UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PERILAKU BERISIKO HIV/AIDS PADA PEKERJA BANGUNAN DI PROYEK WORLD CLASS UNIVERSITY TAHUN 2012
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
YULI LUTHFIANA 1006822510
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI KEBIDANAN KOMUNITAS UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK MEI 2012 Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan ke hadlirat Alloh SWT, berkat hidayah dan rahmatNya yang tak terhingga yang telah diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Peminatan Kebidanan Komunitas pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Penulis menyadari dalam prosesnya sangat banyak memperoleh bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masalah perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1)
Dra. Fatma Lestari, PhD, selaku dosen pembimbing yang dengan sabar telah menyediakan waktu, tenaga dan fikiran untuk mengarahkan penulis dalam menyelesaikan skrisi ini.
2)
Ir. Rudianto, Kepala Proyek World Class University PT. Waskita Karya di Universitas Indonesia Depok yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di wilayah kerjanya.
3)
Kurniawan, SKM, selaku Officer K3LM Proyek World Class University PT. Waskita Karya di Universitas Indonesia Depok yang telah banyak membantu penulis dalam pengambilan data dan wawancara dengan pekerja.
4)
Seluruh keluarga yang telah memberikan pengertian, dukungan dan pengorbanan serta doa tulus yang tak ternilai. Terutama Ayah, Ibu dan Putri Kecilku Jihan nabila.
5)
Teman-teman peminatan kebidanan komunitas angkatan III yang telah bersama-sama saling bertukar pikiran dan saling mendoakan dalam praktek kesehatan masyarakat.
6)
Buat kak Tity, yuk Aisyah dan sikecil “Nur” teman senasib seperjuangan terima kasih untuk kebersamaan yanga indah.
iv Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
7)
Penghuni posko mbak sur, cece, wy, yulan dan susan incung serta temanteman lainnya yang saling memberikan supportnya. Buat mbak wenny yang walaupun jauh dimata tetapi tetap dekat di hati.
8)
Semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Dalam penulisan laporan ini saya menyadari masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan maupun dari segi isi materi laporan. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan di masa yang akan datang. Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat dan bisa menjadi bekal bagi saya untuk terjun mengabdi kepada masyarakat.
Depok, Mei 2012
Penulis
v Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
PERNYATAAN PERSETUJUAN TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Yuli Luthfiana
NPM
: 1006822510
Program Studi
: Kebidanan Komunitas
Jenis Karya
: Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepeda Universitas Indonesia HAK BEBAS ROYALTI NONEKSLUSIF (NON EKSLUSIVE ROYALTY FREE RIGHT) atas karya saya yang berjudul : ”Hubungan Pengetahuan dan Sikap Terhadap Perilaku Berisiko HIV/AIDS pada Pekerja Bangunan di Proyek World Class University tahun 2012” Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) dengan hak bebas royalti non ekslusif di Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, meneglola
dalam
bentuk
pangkalan
data
(database),
merawat,
dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai hak cipta. Dibuat di Depok Mei 2012 Yang menyatakan
( Yuli luthfiana )
vi Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
BIODATA Nama
: Yuli Luthfiana
Tempat Tanggal Lahir
: Lubuklinggau, 04 Juli 1979
Alamat
: Jl. Depati Said Rt.07 No.55 Lubuklinggau Kota Lubuklinggau. Sumatera Selatan.
Asal Instansi
: Dinas Kesehatan Kabupaten Musi rawas.
PENDIDIKAN Tahun 1985 – 1991
SDN N0.15 Lubuklinggau
Tahun 1991 – 1994
SMPN N0.4 Lubuklinggau
Tahun 1994 – 1997
SPK Depkes Lubuklinggau
Tahun 1997 – 1998
Di
Program
Pendidikan
Bidan
Depkes
Lubuklinggau Tahun 2006 – 2009
Politeknik Kesehatan Bengkulu Prodi Kebidanan Progsus Lubuklinggau
Tahun 2010 – Sekarang
Fakultas
Kesehatan
Masyarakat
Universitas
Indonesia Peminatan Kebidanan Komunitas
vii Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Yuli Luthfiana
Program Studi
: Sarjana Ekstensi
Judul
:Hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012
Skripsi ini membahas tentang perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University. Salah satu kontributor utama penyebaran global HIV adalah migrant workers Tujuannya untuk mengetahui apakah ada hubungan pengetahuan, sikap dan perilaku berisiko HIV/AIDS. Penelitian ini dilakukan dengan desain Cross Sectional dengan pendekatan kuantitatif. Populasi penelitian adalah seluruh pekerja yang ada berjumlah 316 orang, dan sampel yang diambil berjumlah 100 orang. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan MaretApril tahun 2012. Analisis data meliputi analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik individu, pengetahuan dan sikap tidak ada hubungan dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS. Pengetahuan dengan p=0,865 yang menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS. Kata Kunci : Pekerja, HIV/AIDS,
viii Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
: Yuli Luthfiana
Courses
: Bachelor Extension
Title
: The relationship of knowledge and attitudes toward risk behaviors World
of HIV / AIDS on the construction workers at the Class
University
Project
of
2012
This thesis discusses the risk behaviors of HIV / AIDS on the construction workers at the World Class University Project. One of the main contributors to the global spread of HIV are migrant workers. Aim to find out if there is relationship of knowledge, attitudes and risk behaviors of HIV / AIDS. The research was conducted by Cross Sectional design with quantitative approach. The study population was all workers who have totaled 316 people, and samples taken of 100 people. Retrieval of data held in March-April 2012. Data analysis included univariate and bivariate analysis. These results indicate that individual characteristics, knowledge and attitudes no association with risk behaviors for HIV / AIDS. Knowledge with p = 0.865 showing no significant relationship between
knowledge
of
risk
behavior
for
HIV
/
AIDS.
Keyword: Workers, HIV / AIDS, Knowledge, Attitude, Behavior
ix Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
JUDUL PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................................................... i SURAT PERNYATAAN ..................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iv PERNYATAAN PERSETUJUAN TUGAS AKHIR .......................................... vii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. viii ABSTRAK ........................................................................................................... ix DAFTAR ISI ........................................................................................................ x DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv BAB 1
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1.2. Rumusan masalah................................................................... 1.3. Pertanyaan Penelitian ............................................................. 1.4. Tujuan Penelitian .................................................................. 1.5. Manfaat penelitian ................................................................. 1.6. Ruang lingkup penelitian ............................................... 7
BAB 2
1 5 5 6 7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian HIV/AIDS ........................................................... 8 2.1.1. Epidemilogi HIV/AIDS.............................................. 8 2.1.2. Cara penularan HIV ................................................... 11 2.1.3. Gejala-gejala HIV/AIDS ........................................... 12 2.1.4. Upaya deteksi dini status HIV ................................... 12 2.1.5. Manfaat konseling dan Tes HIV ................................ 13 2.1.6. Jenis tes HIV di Indonesia ......................................... 13 2.1.7. HIV/AIDS dan Dunia kerja ....................................... 14 2.2. Pengetahuan 2.2.1. Tingkat pengetahuan .................................................. 16 2.3. Sikap
x Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
2.3.1. Pengertian sikap ......................................................... 17 2.3.2. Komponen pokok sikap ............................................. 18 2.3.3. Tingkatan sikap .......................................................... 19 2.4. Perilaku 2.4.1. Pengertian Perilaku .................................................... 20 2.4.2. Konsep perilaku ......................................................... 21 2.4.3. Bentuk perilaku .......................................................... 22 2.4.4. Determinan Perilaku...................................................24 2.5. Perilaku Seksual berisiko.......................................................25 2.6. Faktor- faktor yang berhubungan dengan Perilaku Berisiko terhadap HIV/AIDS 2.6.1. Umur ..........................................................................26 2.6.2. Pendidikan ................................................................. 27 2.6.3. Status Pernikahan........................................................27 2.6.4. Narkoba ......................................................................27 2.7. Pekerja ................................................................................... 28 2.8. Kerangka teori ....................................................................... 28 BAB 3
KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL dan HIPOTESIS 3.1. Kerangka konsep ................................................................... 30 3.2. Definisi Opersional ................................................................ 31 3.3. Hipotesis ................................................................................ 23
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1. Desain penelitian .................................................................. 34 4.2. Tempat dan waktu penelitian ............................................... 34 4.3. Populasi dan sampel .............................................................. 34 4.3.1. Populasi penelitian ................................................ 34 4.3.2. Sampel penelitian .................................................. 34 4.4. Cara pengumpulan data ......................................................... 35 4.5. Pengolahan data ............................................................... 35 4.6. Analisa data ............................................................... 36
BAB 5
HASIL PENELITIAN 5.1. Analisis Univariat ............................................................... 37 5.1.1. Umur ............................................................................ 37 5.1.2. Pendidikan .................................................................... 37 5.1.3. Status Pernikahan ......................................................... 38 5.1.4. Pengetahuan ................................................................. 38 5.1.5. Sikap ............................................................................ 39
xi Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
5.1.6. Perilaku ........................................................................ 40 5.2. Analisis Bivariat ..................................................................... 40 5.2.1. Hubungan umur dengan perilaku berisiko ................... 40 5.2.2. Hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko .......... 41 5.2.3. Hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko 42 5.2.4. Hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko ........ 43 5.2.5. Hubungan sikap dengan perilaku berisiko .................... 44
BAB 6
PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian ........................................................ 46 6.2. Hasil penelitian ..................................................................... 47 Perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS .................. 47 6.2.1. 6.2.2. Karakteristik Individu ........................................... 49 6.2.3. Hubungan umur .................................................... 50 6.2.4. Hubungan pendidikan ........................................... 51 6.2.5. Hubungan status pernikahan ................................. 52 6.3. Hubungan pengetahuan ......................................................... 53 6.4. Hubungan sikap ..................................................................... 54
BAB 7
KESIMPULAN dan SARAN 7.1. Kesimpulan ............................................................................ 56 7.2. Saran ..................................................................................... 57
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori ................................................................................. 21 Gambar 3.1 Kerangka konsep .............................................................................. 22
xiii Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Definisi operasional ............................................................................. 31 Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Umur .................................................. 37 Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Pendidikan .......................................... 37 Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Status Pernikahan................................ 37 Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan ......................................................... 38 Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sikap .................................................................... 38 Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Perilaku Berisiko ................................................. 39 Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Umur Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS .............................................................................. 40 Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS.............................................................. 41 Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Status Pernikahan Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS ............................................... 42 Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS.............................................................. 43 Tabel 5.11 Distribusi Responden Menurut Sikap Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS .............................................................................. 44
xiv Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
1. 2. 3. 4.
Kuesioner penelitian Hasil analisis Univariat Hasil analisis bivariat Surat keterangan penelitian
xv Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Human Immunodevisiency Virus (HIV), virus ini yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit HIV dan menjadi AIDS. Acguired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui cairan tubuh, terutama karena hubungan seksual dan penggunaan narkoba suntikan (kelly, 2008). Paparan bahaya biologis dapat disebabkan oleh berbagai cara termasuk konsumsi, inokulasi, gigitan, inhalasi, melalui kontak dengan luka lecet di kulit dan melalui percikan dari darah (Daly & Dickson, 1998). Penyakit HIV dalam waktu lebih kurang 10 tahun akan menjadi AIDS tanpa terapi antiretroviral yang efektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pasien yang awalnya didiagnosis HIV sebanyak 38,3% dalam jangka 1 tahun menjadi AIDS. Lainnya 6,7% 1 sampai 3 tahun setelah diagnosis HIV. Pengujian komprehensif program HIV yang mencakup baik pemeriksaan rutin dari orang yang berusia 13-64 tahun dan pengujian lebih sering untuk orang yang beresiko untuk tes HIV periodik (MMWR, 2009). Acguired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah penyakit yang menghancurkan pada tingkat individu dan nasional. Dalam 20 tahun sejak kasus pertama AIDS yang dilaporkan telah terjadi hampir 22 juta kematian terkait AIDS dan diperkirakan 40 juta orang hidup dengan human immunodeficiency virus (HIV) di seluruh dunia. Pertumbuhan ekonomi global dan perdagangan internasional dan perjalanan telah memfasilitasi penyebaran penyakit dengan cepat dan telah memiliki dampak pada bisnis keuangan dan sosial. Peningkatan kematian staf karena AIDS hanyalah satu contoh dari dampak AIDS di dunia kerja. Selain itu, AIDS adalah penyakit yang berkepanjangan, pekerja yang sakit cenderung menjadi kurang produktif dan mengambil lebih banyak waktu untuk libur kerja. Selanjutnya, jika anggota keluarga seorang pekerja jatuh sakit, jam kerja juga bisa hilang untuk memenuhi kebutuhan perawatan (Sayyed,2008).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
2
Laporan pada tahun 1981 sebuah penyakit baru mematikan yaitu Acguired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Agen penyebabnya adalah human immunodeficiency virus (HIV). Karakterisasi infeksi HIV dan AIDS di Amerika Serikat selama tahun 1981 - 2008, laporan ini merangkum hasil bahwa analisis, yang menunjukkan bahwa, dalam 14 tahun pertama, jumlah diagnosis AIDS baru dan kematian di antara orang yang berusia > 13 tahun, pencapaian tertinggi yaitu 75.457 pada tahun 1992 dan 50.628 pada tahun 1995. Dengan diperkenalkannya terapi antiretroviral yang sangat aktif, diagnosis AIDS dan kematian menurun secara substansial dari 1995 hingga 1998 dan tetap stabil 1999-2008 mencapai rata-rata 38.279 diagnosis AIDS dan 17.489 kematian per tahun. Pada akhir 2008, 1.178.350 orang diperkirakan hidup dengan HIV, dan 236.400 (20,1%) infeksi yang tidak terdiagnosis (MMWR,2011). Tahun 1995, jumlah kasus infeksi HIV di seluruh dunia mencapai 28 juta dan sekitar 2,4 juta adalah bayi dan anak. Estimasi terkini UNAIDS (2010), jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) berkisar 31,4 – 35,3 juta orang, prevalensi tertinggi dalaporkan di Benua Afrika bagian selatan (15-28%). (Nasrin & Desy, 2011). Infeksi HIV menjadi ancaman global serius. Para Oganization UNAIDS memperkirakan antara 34,1 dan 47,1 juta, orang saat ini terinfeksi HIV di seluruh dunia, dengan beberapa 4,3 juta infeksi baru setiap tahun. Prediksi untuk masa depan telah sama-sama suram, dengan perkiraan bahwa pada tahun 2020, penyakit ini bisa mengakibatkan kematian lebih dari 125 juta orang. Selatan dan asia tenggara dan sub-Sahara Afrika telah paling tinggi infeksi HIV dan AIDS. Di sub-Sahara Afrika, 25 juta orang diyakini hidup dengan HIV / AIDS (norman,2004; piot et al.,2004; UNAIDS,2006) Salah satu kontributor utama penyebaran global HIV adalah laki-laki migrant workers. Dimana keadaan
ekonomi menyebabkan pria muda untuk
bekerja jauh dari rumah dan keluarga mereka, di tempat mereka berada ada kemungkinan untuk melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial tanpa kondom. Migrasi tenaga kerja di Asia, yang juga melaporkan tingkat pertumbuhan tercepat HIV / AIDS di dunia. USAID telah melakukan langkah-langkah yang diambil untuk mencegah penyebaran epidemi lebih lanjut,
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
3
jumlah orang yang hidup dengan HIV / AIDS di Asia Tengah bisa mencapai 1,65 juta (Weine.S, Bahromov.M & Mirzoev.A, 2008). Pada
tahun
1996,
Tufts-New
England
Medical
Center
(TNEMC), dengan bantuan Kedokteran Rescue Medicine (RM), membentuk tim kesehatan pada pekerja konstruksi klinik di Takoradi, Ghana, adapun hasil yang didapatkan adalah beberapa perilaku berisiko bagi pekerja tersebut antara lain tentang penggunaan alkohol, 44% (14 dari 32) melaporkan bahwa konsumsi alkohol total mereka belum berubah selama mereka tinggal di barat Ghana, sedangkan 34% (11 dari 32) melaporkan peningkatan konsumsi dan 22% (7 dari 32) melaporkan penggunaan alkohol berkurang. Hanya 38% (15 dari 39) menerima pendidikan tentang bagaimana mengurangi risiko HIV. Hampir seperempat (24%, 10 dari 42: sembilan pria dan seorang wanita) dari ekspatriat dilaporkan melakukan hubungan seksual dengan mitra lokal. Setengah (5 dari 10) dari mereka yang berhubungan seks dengan mitra lokal tidak menggunakan kondom (Hamer et al, 2008). Penelitian di Mesir yang dilakukan Sayyed, 2008 pada pekerja industri dan pekerja datangan didapatkan adanya hubungan yang signifikan terhadap umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, tempat tinggal dengan keluarg, pengetahuan dan sikap
yaitu (P<0.001) dengan perilaku berisiko
terhadap HIV/AIDS. Studi juga dilakukan oleh Fuller, 2008 tentang pengetahuan terhadap faktor risiko HIV pada pekerja di Thailand. Dan didapatkan hasil yang signifikan pada faktor jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan (P<0.001), terhadap faktor risiko HIV pada pekerja di Thailand. AIDS di Indonesia terus meningkat sejak dilaporkan pertama kali tahun 1987 dan kini mencapai 186 ribu kasus, 26% adalah perempuan. Kasus terbanyak berusia 20-29 tahun (10.471;48,1%) dan 30-39 tahun (30,9%). Kasus AIDS tertinggi dilaporkan di DKI dan kasus AIDS yang bertahan hidup tertinggi di Papua (122,22/100.000 penduduk). Proporsi penderita AIDS di Indonesia tahun 2000 (11,2%) dan pada triwulan III, 2010 (26%) meningkat dengan pesat, (Nasrin & Desy, 2011).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
4
Di Indonesia hingga Maret 2009 tercatat 16.964 penderita AIDS, namun diperkirakan saat ini terdapat 130.000 ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Oleh karena itu masalah HIV/AIDS telah dinyatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat. Tingginya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok penyalahgunaan narkoba suntik dan wanita pekerja seks memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi HIV ke masyarakat umum. Keadaan ini tentunya tidak boleh dibiarkan, mengingat kebanyakan dari mereka yang beresiko tertular HIV tidak tahu akan status HIVnya, apakah sudak terinfeksi atau belum (Depkes RI, 2009). Data Ditjen PP & PL Kemenkes RI sampai dengan juni 2011 Indonesia jumlah kasus AIDS berjumlah 26.483 jiwa. Di DKI Jakarta tercatat 3997 jiwa oarng yang menderita AIDS dan 577 orang yang telah meninggal dunia. Sedangkan prevalensi nya adalah 42.69/ 100.000. Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Mutia.A
(2008)
menerangkan bahwa buruh bangunan merupakan salah satu sektor pekerjaan yang rawan terhadap penularan dan penyebaran HIV/AIDS. Hal ini disebabkan karena pada umumnya buruh bangunan berasal dari luar daerah, sering berpindah-pindah tempat, serta jauh dari keluarga atau pasangan yang dapat mendorong mereka untuk melakukan perilaku seksual beresiko. Meskipun pada penelitian ini perilaku seksual berisiko pada buruh bangunan belum banyak terjadi (sekitar 18%), akan tetapi perlu mendapat perhatian yang serius karena dapat menjadi jembatan penyeberangan HIV dari kelompok berisiko tinggi (pekerja seks) ke kelompok yang berisiko rendah (ibu rumah tangga dan anak-anak). Penelitian yang dilakukan oleh Nova astuti rianawati (2001) pada variabel karakteristik dengan sikap terhadap HIV/AIDS, diperoleh satu uji yang berhubungan secara bermakna yaitu pada variabel jenis kelamin (p-value = 0,026) dan variabel lama masa kuliah atau sekolah memperlihatkan hubungan yang bermakna (p-value = 0,036). Analisis bivariat antara pengetahuan, sikap dan perilaku berisiko menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan dengan sikap terhadap HIV/AIDS (p-value = 0,002) dan antara sikap dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS (p-value = 0,001).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
5
Proyek pembangunan World Class University merupakan salah satu proyek yang dimiliki oleh PT. Waskita Karya. Proyek pembangunan ini terletak pada area kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Proyek ini mempunyai pekerja bangunan sebanyak lebih kurang 316 orang yang berasal dari berbagai daerah. Para pekerja ini bertempat tinggal di beberapa tempat yang telah disiapkan dari proyek. Proyek World Class University sudah dilaksanakan program pencegahan HIV/AIDS. Sesuai dengan KEPMENAKERTRANS No.68/MEN/IV/2004 agar pengusaha maupun perusahaan wajib melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja dengan menerapka prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khusus untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan perundang-undangan dan standar yang berlaku. Adapun kegiatan yang dilakukan seperti penyuluhan terhadap pekerja setiap hari senin tentang bahaya HIV/AIDS dan cara pencegahannya. 1.2 Rumusan Masalah Umumnya pekerja bangunan berasal dari luar daerah, sering berpindahpindah tempat, serta jauh dari keluarga atau pasangan yang dapat mendorong mereka untuk melakukan perilaku seksual beresiko. Sehingga tinggi juga risiko untuk tertular penyakit HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University.
1.3 Pertanyaan Penelitian 1.3.1
Bagaimana gambaran karakteristik individu berdasarkan Umur pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
1.3.2
Bagaimana gambaran karakteristik individu berdasarkan Pendidikan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
1.3.3
Bagaimana gambaran karakteristik individu berdasarkan Status Pernikahan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
6
1.3.4
Bagaimana hubungan karakteristik individu dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
1.3.5
Bagaimana hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
1.3.6
Bagaimana hubungan sikap dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
1.4.2
Tujuan khusus
1.4.2.1 Diketahuinya gambaran karakteristik individu berdasarkan Umur pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. 1.4.2.2 Diketahuinya gambaran karakteristik individu berdasarkan Pendidikan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. 1.4.2.3 Diketahuinya
gambaran
karakteristik
individu
berdasarkan
Status
Pernikahan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. 1.4.2.4 Diketahuinya hubungan karakteristik individu dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. 1.4.2.5 Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. 1.4.2.6 Diketahuinya hubungan sikap dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
7
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang di dapat selama di perkuliahan dan melihat kenyataan langsung di lapangan.
1.5.2
Bagi PT.Waskita Karya khususnya di Proyek World Class University dapat
memberikan
gambaran
tentang
perilaku
berisiko
terhadap
HIV/AIDS pada buruh bangunan di wilayah kerjanya. 1.5.3
Bagi peneliti lain agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk penyusunan penelitian selanjutnya mengenai perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS pada pekerja bangunan.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan maret 2012 dengan melakukan pengisian lembar kuisioner kepada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian HIV/AIDS
Human immunodevisiency virus (HIV) Virus ini yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit HIV dan akhirnya AIDS. Acguired immunodeficiency syndrome (AIDS) penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui cairan tubuh, terutama karena hubungan seksual dan penggunaan narkoba suntikan (kelly, 2008). Sistem kekebalan tubuh melindungi tubuh terhadap penyakit. Kalau sistem kekebalan tubuh dirusak virus AIDS, maka serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun akan menyebabkan sakit dan meninggal. Penderita AIDS yang meninggal bukan semata-mata disebabkan oleh virus, tetapi oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak, seandainya daya tahan tubuh tidak dirusak oleh HIV(Depkes.RI, 1993).
2.1.1
Epidemilogi HIV/AIDS Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di Los Angeles, Amerika Serikat. Sejak saat itu kasus HIV/AIDS mulai banyak dilaporkan diberbagai belahan duniadan menjadi permasalahan kesehatan global, karena hampir semua negara memiliki laporan mengenai kasus HIV/AIDS. Selain karena angka penularannya tang cepat, sampai saat ini obat untuk menyembuhkan penderita HIV/AIDS belum ditemukan. Diseluruh dunia, AIDS kini telah menjadi pembunuh ke-4 setelah infeksi saluran pernafasan, gangguan pencernaan dan TBC (dalam Rianawati, NA, 2001). Laporan pada tahun 1981 sebuah penyakit baru mematikan yaitu Acguired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Agen penyebabnya adalah
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
9
human immunodeficiency virus (HIV). Karakterisasi infeksi HIV dan AIDS di Amerika Serikat selama tahun 1981 - 2008, laporan ini merangkum hasil bahwa analisis, yang menunjukkan bahwa, dalam 14 tahun pertama, jumlah diagnosis AIDS baru dan kematian di antara orang yang berusia > 13 tahun, pencapaian tertinggi yaitu 75.457 pada tahun 1992 dan 50.628 pada tahun 1995. Dengan diperkenalkannya terapi antiretroviral yang sangat aktif, diagnosis AIDS dan kematian menurun secara substansial dari 1995 hingga 1998 dan tetap stabil 1999-2008 mencapai rata-rata 38.279 diagnosis AIDS dan 17.489 kematian per tahun. Pada akhir 2008, 1.178.350 orang diperkirakan hidup dengan HIV, dan 236.400 (20,1%) infeksi yang tidak terdiagnosis (MMWR,2011). Tahun 1995, jumlah kasus infeksi HIV di seluruh dunia mencapai 28 juta dan sekitar 2,4 juta adalah bayi dan anak. Estimasi terkini UNAIDS (2010), jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) berkisar 31,4 – 35,3 juta orang, prevalensi tertinggi dalaporkan di Benua Afrika bagian selatan (15-28%). (Nasrin & Desy, 2011). Secara epidemilogis, masalah HIV/AIDS sebenarnya di Indonesia sudah cukup gawat karena Indonesia cukup rentan terhadap epidemi HIV/AIDS, dimana penyebaran kasus ini berlangsung dengan kecepatan yang cukup tinggi. Penyebaran yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh faktor risiko yang mendorong terjadinya epidemi saat ini di Indonesia, antara lain (Abednego, 1993 dan Berita AIDS Indonesia: Media Komunikasi & Informasi, 1994, dalam Rianawati, NA, 2001) : 1.
Adanya kelompok dengan perilaku risiko tinggi yang terkait dengan prostitusi, seperti : WTS, PTS, waria, homoseks dan lain-lain.
2.
Adanya penduduk berperilaku risiko tinggi yang tidak terkait dengan prostitusi, seperti : hubungan seks ekstra marital, kumpul kebo, mitra seks ganda, tukar pasangan, remaja, narapidana, supir truk dan bus antar kota/provinsi.
3.
Kualitas pelayanan kesehatan yang belum memadai seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik yang belum melaksanakan kewaspadaan secara umum yang cukup handal untuk mencegah penularan HIV
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
10
antara lain dengan tidak dipatuhinya prosedurpemberian suntikan secara steril. 4.
Kualitas dan jangkauan pemeriksaan donor darah yang belum memadai.
5.
Kualitas dan kuantitas penyuluhan kesehatan yang belum menyeluruh.
6.
Promosi kondom yang masih kontroversial.
7.
Prevalensi dan insidens PMS yang cukup tinggi.
8.
Sikap tidak peduli dan sanggahan berdasar argumentasi yang tidak logis terhadap kemungkinan timbulnya epidemi AIDS besar dan luas di Indonesia.
9.
Transfusi darah dan skrinning darah masih rawan, sebab belum menyeluruh sama pengertian dan mutunya diantara pihak yang terkait yaitu PUTD PMI, Rumah Sakit, petugas kesehatan, pedonor dan keluarga pasien sehingga terdapat kemungkinan terjadi transfusi darah yang tidak steril.
10. Pelabuhan laut yang disinggahi warga asing, para pelaut maupun nelayan asing yang tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi HIV. 11. Tenaga kerja asing yang makin banyak bekerja di Indonesia, dimana mereka cenderung memliki perilaku yang meningkatkan risiko penularan HIV/AIDS. 12. Tingginya prevalensi hepatitis B, yang jalur penularannya sama dengan HIV. 13. Pecandu obat bius yang jika tidak segera diatasi dengan serius dapat menimbulkan wabah AIDS dikalangan para pecandu obat narkotika suntikan dan selanjutnya dapat menjalar ke masyarakat umum. 14. Keberadaan bandara internasional yang merupakan pintu gerbang masuknya orang asing dan orang Indonesia yang sudah bermukim di negara-negara dengan prevalensi HIV tinggi. 15. Perbatsan geografis langsung dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia yang ternyata telah memiliki prevalensi HIV lebih tinggi dibanding prevalensi HIV di I ndonesia.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
11
16. Meningkatnya insidens dan prevalensi penyakit kelamin di Indonesia tidak saja di kota-kota besar tapi juga merambah ke desa-desa. 17. Semakin berkembangnya praktek seks bebas terutama dikalangan remaja. 18. Pemakaian kondom pada kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS seperti WTS, orang yang berganti pasangan, dan sebagainya di masyarakat yang relatif rendah. Secara epidemik terdapat 3 pola penyebaran HIV/AIDS di dunia. Pola pertama didapatkan pada sebagain besar kelompok homoseks, biseks, dan pecandu obat bius yang ditemukan di Amerika Utara, Eropa Barat, Australia, New Zealand, dan sebagian besar Amerika Selatan. Pola kedua didapatkan di Afrika Tengah, Afrika Selatan, Afrika Timur, serta bebarapa daerah di Karibia yang penderitanya sebagian besar adalah heteroseks. Sedangkan pola ketiga ditemukan di Eropa Timur, di daerah Mediteranean selatan, dan Asia Pasifik, HIV tampaknya baru masuk sekitar tahun 1980, karena itu jumlah kasus AIDS masih relatif sedikit (Tjokronegoro dkk, 1992. Dalam Rianawati, NA, 2001).
2.1.2
Cara penularan HIV HIV dapat ditularkan melalui :
a. Ditularkan melalui penggunaan bersama jarum suntik untuk menyuntikkan obat-obat IV (kelly,2008). b. Ditularkan selama hubungan seks per anal, hubungan seksual, dan kemungkinan hubungan seks peroral dengan seseorang yang terjangkit AIDS atau pembawa virus AIDS (kelly,2008). c. Transfusi darah yang mengandung HIV (Depkes, 1993). d. Pemindahan virus dari ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin yang dikandungnya (Depkes, 1993). Menurut Depkes, 2009 AIDS tidak ditularkan karena : a. Hidup serumah dengan penderita AIDS (asal tidak mengadakan hubungan seks. b. Bersenggolan dengan penderita. c. Bersentuhan dengan pakaian dan barang bekas penderita.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
12
d. Berjabat tangan. e. Penderita AIDS bersin atau batuk di dekat kita. f. Berciuman. g. Makan dan minum bersama dari satu piring atau gelas. h. Gigitan nyamuk dan serangga lain. i. Sama-sama berenang di kolam renang.
2.1.3
Gejala – gejala HIV/AIDS Adapun gejala HIV/AIDS menurut kelly, 2008 : a. Gejala-gejala dini seperti influensa (pembengkakan kelenjar limfa, berkeringat waktu malam hari, diare) dengan infeksi pernafasan dan pencernaan berulang. b. Kambuhan infeksi jamur. c. Perkembangan limfoma non-Hodgkins d. Perkembangan lesi kulit keuguan (sarkoma Kaposi) e. Kambuhan infeksi menjadi lebih sering f. Mudah lupa, kerusakan bicara, tremor, seizure
Menurut Depkas, 1993 gejala pasien HIV : a. Lelah dan lesu b. Berat badan menurun tajam c. Mencret dan kurang nafsu makan d. Bercak-bercak putih di lidah dan didalam mulut e. Kanker kulit f. Radang paru-paru
2.1.4
Upaya deteksi dini status HIV 1. Konseling. Konseling HIV merupakan suatu dialog antara konselor dan klien utuk meningkatkan kemampuan klien dalam memahami HIV/AIDS serta risiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang disekitarnya.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
13
Kegiatan konseling menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, pencegahan penularan HIV, perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV (Antiretriviral) dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes RI, (2009). 2. Tes HIV Sukarela. Tes HIV merupakan tes terhadap antibodi yang terbuka akibat masuknya HIV ke dalam tubuh atau tes antigen yang mendeteksi adanya virus itu sendiri. Dengan kata lain, tes HIV adalah tes darah untuk memastikan seseorang terinfeksi HIV atau tidak (Depkes RI, (2009).
2.1.5 Manfaat konseling dan Tes HIV Sukarela Manfaat Konseling dan Tes HIV Sukarela menurut Depkes RI (2009) terdapat 8 manfaat, yatu : 1.
Menerima keadaan terinfeksi HIV dan penyelesaiannya.
2.
Perencanaan dan promosi perubahan perilaku.
3.
Pelayanan pencegahan infeksi HIV dari ibu ke bayi.
4.
Memfasilitasi akses pelayanan sosial.
5.
Memfasilitasi akses pelayanan medis (infeksi oportunistik, IMS, ARV & TB)
2.1.6
6.
Memfasilitasi kegiatan sebaya dan dukungan.
7.
Normalisasi HIV/AIDS dan mengurangi stigma.
8.
Perencanaan dan perawatan untuk masa depan.
Jenis Tes HIV di Indonesia
Menurut Depkes RI (2009) ada 2 jenis tes HIV, yaitu : 1. Tes ELISA (Enzym – Linked Immune Sorbent Assay) merupakan tes klasik dengan reagen ELISA yaitu natibodi terhadap HIV. 2. Tes Serologis/Cepat. Tes untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Tes ini ekonomis dan cepat, karena hasilnya kurang dari 2 jam. Oleh karena itu tes ini lebih banyak digunakan di laboratorium.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
14
2.1.7
HIV/AIDS dan Dunia Kerja
Ada 10 prinsip HIV/AIDS dan Dunia Kerja (ILO, 2001) : 2.1.7.1 Pengakuan HIV/AIDS sebagai persoalan dunia kerja : HIV/AIDS adalah persoalan dunia kerja dan mesti diperlakukan sebagaimana penyakit serius lainnya yang muncul di dunia kerja. 2.1.7.2 Non-diskriminasi : Tidak dibolehkan adanya tindak diskriminasi terhadap buruh/pekerja berdasarkan status HIV/AIDS atau dianggap sebagai orang terinfeksi HIV. Diskriminasi dan stigmatisasi justru menghalangi upaya promosi pencegahan HIV/AIDS. 2.1.7.3 Kesetaraan Jender : Dimensi jender dalam penanggulangan HIV/AIDS perlu di garis bawahi. Perempuan
dibanding
laki-laki
cenderung
mudah
terinfeksi
dan
terpengaruh wabah HIV/AIDS. Karenanya, kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan amat penting bagi keberhasilan pencegahan penyebaran infeksi serta memudahkan perempuan mengatasi HIV/AIDS. 2.1.7.4 Kesehatan Lingkungan : Demi kepentingan semua pihak, lingkungan kerja yang sehat dan aman perlu terus di jaga semaksimal mungkin sesuai Konvensi ILO No. 155 Tahun 1988 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. 2.1.7.5 Dialog Sosial : Kerjasama dan kepercayaan di antara pengusaha, buruh/pekerja serta pemerintah, termasuk keterlibatan aktif para buruh/pekerja yang terkena atau terpengaruh HIV/AIDS, menentukan kebehasilan pelaksanaan kebijakan dan program HIV/AIDS. 2.1.7.6 Larangan Skrining dalam Proses Rekrutmen dan Kerja : Skrining HIV/AIDS tidak boleh dijadikan persyaratan dalam lamaran kerja atau dikenakan terhadap seseorang yang sudah berstatus sebagai buruh/pekerja. 2.1.7.7 Kerahasiaan :
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
15
Menanyakan informasi pribadi yang berkaitan dengan HIV/AIDS pada pelamar kerja atau buruh/pekerja adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Akses terhadap data pribadi terkait dengan status HIV seorang pekerja harus mematuhi prinsip kerahasiaan sesuai kaidah ILO tahun 1977 tentang Perlindungan data Pribadi Pekerja. 2.1.7.8 Kelanjutan Status Hubungan Kerja : Infeksi HIV tidak boleh dijadikan alasan pemutusan hubungan kerja. Seperti layaknya kondisi penyakit lain, infeksi HIV tidak harus membuat seseorang kehilangan hak bekerja sepanjang orang tersebut masih layak bekerja dan dapat dibenarkan secara medis. 2.1.7.9 Pencegahan : Infeksi HIV dapat dicegah. Upaya pencegahan dapat dilakukan sejumlah strategi yang disesuaikan dengan sasaran nasional dan mempertimbangkan kepekaan budaya. Langkah pencegahan juga dapat dilakukan melalui kampanye perubahan tingkah laku, pengetahuan, pengobatan serta menciptakan lingkungan yang bersih dari sikap dan tindak diskriminasi. 2.1.7.10
Kepedulian dan Dukungan :
Solidaritas, kepedulian dan dukungan haruslah menjadi pedoman dalam menanggapi persoalan HIV/AIDS di dunia kerja. Semua pekerja, termasuk yang terkena HIV, berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang terjangkau, jaminan asuransi, perlindungan sosial dan berbagai paket asuransi kesehatan lainnya.
2.2 PENGETAHUAN Menurut Notoadmodjo (2005) Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
16
2.2.1 Tingkat Pengetahuan Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan (Notoadmodjo, 2005), yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti dan sebagainya. b. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar
dapat
menyebutkan,
tetapi
orang
tersebut
harus
dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M (mengubur, menutup dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah faham tentang proses pencernaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja atau dimana saja. Orang yang telah faham metodelogi penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan atau memisahkan,
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
17
mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes Agepti dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana, dan sebagainya.
2.3 SIKAP (Attitude) 2.3.1
Pengertian sikap Menurut Notoadmodjo (2005) Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Cambell (1950) mendefinisikan sangat sederhana, yakni “ An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object.” Jadi jelas, disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
18
merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi perupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. STIMULUS STIMULUS (rangsangan)
(rangsangan)
PROSES STIMULUS
REAKSI TERBUKA (tindakan)
REAKSI TERTUTUP (sikap)
Gambar 2.1 hubungan, sikap dan tindakan
Menurut Robert Kwick (1974) dalam Notoadmodjo (1993) menyatakan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanay tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
2.3.2
Komponen pokok sikap Dalam Notoadmodjo (2005) menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu : a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
19
objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit HIV/AIDS. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh butir a tersebut, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit HIV/AIDS, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan. c. Kecenderungan untuk bertindak (tent to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya tentang contoh sikap terhadap penyakit HIV/AIDS diatas, adalah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit HIV/AIDS. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Contoh : seorang ibu mendengar (tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha agar keluarganya, terutama anaknya tidak kena penyakit demam berdarah. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak) untuk melakukan 3M agar anaknya tidak terserang demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap tertentu (berniat melakukan 3M) terhadap objek tertentu yakni penyakit demam berdarah.
2.3.3
Tingkatan Sikap Menurut Notoadmodjo (2005), sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebgai berikut:
a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap periksa hamil (ante natal care) dapat diketahui atau diukur dari
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
20
kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya. b.
Menganggapi (responding) Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan terhadap objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal care tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.
c. Menghargai (valuting) Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus dalam arti membahasnya dengan orang
lain
dan
bahkan
mengajak
atau
mempengaruhi
atau
menganjurkan orang lain merespons. Contoh butir a diatas, ibu itu mendiskusikan ante natal care dengan suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care. d. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain. Contoh tersebut diatas, ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya, atau diomeli oleh mertuanya karena meningggalkan rumah dan sebagainya.
2.4 PERILAKU 2.4.1
Pengertian perilaku Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
21
interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu (Wawan & Dewi, 2010). 2.4.2
Konsep Perilaku Menurut Wawan dan Dewi (2010) perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah suatu kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process). Menurut Skinner (1938) dalam Wawan dan Dewi (2010) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) dan respons. Ia membedakan adanya 2 respons, yakni :
2.4.2.1 Respondent Respons atau Reflexive Respons Adalah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan semacam ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya makanan lezat menimbulkan air liur, cahaya yang kuat menyebabkan mata tertutup dan sebagainya. Respondent respons (respondent behaviour) ini mencakup juga emosi atau emotional behaviour. Emotional behaviour respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan, misalnya menangis karena sedih atau sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkatjingkat karena senang dan sebagainya. 2.4.2.2 Operant respons atau Instrumental respons
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
22
Adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat suatu perilaku yang telah dilakukan. Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan kemudian memperoleh hadiah maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut.
2.4.3
Bentuk Perilaku Notoadmodjo (1993) dalam Rianawati (2001) mengatakan bahwa perilaku
dapat diartikan sebagai respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus)
dari
luar
subyek
tersebut.
Respon
tersebut
berupa
respon
internal/pasif/covert behavior dan bentuk aktif/overt behavior dimana perilaku tersebut dengan jelas dapat diobservasi secara langsung. Bentuk operasional dari perilaku itu sendiri dikelompokkan menjadi 3 jenis (Staf Jurusan PKIP FKM UI, 1984 dalam Rianawati 2001) yaitu : a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan (knowledge) atau persepsi, yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Misalnya, berusaha untuk mencari informasi mengenai HIV/AIDS ebih banyak. b. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari uar seseorang, sehingga akan terbentuk perilaku sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut. c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yang berupaya perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Misalnya setelah mempunyai informasi mengenai HIV/AIDS, sikap para supir truk terhadap HIV/AIDS menjadi positif pula. Pada akhirnya mereka akan melakukan perilaku pencegahan yaitu hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan tetapnya.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
23
Menurut Skinner dalam Wawan dan Dewi (2010) untuk membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning, prosedurnya sebagai berikut: 2.4.3.1 Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang dibentuk 2.4.3.2 Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponenkomponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. 2.4.3.3 Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut. 2.4.3.4 Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah disusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi), demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai perilaku yang diharapkan terbentuk.
Menurut Wawan dan Dewi (2010) secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam, yakni: 1. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. Perilaku ini masih terselubung (covert behaviour).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
24
2. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya si ibu sudah membawa anaknya kepuskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi, perilaku ini sudah tampak dan nyata maka disebut overt behaviour.
2.4.4
Determinan Perilaku Perilaku merupakan rekasi yang bersifat sangat kompleks. Dimana
semakin kompleks suatu perilaku maka akan semakin banyak faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku. Dengan demikian menurut Azwar (1998) dalam Rianawati (2001) perilaku itu akan sulit diprediksikan dan ditafsirkan sebagai indikator sikap seseorang. Faktor yang menentukan terbentuknya perilaku itu sendiri sulit untuk dibatasi disebabkan perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor. Hal-hal yang menentukan perilaku seseorang tersebut sebagian terletak dalam diri orang itu sendiri (intern) dan yang diluar diri seseorang (ekstern). Menurut L. Green (1980) perilaku ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut : a. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini ada didalam diri seseorang yang menjadi dasar bagi munculnya perilaku secara sukarela. Yang termasuk dalam faktor ini antar lain pengetahuan, keyakinan, sikap, keinginan (minat), niat, norma, locus of control, kepercayaan, nilai-nilai dan faktor sosio demografi seperti umur, jenis kelamin, pendidikan atau penghasilan. b. Faktor pemungkin (Enabling Factor) Faktor pemungkin yaitu faktor yang mendukung/memngkinkan perilaku muncul jika subyek sudah bersedia menjalankan perilaku itu. Wujud dari faktor pemungkin ini misalnya keterampilan, fasilitas dan sarana kesehatan, waktu dan sebagainya. c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor) Faktor penguat merupakan faktor yang mendorong/menghalangi seseorang untuk berperilaku. Contoh, keluarga, petugas kesehatan, dan orang terdekat.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
25
Pengaruh ketiga faktor tersebut terhadap pembentukan perilaku digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.2 Akar-Akar Perilaku Faktor predisposisi -
Pengetahuan Sikap Keyakinan Niat Kepercayaan Locus of control - Umur, sex dll
Faktor pemungkin -
Keterampilan Sarana Waktu Dll
PERILAKU
Faktor Penguat - Dukungan orang dekat - keluarga
Sumber : L.W Green dalam Zulasmi Mamdy dalam Rianawati (2001), Komunikasi Untuk Pembelajaran Perseorangan dan Konseling Penyakit Asma, 1999.
2.5 Perilaku seksual berisiko Perilaku seksual berisiko akan meningkatkan kemungkinan seseorang terinfeksi HIV/AIDS. Faktor yang menetukan seseorang berperilaku seksual berisiko antara lain adalah jumlah pasangan seksual, praktek seksual tertentu, pemilihan seseorang sebagai pasangan seksual dan
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
26
penggunaan kondom. Variabel-variabel demografik merupakan faktor yang telah lama dihubungkan dengan penularan HIV/AIDS. Variabel demografik tersebut antara lain umur, jenis kelamin, status perkawinan, etnis, migrasi, soaial ekonomi dan pendidikan. Supir dan kernet truk jarak jauh yang dapat dikategorikan sebagai pekerja migran ternyata meiliki perilaku seksual berisiko terhadap penularan HIV/AIDS (Hoek, 1999) dalam dalam Angreani, S (2005). Perilaku seksual berisiko dikelompokkan menjadi tiga bagian (Sonenstein et al, 1997) dalam Angreani, S (2005), yakni : a. Kelompok tidak berisiko. Kelompok tidak berisiko apabila tidak pernah berhubungan seksual. b. Kelompok berisiko rendah. Apabila pernah berhubungan seksual dengan satu pasangan saja, atau berhubungan
seksual
dengan
banyak
pasangan
namun
selalu
menggunakan kondom dengan baik dan benar. c. Kelompok berisiko tinggi Apabila berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan tidak tetap atau komersil dan tidak menggunakan kondom secara rutin.
2.6 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Berisiko terhadap HIV/AIDS 2.6.1
Umur Menurut Green (1990) dalam Angreani, S (2005) merupakan salah satu variabel demografik yang menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan umur juga merupakan variabel penting dalam penelitian sosial kesehatan. Seiring dengan perkembangan HIV/AIDS, kelompok tertentu ditemukan lebih rentan memiliki perilaku seksual berisiko terhadap HIV/AIDS. Hal ini salah satunya berhubungan dengan variasi perilaku berisiko berdasarkan umur. Kelompok umur remaja dikatakan merupakan masa kritis dimana pemahaman terhadap perilaku kesehatan masih belum cukup matang. Walaupun kelompok remaja memiliki kemampuan kognitif
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
27
untuk menentukan perilaku yang sehat, pada prakteknya remaja sering terdorong oleh kekuatan lain yang membuat mereka tidak berperilaku secara sehat. Hal ini termasuk perilaku mencoba atau memulai hubungan seksual. Berbeda dengan remaja, kelompok umur dewasa kurang memiliki perilaku berisiko. Kelompok umur dewasa mulai mempraktekkan perilaku yang sehat (Sarafino, 1994) dalam Angreani, S (2005).
2.6.2
Pendidikan Pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menerima dan merepon terhadap berbagai informasi. Dimana tingkat pendidikan yang setingkat SMA atau lebih mempunyai kemampuan menyerap informasi yang bersifat mendidik yang diberikan. Hal ini berarti dengan semakin tingginya tingkat pendidikan kemampuan menyerap pesan kesehatan akan lebih baik. Responden dengan pendidikan yang lebih baik akan lebih baik pengetahuan dan tingkat kepeduliannya terhadap HIV/AIDS (Utomo at al, 1998 dalam Angreani, S 2005).
2.6.3
Status Pernikahan Menurut Utomo et al (1998) dalam Angreani, S (2005) status perkawinan menunjukkan apakah seseorang telah menikah atau belum menikah. Pernikahan pada prinsip dasarnya adalah meningkatkan hubunganseseorang untuk lebih terikat. Keterikatan tersebut salah satunya dalam hubungan seksual yang berhubungan dengan fungsi reproduksi yaitu menghasilkan keturunan. Namun status perkawinan telah menikah terkadang malah meningkatkan seseorang untuk berperilaku seksual dengan banyak pasangan.
2.6.4
Narkoba Narkoba adalah akronim dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
28
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sesuai dengan Undang-undang no.35 tahun 2009 dalam BNN 2011. Adapun contoh dari narkoba seperti ganja, shabu, opium, morfin, heroin, ekstasi dan lain-lain.dan efek dari masing-masing dari narkoba inipun bervariasi. Jenis narkoba yang berbahaya terhadap risiko terhadap HIV/AIDS secara langsung yaitu jenis ynarkoba yang menggunakan jarum suntik, dimana pengguna biasanya menggunakan satu jarum suntik yang dipakai bersamaan untuk beberapa orang sehingga dapat menyebabkan penularan penyakit HIV/AIDS.
2.7 Pekerja Pekerja adalah setiap orang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Kepmenakertrans RI/68/MEN/IV/2004).
2.8 KERANGKA TEORI Berdasarkan teori mengenai perilaku, maka kerangka teori yang menjadi landasan pada penelitian ini menggunakan teori WHO dalam Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa perilaku ditentukan oleh empat hal, yakni pemikiran perasaan, karakteristik perorangan, sumber daya dan budaya yang digambarkan skematis sebagai berikut :
-
Pemikiran dan perasaan Pengetahuan Kepercayaan Sikap
Referensi Personal
PERILAKU
Sumber daya
Kebudayaan
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
29
Gambar 2.3 Skeme Perilaku menurut WHO Sedangkan Green (1990) mengemukakan hal yang hampir sama. Menurut Green kesehatan seseorang dipengaruhi oleh aspek perilaku dan non perilaku. Dimana faktor perilaku dapat dibagi menjadi 3 faktor yakni : a. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini ada didalam diri seseorang yang menjadi dasar bagi munculnya perilaku secara sukarela. Yang termasuk dalam faktor ini antar lain pengetahuan, keyakinan, sikap, keinginan (minat), niat, norma, locus of control, kepercayaan, nilai-nilai dan faktor sosio demografi seperti umur, jenis kelamin, pendidikan atau penghasilan. b. Faktor pemungkin (Enabling Factor) Faktor pemungkin yaitu faktor yang mendukung/memngkinkan perilaku muncul jika subyek sudah bersedia menjalankan perilaku itu. Wujud dari faktor pemungkin ini misalnya keterampilan, fasilitas dan sarana kesehatan, waktu dan sebagainya. c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor) Faktor penguat merupakan faktor yang mendorong/menghalangi seseorang untuk berperilaku. Contoh, keluarga, petugas kesehatan, dan orang terdekat.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
30
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL dan HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori yang ada, serta berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, dan karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya maka kerangka konsep untuk penelitian ini :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Karakteristik individu (umur, pendidikan, status pernikahan) pengetahuan
Perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS
Sikap
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
31
3.2 Definisi Operasional No Variabel 1.
Definisi
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Karakteristik Lama masa hidup responden terhitung dari
Pengisian
Kuesioner
individu
waktu kelahirannya sampai saat berlangsungnya
kuesioner
1.Umur
kegiatan penelitian, dalam hitungan tahun
(nilai cut of point
(Mutia,2008)
umur didapatkan
0. < 29 tahun
skala Nominal
1. ≥ 29 tahun
dari nilai mean karena data umur berdistribusi normal) 2.Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir yang diselesaikan
2
Pengisian
responden (Mutia,2008)
kuesioner
3.Status
Status pernikahan responden saat dilakukan
Pengisian
pernikahan
penelitian (Mutia,2008)
kuesioner
Pengetahuan
Pemahaman tentang HIV/AIDS yang meliputi
Pengisian
pengertian, etiologi, cara penularan, gejala dan
kuesioner
Kuesioner
0. > SMP
Ordinal
1. ≤ SMP Kuesioner
0. Belum menikah
Nominal
1. Menikah Kuesioner
0. Rendah : < median 1. Tinggi : ≥
cara pencegahan (Saputra,2008)
median
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Ordinal
32
nilai median didapat dari skor jawaban benar (25) dibagi dua 3
Sikap
Tanggapan responden terhadap perilaku berisiko
Pengisian
tertular HIV/AIDS dalam bentuk persetujuan,
kuesioner
Kuesioner
0. Setuju : ≤
Nominal
median
setuju atau tidak setuju (Saputra).
1. Tidak setuju : > median nilai median didapat dari skor jawaban tidak setuju (8) dibagi dua
4.
Perilaku
Perilaku seksual responden yang berisiko
Pengisian
ataupun tidak terhadap penularan HIV/AIDS
kuesioner
Kuesioner
0. Berisiko : ≤ median 1. Tidak Berisiko : > median
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Ordinal
33
3.3. Hipotesis 3.3.1.
Gambaran karakteristik individu berdasarkan Umur pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
3.3.2.
Gambaran karakteristik individu berdasarkan Pendidikan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
3.3.3.
Gambaran karakteristik individu berdasarkan Status Pernikahan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
3.3.4.
Adanya hubungan karakteristik individu dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
3.3.5.
Adanya hubungan pengetahuan buruh dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
3.3.6.
Adanya hubungan sikap dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
34
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan crosssectional. Dalam penelitian cross-sectional peneliti melakukan pengukuran variabel pada satu saat tertentu pada setiap subyek yang hanya diobsevasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut (Sostroasmoro & Ismael, 2011) 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Proyek World Class University bulan maretapril tahun 2012.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1
Populasi penelitian Populasi penelitian adalah seluruh pekerja bangunan berjumlah 316 orang
di Proyek World Class University tahun 2012. 4.3.2
Sampel penelitian Penelitian ini menggunakan rumus besaran sampel minimal berdasarkan
(z n=
1−α / 2
2 P (1 − P ) + z1− β P1 (1 − P1 ) + P2 (1 − P2 )
)
2
( P1 − P2 ) 2
Keterangan n
= besar sampel
Z
= nilai z pada derajat kepercayaan 1-a atau batas kemaknaan a.
1-a/2
z
=1,96 untuk derajat kepercayaan 95%
z 1-b
=nilai z pada kekuatan uji (power) 1-b
z
= 0,84 untuk kekuatan uji 80%
P1
= estimasi proporsi pada pekerja yang berisiko terhadap HIV/AIDS Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
35
P2
= estimasi proporsi pada pekerja
yang tidak berisiko terhadap
HIV/AIDS P = ½ (P 1 + P 2 ) Dari data perhitungan diatas, diperoleh jumlah sampel minimal yang harus dipenuhi adalah sebanyak 98 sampel.
4.4 Cara pengumpulan Data. Pengumpulan data ini menggunakan primer dengan metode pengisian kuesioner oleh pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
4.5 Pengolahan data Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan bantuan komputer. Menurut Notoadmodjo (2010) langkah-langkah pengolahan data dengan komputer melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Editing. Hasil wawancara atau pengamatan dilapangan dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut. Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, kalau memungkinkan
perlu
dilakukan
pengambilan
data
ulang
untuk
melengkapi jawaban-jawaban tersebut. b. Coding. Pengkodean atau coding yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. c. Processing. Data dalam bentuk kode diproses dengan dimasukkan ke dalam software komputer. d. Cleaning (pembersihan data). Semua data dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan
adanya
kesalahan-kesalahan
kode,
ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
36
4.6 Analisa data. Analisis data melalui prosedur bertahap antara lain : a. Analisis Univariate (analisis deskriptif). Untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase tiap variabel. a. Analisis Bivariate. Analisis bivariat adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel independen dan dependen. Maka uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square. Keputusan yang diambil dari hasil uji Chi Square adalah : •
Bila p value < 0,05, Ho ditolak, berarti data sampel mendukung adanya hubungan yang bermakna (signifikan).
•
Bila p value > 0,05 , Ho gagal ditolak, berarti data sampel tidak mendukung adanya hubungan yang bermakna (tidak signifikan).
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
37
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Univariat 5.1.1
Umur Hasil penelitian memaparkan tentang karakteristik individu (responden) berdasarkan umur, pendidikan dan status pernikahan dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Umur Di Proyek World Class Unversity Tahun 2012 Umur
Jumlah
Persentase
< 29 tahun
53
53 %
≥ 29 tahun
47
47 %
Jumlah
100
100%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kategori umur yang terbanyak yaitu < 29 tahun berjumlah 53 %, sedangkan yang berusia ≥ 29 tahun berjumlah 47 %. 5.1.2
Pendidikan Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Di Proyek World Class Unversity Tahun 2012
Pendidikan
Jumlah
Persentase
Tinggi > SMP
40
40 %
Rendah ≤ SMP
60
60 %
Jumlah
100
100%
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
38
Pada tabel 5.2 dapat dilihat untuk tingkat pendidikan rendah ≤ SMP cukup banyak yaitu 60% dan tingkat pendidikan yang tinggi > SMP berjumlah 40 %.
5.1.3
Status Pernikahan Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Status Pernikahan Di Proyek World Class University Tahun 2012 Status pernikahan
Jumlah
Persentase
Belum menikah
49
49 %
Menikah
51
51 %
Jumlah
100
100%
Pada tabel 5.3 dapat dilihat status pernikahan rata-rata pekerja sudah menikah berjumlah 51 % dan yang belum menikah berjumlah 49 %. 5.1.4
Pengetahuan Pengetahuan
tentang
penyakit
HIV/AIDS,
cara
pencegahan
dan
penularannya pada kalangan pekerja juga sangat penting untuk diketahui. Adapun hasil pengetahuan responden terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pekerja tentang penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University Tahun 2012 Pengetahuan
Jumlah
Persentase
Rendah
7
7%
Tinggi
93
93 %
Jumlah
100
100 %
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
39
Pada tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pekerja yang mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang HIV/AIDS sebesar 93 %, dan yang
belum banyak
mengetahui tentang penyakit tersebut hanya berjumlah 7 %. 5.1.5
Sikap Menurut Notoadmodjo (2005) Sikap adalah respon tertutup seseorang
terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Dan hasil sikap pekerja terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sikap Pekerja tentang penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012 Sikap
Jumlah
Persentase
Setuju
76
76 %
Tidak Setuju
24
24 %
Jumlah
100
100 %
Dari tabel 5.5 tersebut dapat dilihat bahwa pekerja yang mempunyai sikap tidak setuju (negatif) terhadap HIV/AIDS yaitu 24 %, dan yang setuju yaitu tetap bersikap positif terhadap HIV/AIDS seperti tidak menstigma penderita HIV/AIDS berjumlah 76 %.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
40
5.1.6
Perilaku Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012 Perilaku
Jumlah
Persentase
Tidak berisiko
89
89 %
Berisiko
11
11 %
Jumlah
100
100%
Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa perilaku yang tidak berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS cukup besar yaitu 89 % dan perilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS walaupun tidak begitu besar tetapi masih ada yaitu berjumlah 11 %.
5.2 Analisis Bivariat. 5.2.1
Hubungan umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS Proporsi analisis hubungan
umur dengan perilaku berisiko terhadap
penyakit HIV/AIDS kategori umur yang terbanyak yaitu < 29 tahun berjumlah 55 %, sedangkan yang berusia ≥ 29 tahun berjumlah 45 %. Gambaran hasil uji statistik hubungan umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
41
Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Umur Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012
Umur < 29 tahun
berisiko N % 9 17 %
≥ 29 tahun Jumlah
10 19
Perilaku tidak berisiko N % 44 83 %
21.3% 37 19 % 81
78.7% 81 %
total n 53
% 100 %
47 100
100 % 100 %
OR (95% CI)
P Value
1,321 0,4863,596
0,771
Hasil analisis hubungan umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 9 (17%) yang berusia < 29 tahun yang berperilaku berisiko. Sedangkan yang berusia ≥ 29 tahun ada 10 (21,3%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,771 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi umur < 29 tahun dan ≥ 29 tahun dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,321, artinya umur ≥ 29 tahun mempunyai peluang 1,3 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. 5.2.2
Hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
Proporsi analisis hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS kategori tingkat pendidikan rendah cukup banyak yaitu 60% dan tingkat pendidikan yang tinggi berjumlah 40 %. Gambaran hasil uji statistik hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
42
Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012
Pendidikan Tinggi Rendah Jumlah
Perilaku berisiko tidak berisiko N % N % 9 22,5% 31 77,5% 10 16,7% 50 83,3% 19 19 % 81 81 %
total n 40 60 100
% 100 % 100 % 100 %
OR (95% CI)
P Value
0,689 0,252-1,884
0,640
Hasil analisis hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 9 (22,5%) yang mempunyai pendidikan tinggi berperilaku berisiko. Sedangkan yang pendidikan rendah 10 (16,7%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,640 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pendidikan tinggi dan rendah dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=0,689, artinya pendidikan rendah mempunyai peluang 0,69 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
5.2.3
Hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS
Proporsi analisis hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS kategori status pernikahan rata-rata pekerja sudah menikah berjumlah 51 % dan yang belum menikah berjumlah 49 %. Gambaran hasil uji statistik hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
43
Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Status Pernikahan Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012
Status pernikahan Belum menikah Menikah Jumlah
Perilaku berisiko tidak berisiko N % N %
n
%
8 11 19
49 51 100
100 % 100 % 100 %
16,3% 41 21,6% 40 19 % 81
83,7% 78,4% 81 %
total
OR (95% CI)
P Value
1,409 0,5143,868
0,680
Hasil analisis hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 8 (16,3%) yang belum menikah berperilaku berisiko. Sedangkan yang menikah 11 (21,6%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,680 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi belum menikah dan menikah dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,409, artinya responden yang menikah mempunyai peluang 1,4 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. 5.2.4
Hubungan Pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS
Proporsi analisis hubungan
pengetahuan dengan perilaku berisiko
terhadap penyakit HIV/AIDS kategori pekerja yang mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang HIV/AIDS sebesar 93 %, dan yang
belum banyak
mengetahui tentang penyakit tersebut hanya berjumlah 7 %. Gambaran hasil uji statistik hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
44
Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012 Perilaku Pengetahuan berisiko tidak berisiko n % N % Tinggi 17 18,3% 76 81,7%
n 93
% 100 %
Rendah Jumlah
7 100
100 % 100 %
2 19
28,6% 19 %
5 81
71,4% 81 %
total
OR (95% CI) 1,788 0,32010,007
P Value
0,615
Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 17 (18,3%) yang pengetahuan tinggi berperilaku berisiko. Sedangkan yang pengetahuan rendah 2 (28,6%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,615 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pengetahuan tinggi dan rendah dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,788, artinya responden yang pengetahuan rendah mempunyai peluang 1,78 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
5.2.5
Hubungan Sikap
dengan perilaku berisiko terhadap penyakit
HIV/AIDS Proporsi analisis hubungan
sikap dengan perilaku berisiko terhadap
penyakit HIV/AIDS kategori pekerja yang mempunyai sikap tidak setuju (negatif) terhadap HIV/AIDS yaitu 24 %, dan yang setuju yaitu tetap bersikap positif terhadap HIV/AIDS seperti tidak menstigma penderita HIV/AIDS berjumlah 76 %. Gambaran hasil uji statistik hubungan sikap dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
45
Tabel 5.11 Distribusi Responden Menurut Sikap Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012 Perilaku Sikap berisiko tidak berisiko n % n % Setuju 14 18,4% 62 81,6% Tidak setuju 5 20,8% 19 79,2% Jumlah 19 19 % 81 81 %
total n 76 24 100
% 100 % 100 % 100 %
OR (95% CI) 1,165 0,372-3,656
P Value 1,000
Hasil analisis hubungan sikap dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 14 (18,%) yang setuju. Sedangkan yang tidak setuju 5 (20,8%) terhadap perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1,000 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi sikap setuju dan tidak setuju dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,16, artinya responden yang mempunyai sikap tidak setuju mempunyai peluang 1,16 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
46
BAB 6 PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas tentang hasil penelitian pada bab 5 Kemudian akan dibandingkan hasil penelitian dengan kerangka konsep dan hipotesis yang telah disusun serta perbandingan dengan bebeapa hasil penelitian terdahulu. Dimana hasil penelitian ini telah dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi cquare. Data-data yang dikumpulkan meliputi dari karakteristik responden (umur, pendidikan dan status pernikahan), pengetahuan, sikap dan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS pada pekerja bangunan. 6.1 Keterbatasan penelitian Penulis menyadari bahwa penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, adapun keterbatasan penelitian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Mengingat banyaknya jumlah pekerja yang ada di Proyek World Class University, maka penyebaran kuesioner dilakukan mulai tanggal 27 maret07 april 2012. Dan dilakukan hanya pada saat jam istirahat pekerja, agar tidak mengganggu pada saat mereka bekerja. 2. Kemungkinan ketidaksempurnaan dalam pengisian kuesioner juga bisa terjadi karena alokasi waktu yang terbatas dari pihak mandor proyek.
6.2 Hasil penelitian 6.2.1
Perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS Perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, respon ini bisa bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) juga dapat bersifat aktif yaitu tindakan nyata. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit (Notoadmodjo, 1993), misalnya tidak memakai narkoba, tato dan tidak berganti-ganti pasangan seksual agar tidak terkena penyakit HIV/AIDS
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
47
Pada penelitian ini didapatkan perilaku pekerja yang tidak berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS cukup besar yaitu 89 % dan perilaku pekerja yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS walaupun tidak begitu besar tetapi masih ada yaitu berjumlah 19 %. Sedangkan pengetahuan yang baik berjumlah 93% sedangkan perilaku yang baik/tidak berisiko berjumlah 89%, pernyataan ini sesuai dengan teori bahwa pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku (Green et al). Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti tahap-tahap, yakni melalui proses perubahan ; pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktek (practice) atau “KAP” (PSP). Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas (K-A-P), bahkan dalam praktek sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Notoadmodjo, 2003). Perilaku seksual berisiko pada kelompok mobile migrant populations ini, khususnya pekerja bangunan perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan. Karena perilaku seksual berisiko yang mereka lakukan dapat menjadi jembatan penyeberangan HIV dari kelompok yang berisiko tinggi (pekerja seks) ke kelompok yang berisiko rendah (ibu rumah tangga dan anak-anak). Seorang pekerja yang memiliki perilaku seksual berisiko bukan hanya akan menyebabkan dirinya terinfeksi HIV, melainkan juga dapat menyebarkan virus tersebut kepada istri dan anak-anaknya kelak (Mutia, 2008). Indonesia cukup rentan terhadap epidemi HIV/AIDS, dimana penyebaran kasus ini berlangsung dengan kecepatan yang cukup tinggi. Penyebaran yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh faktor risiko yang mendorong terjadinya epidemi saat ini di Indonesia, antara lain (Abednego, 1993 dan Berita AIDS Indonesia: Media Komunikasi & Informasi, 1994, dalam Rianawati, NA, 2001) :
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
48
19. Adanya kelompok dengan perilaku risiko tinggi yang terkait dengan prostitusi, seperti : WTS, PTS, waria, homoseks dan lain-lain. 20. Adanya penduduk berperilaku risiko tinggi yang tidak terkait dengan prostitusi, seperti : hubungan seks ekstra marital, kumpul kebo, mitra seks ganda, tukar pasangan, remaja, narapidana, supir truk dan bus antar kota/provinsi. 21. Kualitas pelayanan kesehatan yang belum memadai seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik yang belum melaksanakan kewaspadaan secara umum yang cukup handal untuk mencegah penularan HIV antara lain dengan tidak dipatuhinya prosedurpemberian suntikan secara steril. 22. Kualitas dan jangkauan pemeriksaan donor darah yang belum memadai. 23. Kualitas dan kuantitas penyuluhan kesehatan yang belum menyeluruh. 24. Promosi kondom yang masih kontroversial. 25. Prevalensi dan insidens PMS yang cukup tinggi. 26. Sikap tidak peduli dan sanggahan berdasar argumentasi yang tidak logis terhadap kemungkinan timbulnya epidemi AIDS besar dan luas di Indonesia. 27. Transfusi darah dan skrinning darah masih rawan, sebab belum menyeluruh sama pengertian dan mutunya diantara pihak yang terkait yaitu PUTD PMI, Rumah Sakit, petugas kesehatan, pedonor dan keluarga pasien sehingga terdapat kemungkinan terjadi transfusi darah yang tidak steril. 28. Pelabuhan laut yang disinggahi warga asing, para pelaut maupun nelayan asing yang tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi HIV. 29. Tenaga kerja asing yang makin banyak bekerja di Indonesia, dimana mereka cenderung memliki perilaku yang meningkatkan risiko penularan HIV/AIDS. 30. Tingginya prevalensi hepatitis B, yang jalur penularannya sama dengan HIV.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
49
31. Pecandu obat bius yang jika tidak segera diatasi dengan serius dapat menimbulkan wabah AIDS dikalangan para pecandu obat narkotika suntikan dan selanjutnya dapat menjalar ke masyarakat umum. 32. Keberadaan bandara internasional yang merupakan pintu gerbang masuknya orang asing dan orang Indonesia yang sudah bermukim di negara-negara dengan prevalensi HIV tinggi. 33. Perbatsan geografis langsung dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia yang ternyata telah memiliki prevalensi HIV lebih tinggi dibanding prevalensi HIV di I ndonesia. 34. Meningkatnya insidens dan prevalensi penyakit kelamin di Indonesia tidak saja di kota-kota besar tapi juga merambah ke desa-desa. 35. Semakin berkembangnya praktek seks bebas terutama dikalangan remaja. 36. Pemakaian kondom pada kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS seperti WTS, orang yang berganti pasangan, dan sebagainya di masyarakat yang relatif rendah. Di PT. Waskita Karya Proyek World Class Unversity sudah dilaksanakan program pencegahan tempat
kerja.
Sesuai
KEP.68/Men/IV/2004
dengan
yang
dan penanggulangan HIV/AIDS di SK
mewajibkan
Menakertrans setiap
Nomor
perusahaan
:
untuk
melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja.
6.2.2
Karakteristik Individu
6.2.2.1 Hubungan umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS Proporsi analisis hubungan
umur dengan perilaku berisiko
terhadap penyakit HIV/AIDS kategori umur yang terbanyak yaitu < 29 tahun berjumlah 53 %, sedangkan yang berusia ≥ 29 tahun berjumlah 47%.Hasil analisis hubungan umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 9 (17%) yang berusia < 29 tahun yang berperilaku berisiko. Sedangkan yang berusia ≥ 29 tahun ada Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
50
10 (21,3) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,771 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi umur < 29 tahun dan ≥ 29 tahun dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Hal ini sesuai dengan penelitian Angreani (2005) yang dilakukan di Jakarta Timur yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS. Penelitian Rianawati (2001) yang dilakukan di Sleman Yogyakarta juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS. Seiring dengan perkembangan HIV/AIDS, kelompok tertentu ditemukan lebih rentan memiliki perilaku seksual berisiko terhadap HIV/AIDS. Hal ini salah satunya berhubungan dengan variasi perilaku berisiko berdasarkan umur. Kelompok umur remaja dikatakan merupakan masa kritis dimana pemahaman terhadap perilaku kesehatan masih belum cukup matang. Walaupun kelompok remaja memiliki kemampuan kognitif untuk menentukan perilaku yang sehat, pada prakteknya remaja sering terdorong oleh kekuatan lain yang membuat mereka tidak berperilaku secara sehat. Hal ini termasuk perilaku mencoba atau memulai hubungan seksual. Berbeda dengan remaja, kelompok umur dewasa kurang memiliki perilaku berisiko. Kelompok umur dewasa mulai mempraktekkan perilaku yang sehat (Sarafino, 1994) dalam Angreani, S (2005).
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
51
6.2.2.2 Hubungan Pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam menentukan cara terbaik untuk memulai proses perubahan perilaku (Green et al). Didalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau , masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu
asumsi
bahwa
manusia
sebagai
makhluk
sosial
didalam
kehidupannya untuk mecapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang lebih pandai, lebih dewasa, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya (Notoadmodjo, 1993). Proporsi analisis hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS kategori tingkat pendidikan rendah cukup banyak yaitu 60% dan tingkat pendidikan yang tinggi berjumlah 40 %. Hasil analisis hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 9 (22,5%) yang mempunyai pendidikan tinggi berperilaku berisiko. Sedangkan yang pendidikan rendah 10 (16,7%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,640 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pendidikan tinggi dan rendah dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Hal ini sejalan dengan penelitian Mutia (2008) yang dilakukan di Jakarta menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS. Pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menerima dan merepon terhadap berbagai informasi. Dimana tingkat pendidikan yang setingkat SMA atau lebih mempunyai kemampuan menyerap informasi yang bersifat mendidik yang diberikan. Hal ini berarti Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
52
dengan semakin tingginya tingkat pendidikan kemampuan menyerap pesan kesehatan akan lebih baik. Responden dengan pendidikan yang lebih baik akan lebih baik pengetahuan dan tingkat kepeduliannya terhadap HIV/AIDS (Utomo at al, 1998 dalam Angreani, S 2005).
6.2.2.3 Hubungan Status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS Status pernikahan menunjukkan apakah seseorang telah menikah atau belum menikah. Pernikahan pada prinsipnya adalah meningkatkan hubungan seseorang untuk terikat salah satunya dalam melakukan hubungan seksual yang berhubungan dengan fungsi reproduksi yaitu menghasilkan keturunan. Namun status pernikahan telah menikah terkadang malah meningkatkan seseorang untuk berperilaku seksual dengan banyak pasangan (Utomo et al, 1998 dalam Angreani, 2005). Proporsi analisis hubungan
status pernikahan dengan perilaku
berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS kategori status pernikahan rata-rata pekerja sudah menikah berjumlah 51.0 % dan yang belum menikah berjumlah 49%. Hasil analisis hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 8 (16,3%) yang belum menikah berperilaku berisiko. Sedangkan yang menikah 11 (21,6%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,680 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi belum menikah dan menikah dengan
perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Penelitian ini sesuai dengan Angreani (2005) yang melakukan penelitian di Jakarta Timur yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
53
Juga penelitian Mutia (2008) yang dilakukan di Jakarta menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS.
6.2.3
Hubungan
Pengetahuan
dengan
perilaku
berisiko
terhadap
HIV/AIDS Seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya (Notoadmodjo, 2003). Proporsi analisis hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS kategori pekerja yang mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang HIV/AIDS sebesar 93 %, dan yang belum banyak mengetahui tentang penyakit tersebut hanya berjumlah 7 %. Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 17 (18,3%) yang pengetahuan tinggi berperilaku berisiko. Sedangkan yang pengetahuan rendah 2 (28,6%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,615 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi pengetahuan tinggi dan rendah dengan
perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Green bahwa pengetahuan merupakan faktor penting namun tidak memadai dalam perubahan perilaku dan peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Menurut Bloom, 1908 dalam Notoatmodjo, 2008 (dalam Mutia, 2008) pengetahuan itu mempunyai enam tingkatan. Responden yang memiliki informasi cukup tetapi perilakunya justru berisiko kemungkinan di kerenakan tingkat pengetahuan yang dimilikinya baru mencapai tahap tahu (know) yang merupakan tingkat pengetahuan paling rendah sehingga
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
54
belum mampu mendorong responden untuk tidak melakukan perilaku berisiko HIV/AIDS. Hal ini sesuai dengan penelitian Angreani (2005) yang dilakukan di Jakarta Timur yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS. 6.2.4
Hubungan Sikap dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS Sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saat-saat dan tempat yang berbeda. Sikap dinyatakan dalam tiga domain ABC, yaitu affect, behaviour dan cognition. Affect adalah perasaan yang timbul (senang, tidak senang), behaviour dalah perilaku yang mengikuti persaan itu (mendekat, menghindar) dan cognition adalah penilaian terhadap objek sikap (bagus, tidak bagus) (Sarwono, 1997). Seperti contoh orang yang mengerti tentang risiko penyakit HIV/AIDS (cognition) maka dia akan merasa takut terkena penyakit tersebut (affect) dan akan bersikap untuk menghindarinya (behaviour). Menurut
Kirscht
dalam
Green.
L
menyebutkan
bahwa
sikap
menggambarkan suatu kumpulan keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif sehingga sikap selalu dapat di ukur dalam bentuk baik dan buruk atau positif dan negatif. Proporsi analisis hubungan
sikap dengan perilaku berisiko
terhadap penyakit HIV/AIDS kategori pekerja yang mempunyai sikap tidak setuju (negatif) terhadap HIV/AIDS yaitu 24 %, dan yang setuju yaitu tetap bersikap positif terhadap HIV/AIDS seperti tidak menstigma penderita HIV/AIDS berjumlah 76 %. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1,000 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi sikap setuju dan tidak setuju dengan
perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS).
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
55
Hubungan antara perilaku dengan sikap tidak sepenuhnya di mengerti, namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak (Green) tetapi pada penelitian ini tidak di temukan adanya hubungan antara sikap dengan perilaku tersebut. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan sikap tidak setuju merupakan sikap pekerja yang tidak setuju adalah yang mendiskriminasi orang dengan HIV/AIDS. Menurut (ILO, 2001) tidal dibolehkan adanya tindak diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan status HIV/AIDS atau dianggap sebagai orang terinfeksi HIV. Diskriminasi dan stigmatisasi justru menghalangi upaya promosi pencegahan HIV/AIDS. Penelitian Mutia (2008) yang dilakukan di Jakarta menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
56
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan tentang hubungan perilaku dan sikap terhadap perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS pada pekerja di Proyek World Class University tahun 2012, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian tentang karakteristik responden menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan umur, pendidikan dan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS pada pekerja. Dimana ratarata umur produktif yaitu < 29 tahun, pendidikan < SMP 60% dan menikah 51%. Dimana keadaan ini umumnya mempengaruhi perilaku sesorang, seperti Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam menentukan cara terbaik untuk memulai proses perubahan perilaku (Green et al). 2. Pada analisis hubungan pengetahuan dengan dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS pada pekerja didapatkan hasil p=0,615 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pengetahuan tinggi dan rendah dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Proporsi pengetahuan yang baik yatu 93%. Dimana pada Proyek World Class University selalu dilakukan penyuluhan tentang HIV/AIDS secara berkala setiap dua minggu dan pemasangan poster-poster serta pembagian leaflet tentang perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. 3. Hasil analisis hubungan sikap dengan dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS pada pekerja. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1,000 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi sikap setuju dan tidak setuju dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
57
hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). 4. Hasil analisis tentang perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS perilaku yang tidak berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS cukup besar yaitu 89 % dan perilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS walaupun tidak begitu besar tetapi masih ada yaitu berjumlah 19 %. Walaupun perilaku berisiko hanya 19%, hal ini dapat juga mempengaruhi pekerja yang lain untuk berperilaku berisiko. Oleh karena itu untuk antisipasi keadaan tersebut di Proyek World Class University selalu mengadakan kegiatan rutin untuk mengisi waktu istirahat/libur dengan mengadakan pengajian setiap kamis malam dan pemutaran film setiap sabtu malam, dengan harapan agar pekerja mengurangi/menghindari mencari hiburan diluar yang dapat berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberi saran sebagai berikut : 1. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,788, artinya responden yang pengetahuan rendah mempunyai peluang 1,78 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Dalam melakukan pembinaan secara berkesinambungan terhadap pekerja tentang pencegahan penyakit HIV/AIDS dengan metode yang bervariasi dan tidak monoton agar pekerja maupun karyawan tidak bosan. Walaupun kegiatan tersebut intinya sama yaitu pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan berulang-ulang. 2. Agar semua proyek dari PT. Waskita Karya melaksanakan program promosi dan pencegahan HIV/AIDS tidak hanya di Proyek World Class University
saja.
No.68/MEN/IV/2004
Sesuai agar
dengan
pengusaha
KEPMENAKERTRANS maupun
perusahaan
wajib
melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja dengan menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khusus untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS sesuai
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
58
dengan perundang-undangan dan standar yang berlaku. Dengan adanya kegiatan tersebut akan sangat membantu pemerintah dalam hal pencegahan HIV/AIDS pada kelompok berisiko yaitu migrant workers. 3. Bagi peneliti lain, selanjutnya agar penelitian dengan variabel umur dan pendidikan dibuat lebih spesifik kelompoknya jadi tidak hanya dibagi dalam dua kelompok saja, tetapi di buat lengkap misalnya pendidikan SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Begitu juga dengan variabel umur. Dengan demikian diharapkan didapatka hasil penelitian yang signifikan.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
2
Laporan pada tahun 1981 sebuah penyakit baru mematikan yaitu Acguired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Agen penyebabnya adalah human immunodeficiency virus (HIV). Karakterisasi infeksi HIV dan AIDS di Amerika Serikat selama tahun 1981 - 2008, laporan ini merangkum hasil bahwa analisis, yang menunjukkan bahwa, dalam 14 tahun pertama, jumlah diagnosis AIDS baru dan kematian di antara orang yang berusia > 13 tahun, pencapaian tertinggi yaitu 75.457 pada tahun 1992 dan 50.628 pada tahun 1995. Dengan diperkenalkannya terapi antiretroviral yang sangat aktif, diagnosis AIDS dan kematian menurun secara substansial dari 1995 hingga 1998 dan tetap stabil 1999-2008 mencapai rata-rata 38.279 diagnosis AIDS dan 17.489 kematian per tahun. Pada akhir 2008, 1.178.350 orang diperkirakan hidup dengan HIV, dan 236.400 (20,1%) infeksi yang tidak terdiagnosis (MMWR,2011). Tahun 1995, jumlah kasus infeksi HIV di seluruh dunia mencapai 28 juta dan sekitar 2,4 juta adalah bayi dan anak. Estimasi terkini UNAIDS (2010), jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) berkisar 31,4 – 35,3 juta orang, prevalensi tertinggi dalaporkan di Benua Afrika bagian selatan (15-28%). (Nasrin & Desy, 2011). Infeksi HIV menjadi ancaman global serius. Para Oganization UNAIDS memperkirakan antara 34,1 dan 47,1 juta, orang saat ini terinfeksi HIV di seluruh dunia, dengan beberapa 4,3 juta infeksi baru setiap tahun. Prediksi untuk masa depan telah sama-sama suram, dengan perkiraan bahwa pada tahun 2020, penyakit ini bisa mengakibatkan kematian lebih dari 125 juta orang. Selatan dan asia tenggara dan sub-Sahara Afrika telah paling tinggi infeksi HIV dan AIDS. Di sub-Sahara Afrika, 25 juta orang diyakini hidup dengan HIV / AIDS (norman,2004; piot et al.,2004; UNAIDS,2006) Salah satu kontributor utama penyebaran global HIV adalah laki-laki migrant workers. Dimana keadaan
ekonomi menyebabkan pria muda untuk
bekerja jauh dari rumah dan keluarga mereka, di tempat mereka berada ada kemungkinan untuk melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial tanpa kondom. Migrasi tenaga kerja di Asia, yang juga melaporkan tingkat pertumbuhan tercepat HIV / AIDS di dunia. USAID telah melakukan langkah-langkah yang diambil untuk mencegah penyebaran epidemi lebih lanjut,
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
3
jumlah orang yang hidup dengan HIV / AIDS di Asia Tengah bisa mencapai 1,65 juta (Weine.S, Bahromov.M & Mirzoev.A, 2008). Pada
tahun
1996,
Tufts-New
England
Medical
Center
(TNEMC), dengan bantuan Kedokteran Rescue Medicine (RM), membentuk tim kesehatan pada pekerja konstruksi klinik di Takoradi, Ghana, adapun hasil yang didapatkan adalah beberapa perilaku berisiko bagi pekerja tersebut antara lain tentang penggunaan alkohol, 44% (14 dari 32) melaporkan bahwa konsumsi alkohol total mereka belum berubah selama mereka tinggal di barat Ghana, sedangkan 34% (11 dari 32) melaporkan peningkatan konsumsi dan 22% (7 dari 32) melaporkan penggunaan alkohol berkurang. Hanya 38% (15 dari 39) menerima pendidikan tentang bagaimana mengurangi risiko HIV. Hampir seperempat (24%, 10 dari 42: sembilan pria dan seorang wanita) dari ekspatriat dilaporkan melakukan hubungan seksual dengan mitra lokal. Setengah (5 dari 10) dari mereka yang berhubungan seks dengan mitra lokal tidak menggunakan kondom (Hamer et al, 2008). Penelitian di Mesir yang dilakukan Sayyed, 2008 pada pekerja industri dan pekerja datangan didapatkan adanya hubungan yang signifikan terhadap umur, jenis kelamin, status pernikahan, pendidikan, tempat tinggal dengan keluarg, pengetahuan dan sikap
yaitu (P<0.001) dengan perilaku berisiko
terhadap HIV/AIDS. Studi juga dilakukan oleh Fuller, 2008 tentang pengetahuan terhadap faktor risiko HIV pada pekerja di Thailand. Dan didapatkan hasil yang signifikan pada faktor jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan (P<0.001), terhadap faktor risiko HIV pada pekerja di Thailand. AIDS di Indonesia terus meningkat sejak dilaporkan pertama kali tahun 1987 dan kini mencapai 186 ribu kasus, 26% adalah perempuan. Kasus terbanyak berusia 20-29 tahun (10.471;48,1%) dan 30-39 tahun (30,9%). Kasus AIDS tertinggi dilaporkan di DKI dan kasus AIDS yang bertahan hidup tertinggi di Papua (122,22/100.000 penduduk). Proporsi penderita AIDS di Indonesia tahun 2000 (11,2%) dan pada triwulan III, 2010 (26%) meningkat dengan pesat, (Nasrin & Desy, 2011).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
4
Di Indonesia hingga Maret 2009 tercatat 16.964 penderita AIDS, namun diperkirakan saat ini terdapat 130.000 ODHA (Orang dengan HIV/AIDS). Oleh karena itu masalah HIV/AIDS telah dinyatakan sebagai masalah kesehatan masyarakat. Tingginya jumlah kasus infeksi HIV khususnya pada kelompok penyalahgunaan narkoba suntik dan wanita pekerja seks memungkinkan terjadinya penyebaran infeksi HIV ke masyarakat umum. Keadaan ini tentunya tidak boleh dibiarkan, mengingat kebanyakan dari mereka yang beresiko tertular HIV tidak tahu akan status HIVnya, apakah sudak terinfeksi atau belum (Depkes RI, 2009). Data Ditjen PP & PL Kemenkes RI sampai dengan juni 2011 Indonesia jumlah kasus AIDS berjumlah 26.483 jiwa. Di DKI Jakarta tercatat 3997 jiwa oarng yang menderita AIDS dan 577 orang yang telah meninggal dunia. Sedangkan prevalensi nya adalah 42.69/ 100.000. Berdasarkan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Mutia.A
(2008)
menerangkan bahwa buruh bangunan merupakan salah satu sektor pekerjaan yang rawan terhadap penularan dan penyebaran HIV/AIDS. Hal ini disebabkan karena pada umumnya buruh bangunan berasal dari luar daerah, sering berpindah-pindah tempat, serta jauh dari keluarga atau pasangan yang dapat mendorong mereka untuk melakukan perilaku seksual beresiko. Meskipun pada penelitian ini perilaku seksual berisiko pada buruh bangunan belum banyak terjadi (sekitar 18%), akan tetapi perlu mendapat perhatian yang serius karena dapat menjadi jembatan penyeberangan HIV dari kelompok berisiko tinggi (pekerja seks) ke kelompok yang berisiko rendah (ibu rumah tangga dan anak-anak). Penelitian yang dilakukan oleh Nova astuti rianawati (2001) pada variabel karakteristik dengan sikap terhadap HIV/AIDS, diperoleh satu uji yang berhubungan secara bermakna yaitu pada variabel jenis kelamin (p-value = 0,026) dan variabel lama masa kuliah atau sekolah memperlihatkan hubungan yang bermakna (p-value = 0,036). Analisis bivariat antara pengetahuan, sikap dan perilaku berisiko menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara variabel pengetahuan dengan sikap terhadap HIV/AIDS (p-value = 0,002) dan antara sikap dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS (p-value = 0,001).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
5
Proyek pembangunan World Class University merupakan salah satu proyek yang dimiliki oleh PT. Waskita Karya. Proyek pembangunan ini terletak pada area kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat. Proyek ini mempunyai pekerja bangunan sebanyak lebih kurang 316 orang yang berasal dari berbagai daerah. Para pekerja ini bertempat tinggal di beberapa tempat yang telah disiapkan dari proyek. Proyek World Class University sudah dilaksanakan program pencegahan HIV/AIDS. Sesuai dengan KEPMENAKERTRANS No.68/MEN/IV/2004 agar pengusaha maupun perusahaan wajib melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja dengan menerapka prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khusus untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS sesuai dengan perundang-undangan dan standar yang berlaku. Adapun kegiatan yang dilakukan seperti penyuluhan terhadap pekerja setiap hari senin tentang bahaya HIV/AIDS dan cara pencegahannya. 1.2 Rumusan Masalah Umumnya pekerja bangunan berasal dari luar daerah, sering berpindahpindah tempat, serta jauh dari keluarga atau pasangan yang dapat mendorong mereka untuk melakukan perilaku seksual beresiko. Sehingga tinggi juga risiko untuk tertular penyakit HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University.
1.3 Pertanyaan Penelitian 1.3.1
Bagaimana gambaran karakteristik individu berdasarkan Umur pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
1.3.2
Bagaimana gambaran karakteristik individu berdasarkan Pendidikan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
1.3.3
Bagaimana gambaran karakteristik individu berdasarkan Status Pernikahan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
6
1.3.4
Bagaimana hubungan karakteristik individu dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
1.3.5
Bagaimana hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
1.3.6
Bagaimana hubungan sikap dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012?
1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
1.4.2
Tujuan khusus
1.4.2.1 Diketahuinya gambaran karakteristik individu berdasarkan Umur pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. 1.4.2.2 Diketahuinya gambaran karakteristik individu berdasarkan Pendidikan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. 1.4.2.3 Diketahuinya
gambaran
karakteristik
individu
berdasarkan
Status
Pernikahan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. 1.4.2.4 Diketahuinya hubungan karakteristik individu dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. 1.4.2.5 Diketahuinya hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. 1.4.2.6 Diketahuinya hubungan sikap dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
7
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1
Bagi peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang di dapat selama di perkuliahan dan melihat kenyataan langsung di lapangan.
1.5.2
Bagi PT.Waskita Karya khususnya di Proyek World Class University dapat
memberikan
gambaran
tentang
perilaku
berisiko
terhadap
HIV/AIDS pada buruh bangunan di wilayah kerjanya. 1.5.3
Bagi peneliti lain agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk penyusunan penelitian selanjutnya mengenai perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS pada pekerja bangunan.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang hubungan pengetahuan dan sikap terhadap perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan maret 2012 dengan melakukan pengisian lembar kuisioner kepada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian HIV/AIDS
Human immunodevisiency virus (HIV) Virus ini yang awalnya menyerang sistem kekebalan tubuh manusia, menyebabkan penyakit HIV dan akhirnya AIDS. Acguired immunodeficiency syndrome (AIDS) penyakit berbahaya yang disebabkan oleh virus yang ditularkan melalui cairan tubuh, terutama karena hubungan seksual dan penggunaan narkoba suntikan (kelly, 2008). Sistem kekebalan tubuh melindungi tubuh terhadap penyakit. Kalau sistem kekebalan tubuh dirusak virus AIDS, maka serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun akan menyebabkan sakit dan meninggal. Penderita AIDS yang meninggal bukan semata-mata disebabkan oleh virus, tetapi oleh penyakit lain yang sebenarnya bisa ditolak, seandainya daya tahan tubuh tidak dirusak oleh HIV(Depkes.RI, 1993).
2.1.1
Epidemilogi HIV/AIDS Kasus AIDS pertama kali dilaporkan pada tahun 1981 di Los Angeles, Amerika Serikat. Sejak saat itu kasus HIV/AIDS mulai banyak dilaporkan diberbagai belahan duniadan menjadi permasalahan kesehatan global, karena hampir semua negara memiliki laporan mengenai kasus HIV/AIDS. Selain karena angka penularannya tang cepat, sampai saat ini obat untuk menyembuhkan penderita HIV/AIDS belum ditemukan. Diseluruh dunia, AIDS kini telah menjadi pembunuh ke-4 setelah infeksi saluran pernafasan, gangguan pencernaan dan TBC (dalam Rianawati, NA, 2001). Laporan pada tahun 1981 sebuah penyakit baru mematikan yaitu Acguired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). Agen penyebabnya adalah
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
9
human immunodeficiency virus (HIV). Karakterisasi infeksi HIV dan AIDS di Amerika Serikat selama tahun 1981 - 2008, laporan ini merangkum hasil bahwa analisis, yang menunjukkan bahwa, dalam 14 tahun pertama, jumlah diagnosis AIDS baru dan kematian di antara orang yang berusia > 13 tahun, pencapaian tertinggi yaitu 75.457 pada tahun 1992 dan 50.628 pada tahun 1995. Dengan diperkenalkannya terapi antiretroviral yang sangat aktif, diagnosis AIDS dan kematian menurun secara substansial dari 1995 hingga 1998 dan tetap stabil 1999-2008 mencapai rata-rata 38.279 diagnosis AIDS dan 17.489 kematian per tahun. Pada akhir 2008, 1.178.350 orang diperkirakan hidup dengan HIV, dan 236.400 (20,1%) infeksi yang tidak terdiagnosis (MMWR,2011). Tahun 1995, jumlah kasus infeksi HIV di seluruh dunia mencapai 28 juta dan sekitar 2,4 juta adalah bayi dan anak. Estimasi terkini UNAIDS (2010), jumlah orang dengan HIV/AIDS (ODHA) berkisar 31,4 – 35,3 juta orang, prevalensi tertinggi dalaporkan di Benua Afrika bagian selatan (15-28%). (Nasrin & Desy, 2011). Secara epidemilogis, masalah HIV/AIDS sebenarnya di Indonesia sudah cukup gawat karena Indonesia cukup rentan terhadap epidemi HIV/AIDS, dimana penyebaran kasus ini berlangsung dengan kecepatan yang cukup tinggi. Penyebaran yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh faktor risiko yang mendorong terjadinya epidemi saat ini di Indonesia, antara lain (Abednego, 1993 dan Berita AIDS Indonesia: Media Komunikasi & Informasi, 1994, dalam Rianawati, NA, 2001) : 1.
Adanya kelompok dengan perilaku risiko tinggi yang terkait dengan prostitusi, seperti : WTS, PTS, waria, homoseks dan lain-lain.
2.
Adanya penduduk berperilaku risiko tinggi yang tidak terkait dengan prostitusi, seperti : hubungan seks ekstra marital, kumpul kebo, mitra seks ganda, tukar pasangan, remaja, narapidana, supir truk dan bus antar kota/provinsi.
3.
Kualitas pelayanan kesehatan yang belum memadai seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik yang belum melaksanakan kewaspadaan secara umum yang cukup handal untuk mencegah penularan HIV
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
10
antara lain dengan tidak dipatuhinya prosedurpemberian suntikan secara steril. 4.
Kualitas dan jangkauan pemeriksaan donor darah yang belum memadai.
5.
Kualitas dan kuantitas penyuluhan kesehatan yang belum menyeluruh.
6.
Promosi kondom yang masih kontroversial.
7.
Prevalensi dan insidens PMS yang cukup tinggi.
8.
Sikap tidak peduli dan sanggahan berdasar argumentasi yang tidak logis terhadap kemungkinan timbulnya epidemi AIDS besar dan luas di Indonesia.
9.
Transfusi darah dan skrinning darah masih rawan, sebab belum menyeluruh sama pengertian dan mutunya diantara pihak yang terkait yaitu PUTD PMI, Rumah Sakit, petugas kesehatan, pedonor dan keluarga pasien sehingga terdapat kemungkinan terjadi transfusi darah yang tidak steril.
10. Pelabuhan laut yang disinggahi warga asing, para pelaut maupun nelayan asing yang tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi HIV. 11. Tenaga kerja asing yang makin banyak bekerja di Indonesia, dimana mereka cenderung memliki perilaku yang meningkatkan risiko penularan HIV/AIDS. 12. Tingginya prevalensi hepatitis B, yang jalur penularannya sama dengan HIV. 13. Pecandu obat bius yang jika tidak segera diatasi dengan serius dapat menimbulkan wabah AIDS dikalangan para pecandu obat narkotika suntikan dan selanjutnya dapat menjalar ke masyarakat umum. 14. Keberadaan bandara internasional yang merupakan pintu gerbang masuknya orang asing dan orang Indonesia yang sudah bermukim di negara-negara dengan prevalensi HIV tinggi. 15. Perbatsan geografis langsung dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia yang ternyata telah memiliki prevalensi HIV lebih tinggi dibanding prevalensi HIV di I ndonesia.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
11
16. Meningkatnya insidens dan prevalensi penyakit kelamin di Indonesia tidak saja di kota-kota besar tapi juga merambah ke desa-desa. 17. Semakin berkembangnya praktek seks bebas terutama dikalangan remaja. 18. Pemakaian kondom pada kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS seperti WTS, orang yang berganti pasangan, dan sebagainya di masyarakat yang relatif rendah. Secara epidemik terdapat 3 pola penyebaran HIV/AIDS di dunia. Pola pertama didapatkan pada sebagain besar kelompok homoseks, biseks, dan pecandu obat bius yang ditemukan di Amerika Utara, Eropa Barat, Australia, New Zealand, dan sebagian besar Amerika Selatan. Pola kedua didapatkan di Afrika Tengah, Afrika Selatan, Afrika Timur, serta bebarapa daerah di Karibia yang penderitanya sebagian besar adalah heteroseks. Sedangkan pola ketiga ditemukan di Eropa Timur, di daerah Mediteranean selatan, dan Asia Pasifik, HIV tampaknya baru masuk sekitar tahun 1980, karena itu jumlah kasus AIDS masih relatif sedikit (Tjokronegoro dkk, 1992. Dalam Rianawati, NA, 2001).
2.1.2
Cara penularan HIV HIV dapat ditularkan melalui :
a. Ditularkan melalui penggunaan bersama jarum suntik untuk menyuntikkan obat-obat IV (kelly,2008). b. Ditularkan selama hubungan seks per anal, hubungan seksual, dan kemungkinan hubungan seks peroral dengan seseorang yang terjangkit AIDS atau pembawa virus AIDS (kelly,2008). c. Transfusi darah yang mengandung HIV (Depkes, 1993). d. Pemindahan virus dari ibu hamil yang mengidap HIV kepada janin yang dikandungnya (Depkes, 1993). Menurut Depkes, 2009 AIDS tidak ditularkan karena : a. Hidup serumah dengan penderita AIDS (asal tidak mengadakan hubungan seks. b. Bersenggolan dengan penderita. c. Bersentuhan dengan pakaian dan barang bekas penderita.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
12
d. Berjabat tangan. e. Penderita AIDS bersin atau batuk di dekat kita. f. Berciuman. g. Makan dan minum bersama dari satu piring atau gelas. h. Gigitan nyamuk dan serangga lain. i. Sama-sama berenang di kolam renang.
2.1.3
Gejala – gejala HIV/AIDS Adapun gejala HIV/AIDS menurut kelly, 2008 : a. Gejala-gejala dini seperti influensa (pembengkakan kelenjar limfa, berkeringat waktu malam hari, diare) dengan infeksi pernafasan dan pencernaan berulang. b. Kambuhan infeksi jamur. c. Perkembangan limfoma non-Hodgkins d. Perkembangan lesi kulit keuguan (sarkoma Kaposi) e. Kambuhan infeksi menjadi lebih sering f. Mudah lupa, kerusakan bicara, tremor, seizure
Menurut Depkas, 1993 gejala pasien HIV : a. Lelah dan lesu b. Berat badan menurun tajam c. Mencret dan kurang nafsu makan d. Bercak-bercak putih di lidah dan didalam mulut e. Kanker kulit f. Radang paru-paru
2.1.4
Upaya deteksi dini status HIV 1. Konseling. Konseling HIV merupakan suatu dialog antara konselor dan klien utuk meningkatkan kemampuan klien dalam memahami HIV/AIDS serta risiko dan konsekuensi terhadap diri, pasangan dan keluarga serta orang disekitarnya.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
13
Kegiatan konseling menyediakan dukungan psikologis, informasi dan pengetahuan HIV/AIDS, pencegahan penularan HIV, perubahan perilaku yang bertanggung jawab, pengobatan ARV (Antiretriviral) dan memastikan pemecahan berbagai masalah terkait dengan HIV/AIDS (Depkes RI, (2009). 2. Tes HIV Sukarela. Tes HIV merupakan tes terhadap antibodi yang terbuka akibat masuknya HIV ke dalam tubuh atau tes antigen yang mendeteksi adanya virus itu sendiri. Dengan kata lain, tes HIV adalah tes darah untuk memastikan seseorang terinfeksi HIV atau tidak (Depkes RI, (2009).
2.1.5 Manfaat konseling dan Tes HIV Sukarela Manfaat Konseling dan Tes HIV Sukarela menurut Depkes RI (2009) terdapat 8 manfaat, yatu : 1.
Menerima keadaan terinfeksi HIV dan penyelesaiannya.
2.
Perencanaan dan promosi perubahan perilaku.
3.
Pelayanan pencegahan infeksi HIV dari ibu ke bayi.
4.
Memfasilitasi akses pelayanan sosial.
5.
Memfasilitasi akses pelayanan medis (infeksi oportunistik, IMS, ARV & TB)
2.1.6
6.
Memfasilitasi kegiatan sebaya dan dukungan.
7.
Normalisasi HIV/AIDS dan mengurangi stigma.
8.
Perencanaan dan perawatan untuk masa depan.
Jenis Tes HIV di Indonesia
Menurut Depkes RI (2009) ada 2 jenis tes HIV, yaitu : 1. Tes ELISA (Enzym – Linked Immune Sorbent Assay) merupakan tes klasik dengan reagen ELISA yaitu natibodi terhadap HIV. 2. Tes Serologis/Cepat. Tes untuk mendeteksi antibodi HIV dalam serum atau plasma. Tes ini ekonomis dan cepat, karena hasilnya kurang dari 2 jam. Oleh karena itu tes ini lebih banyak digunakan di laboratorium.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
14
2.1.7
HIV/AIDS dan Dunia Kerja
Ada 10 prinsip HIV/AIDS dan Dunia Kerja (ILO, 2001) : 2.1.7.1 Pengakuan HIV/AIDS sebagai persoalan dunia kerja : HIV/AIDS adalah persoalan dunia kerja dan mesti diperlakukan sebagaimana penyakit serius lainnya yang muncul di dunia kerja. 2.1.7.2 Non-diskriminasi : Tidak dibolehkan adanya tindak diskriminasi terhadap buruh/pekerja berdasarkan status HIV/AIDS atau dianggap sebagai orang terinfeksi HIV. Diskriminasi dan stigmatisasi justru menghalangi upaya promosi pencegahan HIV/AIDS. 2.1.7.3 Kesetaraan Jender : Dimensi jender dalam penanggulangan HIV/AIDS perlu di garis bawahi. Perempuan
dibanding
laki-laki
cenderung
mudah
terinfeksi
dan
terpengaruh wabah HIV/AIDS. Karenanya, kesetaraan jender dan pemberdayaan perempuan amat penting bagi keberhasilan pencegahan penyebaran infeksi serta memudahkan perempuan mengatasi HIV/AIDS. 2.1.7.4 Kesehatan Lingkungan : Demi kepentingan semua pihak, lingkungan kerja yang sehat dan aman perlu terus di jaga semaksimal mungkin sesuai Konvensi ILO No. 155 Tahun 1988 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. 2.1.7.5 Dialog Sosial : Kerjasama dan kepercayaan di antara pengusaha, buruh/pekerja serta pemerintah, termasuk keterlibatan aktif para buruh/pekerja yang terkena atau terpengaruh HIV/AIDS, menentukan kebehasilan pelaksanaan kebijakan dan program HIV/AIDS. 2.1.7.6 Larangan Skrining dalam Proses Rekrutmen dan Kerja : Skrining HIV/AIDS tidak boleh dijadikan persyaratan dalam lamaran kerja atau dikenakan terhadap seseorang yang sudah berstatus sebagai buruh/pekerja. 2.1.7.7 Kerahasiaan :
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
15
Menanyakan informasi pribadi yang berkaitan dengan HIV/AIDS pada pelamar kerja atau buruh/pekerja adalah tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Akses terhadap data pribadi terkait dengan status HIV seorang pekerja harus mematuhi prinsip kerahasiaan sesuai kaidah ILO tahun 1977 tentang Perlindungan data Pribadi Pekerja. 2.1.7.8 Kelanjutan Status Hubungan Kerja : Infeksi HIV tidak boleh dijadikan alasan pemutusan hubungan kerja. Seperti layaknya kondisi penyakit lain, infeksi HIV tidak harus membuat seseorang kehilangan hak bekerja sepanjang orang tersebut masih layak bekerja dan dapat dibenarkan secara medis. 2.1.7.9 Pencegahan : Infeksi HIV dapat dicegah. Upaya pencegahan dapat dilakukan sejumlah strategi yang disesuaikan dengan sasaran nasional dan mempertimbangkan kepekaan budaya. Langkah pencegahan juga dapat dilakukan melalui kampanye perubahan tingkah laku, pengetahuan, pengobatan serta menciptakan lingkungan yang bersih dari sikap dan tindak diskriminasi. 2.1.7.10
Kepedulian dan Dukungan :
Solidaritas, kepedulian dan dukungan haruslah menjadi pedoman dalam menanggapi persoalan HIV/AIDS di dunia kerja. Semua pekerja, termasuk yang terkena HIV, berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang terjangkau, jaminan asuransi, perlindungan sosial dan berbagai paket asuransi kesehatan lainnya.
2.2 PENGETAHUAN Menurut Notoadmodjo (2005) Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
16
2.2.1 Tingkat Pengetahuan Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan (Notoadmodjo, 2005), yaitu : a. Tahu (know) Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa tomat banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar, penyakit demam berdarah ditularkan oleh gigitan nyamuk Aedes Agepti dan sebagainya. b. Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekadar
dapat
menyebutkan,
tetapi
orang
tersebut
harus
dapat
menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut. Misalnya, orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan 3M (mengubur, menutup dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras dan sebagainya tempat-tempat penampungan air tersebut. c. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain. Misalnya, seseorang yang telah faham tentang proses pencernaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat ia bekerja atau dimana saja. Orang yang telah faham metodelogi penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja, dan seterusnya. d. Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan atau memisahkan,
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
17
mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara nyamuk Aedes Agepti dengan nyamuk biasa, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi, dan sebagainya. e. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjukkan kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada. Misalnya, dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca. f. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana, dan sebagainya.
2.3 SIKAP (Attitude) 2.3.1
Pengertian sikap Menurut Notoadmodjo (2005) Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Cambell (1950) mendefinisikan sangat sederhana, yakni “ An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object.” Jadi jelas, disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
18
merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan, bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi perupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup. STIMULUS STIMULUS (rangsangan)
(rangsangan)
PROSES STIMULUS
REAKSI TERBUKA (tindakan)
REAKSI TERTUTUP (sikap)
Gambar 2.1 hubungan, sikap dan tindakan
Menurut Robert Kwick (1974) dalam Notoadmodjo (1993) menyatakan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu obyek, dengan suatu cara yang menyatakan adanay tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
2.3.2
Komponen pokok sikap Dalam Notoadmodjo (2005) menurut Allport (1954) sikap itu terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu : a. Kepercayaan atau keyakinan, ide dan konsep terhadap objek. Artinya bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
19
objek. Sikap orang terhadap penyakit kusta misalnya, berarti bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit HIV/AIDS. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung didalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek. Seperti contoh butir a tersebut, berarti bagaimana orang menilai terhadap penyakit HIV/AIDS, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan. c. Kecenderungan untuk bertindak (tent to behave), artinya sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka (tindakan). Misalnya tentang contoh sikap terhadap penyakit HIV/AIDS diatas, adalah apa yang dilakukan seseorang bila ia menderita penyakit HIV/AIDS. Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap utuh (total attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Contoh : seorang ibu mendengar (tahu) penyakit demam berdarah (penyebabnya, cara penularannya, cara pencegahannya dan sebagainya). Pengetahuan ini akan membawa ibu untuk berpikir dan berusaha agar keluarganya, terutama anaknya tidak kena penyakit demam berdarah. Dalam berpikir ini komponen emosi dan keyakinan ikut bekerja sehingga ibu tersebut berniat (kecenderungan bertindak) untuk melakukan 3M agar anaknya tidak terserang demam berdarah. Ibu ini mempunyai sikap tertentu (berniat melakukan 3M) terhadap objek tertentu yakni penyakit demam berdarah.
2.3.3
Tingkatan Sikap Menurut Notoadmodjo (2005), sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan intensitasnya, sebgai berikut:
a. Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa seseorang atau subjek mau menerima stimulus yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap periksa hamil (ante natal care) dapat diketahui atau diukur dari
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
20
kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya. b.
Menganggapi (responding) Menanggapi disini diartikan memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan terhadap objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu yang mengikuti penyuluhan ante natal care tersebut ditanya atau diminta menanggapi oleh penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.
c. Menghargai (valuting) Menghargai diartikan subjek, atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus dalam arti membahasnya dengan orang
lain
dan
bahkan
mengajak
atau
mempengaruhi
atau
menganjurkan orang lain merespons. Contoh butir a diatas, ibu itu mendiskusikan ante natal care dengan suaminya, atau bahkan mengajak tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care. d. Bertanggung jawab (responsible) Sikap yang paling tinggi tingkatannya adalah bertanggung jawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya, dia harus berani mengambil risiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau adanya risiko lain. Contoh tersebut diatas, ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia harus berani untuk mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan penghasilannya, atau diomeli oleh mertuanya karena meningggalkan rumah dan sebagainya.
2.4 PERILAKU 2.4.1
Pengertian perilaku Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
21
interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab seseorang menerapkan perilaku tertentu (Wawan & Dewi, 2010). 2.4.2
Konsep Perilaku Menurut Wawan dan Dewi (2010) perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri. Hereditas atau faktor keturunan adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah suatu kondisi atau merupakan lahan untuk perkembangan perilaku tersebut. Suatu mekanisme pertemuan antara kedua faktor tersebut dalam rangka terbentuknya perilaku disebut proses belajar (learning process). Menurut Skinner (1938) dalam Wawan dan Dewi (2010) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan (respon) dan respons. Ia membedakan adanya 2 respons, yakni :
2.4.2.1 Respondent Respons atau Reflexive Respons Adalah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan semacam ini disebut eliciting stimuli karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya makanan lezat menimbulkan air liur, cahaya yang kuat menyebabkan mata tertutup dan sebagainya. Respondent respons (respondent behaviour) ini mencakup juga emosi atau emotional behaviour. Emotional behaviour respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang bersangkutan, misalnya menangis karena sedih atau sakit, muka merah (tekanan darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa, berjingkatjingkat karena senang dan sebagainya. 2.4.2.2 Operant respons atau Instrumental respons
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
22
Adalah respons yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu, perangsang yang demikian itu mengikuti atau memperkuat suatu perilaku yang telah dilakukan. Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan suatu perbuatan kemudian memperoleh hadiah maka ia akan menjadi lebih giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut.
2.4.3
Bentuk Perilaku Notoadmodjo (1993) dalam Rianawati (2001) mengatakan bahwa perilaku
dapat diartikan sebagai respon organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus)
dari
luar
subyek
tersebut.
Respon
tersebut
berupa
respon
internal/pasif/covert behavior dan bentuk aktif/overt behavior dimana perilaku tersebut dengan jelas dapat diobservasi secara langsung. Bentuk operasional dari perilaku itu sendiri dikelompokkan menjadi 3 jenis (Staf Jurusan PKIP FKM UI, 1984 dalam Rianawati 2001) yaitu : a. Perilaku dalam bentuk pengetahuan (knowledge) atau persepsi, yaitu dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari luar. Misalnya, berusaha untuk mencari informasi mengenai HIV/AIDS ebih banyak. b. Perilaku dalam bentuk sikap yaitu tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan dari uar seseorang, sehingga akan terbentuk perilaku sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut. c. Perilaku dalam bentuk tindakan yang sudah konkrit, yang berupaya perbuatan (action) terhadap situasi atau rangsangan dari luar. Misalnya setelah mempunyai informasi mengenai HIV/AIDS, sikap para supir truk terhadap HIV/AIDS menjadi positif pula. Pada akhirnya mereka akan melakukan perilaku pencegahan yaitu hanya melakukan hubungan seks dengan pasangan tetapnya.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
23
Menurut Skinner dalam Wawan dan Dewi (2010) untuk membentuk jenis respons atau perilaku ini perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning, prosedurnya sebagai berikut: 2.4.3.1 Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang dibentuk 2.4.3.2 Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponenkomponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menuju kepada terbentuknya perilaku yang dimaksud. 2.4.3.3 Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut. 2.4.3.4 Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah disusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua, diberi hadiah (komponen pertama tidak memerlukan hadiah lagi), demikian berulang-ulang sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai perilaku yang diharapkan terbentuk.
Menurut Wawan dan Dewi (2010) secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respons organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut. Respons ini berbentuk 2 macam, yakni: 1. Bentuk pasif adalah respons internal yaitu yang terjadi didalam diri manusia dan secara tidak langsung dapat terlihat oleh orang lain, misalnya berfikir, tanggapan atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya seorang ibu tahu bahwa imunisasi itu dapat mencegah suatu penyakit tertentu meskipun ibu tersebut tidak membawa anaknya ke puskesmas untuk diimunisasi. Perilaku ini masih terselubung (covert behaviour).
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
24
2. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya si ibu sudah membawa anaknya kepuskesmas atau fasilitas kesehatan lain untuk imunisasi, perilaku ini sudah tampak dan nyata maka disebut overt behaviour.
2.4.4
Determinan Perilaku Perilaku merupakan rekasi yang bersifat sangat kompleks. Dimana
semakin kompleks suatu perilaku maka akan semakin banyak faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku. Dengan demikian menurut Azwar (1998) dalam Rianawati (2001) perilaku itu akan sulit diprediksikan dan ditafsirkan sebagai indikator sikap seseorang. Faktor yang menentukan terbentuknya perilaku itu sendiri sulit untuk dibatasi disebabkan perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor. Hal-hal yang menentukan perilaku seseorang tersebut sebagian terletak dalam diri orang itu sendiri (intern) dan yang diluar diri seseorang (ekstern). Menurut L. Green (1980) perilaku ditentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut : a. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini ada didalam diri seseorang yang menjadi dasar bagi munculnya perilaku secara sukarela. Yang termasuk dalam faktor ini antar lain pengetahuan, keyakinan, sikap, keinginan (minat), niat, norma, locus of control, kepercayaan, nilai-nilai dan faktor sosio demografi seperti umur, jenis kelamin, pendidikan atau penghasilan. b. Faktor pemungkin (Enabling Factor) Faktor pemungkin yaitu faktor yang mendukung/memngkinkan perilaku muncul jika subyek sudah bersedia menjalankan perilaku itu. Wujud dari faktor pemungkin ini misalnya keterampilan, fasilitas dan sarana kesehatan, waktu dan sebagainya. c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor) Faktor penguat merupakan faktor yang mendorong/menghalangi seseorang untuk berperilaku. Contoh, keluarga, petugas kesehatan, dan orang terdekat.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
25
Pengaruh ketiga faktor tersebut terhadap pembentukan perilaku digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.2 Akar-Akar Perilaku Faktor predisposisi -
Pengetahuan Sikap Keyakinan Niat Kepercayaan Locus of control - Umur, sex dll
Faktor pemungkin -
Keterampilan Sarana Waktu Dll
PERILAKU
Faktor Penguat - Dukungan orang dekat - keluarga
Sumber : L.W Green dalam Zulasmi Mamdy dalam Rianawati (2001), Komunikasi Untuk Pembelajaran Perseorangan dan Konseling Penyakit Asma, 1999.
2.5 Perilaku seksual berisiko Perilaku seksual berisiko akan meningkatkan kemungkinan seseorang terinfeksi HIV/AIDS. Faktor yang menetukan seseorang berperilaku seksual berisiko antara lain adalah jumlah pasangan seksual, praktek seksual tertentu, pemilihan seseorang sebagai pasangan seksual dan
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
26
penggunaan kondom. Variabel-variabel demografik merupakan faktor yang telah lama dihubungkan dengan penularan HIV/AIDS. Variabel demografik tersebut antara lain umur, jenis kelamin, status perkawinan, etnis, migrasi, soaial ekonomi dan pendidikan. Supir dan kernet truk jarak jauh yang dapat dikategorikan sebagai pekerja migran ternyata meiliki perilaku seksual berisiko terhadap penularan HIV/AIDS (Hoek, 1999) dalam dalam Angreani, S (2005). Perilaku seksual berisiko dikelompokkan menjadi tiga bagian (Sonenstein et al, 1997) dalam Angreani, S (2005), yakni : a. Kelompok tidak berisiko. Kelompok tidak berisiko apabila tidak pernah berhubungan seksual. b. Kelompok berisiko rendah. Apabila pernah berhubungan seksual dengan satu pasangan saja, atau berhubungan
seksual
dengan
banyak
pasangan
namun
selalu
menggunakan kondom dengan baik dan benar. c. Kelompok berisiko tinggi Apabila berhubungan seksual dengan lebih dari satu pasangan tidak tetap atau komersil dan tidak menggunakan kondom secara rutin.
2.6 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Berisiko terhadap HIV/AIDS 2.6.1
Umur Menurut Green (1990) dalam Angreani, S (2005) merupakan salah satu variabel demografik yang menjadi faktor predisposisi terjadinya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan umur juga merupakan variabel penting dalam penelitian sosial kesehatan. Seiring dengan perkembangan HIV/AIDS, kelompok tertentu ditemukan lebih rentan memiliki perilaku seksual berisiko terhadap HIV/AIDS. Hal ini salah satunya berhubungan dengan variasi perilaku berisiko berdasarkan umur. Kelompok umur remaja dikatakan merupakan masa kritis dimana pemahaman terhadap perilaku kesehatan masih belum cukup matang. Walaupun kelompok remaja memiliki kemampuan kognitif
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
27
untuk menentukan perilaku yang sehat, pada prakteknya remaja sering terdorong oleh kekuatan lain yang membuat mereka tidak berperilaku secara sehat. Hal ini termasuk perilaku mencoba atau memulai hubungan seksual. Berbeda dengan remaja, kelompok umur dewasa kurang memiliki perilaku berisiko. Kelompok umur dewasa mulai mempraktekkan perilaku yang sehat (Sarafino, 1994) dalam Angreani, S (2005).
2.6.2
Pendidikan Pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menerima dan merepon terhadap berbagai informasi. Dimana tingkat pendidikan yang setingkat SMA atau lebih mempunyai kemampuan menyerap informasi yang bersifat mendidik yang diberikan. Hal ini berarti dengan semakin tingginya tingkat pendidikan kemampuan menyerap pesan kesehatan akan lebih baik. Responden dengan pendidikan yang lebih baik akan lebih baik pengetahuan dan tingkat kepeduliannya terhadap HIV/AIDS (Utomo at al, 1998 dalam Angreani, S 2005).
2.6.3
Status Pernikahan Menurut Utomo et al (1998) dalam Angreani, S (2005) status perkawinan menunjukkan apakah seseorang telah menikah atau belum menikah. Pernikahan pada prinsip dasarnya adalah meningkatkan hubunganseseorang untuk lebih terikat. Keterikatan tersebut salah satunya dalam hubungan seksual yang berhubungan dengan fungsi reproduksi yaitu menghasilkan keturunan. Namun status perkawinan telah menikah terkadang malah meningkatkan seseorang untuk berperilaku seksual dengan banyak pasangan.
2.6.4
Narkoba Narkoba adalah akronim dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
28
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Sesuai dengan Undang-undang no.35 tahun 2009 dalam BNN 2011. Adapun contoh dari narkoba seperti ganja, shabu, opium, morfin, heroin, ekstasi dan lain-lain.dan efek dari masing-masing dari narkoba inipun bervariasi. Jenis narkoba yang berbahaya terhadap risiko terhadap HIV/AIDS secara langsung yaitu jenis ynarkoba yang menggunakan jarum suntik, dimana pengguna biasanya menggunakan satu jarum suntik yang dipakai bersamaan untuk beberapa orang sehingga dapat menyebabkan penularan penyakit HIV/AIDS.
2.7 Pekerja Pekerja adalah setiap orang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain (Kepmenakertrans RI/68/MEN/IV/2004).
2.8 KERANGKA TEORI Berdasarkan teori mengenai perilaku, maka kerangka teori yang menjadi landasan pada penelitian ini menggunakan teori WHO dalam Notoadmodjo (2003) yang menyatakan bahwa perilaku ditentukan oleh empat hal, yakni pemikiran perasaan, karakteristik perorangan, sumber daya dan budaya yang digambarkan skematis sebagai berikut :
-
Pemikiran dan perasaan Pengetahuan Kepercayaan Sikap
Referensi Personal
PERILAKU
Sumber daya
Kebudayaan
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
29
Gambar 2.3 Skeme Perilaku menurut WHO Sedangkan Green (1990) mengemukakan hal yang hampir sama. Menurut Green kesehatan seseorang dipengaruhi oleh aspek perilaku dan non perilaku. Dimana faktor perilaku dapat dibagi menjadi 3 faktor yakni : a. Faktor predisposisi (predisposing factor) Faktor ini ada didalam diri seseorang yang menjadi dasar bagi munculnya perilaku secara sukarela. Yang termasuk dalam faktor ini antar lain pengetahuan, keyakinan, sikap, keinginan (minat), niat, norma, locus of control, kepercayaan, nilai-nilai dan faktor sosio demografi seperti umur, jenis kelamin, pendidikan atau penghasilan. b. Faktor pemungkin (Enabling Factor) Faktor pemungkin yaitu faktor yang mendukung/memngkinkan perilaku muncul jika subyek sudah bersedia menjalankan perilaku itu. Wujud dari faktor pemungkin ini misalnya keterampilan, fasilitas dan sarana kesehatan, waktu dan sebagainya. c. Faktor Penguat (Reinforcing Factor) Faktor penguat merupakan faktor yang mendorong/menghalangi seseorang untuk berperilaku. Contoh, keluarga, petugas kesehatan, dan orang terdekat.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
30
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL dan HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori yang ada, serta berdasarkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini, dan karena keterbatasan waktu, tenaga dan biaya maka kerangka konsep untuk penelitian ini :
Variabel Independen
Variabel Dependen
Karakteristik individu (umur, pendidikan, status pernikahan) pengetahuan
Perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS
Sikap
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
31
3.2 Definisi Operasional No Variabel 1.
Definisi
Cara ukur
Alat ukur
Hasil ukur
Karakteristik Lama masa hidup responden terhitung dari
Pengisian
Kuesioner
individu
waktu kelahirannya sampai saat berlangsungnya
kuesioner
1.Umur
kegiatan penelitian, dalam hitungan tahun
(nilai cut of point
(Mutia,2008)
umur didapatkan
0. < 29 tahun
skala Nominal
1. ≥ 29 tahun
dari nilai mean karena data umur berdistribusi normal) 2.Pendidikan Jenjang pendidikan terakhir yang diselesaikan
2
Pengisian
responden (Mutia,2008)
kuesioner
3.Status
Status pernikahan responden saat dilakukan
Pengisian
pernikahan
penelitian (Mutia,2008)
kuesioner
Pengetahuan
Pemahaman tentang HIV/AIDS yang meliputi
Pengisian
pengertian, etiologi, cara penularan, gejala dan
kuesioner
Kuesioner
0. > SMP
Ordinal
1. ≤ SMP Kuesioner
0. Belum menikah
Nominal
1. Menikah Kuesioner
0. Rendah : < median 1. Tinggi : ≥
cara pencegahan (Saputra,2008)
median
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Ordinal
32
nilai median didapat dari skor jawaban benar (25) dibagi dua 3
Sikap
Tanggapan responden terhadap perilaku berisiko
Pengisian
tertular HIV/AIDS dalam bentuk persetujuan,
kuesioner
Kuesioner
0. Setuju : ≤
Nominal
median
setuju atau tidak setuju (Saputra).
1. Tidak setuju : > median nilai median didapat dari skor jawaban tidak setuju (8) dibagi dua
4.
Perilaku
Perilaku seksual responden yang berisiko
Pengisian
ataupun tidak terhadap penularan HIV/AIDS
kuesioner
Kuesioner
0. Berisiko : ≤ median 1. Tidak Berisiko : > median
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Ordinal
33
3.3. Hipotesis 3.3.1.
Gambaran karakteristik individu berdasarkan Umur pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
3.3.2.
Gambaran karakteristik individu berdasarkan Pendidikan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
3.3.3.
Gambaran karakteristik individu berdasarkan Status Pernikahan pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
3.3.4.
Adanya hubungan karakteristik individu dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
3.3.5.
Adanya hubungan pengetahuan buruh dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
3.3.6.
Adanya hubungan sikap dengan perilaku berisiko HIV/AIDS pada pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
34
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan crosssectional. Dalam penelitian cross-sectional peneliti melakukan pengukuran variabel pada satu saat tertentu pada setiap subyek yang hanya diobsevasi satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada saat pemeriksaan tersebut (Sostroasmoro & Ismael, 2011) 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Proyek World Class University bulan maretapril tahun 2012.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1
Populasi penelitian Populasi penelitian adalah seluruh pekerja bangunan berjumlah 316 orang
di Proyek World Class University tahun 2012. 4.3.2
Sampel penelitian Penelitian ini menggunakan rumus besaran sampel minimal berdasarkan
(z n=
1−α / 2
2 P (1 − P ) + z1− β P1 (1 − P1 ) + P2 (1 − P2 )
)
2
( P1 − P2 ) 2
Keterangan n
= besar sampel
Z
= nilai z pada derajat kepercayaan 1-a atau batas kemaknaan a.
1-a/2
z
=1,96 untuk derajat kepercayaan 95%
z 1-b
=nilai z pada kekuatan uji (power) 1-b
z
= 0,84 untuk kekuatan uji 80%
P1
= estimasi proporsi pada pekerja yang berisiko terhadap HIV/AIDS Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
35
P2
= estimasi proporsi pada pekerja
yang tidak berisiko terhadap
HIV/AIDS P = ½ (P 1 + P 2 ) Dari data perhitungan diatas, diperoleh jumlah sampel minimal yang harus dipenuhi adalah sebanyak 98 sampel.
4.4 Cara pengumpulan Data. Pengumpulan data ini menggunakan primer dengan metode pengisian kuesioner oleh pekerja bangunan di Proyek World Class University tahun 2012.
4.5 Pengolahan data Data yang telah dikumpulkan diolah dan dianalisis dengan bantuan komputer. Menurut Notoadmodjo (2010) langkah-langkah pengolahan data dengan komputer melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Editing. Hasil wawancara atau pengamatan dilapangan dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan untuk pengecekan dan perbaikan isian formulir atau kuesioner tersebut. Apabila ada jawaban-jawaban yang belum lengkap, kalau memungkinkan
perlu
dilakukan
pengambilan
data
ulang
untuk
melengkapi jawaban-jawaban tersebut. b. Coding. Pengkodean atau coding yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. c. Processing. Data dalam bentuk kode diproses dengan dimasukkan ke dalam software komputer. d. Cleaning (pembersihan data). Semua data dicek kembali untuk melihat kemungkinan-kemungkinan
adanya
kesalahan-kesalahan
kode,
ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
36
4.6 Analisa data. Analisis data melalui prosedur bertahap antara lain : a. Analisis Univariate (analisis deskriptif). Untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase tiap variabel. a. Analisis Bivariate. Analisis bivariat adalah untuk mengetahui adanya hubungan antara variabel independen dan dependen. Maka uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji chi square. Keputusan yang diambil dari hasil uji Chi Square adalah : •
Bila p value < 0,05, Ho ditolak, berarti data sampel mendukung adanya hubungan yang bermakna (signifikan).
•
Bila p value > 0,05 , Ho gagal ditolak, berarti data sampel tidak mendukung adanya hubungan yang bermakna (tidak signifikan).
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
37
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Univariat 5.1.1
Umur Hasil penelitian memaparkan tentang karakteristik individu (responden) berdasarkan umur, pendidikan dan status pernikahan dengan hasil sebagai berikut :
Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Umur Di Proyek World Class Unversity Tahun 2012 Umur
Jumlah
Persentase
< 29 tahun
53
53 %
≥ 29 tahun
47
47 %
Jumlah
100
100%
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa kategori umur yang terbanyak yaitu < 29 tahun berjumlah 53 %, sedangkan yang berusia ≥ 29 tahun berjumlah 47 %. 5.1.2
Pendidikan Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Di Proyek World Class Unversity Tahun 2012
Pendidikan
Jumlah
Persentase
Tinggi > SMP
40
40 %
Rendah ≤ SMP
60
60 %
Jumlah
100
100%
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
38
Pada tabel 5.2 dapat dilihat untuk tingkat pendidikan rendah ≤ SMP cukup banyak yaitu 60% dan tingkat pendidikan yang tinggi > SMP berjumlah 40 %.
5.1.3
Status Pernikahan Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Status Pernikahan Di Proyek World Class University Tahun 2012 Status pernikahan
Jumlah
Persentase
Belum menikah
49
49 %
Menikah
51
51 %
Jumlah
100
100%
Pada tabel 5.3 dapat dilihat status pernikahan rata-rata pekerja sudah menikah berjumlah 51 % dan yang belum menikah berjumlah 49 %. 5.1.4
Pengetahuan Pengetahuan
tentang
penyakit
HIV/AIDS,
cara
pencegahan
dan
penularannya pada kalangan pekerja juga sangat penting untuk diketahui. Adapun hasil pengetahuan responden terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Pekerja tentang penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University Tahun 2012 Pengetahuan
Jumlah
Persentase
Rendah
7
7%
Tinggi
93
93 %
Jumlah
100
100 %
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
39
Pada tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pekerja yang mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang HIV/AIDS sebesar 93 %, dan yang
belum banyak
mengetahui tentang penyakit tersebut hanya berjumlah 7 %. 5.1.5
Sikap Menurut Notoadmodjo (2005) Sikap adalah respon tertutup seseorang
terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya). Dan hasil sikap pekerja terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Sikap Pekerja tentang penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012 Sikap
Jumlah
Persentase
Setuju
76
76 %
Tidak Setuju
24
24 %
Jumlah
100
100 %
Dari tabel 5.5 tersebut dapat dilihat bahwa pekerja yang mempunyai sikap tidak setuju (negatif) terhadap HIV/AIDS yaitu 24 %, dan yang setuju yaitu tetap bersikap positif terhadap HIV/AIDS seperti tidak menstigma penderita HIV/AIDS berjumlah 76 %.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
40
5.1.6
Perilaku Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012 Perilaku
Jumlah
Persentase
Tidak berisiko
89
89 %
Berisiko
11
11 %
Jumlah
100
100%
Dari tabel 5.6 dapat dilihat bahwa perilaku yang tidak berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS cukup besar yaitu 89 % dan perilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS walaupun tidak begitu besar tetapi masih ada yaitu berjumlah 11 %.
5.2 Analisis Bivariat. 5.2.1
Hubungan umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS Proporsi analisis hubungan
umur dengan perilaku berisiko terhadap
penyakit HIV/AIDS kategori umur yang terbanyak yaitu < 29 tahun berjumlah 55 %, sedangkan yang berusia ≥ 29 tahun berjumlah 45 %. Gambaran hasil uji statistik hubungan umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
41
Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Umur Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012
Umur < 29 tahun
berisiko N % 9 17 %
≥ 29 tahun Jumlah
10 19
Perilaku tidak berisiko N % 44 83 %
21.3% 37 19 % 81
78.7% 81 %
total n 53
% 100 %
47 100
100 % 100 %
OR (95% CI)
P Value
1,321 0,4863,596
0,771
Hasil analisis hubungan umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 9 (17%) yang berusia < 29 tahun yang berperilaku berisiko. Sedangkan yang berusia ≥ 29 tahun ada 10 (21,3%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,771 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi umur < 29 tahun dan ≥ 29 tahun dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,321, artinya umur ≥ 29 tahun mempunyai peluang 1,3 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. 5.2.2
Hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
Proporsi analisis hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS kategori tingkat pendidikan rendah cukup banyak yaitu 60% dan tingkat pendidikan yang tinggi berjumlah 40 %. Gambaran hasil uji statistik hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
42
Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Pendidikan Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012
Pendidikan Tinggi Rendah Jumlah
Perilaku berisiko tidak berisiko N % N % 9 22,5% 31 77,5% 10 16,7% 50 83,3% 19 19 % 81 81 %
total n 40 60 100
% 100 % 100 % 100 %
OR (95% CI)
P Value
0,689 0,252-1,884
0,640
Hasil analisis hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 9 (22,5%) yang mempunyai pendidikan tinggi berperilaku berisiko. Sedangkan yang pendidikan rendah 10 (16,7%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,640 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pendidikan tinggi dan rendah dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=0,689, artinya pendidikan rendah mempunyai peluang 0,69 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
5.2.3
Hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS
Proporsi analisis hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS kategori status pernikahan rata-rata pekerja sudah menikah berjumlah 51 % dan yang belum menikah berjumlah 49 %. Gambaran hasil uji statistik hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
43
Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Status Pernikahan Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012
Status pernikahan Belum menikah Menikah Jumlah
Perilaku berisiko tidak berisiko N % N %
n
%
8 11 19
49 51 100
100 % 100 % 100 %
16,3% 41 21,6% 40 19 % 81
83,7% 78,4% 81 %
total
OR (95% CI)
P Value
1,409 0,5143,868
0,680
Hasil analisis hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 8 (16,3%) yang belum menikah berperilaku berisiko. Sedangkan yang menikah 11 (21,6%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,680 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi belum menikah dan menikah dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,409, artinya responden yang menikah mempunyai peluang 1,4 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. 5.2.4
Hubungan Pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS
Proporsi analisis hubungan
pengetahuan dengan perilaku berisiko
terhadap penyakit HIV/AIDS kategori pekerja yang mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang HIV/AIDS sebesar 93 %, dan yang
belum banyak
mengetahui tentang penyakit tersebut hanya berjumlah 7 %. Gambaran hasil uji statistik hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
44
Tabel 5.10 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012 Perilaku Pengetahuan berisiko tidak berisiko n % N % Tinggi 17 18,3% 76 81,7%
n 93
% 100 %
Rendah Jumlah
7 100
100 % 100 %
2 19
28,6% 19 %
5 81
71,4% 81 %
total
OR (95% CI) 1,788 0,32010,007
P Value
0,615
Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 17 (18,3%) yang pengetahuan tinggi berperilaku berisiko. Sedangkan yang pengetahuan rendah 2 (28,6%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,615 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pengetahuan tinggi dan rendah dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,788, artinya responden yang pengetahuan rendah mempunyai peluang 1,78 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
5.2.5
Hubungan Sikap
dengan perilaku berisiko terhadap penyakit
HIV/AIDS Proporsi analisis hubungan
sikap dengan perilaku berisiko terhadap
penyakit HIV/AIDS kategori pekerja yang mempunyai sikap tidak setuju (negatif) terhadap HIV/AIDS yaitu 24 %, dan yang setuju yaitu tetap bersikap positif terhadap HIV/AIDS seperti tidak menstigma penderita HIV/AIDS berjumlah 76 %. Gambaran hasil uji statistik hubungan sikap dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
45
Tabel 5.11 Distribusi Responden Menurut Sikap Dan Perilaku Berisiko Terhadap Penyakit HIV/AIDS Di Proyek World Class University tahun 2012 Perilaku Sikap berisiko tidak berisiko n % n % Setuju 14 18,4% 62 81,6% Tidak setuju 5 20,8% 19 79,2% Jumlah 19 19 % 81 81 %
total n 76 24 100
% 100 % 100 % 100 %
OR (95% CI) 1,165 0,372-3,656
P Value 1,000
Hasil analisis hubungan sikap dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 14 (18,%) yang setuju. Sedangkan yang tidak setuju 5 (20,8%) terhadap perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1,000 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi sikap setuju dan tidak setuju dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,16, artinya responden yang mempunyai sikap tidak setuju mempunyai peluang 1,16 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
46
BAB 6 PEMBAHASAN
Pada bab ini akan membahas tentang hasil penelitian pada bab 5 Kemudian akan dibandingkan hasil penelitian dengan kerangka konsep dan hipotesis yang telah disusun serta perbandingan dengan bebeapa hasil penelitian terdahulu. Dimana hasil penelitian ini telah dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji chi cquare. Data-data yang dikumpulkan meliputi dari karakteristik responden (umur, pendidikan dan status pernikahan), pengetahuan, sikap dan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS pada pekerja bangunan. 6.1 Keterbatasan penelitian Penulis menyadari bahwa penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, adapun keterbatasan penelitian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Mengingat banyaknya jumlah pekerja yang ada di Proyek World Class University, maka penyebaran kuesioner dilakukan mulai tanggal 27 maret07 april 2012. Dan dilakukan hanya pada saat jam istirahat pekerja, agar tidak mengganggu pada saat mereka bekerja. 2. Kemungkinan ketidaksempurnaan dalam pengisian kuesioner juga bisa terjadi karena alokasi waktu yang terbatas dari pihak mandor proyek.
6.2 Hasil penelitian 6.2.1
Perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS Perilaku merupakan respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, respon ini bisa bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) juga dapat bersifat aktif yaitu tindakan nyata. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respon untuk melakukan pencegahan penyakit (Notoadmodjo, 1993), misalnya tidak memakai narkoba, tato dan tidak berganti-ganti pasangan seksual agar tidak terkena penyakit HIV/AIDS
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
47
Pada penelitian ini didapatkan perilaku pekerja yang tidak berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS cukup besar yaitu 89 % dan perilaku pekerja yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS walaupun tidak begitu besar tetapi masih ada yaitu berjumlah 19 %. Sedangkan pengetahuan yang baik berjumlah 93% sedangkan perilaku yang baik/tidak berisiko berjumlah 89%, pernyataan ini sesuai dengan teori bahwa pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku (Green et al). Secara teori memang perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku baru itu mengikuti tahap-tahap, yakni melalui proses perubahan ; pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan praktek (practice) atau “KAP” (PSP). Beberapa penelitian telah membuktikan hal itu, namun penelitian lainnya juga membuktikan bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori diatas (K-A-P), bahkan dalam praktek sehari-hari terjadi sebaliknya. Artinya seseorang telah berperilaku positif, meskipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif (Notoadmodjo, 2003). Perilaku seksual berisiko pada kelompok mobile migrant populations ini, khususnya pekerja bangunan perlu mendapat perhatian yang serius dari berbagai kalangan. Karena perilaku seksual berisiko yang mereka lakukan dapat menjadi jembatan penyeberangan HIV dari kelompok yang berisiko tinggi (pekerja seks) ke kelompok yang berisiko rendah (ibu rumah tangga dan anak-anak). Seorang pekerja yang memiliki perilaku seksual berisiko bukan hanya akan menyebabkan dirinya terinfeksi HIV, melainkan juga dapat menyebarkan virus tersebut kepada istri dan anak-anaknya kelak (Mutia, 2008). Indonesia cukup rentan terhadap epidemi HIV/AIDS, dimana penyebaran kasus ini berlangsung dengan kecepatan yang cukup tinggi. Penyebaran yang cukup tinggi tersebut disebabkan oleh faktor risiko yang mendorong terjadinya epidemi saat ini di Indonesia, antara lain (Abednego, 1993 dan Berita AIDS Indonesia: Media Komunikasi & Informasi, 1994, dalam Rianawati, NA, 2001) :
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
48
19. Adanya kelompok dengan perilaku risiko tinggi yang terkait dengan prostitusi, seperti : WTS, PTS, waria, homoseks dan lain-lain. 20. Adanya penduduk berperilaku risiko tinggi yang tidak terkait dengan prostitusi, seperti : hubungan seks ekstra marital, kumpul kebo, mitra seks ganda, tukar pasangan, remaja, narapidana, supir truk dan bus antar kota/provinsi. 21. Kualitas pelayanan kesehatan yang belum memadai seperti rumah sakit, puskesmas, poliklinik yang belum melaksanakan kewaspadaan secara umum yang cukup handal untuk mencegah penularan HIV antara lain dengan tidak dipatuhinya prosedurpemberian suntikan secara steril. 22. Kualitas dan jangkauan pemeriksaan donor darah yang belum memadai. 23. Kualitas dan kuantitas penyuluhan kesehatan yang belum menyeluruh. 24. Promosi kondom yang masih kontroversial. 25. Prevalensi dan insidens PMS yang cukup tinggi. 26. Sikap tidak peduli dan sanggahan berdasar argumentasi yang tidak logis terhadap kemungkinan timbulnya epidemi AIDS besar dan luas di Indonesia. 27. Transfusi darah dan skrinning darah masih rawan, sebab belum menyeluruh sama pengertian dan mutunya diantara pihak yang terkait yaitu PUTD PMI, Rumah Sakit, petugas kesehatan, pedonor dan keluarga pasien sehingga terdapat kemungkinan terjadi transfusi darah yang tidak steril. 28. Pelabuhan laut yang disinggahi warga asing, para pelaut maupun nelayan asing yang tergolong mempunyai risiko tinggi untuk terinfeksi HIV. 29. Tenaga kerja asing yang makin banyak bekerja di Indonesia, dimana mereka cenderung memliki perilaku yang meningkatkan risiko penularan HIV/AIDS. 30. Tingginya prevalensi hepatitis B, yang jalur penularannya sama dengan HIV.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
49
31. Pecandu obat bius yang jika tidak segera diatasi dengan serius dapat menimbulkan wabah AIDS dikalangan para pecandu obat narkotika suntikan dan selanjutnya dapat menjalar ke masyarakat umum. 32. Keberadaan bandara internasional yang merupakan pintu gerbang masuknya orang asing dan orang Indonesia yang sudah bermukim di negara-negara dengan prevalensi HIV tinggi. 33. Perbatsan geografis langsung dengan negara-negara tetangga seperti Thailand, Singapura, dan Malaysia yang ternyata telah memiliki prevalensi HIV lebih tinggi dibanding prevalensi HIV di I ndonesia. 34. Meningkatnya insidens dan prevalensi penyakit kelamin di Indonesia tidak saja di kota-kota besar tapi juga merambah ke desa-desa. 35. Semakin berkembangnya praktek seks bebas terutama dikalangan remaja. 36. Pemakaian kondom pada kelompok risiko tinggi terhadap HIV/AIDS seperti WTS, orang yang berganti pasangan, dan sebagainya di masyarakat yang relatif rendah. Di PT. Waskita Karya Proyek World Class Unversity sudah dilaksanakan program pencegahan tempat
kerja.
Sesuai
KEP.68/Men/IV/2004
dengan
yang
dan penanggulangan HIV/AIDS di SK
mewajibkan
Menakertrans setiap
Nomor
perusahaan
:
untuk
melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja.
6.2.2
Karakteristik Individu
6.2.2.1 Hubungan umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS Proporsi analisis hubungan
umur dengan perilaku berisiko
terhadap penyakit HIV/AIDS kategori umur yang terbanyak yaitu < 29 tahun berjumlah 53 %, sedangkan yang berusia ≥ 29 tahun berjumlah 47%.Hasil analisis hubungan umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 9 (17%) yang berusia < 29 tahun yang berperilaku berisiko. Sedangkan yang berusia ≥ 29 tahun ada Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
50
10 (21,3) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,771 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi umur < 29 tahun dan ≥ 29 tahun dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Hal ini sesuai dengan penelitian Angreani (2005) yang dilakukan di Jakarta Timur yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS. Penelitian Rianawati (2001) yang dilakukan di Sleman Yogyakarta juga menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS. Seiring dengan perkembangan HIV/AIDS, kelompok tertentu ditemukan lebih rentan memiliki perilaku seksual berisiko terhadap HIV/AIDS. Hal ini salah satunya berhubungan dengan variasi perilaku berisiko berdasarkan umur. Kelompok umur remaja dikatakan merupakan masa kritis dimana pemahaman terhadap perilaku kesehatan masih belum cukup matang. Walaupun kelompok remaja memiliki kemampuan kognitif untuk menentukan perilaku yang sehat, pada prakteknya remaja sering terdorong oleh kekuatan lain yang membuat mereka tidak berperilaku secara sehat. Hal ini termasuk perilaku mencoba atau memulai hubungan seksual. Berbeda dengan remaja, kelompok umur dewasa kurang memiliki perilaku berisiko. Kelompok umur dewasa mulai mempraktekkan perilaku yang sehat (Sarafino, 1994) dalam Angreani, S (2005).
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
51
6.2.2.2 Hubungan Pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam menentukan cara terbaik untuk memulai proses perubahan perilaku (Green et al). Didalam pendidikan terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau , masyarakat. Konsep ini berangkat dari suatu
asumsi
bahwa
manusia
sebagai
makhluk
sosial
didalam
kehidupannya untuk mecapai nilai-nilai hidup di dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang lebih pandai, lebih dewasa, lebih mampu, lebih tahu dan sebagainya (Notoadmodjo, 1993). Proporsi analisis hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS kategori tingkat pendidikan rendah cukup banyak yaitu 60% dan tingkat pendidikan yang tinggi berjumlah 40 %. Hasil analisis hubungan pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 9 (22,5%) yang mempunyai pendidikan tinggi berperilaku berisiko. Sedangkan yang pendidikan rendah 10 (16,7%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,640 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pendidikan tinggi dan rendah dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Hal ini sejalan dengan penelitian Mutia (2008) yang dilakukan di Jakarta menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS. Pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menerima dan merepon terhadap berbagai informasi. Dimana tingkat pendidikan yang setingkat SMA atau lebih mempunyai kemampuan menyerap informasi yang bersifat mendidik yang diberikan. Hal ini berarti Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
52
dengan semakin tingginya tingkat pendidikan kemampuan menyerap pesan kesehatan akan lebih baik. Responden dengan pendidikan yang lebih baik akan lebih baik pengetahuan dan tingkat kepeduliannya terhadap HIV/AIDS (Utomo at al, 1998 dalam Angreani, S 2005).
6.2.2.3 Hubungan Status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS Status pernikahan menunjukkan apakah seseorang telah menikah atau belum menikah. Pernikahan pada prinsipnya adalah meningkatkan hubungan seseorang untuk terikat salah satunya dalam melakukan hubungan seksual yang berhubungan dengan fungsi reproduksi yaitu menghasilkan keturunan. Namun status pernikahan telah menikah terkadang malah meningkatkan seseorang untuk berperilaku seksual dengan banyak pasangan (Utomo et al, 1998 dalam Angreani, 2005). Proporsi analisis hubungan
status pernikahan dengan perilaku
berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS kategori status pernikahan rata-rata pekerja sudah menikah berjumlah 51.0 % dan yang belum menikah berjumlah 49%. Hasil analisis hubungan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 8 (16,3%) yang belum menikah berperilaku berisiko. Sedangkan yang menikah 11 (21,6%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,680 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi belum menikah dan menikah dengan
perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Penelitian ini sesuai dengan Angreani (2005) yang melakukan penelitian di Jakarta Timur yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
53
Juga penelitian Mutia (2008) yang dilakukan di Jakarta menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara status pernikahan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS.
6.2.3
Hubungan
Pengetahuan
dengan
perilaku
berisiko
terhadap
HIV/AIDS Seseorang mengadopsi perilaku (berperilaku baru), ia harus tahu terlebih dahulu apa arti atau manfaat perilaku tersebut bagi dirinya atau keluarganya (Notoadmodjo, 2003). Proporsi analisis hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS kategori pekerja yang mempunyai pengetahuan yang tinggi tentang HIV/AIDS sebesar 93 %, dan yang belum banyak mengetahui tentang penyakit tersebut hanya berjumlah 7 %. Hasil analisis hubungan pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS diperoleh ada sebanyak 17 (18,3%) yang pengetahuan tinggi berperilaku berisiko. Sedangkan yang pengetahuan rendah 2 (28,6%) yang mempunyai perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,615 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi pengetahuan tinggi dan rendah dengan
perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Green bahwa pengetahuan merupakan faktor penting namun tidak memadai dalam perubahan perilaku dan peningkatan pengetahuan tidak selalu menyebabkan perubahan perilaku. Menurut Bloom, 1908 dalam Notoatmodjo, 2008 (dalam Mutia, 2008) pengetahuan itu mempunyai enam tingkatan. Responden yang memiliki informasi cukup tetapi perilakunya justru berisiko kemungkinan di kerenakan tingkat pengetahuan yang dimilikinya baru mencapai tahap tahu (know) yang merupakan tingkat pengetahuan paling rendah sehingga
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
54
belum mampu mendorong responden untuk tidak melakukan perilaku berisiko HIV/AIDS. Hal ini sesuai dengan penelitian Angreani (2005) yang dilakukan di Jakarta Timur yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS. 6.2.4
Hubungan Sikap dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS Sikap dapat berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan di sekitar individu yang bersangkutan pada saat-saat dan tempat yang berbeda. Sikap dinyatakan dalam tiga domain ABC, yaitu affect, behaviour dan cognition. Affect adalah perasaan yang timbul (senang, tidak senang), behaviour dalah perilaku yang mengikuti persaan itu (mendekat, menghindar) dan cognition adalah penilaian terhadap objek sikap (bagus, tidak bagus) (Sarwono, 1997). Seperti contoh orang yang mengerti tentang risiko penyakit HIV/AIDS (cognition) maka dia akan merasa takut terkena penyakit tersebut (affect) dan akan bersikap untuk menghindarinya (behaviour). Menurut
Kirscht
dalam
Green.
L
menyebutkan
bahwa
sikap
menggambarkan suatu kumpulan keyakinan yang selalu mencakup aspek evaluatif sehingga sikap selalu dapat di ukur dalam bentuk baik dan buruk atau positif dan negatif. Proporsi analisis hubungan
sikap dengan perilaku berisiko
terhadap penyakit HIV/AIDS kategori pekerja yang mempunyai sikap tidak setuju (negatif) terhadap HIV/AIDS yaitu 24 %, dan yang setuju yaitu tetap bersikap positif terhadap HIV/AIDS seperti tidak menstigma penderita HIV/AIDS berjumlah 76 %. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1,000 maka dapat disimpulkan tidak ada
perbedaan proporsi sikap setuju dan tidak setuju dengan
perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS).
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
55
Hubungan antara perilaku dengan sikap tidak sepenuhnya di mengerti, namun bukti adanya hubungan tersebut cukup banyak (Green) tetapi pada penelitian ini tidak di temukan adanya hubungan antara sikap dengan perilaku tersebut. Pada penelitian ini yang dimaksud dengan sikap tidak setuju merupakan sikap pekerja yang tidak setuju adalah yang mendiskriminasi orang dengan HIV/AIDS. Menurut (ILO, 2001) tidal dibolehkan adanya tindak diskriminasi terhadap pekerja berdasarkan status HIV/AIDS atau dianggap sebagai orang terinfeksi HIV. Diskriminasi dan stigmatisasi justru menghalangi upaya promosi pencegahan HIV/AIDS. Penelitian Mutia (2008) yang dilakukan di Jakarta menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
56
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan tentang hubungan perilaku dan sikap terhadap perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS pada pekerja di Proyek World Class University tahun 2012, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil penelitian tentang karakteristik responden menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan umur, pendidikan dan status pernikahan dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS pada pekerja. Dimana ratarata umur produktif yaitu < 29 tahun, pendidikan < SMP 60% dan menikah 51%. Dimana keadaan ini umumnya mempengaruhi perilaku sesorang, seperti Pendidikan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam menentukan cara terbaik untuk memulai proses perubahan perilaku (Green et al). 2. Pada analisis hubungan pengetahuan dengan dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS pada pekerja didapatkan hasil p=0,615 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi pengetahuan tinggi dan rendah dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). Proporsi pengetahuan yang baik yatu 93%. Dimana pada Proyek World Class University selalu dilakukan penyuluhan tentang HIV/AIDS secara berkala setiap dua minggu dan pemasangan poster-poster serta pembagian leaflet tentang perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. 3. Hasil analisis hubungan sikap dengan dengan perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS pada pekerja. Hasil uji statistik diperoleh nilai p=1,000 maka dapat disimpulkan tidak ada perbedaan proporsi sikap setuju dan tidak setuju dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS (tidak ada
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
57
hubungan yang signifikan antara sikap dengan perilaku berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS). 4. Hasil analisis tentang perilaku berisiko terhadap HIV/AIDS perilaku yang tidak berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS cukup besar yaitu 89 % dan perilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS walaupun tidak begitu besar tetapi masih ada yaitu berjumlah 19 %. Walaupun perilaku berisiko hanya 19%, hal ini dapat juga mempengaruhi pekerja yang lain untuk berperilaku berisiko. Oleh karena itu untuk antisipasi keadaan tersebut di Proyek World Class University selalu mengadakan kegiatan rutin untuk mengisi waktu istirahat/libur dengan mengadakan pengajian setiap kamis malam dan pemutaran film setiap sabtu malam, dengan harapan agar pekerja mengurangi/menghindari mencari hiburan diluar yang dapat berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS.
7.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis memberi saran sebagai berikut : 1. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR=1,788, artinya responden yang pengetahuan rendah mempunyai peluang 1,78 kali untuk berperilaku yang berisiko terhadap penyakit HIV/AIDS. Dalam melakukan pembinaan secara berkesinambungan terhadap pekerja tentang pencegahan penyakit HIV/AIDS dengan metode yang bervariasi dan tidak monoton agar pekerja maupun karyawan tidak bosan. Walaupun kegiatan tersebut intinya sama yaitu pencegahan HIV/AIDS yang dilakukan berulang-ulang. 2. Agar semua proyek dari PT. Waskita Karya melaksanakan program promosi dan pencegahan HIV/AIDS tidak hanya di Proyek World Class University
saja.
No.68/MEN/IV/2004
Sesuai agar
dengan
pengusaha
KEPMENAKERTRANS maupun
perusahaan
wajib
melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja dengan menerapkan prosedur Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khusus untuk pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS sesuai
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
58
dengan perundang-undangan dan standar yang berlaku. Dengan adanya kegiatan tersebut akan sangat membantu pemerintah dalam hal pencegahan HIV/AIDS pada kelompok berisiko yaitu migrant workers. 3. Bagi peneliti lain, selanjutnya agar penelitian dengan variabel umur dan pendidikan dibuat lebih spesifik kelompoknya jadi tidak hanya dibagi dalam dua kelompok saja, tetapi di buat lengkap misalnya pendidikan SD, SMP, SMA dan perguruan tinggi. Begitu juga dengan variabel umur. Dengan demikian diharapkan didapatka hasil penelitian yang signifikan.
Universitas Indonesia Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Angreani, S. 2005. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Seksual Berisiko Terinfeksi HIV/AIDS pada Supir dan Kernet Truk Jarak Jauh di Jakarta Timur tahun 2005. Skripsi FKM UI. BNN, 2011. Model Advokasi Program P4GN Bidang Pencegahan. Direktorat Advokasi Deputi Bidang pencegahan Badan Narkotika Nasional, 2011 Daly, T. And Dickson, K. 1998, Oct 7-Oct 13. Biological hazards. Nursing Standard 3,43-46 Depkes RI. 2009. Konseling dan Tes HIV Sukarela (Voluntary Counseling and Testing). Pusat promosi kesehatan. Depkes, RI. Pedoman Penyuluhan AIDS menurut Agama Islam. Jakarta; Departemen Kesehatan & Departemen Agama, 1993. Ditjen PP & PL Kemenkes RI. 2011. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Elfindri, dkk. Metodologi Penelitian kesehatan. Jakarta; Baduose Media Jakarta, 2011. El-Sayyed.N, Kabbash.A, and El-Gueniedy.M.(2008). Knowledge, attitude and practices of Egyptian industrial and tourist workers towards HIV/AIDS. Eastern Mediterranean Health Journal, Vol. 14, No. 5, 2008, p.1127 Green et al. Perencanaan Pendidikan Kesehatan Sebuah Pendekatan Diagnostik, Proyek Pengembangan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI. Hamer et al. Knowledge and Use of Measures to Reduce Health Risks by Corporate Expatriate Employees in Western Ghana. Journal of Travel Medicine, Volume 15, Issue 4, 2008, 237–242 ILO. Kaidah ILO tentang HIV/AIDS di Tempat Kerja. 2001 Kelly F.Gary. 2008. Sexuality Today, Clarkson University Kementrian Kesehatan RI. (2007) Kepmenkes RI nomor 432/MENKES/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen kesehatan Dan Keselamatan Kerja(K3) Di Rumah Sakit. Kementrian Kesehatan RI. Keputusan Menteri NO.369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan
Kesehatan
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Kementrian Kesehatan RI. Keputusan Menteri Kesehatan NO.938/Menkes/VIII/2007 tentang Standar Asuhan kebidanan. KEPMENAKERTRANS No.68/MEN/IV/2004. Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
Pencegahan
dan
Kodim N, and Hiryani, D. 2011, februari. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, volume 5, nomor 4 hal 147-152. MMWR: Morbidity & Mortality Weekly Report (MMWR MORB MORTAL WKLY REP), 2011 Jun 3; 60(21): 689-93 MMWR: Morbidity & Mortality Weekly Report (MMWR MORB MORTAL WKLY REP), 2009 Jun 26; 58(24): 661-5 Mutia, Y. 2008. Perilaku Seksual Berisiko terkait HIV/AIDS pada Buruh Bangunan di Proyek Perusahaan konstruksi K Jakarta tahun 2008. Skripsi FKM UI. Notoadmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Jakarta; Rineka Cipta. Notoadmodjo, S. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 2003 Ramli, S. 2010. Pedoman Prakris Manajemen Risiko dalam Perspektif K3. Jakarta; Dian Rakyat. Ramli, S. 2010. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja OHSAS 18001. Jakarta; Dian Rakyat. Ramli.S. 2009. Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja, Jakarta; Dian Rakyat Rianawati, NA. 2001. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Berisiko Terhadap HIV/AIDS pada Mahasiswa Indekost Belum Menikah di Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2001. Skripsi FKM UI. Sastroasmoro, S dan Ismael, S. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta; Sagung Seto 2011. Stanhope, M & Knollmueler, R.N. 1998. Keperawatan Komunitas & Kesehatan Rumah penerbir buku kedokteran. Wawan.A, and M.Dewi. Teori Dan Pengukuran Pengetahuan Sikap Dan Perilaku Manusia: Yogyakarta, Nuha Medika, 2010.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Weine.S, Bahromov.M and Mirzoev.A. Unprotected Tajik Male Migrant Workers in Moscow at Risk for HIV/AIDS. J Immigrant Minority Health (2008) 10:461–468. WHO. 2002. Fact Sheets On HIV/AIDS For Nurses And Midwives, New Delhi.
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA Kampus Baru UI, Depok 16424
LEMBAR KUESIONER Saya Yuli Luthfiana mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM-UI) akan mengadakan penelitian mengenai Pengetahuan, Sikap dan Perilaku terhadap Risiko HIV/AIDS pada Buruh Bangunan di proyek G perusahaan konstruksi W tahun 2012. Demi mendukung terlaksananya penelitian tersebut, saya meminta bantuan dan kesediaan saudara untuk mengisi lembar kuesioner ini. Saya berharap saudara mengisinya dengan sejujur-jujurnya, karena kejujuran saudara sangat berarti dalam membantu berhasilnya penelitian ini. Dan keikutsertaan saudara dalam penelitian ini tidak akan dikenakan sanksi dalam bentuk apapun atau menimbulkan kerugian maupun akibat bagi saudara. Dan identitas saudara akan kami jaga kerahasiaanya. Atas partisipasi saudara saya ucapkan terima kasih.
Depok, ..... Maret 2012 Setuju untuk menjadi responden
(
)
CP : Yuli Luthfiana (081271201730)
xvi Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
No. ID : ......................................... (diisi oleh petugas) KUESIONER A. KARAKTERISTIK INDIVIDU 01. Tempat/tanggal lahir :............ 02. Pendidikan terakhir yang diselesaikan : 1. Tidak pernah sekolah/tidak tamat SD 2. SD/sederajat 3. SMP/sederajat 4. SMA/sederajat 5. Akademi/perguruan tinggi 03. Status pernikahan 1. Belum menikah 2. Menikah 3. Cerai hidup 4. Cerai mati 04. Apakah saat ini saudara tinggal bersama keluarga? 1. Ya 2. Tidak B. PENGETAHUAN TENTANG HIV/AIDS 05. Apakah anda mengetahui informasi mengenai HIV/AIDS? 1. YA 2. Tidak 06. Dari mana anda mengetahui informasi tentang HIV/AIDS tersebut : (jawaban boleh lebih dari satu ) 1. Media massa (TV, radio, koran, majalah, dsb) 2. Petugas kesehatan (dokter, bidan, mantri, dsb) 3. Penyuluhan 4. Lain-lain, sebutkan................................................... 07. Apakah anda pernah mengikuti penyuluhan mengenai HIV/AIDS sebelumnya? 1. Ya 2. Tidak, jika jawaban tidak langsung ke no.10 08. Sudah berapa kali anda mengikuti penyuluhan mengenai HIV/AIDS :.........kali
xvii Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
09. Kapan terakhir anda mengikuti penyuluhan HIV/AIDS :........bulan yang lalu. 10. Menurut saya penyebab AIDS adalah : 1. Bakteri 2. Virus 3. Jamur 4. Tidak tahu 5. Lain-lain, sebutkan...................................
11. Penyakit HIV/AIDS sampai saat ini belum dapat diobati 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 12. HIV/AIDS dapat dicegah dengan memberi seseorang vaksinasi 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu 13. HIV/AIDS dapat menyerang : 1. Sistem saraf 2. Jantung 3. Sistem peredaran darah 4. Sistem kekebalan tubuh 5. Tidak tahu 14. Penderita HIV/AIDS harus dirawat diruang khusus 1. Ya 2. Tidak 3. Tidak tahu HIV/AIDS banyak terdapat di 15. Cairan sperma 16. Darah 17. Urin (air kencing) 18. Keringat 19. Airmata 20. Cairan vagina
Ya
Cara penularan HIV/AIDS melalui : 21. Berjabat tangan dengan penderita HIV/AIDS 22. Pemakaian jarum suntik bersamaan dan berulang dengan penderita HIV/AIDS 23. Kontak seksual (melalui vagina, anus,
Tidak
Ya
Tidak tahu
Tidak
xviii Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Tidak tahu
Universitas Indonesia
oral) 24. Menggunakan kloset bersama dengan penderita HIV/AIDS 25. Menggunakan handuk bersama dengan penderita HIV/AIDS 26. Dari ibu dengan HIV/AIDS kepada bayinya 27. Gigitan nyamuk/serangga 28. Transfusi darah dari penderita HIV/AIDS Penderita HIV/AIDS menunjukkan gejala-gejala dini seperti : 29. Berat badan menurun drastis 30. Mengalami panas dalam waktu yang lama 31. Sariawan dan sukar menelan 32. Rambut rontok 33. Kulit berwarna kekuning-kuningan 34. Diare, sesak nafas dan batuk kering 35. Otot kaku, tidak bisa bergerak 36. Darah sukar membeku
Ya
C. SIKAP TERHADAP HIV/AIDS : sangat setuju SS S : setuju TS : Tidak setuju STS : sangat tidak setuju Pernyataan 37. Saya akan tertular jika berteman/berdekatan dengan pengidap HIV/AIDS 38. Saya tidak perlu mengetahui tentang HIV/AIDS, karena saya merasa tidak memiliki perilaku berisiko tertular HIV/AIDS 39. Saya akan ikut baik secara aktif maupun pasif dalam kegiatan kampanye pencegahan HIV/AIDS 40. Hubungan seks pranikah dapat meningkatkan risiko tertular HIV/AIDS 41. Jika salah satu rumah makan terdapat pelayan mengidap HIV/AIDS, saya tetap akan makan di tempat tersebut 42. Penggunaan kondom pada saat berhubungan seks dapat mencegah risiko tertular HIV/AIDS 43. Seseorang yang diketahui mengidap
Tidak
SS
S
xix Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Tidak tahu
TS
STS
Universitas Indonesia
HIV/AIDS sebaiknya di karantina agar tidak menularkannya pada orang lain 44. Informasi mengenai HIV/AIDS tidak perlu diberitakan secara besar-besaran didalam masyarakat karena akan menambah ketakutan terhadap bahaya penyakit tersebut PERILAKU 45. Apakah anda mengetahui tempat mangkal para pekerja seks (lokalisasi, bar, panti pijat, dsb) disekitar perusahaan? 1. Ya, sebutkan daerahnya........ 2. Tidak 46. Apakah anda pernah mengunjungi tempat tersebut? 1. Ya 2. Tidak
47. Apakah anda pernah melakukan hubungan seks sebelumnya (dengan istri, pacar, dsb)? 1. Ya, sudah dengan berapa orang :................. 2. Tidak, jika jawaban tidak langsung ke no. 51 48. Apakah saat ini anda memiliki pasangan seksual tetap (istri, pacar, dsb)? 1. Ya 2. Tidak, jika jawaban tidak langsung ke no.51 49. Selain dengan pasangan seksual tetap anda, apakah sebelumnya anda pernah berhubungan seks dengan orang lain? 1. Ya, sudah dengan berapa orang : ........................ 2. Tidak, jika jawaban tidak langsung ke no.51 50. Apakah anda menggunakan kondom ketika melakukan hubungan seks tersebut? 1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Tidak pernah 51. Apakah anda pernah membuat tato? 1. Ya 2. Tidak 52. Apakah anda pernah mengkonsumsi narkoba? 1. Ya 2. Tidak 53. Untuk jenis narkoba suntik apakah anda memakai jarum bersamaan dengan teman yang lain?
xx Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
1. Ya 2. Tidak
Terima kasih telah menjadi responden dalam penelitian saya.
Peneliti
Yuli Luthfiana
xxi Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
HASIL ANALISIS UNIVARIAT
umur1 2 kategori Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
<=29 tahun
55
55.0
55.0
55.0
>29 tahun
45
45.0
45.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
pendidikan dua kategori Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
pendidikan tinggi
40
40.0
40.0
40.0
pendidikan rendah
60
60.0
60.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
status pernikahan 2 kategori Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
belum menikah
49
49.0
49.0
49.0
Menikah
51
51.0
51.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
xxii Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
pengetahuan1 2 kategori Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tinggi
89
89.0
89.0
89.0
rendah
11
11.0
11.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
sikap data kategorik Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
setuju
76
76.0
76.0
76.0
tidak setuju
24
24.0
24.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
periilaku di kategorikan Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
tidak berisiko
81
81.0
81.0
81.0
berisiko
19
19.0
19.0
100.0
100
100.0
100.0
Total
xxiii Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
HASIL ANALISIS BIVARIAT
Crosstab periilaku di kategorikan tidak berisiko umur2 data kategorik
< 29 tahun
Count % within umur2 data
berisiko
Total
44
9
53
83.0%
17.0%
100.0%
37
10
47
78.7%
21.3%
100.0%
81
19
100
81.0%
19.0%
100.0%
kategorik >= 29 tahun
Count % within umur2 data kategorik
Total
Count % within umur2 data kategorik
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.585
.085
1
.771
.298
1
.585
.299 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.618
Linear-by-Linear Association
.296
N of Valid Cases
100
1
.385
.587
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,93. b. Computed only for a 2x2 table
xxiv Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for umur2 data
Lower
Upper
1.321
.486
3.596
1.055
.870
1.278
.798
.355
1.795
kategorik (< 29 tahun / >= 29 tahun) For cohort periilaku di kategorikan = tidak berisiko For cohort periilaku di kategorikan = berisiko N of Valid Cases
100
Crosstab periilaku di kategorikan tidak berisiko pendidikan dua kategori
pendidikan tinggi
Count % within pendidikan dua
berisiko
Tota
31
9
77.5%
22.5%
50
10
83.3%
16.7%
81
19
81.0%
19.0%
100
kategori pendidikan rendah
Count % within pendidikan dua
100
kategori Total
Count % within pendidikan dua kategori
xxv Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
100
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for umur2 data
Lower
Upper
1.321
.486
3.596
1.055
.870
1.278
.798
.355
1.795
kategorik (< 29 tahun / >= 29 tahun) For cohort periilaku di kategorikan = tidak berisiko For cohort periilaku di kategorikan = berisiko N of Valid Cases
100
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.466
.219
1
.640
.524
1
.469
.531 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.604
Linear-by-Linear Association
.525
N of Valid Cases
100
1
.317
.469
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7,60. b. Computed only for a 2x2 table
xxvi Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for pendidikan
Lower
Upper
.689
.252
1.884
.930
.760
1.138
1.350
.602
3.025
dua kategori (pendidikan tinggi / pendidikan rendah)
For cohort periilaku di kategorikan = tidak berisiko For cohort periilaku di kategorikan = berisiko N of Valid Cases
100
Crosstab periilaku di kategorikan tidak berisiko status pernikahan 2 kategori belum menikah
Count % within status pernikahan 2
berisiko
Total
41
8
83.7%
16.3%
40
11
78.4%
21.6%
81
19
81.0%
19.0%
100.
kategori menikah
Count % within status pernikahan 2
100.
kategori Total
Count % within status pernikahan 2
1
100.
kategori
xxvii Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
df a
1
.504
.171
1
.680
.448
1
.503
.446 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.613
Linear-by-Linear Association
.442
N of Valid Cases
100
1
.341
.506
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,31. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for status
Lower
Upper
1.409
.514
3.868
1.067
.882
1.290
.757
.333
1.722
pernikahan 2 kategori (belum menikah / menikah) For cohort periilaku di kategorikan = tidak berisiko For cohort periilaku di kategorikan = berisiko N of Valid Cases
100
xxviii Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
Crosstab periilaku di kategorikan tidak berisiko pengetahuan dikoding
tinggi
Count % within pengetahuan
berisiko
Total
76
17
93
81.7%
18.3%
100.0%
5
2
7
71.4%
28.6%
100.0%
81
19
100
81.0%
19.0%
100.0%
dikoding rendah
Count % within pengetahuan dikoding
Total
Count % within pengetahuan dikoding
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.503
.029
1
.865
.406
1
.524
.448 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.615
Linear-by-Linear Association
.444
N of Valid Cases
100
1
.398
.505
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,33. b. Computed only for a 2x2 table
xxix Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for pengetahuan
Lower
Upper
1.788
.320
10.007
1.144
.709
1.846
.640
.184
2.228
dikoding (tinggi / rendah) For cohort periilaku di kategorikan = tidak berisiko For cohort periilaku di kategorikan = berisiko N of Valid Cases
100
Crosstab periilaku di kategorikan tidak berisiko sikap data kategorik
setuju
Count % within sikap data kategorik
tidak setuju
Count % within sikap data kategorik
Total
Count % within sikap data kategorik
berisiko
Total
62
14
76
81.6%
18.4%
100.0%
19
5
24
79.2%
20.8%
100.0%
81
19
100
81.0%
19.0%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.793
.000
1
1.000
.068
1
.794
.069 b
df
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.772 .068
1
.501
.794
xxx Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
N of Valid Cases
100
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,56. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for sikap data
Lower
Upper
1.165
.372
3.656
1.030
.818
1.299
.884
.355
2.201
kategorik (setuju / tidak setuju) For cohort periilaku di kategorikan = tidak berisiko For cohort periilaku di kategorikan = berisiko N of Valid Cases
100
xxxi Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012
Universitas Indonesia
Hubungan pengetahuan..., Yuli Luthfiana, FKM UI, 2012