UNIVERSITAS INDONESIA
PERUBAHAN POLA AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BEKASI ANTARA TAHUN 2002 DAN 2007
DWITYAS ISNAENI 0706265352
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN GEOGRAFI DEPOK JUNI 2011
i
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
PERUBAHAN POLA AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BEKASI ANTARA TAHUN 2002 DAN 2007
SKRIPSI Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Sains
DWITYAS ISNAENI 0706265352
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN GEOGRAFI DEPOK JUNI 2011
ii
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua bersumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Dwityas Isnaeni
NPM
: 0706265352
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 30 Juni 2011
iii
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh, Nama
: Dwityas Isnaeni
NPM
: 0706265352
Program Studi
: Departemen Geografi
Judul Skripsi
: Perubahan Pola Aglomerasi Industri Manufaktur di Kabupaten Bekasi Antara Tahun 2002 dan 2007
Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program
Studi
Departemen
Geografi,
Fakultas
Matematika
dan
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Ketua Sidang
: Drs. Hari Kartono, M.S.
(………………….)
Pembimbing 1
: Hafid Setiadi, S.Si, M.T
(………………….)
Pembimbing 2
: Dewi Susiloningtyas, S.Si, M.Si
(………………….)
Penguji 1
: Adi Wibowo, S.Si, M.Si
(……...…….…….)
Penguji 2
: Drs. Mangapul P. Tambunan, M.Si
(……...…….…….)
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 30 Juni 2011
iv
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Ilmu
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkatnya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Perubahan Pola Aglomerasi Industri Manufaktur di Kabupaten Bekasi Antara Tahun 2002 dan 2007. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Jurusan Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral, doa, dan finansial. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Hafid Setiadi, S.Si, M.T selaku pembimbing 1 dan yang telah sangat sabar dalam membimbing penulis dan memberikan banyak ide serta masukan yang sangat bermanfaat kepada penulis dari awal pencarian topik sehingga penulis dapat
menyelesaikan
skripsi
ini.
Dari
beliau
penulis
belajar
untuk
mempersiapkan segala sesuatu dengan baik dan menekankan proses sebagai bagian terpenting dalam setiap pembelajaran, semoga Allah SWT selalu melancarkan urusan beliau. 2. Dewi Susiloningtyas, S.Si, M.Si selaku pembimbing 2 yang telah rela meluangkan waktunya di sela-sela kesibukan kuliah untuk membimbing dan mendengarkan keluhan penulis serta selalu mengingatkan penulis untuk bersikap lebih sabar dalam menghadapi apapun. 3. Drs. Hari Kartono, M.S selaku ketua sidang yang telah berbaik hati memberi masukan yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam penulisan skripsi ini. v
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
4. Adi Wibowo, S.Si, M.Si dan Drs. Mangapul P. Tambunan, M.Si selaku penguji yang telah berbaik hati memberikan masukan yang sangat bermanfaat dalam penulisan skripsi ini. 5. Dr. Rokhmatuloh S.Si, M.Eng selaku Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak masukan dan bimbingan selama masa perkuliahan. 6. Para dosen yang telah memberikan sumbangsih ilmu kepada penulis selama kegiatan perkuliahan dari awal hingga akhir masa perkuliahan. 7. Seluruh jajaran staf Departemen Geografi UI, Mbak Revi, Mas Karjo, Mas Damun, Pak Wahidin, Mas Catur terutama Om Karno yang selalu bersikap baik dan menjadi teman penulis selama masa perkuliahan. 8. Bappeda, BPN, Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi yang telah berbaik hati dalam memberikan kemudahan untuk penulis dalam memperoleh data. 9. Bapak Diki (Dinas Perindustrian Kab. Bekasi), terima kasih atas kemurahan hati bapak bantuan data-data skripsi yang saya perlukan, karena beliau PNS Pemda Kab.Bekasi yang sama sekali tidak mempersulit penulis dalam memperoleh data. 10. Bapak Subagyo dan Ibu Siti Asiyah, orang tua yang membesarkan serta mendidik yang tak pernah lelah mendoakan untuk kesuksesan penulis dan selalu menjadi motivator utama penulis untuk menyelesaikan skripsi ini, dari awal penulisan hingga selesai. Semoga Allah SWT selalu memberkahi dan senantiasa melindungi keduanya. 11. Alm. Mbah Joyo, Alm.Mbah Putri, Alm. Mbah Haji, Mbah Hartono, Teguh Prasetyanto, S.T dan Yusuf Tristiadji terima kasih telah memberikan dukungan moral dan doa dalam setiap langkah kehidupan penulis. 12. Pakde Rochmat dan Bude Mami, orang yang saya anggap sebagai orang tua kandung saya. Terima kasih atas dukungan moril dan materil yang telah diberikan kepada penulis selama masa perkuliahan. Semoga Allah SWT selalu memberkahi dan senantiasa melindungi keduanya.
vi
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
13. Arum Widyarini dan Shelly Huzaynah, S.E. terima kasih sahabat-sahabatku atas dukungan dan doa kalian serta persahabatan yang indah dari awal BBC. 14. Ryan Saputra, S.Si yang selalu menemani penulis dengan penuh kesabaran dari awal masa perkuliahan, memberi motivasi ketika jatuh dan selalu bersedia menemani penulis dalam memperoleh data dari instansi serta survey skripsi. Terima kasih telah memberikan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini tepat waktu. 15. Terima kasih sahabat-sahabatku terbaikku Mentari, Fitria, Karina, Shella yang telah menemani serta menghibur penulis ketika rasa pesimis melanda. Bersama kalian jatuh bangun bersama merasakan perjuangan di semester 8 yang penuh kenangan ini baik dalam galau, tangis, canda dan gelak tawa. Semoga Allah SWT menjadikan persahabatan ini akan selalu kekal abadi hingga tua nanti. 16. Terima kasih sahabat-sahabatku terbaikku Eva, Mila, Bandu,, Sinta, Panja, Jefri, Hilman, dan Dito terima kasih untuk dukungan serta persahabatan yang indah dari awal semester hingga saat ini, semoga persahabatan kita akan selalu abadi. 17. Teman-teman seperjuanganku Geografi angkatan 2007 yang telah memberikan dukungan dan doa kepada penulis. Terima kasih atas pengalaman-pengalaman indah dari awal masa perkuliahan hingga saat ini, terutama dalam masa KL 1, KL 2, dan KL 3. Penulis menyadari bahwa dalam melakukan penyusunan skripsi ini terdapat beberapa kekurangan. Oleh karena itu, penulis menghapkan para pembaca dapat mengembangkan tulisan penelitian ini agar dapat berguna bagi bangsa dan negara Indonesia. Wassalamualaikum Wr.Wb Depok, 30 Juni 2011
Penulis
vii
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Departemen Fakultas Jenis Karya
: Dwityas Isnaeni : 0706265352 : Geografi : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : PERUBAHAN POLA AGLOMERASI INDUSTRI MANUFAKTUR DI KABUPATEN BEKASI ANTARA TAHUN 2002 DAN 2007 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 30 Juni 2011 Yang menyatakan
(Dwityas Isnaeni)
viii
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama
: Dwityas Isnaeni
Program Studi : Geografi Judul
: Perubahan Pola Aglomerasi Industri Manufaktur di Kabupaten Bekasi Antara Tahun 2002 dan 2007
Industri manufaktur merupakan sektor yang menjadi penggerak perekonomian wilayah. Oleh Sebab itu, fenomena aglomerasi industri manufaktur di suatu wilayah merupakan hal yang baik untuk diteliti dalam disiplin geografi. Dalam penelitian ini membahas perubahan pola aglomerasi industri manufaktur di Kabupaten Bekasi antara tahun 2002 dan 2007. Tujuannya adalah untuk mengetahui pola aglomerasi industri pada masingmasing tahun serta perubahan pola aglomerasi yang terjadi antara tahun 2002 dan 2007. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat aglomerasi, skala ekonomi, dan karakteristik kemajuan wilayah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang menggunakan analisis penyebaran dan keterkaitan keruangan untuk melihat hubungan antara tingkat aglomerasi, skala ekonomi, dan karakteristik kemajuan wilayah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, baik pada tahun 2002 maupun 2007 aglomerasi industri terbentuk pada wilayah yang memiliki skala ekonomi sangat tinggi dan karakteristik yang maju. Pada beberapa wilayah ditemukan adanya perubahan pola aglomerasi di Kabupaten Bekasi yaitu antara tahun 2002 dan 2007. Wilayah yang mengalami perubahan pola aglomerasi adalah wilayah yang berada di bagian tengah kabupaten yang memiliki peningkatan aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang tinggi. Perubahan pola yang terjadi adalah aglomerasi semakin tinggi sejalan dengan peningkatan skala ekonomi dan kemajuan wilayah. Kata kunci : aglomerasi, skala ekonomi, karakteristik kemajuan wilayah
xix+85 hlm; 7 gambar; 24 tabel; 30 peta Bibliografi : 32 (1977-2010)
ix
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
Name
: Dwityas Isnaeni
Majoring
: Geography
Title
: Change In Pattern Of Agglomeration Of Manufacture Industries in Bekasi Regency Between 2002 and 2007
Manufacture industry is a sector which drives the regional economy. Therefore, the phenomenon of agglomeration of manufacture industries in a region is a good thing to be researched in the discipline of geography. This research is trying to explain about the change in pattern of agglomeration of manufacture industries in Bekasi Regency between 2002 and 2007. The goal is to find the pattern of industries agglomeration for each year as well as the change in pattern of industries agglomeration that occurred between 2002 and 2007. Variables which used in this research are level of agglomeration, economies of scale and advancement characteristics of region. This descriptive research is using spatial distribution and spatial relationship analysis to see the relationship among level of agglomeration, economies of scale, and advancement characteristics of region. The results showed that, both in 2002 and 2007 industries agglomeration is formed in regions that have very high economies of scale and advanced characteristic. In some regions is found the change in pattern of agglomeration in Bekasi Regency between 2002 and 2007. Regions that have change in pattern of agglomeration are regions that located in the central part of Bekasi Regency which have high improvement in accessibility and percentage of built up region. The change in pattern that occured is the more higher level of agglomeration in line with the improvement of economies of scale and advancement characteristics of region. Key words : agglomeration, economies of scale, advancement characteristics of region xix+85 pages; 7 pictures; 24 tables; 30 maps Bibliography : 32 (1977-2010)
x
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………. i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………………………. iii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………………………... iv KATA PENGANTAR……………………………………………………………………... v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH…………………………….. viii ABSTRAK…………………………………………………………………………………. ix ABSTRACT………………………………………………………………………………... x DAFTAR ISI..……………………………………………………………………………... xi DAFTAR GAMBAR. …………………………………………………………………..…. xiv DAFTAR TABEL......…………………………………………………………………….... xv DAFTAR PETA….....…………………………………………………………………..….xvii DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………………….. xix BAB I PENDAHULUAN....………………………………………...…………………….. 1 1.1 Latar Belakang ….………………………………………...…………………………… 1 1.2 Masalah Penelitian ……………………..………………………....………………….... 4 1.3 Tujuan Penelitian …………………….………………………………………………... 4 1.4 Batasan Penelitian …………………………………………………...……………...…. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………...…………………………………………….. 6 2.1 Industri Manufaktur ……………...………..……………………………….………….. 6 2.2 Aglomerasi Industri ……..…………………..……………………………...……….… 7 2.3 Permintaan ………..………………………………...…………………………………. 8 2.4 Kapasitas Industri ………………………….…………………………………………...9 2.5 Skala Ekonomi ………………………………………..……………...………………... 10 2.6 Teori Geografi Ekonomi Baru (New Economic Geography/NEG)….…...……………. 11 2.7 Penggunaan Tanah …….………………………………………………………………. 12 2.8 Aksesibilitas…… ………..……………………………………………………...……... 12 2.9 Kawasan Industri ………..……………………………………………………...…..…. 13
xi
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
BAB III METODOLOGI………………………………………………………………… 16 3.1 Daerah Penelitian …...…………………………………………………………………. 16 3.2 Metode Penelitian …………………………………..…………………………………. 16 3.3 Variabel Penelitian ……………………………………...……………………………... 16 3.4 Pengumpulan Data …………………………………………………………………….. 18 3.5 Pengolahan Data………………………………………………………………………. 19 3.6 Analisa Data ………………………...…………………………………………………. 25 3.7 Alur Pikir Penelitian…………………………………………...……………………......25 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN …...……………………….. 27 4.1 Posisi Daerah Penelitian ….…………………………………………………………….27 4.2 Penggunaan Tanah ..………………….………………………………………………....28 4.3 Jumlah Penduduk ……………………….......…………………………………………. 30 4.3.1 Jumlah Penduduk Tahun 2002 .……...……….…………………………………. 31 4.3.2 Jumlah Penduduk Tahun 2007…….…………………………………………….. 33 4.3.3 Peningkatan Jumlah Penduduk Tahun 2002-2007 .……………………………...34 4.4 Pendapatan Penduduk …………………………………………………………...…….. 35 4.4.1 Pendapatan Penduduk Tahun 2002 ….………………………………………….. 36 4.4.2 Pendapatan Penduduk Tahun 2007 ….………………………………………….. 38 4.4.3 Pendapatan Penduduk Tahun 2002-2007 ……………………………...……….. 39 4.5 Sektor Industri…………………………………………………………………………..40 4.5.1 Posisi Sektor Industri di Kabupaten Bekasi …………………………………….. 40 4.5.2 Kawasan Industri Manufaktur di Kabupaten Bekasi ...………………………..... 41 4.6 Persebaran Industri Manufaktur……………………………………………………....... 42 4.6.1 Persebaran Industri Manufaktur di Kabupaten Bekasi Tahun 2002 ...………...... 42 4.6.2 Persebaran Industri Manufaktur di Kabupaten Bekasi Tahun 2007 ...…….…..... 43 4.7 Jaringan Jalan ……..……...………………………………………………………...….. 45 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………...... 47 5.1 Variasi Spasial Karakteristik Kemajuan Wilayah …………..…………………….....…47 5.1.1 Wilayah Terbangun …………………………..……………………………..….. 47 5.1.2 Tingkat Aksesibilitas …………………………...…………………………...….. 50 5.1.3 Karakteristik Kemajuan Wilayah ……………………..…………………….….. 54 5.2 Variasi Spasial Skala Ekonomi………………………………………………………… 58
xii
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
5.2.1 Permintaan Penduduk ………………………………..…………………….….... 59 5.2.2 Kapasitas Industri……………………………………………………………….. 66 5.2.3 Skala Ekonomi…………………………………………………………………... 70 5.3 Perubahan Pola Aglomerasi Industri Antara Tahun 2002 dan 2007................................ 75 5.3.1 Perubahan Pola Aglomerasi Pada Kecamatan-Kecamatan Yang Memiliki Kawasan Industri……………………………………………….. 75 5.3.2 Perubahan Pola Aglomerasi Pada Kecamatan-Kecamatan Tanpa Kawasan Industri………………………………………………………… 78 BAB VI KESIMPULAN…………………………………………………….……………. 82 DAFTAR PUSTAKA…………………...………………………………………………… 83 LAMPIRAN
xiii
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Alur Pikir Penelitian
26
Gambar 4.1. Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002
32
Gambar 4.2. Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2007
34
Gambar 4.3. Grafik Peningkatan Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007
35
Gambar 4.4. Grafik PDRB Perkapita Kecamatan Kabupaten Bekasi Tahun 2002
37
Gambar 4.5. Grafik PDRB Perkapita Kecamatan Kabupaten Bekasi Tahun 2007
38
Gambar 4.6. Grafik Peningkatan PDRB Perkapita Kecamatan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007
39
xiv
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 . Kebutuhan Data Penelitian
19
Tabel 4.1. Administrasi Kabupaten Bekasi
28
Tabel 4.2. Penggunaan Tanah Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Dan 2007
30
Tabel 4.3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan 2007
31
Tabel 4.4. PDRB Perkapita Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan 2007
36
Tabel 4.5. Nilai Tambah Bruto (NTB) Sektor Industri Besar dan Sedang di Propinsi Jawa Barat Tahun 2007
41
Tabel 4.6. Kawasan Industri Di Kabupaten Bekasi
42
Tabel 4.7. Kondisi Industri Manufaktur Kabupaten Bekasi Tahun 2002
42
Tabel 4.8. Kondisi Industri Manufaktur Kabupaten Bekasi Tahun 2007
44
Tabel 4.9. Panjang Jalan Berdasarkan Fungsinya
46
Tabel 5.1. Presentase Wilayah Terbangun Kabupaten Bekasi Tahun 2002, 2007, dan Peningkatannya
50
Tabel 5.2. Tingkat Aksesibilitas Kabupaten Bekasi Tahun 2002, 2007, dan Peningkatannya
53
Tabel 5.3. Karakteristik Kemajuan Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2002
55
Tabel 5.4. Karakteristik Kemajuan Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2007
56
Tabel 5.5. Peningkatan Kemajuan Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007
58
Tabel 5.6. Permintaan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002
62
Tabel 5.7. Permintaan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2007
64
Tabel 5.8. Peningkatan Permintaan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007
65
xv
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Tabel 5.9. Jumlah Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang dan Besar Kabupaten Bekasi Tahun 2002, 2007, dan Peningkatannya
69
Tabel 5.10. Skala Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2002
71
Tabel 5.11. Skala Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2007
73
Tabel 5.12. Peningkatan Skala Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007
75
Tabel 5.13. Jumlah Industri Manufaktur Pada Kecamatan-Kecamatan Yang Memiliki Kawasan Industri Tahun 2002, 2007 dan Peningkatannya
76
Tabel 5.14. Jumlah Industri Manufaktur Pada Kecamatan-Kecamatan Tanpa Kawasan Industri Tahun 2002, 2007 dan Peningkatannya
xvi
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
79
DAFTAR PETA
Peta 1. Administrasi Kabupaten Bekasi Peta 2. Jaringan Jalan Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Dan 2007 Peta 3. Penggunaan Tanah Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Peta 4. Penggunaan Tanah Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Peta 5. Presentase Wilayah Terbangun Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Peta 6. Presentase Wilayah Terbangun Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Peta 7. Peningkatan Persentase Wilayah Terbangun Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007 Peta 8. Tingkat Aksesibilitas Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Peta 9. Tingkat Aksesibilitas Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Peta 10. Peningkatan Aksesibilitas Tahun 2002-2007 Peta 11. Karakteristik Kemajuan Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Peta 12. Karakteristik Kemajuan Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Peta 13. Peningkatan Kemajuan Wilayah Tahun 2002-2007 Peta 14. Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Peta 15. Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Peta 16. Peningkatan Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007 Peta 17. Pendapatan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Peta 18. Pendapatan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Peta 19. Peningkatan Pendapatan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007
xvii
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Peta 20. Permintaan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Peta 21. Permintaan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Peta 22. Peningkatan Permintaan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007 Peta 23. Kapasitas Industri Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Peta 24. Kapasitas Industri Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Peta 25. Peningkatan Kapasitas Industri Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007 Peta 26. Skala Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Peta 27. Skala Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Peta 28. Peningkatan Skala Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007 Peta 29. Peta Sebaran Industri Manufaktur Tahun 2002 Peta 30. Peta Sebaran Industri Manufaktur Tahun 2007
xviii
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi Industri di Dalam Kawasan Industri Lampiran 2. Kondisi Industri di Luar Kawasan Industri
xix
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Hakekat pembangunan daerah sebagai bagian dari pembangunan nasional
adalah terwujudnya kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial sebagaimana telah diamanatkan dalam pembukaan UUD 1945. Artinya bahwa dengan adanya proses pembangunan yang dilaksanakan secara berkelanjutan dari waktu ke waktu diharapkan adanya perubahan yang signifikan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Sedangkan terwujudnya kesejahteraan rakyat dapat diukur dari tingkat pendidikan, kesehatan, sosial, budaya, politik, dan keamanan. Berbagai ukuran tersebut pada dasarnya berpangkal tolak pada tingkat perekonomian. Oleh karena itu program pembangunan daerah lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi. Pembangunan sektor industri manufaktur (manufacturing industry) dianggap sebagai sektor pemimpin (the leading sector) yang mendorong perkembangan sektor lainnya, seperti sektor jasa dan pertanian. Pengalaman pertumbuhan ekonomi jangka panjang di negara industri dan negara sedang berkembang menunjukkan bahwa sektor industri manufaktur tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor pertanian (Arsyad, 1991). Industrialisasi yang telah menjadi kekuatan utama (driving force) di balik urbanisasi yang cepat di kawasan Asia sejak dasawarsa 1980-an. Berbeda dalam kasus industri berbasis sumber daya (resource-based industries), industri manufaktur cenderung berlokasi di dalam dan di sekitar kota. Industri cenderung beraglomerasi di daerah-daerah dimana potensi dan kemampuan daerah tersebut memenuhi kebutuhan mereka (Nuryadin, 2007). Selama 2 dekade terakhir perkembangan industri manufaktur paling pesat terjadi di pulau jawa dimana pada tahun 1999, Pulau Jawa menyumbang 81,07% terhadap total penyerapan tenaga kerja dan 81,08 % terhadap total nilai tambah IBS (Industri Besar dan Sedang) Indonesia dan pada tahun 1999 Propinsi Jawa Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
2
Barat merupakan propinsi menyumbang PDRB terbesar di Pulau Jawa yaitu sebesar 34,93%. Kabupaten Bekasi merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang menjadikan sektor industri manufaktur sebagai motor pembangun utama perekonomian
daerah,
kabupaten
ini
memiliki
kawasan
di
dalamnya.
Pengembangan kawasan industri ini erat kaitannya dengan kebijakan nasional pengembangan kawasan industri di Indonesia. Industri-industri yang masuk dalam kawasan sebagian besar adalah industri pengolahan yang selain untuk memenuhi kebutuhan lokal juga berorientasi kepada ekspor, sehingga merupakan bagian penting dalam penerimaan devisa negara. Kabupaten Bekasi memposisikan dirinya sebagai “International Economic Zone”, dengan tujuan (1) memberikan layanan terpadu kelas dunia dalam rangka mendorong pertumbuhan investasi dan meningkatkan daya saing di tingkat global, (2) memperbaiki iklim investasi, (3) mempertahankan investasi Penanam Modal Asing (PMA) yang sudah masuk dan beroperasi di Indonesia. Kecamatankecamatan yang diperuntukkan bagi industri antara lain Kecamatan Tambun Selatan, Tambun Utara, Cikarang Pusat, Cikarang Barat, Cikarang Timur, Cikarang Utara, Cikarang Selatan, Cibitung, Serang Baru, dan Setu. Kawasan industri menjadi salah satu sumber pemasukan devisa negara, kawasan industri di Kabupaten Bekasi antara lain Jababeka, MM 2100, Delta Silicon, B.I.I.E Hyundai, dan E.J.I.P (East Jakarta Industrial Park) (Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi, 2007). Pada Tahun 2007, dari jumlah 695 industri manufaktur sedang dan besar terjadi penyerapan tenaga kerja sebesar 104.571 orang tenaga kerja. Oleh sebab itu, dengan adanya sektor industri manufaktur ini memberikan pengaruh yang berarti terhadap pergerakan ekonomi sektor perdagangan di Kabupaten Bekasi, ini terlihat dari kontribusi sektor perdagangan tertinggi kedua setelah sektor industri dengan kontribusi sebesar 8,52% terhadap nilai PDRB Kabupaten Bekasi (Bappeda dan BPS Kabupaten Bekasi, 2008).
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
3
Melihat tingginya potensi dan perkembangan industri manufaktur di Kabupaten Bekasi, dapat ketahui bahwa sektor industri manufaktur memainkan peranan besar terhadap perekonomian daerah maupun nasional. Sektor industri di Kabupaten Bekasi menjadi penopang industri nasional, hal ini dibuktikan dengan tingginya nilai ekspor Kabupaten Bekasi pada tahun 2007 yang mencapai angka 3.743.806.688,15 US$ dan mendominasi kontribusi terhadap nilai PDRB Kabupaten ini hingga mencapai 80%. Sebagai barometer industri nasional Kabupaten Bekasi akan menghadapi tantangan liberalisasi ekonomi dan perdagangan dalam rangka WTO/GATT maupun AFTA. Industri di Kabupaten Bekasi bukan saja memiliki tingkat output tertinggi di Propinsi Jawa Barat tetapi juga ditingkat nasional yakni mampu memberikan andil nilai tambah bruto sebesar 24,11% atau 65,24 triliyun (BPS dan Bapedda Kabupaten Bekasi, 2008). Dalam disiplin geografi, industri dan aglomerasi telah menjadi topik penelitian yang menarik perhatian terutama bagi para ahli geografi ekonomi. Di antara sekian banyak tema penelitian mengenai industri, aglomerasi industri adalah salah satu tema yang sering dijadikan sebagai fokus pembahasan. Krugman (1991) mengatakan bahwa interaksi antara skala ekonomi dan biaya transportasi menyebabkan kecenderungan industri-industri untuk berlokasi secara bersama. Guna memperoleh dan meningkatkan kekuatan skala ekonomi, industri-industri cenderung beraglomerasi dan melayani seluruh pasar dari suatu wilayah. Analisis Krugman mengenai konsep skala ekonomi berakhir pada kesimpulan bahwa makin banyak barang dan jasa diproduksi di satu industri yang sama, makin rendah pula biaya produksi yang harus dikeluarkan. Sehingga, merupakan suatu keuntungan bagi industri untuk berlokasi dekat dengan pasar yang besar, karena akan menghemat biaya transportasi. Oleh sebab itu, untuk meminimumkan biaya transportasi, industri-industri cenderung berlokasi pada wilayah yang memiliki permintaan lokal yang besar. Berdasarkan penjelasan diatas, penelitian ini berusaha untuk mendeskripsikan tentang bagaimana perubahan pola aglomerasi industri manufaktur yang terjadi di Kabupaten Bekasi antara tahun 2002 dan 2007.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
4
1.2.
Masalah penelitian Bagaimana perubahan pola aglomerasi industri manufaktur di Kabupaten
Bekasi antara tahun 2002 dan 2007 ? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut : Dapat memahami pola aglomerasi industri manufaktur tahun 2002 dan 2007 yang dilihat dari tingkat aglomerasi industri, skala ekonomi, dan karakteristik kemajuan wilayahnya. Setelah mengetahui pola aglomerasi industri manufaktur pada masing-masing tahun, lalu dapat memahami perubahan pola aglomerasinya industri manufaktur di Kabupaten Bekasi yang terjadi antara tahun 2002 dan 2007. 1.4.
Batasan Penelitian
1. Industri manufaktur adalah suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (BPS, 1999). Industri manufaktur yang dimaksud dalam penelitian ini adalah industri manufaktur skala sedang dan besar yang terdapat dalam daftar nama perusahaan yang diperoleh dari Dinas Perindustrian Pemerintah Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan 2007. 2. Wilayah terbangun adalah kenampakan fisik yang meliputi penggunaan tanah non agraris. Dalam penelitian ini wilayah terbangun dilihat dari jenis penggunaan tanah industri dan permukiman. 3. Aksesibilitas adalah tingkat kemudahan dalam mencapai suatu lokasi tertentu (Tarigan, 2005). Dalam penelitian ini tingkat aksesibilitas dilihat berdasarkan kerapatan jaringan jalan (km/km2) daerah penelitian. Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
5
4. Aglomerasi industri adalah berkumpulnya suatu kegiatan industri pada suatu wilayah (Affandi, 2009). Dalam Penelitian ini tingkat aglomerasi dilihat dari tinggi rendahnya jumlah industri manufaktur sedang dan besar yang ada di daerah penelitian. 5. Kapasitas industri adalah kemampuan pembatas dari unit produksi untuk dapat berproduksi (Heizer, 2004). Semakin tinggi kapasitas suatu industri maka semakin banyak pula unit produksi yang diperlukan. Dalam penelitian ini, kapasitas industri dilihat jumlah tenaga kerja industri manufaktur. 6. Dalam penelitian ini pendapatan penduduk diukur dari besarnya PDRB Perkapita Kecamatan atas dasar harga konstan Tahun 2000. PDRB perkapita kecamatan adalah nilai PDRB kecamatan dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di setiap kecamatan (Bappeda dan BPS Kabupaten Bekasi, 2008). 7. Permintaan penduduk adalah kebutuhan penduduk terhadap suatu jenis barang yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam penelitian ini, faktor permintaan yang mempengaruhi tingkat permintaan di suatu wilayah dilihat jumlah dan pendapatan penduduk. 8. Skala ekonomi adalah pertambahan produksi yang menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi semakin rendah. Produksi yang semakin tinggi menyebabkan industri menambah kapasitasnya, dimana pertambahan kapasitas ini menyebabkan kegiatan produksi bertambah efisien. (Sukirno, 2003). Dalam penelitian ini skala ekonomi dilihat dari 2 aspek yaitu permintaan penduduk dan kapasitas industri. 9. Karakteristik kemajuan wilayah dalam penelitian ini adalah variasi spasial kemajuan suatu wilayah yang dibentuk oleh 2 komponen yaitu tingkat aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun. 10. Pola aglomerasi industri manufaktur adalah variasi spasial dari tingkat aglomerasi industri yang ditentukan oleh tinggi rendahnya jumlah industri di suatu wilayah. Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Industri Manufaktur Berdasarkan UU RI No. 5 Tahun 1984 Pasal 1, industri adalah kegiatan
ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. Dalam UU RI No. 5 Tahun 1984, dinyatakan bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia. Industri manufaktur yaitu
merupakan suatu kegiatan ekonomi yang
melakukan kegiatan mengubah suatu barang dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang jadi atau setengah jadi dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir (BPS, 1999). Sektor industri manufaktur merupakan sebagai sektor pemimpin (the leading sector), dalam konteks ini peranan sentral sektor pemimpin dalam kaitannya dengan keberhasilan sebuah pembangunan adalah dengan adanya pembangunan industri manufaktur, maka diharapkan akan dapat memacu dan mendorong sektor-sektor lainnya seperti jasa dan pertanian. Pertumbuhan industri yang cukup pesat akan merangsang pertumbuhan sektor pertanian guna menyediakan bahan-bahan baku bagi kegiatan industri manufaktur. Sektor jasa juga akan turut berkembang dengan adanya industrialisasi tersebut, misalnya berdiri lembaga keuangan, lembaga pemasaran, dan sebagainya yang akan mendukung lajunya pertumbuhan industri manufaktur. Berdasarkan kenyataan ini Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
7
tidak mengherankan jika peranan sektor industri manufaktur semakin penting dalam berkembangnya perekonomian suatu negara termasuk juga Indonesia. Sehingga keadaan tersebut mendorong adanya perluasan lapangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan dan jumlah penduduk sehingga menaikkan jumlah permintaan penduduk (Arsyad, 2010). Berikut ini merupakan klasifikasi industri manufaktur sedang dan besar menurut jumlah tenaga yang dipekerjakan (BPS, 1999), yaitu : a. Industri sedang, yaitu industri yang memiliki jumlah tenaga kerja sekitar 20 sampai 99 orang. Ciri industri sedang adalah memiliki modal yang cukup besar, tenaga kerja memiliki keterampilan tertentu, dan pimpinan perusahaan memiliki kemapuan manajerial tertentu. b. Industri besar, yaitu industri dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang. Ciri industri besar adalah memiliki modal besar yang dihimpun secara kolektif dalam bentuk pemilikan saham, tenaga kerja harus memiliki keterampilan khusus, dan pimpinan perusahaan dipilih melalui uji kemapuan dan kelayakan. 2.2.
Aglomerasi Industri Menurut Marshall (1920) agglomeration economies atau localized
industries muncul ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka panjang sehingga masyarakat akan banyak memperoleh keuntungan apabila mengikuti tindakan mendirikan usaha di sekitar lokasi tersebut. Sedangkan Montgomery mendefinisikan penghematan aglomerasi sebagai penghematan yang diasosiasikan dengan pengelompokan perusahaan, tenaga kerja, dan konsumen secara spasial untuk meminimisasi biaya-biaya seperti biaya transportasi, informasi dan komunikasi (Dalam Hidayati dan Kuncoro, 2004). Selanjutnya dengan mengacu pada beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aglomerasi industri adalah berkumpulnya suatu kegiatan industri pada suatu wilayah (Affandi, 2009). Dalam sektor industri manufaktur sangat menekankan penghematan biaya produksi yang bertujuan untuk mencapai hasil produksi yang maksimal, aglomerasi menjadi sangat penting untuk dilakukan dalam rangka memasuki Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
8
persaingan di tingkat global yang menuntut persaingan tinggi. Dengan beraglomerasi industri-industri dapat memperoleh penghematan eksternal (external economies) yang dalam hal ini merupakan penghematan aglomerasi. Penghematan ini terjadi karena faktor-faktor luar industri tersebut dan dinikmati oleh semua industri yang berlokasi di wilayah tersebut (Djojodipuro, 1992). Menurut Kuncoro (2002), penghematan aglomerasi yang dapat diperoleh yaitu dengan aglomerasi dapat mempermudah dan mempercepat pertukaran informasi dan penyebaran teknologi. Selain penghematan diatas, menurut Djojodipuro (1992) penghematan lainnya yang dapat diperoleh dengan beraglomerasi adalah pemakaian infrastruktur bersama, misalnya pelabuhan, sarana telekomunikasi, dan prasarana transportasi. Sedangkan menurut Arsyad (2010), penghematan yang juga dapat diperoleh melalui aglomerasi yaitu penurunan biaya transportasi, semakin berkembangnya jumlah industri di suatu wilayah mendorong didirikannya penyediaan jasa angkutan dengan fasilitas pendukungnya serta penyediaan jaringan transportasi yang memadai.
2.3.
Permintaan Permintaan adalah kebutuhan penduduk terhadap suatu jenis barang yang
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya (Sukirno, 2003). Berikut ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan, antara lain yakni : 1.
Harga barang itu sendiri Jika harga suatu barang semakin murah maka permintaan terhadap barang itu bertambah. Begitu juga sebaliknya, hal ini membawa kita ke hukum permintaan yang menyatakan: “Bila harga suatu barang naik, maka jumlah barang itu akan berkurang, dan sebaliknya”.
2. Selera atau kebiasaan Selera atau kebiasaan juga turut mempengaruhi harga. Suatu barang jika berada di daerah yang penduduknya memiliki kebiasaan untuk mengkonsumsi barang tersebut maka harga barangnya pun akan mengikuti sesuai dengan permintaannya, namun sebaliknya jika di suatu daerah penduduk tersebut tidak memiliki kebiasaan untuk mengkonsumsi suatu barang maka harganya pun akan turun karena rendahnya permintaan. Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
9
3.
Pendapatan Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan corak permintaan terhadap berbagai barang. Perubahan pendapatan selalu menimbulkan perubahan terhadap permintaan berbagai jenis barang. Tingkat pendapatan perkapita mencerminkan daya beli. Jadi semakin tinggi tingkat pendapatan maka daya beli semakin kuat maka asumsinya permintaan terhadap suatu barang meningkat.
4. Jumlah Penduduk Permintaan sangat berhubungan positif dengan jumlah penduduk. Semakin tinggi jumlah penduduk maka asumsinya permintaan pun akan semakin tinggi pula. 5.
Permintaan dimasa mendatang Bila kita memperkirakan bahwa harga suatu barang akan naik maka lebih baik membeli barang itu sekarang, sehingga mendorong orang untuk membeli lebih banyak saat ini guna menghemat di masa mendatang.
6.
Usaha-Usaha Produsen meningkatkan penjualan Dalam perekonomian modern, bujukan para penjual untuk membeli barang besar sekali peranannya dalam mempengaruhi masyarakat. Adanya Iklan memungkinkan
masyarakat
mengenal
suatu
barang
baru
atau
menimbulkan permintaan terhadap barang tersebut.
2.4.
Kapasitas Industri Kapasitas industri adalah kemampuan pembatas dari unit produksi untuk
dapat berproduksi. Unit produksi adalah tenaga kerja, mesin, unit stasiun kerja, proses produksi, perencanaan produksi, dan organisasi produksi (Heizer, 2004). Berikut ini adalah manfaat-manfaat yang dapat diperoleh dari perhitungan kapasitas produksi industri yaitu (Buffa, 1994): 1. Dapat meminimalkan keterlambatan pengiriman produk karena salah perhitungan kapasitas produksi. 2. Menjembatani ketidakharmonisan antara kapasitas yang ada dengan kapasitas yang diperlukan untuk memenuhi permintaan pasar.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
10
3. Sebagai bahan pertimbangan pihak perusahaan dalam penempatan investasi mesin, operator, dan perubahan waktu kerja (shift). 4. Dapat meminimalkan biaya produksi dan harga pokok penjualan. Dalam penelitian ini untuk melihat besaran kapasitas industri di suatu wilayah, dicerminkan dari jumlah tenaga kerja. Tenaga kerja merupakan faktor produksi variabel yakni faktor produksi yang tergantung pada tingkat produksinya, semakin besar tingkat produksi maka semakin banyak faktor produksi yang digunakan (Sukirno, 2003). Karena jumlah penggunaan unit produksi dalam hal ini tenaga kerja sangat tergantung dari tingkat produksinya, semakin tinggi produksi maka semakin banyak pula unit produksi yang digunakan. Asumsinya semakin tinggi jumlah tenaga kerja maka semakin tinggi pula kapasitas industri yang dimiliki oleh industri-industri di suatu wilayah.
2.5.
Skala Ekonomi Skala ekonomi adalah pertambahan produksi yang menyebabkan biaya
produksi rata-rata menjadi semakin rendah. Produksi yang semakin tinggi menyebabkan industri menambah kapasitasnya, dan pertambahan kapasitas ini menyebabkan kegiatan produksi bertambah efisien. Hal ini dicerminkan oleh biaya produksi menjadi semakin murah (Sukirno, 2003). Dalam penelitian ini peningkatan skala ekonomi dilihat berdasarkan permintaan penduduk dan kapasitas industri. Keuntungan skala yang meningkat dapat bersifat internal atau eksternal bagi industri. Penghematan eksternal sama saja dengan penghematan aglomerasi yaitu yang mencakup penghematan lokalisasi dan penghematan urbanisasi. Berikut ini adalah penjelasannya yang lebih lanjut (World Bank, 2009): 1. Penghematan Lokalisasi (Localization Economic ) Keuntungan yang diperoleh dari industri-industri sejenis atau yang memiliki keterkaitan berkumpul pada suatu wilayah yaitu diperoleh dari adanya keterkaitan industri . 2. Penghematan Urbanisasi (Urbanization Economic) Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
11
Keuntungan yang diperoleh dari industri-industri dari berbagai jenis berkumpul pada lokasi yang sama yaitu diperoleh dari pemakaian infrastruktur secara bersama-sama.
2.6.
Teori Geografi Ekonomi Baru (New Economic Geography/NEG) Dalam khazanah studi empiris, agenda penelitian semakin bergairah
dengan kemunculan NEG. Argumen dasar NEG menekankan pada pentingnya hasil yang meningkat (increasing returns), skala ekonomi, dan persaingan yang tidak sempurna. Pelopor NEG percaya bahwa ketiga hal ini jauh lebih penting dari pada hasil skala yang konstan (constant return to scale), persaingan sempurna, dan keunggulan komparatif dalam menjelaskan perdagangan dan ketimpangan distribusi kegiatan ekonomi (Hidayati dan Kuncoro, 2004) Krugman (1991) mengatakan bahwa interaksi antara skala ekonomi dan biaya transportasi menyebabkan kecenderungan industri-industri untuk berlokasi secara bersama. Guna memperoleh dan meningkatkan kekuatan skala ekonomi, industri-industri cenderung beraglomerasi dan melayani seluruh pasar dari suatu wilayah. Analisis Krugman mengenai konsep skala ekonomi berakhir pada kesimpulan bahwa makin banyak barang dan jasa diproduksi di satu industri yang sama, makin rendah pula biaya produksi yang harus dikeluarkan. Sehingga, merupakan suatu keuntungan bagi industri untuk berlokasi dekat dengan pasar yang besar, karena akan menghemat biaya transportasi. Oleh sebab itu, untuk meminimumkan biaya transportasi, industri-industri cenderung berlokasi pada wilayah yang memiliki permintaan lokal yang besar. Skala ekonomi sangat berkaitan erat dengan permintaan dan kapasitas industri. Permintaan dalam hal ini dilihat berdasarkan pendapatan penduduk dan jumlah penduduk. Pendapatan penduduk di suatu daerah sangat mencerminkan daya beli masyarakat, apabila pendapatan penduduk di suatu daerah tinggi maka permintaan akan barang hasil produksi juga akan meningkat. Sementara itu, makin tinggi kapasitas industri maka akan semakin banyak faktor produksi yang diperlukan. Faktor produksi yang dipilih dalam penelitian ini adalah tenaga kerja, tingginya jumlah kerja mengindikasikan tingginya kapasitas industri. Interaksi Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
12
antara permintaan dan kapasitas industri mempengaruhi tingkat efisiensi kegiatan produksi sehingga juga berpengaruh pada kekuatan skala ekonomi.
2.7.
Penggunaan Tanah Penggunaan tanah merupakan indikator dari aktivitas masyarakat di suatu
tempat. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, penggunaan tanah merupakan petunjuk tentang kondisi di suatu daerah (Sandy, 1977). Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan tanah menurut Soemadi (1997) antara lain yaitu: 1. Kondisi fisik Kondisi fisik dapat dilihat dari ketinggian, kemiringan, kemampuan serta struktur tanah. 2. Tekanan penduduk Bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun akan mempengaruhi perubahan penggunaan tanah dikarenakan faktor ekonomi dimana tanah yang tersedia terbatas. 3. Tingkat teknologi yang dikuasai penduduk Semakin meningkatnya teknologi yang diketahui dan diperoleh masyarakat akan berpengaruh terhadap penggunaan tanah yang ada sebagai tmpat untuk pengembangan sistem jaringan, sehingga pengembangan jaringan teknologi dapat meluas ke seluruh pelosok wilayah. Penggunaan tanah tidak statis melainkan berkembang ke arah peningkatan kualitas dan peningkatan luas, karena jumlah manusia meningkat. Jumlah penduduk dan perubahannya merupakan faktor-faktor penentu dalam pola maupun arah kecenderungan penggunaan tanah di suatu daerah (Sandy, 1977).
2.8.
Aksesibilitas Menurut Tarigan (2005), aksesibilitas adalah tingkat kemudahan dalam
mencapai suatu lokasi tertentu. Salah satu variabel yang dapat dinyatakan apakah tingkat aksesibilitas itu tinggi atau rendah dapat dilihat dari banyaknya sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut. Semakin banyak sistem jaringan yang tersedia pada daerah tersebut maka semakin mudah aksesibilitas yang didapat
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
13
begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat aksesibilitas yang didapat maka semakin sulit daerah itu dijangkau dari daerah lainnya (Bintarto, 1989). Keberadaan aksesibilitas yang memadai di suatu wilayah diharapkan mampu mengatasi hambatan-hambatan mobilitas. Aksesibilitas memainkan peranan yang sangat penting dalam upaya peningkatan kemajuan di suatu wilayah, karena tanpa dukungan aksesibilitas yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas, maka peningkatan kemajuan di suatu wilayah akan mengalami hambatan, karena hambatan-hambatan mobilitas di wilayah tersebut belum mampu diatasi. Sebaliknya, dengan dukungan aksesibilitas yang memadai di suatu wilayah maka peningkatan kemajuan di suatu wilayah akan berjalan baik karena hambatan mobilitas telah berhasil teratasi dengan ketersediaan aksesibilitas yang memadai sebagai faktor kunci utama pesatnya kemajuan wilayah.
2.9.
Kawasan Industri Sesuai dengan Keppres 53 tahun 1989 yang telah diperbaiki dengan
Keppres 41 tahun 1996 pengertian kawasan industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Saat ini pembangunan industri nasional sedang dihadapkan pada persaingan global. Oleh karena itu, peningkatan daya saing industri menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar agar produk industri nasional mampu bersaing baik di dalam negeri maupun luar negeri. Langkah-langkah peningkatan daya saing dimulai dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif, efisien, memiliki kepastian hukum, dan pemberian fasilitas fiskal serta kemudahan-kemudahan lain bagi dunia investasi. Selain itu, adanya lokasi industri di satu kawasan industri merupakan instrument penting bagi peningkatan daya saing. Dari sisi efisiensi, adanya kawasan industri sangat membantu investor pengguna kavling industri dalam melakukan kegiatan industri. Di kawasan industri seperti ini biasanya sudah tertata dengan baik, memiliki kemudahan dalam pelayanan administrasi, infrastruktur yang lengkap, keamanan, dan
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
14
kepastian tempat usaha yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota. Secara tata ruang, pembangunan kawasan industri sudah dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang seperti penyediaan energi listrik, telekomunikasi, fasilitas jalan, dan lain sebagainya. Kawasan industri mendukung sepenuhnya peningkatan kualitas lingkungan hidup di kawasan secara menyeluruh dengan menyediakan fasilitas pengelolaan dan pengendalaian limbah sehingga kegiatan industri di kawasan tidak terganggu. Berikut ini merupakan tujuan pengembangan kawasan industri (Badan Litbang Industri Dan Perdagangan, 2003): 1. Pengembangan
kawasan
industri
dimaksudkan
untuk
mendorong
pertumbuhan sektor industri lebih terarah, terpadu, dan memberikan hasil guna yang lebih optimal bagi daerah dimana kawasan industri berlokasi. Beberapa aspek penting yang menjadi dasar konsep pengembangan kawasan industri antara lain adalah efisiensi, tata ruang, dan lingkungan hidup. 2. Aspek efisiensi merupakan satu dasar pokok yang menjadi landasan pengembangan kawasan industri. Melalui pembangunan kawasan industri maka bagi investor pengguna kavling industri akan mendapatkan lokasi kegiatan industri yang sudah baik dimana terdapat beberapa keuntungan seperti bantuan proses perijinan, ketersediaan infrastruktur yang lengkap, keamanan dan kepastian tempat usaha yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Sedangkan dari sisi pemerintah daerah, dengan konsep pengembangan kawasan industri, berbagai jaringan infrastruktur yang disediakan ke kawasan industri akan menjadi lebih efisien karena dalam perencanaan infrastruktur kapasitasnya sudah disesuaikan dengan kegiatan industri yang berada di kawasan industri. 3.
Dari aspek tata ruang, dengan adanya kawasan industri maka masalahmasalah konflik penggunaan lahan akan dapat dihindari. Demikian pula, bilamana kegiatan industri telah dapat diarahkan pada lokasi peruntukannya, maka akan lebih mudah bagi penataan ruang daerah, khususnya pada daerah sekitar lokasi kawasan industri. Dari aspek lingkungan hidup, konsep pengembangan kawasan industri jelas mendukung peningkatan kualitas Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
15
lingkungan, daerah secara menyeluruh. Dengan dikelompokkan kegiatan industri pada satu lokasi pengelolaan maka akan lebih mudah menyediakan fasilitas pengolahan limbah dan juga pengendalian limbahnya. Sudah menjadi kenyataan bahwa pertumbuhan industri secara individual memberikan pengaruh besar terhadap kelestarian lingkungan karena tidak mudah untuk melakukan pengendalian pencemaran yang dilakukan oleh industri-industri yang tumbuh secara individu. 4.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi kawasan industri ditinjau dari segi karakteristik daerah secara garis besar dapat dibagi atas 2 kategori, yaitu : a. Bagi daerah kabupaten/kota yang tingkat pertumbuhan industrinya besar, maka kawasan industri sebagai alat pengaturan tata ruang dan pengendalian pencemaran. b. Bagi daerah kabupaten/kota yang tingkat pertumbuhan industrinya rendah atau relatif belum berkembang, maka kawasan industri berfungsi untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam arti membantu investor untuk memperoleh kavling siap bangun yang telah dilengkapi berbagai prasarana dan sarana penunjang.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
16
BAB III METODOLOGI
3.1.
Daerah Penelitian Daerah penelitian adalah Kabupaten Bekasi yaitu pada kecamatan-
kecamatan yang mempunyai kegiatan industri manufaktur sedang dan besar tahun 2002 dan 2007. 3.2.
Metode Penelitian Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan cara untuk memahami fenomena sosial, berupa serangkaian kegiatan atau upaya menjaring informasi secara mendalam dari permasalahan yang ada dalam kehidupan suatu objek, dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun empiris. 3.3.
Variabel Penelitian 1.
Skala Ekonomi Sebagaimana disarankan oleh Krugman (1991), skala ekonomi itu
sendiri akan ditinjau dari dua aspek yaitu aspek permintaan penduduk dan aspek kapasitas industri. Aspek permintaan akan mencakup besaran permintaan yang dicerminkan oleh jumlah dan pendapatan penduduk. Sementara itu, aspek kapasitas industri akan dilihat dari jumlah tenaga kerja. Skala ekonomi sangat berkaitan erat dengan permintaan penduduk dan kapasitas industri. Permintaan dalam hal ini dilihat berdasarkan pendapatan penduduk dan jumlah penduduk. Pendapatan penduduk di suatu wilayah sangat mencerminkan daya beli masyarakat, apabila pendapatan penduduk di suatu wilayah tinggi maka permintaan akan Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
17
barang hasil produksi juga akan meningkat. Sementara itu, makin tinggi kapasitas industri maka akan semakin banyak faktor produksi yang diperlukan. Faktor produksi yang dipilih dalam penelitian ini adalah tenaga kerja, tingginya jumlah kerja mengindikasikan tingginya kapasitas industri. Interaksi antara permintaan dan kapasitas industri mempengaruhi tingkat efisiensi kegiatan produksi sehingga berpengaruh pada kekuatan skala ekonomi. 2.
Karakteristik Kemajuan Wilayah Variasi karakteristik kemajuan wilayah, dalam penelitian ini
dibentuk oleh persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas. Menurut Krugman (1991), biaya transportasi yang minimum sangat terkait dengan aglomerasi industri. Ketersediaan jaringan jalan sangat berkaitan dengan aksesibilitas menuju suatu lokasi. Tersedianya prasarana jalan (kerapatan jaringan jalan) sangat menentukan mudah dan tidaknya suatu wilayah dijangkau. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa aksesibilitas memainkan peranan penting dalam penentuan lokasi industri, karena terkait dengan biaya transportasi bahan baku menuju lokasi industri maupun biaya transportasi untuk pemasaran produk dari lokasi industri. Sehingga tingkat aksesibilitas ini sangat mempengaruhi tingkat efisiensi biaya produksi dan berkaitan dengan keuntungan yang diperoleh industri. Oleh sebab itulah, dalam penelitian ini tingkat aksesibilitas dilihat dari kerapatan jaringan jalan. Sementara salah satu dampak dari pesatnya pembangunan industri adalah semakin tingginya persentase wilayah terbangun karena semakin tingginya kebutuhan akan lahan permukiman. Tingginya pertambahan penduduk pada wilayah-wilayah yang memiliki kegiatan industri manufaktur yang tinggi menyebabkan peningkatan kebutuhan akan permukiman serta fasilitas-fasilitas pendukung yang mampu menunjang baik bagi kegiatan industri maupun untuk tenaga kerja industri
yang
bermukim di sekitar industri tempat mereka bekerja. Sehingga dengan melihat persentase wilayah terbangun ini dapat menjadi indikator dari Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
18
perkembangan yang terjadi di suatu wilayah. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini persentase wilayah terbangun dipilih menjadi aspek yang menentukan karakteristik kemajuan wilayah. 3.
Tingkat Aglomerasi Industri Aglomerasi industri industri dapat diartikan berkumpulnya suatu
kegiatan industri pada suatu wilayah (Affandi, 2009). Semakin banyak industri yang berkumpul di suatu wilayah maka dapat dikatakan di wilayah tersebut terjadi aglomerasi industri yang tinggi. Dalam sektor industri manufaktur sangat menekankan penghematan biaya produksi yang bertujuan untuk mencapai hasil produksi yang maksimal, maka aglomerasi menjadi sangat penting untuk dilakukan dalam rangka memasuki persaingan di tingkat global yang menuntut persaingan tinggi. Dengan aglomerasi industri-industri tersebut dapat memperoleh penghematan eksternal (External Economies) yang dalam hal ini merupakan penghematan aglomerasi (Djojodipuro, 1992). Dalam penelitian ini tingkat aglomerasi akan dilihat dari tinggi rendahnya jumlah industri manufaktur sedang dan besar di daerah penelitian. 3.4.
Pengumpulan data Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan adalah data primer
maupun data sekunder. Data sekunder diperoleh dari data instansional, sedangkan data primer diperoleh dengan cara observasi lapangan, wawancara dengan pejabat dari instansi terkait dan pengambilan dokumentasi untuk mengetahui keadaan lapangan yang sebenarnya. 1. Data Primer Teknik Pengumpulan data primer yang digunakan dalam studi ini adalah: a. Observasi
visual,
pengamatan
langsung
di
lapangan
untuk
menyelaraskan antara informasi yang diperoleh dari survei sekunder dengan kondisi nyata di lapangan. b. Informasi dari instansi terkait dan industri.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
19
2. Data sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui survei ke beberapa instansi yang terkait dengan permasalahan studi. Informasi yang diperoleh akan digunakan untuk mendukung permasalahan/tema studi yang diangkat dan menjadi arahan dasar bagi pelaksanaan survei primer dan tahapan studi selanjutnya. Pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi terkait dan literatur. Adapun data sekunder yang digunakan adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 . Kebutuhan Data Penelitian No
Jenis Data
Sumber Data
Instansi
Data Industri Manufaktur Sedang dan Besar Data Base Sektor Industri Data lokasi industri
Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan 2007
1.
Data Base Sektor Industri Data tahun berdiri industri
Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan 2007
Data jumlah tenaga kerja industri
Disperindag Kab.Bekasi
Disperindag Kab.Bekasi
Data Base Sektor Industri
Disperindag
Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007
Kab.Bekasi
Data Kependudukan 2. Jumlah penduduk Pendapatan Penduduk
BPS Kab. Bekasi
Data Kependudukan BPS Tahun 2002 dan 2007 Data PDRB Perkapita
Bappeda dan BPS Kab.
Per Kecamatan Kabupaten Bekasi
Bekasi
Tahun 2002 dan 2007 Tingkat Aksesibilitas Peta Jaringan Jalan
3. Kerapatan Jaringan Jalan
Kabupaten Bekasi
BPN Kab. Bekasi
Tahun 2002 dan 2007 Wilayah Terbangun Peta penggunaan tanah
4. Persentase Wilayah terbangun
Kabupaten Bekasi
BPN Kab. Bekasi
Tahun 2002 Dan 2007
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
20
3.5.
Pengolahan Data Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak
(software) SIG dan Microsoft Office (Excel dan Word). Berikut ini adalah langkah-langkah pengolahan datanya : 1. Peta Jumlah Penduduk Tahun 2002 dan 2007 Mengklasifikasikan jumlah penduduk yang ada di setiap kecamatan dengan klasifikasi sebagai berikut :
<50.000 jiwa
: Jumlah penduduk rendah
50.000-80.000 jiwa
: Jumlah penduduk sedang
80.000-100.000 jiwa
: Jumlah penduduk tinggi
100.000 jiwa
: Jumlah penduduk sangat tinggi
Kemudian berdasarkan klasifikasi tersebut, hasilnya dipetakan dengan Arc view dengan menggunakan tampilan gradasi warna (graduated colour). 2. Peta Peningkatan Jumlah Penduduk Tahun 2002-2007 Menghitung peningkatan jumlah penduduk dari tahun 2002 hingga tahun 2007 per kecamatannya. Kemudian peningkatan jumlah penduduk tersebut diklasifikasikan sebagai berikut :
<5.000 jiwa
: Peningkatan penduduk rendah
5.000-15.000 jiwa
: Peningkatan penduduk sedang
15.000-50.000 jiwa
: Peningkatan penduduk tinggi
>50.000 jiwa
: Peningkatan penduduk sangat tinggi
Kemudian berdasarkan klasifikasi tersebut, hasilnya dipetakan dengan Arc view dengan menggunakan tampilan gradasi warna (graduated colour). 3. Peta Pendapatan Penduduk Tahun 2002 dan 2007 Dalam penelitian ini pendapatan penduduk dilihat dari PDRB Perkapita per kecamatan atas dasar harga konstan tahun 2000, yang diperoleh dari BPS. Berikut ini merupakan klasifikasi wilayah pendapatan berdasarkan besarnya PDRB Perkapita per kecamatan atas dasar harga konstan tahun 2000:
< Rp 1.000.000
: Pendapatan penduduk rendah Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
21
Rp 1.000.000 – Rp.5000.000 : Pendapatan penduduk sedang
Rp 5000.000 – Rp 10.000.000 : Pendapatan penduduk tinggi
> Rp.10.000.000
: Pendapatan penduduk sangat tinggi
Kemudian berdasarkan klasifikasi tersebut, hasilnya dipetakan dengan Arc view dengan menggunakan tampilan gradasi warna (graduated colour). 4. Peta Peningkatan Pendapatan Penduduk Tahun 2002-2007 Dalam penelitian ini pendapatan penduduk dilihat dari PDRB Perkapita per kecamatan atas dasar harga konstan tahun 2000, yang diperoleh dari BPS. Menghitung besarnya peningkatan
PDRB Perkapita Per Kecamatan atas
dasar harga konstan tahun 2000 dari tahun 2002 hingga tahun 2007. Kemudian peningkatan pendapatan penduduk tersebut diklasifikasikan sebagai berikut : < Rp 10.000.000
: Peningkatan pendapatan penduduk rendah
Rp 10.000.000- Rp.20.0000.000 : Peningkatan pendapatan penduduk sedang Rp 20.000.000 - Rp.30.0000.000 : Peningkatan pendapatan penduduk tinggi >Rp 30.000.000
: Peningkatan pendapatan penduduk sangat tinggi
Kemudian berdasarkan klasifikasi tersebut, hasilnya dipetakan dengan Arc view dengan menggunakan tampilan gradasi warna (graduated colour). 5. Peta Permintaan Penduduk Tahun 2002 dan 2007 Peta permintaan penduduk diperoleh dari hasil overlay antara peta jumlah penduduk dan peta pendapatan penduduk. 6. Peta Peningkatan Permintaan Penduduk Tahun 2002-2007 Peta peningkatan permintaan penduduk diperoleh dari hasil overlay antara peta peningkatan jumlah penduduk dan peta peningkatan pendapatan penduduk .
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
22
7. Peta Kapasitas Industri 2002 dan 2007 Berikut merupakan klasifikasi wilayah berdasarkan kapasitas industri yang dilihat dari besarnya jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bekasi:
<1.000 orang
: Kapasitas industri rendah
1.000-5.000 orang
: Kapasitas industri rendah
5.000-20.000 orang
: Kapasitas industri tinggi
>20.000 orang
: Kapasitas industri sangat tinggi
Kemudian berdasarkan klasifikasi tersebut, hasilnya dipetakan dengan Arc view dengan menggunakan tampilan gradasi warna (graduated colour). 8. Peta Peningkatan Kapasitas Industri Tahun 2002-2007 Dalam penelitian ini, kapasitas industri dilihat dari jumlah tenaga kerja. Menghitung besarnya peningkatan jumlah tenaga kerja dari tahun 2002 hingga tahun 2007. Kemudian tingkat perubahan jumlah tenaga kerja industri tersebut diklasifikasikan sebagai berikut : <1.000 orang
: Peningkatan kapasitas industri rendah
1.000-3.000 orang
: Peningkatan kapasitas industri rendah
3.000-7.000 orang
: Peningkatan kapasitas industri tinggi
>7.000 orang
: Peningkatan kapasitas industri sangat tinggi
Kemudian berdasarkan klasifikasi tersebut, hasilnya dipetakan dengan Arc view dengan menggunakan tampilan gradasi warna (graduated colour). 9. Peta Skala Ekonomi Tahun 2002 dan 2007 Peta Skala Ekonomi diperoleh dari hasil overlay antara peta permintaan penduduk dan peta kapasitas industri. 10. Peta Peningkatan Skala Ekonomi Tahun 2002-2007 Peta peningkatan skala ekonomi diperoleh dari hasil overlay antara peta peningkatan permintaan penduduk dan peta peningkatan kapasitas industri. 11. Peta Tingkat Aksesibilitas Tahun 2002 dan 2007 Tingkat aksesibilitas diukur dari kerapatan jaringan jalan (Km/Km2) pada setiap kecamatannya, berikut ini adalah klasifikasinya :
<1,50 Km/Km2
: Aksesibilitas rendah Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
23
1,50-2,00 Km/Km2
: Aksesibilitas sedang
2,01-3,00 Km/Km2
: Aksesibilitas tinggi
>3,00 Km/Km2
: Aksesibilitas sangat tinggi
Kemudian berdasarkan klasifikasi tersebut, hasilnya dipetakan dengan Arc view dengan menggunakan tampilan gradasi warna (graduated colour). 12.
Peta Peningkatan Aksesibilitas Tahun 2002 – 2007 Dalam kurun waktu 5 tahun tentunya terjadi perubahan-perubahan dalam hal peningkatan aksesibilitas di Kabupaten Bekasi dari tahun 2002 hingga tahun 2007, dalam penelitian ini perubahan aksesibilitas di ukur dari peningkatan kerapatan jaringan jalan (Km/Km2), berikut ini adalah klasifikasinya : Km/Km2
: Peningkatan aksesibilitas rendah
0,20-0,50 Km/Km2
: Peningkatan aksesibilitas sedang
0,51-1,00 Km/Km2
: Peningkatan aksesibilitas tinggi
<0,20
>1,00
Km/Km2
: Peningkatan aksesibilitas sangat tinggi
Kemudian berdasarkan klasifikasi tersebut, hasilnya dipetakan dengan Arc view dengan menggunakan tampilan gradasi warna (graduated colour). 13.
Peta Persentase Wilayah Terbangun Tahun 2002 dan 2007 Menghitung persentase wilayah terbangun per kecamatan yang bersumber dari peta penggunaan tanah Kabupaten Bekasi. Setelah dihitung, kemudian diklasifikasikan sebagai berikut :
<16%
: Persentase wilayah terbangun rendah
16-25%
: Persentase wilayah terbangun sedang
26-35%
: Persentase wilayah terbangun tinggi
>35%
: Persentase wilayah terbangun sangat tinggi
Kemudian berdasarkan klasifikasi tersebut, hasilnya dipetakan dengan Arc view dengan menggunakan tampilan gradasi warna (graduated colour). 14. Peta Peningkatan Persentase Wilayah Terbangun Tahun 2002-2007 Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
24
Menghitung besarnya peningkatan persentase wilayah terbangun antara tahun 2002 dan 2007, kemudian mengklasifikasikannya. Berikut ini merupakan klasifikasi peningkatan persentase daerah terbangun tahun 2002-2007 :
<1%
: Peningkatan persentase wilayah terbangun rendah
1-5%
: Peningkatan persentase wilayah terbangun sedang
6-10%
: Peningkatan persentase wilayah terbangun tinggi
>10%
: Peningkatan persentase wilayah terbangun sangat tinggi
Kemudian berdasarkan klasifikasi tersebut, hasilnya dipetakan dengan Arc view dengan menggunakan tampilan gradasi warna (graduated colour). 15. Peta Karakteristik Kemajuan Wilayah Tahun 2002 dan 2007 Peta karakteristik wilayah diperoleh dari hasil overlay antara peta persentase wilayah terbangun dan peta tingkat aksesibilitas . 16. Peta Peningkatan Kemajuan Wilayah Tahun 2002 - 2007 Peta peningkatan karakteristik wilayah diperoleh dari hasil overlay antara peta peningkatan persentase wilayah terbangun dan peta peningkatan aksesibilitas. 17. Peta Sebaran Industri Manufaktur Tahun 2002 dan 2007 Membuat peta sebaran industri manufaktur sedang dan besar tahun 2002 dan 2007 dengan cara plotting di Arc View dengan bantuan peta megapolitan Jabodetabek dan survey lapang untuk verifikasi, kemudian hasilnya ditampilkan dalam bentuk titik (point). 18. Tabulasi
jumlah
industri
manufaktur
tahun
2002,
2007,
serta
peningkatannya untuk mengetahui tingkat aglomerasi industri pada tiap kecamatannya. 19. Menganalisis pola aglomerasi industri berdasarkan tingkat aglomerasi industri, skala ekonomi dan karakteristik kemajuan wilayah baik pada kecamatan yang memiliki kawasan industri maupun tidak, baik pada tahun 2002 dan 2007. Setelah menganalisis pola aglomerasi industri manufaktur
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
25
pada masing-masing tahun, lalu menganalisis perubahan pola aglomerasi industri manufaktur yang terjadi antara tahun 2002 dan 2007. 3.6.
Analisa Data Untuk menjelaskan perubahan pola aglomerasi industri manufaktur tahun
2002 dan 2007 digunakan analisis penyebaran dan keterkaitan keruangan untuk lebih memahami fenomena aglomerasi industri manufaktur sedang dan besar di Kabupaten Bekasi. Analisis tersebut dilakukan dengan melihat hubungan antara tingkat aglomerasi industri manufaktur dengan skala ekonomi dan karakteristik kemajuan wilayah sehingga diketahui gambaran mengenai pola aglomerasi industri manufaktur di Kabupaten Bekasi baik pada kecamatan-kecamatan yang memiliki kawasan maupun tidak pada masing-masing tahun. Setelah mengetahui pola aglomerasi pada masing-masing tahun, kemudian dapat dianalisis bagaimana perubahan pola aglomerasi industri yang terjadi antara tahun 2002 dan 2007 dengan melihat hubungan antara perubahan tingkat aglomerasi, perubahan skala ekonomi serta perubahan kemajuan wilayah. 3.7.
Alur Pikir Penelitian Daerah penelitian dalam penelitian ini adalah Kabupaten Bekasi, untuk
menjelaskan perubahan pola aglomerasi industri manufaktur antara tahun 2002 dan 2007 penelitian ini akan mengkaitkannya dengan faktor skala ekonomi. Skala ekonomi itu sendiri akan ditinjau dari dua aspek yaitu aspek permintaan penduduk dan aspek kapasitas industri. Aspek permintaan penduduk akan mencakup besaran permintaan yang dicerminkan oleh jumlah dan pendapatan penduduk. Sementara itu, aspek kapasitas industri akan dilihat dari jumlah tenaga kerja. Selain skala ekonomi, penjelasan mengenai perubahan pola aglomerasi industri juga akan dijelaskan berdasarkan pada variasi kemajuan wilayah, yang dalam hal ini dibentuk oleh persentase wilayah terbangun dan aksesibilitas. Dengan melibatkan segenap aspek di atas, hasil penelitian akan dapat memperlihatkan variasi spasial mengenai implikasi skala ekonomi terhadap tingkat aglomerasi industri pada karakteristik kemajuan wilayah yang berbeda-beda baik pada masing-masing tahun tersebut, serta perubahan yang terjadi antara tahun 2002 dan 2007. Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
26
Gambar 3.1. Alur Pikir Penelitian
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011Universitas Indonesia
27
BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1.
Posisi Daerah Penelitian Kabupaten Bekasi terletak pada posisi 106058’5”-107017’45” BT dan
05054’50”-06029’15” LS. Letak tersebut sangat strategis karena berbatasan langsung dengan Propinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bogor. Adapun batas-batas administrasi Kabupaten Bekasi sebagai berikut (lihat Peta 1) : Utara
:
Laut Jawa
Selatan
:
Kabupaten Bogor
Barat
:
Propinsi DKI Jakarta dan Kota Bekasi
Timur
:
Kabupaten Karawang
Letak wilayah Kabupaten Bekasi yang sangat strategis yaitu berbatasan langsung dengan ibukota negara sehingga berimplikasi pada pesatnya pembangunan yang ada. Dengan jumlah penduduk sekitar 2,1 juta pada tahun 2007 menjadikan Kabupaten Bekasi sebagai salah satu barometer perekonomian nasional. Kabupaten Bekasi merupakan penopang utama sektor industri nasional, sehingga baik buruknya perekonomian Kabupaten Bekasi turut berpengaruh pada kondisi perekonomian nasional ( BPS Dan Bappeda Kabupaten Bekasi, 2008). Jumlah kecamatan yang ada di Kabupaten Bekasi sebanyak 23 Kecamatan yang terdiri dari 5 kelurahan dan 182 desa. Jumlah desa di setiap kecamatan yaitu antara 6 sampai 13 desa. Kecamatan dengan jumlah desa yang paling sedikit yaitu kecamatan Cikarang Pusat, Bojongmangu dan Muaragembong, sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah desa terbanyak adalah Kecamatan Pebayuran. Kecamatan terluas adalah Kecamatan Muaragembong (14.009 Ha) atau 11,00 % dari luas kabupaten, adapun luas wilayah dan jumlah desa per kecamatan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.1. Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
28
Tabel 4.1. Administrasi Kabupaten Bekasi No
Kecamatan
Luas Wilayah Ha
%
Jumlah Desa/ Kelurahan
1
Babelan
6.360
4,99
9
2
Bojongmangu
6.006
4,21
6
3
Cabangbungin
4.970
3,9
8
4
Cibarusah
5.039
4,03
7
5
Cibitung
4.530
3,62
7
6
Cikarang Barat
4.369
3,56
11
7
Cikarang Pusat
4.760
4,06
6
8
Cikarang Selatan
5.174
3,74
7
9
Cikarang Timur
5.131
3,4
8
10
Cikarang Utara
4.330
4,71
11
11
Karang Bahagia
4.610
2,48
8
12
Kedungwaringin
3.153
3,96
7
13
Muaragembong
14.009
11
6
14
Pebayuran
9.634
7,56
13
15
Serang Baru
6.380
5,01
8
16
Setu
6.216
4,88
11
17
Sukakarya
4.240
3,33
7
18
Sukatani
3.752
2,95
7
19
Sukawangi
6.719
2,98
7
20 21
Tambelang Tambun Selatan
3.791 4.310
5,27 3,38
7 10
22
Tambun Utara
3.442
2,7
8
23
Tarumajaya
5.463
4,29
8
Kabupaten Bekasi 127.388 100 187 [Sumber : BPS Kabupaten Bekasi Tahun 2003 dan 2008]
4.2.
Penggunaan Tanah Mengacu pada Peta 3 dan Peta 4 serta Tabel 4.2, penggunaan tanah di
Kabupaten Bekasi pada tahun 2002 dan 2007 dikelompokan menjadi 2 yaitu penggunaan tanah terbangun dan non terbangun. Penggunaan tanah terbangun meliputi permukiman dan industri, sedangkan penggunaan tanah non terbangun meliputi sawah, badan air, kebun campuran, rawa, tanah kosong, dan tegalan. Penggunaan tanah sawah, baik pada tahun 2002 dan tahun 2007 sebarannya merata dari bagian utara hingga bagian selatan kabupaten, namun penggunaan tanah ini lebih banyak dijumpai di bagian utara kabupaten. Sedikit berbeda dengan tahun 2002 pada tahun 2007 persentase luas penggunaan tanah sawah Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
29
mengalami penurunan persentase dari 62,11% menjadi 60,47%. Sedangkan penggunaan tanah permukiman, baik pada tahun 2002 dan tahun 2007 sebarannya merata dari bagian utara hingga bagian selatan kabupaten, namun penggunaan tanah ini lebih banyak dijumpai di bagian tengah kabupaten. Sedikit berbeda dengan tahun 2002 pada tahun 2007 persentase luas penggunaan tanah permukiman mengalami peningkatan persentase yang cukup tinggi yaitu dari 15,06% menjadi 23,02%. Sementara itu, pada tahun 2002 maupun 2007 penggunaan tanah rawa di Kabupaten Bekasi tersebar di bagian utara kabupaten, sedikit berbeda dengan tahun 2002 pada tahun 2007 persentase luas penggunaan tanah rawa mengalami penurunan persentase dari 8,67% menjadi 6,84%. Sedangkan pada tahun 2002 maupun 2007, tanah kosong di Kabupaten Bekasi sebarannya cukup merata dari bagian utara hingga ke bagian selatan kabupaten, sedikit berbeda dengan tahun 2002 pada tahun 2007 persentase luas tanah kosong mengalami penurunan persentase dari 7,38% menjadi 2,35%. Jenis penggunaan tanah kebun campuran di Kabupaten Bekasi, baik pada tahun 2002 maupun 2007 sebarannya cukup merata dari bagian utara hingga ke bagian selatan kabupaten, namun jenis penggunaan tanah ini lebih banyak dijumpai di bagian timur dan selatan kabupaten. Sedikit berbeda dengan tahun 2002 pada tahun 2007 persentase luas kebun campuran mengalami penurunan persentase dari 7,38% menjadi 2,35%. Baik pada tahun 2002 maupun 2007, jenis penggunaan tanah tegalan di Kabupaten Bekasi sebarannya cukup merata dari bagian utara hingga ke bagian selatan kabupaten, namun penggunaan tanah ini lebih banyak dijumpai di bagian tengah, timur dan selatan kabupaten. Sedikit berbeda dengan tahun 2002 pada tahun 2007 persentase luas tegalan mengalami penurunan persentase dari 3,11% menjadi 2,73%. Sementara itu, jenis penggunaan tanah badan air dalam penelitian ini meliputi sungai dan danau, baik tahun 2002 dan 2007 sebarannya meliputi bagian utara hingga selatan kabupaten. Persentase luas badan air baik tahun 2002 maupun 2007 memiliki angka yang sama yaitu 1,13%. Baik tahun 2002 maupun 2007 jenis penggunaan tanah industri sebarannya meliputi bagian tengah dan selatan kabupaten, namun jenis penggunaan tanah ini Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
30
paling banyak ditemui di bagian tengah kabupaten. Sedikit berbeda dengan tahun 2002 pada tahun 2007 persentase luas penggunaan tanah industri mengalami peningkatan persentase yang cukup tinggi yaitu dari 0,26% menjadi 1,11%. Tabel 4.2. Penggunaan Tanah Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan 2007
Jenis Penggunaan Tanah Badan Air
Luas (%) Tahun 2002 Tahun 2007 1,13
1,13
15,06
23,02
Industri
0,26
1,11
Sawah
62,11
60,47
Tanah Kosong
7,38
2,35
Kebun Campuran
2,27
2,35
Tegalan
3,11
2,73
Rawa
8,67
6,84
Total
100
100
Permukiman
[Sumber : Penggunaan Tanah Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan Tahun 2007]
4.3.
Jumlah Penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002 adalah 1.728.977 jiwa
dengan kepadatan penduduk 14 jiwa/Ha. Sementara pada tahun 2007 meningkat menjadi 2.127.967 jiwa dengan kepadatan 17 jiwa/Ha, jumlah penduduk meningkat sebesar 23,08% dari tahun 2002. Distribusi kepadatan penduduk pada umumnya terkonsentrasi di kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah tengah Bekasi, yaitu Kecamatan Tambun Selatan dengan kepadatan penduduk tertinggi sebesar 65 jiwa/Ha di tahun 2002 dan 83 jiwa/Ha di tahun 2007, diikuti oleh Kecamatan Cikarang Utara, Cibitung, Cikarang Barat, dan Babelan (lihat Tabel 4.3 ). Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tingkat permintaan adalah jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk akan meningkatkan permintaan akan berbagai barang industri. Berikut ini adalah uraian tentang jumlah penduduk baik tahun 2002, 2007, serta perubahannya antara tahun 2002 dan 2007.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
31
Tabel 4.3. Jumlah dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan 2007 No
Kecamatan
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Kepadatan Penduduk (Jiwa/Ha)
2002 119.533
2007 154.301
2002 19
2007 24
1
Babelan
2
Bojongmangu
22.740
25.505
4
4
3
Cabangbungin
48.735
50.686
10
10
4
Cibarusah
50.242
63.188
10
13
5
Cibitung
110.500
150.881
24
33
6 7
Cikarang Barat Cikarang Pusat
132.227 32.042
163.079 43.250
30 7
37 9
8
Cikarang Selatan
60.903
85.260
12
16
9
Cikarang Timur
65.623
77.348
13
15
10
Cikarang Utara
148.340
168.181
34
39
11
Karang Bahagia
71.886
80.654
16
17
12 13
Kedungwaringin Muaragembong
46.880 33.052
54.025 37.780
15 2
17 3
14
Pebayuran
82.661
96.316
9
10
15
Serang Baru
51.604
65.353
8
10
16
Setu
68.606
80.476
11
13
17
Sukakarya
39.549
45.859
9
11
18 19
Sukatani Sukawangi
57.007 37.611
66.597 43.418
15 6
18 6
20
Tambelang
21
Tambun Selatan
22 23
34.426
36.294
9
10
278.303
357.781
65
83
Tambun Utara
71.660
93.347
21
27
Tarumajaya
62.845
86.381
12
16
Jumlah
1.728.977 2.127.967 14 [Sumber : BPS Kabupaten Bekasi Tahun 2003 dan 2008]
17
4.3.1 Jumlah Penduduk Tahun 2002 Pada tahun 2002 secara keseluruhan jumlah penduduk yang terdapat di Kabupaten Bekasi adalah 1.728.977 jiwa, jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Tambun Selatan sedangkan jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Muaragembong. Mengacu pada Peta 14 dan Gambar 4.1, pada tahun 2002, wilayah jumlah penduduk rendah persebarannya terletak di bagian paling utara, timur, dan selatan kabupaten, antara lain meliputi di 5 kecamatan yaitu Kecamatan Muaragembong, Cabangbungin, Sukawangi, Sukakarya, dan Tambelang di bagian Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
32
utara. Di bagian timur kabupaten meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kedungwaringin dan Cikarang Pusat. Sedangkan di bagian Selatan Kabupaten meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Bojongmangu. Wilayah dengan jumlah penduduk sedang persebarannya terletak di bagian barat, timur, dan selatan kabupaten antara lain meliputi 2 kecamatan yaitu Tarumajaya dan Tambun Utara yang terletak di bagian barat kabupaten, Sementara itu di bagian timur meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Karang Bahagia, Cikarang Timur dan Sukatani. Sedangkan di bagian selatan meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Selatan, Setu, Serang Baru, dan Cibarusah. Wilayah dengan jumlah penduduk tinggi persebarannya terletak di bagian timur kabupaten yang meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Pebayuran. Sementara itu, wilayah dengan jumlah penduduk sangat tinggi terletak bagian barat dan tengah kabupaten yang meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Babelan, Tambun Selatan, Cibitung, Cikarang Utara, dan Cikarang Barat.
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 4.1. Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002 [Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011]
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
33
4.3.2. Jumlah Penduduk Tahun 2007 Pada tahun 2007 secara keseluruhan jumlah penduduk yang terdapat di Kabupaten Bekasi adalah 2.127.967 jiwa. Mengacu pada Peta 15 dan Gambar 4.2, tidak jauh berbeda dengan tahun 2002 jumlah penduduk tertinggi pada tahun 2007 juga terdapat di Kecamatan Tambun Selatan sementara jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Tambelang. Pada tahun
2007 diketahui bahwa, wilayah dengan jumlah penduduk
rendah persebarannya terletak di bagian paling utara dan selatan kabupaten. Di bagian utara kabupaten meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Muaragembong, Sukawangi, Sukakarya, dan Tambelang. Sedangkan di bagian selatan kabupaten meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Bojongmangu dan Cikarang Pusat. Wilayah dengan jumlah penduduk sedang persebarannya terletak di bagian utara, timur, dan selatan kabupaten antara lain terdapat di 2 kecamatan yaitu Kecamatan Cabangbungin dan Sukatani di bagian utara. Sementara itu di bagian timur meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Kedungwaringin dan Cikarang Timur. Sedangkan di bagian selatan kabupaten meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Serang Baru dan Cibarusah. Wilayah dengan jumlah penduduk tinggi persebarannya terletak di bagian barat, timur dan selatan kabupaten, antara lain terdapat di 2 kecamatan yaitu Kecamatan Tarumajaya dan Tambun Utara di bagian barat kabupaten. Sementara itu di bagian timur meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Pebayuran dan Karang Bahagia, sedangkan di bagian selatan kabupaten juga meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Setu dan Cikarang Selatan. Sementara itu, wilayah dengan jumlah penduduk sangat tinggi terletak bagian bagian barat dan tengah kabupaten yang meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Babelan, Tambun Selatan, Cibitung, Cikarang Utara, dan Cikarang Barat .
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
34
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 4.2. Grafik Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2007 [Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011]
4.3.3. Peningkatan Jumlah Penduduk Tahun 2002-2007 Mengacu pada Peta 16 dan Gambar 4.3, dalam kurun waktu 5 tahun yakni dari tahun 2002 hingga 2007 terdapat peningkatan jumlah penduduk yang cukup pesat. Peningkatan jumlah penduduk ini tentunya berpengaruh pula terhadap perubahan besarnya tingkat permintaan. Wilayah dengan peningkatan penduduk rendah persebarannya terletak di bagian paling utara dan selatan kabupaten,
antara
lain
Kecamatan
Muaragembong,
Cabangbungin,
dan
Tambelang di bagian utara, sementara Kecamatan Bojongmangu di bagian selatan kabupaten. Wilayah dengan peningkatan penduduk sedang persebarannya hampir merata di bagian utara hingga ke bagian selatan kabupaten yaitu antara lain Kecamatan Sukawangi, Sukakarya, Pebayuran, Sukatani, Karang Bahagia, Kedungwaringin, Cikarang Timur, Cikarang Pusat, Setu, Serang Baru, dan Cibarusah. Wilayah dengan peningkatan penduduk tinggi persebarannya terletak di kecamatan-kecamatan yang berada bagian barat dan tengah kabupaten, antara lain Kecamatan Tarumajaya, Babelan, Tambun Utara, Cibitung, Cikarang Barat, Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
35
Cikarang Utara, dan Cikarang Selatan. Sedangkan wilayah dengan peningkatan penduduk sangat tinggi terletak di Kecamatan Tambun Selatan yang merupakan kecamatan dengan konsentrasi penduduk tertinggi di Kabupaten Bekasi baik pada tahun 2002 maupun 2007 dimana pada tahun 2007 kepadatan penduduknya mencapai 83 jiwa/ km2 meningkat sekitar 27,7% dari tahun 2002.
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 4.3. Grafik Peningkatan Jumlah Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007 [Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011]
4.4.
Pendapatan Penduduk Dalam penelitian ini pendapatan penduduk dilihat dari PDRB Perkapita
per kecamatan. PDRB Perkapita Per Kecamatan adalah nilai PDRB Perkapita Kecamatan dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun di setiap kecamatan (Bappeda dan BPS Kabupaten Bekasi, 2008). Indikator yang digunakan untuk menggambarkan tingkat kemakmuran masyarkat secara makro adalah pendapatan perkapita. Semakin tinggi pendapatan yang diterima penduduk di suatu wilayah maka tingkat kesejahteraan suatu wilayah yang bersangkutan dapat dikatakan semakin baik. Guna memantau perkembangan daya beli masyarakat secara riil dapat digunakan PDRB Perkapita per lecamatan yang dihitung dari PDRB Kecamatan Atas Dasar Harga Konstan. Berikut ini Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
36
merupakan penjelasan rinci dari PDRB Perkapita Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan 2007 dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. PDRB Perkapita Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan 2007 No
Kecamatan
PDRB Perkapita Per Kecamatan (Rupiah) 2002 2007 Peningkatan
1
Babelan
Rp 1.757.870
Rp 9.234.455
Rp 7.476.585
2
Bojongmangu
Rp 1.065.989
Rp 4.125.796
Rp 3.059.807
3
Cabangbungin
Rp 1.360.239
Rp 3.752.955
Rp 2.392.716
4
Cibarusah
Rp 1.692.426
Rp 5.220.298
Rp 3.527.872
5
Cibitung
Rp 1.278.272
Rp 30.219.638
Rp 28.941.366
6
Cikarang Barat
Rp 24.570.171
Rp 56.113.441
Rp 31.543.270
7
Cikarang Pusat
Rp 1.885.513
Rp 10.884.474
Rp 8.998.961
8
Cikarang Selatan
Rp 13.609.531
Rp 79.433.024
Rp 65.823.493
9
Cikarang Timur
Rp 4.704.855
Rp 10.426.823
Rp 5.721.968
10
Cikarang Utara
Rp 5.523.795
Rp 53.959.899
Rp 48.436.104
11
Karang Bahagia
Rp 967.130
Rp 4.737.623
Rp 3.770.493
12
Kedungwaringin
Rp 4.381.800
Rp 7.049.346
Rp 2.667.546
13
Muaragembong
Rp 1.637.284
Rp 3.765.232
Rp 2.127.948
14
Pebayuran
Rp 786.974
Rp 3.787.611
Rp 3.000.637
15
Serang Baru
Rp 1.608.501
Rp 5.405.816
Rp 3.797.315
16
Setu
Rp 915.292
Rp 4.105.834
Rp 3.190.542
17
Sukakarya
Rp 928.155
Rp 3.514.698
Rp 2.586.543
18
Sukatani
Rp 1.925.734
Rp 6.072.678
Rp 4.146.944
19
Sukawangi
Rp 919.312
Rp 3.969.463
Rp 3.050.151
20
Tambelang
Rp 1.250.048
Rp 5.505.083
Rp 4.255.035
21
Tambun Selatan
Rp 5.338.297
Rp 23.477.277
Rp 18.138.980
22
Tambun Utara
Rp 2.486.174
Rp 4.136.498
Rp 1.650.324
23
Tarumajaya
Rp 1.161.275
Rp 3.924.646
Rp 2.763.371
Rp 81.754.637
Rp 342.822.608
Rp 261.067.971
Jumlah
[Sumber : Bappeda dan BPS Kabupaten Bekasi Tahun 2003 dan 2008]
4.4.1
Pendapatan Penduduk Tahun 2002 Mengacu pada Peta 17 dan Gambar 4.4, wilayah dengan pendapatan
penduduk rendah persebarannya meliputi sebagian kecil bagian utara, bagian timur dan sebagian kecil bagian selatan kabupaten. Di bagian utara wilayah dengan pendapatan penduduk rendah meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Sukawangi, di bagian timur kabupaten meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Pebayuran, Sukakarya, dan Karang Bahagia. Sementara di bagian selatan Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
37
kabupaten wilayah dengan pendapatan penduduk rendah hanya meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Setu. Wilayah dengan pendapatan penduduk sedang persebarannya hampir merata dari bagian utara hingga ke selatan kabupaten yaitu meliputi 14 kecamatan yaitu Kecamatan Babelan, Bojongmangu, Cabangbungin, Cibarusah, Cibitung, Cikarang Pusat, Cikarang Timur, Kedungwaringin, Muaragembong, Serang Baru, Sukatani, Tambelang, Tambun Utara, dan Tarumajaya. Wilayah dengan pendapatan penduduk tinggi persebarannya terletak di bagian tengah kabupaten yaitu meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Utara dan Tambun Selatan. Sementara itu, wilayah dengan pendapatan penduduk sangat tinggi juga meliputi 2 kecamatan yang persebarannya juga berada di bagian tengah kabupaten yaitu Kecamatan Cikarang Barat dan Cikarang Selatan.
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 4.4. Grafik PDRB Perkapita Kecamatan Kabupaten Bekasi Tahun 2002 [Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011]
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
38
4.4.2. Pendapatan Penduduk Tahun 2007 Mengacu pada Peta 18 dan Gambar 4.5, wilayah dengan pendapatan penduduk rendah yang ada pada tahun 2002 kini pada tahun 2007 wilayah tersebut sudah tidak ada lagi karena telah mengalami perubahan tingkat pendapatan
penduduk.
Wilayah
dengan
pendapatan
penduduk
sedang
persebarannya cukup merata yaitu dari bagian utara hingga ke selatan kabupaten yang meliputi 10 kecamatan yaitu Kecamatan Bojongmangu, Cabangbungin, Karang Bahagia, Muaragembong, Pebayuran, Setu, Sukakarya, Sukawangi, Tambun Utara, dan Tarumajaya. Sementara wilayah dengan pendapatan penduduk tinggi persebarannya berada bagian barat, tengah, timur, dan selatan kabupaten. Di bagian barat meliputi 1 kecamatan yaitu Babelan, dibagian tengah meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Tambelang dan Sukatani, dibagian timur meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Kedungwaringin dan dibagian selatan meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Serang Baru dan Cibarusah. Sedangkan wilayah dengan pendapatan penduduk sangat tinggi persebarannya terdapat di bagian tengah kabupaten yang meliputi 7 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan, Cibitung, Cikarang Barat, Cikarang Utara, Cikarang Selatan, Cikarang Timur, dan Cikarang Pusat.
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 4.5. Grafik PDRB Perkapita Kecamatan Kabupaten Bekasi Tahun 2007 [Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011] Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
39
4.4.3. Peningkatan Pendapatan Penduduk Tahun 2002-2007 Dalam kurun waktu 5 tahun yaitu dari tahun 2002 hingga 2007 terjadi peningkatan pendapatan penduduk yang cukup signifikan. Mengacu pada Peta 19 dan Gambar 4.6, diketahui bahwa dalam kurun waktu 5 tahun terjadi perubahan pendapatan penduduk yang mengarah pada peningkatan, wilayah dengan peningkatan pendapatan penduduk rendah persebarannya hampir merata dari bagian utara hingga selatan Kabupaten Bekasi yaitu terletak di 18 kecamatan yaitu Kecamatan Babelan, Bojongmangu, Cabangbungin, Cibarusah, Cikarang Pusat, Kedungwaringin, Cikarang Timur, Karang Bahagia, Muaragembong, Pebayuran, Serang Baru, Setu, Sukakarya, Sukatani, Sukawangi, Tambelang, Tarumajaya, dan Tambun Utara. Baik wilayah dengan peningkatan pendapatan penduduk sedang, tinggi, dan sangat tinggi sebarannya meliputi bagian tengah kabupaten. Wilayah dengan peningkatan pendapatan penduduk sedang yaitu Kecamatan Tambun Selatan. Sementara wilayah dengan peningkatan pendapatan penduduk tinggi terdapat di Kecamatan Cibitung. Sedangkan wilayah dengan peningkatan pendapatan penduduk sangat tinggi terdapat di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Barat, Cikarang Utara, dan Cikarang Selatan .
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Gambar 4.6. Grafik Peningkatan PDRB Perkapita Kecamatan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007 [Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011] Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
40
4.5.
Sektor Industri Kabupaten Bekasi Memposisikan dirinya sebagai “International Economic
Zone”, dengan tujuan (1) memberikan layanan terpadu kelas dunia dalam rangka mendorong pertumbuhan investasi dan meningkatkan daya saing di tingkat global, (2) memperbaiki iklim investasi, (3) mempertahankan investasi Penanam Modal Asing (PMA) yang sudah masuk dan beroperasi di Indonesia. Kecamatankecamatan yang merupakan wilayah peruntukkan industri meliputi 10 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan, Tambun Utara, Cikarang Pusat, Cikarang Barat, Cikarang Timur, Cikarang Utara, Cikarang Selatan, Cibitung, Serang Baru, dan Setu (Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi, 2007) 4.5.1. Posisi Sektor Industri Manufaktur di Kabupaten Bekasi Seiring dengan membaiknya roda perekonomian Indonesia yang diindikasikan dengan terus meningkatnya nilai PDB maupun PDRB. Semakin membaiknya sektor industri manufaktur khususnya di Kabupaten Bekasi sebagai penopang industri nasional dengan tingginya nilai ekspor Kabupaten Bekasi pada tahun 2007 yang mencapai sebesar 3.743.806.688,15 US $. Industri di Kabupaten Bekasi mendominasi kontribusi terhadap nilai PDRB Kabupaten Bekasi yang mencapai hingga 80%. Sebagai barometer industri nasional industri manufaktur di Kabupaten Bekasi bukan saja memiliki output tertinggi di Jawa Barat tetapi juga tingkat nasional sebagai gambaran untuk ukuran berikut ini disajikan nilai tambah sektor industri di 6 kota /kabupaten di Jawa Barat (lihat Tabel 4.5).
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
41
Tabel 4.5. Nilai Tambah Bruto (NTB) Sektor Industri Besar dan Sedang di Propinsi Jawa Barat Tahun 2007 No
Kabupaten/Kota
NTB (Juta Rupiah)
Persentase Terhadap Jawa Barat (%)
1
Kab. Bekasi
65.243.577,15
24,11
2
Kab. Bogor
36.063.100,58
13,33
3
Kab. Bandung
23.275.745,49
8,6
4
Kab. Karawang
22.062.264,32
8,15
5
Kab. Indramayu
17.808.718,88
6,58
6
Kota Bandung
15.548.704,49
5,75
7
Kota Bekasi
13.344.270,25
4,93
8
18 Kabupaten /kota
45.604.989,63
28,54
270.551.852,97
100
Jawa Barat
[Sumber: BPS dan Bappeda Kabupaten Bekasi Tahun 2008]
Dari sebanyak 25 kota/kabupaten di Jawa Barat 7 kota/kabupaten diatas mendominasi 71,46 % nilai tambah industri besar sedang di Jawa Barat. Kabupaten Bekasi memberikan andil nilai tambah bruto sektor industri terbesar yakni 24,11 % atau senilai 65,24 triliyun. 4.5.2
Kawasan Industri Manufaktur di Kabupaten Bekasi Kecamatan-kecamatan yang diperuntukkan untuk kegiatan industri
manufaktur sedang dan besar di Kabupaten Bekasi meliputi 10 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Utara, Cikarang Barat, Cikarang Selatan, Cibitung, Tambun Selatan, Tambun Utara, Setu, Serang Baru, dan Cikarang Pusat (Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi, 2007). Industri manufaktur yang masuk ke dalam kawasan industri ini sebagian besar merupakan industri manufaktur besar yang selain berorientasi pasar lokal juga berorientasi ekspor sehingga menjadi bagian yang penting dalam penerimaan devisa negara. Berikut ini merupakan Tabel 4.6. yang memuat kawasan industri yang ada di Kabupaten Bekasi beserta lokasinya.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
42
Tabel 4.6. Kawasan Industri di Kabupaten Bekasi No. 1 2
Nama Kawasan Industri PT. Jababeka PT.Lippo City Development
Lokasi Kecamatan Cikarang Utara dan Cikarang Selatan Kecamatan Cikarang Selatan
3
PT. Hyundai Inti Development
Kecamatan Cikarang Selatan
4
PT. East Jakarta Industrial Park (EJIP)
Kecamatan Cikarang Selatan
5
PT. Megapolis Manunggal Industrial Estate
Kecamatan Cikarang Barat
[Sumber: Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi Tahun 2007]
4.6.Persebaran Industri Manufaktur Antara tahun 2002 dan 2007 persebaran industri manufaktur meliputi 10 kecamatan yang berada di bagian tengah dan selatan kabupaten, dimana antara kurun waktu tersebut pertumbuhan industri manufaktur sedang dan besar cukup pesat yaitu dari 391 industri meningkat menjadi 695 industri. Berikut ini adalah penjelasan lebih detail mengenai persebaran industri baik tahun 2002 maupun 2007. 4.6.1. Persebaran Industri Manufaktur di Kabupaten Bekasi Tahun 2002 Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan observasi lapang, diketahui bahwa pada tahun 2002 terdapat 391 industri yang berdiri di Kabupaten bekasi dimana sebanyak 88% (346 industri) berlokasi di dalam kawasan industri sedangkan 12% industri (45 industri) berlokasi di luar kawasan industri. Tabel 4.7. Kondisi Manufaktur Kabupaten Mengacu pada Peta Industri 29 dan Tabel 4.7, Pada Bekasi tahunTahun 20022002 industri Jumlah Industri (Unit) No
Kecamatan
Tenaga Kerja (Orang)
Kawasan
Luar
Total
Kawasan
Luar
Total
77
3
80
12.497
73
12.570
186
2
188
22.761
145
22.906
21.162
3.003
24.165
1
Cikarang Utara
2
Cikarang Selatan
3
Cikarang Barat
83
6
89
4
Tambun Selatan
-
24
24
-
1.992
1.992
5
Tambun Utara
-
3
3
-
95
95
6
Cibitung
-
3
3
-
60
60
7
Setu
-
2
2
-
56
56
8
Serang Baru
-
2
2
-
80
80
346
45
391
5.504
61.924
Total
56.420
[Sumber: Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi Tahun 2007 dan Pengolahan Data 2011] Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
43
manufaktur sedang dan besar, dilihat dari persebarannya terdapat di bagian tengah hingga ke selatan kabupaten yang berlokasi di 8 kecamatan. Jumlah Industri manufaktur terbanyak terdapat di kecamatan-kecamatan yang memiliki kawasan industri yaitu Kecamatan Cikarang Selatan, Cikarang Barat dan Cikarang Utara dimana 91% (357 industri) dari jumlah total industri yang ada di Kabupaten Bekasi berada pada tiga kecamatan tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dari pengolahan data serta observasi lapang, dari 357 industri yang ada di ketiga kecamatan tersebut 97% industri (346 industri) yang berlokasi di dalam kawasankawasan industri yang ada di kecamatan tersebut yaitu Jababeka (Cikarang Utara dan Cikarang Selatan), B.I.I.E Hyundai (Cikarang Selatan), EJIP (Cikarang Selatan), Delta Silicon (Cikarang Selatan), dan MM 2100 (Cikarang Barat). Selain di ketiga kecamatan tersebut, sekitar 12% atau 45 industri manufaktur sedang dan besar terdapat di 6 kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Tambun Selatan, Tambun Utara, Cibitung, Setu, Serang Baru, dan Kedungwaringin. 4.6.2. Persebaran Industri Manufaktur di Kabupaten Bekasi Tahun 2007 Berdasarkan pengolahan data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian dan observasi lapang diketahui bahwa pada tahun 2007 terdapat 695 industri yang berdiri di Kabupaten Bekasi dimana sekitar 81% (565 industri) berlokasi di dalam kawasan industri sedangkan 19% (130 industri) terletak di luar kawasan industri. Persentase industri yang berlokasi di dalam kawasan industri mengalami penurunan persentase dibandingkan tahun 2002 walaupun jumlahnya tetap mendominasi dibandingkan industri yang berlokasi di luar kawasan yang persentasenya naik sekitar 188% dari tahun 2002 (85 industri ).
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
44
Tabel 4.8. Kondisi Industri Manufaktur Kabupaten Bekasi Tahun 2007
No 1
Kecamatan Cikarang Utara
Jumlah Industri (unit) Kawasan 177
Tenaga Kerja (orang)
Luar 7
Total 184
Kawasan 27.441
Luar 255
Total 27.696
2
Cikarang Selatan
282
9
291
35.680
1.198
36.878
3 4
Cikarang Barat Tambun Selatan
106 -
27 52
133 52
24.948 -
5.796 6.249
30.744 6.249
5
Tambun Utara
-
12
12
-
1099
1099
6
Cibitung
-
10
10
-
1.264
1.264
7
Setu
-
4
4
-
198
198
8
Serang Baru
-
4
4
-
168
168
9 10
Cikarang Timur Cikarang Pusat
-
3 2
3 2
-
190 85
190 85
130
695
16.502
104.571
Total
565
88.069
[Sumber: Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi Tahun 2007 dan Pengolahan Data 2011]
Pada Tahun 2007, persebaran industri manufaktur sedang dan besar terus mengalami perkembangan (lihat Tabel 4.8 dan Peta 30). Meskipun demikian sama seperti di tahun 2002 jumlah industri manufaktur terbanyak berlokasi di kecamatan-kecamatan yang memiliki kawasan Industri pada tahun 2007 yaitu Kecamatan Cikarang Selatan, Cikarang Barat, dan Cikarang Utara dimana 87% (608 industri) dari jumlah total industri yang ada di Kabupaten Bekasi berada pada tiga kecamatan tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh dan hasil observasi lapang dari 565 industri yang ada di tiga kecamatan tersebut 93% (565 industri) berlokasi di dalam kawasan-kawasan industri yang ada di kecamatan tersebut yaitu Jababeka (Cikarang Utara dan Cikarang Selatan), B.I.I.E. Hyundai (Cikarang Selatan), E.J.I.P (Cikarang Selatan), Delta Silicon (Cikarang Selatan), dan MM 2100 (Cikarang Selatan). Sedangkan jumlah industri yang berada di luar kawasan industri yang juga berlokasi di ketiga kecamatan tersebut juga mengalami peningkatan jumlah yang sangat signifikan yaitu 291% (43 industri) dari tahun 2002.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
45
4.7
Jaringan Jalan Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun
meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas (UU No. 13 Tahun 1980). Jaringan jalan mempunyai peranan penting dalam sistem transportasi di suatu wilayah. Jaringan jalan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kelancaran pelayanan umum yang sangat penting, tersedianya prasarana jalan memadai yang baik kualitas maupun kuantitas sangat menentukan mudah dan tidaknya suatu daerah di jangkau (tingkat aksesibilitas). Apabila aksesibilitas di suatu daerah tinggi maka perkembangan wilayah akan mengalami kelancaran (Sinulingga, 2005). Peranan jaringan jalan sangat penting dalam bidang ekonomi yakni sebagai salah satu pendukung kegiatan industri manufaktur yang utama. Dalam penelitian ini kerapatan jaringan jalan digunakan sebagai parameter untuk menentukan tingkat aksesibilitas Kabupaten Bekasi. Berikut ini klasifikasi jalan berdasarkan fungsinya yang ada di Kabupaten Bekasi (Kementrian Pekerjaan Umum) yaitu : Jalan Tol
:Jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan membayar tol.
Jalan Arteri
:Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien.
Jalan Kolektor :Jalan yang melayani angkutan pengumpul dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi. Jalan Lokal
:Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
46
Tabel 4.9. Panjang Jalan Berdasarkan Fungsinya Panjang Jalan (Meter) Jenis Jalan
Tahun 2002
Tahun 2007
1.889.104,93
2.436.117,67
Jalan Kolektor
123.979,89
130.750,45
Jalan Arteri
305.719,23
312.001,26
33.198,62
33.198,62
Jalan Lokal
Jalan Tol
[Sumber: BPN dan Bappeda Kabupaten Bekasi Tahun 2002 dan 2007]
Mengacu pada Tabel 4.9 dapat diketahui bahwa baik pada tahun 2002 maupun tahun 2007 di Kabupaten Bekasi jalan berdasarkan fungsinya dikelompokan menjadi 4 jenis yaitu jalan lokal, jalan kolektor, jalan arteri, dan jalan TOL. Antara tahun 2002 dan 2007 pertambahan panjang jalan paling tinggi adalah pada jenis jalan lokal, kemudian diikuti oleh jenis jalan kolektor, jalan arteri, sementara pada Jalan TOL tidak terjadi pertambahan panjang jalan. Mengacu pada Peta 2 dapat diketahui bahwa baik tahun 2002 maupun tahun 2007, kecamatan-kecamatan yang terdapat di bagian tengah kabupaten memiliki jenis jalan yang paling lengkap berdasarkan fungsinya. Keberadaan jalan TOL di bagian tengah kabupaten sangat membantu aktivitas industri manufaktur di Kabupaten Bekasi yang banyak terdapat di bagian tengah kabupaten.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
47
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Variasi Spasial Karakteristik Kemajuan Wilayah
Variasi spasial karakteristik kemajuan wilayah dalam penelitian ini dibentuk dari 2 aspek yaitu persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas di suatu wilayah. Tingginya persentase wilayah terbangun mengindikasikan konsentrasi aktivitas penduduk yang ada di suatu wilayah sedangkan tingkat aksesibilitas menunjukkan kemudahan dalam menjangkau wilayah tersebut. Sub bab ini akan mengulas variasi karakteristik kemajuan wilayah pada masingmasing tahun tersebut serta perubahannya dalam 5 tahun yaitu antara tahun 2002 dan 2007. 5.1.1. Wilayah Terbangun Dalam penelitian ini penggunaan tanah terbangun meliputi penggunaan tanah permukiman dan industri. Sub bab ini akan mengulas mengenai persentase wilayah terbangun di Kabupaten Bekasi baik tahun 2002, 2007, serta perubahannya. a.
Wilayah Terbangun Tahun 2002 dan 2007 Mengacu pada Peta 5 dan Tabel 5.1, dapat diketahui bahwa pada tahun
2002 persebaran wilayah yang memiliki persentase wilayah terbangun sangat tinggi meliputi 3 kecamatan yang terletak di bagian tengah kabupaten yaitu Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Barat dan Cikarang Utara. Sedangkan wilayah dengan persentase wilayah terbangun tinggi meliputi 2 kecamatan yang terdapat di bagian tengah dan selatan kabupaten yaitu Kecamatan Cikarang Selatan dan Setu. Wilayah dengan persentase wilayah terbangun sedang persebarannya meliputi bagian tengah hingga ke bagian selatan kabupaten meliputi 7 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung, Cikarang Pusat, Karang Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
48
Bahagia, Cikarang Timur, Kedungwaringin, Tambun Utara dan Serang Baru. Sementara, persebaran wilayah dengan persentase wilayah terbangun rendah meliputi bagian utara kabupaten dan selatan kabupaten terdiri dari 11 kecamatan yaitu
Kecamatan
Babelan,
Cabangbungin,
Muaragembong,
Pebayuran,
Sukakarya, Sukatani, Sukawangi, Tambelang, Tarumajaya, Bojongmangu, dan Cibarusah. Mengacu pada Peta 6 dan Tabel 5.1, tahun 2007 pola sebaran wilayah dengan persentase wilayah terbangun sangat tinggi relatif tidak mengalami perubahan, bagian tengah kabupaten tetap menjadi wilayah dengan persentase wilayah terbangun sangat tinggi, namun bila dilihat dari jumlah kecamatannya mengalami penambahan jumlah kecamatan yang memiliki persentase wilayah terbangun sangat tinggi pada tahun 2002 dari 3 kecamatan menjadi 4 kecamatan di tahun 2007, kecamatan yang bertambah adalah Kecamatan Cikarang Selatan. Pola sebaran wilayah dengan persentase wilayah terbangun tinggi relatif tidak mengalami perubahan, bagian tengah dan selatan kabupaten tetap menjadi wilayah dengan persentase wilayah terbangun tinggi namun terjadi sedikit perubahan letak kecamatan yang memiliki persentase wilayah terbangun tinggi, jumlahnya tetap 2 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung dan Setu. Sedangkan pola sebaran wilayah dengan persentase wilayah terbangun sedang relatif tidak mengalami perubahan, bagian utara dan selatan kabupaten tetap menjadi wilayah dengan persentase wilayah terbangun sedang, tetapi bila dilihat dari jumlah kecamatannya mengalami penambahan, jumlah kecamatan yang memiliki persentase wilayah terbangun sedang mengalami peningkatan dari 7 kecamatan di tahun 2002 menjadi 9 kecamatan di tahun 2007, kecamatan yang bertambah adalah Kecamatan Babelan, Sukakarya, dan Cibarusah. Sedangkan pola sebaran wilayah yang memiliki persentase wilayah terbangun rendah relatif tidak mengalami perubahan, bagian utara dan selatan tetap menjadi wilayah dengan persentase wilayah terbangun terendah, namun dilihat jumlahnya mengalami pengurangan dibandingkan tahun 2007, pada tahun 2007 wilayah ini meliputi 8 kecamatan.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
49
b.
Peningkatan Wilayah Terbangun Tahun 2002-2007 Dalam kurun waktu 5 tahun, wilayah terbangun di Kabupaten Bekasi
mengalami peningkatan persentase luas. Seiring terjadinya peningkatan jumlah penduduk serta makin beragamnya aktivitas ekonomi merupakan salah satu pemicu alih fungsi lahan dari wilayah non terbangun menjadi wilayah terbangun. Mengacu pada Peta 7 dan Tabel 5.1, persebarannya wilayah dengan persentase wilayah terbangun rendah persebarannya meliputi bagian utara, timur, dan selatan kabupaten, terdiri dari 10 kecamatan yaitu Kecamatan Bojongmangu, Cabangbungin, Muaragembong, Karang Bahagia, Kedungwaringin, Pebayuran, Sukakarya, Sukatani, Sukawangi, dan Tambelang. Wilayah dengan persentase wilayah terbangun sedang persebarannya meliputi bagian barat, timur, dan selatan kabupaten terdiri dari 7 kecamatan yaitu Kecamatan Babelan, Cikarang Pusat, Cikarang Timur, Serang Baru, Setu, Tarumajaya, dan Cibarusah. Wilayah dengan persentase wilayah terbangun tinggi persebarannya meliputi bagian tengah kabupaten, meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Utara dan Cibitung. Sementara, wilayah dengan persentase wilayah terbangun sangat tinggi, persebarannya meliputi bagian tengah kabupaten terdiri dari 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Utara, Cikarang Barat, dan Cikarang Selatan. Wilayah yang memiliki persentase wilayah terbangun sangat tinggi, sebagian besar adalah wilayah yang memiliki kawasan industri. Adanya aktivitas industri manufaktur yang tinggi memberikan pengaruh pada peningkatan kebutuhan akan permukiman dan fasilitas-fasilitas penunjang tenaga kerja industri manufaktur yang bermukim di wilayah tersebut. Keberadaan industri menjadi salah satu faktor penyebab bertambahnya jumlah penduduk di Kabupaten Bekasi setiap tahunnya. Seperti yang pernah diungkapkan oleh Sandy (1977) yaitu jumlah penduduk dan perubahannya merupakan faktor-faktor penentu dalam pola maupun arah kecenderungan penggunaan tanah di suatu daerah.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
50
Tabel 5.1. Persentase Wilayah Terbangun Kabupaten Bekasi Tahun 2002, 2007, dan Peningkatannya
No
Kecamatan
Wilayah Terbangun (%) Tahun 2002
Tahun 2007
13,92
Peningkatan
1
Babelan
17,99
4,07
2
Bojongmangu
13,33
13,40
0,07
3
Cabangbungin
10,22
10,24
0,02
4
Cibarusah
14,13
16,57
2,43
5
Cibitung
18,92
25,56
6,64
6
Cikarang Barat
38,25
49,34
11,09
7 8
Cikarang Pusat Cikarang selatan
19,23 25,13
22,47 39,75
3,24 14,62
9
Cikarang Timur
17,68
22,06
4,38
10
Cikarang Utara
41,34
53,00
11,66
11
Karang Bahagia
17,67
17,70
0,03
12
Kedungwaringin
18,26
18,58
0,32
13 14
Muaragembong Pebayuran
2,59 9,87
2,91 10,05
0,32 0,18
15
Serang Baru
20,41
22,05
1,64
16
Setu
32,00
33,69
1,69
17
Sukakarya
7,63
7,71
0,08
12,83
12,90
0,07
6,07 9,83
6,19 9,89
0,12 0,05
18
Sukatani
19 20
Sukawangi Tambelang
21
Tambun Selatan
38,90
59,76
20,86
22
Tambun utara
16,77
24,13
7,37
23
Tarumajaya
8,70
10,92
2,22
[Sumber: Peta Penggunaan Tanah Kabupaten Bekasi dan Pengolahan Data Tahun 2011]
5.1.2. Tingkat Aksesibilitas Aksesibilitas dalam penelitian ini dilihat dari kuantitas jalan yang ada di daerah penelitian yaitu diukur dari kerapatan jaringan jalan (Km/Km2). Tinggi rendahnya kerapatan jaringan jalan di suatu wilayah menentukan tingkat kemudahan dalam menjangkau suatu wilayah. Adanya aksesibilitas yang memadai mampu mendorong perkembangan suatu wilayah menjadi lebih lancar. Berikut ini akan diuraikan tingkat aksesibilitas tahun 2002, 2007, dan perubahannya dalam waktu 5 tahun yaitu antara tahun 2002 dan 2007.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
51
a. Tingkat Aksesibilitas Tahun 2002 dan 2007 Mengacu pada pada Peta 8 dan Tabel 5.2, dapat diketahui bahwa pada tahun 2002 wilayah dengan tingkat aksesibilitas sangat tinggi tersebar di bagian tengah kabupaten yang meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Barat, Cikarang Utara dan Cikarang Selatan. Sedangkan, wilayah dengan tingkat aksesibilitas tinggi meliputi 4 kecamatan, dilihat dari persebarannya berada di bagian tengah hingga selatan kabupaten. Di bagian tengah meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung, Cikarang Timur dan Cikarang Pusat, sedangkan di bagian selatan meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Setu. Wilayah dengan tingkat aksesibilitas sedang meliputi 10 kecamatan yaitu Kecamatan Tarumajaya, Babelan, Tambun Utara, Cabangbungin, Pebayuran, Sukatani, Karang Bahagia, Serang Baru, Bojongmangu dan Cibarusah, dilihat dari persebarannya wilayah ini tersebar di bagian barat, tengah, timur, dan selatan kabupaten. Sementara wilayah yang memiliki tingkat aksesibilitas rendah meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Muaragembong, Sukawangi, Sukakarya, Tambelang, dan Kedungwaringin, apabila dilihat dari persebarannya wilayah ini terdapat di bagian utara dan timur kabupaten. Mengacu pada Peta 9 dan Tabel 5.2, pola sebaran wilayah yang memiliki aksesibilitas sangat tinggi tidak mengalami perubahan, bagian tengah kabupaten bekasi tetap menjadi wilayah dengan tingkat aksesibilitas yang tertinggi. sementara itu, pola sebaran wilayah yang memiliki aksesibilitas tinggi juga relatif tidak terlalu mengalami perubahan, bagian tengah dan selatan kabupaten tetap menjadi wilayah yang memiliki aksesibilitas cukup tinggi. Namun jika dilihat dari jumlah kecamatannya mengalami penambahan, dimana pada tahun 2002 wilayah ini meliputi 4 kecamatan menjadi 5 kecamatan di tahun 2007, kecamatan yang bertambah adalah Kecamatan Tambun Utara. Pola sebaran wilayah yang memiliki aksesibilitas sedang juga relatif tidak mengalami perubahan, bagian bagian barat, tengah, timur, dan selatan kabupaten tetap menjadi wilayah dengan tingkat aksesibilitas sedang. Namun, bila dilihat dari jumlah kecamatannya mengalami pertambahan, yakni dari 10 kecamatan di tahun 2002 menjadi 11 kecamatan di tahun 2007. Kecamatan yang bertambah yaitu Kecamatan Tambelang dan Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
52
Kedungwaringin. Sedangkan pola sebaran wilayah yang memiliki tingkat aksesibilitas rendah juga relatif tidak mengalami perubahan, bagian utara dan timur kabupaten tetap menjadi wilayah yang memiliki aksesibilitas rendah di Kabupaten Bekasi. Namun bila dilihat dari jumlah kecamatannya mengalami pengurangan, yakni dari 5 kecamatan di tahun 2002 menjadi 3 kecamatan di tahun 2007. b.
Peningkatan Aksesibilitas Tahun 2002-2007 Mengacu pada Peta 10 dan Tabel 5.2, dalam kurun waktu 5 tahun wilayah
dengan peningkatan aksesibilitas sangat tinggi berada di bagian tengah kabupaten meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Barat, Cikarang Utara, dan Cikarang Selatan. Sementara, wilayah dengan peningkatan aksesibilitas tinggi meliputi 2 kecamatan yang juga tersebar di bagian tengah kabupaten yaitu Kecamatan Tambun Utara dan Cibitung. Wilayah dengan peningkatan aksesibilitas sedang berada di bagian timur dan selatan kabupaten meliputi 4 kecamatan. Di bagian timur meliputi kecamatan Cikarang Pusat dan Cikarang Barat, di bagian selatan juga meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Setu dan Serang Baru. Sedangkan, wilayah dengan peningkatan aksesibilitas rendah meliputi 13 kecamatan yang tersebar di bagian utara dan selatan kabupaten. Di bagian utara meliputi 11 kecamatan yaitu Kecamatan Muaragembong, Cabangbungin, Babelan, Karang Bahagia, Kedungwaringin, Pebayuran, Sukakarya, Sukatani, Sukawangi, Tambelang, dan Tarumajaya. Di bagian selatan, meliputi 2 kecamatan yaitu Bojongmangu dan Cibarusah. Dalam kurun waktu 5 tahun wilayah-wilayah yang memiliki peningkatan aksesibilitas tinggi dan sangat tinggi meliputi kecamatan-kecamatan yang memiliki kegiatan industri manufaktur yang tergolong lebih tinggi dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya yang juga memiliki kegiatan industri manufaktur sedang dan besar. Pada wilayah dengan peningkatan aksesibilitas yang sangat tinggi merupakan wilayah yang memiliki kegiatan industri manufaktur paling tinggi dibandingkan wilayah lainnya, keberadaan kawasan industri di wilayah tersebut turut berkontribusi dalam pesatnya peningkatan infrastruktur jalan guna mendukung kegiatan industri di wilayah tersebut. Ketersediaan aksesibilitas yang Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
53
sangat memadai sangat mendukung untuk menunjang segala aktivitas penduduk terutama aktivitas ekonomi, salah satunya yaitu kegiatan industri manufaktur yang sangat memerlukan kecepatan dan ketepatan waktu dalam proses distribusi barang, baik berupa bahan baku maupun barang hasil produksi industri. Ketersediaan akses yang baik dari dan menuju lokasi industri memainkan peranan penting proses distribusi dan berpengaruh dalam penghematan biaya transportasi industri, sehingga berpengaruh pada efisiensi biaya produksi industri. Tabel 5.2.Tingkat Aksesibilitas Kabupaten Bekasi Tahun 2002, 2007, dan Peningkatannya
No 1 2 3 4 5
Kecamatan
Kerapatan Jaringan Jalan (km/km2) 2002
2007
Peningkatan
Babelan
1,92
1,98
0,06
Bojongmangu
1,86
1,89
0,03
Cabangbungin Cibarusah
1,76 1,93
1,79 1,97
0,03 0,04
Cibitung
2,16
3,00
0,84
6
Cikarang Barat
3,08
4,89
1,81
7
Cikarang Pusat
2,23
2,54
0,31
8
Cikarang Selatan
3,54
4,93
1,39
9
Cikarang Timur Cikarang Utara
2,01 3,25
2,46 4,61
0,45 1,36
10 11
Karang Bahagia
1,71
1,88
0,17
12
Kedungwaringin
1,39
1,58
0,19
13
Muaragembong
0,43
0,55
0,12
14
Pebayuran
1,55
1,74
0,19
15
Serang Baru Setu
1,53 2,03
1,99 2,50
0,46 0,47
16 17
Sukakarya
1,38
1,49
0,11
18
Sukatani
1,52
1,71
0,19
19
Sukawangi
1,10
1,25
0,15
20
Tambelang
1,37
1,52
0,15
21
Tambun Selatan Tambun Utara
4,83 1,98
6,46 2,70
1,63 0,72
Tarumajaya
1,64
1,83
0,19
22 23
[Sumber: Peta Jaringan Jalan Kabupaten Bekasi dan Pengolahan Data Tahun 2011]
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
54
5.1.3. Karakteristik Kemajuan Wilayah Dalam penelitian ini karakteristik kemajuan wilayah dibentuk oleh persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas di suatu wilayah. Variasi spasial karakteristik wilayah diperoleh dari hasil overlay antara tingkat aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun. Berikut ini diuraikan tentang karakteristik wilayah tahun 2002, 2007, serta perubahan kemajuan wilayah dalam kurun waktu 5 tahun yaitu antara tahun 2002 dan 2007. a.
Karakteristik Kemajuan Wilayah Tahun 2002 dan Tahun 2007 Mengacu pada Peta 11 dan Tabel 5.3, maka dapat dilihat bahwa pada
tahun 2002 pola sebaran wilayah maju terdapat di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Barat, Cikarang Utara dan Cikarang Selatan dimana keempat kecamatan tersebut terdapat di bagian tengah kabupaten. Wilayah ini memiliki persentase wilayah terbangun yang sangat tinggi dan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi. Sedangkan pola sebaran wilayah cukup maju meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung, Cikarang Timur, Cikarang Pusat, dan Setu, keempat kecamatan tersebut terdapat di bagian tengah dan selatan kabupaten. Secara umum wilayah ini memiliki wilayah terbangun yang sedang dan tingkat aksesibilitas yang tinggi. Sedangkan sebaran wilayah kurang maju terdapat di 15 kecamatan yang pola sebarannya meliputi bagian utara dan selatan kabupaten antara lain Kecamatan Muaragembong, Tarumajaya, Babelan, Cabangbungin,
Pebayuran,
Sukatani,
Sukawangi,
Sukatani,
Sukakarya,
Kedungwaringin, Karang Bahagia, Tambelang, Cibarusah, Serang Baru, dan Bojongmangu. Secara umum wilayah ini memiliki persentase wilayah terbangun yang rendah dan tingkat aksesibilitas yang sedang. Mengacu pada Peta 12 dan Tabel 5.4, pada tahun 2007, pola sebaran wilayah maju relatif tidak mengalami perubahan yaitu tetap 4 kecamatan, bagian tengah kabupaten bekasi tetap menjadi wilayah maju. Sama halnya dengan tahun 2002, secara umum wilayah ini memiliki persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi. Sementara itu, pola sebaran wilayah cukup maju juga relatif tidak terlalu mengalami perubahan, bagian tengah dan Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
55
selatan kabupaten tetap menjadi wilayah cukup. Namun jika di lihat dari jumlah kecamatannya terjadi penambahan, dimana pada tahun 2002 wilayah ini meliputi 4 kecamatan menjadi 5 kecamatan di tahun 2007, kecamatan yang bertambah adalah Kecamatan Tambun Utara. Secara umum seperti tahun 2002 wilayah ini memiliki persentase wilayah terbangun sedang dan tingkat aksesibilitas tinggi. Sedangkan pola sebaran wilayah kurang maju pada tahun 2007 relatif tidak mengalami perubahan bagian utara dan selatan kabupaten tetap menjadi wilayah kurang maju. Namun jika dilihat dari jumlah kecamatannya terjadi pengurangan, dimana pada tahun 2002 wilayah ini meliputi 15 kecamatan menjadi 14 kecamatan di tahun 2007. Secara umum wilayah ini memiliki persentase wilayah terbangun yang rendah dan tingkat aksesibilitas yang sedang. Tabel 5.3. Karakteristik Kemajuan Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2002 No
Kecamatan
Persentase
Tingkat
Karakteristik
Wilayah Terbangun Rendah
Aksesibilitas Sedang
Kemajuan Wilayah Kurang Maju
1
Babelan
2
Bojongmangu
Rendah
Sedang
Kurang Maju
3
Cabangbungin
Rendah
Sedang
Kurang Maju
4
Cibarusah
Rendah
Sedang
Kurang Maju
5
Cibitung
Sedang
Tinggi
Cukup Maju
6
Cikarang Barat
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Maju
7
Cikarang Pusat
Sedang
Tinggi
Cukup Maju
8
Cikarang Selatan
Tinggi
Sangat Tinggi
Maju
9
Cikarang Timur
Sedang
Tinggi
Cukup Maju
10
Cikarang Utara
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Maju
11
Karang Bahagia
Sedang
Sedang
Kurang Maju
12
Kedungwaringin
Sedang
Rendah
Kurang Maju
13
Muaragembong
Rendah
Rendah
Kurang Maju
14
Pebayuran
Rendah
Sedang
Kurang Maju
15
Serang Baru
Sedang
Sedang
Kurang Maju
16 17
Setu Sukakarya
Tinggi Rendah
Tinggi Rendah
Cukup Maju Kurang Maju
18
Sukatani
Rendah
Sedang
Kurang Maju
19
Sukawangi
Rendah
Rendah
Kurang Maju
20
Tambelang
Rendah
Rendah
Kurang Maju
21
Tambun Selatan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Maju
22 23
Tambun Utara Tarumajaya
Sedang Rendah
Sedang Sedang
Kurang Maju Kurang Maju
[Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011] Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
56
Tabel 5.4. Karakteristik Kemajuan Wilayah Kabupaten Bekasi Tahun 2007 No
Kecamatan
Persentase
Tingkat
Karakteristik
Wilayah Terbangun Sedang
Aksesibilitas Sedang
Kemajuan Wilayah Kurang Maju
1
Babelan
2
Bojongmangu
Rendah
Sedang
Kurang Maju
3 4
Cabangbungin Cibarusah
Rendah Sedang
Sedang Sedang
Kurang Maju Kurang Maju
5
Cibitung
Tinggi
Tinggi
Cukup Maju
6
Cikarang Barat
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Maju
7
Cikarang Pusat
Sedang
Tinggi
Cukup Maju
8
Cikarang Selatan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Maju
9 10
Cikarang Timur Cikarang Utara
Sedang Sangat Tinggi
Tinggi Sangat Tinggi
Cukup Maju Maju
11
Karang Bahagia
Sedang
Sedang
Kurang Maju
12
Kedungwaringin
Sedang
Sedang
Kurang Maju
13
Muaragembong
Rendah
Rendah
Kurang Maju
14
Pebayuran
Rendah
Sedang
Kurang Maju
15 16
Serang Baru Setu
Sedang Tinggi
Sedang Tinggi
Kurang Maju Cukup Maju
17
Sukakarya
Sedang
Rendah
Kurang Maju
18
Sukatani
Rendah
Sedang
Kurang Maju
19
Sukawangi
Rendah
Rendah
Kurang Maju
20
Tambelang
Rendah
Sedang
Kurang Maju
21
Tambun Selatan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Maju
22 23
Tambun Utara Tarumajaya
Sedang Rendah
Tinggi Sedang
Cukup Maju Kurang Maju
[Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011]
b.
Peningkatan Kemajuan Wilayah Tahun 2002-2007 Mengacu pada Peta 13 dan Tabel 5.5, maka dapat dilihat bahwa pola
sebaran wilayah yang mengalami peningkatan kemajuan wilayah tergolong rendah terdapat di 13 kecamatan yaitu Kecamatan Muaragembong, Tarumajaya, Babelan,
Cabangbungin,
Pebayuran,
Sukawangi,
Sukatani,
Sukakarya,
Kedungwaringin, Karang Bahagia, Tambelang, Cibarusah, dan Bojongmangu. Ketiga belas kecamatan tersebut tersebar dari bagian utara dan selatan kabupaten. Secara umum, sebagian besar wilayah ini memiliki peningkatan aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang rendah.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
57
Sementara pola sebaran wilayah yang mengalami peningkatan kemajuan wilayah tergolong sedang terdapat di 4 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Pusat, Cikarang Timur, Setu, dan Serang Baru. Keempat kecamatan tersebut terletak di bagian tengah hingga selatan kabupaten. Secara umum wilayah tersebut memiliki perubahan tingkat aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang sedang. Sedangkan pola sebaran wilayah yang mengalami peningkatan kemajuan wilayah tergolong tinggi meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung dan Tambun Utara yang terletak di bagian tengah kabupaten. secara umum wilayah ini memiliki peningkatan aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang tinggi. Sedangkan pola sebaran wilayah yang yang mengalami peningkatan kemajuan wilayah tergolong sangat tinggi meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan, Cikarang Barat, Cikarang Utara, dan Cikarang Selatan. Keempat kecamatan tersebut berada di tengah kabupaten, secara umum wilayah ini memiliki peningkatan aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang sangat tinggi. Dalam kurun waktu 5 tahun peningkatan aksesibilitas yang tinggi di wilayah ini semakin mendukung aktivitas penduduk di wilayah ini baik aktivitas ekonomi maupun sosial, terutama aktivitas ekonomi dalam hal ini aktivitas industri manufaktur di wilayah ini. Keberadaan aktivitas industri di wilayah ini merupakan yang tertinggi dibandingkan wilayah lainnya di Kabupaten Bekasi hal ini tidak terlepas dari keberadaan kawasan industri di dalamnya. Keberadaan infrastruktur jalan yang memadai merupakan hal mendasar yang perlu dipenuhi untuk menunjang aktivitas industri manufaktur di wilayah ini. Selain itu pengaruh aktivitas industri yang tinggi memberikan pengaruh pada peningkatan kebutuhan akan permukiman serta fasilitas-fasilitas penunjang tenaga kerja industri manufaktur yang bermukim di wilayah tersebut oleh karena itulah mengapa wilayah ini memiliki perubahan persentase daerah terbangun yang paling tinggi.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
58
Tabel 5.5. Peningkatan Kemajuan Wilayah Kabupaten Bekasi 2002-2007 No
Kecamatan
Peningkatan
Peningkatan Persentase
Peningkatan
Aksesibilitas
Wilayah Terbangun
Kemajuan
Rendah
Sedang
Rendah
1
Babelan
2
Bojongmangu
Rendah
Rendah
Rendah
3
Cabangbungin
Rendah
Rendah
Rendah
4
Cibarusah
Rendah
Sedang
Rendah
5
Cibitung
Tinggi
Tinggi
Tinggi
6
Cikarang Barat
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
7
Cikarang Pusat
Sedang
Sedang
Sedang
8
Cikarang Selatan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
9
Cikarang Timur
Sedang
Sedang
Sedang
10
Cikarang Utara
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
11
Karang Bahagia
Rendah
Rendah
Rendah
12
Kedungwaringin
Rendah
Rendah
Rendah
13
Muaragembong
Rendah
Rendah
Rendah
14
Pebayuran
Rendah
Rendah
Rendah
15
Serang Baru
Sedang
Sedang
Sedang
16
Setu
Sedang
Sedang
Sedang
17
Sukakarya
Rendah
Rendah
Rendah
18
Sukatani
Rendah
Rendah
Rendah
19
Sukawangi
Rendah
Rendah
Rendah
20
Tambelang
Rendah
Rendah
Rendah
21
Tambun Selatan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
22
Tambun Utara
Tinggi
Tinggi
Tinggi
23
Tarumajaya
Rendah
Sedang
Rendah
[Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011]
5.2.
Variasi Spasial Skala Ekonomi Skala ekonomi dalam penelitian ini dilihat dari 2 komponen yaitu
permintaan penduduk dan kapasitas industri. Permintaan penduduk dilihat dari besaran jumlah dan pendapatan penduduk, sementara kapasitas industri dilihat dari besaran jumlah tenaga kerja industri manufaktur. Sub bab ini akan mengulas variasi spasial wilayah pada masing- masing tahun tersebut serta perubahannya dalam kurun waktu 5 tahun yaitu antara tahun 2002 dan 2007.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
59
5.2.1. Permintaan Penduduk Sesuai dengan metodologi yang dibangun, ulasan mengenai permintaan penduduk akan melibatkan 2 aspek yaitu jumlah penduduk dan pendapatan penduduk, uraian detail-detail masing-masing variabel tersebut telah dijelaskan pada sub bab 4.2 dan 4.3. a.
Faktor-Faktor Pembentuk Permintaan Penduduk Pada Tahun 2002, mengacu pada Peta 14 maka dapat dilihat bahwa
persebaran jumlah penduduk yang tertinggi meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan, Cibitung, Cikarang Barat, Cikarang Utara, dan Babelan. Kelima kecamatan tersebut terdapat di bagian barat dan tengah kabupaten, secara umum sebagian besar kecamatan tersebut memiliki tingkat aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang sangat tinggi. Sementara itu bila dilihat dari persebaran jumlah penduduk yang terendah meliputi 8 kecamatan yaitu Kecamatan Bojongmangu, Cikarang Pusat, Kedungwaringin, Sukakarya, Tambelang, Sukawangi, Cabangbungin dan Muaragembong. Kecamatankecamatan tersebut menyebar di bagian utara, timur, tengah, dan selatan kabupaten. Sebagian besar wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki tingkat aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun rendah. Pada tahun 2007 mengacu pada Peta 15, pola sebaran jumlah penduduk tertinggi penduduk tidak mengalami perubahan, bagian barat dan tengah kabupaten tetap menjadi wilayah dengan jumlah penduduk tertinggi yang meliputi 5 kecamatan yang sebagian besar wilayahnya memiliki aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang sangat tinggi. Sementara itu, pola sebaran jumlah penduduk terendah mengalami perubahan, bagian timur tidak lagi menjadi wilayah dengan jumlah penduduk terendah sehingga pada tahun 2007 wilayah yang memiliki jumlah penduduk terendah tersebar bagian utara, tengah, dan selatan kabupaten. Wilayah ini meliputi 6 kecamatan di tahun 2007, sebagian besar wilayah ini memiliki tingkat aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun rendah.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
60
Dalam kurun waktu 5 tahun, antara tahun 2002-2007 terjadi perubahan jumlah penduduk pada tiap kecamatan di Kabupaten Bekasi, mengacu pada Peta 16 dalam kurun waktu tersebut kecamatan-kecamatan yang memiliki peningkatan jumlah penduduk paling tinggi terdapat di Kecamatan Tambun Selatan. Kecamatan ini memiliki peningkatan persentase daerah terbangun dan aksesibilitas yang sangat tinggi. Sementara kecamatan-kecamatan yang memiliki peningkatan penduduk terendah terdapat di 4 kecamatan yaitu Muaragembong, Cabangbungin, Tambelang dan Bojongmangu. Persebaran keempat kecamatan tersebut terpencar di bagian utara, tengah dan selatan kabupaten. Secara umum kecamatan-kecamatan tersebut memiliki persentase wilayah terbangun dan aksesibilitas yang sangat rendah. Bila ditinjau dari pendapatan penduduknya, mengacu pada Peta 17 pada tahun 2002 dapat dilihat bahwa persebaran wilayah dengan pendapatan penduduk tertinggi di Kabupaten Bekasi terdapat di 2 kecamatan yaitu Cikarang Barat dan Cikarang Utara. Kedua kecamatan tersebut terdapatdi bagian tengah kabupaten yang secara umum memiliki persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi. Sedangkan sebaran wilayah dengan pendapatan penduduk yang rendah meliputi 5 kecamatan yaitu Kecamatan Sukawangi, Sukakarya, Pebayuran, Karang Bahagia, dan Setu. Kelima kecamatan tersebut tersebar di bagian utara, timur dan selatan kabupaten yang secara umum sebagian besar kecamatan-kecamatan tersebut memiliki wilayah terbangun yang rendah. Pada tahun 2007 mengacu pada Peta 18, pola sebaran pendapatan penduduk tertinggi relatif tidak mengalami perubahan, bagian barat dan bagian tengah kabupaten tetap menjadi wilayah dengan pendapatan penduduk tertinggi, namun jika dilihat dari jumlah kecamatannya terdapat penambahan, jumlah kecamatan yang memiliki pendapatan penduduk tertinggi meliputi 2 kecamatan di tahun 2002 menjadi 7 kecamatan di tahun 2007, kecamatan yang bertambah adalah Kecamatan Tambun Selatan, Cibitung, Cikarang Utara, Cikarang Timur, dan Cikarang Pusat. Secara umum sebagian besar kecamatan tersebut memiliki tingkat aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang sangat tinggi. Dalam kurun waktu 5 tahun terjadi perubahan pendapatan penduduk pada tiap kecamatan di Kabupaten Bekasi, mengacu pada Peta 19 dalam kurun waktu Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
61
tersebut kecamatan-kecamatan yang memiliki peningkatan pendapatan penduduk paling tinggi terdapat di Kecamatan Cikarang Utara, Cikarang Barat, dan Cikarang Selatan, ketiga kecamatan tersebut terdapat di bagian tengah serta memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi. Sementara kecamatan-kecamatan yang memiliki peningkatan pendapatan penduduk terendah terdapat di 18 kecamatan yaitu Kecamatan Babelan, Bojongmangu, Cabangbungin, Cibarusah, Cikarang Pusat, Cikarang timur, Karang Bahagia, Kedungwaringin, Cikarang Timur, Muaragembong, Pebayuran, Serang Baru, Setu, Sukakarya, Sukatani, Sukawangi, Tambelang, Tarumajaya, dan Tambun Utara. Persebaran wilayah tersebut terdapat di bagian utara, tengah, dan selatan kabupaten. Secara umum kecamatan-kecamatan tersebut memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas yang rendah. b.
Permintaan Penduduk Tahun 2002 dan 2007 Dalam penelitian ini sesuai dengan metodologi yang telah dibangun,
variasi permintaan penduduk dihasilkan dari hasil overlay antara permintaan dan pendapatan penduduk. Pada tahun 2002, mengacu pada Peta 20 dan Tabel 5.6, dapat dilihat bahwa pola spasial dari permintaan penduduk yang sangat tinggi terdapat di bagian tengah kabupaten. Berbeda dengan wilayah yang memiliki permintaan sangat tinggi, wilayah dengan permintaan tinggi, sedang, dan rendah persebarannya cenderung terpencar. Wilayah dengan permintaan sangat tinggi meliputi 3 kecamatan, wilayah tersebut memiliki wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi, dimana 2/3 bagian dari wilayah ini merupakan kecamatan-kecamatan yang memiliki kawasan industri di dalamnya. Wilayah dengan permintaan penduduk tinggi persebarannya meliputi bagian barat dan tengah kabupaten yaitu meliputi 3 kecamatan. Di bagian barat hanya meliputi 1 kecamatan sementara di bagian tengah kabupaten meliputi 2 kecamatan. Secara umum wilayah ini memiliki tingkat aksesibilitas yang tinggi dimana 1/3 dari wilayah ini merupakan kecamatan yang memiliki kawasan industri manufaktur didalamnya. Wilayah dengan permintaan penduduk sedang persebarannya terdapat di bagian barat, tengah, timur, dan selatan kabupaten yang Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
62
meliputi 7 kecamatan. Di bagian barat meliputi 2 kecamatan, bagian tengah 1 kecamatan, bagian timur 2 kecamatan, dan bagian selatan 2 kecamatan. Secara umum sebagian besar wilayah ini memiliki aksesibilitas serta persentase wilayah terbangun yang tergolong sedang. Sedangkan wilayah dengan permintaan penduduk rendah persebarannya meliputi bagian utara, tengah, timur, dan selatan kabupaten. Di bagian utara meliputi 5 kecamatan, bagian tengah 2 kecamatan, bagian timur 1 kecamatan, bagian selatan 2 kecamatan. Secara umum wilayah tersebut memiliki tingkat aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang tergolong rendah. Tabel 5.6. Permintaan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2002 No 1
Kecamatan Babelan
Jumlah Penduduk Sangat Tinggi
Pendapatan Penduduk Sedang
Permintaan Penduduk Tinggi
2
Bojongmangu
Rendah
Sedang
Rendah
3
Cabangbungin
Rendah
Sedang
Rendah
4
Cibarusah
Sedang
Sedang
Sedang
5
Cibitung
Sangat Tinggi
Sedang
Tinggi
6
Cikarang Barat
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
7
Cikarang Pusat
Rendah
Sedang
Rendah
8
Cikarang Selatan
Sedang
Sangat Tinggi
Tinggi
9
Cikarang Timur
Sedang
Sedang
Sedang
10
Cikarang Utara
Sangat Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
11
Karang Bahagia
Sedang
Rendah
Rendah
12
Kedungwaringin
Rendah
Sedang
Rendah
13
Muaragembong
Rendah
Sedang
Rendah
14
Pebayuran
Tinggi
Rendah
Sedang
15
Serang Baru
Sedang
Sedang
Sedang
16
Setu
Sedang
Rendah
Rendah
17
Sukakarya
Rendah
Rendah
Rendah
18
Sukatani
Sedang
Sedang
Sedang
19
Sukawangi
Rendah
Rendah
Rendah
20 21
Tambelang Tambun Selatan
Rendah Sangat Tinggi
Sedang Tinggi
Rendah Sangat Tinggi
22
Tambun Utara
Sedang
Sedang
Sedang
23
Tarumajaya
Sedang
Sedang
Sedang
[Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011]
Pada tahun 2007, mengacu pada Peta 21 dan Tabel 5.7, dapat dilihat bahwa pola spasial dari wilayah dengan permintaan penduduk yang sangat tinggi Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
63
mengalami sedikit perubahan, pada tahun 2007 wilayah ini tidak hanya meliputi bagian tengah namun juga meliputi bagian barat kabupaten. Dilihat dari jumlah kecamatannya terjadi pertambahan yaitu pada tahun 2002 meliputi 3 kecamatan sedangkan pada tahun 2007 menjadi 6 kecamatan, kecamatan yang bertambah yaitu Kecamatan Cibitung, Babelan dan Cikarang Selatan. Secara umum bila diamati wilayah ini memiliki persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi, dimana 1/2 bagian dari wilayah ini merupakan kecamatan yang memiliki kawasan industri di dalamnya. Sementara pola spasial dari wilayah dengan permintaan penduduk yang tinggi mengalami perubahan di tahun 2007, wilayah ini terdapat di bagian timur kabupaten dan hanya meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Timur, berbeda dengan tahun 2002 yang meliputi 3 kecamatan. Secara umum wilayah ini memiliki aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun tinggi. Pola spasial wilayah dengan permintaan penduduk sedang relatif tidak mengalami perubahan di tahun 2007, bagian barat, tengah, timur, dan selatan kabupaten tetap menjadi wilayah dengan permintaan penduduk sedang. Namun, bila dilihat dari jumlah kecamatannya, mengalami pertambahan di tahun 2002 meliputi 7 kecamatan sementara di tahun 2007 menjadi 12 kecamatan. Pertambahan di bagian utara meliputi 1 kecamatan, 3 kecamatan di bagian tengah, 1 kecamatan di bagian timur, dan 1 kecamatan di bagian selatan. Secara umum wilayah ini memiliki persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas yang sedang. Sedangkan wilayah dengan permintaan penduduk rendah pada tahun 2007 relatif tidak mengalami perubahan, bagian utara dan selatan kabupaten tetap menjadi wilayah dengan permintaan penduduk terendah. Namun bila dilihat dari jumlah kecamatannya, wilayah ini mengalami pengurangan dimana pada tahun 2002 meliputi 10 kecamatan sedangkan pada tahun 2007 meliputi 4 kecamatan. Secara umum wilayah ini memiliki persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas wilayah yang rendah.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
64
Tabel 5.7. Permintaan Penduduk Kabupaten Bekasi Tahun 2007 No 1
Kecamatan Babelan
Jumlah Penduduk Sangat Tinggi Rendah Sedang
Pendapatan Penduduk Tinggi
Permintaan Penduduk Sangat Tinggi
Sedang Sedang
Rendah Sedang
2 3
Bojongmangu Cabangbungin
4
Cibarusah
Sedang
Tinggi
Sedang
5
Cibitung
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
6
Cikarang Barat
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
7
Cikarang Pusat
Rendah
Sangat Tinggi
Sedang
8 9
Cikarang Selatan Cikarang Timur
Tinggi Sedang
Sangat Tinggi Sangat Tinggi
Sangat Tinggi Tinggi
10
Cikarang Utara
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
11
Karang Bahagia
Tinggi
Sedang
Sedang
12
Kedungwaringin
Sedang
Tinggi
Sedang
13
Muaragembong
Rendah
Sedang
Rendah
14 15
Pebayuran Serang Baru
Tinggi Sedang
Sedang Tinggi
Sedang Sedang
16
Setu
Tinggi
Sedang
Sedang
17
Sukakarya
Rendah
Sedang
Rendah
18
Sukatani
Sedang
Tinggi
Sedang
19
Sukawangi
Rendah
Sedang
Rendah
20 21
Tambelang Tambun Selatan
Rendah Sangat Tinggi
Tinggi Sangat Tinggi
Sedang Sangat Tinggi
22
Tambun Utara
Tinggi
Sedang
Sedang
23
Tarumajaya
Tinggi
Sedang
Sedang
[Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011]
c.
Peningkatan Permintaan Penduduk Tahun 2002 - 2007 Mengacu pada Peta 22 dan Tabel 5.8, dalam kurun waktu 5 tahun dapat
diketahui bahwa wilayah dengan peningkatan permintaan rendah persebarannya hampir merata dari bagian utara hingga ke bagian selatan kabupaten, yaitu meliputi 15 Kecamatan yaitu Kecamatan Bojongmangu, Cabangbungin, Cibarusah, Cikarang Pusat, Karang Bahagia, Kedungwaringin, Muaragembong, Pebayuran, Serang Baru, Setu, Sukakarya, Sukatani, Sukawangi, Tambelang, dan Cikarang Timur. Secara umum wilayah ini memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun dan aksesibilitas yang rendah. Wilayah dengan peningkatan permintaan sedang, dilihat dari persebarannya terletak di bagian barat kabupaten, meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Babelan, Tambun Utara, dan Tarumajaya. Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
65
Secara umum wilayah ini memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun sedang dan peningkatan aksesibilitas yang tergolong rendah. Wilayah peningkatan permintaan tinggi, persebarannya terdapat dibagian tengah kabupaten yaitu meliputi 2 kecamatan antara lain Kecamatan Cibitung dan Tambun Selatan. Secara umum wilayah ini memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun dan aksesibilitas yang tinggi. Sedangkan wilayah dengan peningkatan permintaan sangat tinggi, persebarannya meliputi bagian tengah kabupaten meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Utara, Cikarang Barat, dan Cikarang Selatan. Secara umum wilayah ini memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun dan aksesibilitas yang sangat tinggi. Seluruh bagian dari wilayah ini merupakan kecamatan-kecamatan yang memiliki kawasan industri di dalamnya. Tabel 5.8. Peningkatan Permintaan Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007 No
Kecamatan
Peningkatan Jumlah Penduduk
Peningkatan Pendapatan Penduduk
Peningkatan Permintaan
1
Babelan
Tinggi
Rendah
Sedang
2
Bojongmangu
Rendah
Rendah
Rendah
3
Cabangbungin
Rendah
Rendah
Rendah
4
Cibarusah
Sedang
Rendah
Rendah
5 6
Cibitung Cikarang Barat
Tinggi Tinggi
Tinggi Sangat Tinggi
Tinggi Sangat Tinggi
7
Cikarang Pusat
Sedang
Rendah
Rendah
8
Cikarang Selatan
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
9
Cikarang Timur
Sedang
Rendah
Rendah
10
Cikarang Utara
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
11 12
Karang Bahagia Kedungwaringin
Sedang Sedang
Rendah Rendah
Rendah Rendah
13
Muaragembong
Rendah
Rendah
Rendah
14
Pebayuran
Sedang
Rendah
Rendah
15
serang Baru
Sedang
Rendah
Rendah
16
Setu
Sedang
Rendah
Rendah
17 18
Sukakarya Sukatani
Sedang Sedang
Rendah Rendah
Rendah Rendah
19
Sukawangi
Sedang
Rendah
Rendah
20
Tambelang
Rendah
Rendah
Rendah
21
Tambun selatan
Sangat Tinggi
Sedang
Tinggi
22
Tambun Utara
Tinggi
Rendah
Sedang
23
Tarumajaya
Tinggi
Rendah
Sedang
[Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011 ]
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
66
5.2.2. Kapasitas Industri Sesuai dengan metodologi yang telah dibangun, ulasan mengenai permintaan kapasitas industri akan dilihat dari jumlah tenaga kerja industri manufaktur. Dari 23 kecamatan yang ada di Kabupaten Bekasi ternyata Antara Tahun 2002 dan 2007 terdapat 10 Kecamatan yang memiliki aktivitas industri berskala sedang dan tinggi. Berikut ini adalah uraian mengenai kapasitas industri pada masing- masing tahun tersebut serta perubahannya selama lima tahun yaitu antara tahun 2002 dan 2007. a.
Kapasitas Industri Tahun 2002 dan 2007 Dalam penelitian ini sesuai dengan metodologi yang telah dibangun,
variasi kapasitas industri baik pada tahun 2002 maupun 2007 dilihat dari jumlah tenaga kerja industri manufaktur. Mengacu pada Peta 23 bahwa pola spasial kapasitas industri pada wilayah sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah meliputi 8 kecamatan, persebarannya terdapat di bagian tengah hingga selatan kabupaten di tahun 2002. Wilayah dengan kapasitas industri sangat tinggi, meliputi 2 kecamatan yang terdapat di bagian tengah kabupaten. Seluruh kecamatan di wilayah ini memiliki kawasan industri di dalamnya, sehingga tidak mengherankan wilayah ini menyerap tenaga kerja tertinggi di bandingkan wilayah lainnya. Secara umum wilayah ini memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi. Wilayah dengan kapasitas industri tinggi meliputi 1 kecamatan yang juga terletak di bagian tengah kabupaten. Tingginya jumlah tenaga kerja di wilayah ini tidak terlepas dari keberadaan kawasan industri yang berada di dalamnya. Secara umum wilayah ini juga memiliki persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi. Sementara wilayah dengan kapasitas industri sedang meliputi 1 kecamatan di bagian tengah. Meskipun tidak memiliki kawasan industri di dalamnya namun wilayah ini memiliki aktivitas industri yang paling tinggi dibandingkan kecamatan-kecamatan lainnya yang tidak memiliki kawasan industri, secara umum wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas yang sangat tinggi. Sedangkan wilayah dengan kapasitas industri rendah meliputi 4 kecamatan di bagian tengah dan selatan Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
67
kabupaten, 2 kecamatan di bagian tengah dan 2 kecamatan di bagian selatan. Secara umum wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki persentase wilayah terbangun dan aksesibilitas yang sedang. Mengacu pada Peta 24 bahwa pola spasial kapasitas industri pada wilayah sangat tinggi, tinggi, sedang, dan rendah meliputi 10 kecamatan di tahun 2007, berbeda dengan tahun 2002 yang hanya meliputi 8 kecamatan. Pola sebaran wilayah dengan kapasitas Industri sangat tinggi relatif tidak mengalami perubahan, bagian tengah tetap menjadi wilayah dengan kapasitas industri tertinggi. Namun dilihat dari jumlah kecamatannya, wilayah ini mengalami penambahan 1 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Utara. Pada tahun 2007, ketiga kecamatan yang memiliki kawasan industri ini, merupakan wilayah yang memiliki kapasitas industri tertinggi dibandingkan 7 kecamatan lainnya, penyerapan jumlah tenaga kerja yang tinggi mengindikasikan tingginya aktivitas industri manufaktur di wilayah ini, tentunya hal ini tidak terlepas dari keberadaan industri-industri baik di luar maupun di dalam kawasan di wilayah ini. Secara umum wilayah ini juga memiliki persentase wilayah terbangun dan aksesibilitas yang sangat tinggi. Pola spasial wilayah dengan kapasitas industri tinggi mengalami sedikit perubahan, meskipun tetap berada di bagian tengah kabupaten, wilayah ini tetap meliputi 1 kecamatan, dimana pada tahun 2002 terdapat di Kecamatan Cikarang Utara namun di tahun 2007 wilayah ini terdapat di Kecamatan Tambun Selatan. Tambun Selatan merupakan kecamatan yang memiliki aktivitas industri paling tinggi bila dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang tidak memiliki kawasan industri. Secara umum wilayah ini memiliki persentase wilayah terbangun dan tingkat aksesibilitas sangat tinggi. Pola spasial wilayah dengan kapasitas industri sedang mengalami sedikit perubahan, meskipun tetap berada di bagian tengah kabupaten, wilayah meliputi 2 kecamatan, dimana pada tahun 2002 terdapat 1 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan namun di tahun 2007 meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung dan Tambun Utara. Kecamatan Cibitung dan Tambun Utara merupakan kecamatan yang memiliki aktivitas industri cukup tinggi bila dibandingkan
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
68
kecamatan-kecamatan lainnya yang tidak memiliki kawasan industri, secara umum wilayah ini memiliki tingkat aksesibilitas tinggi. Pada Tahun 2007, Pola spasial wilayah dengan kapasitas industri rendah relatif tidak mengalami perubahan, bagian tengah dan selatan kabupaten tetap menjadi wilayah dengan kapasitas industri terendah. Sama seperti tahun 2002, di tahun 2007 wilayah ini tetap meliputi 4 kecamatan, namun bila dilihat dari kecamatannya terjadi perubahan yaitu mengalami pertambahan 2 kecamatan yaitu Cikarang Pusat dan Cikarang Timur dimana pada tahun 2007, Kecamatan Cibitung dan Tambun Utara bukan lagi bagian dari wilayah ini. Secara umum wilayah ini memiliki persentase wilayah terbangun yang sedang dan tingkat aksesibilitas tinggi. b.
Peningkatan Kapasitas Industri Tahun 2002 - 2007 Dalam kurun waktu
5 tahun, terjadi perubahan kapasitas industri di
Kabupaten Bekasi yang mengarah pada peningkatan. Mengacu pada Peta 25, dalam kurun waktu 5 tahun dapat diketahui bahwa pola spasial wilayah dengan peningkatan kapasitas industri rendah, persebarannya berada di bagian tengah dan selatan kabupaten. Wilayah ini meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Pusat, Cikarang Timur, Serang Baru, dan Setu. Secara umum wilayah ini memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun dan aksesibilitas yang tergolong sedang. Pola spasial wilayah dengan peningkatan kapasitas industri sedang hanya meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung dan Tambun Utara yang terdapat di bagian tengah kabupaten. Secara umum wilayah ini memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun dan aksesibilitas yang tinggi. Wilayah ini memiliki aktivitas industri manufaktur yang cukup tinggi diantara kecamatan-kecamatan lainnya tidak memiliki kawasan industri. Pola spasial wilayah dengan peningkatan kapasitas industri tinggi meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Barat dan Tambun Selatan yang terletak di bagian tengah kabupaten. Tambun Selatan merupakan kecamatan yang memiliki aktivitas industri paling tinggi dibandingkan dengan kecamatankecamatan lainnya yang juga tidak memiliki kawasan industri. Sementara itu, Kecamatan Cikarang Barat merupakan salah satu kecamatan yang memiliki Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
69
kawasan industri dan aktivitas industri luar kawasan yang cukup tinggi, oleh sebab itu tidak mengherankan jika kecamatan ini memiliki peningkatan kapasitas industri yang tergolong tinggi. Secara umum wilayah ini memiliki peningkatan tingkat aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang sangat tinggi. Sementara itu pola spasial wilayah industri dengan peningkatan kapasitas industri sangat tinggi, dilihat dari sebarannya juga terletak dibagian tengah kabupaten yang meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Cikarang Utara dan Cikarang Selatan. Aktivitas industri yang tergolong tinggi di wilayah ini, terutama di dalam kawasan industri juga memiliki kaitan dengan besarnya kapasitas industri di wilayah tersebut mengingat sebagian besar industri yang ada di kawasan tersebut merupakan industri besar yang memiliki tingkat produksi tinggi. Sehingga guna memenuhi mencapai target kapasitas industri yang tinggi maka terjadi penggunaan faktor produksi yang besar di wilayah tersebut, dalam hal ini adalah terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja industri. Tabel 5.9. Jumlah Tenaga Kerja Industri Manufaktur Sedang Dan Besar Kabupaten Bekasi Tahun 2002 , 2007, dan Peningkatannya No
Kecamatan
Jumlah Tenaga Kerja
Peningkatan
(orang) Tahun 2002 Tahun 2007 12.570 27.696
Tenaga Kerja (orang)
1
Cikarang Utara
15.126
2
Cikarang Selatan
22.906
36.878
13.972
3
Cikarang Barat
24.165
30.744
6.579
4
Tambun Selatan
1.992
6.249
4.257
5
Tambun Utara
95
1099
1099
6 7
Cibitung Setu
60 56
1.264 198
1.204 142
8
Serang Baru
80
168
88
9
Cikarang Timur
0
190
190
10
Cikarang Pusat
0
85
85
61.924
104.571
42.647
Total
[Sumber : Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi Dan Pengolahan Data Tahun 2011]
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
70
5.2.3. Skala Ekonomi Skala ekonomi itu akan ditinjau dari dua aspek yaitu aspek permintaan penduduk dan aspek kapasitas industri. Aspek permintaan akan mencakup besaran permintaan yang dicerminkan oleh jumlah penduduk dan pendapatan penduduk.
Sementara itu, aspek kapasitas industri akan dilihat dari jumlah
tenaga kerja. Sesuai dengan metodologi yang telah dibangun, ulasan mengenai skala ekonomi dalam penelitian ini akan dihasilkan dari overlay antara permintaan penduduk dan kapasitas industri sehingga akan diperoleh gambaran mengenai variasi spasial dari skala ekonomi di Kabupaten Bekasi. Dari 23 kecamatan yang ada pada, pembahasan tentang skala ekonomi akan difokuskan pada 10 kecamatan yang memiliki aktivitas industri manufaktur skala sedang dan besar. Berikut ini adalah uraian tentang skala ekonomi di Kabupaten Bekasi Tahun 2002, 2007 dan perubahan skala ekonomi antara tahun 2002 dan 2007. a.
Skala Ekonomi Tahun 2002 dan 2007 Mengacu pada Peta 26 dan Tabel 5.10, pola sebaran wilayah dengan
skala ekonomi yang sangat tinggi meliputi 3 kecamatan, dilihat dari persebarannya ketiga kecamatan terdapat di bagian tengah kabupaten yaitu Kecamatan Cikarang Utara, Cikarang Barat dan Cikarang Selatan. Dilihat dari permintaan penduduknya, sebagian besar wilayah ini memiliki tingkat permintaan penduduk yang tinggi serta kapasitas industri yang sangat tinggi. Sementara bila ditinjau dari kemajuan wilayahnya, wilayah ini tergolong maju dengan memiliki persentase wilayah terbangun serta aksesibilitas yang sangat tinggi. Pola sebaran wilayah dengan skala ekonomi tinggi hanya meliputi 1 kecamatan yaitu Tambun Selatan, wilayah ini terletak di bagian tengah kabupaten. Dilihat dari permintaan penduduknya, wilayah ini memiliki tingkat permintaan penduduk yang tinggi serta kapasitas industri yang tinggi. Sementara bila ditinjau dari kemajuan wilayahnya, wilayah ini merupakan wilayah maju yang memiliki persentase wilayah terbangun serta aksesibilitas yang sangat tinggi. Pola sebaran wilayah dengan skala ekonomi sedang hanya meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung, wilayah ini terletak di bagian tengah Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
71
kabupaten. Dilihat dari permintaan penduduknya, sebagian besar wilayah ini memiliki tingkat permintaan penduduk tinggi serta kapasitas industri yang rendah. Sementara bila ditinjau dari kemajuan wilayahnya, wilayah merupakan wilayah cukup maju yang memiliki persentase wilayah terbangun yang sedang serta aksesibilitas yang tinggi. Sementara itu, pola sebaran wilayah dengan skala ekonomi rendah meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Utara, Setu, dan Serang Baru. Pola sebaran wilayah dengan skala ekonomi rendah meliputi bagian tengah dan selatan kabupaten. Dilihat dari permintaan penduduknya, wilayah ini memiliki tingkat permintaan penduduk sedang serta kapasitas industri yang rendah. Sementara bila ditinjau dari kemajuan wilayahnya, sebagian besar wilayah ini merupakan wilayah kurang maju yang memiliki persentase wilayah terbangun serta tingkat aksesibilitas yang sedang. Tabel 5.10. Skala Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2002 No
Kecamatan
1 2
Cibitung Cikarang Barat
3
Cikarang Selatan
4
Cikarang Utara
5
Serang Baru
6
Setu
7 8
Tambun Selatan Tambun Utara
Permintaan
Kapasitas
Penduduk Tinggi Sangat Tinggi
Industri Rendah Sangat Tinggi
Sedang Sangat Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Sangat Tinggi Sedang
Sedang Rendah
Tinggi Rendah
Skala Ekonomi
[Sumber: Analisa Data Tahun 2011]
Pada tahun 2007, mengacu pada Peta 27 dan Tabel 5.11, pola sebaran wilayah dengan skala ekonomi yang sangat tinggi relatif tidak mengalami perubahan, bagian tengah tetap menjadi wilayah dengan skala ekonomi tertinggi. Namun bila dilihat dari jumlah kecamatannya terjadi penambahan, kecamatan yang bertambah adalah Tambun Selatan dimana jumlah kecamatan yang memiliki skala ekonomi tertinggi pada tahun 2002 meliputi 3 kecamatan menjadi 4 kecamatan di tahun 2007. Sama seperti tahun 2002, dilihat dari permintaan penduduknya, sebagian besar wilayah ini memiliki tingkat permintaan penduduk serta kapasitas industri yang sangat tinggi. Sementara bila ditinjau dari kemajuan Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
72
wilayahnya, seluruh bagian wilayah ini merupakan wilayah maju memiliki persentase wilayah terbangun serta aksesibilitas yang sangat tinggi. Pola sebaran wilayah dengan skala ekonomi yang tinggi relatif tidak mengalami perubahan, bagian tengah tetap menjadi wilayah dengan skala ekonomi tertinggi. Namun bila dilihat dari kecamatannya mengalami perubahan, pada tahun 2002 wilayah ini meliputi Kecamatan Tambun Selatan, sementara pada tahun 2007 meliputi kecamatan Cibitung. Dilihat dari permintaan penduduknya, wilayah ini memiliki tingkat permintaan penduduk sangat tinggi serta kapasitas industri yang sedang. Sementara bila ditinjau dari kemajuan wilayahnya, wilayah ini tergolong cukup maju yang memiliki persentase wilayah terbangun serta tingkat aksesibilitas yang tinggi. Pola sebaran wilayah dengan skala ekonomi yang sedang relatif tidak mengalami perubahan, bagian tengah tetap menjadi wilayah dengan skala ekonomi sedang. Namun bila dilihat dari kecamatannya mengalami perubahan, pada tahun 2002 wilayah ini meliputi Kecamatan Cibitung, sementara pada tahun 2007 meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Utara dan Cikarang Timur. Bila ditinjau dari kemajuan wilayahnya, wilayah ini tergolong cukup maju yang memiliki persentase wilayah terbangun sedang serta tingkat aksesibilitas yang tinggi. Sementara itu pola sebaran wilayah dengan skala ekonomi yang rendah relatif tidak mengalami perubahan, bagian tengah dan selatan kabupaten tetap menjadi wilayah dengan skala ekonomi terendah. Sama seperti tahun 2002, pada tahun 2007 wilayah ini meliputi 4 kecamatan, namun bila dilihat dari kecamatannya mengalami perubahan. Pada Tahun 2007 Kecamatan Cikarang Pusat merupakan salah satu kecamatan dengan skala ekonomi rendah, sementara itu Kecamatan Tambun Utara tidak lagi menjadi bagian dari wilayah ini karena pada tahun 2007 kecamatan ini berubah menjadi wilayah dengan skala ekonomi sedang. Dilihat dari permintaan penduduknya, sebagian besar wilayah ini memiliki tingkat permintaan penduduk sedang serta kapasitas industri yang rendah. Sementara bila ditinjau dari kemajuan wilayahnya, seluruh bagian wilayah ini merupakan wilayah cukup maju yang memiliki persentase wilayah terbangun sedang serta tingkat aksesibilitas yang tinggi. Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
73
5.11. Skala Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2007
1
Cibitung
Permintaan Penduduk Sangat Tinggi
2
Cikarang Barat
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
3 4
Cikarang Pusat Cikarang Selatan
Sedang Sangat Tinggi
Rendah Sangat Tinggi
Rendah Sangat Tinggi
5
Cikarang Timur
Tinggi
Rendah
Sedang
6
Cikarang Utara
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
7
Serang Baru
Sedang
Rendah
Rendah
8
Setu
Sedang
Rendah
Rendah
9 10
Tambun Selatan Tambun Utara
Sangat Tinggi Sedang
Tinggi Sedang
Sangat Tinggi Sedang
No
Kecamatan
Kapasitas Industri Sedang
Skala Ekonomi Tinggi
[ Sumber : Analisa Data Tahun 2011]
c.
Peningkatan Skala Ekonomi Tahun 2002- 2007 Mengacu pada Peta 28 dan Tabel 5.12, dalam kurun waktu 5 tahun dapat
diketahui bahwa pola spasial wilayah dengan peningkatan skala ekonomi sangat tinggi, dilihat dari persebarannya ketiga kecamatan terdapat di bagian tengah kabupaten yaitu Kecamatan Cikarang Utara, Cikarang Barat, dan Cikarang Selatan. Dilihat dari permintaan penduduknya, sebagian besar wilayah ini memiliki peningkatan permintaan penduduk yang sangat tinggi serta peningkatan kapasitas industri yang sangat tinggi. Sementara bila ditinjau dari peningkatan kemajuan wilayahnya, wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki peningkatan kemajuan wilayah sangat tinggi yang dibuktikan dengan memiliki peningkatan persentase daerah terbangun serta aksesibilitas yang sangat tinggi. Sementara itu, pola sebaran wilayah dengan peningkatan skala ekonomi tinggi hanya meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan, wilayah ini terletak di bagian tengah kabupaten. Dilihat dari permintaan penduduknya, wilayah ini memiliki peningkatan permintaan penduduk serta kapasitas industri yang tinggi. Sementara bila ditinjau dari peningkatan kemajuan wilayahnya, wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki peningkatan kemajuan wilayah sangat tinggi yang dibuktikan dengan memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun serta aksesibilitas yang sangat tinggi. Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
74
Sementara itu, pola sebaran wilayah dengan peningkatan skala ekonomi sedang meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung dan Tambun Utara, wilayah ini terletak di bagian tengah kabupaten. Dilihat dari peningkatan permintaan penduduknya, wilayah ini memiliki peningkatan permintaan penduduk yang sedang hingga tinggi serta peningkatan kapasitas industri yang sedang. Sementara bila ditinjau dari peningkatan kemajuan wilayahnya, wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki peningkatan kemajuan wilayah yang tinggi yang dibuktikan dengan memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun serta aksesibilitas yang tinggi. Sementara itu, pola sebaran wilayah dengan peningkatan skala ekonomi rendah meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Setu, Serang Baru, Cikarang Pusat, dan Cikarang Timur dimana wilayah ini terletak di bagian tengah kabupaten, 3 kecamatan di bagian tengah dan 2 kecamatan di bagian selatan. Dilihat dari permintaan penduduknya, sebagian besar wilayah ini memiliki peningkatan permintaan penduduk yang rendah serta peningkatan kapasitas industri yang rendah. Sementara bila ditinjau dari peningkatan kemajuan wilayahnya, seluruh bagian wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki peningkatan kemajuan wilayah sedang yang dibuktikan dengan memiliki peningkatan persentase wilayah terbangun serta aksesibilitas yang sedang. Dapat diketahui bahwa sebagian besar wilayah yang memiliki peningkatan skala ekonomi paling tinggi merupakan wilayah yang memiliki kawasan industri di dalamnya antara lain EJIP, Delta Silicon, Jababeka, MM 2100, dan B.I.I.E Hyundai. Sebagian besar industri besar yang memiliki kapasitas industri tinggi memilih berlokasi di dalam kawasan tersebut karena telah dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai yang mampu menunjang aktivitas industrinya. Ditambah lagi dengan adanya permintaan penduduk di wilayah ini yang tergolong sangat tinggi juga semakin memperkuat skala ekonomi di wilayah ini. Hal ini sesuai dengan teori Krugman yang menyatakan dimana aglomerasi industri didorong oleh adanya skala ekonomi dimana skala ekonomi ini sangat berkaitan erat dengan besaran permintaan penduduk dan kapasitas industri.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
75
5.12. Peningkatan Skala Ekonomi Kabupaten Bekasi Tahun 2002-2007 No
Kecamatan
Peningkatan Permintaan
Peningkatan Kapasitas
Peningkatan Skala
Penduduk Tinggi
Industri Sedang
Ekonomi Sedang
1
Cibitung
2
Cikarang Barat
Sangat Tinggi
Tinggi
Sangat Tinggi
3
Cikarang Pusat
Rendah
Rendah
Rendah
4
Cikarang Selatan
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
5
Cikarang Timur
Rendah
Rendah
Rendah
6
Cikarang Utara
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
Sangat Tinggi
7
Serang Baru
Rendah
Sangat Tinggi
Rendah
8
Setu
Rendah
Rendah
Rendah
9
Tambun Selatan
Tinggi
Tinggi
Tinggi
10
Tambun Utara
Sedang
Sedang
Sedang
[Sumber: Analisa Data Tahun 2011]
5.3.
Perubahan Pola Aglomerasi Industri di Kabupaten Bekasi Antara Tahun 2002 dan 2007 Pada sub bab ini penjelasan akan lebih difokuskan pada kecamatan-
kecamatan yang memiliki kegiatan industri manufaktur baik sedang maupun besar, yaitu meliputi 10 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung, Tambun Selatan, Cikarang Barat, Cikarang Utara, Cikarang Selatan, Cikarang Pusat, Cikarang Timur, Serang Baru, Setu, Tambun Utara. Agar lebih eksploratif penjelasan mengenai perubahan pola aglomerasi yang terjadi antara tahun 2002 dan 2007 akan dibedakan menjadi 2 yaitu perubahan pola aglomerasi pada kecamatankecamatan yang memiliki kawasan industri dan kecamatan-kecamatan tanpa kawasan industri. 5.3.1. Perubahan Pola Aglomerasi Pada Kecamatan-Kecamatan Yang Memiliki Kawasan Industri Dari 10 kecamatan yang merupakan wilayah industri antara tahun 2002 dan 2007, terdapat 3 kecamatan yang memiliki kawasan industri manufaktur di dalamnya yaitu Kecamatan Cikarang Barat, Cikarang Utara, dan Cikarang Selatan. Seperti yang telah di ulas pada sub bab sebelumnya yaitu 5.1.3 dan 5.2.3, baik pada tahun 2002 maupun 2007 ketiga kecamatan ini memiliki karakteristik Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
76
kemajuan wilayah dan skala ekonomi yang sama yaitu sebagai wilayah maju dengan skala ekonomi yang sangat tinggi, dalam kurun waktu 5 tahun ketiga kecamatan tersebut juga mengalami peningkatan skala ekonomi dan kemajuan wilayah yang sama yaitu peningkatan kemajuan wilayah dan peningkatan skala ekonomi yang sangat tinggi. Mengacu pada Peta 29 dan Peta 30 serta Tabel 5.13, di ketiga kecamatan tersebut, baik pada tahun 2002 dan 2007 sebagian besar industri berlokasi di dalam kawasan industri dibandingkan dengan di luar kawasan. Tabel 5.13. Jumlah Industri Manufaktur Pada Kecamatan-Kecamatan Yang Memiliki Kawasan Industri Tahun 2002, 2007 dan Peningkatannya Jumlah Industri (Unit) No
Dalam Kawasan
Kecamatan
Luar Kawasan
1
Cikarang Utara
2002 77
2007 177
2002-2007 100
2002 3
2007 7
2002-2007 4
2
Cikarang Selatan
186
282
96
2
9
7
3
Cikarang Barat
83
106
23
6
27
21
Total
346
565
219
11
43
32
[Sumber : Pengolahan Data Tahun 2011]
Bila ditinjau dari Tabel 5.13, dalam kurun waktu 5 tahun yaitu antara tahun 2002 dan 2007, pada ketiga kecamatan tersebut sebagian besar industri tumbuh di dalam kawasan industri. Namun, bila dilihat dari tingkat pertumbuhan industrinya berbeda, Kecamatan Cikarang Utara dan Cikarang Selatan memiliki tingkat pertumbuhan industri yang tinggi, pertumbuhan industri di dalam kawasan di Kecamatan Cikarang Utara mencapai 96% sedangkan di Kecamatan Cikarang Selatan Mencapai 93%. Berdasarkan persentase tersebut dapat diketahui bahwa, sebagian besar industri yang berada di kedua kecamatan tersebut cenderung memilih di dalam kawasan industri sebagai lokasi usaha mereka. Berbeda dengan 2 kecamatan lainnya, Kecamatan Cikarang Barat memiliki tingkat pertumbuhan industri yang paling rendah diantara 3 kecamatan tersebut. Dalam kurun waktu 5 tahun di kecamatan tersebut hanya terjadi peningkatan 44 unit industri di dalamnya, sekitar 52% tumbuh di dalam kawasan dan 48% tumbuh di luar kawasan industri. Hal menarik dari kecamatan ini adalah Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
77
ternyata hampir hampir 50% industri yang tumbuh di luar kawasan, ini menunjukan bahwa wilayah di luar kawasan memiliki daya tarik yang cukup tinggi bagi industri. Bila ditinjau dari peningkatan kemajuan wilayah dan skala ekonominya kecamatan ini memiliki kesamaan dengan Kecamatan Cikarang Utara dan Cikarang Selatan, namun hal yang membedakan bahwa di Kecamatan Cikarang Barat ini, sebagian besar jaringan jalan kolektor dan arteri keberadaannya sejajar dengan sungai, di sepanjang koridor jalan ini sebagian besar industri banyak tumbuh, keberadaan sungai tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi industri. Dengan demikian tidak heran jika tingkat pertumbuhan industri luar kawasan di Kecamatan Cikarang Barat juga tinggi. Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa industri yang berlokasi di dalam kawasan, alasan kuat yang menyebabkan lebih memilih berlokasi didalam kawasan adalah faktor ketersediaan fasilitas yang lengkap guna menunjang kegiatan industri seperti air, listrik, dan akses jalan yang baik. Faktor kemudahan perizinan juga menjadi salah satu alasan mereka untuk berlokasi di dalam kawasan, faktor jaminan keamanan membuat mereka merasa nyaman dan tenang untuk berbisnis atau melakukan kegiatan industri di dalam kawasan industri dibandingkan di luar kawasan karena kawasan industri merupakan kawasan yang sudah jelas peruntukannya untuk kegiatan industri serta sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten, sebab mereka khawatir bila berlokasi di luar kawasan sewaktu-waktu akan digusur secara tiba-tiba. Sesuai dengan pendapat Badan Litbang Industri dan Perdagangan (2003), aspek efisiensi merupakan landasan pokok pengembangan kawasan industri, oleh karena itulah melalui pembangunan kawasan industri maka bagi investor pengguna kavling industri akan mendapatkan lokasi kegiatan industri yang sudah baik dimana terdapat beberapa keuntungan seperti bantuan proses perijinan, ketersediaan infrastruktur yang lengkap, keamanan, dan kepastian tempat usaha yang sesuai dengan RTRW kabupaten. Sedangkan dari sisi pemerintah daerah, dengan konsep pengembangan kawasan industri, berbagai jaringan infrastruktur yang disediakan ke kawasan industri akan menjadi lebih efisien karena dalam perencanaan infrastruktur kapasitasnya sudah disesuaikan dengan kegiatan Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
78
industri yang berada di kawasan industri. Untuk melihat kondisi industri-industri yang berlokasi di dalam kawasan dapat dilihat pada Lampiran 1. Di sisi lain, keberadaan kawasan industri yang menawarkan berbagai kelengkapan fasilitas penunjang industri ternyata tidak serta merta menarik minat seluruh industri sedang dan besar untuk berlokasi di dalam kawasan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara terhadap industri yang berlokasi di luar kawasan, mereka lebih memilih untuk berlokasi di luar kawasan karena harga kavling yang tergolong mahal, tingginya biaya yang dikeluarkan untuk biaya perawatan (maintenance cost) fasilitas-fasilitas yang tersedia, penggunaan mata uang asing yaitu Dollar Amerika baik untuk biaya pembayaran sewa lahan, pembelian lahan maupun jasa pengelolaan fasilitas di dalam kawasan industri. Selain itu, sebagian industri juga menyatakan alasan mereka memilih berlokasi di luar kawasan adalah karena industri tersebut memang telah berdiri lebih dahulu, sebelum adanya kawasan industri. Salah satu kendala yang sering dialami oleh industri-industri yang berlokasi di luar kawasan industri yaitu bila terjadi pemadaman listrik secara tiba-tiba pihaknya harus menanggung sendiri kerugian akibat pemadaman listrik tersebut, Sehingga guna mengantisipasi kerugian tersebut mereka harus menyediakan generator set sendiri karena tidak difasilitasi seperti halnya industriindustri yang berlokasi di dalam kawasan industri. Untuk melihat kondisi industriindustri yang berlokasi di luar kawasan dapat dilihat pada Lampiran 2. 5.3.2. Perubahan Pola Aglomerasi Pada Kecamatan-Kecamatan Tanpa Kawasan Industri Dalam penelitian ini, tingkat aglomerasi industri manufaktur pada kecamatan-kecamatan yang tidak memiliki kawasan industri pada tahun 2002, 2007, dan peningkatannya dalam kurun waktu 5 tahun diklasifikasikan menjadi 3 kelas, tingkat aglomerasi tersebut dilihat berdasarkan tinggi rendahnya jumlah industrinya yang ada pada tiap kecamatannya. Berikut ini adalah klasifikasinya :
<6 industri
6-20 industri : Tingkat aglomerasi sedang
>20 industri
: Tingkat aglomerasi rendah
: Tingkat aglomerasi tinggi Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
79
Dari 10 kecamatan yang merupakan wilayah industri antara tahun 2002 dan 2007, terdapat 7 kecamatan yang tidak memiliki kawasan industri. Mengacu pada Peta 29 dan Peta 30 serta Tabel 5.14, ternyata baik pada Tahun 2002 dan 2007 pola sebaran wilayah tanpa kawasan industri yang memiliki tingkat aglomerasi paling tinggi terdapat di bagian tengah kabupaten, meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan. Seperti yang telah di ulas pada sub bab sebelumnya yaitu 5.1.3 dan 5.2.3 wilayah dengan tingkat aglomerasi tinggi ini pada tahun 2002 merupakan wilayah memiliki skala ekonomi yang tinggi serta merupakan wilayah maju, sedangkan pada tahun 2007 wilayah ini merupakan wilayah yang memiliki skala ekonomi yang sangat tinggi dan wilayah maju. Pada tahun 2002 terdapat 5 kecamatan yang tidak memiliki kawasan industri, empat dari lima kecamatan tersebut merupakan wilayah dengan tingkat aglomerasi yang rendah, persebarannya meliputi bagian tengah dan selatan kabupaten, sebagian besar dari wilayah tersebut merupakan wilayah yang memiliki kemajuan wilayah yang tergolong cukup maju dan skala ekonomi yang rendah ( lihat Peta 10 dan Peta 25). Tabel 5.14. Jumlah Industri Manufaktur Pada Kecamatan-Kecamatan Tanpa Kawasan Industri Tahun 2002, 2007 dan Peningkatannya Kecamatan No 1
Tambun Selatan
Jumlah Industri (Unit) 2002 24
2007 52
2002-2007 28
2
Tambun Utara
3
12
9
3
Cibitung
3
10
7
4
Setu
2
4
2
5
Serang Baru
2
4
2
6 7
Cikarang Timur Cikarang Pusat
0 0
3 2
3 2
34
87
53
Jumlah
[Sumber: Pengolahan Data Tahun 2011]
Sedikit berbeda dengan tahun 2002, pada tahun 2007 terdapat 7 kecamatan yang tidak memiliki kawasan industri. Berbeda dengan tahun 2002, pola sebaran wilayah yang memiliki tingkat aglomerasi sedang di Kabupaten Bekasi mengalami perubahan, wilayah ini meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
80
Cibitung dan Tambun Utara. Pada tahun 2002 kedua kecamatan tersebut merupakan bagian dari wilayah dengan tingkat aglomerasi rendah, namun pada tahun 2007 kedua kecamatan tersebut berubah menjadi wilayah dengan tingkat aglomerasi sedang, dimana tingkat aglomerasi di wilayah tersebut berubah menjadi lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2002. Perubahan tingkat aglomerasi yang menjadi lebih tinggi di wilayah ini, di dorong oleh perubahan skala ekonomi dan kemajuan wilayahnya yang juga berubah menjadi lebih tinggi. Pada tahun 2007, secara umum wilayah dengan tingkat aglomerasi sedang ini merupakan wilayah yang cukup maju dengan skala ekonomi yang tergolong sedang hingga tinggi. Sementara itu, pola sebaran wilayah dengan tingkat aglomerasi rendah relatif tidak mengalami perubahan, bagian tengah dan bagian selatan kabupaten tetap menjadi wilayah dengan tingkat aglomerasi rendah. Namun, bila dilihat dari letak kecamatannya mengalami perubahan, kecamatan yang bertambah yaitu Kecamatan Cikarang Pusat dan Cikarang Timur, sementara Kecamatan Cibitung dan Tambun Utara pada tahun 2007 bukan lagi bagian dari wilayah ini karena tingkat aglomerasinya berubah menjadi lebih tinggi. Sama seperti tahun 2002, pada tahun 2007 wilayah ini secara umum merupakan wilayah yang cukup maju dengan skala ekonomi yang rendah (lihat Peta 11 dan Peta 26). Mengacu pada Tabel 5.14 dalam kurun waktu 5 tahun yaitu antara tahun 2002 dan 2007, pola sebaran wilayah dengan peningkatan aglomerasi tinggi terdapat di bagian tengah kabupaten, yaitu meliputi 1 kecamatan yaitu Kecamatan Tambun Selatan, wilayah ini mengalami pertumbuhan industri luar kawasan yang paling tinggi serta memiliki peningkatan skala ekonomi dan kemajuan wilayah yang tergolong sangat tinggi. Sehingga wilayah ini memiliki daya tarik tersendiri bagi investor yang ingin mendirikan industri, dengan berlokasi di wilayah ini mereka mampu memperoleh keuntungan-keuntungan dari aglomerasi. Hal ini mengindikasikan sangat tingginya permintaan lokal yang ada di wilayah ini ditambah lagi dalam kurun waktu 5 tahun wilayah ini juga mengalami peningkatan kapasitas industri yang tergolong tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa peningkatan skala ekonomi di wilayah ini menjadi daya tarik yang kuat Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
81
bagi industri-industri yang berlokasi di wilayah ini. Peningkatan skala ekonomi yang tinggi di wilayah ini mampu mendatangkan keuntungan bagi industriindustri yang berlokasi di wilayah tersebut karena biaya produksi semakin murah. Pola sebaran wilayah dengan peningkatan aglomerasi sedang meliputi 2 kecamatan yaitu Kecamatan Cibitung dan Tambun Utara yang berada di bagian tengah kabupaten, dimana wilayah tersebut secara umum memiliki merupakan wilayah yang memiliki peningkatan kemajuan wilayah yang tinggi dan skala ekonomi yang tergolong sedang. Dengan demikian tidak mengherankan antara tahun 2002 dan 2007, wilayah ini mengalami peningkatan aglomerasi yang tergolong sedang, dimana antara tahun 2002 dan 2007 tingkat aglomerasinya berubah menjadi lebih tinggi. Sementara wilayah dengan peningkatan aglomerasi rendah dalam kurun waktu 5 tahun meliputi 4 kecamatan yang berada di bagian tengah dan selatan kabupaten, 2 kecamatan di bagian tengah yaitu Kecamatan Cikarang Pusat dan Cikarang Timur, 2 kecamatan di bagian selatan yaitu Kecamatan Setu dan Serang Baru. Secara umum wilayah dengan peningkatan aglomerasi rendah ini memiliki peningkatan kemajuan wilayah yang sedang dan skala ekonomi yang tergolong rendah (lihat Peta 13 dan Peta 28).
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
82
BAB VI KESIMPULAN
Pada tahun 2002 maupun 2007, aglomerasi industri di Kabupaten Bekasi terbentuk pada wilayah yang memiliki skala ekonomi sangat tinggi dan karakteristik yang maju. Selain skala ekonomi dan karakteristik kemajuan wilayah, keberadaan kawasan industri pada suatu wilayah merupakan faktor penting bagi terciptanya aglomerasi industri. Namun demikian, tidak berarti bahwa tingkat aglomerasi di luar kawasan industri selalu lebih rendah dari pada di dalam kawasan industri. Jika pada suatu wilayah terdapat faktor lokasi yang unik, maka tingkat aglomerasi industri di luar kawasan industri dapat mengimbangi tingkat aglomerasi di dalam kawasan industri. Pada beberapa wilayah ditemukan adanya perubahan pola aglomerasi di Kabupaten Bekasi yaitu antara tahun 2002 dan 2007. Wilayah yang mengalami perubahan pola aglomerasi adalah wilayah yang berada di bagian tengah kabupaten yang memiliki peningkatan aksesibilitas dan persentase wilayah terbangun yang tinggi. Perubahan pola yang terjadi adalah aglomerasi semakin tinggi sejalan dengan peningkatan skala ekonomi dan kemajuan wilayah.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
83
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Irfan. (2009). Kekuatan Aglomerasi Sektor Industri di Provinsi Lampung. Lampung: Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Anggota Tim Penyusun PDRB. (2003). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi Tahun 2003. Bekasi: Bappeda dan BPS Kabupaten Bekasi. Anggota Tim Penyusun PDRB. (2008). Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bekasi Tahun 2008. Bekasi: Bappeda dan BPS Kabupaten Bekasi. Arsyad, Lincolin. (1991, 18 Mei). Sturktur dan Kinerja Negara-Negara ASEAN, Jakarta. Arsyad, Lincolin. (2010). Ekonomi Pembangunan, (Ed-ke 5). Yogyakarta: UPP STIM YKPN Badan Litbang Industri dan Perdagangan. (2003). Pengembangan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Kementrian Perindustrian dan Perdagangan. Badan Pusat Statistik. (1999). Statistika Indonesia 1999. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi. (2003). Kabupaten Bekasi Dalam Angka Tahun 2003. Bekasi: BPS Kabupaten Bekasi. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bekasi. (2008). Kabupaten Bekasi Dalam Angka Tahun 2008. Bekasi: BPS Kabupaten Bekasi. Bintarto. (1989). Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya. Jakarta: Ghalia Indah. Buffa, E.S. (1994). Manajemen Produksi/Manajemen Modern (Antarikso dan Djoko Sujono, Penerjemah). Jakarta: Erlangga.
Dinas Perindustrian Kabupaten Bekasi. (2007). Data Base Sektor Industri Kabupaten Bekasi Tahun 2007. Bekasi: Dinas Perindustrian
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
84
Perdagangan koperasi dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Bekasi. Djojodipuro, Marsudi. (1992). Teori Lokasi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI Glasson, John. (1977). Pengantar Perencanaan Regional (Paul Sitohang, Penerjemah). Jakarta : Lembaga Penerbit FEUI. Heizer, Jaz. (2004). Manajemen Operasi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Hidayati, Amini, dan Kuncoro, Mudrajad. (2004). Konsentrasi Geografis Industri Manufaktur di Greater Jakarta dan Bandung Periode 1999-2000. Jurnal Empirika Vol 17, No. 2, Desember 2004. Krugman, Paul. (1991). Geography and Trade. Cambridge: MIT Press. Krugman, Paul. (1998). The Role Of Geography in Development. United States: World Bank. Kuncoro, Mudrajad. (2002). Analisis Spasial dan Regional. Yogyakarta: Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Kuncoro, Mudrajad. (2002). Migrasi dan Aglomerasi : Konsep dan Teori. Yogyakarta : UPP AMP YKPN. Landiyanto, Erlangga. (2004). Konsentrasi Spasial Industri Manufaktur Surabaya. Surabaya: Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Miles, Matthew B. (1992). Analisis Data Kualitatif (Tjetjep Rohendi Rohidi, Penerjemah). Jakarta: Universitas Indonesia Press. Nuryadin, D. et al. ( 2007). Aglomerasi dan Pertumbuhan Ekonomi: Peran Karakteristik Regional di Indonesia. Yogyakarta : FE UPN ‘Veteran’ Yogyakarta. Richardson, Harry. (2001). Dasar-Dasar Ilmu Ekonomi Regional (Paul Sitohang, Penerjemah). Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Sandy, I.M. (1977). Penggunaan Tanah (Landuse) di Indonesia, Publikasi No.75. Jakarta: Direktorat Tata Guna Tanah, Direktorat Jendral Agraria Dalam Negeri. Sandy, I.M., Kartono, Hari., dan Raharjo, Sugeng,. (1989). Esensi Pembangunan Wilayah dan Penggunaan Tanah Berencana. Jakarta : Geografi FMIPA UI.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
85
Soemadi. (1997). Kebijakan Tata Ruang Dan Tata Guna Tanah. Yogyakarta: Badan Pertahanan Nasional. Sukirno, Sadono. (2003). Pengantar Teori Mikroekonomi. (Ed ke-3).Jakarta : Penerbit Raja Grafindo Persada. Sinulingga, Budi. (2005). Pembangunan Kota: Tinjauan Regional dan Lokal. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Sjafrizal. (2008). Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Padang: Baduose Media. Tarigan, Robinson. (2005). Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT. Bumi Aksara. World Bank. (2009). Laporan Pembangunan Dunia 2009: Menata Ulang Geografi Ekonomi. Jakarta: Salemba Empat.
Universitas Indonesia
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
LAMPIRAN Lampiran 1. Kondisi Industri-Industri di Dalam Kawasan Industri
(a). Pintu masuk kawasan industri [Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011]
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
(b). Kondisi fisik bangunan industri-industri di dalam kawasan [Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011]
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
(c). Kondisi aksesibilitas industri-industri di dalam kawasan industri
[Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011]
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
Lampiran 2. Kondisi Industri-Industri di Luar Kawasan Industri (a). Kondisi fisik bangunan industri-industri di luar kawasan industri [Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011]
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011
(b). Kondisi aksesibilitas industri-industri di luar kawasan industri [Sumber: Dokumentasi pribadi, 2011]
Perubahan pola ..., Dwityas Isnaeni, FMIPA UI, 2011