UNIVERSITAS INDONESIA
KEMUNCULAN TTALBABO DALAM KELUARGA KOREA MODERN DAN KETERKAITANNYA DENGAN FEMINISME
JURNAL Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Humaniora
SUCI ANGGUNISA PERTIWI NPM 1006663751
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI BAHASA DAN KEBUDAYAAN KOREA DEPOK JUNI 2014
1
2
3
KEMUNCULAN TTALBABO DALAM KELUARGA KOREA MODERN DAN KETERKAITANNYA DENGAN FEMINISME Suci Anggunisa Pertiwi Jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Karya ilmiah ini membahas mengenai kemunculan ttalbabo dalam keluarga modern di Korea dan keterkaitannya dengan feminisme. Korea merupakan negara yangmenganut ajaran Konfusianisme di mana derajat laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Namun, semakin berjalannya waktu banyak perubahan yang terjadi dalam budaya masyarakat di Korea, salah satunya adalahttalbabo. Ttalbabo merupakan sebuah istilah untuk menyebutseorang ayah yang begitu menyayangi anak perempuan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah berkembangnya feminisme memberikan pengaruh terhadap meningkatnya jumlah ttalbabo di Korea. Kata Kunci: patrilineal, sinjoeo, ttalbabo, feminisme, keluarga modern
Abstract This paper explains the emergence of ttalbabo in the Korean modern family and its relevance to feminism. Korea is a country that adheres to the teachings of Confucianism where men have a higher status than women. However, as time goes by, there are many changes that occur in Korean culture societies, one of them is ttalbabo. Ttalbabo is a term for father who loves his daughter so much. The method which is used is a qualitative method. The result of this research is the increasing number of ttalbabo in Korea which is affected by feminism improvement. Keywords: patrilineal, sinjoeo, ttalbabo, feminism, modern family
1.
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Korea merupakan salah satu negara yang sangat menjunjung tinggi ajaran Konfusianisme. Ajaran Konfusianisme mengatur dan memiliki berbagai pengaruh dalam kehidupan masyarakat Korea, khususnya dalam hal hubungan kekeluargaan. Menurut Lee Kwang Kyu (2003: 109), keluarga Korea menganut sistem patrilinial dengan garis keturunan berasal dari ayah.Seorang ayah merupakan kepala keluarga yang bertanggung jawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh anggota keluarganya. Selain itu, hubungan antara ayah dan anak laki-laki sangat penting dalam mempertahankan keharmonisan keluarga. 4
Menurut Sonja Vegdahl dan Ben Seunghwa Hur (2005: 41) keluarga tradisional Korea percaya bahwa melahirkan anak laki-laki adalah kewajiban utama.Tujuan memiliki anak lakilaki adalah agar dapat memperbarui kehidupan keluarga dan meneruskan tugas-tugas yang ditinggalkan oleh orang tua mereka kelak. Kelahiran anak laki-laki merupakan suatu berita besar dan akan disampaikan kepada kerabat dekat hingga mengadakan pesta. Kim Hyon-Ja (1971: 21) menyebutkan bahwa dalam masyarakat tradisional, terdapat 7 aturan yang tidak boleh dilakukan seorang istri yang disebut dengan 칠거지악/ chilgeojiak (Tujuh Setan). Ketujuh setan tersebut adalah (1) tidak dapat melahirkan anak laki-laki; (2) tidak patuh terhadap mertua; (3) cerewet; (4) mencuri; (5) berbuat zinah; (6) kecemburuan; (7) terserang penyakit. Jika seorang istri melanggar salah satu dari aturan tersebut, maka ia berhak untuk diceraikan. Dengan adanya chilgeojiak menunjukkan bahwa betapa pentingnya memiliki seorang anak laki-laki dalam keluarga tradisional Korea. Sebaliknya anak perempuan tidak begitu diharapkan dalam keluarga tradisonal Korea karena jika ia menikah akan meninggalkan rumah dan mengikuti keluarga suami. Bahkan, anak perempuan yang sudah menikah tidak boleh kembali ke rumah orang tua jika bercerai dengan suaminya. Peran seorang perempuan di Korea pada zaman dahulu tidak begitu besar karena segala hal yang dilakukan akan dianggap remeh dan memiliki derajat yang sangat rendah dibandingkan laki-laki. Semakin berkembangnya zaman, peran wanita dalam masyarakat Korea sedikit demi sedikit mengalami perubahan. Kelahiran anak perempuanpun tidak lagi dianggap sebagai sebuah aib dalam keluarga. Dengan adanya perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat Korea mengakibatkan muncul berbagai istilah baru untuk menyebutkan sebuah perubahan yang terjadi dalam masyarakat tersebut. Istilah baru ini dalam bahasa Korea disebut dengan sinjoeo (Lee Jung Hee, 2010: 33).Salah satu sinjoeo yang sering digunakan oleh masyarakat Korea pada masa kini adalah ttalbabo. Ttalbabo adalah sebuah istilah untuk menyebut seorang ayah yang begitu cinta dan penuh perhatian kepada anak perempuannya. Hal ini berbanding terbalik dengan budaya masyarakat Korea pada zaman tradisional. Sebelumnya kisah tentang ayah dan anak perempuan sudah ada sejak zaman Dinasti Joseon yang ditandai dengan adanya sebuah legenda bernama 효녀심청/Hyeonyeo Shimcheong (Kasih sayang seorang anak perempuan, Shim Cheong). Hyeonyeo Shimcheong 5
menceritakan tentang kisah seorang anak perempuan yang rela berkorban demi membantu ayahnya yang buta. Cerita ini meninggalkan kesan yang baik tentang kesetiaan dan rasa sayang anak perempuan kepada orang tua, khususnya seorang ayah. Seiring berjalannya waktu, fenomena ttalbabokian berkembang dalam kehidupan masyarakat dengan maraknya program reality show Korea yang mengambil tema tentang kehidupan dalam keluarga khususnya hubungan antara ayah dan anak. Pada pertengahan tahun 2008, stasiun TV SBS menayangkan sebuah program reality show berjudul „Being A Good Daddy‟. Program ini dibintangi oleh lima orang selebriti pria dengan jenjang umur berbeda yang saling berkumpul bersama untuk merawat seorang anak perempuan. Masingmasing „ayah‟ tersebut memiliki peran tersendiri dalam merawat anaknya seperti menyiapkan makanan, mengikuti pertemuan wali murid dan guru di sekolah, dan lain-lain.
Gambar 1.1 : SBS 좋아서 (Being A Good Daddy) Sumber: http://venymall.tistory.com/entry/육아는-엄마의-전유뮬-NO-이제-아빠가-뜬다
Pada tahun 2013, stasiun TV MBC menayangkan program reality show berjudul „Dad! Where Are You Going‟. Program ini meraih popularitas yang begitu besar dari berbagai kalangan. Program ini menceritakan tentang 5 orang selebriti yang melakukan perjalanan bersama anak mereka ke berbagai tempat selama 48 jam dan menjalani kehidupan hanya berdua tanpa bantuan dari sang ibu. Keempat ayah membawa serta anak laki-lakinya, sedangkan Song Jongkook mengajak anak perempuannya yang bernama Song Jia. Song Jong Kook terkenal sebagai ttalbabo karena sangat memanjakan Song Jia.
6
Gambar 1.2 : Song Jongkook dan Song Jia dalam program MBC Dad! Where Are You Going? Sumber: blog.mbc.co.kr/72
Mengikuti kesuksesan „Dad! Where Are You Going‟, stasiun TV KBS pun membuat program reality show yang memiliki tema yang tidak jauh berbeda dengan kedua program sebelumnya. „The Return of Superman‟ adalah program yang memperlihatkan kehidupan ayah dan anak-anaknya di dalam rumah selama 48 jam tanpa kehadiran sang ibu. Dalam program ini, atlet tinju Chu Seung Hoon dan penyanyi Tablo juga mendapatkan julukan sebagai ttalbabo karena memperlihatkan bagaimana cara mereka merawat dan memanjakan anak perempuan mereka.
Gambar 1.3 : Chu Seunghoon dan Chu Sarang dalam program KBS The Return of Superman Sumber: http://www.ntoday.co.kr/news/articleView.html?idxno=19669
Dalam penelitian ini, penulis ingin mengungkap lebih jauh tentang pengertian dan sejarah ttalbaboserta penyebab bertambahnya jumlah ttalbabo di Korea. Selain itu, penulis juga ingin memaparkan tentang keterkaitannya dengan keberadaan feminisme di Korea.
7
1.2. Masalah Penelitian Masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah penyebab bertambahnya jumlah ttalbabo di Korea? 2. Adakah keterkaitan feminisme terhadap kemunculan ttalbabo di Korea?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan penyebab bertambahnya jumlah ttalbabo di Korea. 2. Menunjukkan keterkaitan feminisme terhadap kemunculan ttalbabo di Korea.
1.4 Manfaat Penelitian Di zaman modern seperti sekarang, banyak sekali istilah-istilah baru yang muncul untuk mendeskripsikan suatu hal atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Begitu juga dengan Korea. Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan penulis akan bermanfaat dalam bidang linguistik dan kebudayaan Korea bagi para peminat bahasa Korea di Indonesia. Melalui penelitian ini, pembaca diharapkan mampu memahami latar belakang dan penyebab kemunculan ttalbabo di Korea.
2. Metode Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian kualitatif. Langkah yang dilakukan penulis adalah mencari informasi dari buku-buku referensi, jurnal, majalah, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian.
3. Analisis dan Interpretasi Data
3.1 Definisi Ttalbabo Dalam sebuah perkembangan atau perubahan yang terjadi dalam masyarakat, hal pertama yang sangat berpengaruh adalah istilah atau kata. Saat negara Korea sudah mulai terbuka dengan dunia luar, maka terjadi berbagai perkembangan dalam dunia ekonomi, 8
politik, pendidikan maupun budaya. Selanjutnya dalam dunia bahasa banyak bermunculan istilah-istilah baru untuk menamai atau mendeskripsikan hal-hal baru yang terjadi dalam kehidupan sosial. Istilah baru atau dalam bahasa Korea berarti sinjoeo sering digunakan oleh masyarakat khususnya kalangan remaja Korea saat berkomunikasi melalui jejaring sosial atau sesama teman. Sinjoeo biasanya berupa singkatan kata. Beberapa sinjoeo yang terkenal di antaranya 맛점/matjeom/ massitneun jeomsim (makan siang yang lezat), 쌩얼/ ssaengeol/ ssaeng eolgul (wajah tanpa make-up), 비번/ bibeon/ bimil beonho (kata sandi), 몸짱/ mom jjang (orang yang memiliki tubuh yang baik dan sehat) dan berbagai macam sinjoeo lainnya. Di antara istilah-istilah yang sering digunakan oleh masyarakat Korea tersebut, muncul istilah ttalbabo yang akhir-akhir ini sering muncul dalam media sosial ataupun media elektronik. 딸바보/Ttalbabo adalah sinjoeo yang merupakan singkatan dari kata 딸만바라보다/ttalman baraboda yang secara harfiah berarti „hanya melihat anak perempuannya‟. “딸바보는자신의딸을각별히아끼는아버지를가르키는신조어입니다” Ttalbaboneun jasinui ttareul kakbyeori akkineun abeojireul kareukhineun sinjoeoimnida Ttalbabo adalah sinjoeo untuk menyebutkan ayah yang mengawasi atau menyayangi anak (perempuan)nya secara khusus. Sumber: Kamus Naver (www.dic.naver.com) Kata „babo‟ dari ttalbabo juga membentuk sebuah makna baru di mana dalam bahasa Korea „babo‟ berarti „bodoh‟. Jika dikaitkan dengan pengertian ttalbabo, maka arti kata ttalbabomenjadi „anak (perempuan)-bodoh‟. Hal ini memiliki maksud tentangseorang ayah yang dibodohi dengan keluguan anak perempuannya. Selain itu, pengertian ttalbabo yang ditayangkan dalam sebuah video dokumenter yang direkam oleh channel Arirang berjudul “Korea Today – Dads with Soft Spots for Daughters 딸바보아빠전성시대” pada menit 00:40 adalah: “A new word describing a father who adores, is crazy about and will do anything for his daughter” 9
Artinya sebuah kata baru yang menggambarkan seorang ayah yang mencintai, tergilagila, dan akan melakukan apa saja untuk anak perempuannya. Dari kutipan di atas, dapat di ketahui bahwa ttalbabomerupakan sebutan yang difokuskan kepada figur sang ayah karena dalam keluarga Korea tradisional, kedekatan antara ayah dan anak perempuan dianggap sebagai sesuatu yang istimewa. Dalam artikel majalah 교민세계 Gyomin Segye (2013: 167) yang berjudul “묻지마, 이사랑! „딸바보신드롬/Mudjima, I Sarang! „Ttalbabo‟ Sinderom” menuliskan bahwa istilah ttalbabo mulai dikenal dan digunakan oleh banyak masyarakat Korea sejak munculnya sebuah film berjudul “아저씨/Ajeossi” atau judul bahasa Inggris adalah “The Man From Nowhere”‟ yang diperankan oleh aktor terkenal Won Bin. Film tersebut mengisahkan tentang seorang pria yang berusaha melindungi dan menyayangi seorang gadis kecil dengan segenap hati. 3.2 Penyebab Bertambahnya Jumlah Ttalbabo Menurut Hahm In Hee (2011:61) dalam bukunya “Understanding Contemporary Korean Culture” mengatakan bahwa konsep keluarga di Korea telah mengalami perubahan yang sangat besar dalam beberapa tahun dan mencerminkan realita masyarakat saat ini. Hal ini menandakan bahwa beberapa ajaran dan nilai Konfusianisme yang sejak dulu melekat dalam kehidupan masyarakat Korea semakin melemah dan tidak lagi diteruskan oleh generasi penerusnya. Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat Korea, keinginan untuk memiliki anak perempuan semakin meningkat. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan seorang profesor bernama Hyun Taek Su dari fakultas Sosiologi Universitas Koryeo memperlihatkan jumlah ttalbabo mengalami peningkatan hingga 60%. Lihat diagram berikut:
10
Jika 1 anak
Gambar 3.1 : Diagram hasil penelitian jumlah ttalbabo di Korea Sumber: ytnnews24 (http://www.youtube.com/watch?v=zn7FzEFKZpA ) (00:02:16)
Diagram di atas memperlihatkan hasil penelitian berjudul „Jenis Kelamin Anak Yang Dinginkan‟ jika memiliki 1 anak, di mana 66,2% masyarakat Korea menginginkan anak perempuan dibandingkan anak laki-laki yang hanya memperoleh 33,8%. Hasil penelitian ini menandakan bahwa masyarakat Korea telah mengalami perubahan terhadap pola pikir tentang memiliki anak perempuan. Memiliki anak perempuan bukan lagi sebuah aib yang memalukan seperti pemikiran masyarakat Korea tradisional dahulu. Apakah yang menjadi penyebab meningkatnya ttalbabo di Korea? Sejak dulu, pemerintah Korea sudah mulai melakukan upaya-upaya untuk mengurangi diskriminasi gender yang sangat kuat pada masyarakat tradisional. Jumlah kelahiran yang begitu tinggi pada tahun 1970-an membuat pemerintah mencanangkan program keluarga berencana dan mengeluarkan slogan berbunyi “딸아들구별말고, 둘만낳아잘기르자/ttal adeul gubyeol malgo, dulman naa jal gireuja” yang berarti jangan membedakan anak perempuan dan anak laki-laki, mari lahirkan dan merawat keduanya dengan baik. Walaupun slogan ini merupakan slogan untuk kampanye keluarga berencana, namun isi dan tujuan yang terkandung dalam slogan ini juga bermaksud untuk mengajak para orang tua untuk tidak membeda-bedakan anak laki-laki dan perempuan. Andre Lankov (2007:360) menulis: “In May 1994 the government introduced legislation which unconditionally forbade pre-natal sex determination. A doctor who broke this law would lose his license to practice for a period of 12 months. A further offence could lead to imprisonment or a 11
very large fine. In addition, the Korean media lauched an educational campaign to persuade Koreans that girls were at least as desirable as boys if not even more so.” Artinya adalah pada bulan Mei 1994, pemerintah memperkenalkan undang-undang yang melarang tanpa syarat penentuan jenis kelamin sebelum melahirkan. Seorang dokter yang melanggar hukum ini akan kehilangan surat izinnya untuk berlatih dalam jangka waktu 12 bulan. Pelanggaran lebih lanjut akan mendapatkan hukuman penjara atau denda yang sangat besar. Selain itu, media Korea juga membuat sebuah kampanye pendidikan untuk meyakinkan masyarakat Korea bahwa anak perempuan juga setidaknya sama-sama diinginkan seperti halnya anak laki-laki, walaupun tidak melebihnya. Dalam bidang agama, agama Kristen sebagai agama yang memiliki pemeluk terbesar kedua setelah Buddha di Korea juga berpengaruh dalam mengurangi diskriminasi gender di Korea. Park Won (2006: 122) dalam bukunya berjudul “Traditional Korean Thought” menuliskan bahwa salah satu pengaruh besar agama Kristen dalam kehidupan sosial Korea adalah adanya asas persamaan gender di mana perempuan tidak dipandang rendah dari pada laki-laki dan memiliki harga diri yang mulia serta berkompeten untuk sukses di masa depan. Besarnya jumlah pemeluk agama Kristen sangat membantu dalam menerapkan asas tersebut dalam kehidupan keluarga mereka. Menurut Munthe, (1996:11) yang dikutip oleh Imelda Banchin dalam skripsinya berjudul “Motivasi Konsumsi terhadap Tayangan Reality Show dan Pemenuhan Kebutuhan Informasinya” mengatakan bahwa fungsi televisi ada tiga, yaitu fungsi informatif, fungsi edukatif, dan fungsi entertainment. Seperti reality show anak-anak yang mulai mendominasi di berbagai stasiun TV Korea, selain bertujuan untuk menghibur para penonton, namun memiliki tujuan lain seperti memberikan pengetahuan tentang cara merawat dan mengasuh anak yang baik, cara untuk mendekatkan diri dengan anak-anak, cara untuk memiliki hubungan baik dengan anak, serta secara tidak langsungmengajak para pasangan suami istri yang bertekat untuk tidak memiliki anak menyadari betapa anak adalah seseorang yang berharga dan dapat membahagiakan hidup orang tuanya. Tidak hanya anak laki-laki, namun anak perempuan juga bisa menjadi penghibur orang tua dengan keluguan dan kelucuan mereka. Alasan Menginginkan Anak Perempuan Peringkat
Alasan
12
1
Membesarkan anak perempuan lebih menyenangkan (40.1%) 2 Kini hanya mempunyai anak laki-laki (30.4%) 3 Anak perempuan lebih menyayangi orang tua (10.4) 4 Anak perempuan lebih dapat dipercaya (4.9%) Tabel: Tabel Hasil Penelitian Alasan Menginginkan Anak Perempuan Sumber: Arirang (http://www.youtube.com/watch?v=cyhrc51BdWc) (00:03:22)
Tabel di atas merupakan hasil penelitian yang ditayangkan dalam stasiun TV Arirang berjudul “Korea Today - Dads with Soft Spots for Daughters 딸바보아빠전성시대” tentang alasan pasangan suami istri memilih anak perempuan. 40.1% dari mereka beralasan „membesarkan anak perempuan lebih menyenangkan‟ dari pada anak laki-laki. Kata „menyenangkan‟ memiliki arti bahwa banyak anak perempuan memiliki sifat yang lugu dan mempunyai banyak 애교/ aegyo 1 dibandingkan anak laki-laki, sehingga orang tua akan terhibur dan senang melihat tingkah mereka. Selanjutnya alasan „kini hanya mempunyai anak laki-laki‟ memperoleh persentase 30.4% dan alasan „anak perempuan lebih menyayangi orang tua‟ berada para peringkat ketiga dengan persentase 10.4%. Hal ini dikenal dengan istilah 효도/hyodo 2 . Hyodo merupakan hal yang penting dan harus dimiliki setiap anak. Alasan terakhir adalah memilih „anak perempuan lebih dapat dipercaya‟ dengan perolehan 4.9%. Ketika anak perempuan tumbuh dewasa, mereka lebih gampang bertukar pikiran dengan orang tua dan menuruti perintah yang diberikan orang tua, sehingga banyak orang tua yang menganggap bahwa anak perempuan lebih dapat dipercaya dibandingkan anak laki-laki.
3.3. Pengaruh Feminisme Terhadap Kemunculan Ttalbabo Korea memasuki masa keterbukaan pada tahun 1870-an dan mulai menerima kedatangan bangsa-bangsa dari negara Barat. Mayoritas pendatang yang masuk ke Korea adalah para misionaris yang hendak menyebarkan agama Kristen di Korea. Selain itu, tujuan mereka datang ke Korea juga untuk memperkenalkan sistem pendidikan modern khususnya 애교/ Aegyeo memiliki arti sebagai daya tarik yang menggemaskan seperti tingkah anak kecil yang lucu dan imut sehingga membuat orang lainterseyum dan tertawasenang melihatnya 2 효도/ Hyodo adalah istilah untuk menyebutkan sesuatu yang dilakukan seorang anak atas dasar cinta dan kasih sayang kepada orang tua 1
13
pendidikan untuk perempuan di Korea. Upaya yang mereka lakukan untuk menggerakkan pendidikan khusus wanita di Korea mengalami banyak kesulitan mengingat Korea saat itu masih mendapat pengaruh Konfusianisme yang tertanam kuat dalam pemikiran mereka. Namun, sedikit demi sedikit kebangkitan wanita di Korea mulai memperlihatkan titik terang dengan
munculnya
sebuah organisasi
bernama
독립협회/Doknib
Hyeobhwe
atau
Independence Club yang dipimpin oleh 서재필/Seo Jae Phil. Choi Sook Kyung (1985:05) menulis sebuah artikel yang dipublikasi dalam surat kabar 독립신문/ Tongnip Shinmun3. “On the basis of the theory that human rights were given to all by heaven upon birth and with the focus set on the masses of women, the newspaper discussed equality between men and women and showed women how the could free themselves from their existing unhappy situation by awakening them to their inequality in a strong and concrete manner.” Artinya adalah teori dasar hak asasi manusia telah diberikan kepada semua orang dengan surga hingga kelahiran dengan fokus ditetapkan kepada perempuan, surat kabar ini mendiskusikan tentang kesetaraan antara pria dan wanita dan menunjukkan kepada wanita bagaimana mereka dapat membebaskan diri dari situasi yang tidak nyaman dengan membangkitkan mereka untuk ketidak setaraan mereka dengan cara yang kuat dan konkrit. Pada zaman sebelum masa ketebukaan dimulai, hanya laki-laki yang dapat menempuh pendidikan yang layak. Sedangkan perempuan bertugas untuk tinggal di rumah dan melakukan pekerjaan rumah. Dengan datangnya para misionaris, pada tahun 1886 dibangun sekolah khusus wanita pertama yang diberi nama 이화여자대학교/Ewha Yeoja Daehakyo atau Ewha Woman‟s University. Sekolah ini dibangun oleh seorang misionaris bernama Mary Scranton. Pada awalnya, pembangunan sekolah ini mendapat penolakan dari masyarakat yang menganggap bahwa para misionaris ingin membawa murid Korea ke luar negeri, namun Mary memberi pernyataan dengan meyakinkan masyarakat bahwa para misionaris tidak akan membawa murid-murid Korea ke luar negeri.
독립신문/Tongnip Shinmun (The Independent) adalah nama surat kabar di Korea yang terbit pada tahun (18961899) dan merupakan koran harian modern pertama. Didirikan oleh tokoh pada masa keterbukaan Korea, Seo Jae Phil.
3
14
Para wanita yang berhasil mendapatkan pendidikan sejak dibangunnya sekolahsekolah khusus wanita di Korea mulai mengembangkan dan menerapkan ilmunya di kehidupan sosial. Semakin berjalannya waktu, berbagai perubahan mulai terjadi khususnya pada wanita. Wanita mulai bangkit dan berhasil menaikkan status social mereka walaupun masih tetap di bawah laki-laki. Pada zaman tradisional, wanita hanya diam di rumah dan melakukan pekerjaan rumah, kini mereka sudah bisa melakukan pekerjaan di luar rumah, bahkan bekerja seperti apa yang dilakukan laki-laki seperti menjadi seorang polisi, manajer, dan lain-lain. Selain itu, muncul banyak gerakan organisasi wanita yang bergerak dalam bidang sosial dan budaya. Pada zaman modern, hampir semua wanita turut bekerja dan menghasilkan uang dalam jumlah yang besar. Tidak sedikit wanita yang memilih untuk tidak menikah karena merasa puas dengan hasil yang ia dapatkan tanpa harus terikat dalam hubungan pernikahan. Hal ini menyebabkan Korea sebagai salah satu negara dengan prosentase angka kelahiran terendah di dunia. Namun demikian, beberapa pasangan memilih untuk tetap menikah dan mempunyai anak karena masih menerapkan ajaran Konfusianisme. Dalam
bahasa
Korea,
muncul
sebuah
istilah
yang
disebut
dengan
맞벌이부부/matbeori bubu. Matbeori bubu adalah sebutan bagi pasangan suami istri yang sama-sama memiliki pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Keikutsertaan istri dalam bekerja disebabkan tingginya harga kebutuhan hidup di Korea seperti harga pokok dan pendidikan anak-anak. Ketika kedua orang tua sama-sama bekerja, di sisi lain mereka juga mengakhawatirkan keadaan anak-anak yang sering ditinggal di rumah. Hal ini secara tidak langsung membuat para suami untuk turut andil dalam membantu mengerjakan pekerjaan rumah hingga mengasuh anak. Kesempatan-kesempatan kecil seperti inilah yang mendekatkan hubungan ayah dan anak, terlebih jika memiliki anak perempuan. Kim Seok-Jung: “I will continue to live as a ttalbabo, at least until my daughter Boo Rin gets married” Kim Seok-Jung: “Aku akan terus hidup sebagai seorang ttalbabo setidaknya sampai anak (perempuan)ku menikah” (Korea Today - Dads with Soft Spots for Daughters 딸바보아빠전성시대, 00:05:15) 15
4. Kesimpulan Berdasarkan analisis di atas dapat disimpulkan bahwa negara Korea mengalami banyak perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu perubahan yang terjadi di Korea terlihat pada perubahan pola pikir keluarga modern Korea tentang memiliki anak perempuan. Berbeda dengan pemikiran keluarga tradisional yang masih menanamkan ajaran Konfusianisme tentang kewajiban memiliki anak laki-laki, di zaman modern ini, anak perempuan mendapatkan kasih sayang dari orang tua yang setara hingga melebihi kasih sayang terhadap anak laki-laki hingga muncul istilah yang disebut ttalbabo. Banyak faktor yang berperan besar dalam memberantas diskriminasi gender sehingga menyebabkan jumlah ttalbabo di Korea terus meningkat. Faktor-faktor tersebut di antaranya adalah faktor agama, pemerintahan, dan media elektronik. Tidak hanya itu, keterbukaan Korea terhadap dunia luar dan berkembang pesatnya feminisme juga turut membantu menaikkan status sosial perempuan di Korea.
Daftar Acuan Literatur Korea 손승영.
2011.
“한국가족과젠더-
페미니즘의정치학과젠더질서의재편성-”.
서울:
집문당 Sumber buku Andrei Lankov. 2007. The Down of Modern Korea. Seoul: EunHaengNamu Choi, JoonSik., et al. 2011. Understanding Contemporary Korean Culture. Seoul: Jimoondang Lee, Kwang-Kyu. 2003. Korean Traditional Culture. Seoul: Jimoondang Park, Won. 2006. Traditional Korean Thought. Seoul: Inha University Press Paul S. Crane. 1999. Korea Patterns. Seoul: Seoul Press
16
Sonja Vegdahl dan Ben Seunghwa Hur. 2005. Culture Shock!: Korea. Singapore: Marshall Cavendish Edition Lee, Jung Hee, Ahn Kyung Hwa, dan Eva Lativah. 2010. 인도네시아인을위한종합한국어 – Bahasa Korea Terpadu untuk Orang Indonesia. Seoul: The Korea Foundation Sumber Jurnal Choi, Sook-Kyung. (1985). Formation of Women‟s Movement in Korea: from the Enlightment Period to 1910. Korea Journal Vol. 25 No.1 Kim, Hyon-Ja. (1971). The Changing Role of Women in Korea. Korea Journal Vol.11 No. 5 Sumber Majalah Anonim. 2013. “묻지마, 이사랑! „딸바보‟ 신드롬”. 교민세계, 제 480 호
Sumber video Arirang“Korea Today - Dads with Soft Spots for Daughters 딸바보아빠전성시대” (http://www.youtube.com/watch?v=cyhrc51BdWc) akses terakhir 12 Juni 2014 Ytnnews24 “딸바보늘었다! 국민 60% 딸선호 [현택수, 한국사회문제연구원원장] _ YTN “ (http://www.youtube.com/watch?v=zn7FzEFKZpA) akses terakhir 14 Juni 2014 Sumber internet www.dic.naver.com (diakses tanggal 8 Mei 2014)
17