UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIFITAS FeSO4 DAN FeSO4 + GLISIN UNTUK FORTIFIKASI ZAT BESI PADA SUSU KEDELAI CAIR DAN TEMPE
SKRIPSI
NOVI FAUZIATI 0606069230
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM S1 REGULER KIMIA DEPOK JULI 2011
i
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
EFEKTIFITAS FeSO4 DAN FeSO4 + GLISIN UNTUK FORTIFIKASI ZAT BESI PADA SUSU KEDELAI CAIR DAN TEMPE
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
NOVI FAUZIATI 0606069230
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI S1 REGULER KIMIA DEPOK JULI 2011
ii
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Novi Fauziati
NPM
: 0606069400
Tanda Tangan
: ...
Tanggal
: 1 Juli 2011
iii
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
iv
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
v
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada Rasullulah Muhammad SAW. Skripsi yang berjudul Efektifitas FeSO4 dan FeSO4 + glisin untuk Fortifikasi Zat Besi pada Susu Kedelai Cair dan Tempe, disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Ucapan terima kasih yang sangat mendalam ditujukan kepada Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya selama ini. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang telah diberikan kepada: 1.
Dr.Rer.Nat.Agustino Zulys, MSc. dan Drs. Ismunaryo M, M. Phil, selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran serta kesabaran dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat tersusun.
2. Prof. Dr. Sumi Hudiyono PWS selaku penasehat akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa studi. 3. Dr. Ridla Bakri selaku Ketua Departemen Kimia UI dan Dra. Tresye Utari selaku koordinator penelitian dan seluruh staf pengajar Kimia UI yang telah memberikan Ilmu yang sangat berharga selama ini. 4. Ibu dan Ayah yang tiada hentinya memberikan perhatian, dukungan, kasih sayang serta doa yang selalu dipanjatkan demi kelancaran penyusunan skripsi ini serta adik-adikku, Mb Lely vi
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
beserta keluarga dan seluruh keluarga besar penulis, terimakasih untuk perhatian dan bantuan yang diberikan. 5. Seluruh staf afiliasi, trimakasih atas bantuannya dalam pengukuran sampel sehingga penulis bisa memperoleh data-data yang menunjang penelitian ini. 6. Pak Hedi, Mba Ina, Mba Cucu, Mba Trie, Mba Ema, Mba Indri, Mba Ati, Pak Trisno perpus, Pak Kiri, Pak Min, Pak Marji, dan Pak Hadi terimakasih atas bantuannya selama ini. 7. Rekan-rekan penelitian seperjuangan di lantai 3; Wiwit, Nani,Nadiroh, Nadia, Sherly, Zetri, Ina, kak Omi, kak Destya, kak Atin, kak Sabri, kak Asri, kak Temi, kak Puput, Bu Lita, Bu Nana, Bu Indri, Pak Azhar dan juga rekan penelitian lantai 4 serta seluruh kimia 06 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu terimakasih atas persahabatan yang terjalin selama ini serta keceriaan, perhatian dan semangat yang diberikan. 8. Adik-adik angkatan 2007, 2008 dan 2009 terimakasih untuk dukungannya.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis 2011
vii
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: Novi Fauziati : 0606069230 : S1 : Kimia : Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Efektivitas FeSO4 dan FeSO4+Glisin untuk Fortifikasi Zat Besi pada Susu Kedelai Cair dan Tempe. beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama
: Novi Fauziati
Program Studi : Kimia Judul
: Efektivitas FeSO4 dan FeSO4 + Glisin untuk Fortifikasi Zat Besi pada Susu Kedelai Cair dan Tempe
Pemanfaatan kedelai sebagai bahan pangan di Indonesia semakin meningkat karena rendahnya daya beli masyarakat terhadap protein hewani. Beragam produk olahan dari kedelai seperti tempe, kecap, tahu dan susu kedelai banyak digemari masyarakat. Akan tetapi rendahnya kadar besi pada bahan pangan berbasis kedelai mendorong banyaknya terjadi kasus anemia. Sebagai prevelensi terhadap anemia perlu dilakukan fortifikasi pangan berbasis kedelai dengan fortifikan yang telah diketahui kemampuan bioavalibilitasnya terhadap manusia. Penelitian ini mempelajari efektivitas FeSO4 dan FeSO4 + Glisin untuk fortifikasi zat besi terhadap susu kedelai cair dan tempe. Fortifikasi disini dipengaruhi oleh keberadaan fitat sebagai inhibitor besi yang terdapat pada kedelai. Kadar Fe awal pada susu kedelai cair lebih tinggi dibanding tempe. Efektifitas FeSO4 lebih baik dibanding FeSO4 tanpa agen pengkhelat glisin dengan rasio mol fe: fitat adalah 2:1. Ikatan fe-fitat kuat terlihat dengan hasil pengukuran kadar Fe bebas semakin meningkat dengan berkurangnya fitat yang ditambahkan dan secara kualitatif dengan semakin jernihnya lapisan air pada variasi penambahan fitat.
Kata Kunci
: ferrous bisglycinate, FeSO4 , fitat, fortifikasi, glisin, susu kedelai cair, tempe
xiv+39 halaman : 12 gambar; 10 tabel Daftar Pustaka
: 33 (1982-2006)
viii Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
Name
: Novi Fauziati
Program Study : Chemistry Title
: Effectiveness of FeSO4 and FeSO4 + glysin as Iron Fortificant for Soy Milk and Tempeh
Utilization of soybean as food in Indonesia has increased due to low purchasing power of animal protein. A variety of processed soy products like tempeh, soy sauce, tofu and soy milk. However, low levels of iron in soybean-based food ingredients encourage the many cases of anemia. As the prevalence of anemia needs to be done with soybean based food fortification which known fortification bioavability to humans. This research studied effectiveness of FeSO4 and FeSO4 + glysin as iron fortificant for soy milk and tempeh. Fortification here is influenced by the presence of phytate as an inhibitor of iron found in soybeans. Initial Fe content in soybean milk is higher than the tempeh. FeSO4 effectiveness better than FeSO4 without chelating agent mole ratio of glycine with fe: phytate is 2:1. Fephytic strong bond with the measurement results appear independent of Fe content increased with reduced phytate were added and qualitatively with the water layer on the variation of the addition of phytate.
Key Word
: ferrous bisglycinate, FeSO4 , phytate, fortification, glycine, soymilk, tempeh
xiv+39 pages
: 12 pictures; 10 tables
Bibliography
: 33 (1967-2010)
ix Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ………………………………………………....... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS……………………..... LEMBAR PENGESAHAN …………………………………………..... KATA PENGANTAR……………………………………………….... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ……........ ABSTRAK .……………………………………………………………. ABSTRACT…………………………………………………………..... DAFTAR ISI …………………………………………………………... DAFTAR GAMBAR ……………………………………………… ..... DAFTAR TABEL……………………………………………………… DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………
ii iii iv v vii viii ix x xii xiii xiv
1. PENDAHULUAN ………………………………………….. …...... 1.1 Latar Belakang …………………………………………..…….. 1.2 Perumusan Masalah ………………………………………….... 1.3 Tujuan Penelitian …………………………………………….... 1.4 Hipotesis ………………………………………...……………..
1 1 3 4 4
2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………. 2.1 Anemia…………………………………………...……………... 2.2 Fortifikasi…………………..……………………………...……. 2.3 Zat Besi (Fe)………………………...……………….………….. 2.4 Fortifikan 2.4.1 Ferrous Bisglycinate…………………………………… 2.8.2 FeSO4…………………………………………………… 2.8.3 Glisin…………………………………………………… 2.5 Kedelai…………………………………………………………. 2.6 Susu Kedelai Cair……………………………………………… 2.4 Tempe………………………………………………………….. 2.5 Asam Fitat……………………………………………………… 2.6 Spektrofotometri Serapan Atom……………………………….
5 5 6 7 8 9 10 11 12 12 13 15
3. METODE PENELITIAN …………………………………............ 3.1 Metode Penelitian……………………………………………… 3.2 Alat dan Bahan………………………………………………… 3.2.1 Alat………………………………………………………. 3.2.2 Bahan…………………………………………………….. 3.3 Prosedur Kerja…………………………………………………. 3.3.1 Fortifikasi………………………………………………... 3.3.2 Pengukuran kurva kalibrasi Fe………………................... 3.3.3 Penentuan kadar Fe total………………....…………........ 3.3.4 Pembuatan kurva kalibrasi fitat…………………………..
17 17 17 17 18 18 18 19 20 21
x Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
3.3.4 Penentuan kadar asam fitat….…………………………… 3.3.5 Penentuan Fe-fitat dan Fe bebas………………………….
21 22
4. PEMBAHASAN……………………………………………………. 4.1 Kurva kalibrasi fitat……………………………………………. . 4.2 Penentuan kadar asam fitat………………………...................... 4.3 Penentuan Kadar Fe Total………….…………………….......... 4.4 Kadar Fe bebas………………………..... …………………….. 4.4.1 Variasi fitat………………………………………...……... 4.4.2 Variasi FeSO4…………………………………………….. 4.4.3 Variasi FeSO4 + glisin…………………………………….. 4.5 Efektifitas susu kedelai cair dan tempe…………………………...
23 23 26 27 29 29 31 33 37
5. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 5.1 Kesimpulan……………………………………………………... 5.2 Saran…………………………………………………………….
39 39 39
DAFTAR REFERENSI ………………………………………..............
40
xi Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 4.1. Gambar 4.2. Gambar 4.3. Gambar 4.4. Gambar 4.5. Gambar 4.6. Gambar 4.7. Gambar 4.8. Gambar 4.9. Gambar 4.10.
Distribusi spesi glisin dalam pH………………………….. Struktur kimia fitat................................................................... Fe 3+ dalam air…………………………………………….. Fe(SCN)2+ dalam air………………………………………. Spektra UV FIsible Fe(SCN)2+…………………………….. Kurva kalibrasi fitat………………......................................... Struktur Fe-fitat……………………………………………. Kurva Variasi Penambahan fitat………………………….. Fe-fitat terhadap sulfat.…………………… …………....... Spektra FeSO4, glisin dan FeSO4 + glisin…………...... ... Reaksi kimia Ferrous Bisglycinate………………………. Efektifitas Fortifikasi pada Variasi Fortifikan…………....
xii Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
10 14 24 24 25 25 30 31 33 34 35 38
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel 3.1. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7. Tabel 4.8.
Komposisi Kedelai per 100 gram bahan kering................ Variasi rasio mol ………………….……………………. Kadar fitat sampel…………………………………….... Kadar Fe pada sampel awal .…………………………….. Variasi fitat pada susu kedelai cair………………………. Variasi FeSO4 susu kedelai cair…………....…………….. Variasi FeSO4 tempe……………………………………... Variasi FeSO4 + glisin susu kedelai cair…………....……. Variasi FeSO4 + tempe…………………………………... Pengaruh FeSO4 + glisin pada pH susu kedelai cair…….
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
12 19 26 29 30 31 32 34 36 37
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. 43 Lampiran 4.
Bagan Alir Penelitian........................................................... 42 Bagan penentuan Fe- fitat dan Fe bebas…..…………… 42 Pengamatan secara kualitatif..…………………………... Kurva Standar……………. .…………………………….
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut International conference on Nutrition (ICN), defisiensi besi merupakan salah satu bentuk masalah gizi yang menjadi perhatian dunia. INC melaporkan sekitar 2 milyar penduduk dunia mengalami anemia, yang kebanyakan disebabkan oleh defisiensi anemia besi (Yeung, 2003). Masalah tersebut banyak dialami hampir oleh semua negara di dunia. Menurut WHO (2001) hampir separuh wanita hamil di dunia anemia,: 52% di negara berkembang dan 23% di negara industri. Faktor penyebab langsung defisiensi anemia besi meliputi jumlah Fe dalam makanan tidak cukup, absorbsi Fe rendah, kebutuhan Fe naik karena kehilangan darah saat menstruasi dan melahirkan, sehingga keadaan ini menyebabkan jumlah Fe dalam tubuh menurun. Kurangnya jumlah Fe dalam makanan terjadi karena pola konsumsi makan masyarakat Indonesia masih didominasi sayuran sebagai sumber zat besi yang sulit diserap, sedangkan daging dan bahan pangan hewani sebagai sumber zat besi yang baik (heme iron) jarang dikonsumsi terutama oleh masyarakat pedesaan (Dep Kes. RI, 1998 dalam Hulu, 2004). Data tahun 1987-1999, rata-rata asupan energi manusia Indonesia adalah 1970 kkal/orang/hari dengan hampir 60 % asupan energi berasal dari biji-bijian selebihnya dari umbi-umbian, kacang-kacangan, sayuran dan buah-buahan dan sedikit sekali berasal dari bahan pangan hewani. Sumber protein kacang-kacangan didominasi oleh kedelai. Produk pangan berbasis kedelai yang popular di Indonesia diantaranya adalah susu bubuk kedelai, tahu, kecap kedelai dan tempe (Yenrina dkk ,2006). Kedelai mengandung zat antinutrisi yaitu asam fitat. Asam fitat (mio-inositol heksakisfosfat) merupakan bentuk penyimpanan fosfor yang terbesar pada tanaman serealia dan leguminosa. Dalam biji, fitat merupakan sumber fosforus dan inositol utama bagi tanaman, terdapat dalam bentuk garam dengan kalium,kalsium, magnesium, dan logam lain Pada kondisi alami, asam
1
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
2
fitat akan membentuk ikatan baik dengan mineral bervalensi dua (Ca, Mg, Fe), maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal ini menyebabkan mineral dan protein tidak dapat diserap tubuh, atau nilai cernanya rendah. Oleh karena itu, asam fitat dianggap sebagai antinutrisi pada bahan pangan (Avery dan King, 1926 cit Anonim, 2007). Di negara maju, upaya fortifikasi Fe pada aneka produk pangan terbukti sukses mencapai target dalam upaya memerangi anemia. Kunci keberhasilan program ini terletak pada fakta bahwa makanan yang terfortifikasi Fe harus memberikan sejumlah Fe yang cukup dan mudah diserap oleh tubuh. Kuantitas ini tergantung pada banyaknya Fe yang ditambahkan pada bahan pangan yang difortifikasi dan bioavailabilitas Fe tersebut bila makanan terfortifikasi tersebut dikonsumsi (R. Hurrell, et al., 2004). Fortifikan Fe yang direkomendasikan oleh WHO ada dalam berbagai kategori senyawa yaitu yang mudah larut dalam air, kurang larut dalam air tetapi larut dalam asam encer, sama sekali tidak larut dalam air tetapi larut dalam asam encer dan bentuk enkapsulasi. Pemilihan fortifikan Fe ini tergantung pada jenis bahan pangan yang menjadi target fortifikasi, karena efektifitas fortifikasi Fe dilihat dari besar kecilnya availabilitas Fe (Allen, et al., 2006). Ferrous Bisglycinate telah banyak digunakan untuk tujuan fortifikasi di berbagai negara, antara lain: Guatemala (Pineda et al., 1994; Pineda and Ashmead, 2001), New Zealand (Heath et al., 2001), Brazil (Fisberg et al., 1995; Queiroz and Torres, 1995; Gualandro and Name, 1996; Ashmead et al., 1997; Iost et al., 1998; Giorgini et al., 2001; Szarfarc et al., 2001; Miglioranza et al., 2003), Saudi Arabia (Osman and Al-Othaimeen, 2002), and the United Republic of Tanzania (Latham et al., 2001). Sebagaimana diketahui bahwa bahan pangan berbasis kedelai ini merupakan bahan pangan yang paling dominan dinikmati oleh sebagian besar masyarakat Indonesia yang berpenghasilan rendah. Sehingga fortifikasi Fe dengan target bahan pangan berbasis kedelai ini akan lebih banyak menjangkau sebagian besar rakyat Indonesia yang rentan terhadap defisiensi anemia gizi besi.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
3
1.2
Perumusan Masalah
Fortifikan Fe banyak dihubungkan pada suatu agen pengkelat dengan pertimbangan bahwa keberadaan Fe ini tidak akan mempengaruhi rasa, penampilan dan tekstur dari produk pangan yang difortifikasi. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa Ferrous bisglycinate tidak mempengaruhi sifat organoleptik pada produk (makanan dari jagung) (Bovell-Benjamin et al., 1998; Umbelino et al., 2001). Bovell-Benjamin dalam penelitiannya menemukan bahwa “iron bisglycine” memiliki ketersediaan hayati yang lebih baik daripada fero sulfat dan preparat ini disarankan sebagai fortifikasi diet besi pada kasus anemia. Absorpsi besi yang telah dilaporkan 2-3 kali lebih baik dibanding dalam sereal dengan fitat yang tinggi. Akan tetapi harga Ferrous bisglycinate lebih mahal dibanding fortifikan lainnya sehingga pada penelitian ini digunakan fortifikan FeSO4 dan FeSO4+ glisin untuk mengetahui efektifitas fortifikasi dengan adanya penambahan agen pengkelat yaitu glisin. Glisin adalah asam amino non esensial, dimana tubuh dapat mensintesis sendiri sehingga diharapkan penambahan glisin memiliki bioavabilitas yang tinggi, aman untuk dikonsumsi. Efektifitas fortifikasi ini sangat dipengaruhi pada kuantitas dari senyawa fitat yang mampu mengurangi availabilitas Fe sehingga perlu diketahui rasio Fefitat pada sampel (susu kedelai cair dan tempe) agar jumlah fortifikan yang ditambahkan dapat memenuhi jumlah asupan Fe yang dibutuhkan sehari-hari (dengan mengetahui kadar “Fe bebas” yang terukur ). Fe bebas adalah Fe yang tidak terikat fitat sehingga dapat diabsorpsi tubuh. 1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk : 1. Mengetahui efektifitas FeSO4 dan FeSO4 + Glisin sebagai fortifikan pada susu kedelai cair dan tempe. 2. Mengetahui kadar fitat pada susu kedelai cair dan tempe. 3. Mengetahui kadar Fe bebas pada susu kedelai cair dan tempe.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
4
1.4
Hipotesis
Fortifikasi susu kedelai cair dan tempe dengan FeSO4 dan FeSO4 + Glisin akan meningkatkan ketersediaan Fe bebas pada makanan. Sejumlah Fe yang dibutuhkan untuk berikatan dengan fitat akan terpenuhi sehingga kadar Fe bebas dalam makanan akan meningkat. FeSO4 + Glisin akan mempunyai aktifitas yang lebih baik dibanding FeSO4 sebagai fortifikan karena adanya pengaruh dari glisin yang berfungsi sebagai agen pengkelat.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anemia
Anemia adalah suatu keadaan penurunan jumlah sel darah merah (hematokrit) atau kadar hemoglobin (protein pengangkut O2) di dalam sel darah merah di bawah nilai normal sehingga menyebabkan penurunan kapasitas sel darah merah untuk mengangkut oksigen (Berkow, 1997; Kennedy, et.al., 2007). Tidak seperti halnya dengan masalah gizi lainnya, anemia cukup sering terjadi baik di negara berkembang maupun industri (FAO, 2006); yang dapat diderita oleh seluruh kelompok umur mulai dari bayi, balita, anak usia sekolah, remaja, dewasa dan lanjut usia. Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga 2001, prevalensi anemia defisiensi besi (ADB) pada balita 0-5 tahun adalah sekitar 47%, anak usia sekolah dan remaja sekitar 26,5% dan wanita usia subur berkisar 40%. Faktor utama penyebab anemia gizi besi adalah kurangnya konsumsi besi makanan, atau rendahnya tingkat absorpsi besi dan adanya zat anti gizi pada makanan sehingga makanan tidak dapat diserap tubuh secara optimal. Hal ini dapat terjadi pada orang yang mengkonsumsi makanan kurang beragam, pola konsumsi serta keadaan ekonomi yang berdampak pada ketidakmampuan keluarga menyediakan makanan sumber besi (Wirakusumah, 1999). Kebutuhan terhadap besi meningkat akibat pertumbuhan, terutama pada bayi, anak-anak, dan remaja. Begitu juga remaja wanita yang sudah mengalami haid dimana saat itu cukup banyak mengeluarkan darah, berarti jumlah besi yang hilang dari tubuh cukup besar. Selain itu, kehilangan darah akibat dari perdarahan misalnya karena kecelakaan dan operasi. Keadaan infeksi terutama pada penyakit kronis (penyakit malaria, TBC, dll), infeksi parasit (kecacingan), dan faktor genetik (penyakit talasemia) juga sangat mempengaruhi rendahnya kadar hemoglobin di dalam darah (Wirakusumah, 1999 ; WHO, 2001). Defisiensi besi dapat menyebabkan kekurangan energi dan penurunan sistem kekebalan sehingga meningkatkan resiko terhadap infeksi dan penyakit (Timmcke, 2005). Pada kehamilan, ADB berkaitan dengan meningkatnya resiko
5
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
6
kelahiran prematur, mengganggu pertumbuhan janin dalam kandungan, bayi lahir dengan berat badan rendah, dan kematian ibu hamil saat melahirkan (Suartika, 1999; Zavaleta, et.al., 2000).
2.2 Fortifikasi
Fortifikasi pangan adalah penambahan satu atau lebih zat gizi (nutrien) ke pangan. Tujuan utama adalah untuk meningkatkan tingkat konsumsi dari zat gizi yang ditambahkan untuk meningkatkan status gizi populasi (Albiner, 2003). Peran pokok dari fortifikasi pangan adalah pencegahan defisensi dan gangguan yang diakibatkannya. Dibandingkan dengan strategi lain yang digunakan untuk perbaikan anemi gizi besi, fortifikasi zat gizi besi dipandang oleh beberapa peneliti merupakan strategi termurah untuk memulai, mempertahankan, mencapai/mencakup jumlah populasi yang terbesar, dan menjamin pendekatan jangka panjang (Cook and Reuser, 1983). Fortifikasi zat besi tidak menyebabkan efek samping pada saluran pencernaan. Inilah keuntungan pokok dalam hal keterterimaannya oleh konsumen dan pemasaran produk-produk yang diperkaya dengan besi. Penetapan target penerima fortifikasi zat besi, yaitu mereka yang rentan defisiensi zat besi, merupakan strategi yang aman dan efektif untuk mengatasi masalah anemia besi (Ballot, 1989). Tahapan kritis dalam perencanaan program fortifikasi besi adalah pemilihan senyawa besi yang dapat diterima dan dapat diserap (Cook and Reuser, 1983). Fortifikasi pangan dianggap sebagai suatu metode yang sukses untuk mengurangi defisiensi mikronutrien dan merupakan salah satu elemen penting dalam kebijakan pangan di negara-negara Asia dan Pasifik (Hunt, 2002). Fortifikasi pangan telah digunakan sebagai langkah intervensi yang menjamin keamanan pangan bagi seluruh penduduk dengan biaya yang efisien dan berkelanjutan. Salah satu faktor sukses pada program fortifikasi adalah pemilihan makanan pembawa (carrier) dan fortifikan yang tepat.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
7
2.3 Zat Besi (Fe)
Zat besi merupakan mikroelemen yang esensial bagi tubuh dan diperlukan dalam Hemopoesis atau pembentukan darah dalam sintesa Hemoglobin. Dalam tubuh zat besi sebagian besar terdapat dalam darah sebagai bagian dari protein yang bernama Hb di sel darah merah dan mioglobin di sel otot (Soekirman, 1999). Jumlah seluruh zat besi dalam tubuh orang dewasa sekitar 3,5 gr. Dimana 70 % terdapat dalam hemoglobin dan 25 % merupakan besi cadangan (iron storage) yang terdiri dari feritin dan hemosiderin. Besi dalam makanan yang dikonsumsi dalam bentuk ikatan feri (umumnya dalam pangan nabati) maupun ikatan fero (umumnya dalam pangan hewani). Besi yang berbentuk feri oleh getah lambung (HCI) direduksi menjadi bentuk fero yang mudah diserap oleh sel mukosa usus. Adanya vitamin C juga dapat membantu proses reduksi tersebut. Didalam sel mukosa fero dioksidasi menjadi feri lalu bergabung dengan apporitin membentuk protein yang mengandung besi yaitu feritin. Selanjutnya, untuk masuk ke plasma darah besi dilepaskan dari feritin dalam bentuk fero, sedangkan appoprotein yang terbentuk kembali akan bergabung lagi dengan feri hasil oksidasi dalam sel mukosa. Setelah masuk kedalam plasma, besi fero segera dioksidasi menjadi feri untuk digabungkan dengan protein spesifik yang mengikat besi yaitu transferin (Suhardjo,1989). Tubuh manusia sehat mengandung ± 3,5 g besi yang hampir seluruhnya dalam bentuk ikatan kompleks dengan protein, adapun pada bayi baru lahir lebih kurang 250 mg dari jumlah tersebut (60-70%) dinamakan besi fungsional, karena berefek pada fungsi tubuh, sedangkan sisanya disimpan disebut besi nonessensial (Wardhini S dan Dewoto H R, 1995). Jumlah besi yang setiap hari diganti (turn over) sebanyak 30-40 mg. Dari jumlah ini hanya sekitar 1 mg yang berasal dari makanan. Banyaknya besi yang dimanfaatkan untuk pembentukan hemoglobin umumnya sebesar 20-25 mg per hari (Suhardjo, 1989). Ditinjau dari bioavailabilitas besi dari makanan dapat dibagi 3 tipe (MacPhail, 2000) yaitu : 1. Tipe bioavailabilitas rendah merupakan besi dari bahan makanan pokok beras, jagung atau umbi-umbian, kurang mengandung unsur
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
8
daging, ikan dan vitamin C dengan penyerapan besi tipe ini kurang dari 5%. 2. Tipe bioavailabilitas menengah terdapat pada golongan dengan makanan pokok beras dan jagung dengan sejumlah daging dan vitamin C dengan penyerapannya antara 5-15%. 3. Tipe bioavailabilitas tinggi terdapat pada susunan makanan yang banyak mengandung daging dan vitamin C dengan penyerapan besi lebih dari 15%.
2.3
Fortifikan
2.3.1 Ferrous Bisglycinate
Ferrous bisglycinate adalah kelat besi-asam amino, dimana besi dilindungi terhadap absorbsi inhibitor dengan mengikat asam amino glisin. Absorpsi besi yang telah dilaporkan 2-3 kali lebih baik dibanding FeSO4 dalam sereal dengan fitat yang tinggi. Ferrous bisglycinate cocok digunakan untuk keseluruhan susu cair dan produk sehari-hari. Ferrous bisglycinate lebih mahal dibanding senyawa besi lainnya. Bovell-Benjamin dalam penelitiannya menemukan bahwa “iron bisglycine” memiliki ketersediaan hayati yang lebih baik daripada fero sulfat dan preparat ini disarankan sebagai fortifikasi diet besi pada kasus anemia. Ferrous bisglycinate tidak mempengaruhi sifat organoleptik pada produk (makanan dari jagung) (Bovell-Benjamin et al., 1998; Umbelino et al., 2001). Ferrous Bisglycinate telah banyak digunakan untuk tujuan fortifikasi di berbagai negara, antara lain:Guatemala (Pineda et al., 1994; Pineda and Ashmead, 2001), New Zealand (Heath et al., 2001), Brazil (Fisberg et al., 1995; Queiroz and Torres, 1995; Gualandro and Name, 1996; Ashmead et al., 1997; Iost et al., 1998; Giorgini et al., 2001; Szarfarc et al., 2001; Miglioranza et al., 2003), Saudi Arabia (Osman and Al-Othaimeen, 2002), and the United Republic of Tanzania (Latham et al., 2001).
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
9
Ferrous Bisglycinate mempunyai nilai LD50 2.800 mg/kg berat pada tikus, sebanding dengan 560 mg/kg berat tubuh manusia. Asupan sehari-hari untuk besi 0.8 mg/kg berat tubuh (The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA). Ferrous bisglycinate terdiri dari 23% ferrous iron dan 60% glycine serta 17% asam sitrat.
2.3.2 FeSO4 Pemberian sediaan besi oral terutama menggunakan bentuk garam-garam fero karena memiliki bioavilabilitas yang lebih baik daripada garam feri; kelarutan garam fero lebih tinggi dari garam feri dan mampu diabsorbsi tubuh 3 kali lebih tinggi daripada garam feri, terutama pada kondisi lambung kosong (USPDI 1989; Gillman, 1996; Troost, et.al., 2003). Garam fero utama yang banyak digunakan adalah fero sulfat (FeSO4) karena harganya relatif lebih murah daripada bentuk garam fero lainnya, selain itu garam fero juga memberikan efektifitas dan tolerabilitas yang setara dengan fero fumarat ataupun fero glukonat (Gillman, et.al., 1996; McDiarmid dan Johnson, 2002). Tinjauan kimia Fero Sulfat
:
Nama Kimia
: Besi (II) sulfat (1:1) heptahidrat
Rumus molekul
: FeSO4.7H2O
Berat molekul
: 278.01 g/mol
Sifat fisika
: kristal padat
Titik leleh
: 64 ˚C
Titik didih
: 300 ˚C
pH
: 3.7
Kelarutan
: Mudah larut dalam air, tidak larut dalam etanol, sangat mudah larut dalam air mendidih
Stabilitas
: Stabil pada tekanan dan temperatur kamar. Pada udara lembab, fero sulfat (biru kehijauan) teroksidasi menjadi feri sulfat (kuning kecoklatan).
Toksisitas
: LD50 319 mg/kg tikus
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
10
2.3.3
Glisin
Glisin adalah asam amino yang paling sederhana dan bersifat polar. Glisin larut dalam air, tidak larut dalam alkohol dan eter. Sebagian besar protein hanya mengandung sedikit glisin, kecuali kolagen yang sepertiga bagiannya terdiri dari glisin. Glisin merupakan asam amino non esensial, yang artinya tubuh mampu mensintesis sendiri. Asam amino glisin dalam larutan air bertindak sebagai switter ion, dimana muatan α-karboksil dan α-amino berlawanan muatan. Pada pH 3 dan 9 ligan berada dalam switter ion. Asam amino kehilangan proton dari gugus COOH dan mampu mengkelat logam dengan membentuk cincin heterosiklik. Gambar 2.1 menunjukkan spesi glisin pada nilai pI berdasarkan nilai pK 1 dan pK 2.
[Sumber : Ashmead, Stephen D, 2001] Gambar 2.1 Distribusi spesi glisin dalam pH
Penambahan asam dam basa akan berpengaruh terhadap spesi glisin dalam larutan, contohnya pada penambahan HCl dan NaOH dengan reaksi sebagai berikut: +
H3N-CH2-COO- + HCl +H3N-CH2-COOH + Cl(basa)
+
(asam konjugasi)
H3N-CH2-COO- + NaOH H2N-CH2-COO- + Na+ + H2O (asam)
(basa konjugasi)
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
11
Tinjauan kimia glisin
:
Nama Kimia
: Glycine
Rumus molekul
: C2H5NO2
Berat molekul
: 75.07 g/mol
Sifat fisik
: kristal padat berwana putih
Titik leleh
: terdekomposisi pada 233 ˚C
pI
: 6.06
Kelarutan
: Mudah larut dalam air panas, larut dalam air dingin, tidak larut dalam dietil eter, n-oktanol, etanol, sangat mudah larut dalam air mendidih
Stabilitas
: Stabil pada tekanan dan temperatur kamar
Toksisitas
: LD50 4950 mg/kg tikus
2.4 Kedelai
Kedelai termasuk jenis tanaman polong-polongan dan berbunga kupukupu seperti halnya kacang tanah. Perbedaannya adalah pada kacang tanah buahnya terdapat di dalam tanah, sedangkan kedelai buahnya tumbuh di atas tanah, yaitu di batang. Kedelai yang dikenal sekarang termasuk dalam family leguminosa, sub famili Papilionidae, genus Glycine dan spesies Glycine max (L). Kedelai mengandung protein 35 % bahkan pada varitas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim kering. Kedelai dapat diolah menjadi: tempe, keripik tempe, tahu, kecap, susu, dan lain-lainnya. Proses pengolahan kedelai menjadi berbagai makanan pada umumnya merupakan proses yang sederhana, dan peralatan yang digunakan cukup dengan alat-alat yang biasa dipakai di rumah tangga, kecuali mesin pengupas, penggiling, dan cetakan.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
12
Tabel 2.1 Komposisi Kedelai per 100 gram Bahan kering
2.5 Susu Kedelai Cair
Susu kedelai adalah minuman berkrim seperti susu yang dibuat dengan cara merendam dan menghaluskan kedelai dengan air. Susu kedelai ini juga dibuat dengan cara menambah air pada tepung kedelai. Dewasa ini, susu kedelai mempunyai aroma ringan dan lezat. Ada yang dijual dengan rasa tawar namun ada juga yang telah diberi berbagai rasa dan aroma, diantaranya coklat, almond, moka dan vanilla (Heinnermen, 2003; 15). Persyaratan mutu susu kedelai di Indonesia memang belum ada, tetapi di luar negeri telah ditentukan standar susu kedelai yaitu jumlah N- total minimal 3%, lemak 3% dan kandungan padatan 10%, tidak boleh mengandung lebih dari 300 mikroba per gram dan tidak boleh terdapat bakteri koli (Winarno, 1993 ; 48).
2.6
Tempe
Tempe adalah produk fermentasi yang sudah dikenal masyarakat Indonesia. Tempe kedelai adalah jenis tempe paling dikenal dan dan paling disukai masyarakat dibanding jenis tempe yang lain seperti tempe benguk, tempe gambus, tempe lamtoro atau tempe bongkrek (Hidayat, 2006). Kualitas tempe ditentukan oleh cita rasa, kelunakan atau tingkat kelapukan kedelai, kebersihan, kemurnian, daya tahan dan kesuburan kapang (Suprapti, 2003)
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
13
Proses fermentasi menyebabkan tempe memiliki beberapa keunggulan dibandingkan kacang kedelai. Pada tempe, terdapat enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, sehingga protein, lemak dan karbohidrat menjadi lebih mudah dicerna. Kapang yang tumbuh pada tempe mampu menghasilkan enzim protease untuk menguraikan protein menjadi peptida dan asam amino bebas (Astawan, 2008). Pembuatan tempe menggunakan bahan baku kedelai. Proses perebusan, pencucian serta fertmentasi pada tempe akan mengurangi kadar asam fitat pada tempe. Semakin lama waktu fermentasi yaitu dari fermentasi 24 jam sampai fermentasi 48 jam, miselia jamur akan menjadi semakin tebal, diikuti dengan terbentuknya spora yang berwarna putih dan tempe kedelai berbau spesifik tempe. Lebih dari 48 jam sudah berbau agak busuk (Pangastuti dkk , 1996). Pada penelitian ini tempe difermentasi selama 48 jam. Keberadaan mikroorganisme pada inokulum akan membantu menurunkan kadar asam fitat. Rhizopus oligosporus menghasilkan enzim fitase yang merupakan salah satu enzim yang dapat menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan orthofosfat. Turunnya kadar asam fitat selama fermentasi selain disebabkan oleh jamur, juga dapat disebabkan oleh aktivitas bakteri yang tumbuh baik setelah jamur tempe menurun pertumbuhannya. Sudarmadji (1975), Sudarmadji dan Markakis (1987) mengamati pertumbuhan Bacillus licheniformis dan Bacilus cereus pada tempe setelah fermentasi 24 jam sampai 36 jam; bakteri jenis Bacillus sp terdapat pada tempe yang mulai busuk. Powar dan Jaganathan (1967) melaporkan adanya aktivitas fitase pada bakteri Bacilus subtilis; dengan demikian turunnya kadar asam fitat selama fermentasi tidak hanya disebabkan adanya jamur (Rhizopus oligisporus), tetapi juga disebabkan tumbuhnya bakteri selama pembuatan tempe.
2.7
Asam Fitat
Asam fitat merupakan zat anti gizi karena mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan mineral yang mengakibatkan kelarutan mineral tersebut
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
14
menurun, sehingga ketersediaan mineral menjadi rendah. Asam fitat (mio-inositol heksakisfosfat) merupakan bentuk penyimpanan fosfor yang terbesar pada tanaman serealia dan leguminosa. Dalam biji fitat merupakan sumber fosforus dan inositol utama bagi tanaman, terdapat dalam bentuk garam dengan kalium, kalsium, magnesium, dan logam lain (Avery dan King, 1926). Pada kondisi alami, asam fitat akan membentuk ikatan baik dengan mineral bervalensi dua (Ca, Mg, Fe), maupun protein menjadi senyawa yang sukar larut. Hal ini menyebabkan mineral dan protein tidak dapat diserap tubuh, atau nilai cernanya rendah. Oleh karena itu, asam fitat dianggap sebagai antinutrisi pada bahan pangan. Muchtadi (1998), menyebutkan bahwa asam fitat sangat tahan terhadap pemanasan selama pengolahan. Tangenjaya (1979), melaporkan bahwa pemanasan pada suhu 100 ˚C, pH 2 selama 24 jam dapat mengurangi kadar fitat sampai dengan 70% (Anonim, 2008). Sifat rakhitogenik pada asam fitat disebabkan karena adanya kemampuan membentuk garam yang tidak larut. Menurut Kon et al (1973) dalam (Anonim, 2008), aktivitas rakhitogenik ini dapat dirusak oleh enzim fitase yang umum terdapat pada semua biji-bijian. Asam fitat dalam kedelai dapat dikurangi dengan fermentasi (misalnya pada pembuatan kecap, tempe, tauco), perkecambahan dan perendaman dalam air hangat.
Gambar 2.2 Struktur Kimia Fitat
Ketiadaan enzim fitase pada saluran pencernaan non ruminansia menyebabkan kandungan senyawa fitat tidak bisa dicerna, sehingga senyawa fitat terbuang bersama kotoran (sekreta) ke lingkungan (Shin et al., 2001). Sumber limbah ternak yang mengandung P tersebut merupakan sumber polusi (Daniel et
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
15
al., 1988). Kandungan P dari sisa limbah ternak akan berasosiasi dengan tanah dan dapat mengakibatkan pendangkalan pada sungai dan danau, yang pada akhirnya akan menggangu sistem sirkulasi air (deBoer et al., 1997).
2.8 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) Metode spektroskopi Serapan Atom (SSA) sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan metode spektroskopi emisi konvensional. Pada metode konvensional, emisi tergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal, maka emisi bergantung pada sumber eksitasi. Bila eksitasi dilakukan secara termal, maka emisi bergatung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu spesifik, dan eksitasi secara serentak pada berbagai spesies dalam suatu campuran dapat saja terjadi. Sedangkan dengan nyala, eksitasi unsur-unsur dengan tingkat energi eksitasi yang rendah dapat dimungkinkan. Tentu saja perbandingan banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tingkat dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada perbandingan ini dan tidak bergantung pada temperatur. Metode serapan sangatlah spesifik. Logam-logam yang membentuk campuran kompleks dapat dianalisis dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energi yang besar (Khopkar, SM, 1990). Larutan sampel dikenakan nyala dan unsur-unsur di dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsur-unsur yang dianalisis. Beberapa atom akan tereksitasi karena termal oleh nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar (Ground State). Atom-atom dalam keadaan dasar ini kemudian menyerap radiasi yang diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat dari unsur-unsur yang bersangkutan. Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala. Absorpsi ini mengikuti hukum Lambert-Beer, yakni absorbansi berbanding lurus dengan panjang nyala yang dilalui sinar dan konsentrasi uap atom dalam nyala. Kedua variabel ini sulit untuk ditentukan tetapi panjang nyala dapat dibuat konstan
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
16
sehingga absorbansi hanya berbanding langsung dengan konsentrasi analit dalam larutan sampel. Dalam metode ini dibuat suatu deret larutan standar dengan berbagai konsentrasi dan diukur dengan SSA yang menghasilkan absorbansi. Dari data yang didapat dibuat grafik antara konsentrasi dengan absorbansi yang akan merupakan garis lurus (linear). Konsentrasi larutan sampel dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasikan ke dalam kurva kalibrasi atau dimasukan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Metode Penelitian Penelitian ini diawali dengan pembuatan tempe kedelai yang merupakan
salah satu dari sampel yang akan diteliti. Dilakukan penentuan kadar fitat pada tempe dan susu kedelai cair untuk mengetahui kadar fitat awal pada masingmasing sampel. Selanjutnya dilakukan penentuan Fe total pada susu kedelai cair dan tempe. Setelah diketahui kadar Fe total pada masing-masing sampel, dilakukan penambahan fortifikan dengan variasi rasio mol FeSO4 : Glisin : Fitat. Efektivitas fortifikasi dengan berbagai fortifikan dapat dilihat dari kadar Fe bebas yang terukur pada susu kedelai cair dan tempe.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
a. Pembuatan Tempe kedelai 1. Botol timbang 2. Neraca analitik 3. Plastik (bungkus tempe kedelai) b. Penentuan Fe Total Susu Kedelai Cair dan Tempe 1. Peralatan gelas
7. Botol timbang
2. Neraca analitik
8. Corong pisah
3. Hotplate
9. Kertas saring
4. Ring stand
10. Botol-botol vial
c. Penentuan Kadar Fe dan Fitat 1. SSA
6. Alat Sentrifuge
2. UV-VIS
7. Kertas saring
3. Hotplate stirrer
8. Botol timbang
4. Stirer bar
9. Peralatan gelas
17
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
18
5. Tabung sentrifuge 3.2.2
10. Tabung reaksi
Bahan
a. Pembuatan Tempe Kedelai 1. Kedelai 2. Ragi tempe
b. Penentuan Fe total Susu Kedelai Cair dan Tempe kedelai 1. HNO3 pekat 2. HClO4 pekat
4. Aquademin
3. HCl pekat
c. Penentuan Kadar Fe bebas dan kadar Fitat
pada Susu Kedelai Cair dan
Tempe Kedelai 1. Amil alkohol 2. HNO3 0.5 M 3. FeCl3 4. Ammonium tiosianat 5. Na-Fitat
3.3
Prosedur Kerja
3.3.1
Fortifikasi
a.
Tempe kedelai Kacang kedelai utuh direbus pada suhu 100°C selama 30 menit kemudian
kulitnya dibuang. Kacang yang sudah dikupas direndam di dalam air selama 24 jam. Selanjutnya kacang direbus lagi untuk kedua kalinya pada suhu 100°C selama 1 jam. Didinginkan, dan dibiarkan permukaannya kering, kemudian ditambahkan inokulum jamur Rhizopus sebanyak 0,3 gram per 100 gram kacang kedelai rebus. Ragi yang akan ditambahkan pada proses pembuatan tempe dicampur dengan fortifikan sampai homogen.Selanjutnya dibungkus dengan
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
19
plastik, plastik dilubangi kecil-kecil agar hasil lebih maksimal. Kacang kedelai tersebut difermentasikan selama 48 jam pada suhu 28°C–37°C sehingga terjadi selaput putih merata di sekeliling tempe kedelai yang berarti bahwa tempe telah jadi. b.
Susu kedelai cair Sebanyak 100 mL susu kedelai cair ditambahkan fortifikan dengan variasi
rasio mol, diaduk selama ± 45 menit sampai fortifikan homogen dengan susu kedelai cair.
c.
Variasi rasio mol Fitat yang ditambahkan divariasikan terhadap fortifikan. Fortifikan yang
digunakan adalah FeSO4 dan FeSO4 + glisin. Tabel 3.1 Variasi rasio mol Glisin
Fitat
Rasio mol
(gram)
(gram)
(gram)
Fe : Glisin : Fitat
0,01717
0,0090
0,0204
2:4:1
0,03434
0,0180
0,0204
4:8:1
0,06868
0,0360
0,0204
8 : 16 : 1
3.3.2
FeSO4
Pengukuran Kurva Kalibrasi Fe
1. Dari larutan standar Fe 1000 mg/L dipipet sebanyak 10 mL larutan kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan aquades hingga tepat tanda batas. Sehingga diperoleh larutan Fe 100 mg/L. 2. Dari larutan standar 100 ppm dipipet sebanyak 10 mL ke dalam labu ukur 100 mL ditambahkan aquades hingga tanda batas sehingga diperoleh larutan Fe 10 mg/L.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
20 3. Dari larutan standar 10 mg/L dipipet masing – masing 5, 10, 15, 20, 25 ml lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml, lalu ditepatkan sehingga diperoleh larutan standar 1, 2, 3, 4, 5 mg/L. 4. Nilai absorbansi larutan tersebut diukur dengan SSA pada panjang gelombang 248,3 nm.
3.3.3 Penentuan kadar Fe total
a. Susu Kedelai Cair
Penentuan Fe total dilakukan dengan destruksi basah, destruksi dimulai dengan pengambilan 10 mL sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer ditambah 25 mL air suling, ditambah 20 mL HNO3 p. Kemudian dipanaskan di atas hotplate hingga volumenya kurang lebih ½ dari volume awal . Setelah dingin ditambahkan 5 mL HNO3 p dan 3 mL HClO4 p sampai filtrat jernih. Dididihkan kembali hingga mendidih. Diambil filtratnya kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL ditepatkan hingga tanda batas. Dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diukur dengan SSA.
b. Tempe
1 gr sampel tempe dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 50 mL, ditambahkan 10 mL HNO3 pekat kemudian dikocok dengan hati – hati. Menambahkan 3 mL HClO4 60% dan dipanaskan di atas hot plate (dalam lemari asam) perlahan –lahan hingga busa berhenti. Dipanaskan lebih lanjut hingga HNO3 hampir menguap semua. Jika terjadi arang, didinginkan dan ditambahkan 10 mL HNO3 pekat lagi dan melanjutkan pemanasan. Dipanaskan hingga terbentuk asap putih dari HClO4. Didinginkan dan ditambahkan 10 mL HCl (1 : 1) dan dipindahkan ke dalam labu ukur 50 mL . Larutan siap dianalis dengan SSA. 3.3.4
Pembuatan kurva kalibrasi fitat Larutan standar fitat 0,5 mM dibuat dengan 3,3 mg standar fitat ditimbang
kemudian dilarutkan dengan aquademin dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
21
mL tambahkan aquademin hingga tanda batas. Dari larutan 0,5 mM tersebut, diambil 3 mL kemudian dimasukkan ke dalam labu 10 mL dan ditepatkan hingga tanda batas sehingga diperoleh larutan 0,15 mM. Untuk membuat larutan 0.1 mM, 0.075 mM, dan 0,05 mM masing – masing diambil 2 mL, 1,5 mL, dan 1 mL larutan standar 0,5 mM fitat, kemudian dimasukkan ke dalam labu 10 mL dan ditambahkan aquademin hingga tanda batas. Dalam tabung reaksi yang berisi 0,5 ml filtrat ( dari larutan standar yang sudah dibuat ), ditambahkan 0,9 mL HNO3 0,5 M dan 1 mL FeCl3 0,3 mM. Kemudian tabung reaksi ditutup, lalu direndam dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan, ditambah 5 mL amil alkohol dan 1 mL larutan ammonium tiosianat 0,1 mM. Selanjutnya disentrifuge pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Setelah terbentuk 2 lapisan, lapisan amil alkohol diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 465 nm dengan blangko amil alkohol, 15 menit setelah penambahan ammonium tiosianat. 3.3.5 Penentuan Kadar Asam Fitat
Kadar asam fitat ditentukan dengan metoda Davies dan Reid, (1979). Ekstrak untuk analisis diperoleh dengan cara berikut : Sampel tempe sebanyak 1 gram atau 10 mL susu kedelai cair, disuspensikan dalam 50 mL air larutan HNO3 0,5 M. Suspensi ini diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 2 jam pada suhu ruang kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk menetapkan kadar asam fitat. Penentuan kadar asam fitat dilakukan dengan cara berikut: Dalam tabung reaksi yang berisi 0,5 mL filtrat, ditambahkan 0,9 mL HNO3 0,5 M dan 1 mL FeCl3. Kemudian tabung reaksi ditutup, lalu direndam dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan, ditambah 5 mL amil alkohol dan 1 mL larutan ammonium tiosianat. Selanjutnya disentrifus pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Setelah terbentuk 2 lapisan, lapisan amil alkohol diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 465 nm dengan blangko amil alkohol, 15 menit setelah penambahan ammonium tiosianat. Hasil yang diperoleh dibandingkan pada kurva standar fitat. Pemilihan jumlah sampel 1 gram tempe dan 10 mL untuk susu
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
22
kedelai cair. Dengan jumlah 1 gram tempe dan 10 mL susu kedelai cair, kadar asam fitat pada sampel awal sudah dapat terdeteksi. 3.3.6 Penentuan Kadar Fe-fitat dan Fe bebas
Ekstrak untuk analisis diperoleh dengan cara berikut : Sampel tempe sebanyak 1 gram atau 10 mL susu kedelai cair, disuspensikan dalam 50 mL air larutan HNO3 0,5 M. Suspensi ini diaduk menggunakan pengaduk magnetik selama 2 jam pada suhu ruang kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh digunakan untuk menetapkan kadar asam fitat. Penentuan kadar asam fitat dilakukan dengan cara berikut: Dalam tabung reaksi yang berisi 0,5 mL filtrat, ditambahkan 0,9 mL HNO3 0,5 M dan 1 mL FeCl3. Kemudian tabung reaksi ditutup, lalu direndam dalam air mendidih selama 20 menit. Setelah didinginkan, ditambah 5 mL amil alkohol dan 1 mL larutan ammonium tiosianat. Selanjutnya disentrifus pada kecepatan 1500 rpm selama 10 menit. Setelah terbentuk 2 lapisan, lapisan amil alkohol (lapisan atas) didestruksi dan diukur dengan SSA untuk mengetahui kadar Fe-fitat, sedangkan lapisan air juga didestruksi dan diukur dengan SSA untuk mengetahui kadar Fe bebas pada masing-masing sampel.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Kurva Kalibrasi Fitat Metode analisa asam fitat pada umumnya didasarkan pada penentuan Fe3+-
fitat yang bersifat tidak larut dalam air (Orberleas dan Harland, 1986) sehingga pada penelitian ini kadar fitat ditentukan dengan metode ekstraksi. Pelarut yang digunakan adalah amil alkohol dan air. Pada penelitian ini dilakukan variasi penambahan fitat untuk mendapatkan kurva kalibrasi fitat. Penentuan kadar fitat tidak dilakukakn secara langsung karena kadar fitat ditentukan melalui pembentukan komplek besi. Sumber besi yang digunakan adalah larutan besi (III) klorida. Larutan besi (III) klorida atau larutan dari FeCl3.6 H2O harus berwarna kuning jernih. Jika larutan berubah menjadi coklat, karena hidrolisis, maka harus ditambahkan beberapa tetes asam klorida. Penambahan larutan FeCl3.6 H2O pada penelitian ini akan menyebabkan fitat yang dianalisis berada dalam bentuk kesetimbangan Fe-fitat dengan persamaan reaksi: Fe 3+ + fitat
Fe-fitat
Penambahan ammonium tiosianat menyebabkan larutan berwarna merah bata. Reaksi yang terjadi adalah antara ion feri Fe 3+ dan ion tiosianant (SCN-) menghasilkan feri tiosianat dengan persamaan rekasi:
Fe(SCN)2+ adalah ion komplek berwarna merah bata. Dalam larutan, ion feri bertindak sebagai komplek oktahedral terhidrat yaitu Fe (H2O)63+. Adanya ion tiosianat (SCN-), satu molekul ligan air akan digantikan ligan SCN- dan akan menghasilkan ion feri tiosianat (Fe(H2O)5SCN2+).
23
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
24
[Sumber : General chemistry laboratory]
Gambar 4.1 Fe 3+ dalam air
[Sumber : General chemistry laboratory]
Gambar 4.2 Fe(SCN)2+ dalam air Ion komplek Fe(SCN)2+ yang terbentuk dapat diekstraksi dengan eter atau amil alkohol. Pada penelitian ini pelarut yang digunakan adalah amil alkohol, karena eter mudah menguap dibanding amil alkohol sehingga lebih kuantitatif menggunakan amil alkohol. Penambahan amil alkohol akan menyebabkan terbentuknya dua fasa (fasa amil akohol (atas) dan fasa air (bawah). Lapisan amil alkohol diukur absorbansinya dengan menggunakan UV-Visible pada panjang gelombang 465 nm. Absorbansi yang terukur pada UV-Visible adalah Fe(SCN)2+ yaitu komplek berwarna merah bata, dalam hal ini Fe-fitat tidak berwarna dan tidak memberi serapan UV-Visible.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
25
Gambar 4.3 Spektra UV-Visible Fe(SCN)2+
Konstanta kesetimbangan komplek feri tiosianat adalah: [ FeSCN2+] [ Fe 3+][ SCN-] Fe yang terikat pada ligan SCN- dan fitat berasal dari sumber yang sama yaitu FeCl3 . Semakin banyak fitat yang ditambahkan, maka [ FeSCN2+] akan semakin berkurang, jumlah dari [Fe3+] dan [SCN- ] juga akan berkurang. Oleh karena itu pada kurva kalibrasi fitat dihasilkan kurva yang semakin menurun (absorbansi turun) dengan naiknya konsentrasi fitat yang ditambahkan.
Gambar 4.4 Kurva kalibrasi Fitat Semakin kecil absorbansi yang terukur berarti semakin besar kandungan asam fitat. Kandungan asam fitat yang tinggi (penambahan fitat semakin banyak) menunjukkan bahwa semakin banyak fitat yang bereaksi dengan FeCl3 membentuk Fe-fitat pada lapisan amil alkohol sehingga Fe sisa pada lapisan amil alkohol semakin kecil. Dengan demikian Fe sisa yang bereaksi dengan amil
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
26
alkohol juga semakin sedikit dan diperoleh intensitas warna yang semakin pudar, sehingga pada waktu dibaca absorbansinya maka akan menunjukkan angka yang kecil. Fe sisa adalah Fe pada lapisan amil alkohol yg tidak berikatan dengan fitat. Fe sisa yang dimaksud adalah Fe(SCN)2+.
4.2
Penentuan Kadar Asam Fitat
Pada penentuan kadar asam fitat, sampel disuspensikan ke dalam larutan HNO3 dan diaduk selama 2 jam kemudian disaring dan diambil filtratnya. Filtrat digunakan untuk penentuan kadar asam fitat. Larutan HNO3 berfungsi sebagai pelarut yang dapat melarutkan asam fitat pada sampel. Pengadukan selama 2 jam berfungsi untuk mengoptimalkan proses keluarnya asam fitat dari bahan. Dengan adanya pengadukan, HNO3 dan susu kedelai cair serta tempe tercampur lebih merata, adanya pengadukan juga dapat menyebabkan luas permukaan kontak dengan HNO3 menjadi lebih besar. Filtrat yang diperoleh kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan direaksikan dengan larutan FeCl3 0,1 M dan HNO3 0,5 M. Asam fitat dari sampel akan berikatan dengan Fe membentuk Fe-fitat. Tabung reaksi kemudian direndam dalam penangas air 100oC selama 20 menit setelah dingin ditambahkan amil alkohol dan ammonium tiosianat. Sampel disentrifuse selama 2-3 menit kemudian didiamkan selama 12-13 menit dan lapisan amil alkohol dibaca absorbansinya dengan panjang gelombang 465 nm. Kadar fitat didapatkan dengan mensubtitusi nilai Y pada persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi standar fitat dengan hasil pengukuran absorbansi sampel. Tabel 4.1 menunjukkan kadar fitat pada 100 mL susu kedelai atau 0,1 L susu kedelai cair cair dan 100 gram tempe. Tabel 4.1 Kadar Fitat sampel Sampel
Kadar Fitat ( ppm )
Susu kedelai
62,69
Tempe
3,89
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
27
Dari Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa kadar fitat dalam susu lebih rendah daripada kadar fitat dalam tempe. Hal ini karena proses pembuatan susu kedelai cair berbeda dengan pembuatan tempe kedelai. Pada pembuatan susu kedelai cair dilakukan pengenceran (penambahan air) pada sari kedelai, sedangkan pada pembuatan tempe tidak dilakukan pengenceran. Dengan jumlah kedelai yang sama akan menghasilkan jumlah produk susu kedelai cair dan tempe dengan berat yang berbeda, tempe lebih banyak kandungan jumlah kedelainya karena perbedaan bentuk produk yaitu tempe (padat) dan susu kedelai cair (cair). Kadar fitat pada tempe dibandingkan dengan kadar fitat pada kedelai aslinya yaitu sebesar 1,38 g (Soesilowati,1996), mengalami penurunan sebesar 71,81 %. Hal ini dikarenakan adanya proses fermentasi sementara pada susu kedelai cair tidak terjadi terdapat proses tersebut. Proses fermentasi yang dihasilkan oleh mikroorganisme pada inokulum ( ragi ) tempe menyebabkan terbentuknya enzim fitase yang mampu menghidrolisis asam fitat menjadi inositol dan orthofosfat (Hestining,1996). Semakin lama waktu fermentasi yaitu dari fermentasi 24 jam sampai fermentasi 48 jam, miselia jamur akan menjadi semakin tebal, diikuti dengan terbentuknya spora yang berwarna putih dan tempe kedelai berbau spesifik tempe. Lebih dari 48 jam sudah berbau agak busuk (Pangastuti dkk , 1996). Pada penelitian ini tempe difermentasi selama 48 jam.Adanya proses fermentasi pada tempe yang melibatkan jamur Rhizopus Oligosporus yang dapat menghasilkan enzim fitase sehingga pemecahan fitat berlangsung cepat.
4.3
Penentuan Kadar Fe Total
Penentuan kadar Fe total dilakukan dengan metode destruksi basah yaitu pemanasan sampel (organik atau biologis) dengan adanya pengoksidasi kuat seperti asam–asam mineral baik tunggal maupun campuran. Jika dalam sampel dimasukkan zat pengoksidasi, lalu dipanaskan pada temperatur yang cukup tinggi dan jika pemanasan dilakukan secara kontinu pada waktu yang cukup lama, maka sampel akan teroksidasi sempurna sehingga meninggalkan berbagai elemen–
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
28
elemen pada larutan asam dalam bentuk senyawa anorganik yang sesuai untuk dianalisis (Anderson, 1987). Asam kuat yang digunakan dalam penelitian ini untuk mendestruksi adalah asam nitrat. Kebaikan metode desrtuksi basah ini adalah metodenya sangat sederhana, karena oksidasinya secara terus-menerus dan cepat serta unsur-unsur yang diperoleh mudah larut sehingga dapat ditentukan dengan metode analisis tertentu. Kekurangan metode ini adalah reaksi berlangsung sangat kuat dan dapat membuat residu keluar, maka dilakukan pemanasan lebih berhati-hati (Egan,H.,1981). Asam nitrat pada penelitian ini, melarutkan besi dengan membentuk gas nitrogen oksida dan ion besi (III) dengan persamaan reaksi: Fe + HNO3 + 3H+ → Fe3+ + NO↑ + 2H2O Asam nitrat pekat sebagai pengoksidasi dikombinasikan dengan asam perklorat ataupun asam klorida adalah metode yang paling lazim digunakan. Kesempurnaan destruksi ditandai dengan diperolehnya larutan jernih pada larutan hasil destruksi, yang menunjukkan bahwa semua konstituen yang ada telah larut sempurna atau penguraian senyawa-senyawa organik telah berjalan dengan baik. Persamaan reaksi besi dengan asam klorida: Fe + 2HCl → Fe2+ + 2Cl- + H2↑ Pemilihan susu kedelai cair dibanding susu kedelai bubuk karena susu kedelai cair lebih mudah homogen pada saat penambahan fortifikan dibanding dengan susu kedelai bubuk. Selain itu, kadar Fe total susu kedelai cair lebih rendah dibanding susu kedelai bubuk. Susu kedelai cair juga lebih familiar bagi masyarakat Indonesia dibanding susu kedelai bubuk. Pada penelitian ini fortifikasi hanya dilakukan pada susu kedelai cair dan tempe sehingga penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang kadar Fe bebas yang tersedia setelah penambahan fortifikan. Kadar Fe total berdasarkan hasil destruksi masingmasing sampel ditunjukkan pada Tabel 4.2. Kadar Fe total didapatkan dengan mensubtitusi nilai Y pada persamaan garis regresi pada kurva kalibrasi standar Fe total pada lampiran dengan hasil pengukuran absorbansi sampel.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
29
Tabel 4.2 Kadar Fe pada sampel awal Sampel
Kadar Fe Total (ppm)
Tempe kedelai
0.2747
Susu kedelai bubuk
1,4350
Susu kedelai cair
1,1571
4.4
Kadar Fe bebas
4.4.1
Variasi Fitat
Variasi fitat dilakukan pada 100 mL susu kedelai cair atau 0,1 L susu kedelai cair. Dengan variasi fitat pada Tabel 4.3 dapat diketahui kekuatan Fe mengikat fitat, semakin banyak fitat (lapisan amil alkohol) maka Fe bebas pada lapisan airnya akan semakin berkurang. Konstanta disosiasi untuk beberapa macam komplek Fe-fitat belum diketahui. Namun, dari pengukuran kelarutan besi menggunakan radioaktif diketahui bahwa asam fitat memiliki afinitas yang tinggi terhadap besi (Raharjo, 1997). Molekul asam fitat mengandung 12 proton dengan sisi terdisosiasi. Enam sisi merupakan asam kuat dengan nilai pKa kira-kira 1,5 tiga sisi dengan nilai pKa sisi pertama 5,7 sisi kedua 6,8 sisi ketiga 7,6 dan sisanya tiga sisi adalah asam sangat lemah dengan nilai pKa >10 (Costello et al. 1976). Struktur molekul tersebut secara konsisten memiliki kapasitas sebagai agen pengkelat dengan kation multivalensi. Dalam air, keenam posisi koordinasi besi bervalensi tiga ditempati oleh molekul air dan ion hidroksida. Za-zat yang berfungsi sebagai pengikat besi biasanya menduduki lima posisi koordianasi pada besi dan posisi keenam ditempati H2O. Asam fitat memiliki keunikan yaitu bisa menempati posisi menggantikan semua posisi koordinasi dari semua molekul air pada komplek Fe (III)-fitat (Graf et Al., 1984)
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
30
Struktur asam fitat adalah myo-inositol 1,2,3,4,5,6 hexakis dihydrogen phosphate atau myo-inositol hexakisphosphate (IP6). Struktur asam fitat sebagai agen pengkelat terhadap besi ditunjukkan oleh Gambar 4.4
[Sumber : Thompson D.B dan Erdman JR, 1982]
Gambar 4.5 Struktur Fe-Fitat
Tabel 4.3 Variasi Fitat pada Susu Kedelai Cair FeSO4
Glisin
Fitat
Fe yang
Kadar Fe
Kadar Fe
(gram)
(gram)
(gram)
ditambahkan
lapisan air
lapisan amil
(mg)
(ppm)
(ppm)
0,03434
0,0180
0,0090
6,9
1,7156
4,6428
0,03434
0,0180
0,0180
6,9
1,0021
5,2000
0,03434
0,0180
0,0360
6,9
Tidak
6,6154
terdeteksi
Dari Tabel 4.3 dihasilkan kurva variasi fitat pada vortifikan. Kecenderungan Fe-fitat semakin naik dan kecenderungan Fe bebas menurun. Jumlah dari Fe-fitat dan Fe bebas yang terukur sebanding dengan jumlah Fe yang ditambahkan pada susu kedelai cair. Hilangnya spesi Fe yang terukur karena adanya faktor logam lain. Struktur yang rumit dari asam fitat menunjukkan adanya potensi pengikatan logam yang banyak. Sudah banyak diketahui bahwa
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
31
asam fitat memiliki afinitas yang tinggi terhadap kation polivalen. Tingkat kekuatan afinitas untuk beberapa logam urutannya sebagai berikut: Cu2+ > Zn2+ > Ni 2+> Co2+ > Mn 2+> Fe 2+> Ca2+.
Gambar 4.6 Kurva variasi penambahan fitat pada susu kedelai cair
4.4.2
Variasi FeSO4 Variasi FeSO4 pada fortifikasi bertujuan untuk mengetahui kadar Fe bebas
pada matrik sampel. Variasi FeSO4 dilakukan pada 100 mL susu kedelai cair dan 100 gram tempe kedelai. Semakin banyak penambahan FeSO4 maka Fe bebas pada matrik sampel akan semakin meningkat. Sejumlah Fe yang dibutuhkan untuk mengikat fitat telah bereaksi (pada lapisan amil alkohol) sehingga kelebihan Fe akan terukur berada pada lapisan airnya. Tabel 4.4 adalah variasi FeSO4 pada 100 mL susu kedelai cair atau 0,1 L susu kedelai cair. Tabel 4.4 Variasi FeSO4 Susu Kedelai Cair FeSO4
Fitat
Rasio
Jumlah Fe yang
Kadar Fe
% hasil Fe
(gram)
(gram)
mol Fe : Fitat
ditambahkan
bebas yang
bebas
(mg)
terukur (ppm)
0,01717
0,0204
2:1
3,45
1,8418
53,3855
0,03434
0,0204
4:1
6,9
2,5618
37,1275
0,06868
0,0204
8:1
13,8
3,0643
22,2051
Seperti halnya dengan penambahan fortifikan pada susu kedelai cair, penambahan fortifikan pada tempe akan menaikkan kadar Fe bebas yang terukur. Data di atas menunjukkan bahwa perbandingan mol antara asam fitat dan Fe
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
32
menentukan jumlah Fe yang dapat diikat oleh asam fitat. Meskipun jumlah Fe yang diikat lebih tinggi pada rasio Fe yang lebih besar, sisa Fe yang tidak terikat juga tinggi dan menyebabkan ketersediaan Fe bebas lebih banyak. Perbandingan molar asam fitat dan Fe mempunyai pengaruh pada jumlah Fe yang diserap tubuh (Fe bebas). Hal ini berarti bahwa untuk mencapai kebutuhan Fe yang diinginkan, perbandingan molaritas asam fitat dengan Fe yang dikandung dalam makanan harus diperhitungkan. Tabel 4.5 adalah variasi FeSO4 pada 100 gram tempe. Tabel 4.5 Variasi FeSO4 Tempe FeSO4
Fitat
Rasio
Fe yang
Kadar Fe
% hasil fe
(gram)
(gram)
mol Fe : fitat
ditambahkan
bebas
bebas
(mg)
(ppm)
0,01717
0,0204
2:1
3,45
1,9290
55,9130
0,03434
0,0204
4:1
6,9
2,9616
42,9217
0,06868
0,0204
8:1
13,8
5,2716
38,2000
Lebih banyak ion Fe yang direaksikan akan memberikan kesempatan lebih luas dari mineral tersebut untuk terikat dengan asam fitat. Hal ini terlihat dengan semakin tinggi jumlah Fe yang direaksikan akan semakin tinggi Fe yang terikat fitat yang ditandai dengan berkurangnya % hasil Fe bebas. Hal tersebut karena adanya sulfat yang dapat merubah koordinasi ligan dengan ion feri. Ikatan sulfat dengan beberapa logam transisi stabil dalam larutan (Jones, 1964). Jika terbentuk ikatan antara sulfat dan ion feri, maka ion feri tidak lagi leluasa untuk mengikat fitat (faktor sterik) sehinggga rasio Fe:fitat yang dibutuhkan untuk berikatan akan meningkat.Tanpa adanya ion sulfat, ion feri dapat mengikat dua anion fitat sedangkan dengan adanya sulfat maka ion feri hanya mampu mengikat satu anion fitat maka dapat disimpulkan Fe yang dibutuhkan untuk mengikat fitat lebih banyak dengan semakin banyaknya sulfat yang ditambahkan sehingga Fe bebas semakin sedikit.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
33
[Sumber : Thompson D.B dan Erdman JR, 1982]
Gambar 4.7 Fe-fitat terhadap sulfat A. Ion feri terhubung antara gugus phosphate dengan anion fitat. Hanya satu gugus phosphate yang berikatan dengan anion fitat. B. Jembatan sulfat antara dua ion feri yang terkoordinasi ke dua anion fitat. Anderson’s (1963) mengamati bahwa kelebihan Fe akan melarutkan Fefitat. Empat mol Fe dalam tetraferric phytate relative labil (Earley 1994).
4.4.3
Variasi FeSO4 + glisin Kadar Fe bebas yang terukur pada variasi FeSO4 + glisin terhadap fitat,
meningkat sebanding dengan meningkatnya jumlah Fe yang ditambahkan. Berbeda dengan variasi FeSO4, pada variasi FeSO4 + glisin terjadi peningkatan kadar Fe lebih besar yang disebabkan adanya glisin. Variasi FeSO4 + Glisin dilakukan pada 100 mL susu kedelai cair (0,1 L susu kedelai cair) dan 100 gram tempe.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
34
Tabel 4.6 Variasi FeSO4 + glisin pada Susu Kedelai Cair FeSO4
Glisin
Fitat
Rasio mol
Fe yang
Kadar Fe
% hasil
(gram)
(gram)
(gram)
Fe : Glisin
ditambahkan
bebas
Fe
: fitat
(mg)
(ppm)
bebas
0,01717
0,0090
0,0204
2:4:1
3,45
2,5117
72,8029
0,03434
0,0180
0,0204
4:8:1
6,9
3,9935
57,8768
0,06868
0,0360
0,0204
8 : 16 : 1
13,8
5,6592
41,0087
Melihat dari Tabel 4.6 dan 4.7 , maka terdapat pengaruh dalam penambahan glisin pada hasil kadar Fe bebas yang terukur. Kadar Fe bebas naik lebih besar dibanding kadar Fe bebas tanpa glisin karena kemungkinan terbentuk kelat Ferrous Bisglycinate yaitu kelat yang terbentuk dari dua ligan glisin dan satu atom besi fero. Dari Gambar 4.7 hasil spektra UV-Visible FeSO4 + glisin terlihat adanya perbedaan spektra antara FeSO4 , glisin dan FeSO4 + glisin. Dari hasil spektra tersebut kemungkinan terbentuk kelat Fe-glisin dalam larutan sehingga glisin dapat berpengaruh pada hasil pengukuran kadar Fe bebasnya.
Gambar 4.8 Spektra FeSO4 , glisin dan FeSO4 + glisin Hasil dari kelat yang terbentuk adalah cincin heterosilklik lingkar lima. Kestabilan komplek dengan cincin kelat beranggota lima memiliki kestabilan yang lebih besar daripada cincin kelat yang beranggota lebih besar dari 5 atau 6 karena volume yang lebih besar akan lebih terhalang ketika terkoordinasi pada ion logam. Hasil dari reaksi tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.8
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
35
[Sumber : Ashmead, Stephen D, 2001] Gambar 4.9 Reaksi Kimia Ferrous Bisglycinate
Masing-masing cincin heterosiklik pada Gambar 4.9 terdiri dari dua ikatan antara ion Fe (II) dan ligan glisin pada setiap cincin. Ikatan yang terbentuk adalah ikatan kovalen koordinasi karena donor pasangan elektron hanya berasal dari gugus asam amino dan gugus karboksil dari ligan. Pasangan elektron akan menuju orbital energi terendah pada ion besi yang kosong, yaitu orbital p. Dalam hal ini Fe bertindak sebagai asam Lewis dan glisin dapat berfungsi sebagai donor pasangan elektron jika dalam suasana basa (basa Lewis). Pada pH 2,34–6,02 terjadi pelepasan proton pada gugus karboksil, sehingga gugus karboksil dapat berfungsi sebagai donor pasangan elektron. Pada pH 9,69-12 gugus amina yang mengalami pelepasan proton, sehingga 2 atom donor yang ada pada asam amino dapat berfungsi seluruhnya sebagai donor pasangan elektron. Jika suasana terlalu basa ada kemungkinan terjadi persaingan antara ligan dengan OH- untuk bereaksi dengan Fe (II). Glisin mengandung atom donor pasangan elektron lebih dari satu yaitu N dan O, keduanya mempunyai kemungkinan untuk terkoordinasi pada atom pusat. Fe mempunyai jari-jari atom antara 77 dan 74 nanometer (nm) sehingga Fe termasuk salah satu dari ion logam transisi yang lebih besar dibanding ion logam transisi lain. Walaupun demikian Fe bukanlah kation yang besar jika dibandingkan dengan kation alkali tanah. Ukuran ligan akan mempengaruhi stereokimia dari kelat. Saat ligan mampu menyerang sendiri ion logam tanpa masalah, penambahan ligan kedua dan ketiga yang juga akan menyerang ion logam akan terhalangi ligan pertama. Dalam Ferrous Bisglycinate, kelat terbentuk berdasarkan reaksi dari Gambar 4.9 hanya backbond dari asam amino yang berikatan dengan ion fero yang berarti bahwa
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
36
back bond asam amino menunjukkan konfigurasi sterik yang berfungsi baik sebagai ligan. Hasil pengukuran kadar Fe bebas pada tempe juga menunjukkan kenaikan hasil yang signifikan dibanding dengan variasi FeSO4 tanpa glisin. Tabel 4.7 Variasi FeSO4 + Glisin pada Tempe FeSO4
Glisin
Fitat
Rasio mol
Fe yang
Kadar Fe
% hasil
(gram)
(gram)
(gram)
Fe : Glisin :
ditambahkan
bebas (ppm)
Fe bebas
Fitat
(mg)
0,01717
0,0090
0,0204
2:4:1
3,45
2,7628
80,0812
0,03434
0,0180
0,0204
4:8:1
6,9
4,1693
60,4246
0,06868
0,0360
0,0204
8 : 16 : 1
13,8
7,9032
57,2696
Secara teori satu mol asam fitat dapat mengikat empat mol Fe. Dengan adanya fermentasi ataupun perendaman tidak mampu menghilangkan asam fitat secara total, residu fitat kemungkinan masih tercampur dengan besi yang terlarut. Kelarutan mineral (Fe) tidak hanya ditentukan dari rasio asam fitat : mineral. Telah dilaporkan bahwa inositol phosphate yang lebih rendah (inositol mono-, bi-, tri dan tetraphosphate) diproduksi selama proses fermentasi, meskipun ada dalam jumlah yang sedikit akan meningkatkan kapasitas ikatan mineral dari inositol phosphate yang lebih tinggi (IP5 dan IP6: myo-inositol pentaphosphate) (Sandberg et al. 1999). Semua bentuk besi phosphate kelarutannya rendah dalam air. Pengaruh pH pada penambahan fortifikan FeSO4 + glisin pada 100 mL susu kedelai cair adalah semakin menurun dengan bertambahnya fortifikan, dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8 Pengaruh FeSO4 + glisin pada pH susu kedelai cair
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
37
FeSO4 (gram) 0
Glisin (gram) 0
6.48
0.01717
0.0090
6.31
0.03434
0.0180
6.22
0.06868
0.0360
6.02
pH
Pada saat penambahan fortifikan, larutan berada pada pH 6,48 dimana pada pH 6,48 glisin berada dalam spesi +H3N-CH2-COO- pada spesi netralnya. Hal tersebut memungkinkan glisin untuk bereaksi dengan Fe sehingga penambahan agen pengkelat glisin akan berpengaruh pada kadar Fe bebas yang terukur pada masing-masing sampel.
4.5
Efektifitas Susu Kedelai Cair dan Tempe
Efektititas fortifikasi dari susu kedelai cair dan tempe dapat dilihat dari % hasil Fe bebas yang dihasilkan. Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa adanya glisin akan meningkatkan efektifitas fortifikan. Akan tetapi, semakin banyak fortifikan yang ditambahkan efektifitasnya menurun. Pada penelitian ini, efektifitas terbaik adalah penambahan fortifikan dengan rasio mol Fe: glisin : fitat pada 2:4:1 Dengan kata lain rasio mol Fe: glisin 1:2 dan Fe: fitat 2:1
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
38
Gambar 4.10 Efektifitas fortifikasi pada variasi jumlah fortifikan
Asam fitat membentuk ikatan elektrostatis yang kuat dengan gugus asam amino pada pH rendah sehingga mampu mengendapkan beberapa jenis protein pada pH dibawah 5,0. Pada penelitian ini, endapan yang terbentuk pada saat penambahan 50 mL HNO3 0,5 M (pH larutan 0,58) pada susu kedelai cair lebih banyak dibanding tempe yang berarti protein pada susu kedelai cair yang mengendap lebih banyak dibanding tempe. Banyaknya kandungan protein pada susu kedelai cair memungkinkan fitat yang terikat protein lebih banyak sehingga Fe bebas yang terdapat pada susu kedelai cair lebih rendah. Pada kondisi pH netral dan alkali baik fitat atau protein, keduanya memiliki muatan negatif yang mengakibatkan disosiasi di antara keduanya. Fe dapat membentuk ikatan kuat dengan protein, ikatan tersebut akan semakin kuat jika berada pada pH netral (Raharjo, 1997). Semakin banyak kandungan protein pada susu kedelai cair dengan pH awal yang netral maka ikatan protein dan fitat akan semakin kuat sehingga kadar Fe bebas pada susu kedelai cair lebih rendah dibanding kadar Fe bebas tempe.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa : 1. Efektifitas FeSO4 + glisin lebih baik dibandingkan FeSO4 tanpa glisin sebagai fortifikan Fe. 2. Rasio mol Fe : fitat dengan efetifitas yang baik pada 2:1. 3. Kadar fitat pada tempe lebih tinggi dibanding susu kedelai cair.
5.2
Saran Saran yang bisa disampaikan untuk penelitian selanjutnya adalah : 1. Melakukan fortifikasi dengan bahan pangan berbasis kedelai yang lain karena kadar Fe awal bahan pangan berbasis kedelai masih rendah. 2. Melakukan fortifikasi dengan fortifikan ferrous bisglycinate yang juga dapat digunakan sebagai pembanding. 3. Melakukan uji bioavalibilitas fortifikan untuk mengetahui jumlah penambahan fortifikan yang aman dikonsumsi manusia.
39
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
40
DAFTAR REFERENSI
Allen, L., B. Benoist, O. Dary, R. Hurrell (Eds) . 2006. Guidelines on food fortification with micronutrients. World health Organization. Food and Agricultural Organization of The United Nations. American Soybean Association (ASA). 1999. Southeast Asia Soyfood Directory 1999-2000. ASA, Singapore Ashamed,Stephen D. The chemistry of ferrous bis-glycinate chelate. Albion Laboratories, Inc.,Clearfield, Utah U.S.A Suplementano Vol.51 N 1.2001. Bovell-Benjamin ,Adelia C Bovell-Benjamin, Fernando E Viteri, and Lindsay H AllenIron. Absorption from ferrous bisglycinate and ferric trisglycinate in whole maize is regulated by iron status. Am J Clin Nutr 2000;71:1563–9. Printed in USA. © 2000 American Society for Clinical Nutrition Carlsson N.G, E.L. Bergman, E. Skoglund, K. Hasselblad and AS Sandberg. 2001. Rapid analysis of Inositol phosphates. J. Agric. Food Chem Depkes RI. 2003. Gizi dalam Angka. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan masyarkat, Direktorat Gizi Masyarakat. Jakarta. Frederikson M., NG, Carlsson, A. Almgren and AS Sandberg. 2002. Simultaneous and sensitive analysis of Cu, Ni, Zn, Co, Mn and Fe in food and biological samples by Ion Chromatography. J. Agric. Food Chem Graft, Ernst, et.al. 1987. Phytic Acid A Natural Antioxidant. The Journal Of Biological Chemistry Vol. 262 No. 2.4 USA. Hurrell, R., S. Lynch, T. Bothwell, H. Cori, R. Glahn, E. Hertrampf, Z. Kratky, D. Miller, M. Rodenstein, H. Streekstra, B. Teucher, E. Turner, C.K. Yeung and M.B. Zimmermann. 2004. Enhancing the Absorption of Fortification Iron. A Sustain task force. Int. J. Vitam. Nutr. Res., 74(6), 2004. Hogrefe&Huber Publisher.
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
41
Harland, F Barbara and Narula Gruleen.Howard University, Washington, DC.1999. Food Phytate and Its Hydrolysis Product.Nutrition Research, Vol 19. No 6 Matuscheck, E. E. Towo., and U. Svanberg. 2001. Oxydation of polyphenols in phytate reduced high tannin cereals : effects on different phenoloic groups and on in vitro available iron. J. agric. Food Chem Minihane, Marie Annne & Gerald Rimbach, Iron absorption and the iron binding and anti-oxidant propertties of phytic acid, International Journal of Food Science and Technology 2002, 37, 741-748 Opinion of the Scientific Panel on Food Additives, The EFSA Journal (2006) 299, 1-17: Ferrous bisglycinate as a source of iron for use in the manufacturing of foods and in food supplements Prihananto. 2004. Fortifikasi Pangan Sebagai Upaya Penaggulangan Anemia Gizi Besi. IPB,Bogor Thompson, D.B and Erdman J.W. Structural Model for Ferric Phytate: Implications for Phytic Acid Analysis, 1982.Department of Food Science, University of Illionis, Urbana WHO and Agriculture Organization of the United Nations . 2006. Guidelines on food fortification with micronutrients Yenrina, R. Yuliana dan D. Muchtadi. 2006. Pengolahan dan Penerimaan Produk Kedelai pada Rumah Tangga di Perkotaan dan Pedesaan Pulau Jawa Indonesia. Jurnal Gizi dan Pangan, Juli 2006
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
42
Lampiran 1. Bagan Alir penelitian
Lampiran 2. Bagan penentuan Fe-fitat dan Fe bebas
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
43
Lampiran 3. Pengamatan Secara Kualitatif
Gambar Pembuatan Tempe
(a)
(b)
(c)
Gambar Perubahan warna susu kedelai cair pada variasi fortifikan Keterangan : a.
Susu Kedelai Cair Kontrol
b.
Penambahan (FeSO4 + Glisin) 200 mg
c.
Penambahan (FeSO4 + Glisin) 30 mg
(a)
(b)
Gambar variasi fitat pada susu kedelai cair Keterangan: a. b.
Lapisan air (bawah) dan lapisan amil alkohol (atas) Lapisan amil alkohol dengan jumlah fitat yang lebih besar
Lampiran 4. Kurva Standar
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
44
Penentuan kadar Fe total Standar Fe (ppm)
Absorbansi
0,5
0,0181
1
0,0532
2
0,1068
3
0,1652
4
0,2194
5
0,2645
Fortifikan Susu Kedelai Cair Standar Fe (ppm)
Absorbansi
0,5
0,0143
1
0,0407
2
0,0931
3
0,1321
4
0,171
5
0,2135
Fortifikan tempe
Konsentrasi (ppm)
Absorbansi
0,5
0,0096
1
0,0526
2
0,1041
3
0,1588
4
0,2066
5
0,2538 Standar Fitat
Konsentrasi
Absorbansi
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011
45
(mM) 0,05
0,4232
0,075
0,3419
0,1
0,2348
0,15
0,1176
Sampel
Absorbansi
Tempe
0,2238
Susu Kedelai Cair
0,0806
Universitas Indonesia
Efektifitas FeSO4 ..., Novi Fauziati, FMIPA UI, 2011