UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BUAH KACANG PANJANG (Vigna unguiculata (L.) Walp.) TERHADAP KADAR KALSIUM TULANG TIKUS BETINA YANG DIOVARIEKTOMI
SKRIPSI
QOTHRUNNADA 0806315654
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2012
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL 70% BUAH KACANG PANJANG (Vigna unguiculata (L.) Walp.) TERHADAP KADAR KALSIUM TULANG TIKUS BETINA YANG DIOVARIEKTOMI
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Farmasi
QOTHRUNNADA 0806315654
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2012
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 10 Juli 2012
Qothrunnada
ii Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Qothrunnada
NPM
: 0806315654
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 10 Juli 2012
iii
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
iv
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Dr. Anton Bahtiar M.Si., Apt. dan Rissyelly M.Si., Apt. selaku pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan dan membimbing saya selama penelitian dan dalam penyusunan skripsi ini.
2.
Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, selaku ketua Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini.
3.
Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D, Apt. selaku Kepala Laboratorium Farmakologi Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan nasehat dan ijin untuk melaksanakan penelitian di laboratorium yang dipimpinnya.
4.
Dr. Arry Yanuar M.Si., Apt. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan saran dan ijin untuk dapat melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
5.
Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Farmasi FMIPA UI atas ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di Departemen Farmasi FMIPA UI.
6.
PT. Novell Pharmaceutical Laboratories atas pemberian natrium alendronat untuk penelitian ini.
7.
Ibu, Bapak, dan seluruh anggota keluarga saya (Nita, Ka Iyoh, Uyat, Lidia) yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral v
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
8.
Melda Silvia Sari Silalahi, Indana Ayu Soraya, Margaretha S.M.U., Dita Andriani yang telah memberikan banyak sekali bantuan dan dukungan serta selalu menemani selama melaksanakan penelitian ini.
9.
Teman-teman angkatan 2008, khususnya Fara Cesara W., Septi Hanna Dwisari, Rizkianna, Sri Rahayu W., Nadia Husnul Khotima, Putri Wahyu Utami, Devi Asrirani yang selalu membantu dan mendukung dalam perkuliahan di Departemen Farmasi.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Penulis
2012
vi
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: Qothrunnada : 0806315654 : Farmasi : Farmasi : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Buah Kacang Panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp.) terhadap Kadar Kalsium Tulang Tikus Betina yang Diovariektomi beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 10 Juli 2012 Yang menyatakan
( Qothrunnada )
vii Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama : Qothrunnada Program Studi : Farmasi Judul : Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol 70% Buah Kacang Panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp.) terhadap Kadar Kalsium Tulang Tikus Betina yang Diovariektomi Fitoestrogen yang terkandung dalam kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp.) berpotensi untuk digunakan sebagai pengobatan alternatif osteoporosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% buah kacang panjang terhadap kadar kalsium tulang tikus melalui pengukuran dengan spektrofotometri serapan atom. Metode ovariektomi digunakan untuk mewakili kondisi osteoporosis yang dilakukan pada 36 tikus betina galur Sprague Dawley yang terbagi ke dalam 6 kelompok. Kelompok I sebagai sham, kelompok II sebagai kontrol negatif, keduanya diberikan CMC 0,5%, kelompok III, IV, dan V diberikan ekstrak kacang panjang dosis bervariasi, berturut-turut, 100; 200; dan 400 mg/200 g bb tikus disuspensikan dalam CMC 0,5%, dan kelompok VI sebagai kontrol positif diberikan larutan natrium alendronat dalam aquadest. Semua kelompok kecuali kelompok sham dilakukan ovariektomi pada hari ke-1 kemudian diistirahatkan selama 20 hari. Bahan uji diberikan satu kali sehari secara oral pada hari ke 22 sampai hari ke 50. Pengukuran kadar kalsium dilakukan pada hari ke 51. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak kacang panjang lebih tinggi meningkatkan kadar kalsium tulang dibandingkan dengan natrium alendronat. Akan tetapi, efek peningkatan yang ditimbulkan dari ketiga varian dosis adalah sama sehingga tidak ada dosis efektif ekstrak etanol kacang panjang dalam meningkatkan kadar kalsium.
Kata kunci
: osteoporosis, ovariektomi, natrium alendronat, kadar kalsium tulang, Vigna unguiculata (L.) Walp. xiv+75 halaman ; 13 gambar; 8 tabel; 8 lampiran Daftar Pustaka : 49 (1987-2012)
viii
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name : Qothrunnada Program Study : Pharmacy Title : Effect of 70% Ethanolic Extract of Long Bean (Vigna unguiculata (L.) Walp.) on Bone Calcium Level of The Ovariectomized Female Rats Phytoestrogen contained in long beans (Vigna unguiculata (L.)Walp.) could potentially be used as an alternative treatment for osteoporosis.This study is aimed to determine the effect of 70% ethanolic extract of long bean on rat bone calcium level by Atomic Absorption Spectrophotometry measurement. Ovariectomy method is used to represent osteoporosis condition on 36 Sprague Dawley strain female rats which are divided into 6 groups. Group I as a sham, group II as a negative control, both had been given with CMC 0.5%, group III, IV, and V are given varying doses of long bean extract, 100; 200; and 400 mg/200 g bw rats respectively, were suspensed in CMC 0.5%, group VI as a positive control had been given alendronate sodium in aquadest. All groups except sham group was ovariectomized on the first day and then rested for 20 days. Each of them orally administered once daily from day 22 to day 50. The bone calcium level was measured on day 51. The results showed that the ethanol extract of long bean increases bone calcium level higher compared to alendronate sodium. But effect of increasing three varying doses ethanol extract of long bean are the same, so there is no effective dose of ethanol extract of long bean on increasing the bone calcium level. Key word xiv + 75 pages Bibliography
: osteoporosis, ovariectomy, alendronat sodium, bone calcium level, Vigna unguiculata (L.) Walp. ; 13 pictures ; 8 tables; 8 appendix : 49 (1987 - 2012)
ix
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...............................ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................iii HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iv KATA PENGANTAR .......................................................................................v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................vii ABSTRAK .......................................................................................................viii ABSTRACT .......................................................................................................ix DAFTAR ISI ......................................................................................................x DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xii DAFTAR TABEL .............................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xiv BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................1 1.1 Latar Belakang ................................................................................1 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................3 1.3 Jenis Penelitian dan Metode............................................................3 1.4 Hipotesis .........................................................................................3 1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................5 2.1 Kacang Panjang ..............................................................................5 2.2 Osteoporosis ....................................................................................6 2.3 Fitoestrogen.....................................................................................17 2.4 Metode Ekstraksi ............................................................................18 2.5 Ovariektomi ....................................................................................20 2.6 Penetapan Kadar Kalsium dengan SSA ..........................................20 BAB 3. METODE PENELITIAN ....................................................................24 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ..........................................................24 3.2 Alat ..................................................................................................24 3.3 Bahan ..............................................................................................24 3.4 Cara Kerja .......................................................................................25 3.5 Metode ............................................................................................33 3.6 Analisis Data ...................................................................................34 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................35 4.1 Penyiapan Ekstrak Etanol Kacang Panjang ....................................35 4.2 Pengamatan Organoleptik Ekstrak ..................................................36 4.3 Perhitungan Dosis Ekstrak Berdasarkan Rendemen .......................36 4.4 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Buah Kacang Panjang...........................................................................................37 4.5 Pengaruh Ovariektomi terhadap Bobot Basah Uterus ....................37 4.6 Pengaruh Ovariektomi terhadap Peningkatan Berat Badan ............41 4.7 Penyiapan Sampel Tulang...............................................................43 x
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
4.8 Pembuatan Kurva Kalibrasi ............................................................44 4.9 Perbandingan Kadar Kalsium Kelompok Perlakuan ......................45 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................48 5.1 Kesimpulan .....................................................................................48 5.2 Saran ...............................................................................................48 DAFTAR ACUAN .............................................................................................49
xi
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 3.1 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5
Gambar 4.6 Gambar 4.7
Proses Terjadinya Aktifasi Osteoklas ..........................................11 Algoritma Pencegahan dan Pengobatan Osteoporosis ................14 Mekanisme Kerja Bifosfonat .......................................................15 Hollow Cathode Lamp.................................................................21 Skema Alat Spektrofotometer Serapan Atom .............................22 Prosedur Ovariektomi ..................................................................53 Buah Kacang Panjang..................................................................55 Ekstrak Etanol 70% Buah Kacang Panjang.................................36 Uterus Tikus Normal (a) dan Uterus Tikus Ovariektomi (b) ......39 Berat Badan Tikus Pada Awal dan Akhir Perlakuan Tiap Kelompok Uji ......................................................................42 Hasil Isolasi Tulang Paha Kanan Tikus (a); Hasil Oven Tulang Paha Kanan Tikus (b); dan Hasil Tanur Tulang Paha Kanan Tikus (c) ...........................................................................43 Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA 6300)..............55 Kurva Kaliberasi Larutan Standar Kalsium ................................45
xii
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Kelompok Perlakuan Uji ..................................................................26 Tabel 4.1 Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Buah Kacang Panjang .............................................................................................37 Tabel 4.2 Bobot Uterus Basah Tiap Kelompok pada Akhir Perlakuan............39 Tabel 4.3 Data Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium ..............................45 Tabel 4.4 Kadar Kalsium Masing-masing Kelompok Diukur Dengan Spektrofotometri Serapan Atom pada Akhir Perlakuan ...................46 Tabel 4.5 Data Serapan Tiap Kelompok Perlakuan pada Pengukuran Kadar Kalsium dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada Panjang Gelombang 422,7 nm .........................................................56 Tabel 4.6 Data Bobot Kering Tulang Tiap Kelompok Perlakuan ....................56 Tabel 4.7 Data Rataan Berat Badan Tikus Hari ke-1 Hingga Hari ke-28 Seluruh Kelompok Uji .....................................................................57
xiii
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Lampiran 6. Lampiran 7. Lampiran 8.
Penentuan dosis dan pembuatan bahan uji ..................................58 Perhitungan kadar kalsium tulang paha tikus ..............................60 Uji statistik bobot uterus basah tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan ..............................................................61 Uji statistik berat badan tikus seluruh kelompok uji ...................65 Uji statistik kadar kalsium tulang paha tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan .............................................69 Sertifikat analisis natrium alendronat dari PT. Novell Pharmaceutical Laboratories .......................................................73 Sertifikat hewan uji......................................................................74 Sertifikat analisis tanaman kacang panjang dari LIPI Cibinong ......................................................................................75
xiv
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Osteoporosis adalah penyakit tulang yang dicirikan dengan terjadinya penurunan densitas dan kekuatan tulang, menyebabkan keropos tulang sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan risiko fraktur pada tulang (Morello, Singh, Deftos, 2009). Penyakit ini seringkali dinyatakan sebagai silent disease. Hal ini dikarenakan pada awal timbulnya penyakit, gejala apapun pada tubuh tidak timbul, namun pada umumnya baru menjadi perhatian setelah terjadi fraktur (Amin, 2010). Osteoporosis terjadi jika laju resorpsi tulang lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan tulang. Semua tulang pada dasarnya dapat mengalami osteoporosis, namun biasanya osteoporosis terjadi di tulang pangkal paha, panggul, pergelangan tangan, dan tulang belakang (Morello, Singh, Deftos, 2009). Angka
kejadian
timbulnya
osteoporosis
cukup
tinggi.
National
Osteoporosis Foundation melaporkan sekitar 44 juta orang Amerika beresiko mengalami osteoporosis, yang dikarenakan kurangnya densitas dan komponen mineral tulang. Sepuluh juta orang diantaranya adalah orang dewasa dan lansia dan hampir sebagian besar adalah wanita (Nurrochmad, Leviana, Wulancarsari, Lukitaningsih, 2010). Angka prevalensi timbulnya penyakit osteoporosis di Indonesia juga tidak sedikit. Risiko osteoporosis pada tiga provinsi yang diteliti di Indonesia yakni Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Yogyakarta cukup besar yakni 22,3%. Angka ini diindikasikan dapat meningkat tiap tahunnya (Prihatini, 2009). Salah satu penyebab timbulnya penyakit osteoporosis adalah terjadinya penurunan estrogen pascamenopause pada populasi wanita lansia, sehingga pengobatan dengan pemberian hormon estrogen eksternal pada terapi sulih hormon umumnya dilakukan. Akan tetapi, efek samping dari terapi tersebut cukup banyak, diantaranya peningkatan risiko timbulnya stroke, tromboemboli vena, penyakit jantung koroner dan risiko terjadinya kanker payudara (Sweet, M., Sweet, J., Jeremiah, Galazka, 2009). Oleh karena banyaknya kendala terapi sulih hormon, terlebih lagi harus digunakan jangka panjang dan harga yang relatif
1
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
2
mahal, maka perlu dicari alternatif lain yang dapat memenuhi kriteria efektif, murah, alami (berasal dari tanaman), aman dan dapat diterima oleh wanita menopause. Alternatif tersebut adalah fitoestrogen yang banyak ditemukan pada beberapa tanaman obat Indonesia. Indonesia memiliki lebih kurang 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies diantaranya termasuk tanaman berkhasiat. Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabadabad yang lalu (Sukandar, 2003). Beberapa jenis dari tanaman berkhasiat tersebut adalah tanaman kacang panjang. Kacang panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp.) merupakan tanaman yang banyak mengandung senyawa fitoestrogen yang mampu berikatan dengan reseptor estrogen dan memberikan efek estrogenik. Kacang panjang mengandung senyawa isoflavon, empat macam glikosida flavonol dan enam macam antosianin (Wong, Chang, 2004; Lattanzio, Arpaia, Cardinali, Venere, Linsalata, 2000). Banyaknya kandungan fitoestrogen pada tanaman ini berpotensi besar untuk digunakan dalam salah satu terapi osteoporosis, namun hal ini masih memerlukan bukti ilmiah melalui penelitian. Buah kacang panjang secara empiris dimanfaatkan untuk merawat dan memperbesar payudara dengan cara ditumbuk dan dioleskan pada payudara. Penelitian ilmiah menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70% buah kacang panjang 1000 mg/ kg bb tikus yang setara dengan 200 mg/200 g bb tikus memberikan efek fitoestrogen yang cukup signifikan yakni mampu meningkatkan bobot uterus, meningkatkan perkembangan lobulus hingga 2 kali lipat dan mampu meningkatkan ekspresi reseptor estrogen pada sel epitel duktus dan lobulus payudara tikus (Meiyanto, Handayani, Jenie, 2008). Pada kondisi osteoporosis, kadar kalsium dalam tulang merupakan salah satu parameter yang cukup signifikan untuk menggambarkan kondisi tulang. Hal ini dikarenakan kalsium merupakan komponen terbesar penyusun tulang. Ketika tulang mengalami proses pengeroposan yang lebih cepat dibandingkan dengan pembentukan tulang kembali yang terjadi saat osteoporosis, akan terjadi penurunan densitas dan kepadatan tulang yang ditandai dengan terjadinya penurunan komponen-komponen penyusun tulang seperti kalsium (Brzoska, Majewska & Moniuszko-Jakoniuk, 2005).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
3
Dalam penelitian ini akan dilihat pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% buah kacang panjang sebagai fitoestrogen untuk dijadikan salah satu alternatif pengobatan osteoporosis. Penelitian ini dilakukan pada sejumlah hewan uji tikus betina yang dikondisikan osteoporosis dengan cara melakukan ovariektomi pada tikus tersebut. Penelitian dilanjutkan dengan membagi tikus-tikus tersebut ke dalam beberapa kelompok dosis dengan tujuan untuk mengetahui adakah pengaruh besarnya variasi dosis terhadap kadar kalsium tulang hewan uji yang menjadi salah satu parameter osteoporosis.
1.2 Perumusan Masalah Masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah apakah ekstrak etanol 70% buah kacang panjang memiliki pengaruh terhadap kadar kalsium tulang pada tikus yang diovariektomi dan berapakah dosis optimum ekstrak etanol 70% buah kacang panjang yang efektif dalam meningkatkan kadar kalsium tulang pada tikus yang diovariektomi sehingga dapat digunakan untuk mengobati osteoporosis.
1.3 Jenis Penelitian dan Metode Jenis penelitian ini adalah eksperimental. Kondisi osteoporosis didapatkan dengan melakukan ovariektomi pada tikus betina agar produksi estrogennya menurun yang selanjutnya akan menimbulkan osteoporosis. Kemudian tikus tersebut diberikan ekstrak etanol 70% buah kacang panjang. Pengaruh ekstrak etanol 70% buah kacang panjang dalam mengobati osteoporosis dilihat dari kadar kalsium tulang tikus betina yang telah diovariektomi melalui pengukuran dengan spektrofotometer serapan atom.
1.4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol 70% buah kacang panjang terhadap kadar kalsium tulang pada tikus betina yang diovariektomi dan mengetahui dosis optimum ekstrak etanol 70% buah kacang panjang yang efektif untuk mengobati osteoporosis.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
4
1.5 Hipotesis Ekstrak etanol 70% buah kacang panjang dapat meningkatkan secara bermakna kadar kalsium tulang pada tikus betina yang diovariektomi.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kacang Panjang (Vigna unguiculata (L.) Walp.) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman (United States Department of Agriculture, 2000) Dunia
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Bangsa
: Fabales
Suku
: Fabaceae
Marga
: Vigna
Jenis
: Vigna unguiculata (L.) Walp.
Subjenis
: Vigna unguiculata subsp. unguiculata (L.) Walp.
Sinonim
: Vigna cylindrica (L.) Skeel Vigna sinensis (L.) Savi ex Hassk
2.1.2 Nama Lain Kacang lanjaran (Jawa), kacang turus (Pasundan), taukok (Cina), sitao (Filipina), kacang panjang atau kacang belot (Malaysia) (Fachruddin, 2000).
2.1.3
Deskripsi Tanaman Kacang panjang merupakan tumbuhan semusim yang berbentuk semak,
menjalar dan tingginya dapat mencapai ± 2,5 m. Batang tanaman ini tegak, silindris, lunak, permukaannya licin dan berwarna hijau. Daunnya merupakan daun majemuk, berseling, berbentuk lonjong dengan panjang ± 6-8 cm dan lebar ± 3-4,5 cm. Daunnya bertepi rata, pangkal membulat, ujung lancip dengan pertulangan menyirip, bertangkai silindris dengan panjang ± 4 cm dan berwarna hijau. Bunganya merupakan bunga majemuk yang terletak diketiak daun. Mahkota bunga berbentuk kupu-kupu berwarna putih keunguan, memiliki benang sari dan putik. Buahnya berbentuk polong, panjang 15-25 cm, dan berwarna hijau. Biji buahnya lonjong, pipih dan berwarna coklat muda. Akarnya merupakan akar tunggang dan berwarna coklat muda (Hutapea, 1994).
5
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
6
2.1.4
Kandungan Kimia dan Kegunaan Buah kacang panjang mengandung fitoestrogen berupa isoflavon yang
mempunyai efek menyerupai dengan estrogen. Selain itu, kacang panjang juga mengandung enam antosianin yakni sianidin 3-O-galaktosida, sianidin 3-Oglukosida, delfinidin 3-O-glukosida, malvidin 3-O-glukosida, peonidin3-Oglukosida, dan petunidin 3-O-glukosida. Kandungan kimia lainnya adalah flavonol atau glikosida flavonol yakni kaempferol 3-O-glukosida, quersetin, quersetin 3-O-glukosida, kuersetin 3-O-6′-asetilglukosida. (Wong, Chang, 2004). Buah kacang panjang juga mengandung aglikon flavonoid yakni kuersetin, kaempferol, dan isorhamnetin (Lattanzio, Arpaia, Cardinali, Venere, Linsalata, 2000). Daun dan akarnya mengandung saponin dan polifenol (Hutapea, 1994). Selain itu, tanaman ini juga mengandung protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, vitamin B dan vitamin C (Redaksi Agromedia, 2008). Kandungan senyawa-senyawa di dalam kacang panjang ini berperan dalam proses proliferasi, diferensiasi, dan sintesis protein di sel target yang berbedabeda. Secara empiris, kacang panjang dimanfaatkan untuk merawat dan memperbesar payudara (Meiyanto, Handayani, Jenie, 2008).
2.2 Osteoporosis 2.2.1 Definisi dan Prevalensi Osteoporosis Osteoporosis merupakan penyakit tulang progresif yang ditandai dengan menurunnya densitas tulang dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, mengakibatkan meningkatnya fragilitas tulang sehingga mudah mengalami fraktur (Gunawan, 2007). Penyakit ini merupakan silent disease pada tulang. Hal ini dikarenakan pada awal timbulnya penyakit, gejala apapun pada tubuh tidak timbul, namun pada umumnya baru menjadi perhatian setelah terjadi fraktur. Ketika seseorang sudah mengalami osteoporosis, kejadian timbulnya fraktur dapat muncul ketika terjadi kecelakan kecil seperti terjatuh. Fraktur yang umum terjadi diantaranya adalah fraktur tulang belakang, pergelangan tangan dan pinggul. Fraktur tulang belakang dan pinggul dapat menyebabkan sakit yang kronik, kecacatan jangka panjang dan bahkan kematian (Amin, 2010).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
7
Angka
kejadian
timbulnya
osteoporosis
cukup
tinggi.
National
Osteoporosis Foundation melaporkan sekitar 44 juta orang Amerika beresiko mengalami osteoporosis akibat kurangnya densitas dan komponen mineral tulang. Sepuluh juta orang diantaranya adalah orang dewasa dan lansia dan hampir sebagian
besar
adalah
wanita
(Nurrochmad,
Leviana,
Wulancarsari,
Lukitaningsih, 2010). Angka prevalensi timbulnya penyakit ini di Indonesia juga tidak sedikit. Berdasarkan hasil analisa Puslitbang Gizi Depkes RI dan sebuah perusahaan nutrisi pada tahun 2005, data risiko osteoporosis dengan jumlah sampel 65.727 orang (22.799 laki-laki dan 42.928 perempuan) pada 16 wilayah di Indonesia secara selected people (Sumatera Utara & NAD, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan & Bangka Belitung & Bengkulu, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali & NTB & NTT, Kalimantan, Sulawesi & Maluku & Papua) dengan metode pemeriksaan Densitas Massa Tulang (DMT) menggunakan alat diagnostik clinical bone sonometer, menunjukkan hasil angka prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) sebesar 41,7% dan prevalensi osteoporosis sebesar 10,3%. Ini berarti 2 dari 5 penduduk Indonesia memiliki risiko untuk terkena osteoporosis, dimana 41,2% dari keseluruhan sampel yang berusia kurang dari 55 tahun terdeteksi menderita osteopenia (Depkes RI, 2008). Pada studi prevalensi osteoporosis di Indonesia tahun 2009 oleh Puslitbang Gizi Depkes RI, dinyatakan bahwa risiko osteoporosis pada tiga provinsi yang diteliti di Indonesia yakni Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Yogyakarta cukup besar yakni 22,3%. Angka ini diindikasikan dapat meningkat dari tiap tahunnya (Prihatini, 2009).
2.2.2 Penggolongan Osteoporosis (Pammer, 2010) Penyakit osteoporosis diawali dengan terjadinya osteopenia, yaitu suatu kondisi hilangnya sejumlah massa tulang akibat berbagai keadaan. Osteoporosis dibagi menjadi dua golongan besar menurut penyebabnya, yaitu osteoporosis primer dan osteoporosis sekunder.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
8
2.2.2.1 Osteoporosis Primer Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang bukan disebabkan oleh suatu penyakit (proses alamiah). Penyakit ini berhubungan dengan berkurangnya massa tulang dan atau terhentinya produksi hormon (khusus perempuan) disamping bertambahnya usia. Osteoporosis primer terdiri dari :
a. Osteoporosis Primer Tipe I Osteoporosis primer tipe I umumnya terjadi 5-20% wanita berusia 50-65 tahun. Penyakit tipe ini terkait dengan patah tulang belakang dan fraktur pinggul, pergelangan tangan atau lengan bawah yang disebabkan oleh jatuh atau kecelakaan kecil. Perempuan memiliki risiko lebih tinggi untuk osteoporosis tipe I daripada pria.
b. Osteoporosis Primer Tipe II Sering disebut dengan istilah osteoporosis senil, yang terjadi pada pasien usia lanjut, biasanya berusia ≥ 70 tahun. Osteoporosis tipe ini terjadi diakibatkan ketika proses penyerapan kembali dan pembentukan tulang tidak lagi terkoordinasi.
2.2.2.2 Osteoporosis Sekunder Osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang disebabkan oleh berbagai kondisi dan pengobatan seperti penyakit tulang, penyakit Cushing, pengobatan glukokortikoid dan heparin untuk jangka waktu yang lama, penggunaan kontrasepsi, konsumsi obat anti kejang, paralise otot, tidak bergerak untuk periode lama, hipertiroid, dan lain-lain.
2.2.3 Faktor Risiko Osteoporosis Angka kejadian osteoporosis di Indonesia cukup tinggi. Banyak faktor yang dapat menyebabkan peningkatan terjadinya osteoporosis. Faktor risiko timbulnya osteoporosis dibedakan menjadi dua macam yakni faktor yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
9
2.2.3.1 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi (Depkes RI, 2008) a. Ras Orang berkulit putih (ras Kaukasia dan Asia) cenderung lebih berisiko osteoporosis dibanding dengan orang berkulit hitam (ras Amerika-Afrika).
b. Jenis Kelamin Wanita memiliki risiko osteoporosis lebih besar dibandingkan laki-laki dengan perbandingan kejadian sekitar 4 : 1.
c. Penuaan usia Usia adalah salah satu dari faktor risiko osteoporosis yang tidak dapat direkayasa. Pada lansia daya serap kalsium akan menurun seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, kecepatan pembentukan tulang berkurang secara progresif sejalan dengan usia, yaitu dimulai pada usia sekitar 30 atau 40 tahun.
d. Gangguan hormonal Macam gangguan hormonal yang menjadi faktor risiko timbulnya osteoporosis diantaranya adalah menopause dini, amenorrhea, nulliparity, kurang atau hilangnya hormon kelamin (insensitivitas androgen, sindrom Turner dan Klinefelter, hiperprolaktinemia, dan lainnya)
2.2.3.2 Faktor yang dapat dimodifikasi (Depkes RI, 2008) a. Gaya hidup yang tidak sehat Hal-hal yang dapat meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis antara lain adalah imobilitas dalam waktu yang lama, sering terjatuh, merokok (aktif maupun pasif), kurangnya asupan kalsium dan vitamin D, mengkonsumsi alkohol dan kafein berlebihan. Merokok mampu membuat estrogen dalam tubuh seseorang tidak beraktifitas dan juga dapat meningkatkan risiko kehilangan sel pembentuk tulang selama hidup. Selain itu, minuman yang mengandung alkohol, kafein dan soda berpotensi mengurangi penyerapan kalsium ke dalam tubuh.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
10
b. Penggunaan obat-obatan penginduksi osteoporosis Penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid sistemik (prednison dengan dosis lebih besar dari 7,5 mg/hari), penggantian hormon tiroid, beberapa obat antiepilepsi (contoh: fenitoin, fenobarbital) dan penggunaan heparin (lebih besar dari 15.000 - 30.000 unit) dalam jangka panjang dapat meningkatkan kejadian timbulnya osteoporosis (O’Connell, Seaton, 2005).
2.2.4
Patofisiologi Osteoporosis terjadi jika laju resorpsi tulang lebih cepat dibandingkan laju
pembentukan tulang (Morello, Singh, Deftos, 2009). Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh karena jumlah dan aktivitas sel osteoklas melebihi dari jumlah dan aktivitas sel osteoblas (sel pembentuk tulang). Keadaan ini pada akhirnya mengakibatkan penurunan massa tulang (Manolagas, 2000). Osteoklas diaktifkan oleh reseptor activator of nuclear factor kB-ligand (RANKL) dan macrophage colony-stimulating factor (M-SCF). RANKL dan MSCF tercetus akibat sinyal dari adanya faktor-faktor inflamasi kronik seperti tumor necrosis factor-α (TNF-α), IL-1, IL-17, dan lainnya (Gambar 2.1). RANKL dan M-SCF merupakan protein yang menyebabkan osteoklas berdiferensiasi dari inmature menjadi mature (Herman, Kronke, Schett, 2008).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
11
Osteoclast diferentiation
Keterangan :
TH17 = T helper 17; TH1 = T helper 1; TH2 = T helper 2; IL-17 = Interleukin 17; IL-1 = Interleukin 1; IL-4 = Interleukin 4; IL-10 = Interleukin 10; TNF-α = Tumor Necrosis Factor-α; IFN-γ = Interferon-γ ; RANKL = Reseptor Activator of Nuclear Factor kB-ligand; M-SCF = Macrophage Colony-Stimulating Factor; OCP = Osteoclast Precursor Cells [Sumber : Herman, Kronke, Schett, 2008]
Gambar 2.1. Proses Terjadinya Aktivasi Osteoklas Estrogen mempunyai efek terhadap sel osteoklas, bisa memberikan pengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung estrogen mempengaruhi proses diferensiasi, aktivasi, maupun apoptosis dari osteoklas (Bell, 2003). Dalam diferensiasi dan aktivasinya, estrogen menekan ekspresi RANK-L, MCSF dari sel stroma osteoblas, dan mencegah terjadinya ikatan kompleks antara RANK-L dan RANK, dengan memproduksi reseptor osteoprotegerin (OPG), yang berkompetisi dengan RANK. Begitu juga secara tidak langsung estrogen menghambat produksi sitokin-sitokin yang dapat merangsang diferensiasi osteoklas seperti IL-6, IL-1, TNF-α, IL-11 dan IL-7. Terhadap apoptosis sel osteoklas, secara tidak langsung estrogen merangsang osteoblas untuk memproduksi TGF-β, yang selanjutnya TGF-β ini menginduksi
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
12
sel osteoklas untuk lebih cepat mengalami apoptosis. Sedangkan efek langsung dari estrogen terhadap osteoklas adalah melalui reseptor estrogen pada sel osteoklas, yaitu menekan aktivasi c-Jun, sehingga mencegah terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel osteoklas dewasa (Oursler, 2003). Defisiensi estrogen yang terjadi pada masa menopause, menyebabkan terjadinya peningkatan osteoklastogenesis dan terjadi kehilangan massa tulang. Akan tetapi dengan pemberian estrogen terjadi pembentukan tulang kembali, dan didapatkan penurunan produksi dari IL-1, IL-6, dan TNF-α, begitu juga selanjutnya akan terjadi penurunan produksi M-CSF dan RANK-Ligand (RANKL). Efek estrogen terhadap tulang menguntungkan, karena efek utama estrogen pada tulang adalah menurunkan jumlah dan aktivitas osteoklas sehingga mampu mengurangi proses resorpsi kalsium tulang dan meningkatkan pertumbuhan tulang (Gunawan, 2007). Estrogen akan merangsang ekspresi dari osteoprotegerin (OPG) dan TGF-β (Transforming Growth Factor-β) pada sel osteoblas dan sel stroma, yang lebih lanjut akan menghambat resorpsi tulang dan meningkatkan apoptosis dari sel osteoklas (Bell, 2003).
2.2.5
Diagnosis Osteoporosis Secara umum, pasien baru menyadari bahwa mereka telah menderita
osteoporosis setelah terjadi fraktur. Gejala yang timbul dapat berupa nyeri, tidak mampu bergerak (imobilitas), memar, depresi dan berkurangnya kepercayaan diri karena umumnya terjadi perubahan bentuk fisik tubuh (O’Connell, Seaton, 2005). Metode diagnosis osteoporosis yang umumnya dilakukan adalah pemeriksaan radiologi menggunakan Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) (Morello, Singh, Deftos, 2009). Metode Dual Energy X-ray Absorptiometry (DEXA) adalah metode gold standard untuk mendiagnosa osteoporosis dengan melakukan pengukuran densitas mineral tulang (DMT) baik itu densitas mineral tulang sentral (tulang pinggul dan atau tulang belakang) serta tulang periferal (tumit dan tangan) (Phillips, 2008).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
13
Penilaian osteoporosis dengan metode tersebut dinyatakan dengan nilai Tscore sebagai berikut : a. kondisi normal
: densitas mineral tulang (DMT) antara +1 sampai -1.
b. osteopenia
: densitas mineral tulang (DMT) antara - 1 sampai -2,5.
c. osteoporosis
: densitas mineral tulang (DMT) < -2,5.
2.2.6
Pencegahan Osteoporosis (Amin, 2010) Untuk menjaga kesehatan tulang agar tidak terkena osteoporosis perlu
dilakukan pencegahan, diantaranya adalah:
2.2.6.1 Asupan kalsium dan vitamin D cukup kedalam tubuh Pastikan asupan kalsium dan vitamin D kedalam tubuh terutama dalam diet yang dilakukan cukup. Asupan kalsium yang dibutuhkan tubuh adalah 1000 mg kalsium/hari untuk dewasa dibawah usia 50 dan 1200 mg kalsium/hari untuk dewasa usia 50 keatas. Sedangkan asupan vitamin D yang dibutuhkan tubuh adalah 400-800 IU/hari untuk usia dewasa muda dibawah 50 tahun, 800-1000 IU/hari untuk usia 50 keatas. Dosis disesuaikan dengan kadar vitamin D dalam darah.
2.2.6.2 Gaya hidup sehat Hal yang dapat dilakukan dalam mencegah osteoporosis adalah melakukan gaya hidup sehat dalam keseharian, misalnya olahraga secara teratur, berhenti merokok dan meminum alkohol, serta kurangi atau ubah pengobatan yang dapat menyebabkan osteoporosis (konsultasikan dengan dokter yang terkait).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
14
2.2.7
Pengobatan Osteoporosis Algoritma Pencegahan dan Pengobatan Osteoporosis
Fraktur diikuti sedikit trauma
Kemungkinan fraktur vertebral - Penurunan tinggi badan - kifosis X-ray tulang belakang
Faktor risiko utama • Usia diatas 60 tahun • Riwayat keluarga • Hipogonadisme • Konsumsi glukokortikoid >3 bln • Kondisi inflamasi • Malabsorbsi • Hiperparatiroid • Hipertiroid • Turun Tinggi Badan • Merokok
Tes BMD : DEXA untuk tulang belakang dan tulang paha T-score ≥- 1.0
T-score >-2.5 dan <-1.0
T-score ≤-2.5
Pengobatan terhadap penyebab osteoporosis sekunder
• Konsumsi kalsium (A) • Gaya hidup sehat (D) • Penyuluhan (D) • Strategi menghindari kejatuhan (D untuk perawatan) • Latihan (A untuk pencegahan, D untuk menurunkan resiko fraktur) Terapi pencegahan anti-osteopo rosis • Suplemen kalsium dan vit D (C) • Bisfosfonat (A untuk wanita, C untuk laki-laki) • Terapi hormon (B untuk wanita, D untuk laki-laki)
Terapi antiosteoporosis • Suplemen kalsium dan vit D (C) • Bisfosfonat (A) • Terapi hormon (A untuk wanita, D untuk laki-laki) • SERM (A)
• Pengulangan tes BMD (B) • Monitoring secara terus menerus oleh petugas kesehatan profesional (B) Keterangan : A = terdapat bukti klinis yang dipercaya sehingga dapat digunakan dalam praktek pengobatan; B = terdapat bukti klinis yang dipercaya namun pengobatan hanya digunakan dalam beberapa kondisi; C = terdapat beberapa bukti klinis namun penggunaannya harus diperhatikan; D = bukti klinis lemah sehingga penggunaannya harus hati-hati [Sumber: Eisman, et.al. 2010, telah diolah kembali]
Gambar 2.2. Algoritma Pencegahan dan Pengobatan Osteoporosis
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
15
2.2.7.1 Bisfosfonat Bisfosfonat merupakan pilihan terapi pertama untuk pencegahan dan pengobatan osteoporosis pada wanita postmenopause, osteoporosis pada laki-laki dan osteoporosis yang disebabkan oleh penggunaan glukokortikoid (Morello, Singh, Deftos, 2009). Bisfosfonat oral bekerja menghambat aktivitas osteoklas dan berpotensi sebagai agen antiresorpsi (Sweet, M., Sweet, J., Jeremiah, Galazka, 2009). Bisfosfonat yang mengandung nitrogen (pamidronat, natrium alendronat, risedronat, ibandronat, zoledronat) memiliki potensi antiresorpsi lebih besar dan obat ini tidak mengalami metabolisme. Golongan ini menghambat enzim pada jalur biosintesis mevalonat farnesyl pyrophosphate synthase (FPPS), karenanya menghambat prenilasi senyawa GTP-binding protein dari osteoklas. Efek penghambatan ini menyebabkan hilangnya aktivitas osteoklas karena rusaknya rangka sel dan menginduksi apoptosis (Gunawan, 2007).
[Sumber : Karamustafa, Çelebi, 2006, telah diolah kembali]
Gambar 2.3. Mekanisme Kerja Bisfosfonat
Terapi bisfosfonat digunakan untuk pencegahan fraktur pinggul dan tulang belakang. Bisfosfonat mampu menurunkan penyerapan tulang melalui ikatan dengan matriks tulang dan menghambat aktivitas osteoklas (Phillips, 2008). Salah satu obat golongan bisfosfonat yang tersedia untuk pencegahan dan pengobatan osteoporosis adalah natrium alendronat. Dosis natrium alendronat yang umum diberikan adalah 10 mg/hari atau 70 mg/minggu dikonsumsi secara
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
16
oral dengan air putih yang banyak. Untuk meningkatkan absorpsi obat secara oral, tablet natrium alendronat harus dikonsumsi setidaknya 30 menit sebelum mengkonsumsi makanan apapun. Untuk menurunkan risiko perforasi esofagus, pasien yang mengkonsumsi tablet oral natrium alendronat harus berdiri setidaknya 30 menit setelah pengkonsumsian obat tersebut (Morello, Singh, Deftos, 2009).
2.2.7.2 Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs) Raloxifen merupakan modulator reseptor estrogen selektif yang diterima sebagai salah satu pengobatan osteoporosis postmenopause (Sweet, M., Sweet, J., Jeremiah, Galazka, 2009). Obat ini bekerja mengurangi resorpsi tulang dan menurunkan pembengkokan tulang. Pengobatan ini memberikan efek estrogen pada tulang yang cukup baik tanpa menimbulkan risiko serius seperti kanker payudara. Namun, risiko pembekuan darah dan stroke dapat terjadi (Amin, 2010). Obat ini merupakan pilihan wanita osteoporosis postmenopause yang tidak dapat mengkonsumsi bisfosfonat, tidak memiliki gejala vasomotor atau tromboemboli vena dan memiliki risiko besar terjadinya kanker payudara (Sweet, M., Sweet, J., Jeremiah, Galazka, 2009).
2.2.7.3 Kalsitonin Obat ini merupakan hormon yang diproduksi dari kelenjar tiroid yang umumnya diberikan dalam bentuk nasal spray atau injeksi dibawah kulit. Obat ini telah disetujui oleh FDA sebagai pengobatan osteoporosis postmenopause dan membantu mencegah fraktur tulang belakang dengan dosis 200 IU per hari (Amin, 2010). Kalsitonin bekerja menghambat resorpsi tulang melalui pembentukan ikatan dengan reseptor osteoklas (Phillips, 2008).
2.2.7.4 Estrogen dan Terapi Hormonal Terapi estrogen atau kombinasi dengan hormon lainnya seperti progestin, menunjukkan penurunan risiko osteoporosis dan fraktur osteoporotik pada wanita seperti fraktur tulang belakang dan panggul. Kombinasi estrogen dan progestin ini mampu meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara, stroke, serangan jantung dan pembekuan darah. Pemberian estrogen tunggal pun dapat meningkatkan risiko
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
17
terjadinya stroke (Amin, 2010). FDA merekomendasikan terapi hormon ini hanya ditujukan untuk osteoporosis pada wanita yang memiliki gejala vasomotor yang sedang atau parah dengan memberikan dosis efektif terendah untuk jangka waktu yang pendek (Sweet, M., Sweet, J., Jeremiah, Galazka, 2009).
2.3 Fitoestrogen 2.3.1 Definisi Fitoestrogen adalah zat yang terdapat pada tumbuhan dan memiliki struktur kimia serta fungsi menyerupai estrogen (Bustamam, 2008). Dikarenakan senyawa ini alami, efektif, murah, aman serta memiliki fungsi menyerupai estrogen, penggunaan senyawa ini dalam terapi osteoporosis menjadi hal yang dipertimbangkan. Terdapat beberapa jenis fitoestrogen, diantaranya adalah :
2.3.1.1 Isoflavon Senyawa ini terdiri dari genistein dan daidzein. Genistein dibentuk dari biochanin A dan dimetabolisme menjadi p-etilfenol estrogen inaktif, sedangkan daidzein dibentuk dari formononetin oleh enzim hidrolitik bakteri di lumen usus dan dimetabolisme menjadi equol dan o-desmetilangolesin (O-DMA). Senyawa isoflavon ini terutama ditemukan pada kacang kedelai, buncis dan kacang panjang.
2.3.1.2 Lignan Senyawa ini dimetabolisme oleh mikroflora usus menjadi enterodiol dan enterolakton. Senyawa ini banyak terdapat pada padi, sereal, bawang putih, brokoli, wortel, jeruk dan apel.
2.3.1.3 Kumestan Senyawa ini banyak ditemukan pada kecambah, kacang-kacangan dan biji bunga matahari (Suheimi, 2008).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
18
2.3.2 Mekanisme Kerja Fitoestrogen Didalam tubuh terdapat estrogen alami, yaitu estradiol, estron, dan estriol. Estradiol disintesis oleh sel theca dan granulosa ovarium, sedangkan estron dan estriol disintesis di hati. Estradiol yang disekresi kedalam darah akan berikatan dengan globulin dan albumin atau berada dalam bentuk bebas yang kemudian akan berikatan dengan reseptor estrogen (Bustamam, 2008). Terdapat dua subtipe reseptor estrogen (Bustamam, 2008), yaitu : a. Reseptor α : terdapat banyak pada saluran reproduksi wanita diantaranya adalah uterus, vagina, ovarium dan juga di kelenjar mammae, hipotalamus, selsel endotel dan otot polos vaskular. b. Reseptor ß : terletak menyebar yakni terdapat di ginjal, tulang, mukosa intestinal, sel endotel, otak dan pembuluh darah. Efek estrogen pada tulang menguntungkan. Hal ini dikarenakan efek utama estrogen pada tulang adalah menurunkan jumlah dan aktivitas osteoklas sehingga mampu mengurangi proses resorpsi kalsium tulang dan meningkatkan pertumbuhan tulang (Gunawan, 2007). Oleh karena mempunyai struktur yang menyerupai estrogen, mekanisme kerja dan efek fitoestrogen sama dengan estrogen. Fitoestrogen memiliki afinitas yang tinggi terhadap reseptor ß, tetapi memiliki efek estrogenik yang lemah (kemampuan untuk tetap berikatan pada reseptor estrogen dan menimbulkan respons) 1/100 lebih kecil daripada estrogen endogen (Barret, 1996). Sifat fitoestrogen adalah paradoksal, artinya mempunyai efek estrogenik dan antiestrogenik. Ketika tubuh kekurangan estrogen, fitoestrogen mampu berikatan dengan reseptor estrogen sehingga akan menimbulkan efek estrogenik. Namun, ketika tubuh memiliki kadar estrogen yang tinggi, fitoestrogen akan cenderung berefek antagonis estrogen (Zhang, Li, Wan, Helferich, & Wong, 2009).
2.4 Metode Ekstraksi Ekstraksi adalah kegiatan menarik kandungan kimia yang dapat larut dalam pelarut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut. Pembuatan sediaan ekstrak dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam simplisia
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
19
bisa diperoleh dengan kadar yang tinggi sehingga mempermudah dalam hal penentuan dosis khasiatnya. Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan untuk menarik senyawa aktif tersebut antara lain (Depkes RI, 2000) :
2.4.1 Cara Dingin a. Maserasi Maserasi adalah proses mengekstraksi simplisia dengan cara merendamnya menggunakan pelarut yang sesuai dan wadah yang tertutup pada suhu kamar dengan dilakukan pengadukan sesekali secara konstan untuk meningkatkan kecepatan ekstraksi. Pada prosedur maserasi, terdapat istilah remaserasi, yakni setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, ditambahkan pelarut lalu dilanjutkan maserasi berikutnya, dan seterusnya. Hal ini memakan waktu yang cukup lama bisa beberapa hari bahkan beberapa minggu. Kelemahan lain adalah ekstraksi yang tidak optimal bila ada senyawa yang kurang larut dalam suhu kamar. Namun, itu menjadi salah satu kelebihan maserasi, yakni tidak menyebabkan degradasi dari metabolit yang tidak tahan panas karena dilakukan pada suhu kamar. b. Perkolasi Perkolasi adalah proses ekstraksi dengan merendam tanaman dalam pelarut yang sesuai lalu dimasukan ke dalam alat yang dinamakan perkolator. Proses ekstraksi dilakukan dengan menambah pelarut yang baru sampai ekstraksi sempurna yang dilakukan pada suhu ruang. Tahapan ekstraksi meliputi pendahuluan, maserasi antara, dan perkolasi sebenarnya yang dilakukan terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat). Untuk meyakinkan perkolasi telah sempurna, perkolat dapat diuji apakah terdapat metabolit dengan reagen spesifik.
2.4.2 Cara Panas a. Refluks Refluks adalah proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang umumnya konstan dengan adanya pendingin balik. Pengulangan ekstraksi
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
20
pada residu pertama dilakukan 3-5 kali sehingga diperoleh hasil ekstrak yang sempurna. Refluks memungkinkan senyawa yang tidak tahan panas akan mengalami degradasi. b. Soxhlet Soxhlet adalah proses ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru menggunakan alat khusus agar berlangsung secara kontinyu dengan jumlah pelarut konstan dan adanya pendingin balik. c. Digesti Digesti adalah proses maserasi dengan pengadukan kontinyu pada suhu yang lebih tinggi dari suhu ruangan yang pada umumnya dilakukan pada suhu 40500C. d. Infus Infus adalah proses ekstraksi dengan pelarut air pada suhu air mendidih (96980C) selama waktu tertentu (15-20 menit). e. Dekok Dekok adalah proses infuse dengan kondisi waktu yang lebih lama (lebih dari 30 menit) pada suhu air mendidih.
2.5 Ovariektomi Penelitian menggunakan model hewan merupakan salah satu hal penting untuk mengetahui etiologi, patofisiologi, teknik terapi dan pencegahan suatu penyakit. Ovariektomi merupakan salah satu metode yang dapat membentuk model osteoporosis (Yamazaki, Yamaguchi, 1989). Ovariektomi
merupakan
proses
pengangkatan
ovarium
dengan
pembedahan (Harjono, et al., 1996). Proses pengangkatan kedua ovarium tikus ini ditujukan untuk menghilangkan organ utama penghasil estrogen, sehingga kadar hormon estrogen pada hewan uji menjadi sangat rendah dan diharapkan dapat mewakili kondisi menopause (Agustini, 2004).
2.6 Penetapan Kadar Kalsium dengan Spektrofotometri Serapan Atom Parameter kepadatan tulang bisa dilihat dari kandungan komponenkomponen penyusun tulang seperti kalsium (Ca), besi (Fe), Tembaga (Cu), dan
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
21
Seng (Zn) (Brzoska, Majewska, & Moniuszko-Jakoniuk, 2005). Pada tikus yang diovariektomi terjadi penurunan kandungan kalsium akibat defisiensi estrogen, sehingga kadar kalsium dapat menjadi parameter yang bisa digunakan. Penentuan kadar kalsium pada tulang dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometri serapan atom (SSA) (Nurrochmad, Leviana, Wulancarsari, Lukitaningsih, 2010). Spektrofotometri serapan atom merupakan metode yang digunakan untuk menentukan kadar logam dalam suatu sampel. Keuntungan dari metode spektrofotometri serapan atom adalah waktu pengerjaan yang cepat, alatnya yang sensitif, dan sangat spesifik untuk unsur yang akan dianalisis. Spektrofotometri serapan atom dapat menentukan kadar logam dengan konsentrasi yang sangat kecil, yaitu sampai part permillion (ppm). Prinsip umum metode ini adalah berdasarkan penguraian molekul menjadi atom (atomisasi) dengan energi dari api atau arus listrik. Radiasi dari sumber cahaya (hollow cathode lamp) yang memiliki energi yang sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom-atom dari unsur yang diperiksa untuk melakukan transmisi elektronik, dipancarkan melalui nyala, pada nyala tersebut atom-atom dari zat yang diperiksa akan meresap radiasi tadi sesuai dengan konsentrasi zat tersebut, yaitu sesuai populasi atom-atom pada level energi terendah (ground state) (Harmita, 2006). Peralatan spektrofotometri serapan atom terdiri dari beberapa komponen diantaranya adalah :
2.6.1 Hollow cathode lamp Sumber cahaya yang paling sering digunakan adalah hollow cathode lamp. Lampu ini dirancang untuk memancarkan spektrum atom partikel elemen yang selektif dan spesifik terhadap elemen yang akan dideterminasi (Beaty, Kerber, 1993).
[Sumber : Beaty, Kerber,1993, telah diolah kembali]
Gambar 2.4. Hollow Cathode Lam
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
22
2.6.2
Tembaga berotasi Tembaga berotasi terletak diantara sumber cahaya dengan sel sampel.
Komponen ini berfungsi untuk memodulasi sumber cahaya (menyalakan dan mematikan secara teratur) sehingga menghasilkan cahaya yang selektif dan mencegah emisi dari sel sampel (Beaty, Kerber, 1993).
2.6.3
Sel sampel dengan tungku pembakaran Uap atom harus terpapar sorotan cahaya dari sumber. Hal ini biasanya
diperoleh dengan menempatkan sampel dalam sel kemudian membakarnya dalam furnace (Beaty, Kerber, 1993).
2.6.4
Monokromator Monokromator digunakan
untuk
memisah
dan
memilih
panjang
gelombang yang digunakan dalam analisis (Gandjar, Rohman, 2007).
2.6.5
Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui
tempat pengatoman. Detektor yang umum digunakan adalah photomultiplier tube (Gandjar, Rohman, 2007).
2.6.6
Alat pembaca Pembacaan hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah dikalibrasi untuk
pembacaan suatu transmisi atau serapan. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau kurva yang menggambarkan serapan atau intensitas emisi (Gandjar, Rohman, 2007).
[Sumber : Beaty, Kerber,1993, telah diolah kembali]
Gambar 2.5. Skema Alat Spektrofotometer Serapan Atom
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
23
Penyiapan sampel sebelum pengukuran tergantung dari jenis unsur yang ditetapkan, jenis substrat dari sampel dan cara atomisasi. Sampel padat biasanya dilarutkan dalam asam tetapi adakalanya didahului dengan peleburan alkali. Asam klorida, asam nitrat, dan asam sulfat biasanya digunakan untuk melarutkan logamlogam atau logam campur. Asam nitrat biasanya membentuk senyawa yang mudah terurai tetapi sukar menguap sehingga lebih disukai daripada asam klorida untuk pengarangan (Harmita, 2006). Terdapat dua macam dekstruksi sampel, yakni dekstruksi basah dan dekstruksi kering. Destruksi kering merupakan perombakan organik logam dalam sampel menjadi logam anorganik dengan cara pengabuan sampel dalam furnace dan umumnya diperlukan suhu 400-800oC, tapi suhu ini sangat tergantung terhadap jenis sampel yang akan dianalisis (Raimon, 1993). Sedangkan dekstruksi basah merupakan metode dekstruksi dengan asam yang sudah digunakan secara luas untuk penyiapan berbagai macam sampel logam. Metode ini sederhana, cepat, dan relatif murah. Umumnya digunakan asam klorida, asam nitrat, asam perklorat, asam fluorida, dan hidrogen peroksida. Selain itu, dapat pula digunakan campuran asam untuk mendapatkan kondisi oksidasi yang lebih baik (Twyman, 2005). Standar dan sampel harus disimpan dalam botol plastik polietilen karena beberapa logam terserap pada permukaan gelas. Standar dengan konsentrasi rendah (kurang dari 1 ppm), harus dibuat baru dari larutan persediaan yang lebih pekat untuk menghindari kesalahan karena absorbsi. Jika jumlah sampel yang diperiksa banyak, maka prosedur yang paling sederhana adalah dengan membuat satu seri larutan standar yang meliputi daerah konsentrasi tertentu kemudian dibuat kurva kalibrasi (Harmita, 2006).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Farmasi UI, Laboratorium Fitokimia Farmasi UI, Laboratorium Kimia Kuantitatif Farmasi UI, Laboratorium Kimia Kualitatif Farmasi UI serta Laboratorium Afiliasi Departemen Kimia FMIPA UI. Penelitian berlangsung dari bulan Februari - Mei 2012.
3.2 Alat Alat – alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan hewan, timbangan analitik, alat-alat gelas (Erlenmeyer, gelas ukur, gelas beker, cawan penguap, kaca arloji, corong, labu ukur, balon hisap, krussibel, krusstang), botol polietilen, rotary evaporator, maserator, kandang tikus, sonde, jarum suntik 27 G1/2 (Terumo), spuit 5 ml (Terumo), peralatan bedah, oven, kertas saring, lemari pendingin, tanur, spektrofotometer serapan atom.
3.3 Bahan 3.3.1
Bahan Uji Pada penelitian ini digunakan bahan uji serbuk kering buah kacang
panjang yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO) dan dideterminasi di Herbarium LIPI Cibinong (hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 8).
3.3.2
Bahan Kimia Bahan kimia yang digunakan berupa natrium alendronat (PT. Novell
Pharmaceutical Laboratories), CMC Na, etanol 70%, asam nitrat pekat (Merck), eter, aquabidest, serta aquadest.
24
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
25
3.3.3
Hewan Uji Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih (Rattus novergicus)
galur Sprauge Dawley (SD) betina, berumur 50 hari dari Bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (sertifikat hewan uji dapat dilihat pada Lampiran 7). Jumlah tikus yang digunakan adalah 6 ekor untuk setiap kelompok yang dihitung berdasarkan rumus Federer (Federer, 1991) sebagai berikut :
(t-1) (n-1) ≥ 15 (6-1) (n-1) ≥ 15 (5) (n-1) ≥ 15 n-1
≥ 3
n
≥ 4
Keterangan: t adalah jumlah perlakuan n adalah jumlah pengulangan untuk tiap perlakuan pada penelitian ini, t = 6, maka n ≥ 4 Jadi, tikus dibagi dalam 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor.
3.4 Cara Kerja 3.4.1
Rancangan Penelitian Tikus diaklimatisasi selama tiga minggu didalam lingkungan laboratorium.
Dengan pengelompokkan secara acak, tikus dibagi menjadi 6 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 6 ekor tikus. Ketika usia tikus 50 hari, tikus diovariektomi dalam keadaan tidak sadar dibawah pengaruh anastesi eter. Setelah 20 hari usai ovariektomi, dilakukan pemberian bahan uji yakni natrium alendronat dan tiga variasi dosis ekstrak sesuai dengan pengelompokkannya secara oral menggunakan sonde selama 28 hari.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
26
Tabel 3.1 Kelompok Perlakuan Uji Kelompok
Jumlah
Perlakuan
Tikus Sham Kontrol negatif Kontrol positif OVX-dosis I
6
6
6
Pembedahan tanpa pengangkatan ovarium + CMC 0,5% sebanyak 3 ml/200 g bb tikus per oral Ovariektomi + CMC Na 0,5% 3 ml/200 g bb tikus per oral Ovariektomi + 3 ml larutan natrium alendronat dosis 0,18 mg/ 200 g bb dalam aquadest per oral Ovariektomi + 3 ml suspensi ekstrak buah kacang
6
panjang dosis 100 mg/200gBB dalam larutan CMC 0,5% per oral
OVX-dosis II
Ovariektomi + 3 ml suspensi ekstrak buah kacang 6
panjang dosis 200 mg/200gBB dalam larutan CMC 0,5% per oral
OVX-dosis III
Ovariektomi + 3 ml suspensi ekstrak buah kacang 6
panjang dosis 400 mg/200gBB dalam larutan CMC 0,5% per oral
Setelah perlakuan selama 28 hari, seluruh tikus dikorbankan. Kemudian tulang paha dari setiap tikus diambil untuk selanjutnya dianalisis kadar kalsium tulangnya dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (Nurrochmad, Leviana, Wulancarsari, Lukitaningsih, 2010).
3.4.2
Persiapan Hewan Uji Sebelum digunakan, tikus diadaptasikan (diaklimatisasi) selama tiga
minggu dalam kandang Laboratorium Farmakologi Farmasi UI agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Tikus diberi makan dan minum yang seragam dan dilakukan pengamatan rutin terhadap keadaan umum dan penimbangan berat badan tikus.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
27
3.4.3 Ovariektomi Prosedur ovariektomi yang dilakukan dapat dilihat pada Gambar 3.1. Rincian langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Seluruh tikus yang digunakan ditimbang berat badannya, kemudian diletakkan di atas meja untuk dianastesi. b. Dilakukan anastesi secara inhalasi dengan eter. c. Tikus diletakkan di atas papan kayu yang sebelumnya telah terlapisi plastik lalu keempat kaki tikus diikat dengan benang pada paku yang tertancap di keempat sisi papan kayu (posisi tikus telungkup). d. Dilakukan pencukuran rambut tikus di area bedah (2 cm diatas pangkal paha dengan jarak 1,5 cm dari tulang belakang) ± seluas 10 cm2. e. Dilakukan pembedahan pada area bedah f. Kapas yang dibasahi etanol 70% ditotolkan pada badan tikus yang mengalami pendarahan kapiler. g. Dilakukan pencarian ovarium (berbentuk granul-granul seperti anggur) kemudian dipotong dan disisihkan. h. Dilakukan penjahitan otot dalam sebanyak 1 simpul dan kulit luar sebanyak 2 simpul bila memungkinkan. i. Dioleskan povidon iodin pada luka untuk mencegah timbulnya infeksi pasca pembedahan. j. Tikus yang telah dioperasi ditempatkan pada kandang tunggal lalu diberi makan dan minum.
3.4.4
Pembuatan Ekstrak Kacang Panjang Ekstrak dibuat dengan cara maserasi dengan menggunakan etanol 70%.
750 gram serbuk buah kacang panjang dimasukkan ke dalam maserator, ditambahkan 2 liter etanol 70%, lalu direndam selama 6 jam sambil diaduk, kemudian didiamkan selama 18 jam. Filtrat dan ampas dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kertas saring yang prosesnya dibantu dengan pompa vakum. Proses tersebut diulangi hingga empat kali dengan jenis dan pelarut yang sama. Semua filtrat yang diperoleh dicampur dan diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 500C dengan kecepatan putar 50 rpm. Selanjutnya, filtrat
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
28
pekat diuapkan diatas penangas air pada suhu 400C hingga diperoleh ekstrak kental.
3.4.5 Penetapan Rendemen dan Skrining Fitokimia Ekstrak Buah Kacang Panjang 3.4.5.1 Penetapan Rendemen Ekstrak kental yang diperoleh ditimbang dan dibandingkan bobotnya dengan serbuk simplisia awal yang digunakan. Perbandingan tersebut dinyatakan dalam % (persen) (Depkes RI, 2000).
3.4.5.2 Skrining Fitokimia (Depkes RI, 1995) Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan kimia yang terkandung di dalam ekstrak buah kacang panjang dengan menggunakan uji kualitatif. Pengujian dilakukan dengan menambahkan reagen yang spesifik untuk tiap senyawa.
a. Uji flavonoid 10 ml filtrat ekstrak diuapkan hingga kering ditambah 3 ml etanol 95%, diaduk hingga larut homogen. Kemudian ditambah 100 mg serbuk Mg dan 10 tetes HCl(p). Hasil reaksi positif apabila dihasilkan warna merah jingga hingga merah ungu atau kuning jingga untuk flavon dan kalkon. Pengujian juga dilakukan terhadap kontrol positif yakni Orthosiphonis Folium dengan jumlah dan reagen yang sama.
b. Uji terpenoid Ekstrak kental 100 mg ditambah dengan eter ± 5 ml, kemudian diuapkan. Setelah itu ditambahkan asetat anhidrida ± 5 tetes dan selanjutnya ditambah 3 tetes H2SO4(p) . Hasil reaksi positif apabila dihasilkan warna hijau. Pengujian juga dilakukan terhadap kontrol positif yakni Caryophily Flos dengan jumlah dan reagen yang sama.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
29
c. Uji glikosida Uji glikosida dilakukan dengan menggunakan pereaksi Mollisch. Ekstrak kental ± 100 mg ditambah dengan HCl 2 N ± 15 ml, dipanaskan hingga tersisa setengah bagian kemudian disaring. Filtrat yang diperoleh ± 3 ml kemudian ditambah pereaksi Mollisch ± 3 ml. Setelah itu ditambahkan H2SO4(p) ± 3 tetes . Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya cincin pada lapisan tengah larutan. Pengujian juga dilakukan terhadap kontrol positif yakni Centella Herba dengan jumlah dan reagen yang sama.
d. Uji alkaloid Filtrat ekstrak ± 3 ml ditambahkan HCl 2N ± 1 ml. Kemudian ditambahkan reagen Dragendorf ± 5 tetes. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah. Filtrat ekstrak ± 3 ml ditambahkan HCl 2N ± 1 ml. Kemudian ditambahkan reagen Bouchardat ± 5 tetes. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya endapan merah. Pengujian juga dilakukan terhadap kontrol positif yakni Cinchona Cortex dengan jumlah dan reagen yang sama.
e. Uji saponin Ekstrak ± 100 mg ditambah dengan air panas ± 5 ml kemudian dilakukan pengocokan kuat selama ±10 detik, ukur tinggi busa yang terbentuk. Kemudian didiamkan 10 menit, lalu ditambahkan HCl 2N 3-5 tetes. Jika busa hilang, maka ekstrak tidak mengandung saponin. Pengujian juga dilakukan terhadap kontrol positif yakni Liquiritae Radix dengan jumlah dan reagen yang sama.
f. Uji fenol Filtrat ekstrak ± 3 ml ditambah dengan FeCl3 ± 3 tetes. Hasil positif apabila dihasilkan warna biru kehitaman.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
30
g. Uji tanin Ekstrak ± 100 mg ditambahkan air panas ± 15 ml kemudian dipanaskan hingga mendidih setelah itu disaring. Filtrat yang diperoleh ditambahkan larutan gelatin 10% ± 1 ml. Hasil positif menunjukkan hasil yang menggumpal. Pengujian juga dilakukan terhadap kontrol positif yakni Psidii Folium dengan jumlah dan reagen yang sama.
3.4.6
Penetapan Dosis Uji
3.4.6.1 Dosis Ekstrak Etanol 70% Buah Kacang Panjang Dosis ekstrak buah kacang panjang yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 100 mg; 200 mg; dan 400 mg/ 200 g bb tikus. Pemilihan dosis ini mengacu pada penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya yang mengemukakan bahwa dosis ekstrak buah kacang panjang 200 mg/ 200 g bb tikus memberikan efek estrogenik yang cukup signifikan (Meiyanto, Handayani, dan Jenie, 2008).
3.4.6.2 Dosis Natrium Alendronat Dosis efektif natrium alendronat pada manusia adalah 70mg/minggu atau 10 mg/hari (Morello, Singh, Deftos, 2009). Pada penelitian ini digunakan dosis 10 mg/hari yang kemudian dikonversikan ke dosis tikus, yaitu dosis untuk setiap 200 g tikus setara dengan 0,018 kali dosis manusia, sehingga dosis yang digunakan adalah 0,18 mg/200 g bb tikus.
3.4.7
Penyiapan Bahan Uji Ekstrak
disuspensikan
sesuai
dosis,
menggunakan
CMC
Na
(Carboxymethylcellulose natrium) 0,5% sebagai bahan pensuspensi. 500 mg serbuk CMC Na ditaburkan pada lumpang berisi aquadest panas bersuhu 700C dengan volume ± 10 ml. Kemudian CMC Na dibiarkan mengembang selama kurang lebih 10 menit. CMC Na yang telah mengembang tersebut digerus homogen dan dicukupkan dengan aquadest hingga 100 ml. Ekstrak yang akan diberikan akan disuspensikan ke dalam CMC 0,5% ini. Suspensi ekstrak etanol buah kacang panjang ini dibuat dalam tiga konsentrasi,
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
31
yaitu 33,3; 66,6; dan 133,3 mg/ml sehingga volume maksimal yang diperoleh oleh setiap tikus adalah 3 ml. Dosis 1 sebesar 100 mg/200 g bb tikus diperlukan untuk 6 ekor tikus sehingga total ekstrak yang ditimbang adalah 600 mg. Ekstrak sebanyak 600 mg tersebut disuspensikan dalam 5 ml CMC 0,5% lalu digerus hingga homogen dan ditambahkan perlahan-lahan dengan CMC 0,5% sampai mencapai volume 18 ml sehingga dihasilkan suspensi ekstrak etanol buah kacang panjang dengan konsentrasi 33,3 mg/ml. Dosis 2 sebesar 200 mg/200 g bb tikus diperlukan untuk 6 ekor tikus sehingga total ekstrak yang ditimbang adalah 1200 mg. Ekstrak sebanyak 1200 mg tersebut disuspensikan dalam 5 ml CMC 0,5% lalu digerus hingga homogen dan ditambahkan perlahan-lahan dengan CMC 0,5% sampai mencapai volume 18 ml sehingga dihasilkan suspensi ekstrak etanol buah kacang panjang dengan konsentrasi 66,6 mg/ml. Dosis 3 sebesar 400 mg/200 g bb tikus diperlukan untuk 6 ekor tikus sehingga total ekstrak yang ditimbang adalah 2400 mg. Ekstrak sebanyak 2400 mg tersebut disuspensikan dalam 5 ml CMC 0,5% lalu digerus hingga homogen dan ditambahkan perlahan-lahan dengan CMC 0,5% sampai mencapai volume 18 ml sehingga dihasilkan suspensi ekstrak etanol buah kacang panjang dengan konsentrasi 133,3 mg/ml. Proses penentuan dosis dan pembuatan bahan uji lebih jelas dapat dilihat pada Lampiran 1. Untuk menjaga kestabilan suspensi tersebut, suspensi baru akan dibuat dan diberikan pada hewan coba menjelang percobaan. Pemberian pada hewan coba dilakukan secara oral dengan teknik sonde.
3.4.8
Pembuatan Larutan Natrium Alendronat Ditimbang sebanyak 17,64 mg serbuk natrium alendronat (sertifikat
natrium alendronat dapat dilihat pada Lampiran 6) kemudian digerus dengan penambahan aquadest sampai homogen dan dicukupkan volumenya hingga 294 ml.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
32
3.4.9 Isolasi Tulang Kaki Tikus Pada akhir perlakuan, semua hewan coba dikorbankan dengan eter untuk diambil tulang paha kaki kanannya. Pembedahan dilakukan menggunakan alat bedah dengan membersihkan tulang dari jaringan dan lemak yang menempel. Jika sudah bersih sampai bagian paha atas, maka dipotong mulai dari sendi paha atas hingga sendi bagian lutut.
3.4.10 Destruksi Sampel Tulang untuk Penetapan Kadar Kalsium Metode untuk preparasi dan destruksi sampel tulang merujuk kepada NIOSH 8005 tahun 1994 yang telah dimodifikasi. Sebelum melakukan proses destruksi, terlebih dahulu dilakukan proses preparasi tulang yang telah diisolasi. Tulang yang sudah diisolasi selanjutnya dikeringkan dalam oven bersuhu 1000C selama 24 jam. Setelah kering, lalu ditimbang untuk mendapatkan bobot kering tulang. Kemudian diabukan dalam tanur dengan suhu 7000C selama 4 jam. Tulang yang sudah menjadi abu berwarna putih, digerus dalam tabung reaksi kering dengan bantuan spatel sampai halus. Serbuk abu tersebut dilarutkan dalam 3 ml asam nitrat pekat, kemudian panaskan larutan tersebut selama 1-2 menit hingga semua serbuk terlarut sempurna, lalu tambahkan sedikit demi sedikit aquabidest. Proses pelarutan dilakukan dalam lemari asam. Kemudian larutan sampel dipindahkan ke dalam labu takar 50,0 ml dengan disaring terlebih dulu menggunakan kertas saring. Tambahkan sampai batas labu dengan aquabidest, kocok dan homogenkan. Pipet 1,0 ml dari larutan induk, masukkan ke dalam labu takar 10,0 ml, cukupkan hingga batas labu, didapatkan pengenceran 10 kali. Pipet 1,0 ml dari larutan pengenceran 10 kali, masukkan ke dalam labu takar 10,0 ml, cukupkan hingga batas labu, didapatkan pengenceran 100 kali. Pipet 5,0 ml dari larutan pengenceran 100 kali, masukkan ke dalam labu takar 50,0 ml, cukupkan hingga batas labu, didapatkan pengenceran 1000 kali.
3.4.11 Penyiapan Larutan Standar Kalsium Larutan standar kalsium telah disiapkan oleh laboran dari Laboratorium Afiliasi Kimia UI. Larutan induk dengan konsentrasi 1000 ppm yang didapat dari
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
33
baku standar, diencerkan hingga didapat larutan dengan konsentrasi 0,5; 1; 3; dan 5 ppm.
3.5 Metode Tikus berusia 50 hari diovariektomi untuk mendapatkan model osteoporosis. Usai ovariektomi, tikus diistirahatkan selama 20 hari untuk memberikan waktu pemulihan pasca operasi dan dicapai kondisi pascamenopause. Kemudian, bahan uji dan kontrol obat (natrium alendronat) diberikan secara oral selama 28 hari. Pengujian kadar kalsium dilakukan dengan mengambil tulang paha tikus yang kemudian dianalisis menggunakan spektrofotometer serapan atom. Prosedur kerja yang dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Tikus diaklimatisasi selama dua minggu di dalam kandang Laboratorium Farmakologi Farmasi UI.
b.
Pada hari pengujian (usia tikus 50 hari), tikus ditimbang bobotnya dan dikelompokkan secara acak dan dibagi menjadi 6 kelompok tikus dengan jumlah tikus masing – masing kelompok adalah 6 ekor.
c.
Dilakukan proses ovariektomi pada tiap tikus kecuali kelompok sham. Pada kelompok sham hanya dilakukan pembedahan saja.
d.
Usai ovariektomi, tikus diistirahatkan selama 20 hari dengan memberikan makan dan minum yang seragam secara rutin setiap harinya.
e.
Setelah 20 hari, diberikan suspensi ekstrak etanol 70% buah kacang panjang dan larutan natrium alendronat selama 28 hari kepada tikus sesuai kelompoknya.
f.
Setelah 28 hari pemberian bahan uji, semua tikus dikorbankan, dan diambil segera tulang paha kanannya dengan membersihkan tulang tersebut dari jaringan lemak yang menempel.
g.
Semua sampel tulang paha tikus masing-masing dimasukkan ke dalam wadah dan dioven hingga didapat bobot kering tulang.
h.
Setelah dioven, sampel ditanur, kemudian serbuk abu tulang dimasukkan ke dalam wadah.
i.
Dilakukan preparasi standar dengan pengenceran bertingkat untuk membuat kurva kaliberasi dan preparasi masing-masing sampel yang selanjutnya
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
34
dilakukan pengukuran kadar kalsium tulang dari tiap sampel dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 422,7 nm.
3.6 Analisis Data Analisa data yang diperoleh diolah menggunakan program Excell MS Office 2007, kemudian diolah lebih lanjut secara statistik dengan menggunakan program SPSS 18. Data yang diperoleh dilakukan uji Saphiro -Wilk untuk melihat normalitas data dan dianalisis dengan uji Levene untuk melihat homogenitas data. Jika data terdistribusi normal dan homogen maka dilanjutkan dengan uji analisis varians (ANAVA) satu arah dengan taraf kepercayaan 95% sehingga dapat diketahui apakah perbedaan yang diperoleh bermakna atau tidak. Apabila terdapat perbedaan bermakna, maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) untuk melihat perbedaan antar tiap kelompok perlakuan (Besral, 2010). Jika salah satu syarat untuk uji ANAVA tidak terpenuhi, maka dilakukan uji Kruskal-Wallis untuk mengetahui adanya perbedaan. Apabila terdapat perbedaan bermakna, dilakukan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan antar tiap kelompok perlakuan (Besral, 2010).
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan Ekstrak Etanol Kacang Panjang Serbuk kering buah kacang panjang yang digunakan didalam penelitian diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITRO). Buah kacang panjang yang digunakan dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 4.1. Buah kacang panjang tersebut berumur 3 bulan dengan panjang 45-50 cm yang diperoleh dari perkebunan Cisarua, Bogor. Buah kacang panjang tersebut sebelumnya telah dicuci bersih, kemudian dipotong-potong dengan ukuran ± 5 cm, selanjutnya dikeringkan dibawah sinar matahari selama ± 1 hari, dibuat serbuk dan diayak dengan ukuran ayakan 50 mesh. Serbuk yang diperoleh tersebut selanjutnya diekstraksi dengan maserasi dan pelarut etanol 70%. Bobot basah buah kacang panjang yang digunakan adalah 35 kg dan bobot keringnya adalah 2,7 kg. Persentase bobot kering buah kacang panjang terhadap bobot basah buah kacang panjang adalah 7,71%. Metode maserasi dipilih karena metode ini merupakan metode penyarian yang cara pengerjaan dan peralatannya sederhana (Indraswari, 2008). Selain itu, metode ini tidak menyebabkan degradasi senyawa aktif yang tidak tahan panas karena dilakukan pada suhu kamar (Depkes, 2000). Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi buah kacang panjang adalah etanol 70% (Meiyanto, Handayani, Jenie, 2008). Etanol dipilih sebagai pelarut ekstraksi buah kacang panjang karena senyawa aktif seperti antosianin dan flavonoid berupa isoflavon serta glikosida flavonol mempunyai sifat larut dalam pelarut polar seperti etanol (Arini, Nurmawan, Alfiani, Hertiani, 2008). Umumnya pelarut alkoholik merupakan pilihan untuk mengekstraksi semua golongan flavonoid. Bahan segar dapat diekstraksi dengan alkohol absolut. Namun untuk bahan kering dan kayu diekstraksi dengan alkohol berair. Konsentrasi alkohol berair yang digunakan disesuaikan dengan glikosida flavonoidnya (Harborne, 1987). Selain itu, pelarut etanol memiliki sifat kurang toksik dibandingkan pelarut polar lainnya sehingga akan lebih aman bila diberikan secara oral pada hewan uji
35
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
36
(Sathishkumar, Baskar, Shanmugam, Rajasekaran, Sadasivam, & Manikandan, 2008).
4.2 Pengamatan Organoleptik Ekstrak Ekstrak etanol buah kacang panjang yang diperoleh kemudian ditentukan organoleptiknya dengan pancaindra untuk mendeskripsikan bentuk, warna, rasa dan bau. Ekstrak yang didapatkan berupa ekstrak kental, berwarna hitam kecoklatan, berasa pahit dan berbau khas.
Gambar 4.2. Ekstrak Etanol 70% Buah Kacang Panjang
Total ekstrak yang didapat dari ekstraksi 300 mg serbuk kering buah kacang panjang adalah 18,8 gram, sehingga rendemen ekstrak yang didapat adalah 6,27%.
4.3 Perhitungan Dosis Ekstrak Berdasarkan Rendemen Dalam
proses
penimbangan
ekstrak,
nilai
rendemen
umumnya
diperhitungkan. Rendemen dosis ekstrak etanol 70% buah kacang panjang berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Meiyanto, Handayani & Jenie pada tahun 2008 adalah sebesar 6,25%, sedangkan rendemen ekstrak yang didapat pada penelitian ini adalah sebesar 6,27%. Oleh karena itu, perhitungan dosis ekstrak berdasarkan rendemen dapat dihitung sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
37
a. Dosis 1 : ,ଶ% ,ଶହ%
x 100 mg = 100,32 mg
b. Dosis 2 : ,ଶ% ,ଶହ%
x 200 mg = 200,64 mg
c. Dosis 3 : ,ଶ% ,ଶହ%
x 400 mg = 401,28 mg
Nilai dosis yang didapat dari hasil perhitungan dengan rendemen tidak berbeda jauh dengan dosis yang diacu dari penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, perhitungan dosis dengan rendemen dalam penelitian ini tidak digunakan, sehingga dosis ekstrak yang ditimbang sesuai dengan dosis ekstrak yang diacu dari penelitian sebelumnya. Dosis ekstrak yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 100 mg; 200 mg; dan 400 mg/200 g bb tikus.
4.4 Hasil Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Buah Kacang Panjang Dari uji skrining fitokimia yang dilakukan, ekstrak etanol 70% buah kacang panjang mengandung senyawa flavonoid, fenol dan glikosida. Hasil pengamatan lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Uji Skrining Fitokimia Ekstrak Etanol 70% Buah Kacang Panjang Senyawa yang diuji Flavonoid
Hasil uji
Kesimpulan
Warna merah pada buih yang terbentuk
+
Glikosida
Terbentuk cincin warna
+
Fenol
Terbentuk warna biru kehitaman
+
4.5 Pengaruh Ovariektomi terhadap Bobot Basah Uterus Pada penelitian ini, kelompok perlakuan berjumlah enam kelompok yaitu kelompok sham, kontrol negatif, dosis I, II, III, dan kontrol positif. Pada hari
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
38
pertama, semua tikus kecuali kelompok sham dilakukan proses pengangkatan kedua ovarium atau ovariektomi. Walaupun tidak dilakukan proses ovariektomi, semua tikus dalam kelompok sham tetap dilakukan proses pembedahan kulit dan otot agar kondisi semua tikus yang digunakan adalah sama. Tikus putih betina dipilih agar diharapkan dapat mewakili kondisi osteoporosis yang umumnya terjadi,
dimana
prevalensi
timbulnya
osteoporosis
wanita
lebih
tinggi
dibandingkan pria (Depkes, 2008). Proses ovariektomi yang dilakukan tidak terbilang mudah karena peneliti harus memiliki keterampilan lebih untuk menjaga tikus agar tidak mati saat dilakukan pembedahan, baik karena proses anastesi ataupun karena sebab lainnya. Dengan dilakukannya ovariektomi ini diharapkan kadar estrogen dalam tubuh tikus menjadi rendah sehingga dapat mewakili kondisi menopause dan mampu mempengaruhi proses metabolisme tulang menjadikan kepadatan tulang berkurang. Estrogen merupakan hormon steroid kelamin endogen yang diproduksi oleh ovarium, korteks adrenal, testis dan juga diproduksi oleh plasenta pada saat kehamilan. Hormon ini memiliki efek langsung pada pertumbuhan dan perkembangan organ reproduksi seperti uterus. Pada uterus, hormon ini mampu merangsang proliferasi dan diferensiasi serta mampu menambah ketebalan lapisan endometrium (Gunawan, 2007). Oleh karena itu, ketika terjadi penurunan kadar estrogen yang diakibatkan oleh ovariektomi, bentuk dan fungsi dari uterus didalam tubuh pun juga akan ikut berkurang. Untuk membuktikannya, pada akhir perlakuan, seluruh ovarium dari masing-masing tikus perlakuan diambil dan ditimbang bobotnya. Secara organoleptik, bentuk dari uterus tikus normal dengan tikus yang diovariektomi terlihat jelas perbedaannya. Tikus yang masih memiliki ovarium dan kadar estrogen yang cukup di dalam tubuhnya memiliki bentuk uterus yang besar, tebal dan berwarna kemerahan. Sedangkan tikus yang telah dilakukan pengangkatan kedua ovariumnya, memiliki uterus yang berbentuk kecil, tipis dan berwarna pucat.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
39
Gambar 4.3. Uterus Tikus Normal (a) dan Uterus Tikus Ovariektomi (b)
Tabel 4.2. N (Ulangan Tikus) 1 2 3 4 5 6 Ratarata Standar Deviasi
Bobot Uterus Basah Tiap Kelompok pada Akhir Perlakuan Bobot Uterus Basah dalam mg Sham
Kontrol Negatif
Dosis I
Dosis II
Dosis III
Kontrol Positif
0.3163 0.0962 0.2949 0.3002 0.0692 0.2064
0.0708 0.0503 0.0798 0.0465 0.0401 -
0.0778 0.0443 0.0699 0.0395 0.0792 -
0.1031 0.0454 0.0609 0.0577 0.0853 0.0374
0.0775 0.0544 0.0457 0.0267 0.0388 0.0404
0.0563 0.1047 0.0474 0.0353 0.0389 0.0542
0.2139
0.0575
0.0621
0.0650
0.0473
0.0561
0.1089
0.0169
0.0189
0.0248
0.0174
0.0252
Keterangan : Sham = kontrol tikus dengan pembedahan tanpa ovariektomi + larutan CMC 0,5%, kontrol negatif = kontrol tikus ovariektomi + larutan CMC 0,5%, dosis I = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 100 mg/200 g bb tikus, dosis II = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 200 mg/200 g bb tikus, dosis III = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 400 mg/200 g bb tikus, kontrol positif = kontrol tikus ovariektomi + larutan natrium alendronat 0,18 mg/200g bb tikus.
Banyaknya data pada setiap kelompok yang tertera pada Tabel 4.2 tidak berjumlah sama. Hal ini dikarenakan terdapat data hasil pengukuran bobot uterus tikus yang terlalu berbeda jauh dengan data lainnya, sehingga data tersebut dibuang dan tidak digunakan dalam proses pengolahan data lebih lanjut.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
40
Berdasarkan Tabel 4.2 di atas, nilai bobot uterus basah rata-rata tertinggi sampai terendah berturut-turut dimulai dari kelompok sham, dosis II, dosis I, kontrol negatif, kontrol positif dan dosis III. Nilai rata-rata bobot uterus basah kelompok sham adalah 0.2139 mg ± 0.1089. Nilai bobot uterus basah ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kelima
kelompok lainnya. Hasil tersebut menunjukkan bahwa proses ovariektomi yang dilakukan berhasil dan secara signifikan mampu menurunkan pertumbuhan organ reproduksi seperti uterus. Berdasarkan teori, dengan dilakukannya ovariektomi pada tikus, hormon estrogen didalam tubuh akan menurun dan akan mengakibatkan penurunan bentuk dan fungsi dari organ reproduksi. Hasil uji statistik pun menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok sham dengan kelima kelompok lainnya. Nilai rata-rata bobot uterus basah kelompok kontrol positif adalah 0.0561 mg ± 0.0252. Nilai bobot uterus basah ini hampir sama dengan bobot uterus basah
tikus kelompok kontrol negatif yakni sebesar 0.0575 mg ± 0.0169. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian obat sintetis sebagai kontrol positif yakni natrium alendronat pada hewan uji tidak memberikan efek pada pertumbuhan uterus. Hal tersebut terjadi disebabkan karena obat sintetis yang digunakan memang bukanlah obat yang memiliki efek estrogenik, namun merupakan obat yang hanya memberikan pengaruh langsung pada tulang yakni sebagai obat antiresorpsi tulang. Hasil uji analisa statistik (dapat dilihat pada Lampiran 3) pun menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol negatif dengan kontrol positif. Natrium alendronat merupakan obat sintetis yang dipilih untuk digunakan sebagai kontrol positif dikarenakan obat tersebut merupakan obat lini pertama yang digunakan untuk pengobatan osteoporosis. Disamping itu, mekanisme kerja natrium alendronat dengan kandungan fitoestrogen dalam ekstrak relatif sama yakni menghambat aktivitas osteoklas dan berpotensi sebagai agen antiresorpsi (Sweet, M., Sweet, J., Jeremiah, Galazka, 2009). Pemberian natrium alendronat sebagai kontrol positif dalam penelitian ini dilakukan dengan melarutkannya di dalam air bukan disuspensikan dengan CMC 0,5% seperti kelompok lainnya. Hal ini dilakukan karena natrium alendronat sangat kecil diabsorbsi setelah pemberian
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
41
peroral
sehingga
dikhawatirkan
absorbsinya
akan
semakin
kecil
jika
disuspensikan dalam CMC 0,5%. Nilai rata-rata bobot uterus basah ketiga kelompok varian dosis ekstrak tidak terlalu berbeda jauh dengan bobot uterus basah kelompok kontrol negatif. Hasil analisa statistik pun menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara ketiga kelompok dosis dengan kelompok kontrol negatif. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah kacang panjang dengan tiga varian dosis ternyata tidak memberikan efek estrogenik pada pertumbuhan uterus hewan uji. Hasil ini membenarkan teori yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa kandungan fitoestrogen memiliki afinitas lebih tinggi terhadap reseptor ß (Barret, 1996), yang terletak menyebar, yakni di ginjal, tulang, mukosa intestinal, sel endotel, otak dan pembuluh darah (Bustamam, 2008). Hasil yang didapat tersebut juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa fitoestrogen bekerja sebagai antiestrogen pada jaringan reproduksi (kelenjar mammae, ovarium, endometrium dan prostat), sedangkan aktivitas estrogeniknya nyata pada tulang (Pawitan, 2002).
4.6 Pengaruh Ovariektomi terhadap Peningkatan Berat Badan Proses ovariektomi memberikan pengaruh pada berat badan tikus. Hal ini terlihat dari terjadinya peningkatan berat badan tikus pada kelompok kontrol negatif yang cukup signifikan dibandingkan dengan kelompok sham.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
Berat (g)
120
131.78 160.65
164.28
173.9 142.8
133.68
140
129.81
160
143.98
180
115.57 139.88
200
162.33
181.6
42
100 BB awal
80
BB akhir
60 40 20 0 sham
negatif
dosis I
dosis II
dosis III
positif
Kelompok Perlakuan Keterangan : Sham = kontrol tikus dengan pembedahan tanpa ovariektomi + larutan CMC 0,5%, kontrol negatif = kontrol tikus ovariektomi + larutan CMC 0,5%, dosis I = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 100 mg/200 g bb tikus, dosis II = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 200 mg/200 g bb tikus, dosis III = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 400 mg/200 g bb tikus, kontrol positif = kontrol tikus ovariektomi + larutan natrium alendronat 0,18 mg/200g bb tikus.
Gambar 4.4. Berat Badan Tikus Pada Awal dan Akhir Perlakuan Tiap Kelompok Uji Dari grafik diatas, terlihat bahwa tikus yang dilakukan ovariektomi (kelompok kontrol negatif) terjadi peningkatan berat badan yang lebih besar dibandingkan dengan kelompok lainnya terutama dibandingkan dengan kelompok sham. Hasil ini menunjukkan bahwa metode ovariektomi yang dilakukan efektif mempengaruhi berat badan tikus. Berdasarkan teori, proses ovariektomi mampu menyebabkan pendepositan lemak pada jaringan adiposa. Ovariektomi yang dilakukan menyebabkan sekresi estrogen didalam tubuh berkurang. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan katabolisme lemak yang mengakibatkan terjadinya peningkatan simpanan lemak didalam jaringan adiposa (Akiles, 2008). Hasil analisa statistik pun menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antar perlakuan kelompok sham dengan kelima kelompok lainnya. Hasil analisa statistik berat badan tikus menggunakan data pada Tabel 4.7 dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 4.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
43
4.7 Penyiapan Sampel Tulang Pada akhir perlakuan, seluruh tikus dikorbankan dengan eter untuk diambil tulang paha kaki kanannya. Pemotongan tulang dimulai dari sendi lutut hingga sendi paha kaki bagian atas. Proses isolasi tulang ini dilakukan dengan menggunakan alat bedah secara hati-hati agar bagian tulang yang akan diisolasi tidak terpotong. Tulang yang didapat kemudian dibersihkan dari jaringan, serat, dan lapisan lemak yang masih menempel agar didapatkan tulang yang bersih. Tulang tersebut kemudian disimpan di dalam larutan etanol 70% agar komposisi tulang yang terisolasi tetap utuh dan menghindari rusaknya komposisi tulang jika dibiarkan tanpa penyimpanan yang baik. Tulang kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 1000C selama 24 jam. Setelah kering, dilakukan proses penimbangan untuk mendapatkan bobot kering tulang. Kemudian, tulang tersebut dimasukkan ke dalam krussibel dan ditanur selama 4 jam pada suhu 7000C. Tulang yang sudah ditanur tersebut tidak langsung berubah menjadi abu namun masih berbentuk tulang biasa. Hal yang berbeda hanyalah warna tulangnya saja yang telah mengalami perubahan warna menjadi putih bersih dan komposisi tulang yang lebih rapuh.
Gambar 4.5. Hasil Isolasi Tulang Paha Kanan Tikus (a); Hasil Oven Tulang Paha Kanan Tikus (b); Hasil Tanur Tulang Paha Kanan Tikus (c) Tulang hasil tanur yang berwarna putih bersih tersebut kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi yang bersih dan kering. Proses pemindahan tulang dilakukan dengan hati-hati agar semua serbuk abu tulang yang menempel
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
44
pada krussibel tidak ada yang tersisa. Selanjutnya dilakukan proses penggerusan tulang didalam tabung reaksi dengan menggunakan bantuan spatel kering. Proses ini dilakukan untuk meningkatkan kelarutan abu tulang pada saat destruksi. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) merupakan alat yang spesifik dan mampu membaca logam dalam konsentrasi yang sangat kecil sehingga proses penyiapan sampel harus hati-hati karena sangat mungkin kontaminan dari lingkungan luar dapat masuk. Oleh karena itu, kebersihan alat yang digunakan, penyimpanan larutan, dan teknik pengenceran merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Semua alat yang digunakan seperti pipet volume, labu ukur, corong, tabung reaksi serta alat-alat yang digunakan lainnya selalu dicuci bersih dan direndam dengan asam nitrat 10%. Penggunaan asam nitrat encer ini ditujukan untuk membersihkan alat gelas dari unsur-unsur logam yang tidak diinginkan sehingga risiko masuknya kontaminan pada sampel menjadi berkurang. Selain itu, sebelum digunakan semua alat harus dibilas kembali dengan menggunakan aquabidest. Larutan yang akan diukur menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (Gambar 4.6), harus disimpan dalam botol plastik polietilen. Hal ini dikarenakan jika menggunakan gelas, maka beberapa logam dapat terserap oleh permukaan gelas tersebut (Harmita, 2006) sehingga hasil pengukuran kadar yang didapat tidak akurat. Teknik pengenceran larutan juga diusahakan kuantitatif dengan memperhatikan batas labu atau pipet volume yang digunakan.
4.8 Pembuatan Kurva Kalibrasi Pembuatan kurva kalibrasi dimulai dengan pembuatan seri pengenceran larutan standar kalsium. Larutan standar kalsium yang dipakai berasal dari Laboratorium Afiliasi Kimia UI. Dari larutan induk 1000 ppm, kemudian diencerkan sampai diperoleh konsentrasi 0,5; 1; 3; dan 5 ppm. Setelah itu diukur serapannya untuk menentukan nilai absorbansi pada panjang gelombang 422,7 nm menggunakan spektrofotometri serapan atom (SSA). Kurva kalibrasi kalsium yang dibuat dengan menggunakan lima konsentrasi yaitu 0; 0,5; 1; 3; dan 5 ppm menghasilkan persamaan garis linear y = 0.0072 + 0.0708x dengan koefisien korelasi (r) adalah 0.9994.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
45
Tabel 4.3. Data Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium
Serapan (A)
Konsentrasi 0 0.5 1 3 5
Absorbansi 0.0 0.0484 0.0808 0.2185 0.3605
0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 0 0
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi (ppm)
Gambar 4.7. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Kalsium
4.9 Perbandingan Kadar Kalsium Kelompok Perlakuan Larutan sampel yang telah siap, selanjutnya diukur dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang 422,7 nm. Hasil yang didapat adalah data serapan dari masing-masing kelompok perlakuan yang bisa dilihat pada Tabel 4.5. Data serapan yang didapat tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan kadar kalsium dari tiap kelompok. Proses pengolahan data dilakukan dengan cara memasukkan nilai serapan sebagai nilai y pada persamaan kurva kalibrasi, yang kemudian didapat nilai x dalam satuan ppm. Nilai x yang didapat kemudian dikalikan dengan faktor dilution dan faktor pengenceran lalu dibagi dengan bobot kering tulang sehingga didapatkanlah kadar kalsium sampel. Bobot kering tulang dapat dilihat di Tabel 4.6, dan cara memperoleh kadar kalsium bisa dilihat di Lampiran 2. Adapun hasil kadar kalsium tulang paha yang didapat adalah cukup tinggi, dan terlihat pada Tabel 4.4.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
46
Tabel 4.4. Kadar Kalsium Masing-masing Kelompok Diukur Spektrofotometri Serapan Atom pada Akhir Perlakuan
Dengan
Kadar Kalsium Tulang Kaki dalam mg/mg
N (Ulangan Tikus)
sham
Kontrol Negatif
Dosis I
Dosis II
Dosis III
Kontrol Positif
1
0.1758
0.1014
0.2721
0.4832
0.2091
0.1441
2
0.1617
0.1080
0.2840
0.3620
0.3364
0.1425
3
0.1179
0.1161
0.4169
0.3145
0.2882
0.1470
4
0.1385
0.1028
0.3599
0.2945
0.5039
0.1431
5 Ratarata Standar Deviasi
0.1162
0.1243
0.4152
0.3049
0.4452
0.1404
0.1420
0.1105
0.3496
0.3518
0.3565
0.1434
0.0264
0.0096
0.0694
0.0779
0.1187
0.0024
Keterangan : Sham = kontrol tikus dengan pembedahan tanpa ovariektomi + larutan CMC 0,5%, kontrol negatif = kontrol tikus ovariektomi + larutan CMC 0,5%, dosis I = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 100 mg/200 g bb tikus, dosis II = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 200 mg/200 g bb tikus, dosis III = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 400 mg/200 g bb tikus, kontrol positif = kontrol tikus ovariektomi + larutan natrium alendronat 0,18 mg/200g bb tikus.
Banyaknya data pada setiap kelompok yang tertera pada Tabel 4.4 hanya berjumlah 5 data padahal tikus yang digunakan masing-masing kelompok sebanyak 6 ekor. Hal ini dikarenakan terdapat data hasil pengukuran kadar kalsium tulang tikus yang terlalu berbeda jauh dengan data lainnya, sehingga data tersebut dibuang dan tidak digunakan dalam proses pengolahan data lebih lanjut. Berdasarkan Tabel 4.4 di atas, nilai kadar kalsium rata-rata tertinggi sampai terendah berturut-turut dimulai dari dosis III, dosis II, dosis I, kontrol positif, sham, dan kontrol negatif. Nilai rata-rata ketiga kelompok varian dosis ekstrak buah kacang panjang berturut-turut adalah 0,3496; 0,3518; dan 0,3565 mg/mg berat kering tulang. Kadar kalsium dari ketiga kelompok varian dosis ekstrak ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Hal ini dapat terjadi mungkin disebabkan oleh adanya perbedaan absorpsi dan kecepatan mekanisme kerja antara kedua bahan uji. Hasil analisa statistik pun menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok kontrol positif dengan ketiga kelompok dosis.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
47
Berdasarkan mekanisme kerja, kedua bahan uji ini sebenarnya memiliki mekanisme kerja yang cukup sama yakni menghambat aktivitas osteoklas (agen resorpsi) pada tulang sehingga menyebabkan proses resorpsi atau pengeroposan tulang terhambat. Namun, kandungan fitoestrogen dalam ekstrak buah kacang panjang pun juga mampu meningkatkan aktivitas sel osteoblas sehingga tak hanya proses resorpsi yang terhambat, proses pembentukan tulang pun tetap akan meningkat (Gunawan, 2007). Kemampuan fitoestrogen berikatan dengan reseptor estrogen beta yang banyak tersebar didalam tubuh pun juga mungkin menjadi salah satu faktor pemicu tingginya kadar kalsium tulang yang diakibatkan oleh pemberian ekstrak tersebut. Namun, diperlukan penelitian farmakokinetik dan farmakodinamik lebih mendalam untuk membuktikan hal tersebut. Biovailabilitas alendronat yang kecil yakni 0,64% pada wanita (Karamustafa, Celebi, 2006) serta absorbsi alendronat yang minim pada pemberian per oral (Gunawan, 2007), mungkin pula memberikan pengaruh pada kadar kalsium tulang kelompok kontrol positif yang lebih kecil dibandingkan dengan ketiga kelompok dosis ekstrak. Sementara itu, pemberian tiga varian dosis ekstrak buah kacang panjang ternyata tidak menimbulkan perbedaan efek yang signifikan. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisa statistik yang menyatakan bahwa tidak adanya perbedaan bermakna antara ketiga kelompok dosis tersebut. Dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pemberian tiga varian dosis ekstrak buah kacang panjang yakni 100 mg/200 g bb tikus, 200 mg/200 g bb tikus, dan 400 mg/200 g bb tikus memberikan efek peningkatan kadar kalsium tulang yang sama namun tetap lebih tinggi dibandingkan dengan obat sintetis natrium alendronat. Hasil analisa statistik kadar kalsium tulang paha tikus dapat dilihat lebih jelas pada Lampiran 5.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan: 1. Ekstrak etanol 70%
buah kacang panjang mempunyai efek meningkatkan
kadar kalsium yang dibandingkan dengan kontrol negatif. Efek yang ditimbulkan lebih besar dibandingkan dengan
kontrol positif (natrium
alendronat dosis 0,18 mg/200 g bb tikus) dan sham. 2. Pemberian tiga varian dosis ekstrak etanol 70% buah kacang panjang memberikan efek peningkatan kadar kalsium yang sama sehingga tidak terdapat dosis ekstrak etanol 70% buah kacang panjang yang paling efektif untuk mengobati osteoporosis.
5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan lama pemberian ekstrak etanol 70% kacang panjang yang lebih pendek (kurang dari 28 hari) agar dapat diketahui perbedaan lamanya pemberian bahan uji berpengaruh signifikan atau tidak terhadap peningkatan kadar kalsium tulang.
48
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN Akiles, A. J. U. (2008). Efektivitas Pemberian Tepung Kedelai dan Tepung Tempe terhadap Kinerja Uterus Tikus Ovariektomi. Bogor : Tesis S2 Sekolah Pascasarjana IPB Agustini, Kurnia. (2004). Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Klabet (Trigonella foenum-graecum L.) Terhadap Kadar Hormon Estradiol Dan FSH Plasma Tikus Putih Betina Galur Wistar Prepubertal Dan Yang Diovariektomi. Depok : Tesis S2 Farmasi FMIPA UI. http://www. Amin, Shreyasee. (2010). Osteoporosis. Januari 15, 2012. rheumatology.org/practice/clinical/patients/diseases_and_conditions/osteo porosis.asp. Arini, S., Nurmawan, D., Alfiani, F., Hertiani, T. (2008). Daya Antioksidan dan Kadar Flavonoid Hasil Ekstraksi Etanol-Air Daging Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.). Buletin Penalaran Mahasiswa UGM Volume 10 No. 10 Barret, J. (1996). Phytoestrogens : friends or foes?. Environmental Health Perspectives, 104 (5), 478-82. Beaty, Richard D., Kerber, Jack D. (1993). Concept, Instrumentation and Techniques in Atomic Absorption Spectrophotometry. USA : The PerkinElmer Corporation. Bell, Norman H. (2003). RANK Ligand and the regulation of skletal remodelling. J Clin Invest, 111, 1120 – 22. Besral. (2010). Pengolahan dan Analisa Data-1 Menggunakan SPSS. Depok: Departemen Biostatistika Fakultas Kesehatan Masyarakat UI, 23-30, 58-64. Brzoska, M.M., Majewska, K., & Moniuszko-Jakoniuk, J. (2005). Bone mineral density, chemical composition, and biomechanical properties of the tibia of female rats exposed to cadmium since weaning up to skeletal maturity. Food and Chemical Toxicology 43, 1507-1519. Bustamam, Nurfitri. (2008). Fitoestrogen dan kesehatan tulang. Bina Widya, 19 (3), 146-150. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 119-123. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Direktorat Pengawasan Obat Tradisional. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Bakti Husada, 13-18. 49
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
50
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengendalian Osteoporosis. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1142/MENKES/SK/XII/2008 : 3-4. Eisman, John, et.al. (2010). Clinical guideline for the prevention and treatment of osteoporosis in postmenopausal women and older men. The National Health and Medical Research Council, 66. Fachruddin, Lisdiana. (2000). Budidaya Kacang-Kacangan. Yogyakarta : PT. Kanisius, 59. Federer, W.T. (1991). Statistics and Society : Data Collection and Interpretation 2nd ed. New York : Marcell Dekker. Gandjar, I. G., Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Gunawan, Sulistia Gan. (2007). Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 450-461. Harjono, Rima M., et al. (1996). Kamus Kedokteran Dorland Edisi 26. Jakarta : Buku Kedokteran EGC, 1325. Harmita. (2006). Analisis Kuantitatif Bahan Baku Dan Sediaan Farmasi. Depok : Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, 213 – 230. Harborne, J.B. (1987). Comparative Biochemistry of Flavonoids. London : Academic Press, 41-43 Herman, S., Kronke, G., Schett, G. (2008). Melocular mechanisms of inflammatory bone damage : emerging targets for therapy. Trends in Molecular Medicine Vol. 14, No. 6 Hull, Delon. (1994). Element in Blood or Tissue. NIOSH Manual of Analytical Methods 8005, Issue (2), 1-6. Hutapea, Johny Ria. (1994). Inventaris Tanaman Obat Indonesia (III). Jakarta : Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Indraswari, Arista. (2008). Optimasi Pembuatan Ekstrak Daun Dewandaru (Eugenia Uniflora L.) Menggunakan Metode Maserasi Dengan Parameter Kadar Total Senyawa Fenolik Dan Flavonoid. Surakarta : Skripsi S1 Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Karamustafa, F., & Çelebi, N. (2006). Bisphosphonates and alendronate. FABAD Journal of Pharmaceutical Sciences, 31(1), 31-42.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
51
Lattanzio, V., S. Arpaia, A. Cardinali, D. Di Venere, V. Linsalata. (2000). Role of endogenous flavonoids in resistance mechanism of vigna to aphids. J. Agric. Food Chem., 48 (11), 5316–5320. Morello, Candis M., Singh, Renu F., Deftos, Leonard J. (2009). Pharmacotherapy in Primary Care. USA : The McGraw-Hill. Manolagas, S.C., (2000). Birth and death of bone cells basic regulatory mechanisms and implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. Endocrine Reviews, 21 (2), 115 – 37. Meiyanto, E., Handayani, S., Jenie, R.I. (2008). Ekstrak etanolik kacang panjang (Vigna sinensis (L) Savi ex Hassk) meningkatkan proliferasi sel epitel payudara. Majalah Farmasi Indonesia, 19 (4), 191-197. Nurrochmad, A., Leviana, F., Wulancarsari, C.G., Lukitaningsih, E. (2010). Phytoestrogens of Pachyrhizus erosus prevent bone loss in an ovariectomized rat model of osteoporosis. International Journal of Phytomedicine, 2, 363-372. O’Connell, M.B., Seaton, T.L. (2005). Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach Sixth Edition. USA : The McGraw-Hill Oursler, M.J. (2003). Direct and indirect effects of estrogen on osteoclast. J Musculoskel Neuron Interact, 3 (4), 363 – 6. Pammer, John C. (2010). Osteoporosis. NCMIC Examiner. Juni 02, 2012. www.ncmic.com/2010su. Pawitan, J.A. (2002). Phytoestrogen-Protection Againts a Wide Range of Disease. Medical Progress. Januari : 9-13. Phillips, Beth Bryles. (2008). Pharmacotherapy Principles & Practice. USA : The McGraw-Hill. Prihatini, Sri. (2009). Faktor determinan risiko osteoporosis di tiga propinsi di Indonesia. Januari 15, 2012. http://www.p3gizi.litbang.depkes.go.id/ index.php?option=com_content&task=view&id=60&Itemid=40. Raimon. (1993). Perbandingan metode destruksi basah dan kering secara spektrofotometri serapan atom. Pros. Lok. Nas. Spektrofotometri Serapan Atom, 79-87. Redaksi Agromedia. (2008). Buku Pintar Tanaman Obat 431 Jenis Tanaman Penggempur Aneka Penyakit. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka, 107. Sathishkumar, T., Baskar R., Shanmugam, S., Rajasekaran, P., Sadasivam, S., & Manikandan, V. (2008). Optimization of Flavonooids Extraction from the
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
52
Leaves of Tabernaemontana heyneana Wall. Using L16 Orthogonal Design. Nature and Science, 6(3), 10-21. Suheimi, H.K. (2008). Fisiologi menopause. Januari 15, 2012. http://ksuheimi. blogspot.com/2008/-07/fisiologimenopause.html. Sukandar, E.Y. (2003). Trend dan paradigma dunia farmasi. Pidato Ilmiah ITB. Januari 15, 2012. http://www.itb.ac.id/focus/focus_file/orasi-ilmiah-dies45.pdf. Sweet, M. G., M.D., Sweet, J. M., M.D., Jeremiah, M. P., M.D., Galazka, S. S., M.D. (2009). Diagnosis and treatment of osteoporosis. American Family Physician, 79(3), 193-200. Twyman, R. M. (2005). Sample dissolution for elemental analysis: Wet digestion. Dalam: P. Worsfold, A. Townshend dan C. Poole (Eds.). Encyclopedia of Analytical Science (Ed. Ke-2, vol. 8, halaman 146-153). London: Elsevier Science. United States Department of Agriculture. (2000). PLANTS Profile for Vigna unguiculata (L.) Walp. Juni 06, 2012. http://plants.usda. gov/java/profile?symbol=VIUN. Wong, Y.S., Q. Chang. (2004). Identification of flavonoids in hakmeitau beans (Vigna Sinensis) by High-Performance Liquid ChromatographyElectrospray Mass Spectrometry (LC-ESI/MS). J. Agric. Food Chem., 52 (22), 6694–6699. Yamazaki, I., Yamaguchi, H. (1989). Characteristics of an ovariectomized osteopenic rat model. Journal of Bone Mineral Research, 13-22. Zhang, Y., Li, Q., Wan, H., Helferich, W. G., Wong, M. (2009). Genistein and a soy extract differentially affect three-dimensional bone parameters and bone-specific gene expression in ovariectomized Mice1-3. The Journal of Nutrition, 139(12), 2230-6.
Universitas Indonesia
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
GAMBAR
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
53
Tikus dianastesi dengan eter didalam kotak
Dilakukan pembedahan kulit dan otot dalam tikus
Dilakukan pencukuran rambut disekitar area bedah
Dilakukan pencarian area bedah (2 jari diatas pangkal paha, 1 jari dari punggung)
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
54
Dilakukan pengambilan dan pemotongan ovarium tikus
Dilakukan penjahitan daging dan kulit tikus
Usai pembedahan, luka operasi tikus diberi betadin Gambar 3.1. Prosedur Ovariektomi
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
55
Gambar 4.1. Buah Kacang Panjang
Gambar 4.6. Spektrofotometer Serapan Atom (Shimadzu AA 6300)
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
TABEL
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
56
Tabel 4.5. Data Serapan Tiap Kelompok Perlakuan pada Pengukuran Kadar Kalsium dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada Panjang Gelombang 422,7 nm N (Ulangan Tikus) 1 2 3 4 5
Serapan (Absorbansi) Kontrol Normal
Kontrol Negatif
Dosis I
Dosis II
Dosis III
Kontrol Positif
0.0892 0.0644 0.0572 0.065 0.0474
0.0606 0.0514 0.0655 0.0595 0.0645
0.1094 0.125 0.1406 0.1252 0.1801
0.1727 0.1579 0.1161 0.1270 0.1518
0.0965 0.1367 0.139 0.1918 0.1488
0.0768 0.0683 0.0693 0.0687 0.0726
Keterangan : serapan blanko sampel yang didapat sebesar 0.0128; Sham = kontrol tikus dengan pembedahan tanpa ovariektomi + larutan CMC 0,5%, kontrol negatif = kontrol tikus ovariektomi + larutan CMC 0,5%, dosis I = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 100 mg/200 g bb tikus, dosis II = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 200 mg/200 g bb tikus, dosis III = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 400 mg/200 g bb tikus, kontrol positif = kontrol tikus ovariektomi + larutan natrium alendronat 0,18 mg/200g bb tikus.
Tabel 4.6. Data Bobot Kering Tulang Tiap Kelompok Perlakuan N (Ulangan Tikus) 1 2 3 4 5
Bobot Kering Tulang (mg) Kontrol Normal
Kontrol Negatif
Dosis I
Dosis II
Dosis III
Kontrol Positif
278 193.9 222.9 229.5 166.5
282.7 205.3 276.8 271.4 252.9
232 261.1 204.3 206.4 272.3
223.2 269 215.8 256.6 305.2
258.4 245 291.6 240.8 204.3
278.4 239.4 236.9 240.3 264.6
Keterangan : Sham = kontrol tikus dengan pembedahan tanpa ovariektomi + larutan CMC 0,5%, kontrol negatif = kontrol tikus ovariektomi + larutan CMC 0,5%, dosis I = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 100 mg/200 g bb tikus, dosis II = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 200 mg/200 g bb tikus, dosis III = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 400 mg/200 g bb tikus, kontrol positif = kontrol tikus ovariektomi + larutan natrium alendronat 0,18 mg/200g bb tikus
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
57
Tabel 4.7. Data Rataan Berat Badan Tikus Hari ke-1 Hingga Hari ke-28 Seluruh Kelompok Uji N (Ulangan Tikus) 1 2 3 4 5 6
Rataan Berat Badan Tikus (gram) Kontrol Normal
Kontrol Negatif
Dosis I
Dosis II
Dosis III
Kontrol Positif
167.4 116.1143 132.5179 138.05 124.8786 89.33571
151.1179 169.8679 162.7714 161.8679 162.5607 160.1429
163.9857 128.2393 145.8786 143.5607 146.6214 171.575
168.35 164.925 155.3 163.2286 175.7429 162.4393
145.9143 161.325 137.5 166.7357 148.7071 126.3821
177.675 143.4357 128.4786 139.5571 138.5429 155.675
Keterangan : Sham = kontrol tikus dengan pembedahan tanpa ovariektomi + larutan CMC 0,5%, kontrol negatif = kontrol tikus ovariektomi + larutan CMC 0,5%, dosis I = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 100 mg/200 g bb tikus, dosis II = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 200 mg/200 g bb tikus, dosis III = kontrol tikus ovariektomi + ekstrak buah kacang panjang 400 mg/200 g bb tikus, kontrol positif = kontrol tikus ovariektomi + larutan natrium alendronat 0,18 mg/200g bb tikus.
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
58
Lampiran 1. Penentuan Dosis dan Pembuatan Bahan Uji
1.1 Penentuan dosis dan pembuatan larutan natrium alendronat Dosis Natrium alendronat yang biasa digunakan adalah 10 mg/hari atau 70 mg/minggu (Epstein, S., et al. 2005). Pada penelitian ini digunakan dosis 10 mg/hari yang kemudian dikonversikan ke dosis tikus, yaitu dosis untuk setiap 200 g tikus setara dengan 0,018 kali dosis manusia, sehingga dosis yang digunakan adalah 0,18 mg/200 g bb tikus. Dalam 3 ml larutan mengandung 0,18 mg natrium alendronat, sehingga diperlukan larutan dengan konsentrasi 0,18 mg/3 ml atau setara dengan 0,06 mg/ml. Untuk membuat larutan alendronat dengan konsentrasi 0,06 mg/ml, ditimbang sebanyak 17,64 mg serbuk natrium alendronat kemudian dilarutkan dalam aquadest dan dicukupkan volumenya hingga 294 ml.
1.2 Penentuan dosis dan jumlah ekstrak buah kacang panjang serta CMC Dosis ekstrak kental buah kacang panjang yang digunakan berdasarkan penelitian terdahulu adalah 1000mg/kg BB tikus. Dosis ini setara dengan 200 mg/200 g BB tikus (Meiyanto, Handayani, Jenie, 2008). Dalam penelitian ini digunakan variasi dosis untuk mengetahui dosis optimumnya. Variasi dosis yang digunakan adalah: 1. 100 mg/200 g BB tikus 2. 200 mg/200 g BB tikus 3. 400 mg/200 g BB tikus.
Jumlah ekstrak dan CMC yang dibutuhkan setiap hari: a. Untuk dosis 1 100 mg/200 g BB tikus x 6 ekor tikus = 600 mg ekstrak Dibuat dalam suspensi dengan konsentrasi 33,3 mg/ml. 600mg/33,3 mg/ml = 18 ml Jadi untuk dosis 1, diperlukan 600 mg ekstrak dalam 18 ml CMC 0,5% b. Untuk dosis 2 200 mg/200 g BB tikus x 6 ekor tikus = 1200 mg ekstrak
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
59
(lanjutan) Dibuat dalam suspensi dengan konsentrasi 66,6 mg/ml. 1200mg/66,6 mg/ml = 18 ml Jadi untuk dosis 2, diperlukan 1200 mg ekstrak dalam 18 ml CMC 0,5%
c. Untuk dosis 3 400 mg/200 g BB tikus x 6 ekor tikus = 2400 mg ekstrak Dibuat dalam suspensi dengan konsentrasi 133,3 mg/ml. 2400mg/133,3 mg/ml = 18 ml Jadi untuk dosis 3, diperlukan 2400 mg ekstrak dalam 18 ml CMC 0,5%.
d. Untuk kontrol negatif dan kelompok sham Masing-masing tikus mendapat 3 ml CMC 0,5%/200 g BB. 3 ml x 12 ekor tikus = 36 ml CMC 0,5% Jadi total larutan CMC 0,5% yang diperlukan setiap hari adalah : 18 ml + 18 ml + 18 ml + 36 ml = 90 ml ~ 100 ml
e. Untuk membuat 100 ml larutan CMC 0,5% ,ହ ଵ
x 100 ml = 0,5 g CMC
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
60
Lampiran 2. Perhitungan Kadar Kalsium Tulang Paha Tikus
Persamaan kurva kalibrasi, y = 0.0072 + 0.0708x Contoh perhitungan kadar kalsium pada kelompok normal tikus ke-1 : y = 0.0892, nilai y setelah dikurangi absorbansi blanko sebesar 0,0128 adalah 0,0764.
0,0764 = 0.0072 + 0.0708x x = 0,9774 ppm
= ݎܽ݀ܽܭ
ܺ ሺ݉ሻ. ܦܨሺ݈݉ሻ. ܲܨሺ1000ሻ ܹ ሺ݉݃ሻ
Keterangan : x : kadar dalam ppm (0,9774 ppm) fd : faktor dilution (50,0 ml) fp : faktor pengenceran (1000) w : bobot kering tulang (278 mg)
maka, = ݎܽ݀ܽܭ
0,9774ሺ݉ሻ. 50,0ሺ݈݉ሻ. 1000 278ሺ݉݃ሻ
= 175,79 ppm.ml/mg = 175,79 µg/ml. ml/mg = 175,79 µg/mg = 0,1758 mg/mg
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
61
Lampiran 3. Uji statistik bobot uterus basah tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan
3.1
Uji normalitas (Uji Shapiro-Wilk) terhadap bobot uterus basah tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan a.
Tujuan
: untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANAVA
b.
Hipotesis : Ho = data bobot uterus basah tikus berasal dari populasi yang terdistribusi normal Ha = data bobot uterus basah tikus berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal
c.
Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d.
Hasil : Kelompok
Shapiro-Wilk Statistic
Uterus
e.
df
Sig.
sham
.822
6
.092
kontrol negatif
.925
5
.560
dosis 1
.824
5
.125
dosis 2
.969
6
.885
dosis 3
.981
6
.956
kontrol positif
.997
6
.354
Kesimpulan : Ho diterima, berarti bobot uterus basah tikus terdistribusi normal.
3.2 Uji homogenitas (Uji Levene) terhadap bobot uterus basah tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan a.
Tujuan
: untuk mengetahui homogenitas data sebagai syarat uji ANAVA
b.
Hipotesis :
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
62
(lanjutan) Ho = data bobot uterus basah tikus berasal dari populasi yang terdistribusi homogen Ha = data bobot uterus basah tikus berasal dari populasi yang tidak terdistribusi homogen c.
Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d. Hasil : Levene Statistic
df1
1.687
df2 5
Sig. 28
.170
a. Kesimpulan : Ho diterima, berarti data bobot uterus basah tikus terdistribusi homogen.
3.3
Uji Analisis Varian (ANAVA) terhadap bobot uterus basah tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan a. Tujuan
: untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari bobot uterus basah tikus tiap perlakuan
b. Hipotesis : Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap bobot uterus basah tikus tiap kelompok perlakuan Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap bobot uterus basah tikus tiap kelompok perlakuan c. Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima d. Hasil :
Between Groups Within Groups Total
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1.458
5
.292
8.637
.000
.946
28
.034
2.404
33
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
63
(lanjutan) e. Kesimpulan : Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan yang bermakna terhadap bobot uterus basah tikus tiap kelompok perlakuan.
3.4
Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) terhadap bobot uterus basah tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan a. Tujuan
: untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari bobot uterus basah tikus antara enam kelompok perlakuan
b. Hipotesis : Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap bobot uterus basah tikus antara enam kelompok perlakuan Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap bobot uterus basah tikus antara enam kelompok perlakuan c. Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima d. Hasil : 95% Confidence Interval (I) kelompok
(J) kelompok
sham
kontrol negatif
kontrol negatif
dosis 1
Mean Difference (I-J)
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
.5193556*
.000
.291414
.747297
dosis 1
.4887594
*
.000
.260818
.716701
dosis 2
.4775412*
.000
.260208
.694875
dosis 3
.6131057*
.000
.395772
.830439
kontrol positif
.5445364*
.000
.327203
.761870
-.5193556*
.000
-.747297
-.291414
dosis 1
-.0305963
.794
-.268673
.207481
dosis 2
-.0418144
.710
-.269756
.186127
dosis 3
.0937501
.407
-.134191
.321692
kontrol positif
.0251808
.823
-.202761
.253122
-.4887594*
.000
-.716701
-.260818
.0305963
.794
-.207481
.268673
dosis 2
-.0112182
.920
-.239160
.216723
dosis 3
.1243464
.273
-.103595
.352288
sham
sham kontrol negatif
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
64
(lanjutan) kontrol positif dosis 2
.0557771
.620
-.172164
.283719
-.4775412*
.000
-.694875
-.260208
kontrol negatif
.0418144
.710
-.186127
.269756
dosis 1
.0112182
.920
-.216723
.239160
dosis 3
.1355645
.212
-.081769
.352898
kontrol positif
.0669952
.533
-.150338
.284329
-.6131057*
.000
-.830439
-.395772
kontrol negatif
-.0937501
.407
-.321692
.134191
dosis 1
-.1243464
.273
-.352288
.103595
dosis 2
-.1355645
.212
-.352898
.081769
kontrol positif
-.0685693
.523
-.285903
.148764
-.5445364*
.000
-.761870
-.327203
kontrol negatif
-.0251808
.823
-.253122
.202761
dosis 1
-.0557771
.620
-.283719
.172164
dosis 2
-.0669952
.533
-.284329
.150338
dosis 3
.0685693
.523
-.148764
.285903
sham
dosis 3
sham
kontrol positif
sham
e. Kesimpulan : Ho ditolak pada perbandingan antara kelompok sham dengan kelima kelompok lainnya. Hal ini berarti, pada pengukuran bobot uterus basah tikus terdapat perbedaan bermakna antar perlakuan kelompok sham dengan kelima kelompok lainnya. Namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada perbandingan antara kontrol negatif dengan kontrol positif dan ketiga dosis; antara kontrol positif dengan ketiga dosis; dan antara ketiga dosis perlakuan.
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
65
Lampiran 4. Uji statistik berat badan tikus seluruh kelompok uji 4.1
Uji normalitas (Uji Shapiro-Wilk) terhadap seluruh kelompok uji a. Tujuan
: untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji
ANAVA b. Hipotesis
:
Ho = data berat badan tikus berasal dari populasi yang terdistribusi normal Ha = data berat badan tikus berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal c. Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima d. Hasil : Kelompok
Shapiro-Wilk Statistic
BB
df
Sig.
sham
.980
6
.949
kontrol negatif
.906
6
.409
dosis 1
.941
6
.666
dosis 2
.970
6
.895
dosis 3
.973
6
.914
kontrol positif
.903
6
.391
e. Kesimpulan : Ho diterima, berarti data berat badan tikus terdistribusi normal. 4.2
Uji Homogenitas (Uji Levene) terhadap seluruh kelompok uji a. Tujuan : untuk mengetahui homogenitas data sebagai syarat uji ANAVA b. Hipotesis : Ho = data berat badan tikus berasal dari populasi yang terdistribusi homogen Ha = data berat badan tikus berasal dari populasi yang tidak terdistribusi homogen
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
66
(lanjutan) c. Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima d. Hasil: Levene Statistic 1.827
df1
df2 5
Sig. 30
.138
e. Kesimpulan: Ho diterima, berarti data berat badan tikus terdistribusi homogen. . 4.3
Uji analisis varians satu arah terhadap seluruh kelompok uji a. Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari berat badan tikus tiap perlakuan b. Hipotesis : Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap bobot berat badan tikus tiap kelompok perlakuan Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap berat badan tikus tiap kelompok perlakuan c. Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima d. Hasil : Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between Groups
5094.532
5
1018.906
4.051
.006
Within Groups
7546.286
30
251.543
12640.818
35
Total
e. Kesimpulan: Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan yang bermakna terhadap berat badan tikus tiap kelompok perlakuan
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
67
(lanjutan) 4.4
Uji BNT (Beda Nyata Terkecil) terhadap seluruh kelompok uji a. Tujuan : untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna berat badan tikus antara enam kelompok perlakuan b. Hipotesis : Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap berat badan tikus antara enam kelompok perlakuan Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap berat badan tikus antara enam kelompok perlakuan c. Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima d. Hasil: 95% Confidence Interval (I) kelompok
(J) kelompok
sham
kontrol negatif
-33.3386983-
.001
-52.039449
-14.637947
dosis 1
-21.9273650-
.023
-40.628116
-3.226614
dosis 2
-36.9482150-
.000
-55.648966
-18.247464
dosis 3
-19.7112817-
.040
-38.412033
-1.010531
kontrol positif
-19.1779650-
.045
-37.878716
-.477214
sham
33.3386983*
.001
14.637947
52.039449
dosis 1
11.4113333
.222
-7.289418
30.112084
dosis 2
-3.6095167
.696
-22.310268
15.091234
dosis 3
13.6274167
.147
-5.073334
32.328168
kontrol positif
14.1607333
.132
-4.540018
32.861484
sham
21.9273650*
.023
3.226614
40.628116
kontrol negatif
-11.4113333
.222
-30.112084
7.289418
dosis 2
-15.0208500
.111
-33.721601
3.679901
dosis 3
2.2160833
.810
-16.484668
20.916834
kontrol positif
2.7494000
.766
-15.951351
21.450151
36.9482150*
.000
18.247464
55.648966
3.6095167
.696
-15.091234
22.310268
15.0208500
.111
-3.679901
33.721601
kontrol negatif
dosis 1
dosis 2
sham kontrol negatif dosis 1
Mean Difference (I-J)
Sig.
Lower Bound
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
Upper Bound
68
(lanjutan)
dosis 3
dosis 3
17.2369333
.070
-1.463818
35.937684
kontrol positif
17.7702500
.062
-.930501
36.471001
sham
19.7112817*
.040
1.010531
38.412033
kontrol negatif
-13.6274167
.147
-32.328168
5.073334
dosis 1
-2.2160833
.810
-20.916834
16.484668
dosis 2
-17.2369333
.070
-35.937684
1.463818
.5333167
.954
-18.167434
19.234068
sham
19.1779650*
.045
.477214
37.878716
kontrol negatif
-14.1607333
.132
-32.861484
4.540018
dosis 1
-2.7494000
.766
-21.450151
15.951351
dosis 2
-17.7702500
.062
-36.471001
.930501
dosis 3
-.5333167
.954
-19.234068
18.167434
kontrol positif kontrol positif
Kesimpulan: Ho ditolak pada perbandingan antara kelompok normal dengan kelima kelompok lainnya. Hal ini berarti terdapat perbedaan bermakna antara kelompok sham dengan kelima kelompok lainnya. Namun, tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara antara kontrol negatif dengan kontrol positif dan ketiga dosis; antara kontrol positif dengan ketiga dosis; dan antara ketiga dosis perlakuan.
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
69
Lampiran 5. Uji statistik kadar kalsium tulang paha tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan
5.1
Uji normalitas (Uji Shapiro-Wilk) terhadap kadar kalsium tulang paha tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan a.
Tujuan
: untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji ANAVA
b.
Hipotesis : Ho = data kadar kalsium tulang paha tikus berasal dari populasi yang terdistribusi normal Ha = data kadar kalsium tulang paha tikus berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal
c.
Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d.
Hasil : Kelompok
Shapiro-Wilk Statistic
Kadar Ca
e.
df
Sig.
sham
.902
5
.194
kontrol negatif
.993
5
.080
dosis 1
.850
5
.872
dosis 2
.895
5
.343
dosis 3
.894
5
.423
kontrol positif
.977
5
.919
Kesimpulan : Ho diterima, berarti data kadar kalsium tulang paha tikus terdistribusi normal.
5.2 Uji homogenitas (Uji Levene) terhadap kadar kalsium tulang paha tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan a.
Tujuan
: untuk mengetahui homogenitas data sebagai syarat uji ANAVA
b.
Hipotesis :
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
70
(lanjutan) Ho = data kadar kalsium tulang paha tikus berasal dari populasi yang terdistribusi homogen Ha = data kadar kalsium tulang paha tikus berasal dari populasi yang tidak terdistribusi homogen c.
Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima
d.
Hasil : Levene Statistic
df1
6.383
e.
df2 5
Sig. 24
.001
Kesimpulan : Ho ditolak, berarti data kadar kalsium tulang paha tikus tidak terdistribusi homogen.
5.3
Uji Kruskal-Wallis terhadap kadar kalsium tulang paha tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan a. Tujuan
: untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari kadar kalsium tulang paha tikus tiap perlakuan
b. Hipotesis : Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar kalsium tulang paha tikus tiap kelompok perlakuan Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar kalsium tulang paha tikus tiap kelompok perlakuan c. Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima d. Hasil : Kadar Ca Chi-Square df
23.622 5
Asymp. Sig.
.000
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
71
(lanjutan) e. Kesimpulan : Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar kalsium tulang paha tikus tiap kelompok perlakuan.
5.4
Uji Mann-Whitney terhadap kadar kalsium tulang paha tikus seluruh kelompok uji pada akhir perlakuan b. Tujuan
: untuk mengetahui adanya perbedaan yang bermakna dari kadar kalsium tulang paha tikus antara enam kelompok perlakuan
c. Hipotesis : Ho = Tidak terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar kalsium tulang paha tikus antara enam kelompok perlakuan Ha = Terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kadar kalsium tulang paha tikus antara enam kelompok perlakuan d. Kriteria Uji : Sig. < 0,05 berarti Ho ditolak Sig. > 0,05 berarti Ho diterima e. Hasil : Kelompok
Sham
Kontrol negatif
Dosis I
Dosis II Dosis III
Asymp. Sig (2-tailed)
Kontrol negatif
.028
Dosis I
.009
Dosis II
.009
Dosis III
.009
Kontrol positif Dosis I Dosis II Dosis III
.602 .009 .009 .009
Kontrol positif
.009
Dosis II
.754
Dosis III
.754
Kontrol positif
.009
Dosis III
.917
Kontrol positif
.009
Kontrol positif
.009
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
72
(lanjutan) f. Kesimpulan : Ho ditolak pada perbandingan antara kontrol negatif dengan kelima kelompok lainnya; antara kelompok sham dengan semua kelompok lainnya kecuali kontrol positif; dan antara dosis I, dosis II, dosis III dengan kontrol positif. Hal ini berarti, pada pengukuran kadar kalsium tulang paha tikus terdapat perbedaan bermakna antar perlakuan kelompok kontrol negatif dengan
kelima kelompok lainnya; antara
antara kelompok sham dengan semua kelompok lainnya kecuali kontrol positif; antara dosis I, dosis II, dosis III dengan kontrol positif. Namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada perbandingan antara kelompok sham dengan kontrol positif; dan antara ketiga dosis perlakuan.
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
73
Lampiran 6. Sertifikat
Analisis
Natrium
Alendronat
dari
Pharmaceutical Laboratories
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
PT.
Novell
74
Lampiran 7. Sertifikat Hewan Uji
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012
75
Lampiran 8. Sertifikat Analisis Tanaman Kacang Panjang dari LIPI Cibinong
Pengaruh pemberian..., Qothrunnada, FMIPA UI, 2012