UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI YTTRIUM SEBAGAI KATALIS PADA REAKSI METANOLISIS UREA MEMBENTUK METIL KARBAMAT
SKRIPSI
DWI WAHYU NUGROHO 0706263076
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI KIMIA DEPOK DESEMBER 2011
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
STUDI YTTRIUM SEBAGAI KATALIS PADA REAKSI METANOLISIS UREA MEMBENTUK METIL KARBAMAT
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
DWI WAHYU NUGROHO 0706263076
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI KIMIA DEPOK DESEMBER 2011
i
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya penulis sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah penulis nyatakan dengan benar
Nama
: Dwi Wahyu Nugroho
NPM
: 0706263076
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 11 Januari 2012
ii Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama
: Dwi Wahyu Nugroho
NPM
: 0706263076
Program Studi
: Kimia
Judul Skripsi
: Studi Yttrium sebagai Katalis pada Reaksi Metanolisis Urea Membentuk Metil Karbamat
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1
: Dr. rer. nat. Agustino Zulys
(
)
Pembimbing 2
: Drs. Ismunaryo Moenandar , M. Phil (
)
Penguji 1
: Dr. Ridla Bakri, M.Phil
(
)
Penguji 2
: Dra. Tresye Utari, M.Si
(
)
Penguji 3
: Dr. Herry Cahyana
(
)
Ditetapkan di : Universitas Indonesia, Depok Tanggal
: 11 Januari 2012
iii Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
KATA PENGANTAR Bismillahirrohmãnirrohîm, Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan kasih sayang-Nya serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah ditargetkan. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada tauladan seluruh manusia, kekasih Allah, Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan segenap umatnya hingga akhir zaman kelak. Dalam proses penyelesaian sripsi ini, tentunya penulis mendapatkan banyak bantuan serta dorongan dari berbagai pihak maka dari lubuk hati yang dalam, dengan segala kerendahan hati, penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian skripsi ini, diantaranya 1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan serta dukungan yang tulus dari semenjak kecil hingga saat ini, yang sangat berarti bagi perkembangan penulis. 2. Yth. bapak Dr. rer nat Agustino Zulys dan bapak Drs. Ismunaryo Moenandar, M. Phil selaku pembimbing yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melakukan riset, memberikan banyak ilmu, bimbingan, bantuan, pengertian dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini. 3. Yth bapak Dr. Emil Budianto selaku pembimbing akademis yang telah memberikan banyak masukan, bimbingan selama studi di Departemen Kimia FMIPA UI. 4. Yth. bapak Dr. Ridla Bakri selaku ketua Departemen Kimia FMIPA UI dan Ibu Dra. Tresye Utari, M.Si. selaku koordinator penelitian yang telah memberikan kesempatan dan bantuan dalam penelitian. 5. Seluruh dosen Departemen Kimia FMIPA UI yang telah memberikan begitu banyak ilmu serta pengalaman yang bermanfaat, serta menjadi sumber motivasi bagi penulis. 6. Pak Hedi S., Mbak Ina, Mba Cucu, Mba Elva, Pak Mul, Pak Kiri, serta para staf Departemen Kimia yang telah banyak membantu baik teknis atau pun non teknis selama penelitian ini. 7. Pihak-pihak yang telah membantu proses karakterisasi hasil penelitian: Ibu Eva Dewi, S. Si dari Puslabfor POLRI dan untuk bapak Drs. Sunardi M.Si dari laboratorium analisa Departemen Kimia, terima kasih atas bimbingannya. 8. Teman-teman penelitian di lantai 3 untuk widya, Sabil, Widi, Ardilla, Atur, Yuliga, Hesty, Yogi, Tyo dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu disini 9. Teman-teman angkatan 2007, terima kasih atas momen berharga, kebahagian, kesedihan, momen bersama yang tidak ternilai selama 4,5 tahun di Departemen Kimia. iv Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
10. Teman-teman Bintang Kecil dan Fathan Mubina yang telah mendukung penulis selama menempuh studi dan organisasi di Universias Indonesia 11. Adik-adik saya di BBKW yaitu Fitri, Titin, Itin, Dia, dan Siti khususnya dan angkatan 2009, 2010, dan 2011 umumnya yang telah mendukung penulis serta telah menjadi teman belajar penulis. 12. Pihak lain yang telah banyak membantu penulis dari awal penelitian hingga skripsi ini terselesaikan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
Desember 2011
v Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, penulis yang bertandatangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: Dwi Wahyu Nugroho : 0706263076 : Sarjana – S1 : Kimia : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah penulis yang berjudul : Studi Yttrium sebagai Katalis pada Reaksi Metanolisis Urea Membentuk Metil Karbamat beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mumublikasikan tugaas akhir penulis selama tetap mencantumkan nama penulis sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Universitas Indonesia, Depok Pada tanggal : 11 Januari 2012 Yang menyatakan
(Dwi Wahyu Nugroho)
vi Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
ABSTRAK
Nama
: Dwi Wahyu Nugroho
Program Studi
: Kimia
Judul
: Studi Yttrium sebagai Katalis pada Reaksi Metanolisis Urea Membentuk Metil Karbamat
Urea dan metanol merupakan bahan kimia yang sering digunakan dalam industri kimia. Keduanya merupakan bahan kimia yang mudah didapat dengan biaya yang murah dan pemisahan yang mudah saat produksi. Melalui pembentukan intermediet metil karbamat, keduanya dapat membentuk dimetil karbonat yang berperan sebagai “green reagent”. Pada reaksi metanolisis ini, suhu optimum yang dapat dicapai sebesar 165 oC. Yttrium nitrat dapat mengkonversi urea sebesar 73,07% pada suhu 165 oC selama 4 jam. Adanya pengaruh anion yang terikat pada katalis yttrium dan kelarutan dalam metanol, mempengaruhi besarnya konversi urea. Dari hasil karakterisasi, pada distilat, terdapat serapan baru pada bilangan gelombang 2902 cm-1 dan 1018 cm-1 yang berasal dari gugus CH3 dan C-O, sedangkan serapan dari gugus C=O, N-H, dan C-N juga masih ada pada bilangan gelombang 1620 cm-1, 3473 cm-1 dan 1159 cm-1. Analisa menggunakan GC-MS bahwa terdapat satu puncak pada kromatogram pada waktu retensi 5,19 menit dan berat molekul 75 gr/mol menunjukkan bahwa produk yang terbentuk merupakan metil karbamat.
Kata Kunci
: metil karbamat, senyawa yttrium, katalis, urea, metanol
xiv + 35 halaman : 18 gambar; 7 tabel Daftar Pustaka
: 15 (1989-2010)
vii Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name
: Dwi Wahyu Nugroho
Program Study
: Chemistry
Title
: Study of catalytic activity of Yttrium compounds for methyl carbamate production from urea and methanol
Urea and methanol are chemical reagent, that often be used in chemical industry. They can be obtained low cost and facile separation of production. They react to form dimethyl carbonate, that can be “green reagent” over formation methyl carbamate. In this methanolysis reaction, the optimum temperature can reach is 165 oC. Yttrium nitrate can convert 73,07 % urea at 165 oC, 4 hour. Anion groups and solubility in the methanol can influence conversion of urea. Based on characterization product, in distillate, there are new absorption in wavenumber 2902 cm-1 and 1018 cm-1, that came from CH3 groups and C-O groups, there are also can be found absorpstion, that came from C=O, N-H, and C-N groups in wave number 1620 cm-1, 3473 cm-1 and 1159 cm-1. Result of measurement GC-MS showed that one single component which was eluted at 5,19 menit and with molecular weight 75 gr/mole. It shows that product are methyl carbamate
Key Word
: methyl carbamate, yttrium compound, catalysis, urea, methanol
xiv + 35 pages : 18 pictures; 7 tables Bibliography
: 15 (1989-2010)
viii Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL………………………………………………………...………...i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS………………………………...…...ii LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………......iii KATA PENGANTAR……………………………………..………………………..….iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………………………vi ABSTRAK…………..………………..……………………………………………..vii ABSTRACT..…………………………..…………………………………………...viii DAFTAR ISI……………………………………..……...……………………………ix DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………....x DAFTAR TABEL…………………………………………………………………….xi DAFTAR LAMPIRAN…………..……………………….………………………….xii 1. PENDAHULUAN……………………………………………………….….…...1 1.1. Latar Belakang……………………………………………..…………….….1 1.2. Perumusan Masalah…………………………………………………….…...2 1.3. Tujuan Penelitian……………………………………….............................2 2. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………3 2.1. Logam Tanah Jarang………………………………………………………..3 2.1.1 Sumber Mineral Logam Tanah Jarang……………………………….4 2.1.2 Sifat-Sifat Umum Logam Tanah Jarang……………………………..5 2.1.2.1 Valensi yang Beragam……………………………………….6 2.1.2.2 Sifat Magnetik dan Sifat Spektra……………………………6 2.1.2.3 Bilangan Koordinasi dan Stereokimia………………………7 2.1.3 Aplikasi Logam Tanah Jarang……………………………………….7 2.2. Yttrium….………………………………………………………………….8 2.2.1 Yttrium Oksida………………………………………………………9 2.2.2 Yttrium Nitrat………………………………………………………..9 2.2.3 Yttrium Klorida……………………………………………………..10 ix Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
2.3. Metanol………...…………………………………………………………..10 2.4. Metil Karbamat…………………………………………………………….10 2.5. Urea………………………………………………………………………...10 2.6. Reaksi Urea dengan Alkohol……... ………………………………………10 2.7. Katalis…………....………………………………………………………...11 2.8. Spektroskopi FTIR ………………………………………………………..12 2.9. Kromatografi Gas………………………………..…………...….………...13 2.10. Spektroskopi Massa………………………………………………………..14 3. METODE PENELITIAN……………………………………………………..15 3.1. Bahan dan Alat Penelitian………………………………………………...15 3.1.1. Bahan……………………………………………………………...15 3.1.2. Peralatan…………………………………………………………...15 3.2. Prosedur Percobaan………………………………………………………..15 3.2.1. Preparasi Katalis…………………………………………………...15 3.2.2. Variasi Suhu terhadap Konversi Urea……...……………………...15 3.2.3. Variasi Anion Katalis terhadap Konversi Urea ……..…………….16 3.2.4. Analisis Produk dengan FTIR..……….………………………….. 16 3.2.5. Analisis Produk dengan GC-MS…………………………………..16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………17 4.1 Reaksi Metanolisis Urea..………………………………………………….18 4.1.1. Pengaruh Variasi Suhu Reaksi……………………………………...18 4.1.2. Pengaruh Anion pada Konversi Urea………………………………19 4.2 Karakterisasi dengan FTIR………………………………………………...20 4.3 Analisis dengan GC-MS…………………………………………………...25 4.4 Analisis Termodinamika…………………………………………………...29 4.5. Mekanisme yang mungkin…………………………………………………,31 5. KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………………….33 5.1 Kesimpulan………………………………………………………………..33
x Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
5.2 Saran………………………………………………………………………33 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………..………………....34 LAMPIRAN………………………………………………………………………..
xi Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Spektrum NMR 89Y dari [Y5O(OiPr)13] dalam C6D6 pada 25oC ………..9 Gambar 2.2 Reaksi antara urea dan metanol …………………………………………11 Gambar 2.3 Perbedaan Fase Katalis Homogen dan Katalis Heterogen dalam Larutan…………………………………………………………………………….….12 Gambar 2.4 Sistem Optik FTIR……………………………………………………....13 Gambar 4.1 Foto Distilat……………………………………………………………...18 Gambar 4.2 Foto Residu.……………………………………………………………..18 Gambar 4.3 Perbandingan serapan IR pada urea dan serapan IR pada residu…...…..20 Gambar 4.4 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis Y2O3…………………………………….……………………………….….....22 Gambar 4.5 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3.…………………………………………………………………….....23 Gambar 4.6 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis YCl3……………………………………………………………………………24 Gambar 4.7 Kromatogram distilat hasil reaksi katalis Y2O3.……...…………..……..25 Gambar 4.8 Spektra MS pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3………………………26 Gambar 4.9 Spektra MS dari metil karbamat………………………………..………..26 Gambar 4.10 Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3………………..27 Gambar 4.11 Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis YCl3……………………27 Gambar 4.12 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3……………….28 Gambar 4.13 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3…………………...28 Gambar 4.14 Skema mekanisme reaksi metanolisis urea…………...………………..31
xii Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Unsur-unsur tanah jarang……………………………………...………….....3 Tabel 2.2 Konfigurasi unsur tanah jarang…………………………………………...…6 Tabel 4.1 Pengaruh suhu reaksi terhadap reaksi metanolisis…………………………19 Tabel 4.2 Pengaruh variasi anion pada yttrium terhadap konversi urea ..…………...19 Tabel 4.3 Hasil GC MS katalis Y(NO3)3 dan YCl3…………………………………..29 Tabel 4.4 Energi bebas Gibbs dan entalphi pada setiap komponen untuk reaksi metanolisis urea….…………………………………………………………………….30 Tabel 4.5 Ketergantungan ∆rG dan konstanta kesetimbangan pada setiap temperatur……………………………………………………………………………...30
xiii Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Perhitungan % Konversi Urea…………………………………………… Lampiran 2 Spektrum IR pada Urea………………………………………………….. Lampiran 3 Spektrum IR pada residu distilasi……………………………………….. Lampiran 4 Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3…………..………… Lampiran 5 Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3………………… Lampiran 6 Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis YCl3……………………. Lampiran 7 Kromatogram GC distilat hasil reaksi katalis Y2O3…………………….. Lampiran 8 Spektrum MS pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3…………………… Lampiran 9 Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis Y2O3……… Lampiran 10 Kromatogram GC dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3…………… Lampiran 11 Spektra MS dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3…………………. Lampiran 12 Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3…. Lampiran 13 Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis YCl3…………………… Lampiran 14 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3………………….. Lampiran 15 Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis YCl 3……...
xiv Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Urea dan metanol merupakan bahan kimia yang sering digunakan dalam
berbagai industri kimia. Keduanya merupakan bahan kimia yang mudah didapat dengan biaya yang murah dan pemisahan yang mudah. Melalui pembentukan intermediet metil karbamat, keduanya dapat membentuk dimetil karbonat yang berperan sebagai “green reagent” menggantikan peran fosgen, metal halida, dan dimetil sulfat untuk reaksi metilasi dan alkoksikarbonilasi. (Pietro Tundro et al, 2007). Dalam prosesnya, hasil samping dari reaksi metanolisis ini akan menghasilkan gas amoniak sehingga sintesis atau pembentukan dimetil karbonat akan lebih aman secara lingkungan karena tidak dihasilkan senyawa yang berbahaya dari proses ini. Senyawa koordinasi dan organometalik dari lantanida mengalami perkembangan yang besar dalam beberapa tahun belakangan. Senyawa lantanida memiliki kegunaan yang besar dalam reaksi sintesis, secara stoikiometri maupun hasil katalisis. Kation lantanida merupakan asam keras Lewis, berdasarkan klasifikasi asam basa keras lunak (HSAB) menurut Pearson. Kation lantanida memiliki sifat elektrofilik, oksofilik, dan stabil redoks. Sifat ini, ditunjang dari variasi jari-jari ionik dari kation lantanida, menjadi suatu hal yang penting dalam proses katalitik. Dari sifat diatas, kation lantanida memiliki kereaktifan yang besar. Agustino Zulys dkk (2008) telah melaporkan kereaktifan yang besar pada katalis dari golongan lantanida pada reaksi Tishchenko. Dengan menggunakan katalis La, didapat hasil sintesis sebesar 99% pada suhu ruang dan waktu reaksi yang singkat. Penelitian ini adalah studi awal tentang reaksi metanolisis urea menggunakan katalis yttrium. Karenanya ruang lingkup penelitian ini diawali dengan sintesis, karakterisasi dari produk yang terbentuk dan bagaimana pengaruh dari katalis yttrium yang merupakan unsur tanah jarang terhadap proses reaksi serta optimalisasi produk akhir dimetil karbonat yang terbentuk. Jika berhasil, merupakan studi yang menarik dan aplikatif untuk bidang “Green Chemistry” karena dimetil karbonat merupakan “green reagent”.
1 Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
2
1.2
Perumusan Masalah Apakah produk dimetil karbonat dapat dibentuk dari reaksi metanolisis urea,
apakah katalis yttrium dapat mengkatalisis proses tersebut, dan bagaimana pengaruh dari suhu reaksi dan anion yang berikatan dengan kation yttrium pada reaksi ini. 1.3
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh suhu reaksi dan gugus
anion yang berikatan dengan kation yttrium pada reaksi metanolisis urea, dan mengkarakterisasi produk yang terbentuk dengan menggunakan parameter spektrum IR dan spektrum GC-MS 1.4
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini adalah suhu reaksi akan mempengaruhi besarnya
konversi urea. Semakin tinggi suhu, akan memperbesar konversi urea. Anion dari katalis akan mempengaruhi sifat asam lewis kation Y3+ dan kelarutan dalam metanol. Katalis yang semakin asam, dan mudah larut dalam metanol akan memperbesar konversi urea. Produk dimetil karbonat dapat terbentuk dari hasil katalisis reaksi ini, adanya katalis yttrium dapat mengkatalisis reaksi metanolisis urea dengan memebentuk ikatan koordinasi dengan urea sehingga produk dimetil karbonat dapat terbentuk.
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Logam Tanah Jarang Logam tanah jarang merupakan kelompok unsur yang terletak pada golongan
lantanida (periode 6, golongan IIIB, dalam sistem periodik unsur) dan ditambah dua unsur yaitu yttrium dan skandium. Pemasukan yttrium dan skandium ke dalam golongan tanah jarang karena memiliki kesamaan sifat dengan golongan tersebut. Unsur yang termasuk ke dalam golongan tanah jarang adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Unsur-unsur tanah jarang Simbol
Nama Unsur
Nomor Atom
Sc
Skandium
21
Y
Yttrium
39
La
Lantanum
57
Ce
Cerium
58
Pr
Praseodymium
59
Nd
Neodimium
60
Pm
Prometium
61
Sm
Samarium
62
Eu
Europium
63
Gd
Gadolinium
64
Tb
Terbium
65
Dy
Dysprosium
66
Ho
Holmium
67
Er
Erbium
68
Tm
Thulium
69
Yb
Ytterbium
70
Lu
Lutetium
71
3 Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
4
Sesuai dengan namanya, unsur-unsur ini termasuk jarang ditemukan. Saat ditemukan dalam jumlah sedikit. Unsur tanah jarang ini, pertama kali ditemukan pada tahun 1787 oleh seorang letnan angkatan bersenjata Swedia bernama Karl Axel Arrhenius. Ia mengumpulkan mineral hitam ytterbite dari penambangan feldspar dan quartzkuarsa di dekat desa Ytterby, Swedia. Kemudian, mineral tersebut berhasil dipisahkan oleh J. Gadoli pada tahun 1794, dengan memperoleh mineral ytterbite selanjutnya, nama mineral tersebut diganti menjadi Gadolinite. 2.1.1 Sumber mineral logam tanah jarang Secara umum, logam tanah jarang (rare earth elements) ditemukan dalam bentuk senyawa kompleks fosfat dan karbonat. Di bawah ini adalah beberapa contoh mineral logam tanah jarang yang ditemukan di alam.
Bastnaesite (CeFCO3) Merupakan sebuah floro-karbonat cerium yang mengandung 60-70% oksida
logam tanah jarang selain cerium yang dominan, seperti lantanum (La2O3) dan Neodymium (Nd2O3). Mineral bastnaesite merupakan sumber logam tanah jarang utama di dunia. Bastnaesite ditemukan dalam batuan cabonatite, dolomite breccias, pegmatite, dan amphibole skarn.
Monazite ((Ce,La,Y,Th)PO3) Merupakan senyawa fosfat logam tanah jarang yang mengandung 50-70%
oksida lantanida (Ln2O3). Monazite diambil dari mineral pasir berat yang merupakan hasil samping penambangan senyawa logam berat lain seperti timah di kepulauan Bangka, Belitong, dan Singkep
Xenotime (YPO4) Merupakan senyawa yttrium fosfat yang mengandung 54-65% logam Ln
termasuk eurobium, cerium dan thorium. Xenotime juga merupakan mineral yang ditemukan dalam mineral pasir berat seperti pegmatite dan batuan leleh (igneous rock)
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
5
Zircon
Merupakan senyawa zirconium silikat yang didalamnya ditemukan thorium, yttrium, dan cerium oksida. 2.1.2
Sifat-sifat umum logam tanah jarang Lantanida menampilkan sifat kimia yang berbeda dengan logam pada blok d.
Kereaktifan dari unsur ini, lebih besar dari logam transisi. Secara umum sifat-sifat unsur logam tanah jarang sebagai berikut: 1. Bilangan koordinasi yang lebih bermacam-macam (umumnya 6-12, tetapi bikangan koordinasi 2, 3, atau 4 juga dikenal). 2. Geometri koordinasi ditentukan dari faktor sterik ligan daripada efek medan kristal. 3. Unsur-unsur ini membentuk kompleks ‘ionik’ labil yang mengarah pada pertukaran ligan 4. Orbital 4f pada ion Ln3+ tidak berpartisipasi secara langsung membentuk ikatan, dilindungi dengan baik oleh orbital 5s2 dan 5p6. Jadi sifat spektroskopik dan sifat magnetik, secara keseluruhan tidak dipengaruhi oleh ligan. 5. Splitting medan kristal yang kecil dan spektra elektronik yang sangat tajam dibandingkan dengan logam blok d. 6. Unsur ini menyukai ligan anionik dengan donor atom yang memiliki keelektronegatifan yang tinggi (e.g. O, F). 7. Unsur ini mudah membentuk kompleks terhidrasi (energi hidrasi yang tinggi pada ion kecil Ln3+) dan hal ini menyebabkan ketidakpastian pada penentuan angka koordinasi. 8. Endapan hidroksida yang tidak larut pada pH netral kecuali ditambahkan bahan pengompleks. 9. Umumnya satu bilangan oksidasi (3+) (umumnya pada larutan akua). 10. Tidak membentuk ikatan rangkap Ln=O atau Ln≡N seperti pada berbagai logam transisi dan aktinida.
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
6
11. Tidak seperti logam transisi, unsur lantanida tidak membentuk karbonil stabil dan sebenarnya tidak memiliki keadaan oksidasi 0. 2.1.2.1 Valensi yang beragam Beberapa unsur lantanida tertentu membentuk ion-ion +2 (Pr2+) atau +4 (Ce4+). Ion +2 mudah dioksidasi dan ion +4 mudah direduksi menjadi +3 (La3+, Ce3+, Pr3+, Nd3+, Sm3+, Eu3+, Gd3+, Y3+, Tb3+, Dy3+). Penjelasan yang sederhana bagi keberadaan valensi ini adalah bahwa kulit yang kosong,terisi setengah atau terisi penuh sangat stabil. Fenomena yang mirip ini berhubungan dengan entalpi pengionan unsur deret transisi pertama. Bagi lantanida, tingkat oksidasi IV bagi cerium memberikan Ce4+ seperti konfigurasi La3+. Demikian juga, pembentukan Yb2+ memberikan konfigurasi elektron f14 Tabel 2.2 Konfigurasi unsur tanah jarang
2.1.2.2 Sifat magnetik dan spektra Ion lantanida yang memiliki elektron tidak berpasangan, umumnya memberikan warna dan bersifat paramagnetik. Terdapat perbedaan mendasar dari logam tanah jarang dengan unsur grup d dalam hal bahwa elektron-elektron 4f adalah elektron dalam dan terlindungi sangat efektif dari pengaruh gaya luar oleh tumpukan kulit 5s2 dan 5p6. Dengan demikian, hanya terdapat pengaruh yang sangat lemah dari medan ligan. Sebagai hasilnya, transisi elektron antara orbital-orbital f menimbulkan pita-pita serapan
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
7
yang sangat sempit, sama sekali tidak mirip dengan pita lebar yang dihasilkan dari transisi d-d , dan sifat magnetik ion sedikit dipengaruhi oleh sifat kimia sekelilingnya. 2.1.2.3 Bilangan koordinasi dan stereokimia Dalam hal ini, kekhasan ion Ln3+ memiliki bilangan koordinasi lebih dari enam adalah biasa. Sangat sedikit unsur terkoordinasi enam yang diketahu, namun yang umum adalah bilangan koordinasi 7, 8, 9. Dalam ion [Ce(NO3)6]2-, Ce dikelilingi oleh 12 atom oksigen dari gugus kelat NO3-. Penurunan jari-jari dari La-Lu dan juga bilangan koordinasi yang berbeda dari golongan lantanida berpengaruh pada struktur Kristal. Sebagai contoh, atom logam dalam triklorida La-Gd terkoordinasi 9, sedangkan klorida dari Tb-Lu memiliki struktur sejenis AlCl3 dengan logam yang terkoordinasi octahedral. 2.1.3 Aplikasi logam tanah jarang Logam tanah jarang sudah banyak digunakan di berbagai macam produk. Penggunaan logam tanah jarang ini memicu berkembangnya material baru. Material baru dengan campuran logam tanah jarang memberikan perkembangan teknologi yang cukup signifikan. Perkembangan material ini banyak diaplikasikan di dalam industri untuk meningkatkan kualitas produk mereka. Contoh, perkembangan yang terjadi pada magnet. Logam tanah jarang mampu menghasilkan neomagnet, yaitu magnet yang memiliki medan magnet yang lebih baik dibandingkan dengan magnet biasa. Sehingga memungkinkan munculnya perkembangan teknologi berupa penurunan berat dan volume speaker. Memungkinkan munculnya dinamo yang lebih kuat untuk menggerakkan mobil sehingga dengan adanya logam tanah jarang memungkinkan munculnya mobil bertenaga listrik yang dapat digunakan untuk perjalanan jauh. Oleh karenanya mobil dwifungsi (hybrid) saat ini mulai marak dikembangkan Dalam aplikasi metalurgi, penambahan logam tanah jarang digunakan dalam pembuatan baja High Strength Low Alloy (HSLA), baja karbon tinggi, superalloy, stainless steel karena logam tanah jarang memiliki kemampuan untuk meningkatkan kemampuan material berupa kekuatan, kekerasan, dan peningkatan ketahanan terhadap panas. Contohnya pada penambahan logam tanah jarang dalam bentuk aditif atau alloy
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
8
pada paduan magnesium dan alumunium, maka kekuatan dan kekerasan paduan tersebut akan meningkat dengan signifikan. 2.2.
Yttrium Yttrium adalah unsur kimia dengan nomor atom 39 terletak pada periode 5
golongan IIIB sehingga termasuk dalam logam transisi awal. Yttrium memiliki kesamaan sifat dengan unsur golongan lantanida. Karena itu, yttrium bersama scandinavium (Sc) dimasukkan dalam unsur tanah jarang. Logam yttrium berwarna putih keperakan, dengan massa jenis 4.472 gr/cm3. Unsur ini ditemukan bersamaan dengan semua mineral tanah jarang (termasuk monazite, xenotime, dan yttria) dan di bijih uranium tetapi tidak pernah ditemukan dalam unsur bebas. Senyawa Yttrium diantaranya: 1. YX3 (X = F, Cl, Br, I) yang memiliki struktur yang sama seperti LnX3 (Ln = Dy–Lu); 2. ion aqua Yttrium [Y(H2O)8]3+ dalam padatan yttrium triflate Y(O3SCF3)3.9H2O mengandung ion [Y(H2O)9]3+; 3. asetilasetonat [Y(acac)3(H2O)]; 4. bis(trimetilsilil)amida Y[N(SiMe3)2]3; 5. terpiridil bereaksi dengan yttrium nitrat, membentuk koordinat 10 [Y(terpy)(NO3)3(H2O)]. Senyawa yttrium sering digunakan sebagai host material untuk ion Ln3+. Yttrium oksida digunakan untuk men stabilkan zirconia (YSZ), yttrium iron garnets (YIG) digunakan untuk alat microwave dan YBa2Cu3O7 sebagai superkonduktor. Yttrium, seperti skandium, di alam monoisotopic. 89Y mempunyai I = 1/2; sehingga sinyal akan sulit diamati, informasi yang lebih baik didapatkan dari studi NMR
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
9
Gambar 2.1 spektrum NMR 89Y dari [Y5O(OiPr)13] dalam C6D6 pada 25oC (P.S Coan, L.G. Hubert-Pjalzgraf, dan H.G. Caulton, Inorg. Chem., 1992, 31, 1262). Reaksi dari YCl3 dengan litium isopropoksida, LiOCHMe2 (LiOPri), menghasilkan alkoksida Y5O(OPri)13, yang tidak memiliki struktur yang sederhana, tetapi kluster dari 5 Yttrium tersusun mengelilingi pusat oksigen. Spektrum 89Y NMR ditunjukkan pada Gambar 2.1. dua kemungkinan bentuk geometri, piramida segiempat dan trigonal bipiramidal, yang mungkin dari inti Y5O dari molekul. 2.2.1. Yttrium Oksida Yttrium oksida merupakan suatu padatan berwarna putih, memiliki berat molekul 225,82 gr/mol. Yttrium oksida memiliki titik leleh 2410°C dan sangat sulit larut dalam air dingin, namun mudah larut dalam asam 2.2.2. Yttrium Nitrat Yttrium nitrat merupakan suatu padatan berwarna putih, memiliki berat molekul 274,94 gr/mol. Yttrium nitrat mudah larut dalam air
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
10
2.2.3. Yttrium Klorida Yttrium klorida meupakan suatu padatan berwarna putih, tidak berbau, memiliki berat molekul 195,4 gr/mol. Yttrium klorida mudah larut dalam air dan alkohol. 2.3.
Metanol Metanol merupakan senyawa alkohol yang paling sederhana. Metanol memiliki
rumus molekul CH3OH dengan berat molekul 32,04 gr/mol. Metanol merupakan cairan tak berwarna, memiliki nilai massa jenis 0,7915 gr/mL, titik didih 64.5°C dan titik leleh -97.8°C. Metanol mudah larut dalam air. Metanol dapat digunakan dalam berbagai reaksi kimia, salah satunya metanol dapat bereaksi dengan urea. 2.4.
Metil Karbamat Metil karbamat (juga disebut sebagai metil uretan) merupakan senyawa organik
dan ester paling sederhana dari asam karbamat (NH2COOH). Metil karbamat memiliki berat molekul 75 gr/mol, titik didih 177 °C, titik leleh 52 °C. Metil karbamat dapat dibuat dari metanol dan urea menggunakan boron trifluorida. Metil karbamat digunakan dalam industri tekstil pada bagian resin untuk aplikasi campuran resin polyester/katun. 2.5.
Urea Urea merupakan senyawa organik dengan rumus molekul CO(NH2)2. Urea
memiliki dua gugus amina (-NH2) yang terikat pada karbonil (C=O). Urea merupakan padatan putih dan sedikit berbau amoniak dalam keadaan lembab. Urea memiliki titik leleh 132,7°C, berat molekul 60,06 gr/mol, dan massa jenis 1,323 gr/mL. Urea dipergunakan luas dalam industri pertanian sebagai sumber nitrogen bagi tanaman. Disamping itu, urea juga digunakan dalam industri kimia sebagai resin, industri peledak dalam bentuk urea nitrat, dan lain-lain. 2.6.
Reaksi Urea dengan Alkohol. Reaksi dari urea dengan alkohol merupakan reaksi substitusi nukleofilik pada
gugus karbonil dari urea. Urea memiliki gugus amida yang kurang reaktif karena dapat mengalami resonansi sehingga diperlukan katalis untuk melangsungkan reaksi.
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
11
.. : O:
..
O:
..
H2N
NH2
+
H2N
CH3
Reaksi ini bersifat kesetimbangan karena terbentuk intermediet tetrahedral pada karbonil dan kemudian melepaskan gas amoniak di akhir reaksi. O
O H2N
NH2
+ H3C
OH
H2N
O
CH3
+ NH3
Gambar 2.2 Reaksi antara urea dan metanol Metil karbamat yang terbentuk, dapat bereaksi kembali dengan metanol membentuk dimetil karbonat dan melepaskan gas amoniak. Namun proses ini lebih sulit karena terjadi kompetisi dari dua gugus pergi yaitu gugus CH3O- dan gugus -NH2 dimana gugus CH3O- lebih mudah pergi dibandingkan gugus -NH2. 2.7.
Katalis Katalis adalah suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi kimia tanpa
dikonsumsi pada reaksi kimia tersebut. Katalis meningkatkan nilai k (tetapan laju), dengan meningkatkan nilai A (faktor frekuensi tumbukan) atau menurunkan nilai Ea (energi aktivasi). Umumnya katalis menurunkan energi aktivasi dengan memberikan mekanisme yang berbeda dibandingkan reaksi tanpa katalis. Berdasarkan dari fasa antara katalis dengan senyawa yang bereaksi, katalis terbagi menjadi dua yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang memiliki fase yang sama dengan reaktan, umumnya dalam bentuk larutan. Katalis heterogen adalah katalis yang memiliki fase yang berbeda dengan reaktan
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
12
Gambar 2.3 Perbedaan fase katalis homogen dan katalis heterogen dalam larutan 2.8.
Spektrofotometri Infra Merah (FTIR)
Spektroskopi inframerah adalah suatu alat yang sangat besar andilnya dalam mengidentifikasi tipe-tipe ikatan kimia yang menyusun suatu molekul tertentu dengan memproduksi spektrum absorpsi inframerah yang biasanya hasil pengukuran alat ini disebut sebagai sidik jari molekul “finger-print”. FT-IR banyak digunakan untuk mengidentifikasi bahan kimia baik yang organik maupun anorganik. Prinsip alat ini bergantung pada vibrasi ikatan molekular dan tipe ikatan molekul. Pada setiap vibrasi akan terbentuk frekuensi spesifik yang akan menyerap energi untuk mengeksitasikan elektron dari tingkat energi rendah ke tingkat energi di atasnya. Energi yang diserap tersebut berasal dari sinar inframerah yang ditembakkan, sehingga perbedaan energi akan berhubungan dengan energi yang diserap molekul. Berbagai bahan kimia dapat diidentifikasi seperti cat, polimer, pelapis, obatobatan, dll. Secara kualitatif, FT-IR mengidentifikasi gugus fungsional dalam molekul tersebut. Panjang gelombang cahaya yang diserap ialah sesuai karakter ikatan kimia yang dapat dilihat spektrum khasnya. Biasanya pada senyawa anorganik, spektra yang muncul lebih simpel. Seperti halnya spektra Si-CH3, Si-O-Si, Si-C, dll. Penggunaannya untuk analisis kuantitatif dihitung dengan hubungan antara spektrum absorbsi dan konsentrasi biasanya untuk pengukuran jumlah silika dalam industri.
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
13
Gambar 2.4 Sistem Optik FTIR Sumber: Hardjono, 1992 2.9.
Kromatografi Gas Kromatografi gas adalah teknik kromatografi yang bisa digunakan untuk
memisahkan senyawa organik yang mudah menguap. Senyawa-senyawa yang dapat ditetapkan dengan kromatografi gas sangat banyak, namun ada batasan-batasannya. Senyawa-senyawa tersebut harus mudah menguap dan stabil pada temperatur pengujian, utamanya dari 50 – 300°C. Jika senyawa tidak mudah menguap atau tidak stabil pada temperatur pengujian, maka senyawa tersebut bisa diderivatisasi agar dapat dianalisis dengan kromatografi gas Pemisahan didasarkan pada perbedaan distribusi dari masing- masing komponen di dalam fasa diam dan fasa gerak. Distribusi komponen antara kedua fasa tersebut ditentukan oleh tetapan kesetimbangan K. K adalah perbandingan antara banyaknya suatu komponen dalam fasa diam dan dalam fasa gerak, harga K berkisar 0,5 - 15. Harga K bergantung pada : 1. Kemudahan menguap dari suatu senyawa 2. Afinitas dari komponen terhadap fasa diam. Kromatografi gas dapat digunakan untuk analisis kualitatif dengan cara membandingkan waktu retensi komponen dengan zat standar, juga untuk analisis kuantitatif yaitu berdasarkan metode perhitungan luas puncak atau dengan metode internal standar.
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
14
2.10. Spektroskopi Massa Spektroskopi massa adalah suatu alat yang digunakan untuk menentukan massa atom atau molekul dari suatu senyawa, ditemukan oleh Franci William Aston pada tahun 1919. Prinsip kerja alat ini didasarkan pada pengubahan komponen cuplikan yang diterima dari instrumentasi kromatografi cair menjadi ion-ion gas dan memisahkan partikel bermuatan tersebut dalam suatu medan magnet. Ada beberapa medan magnet yang dapat digunakan dalam MS. Single Quadrupole, triple quadrupole, ion trap, TOF (waktu penerbangan) dan quadrupole –waktu penerbangan (Q-TOF). Di dalam medan magnet, ion-ion tersebut akan mengalami pembelokan yang bergantung kepada: 1.
Kuat medan listrik yang mempercepat aliran ion. Makin besar potensial listrik yang digunakan, makin besar kecepatan ion dan makin kecil pembelokan.
2.
Kuat medan magnet, semakin kuat magnet, makin besar pembelokkan.
3.
Massa partikel (ion), semakin besar massa partikel, makin kecil pembelokan.
4.
Muatan partikel, semakin besar muatan, makin besar pembelokan.
Partikel-partikel yang dibelokkan yang kemudian dianalisa dengan mass analyzer. Spektroskopi massa dapat memberikan informasi kualitatif dan kuantitatif tentang susunan atom dan molekul zat-zat organik dan anorganik. Bersama dengan data spektrum IR dan NMR, spektroskopi massa dapat digunakan untuk menentukan bangun molekul senyawa organik. Umumnya, dipergunakan untuk penentuan berat molekul senyawa.
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
BAB III METODE PENELITIAN 3.1.
Bahan dan Alat Penelitian
3.1.1. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yttrium oksida (Aldrich), metanol (Merck), urea (Merck). HNO3 pekat, dan HCl pekat 3.1.2. Peralatan Pada penelitian ini digunakan alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium. Pada proses reaksi metanolisis urea digunakan pengaduk magnet (magnetic stirrer), pemanas elektrik, kolom refluks, dan autoklaf. Karakterisasi hasil sintesis dilakukan dengan alat spektroskopi Gas Chromatography-Spektroskopi Massa (GC-MS) dan spektroskopi FTIR 3.2.
Prosedur Percobaan
3.2.1. Preparasi Katalis Katalis Y2O3 langsung digunakan tanpa pemurnian lebih lanjut, sedangkan preparasi katalis Y(NO3)3 dan YCl3 dilakukan dengan mereaksikan katalis 0,1 gram Y2O3 dengan HNO3 pekat dan HCl pekat berlebih hingga katalis Y2O3 larut, kemudian dilakukan penguapan hingga mendapatkan kristal. 3.2.2. Variasi Suhu terhadap Konversi Urea Pada reaksi konversi urea ini, direaksikan 1 gram urea dan 10 mL metanol menggunakan 0,1 gram katalis Y2O3 di dalam autoklaf dan dilakukan pengadukan. Suhu reaksi divariasikan 150 oC, 165 oC dan 180 oC selama 4 jam. Setelah reaksi selesai, dilakukan pendinginan pada suhu ruang. Produk kemudian dilakukan penyaringan dan dilakukan distilasi. Cara kerja yang sama juga dilakukan dengan mengganti katalis Y2O3 menjadi Y(NO3)3, dengan mereaksikan 1 gram urea dan 10 mL metanol serta 0,1 gram katalis Y(NO3)3 dilakukan variasi suhu 150 oC, 165 oC dan 180 oC selama 4 jam.
15 Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
16
Setelah selesai, dilakukan pendinginan pada suhu ruang. Produk kemudian dilakukan penyaringan dan dilakukan distilasi. 3.2.3. Variasi Anion Katalis terhadap Konversi Urea Untuk melihat pengaruh dari gugus anion yang terikat pada kation yttrium dilakukan variasi katalis. Cara kerja yang dilakukan sama dengan variasi suhu yaitu mereaksikan 1 gram urea dan 10 mL metanol serta 0,1 gram katalis di dalam autoklaf dan dilakukan pengadukan pada suhu 165 oC selama 4 jam. Variasi katalis yang digunakan adalah Y2O3, Y(NO3)3, dan YCl3. Kemudian dilakukan pendinginan pada suhu ruang dan dilakukan penyaringan. Produk hasil sintesis kemudian dipisahkan dengan metode distilasi. 3.3.4. Analisis produk dengan FTIR Kristal yang terbentuk pada bagian residu dikarakterisasi dengan menggunakan spektro FT-IR mode diffuse reflectance spectroscopy (DRS) untuk melihat serapan dari produknya, karena zat yang berada di bagian residu merupakan padatan, maka pada saat pengukuran kristal dicampurkan dengan kristal KBr (sebagai sinyal background) untuk melihat gugus fungsi yang terdapat dalam kristal tersebut dan dibandingkan dengan serapan dari urea. Filtrat pada bagian distilat, dikarakterisasi dengan menggunakan kopartmen analisa zat cair pada spektro FT-IR. Cairan yang bersifat polar ditempatkan pada lempengan NaCl (sebagai sinyal background) untuk melihat gugus fungsi yang terdapat dalam bagian distilat 3.3.5 Analisis produk dengan GC-MS Analisis dengan instrumen GC-MS bertujuan untuk mengetahui nilai BM (Berat Molekul) dari bagian distilat. Pada bagian distilat dilakukan analisis dengan GCMS ini sehingga dapat ditentukan komponen yang berada dalam bagian distilat. Sampel dianalisa dan diujikan oleh Puslabfor POLRI.
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Reaksi Metanolisis Urea Reaksi metanolisis urea merupakan reaksi substitusi nukleofilik pada gugus karbonil dari urea oleh metanol. Reaksi ini mengikuti mekanisme pembentukan ester dari gugus amida. Reaksi metanolisis urea adalah sebagai berikut: O
O NH2
H2N
+ H3C
OH
H2N
O
+ NH3
CH3
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi kesetimbangan. Dalam reaksi ini, dihasilkan gas amoniak sebagai produk samping di akhir reaksi. Reaksi ini berjalan lambat karena gugus amida merupakan gugus pergi yang buruk sehingga diperlukan katalis untuk mempercepat reaksi.
Mekanisme yang terjadi berlangsung dalam dua tahapan, yaitu: Tahap 1:
:O ..
NH2
+
H3C
NH2
.. OH ..
.. :O ..
H O
NH2
-H
+
NH2
+
.. :O ..
CH3
NH2
O NH2
CH3
Tahap pertama merupakan penyerangan atom oksigen dari metanol pada atom karbon yang bersifat δ+ pada gugus karbonil dari urea akibat atom oksigen yang memiliki sifat keelektronegatifan yang lebih tinggi. Kemudian dihasilkan intermediet tetrahedral pada karbonil dan diikuti dengan pelepasan pelepasan H+. Tahap 2 ..
H
+
NH 2
.. :O ..
CH 3 O
O H 3C
O
NH 2
+
NH 3
NH 2
17
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
18
Pada tahap ini, terjadi regenerasi gugus karbonil dan gugus NH2- akan melepaskan diri. Ion NH2- akan bertemu dengan ion H+ membentuk molekul amoniak. Reaksi ini diawali dengan mereaksikan urea, metanol, disertai dengan penambahan katalis yttrium di dalam autoklaf. Kemudian dilakukan pemanasan pada suhu yang diinginkan disertai pengadukan selama 4 jam. Kemudian dilakukan pendinginan dan dilakukan penyaringan untuk memisahkan katalis dengan filtratnya. Selanjutnya dilakukan distilasi untuk memisahkan komponen. Setelah dilakukan distilasi, terdapat filtrat tak berwarna yang mengandung metanol dan metil karbamat pada bagian distilat seperti pada Gambar 4.1, sedangkan pada bagian residu terbentuk padatan kristal yang mengandung urea seperti pada Gambar 4.2
Gambar 4.1 Distilat
Gambar 4.2 Residu
4.1.1. Pengaruh Variasi Suhu Reaksi Pada reaksi metanolisis urea, suhu dapat mempengaruhi konversi urea. Berdasarkan Tabel 4.2, terlihat semakin naik suhu semakin besar urea yang bereaksi, dan cenderung menurun setelah suhu 165 oC. Studi kinetik yang dilakukan Hongye Lin et al (2004) pada reaksi metanolisis urea mengungkapkan bahwa konversi urea juga akan naik seiring dengan kenaikan temperatur, namun kemudian terjadi penurunan ketika suhu berada di atas 170 oC/443 K. Hal ini dapat terjadi karena semakin tinggi suhu reaksi, terjadi dekomposisi dari metil karbamat yang terbentuk, sehingga persen yield yang dihasilkan pada suhu di atas 165 oC lebih sedikit.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
19
Tabel 4.1 Pengaruh suhu reaksi terhadap reaksi metanolisis. Y2O3 o
Y(NO3)3 o
Suhu ( C)
% Yield
Suhu ( C)
% Yield
150
7,55
150
59,86
165
17,21
165
73,07
180
3,68
170
65,36
4.1.2 Pengaruh Anion pada Konversi Urea Aktifitas katalitik dari senyawa yttrium berasal dari Y3+ dan dipengaruhi oleh gugus anion dan kelarutan dalam metanol. Dari Tabel 4.3, terlihat Y(NO3)3 menunjukkan aktifitas katalitik yang paling baik dilihat dari hasil konversi ureanya sebesar 73,07 %. Sedangkan YCl3 dan Y2O3 kurang baik karena hasil konversinya hanya 11,28 % dan 17,21 %. Reaksi tanpa katalis hanya menghasilkan 4% metil karbamat yang dihasilkan. Tabel 4.2 Pengaruh variasi anion pada yttrium terhadap konversi urea Katalis
% Yield
Tanpa katalis*
4,0
Y2O3
17,21
Y(NO3)3
73,07
YCl3
11,68
Keterangan : * didapat dari literatur
Y(NO3)3 dapat dengan mudah larut dalam metanol pada suhu ruang dan menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan senyawa yttrium yang lain seperti YCl3, Y2O3. YCl3 juga dapat larut dalam suhu kamar, namun Cl - kurang bisa terkoordinasi dengan baik dengan kation Y3+ semudah ion nitrat. Bahkan Y2O3 tidak larut dalam metanol sehingga ini menjadi penyebab hasil konversinya yang tidak besar. Ion nitrat meningkatkan sifat asam lewis Y3+ sehingga memudahkan ikatan koordinasi pada atom oksigen dari karbonil sehingga atom oksigen pada metanol lebih mudah menyerang gugus karbonil.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
20
4.2 Karakterisasi dengan FTIR Setelah dilakukan distilasi, bagian distilat dan residu dilakukan karakterisasi menggunakan FTIR. Hasil karakterisasi pada bagian residu menandakan pada bagian residu merupakan urea setelah dibandingkan dengan spektra serapan IR dari urea. Hal ini terlihat pada Gambar 4.3, menunjukkan serapan dari residu menghasilkan serapan yang sesuai dengan urea. Hanya perbedaan intensitas saja yang terjadi. Hal ini terjadi karena pada saat pengambilan cuplikan yang tidak sama.
Gugus N-H
Gugus C=O
Gugus C-N
Gambar 4.3 Perbandingan spektrum serapan IR pada urea dan serapan IR dari residu
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
21
Dari spektra serapan IR di atas, pada bilangan gelombang 3473 cm-1 merupakan serapan dari gugus NH, sedangkan pada 1623 cm-1 merupakan serapan dari gugus C=O dan pada 1159 cm-1 merupakan serapan dari gugus C-N. Identifikasi pita absorbs khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum infra merah (J, Clifford. 1982). Jika hasil serapan IR dari distilat/produk dibandingkan dengan urea sebagai reaktan maka hilangnya serapan khas dari suatu gugus fungsi dan terbentuknya gugus fungsi yang baru pada reaksi organik menandakan terjadinya suatu reaksi (Fessenden, 1989). Hasil spektra serapan IR dari distilat dibandingkan dengan reaktan yaitu urea menunjukkan terjadinya perubahan gugus fungsi seperti pada Gambar 4.4, 4.5 dan 4.6. Dari Gambar 4.4, tampak bahwa terdapat serapan baru bila dibandingkan dengan serapan dari urea. Terdapat puncak baru pada bilangan gelombang 2902 cm -1 yang berasal dari gugus CH3 dan pada bilangan gelombang 1018 cm -1 merupakan serapan dari gugus C-O. Sedangkan, pada bilangan gelombang 3473 cm -1 ditemukan kembali gugus NH. Pada bilangan gelombang 1643 cm-1 masih terdapat serapan dari gugus C=O. Serapan dari gugus C-N juga masih ditemui pada bilangan gelombang 1159 cm -1
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
22
Gugus CH
Gugus C=O Gugus C-O
Gugus N-H Gugus C-N
Gambar 4.4 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
23
Gambar 4.5 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3 Dari kurva di atas juga tampak serapan baru pada bilangan gelombang 1018 cm -1 merupakan serapan dari gugus C-O, dan juga terdapat serapan pada bilangan gelombang 3441 cm-1 ditemukan kembali gugus NH dan pada bilangan gelombang 1643 cm -1, muncul serapan dari gugus C=O. Sedangkan serapan dari gugus CH3 kurang terlihat karena terhalangi oleh gugus NH. Serapan dari gugus C-N juga kurang terlihat pada spektra serapan IR dari distilat.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
24
Gambar 4.6 Perbandingan spektrum serapan IR dari urea dan distilat hasil reaksi katalis YCl3 Dari kurva di atas juga tampak serapan baru pada bilangan gelombang 1018 cm -1 merupakan serapan dari gugus C-O, dan juga terdapat serapan baru pada bilangan gelombang 2902 cm-1 yang berasal dari gugus CH3. Pada bilangan gelombang 3441 cm-1 ditemukan kembali gugus NH dan pada bilangan gelombang 1643 cm -1, muncul serapan dari gugus C=O. Serapan dari gugus C-N juga kurang terlihat pada spektra serapan IR dari distilat. Dari data spektra serapan IR pada Gambar 4.4, Gambar 4.5, dan Gambar 4.6, terlihat bahwa spektra serapan IR dari katalis Y2O3 lebih terlihat gugus fungsi dari metil karbamat dibandingkan spektra serapan IR dari katalis Y(NO 3)3 dan YCl3.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
25
4.3 Analisis GC MS Keberadaan produk hasil sintesis dapat diketahui dengan menggunakan instrumentasi GC-MS melalui pendekatan massa molekul relatif dari senyawa yang terbentuk dan juga dilihat dari hasil kromatografinya, apakah produk yang terbentuk merupakan satu komponen atau lebih. Pengukuran GC-MS dilakukan di Pusat Laboratorium Forensik POLRI (Puslabfor POLRI). Dengan menggunakan GC-MS dengan kolom Agilent untuk memisahkan setiap komponen molekul pada instrumen GC. Gas pembawa yang digunakan adalah helium dengan laju alir 1,0 mL/menit. Volume sampel yang diinjeksikan sebesar 1μL dan didapatkan hasil kromatogram dari masing-masing katalis seperti pada Gambar 4.7, Gambar 4.10, dan Gambar 4.11.
Gambar 4.7 Kromatogram distilat hasil reaksi katalis Y2O3 Dari hasil kromatogram pada Gambar 4.7 terdapat satu puncak terbesar. Waktu retensi yang dihasilkan pada saat t= 5,19 menit. Senyawa ini setelah dipisahkan langsung dianalisis menggunakan spektroskopi massa (MS). Didapatkan hasil seperti pada Gambar 4.8 dibawah ini.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
26
O NH2
Gambar 4.8 Spektra MS pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3 Dari hasil pada analisis spektrum massa pada Gambar 4.8 dibandingkan dengan hasil penelusuran data dalam komputer (library search) sehingga hasil pengukuran dapat dibandingkan dengan derajat kemiripannya (quality). Bila derajat kemiripannya lebih dari 90% maka senyawa tersebut dapat dikatakan sama atau identik (Soleh Kosela, 2010). Setelah ditelusuri menggunakan data library search didapat hasil yang mirip dengan spektrum massa dari metil karbamat seperti pada Gambar 4.9.
Gambar 4.9 Spektra MS dari metil karbamat Kemiripan antara spektrum pada Gambar 4.8 dan Gambar 4.9 sebesar 91% sehingga dapat disimpulkan bahwa produk sintesis yang didapat merupakan metil karbamat
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
27
Sedangkan hasil kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO 3)3 dan YCl3 terdapat pada Gambar 4.10 dan 4.11
Gambar 4.10 Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Gambar 4.11 Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
28
Hasil kromatogram pada katalis Y(NO3)3 dan YCl3 lebih banyak puncak yang muncul dengan waktu retensi yang berbeda-beda. Senyawa ini setelah dipisahkan, langsung dianalisis dengan spektroskopi massa. Hasil yang didapatkan dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO 3)3 dan YCl3 seperti pada Gambar 4.12 dan 4.13.
O NH2
Gambar 4.12 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
O NH2
Gambar 4.13 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3 Dari spektra massa pada Gambar 4.12 dan Gambar 4.13 dapat disimpulkan bahwa distilat hasil reaksi dari katalis Y(NO3)3 dan YCl3 mengandung metil karbamat setelah dilakukan penelusuran data menggunakan Wiley 09. Hasil penelusuran data (library search) dari kromatogram distilat
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
29
hasil reaksi katalis Y(NO3)3 dan YCl3 menggunakan data wiley 09, didapatkan hasil pada Tabel 4.3 Tabel 4.3 Hasil GC MS katalis Y(NO3)3 dan YCl3. Katalis Y(NO3)3 Katalis YCl3 Waktu retensi Senyawa Quality Waktu retensi Senyawa Quality (menit) (menit) 5,39 metil 91 3,05 metanol 40 karbamat 6,16 metil 46 3,61 amoniak 4 karbamat 6,31 etil amina 47 4,95 metil 91 karbamat 7,67 benzena 91 7,96 anilina 94 Pada hasil GC MS dari katalis Y2O3, Y(NO3)3 dan YCl3, ketiganya mengandung metil karbamat dimana kelimpahan terbanyak terdapat pada hasil distilat dari katalis Y(NO 3)3. Namun pada hasil GC MS dari katalis Y(NO3)3 terdapat benzena dan anilin yang mungkin berasal dari pengotor pada saat analisis. 4.4 Analisis Termodinamika Berdasarkan hasil karakterisasi menggunakan FTIR dan GC-MS, dapat disimpulkan bahwa senyawa yang terkandung dalam distilat merupakan metil karbamat. . Reaksi metanolisis urea dapat terjadi dua tahap. Reaksi pertama merupakan reaksi sintesis metil karbamat dan reaksi 2 merupakan reaksi sintesis dimetil karbonat. Reaksi pembentukan dimetil karbonat merupakan tahap penentu laju O H2N
+ H3C NH2
- NH3
OH H2N
O O
CH3
+ H3C
O
OH
- NH3
H3C
O
O
CH3
Perhitungan secara termodinamika berdasarkan data pada Tabel 4.4 (Mouhua Wang dkk, 2007) menunjukkan bahwa perubahan entalphi (∆rH) pada reaksi pembentukan metil karbamat sebesar -10,31 kJ.mol-1 dan pada reaksi pembentukan dimetil karbonat sebesar 13,11 kJ.mol -1 pada 0,1013 MPa dan 298,15 K. Hal ini menandakan bahwa reaksi pembentukan metil karbamat merupakan reaksi eksotermik sedangkan reaksi pembentukan dimetil karbonat merupakan reaksi
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
30
endotermik. Sedangkan nilai energi bebas Gibbs (∆rGo) pada reaksi pembentukan metil karbamat sebesar -13.26 kJ/mol dan pada reaksi pembentukan dimetil karbonat sebesar 15,41 kJ.mol-1. Berdasarkan asas le chatelier, ketika menaikkan suhu maka reaksi akan mengarah ke reaksi endotermik (reaksi ke arah pembentukan urea), namun ada faktor entropi yang berperan dalam reaksi ini. Hubungan antara energi bebas Gibbs, entalphi, dan entropi sebagai berikut: ∆G = ∆H – T.∆S Untuk mendapatkan reaksi yang spontan, maka harus memiliki nilai energi bebas Gibbs yang negatif. Reaksi pembentukan metil karbamat memiliki nilai energi bebas Gibbs yang negatif. Sedangkan nilai entalphi dari reaksi ini bernilai negatif sehingga nilai entropi (∆rSo) pada reaksi pembentukan metil karbamat sebesar 9,89 J.mol-1.K-1 sedangkan nilai entropi (∆rSo) pada reaksi pembentukan dimetil karbonat sebesar 7,71 J.mol-1.K-1 Tabel 4.4 Energi bebas Gibbs dan entalphi pada setiap komponen untuk reaksi metanolisis urea. Komponen
∆fGo (kJ.mol-1)
∆fHo (kJ.mol-1)
NH3
-16,63
-46,19
CH3OH
-161.92
-201,25
CH3OCONH2
-333.88
-427.47
NH2CONH2
-175.35
-262.10
CH3OCOOCH3
-463,78
-569,42
Ketergantungan ∆rG dan konstanta kesetimbangan pada setiap temperatur diukur dengan metode Benson seperti pada Tabel 4. 5 Tabel 4.5 Ketergantungan ∆ rG dan konstanta kesetimbangan pada setiap temperatur
Ket: Reaksi 1 merupakan reaksi pembentukan metil karbamat Reaksi 2 merupakan reaksi pembentukan dimetil karbonat
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
31
∆rG naik seiring dengan naiknya suhu pada reaksi 1 (pembentukan metil karbamat) dan menurun pada reaksi 2 (pembentukan dimetil karbonat). Jadi, reaksi pembentukan metil karbamat secara termodinamika lebih disukai dibandingkan reaksi pembentukan dimetil karbonat yang kurang disukai secara termodinamika. Konstanta kesetimbangan K tidak terlalu tinggi pada untuk reaksi pembentukan metil karbamat dan tidak terlalu rendah untuk reaksi pembentukan dimetil karbonat. Hal tersebut dapat menjelaskan bahwa tidak terdapatnya dimetil karbonat karena reaksi pembentukan dimetil karbonat kurang disukai secara termodinamik sehingga produk yang terbentuk lebih banyak berasal dari intermedietnya yaitu metil karbamat. 4.5 Mekanisme yang mungkin Kimia koordinasi mengungkapkan bahwa unsur tanah jarang, Y 3+ dapat berkoordinasi dengan ligand melalui atom nitrogen, oksigen, dan fosfor untuk mencapai keadaan yang stabil. Berdasarkan sifat unsur tanah jarang yang oksofilik, maka urea yang memiliki atom oksigen pada gugus karbonil dapat melakukan ikatan koordinasi dengan Y 3+. Pada saat yang sama, atom oksigen pada gugus nitrat dari yttrium nitrat juga berkoordinasi dengan dengan Y3+ H2N O
Y(NO3)3
NH2
2 H3C
OH
O H2N
O
2 H2N
NH2
NH2
O
Y(NO3)3
2 H3C
O
NH2
Gambar 4.14 Skema mekanisme reaksi metanolisis urea
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
32
Dari Gambar 4.14, kompleks koordinasi terbentuk antara urea dan Y(NO 3)3 sebagai intermediet. Elektron pada gugus C-N pada intermediet kompleks diredistribusi dan, proton berpindah dengan keberadaan karbokation dan anion nitrogen. Hal ini lebih disukai untuk subtitusi nukleofilik dari kompleks intermediet dengan molekul metanol. Setelah dilakukan subtitusi, sebuah ikatan C-O baru terbentuk disertai dengan pelepasan molekul NH 3. Pada saat yang sama, katalis didapat kembali bersamaan dengan terbentuknya metil karbamat.
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan
Suhu optimum dalam reaksi metanolisis urea adalah 165 oC. Semakin naik suhu maka laju konversi urea akan semakin besar.
Pengaruh anion pada katalis yttrium akan mempengaruhi sifat asam lewis dari Y 3+. Disamping itu juga mempengaruhi kelarutan katalis dalam metanol. Yttrium nitrat memiliki aktifitas katalitik yang lebih baik dibandingkan katalis yttrium oksida maupun yttrium klorida. Kelarutan yttrium nitrat dalam metanol dan adanya anion nitrat yang meningkatkan sifat asam lewis dari Y3+, menjadi alasan besarnya persen yield yang dihasilkan yaitu 73,07%.
Hasil karakterisasi spektroskopi FTIR dan GC MS menandakan bahwa produk yang terbentuk adalah metil karbamat. Hal tersebut terlihat dari spektrum serapan IR pada distilat dimana pada bilangan gelombang 3473 cm -1 merupakan serapan dari gugus NH pada metil karbamat. Sedangkan pada bilangan gelombang 2962 cm -1, 1679 cm-1, dan 1200 cm-1 merupakan serapan dari gugus –CH3, gugus karbonil (C=O) dan C-O. kemudian ditinjau dari hasil analisa GC MS, terdapat puncak pada waktu retensi 5,19 menit dan setelah dianalisis dengan spektroskopi massa, hasil dari spektrum massa yang diperoleh, dengan massa molekul relatif 75 gr/mol dan dicocokkan dengan data komputer (library search) menunjukkan bahwa komponen yang terdapat dalam produk sintesis merupakan senyawa metil karbamat.
5.2
Saran
Untuk melihat perubahan struktur dari katalis Y(NO 3)3, perlu dilakukan karakterisasi menggunakan spektroskopi FTIR dan XRD.
Perlu digunakan zat penarik air seperti MgSO4, Na2SO4, atau pada kondisi atmosfer inert.
33
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA Cotton, Simon. Lanthanide and Actinide Chemistry. John Wiley&Sons Ltd England, 2006 Cotton, F.A., dan Wilkinson, G. Kimia Anorganik Dasar. Terjemahan Sahati Suharto. Jakarta:UI-PRESS, 1989 Hutomo, Hogantoro. Sintesis Ligan Makrosiklik Basa Schiff dari Terephthaldialdehyde dan Dietilentriamine serta Studi Kompleksnya dengan Logam Lanthanum. Departemen Kimia, FMIPA UI, 2010 Kosela, Soleh. Cara Mudah dan Sederhana Penentuan Struktur Molekul Berdasarkan Spektra Data (NMA, Mass, IR, UU). Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2010 Lin, Hongye. et al. Kinetics Studies for the Synthesis of Dimethyl Carbonate from Urea and Methanol. Chem Eng Journal. 103 (2004): 21-27 Shaikh, Abbas-Ali, and Sivaram, Swaminathan.”Organic Carbonates”. Chem Rev. 96 (1996) 951 Sunardi. Penuntun Praktikum Kimia Analisis Instrumen. Departemen Kimia, FMIPA UI, 2008. Tundo, Pietro, et al. “Methods and Reagent for Green Chemistry an Introduction”. John Wiley&Sons Ltd England, 2007 Wang, Dengfeng. et al. Synthesis of Dimethyl Carbonate from Methyl Carbamate and Methanol over Lanthanum Compounds. Fuel Process Tech. 91 (2010): 1081-1086 Wang, Dongpeng. et al. Synthesis of Diethyl Carbonate by Catalytic Alcoholysis of Urea. Fuel Process. Tech. 88 (2007): 807–812 Wang, Hui, et al. Reaction of Zinc Oxide with Urea and Its Role in Urea Methanolysis. Kinet Mech Cat. 99 (2010): 381-389
34 Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
35
Wang, Mouhua. et al. High-Yield Synthesis of Dimethyl Carbonate from Urea and Methanol Using a Catalytic Distillation Process. Ind Eng Chem Res. 46 (2007) : 2683-2687 Zhao, Wenbo., et al. “Zinc Oxide as the Precursor of Homogenous Catalyst for Synthesis of Dialkyl Carbonate from Urea and Alcohols”. Catal. Commun. 10 (2009): 655-658 Zulys, Agustino. “Handout Kuliah Katalis Homogen”. Departemen Kimia, FMIPA UI, 2010 Zulys, Agustino. et al. Lanthanide Formamidinates as Improved Catalysts for the Tishchenko Reaction. Eur. J. Org. Chem. (2008), 693–697
Universitas Indonesia Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Lampiran 1 Perhitungan % Konversi Urea Katalis Y2O3
Y(NO3)3
YCl3
Suhu (oC) 150 165 180 150 165 180 165
massa urea (awal) 1 1 1 1 1 1 1
massa residu 0,9245 0,8279 0,9632 0,4014 0,2693 0,3464 0,8832
massa % urea yg konversi/ bereaksi yield 0,0755 0,1721 0,0368 0,5986 0,7307 0,6536 0,1168
7,55 17,21 3,68 59,86 73,07 65,36 11,68
Keterangan : % yield = (massa urea awal - massa residu) x 100 % Massa urea awal
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 2 Spektrum IR pada Urea
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 3 Spektrum IR pada Residu
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 4 Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 5 Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 6 Spektrum IR pada distilat hasil reaksi katalis YCl 3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 7 Kromatogram GC distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Lampiran 8 Spektrum MS pada distilat hasil reaksi katalis Y2O3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 9 Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis Y 2O3
Lampiran 10 Kromatogram GC dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 11 Spektra MS dari distilat hasil reaksi katalis Y(NO3)3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 12 Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis Y(NO 3)3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 13 Kromatogram dari distilat hasil reaksi katalis YCl 3
Lampiran 14 Spektra massa dari distilat hasil reaksi katalis YCl3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia
Lampiran 15 Hasil penelusuran data GC MS distilat hasil reaksi katalis YCl 3
Studi yttrium..., Dwi Wahyu Nugroho, FMIPA UI, 2011
Universitas Indonesia