UNIVERSITAS INDONESIA
SELF-ASSESSMENT SEBAGAI SARANA CONTINUING PROFESSIONAL DEVELOPMENT DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
MIRZA INDRAJANTI S. NPM: 1006732723
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN KEDOKTERAN JAKARTA DESEMBER 2013
DAFTAR ISI Halaman Judul
i
Daftar isi
ii
Daftar tabel
iv
Daftar gambar
v
Daftar singkatan
vi
BAB I. PENDAHULUAN
1
1.1.Latar belakang
1
1.2. Tujuan
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
4
2.1. Self-assessment
4
2.1.1. Definisi self-assessment
4
2.1.2. Proses self-assessment
4
2.1.3. Mengapa staf pengajar menggunakan self-assessment ?
8
2.1.4. Bagaimana mengajarkan self-assessment pada mahasiswa ?
8
2.1.5. Metoda untuk self-assessment
9
2.1.6. Apakah tools dari self-assessment ?
10
2.1.7. Bagaimana membantu melakukan tindak lanjut terhadap self-assessment ? 2.2. Self-assessment di Fakultas Kedokteran UKRIDA
10 10 ii
BAB III. PEMBAHASAN
14
3.1. Continuing Professional Development
14
3.2. Innovation and change
16
3.2.1. Definisi innovation and change
16
3.2.2. Strategi dalam inovasi
16
3.3. Lifelong learning
19
3.3.1. Definisi lifelong learning
19
3.3.2. Profil lifelong learner
19
3.3.3. Pencapaian kompetensi lifelong learner
21
3.4. Portfolio
22
3.4.1. Definisi portfolio
22
3.4.2. Struktur portfolio
22
3.4.3. Kegunaan portfolio
23
3.4.4. Keuntungan dan keterbatasan portfolio
23
3.4.5. Langkah-langkah dalam pengembangan portfolio
23
BAB IV. PENUTUP
24
4.1. Simpulan
24
4.2. Saran
24
DAFTAR PUSTAKA
25
iii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Self-assessment approach
6
Tabel 2.2. Contoh format self-assessment
13
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. How self-assessment contributes to learning
7
v
DAFTAR SINGKATAN FK = Fakultas Kedokteran UKRIDA = Universitas Kristen Krida Wacana Iptekdok = Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran KIPDI = Kurikulum Inti Pendidikan Dokter KBK = Kurikulum Berbasis Kompetensi KKI = Konsil Kedokteran Indonesia Dikti = Pendidikan Tinggi WFME = World Federation for Medical Education CPD = Continuing Professional Development CIPD = The Centered Institute of Personal and Development WBL = Work-based learning CME = Continuing Medical Education PPPKB = Program Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran Berkelanjutan AMA = American Medical Association MCQs = Multiple-choice questions MEQs = Modified-essay questions CRQs = Constructed-response questions P2KB = Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan PBL = Problem-based learning vi
KKD = Keterampilan Klinis Dasar PA = Penasehat Akademik SDM = Sumber Daya Manusia MEU = Medical Education Unit KPI = Key Performance Index
vii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sesuai dengan perkembangan zaman, maka kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin bertambah sehingga tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatanpun semakin meningkat. Hal inilah yang menuntut seorang dokter harus bersikap profesional. Sehubungan dengan tujuan pendidikan dokter di Indonesia dan tujuan pendidikan di Universitas Kristen Krida Wacana
(UKRIDA), maka Fakultas Kedokteran UKRIDA
melakukan kegiatan pendidikan dalam usaha menghasilkan lulusan dokter yang berjiwa Pancasila, berorientasi pada kesehatan masyarakat, ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran (iptekdok) dan mampu mengembangkan diri secara terus menerus mengikuti perkembangan ilmu kedokteran; dapat bekerja secara komprehensif dalam bidang pencegahan, pengobatan dan rehabilitasi berbagai penyakit yang lazim terdapat di Indonesia. Berdasarkan panduan Dirjen Dikti Diknas RI mengenai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KIPDI III) untuk pendidikan kedokteran dasar (2005), selanjutnya dalam implementasi KBK KIPDI III tersebut maka Konsil Kedokteran Indonesia telah mengesahkan buku Standar Pendidikan Profesi Dokter dan Standar Kompetensi Dokter Indonesia. FK UKRIDA telah memulai program pendidikan KBK sejak tahun 2006 sesuai standar panduan Dikti dan KKI. Ada 7 area kompetensi yang sebenarnya adalah “kemampuan dasar” seorang dokter yang menurut WFME (World Federation for Medical Education) disebut “basic medical doctor” 1. Ke 7 area kompetensi tersebut adalah: 1. Keterampilan komunikasi efektif 2. Keterampilan klinis dasar 3. Keterampilan menerapkan berbagai dasar ilmu biomedik, ilmu klinik, ilmu perilaku dan epidemiologi dalam praktik kedokteran keluarga di layanan primer.
1
4. Keterampilan pengelolaan masalah kesehatan pada individu, keluarga, ataupun masyarakat dengan cara yang komprehensif, holistik, bersinambung, koordinatif, dan kolaboratif dalam konteks pelayanan kesehatan tingkat primer. 5. Keterampilan memanfaatkan, menilai, dan mengelola informasi secara kritis. 6. Kemampuan mawas diri dan mengembangkan diri serta belajar sepanjang hayat. 7. Menjunjung tinggi etika, moral dan profesionalisme dalam praktik 1. Seorang dokter profesional pasti selalu melakukan Continuing Professional Development (CPD) yang merupakan penerapan area kompetensi 6 dan 7. Dengan melakukan CPD maka seorang dokter dapat melakukan pengembangan, refleksi dan evaluasi diri sehingga tuntutan masyarakat dapat terpenuhi. CPD mempunyai 4 komponen yaitu innovation and change, lifelong learning, self evaluation dan portfolio. Dengan melakukan CPD maka kita bisa melakukan inovasi dan perubahan. Supaya dapat melakukan CPD maka kita harus melakukan pembelajaran serpanjang hayat (lifelong learning), self-assessment dengan memakai portfolio. Definisi CPD menurut The Centered Institute of Personal and Development (CIPD): CPD adalah sebagai kebutuhan individual untuk mempertahankan perubahan pengetahuan yang
cepat agar tetap megikuti perkembangan zaman. Ada
organisasi yang melakukan proses “ untuk mempertahankan, mengembangkan dan meningkatkan keterampilan, pengetahuan dan kompetensi secara profesional dan personal untuk memperbaiki performa kerja”. Inovasi adalah suatu perubahan dalam proses berpikir untuk membuat sesuatu atau aplikasi yang bermanfaat dari penemuan baru 2. Menurut Mentkowski dan Doherty: Life long learning adalah “learning to learn and learning over the lifespan” 3. Learning to learn merupakan keterampilan yang sangat penting dalam belajar. Learning to learn diawali dengan kesadaran seseorang untuk belajar, setelah itu dengan keterampilan self directed learning yang dimilikinya, seseorang dapat mengatur apa yang ingin dipelajari dan bagaimana serta kapan untuk belajar.
2
Menurut Moya dan O’Malley (1994) portfolio adalah kumpulan karya mahasiswa, pengalaman, pameran, penilaian diri (misalnya: data). Penilaian portfolio adalah prosedur yang digunakan untuk perencanaan, mengumpulkan, dan menganalisis sumber data multipel yang diatur dalam portfolio. Suatu portfolio yang berdasarkan pada prosedur penilaian sistematik dapat memberikan informasi yang tepat tentang kedalaman dan keluasan kemampuan mahasiswa dalam banyak domain pembelajaran 4. Self-assessment mahasiswa menggambarkan proses setiap mahasiswa yang mengevaluasi kemajuan atau performanya 5. 1.2.Tujuan Makalah ini membahas secara singkat mengenai self-assessment sebagai sarana CPD di FK UKRIDA.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Self-assessment 2.1.1. Definisi self-assessment - Menurut Klenowski (1995), self-assessment adalah “the evaluation or judgment of ‘the worth’ of one’s performance and the identification of one’s strengths and weaknesses with a view to improving one’s learning outcomes” 6. - Student self-assessment describes the process in which each student evaluates his or her own progress or performance 5. - Menurut American Medical Association (AMA): “Any process of self/external authorityadministered examination, metacognitive self-evaluation, or personal reflection in which a healthcare professional assesses his or her own professional competency using evidencebased standards of care, practice guidelines, performance measures, competencies, certification or accreditation standards, etc, established by the profession, accreditors, and regulators” 7. 2.1.2. Proses self-assessment Proses self-assessment meliputi: peninjauan mahasiswa atas performanya, penjelasan mahasiswa atas proses yang digunakan, gambaran terobosan perkembangannya, evaluasi performa mereka sendiri, kriteria yang digunakan, identifikasi kekuatan dan kelemahan 8. Setiap format assessment dapat digunakan sebagai pelatihan self assessment, mahasiswa diberikan kriteria “gold standard” untuk membandingkan performa dirinya dengan ukuran eksternal yang reliable. Sewaktu metoda assessment dipilih sebagai pelatihan self assessment, fakultas harus menginformasikan tentang bagaimana membahas hasil self assessment yang relatif untuk modalitas itu. Fakultas atau pakar memberikan format gold standard untuk self assessment mahasiswa. 4
Kumpulan kriteria dikembangkan untuk domain performa dan selanjutnya diketahui mahasiswa, yang merupakan format gold standard lainnya sehingga self assessment dapat dibandingkan. Bagimanapun juga standar untuk perbandingan bervariasi pada suatu rangkaian kesatuan keputusan obyektif /subyektif. Contoh: Standar untuk MCQ adalah obyektif: respons mahasiswa terhadap pertanyaan adalah benar atau salah. Standar untuk pertanyaan esai adalah subyektif, interpretasi jawaban mahasiswa mungkin bervariasi di antara para penguji. Oleh karena itu sewaktu merancang pelatihan self assessment, harus diperhatikan metoda umpan balik dalam format gold standard eksternal, contoh pada pekerjaan buruk dan baik sekali dapat diberikan kepada mahasiswa mendekati kriteria yang berhubungan. Logbook dan portfolio adalah metoda assessment yang membutuhkan tingkat tinggi refleksi diri pada performa diri seseorang. Perkembangan keterampilan self assessment untuk mengukur kemajuan performa mahasiswa menggunakan standar absolut atau standar relatif sederhana atau menggunakan standar relatif yang sangat kompleks. Domain performa yang lebih luas, lebih menantang pelatihan self assessment. Sudah dicoba untuk menyelidiki tingkat kemampuan mahasiswa dalam menilai diri dari penilaian pekerjaan mereka yang dibandingkan dengan penilaian oleh fakultas. Tabel 1. menyimpulkan pendekatan self assessment dengan metoda assessment yang berbeda. Penting dicatat berbagai format umpan balik, kesempatan segera untuk membandingkan pekerjaan sendiri dengan gold standard adalah pusat keberhasilan program self assessment. Dengan fasilitas yasng ditawarkan oleh software komputer, program self assessment dapat digabungkan dengan pelatihan self assessment dengan umpan balik segera dari para tutor, sampel kerja lainnya, peer evaluation, predetermined criteria, correct responses, dan lain-lain 8.
5
Tabel 2.1: Self assessment approaches *. Assessment method
Suggested “gold standard”
Nature of standard
Written examinations Multiple choice questions
Faculty judgement
Objective
Faculty judgement
Objective
Faculty judgement
Objective
Faculty judgement
Objective
Checklists
Std patients/faculty/peers
Objective/Subjective
Global ratings
Std patients/faculty/peers
Subjective
Video
Performance criteria/faculty
Subjective
Student logbook
Performance criteria/faculty
Objective/Subjective
Portfolio
Performance criteria/faculty
Subjective
(MCQs) True/False Essays Modified-essay questions (MEQs) Constructed-response question (CRQs) Performance examinations
_________________________________________________________________________ *Dikutip dari David M F B tanpa modifikasi.
6
goals
effort
achievement
self-assessment self-observation
self-judgment
self-reaction
self-efficacy
Gambar 2.1. How self-assessment contributes to learning (adapted from Ross et al., 2002-a)
7
2.1.3. Mengapa staf pengajar menggunakan self-assessment ? Terdapat 5 alasan staf pengajar menggunakan self-assessment: 1) Sering banyak terdengar tuntutan bahwa keterlibatan mahasiswa dalam assessment pekerjaannya, khususnya memberi kesempatan untuk menambah kriteria pekerjaan yang akan dinilai, meningkatkan keterlibatan mahasiswa dalam berbagai tugas assessment. 2) Sangat erat dihubungkan dengan argumentasi bahwa self-assessment berperan pada variasi dalam metoda assessment, suatu faktor kunci dalam mempertahankan minat dan perhatian mahasiswa. 3) Staf pengajar lain berdebat bahwa self-assessment mempunyai beberapa ciri khusus yang menjamin penggunaannya. Sebagai contoh, self-assessment memberi informasi bahwa tidak mudah menentukan berapa banyak upaya mahasiswa yang dicurahkan dalam mempersiapkan tugas tersebut. 4) Beberapa staf pengajar berdebat bahwa self-assessment lebih efektif biayanya daripada teknik yang lain. 5) Yang lain masih berdebat bahwa mahasiswa lebih giat belajar sewaktu mereka mengetahui bahwa mereka akan berbagi tanggung jawab untuk penilaian dari apa yang sudah mereka pelajari 6. 2.1.4. Bagaimana mengajarkan self-assessment pada mahasiswa ? Terdapat 4 tahap model untuk mengajar self-evaluation pada mahasiswa: Tahap 1: Melibatkan mahasiswa dalam menentukan kriteria yang akan mereka evaluasi. Mahasiswa sangat menghargai keterlibatannya dalam proses dan akan lebih memiliki persiapan yang baik untuk melaksanakan tugas. Tahap 2: Mengajarkan mahasiswa bagaimana menerapkan kriteria tersebut di pekerjaannya. Kriteria yang dihasilkan akan menentukan tujuan perorangan dan sekolah yang terintegrasi. Mahasiswa membutuhkan contoh dalam praktik.
8
Tahap 3: Membantu mahasiswa untuk memusatkan pada evaluasi mereka dengan memberikan umpan balik. Tahap 4: Membantu mahasiswa membuat perencanaan untuk meningkatkan performanya. Termasuk di dalamnya menentukan tujuan umum dan khusus, rencana jangka pendek, jangka panjang, strategi belajar untuk mengatasi kelemahannya 5. 2.1.5. Metoda untuk self assessment Metoda yang dapat dipakai unuk self assessment: 1. Portfolio: catatan atau kumpulan karya individu yang menggambarkan proses, berbagai usaha pertumbuhan, perubahan-perubahan yang dialami serta prestasi yang dicapai selama waktu tertentu, digunakan untuk memantau, refleksi, dan menganalisis pengalaman. 2. Projects: kegiatan yang menjadi sarana bukti kemampuan dalam menganalisis pada praktik kedokteran. 3. Medical records reviews: catatan klinik yang valid tentang hasil pasien. 4. Performance ratings: data klinik yang dikmpulkan oleh teman sebaya. 5. Self-administered examinations: pemeriksaan standar yang disiapkan oleh lembaga kedokteran yang bertanggung jawab. 6. Self-evaluation: penilaian diri sendiri terhadap kinerjanya. 7. Self-audit: penilaian diri sendiri dalam hal menentukan beberapa solusi masalah klinik. 8. Predictive: memprediksikan kinerja untuk kompetensi yang akan datang. 9. Sumatif: menilai kinerja berdasarkan latihan atau competency-based assessment. 10. Concurrent: membuat refleksi dari seluruh kinerja, pengetahuan, keterampilan 7.
9
2.1.6. Apakah tools dari self-assessment ? Tools dari self-assessment adalah: observation checklist, rubric, portfolio, jurnal refleksi, adanya ‘gold standard’ yang ditentukan fakultas 8. 2.1.7. Bagaimana membantu melakukan tindak lanjut terhadap self-assessment ? -
Melakukan perencanaan untuk menentukan beberapa tujuan selanjutnya bersama Penasehat Akademiknya.
-
Membangun meta awareness mereka terhadap kemampuannya, sehingga mereka dapat membicarakan dan mempertahankan berbagai kritik terhadap performa mereka dan klasifikasi apa yang akan ditingkatkan pada performa mereka.
-
Berikan penilaian expert terhadap kerja mereka dan beri kesempatan mereka untuk melakukan cross-check dengan self-assessment mereka.
2.2. Self-assessment di Fakultas Kedokteran UKRIDA CPD yang dilakukan di Fakultas Kedokteran UKRIDA ditujukan kepada staf pengajar dan sebagai pembekalan mahasiswa setelah lulus menjadi dokter. Untuk para staf pengajar CPD dilaksanakan dengan mengikuti pelatihan, kursus, seminar, work-shop mengenai peran staf pengajar, studi lanjut baik di dalam maupun di luar negeri serta melakukan penelitian. Unit P2KB (Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan) mengadakan acara ilmiah setiap hari Rabu yang diikuti oleh staf pengajar secara bergiliran membagi ilmu yang didapatnya baik dari seminar, pelatihan yang diikutinya maupun penelitian yang dilakukannya dengan cara mempresentasikannya bagi sesama staf pengajar. CPD untuk para mahasiswa selama ini dilakukan melalui pembelajaran pada modul “Berpikir Kritis”. Pada modul “Berpikir Kritis” tersebut mahasiswa dilatih untuk berpikir kritis dengan tujuan para mahasiswa terbiasa menerapkan berpikir kritis dalam kehidupan sehari-hari. 10
Selain itu juga dengan metoda pembelajaran PBL, mahasiswa dilatih untuk berpikir kritis dan belajar mandiri dalam mencari literatur sehingga mereka mendapatkan ilmu pengetahuan secara mandiri. Dengan demikian mahasiswa dibekali untuk berpikir kritis dan belajar mandiri yang dapat menunjang belajar sepanjang hayat (lifelong learning). Setelah saya mengikuti Program Studi Magister Pendidikan Kedokteran di Fakultas Kedokteran UI, maka saya merasa perlu di Fakultas Kedokteran UKRIDA diterapkan selfassessment bagi staf pengajar dan mahasiswa. Tujuan dilakukan self-assessment bagi: -
staf pengajar adalah untuk meningkatkan kualitas mengajar dengan melakukan refleksi apa yang masih kurang.
-
mahasiswa adalah untuk meningkatkan prestasi akademik dengan melakukan refleksi apa yang masih kurang dalam hal pembelajaran misalnya mencari literatur dan bila setelah lulus menjadi dokter dapat melakukan CPD.
Untuk hal ini maka rencana ke depan bagi mahasiswa akan diterapkan keterampilan self-assessment kebutuhan pembelajaran yang melibatkan seluruh staf pengajar bagi masing-masing mahasiswanya. Hal ini penting untuk belajar sepanjang hayat yang efektif. Keterampilan self-assessment kebutuhan pembelajaran ini adalah untuk menilai sendiri kebutuhan belajar yang meliputi identifikasi kebutuhan pembelajaran dan memilih kegiatan pendidikan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Keterampilan ini dapat diberikan dalam bentuk self-directed learning, karena menurut Knowles selfdirected learning adalah suatu proses seseorang memiliki inisiatif, dengan atau tanpa bantuan orang lain, untuk menganalisis kebutuhan pembelajarannya sendiri, merumuskan tujuan pembelajarannya sendiri, mengidentifikasi sumber-sumber belajar, memilih dan melaksanakan strategi belajar yang sesuai dan mengevaluasi hasil belajarnya sendiri 9. Pada pelaksanaannya akan dilakukan dulu rapat antara pimpinan, staf MEU, seluruh staf pengajar, menentukan rencana anggaran. Diadakan seminar dan pelatihan pada staf pengajar, setelah itu baru dilakukan pelatihan pada mahasiswa. 11
Ditentukan “Gold standard” oleh fakultas. Diberikan pada mahasiswa semester I melalui kuliah, diskusi kelompok tutorial (PBL), KKD dan praktikum laboratorium. Dibuat materi tentang self-assessment untuk dosen dan mahasiswa, misalnya refleksi diri, adult learning. Tools yang dipakai logbook dengan checklist observasi, rubrik, jurnal
refleksi
untuk
memonitor
dan
mengevaluasi
kemajuan
performa,
pembelajarannya. Pada akhir semester I dilakukan evaluasi formatif. Hasil selfassessment mahasiswa diserahkan ke dosen PA, untuk dilakukan umpan balik. Di FK kami self assessment ini dilakukan sejak mahasiswa mulai semester I – VII bekerjasama dengan semua dosen. Di tingkat klinik (semester VIII – X) rencananya dgn portfolio. Kendala yang mungkin dihadapi adalah jumlah SDM (staf pengajar ) yang terbatas yaitu yang junior diprioritaskan untuk studi lanjut sehingga saat ini banyak yang sedang studi lanjut, yang senior banyak yang akan pensiun, bergantung kesepakatan pimpinan, staf MEU dan kita sebagai dosen siap atau tidak melaksanakannya. Kalau memang siap mungkin harus dengan persiapan yang mantap supaya lancar pelaksanaannya. Dengan demikian pelaksanaan tidak dapat dalam waktu cepat dan harus bertahap. Saat ini untuk dosen akan dilaksanakan KPI (Key Performance Index) yang salah satu unsur penilaiannya adalah melalui self evaluasi masing-masing dosen. Fasilitas yang mendukung CPD di Fakultas Kedokteran UKRIDA adalah tersedianya laboratorium komputer, ruang perpustakaan yang cukup memadai dan diadakannya langganan web-site Ebsco dan Pro Quest untuk penyediaan literatur, jurnal, makalah ilmiah, text book dan majalah ilmiah. Fakultas menyediakan dana dan fasilitas bagi staf pengajar yang ingin melakukan penelitian.
12
Tabel 2.2. Contoh format self-assessment
EVALUASI Performa/Hasil: ____________________________________ Nama: ____________________________________________ Tanggal: __________________________________________ Dinilai oleh: Sendiri ____ Teman ____ Dosen _____ Orang tua ____ Lainnya ____ KRITERIA
RENDAH
SEDANG
TINGGI
1. Rating: _____ 2. Rating: _____ 3. Rating: _____ TUJUAN: TINDAKAN KHUSUS YANG AKAN SAYA AMBIL: 1. 2. 3. SKOR TOTAL:
_______________________________________________________________________ *Dikutip dari Rolheiser C, Ross J A tanpa modifikasi 13
BAB III PEMBAHASAN 3.1. Continuing Professional Development CPD efektif adalah komitmen untuk profesionalisme – hal ini menunjukkan bahwa kita mempunyai tanggung jawab personal untuk menjamin bahwa kita mempunyai keterampilan dan pengetahuan untuk menghadapi tantangan perubahan dunia. Proses tersebut bermanfaat bagi individual, kolega, mahasiswa, dan institusi secara keseluruhan. Seorang dokter yang mengikuti CPD harus melakukan dokumentasi proses kegiatan dan bukti-bukti dari hasil kegiatan CPD tersebut dalam bentuk portfolio. Dari portfolio seorang dokter dapat melakukan refleksi terhadap apa yang telah dikerjakannya selama ini. Pendekatan refleksi dalam CPD berfokus pada: ‘taking stock’, review of past learning, review of daily practice, identifying problem areas, identifying key issues for future, device action plan for learning 10. Menurut Tulinius, bentuk metoda pembelajaran yang dapat diterapkan dalam CPD adalah sebagai berikut: Work-based learning (WBL): adalah suatu metoda atau proses belajar yang berhubungan dwngan pekerjaan yang dijalani seseorang. Dalam konteks pekerjaan dokter umum, work-based learning merupakan suatu proses pembelajaran yang berdasarkan pengalaman praktek dokter sehari-hari. Metoda ini sangat sesuai dengan lingkungan pembelajaran dokter yang terdapat integrasi pembelajaran antara praktek dan teori serta dokter dapat belajar sesuai kebutuhan mereka di tempat kerja. Professional activity: adalah kegiatan yang berkaitan dengan profesi yang mendukung
CPD
yang
meliputi:
keterlibatan dalam organisasi profesi, partisipasi dalam kolegium, menjadi staf pengajar, tutor, penilai. 14
Formal Educational: adalah kegiatan pendidikan yang bersifat formal, meliputi: kursus, seminar, simposium. Self-directed learning: adalah kegiatan yang bersifat meningkatkan pengetahuan pribadi (updating personal knowledge), meliputi: membaca jurnal, buku, artikel, mengkaji ulang buku. Yang lainnya: misalnya public service, voluntary work 11. Program Continuing Professional Development (CPD) tidak sama dengan pengembangan pendidikan dokter berkelanjutan/Continuing Medical Education (CME) karena CME merupakan bagian dari CPD. Table 1. Key Differences Between Traditional Continuing Medical Education (CME) and Continuous Professional Development (CPD) CME
CPD
Episodic Interventions designed to address the educational needs of groups of learners
Lifelong Learning based on ongoing self assessments designed to address the educational needs of individuals
Generally teacher centered and teacher driven
Generally learner centered and learner driven
Principally encompasses the clinical domain
Comprehensive in scope, encompasses the clinical domain as well as practice management, leadership, administration, education and an entire spectrum of professional activities
Lecture based format frequently used in educational activities
A variety of learning formats and media used in educational activities
Most often conducted in formal settings, such as lecture halls or conference rooms
Conducted in a variety of different venues, including locations other than lecture halls and conference room
Institute of Medicine recommends a continuing professional development institute for U.S. health professions.
15
3.2. Innovation and change 3.2.1. Definisi innovaton and change: - Menurut kamus bahasa Inggris Echols dan Shadily: Innovation artinya pembaharuan, perubahan (secara) baru. Change artinya perubahan, pergantian 12. -
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia: Inovasi: pemasukan atau pengenalan hal-hal yang baru; pembaharuan Ubah = menjadikan sesuatu berubah supaya sesuai dengan kehendak (keperluan dan sebagainya) Perubahan = hal (keadaan) berubah, peralihan, pertukaran 13.
3.2.2. Strategi dalam inovasi Chin dan Benne (1970) menganjurkan tiga jenis strategi utama dalam inovasi yaitu: 1. power-coercive strategies (strategi pemaksaan) 2. rational-empirical strategies (strategi empirik rasional) 3. normative-re-educative strategies (strategi normatif reedukatif) 1. Power-coercive strategies (strategi pemaksaan) Perubahan berdasarkan persetujuan yang memaksa banyak orang untuk berubah atau bertindak dengan kepastian. Pada saat menggunakan strategi ini dengan sah, hasil yang didapat paling sering dalam bentuk hukum dan perundang-undangan. Strategi yang di butuhkan untuk digunakan sewaktu adanya ketidakjelasan dalam sistem hanya suatu pendekatan berdasarkan persetujuan dapat mengatasinya.
16
Salah satu dari banyak pertanyaan menarik yang diangkat oleh pendekatan tingkat strategi serupa yang memajukan perubahan. Kadang-kadang ancaman persetujuan tidak pernah dilaksanakan, dan tentu tidak ada perubahan yang kemudian diambil. Hal ini dapat didebat apakah kebijakan serupa akan berhasil kecuali kalau pendapat masyarakat yang sebenarnya mendukung mereka. Jika terdapat perlawanan, beberapa
cara
persetujuan mungkin dapat dicari. Jika hal ini tidak mungkin, kemudian ada kemungkinan terjadi perselisihan, bergantung kepada perhitungan keuntungan dan kerugian yang relatif. Jika perubahan itu tidak merugikan, bentuk dan isi tidak merugikan, maka perubahan ini mungkin disetujui dan perselisihan dapat dipecahkan. Perubahan adalah sulit jika persetujuan yang diambil sedapat mungkin, melibatkan kerugian yang lebih besar. Kelompok perubahan yang secara langsung mungkin terpaksa dengan strategi pemaksaan mereka sendiri, dan suatu lingkaran perselisihan dimulai. 2. Rational-empirical strategies (strategi empirik rasional) Strategi ini digunakan dengan keyakinan bahwa banyak orang adalah badan rasional dan suatu perubahan akan disetujui dengan suatu bukti yang sudah menunjukkan bahwa hal itu menguntungkan dan mempengaruhinya. Strategi ini menyatakan secara tidak langsung menyatakan bahwa informasi, kadang-kadang terlihat positif, akan cukup untuk menyebabkan perubahan. Kesulitan penggunaan strategi ini terlihat dari perolehan keuntungan sederhana oleh banyak orang yang melaporkannya. Ini adalah suatu strategi yang mungkin berpengaruh terbesar sewaktu pendengar sudah simpati dengan perbedaan pendapat yang diutarakan. 3. Normative-re-educative strategy (strategi normatif reedukatif) Strategi ini berdasarkan alasan bahwa perubahan adalah suatu fenomena yang jauh lebih kompleks. Berdasarkan strategi ini ide bahwa banyak orang bertindak sesuai dengan nilai-nilai dan sikap umum yang diberikan masyarakat atau kebudayaan, dan menerima perubahan yang mungkin membutuhkan perubahan keyakinan yang mendalam dan perilaku 14. 17
Dua strategi sebelumnya menyatakan secara tidak langsung apakah pandangan secara tidak langsung dari perubahan: dalam suatu kasus banyak orang yang berkuasa memaksa yang lainnya untuk berubah, dan selain itu mereka memberi informasi yang mereka harapkan banyak orang akan bertindak. Pelaksanaan dari strategi normatif reedukatif ini, bagaimanapun mengharuskan suatu kolaboratif, pendekatan dengan pemecahan masalah, dengan semua yang dipengaruhi oleh perubahan yang melibatkan beberapa cara dan mereka membuat keputusan sendiri tentang derajat dan sikap dari perubahan yang mereka harapkan untuk diterima. Hal ini adalah suatu pendekatan yang berkaitan tidak hanya dengan pemakaian suatu inovasi yang spesifik, tetapi dengan proses perkembangan pengalaman individual sebagai suatu hasil dari keterlibatan, dan yang dapat menimbulkan minat kontinuitas dalam perubahan dan inovasi selanjutnya. Kendala-kendala: Kendala-kendala yang mempengaruhi keberhasilan usaha inovasi pendidikan seperti inovasi kurikulum adalah 15: 1. Perkiraan yang tidak tepat terhadap inovasi. 2. Konflik dan motivasi yang kurang sehat. 3. Lemahnya berbagai faktor penunjang sehingga mengakibatkan tidak berkembangnya inovasi yang dihasilkan. 4. Keuangan/financial yang tidak terpenuhi. 5. Penolakan dari sekelompok tertentu atas hasil inovasi 6. Kurang adanya hubungan sosial dan publikasi. Untuk menghindari masalah-masalah tersebut di atas dan agar mau berubah terutama sikap dan perilaku terhadap perubahan pendidikan yang sedang dan akan dikembangkan, maka guru, administrator, orang tua siswa, dan masyarakat umumnya harus dilibatkan sehingga perubahan dan pembaharuan itu diharapkan dapat berhasil dengan baik. 18
Perubahan dan inovasi merupakan hal yang penting, karena ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya ilmu kedokteran berkembang dewngan sangat cepat, sehingga untuk mengikuti perkembangan ini kita perlu mengadakan perubahan sesuai dengan tuntutan zaman 16. 3.3.Lifelong learning (Belajar sepanjang hayat) 3.3.1. Definisi Lifelong learning: -
Menurut Hojat: Lifelong learning adalah “a concept involving a set of self-initiated activities (behavioral aspect) and information-seeking skills (capabilities) that are activated in individuals with a sustained motivation (predisposition) to learn and the ability to recognize their own learning needs (cognitive aspect)” 17.
-
Menurut Mentkowski dan Doherty: Lifelong learning adalah “learning to learn and learning over the lifespan” 3. Learning to learn merupakan keterampilan yang sangat penting dalam belajar. Learning to learn diawali dengan kesadaran seseorang untuk belajar, setelah itu dengan keterampilan self directed learning yang dimilikinya, seseorang dapat mengatur apa yang ingin dipelajari dan bagaimana serta kapan untuk belajar.
3.3.2. Profil lifelong learner Suatu bagian utama studi sudah mencoba mengemukaakan profil dari kualitas dan sifat yang dimiliki oleh lifelong learner efektif. Dalam melakukannya, tantangannya adalah mengidentifikasi aspek kompetensi pembelajaran yang tampak dapat dipakai untuk semua macam dan konteks postgraduation learning. Pada studi dasar, meliputi kepatuhan, wawancara, membaca, analisis dokumentasi program, dianjurkan lifelong learner yang menunjukkan kualitas atau karakteristik berikut dengan beberapa derajat: Suatu pikiran yang ingin tahu: mencintai pembelajaran, mempunyai rasa ingin tahu dan bertanya, semangat yang kritis, pemantauan yang luas dan evaluasi diri.
19
Pandangan helikopter: rasa saling berhubungan dari banyak bidang, kesadaran bagaimana pengetahuan diciptakan dalam satu lapangan studi paling sempit, dan suatu pemahaman metodologikal dan keterbatasan yang sesungguhnya dari lapangan tersebut, keluasan pandangan. Informasi literacy: pengetahuan sumber daya utama mutakhir yang tersedia pada satu lapangan studi paling sempit, kemampuan untuk menyusun pertanyaanpertanyaan penelitian dalam satu lapangan studi paling sempit, kemampuan untuk menempatkan, mengevaluasi, mengelola dan menggunakan informasi dalam range konteks, kemampuan untuk mendapatkan kembali informasi dalam bentuk bervariasi: tulisan, statistik, grafik, chart, diagram dan tabel, evaluasi informasi kritis. Rasa perwakilan pribadi (personal agency): konsep positif diri sendiri yang mampu dan mandiri, kemampuan mengatur diri sendiri (manajemen waktu, menentukan tujuan, dan lain-lain). Kumpulan keterampilan pembelajaran: pengetahuan dari kekuatan sendiri, kelemahan dan gaya belajar yang disukainya, range strategi pembelajaran dalam konteks yang ditemukan diri sendiri, suatu pemahaman dari perbedaan antara pembelajaran tingkat dangkal dan dalam (surface and deep level learning) 18. Seorang peserta didik yang telah lulus menjadi dokter dapat belajar sepanjang hayat melalui: pasien, keluarga pasien, lingkunan kerja, pengalaman, interprofesional, artikel, jurnal, bulletin, E-learning, seminar, lokakarya, konferensi, kursus, pelatihan, studi lanjut, keluarga
18
. Belajar sepanjang hayat merupakan salah satu kompetensi untuk profesi
seorang dokter, namun pada pelaksanaannya terdapat beberapa hambatan, antara lain: faktor ekonomi, keterbatasan waktu, beban kerja yang terlalu padat, usia, kurangnya keterampilan 3.
20
3.3.3. Pencapaian kompetensi lifelong learning Institusi pendidikan kedokteran wajib memberikan keterampilan yang dapat menopang kompetensi belajar sepanjang hayat kepada peserta didiknya. Keterampilan untuk mendukung belajar sepanjang hayat adalah: Self assessment kebutuhan belajar, keterampilan mandiri dalam melakukan identifikasi, analisis dan sintesis informasi yang relevan dan penilaian apakah sumber informasi dapat dipercaya 19. Menurut Hull dan Redfern, kelebihan dari seorang longlife learner adalah: inovatif dalam praktik, fleksibel untuk mengubah permintaan, banyak ide dalam cara bekerja, mampu mewakili perubahan dalam pekerjaan, dapat menyesuaikan diri dalam perubahan kebutuhan pelayanan kesehatan, mempunyai tantangan dan kreativitas dalam praktik, mempunyai rasa percaya diri dalam cara bekerja, mempunyai pertanggungjawaban dan bertanggung jawab pada pekerjaannya 20. Pada standar kompetensi dokter, belajar sepanjang hayat terdapat pada area kompetensi keenam yaitu “Kemampuan mawas diri dan mengembangkan diri serta belajar sepanjang hayat”. Di dalam kompetensi belajar sepanjang hayat terdapat komponen-komponen kompetensi yang harus dicapai, yaitu: Mengikuti kemajuan ilmu pengetahuan yang baru. Berperan aktif dalam Program Pendidikan dan Pelatihan Kedokteran Berkelanjutan (PPPKB) dan pengalaman belajar lainnya. Menunjukkan sikap kritis terhadap praktik kedokteran berbasis bukti (EvidenceBased Medicine). Mengambil keputusan apakah akan memanfaatkan informasi atau evidence untuk penanganan pasien dan justifikasi alasan keputusan yang diambil. Menanggapi secara kritis literatur kedokteran dan relevansinya terhadap pasiennya. Menyadari kinerja profesionalitas diri dan mengidentifikasi kebutuhan belajarnya 21. 21
3.4. Portfolio 3.4.1. Definisi portfolio -
Portfolio adalah kumpulan karya mahasiswa yang memberi bukti prestasi pengetahuan, keterampilan, ketepatan sikap, dan pertumbuhan professional melalui proses refleksi diri sesudah periode waktu tertentu 4.
-
Moya dan O’Malley (1994): Portfolio adalah kumpulan karya mahasiswa, pengalaman, pameran, penilaian diri (misalnya: data). Penilaian portfolio adalah prosedur yang digunakan untuk perencanaan, mengumpulkan, dan menganalisis sumber data multipel yang diatur dalam portfolio. Suatu portfolio yang berdasarkan pada prosedur penilaian sistematik dapat memberikan informasi yang tepat tentang kedalaman dan keluasan kemampuan mahasiswa dalam banyak domain pembelajaran 4.
3.4.2. Strukur portfolio Ada 4 model struktur portfolio yaitu: 1. Shopping trolley: segala sesuatu yang dikerjakan peserta didik selama kuliah 2. Toast
rack:
sejumlah
“tempat”
yang
harus
diisi
untuk
setiap
modul/unit/penempatan. 3. Cake mix: mengintegrasikan materi portfolio untuk memberikan bukti prestasi hasil pembelajaran. 4. Spinal column: peserta didik mengumpulkan bukti (akar-akar saraf) untuk menunjukkan penguasaan kelanjutan kompetensi (vertebrae) 4.
22
3.4.3. Kegunaan portfolio Portfolio dapat digunakan untuk: CPD,
meningkatkan pembelajaran, assessment,
sertifikasi dan resertifikasi, peningkatan karir 22,23,24 3.4.4. Keuntungan dan keterbatasan portfolio Keuntungan portfolio: mengumpulkan bukti dari performa sebenarnya pada tingkat yang dilakukannya dalam sikap longitudinal, sangat bernilai sebagai penilaian sumatif dan alat umpan balik. Keterbatasan portfolio: menghabiskan waktu bagi pihak fakultas dan mahasiswa untuk mempertahankan portfolio secara rinci, sulit untuk dinilai dan distandarisasi, sulit untuk menentukan nilai batas lulus/gagal 25. 3.4.5. Langkah-langkah dalam pengembangan portfolio Terdapat 10 langkah dalam pengembangan portfolio untuk evaluasi: 1. Menentukan tujuan 2. Menentukan kompetensi yang akan dinilai 3. Pemilihan materi portfolio 4. Mengembangkan sistem penilaian 5. Pemilihan dan pelatihan penguji 6. Perencanaan proses ujian 7. Orientasi mahasiswa 8. Mengembangkan pedoman dalam mengambil keputusan 9. Meningkatkan bukti reliabilitas dan validitas 10. Mendesain prosedur evaluasi 23 23
BAB IV. PENUTUP 4.1. Simpulan: 1. CPD merupakan hal yang sangat penting bagi seorang profesional karena: -
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat termasuk ilmu kedokteran.
-
Semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang semakin kompleks sehingga seorang dokter harus selalu profesional.
-
Sebagai seorang staf pengajar harus selalu meningkatkan ilmu dan keterampilannya dan
bertugas
untuk
selalu
membangun
kemampuan
mahasiswa
untuk
mengembangkan diri melalui pembelajaran sepanjang hayat. 2. Dengan melakukan self-assessment kebutuhan pembelajaran dan portfolio maka dapat mendukung terjadinya pembelajaran sepanjang hayat yang merupakan dasar kegiatan CPD. Setelah mengikuti kegiatan CPD maka dapat melakukan inovasi dan perubahan. 3. Dalam melakukan kegiatan CPD seseorang membutuhkan motivasi internal. 4.2. Saran: Selama ini pelakasanaan CPD di Fakultas Kedokteran UKRIDA sudah cukup baik, walaupun demikian tetap harus ditingkatkan antara lain dilakukan self-assessment bagi staf pengajar dan mahasiswa dengan cara: -
Sosialisasi pada staf pengajar mengenai self-assessment
-
Pelatihan self-assessment bagi staf pengajar, kemudian mahasiswa.
24
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Katalog Universitas Kristen Krida Wacana tahun 2007/2008, halaman 95-99 2. Barras R. “Toward a theory of innovation in services”. Research Policy 1984; 15: 16173 3. Harold B, Haley M D. Does medical school instill lifelong learning. Journal of Cancer Education. 2008; 23: 197 4. Davis M H, Ponnamperuma G G, Wall D. Poertfolios, dissertations and projects. In: Dent Jarden R M (eds). A practical guide for medical teachers. 3 rd
ed
. Edinburgh:
Churchill-Livingstone; 2009. p 349 5. Rolheiser C, Ross J A. Students self-evaluation: What research says and what practice shows. 6. Ross J A. Practical assessment, research & evaluation. A Peer Reviewed Electronic Journal 2006; 10 (11): pp. 1-10 7. Bazemore A, Xierali I, Patterson S, Phillips R, Rinaldo J, Puffer J, et al. American Board of Family Medicine (ABFM) maintenance of certification: variations in selfassessment modules uptake within the 2006 cohort. Journal of the American Board of Family Medicine: JABFM 2010; 23 (1): 49-58 8. David M F B. Principles of assessment. In: Dent J A, Harden R M (eds). A practical guide for medical teacher. 3 rd ed. Edinburgh: Churchill-Livingstone; 2009. pp. 308-9 9. O’Shea E. Self-directed learning in nurse education: a review of the literature. Journal of Advanced Nursing. 2003; 43 (1): 62-70 10. Mazmanian P. Institute of medicine recommends a continuing professional development institute for U.S health professions. The Journal of Continuing Education in the Health Professions 2010; 30 (1): 1-2 25
11. Tulinius C, Hazelton B H. Continuing professional development for general practitioners: supporting the development of professioinalism. Medical Education 2010; 44 (4): 412-20 12. Echols J M, Shadily H. Kamus Inggris-Indonesia. An English-Indonesian Dictionary. Cetakan ke 25. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2003 13. Alwi H, Sugono D. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 3
rd
ed. Jakarta: Balai Pustaka
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional; 2005. 14. Kennedy C. Innovation for change: teacher development and innovation. ELT Journal 1987. 41/3. 15. Subandijah. Pengembangan dan Inovasi Kurikulum. PT Raja Grafindo Persada. Yogyakarta 1992. 16. Dent J A, Harden R M. A practical guide for medical teachers. 3
rd
ed. Elsevier
Churchill Livingstone, 2006; 281-88 17. Hojat M, Nasca T J, Erdmann J B, Frisky A J, Veloski J J, Gonella J S. An operational measure of physician lifelong-learning: It is development, components and preliminary psychometric data. Medical Teacher. 2003; 25(4): 433-37 18. Candy P C, Crebert G, O’Leary J. Developing Lifelong Learners through Undergraduate Education National Board of Employment, Education and Training. Canberra: Australian Government Publishing Service; 1994. pp. 43,44 19. Willcox A. How to succeed as a lifelong learner. Primary Health Care 2005; 15,10, 43-50 20. Hull C, Redfern I. Profiles and Portfolios: A Guide for Nurses and Midwives. London: MacMillan. 1997 21. Standar Kompetensi Dokter. Konsil Kedokteran Indonesia 2006. 26
22. Amin Z, H E Khoo. Basics in Medical Education. National University of Singapore: World Scientific Publishing; 2003. pp 105-112 23. Friedman B D, Davis M H, Harden R M, Howie P W, Ker J, Pippard M J. AMEE Medical Education Guide No 24: Portfolios as a method of student assessment. Centre for Medical Education, University of Dundee. Medical Teacher 2001; vol 23 (2): 53550 24. Redman W. Portfolio for development a guide for trainers and manager. London 2002; 4: 146-69 25. Amin Z, Y S Chong, H E Khoo. Practical Guide to Medical Student Assessment. Singapore: World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd; 2006. pp 88-89
27