dari hasil uji ANOVA, diperoleh bahwa nilai F hitung (hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 11) untuk reaktor aerob adalah 1,33 dan untuk reaktor anaerob adalah 2,31. Koefisien F hitung yang diperoleh tersebut memiliki nilai yang lebih kecil bila dibandingkan dengan F tabel dengan nilai sebesar 3,14. Hal ini menandakan bahwa model regresi dengan menggunakan parameter diatas tidak dapat digunakan untuk memprediksi keberadaan logam Pb pada air lindi. Walaupun dari hasil uji ANOVA diketahui bahwa model yang digunakan tidak dapat memprediksi konsentrasi logam Pb, namun tetap perlu diketahui apakah setiap variabel diatas mampu mempengaruhi perubahan konsentrasi logam Pb secara parsial. Untuk menentukan hal tersebut, maka dilakukan uji t dengan menggunakan koefisien regresi parsial. Pada Tabel 4.19 berikut ini dapat dilihat nilai koefisien regresi untuk kedua reaktor. Tabel 4.14 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Model (Constant) pH Air Lindi Temperatur Sampah COD 1 BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N
Reaktor Aerobik t Sig. 0,90 0,39 -1,07 0,31 -0,43 0,68 -1,37 0,20 1,29 0,23 0,18 0,86 -0,44 0,67 0,33
0,75
Reaktor Anaerobik t Sig. 2,19 0,05 -1,27 0,23 -1,59 0,14 -0,34 0,74 1,34 0,21 -0,65 0,53 -1,29 0,23 -1,70
0,12
a. Dependent Variable: Logam Pb
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai t tabel untuk jenis data seperti diatas untuk tingkat kepercayaan sebesar 5% adalah 1,81. Sedangkan dari hasil pada Tabel
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
119
4.15 diperoleh bahwa nilai t hitung untuk tiap parameter pada kedua reaktor lebih kecil dibandingkan dengan t tabel yang ada. Lebih lanjut kesimpulan mengenai hubungan parsial tiap parameter dapat dilihat pada Tabel 4.20 berikut ini.
Tabel 4.15 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N Keterangan :
Reaktor Aerobik ×
Anaerobik ×
× × × × × ×
× × × × × ×
√ : memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Pb × :tidak memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Pb
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Pada Tabel 4.16 dan Tabel 4.17 dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari hasil uji statistik untuk reaktor aerobik dan anaerobik masing-masing adalah . Hal ini menjelaskan bahwa besarnya persentase pengaruh nilai pH air lindi, nilai temperatur sampah, nilai COD, nilai BOD, nilai oksigen terlarut, rasio C/N, dan nilai field capacity sampah terhadap perubahan konsentrasi logam Pb adalah 48,20% untuk reaktor aerob dan 61,70% untuk reaktor anaerobik. Dari nilai persentase diatas, maka dapat diketahui bahwa pengaruh faktor lain yang tidak terukur dalam penelitian ini terhadap perubahan konsentrasi nilai Pb pada air lindi adalah 51,80% untuk reaktor aerob dan 38,30% untuk reaktor anaerob.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
120
Tabel 4.16 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Di Reaktor Aerobik Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 0,694a 0,482 0,119 0,058 a. Predictors: (Constant), Rasio CN, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Pb Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Tabel 4.17 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb Di Reaktor Anaerobik R Adjusted R Std. Error of Square Square the Estimate a 0,786 0,617 0,350 0,045 1 a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD Model
R
b. Dependent Variable: Logam Pb Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji regresi tersebut diperoleh bahwa model regresi untuk memprediksi perubahan konsentrasi logam Pb akibat adanya pengaruh beberapa variabel bebas adalah sebagai berikut : Untuk reaktor aerob : 𝑦 = 0,651 − 0,046 𝑥1 − 0,008 𝑥2 + 0,001 𝑥3 − 0,024 𝑥4 + 0,006 𝑥5 Untuk reaktor aerob : 𝑦 = 1,197 − 0,020 𝑥1 − 0,017 𝑥2 − 0,271 𝑥3 − 0,094 𝑥4 − 0,023 𝑥5 Dengan nilai y merupakan perubahan konsentrasi logam Pb pada masingmasing reaktor, X1 merupakan nilai pH air lindi, X2 merupakan nilai temperatur sampah, X3 merupakan nilai field capacity sampah, X4 merupakan nilai oksigen terlarut, dan X5 merupakan nilai rasio C/N sampah. Konstanta sebesar 0,651 pada reaktor aerob dan 1,197 pada reaktor anaerob menandakan bahwa jika tidak ada variabel bebas, maka perubahan konsentrasi logam Pb pada reaktor adalah sebesar konstanta tersebut.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
121
4.5.3 Analisis Konsentrasi Logam Zn (Seng) 4.5.3.1
Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Zn Keberadaan logam Zn penting untuk diketahui karena logam Zn
merupakan salah satu jenis logam yang memiliki konsentrasi cukup tinggi di landfil. Pengecekan konsentrasi logam Zn pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). Pengecekan konsentrasi logam Zn pada air lindi ini dilakukan setiap hari pada tahap awal penelitian, setiap seminggu sekali pada tahap 2 penelitian dan setiap 2 minggu sekali pada tahap 3 penelitian. Hasil pemantauan konsentrasi logam Zn pada air lindi dapat dilihat pada Gambar 4.17 berikut ini.
Gambar 4.15 Konsentrasi Logam Zn di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Konsentrasi logam Zn yang terukur di kedua reaktor pada awal penelitian tergolong cukup besar. Pada reaktor aerob, besar konsentrasi logam Zn yang terukur adalah 3,785 mg/L dan pada reaktor anaerob besar konsentrasi logam Zn yang terukur adalah 3,305 mg/L. Nilai serupa juga diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh Yu-Yang et.al. (2010), dimana konsentrasi logam Zn pada air lindi yang terukur berkisar antara 0,75 mg/L – 3,13 mg/L. Namun konsentrasi logam Zn yang diperoleh dalam penelitian ini bernilai lebih besar bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ehrig (1983), dengan besar konsentrasi berkisar antara 0,03 mg/L – 1,20 mg/L. Tingginya konsentrasi logam Zn yang ditemukan
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
122
pada penelitian ini, dipengaruhi oleh sumber sampah yang digunakan sebagai sampel. Keberadaan material logam yang masih ditemukan di TPS merupakan penyebab tingginya kandungan logam Zn pada air lindi. Konsentrasi logam Zn yang terukur terus mengalami penurunan selama tahap 1 penelitian. Konsentrasi logam Zn di reaktor aerob turun dari 3,785 mg/L pada kondisi awal menjadi 1,233 mg/L pada akhir tahap 1. Sedangkan konsentrasi logam Zn di reaktor anaerob turun dari 3,305 mg/L pada kondisi awal menjadi 1,216 mg/L pada akhir tahap 1. Konsentrasi logam Zn yang ditemukan selama tahap 1 penelitian tergolong lebih besar bila dibandingkan dengan hasil yang ditemukan pada tahap selanjutnya. Erses dan Onay (2003) menyatakan bahwa konsentrasi maksimum logam Zn akan ditemukan pada tahap asidifikasi dari proses degradasi sampah. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada penelitian ini. Konsentrasi maksimum logam Zn ditemukan pada awal penelitian pada masingmasing reaktor. Kelarutan logam berat pada air lindi akan sangat dipengaruhi oleh nilai pH. Jika nilai pH menurun atau berada dalam rentang pH asam, maka kelarutan logam berat akan meningkat. Sebaliknya, jika nilai pH meningkat atau berada dalam rentang pH basa, maka kelarutan logam berat akan menurun. Selain pH air lindi, faktor lain turut yang mempengaruhi konsentrasi logam Zn terukur adalah volume air lindi yang terbentuk. Peningkatan volume air lindi yang terjadi selama tahap awal penelitian menjadi pemicu turunnya konsentrasi logam Zn (Yu-Yang et.al., 2009). Selanjutnya pada tahap 2, konsentrasi logam Zn di kedua reaktor terus menunjukkan tren penurunan. Hingga akhir tahap 2, konsentrasi logam Zn yang ditemukan pada reaktor aerob adalah 0,163 mg/L, sedangkan konsentrasi logam Zn yang ditemukan pada reaktor anaerob adalah 0,122 mg/L. Kondisi ini terus berlanjut hingga waktu penelitian memasuki tahap 3. Konsentrasi logam Zn yang ditemukan di kedua reaktor pada hari ke-91 adalah 0,042 mg/L untuk reaktor aerob, dan 0,026 mg/L untuk reaktor anaerob. Pada akhir penelitian, sudah tidak ditemukan logam Zn pada kedua reaktor.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
123
4.5.3.2
Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa kelarutan logam Zn pada
air lindi dipengaruhi oleh nilai pH air lindi dan kandungan zat organik yang terbentuk dari proses dekomposisi sampah. Untuk menentukan antara karakteristik fisik kimia sampah dan air lindi terhadap konsentrasi logam Zn, maka variabel yang akan digunakan sebagai masukan variabel bebas dalam model ini adalah nilai pH air lindi, temperatur sampah, nilai COD, nilai BOD, nilai field capacity, nilai oksigen terlarut, dan rasio C/N. Sedangkan variabel terikat yang dimasukkan dalam model ini adalah konsentrasi logam Zn pada air lindi. Penentuan hubungan kedua variabel tersebut dilakukan dengan uji korelasi dan uji regresi linear berganda. Dari hasil uji korelasi maka dapat diketahui apakah tiap variabel bebas memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi logam Zn. Sedangkan dari hasil uji regresi maka dapat ditentukan apakah kedua variabel bebas tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan konsentrasi logam Zn atau tidak. Dari hasil pengujian telah diperoleh koefisien pearson (R) untuk masing-masing reaktor. Nilai R dapat dilihat pada Tabel 4.18. Tabel 4.18 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity DO Rasio C/N
Korelasi Pearson Aerobik Anaerobik -0,889 -0,637 0,666 0,808 0,731 0,817 0,815 0,938 0,797 0,841 -0,019 0,577 -0,195 -0,448
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji statistik diatas, dapat dilihat hubungan antara tiap variabel bebas terhadap konsentrasi logam Zn yang dinyatakan dengan koefisien pearson (R). Dari seluruh parameter bebas yang dijadikan model untuk penentuan hubungan, hanya nilai oksigen terlarut dan rasio C/N yang tidak memenuhi
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
124
persyaratan hubungan. Dengan kata lain, kedua parameter ini tidak memiliki hubungan yang kuat terhadap perubahan konsentrasi logam Zn. Sedangkan parameter lain seperti pH air lindi, temperatur sampah, nilai COD, nilai BOD, dan nilai field capacity sampah merupaakan parameter yang memiliki hubungan cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi logam Zn. Uji ANOVA dilakukan untuk menentukan apakah variabel bebas yang diasumsikan dalam model secara nyata mampu memberikan pengaruh terhadap kelarutan logam Zn pada air lindi. Dari hasil uji ANOVA, diperoleh bahwa nilai F hitung untuk reaktor aerob adalah 12,09 dan untuk reaktor anaerob adalah 40,30 (Hasil uji ANOVA dapat dilihat pada Lampiran 11) . Nilai F hitung yang diperoleh tersebut lebih besar dibandingkan dengan F tabel dengan nilai sebesar 3,14. Hal ini menandakan bahwa model regresi dengan menggunakan seluruh parameter fisik kimia sampah dan air lindi dapat digunakan untuk memprediksi variabel terikat (konsentrasi logam Zn). Setelah diketahui bahwa kedua variabel bebas tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat, maka selanjutnya adalah menentukan apakah tiap variabel bebas mampu berpengaruh secara parsial. Cara menentukan pengaruh terpisah tersebut dilakukan dengan uji t dengan menggunakan koefisien regresi parsial. Untuk menentukan hal tersebut, maka dilakukan uji t dengan menggunakan koefisien regresi parsial. Pada Tabel 4.19 berikut ini dapat dilihat nilai koefisien regresi untuk kedua reaktor.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
125
Tabel 4.19 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Model (Constant) pH Air Lindi Temperatur Sampah COD 1 BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N
Reaktor Aerobik t Sig. 1,33 0,21 -1,81 0,10 -0,39 0,70 -0,55 0,60 1,04 0,32 0,81 0,44 -1,10 0,30 -0,44 0,67
Reaktor Anaerobik t Sig. 1,18 0,27 -0,90 0,39 0,35 0,74 2,61 0,03 0,81 0,44 0,97 0,35 -1,85 0,09 -4,28 0,00
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai t tabel untuk jenis data seperti diatas untuk tingkat kepercayaan sebesar 5% adalah 1,81. Sehingga dapat dikatakan hubungan tiap parameter bebas terhadap perubahan konsentrasi logam Zn adalah sebagai berikut : Tabel 4.20 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Reaktor
Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N Keterangan :
Aerobik √
Anaerobik ×
× × × × × ×
× × √ × √ √
√ : memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Zn × :tidak memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Zn
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari hasil uji statistik dapat dilihat pada Tabel 4.21 dan Tabel 4.22 berikut ini. Dari hasil uji diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi untuk masing-masing reaktor adalah 0,894 untuk reaktor aerobik dan 0,966 untuk reaktor anaerobik. Hal ini menjelaskan bahwa besarnya
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
126
persentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 89,40% untuk reaktor aerob dan 96,60% untuk reaktor anaerobik. Persentase sebesar 10,60% untuk reaktor aerob dan 3,40% untuk reaktor anaerobik merupakan persentase pengaruh yang diakibatkan oleh variabel lain yang tidak terukur dalam penelitian ini. Tabel 4.21 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Di Reaktor Aerobik Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 ,946a ,894 ,820 0,450 a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Zn Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Tabel 4.22 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn Di Reaktor Anaerobik Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 ,983a ,966 ,942 0,249 a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Zn Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji regresi tersebut diperoleh bahwa model regresi untuk memprediksi perubahan konsentrasi logam Zn akibat adanya pengaruh beberapa variabel bebas adalah sebagai berikut : Untuk reaktor aerob : 𝑦 = 7,454 − 0,601 𝑥1 − 0,055 𝑥2 + 0,022 𝑥3 − 0,459 𝑥4 − 0,058 𝑥5 Untuk reaktor aerob : 𝑦 = 3,576 − 0,080 𝑥1 + 0,021 𝑥2 + 2,269 𝑥3 − 0,750 𝑥4 − 0,328 𝑥5 Dengan nilai y merupakan perubahan konsentrasi logam Zn pada masingmasing reaktor, X1 merupakan nilai pH air lindi, X2 merupakan nilai temperatur sampah, X3 merupakan nilai field capacity sampah, X4 merupakan nilai oksigen
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
127
terlarut, dan X5 merupakan nilai rasio C/N sampah. Konstanta sebesar 7,454pada reaktor aerob dan 3,576 pada reaktor anaerob menandakan bahwa jika tidak ada variabel bebas, maka perubahan konsentrasi logam Zn pada reaktor adalah sebesar konstanta tersebut.
4.5.4 Analisis Konsentrasi Logam Cd (Kadmium) 4.5.4.1
Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Cd Logam Cd merupakan salah satu logam berat yang sering ditemukan
keberadaannya pada air lindi. Pengecekan konsentrasi Cd yang diukur dalam penelitian ini menggunakan metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). Pengukuran konsentrasi logam Cd diukur setiap hari pada tahap 1 penelitian, setiap 1 minggu sekali pada tahap 2 penelitian dan setiap dua minggu sekali pada tahap 3 penelitian. Hasil dari pengukuran logam Cd pada air lindi di kedua reaktor dapat dilihat pada Gambar 4.18 berikut ini.
Gambar 4.16 Konsentrasi Logam Cd di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Dari hasil pengecekan, diperoleh bahwa konsentrasi awal Cd yang diperoleh pada tiap reaktor adalah 0,064 mg/L untuk reaktor aerob dan 0,076 mg/L untuk reaktor anaerob. Perubahan konsentrasi Cd cenderung fluktuatif selama tahap 1. Pada akhir tahap 1, ditemukan bahwa konsentrasi logam Cd di reaktor aerob meningkat dari yang sebelumnya adalah 0,016 mg/L pada hari ke-2 menjadi 0,093
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
128
mg/L pada hari ke-7. Hal serupa juga terjadi di reaktor anaerob, dimana konsentrasi logam Cd meningkat dari yang sebelumnya adalah 0,029 mg/L pada hari ke-2, menjadi 0,094 mg/L pada hari ke-7. Memasuki tahap 2, konsentrasi Cd pada tiap reaktor turun secara drastis di awal tahap. Konsentrasi logam Cd di reaktor aerob mencapai nilai 0,016 mg/L pada, sedangkan konsentrasi logam Cd di reaktor anaerob mencapai nilai 0,023 mg/L pada awal tahap 2. Pada akhir tahap 2, konsentrasi Cd tiap reaktor kembali mengalami peningkatan. Konsentrasi logam Cd di reaktor aerob naik dan mencapai titik maksimum di hari ke-42, dengan nilai konsentrasi sebesar 0,101 mg/L. Sedangkan untuk konsentrasi logam Cd di reaktor anaerob juga turut mengalami kenaikan di hari ke-42, dengan nilai konsentrasi sebesar 0,074 mg/L. Selanjutnya pada tahap 3, konsentrasi Cd di tiap reaktor menunjukkan tren penurunan yang cukup tajam. Pada hari ke-63 sudah tidak ditemukan keberadaan logam Cd di tiap reaktor. Namun, keberadaan logam Cd kembali muncul pada hari ke-119 dengan konsentrasi sebesar 0,004 mg/L untuk reaktor aerob dan 0,006 mg/L untuk reaktor anaerob. Pada akhir penelitian, konsentrasi logam Cd pada reaktor aerob adalah 0,016 mg/L, sedangkan pada reaktor anaerob tidak ditemukan logam Cd. Perubahan konsentrasi logam Cd baik itu meningkat atau menurun dipengaruhi oleh nilai pH air lindi. Flyhammar et.al. (1999) menyatakan bahwa pengurangan nilai pH air lindi yang disertai dengan adanya intrusi oksigen ke dalam bioreaktor dapat meningkatkan mobilisasi logam Cd pada sampah untuk larut pada air lindi. Hal inilah yang mengakibatkan konsentrasi logam Cd sempat turun ketika nilai pH air lindi mengalami kenaikan selama awal tahap 1.
4.5.4.2
Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Seperti yang telah dijelaskan pada bagian analisis deskriptif bahwa
perubahan konsentrasi Cd pada air lindi diakibatkan oleh nilai pH air lindi, kandungan material organik terlarut dan intrusi oksigen yang diberikan pada bioreaktor. Untuk menentukan hubungan antara karakteristik kimia air lindi terhadap perubahan konsentrasi logam Cd, maka digunakanlah data pH air lindi,
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
129
temperatur sampah, nilai COD, nilai BOD, nilai field capacity, rasio C/N dan oksigen terlarut sebagai variabel bebas pada model ini. Sedangkan yang menjadi variabel terikat dalam model ini adalah konsentrasi logam Cd pada tiap reaktor. Pengujian hubungan kedua variabel tersebut akan dilakukan dengan menggunakan uji korelasi dan uji regresi linear berganda. Dari hasil uji statistik, diperoleh koefisien pearson (R) untuk model yang digunakan tersebut. Nilai R untuk kedua reaktor dapat dilihat pada Tabel 4.23. Nilai R akan menunjukkan apakah variabel bebas yang dimasukkan sebagai model memiliki korelasi atau hubungan dengan perubahan konsentrasi logam Cd. Tabel 4.23 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity DO Rasio C/N
Korelasi Pearson Aerobik Anaerobik -0,204 -0,262 0,165 0,679 0,270 0,563 0,225 0,542 0,033 0,655 -0,346 0,026 0,352 -0,024
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji statistik diatas, dapat dilihat hubungan antara tiap variabel bebas terhadap konsentrasi logam Cd yang dinyatakan dengan koefisien pearson (R). Pada reaktor aerobik, tidak ada satu pun parameter bebas yang memiliki nilai R lebih besar dari 0,40. Hal ini menandakan bahwa parameter fisik-kimia sampah pada reaktor aerobik memiliki hubungan yang lemah dengan perubahan konsentrasi logam Cd pada air lindi. Namun hal berbeda ditunjukkan oleh nilai R pada reaktor anaerobik. Beberapa parameter seperti temperatur sampah, nilai COD, nilai BOD, dan field capacity sampah memiliki nikai R yang lebih besar dari 0,40. Hal ini menandakan bahwa kedua parameter ini memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi logam Cd. Untuk menentukan apakah terdapat pengaruh yang nyata dari parameter bebas terhadap perubahan konsentrasi logam Cd yang digunakan dalam model tersebut, maka telah dilakukan uji ANOVA. Dari hasil uji ANOVA (terdapat pada
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
130
Lampiran 11), diperoleh bahwa nilai F hitung untuk reaktor aerob adalah 1,30 dan untuk reaktor anaerob adalah 5,53. Koefisien F hitung yang diperoleh pada reaktor aerobik memiliki nilai yang lebih kecil bila dibandingkan dengan F tabel dengan nilai sebesar 3,14. Hal ini menandakan bahwa model regresi dengan menggunakan parameter diatas tidak dapat digunakan untuk memprediksi keberadaan logam Cd pada air lindi. Namun, untuk koefisien F hitung yang diperoleh pada reaktor anaerobik memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan dengan F tabel. Hal ini menandakan bahwa model regresi dengan menggunakan parameter diatas dapat digunakan untuk memprediksi perubahan konsentrasi logam Cd. Dengan mengetahui bahwa parameter bebas pada reaktor anaerobik mampu memberikan pengaruh secara bersama-sama terhadap perubahan konsentrasi logam Cd, maka selanjutnya perlu diketahui apakah masing-masing parameter bebas memberikan pengaruh secara terpisah. Walaupun berdasarkan hasil uji ANOVA menyatakan bahwa parameter bebas pada reaktor aerobik tidak dapat memberikan pengaruh secara nyata terhadap perubahan konsentrasi logam Cd, namun tetap akan dilihat apakah setiap parameter bebas memiliki pengaruh secara parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Cd. Untuk menentukan hal tersebut, maka dilakukan uji t dengan menggunakan koefisien regresi. Pada Tabel 4.24 berikut ini dapat dilihat nilai koefisien regresi pada kedua reaktor. Tabel 4.24 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Model (Constant) pH Air Lindi Temperatur Sampah COD 1 BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N
Reaktor Aerobik t Sig. 0,96 0,36 -2,46 0,03 -0,27 0,79 -1,18 0,27 0,59 0,57 -0,63 0,54 0,35 0,74 1,79
0,10
Reaktor Anaerobik t Sig. -1,96 0,08 -0,57 0,58 3,17 0,01 0,79 0,45 -1,75 0,11 2,89 0,02 -1,06 0,31 -1,40
0,19
a. Dependent Variable: Logam Cd
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
131
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai t tabel untuk jenis data seperti diatas untuk tingkat kepercayaan sebesar 5% adalah 1,81. Sehingga dapat dikatakan hubungan tiap parameter bebas terhadap perubahan konsentrasi logam Cd adalah sebagai berikut : Tabel 4.25 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Reaktor
Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N Keterangan :
Aerobik √
Anaerobik ×
× × × × × ×
√ × × √ × ×
√ : memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Cd × :tidak memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Cd
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari hasil uji statistik dapat dilihat pada Tabel 4.26 dan Tabel 4.27 berikut ini. Dari hasil uji diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi untuk masing-masing reaktor adalah 0,476 untuk reaktor aerobik dan 0,795 untuk reaktor anaerobik. Hal ini menjelaskan bahwa besarnya persentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 47,60% untuk reaktor aerob dan 79,50% untuk reaktor anaerobik. Dari hasil koefisien determinasi untuk tiap reaktor dapat dikatakan bahwa terdapat faktor lain yang tidak terukur dalam penelitian ini, yang justru memiliki pengaruh besar terhadap perubahan konsentrasi Cd pada air lindi.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
132
Tabel 4.26 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Di Reaktor Aerobik Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 0,690a 0,476 0,109 0,034 a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Cd Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Tabel 4.27 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd Di Reaktor Anaerobik Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 0,892a 0,795 0,651 0,021 a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Cd Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji regresi tersebut diperoleh bahwa model regresi untuk memprediksi perubahan konsentrasi logam Cd akibat adanya pengaruh beberapa variabel bebas adalah sebagai berikut : Untuk reaktor aerob : 𝑦 = 0,410 − 0,062 𝑥1 − 0,003 𝑥2 − 0,001 𝑥3 + 0,011 𝑥4 + 0,018 𝑥5 Untuk reaktor aerob : 𝑦 = −0,503 − 0,004 𝑥1 + 0,016 𝑥2 + 0,571 𝑥3 − 0,036 𝑥4 − 0,009 𝑥5 Dengan nilai y merupakan perubahan konsentrasi logam Cd pada masingmasing reaktor, X1 merupakan nilai pH air lindi, X2 merupakan nilai temperatur sampah, X3 merupakan nilai field capacity sampah, X4 merupakan nilai oksigen terlarut, dan X5 merupakan nilai rasio C/N sampah. Konstanta sebesar 0,410 pada reaktor aerob dan 0,503 pada reaktor anaerob menandakan bahwa jika tidak ada variabel bebas, maka perubahan konsentrasi logam Cd pada reaktor adalah sebesar konstanta tersebut.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
133
4.5.5 Analisis Konsentrasi Logam Fe (Besi) 4.5.5.1
Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Fe Logam besi yang diukur dalam penelitian ini merupakan total besi yang
merupakan total dari keberadaan logam Fe2+ dan Fe3+. Pengukuran logam besi dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri. Pengukuran logam besi dilakukan setiap hari pada tahap 1 penelitian, setiap satu minggu sekali pada tahap 2 penelitian, dan setiap dua minggu sekali pada tahap 3 penelitian. Hasil pengukuran total logam besi dapat dilihat pada Gambar 4.19 berikut ini.
Gambar 4.17 Konsentrasi Total Logam Fe di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Nilai konsentrasi logam besi yang ditemukan pada awal penelitian tergolong cukup besar. Dari hasil pengukuran diperoleh bahwa konsentrasi logam besi pada tiap reaktor adalah 25,2 mg/L untuk reaktor aerob dan 22,8 mg/L untuk reaktor anaerob. Selama tahap 1 penelitian, keberadaan logam besi menunjukkan sifat yang berbeda pada kedua reaktor. Konsentrasi logam besi yang terukur di reaktor aerob cenderung memberikan tren yang menurun selama tahap 1. Konsentrasi logam besi di reaktor aerob adalah 2 mg/L pada akhir tahap 1. Sedangkan konsentrasi logam besi yang terukur di reaktor anaerob cenderung fluktuatif. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh bahwa konsentrasi logam besi di reaktor anaerob mengalami kondisi maksimum pada hari ke-2, dengan nilai konsentrasi sebesar 47,2 mg/L. Selanjutnya, konsentrasi logam besi di reaktor anaerob terus turun dan mencapai nilai 2,8 mg/L pada akhir tahap 1.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
134
Penurunan konsentrasi logam besi pada tahap awal penelitian terjadi akibat frekuensi resirkulasi air lindi yang diberlakukan. Pada tahap 1, frekuensi resirkulasi air lindi adalah setiap hari. Gould et.al. (1989) menemukan bahwa perlakuan resirkulasi air lindi yang diberikan pada bioreaktor mampu menstimulasi proses reduksi beberapa jenis anion, diantaranya adalah ion sulfat menjadi ion sulfida. Selain itu, resirkulasi air lindi juga mendukung proses presipitasi hidroksida logam besi. Hal inilah yang menyebabkan keberadaan logam besi cenderung turun pada bioreaktor dengan perlakuan resirkulasi air lindi. Hal lain yang mendukung penurunan logam besi pada awal tahap adalah adanya peningkatan nilai pH air lindi. Sebagaimana yang diketahui bahwa pH air lindi merupakan faktor penting yang mempengaruhi daya larut logam berat. Hubungan yang ditunjukkan antara nilai pH air lindi dengan konsentrasi logam berat adalah hubungan yang berkebalikan. Konsentrasi logam berat akan menunjukkan tren menurun ketika nilai pH air lindi mengalami peningkatan dan begitu pula sebaliknya. Selain itu, kandungan material organik yang terkandung dalam air lindi juga dinilai mampu mempengaruhi perubahan konsentrasi logam besi. Zat humus yang terdapat pada material organik akan mempengaruhi mobilitas dari logam besi (Wu et.al., 2002). Selama tahap 2, konsentrasi logam besi yang ditemukan di reaktor aerob cenderung stabil dengan reantang nilai berkisar antara 1,0 mg/L – 3,2 mg/L. Konsentrasi logam besi di reaktor aerob kembali meningkat ketika mencapai akhir tahap 2, dengan nilai konsentrasi sebesar 7,4 mg/L. Sedangkan untuk konsentrasi logam besi di reaktor anaerob masih bersifat fluktuatif. Konsentrasi logam besi sempat menunjukkan tren penurunan pada awal hingga pertengahan tahap 2. Pada rentang waktu tersebut, nilai konsentrasi logam besi yang diperoleh berada antara 0,18 mg/L – 0,6 mg/L. Namun menjelang akhir tahap 2, konsentrasi logam besi di reaktor anaerob kembali meningkat hingga mencapai nilai 9,6 mg/L. Selanjutnya pada tahap 3, keberadaan logam besi di kedua reaktor memberikan tren penurunan. Pada hari ke-119, sudah tidak lagi ditemukan keberadaan logam besi pada tiap reaktor. Kondisi ini terus berlangsung hingga hari ke-150 penelitian (hari terakhir penelitian).
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
135
4.5.5.2
Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Berdasarkan hasil analisis deskriptif, diketahui bahwa mekanisme
penyisihan logam besi pada bioreaktor dipengaruhi oleh pH air lindi, ion hidroksida, dan kandungan material organik terlarut pada air lindi. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik fisik kimia sampah terhadap konsentrasi logam besi, maka akan dilakukan uji korelasi dan uji regresi. Uji korelasi dilakukan untuk menentukan apakah ada hubungan yang cukup kuat antara karakteristik fisik kimia sampah terhadap perubahan konsentrasi logam besi. Sedangkan uji regresi dilakukan untuk menentukan apakah model memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan konsentrasi logam besi atau tidak. Untuk menentukan hubungan antara karakteristik fisik kimia sampah dengan konsentrasi logam besi, maka variabel bebas yang akan dimasukkan dalam model adalah seluru parameter fisik kimia sampah dan air lindi yang diukur dalam penelitian ini. Parameter tersebut antara lain adalah nilai pH air lindi, temperatur sampah, nilai COD, nilai BOD, nilai oksigen terlarut, dan rasio C/N. Sedangkan konsentrasi logam besi akan dimasukkan sebagai terikat. Dari hasil uji korelasi akan diperoleh koefisien pearson (R) yang dapat digunakan untuk menentukan sifat hubungan antara variabel bebas terhadap variabel terikat. Tabel 4.28 memuat nilai koefisien pearson antara tiap variabel bebas terhadap konsentrasi logam besi pada kedua reaktor. Tabel 4.28 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity DO Rasio C/N
Korelasi Pearson Aerobik Anaerobik -0,739 -0,563 0,341 0,755 0,455 0,615 0,538 0,889 0,705 0,786 -0,010 0,690 -0,202 -0,573
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
136
Dari hasil diatas diperoleh bahwa tiap variabel bebas pada masing-masing reaktor memiliki sifat hubungan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, nilai pH air lindi memiliki hubungan yang cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi logam besi pada reaktor aerob. Sebaliknya nilai pH air lindi memiliki korelasi yang agak rendah terhadap perubahan konsentrasi logam besi pada reaktor anaerob. Secara keseluruhan, variabel bebas yang memiliki korelasi cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi logam besi di reaktor aerobik adalah nilai pH air lindi dan field capacity sampah. Sedangkan pada reaktor anaerobik, variabel bebas yang memiliki korelasi cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi logam besi adalah temperatur sampah, nilai COD, nilai BOD, field capacity sampah, dan nilai oksigen terlarut. Selanjutnya untuk menentukan apakah ada pengaruh yang signifikan atas variabel bebas terhadap perubahan konsentrasi logam besi, maka akan dilakukan uji ANOVA. Dari hasil uji ANOVA (terdapat pada Lampiran 11), diperoleh bahwa nilai F hitung untuk reaktor aerob adalah 3,97 dan untuk reaktor anaerob adalah 12,80. Nilai F hitung yang diperoleh tersebut lebih besar dibandingkan dengan F tabel dengan nilai sebesar 3,14. Hal ini menandakan bahwa model regresi dengan menggunakan seluruh parameter fisik kimia yang ditinjau pada penelitian ini, mampu memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan konsentrasi logam besi. Setelah diketahui bahwa kedua variabel bebas tersebut memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat, maka selanjutnya adalah menentukan apakah tiap variabel bebas mampu berpengaruh secara parsial. Cara menentukan pengaruh terpisah tersebut dilakukan dengan uji t dengan menggunakan koefisien regresi parsial. Untuk menentukan hal tersebut, maka dilakukan uji t dengan menggunakan koefisien regresi parsial. Pada Tabel 4.29 berikut ini dapat dilihat nilai koefisien regresi untuk kedua reaktor.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
137
Tabel 4.29 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Reaktor Aerobik t Sig. 1,78 0,10 -2,48 0,03 -1,18 0,26 -1,57 0,15 1,40 0,19 0,52 0,62 -0,19 0,85
Model (Constant) pH Air Lindi Temperatur Sampah COD 1 BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N
0,96
0,36
Reaktor Anaerobik t Sig. 0,39 0,70 0,06 0,95 0,02 0,99 -1,03 0,33 1,88 0,09 0,32 0,76 -0,70 0,50 -1,43
0,18
a. Dependent Variable: Logam Fe
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai t tabel untuk jenis data seperti diatas untuk tingkat kepercayaan sebesar 5% adalah 1,81. Sehingga dapat dikatakan hubungan tiap parameter bebas terhadap perubahan konsentrasi logam Fe adalah sebagai berikut : Tabel 4.30 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N Keterangan :
Reaktor Aerobik √
Anaerobik ×
× × × × × ×
× × √ × × ×
√ : memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Fe × :tidak memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Fe
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
138
Nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari hasil uji statistik dapat dilihat pada Tabel 4.31 dan Tabel 4.32 berikut ini. Dari hasil uji diperoleh bahwa nilai koefisien determinasi untuk masing-masing reaktor adalah 0,735 untuk reaktor aerobik dan 0,900 untuk reaktor anaerobik. Hal ini menjelaskan bahwa besarnya persentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 73,50% untuk reaktor aerob dan 90,00% untuk reaktor anaerobik. Persentase sebesar 26,50% untuk reaktor aerob dan 10,00% untuk reaktor anaerobik merupakan persentase pengaruh yang diakibatkan oleh variabel lain yang tidak terukur dalam penelitian ini. Tabel 4.31 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Di Reaktor Aerobik Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 0,857a 0,735 0,550 4,228 a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Fe Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Tabel 4.32 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe Di Reaktor Anaerobik Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 0,948a 0,900 0,829 5,561 a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Fe Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji regresi tersebut diperoleh bahwa model regresi untuk memprediksi perubahan konsentrasi logam Fe akibat adanya pengaruh beberapa variabel bebas adalah sebagai berikut : Untuk reaktor aerob : 𝑦 = 93,913 − 7,742 𝑥1 − 1,570 𝑥2 + 0,132 𝑥3 − 0,757 𝑥4 + 1,177 𝑥5 Untuk reaktor aerob : 𝑦 = 26,558 + 0,128 𝑥1 + 0,024 𝑥2 + 16,696 𝑥3 − 6,386 𝑥4 − 2,457 𝑥5
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
139
Dengan nilai y merupakan perubahan konsentrasi logam Fe pada masingmasing reaktor, X1 merupakan nilai pH air lindi, X2 merupakan nilai temperatur sampah, X3 merupakan nilai field capacity sampah, X4 merupakan nilai oksigen terlarut, dan X5 merupakan nilai rasio C/N sampah. Konstanta sebesar 93,918 pada reaktor aerob dan 26,558 pada reaktor anaerob menandakan bahwa jika tidak ada variabel bebas, maka perubahan konsentrasi logam Fe pada reaktor adalah sebesar konstanta tersebut.
4.5.6 Analisis Konsentrasi Logam Cr (Kromium) 4.5.6.1
Analisis Deskriptif Perubahan Konsentrasi Logam Cr Pengecekan logam kromium yang dilakukan dalam penelitian ini
merupakan kromium heksavalen. Pengecekan Cr (VI) dilakukan dengan menggunakan metode spektrofotometri. Periode pengecekan Cr (VI) dilakukan setiap hari pada tahap awal penelitian, setiap 1 minggu sekali pada tahap 1 penelitian dan setiap 2 minggu sekali pada tahap 2 penelitian. Hasil pengecekan logam Cr (VI) pada kedua reaktor dapat dilihat pada Gambar 4.20 berikut ini.
Gambar 4.18 Konsentrasi Logam Cr Heksavalen di Air Lindi Pada Tiap Reaktor Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa konsentrasi Cr (VI) pada tahap awal cenderung meningkat. Konsentrasi awal Cr (VI) yang diperoleh pada reaktor aerob dan anaerob bernilai 0,08 mg/L. Selanjutnya selama tahap 1,
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
140
konsentrasi Cr (VI) pada kedua reaktor terus mengalami peningkatan. Di reaktor aerob, konsentrasi Cr (VI) meningkat pada hari ke-3 dengan nilai konsentrasi sebesar 1,96 mg/L. Sedangkan pada reaktor anaerob, konsentrasi Cr (VI) meningkayt tajam pada hari ke-4 dengan nilai konsentrasi sebesar 0,92 mg/L. Selanjutnya selama tahap 2, konsentrasi Cr (VI) di kedua reaktor menunjukkan kondisi yang fluktuatif. Konsentrasi Cr (VI) di reaktor aerob sempat mengalami kondisi maksimum di hari ke-14 penelitian, dengan nilai konsentrasi sebesar 3,20 mg/L. Sedangkan konsentrasi Cr (VI) di reaktor anaerob sempat turun pada hari ke-14, dengan nilai konsentrasi sebsar 0,52 mg/L. Selanjutnya konsentrasi Cr (VI) pada reaktor anaerob terus meningkat hingga akhir tahap 1. Selama tahap 3 penelitian, konsentrasi Cr (VI) pada kedua reaktor menunjukkan tren penurunan. Konsentrasi Cr (VI) di reaktor aerob turun cukup tajam di hari ke-77, dengan nilai konsentrasi sebesar 0,02 mg/L. Sedangkan konsentrasi Cr (VI) di reaktor anaerob turun cukup tajam pada hari ke-63 penelitian, dengan nilai konsentrasi sebesar 0,23 mg/L. Mulai dari hari ke-119, sudah tidak ditemukan konsentrasi Cr (VI) pada kedua reaktor. Secara keseluruhan, konsentrasi Cr (VI) yang diperoleh pada penelitian ini cenderung bernilai rendah. Tinggi rendahnya konsentrasi Cr (VI) yang terlarut dalam air lindi akan dipengaruhi oleh nilai pH air lindi itu sendiri. Secara termodinamika, kelarutan logam Cr akan lebih rendah ketika nilai pH berada antara rentang 6 – 10 (Rai et.al., 1989). Penelitian lain yang dilakukan oleh Bilgili et.al. (2007) juga menunjukkan bahwa konsentrasi Cr pada air lindi akan bernilai lebih rendah ketika nilai pH mulai stabil dan cenderung berada pada rentang netral. Seperti yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa nilai pH air lindi di kedua reaktor mulai berada pada rentang netral sejak hari ke-91 penelitian. Secara teori, rendahnya konsentrasi Cr (VI) pada pertengahan hingga akhir tahap 3 terjadi karena logam Cr (VI) tergolong sebagai logam yang mudah bereaksi dengan senyawa lain, baik itu karena adanya proses oksidasi, proses presipitasi, ataupun proses penyerapan. Logam Cr pada sampah mudah teroksidasi dan membentuk ikatan dengan senyawa mangan oksida dan besi (II) oksida. Logam Cr pada sampah juga tergolong mudah untuk terendapkan dalam bentuk endapan sulfida. Dan juga logam Cr memiliki sifat yang mudah diserap oleh senyawa
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
141
organik yang terbentuk dari proses degradasi sampah (Xiaoli et.al., 2007). Hal inilah yang menjadi penyebab konsentrasi logam Cr yang terukur pada air lindi menjadi rendah dan bahkan bernilai nol pada pertengahan hingga akhir tahap 3. Dari penelitian ini juga diperoleh bahwa konsentrasi Cr (VI) pada reaktor aerob memiliki nilai yang lebih besar bila dibandingkan dengan reaktor anaerob. Injeksi udara yang diberlakukan pada reaktor menyebabkan konsentrasi logam Cr pada reaktor aerob hadir dalam bentuk ion Cr6+ sebagai bentuk dari terjadinya proses oksidasi dalam bioreaktor (Hwidong et.al., 2011).
4.5.6.2
Analisis Hubungan Perubahan Karakteristik Fisik Kimia Sampah dan Air Lindi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Keberadaan logam Cr (VI) pada air lindi turut dipengaruhi oleh beberapa
parameter fisik kimia sampah dan air lindi. Beberapa parameter fisik kimia sampah dan air lindi yang diamati dalam penelitian ini, antara lain adalah pH air lindi, temperatur sampah, field capacity sampah, nilai COD, nilai BOD, nilai oksigen terlarut, dan rasio C/N akan dijadikan sebagai variabel bebas. Sedangkan konsentrasi logam Cr (VI) pada air lindi akan dijadikan sebagai variabel terikat. Penentuan hubungan kedua variabel tersebut akan dilakukan melalui dua uji statistik. Pertama-tama akan dilakukan uji korelasi terlebih dahulu untuk melihat sifat hubungan antara kedua variabel tersebut. Selanjutnya akan dilakukan uji regresi linear berganda untuk mengetahui apakah pengaruh yang diberikan oleh variabel bebas terhadap variabel terikat bersifat signifikan. Pada Tabel 4.33 berikut ini dapat dilihat hasil uji korelasi terhadap perubahan konsentrasi logam Cr (VI) dengan menggunakan koefisien pearson sebagai dasar penentuan hubungan.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
142
Tabel 4.33 Koefisien Korelasi Pearson Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity DO Rasio C/N
Korelasi Pearson Aerobik Anaerobik 0,261 0,254 0,158 0,362 0,343 0,508 0,269 0,202 -0,041 0,339 -0,668 -0,561 0,719 0,638
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji statistik diatas, dapat dilihat hubungan antara tiap variabel bebas terhadap konsentrasi logam Cr (VI) yang dinyatakan dengan koefisien pearson (R). Variabel bebas yang memiliki hubungan cukup kuat terhadap perubahan konsentrasi logam krom heksavalen adalah nilai oksigen terlarut (pada reaktor aerobik) dan nilai rasio C/N. Dari hasil uji korelasi diperoleh bahwa nilai R untuk parameter oksigen terlarut pada reaktor aerobik adalah -0,668. Hal ini sejalan dengan hasil analisis deskriptif yang menyatakan bahwa injeksi udara yang dilakukan pada bioreaktor aerobik mendukung terjadinya proses oksidasi, sehingga konsentrasi logam Cr hadir dalam bentuk ion Cr6+ pada air lindi (Hwidong et.al., 2011). Selanjutnya, nilai R untuk parameter rasio C/N pada reaktor aerobik adalah 0,719 dan pada reaktor anaerobik adalah 0,638. Untuk menentukan apakah terdapat pengaruh yang nyata dari parameter bebas terhadap parameter terikat yang digunakan dalam model tersebut, maka telah dilakukan uji ANOVA. Dari hasil uji ANOVA (terdapat pada Lampiran 11), diperoleh bahwa nilai F hitung untuk reaktor aerob adalah 2,97 dan untuk reaktor anaerob adalah 8,94. Koefisien F hitung yang diperoleh pada reaktor aerobik memiliki nilai yang lebih kecil bila dibandingkan dengan F tabel dengan nilai sebesar 3,14. Hal ini menandakan bahwa model regresi dengan menggunakan parameter diatas tidak dapat signfikan untuk memprediksi keberadaan variabel terikat, yaitu konsentrasi logam Cr (VI) pada air lindi. Sedangkan koefisien F hitung yang diperoleh pada reaktor anaerobik bernilai lebih besar dibandingkan dengan F
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
143
tabel yang diperoleh. Hal ini menyatakan bahwa variabel bebas memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan konsentrasi logam Cr (VI). Dengan mengetahui bahwa parameter bebas yang dimasukkan mampu memberikan pengaruh secara bersama-sama terhadap perubahan konsentrasi logam Cr (VI), maka selanjutnya perlu diketahui apakah masing-masing parameter bebas memberikan pengaruh secara parsial (terpisah). Untuk menentukan hal tersebut, maka dilakukan uji t dengan menggunakan koefisien regresi parsial. Pada Tabel 4.34 berikut ini dapat dilihat nilai koefisien regresi untuk kedua reaktor. Tabel 4.34 Nilai Koefisien Regresi Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Model (Constant) pH Air Lindi Temperatur Sampah COD 1 BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N
Reaktor Aerobik t Sig. -0,43 0,67 1,22 0,25 -0,54 0,60 -0,87 0,41 1,40 0,19 0,43 0,68 -0,06 0,95 0,87
0,40
Reaktor Anaerobik t Sig. -2,63 0,03 1,56 0,15 2,64 0,02 1,78 0,11 -1,81 0,10 2,36 0,04 -0,34 0,74 0,67
0,52
a. Dependent Variable: Logam Cr (VI)
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji t diketahui bahwa nilai t tabel untuk jenis data seperti diatas untuk tingkat kepercayaan sebesar 5% adalah 1,81. Sehingga dapat dikatakan hubungan tiap parameter bebas terhadap perubahan konsentrasi logam Cr (VI) adalah sebagai berikut :
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
144
Tabel 4.35 Hasil Uji Regresi Parsial Tiap Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Reaktor
Parameter pH Air Lindi Temperatur Sampah COD BOD Field Capacity Oksigen Terlarut Rasio C/N Keterangan :
Aerobik ×
Anaerobik ×
× × × × × ×
√ × √ √ × ×
√ : memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Cr (VI) × :tidak memiliki pengaruh parsial terhadap perubahan konsentrasi logam Cr (VI)
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Selanjutnya pada Tabel 4.36 dan Tabel 4.37 dibawah dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi yang diperoleh dari hasil uji statistik adalah 0,676 untuk reaktor aerobik dan 0,862 untuk reaktor anaerobik. Hal ini menjelaskan bahwa besarnya persentase pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat adalah 67,60% untuk reaktor aerob dan 86,20% untuk reaktor anaerobik. Sedangkan sisa persentase untuk tiap reaktor menyatakan bahwa ada faktor lain yang turut mempengaruhi konsentrasi logam Cr (VI) namun tidak terukur dalam penelitian ini. Tabel 4.36 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Di Reaktor Aerobik Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 0,822a 0,676 0,550 4,228 a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Cr (VI) Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
145
Tabel 4.37 Koefisien Determinasi Model Hubungan Variabel Bebas Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr (VI) Di Reaktor Anaerobik Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
1 0,929a 0,862 0,550 4,228 a. Predictors: (Constant), Rasio C/N, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD b. Dependent Variable: Logam Cr (VI) Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji regresi tersebut diperoleh bahwa model regresi untuk memprediksi perubahan konsentrasi logam Cr akibat adanya pengaruh beberapa variabel bebas adalah sebagai berikut : Untuk reaktor aerob : 𝑦 = −3,301 + 0,550 𝑥1 − 0,103 𝑥2 + 0,016 𝑥3 − 0,037 𝑥4 + 0,155 𝑥5 Untuk reaktor aerob : 𝑦 = −5,859 + 0,102 𝑥1 + 0,115 𝑥2 + 4,028 𝑥3 − 0,102 𝑥4 + 0,038 𝑥5 Dengan nilai y merupakan perubahan konsentrasi logam Cr pada masingmasing reaktor, X1 merupakan nilai pH air lindi, X2 merupakan nilai temperatur sampah, X3 merupakan nilai field capacity sampah, X4 merupakan nilai oksigen terlarut, dan X5 merupakan nilai rasio C/N sampah. Konstanta sebesar 3,301 pada reaktor aerob dan 5,859 pada reaktor anaerob menandakan bahwa jika tidak ada variabel bebas, maka perubahan konsentrasi logam Cr pada reaktor adalah sebesar konstanta tersebut.
4.5.7 Identifikasi Sumber Kandungan Logam Berat Pada Air Lindi Identifikasi sumber keberadaan logam berat pada air lindi merupakan satu hal yang penting mengingat bahaya yang mungkin dihasilkan dari kontaminan ini. Keberadaan logam berat pada air lindi merupakan suatu hal yang berbahaya karena sifat logam berat yang persisten dan beracun. Logam berat dapat berpindah dari satu komponen ekosistem menuju ke ekosistem lainnya, dan hal ini tentu saja dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan makhluk hidup. Keberadaan logam berat pada air lindi tidak terlepas dari komponen sampah yang masuk ke dalam landfill. Variasi komposisi sampah yang dibuang
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
146
menuju ke landfill akan mempengaruhi seberapa besar kandungan logam berat yang mungkin terlarut dalam air lindi (Yu-Yang, et.al., 2010). Beberapa jenis komposisi sampah yang dianggap sebagai penyumbang kandungan logam berat adalah limbah baterai, limbah cat beserta dengan wadahnya, sampah kertas yang mengandung tinta, sampah pertanian dan perkebunan akibat penggunaan pestisida dan penggunaan pupuk (Erses et.al., 2005). Secara umum, jenis-jenis sampah yang telah disebutkan diatas merupakan sumber keberadaan logam berat yang paling utama. Namun jika dilihat secara kuantitas, persentase komposisi sampah yang disebutkan diatas tidak terlalu besar ketika ditemukan ada dalam landfill. Sebagai contoh, limbah baterai merupakan jenis sampah memiliki kandungan logam berat cukup tinggi. Walaupun secara kualitas tergolong tinggi, namun secara kuantitas keberadaan sampah baterai di landfill tidak sebanyak sampah anorganik lainnya seperti kertas dan plastik. Sampah plastik juga merupakan sampah yang turut menyumbang keberadaan logam berat pada air lindi. Dengan persentase yang cukup besar, keberadaan sampah plastik dan kertas tetap perlu diperhatikan sebagai salah satu sumber logam berat di landfill. Hal inilah yang terjadi dalam penelitian ini, dimana 30% sampah yang dijadikan sebagai sampel merupakan sampah anorganik. Komposisi sampah anorganik yang digunakan terdiri atas sampah plastik (plastik kresek, plastik beningan, sedotan), sachet kemasan, sampah kertas (kertas putih bekas dan kardus), bungkus tetrapak yang mengandung lapisan aluminium, tutup botol minuman yang terbuat dari logam, dan sampah kaca. 4.6 Uji Independensi Parameter Fisik – Kimia Sampah dan Air Lindi Uji independensi sampel t merupakan salah satu uji statistik yang dilakukan untuk menguji signifikansi beda dari rata-rata dua buah kelompok data (Priyatno, 2011). Hasil dari uji ini digunakan untuk menentukan pengaruh dari perlakuan aerasi terhadap perubahan setiap parameter fisik kimia sampah dan air lindi. Hipotesis yang digunakan untuk menentukan apakah terdapat pengaruh dari aerasi adalah sebagai berikut :
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
147
H0 : Terdapat perbedaan hasil antara pengoperasian reaktor secara aerobik dengan pengoperasian reaktor anaerobik terhadap parameter fisik-kimia sampah
H1 : Tidak terdapat perbedaan hasil antara pengoperasian reaktor secara aerobik dengan pengoperasian reaktor anaerobik terhadap parameter fisikkimia sampah Dengan tingkat kepercayaan 95%, maka H0 akan diterima bila nilai
signifikansi yang diperoleh dari uji independensi bernilai lebih kecil dari 0,05. Sedangkan H1 akan diterima bila nilai signifansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05.
4.6.1 Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Fisik Sampah dan Air Lindi Parameter fisik sampah dan air lindi yang diuji antara lain adalah penurunan ketinggian sampah, temperatur sampah, pH air lindi, dan field capacity sampah. Dari hasil uji independensi diperoleh nilai rata-rata dan nilai signifikansi yang dapat digunakan untuk menentukan apakah terdapat pengaruh dari perlakuan aerasi terhadap tiap parameter fisik sampah dan air lindi. Hasil uji secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.38 berikut ini. Tabel 4.38 Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Fisik Sampah No. 1
2
3
4
Parameter Persentase Penurunan Sampah (%) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik
Hasil Uji Independensi Nilai Signifikansi t df (2-tailed)
N
Mean
99 99
52,68% 54,67%
-2,18
196
0,031
99 99
30,34 29,68
3,50
196
0,001
99 99
7,88 7,65
2,92
196
0,004
18 18
0,34 0,43
-4,08
34
0,000
Temperatur Sampah (oC) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik pH Air Lindi - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik Field Capacity (L/kg) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
148
Dari hasil uji diatas, diketahui bahwa nilai signifikansi yang diperoleh untuk persentase penurunan sampah pada kedua reaktor adalah 0,031. Menurut Priyatno (2011) jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05, maka H0 akan diterima. Jadi dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% didapatkan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan antara pengoperasian reaktor secara aerobik ataupun anaerobik terhadap penurunan ketinggian sampah. Bila dilihat dari nilai rata-ratanya, besar persentase penurunan sampah pada reaktor aerobik adalah 52,68%, sedangkan besar persentase penurunan sampah pada reaktor anaerobik adalah 54,67%. Nilai rata-rata penurunan sampah pada reaktor aerobik bernilai lebih kecil dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Hal ini terjadi karena ketinggian awal sampah yang dimasukkan kedalam tiap reaktor berbeda. Tinggi awal sampah pada reaktor anaerobik lebih besar dibandingkan dengan reaktor aerobik (data lebih lanjut dapat dilihat pada Lampiran 1). Selanjutnya untuk parameter temperatur sampah, nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,001. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat diartikan bahwa H0 diterima. Dengan tingkat kepercayaan 95%, disimpulkan bahwa rata-rata temperatur sampah pada reaktor aerobik dan anaerobik adalah tidak sama atau dapat dikatakan perlakuan aerasi yang diberikan pada reaktor aerobik mampu meningkatkan nilai temperatur sampah. Dari nilai rata-ratanya, dapat dilihat bahwa rata-rata temperatur sampah pada reaktor aerobik adalah 30,34oC, sedangkan ratarata temperatur sampah pada reaktor anaerobik adalah 29,68 oC. Untuk parameter pH air lindi, nilai signifikansi yang diperoleh adalah 0,004. Nilai ini lebih kecil dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa H0 diterima. Maka dengan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh bahwa terdapat perbedaan antara pengoperasian reaktor secara aerobik dengan pengoperasian reaktor secara anaerobik. Dari nilai rata-rata yang diperoleh, diketahui bahwa pH air lindi pada reaktor aerobik bernilai lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perlakuan aerasi mampu meningkatkan derajat keasaman sampah pada reaktor aerobik. Nilai signifikansi yang diperoleh untuk parameter field capacity adalah 0,000. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat diartikan bahwa H0 diterima. Dengan tingkat kepercayaan 95%, diperoleh bahwa rata-rata field
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
149
capacity pada reaktor aerobik dan pada reaktor anaerobik adalah berbeda atau dapat dikatakan bahwa perlakuan aerasi memberikan pengaruh terhadap nilai field capacity sampah. Secara rata-rata, nilai field capacity pada reaktor aerobik bernilai lebih rendah dibandingkan dengan nilai field capacity pada reaktor anaerobik.
4.6.2 Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Pencemar Organik Pada Air Lindi Parameter pencemar organik pada air lindi yang ditinjau pada penelitian ini adalah nilai BOD dan COD air lindi. Hasil uji independensi yang dilakukan terhadap dua parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.39. Dari hasil uji telah diperoleh nilai signifikansi dan nilai rata-rata untuk tiap parameter pada reaktor aerobik dan anaerobik. Tabel 4.39 Hasil Uji Independensi Terhadap Parameter Pencemar Organik Air Lindi Hasil Uji Independensi No. 1
2
Parameter BOD (mg/L) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik COD (mg/L) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik
t
df
Nilai Signifikansi (2-tailed)
11757,10 10542,71
0,26
34
0,795
27321,11 26697,28
0,07
34
0,948
N
Mean
18 18 18 18
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil uji diatas, diperoleh bahwa nilai signifikansi yang diperoleh untuk parameter BOD dan COD masing-masing adalah 0,795 dan 0,948. Menurut Priyatno (2011) bila nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05, maka keputusan yang diambil adalah tolah H0. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan atas pengoperasian reaktor secara aerobik dan anaerobik terhadap nilai BOD dan COD air lindi. Bila dilihat dari rata-ratanya, nilai COD air lindi pada reaktor aerobik lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Nilai rata-rata COD pada reaktor aerobik adalah 27.321,11 mg/L, sedangkan nilai rata-rata COD pada reaktor anaerobik adalah 26.697,28 mg/L. Nilai COD air lindi diartikan sebagai jumlah
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
150
oksigen yang diperlukan untuk menguraikan senyawa organik yang terkandung dalam sampah. Dengan nilai rata-rata COD pada reaktor aerobik yang lebih besar, maka dapat disimpulkan bahwa jumlah material organik yang teuraikan pada reaktor aerobik lebih banyak dibandingkan dengan reaktor anaerobik.
4.6.3 Hasil Uji Independensi Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Berat Pada Air Lindi Konsentrasi logam berat yang terukur dalam penelitian ini antara lain adalah logam Cu, logam Pb, logam Zn, logam Cd, logam Fe, dan logam Cr (VI). Uji independensi dilakukan terhadap tiap konsentrasi logam berat dengan tujuan untuk menentukan tingkat signifikansi antara pengoperasian reaktor secara aerobik dengan pengoperasian reaktor secara anaerobik. Hasil uji independensi dapat dilihat pada Tabel 4.40 berikut ini. Tabel 4.40 Hasil Uji Independensi Terhadap Konsentrasi Logam Berat Air Lindi Hasil Uji Independensi No.
Parameter
1
Logam Cu (mg/L) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik Logam Pb (mg/L) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik Logam Zn (mg/L) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik Logam Cd (mg/L) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik Logam Fe (mg/L) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik Logam Cr (mg/L) - Reaktor Aerobik - Reaktor Anaerobik
2
3
4
5
6
N
Mean
18 18
t
df
Nilai Signifikansi (2-tailed)
0,122 0,090
2,08
34
0,046
18 18
0,114 0,101
0,68
34
0,502
18 18
0,769 0,786
-0,05
34
0,962
18 18
0,037 0,038
-0,14
34
0,890
18 18
4,291 8,293
-1,14
34
0,261
18 18
0,838 0,455
1,79
34
0,082
Sumber : Hasil Olahan SPSS (2015)
Dari hasil diatas, diperoleh bahwa hanya logam Cu yang memiliki nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Hal ini menjelaskan bahwa pengoperasian reaktor
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
151
secara aerobik dan anaerobik memberikan pengaruh yang berbeda terhadap konsentrasi logam Cu. Untuk logam lainnya, yaitu logam Pb, logam Zn, logam Cd, logam Fe, dan logam Cr memiliki nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05. Dengan tingkat kepercayaan 95%, maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari pengoperasian reaktor secara aerobik dan anaerobik terhadap perubahan konsentrasi kelima logam berat tersebut. Dari hasil uji independensi juga diperoleh nilai rata-rata konsentrasi tiap logam berat. Secara rata-rata konsentrasi logam Cu, logam Pb dan logam Cr (VI) bernilai lebih besar pada reaktor aerobik. Nilai rata-rata konsentrasi logam Cu pada kedua reaktor masing-masing adalah 0,122 mg/L untuk reaktor aerobik dan 0,090 mg/L untuk reaktor anaerobik. Nilai rata-rata konsentrasi logam Pb pada reaktor aerobik adalah 0,114 mg/L dan pada reaktor anaerobik adalah 0,101 mg/L. Sedangkan untuk nilai rata-rata konsentrasi logam Cr (VI) pada reaktor aerobik adalah 0,838 mg/L dan pada reaktor anaerobik adalah 0,455 mg/L. Hal ini menjelaskan bahwa daya larut logam-logam tersebut lebih tinggi pada reaktor aerobik dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Sedangkan sebaliknya untuk logam Zn, logam Cd, dan logam Fe, nilai rata-rata ketiga logam tersebut memiliki nilai yang lebih besar pada reaktor anaerobik. Nilai rata-rata logam Zn untuk masing-masing reaktor adalah 0,769 mg/L untuk reaktor aerobik dan 0,786 mg/L untuk reaktor anaerobik. Nilai rata-rata logam Cd pada reaktor aerobik adalah 0,037 mg/L dan pada reaktor anaerobik adalah 0,038 mg/L. Sedangkan nilai rata-rata logam Fe pada reaktor aerobik adalah 4,291 mg/L dan pada reaktor anaerobik adalah 8,293 mg/L. Hal ini menandakan bahwa kelarutan ketiga logam tersebut terjadi lebih baik dalam kondisi anaerobik dibandingkan dengan kondisi aerobik.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
152
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain adalah : 1. Perubahan sifat fisik kimia sampah akibat adanya proses aerasi dan resirkulasi air lindi mampu mempengaruhi reduksi volume sampah. Sifat fisik kimia sampah pada reaktor aerobik dinilai lebih baik untuk mereduksi volume sampah yang ada pada reaktor. Reduksi volume sampah yang terjadi pada reaktor aerobik lebih besar dibandingkan dengan reaktor anaerobik. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa ketinggian sampah pada reaktor aerobik turun sebesar 63% dibandingkan terhadap ketinggian awal. Sedangkan ketinggian sampah pada reaktor anaerobik turun sebesar 62% dibandingkan terhadap ketinggian awal. Sifat fisik-kimia sampah seperti temperatur sampah, nilai pH air lindi, rasio C/N, dan field capacity sampah, memiliki hubungan yang kuat terhadap penurunan ketinggian sampah di tiap reaktor. Dari hasil uji independensi diperoleh bahwa besar nilai signifikansi penurunan sampah pada kedua reaktor adalah 0,031. Dengan nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,05 ini, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara persentase penurunan sampah yang terjadi di reaktor aerobik dengan penurunan sampah yang terjadi di reaktor anaerobik. 2. Perlakuan aerasi dan resirkulasi air lindi yang diberlakukan berpengaruh terhadap
proses
dekomposisi
material
organik
sampah.
Proses
dekomposisi tersebut memberikan pengaruh terhadap penurunan nilai BOD5 dan COD air lindi. Nilai BOD5 pada reaktor aerobik turun sebesar 99,29% dibandingkan terhadap nilai BOD5 maksimumnya, sedangkan nilai BOD5 pada reaktor anaerobik turun sebesar 98,72% dibandingkan terhadap nilai BOD5 maksimumnya. Nilai COD pada reaktor aerobik turun sebesar 99,03% dibandingkan terhadap nilai maksimumnya. Sedangkan nilai COD pada reaktor anaerobik turun sebesar 98,76% dibandingkan terhadap nilai maksimumnya.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
153
3. Sifat fisik kimia sampah yang secara nyata mampu mempengaruhi perubahan konsentrasi logam berat (Cu, Pb, Zn, Cd, Fe, dan Cr) adalah nilai pH air lindi. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pH air lindi memberikan pengaruh terhadap kelarutan logam berat. Konsentrasi logam berat mengalami kondisi maksimum ketika tahap dekomposisi aerobik sedang berlangsung. Hal ini dapat dilihat dari tingginya konsentrasi tiap logam berat pada tahap 1 penelitian. 4. Dari hasil uji independensi diperoleh bahwa pengoperasian bioreaktor dengan dua konfigurasi yang berbeda hanya memberikan pengaruh terhadap perubahan konsentrasi logam Cu. Sedangkan untuk kelima logam lainnya, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara pengoperasian bioreaktor secara aerobik dengan anaerobik. Dilihat dari nilai rata-rata diketahui bahwa kelarutan logam Cu, logam Pb dan logam Cr (VI) terjadi lebih baik dalam kondisi aerobik, sedangkan kelarutan logam Zn, logam Fe, dan logam Cd terjadi lebih baik dalam kondisi anaerobik.
5.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan atas penelitian yang telah dilakukan ini antara lain adalah : 1. Perlu dilakukan pengukuran konsentrasi logam berat pada sampah sejak awal penelitian dimulai. 2. Perlu dilakukan pengukuran fraksi logam berat untuk mengetahui secara pasti bentuk mobilisasi dari logam berat pada bioreaktor landfill. Selain itu dengan melakukan pengukuran fraksi logam, maka dapat ditentukan jenis mekanisme penyisihan logam berat yang paling optimal untuk satu jenis logam berat tertentu. 3. Perlu dilakukan pengukuran konsentrasi ion sulfida untuk menentukan apakah mobilisasi logam berat pada bioreaktor terjadi akibat adanya proses ikatan dengan ion sulfida. 4. Sampah anorganik yang dimasukkan kedalam bioreaktor harus dicacah menjadi lebih kecil agar
mempermudah proses pengambilan sampel
sampah dan juga mempermudah proses pengukuran temperatur sampah.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
154
DAFTAR PUSTAKA
Asakura, H., Endo, K., Yamada, M., Inoue, Y., & Ono, Y. (2010). Influence of Oxygen Flow Rate on Reaction Rate of Organic Matter in Leachate From Aerated Waste Layer Containing Mainly Incineraion Ash. Waste Management, 2185 - 2193. Aziz, S.Q., Aziz, H.A., & Yusoff, M.S. (2010). Leachate Characterization In SemiAerobic And Anaerobic Sanitary Landfills : A Comparative Study. Journal Of Enviromental Management, 2008-2014. Badan Pusat Statistik. (2014). Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. BPS : Jumlah Penduduk Indonesia Dipetik dari : http://www.bps.go.id/tab sub/view.php?tabel=1&id subyek=12. Benbelkacem, H., Bayard, R., Abdelhay, A., Zhang, Y., & Gourdon, R. (2010). Effect of Leachate Injection Modes on Municipal Solid Waste Degradation in Anaerobic Bioreactor. Journal of Bioresource Technology, 5206-5212. Bhambulkar, A. V. (2011). Effect Of Leachate Recirculation On A Landfill. International Journal Of Advanced Engineering Sciences and Technologies, 286-291. Bilgili, M.S., Demir, A., Ince, M. & Ozkaya, B. (2007). Metal Concentrations Of Simulated Aerobic and Anaerobic Pilot Scale Landfill Reactors. Journal of Hazardous Materials 145, 186-194. Bilgili, M.S., Demir, A. & Varank, G. (2011). Effect of Leachate Recirculation And Aeration on Volatile Fatty Acid Concentrations in Aerobic and Anaerobic Landfill Leachate. Waste Management and Research 0 (0) : 1 - 10. Borglin, S.E., Hazen, T.C. & Oldenburg, C.M. (2004). Comparison of Aerobic and Anaerobic Biotreatment of Municipal Solid Waste. Journal Air and Waste Management Association S4 :815 - 822. Christensen, T.H., Cossu, R. & Stegmann, R. (1997). Landfilling Of Waste Leachate. New York: Taylor and Francis. Christensen, T.H., Kjeldsen, P., Bjerg, P.L., Jensen, D.L., CHristensen, J.B., Baun, A., Albrechtsen, H.-J., Heron, G. (2001). Biogeochemistry of Landfill Leachate Plumes. Applied Geochemistry 16 : 659-718. Chuanfu, W., Shimaoka, T., Nakayama, H. & Komiya T. (2014). Influence of Aeration Modes On Leachate Characteristic Of Landfills That Adopt The Aerobic-Anaerobic Landfill Method. Waste Management 34 : 101 - 111. Dasgupta, T. (2014). Management Model Of Municipal Solid Waste Landfill Bioreactor. International Journal Of Scientific Enginerring and Technology, 36-39. Di Maria, F., Micale, C., Sordi, A. & Cirulli, G. (2013).Leachate Purification of Mechanically Sorted Organic Waste In A Simulated Bioreactor Landfill. Waste Management Research, 0 (0) : 1-5. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok (2013). Profil Tempat Pemrosesan Akhir Cipayung [Power Point Presentation]. Depok : DKP Kota Depok. Ehrig H-J. (1983). Quality and Quantity of Sanitary Landfill Leachate. Waste Management and Research, 1 : 53-68.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
155
Elagroudy, S.A., Abdel-Razik, M.H., Warith, M.A., & Ghobrial, F.H. (2008). Waste Settelement In Bioreacrot Landfill Models. Waste Management and Research, 0(0) 1 -11. El-Fadel, M., Fayyard, W., & Jihan, H. (2012). Enchanced Solid Waste Stablization In Aerobic Landfills Using Low Aeration Rates and High Density Compaction. Waste Management and Research, 0(0) 1 -11. Erses, A.S. & Onay T.T. (2003). In Situ Heavy Metal Attenuation In Landfills Under Methanogenic Conditions. Journal Of Hazardous Materials B 99 : 159 - 175. Flyhammar, P. & Hakansson, K. (1999). The Release of Heavy Metals in Stabilised Municipal Solid Waste By Oxidation. Science Total Environment, 291 303. Giannis, A., Makripodis, G., Simantiraki, F., Somara, M., & Gidakaros, E. (2008). Monitoring Operational and Leachate Characteristics of An Aerobic Simulated Landfill Bioreactor. Waste Management, 1346-1354. Hirata, O., Matsufuji, Y., & Tachifuji, A. (2012). Waste Stabilization Mechanism By a Recirculatory Semi-aerobic Landfill With The Aeration System. Journal Material Cycles Waste Management, 14 : 47 - 51. Hossain, M.S., Penmethsa, K.K., & Hoyos L. (2009). Permeability Of Municipal Solid Waste In Bioreactor Landfill With Degradation. Geotechnical and Geological Engineering, Vol. 27, No. 1 : 43 - 51. Hwidong, K., Yong, C.J., & Townsend, T. (2011). The Behaviour and Long-Term Fate Of Metals In Simulated Landfill Bioreactors Under Aerobic and Anaerobic Conditions. Journal Of Hazardous Material, 309 - 377. Interstate Technology Regulatory Council (2006). Characterization, Design, Construction, and Monitoring of Bioreactor Landfill. Washington DC : Interstate Technology & Regulatory Council Alternative Landfill Technologies Team. http://www.itrcweb.org/Guidance/GetDocument?documentID=3 Kasinski, S. & Baryla, I.W. (2014). Oxygen Demand For The Stabilization Of The Organic Fraction Of Municipal Solid Waste In Passively Aerated Bioreactors. Waste Management 34 : 316 - 322. Kementerian Lingkungan Hidup. (2008). Timbulan Sampah Indonesia. KLH : Upaya Penanganan Sampah di Indonesia. Dipetik dari : http://www.menlh.go.id. Kjeldsen, P., Barlaz, M.A., Rooker, A.P., Baun, A., Ledin, A., Christensen, T.H. (2002). Present and Long-Term Composition of MSW Landfill Leachate : A Review. Critical Reviews in Environmental Science and Technologyt 32 : 297-336. Lu, J.C.S., Eichenberger, B. & Stearns, R.J. (1985). Leachate From Municipal Landfills, Production and Management. Pollution Technology Review No. 119, Noyes Publications, Park Ridge, New Jersey. Martensson, A.M., Aulin C., Wahlberg, S. & Agren (1999). Effect OF Humic Substances On The Mobility Of Toxic Metals In A Mature Landfill. Waste Management Research 17 : 296 - 304. Mc.Bean, E.A., Rovers, F.A. & Farquhar, G.J. (1995). Solid Waste Landfill Engineering And Design. New Jersey: Prentice Hall PTR.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
156
Noble, J.J., & Arnold, A.E. (1991). Experimental and Mathematical Modelling Of Moisture Transport In Landfills. Chemical Engineering Communications Vol. 100 No.1, 95 - 111. Priyatno, Duwi. (2011). Belajar Cepat Olah Data Statistik SPSS. Yogyakarta : ANDI Yogyakarta. Qifei, H., Yufei Y., Xiangrui, P., & Qi, W. (2008). Evolution On Qualities OF Leachate And Landfill Gas In The Semi-Aerobic Landfill. Journal Of Environmental Sciences 20, 499 - 504. Rafizul, I. M. & Alamgir, M. (2012). Characterization and Tropical Seasonal Variation Of Leachate : Results from Landfill Lysimeter Studied. Journal Of Waste Management 32, 2080-2095. Rai, D., Eary, L.E. & Zachara, J.M. (1989). Environmental Chemistry of Chromium. Science Total Environment 86 : 807-816. Read, A.D., Hudgins, M., Harper, S., Phillips, P. & Morris, J. (2001). The Successful Demonstration Of Aerobic Landfilling : The Potential For A More Sustainable Solid Waste Management Approach. Resources, Conservation and Recycling Vol. 32, 115 - 146. Rich C., Gronow J., & Voulvoulis N., (2008). The Potential For Aeration Of Municipal Solid Waste Landfills To Accelerate Completion. Waste Management 28 : 1039-1048. San, I. & Onay, T. T. (2001). Impact of Various Leachate Recirculation Regimes On Municipal Solid Waste Degradation. Journal of hazardous Materials B87, 259-271. Sang, N.N., Soda, S. & Sei, K. (2008). Effect of Aeration on Stabilization of Organic Solid Waste and Microbial Population Dynamics in Lab-Sclae Landfill Bioreactors. Journal Of Bioscience and Bioengineering Vol. 106, No. 5, 425 - 432. Sandip, M. T., Kanchan, K. C. & Ashok, B.H. (2012). Enchanment of Methane Production and Bio-stabilisation of Municipal Solid Waste in Anaerobic Bioreactor Landfill. Journal Of Bioresource Technology 110 , 10 - 17. Sekman, E., Top, S., Varank, G. & Bilgili, M.S. (2011). Pilot-Scale Investigation Of Aeration Rate Effect On Leachate Characteristics In Landfills. Fresenius Environmental Bulletin, Vol. 20 No. 7A. Sethi, S. & Kothiyal, N.C. (2013). Stabilization of Municipal Solid Waste in Bioreactor Landfills - An Overview. International Journal Environment and Pollution, Vol. 51 Nos. 1/2. Sowers, G.F., (1973). Settlement Of Waste Disposal Fills. International : Proc. 8th International Conference on Soil Mechanics and Foundation Engineering, Vol. 2 pt.2, 207 - 210. Sujianto, Agus E. (2009). Aplikasi Statistik Dengan SPSS 16.0. Jakarta : Prestasi Pusaka Publishers. Sutthasil, N., Chiemchaisri, C., Wangyao, K., & Towprayoon, S. (2014). Comparison of Solid Waste Stablization and Methane Emission From Anaerobic and Semi Aerobic Landfills Operated in Tropical Condition. Enviromental Engineering Research, Environ. Eng. Res. 2014. Tchobanoglous, George (1977). Integrated Solid Waste Management. New York: Mc Graw-Hill, Inc.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
157
Tchobanoglous, G., Theisen H., & Vigil, S. (1993). Integrated Solid Waste Management. New York: Mc Graw-Hill, Inc. United States Environment Protection Agency (2013, Januari). What is a Bioreactor Landfill?. Dipetik dari : http://www.epa.gov/wastes/nonhaz/municipal/landfill/bioreactors.html Warith, M.A., Zekry, W., & Gawri N. (1999). Efefct Of Leachate Recirculation On Municipal Solid Waste Biodegradation. Water Quality Research Journal Of Canada, Vol. 34, No. 2 : 267 - 280. Wen, B.L., Yao, J. Xia, F. & Feng, H.J. (2011). Leaching Behavior Of Iron Simulated Landfills With Different Operational Modes. Bioresource Technology 102 : 7422 - 7428. Wu, J., West, L.J., Stewart, D.I., (2002). Effect of Humic Substances on Cu (II) Solubility In Kaolin-Sand Soil. Hazardous Material 94 : 223-238. Xiaoli, C., Shimaoka, T., Xianyan, C., Qiang, G. & Youcai, Z. (2007). Characteristics and Mobility of Heavy Metals in an MSW Landfill : Implications in Risk Assessment and Reclamation. Journal of Hazardous Materials. 144 : 485-491. Xiaoli, C., Yongxia, H., & Shimaoka, T. (2012). The Effect of Aeration Position on The Spatial Distribution and Reduction of Pollutants In The Landfill Stabilization Process. Waste Management Research. 31 (1) 41 - 49. Xunchang, Fei & Zekkos, Dimitrios (2013). Factors Influencing Long-Term Settlement Of Municipal Solid Waste In Laboratory Bioreactor Landfill Simulators. Journal Of Hazardous, Toxic, And Radioactive Waste, 259 271. Yangfei, Y., Bo, Y., & Yu, Y. (2011). Influence of Semi-Aerobic and Anaerobic Landfill Operation With Leachate Recirculation On Stabilization Processes. Waste Management and Research 0 (0) 1 - 11. Yazdani, R., Mostafid, M.E., & Imhoff, P.T. (2011). Quantifying Factors Limiting Aerobic Degradation During Aerobic Bioreactor Landfilling. Environmental Science Technology 44, 6215-6220. Yu-Yang, Y.L., Li, F.H., Chen-Jing Jiang, Cheng-Ran Fang , Feng-Ping Wang & Dong-Sheng Shen. (2009). Releasing Behaviour Of Copper In Recirculated Bioreactor Landfill. Bioresource Technology 100 : 2419-2424. Yu-Yang, Y.L., Li, F.H., & Jing, W. (2010). Bio-immobilization Of Cu and Zn in Recirculated Bioreactor Landfill. Environmental Science Pollution Research 17 : 1539 - 1546. Yu-Yang, Y., Bo, Y., & Qifei, H. (2011). Influence of Semi-Aerobic and Anaerobic Landfill Operaiton With Leachate Recirculation on Stabilization Processes. Waste Management and Research 0 (0) 1- 11. Zhongping, Q., Yuanyue, L., & Junqiang, Z. (2010). Effect Of Aerating Frequency on Stabilizing Process of Aerobic Bioreactor Landfill. Journal of IEEE.
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
158
LAMPIRAN 1 DATA PENURUNAN KETINGGIAN SAMPAH
Lampiran 1 – Data Penurunan Ketinggian Sampah Tanggal Ketinggian Awal Sampah 16 Desember 2014 17 Desember 2014 18 Desember 2014 19 Desember 2014 22 Desember 2014 23 Desember 2014 24 Desember 2014 29 Desember 2014 30 Desember 2014 05 Januari 2015 06 Januari 2015 07 Januari 2015 08 Januari 2015 09 Januari 2015 12 Januari 2015 13 Januari 2015 14 Januari 2015 15 Januari 2015 16 Januari 2015 19 Januari 2015 20 Januari 2015 21 Januari 2015 22 Januari 2015 23 Januari 2015 26 Januari 2015 27 Januari 2015 28 Januari 2015 29 Januari 2015 30 Januari 2015 02 Februari 2015 03 Februari 2015
Hari Ke-
Penurunan Sampah (cm) Aerob Anaerob
% Penurunan Sampah Aerob Anaerob
Densitas Sampah (kg/m3) Aerob Anaerob
0
115
125
0,00%
0,00%
322,05
302,33
1 2 3 4 7 8 9 14 15 21 22 23 24 25 28 29 30 31 32 35 36 37 38 39 42 43 44 45 46 49 50
79 75 73 72 58 69,5 69 67 67 65 65 64,5 64 64 63 62,5 62,5 62 61,5 60 60 60 59,5 59,5 59,5 59,5 59 59 58,5 58 58
83 80 77 76 70 69,5 68 67 67 65 65 64,5 64 64 63,5 63 63 62,5 62 61 61 61 61 60 60 59,5 59,5 59,5 59 59 59
31,30% 34,78% 36,52% 37,39% 39,13% 39,57% 40,00% 41,74% 41,74% 43,48% 43,48% 43,91% 44,35% 44,35% 45,22% 45,65% 45,65% 46,09% 46,52% 47,83% 47,83% 47,83% 48,26% 48,26% 48,26% 48,26% 48,70% 48,70% 49,13% 49,57% 49,57%
33,60% 36,00% 38,40% 39,20% 44,00% 44,40% 45,60% 46,40% 46,40% 48,00% 48,00% 48,40% 48,80% 48,80% 49,20% 49,60% 49,60% 50,00% 50,40% 51,20% 51,20% 51,20% 51,20% 52,00% 52,00% 52,40% 52,40% 52,40% 52,80% 52,80% 52,80%
468,81 493,81 507,34 514,39 529,08 532,89 536,75 552,78 552,78 569,78 569,78 574,20 578,69 578,69 587,87 592,58 592,58 597,35 602,21 617,27 617,27 617,27 622,45 622,45 622,45 622,45 627,73 627,73 633,09 638,55 638,55
455,32 472,40 490,80 497,26 539,88 543,77 555,76 564,06 564,06 581,41 581,41 585,92 590,50 590,50 595,15 599,87 599,87 604,67 609,54 619,54 619,54 619,54 619,54 629,86 629,86 635,16 635,16 635,16 640,54 640,54 640,54
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
159
Tanggal 04 Februari 2015 05 Februari 2015 06 Februari 2015 09 Februari 2015 10 Februari 2015 11 Februari 2015 12 Februari 2015 13 Februari 2015 16 Februari 2015 17 Februari 2015 18 Februari 2015 20 Februari 2015 23 Februari 2015 24 Februari 2015 25 Februari 2015 26 Februari 2015 27 Februari 2015 02 Maret 2015 03 Maret 2015 04 Maret 2015 05 Maret 2015 06 Maret 2015 09 Maret 2015 10 Maret 2015 11 Maret 2015 12 Maret 2015 13 Maret 2015 16 Maret 2015 17 Maret 2015 18 Maret 2015 19 Maret 2015 20 Maret 2015 23 Maret 2015 24 Maret 2015 25 Maret 2015 26 Maret 2015 27 Maret 2015 30 Maret 2015
Hari Ke52 53 54 56 57 59 60 61 63 64 66 67 70 71 73 74 75 77 78 80 81 82 84 85 87 88 89 91 92 94 95 96 98 99 101 102 103 105
Penurunan Sampah (cm) Aerob Anaerob 58 59 57,5 58,5 57,5 58,5 56,5 58 56 58 56 58 55,5 57,5 55,5 57,5 55,5 57,5 55 57,5 55 57 55 57 55 57 54,5 57 54,5 56,5 54,5 56,5 54,5 56,5 53,5 56 53,5 56 53 56 52,5 55 52,5 55 52 55 52 54,5 51,5 54,5 51,5 54,5 51,5 54 51,5 53 51,5 53 51,5 53 51 53 51 53 50,5 53 50,5 53 50 52,5 50 52,5 49,5 52,5 49 52
% Penurunan Sampah Aerob Anaerob 49,57% 52,80% 50,00% 53,20% 50,00% 53,20% 50,87% 53,60% 51,30% 53,60% 51,30% 53,60% 51,74% 54,00% 51,74% 54,00% 51,74% 54,00% 52,17% 54,00% 52,17% 54,40% 52,17% 54,40% 52,17% 54,40% 52,61% 54,40% 52,61% 54,80% 52,61% 54,80% 52,61% 54,80% 53,48% 55,20% 53,48% 55,20% 53,91% 55,20% 54,35% 56,00% 54,35% 56,00% 54,78% 56,00% 54,78% 56,40% 55,22% 56,40% 55,22% 56,40% 55,22% 56,80% 55,22% 57,60% 55,22% 57,60% 55,22% 57,60% 55,65% 57,60% 55,65% 57,60% 56,09% 57,60% 56,09% 57,60% 56,52% 58,00% 56,52% 58,00% 56,96% 58,00% 57,39% 58,40%
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Densitas Sampah (kg/m3) Aerob Anaerob 638,55 640,54 644,10 646,01 644,10 646,01 655,50 651,58 661,36 651,58 661,36 651,58 667,31 657,25 667,31 657,25 667,31 657,25 673,38 657,25 673,38 663,01 673,38 663,01 673,38 663,01 679,56 663,01 679,56 668,88 679,56 668,88 679,56 668,88 692,26 674,85 692,26 674,85 698,79 674,85 705,45 687,12 705,45 687,12 712,23 687,12 712,23 693,43 719,14 693,43 719,14 693,43 719,14 699,85 719,14 713,05 719,14 713,05 719,14 713,05 726,20 713,05 726,20 713,05 733,39 713,05 733,39 713,05 740,72 719,84 740,72 719,84 748,20 719,84 755,84 726,77
Universitas Indonesia
160
Tanggal 31 Maret 2015 01 April 2015 02 April 2015 06 April 2015 07 April 2015 08 April 2015 09 April 2015 10 April 2015 13 April 2015 14 April 2015 15 April 2015 16 April 2015 17 April 2015 20 April 2015 21 April 2015 22 April 2015 23 April 2015 24 April 2015 27 April 2015 28 April 2015 29 April 2015 30 April 2015 04 Mei 2015 05 Mei 2015 06 Mei 2015 07 Mei 2015 08 Mei 2015 11 Mei 2015 12 Mei 2015 13 Mei 2015
Hari Ke106 108 109 112 113 115 116 117 119 120 121 122 123 126 127 128 129 130 133 134 135 136 140 141 142 143 145 147 148 149
Penurunan Sampah (cm) Aerob Anaerob 49 52 48,5 52 48,5 51,5 48,5 51 48,5 51 48,5 51 48,5 50,5 48 50,5 47 50,5 47 50 46,5 50 46,5 50 46 50 46 49,5 46 49,5 45,5 49,5 45,5 49,5 45,5 49 45,5 49 45 48,5 45 48,5 45 48,5 44,5 48,5 44 48,5 44 48 43,5 48 43,5 48 43 48 43 48 43 47,5
% Penurunan Sampah Aerob Anaerob 57,39% 58,40% 57,83% 58,40% 57,83% 58,80% 57,83% 59,20% 57,83% 59,20% 57,83% 59,20% 57,83% 59,60% 58,26% 59,60% 59,13% 59,60% 59,13% 60,00% 59,57% 60,00% 59,57% 60,00% 60,00% 60,00% 60,00% 60,40% 60,00% 60,40% 60,43% 60,40% 60,43% 60,40% 60,43% 60,80% 60,43% 60,80% 60,87% 61,20% 60,87% 61,20% 60,87% 61,20% 61,30% 61,20% 61,74% 61,20% 61,74% 61,60% 62,17% 61,60% 62,17% 61,60% 62,61% 61,60% 62,61% 61,60% 62,61% 62,00%
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Densitas Sampah (kg/m3) Aerob Anaerob 755,84 726,77 763,63 726,77 763,63 733,82 763,63 741,02 763,63 741,02 763,63 741,02 763,63 748,35 771,58 748,35 788,00 748,35 788,00 755,84 796,47 755,84 796,47 755,84 805,13 755,84 805,13 763,47 805,13 763,47 813,98 763,47 813,98 763,47 813,98 771,26 813,98 771,26 823,02 779,21 823,02 779,21 823,02 779,21 832,27 779,21 841,73 779,21 841,73 787,33 851,40 787,33 851,40 787,33 861,30 787,33 861,30 787,33 861,30 795,62
Universitas Indonesia
161
LAMPIRAN 2 DATA pH AIR LINDI
Lampiran 2 – Data pH Air Lindi No.
Tanggal
Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
16 Desember 2014 17 Desember 2014 18 Desember 2014 19 Desember 2014 22 Desember 2014 23 Desember 2014 24 Desember 2014 29 Desember 2014 30 Desember 2014 05 Januari 2015 06 Januari 2015 07 Januari 2015 08 Januari 2015 09 Januari 2015 12 Januari 2015 13 Januari 2015 14 Januari 2015 15 Januari 2015 16 Januari 2015 19 Januari 2015 20 Januari 2015 21 Januari 2015 22 Januari 2015 23 Januari 2015 26 Januari 2015 27 Januari 2015 28 Januari 2015 29 Januari 2015 30 Januari 2015 02 Februari 2015 03 Februari 2015 04 Februari 2015 05 Februari 2015
1 2 3 4 7 8 9 14 15 21 22 23 24 25 28 29 30 31 32 35 36 37 38 39 42 43 44 45 46 49 50 52 53
Nilai pH Air Lindi Aerob Anaerob 5,31 5,36 6,28 6,18 6,66 6,49 6,88 6,48 6,92 6,53 6,97 6,62 7,19 6,8 8,04 7,09 8,37 7,95 8,85 9,15 8,72 9,02 8,51 8,98 8,22 8,27 7,98 8,2 8,31 8,37 8,3 8,29 8,39 8,23 8,42 8,27 8,4 8,21 8,38 8,35 8,16 8,22 8,1 8,03 8,17 8,12 8,17 8,11 8,27 8,12 8,12 8,01 8,11 7,96 8,14 7,94 8,1 7,9 8,16 7,96 8,13 7,9 8,12 7,76 7,68 8,14
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
162
No. 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73
Tanggal 06 Februari 2015 09 Februari 2015 10 Februari 2015 11 Februari 2015 12 Februari 2015 13 Februari 2015 16 Februari 2015 17 Februari 2015 18 Februari 2015 20 Februari 2015 23 Februari 2015 24 Februari 2015 25 Februari 2015 26 Februari 2015 27 Februari 2015 02 Maret 2015 03 Maret 2015 04 Maret 2015 05 Maret 2015 06 Maret 2015 09 Maret 2015 10 Maret 2015 11 Maret 2015 12 Maret 2015 13 Maret 2015 16 Maret 2015 17 Maret 2015 18 Maret 2015 19 Maret 2015 20 Maret 2015 23 Maret 2015 24 Maret 2015 25 Maret 2015 26 Maret 2015 27 Maret 2015 30 Maret 2015 31 Maret 2015 01 April 2015 02 April 2015
Hari Ke54 56 57 59 60 61 63 64 66 67 70 71 73 74 75 77 78 80 81 82 84 85 87 88 89 91 92 94 95 96 98 99 101 102 103 105 106 108 109
Nilai pH Air Lindi Aerob Anaerob 7,82 8,18 7,2 6,93 8,33 8,39 7,8 8 8,24 7,77 8,44 7,01 8,87 5,37 7,9 6,32 7,81 6,28 8,22 6,33 7,71 6,22 7,8 7,4 7,81 7,46 7,77 7,45 7,46 7,79 7,85 7,56 7,98 7,66 7,88 7,51 7,95 7,79 7,84 7,74 7,78 7,25 7,81 7,6 7,88 7,58 8,12 7,74 8,06 7,74 7,86 7,78 7,77 7,71 7,75 7,69 7,83 7,71 7,91 7,84 7,95 7,85 7,85 7,64 7,9 7,83 7,88 7,8 7,85 7,65 7,84 7,78 7,83 7,69 7,79 7,52 7,78 7,56
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
163
No.
Tanggal
74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100
06 April 2015 07 April 2015 08 April 2015 09 April 2015 10 April 2015 13 April 2015 14 April 2015 15 April 2015 16 April 2015 17 April 2015 20 April 2015 21 April 2015 22 April 2015 23 April 2015 24 April 2015 27 April 2015 28 April 2015 29 April 2015 30 April 2015 04 Mei 2015 05 Mei 2015 06 Mei 2015 07 Mei 2015 08 Mei 2015 11 Mei 2015 12 Mei 2015 13 Mei 2015
Hari Ke112 113 115 116 117 119 120 121 122 123 126 127 128 129 130 133 134 135 136 140 141 142 143 145 147 148 149
Nilai pH Air Lindi Aerob Anaerob 7,86 7,83 7,89 7,85 7,89 7,84 7,87 7,82 7,89 7,85 7,98 7,95 7,94 7,86 7,83 7,77 7,97 7,89 8,02 7,89 7,87 7,72 7,91 7,74 7,89 7,76 7,88 7,77 8,1 7,9 7,92 7,53 7,59 7,53 7,59 7,44 7,57 7,45 8,04 7,88 7,98 7,76 7,07 7,88 7,88 7,59 7,92 7,64 7,72 7,59 7,83 7,63 7,82 7,65
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
164
LAMPIRAN 3 DATA TEMPERATUR SAMPAH
Lampiran 3.1 – Data Temperatur Sampah Reaktor Aerobik
Tanggal
16 Desember 2014 17 Desember 2014 18 Desember 2014 19 Desember 2014 22 Desember 2014 23 Desember 2014 24 Desember 2014 29 Desember 2014 30 Desember 2014 05 Januari 2015 06 Januari 2015 07 Januari 2015 08 Januari 2015 09 Januari 2015 12 Januari 2015 13 Januari 2015 14 Januari 2015 15 Januari 2015 16 Januari 2015 19 Januari 2015 20 Januari 2015 21 Januari 2015 22 Januari 2015 23 Januari 2015 26 Januari 2015 27 Januari 2015 28 Januari 2015 29 Januari 2015 30 Januari 2015 02 Februari 2015 03 Februari 2015
Hari Ke1 2 3 4 7 8 9 14 15 21 22 23 24 25 28 29 30 31 32 35 36 37 38 39 42 43 44 45 46 49 50
Port 1 30 39,9 34,7 32,3
Temperatur Sampah Reaktor Aerob (oC) Kanan Kiri Port Port Port Port Port Port Port 2 3 4 1 2 3 4 30,6 31,9 28,9 35,3 33,5 31 29,6 34,6 36 33,1 39,3 39,4 34,1 32,1 32,3 36 31,5 37,8 39,4 33,5 31,2 35,4 37 32,7 34,2 37,3 33,8 31,1 37,9 31,6 30,9 37,4 31,4 32,6 32,2 35,1 32 32,4 33,2 29,8 32,8 34,7 31,9 33 32,9 29,9 29,4 31,8 31,7 29,8 30,5 29,2 31,4 32,7 32,6 31,6 30,7 30,2 30,5 30,6 29,3 29,5 29 30,4 30,8 30,8 29,5 29,8 29,3 30,5 31,1 31,3 30,6 29,6 29,5 31,3 31,6 31,7 30,3 30,9 30,4 31,3 31,8 31,8 32,2 30,6 30,4 32,2 31,1 30 31 32,5 32 30,8 31 30,5 31,6 30,1 29,3 30,5 30,9 30,8 32,2 29,8 28,8 30,6 30,7 30,5 33,1 29,4 29,2 31,2 30,5 30,6 32,9 30 29,4 32 30,8 31,5 34,4 30,7 29,8 30,4 29,9 31,3 32,8 29,8 29 29,1 29,1 30,8 30,1 29 28,6 29,8 29,8 30,3 31,6 30,1 29,2 29,7 30,1 30,6 31,2 30,3 29,1 29,8 30,1 30,7 31,5 30,3 29,5 29,9 30,3 31,2 32 30,4 29,7 30,5 30,9 31,5 31,8 31 30,1 29,5 29,8 30,7 30,7 30,3 29,4 29,9 30,1 31,3 31,3 30,7 29,9 28,3 28,8 30,5 29,2 28,8 29,3 29,2 29,4 30,3 29,1 30,1 29,5
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Ratarata 31,35 36,06 34,55 34,23 33,63 32,45 32,53 30,40 31,80 29,85 30,10 30,43 31,03 31,35 31,47 30,55 30,50 30,58 30,77 31,53 30,53 29,45 30,13 30,17 30,32 30,58 30,97 30,07 30,53 29,15 29,60
Universitas Indonesia
165
Tanggal
04 Februari 2015 05 Februari 2015 06 Februari 2015 09 Februari 2015 10 Februari 2015 11 Februari 2015 12 Februari 2015 13 Februari 2015 16 Februari 2015 17 Februari 2015 18 Februari 2015 20 Februari 2015 23 Februari 2015 24 Februari 2015 25 Februari 2015 26 Februari 2015 27 Februari 2015 02 Maret 2015 03 Maret 2015 04 Maret 2015 05 Maret 2015 06 Maret 2015 09 Maret 2015 10 Maret 2015 11 Maret 2015 12 Maret 2015 13 Maret 2015 16 Maret 2015 17 Maret 2015 18 Maret 2015 19 Maret 2015 20 Maret 2015 23 Maret 2015 24 Maret 2015 25 Maret 2015 26 Maret 2015 27 Maret 2015
Hari Ke51 52 53 56 57 58 59 60 63 64 65 67 70 71 72 73 74 77 78 79 80 81 84 85 86 87 88 91 92 93 94 95 98 99 100 101 102
Port 1
Temperatur Sampah Reaktor Aerob (oC) Kanan Kiri Port Port Port Port Port Port Port 2 3 4 1 2 3 4 29,3 29,7 30,9 29,5 30 29,7 29,4 30 30,6 29,8 29,9 29,5 29,1 29,8 30,2 29,1 29,3 29,4 27,4 29 29 28 29,6 28,8 27,5 28,8 28,5 27,8 29,6 28,9 28,1 29,1 29,5 28,4 29,3 28,9 27,8 29 29,2 28,4 29,3 28,7 28,1 29,3 29,5 28,3 29,3 28,7 30,2 30,3 30,7 29,8 29,9 30,1 30,7 29,9 29,2 29,2 30,1 29,2 29 29 29,5 28,7 30,7 30,5 31,2 30,4 29,1 29,1 29,7 28,8 30,4 30,5 30,9 30,3 30,5 30,7 31,5 30,5 30,9 31 31,8 30,9 30,2 30,1 31 30,1 30 29,9 30,5 29,9 29,6 29,7 30,7 29,7 31 30,6 31 30,1 30,2 30,1 30,8 30,1 29,9 29,7 30,7 29,7 28,9 28,9 30,4 29,4 30 29,8 31 30,1 29,2 28,9 30,1 29,3 29,4 29 30,2 29,3 29,4 29,2 30,2 29,5 30 29,7 30,5 29,7 30,3 30,6
30 30,1
31,3 31,8
30,3 30,6
29,8 29 30 29,6 29,8 29,9
29,4 28,9 29,9 29,4 29,8 30
31,2 30,3 31 30,7 30,8 30,9
30,2 29,7 30,5 30,1 30,1 30,2
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Ratarata 29,85 29,87 29,48 28,63 28,52 28,88 28,73 28,87 30,25 30,15 29,43 29,05 30,70 29,18 30,53 30,80 31,15 30,35 30,08 29,93 30,68 30,30 30,00 29,40 30,23 29,38 29,48 29,58 29,98 30,48 30,78 30,15 29,48 30,35 29,95 30,13 30,25
Universitas Indonesia
166
Tanggal
30 Maret 2015 31 Maret 2015 01 April 2015 02 April 2015 06 April 2015 07 April 2015 08 April 2015 09 April 2015 10 April 2015 13 April 2015 14 April 2015 15 April 2015 16 April 2015 17 April 2015 20 April 2015 21 April 2015 22 April 2015 23 April 2015 24 April 2015 27 April 2015 28 April 2015 29 April 2015 30 April 2015 04 Mei 2015 05 Mei 2015 06 Mei 2015 07 Mei 2015 08 Mei 2015 11 Mei 2015 12 Mei 2015 13 Mei 2015
Hari Ke105 106 107 108 112 113 114 115 116 119 120 121 122 123 126 127 128 129 130 133 134 135 136 140 141 142 143 144 147 148 149
Port 1
Temperatur Sampah Reaktor Aerob (oC) Kanan Kiri Port Port Port Port Port Port Port 2 3 4 1 2 3 4 30,8 30,7 31,5 30,9 30,2 30 31,6 31,1 30,3 29,8 31,5 31 30,1 29,4 31,3 30,8 29,8 29 30,1 30,3 30,7 30,1 31 31,1 29,8 29,5 30,5 30,8 29,6 29,3 30,5 30,4 29,6 29 30,1 30,2 30,2 30 31 30,9 30,2 30,2 30,6 30,5 29,4 29,8 29,9 30 30,3 30,6 30,6 30,5 30,2 30,1 30,4 30,5 29,8 30,3 30,3 29,9 29,9 29,9 29,7 29,8 30,4 29,4 29,5 29,6 29,6 29,9 30,3 30,1 29,8
29,2 30,1 29,8 29,6 29,8 30 29,7 29,5 30,1 29,5 29,3 29,5 29,7 29,8 30,3 30,4 30,4
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
29,3 29,8 29,7 29,8 29,9 30,9 28,9 29,3 29,7 29,1 29,7 29,5 29,8 30,1 30 30,2 30,3
29,1 30,5 30 30,5 30,3 30,2 29,6 29,9 30,4 29,7 29,8 29,7 29,4 29,7 30,5 30,4 30
Ratarata 30,98 30,73 30,65 30,40 29,8 30,73 30,15 29,95 29,73 30,53 30,38 29,78 30,50 30,30 29,35 30,18 29,95 29,95 29,98 30,25 29,48 29,63 30,15 29,43 29,58 29,58 29,63 29,88 30,28 30,28 30,13
Universitas Indonesia
167
Lampiran 3.2 – Data Temperatur Sampah Reaktor Anaerobik
Tanggal
16 Desember 2014 17 Desember 2014 18 Desember 2014 19 Desember 2014 22 Desember 2014 23 Desember 2014 24 Desember 2014 29 Desember 2014 30 Desember 2014 05 Januari 2015 06 Januari 2015 07 Januari 2015 08 Januari 2015 09 Januari 2015 12 Januari 2015 13 Januari 2015 14 Januari 2015 15 Januari 2015 16 Januari 2015 19 Januari 2015 20 Januari 2015 21 Januari 2015 22 Januari 2015 23 Januari 2015 26 Januari 2015 27 Januari 2015 28 Januari 2015 29 Januari 2015 30 Januari 2015 02 Februari 2015 03 Februari 2015 04 Februari 2015 05 Februari 2015 06 Februari 2015 09 Februari 2015 10 Februari 2015
Hari Ke1 2 3 4 7 8 9 14 15 21 22 23 24 25 28 29 30 31 32 35 36 37 38 39 42 43 44 45 46 49 50 51 52 53 56 57
Port 1 35,3 38,3 39,3 36,1
Temperatur Sampah Reaktor Anaerob (oC) Kanan Kiri Port Port Port Port Port Port Port 2 3 4 1 2 3 4 32,7 30 30,2 34,2 33,5 29,3 29,6 39 32,5 32,1 42 34 32,2 32,8 36,3 31,4 30,8 40,4 37,3 32,6 33,7 39,2 30,4 31,4 36 39,7 33,5 33 34 35,9 32,2 35,4 33,5 30,6 36,2 29,1 30 34,2 32,1 30,8 35,9 30,7 30,4 36,3 32,7 31,6 29,5 29,4 33,4 30,2 29,7 33,6 30 34,1 29,1 29,5 32,2 28,8 28,5 32,8 29,4 29,1 32 28,7 28,6 31,2 29,6 29 31,9 29,3 29,6 31,8 29,4 29,3 32,4 29,7 29,9 33,5 30,5 30,4 32,9 30 30,2 33,5 30,9 31,4 33,2 29,5 30,3 33,1 30 31,2 32,4 29,5 32,6 32,3 30,7 32,4 29,5 33 32,2 30,4 31,8 30,1 29,6 32,5 32,4 29,9 32 30 29,4 32,8 32,1 30,2 32,8 30,4 34,6 33,2 30,3 31,3 29,8 33 30 29,5 31,2 29,3 32,5 29,9 28,9 30,3 29,8 31,4 29,9 28,9 30,2 29,7 31,5 29,7 28,8 30,3 29,6 31,4 29,8 28,9 30,4 30,2 31,3 29,9 29,8 30,7 30,8 31,5 30,9 29,9 30 29,9 30,9 30,9 29,1 29,7 30,3 31,3 29,6 29,5 28,2 28,8 29,2 29,8 28,3 28,6 28,1 29,6 29,5 30,7 29 28,8 28,5 30 29,2 30 29,6 28,7 30 29,9 29,6 30,1 29,4 27,8 27,2 28,3 29,3 29,5 28,1 27,5 26,9 28,9 28,6 29,7 27,3 27,5 26,9 28,5 28 28,4 27,7
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Ratarata 31,85 35,36 35,23 34,91 33,60 32,07 32,93 30,44 31,26 30,13 29,85 30,22 31,07 31,48 31,22 31,50 31,50 31,05 31,08 32,26 30,72 30,36 30,06 29,98 30,00 30,32 30,76 30,16 30,08 28,86 29,25 29,35 29,62 28,37 28,15 27,83
Universitas Indonesia
168
Tanggal
11 Februari 2015 12 Februari 2015 13 Februari 2015 16 Februari 2015 17 Februari 2015 18 Februari 2015 20 Februari 2015 23 Februari 2015 24 Februari 2015 25 Februari 2015 26 Februari 2015 27 Februari 2015 02 Maret 2015 03 Maret 2015 04 Maret 2015 05 Maret 2015 06 Maret 2015 09 Maret 2015 10 Maret 2015 11 Maret 2015 12 Maret 2015 13 Maret 2015 16 Maret 2015 17 Maret 2015 18 Maret 2015 19 Maret 2015 20 Maret 2015 23 Maret 2015 24 Maret 2015 25 Maret 2015 26 Maret 2015 27 Maret 2015 30 Maret 2015 31 Maret 2015 01 April 2015 02 April 2015 06 April 2015
Hari Ke58 59 60 63 64 65 67 70 71 72 73 74 77 78 79 80 81 84 85 86 87 88 91 92 93 94 95 98 99 100 101 102 105 106 107 108 112
Port 1
Temperatur Sampah Reaktor Anaerob (oC) Kanan Kiri Port Port Port Port Port Port Port 2 3 4 1 2 3 4 27,5 27,3 28,9 28,4 28,7 28,3 27,4 27,8 28,6 28 28,1 28,2 27,5 28,1 28,9 28,4 29,7 28,2 30,2 30,4 28,8 30,5 30,7 29 30,1 30,4 28,8 29,7 29,3 28,3 29,6 29,3 29,3 29,6 28 28,1 28,5 27,9 29,9 29,8 30,1 29,5 29,7 29,7 30 29,7 30,3 30,2 30,6 29,9 29,6 29,2 28,7 28,4 28,8 28,9 29 28,8 28,6 28,9 28,5 29,8 29,7 29,7 29,5 29,5 29,5 29,5 29,1 28,8 28,8 28,5 28,2 27,8 28,4 28,2 29,1 28,8 29,3 29,3 28,4 28 28,3 28,2 28,5 28,2 28,3 28 28,2 28,5 28,3 27,9 28,5 28,4 28,4 28,2 28,7 29,5
28,6 29,6
28,5 29,7
28,7 29,4
29,3 28 29 28,8 28,9 29,2 29,8 29,6 29,4 29,7 28,8
29,7 29,1 29,8 29,2 29,3 29,3 29,4 29,5 29,2 29,3 28,8
28,2 28 29 28,8 29 28,9 29,8 29,8 29,3 29,4 28,5
28,3 27,8 28,7 28,6 28,6 28,8 29,1 29,1 28,7 29,1 28,5
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Ratarata 28,18 28,02 28,47 29,80 30,07 29,77 29,10 29,45 28,13 29,83 29,78 30,25 28,98 28,88 28,67 29,68 29,40 28,70 28,15 29,13 28,23 28,25 28,23 28,38 28,63 29,55 28,88 28,23 29,13 28,85 28,95 29,05 29,53 29,50 29,15 29,38 28,65
Universitas Indonesia
169
Tanggal
07 April 2015 08 April 2015 09 April 2015 10 April 2015 13 April 2015 14 April 2015 15 April 2015 16 April 2015 17 April 2015 20 April 2015 21 April 2015 22 April 2015 23 April 2015 24 April 2015 27 April 2015 28 April 2015 29 April 2015 30 April 2015 04 Mei 2015 05 Mei 2015 06 Mei 2015 07 Mei 2015 08 Mei 2015 11 Mei 2015 12 Mei 2015 13 Mei 2015
Hari Ke113 114 115 116 119 120 121 122 123 126 127 128 129 130 133 134 135 136 140 141 142 143 144 147 148 149
Port 1
Temperatur Sampah Reaktor Anaerob (oC) Kanan Kiri Port Port Port Port Port Port Port 2 3 4 1 2 3 4 29,9 31,1 29,9 29,8 28,9 29,6 29,2 28,7 28,8 28,7 28,7 28,7 28,7 28,8 28,5 28,4 29,2 29,5 29,1 29,3 29,5 30,1 29,4 29,7 28,7 29,1 28,4 28,7 29,6 30,4 29,6 29,7 29,3 29,2 29,2 29,3 28,7 28,9 29 28,9 29,3 29,2 28,8 28,7 29,3 28,4 28,6 28,5 28,4 28,3 29,3 29,1 29,1
28,5 29 29,2 28,2 28,8 29,3 29,2 29,1 29,7 29 28,5 28,5 28,6 28,4 29,3 28,9 29,1
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
28,6 28,6 29,3 28,8 29,2 28,9 28,6 28,4 29 28,4 28,4 28,3 28,1 28,4 29 29,1 29,3
28,3 28,3 28,5 28,5 28,6 28,8 28,7 28,3 29 28,5 28,5 28,4 28,3 28,3 29,2 29,0 29,5
Ratarata 30,18 29,10 28,73 28,60 29,28 29,68 28,73 29,83 29,25 28,53 28,70 29,00 28,60 28,98 29,05 28,83 28,63 29,25 28,58 28,50 28,43 28,35 28,35 29,20 29,03 29,25
Universitas Indonesia
170
LAMPIRAN 4 DATA KADAR AIR DAN FIELD CAPACITY SAMPAH
Lampiran 4 – Data Kadar Air Dan Field Capacity Sampah Data Kadar Air Sampah No.
Tanggal Kadar Air Awal
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
16 Desember 2014 17 Desember 2014 18 Desember 2014 19 Desember 2014 22 Desember 2014 29 Desember 2014 05 Januari 2015 12 Januari 2015 19 Januari 2015 26 Januari 2015 02 Februari 2015 16 Februari 2015 02 Maret 2015 16 Maret 2015 30 Maret 2015 13 April 2015 27 April 2015 11 Mei 2015
Hari Ke0 1 2 3 4 7 14 21 28 35 42 49 63 77 91 105 119 133 147
Kadar Air (%) Aerob Anarob 62,06% 62,06% 56,71% 56,78% 46,94% 53,47% 35,17% 55,49% 37,87% 45,38% 35,73% 49,98% 35,02% 43,77% 40,61% 47,35% 31,43% 39,87% 32,91% 41,95% 29,41% 44,12% 26,85% 46,86% 27,42% 40,00% 35,87% 39,75% 36,52% 40,44% 34,08% 39,00% 28,80% 38,59% 39,34% 39,80% 27,84% 32,05%
Data Field Capacity Sampah No.
Tanggal
Hari Ke-
1 2 3 4 5
16 Desember 2014 17 Desember 2014 18 Desember 2014 19 Desember 2014 22 Desember 2014
1 2 3 4 7
Field Capacity (L/kg) Aerob Anaerob 0,55 0,55 0,46 0,53 0,34 0,54 0,37 0,44 0,34 0,48
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
171
No.
Tanggal
Hari Ke-
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
29 Desember 2014 05 Januari 2015 12 Januari 2015 19 Januari 2015 26 Januari 2015 02 Februari 2015 16 Februari 2015 02 Maret 2015 16 Maret 2015 30 Maret 2015 13 April 2015 27 April 2015 11 Mei 2015
14 21 28 35 42 49 63 77 91 105 119 133 147
Field Capacity (L/kg) Aerob Anaerob 0,34 0,43 0,39 0,46 0,30 0,39 0,31 0,41 0,28 0,43 0,25 0,46 0,25 0,39 0,34 0,40 0,35 0,40 0,32 0,38 0,27 0,38 0,38 0,40 0,27 0,32
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
172
LAMPIRAN 5 DATA KONSENTRASI LOGAM BERAT AIR LINDI Lampiran 5 – Data Konsentrasi Logam Berat Tanggal
Hari Ke-
Logam Fe (mg/L) Logam Cr (mg/L) Logam Cu (mg/L) Logam Cd (mg/L) Logam Zn (mg/L) Logam Pb (mg/L) Aerob Anaerob Aerob Anaerob Aerob Anaerob Aerob Anaerob Aerob Anaerob Aerob Anaerob
16 Des 2014 17 Des 2014 18 Des 2014 19 Des 2014 22 Des 2014 29 Des 2014 05 Jan 2015 12 Jan 2015 19 Jan 2015 26 Jan 2015 02 Feb 2015 16 Feb 2015 02 Mar 2015 16 Mar 2015 30 Mar 2015 13 Apr 2015 27 Apr 2015 11 Mei 2015
1 2 3 4 7 14 21 28 35 42 49 63 77 91 105 119 133 147
25,20 9,00 5,60 12,60 2,00 2,40 2,80 1,00 3,20 2,30 7,40 3,40 0,20 0,10 0,04 0,00 0,00 0,00
22,80 47,20 33,20 16,80 2,80 7,00 0,20 0,60 0,18 6,20 9,30 2,10 0,65 0,05 0,20 0,00 0,00 0,00
0,08 0,48 1,96 1,28 1,02 0,80 3,20 1,56 1,20 1,04 0,93 0,73 0,20 0,28 0,33 0,00 0,00 0,00
0,08 0,46 0,46 0,74 0,92 0,94 1,20 0,52 0,79 0,70 0,69 0,23 0,22 0,16 0,08 0,00 0,00 0,00
0,22 0,21 0,20 0,21 0,12 0,08 0,05 0,12 0,11 0,09 0,10 0,10 0,11 0,10 0,09 0,08 0,10 0,11
0,15 0,14 0,13 0,14 0,15 0,08 0,06 0,12 0,09 0,06 0,04 0,10 0,06 0,05 0,05 0,03 0,05 0,12
0,06 0,02 0,03 0,08 0,09 0,02 0,02 0,02 0,08 0,10 0,09 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,03 0,02
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
0,08 0,03 0,09 0,10 0,09 0,02 0,02 0,03 0,06 0,07 0,06 0,00 0,00 0,00 0,00 0,01 0,03 0,00
3,78 2,72 1,79 1,57 1,23 0,53 0,30 0,48 0,27 0,24 0,16 0,46 0,12 0,04 0,04 0,09 0,03 0,00
3,30 2,74 2,02 1,98 1,22 0,57 0,46 0,58 0,50 0,37 0,12 0,08 0,02 0,03 0,12 0,03 0,01 0,00
0,25 0,23 0,09 0,12 0,12 0,08 0,06 0,10 0,07 0,09 0,10 0,19 0,16 0,16 0,10 0,06 0,02 0,05
0,25 0,15 0,12 0,12 0,09 0,04 0,05 0,07 0,07 0,07 0,08 0,11 0,08 0,14 0,19 0,05 0,03 0,10
Universitas Indonesia
173
LAMPIRAN 6 CONTOH HASIL PENGECEKAN LOGAM BERAT MENGGUNAKAN METODE AAS Lampiran 6 – Contoh Hasil Pengecekan Logam Berat Menggunakan AAS
Contoh Hasil Pengecekan Logam Cu
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
174
Contoh Hasil Pengecekan Logam Cd
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
175
Contoh Hasil Pengecekan Logam Zn
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
176
Contoh Hasil Pengecekan Logam Pb
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
177
LAMPIRAN 7 DATA NILAI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) AIR LINDI
Lampiran 7 – Data Nilai COD Air Lindi No.
Tanggal
Hari Ke-
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
16 Desember 2014 17 Desember 2014 18 Desember 2014 19 Desember 2014 22 Desember 2014 29 Desember 2014 05 Januari 2015 12 Januari 2015 19 Januari 2015 26 Januari 2015 02 Februari 2015 16 Februari 2015 02 Maret 2015 16 Maret 2015 30 Maret 2015 13 April 2015 27 April 2015 11 Mei 2015
1 2 3 4 7 14 21 28 35 42 49 63 77 91 105 119 133 147
Nilai COD (mg/L) Aerob Anaerob 48700 66100 78100 65000 70900 45000 62400 52300 87900 68300 50800 60700 31800 43200 25500 25000 11250 15350 7050 9850 2880 3960 3640 5760 1920 2060 3820 8700 2048 4360 1215 1935 1005 2130 852 846
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
178
LAMPIRAN 8 DATA NILAI BIOCHEMICAL OXYGEN DEMAND (BOD) AIR LINDI
Lampiran 8 – Data Nilai BOD Air Lindi Nilai BOD (mg/L) No.
Tanggal
Hari KeReaktor Aerob Reaktor Anaerob
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
16 Desember 2014 17 Desember 2014 18 Desember 2014 19 Desember 2014 22 Desember 2014 29 Desember 2014 05 Januari 2015 12 Januari 2015 19 Januari 2015 26 Januari 2015 02 Februari 2015 16 Februari 2015 02 Maret 2015 16 Maret 2015 30 Maret 2015 13 April 2015 27 April 2015 11 Mei 2015
1 2 3 4 7 14 21 28 35 42 49 63 77 91 105 119 133 147
25291,80 44037,07 33724,81 28592,77 34457,96 14860,39 13539,47 5498,22 2641,66 2198,66 1319,01 1100,30 942,84 1620,78 1709,16 334,07 364,03 312,03
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
30790,02 40734,29 32991,66 19061,85 23460,74 11007,70 9356,54 5498,22 4402,76 1923,83 2198,34 1540,42 1037,13 2971,86 2848,61 1002,21 624,06 520,05
Universitas Indonesia
179
LAMPIRAN 9 DATA RASIO C/N SAMPAH
Lampiran 9 – Data Rasio C/N Sampah Tanggal
Hari ke-
15 Desember 2014 22 Desember 2014 02 Februari 2015 11 Mei 2015
0 7 49 147
Rasio C/N Aerob Anaerob 9,353 18,829 15,565 9,511
9,353 16,173 12,191 10,611
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
180
LAMPIRAN 9 HASIL UJI ANOVA
Lampiran 10 – Hasil Uji ANOVA
Uji ANOVA Terhadap Penurunan Ketinggian Sampah o Reaktor Aerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares 4046,019
df 7
Mean Square 578,003
F 8,524
Sig. ,002b
Residual 678,106 10 67,811 Total 4724,125 17 a. Dependent Variable: Penurunan Sampah b. Predictors: (Constant), Rasio CN, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD
o Reaktor Anaerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares 4965,247
df 7
Mean Square 709,321
F 10,529
Sig. ,001b
Residual 673,697 10 67,370 Total 5638,944 17 a. Dependent Variable: Penurunan Sampah b. Predictors: (Constant), Rasio CN, COD, pH Air Lindi, Temperatur Sampah, Field Capacity, DO, BOD
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
181
Uji ANOVA Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cu o Reaktor Aerobik ANOVAa Sum of Squares ,039
Model 1 Regression
df 7
Mean Square ,006
F 11,633
Sig. ,000b
Residual ,005 10 ,000 Total ,043 17 a. Dependent Variable: Logam Cu b. Predictors: (Constant), Rasio CN, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD
o Reaktor Anaerobik ANOVAa Sum of Squares ,022
Model 1 Regression
df 7
Mean Square ,003
F 5,847
Sig. ,007b
Residual ,005 10 ,001 Total ,028 17 a. Dependent Variable: Logam Cu b. Predictors: (Constant), Rasio CN, COD, pH Air Lindi, Temperatur Sampah, Field Capacity, DO, BOD
Uji ANOVA Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Pb o Reaktor Aerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares ,032
df 7
Mean Square ,005
F 1,328
Sig. ,330b
Residual ,034 10 ,003 Total ,066 17 a. Dependent Variable: Logam Pb b. Predictors: (Constant), Rasio CN, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
182
o Reaktor Anaerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares ,032
Mean Square ,005
df 7
F 2,306
Sig. ,112b
Residual ,020 10 ,002 Total ,052 17 a. Dependent Variable: Logam Pb b. Predictors: (Constant), Rasio CN, COD, pH Air Lindi, Temperatur Sampah, Field Capacity, DO, BOD
Uji ANOVA Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Zn o Reaktor Aerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares 17,178
df 7
Mean Square 2,454
F 12,094
Sig. ,000b
Residual 2,029 10 ,203 Total 19,207 17 a. Dependent Variable: Logam Zn b. Predictors: (Constant), Rasio CN, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD
o Reaktor Anaerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares 17,471
df 7
Mean Square 2,496
F 40,297
Sig. ,000b
Residual ,619 10 ,062 Total 18,091 17 a. Dependent Variable: Logam Zn b. Predictors: (Constant), Rasio CN, COD, pH Air Lindi, Temperatur Sampah, Field Capacity, DO, BOD
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
183
Uji ANOVA Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cd o Reaktor Aerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares ,011
df 7
Mean Square ,002
F 1,296
Sig. ,343b
Residual ,012 10 ,001 Total ,022 17 a. Dependent Variable: Logam Cd b. Predictors: (Constant), Rasio CN, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD
o Reaktor Anaerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares ,017
df 7
Mean Square ,002
F 5,533
Sig. ,008b
Residual ,004 10 ,000 Total ,022 17 a. Dependent Variable: Logam Cd b. Predictors: (Constant), Rasio CN, COD, pH Air Lindi, Temperatur Sampah, Field Capacity, DO, BOD
Uji ANOVA Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Fe o Reaktor Aerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares 496,454
df 7
Mean Square 70,922
F 3,967
Sig. ,025b
Residual 178,763 10 17,876 Total 675,216 17 a. Dependent Variable: Logam Fe b. Predictors: (Constant), Rasio CN, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia
184
o Reaktor Anaerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares 2771,929
df 7
Mean Square 395,990
F 12,804
Sig. ,000b
Residual 309,280 10 30,928 Total 3081,209 17 a. Dependent Variable: Logam Fe b. Predictors: (Constant), Rasio CN, COD, pH Air Lindi, Temperatur Sampah, Field Capacity, DO, BOD
Uji ANOVA Terhadap Perubahan Konsentrasi Logam Cr o Reaktor Aerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares 7,811
df 7
Mean Square 1,116
F 2,974
Sig. ,058b
Residual 3,752 10 ,375 Total 11,563 17 a. Dependent Variable: Logam Cr b. Predictors: (Constant), Rasio CN, Temperatur Sampah, Field Capacity, pH Air Lindi, DO, COD, BOD
o Reaktor Anaerobik ANOVAa Model 1 Regression
Sum of Squares 2,081
df 7
Mean Square ,297
F 8,937
Sig. ,001b
Residual ,333 10 ,033 Total 2,414 17 a. Dependent Variable: Logam Cr b. Predictors: (Constant), Rasio CN, COD, pH Air Lindi, Temperatur Sampah, Field Capacity, DO, BOD
Studi Pengaruh..., Gary Alfrits Muntu Adam, FT UI, 2014
Universitas Indonesia