UNIVERSITAS INDONESIA
BIMBINGAN DAN PENYULUHAN DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA (UKRIDA)
MIRZA INDRAJANTI S. NPM: 1006732723
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN KEDOKTERAN JAKARTA DESEMBER 2013
DAFTAR ISI Halaman Judul
i
Daftar isi
ii
Daftar Bagan
iii
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1. Pengertian sistem bimbingan dan penyuluhan secara umum
2
2.2. Konseling
3
2.2.1. Definisi konseling
3
2.2.2. Tujuan konseling
4
2.2.3. Hasil konseling
5
2.2.4. Etika dalam praktik konseling
6
2.2.5. Membuat keputusan berdasarkan etika
8
2.3. Mentor/Konselor
8
2.4. Teori dan praktik pendekatan person-centered
9
BAB III PEMBAHASAN
13
3.1. Rencana Bimbingan dan Penyuluhan yang akan dilakukan di FK UKRIDA
13
3.2. Bagan struktur Bimbingan dan Penyuluhan di FK UKRIDA
14
3.3. Contoh kasus mahasiswa di FK UKRIDA dan analisis kasus
15
BAB IV PENUTUP
18
4.1. Simpulan
18
4.2. Saran
18
DAFTAR PUSTAKA
19
ii
DAFTAR BAGAN Halaman Bagan 1
Bagan struktur Bimbingan dan Penyuluhan di FK UKRIDA
14
iii
BAB 1 PENDAHULUAN Saat ini kita hidup di dunia yang kompleks, penuh kesibukan dan terus berubah. Dalam hidup ini ada banyak pengalaman yang sulit dihadapi oleh seseorang. Pengalaman tersebut adakalanya bermasalah yang tidak dapat dipecahkan seorang diri pada saat itu juga. Biasanya dalam menghadapi masalah seperti ini, kita akan membicarakannya pada orang lain misalnya keluarga, teman, atau mungkin dokter keluarga kita 1. Demikian juga dengan mahasiswa kedokteran mengalami berbagai tekanan yang banyak menyebabkan stres. Stressor tersebut misalnya ujian, kompetisi, informasi yang melampaui batas, manajemen waktu, kesulitan keuangan, hubungan bermasalah dan keputusan karir. Mahasiswa kedokteran juga menghadapi masalah pokok stres yang lain terutama yang berhubungan dengan pelatihan medis, hubungan profesional di tempat kerja yang berhubungan dengan keadaan sakit, koma, membuat kesalahan, menghadapi hal yang tidak menentu, tidak ada waktu rekreasi, hubungan dan keluarga (Folse et al 1985). Guthrie dan sejawat (1995) melaporkan bahwa pada awal tahun sekolah kedokteran, sampai 50 % mahasiswa mengalami stres dalam hal pekerjaan kuliah. Oleh karena itulah maka dibutuhkan bimbingan dan penyuluhan. Mahasiswa kedokteran dapat menghabiskan waktu belajarnya jauh dari kampus universitas yaitu di rumah sakit perifer atau tempat praktik umum. Schmitter dan sejawat (2008) melaporkan “pengasingan sosial” ini sebagai penyebab dari stres kronis pada mahasiswa kedokteran dan lulusan baru. Akhirnya pelayanan universitas mungkin tidak dapat memberikan bantuan kepada mahasiswa kedokteran dalam hal masalah khusus seperti nasehat karir pada bidang khusus kedokteran. Masalah yang dihadapi oleh mahasiswa kedokteran umumnya dibagi dalam 5 kategori yaitu akademik, karir, profesional, pribadi dan administratif 2. Tujuan dari bimbingan dan penyuluhan adalah secara umum agar mahasiswa baik yang mengalami masalah akademik maupun non akademik dapat menyelesaikan program pendidikan kedokterannya dengan baik, secara khusus agar mahasiswa tersebut mempunyai pemahaman, berhubungan dengan orang lain, kesadaran diri, penerimaan diri, aktualisasi diri, pencerahan, pemecahan masalah, perubahan kognitif, perubahan tingkah laku, penguatan 1.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian sistem bimbingan dan penyuluhan secara umum Sistem bimbingan dan penyuluhan adalah sistem yang bertujuan memfasilitasi perkembangan mahasiswa kedokteran dalam pendidikan kedokteran sebagai suatu pengalaman positif dan menciptakan hubungan yang bermanfaat untuk masa depan. Sistem ini dapat membantu mahasiswa menyesuaikan dengan sekolah kedokteran, belajar strategi menangani stres dan mengembangkan kompetensi untuk masa depan sebagai dokter. Sistem ini merupakan suatu forum untuk umpan balik, nasihat, dan meningkatkan komunikasi antara fakultas dan mahasiswa. Masalah-masalah yang sering dialami mahasiswa kedokteran dibagi dalam lima kategori yaitu akademik, karir, profesional, pribadi, administratif 2. Akademik: tutor membantu tentang teknik berlajar, content. Mereka mempunyai pengetahuan strukur dan content kurikulum, tujuan dan pilihan yang tersedia untuk komponen mata kuliah pilihan program. Karir: mereka mempunyai pengetahuan jangkauan tempat pelatihan junior yang tersedia di daerah. Profesional: tutor memberikan nasehat dan penyuluhan tentang standar perilaku profesi, dan menyadari bahwa mereka sering dilihat sebagai role model. Pribadi: pendengar aktif dan kemampuan empati yang dibutuhkan untuk sebagian masalah pribadi. Administratif: tutor harus tahu dasar organisasi kurikulum dan nama-nama anggotanya seperti pengerja kantor sekolah kedokteran, pengelola kurikulum dan sekretaris program. Bimbingan dan penyuluhan mahasiswa dapat dilakukan dengan cara: Rencana tutor: staf pengajar berperan sebagai tutor mahasiswa perorangan atau per kelompok. Tutor dapat membantu mahasiswa dalam masalah akademik, karir, profesional, pribadi, administratif. 2
Kantor penasehat mahasiswa: mempunyai sejumlah staf penasehat purna waktu dengan pengetahuan ekstensif program pendidikan kedokteran. Keuntungan sistem ini penasehat mahasiswa sudah tersedia dan dapat didatangi. Kantor bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan rencana tutor, memberi pelatihan dan bimbingan staf. Staf dapat medis dan non medis. Pelayanan bimbingan universitas dan eksternal: sebagian besar universitas mempunyai berbagai pelayanan kesejahteraan mahasiswa meliputi penasehat keuangan, kantor akomodasi, bimbingan bagi yang tidak mampu, nasehat hukum, pelayanan kesehatan dan penyuluhan. Kantor akomodasi memberi daftar pemilik penginapan dan akomodasi untuk menyewa. Pelayanan penyuluhan universitas memberikan konselor yang dilatih mandiri agar dapat membantu mahasiswa dengan masalah emosional dan praktik. Sistem bimbingan teman sebaya: sistem ini melibatkan mahasiswa tahun pertama dengan mahasiswa tahun kedua atau ketiga secara perorangan atau kelompok (sistem senior-jumior). E-mail dan internet: merupakan penghubung ideal untuk hal-hal administratif dan kaitannya, juga dapat menghubungkan mahasiswa dengan staf akademik. Bimbingan keluarga: mempunyai peran yang besar pada pembentukan mahasiswa yang baik, tetapi hal ini tidak terdapat pada semua mahasiswa. 2.2. Konseling 2.2.1.
Definisi konseling
Menurut yang ahli di bidang konseling: -
Konseling adalah bekerja dengan banyak orang dan hubungan yang mungkin saja bersifat pengembangan diri, dukungan terhadap krisis, psikoterapis, bimbingan atau pemecahan masalah.
-
Konseling mengindikasikan hubungan profesional antara konselor terlatih dengan klien. Hubungan biasanya bersifat individu ke individu, walaupun terkadang melibatkan lebih dari satu orang.
3
-
Konseling didesain untuk menolong klien memahami dan menjelaskan pandangan mereka terhadap kehidupan, dan untuk membantu mencapai tujuan penentuan diri
(self-determination) mereka melalui pilihan yang telah diinformasikan dengan baik serta bermakna bagi mereka, dan melalui pemecahan masalah emosional atau karakter interpersonal. (Burks dan Stefflre, 1979: 14) 1.
Berorientasi pengguna: -
Konseling adalah sebuah aktivitas yang muncul ketika seseorang yang bermasalah mengundang dan mengizinkan orang lain untuk memasuki hubungan tertentu di antara mereka, menyediakan ruang dan waktu untuknya, ditandai dengan sejumlah fitur yang tidak selalu tersedia dalam kehidupan sehari-hari, seperti izin untuk berbicara, menghargai perbedaan, kerahasiaan, dan afirmasi 1.
2.2.2. Tujuan konseling Pemahaman: adanya pemahaman terhadap akar dan perkembangan kesulitan emosional, mengarah kepada peningkatan kapasitas untuk lebih memilih kontrol rasional daripada perasaan dan tindakan. Berhubungan dengan orang lain: menjadi lebih mampu membentuk dan mempertahankan hubungan yang bermakna dan memuaskan dengan orang lain; misalnya dalam keluarga atau di tempat kerja. Kesadaran diri: menjadi lebih peka terhadap pemikiran dan perasaan yang selama ini ditahan atau ditolak, atau mengembangkan perasaan yang lebih akurat berkenaan dengan bagaimana penerimaan orang lain terhadap diri. Penerimaan diri: pengembangan sikap positif terhadap diri, yang ditandai oleh kemampuan menjelaskan pengalaman yang selalu menjadi subjek kritik diri dan penolakan. Aktualisasi diri atau individuasi: pergerakan ke arah pemenuhan potensi atau penerimaan integrasi bagian diri yang sebelumnya saling bertentangan. Pencerahan: membantu klien mencapai kondisi kesadaran spiritual yang lebih tinggi. 4
Pemecahan masalah: menemukan pemecahan problem tertentu yang tidak bisa dipecahkan oleh klien seorang diri. Menurut kompetensi umum dalam pemecahan masalah. Pendidikan psikologi: membuat klien mampu menangkap ide dan teknik untuk memahami dan mengontrol tingkah laku. Memiliki keterampilan sosial: mempelajari dan menguasai keterampilan sosial dan interpersonal seperti mempertahankan kontak mata, tidak menyela pembicaraan, asertif, atau pengendalian kemarahan. Perubahan kognitif: modifikasi atau mengganti kepercayaan yang tidak rasional atau pola pemikiran yang tidak dapat diadaptasi, yang diasosiasikan dengan tingkah laku penghancuran diri. Perubahan tingkah laku: modifikasi atau mengganti pola tingkah laku yang maladaptif atau merusak. Perubahan sistem: memperkenalkan perubahan dengan cara beroperasinya sistem sosial (contoh: keluarga). Penguatan: berkenaan dengan keterampilan, kesadaran, dan pengetahuan yang akan membuat klien mampu mengontrol kehidupannya. Restitusi: membantu klien membuat perubahan kecil terhadap perilaku yang merusak. Reproduksi (generativity) dan aksi sosial: menginspirasikan dalam diri seseorang hasrat dan kapasitas untuk peduli terhadap orang lain, membagi pengetahuan, dan mengkontribusikan kebaikan bersama (collective good) melalui kesepakatan politik dan kerja komunitas 1.
2.2.3. Hasil konseling Hasil konseling dapat dikategorikan dalam tiga kategori: 1. Resolusi terhadap sumber masalah dalam hidup: resolusi dapat mencakup pencapaian pemahaman atau perspektif terhadap masalah tersebut, mencapai penerimaan pribadi terhadap permasalahan atau dilema tersebut dan mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang merupakan sumber permasalahan tersebut. 5
2. Belajar: mengikuti konseling memungkinkan seseorang untuk mendapatkan pemahaman, keterampilan, dan strategi baru yang membuat diri mereka dapat menangani masalah serupa dengan lebih baik di masa yang akan datang. 3. Inklusi sosial: konseling menstimulasi energi dan kapasitas personal sebagai seseorang yang dapat memberikan kontribusi terhadap makhluk lain dan kepentingan sosial 1.
2.2.4. Etika dalam praktik konseling. Kitchener (1984) telah mengidentifikasikan lima prinsip moral yang bekerja melalui sebagian besar pemikiran tentang isu etik yaitu otonomi, non-maleficence, kebaikan, keadilan, dan kesetiaan/fidelitas (fidelity) 1. -
Otonomi (otonomi individual): seseorang dipahami memiliki hal untuk bebas bertindak dan memilih, selama dalam usahanya mencapai kebebasan ini tidak menghalangi kebebasan orang lain. Prinsip otonomi menyatakan bahwa apabila klien memberikan izin berdasarkan informasi yang cukup, maka ia bertanggung jawab terhadap konsekuensi yang dihasilkan oleh intervensi tersebut.
-
Non-maleficence: merujuk instruksi kepada semua para penolong dan penyembuh bahwa mereka “tidak boleh menyakiti”. Prinsip ini muncul pada bidang teknik terapi yang berisiko dan berbahaya. Biasanya klien merasa tidak nyaman karena gelisah atau putus asa sepanjang sesi konseling. Beberapa pendekatan konseling menyarankan agar klien didorong untuk mengambil risiko dalam menjalankan bentuk perilaku baru.
-
Keadilan: prinsip keadilan sangat memperhatikan keadilan distribusi sumber daya dan pelayanan berdasarkan asumsi bahwa semua orang sama kecuali ada pengecualian rasional untuk memperlakukan mereka secara berbeda.
-
Kesetiaan/fidelitas (fidelity): berkaitan dengan eksistensi loyalitas, reliabilitas, ketergantungan dan tindakan 6
penuh keyakinan (good faith), Berdusta, menipu, dan mengeksploitasi merupakan contoh dari pelanggaran utama kesetiaan. Aturan kerahasiaan (confidentiality) dalam konseling juga merefleksikan nilai penting fidelitas.
Kerangka Etika Praktik yang Baik dari BACP (British Association for Counseling and Psychotherapy) secaara eksplisit bersumber dari perspektif “kebajikan” dengan mengidentifikasikan serangkaian kualitas personal yang harus dimiliki oleh semua praktisi: Empati: kemampuan untuk mengomunikasikan pemahaman terhadap pengalaman orang lain dari perspektif orang itu sendiri. Ketulusan: komitmen pribadi untuk konsisten terhadap apa yang dinyatakan dan dilakukan. Integritas: kesederhanaan, kejujuran, dan koherensi pribadi. Fleksibilitas: kemampuan untuk menangani apa yang menjadi perhatian klien tanpa harus mengacuhkannya secara personal. Rasa hormat: menunjukkan keyakinan diri yang sama kepada orang lain dan pemahaman mereka terhadap diri mereka sendiri. Kesederhanaan: kemampuan untuk menilai dan memahami kekuatan dan kelemahan seseorang. Kompetensi: keterampilan dan pengetahuan efektif yang dibutuhkan untuk melakukan apa yang dipersyaratkan. Keadilan: aplikasi kriteria yang tepat secara konsisten untuk menginformasikan keputusan dan tindakan. Kebijakan: memiliki kemampuan untuk menilai sebagai dasar untuk bertindak. Keberanian: kapasitas untuk bertindak tanpa terpengaruh rasa takut, risiko, dan ketidakpastian. Kerangka Etika BACP menambahkan bahwa kualitas-kualitas tersebut harus “mendarah daging dalam diri seseorang, dikaitkan dan dikembangkan dari komitmen pribadi, bukazn karena persyaratan otoritas personal”.
7
2.2.5. Membuat keputusan berdasarkan etika Dalam konseling jika ada masalah pelik yang dihadapi maka konselor harus mengetahui standar etika, pedoman dan prosedur lokal, negara dan hukum federal untuk membuat keputusan secara etika sehingga menghasilkan keputusan yang bijaksana 4.
2.3. Mentor/Konselor Seorang konselor mempunyai perhatian yang sungguh pada pertumbuhan profesional klien dan sering hubungan ini berakhir dengan keberhasilan klien. Konselor memberikan informasi, nasehat dan memfasilitasi jaringan internet, dukungan kritis pada klien selama masa tertentu.. 7 peran seorang konselor 3: 1. Dosen 2. Sponsor 3. Penasehat 4. Agent 5. Role model 6. Pelatih 7. Orang yang dipercaya
Ethics Committee of ASCA (1999-2001) mengidentifikasi petunjuk untuk konselor pendidikan berupa poin-poin yang berhubungan sebagai berikut 4: Bertindak dalam minat klien yang terbaik di setiap waktu. Bertindak dengan keyakinan yang baik dan tanpa rasa benci. Meningkatkan kesadaran akan nilai, sikap dan keyakinan pribadi. Merujuk bila karakteristik pribadi mengganggu efektivitas.
2.4. -
Teori dan praktik pendekatan person-centered . Konseling client-centered (yang kemudian hari dikenal dengan person-centered) merupakan elemen kunci ‘kekuatan ketiga’ gerakan psikologi humanistik setelah
8
dua teori yang mendominasi yaitu psikoanalisis behaviorisme pada era 1950 – 1960 an. -
Perkembangan teori konseling Rogers didasarkan kepada pekerjaan koleganya seperti Shlien, Raskin, Barrett-Lennard, dan Gendlin, serta melibatkan fusi teori, riset, dan praktik yang kreatif.
-
Dalam Counseling and Psychotherapy (Rogers, 1942), dinyatakan bahwa terapis dapat sangat membantu klien dengan membiarkan mereka menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi.
-
Konseling person-centred diinformasikan oleh pemikiran fenomenologis dan pendekatan pada konsep diri individu serta kermampuan untuk tumbuh dan merasa puas.
-
Perubahan terapeutik bergantung kepada eksistensi hubungan terapeutik yang dikarakterisasikan dengan tingkat kepuasan penerimaan, kongruen, dan empati (kondisi inti). Pada intinya, konseling person-centered adalah terapi hubungan. Orang-orang dengan masalah emosional dalam hidup pernah terlibat dalam hubungan, tempat mereka merasakan penolakan dan pengucilan dari yang lain. Penyembuhannya ada dalam hubungan yang menerima dan menghargai sepenuhnya si diri tersebut. Karakteristik hubungan yang dapat menghasilkan efek ini dirangkum oleh Rogers (1957-1995) dalam formulasi “kondisi yang disyaratkan dan layak bagi perubahan kepribadian secara terapeutik”. Agar perubahan kepribadian konstruktif dapat terjadi, harus ada beberapa
dmini di
bawah ini dan harus terus ada selama beberapa waktu: 1. Dua orang berada dalam kontak psikologis 2. Yang pertama, mereka yang disebut dengan istilah klien, dalam status tidak menentu, rapuh dan cemas. 3. Orang kedua, disebut sebagai terapis, harmonis atau terintegrasi dalam hubungan. 4. Terapis merasakan sikap positif tak bersyarat (“diterima”) terhadap klien. 5. Terapis merasakan pemahaman empatik terhadap kerangka rujukan internal klien (the internal frame of reference), dan berusaha mengomunikasikan hal ini kepada klien.
9
6. Terjadinya pengomunikasian pemahaman empatik terapis dan sikap positif tidak bersyarat terapis kepada klien, walaupun pada tingkatan yang paling minim. Hanya kondisi di atas yang dipersyaratkan. Hal ini cukup apabila keenam kondisi tersebut terus eksis dalam beberapa waktu.
Proses konstruksi perubahan
kepribadian akan segera menyusul. Di kemudian hari, formulasi hubungan terapeutik ini dikenal dengan model “kondisi inti” (core condition). Formulasi tersebut menspesifikasi karakteristik lingkungan interpersonal yang akan memfasilitasi aktualisasi dan pertumbuhan. Tiga komposisi hubungan terapeutik yang memiliki kecenderungan untuk menarik perhatian paling besar dalam pendidikan maupun riset person-centered adalah kualitas penerimaan konselor, empati dan keaslian. Empati: Bagi klien, pengalaman “didengar” atau dipahami akan mengarahkannya kepada kemampuan lebih besar untuk mengeksplorasi dan menerima aspek diri yang sebelumnya ditolak. Isu yang berhubungan dengan konsep empati didiskusikan dalam model “lingkaran empati” diajukan oleh Barrett-Lennard (!981): o Langkah ke 1: Pengaturan empati oleh konselor. Klien secara aktif mengekspresikan beberapa aspek dari pengalamannya Konselor secara aktif hadir dan menerima semua itu. o Langkah ke 2: Menggemakan empati. Konselor menggetarkan aspek pengalaman klien yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung. o Langkah ke 3: Mengekspresikan empati. diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung. Konselor
mengekspresikan
atau
mengomunikasikan
perasaan
kesadarannya terhadap apa yang dirasakan oleh klien. o Langkah ke 4: Menerima empati. Frekuensi kehadiran klien sudah cukup untuk membentuk perasaan atau persepsi pemahaman personal seketika sang konselor.
10
o Langkah ke 5: Lingkaran empati berlanjut. Klien kemudian meneruskan atau merangkum ekspresi diri dalam cara yang menyajikan umpan balik kepada konselor berkenaan dengan akurasi respons empati dan kualitas hubungan terapeutik. Kongruen (congruence): Mearns dan Thorne (1988) mendefinisikan kongruen sebagai “kondisi saat menjadi seorang konselor ketika respons keluarnya terhadap klien sesuai dengan perasaan sisi terdalam diri dan sensasi yang dimilikinya dalam hubungan dengan klien”. Gendlin (1967) menggambarkan kongruen sebagai sebuah proses yang menuntut perhatian yang penuh perhitungan pada pihak konselor. Seorang konselor yang kongruen bisa memiliki beberapa efek berharga dalam terapi: Kondisi tersebut membantu membangun kepercayaan dalam hubungan. Jika seorang konselor mengekspresikan dan menerima perasaan bahwa dirinya rapuh dan tidak tetap, maka akan lebih mudah bagi klien untuk menerima perasaan yang mereka miliki. Kondisi tersebut merupakan representasi salah satu hasil terapi yang diharapkan. Jika indikasi dari bicara, atau konsisten nada dan gerak tubuh selaras, maka komunikasi akan lebih jelas dan dapat dipahami. Konselor menjadi mampu menarik kesimpulan dari elemen yang tidak diucapkan atau “sub-vocal” (Gendlin, 1967) dalam hubungan. Kondisi tersebut dapat memfasilitasi aliran positif -
dmini dalam hubungan.
Proses terapeutik dalam konseling person-centered dilakukan melalui rangkaian tahapan pendalaman kesadaran eksperiensial dan penerimaan diri.
-
Metoda pemfokusan eksperiensial yang dikembangkan oleh Gendlin bisa menjadi cara yang berharga untuk memfasilitasi proses ini. Proses ‘pemfokusan terhadap masalah’ dapat dipecah menjadi beberapa tahap/langkah: 1. Membersihkan ruang (clearing the space). Menginventarisir apa yang terjadi di dalam tubuh.
11
2. Menentukan inner felt sense masalah. Membiarkan felt sense muncul kemudian mengizinkan tubuh untuk ‘menjawab’nya. 3. Menemukan ‘pegangan’ (handle) (kata atau imajinasi) ysang sesuai dengan felt sense. 4. Menggemakan
pegangan
dan
felt
sense.
Mengecek
menggambarkan perasaan. Menanyakan “Apakah
dmini
yang
dmini ini benar-benar
sudah sesuai ?” 5. Merasakan adanya perubahan dalam masalah, merasakan pergerakan subtil atau “luapan relaksasi fisik”. 6. Menerima apa yang telah muncul. 7. Berhenti atau terus melakukan proses sekali lagi. Langkah-langkah di atas dapat dilaksanakan atau dibantu untuk terjadi dalam dialog atau interaksi antara konselor atau klien, atau konselor secara sengaja dapat menginstruksikan dan membimbing klien melewati proses tersebut. Greenberg, et al (1993) telah melakukan sejumlah riset terhadap tugas pemrosesan emosional dalam konseling dan psikoterapi dan telah mengkompilasi dminist untuk memandu terapis dalam melakukan enam tipe peristiwa pemrosesan emosional 1. 1.
Penyebaran sugestif sistematik pada tanda poin reaksi
dministrat.
2. Pemfokusan eksperiensial untuk menjernihkan felt sense. 3. Dialog dua bangku (two chairs dialogue) pada saat pemilahan evaluasi diri (self-evaluative split). 4. Enactment dua kursi untuk pemisahan interuptif diri. 5. Kerja bangku kosong untuk menguraikan bisnis emosional yang tidak terselesaikan. 6. Afirmasi empatik pada tanda keterbukaan yang intens.
12
BAB III PEMBAHASAN 3.1. Rencana Bimbingan dan Penyuluhan yang akan dilakukan di FK UKRIDA: -
Membuat kantor penasehat mahasiswa: Terdiri atas sejumlah staf penasehat akademik purna waktu dan staf non medis. Staf penasehat akademik harus mempunyai pengetahuan ekstensif tentang program pendidikan kedokteran dan pelaksanaannya, sebagai penyaring untuk mahasiswa kedokteran yang berhubungan dengan akademik, karir, profesional, pribadi dan
dministrative.
Kantor tersebut dapat didatangi mahasiswa setiap saat. Kantor bertanggung jawab untuk mengkoordinasikan rencana tutor, memberi pelatihan dan bimbingan staf. Kantor harus mempunyai data-data mahasiswa yang lengkap misalnya: data pribadi, data akademik, hasil ujian saringan masuk perguruan tinggi, tes kesehatan, hasil wawancara, psikotes, dan lain-lain. Kantor penasehat mahasiswa penting karena kalau ada masalah pada mahasiswa baik kasus akademik atau non akademik dapat cepat terdeteksi lebih awal sehingga cepat teratasi dan akan memperlancar studi mahasiswa. Untuk pelaksanaannya: -
Diadakan rapat dengan staf dekanat, MEU, staf akademik.
-
Sosialisasi pada seluruh staf akademik
-
Harus ada komitmen di antara staf akademik.
13
3.2.
Bagan struktur Bimbingan dan Penyuluhan di FK UKRIDA: Mahasiswa
Tahap preklinik (semester I – VII)
Tahap klinik (semester VIII – X)
Dosen PA
PSPD
Masalah
Masalah non akademik
akademik
PSSK
Manajer Kemahasiswaan
Dekan
Bagan 1. Struktur Bimbingan dan Penyuluhan di FK UKRIDA
14
3.3.
Contoh kasus mahasiswa di FK UKRIDA dan analisis kasus: Pada tahun 2008, seorang mahasiswi bernama S berasal dari Jakarta, aktif
berorganisasi kemahasiswaan. Pada suatu hari tiba-tiba ia ingin berhenti kuliah. Pada KHS S mempunyai IPK selalu > 3. Pada saat itu S duduk di semester V. Ia mengajukan berhenti kuliah pada pertengahan semester V dengan alasan mau bekerja untuk membantu mengatasi keuangan orang tuanya. Pada saat itu prestasi akademiknya menurun. Analisis kasus: pendekatan client-centered Ditanyakan: Mengapa S mau berhenti kuliah pada pertengahan semester V ? Apa alasannya ? Mengapa prestasi akademik S akhir-akhir ini menurun, padahal sebelumnya IPK nya selalu > 3 ? Data keluarga: -
S berapa bersaudara ? Dua bersaudara yaitu satu kakak laki-laki.
-
Pekerjaan ayah dan ibunya ? Ayah bisnis, ibu hanya sebagai ibu rumah tangga saja.
-
Pendidikan kakaknya ? Kuliah di ITB dengan beasiswa.
-
Bagaimana hubungan antara ayah dan ibunya ? Apakah harmonis ?
-
Bagaimana keadaan ekonomi keluarganya ? Sebenarnya keluarga S mempunyai ekonomi yang cukup, namun sejak ayahnya yang pekerjaannya adalah bisnis, ada utang piutang dengan supplier, sampai suatu saat ada customer yang tidak membayar sehingga keadaan ekonomi keluarganya sangat dipengaruhi keadaan tersebut. Ibunya sering mengeluh akan ekonomi keluarganya dan juga sejak awal sebenarnya ibu S tidak begitu setuju S sekolah kedokteran. 15
Di keluarga ini orang tua sering membandingkan antara kedua anaknya. Keadaan ini membuat S merasa bersalah dan tertekan psikisnya sampai suatu saat S tidak dapat berkonsentrasi untuk belajar, tidak dapat berkomunikasi dengan baik kepada orang tuanya. Akhirnya S mengajukan berhenti kuliah karena mau bekerja untuk membantu mengatasi keuangan orang tuanya. Latar belakang perlunya bimbingan dan penyuluhan pada mahasiswa S: a. Perubahan sosiokultural: S dituntut untuk lebih mampu menghadapi masalah ekonomi keluarganya. b. Perkembangan pendidikan: S memutuskan untuk berhenti kuliah. c. Perkembangan individu: Usia S sekitar 20 tahun, termasuk dewasa muda. d. Perbedaan individu: S adalah anak kedua dari dua bersaudara. e. Kebutuhan individu: S membutuhkan biaya untuk melanjutkan kuliah di kedokteran f.
Penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku: Timbul kesulitan konsentrasi belajar karena sering terjadi pertengkaran di keluarganya karena masalah ekonomi. S merasa bersalah karena kuliah di kedokteran dengan biaya yang sangat mahal dibandingkan dengan kakaknya yang kuliah di ITB bisa mendapatkan beasiswa.
g. Masalah belajar: Suasana yang kurang kondusif di keluarganya menyebabkan menurunnya konsentrasi belajar, sehingga prestasi belajarnya menurun sampai akhirnya mempunyai keinginan untuk berhenti kuliah.
16
1. Langkah-langkah dalam memberikan bimbingan dan penyuluhan pada mahasiswa S: a. Identifikasi masalah: Kecemasan diri yang mengarah pada depresi. b. Diagnosis: - Ayah S yang dalam bisnisnya terlibat utang piutang dengan customer sehingga mengalami kesulitan keuangan yang akibatnya sulit membiayai kuliah S. c. Pendekatan pemberian bantuan: - Berpusat pada individu (client centered) - S tetap dimotivasi untuk tetap melanjutkan kuliah dengan meminta bantuan biaya dari kakaknya yang kemudian bekerja setelah lulus kuliah di ITB. - Diberikan pengertian peraturan-peraturan keuangan di fakultas yang dapat memberi kelonggaran untuk mengatasi masalah keuangan keluarganya. - Informasi yang berkaitan dengan masalah keuangan dan hal-hal yang berhubungan dengan mempertahankan status kemahasiswaan selama S dan keluarganya mengatasi masalah keuangan dan tentang memberi harapan bagi S dalam meringankan beban keuangannya. - Untuk selanjutnya keputusan berada di tangan S apakah berhenti kuliah atau melanjutkan pendidikannya. Dengan cara tersebut akhirnya S memutuskan untuk meneruskan studinya di kedokteran sampai ia lulus menjadi dokter.
17
BAB IV PENUTUP 4.1. Simpulan 1. Kurang lengkapnya data mahasiswa yang dimiliki dosen PA misalnya: data ijazah dan transkrip nilai SMU, hasil tes masuk FK, hasil tes kesehatan dan wawancara masuk FK, dan lainlain. 2. Karena jumlah mahasiswa yang semakin meningkat maka pada beberapa dosen terjadi rasio dosen PA dengan mahasiswa yang tidak ideal (idealnya rata-rata banyaknya mahasiswa per dosen PA per tahun ≤ 20 orang) 5. 3. Banyak mahasiswa yang lalai menghubungi dosen PA nya walaupun mengalami masalah alademik. 4.2. Saran 1. Setiap dosen PA diberikan data yang lengkap tentang mahasiswa bimbingannya karena berkaitan dengan prestasi akademik dan non akademik masing-masing mahasiswanya. 2. Perekrutan staf pengajar terus ditingkatkan sesuai dengan peningkatan jumlah mahasiswa sehingga rasio dosen PA dengan mahasiswa lebih mendekati angka ideal. 3. Setiap dosen PA membuat jadwal waktu konsultasi dengan mahasiswa bimbingannya dan harus dipatuhi sehingga memudahkan mahasiswa bimbingannya tatap muka dengan dosen PA nya. 4. Membuat kantor penasehat mahasiswa sehingga jika ada mahasiswa yang mengalami kasus akademik dan non akademik dapat terdeteksi lebih awal.
18
DAFTAR PUSTAKA 1. Mc Leod J/Wibowo B S T. Pengantar konseling: teori dan studi kasus. Anwar A K. Edisi ke 3. Jakarta: Open University Press Fajar Interpratama Offset; 2008: pp. 1-13. 2. Dent J A, Rennie S. Student support. In: Dent JA, Harden RM (ed). A practical guide for
medical teacher. 3 rd ed. Edinburgh: Churchill Livingstone; 2009. pp. 378-84 3. Ramani S, Gruppen L. Mentoring. In: Dent J A, Harden R M (ed). A practical guide for medical teacher. 3 rd ed. Edinburg: Churchill Livingstone; 2009. pp 151-152. 4. Cottone R R, Tarvydas V M. Counseling ethics and decision making. 3 rd ed. Columbus Ohio: Pearson Merrill Prentice Hall; 2007. pp. 241-264. 5. BAN-PT Akreditasi Program Studi Pendidikan Dokter. Buku VI Matriks Penilaian Instrumen Akreditasi. Badan Akreditasi Perguruan Tinggi. Jakarta 2009.
19