UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN DI RSUD KOJA JAKARTA
YENI ISWARI 0906621533
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEPERAWATAN DEPOK, JULI 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
TESIS
ANALISIS FAKTOR RISIKO KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN DI RSUD KOJA JAKARTA
Tesis ini diajukan sebagai satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Keperawatan
YENI ISWARI 0906621533
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN PEMINATAN KEPERAWATAN ANAK DEPOK, JULI 2011
i Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
ABSTRAK
Nama
: Yeni Iswari
Program Studi: Magister Ilmu Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak Judul
: Analisis Faktor-faktor Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan di negara berkembang. Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta 2009, dilaporkan jumlah kasus diare sebesar 164.743 dimana kasus diare 50% terjadi pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kejadian diare. Metode penelitian menggunakan rancangan case control, dengan jumlah sampel 54 untuk kelompok kasus dan 54 untuk kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi (p value= 0,037), dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak (p value= 0,038). Rekomendasi perlunya penelitian lebih lanjut dengan . Kata kunci : faktor risiko, diare, anak usia < 2 tahun.
v Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
ABSTRACT
Name
: Yeni Iswari
Stdy Program
: Master of Nursing Majoring in Pediatric Nursing, Faculty of Nursing University of Indonesia
Title
: Analysis of risk factor for the incidence of diarrhea in children aged under 2 year
Diarrhea disease is a major cause of morbidity and mortality worldwide and in developing countries. Based on the health profile of DKI Jakarta 2009, the reported number of cases of diarrhea of 164,743 where 50% of diarrhea cases occurred in infants. This study aims to identify and explain factors related to the incidence of diarrhea. This research method using case-control design, with sample size 54 for cases group and 54 for control group. Data analysis was performed univariate, bivariate with chi square test. The results showed that risk factors affect has a significant relationship with nutritional status (p value= 0.037), and the habits of mothers wash their hands before providing eating in children (p value= 0.038). Recommendations that further research is another factor that affects anda is associated with diarrhea. Key words: risk factors, diarrhea, children < 2 year.
vi Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yanng Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan segala kebaikannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Analisis Faktor Kejadian Diare pada Anak Usia dibawah 2 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sulit bagi saya untuk menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih kepada : 1. Ibu Dessie wanda,S.Kp, MN selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan dan masukan untuk kesempurnaan proposal ini. 2. Bapak Besral, SKM, MSc selaku pembimbing II yang juga telah memberikan bimbingan, masukan dan arahan selama penyusunan proposal. 3. Ibu Krisna Yetti, S.Kp., M.App.Sc, selaku Ketua Program Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 4. Ibu Dewi Irawaty, M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. 5. Seluruh staf akademik dan non akademik Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia yang telah menyediakan fasilitas dan dukungan demi kelancaran penyusunan proposal ini. 6. Dr. Togi, selaku Direktur RSUD Koja Jakarta yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian di rumah sakit RSUD Koja. 7. Kepala Ruangan Anak beserta staf yang telah membantu pelaksanaan penelitian, 8. Ibu Rusmawati Sitorus,S.Pd.,M.A, selaku Direktur Akademi Keperawatan Harum yang telah memberikan kesempatan dan memberikan motivasi. 9. Seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan doa, kasih sayang, semangat, dukungan yang tidak terbatas selama penyusunan proposal ini 10. Rekan sejawat dosen Akademi Keperawatan Harum yang telah memberikan bantuan dan semangat.
vii Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
11. Sahabat-sahabatku kelas anak Program Pasca Sarjana angkatan 2009 atas dukungan, masukan dan semangatnya.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran selalu kami harapkan, semoga tesis ini dapat bermanfaat untuk pihak-pihak yang membutuhkan.
Depok, Juli 2011
Penulis
viii Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……………………………………………… ……….
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………
iii
ABSTRAK………………………………………………………………….
v
KATA PENGANTAR ……………………………………………………..
vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….
ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….
xi
DAFTAR SKEMA …………………………………………………………
xii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………
1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………
7
1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………….
8
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………….
8
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Diare ………………………………………………….
10
2.2 Karakteristik Anak Balita yang Berhubungan dengan Diare …
26
2.3 Konsep Epidemiologi ……………………………………..........
27
2.4 Peran Perawat dalam Pencegahan Penyakit …………………..
31
2.5 Model Promosi Kesehatan menurut Nola.J.Pender …….
37
2.6 Kerangka Teori ……………………………………………….
46
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep ……………………………………………….
47
3.2 Hipotesis Penelitian …………………………………………….
49
3.3 Definisi Operasional ……………………………………………
49
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Disain Penelitian ………………………………………………...
53
4.2 Populasi dan Sampel …………………………………………….
53
4.3 Tempat Penelitian ……………………………………………….
57
4.4 Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………..
57
ix
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
4.5 Etika Penelitian ………………………………………………….
57
4.6 Alat Pengumpulan Data …………………………………………
59
4.7 Prosedur Pengumpulan Data ………………………………………
61
4.8 Pengolahan dan Analisis Data ……………………………………..
62
4.9 Analisa Data………………………………………………………..
63
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Karakteristik Responden ………………………………..
66
5.2 Hubungan Karakteristik Faktor-faktor Kejadian Diare pada Anak
71
Usia < 2 Tahun……………………………………………………... 5.3 Faktor Dominan Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia < 2
76
Tahun……………………………………………………………….. BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Interpretasi dan Hasil Diskusi……………………………………….
80
6.2 Keterbatasan Penelitian ……………………………………………..
92
6.3 Implikasi Keperawatan ……………………………………………..
92
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan…………………………………………………………….
94
7.2 Saran ………………………………………………………………...
94
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
x
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Derajat Dehidrasi Maurice King …………………………….
15
Tabel 3.1
DefInisi Operasional …………………………………………
50
Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Anak di RSUD Koja ………………….
67
Tabel 5.2
Distribusi Karateristik Anak Berdasarkan Pemberian ASI
68
Eksklusif di RSUD Koja ………………………………………. Tabel 5.3
Distribusi
Frekuensi
Resoponde
Menurut
Karateristik
69
Ibu…………………………………………………………….. Tabel 5.4
Tabel 5.6
Distribusi frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Kuisioner………………………………………. Distribusi Karateristik Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare……………………………………………………………. Hubungan antara karakteristik Anak dengan kejadian diare
71
Tabel 5.7
Hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare……………..
73
Tabel 5.8
Hubungan antara pengahasilan keluarga dengan kejadian diare
75
Tabel 5.9
Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara
76
Tabel 5.10
Langkah pertama regresi logistik Analisis Raktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara………………………………….. Model II: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, Usia Ibu, Pendidikan Ibu dan cuci Tangan Terhadap Faktor Resiko Kejadian Diare Pada Anak Usia < 2 Tahun Di RSUD Koja Jakarta Utara ………………………………………………………………… Perbandingan Odd Ratio (OR) Sebelum dan sesudah variable
77
Tabel 5.5
Tabel 5.11
Tabel 5.12
70 70
78
78
pendidikakan ibu di keluarkan pada responden di RSUD Koja Tabel 5.13
Model Akhir: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, ASI Eksklusif, Pendidikan Ibu dan Cuci Tangan Terhadap Risiko Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun Di RSUD Koja Jakarta…………………………………………………………..
xi Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
79
DAFTAR SKEMA Skema 2.4.1 Health Promotion Nola. J. Pender …………………………
38
Skema 2.4.2 Kerangka Teori Penelitian …………………………………
46
Skema 3.1
48
Kerangka Konsep Penelitian ………………………………
xii Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1
Lembar Penjelasan Penelitian
Lampiran 2
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 3
Kuisioner Penelitian
Lampiran 4
Jadual Kegiatan Penelitian
Lampiran 5
Kisi-kisi Kuesioner
Lampiran 6
Kunci Jawaban Kuisioner Pengetahuan
Lampiran 7
Biodata
xiii Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Anak adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Anak yang sehat merupakan dambaan dari semua orang tua, namun tidak semua anak dengan kondisi sehat. Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa anak-anak dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika gangguan tersebut terjadi pada saluran pencernaan yang mempunyai peranan penting dalam penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk menunjang tumbuh kembang anak. Salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering terjadi pada anak adalah diare. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi cair), dengan/tanpa darah atau lendir (Suraatmaja, 2007). Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 billiun kejadian sakit dan 3-5 juta kematian tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahun. Pada 16,5 juta anak penderita diare tersebut berusia kurang dari 5 tahun dan 400-500 kejadian diare mengakibatkan kematian (Nelson, 2000). Berdasarkan data dari UNICEF di dunia didapatkan bahwa setiap 30 detik, satu balita meninggal akibat diare (Depkes, 2003). Diare masih merupakan masalah kesehatan yang hingga kini masih menjadi penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di Indonesia.Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi (Virdayati, 2002). Saat ini morbiditas diare di Indonesia sebesar 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di ASEAN, Di ASEAN anak-anak balita mengalami rata-rata 3-4 kali
1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
2
kejadian diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).
Menurut data dari World Health Organization (WHO), pada tahun 2003 diare merupakan penyebab kematian nomor tiga didunia pada anak balita umur 5 tahun, dengan PMR (Proportional Mortality Rate) 17 % setelah kematian pada neonatal sebesar 37 % dan Pneumonia sebesar 19%. Pada tahun yang sama, diare di Asia Tenggara juga menempati urutan nomor tiga penyebab kematian pada anak dibawah umur lima tahun dengan PMR sebesar 18%. Selain itu berdasarkan
Survei
Kesehatan
rumah
Tangga
(SKRT)
tahun
2001
menunjukkan bahwa di Indonesia penyakit diare juga merupakan penyebab kematian nomor tiga pada balita di Indonesia dengan PMR sebesar 10% setelah penyakit sistem pernafasan (28%) dan gangguan perinatal (26%). Sementara itu dari hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkenas) tahun 2001 diketahui bahwa penyakit diare adalah penyebab kematian nomor dua pada balita dengan PMR sebesar 13,2% setelah penyakit pernafasan.
Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas) tahun 2002 mendapatkan prevalensi diare balita di perkotaan sebesar 3,3 % dan di pedesaan sebesar 3,2 %, dengan angka kematian diare balita sebesar 23/100.000 penduduk pada lakilaki dan 24/100.000 penduduk pada perempuan, dari data tersebut kita dapat mengukur berapa kerugian yang ditimbulkan apabila pencegahan diare tidak dilakukan dengan semaksimal mungkin dengan mengantisipasi faktor risiko apa yang mempengaruhi terjadinya diare pada balita
Menurut laporan Departemen Kesehatan (2005) di Indonesia setiap anak mengalami diare 1,6–2 kali setahun. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007 menjelaskan bahwa 14 persen balita mengalami diare dalam dua minggu sebelum dilakukan survei, Terjadi peningkatan sebesar 3 persen lebih tinggi dari temuan SDKI 2002-2003 yaitu sebesar 11 persen. Dengan prevalensi diare tertinggi terjadi pada anak umur 6
1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
3
bulan sampai 35 bulan yang diprediksi karena anak mulai aktif bermain dan berisiko terkena infeksi.
Dari profil kesehatan Indonesia dilaporkan bahwa Kejadian Luar biasa (KLB) diare pada balita dari tahun 2006 sampai 2009 mengalami penurunan kasus. Pada tahun 2006 KLB terjadi di 16 provinsi dengan kasus lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun 2005, yaitu 10.980 penderita, dan angka kematian 25,2% (Depkes 2006). Pada tahun 2008 dan 2009, KLB diare terjadi di 15 provinsi dengan jumlah penderita tahun 2008 sebesar 8.443 sedangkan pada tahun 2009 turun menjadi 5.756 orang dengan jumlah kematian pada tahun 2008 sebanyak 209 orang. Keadaan ini meningkat dari tahun 2007 dimana jumlah penderita sebanyak 3.659 orang dengan jumlah kematian 69 orang (Depkes, 2009). Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 164.734 kasus dimana kasus diare 50% terjadi pada balita. Jakarta Utara merupakan wilayah ke dua terbanyak yang menderita diare pada balita yaitu 21.441 kasus (24%) setelah wilayah Jakarta Timur dengan 28.222 kasus (31%) kemudian diikuti dengan Jakarta Barat (19%), Jakarta Selatan (14%) dan Jakarta Pusat 12 % (Profil kesehatan DKI, 2009) Data statistik yang didapatkan dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja dari bulan Januari sampai bulan Desember 2010 didapatkan data bahwa angka kejadian penyakit diare merupakan penyebab kesakitan ke-3 setelah Tifoid dan DBD pada anak balita yang dirawat dirumah sakit, dengan jumlah kasus 543 orang pasien dengan angka insiden anak usia kurang satu tahun sebanyak 232 (42,7%) sedangkan pada anak toddler dan pra sekolah sebesar 311 (57,2 %) pasien . Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak, terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari tahapan
1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
4
tumbuh kembang bayi menurut Sigmund Freud, bayi berada pada fase oral dimana kepuasan anak ada pada daerah mulut, sehingga apapun dimasukan kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah mengalami penyakit infeksi terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak toddler, anak berada pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet training yaitu anak mulai diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang air besar di toilet atau jamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan diarea terbuka seperti digot dan ditanah menyebabkan resiko untuk terjadinya penularan diare. Pada usia toddler anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakitpenyakit infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan. Pada masa ini anak banyak mengalami permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pola makan, Anak biasanya mulai bosan dengan menu makanan yang dimasak di rumah sehingga anak cendrung untuk membeli makanan atau jajanan dari luar rumah yang belum tentu terjamin kebersihannya. Penelitian yang dilakukan oleh Winlar (2002) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak usia 0-2 tahun di kelurahan Turangga menyebutkan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi. Faktor-faktor tersebut adalah status sosial ekonomi yang rendah sebesar 61,54%, kurangnya pengetahuan orang tua tentang cuci tangan yang benar sebesar 54,7%, kebiasaan ibu memberikan berbagai macam makanan selingan/ snack sebesar 53,5% dan kebiasaan buruk pada kehidupan anak sebesar 61,87%.
Selain itu Hira (2002) melakukan penelitian pada 325 anak usia kurang dari 5 tahun, untuk menganalisis faktor kejadian diare pada anak balita di kecamatan Bantimurung Sulawesi Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan terhadap kejadian diare pada balita adalah kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan
makan anak balita, sedangkan
pendidikan kesehatan pada ibu, pekerjaan, kebiasaan mencuci tangan setelah buang air besar dan persiapan air bersih tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita di kecamatan bantimurung.
1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
5
Penelitian lain terkait kejadian diare adalah penelitian yang dilakukan oleh Warouw (2002) yang melakukan penelitian tentang hubungan faktor lingkungan dan sosial ekonomi dengan morbiditas keluhan diare dan ISPA. Dari hasil penelitian tersebut didapatkan gambaran prevalensi keluhan diare di Indonesia sebesar 3,3% dimana tidak ada perbedaan prevalensi diare antara di kota dengan di desa. Dari hasil analisis multivariat diketahui bahwa faktor risiko terjadinya diare yaitu penghuni rumah yang ber alokasi di daerah rawan banjir sebesar 43 kali (95% CI:1,15 – 1,79) berisiko terhadap diare, kondisi fisik rumah yang tidak baik berisiko sebesar 1,23 kali (95%CI:1,03-1,46) terhadap terjadinya diare dan jumlah balita lebih dari satu dalam keluarga berisiko sebesar 0,83 kali (95%CI:0,071-0,98) terhadap terjadinya diare.
Adisasmito (2007), melakukan systematic review terkait faktor diare pada bayi dan balita, yang dilakukan terhadap 18 penelitian akademik di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia pada tahun 2000-2005 yang dilakukan terhadap 3884 (65-500) subyek penelitian. Tujuan penelitian tersebut adalah melihat faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia. Dari hasil penelitian dapat disampaikan bahwa faktor risiko yang sering diteliti adalah faktor lingkungan yaitu sarana air bersih dan jamban. Faktor risiko diare dari faktor ibu yang bermakna adalah pengetahuan, perilaku dan kebersihan ibu sedangkan faktor risiko diare dari faktor anak yaitu status gizi dan pemberian ASI ekslusif. Faktor lingkungan berdasarkan sarana air bersih (SAB) yang lebih banyak diteliti adalah jenis SAB (rerata OR=3,19), risiko pencemaran SAB (rerata OR=7,89), dan sarana jamban (rerata OR=17,25). Dari berbagai penelitian yang dilakukan terhadap faktor-faktor penyebab diare diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab yang paling sering menyebabkan terjadinya diare pada anak adalah faktor sosial ekonomi, pengetahuan dan pemahaman orang tua terhadap diare, perilaku mencuci tangan sebelum memberikan makanan pada anak dan sesudah buang air bersih, lingkungan yang tidak sehat dan ketersediaan air bersih.
1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
6
Banyaknya kasus kejadian diare terutama yang terjadi pada anak usia dibawah 2 tahun hal ini memerlukan perhatian dari semua tenaga kesehatan termasuk perawat. Perawat memegang peranan penting dalam
melakukan usaha
pencegahan terhadap timbulnya penyakit, terutama perawat anak dan komunitas. Ada 3 peranan perawat dalam
pencegahan penyakit yaitu
pencegahan primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary prevention) serta pencegahan tersier (tertiary prevention). Pencegahan primer dapat di lakukan dengan upaya peningkatan kesehatan seperti memberikan pendidikan kesehatan/penyuluhan kesehatan pada masyarakat (Efendi & Makhfudli, 2009). Penyuluhan kesehatan yang diberikan kepada orang tua yang mempunyai anak balita yaitu pencegahan diare pada anak dan faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diare, pentingnya pola hidup sehat, kebersihan diri dan lingkungan yang sehat, selain itu juga dengan meningkatkan daya tahan anak dengan pemberian immunisasi pada balita. Sehingga anak tidak mengalami kejadian berulang. Peran perawat yang dapat dilakukan terkait pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah terjadinya keparahan pada anak yang yang sedang sakit (Efendi & Makhfudli, 2009). Pada anak yang sudah terinfeksi akibat diare, perawat dapat memberikan pengetahuan pada orang tua tentang perawatan anak selama sakit, pemberian cairan yang adekuat sehingga anak dapat terhindar dari berbagai komplikasi yang ditimbulkan seperti dehidrasi, syok bahkan kematian. Sedangkan upaya yang dilakukan dalam pencegahan tersier yaitu dengan usaha pencegahan terhadap anak yang telah sembuh dari sakit sehingga tidak terjadi kekambuhan atau terinfeksi diare kembali sehingga anak kembali dirawat dengan kondisi yang lebih parah melalui pemberian penyuluhan lebih lanjut tentang perawatan dan penatalaksanaan anak yang mengalami diare di rumah serta pemulihan kondisi tubuh anak dengan pemberian gizi yang baik dan seimbang serta pentingnya pola hidup sehat dalam kehidupan sehari-hari.
1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
7
Berdasarkan peran perawat yang telah dibahas, hal yang penting untuk dilakukan adalah mengetahui faktor risiko terhadap kejadian
diare pada
anak, diharapkan dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat kehilangan cairan pada anak sehingga kematian pada anak akibat diare dapat dihindari. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko terjadinya diare pada anak terutama pada anak usia dibawah 2 tahun. 1.2. Rumusan Masalah Di Indonesia penyakit diare masih merupakan penyakit yang sering menyerang pada anak terutama anak dibawah usia dua tahun. Walaupun Angka mortalitas diare menurun namun angka morbiditas diare pada anak masih cukup tinggi. Seriusnya dampak akibat penyakit diare pada anak, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kehilangan cairan yang sering serta terganggunya proses absopsi makanan dan zat nutrien yang dibutuhkan anak untuk pertumbuhan bahkan bisa mengakibatkan kematian pada anak.
Rentannya anak usia balita, terutama usia dibawah 2 tahun terhadap berbagai macam penyakit infeksi terutama untuk penyakit pada saluran pencernaan seperti diare sering dihubungkan karena masih rendahnya daya tahan tubuh anak terhadap berbagai macam infeksi, status gizi buruk pada anak balita dan juga kurangnya kebersihan anak terutama tangan dan kuku.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai faktor penyebab dan risiko timbulnya diare pada anak terutama anak usia balita. Dari beberapa penelitian yang dilakukan ditemukan ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingginya kasus diare pada anak yaitu status sosial ekonomi, perilaku mencuci tangan sebelum memberikan makan dan setelah buang air besar, ketersediaan air bersih dan lingkungan yang tidak sehat. Pertanyaan penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab apa saja yang mempengaruhi kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun ?
1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
8
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun di Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara.
1.3.2. Tujuan Khusus Teridentifikasinya hubungan antara : 1.3.2.1 Faktor anak (usia, jenis kelamin, ASI ekslusif, status gizi, immunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku) dengan risiko kejadian diare 1.3.2.2 Faktor ibu (usia, pendidikan, pengetahuan, kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan risiko kejadian diare 1.3.2.3 Faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga) dengan risiko kejadian diare. 1.3.2.2 Faktor dominan risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat untuk Pelayanan Kesehatan Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan tambahan pengetahuan tentang risiko kejadian diare pada anak. Dalam rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit diperlukannya pelayanan kesehatan dapat berupa penyuluhan kesehatan kepada orang tua selama anak dirawat dirumah sakit tentang pencegahan dan perawatan anak dengan diare. Selain itu hasil dari riset ini berguna sebagai bahan masukan dalam program pencegahan dan pemberantasan diare.
1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
9
1.4.2 Perawat di Rumah Sakit Bagi perawat di rumah sakit adalah pentingnya melakukan pencegahan sekunder selama anak dirawat dirumah sakit yaitu dengan melakukan pemantauan cairan yang adekuat terhadap anak diare sehingga meminimalkan terjadinya dehidrasi dan syok serta penyuluhan kesehatan bagi keluarga dan orang tua dengan anak yang dirawat dengan diare tentang penatalaksanaan dan perawatan anak diare serta upaya pencegahan terjadinya diare pada anak.
1.4.3 Bagi ilmu keperawatan Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dalam bidang keperawatan, khususnya pada bidang yang berhubungan terhadap penyakit infeksi yang sering terjadi di masyarakat dalam hal pemberian asuhan keperawatan dan dapat menjadikan ilmu keperawatan di Indonesia semakin berkembang.
1 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
10
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori dan konsep yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti akan diuraikan pada bab ini sebagai landasan dalam melaksanakan penelitian. Adapun uraian tersebut terdiri dari konsep diare, tumbuh kembang dan karakteristik anak dibawah usia 2 tahun yang berhubungan dengan diare, konsep epidemiologi, peran perawat dalam pencegahan penyakit dan teori model promosi kesehatan menurut Nola. J. Pender. 2.1.KONSEP DIARE 2.1.1 Pengertian Diare didefinisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung dan usus halus yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz, 2009). Juffrie dkk ( 2010) menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu.
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume cairan, dan frekuensi dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebih dari 3x/ hari (Hidayat, 2008). Diare merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selain dari frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dari biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009).
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
11
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3 kali per hari pada bayi dan lebih dari 6 kali pada anak, yang disertai dengan perubahan konsistensi tinja menjadi encer.
2.1.2 Klasifikasi Diare Ada dua jenis diare menurut Suraatmaja (2002) yaitu diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat sedangkan diare kronik adalah diare yang berkelanjutan sampai 2 minggu atau lebih dengan kehilangan berat badan atau berat bada tidak bertambah (failure to thrive) selama masa diare tersebut. Diare kronik dibagi menjadi beberapa jenis yaitu diare persisten yaitu diare yang disebabkan oleh infeksi. Protracted diare yaitu diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu dengan tinja cair dan frekuensi 4 x atau lebih perhari. Diare Intraktabel adalah diare yang timbul berulang kali dalam waktu singkat ( misalnya 1-3 bulan). Prolonged diare adalah diare yang berlangsung lebih dari 7 hari. Cronic non specific diarrhea adalah diare yang berlangsung lebih dari 3 minggu tetapi tidak disertai gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda infeksi maupun malabsorsi.
2.1.2 Etiologi Etiologi diare akut dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu faktor infeksi yang dibagi menjadi infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi yang terjadi pada saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama diare pada anak, meliputi: infeksi bakteri, virus, parasit, protozoa dan jamur. Bakteri yang sering menjadi penyebab
diare
adalah
Vibrio,
E.Coli,
Salmonella,
Shigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas, infeksi virus disebabkan oleh Enteroovirus, Adenovirus, Rotarovirus, Astrovirus dan infeksi parasit disebabkan oleh cacing Ascaris, Trichiuris, Oxyuris, Strongyloides,
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
12
Protozoa disebabkan oleh Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Ttrichomonas hominis, dan jamur yaitu Candida albicans.
Sementara itu infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), tonsilitis, bronkopneumonia dan ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
Etiologi berikutnya adalah faktor malabsopsi. Malabsopsi yang bisa terjadi yaitu terhadap karbohidrat: disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah laktosa. Malabsopsi lemak dan protein juga merupakan penyebab timbulnya diare.
Selain infeksi virus, bakteri, jamur dan malabsopsi faktor makanan seperti makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan dan juga faktor psikologis
seperti ketakutan dan kecemasan juga berkonstribusi
terhadap timbulnya diare, walaupun jarang dapat menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih besar.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare yaitu pertama terjadinya gangguan osmotik dimana terjadinya peningkatan tekanan osmotik dalam rongga usus akibat makanan yang tidak dapat dapat diserap sehingga mengakibatkan terjadinya pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus yang merangsang terjadinya diare. Kedua yaitu gangguan sekresi yang terjadi akibat toksin yang berada di dinding usus, sehingga terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit melalui saluran pencernaan. Ketiga yaitu gangguan mortalitas usus yang mengakibatkan terjadinya hiperperistaltik dan hipoperistaltik.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
13
Sedangkan etiologi pada diare kronik sangat komplek dan merupakan gabungan faktor yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Menurut WHO ada beberapa faktor penyebab diare kronik yaitu adanya infeksi bakteri dan parasit yang sudah resisten terhadap antibiotika/anti parasit, disertai overgrowth bakteri non-patogen seperti pseudomonas, klebssiella, streptokok, stafilokok. Kerusakan pada epitel usus pada awalnya akan terjadinya kekurangan enzim laktase dan
protase
yang
mengakibatkan
terjadinya
maldigesti
dan
malabsorpsi karbohidrat dan protein, dan pada tahap lanjut setelah terjadi KEP yang menyebabkan terjadi atropi mukosa lambung, usus halus disertai penumpukan villi serta kerusakan hepar dan pankreas. Gangguan imunologis yang terjadi pada anak akan berdampak penurunan pada sistem pertahanan tubuh anak terhadap bakteri, virus, parasit dan jamur yang masuk kedalam usus yang berkembang dengan cepat, dengan akibat lanjut menjadi diare persisten dan malabsorpsi makanan yang lebih berat. Faktor lain yang juga menjadi penyebab diare kronik yaitu penangan diare yang tidak efektif, penghentian pemberian
ASI
dan
makanan
serta
pemberian
obat-obatan
antimotalitas (Suraatmaja, 2009).
2.1.3 Mekanisme Terjadinya Diare Proses terjadinya gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri atau akan menyebabkan sistim transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
14
Faktor malabsorbsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehinga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi gastroenteritis. Ketiga, faktor makanan dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik sehingga terjadi peningkatan dan penurunan peristalistik yang mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian menyebabkan gastroenteritis (Hidayat, 2008. )
2.1.4 Gejala Diare Menurut Ngastiah (2005) Pada mulanya bayi/anak menjadi cengeng, kemudian suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbulah diare. Tinja makin cair, mungkin bercampur lendir dan darah, warna tinja makin lama makin berubah kehijauhijauan karena bercampur dengan empedu. Karena anak sering defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi makin asam akibat banyaknya asam laktat yang terjadi
dari
pemecahan laktosa yang tidak dapat diabsopsi oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
Bila anak telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala dehidrasi. Berat badan menurun, turgor kulit berkurang, dan ubunubun besar menjadi cekung (pada bayi), turgor kulit berkurang, selaput lendir pada bibir, mulut serta kulit tampak kering dan terjadi keram abdomen (Suraatmaja, 2009)
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
15
2.1.5 Derajat Dehidrasi Menurut Suraatmaja (2009) derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan 2.1.6.2 Kehilangan berat badan Pada dehidrasi ringan terjadi penurunan berat badan sebesar 2,5 sampai 5 %, pada dehidrasi sedang terjadi penurunan berat badan 5 sampai 10% sedangkan pada dehidrasi berat terjadi penurunan berat badan > 10%.
2.1.6.2 Skor Maurice King Tabel 2.1 Derajat dehidrasi menurut Maurice King Bagian tubuh yang diperiksa Keadaan umum
Nilai untuk gejala yang ditemukan 0 sehat
1
2
Gelisah, cengeng,
Mengigau,
apatis, ngantuk
koma/syok
Elastisitas kulit
Normal
Sedikit kurang
Sangat kurang
Mata
Normal
Sedikit kurang
Sangat cekung
Ubun-ubun
Normal
Sedikit kurang
Sangat cekung
Normal
Kering
Kering &
besar Mulut
sianosis Denyut
Kuat>120
Sedang (120-140) Kering &
nadi/mnt
sianosis , >140
Untuk menentukan elastisitas kulit, kulit perut “dicubit” selama 30-60 detik, kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu 2 sampai 5 detik menandakan anak mengalami dehidrasi ringan, 5 sampai 10 detik anak mengalami dehidrasi sedang dan bila terjadi dehidrasi tinggi turgor kulit kembali lebih dari 10 detik. Berdasarkan skor yang ditemukan pada penderita, dapat ditentukan derajat dehidrasinya yaitu dehidrasi ringan
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
16
(skor 0 sampai 2), dehidrasi sedang (3 sampai 6), dehidrasi berat (skor >7). 2.1.6.3 Berdasarkan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Yang termasuk dalam kategori dehidrasi berat adalah terdapatnya tanda-tanda letargis atau anak tidak sadar, mata cekung, anak tidak bisa minum atau malas minum serta cubitan
perut
kembalinya
sangat
lambat.
Dehidrasi
ringan/sedang terjadi apabila terdapat dua atau lebih dari tanda-tanda berikut anak menjadi gelisah dan rewel/marah, mata cekung, haus. Minum dengan lahap, cubitan kulit perut kembalinya lambat.
2.1.7 Komplikasi Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi sebagian kecil mengalami komplikasi dari dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan yang diberikan. Adapun komplikasi yang dapat terjadi yaitu hiponatremia dapat terjadi pada penderita diare yang minum cairan sedikit/ tidak mengandung natrium. Penderita gizi buruk mempunyai kecendrungan mengalami hiponatremia. Sedangkan hipernatremia sering terjadi pada bayi baru lahir sampai usia 1 tahun (khususnya bayi berumur kurang dari 6 bulan). Biasanya terjadi pada diare yang disertai muntah dengan intake cairan/makanan kurang, atau cairan yang di minum mengandung terlalu banyak natrium.
Hipokalsemia terjadi jika penggantian kalium selama dehidrasi tidak cukup, akan terjadi kekurangan kalium yang ditandai dengan kelemahan pada tungkai, ileus, kerusakan pada ginjal dan aritmia jantung. Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai dengan pernafasan yang dalam dan cepat.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
17
Ileus paralitik merupakan komplikasi yang penting dan sering berakibat fatal, terutama pada anak kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas yang ditandai dengan distensi abdomen, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada.
2.1.8 Penatalaksanaan Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare pada anak balita baik yang dirawat di rumah sakit maupun dirawat dirumah, yaitu : 2.1.8.1 Pemberian cairan atau rehidrasi Pada klien diare yang harus diperhatikan adalah terjadinya kekurangan cairan atau dehidrasi. Oleh sebab itu, pemantauan derajat dehidrasi dan keadaan umum pada pasien sangatlah penting. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan Na, HCO, K dan Glukosa, untuk gastroenteritis akut diatas umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan, atau sedang kadar natrium 5060 Meq/l dapat dibuat sendiri (mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan garam. Hal tersebut diatas adalah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawah ke rumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. Untuk pemberian cairan parenteral jumlah yang akan diberikan tergantung dari berat badan atau ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat badannya (Juffrie, 2011).
2.1.8.2 Pemberian Zinc Zinc diberikan untuk mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir karena memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah membuktikannya. Penggunaan zinc dalam pengobatan diare
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
18
akut didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan absopsi air dan elektrolit oleh usus halus ,meningkatkan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dari usus (Juffrie, 2011).
Menurut Depkes (2008) dari penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa zinc mempunyai efek protektif terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak 11% dan menurut hasil pilot studi menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat hasil guna sebesar 67%. Zinc diberikan selama 10 -14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk anak yang lebih besar, Zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit (Juffrie, 2011).
2.1.8.3 Pengobatan dietetik dan pemberian ASI Pengobatan dietetik adalah dengan pemberian makanan dan minuman khusus pada klien dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan adalah untuk anak dibawah satu tahun dengan berat badan kurang dari 7 Kg, jenis makanan yang diberikan adalah memberikan asi dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh misalnya LLM, makanan setengah padat (bubur, makanan padat Nasi Tim). Memberikan bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang bersih.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
19
Prinsip pengobatan dietetik yaitu B – E – S – E singkatan dari Oralit, Breast Feeding, Early Feeding, Stimulaneously with Education (Suraatmaja, 2009).
2.1.8.4 Pengobatan Kausal Pengobatan yang tepat terhadap kausa diare diberikan setelah di ketahui penyebab pasti. Jika kausa diare penyakit parental, diberikan antibiotika sistemik. Jika tidak terdapat infeksi parental,
antibiotik
baru
boleh
diberikan
kalau
pada
pemeriksaan laboratorium ditemukan bakteri patogen.
2.1.8.5 Pengobatan Simtomatik Pemberian obat anti diare bertujuan untuk menghentikan diare secara cepat seperti antispasmodik.
2.1.9. Pencegahan Diare Menurut Juffie (2010), upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah penyebaran kuman pathogen penyebab diare. Kuman-kuman pathogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran. Adapun upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan, penggunaan jamban yang bersih dan hiegienis oleh seluruh anggota
keluarga,
membuang
tinja
bayi
yang
benar
dan
memperbaiki daya tahan tubuh penjamu.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain dengan memberi ASI paling tidak sampai usia 2 tahun, meningkatkan nilai
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
20
gizi makanan pendamping ASI badan memberi makanan dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak, pemberian imunisasi campak.
Sedangkan menurut Suraatmaja (2007) ada tujuh intervensi pencegahan diare yang efektif yaitu dengan pemberian ASI, memperbaiki asupan makanan sapihan, menggunakan air bersih yang cukup banyak, mencuci tangan, menggunakan jamban keluarga, cara membuang tinja yang baik dan benar serta pemberian immunisasi campak, pada balita, 1 sampai 7 % kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cendrung menjadi kronis) karena
adanya kelainan pada epitel usus.
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai 90 % bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40 sampai 60% kasus campak, 0,6 sampai 3,8% kejadian diare dan 6 sampai 25% kematian karena diare pada balita.
2.1.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare Banyak faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya diare pada bayi dan balita. Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal–oral yaitu melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung dengan tangan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field). Adapun faktor resiko terjadinya diare yaitu : 2.1.10.1 Faktor Anak Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang paling banyak menderita diare, kerentanan kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status imunisasi campak.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
21
a. Faktor umur Sebagian besar diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 sampai 11 bulan, pada saat diberikan makanan pendamping ASI (Juffrie, 2011). Hal ini dikarenakan belum terbentuknya kekebalan alami dari anak usia dibawah
satu
kombinasi
tahun.
efek
Pola
penurunan
ini
menggambarkan
kadar
antibodi
ibu,
kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau binatang pada saat bayi mulai dapat merangkak (Depkes, 1999). Dari
hasil
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Sinthamurniwaty (2005) terhadap faktor-faktor risiko kejadian diare akut di Semarang menyatakan bahwa kelompok umur yang paling banyak menderita diare adalah umur < 24 bulan yaitu sebesar 58,68 %, kemudian 24-36 bulan sebesar 24,65 %, sedangkan paling sedikit umur 37- 60 bulan 16,67 %.
b. Jenis Kelamin Anak Dari beberapa penelitian yang dilakukan bahwa terdapat perbedaan jumlah kasus anak laki-laki dan perempuan yang
menderita
diare.
Palupi
(2009)
dalam
penelitiannya tentang status gizi hubungannya dengan kejadian diare pada anak diare, menjelaskan bahwa pasien laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 1,5:1 (dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak perempuan sebesar 40%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
22
perempuan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2, walaupun hingga saat ini belum diketahui penyebab pastinya. Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan pada anak
laki-laki
lebih
aktif
dibandingkan
dengan
perempuan, sehingga mudah terpapar dengan agen penyebab diare.
c.
Status Gizi Status gizi pada anak sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit diare. Pada anak yang menderita kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan asupan makan yang kurang mengakibatkan episode diare akutnya menjadi lebih berat dan mengakibatkan diare yang lebih lama dan sering. Risiko meninggal akibat diare persisten dan atau disentri sangat meningkat bila anak sudah mengalami kurang gizi. Beratnya penyakit, lamanya dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak dengan kurang gizi, apalagi pada yang menderita gizi buruk (Palupi, 2009).
Dari penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) terhadap beberapa penelitian faktor risiko diare di Indonesia didapatkan hasil bahwa status gizi yang buruk merupakan faktor risiko terjadinya diare. Hal ini sejalan
dengan
penelitian
yang
dilakukan
oleh
Sinthamurniwaty (2005) yang menyatakan bahwa balita dengan status gizi rendah mempunyai risiko 4,21 kali terkena diare akut dibanding balita dengan status gizi baik.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
23
d. Status Imunisasi Campak Menurut Suraatmaja (2007), pada balita, 1-7% kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama (susah diobati, cendrung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diare dan disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat pada anak-anak dengan campak atau menderita campak dalam 4 minggu terakhir.
Hal
ini
disebabkan
karena
penurunan
kekebalan pada penderita (Depkes, 1999).
2.1.10.2 Faktor Orang tua Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak dengan
diare
sangatlah
penting.
Faktor
yang
mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan, pengetahuan ibu mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan ibu dan kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan anak dengan diare merupakan penyebab anak terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan pertolongan sehingga beresiko mengalami dehidrasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hermin (1994), ditemukan bahwa kelompok ibu dengan status pendidikan SLTP keatas mempunyai kemungkinan 1,25 kali memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik pada balita dibanding dengan kelompok ibu dengan status pendidikan SD kebawah. Dari penelitian Cholis Bachroen dan Soemantri (1993) diketahui pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap morbiditas anak balita, begitu pula hasil penelitian Sunoto (1990).
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
24
Tingkat pengetahuan ibu, sikap dan perilaku keluarga dalam tatalaksana penderita diare mencegah terjadinya kondisi anak dengan dehidrasi (Sukawana, 2000)
Sementara itu dari hasil survei yang dilakukan oleh SDKI (2007) terhadap pengetahuan ibu tentang diare didapatkan data bahwa pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit lebih rendah pada wanita dengan kelompok umur 15-19 tahun dibandingkan dengan wanita yang lebih tua. Sementara itu pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan pengetahuan ibu tentang pemberian paket oralit.
2.1.10.3 Faktor lingkungan Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek akan mengakibatkan penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat berlangsung sepanjang tahun, terutama pada bayi dan anakanak yang berumur 6 bulan sampai 3 tahun (Depkes, 1999).
Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana sebagian besar penularan melalui faecaloral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air bersih dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan serta perilaku sehat dari keluarga.
2.1.10.4 Hyegine dan Kebersihan diri Perilaku hyegine dan kebersihan ibu dan anak mempunyai pengaruh terhadap pencegahan terjadinya diare pada bayi dan balita, salah satu perilaku hidup bersih yang sering dilakukan adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan pada anak dan juga setelah anak buang air besar (Hira, 2002)
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
25
Banyak penyakit mudah ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau dari tangan ke mulut. Perilaku mencuci tangan mengurangi risiko penularan penyakit pada saluran cerna (tinja) maupun saluran pernafasan. (SDKI, 2007)
Tangan yang kotor dan kuku panjang merupakan sarana berkembang biaknya agen kuman dan bakteri terutama penyebab penyakit diare. Oleh sebab itu pentingnya orang tua memperhatikan kebersihan tangan dan kuku pada anak usia bayi dan balita, dimana pada usia ini anak berada pada tahapan dimana lebih cendrung untuk memasukkan benda atau tangan ke dalam mulut.
2.1.10.5 Sosial ekonomi Status ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga khususnya anak balita sehingga mereka cendrung memiliki status gizi kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan balita mengalami diare. Keluarga dengan status ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga mudah terserang diare. Menurut Adisasmito (2007) ada beberapa hal yang mempengaruhi faktor sosial ekonomi yaitu jumlah balita dalam keluarga, jenis pekerjaan , pendidikan ayah, pendapatan, jumlah anak dalam keluarga dan faktor ekonomi. Dari berbagai faktor yang diteliti faktor ekonomi dan pendapatan keluargalah yang menunjukkan
hubungan
yang
signifikan.
Hal
ini
menunjukkan bahwa rendahnya status ekonomi keluarga merupakan salah satu faktor risiko penyebab terjadinya diare tertutama pada anak bayi dan balita.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
26
2.2. KARAKTERISTIK
DAN
TUMBUH
KEMBANG
ANAK
USIA
DIBAWAH TAHUN Masa balita merupakan tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat penting bagi anak. Banyak permasalahan–permasahan yang dapat terjadi, terutama permasalahan kesehatan. Kondisi ini juga berpengaruh terhadap gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga berdampak terhadap kualitas hidup anak di kemudian hari. Rendahnya daya tahan tubuh anak dan status gizi yang tidak baik merupakan penyebab utama seringnya anak menderita suatu penyakit infeksi, seperti diare, walaupun banyak faktorfaktor yang juga berperan seperti lingkungan yang tidak sehat, sosial ekonomi, pola hidup yang salah dan lain-lain.
Bervariasinya dampak penyakit infeksi pada anak balita dipengaruhi oleh tahapan tumbuh kembang anak atau usia anak. Pada usia 0-1 tahun terjadi perkembangan yang sangat pesat baik pada perkembangan secara fisik, motorik kasar dan halus, perkembangan kognitif, bahasa dan sosialisasi anak. Pada usia ini pertumbuhan dan perkembangan terjadi secara cepat terutama dalam pertumbuhan fisik, pada usia 5 bulan berat badan anak sudah mencapai lima kali lipat berat badan lahir. Sedangkan untuk panjang badan pada usia 1 tahun sudah menjadi satu setengah kali panjang badan lahir. Pertambahan lingkar kepala juga pesat, pada usia 6 bulan pertama pertumbuhan lingkar kepala mencapai 50 %. Oleh karena itu, diperlukan pemberian gizi yang baik yaitu dengan memperhatikan prinsip menu yang seimbang untuk membantu mengoptimalkan tumbuh kembang anak.
Sigmund Freud dalam teori psikoseksual nya menyatakan bahwa anak bayi berada pada tahap oral dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan dan kepuasan dari berbagai pengalaman di daerah mulutnya. Pada tahap ini anak cendrung untuk memasukkan apapun kedalam mulutnya, sehingga anak lebih mudah terkena dan terinfeksi penyakit diare. Hal ini akan lebih diperberat apabila anak juga mengalami gizi buruk dan daya tahan tubuh yang rendah dan juga status immunisasi yang belum lengkap. Dalam
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
27
pemenuhan nutrisi pada masa bayi yg lebih muda (< 6 bulan) anak disarankan hanya dari ASI, sementara itu pada bayi > 6 bulan anak sudah diperkenalkan untuk diberikan makanan tambahan mulai dari makanan cair, semi padat dan padat karena sistem pencernaan pada usia ini sudah mulai berkembang baik untuk mencerna makanan yang diberikan. Selain itu pada usia 5 bulan mulai terjadinya erupsi gigi pertama yang kemudian terus bertambah sesuai dengan pertambahan usia anak.
Secara kognitif menurut Piget anak usia 0-2 tahun berada pada tahap sensori motorik dimana anak sudah mempunyai kemampuan dalam asimilasi dan mengakomodasi informasi dengan cara melihat, mendengar, menyentuh dan aktivitas motorik. Semua gerakan pada masa ini akan diarahkan kemulut dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang dilihat, didengar, disentuh.
Pertumbuhan dan perkembangan pada tahun kedua pada anak akan mengalami beberapa perlambatan dalam pertumbuhan fisik, dimana pada tahun kedua akan mengalami kenaikan berat badan sekitar 1,5–2,5 kg dan panjang badan 6-10 cm, kemudian pertumbuhan otak juga akan mengalami perlambatan yaitu kenaikan lingkar kepala hanya 2 cm, untuk pertumbuhan gigi terdapat pertumbuhan 8 buah gigi susu termasuk gigi gerahaham pertama, dan gigi taring sehingga seluruhnya berjumlah 14-16 buah.
Dalam perkembangan motorik anak sudah mampu melangkah dan berjalan dengan tegak, pada sekitar usia 18 bulan anak mampu menaiki tangga dengan cara satu tangan dipegang dan pada akhir tahun kedua sudah mampu berlari kecil, menendang bola dan mulai melompat. Perkembangan motorik halus mampu menyusun atau membuat menara pada kubus. Kemampuan bahasa pada anak mulai ditunjukkan dengan anak mampu memiliki sepuluh perbendaharaan kata, kemampuan meniru dan mengenal serta responsif terhadap orang lain sangat tinggi, mampu menunjukkan dua gambar, mampu mengkombinasikan kata-kata, mulai mampu menunjukkan anggota badan.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
28
Pada perkembangn adaptasi sosial mulai membantu kegiatan rumah, menyuapi boneka, mulai menggosok gigi serta mencoba memakai baju.
Pada usia 1-2 tahun menurut Freud
anak memasuki tahap anal yang
berlangsung antara usia 1-3 tahun (toddler). Pada fase ini salah satu tugas utamanya adalah latihan kebersihan atau yang disebut dengan “latihan toilet” (toiled trainning). Anak mengalami perasaan nikmat pada saat menahan, maupun pada saat mengeluarkan tinjanya. Sebagian kenikmatan itu berasal dari rasa puas yang bersifat egosentrik, yaitu bahwa ia bisa mengendalikan sendiri fungsi tubuhnya. Bila orang tua tidak membantu anak untuk menyelesaikan tugas latihan dengan baik, maka akan menimbulkan berbagai macam kesulitan tingkah laku anak dalam defekasi termasuk juga dengan kebiasaan anak untuk buang air besar di jamban atau WC, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan di area terbuka seperti di got dan di tanah menyebabkan risiko untuk terjadinya penularan diare. Pada usia ini biasanya terjadi perubahan pada pola makan dimana anak sukar atau kurang mau untuk makan, selera makan berubahubah, cepat bosan dengan menu tertentu. Pada usia ini anak juga mulai belajar untuk makan sendiri karena kemampuan motorik halus anak dalam koordinasi antara mata dan tangan mulai berkembang baik sehingga anak lebih senang untuk makan sendiri, pentingnya orang tua untuk memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak sebelum makan. Kebiasaan mencuci tangan sebelum makan juga sebaiknya diajarkan pada anak, sehingga anak dapat meminimalkan anak untuk terkontaminasi oleh agen-agen penyebab diare (Palupi, 2005).
2.2 KONSEP EPIDEMIOLOGI Konsep penyebab dan proses terjadinya penyakit dalam epidemiologi berkembang dari rantai sebab akibat suatu proses kejadian penyakit yakni proses interaksi antara manusia (Host) dengan berbagai sifatnya (biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis) dengan penyebab (agent) serta dengan lingkungan (Enviroment) (Noor, 2000).
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
29
Menurut John Gordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi tiga komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan (Enviromet). Untuk memprediksi penyakit, model ini menekankan perlunya analis dan pemahaman masing-masing komponen. Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model triangle epidemiologi atau triad epidemilogi dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi sebab peran agent (yakni mikroba) mudah di isolasikan dengan jelas dari lingkungan. Menurut model ini perubahan salah satu komponen akan mengubah keseimbangan interaksi ketiga komponen yang akhirnya berakibat bertambahnya atau berkurangnya penyakit.
Host Agent Environtment
Gambar 2.3.1 Model Segitiga Epidemiologi Pejamu (Host) adalah seseorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit atau sakit tertentu. Faktor penjamu antara lain situasi atau kondisi fisik dan psikososial yang menyebabkan seseorang beresiko menjadi sakit. Hal-hal yang berkaitan dengan terjadinya penyakit pada manusia, antara lain umur, jenis kelamin, ras, kelompok etnik (suku) hubungan keluarga, bentuk anatomis tubuh, fungsi fisiologis atau faal tubuh, status kesehatan, termasuk status gizi, keadaan kuantitas dan respon monitor, kebiasaan hidup dan kehidupan sosial pekerjaan (Subari, 2004). Dalam manusia juga memiliki karakteristik yang sangat berpengaruh
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
30
seperti jenis kelamin (laki-laki dan perempuan), usia (tua, muda, anakanak). Semua itu berpengaruh terhadap timbulnya penyakit. Berbagai faktor internal dan eksternal yang dengan atau tanpanya dapat menyebabkan terjadinya penyakit atau sakit. Agen ini bisa bersifat biologis, kimia, fisik, mekanis atau psikologis (Efendi & Makhfudli, 2009). Menurut Noor (2000) agen terdiri dari biotis dan abiotis, agent biotis merupakan penyebab terjadinya penyakit-penyakit menular yaitu protozoa, metazoa, bakteri (E Coli enteroinvasife), virus, agen abiotis terdiri dari agent nutrisi yaitu karena kekurangan/kelebihan gizi, agen kimia seperti peptisida, logam berat, obat-obatan, agen fisik terdiri dari suhu, kelembaban, panas, radiasi dan kebisingan, gangguan psikologis, stress dan depresi juga dapat mempengaruhi timbulnya penyakit. Lingkungan sangat mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisme. Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan interaksi antara penjamu dengan faktor agen. Lingkungan dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu pertama lingkungan biologis yaitu mikroorganisme penyebab penyakit, reservoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan), vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan binatang sebagai sumber bahan makanan, obat dan lainnya. Kedua lingkungan fisik yang terdiri dari udara, keadaan tanah, geografi, air, zat kimia dan populasi. Ketiga lingkungan sosial adalah semua bentuk kehidupan sosial politik dan sistem organisasi serta institusi yang berlaku bagi setiap individu yang membangun masyarakat tersebut, antara lain sistem ekonomi, bentuk organisasi masyarakat, sistem pelayanan kesehatan, keadaan kepadatan penduduk dan kepadatan rumah serta kebiasaan hidup masyarakat (Subari, 2004).
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
31
2.4 PERAN PERAWAT DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum yakni: pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi 2.3.1 Pencegahan Primer Pencegahan primer penyakit diare dapat ditujukan pada faktor penyebab, lingkungan dan faktor penjamu. Untuk faktor penyebab dilakukan berbagai upaya agar mikroorganisme penyebab diare dihilangkan. Peningkatan air bersih dan sanitasi lingkungan, perbaikan lingkungan biologis dilakukan untuk memodifikasi lingkungan. Untuk meningkatkan daya tahan tubuh dari pejamu maka dapat dilakukan peningkatan status gizi dan pemberian imunisasi. 2.3.1.1 Penyediaan air bersih Air adalah salah satu kebutuhan pokok hidup manusia, bahkan hampir 70% tubuh manusia mengandung air. Air dipakai untuk keperluan makan, minum, mandi, dan pemenuhan kebutuhan yang lain, maka untuk keperluan tersebut WHO menetapkan kebutuhan per orang per hari untuk hidup sehat 60 liter. Selain dari peranan air sebagai kebutuhan pokok manusia (Mubarak & Chayatin, 2009). Selain untuk kebutuhan diatas air dapat juga menjadi sumber penularan penyakit termasuk diare. Air dapat berperan sebagai penyebar mikroba patogen, sarang insekta penyebar penyakit. Untuk mencegah terjadinya diare maka air bersih harus diambil
dari
sumber
yang
terlindungi
atau
tidak
terkontaminasi. Sumber air bersih harus jauh dari kandang ternak dan kakus paling sedikit sepuluh meter dari sumber air. Air harus ditampung dalam wadah yang bersih dan pengambilan air dalam wadah dengan menggunakan gayung
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
32
yang bersih, dan untuk minum air harus di masak. Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil bila dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air besih (Mubarak & Chayatin, 2009).
2.3.1.2 Tempat pembuangan tinja Pembuangan tinja merupakan bagian yang penting dari kesehatan lingkungan. Pembuangan tinja yang tidak tepat dapat berpengaruh langsung terhadap insiden penyakit tertentu yang penularannya melalui tinja antara lain penyakit diare.
Keluarga yang tidak memiliki jamban harus membuat dan keluarga harus membuang air besar di jamban. Jamban harus dijaga dengan mencucinya secara teratur. Jika tak ada jamban, maka anggota keluarga harus membuang air besar jauh dari rumah, jalan dan daerah anak bermain dan paling kurang sepuluh meter dari sumber air bersih (Andrianto, 1995). Untuk mencegah kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik. Suatu jamban memenuhi syarat kesehatan apabila memenuhi syarat kesehatan: tidak mengotori permukaan tanah, tidak mengotori air permukaan, tidak dapat di jangkau oleh serangga, tidak menimbulkan bau, mudah digunakan dan dipelihara, dan murah (Notoatmodjo, 1996).
Menurut hasil penelitian Irianto (2004), anak balita yang berasal dari keluarga yang menggunakan jamban (kakus) yang dilengkapi dengan tangki septik, prevalensi diare 7,4% terjadi di kota dan 7,2% di desa. Sedangkan keluarga yang menggunakan kakus tanpa tangki septik 12,1% diare terjadi di kota dan 8,9 % di desa. Kejadian diare tertinggi terdapat pada
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
33
keluarga
yang
mempergunakan
sungai
sebagi
tempat
pembuangan tinja, yaitu, 17,0% di kota dan 12,7% di desa.
Sintamurniwaty (2006) dalam
penelitiannya menjelaskan
bahwa yang tidak mempunyai jamban keluarga berisiko 2,09 kali lebih besar untuk terkena diare dari pada balita yang mempunyai jamban keluarga.
2.3.1.3 Status gizi Status gizi didefinisikan sebagai keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Penilaian status gizi dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai metode, yang tergantung dan tingkat kekurangan gizi. Menurut Palupi (2005) metode penilaian tersebut adalah konsumsi makanan, pemeriksaan laboratorium, pengukuran antropometri dan pemeriksaan klinis. Metode-metode ini dapat digunakan
secara
tunggal
atau
kombinasikan
untuk
mendapatkan hasil yang lebih efektif.
Makin buruk gizi seseorang anak, ternyata makin banyak episode diare yang dialami. Mortalitas bayi dinegara yang jarang terdapat malnutrisi protein energi (KEP) umumnya kecil. Pada anak dengan malnutrisi, kelenjar timusnya akan mengecil dan kekebalan sel-sel menjadi terbatas sekali sehingga
kemampuan
untuk
mengadakan
kekebalan
nonspesifik terhadap kelompok organisme berkurang. Risiko menderita diare pada balita yang mempunyai status gizi kurang adalah 2,54 kali lebih besar dibanding pada anak yang memiliki status gizi cukup (sintamurniwaty, 2006).
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
34
2.3.1.4 Pemberian Air Susu Ibu (ASI) . ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan. Untuk menyusui dengan aman dan nyaman ibu jangan memberikan cairan tambahan seperti air, air gula atau susu formula terutama pada awal kehidupan anak. Memberikan ASI segera setelah bayi lahir, serta berikan ASI sesuai kebutuhan.
ASI
mempunyai
khasiat
preventif
secara
imunologik dengan adanya antibodi dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare, pemberian ASI kepada bayi yang baru lahir secara penuh mempunyai daya lindung empat kali lebih besar terhadap diare dari pada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Pada bayi yang tidak diberi ASI pada enam bulan pertama kehidupannya, risiko menderita diare adalah 30 kali lebih besar dibanding dengan bayi yang tidak diberi ASI (Depkes, 2000).
Pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai berusia 4-6 bulan, akan memberikan kekebalan kepada bayi terhadap berbagai macam penyakit karena ASI adalah cairan yang mengandung zat kekebalan tubuh yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi bakteri, virus, jamur dan parasit. Oleh karena itu, dengan adanya zat anti infeksi dari ASI, maka bayi dengan ASI eksklusif dapat terlindung dari penyakit diare (Utami Roesli, 2001). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh
Kamila
(2005)
dalam
penelitiannya
menjelaskan bahwa bayi yang tidak mendapatkan ASI eksklusif lebih berisiko terhadap penyakit diare dibandingkan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
35
2.3.1.5 Kebiasaan mencuci tangan Diare merupakan salah satu penyakit yang penularannya berkaitan dengan penerapan perilaku hidup sehat. Sebahagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur oral. Kuman-kuman tersebut ditularkan dengan perantara air atau
bahan
yang
tercemar
tinja
yang
mengandung
mikroorganisme patogen dengan melalui air minum. Pada penularan seperti ini, tangan memegang peranan penting, karena lewat tangan yang tidak bersih makanan atau minuman tercemar kuman penyakit masuk ke tubuh manusia.
Pemutusan rantai penularan penyakit seperti ini sangat berhubungan
dengan
penyediaan
fasilitas
yang
dapat
menghalangi pencemaran sumber perantara oleh tinja serta menghalangi masuknya sumber perantara tersebut kedalam tubuh melalui mulut. Kebiasaan mencuci tangan pakai sabun adalah perilaku amat penting bagi upaya mencegah diare terutama setelah membersihkan tinja anak dan sebelum memberi makan anak dan sebelum menyiapkan makanan.
Adanya hubungan kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare dikemukakan juga oleh Sintamurniwaty (2006), yang menjelaskan bahwa orang tua yang tidak mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, mempunyai risiko lebih besar terkena diare.
2.3.1.6 Imunisasi Diare sering timbul menyertai penyakit campak, sehingga pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare. Anak harus diimunisasi terhadap penyakit campak secepat mungkin setelah usia sembilan bulan.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
36
Diperkirakan imunisasi campak yang mencakup 45 sampai 90% bayi berumur 9 sampai 11 bulan dapat mencegah 40 sampai 60% kasus campak. 0,6 sampai 3,8% kejadian diare dan 6 sampai 25% kematian karena diare pada balita (Suraatmaja, 2007).
2.3.2. Pencegahan Sekunder Pencegahan tingkat kedua ini ditujukan kepada si anak yang telah menderita diare atau yang terancam akan menderita yaitu dengan menentukan diagnosa dini dan pengobatan yang cepat dan tepat, serta untuk mencegah terjadinya akibat samping dan komplikasi. Prinsip pengobatan diare adalah mencegah dehidrasi dengan pemberian oralit (rehidrasi) dan mengatasi penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh banyak faktor seperti salah makan, bakteri, parasit, sampai radang. Pengobatan yang diberikan harus disesuaikan dengan klinis pasien. Obat diare dibagi menjadi tiga, yaitu kemoterapeutika yang memberantas penyebab diare seperti bakteri atau parasit, obstipansia untuk menghilangkan gejala diare dan spasmolitik yang membantu menghilangkan kejang perut yang tidak menyenangkan.
2.3.3 Pencegahan Tertier Pencegahan tingkat ketiga adalah penderita diare jangan sampai mengalami kecacatan dan kematian akibat dehidrasi. Jadi pada tahap ini penderita diare diusahakan pengembalian fungsi fisik, psikologis semaksimal mungkin. Pada tingkat ini juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyakit diare. Usaha yang dapat dilakukan yaitu dengan terus mengkonsumsi makanan bergizi dan menjaga keseimbangan cairan. Rehabilitasi juga dilakukan terhadap mental penderita dengan tetap memberikan kesempatan dan ikut memberikan dukungan secara mental kepada anak. Anak yang menderita diare selain diperhatikan kebutuhan fisik
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
37
juga kebutuhan psikologis harus dipenuhi dan kebutuhan sosial dalam berinteraksi
atau
bermain
dalam
pergaulan
dengan
teman
sepermainan.
2.5 MODEL PROMOSI KESEHATAN MENURUT NOLA J. PENDER Banyak model-model perilaku kesehatan yang bertujuan dalam peningkatan kesehatan di masyarakat. Salah satu model perilaku kesehatan adalah Model Promosi Kesehatan (Health Promotion) menurut Pender. Konsep ini juga mirip dengan kerangka model keyakinan kesehatan atau Health Belief Model. Konsep promosi kesehatan menurut Pender tidak hanya menjelaskan perilaku pencegahan penyakit tetapi juga mencakup perilaku lainnya untuk meningkatkan kesehatan dan mengaplikasikannya sepanjang daur kehidupan (Pender, 2002). Pengertian Promosi Kesehatan adalah suatu cara untuk menggambarkan interaksi manusia dengan lingkungan fisik dan interpersonalnya dalam berbagai dimensi. Model ini mengintegrasikan teori nilai harapan (Expectancy-value) dan teori kognitif sosial (Sosial Cognitif Theory) dalam perspektif keperawatan manusia dilihat sebagai fungsi yang holistik.
Pada tahun 1996 Pender melakukan revisi terhadap konsep health promotion modelnya setelah dilakukan analisis dan studi riset terhadap HPM. Dalam revisinya Pender menambahkan tiga variable baru yang mempengaruhi individu untuk berpartisipasi dalam perilaku peningkatan kesehatan, yaitu sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related affect), komitmen terhadap perencanaan kegiatan (Commitment to of action) serta kebutuhan untuk berkompetisi dan memilih (Immediate competing demand and preferences). Health Promotion Model (HPM) yang telah direvisi berfokus pada 10 kategori faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan. Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
38 KARAKTERISTIK DAN
PERILAKU SPESIFIK
PENGALAMAN INDIVIDU
PENGETAHUAN & SIKAP
PERILAKU YANG DIHARAPKAN
Manfaat Tindakan
Kebutuhan untuk berkompetisi (control diri rendah) & memilih (kontrol diri tinggi)
Hambatan yang dirasakan Perilaku Sebelumnya Kemajuan diri
Sikap yang berhubungan dengan aktivitas
Faktor Personal: ¾ Biologis ¾ Psikologikal ¾ Sosio-kultural
Komitmen terhadap rencana tindakan
Prilaku promosi kesehatan
Pengaruh Interpesonal: Keluarga,teman sebaya ,pelayanan kesehatan, norma-norma, dukungan sosial, model Pengaruh Situasional : ¾ Persepsi terhadap pilihan yang ada ¾ Karakteristik kebutuhan ¾ Ciri-ciri estetik lingkungan
Skema 2.4.1. Health Promotion Model. Sumber : Tomey & Alligood (2006)
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
39
Health Promotion Model yang telah direvisi berfokus pada 10 kategori faktor yang menentukan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan. Model ini mengidentifikasi konsep yang relevan terhadap tingkah laku peningkatan kesehatan (Pender,2002). Adapun konsep utamanya terdiri: 1. Perilaku sebelumnya (Prior related behavior). Perilaku sebelumnya mempunyai pengaruh langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, adapun pengaruh langsung dari perilaku tersebut secara otomatis sementara itu pengaruh tidak langsung adalah melalui persepsi pada self efficacy, manfaat, hambatan dan pengaruh aktivitas yang muncul dari perilaku tersebut.
2. Faktor personal (Personal factor) yang terdiri dari Personal biological faktor, meliputi beberapa variabel seperti usia, jenis kelamin, indek masa tubuh, status pubertas, status menopause, kekuatan dan keseimbangan. Personal psychological factor yang terdiri dari harga diri, motivasi diri, kompetensi pribadi, persepsi status kesehatan dan definisi kesehatan. Personal sosiocultural factor terdiri dari ras, etnik, akulturasi, pendidikan, status sosial ekonomi. 3. Persepsi terhadap manfaat tindakan (Perceived benefits of action). Kesadaran akan manfaat tindakan merupakan hasil positif yang diharapkan yang akan diperoleh dari perilaku sehat. 4. Hambatan yang dirasakan (Perceived barrier to action). Kesadaran akan hambatan tindakan di antisipasi, dibayangkan atau dibentuk riil dan biaya pribadi diperhitungkan untuk melakukan tindakan. Dalam hubungannya dengan perilaku promosi kesehatan, hambatanhambatan ini dapat berupa imaginasi maupun nyata. Hambatan ini terdiri
atas
persepsi
mengenai
ketidaktersediaan,
tidak
menyenangkan, biaya, kesulitan atau penggunaan waktu untuk tindakan-tindakan khusus. Hambatan tinggi maka tindakan ini tidak
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
40
mungkin terjadi. Jika kesiapan untuk bertindak tinggi dan hambatan rendah mungkin untuk melakukan tindakan lebih besar. 5. Kemampuan
Diri
(Perceived
slf-efficacy).
Kesadaran
akan
kemampuan diri merupkan penilaian kapabilitas diri untuk mengorganisasi perilaku promosi kesehatan. Kesadaran akan kemampuan
diri
mempengaruhi
kesadaran
akan
adanya
hambatan/tantangan untuk melakukan tindakan. Kemampuan diri (self efficacy) dipengaruhi oleh aktivitas yang berhubungan dengan dampak makin positif dampaknya makin besar pula persepsi efficacynya, sebaliknya self efficacy mempengaruhi hambatan tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi terhadap hambatan tindakan, dimana efficacy yang tinggi akan mengurangi persepsi terhadap hambatan untuk melaksanakan perilaku yang ditargetkan. Self efficacy memotivasi perilaku promosi kesehatan secara langsung dengan harapan efficacy dan secara tidak langsung dengan mempengaruhi hambatan dan komitmen dalam merencanakan tindakan.
6. Afek sikap yang berhubungan dengan aktivitas (Activity-related affect). Pengaruh berdasarkan aktivitas mendeskripsikan perasaan positif dan negatif sebelum, selama dan perilaku selanjutnya yang berdasarkan pada stimulus perilaku itu sendiri. Pengaruh berdasarkan aktivitas mempengaruhi kesadaran akan kemampuan diri. Perasaan subjektif sebelum, saat dan setelah suatu respon afektif ini dapat ringan, sedang atau kuat dan secara sadar ditandai, disimpan di dalam memori dan dihubungkan dengan pikiran-pikiran perilaku selanjutnya. Respon-respon afektif terhadap perilaku khusus terdiri atas 3 komponen yaitu emosional yang muncul terhadap tindakan itu sendiri (Activity-related), menindak diri sendiri (self-related), atau lingkungan dimana tindakan itu terjadi (context-related). Perasaan yang dihasilkan kemungkinan akan mempengaruhi apakah individu akan mengulang perilaku itu lagi atau mempertahankan perilaku
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
41
lamanya. Perasaan yang tergantung pada perilaku ini telah diteliti sebagai determinan perilaku kesehatan pada penelitian terakhir. Afek yang berhubungan dengan perilaku mencerminkan reaksi emosional langsung terhadap pemikiran tentang perilaku tersebut, yang bisa positif atau negatif, apakah perilaku tersebut, yang bisa positif atau negatif, apakah perilaku tersebut menggembirakan, menyenangkan, dapat dinikmati, membingungkan, atau tidak menyenangkan. Perilaku yang berhubungan dengan afek positif kemungkinan akan diulang dan yang negatif kemungkinan akan dihindari. Beberapa perilaku, bisa menimbulkan perasaan positif dan negatif. Dengan demikian, keseimbangan relatif diantara afek positif dan negatif sebelum, saat dan setelah perilaku tersebut merupakan hal yang penting untuk diketahui.
7. Pengaruh individu (Interpesonal influences), pengaruh interpersonal adalah kesadaran mengenai perilaku, kepercayaan atau pun sikap terhadap orang lain. Kesadaran ini bisa atau tidak bisa sesuai dengan kenyataan. Sumber utama pengaruh interpersonal pada perilaku promosi kesehatan adalah keluarga (orang tua dan saudara kandung), teman, dan petugas perawatan kesehatan. Pengaruh interpersonal meliputi norma (harapan dari orang-orang yang berarti), dukungan sosial (dorongan instrumental dan emosional) dan modeling (pembelajaran melalui mengobservasi perilaku khusus seseorang). Tiga proses interpersonal ini pada sejumlah penelitian kesehatan tampak mempredisposisi seseorang untuk melaksanakan perilaku promosi kesehatan .
8. Pengaruh situasi (Situational influence) yang merupakan persepsi dan pemikiran pribadi atau situasi yang menciptakan atau konteks yang dapat memfasilitasi sebuah perilaku, terdiri dari persepsi terhadap pilihan yang tersedia, karakteristik kebutuhan, dan estetika lingkungan yang dapat mendukung, perilaku promosi kesehatan.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
42
Pengaruh situasi terhadap perilaku sehat dapat secara langsung maupun tidak langsung. Persepsi kesadaran personal terhadap berbagai situasi atau keadaan dapat memudahkan atau menghalangi suatu perilaku. Pengaruh situasi pada perilaku promosi kesehatan meliputi
persepsi
terhadap
pilihan
yang
ada,
karakteristik
permintaan, dan ciri-ciri estetik dari suatu lingkungan dimana perilaku tersebut dilakukan. 9. Komitmen dengan rencana tindakan ( Commitmen to plan of action). Komitmen ini mendeskripsikan konsep tentang intensi dan identifikasi strategi yang terencana yang mendukung implementasi perilaku sehat. 10. Kebutuhan untuk berkompetisi (Immediate competing demans and preferences). Kebutuhan ini merupakan perilaku alternatif untuk individu dengan kontrol diri yang lemah, sebab ada ancaman lingkungan seperti tanggung jawab dan perawatan keluarga. 11. Perilaku peningkatan kesehatan (Health-promoting behavior). Perilaku peningkatan kesehatan merupakan titik akhir atau hasil tindakan secara langsung yang ingin dicapai sebagai hasil yang positif seperti kondisi kesehatan yang optimal, terpenuhinya kebutuhan pribadi, dan kehidupan yang produktif. Contoh perilaku promosi kesehatan adalah diet yang sehat, latihan secara teratur, manajemen
stress,
istirahat
secara
adekuat,
meningkatkan
pertumbuhan spiritual dan membangun hubungan yang positif.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
43
Asumsi dasar Pender’s Health Promotion Model merefleksikan pola piker tentang ilmu perilaku serta menekankan pada peran aktif pasien dalam mengelola perilaku sehat dengan modifikasi lingkungan. Adapun asumsi dari HPM menurut pender adalah sebagai berikut: 2.4.1 Individu mencari cara untuk mengekpresikan potensi kesehatan mereka yang berbeda satu sama lain dalam menjalani kehidupan. 2.4.2 Individu memeiliki kemampuan untuk merefleksikan kesadaran diri, termasuk mengkaji kompetensi diri sendiri. 2.4.3 Prinsip individu berkembang kearah positif dan selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antara perubahan dan kemampuan pribadi. 2.4.4 Individu berupaya secara aktif untuk melakukan kebiasaan secara kontinu 2.4.5 Individu dalam konteks biopsikososial berhubungan erat denagn lingkungan,
saling
mempengaruhi
dan
dipengaruhi
oleh
lingkungan. 2.4.6 Profesi kesehatan terlibat dalam lingkungan interpersonal dengan memberikan pengaruh pada individu selama daur kehidupan. 2.4.7 Inisiatif pribadi membentuk pola interaksi anatara individu dengan lingkungan adalah penting untuk perubahan perilaku.
Berdasarkan bukunya yang berjudul “Health Promotion nursing practice” (1996) maka dapat ditentukan kerangka teori dari Pender. Pembahasan lengkapnya akan diuraikan sebagai berikut: Keperawatan, dalam usahanya untuk selalu menampilkan perilaku promosi kesehatan, ada kalanya individu mengalami penurunan kondisi. Dalam hal ini individu mengalami kondisi dimana dia tidak mampu mempertahankan
perilakunya
tetapi
tidak
terlalu
membutuhkan
pengawasan ketat, perawat dapat mengajukan perilaku alternatif yang disebut dengan competing demands yaitu dengan membagi tanggung jawab ini bersama keluarga agar dapat membantu individu
dan
mempertahankan perilaku yang positif. Sedangkan jika individu
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
44
memerlukan pengawasan yang cukup ketat, maka perawat mengambil alih tanggung jawab tersebut. Perilaku alternatif
ini disebut dengan
competing preferences. Selain itu terdapat didalamnya yaitu normanorma (harapan dari orang terdekat), dukungan sosial, dan modeling. Keluarga dan tenaga kesehatan merupakan sumber dari pengaruh interpersonal. Oleh karena itu perawat dapat mempengaruhi perilaku klien dengan memberikan model perilaku yang menunjukkan perilaku sehat. Manusia, menurut Pender menyatakan bahwa manusia mempunyai faktor-faktor personal, diantaranya adalah faktor biologis personal, yang termasuk dalam faktor ini anatara lain usia, jenis kelamin, indek masa tubuh, ststus pubertas. Faktor psikososial personal, yang termasuk dalam faktor ini antara lain harga diri, memotivasi diri, kompetensi diri, persepsi terhadap status kesehatan dan definisi individu terhadap kesehatan dan juga terdiri dari faktor sosiokultural yaitu ras, etnik, pendidikan dan status sosial ekonomi. Kesehatan, keberhasilan klien memperlihatkan “perilaku promosi kesehatan” merupakan tujuan akhir dari teori ini. Kemampuan untuk menunjukkan perilaku promosi kesehatan akan berdampak pada hasil kesehatan yang positif, seperti kesejahteraan. “personal fulfillment” dan hidup yang produktif. Contoh dari perilaku yang menunjukkan promosi kesehatan antara lain makan makanan sehat, oleh raga teratur, pengelolaan stress, istirahat yang cukup, kebutuhan spiritual terpenuhi, dan membina hubungan sosial yang baik. Lingkungan, pengaruh situasional merupakan persepsi dan kognisi yang muncul dalam berbagai situasi atau konteks yang dapat memfasilitasi atau menghambat perilaku promosi kesehatan pada individu. Yang termasuk didalamnya adalah adanya pilihan persepsi, karakteristik kebutuhan, dan gambaran estetika yang memungkinkan perilaku promosi kesehatan dapat dilakukan. Pengaruh situasional ini memiliki pengaruh langsung maupun tak langsung dalam perilaku kesehatan.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
45
Konsep Health Promotion (HPM) dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan dalam pencegahan terhadap kejadian penyakit diare pada anak. Diperlukan komitmen bersama dari semua komponen yang ada baik dari masyarakat terutama adalah orang tua yang mempunyai anak balita maupun dari tenaga kesehatan termasuk juga perawat. Pentingnya peran perawat dalam upaya pencegahan terhadap berbagai penyakit infeksi seperti diare, dengan memutuskan rantai penularan infeksi. Faktor lingkungan mempunyai pengaruh besar terhadap penularan penyakit diare , lingkungan yang tidak sehat merupakan sarana tempat berkembang biaknya agen-agen penyebab diare seperti air sumber air bersih yang tidak memadai, sarana/tempat pembuangan tiinja dan jamban yang tidak layak. Selain itu pentingnya mempertahankan daya tahan tubuh anak dengan pemberian imunisasi yang lengkap dan pemberian makanan yang bergizi akan menurunkan risiko anak terkena penyakit. Dengan pemberian penyuluhan kesehatan yang tepat pada orang tua tentang penyakit diare dan pola hidup yang sehat diharapkan dapat mencegah terjadinya penyakit diare pada anak.
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
46
2.6 KERANGKA TEORI
Faktor Penyebab & Risiko
Faktor Penyebab ¾ Infeksi ¾ Malabsorbsi ¾ Makanan basi, beracun & alergi ¾ Sebab lain
Tindakan
Peran Perawat : primer, sekunder, tersier
Pemberian Penkes tentang penyakit, penatalaksanaan, pencegahan & perawatan diare
Hambatan yang dirasakan
Ya Merasakan manfaat tindakan
Faktor Anak ¾ Usia ¾ Jenis Kelamin ¾ ASI ekslusif ¾ Status Gizi ¾ Imunisasai ¾ Kebersihan tangan dan kuku
Sikap
Diare Pada Anak Faktor Ibu: ¾ Usia, ¾ Pendidikan ¾ Pengetahuan ¾ Kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan anak
¾ Penghasilan keluarga
Prilaku promosi kesehatan
Komitmen terhadap rencana tindakan
Pengaruh Interpesonal: Tidak
Keluarga (orang tua) , pelayanan kesehatan
Pengaruh Situasional : Faktor Sosial Ekonomi
Hasil
Kekambuhan Diare
Persepsi terhadap pilihan yang ada, karakteristik kebutuhan, ciri-ciri estetik lingkungan
Skema 2.4.2. Kerangka Teori Penelitian Sumber : Tomey & Alligood (2006); Mubarak (2009)
Universitas Indonesia Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
47
BAB 3 KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFINISI OPERASIONAL
Bab ini menguraikan tentang kerangka konsep penelitian, hipotesis penelitian dan definisi operasional dari variabel-variabel dalam penelitian.
3.1
Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian merupakan landasan berfikir untuk melakukan penelitian yang dikembangkan berdasarkan tinjauan pustaka. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori yang telah diuraikan sebelumnya penulis membuat kerangka konsep berdasarkan teori Nola. J. Pender tentang Health Promotion Model. Variabel independen dalam penelitian ini terdiri dari faktor anak (usia , jenis kelamin, pemberian ASI ekslusif, status gizi, imunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku) dan faktor ibu ( usia , pendidikan, pengetahuan, kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan anak ) faktor sosial ekonomi (penghasilan keluarga). Sedangkan variabel dependennya yaitu kejadian diare pada anak usia < 2 tahun. Secara rinci dapat digambarkan dalam skema berikut:
47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
48
Skema 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen
Variabel Dependen
Faktor Anak ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Usia Jenis kelamin Pemberian ASI Ekslusif Status Gizi Imunisasi Campak Kebersihan tangan dan kuku anak
Faktor Ibu ¾ ¾ ¾ ¾
Kejadian diare pada anak < 2 tahun
Usia Pendidikan Pengetahuan Kebiasaan mencuci tangan Sebelum memberikan makan pada anak
Faktor Sosial Ekonomi ¾ Penghasilan keluarga
47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
49
3.2 Hipotesis Berdasarkan variabel yang diteliti maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut 3.2.1 Makin muda usia balita (< 1 tahun) makin besar risiko terjadinya diare 3.2.2 Jenis kelamin anak laki-laki berisiko lebih besar terhadap kejadian diare. 3.2.3 Tidak diberikan ASI eksklusif pada anak berisiko lebih besar terhadap kejadian diare. 3.2.4 Status gizi anak yang buruk merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.5 Tidak diberikannya immunisasi campak pada anak merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.6 Tangan kotor dan kuku panjang pada anak merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.7 Makin muda usia ibu (< 20 tahun) dan makin tua usia ibu (>30 tahun) merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.8 Tingkat pendidikan ibu rendah merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.9 Kurangnya pengetahuan ibu merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.10 Tidak mencuci tangan sebelum memberi makan anak merupakan faktor risiko kejadian diare. 3.2.11 Penghasilan keluarga yang rendah merupakan faktor risiko kejadian diare.
3.3 Definisi Operasional Definisi operasional pada penelitian ini akan menguraikan tentang variabel independen yang dimaksud adalah faktor anak yang terdiri dari usia anak, jenis kelamin anak, ASI ekslusif, status gizi dan immunisasi campak, Kebersihan tangan dan kuku anak), faktor ibu terdiri dari usia, pendidikan, pengetahuan dan juga kebiasaan mencuci tangan dan kebiasaan sebelum
47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
50
memberikan makan pada anak, faktor sosial ekonomi yaitu penghasilan keluarga. Variabel dependennya adalah kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara. Definisi Operasional variabel yang diteliti dijelaskan pada table 3.1 berikut : Tabel 3.3. Definisi Operasional Variabel
Defenisi Operasional
Cara Ukur & Alat Ukur
Variabel Dependen Kejadian Bertambahnya Diare frekuensi defekasi lebih dari 3 atau lebih disertai dengan perubahan konsistensi feses menjadi encer. Variabel Independent Usia anak Lamanya hidup yang dihitung berdasarkan bulan kelahiran
Hasil Ukur
0 = Tidak diare 1 = Diare
Cara Ukur : 1= 12 – 24 bulan Melihat catatan medis dan 2= 4 – 11 bulan mengisi berdasarkan ulang tahun terakhir dalam tahun
Skala
Nominal
Interval
Alat Ukur : Kuesioner Jenis Kelamin anak
Identitas diri atau Melihat catatan 1 = Perempuan seksual anak sejak medis dan 2= Laki-laki ia dilahirkan. melihat dari langsung pasien.
Nominal
ASI Eksklusif
Pemberian Hanya Jawaban yang 1=Mendapatkan ASI saja sampai ada di ASI Eksklusif usia bayi 6 bulan. kuesioner 2=Tidak mendapatkan ASI eksklusif
Ordinal
47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
51 Variabel
Defenisi Operasional
Cara Ukur & Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Imunisasi campak
Cakupan pemberian Jawaban yang 0=Mendapatkan Nominal imunisasi campak ada immunisasi yang didapatkan dikuesioner campak dalam 1 tahun 1=Tidak pertama mendapatkan immunisasi campak 2= Belum cukup umur
Status Gizi
Keadaan tubuh balita yang diukur dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U) lalu dibandingkan dengan standar WHO dan dikelompokkan berdasarkan nilai Z score pada standar
Kebersihan tangan dan kuku
Kondisi tangan dan Observasi kuku : bersih serta kuku tidak panjang
Usia Ibu
Lamanya hidup Berdasarkan isi 1= 20 – 30 tahun Ordinal yang dihitung kuesioner yang (tidak berisiko) berdasarkan tahun ditulis ibu kelahiran. 2= < 20 dan > 30 tahun berisiko)
Pendidikan Ibu
Pendidikan formal terakhir yang diikuti dan dinyatakan lulus.
Cara Ukur : 0=Normal, jika ordinal Melihat catatan BB/U> - 2 SD rekam medis – + 2SD klien atau 1=Kurang gizi/, melakukan jika BB/U < -2 penimbangan SD BB langsung. 2=Gizi buruk, jika BB/U <-3 Alat Ukur : SD Kurva pengukuran BB menurut standar WHO. 1=Tangan & kuku Nominal bersih dan pendek 2=Tangan & kuku kotor dan panjang
Melihat dari 1=Tinggi Ordinal pendidikan ibu (SLTA/AKA/ yang diisi dari PT) kuesioner 2=Rendah (SD SMP)
47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
52 Variabel
Defenisi Operasional
Pengetahuan
Pemahaman tentang subtansi yang diukur berdasarkan nilai/skor terhadap jawaban yang benar (Arikunto, 1993)
Cara Ukur & Alat Ukur
Hasil Ukur
Skala
Cara Ukur : 0=Baik, bila Interval Dengan nilai/skor ≥ 76 melihat skor % yang diperoleh 1=Cukup, bila responden, nilai skor 56kemudian 75 % membandingka 2=Kurang baik n dengan skor bila nilai/skor maksimal dan ≤ 55 % dikalikan 100 Alat Ukur : Kuesioner
Kebiasaan cuci tangan
Perilaku ibu untuk Jawaban dari 1=Selalu membersihkan kuesioner 2=Kadangtangan sebelum kadang memberikan makan 3= Jarang anak dengan 4=Tidak pernah menggunakan sabun
Penghasilan Keluarga
Kondisi keuangan Catatan Ukur : 1=Tinggi, bila Ordinal atau penghasilan Jawaban dari penghasilan yang diperoleh kuesioner per bulan >1jt keluarga per bulan 2=Rendah bila Alat Ukur : penghasilan kuesioner per bulan <1 jt.
47 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Ordinal
Universitas Indonesia
53
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan tentang jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian, populasi dan sampel penelitian, jenis dan cara pengumpulan data serta pengolahan dan analisa data.
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian merupakan keseluruhan rencana peneliti untuk mendapatkan jawaban pertanyaan penelitian atau menguji hipotesis penelitian (Polit & Hungler, 2006). Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan rancangan studi case control bersifat retrospektif. Rancangan studi kasus kontrol tanpa penyetaraan yaitu untuk mempelajari hubungan faktor risiko dengan. Terjadinya diare pada anak usia dibawah 2 tahun, dengan cara membandingkan kelompok kasus yaitu anak yang dirawat dengan diare dan kelompok kontrol yaitu anak yang dirawat
di ruang anggrek RSUD Koja yang tidak menderita atau
terdiagnosa diare tetapi memiliki karakteristik yang sama dengan kelompok kasus.
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiono, 2007). Populasi dari penelitian ini adalah pasien anak yang dirawat dengan penyakit diare. Data diperoleh dari rekam medis RSUD Koja.
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
54
4.3.2 Sampel Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi sebagai perangkat elemen yang dipilih untuk dipelajari (Sugiono, 2007). Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai yang dikehendaki peneliti berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya, dengan kriteria inklusi sebagai berikut : a. Anak berusia 4 bulan - 2 tahun b. Anak yang dirawat dengan diare untuk kelompok kasus dan non diare untuk kelompok kontrol. c. Orang tua klien bersedia anaknya dijadikan responden Kriteria ekslusi sebagai berikut yaitu : a. Anak dengan kondisi yang kritis b. Orang tua klien tidak kooperatif Besarnya
sampel
dalam
penelitian
ini
ditentukan
dengan
menggunakan uji hipotesis beda 2 proporsi satu sisi dengan rumus sebagai berikut (Ariawan, 1998) :
{Z1−α n=
(2 P(1− P )) + Z1− β (P1(1− P1))+ P 2(1− P 2)}2 (P1 − P 2)2
Keterangan: N
= Besar sampel minimal
Z1-α = nilai Z pada derajat kepercayaan 1- α (90%,95%,99% = 1,28, 1,64, 2,33) Z1-β = Nilai Z pada kekuatan uji (power) 1- β (80%, 90%, 95%,99% = 0,84, 1,28, 1,64, 2,33) P1 = Proporsi efek standar (dari kepustakaan) P2 = Proporsi efek yang diteliti P = Rata-rata P1-p2 = (P1+P2)/2
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
55
Dalam perhitungan sampel peneliti merujuk dari penelitian dari Palupi (2005) tentang status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak diare akut. Dalam penelitian tersebut penulis mencoba menghitung berdasarkan 2 proporsi yaitu jenis kelamin. Perhitungan pertama berdasarkan proporsi rata-rata perbedaan jenis kelamin
laki-laki
dan
perempuan
yang
beresiko
terhadap
kekambuhan diare. Proporsi anak laki-laki sebesar 60% dan proporsi anak perempuan beresiko terhadap kejadian diare sebesar 40 %. Estimasi dilakukan pada derajat kemaknaan 1 % dan kekuatan uji 90 %. Maka diketahui: Z1-α
= 2,33
Z1-β
= 1,23
P1
= 0,60
P2
= 0,40
P1-P2 = 0,20 P
= Rata-rata P1+P2/2 = (0,60+ 0,40)/2 = 0,8
Perhitungannya sebagai berikut didapatkan adalah :
{2,33 n=
(2 x0,8(1− 0,8)) +1,23 (0,60(1− 0,60))+ 0,40(1− 0,40)}2 (0,2)2
n = 25,3 n = 25 Perhitungan kedua peneliti merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Clemens (1997) tentang pengaruh pemberian Breastfeeding terhadap resiko terjadinya diare di Banglades berdasarkan nilai proporsi Usia antara 0-11 bulan dan 12-23 bulan yang beresiko terhadap kejadian diare. Proporsi bayi 0-11 sebesar 54% dan proporsi anak usia 12-23 bulan beresiko terhadap kejadian diare sebesar 38 %. Estimasi dilakukan pada derajat kemaknaan 1 % dan kekuatan uji 90 %.
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
56
Maka diketahui: Z1-α
= 2,33
Z1-β
= 1,23
P1
= 0,54
P2
= 0,38
P1-P2 = -0,16 P
= Rata-rata P1+P2/2 = (0,53+ 0,38)/2 = 0,72
Besar sampel minimal didapatkan adalah :
{1,64 n=
(2 x0,72(1− 0,72)) +1,23 (0,54(1− 0,54))+ 0,38(1− 0,38)}2 (0,16)2
n = 48,9
n = 49
Dari kedua perhitungan rumus sampel diatas penulis menggunakan rumus berdasarkan proporsi rata-rata perbedaan usia antara bayi 011 bulan dan 12-23 bulan yaitu sebesar 49. Sampel minimal yang diperlukan
sebanyak
49
responden.
Untuk
mengantisipasi
kemungkinan terjadinya drop out responden, perlu penambahan jumlah sampel sebanyak 10 % menggunakan rumus (Sastroasmoro & Ismail,2002) n = n / (1 – f ) keterangan : n = Besar sampel setelah dikoreksi f = Perkiraan proporsi drop out Berdasarkan perhitungan tersebut, besar sampel setelah dikoreksi adalah 54 sampel untuk kelompok kasus dan 54 sampel untuk kelompok kontrol. Penetapan kelompok kasus dan kontrol dilakukan berdasarkan diagnosa medis yang ditetapkan oleh dokter, untuk kelompok kasus adalah anak dengan diare sedangkan kelompok kontrol adalah anak
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
57
yang dirawat bukan dengan penyakit diare. Pengumpulan data dilakukan secara bersamaan pada anak yang telah memenuhi kriteria. Jumlah total sampel yaitu 108 responden.
4.3 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di ruang anggrek RSUD Koja Jakarta Utara. Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan pertimbangan bahwa rumah sakit tersebut terletak di Jakarta Utara, jumlah pasien anak yang di rawat dengan diare memenuhi jumlah sampel yang telah ditetapkan oleh peneliti, memiliki karakteristik pasien yang sama dan memungkinkan untuk terpenuhinya sampel sesuai kriteria. Lokasi penelitian terjangkau dan memberikan kemudahan dari segi administrasi dan proses penelitian.
4.4 Waktu Penelitian
Pengumpulan data dilaksanakan dari bulan Mei sampai Pertengahan bulan Juni 2011. Proses penelitian, dimulai dari pembuatan proposal sampai penyusunan laporan penelitian berlangsung selama 5 bulan.
4.5 Etika Penelitian
Etika penelitian adalah suatu nilai yang normal, yang harus dipatuhi oleh peneliti saat melakukan aktivitas penelitian yang melibatkan responden, meliputi kebebasan dari adanya ancaman, kebebasan dari eksploitasi, keuntungan dari penelitian tersebut dan risiko yang didapatkan (Nursalam, 2008). Sebelum melakukan penelitian ini, peneliti harus mendapatkan rekomendasi dari Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia dan mengurus ijin penelitian di RSUD Koja. Dalam melakukan penelitian hendaknya peneliti mempertimbangkan aspek etik dengan memenuhi hakhak pasien. Menurut Polit dan Beck (2003) : 4.5.1 Right to self- determination Peneliti memperhatikan prinsip etik yang peduli terhadap setiap keputusan responden. Responden atau orang tua akan diberikan hak otonomi, hak untuk memilih dan hak membuat keputusan secara
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
58
sadar
tanpa
paksaan.
Sebelum
penelitian
dimulai
peneliti
memperkenalkan diri terlebih dahulu kepada responden dan orang tua, kemudian menjelaskan maksud dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Peneliti menjelaskan tentang prosedur penelitian, manfaat, resikonya bahwa apa yang dilakukan tidak membahayakan anak. Setelah mendapatkan penjelasan, responden atau orang tua diberi kesempatan untuk memberikan persetujuan atau menolak berpartisipasi dalam penelitian. Jika keluarga menyetujui maka diminta menandatangani lembar persetujuan yang disiapkan peneliti.
4.5.2 Righ to Privacy dan dignity Dalam penelitian ini peneliti menjaga privacy dan martabat responden. Peneliti menjaga kerahasiaan semua informasi yang diperoleh dari responden dan data hanya digunakan untuk keperluan penelitian. Data-data yang terkumpul disimpan dengan baik dan jika sudah tidak diperlukan lagi data tersebut dimusnahkan.
4.5.3 Right to anonymity and confidentiality Untuk
menjaga
kerahasiaan
responden,
peneliti
tidak
mencantumkan nama responen pada lembar pengumpulan data, cukup memberi inisial dan nomor kode responden pada masingmasing lembar tersebut. Segala yang terkait dengan identitas pribadi responden maupun informasi pribadi yang diperoleh selama penelitian tidak diketahui orang lain, peneliti menjaga kerahasiaan informasi sepenuhnya.
4.5.4 Right to protection from discomfort and harm Responden
mendapatkan
hak
untuk
perlindungan
dari
ketidaknyamanan dan kerugian yang bersifat fisik, psikologis, sosial maupun ekonomi. Peneliti melindungi respon dari eksploitasi dan menjamin bahwa semua yang akan dilakukan adalah untuk
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
59
meminimalkan bahaya atau kerugian serta memaksimalkan manfaat penelitian kepada responden.
4.5.5 Right to Justice Artinya peneliti berlaku adil kepada responden, dengan cara tidak membedakan responden baik yang berkaitan dengan jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi.
4.6 Alat Pengumpulan data
4.6.1 Jenis Alat Pengumpul Data Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan variabel independen. Sumber data berasal dari data primer dan sekunder. Data primer berasal dari wawancara untuk mengklarifikasi beberapa data yang ada di kuesioner dengan responden dengan berpedoman pada pertanyaan-pertanyaan yang ada didalam kuesioner. Sedangkan data sekunder diperoleh dari catatan medis atau rekam medis yang ada di rumah sakit. Kuesioner berisi tentang karakteristik anak dan ibu, pengetahuan, dan observasi. Kuesioner pengetahuan ibu tentang diare pada anak dan perawatannya terdiri atas 10 butir soal. Pemberian skor dilakukan berdasarkan ketentuan, jawaban benar diberi skor 1, dan jawaban salah diberi skor 0. Skor yang diperoleh masing-masing responden dijumlahkan, dibandingkan dengan skor maksimal kemudian dikalikan 100. Hasil perhitungan terakhir menunjukkan nilai pengetahuan yang dimiliki responden tentang diare. Skor yang diperoleh
kemudian
dikatagorikan
sesuai
dengan
kategori
pengetahuan yang dikemukakan oleh Arikunto (2006) menjadi pengetahuan baik skor > 76 %, pengetahuan cukup apabiila skor 5676%, pengetahuan kurang apabila skor < 56%.
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
60
4.6.2 Uji Validitas dan Reliabilitas instrumen Sebelum melakukan penelitian dilakukan uji kuesioner terlebih dahulu dengan melakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen (kuesioner) agar diperoleh data akurat dan objektif. Hal ini sangat penting dalam penelitian karena kesimpulan penelitian hanya dapat dipercaya (akurat) apabila instrumen yang digunakan sudah valid dan reliabel (Hastono, 2007). Validitas adalah ketepatan suatu alat ukur dalam mengukur suatu data, sedangkan reliabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan pengukuran 2 kali atau lebih terhadap gejala yang sama dan dengan alat ukur yang sama (Hastono, 2007) . Uji validitas yang digunakan korelasi “Product Moment” instrumen ini dikatakan valid apabila r hitung > dari r tabel, dan dikatakan tidak valid apabila r hitung, dari r tabel.
Sedangkan uji reliabilitas yang digunakan adalah “
Cronbach Alpha” dengan cara membandingkan nilai r hasil dengan nilai r tabel. Nilai r hasil dilihat dari nilai Cronbach Alpha, bila r Alpha > r tabel, maka pertanyaan dalam kuesioner ini realiabel. Proses pengambilan data untuk uji validitas dan reliabilitas dilaksanakan pada minggu ke empat bulan Mei. Uji instrumen dilakukan kepada 10 orang responden yang kemudian dinilai dengan menggunakan metode pearson product moment (r) untuk menguji validitas kuisioner dan juga penilaian reabilitas kuisioner. Hasil uji coba mendapatkan nilai r hasil berada diatas r tabel (0,632) sehingga dapat disimpulkan bahwa pertanyaan ke sepuluh variabel akurat dan objektif (valid). Analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas dengan penelitian dengan cara membandingkan nilai r (alpha) tabel dengan nilai r (alpha) hasil. Dalam penelitian ini hasil uji ternyata nilai r (alpha) sebesar 0,968 kemudian dibandingkan
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
61
dengan nilai r tabel yaitu r = 0,632 maka kuisioner dinyatakan layak untuk digunakan.
4.7 ProsedurPengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data melalui tahapan-tahapan sebagai berikut : 4.7.1 Prosedur Administrasi a. Peneliti mengajukan kaji etik penelitian pada Komite Etik Fakultas Ilmu Keperawatan Indonesia (FIK UI) setelah uji proposal. b. Peneliti mengajukan surat permohonan ijin penelitian kepada Dekan FIK UI yang di tujukan kepada Direktur Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja Jakarta Utara. c. Peneliti meneruskan surat permohonan ijin penelitian ke RSUD Koja untuk memperoleh ijin penelitian, kemudian peneliti akan menyampaikan surat ijin yang sudah diberikan oleh direktur RSUD Koja kepada manager rawat inap RSUD Koja d. Setelah mendapatkan ijin penelitian, peneliti menyampaikan kepada kepala ruang rawat anak sebagai tempat penelitian yang akan digunakan. 4.7.2 Prosedur Teknis Prosdur teknis yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi : a. Melakukan seleksi calon responden sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. b. Peneliti menentukan kelompok kasus dan kelompok kontrol berdasarkan diagnosa medis yang telah ditetapkan oleh dokter. Pengumpulan data untuk kelompok kasus dan kelompok kontrol dilakukan secara bersamaan. Kelompok kasus yaitu anak usia 4 bulan – 2 tahun yang dirawat dengan penyakit diare, sedangkan kelompok kontrol yaitu anak usia 4 bulan – 2 tahun yang dirawat selain penyakit diare.
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
62
c. Menperkenalkan diri kepada calon responden dan orang tua baik untuk kelompok kasus maupun kelompok kontrol. d. Melakukan
informed
consent
yang
didahului
dengan
memberikan penjelasan tentang rencana, tujuan, manfaat dan dampak penelitian yang terjadi kepada responden. Setelah pemberian informasi, selanjutnya meminta persetujuan secara tertulis sebagai bentuk persetujuan secara tertulis sebagai bentuk persetujuan dan bersedia sebagai responden dalam penelitian. e. Melakukan pengumpulan data dengan cara responden diberi kuesioner yang selanjutnya diisi oleh responden. Adapun tempat penelitian dilakukan diruangan pasien, dan dimulai pengambilan data. f. Proses pengambilan data ini terus dilakukan terhadap semua responden yang sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan pada sampel penelitian sampai terpenuhi sampel yang diharapkan yaitu 108 responden (54 anak dengan diare dan 54 anak dengan selain penyakit diare)
4.8 Pengolahan Data
Setelah data terkumpul, maka selanjutnya dilakukan pengelolaan data untuk mendapatkan analisis penelitian dengan informasi yang benar (Hastono,2007). Pengolahan data menggunakan komputer dengan langkah-langkah sebagai berikut : 4.8.1 Editing Data Tahap ini merupakan kegiatan penyuntingan data yang terkumpul, yaitu dengan cara memeriksa kelengkapan, kesalahan pengisian dan karakteristik dari setiap jawaban dan daftar pertanyaan. Editing data dilakukan setiap responden selesai mengisi daftar pertanyaan, jika ada kesalahan atau jawaban yang kurang maka daftar pertanyaan tersebut dikembalikan ke responden untuk dilengkapi.
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
63
4.8.2 Koding Data Setelah data di edit, langkah selanjutnya adalah mengkoding data yaitu dilakukan dengan cara memberi kode terhadap setiap jawaban yang diberikan dengan tujuan untuk memudahkan entry data. 4.8.3 Entry Data Entry data dilakukan dengan cara memasukkan data kedalam komputer dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 15. 4.8.4 Cleaning Data Data yang telah di entry dicek kembali untuk memastikan bahwa data tersebut telah bersih dari kesalahan dalam pengkodean maupun kesalahan dalam membaca kode, dengan demikian diharapkan data tersebut benar-benar siap untuk dianalisa.
4.9 ANALISA DATA
Setelah tahapan pengelolaan data selesai, maka dilanjutkan dengan analisis data, adapun tahapannya sebagai berikut : 4.9.1 Analisis Univariat Analisis ini untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen dan independen. Analisis ini bertujuan untuk memperoleh gambaran distribusi frekuensi dari variabel dependen yaitu kekambuhan diare pada balita dan variabel independen yaitu usia dan jenis kelamin anak, ASI eksklusif, status gizi, imunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku, usia ibu , pendidikan, pengetahuan dan, kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan anak, penghasilan keluarga. 4.9.2 Analisis Bivariat Analisis bivariat merupakan analisis tabel silang dua variabel, yaitu variabel independen dan variabel dependen sesuai dengan kerangka
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
64
konsep. Analisis ini digunakan untuk melihat perbedaan antara nilai yang diharapkan dengan nilai yang diamati, bila kedua variabel itu tidak ada perbedaan berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel independen dengan variabel dependen. Uji statistik yang digunakan adalah Kai – Kuadrat (Pearson Chi-square), dengan menggunakan derajat kepercayaan 95%. Bila nlai p < 0,05 maka hasil perhitungan statistik bermakna. Kemudian dilakukan perhitungan Odds Ratio (OR), nilai OR merupakan estimasi resiko terjadinya outcome sebagai pengaruh adanya variabel independen. Estimasi Confidence interval (CI) OR ditetapkan
pada tingkat
kepercayaan 95%. Interpretasi Odds Ratio adalah sebagai berikut : OR = 1, artinya tidak ada hubungan OR = < 1 , artinya sebagai proteksi atau pelindung OR = > 1, artinya sebagai faktor resiko 4.9.3 Analisis Multivariat Analisis multivariat dilakukan dengan cara menghubungkan variabel independen dengan satu variabel dependen pada waktu yang bersamaan. Pada penelitian ini analisis regresi logistik ganda yang merupakan salah satu pendekatan model matematis yang digunakan untuk menganalisa hubungan satu atau beberapa variabel independen dengan variabel dependen, alasan memakai analisis ini adalah variabel dependennya kategorik yang bersifat dikotom/ binary. Tahapan analisis multivariat meliputi pemilihan variabel kandidat multivariat pada penelitian ini ada sebelas variabel yang diduga berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun, yaitu usia dan jenis kelamin anak, pemberian ASI ekslusif, status gizi, immunisasi campak, kebersihan tangan dan kuku, usia ibu, pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan kebiasaan mencuci tangan
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
65
sebelum memberikan makan anak, serta sosial ekonomi selanjutnya ke sebelas variabel independen secara satu persatu terlebih dahulu dilakukan analisis bivariat uji logistik sederhana dengan variabel dependen. Variabel yang pada saat dilakukan uji G (Rasio Log likelihood), memiliki p<0,25 mempunyai kemaknaan secara subtansi dijadikan kandidat yang akan dimasukkan dalam model multivariat. Pembuatan model faktor risiko diare pada anak usia dibawah 2 tahun. Dalam pemodelan ini semua variabel kandidat dicobakan secara bersama-sama. Model terbaik dipertimbangkan dua penilaian yaitu signifikasi ratio log-likelihood (p<0,25) dan nilai sinifikan p wald (p< 0,05). Pemilihan model dilakukan secara hirarki dengan cara semua variabel independen yang telah lulus sensor dimasukkan ke dalam model. Kemudian variabel yang p wald nya tidak signifikan dikeluarkan dari model secara berurutan dimulai dari p wald yang terbesar, pemprosesan dilakukan sampai variabel yang dipilih p wal nya, 0,05 berarti variabel tersebut yang berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare pada anak dibawah 2 tahun
53 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
66
BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada bab ini akan dijabarkan mengenai hasil penelitian tentang faktor risiko kejadian diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja. Uraian dalam bab ini meliputi gambaran kejadian diare, gambaran karakteristik faktor anak, faktor ibu dan faktor sosial ekonomi dengan menggunakan analisis univariat. Selain menggambarkan karateristik disajikan pula analisis bivariat dengan menggunakan chi square untuk membuktikan hipotesis dengan uji perbedaan proporsi serta menentukan besarnya hubungan kedua variabel independen dan dependen. Pada bab ini juga menjelaskan tentang analisis multivariat yang bertujuan untuk menganalisis variabel independen yang paling berpengaruh hubungannya dengan variabel dependen dengan menggunakan uji statistik resgresi logistik.
5.1 GAMBARAN
KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN
DIARE PADA ANAK USIA < 2 TAHUN Untuk menjelaskan gambaran masing-masing variabel yang terdapat dalam penelitian ini terlebih dahulu dilakukan analisis univariat, meliputi variabel independen yang terdiri dari karateristik faktor anak, ibu dan sosial ekonomi serta variabel dependen berupa kejadian diare pada anak usia < 2 tahun. Adapun gambarannya sebagai berikut :
66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
67
5.1.1 Gambaran Karakteristik Anak Tabel 5.1 Distribusi Menurut Karakteristik Anak di RSUD Koja Bulan Mei-April 2011 (n=108) Variabel
Uraian Jumlah
1
2 3 4
5
6
Usia Anak 4-7 bulan 8-11 bulan 12-18 bulan 18-24 bulan Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki ASI Eksklusif Mendapatkan ASI Eksklusif Tidak mendapatkan ASI eksklusif Imunisasi Campak Mendapatkan immunisasi campak Tidak mendapatkan immunisasi campak Status Gizi Normal Kurang Gizi Gizi Buruk Kondisi tangan dan kuku Tangan dan kuku bersih dan pendek. Tangan dan kuku kotor dan panjang
Presentasi (%)
29 35 30 14
26,9 32,4 27,7 13,0
36 72
33,3 66,7
43 65
39,8 60,3
48 60
44,4 55,6
52 27 29
48,1 25,0 26,9
64 44
59,3 40,7
Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa karakteristik anak berdasarkan usia terlihat bahwa anak usia 8-11 bulan sebesar 32,4% lebih banyak dibandingkan usia 12–18 bulan. Sebagian besar anak berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah responden 66,7% dibandingkan perempuan. Sedangkan berdasarkan riwayat pemberian imunisasi campak lebih banyak anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak 55,6%. Menurut status gizi anak didapatkan anak yang dengan status gizi normal yaitu sebesar 48,1%, anak dengan kurang gizi sebesar 25% dan anak yang mengalami gizi buruk sebesar 26,9%. Data selanjutnya memperlihatkan bahwa sebagian besar anak dengan kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 59,3% dan 40,7% anak dengan kondisi tangan dan kuku kotor dan panjang.
66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
68
Tabel 5.2 Distribusi Anak Yang Berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif di RSUD Koja, Bulan Mei-April 2011 (n=108) Variabel Jumlah 1
2 3
4
5
6
7
7
Anak yang mendapatkan ASI Dapat Tidak Dapat Anak yang mendapatkan ASI Eksklusif Dapat Tidak dapat Usia anak yang mendapatkan ASI 0-3 bulan 4-5 bulan 6-9 bulan 9-11 bulan >12 bulan Alasan anak tidak mendapatkan ASI Ekslusif ASI tidak cukup Bayi tidak mau menyusu Ibu harus bekerja Lain-lain Anak yang mendapatkan minum selain ASI Ya Tidak Jenis Minuman yang diberikan selain ASI Susu formula Air putih Air gula Air Tajin Jus Buah Air Teh Madu Lain-lain Usia anak mendapatkan MP-ASI 0-3 bulan 4-5 bulan >6 bulan Jenis MP-ASI Bubur susu Bubur Saring Buah Lain-lain
Uraian Presentasi (%)
86 22
78,6 20,4
43 65
39,8 60,2
29 21 20 9 29
26,9 19,4 18,5 8,4 26,9
20 11 19 1
18,5 10,2 17,6 9
104 4
96,3 3,7
53 55 4 4 4 2 1 0
49,1 50,9 3,7 3,7 3,7 1,9 0,9 0
39 20 43
36,1 24,1 39,8
35 31 20 17
32,4 28,7 18,5 15,7
Dilihat dari anak yang mendapatkan ASI eksklusif presentasenya hampir sama yaitu sebesar 52,8% dan yang tidak mendapatkan sebesar 47,2%. Bila dilihat dari tabel 5.2 dapat dijelaskan jumlah anak yang mendapatkan ASI lebih banyak yaitu 78,6%. Sedangkan usia anak mendapatkan ASI mayoritas antara 3-6 bulan. Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya yaitu dikarenakan Asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %. 66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
69
Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya yaitu dikarenakan asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %. Anak yang mendapatkan minum selain asi sebesar 96,3% dengan jenis minuman yang diberikan yaitu susu formula 49,1%, air putih 50,9%, air gula 3,7%, air tajin 3,7%, air teh 3,7%, madu 2%. Sedangkan pada anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, usia anak pertama kali diberikan MP-ASI yaitu usia kurang dari 3 bulan 36,1%, usia 4-5 bulan 24,1% dan > 6 bulan sebesar 39,8% , Jenis MPASI yang diberikan yaitu bubur susu 32,4%, bubur saring 28,7%, buah 18,5% dan lain-lain 15,7%.
5.1.2. Gambaran Karakteristik Faktor Ibu dengan Kejadian Diare Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Menurut Karakteristik Ibu yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel Jumlah 1 2 3
4
Usia Ibu < 20 dan >30 Tahun 20 – 30 Tahun Pendidikan Ibu Tinggi Rendah Pengetahuan Ibu Baik Cukup Kurang Kebiasaan mencuci tangan Selalu Kadang-kadang Jarang/Tidak pernah
Uraian Presentasi (%)
72 36
66,7 33,3
55 53
50,9 49,1
43 36 29
39,8 33,3 26,9
63 30 15
58,3 27,8 13,9
Tabel 5.4 memperlihatkan bahwa berdasarkan karakteristik ibu, usia ibu sebagian besar antara < 20 dan > 30 tahun yaitu 66,7% dan 33,3% usia ibu antara 20-30 tahun. Sedangkan berdasarkan pendidikan ibu presentasenya hampir sama yaitu 50,9% tinggi dan 53 (49,1%). Dari pengetahuan ibu dapat dilihat bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan baik sebesar 43 (39,8%), pengetahuan cukup 36 (33,3%) dan 29 (26,9%) pengetahuan ibu rendah. Sedangkan ibu yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya yaitu 63 (58,3%) selalu, 30 (27,8%) kadang-kadang dan 15 (13,9%) jarang/ tidak pernah mencuci tangan. 66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
70
Tabel 5.5 Distribusi frekuensi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Kuisioner yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun, Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel
Presentasi (%)
Pengetahuan Ibu P5
88,0
P6
87,0
P8
76,9
P7
74,1
P10
66,7
P9
66,7
P3
65,7
P4
52,8
P1
56,5
P2
45,4
Berdasarkan tabel 5.5 10 pertanyaan pada kuisioner pengetahuan didapatkan hasil dari 108 ibu lebih banyak menjawab benar pada pertanyaan 5 yaitu sebesar 88%.
5.1.3 Gambaran Karakteristik Faktor Sosial Ekonomi dengan Kejadian Diare Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Responden Menurut Karakteristik Sosek yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel
Uraian Jumlah
Prosentasi (%)
>1 Juta
44
40,7
< 1 Juta
64
59,3
Penghasilan Keluarga
Variabel tingkat penghasilan orang tua dikatagorikan dalam 2 kelompok yaitu orang tua yang mempunyai penghasilan rendah (< 1 juta) dan tinggi (> 2 juta). Tabel 5.6 memperlihatkan bahwa orang tua yang mempunyai penghasilan tinggi sedikit lebih banyak dibandingkan dengan orang tua yang mempunyai penghasilan rendah.
66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
71
5.2 HUBUNGAN KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA < 2 TAHUN Untuk mengetahui hubungan antara masing-masing variabel independen dan dependen serta untuk memilih variabel kedalam analisis multivariat dilakukanlah analisis bivariat. Adanya hubungan antara faktor-faktor risiko dengan kejadian diare, ditunjukkan dengan nilai p value < 0,05 pada CI (Confidence Interval) 95%.
5.2.1 Hubungan Antara Faktor Anak dengan Kejadian Diare pada Anak Usia < 2 tahun Tabel 5.7 Hubungan antara Karakteristik Anak dengan kejadian diare Variabel
Bukan diare
Diare
Total
n
%
n
%
Usia anak 4 – 11 bulan
34
63,0
30
55,6
64
12 – 24 bulan
20
37,0
24
44,4
44
Jenis kelamin Perempuan
20
37,0
16
29,6
38
Laki-laki ASI ekslusif Mendapatkan
34
63,0
38
70,4
72
21
38,9
22
40,7
43
Tidak mendapatkan
33
61,1
32
59,3
65
Imunisasi campak Mendapatkan Tidak dapat
25 15
46,3 27,8
23 13
42,6 24,1
48 28
Belum cukup umur
14
25,9
18
33,3
32
Status Gizi normal Kurang
34 10
63,0 18,5
18 17
33,3 31,5
52 27
Buruk
10
18,5
19
35,2
29
Kondisi tangan & kuku Bersih dan pendek
33
61,1
31
57,4
64
Kotor dan panjang
21
38,9
23
42,6
44
OR
P
(95% CI)
value
1,36 (0,63-2,93)
0,433
1,39 (0,62-3,12)
0,414
0,26 (0,42-2,00)
1,0
0,94 (0,37-2,39) 1,39 (0,56-3,43)
0,90
3,21 (1,22-8,45) 3,58 (1,38-9,33)
0,018
0,46
0,009 0,84
66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
0,65 (0,29-1,47)
Universitas Indonesia
72
Tabel 5.7 menggambarkan hubungan antara usia anak dengan kejadian diare pada anak usia < 2 tahun. Hasil penelitian didapatkan bahwa anak dengan diare lebih banyak pada usia 4-11 bulan yaitu sebesar 55,6%. Sedangkan anak yang tidak mengalami diare juga lebih banyak pada usia 4-11 bulan 63%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,433, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia anak dengan kejadian diare. Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin anak dengan kejadian diare diperoleh bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 70,4%. Sedangkan pada anak yang tidak mengalami diare juga lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki 63%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 0,414, dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian diare. Dari hasil analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI eksklusif anak dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 59,3%. Sedangkan pada anak yang tidak menderita diare juga
lebih banyak yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 61,1%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p = 1,0 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Dari hasil analisis hubungan antara status gizi anak dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak dengan diare lebih banyak bergizi buruk yaitu sebesar 35,8 %. Sedangkan pada anak yang tidak diare lebih banyak dengan status gizi normal 63%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,009 berarti dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,5 kali dimana anak dengan status gizi buruk berpeluang 3,5 kali untuk mengalami diare dibandingkan anak yang berstatus gizi normal. Hasil analisis hubungan antara pemberian imunisasi campak anak dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak yang tidak mendapatkan imunisasi campak yaitu sebesar 57,4%. Sedangkan 66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
73
anak yang tidak mengalami diare lebih banyak tidak mendapatkan yaitu sebesar 53,7%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value= 0,84 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tidak diberikan imunisasi campak dengan kejadian diare.
Dari hasil analisis hubungan antara kondisi tangan dan kuku dengan kejadian diare dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak dengan kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 42,6%. Sedangkan anak yang tidak mengalami diare juga lebih banyak dengan kondidi kuku dan tangan bersih dan pendek 61,1%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,84 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kondisi tangan dan kuku anak dengan kejadian diare.
5.2.2 Hubungan antara faktor ibu dengan kejadian diare pada anak usia < 2 tahun Tabel 5.8 Hubungan antara Karakteristik Ibu dengan Kejadian Diare Variabel
Bukan diare
Diare
Total
n
%
n
%
Usia ibu 20 - 30 tahun
40
74,1
32
59,3
72
< 20 - >30 tahun
14
25,9
22
40,7
36
Pendidikan ibu Tinggi Rendah
23 31
42,6 57,4
32 22
59,3 40,7
55 53
Pengetahuan Ibu Tinggi Cukup
23 16
42,6 29,6
20 20
37,0 37,0
43 36
Rendah
15
27,8
14
25,9
29
Kebiasaan ibu Mencucitangan Selalu Kadang-kadang
39 12
72,2 22,2
24 18
44,4 33,3
63 30
Tidak/jarang
3
5,6
12
22,2
15
66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
OR
P
(95% CI)
value
1,96 (0,86-4,44)
0,153
0,51 (0,23-1,096)
0,124
1,43 (0,59-3,49) 1,07 (0,41-2,75)
0,424 0,883
2,43 (1,00-5,93) 6,50 (1,66-25,41)
0,050 0,007
Universitas Indonesia
74
Hasil analisis hubungan antara usia ibu dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak yang menderita diare mempunyai ibu dengan usia <20 - > 30 tahun lebih banyak yaitu sebesar 40,4%. Sedangkan anak yang bukan diare lebih banyak pada anak dengan usia ibu antara 20-30 tahun yaitu sebesar 74,1%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,153 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare. Dari hasil analisis hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare didapatkan bahwa tingkat pendidikan ibu pada anak dengan diare lebih tinggi yaitu sebesar 59,3%. Sedangkan tingkat pendidikan ibu rendah lebih banyak terjadi pada anak bukan diare yaitu sebesar 57,4%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,12 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare. Hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi dan cukup dengan presentase masingmasingnya sebesar 37%. Sedangkan pada anak yang tidak mengalami diare juga lebih banyak ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi yaitu 42,6%. Hasil uji statistik pada tingkat pengetahuan ibu rendah didapatkan nilai p value = 0,883 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare. Hasil analis antara hubungan kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak yang mempunyai ibu yang selalu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak yaitu sebesar 44,4%. Sedangkan pada anak yang tidak mengalami diare juga lebih banyak mempunyai ibu yang selalu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya yaitu sebesar 72,2%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan kejadian diare. Dari hasil analisis 66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
75
diperoleh pula nilai OR = 2,43 kali dimana ibu tidak mempunyai kebiasaan kadang-kadang mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak berpeluang 2,43 kali untuk mengalami diare dibandingkan dengan anak yang ibunya mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan. Dari uji statistik kebiasaan ibu jarang/tidak pernah mencuci tangan didapatkan nilai p value = 0,007 berarti dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara jarang/tidak menlakukan cuci tangan dengan kejadian diare dengan nilai OR= 6.50 kali dimana ibu yang jarang/tidak mencuci tangan berpeluang 6,50 kali untuk mengalami diare.
5.2.3 Hubungan penghasilan keluarga dengan kejadian diare pada anak usia < 2 tahun Tabel 5.9 Hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare Penghasilan keluarga
Bukan diare
Diare
Total
OR
P
(95% CI)
value
n
%
n
%
<1 Juta
21
38,9
23
42,6
44
0,85
>1 juta
33
61,1
31
57,4
64
(0,39-1,849)
0,845
Dari hasil analisis hubungan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak dengan penghasilan keluarga kurang dari 1 juta lebih banyak pada anak yang mengalami diare yaitu sebesar 42,6%. Sedangkan penghasilan keluarga lebih dari 1 juta lebih banyak pada anak bukan diare yaitu sebesar 61,1%. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,845 berarti dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare.
66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
76
5.3 FAKTOR DOMINAN RISIKO TERJADINYA DIARE PADA ANAK USIA < 2 TAHUN Untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap risiko terjadianya diare maka dilakukan analisis multivariat dengan mencari hubungan antara variabel independen dengan dependen.
5.3.1 Seleksi Bivariat Masing-masing variabel independen dilakukan analisis bivariat dengan variabel dependen. Bila hasil analisis bivariat menghasilkan p value < 0,25, maka variabel tersebut masuk pada tahap analisis multivariat. Hasil seleksi kandidat dapat dilihat pada tabel 5.7 di bawah ini:
Tabel 5.10 Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada anak usia di bawah 2 tahun Di RSUD Koja Jakarta Utara Variabel
P value
Usia Anak
0.816
Jenis Kelamin
0.608
ASI Eksklusif
0,585
Imunisasi Campak
0.298
Status Gizi
0.029*
Kondisi tangan dan kuku
0.983
Usia Ibu
0.279
Pendidikan Ibu
0.372
Pengetahuan
0.097*
Kebiasaan ibu mencuci tangan
0.025*
Penghasilan keluarga
0.758
* masuk ke pemodelan berikutnya Dari hasil analisis bivariat, pada table 5.10 dapat dilihat variabel yang memenuhi syarat untuk masuk pemodelan multivariat dengan p value < 0,25 adalah status gizi, pengetahuan ibu, dan kebiasaan ibu mencuci tangan. 66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
77
5.3.2 Pemodelan Multivariat Variabel yang memenuhi syarat dari analisis bivariat dimasukan ke dalam analisa multivariat. Dari hasil analisis multivariat dengan regresi logistik dihasilkan p value masing-masing variabel. Dari hasil analisa multivariat pada table 5.8 terdapat 5 variabel yang p value < 0,05 yaitu status gizi, usia ibu, pengetahuan ibu dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, sedangkan 6 variabel lainnya memiliki nilai p value > 0,05.
Tabel 5.11 Langkah pertama regresi logistik Analisis Raktor Resiko yang Berhubungan dengan Kejadian Diare pada Anak Usia di bawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta Utara Variabel
B
Wald
OR
P value (95% CI)
Status Gizi Kurang Buruk Pengetahuan Ibu Cukup rendah Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah
1,298 1,001 0,838 0,048
0,783 1,810
7,249 5,806 3,700 3,070 2,694 0,008 7,210 2,554 6,091
3,664 2,720
1,27-10,53 0,981-7,541
2,312 1,049
0,850-6,29 0,364-3,022
2,187 6,111
0,838 1,452
0,027* 0,016* 0,054* 0,215 0,101 0,930 0,027* 0,110 0,014*
*Bermakna pada α = 0,05 Dari hasil analisis multivariat pada tabel 5.10 terlihat hanya ada 2 variabel yang p valuenya < 0,05 yaitu status gizi dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, sedangkan variabel pengetahuan ibu nilai p value yang > 0,05 sehingga harus dikeluarkan satu persatu dari model berdasarkan nilai p yang terbesar. Nilai p yang terbesar adalah variabel pengetahuan ibu, oleh karena itu pada langkah selanjutnya variabel tersebut dikeluarkan sehingga didapatkan hasil seperti terlihat pada table 5.11 di bawah ini:
66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
78
Tabel 5.11 Model II: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi dan cuci Tangan Terhadap Faktor Resiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 Tahun di RSUD Koja Jakarta Utara Variabel
B
Status Gizi Kurang Buruk
1,139 1,015
Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah
0,838 1,672
SE
0,516 0,511 0,480 0,716
Wald
OR
(95%CI)
P value
6,636 4,880 3,940
3,123 2,769
1,137-8,578 1,013-7,520
0,036 0,027 0,047
7,006 3,940 5,445
2,312 5,320
0,902-5,921 1,307-21,66
0,030 0,081 0,020
Setelah variabel pengetahuan ibu dikeluarkan maka terdapat perubahan nilai OR yang lebih dari 10 % pada variabel status gizi anak dan kebiasaan ibu mencuci tangan. Sehingga dengan demikian variabel pengetahuan dimasukan kembali kedalam model. Perbandingan nilai OR sebelum dan sesudah variabel pengetahuan di keluarkan dapat dilihat pada table 5.12
Tabel 5.12 Perbandingan Odd Ratio (OR) Sebelum dan sesudah variable pendidikakan ibu di keluarkan pada responden di RSUD Koja Variabel
Usia Ibu Sebelum dikeluarkan
Perubahan
Sesudah dikeluarkan
Nilai OR (%)
Status Gizi Kurang Buruk Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah
3,664 2,760
3,123 2,760
14,7 0,36
2,042 4,574
2,294 4,906
10,9 6,7
66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
79
Tabel 5.13 Model Akhir: Analisis Multivariat Variabel Status Gizi, Pengetahuan Ibu, dan Cuci Tangan Terhadap Faktor Risiko Kejadian Diare Pada anak Usia dibawah 2 Tahun Di RSUD Koja Jakarta Variabel
B
Wald
OR
P value (95% CI)
Status Gizi Kurang Buruk Pengetahuan Ibu Cukup rendah Cuci tangan Kadang-kadang Jarang/tidak pernah
1,298 1,001 0,838 0,048
0,783 1,810
7,249 5,806 3,700 3,070 2,694 0,008 7,210 2,554 6,091
3,664 2,720
1,27-10,53 0,981-7,541
2,312 1,049
0,850-6,29 0,364-3,022
2,187 6,111
0,838 1,452
0,027* 0,016* 0,054* 0,215 0,101 0,930 0,027* 0,110 0,014*
Dari analisis multivariat pada tabel 5.13 diatas menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 2 tahun adalah variabel status gizi dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, sedangkan variabel lainnya sebagai variabel confounding. Selain itu, dari hasil analisis diatas didapatkan juga nilai odd rasio (OR) pada status gizi adalah 3,664, yang artinya anak yang dengan status gizi kurang memiliki peluang terhadap risiko kejadian diare sebesar 3,664 kali lebih besar dibandingkan anak dengan status gizi baik. Sedangkan pada kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak di dapatkan nilai odd rasio (OR) sebesar 6,111 yang artinya ibu yang jarang/tidak pernah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak memiliki peluang 6,111 kali lebih besar dibandingkan ibu yang selalu mencuci tangan. Untuk melihat variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap risiko kejadian diare, dapat dilihat dari nilai Exponen B pada variabel yang signifikan. Pada hasil analisis diatas, yang paling besar nilai Exponen B nya adalah kebiasaan ibu mencuci tangan, sehingga dapat diartikan bahwa kebiasaan ibu mencuci tangan merupakan variabel dominan yang paling besar pengaruhnya terhadap risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun. 66 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
80
BAB 6 PEMBAHASAN
Pada bab ini akan menguraikan tentang pembahasan hasil penelitian meliputi karateristik faktor anak, faktor ibu dan sosial ekonomi, keterbatasan penelitian serta implikasi hasil penelitian terhadap pelayanan keperawatan, penelitian keperawatan dan pendidikan keperawatan.
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian 6.1.2 Hubungan Antara Faktor Anak dengan Risiko Kejadian Diare pada Anak usia < 2 tahun di RSUD Koja Jakarta 6.1.2.1 Usia Anak Hasil analisis hubungan antara anak usia < 2 tahun dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan jumlah anak berusia 4–11 bulan lebih banyak dibandingkan anak usia 12-24 bulan. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia balita dengan kejadian diare.
Suraatmaja (2007), menjelaskan bahwa kebanyakan episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, dimana insiden tertinggi terjadi pada usia 6-35 bulan. Hal ini mungkin dikarenakan pada masa ini anak diberikan makanan pendamping dan anak mulai aktif bermain. Perilaku ini akan meningkatkan risiko anak untuk terjangkitnya penyakit diare.
Menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2004 menemukan bahwa semakin muda usia anak balita semakin besar kecenderungan terkena penyakit diare, kecuali pada kelompok usia kurang dari enam bulan, yang mungkin disebabkan makanan bayi masih sangat tergantung pada ASI. Tingginya angka diare pada anak balita yang berusia semakin muda dikarenakan semakin rendah usia anak balita daya tahan tubuhnya terhadap infeksi penyakit terutama penyakit diare semakin rendah, apalagi jika anak
80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
81
mengalami status gizinya kurang dan berada dalam lingkungan yang kurang memadai (Suraatmaja, 2007).
Hasil penelitian Suharti (2005) menunjukkan bahwa jumlah balita penderita diare yang banyak pada kelompok umur 6–12 bulan yaitu 34 balita (40 %) dan pada kelompok umur 13–24 bulan sebanyak 25 balita (29,4 %) sedangkan yang sedikit pada kelompok umur 0–5 bulan yaitu 13 orang (15,3 %). Sedikitnya kejadian diare pada kelompok umur 0–5 bulan karena pada umur tersebut, balita biasanya masih mendapat ASI dari ibunya dan belum mendapat makanan tambahan dimana tingkat imunitas balita tersebut tinggi yang diperoleh langsung dari ASI sehingga risiko untuk terkena diare lebih rendah.
Pada kelompok umur 6–12 bulan, biasanya balita sudah mendapat makanan tambahan dan menurut perkembangannya mulai dapat merangkak sehingga kontak langsung dengan kuman dan bakteri bisa saja terjadi, kontaminasi dari peralatan makan dan atau intoleransi makanan itu sendiri yang dapat menyebabkan tinginya risiko terkena diare.
Pada kelompok umur dari 6-24 bulan, beberapa balita yang menyusui sudah mulai disapih oleh ibunya, sehingga tidak lagi mendapat ASI. Dengan demikian tingkat imunitas balita menjadi rendah. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian nutrisi dan gizi yang baik sehingga juga akan membantu peningkatan daya tahan tubuh anak terhadap terpaparnya anak dengan agen infeksi yang dapat menimbulkan diare.
6.1.2.2 Jenis Kelamin Anak Sebagian besar responden yang mengalami diare pada penelitian ini adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki. Dari hasil analisis menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin balita dengan kejadian diare, namun anak berjenis kelamin 80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
82
laki-laki mempunyai peluang 1,39 kali untuk mengalami diare dibandingkan anak yang berjenis kelamin perempuan .
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Palupi (2009) yang menjelaskan bahwa anak berjenis kelamin laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 1,5 : 1 (dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak perempuan sebesar 40 %. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita perempuan lebih rendah dibandingkan dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2. Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan pada anak lakilaki lebih aktif dan lebih banyak bermain di lingkungan luar rumah, sehingga mudah terpapar dengan agen penyebab diare. Namun demikian, hingga saat ini belum diketahui secara pasti pada anak laki-laki lebih sering terkena diare dibandingkankan dengan anak laki-laki (Palupi, 2009).
6.1.2.3 ASI Eksklusif Hasil analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan kejadian
diare pada penelitian ini didapatkan anak yang tidak
mendapatkan ASI eksklusif lebih banyak dibandingkan dengan anak yang mendapatkan ASI eksklusif. Dari hasil uji statistik didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI eksklusif pada anak dengan kejadian diare.
Temuan penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yalcin, Hiszli, Yurdakok, dan Ozmert (2005) yang menyatakan bahwa anak dengan diare yang tidak mendapatkan ASI lebih berisiko dirawat di rumah sakit. Selain itu Karmalia (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian diare, dimana dari uji kendall’s tau_b diketahui bahwa semakin lama bayi diberi ASI
80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
83
secara ekslusif semakin kecil kemungkinan bayi untuk terkena kejadian diare.
Penelitian yang dilakukan oleh Apriyanti (2009) menjelaskan ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare. Semakin lama yang diberi ASI secara eksklusif semakin kecil kemungkinan bayi untuk terjadinya diare. Hal ini dikarenakan ASI mengandung zat antibodi yang bisa meningkatkan sistem pertahanan tubuh
anak. Pemberian ASI secara eksklusif
mampu melindungi bayi dari berbagai macam penyakit infeksi.
6.1.2.4 Imunisasi Campak Hasil penelitian didapatkan bahwa anak
yang mendapatkan
imunisasi campak lebih banyak dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak dan anak yang belum cukup umur untuk mendapatkan imunisasi campak. Hasil analisa menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat imunisasi campak dengan kejadian diare.
Tujuan diberikannya imunisasi adalah membentuk kekebalan tubuh anak agar mampu melawan berbagai gangguan bakteri dan virus yang ada di sekeliling tempat hidupnya. Jadi dengan imunisasi, tubuh anak akan bereaksi dan anti bodinya meningkat untuk melawan antigen yang masuk termasuk kuman penyebab diare.
Menurut Suraatmatmaja (2007), pada balita, 1-7 % kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama. Anak-anak yang menderita campak 4 minggu sebelumnya mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami diare dan disentri yang berat dan fatal (WHO, 2009). Imunisasi campak yang diberikan pada umur yang dianjurkan dapat mencegah sampai 25% kematian balita yang berhubungan dengan diare (Depkes RI, 1999).
80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
84
6.1.2.5 Status Gizi Pada balita penderita kurang gizi serangan diare terjadi lebih sering. Semakin buruk keadaan/ status gizi balita, semakin sering dan berat diare yang diderita. Di duga bahwa mukosa penderita malnutrisi sangat peka terhadap infeksi karena daya tahan tubuh yang kurang.
Hasil analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan anak dengan status gizi buruk lebih banyak dibandingkan anak dengan status gizi kurang dan gizi baik. Hasil analisis hubungan menunjukkan bahwa status gizi balita yang kurang secara statistik signifikan merupakan faktor risiko terjadinya diare
pada
anak.
Berdasarkan
analisis
multivariat
dengan
menggunakan regresi logistik berganda metode enter, variabel status gizi anak hubungn terhadap kejadian diare pada balita.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) yang melakukan kajian terhadap beberapa penelitian faktor risiko diare di Indonesia menyimpulkan bahwa status gizi yang rendah pada bayi dan balita merupakan faktor resiko terjadinya diare. Status gizi yang buruk dapat mempengaruhi kejadian dan lamanya diare. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Palupi (2007), yang menyatakan adanya hubungan antara status gizi yang buruk terhadap lamanya diare pada anak. Hubungan status gizi dengan lamanya diare bermakna secara statistik dimana semakin buruk gizi maka semakin lama diare yang diderita.
Penelitian yang dilakukan oleh Wilunda dan Panza (2006) menemukan hal yang berbeda yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan status imunisasi campak dengan kejadian diare.
80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
85
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Debi (2006) yang menjelaskan bahwa penderita diare pada anak balita lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi baik yaitu 62,3% dan terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare pada anak balita. Hal ini terjadi kemungkinan bahwa status gizi balita sebelum masuk rumah sakit sudah baik.
6.1.2.6 Kondisi tangan dan kuku Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek lebih banyak dibandingkan dengan anak dengan tangan dan kuku panjang dan kotor. Hasil uji statistik dijelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi tangan dan kuku anak dengan kejadian diare dan anak.
Hal ini tidak sesuai bila ditinjau secara teori,
pada usia anak
kebersihan diri (personal hygiene) sangatlah penting terutama pada anak-anak terutama kebersihan tangan dan kuku. Kondisi tangan dan kuku yang kotor dapat menjadi media berkembang biaknya kuman, bakteri dan jamur sehingga anak rentan untuk terserang infeksi. Menurut Sigmund Freud dalam teori psikoseksualnya menyatakan bahwa pada anak bayi anak berada pada tahapan oral dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan dan kepuasannya dari berbagai pengalaman disekitar mulutnya, anak senang memasukkan benda-benda yang ada didekatnya kedalam mulut termasuk memasukan tangan. Bila pada masa ini orangtua tidak memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak, anak akan mudah terpapar kuman dan bakteri melalui saluran pencernaan termasuk diare (Wong, 2000)
80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
86
6.1.2 Hubungan Antara Faktor Ibu dengan risiko kejadian diare pada anak usia < 2 tahun 6.2.1 Usia Ibu Usia ibu lebih banyak tergolong risiko rendah yaitu usia 20-30 tahun. Jika dilihat dari hubungan dengan kejadian diare pada anak, usia ibu tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian diare
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh wulandari (2009) yang menunjukkan usia ibu tidak berhubungan dengan kejadian diare pada abalita dengan nilai p= 0,08. Penelitian yang dilakukan oleh Mediratta (2007) juga menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare di Ethiopia, dengan nilai p= 0,995.
Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sintamurniwati (2006), yang menjelaskan bahwa lebih banyak ibu berusia < 20 dan > 30 tahun yang anaknya mengalami diare dibandingkan dengan usia ibu antara 20-30 tahun. Dari hasil analisa didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare.
Perbedaan hasil penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa pada usia 20-30 tahun merupakan usia subur dan produktif, kemungkinan ibu pada usia ini bekerja diluar rumah sehingga ibu kurang memperhatikan kondisi dan kesehatan anak.
6.2.2 Pendidikan Ibu Menurut Notoatmodjo (2003), tingkat pendidikan seseorang dapat meningkat pengetahuannya tentang kesehatan. Salah satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang adalah tingkat pendidikan. Pendidikan
akan
memberikan
pengetahuan
sehingga
terjadi
perubahan perilaku positif yang meningkat. Menurut Widyastuti (2005), orang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak 80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
87
tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik. Namun dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Ibu tinggi lebih banyak dibandingkan pendidikan ibu rendah. Hasil analisis menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian diare.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sender (2005) dari hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare. Wulandari (2009) dalam penelitiannya pun menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang significant antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare dengan nilai p= 0,080
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Maryatun (2008), yang menjelaskan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan angka kejadian diare pada anak. Hasil penelitian lain yang sesuai dengan penelitian yaitu yang dilakukan oleh Indrawati dan Mulyani (2005) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara kejadian diare dengan tingkat pendidikan ibu.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2009), tentang hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare pada anak. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan dengan tingkat korelasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku pencegahan diare pada anak, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki semakin baik pula perilaku pencegahan terhadap penyakit diare.
Sedangkan menurut Khalili (2006) menjelaskan pendidikan orang tua adalah faktor yang sangat penting dalam keberhasilan manajemen diare pada anak. Orang tua dengan tingkat pendidikan rendah, khususnya buta huruf tidak akan dapat memberikan perawatan yang
80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
88
tepat pada anak diare karena kurang pengetahuan dan kurangnya kemampuan menerima informasi.
Perbedaan hal tersebut memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan seseorang belum menjamin dimilikinya pengetahuan tentang diare dan pencegahannya.
6.2.3 Pengetahuan Ibu Dari hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan ibu
tinggi dan cukup sama besarnya dan banyak dibandingkan
dengan ibu yang mempunyai pengatahuan rendah. Hasil uji statistik menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare. Hasil uji statistik juga menjelaskan tidak ada hubungan antara ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan sedang dengan kejadian diare. Hasil analisis multivariat menunjukkan tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan kejadian diare.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Warma (2008)
yang
menyatakan
bahwa
tingkat
pengetahuan
ibu
berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare, dari hasil analisis didapatkan ibu yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi sebesar 46,5% dan ibu dengan tingkat pengetahuan sedang yaitu sebesar 53,5%. Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa korelasi antara faktor tingkat pengetahuan ibu menunjukkan korelasi yang signifkan dan berhubungan positif dimana tingkat pengetahuan ibu memberikan kontribusi paling kuat dibandingkan dengan faktor lingkungan dan sosial ekonomi.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Djunaidi (2008)
juga
didapatkan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare dengan hasil X2 hitung lebih dari X2 tabel yaitu 6,88 ; 8,805 dengan taraf signifikan 5% dan probabilitas (p) = 80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
89
0,032. Lestari (2007) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua terhadap kejadian diare pada anak.
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang menyebabkan tingginya kejadian diare pada anak padahal dari tingkat pengetahuan ibu cukup dan tinggi. Faktor-faktor tersebut adalah predisposisi factor seperti adanya tradisi dan kepercayaan masyarakat yang masih dianut si ibu), enabling factor
yaitu
tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan dan reinforcing factor adalah sikap dan prilaku tokoh masyrakat, dan tokoh agama serta petugas kesehatan (Apriyanti, 2009).
6.2.4 Kebiasaan Ibu Mencuci Tangan Sebelum Memberikan Makan Pada Anak Dari hasil analisis hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan ibu yang selalu mencuci tangan lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang kadang-kadang mencuci tangan dan yang jarang/tidak pernah mencuci tangan. Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian diare.
Salah satu perilaku hidup bersih yang penting dilakukan ibu adalah mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak. Perilaku cuci tangan ibu yang tidak memenuhi syarat hygiene berpotensi untuk meningkatkan risiko terjadinya diare pada anak.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hira (2002) menjelaskan dalam penelitian bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan ibu sebelum memberikan makan pada anak (p value= 0,02). Hal ini juga di dukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Apriyanti (2009), menunjukkan ada hubungan yang
80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
90
signifikan antara kebiasaan mencuci tangan dengan kejadian diare pada anak.
Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) memperlihatkan pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu
mempunyai hubungan yang bermakna dalam
mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita.
Pender (2002) menyatakan bahwa perilaku individu sebelumnya mempunyai pengaruh langsung
dan tidak langsung dalam
pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, termaksud didalamnya perilaku mencuci tangan pada ibu sebelum memberikan makan pada anak. Bila ibu sebelumnya mempunyai perilaku mencuci tangan yang baik maka dapat mencegah terjadinya penyakit, hal ini juga dipengaruhi
oleh
persepsi
ibu terhadap manfaat,
hambatan
pelaksanaan dan pengaruh dari perilaku tersebut. Prilaku ini juga dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu kesadaran mengenai perilaku terhadap kesehatan, kepercayaan yang dianut ibu terkait dengan kebiasaan mencuci tangan dapat mencegah penyakit. Keluarga, teman dan petugas kesehatan mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku mencuci tangan, sehingga ibu membutuhkan dorongan, dan role model (contoh)
untuk menguatkan perilaku
tersebut.
Hal ini disebabkan tangan merupakan salah satu media masuknya kuman penyebab penyakit ke dalam tubuh. Dengan demikian, apabila seseorang terbiasa mencuci tangan terutama pada waktu tertentu seperti sebelum memberikan makan pada anak maka akan meminimalkan masuknya kuman melalui tangan. Namun sebagian besar ibu yang menjadi responden masih memiliki kesadaran rendah untuk mencuci tangan mereka hanya terbiasa mencuci tangan mereka apabila tangan terlihat kotor saja. Padahal tangan yang terlihat bersih belum tentu bebas dari kuman.
80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
91
6.13 Hubungan Antara Faktor Sosial Ekonomi dengan Risiko Kejadian Diare Pada Anak Usia < 2 Tahun Hasil analisis hubungan antara variabel penghasilan keluarga dengan kejadian diare menunjukan anak dengan diare mempunyai penghasilan keluarga lebih banyak > 1 juta dibandingkan anak dengan penghasilan keluarga < 1 juta. Hasil uji statistik menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare (p value = 0,845).
Hasil penelitian ini tidak sejalan sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga dan status sosial ekonomi menjadi faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian diare, kejadian diare lebih sering muncul pada keluarga dengan pendapatan dan status sosial ekonomi yang rendah.
Penelitian ini tidak sejalan dengan
yang dilakukan oleh Darmawan
(2008), menemukan 95% keluarga yang memiliki anak dengan diare berasal dari status ekonomi menengah kebawah. Penelitian Wiluda dan Panza (2006) juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan kejadian diare pada balita. Status sosial ekonomi rendah meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, kemungkinan disebabkan oleh tidak adekuatnya fasilitas sanitasi, sanitasi lingkungan dan rumah yang buruk serta kurangnya kebersihan diri anak.
Hal ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yance Warma (2008), dimana dalam penelitiannya ini diketahui bahwa 83 % responden tergolong keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, artinya secara umum responden masih tergolong keluarga miskin. Oleh sebab itu usaha untuk pencegahan penyakit, pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak terpenuhi oleh karena keterbatasan uang. Hal ini menyebabkan masyarakat rentan menderita penyakit menular seperti diare ini. Kemiskinan bertanggung jawab atas penyakit yang ditemukan pada anak. Hal ini karena kemiskinan mengurangi kapasitas orangtua untuk
80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
92
mendukung perawatan kesehatan yang memadai pada anak, cenderung memiliki higiene yang kurang, miskin diet, miskin pendidikan. Sehingga anak yang miskin memiliki angka kematian dan kesakitan yang lebih tinggi untuk hampir semua penyakit. (Behrman, 1999). Sistem imun anak yang berasal dari sosio ekonomi rendah akan lebih rendah dibanding anak yang berasal dari sosio ekonomi tinggi. Sehingga lebih rentan terinfeksi kuman penyebab diare ini. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sonny (2002). Menurut Pender (2002) dalam salah satu konsepnya menyatakan bahwa Kesadaran seseorang tentang kesehatan dan perilaku promosi kesehatan dapat terhambat oleh rendahnya pendapatan seseorang sehingga akan berdampak pula terhadap kemampuan seseorang untuk mempertahankan status kesehatan mereka, tapi hal ini dapat dicegah bila individu mempunyai kesadaran diri dan kemampuan diri untuk dapat mengatasi masalah tersebut dengan perilaku yang positif. Perbedaan ini dapat terjadi, kemungkinan dikarenakan walaupun dari hasil analisis didapatkan bahwa lebih banyak keluarga dengan penghasilan > 1 juta, tapi mungkin tidak mencukupi untuk pemenuhan
kebutuhan
keluarga, sehingga keluarga lebih memprioritaskan untuk kebutuhankebutuhan yang lain dibandingkan dengan pemeliharaan kesehatan anggota keluarga, dari data diruangan didapatkan hampir lebih dari 60 % anak yang dirawat dengan bantuan dari pemerintah melalui Surat Keterangan Tanda Tidak Mampu (SKTM). 6.2 Keterbatasan Penelitian Dari hasil penelitian ini tentu masih belum sempurna dan tidak terlepas dari berbagai keterbatasan, sehingga akan mempengaruhi hasil penelitian. Adapun keterbatasan tersebut antara lain : 6.2.1 Sumber data Pengambilan data primer dilakukan langsung pada responden. Kendala yang dihadapai adalah jika anak rewel, pengambilan data dihentikan sementara kemudian dilanjutkan bila balita sudah tenang. Ada beberapa responden yang menolak pada saat mengisi kuesioner dan pada saat proses 80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
93
pengumpulan data berlangsung, sehingga peneliti mencari responden lain yang sesuai dengan kriteria. Pada pengisian data kondisi tangan dan kuku anak peneliti harus mengobservasi ulang data yang diisi dikarenakan pada beberapa anak tidak sesuai dengan kondisi anak. Pengisian kuesioner pengetahuan ibu ada beberapa ibu yang tidak bisa membaca, sehingga pertanyaan dibacakan oleh peneliti dan kemudian ibu memilih jawaban sesuai dengan pengetahuan ibu. Dalam pengambilan data untuk kelompok kontrol ada beberapa anak yang diagnosa medis pada saat masuk non diare, tetapi pada saat pengambilan data anak juga mengalami diare selama di rumah sakit.
6.3. Implikasi Untuk Keperawatan 6.3.1 Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian tentang faktor-faktor risiko kejadian diare pada anak usia < 2 tahun dengan menggunakan konsep Nola. J. Pender dapat menjadi acuan dalam penyusunan kebijakan rumah sakit. Hasil penelitian ini juga membantu perawat anak meningkatkan pemahaman tentang faktor-faktor risiko terhadap kejadian diare di rumah sakit sehingga dapat membantu perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan yang tepat pada pasien anak, sehingga dapat mencegah terjadinya diare pada anak dengan cara pemberian informasi dan pendidikan kesehatan sebagai upaya pencegahan dan penanganan anak dengan diare di rumah sehingga orang tua dapat memberikan pertolongan segera pada anak sehingga mengurangi kondisi keparahan anak yang di bawa ke rumah sakit.
6.3.2 Perkembangan Ilmu Keperawatan Penelitian ini menggunakan pendekatan konsep model Nola. J. Pender dan model segitiga epidemiologi untuk meneliti faktor-faktor risiko yang berhubungan denagn kejadian diare pada anak di rumah sakit. Kedua konsep model ini biasa digunakan untuk penelitian di komunitas, tetapi dalam pelaksanaannya penggunaan konsep model ini dapat digunakan untuk penelitian di rumah sakit sehingga dapat diperoleh faktor yang berhubungan dengan kejadian di rumah sakit yaitu status gizi anak dan kebiasaan mencuci tangan ibu sebelum memberikan makan pada anak. 80 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
94
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan 7.1.1
Karakteristik anak yang menjadi responden sebagian besar adalah anak berusia 8-11 bulan, lebih banyak berjenis kelamin laki-laki, anak lebih banyak tidak mendapatkan asi eksklusif, berdasarkan riwayat imunisasi campak lebih banyak anak tidak mendapatkan imunisasi, status gizi lebih banyak normal, dengan kondisi tangan dan kuku lebih banyak bersih dan pendek. Sedangkan berdasarkan karakteristik faktor ibu sebagian besar berusia < 20 dan > 30 tahun, tingkat pendidikan ibu lebih banyak tinggi, dengan tingkat pengetahuan ibu lebih banyak dengan pengetahuan baik, dan sebagian besar ibu mempunyai kebiasaan selalu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak.
7.1.2
Faktor anak yang berhubungan dengan kejadian diare adalah status gizi
7.1.3
Faktor ibu yang berhubungan dengan kejadian diare adalah kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak.
7.1.4
Penghasilan keluarga tidak ada hubungan yang signifikan terhadap kejadian diare.
7.1.5
Dari 3 faktor yang berhubungan dengan kejadian diare yang diteliti, faktor ibu adalah yang paling berpengaruh besar terhadap kejadian diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja selain faktor anak.
7.2 Saran 7.2.1 Bagi Pelayanan Keperawatan Melihat faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak di RSUD Koja, maka perlu dilakukan kegiatan edukasi kepada orang tua yang mempunyai anak usia < 2 tahun tentang pencegahan dan penanganan anak diare di rumah, terutama mengajarkan cara mencuci tangan yang benar dengan menggunakan sabun sebelum memberikan makan pada anak. 94 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
95
Pemberian informasi tentang pemberian makanan yang bergizi dan seimbang juga perlu disampaikan melihat dari data yang diperoleh banyak anak yang dirawat dengan diare mengalami status gizi kurang dan buruk.
Pemberian edukasi atau penyuluhan kesehatan ini dapat dijadikan program rutin bagi rumah sakit baik di poli anak maupun di ruang perawatan, selain itu perlunya dilengkapi media promosi kesehatan agar penyuluhan yang dilakukan mudah dipahami. Media yang bisa digunakan seperti brosur, memasang spanduk dan poster-poster terkait dengan pencegahan dan penanganan diare pada anak.
7.2.2 Bagi Pendidikan Keperawatan Berdasarkan hasil penelitian faktor ibu adalah faktor yang berpengaruh besar terhadap kejadian diare pada anak. Perlunya perhatian yang lebih dari praktisi kesehatan terutama perawat dalam pencegahan penyakit pada anak. Sasaran utama dalam pencegahan ini adalah ibu, dengan pemberian edukasi kesehatan yang tepat diharapkan akan mengurangi angka kesakitan diare pada anak. Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa keperawatan.
7.2.3 Bagi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya tentang faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak dibawah 2 tahun di rumah sakit. Penelitian tentang hubungan status gizi anak dengan kejadian diare dan perilaku kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak, perlu dilakukan pada penelitian selanjutnya untuk mengetahui pengaruh nya terhadap penurunan kejadian diare pada anak. Perlunya dilakukan penelitian selanjutnya dengan menambahan variabel-variabel lain yang perlu diteliti seperti faktor lingkungan, faktor status bekerja ibu dan jumlah anak dalam keluarga.
94 Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Universitas Indonesia
69
DAFTAR PUSTAKA
Adisasmito,W. (2007). Faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia: Systematic review penelitian akademik di bidang kesehatan masyarakat. Makara, kesehatan, vol. 11, no. 1, Juni 2007: 1-10. Alam. S. (2006). Zinc Treatment for 5 or 10 Days Is Equally Efficacious in Preventing Diarrhea in the Subsequent 3 Months among Bangladeshi Children1-4. Februari 25,2011. http://proquest.umi.com/pqdweb?did=2266960981&sid=3&Fmt=4&client. Alamsyah, (2002). Hubungan perilaku hidup bersih dengan kejadian diare pada balita di Kecamatan Bangkinang Barat, Bangkinang, Kampar dan Tambang Kabupaten Kampar tahun 2002. Maret 3, 2011. http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail. Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing theory, utilization & application. (3rd ed), USA : Mosby Elsevier. Ariawan. I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan. Arikunto.S. (2006). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta Ariyanti. M, (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas swakelola 11 ilir Palembang. Juni 21, 20011. http://uppmfkm.unsri.ac.id/uploads/files/u_2/abstrak10.doc. Betz. Cecily L. (2002). Keperawatan pediatrik. Jakarta. EGC. Clemens. (1998). Breastfeeding and the risk of life-threatening enterotoxigenic escherichia coli diarrhea in bangladeshi infants and children. Maret 20 Maret, 2011 http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/100/6/e2. Darmawan. (1008). Gambaran faktor-faktor yang berhubungan dengan tingginya diare pada balita di kelurahan Krian, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoharjo (Studi kasus). Diunduh tanggal 5 Juni 2011 dari http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/penelitian. Depkes RI. (1999). Buku ajar diare : pegangan bagi mahasasiswa. Jakarta . Ditjen.PPM & PPL.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
69
Depkes RI. (2002). Profil kesehatan indonesia 2002. Depkes RI. ---------------.(2003) Profil kesehatan indonesia 2003. Depkes RI. ---------------.(2008) Profil kesehatan indonesia 2007. Depkes RI. ---------------.(2009) Profil kesehatan http://www.depkes.go.id.
indonesia
2009.
Februari
31,2011
_________. (2009). Ilmu keperawatan komunitas: Pengantar dan teori. Jakarta. Salemba Medika. Efendi & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2005). Buku kuliah ilmu kesehatan anak, buku 1. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FKUI. Hastomo. S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM-UI Hidayat. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak 1. Jakarta: Salemba Medika Hira.A.M.(2002). Analisis faktor resiko terhadap kejadian diare pada anak balita di kecamatan bantimurung tahun 2002: Analisis faktor kejadian diare. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkppk-gdls2-2004-amhira-1349-diare. Hockenberry. M & Wilson. (2009). Wong’s essensials of pediatric Nursing. St.Louise Missouri: Mosby Essiver. Irianto K dan Waluyo K. 2004. Gizi dan Pola Hidup sehat, cetakan pertama. Jakarta: Press
Juffrie. (2011). Gastroenterologi-hepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan penerbit IDAI Kamalia.D. (2005). Hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja puskesmas kedungwuni tahun 2004/2005. Maret 4, 2011. http://www. Scrib.com. Kasjono.S.H, & Kristiawan.(2009). Intisari Epidemologi. Jogyakarta: Mitra Cendikia Press. Kasman. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas air dingin kecamatan koto tangah kota padang sumatra barat. Mei 20, 2011 http://library.usu.ac.id.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
69
Khalili, Gorbanali, Khalili, M, Mardani, M & Cuevas, L.E. (2006). Risk factors for hospitalization of children with diarrhea in Shahrrekord, Iran. Iranian Journal of Clinical Infectious Diseases, 1(3), 131-136. Lestari. M. (2007). Pengetahuan orang tua tentang diare pada anak yang dirawat di ruang menular RSU Dr. Soetomo. Buletin RSU Dr. Soetomo 9(2):82. Mandal, et all. (2008). Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Mubarak & Chayatin. (2009). Ilmu kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. Mubarak (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. Mubarak. (2005). Pengantar keperawatan komunitas 1. Jakarta: Sagung Seto Nelsson, W. E. (2000). Ilmu kesehatan anak. edisi 15 (Wahab, A. S., Penerjemah). Jakarta: EGC Ngastiah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC Notoatmodjo. S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoatmodjo S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Noor. N. N. (2000). Dasar epidemiologi. Jakarta: Rineka cipta. Nursalam.(2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan ; pedoman skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Palupi. A, (2005). Status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak akut di ruang rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, vol.6, No. 1, Juli 2009. Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2003). Essential of Nursing Reseach: methods apprasial and utilization, 6 th ed. Philadelphia: Lipincott. Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2005). Nursing reseach: Principle and methods..Philadelphia: Lipincott.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
69
Rohmah, K. (2002). Pengaruh pengganti air susu ibu (PASI) terhadap kejadian diare di poli bayi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Februari 20 2011. http:// digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-k2c-1893diare.. Ruel. T. M. (1997). Impact of zinc supplementation on morbidity from diarrhea and respiratory infections among rural guatemalan children. Maret 10, 2011. http://www.pediatric.org/cgi/content/full/99/6/808. Diperoleh pada. Sastroasmoro,S, & Ismael.(2002). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.edisi kedua.Jakarta: Sagung Seto. Sender, M.A. (2005). Hubungan faktor sosio budaya dengan kejadian diare di desa Candinegoro kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol.2. No. 2 Juli-Desember; 163-193. Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Sinthamurniwati. (2006). Faktor-faktor resiko kejadian diare akut pada balita (studi kasus di semarang). Februari 25, 2011. http://pdffactory.com. Soebagyo B. (2008). Diare akut pada anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret Sondongagung, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta,
Sugiono (2005). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Sugiono (2007). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung: Alfa beta Suharti, (1997). Pengaruh air bersih kaitannya dengan kejadian diare di desa. Bandung: Yrama Widya. Sunoto. (1990). Situasi Diare dan KLB 1991. FKUGM: Yogyakarta. Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC. Suraatmaja. (2007). Gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung Seto. Tomey. A. M & Alligood. M. R. (2006). Nursing theorists and their work. St.Louis: Mosby,Inc Warouw, S. P. (2002). Hubungan faktor lingkungan dan social ekonomi dengan morbiditas (keluhan ISPA dan diare). Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-sonny836-lingkungan. Whaley & Wong’s. (2000). Essensials of pediatric nursing. St.Louis Missouri: Mosby Company.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
69
Widiastuti, P. (2005). Epidemiologi suatu pengantar, edisi 2. Jakarta; EGC. Wilunda, C, Panza, A. (2006). Factor associated with diarrhea among children less than 5 years old in Thailand: A secondary analisis of Thailand multiple indicator cluster survey 2006. J Health res 2009, 23 (suppl), 1722. Winlar.W.(2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak 02 tahun di kelurahan turangga. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk.gdl.res.2002wiwin.1723.diare. Wong. D. L, Hockenberry. M, Wilson. D, Wikelstein. M. L, Schwartz. P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik, volume 1. Jakarta: EGC. Wong. D.L (2003). Nursing care of infants and children,(7th edition), volume 2 . St.louis: Mosby. Yalcin, S.S, Hizli, S, Yurdakok, K, & Ozmer, E. (2005). Risk factors for hospitalization in children with acut diarrhea : a case control study. The Turkish Journal of pediatric, 47, 339-342. Yulisa. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita (studi pada masyarakat etnis dayak kelurahan kasongan baru kecamatan kentingan hilir kabupaten Kentingan Kalimantan tengah). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
KUESIONER PENELITIAN Kode Responden Petunjuk Pengisian : 1. Isilah pertanyaan dibawah ini sesuai dengan keadaan sebenarnya 2. Bacalah baik-baik pertanyaan pada setiap soal 3. Memberikan tanda (V) sesuai dengan jawaban yang anda pilih 4. Jika pertanyaan terbuka tulislah dengan singkat dan jelas Diagnosa Media
Diare
Bukan Diare
Laki-laki
Perempuan
A. Karakteristik Anak 1. Jenis Kelamin
:
2. Tahun dan bulan lahir : ………. 3. Imunisasi campak
:
Ya
Tidak
4. Bila tidak diberikan, alasannya: Anak sakit saat akan di imunisasi Layanan kesehatan jauh Tidak ada biaya Takut, jika anak di immunisasi akan mengalami kelumpuhan dan panas Lain-lain………………………………………………………….. 5. Berat badan saat ini
: …….Kg
6. Apakah anak mendapatkan ASI :
Ya
Tidak
7. Sampai usia berapa anak hanya diberikan ASI saja tanpa diselingi dengan pemberian susu formula dan makanan pendamping ASI (MP-ASI) : ……………Bulan 8. Sampai usia berapa anak mendapatkan ASI : ………………….. 9. Selain diberikan ASI apakah anak diberikan minuman lainnya: Ya
Tidak
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
10. Bila ya, jenis minuman yang diberikan: Susu formula
Sari buah/jus buah
Air putih
Air teh
Gula atau air gula
Madu/ air madu
Air Tajin
Lain-lain……………..
11. Alasan ibu tidak memberikan ASI ekslusif : ASI tidak cukup Bayi tidak mau menyusu Karena ibu harus bekerja Lain-lain (sebutkan)……………………………………………………
12. Usia berapa anak diberikan susu formula dan makanan pendamping ASI (MP-ASI): ………………Bulan
13. Jenis MP-ASI yang diberikan pada anak: Bubur susu Bubur saring Buah (pisang) Lain-lain (sebutkan)…………………………………………………..
B. Karakteristik Ibu 1. Usia ibu
: ……..tahun
2. Pendidikan Terakhir : SD
SLTP
SLTA
Diploma
3. Jumlah penghasilan keluarga dalam sebulan : < 1 jt
> 1 jt
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Sarjana
Lampiran 3
C. Pengetahuan Tentang Diare Petunjuk Pengisian: 1. Bacalah baik-baik pertanyaan pada setiap soal. 2. Jawablah setiap pertangyaan sesuai dengan yang ibu ketahui dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang paling benar. Pertanyaan Pengetahuan tentang diare pada anak dan perawatannya: 1. Dibawah ini adalah pengertian diare pada anak yaitu : A. Buang air besar lebih dari 3 kali pada anak B. Buang air besar yang juga disertai dengan lendir dan darah C. Anak buang air besar lebih dari biasa D. Penyakit yang disebabkan karena gigitan nyamuk
2. Diare pada anak dapat disebabkan oleh……., kecuali A. Memakan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri dan kuman B. Makanan basi C. Alergi susu D. Penyakit keturunaan
3. Penyebaran kuman penyebab diare dapat terjadi lewat perantara… A. Tinja yang kering dan air dan makanan yang tercemar B. Melalui udara, dan cipratan ludah C. Memakai peralatan penderita diare D. Melalui Gigitan nyamuk
4. Tanda-tanda dan gejala anak mengalami diare yang harus diwaspadai orang tua…. A. Tinja cair B. Berat badan menurun C. Bibir kering, cubitan kulit kembali lambat , ubun-ubun cekung D. Semua Benar
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
5. Bila anak muntah setelah diberi minum, hal yang harus dilakukan ibu, adalah… A. Menghentikan pemberian minum. B. Menghentikan sekitar 10 menit, kemudian mencoba memberi minum lagi dengan pelan-pelan C. Memaksa anak untuk minum D. Dibiarkan saja karena anak sudah mendapatkan cairan infus
6. Bila diare pada anak tidak ditangani dengan baik maka akan mengakibatkan terjadinya …. A. Kekurangan cairan bahkan mengakibatkan kematian B. Kelumpuhan C. Gangguan pernafasan D. Gangguan kecerdasan
7. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan agar tidak terjadi diare yaitu… A. Mencuci tangan sebelum dan sesudah makan B. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan C. Buang air besar (BAB) di di jamban/WC D. Semua benar
8. Apa yang harus dilakukan ibu apabila anak mengalami diare dirumah…. A. Diberi obat warung untuk menghentikan diare B. Didiamkan saja, biasanya anak diare menandakan bertambahnya kepintaran anak. C. Berikan anak minum lebih dari biasanya D. Berikan anak cairan yang banyak termasuk pemberianLarutan Gula Garam (LGG)
9. Perawatan yang diberikan pada anak diare dirumah yaitu… A. Tetap berikan ASI pada anak B. Berikan cairan yang lebih banyak dari biasanya C. Tetap berikan makanan sesuai dengan usia anak D. Semua Benar
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Lampiran 3
10. Pada kondisi apa anak harus segera dibawa ke pelayanan kesehatan (puskesmas/rumah sakit)….. A. Demam terus menerus B. Tidak mau makan dan minum C. Ada darah dalam tinja D. Semua Benar
E. Mencuci Tangan Petunjuk Pengisian : 1. Isilah sesuai dengan tindakan yang dilakukan responden dengan memberikan tanda silang (V) pada kolom yang tersedia. 2. Ketentuan pengisian lembar ini yaitu : a. Selalu : apabila ibu mencuci tangan setiap akan memberikan makan anak dengan sabun b. Kadang-kadang,: apabila ibu kadang mencuci tangan dan kadang tidak mencuci tangan sebelum memberikan makan anak dengan sabun c. Jarang : apabila ibu mencuci tangan dengan sabun apabila ingat d. Tidak pernah : apabila ibu tidak pernah mencuci tangan sama sekali sebelum memberikan makan anak No
Indikator Selalu
1
Mencuci
tangan
Keterangan Kadang Jarang -kadang
sebelum
memberikan makan pada anak dengan menggunakan sabun
Observasi Keadaan tangan dan Kuku Anak Tangan dan Kuku Tangan dan kuku
Kondisi Bersih
Kotor
Panjang
Pendek
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Tidak Pernah
Lampiran 3
KISI KISI KUESIONER A. Kuesioner Pengetahuan No
Materi
No Pertanyaan
1
Pengertian diare
1
2
Penyebab diare
2
3
Penyebaran kuman diare
3
4
Tanda dan gejala diare
4
5
Penatalaksanaan diare
5
6
Akibat lanjut diare (komplikasi)
6
7
Pencegahan diare
7
8
Perawatan diare dirumah
B. Lembar Observasi Kebersihan tangan dan kuku
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
8, 9, 10
Lampiran 3
KUNCI JAWABAN KUESIONER PENGETAHUAN TENTANG DIARE 1. A 2. D 3. A 4. D 5. B 6. D 7. D 8. C 9. D 10. D
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
Pengumpulan Laporan
Jilid Hard Cover
Perbaikan Tesis
Sidang Tesis
Perbaikan Tesis
Ujian hasil Penelitian
Penulisan Laporan
Analisis Data
Pengumpulan Data
Perizinan
Ujian Proposal
Penyusunan proposal
Kegiatan
Pebruari 1 2 3 4
Maret 1 2 3 4 1
April 2 3 4
1
Mei 2 3
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN 4
1
Juni 2 3 4
1
Juli 2 3
4
Lampiran 4
Lampiran 7
BIODATA
Nama
: Yeni Iswari
TTL
: Jakarta, 22 Juni 1978
Jenis Kelamin
: Perempuan
Status
: Menikah
Pekerjaan
: Dosen
Alamat Rumah
: Jl. Tridarma Utama IV RT 005/012 No. 31 Kelurahan Cilandak Barat Kecamatan Cilandak Jakarta Selatan.
Alamat e-mail
:
[email protected]
Alamat Institusi
: Akademi Keperawatan Harum Jakarta Jl. Cumi No.37 Tanjung Priok Jakarta Utara
Riwayat Pendidikan : Magister Keperawatan Peminatan Keperawatan Anak FIK UI (2009-sekarang) Sarjana Keperawatan PSIK UMJ (2002-2005) Akademi Keperawatan Sismadi Jakarta (1996-1999) SMAN 66 Jakarta (1993-1996) SMPN 5 Solok (1990-1993) SDN 14 Pagi Pondok Labu Jakarta(1984-1990) Riwayat Pekerjaan
: Dosen Akademi Keperawatan Harum (2003-Sekarang) Dosen Akademi Keperawatan Sismadi (2000-2003)
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
ANALISIS FAKTOR KEJADIAN DIARE PADA ANAK USIA DIBAWAH 2 TAHUN DI RSUD KOJA JAKARTA Yeni Iswari 1, Dessie Wanda2, Besral3 ABSTRAK Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia dan di negara berkembang. Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta 2009, dilaporkan jumlah kasus diare sebesar 164.743 dimana kasus diare 50% terjadi pada balita. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan kejadian diare. Metode penelitian menggunakan rancangan case control, dengan jumlah sampel 54 untuk kelompok kasus dan 54 untuk kelompok kontrol. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dengan chi square test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejadian diare memiliki hubungan yang signifikan dengan status gizi (p value= 0,037), dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak (p value= 0,038). Rekomendasi penelitian lebih lanjut yaitu mengenai faktor lain yang mempengaruhi dan berhubungan dengan diare .
Kata kunci : faktor risiko, kejadian diare, anak usia < 2 tahun. ABSTRACT Diarrhea disease is a major cause of morbidity and mortality worldwide and in developing countries. Based on the health profile of DKI Jakarta 2009, the reported number of cases of diarrhea of 164,743 where 50% of diarrhea cases occurred in infants. This study aims to identify and explain factors related to the incidence of diarrhea. This research method using case-control design, with sample size 54 for cases group and 54 for control group. Data analysis was performed univariate, bivariate with chi square test. The results showed that risk factors affect has a significant relationship with nutritional status (p value= 0.037), and the habits of mothers wash their hands before providing eating in children (p value= 0.038). Recommendations that further research is another factor that affects anda is associated with diarrhea. Key words: risk factors, diarrhea, children < 2 year. cair), dengan/tanpa (Suraatmaja, 2007).
Pendahuluan Anak adalah investasi bangsa karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Anak yang sehat merupakan dambaan dari semua orang tua, namun tidak semua anak dengan kondisi sehat. Gangguan kesehatan yang terjadi pada masa anak-anak dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak, khususnya jika gangguan tersebut terjadi pada saluran pencernaan yang mempunyai peranan penting dalam penyerapan nutrisi yang diperlukan untuk menunjang tumbuh kembang anak. Salah satu gangguan pada saluran pencernaan yang sering terjadi pada anak adalah diare. Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja (menjadi
darah
atau
lendir
Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di seluruh dunia, yang menyebabkan 1 billiun kejadian sakit dan 3-5 juta kematian tiap tahunnya. Di Amerika Serikat, 20-35 juta kejadian diare terjadi setiap tahun. Pada 16,5 juta anak penderita diare tersebut berusia kurang dari 5 tahun dan 400-500 kejadian diare mengakibatkan kematian (Nelson, 2000). Berdasarkan data dari UNICEF di dunia didapatkan bahwa setiap 30 detik, satu balita meninggal akibat diare (Depkes, 2003). Berdasarkan profil kesehatan DKI Jakarta tahun 2009, jumlah kasus diare yang dilaporkan sebanyak 164.734 kasus dimana
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
kasus diare 50% terjadi pada balita. Jakarta Utara merupakan wilayah ke dua terbanyak yang menderita diare pada balita yaitu 21.441 kasus (24%) setelah wilayah Jakarta Timur dengan 28.222 kasus (31%) kemudian diikuti dengan Jakarta Barat (19%), Jakarta Selatan (14%) dan Jakarta Pusat 12 % (Profil kesehatan DKI, 2009). Data statistik yang didapatkan dari rekam medik di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja dari bulan Januari sampai bulan Desember 2010 didapatkan data bahwa angka kejadian penyakit diare merupakan penyebab kesakitan ke-3 setelah Tifoid dan DBD pada anak balita yang dirawat dirumah sakit, dengan jumlah kasus 543 orang pasien dengan angka insiden anak usia kurang satu tahun sebanyak 232 (42,7%) sedangkan pada anak toddler dan pra sekolah sebesar 311 (57,2 %) pasien . Anak usia di bawah 2 tahun sangat rentan terkena penyakit. Banyak faktor penyebab dan risiko yang berkontribusi terhadap kejadian diare pada anak, terutama pada bayi dimana daya tahan tubuh anak masih rendah sehingga rentan untuk terkena penyakit infeksi seperti diare. Bila ditinjau dari tahapan tumbuh kembang bayi menurut Sigmund Freud, bayi berada pada fase oral dimana kepuasan anak ada pada daerah mulut, sehingga apapun dimasukan kedalam mulut, ini mengakibatkan anak mudah mengalami penyakit infeksi terutama pada saluran pencernaan. Pada tahapan anak toddler, anak berada pada fase anal dimana fase ini diperkenalkan toilet training yaitu anak mulai diperkenalkan dan diajarkan untuk melakukan buang air besar di toilet atau jamban yang benar, kebiasaan anak buang air besar di sembarang tempat dan diarea terbuka seperti digot dan ditanah menyebabkan resiko untuk terjadinya penularan diare. Pada usia toddler anak sangat aktif dan lebih rentan terhadap penyakit-penyakit infeksi terutama yang menyerang saluran pencernaan. Pada masa ini anak banyak mengalami permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan pola makan, Anak biasanya mulai bosan dengan menu makanan yang dimasak di rumah sehingga anak cendrung untuk membeli makanan atau jajanan
dari luar rumah yang belum tentu terjamin kebersihannya Banyaknya kasus kejadian diare terutama yang terjadi pada anak dibawah 2 tahun, hal ini memerlukan perhatian dari semua tenaga kesehatan termasuk perawat. Perawat memegang peranan penting dalam melakukan usaha pencegahan terhadap timbulnya penyakit, terutama perawat anak dan komunitas. Ada 3 peranan perawat dalam pencegahan penyakit yaitu pencegahan primer (primary prevention), pencegahan sekunder (secondary prevention) serta pencegahan tersier (tertiary prevention). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor risiko kejadian diare pada anak usia dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta. Metodologi Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan case control. sampel penelitian ini adalah anak usia dibawah 2 tahun di RSUD Koja Jakarta. Jumlah responden 108 (54 kelompok kasus dan 54 kelompok control). Teknik pengambilan sampel secara purposive sampling. Jenis data dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder dengan menggunakan kuesioner. Hasil Penelitian Gambaran Karateristik Responden Berdasarkan riwayat pemberian imunisasi campak lebih banyak anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak 55,6%. Menurut status gizi anak didapatkan anak yang dengan status gizi normal yaitu sebesar 48,1%, anak dengan kurang gizi sebesar 25% dan anak yang mengalami gizi buruk sebesar 26,9%. Data selanjutnya memperlihatkan bahwa sebagian besar anak dengan kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 59,3% dan 40,7% anak dengan kondisi tangan dan kuku kotor dan panjang. Dilihat dari anak yang mendapatkan ASI eksklusif presentasenya hampir sama yaitu sebesar 52,8% dan yang tidak mendapatkan sebesar 47,2%. Jumlah anak yang
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
mendapatkan ASI lebih banyak yaitu 78,6%. Sedangkan usia anak mendapatkan ASI mayoritas antara 3-6 bulan. Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya yaitu dikarenakan Asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %. Adapun alasan ibu yang paling banyak tidak memberikan ASI eksklusif pada anaknya yaitu dikarenakan asi tidak mencukupi sebesar 18,5 %. Anak yang mendapatkan minum selain asi sebesar 96,3% dengan jenis minuman yang diberikan yaitu susu formula 49,1%, air putih 50,9%, air gula 3,7%, air tajin 3,7%, air teh 3,7%, madu 2%. Sedangkan pada anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif, usia anak pertama kali diberikan MP-ASI yaitu usia kurang dari 3 bulan 36,1%, usia 4-5 bulan 24,1% dan > 6 bulan sebesar 39,8% , Jenis MP-ASI yang diberikan yaitu bubur susu 32,4%, bubur saring 28,7%, buah 18,5% dan lain-lain 15,7%. Dapat dilihat di tabel 1 Tabel 1 Distribusi Menurut Karakteristik Anak di RSUD Koja Bulan Mei-April 2011 (n=108) Variabel
1
2
3
4
5
6
Usia Anak 4-7 bulan 8-11 bulan 12-18 bulan 18-24 bulan Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki ASI Eksklusif Mendapatkan ASI Eksklusif Tidak mendapatkan ASI eksklusif Imunisasi Campak Dapatkan Tidak dapat Status Gizi Normal Kurang Gizi Gizi Buruk Kondisi tangan dan kuku Bersih dan pendek. Kotor dan panjang
Uraian Jumlah Presentasi (%)
29 35 30 14
26,9 32,4 27,7 13,0
36 72
33,3 66,7
43
39,8
65
60,3
48 60
44,4 55,6
52 27 29
48,1 25,0 26,9
64 44
59,3 40,7
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Responden menurut Karakteristik Ibu yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel
1
2
3
4
Uraian Jumlah
Presentasi (%)
72 36
66,7 33,3
55 53
50,9 49,1
43 36 29
39,8 33,3 26,9
63 30 15
58,3 27,8 13,9
Usia Ibu < 20 dan >30Tahun 20 – 30 Tahun Pendidikan Ibu Tinggi Rendah Pengetahuan Ibu Baik Cukup Kurang Kebiasaan mencuci tangan Selalu Kadang-kadang Jarang/Tidak pernah
Dari tabel diatas memperlihatkan bahwa berdasarkan karakteristik ibu, usia ibu sebagian besar antara < 20 dan > 30 tahun yaitu 66,7% dan 33,3% usia ibu antara 2030 tahun. Sedangkan berdasarkan pendidikan ibu presentasenya hampir sama yaitu 50,9% tinggi dan 53 (49,1%). Dari pengetahuan ibu dapat dilihat bahwa ibu yang mempunyai pengetahuan baik sebesar 43 (39,8%), pengetahuan cukup 36 (33,3%) dan 29 (26,9%) pengetahuan ibu rendah, dari 10 pertanyaan pada kuisioner pengetahuan didapatkan hasil dari 108 ibu lebih banyak menjawab benar pada pertanyaan 5 yaitu sebesar 88%. Sedangkan ibu yang mempunyai kebiasaan mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anaknya yaitu 63 (58,3%) selalu, 30 (27,8%) kadang-kadang dan 15 (13,9%) jarang/ tidak pernah mencuci tangan. Berdasarkan karakteristik ekonomi didapatkan hasil:
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
faktor
sosial
Tabel 5.6 Distribusi frekuensi Responden menurut Karakteristik Sosek yang Berisiko Kejadian Diare Pada Anak Usia dibawah 2 tahun Bulan Mei-Juni (n=108) Variabel
Uraian Jumlah Prosentasi (%)
Penghasilan Keluarga <1 Juta
44
40,7
> 1 Juta
64
59,3
Berdasarkan penghasilan keluarga memperlihatkan bahwa orang tua yang mempunyai penghasilan lebih banyak > 1 juta dibandingkan dengan orang tua yang mempunyai penghasilan < 1 juta. Hubungan karateristik faktor kejadian diare. Berdasarkan karakteristik faktor anak didapatkan hasil bahwa anak dengan diare lebih banyak pada usia 4-11 bulan yaitu sebesar 55,6%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia anak dengan kejadian diare (p value = 0,433). Anak yang mengalami diare lebih banyak yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 70,4%. tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian diare (p value = 0,414). Lebih banyak anak tidak mendapatkan ASI eksklusif yaitu sebesar 59,3%. tidak ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian diare ( p value= 1,0). Menurut status gizi anak dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak dengan diare lebih banyak bergizi buruk yaitu sebesar 35,8 %. Hasil uji statistik didapatkan nilai p value = 0,009 berarti dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare. Dari hasil analisis diperoleh pula nilai OR = 3,5 kali dimana anak dengan status gizi buruk berpeluang 3,5 kali untuk mengalami diare dibandingkan anak yang berstatus gizi normal. Hasil analisis hubungan antara pemberian imunisasi campak anak dengan kejadian diare didapatkan bahwa anak yang mengalami diare
lebih banyak yang tidak mendapatkan imunisasi campak yaitu sebesar 57,4%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tidak diberikan imunisasi campak dengan kejadian diare (p value= 0,84). Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kondisi tangan dan kuku dengan kejadian diare dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak dengan kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek yaitu sebesar 42,6%. tidak ada hubungan yang signifikan antara kondisi tangan dan kuku anak dengan kejadian diare (p value = 0,84). Berdasarkan karakteristik faktor ibu didapatkan hasil bahwa anak yang menderita diare mempunyai ibu dengan usia <20 - > 30 tahun lebih banyak yaitu sebesar 40,4%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare (p value = 0,153). Tingkat pendidikan ibu pada anak dengan diare lebih tinggi yaitu sebesar 59,3%. tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare (p value = 0,12). Tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare dapatkan bahwa anak yang mengalami diare lebih banyak memiliki ibu dengan tingkat pengetahuan tinggi dan cukup dengan presentase masingmasingnya sebesar 37%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare (p value = 0,883). Anak yang mengalami diare lebih banyak yang mempunyai ibu yang selalu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak yaitu sebesar 44,4%. Ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan kejadian diare (p value = 0,05), dengan nilai OR= 6.50 kali dimana ibu yang jarang/tidak mencuci tangan berpeluang 6,50 kali untuk mengalami diare. Berdasarkan penghasilan keluarga didapatkan bahwa anak dengan penghasilan
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
keluarga kurang dari 1 juta lebih banyak pada anak yang mengalami diare yaitu sebesar 42,6%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare (p value = 0,845). Berdasarkan analisis multivariat didapatkan bahwa variabel yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian diare pada anak usia di bawah 2 tahun adalah variabel status gizi dan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak. Sedangkan variabel yang paling dominan adalah kebiasaan ibu mencuci tangan sebekum memberikan makan pada anak dengan nilai
Exponen B terbesar. Pembahasan Hasil analisis hubungan antara anak usia < 2 tahun dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan jumlah anak berusia 4–11 bulan lebih banyak dibandingkan anak usia 1224 bulan. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara usia balita dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan Suraatmaja (2007), menjelaskan bahwa kebanyakan episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan, dimana insiden tertinggi terjadi pada usia 6-35 bulan. Hal ini mungkin dikarenakan pada masa ini anak diberikan makanan pendamping dan anak mulai aktif bermain. Perilaku ini akan meningkatkan risiko anak untuk terjangkitnya penyakit diare. Sebagian besar responden yang mengalami diare pada penelitian ini adalah anak dengan jenis kelamin laki-laki. Dari hasil analisis menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin balita dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Palupi (2009) yang menjelaskan bahwa anak berjenis kelamin laki-laki yang menderita diare lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 1,5 : 1 (dengan proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak perempuan sebesar 40 %. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang menyatakan bahwa risiko kesakitan diare pada balita perempuan lebih rendah dibandingkan dengan balita laki-laki dengan perbandingan 1 : 1,2. Kemungkinan
terjadinya hal tersebut dikarenakan pada anak laki-laki lebih aktif dan lebih banyak bermain di lingkungan luar rumah, sehingga mudah terpapar dengan agen penyebab diare. Namun demikian, hingga saat ini belum diketahui secara pasti pada anak lakilaki lebih sering terkena diare dibandingkankan dengan anak laki-laki (Palupi, 2009). Hasil analisis hubungan antara riwayat pemberian ASI dengan kejadian diare pada penelitian ini didapatkan anak yang tidak mendapatkan ASI eksklusif lebih banyak dibandingkan dengan anak yang mendapatkan ASI eksklusif. Dari hasil uji statistik didapatkan tidak adanya hubungan yang bermakna antara riwayat pemberian ASI eksklusif pada anak dengan kejadian diare. Temuan penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yalcin, Hiszli, Yurdakok, dan Ozmert (2005) yang menyatakan bahwa anak dengan diare yang tidak mendapatkan ASI lebih berisiko dirawat di rumah sakit. Selain itu Karmalia (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI ekslusif dengan kejadian diare, dimana dari uji kendall’s tau_b diketahui bahwa semakin lama bayi diberi ASI secara ekslusif semakin kecil kemungkinan bayi untuk terkena kejadian diare. Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang mendapatkan imunisasi campak lebih banyak dibandingkan dengan anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak dan anak yang belum cukup umur untuk mendapatkan imunisasi campak. Hasil analisa menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara riwayat imunisasi campak dengan kejadian diare. Menurut Suraatmatmaja (2007), pada balita, 1-7 % kejadian diare berhubungan dengan campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama. Anak-anak yang menderita campak 4 minggu sebelumnya mempunyai resiko lebih tinggi untuk mengalami diare dan disentri yang berat dan fatal (WHO, 2009). Imunisasi campak yang diberikan pada umur yang dianjurkan dapat mencegah sampai 25% kematian balita yang
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
berhubungan dengan diare (Depkes RI, 1999). Hasil analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan anak dengan status gizi buruk lebih banyak dibandingkan anak dengan status gizi kurang dan gizi baik. Hasil analisis didapatkan bahwa status gizi balita yang kurang secara statistik signifikan merupakan faktor risiko terjadinya diare pada anak. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) yang menyatakan bahwa status gizi yang buruk dapat mempengaruhi kejadian dan lamanya diare. Hali ini didukung Palupi (2007), yang menyatakan adanya hubungan antara status gizi yang buruk terhadap lamanya diare pada anak. Hubungan status gizi dengan lamanya diare bermakna secara statistik dimana semakin buruk gizi maka semakin lama diare yang diderita.
berada pada tahapan oral dimana pada fase ini anak mendapatkan kenikmatan dan kepuasannya dari berbagai pengalaman disekitar mulutnya, anak senang memasukkan benda-benda yang ada didekatnya kedalam mulut termasuk memasukan tangan. Bila pada masa ini orangtua tidak memperhatikan kebersihan tangan dan kuku anak, anak akan mudah terpapar kuman dan bakteri melalui saluran pencernaan termasuk diare (Wong, 2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Wilunda dan Panza (2006) menemukan hal yang berbeda yaitu tidak ada hubungan yang signifikan antara status gizi dan status imunisasi campak dengan kejadian diare. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Debi (2006) yang menjelaskan bahwa penderita diare pada anak balita lebih banyak terjadi pada anak dengan status gizi baik yaitu 62,3% dan terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan kejadian diare pada anak balita. Hal ini terjadi kemungkinan bahwa status gizi balita sebelum masuk rumah sakit sudah baik.
Usia ibu lebih banyak tergolong risiko rendah yaitu usia 20-30 tahun. Jika dilihat dari hubungan dengan kejadian diare pada anak, usia ibu tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh wulandari (2009) dan Mediratta (2007) yang menunjukkan usia ibu tidak berhubungan dengan kejadian diare pada balita. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sintamurniwati (2006), yang menjelaskan bahwa lebih banyak ibu berusia < 20 dan > 30 tahun yang anaknya mengalami diare dibandingkan dengan usia ibu antara 20-30 tahun. Dari hasil analisa didapatkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan kejadian diare. Perbedaan hasil penelitian diatas dapat dijelaskan bahwa pada usia 20-30 tahun merupakan usia subur dan produktif, kemungkinan ibu pada usia ini bekerja diluar rumah sehingga ibu kurang memperhatikan kondisi dan kesehatan anak.
Hasil penelitian didapatkan bahwa anak yang kondisi tangan dan kuku bersih dan pendek lebih banyak dibandingkan dengan anak dengan tangan dan kuku panjang dan kotor. Hasil uji statistik dijelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara kondisi tangan dan kuku anak dengan kejadian diare dan anak. Hal ini tidak sesuai bila ditinjau secara teori, pada usia anak kebersihan diri (personal hygiene) sangatlah penting terutama pada anak-anak terutama kebersihan tangan dan kuku. Kondisi tangan dan kuku yang kotor dapat menjadi media berkembang biaknya kuman, bakteri dan jamur sehingga anak rentan untuk terserang infeksi. Menurut Sigmund Freud dalam teori psikoseksualnya menyatakan bahwa pada anak bayi anak
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Ibu tinggi lebih banyak dibandingkan pendidikan ibu rendah. Hasil analisis menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sender (2005) dan Wulandari (2009) dari hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Santosa (2009), dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa ada hubungan yang signifikan dengan tingkat korelasi kuat antara tingkat pendidikan ibu dengan perilaku pencegahan diare pada
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
anak, semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki semakin baik pula perilaku pencegahan terhadap penyakit diare. Perbedaan hal tersebut memberikan gambaran bahwa tingkat pendidikan seseorang belum menjamin dimilikinya pengetahuan tentang diare dan pencegahannya. Dari hasil analisis hubungan antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan tingkat pengetahuan ibu tinggi dan cukup sama besarnya dan banyak dibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengatahuan rendah. Hasil uji statistik menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan kejadian diare. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Warma (2008) yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan ibu berhubungan secara signifikan dengan kejadian diare, dari hasil analisis juga didapatkan bahwa korelasi antara faktor tingkat pengetahuan ibu menunjukkan korelasi yang signifkan dan berhubungan positif dimana tingkat pengetahuan ibu memberikan kontribusi paling kuat dibandingkan dengan faktor lingkungan dan sosial ekonomi. Lestari (2007) dalam penelitiannya juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan orang tua terhadap kejadian diare pada anak.Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh faktor-faktor lain yang menyebabkan tingginya kejadian diare pada anak padahal dari tingkat pengetahuan ibu cukup dan tinggi. Faktor-faktor tersebut adalah predisposisi factor seperti tradisi dan kepercayaan masyarakat yang masih dianut si ibu , enabling factor yaitu tersedianya fasilitas atau sarana dan prasarana kesehatan dan reinforcing factor adalah sikap dan prilaku tokoh masyrakat, dan tokoh agama serta petugas kesehatan. Dari hasil penelitian antara hubungan kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dengan kejadian diare pada penelitian ini menunjukkan ibu yang selalu mencuci tangan lebih banyak dibandingkan dengan ibu yang kadang-kadang mencuci tangan dan yang jarang/tidak pernah mencuci tangan. Hasil uji statistik menjelaskan ada hubungan antara kebiasaan ibu mencuci tangan dengan kejadian diare. Penelitian ini sesuai dengan penelitian Hira (2002) dan
Apriyanti (2009), yang menjelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kebiasaan ibu mencuci tangan ibu sebelum memberikan makan pada anak. Penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) memperlihatkan pada aspek perilaku ibu menunjukkan bahwa perilaku hidup bersih yang dilakukan ibu mempunyai hubungan yang bermakna dalam mencegah terjadinya penyakit diare pada bayi dan balita. Pender
(2002) menyatakan bahwa perilaku individu sebelumnya mempunyai pengaruh langsung dan tidak langsung dalam pelaksanaan perilaku promosi kesehatan, termaksud didalamnya perilaku mencuci tangan pada ibu sebelum memberikan makan pada anak. Namun sebagian besar ibu yang menjadi responden masih memiliki kesadaran rendah untuk mencuci tangan mereka hanya terbiasa mencuci tangan mereka apabila tangan terlihat kotor saja. Padahal tangan yang terlihat bersih belum tentu bebas dari kuman. Hasil penelitian analisis antara hubungan penghasilan keluarga dengan kejadian diare menunjukan anak dengan diare mempunyai penghasilan keluarga lebih banyak > 1 juta. Hasil uji statistik menjelaskan tidak ada hubungan yang bermakna antara penghasilan keluarga dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini tidak sesuai Adisasmito (2007) menyatakan bahwa pendapatan keluarga dan status sosial ekonomi menjadi faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian diare, kejadian diare lebih sering muncul pada keluarga dengan pendapatan dan status sosial ekonomi yang rendah. Penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh Darmawan (2008), menemukan 95% keluarga yang memiliki anak dengan diare berasal dari status ekonomi menengah kebawah. Penelitian Wiluda dan Panza (2006) juga menemukan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status ekonomi dengan kejadian diare pada balita. Status sosial ekonomi rendah meningkatkan risiko terjadinya diare pada balita, kemungkinan disebabkan oleh tidak adekuatnya fasilitas sanitasi, sanitasi lingkungan dan rumah yang buruk serta
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
kurangnya kebersihan diri anak. Hal ini juga bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Yance Warma (2008), dimana dalam penelitiannya ini diketahui bahwa 83 % responden tergolong keluarga pra sejahtera dan keluarga sejahtera I, artinya secara umum responden masih tergolong keluarga miskin. Oleh sebab itu usaha untuk pencegahan penyakit, pemanfaatan pelayanan kesehatan tidak terpenuhi oleh karena keterbatasan uang. Perbedaan ini dapat terjadi, kemungkinan dikarenakan walaupun dari hasil analisis didapatkan bahwa lebih banyak keluarga dengan penghasilan > 1 juta, tapi mungkin tidak mencukupi untuk pemenuhan kebutuhan keluarga, sehingga keluarga lebih memprioritaskan untuk kebutuhan-kebutuhan yang lain dibandingkan dengan pemeliharaan kesehatan anggota keluarga, dari data diruangan didapatkan hampir lebih dari 60 % anak yang dirawat dengan bantuan dari pemerintah melalui Surat Keterangan Tanda Tidak Mampu (SKTM). Implikasi Untuk Keperawatan Untuk pelayanan keperawatan diharapkan penelitian ini dapat membantu perawat anak meningkatkan pemahaman tentang faktorfaktor risiko terhadap kejadian diare di rumah sakit sehingga dapat membantu perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan yang tepat pada pasien anak, sehingga dapat mencegah terjadinya diare pada anak dengan cara pemberian informasi dan pendidikan kesehatan sebagai upaya pencegahan dan penanganan anak dengan diare di rumah sehingga orang tua dapat memberikan pertolongan segera pada anak sehingga mengurangi kondisi keparahan anak yang di bawa ke rumah sakit. Kesimpulan 1. Faktor anak yang berhubungan dengan kejadian diare adalah status gizi 2. Faktor ibu yang berhubungan dengan kejadian diare adalah kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak. 3. Penghasilan keluarga tidak ada hubungan yang signifikan terhadap kejadian diare. 4. Dari 3 faktor yang berhubungan dengan kejadian diare yang diteliti, faktor ibu adalah yang paling berpengaruh besar terhadap kejadian diare pada anak usia < 2 tahun di RSUD Koja selain faktor anak
Saran 1. Bagi Pelayanan Keperawatan Perlu dilakukan kegiatan edukasi kepada orang tua tentang pencegahan dan penanganan anak diare di rumah,
terutama mengajarkan cara mencuci tangan yang benar dengan menggunakan sabun sebelum memberikan makan pada anak, Serta pemberian makanan yang bergizi dan seimbang. Dengan menggunakan media promosi kesehatan mudah dipahami. seperti brosur, memasang spanduk dan poster-poster terkait dengan pencegahan dan penanganan diare pada anak. 2. Bagi Pendidikan Keperawatan Diharapkan juga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan referensi bagi mahasiswa keperawatan.
3. Bagi Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya tentang hubungan status gizi anak dengan kejadian diare dan perilaku kebiasaan ibu mencuci tangan sebelum memberikan makan pada anak dan juga perlunya dilakukan penelitian dengan menambahan variabel-variabel lain yang perlu diteliti seperti faktor lingkungan, faktor status bekerja ibu dan jumlah anak dalam keluarga Daftar Pustaka 1. Adisasmito,W. (2007). Faktor risiko diare pada bayi dan balita di Indonesia: Systematic review penelitian akademik di bidang kesehatan masyarakat. Makara, kesehatan, vol. 11, no. 1, Juni 2007: 1-10. 2. Alam. S. (2006). Zinc Treatment for 5 or 10 Days Is Equally Efficacious in Preventing Diarrhea in the Subsequent 3 Months among Bangladeshi Children1-4. Februari 25,2011. http://proquest.umi.com/pqdweb?did=2 266960981&sid=3&Fmt=4&client. 3. Alamsyah, (2002). Hubungan perilaku hidup bersih dengan kejadian diare pada balita di Kecamatan Bangkinang Barat, Bangkinang, Kampar dan
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
4.
5.
6. 7.
8. 9.
10.
11.
12. 13. 14. 15.
16.
Tambang Kabupaten Kampar tahun 2002. Maret 3, 2011. http://digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/de tail. Alligood, M. R., & Tomey, A. M. (2006). Nursing theory, utilization & application. (3rd ed), USA : Mosby Elsevier. Ariawan. I. (1998). Besar dan metode sampel pada penelitian kesehatan. Jakarta: Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Tidak dipublikasikan. Arikunto.S. (2006). Dasar-dasar evaluasi pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta Ariyanti. M, (2009). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja puskesmas swakelola 11 ilir Palembang. Juni 21, 20011. http://uppmfkm.unsri.ac.id/uploads/files/u _2/abstrak10.doc. Betz. Cecily L. (2002). Keperawatan pediatrik. Jakarta. EGC. Clemens. (1998). Breastfeeding and the risk of life-threatening enterotoxigenic escherichia coli diarrhea in bangladeshi infants and children. Maret 20 Maret, 2011 http://www.pediatrics.org/cgi/content/full/ 100/6/e2. Darmawan. (1008). Gambaran faktorfaktor yang berhubungan dengan tingginya diare pada balita di kelurahan Krian, Kecamatan Krian, Kabupaten Sidoharjo (Studi kasus). Diunduh tanggal 5 Juni 2011 dari http://www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/peneli tian. Depkes RI. (1999). Buku ajar diare : pegangan bagi mahasasiswa. Jakarta . Ditjen.PPM & PPL. Depkes RI. (2002). Profil kesehatan indonesia 2002. Depkes RI. ---------------.(2003) Profil kesehatan indonesia 2003. Depkes RI. ---------------.(2008) Profil kesehatan indonesia 2007. Depkes RI. ---------------.(2009) Profil kesehatan indonesia 2009. Februari 31,2011 http://www.depkes.go.id. _________. (2009). Ilmu keperawatan komunitas: Pengantar dan teori. Jakarta. Salemba Medika.
17. Efendi & Makhfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. 18. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2005). Buku kuliah ilmu kesehatan anak, buku 1. Jakarta: Bagian ilmu kesehatan anak FKUI. 19. Hastomo. S. P. (2007). Analisis data kesehatan. Jakarta: FKM-UI 20. Hidayat. (2005). Pengantar ilmu keperawatan anak 1. Jakarta: Salemba Medika 21. Hira.A.M.(2002). Analisis faktor resiko terhadap kejadian diare pada anak balita di kecamatan bantimurung tahun 2002: Analisis faktor kejadian diare. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.ph p?id=jkpkppk-gdl-s2-2004-amhira1349-diare. 22. Hockenberry. M & Wilson. (2009). Wong’s essensials of pediatric Nursing. St.Louise Missouri: Mosby Essiver. 23. Irianto K dan Waluyo K. 2004. Gizi dan Pola Hidup sehat, cetakan pertama. Jakarta: Press. 24. Juffrie. (2011). Gastroenterologihepatologi, jilid 1. Jakarta: Badan penerbit IDAI. 25. Kamalia.D. (2005). Hubungan pemberian asi eksklusif dengan kejadian diare pada bayi usia 1-6 bulan di wilayah kerja puskesmas kedungwuni tahun 2004/2005. Maret 4, 2011. http://www. Scrib.com. 26. Kasjono.S.H, & Kristiawan.(2009). Intisari Epidemologi. Jogyakarta: Mitra Cendikia Press. 27. Kasman. (2003). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas air dingin kecamatan koto tangah kota padang sumatra barat. Mei 20, 2011 http://library.usu.ac.id. 28. Khalili, Gorbanali, Khalili, M, Mardani, M & Cuevas, L.E. (2006). Risk factors for hospitalization of children with diarrhea in Shahrrekord, Iran. Iranian Journal of Clinical Infectious Diseases, 1(3), 131-136. 29. Lestari. M. (2007). Pengetahuan orang tua tentang diare pada anak yang dirawat di ruang menular RSU Dr.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
30. 31.
32.
33. 34.
35. 36.
37. 38. 39.
40.
41.
42.
43.
44.
Soetomo. Buletin RSU Dr. Soetomo 9(2):82. Mandal, et all. (2008). Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Mubarak & Chayatin. (2009). Ilmu kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. Mubarak (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan aplikasi. Jakarta: Salemba Medika. Mubarak. (2005). Pengantar keperawatan komunitas 1. Jakarta: Sagung Seto. Nelsson, W. E. (2000). Ilmu kesehatan anak. edisi 15 (Wahab, A. S., Penerjemah). Jakarta: EGC Ngastiah. (2005). Perawatan anak sakit. Jakarta: EGC. Notoatmodjo. S. (2002). Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Notoatmodjo S. (2003). Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta. Noor. N. N. (2000). Dasar epidemiologi. Jakarta: Rineka cipta. Nursalam.(2008). Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan ; pedoman skripsi, tesis, dan instrument penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Palupi. A, (2005). Status gizi dan hubungannya dengan kejadian diare pada anak akut di ruang rawat inap RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, vol.6, No. 1, Juli 2009. Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2003). Essential of Nursing Reseach: methods apprasial and utilization, 6 th ed. Philadelphia: Lipincott. Pollit,.D.F,Bek,C.T, & Hungler, B.O. (2005). Nursing reseach: Principle and methods..Philadelphia: Lipincott. Rohmah, K. (2002). Pengaruh pengganti air susu ibu (PASI) terhadap kejadian diare di poli bayi RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Februari 20 2011. http:// digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkp kbppk-gdl-res-2002-k2c-1893-diare. Ruel. T. M. (1997). Impact of zinc supplementation on morbidity from diarrhea and respiratory infections among rural guatemalan children. Maret 10, 2011. http://www.pediatric.org/cgi/content/full/9 9/6/808.
45. Sastroasmoro,S, & Ismael.(2002). Dasar-dasar metodologi penelitian klinis.edisi kedua.Jakarta: Sagung Seto. 46. Sender, M.A. (2005). Hubungan faktor sosio budaya dengan kejadian diare di desa Candinegoro kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika. Vol.2. No. 2 Juli-Desember; 163-193. 47. Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu. 48. Sinthamurniwati. (2006). Faktor-faktor resiko kejadian diare akut pada balita (studi kasus di semarang). Februari 25, 2011. http://pdffactory.com. 49. Soebagyo B. (2008). Diare akut pada anak. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. 50. Sondongagung, Kecamatan Godean Kabupaten Sleman Yogyakarta. Pasca Sarjana UGM. Yogyakarta. 51. Sugiono (2005). Statistik untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. 52. Sugiono (2007). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Bandung: Alfa beta. 53. Suharti, (1997). Pengaruh air bersih kaitannya dengan kejadian diare di desa. Bandung: Yrama Widya. 54. Sunoto. (1990). Situasi Diare dan KLB 1991. FKUGM: Yogyakarta. 55. Supartini, Y. (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC. 56. Suraatmaja. (2007). Gastroenterologi anak. Jakarta: Sagung Seto. 57. Tomey. A. M & Alligood. M. R. (2006). Nursing theorists and their work. St.Louis: Mosby,Inc. 58. Warouw, S. P. (2002). Hubungan faktor lingkungan dan social ekonomi dengan morbiditas (keluhan ISPA dan diare). Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.p hp?id=jkpkbppk-gdl-res-2002-sonny836-lingkungan. 59. Whaley & Wong’s. (2000). Essensials of pediatric nursing. St.Louis Missouri: Mosby Company. 60. Widiastuti, P. (2005). Epidemiologi suatu pengantar, edisi 2. Jakarta; EGC.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011
61. Wilunda, C, Panza, A. (2006). Factor associated with diarrhea among children less than 5 years old in Thailand: A secondary analisis of Thailand multiple indicator cluster survey 2006. J Health res 2009, 23 (suppl), 17-22. 62. Winlar.W.(2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak 0-2 tahun di kelurahan turangga. Februari 15, 2011. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php? id=jkpkbppk.gdl.res.2002wiwin.1723.diare. 63. Wong. D. L, Hockenberry. M, Wilson. D, Wikelstein. M. L, Schwartz. P. (2009). Buku ajar keperawatan pediatrik, volume 1. Jakarta: EGC. 64. Wong. D.L (2003). Nursing care of infants and children,(7th edition), volume 2 . St.louis: Mosby. 65. Yalcin, S.S, Hizli, S, Yurdakok, K, & Ozmer, E. (2005). Risk factors for hospitalization in children with acut diarrhea : a case control study. The Turkish Journal of pediatric, 47, 339-342. 66. Yulisa. (2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita (studi pada masyarakat etnis dayak kelurahan kasongan baru kecamatan kentingan hilir kabupaten Kentingan Kalimantan tengah). Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro.
Analisis faktor..., Yeni Iswari, FIK UI, 2011