UNIVERSITAS INDONESIA Dampak Negatif Media Massa Terhadap Kekerasan Sosial di Indonesia
MAKALAH NON SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
JESSICA JANE TAMPUBOLON 1006774000
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI HUBUNGAN MASYARAKAT DEPOK, 16424, INDONESIA DESEMBER 2013
Email:
[email protected]
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
2
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
3
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
4
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
Dampak Negatif Media Massa Terhadap Kekerasan Sosial di Indonesia
Abstrak
Kekerasan sosial saat ini semakin banyak terjadi di Indonesia. Kekerasan sosial seperti konflik antar agama dan demonstrasi yang berujung pada anarkisme banyak disiarkan oleh media karena memiliki nilai berita yang tinggi. Di makalah ini, penulis melakukan analisis studi literatur berdasarkan konsep The Five Types of Communicative Power yang dikemukakan oleh McQuail bahwa media massa tidak sekedar berperan sebagai pihak yang meliput dan menyiarkan kekerasan sosial. Media massa juga memiliki peran dalam menyulut kekerasan sosial yang terjadi di Indonesia. Makalah ini bertujuan menyadarkan masyarakat akan pentingnya “melek media” (media literacy) karena apa yang disampaikan oleh media tidak selalu sesuai dengan realitas sosial. Selain itu, penulis melihat sisi positif bahwa media dapat berperan sebagai penengah dan pencari solusi atas berbagai tindakan kekerasan sosial yang terjadi di Indonesia.
Negative Impact of Mass Media towards Social Violence in Indonesia
Abstract
Nowadays, social violence happens frequently in Indonesia. Social violence, such as conflict between different religion or anarchist mass demonstration, excessively broadcast by the mass media because of its news value. In this paper, writer did a literature study analysis based on The Five Types of Communicative Power concept by McQuail. Mass media is not only do the cover and broadcast social violence that happen but also involve in provoke the social violence in Indonesia. This writing aims is to create awareness about the importance of media literacy. The information told by the media is not always same as the reality. Moreover, there is positive opportunities that mass media can be rolled as the mediator and problem solver for the social violence that happen in Indonesia.
Key words: kekerasan sosial; media massa; The Five Types of Communicative Power; McQuail.
5
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
PENDAHULUAN
Kekerasan sosial sepertinya sudah menjadi budaya baru bagi bangsa Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang ramah dan sopan. Masih ingat kita ketika terjadi tawuran antara SMAN 70 Bulungan dengan SMAN 06 yang menewaskan satu orang siswa. Menurut Indonesia Police Watch (IPW), tiap tahun di Jakarta 60 orang tewas akibat ulah geng motor. Tahun 2011, 65 tewas. Setahun sebelumnya, 62 tewas. Sedang tahun 2009 yang tewas 68 orang (Kedaulatan Rakyat, 2012). Aksi kekerasan sosial juga mewarnai demo sengketa Pilkada di Palembang yang berujung pada pembakaran sebuah toko yang terjadi pada 5 Juni 2013 lalu. Diduga massa membakar toko tersebut karena pemilik toko dikenal sebagai pendukung walikota yang menjadi lawan massa simpatisan tersebut. Mereka juga sempat menganiaya pemilik toko dan merusak lampu-lampu jalan. Kekerasan sosial seperti aksi geng motor, tawuran antar pelajar, terorisme, konflik antar agama, dan demonstrasi yang berujung pada anarkisme adalah peristiwa yang menjadi santapan empuk bagi media. Kekerasan sosial menjadi komoditas yang laku untuk diperjualbelikan. Media massa menganggap “Bad news is a good news” karena berita-berita seperti itu pasti akan menarik perhatian masyarakat. Semakin ekstrim kekerasan yang ditunjukkan dalam liputan, semakin tinggi nilai berita tersebut. Media massa dengan vulgar menggambarkan tindakan kekerasan yang dilakukan sehingga efek yang dirasakan penonton ketika menyaksikan berita tersebut semakin merasuk. Dalam analisa media dalam delapan media cetak di Indonesia yang dilakukan oleh Komnas Perempuan, Ada 1278 berita dari delapan koran tesebut. 528 diantaranya merupakan berita tentang kekerasan (Komisi Nasional Perempuan, 2011). Kekerasan sosial merupakan masalah serius yang sedang dihadapi Indonesia saat ini. Disamping karena korban jiwa maupun luka yang semakin bertambah setiap harinya, masalah degradasi moral bangsa Indonesia juga sangat memprihatinkan. Perlu dilakukan upaya-upaya untuk mengurangi kekerasan sosial di Indonesia. Penulis yakin bahwa media massa tidak sekedar berperan sebagai pihak yang meliput dan menyiarkan kekerasan sosial. Media massa juga memiliki pengaruh terhadap kekerasan sosial yang terjadi di Indonesia. Makalah ini
6
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
akan membahas beberapa dampak negatif media yang perlu dihindari oleh media apabila ingin berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia yang aman dan damai. PERMASALAHAN Dengan melihat latar belakang di atas, peneliti ingin menjawab pertanyaan berikut ini: 1. Apa saja pengaruh negatif yang diberikan media massa terhadap kekerasan sosial di Indonesia? 2. Apa kontribusi yang dapat diberikan oleh media untuk mengatasi kekerasan sosial di Indonesia? TUJUAN PENULISAN Makalah ini bertujuan : 1.Membuka wawasan masyarakat bahwa apa yang dilakukan oleh media dapat berdampak pada kekerasan sosial yang terjadi di masyarakat. 2. Meningkatkan kesadaran akan pentingnya “melek media” (media literacy) karena apa yang disampaikan oleh media tidak selalu sesuai dengan realitas sosial. 3. Memberikan masukan kepada media agar berperan sebagai penengah dan pencari solusi atas berbagai tindakan kekerasan sosial yang terjadi di Indonesia. TINJAUAN TEORITIS
Dalam Five Types of Communicative Power (McQuail D., 2010), McQuail berupaya untuk menguraikan bahwa komunikator, dalam hal ini media massa memiliki pengaruh dan beberapa tipe kekuatan dalam berkomunikasi. 1. By way of Information. Tipe ini menekankan mengenai cara media menyebarkan informasi dan medium (perantara) apa yang ia gunakan. Dalam berkomunikasi, tidak hanya pesan saja yang penting tetapi juga medium yang digunakan. 2. Stimulating into action. Menekankan bahwa media memiliki pengaruh terhadap audiensnya untuk melakukan perilaku tertentu. Pengaruh tersebut ditanamkan melalui
7
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
beberapa tahapan yang mulai dari mempengaruhi kognisi, afeksi, hingga akhirnya behavior yang berujung kepada action. 3. Directing attention differently. Melalui penekanan-penekanan yang dilakukan oleh media, mereka bisa mengarahkan perhatian audience terhadap objek tertentu. Misalnya melalui repetisi, penempatan berita di headline, dan pengaturan visualisasi. 4. Persuation. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, persuasi adalah membujuk secara halus, meminta agar meyakini. Menurut Burgon dan Huffner (2002), persuasi adalah suatu proses yang bertujuan mempengaruhi pemikiran dan pendapat orang lain agar menyesuaikan pendapat dan keinginan komunikator. Suatu proses yang mengajak atau membujuk orang lain dengan tujuan mengubah sikap, keyakinan dan pendapat sesuai keinginan komunikator. Pada definisi ini „ajakan‟ atau „bujukan‟ adalah tanpa unsur ancaman/ paksaan. (Gojhali, 2010) 5. Defining Situation and Framing Reality. Media memiliki kekuatan untuk mendefinisikan suatu situasi dan membingkai suatu realita. Konsep framing sering digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasiinformasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu lain. Framing memberikan tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan oleh pembuat teks. (Entman, Robert N., 1993) METODE PENULISAN
Makalah ini ditulis dengan metode perbandingan studi literatur. Sebuah studi literatur merupakan survei dan pembahasan literatur pada bidang tertentu dari suatu penelitian. Studi ini merupakan gambaran singkat dari apa yang telah dipelajari, argumentasi, dan ditetapkan tentang suatu topik, dan biasanya diorganisasikan secara kronologis atau tematis. Sebuah studi literatur ditulis untuk menyoroti argumen spesifik dan ide dalam suatu bidang studi. (Saint Mary University)
8
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
PEMBAHASAN
Menurut McQuail (McQuail D. W., 1993) saat ini kita tengah berada dalam fase keempat perkembangan studi efek media,yaitu Negotiated Media Influence. Fase yang dimulai sejak akhir tahun 1970-an ini memiliki asumsi bahwa media memiliki kekuatan pengaruh yang kuat, khususnya dalam mengkonstruksi gambaran khalayak mengenai realitas sosial. Terkait dengan kekuatan komunikasi yang dimiliki oleh media, penulis berusaha menganalisis dampak negatif yang ditimbulkan oleh media massa terhadap kekerasan sosial berdasarkan five types of communicative power (McQuail D., 2010):
No.
Types of Communicative
Dampak Negatif Media
Power 1
By way of information
Melihat dari cara pemberitaan media mengenai kekerasan yang dilakukan secara gamblang dan berulang-ulang, media mempunyai kekuatan untuk menanamkan bahwa kekerasan adalah hal yang biasa dan dapat ditolerir.
2
Stimulating into action.
Media mempunyai kekuatan untuk menstimulasi kita agar melakukan tindakan kekerasan sosial.
3
Directing attention differently
Media massa mempunyai kekuatan untuk mengarahkan perhatian kita pada peristiwa kekerasan sosial.
4
Media massa mempunyai kekuatan persuasif untuk menyulut kebencian di
Persuation
antara kedua kelompok yang sedang bertikai. 5
Defining situation and
Media mempunyai kekuatan untuk membentuk gambaran (image) di benak
framing reality
kita akan kekerasan sosial.
Berikut ini penulis akan menjelaskan lebih dalam mengenai dampak negatif media terhadap kekerasan sosial. Dampak Negatif Media dalam Menimbulkan Kekerasan Sosial 1. Media mempunyai kekuatan untuk membentuk gambaran (image) di benak kita akan segala sesuatu yang berhubungan dengan kekerasan sosial
9
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
Gambaran tersebut bisa terkait dengan suatu kegiatan, sekelompok masyarakat, ataupun peristiwa. Liputan media massa ditayangkan menurut angle dan framing mereka sendiri yang tentu benar dan sesuai dengan realitas yang ada. Framing adalah kerangka interpretasi atau bingkai yang mengkontekstual-isasikan peristiwa & laporan berita di kalangan khalayak yang terbentuk sebagai hasil konstruksi media. (McQuail D. , 2010) Gambaran yang diciptakan oleh media tersebut bisa saja mempengaruhi persepsi kita dan akhirnya berpengaruh terhadap apa yang kita lakukan. Misalnya, dalam kegiatan berdemonstrasi, media membuat gambaran seperti apakah itu demonstrasi. Demonstrasi yang diberitakan di media identik dengan aksi anarkis, yaitu dilakukan ditempat terbuka agar memancing perhatian publik, aksi membakar ban, merubuhkan pagar, adu kekuatan dengan polisi, dan melempar bom Molotov. Media jarang memberitakan bahwa sebenarnya demonstrasi itu bisa dilakukan secara damai. Masih banyak jalan-jalan lain agar aspirasi rakyat bisa didengar oleh pemerintah. Misalnya menggunakan media perwakilan rakyat di parlemen, gerakan sosial, petisi, dan sebagainya. Di dalam benak rakyat sudah tertanam seperti apa demonstrasi itu, mereka akan cenderung melakukan hal seperti yang mereka lihat di media apabila mereka mengalami situasi yang sama. Media juga mengkonstruksikan hal-hal lainnya dengan image yang negatif. Tawuran identik dengan membawa sejata tajam dan melempar batu, geng motor identik dengan penganiayaan dan perampokan, agama “X” itu sesat, dan lain-lain. Hal ini menimbulkan stigma mengenai suatu kelompok masyarakat yang belum tentu kenyataannya seperti itu. Contohnya, tidak semua perkumpulan motor melakukan kekerasan. Ada komunitas motor yang berkumpul hanya untuk bertukar ilmu modifikasi motor. 2. Media mempunyai kekuatan untuk menanamkan bahwa kekerasan adalah hal yang biasa dan dapat ditolerir. Berdasarkan kinds of effects on individual, media dapat mempengaruhi individu pada level cognitive dan effective (McQuail D., 2010). Salah satu jenis media massa yang diyakini memiliki pengaruh kuat pada khalayak adalah media audio visual. Kekuatan pengaruh media audio visual disebabkan media jenis ini tidak hanya mampu mengoptimalkan pesan melalui pendengaran, melainkan juga penglihatan dan gerakan sekaligus, dimana pesan bergerak memiliki daya tarik lebih dibandingkan pesan statis. Terpaan kekerasan media audio visual
10
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
memberikan pengaruh pada agresivitas, yaitu komponen kognisi dan afeksi agresi. Semakin tinggi terpaan media yang diterima semakin agresif mereka dalam komponen kognisi dan afeksi agresinya. (Bushman, 2001) Dalam level cognitive, pengaruh yang kita rasakan berupa pengetahuan dan opini mengenai kekerasan. Misalnya, setelah menonton tayangan yang menampilkan adegan tawuran, kita jadi tahu seperti apa tawuran itu, senjata apa yang digunakan, dan tindakan kekerasan apa saja yang dilakukan. Setelah memiliki pengetahuan tentang tawuran, kita membuat opini tentang tawuran, bisa negatif atau pun positif, tergantung dari diri kita masing-masing. Dalam level affective, pengaruh tayangan kekerasan yang ditampilkan media dapat berupa ketidakpekaan pada kekerasan. Semakin sering kita terpapar tayangan kekerasan, semakin kita merasa “kebal” dan mentolerir kekerasan yang terjadi tersebut. Lama-kelamaan rasa peka kita semakin tumpul. Kita tidak lagi miris menonton perkelahian berdarah di televisi. Di benak kita tercipta pemikiran bahwa kekerasan adalah sesuatu yang biasa terjadi dalam menghadapi suatu masalah. Selain “kekebalan” terhadap tayangan kekerasan, tingkat agresivitas juga bisa terpengaruh. Individu-individu dengan tingkat keagresivitasan tinggi inilah yang nantinya melakukan berbagai tindakan kekerasan sosial di masyarakat. 3. Media massa mempunyai kekuatan persuasif untuk menyulut kebencian di antara kelompok yang ber berbeda Efek media terhadap konflik dapat ditilik dari akibat negatif yang ditimbulkan oleh jurnalisme yang secara tidak sengaja atau secara terselubung menyebarkan propaganda atau bersifat memihak dalam bentuk eskalasi ketegangan dan memprovokasi terjadinya konflik (Institut Studi Arus Informasi, 2004). Pada kasus konflik di Poso, Sulawesi Tengah, media (sebagian besar sukat kabar) berperan dalam tindak kekerasan yang terjadi di Poso dengan menjadi corong dari pihak yang bertikai. Sejumlah berita ataupun artikel menjadi acuan bagi banyak kalangan, terutama mereka yang bertikai.. Praktis media yang sebagian besar berbasis di Palu menjadi “media pernyataan”, yakni media yang mengutip mentah-mentah hasil wawancara dengan salah satu pihak. Ternyata banyak media cetak tersebut didirikan untuk meliput konflik yang terjadi di sana. Pertikaian yang terjadi di Poso menjadi ladang yang subur bagi pertumbuhan media. Suf Kasman dalam bukunya, “Konflik Sosial dan Peran Media Massa” menganalisa berita dari harian Kompas dan Republika dan menyimpulkan tiga hal. Pertama, mutu pemberitaan 11
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
sering dihiasi oleh kata-kata yang terkesan hiperbol dan bombastis dalam memberitakan konflik baik di Poso maupun Maluku. Kedua, kecenderungan harian Kompas dan Republika mendramatisir dan melebih-lebihkan apa yang terjadi di wilayah konflik, dengan menggunakan bahasa berkonotasi daripada bahasa yang bermakna harfiah. Ketiga, sesekali tidak objektif terkadang juga mengandung informasi yang tidak sesuai dengan realitas di lokasi. Bahkan menurut Suf Kasman kedua harian tersebut, selama konflik meledak, banyak menurunkan liputan yang terkesan memihak dan kerap tidak berimbang (hal. 286-287). Pada kondisi terakhir ini keberadaan media justru bukan sebagai medium yang memberikan informasi pada publik atau pada pihak-pihak yang berkonflik untuk melakukan damai, namun justru semakin menyulut ketegangan. (Ma'amun, 2013) Pada saat yang bersamaan, pers di Indonesia tengah menikmati kebebasan. Pemerintahan Abdurahman Wahid (Gus Dur) memberikan kemudahan bagi pertumbuhan media tanpa ijinijin yang ketat. Mereka berkompetisi di tengah konflik yang semakin sengit dengan orientasi bisnis dan atau melalui keberpihakan (Institut Studi Arus Informasi, 2004). Jadi pada masa itu, media cetak di Poso tidak semuanya menampilkan berita dengan objektif. Mereka membawa kepentingan pihak-pihak yang mau memberikan aliran dana segar bagi mereka. Media massa yang tidak objektif seperti ini bisa memprovokasi kebencian. Media massa ini bisa saja menyampaikan pandangan suatu kelompok mengenai "musuhnya". Hal ini dapat membuat pihak lawan menjadi "panas". Atau, bisa saja media tersebut menyampaikan informasi yang tidak cover both sides, menjelek-jelekkan salah satu pihak yang sedang bertikai sehingga pihak yang disudutkan dalam pemberitaan menjadi marah. Apabila hal ini terjadi, media bukannya menjadi penyelesai konflik, tetapi sebagai provokator kebencian di antara kedua pihak yang sedang bertikai. Pada pemberitaan tentang jemaat HKBP vs warga Ciketing, Bekasi, misalnya, media massa memilih judul yang provokatif. Judul headline suratkabar maupun keterangan di layar televisi berbunyi: “kebebasan beragama terancam” atau “umat HKBP dilarang beribadah”. Dalam penyajian berita, media kurang menyentuh unsur “why”, unsur mengapa hal tersebut terjadi. Media lebih suka menonjolkan kontroversi yang terjadi.1 Pemberitaan yang sepotongsepotong tentu menciptakan persepsi yang berbeda.
1Pemberitaan
di VHR Media Online pada tanggal 13 April 2012, “Jemaat HKBP Filadelfia Dilarang Gelar Ibadah”, http://www.vhrmedia.com/2010/detail.php?.e=5532. Pemberitaan dalam artikel ini tidak menginformasikan dengan jelas mengapa jemaat tidak boleh beribadah. 12
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
4. Media mempunyai kekuatan untuk mengarahkan kita agar melakukan tindakan kekerasan sosial. Dampak yang ditimbulkan oleh media massa tidak hanya mencakup cognitive dan affective saja, tetapi bisa hingga ke behaviour. Karena terlalu sering terpapar oleh tayangan kekerasan, orang tidak segan lagi melakukan kekerasan. Misalnya main hakim sendiri ketika menangkap basah pencopet. Pencopet yang mencuri dompet bisa dihajar hingga hampir mati. Menurut penelitian yang dilakukan pada siswa SMAN 60 dan SMAN 70 Bulungan, sebagian besar anak-anak yang mengikuti tawuran ternyata memiliki akses yang cukup terhadap media visual (televise, video games, dan film) serta tingkat exposure yang tinggi terhadap tayangan kekerasan. (Oesman, 2012). Terpaan media massa yang mengandung kekerasan oleh banyak ahli diyakini memiliki kontribusi dalam meningkatkan perilaku agresif. (Bushman, 2001) Jangan lupakan dampak tayangan kekerasan pada anak. Seperti yang ditulis di Republika pada 20 November 2012, Kepala RSJ Sa'anin Padang, mengatakan bahwa anak- anak jaman sekarang terlalu banyak terkena exposure tayangan kekerasan. Kemampuan media literacy mereka masih rendah, ditambah lagi dengan kondisi kejiwaan yang labil. Tidak semua bisa menginterpretasikan dengan benar konflik atau tayangan kekerasan yang muncul di wajah media. Tanpa sadar, bila anak bertemu dengan situasi yang sama, ia akan meniru yang diingatnya dan melakukan hal tersebut di masa depan. (ANTARA, 2011). Bisa saja bila seorang anak kecil bertemu dengan situasi dimana ia diajak tawuran, ia melakukannya meniru yang ia lihat di media. Misalnya saja tawuran anak SD pada 24 April 2010 lalu. 5. Media mempunyai kekuatan untuk mengarahkan perhatian kita pada peristiwa kekerasan sosial. Media mengemas suatu berita sedemikian rupa sehingga membuat kita berpikir bahwa topik yang mereka bahas merupakan topik yang sangat penting hari ini sehingga perhatian kita akan tertuju ke topik tersebut. Hal ini sesuai dengan teori Agenda Setting. Agenda setting adalah Perhatian selektif media terhadap issue tertentu sehingga mempengaruhi kesadaran dan perhatian publik. (McQuail D. , 2010)
13
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
Misalnya, ketika kekerasan yang dilakukan oleh geng motor sedang marak terjadi, seluruh media membahas hal yang sama. Banyak media cetak yang menjadikan topik tersebut sebagai headline. Berita mengenai geng motor juga muncul berkali-kali di televisi. Media massa seolah-olah tidak mau kalah saing dengan media massa lainnya dalam menyiarkan pemberitaan mengenai geng motor. Kekompakan media dalam memberitakan satu topik yang sama seperti ini disebut konsonansi media. Karena semua media memberitakan hal yang sama, dampak yang dirasakan semakin besar. Repetisi, konsistensi, dan aksentuasi semakin menguatkan pesan yang sampai ke audience. Dampak negatif media yang satu ini akan semakin menguatkan dampak-dampak yang telah penulis sebutkan di atas. Dampak Media Baru Terhadap Kekerasan Sosial Tidak hanya media massa konvensional saja yang memiliki dampak terhadap kekerasan sosial, tetapi juga media baru. Media baru merupakan sebuah terminologi untuk menjelaskan konvergensi antara teknologi komunikasi digital yang terkomputerisasi serta terhubung ke dalam jaringan (Flew, 2005). Contoh dari media yang sangat merepresentasikan media baru adalah internet. 1. Pemberitaan kekerasan sosial oleh media baru Media baru semakin memperkuat gaung terhadap pemberitaan media massa konvensional mengenai kekerasan sosial. Apabila terjadi tawuran, dalam beberapa menit, berita mengenai tawuran tersebut sudah muncul di situs berita online.
Ketika geng motor melakukan
kekerasan di jalanan, aksi mereka begitu ramai dibicarakan di berbagai jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Aksi geng motor bahkan sempat menjadi trending topic di Twitter. Media baru mengungguli media konvensional dari sisi kecepatan waktu pemberitaan. Tetapi di sisi lain, kelebihan ini membawa kekurangan yang lain, yaitu karena terlalu cepat di-post, terkadang konten yang ada di media baru sedikit sekali (atau bahkan tidak sama sekali) mengalami proses gatekeeper sehingga ketepatan isi beritanya masih dipertanyakan. Berita mengenai kekerasan yang di muat di internet belum tentu sesuai dengan fakta yang ada. 2. Fenomena Citizen Journalism terhadap kekerasan sosial Kemudahan mengakses media baru membuat semua orang bisa menjadi jurnalis dadakan. Kita bisa dengan mudah membuat konten berita dan menyiarkannya melalui Blog, Facebook, 14
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
Twitter, maupun YouTube. Fenomena ini dikenal dengan citizen journalism, yaitu konten yang ada di internet bersumber "dari kita, oleh kita, dan untuk kita". Tetapi kemudahan menghasilkan dan mendistribusikan konten ini sayangnya tidak diimbangi dengan kemampuan membuat konten yang baik. Apabila konten yang dibuat oleh citizen journalist tersebut berhubungan dengan kekerasan sosial, bisa saja konten tersebut mengandung informasi yang salah, tidak cover both sides, bahkan bisa saja memprovokasi kebencian. Saat ini, ketika mendengar suatu isu dan penasaran mengenai isu tersebut, kebanyakan orang akan mencari tahu mengenai isu tersebut di search engine. Search engine ini tidak hanya akan mengarahkan kita kepada situs-situs berita resmi tetapi juga kepada blog-blog. Informasi yang tertulis di blog tidak semuanya benar. Seorang penulis blog bisa saja menulis apapun yang ia suka di dalam blog miliknya. Misalnya membuat konten yang memprovokasi kebencian di antara kedua pihak yang bertikai sehingga kekerasan sosial pun terjadi. Contohnya, ketika kasus Gereja HKBP Ciketing Bekasi sedang marak, bermunculan postingan blog yang pro dan kontra dengan jemaat Gereja HKBP tersebut. Isi dari blog-blog tersebut tidak semuanya cover both sides dan beberapa ada yang menulis dengan kata-kata yang menghina dengan kata-kata yang kurang pantas. Hal ini berbahaya karena bisa memperparah situasi yang terjadi. Media literacy bearperan penting agar kita sebagai pembaca blog tersebut tidak menerima mentah-mentah seluruh informasi yang tercantum di dalamnya. KESIMPULAN
Media massa tidak hanya sekedar menjadi pihak yang meliput dan menyiarkan berita mengenai kekerasan sosial. Media massa juga mempunyai pengaruh terhadap kekerasan sosial, terutama dampak negatif. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh media timbul karena kekuatan komunikasi yang dimiliki oleh media untuk mempengaruhi masyarakat atas pemberitaan yang dilakukannya. Walaupun memiliki dampak negatif, penulis melihat kesempatan yang dimiliki oleh media massa sebagai penengah, sebagai sarana penyelesaian konflik, bukan sebagai provokator. Dalam konflik-konflik yang menyebabkan kekerasan sosial pada masyarakat, media harus mencari sebab permasalahannya dan memberikan solusi, alternatif pemecahan masalah, serta menampilkan ulasan yang penuh kedamaian. Dapat ditanamkan bahwa kekerasan bukan merupakan solusi untuk masalah tersebut. Media massa dapat memberikan framing yang
15
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
objektif dan menyejukkan kedua pihak yang bertikai. Hal-hal seperti inilah yang masih jarang ditunjukkan oleh media massa di Indonesia. „Media ibarat pedang bermata dua. Ia dapat menjadi senjata kekerasan yang mengerikan bila menyiarkan pesan-pesan yang bersifat tidak toleran atau disinformasi yang memanipulasi sentimen masyarakat.... Tetapi ia juga memiliki aspek lain. Ia dapat menjadi instrumen penyelesaian konflik, yaitu bila informasi yang disajikannya terandalkan, menghormati HAM, dan mewakili berbagai sudut pandang. Media seperti ini memungkinkan masyarakat untuk menetapkan pilihan secara baik yang dilandasi pada informasi, sesuatu yang menjadi komponen dasar (precursor) tata pemerintahan yang demokratis. Ia dapat meredakan konflik dan memupuk rasa aman manusia‟ (Howard, 2002) SARAN
Saran berikut ini ditujukan kepada media massa agar: 1. Berita dan tayangan yang mengandung kekerasan dan kriminalitas hanya ditayangkan pada jam-jam tertentu (jam tayang sesuai kategori usia). Hal ini dilakukan untuk melindungi anakanak dan remaja agar tidak terlalu sering terpapar tayangan yang mengandung kekerasan. 2. Diciptakannya rubrik khusus media massa, baik cetak maupun elektronik bagi anak-anak dan remaja untuk keperluan pendidikan wawasan,moral, dan budaya mereka. Rubrik ini dapat diperoleh dengan bebas biaya dan dijangkau dengan mudah oleh generasi penerus bangsa kita. 3. Pendidikan yang memadai perlu diberikan bagi pekerja media sebelum ia dipekerjakan, agar menghasilkan karya yang profesional kontennya, tidak sekedar mengejar rating dan uang iklan. Media massa yang profesional berarti menampilkan berita secara objektif dan tidak provokatif sehingga tidak memancing konflik, taat pada kode etik yang berlaku, maupun pada peraturan perundang-undangan. Terkait dengan media baru, penulis menyarankan kepada masyarakat agar tidak cepat percaya dengan pemberitaan yang dimuat di internet dan disebarkan melalui media sosial karena belum tentu sesuai dengan fakta yang ada. Masyarakat Indonesia harus lebih kritis dan memiliki media literacy yang semakin baik. Media massa juga perlu berbenah agar semakin berkualitas dan objektif dan professional dalam melakukan pemberitaan mengenai kekerasan
16
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
sosial. Semoga dengan pembenahan yang dilakukan dari berbagai sisi, suatu saat Indonesia dapat menjadi negara yang aman dan damai.
17
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
DAFTAR REFERENSI
ANTARA. (2011, November 20). Umum. Retrieved December 15, 2012, from Republika: http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/11/11/20/luy8yd-media-diminta-bijaksanaberitakan-soal-tawuran Bushman, C. A. (2001). Effects of Violent Video Games on Aggresice Behavior, Aggresive Affect, Physiological Arousal, and Prosocial Behavior: A Meta-Analytic Review of the Scientific Literature. Psychological Sciences Vol 12 No 5 , 258. Entman, Robert N. "Framing: Toward Clarification of a Fractured Pradigm", Journal of Communication, Vol 43, No. 4, 1993. Flew. (2005). New Media : An Introduction. 2nd Edition. New York: Oxford University Press. Ghojali Bagus A.P., S.Psi.. 2010.Buku Ajar Psikologi Komunikasi. Fakultas Psikologi Unair. Howard, R. (2002). An Operational Framework for Media and Peacebuilding. IMPACTS , 34. Institut Studi Arus Informasi. (2004). Peran Media dalam Pembangunan Perdamaian dan Rekonsiliasi. Kajian Tematis , 8. Kedaulatan Rakyat. (2012, April 16). Kekerasan. Retrieved December 13, 2012, from Kedaulatan Rakyat Online: www.kedaulatan-rakyat.com Komisi Nasional Perempuan. (2011, September). Lembar Fakta Kekerasan Seksual dalam Pemberitaan Media. Retrieved December 15, 2012, from Komnas Perempuan: http://www.komnasperempuan.or.id/wp-content/uploads/2011/09/Lembar-Fakta-KekerasanSeksual-dalam-Pemberitaan-Media.pdf Ma'amun, S. (2013, November 13). Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Jember. Retrieved December 15, 2013, from STAIN Jember: http://www.stainjember.ac.id/v3/web/artikel/detail/7/book-review-konflik-sosial-dan-peran-media-massa McQuail, D. (2010). Mass Communication Theory. 6th Edition. London: SAGE Publications. McQuail, D. W. (1993). Communication Models: For the Study of Mass Communication. Second Edition. London & New York: Longman.
18
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014
Oesman, A. T. (2012). Fenomena Tawuran sebagai Bentuk Agresivitas Remaja (Kasus Dua SMUN di Kawasan Jakarta Selatan). Institut Pertanian Bogor . Patrick Power Library. Writting Literature Review. Retrieved December 30, 2013. Saint Mary University. http://www.smu.ca/administration/library/litrev.html
19
Dampak negatif ..., Jessica Jane T, FISIP UI, 2014