BAB VI NIKEL LATERIT DI DAERAH PENELITIAN
6.1.
Kondisi dan Penyebaran Singkapan. Geomorfologi daerah penelitian berupa perbukitan dan dataran. Kondisi ini
sangat berpengaruh terhadap sebaran singkapan batuan segar dan perkembangan pembentukan lapisan-lapisan tanah. Secara umum daerah penelitian tersusun atas morfologi perbukitan berlereng terjal di bagian baratdaya, perbukitan berlereng landai di bagian utara ke arah timur. Pada bagian morfologi perbukitan berlereng terjal di bagian baratdaya yang memanjang dari selatan ke utara tidak akan memungkinkan pembentukan tanah laterit, hal ini dikarenakan morfologi ini tersusun atas batugamping. Pada daerah perbukitan berlereng landai di bagian utara yang terdiri dari konglomerat dan ofiolit dengan kemiringan lereng yang relatif landai, memungkinkan untuk terbentuk tanah dengan ketebalan yang berarti. Selanjutnya penelitian difokuskan pada daerah morfologi perbukitan landai yang berada pada utara daerah penelitian ke arah timur. Upaya pencarian data singkapan dilakukan dengan menyelusuri daerah yang diperkirakan dijumpai singkapan, memanfaatkan sumur galian yang telah ada di daerah penelitian dan membuat sumuran baru.
Foto 6.1.Sumur galian (kode Aw-35 pada peta lintasan) kedalaman sumuran berkisar dari 0-4 m
44
Foto 6.2. Penggalian sumuran baru (kode A-12 pada peta lintasan)
Gambar 6.1 Peta Sumuran pada daerah penelitian
45
6.2.
Profil Umum Laterit-Nikel di Daerah Penelitian Tujuan pengamatan singkapan adalah untuk mendapatkan gambaran
keberadaan lapisan-lapisan soil/tanah yang mempunyai kandungan unsur target berbeda-beda, yang menunjukkan hasil pelapukan yang semakin berkurang intensitasnya terhadap kedalaman, yaitu: tanah penutup (laterit), limonit, saprolit, saprock dan batuan-asal.
Lapisa n Penutup (laterit) Tanah berwarna merah-coklat, Berada pada posisi paling atas, bia sanya banyak mengandung komponen orga nik (ru mput, akar akaran, dsb) Ketebalan ber varia si 0 cm-1m
Lapisa n Limonit Tanah berwarna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan lunak, memiliki Ketebalan di daerah penelitian sangat bervariasi dari 0.3cm sampai mencapai 4m dan u mu mnya belum memca pai batas ba wa hnya(la pisan sapr olit)
Lapisa n Sa pr olit merupakan hasil pelapukan namu n masih memperlihatkan tek stur batuan a salnya . Warna nya coklat mu da sampai coklat kekuningan , memiliki k etebala n 0 -0,7 m.
Batuan asa l Batuan asal biasanya diju mpai dalam k ondisi keras dan mulai terla pukan
Gambar.6.2 Profile umum Laterit-nikel di daerah penelitian
6.2.1. Tanah Penutup (laterit) Berada pada posisi paling atas, biasanya banyak mengandung komponen organik (rumput, akar-akaran, dsb), berwarna coklat merah sampai coklat tua dengan butiran agak kasar sampai kasar, umumnya berukuran pasir dengan beberapa fragmen lebih kasar berupa komponen/mineral yang relatif stabil terhadap pelapukan. Lapisan ini biasanya tidak diperhitungkan dalam eksplorasi nikel laterit karena selain
46
kandungan nikelnya rendah (karena nikel cenderung berada pada butiran halus), juga banyak komponen organik yang memerlukan kegiatan ekstra untuk memisahkannya. Ketebalan bervariasi 0 cm-1 m, dengan kecenderungan semakin menebal pada daerah datar/lembah.
Foto 6.3 Tanah penutup(laterit) pada daerah penelitian
6.2.2. Tanah Limonit Berada pada lapisan di bawah tanah penutup, berwarna coklat kemerahan sampai coklat kekuningan lunak, lengket karena banyak kandungan mineral lempung. Berkomposisi mineral lempung dan oksida besi seperti limonit dan goetit. Variasi kandungan oksida besi dan mineral lempung memberikan perbedaan warna yang di lapangan dikenali sebagi Limonit Merah dan Limonit Kuning. Kandungan nikelnya (secara teoretis) bervariasi sekitar 0,5-2,0% (Robb, 2006).
47
Ketebalannya di daerah penelitian sangat bervariasi dari 30 cm sampai mencapai kedalaman 4 m, dan di beberapa lokasi belum mencapai batas bawahnya (kehadiran saprolit).
Foto 6.4 Lapisan Limonit pada sumur galian di daerah penelitian.
6.2.3. Tanah Saprolit Tanah ini merupakan hasil pelapukan namun masih memperlihatkan tekstur batuan asalnya. Warnanya coklat muda sampai coklat kekuningan, lunak dan lengket karena dominan mineral lempung. Lapisan ini merupakan zona pengendapan dari pencucian kandungan unsur di bagian atasnya, yang merupakan target eksplorasi laterit-nikel. Kandungan nikel (teoretis) bervariasi sekitar 1-5% (Robb, 2004). Saprolit di daerah penelitian memiliki ketebalan 0-0,7 m (ada beberapa sumuran yang belom mencapai batas saprolit).
48
Foto 6.5 Lapisan Saprolit di daerah penelitian
6.2.4. Batuan asal Batuan asal biasanya dijumpai dalam kondisi keras, rekah-rekah mulai terlapukkan, tetapi litologinya masih dapat diamati, yaitu peridotit dan konglomerat. Batuan asal ini dijumpai pada aliran sungai.
Foto.6.6. Singkapan batuan asal, konglomerat
Foto 6.7. Singkapan batuan asal, peridotit
(bagian timur daerah penelitian)
(bagian barat daerah penelitian)
49
6.3.
Analisis Kimia Laterit-Nikel Sejumlah data, terutama dari sumur-uji, dipilih untuk dianalisis kimia dalam
kandungan Ni, NaO2, TiO2, Cr2O3, Co, MgO, P2O5, Al2O3, Fe2O3, MnO, SiO2, CaO, K2O, dan LOI. Analisis dilakukan di PT Intertek Utama Service (Jakarta) dengan menggunakan Fusion Analysis dengan XRF (X-ray Fluorescence). Hasil yang diperoleh dicantumkan dalam lampiran B Kandungan nikel cenderung meningkat dari limonit ke saprolit (ke arah lebih dalam). Dalam pengumpulan data sumuran masih berada pada kedalaman limonit, belum mencapai kedalaman saprolit, sehingga ada sejumlah penyebaran secara vertikal yang belum tergambarkan yang dengan sendirinya akan memperbesar jumlah sumberdaya pada pengumpulan data sampai kedalaman saprolit. Berdasarkan batuan asalnya, laterit-nikel di daerah penelitian dapat terbagi menjadi dua yaitu laterit-nikel dengan batuan asal konglomerat yang berada pada bagian timur daerah penelitian dan laterit-nikel dengan batuan asal ofiolit (peridotit hazburgit) yang berada pada bagian barat daerah penelitian. Kurva hubungan Nikel dan Besi (Fe2O3) terhadap kedalaman sumuran baik pada batuan asal konglomerat maupun batuan asal ofiolit (peridotit hazburgit) (Gambar 6.3, 6.4, 6.5 dan 6.6) memperlihatkan pola baku yaitu Nikel semakin tinggi kandungannya ketika mendekati batuan asal (semakin dalam), sebaliknya besi (Fe2O3) cenderung tinggi kandungannya di dekat permukaan dan menurun dengan semakin dalamnya soil.
Gambar 6.3 Grafik perbandingan kadar Ni (%) terhadap bertambahnya kedalaman sumuran pada batuan asal konglomerat
50
Gambar 6.4. Grafik perbandingan kadar Fe (%) terhadap bertambahnya kedalaman sumuran pada batuan asal konglomerat
Gambar 6.5. Grafik perbandingan kadar Ni (%) terhadap bertambahnya kedalaman sumuran pada batuan asal ofiolit (peridotit harsburgit)
51
Gambar 6.6. Grafik perbandingan kadar Fe (%) terhadap bertambahnya kedalaman sumuran pada batuan asal ofiolit (peridotit harsburgit)
Adanya variasi dalam persentase kandungan juga dipengaruhi oleh kedalaman/ketebalan masing-masing lapisan laterit-limonit-saprolit yang ada di setiap lokasi. Pola berbeda ditunjukkan oleh sampel Aw-35 (batuan asalnya konglomerat) dan pada sampel Aw-44 (batuan asalnya ofiolit) Pada Aw-35 memiliki pola yang berbeda, hal ini kemungkinan dikarenakan frgamen konglomerat pada lokasi tersebut lebih dominan peridotit, sehingga pelapukannya memberikan kadar nikel yang relarif lebih tinggi dibandingkan dengan sumuran yang lainnya (dengan batuan asal konglomerat) . Pada Aw-44 kandungan Nikel dan besi (Fe2O3) cenderung tetap tidak mengalami perubahan, kemungkinan hal ini disebabkan pengaruh morfologi, Aw-44 berada pada morfologi yang lebih terjal kemiringan lerengnya (punggungan) sehingga lateritisasi kurang berkembang dengan baik atau kemungkinan juga diduga adanya longsoran soil yang menutupi seri soil yang ada/in-situ. Limonit pada batuan asal konglomerat mengandung nikel bervariasi dari yang terendah 0,12 % (lokasi Aw-32, kedalaman 0 - 1 m) sampai yang tertinggi 0,97 % (lokasi Aw-35, kedalaman 3-4 m), yang memberikan kandungan rata-rata nikel di limonit sebesar 0,23 %. (dari interval kedalaman 0-4m). Sedangkan pada batuan asal ofiolit memiliki nilai terendah 0,03 % (lokasi Aw-44, kedalaman 1-2 m) sampai yang tertinggi 2% (lokasi Aw-45, kedalaman 1-2 m),
yang
52
memberikan kandungan rata-rata nikel di limonit sebesar 1% (dari interval 0-2 m) Kandungan besi (sebagai Fe2O3) dengan batuan asal konglomerat pada limonit bervariasi dari yang terendah 19,2 % (lokasi Aw-34, kedalaman 0-1m) sampai yang tertinggi 37,6 % (lokasi A-12, kedalaman 1-2m) yang memberikan kandungan besi rata-rata di limonit sebesar 29,81 % (dari interval kedalaman 04m). Sedangkan pada batuan asal ofiloit memiliki nilai terendah 9,49 % (lokasi Aw-44, kedalaman 2–3m) sampai tertinggi 43,5% (Lokasi Aw-45, kedalaman 0 0,6m) yang memberikan kandungan besi rata-rata sebesar 21,42% (dari interval kedalaman 0 – 3m) Saprolit, pada daerah penelitian, baik pada batuan asal konbglomerat maupun batuan asal ofiolit, sumuran umunya belum mencapai batas saprolit, dan hanya sumuran pada lokasi Aw-44 yang telah mencapai saprolit. Pada lokasi Aw-44 (kedalaman 2,3-3m) memberikan kandungan nikel
sebesar 0,02 % dan kandungan besi
sebesar 9,49% . 6.4.
Perhitungan Sumberdaya Laterit-Nikel Perhitungan sumberdaya merupakan suatu tahapan untuk menampilkan model
cadangan bahan galian yang dianggap bernilai potensial serta menghitung jumlah sumber
daya
tersebut
berdasarkan
model
yang
telah
dibuat
dengan
mempertimbangkan aspek-aspek tertentu yang berlaku. Sumberdaya mineral dapat diartikan sebagai bagian dari endapan mineral yang terbentuk di alam yang bernilai ekonomis dan layak dilakukan penambangan berdasarkan pertimbangan aspek teknis penambangan, ekonomi, pengolahan, pemasaran, perijinan, lingkungan, sosial, dan kebijakan pemerintah. Dalam penelitian tugas akhir ini, perhitungan Sumberdaya hanya mempertimbangkan aspek teknis dan ekonomis, dimana aspek teknis berupa dimensi unit model blok terkecil/minimum (small mining unit) dan aspek ekonomi berupa nilai cut-off grade untuk masingmasing horizon nikel laterit.
53
Tabel 6.1 Nilai cut-off pembagian zona nikel laterit (Sumber : PT ANTAM Tbk, Unit Geomin, 2008)
Langkah awal dalam menentukan perhitungan sumberdaya adalah dengan membuat atau menentukan batas perhitungan cadangan. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat peta kontur nikel untuk masing-masing kedalaman sumuran (gambar 6.7 dan gambar 6.8). Dari peta kontur nikel yang telah dibuat, didapatkan daerah anomali (kandungan tertinggi nikel) yang dapat kita hitung luasnya.
Gambar 6.7. Peta Kontur Nikel dengan Kedalaman sumuran 1 dan 2 meter .
54
Gambar 6.8 Peta Kontur Nikel dengan Kedalaman sumuran 3 dan 4 meter.
Perhitungan
jumlah
cadangan
nikel
laterit
pada
daerah
penelitian
mempertimbangkan aspek ekonomis yaitu cut off grade dan nilai density untuk masing-masing horizon yaitu densitas limonit sebesar 1,6 ton/m³ dan densitas saprolit sebesar 1,5 ton/m³ ( PT. Antam Tbk, unit Geomin, 2008). Dari pertimbangan tersebut, maka perhitungan sumberdaya nikel hanya dilakukan pada anomali dengan batuan dasar ofiolit (daerah barat penelitian). Sumberdaya Nikel (limonit) = Luas daerah X Densitas X Tebal X Kadar nikel = 103.362,25 m² X 1,6 ton/m³ X 2m X 2 = 661518,4 ton
55