UNIVERSITAS INDONESIA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KATALIS NiMo/γ-Al2O3 UNTUK SINTESIS BAHAN BAKAR BIO DARI MINYAK JARAK MELALUI PIROLISIS BERKATALIS
SKRIPSI
FATIMATUTS TSANI 0806367903
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JUNI 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KATALIS NiMo/γ-Al2O3 UNTUK SINTESIS BAHAN BAKAR BIO DARI MINYAK JARAK MELALUI PIROLISIS BERKATALIS
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
FATIMATUTS TSANI 0806367903
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA DEPOK JUNI 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan benar
Nama
: Fatimatuts Tsani
NPM
: 0806367903
Tanda Tangan : ………………… Tanggal
: 28 Juni 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah skripsi dengan judul “Preparasi dan Karakterisasi Katalis NiMo/γ-Al2O3 untuk sintesis Bahan Bakar Bio dari Minyak Jarak melalui Pirolisis Berkatalis”.Makalah skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia. Dalam penyusunan makalah skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan dan dorongan serta doa dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. ALLAH SWT atas seluruh bantuan yang telah penulis dapatkan selama ini 2. Orang tua, kakak dan keluarga yang selalu memberikan dukungan moral, material serta doa 3. Bapak Bambang Heru Susanto, ST. MT, selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini. 4. Prof. Dr. Ir. Widodo Wahyu purwanto, DEA selaku ketua Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia. 5. Bapak Dr. Ir. Sukirno, M.Eng sebagai pembimbing akademis penulis 6. Dosen Departemen Teknik Kimia UI yang telah memberikan ilmu. 7. Anak-anak Teknik kimia Ekstensi UI angkatan 2008 yang telah melewati harihari kuliah bersama. 8. Teman satu grup riset ayuko dan adit. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi tercapainya kesempurnaan dari makalah ini. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan mahasiswa dan bagi mereka yang membutuhkannya. Depok, Juni 2011 Penulis
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Fatimatuts Tsani
NPM
: 0806367903
Program Studi : Teknik Kimia Departemen
: Teknik Kimia
Fakultas
: Teknik
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free- Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : PREPARASI DAN KARAKTERISASI KATALIS NiMo/γ-Al2O3 UNTUK SINTESIS BAHAN BAKAR BIO DARI MINYAK JARAK MELALUI PIROLISIS BERKATALIS Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 28 Juni 2011 Yang Menyatakan (Fatimatuts Tsani)
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
ABSTRAK Nama
: Fatimatuts Tsani
Program Studi : Teknik Kimia Judul
:
PREPARASI DAN KARAKTERISASI KATALIS NiMo/γ-Al2O3 UNTUK SINTESIS BAHAN BAKAR BIO DARI MINYAK JARAK MELALUI PIROLISIS BERKATALIS Dalam penelitian ini telah dilakukan preparasi katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan metode impregnasi. Pemilihan katalis berbasis nikel ini karena nikel termasuk oksida logam transisi yang memiliki karakter yang dapat diaplikasikan sebagai katalis dan memiliki energi permukaan yang rendah dibandingkan logam transisi. Selain itu, oksida logam lebih banyak digunakan sebagai bahan katalis karena ketersediannya besar dialam, murah serta waktu hidupnya lama. Sebagai penyangga digunakan alumina. Alumina merupakan salah satu katalis penyangga yang terbaik karena mempunyai surface area yang besar untuk logam dengan disperse tinggi dan sifat mekanik yang kuat sehingga dapat digunakan pada reaktor. Data XRD menunjukkan ukuran kristal dalam katalis NiMo/γ-Al2O3 pada suhu kalsinasi 480 oC adalah 252,006 nm dan pada suhu kalsinasi 600 oC adalah 84,155 nm. Sementara data BET menunjukkan luas permukaan katalis pada suhu kalsinasi 480 oC sebesar 82,11 m2/g dan 110,84 m2/g pada suhu kalsinasi 600 oC. Luas permukaan pada alumina sebelum diimpregnasi adalah 255 m2/g. Penurunan luas permukaan katalis ini dikarenakan terbentuknya oksida- oksida Mo, Ni dan P selama proses kalsinasi. Analisis SEM menunjukkan bahwa katalis yang diperoleh memiliki diameter agregat sebesar 0,5 µm untuk katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 480 oC dan 0,4375 µm untuk katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 600 oC.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Pengukuran densitas dan viskositas dilakukan pada produk pirolisis untuk dibandingkan dengan lubricant. Pada penelitian ini didapatkan densitas sebesar 0,8821 g/mL dan viskositas sebesar 9,812. Dari data ini, diketahui bahwa dengan menggunakan katalis NiMo/γ-Al2O3 bisa didapatkan produk pirolisis yang hampir mendekati fraksi lubricant. Kata Kunci : Katalis Ni, Penyangga alumina, Biooil
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
ABSTRACT Name
: Fatimatuts Tsani
Major
: Chemical Engineering
Title
:
PREPARATION AND CHARACTERIZATION OF CATALYST NiMo/γ-Al2O3 FOR SYNTHESIS BIOFUEL FROM JATROPHA CURCAS OIL BY CATALYTIC PYROLYSIS In this research has been done a preparation of NiMo/γ-Al2O3 catalyst by impregnation method. The selection of catalist is based on the nickel because it’s included in transition metal oxides that possess applicable character as a catalyst and lower surface energy compared with transition metal. Besides that, metal oxides is more applicated as catalyst material supported by it’s abundant availability in nature, easy and longer life time. This research used Alumina as the support. Alumina is one the best support catalyst because it has a large surface area for metals with high dispersion and strong mechanical properties that can be used in reactors. The XRD data shown that the crystal size in NiMo/γ-Al2O3 catalyst at the calcination temperature 480oC is 252.006 nm and at the calcination temperature 600oC is 84.115 nm. Meanwhile, the BET data shown that the catalyst surface area at calcination temperature 480oC and 600oC sequencely is 82.11 m2/g and 110.84 m2/g at 600oC. The surface area before imprenation is 255 m2/g. The reduction of this catalyst surface area is due to the formation of oxides Mo, Ni and P during the process of calcination. SEM analysis shown that catalyst obtained possess a diameter of 0.5 µm and 0.43 µm for NiMo/γ-Al2O3 catalyst at calsination temperature 480oC and 600oC, in sequenece. The measurement of density and viscosity has been done for pirolysis product to be compared with diesel fuel. In this study, earned that the density of 0.88219
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
g/mL and viscosity of 9.812 cP. From this data, it is known that by using the catalyst can be obtained NiMo/γ-Al2O3 pyrolysis products with density and viscosity close to lubricant.
Keywords: Ni Catalyst, Alumina support, Biooil
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............. ........ ……………......... ii HALAMAN PENGESAHAN ............... ............................ ...................................... iii KATAPENGANTAR............................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ......................... ........ .......................... v ABSTRAK...................................................................................................... vi ABSTRACT............................................................................................................. vii DAFTAR ISI .......................................... ................................................................. ix DAFTAR TABEL.................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR ............................. ................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ......................... ............................ ..................................... xiv
BAB 1 : PENDAHULUAN ................... ................................................................... 1 1.1 Latar Belakang.................................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2 1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 2 1.4 Batasan Masalah ................................................................................................ 3 1.5 Sistematika Penelitian ....................................................................................... 3
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA ......... .................................................................. 4 2.1 Nikel .................................................................................................................. 4 2.2 Molybdenum ..................................................................................................... 7 2.3 γ-Al2O3 ............................................................................................................. 9 2.3.1 Alumina sebagai Katalis ........................................................................... 9 2.3.2 Alumina sebagai Penyangga Katalis ........................................................ 9
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
2.4 Katalis .............................................................................................................. 11 2.4.1 Deskripsi Umum .................................................................................... 11 2.4.2 Penggolongan Katalis ............................................................................ 15 2.5 Logam Transisi sebagai Katalis .................................................................... 18 2.6 Preparasi Katalis ......................................................................................... 20 2.6.1 Impregnasi Logam ke dalam Alumina ................................................. 20 2.7 Karakterisasi Katalis ..................................................................................... 22 2.7.1 Karakterisasi Metode Autosorb – BET ................................................. 23 2.7.2 Karakterisasi Metode XRD ................................................................... 25 2.7.3 Karakterisasi Metode Scanning Electron Microscopy .......................... 27 2.7.4 FTIR ...................................................................................................... 28 2.8 Minyak Jarak ................................................................................................ 29 2.9 Biooil ............................................................................................................ 30
BAB 3 : METODE PENELITIAN..................................................................... 32 3.1 Alat dan Bahan ............................................................................................. 33 3.1.1 Alat ....................................................................................................... 33 3.1.2 Bahan ................................................................................................... 33 3.2 Prosedur Penelitian ...................................................................................... 33 3.2.1 Pengukuran Volum Pori ....................................................................... 33 3.2.2 Aktivasi Penyangga .............................................................................. 34 3.2.3 Tahap Impregnasi ................................................................................. 34 3.2.4 Tahap Kalsinasi .................................................................................... 34 3.3 Tahap Perengkahan Minyak jarak ............................................................... 35 3.4 Tahap Analisis ............................................................................................. 35 3.4.1 Penentuan Densitas .............................................................................. 35 3.4.2 Penentuan Viskositas .......................................................................... .36 3.5 Pengolahan Data .......................................................................................... 37
BAB 4 : HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 39
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
4.1 Pembuatan Katalis ...................................................................................... 39 4.1.1 Aktivasi Penyangga γ-Al2O3 .............................................................. 39 4.1.2 Pembuatan Larutan Impregnan .......................................................... 39 4.1.3 Impregnasi dan Kalsinasi ................................................................... 40 4.2 Karakterisasi Katalis NiMo/γ-Al2O3 ......................................................... 41 4.2.1 Karakterisasi Katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan XRD ............................ 41 4.2.2 Karakterisasi Katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan BET ............................. 45 4.2.3 Karakterisasi Katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan SEM ............................ 46 4.3 Uji Aktivitas Katalis NiMo/γ-Al2O3 .......................................................... 46 4.3.1 Analisa Viskositas dan Densitas ........................................................ 47 4.3.2 Analisa FTIR ...................................................................................... 48 4.3.3 Analisa GC-FID .................................................................................. 51
BAB 5 : KESIMPULAN ....................... ............................ ............................... 52
DAFTAR REFERENSI ........................ ........................................................... 53
LAMPIRAN........................................................................................ 54
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Perbandingan data produksi dan konsumsi minyak di Indonesia............1 Gambar 2.1 Molybdenum ....................... ............................ ........ .............................7 Gambar 2.2 Spinel Structure ................... ............................ ........ ............................10 Gambar 2.3 Proses konversi trigliserida menjadi bahan bakar bio............................30 Gambar 3.1 Diagram Penelitian .............. ............................ ........ ............................32 Gambar 3.2 Skema Reaktor Eksperimen Perengkahan........................................35 Gambar 4.1 Katalis NiMo/γ-Al2O3 pada suhu kalsinasi 480 oC ... ............................41 Gambar 4.2 Katalis NiMo/γ-Al2O3 pada suhu kalsinasi 600 oC ... ............................41 Gambar 4.3 Difraktogram Katalis γ-Al2O3 .......................... ........ ............................42 Gambar 4.4 Difraktogram Molibdenum . ............................ ........ ............................42 Gambar 4.5 Difraktogram katalis NiMo/γ-Al2O3 pada suhu kalsinasi 480oC ...........43 Gambar 4.6 Difraktogram katalis NiMo/γ-Al2O3 pada suhu kalsinasi 600oC ...........43 Gambar 4.7 SEM Katalis NiMo/γ-Al2O3 Sintesis dengan Suhu Kalsinasi (a) 480oC dan (b) 600.............................................................................................46 Gambar 4.8 Biooil dengan Katalis NiMo/γ-Al2O3..................................................... 47 Gambar 4.9 Spektrum FTIR Minyak Jarak .......................... ........ ............................49 Gambar 4.10 Spektrum FTIR Bio Oil dengan katalis NiMo/γ-Al2O3 .......................49 Gambar 4.11 Spektrum FTIR Solar Komersial..................................................50
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat-sifat fisik nikel ................ ............................ ........ ............................4 Tabel 2.2 Aplikasi Katalis Molybdenum ............................ ........ ............................8 Tabel 2.3 Klasifikasi Komponen Aktif ... ............................ ........ ............................13 Tabel 2.4 Perbandingan karakteristik katalis heterogen dengan homogen................17 Tabel 2.5 Kandungan asam lemak minyak biji jarak...........................................29 Tabel.4.1 Ukuran butir kristal yang terbentuk pada NiMo/γ-Al2O3………......…... 44 Tabel 4.2 Hasil Karakterisasi dengan BET..…………………...……………..……..45 Tabel 4.3 Perbandingan uji fisik antara minyak jarak, solar komersial, dan biooil....47 Tabel 4.4 Spektrum FTIR ikatan antar atom dalam Minyak Jarak, solar komersial dan Biooil ............................... .................................................................50 Tabel 4.5 Komposisi BioOil ................................................ ........ . ……………….. 51
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A Contoh Perhitungan Volum Pori Penyangga ........................................55 Lampiran B Contoh Perhitungan Pembuatan Katalis NiMo ........ ............................56 Lampiran C Perhitungan Ukuran kristalinitas ..................... ........ ............................58 Lampiran D Contoh Perhitungan Nilai Densitas........................................................59 Lampiran E Contoh Perhitungan Nilai Viskositas .............. ........ ............................60
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya populasi penduduk, berkembangnya industri baru, dan teknologi otomotif maka kebutuhan akan pemakaian minyak sebagai sumber energi juga semakin meningkat. Minyak yang dipakai secara terus menerus sebagai sumber energi secara besar- besaran dapat menyebabkan menipisnya cadangan minyak. Menurut data BP Statistical Review of World Energy 2008, jumlah produksi minyak Indonesia dari tahun 2004 hingga 2008 semakin menurun. Perbandingan produksi minyak dan konsumsi minyak di Indonesia berdasarkan BP Statistical Review of World Energy Mei 2010 dapat dilihat pada gambar 1.1. Gambar ini menunjukkan bahwa konsumsi minyak lebih besar dibandingkan dengan produksi minyak yang dihasilkan sehingga telah menyebabkan terjadinya krisis energi.
1400000 1200000 1000000 800000 produksi
600000
konsumsi
400000 200000 0 2004
2005
2006
2007
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
2008
Gambar 1.1 Perbandingan data produksi dan konsumsi minyak di Indonesia
(
dalam satuan = barrel)
Kondisi ini telah mendorong pemerintah untuk mengupayakan penghematan energi nasional dengan menggunakan bahan baku yang bersifat renewable, seperti bahan bakar bio. Untuk mendapatkan bahan bakar bio ini salah satu caranya adalah melalui proses perengkahan bahan alam seperti minyak nabati dengan menggunakan katalis. Katalis yang biasa digunakan adalah H2SO4, enzim, ataupun katalis heterogen seperti γ-Al2O3 menghasilkan fraksi bio-fuel seperti gasolin, diesel, dan kerosin (Wijanarko, 2006). Pada penelitian ini akan dilakukan preparasi katalis mesoporus NiMo/γ-Al2O3 untuk proses pirolisis dengan cara mengimpregnasikan NiMo ke dalam γ-Al2O3 dan selanjutnya katalis tersebut dikarakterisasi untuk mengetahui sifat- sifatnya. Katalis yang digunakan adalah katalis berbasis nikel karena nikel termasuk oksida logam transisi yang memiliki karakter yang dapat diaplikasikan sebagai katalis dan memiliki energi permukaan yang rendah dibandingkan logam transisi itu sendiri selain itu, oksida logam lebih banyak digunakan sebagai bahan katalis karena ketersediannya besar di alam, murah serta waktu hidupnya lama walaupun aktivitasnya lebih rendah dibandingkan bahan logam mulia (Rosyidah, 1998). 1. 2 Rumusan Masalah Preparasi katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan metode impregnasi yang selanjutnya dilakukan uji reaksi pirolisis terhadap minyak jarak untuk mengetahui pengaruh katalis NiMo/γ-Al2O3 terhadap hasil produk pirolisis. 1. 3 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memperoleh katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan metode impregnasi 2. Mengetahui hasil karakterisasi dari katalis NiMo/γ-Al2O3
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
3. Mengetahui hasil uji aktivitas katalis NiMo/γ-Al2O3 untuk mendapatkan bahan bakar bio dari minyak jarak melalui pirolisis 1. 4 Batasan masalah 1. Menggunakan metode impregnasi dan kalsinasi 2. Zat aditif yang ditambahkan adalah H3PO4 3. Karakterisasi katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan BET, XRD dan SEM. 4. Uji aktivitas katalis NiMo/γ-Al2O3 pada proses pirolisis minyak jarak dengan FTIR dan GC-FID
1. 5 Sistematika Masalah Sistematika penulisan terdiri atas : BAB 1
PENDAHULUAN
Bagian ini berisi pendahuluan yang terdiri atas latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah dan sistematika penulisan. BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bagian ini berisi tentang informasi dan teori- teori tentang katalis, katalis logam Ni dan Mo serta γ-Al2O3, karakterisasi katalis dengan XRD, BET, dan SEM serta uji reaksi produk pirolisis dengan FTIR dan GC-FID, minyak jarak dan biooil. BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Bagian ini berisi mengenai tahap dan langkah kerja yang dilakukan selama penelitian. BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bagian ini berisi tentang hasil penelitian dan analisis terhadap hasil penelitian tersebut. BAB 5
KESIMPULAN
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Bagian ini berisi tentang kesimpulan penelitian Daftar Referensi
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Untuk proses konversi fraksi hidrokarbon rantai panjang, poliaromatik maupun polimer, dibutuhkan katalis perengkah (pirolisis) yang merupakan katalis heterogen (padatan). Salah satu jenis katalis untuk proses tersebut adalah metal supported catalyst yang terdiri dari logam yang diembankan pada pengemban padat seperti silika-alumina, alumina dan zeolit [ Trisunaryanti, Wega. et.al., 2005]. Pada penelitian ini dipreparasikan katalis NiMo dengan γ-Al2O3 sebagai penyangganya, dimana nikel dan molybdenum merupakan oksida logam transisi. Oksida logam transisi memiliki karakter sebagai katalis karena memiliki orbital d pada ion logamnya yang masih terisi sebagian. Adanya orbital d yang masih kekurangan elektron tersebut dapat menangkap elektron dari reaktan dan membentuk ikatan yang kuat, sehingga dapat mengaktifkan spesies yang bereaksi [Prakash’s, 1997]. γ-Al2O3 dipilih sebagai katalis penyangga karena memiliki luas permukaan yang besar dan mampu mengikat fasa aktif katalis dengan kuat [Cynthia Dewi, 2007]. 2. 1 Nikel (Ni) Nikel adalah logam putih perak yang keras. Nikel bersifat liat, dapat ditempa dan sangat kukuh. Logam ini melebur pada 1455oC dan bersifat sedikit magnetik [Vogel, 1985]. Sifat- sifat fisik nikel ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1 Sifat-sifat fisik nikel Karakteristik Fasa
Nilai Padat
Massa jenis (pada sekitar suhu kamar)
8,908 g/cm³
Massa jenis cair pada titik lebur
7,81 g/cm³
Titik lebur (K)
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
1728
Karakteristik Titik didih (K)
Nilai 3186
Kalor penguapan
377,5 kJ/mol
Kalor peleburan
17,48 kJ/mol o
Kapasitas kalor (pada 25 C) Sifat magnetic
26,07 J/(mol·K) feromagnetik
Sumber : www.id.wikipedia.org
Nikel sangat dikenal fungsinya sebagai katalis dalam proses industri. Nikel telah banyak digunakan dalam reaksi hidrogenasi, alkilasi, hidroalkilasi, dan cracking. Selain itu, katalis nikel juga memiliki aktifitas yang tinggi [Mat, 1999 dalam Hasrul Abdi H, 2009]. Nikel banyak dimanfaatkan dalam berbagai bentuk baik sebagai unsur tunggal maupun dalam bentuk senyawa, berikut ini adalah bentuk senyawa nikel yang dapat digunakan sebagai katalis :
Nikel oksida (Ni3O4) Senyawa nikel oksida digunakan sebagai katalis pada proses hidrogenasi dengan tekanan dan temperatur yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan katalis Ni. Selain itu, katalis oksida juga lebih sensitif terhadap racun katalis seperti S, Cl, dan CO. Namun, nikel oksida ini mempunyai sifat pyrophoric saat nikel oksida direduksi dengan hydrogen, sehingga biasanya nikel oksida ini direduksi dengan CO2 dan N2 untuk menghilangkan sifat pyrophoric yang terbentuk [Boswell and Iler, 1936].
Nikel nitrat (Ni(NO3)2.6H2O) Nikel nitrat mengandung 20% nikel dan merupakan sumber yang ideal sebagai katalis nikel dengan aktifitas katalis yang tinggi.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Untuk mendapatkan katalis hidrogenasi yang baik, nitrat dikalsinasi hingga menjadi nikel oksida dan kemudian dilakukan reduksi dengan hidrogen saat terbentuk metallic nickel [Henry Wiggins, 1939]. Selain sebagai katalis, Senyawa ini juga digunakan dalam industri keramik sebagai pewarna coklat dan bahan baku
pada
proses elektroplating [Hasrul Adi H, 2009].
Nikel sulfat (NiSO4. 7H2O) Nikel sulfat mengandung 20% nikel dan saat digunakan untuk membuat katalis hidrogenasi, nikel sulfat dipresipitasi dengan soda ash, sodium bicarbonate, atau ammonium carbonate, kemudian precipitate dicuci hingga bebas dari sulfat. Saat karbonat kering tereduksi secara langsung, nikel sulfat direaksikan dengan kieselguhr dan nikel karbonat yang terbentuk terpresipitasi dalam partikel kieselguhr. Endapan nikel karbonat ini yang digunakan sebagai
katalis.
Proses
ini
harus
terkontrol
untuk
dapat
menghasilkan kandungan nikel sebesar 12-15% pada produk akhir [Henry Wiggins, 1939]. Kegunaan senyawa ini selain sebagai katalis hidrogenasi juga sebagai bahan baku elektroplating untuk menghasilkan nikel dan digunakan dalam pembuatan stainless steel [Hasrul Hadi H, 2009].
Nikel karbonat (NiCO3) Senyawa ini mengandung 49% nikel, yang didapatkan dengan menambahkan sodium bicarbonate dengan larutan nikel nitrat dingin dan dijenuhkan dengan karbon dioksida. Precipitate terbentuk saat alkali carbonate ditambahkan pada larutan garam nikel yang mengandung karbonat dengan berbagai komposisi seperti 2NiCO3. 3Ni(OH)2.4H2O (mengandung 50% nikel) [Henry Wiggins, 1939].
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Nikel Format Nikel format telah banyak digunakan sebagai katalis hidrogenasi komersial untuk
vegetable dan animal oil [Henry
Wiggins, 1939].
Nikel klorida Senyawa ini sering digunakan sebagai bahan untuk sintesis organic, diantaranya, yaitu [Hasrul Hadi H, 2009] : a. Bila dikombinasikan dengan CrCl2 untuk mereaksikan aldehid dan vinilik iodida menhasilkan allilik alkohol. b. Bersama LiAlH4 sebagai bahan untuk mengubah alkena menjadi alkana c. Sebagai precursor bagi nikel boride dengan cara reaksi in situ nikel klorida dan NaBH4 d. Sebagai prekursor untuk mereduksi aldehid. Alkena dan senyawa aromatik nitro e. Sebagai katalis untuk pembuatan dialkil arilfosfonat dari fosfit dan aril iodide (ArI) ArI + P(OEt)3 → ArP(O)(OEt)2 + EtI
2. 2 Molybdenum (Mo) Molybdenum dalam tabel periodik termasuk dalam golongan VIB dengan nomor atom 42. Molybdenum (Mo) berwarna putih silver dengan titik leleh tinggi. Molybdenum merupakan salah satu dari logam refraktori, yaitu logam dengan ketahanan terhadap panas yang tinggi dan juga tahan lama. Logam refraktori lainnya adalah tungsten, tantalum, rhenium, dan niobium. Molybdenum tidak bereaksi dengan oksigen ataupun air pada temperature ruang dan juga tahan terhadap korosi pada temperature normal [www.chemicool.com].
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Gambar 2.1 Molybdenum Sumber : www.wikipedia.org
Di alam molybdenum tidak berada sebagai unsur bebas melainkan berada dalam keadaan berbagai macam oksida dalam mineral. Dalam industri, molybdenum digunakan pada temperatur dan tekanan tinggi, biasanya diaplikasikan sebagai katalis dan juga sebagai pigment. Salah satu jenis oksida yang digunakan adalah molybdenum oksida (MoO3) yang banyak digunakan sebagai katalis hidrosulfurisasi dalam industri petroleum karena sebagai katalis molybdenum resistan terhadap racun katalis
S
[www.imoa.info, www.wikipedia.org]. Molybdat oksida larut dalam air dan membentuk garam molybdate [www.wikipedia.org]. Berikut ini adalah data komponen katalis molybdat serta aplikasinya : Tabel 2.2 Aplikasi Katalis Molybdenum Katalis Aplikasi Co-Mo Sulfida Hidrosulfuris atau Ni-Mo dalam asi alumina
Kegunaan Oil dan petroleum refining
Bi-Mo Oxide
Membuat polimer dan plastik
Mo-V oxide
Propane selektif oksidasi, ammoksidasi Oksidasi
Membuat polimer dan
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
akrolein Fe-Mo oxide Oksidasi methanol Mo oksida dengan Metathesis alumina olefin Mo kompleks Epoksidasi Heteropolyacid Hidrasi phosphomolibdate propena
plastik Membuat formalin, polimer, resin Sintesis olefin Sintesis polyether Sintesis alkohol
Sumber : www.imoa.info
2. 3 γ -Al2O3 Alumina adalah nama umum untuk aluminium oksida, Al2O3. Alumina dapat diperoleh di alam sebagai bentuk hidroksida yang tidak murni pada mineral bauksit. γ- Al2O3 merupakan kelompok alumina transisi. γ- Al2O3 dapat bertindak sebagai katalis, penyangga katalis maupun adsorben [Sabatier and Reid. 1923. Yusmita Siti H.F., 2004]. Hal ini dikarenakan γ-Al2O3 mempunyai surface area yang luas yaitu antara 150- 300 m2/g, volume poripori yang besar (0,5 -1 cm3/g), jumlah pori yang banyak pada rentang 3-12 m, stabil pada berbagai rentang temperatur proses reaksi katalisis dan sifat mekanik yang kuat sehingga dapat digunakan pada reaktor [Kinya Sakanishi, 1992. Yusmita Siti H.F, 2004]. Selain itu, alumina mempunyai sifat selektifitas yang tinggi pada reaksi dehidrasi, mekanisme elusidasi, dan juga karakterisasi active site pada permukaan secara katalitik [Kemball, 1977]. 2.3.1 Alumina sebagai katalis Alumina aktif yang digunakan sebagai katalis harus dilarutkan dalam hot mineral acid dan diubah menjadi aluminate dalam larutan sodium hidroksida terkonsentrasi. Untuk mendapatkan alumina sebagai katalis, maka alumina tidak boleh dipanaskan secara berlebihan selama preparasi katalis. Presipitasi alumina, tidak boleh dilakukan diatas suhu
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
400 oC. Jika dipanaskan lebih dari itu, sifat katalis untuk proses dehidrogenasi akan hancur [Sabatier and Reid, 1923]. 2.3.2
Alumina sebagai penyangga katalis Alumina yang banyak digunakan sebagai penyangga katalis diantaranya yaitu, α- dan γ- Al2O3. Komponen – komponen ini mempunyai surface acidity yang dapat dikontrol sehingga menyebabkan kestabilan
thermal dan luas permukaan yang tinggi (15-300 m2/g)
[Santen et al., 2000]. Pada kristal α-Al2O3 (struktur corundum), ion oksida membentuk h.c.p yang luas dan ion aluminium yang terdistribusi secara simetri didalam bagian octahedral interstice [Kemball, 1977]. Sementara γAl2O3 termasuk kelas binary oxides dimana oxygen packing-nya termasuk type cubic closed packing (c.c.p) dengan posisi kation sebagian pada posisi tetrahedral dan sebagian pada posisi octahedral. Komponen- komponen ini disebut spinel setelah mineral spinel mempunyai komposisi MgAl2O4. Spinel Mg2+ mengisi posisi tetrahedral dan Al3+ mengisi posisi oktahedral [Santen et al., 2000].
Gambar 2.2 Spinel Structure Sumber : Santen et al., Catalysis : An Integrated Approach. Elsevier : 2000
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Ion- ion O2- membentuk face centre cube (fcc) dengan 4 ion O2-. Setiap cube mengandung empat posisi oktahedral dimana dua diantaranya diisi oleh Al3+, dan delapan posisi tetrahedral, dimana satu diantranya diisi oleh Mg 2+ [Santen et al., 2000]. Untuk mendapatkan bentuk kristal Al2O3 yang baik, dapat dilakukan dengan memanaskan trihydroxide [Al(OH)3-gybsite, bayerite, atau nordstrandite] atau oxide hydroxide [AlO(OH)-diaspore atau boehmite]
pada berbagai
temperature, dimana temperature ini
merupakan fungsi laju pemanasan dan physical state spesi hidroksida [Kemball, 1977]. Komplesitas struktur bulk kristalin tergantung pada preparasinya. Al2O3 dibentuk pada keadaan atmospheric water vapour, yaitu temperatur dehidrasi untuk menghilangkan
surface water saat
melakukan aktivasi. Sehingga bukan hanya pembentukan katalis Al2O3 saja yang penting tapi juga penting untuk mengetahui apakah katalisis terjadi pada permukaan hidroksilasi sempurna, sebagian ataukah hampir sempurna [Kemball, 1977]. 2.4 Katalis 2.4.1 Deskripsi Umum Katalis adalah substansi yang dapat mempercepat reaksi tetapi tidak terkonsumsi pada reaksi tersebut [C.N. Satterfield.1991 dalam Budi Cahyadi, 2000]. Pada umumnya katalis berfungsi untuk mempercepat reaksi kimia yang dapat berlangsung dengan menurunkan energi aktivasi. Dengan penurunan aktivasi ini maka energi minimum yang dibutuhkan untuk terjadinya tumbukkan berkurang sehingga reaksi terjadi lebih cepat [Cotton et al., 1999]. Energi aktivasi yang lebih rendah dengan pemakaian katalis dibandingkan energi aktivasi tanpa pemakaian katalis
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
disebabkan oleh terjadinya adsorpsi dan desorpsi reaktan serta pelepasan panas akibat peristiwa tersebut digunakan untuk energi aktivasi katalis [Budi Cahyadi, 2000]. Umumnya, fungsi katalis sangat dipengaruhi oleh morfologi, komposisi, distribusi ukuran pori, volume pori, struktur dan luas permukaannya [Vino Hasyim, 2010]. Katalis bersifat spesifik, artinya katalis tertentu mempercepat reaksi tertentu. Katalis dibentuk dari komponen- komponen yang menunjang sifat katalis yang diharapkan. Pada dasarnya sifat katalis yang diharapkan adalah sebagai berikut [Leach, 1983 dalam Vino Hasyim, 2010]: 1. Aktifitas Keaktifan katalis didefinisikan sebagai kemampuan dari katalis untuk dapat mengubah bahan baku menjadi produk yang dikehendaki. Keaktifan katalis didapat dari kombinasi bahan kimia dan bahan mineralogi, sehingga dapat diketahui katalis tersebut aktif dalam melakukan proses katalis yang dibuktikan dengan dihasilkannya produk baru yang dikehendaki. 2. Stabilitas Stabil dalam arti mempunyai kemampuan menghadapi racunracun yang mungkindapat merusak kinerja dan penampakan dari katalis itu sendiri. 3. Selektifitas Selektifitas didefinisikan sebagai kemampuan katalis dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan yang dikehendaki. Hal ini karena satu zat yang berperan dalam salah satu proses dapat juga menjadi penghambat pada proses lainnya, sehingga perlu diteliti setiap material yang akan digunakan sebagai katalis. 4. Umur Katalis
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Umur katalis mempunyai pengertian rentang waktu bagi katalis untuk bertahan pada level yang mencukupi sesuai kinerja katalis yang diinginkan. 5. Regenerasi Sifat mudah diregenerasi harus dimiliki oleh katalis sehingga pada saat katalis dioperasikan gangguan yang terjadi dapat diminimumkan. 6. Kekuatan mekanik Kekuatan mekanik merupakan kondisi yang harus dimiliki katalis sehingga bila proses menghendaki tekanan dan temperatur tinggi, katalis itu dapat digunakan. Untuk memenuhi sifat-sifat tersebut maka umumnya katalis- katalis padat dibentuk dari komponen – kompenen berikut ini [Budi Cahyadi, 2000] :
Inti Aktif Katalis Fasa aktif merupakan inti katalis yang bertugas mempercepat dan mengarahkan reaksi. Oleh karena itu, komponen ini harus aktif mengkonversikan reaktan dan selektif dalam pembentukan produk.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Tabel 2.3 Klasifikasi Komponen Aktif Jenis Katalis
Reaksi
Contoh
katalis
yang aktif Logam
Hidrogenasi
Fe,Ni,Pt
hidrogenolisis
Pd,Cu, Ag
dehidrogenasi (oksidasi) Oksida dan (Hidrogenasi sulfida logam selektif) Hidrogenolisis dehidrogenasi desulfurisasi oksidasi Insulator oksida Polimerisasi asam Isomerisasi Perengkahan Dehidrasi Alkilasi
NiO, ZnO, CuO Cr2O3, MoS2
Al2O3, SiO2, MgO, SiO2-Al2O3 Zeolit
Sumber : Katalisis Heterogen, 2010
Penyangga Penyangga berfungsi sebagai tempat penebaran fasa aktif dengan tujuan memperluas permukaan kontak antara fasa aktif dengan reaktan, tanpa mengurangi aktivitas fasa itu sendiri. Selain itu, fungsi lainnya adalah sebagai permukaan yang stabil dimana inti aktif terdispersi sedemikian rupa sehingga sintering dapat dikurangi. Dengan demikian penyangga harus tahan terhadap pertumbuhan kristal dikarenakan panas, yang artinya harus memiliki titik lebur yang tinggi atau minimal lebih tinggi daripada titik lebur senyawa aktif [Nasikin,M dan Susanto, Bambang Heru. 2010].
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Hal penting lainnya yang berkaitan dengan penyangga adalah jumlah inti aktif yang terdispersi pada permukaan katalis. Hal ini, dikarenakan, walaupun inti aktif terpisah satu sama lain pada permukaan penyangga, namun sintering masih tetap mungkin terjadi [Nasikin,M dan Susanto, Bambang Heru. 2010]. Pada kristal yang sangat kecil, sintering terjadi melalui perpindahan inti aktif yang saling mendekat dan kemudian bersatu. Faktor yang mempengaruhinya adalah suhu, konsentrasi inti aktif (loading), interaksi dengan penyangga, dan mobilitas atom. Untuk mendapatkan katalis logam dengan loading yang tinggi ataupun rendah tergantung pada proses preparasinya [Nasikin,M dan Susanto, Bambang Heru. 2010].
Promotor Promotor ditambahkan untuk meningkatkan kinerja katalis dalam jumlah kecil pada saat pembuatan katalis, untuk mneghasilkan aktivitas, selektivitas, dan stabilitas yang diinginkan dari katalis yang dibuat. Dalam katalis, promotor ditujukan untuk membantu penyangga dan inti aktif seperti mengontrol stabilitas katalis [Nasikin,M dan Susanto, Bambang Heru. 2010]. Biasanya penggunaan promotor dilakukan pada penyangga yang berbentuk senyawa oksida. Penyangga oksida terdalam dalam beberapa fasa yang berbeda, yang mungkin tidak diinginkan. Sebagai contoh adalah fasa γ-Al2O3, dimana fasa yang lebih diinginkan adalah γ-Al2O3. Fasa ini memiliki luas permukaan yang besar, keasaman yang tinggi dan membentuk larutan solid dengan oksida logam transisi seperti NiO dan CoO. Penambahan promotor dalam jumlah kecil (1-2%) seperti SiO2 atau ZrO2 pada γ-Al2O3 akan menyebabkan transformasi menjadi α-Al2O3 terjadi
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
pada suhu yang lebih tinggi. Dengan penambahan promotor ini akan menyebabkan katalis kemudian dapat cukup terlindungi dari kerusakan dan perubahan jangka panjang
[Nasikin,M dan
Susanto, Bambang Heru. 2010]. Penambahan promotor ini juga bertujuan untuk mencegah aktivitas yang tidak diinginkan seperti pembentukan deposit karbon. Deposit karbon ini dapat dihilangkan dengan pemanasan yang memungkinkan terjadinya penurunan aktivitas akibat sintering [Nasikin,M dan Susanto, Bambang Heru. 2010]. Pemberian promotor pada inti aktif dapat dilakukan dengan cara perubahan struktur atau secara elektronik. Contohnya katalis pada sintesis ammonia terdiri atas besi dengan dua promotor yaitu alumina dan kalium. Pada proses ini alumina berfungsi mencegah besi mengalami sintering pada saat reduksi dan kalium berfungsi mencegah sisi asam mengalami keracunan. Pemberian promotor dengan cara elektronik dapat dicontohkan pada kalium yang dimodifikasi secara elektronik dengan memberikan electron dari kondisi terionisasi [Nasikin,M dan Susanto, Bambang Heru. 2010]. 2.4.2 Penggolongan Katalis Katalis dapat digolongkan berdasarkan fasa katalis, reaktan, dan produk hasil reaksi, contohnya katalis homogen dan katalis heterogen. Penggolongan katalis berdasarkan fasa katalis adalah : a. Katalis homogen Katalis homogen yaitu katalis yang berfasa sama dengan reaktannya yang pada umumnya berada pada fase cair. Katalis ini memiliki aktivitas dan selektivitas yang tinggi karena setiap molekul
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
katalis bersifat aktif sebagai katalis yang tidak mudah teracuni oleh adanya sedikit kotoran. Katalisis
terjadi
melalui
pembentukan
kompleks
dan
pembentukan kembali antara molekul- molekul dan ligan- ligan katalis. Reaksi katalisis jenis ini terjadi sangat spesifik dan dapat menghasilkan selektivitas yang tinggidan biasanya dapat dilakukan pada kondisi operasi yang tidak terlalu sulit. Walaupun secara operasional reaksi katalisis homogen ini lebeh mudah dan lebih tidak membutukan energi, namun katalis homogeny ini jarang digunakan dalam industry karena diperlukannya peralatan tambahan untuk memurnikan produk dari proses dari katalis homogeny, sehingga seringkali peralatan keseluruhan proses yang diperlukan menjadi cukup kompleks. Keuntungan dari katalis homogen adalah kespesifikannya dan tidak dibutuhkannya suhu dan tekanan yang tinggi dalam reaksi, sementara kelemahan dari katalis ini adalah sulitnya katalis ini untuk dipisahkan dari produknya [Nasikin,M dan Susanto, Bambang Heru. 2010]. b. Katalis Heterogen Katalis heterogen yaitu katalis yang berbeda fasa reaktan dan produk reaksinya.. Katalis heterogen kurang efektif dibandingkan dengan katalis homogeny karena heterogenitas permukaannya, namun system katalisis ini paling luas digunakan dalam bidang industry, hal ini disebabkan system katalis heterogen memiliki beberapa keuntungan, misalnya : a. Selektivitas terhadap prosuk yang diinginkan dapat diperoleh menggunakan sifat selektivitas bentuknya.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
b. Aktivitas instrinsik dari inti aktif dapat dimodifikasi oleh struktur padatnya c. Komposisi permukaan dapat digunakan untuk meminimalisasi atau meningkatkan adsorpsi dari senyawa tertentu d. Katalis mudah dipisahkan dari produk dengan filtrasi dan digunakan kembali tanpa/dengan regenerasi e. Mengurangi limbah (biasanya garam) yang biasa dihasilkan dari netralisasi
katalis
homogen
asam
Bronsted
atau
Lewis
[Nasikin,M dan Susanto, Bambang Heru. 2010]. Persyaratan utama dalam katalisis heterogen adalah bahwa pereaksi fase gas atau larutan diadsorpsi kepermukaan katalis. Tidak semua permukaan atom memiliki tingkat efektifitas yang sama sebagai katalis, bagian yang efektif tersebut disebut sebagai sisi aktif katalis. Pada dasarnya, katalis heterogen mencakup :
Reaktan akan teradsorpsi pada permukaan aktif katalis.
Terjadi interaksi pada sepanjang permukaan katalis atau terjadi pelemahan ikatan dari molekul yang teradsorpsi.
Setelah reaksi terjadi molekul hasil reaksi (produk) dilepas dari permukaan katalis.
Tabel 2.4 Perbandingan karakteristik katalis heterogen dengan homogen. Karakteristik
Katalis Heterogen Pusat reaktif Hanya pada permukaan Bentuk Padat, seringkali logam atau oksida logam Jumlah Banyak Sensitivitas terhadap Tinggi racun
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Katalis Homogen Semua atom logam Kompleks logam
Kecil Rendah
Karakteristik Masalah difusi Spesifik/Selektivitas Stoikiometri Modifikasi Kondisi Reaksi Pemisahan katalis Daur Ulang Rata- rata waktu pakai
Katalis Heterogen Terjadi Variable (rendah) Lebih sulit diketahui Sukar Tinggi Mudah Mudah Variable
Katalis Homogen Tidak terjadi Tinggi Dapat diketahui Mudah Rendah Sulit Sukar Lama
Sumber : Katalisis Heterogen. 2010
Berdasarkan tipe reaksi, katalis digolongkan menjadi : a. Katalis oksidasi- reduksi Katalis oksidasi- reduksi, yaitu katalis yang membentuk “senyawa antara” dengan reaktan melalui proses pemutusan ikatan dua electron reaktan dan penggabungan electron yang tidak berpasangan di dalam katalis. Contoh katalis logam dan oksida. b. Katalis asam- basa Katalis asam- basa yaitu katalis yang senyawa antaranya terjadi akibat terbentuknya ikatan kovalen antara katais dan reaktan. Contohnya adalah silika alumina dan zeolit. katalis ini tidak mempunyai kemampuan memindahkan electron karena itu tidak aktif secara redoks. 2.5 Logam Transisi sebagai Katalis Logam transisi sering digunakan sebagai katalis heterogen. Logam transisi tersebut bersifat asam dan berperan dalam reaksi perpindahan electron. Logam transisi yang digunakan sebagian besar adalah logam golongan VIII B. Sifat- sifat kimia dan fisika unsur golongan transisi sangat ditentukan oleh orbital d. Fungsi logam transisi dalam suatu reaksi katalitik adalah
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
untuk mengatomisasi molekul- molekul diatomic dan kemudian memberikan atom tersebut kepada reaktan lainnya atau intermediet reaksi. Kemampuan
logam transisi dalam mengkatalisis reaksi sangat
berkaitan dengan keadaan elektronik pada orbital s dan p yang tersekat. Akibatnya akan timbul keadaan elektronik berenergi rendah dalam jumlah besar dan orbital kosing uang sangat ideal untuk reaksi katalisis. Situssitus yang memiliki keadaan elektronik degenerate dalam jumlah besar adalah situs- situs paling aktif dalam pemutusan dan pembentukan ikatan. Keadaan elektronik seperti ini mempunyai muatan, konfigurasi, dan spin yang fluktuatif dan hal ini terjadi pada situs- situs logam dengan bilangan koordinasi yang besar [ Hegedus, 1987 dalam Siswodiharjo, 2006]. Salah satu logam transisi golongan VIII B yang biasa digunakan adalah nikel. Nikel mempunyai bilangan oksidasi yang bevariasi, tetapi yang paling umum adalah 2+. Nikel dalam system periodik unsure memiliki nomor atom 28 dan mempunyai electron terluar pada orbital d dengan konfigurasi electron [Ar]3d84s2.
Logam nikel mempunyai orbital 3d yang belum penuh maka, sesuai aturan Hund, terdapat elektron- elektron uang tidak berpasangan pada orbital d. Keadaan ini menentukan sifat- sifat nikel yaitu sifat megnetik, struktur padatnya dan kemampuan logam nikel membentuk senyawa komplek. Fenomena ini menjadikan logam nikel mudah membentuk ikatan kovalen koordinat sehingga pembentukan senyawa antara pada permukaan katalis menjadi lebih mudah.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Berdasarkan sifat- sifat logam nikel, maka sebagai komponen aktif system katalis nikel- penyangga. Nikel sangat efektif dalam menjamin keberhasilan reaksi katalitik. Logam transisi lain yang juga bisa digunakan adalah molibdenum. Molibdenum mempunyai bilangan oksidasi -2, -1, 0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6. Molybdenum merupakan unsure transisi golongan VI dengan memiliki konfigurasu electron [Kr] 4d55s1.
Berdasarkan konfigurasi ini molibdenum dapat diketahui juga memiliki orbital 4d setengah penuh sehingga terdapat elektron- elektron yang tidak berpasangan. Penemparan kompinen aktif logam molibdenum ke dalam sistem pori pengemban biasanya menggunakan garam amoniumnya yaitu (NH4)6Mo7O24.H2O [Lee, 1984 dalam Siswodiharjo, 2006]. 2.6 Preparasi Katalis Preparasi katalis bertujuan untuk mewujudkan katalis yang secara teoritis telah sesuai dengan reaksi yang dikehendaki. Pada beberapa kondisi, aktivitas suatu katalis bergantung pada jenis material yang digunakan. Di sisi lain, aktivitas dari suatu katalis juga ditentukan oleh metode
preparasi
mempengaruhi
yang
karakteristik
digunakan katalis
karena yang
metode
terbentuk
preparasi
seperti
luas
permukaan, dispersi, ukuran pori, loading inti aktif dan lainnya [Nasikin,M dan Susanto, Bambang Heru. 2010].
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Pada penelitian ini, preparasi katalis dilakukan dengan metode impregnasi. 2.6.1 Impregnasi Logam ke dalam Alumina Impregnasi merupakan metode yang paling mudah dan paling umum digunakan untuk menyiapkan katalis. Tujuan dari metode ini adalah untuk memenuhi pori dengan larutan garam logam dengan konsentrasi yang cukup untuk memberikan loading yang tepat. Larutan dibuat dalam jumlah yang cukup untuk mengisi pori dan harus oksida tunggal, hanya saja larutan garam logam tidak mengalami pemanasan. Partikel penyangga dimasukkan dalam larutan garam logam Impregnasi dapat dilangsungkan dengan beberapa cara, antara lain dengan cara pore filling (pengisian pori penyangga dengan fasa aktif dan promotor), adsorpsi logam dengan penyerapan oleh penyangga dalam larutan yang mengandung satu atau lebih logam aktif, atau dengan keduanya. Secara garis besar, pembuatan katalis dilakukan dengan tahapan impregnasi, pengeringan (drying), dan kalsinasi. a. Impregnasi Pada impregnasi dengan cara pore filling, penyangga dipanaskan terlebih dahulu untuk menghilangkan kandungan air pada pori, kemudian larutan garam logam diisikan pada pori tersebut.
Ketika
γ-Al2O3
dikontakkan
dengan
larutan
ammonium heptamolybdate (AHM), larutan masuk ke dalam pori penyangga akibat gaya kapilaritas, dan secara simultan, difusi dan adsorpsi mulai terjadi [Fierro, 1987 dalam Cynthia Dewi, 2007]. Impregnasi dipengaruhi oleh beberapa parameter, diantaranya yaitu :
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
1. Jumlah Logam (Metal Loading) 2. Volum Larutan Impregnasi 3. Periode Impregnasi 4. Urutan Impregnasi
b. Pengeringan (Drying) Setelah
diimpregnasi,
katalis
tersebut
dikeringkan.
Pengeringan dilakukan untuk menguapkan air dan membentuk kristal garam pada permukaan pori. Pembentukan kristal garam dipengaruhi oleh laju pengeringan. Jika laju pengeringan terlalu rendah, maka Kristal garam yang terbentuk berada pada dasar pori atau pada pusat partikel penyangga. Laju pengeringan yang cukup akan menyebabkan ristal garam berada pada dinding pori penyangga. Laju pengeringan yang tinggi akan menyebabkan gradien temperature meningkat dan kristal garam terbawa keluar pori [Kotter dkk, 1979 dalam Chyntia Dewi, 2007].
Proses pengeringan yang dilakukan
setelah impregnasi sangat mempengaruhi distribusi spesi Mooksida pada katalis [Topsoe, 1996 dalam Cynthia Dewi, 2007]. c. Kalsinasi Proses kalsinasi dilakukan setelah tahap pengeringan. Selama proses kalsinasi, kristal garam dikeringkan sampai kondisi optimum dan garam tersebut dikonversi menjadi oksidanya supaya beku. 2.7 Karakterisasi Katalis Katalis yang telah dibuat perlu diuji apakah struktur katalis tersebut sudah sesuai dengan struktur yang diinginkan atau tidak. Struktur katalis didesain berdasarkan kinerja yang diharapkan pada saat
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
penggunaan katalis. Pengujian katalis ini biasa disebut karakterisasi. Bagian yang paling penting dalam karakterisasi katalis adalah pemilihan metode karakterisasi katalis yang tepat. Teknik pemilihan metode katalis sangat bergantung pada keperluan atau kepentingannya secara ilmiah dan teknik, biaya karakterisasi, dan kemudahan akses peralatan Istadi. Secara garis besar, teknik karakterisasi katalis dapat dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan sifat- sifat yang akan diteliti, antara lain [Istadi. 2004] : 1. Sifat- sifat partikel, meliputi : luas permukaan (surface area), porositas atau distribusi ukuran pori (adsorpsi uap pada suhu rendah, Hg porosity, dan incipient wetness), densitas, ukuran partikel, sifatsifat mekanis dan difusifitas. 2. Sifat- sifat permukaan (surface), meliputi: struktur dan morfologi (SEM, TEM, XRD, EXAFS, XPS, IR, Raman, UV-Vis), dispersi (chemisorptions), dan keasaman (TPD). 3. Sifat- sifat bulk, meliputi : komposisi elemental (XRF, AAS), sifatsifat senyawa atau struktur fasa (XRD, Raman, IR, DTA, TPR, TPO, TEM), struktur molekul (IR, Raman, UV_Vis, XAFS, NMR, dan EPR), serta reaktifitas bulk (XRD, UV-Vis, TGA, DTA, TPR, dan TPO).
2.7.1 Karakterisasi Metode Autosorb- BET Autosorb adalah peralatan yang dapat digunakan untuk mencari luas permukaan BET, luas permukaan Langmuir, adsorpd dan desorpso isothermal, ukuran pori, dan distribusi luas permukaan, volume dan luas permukaan micropore menggunakan t-plots, volume total dan radius rata- rata pori. Pengambilan dan pengolahan data pada peralatan Autosorb dilakukan secara komputerisasi.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Luas Permukaan Katalis Metode yang sering digunakan untuk mengukur luas
permukaan katalis adalah metode yang dikembangkan oleh Bruneur-Emmet-Teller (metode BET). Prinsip pengukuran luas permukaan katalis dengan metode BET adalah dengan cara adsorpsi fisika gas, yaitu menentukan jumlah molekul yang dibutuhkan untuk menutupi permukaan katalis dengan monolayer zat yang diserap (adsorbat), dan dengan mengetahui luas permukaan yang ditempati oleh satu molekul adsorbat, mala luas permukaan katalis dapat diketahui [S, Lowell dan Jhon E, Shield. 1984 dalam Hasanudin.1998]. Metode BET dalam mengukur luas permukaan material padatan dengan menggunakan persamaan BET : 1 𝑊(
𝑃𝑜 𝑃
−1)
=
1 𝑊𝑚 .𝐶
+
𝐶−1
𝑃
𝑊𝑚 .𝐶
𝑃𝑜
Dengan W adalah berat gas yang diadsorb pada tekana P/Po dan Wm adalah beratt gas teradsorb yang membentuk monolayer. C adalah konstanta BET, yang berhubungan dengan energy adsorpsi pada lapisan teradsorb pertama, sehingga dapat menunjukkan besarnya interaksi antara adsorbent dan adsorbat [S, Lowell dan Jhon E, Shield. 1984 dalam Hasanudin.1998].
Porositas Terdapat berbagai ukuran pori, seperti botol tinta (yang mengecil pada salah satu bukaannya), pori dengan bentuk pipa yang terbuka di dua muka atau terbuka di satu sisi dan tertutup di sisi lain, pori dengan celah antara dua bidang, bentuk V, pori- pori meruncing dan bentuk-bentuk lainnya [Hasanuddin, 1998].
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Dubinin mengklasifikasikan ukuran pori menjadi 3 kelompok, yaitu : a. Mikropori, memiliki jari- jari yang tidak lebih dari 20 Å dan memiliki luas permukaan yang besarnya dapat mencapai 100 m2/g. b. Mesopori, memiliki jari- jari berkisar antara 20Å- 500 Å. c. Macropori, memiliki jari- jari labih besar dari 500 Å.
Volume Pori Total dan Radius Pori Rata- rata Volume pori total ditentukan dari jumlah uap yang teradsorb pada tekanan relative yang mendekati satu, dengan asumsi bahwa pori-pori tersebut kemudian diisi dengan adsobat cair. Untuk analisis
Distribusi Ukuran Pori Penyebaran volume pori yang mengacu pada ukuran pori disebut distribui ukuran pori. Hal ini secara umum diterima bahwa isotherm desorpsi lebih cocok dari isotherm adsorpsi untuk menghitung distribusi ukuran pori dari adsorben. Cabang desorpsi dari isotherm, untuk volume gas yang sama, menunjukkan tekanan relative yang lebih rendah dihasilkan dari kondisi energi bebas yang lebih rendah. Dengan demikian desorpsi isotherm lebih mendekati keadaan termodinamika yang sebenarnya [Hasanuddin, 1998]. Autosorb memiliki kemampuan menggunakan percabangan dari isotherm untuk perhitungan. Karena nitrogen banyakdigunakan dalam mempelajari adsorpsi gas, maka dapat digunakan sebagai adsorbat untuk distribusi ukuran pori [Hasanuddin, 1998].
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Analisis Mikropori Pada autosorb terdapat empat pendekatan yang berbeda dalam analisis mikropori. Jika tidak ada single treatment tersedia dalam berbagai situasi, maka user bebas untuk analisis yang paling sesuai dengan situasi material yang diberikan. [Hasanuddin, 1998] Autosorb menggunakan metode-t Halsey atau de Boer unutk menentukan volume mikropori didalam keberadaan mesopori. Teknik tersebut melibatkan pengukuran nitrogen yang teradsorb oleh sampel pada berbagai variasi harga tekanan rendah. Plot-t adalah sebuah plot volume gas teradsorb terhadap t, ketebalan statistik dari lapisan teradsorb. Di dalam Autosorb, harga t dihitung sebagai fungsi dari tekanan relatif dengan menggunakan persamaan de Boer berikut ini [Hasanuddin, 1998]:
t (Å) =
1/2
13.99 log
𝑃𝑜 𝑃
+0.034
atau dengan menggunakan persamaan Halsey, berikut ini :
t (Å) = 3.54
1/3
5 𝑃𝑜 ) 𝑃
2.03 log (
Jenis plot-t dapat dilihat pada gambar berikut ini : 2.7.2 Karakterisasi Metode XRD X-Ray diffraction adalah suatu metode karakterisasi yang menggunakan sinar
X dalam pengoperasiannya. Prinsip
dari
karakterisasi dengan sinar X adalah dengan adanya refleksi terhadap bidang kristal tertentu, dan didasari bahwa setiap bahan selalu menghasilkan pola difraksi yang tertentu, baik ketika masih berupa bahan murni ataupun ketika sudah berada dalam suatu campuran.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Keuntungan dari metode karakterisasi
XRD ini
adalah
identtifikasi terhadap suatu bahan akan memberikan hasil analis terhadap kehadiran bahan tertentu sebagaimana yang terdapat dalam sampel, bukan hanya elemen konstituen kimianya saja. Namun demikian, metode ini tidak mampu menampilkan sifat- sifat katalis yang diperlukan untuk katalis- katalis yang bersifat bukan kristal. Metode yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi dan karakterisasi suatu bahan adalah Powder Method, alatnya sendiri telah banyak digunakan dengan nama Powder X-Ray Diffraction. Alasan yang mendasari banyaknya karakterisasi dengan menggunakan metode ini adalah kemudahan dalam melakukannya. Langkah- langkah yang dilakukan untuk karakterisasi dengan powder XRD adalah sebagai berikut : 1. Sampel yang akan diamati disiapkan dalam bentuk serbuk, agar dapat dianalisa dengan menggunakan Powder XRD 2. Serbuk tersebut ditembak dengan sinar X, dimana selama penembakan serbuk kristal mikroskopik akan dikoreksi dengan setiap refleksi yang mungkin. 3. Untuk sinar terefleksi tunggal yang berasal dari sinar X dipantulkan pada bidang dengan sudut 2θ yang akan memberikan lokasi sinar terefleksi untuk semua orientasi kristal yang mungkin, dan direkam pada flat plate. 4. Hasil rekaman akan dikarakterisasi secara komplit Metode XRD akan menghasilkan suatu bentuk kurva yang didapat dari hasil identifikasi terhadap bahan- bahan yang terkandung dalam sampel katalis, sehingga bahan- bahan apa saja yang terdapat dalam sampel akan dapat diketahui, dengan melihat puncak- puncak
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
yang terdapat pada hasil spectrum XRD-nya [Jenkins, R. 1988. Philips Co dalam Hasanuddin. 1998]. Kristalinitas dapat juga ditentukan dengan XRD melalui pembandingan intensitas atau luasan peak sampel dengan intensitas atau luasan peak standar yang ditujukan pada persamaan berikut ini: 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑝𝑒𝑎𝑘 ℎ𝑘𝑙 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
Kristalinitas = 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
𝑝𝑒𝑎𝑘 ℎ𝑘𝑙 𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
x 100%
Lebar peak XRD adalah merupakan fungsi dari ukuran partikel, maka ukuran kristal (crystallite size) dinyatakan dalam persamaan Scherrer berikut : 𝐾𝜆
Ukuran kristalinitas = 𝐵 𝑐𝑜𝑠 Ɵ Dimana K= 1.000, B adalah FWHM sudut puncak yang dipilih, λ adalah panjang gelombang pada 0.154 nm. Teknologi XRD ini juga mempunyai kemampuan untuk mengindentifikasi dan menentukan besarnya bagian fasa dalam padatan, film tipis, dan sampel multi fasa [Nasikin, M dan Susanto, Bambang Heru. 2010]. Karakteristik
yang
paling
penting
dari
katalis
logam
berpenyangga adalah : 1.
Ukuran dan dispersi kristal, yang merupakan fraksi atau jumlah bagian atom logam yang berhubungan dengan jumlah situs aktif.
2.
Distribusi didalam granul penyangga, yang menentukan akses ke situs- situs aktif.
3.
Rasio antar permukaan kristal, yang mempunyai peran penting dalam reaksi sebagai struktur yang sensitif.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
2.7.3 Karakterisasi Metode Scanning Electron Microscopy SEM membaca suatu permukaan sampel dengan suatu alat pembaca electron (5-50 kV). Elektron didevisiasikan atau diemisikan, menghasilkan gambar pada tabung sinar katoda, di- scan secara menyeluruh sengan sinar. Pembesaran 20 – 50,000 kali mungkin dilakukan dengan resolusi sebesar 5 nm. Suatu area dengan kedalaman yang besar dan struktur yang sangat tidak teratur dapat diketahui dengan efek tiga dimensi. SEM merupakan alat yang baik digunakan untuk mempelajari topografi secara keseluruhan. Keterbatasan resolusi membuat teknik terbatas bagi kristal yang lebih besar daripada 5 nm. Diatas level ini, bentuk, ukuran, dan distribusi ukuran mudah untuk dilakukan . Investigasi SEM telah dibuat pada banyak system dan berguna juga untuk studi struktur pori [Nasikin. M dan Susanto.B.Heru, 2010]. 2.7.4 FT-IR FT-IR memberikan informasi karakteristik katalis di permukaan dalam hal struktur oksida logam. Posisi bands atau peak menunjukkan ikatan logam- oksigen yang sebenarnya. Metode karakterisasi ini dapat juga memberikan sifat- sifat suatu situs permukaan terhadap molekul probe tertentu, sehingga interaksi antar molekul dan reaktifitas permukaan dapat dipelajari. Bahkan mekanisme reaksi dapat diperoleh dari metode ini dengan melakukan karakterisasi di tempat (in situ) [Istadi, 2004]. Prinsip kerja FTIR ini adalah : energi inframerah diemisikan dari sumber dan berjalan melalui bagian optik dari spektrometer. Gelombang sinar kemudian berjalan melewati interferometer dimana sinar tersebut dipisahkan dan digabungkan lagi untuk menghasilkan
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
suatu pola interferensi. Setelah itu gelombang sinar ditransmisikan dan diukur oleh detektor. Detektor kemudian menghasilkan suatu interferogram, suatu daerah yang menggambarkan pola interferensi. Analog Digital Converter (ADC) kemudian mengubah pengukuran tersebut menjadi suatu format digital yang dapat digunakan oleh komputer.
Suatu
Fast
Fourier
Transform
(FFT)
mengubah
interferogram menjadi suatu pita spektrum tunggal (single-beam spectrum) [Budi Cahyadi, 2000]. Untuk analisis FT-IR dapat menggunakan teknik film KBr dimana sampel katalis dicampur dengan KBr dengan perbandingan tertentu kemudian dibuat film tipis. Spectrum IR dilakukan dengan mode absorbansi pada 298 K dengan panjang gelombang 4000- 400 cm-1 dengan resolusi 2 cm-1. Tenaga eksitasi dapat divariasikan (25599 mw) tergantung pada sampel [Istadi, 2004]. 2.8 Minyak Jarak Minyak jarak adalah minyak hasil ekstraksi biji tanaman jarak pagar (Jatropha curcas Linn) dengan menggunakan mesin pengepres minyak. Tanaman ini termasuk famili Cuphorbiacce, genus Jatropha, dan spesies Jatropha curcas. Tanaman ini dapat tumbuh dengan cepat hingga mencapai ketinggian 3-5 meter dan tahan terhadap kekeringan. Saat ini, minyak jarak mulai diperhatikan sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar bio. Minyak jarak ini dipilih sebagai bahan baku pembuatan bahan bakar bio karena tidak dapat dimakan sehingga penggunaannya tidak bersaing dengan kebutuhan pangan. Struktur kimia dari minyak jarak pagar terdiri dari trigliserida dengan rantai asam lemak yang lurus (tidak bercabang), dengan atau tanpa rantai karbon tak jenuh, mirip dengan CPO.
Berikut adalah kandungan asam
lemak dalam minyak jarak (Akintayo, E.T. 2004)
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Tabel 2.5 Kandungan asam lemak minyak biji jarak Asam Lemak
Komposisi (%)
Asam Palmitat
19,5 ± 0,8
Asam Stearat
6,8 ± 0,6
Asam Oleat
41,3 ± 1.5
Asam Linoleat
31,4 ± 1,2
Sumber :Akintayo, E.T. 2004. Charateristic and composition of Parkia biglobbossa and Jatropha oils and cake. Bioresource technology, p. 307-310
Trigliserida pada minyak nabati berpotensi menjadi sumber bahan bakar atau hidrokarbon dibawah kondisi proses yang tepat (Bressler et.al, 2006). Hal ini dikarenakan trigliserida mempunyai rantai hidrokarbon panjang seperti yang terkandung dalam minyak bumi. Hidrokarbon inilah yang ingin didapat dari pemrosesan senyawa trigliserida. Pada proses perengkahan, ikatan pada asam lemak inilah yang akan direngkah sehingga menghasilkan biooil. 2.9 BioOil BioOil merupakan bahan bakar bio yang mempunyai potensi untuk menggantikan bahan bakar fossil dan juga berkontribusi dalam mengurangi emisi gas CO2 [Kubicka. D., et.al., 2008]. Terdapat beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendapatkan bahan bakar bio ini. Salah satu cara untuk memproduksi biooil adalah melalui proses termokimia. Aplikasi panas terhadap biomass akan menghasilkan produk pirolisis dengan fraksi gas, liquid, dan juga solid tergantung dari kondisi pirolisisnya. Liquid atau fraksi oil biasanya disebut pyrolytic oil atau bio-oil. [Maher and Bressler, 2006].
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Bahan Bakar Bio Non Ester
Gambar 2.3 Proses Konversi Trigliserida menjadi Bahan Bakar Bio
Pyrolysis oil mengandung campuran kompleks komponen organic dan air. Produk ini memiliki sifat asam, viskositas yang tinggi, korosif, panas yang tidak stabil, oksigenasi yang tinggi sehingga dapat menimbulkan masalah pada kendaraan bila langsung digunakan. Untuk mengatasinya diperlukan proses up-grading pyrolysis oil seperti menghilangkan oksigen pada oil sebelum produk ini digunakan sebagai bahan bakar [Katikaneni et al., 1995c dalam Maher and Bressler, 2006 ; Putun. E., et.al 2005].
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
BAB 3 METODE PENELITIAN Dalam bab ini, akan disajikan prosedur penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan katalis NiMo/γ-Al2O3 melalui metode impregnasi dan kalsinasi. Diagram alir penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Beaker glass
Magnetic stirrer
Pipet tetes
Gelas Ukur
Analytical balance
Hotplate stirrer
Furnace
Oven
XRD
BET
SEM
3.1.2 Bahan
γ-Al2O3
Ammonium Heptamolybdate Tetrahydrate
Ni(NO3)2.6H2O
H3PO4 85%
Aqua Demin
3.2 PROSEDUR PENELITIAN 3.2.1 Pengukuran Volum Pori Pengukuran volum pori penyangga diukur berdasarkan jumlah air yang dapat diserap oleh penyangga. Pengukuran volum pori penyangga dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Merendam γ-Al2O3 dengan aqua demin hingga gelembung- gelembung udara yang ada hilang.
Meniriskan γ-Al2O3 yang telah direndam kemudian mengeringkan permukaan γ-Al2O3
Menimbang berat basah γ-Al2O3 setelah permukaannya dikeringkan
Melakukan pengeringan kembali di dalam oven dengan temperature 120oC hingga didapatkan berat kering yang konstan. Penimbangan dilakukan tiap 1 jam.
Volume pori =
[𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝛾𝐴𝑙 2𝑂3 𝑏𝑎𝑠𝑎 ℎ]−[𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝛾𝐴𝑙 2𝑂3 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 ] 𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑠𝑎𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎𝑚𝑎𝑛
3.2.2 Aktivasi Penyangga
Memanaskan katalis penyangga γ-Al2O3 di dalam oven hingga temperature 120oC selama 2 jam
Mengeluarkan katalis penyangga γ-Al2O3 dari oven dan didinginkan pada suhu ruang
3.2.3 Tahap Impregnasi 1. Membuat larutan impregnan :
Melarutkan 2 g Ammonium Heptamolybdate Tetrahydrate dalam 4,61 ml aquademin dengan bantuan pengadukan (terbentuk larutan 1).
Larutan 1 kemudian ditambahkan 0,86 g H3PO4 sambil diaduk (terbentuk larutan 2).
1,25 g Ni(NO3)2 kemudian ditambahkan kedalam larutan 2 kemudian diaduk.
2. Larutan impregnan yang telah terbentuk kemudian diteteskan pada γ-Al2O3 aktif, sambil diaduk.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
3. Padatan yang diperoleh dikeringkan menggunakan oven pada temperature 120oC selama 16 jam, diperoleh sampel NiMo/γ-Al2O3. 3.2.4 Tahap Kalsinasi Pada tahap ini dilakukan kalsinasi dengan dua suhu yang berbeda, yaitu : 1. Pada padatan sampel NiMo/γ-Al2O3 yang telah dikeringkan, kemudian dikalsinasi pada temperatur 460 oC selama 4 jam. 2. Pada padatan sampel NiMo/γ-Al2O3 yang telah dikeringkan, kemudian dikalsinasi pada temperatur 600 oC selama 5 jam
3.3 Tahap Perengkahan Minyak Jarak 1. Menyusun rangkain reaktor seperti gambar 3.2 dengan katalis dan minyak jarak sudah berada dalam tabung reaktor 2. Mengalirkan gas N2 ke dalam reaktor untuk mengeluarkan gas-gas yang tersisa di rangkaian 3. Memanaskan reaktor hingga suhu yang diinginkan 4. Menampung produk bio-oil yang telah terkondensasi dalam gelas ukur 5. Mengukur waktu hingga reaksi selesai dalam waktu yang telah ditentukan
Gambar 3.2 Skema Reaktor Eksperimen Perengkahan
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
3.4 Tahap Analisis Sampel- sampel katalis yang telah terbentuk diujikan pada tahap analisis ini dengan menggunakan instrument XRD, SEM dan BET kemudian dilakukan uji aktivasi pada katalis sintesis ini melalui reaksi pirolisis minyak jarak. 3.4.1 Penentuan Densitas Pengukuran densitas dilakukan untuk menganalisis perubahan densitas yang terjadi pada produk hasil pirolisis dengan menggunakan katalis NiMo/γAl2O3 sintesis, produk hasil pirolisi tanpa katalis dan juga membandingkannya dengan minyak jarak. Prosedur pengukuran densitas adalah sebagai berikut : 1. Melakukan kalibrasi volume piknometer dengan cara :
Menimbang piknometer kosong dan mencatat beratnya
Memasukkan air kedalam piknometer sampai batas sampel
Menutup piknometer dan pastikan tidak ada gelembung udara
Menimbang dan mencatat piknomoter yang telah berisi air
Menghitung volume piknometer dengan cara :
Vpiknometer =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 +𝑎𝑖𝑟 − (𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 𝑘𝑜𝑠𝑜𝑛𝑔 ) 𝜌 𝑎𝑖𝑟 𝑝𝑎𝑑𝑎 27 𝑐
2. Membersihkan piknometer dan pastikan piknometer kering 3. Memasukkan sampel ke dalam piknomter sampai batas sampel 4. Menutup piknometer dan pastikan tidak ada gelembung udara 5. Menimbang dan mencatat berat piknomoter yang telah berisi sampel. 3.4.2 Penentuan Viskositas (ASTM D 445) Penentuuan viskositas dilakukan dengan menggunakan viscometer Ostwald 500 dan mencatat waktu yang diperlukan suatu fluida untuk mencapai batasan tertentu. Prosedur yang dilakukan dalam penentuan viskositas adalah sebagai berikut : 1. Memasukkan sampel hingga tiga perempat bagian reservoir besar terisi
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
2. Menghisap sampel kedalam reservoir kecil hingga melewati tanda batas atas. 3. Mengukur waktu yang dibutuhkan oleh sampel untu mengalit dalam reservoir kecil dari batas atas hingga batas bawah, dengan cara melonggarkan penghisap karet secara pelan- pelan agar permukaan sampel turun. Pengukuran waktu dimulai ketika permukaan sampel mulai menyentuh batas atas dan dihentikan ketika permukaan sampel menyentuh batas bawah 3.5 Pengolahan Data 1. Hasil uji XRD dapat menentukan ukuran kristalinitas dari sampel yang diujikan. Ukuran kristalinitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini : 𝐾𝜆
D = 𝐵 cos Ɵ Dimana :
D = ukuran kristalinitas, K = 1.5, λ = panjang gelombang sinar-X yang digunakan, Ɵ= sudut Bragg B = FWHM satu puncak yang dipilih.
2. Sampel katalis dikarakterisasi dengan menggunakan BET untuk mengetahui luas permukaan, ukuran pori dan volume pori. 3. Sampel katalis dikarakterisasi dengan menggunakan SEM 4. Uji aktivitas katalis dengan uji Densitas, Viskositas, FTIR, dan GC-MS 4.1 Penentuan Densitas Densitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
ρ
Dengan :
= densitas (g/cm3)
m1
= massa piknometer + sampel
m2
= massa piknometer kosong
V pikno
= volume piknometer
4.2 Penentuan Viskositas Viskositas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Dengan : ρ1 = densitas senyawa referensi ρ2 = densitas sampel µ1 = viskositas senyawa referensi µ2 = viskositas sampel t1 = waktu senyawa referensi melewati viscometer t2 = waktu sampel melewati viscometer 4.3 Analisis FTIR Analisis FTIR dilakukan untuk mengetahui jenis ikatan kimia yang terdapat pada produk pirolisis. Hasil yang diperoleh dari analisis FTRI ini adalah berupa grafik yang terdiri dari berbagai macam peak dengan
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
panjang gelombang dan nilai absorbansi yang berbeda. Nilai absorbansi ini menunjukkan jenis ikatan kimia yang terdapat pada produk pirolisis. 4.4 Analisis GC-FID Hasil yang diperoleh dari analisis GC-FID adalah berupa puncak yang dapat diidentifikasikan secara kuantitatif dan kualitatif untuk menentukan senyawa apa saja yang terkandung dalam sampel tersebut.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Katalis Pembuatan katalis ini dilakukan dengan metode impregnasi karena merupakan metode yang paling mudah dan paling umum digunakan dalam pembuatan katalis. 4.1.1 Aktivasi Penyangga γ-Al2O3 Penyangga alumina yang digunakan pada penelitian ini merupakan penyangga komersial. Sebelum penyangga ini diimpregnasi, terlebih dahulu dilakukan aktivasi penyangga dengan cara dilakukan pengeringan di dalam furnace pada suhu 120 oC selama 2 jam. Pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan air yang terperangkap dalam pori-pori penyangga sehingga proses difusi larutan impregnan dapat berlangsung dengan efektif. 4.1.2 Pembuatan Larutan Impregnan Pada penelitian ini dilakukan pembuatan larutan impregnan dengan basis ammonium heptamolybdate sebagai sumber molybdenum. Larutan impregnan yang dibuat harus stabil agar fasa aktif dapat masuk ke dalam katalis penyangga dengan baik. Kestabilan larutan impregnan ini dapat diketahui dengan tidak terjadi endapan molybdenum pada larutan impregnan tersebut. Molybdenum memiliki kelarutan yang cukup rendah, sehingga diperlukan perlakuan khusus untuk menjaga agar larutan yang mengandung molybdenum tidak mengendap selama waktu tertentu. Begitu juga dengan ammonium heptamolybdate tetrahidrate yang memiliki kelarutan yang rendah dan relatif tidak stabil sehingga dibutuhkan suatu zat tambahan yang dapat meningkatkan kelarutan ammonium heptamolybdate tetrahydrate dalam air.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Untuk meningkatkan kelarutan ammonium heptamolybdate tetrahydrate dalam air, pada penelitian ini ditambahkan aditif . penambahan aditif ini sangat mempengaruhi beberapa hal seperti sifat permukaan penyangga dan kestabilan penyangga. Pada penelitian ini ditambahkan asam fosfat sebagai aditifnya. Semakin tinggi jumlah asam fosfat dalam larutan impregnasi, maka kekuatan fisik katalis akan semakin tinggi, namun molekul- molekul asam fosfat ini akan menutupi molekul promotor sehingga dapat menurunkan aktivitas katalis. Berdasarkan literatur, diketahui jumlah fosfat yang ditambahkan pada katalis maksimum adalah sebanyak 0,5%-wt [Sun, 2003] sehingga pada penelitian ini digunakan asam fosfat sebesar 0,86 g. Pada penelitian ini digunakan volum larutan impregnan sebesar 1,3 kali volum pori penyangga. Hal ini dilakukan berdasarkan literatur yang menyebutkan bahwa dengan volum larutan impregnan sebesar 1,3 kali volum pori penyangga maka penyangga akan terbasahi secara merata, begitu pula dengan warna katalis yang dihasilkan. Bila digunakan volum larutan impregnan sebesar 1,5 kali maka warna katalis yang dihasilkan kurang merata, sementara bila dilakukan volum larutan impregnan sebesar 1,1 kali volum pori penyangga, terdapat beberapa bagian penyangga yang belum terbasahi. 4.1.3 Impregnasi dan Kalsinasi Setelah dihasilkan larutan impregnan maka ditambahkan 4,22 g γ-Al2O3 aktif yang kemudian diaduk dan dipanaskan pada temperatur 80o C hingga kering kemudian dilakukan proses kalsinasi pada suhu 480o C selama 4 jam dan 600o C selama 5 jam. Sebelumnya dipanaskan terlebih dahulu pada temperatur 120o C selama 16 jam. Gambar 4.1 dan 4.2 menunjukkan katalis NiMo/γ-Al2O3 sintesis yang dihasilkan.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Gambar 4.1 Katalis NiMo/γ-Al2O3 pada suhu kalsinasi 480 oC
Gambar 4.2 Katalis NiMo/γ-Al2O3 pada suhu kalsinasi 600 oC
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
4.2 Karakterisasi Katalis NiMo/γ-Al2O3 4.2.1 Karakterisasi Katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan XRD Struktur kristal katalis diuji dengan menggunakan X-Ray Diffraction (XRD). Penggunaan sinar –X untuk analisis struktur padatan didasarkan atas fakta bahwa gelombang dapat mengalami fenomena difraksi pada saat berinteraksi dengan sistem (pusat difraksi) yang memiliki jarak celah (kisi) sesuai dengan panjang gelombang sinar pendifraksi. Sinar-X monokromatik direfleksikan sesuai dengan panjang gelombang sinar pendifraksi. Sinar- X monokromatik direfleksikan oleh sampel dengan garis difraksi yang dihasilkan dari dimensi bidang kristal yang berulang. Tiap- tiap kristal memberikan pola khusus, sehingga posisi puncak dalam difraktigam merupakan petunjuk akan kehadiran senyawa tertentu. Berikut ini adalah difraktogram dari katalis NiMo/γ-Al2O3 sintesis.
Gambar 4.3 Difraktogram katalis γ-Al2O3 Sumber : Lemigas. 2004
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Gambar 4.4 Difraktogram Molybdenum Sumber : Lemigas. 2011
Mo
Al2O3
Al2O3
Ni
Gambar 4.5 Difraktogram katalis NiMo/γ-Al2O3 pada suhu kalsinasi 480 oC
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Mo
Al2O3
Al2O3 Ni
Gambar 4.6 Difraktogram katalis NiMo/γ-Al2O3 pada suhu kalsinasi 600 oC Gambar 4.3 menunjukkan difraktogram yang dihasilkan oleh penyangga alumina komersial. Gambar tersebut menunjukkan beberapa puncak γ-Al2O3 pada 2Ɵ= 37o, 46o, dan 67o. Berdasarkan difraktogram yang ditunjukkan pada gambar 4.2 pada 2Ɵ = 37o, 46o, dan 67o terlihat peak- peak rapat yang menunjukkan katalis γ-Al2O3 yang mengalami impregnasi dengan NiMo pada suhu kalsinasi 480 o C ini membentuk amorf.. Sementara, untuk molybdenum pada gambar 4.4 beberapa peak ditunjukkan pada posisi
2Ɵ= 23,3o; 25,7o, dan 27,3o dengan
pemisahan puncak- puncak yang jelas dan intensitas ketajaman puncak yang tinggi. Peak-peak ini sesuai dengan literatur yang ditunjukkan pada gambar 4.4. Nikel ditunjukkan pada peak di sekitar 46
o
dan 52 o. Dari difraktogram yang
ditunjukkan pada gambar 4.3 dan 4.4 terdapat perbedaan intensitas. Intensitas katalis dengan suhu kalsinasi 600o C lebih tinggi dari pada katalis dengan suhu kalsinasi 480o C. Berdasarkan literatur, intensitas relatif merupakan parameter yang menunjukkan jumlah atau banyaknya bidang kristal yang terukur. Jadi pada
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 600o C memiliki jumah kristal yang lebih banyak dari katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 480o C. Ukuran butir kristal dihitung dengan menggunakan persamaan Scherrer, analisis lebar setengah puncak (FWHM) yang digunakan untuk menghitung ukuran kristal dilakukan dengan bantuan software. Tabel.4.1 Ukuran butir kristal yang terbentuk pada NiMo/γ-Al2O3 Temperature (o C)
Ukuran Butir kristal NiMo/γ-Al2O3
480
252,006 nm
600
84,155 nm
Dari tabel 4.1 diketahui bahwa ukuran butir kristal menurun dengan bertambahnya temperatur. Menurut teori semakin besar temperatur maka ukuran butir nya akan meningkat. Hal ini diperkuat dengan pola difraksi sinar-X dimana ketika temperature dinaikkan, puncak difraksi yang muncul semakin tinggi dan tajam. Semakin tinggi temperaturnya maka lebar setengah puncak (FWHM) semakin kecil. Karena ukuran kristal berbanding terbalik dengan nilai FWHM, maka semakin kecil FWHM-nya ukuran kristal yang terbentuk semakin besar. Ukuran butir kristal yang meningkat dengan peningkatan temperatur disebabkan oleh semakin besar energi termal yang diterima oleh paduan katalis. Namun, pada penelitian ini terjadi penurunan ukuran butir kristal dengan meningkatnya temperatur, kemungkinan terjadi transformasi dari fasa kristal yang satu ke fasa kristal yang lain. 4.2.2 Karakterisasi Katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan BET Metode BET adalah suatu prosedur yang digunakan untuk menentukan luas permukaan suatu zat (padatan). Pada penelitian ini digunakan adsorpsi gas N2 untuk menentukan ukuran pori, volume pori, dan luas permukaan NiMo/γ-Al2O3 sintesis. Perbandingan hasil karakterisasi BET ditunjukkan pada tabel 4.2.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Tabel 4.2 Hasil Karakterisasi dengan BET Katalis
Al2O3 komersial* NiMo/Al2O3 dengan
Luas Permukaan
Volume Pori
Ukuran Pori
(m2/g)
(cc/g)
(nm)
255
-
-
82,11
0,002413
10,67
110,84
0,0003041
10,97
suhu
kalsinasi 480 oC NiMo/Al2O3 dengan
suhu
kalsinasi 600 oC Keterangan : * = diambil dari literatur Dari tabel 4.2 dapat dikatakan bahwa ukuran pori NiMo/γ-Al2O3 termasuk ukuran mesopori yaitu ukuran pori yang berkisar antara 2 nm – 50 nm. Bila dibandingkan dengan katalis γ-Al2O3 komersial maka katalis NiMo/γ-Al2O3 sintesis mempunyai luas permukaan katalis yang jauh lebih kecil. Pada katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 480 oC terjadi penurunan 67,8% sementara pada katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 600 oC terjadi penurunan sebesar 56,53%. Hal ini dikarenakan terbentuknya oksida- oksida Mo, Ni, dan P selama proses kalsinasi. Oksida- oksida ini menempati ruang kosong pada permukaan Al2O3 sehingga luas permukaan katalis NiMo/γ-Al2O3 akan lebih kecil. Dari hasil karakterisasi BET ini diketahui bahwa dengan semakin besarnya suhu kalsinasi maka luas permukaan dan ukuran pori akan semakin besar, volume pori akan semakin kecil.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
4.2.3 Karakterisasi Katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan SEM
a
b
Gambar 4.7 SEM Katalis NiMo/γ-Al2O3 Sintesis dengan Suhu Kalsinasi (a) 480 oC (b) 600 oC Berdasarkan foto SEM diatas diketahui bahwa agregat NiMo/γ-Al2O3 sintesis dengan suhu kalsinasi 480 oC adalah sebesar 1 µm dan 0,47 µm untuk agregat katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 600
o
C. Berdasarkan literatur,
diketahui semakin kecil ukuran partikel maka akan semakin besar aktivitasnya, namun pada penelitian ini tidak didapatkan data ukuran partikel katalis sintesis melainkan ukuran agregat yang dimungkinkan karena perbesaran SEM yang dilakukan tidak cukup besar. 4.3 Uji Aktivitas Katalis NiMo/γ-Al2O3 Untuk menguji aktivitas katalis NiMo/γ-Al2O3 sintesis ini, katalis diujikan pada reaksi pirolisis minyak jarak. Hasil dari pirolisis ini diujikan dengan menggunakan FTIR dan GC. Selain itu, juga dilakukan uji viskositas dan juga uji densitas terhadap biooil produk pirolisis dengan menggunakan katalis NiMo/γAl2O3. Biooil yang terbentuk dengan menggunakan katalis sintesis ini berwarna hitam.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Gambar 4.8 Biooil dengan Katalis NiMo/γ-Al2O3 4.3.1 Uji Viskositas dan Densitas Pada penelitian ini dilakukan pengujian densitas dan viskositas terhadap biooil yang terbentuk. Data pengujian densitas dan viskositas biooil dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.3 Perbandingan uji fisik antara minyak jarak, solar komersial, dan biooil. Densitas (g/cm3)
Viskositas (cP)
Minyak jarak 0,911* Solar komersial 0,822* Biooil tanpa katalis 0,8990 Biooil dengan 10% katalis 0,8821 NiMo/γ-Al2O3 dengan o suhu kalsinasi 480 C Biooil dengan 10% katalis 0,8869 NiMo/γ-Al2O3 dengan o suhu kalsinasi 600 C Keterangan : * = berdasarkan literatur
40,5* 3,5* 14,0615 9,812
9,933
Dari tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa densitas dan viskositas biooil dengan menggunakan katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 480 oC lebih
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
kecil dibandingkan dengan densitas dan viskositas dengan katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 600 oC sehingga untuk uji FTIR dan GC digunakan produk ini. Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa semakin ringan densitas minyak yang dihasilkan, maka viskositasnya akan semakin tinggi. Viskositas ini dipengaruhi oleh suhu, semakin tinggi suhu maka viskositas sampel akan semakin kecil. Selain itu juga dapat diketahui dari tabel 4.3 bahwa telah terjadi penurunan viskositas dan densitas biooil dibandingkan dengan minyak jarak. Hal ini membuktikan telah terjadi perengkahan, dimana molekul hidrokarbon dengan rantai yang lebih panjang terengkah menjadi molekul hidrokarbon dengan rantai yang lebih pendek. Selain itu, dengan menggunakan katalis densitas dan viskositas biooil dapat diturunkan lebih jauh lagi dibandingkan bila dilakukan pirolisis tanpa menggunakan katalis. Dari tabel 4.3 juga diketahui bahwa densitas dan viskositas biooil pada penelitian ini masih jauh dari fraksi solar, hal ini dimungkinkan pada produk biooil masih banyak terdapat kandungan hidrokarbon dengan ikatan jenuh. Hal ini dapat disimpulkan bahwa katalis yang disintesis memiliki aktivitas yang rendah sehingga belum dapat merengkah ikatan hidrokarbon secara maksimal. 4.3.2 Analisa FTIR Untuk memastikan telah terjadi perengkahan minyak jarak maka dilakukan analisa kualitatif menggunakan FTIR, melalui metode ini dapat diperhatikan gugus-gugus apa saja yang terdapat pada sample biooil ini.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Gambar 4.9 Spektrum FTIR Minyak Jarak
-C=O
=C-H
C=O -CH
Gambar 4.10 Spektrum FTIR Bio Oil dengan katalis NiMo/γ-Al2O3.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Gambar 4.11 Spektrum FTIR Solar Komersial Perbandingan spektrum FTIR sebelum dan setelah terjadi reaksi, menunjukkan terjadinya reaksi perengkahan. Hal ini dapat dilihat dari perubahan intensitas persen transmisi di hampir semua ikatan antar atom. Selain terjadi perubahan persen transmittan, terdapat juga jenis ikatan yang muncul setelah dilakukan reaksi perengkahan. Berikut ini tabel spektrum FTIR sebelum dan setelah reaksi perengkahan, yaitu : Tabel 4.4 Spektrum FTIR ikatan antar atom dalam Minyak Jarak, solar komersial dan Biooil. Ikatan
Gugus Fungsi
Bilangan
% Transmittan
Gelombang Minyak -1
(cm )
Jarak
Solar
Produk BioOil
Komersial berkatalis NiMo/Al2O3
C-H
Alkana
=C-H -C=O C=O C=C
Alkena Ester Keton Aromatik
2850-2960, 1350-1470 3000-3100 1740-1750 1700-1720 1600-1700
1,2
2,2
10
2,2 -
95
63,5 61,4 22,5 -
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Dari tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa dengan menggunakan katalis NiMo/γ-Al2O3 beberapa gugus fungsi mengalami kenaikan nilai % transmittan yaitu gugus alkana dan ester serta terdapat gugus fungsi yang muncul setelah dilakukan perengkahan yaitu gugus alkena dan keton. Namun, pada produk biooil berkatalis NiMo/γ-Al2O3 masih mengandung gugus ester yang cukup tinggi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena aktivitas katalis NiMo/γ-Al2O3 yang rendah akibat kristalinitas katalis yang rendah. Berdasarkan difraktogram XRD dapat dilihat bahwa kristalinitas katalis sintesis ini sebagian besar amorf. 4.3.3 Analisa GC-FID Untuk memastikan bahwa telah terjadi perubahan struktur dalam molekul hidrokarbon minyak jarak, dilakukan analisa kuantitatif dengan menggunakan GC. Pada penelitian ini didapatkan data sebagai berikut : Tabel 4.5 Komposisi BioOil Komponen
Produk BioOil (%)
Jenis Fraksi
C1-C5
0,21
Gas
C5-C11
6,58
Gasoline
C11-C12
4,02
Kerosine
C12-C18
26.23
Solar
C18-C25
68,06
Lubricant
C21-C27
52,64
Fuel Oil
Hasil GC-FID menunjukkan bahwa perengkahan cenderung selektif menuju rantai karbon C18-C25, yaitu fraksi lubricant dengan presentasi yang paling tinggi, yaitu sebanyak 68,06%.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
BAB 5 KESIMPULAN Dari penelitian tentang preparasi serta uji reaksi perengkahan dengan minyak jarak diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Preparasi katalis NiMo/γ-Al2O3 diperoleh ukuran agregat sebesar 1 µm untuk katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 480 oC dan 0.47 µm dengan suhu kalsinasi 600 oC berdasarkan foto SEM 2. Dari data XRD diketahui ukuran kristal katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 480 oC adalah 252.006 nm dan 82.11 nm untuk katalis dengan suhu kalsinasi 600 oC 3. Terjadi penurunan luas permukaan sebesar 67.8% untuk katalis NiMo/γ-Al2O3 dengan suhu kalsinasi 480 oC dan 56.53% untuk katalis dengan suhu kalsinasi 600 oC yang dikarenakan terbentuknya oksida- oksida Mo,Ni, dan P selama proses kalsinasi berlangsung. 4. Viskositas dan densitas produk pirolisis yang terbentuk adalah 0,8821 g/mL dan 9,812 cP. 5. Berdasarkan uji aktivitas, katalis NiMo/γ-Al2O3 belum merengkah secara maksimal pada reaksi pirolisis minyak jarak,
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA
Al-Khowaiter, S.H., et al. (1996). Studies on Nickel-Alumina Hydrogenation Catalyst Impregnation with Erophium Oxide: I-Surface Area and Pore Structure. Journal King saud University Vol. 8 (63-78). Al-Mesfer, M.K., Al-Zahrani, S.M., and Abasaeed, A.E. Oxidehydrogenation of Propane Over Ni-Mo supported Metal Oxides Catalysts. Chemical Engineering Department. Carithers, Val G. (1972). Alumina Catalyst Support. US Patent Colgan, Joseph Dennis.,
Ostroff, Norman. (1968). Preparation of An Alumina
Catalyst Support. US Patent De Araujo, Lucia Regina Raddi., et al. (2006). H3PO4/Al2O3 Catalyst: Characterization and Catalytic Evaluation Oleic Acid Conversion to Biofuels and Biolubricant. Material Research Vol.9, No.2 (181-184). Dewi, Cynthia. (2007). Sintesis Katalis Ni/Mosebagai Katalis Hydrotreating. Skripsi. Bandung: Institut Teknologi Bandung. Dobre, Tanase., et. al. (2010). Catalytic Effects at Pyrolysis of Wheat Grains Impregnated With Nickel Salts. International Journal of Chemical Reactor Engineering Vol.8. Fanani, Zainal.(2010). Hidrocracking Tir Batubara Menggunakan Katalis Ni-MoS/ZAA untuk Menghasilkan Fraksi Bensin dan Fraksi Kerosin. Jurnal Penelitian Sains Juni 2010 (C) 10:06-08. Fetchin, John A. (1983). Preparation of CoMo and NiMo Catalyst Using Cobalt or Nickel Complexes that are Stable in Basic Solution. US Patent. Hasanudin. (1998). Preparasi Katalis CuO/ZnO/SiO2 dan Interpretasinya terhadap Hasil Karakterisasi dengan Menggunakan Metode AAS, FTIR, XRD, dan AUTOSORB-BET. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Hasibuan, Hasrul Abdi. (2009). Perolehan Kembali Nikel dari Katalis Nikel Terpakai (Spent Catalyst) Pasca Proses Hidrogenasi minyak Sawit dengan Proses Pelindian (Leaching) Asam Sulfat. Tesis. Medan: Universitas Sumatera Utara Hasbiyati, Haning, dan Triwikantoro.(2000). Analisis Fasa Kristal Bahan Gelas metalik Berbasis Zirkonium antara Temperatur 410 oC – 430 oC. Seminar Nasional Pascasarjana IX-ITB Hasyim, Vino. (2010). Peningkatan Bilangan Oktana pada Gasoline Menggunakan Praseoditium (III)-Etilen Diamin Tetra Asetat/Zeolit Klinoptilolit Aktif. Skripsi. Depok: Universitas Indonesia. Ikura, Michio.(2007). Production of Biodiesel from Triglycerides Via A Thermal Route. US Patent. Jun Chen, Li., Lan, Xiang., Feng, Xu., et al.(2006). Effect of Hydrothermal treatment On The Acidity distribution of γ-Al2O3. Elsevier. Kalnes, Tom., Marker, Terry. (2007). Green Diesel: A Second Generation Biofuel. International Journal of Chemical Reactor Engineering Vol 5. Kitamura, Kazuo. (1971). Studies of The Pyrolysis of Triglicerides. Bulletin of the Chemical Society of Japan Vol. 44 (1606-1609). Kiurski, J. et. al. (1998) Structural and textural Changes of Hydrodesulfurization Catalyst In Condition of Accelerating Aging. The Scientific Journal Facta Universitatis Series: Physics, Chemistry anf technology Vol.1 (135-142). Kubicka, David. (2009). Transformation of Vegetable Oils into Hydrocarbons over Mesoporus-Alumina-Supported CoMo Catalyst. Spingerlink Nasikin, M dan Susanto, Bambang Heru.(2010). Katalisis Heterogen. Depok : UI Press Nicolaides. C.P. (1999). A Novel family of Solid Acid Catalysts: substantially Amorphous or Partially Crystalline Zeolitic Materials. Applied catalysis A: general 185 (211-217). Priecel, Peter. et. al. (2010). The Role of Alumina Support in The Deoxygenation of Rapeseed Oil Over NiMo-Alumina Catalyst. Elsevier.
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Reddy, Mahipal B., Reddy, Padmanabha E., and Srinivas. S.T. (1992). Dispersion and Activity of Molybdena-Alumina Catalysts Prepared By Impregnation and Solid/Solid Wetting Methods. Journal of Catalysis 136 (50-58). Rodiansono., et. al. (2007). Pembuatan, karakterisasi dan Uji Aktivitas Katalis NiMo/Z dan NiMo/Z-Nb2O5 pada Reaksi Hidrorengkah fraksi sampah Plastik menjadi Fraksi Bensin. Berkala MIPA, 17 (2). Santen, et. al. (2000). Catalysis : An Integrated Approach. Elsevier Siswodiharjo.
(2006).
Reaksi
Hidrorengkah
Katalis
Ni/Zeoilit,
Mo/Zeolit,
NiMo/Zeoilit terhadap Parafin. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Trisunaryanti, Wega., Triwahyuni, Endang., dan Sudiono, Sri. (2005). Preparasi, Modifikasi dan Karakterisasi Katalis Ni-Mo/Zeolir Alam dan Mo-Ni/Zeolit Alam. Teknoin Vol.10 (269-282). Widiyarti, Galuh., Rahayu, Wuryaningsih Sri. (2009). Preparasi dan Uji Aktivitas Katalis Ni/Kielsguhr pada Hidrogenasi Minyak Jarak. Jurnal Sains Materi Indonesia Vol 3 (250-254). www.chemicool.com www.id.wikipedia.org www.imoa.info
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
LAMPIRAN A CONTOH PERHITUNGAN VOLUM PORI PENYANGGA
Massa penyangga (Al2O3) basah
(a)
= 1,88 g
Massa penyangga (Al2O3) kering
(b)
= 1,02 g
Massa Air yang terserap dalam pori penyangga (Al2O3)
= 1,88 g – 1,02 g = 0,86 g
Densitas air, 22oC Volum air
=
=
= 0,997 g/mL
𝑚𝑎𝑠𝑠 𝑎 𝑎𝑖𝑟 𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 0,86𝑔 0,997 𝑔/𝑚𝐿
= 0,862 mL Dengan mengasumsikan seluruh pori penyangga (Al2O3) terisi oleh air, maka volum air sama dengan volum pori penyangga, Volum pori spesifik
=
=
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑜𝑟𝑖 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 0,86 𝑚𝐿 1,02 𝑔
= 0,84 mL/g
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
LAMPIRAN B CONTOH PERHITUNGAN PEMBUATAN KATALIS NiMo 1. Pembuatan Larutan Impregnasi Misal : H3PO4/NiO
= 2,61 mol/mol
H3PO4/MoO3 = 0,758 mol/mol [MoO3]
= 0,35
Basis perhitungan : AHM = 2 g Mol AHM =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐴𝐻𝑀 𝐵𝑀 𝐴𝐻𝑀
=
2𝑔 1235,86 𝑔/𝑚𝑜𝑙
= 0,0016 mol
1 mol AHM mengandung 7 mol MoO3, sehingga : Mol MoO3
= 7 x mol AHM = 7 x 0,0016 mol = 0,0112 mol
Jumlah asam fosfat yang dibutuhkan : Mol H3PO4
= (H3PO4/MoO3) x mol MoO3 = 0,758 x 0,0112 mol = 0,0085 mol
Karena asam fosfat yang digunakan berupa larutan asam fosfat 85%, maka jumlah mol larutan asam fosfat yang dibutuhkan adalah sebagai berikut : Mol H3PO4 85%
=
100 85
x 0,0085 mol
= 0,01 mol
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Massa asam fosfat
= 0,01 mol x 86 g/mol = 0,86 g
Jumlah mol nikel nitrat yang dibutuhkan dalam pembuatan larutan impregnasi ini adalah sebagai berikut : Mol NiO =
𝑚𝑜𝑙 𝐻3𝑃𝑂4 2,61
=
0,0085 2,61
= 0,0043 mol Mol Ni(NO3)2 = mol NiO = 0,0043 mol BM Ni(NO3)2,6H2O = 290,81 g/mol Massa Ni(NO3)2
= mol Ni(NO3)2 x BM Ni(NO3)2 = 0,0043 mol x 290,81 g/mol = 1,25 g
Volume air yang dibutuhkan : [MoO3] = 0,35 BM MoO3 = 143,94 g/mol Massa MoO3
= 0,0112 mol x 143,94 g/mol = 1,612 g
Volume air
= 1,612 g/ 0,35 g/mL = 4,61 mL
2. Perhitungan Jumlah Penyangga Volum pori penyangga = 0,84 g/mL
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Volum larutan total
= 4,61 mL
Volum larutan
= 1,3 x volum pori penyangga
Massa penyangga
=
4,61 𝑚𝐿 1,3 𝑥 0,84 𝑔/𝑚𝐿
= 4,22 g
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
LAMPIRAN C PERHITUNGAN UKURAN KRISTALINITAS
1. Ukuran kristal katalis NiMo/Al2O3 sintesis dengan suhu kalsinasi 480 oC Ukuran kristal dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
D=
𝐾𝜆 𝐵 cos Ɵ
Dari data XRD, diketahui : K
= 1,5
λ
= 0,15406 nm
B
= =
𝐹𝑊𝐻𝑀 2 0,1082 2
𝜋
x 180 rad 𝜋
x 180 rad
= 0,0009437 Ɵ
= 13,6592o
Maka, D =
D=
1,5 𝑥 0,15406 𝑛𝑚 0,0009437 cos 13,6592 0,23109 𝑛𝑚 0,000917
D = 252,0065 nm 2. Ukuran kristal katalis NiMo/Al2O3 sintesis dengan suhu kalsinasi 600 oC
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
K
= 1,5
λ
= 0,15406 nm
B
= =
𝐹𝑊𝐻𝑀 2 0,3247 2
𝜋
x 180 rad 𝜋
x 180 rad
= 0,00283 Ɵ
= 14,1497o
Maka, D =
1,5 𝑥 0,15406 𝑛𝑚 0,00283 cos 13,6592
= 84,2164 nm
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
LAMPIRAN D CONTOH PERHITUNGAN NILAI DENSITAS Nilai densitas dapat dihitung melalui persamaan berikut ini :
Dimana : ρ
= densitas (g/cm3)
m1
= massa piknometer + sampel
m0
= massa piknometer kosong
V pikno = volume piknometer Contoh perhitungan : Densitas jatropha curcas oil =
24,6334−15,4205 g 10 mL g
= 0,92129 mL Sampel
m1 (g)
Produk pirolisis dengan 24,2454 menggunakan 10% katalis NiMo/Al2O3 dengan suhu kalsinasi 480 oC Produk pirolisis dengan 24,2904 10% katalis NiMo/Al2O3 dengan suhu kalsinasi 600 o C
m0 (g)
Vpikno (mL) 15,4235 10
Densitas (g/mL) 0,88219
15,4213 10
0,88691
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
LAMPIRAN E CONTOH PERHITUNGAN NILAI VISKOSITAS Nilai viskositas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini :
1 1t1 2 2t 2 Dimana : µ1
2 1 Atau
2t 2 1t1
= viskositas senyawa referensi = 0,000891 kg/m,s
µ2
= viskositas sampel
ρ1
= densitas senyawa referensi (air) = 997,13 kg/m3
ρ2
= densitas sampel
t1
= waktu referensi = 3,71 s
t2
= waktu sampel
Produk pirolisis dengan menggunakan 10% katalis NiMo/Al2O3 dengan suhu kalsinasi 600 oC
µ2
𝐾𝑔 𝑥 36,18 𝑠 𝑚3 𝐾𝑔 997,13 3 𝑥 3,71 𝑠 𝑚
882,19
= 0,000891 kg/m,s x
= 0,007687 Kg/m,s = 7,6874 Cp
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Sampel
t (s)
Produk pirolisis dengan 36,18 menggunakan 10% katalis NiMo/Al2O3 dengan suhu kalsinasi 480 oC Produk pirolisis dengan 36,5 10% katalis NiMo/Al2O3 dengan suhu kalsinasi 600 o C
Ρ(Kg/m3) 882,19
µ (Kg/m,s) 0,007687
7,687
886,91
0,007796
7,796
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
µ (cP)
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011
Preparasi dan ..., Fatimatuts Tsani, FT UI, 2011