UNIVERSITAS INDONESIA
PEMODELAN DATA IP-RESISTIVITY DAN MAGNETIK UNTUK MELOKALISIR ENDAPAN NIKEL LATERIT DI DAERAH “LTD”, SULAWESI TENGGARA
Hadrian Eddy 0606068234
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK DESEMBER 2010
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMODELAN DATA IP-RESISTIVITY DAN MAGNETIK UNTUK MELOKALISIR ENDAPAN NIKEL LATERIT DI DAERAH “LTD”, SULAWESI TENGGARA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Sains
HADRIAN EDDY 0606068234
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK DESEMBER 2010
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Hadrian Eddy NPM : 0606068234 Tanda Tangan :
Tanggal : 2 Desember 2010
iii
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi Magnetik untuk Melokalisir Tenggara.
: Hadrian Eddy : 0606068234 : Fisika : Pemodelan Data IP-Resistivity dan Endapan Nikel Laterit di Daerah “LTD”, Sulawesi
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Dewan Penguji
Pembimbing
:
Dr. Eng. Yunus Daud, M.Sc
(
)
Penguji
:
Dr. Dede Djuhana, M.Si
(
)
Penguji
:
Ir. Ronal Afan, M.Si
(
)
Ditetapkan di
:
Depok
Tanggal
:
2 Desember 2010
iv
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia yang diberikan kepada saya, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Pemodelan Data IP-Resistivity dan Magnetik untuk Melokalisir Endapan Nikel Laterit di Daerah “LTD”, Sulawesi Tenggara” tepat pada waktunya. Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan kelulusan
program
Peminatan
Geofisika,
Departemen
Fisika,
Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Dr. Eng. Yunus Daud, M.Sc, selaku ketua peminatan Geofisika UI dan dosen pembimbing yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga, dukungan serta pikiran untuk mengarahkan saya, serta memberikan banyak ilmu bermanfaat. 2. Kedua orang tua dan keluarga atas dukungan moril dan materil, serta semangatnya. 3. Bapak Arief Siregar dan Bapak Harry Asmar atas batuannya sehingga kami diberi kesempatan untuk melakukan penelitian di PT.INCO. 4. Ka Erwin (geologist PT.INCO). 5. Lendri Agung S.si, Jimmi Daniel S.si, dan Kalam Sianturi S.si atas bantuannya selama proses pengerjaan skripsi dan telah menyita waktu untuk berdiskusi. 6. Seluruh dosen maupun staf karyawan Departemen Fisika UI 7. Aditya Wira, Yonas Ariyanto, Aviandra, Achmad Yoshi, dan temanteman seperjuangan di fisika UI terutama angkatan 2006. Tetap semangat kawan. 8. Seluruh pihak yang membantu dalam pengerjaan tugas akhir ini yang tidak dapat saya sebutkan satu-persatu.
v
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Akhir kata kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca ataupun bagi penyusun, baik dimasa sekarang ataupun masa yang akan datang. Kami juga berharap adanya kritik dan saran yang bersifat membangun. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih. Selamat membaca. Jakarta, 2 Desember 2010 Penulis
vi
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis Karya
: Hadrian Eddy : 0606068234 : Geofisika : Fisika : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Pemodelan Data IP-Resistivity dan Magnetik untuk Melokalisir Endapan Nikel Laterit di Daerah “LTD”, Sulawesi Tenggara" beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada Tanggal : 2 Desember 2010 Yang menyatakan,
(Hadrian Eddy)
vii
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Nama : Hadrian Eddy Program Studi : Fisika Judul : Pemodelan Data IP-Resistivity dan Magnetik untuk Melokalisir Endapan Nikel Laterit di Daerah “LTD”, Sulawesi Tenggara.
Abstrak Metode terintegrasi pada Induced Polarizarion (IP) dan Magnetik dapat memberikan gambaran struktur batuan bawah permukaan yang mengandung endapan mineral seperti nikel. Berdasarkan kondisi geologi, daerah prospek “LTD” ini termasuk dalam endapan nikel laterit. Pengukuran magnetik dan geolistrik pada tiap titik pengukuran menghasilkan hasil yang berbeda-beda karena dipengaruhi sifat fisik batuan yang berbeda. Pengukuran Induced Polarization (IP) time domain telah dilakukan dengan spasi elektroda 50 m sebanyak 21 lintasan, dan pengukuran magnetik telah dilakukan guna mendapatkan harga intensitas magnetik total dengan reduksi Upward Continuation 40 m. Pemodelan terintegrasi 2D dan 3D data IP-Resitivity telah memberikan informasi penyebaran endapan mineralisasi yang terdapat pada daerah prospek “LTD” dan dapat dilokalisir. Dari hasil studi ini disimpulkan bahwa endapan mineral nikel terkonsentrasi pada bagian timur dan barat daerah penelitian. Kata kunci : Model 2D dan 3D, Induced Polarization, Endapan Nikel Laterit, Time Domain, Intensitas Magnetik Total, Upward Continuation
viii
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Name : Hadrian Eddy Study Program : Physics Topic : Modelling of IP-Resistivity and Magnetic Data for Determining the Spread of Nickel Laterite Deposition in “LTD” Region, Southeast Sulawesi
Abstract Integrated methods of Induced Polarization (IP) and Magnetic can explain the subsurface rock structures that contain minerals such as nickel deposit. Based on the geological setting, “LTD” prospect area was included in the nickel laterite deposit. Magnetic and electrical resitivity measurements at each measurement point produced different results because it affected the physical properties of different rocks. Measurement of Induced Polarization (IP) have been performed on time domain with 50 m electrode spacing of 21 lines, and magnetic measurements have been done to get the value of the total magnetik intensity with the reduction of upward continuation 40 m. Modelling of integrated 2D and 3D IP-Resitivity data have provided information on the spread of the mineral deposits in the prospect “LTD” area and can be localized. From the results of this study showed that the mineral nickel deposits are concentrated in the eastern part and western part of the study area. Keywords: 2D and 3D models, Induced Polarization, Nickel Laterite Deposit, Time Domain, Total Magnetik Intensity, Upward continuation
ix
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv KATA PENGANTAR ............................................................................................ v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. vii ABSTRAK .......................................................................................................... viii DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... …1 1.2 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3 1.3 Batasan Masalah ...................................................................................... 3 1.4 Metode Penelitian ................................................................................... 3 BAB II TEORI DASAR........................................................................................ 5 2.1 Metode Resitivity .................................................................................... 5 2.2 Metode IP (Induzed Polarization) ........................................................... 8 2.2.1 Fenomena IP ............................................................................. 8 2.2.2 Sumber Penyebab Fenomena IP ............................................ 10 2.2.3 Jenis-Jenis Polarisasi ............................................................... 10 2.2.4 Prinsip Pengukuran ................................................................. 12 2.2.5 Pengukuran Metode IP .......................................................... 15 2.3 Metode Magnetik .................................................................................. 17 2.3.1 Teori Magnetik ....................................................................... 17 2.3.2 Medan Magnet Bumi ............................................................ 18 2.3.3 Variasi Medan Magnet Bumi ................................................. 20 2.3.4 Koreksi Data Magnetik ......................................................... 20 2.3.5 Magnetisasi pada Batuan ....................................................... 21 2.3.6 Proses Magnetisasi Pada Batuan ............................................. 25 2.3.7 Upward Continuation ............................................................ 27 BAB III DATA GEOLOGI ................................................................................ 28 3.1 Geologi Umum Daerah Penelitian ........................................................ 28 3.2 Geologi Nikel Laterit ............................................................................. 29 3.2.1 Genesa Endapan Laterit ...................................................................... 29 3.2.2 Penampang Laterit .............................................................................. 32 3.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laterisasi .................................... 33 BAB IV INTERPRETASI TERPADU DAN PEMBAHASAN....................... 36 4.1 Interpretasi Data 2D................ ............................................................... 36 4.1.1 Line 102950E...... .................................................................... 38 4.1.2 Line 103150E............. ............................................................. 39 x
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.3 Line 102400E..... ..................................................................... 41 4.1.4 Line 5002400N........................................................................ 43 4.1.5 Line 5002450N…………........................................................ 44 4.1.6 Line 5002500N........................................................................ 45 4.1.7 Line 5002550N........................................................................ 46 4.1.8 Line 5002600N........................................................................ 47 4.1.9 Line 5002650N........................................................................ 48 4.1.10 Line 5002700N...................................................................... 50 4.1.11 Line 5002750N...................................................................... 52 4.1.12 Line 5002800N...................................................................... 54 4.1.13 Line 5002850N...................................................................... 56 4.1.14 Line 5002900N...................................................................... 58 4.1.15 Line 5002950N...................................................................... 60 4.1.16 Line 5003000N...................................................................... 62 4.1.17 Line 5003050N...................................................................... 63 4.1.18 Line 5003100N...................................................................... 65 4.1.19 Line 5003150N...................................................................... 67 4.1.20 Line 5003200N...................................................................... 68 4.1.21 Line 5003250N...................................................................... 70 4.2 Interpretasi Data 3D…….. ..................................................................... 72 4.2.1 Data Resitivity 3D...... ............................................................. 72 4.2.2 Data IP 3D.......... .................................................................... 73 4.2.3 Hasil dan Prospek ................................................................... 74 BAB V PENUTUP............................................................................................... 77 5.1 Kesimpulan.. .......................................................................................... 77 5.2 Saran............ .......................................................................................... 77 DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 78
xi
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Proses terbentuknya endapan nikel laterit ......................................... 2 Gambar 1.2 Diagram alur penelitian ..................................................................... 4 Gambar 2.1 Bentuk aliran arus listrik pada lapisan batuan yang homogen dan isotropik ............................................................................................ 6 Gambar 2.2 Garis gaya listrik yang melewati suatu permukan batuan ................. 6 Gambar 2.3 Susunan elektroda arus dan tegangan di permukaan......................... 7 Gambar 2.4 Konfigurasi dipol-dipol .................................................................... 7 Gambar 2.5 (a) Merupakan distribusi ion stabil sebelum injeksi arus .................. 8 (b) Kondisi ion terpolarisasi sesaat akibat injeksi arus ..................... 8 Gambar 2.6 Rangkaian contoh batuan yang mengandung mineral ...................... 9 Gambar 2.7 Grafik peluruhan potensial ................................................................ 9 Gambar 2.8 Model penampang melintang batuan .............................................. 10 Gambar 2.9 Gerakan ion-ion pada pori-pori batuan ........................................... 11 Gambar 2.10 Proses polarisasi membran pada pori-pori batuan ........................ 12 Gambar 2.11 Susunan elektroda konfigurasi dipol-dipol ................................... 13 Gambar 2.12 Konfigurasi dipol-dipol menggunakan variasi topografi .............. 14 Gambar 2.13 Grafik arus listrik dan potensial dalam kawasan waktu ................ 16 Gambar 2.14 Elemen medan magnet bumi ......................................................... 19 Gambar 2.15 Kurva M vs H dan posisi momen magnet dari bahan diamagnetik ............................................................................................................................... 22 Gambar 2.16 Kurva M vs H dan posisi momen magnet dari bahan paramagnetik ............................................................................................................................... 23 Gambar 2.17 Kurva M vs H dan posisi momen magnet dari bahan ferromagnetik ............................................................................................................................... 24 Gambar 2.18 Kurva M vs H dan posisi momen magnet dari bahan antiferromagnetik .................................................................................................. 24 Gambar 2.19 Kurva M vs H dan posisi momen magnet dari bahan ferrimagnetik ............................................................................................................................... 25 Gambar 2.20 Upward continuation .................................................................... 27 Gambar 3.1 Topografi daerah penelitian ............................................................ 28 Gambar 3.2 Peta geologi dan 21 line pengukuran IP-Resitivity daerah penelitian berikut titik bor .................................................................................................... 29 Gambar 3.3 Model endapan laterit ...................................................................... 35 Gambar 4.1 Peta magnetik berikut overlaying lintasan IP-Resistivity................ 37 Gambar 4.2 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 102950E ....................................................................................... 38 Gambar 4.3 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 103150E ..................................................................................... 39 Gambar 4.4 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 103400E ...................................................................................... 41 Gambar 4.5 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002400N ................................................................................... 43 Gambar 4.6 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002450N .................................................................................... 44 xii
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Nikel merupakan salah satu jenis mineral yang memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi. Dewasa ini penggunaan logam nikel di berbagai sektor industri di dunia semakin meningkat sehingga membawa pengaruh terhadap perkembangan nikel di Indonesia. Bagi Indonesia nikel merupakan komoditas tambang utama yang sampai saat ini masih menjadi komoditas penghasil devisa yang cukup besar bagi negara. Dalam sebuah tahapan eksplorasi ada tahapan yang disebut dengan tahapan bor eksplorasi, dimana tahapan ini juga terdapat dalam eksplorasi nikel. Untuk melakukan tahapan ini sebaiknya perlu membutuhkan informasi yang detail meliputi data geologi dan data geofisika yang sangat membantu untuk penentuan daerah prospek endapan nikel laterit. Geologi pembentukan nikel laterit meliputi struktur, unsur-unsur dasar pembentuk endapan nikel laterit dan proses pengendapan yang terjadi. Struktur yang menyebabkan deformasi pada batuan yang sangat dominan dalam pembentukan nikel laterit adalah struktur rekahan-rekahan. Istilah “laterite” bisa diartikan sebagai endapan yang kaya akan iron-oxide, minim unsur silika dan secara intensif ditemukan pada endapan lapukan di iklim tropis (Eggleton, 2001). Keberadaan struktur pada nikel laterit akan memudahkan air masuk dan proses pelapukan akan menjadi lebih intensif. Proses pengendapan nikel laterit adalah akibat pelapukan batuan ultramafik yang disebabkan perubahan cuaca. Cuaca merubah komposisi batuan dan melarutkan unsur-unsur yang mudah larut seperti Ni. Air hujan yang mengandung unsur CO2 meresap ke bawah memasuki rekahanrekahan sebagai tempat terjadinya pelapukan sampai batas antara zona limonit dan zona saprolit kemudian mengalir secara lateral. Pada zona limonit hampir semua unsur yang mudah larut hilang terubah oleh unsur-unsur yang dibawa oleh air hujan. Zona ini didominasi oleh mineral geothit, juga terdapat magnetit, hematit dan kuarsa sekunder. Kandungan air tanah pada zona ini jauh lebih kecil Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
dibandingkan pada zona saprolit sehingga zona ini bersifat lebih resistif. Pada batuan dasar (bedrock) ultramafik akan berubah menjadi zona saprolit akibat pengaruh air tanah. Mineral utama pada zona ini adalah garnierit, serpertin, Nikalsedon dan kuarsa sekunder. Kandungan air tanah pada zona ini lebih banyak sehingga zona ini bersifat lebih konduktif. Di bawah ini dijelaskan proses terbentuknya endapan nikel laterit (Gambar 1.1) :
Gambar 1.1 : Proses terbentuknya endapan nikel laterit (Kadarusman, 2008)
Dalam disiplin ilmu geofisika eksplorasi, terdapat banyak metode untuk memetakan bawah permukaan. Namun untuk memaksimalkan pemetaan bawah permukaan tidak cukup hanya dengan satu buah metode. Dibutuhkan minimal dua buah kombinasi metode untuk memaksimalkan pemetaan bawah permukaan. Metode magnetik dan Induced Polazation (IP) merupakan kombinasi metode yang cocok untuk dipergunakan pada kasus pemetaaan keberadaan zona mineralisasi endapan nikel laterit. Metode magnetik dapat memetakan keberadaan zona struktur dan zona dari batuan yang teralterasi menyebabkan perubahan nilai intensitas medan magnet. Sedangkan metode IP dapat memetakan kondisi bawah permukaan mineralisasi endapan nikel laterit secara horizontal dan vertikal. Informasi data geologi diatas didukung oleh data geofisika dapat melokalisir keberadaan zona penyebaran endapan nikel laterit. Kombinasi metode geofisika 2 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
ini juga diharapkan dapat melokalisir keberadaan mineral lain yang terdapat pada daerah penelitian.
1.2 Tujuan Penelitian a. Membuat analisis dan pemodelan data IP-Resistivity serta Magnetik b. Mengkorelasi data geofisika, data geologi, serta data bor. c. Mengintepretasi hasil data geofisika dan data geologi. d. Melokalisir daerah zona endapan nikel laterit.
1.3 Batasan Masalah a. Pengolahan data geofisika hingga pemodelan diantaranya data IPResistivity dan data Magnetik, dengan menggunakan software GeoslicerX, Res2Dinv, Surfer9, dan Geosoft Oasis Montaj. b. Zona endapan nikel laterit di daerah “LTD”.
1.4 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan meliputi beberapa tahapan yaitu mulai dari studi literatur yang meliputi metode magnetik, resistivity, IP, dan geologi daerah LTD. Kemudian dilakukan pengolahan data geofisika diantaranya 2D IPResistivity dengan Res2Dinv, Surfer9, 3D IP-Resistivity dengan software GeoslicerX milik Laboratorium Eksplorasi Geofisika, Universitas Indonesia. Sedangkan pengolahan data magnetik yang diantaranya adalah reduksi upward continuation 40 m, peta magnetik, pemodelan profiling curve serta slicing total magnetic intensity tiap 5 meter kedalaman hingga menjadi data model 2D menggunakan software Geosoft Oasis Montaj. Setelah selesai melakukan pengolahan data geofisika dilakukan korelasi dengan data geologi dan data sumur bor. Setelah melokalisir daerah mineralisasi, ditentukan terlebih dahulu apakah benar berkorelasi dengan data bor yang menjelaskan keberadaan mineralisasi endapan nikel laterit, jika benar maka dapat ditentukan seberapa besar daerah prospek.
3 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Gambar 1.2 : Diagram alur penelitian
4 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
5
BAB 2 TEORI DASAR
2.1 Metode Resistivity Prinsip metoda geolistrik tahanan-jenis adalah menginjeksikan arus kedalam bumi dan mengukur beda potensial pada titik-titik tertentu. Harga beda potensial yang terukur bergantung pada sifat kelistrikan batuan dari medium. Oleh karena itu metoda geolistrik dapat digunakan untuk memperkirakan kondisi geologi bawah permukaan yang didasarkan pada distribusi tahanan-jenis mediumnya, baik secara lateral maupun vertikal. Pada kasus medium homogen isotropik (Gambar 2.1), tahanan-jenis yang terukur merupakan tahanan-jenis medium yang sebenarnya. Pada kondisi ril, bumi terdiri dari lapisan-lapisan dengan variasi tahanan jenis baik secara lateral maupun vertikal yang berbeda-beda, sehingga potensial yang terukur merupakan pengaruh dari lapisan-lapisan tersebut. Harga tahanan-jenis yang terukur bukan merupakan harga tahanan jenis sebenarnya sehingga didefinisikan sebagai tahanan jenis semu. Untuk spasi elektroda yang relatif lebih lebar maka hasil pengukuran mengandung informasi mengenai tahanan-jenis medium pada kedalaman yang relatif besar. Sebaliknya makin dekat jarak elektroda maka nilai tahanan-jenis semu akan semakin mendekati nilai tahanan-jenis medium dekat permukaan (dangkal). Beberapa hal yang mempengaruhi nilai resistivitas semu adalah sebagai berikut (Daud, 2008) : a. Komposisi mineral batuan b. Kandungan air c. Porositas d. Kepadatan
Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Gambar 2.1 : Bentuk aliran arus listrik pada batuan yang homogen dan isotropik (Daud, 2008)
Misalkan sebuah elektroda ditanam dipermukaan kemudian dialiri arus listrik, bila sifat fisik batuan di bawah permukaan dianggap homogen dan isotropik maka arus listrik yang mengalir di bawah permukaan akan bersifat radial. Perbedaan tegangan yang terukur pada dua titik yang berbeda di permukaan merupakan gradien dari potensialnya (Reynold, 1997). Pada (Gambar 2.1) terlihat distribusi arus dan distribusi garis equal potential dari tegangan. Nilai tegangan V pada titik sejauh r dari sumber arus adalah :
(2.1)
I(A) Gambar 2.2 : Garis gaya listrik yang melewati suatu permukaan batuan
Saat terdapat dua buah elektroda arus di permukaan maka beda potensial yang dihasilkan akan terpengaruh oleh dua buah elektroda tersebut, dimana 6 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
nilainya berlawanan sehingga nilai beda potensial yang terukur merupakan jumlah potensial dari dua buah elektroda tersebut.
Gambar 2.3 : Susunan elektroda arus dan tegangan di permukaan
Maka pada (Gambar 2.3) nilai beda potensial pada titik M dapat dirumuskan sebagai berikut :
(2.2)
Sedangkan beda potensial antara titik M dan N adalah:
(2.3) Dimana : (2.4)
Dengan :
K π.a.n.n 1. n 2
(2.5)
Pada penelitian kali ini menggunakan konfigurasi dipol-dipol yang dimana konfigurasi ini sangat baik dalam pemetaan sebaran secara vertikal maupun horizontal. Dalam bawah permukaan bumi terdapat banyak lapisan yang heterogen-anisotropik. Di bawah (Gambar 2.4) ini merupakan konfigurasi dipol7 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
dipol yang mengukur nilai resistivitas semu (apparent resistivity) dimana hasil yang terukur merupakan resistivitas rata-rata dari banyak batuan.
Gambar 2.4 : Konfigurasi dipol-dipol (Prihadi, 2002)
2.2 Metode IP (Induzed Polarization) 2.2.1 Fenomena IP Pada saat arus diinjeksikan ke bawah permukaan maka ion-ion yang ada di dalam pori-pori batuan akan terdistribusi dari posisi stabil menjadi tidak stabil. Penyebabnya karena proses pengkutuban yang terjadi dalam skala mikroskopis pada pori-pori batuan sesuai pada (Gambar 2.5). Setelah arus listrik dimatikan maka ion-ion yang mengalami proses pengkutuban sebelumnya perlahan-lahan akan kembali lagi ke keadaan setimbangnya.
Gambar 2.5 : (a) Merupakan distribusi ion stabil sebelum injeksi arus (b) Kondisi ion terpolarisasi sesaat akibat injeksi arus
Fenomena pengkutuban ini dapat dilihat pada contoh rangkaian batuan yang mengandung mineral (Gambar 2.5). Misalkan rangkaian tersebut dialiri arus searah (DC), kemudian diukur beda potensial (∆V) antara titik P1 dan P2. Setelah 8 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
itu injeksi arus dimatikan pada waktu t0, ternyata beda potensial pada kedua titik tersebut tidak langsung nol (hilang) tetapi perlahan-lahan turun dalam selang waktu tertentu (detik hingga menit) sampai nilainya menjadi nol. Grafik peluruhan potensial tegangan yang dihasilkan ketika arus telah dimatikan ditunjukkan pada (Gambar 2.7).
Gambar 2.6 : Rangkaian contoh batuan yang mengandung mineral
Gambar 2.7 : Grafik peluruhan potensial (Keller and Friscknecht, 1996)
Peluruhan potensial tegangan yang terjadi disebabkan adanya energi listrik yang tersimpan dalam bentuk energi elektrokimia pada fluida elektrolit dan mineral konduktif yang mengisi pori-pori batuan. Itu sebabnya ketika injeksi arus listrik dimatikan masih terdapat energi yang tersimpan dalam rongga batuan. Energi ini akan menghilang secara perlahan dikarenakan ion-ion bebas yang menjadi pembawa muatan akan kembali lagi ke posisi setimbangnya. Ketika ionion tersebut telah kembali ke posisi setimbangnya saat itulah beda potensial pada kedua titik yang diukur akan kembali nol. Fenomena yang terjadi pada pori-pori batuan ini sama halnya dengan proses discharge suatu muatan pada sebuah kapasitor, dimana besar amplitudo dari peluruhan tegangan sebanding dengan tingkat polaritas yang terjadi pada lapisan batuan yang dialiri arus listrik. Fenomena inilah yang menjadi konsep dasar dari metode Induced Polarization (IP). 9 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
2.2.2 Sumber Penyebab Fenomena IP Ketika arus listrik diinjeksikan ke dalam lapisan batuan, arus listrik tersebut memberikan energi kepada material-material penyusun batuan yang kemudian disimpan dalam bentuk energi elektrokimia. Energi ini merupakan hasil dari: a. Perbedaan kecepatan ion-ion yang bergerak di dalam fluida dari pori-pori batuan. b. Perbedaan nilai konduktivitas ion dan konduktivitas listrik batuan yang mengandung mineral logam. Kedua faktor tersebut yang menjadi penyebab terjadinya fenomena IP pada batuan.
2.2.3 Jenis-Jenis Polarisasi a. Polarisasi Elektroda Pada (Gambar 2.8) merupakan model penampang melintang dari sebuah batuan pada skala mikroskopis, fluida elektrolit mengisi pori-pori dari batuan tersebut. Larutan elektrolit yang mengisi pori-pori batuan merupakan media yang baik untuk menghantarkan arus listrik. Keberadaan partikel-partikel mineral yang bersifat logam pada jalur pori-pori batuan mengakibatkan tertahannya aliran arus listrik ketika melalui pori-pori batuan tersebut.
Gambar 2.8 : Model penampang melintang batuan (Irvine, 1990)
Pada (Gambar 2.9) memperlihatkan model pergerakan ion-ion pada pori batuan dimana terdapat satu bagian yang tidak terisi oleh butiran 10 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
mineral logam. Pada bagian pori-pori yang tidak terisi oleh butiran ion-ion positif dan negatif bergerak menyebar sesuai dengan medan potensial yang mempengaruhinya. Tetapi pada bagian pori-pori yang terisi butiran mineral, ion-ion positif dan negatif akan bergerak ke sisi yang berlawanan sesuai dengan medan potensial yang mempengaruhinya.
Gambar 2.9 : Gerakan ion-ion pada pori-pori batuan (Telford, 1990)
Ketika injeksi arus dihentikan maka ion-ion yang berada pada rongga batuan akan kembali ke keadaan setimbangnya. Namun proses kembalinya ion-ion ini ke posisi setimbangnya membutuhkan waktu. Hal inilah yang menyebabkan mengapa beda potensial yang terukur setelah injeksi arus dimatikan tidak langsung nol tetapi perlahan-lahan turun. b. Polarisasi Membran Fenomena polarisasi membran terjadi sebagai akibat keberadaan partikel lempung di sisi pori-pori batuan. Partikel lempung memiliki sifat bermuatan negatif yang sangat besar menyebabkan ion-ion positif pada fluida elektrolit akan tertarik ke arah partikel lempung yang bermuatan negatif. Proses ini menyebabkan munculnya awan ion positif di sisi poripori batuan, sedangkan ion-ion negatif yang berasal dari fluida elektrolit akan menjauh dari posisi partikel lempung. Pembentukan awan ion positif ini tidak akan terlalu berpengaruh bila tidak diberikan beda potensial pada batuan tersebut, namun ketika beda potensial diberikan maka muatan elektron yang berasal dari arus listrik yang diinjeksikan ke dalam struktur batuan akan terhambat oleh awan ion positif ini. Hal ini disebabkan 11 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
terhambatnya pergerakan ion-ion yang terdapat di dalam pori-pori batuan. Proses penghambatan inilah yang menjadi konsep dasar dari polarisasi membran dalam pori-pori batuan.
Gambar 2.10 : Proses Polarisasi Membran Pada Pori-Pori Batuan (Reynolds, 1997)
Akibat terbentuknya awan ion positif atau yang disebut dengan membran
ini,
menyebabkan
mobilitas
dari
ion-ion
berkurang.
Berkurangnya mobilisasi ion-ion ini akan sangat besar pengaruhnya bila perubahan medan listrik yang lambat dengan frekuensi yang lebih kecil dari 0.01 Hz, dengan kata lain batuan memiliki impedansi yang lebih besar pada frekuensi rendah. Tetapi berbeda halnya jika frekuensi dari medan listrik yang diberikan besar maka batuan akan memiliki impedansi yang kecil sehingga dianggap tidak terjadi penghambatan mobilitas ion yang berarti.
2.2.4 Prinsip Pengukuran Seperti yang telah dijelaskan pada sub (Bab 2.1) bahwa metode IP menggunakan konfigurasi dipol-dipol pada prakteknya di lapangan, dimana kedua elektroda arus bergerak menjauhi kedua elektroda tegangan seperti pada (Gambar 2.1) di bawah ini :
12 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Dimana : AB : elektroda arus
r1 = AM = (n+1)a
MN : elektroda potensial
r2 = BM = na
AB = MN = a (dalam satuan meter)
r3 = AN = (n+2)a r4 = BN = (n+1)a
Sehingga untuk konfigurasi dipol-dipol beda potensial antara titik M dan N adalah : (2.6)
(2.7)
(2.8)
Persamaan diatas disederhanakan menjadi :
(2.9)
Dengan K merupakan faktor geometri yang nilainya bervariasi bergantung pada jarak dari “a”. Kemudian dengan mensubtitusi nilai K terhadap persamaan di atas dapat dihitung nilai resistivity tiap kedalaman adalah : 13 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
(2.10)
Model konfigurasi dipol-dipol seperti pada (Gambar 2.11) hanya dapat digunakan pada lapangan bertopografi datar saja. Oleh karena itu dibutuhkan cara lain untuk melakukan pengukuran di daerah yang topografinya tidak rata, sebab pada kenyataannya eksplorasi mineral yang dilakukan kecil kemungkinan menemui daerah yang datar. (Gambar 2.12) memberikan penjelasan bagaimana konfigurasi elektroda yang digunakan dalam kondisi yang tidak datar.
Dari gambar (2.12) diperoleh perhitungan titik tengah elektroda arus dan tegangan (XT,ZT) dan (XR,ZR) dan plotting point adalah :
(2.11)
(2.12)
XT : titik tengah dipol arus (transmitter) ZT : kedalaman titik tengah dipol arus (transmitter) XR : titik tengah dipol tegangan (receiver) ZR : kedalaman titik tengah dipol tegangan (receiver) 14 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Maka nilai plotting point (XN,ZN) adalah sebagai berikut : (2.13)
(2.14)
C=
(2.15)
(2.16)
2.2.5 Pengukuran Metode IP (Induzed Polarization) Dalam pengukuran IP (Induzed Polarization) terdapat 2 jenis pengukuran yaitu menggunakan Time Domain dan Frequency Domain. a. Time Domain Pengukuran yang dilakukan pada penelitian kali ini adalah time domain/kawasan waktu. Pengukuran IP dalam time domain/kawasan waktu dilakukan dengan menginjeksikan arus listrik melalui sepasang elektroda arus dan kemudian mengukur beda potensial yang muncul pada kedua elektroda tegangan setelah arus dimatikan. Pengukuran nilai beda potensial yang dihasilkan oleh elektroda arus dilakukan hingga tegangan mencapai nilai nol selama waktu peluruhannya. Parameter yang diperoleh dalam pengukuran ini adalah tegangan primer (Vp) yang diperoleh ketika arus belum dimatikan dan tegangan sekunder (Vs) adalah beda potensial yang terukur selama waktu peluruhan nilai tegangan hingga mencapai nilai nol. Untuk mengetahui seberapa besar nilai perbandingan efek polarisasi pada batuan kita bandingkan nilai Vp dan VS dalam selang waktu t1 kemudian dikalikan 100%. 15 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
(2.17)
Namun
untuk
menghitung
nilai
chargeability
dilakukan
perbadingan nilai Vp dan nilai rata-rata Vs yang diperoleh dengan mengintegralkan nilai Vs terhadap sampel waktu peluruhan yang kita pergunakan (Gambar 2.13). Sampel waktu peluruhan yang digunakan merupakan batas integral dari persamaan tersebut.
(2.18)
b. Frequency Domain Sedangkan pengukuran IP frequency domain/kawasan frekuensi adalah pengukuran nilai resistivity batuan dengan menggunakan frekuensi yang berbeda. Frekuensi yang digunakan biasanya disebut frekuensi DC untuk frekuensi rendah dan frekuensi AC untuk frekuensi tinggi. Frekuensi efek ini dapat didefenisikan sebagai berikut:
=(
(2.19)
PFE=100
(2.20)
16 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Dimana : ρdc: resistivity yang terukur pada frekuensi rendah (ohm-m) ρac: resistivity yang terukur pada frekuensi tinggi (ohm-m) PFE : Percent Frequency Effect (%)
Frequency Effect didefenisikan sebagai perbandingan antara selisih tegangan pada frekuensi rendah dengan tegangan pada frekuensi tinggi, yang terukur pada elektroda tegangan. Nilai FE atau PFE merupakan respon dari keberadaan mineral yang terdapat dalam pori-pori batuan. Semakin tinggi konsentrasi mineral dalam batuan semakin besar nilai PFE. Sehingga diharapkan dengan mengukur berapa besar nilai PFE pada suatu lapisan batuan dapat diketahui persentasi jumlah mineral yang terkandung di dalamnya. Parameter lain yang dapat didefenisikan dari pengukuran IP kawasan frekuensi adalah Metal Factor. Metal Factor (MF) didefenisikan sebagai jumlah mineral sulfida yang terkandung dalam batuan, yang mana besarnya bergantung pada nilai FE. Metal faktor dapat dirumuskan sebagai berikut: (2.21)
2.3 Metode Magnetik 2.3.1 Teori Magnetik Metode ini didasarkan pada perbedaan tingkat magnetisasi suatu batuan yang diinduksi oleh medan magnet bumi. Hal ini terjadi serbagai akibat adanya perbedaan sifat kemagnetan suatu material. Kemampuan untuk termagnetisasi tergantung
dari
susceptibilitas
magnetik
masing-masing
batuan.
Harga
susceptibilitas ini sangat penting didalam pencarian benda anomaly karena sifatnya yang sangat khas untuk setiap jenis mineral atau mineral logam. 17 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Penggunaan metode magnetik pada eksplorasi geofisika didasarkan pada perbedaan sifat kemagnetan pada masing-masing batuan. Perbedaan ini dipengaruhi oleh karakteristik fisik dari batuan tersebut, besar nilai intensitas dan arah induksi dari medan magnet total yang bekerja ketika batuan tersebut mulai termagnetisasi. Selain itu metode magnetik sangat baik digunakan untuk mendeteksi keberadaan struktur atau alterasi akibat adanya intrusi yang merupakan kontrol geologi terbentuknya zona mineralisasi.
2.3.2 Medan Magnet Bumi Pada tahun 1893 Gauss pertama kali melakukan analisa harmonik dari medan magnetik bumi untuk mengamati sifat-sifatnya. Analisa selanjutnya yang dilakukan oleh para ahli mengacu pada kesimpulan umum yang dibuat oleh Gauss yaitu : a. Intensitas medan magnetik bumi hampir seluruhnya berasal dari dalam bumi b. Medan yang teramati di permukaan bumi dapat didekati dengan persamaan harmonik yang pertama yang berhubungan dengan potensial dwikutub di pusat bumi. Dwi kutub Gauss ini mempunyai kemiringan 11.5o terhadap sumbu geografi.
Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen medan magnet bumi, yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi : a. Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal yang dihitung dari utara menuju timur b. Inklinasi (I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah. c. Intensitas Horizontal ( BH ), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang horizontal. d. Medan magnetik total (B), yaitu besar dari vektor medan magnetik total. 18 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Gambar 2.14 : Elemen medan magnet bumi
Medan
magnet
utama
bumi
berubah
terhadap
waktu.
Untuk
menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai yang disebut International Geomagnetiks Reference Field (IGRF) yang diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang dilakukan dalam waktu satu tahun. Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian : a. Medan Magnet Utama (Main Field) Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas lebih dari 106 km2. b. Medan Magnet Luar (External Field) Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat. c. Medan Magnet Anomali Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet local (crustalfield). Medan magnet ini dihasilkan oleh mengandung
mineral
bermagnet
seperti
batuan yang
magnetite
( Fe7 S8 ),
titanomagnetite ( Fe 2Ti O4 ) dan lain-lain yang berada di kerak bumi. 19 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
2.3.3 Variasi Medan Magnet Bumi Intensitas medan magnetik yang terukur di atas permukaan bumi senantiasa mengalami perubahan terhadap waktu. Perubahan medan magnetik ini dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat ataupun lama. Berdasarkan faktorfaktor penyebabnya perubahan medan magnetik bumi dapat terjadi antara lain: a. Variasi Sekuler Variasi sekuler adalah variasi medan bumi yang berasal dari variasi medan magnetik utama bumi, sebagai akibat dari perubahan posisi kutub magnetik bumi. Pengaruh variasi sekuler telah diantisipasi dengan cara memperbarui dan menetapkan nilai intensitas medan magnetik utama bumi yang dikenal dengan IGRF setiap lima tahun sekali. b. Variasi Harian Variasi harian adalah variasi medan magnetik bumi yang sebagian besar bersumber dari medan magnet luar. Medan magnet luar berasal dari perputaran arus listrik di dalam lapisan ionosfer yang bersumber dari partikel-partikel terionisasi oleh radiasi matahari sehingga menghasilkan fluktasi arus yang dapat menjadi sumber medan magnet. Jangkauan variasi ini hingga mencapai 30 gamma dengan perioda 24 jam. Selain itu juga terdapat variasi yang amplitudonya berkisar 2 gamma dengan perioda 25 jam. Variasi ini diasosiasikan dengan interaksi ionosfer bulan yang dikenal dengan variasi harian bulan (Telford, 1976). c. Badai Magnetik Badai magnetik adalah gangguan yang bersifat sementara dalam medan magnetik bumi dengan magnetik sekitar 1000 gamma. Faktor penyebabnya diasosiasikan dengan aurora. Meskipun periodanya acak tetapi kejadian ini sering muncul dalam interval sekitar 27 hari, yaitu suatu periode yang berhubungan dengan aktivitas sunspot (Telford, 1976). Badai magnetik secara langsung dapat mengacaukan hasil pengamatan.
2.3.4 Koreksi Data Magnetik Untuk mendapatkan anomali medan magnetik yang menjadi target survei, maka data magnetik yang telah diperoleh harus dibersihkan atau dikoreksi dari 20 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
pengaruh beberapa medan magnet yang lain. Secara umum beberapa koreksi yang dilakukan dalam survei magnetik meliputi: a. Koreksi Harian Koreksi harian adalah koreksi yang dilakukan terhadap data magnetik terukur untuk menghilangkan pengaruh medan magnet luar atau variasi harian. b. Koreksi IGRF Koreksi IGRF adalah koreksi yang dilakukan terhadap data medan magnet terukur untuk menghilangkan pengaruh medan utama magnet bumi. Dengan demikian nilai anomali medan magnet total atau target yang disurvei adalah : H A HT H M H L
(2.22)
HT : medan magnet total bumi, H M : medan magnet utama bumi , H L : medan magnet luar, H A : medan magnet anomali.
2.3.5 Magnetisasi pada Batuan Proses magnetisasi pada batuan umumnya disebabkan oleh induksi medan magnet bumi dan magnetisasi permanen. Batuan beku dan sedimen memiliki magnet permanen dalam tingkatan yang berbeda, dan fenomena ini berlaku umum. Dalam kedua batuan ini, tidak hanya intensitas permanennya saja yang kuat, tetapi juga mempunyai arah yang secara keseluruhan berbeda dari arah geomagnet saat ini (paleomagnetism). Intensitas dari induksi geomagnet bergantung pada nilai suseptibilitas magnetik dari batuan, gaya magnet yang bekerja, dan intensitas magnetisasi permanennya pada sejarah geologi batu tersebut. Supseptibilitas magnetik batuan dapat didefenisikan sebagai: perubahan kecil dari kecepatan dan arah orbit elektron (momen magnet atom). Berdasarkan defenisi ini material dapat dikategorikan ke dalam 5 kelompok, yaitu : (Lodeyik, 2008)
21 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
a. Diagmagnetik Pada jenis magnet ini seluruh elektron berpasangan atau tidak memiliki spin magnetik. Jika material ini diberikan medan magnet dari luar, material ini akan menolak medan magnet tersebut. Maka dari itu, nilai dari suseptibilitasnya negatif. Hal ini terjadi karena elektron yang berputar atau spin elektron yang mengelilingi inti atom yang menghasilkan arus listrik yang arahnya berlawanan dengan arah pergerakkan elektron. Timbulnya arus listrik yang berputar inilah yang menyebabkan timbulnya gaya magnet pada material ini. Gaya magnet tersebut akan menolak jika diberikan medan magnet dari luar. Namun gaya magnet yang dimiliki material ini sangat kecil, sehingga secara kasat mata material ini seperti tidak memiliki gaya magnet. Contoh dari batuan jenis ini yaitu batuan kuarsa, marmer, graphite, rock salt dan anhydrite / gypsum. M
H Gambar 2.15 : Kurva M vs H dan posisi momen magnet dari bahan diamagnetik (Lodeyik, 2009)
b. Paramagnetik Pada jenis magnet ini sebagian kecil elektron pada setiap energi level tidak berpasangan. Elektron yang tidak berpasangan disebut spin magnetik. Karena material memiliki spin magnetik, maka material ini memiliki nilai suseptibilitas yang positif dan sangat kecil. Jika terdapat medan magnet luar, maka spin magnetik material ini yang berorientasi secara acak akan disearahkan. Hasil penyerahan ini yang menyebabkan material ini akan membentuk gaya magnet yang lemah dan sejenis dengan medan magnet luar. Namun hal ini bergantung pada kekuatan medan magnet luar dan temperatur lingkungannya. Jika material ini dikeluarkan 22 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
dari pengaruh medan magnet luar, maka gaya magnet yang telah terbentuk akan segera menghilang. Pada material ini pengaruh spin magnetik lebih dominan daripada pengaruh spin elektron. Contoh batuan jenis ini yaitu olivine, pyroxene, amphibole dan biotite. M
H Gambar 2.16 : Kurva M vs H dan posisi momen magnet dari bahan ferromagnetik (Lodeyik, 2009)
c. Ferromagnetik Pada jenis magnet ini sebagian besar atau keseluruhan elektron pada setiap energi level tidak berpasangan. Sehingga jenis magnet sangat mudah terinduksi oleh medan luar dan memiliki nilai supsebilitas positif dan besar. Jika terdapat medan magnet luar, maka spin magnetik jenis magnet ini yang berorientasi mendekati searah akan disearahkan. Hasil penyerahan ini yang menyebabkan material ini akan membentuk gaya magnet yang sifatnya sangat kuat dan sejenis dengan medan magnet luar. Namun hal ini bergantung pada kekuatan medan magnet luar dan temperatur lingkungannya. Jenis magnet ini memiliki gaya magnet yang jenuh. Kejenuhan terjadi akibat spin magnetiknya yang mendekati searah telah disearahkan semua. Jika jenis magnet ini dikeluarkan dari pengaruh medan magnet luar, maka gaya magnet yang telah terbentuk akan tidak segera menghilang atau menjadi magnet permanen. Pada jenis magnet ini pengaruh spin magnetik lebih dominan daripada pengaruh spin elektron.
23 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
M
H Gambar 2.17 : Kurva M vs H dan posisi momen magnet dari bahan paramagnetic (Lodeyik, 2009)
d. Antiferromagnetik Jenis magnet ini seperti ferromagnetik, namun perbedaannya yaitu sekitar limapuluh persen dari spin magnetiknya bernilai lebih kecil atau sama, arah spin magnetik tersebut berlawanan dan tidak memiliki nilai gaya magnet yang jenuh. M
H Gambar 2.18 : Kurva M vs H dan posisi momen magnet dari bahan antiferromagnetik (Lodeyik, 2009)
e. Ferrimagnetik Jenis magnet ini seperti ferromagnetik, namun perbedaannya yaitu sekitar limapuluh persen dari spin magnetiknya bernilai sangat kecil dan arah spin magnetik tersebut berlawanan.
24 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
M
H Gambar 2.19 : Kurva M vs H dan posisi momen magnet dari bahan ferrimagnetik (Lodeyik, 2009)
2.3.6 Proses Magnetisasi Pada Batuan Proses magnetisasi pada batuan umumnya disebabkan oleh induksi medan magnet bumi. Namun ada banyak proses lain selain induksi medan magnet bumi. Untuk lebih jelasnya, proses magnetisasi batuan akan dijelaskan sebagai berikut (Lodeyik, 2009): a. Thermo Remanen Magnetization Proses ini terjadi pada magma yang membeku menjadi batuan beku. Sifat kemagnetan yang terbentuk tergantung cepat lambatnya magma tersebut membeku. Hal ini didasari oleh sifat kemagnetan akan berkurang jika suhunya naik mendekati suhu Curie (6000C) dan akan hilang pada saat suhu Curie. Telah dijelaskan sebelumnya, sifat magnet ditentukan oleh posisi jumlah spin magnetik dan spin elektron yang berarah yang sama. Pada saat suhu naik, spin magnetik dan spin elektron akan bergerak dan kecepatannya akan terus bertambah mengikuti kenaikkan suhunya. Maka sifat kemagnetan akan berkurang seiring dengan kenaikkan suhu. Hal ini juga berlaku sebaliknya. Hubungan alinea sebelumnya dengan sifat kemagnetan yang terbentuk tergantung cepat lambatnya magma membeku yaitu jika waktu pembekuan magma berlangsung dengan sangat cepat, maka sifat kemagnetan yang terbentuk akan sangat kecil. Sebaliknya jika waktu pembekuan magma berlangsung dengan sangat lambat, maka sifat kemagnetan yang terbentuk akan sangat besar. 25 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
b. Detrital Remanen Magnetization Pada umumnya proses ini terjadi pada batuan sedimen. Batuan sedimen terbentuk dari serpihan batuan-batuan atau batuan-batuan yang berukuran kecil. Batuan-batuan tersebut merupakan hasil pengikisan batuan yang berpindah tempat akibat bantuan angin, air dan sebagainya. Pada daerah tertentu, batuan-batuan tersebut terakumulasi dan mengalami kompaksi akibat gaya eksogen. Gaya eksogen juga berefek pada kenaikkan suhu. Kenaikkan suhu ini masih dibawah suhu Curie. Sehingga kenaikkan suhu ini hanya berefek membantu pembentukan sifat kemagnetan. Sebelum dan selama proses kompaksi, batuan tersebut disearahkan dengan mengacu arah dari spin magnetik dan spin elektron batuan tersebut. Dengan adanya penyerahan tersebut, maka sifat magnetik akan muncul. c. Chemical Remanen Magnetization Proses ini terjadi akibat reaksi kimia dan terjadi dibawah suhu Curie. Reaksi kimia tersebut merubah spin magnetik dan spin elektron. Perubahan yang terjadi berdampak berkurangnnya atau hilangnya sifat kemagnetan atau bertambahnya atau timbulnya sifat kemagnetan. d. Isothermal Remanen Magnetization Proses ini terjadi tanpa adanya perubahan temperatur secara signifikan. Biasanya proses ini terjadi akibat sambaran petir yang mengenai batuan. Sambaran petir ini menyebabkan spin magnetik dan spin elektron disearahkan sehingga meningkatkan atau menimbulkan sifat magnet pada batuan. e. Viscous Remanen Magnetization Proses ini terjadi akibat adanya pengaruh medan magnet yang lemah namun berlangsung pada waktu yang sangat lama. Hal ini menyebabkan spin magnetik dan spin elektron disearahkan secara perlahan-lahan sehingga meningkatkan atau menimbulkan sifat magnet pada batuan. 26 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
2.3.7 Upward Continuation
Gambar 2.20 : Upward Continuation (Lodeyik, 2009)
Dalam proses pengolahan data dikenal dengan reduksi-reduksi terhadap data magnetik yaitu salah satunya ada yang disebut dengan Upward Continuation, yaitu suatu proses untuk mengubah data pengukuran medan potensial yang telah dikoreksi dalam satu permukaan ke beberapa permukaan yang lebih tinggi dari permukaan ketika melakukan pengukuran hingga beberapa meter. Untuk penentuan ketinggiannya sendiri yaitu tergantung pada keinginan dalam melihat target yang prospek sehingga dapat terlihat lebih jelas tanpa tergabung dengan noise-noise yang ada atau pengaruh dari benda-benda dekat permukaan yang bersifat magnet sehingga akan membuat data lebih agak sulit untuk melihat prospek.
27 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
28
BAB 3 DATA GEOLOGI
3.1 Geologi Umum Daerah Penelitian Morfologi daerah penelitian merupakan daerah yang berketinggian antara 60-200 m diukur dari permukaan laut. Morfologi didaerah penelitian secara morfometrik umumnya berupa perbukitan berundulasi (bergelombang) sedang hingga perbukitan terjal dengan arah punggungan umumnya berarah hampir utaraselatan. Sedangkan perbukitan yang relatif landai berada di bagian tenggara dan bagian barat daerah penelitian. Diharapkan perbukitan yang relatif landai ini merupakan zona endapan laterit karena pada perbukitan yang relatif landai proses pelapukan batuan ultramafik lebih intensif dibandingkan dengan daerah yang terjal.
Gambar 3.1: Topografi daerah penelitian
Struktur yang berkembang di daerah penelitian ialah patahan dan kekar. Struktur patahan umumnya berarah Timur Laut-Barat Daya. Struktur kekar disini umumnya dijumpai pada batuan ultramafik. Dengan adanya patahan dan kekarkekar diharapkan terbentuklah endapan nikel laterit yang intensif dan cukup luas. Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Daerah eksplorasi secara regional didominasi oleh kelompok batuan ultramafik berupa peridotit yang sudah mulai teralterasi dan sebagian sudah ter serpentinisasi. Disamping itu juga terdapat intrusi hydrothermal berupa Breccia. Peridotit yang sudah terserpentinisasi ini memiliki potensi yang baik untuk endapan zona laterit.
Gambar 3.2: Peta geologi dan 21 line pengukuran IP-Resistivity daerah penelitian berikut titik bor
3.2 Geologi Nikel Laterit 3.2.1 Genesa Endapan Laterit Pada umumnya bijih nikel laterit dibagi menjadi dua tipe berdasarkan proses terbentuknya yaitu: bijih nikel sulfida dan bijih nikel oksida atau laterit yang keduanya berasal dari jenis batuan yang sama. Nikel berasal dari batuan yang kaya akan besi dan magnesium atau batuan ultrabasa.
29 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Proses pelapukan dimulai dan berlangsung pada batuan peridotit. Batuan ini banyak mengandung olivin, magnesium, silikat dan besi silikat yang mengandung 0,30% Ni. Batuan ini mudah mengalami pelapukan lateritik yang dapat memisahkan nikel dari silikat dan asosiasi mineral lainnya. Air tanah yang kaya akan CO2 yang berasal dari udara luar dan tumbuhan akan melarutkan olivin dan terurai menjadi larutan dan koloid. Rx : (Mg,Fe)2.SiO4 + CO2 + H2O ------- (Mg,Fe) (HCO3)2 + H4SiO4 Olivin
Larutan Koloid
Penguraian olivin, magnesium, besi, nikel dan silika kedalam larutan, cenderung untuk membentuk suspensi koloid dari partikel-partikel silika. Di dalam larutan besi akan bersenyawa dengan oksida dan mengendap sebagai ferri hidroksida. Akhirnya endapan ini akan menghilangkan air dengan membentuk mineral geothit FeO(OH), hematit (Fe2O3) dan kobalt dalam jumlah kecil, membentuk mineral-mineral seperti karat dimana oksida besi diendapkan dekat dengan permukaan tanah, sedang magnesium, nikel, dan silika tertinggal dalam larutan, selama air masih asam, tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi dengan batuan dan tanah, maka zat-zat tersebut akan cenderung mengendap sebagai hydrosilikat atau magnesium hidrat silikat yang berwarna hijau yang disebut mineral garnierit [H2(Mg,Ni)SiO4 + H2O] dengan komposisi 38,35% SiO2, 32,35% NiO, 10,61% MgO, 55% Al2O3 dan Fe2O3 serta 11,53% H2O. Adanya erosi air tanah asam dan erosi dipermukaan bumi akan mengendapkan zat-zat tersebut di bawah tempat yang lebih dalam pada zona pengayaan dimana kandungan nikel pada zona tersebut terendapkan semakin banyak. Proses pengayaan dimulai dari suatu batuan yang mengandung 0,25% Ni, sehingga akan dihasilkan 1,60% bijih nikel. Keadaan ini merupakan suatu kadar nikel yang sudah menguntungkan dan dapat ditambang. Bijih nikel pada endapan laterit mempunyai kadar yang paling tinggi terdapat dekat dengan batuan dasar zone pelapukan dan diendapkan pada retakanretakan di bagian atas dari lapisan dasar/bedrock. Pengayaan besi dan nikel terjadi 30 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
melalui pemindahan magnesium dan silika, dimana besi dalam material ini berupa mineral ferri oksida yang pada umumnya membentuk gumpalan. Endapan nikel yang bersifat silikat kadang disebut sebagai bijih serpentin, kebanyakan terjadi pada daerah beriklim tropis dimana curah hujan tinggi dengan vegetasi hutan yang lebat. Perkembangan dari zona saprolit tergantung dari physical dan mineralogical batuan asalnya. Laterit berasal dari bahasa latin yaitu “later” (Guilbert dan Park, 1986), yang artinya bata (membentuk bongkah-bongkah yang tersusun seperti bata yang berwarna merah bata). Hal ini dikarenakan tanah laterit tersusun oleh fragmen fragmen batuan yang mengambang diantara matriks, seperti bata diantara semen. Laterit merupakan produk akhir dari pelapukan dan dalam hal ini dibedakan oleh kehadiran dari Fe (besi) dan Al (aluminium) di permukaan. Nikel laterit berdasarkan komposisi bijih dibedakan menjadi 2 macam, yaitu nickelliferous iron laterite dan nickel-silicate laterites. Laterit adalah zona endapan yang terbentuk sebagai hasil dari pelapukan batuan ultramafik.
Profil laterit digunakan untuk menggambarkan zona
pelapukan. Dalam endapan laterit secara umum laterit terdiri dari limonit dan saprolit. Limonit adalah zona endapan laterit yang bersifat lebih resistif dan kandungan air tanahnya lebih sedikit (Francke dan Nobes, 2000). Saprolit adalah zona endapan laterit yang bersifat lebih konduktif dan kandungan air tanahnya lebih banyak (Francke dan Nobes, 2000). Dalam eksplorasi endapan laterit, limonit dan saprolit dibedakan berdasarkan unsur – unsur dan kadar mineral yang terendapkan didalamnya. Sebagai contoh kadar nikel dijumpai lebih banyak pada zona saprolit dibandingkan pada zona limonit. Secara umum endapan laterit terbentuk akibat pelapukan batuan ultramafik seperti peridotit yang disebabkan oleh pengaruh perubahan cuaca (iklim). Cuaca merubah komposisi batuan dan melarutkan unsur-unsur yang mudah larut seperti Ni, Co, dan Fe. Air hujan yang mengandung CO2 dari udara meresap ke bawah sampai ke permukaan air tanah sambil melindih mineral primer yang tidak stabil seperti serpentin dan piroksin. Air tanah meresap secara perlahan dari atas ke bawah sampai batas antara zona limonit dan zona saprolit kemudian mengalir secara lateral dan selanjutnya lebih didominasi oleh transportasi larutan secara 31 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
horizontal. Unsur-unsur yang terbawa bersama larutan seperti magnesium dan silika akan mengalami pengendapan yang memungkinkan terbentuknya mineral baru. Larutan yang mengandung nikel yang merupakan hasil dari pengendapan unsur-unsur yang mudah larut akan masuk ke zona saprolit. Pada zona ini batuan asal ultramafik akan berakumulasi dengan unsur-unsur yang mengandung nikel dan akan mengendap kembali pada rekahan-rekahan melalui transportasi oleh air tanah yang memasuki rekahan-rekahan tersebut sehingga zona saprolit ini akan menjadi jenuh dengan unsur nikel. Unsur-unsur yang tertinggal di zona limonit seperti besi, mangan, kobalt, dan juga nikel akan mengalami pelapukan lebih lambat akibat kurangnya konsentrasi air tanah pada zona ini sehingga kandungan nikel pada zona limonit akan lebih sedikit dibandingkan kandungan nikel pada zona saprolit.
3.2.2 Penampang Laterit Secara umum penampang endapan nikel laterit dari bawah ke atas secara berturut-turut adalah sebagai berikut (Sianturi, 2008) : a. Batuan Dasar (Bedrock) Batuan dasar umumnya didominasi oleh batuan ultramafik seperti peridotit, piroksenit, dan serpentinit yang masih segar dan belum mengalami pelapukan serta tekstur asli batuan masih terlihat dengan jelas. b. Zona Saprolit Batuan asal ultramafik pada zona ini akan berubah menjadi saprolit akibat pengaruh air tanah. Mineral-mineral utamanya adalah serpentin, kuarsa sekunder, dan garnierit. Mineral garnierit tidak dijumpai sebagai mineral murni tetapi bercampur dengan serpentin kadar rendah lainnya sehingga kadar nikel dalam bijih menjadi menurun. Pada zona ini penggantian magnesium oleh nikel mengakibatkan kadar nikel dalam serpentin akan bertambah. c. Zona Pelindian Horizon ini merupakan zona transisi dari zona saprolit ke zona limonit diatasnya. Pada zona ini akan terjadi perubahan geokimia unsur 32 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
dimana kadar Fe2O3 dan Al2O3 akan naik, sedangkan kadar SiO2 dan MgO akan turun. d. Zona Limonit Pada zona limonit hampir semua unsur yang mudah larut hilang terlindi. Kadar Fe2O3 dan Al2O3 akan naik, sedangkan kadar SiO2 dan MgO akan turun. Zona ini didominasi oleh mineral geothit disamping juga terdapat hematit, magnetit, dan kuarsa sekunder. e. Zona Tanah Penutup Pada zona ini umumnya didominasi oleh humus yang bersifat gembur dan kadang-kadang terdapat lempeng silika. Kadar Fe pada zona ini sangat tinggi dan sering dijumpai konkresi-konkresi besi, sedangkan kadar nikel relatif rendah.
3.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laterisasi Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pembentukan endapan nikel laterit adalah sebagai berikut (Sianturi, 2008) : a. Batuan Asal Batuan asal dalam pembentukan endapan nikel laterit adalah batuan ultrabasa. Batuan ini memiliki elemen Ni paling banyak dibandingkan dengan batuan lainnya, mineral-mineralnya mudah lapuk (tidak
stabil),
dan
komponen-komponennya
mudah
larut
yang
memungkinkan terbentuknya endapan nikel. b. Iklim Adanya pergantian musim hujan dan musim kemarau dimana terjadi kenaikan dan penurunan permukaan air tanah juga dapat menyebabkan terjadinya proses akumulasi dan pemisahan unsur-unsur. Perbedaan temperatur yang cukup besar akan membantu terjadinya pelapukan mekanis, dimana akan timbul rekahan-rekahan dalam batuan yang akan mempermudah proses atau reaksi kimia terutama dekomposisi batuan.
33 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
c. Reagen-Reagen kimia dan vegetasi Yang dimaksud dengan reagen-reagen kimia adalah unsur-unsur dan senyawa-senyawa yang membantu mempercepat proses pelapukan. CO2 yang terlarut bersama dengan air memegang peranan penting dalam proses pelapukan kimia. Asam-asam humus dapat menyebabkan dekomposisi batuan dan merubah PH larutan. Asam-asam humus ini erat hubungannya dengan vegetasi, dimana vegetasi akan mengakibatkan penetrasi air dapat lebih dalam dan lebih mudah dengan mengikuti akarakar pepohonan, akumulasi air hujan akan lebih banyak, humus akan lebih tebal. Keadaan ini merupakan suatu petunjuk dimana pada hutan yang lebat akan terdapat endapan bijih nikel yang lebih tebal dan kadar yang lebih tinggi. Selain itu vegetasi dapat menjaga hasil pelapukan terhadap erosi mekanis. d. Struktur Geologi Struktur menyebabkan deformasi pada batuan yang paling dominan dalam pembentukan endapan nikel adalah struktur rekahan dibandingkan dengan struktur patahan. Batuan ultrabasa memiliki permeabilitas dan porositas yang kecil sehingga penetrasi air menjadi sulit. Akan tetapi dengan adanya rekahan-rekahan tersebut akan lebih memudahkan air masuk dan berarti proses pelapukan akan lebih intensif. e. Topografi Keadaan topografi setempat sangat mempengaruhi sirkulasi air dan reagen-reagen lain. Untuk daerah landai air akan bergerak perlahan-lahan sehingga mempunyai kesempatan untuk mengadakan penetrasi yang lebih dalam melalui rekahan-rekahan atau pori-pori batuan. Akumulasi endapan biasanya terdapat pada daerah landai sampai kemiringan sedang. Hal ini menggambarkan bahwa ketebalan pelapukan mengikuti bentuk topografi. Pada daerah yang curam jumlah air yang meluncur lebih banyak dari pada air yang meresap, ini dapat menyebabkan pelapukan kurang intensif. f. Waktu Waktu yang cukup lama akan menghasilkan pelapukan yang intensif karena akumulasi unsur nikel cukup tinggi. 34 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Semua faktor yang telah disebutkan diatas sangat berpengaruh dalam pembentukan endapan nikel, khususnya endapan nikel laterit. Berikut ini adalah model endapan laterit yang berhubungan dengan faktor – faktor diatas.
Gambar 3.3: Model endapan laterit (Sianturi, 2008)
35 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
36
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1 Interpretasi Data 2D Untuk
data
geolistrik
yaitu
Resistivity
dan
IP-Chargeability
diklasifikasikan berdasarkan besar nilai masing-masing parameter tersebut. Berikut merupakan perincian nilainya :
Parameter
Rendah
Menengah
Tinggi
Resistivity
0-250
250-1000
1000-2000
0-5
5-15
15-25
(ohm-m) Chargeability (msec) Tabel 4.1 : Perincian parameter geolistrik berdasarkan nilai resistivity dan IPchargeability
Jenis dan Karakteristik Material Soil Bedrock Jenis Material Bukan Mineralisasi Mineralisasi
Resistivity Rendah-Menengah Tinggi Chargeability Rendah Menengah-Tinggi
Jenis dan Karakteristik Material
Kemagnetan Nilai suseptibilitas emu negatif
Peridotite Breccia, Low Altered
Nilai suseptibilitas emu positif
Altered, Silifikasi Kromit, Nikel, dan Besi
Tabel 4.2 : Perbandingan nilai resistivity, chargeability dan kemagnetan beberapa material batuan LTD Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Data resistivity dapat menunjukkan adanya zona alterasi dan zona mineral logam yang ditandai dengan zona resistivitas rendah. Sedangkan data IP dapat menunjukkan adanya zona mineralisasi sebagai akibat dari pelapukan batuan ultramafik ataupun adanya larutan hidrotermal yang naik ke permukaan. Data magnetik mampu memetakan zona alterasi dan zona struktur yang terdapat pada daerah penelitian. Zona struktur tersebut merupakan kontrol proses mineralisasi yang terjadi. Dari hasil pemodelan data magnetik, resistivity, dan IP tersebut diharapkan dapat melokalisir zona mineralisasi yang terdapat di daerah penelitian. Dibawah ini (Gambar 4.1) merupakan gambar peta magnetik berikut dengan overlaying dengan lintasan pengukuran IP-Resistivity : 5003400
nT
5003300
42260
5003200
42240 42220 42200
5003100
42180 42160
5003000
42140 42120 42100
5002900
42080 42060
5002800
42040 42020
5002700
42000 41980 41960
5002600
41940 41920
5002500
5002400 102700 102800 102900 103000 103100 103200 103300 103400 103500 103600 103700 103800
N
Gambar 4.1 : Peta magnetik berikut overlaying lintasan IP-Resistivity
Dari peta magnetik diatas setelah dilakukan upward continuation, dapat terlihat adanya dua kontras anomaly tinggi yang dipisahkan dengan intensitas rendah (Gambar 4.1). Jika dikorelasikan dengan data geologi daerah tersebut merupakan zona patahan utama (lingkaran merah).
37 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.1 Line 102950E Kurva Magnetik
-50
-100 5002750
5002800
5002850
5002900
5002950
5003000
5003050
5003100
5003150
5003200
Magnetik 2D 100
50
0 5002750
5002800
5002850
5002900
5002950
5003000
5003050
5003100
5003150
5003200
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
Resistivity 2D 100
50
5002750
5002800
5002850
5002900
5002950
5003000
5003050
5003100
5003150
5003200
ohm-m 0
25
75
150
250
400
600
1000
2000
IP 2D
100
50
5002750
5002800
5002850
5002900
5002950
5003000
5003050
5003100
5003150
5003200
msec 0
1
2
3
4
5
6
7
8
North
10 12 14 16 18 20 22 25
meter
South
Gambar 4.2 : Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 102950E (dari atas ke bawah)
Line 102950E pada koordinat 5002750 s/d 5002950 didapatkan profil magnetik undulasi dengan nilai resistivitas menengah dan nilai chargeability tinggi di permukaan diduga merupakan respon dari zona mineralisasi dangkal dekat dengan permukaan. Berikutnya pada koordinat 5003000 s/d 5003200 di dapatkan undulasi magnetik yang diduga merupakan zona struktur yang terisi mineralisasi. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah-tinggi. 38 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.2 Line 103150E Kurva Magnetik
0 -50
5002500
5002600
5002700
5002800
5002900
5003000
5003100
5003200
Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
Resistivity 2D
150 100 50 5002500
5002600
5002700
5002800
5002900
5003000
5003100
5003200
ohm-m
IP 2D
150 100 50 5002500
5002600
5002700
5002800
5002900 msec
0 1 2 3 4 5 6 7 8 10 12 14 16 18 20 22 25
5003000
5003100
North
meter
5003200
South
Gambar 4.3 : Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 103150E (dari atas ke bawah) 39 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Line 103150E pada koordinat 5002450 s/d 5002800 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth, yang diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dangkal. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah yang dekat dengan permukaan. Berikutnya pada koordinat 5002850 s/d 5002950 di dapatkan profil magnetik yang tiba – tiba turun diduga merupakan zona patahan terisi mineralisasi yang didukung dari data resistivitas yang tiba-tiba langsung berubah tajam menjadi rendah. Pada koordinat 5003000 s/d 5003200 didapatkan undulasi magnetik yang diduga merupakan respon dari zona struktur yang terisi mineralisasi dan terendapkan dalam. Hal ini juga telah didukung dengan nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah-tinggi.
40 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.3 Line 103400E Kurva Magnetik
0
-100 5002500 5002600 5002700 5002800 5002900 5003000 5003100 5003200 5003300 Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015 Resistivity 2D
150 100 5002500 5002600 5002700 5002800 5002900 5003000 5003100 5003200 5003300 ohm-m 0
25
75
150
250
400
600
1000
2000
IP 2D
150 100 5002500 5002600 5002700 5002800 5002900 5003000 5003100 5003200 5003300 msec 0
1
2
3
4
5
6
7
8
10 12 14 16 18 20 22 25
North
meter
South
Gambar 4.4 : Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 103400E (dari atas ke bawah) 41 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Line 103400E pada koordinat 5002550 s/d 5002800 didapatkan profil magnetik yang berundulasi dan variasi nilai resistivitas diduga merupakan zona struktur dimana penguruh respon dari adanya rekahan. Nilai chargeability menengah di permukaan diduga merupakan zona laterit. Berikutnya pada koordinat 5002800 s/d 5003050 di dapatkan profil magnetik yang tiba-tiba turun diduga merupakan zona patahan yang terisi mineralisasi. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah-tinggi. Sedangkan pada koordinat 5003050 s/d 5003300 terlihat profil undulasi magnetik yang dihasilkan oleh adanya zona struktur.
42 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.4 Line 5002400N
Kurva Magnetik
Magnetik 2D
Resistivity 2D
IP 2D
Gambar 4.5 : Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002400N (dari atas ke bawah)
Line 5002400N didominasi oleh resistivitas tinggi dan chargeability yang rendah. Pada koordinat 103200 s/d 103450 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth. Hal ini dipengaruhi oleh nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah-tinggi di permukaan yang diduga merupakan respon dari zona mineralisasi yang terendapkan dangkal. 43 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.5 Line 5002450N Kurva Magnetik -50
103250
103300
103350
103400
103450
Magnetik 2D
emu -0.001361
150
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
Resistivity 2D
100
50 103250 0
103300
25
150
75
103350
150
250
103400
400
600
103450 1000
2000
ohm-m
IP 2D
100
50 103250
103300
103350
103400
103450 msec
0
1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
14
16
18
West
20
22
meter
25
East
Gambar 4.6 : Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002450N (dari atas ke bawah)
Pola subsurface line 5002450N relatif sama dengan line 5002400N yang didominasi oleh resistivitas tinggi dan chargeability yang rendah. Pada koordinat 103300 s/d 103450 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth. Hal ini didukung nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah dipermukaan yang diduga merupakan respon dari zona mineralisasi yang terendapkan dangkal. 44 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.6 Line 5002500N Kurva Magnetik
-20 -40 -60
103200
103250
103300
103350
103400
103450
103500
103300
103350
103400
103450
103500
Magnetik 2D 150
100
103200
103250
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
Resistivity 2D 150
100
50 103200
103250
103300
103350
103400
103450
103500
ohm-m 0
25
75
150
250
400
600
1000
2000
IP 2D 150
100
50 103200
103250
103300
103350
103400
103450
103500
msec 0
1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
14
16
18
20
22
25
meter
Gambar 4.7 : Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002500N (dari atas ke bawah)
Line 5002500N pada koordinat 103200 s/d 103500 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth, diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dangkal yang mirip seperti line 5002400 dan line 5002450. Tetapi adanya sedikit perbedaan untuk line ini endapan mineralisasi lebih terlihat dan cukup besar. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah dekat dengan permukaan. 45 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.7 Line 5002550N Kurva Magnetik -20 -40 -60 103100
103150
103200
103250
103300
103350
103400
103450
103500
Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
Resistivity 2D 150
100
Data Bor LTD19
50 103150 0
25
103200
75
150
103250
250
400
103300 600
1000
103350 2000
103400
103450
103500
ohm-m
IP 2D
150
100
Data Bor LTD19
50 103150
103200
103250
103300
103350 msec
0
1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
14
16
18
20
22
25
103400 West
103450 meter
103500
East
Gambar 4.8 : Interpretasi data kurva magnetik, Keterangan Data Bor:
Magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line
Lapisan Limonite(LTD19=0-2m)
5002550N (dari atas ke bawah)
Lapisan Saprolite(LTD19=2-26m) Bedrock(LTD19=26-100m)
Pola keadaan subsurface line 5002550N sama dengan line 5002500N dimana pada line 5002550N pada koordinat 103200 s/d 103500 didapatkan profil magnetik yang smooth, yang diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dangkal. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah yang dekat dengan permukaan serta didukung dengan adanya data bor LTD19 yang didominasi zona saprolit. Karakteristik batuan pada LTD19 adalah di permukaan (soil) dan di dalam (silika, breccia). Batuan silika ini banyak mengandung kromit sehingga daerah ini merupakan daerah prospek kromit didukung juga terdapat banyak singkapan kromit. 46 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.8 Line 5002600N Kurva Magnetik 0 -50 -100 -150 103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
Resistivity 2D
150 100 50 0 103000 0
103100
25
75
103200 150
103300
250
400
103400 600
103500
1000
2000
103600
103700
ohm-m
IP 2D 150 100 50 0 103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
msec 0
1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
14
16
18
20
22
25
West
meter
East
Gambar 4.9 : Interpretasi data kurva magnetik, Magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002550N (dari atas ke bawah)
Line 5002600N pada koordinat 102950 s/d 103500 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth, yang diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dangkal. Hal ini didukung adanya nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah yang dekat dengan permukaan. Pada koordinat 103500 s/d 103700 didapat profil magnetik relatif smooth yang diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dalam. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah. 47 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.9 Line 5002650N Kurva Magnetik
50 0 -50 103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
Resistivity 2D
150
Data Bor LTD07
100 50
Data Bor LTD16
0 103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
ohm-m 0
25
75
150
250
400
600
1000
2000
IP 2D
150
Data Bor LTD07
100 50
Data Bor LTD16
0 103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
msec 0
1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
14
16
18
20
22
25 West
meter
East
Keterangan Data Bor:
Gambar 4.10 : Interpretasi data kurva magnetik, Magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line
Lapisan Limonite(LTD16=0-5m dan LTD07=0-9m) Lapisan Saprolite(LTD16=5-36m&67-71m dan LTD07=9-30m) Bedrock(LTD16=36-67m dan LTD07=19-93m)
5002650N (dari atas ke bawah) 48 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Pada Line 5002650N didapatkan profil subsurface yang relatif sama dengan Line 5002600N. Pada koordinat 102950 s/d 103450 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth, yang diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dangkal dekat permukaan. Respon dari nilai chargeability dikorelasikan dengan data bor LTD16 menunjukkan daerah tersebut benar terdapat zona mineralisasi dengan banyak vein dengan kandungan bermacammacam mineral. Lalu adanya ditemukannya boulder dimana adanya pengulangan zona saprolit. Boulder ini disebabkan karena pengaruh struktur. Karakteristik batuan pada LTD16 adalah dipermukaan (soil) dan di dalam (silika, magnetite vein,
soil).
Sedangkan
pada
LTD07
ditemukan
batuan
keras/bedrock.
Karakteristik batuan pada LTD16 adalah di permukaan (soil)
dan di dalam
(silika, magnetite vein) Selanjutnya pada koordinat 103450 s/d 103750 didapatkan profil magnetik yang mengalami undulasi, diduga merupakan respon mineralisasi dan terendapkan dalam. Hal ini didukung nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability menengah-tinggi.
49 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.10 Line 5002700N Kurva Magnetik
100 50 0 -50 103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
Magnetik 2D
150 100 50 103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015 Resistivity 2D
150
Data Bor LTD18
100 50 103000 0
25
103100 75
103200 150
250
103300 400
103400 600
103500
1000
103600
103700
ohm-m
2000
IP 2D
150
Data Bor LTD18
100 50 103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
msec 0
2
4
6
8
12
16
20
25
West
meter
East
Keterangan Data Bor:
Gambar 4.11 : Interpretasi data kurva magnetik,
Lapisan Limonite(LTD18=0-9m) Lapisan Saprolite(LTD18=9-13m)
Magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line
Bedrock(LTD18=13-100m)
5002700N (dari atas ke bawah) 50 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Line 5002700N pada koordinat 102950 s/d 103350 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth yang diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dangkal, dan pada koordinat 103200 diduga terdapat zona patahan yang terisi mineralisasi. Nilai resistivitas yang didapat menengah-tinggi hal tersebut dikarenakan pengaruh efek dari pelapukan bedrock yang kurang sempurna dan nilai chargeability menengah-tinggi yang dekat dengan permukaan. Pada hasil data bor LTD18 menunjukkan bahwa ditemukannya zona mineralisasi limonit dan saprolit. Batuan pada hasil data bor LTD18 didominasi oleh batuan keras, ini didukung oleh nilai resistivity tinggi. Karakteristik batuan pada LTD18 adalah di permukaan (soil) dan di dalam (silika, fracture) Selanjutnya pada koordinat 103450 s/d 103750 didapatkan profil magnetik yang turun dan relatif smooth, diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dalam. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah-menengah dan nilai chargeability tinggi.
51 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.11 Line 5002750N Kurva Magnetik 0
103000 103050 103100 103150 103200 103250 103300 103350 103400 103450 103500 103550 103600 103650 103700 103750
Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
Resistivity 2D 150
Data Bor LTD09
Data Bor LTD10 100
Data Bor LTD17 50 103000 103050 103100 103150 103200 103250 103300 103350 103400 103450 103500 103550 103600 103650 103700 103750 ohm-m 0
25
75
150
250
400
600
1000
2000
IP 2D 150
Data Bor LTD09
100
Data Bor LTD10
50
Data Bor LTD17
103000 103050 103100 103150 103200 103250 103300 103350 103400 103450 103500 103550 103600 103650 103700 103750 msec 0
1
2
3
4
5
6
7
8
10 12 14 16 18 20 22 25
West
meter
East
Keterangan Data Bor:
Gambar 4.12 : Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D,
Lapisan Limonit(LTD10=0-11m, LTD09=0-12&40-69m, dan LTD17=tidak ada) Lapisan Saprolit(LTD10=11-35m&66-73m, LTD09=12-40&69-76m, dan LTD17=tidak ada) Bedrock(LTD10=35-66&73-115m, LTD09=76-96m, dan LTD17=0-72m)
dan IP 2D line 5002750N (dari atas ke bawah) 52 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Pada Line 5002750N didapatkan profil subsurface yang relatif sama dengan Line 5002700N. Pada koordinat 102950 s/d 103300 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth yang diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dangkal. Nilai resistivitas menegah-tinggi dan nilai chargeability tinggi dikarenakan pengaruh efek dari pelapukan bedrock yang kurang sempurna hingga permukaan. Daerah ini merupakan daerah prospek, karena data bor menunjukan hasil yang cukup memuaskan terdapat zona saprolit cukup besar. Dimana Jika kita korelasikan dengan data geofisika pada data bor LTD10 dan LTD09 memang menunjukkan hubungan yang sangat baik antara data magnetik dan IP-Resistivity. Lubang bor LTD09 diketahui menembus zona patahan sehingga erat kaitannya mineralisasi banyak terbentuk dan mengisi celahcelah pada zona patahan ini. Selain itu ditandai dengan ditemukannya boulder pada data bor LTD10 memperkuat alasan adanya zona patahan di daerah ini. Karakteristik batuan pada LTD10 dan LTD09 adalah di permukaan (soil, hematite) dan di dalam (silika, fracture vein). Selanjutnya pada koordinat 103500 s/d 103700 didapatkan profil magnetik yang smooth dan 103200 terlihat zona struktur diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dalam. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan diperkuat oleh nilai chargeability menengah-tinggi. Pada data bor LTD17 ditemukannya batuan dasar (bedrock) tetapi resistivitas rendah diduga karena pengaruh batuan dasar (bedrock) naik ke permukaan dimana batuannya merekah pengaruh struktur-struktur yang banyak berisikan air. Karakteristik batuan pada LTD17 adalah dipermukaan hingga dalam (low magnetic respon, massive rock, breccia, fracture vein)
53 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.12 Line 5002800N
Kurva Magnetik 0 102900
103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
Magnetik 2D
-0.001361
-0.0007457
-0.0001221
emu
0.0005015
Resistivity 2D 150 100
Data Bor LTD04
50 102900
103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
ohm-m 0
25
75
150
250
400
600
1000
2000
IP 2D 150 100
Data Bor LTD04
50 102900
103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
msec 0
1
2
3
4
5
6
7
8
10 12 14 16 18 20 22 25
West
meter
East
Keterangan Data Bor:
Gambar 4.13 : Interpretasi data kurva magnetik,
Lapisan Limonite(LTD04=0-13m) Lapisan Saprolite(LTD04=13-40m)
magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D
Bedrock(LTD04=40-120m)
line 5002800N (dari atas ke bawah)
54 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Line 5002800N pada koordinat 102900 s/d 103300 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth, diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dangkal. Nilai resistivitas tinggi dikarenakan pengaruh efek dari bedrock yang melapuk tidak sempurna hingga permukaan serta banyak terjadinya mineralisasi dengan ditandai nilai chargeability tinggi. Pada koordinat 103200 didapatkan profil magnetik menurun ini merupakan zona struktur didukung dengan data geologi yang menjelaskan keberadaan daerah struktur ini. Data bor LTD04 menjelaskan adanya zona saprolit hingga kedalaman 40 meter ini sangat berkorelasi dengan data geofisika yang menunjukan chargeability tinggi di permukaan. Selanjutnya pada koordinat 103400 s/d 103700 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth, diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dalam. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan diperkuat oleh nilai chargeability tinggi yang merupakan daerah zona mineralisasi. Karakteristik batuan LTD04 adalah di permukaan didominasi zona saprolit (soil, hematite) sedangkan di dalam adalah (silika, altered)
55 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.13 Line 5002850N Kurva Magnetik
Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015 Resistivity 2D
150 100
Data Bor LTD06 Data Bor LTD08
Data Bor LTD13 Data Bor LTD05
50 103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
ohm-m 0
25
75
150
250
400
600
1000
2000
IP 2D
150 100
Data Bor LTD06 Data Bor LTD08
Data Bor LTD13
50
Data Bor LTD05 103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
msec 0
1
2
3
4
5
6
7
8
10 12 14 16 18 20 22 25
West
meter
East
Keterangan Data Bor:
Gambar 4.14 : Interpretasi data kurva
Lapisan Limonit(LTD13=tidak ada, LTD05=0-4m, LTD06=0-4m, LTD08=tidak ada) Lapisan Saprolit(LTD13=0-17m, LTD05=4-19m, LTD06=4-11m, LTD08=0-12m)
magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D,
Bedrock(LTD13=17-93m, LTD05=19-126m, LTD06=11-93m, LTD08=12-78m)
dan IP 2D line 5002850N (dari atas ke bawah)
56 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Line 5002850N pada koordinat 102900 s/d 103400 didapatkan profil magnetik yang smooth, diduga merupakan respon dari zona mineralisasi endapan dangkal. Hal tesebut didukung dengan nilai resistivitas menengah dan nilai chargeability menengah di dekat permukaan. Selanjutnya Pada koordinat 103400 s/d 103750 didapatkan profil magnetik yang berundulasi diduga merupakan respon dari zona struktur yang terisi mineralisasi dan terendapkan dalam. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah-menengah dan diperkuat oleh nilai chargeability tinggi. Pada data bor LTD13 merupakan daerah mineralisasi endapan dangkal-dalam. Karakteristik batuan pada LTD13 adalah dipermukaan (soil) dan di dalam (silika). Untuk LTD05, LTD06 dan LTD08 merupakan daerah mineralisasi endapan dalam dimana bagian permukaannya sudah mulai terlapukkan menjadi zona limonit dan saprolit. Karakteristik batuan pada LTD15, LTD06 dan LTD08 adalah di permukaan (soil) dan di dalam (breccia, fracture vein, low magnetic respon, massive rock)
57 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.14 Line 5002900N Kurva Magnetik 0 -50
103050 103100 103150 103200 103250 103300 103350 103400 103450 103500 103550 103600 103650 103700 103750
Magnetik 2D
-0.001361
-0.0007457
-0.0001221
emu
0.0005015
Resistivity 2D
150 100
Data Bor LTD15 50 103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
ohm-m 0
25
75
150
250
400
600
1000
2000
IP 2D
150 100
Data Bor LTD15
50 103100
103200
103300
103400
103500 msec
0
1
2
3
4
5
6
7
8
10 12 14 16 18 20 22 25
103600 West
103700 East
Keterangan Data Bor:
Gambar 4.15 : Interpretasi data kurva
Lapisan Limonite(LTD15=tidak ada) Lapisan Saprolite(LTD15=0-5m)
magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D,
Bedrock(LTD15=5-100m)
dan IP 2D line 5002900N (dari atas ke bawah)
58 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Line 5002900N pada koordinat 103050 s/d 103400 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth, diduga merupakan respon dari batuan dasar yang bagian atasnya sudah teralterasi dan terisi mineralisasi. Hal tesebut didukung nilai resistivitas menengah dan nilai chargeability menengah. Selanjutnya Pada koordinat 103500 s/d 103700 didapatkan profil magnetik dengan undulasi hampir sama dengan koordinat sebelumnya hanya saja terlihat lebih smooth, diduga merupakan respon dari zona struktur yang terisi mineralisasi dan terendapkan dangkal-dalam. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan diperkuat oleh nilai chargeability menengah-tinggi. Pada data bor LTD15 menunjukan daerah ini terdapat batuan yang tidak teralterasi baik dimana bagian permukaannya sudah melapuk dan terdapat zona saprolit. Karakteristik batuan pada LTD15 adalah dipermukaan (soil) dan di dalam (breccia, fracture vein).
59 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.15 Line 5002950N Kurva Magnetik
0 -50 -100 103050 103100 103150 103200 103250 103300 103350 103400 103450 103500 103550 103600 103650 103700 103750
Magnetik 2D
-0.001361
-0.0007457
-0.0001221
emu
0.0005015
Resistivity 2D 150
Data Bor LTD03
100 50 103100 0
25
103200 75
150
103300
250
400
600
103400 1000
2000
103500
103600
103700
ohm-m
IP 2D
150
Data BorLTD03
100 50 103100 0
1
2
3
103200 4
5
6
7
103300 8
103400
10 12 14 16 18 20 22 25
103500 msec
103600 West
meter
103700 East
Keterangan Data Bor:
Gambar 4.16 : Interpretasi data kurva
Lapisan Limonite(LTD03=0-22m) Lapisan Saprolite(LTD03=22-48m)
magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D,
Bedrock(LTD03=48-113m)
dan IP 2D line 5002950N (dari atas ke bawah) 60 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Line 5002950N pada koordinat 103000 s/d 103300 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth diduga merupakan mineralisasi endapan dangkal dengan respon dari bedrock yang teralterasi. Hal tesebut ditandai dengan zona bedrock yang hampir sampai ke permukaan tetapi bagian atasnya sudah teralterasi serta didukung dengan nilai resistivitas menengah dan nilai chargeability menengah di permukaan. Selanjutnya Pada koordinat 103400 s/d 103450 didapatkan profil magnetik yang turun tajam, ini diindikasikan terdapat zona patahan(fault). Sedangkan pada koordinat 103450 s/d 103700 merupakan zona mineralisasi endapan dangkal. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan nilai chargeability tinggi dekat permukaan. Pada data sumur LTD03 menunjukkan adanya zona limonit dan saprolit cukup besar dikarenakan daerah ini merupakan pengaruh keberadaan zona mineralisasi endapan dangkal. Karakteristik batuan LTD03 di permukaan(soil) dan di dalam (silika)
61 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.16 Line 5003000N Kurva Magnetik 0 -50 -100 103050 103100 103150 103200 103250 103300 103350 103400 103450 103500 103550 103600 103650 103700 103750
Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
Resistivity 2D
150 100 50 103100 0
10
25
50
103200 75
103300
103400
100 150 200 250 300 400 500 600 750 100015002000
103500
103600
103700
ohm-m
IP 2D
150 100 50 103100 0
1
2
3
103200 4
5
6
7
103300 8
10
12
14
103400 16
18
20
22
25
103500 msec
103600 West
meter
103700 East
Gambar 4.17 : Interpretasi data kurva magnetik, Magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5003000N (dari atas ke bawah)
Line 5003000N pada koordinat 103050 s/d 103400 didapatkan profil magnetik yang berundulasi, ini diduga merupakan respon zona struktur dari host rock yang termineralisasi. Pada koordinat 103400 s/d 103600 didapatkan profil magnetik yang relatif smooth diduga merupakan respon zona alterasi dari bedrock yang mengandung mineralisasi endapan dalam dan dangkal. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas menengah dipermukaan dan tinggi di dalam, dan diperkuat oleh nilai chargeability menengah-tinggi di kedalaman dangkal dan dalam yang diduga merupakan zona mineralisasi. Berikutnya pada koordinat 103650 s/d 103750 didapat profil magnetik yang mulai menaik, nilai restivitas rendah serta chageability rendah-menengah diduga merupakan zona struktur yang terlapukan. 62 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.17 Line 5003050N 50
Kurva Magnetik
0 -50 -100 103000 103050 103100 103150 103200 103250 103300 103350 103400 103450 103500 103550 103600 103650 103700 103750
Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
Resistivity 2D 150
-0.0001221
0.0005015
Data Bor LTD01 Data Bor LTD02(canceled)
100 50 103000
103100
103200
103300
103400
103500
ca 103600
103700
ohm-m
Data Bor LTD01
IP 2D 150
Data Bor LTD02(canceled)
100 50 103000
103100
103200
103300
103400 msec
103500
ca 103600 West
meter
103700 East
Keterangan Data Bor:
Gambar 4.18 : Interpretasi data kurva
Lapisan Limonite(LTD01=0-28m&44-56m dan LTD02=canceled) Lapisan Saprolite(LTD01=28-44m dan LTD02=canceled)
magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D,
Bedrock(LTD01=56-60m dan LTD02=canceled)
dan IP 2D line 5003050N (dari atas ke bawah)
63 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Line 5003050N pada koordinat 103100 s/d 103200 didapatkan profil magnetik yang smooth, ini diduga merupakan respon dari alterasi permukaan atas bedrock. Nilai resistivitas yang didapat rendah dan nilai chargeability menengah. Selanjutnya Pada koordinat 103250 s/d 103700 didapatkan profil magnetik yang berundulasi, diindikasikan terdapat zona struktur dan merupakan zona mineralisasi. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas menengah dan diperkuat oleh nilai chargeability menengah. Data sumur LTD01 banyak terdapat zona limonit dan saprolit dikarenakan daerah ini diduga merupakan daerah mineralisasi endapan dangkal. Karakteristik batuan LTD01 di permukaan (soil, magnetite vein) dan di dalam (silika, massive rock). Untuk data sumur LTD02 tidak dilakukan pengeboran karena masalah teknis dilapangan.
64 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.18 Line 5003100N Kurva Magnetik 50 0 -50 103000 103050 103100 103150 103200 103250 103300 103350 103400 103450 103500 103550 103600 103650 103700 103750
Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
Resistivity 2D
150 100 50 103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
ohm-m -50
10
50
100
200
300
500
750
1500
IP 2D
150 100 50 103100
103200
103300
103400 msec
0
1
2
3
4
5
6
7
8
10 12 14 16 18 20 22 25
103500
103600 West
meter
103700
East
Gambar 4.19 : Interpretasi data kurva magnetik, Magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5003100N (dari atas ke bawah)
65 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Pola keadaan subsurface pada line 5003100N relatif sama dengan line 5003050N. Pada koordinat 103100 s/d 103300 didapatkan profil magnetik yang berundulasi dan hampir sama dengan trend magnetik di line sebelumnya, ini diduga merupakan respon dari bedrock yang dekat dengan permukaan. Nilai resistivitas yang didapat menengah, dan nilai chargeability rendah. Selanjutnya Pada koordinat 103300 s/d 103750 didapatkan profil magnetik yang berundulasi, diindikasikan terdapat zona struktur dan merupakan zona mineralisasi serta merupakan efek dari permukaan bedrock yang mengalami pelapukan. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan diperkuat oleh nilai chargeability menengah.
66 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.19 Line 5003150N 50
Kurva Magnetik 0 -50 103000 103050 103100 103150 103200 103250 103300 103350 103400 103450 103500 103550 103600 103650 103700 103750
Magnetik 2D
emu -0.001361
-0.0007457
-0.0001221
0.0005015
103200
103300
200
Resistivity 2D 150 100 50
103000
103100
103400
103500
103600
103700
ohm-m 0
25
75
150
250
400
600
1000
2000
200
IP 2D 150 100 50
103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
msec 0
1
2
3
4
5
6
7
8
10
12
14
16
18
20
22
25
West
meter
East
Gambar 4.20 : Interpretasi data kurva magnetik, Magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5003150N (dari atas ke bawah)
Line 5003150N pada koordinat 103000 s/d 103200 didapatkan profil magnetik yang smooth, ini diduga merupakan respon dari zona mineralisasi yang terendapkan dalam. Nilai resistivitas yang didapat rendah dan nilai chargeability menengah-tinggi. Selanjutnya Pada koordinat 103300 s/d 103700 didapatkan profil magnetik yang berundulasi, ini diindikasikan merupakan zona struktur dimana respon dari zona bedrock yang bagian atasnya sudah teralterasi. Nilai resistivitas rendah dan diperkuat oleh nilai chargeability rendah-menengah. 67 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.20 Line 5003200N
Kurva Magnetik 0
-100
102800
102900
103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
Magnetik 2D
-0.001361
-0.0007457
-0.0001221
emu
0.0005015
Resistivity 2D
Data Bor LTD14
100
0 102800
102900
0
25
103000
75
150
103100
250
400
103200
600
103300
1000
103400
2000
103500
103600
103700
103600
103700
ohm-m
IP 2D
Data Bor LTD14
100
0 102800
102900
103000
103100
103200
103300
103400 msec
0
1
2
3
4
5
6
7
8
10
12 14 16 18 20 22 25
103500 West
meter
East
Keterangan Data Bor:
Gambar 4.21 : Interpretasi data kurva
Lapisan Limonite(LTD14=0-2m) Lapisan Saprolite(LTD14=2-10m)
magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D,
Bedrock(LTD14=10-50m)
dan IP 2D line 5003200N (dari atas ke bawah)
68 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Line 5003200N pada koordinat 102900 s/d 103250 didapatkan profil magnetik yang berundulasi dan terdapat zona struktur, ini diduga menunjukkan adanya mineralisasi yang terendapkan dalam akibat adanya zona struktur tersebut. Nilai resistivitas yang didapat rendah, dan nilai chargeability menengah-tinggi. Selanjutnya pada koordinat 103300 s/d 103700 didapatkan profil magnetik dengan undulasi, merupakan efek dari bedrock yang melapuk di permukaan. Hal ini didukung oleh nilai resistivitas rendah dan diperkuat oleh nilai chargeability menengah pada bagian bawah bedrock. Ditemukannya sedikit zona limonit dan saprolit di permukaan pada LTD14 karena pengaruh alterasi pada batuan dibawahnya dimana data IPResistivity menujukkan resitivitas rendah dan chargeability tinggi. Karakteristik batuan di permukaan (soil) dan di dalam (silika dan breccia).
69 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.1.21 Line 5003250N Kurva Magnetik
0
-100 102800
102900
103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
Magnetik 2D 150 100 50 102800
102900
-0.001361
103000
-0.0007457
103100
103200
-0.0001221
103300
103400
103500
103600
103700
emu
0.0005015
Resistivity 2D 150 100
Data Bor LTD11
50
Data Bor LTD12
102800
102900
103000
103100
103200
103300
103400
103500
103600
103700
ohm-m 0
25
75
150
250
400
600
1000
2000
IP 2D 150
Data Bor LTD11
100 50
Data Bor LTD12
102800
0
1
102900
2
3
4
103000
103100
103200
5
8
14
6
7
10
12
16
103300
18
20
22
103400
25
103500
msec
West
103600 meter
103700
East
Keterangan Data Bor:
Gambar 4.22 : Interpretasi data kurva
Lapisan Limonite(LTD12=tidak ada dan LTD11=tidak ada) Lapisan Saprolite(LTD12=tidak ada dan LTD11=0-31m)
magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D,
Bedrock(LTD12=0-55m dan LTD11=31-75m)
dan IP 2D line 5003250N (dari atas ke bawah)
70 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Line 5003150N pada koordinat 102900 s/d 103200 didapatkan profil magnetik yang smooth dan hampir sama dengan trend magnetik di line sebelumnya, ini diduga merupakan respon dari zona mineralisasi yang terendapkan dalam. Nilai resistivitas yang didapat rendah dan nilai chargeability menengah-tinggi. Selanjutnya pada koordinat 103300 s/d 103700 didapatkan profil magnetik dengan undulasi, ini diindikasikan terdapat zona struktur pada bedrock yang bagian atasnya sudah mulai teralterasi. Pada LTD 12 ditemukannya bedrock karena pengaruh proses alterasi dan daerah ini banyak terdapat batuan mineralisasi yang mengisi bedrock ini dilihat dari data chargeability tinggi. Karakteristik batuan LTD 12 adalah di permukaan (soil dan silika) dan di dalam (fault zone, breccia, silika). Sedangkan pada LTD11 ditemukannya zona saprolit yang cukup besar dikarena daerah ini dipengaruhi oleh alterasi yang terjadi di permukaan. Karakteristik batuan LTD11 adalah di permukaan (soil dan magnetite) dan di dalam (silika).
71 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
4.2 Interpretasi Data 3D 4.2.1 Data Resistivity 3D Model resistivity 3D merupakan lanjutan dari model resistivity 2D. Model ini dilakukan menggunakan software GeoslicerX milik Laboratorium Eksplorasi Geofisika, Peminatan Geofisika, Departemen Fisika, Universitas Indonesia. Model 3D ini dibuat untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai persebaran resistivitas batuan yang ada di bawah permukaan. Pada (Gambar 4.23) diberikan model resistivity 3D dari daerah penelitian. Model resistivity 3D ini merupakan tampilan dari data hasil inversi resistivity 2D. Ohm.m
Gambar 4.23 : Model slicing resistivity hasil inversi 3D tiap lintasan
Pada (Gambar 4.23) bagian barat sampai bagian tengah mulai line 5002400N-5002950N terdapat anomali resistivitas tinggi pada lapisan paling bawah. Anomali resistivitas tinggi ini juga terdapat pada line 5003000N5003250N mulai dari bagian tengah sampai bagian timur dan berada di bawah permukaan. Jika dikorelasikan dengan line yang berarah utara-selatan juga menunjukkan hal yang sama, dimana pada bagian selatan line 102950E, bagian selatan-tengah line 103150E, bagian selatan dan utara line 103400E menunjukkan anomali resistivitas tinggi. Anomali resistivitas tinggi ini diduga merupakan zona batuan dasar (bedrock) yang belum mengalami alterasi. 72 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Pada gambar tampak juga bahwa pada bagian timur mulai line 5002400N5002950N terdapat anomali resistivitas rendah yang menerus sampai lapisan paling bawah. Anomali resistivitas rendah ini juga terdapat pada line 5003000N5003250N di bagian barat dan menerus sampai ke bawah permukaan. Jika dikorelasikan dengan line yang berarah utara-selatan juga menunjukkan hal yang sama, dimana pada bagian tengah-utara line 102950E, bagian utara line 103150E, bagian tengah line 103400E menunjukkan anomali resistivitas rendah. Anomali resistivitas rendah ini diduga merupakan zona struktur yang terisi fluida air. Sedangkan anomali resistivitas rendah-sedang terdapat pada lapisan paling atas pada bagian barat sampai bagian tengah mulai line 5002400N-5002950N dan bagian tengah sampai bagian timur line 5003000N-5003250N. Anomali resistivitas rendah-sedang ini diduga merupakan zona hasil pelapukan batuan dasar (bedrock) yang masih menyisakan boulder hasil pelapukan.
4.2.2 Data IP 3D msec
Gambar 4.24 : Model slicing IP-chargeability hasil inversi 3D tiap lintasan
Model IP 3D merupakan lanjutan dari model IP 2D. Model 3D ini dibuat untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai persebaran nilai chargeability sebagai respon dari adanya endapan mineral konduktif yang ada di 73 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
bawah permukaan. Pada (Gambar 4.24) diberikan model IP 3D dari daerah penelitian. Model IP 3D ini merupakan tampilan dari data hasil inversi IP 2D. Pada (Gambar 4.24) tersebut tampak bahwa pada bagian barat sampai bagian tengah mulai line 5002400N-5002950N terdapat anomali chargeability tinggi pada lapisan paling atas. Anomali chargeability tinggi ini juga terdapat pada line 5003000N-5003250N mulai dari bagian tengah sampai bagian timur dan berada di bawah permukaan. Jika dikorelasikan dengan line yang berarah utaraselatan juga menunjukkan hal yang sama, dimana pada bagian selatan-tengah line 102950E, bagian selatan-tengah line 103150E, bagian tengah line 103400E menunjukkan anomali chargeability tinggi. Anomali chargeability tinggi ini diduga merupakan zona yang mengandung banyak mineral konduktif hasil dari pelapukan batuan dasar (bedrock). Pada (Gambar 4.24) juga tampak bahwa pada bagian timur mulai line 5002400N- 5002950N terdapat anomali chargeability tinggi yang menerus sampai lapisan paling bawah. Anomali chargeability tinggi ini juga terdapat pada line 5003000N-5003250N di bagian barat dan menerus sampai ke bawah permukaan. Jika dikorelasikan dengan line yang berarah utara-selatan juga menunjukkan hal yang sama, dimana pada bagian utara line 102950E, bagian utara line 103150E, bagian tengah line 103400E menunjukkan anomali chargeability tinggi.
4.2.3 Hasil dan Prospek Bila dikorelasikan data geologi, data sumur bor, data geofisika maka didapat hasil yang memuaskan karena kita dapat memastikan keberadaan litologi daerah target tersebut. Sesuai hasil geologi di daerah “LTD”, data bor yang prospek nikel adalah LTD10 dan LTD19 (bagian barat daya lintasan pengukuran) dimana daerah tersebut banyak mengandung mineral nikel di dekat permukaan dan didukung oleh data geofisika yang menyatakan bahwa daerah tersebut memiliki nilai chargeability tinggi dengan resistivitas rendah di permukaan. Chargeability tinggi di permukaan menyatakan daerah tersebut merupakan daerah mineralisasi logam. Sedangkan resistivitas rendah di permukaan menyatakan bahwa daerah tersebut mengalami alterasi. Untuk itu terbukti bahwa daerah nikel dapat dipetakan dengan IP-Resistivity. 74 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Daerah menarik lainnya yang merupakan daerah yang terdapat mineralisasi adalah sebelah timur daerah pengukuran. Daerah ini merupakan prospek daerah mineralisasi terendapankan dangkal-dalam. Kita asumsikan daerah ini mineralisasi endapan dangkal-dalam karena hasil dari data IP-chargeability menunjukan adanya nilai chargeability tinggi di bagian dalam hingga naik ke permukaan. Ini diduga karena adanya mineralisasi pada batuan dasar (bedrock) yang naik hingga permukaan. Nilai resistivitas rendah mengindikasikan bahwa batuannya terisi fluida air yang dimana air dapat masuk karena pengaruh banyaknya zona struktur di daerah tersebut. Mineral lain yang banyak ditemukan di titik bor adalah mineral kromit. Dimana mineral ini banyak terdapat pada daerah struktur dengan nilai resistivitas tinggi. Daerah yang prospek ditemukannya mineral-mineral kromit adalah bagian selatan daerah pengukuran yang didukung informasi bahwa banyak adanya singkapan kromit di daerah tersebut. Melihat hasil yang 3D maka penulis berdasarkan data-data yang ada membuat rekomendasi. Daerah-daerah yang direkomendasikan penulis adalah daerah yang memiliki nilai chargeability tinggi. Daerah chargeability tinggi ini merupakan daerah yang prospek terdapat mineral-mineral ekonomis nikel. Berikut merupakan daerah yang penulis rekomendasikan terdapat prospek endapan nikel laterit: 1. Zona Besar Prospek Endapan Nikel Laterit msec
Gambar 4.25 : Model blok zona besar prospek endapan nikel laterit 75 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
2. Zona Kecil Prospek Endapan Nikel Laterit msec
Gambar 4.26 : Model blok zona kecil prospek endapan nikel laterit
76 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan a. Metode IP, Resistivity dan Magnetik dapat memetakan keberadaan zona endapan nikel laterit. b.
Zona mineralisasi di daerah “LTD” ini terbagi menjadi zona endapan dangkal dan zona endapan dangkal-dalam.
c. Proses alterasi yang merubah batuan bedrock menjadi zona endapan nikel laterit menunjukkan nilai resistivitas rendah (1-250 ohm-m) dan menengah (250-1000 ohm-m) yang berada di dekat permukaan. d. Endapan mineral nikel laterit di permukaan secara umum dapat diklasifikasikan dari nilai chargeability menengah (5-15 msec) dimana berkesesuaian dengan data bor merupakan zona saprolit. e. Disimpulkan daerah yang berpotensi besar dalam kandungan nikel adalah daerah bagian sebelah barat daya dan berpotensi kecil pada bagian sebelah timur daerah pengukuran IP-Resistivity di daerah “LTD”.
5.2 Saran a. Dilakukannya pengukuran IP-Resistivity di seluruh daerah “LTD”, sehingga dapat diketahui zona endapan mineralisasi secara keseluruhan. b. Dalam eksplorasi mineral sebaiknya dilakukan survey geolistrik dengan spasi yang lebih rapat untuk lebih melokalisir zona saprolit daerah zona endapan nikel.
77 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
DAFTAR ACUAN
Daud, Yunus. (2008). Lecturer Note: Geoelectricity and Electromagnetism. University of Indonesia. Indonesia. Eggleton, Richard A. (2001). The Regolith Glossary Surficial Geology Soil and Landscapes. Australia. Guilbert, J.M. and C.F. Park. (1986). The Geology of Ore Deposits, W.H. Freeman & Company, New York. Kadarusman, A. (2008). Laterite Geology and Mineralisation Processes. PT INCO Tbk, Sorowako, South Sulawesi. Keller, George V., and Frank C. Frischnecht. (1996). Electrical Methods Geophysical Prospecting, Pergamon, London. Lodeyik, Jimmi D. (2009). Pemodelan 3D Zona Mineralisasi Endapan Emas Sistem Sedimen Hosted Daerah “X”. Universitas Indonesia, Indonesia. Reynolds, John M. (1997). An Introduction to Applied and Enviromental Geophysics. England, John Willey and Sons, inc, pp 688-719. Sianturi, Henry K. (2008). Deteksi Keberadaan Endapan Nikel Laterit dengan Pemanfaatan Gelombang Radar. Universitas Indonesia, Indonesia. Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E.. (1990). Apllied Geophysics, second edition, pp.578-609, Australian and New York : Cambridge UniversityPress, USA.
78 Universitas Indonesia
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010
Gambar 4.7 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002500N .................................................................................... 45 Gambar 4.8 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002550N ................................................................................... 46 Gambar 4.9 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002600N ................................................................................... 47 Gambar 4.10 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 50062650N ................................................................................... 48 Gambar 4.11 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002700N ..................................................................................... 50 Gambar 4.12 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002750N ..................................................................................... 52 Gambar 4.13 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002800N ..................................................................................... 54 Gambar 4.14 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002850N ..................................................................................... 56 Gambar 4.15 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002900N ..................................................................................... 58 Gambar 4.16 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5002950N ..................................................................................... 60 Gambar 4.17 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5003000N ..................................................................................... 62 Gambar 4.18 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5003050N ..................................................................................... 63 Gambar 4.19 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5003100N ..................................................................................... 65 Gambar 4.20 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5003150N ..................................................................................... 67 Gambar 4.21 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5003200N ..................................................................................... 68 Gambar 4.22 Interpretasi data kurva magnetik, magnetik 2D, resistivity 2D, dan IP 2D line 5003250N ..................................................................................... 70 Gambar 4.23 Model slicing resistivity hasil inversi 3D tiap lintasan ................ 72 Gambar 4.24 Model slicing IP-chargeability hasil inversi 3D tiap lintasan ...... 74 Gambar 4.25 Model blok zona prospek drilling 1 .............................................. 75 Gambar 4.26 Model blok zona prospek drilling 2 .............................................. 76
DAFTAR TABEL Tabel 4.1 : Perincian parameter geolistrik berdasarkan nilai resistivity dan IPchargeability ......................................................................................................... 36 Tabel 4.2 : Perbandingan nilai resistivity, chargeability dan kemagnetan beberapa material batuan ...................................................................................................... 36
xiii
Pemodelan data..., Hadrian Eddy, FMIPA UI, 2010