UNIVERSITAS INDONESIA
APAKAH WAYAN SUTARTA LEBIH MENYUKAI HURUF "W" DIBANDINGKAN HURUF "S"? PRIMING ETNIS DAN INITIAL PREFERENCE TASK ORANG BALI YANG TINGGAL DI JAKARTA
(DOES WAYAN SUTARTA PREFER "W" TO "S" LETTER? ETHNIC PRIMING AND INITIAL PREFERENCE TASK ON BALINESE PEOPLE WHO LIVE IN JAKARTA)
SKRIPSI
AISHA STEPHANIE MUNAF 0806322382
FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM SARJANA REGULER DEPOK 2012
ii
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
Penguji I
: Drs. Stevanus Stanislaus Budi Hartono M.Si. NUP. 194909191988111001
Penguji II
: Nurlyta Hafiyah S.Psi., M.Psi. NUP. 0808050292
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 9 Juli 2012 DISAHKAN OLEH
Ketua Program Sarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
(Prof. Dr. Frieda M. Mangunsong S. M.Ed.) (Dr. Wilman Dahlan Mansoer, M.Org.Psy.) NIP. 195408291980032001 NIP. 194904031976031002
iii
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Aisha Stephanie Munaf
NPM
: 0806322382
Program Studi : S1 Reguler Fakultas
: Psikologi
Jenis karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Apakah Wayan Sutarta lebih menyukai huruf "W" dibandingkan huruf "S"? Priming etnis dan initial preference task pada orang Bali yang tinggal di Jakarta beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 9 Juli 2012 Yang menyatakan
(Aisha Stephanie Munaf) iv
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesehatan, dosen-dosen yang hebat, teman-teman yang selalu setia memberikan semangat, partisipan yang sangat helpful, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pembuatan skripsi ini penulis anggap sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi dengan serius dan dilakukan dengan ikhlas. Melalui kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu dalam pembuatan skripsi ini. Tanpa mereka, saya tidak akan bisa menyelesaikan skripsi ini dengan rasa bersyukur. 1. Untuk mama yang sejak saya kecil tidak henti-hentinya meyakinkan saya bahwa saya mampu melakukan apa yang saya inginkan. If you think you can, you can. Terima kasih atas segala kepercayaan yang mama berikan kepada saya, agar saya bisa bebas melakukan hal yang saya inginkan. I'll always keep your faith on me. Untuk papa yang telah memberikan dukungan moril dan materil demi pendidikan saya. Terima kasih papa. Adik saya tercinta, Jeje, yang paling tahu bagaimana sibuknya saya, tetapi tidak pernah mengeluh dan selalu memberikan semangat. 2. Teta and Engku, walaupun kita dipisahkan oleh jarak, you're still my most influencing and inspiring people in my life. Untuk keluarga Munaf yang ada di Jakarta dan di Boston, terima kasih atas segala dukungan, nasihat, dan keceriaan. I'm so proud to be part of this family. 3. Mba Lucy sebagai Pembimbing Akademis saya selama empat tahun berkuliah di Psikologi UI. Terima kasih atas segala motivasinya. 4. Mas Budi dan Mba Efi sebagai penguji saat sidang, terima kasih atas diskusi yang menyenangkan selama kurang lebih satu setengah jam. 5. Mesdemoiselles. Indah, Cathy, Fiqi, dan Sanya yang selalu memberikan semangat, tempat bercerita yang paling nyaman, dan teman yang paling mengerti saya. 4. Sahabat-sahabat seperjuangan saya dari semester 1, Vyani, Nindy, Sasha, dan Shera. Thank you for this incredible four years and I hope that our friendship will last forever. 5. Thifa, teman seperjuangan saya selama penulisan skripsi ini. Segala susah payah dan kegembiraan selama proses skripsi kami rasakan bersama. We made it. Terima kasih juga kepada Jehan, Jeko, Kak Prince, dan Kak Bagus. 6. Teman-teman Psikologi UI lainnya , Ina, Manda, Petra, Sitha, Said, Ujo dan teman-teman Psikomplit lainnya yang selalu saling menyemangati satu sama lain. v
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
7. Keluarga Liga Tari Krida Budaya Universitas Indonesia. Tempat saya dapat menari dengan bebas dan menjadi diri saya apa adanya. Khususnya teman-teman LTMUIKB 2008, Iqbal, Mala, Cute, Vya, Tasak, Adel, Gandes, Suci. Kepada Tim Peksiminas 2012, perjuangan kita belum berakhir, kawan. 8. Profesor Wayan Windia, Profesor Made Kartika, dan Bli Arya Suta atas kesediannya berbagi sumber pengetahuan mengenai budaya Bali. Merupakan sebuah kehormatan bagi saya untuk dapat berdiskusi dengan Anda. Tidak lupa terima kasih kepada Nyoman Putra , Wayan Agus, dan teman-teman tari Kecak Bli Gung lainnya yang turut membantu saya dalam mencari partisipan dan memberikan informasi mengenai budaya Bali. 9. Kak Eka atas waktunya untuk berbagi cerita mengenai penelitiannya dan proses saat pembuatan skripsinya. Terima kasih atas segala bantuannya. 10. Nico, Jawa, Dimas, Teddy, Sarah, Evin, dan Kak Jejen yang telah bersedia dengan ikhlas menjadi recruiter dan eksperimenter. You are such a great helper. 11. Seluruh partisipan Bali dari Pura Rawamangun, Jelambar, Bekasi, Depok, Cinere dan kampung Bali Merpati. Anda bukan hanya sekedar partisipan, tetapi Anda telah memberikan saya pelajaran mengenai budaya Bali, bagaimana mempertahankan keyakinan, dan bagaimana keyakinan itu dijadikan way of life. Inilah pelajaran yang paling bermakna selama proses penulisan skripsi ini. 12. Mbak Darti dan Pak Jasmin yang selalu membantu saya jika butuh bantuan di rumah. Terima kasih juga untuk Pak Amat dan Pak Gyo yang selalu mengantar saya menemui partisipan, walaupun lokasinya jauh. 13. Terakhir, saya ucapkan terima kasih banyak kepada pembimbing skripsi terhebat, Mas Harry Susianto. Terima kasih atas semua ilmu, kepercayaan, serta diskusi selama pembuatan skripsi ini. Saya tidak akan pernah lupakan proses pembuatan skripsi ini.
Saya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk memberikan saran maupun kritik yang membangun demi pengembangan penelitian ini selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat berguna bagi semua pihak.
Jakarta, Juli 2012 Aisha Stephanie Munaf
vi
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
ABSTRAK Nama
: Aisha Stephanie Munaf
Program Studi
: Psikologi
Judul
: Apakah Wayan Sutarta Lebih Menyukai Huruf "W" Dibandingkan Huruf "S"? Priming Etnis dan Initial Preference Task pada Orang Bali yang Tinggal di Jakarta
Nuttin (1985) menemukan bahwa seseorang lebih mengevaluasi inisial namanya sendiri lebih positif dibandingkan dengan huruf lain yang bukan merupakan inisial namanya. Hal ini kemudian yang disebut dengan name letter effect (NLE). Penelitian mengenai NLE telah dilakukan di berbagai negara hingga kemudia diteliti di Indonesia menggunakan initial preference task. Putri (2010) melakukan penelitian NLE terhadap etnis Batak, dimana hipotesis yang diajukan tidak terbukti karena partisipan Batak lebih menyukai inisial nama depan dibandingkan inisial nama marganya. Penelitian lanjutan dilakukan oleh Artha (2011) pada etnis Bali untuk membandingkan inisial nama depan dan nama Bali pada partisipan Bali dengan sebelumnya diberikan priming etnis. Priming etnis ini bertujuan untuk meningkatkkan kesadaran etnisitas yang dimiliki partisipan Bali saat penelitian berlangsung. Namun, hasil menunjukkan bahwa partisipan Bali yang telah diberikan priming etnis Bali mengevaluasi inisial nama depan lebih tinggi dibandingkan nama Bali. Penelitian dalam skripsi ini bertujuan untuk membuat penelitian lanjutan daru studi Artha (2011) pada etnis Bali. Berawal dari dugaan bahwa berbedanya hipotesis dengan hasil penelitian dikarenakan usia partisipan yang masih tergolong remaja. Hal ini membuat penulis menggunakan partisipan yang lebih dewasa dan sudah menikah dengan harapan kesadaran akan etnisnya sudah lebih berkembang dibandingkan partisipan yang tergolong remaja. Selain itu, partisipan yang digunakan merupakan partisipan Bali yang tinggal di Jakarta, dengan dugaan identitas etnisnya lebih menonjol saat menjadi minoritas dibandingkan saat menjadi mayoritas (di Pulau Bali). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipan Bali yang diberikan priming etnis mengevaluasi insial nama Bali lebih tinggi dibandingkan inisial nama depan tetapi tidak signifikan.
Kata kunci: Intial preference task, name letter effect, implicit egotism, priming, etnis Bali, optimal distinctiveness theory.
vii
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
ABSTRACT Name
: Aisha Stephanie Munaf
Study Program
: Psychology
Title
: Does Wayan Sutarta Prefer "W" To "S" Letter? Ethnic Priming and Initial Preference Task on Balinese People Who Live in Jakarta
Nuttin (1985) discovered a phenomenon whereby a person will evaluate initials of his own name more positively than other letters that are not his or her initials. This phenomenon is called name letter effect (NLE). Research about NLE has been conducted in many countries, including Indonesia using initial preference task. Putri (2010) conducted a study about NLE on Batak ethnic, whereby the hypothesis wasn't proved because Batak participants evaluated their first name higher than their last name. Artha (2011) conducted a study about NLE based on Putri's (2010) to compared first name and Balinese name on Balinese people. Before that, the participants was given ethnic priming to increase the ethnic self-awaraness while the participants were being experimented. The result also showed that Balinese participants evaluated their first name higher than their Balinese name. Based on the previous study by Artha (2011), this present study is trying to conduct an NLE research on Balinese. I assumed that the difference between Artha's hypothesis and the result is because the participants were teenagers. In this present study, the participants are more adult and married, so their ethnic self-awareness are more developed than teenagers. Beside that, the participants are Balinese who live in Jakarta. I assumed that their ethnic identity are more prominent when they are minority than when they are majority (in Bali). The result shows that participants that are given the ethnic priming evaluate their Balinese name higher that their first name but insignificantly. Key words: Initial preference task, name letter effect, implicit egotism, priming, Balinese ethnic, optimal distinctiveness theory.
viii
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................................... v ABSTRAK ................................................................................................................ vii ABSTRACT ............................................................................................................ viii DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix DAFTAR TABEL...................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xii 1. Pendahuluan ........................................................................................................... 1 1.1 Pertanyaan Penelitian.......................................................................................... 8 1.2 Tujuan Penelitian................................................................................................ 8 1.3 Sistematka Penelitian.......................................................................................... 8 2. Tinjauan Kepustakaan ......................................................................................... 9 2.1 Nama dan Identitas ..........................................................................................10 2.2 Penelitian Terdahulu mengenai Name Letter Effect........................................ 11 2.3 Implicit Egotism sebagai Penjelasan NLE ...................................................... 15 2.4 Pola Nama Indonesia ...................................................................................... 17 2.5 Optimal Distinctiveness Theory....................................................................... 20 2.6 Budaya pada Masyarakat Bali ........................................................................ 22 2.7 Pola Nama Masyarakat Bali ........................................................................... 27 2.8 Priming ........................................................................................................... 30 2.9 Hipotesis Penelitian ........................................................................................ 34 3. Metode Penelitian ................................................................................................ 35 3.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 35 3.2 Variabel Peneitian ............................................................................................ 36 3.2.1 Variabel Bebas:Jenis Priming................................................................ 36 3.2.2 Vaiabel Terikat: Evaluasi Inisial Nama................................................. 36 3.3 Kriteria Partisipan ............................................................................................. 37 3.4 Pilot Study.......................................................................................................... 38 3.5 Instrumen Penelitian.......................................................................................... 38 3.5.1 Tahap 1: Screening Partisipan............................................................... 39 3.5.2 Tahap 2: Penelitian Eksperimen............................................................ 40 3.6 Prosedur Penelitian............................................................................................ 44 3.6.1Tahap1: Screening Partisipan................................................................. 44 3.6.2 Tahap 2: Eksperimen............................................................................. 47 3.7 Analisis Data...................................................................................................... 50 3.7.1 Analisis Pendahuluan (Hypothesis Awareness)..................................... 50 ix
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
3.7.2 Penentu Inisial Nama yang Dievaluasi.................................................. 51 3.7.3 Uji Hipotesis ......................................................................................... 52 3.7.4 Effect Size.............................................................................................. 53 4. Analisis Hasil ........................................................................................................ 54 4.1 Gambaran Partisipan ........................................................................................ 54 4.2 Analisis Hypothesis Awareness ....................................................................... 57 4.3 Pengujian Hipotesis ............................................................................................. 57 4.3.1 Evaluasi Inisial Nama Bali dan Nama Depan pada Partisipan Bali yang diberikan priming etnis................................................................................... 57 4.3.2 Evaluasi Inisial Nama Bali pada Partisipan Bali yang Diberikan Priming Etnis dan Priming Kontrol.............................................................................. 59 5. Diskusi dan Saran................................................................................................. 61 5.1 Diskusi.............................................................................................................. 61 5.2 Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut................................................................ 66 5.3 Implikasi Praktis............................................................................................... 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Nama Masyarakat Bali Berdasarkan Kasta ..................................................... 28 Tabel 2.2 Pola Nama Masyarakat Bali ............................................................................ 29 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Partisipan Berdasarkan Lokasi Pura .............................. 54 Tabel 4.2 Gambaran Partisipan ........................................................................................ 55 Tabel 4.3 Frekuensi Nama Bali Partisipan ...................................................................... 56 Tabel 4.4 Persentase Persamaan Antar Nama ................................................................. 56 Tabel 4.5 Persentase Dugaan Partisipan terhadap Tujuan Penelitian .............................. 58 Tabel 4.6 Mean dan Standar Deviasi Evaluasi Inisial Nama Bali dan Nama Depan ............................................................................................. 59
xi
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1Contoh Kuesioner Bagian 3 Penelitian Tahap 1 (pola nama) ...................... 40 Gambar 3.2 Contoh Iklan Priming Etnis Bali ................................................................. 41 Gambar 3.3 Contoh Kuesioner Bagian 2 (NLE) ............................................................. 42 Gambar 3.4 Contoh Kuesioner Bagian 3 (Distraction Task) .......................................... 43 Gambar 3.5 Contoh Kuesioner Bagian 4 (Hypothesis Awaraness) ................................. 43 Gambar 3.6 Contoh Lembar Persetujuan (Informed Consent) ........................................ 44 Gambar 3.7 Tahapan Penelitian Screening Partisipan ..................................................... 44 Gambar 3.8 Tahapan Penelitian Eksperimen ................................................................... 47 Gambar 3.9 Inisial Nama yang Dianalisis ....................................................................... 51
xii
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
1. Pendahuluan
Serial TV Charmed1 menceritakan mengenai kehidupan kakak-beradik yang merupakan penyihir. Sesuai urutan kelahirannya, mereka bernama Prue, Piper, Phoebe, dan Paige. Ibu mereka bernama Patricia dan neneknya bernama Penelope. Sanya Emil2 (22 tahun), merupakan anak bungsu dari tujuh bersaudara. Kakak-kakaknya bernama Sony Emil, Sisi Emil, Sandru Emil, Suci Emil, Sarkov Emil, dan Swara Emil. Bila dicermati, dari kedua ilustrasi di atas, terdapat kemiripan mengenai inisial nama depan. Di serial TV Charmed, mulai dari nenek hingga cucu, semua nama depannya berinisial P. Sama halnya yang terjadi dengan Sanya dan saudara kandungnya, semua berinisial S. Ternyata, kemiripan inisial nama depan dalam kedua ilustrasi di atas bukanlah kebetulan. Kedua ilustrasi tersebut dapat dijelaskan melalui istilah name letter effect (NLE). Nuttin (1985) menjelaskan bahwa NLE terjadi ketika seseorang lebih mengevaluasi positif inisial namanya sendiri dibandingkan dengan huruf lain yang bukan merupakan inisial namanya. Saat kecenderungan tersebut berkembang, seseorang akan mengasosiasikan evaluasi positif tersebut terhadap objek yang berada di sekitarnya (Nuttin, 1985). Studi mengenai NLE telah banyak dikaitkan dengan pengambilan keputusan. Studi yang dilakukan oleh Pelham, Mirenberg, dan Jones (2002) di Amerika Serikat menemukan bahwa kota Jacksonville lebih banyak ditinggali oleh pria bernama Jack dan kota Milwaukee lebih banyak ditinggali oleh wanita bernama Mildred. Temuan lainnya dari Pelham et al. (2002) menunjukkan bahwa pria yang bernama Dennis lebih banyak berprofesi menjadi dokter gigi (dentist) dibandingkan dengan dokter gigi lainnya yang bernama Walter dan Jerry. Hal ini juga yang mendasari orang tua Sanya memberikan inisial nama depan anak-anaknya dengan huruf S, atau Patricia yang memberikan inisial nama depan anak-anaknya dengan huruf P. 1
Merupakan serial TV di Amerika Serikat yang tayang pada tahuun 1998-2006
2
Berdasarkan wawancara pribadi yang dilakukan kepada Sanya Emil pada tanggal 8 Desember 2011
1
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
2
NLE dapat dijelaskan dengan mekanisme implicit egotism (Pelham et al., 2002), yaitu kondisi dimana seseorang akan cenderung menilai lebih positif terhadap hal–hal yang berhubungan dengan dirinya. Implicit egotism didasarkan pada evaluasi diri secara unconscious, di luar kesadaran (Pelham, Carvallo, & Jones, 2005), serta dipengaruhi oleh asosiasi diri (self-associations) seseorang terhadap objek tertentu (Jones, Pelham, Mirenberg, & Hetss, 2002). Evaluasi ini terjadi untuk mempertahankan evaluasi positif seseorang terhadap dirinya (Pelha, er al., 2002). Studi mengenai NLE telah dilakukan di Eropa (Koole, Dijksterhuis, & Van Knippenberg, 2001; Nuttin, 1985), Amerika Serikat (Pelham, Mirenberg, & Jones, 2002), dan Kanada (Hodson & Oldson, 2005). Studi–studi tersebut mengevaluasi antara inisial nama depan (mencerminkan identitas diri) dengan inisial nama belakang (mencerminkan identitas sosial) seseorang dan hasilnya adalah seseorang cenderung mengevaluasi lebih positif inisial nama depan dibandingkan nama belakang. Ini berarti, di negara Barat, nama depan yang mencerminkan identitas dirinya lebih besar pengaruhnya terhadap asosiasi diri yang positif. Apakah kecenderungan seperti ini juga terjadi di negara timur yang budayanya lebih kolektif? Pada budaya kolektif, identitas sosial dapat lebih terlihat dibandingkan identitas diri (Bruck & Bodenhorn, 2006). Ini berarti, ada kecenderungan bahwa di negara timur, nama yang mencerminkan identitas sosialnya memiliki pengaruh yang lebih besar terhdap asosiasi diri yang positif dibandingkan dengan nama yang mempengaruhi identitas dirinya yang unik (Pelham, 2005). Penelitian mengenai NLE di Indonesia, yang merupakan budaya timur, telah dilakukan oleh Putri (2010) terhadap orang Batak. Nama pada orang Batak memiliki dua bagian utama, yaitu nama depan dan nama marga (nama belakang) yang merupakan penanda identitas sosial dari orang Batak. Bagi orang Batak, nama marga yang mereka sandang adalah hal yang penting di kehidupan mereka serta mendapatkan kedudukan yang tinggi dalam adat mereka (Harahap dan Siahaan, 1987). Hal inilah yang mendasari Putri (2010) untuk menegakkan hipotesis bahwa orang Batak akan menyukai (evaluasi lebih positif) nama marganya dibandingkan dengan nama depannya. Namun, hasil penelitiannya Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
3
menunjukkan bahwa hipotesis tersebut ditolak, karena orang Batak mengevaluasi nama depannya lebih positif dibandingkan nama marganya. Menurut Putri (2010), perbedaan ini disebabkan oleh tidak umumnya nama marga digunakan sebagai nama panggilan di Indonesia serta usia partisipan yang masih berkisar antara 15 hingga 17 tahun. Dalam rentang usia ini, penghargaan terhadap marganya masih belum begitu berkembang. Pada masyarakat Batak, penghargaan terhadap nama marga akan lebih terlihat pada masa dewasa dimana nama panggilan akan beralih dari nama depan menjadi nama belakang. Berdasarkan hasil penelitian Putri (2010) tersebut, Artha (2011) dan Meliala (2011) melakukan penelitian lanjutan mengenai NLE di Indonesia yang berawal dari dugaan bahwa perbedaan antara hasil penelitian dengan hipotesis yang diajukan Putri (2010) dapat disebabkan oleh kemungkinan partisipan Batak tidak menyadari etnisitas yang mereka miliki saat penelitian tersebut berlangsung. Dalam penelitian selanjutnya, Artha (2011) dan Meliala (2011) menggunakan priming etnis sebagai sebuah cara untuk menyadarkan etnisitas yang dimiliki partisipan. Priming merupakan aktivasi di dalam otak mengenai suatu konsep tertentu dalam kurun waktu sementara (Bargh, Chen, & Burrows, 1996). Jenis priming yang diberikan adalah priming etnis untuk mengaktivasi konsep identitas etnis partisipan sebagai orang Bali atau orang Batak saat penelitian berlangsung (Artha, 2011; Forehand dan Deshpande, 2001; Meliala, 2011). Pemberian priming etnis ini diharapkan dapat memberikan preferensi yang lebih tinggi pada inisial nama yang mencerminkan etnis mereka (initial preference task). Penelitian Artha (2011) dan Meliala (2011) memiliki dasar dugaan, variabel, hipotesis, desain penelitian, serta instrumen penelitian yang sama. Bedanya terletak di partisipan, Artha (2011) menggunakan partisipan dengan etnis Bali, sedangkan Meliala (2011) menggunakan partisipan dengan etnis Batak. Bagi partisipan Bali yang diberikan priming etnis diharapkan nama Bali yang terletak sebelum nama depan dievaluasi lebih positif dibandingkan nama depannya, sedangkan bagi partisipan Batak yang diberikan priming etnis diharapkan mengevaluasi nama marganya, yang terletak di belakang, lebih positif dibandingkan nama depannya. Penelitian NLE kali ini akan memfokuskan pada partisipan Bali dan akan melanjutkan penelitian NLE yang telah dilakukan oleh Artha (2011). Umumnya, Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
4
nama pada orang Bali terdiri dari dua bagian, yaitu nama Bali yang terletak pada bagian awal nama dan nama depan (forename) yang terletak setelah nama Bali. Berbeda dengan pola nama pada umumnya, nama Bali yang mencerminkan identitas etnis diletakkan sebelum nama depan, bukan setelah nama depan. Nama Bali mencerminkan identitas sosial bahwa orang tersebut berasal dari etnis Bali, sedangkan nama depan mencerminkan identitas diri bahwa orang tersebut memiliki ciri khas, karakter, dan sifat yang membedakan dirinya dengan orang lain (Layder, 2004). Nama Bali yang dimiliki seseorang merupakan penanda golongan atau kasta seseorang nama yang diturunkan secara patrilineal atau berdasarkan garis keturunan ayah (Windia, 2008). Berdasarkan dugaan mengenai pemberian priming etnis tersebut, Artha (2011) menegakkan beberapa hipotesis yaitu (1) Partisipan Bali yang diberikan priming etnis Bali akan mengevaluasi inisial nama Balinya lebih tinggi dibandingkan evaluasi untuk inisial nama depan, (2) Evaluasi untuk inisial nama Bali akan lebih tinggi pada partisipan Bali yang diberikan priming etnis dibanding kan partisipan Bali yang diberikan priming kontrol, (3) Partisipan non Bali yang diberikan priming etnis Bali atau priming kontrol akan mengevaluasi nama depannya lebih tinggi dibandingkan dengan nama belakangnya. Penelitian Artha (2011) dilakukan di Bali terhadap 199 partisipan (100 etnis Bali dan 99 etnis non Bali) menggunakan Initial Preference Task, yaitu membandingkan evaluasi inisial nama. Partisipan berasal dari golongan Sudra yang memiliki rentang usia antara 14 hingga 18 tahun dan terbagi ke dalam empat kelompok, yaitu etnis Bali yang diberikan priming etnis Bali, etnis Bali yang diberikan priming kontrol, etnis non Bali yang diberikan priming etnis Bali, dan etnis non Bali yang diberikan priming kontrol. Terdapat perbedaan dan persamaan antara hipotesis yang diajukan dengan hasil penelitian. Perbedaan tersebut terletak pada hipotesis pertama, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa evaluasi untuk inisial nama Bali akan lebih tinggi dari evaluasi untuk inisial nama depan dan nama belakang tidak terbukti. Nama depan masih dievaluasi lebih tinggi dibandingkan nama Bali partisipan, sedangkan evaluasi pada nama Bali dan nama belakang tidak berbeda secara signifikan. Hal ini berarti priming dalam penelitian Artha (2011) belum berhasil Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
5
membuat partisipan Bali lebih menyukai inisial nama Bali yang menjadi ciri khas dari etnis mereka dibandingkan dengan nama depan. Namun, hasil penelitian juga menunjukan persamaan terhadap hipotesis kedua dan ketiga. Terbuktinya hipotesis kedua menunjukkan bahwa evaluasi untuk inisial nama Bali akan lebih tinggi pada partisipan Bali yang diberikan priming etnis Bali dibandingkan partisipan Bali yang diberikan priming kontrol. Ini berarti, sebenarnya priming etnis Bali yang diberikan memberikan pengaruh terhadap evaluasi inisial nama pada partisipan Bali. Terakhir, hasil penelitian berhasil membuktikan hipotesis ketiga bahwa untuk partisipan non Bali, evaluasi inisial nama depan yang diberikan priming etnis Bali maupun priming kontrol lebih tinggi dibandingkan evaluasi inisial nama belakangnya. Menurut Artha (2011), belum berhasilnya priming etnis dalam membuat partisipan Bali lebih menyukai nama Bali mereka disebabkan oleh kurang kuatnya priming etnis yang diberikan. Selain itu, ditolaknya hipotesis pertama bisa juga disebabkan oleh jarangnya nama Bali digunakan sebagai nama panggilan di Bali saat ini. Selain itu, sama seperti pendapat Putri (2010), rentang usia partisipan yang berkisar antara 15 hingga 16 tahun dapat menjadi penyebabnya. Rentang usia tersebut tergolong ke dalam kategori remaja, sehingga partisipan Bali dalam penelitian ini masih belum memberi perhatian lebih akan masalah pentingnya menjaga kehormatan leluhur mereka yang salah satunya dengan tetap menggunakan nama Bali. Maka itu, dalam penelitian ini, penulis akan melakukan beberapa perubahan. Partisipan yang akan digunakan adalah partisipan yang sudah menikah. Guru Besar Hukum Adat Universitas Udayana, Wayan Windia, menyatakan bahwa sistem kekerabatan di Bali dapat dilacak melalui garis keturunan laki–laki (komunikasi pribadi, 2 Februari 2012). Sistem kekerabatan ini akan berpengaruh terhadap upacara adat, perkawinan, termasuk pemberian nama. Jadi, dugaan penulis adalah saat orang Bali sudah menikah, mereka akan lebih sadar terhadap garis keturunan mereka yang nantinya akan mereka wariskan terhadap anak–anaknya. Kesadaran ini merupakan suatu bentuk penghormatan kepada leluhur yang salah satu bentuk penghormatan tersebut adalah dengan memberikan nama pada anaknya sesuai dengan leluhurnya. Saat penelitian Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
6
berlangsung, penulis berharap bahwa tingkat kesadaran akan etnis Bali yang dimiliki partisipan yang sudah menikah dapat muncul dengan sendirinya dan meningkatkan efek priming etnis terhadap NLE. Selain itu, partisipan Bali yang digunakan merupakan partisipan Bali yang tinggal di Jakarta. Penulis menduga bahwa identitas etnis seseorang akan lebih menonjol saat orang tersebut sedang menjadi bagian dari minoritas. Dalam penelitian ini, identitas etnis dari orang Bali akan lebih menonjol saat ia sedang berada di luar Bali (misalkan, Jakarta) dibandingkan saat sedang berada di Bali. Orang Bali yang tinggal di Jakarta merupakan minoritas karena mereka membawa kebudayaan Hindu-Bali yang jika dibandingkan dengan orang beragama Islam dan Kristen di Jakarta persentasenya lebih sedikit. I Gusti Made Arya Suta, dosen Sosiologi Hindu di Sekolah Tinggi Agama Hindu Jakarta, mengatakan bahwa mempertahankan kebudayaan pada orang Bali sangatlah kuat (komunikasi pribadi, 4 Januari 2012). Walaupun tidak tinggal di Bali, mereka akan tetap menjaga pentingnya kebudayaan Hindu-Bali sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhurnya. Selain itu, orang Bali yang tinggal di Jakarta akan lebih berusaha untuk menjaga hubungan dengan leluhurnya dibandingkan jika sedang berada di Bali. Semakin jauh mereka tinggal dari Bali, semakin mereka berusaha untuk menjaga hubungan dengan leluhur mereka. Wayan Windia juga mengatakan bahwa di Jakarta, orang Bali akan lebih sering dipanggil dengan nama Bali, baik di lingkungan rumah maupun tempat kerja. Hal ini berbeda dengan di Bali yang mayoritas penduduknya memiliki nama Bali. Agar tidak tertukar, maka nama panggilan di tempat kerja menggunakan nama depan, tetapi di rumah tetap dipanggil menggunakan nama Bali. Dugaan penulis mengenai identitas etnis pada orang Bali yang tinggal di Jakarta dapat dijelaskan dengan teori optimal distinctiveness. Teori yang awalnya dikemukakan oleh Brewer (1991) menjelaskan bahwa individu memiliki dua kebutuhan dasar untuk memenuhi identitas sosialnya, yaitu kebutuhan untuk memiliki persamaan dengan orang lain (inclusive/assimilation) dan untuk menjadi berbeda dari orang lain (differentiation). Terpenuhinya kedua kebutuhan ini berarti individu sedang berada di posisi yang optimal dalam identitas sosialnya. Tercapainya posisi yang optimal ternyata dipengaruhi oleh besarnya kelompok Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
7
(Brewer, 1991). Dibandingkan mayoritas, kelompok minoritas akan lebih mudah untuk memenuhi kedua kebutuhan tersebut karena lebih mudah untuk menemukan persamaan dengan anggota kelompoknya dan lebih mudah untuk menjadi unik dibandingkan kelompok lain. Dalam hal ini, orang Bali yang tergolong minoritas3 di Jakarta lebih mudah untuk berasimilasi dengan orang Bali yang ada di Jakarta dan juga lebih mudah untuk merasa unik dibandingkan kelompok yang tergolong mayoritas di Jakarta (misalkan agama Islam atau orang Jawa). Dengan demikian, penelitian ini merupakan penelitan lanjutan NLE dari penelitian Artha (2011) mengenai pengaruh priming etnis terhadap NLE pada etnis Bali. Dalam penelitian ini, karena yang dilihat hanya evaluasi inisial namanya saja, bukan huruf yang terkandung pada nama (NLE), maka yang ingin dilihat pengaruhnya adalah priming etnis terhadap Initial Preference Task (IPT). Penulis akan menggunakan nama Bali dan nama depan pada orang Bali yang tinggal di Jakarta dan melihat manakah yang dievalusai lebih positif melalui inisial masing-masing nama tersebut. Nama Bali yang dimiliki merupakan nama sebagai identitas sosial, sedangkan nama depan (terletak setelah nama Bali) merupakan nama sebagai identitas diri yang unik. Penggunaan nama Bali pada orang Bali merupakan salah satu bentuk penghormatan mereka terhadap leluhur.
1.1.
Pertanyaan Penelitian Pertanyaan yang akan dijawab dalam skripsi ini adalah: “Apakah partisipan Bali yang tinggal di Jakarta dan diberikan priming etnis akan mengevaluasi inisial nama Bali dengan lebih positif dibandingkan dengan inisial nama depan ?
1.2.
Tujuan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitian Artha (2011)
mengenai pengaruh priming etnis terhadap IPT pada etnis Bali. Penelitian ini bertujuan untuk menguji robustness fenomena NLE di Indonesia menggunakan 3
Berdasarkan Sensus Kependudukan Indonesia tahun 2000, pendatang dari propinsi Bali yang tinggal di Jakarta menempati urutan ke 20 (10.007 jiwa) dari total keseluruhan 30 propinsi lainnya yang datang ke Jakarta. Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
8
Initial Preference Task (IPT), khususnya pada etnis Bali. Penelitian ini penting untuk melihat manakah identitas yang diasosiasikan lebih positif. Idenntitas diri yang dicerminkan dari nama depan atau identitas etnis (sosial) yang dicerminkan dari nama Bali pada orang Bali. Artha (2011) menambahkan priming etnis dalam penelitiannya untuk membuktikan bahwa faktor etnis hanya akan berpengaruh terhadap IPT jika disadari oleh individu. Berbedanya hipotesis dengan hasil yang didapat diduga oleh penulis karena pada partisipan yang tergolong remaja, penghargaan terhadap leluhurnya belum begitu berkembang. Sehingga, penulis akan menggunakan partisipan yang dewasa dan sudah menikah dengan harapan penghargaan terhadap leluhurnya sudah lebih berkembang. Selain itu, untuk memperkuat
kesadaran
identitas
etnis
Bali
yang
dimilikinya,
penulis
menggunakan partisipan Bali yang tinggal di Jakarta dengan dugaan bahwa identitas etnis mereka lebih menonjol saat mereka merupakan bagian dari minoritas (di luar Bali) dibandingkan saat mereka adalah mayoritas (di Bali). Studi ini akan menjadi salah satu studi yang berkontribusi pada penelitian dalam ranah psikologi sosial, khususnya dalam hal evaluasi diri secara implisit.
1.3.
Sistematika Penelitian Skripsi ini akan terdiri dari lima bab. Bab 1, yang sekarang ini sedang
dibahas, menjelaskan mengenai latar belakang penelitian dan tujuan penelitian. Bab 2 berisi studi terdahulu mengenai NLE, pola nama orang Indonesia, pola nama orang Bali, penjelasan mengenai priming¸ dan penjelasan mengenai teori optimal distinctiveness. Bab 3 akan terdiri dari desain dan variabel penelitian, kriteria partisipan, instrumen penelitian, prosedur penelitian, serta teknik analisis data. Pada bab 4 akan dipaparkan mengenai hasil penelitian yang berupa gambaran partisipan, pengujian hipotesis, serta analisis hasil penelitian secara statistik. Terakhir, pada bab 5 akan berisi temuan penelitian, jawaban dari pertanyaan penelitian, diskusi mengenai temuan penelitian, keterbatasan studi dan saran untuk penelitian selanjutnya, serta implikasi praktis dari hasil penelitian ini.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
2. Tinjauan Pustaka
Bab ini akan terdiri dari sembilan subbab. Pada subbab pertama akan diuraikan mengenai nama dan identitas. Konsep mengenai NLE dan IPT akan dipaparkan pada subbab kedua. Subbab ketiga berisi tinjauan implicit egotism yang menjelaskan mengapa NLE dapat terjadi. Subbab keempat menjelaskan mengenai tinjauan pola nama Indonesia. Subbab kelima akan menjelaskan mengenai optimal distinctiveness theory. Subbab keenam berisi pemaparan budaya masyarakat Bali pada umumnya. Kemudian, pada subbab ketujuh, akan dipaparkan mengenai pola nama masyarakat Bali. Subbab kedelapan akan berisi tinjauan mengenai konsep priming etnis untuk menjelaskan konsep yang digunakan untuk menyadarkan partisipan akan etnisitasnya. Terakhir, pada subbab kesembilan, penulis akan mengajukan hipotesis penelitian.
2.1
Nama dan Identitas Ketika membahas mengenai identitas, nama merupakan suatu elemen
penting yang erat kaitannya dengan identitas seseorang. Carnegie (1936) pernah berkata bahwa bagi seseorang, nama adalah kata yang ketika diucapkan terdengar paling indah dan memiliki arti paling penting dalam bahasa apapun. Allport (1961) menyatakan bahwa nama sudah menjadi suatu bagian yang penting bagi identitas individu sejak usia dua tahun. Nama yang dimiliki seseorang dapat menjadi penanda dari identitas diri dan sosial (Bruck & Bodenhorn, 2006), penanda jenis kelamin (Watson, 1986), serta sebagai label yang membedakan dirinya dengan orang lain (Carsten, 2000). Pemberian nama berarti pemberian identitas terhadap seseorang. Layder (2004) menyatakan bahwa pemberian nama merupakan kontrak sosial yang penting dalam masyarakat. Saat seseorang telah menyandang suatu nama, termasuk bayi yang baru diberikan nama oleh orang tuanya, merupakan bukti eksistensialisme dari keberadaan orang tersebut. Dengan menyandang sebuah nama, tiap orang memiliki keunikannya masing-masing yang membedakan 9
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
10
dirinya dengan orang lain. Tidak hanya itu, dengan menyandang suatu nama juga berarti bahwa individu tersebut merupakan bagian dari masyarakat yang mengikuti norma dan aturan masyarakat tersebut. Kedua hal di atas berhubungan dengan pernyataan Layder (2004) bahwa seseorang memiliki dua identitas, yaitu identitas diri dan identitas sosial. Di satu sisi, seseorang tidak akan dianggap ada jika tidak dalam konteks sosial. Namun, di sisi lain, tingkah laku dan perasaan seseorang tidak selalu ditentukan atau dibentuk oleh lingkungan sekitar, melainkan timbul dari keunikan tiap orang. Terkait dengan pernyataan Layder (2004) mengenai identitas, Finch (2008) menyatakan bahwa nama memiliki dua komponen identitas, yaitu nama depan sebagai penanda identitas diri dan nama belakang atau nama keluarga sebagai penanda identitas sosial. Nama depan yang disandang oleh seseorang akan membawa ciri khas dari orang tersebut. Sedangkan, nama belakang atau nama keluaga yang disandang dapat menandakan garis keturunan dari keluarga. Pemberian nama belakang dapat menjelaskan keberadaan seseorang dari suatu ras, etnis, kekerabatan, maupun agama tertentu (Davies, 2011). Orang tua yang memberikan nama belakang kepada anaknya dianggap merupakan suatu penghargaan terhadap latar belakang etnis, agama, serta warisan dari generasi sebelumnya (Edwards & Caballero, 2008). Pola penamaan dengan bentuk nama depan diikuti oleh nama belakang merupakan pola yang paling sederhana dan muncul dari pola penamaan masyarakat Anglo-Saxon (Wilson, 1998). Pola penamaan yang sederhana ini banyak digunakan di Barat (Ardoni, 2003) dan dijadikan sebagai pola nama umum. Terkadang dapat ditambahkan nama tengah di antara nama depan dan nama belakang. Bagi wanita yang sudah menikah, mereka boleh mengubah namanya menjadi nama depan diikuti nama belakang suami atau nama depan diikuti nama belakang dan nama belakang suami (Ardoni, 2003). Di Indonesia, pola penamaan dengan menggunakan nama belakang juga diikuti di beberapa daerah. Sebagai contoh, masyarakat Batak menggunakan nama belakang yang mengindikasikan nama marga mereka (Harahap & Siahaan, 1987). Pada masyarakat Bali, nama sebelum nama depan mengindikasikan kasta dalam masyarakat sesuai garis keturunan (Parker, 2003). Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
11
Melalui penamaan, individu mendapatkan identitas aslinya yang merupakan ciri khas dari dirinya serta mendapatkan identitas sosial yang menandakan bahwa dirinya merupakan bagian dari masyarakat (Bruck & Bodenhorn, 2006). Dalam skripsi ini, identitas tidak dibahas secara mendalam. Uraian mengenai nama dan identitas ini akan membantu penulis dalam memahami perbandingan antara evaluasi nama depan (identitas diri) dengan nama Bali (identitas sosial) yang disandang oleh tiap partisipan.
2.2
Penelitian Terdahulu mengenai Name Letter Effect Nuttin (1985) melakukan studi menggunakan yoked design dengan
memberikan sekumpulan huruf terhadap partisipan. Secara acak, huruf yang diberikan disusun menjadi nama partisipan dengan tambahan huruf lain yang tidak terkandung dalam namanya. Partisipan diminta untuk melingkarkan huruf yang menurut mereka paling menarik dan yang paling tidak menarik. Hasil menunjukkan bahwa huruf yang dipilih paling menarik merupakan huruf yang terkandung dalam namanya. Preferensi ini dikenal dengan fenomena Name Letter Effect (NLE). Studi lanjutan telah banyak dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih luas mengenai fenomena NLE. Studi mengenai NLE ada yang dikaitkan dengan perilaku dan ada yang hanya ingin melihat perbandingan evaluasi nama saja. Studi lanjutan yang dikaitkan dengan perilaku tersebut berhasil menemukan gambaran yang lebih luas bahwa preferensi seseorang terhadap inisial namanya dapat mempengaruhi preferensi terhadap hal-hal penting dalam hidupnya seperti pemilihan tempat tinggal dan pekerjaan (Pelham et al., 2002), pasangan (Jones et al., 2004), objek yang dipilih seperti makanan, binatang, dan aktivitas santai atau olahraga (Hodson dan Olson, 2005), serta terhadap pemilihan merk produk tertentu (Brendl et al., 2005). Dari temuan-temuan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa seseorang memiliki kecenderungan untuk mengevaluasi halhal yang berkaitan dengan dirinya secara lebih positif dibandingkan dengan halhal yang tidak berkaitan dengan dirinya. Selain itu, NLE tidak hanya terjadi pada diri seseorang saja (internal), melainkan akan berpengaruh terhadap hal-hal di luar dirinya (eksternal). Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
12
Studi lanjutan lainnya tidak mengaitkan evaluasi inisial namanya terhadap perilaku, melainkan lebih melihat perbandingan antara inisial nama seseorang (Artha, 2011; Kitayama & Karasawa, 1997; Komori & Murata, 2008; Meliala, 2011; Putri, 2010). Studi tersebut membandingkan evaluasi inisial nama depan (pembawa identitas diri) seseorang dengan nama belakangnya (pembawa identitas sosial). Tujuan dari studi yang membandingkan inisial nama ini ingin melihat manakah inisial nama yang lebih disukai, inisial nama depan yang mencerminkan idenitas diri yang unik atau inisial nama belakang yang mencerminkan identitas sebagai bagian dari konteks sosial. Nama yang lebih disukai berarti memiliki diasosiasikan lebih positif terhadap dirinya (Pelham et al., 2005) Untuk mengetahui apakah NLE muncul atau tidak, digunakan pengukuran yang disebut dengan Nama Letter Test atau NLT (Kitayama & Karasawa, 1997). Cara pengukuran ini menggunakan skala rating untuk memberikan penilaian seberapa suka seseorang terhadap setiap huruf alfabet. Skala yang digunakan dari 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat tidak suka). Pada hasil akhirnya, dengan NLT, yang akan dilihat adalah penilaian pada inisial nama yang dimiliki, sedangkan NLE sendiri berarti seseorang akan lebih menyukai huruf yang terkandung dalam namanya dibandingkan huruf lain yang tidak terkandung dalam namanya. Selain itu, prosedur seperti itu lebih tepat jika disebut sebagai sebuah tugas (task) dibandingkan dengan sebuah tes (test). Maka itu, kurang tepat jika pengukuran NLE disebut dengan Name Letter Test. Stieger, Voracek, dan Formann (2011) memperkenalkan istilah Initial Preference Task (IPT) sebagai istilah yang tepat untuk mengukur NLE, karena yang dilihat hanya evaluasi pada inisial namanya saja, bukan semua huruf yang terkandung dalam namanya. Studi mengenai NLE telah banyak dilakukan pada budaya Barat. Kitayama dan Karasawa (1997) telah melakukan studi mengenai NLE di Jepang terhadap 219 partisipan (149 laki-laki dan 70 perempuan). Pada studi tersebut, partisipan diperlihatkan daftar 45 huruf Jepang atau hiragana. Partisipan diminta untuk memberikan penilaian terhadap 45 huruf hiragana tersebut dengan skala 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat suka). Setelah memberikan penilaian, partisipan diminta untuk mengisi data demografis serta menuliskan nama lengkap menggunakan huruf hiragana. Hasil dari studi ini tidak jauh berbeda dengan studi Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
13
di Barat bahwa preferensi terhadap inisial nama depan dan inisial nama belakang (nama keluarga) lebih tinggi dibandingkan dengan huruf lainnya. Terdapat temuan yang menarik dari studi ini, yaitu partisipan laki-laki menunjukkan evaluasi yang lebih positif terhadap inisial nama belakang sedangkan partisipan perempuan menunjukkan evaluasi yang lebih positif terhadap inisial nama depan. Selanjutnya, masih di Jepang, Komori dan Murata (2008) melakukan replikasi dari penelitian Kitayama & Karasawa (1997) dengan menggunakan alfabet Inggris. Partisipan sebanyak 69 orang (40 laki-laki dan 29 perempuan) diminta untuk mengevaluasi 20 alfabet Inggris yang dipakai pada nama orang Jepang (huruf L, P, Q, V, X, dan Z tidak diikutsertakan). Hasil penelitian tersebut sama dengan yang ditemukan oleh Kitayama dan Karasawa (1997), dimana partisipan laki-laki mengevaluasi nama belakang dengan lebih positif sedangkan partisipan perempuan mengevaluasi nama depan dengan lebih positif. Komori dan Murata (2008) mengaitkan temuannya dengan sistem pernikahan di Jepang dimana wanita harus mengubah nama belakangnya mengikuti nama belakang suami ketika sudah menikah sedangkan pria akan membawa nama belakangnya seumur hidup dan diturunkan ke generasi selanjutnya. Di Indonesia, penelitian mengenai NLE juga telah dilakukan (Artha, 2011; Meliala, 2011; Putri, 2010). Diawali oleh studi Putri (2010) yang ingin melihat perbandingan inisial nama antara inisial nama depan dan nama belakang atau marga dari orang Batak. Partisipan diminta untuk memberikan rating terhadap 26 huruf alfabet dari skala 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat tidak disukai) (Kitayama & Karasawa, 1997; Stieger et al., 2011). Berdasarkan studi terhadap 136 partisipan (laki-laki 59%; perempuan 29%; median usia= 16 tahun), hasil menunjukkan bahwa inisial nama depan dievaluasi lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan evaluasi inisial nama marganya. Meliala (2011) dan Artha (2011) melakukan studi lanjutan dari penelitian Putri (2010). Studi lanjutan ini berawal dari dugaan bahwa perbedaan antara hasil penelitian dengan hipotesis yang diajukan Putri (2010) dapat disebabkan oleh kemungkinan partisipan Batak tidak menyadari etnisitas yang mereka miliki saat penelitian tersebut berlangsung. Dalam penelitian selanjutnya, Artha (2011) dan Meliala (2011) menggunakan priming etnis sebagai sebuah cara untuk Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
14
menyadarkan etnisitas yang dimiliki partisipan. Pemberian priming etnis ini diharapkan dapat memberikan preferensi yang lebih tinggi pada inisial nama yang mencerminkan etnis mereka. Meliala (2011) menggunakan partisipan Batak yang tinggal di Medan dan membandingkan inisial nama depan dengan nama marganya. Sedangkan, Artha (2011) menggunakan partisipan Bali yang tinggal di Semarapura dan membandingkan inisial nama depan dengan nama Bali. Hasil studi Meliala (2011) terhadap 65 orang Batak yang mendapatkan priming etnis menujukkan bahwa evaluasi inisial nama depan dievaluasi lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan inisial nama marganya. Pada studi Artha (2011) terhadap 50 partisipan (17 laki-laki; 33 perempuan; median usia = 15 tahun) yang mendapatkan priming etnis Bali didapatkan hasil bahwa partisipan juga mengevaluasi inisial nama depan lebih tinggi (M = 6,32; SD = 1,32) secara signifikan dibandingkan dengan evaluasi inisial nama Bali (M = 5,56; SD = 1,57). Tetapi, effect size d dari priming etnis pada penelitian Artha (2011) menunjukkan hasil sebesar 0,46, dimana effect size tersebut tergolong dalam kategori sedang (Cohen, 1988). Hal ini terbukti dari hasil perbandingan yang signifikan antara evaluasi inisial nama Bali pada partisipan Bali yang diberikan priming etnis (M = 5,56; SD = 1,32) lebih tinggi dibandingkan evaluasi inisial nama Bali pada prartisipan Bali yang diberikan priming kontrol (M = 4,7; SD = 1,82). Ini berarti, sebenarnya priming etnis yang diberikan berpengaruh terhadap inisial nama Bali, hanya saja belum cukup kuat untuk membuat partisipan mengevaluasi nama Bali lebih tinggi dibandingkan nama depan. Ketiga studi tersebut (Artha, 2011; Meliala, 2011; Putri, 2010) menunjukkan hasil yang sama bahwa walaupun Indonesia menerapkan budaya kolektif dan bahkan sudah diberikan priming etnis untuk menyadarkan etnisitas mereka saat penelitian berlangsung, inisial nama depan (mencerminkan identitas ditri) masih dievalusi lebih tinggi dari inisial nama Bali atau nama marga (mencerminkan identitas sosial). Stieger dan LeBel (2012) melakukan studi NLE untuk melihat apakah NLE terjadi pada segala usia, karena studi NLE sebelumnya rata-rata menggunakan sampel mahasiswa yang tergolong dewasa muda. Studi Stieger dan LeBel (2012) dilakukan terhadap 1380 partisipan (66,2% perempuan dan 33,8% Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
15
laki-laki) dengan rata-rata umur partisipan 35.6 tahun (rentang umur= 13-86 tahun;
SD=15,46).
Hasil
studi
tersebut
menunjukkan
bahwa
terdapat
kecenderungan evaluasi inisial nama depan menurun beriringan dengan meningkatnya usia, sedangkan evaluasi inisial nama belakang meningkat beriringan dengan bertambahnya usia. Dalam skripsi ini, yang merupakan studi lanjutan dari Artha (2011), penulis ingin melihat bagaimana orang Bali mengevaluasi inisial nama depan serta nama Bali yang disandangnya dengan menggunakan IPT. Penulis hanya akan membandingkan evaluasi insial nama Bali dan nama depan pada partisipan Bali. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian Stieger dan LeBel (2012), partisipan yang digunakan adalah partisipan yang sudah dewasa dan sudah menikah dengan dugaan bahwa semakin meningkatnya umur, maka partisipan Bali akan mengevaluasi inisial nama Bali lebih tinggi dibandingkan inisial nama depan.
2.3
Implicit Egotism sebagai Penjelasan Name Letter Effect Penelitian mengenai NLE telah membuktikan bahwa seseorang akan
mengevaluasi inisial namanya lebih positif dibandingkan dengan huruf lain. Dengan kata lain, inisial nama seseorang lebih ia sukai dibandingkan dengan huruf lain. Bagaimana NLE terjadi berhubungan dengan adanya implicit egotism (Greenwald & Banaji, 1995; Komori & Murata, 2008; Pelham et al., 2002). Jones et al. (2002) memberikan pemahaman mengenai implicit egotism sebagai berikut: "The general idea that people's positive associations about themselves spill over into their evaluations of objects associated with the self" (hal.666). Saat seseorang mengevaluasi dirinya secara positif, orang tersebut juga akan cenderung memberikan penilaian positif terhadap segala hal yang berkaitan dengan dirinya. Hal ini menyebabkan seseorang memiliki kecenderungan untuk lebih memilih atau menyukai sesuatu yang berkaitan dengan dirinya. Kecenderungan inilah yang dapat disebut dengan implicit egotism, dimana kecenderungan ini terjadi secara spontan, otomatis, dan secara tidak sadar (Koole, Dijksterhuis, & Knippenberg, 2001; Pelham et al., 2005). Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
16
Munculnya konsep implicit egotism diawali dengan kebutuhan untuk mempertahankan evaluasi diri yans positif yang disebut dengan self-enhancement (Jones et al., 2001; Pelham et al., 2002). Self-enhancing banyak melibatkan pengambilan keputusan atau penilaian sosial yang dilakukan secara otomatis atau tidak disadari (Greenwald & Banaji, 1995). Dapat dikatakan bahwa implicit egotism merupakan unconscious self-enhancement (Jones, et al., 2002). Contoh dari adanya implicit egotism terdapat pada penelitian mengenai NLE menunjukkan bahwa seseorang lebih menyukai inisial nama depan atau nama belakang dibandingkan huruf lain (Kitayama & Karasawa, 1997; Nuttin, 1985) dan pada penelitian Birthdate Numbers Effect dimana seseorang mengevaluasi angka kelahirannya lebih positif dibandingkan angka lain (Kitayama & Karasawa, 1997). Implicit egotism juga terdapat pada penelitian mere exposure effect dimana seseorang akan lebih mengevaluasi pena atau gantungan kuci lebih positif ketika mereka diberikan bolpoin atau gantungan kunci karena kedua objek tersebut telah menjadi milik mereka (Beggan, 1992). Penelitian
menunjukkan
bahwa
implicit
egotism
mempengaruhi
pengambilan keputusan penting dalam kehidupan seperti tempat tinggal, pekerjaan, bahkan pasangan hidup (Jones et al., 2004; Pelham et al., 2002). Temuan dari penelitian tersebut menunjukkan peran dari asosiasi diri secara implisit. Implicit egotism juga merupakan salah satu bentuk dari classical conditioning atau implicit learning, yaitu sebuah proses belajar asosiatif yang terjadi secara tidak sadar pada individu (Pelham et al., 2005). Terdapat beberapa cara yang memungkinkan terjadinya evaluasi yang positif terhadap suatu objek tertentu (Greenwald & Banaji, 2005). Pertama, evaluasi positif tersebut muncul pada diri seseorang tanpa pertimbangan tertentu. Kedua, evaluasi positif tersebut muncul karena terdapat suatu hal yang sama antara apa yang dimiliki seseorang dengan objek tersebut. Terakhir, evaluasi positif dapat terjadi karena keberadaan objek tersebut secara langsung dapat meningkatkan self-esteem. Berkaitan dengan munculnya evaluasi positif terhadap objek tertentu, pada NLE, evaluasi positif muncul karena alasan yang kedua, yaitu Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
17
terdapat persamaan antara apa yang dimiliki seseorang (inisial nama depan atau belakang) terhadap objek tertentu.
2.4
Pola Nama Orang Indonesia Indonesia merupakan negara yang memiliki budaya heterogen. Terdapat
sekitar 60 etnis besar yang memiliki keberagaman budaya satu sama lain, salah satunya mengenai pola nama (Rony, 1970). Identitas seseorang yang berasal dari salah satu etnis dapat diketahui melalui nama yang disandangnya. Misalkan, orang yang memiliki nama seperti Made, Nyoman, atau Ida Bagus biasanya berasal dari Bali. Orang dengan nama belakang Hutagalung, Sitohang, dan Sirumapea berasal dari Batak. Begitu pula dengan orang dengan nama awalan Andi biasanya berasal dari Makassar. Keberagaman pola nama ini menunjukkan perbedaan sistem penamaan dengan negara-negara Barat, dimana umunya hanya menggunakan nama depan dan nama belakang atau keluarga (Ardoni, 2003). Sistem penamaan di Indonesia telah dikenal sejak masa kerajaan (Basuki, 2003). Semasa kerajaan Kediri (1000-1049), nama yang disandang cenderung menggunakan nama binatang (misalkan, Gajah Mada) sedangkan semasa kesultanan Banten (1682-1687), warga Banten diharuskan untuk memakai nama Arab (misalkan, Muhammad). Memasuki masa penjajahan Belanda, pemerintah Belanda mengeluarkan beberapa peraturan antara lain Staatsblad no.142 tahun 1864 mengenai pendaftaran nama untuk orang pribumi Kristen, Staatsblad no.117 tahun 1872 mengenai pencantuman nama kecil bagi orang yang ingin mengajukan tanah, dan Staatsblad no. 751 tahun 1920 mengenai ketentuan pemilihan nama (Basuki, 2003). Pada masa penjajahan Jepang, pemerintah Jepang mengeluarkan peraturan yang menyatakan bahwa nama tua harus ditambahkan pada nama kecil sehingga orang Jawa mempunyai nama dengan 2 bagian, yaitu nama kecil dan nama tua (nama yang digunakan setelah dewasa atau menikah). Setelah kemerdekaan, pemerintah mengeluarkan peraturan seperti UU No.4/1961 tentang penambahan nama keluarga dan Keputusan Presidium Kabinet Ampera no.17/U/Kep/12/1966
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
18
pada masa Orde Baru tentang peraturan ganti nama bagi warga Indonesia yang memakai nama Cina (Basuki, 2003). Basuki (2003) menjelaskan nama Indonesia dengan kaitannya dengan katalogisasi kata utama nama Indonesia dalam perpustakaan. Kata utama merupakan nama seragam yang ditunjukkan dalam katalog, bibliografi, majalah indeks, dan abstrak yang dibuat oleh pustakawan (Basuki, 2003). Basuki menentukan kata utama nama Indonesia tersebut berdasarkan enam golongan pola nama Indonesia, yaitu:
1. Nama diri Pola nama diri terbagi menjadi tiga bagian, yaitu nama diri tunggal, nama diri diikuti inisial, dan nama diri majemuk (bukan nama keluarga). Nama diri tunggal misalkan Soekarno atau Soeharto, nama diri yang diikuti inisial seperti Marsha R. P., dan nama diri majemuk yang terdiri dua bagian nama atau lebih yang merupakan satu kesatuan nama, misalkan Citra Natasya atau Muhammad Fattah Fauzan. 2. Nama tua Nama tua merupakan nama yang dipergunakan seseorang setelah dewasa atau sudah berkeluarga. Biasanya, nama tua dipergunakkan di Jawa dan Madura. Setelah memperoleh nama tua, nama kecil menjadi jarang disebut, bahkan kadang-kadang merupakan tabu untuk disebut. Contohnya, orang Jawa dengan nama kecil Magiyo ketika sudah menikah memiliki nama tua Sastri Wiyono. 3. Nama keluarga Nama keluarga terdiri dari tiga bagian nama atau lebih yang selalu diakhiri dengan nama keluarga. Misalnya, nama keluarga ini dapat dilihat pada nama Diandra Paramita Sastrowardoyo. Sastrowardoyo merupakan nama keluarga dari Diandra. Biasanya, nama keluarga dapat diwarisi oleh ayah (patrilinieal) atau ibu (matrilineal).
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
19
4. Nama wanita yang sudah kawin Penggunaan nama bagi wanita yang sudah kawin akan bervariasi. Ada yang menggunakan nama suami ditambah dengan sebutan Nyonya atau Ibu dan ada pula yang menggunakan nama diri ditambah dengan nama keluarga suami (misalkan, Regina Panigoro), nama diri ditambah dengan nama diri suami (misalkan, Lia Wibowo), atau nama diri ditambah dengan nama keluarga suami diikuti tanda hubung menyusul nama keluarga isteri (misalkan, Ketty Rosenfeld-Munaf). 5. Nama dengan pola khusus Umumnya, nama dengan pola khusus mempunyai ciri khas yang dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan kelompok etnis masingmasing. Misalkan, pada masyarakat Bali, namanya menunjukkan urutan dalam kelahiran. Seseorang dengan nama Wayan artinya merupakan anak pertama. Ada juga penamaan dengan sistem tektonim, dimana penyebutan orang tua berdasarkan nama anaknya. Misalkan, Bapak Surya memiliki anak bernama Ghian. Bapak Surya akan dipanggil dengan sebutan "Ayahnya Ghian", bukan Bapak Surya lagi. 6. Sebutan tambahan pada nama Sebutan tambahan pada nama ini dapat berupa nama gelar dan panggilan, nama clan diikuti gelar adat, nama tua diikuti gelar adat, dan nama diri diikuti nama tempat. Nama gelar biasanya diberikan pada keturunan bangsawan, misalkan Kandjeng. Nama panggilan misalkan penambahan kata Bung atau Neng seperti Bung Hatta. Nama clan biasanya terdapat pada etnik Batak dan diberikan saat mencapai usia lanjut atau memangku jabatan. Nama tua diikuti gelar adat biasanya terdapat pada etnis Minang, misalkan Aman Datuk Madjoundi. Terakhir, nama diri diikuti nama tempat misalkan Tengku Cik di Tiro. Nama aslinya adalah Muhammad Saman yang tinggal di daerah Tiro.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
20
Berdasarkan pola nama Indonesia yang digolongkan oleh Basuki (2003), dapat terlihat bahwa Indonesia memiliki beragam sistem penamaan. Pada umunya, pola nama yang paling sederhana dan paling umum seperti yang digunakan pada penelitian NLE sebelumnya adalah hanya menggunakan nama depan dan nama belakang. Pada skripsi ini, karena akan menggunakan partisipan Bali, pola nama yang akan digunakan adalah nama Bali dan nama depan (nama pertama seseorang yang terletak setelah nama Bali). Nama Bali pada orang Bali fungsinya sama dengan nama keluarga atau nama marga yang terletak setelah nama depan, yaitu sebagai penanda identitas sosial atau identitas etnis. Berdasarkan pola nama yang digolongkan Basuki (2003), nama Bali termasuk ke dalam golongan pola nama dengan pola khusus, yaitu sesuai urutan kelahiran.
2.5.
Optimal Distinctiveness Theory Identitas yang dimiliki seseorang terbagi menjadi dua, yaitu identitas diri
dan identitas sosial. Menurut Turner et al. (1987), identitas diri merupakan identitas
yang membedakan
seseorang dengan
orang lain
berdasarkan
keunikannya masing-masing, sedangkan identitas sosial merupakan identitas seseorang yang merupakan bagian dari konteks sosial tertentu. Di satu sisi, seseorang tidak dapat lepas dari lingkungan sosialnya dalam kehidupan seharihari. Di sisi lain, seseorang memiliki karakteristik sendiri dalam menentukan apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya (Layder, 2004). Identitas sosial yang dimiliki seseorang bisa bermacam-macam. Misalkan, Andi Anindya Luthfi saat di kampus beridentitas sebagai mahasiswa. Saat di rumah, ia beridentitas sebagai anak bungsu dari dua bersaudara. Secara etnisnya, ia merupakan bagian dari etnis Makassar. Menurut Brewer (1991), identitas sosial yang beragam tersebut dapat meningkatkan self-esteem jika orang tersebut merasa optimal dengan menjadi bagian dari suatu konteks sosial. Bagaimana seseorang dapat merasa optimal dengan menjadi bagian dari suatu konteks sosial dijelaskan dengan teori optimal distinctiveness. Brewer (1991) memberikan definisi optimal distinctiveness sebagai berikut: Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
21
"A model of optimal distinctiveness is proposed in which social identity is viewed as a reconciliation of opposing needs for assimilation and differentiation from others" (hal.475). Berdasarkan model optimal distinctiveness, seseorang memiliki dua kebutuhan dasar yang harus terpenuhi dari identitas sosial yang dimilikinya, yaitu kebutuhan untuk memiliki persamaan dengan orang lain (asimilasi) serta kebutuhan untuk merasa berbeda dan unik dari orang lain (diferensiasi). Kebutuhan dasar tersebut dapat terpenuhi jika seseorang merupakan bagian dari suatu kelompok tertentu (Brewer, 1991). Saat seseorang merupakan bagian dari kelompok tertentu, ia akan mencari persamaan dengan anggota kelompok lainnya agar kebutuhan untuk berasimilasi dapat terpenuhi. Saat kebutuhan asimilasi terpenuhi, kebutuhan untuk merasa berbeda dari orang lain menjadi meningkat dan individu tersebut akan mencari perbedaan dari anggota di luar kelompoknya. Keadaan yang disebut optimal akan terpenuhi di saat seseorang berada di titik yang seimbang, yaitu sudah merasa berasimilasi dengan anggota kelompoknya dan sudah merasa unik dibandingkan dengan anggota lain di luar kelompoknya (Leonardelli, Picket, & Brewer, 2010). Brewer (1991) mengatakan bahwa jumlah anggota kelompok akan mempengaruhi tingkat kemudahan seseorang dalam mencapai keadaan yang optimal. Suatu kelompok dengan jumlah anggota yang banyak dalam suatu konteks sosial tidak akan cukup efisien bagi anggotanya untuk berasimilasi dengan anggota lainnya karena anggotanya terlalu banyak. Begitu pula dengan kurang efisien untuk merasa unik dari kelompok lain. Sedangkan, pada kelompok yang tergolong minoritas, rasa memiliki persamaan dengan anggota kelompok dan rasa memiliki keunikan dengan anggota dari kelompok lain akan lebih mudah tercapai. Jadi, anggota dari kelompok minoritas akan lebih mudah untuk mencapai keadaan yang optimal dibandingkan anggota kelompok yang tergolong mayoritas (Brewer, 1991). Terkait dengan penelitian ini, orang Bali di Jakarta tergolong minoritas. Berbeda dengan orang Bali di Pulau Bali yang tergolong mayoritas. Maka itu, sesama orang Bali di Jakarta akan lebih erat rasa kebersamaannya dan identitas etnis mereka sebagai orang Bali lebih menonjol karena dibandingkan dengan suku lain, orang Bali termasuk minoritas di Jakarta. Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
22
2.6
Budaya pada Masyarakat Bali Suku Bali adalah salah satu suku yang mendiami wilayah Indonesia
dimana sebagian besar dari mereka bertempat tinggal di Pulau Bali. Bali merupakan sebuah pulau kecil yang memiliki luas 5636 km2 dengan jumlah penduduk kurang lebih 3 juta jiwa (Biro Pusat Statistik Provinsi Bali, 2009). Agama Hindu adalah kepercayaan yang paling banyak dianut oleh masyarakat Bali, yaitu sebanyak 83.46% diikuti oleh agama Islam (13.37%), Protestan (1.44%), Katolik (0.81%), Budha sebanyak 0.54%, dan Khong Hu Chu sebanyak 0.01% (Biro Pusat Statistik Provinsi Bali, 2010). Di antara agama lain, Hindu merupakan agama yang dianut paling banyak oleh masyarakat Bali. Agama Hindu banyak memberikan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Bali. Bagi mereka, agama Hindu dan kebudayaan Bali tidak dapat dipisahkan karena mereka percaya bahwa berdasarkan agama Hindu awalnya kebudayaan serta peradaban Bali terbentuk (Covarrubias, 1973). Pada awalnya, agama Hindu yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Bali berasal dari India. Tidak hanya ajaran agama Hindu saja yang diikuti, namun struktur sosial masyarakat di India juga diaplikasikan pada struktur masyarakat Bali, yaitu pembagian masyarakat ke dalam kelompok kerja tradisional atau yang biasa disebut dengan warna atau kasta (Couteau, 1995; Pringle, 2004). Banyak perdebatan antara istilah warna dan kasta (Wiana & Santeri, 1993). Dalam skripsi ini, untuk memudahkan dan tanpa ada maksud apapun, penulis menggunakan istilah sistem kasta. Sistem kasta merupakan peninggalan nenek moyang orang Hindu di Bali yang diwariskan dari generasi ke generasi. Setiap masyarakat Bali digolongkan ke dalam empat kasta, yaitu Brahmana, Ksatrya, Waisya, dan Sudra. Keempat kastra tersebut terbagi lagi ke dalam dua golongan, yaitu golongan Tri Wangsa dan golongan di luar Tri Wangsa yang biasa disebut dengan jaba (Wiana & Santeri, 1993). Brahmana, Ksatrya, dan Waisya termasuk ke dalam golongan Tri Wangsa atau golongan kasta tinggi. Wangsa sendiri berarti bangsawan atau kerajaan. Sedangkan, Sudra yang termasuk golongan di luar Tri Wangsa disebut dengan jaba yang berarti orang biasa. Sistem kasta yang dianut oleh masyarakat Bali ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pola nama orang orang Bali. Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
23
Orang tersebut berasal dari kasta yang mana dapat terlihat dari namanya (Parker, 2003; Wiana & Santeri, 1993), berikut penjelasannya: - Kasta Brahmana. Orang yang termasuk ke dalam kasta ini adalah yang memiliki perkerjaan di bidang agama dan intelektual. Mereka dianggap sebagai media antara Tuhan dan manusia. Dalam masyarakat Bali, golongan seperti ini misalnya seperti pendeta atau ulama, sehingga populasi yang termasuk golongan ini tidak terlalu banyak. Laki-laki yang termasuk ke dalam golongan ini biasanya memiliki nama depan Ida Bagus, sedangkan perempuan memiliki nama depan Ida Ayu. - Kasta Ksatrya merupakan kasta dari masyarakat yang memiliki pekerjaan di bidang bela negara atau kerajaan pada zaman dahulu. Biasanya, profesi yang dimiliki seperti prajurit atau tentara. Masyarakat yang tergolong ke dalam kasta ini biasanya memiliki nama depan Cokorda, Anak Agung, Dewa, Desak, Sang, dan Ngakan. - Kasta Waisya merupakan kasta dari masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang atau petani. Mereka yang tergolong ke dalam kasta ini memiliki nama depan Gusti (untuk laki-laki) dan Gusti Ayu (untuk perempuan). - Kasta Sudra. Masyarakat yang termasuk ke dalam kasta ini biasanya merupakan rakyat jelata dan bekerja sebagai buruh. Di antara golongan yang lain, Sudra memiliki populasi terbanyak. Masyarakat yang termasuk ke dalam golongan ini namanya diberikan berdasarkan urutan kelahiran. Anak pertama memiliki nama depan Wayan, Putu, dan Gede; anak kedua Nengah, Made, dan Kadek; urutan anak ketiga Nyoman dan Komang; serta Ketut untuk anak keempat. Jika keluarga tersebut memiliki anak lebih dari empat, maka anak selanjutnya akan kembali menggunakan nama sesuai urutan tersebut. Anak kelima memiliki nama depan Wayan, Putu atau Gede dan seterusnya sesuai urutan kelahiran. Pewarisan pola nama pada masyarakat Bali ini merupakan salah satu bentuk pemujaan terhadap leluhur. Secara umum, masyarakat Bali sangat percaya Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
24
dengan kekuatan leluhur (Barth, 1993). Mereka yakin bahwa kelancaran dalam pekerjaan, dalam mencari nafkah, atau segala macam aspek kehidupan sedikit banyak dibantu oleh leluhur. Jika mereka tidak menghormati atau memuja leluhurnya, mereka percaya bahwa hidupnya tidak akan tenang. Maka itu, masyarakat Bali sangat erat hubungannya dengan para leluhurnya yang diwariskan secara patrilineal, atau berdasarkan garis keturunan ayah (Windia, et al., 2008). Misalkan, seseorang yang bernama Dewa namun tidak bekerja sebagai prajurit (misalkan pegawai biasa), akan tetap memakai nama Dewa agar garis leluhurnya tidak putus. Jadi, nama Bali yang dimiliki seseorang tidak hanya sekedar penanda profesi atau kasta, tetapi yang paling penting adalah sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhurnya. Di Bali, sistem kekerabatan dilacak dari garis keturunan laki-laki atau yang berstatus kapurusa (patrilineal). Berdasarkan wawancara dengan Wayan Windia4, sistem kapurusa ini berpengaruh terhadap pelaksanaan upacara adat, perkawinan, dan termasuk pemberian nama. Himpunan Hasil-Hasil Pasamuhan Agung III Majelis Utama Desa Pakraman Bali (2011) menyatakan bahwa: "Sistem kekerabatan patrilineal (kapurusa) yang dianut oleh orang BaliHindu menyebabkan hanya keturunan berstatus kapurusa yang dianggap dapat mengurus dan menerusk swadharma (tanggung jawab) keluarga, baik dalam hubungan dengan parahyangan (keyakinan Hindu), pawongan (umat Hindu), maupun palemahan (pelestarian lingkungan alam sesuai dengan keyakinan Hindu)" (hal. 41). Konsekuensinya, hanya keturunan yang bersatus kapurusa
(sebagian
besar adalah laki-laki) sajalah yang memiliki hak terhadap harta warisan, sementara keturunan yang berstatus pradana (sebagian besar adalah perempuan), tidak mungkin dapat meneruskan hak-hak tersebut (komunikasi pribadi dengan Pak Wayan Windia, 2012). Berdasarkan penjelasan mengenai sistem kekerabatan Bali-Hindu, partisipan yang digunakan adalah yang berjenis kelamin laki-laki. Dahulu, perkawinan di Bali akan lebih mudah jika dilakukan dengan kasta yang sama. Pernikahan antar kasta dianggap pemutusan hubungan terhadap
4
Berdasarkan wawancara terhadap Prof. Dr. Wayan P. Windia, SH, M.Si yang merupakan Guru Besar Hukum Adat Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali pada tanggal 2 Februari 2012. Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
25
leluhur, khususnya bagi perempuan yang mengikuti suami (Parker, 2003). Perempuan yang menikah antar kasta akan merasakan suatu bentuk dikskriminasi kasta, khususnya dari keluarga awalnya. Maka itu, Tri Wangsa dan jaba lebih memilih untuk menikah dengan golongan yang sama untuk menghindari perubahan status serta konsekuensi dari pemutusan garis leluhur. Namun, seiring dengan semakin modern dunia pendidikan, pekerjaan, dan interaksi sosial antar kasta pada masyarakat Bali, hal ini membuat semakin sulit untuk menghindari pernikahan antar kasta (Putra, 2011). Selain itu, perkawinan antar kasta di Bali secara hukum tidak lagi dianggap sebagai larangan perkawinan sejak tahun 1951 berdasarkan keputusan DPRD Bali Nomor 11/Tahun 1951 tanggal 12 Juli 1951 (Himpunan Hasil-Hasil Pasamuan Agung III MDP Bali, 2011). Keputusan ini dibuat karena dahulu, larangan perkawinan antar kasta bertentangan dengan hak asasi manusia dan menimbulkan dampak ketidaksetaraan kedudukan wanita dalam keluarga. Ritual dan segala macam bentuk penghormatan terhadap leluhur memang sangat kuat pada masyarakat Bali. Ternyata, hal ini tidak hanya diyakini oleh masyarakat Bali yang tinggal di Bali saja, namun hal ini juga diyakini secara kuat oleh masyarakat Bali yang tinggal di luar Pulau Bali. Orang Bali mulai menyebar ke nusantara semenjak meletusnya Gunung Agung pada tahun 1963. Berdasarkan wawancara dengan Arya Suta5, kebudayaan Bali tidak bisa dihilangkan. Misalkan, sekarang di Lampung ada kampung Bali dimana satu kampung mayoritas ditempati oleh orang Bali. Mereka membentuk sistem kasta dan sistem ekonomi yang didasarkan oleh apa yang ada di Bali padahal sudah berpuluh-puluh tahun tinggal di luar Bali. Di Jakarta sendiri, Hindu termasuk agama minoritas dengan persentase sebanyak 0.21% (Biro Pusat Statistik, 2010). Berdasarkan data tahun 2011 dari majelis umat Hindu (Parisada Hindhu Dharma), 80% umat Hindu yang berumur 30-70 ke atas berasal dari Pulau Bali (perantauan). Walaupun di Jakarta kehidupannya lebih global dan banyak sekali percampuran dengan budaya lain, orang Bali yang tinggal di Jakarta tetap 5
Berdasarkan wawancara terhadap I Gusti Made Arya Suta Wirawan pada tanggal 4 Januari 2012, dosen mata kuliah Filsafat Ilmu serta Sosiologi Hindu di Sekolah Tinggi Agama Hindu, Rawamangun. Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
26
mempertahankan budaya Bali misalkan dengan tetap menggunakan nama Bali sebagai nama panggilan, tiap minggu sembahyang di Pura, dan tetap mengikuti ritual saat upacara adat (misalkan nyepi atau odalan). Bagi orang Bali yang sudah memiliki anak, biasanya anaknya disekolahkan di Sekolah Tinggi Agama Hindu (misalkan, STAH di Pura Aditya Jaya) dan diikutksertakan dalam sanggar tari Bali maupun gamelan Bali (misalkan, Sanggar Saraswati). Selain itu, di Jakarta juga terdapat kampung Bali dimana di daerah tersebut penduduknya semua orang Bali, misalkan di Jl. Merpati Bali di daerah Bekasi Utara dan asrama Bali di daerah Matraman. Setiap Minggu, selain sembahyang, orang Bali di Jakarta berkumpul di Pura untuk melakukan arisan tempek. Setiap Pura memiliki anggota dan kepengurusan arisan tempek nya masing-masing. Biasanya, mereka berkumpul untuk membahas mengenai perkembangan Pura, rencana yang berkaitan dengan upacara adat, atau sekedar ramah tamah. Walaupun jauh dari tanah leluhurnya, mereka tetap percaya akan besarnya kekuatan leluhur terhadap hidupnya. Namun begitu, ada juga beberapa orang Bali di Jakarta yang tidak terlalu melestarikan kebudayaan Bali di Jakarta. Berdasarkan wawancara dengan Arya Suta, hal ini terjadi karena beberapa hal, antara lain (1) Lahir atau sudah tinggal di Jakarta sehingga lebih merasa dirinya adalah orang Jakarta, (2) Keinginan untuk tampil sebagai orang yang universal di Jakarta, sehingga akan menyembunyikan identitas Bali-nya (misalkan, Luh Gede Saraswati Dewi, saat ia menjadi pembicara dan penyanyi di Jakarta ia akan menghilangkan nama Balinya sehingga lebih sering memakai nama Saras Dewi) , (3) Anggapan bahwa orang Bali itu rendah karena masih membawa budaya Balinya ke kota global dan metropolitan seperti Jakarta. Berdasarkan hal ini partisipan yang dipilih merupakan orang Bali yang lahir dan menyelesaikan minimal Sekolah Dasar di Bali. Arya Suta mengatakan bahwa awal mula orang Bali diberikan pendidikan mengenai agama Hindu dan hukum adat Bali adalah saat mereka berada di jenjang pendidikan Sekolah Dasar.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
27
2.7
Pola Nama Masyarakat Bali Pola nama masyarakat Bali erat kaitannya dengan sistem kasta yang
berlaku. Setiap kasta memiliki pola penamaan yang berbeda. Berdasarkan kastanya, pola nama masyarakat Bali (Parker, 2003) dapat dilihat pada Tabel 2.1. Pada pola penamaan masyarakat Bali, nama laki-laki dan perempuan juga dibedakan pada setiap kasta. Selain itu, pola penamaan berdasarkan urutan kelahiran digunakan oleh kasta dari golongan jaba yaitu kasta Sudra. Sebagian besar golongan Tri Wangsa tidak menggunakan urutan kelahiran pada nama Balinya. Sekarang ini, pola nama berdasarkan urutan kelahiran merupakan yang sebagian besar digunakan oleh masyarakat Bali. Hal ini dikarenakan menurut perkiraan, kasta Sudra merupakan penduduk terbesar di Bali yang populasinya hampir mencapai 90% dari populasi masyarakat Bali (Boon, 1997). Maka itu, dalam penelitian ini, penulis akan mempersempit lingkup penelitian hanya pada kasta Sudra. Untuk menghormati lawan bicara, masyarakat Bali menggunakan nama Bali sebagai nama panggilan yang diajak bicara (misalkan, Bu Komang, Pak Gusti). Mereka akan lebih merasa dihormati jika orang lain menyapa mereka menggunakan nama Bali. Namun, pemanggilan menggunakan nama Bali juga disesuaikan dengan situasi saat itu. Berdasarkan wawancara dengan Arya Suta, sejauh pengamatannya, saat seseorang sedang berada dalam tatanan non-birokrasi (misalkan, saat bersama keluarga atau teman), biasanya menggunakan nama Bali. Seseorang yang bernama Bapak Ketut Ulianta, saat di rumah ia akan lebih sering dipanggil sebagai Ketut. Namun, saat orang tersebut berada dalam tatanan birokrasi (misalkan, lingkungan pekerjaan atau lingkungan formal), orang tersebut akan lebih sering dipanggil menggunakan nama setelah nama kastanya. Dalam tatanan birokrasi, Bapak Ketut Ulianta akan lebih sering dipanggil dengan Bapak Ulianta. Budaya panggilan seperti ini tidak hanya berlaku di Bali saja, namun di luar Bali pun (misalkan, Jakarta) juga berlaku.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
28
Tabel 2.1 Nama Masyarakat Bali Berdasarkan Kasta
Tri Wangsa
Jaba
Kasta
Laki-laki
Perempuan
Brahmana
Ida Bagus
Ida Ayu
Ksatria
Cokorda Anak Agung Dewa Sang Ngakan
Cokorda Istri Anak Agung Istri Dewa Ayu / Desak Sang Ayu Ayu
Waisya
Gusti
Gusti Ayu
Urutan kelahiran pertama
I Wayan I Putu I Gede I Gde
Ni Wayan Ni Putu Ni Luh Gede Ni Luh Gde
Urutan kelahiran kedua
I Made I Kadek I Nengah
Ni Made Ni Kadek Ni Nengah
Urutan kelahiran ketiga
I Nyoman I Komang
Ni Nyoman Ni Komang
Urutan kelahiran keempat
I Ketut
Ni Ketut
Sudra
Pola nama pada masyarakat Bali pada umumnya sama, yaitu terdiri dari nama Bali dan nama depan. Dari keempat kasta tersebut, pola penamaan ini seragam. Hal yang membedakan hanyalah nama Bali saja, nama yang terletak paling awal. Pola nama masyarakat Bali yang umum digunakan (Parker, 2003) dapat dilihat pada Tabel 2.2
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
29
Tabel 2.2 Pola Nama Masyarakat Bali Kasta
Nama Bali + nama depan
Brahmana
Ida Bagus Sutarta
Ksatrya
Desak Putra Chandra
Waisya
I Gusti Ngurah Rai
Sudra
I Wayan Merta; I Made Sukendria; I Nyoman Yudistira,I Ketut Manca
Nama Bali yang dimiliki seseorang menunjukkan kasta yang diwariskan sesuai garis keturunan. Walaupun mungkin tidak berasal daru keluarga yang sama, namun orang-orang yang memiliki nama Bali yang sama berarti memiliki suatu ikatan leluhur yang sama. Nama Bali ini hanyalah sebuah identitas atau penanda kasta yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya secara patrilineal. Nama depan yang dimiliki merupakan nama asli mereka, nama yang membuat setiap individu adalah unik. Nama asli inilah yang membedakan seseorang berbeda dengan orang lain. Bagi orang Bali yang tinggal di Jakarta, nama Bali mereka lebih sering digunakan sebagai nama panggilan mereka dibandingkan dengan nama depannya, baik di lingkungan rumah maupun di lingkungan tempat kerja. Namun, di Bali, ada kecenderungan saat di rumah dipanggil dengan nama Bali, tetapi di tempat kerja dipanggil dengan nama depan. Hal ini terjadi karena di Bali, hampir semuanya memiliki nama Bali yang sama. Untuk membedakan satu sama lain, maka nama depanlah yang dijadikan sebagai nama panggilan, khususnya saat berada di luar rumah. Bagi yang sudah menikah, Pak Wayan Windia menjelaskan bahwa pola nama tidak akan berubah sesuai dengan yang berstatus purusa. Misalkan Pak Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
30
Made menikah dengan Ibu Putu, secara formal nama Ibu Putu tidak akan berubah menjadi Ibu Made. Sama halnya jika antar kasta, Pak Ida Bagus menikah dengan Ibu Gusti Ayu, nama Ibu Gusti Ayu tidak akan berubah menjadi Ibu Ida Ayu. Dulu mungkin secara otomatis nama perempuan akan berubah mengikuti kasta suaminya, namun sekarang tidak. Pak Wayan Windia menjelaskan lebih lanjut bahwa di Indonsia memang ada kecenderungan bahwa nama istri dipanggil dengan nama suami, namun itu hanya sekedar panggilan, tidak berpengaruh terhadap penamaan di kartu identitas, ijazah, dan sebagainya. Pada pola nama Bali, sering ditemukan kata "I" dan "Ni" sebelum nama Bali. Keduanya merupakan penanda dari jenis kelamin orang tersebut. Kata "I" menandakan jenis kelamin laki-laki, sedangkan kata "Ni" menandakan jenis kelamin perempuan. Kedua kata tersebut hanyalah berfungsi sebagai penanda jenis kelamin, bukan termasuk nama sebenarnya dari orang Bali. Maka dari itu, identitas orang Bali dapat dilihat dari nama lengkapnya. Misalkan, orang yang bernama I Gede Awan berarti Awan berjenis kelamin laki-laki (I) dan merupakan anak pertama (Gede) dari keluarga dengan kasta Sudra (Parker, 2003).
2.8
Priming Lashley (1951) mengemukakan bahwa terdapat suatu perantara yang
fungsinya menghubungkan antara keinginan atau niat seseorang untuk melakukan sesuatu dengan hasil atau respon dari keinginan tersebut. Perantara tersebut sifatnya sementara dan dapat mengaktivasi kognisi internal dalam menghasilkan respon tertentu. Proses perantara inilah yang Lashley sebut dengan istilah priming. Bargh, Chen, dan Burrows (1996) mendefinisikan priming sebagai:
".... the incidental activation of knowledge structures, such as trait concepts and stereotypes, by the current situational context”(hal. 230).
Sebelum munculnya priming, menurut para peneliti saat itu, metodemetode untuk meneliti kognisi manusia belum cukup ilmiah. Metode yang dahulu dapat digunakan untuk meneliti kognisi manusia hanyalah introspeksi dan self-report. Keduanya dikatakan belum cukup ilmiah karena tidak dapat diukur Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
31
secara objektif oleh observer dan tidak dapat dibuktikan secara independen, sehingga kedua cara ini tidak memenuhi kriteria sebagai sebuah ilmu pengetahuan (Bargh & Chartrand, 2000). Maka itu, perlunya suatu teknik untuk meneliti kognisi manusia secara lebih ilmiah, dimana teknik yang semakin berkembang tersebut dikenal dengan istilah priming. Cara kerja priming adalah dengan mengaktivasi suatu informasi atau konsep di dalam otak. Aktivasi (priming) ini dapat mempengaruhi persepsi, evaluasi, motivasi, dan tingkah laku yang berbeda dari tiap individu (Bargh & Chartrand, 2000). Sifat dari aktivasi ini adalah sementara, sehingga pengaruh yang diberikan setelah aktivasi hanya merupakan pengaruh jangka pendek. Terdapat tiga teknik priming yang sering digunakan yang dijelaskan oleh Bargh & Chartrand (2000), yaitu: 1. Conceptual Priming Conceptual Priming melibatkan aktivasi mental pada suatu konsep tertentu yang akan mempengaruhi individu dalam pengerjaan tugas berikutnya. Priming yang diberikan harus tidak berkaitan dengan tugas yang akan diberikan selanjutnya, sehingga pengaruh dari manipulasi yang digunakan untuk mengaktivasi representasi mental harus tidak disadari oleh individu. Misalnya, seseorang yang sebelumnya dipaparkan kata "jujur" akan cenderung melihat orang lain sebagai orang yang jujur. Contoh lainnya, pada penelitian Duncker (1945), seseorang mampu meraih kedua tali yang berjauhan setelah melihat animasi tali berayun. Kedua contoh tersebut memperlihatkan bahwa priming yang diberikan tidak ada hubungannya dengan tugas selanjutnya, namun secara tidak disadari telah membentuk konsep tertentu yang akan mempengaruhi pengerjaan tugas berikutnya. 2. Mindset Priming Priming ini melibatkan partisipan dalam proses berpikir terhadap suatu konteks tertentu yang akan menjadi mindset yang digunakan untuk mencapai tujuan pada pengerjaan tugas berikutnya. Biasanya, hal yang menjadi priming adalah suatu prosedur atau cara berpikir mengenai suatu informasi atau situasi. Contoh dari midset priming dilakukan oleh Gollwitzert, Heckhausen, dan Stellar Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
32
(1990). Partisipan pada penelitian ini dibagi ke dalam dua kelompok yang masingmasing diminta untuk berpikir mengenai cara pemecahan masalah pribadinya. Kelompok pertama diminta untuk memecahkan masalah dengan memikirkan keuntungan dan kerugian (pro dan kontra) dari pemecahan masalah (deliberative), sedangkan kelompok kedua memecahkan masalah dengan merumuskan suatu rencana secara rinci (implemental). Setelah itu, semua partisipan diberikan potongan awal sebuah cerita dongeng dan diminta untuk melanjutkan potongan cerita tersebut. Sesuai dengan perkiraan, partisipan dari kelompok deliberative mindset menyelesaikan cerita dengan tokoh utama mempertimbangkan dan memilih satu dari banyak alternatif yang memungkinkan, sedangkan partisipan dari kelompok implemental mindset menyelesaikan cerita sesuai dengan apa yang sebenarnya dilakukan tokoh utama untuk mencapai tujuannya. Dari contoh di atas dapat dilihat bahwa priming dapat membentuk mindset seseorang dalam pengerjaan tugas berikutnya. 3. Supraliminal Priming Jika pada kedua teknik sebelumnya priming yang diberikan tidak disadari oleh partisipan, pada supraliminal priming, partisipan menyadari stimulus priming itu sendiri namun tidak menyadari pola tersembunyi yang merupakan sasaran priming utama. Maka itu teknik priming ini disebut juga dengan “conscious priming”. Agar tujuan dari priming ini tercapai, partisipan tidak boleh mengetahui tujuan utama dari diberikannya priming. Maka itu, terdapat awareness check untuk mencari tahu jika partisipan mengetahui tujuan penelitian dari awal atau tidak. Priming dikatakan berhasil hanya jika partisipan tidak mengetahui hubungan antara tugas priming dengan tugas berikutnya. Jika partisipan menyadari tujuan ini, maka data partisipan tersebut tidak akan diikutsertakan dalam analisis data. Contoh dari supraliminal priming yang sering digunakan adalah Scrambled Sentence Test yang awalnya dikembangkan oleh Costin (1969). Penelitian psikologi yang menggunakan teknik priming sudah semakin berkembang. Ranah yang diteliti menggunakan priming antara lain tingkah laku (Berger & Fitzsimons, 2008; Berger, Meredith, Wheeler, 2008), sifat (Bargh et Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
33
al., 1996; Wheeler & Berger, 2007), self-construal (Gardner, Gabriel, & Lee, 1999; Brewer & Gardner, 1996; Trafimow, Triandis, & Goto, 1991), atau etnis (Forehand & Deshpandé, 2001). Teknik priming yang digunakan juga bervariasi, antara lain berupa teks (Scramble Sentence Task), gambar (Forehand & Deshpandé, 2001), atau menggunakan komputer (Berger & Fitszimons, 2008). Teknik priming yang akan digunakan dalam skripsi ini untuk menyadarkan partisipan akan etnisnya adalah supraliminal priming. Lebih spesifiknya lagi, penulis akan menggunakan teknik priming etnis yang dilakukan oleh Forehand & Deshpandé (2001) dan juga yang diadaptasi pada penelitian Artha (2011). Teknik ini dipilih karena jenis priming ini mampu menyadarkan partisipan akan etnis yang dimilikinya. Penulis memprediksi bahwa dengan disadarkan etnis yang partisipan miliki, mereka akan mengeveluasi nama yang menyandang etnis mereka (dalam skripsi ini nama Bali) lebih positif dibandingkan nama depan mereka. Teknik priming etnis digunakan dengan cara memberikan lima buah iklan majalah kepada partisipan, dimana dua di antaranya merujuk kepada etnis tertentu. Penelitian yang dilakukan oleh Forehand & Deshpandé (2001) menggunakan partisipan dari etnis Asia dan Kaukasia. Salah satu dari dua iklan yang merujuk pada etnis tertentu menggunakan iklan maskapai penerbangan, sehingga iklan maskapai penerbangan yag merujuk pada partisipan Asia dibuat dengan judul "Travel overseas to Asia" sedangkan pada partisipan Kaukasia dibuat dengan judul "Travel overseas to Europe". Selain judul, gambar latar iklan maskapai penerbangan bagi partisipan Asia menggunakan foto Tembok Besar Cina, sedangkan bagi partisipan Kaukasia menggunakan foto Big Ben Inggris. Setelah diminta untuk melihat gambar priming, partisipan mengisi kuesioner yang meminta mereka untuk bercerita mengenai diri mereka dan sejumlah pertanyaan mengenai evaluasi terhadap iklan yang diberikan tadi. Hasil penelitian menunjukkan bawa partisipan yang diberikan priming etnis lebih banyak menceritakan hal yang berhubungan dengan etnisnya dibandingkan dengan hal lainnya. Dengan kata lain, priming etnis yang diberikan berhasil dalam meningkatkan ethnic self-awareness partisipan.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
34
Berdasarkan penelitian ini, self-awareness terhadap etnis yang dimiliki seseorang terbukti dapat dimunculkan menggunakan priming. Maka itu, penulis akan memanipulasi kesadaran terhadap etnis pada partisipan Bali untuk melihat pengaruhnya terhadap evaluasi nama (NLE).
2.9
Hipotesis Penelitian Dalam skripsi ini, penulis akan melakukan studi terhadap partisipan Bali
yang tinggal di Jakarta. Pemilihan partisipan Bali yang tinggal di Jakarta berawal dari dugaan bahwa identitas etnis seseorang akan lebih menonjol saat berada jauh dari daerah asalnya dan merupakan minoritas di tempat tinggalnya yang sekarang. Penulis akan membandingkan evaluasi kelompok partisipan Bali terhadap nama Bali dan nama depan mereka setelah sebelumnya diberikan priming etnis. Studi NLE sebelumnya telah banyak yang membandingkan evaluasi inisial nama depan (identitas diri) dengan evaluasi inisial nama belakang (identitas sosial) dengan menggunakan IPT. Finch (2008) menguraikan bahwa terdapat dua bagian pada sebuah nama (formula nama depan dengan nama akhir yang mengkombinasikan identitas diri dan identitas sosial (etnis) dari seseorang). Dalam budaya Bali, penggunaan nama Bali yang terletak sebelum nama depan mencerminkan identitas etnis sebagai orang Bali dan hal tersebut lebih menempati posisi yang penting dalam adat budaya dibandingkan dangan nama depannya (nama yang terletak setelah nama Bali). Nama Bali memiliki penghargaan tersendiri, karena nama tersebut sangat erat kaitannya dengan leluhur mereka di masa lampau. Kemudian, priming etnis yang telah diberikan menunjukkan bahwa priming terhadap suatu etnis dapat meningkatkan self-awareness terhadap etnisitasnya (Forehand & Deshpande, 2001). Kesadaran akan etnis pada masyarakat Bali akan muncul dari seberapa kuat priming yang diberikan. Dengan begitu, hal ini akan mempengaruhi evaluasi inisial nama Bali mereka (IPT). Berdasarkan uraian tersebut, hipotesis yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah :
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
35
H1: Partisipan Bali yang diberikan priming etnis akan mengevaluasi inisial nama Bali lebih tinggi dibandingkan dengan evaluasi inisial nama depan. H2: Partisipan Bali yang diberikan priming etnis akan mengevaluasi inisial nama Bali lebih tinggi dibandingkan dengan evaluasi inisial nama Bali pada partisipan yang diberikan priming kontrol.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
3. Metode Penelitian
Bab ini terdiri dari tujuh subbab. Desain penelitian akan dijelaskan pada subbab pertama. Variabel penelitian ini akan dijelaskan pada subbab pertama. Subbab ketiga akan menjelaskan kriteria partisipan. Lalu, pada subbab keempat akan dijelaskan mengenai pilot study. Instrumen penelitian yang dipakai dijelaskan pada subbab kelima. Prosedur pengambilan data dari mulai cara pengambilan partisipan hingga penelitian selesai dilaksanakan dijelaskan pada subbab keenam. Terakhir, pada subbab ketujuh akan dijelaskan mengenai teknik analisis data.
3.1
Desain Penelitian Desain penelitian ini berbentuk two-level single factor between
participants experimental design. Desain penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dengan dua variasi, yaitu jenis priming yang diberikan (priming etnis dan priming kontrol). Penelitian ini berusaha membandingkan dua kelompok mengenai evaluasi terhadap nama Bali dan nama depan partisipan. Setiap kelompok akan mendapatkan perlakuan yang berbeda, yaitu : (1) Etnis Bali yang diberikan priming etnis dan (2) Etnis Bali yang diberikan priming kontrol. Masing-masing kelompok terdiri dari 30 partisipan, sehingga jumlah keseluruhan partisipan dalam penelitian ini sebanyak 60 partisipan. Dalam penelitian ini, pembagian partisipan ke dalam dua kelompok (random assignment) secara acak berdasarkan tempat perekrutan partisipan (lihat subbab 3.3) Jumlah partisipan pada tiap tempat perekrutan akan dibagi rata ke dalam dua kelompok. Misalkan, terdapat 10 partisipan yang direkrut dari Pura Jelambar. Jadi, lima orang secara acak akan mendapatkan priming etnis dan lima orang lainnya akan mendapatkan priming kontrol.
36
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
37
3.2
Variabel Penelitian 3.2.1 Variabel Bebas: Jenis Priming Variabel bebas yang akan dimanipulasi dari penelitian ini adalah jenis
priming. Terdapat dua jenis priming dalam penelitian ini, yaitu priming etnis (priming yang memiliki unsur etnis Bali) dan priming kontrol (priming yang sifatnya netral; tidak memiliki unsur etnis Bali). Priming etnis dalam penelitian ini digunakan untuk menyadarkan partisipan akan identitas etnis yang dimilikinya. Priming etnis diadaptasi dari priming etnis yang digunakan oleh Forehand dan Deshpandé (2001) serta yang juga digunakan oleh Artha (2011). Hasil penelitian Forehand dan Deshpandé (2001) menunjukkan bahwa tingkat ethnic self-awareness dari partisipan yang diberikan priming etnis sesuai dengan etnisnya (congruent ethnic priming) lebih tinggi dibandingkan partisipan yang diberikan priming etnis yang tidak sesuai dengan etnisnya (incongruent ethnic priming). Walaupun effect size penelitian tidak dicantumkan, namun Forehand dan Deshpandé (2001) menyatakan bahwa priming etnis yang diberikan cukup kuat dalam menyadarkan partisipan atas etnis yang dimilikinya. Pada penelitian Artha (2011), evaluasi inisial nama Bali pada kelompok partisipan Bali yang diberikan priming etnis lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok partisipan Bali yang diberikan priming kontrol. Hasil tersebut mendukung Hipotesis 2 (H2) yang diajukan Artha (2011). Effect size yang diperoleh pada pembuktian H2 menggunakan perhitungan Cohen's d sebesar 0.46 dan termasuk ke dalam kategori sedang (Cohen, 1988). Hal ini menunjukkan bahwa priming etnis yang diberikan sebenarnya cukup kuat dalam memberikan pengaruhnya terhadap evaluasi inisial nama Bali. 3.2.2 Variabel Terikat: Evaluasi Inisial Nama Variabel terikat dari penelitian ini adalah evaluasi inisial nama Bali dan inisial nama depan partisipan. Partisipan diminta untuk memberikan rating terhadap huruf A – Z serta filler yang berbentuk gambar (inisial nama sebanyak 26 huruf dan filler sebanyak 2 gambar). Rating yang diberikan dari 1 (paling tidak disukai) hingga 7 (paling disukai). Variabel terikat dilihat dari evaluasi huruf A-Z yang telah partisipan beri rating, sedangkan filler bukan termasuk variabel terikat. Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
38
Tujuan diberikannya filler agar partisipan tidak menyadari tujuan penelitian yang sebenarnya. Filler terletak di awal dan akhir kuesioner.
3.3
Kriteria Partisipan Berdasarkan kepentingan analisis data dan juga populasi di tempat
pengumpulan data, partisipan yang dapat digunakan dalam penelitian ini harus memiliki karakteristik sebagai berikut: 1) Laki - laki. 2) Orang Bali, dilihat dari namanya yaitu memiliki nama Bali (sesuai urutan kelahiran) yang terletak sebelum nama depan (nama bebas). 3) Umur 25 - 65 tahun. 4) Bekerja di Jakarta. 5) Minimal menyelesaikan SD (Sekolah Dasar) di Bali. 6) Minimal berdomisili di Jakarta sejak tahun 2007. 7) Inisial nama Bali dan nama depan tidak boleh sama. Misalkan, seseorang yang bernama Komang Kemala tidak dapat menjadi partisipan karena inisial nama Bali dan nama depan pada nama tersebut sama. Jika terdapat persamaan inisial antara kedua bagian nama tersebut, perbandingan evaluasi namanya tidak dapat dilihat. 8) Partisipan berasal dari kasta Sudra, yaitu mereka yang memiliki nama Bali: Wayan, Putu, Gede, Gde, Made, Kadek, Nengah, Nyoman, Komang, dan Ketut. Partisipan didapatkan melalui perkumpulan arisan tempek pada Pura Aditya Jaya (Jl. Daksinapati Raya No. 10, Rawamangun – Jakarta Timur), Pura Chandra Praba (Kaveling POLRI, Jl. Raya Indraloka I, Jelambar, Jakarta – Barat), Pura Agung Tirta Bhuana (Jl. Jatiluhur I, Jaka Sampurna, Kalimalang, Bekasi – Barat), Pura Tri Bhuana Agung (Jl. Kerinci Raya No. 10 Depok II Timur), dan Pura Amerta Jati (Jl. Punak, Pangkalan Jati, Cinere, Jakarta - Selatan). Selain Pura, partisipan juga didapatkan dari kenalan penulis (bapak dari teman atau teman dari orang tua). Sebanyak 55 partisipan didapatkan melalui arisan tempek Pura (Pura Aditya Jaya sebanyak 15 partisipan dan keempat Pura lainnya masingUniversitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
39
masing sebanyak 10 partisipan), sedangkan sebanyak 5 partisipan didapatkan melalui kenalan penulis.
3.4
Pilot Study Pilot study dilakukan untuk menentukan gambar yang tepat sebagai
priming etnis yang akan digunakan pada eksperimen selanjutnya. Partisipan diberikan kuesioner yang terdiri dari dua bagian, yaitu bagian pertama yang berisi pertanyaan priming etnis dan bagian kedua yang berisi data diri partisipan. Pada kuesioner bagian pertama, partisipan diminta untuk menyebutkan dua objek yang paling menggambarkan etnis Bali secara detil dan spesifik. Pilot study ini dilakukan terhadap 30 orang Bali yang sesuai dengan kriteria partisipan (lihat subbab 3.3). Partisipan diperoleh dari kenalan penulis. Kuesioner diberikan kepada partisipan melalui email. Partisipan pilot study tidak dapat diikutsertakan pada eksperimen selanjutnya untuk menghindari partisipan mengetahui tujuan penelitian yang sebenarnya. Setelah semua data terkumpul, penulis membuat daftar objek yang partisipan sebutkan pada kuesioner bagian pertama dan menghitung jumlahnya masing-masing. Setelah itu, penulis menentukan dua objek dengan jumlah terbanyak. Berdasarkan perhitungan, dua objek yang paling banyak dijawab menggambarkan etnis Bali adalah Pura dan Tari Kecak, sama dengan hasil yang juga didapat dalam penelitian Artha (2011). Kedua objek tersebut akan dijadikan sebagai gambar priming etnis pada penelitian ini dan dilihat pengaruhnya terhadap evaluasi inisial nama pada partisipan Bali. Dengan melihat kedua gambar priming etnis tersebut, partisipan diharapkan akan mengevaluasi inisial nama Bali lebih positif dibandingkan nama depannya.
3.5
Instrumen Penelitian Terdapat dua tahapan dalam penelitian ini, yaitu tahap 1 (screening
partisipan) dan tahap 2 (eksperimen). Tahap 1 bertujuan untuk memilih partisipan yang sesuai kriteria untuk diikutsertakan pada eksperimen, sedangkan tahap 2 Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
40
merupakan eksperimen untuk melihat pengaruh jenis priming terhadap evaluasi inisial nama Bali dan nama depan partisipan. Tahap 1 dan tahap 2 dilakukan di waktu yang berbeda, dimana jeda antara kedua tahap antara satu hingga dua minggu. Tahapan penelitian lebih lengkapnya akan dijelaskan pada subbab 3.6. Sekarang, akan dijelaskan mengenai instrumen penelitian dari masing-masing tahapan. 3.5.1 Tahap 1 : Screening Partisipan Instrumen penelitian tahap 1 merupakan dua buah kuesioner yang terdiri dari kuesioner kriteria partisipan dan kuesioner penelitian tahap 1. Kuesioner kriteria partisipan berisi pertanyaan mengenai kriteria partisipan, sedangkan kuesioner tahap 1 terdiri dari tiga bagian, yaitu filler berupa pertanyaan mengenai iklan majalah, filler berupa pertanyaan mengenai diri, dan pertanyaan mengenai pola nama partisipan. Kuesioner Kriteria Partisipan Kuesioner kriteria partisipan berisi pertanyaan yang menggambarkan kriteria partisipan dalam penelitian ini, yaitu nama lengkap, usia, kota lahir, kota menempuh pendidikan SD, SMP, dan SMA, lamanya tinggal di Jakarta, pernyataan status menikah, dan pernyataan status bekerja. Kuesioner Penelitian Tahap 1 Kuesioner penelitian tahap 1 terdiri dari tiga bagian, yaitu pertanyaan filler mengenai iklan majalah, pertanyaan filler mengenai diri, dan pertanyaan mengenai pola nama partisipan. Awalnya, partisipan diberitahukan bahwa tujuan penelitian ini untuk melihat penilaian individu terhadap iklan di majalah. Agar sesuai dengan tujuan yang diberitahukan pada partisipan, penulis menyusun bagian 1 kuesioner penelitian tahap 1 berisi pertanyaan seputar penilaian terhadap iklan majalah. Setelah itu, pada bagian 2, partisipan diminta untuk menjawab 10 pertanyaan mengenai diri. Bagian 1 dan bagian 2 kuesioner penelitian tahap 1 hanyalah fillerr agar partisipan tidak mengetahui tujuan penelitian yang sebenarnya. Hasil dari kuesioner bagian 1 dan 2 tidak akan dianalisis lebih lanjut. Bagian 3 dari kuesioner penelitian tahap 1 berisi pertanyaan mengenai data diri. Pada bagian ini, partisipan akan mengisi data diri yang terdiri dari nama Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
41
lengkap, nama panggilan di rumah, nama panggilan di rumah dalam satu suku kata, nama panggilan di tempat kerja, nama panggilan di tempat kerja dalam satu suku kata, nama panggilan yang paling disukai, nama panggilan yang paling disukai dalam satu suku kata, nama ayah, status pernikahan, nomor telepon, dan alamat email. Bagian 3 inilah yang akan dianalisis lebih lanjut terkait dengan evaluasi inisial nama Bali dan nama depan partisipan. PENELITIAN TAHAP 1 BAGIAN 3 Pada bagian ini, Anda diminta untuk menjawab sejumlah pertanyaan mengenai data diri Anda dalam kolom yang tersedia. 1. Tulislah nama lengkap Anda (Jangan disingkat) 2. Tuliskan bagaimana anda biasa dipanggil di lingkungan rumah (jika lebih dari 1, tulis yang paling sering digunakan) 3. Tulislah bagaimana anda biasa dipanggil dalam 1 suku kata di lingkungan rumah
(jika lebih dari 1, tulis yang paling sering digunakan)
Gambar 3.1 Kuesioner bagian 3 penelitian tahap 1 (pertanyaan pola nama) 3.5.2 Tahap 2: Penelitian Eksperimen Tahap 2 merupakan penelitian eksperimen yang sebenarnya dan bertujuan untuk melihat pengaruh dari priming etnis terhadap evaluasi inisial nama Bali (IPT) Instrumen penelitian yang terdiri dari empat buah kuesioner dan satu lembar persetujuan ini diadaptasi dari instrumen yang digunakan oleh Artha (2011). Kuesioner 1 merupakan priming etnis atau priming kontrol, kuesioner 2 merupakan kuesioner rating huruf berserta filler-nya, kuesioner 3 merupakan distraction task berupa mengisi urutan simbol, dan kuesioner 4 merupakan hypothesis awareness. Kuesioner Bagian 1 Kuesioner 1 merupakan priming etnis, dimana partisipan diminta untuk melihat dan memperhatikan dengan seksama lima buah iklan majalah. Pada kelompok eksperimen yang mendapatkan priming etnis, dua merupakan iklan yang merujuk pada etnis Bali dan tiga merupakan iklan netral (filler). Bagi kelompok kontrol yang tidak mendapatkan priming etnis, lima buah iklan yang dipertunjukkan tidak merujuk pada etnis Bali, jadi sifatnya netral. Urutan priming Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
42
yang akan diberikan adalah iklan netral-iklan Bali-iklan Bali-iklan netral-iklan netral-iklan netral. Bagi partisipan yang mendapatkan priming kontrol, semua iklan yang dipertunjukkan adalah iklan netral. Partisipan diberi waktu selama satu menit untuk mempelajari semua iklan. Mereka tidak diperkenankan mengganti ke iklan berikutnya jika belum diberikan instruksi. Agar partisipan memperhatikan iklan dengan seksama, awalnya mereka diberitahukan bahwa setelah melihat kelima iklan tersebut, mereka harus menjawab pertanyan terkait dengan iklan tersebut.
Gambar 3.2 Contoh iklan priming etnis Bali
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
43
Kuesioner Bagian 2 Kuesioner bagian 2 berbentuk booklet berukuran kertas A5 (8,27 cm X 5,83 cm) yang berisi huruf dari A-Z serta dua filler berupa gambar hati dan rumah yang diletakkan di bagian awal dan akhir kuesioner. Pemberian filler dimaksudkan agar partisipan tidak dapat menebak tujuan penelitian. Tiap halaman terdiri dari 1 huruf atau filler serta kolom pengisian rating (1= sangat tidak suka dan 7= sangat suka). Partisipan diminta untuk tidak berpikir terlalu lama dalam memberikan rating. PETUNJUK PENGISIAN Pada bagian ini, Anda akan diperlihatkan sebuah stimulus sederhana bagi Anda. 1. Berikan penilaian mengenai seberapa suka Anda pada setiap stimulus ini dari 1 (sangat tidak suka) hingga 7 (sangat suka). Isilah dengan memberi tanda silang pada kotak yang tersedia. 2. Setelah Anda melihat setiap stimulus, mohon jangan tunggu apapun. Segera beri penilaian Anda. Biarkan penilaian Anda ditentukan oleh perasaan atau intuisi Anda. 3. Dalam tugas ini, tidak terdapat penilaian yang benar ataupun salah.
Sangat suka
Sangat Tidak suka Gambar 3.3 Contoh kuesioner bagian 2 (NLE)
Kuesioner Bagian 3 Kuesioner bagian 3 merupakan distraction task yang berupa urutan kata dan simbol. Terdapat dua pertanyaan yang harus dijawab partisipan. Tiap pertanyaan terdiri dari tiga urutan kata. Urutan kata pertama dan kedua telah memiliki urutan simbol yang melambangkan urutan kata tersebut. Partisipan diminta untuk mengisi simbol yang kosong pada urutan kata ketiga. Tujuan dari partisipan mengerjakan distraction task ini agar mereka tidak mengetahui tujuan penelitian yang sebenarnya, yaitu hubungan antara priming (kuesioner 1) dengan NLE (kuesioner 2).
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
44
PETUNJUK PENGISIAN Bagian ini terdiri dari tiga nomor. Setiap nomor terdiri dari dua urutan kata yang masing-masing memiliki simbol tersendiri. Anda diminta untuk mengisi simbol yang kosong pada urutan kata ketiga.
Jawaban: _____
Gambar 3.4 Contoh kuesioner bagian 3 (distraction task)
Kuesioner Bagian 4 Kuesioner 4 berisi pertanyaan mengenai kesadaran partisipan mengenai tujuan penelitian ini (hypothesis awareness). Jika partisipan dapat menjawab benar, maka tidak diikutsertakan dalam penelitian ini. Pada bagian ini, Anda diminta untuk memberikan masukan bagi penelitian dengan menjawab pertanyaan berikut di dalam ruang yang telah disediakan. Masukan Anda sangat penting bagi penelitian ini.
3. Jika Anda diminta menebak, kira-kira apa tujuan dari penelitian ini ?
Gambar 3.5 Contoh kuesioner bagian 4 (hypothesis awareness)
Lembar Persetujuan (Informed Consent) Lembar persetujuan ini berisi pernyataan bahwa partisipan dengan sukarela mau mengikuti penelitian ini. Dalam lembar ini juga diberitahukan Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
45
bahwa data partisipan akan dirahasiakan dan hanya menjadi kepentingan penelitian. Partisipan diminta untuk menandatangani lembar persetujuan ini. LEMBAR PERSETUJUAN Keikutsertaan dalam Penelitian Terhadap Penilaian Individu terhadap Iklan di Majalah Silahkan menandatangani setelah membaca pernyataan di bawah ini : Hari ini saya secara sukarela berpartisipasi dalam sebuah penelitian yang meminta saya untuk mengisi serangkaian kuesioner. Saya paham bahwa informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan sepenuhnya rahasia dan saya bebas untuk mengundurkan diri dari penelitian tanpa mendapat sanksi. Tanda Tangan Partisipan : ______________________ Nama Partsipan : ______________________ Tanggal Penelitian : ______________________
Tanda Tangan Peneliti : _____________________ : Aisha Stephanie Munaf Peneliti Supervisor : Drs. Harry Susianto, Ph.D Gambar 3.6 Contoh lembar persetujuan (Informed Consent)
3.6 Prosedur Penelitian 3.6.1 Tahap 1: Screening Partisipan
TAHAP 1 :SCREENING PARTISIPAN
A. Persiapan B. Recruiter mencari partisipan
C. Mempersiapkan instrumen penelitian
D. Kuesioner kriteria partisipan dan penelitian tahap 1
E. Pemberitahuan mengenai penelitian tahap 2 (eksperimen)
F. Ucapan terima kasih dan pemberian reward
Gambar 3.7 Tahapan penelitian screening partisipan Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
46
A. Persiapan Pada tahap ini, penulis mempersiapkan recruiter, kuesioner, serta perlengkapan lain yang dibutuhkan. Recruiter merupakan orang-orang yang membantu penulis dalam mencari partisipan yang sesuai dengan kriteria. Mereka merupakan mahasiswa aktif Psikologi Universitas Indonesia semester 8. Pada tahap screening, penulis membutuhkan recruiter yang banyak dan disebar ke lima Pura yang telah ditentukan (Pura Rawamangun, Pura Depok, Pura Jelambar, dan Pura Bekasi) pada tanggal 29 April 2012 dan 6 Mei 2012 (Pura Cinere). Terdapat dua orang recruiter pada masing-masing Pura. Sebelummya, recruiter telah diberikan pedoman dan dijelaskan dengan detil mengenai pedoman tahap screening ini. Target dari masing-masing Pura sebanyak 10 partisipan (kecuali Pura Rawamangun sebanyak 15 partisipan), namun recruiter diberitahukan untuk mendapatkan jumlah yang lebih dari target yang ditentukan. Walaupun menyebar, penulis tetap mengontrol jalannya tahap screenig melalui telepon. Jummlah keseluruhan recruiter yang terlibat dalam tahap screening sebanyak 10 orang (4 laki-laki; 6 perempuan). Perlengkapan yang dibawa saat tahap screening berlangsung adalah kuesioner kriteria partisipan, kuesioner tahap 1, bolpoin untuk digunakan dan diberikan pada partisipan, dan papan jalan bagi tiap recruiter. Selain itu, dua hari sebelumnya penulis telah menelepon Pura dan meminta izin untu menyebar kuesioner di Pura tersebut. B. Mencari Partisipan Pada tahap ini, recruiter akan memasuki Pura yang telah dipilih. Setelah memasuki Pura, partisipan akan mencoba untuk mendekati calon partisipan yang sedang tidak sibuk dan kira-kira sesuai dengan kriteria. Jika terdapat lebih dari satu orang pada waktu dan tempat bersamaan, maka semuanya diikutsertakan. Setelah itu, recruiter akan memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan penelitian, serta meminta bantuan calon partisipan untuk menjadi partisipan penelitian. Jika partisipan bersedia, maka selanjutnya partisipan akan dijelaskan lebih lanjut mengenai kuesioner penelitian. Jika partisipan tidak bersedia, maka recruiter mencari calon partisipan lainnya. Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
47
C. Mempersiapkan Instrumen Penelitian Saat partisipan sudah bersedia, recruiter langsung mempersiapkan kuesioner kriteria partisipan, bolpoin, serta papan jalan. Jika ada meja dan kursi di Pura, maka penelitian dapat dilaksanakan di tempat tersebut. Jika tidak ada, maka partisipan akan mengerjakan kuesioner pada papan jalan yang telah disediakan oleh recruiter. Jika memungkinkan, saat penelitian tahap 1 berlangsung, recruiter duduk berhadapan dengan partisipan. D. Pengisian Kuesioner Pada tahap ini, recruiter memberikan kuesioner kriteria partisipan. Setelah partisipan selesai mengisi, recruiter akan langsung memeriksa jawaban partisipan dengan cepat, apakah sesuai dengan kriteria partisipan yang telah ditentukan atau tidak (lihat subbab 3.3). Jika semua kriteria sesuai, maka partisipan akan lanjut untuk mengisi kuesioner penelitian tahap 1. Jika ada satu kriteria saja yang tidak sesuai, maka partisipan tersebut tidak akan diikutsertakan ke tahapan selanjutnya. Setelah itu, bagi partisipan yang sesuai kriteria, recruiter akan memberikan penjelasan bahwa penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap 1 yang dilakukan saat itu dan tahap 2 yang akan dilakukan seminggu6 setelah tahap 1 dilakukan. Tahap 2 tidak dilakukan bersamaan dengan tahap 1 agar partisipan tidak langsung membandingkan kuesioner tahap 1 dengan tahap 2. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kecurigaan partisipan pada tujuan sebenarnya dari penelitian ini. Jika partisipan bersedia mengikuti kedua tahap tersebut, maka recruiter dapat meminta partisipan untuk mengisi kuesioner penelitian tahap 1 yang terdiri dari tiga bagian. E. Pemberitahuan Mengenai Tahap 2 Pada tahap ini, partisipan telah selesai mengisi kuesioner penelitian tahap 1. Recruiter akan bertanya pada partisipan mengenai jadwal pertemuan berikutnya untuk melaksanakan penelitian tahap 2. Recruiter akan mencatat jadwal
serta
nomor
telepon
partisipan
yang
dapat
dihubungi
untuk
mengkonfirmasi ulang jadwal pertemuan.
6
Jadwal disesuaikan dengan partisipan, tidak harus tepat seminggu setelahnya. Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
48
F. Ucapan Terima Kasih dan Pemberian Reward Pada tahap ini, eksperimenter mengucapkan terima kasih kepada partisipan dan memberikan reward berupa bolpoin. 3.6.2 Tahap 2: Eksperimen
TAHAP 2: EKSPERIMEN
A. Persiapam
B. Pertemuan dengan Partisipan C. Tempat Penelitian
D. Priming (Kuesioner Bagian I)
E. Rating Huruf (Kuesioner Bagian II) F. Distraction Task (Kuesiner Bagian III)
G. Hypothesis Awareness (Kuesioner Bagian IV)
H. Informed Consent (Lembar Persetujuan)
I. Penjelasan Kerahasiaan Prosedur Penelitian
J. Ucapan Terima Kasih dan Pemberian reward
Gambar 3.8 Tahapan eksperimen
A. Persiapan Pada tahap ini, penulis dibantu oleh eksperimenter yang bertugas untuk memberikan instruksi pengisian kuesioner kepada partisipan. Eksperimenter merupakan mahasiswa aktif S1 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia semester Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
49
8. Penulis membutuhkan eksperimenter karena penelitian tahap 2 dilakukan secara individual, jadi membutuhkan waktu yang cukup lama dalam mengumpulkan data. Eksperimenter dalam penelitian ini sebanyak 10 orang (6 laki-laki; 4 perempuan). Tiga di antaranya merupakan recruiter pada tahap 1, sedangkan 7tujuh orang lainnya baru ikut serta dalam tahap eksperimen. Sebelumnya, eksperimenter telah diberikan pedoman eksperimen yang berisi cover story untuk penelitian ini dan instruksi yang harus dihafalkan. Selain itu, diadakan simulasi eksperimen pada tanggal 9 Mei 2012 untuk melatih eksperimenter. Partisipan simulasi eksperimen adalah dua orang office boy Fakultas Psikologi Universitas Indonesia yang sudah menikah. Dari simulasi eksperimen, total waktu yang dibutuhkan partisipan untuk menyelesaikan satu rangkaian kuesioner (termasuk instruksi dari eksperimenter) adalah 14 menit 32 detik. Penulis akan menghubungi partisipan tiga hari sebelum waktu yang disepakati untuk mengkonfirmasi ulang. Eksperimenter disebar sesuai dengan jadwal dan tempat yang disepakati oleh partisipan untuk melaksanakan penelitian tahap 2. Penulis akan menyesuaikan lokasi penempatan eksperimenter berdasarkan aksesibilitas tiap eksperimenter dan memberikan nomor telepon partisipan yang akan bertemu dengannya. Sebagian besar tahap 2 dilaksanakan di Pura, namun ada juga yang bertemu di rumah dan tempat kerjanya. Pelaksanaan tahap 2 ini berlangsung dari tanggal 12 Mei 2012 sampai 26 Mei 2012. Perlengkapan
yang
harus
dipersiapkan
adalah
serangkaian
kuesioner tahap 2, bolpoin, papan jalan, dan reward. Selain itu, penulis telah membagi partisipan secara acak (randomisasi) ke dalam dua kelompok, yaitu partisipan yang akan mendapatkan priming etnis (tiga iklan majalah netral dan dua iklan majalah etnis Bali) dan yang akan mendapatkan priming kontrol (lima iklan majalah netral). B. Pertemuan dengan Partisipan Pada hari eksperimen berlangsung, eksperimenter akan menghubungi partisipan yang telah ditentukan oleh penulis. Setelah bertemu dengan partisipan, eksperimenter akan menjelaskan kembali tujuan penelitian ini dan perbedaannya dengan penelitian tahap 1. Jika penelitian dilaksanakan di rumah maupun tempat Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
50
kerja partisipan, penelitian akan dilaksanakan di salah satu ruangan yang terdapat meja dan kursi untuk partisipan mengisi kuesioner. Selain itu, ruangan yang dipilih juga tidak terlalu bising. Jika penelitian dilaksanakan di Pura, maka eksperimenter akan mencari ruangan yang pas untuk penelitian dan terdapat meja dan kursi. Jika tidak terdapat meja dan kursi, maka eksperimenter akan menyediakan papan jalan untuk antisipasi. Bolpoin dan semua kuesioner yang akan digunakan untuk penelitian diletakkan di atas meja dalam keadaan terbalik. Jika tidak terdapat meja, maka diletakkan di pangkuan eksperimenter dalam keadaan terbaik. Selain itu, eksperimenter memastikan bahwa keadaan di sekitar tempat eksperimen tidak bising. Jika bising dan ramai, eksperimenter akan meminta partisipan untuk bersama-sama pindah ke tempat yang lebih sunyi. Hal ini dimaksudkan agar partisipan lebih konsentrasi saat mengisi kuesioner. Saat penelitian berlangsung, posisi eksperimenter akan berhadapan dengan partisipan. C. Tempat Penelitian Saat tempat dan instrumen penelitian telah selesai disiapkan, eksperimenter akan mempersilahkan partisipan dan menanyakan kesiapannya saat itu untuk mengikuti penelitian tahap 2. Jika sudah siap, eksperimenter akan mulai membacakan pengantar penelitian yang menjelaskan mengenai kuesioner yang akan dikerjakan dan durasi pengerjaan kuesioner pada partisipan. D. Priming (Kuesiner Bagian I) Partisipan diminta mempelajari lima iklan majalah dengan seksama selama satu menit. Eksperimenter akan menghitung waktunya agar tepat satu menit. E. Rating Huruf (Kuesioner Bagian II) Setelah itu, partisipan diberikan kuesioner bagian 2 yang berisi huruf dari A-Z dan filler serta kolom rating dari skala 1 (paling tidak disukai) hingga 7 (paling disukai). Eksperimenter meminta partisipan untuk tidak terlalu lama dalam memberika rating. F. Distraction Task (Kuesioner Bagian III) Pada kuesioner ini partisipan diminta untuk mengisi urutan simbol yang kosong pada urutan kata ketiga. Partisipan diberikan waktu paling lama tujuh menit untuk mengerjakan kuesioner ini. Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
51
G. Hypothesis Awareness (Kuesioner Bagian IV) Partisipan diminta untuk memberikan masukan bagi penelitian ini. Salah satu pertanyaannya adalah “Jika diminta untuk menebak, kira-kira apa tujuan dari penelitian ini?”. Jika jawabannya benar, maka partisipan tersebut tidak diikutsertakan dalam pengolahan data. H. Informed Consent (Lembar Persetujuan) Setelah semua kuesioner diisi, partisipan diminta untuk mengisi lembar persetujuan yang telah disediakan. Penulis memberitahukan bahwa seluruh data penelitian akan disimpan secara rahasia dan hanya dipergunakan untuk tujuan penelitian. Apabila partisipan bersedia, mereka diminta untuk mengisi serta menandatangani lembar persetujuan. I. Penjelasan Kerahasiaan Prosedur Penelitian Setelah semua kuesioner dan lembar persetujuan telah diisi, eksperimenter menjelaskan bahwa penelitian telah selesai dan meminta kesediaan partisipan untuk tidak menceritakan prosedur penelitian pada siapapun sampai semua data untuk penelitian ini telah terkumpul. J. Ucapan Terima Kasih dan Pemberian Reward Penulis memberikan reward berupa buku telepon dan kotak kartu nama. Setelah itu, eksperimenter meninggalkan tempat penelitian.
3.7
Analisis Data 3.7.1 Analisis Pendahuluan (Hypothesis Awareness) Analisis pertama yang dilakukan setelah semua data terkumpul adalah
hypothesis awareness, dimana penulis akan melihat apakah partisipan mengetahui tujuan sebenarnya dari penelitian ini. Hypothesis awareness dilihat dari jawaban partisipan untuk menebak tujuan penelitian ini pada pertanyaan nomor tiga di kuesioner bagian 4. Jawaban partisipan kemudian dibagi menjadi sembilan kategori, yaitu jawaban partisipan yang berkaitan dengan evaluasi nama, jawaban yang berkaitan dengan gambar yang diberikan (priming), jawaban yang berkaitan dengan tes psikologi, jawaban yang berkaitan dengan survei iklan atau produk, jawaban yang berkaitan dengan menambah wawasan atau daya pikir, jawaban yang berkaitan dengan skripsi maupun penelitian, jawaban yang menyatakan Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
52
ketelitian, jawaban yang menyatakan ketidaktahuan, dan jawaban di luar kategori yang tersedia. Jawaban partisipan yang berkaitan dengan evaluasi nama atau gambar yang diberikan (priming) menunjukkan bahwa partisipan mengetahui tujuan dari penelitian ini. Bagi partisipan yang mengetahui tujuan penelitian ini, hasil pengisian kuesionernya tidak akan diikutsertakan untuk dianalisis lebih lanjut. Setelah membuat sembilan kategori, penulis akan dibantu oleh dua orang koder independen untuk memasukkan jawaban partisipan ke dalam satu kategori yang paling sesuai. Jika terdapat perbedaan pendapat antara kedua koder, maka mereka akan berdiskusi untuk menentukan kategori apa yang paling sesuai. Setelah semua jawaban telah dikategorisasikan, untuk menguji apakah kesepakatan yang diperoleh dari kedua koder independen tergolong baik atau tidak, penulis menghitung interscorer agreement index dari hasil dugaan partisipan terhadap tujuan penelitian yang sebenarnya (Reis & Judd, 2000). Kesepakatan tergolong baik jika nilai kesepakatan yang diperoleh minimal 85%. 3.7.2 Penentuan Inisial Nama yang Dievaluasi Untuk menganalisis lebih lanjut dari evaluasi inisial nama, penulis akan melihat evaluasi huruf yang diberikan partisipan pada inisial nama Bali dan nama depan. Awalnya, penulis membuat daftar nama semua partisipan, kemudian melihat huruf mana yang menjadi inisial nama partisipan. Dari daftar huruf tersebut, penulis kemudian melihat berapa besar nilai yang diberikan partisipan terhadap tiap inisial nama.
I
Nyoman
Penentu Jenis Kelamin (Diabaikan dalam analisis)
Antara
Putra
Nama Bali
Nama Depan
Nama Belakang
(Inisial "N")
(Inisial "P")
(Diabaikan dalam analisis)
Gambar 3.9. Inisial nama yang dianalisis Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
53
Secara umum, partisipan Bali hanya memiliki dua bagian nama, yaitu nama Bali diikuti dengan nama depan (misalkan, Wayan Suena atau Gede Mertha). Namun, terdapat partisipan yang memiliki lebih dari satu nama atau terdapat nama setelah nama depannya (lihat gambar 3.9). Bagi partisipan yang memiliki lebih dari dua bagian nama, yang akan dianalisis evaluasi namanya hanya inisial nama Bali dan nama yang terletak setelah nama Bali (nama depan). Kedua nama ini akan dianalisis dengan tambahan nama nama panggilan di rumah, nama panggilan di tempat kerja, dan nama yang paling disukai. Dari gambar 3.9, nama "I" tidak diikutsertakan dalam analisis karena nama tersebut hanyalah sebagai penanda jenis kelamin dari pemilik nama tersebut ("I" untuk laki-laki). Selain itu, nama yang terletak setelah nama depan (nama belakang) juga tidak ikut dianalisis. Jadi, dari gambar 3.9, inisial nama yang akan dilihat nilai evaluasinya adalah huruf "N" dan"P", serta inisial nama panggilan di rumah, di tempat kerja, dan nama panggilan yang paling disukai. 3.7.3 Uji Hipotesis Pada penelitian ini, penulis akan menguji dua hipotesis. Pada hipotesis pertama, penulis mengajukan hipotesis bahwa partisipan Bali yang diberikan priming etnis akan mengevaluasi inisial nama Bali lebih positif daripada nama depan. Pada hipotesis kedua, penulis mengajukan hipotesis bahwa partisipan yang diberikan priming etnis akan mengevalusi nama Bali lebih positif dibandingkan partisipan Bali yang diberikan priming kontrol. Ada banyak algoritma dalam perhitungan name letter score (Albers et al., 2009; Kitayama & Karasawa, 2008; Lebel & Gawronski, 2008). Untuk lebih sederhana dan yang dibandingkan hanyalah evaluasi inisial nama, bukan huruf yang terkandung dalam nama, maka penulis tidak menggunakan algoritma tetapi langsung menggunakan mean dari evaluasi inisial nama Bali dan nama depan partisipan (Artha, 2011). Penulis akan membandingkan mean evaluasi inisial nama Bali dan nama depan yang telah partisipan beri penilaian pada kuesioner eksperimen bagian 2. Hipotesis pertama akan diuji menggunakan paired sample t-test (dependent) dan hipotesis kedua akan diuji menggunakan independent sample t-test. Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
54
3.7.4 Effect Size Selain uji hipotesis, penulis juga akan melakukan perhitungan effect size. Perhitungan ini bertujuan untuk melihat seberapa kuat pengaruh priming etnis terhadap evaluasi inisial nama Bali. Rumus effect size yang digunakan adalah Cohen's d (Cohen, 1988).
M1 - M2 d= SDpooled Keterangan: d
= Effect size Cohen's d
M1
= Mean inisial nama Bali pada partisipan priming etnis
M2
= Mean inisial nama Bali pada partisipan priming kontrol
SDpooled= Standar deviasi inisial nama Bali kedua kelompok Jika hasil d=0,2, maka effect size tergolong kecil, d=0,5 maka effect size tergolong sedang, dan jika d=0,8 maka effect size tergolong besar (Cohen, 1988; Gravetter & Wallnau, 2008).
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
4. Analisis Hasil
Bab ini berisi penjelasan mengenai proses pengolahan data dan analisis hasil penelitian. Gambaran partisipan akan dijelaskan pada subbab pertama. Selanjutnya, pada subbab kedua akan dijelaskan mengenai
hypothesis
awareness.Pada subbab terakhir, penulis akan menjelaskan mengenai pengujian hipotesis terkait dengan evaluasi inisial nama Bali dan nama depan pada partisipan Bali.
4.1
Gambaran Partisipan Penelitian eksperimen dilakukan dari tanggal 13 hingga 26 Mei 2012
secara individual. Untuk mendapatkan partisipan yang akan diikutsertakan pada penelitian eksperiman, dilakukan screening terlebih dahulu pada tanggal 29 April dan 6 Mei 2012. Dari lima Pura yang dikunjungi saat tahap screening, diperoleh sebanyak 15 partisipan dari Pura Rawamangun, 10 partisipan dari Pura Jelambar, 10 partisipan dari Pura Kalimalang, 10 partisipan dari Pura Depok, dan 10 partisipan dari Pura Cinere. Sebanyak lima partisipan lainnya diperoleh dari kenalan penulis.
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Partisipan Berdasarkan Lokasi Pura Kelompok partisipan Tanggal tahap 1: Screening
Lokasi Rawamangun Jelambar Kalimalang Depok Cinere non-Pura N
29 April 2012 29 April 2012 29 April 2012 29 April 2012 6 Mei 2012 29 April - 6 Mei
Partisipan Partisipan tahap 1: tahap 2: Screening Eksperimen 26 15 16 14 13 5 89
15 10 10 10 10 5 60
Priming etnis
Priming kontrol
8 5 5 5 5 2 30
7 5 5 5 5 3 30
55
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
56
Pembagian partisipan ke dalam dua kelompok (random assignment) priming berdasarkan lokasi tahap 1 screening. Setiap lokasi dibagi rata antara partisipan yang mendapatkan priming etnis dan priming kontrol. Total keseluruhan partisipan yang mengikuti penelitian tahap 2 eksperimen sebanyak 60 partisipan, yaitu 30 partisipan yang diberikan priming etnis dan 30 partisipan yang diberikan priming kontrol.
Tabel 4.2 Gambaran Partisipan Priming etnis
Priming kontrol
(N=30)
(N=30)
100%
100%
100%
100%
Persentase partisipan yang menikah
100%
100%
Persentase partisipan yang bekerja
100%
100%
Persentase partisipan yang lahir di Bali
100%
100%
Persentase partisipan yang SD di Bali
100%
100%
Persentase partisipan yang SMP di Bali
93%
96%
Persentase partisipan yang SMA di Bali
73%
90%
Mean usia partisipan
43,63
47,57
Mean lamanya tinggal di Jakarta (tahun)
20,70
23,90
Karakteristik Persentase jumlah laki-laki Persentase partisipan yang memiliki nama Bali dan nama depan
Dari Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa partisipan yang diikutsertakan dalam eksperimen merupakan partisipan yang sesuai dengan kriteria (lihat subbab 3.3). Ini berarti, kedua kelompok partisipan memiliki karakteristik yang sama. Jadi, jika hasil uji hipotesis yang akan dianalisis tidak signifikan, bukan karena perbedaan karakteristik di antara kedua kelompok tersebut. Selain itu, berdasarkan Tabel 4.3, nama Bali partisipan yang paling banyak mengikuti penelitian ini memiliki nama Bali "Made", sedangkan yang paling sedikit adalah "Putu". Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
57
Tabel 4.3 Frekuensi Nama Bali Partisipan Nama Bali
Priming etnis (N=30)
Priming kontrol (N=30)
Gede
4
4
Ketut
4
6
Komang
1
3
Made
9
4
Nengah
2
1
Nyoman
7
5
Putu
0
2
Wayan
3
5
Tabel 4.4 Persentase Persamaan Antar Nama Priming etnis
Priming kontrol
(N=30)
(N=30)
Nama rumah = Nama Bali
83%
80%
Nama rumah = Nama depan
6%
6%
Nama kantor = Nama Bali
83%
90%
Nama kantor = Nama depan
10%
6%
Nama yang disukai = Nama Bali
83%
63%
Nama yang disukai = Nama depan
16%
23%
Persamaan nama
Penulis ingin melihat kecenderungan nama panggilan partisipan di rumah, di tempat kerja, dan nama yang disukai partisipan berdasarkan nama Bali dan nama depannya. Berdasarkan tabel 4.3, nama panggilan partisipan di rumah sebagian besar sama dengan nama Bali yang mereka miliki (sebanyak 83%), sedangkan hanya sedikit partisipan yang nama panggilan di rumah sama dengan nama depannya (sebanyak 6%). Partisipan juga lebih banyak menggunakan nama panggilan di kantor dengan nama Bali dan juga memilih nama Bali sebagai nama yang mereka sukai. Hasil ini menunjukkan bahwa nama Bali merupakan nama Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
58
yang lebih sering mereka gunakan di kehidupan sehari-harinya dan yang paling sering mereka pakai sebagai identitas mereka.
4.2
Analisis Pendahuluan: Hypothesis Awareness Berdasarkan hasil perbandingan kategorisasi yang telah dilakukan
dua koder independen terhadap pertanyaan nomor tiga dalam kuesioner bagian empat, terdapat perbedaan pendapat mengenai jawaban partisipan dalam menebak tujuan penelitian yang sebenarnya. Dua koder ini kemudian mendiskusikan kembali jawabannya agar diperoleh satu kategorisasi yang disepakati oleh kedua pihak. Setelah berdiskusi, diperoleh hasil keseluruhan dari dugaan partisipan terhadap tujuan penelitian yang sebenarnya. Berdasarkan interscorer agreement index (Reis & Judd), didapatkan hasil agreement atau kesepakatan sebesar 98%, dimana kesepakatan tersebut tergolong baik. Dari Tabel 4.5 dapat dilihat bahwa, baik partisipan Bali yang diberikan priming etnis maupun priming kontrol, tidak ada yang menyadari tujuan penelitian yang sebenarnya. Dari kedua kelompok tersebut tidak ada yang curiga bahwa penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara inisial nama atau gambar terhadap evaluasi huruf.
4.3
Pengujian Hipotesis 4.3.1 Evaluasi Inisial Nama Bali dan Nama Depan pada Partisipan Bali yang diberikan priming etnis Hipotesis pertama yang penulis ajukan dalam penelitian ini adalah
partisipan Bali yang diberikan priming etnis akan mengevaluasi inisial nama Bali lebih tinggi dibandingkan dengan evaluasi inisial nama depan. Untuk menguji hipotesis ini, digunakan Paired Sample t-test dengan membandingkan mean antara evaluasi inisial nama Bali dengan nama depan pada partisipan Bali.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
59
Tabel 4.5 Persentase Dugaan Partisipan terhadap Tujuan Penelitian
Priming Etnis
Priming Kontrol
(N=30)
(N=30)
0%
0%
0%
0%
17%
21%
Survey iklan atau produk
50%
40%
Menyusun skripsi atau tugas akhir
10%
24%
Menambah wawasan atau daya pikir
6%
3%
0%
6%
Tidak tahu
17%
0%
Lain-lain
0%
6%
Kategori dugaan partisipan Curiga
Penelitian mengenai hubungan inisial nama dengan evaluasi huruf Penelitian mengenai hubungan priming dengan evaluasi huruf
Tidak Curiga
Tes (psikologi, kepribadian, kognitif, dan inteligensi)
Ketelitian seseorang dalam mengerjakan sesuatu
Pada Tabel 4.6, inisial nama Bali dievaluasi lebih tinggi (M = 5,77; SD = 1,39) dibandingkan inisial nama depan (M = 5,50; SD = 1,36), namun perbedaan mean tersebut tidak signifikan (t(29) = 1,35; p (1-tailed) = 0,09).
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
60
Tabel 4.6 Mean dan Standar Deviasi Evaluasi Inisial Nama Bali dan Nama Depan
Inisial nama
Priming etnis
Priming kontrol
(N=30)
(N=30)
M
SD
M
SD
Nama Bali
5,77
1,39
5,07
1,51
Nama depan
5,50
1,36
5,53
1,57
Pada penelitian Artha (2011), mean evaluasi inisial nama Bali pada partisipan Bali yang diberikan priming etnis sebesar 5,56, sedangkan mean pada penelitian ini sebesar 5,77. Selain itu, pada penelitian Artha (2011), evaluasi inisial nama depan (M = 6,32; SD = 1,32) lebih tinggi dibandingkan nama Bali (M = 5,56; SD = 1,57), sedangkan pada penelitian ini, evaluasi nama Bali (M=5,77; SD=1,39) lebih tinggi dibandingkan evaluasi inisial nama depannya (M=5,50; SD=1,36). Berdasarkan uji hipotesis pertama dan perbandingan dengan hasil penelitian Artha (2011), sebenarnya hasil yang diperoleh dalam penelitian ini ke arah yang diinginkan (evaluasi inisial nama Bali > evaluasi inisial nama depan), tetapi tidak signifikan. Dengan demikian, hipotesis bahwa partisipan Bali yang diberikan priming etnis Bali akan mengevaluasi inisial nama Bali lebih tinggi dari evaluasi nama depan tidak terbukti. 4.3.2 Evaluasi Inisial Nama Bali pada Partisipan Bali yang diberikan Priming Etnis dan Priming kontrol Hipotesis kedua dalam penelitian ini adalah evaluasi inisial nama Bali akan lebih tinggi pada partisipan yang diberikan priming etnis dibandingkan dengan yang diberikan priming kontrol. Untuk menguji hipotesis ini, penulis menggunakan Independent Sample t-test dengan membandingkan mean antara
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
61
evaluasi inisial nama Bali pada partisipan Bali yang diberikan priming etnis dengan yang diberikan priming kontrol. Pada Tabel 4.5, dapat dilihat bahwa evaluasi inisial nama Bali pada kelompok priming etnis (M = 5,77; SD = 1,39) lebih tinggi dibandingkan dengan evaluasi inisial nama Bali pada kelompok priming kontrol (M = 5,07; SD = 1,51). Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan perbedaan yang signifikan (t(58)= 1,875; p (1-tailed) = 0,03) ; d = 0,47) antara evaluasi inisial nama Bali pada partisipan yang diberikan priming etnis dengan partisipan yang diberikan priming kontrol. Selanjutnya, hasil perhitungan effect size dari priming etnis menggunakan Cohen's d menunjukkan nilai sebesar 0,47 (Mpriming = 5,77; Mkontrol = 5,07). Nilai ini termasuk ke dalam kategori medium effect size atau sedang (Cohen, 1988; Gravetter & Wallnau, 2008). Hasil yang diperoleh pada uji hipotesis kedua ini sama dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Artha (2011), dimana evaluasi inisial nama Bali pada partisipan yang diberikan priming etnis ( M = 4,70; SD = 1,82) lebih tinggi dibandingkan dengan evaluasi inisial nama Bali pada partisipan yang diberikan priming kontrol (M = 0,47; SD = 1,82). Hasil effect size pada penelitian Artha (2011) juga tergolonmg ke dalam kategori meidum effect size (Cohen, 1988). Ini berarti, dari hasil kedua penelitian dengan priming etnis yang sama, priming etnis yang diberikan cukup kuat dalam mempengaruhi evaluasi inisial nama Bali pada partisipan Bali. Berdasarkan hasil yang diperoleh, priming etnis Bali memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap partisipan Bali dalam mengevaluasi inisial nama Bali dengan lebih positif dibandingkan partisipan yang diberikan priming kontrol. Dengan begitu, hasil ini mendukung hipotesis kedua dalam penelitian ini, yaitu evaluasi inisial nama Bali akan lebih tinggi pada partisipan Bali yang diberikan priming etnis dibandingkan dengan partisipan Bali yang diberikan priming kontrol.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
5. Diskusi dan Saran
Bab lima terdiri dari tiga bagian. Bagian pertama akan menjelaskan mengenai temuan dalam penelitian ini serta mengaitkannya dengan temuan pada penelitian-penelitian NLE sebelumnya. Saran yang penulis ajukan akan dibahas pada bagian kedua. Terakhir, penulis akan menguraikan implikasi praktis dari penelitian ini.
5.1
Diskusi Penulis melakukan penelitian lanjutan NLE pada partisipan etnis Bali
yang memiliki nama Bali dan nama depan dengan memberikan tambahan priming (Artha, 2011). Pemberian priming ini bertujuan untuk menimbulkan kesadaran partisipan Bali akan etnisnya saat penelitian berlangsung. Selain itu, penulis menggunakan partisipan yang sudah menikah dengan alasan mereka lebih memberikan perhatian mengenai penghormatan terhadap leluhur dibandingkan dengan partisipan yang tergolong remaja dan belum menikah. Penulis juga menggunakan partisipan yang tinggal di Jakarta dengan dugaan bahwa orang Bali yang tinggal di Jakarta merupakan minoritas, sehingga identitas mereka sebagai orang Bali akan lebih menonjol saat mereka di luar Pulau Bali dibandingkan saat mereka berada di Pulau Bali yang mayoritas penduduknya merupakan etnis Bali. Penulis berharap, dengan diberikannya priming yang didukung dengan usia partisipan yang lebih dewasa serta identitas etnis yang lebih menonjol saat partisipan merupakan minoritas, partisipan akan mengevaluasi nama Bali lebih positif dibandingkan nama depan mereka karena mencerminkan keunikan etnis mereka. Berdasarkan hasil analisis yang telah dipaparkan dalam bab empat, diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara evaluasi inisial nama Bali dan nama depan pada partisipan Bali yang diberikan priming etnis (H1). Hal ini berarti priming etnis yang diberikan tidak mempengaruhi preferensi pada evaluasi nama Bali dan depan.
62
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
63
Untuk menguji apakah priming yang diberikan sepenuhnya tidak memiliki pengaruh terhadap evaluasi inisial nama, penulis memutuskan untuk melihat pengaruh priming yang diberikan terhadap evaluasi inisial nama Bali pada partisipan yang diberikan priming etnis dan pada partisipan yang diberikan priming kontrol (H2). Hasil menunjukkan bahwa evaluasi inisial nama Bali pada partisipan yang diberikan priming etnis lebih tinggi dibandingkan partisipan Bali yang diberikan priming kontrol. Dengan demikian, sebenarnya priming etnis yang diberikan memiliki pengaruh terhadap evaluasi inisial nama Bali. Namun, priming tersebut belum cukup kuat untuk mengevaluasi nama Bali dengan lebih positif dibandingkan nama depannya. Untuk melihat seberapa kuat priming etnis yang diberikan terhadap partisipan, penulis melakukan perhitungan effect size dan memperoleh hasil d yang tergolong medium effect size (Cohen, 1988; Gravetter dan Wallnau, 2008). Penulis melakukan perbandingan effect size dengan effect size yang diperoleh Artha (2011) dan keduanya tergolong ke dalam kategori medium effect size. Besarnya effect size yang diperoleh pada keduanya hampir sama, hal ini didukung dengan gambar priming etnis yang diperoleh berdasarkan pilot study dan digunakan sebagai priming etnis keduanya adalah sama (Tari Kecak dan Pura Besakih). Dari perbandingan ini diketahui bahwa priming etnis yang diadaptasi dari priming etnis Forehand dan Deshpande (2001) berhasil memberikan pengaruh yang cukup kuat terhadap evaluasi inisial nama Bali terhadap partisipan Bali, baik yang sudah menikah (dalam penelitian ini) maupun yang belum menikah dan tergolong remaja (Artha, 2011). Pada penelitian Artha (2011) dan Meliala (2011), partisipan Bali dan Batak sebelumnya telah diberikan priming etnis untuk menyadarkan etnisitas yang mereka miliki, namun tetap inisial nama depan dievaluasi lebih tinggi dibandingkan nama Bali atau nama marga. Menurut Putri (2010), Artha (2011), dan Meliala (2011), terdapat pengaruh usia partisipan yang masih tergolong remaja (rentang usis: 15-17 tahun), sehingga mereka belum memaknai identitas etnis yang mereka miliki lebih mendalam. Maka itu, pada penelitian ini digunakan partisipan yang lebih dewasa dan sudah menikah (rentang usia: 25-65 tahun).
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
64
Jika dilihat perbandingannya kembali, terdapat peningkatan evaluasi inisial nama Bali pada penelitian Artha (2011) terhadap evaluasi inisial nama Bali pada penelitian ini (liat subbab 4.3). Selain itu, pada penelitian Artha (2011), evaluasi inisial nama depan lebih tinggi dibandingkan nama Bali, sedangkan pada penelitian ini, evaluasi nama Bali lebih tinggi dibandingkan evaluasi inisial nama depannya. Ini berarti sebenarnya hasil yang diperoleh ke arah yang diinginkan (evaluasi inisial nama Bali > evaluasi inisial nama depan), tetapi tidak signifikan. Dengan demikian, perbedaan karakteristik partisipan, dimana partisipan pada penelitian ini berusia lebih dewasa dan sudah menikah, memberikan hasil yang berbeda dengan partisipan yang tergolong remaja. Terdapat temuan unik pada penelitian NLE di Indonesia, dimana priming etnis yang diadaptasi dari Forehand dan Deshpande (2001) memiliki pengaruh terhadap evaluasi inisial nama Bali pada partisipan Bali (Artha, 2011) namun tidak memiliki pengaruh terhadap evaluasi inisial nama marga pada partisipan Batak (Meliala 2011, Ramadita, 2012). Hal ini terbukti dari effect size priming etnis yang diperoleh penelitian ini dan penelitian Artha (2011) yang tergolong sedang, sedangkan effect size pada penelitian Meliala (2011) dan Ramadita (2012) tergolong kecil. Hal ini mungkin terkait dengan perbedaan panggilan nama pada partisipan Bali dan Batak. Pada partisipan Bali, nama Bali yang mereka miliki sebagian besar digunakan sebagai nama panggilan, sedangkan pada partisipan Batak, sebagian besar lebih menggunakan nama depan dibandingkan nama marganya yang dijadikan sebagai nama panggilan. Preferensi yang dikaitkan dengan nama panggilan ini dapat disebabkan oleh pola urutan nama, dimana nama Bali terletak pada awal bagian nama sedangkan nama marga terletak pada akhir bagian nama, sehingga ada kecenderungan bahwa orang akan menggunakan nama yang terletak di depan sebagai nama panggilannya. Selain itu, hal ini mungkin terkait dengan keyakinan kuat yang dimiliki orang Bali dalam menghargai nama Bali yang mereka miliki sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur. Sehingga, priming etnis yang diberikan lebih mudah menyadarkan partisipan Bali akan etnisitas mereka sebagai orang Bali dibandingkan menyadarkan partisipan Batak akan etnisitas mereka sebagai orang Batak.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
65
Pada penelitian ini, walaupun priming etnis yang diberikan cukup kuat dalam mempengaruhi evaluasi inisial nama Bali, tetapi tidak mempengaruhi preferensi inisial nama Bali terhadap nama depan. Dibandingkan dengan hasil penelitian Artha (2011), partisipan Bali pada penelitian kali ini mengevaluasi inisial nama Bali lebih tinggi dibandingkan nama depan tetapi perbedaan tersebut tidak signifikan. Sebenarnya, karakteristik partisipan dengan usia yang lebih dewasa serta sudah menikah dan juga yang tergolong minortitas karena tinggal di Jakarta memiliki perbedaan terhadap evaluasi inisial nama Bali pada karakteristik partisipan yang tergolong remaja dan merupakan mayoritas karena tinggal di Bali. Selain itu, pada partisipan Bali, nama panggilan mereka di rumah, di tempat kerja, serta nama panggilan yang mereka sukai sebagian besar adalah nama Bali mereka. Ada beberapa kemungkinan dari ditolaknya hipotesis pertama pada penelitian ini.Terkait dengan teori optimal distinctiveness (Brewer, 1991), orang Bali yang tinggal di Jakarta akan lebih mudah mencapai titik optimal, dimana mereka lebih mudah berasimilasi dengan sesama orang Bali di Jakarta dan lebih mudah merasa unik akan etnisnya sebagai orang Bali dibandingkan etnis lain yang lebih mayoritas di Jakarta. Keadaan yang optimal ini telah membuat identitas etnis mereka lebih menonjol saat mereka di Jakarta dibandingkan saat mereka di Bali, tetapi mungkin identitas etnis yang menonjol ini lebih membuat orang Bali yang tinggal di Jakarta lebih sadar untuk beradaptasi terhadap budaya Jakarta itu sendiri, terlepas dari etnisnya sebagai orang Bali. Jakarta merupakan kota yang budayanya sudah global dan lebih modern, sehingga persaingan dalam segala hal akan lebih ketat. Persaingan ini akan lebih sulit dirasakan pada minoritas. Hal inilah yang dapat menyebabkan partisipan Bali tidak berbeda jauh dalam memberikan evaluasi inisial nama Bali dan nama depannya karena walaupun mereka sadar terhadap identitas etnis yang mereka miliki (nama Bali), di Jakarta mereka juga ingin lebih dapat beradaptasi terhadap budaya Jakarta itu sendiri terlepas dari etnis mereka sebagai orang Bali yang tergolong minoritas di Jakarta (nama depan) Secara garis besar, terdapat ethnic self-awareness pada orang Bali yang tinggal di Jakarta. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa gejala implicit egotism ditemukan juga pada orang Bali yang tinggal di Jakarta. Walaupun hasil Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
66
evaluasi antara inisial nama Bali dan nama depan tidak berbeda jauh, tetapi nama Bali lebih sering mereka gunakan sebagai nama panggilan di rumah maupun di tempat kerja. Ini berarti, pada partisipan Bali yang tinggal di Jakarta, inisial nama Bali dianggap memiliki asosiasi positif dengan diri mereka dibandingkan dengan nama depan. Hal ini bisa disebabkan oleh nama Bali yang mencerminkan identitas etnis Bali juga mereka maknai sebagai identitas diri mereka, sehingga partisipan Bali lebih mengasosiasikan dirinya pada inisial nama Bali.
5.2
Saran untuk Penelitian Lanjutan Penelitian ini ingin melihat robustness dari fenomena NLE di Indonesia.
Menurut Nuttin (1985), seseorang akan mengevaluasi lebih positif nama yang terkandung di dalam namanya
dibandingkan dengan huruf lain yang tidak
terkandung dalamnya. Namun, penelitian ini hanya sebatas perbandingan inisial nama saja, bukan huruf yang terkandung dalam nama secara keseluruhan (IPT). Cara perhitungan name letter score (NLS) dalam penelitian tidak menggunakan algoritma perhitungan NLS (Albers et al., 2009; Kitayama & Karasawa, 1997; LeBel & Gawronski, 2008). Penelitian ini langsung membandingkan evaluasi inisial nama saja dengan tidak memperhitungkan dengan non name-letter atau penilaian partisipan lain yang tidak memiliki huruf tersebut dalam namanya. Saran untuk penelitian NLE selanjutnya lebih kepada perhitungan
inisial
nama
menggunakan
algoritma
NLS,
bukan
hanya
membandingkan evaluasi inisial namanya saja. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan hasil dari fenomena NLE yang sebenarnya, tidak hanya pada inisialnya saja. Untuk meneliti robustness NLE di Indonesia, penelitian NLE dapat dilakukan terhadaptnis lain yang juga memiliki pola nama tertentu, misalkan etnis Minahasa. Pola nama etnis Minahasa terdiri dari nama depan dan nama belakang atau nama yang disebut dengan nama fam, seperti Rorimpandey atau Karamoy.
5.4
Implikasi Praktis Berdasarkan hasil yang signifikan pada uji hipotesis kedua, priming etnis
terbukti dalam memberikan pengaruh terhadap evaluasi inisial nama Bali. Selain Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
67
itu, walaupun tidak signifikan, uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa partisipan Bali mengevaluasi inisial nama Bali lebih tinggi dibandingkan inisial nama depan. Dari kedua uji hipotesis pada penelitian ini, berarti priming etnis yang diberikan mampu meningkatkan ethnic self-awareness pada orang Bali yang tinggal di Jakarta. Berdasarkan hasil tersebut, implikasi praktis yang sederhana dapat diberikan terkait dengan inisial nama. Misalkan, jika ingin memberikan hadiah kepada orang Bali, mereka akan senang jika diberikan sesuatu yang berhubungan dengan inisial nama Bali mereka, seperti kaos atau tas yang bertuliskan inisial nama Bali mereka. Selain itu, rasa suka terhadap inisial nama Bali juga dapat diperlihatkan dari plat mobil. Misalkan, huruf di plot mobil disesuaikan dengan nama Bali. Selain itu, hasil penelitian yang menemukan bahwa di Jakarta, nama Bali merupakan nama yang paling disukai oleh partisipan Bali juga dapat diambil manfaatnya dalam menyukseskan suatu usaha tertentu. Misalkan, di Jakarta banyak orang Bali yang membuka rumah makan Bali. Mereka dapat menamakan rumah makannya sesuai dengan nama mereka, misalkan Pak Made menamakan rumah makannya dengan nama "Nasi Jenggo Bli Made". Saat promosi, Pak Made dapat menyebarkan promosi lebih banyak pada orang-orang yang bernama Made. Dengan demikian, kemungkinan orang Bali yang bernama Made untuk mengunjungi rumah makan "Nasi Jenggo Bli Made" akan lebih tinggi.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Albers, L., Rotteveel, M., & Dijksterhuis, A. (2009). Towards optimizing the name letter test as a measure if implicit self esteem. Self and Identity, 8, 63-77. Allport, G. W. (1970). Pattern and growth in personality. Bucks: Hazzell Watson & Viney Ltd. Ardoni. (2003). Penyeragaman tajuk entri utama nama pengarang dan aplikasi teknologi informasi. Universitas Airlangga: unpublished manuscript. Artha, E. K. (2011). Manakah yang lebih disukai oleh Ketut Sulastri: Huruf “K” atau “S”? Priming etnis dan Nama Letter Effect pada remaja Bali. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok.
Badan Pusat Statistik. (2000). Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000 (series : L.2.2). Jakarta : BPS. Bargh, J. A., & Chartrand, T. L. (2000). Studying the mind in the middle: A practical guide to priming and automaticity research. Handbook of research methods in social psychology, 253–285. Bargh, J. A., Chen, M., & Burrows, L. (1996). Automaticity of social behavior: Direct effects of trait construct and stereotype activation on action. Journal of Personality and Social Psychology, 71 (2), 230 – 244. Barth, F. (2003). Balinese Worlds. Chicago: The University of Chicago Press. Basuki, L. S. (2003). Proceeding from seminar tajuk entri utama nama nama Indonesia: Makalah Seminar Tajuk Entri Utama Nama-Nama Indonesia. Universitas Indonesia: unpublished manuscript. Beggan, J. K. (1992). On the social nature of nonsocial perception: The mere ownership effect. Journal of Personality and Social Psychology, 62, 229–237. Berger J., & Fitzsimons, G. (2008). Dogs on the street, pumas on your feet: How cues in the enrivonment influence product evaluation and choice. Journal of Marketing Research, 45, 1–14. Berger , J., Merdith, M., & Wheeler, S. C. (2008). Contextual priming : Where people vote affetcs how they vote. PNAS, 105 (26), 8846 – 8849.
Biro Pusat Statistik (2010). Penduduk Menurut Wilayah dan Agama yang Dianut di
Provinsi
DKI
Jakarta.
Diperoleh
dari:
http://sp2010.bps.go.id/index.php/site/tabel?tid=321&wid=3100000000.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
Brewer, M. B. (1991). The social self of being the same and different at the same time. Journal for Personality and Social Psychology, 17(5), 475-482. Brewer, M. B., & Gardner, W. (1996). Who is this "We"? Levels of collective
identity and self. Journal of Personality and Social Psychology, 71 (1), 83-93. Bruck, G. V., & Bodenhorn, B. (2006). The anthropology of names and naming. London: Cambridge University Press. Carsten, J. (2000.) Introduction: Cultures of relatedness. In: Carsten J (ed.) Cultures of Relatedness: New Approaches to the Study of Kinship. Cambridge: Cambridge University Press, 1–36.
Cohen, J. (1988). Statistical Power Analysis for the Behavioral Sciences (second ed). Lawrence Erlbaum Associates. Costin, F. (1969). The scrambled sentence test: A group measure of hostility. Educational and Psychological Measurement, 29, 461-468. Couteau, J. (1995). Budaya Bali : Strategi dan realitas. Dalam Wiryatnaya & Couteau (Eds.), Bali di persimpangan jalan. Denpasar : Nusa Data Indo Budaya. Covarrubias, M. (1986). Island of Bali. London : KPI Limited. Davies, H. (2011). Sharing surnames: Children, family, and kinship. Sociology, 45 (4), 554-569. Dijksterhuis, A. (2004). I like myself but I don't know why: Enhancing implicit self-esteem by subliminal evaluative conditioning. Journal of Personality and Social Psychology, 86(2), 345-355. Duncker, K. (1945). On problem solving. Psychological Monographs, 58 (5), 270. Edwards, R., & Caballero, C. (2008). What's in a name? An explorations of the significance of personal naming of 'mixed' children for parents from different racial, ethnic, and faith backgrounds. The Sociological Review 56 (1), 39-60. Finch, J. (2008). Naming names: Kinship, individuality, and personal names. Sociology, 42 (4), 709-725. Forehand, M. R., & Deshpandé, R. (2001). What we see makes us who we are: Priming ethnic self-awareness and advertising response. Journal of Marketing Research, 38(3), 336–348.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
Gardner, W. L., Gabriel, S., & Lee, A. Y. (1999). “I” value freedom, but “we” value relationships: Self-construal priming mirrors cultural differences in judgment. Psychological Science, 10 (4), 321 – 326. Gollwitzer, P. M., Heckhausen, H., & Stellar, B. (1990). Deliberativ and implemental mind-sets: Cogtive tuning toward conruous thoughts and information. Journal of Personality and Social Psychology, 59, 119-1127. Gravetter, F. J., & Wallnau, L. B. (2006). Statistic for the Behavioral Sciences. Canada: Thompson Wadsworth. Greenwald, A. G., & Banaji, M. R. (1995). Implicit social cognition: Attitudes. Psychological Review, 102 (1), 4-27. Harahap, B. H., & Siahaan, H. M. (1987). Orientasi nilai-nilai budaya Batak: Suatu pendekatan terhadap perilaku Batak Toba dan Angkola. Jakarta: Sanggar Wiliem Iskandar. Himpunan Hasil-Hasil Pasamuhan Agung III Majelis Desa Pakraman Bali (2011). Denpasar: MDP Bali. Hodson, G. & Olson, J. (2005). Testing the generality of the name letter effect: Name initials and everyday attitudes. Personality and Social Psychology Bulletin, 31, 1099-1110. Jones, J. T., Pelham, B.W., Mirenberg, M. C. , & Hetts, J. J. (2002). Name letter preferences are not merely mere exposure : Implicit egotism as self regulation. Journal of Experimental Social Psychology, 38, 170-177. Kitayama, S., & Karasawa, M. (1997). Implicit self-esteem in Japan: Name letters and birthday numbers. Personality and Social Psychology Bulletin, 23, 736742. Komori, M. & Murata, K. (2008) Implicit egotism in japan: Preference for first and family name intials. Hitotsubashi Journal of Social Studies, 40, 101-109. Koole, S.L., Dijksterhuis, A., & Van Knippenberg, A. (2001). What's in a name? Implicit self-esteem and the automatic self. Journal of Personality and Social Psychology, 80, 669-685.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
Koole, S. L., & Pelham, B. W. (2003). On the nature of implicit self-esteem: The case of the name letter effect. Dalam S. Spencer, S. Fein, & M. P. Zanna (Eds.), Motivated social perception: The Ontario Symposium. (hal. 93-116). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum. Lashley, K. S. (1951). The problem of serial order in behavior. Cerebral Mechanisms in Behavior: The Hixon Symposium (112-135). New York: Wiley & Sons. Layder, D. (2004). Social and personal identity. London: Sage Publications. LeBel, E. P., & Gawronski, B. (2008). How to find what's in a name: Scrutinizing the optimality of five scoring algorithms for the name-letter task. European Journal of Personality, 23, 85-106. Leonardelli, G. J., Pickett, C.L., & Brewer, M. N. (2010). Optimal distinctiveness theory: A framework for social identity, social cognition, and intergroup relations. Advances in Experimental Social Psychology, 43, 63-113. Meliala, A. (2011). “C” atau “M” yang akan dipilih oleh cakra meliala? priming etnis dan name letter effect pada remaja Batak. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok. Nuttin, J. M. (1985). Narcissism beyond Gestalt and awareness: The name letter effect. European Journal of Social Psychology, 15, 353–61.
Parker, L. (2003). From subjects to citizen : Balinese villagers in the Indonesian nation-state. Copenhagen : NIAS Press. Pelham, B. W., Carvallo, M., & Jones, J. T. (2005). Implicit egotism. Current Direction in Psychological Science , 14 (2), 106-110. Pelham, B. W., Jones, J. T., & Mirenberg, M. C. (2002). Why susie sells seashells by the seashore: Implicit egotism and major life decisions. Journal of Personality and Social Psychology, 82 (4), 469-487. Pringle, R. (2004). A Short History of Bali. New South Wales : Allen & Unwin. Putra, N. D. (2011). A Literary Mirror, Balinese Reflections on Modernity and Identity in the Twentieh Century. Leiden: KITLV Press. Putri. (2010). Implicit egotism di Indonesia : Evaluasi inisial nama depan dan nama belakang orang Batak. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
Quamilla, O. (2009). Apakah Robert akan membeli Red Bull yang nyaris kadaluarsa?: Pengaruh nama merek yang sesuai dengan inisial nama terhadap preferensi konsumen pada produk yang berkonotasi negatif. (Unpublished Thesis). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok. Ramadita, T. T. (2012). Apakah Batara Siregar lebih menyukai huruf “S” dibandingkan dengan huruf “B”? Priming etnis dan name letter effect orang Batak yang tinggal di Jakarta. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Depok. Roberts, R.E., Phinney, J.S., Masse, L.C., Chen, Y.R., Roberts, C.R., & Romero, A. (1999). The structure of ethnic identity of young adolescents from diverse ethnocultural groups. Journal of Early Adolescence, 19, 301-322. Ronny, A. K. (1970). Indonesian names: A guide to bibliographic listing. Indonesia, 10, 27-36. Simonsohn, U. (2011). Spurious? name similiarity effects (implicit egotism) in marriage, job, and moving decisions. Journal of Personality and Social Psychology, 101(2), 1-24. Stieger, S., & LeBel, E. (2012). Name-letter preferences for new last name and abandones birth name initials in the context of name-change via marriage. Social Psychology, 43(1), 7-13. Stieger, S., Voracek, M., & Formann, A. (2011). How to administer the initial preference task. European Journal of Personality, 26, 63-78. Trafimow, D., Triandis, H. C., & Goto, S. G. (1991). Some tests of the distinction between the private self and the collective self. Journal of Personality and Social Psychology, 60 (5), 649 – 655. Turner, J. C., Hogg, M, Oakes, P., Reicher, S., & Wetherell, M. (1987). Rediscovering The Social Group: A Self-Categorization Theory. Oxford: Basil Blackwell. Wiana, K., & Santeri, R. (1993). Kasta dalam Hindu: Kesalahpahaman berabadabad. Denpasar: Yayasan Dharma Naradha.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
Wilson, S. (1998). The means of naming a social and cultural history of personal naming in western europe. London : UCL Press Limited. Windia, W. P. (2008). Perkawinan pada gelahang di Bali. Denpasar: Udayana University Press.
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
LAMPIRAN
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
LAMPIRAN A KODE UNTUK HYPOTHESIS AWARENESS
1. Tanggal Koding: 2. Nama Koder : 3. Nomor Kuesioner : 4. Menebak tujuan studi :
(1) CURIGA, INISIAL NAMA DENGAN EVALUASI HURUF Jawaban menyatakan bahwa ada hubungan antara inisial nama dengan evaluasi huruf (11) CURIGA, PRIMING DENGAN EVALUASI HURUF Jawaban menyatakan bahwa ada hubungan antara gambar yang diberikan pada kuesioner bagian 1 dengan evaluasi huruf (21) TIDAK, TES PSIKOLOGI Jawaban menyatakan bahwa penelitian ini adalah sejenis tes psikologi,kepribadian, kognitif, atau inteligensi (22) TIDAK, SURVEY IKLAN Jawaban menyatakan bahwa penelitian ini adalah sebuah survey terhadap iklan. (23) TIDAK, SKRIPSI ATAU TUGAS AKHIR Jawaban menyatakan bahwa penelitian ini merupakan penelitian skripsi atau tugas akhir (24) TIDAK, MENAMBAH WAWASAN Jawaban menyatakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk menambah wawasan, daya pikir, atau pengetahuan partisipan (25) TIDAK, KETELITIAN SESEORANG Jawaban yang menyatakan bahwa penelitian ini untuk mengetes ketelitian seseorang dalam mengerjakan sesuatu (26) TIDAK, LAIN-LAIN Jawaban yang tidak dapat dimasukkan ke dalam kategori lain (3) TIDAK TAHU Jawaban yang menyatakan ketidaktahuan mengenai tujuan penelitian
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
LAMPIRAN B DATA EVALUASI INISIAL NAMA BALI DAN NAMA DEPAN
No
Kel
U
L
Q
W
R
E
T
J
A
S
Y
I
O
P
D
F
G
Z
K
H
X
C
V
B
M
N
iBali
eiBali
iDepan
eiDepan
61
2
7
7
7
7
7
7
7
1
7
7
1
7
7
7
7
7
1
1
7
1
1
1
7
7
7
7
11
7
12
7
62
2
6
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
1
7
7
7
7
7
14
7
13
7
63
2
6
6
6
6
6
6
6
7
7
6
6
7
6
7
6
6
6
5
6
6
6
6
6
7
7
7
13
7
16
7
64
2
3
6
5
6
6
3
6
5
7
7
3
6
6
5
5
2
2
2
4
5
2
6
1
5
2
6
14
6
19
7
65
2
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
14
5
19
5
66
2
4
5
5
4
5
5
2
5
7
7
4
5
3
3
7
4
6
3
5
4
2
5
4
6
7
6
13
7
19
7
67
2
4
7
5
7
6
4
4
7
7
6
4
4
4
5
4
3
3
2
7
4
2
2
5
6
4
5
11
7
13
4
68
2
4
5
5
5
5
5
4
3
4
4
4
4
4
5
5
5
5
4
5
4
4
4
4
4
4
4
7
5
10
3
69
2
6
4
3
3
3
3
4
4
5
6
5
4
4
3
3
3
3
5
4
4
6
4
6
5
6
4
13
6
19
6
70
2
4
2
1
6
6
4
2
3
7
7
2
7
1
4
1
1
3
4
5
4
4
6
3
5
3
6
14
6
19
7
71
2
6
7
5
6
6
6
7
7
7
6
6
6
6
7
6
6
7
6
6
6
6
6
6
6
6
6
7
6
23
6
72
2
4
5
4
4
6
5
4
4
7
6
5
6
5
4
4
4
5
4
4
4
3
4
6
4
5
5
14
5
18
6
73
2
5
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
13
3
18
3
74
2
6
5
4
5
4
5
3
3
6
2
3
2
3
2
6
6
3
6
5
6
6
3
2
3
4
2
11
5
4
6
75
2
6
5
5
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
23
6
5
6
76
2
2
2
2
3
2
2
2
2
2
2
2
6
6
2
2
3
2
6
2
6
5
5
3
4
3
3
13
3
23
3
77
2
6
5
5
6
5
5
6
5
6
6
6
6
7
5
5
5
5
6
5
6
6
5
6
5
6
5
14
5
19
6
78
2
4
4
6
4
4
4
4
4
5
6
4
5
5
4
4
4
6
4
4
4
4
4
4
5
6
4
11
6
19
6
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
79
2
7
7
6
7
6
6
6
6
7
7
6
7
5
6
5
6
6
6
7
6
6
6
6
6
6
6
11
7
2
6
80
2
4
5
6
7
5
5
5
4
7
7
6
7
4
4
4
4
4
7
5
4
3
3
4
7
4
4
23
7
19
7
81
2
5
5
5
5
5
5
5
5
6
5
5
5
5
5
5
5
5
6
5
5
5
5
7
5
6
5
13
6
19
5
82
2
5
5
6
4
4
4
5
4
5
6
4
4
4
4
4
4
6
5
4
4
6
4
6
4
4
4
7
6
13
4
83
2
2
2
6
6
4
2
4
5
5
4
5
5
6
4
4
2
6
5
5
5
5
5
6
6
4
6
14
6
19
4
84
2
6
6
5
4
4
5
5
4
5
5
5
4
4
4
4
5
5
4
4
4
4
4
7
4
5
6
14
6
19
5
85
2
3
3
4
3
5
5
4
4
6
6
5
5
5
5
6
5
5
6
6
7
5
5
3
5
7
6
13
7
11
6
86
2
5
6
6
6
6
5
5
5
6
6
5
5
5
6
5
6
6
5
6
5
7
6
6
6
7
6
23
6
4
5
87
2
5
6
5
6
5
5
5
5
3
3
5
3
7
7
2
2
6
7
2
6
3
6
7
6
2
1
14
1
1
3
88
2
6
6
6
7
7
7
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
11
7
13
7
89
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
6
14
6
19
5
90
2
5
4
3
5
4
4
5
4
6
6
6
5
5
4
4
4
4
5
4
5
5
5
5
5
6
3
13
6
1
6
91
3
7
5
4
6
4
4
6
3
4
4
4
6
7
4
6
4
4
4
4
6
7
4
6
3
3
3
11
4
19
4
92
3
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
6
11
6
13
6
93
3
5
6
5
7
6
6
7
5
7
7
7
6
5
5
4
5
6
4
4
4
1
4
3
5
5
4
23
7
20
7
94
3
4
4
6
4
4
4
4
4
6
5
5
4
5
4
4
4
4
7
4
4
6
4
5
4
4
4
7
4
19
5
95
3
4
4
5
4
7
4
4
4
5
7
4
4
4
5
5
4
4
6
4
4
6
4
7
4
4
4
16
5
1
5
96
3
6
5
3
5
5
4
7
6
6
7
6
7
5
5
6
4
4
4
6
5
4
5
4
6
7
5
23
5
19
7
97
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
2
4
1
4
1
4
4
2
3
1
4
7
4
4
4
4
3
11
1
16
1
98
3
4
3
4
5
3
5
6
3
5
6
5
4
6
3
4
2
3
5
3
5
6
3
5
5
5
6
14
6
19
6
99
3
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
7
5
4
5
100
3
7
6
6
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
6
6
7
7
7
7
13
7
19
7
101
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
5
5
4
6
4
4
4
13
4
23
4
102
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
11
4
20
4
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
103
3
5
5
5
6
5
6
6
6
7
6
5
5
5
6
6
5
5
6
6
6
4
5
6
6
4
5
11
6
16
6
104
3
6
5
5
5
5
5
5
6
6
7
4
6
3
4
6
3
3
3
3
5
2
5
4
6
7
7
13
7
19
7
105
3
6
5
6
6
6
6
6
7
7
6
6
6
6
6
6
6
7
7
6
6
6
6
6
7
7
6
23
6
2
7
106
3
1
2
3
7
4
1
1
5
4
5
4
4
4
1
1
3
3
3
1
4
1
1
4
4
3
1
11
1
23
7
107
3
5
4
2
4
5
6
4
6
7
7
5
5
7
5
6
3
7
3
6
5
1
4
6
7
6
5
7
7
19
7
108
3
4
5
7
5
4
4
4
4
5
6
6
5
5
5
4
5
4
4
5
5
5
5
5
5
5
6
14
6
21
4
109
3
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
5
6
7
7
3
7
7
7
6
7
7
7
5
11
7
19
7
110
3
5
4
4
5
4
4
4
4
6
6
5
5
5
7
4
4
5
5
4
4
6
6
6
4
4
5
14
5
16
7
111
3
5
5
5
5
5
5
5
5
6
6
5
5
4
5
5
5
5
6
5
5
4
4
6
5
5
5
14
5
19
6
112
3
7
7
6
7
7
7
7
7
7
7
7
6
6
7
6
6
6
6
5
5
4
3
3
3
3
5
14
5
16
7
113
3
4
4
6
5
4
4
4
2
6
6
4
4
4
4
4
4
5
7
4
3
6
3
7
3
5
4
7
5
1
6
114
3
5
4
4
5
5
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
5
23
5
25
4
115
3
4
4
7
5
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
6
4
6
4
5
4
4
4
13
4
19
4
116
3
5
5
3
5
5
5
3
3
6
3
4
6
3
4
4
3
3
3
2
5
2
6
6
6
5
5
23
5
19
3
117
3
4
4
2
4
4
4
4
3
7
7
4
4
4
4
4
4
4
2
4
4
1
4
3
6
4
4
11
4
19
7
118
3
5
5
5
5
5
4
4
4
5
7
4
4
4
4
4
4
4
6
6
4
5
5
5
5
5
5
11
6
13
5
119
3
4
4
4
4
4
4
5
4
5
4
4
4
4
4
4
5
4
4
4
4
4
4
6
4
4
4
16
4
10
4
120
3
3
3
5
4
5
4
4
5
4
4
4
3
3
5
4
4
4
7
7
4
6
5
7
5
6
6
14
6
11
7
Universitas Indonesia
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012
LAMPIRAN C MEAN DAN STANDAR DEVIASI EVALUASI TIAP HURUF
HURUF A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
KELOMPOK ETNIS M SD 5,73 1,42 5,27 1,17 4,73 1,41 4,67 1,54 4,73 1,31 4,47 1,61 4,73 1,62 4,9 1,32 5,23 1,38 4,6 1,52 4,97 1,38 4,93 1,46 5,1 1,58 5,03 1,54 4,97 1,45 4,8 1,5 4,83 1,4 5,03 1,24 5,53 1,48 4,7 1,42 4,83 1,32 5,07 1,66 5,23 1,36 4,4 1,71 4,63 1,48 4,87 1,57
KELOMPOK KONTROL M SD 5,53 1,17 4,93 1,23 4,43 1,13 4,7 1,21 4,7 1,26 4,4 1,16 4,57 1,33 4,77 0,97 4,87 1,31 4,73 1,35 4,57 1,59 4,6 1,1 4,87 1,25 4,73 1,23 4,83 1,21 4,57 1,41 4,73 1,36 4,87 1,14 5,53 1,43 4,83 1,42 4,83 1,32 5,27 1,26 5,17 1,05 4,57 1,91 4,9 1,1 4,77 1,5
Apakah Wayan..., Aisha Stephanie Munaf, FPSIKO UI, 2012