LAPORAN AKHIR PKM-T
Penerapan Teknologi Pengolahan Jerami Nangka (Artocarpus heterophyllus) menjadi Nata sebagai Solusi Penanganan dan Pengolahan Limbah Industri Keripik Nangka PT Agrijaya Indotirta
DIUSULKAN OLEH Andrian Wahyu Jati (0811030006 / 2008) Annisa Nur Miladiyah (0811010100 / 2008) Herlia Nurfitri Said (0811010044 / 2008) Malariantika Yulianggi (0811030048 / 2008) Irvan Adhin Cholilie (0911030022 / 2009)
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2011
i
Penerapan Teknologi Pengolahan Jerami Nangka (Artocarpus heterophyllus) menjadi Nata sebagai Solusi Penanganan dan Pengolahan Limbah Industri Keripik Nangka PT Agrijaya Indotirta Andrian Wahyu jati(1), Annisa Nur Miladiyah(2), Herlia Nurfitri S(3) Malariantika Yulianggi(4), Irvan Adhin Cholilie(5) Dosen Pembimbing: Prof.Dr.Ir.Sri Kumalaningsih,M.App.Sc(6) (1) Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya / NIM 0811030006 (2) Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya / NIM 0811010100 (3) Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya / NIM 0811010044 (4) Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya / NIM 0811030048 (5) Mahasiswa Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya / NIM 0911030022 (6) Dosen Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya / NIP. 19420426 196804 2 001
ABSTRAK PT Agrijaya Indotirta adalah salah satu industri keripik nangka yang berada di Malang. Limbah yang dihasilkan pada proses produksi keripik nangka terdiri dari kulit (15%), biji (10%), dan jerami nangka (15%). Kandungan karbohidrat pada jerami nangka terdiri dari glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, serat dan pectin yang jumlahnya mencapai 15,87% (Nisa, 1998). Pengolahan jerami nangka menjadi nata merupakan salah satu usaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan buah nangka sekaligus sebagai solusi penanganan dan pengolahan limbah produksi keripik nangka pada PT Agrijaya Indotirta. Penerapan teknologi pembuatan nata jerami nangka diharapkan dapat memenuhi syarat kelayakan untuk dikembangkan dalam skala industri dan dapat meningkatkan keuntungan baik secara finansial maupun sosial pada PT Agrijaya Indotirta. Tujuan penerapan teknologi pengolahan limbah nangka berupa jerami nangka adalah untuk mengetahui kemampuan jerami nangka dalam menghaasilkan nata. Selain itu, penerapan teknologi ini dianalisa secara finansial untuk mengetahui tingkat kelayakan teknologi ketika dikembangkan dalam skala industri. Penerapan teknologi penanganan dan pengolahan jerami nangka menjadi nata secara finansial layak dikembangkan dalam skala industri dengan nilai Benefit Cost Ratio usaha yang mencapai 1,37 membuat penerapan teknologi pengolahan limbah jerami nangka layak untuk dikembangkan dalam skala industri dengan nilai pengembalian modal selama 6 bulan 22 hari. Kualitas nata yang dihasilkan mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan nata de coco, nata de soya dan nata de pina dari segi kandungan serat dan ketebalan pelikel nata yang dihasilkan. Kata kunci: jerami nangka, nata, penanganan, pengolahan, limbah
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan karya tulis yang berjudul Penerapan Teknologi Pengolahan Jerami Nangka (Artocarpus heterophyllus) menjadi Nata sebagai Solusi Penanganan dan Pengolahan Limbah Industri Keripik Nangka PT Agrijaya Indotirta. Penyusunan karya tulis ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penyusun ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada : 1. Ibu Prof.Dr.Ir.Sri Kumalaningsih,M.App.Sc selaku dosen pembimbing 2. Bapak Dr. Ir. Wignyanto, MS selaku Ketua Jurusan Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya 3. Ibu Dr.Ir. Elok Zubaidah, MP selaku Pembantu Dekan III Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya 4. Teman-teman seperjuangan di FTP dan ARSC 5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini Penyususn menyadari karya tulis ini masih ada kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun penyusun harapkan demi perbaikan di waktu yang akan datang. Akhirnya, penyususn berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat serta memperkaya khasanah pengetahuan bagi semua pihak.
Malang, 27 Mei 2011
Tim Penyusun
iii
1
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Buah nangka (Artocarpus heterophyllus) merupakan produk hortikultura yang dapat dikonsumsi sebagai buah segar maupun dalam bentuk olahan. Menurut Widyastuti (1993) nangka mempunyai tingkat adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lahan dan dapat menghasilkan buah sepanjang tahun. Berdasarkan data Dinas Provinsi Jawa Timur diketahui bahwa produktivitas buah nangka di Kabupaten Malang tahun 2007 mencapai 20.571 ton yang sebagian besar diolah menjadi keripik nangka. PT Agrijaya Indotirta adalah salah satu industri keripik nangka yang berada di Malang. Buah nangka yang diolah dalam satu hari bias mencapai 7 ton. Dari jumlah tersebut diketahui bahwa 40% bagiannya merupakan limbah proses produksi yang belum termanfaatkan. Limbah yang dihasilkan pada proses produksi keripik nangka terdiri dari kulit (15%), biji (10%), dan jerami nangka (15%). Penanganan limbah produksi keripik nangka yang selama ini dilakukan oleh PT Agrijaya Indotirta adalah dengan membuang biji dan kulit nangka, sedangkan sebagian kecil jerami nangka diambil oleh masyarakat sekitar untuk dijadikan pakan ternak karena memiliki nutrisi yang dapat memenuhi kebutuhan ternak diantaranya adalah protein dan karbohidrat. Kandungan karbohidrat pada jerami nangka terdiri dari glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, serat dan pectin yang jumlahnya mencapai 15,87% (Nisa, 1998). Karbohidrat yang terdapat pada jerami nangka dapat dimanfaatkan oleh bakteri Acetobacter xylinum sebagai nutrisi untuk membentuk serat-serat selulosa atau yang biasa disebut dengan pelikel nata. Menurut Susanto (1994), nata merupakan suatu zat yang menyerupai gel, tidak larut dalam air dan terbentuk pada permukaan media fermentasi air kelapa dan sari buah lainnya. Proses pembentukan pelikel nata oleh Acetobacter xylinum dipengaruhi oleh konsentrasi gula pada substrat. Semakin tinggi konsentrasi gula pada substrat, maka pelikel nata yang dihasilkan juga akan semakin tebal karena semakin banyak sumber karbon yang tersedia untuk membentuk serat selulosa. Selain gula, Acetobacter xylinum juga membutuhkan mineral untuk mengaktifkan enzim kinase pada metabolism dalam sel untuk menghasilkan selulosa. Menurut Kuswanto dan Sudarmaji (1997) bahwa mineral yang dapat ditambahkan ke dalam substrat adalah (NH4)2S)4, MgSO4, K2HPO4 dan lainnya. Pengolahan jerami nangka menjadi nata merupakan salah satu usaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan buah nangka sekaligus sebagai solusi penanganan dan pengolahan limbah produksi keripik nangka pada PT Agrijaya Indotirta. Penerapan teknologi pembuatan nata jerami nangka diharapkan dapat memenuhi syarat kelayakan untuk dikembangkan dalam skala industri dan dapat meningkatkan keuntungan baik secara financial maupun social pada PT Agrijaya Indotirta. 1.2. Perumusan Masalah 1. Apakah jerami nata dapat dibuat menjadi nata ? 2. Apakah teknologi pengolahan jerami nangka menjadi nata layak secara finansial untuk dikembangkan pada skala industri ?
1
2
1.3. Tujuan Program 1. Mengetahui proses pembuatan nata dari jerami nangka. 2. Mengetahui kelayakan teknologi pembuatan nata jerami nangka secara finansial dalam skala industri. 1.4. Luaran yang Diharapkan 1. Jerami nangka dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan nata. 2. Penerapan teknologi pembuatan nata jerami nangka layak secara finansial. 1.5. Kegunaan Program 1. Memberikan informasi tentang pemanfaatan jerami nangka sebagai bahan baku nata. 2. Meningkatkan nilai tambah pada jerami nangka yang selama ini hanya dijadikan pakan ternak. 3. Dalam jangka menengah diharapkan dapat meningkatkan income PT Agrijaya Indotirta. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nangka Tanaman nangka merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah tropik beriklim lembab di katulistiwa. Ketinggiannya antara 400-1200 m diatas permukaan laut, curah hujan tahunan 1500 mm, jenis tanah aluvial, liat berlempung, tahan naungan dan toleran terhadap pH rendah (tanah asam) (Ashari, 1995). Menurut Widyastuti (1993) nangka mempunyai tingkat adaptasi yang tinggi terhadap kondisi lahan seburuk apapun ehingga dipilih sebagai tanaman penghijauan di lahan kritis. Menurut Setijadi (1997), taksonomi tanaman nangka adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Divisio :Spermatophyta Sub Divisio : Angiospermae Klas : Dicotyldoneae Sub klas : Archicelomydae Ordo : Urticales Famili : Moraceae Genus : Ortocarpus Spesies : Artocarpus heterophyllus Link 2.2. Jerami Nangka Menurut Widyastuti (1993), buah nangka (Artocarpus heterophyllus Link) merupakan rangkaian majemuk yang terdiri dari berbagai komponen buah, selain dipanen saat matang buah nangka juga dipanen saat masih muda. Satu buah nangka yang sebenarnya biasa disebut dengan nyamplungan (jawa) dan didalmnya berisi biji. Diantara nyamplungan (jawa) tersebut terdapat dami/serabut/jerami yang merupakan bunga yang tidak mengalami penyerbukan. Nangka masih muda seluruh bagian buahnya dapat dimanfaatkan bersama-sama yaitu daging buah, biji, dan jerami, sedangkan pada nangka matang jerami tersebut ada yang tebal berukuran besar dan rasanya manis sehingga dapat juga dimakan. Adapu;a jerami nangka yang kecil dan rasanya tidak manis sehingga tidak enak dimakan.
2
3
Tabel 1. Kandungan Zat Gizi Jerami Nangka Komposisi Kandungan (%) Air 76,24 Abu 0,53 Protein 1,30 Lemak 6,06 Karbohidrat 15,87 Sumber : Nisa (1998) Air merupakan komponen terbanyak yang menyusun jerami nangka. Selebihnya merupakan bahan kering yang tersusun oleh karbohidrat. Karbohidrat ini menurut Widyastuti (1993) terdiri dari glukosa, fruktosa, sukrosa, pati, serat dan pektin. Nisa (1998) menambahkan, kandungan gula yang ada pada bagian limbah nangka adalah sebagai berikut : Tabel 2. Kandungan Gula Limbah Nangka Komponen Gula Reduksi (%) Gula Terlarut (%) Jerami 10,97 49,21 Kulit 8,54 43,10 Hati 22,65 19,23 Biji 28,20 37,92 Sumber : Nisa (1998) 2.3. Nata Nata merupakan hasil dari metabolit primer. Metabolit primer adalah persenyawaan-persenyawaan yang merupakan produk akhir atau produk antara yang dihasilkan dari metabolisme sel yang mempunyai bobot molekul yang lebih besar atau dikonversikan menjadi koenzim (Judoamidjojo dkk, 1990). Tinggi rendahnya kadar air nata berpengaruh pada tingkat kekenyalan (Ketaren, 1981). Sedangkan Benson (1982) melaporkan bahwa kekenyalan nata tergantung dari kondisi yang diperlukan. Nata yang dikeringkan menjadi berbentuk kulit tipis transparan dan keras. Sampai saat ini belum ada yang mampu merehidrasi nata tersebut. Menurut penelitian Damayanti (2001) nata dapat digunakan sebagai pengemas sekunder atau tersier karena kandungan selulosanya yang tinggi. Produk nata yang umum dikenal adalah nata de coco, yang terbuat dari air kelapa. Nata de coco adalah sejenis agar-agar yang mula-mula dihasilkan oleh beberapa daerah di Filipina (Rahadiyanto, 2001). Nata de coco adalah makanan yang berbentu gel, kenyal dan berwarna putih bening dari air kelapa dengan bantuan mikroba, yang dapat dikonsumsi dalam bentuk campuran minuman, kuekue dan dapat diawetkan dalam bentuk nata sirup. Produk ini juga dapat digunakan sebagai pencampur es krim, koktail buah, sirup dan makanan ringan lainnya (Damayanti 2001). 2.4. Bakteri Pembentuk Nata Starter yang digunakan dalam pembuatan nata adalah Acetobacter xylinum. Menurut Susanto (1990) definisi starter adalah suatu kultur bakteri yang digunakan untuk memulai pertumbuhan bakteri dalam suatu proses fermentasi. Menurut Kuswanto (1997), bakteri pembentuk nata adalah Acetobacter xylinum. Bakteri ini digolongkan dalam ordo Pseudomonasdales famili Acetobacteraceae genus Acetobacter, spesies xylinum. Sedangkan Krieg and Holt 3
4
(1994) menyatakan, Acetobacter xylinum merupakan sub spesies dari Acetobacter aceti. Ciri-ciri Acetobacter xylinum antara lain berbentuk elips samapi batang, lurus atau melingkar, berukuran 0,6-0,8 μ , motil atau non motil, hidup sendiri atau berpasangan membentuk rantai, tidak membentuk endospora, mengoksidasi asam asetat dan asam laktat, membentuk CO2 dan H2O, tidak menghidrolisis laktosa dan tepung. Temperatur optimum pertumbuhannya 25-30ºC, selnya dikelilingi oleh selubung eksternal mikrofibril selulosa (Holt et al, 1994). 2.5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Nata Menurut Judoamidjojo et al (1991), fackor-faktor yang mempengaruhi fermentasi adalah kadar gula, oksigen, pH medium, CO2, nitrogen, mineral, faktor tumbuh, suhu, tekanan medium, dan tekanan udara. Keberhasilan pembentukan pelikel nata dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu nutrisi yang meliputi sumber karbon dan nitrogen, keasaman medium, suhu inkubasi, umur kultur, dan jumlah inokulum yang ditambahkan (Atih, 1979). 2.5.1. Sumber Karbon Komponen penyusun medium untuk proses fermentasi harus lengkap sesuai dengan kebutuhan mikroba. Gula digunakan sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan mikroba. Menurut Rahman (1989), gula yang dapat diguanakan adalah fruktosa, glukosa, sukrosa, dan sorbitol. Masing-masing jenis gula tersebut mempunyai sifat fisik dan kimia yang berbeda, misalnya dalam tingkat kemanisan, kelarutan dalam air, energi yang dihasilkan, dan mudah tidaknya difermentasi oleh mikroba tertentu. 2.5.2. Nutrisi lainnya Bahan organik lain selain unsur karbon yang harus ada dalam medium fermentasi adalah unsur nitrogen yang berguna untuk menyusun protoplasma. Pada umunya bakteri membutuhkan zat-zat organik seperti garam-garam yang mengandung Na, K, Ca, Mg, Fe, Cl, S, P, sedangkan pada spesies tertentu masih membutuhkan tambahan mineral seperti Mn dan Mo (Dwidjoseputro, 1984). 2.5.3. Oksigen Oksigen dalam fermentasi aerob dapat dipandang sebagai zat nutrisi yang penting tetapi oksigen mempunyai kelarutan yang sangat kecil yaitu kurang dari 10 mg/liter, sehingga suplai oksigen yang kontinyu (aerasi) sangat diperlukan untuk mencukupi kebutuhan oksigen bagi mikroba (Wibowo dkk, 1988). Berhubungan dengan hal itu, Sa’id (1987) menyatakan bahwa oksigen merupakan gas yang larut dalam air dan akibatnya diperlukan transfer oksigen secara berkesinambungan dari permukaan medium ke dalam medium. Oksigen biasanya diberikan dalam kultur mikroba dalam bentuk udara (bukan oksigen murni) karena udara merupakan sumber oksigen yang sangat melimpah di alam. 2.5.4. pH Medium Fermentasi Menurut Smith (1992), mengatakan bahwa kisaran pH untuk fermentasi nata 3,6 – 6,0. Pada pH 4,0 lapisan nata mulai terbentuk setelah hari ketiga, sedangkan pada pH 3,5 – 5,5 dan 6,0 baru terbentuk setelah hari kelima. Lapisan nata paling tebal terbantuk pada pH 4,0. Sedangkan menurut Palungkun (1993), asam cuka yang ditambahkan sampai mencapai pH 4,5 dan menurut Saono et al (1986) pH yang digunakan adalah 3,9 – 5,5. Menurut Astawan (1991), pH untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum berkisar antara 4,0 – 5,0.
4
5
III. METODE PENDEKATAN 3.1. Diagram Alir Pelaksanaan Program
Gambar 1. Diagram Alir Pelaksanaan Program 3.2. Proses Pembuatan Nata Jerami Nangka Penelitian dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap pembuatan sari jerami nangka sesuai dengan proporsi air pengekstrak yang telah ditentukan, pembuatan nata, dan analisa. 3.2.1 Tahap Pembuatan Sari Jerami Nangka 1. Jerami dicuci dan ditiriskan 2. Jerami ditimbang dan dilakukan pengecilan ukuran dengan cara dipotong-potong. 3. Jerami yang sudah dipotong kemudian dihancurkan dengan blender hingga diperoleh bubur jerami nangka. 4. Bubur jerami nangka ditambah air sesuai dengan proporsi air pengekstrak yang telah ditentukan kemudian diaduk rata. 5. Bubur jerami nangka disaring dengan kain saring sebanyak tiga kali sehingga diperoleh filtrate jerami nangka. 3.2.2 Tahap Pembuatan Nata 1. Sari jerami nangka dengan proporsi air pengekstrak 1:2 dan 1:3 dimasukkan ke dalam panci dan ditambahkan sukrosa (0%, 5%, dan
5
6
10%) serta nutrisi lainnya seperti MgSO4 0,03%, ekstrak yeast 0,03%, Ammonium sulfat 0,15% dan K2HPO4 untuk kemudian dipanaskan pada suhu 100ºC selama 15 menit. 2. Penambahan asam asetat glacial sampai mencapai pH 4 kemudian dituang ke dalam wadah fermentasi steril dan ditutup dengan kertas koran yang sebelumnya sudah disterilkan terlebih dahulu kemudian didinginkan sampai suhu 28-30ºC selama 24 jam. 3. Diinokulasi starter Acetobacter xylinum sebanyak 10% (v/v) dalam ruang steril “laminar flow” dan kemudian difermentasi selama 14 hari pada suhu kamar dan pada ruang yang gelap lalu dilakukan pemanenan. IV. PELAKSANAAN PROGRAM 4.1. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Program Penerapan teknologi pengolahan jerami nangka menjadi nata dilaksanakan mulai bulan Februari sampai Mei 2011 di PT Agrijaya Indotirta, Jalan Abdurrahman Saleh nomor 15, Kabupaten Malang. 4.2. Kebutuhan Mesin dan Peralatan Mesin yang dibutuhkan dalam nata jerami nangka antara lain, autoclave, inkubator, mesin penghancur (blender), dan pasteurizer. Sedangkan peralatan yang dibutuhkan antara lain timbangan, kain saring, dan wadah plastik untuk fermentasi. 4.3. Kebutuhan Bahan Baku dan Bahan Tambahan Bahan baku yang dibutuhkan dalam pembuatan nata adalah jerami nangka yang diperoleh dari PT Agrijaya Industri jalan Abdurrahman Saleh 15 Malang, sedangkan starter Acetobacter xylinum diperoleh dari Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Brawijaya. Bahan tambahan kimia meliputi MgSO2, K2HPO4, dan (NH4)2SO4 yang diperoleh dari took bahan kimia Panadia. 4.4. Jadwal Faktual Pelaksanaan Program Feb Maret April Mei Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Persiapan Produksi Analisa Data Penulisan Laporan 4.5. Realisasi Biaya Rekapitulasi Biaya Jenis Jumlah 1. Bahan habis pakai Rp.1.576.500,00 2. Peralatan penunjang Rp.1.817.000,00 3. Lain-lain Rp.1.577.570,00 Total Rp. 4.971.070
Rincian biaya terdapat pada Lampiran 3.
6
7
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penerapan Teknologi Pengolahan Limbah Jerami Nangka Penerapan Teknologi Pengolahan Jerami Nangka (Artocarpus heterophyllus) menjadi Nata sebagai Solusi Penanganan dan Pengolahan Limbah Industri Keripik Nangka PT Agrijaya Indotirta adalah seberapa besar upaya dan usaha kita dalam menerapkan teknologi pengolahan limbah pada perusahaan yang terkait terutama tenaga kerja langsung yang terkait dengan limbah keripik nangka. Teknologi yang diterapkan tidak selalu identik dengan alat atau mesin yang digunakan dalam menerapkan suatu hal yang baru akan tetapi, metode atau cara yang efektif dan efisien juga dapat digunakan dalam memudahkan kelancaran produksi penanganan limbah yang terkait. Metode yang digunakan adalah metode fermentasi dengan bantuan bakteri Acetobacter xylinum dengan mengubah glukosa yang tekandung di dalam suatu bahan menjadi selulosa atau lembaranlembaran putih yang halus berupa nata. Nata tersebut memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga mampu memenuhi kebutuhan serat pengkonsumsinya. 5.2. Perancangan Tata Letak Fasilitas Produksi Ruang produksi nata de carpus untuk sementara masih berada dalam satu ruangan yang digunakan untuk proses ekstraksi, pencampuran starter dan inkubasi. Hal ini dikarenakan keterbatasan tempat yang ada di PT Agrijaya Indotirta karena selama ini tidak ada ruang untuk pengolahan limbah jerami nangka.
Gambar 2. Tempat Pencucian dan Inkubasi Nata Gambar 2 merupakan kondisi ruang produksi nata. Gambar sebelah kiri merupakan tempat pencucian jerami nangka dan peralatan. Sedangkan gambar sebelah kanan merupakan tempat fermentasi nata yang dikondisikan steril dengan ditutup kardus untuk mengkondisikan keadaan gelap selama fermentasi. Untuk rancangan tata letak fasilitas dan proses produksi nata dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Tata Letak Fasilitas Produksi Nata Jerami Nangka
7
8
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa dalam satu ruang produksi terdapat enam stasiun yang digunakan untuk mengolah limbah jerami nangka menjadi nata. Penempatan stasiun produksi diletakkan pada bagian tepi ruangan sehingga bagian tengah ruang kosong yang digunakan sebagai tempat perpindahan. Keenam stasiun produksi tersebut terdiri dari stasiun pencucian, penimbangan, ekstraksi, blanching dan homogenasi, inokulasi dan fermentasi. Stasiun pencucian digunakan untuk mencuci jerami nangka yang sudah di sortasi, mencuci peralatan, mencuci nata yang telah difermentasi selama 14 hari dan perendaman nata yang bertujuan untuk menghilangkan rasa dan aroma asam pada nata. Stasiun penimbangan digunakan untuk menimbang bahan baku yaitu jerami nangka dan bahan tambahan lainnya. Stasiun ekstraksi digunakan untuk menghasilkan ekstrak jerami nangka sebelum dicampur dengan bahan tambahan dan starter. Stasiun blanching dan homogenasi digunakan untuk proses blanching jerami nangka guna menghilangkan getah yang menempel dan homogenasi ekstrak jerami nangka dengan bahan tambahan beserta pasteurisasi untuk mensterilkan medium yang akan difermentasi. Stasiun inokulasi digunakan untuk mencampurkan starter Acetobacter xylinum. Ruangan ini dikondisikan steril dengan cara mengusapkan alcohol ke peralatan yang akan digunakan. Stasiun fermentasi digunakan untuk proses fermentasi nata selama 14 hari. Stasiun fermentasi didesain dengan tumpukan kardus untuk menghindarkan produk dari gangguan luar. 5.3. Nata Jerami Nangka dan Pengembangannya Dilihat dari segi keramahan lingkungan, teknologi pengolahan limbah jerami nangka menjadi nata layak untuk dikembangkan. Jerami nangka yang merupakan limbah organik, dapat menghasilkan gas metana apabila dibuang ke alam yang sedikit banyak menyumbang terhadap penipisan lapisan ozon. Selain itu, PT Agrijaya yang selama ini belum mempunyai pengolahan limbah jerami nangka dapat memperoleh keuntungan dari penerapan teknologi ini. Ketika diproduksi dalam skala industri, tentunya nata yang dihasilkan dari limbah jerami nangka harus memiliki kualitas yang minimal sama dengan produk yang sudah ada dan mempunyai keunikan tersediri. Dari segi keunikan, nata jerami nangka tidak berbeda dengan nata dari bahan lainnya. Akan tetapi dari segi produksi, nata jerami nangka mempunyai keunggulan yaitu tidak adanya penambahan gula yang dibutuhkan oleh Acetobacter xylinum untuk membentuk pelikel nata. Menurut Nisa (1998), jerami nangka memiliki kandungan gula terlarut sebesar 49,21% yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bakteri Acetobacter xylinum dalam pembentukan pelikel nata. Tidak adanya penambahan gula membuat penurunan pada biaya produksi yang berpengaruh terhadap Harga Pokok Penjualan (HPP). Dengan HPP yang kecil, maka produk nata dari limbah jerami nangka dapat dijual dengan harga yang lebih murah dengan kualitas yang sama. Penerapan Teknologi pengolahan jerami nangka menjadi nata tidak hanya sekedat mengolah jerami nangka, tetapi bagaimana agar produk yang dihasilkan dari limbah memiliki daya tarik bagi konsumen yang secara langsung akan meningkatkan keuntungan bagi PT Agrijaya Indotirta. Untuk memberikan daya tarik terhadap konsumen, nata yang dihasilkan dikemas dalam cup seperti dalam
8
9
Gambar 4. Selain dalam kemasan cup, nata juga dikemas dalam plastik berupa nata potongan atau lembaran.
Gambar 4. Kemasan Cup Nata Jerami Nangka
Gambar 5. Desain Kemasan Nata Lembaran Kemasan nata cup maupun lembaran dibuat dengan warna dasar hijau yang mengartikan bahwa produk ini dibuat dengan konsep pelestarian lingkungan dengan memafaatkan limbah industri keripik nangka. Arti dari tulisan “Kenyal dan Lezat” berdasarkan pada karakteristik nata yang kenyal dan tentunya lezat. Adanya logo MUI, BPOM dan SNI menandakan bahwa nata de peel halal dan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bagian belakang kemasan nata lembaran dibuat transparan agar produk dapat dilihat konsumen secara langsung. Terdapat juga informasi mengenai kandungan produk dalam tiap satuan berat. Selain itu terdapat pula informasi mengenai tidak adanya penggunaan bahan pewarna yang berbahaya bagi konsumen. Semua desain kemasan dibuat sejujur mungkin agar tidak terjadi pembohongan publik. Pengemasan nata dalam cup dilakukan dengan menggunakan cup sealer yang berada di Laboratorium Rekayasa Agroindustri Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Proses pengemasan dan produk dalam kemasan cup dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Proses Pengemasan Nata dalam Cup. Untuk mengetahui kelayakan penerapan teknologi ini dalam skala industri, maka dilakukan analisis finansial berdasarkan faktor-faktor dan biaya yang dibutuhkan. Dengan kapasitas produksi sebesar 40 kg perhari diperoleh nata lembaran sebanyak 90,36 kg yang dikemas dalam dua bentuk produk yaitu kemasan cup dan plastic 500 gram. Setelah dilakukan analisis kelayakan di peroleh Harga Pokok Penjualan sebesar Rp 808,82 yang kemudian dijual dengan harga Rp 1.300, sehingga keuntungan yang didapatkan sebesar Rp 491,18 per cup.
9
10
Nilai Benefit Cost Ratio usaha yang mencapai 1,37 membuat penerapan teknologi pengolahan limbah jerami nangka layak untuk dikembangkan dalam skala industri dengan nilai pengembalian modal selama 6 bulan 22 hari. 5.4. Perbandingan Nata de Carpus dengan Nata lain Untuk mengetahui kualitas nata dari jerami nangka, maka dilakukan perbandingan dengan nata dari bahan lain diantaranya dari air kelapa, limbah tahu dan dari kulit nenas. Perbandingan kualitas nata yang diamati adalah kadar air, sera kasar, dan ketebalan seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Nata de Carpus dengan Nata Lain Parameter Kadar air (%) Serat Kasar (%) Ketebalan (cm)
Nata de Carpus 96,14 3,54 1,58
Nata de coco 95,00 2,75 1,50
Nata de soya 98,16 1,52 0,85
Nata de pina 98,00 2,50 1,20
Berdasarkan pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa kandungan dalam nata de carpus tidak kalah dengan nata lainnya. Kandungan serat kasar dalam nata de carpus mencapai 3,54% dimana nilai tersebut merupakan nilai tertinggi daripada nata yang lain. Ketebalan nata yang dihasilkan juga mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan nata yang lainnya yaitu 1,58 cm. Sedangkan untuk kadar air dalam nata de carpus yang mencapai 96,14% masih berada di bawah nata de soya dan nata de pina. VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan kegiatan-kegiatan yang telah dianalisa, dapat disimpulkan bahwa : 1. Limbah Industri keripik buah nangka berupa jerami nangka yang dibuang oleh PT Agrijaya Indotirta dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan nata. 2. Penerapan teknologi penanganan dan pengolahan jerami nangka menjadi nata secara finansial layak dikembangkan dalam skala industri dengan nilai Benefit Cost Ratio usaha yang mencapai 1,37 membuat penerapan teknologi pengolahan limbah jerami nangka layak untuk dikembangkan dalam skala industri dengan nilai pengembalian modal selama 6 bulan 22 hari. 3. Kualitas nata yang dihasilkan mempunyai kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan nata de coco, nata de soya dan nata de pina dari segi kandungan serat dan ketebalan pelikel nata yang dihasilkan. 6.2. Saran 1. Perlu diadakan pelatihan kepada masyarakat sekitar PT Agrijaya Indotirta dalam pembuatan nata untuk dapat meningkatkan penghasilan. VII. DAFTAR PUSTAKA Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI Press. Jakarta. Astawan, M dan Mita. 1991. Teknologi Pangan Hasil Fermentasi. Akademika Pressindo. Jakarta. 10
11
Atih, S.H. 1979. Pengolahan Air Kelapa. Buletin Himpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia. Bogor. Benson, A. B. and J.R.Velasco. 1982. Coconut Production and Utilization. Philipine Coconut Research and Development Faoundation Inc. Manila. Damayanti, R.P. 2001. Pembuatan Nata Sari Buah Pepaya (Carica papaya L) Tinjauan dari pH Awal dan Konsentrasi Sukrosa. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya; Malang. Dwidjosaputro, S. 1984. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta Holt, J.G., N.R.Krieg and Sneath, J.T. 1994. Bergey’s Manual of Determinativ Bacteriology. International Edition. William and Walkins. Baltimore. Judoamidjojo, R.M., A.A. Darwis dan E.G. Sa’id. 1992. Teknologi Fermentasi. PAU-Bioteknologi IPE. Rajawali Press. Jakarta. Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. UI Press. Jakarta. Kuswanto, K.R dan S. Sudarmaji. 1997. Proses-proses Mikrobiologi Pangan (PAU). Pangan dan Gizi, Universitas Gajah Mada; Yogyakarta. Nisa, I.A. 1998. Evaluasi Nilai Kecernaan Bahan Organik (KcBO) dan Energi Metabolis (EM) Limbah Buah Nangka (Artocarpus heterophylus Link) Melalui Pengukuran Produksi Gas secara IN VITRO. Skripsi Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya; Malang. Palungkun, R. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. Rahadiyanto, F. 2001. Pembuatan Nata de Aqua Tinjauan dari Jenis dan Konsentrasi Sumber Nitrogen (Urea, NPK, ZA). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya; Malang. Rahman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta. Sa’id, G. 1987. Bioindustri Penerapan Teknologi Fermentasi. PAU Bioteknologi IPB. Bogor. Saono, S., R.R, Hill and B,Bdhamcharee. 1986. A Concise Handbook of Fermented Food. LIPI. Jakarta. Setiadji, S. 1997. Buah-Buahan. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. Bogor. Smith, C.A and Wood E.J. 1992. Molecular and Biochemestry. Champan and Hall. New York. Susanto, T dan B, Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu. Surabaya. Susanto, T. 1990. Ilmu Pangan dan Gizi. Universitas Brawijaya. Malang. Wibowo, D.D, Sardjono., D, Haryono dan D, Wijono. 1988. Prinsip-Prinsip Teknologi Fermentasi. PAU Pangan dan Gizi. Proyek Peningkatan Pengembangan Perguruan Tinggi UGM. Yogyakarta. Widyastuti, Y.E. 1993. Nangka dan Cimpedak, Ragam dan Jenis Pembudidayaan. Penebar Swadaya. Jakarta.
11
12
Lampiran 1. Prosedur Analisis 1. Analisa pH (Yuwono dan Susanto, 1998) Analisa pH dengan menggunakan pH meter. Sampel yang telah dihomogenkan (medium fermentasi) diambil sekitar 30 ml dan ditempatkan dalam beaker glass ukuran 50 ml. Sebelum digunakan, alat dikalibrasi menggunkan buffer pH 7 dan 4, kemudian dibersihkan menggunakan aquades selanjutnya dilakukan pengukuran pH sampel. Setiap akan dilakukan pengukuran pH sample yang lain, pH meter sebelumnya dibersihkan dengan aquades. 2. Analisa Serat Kasar (Sudarmadji dkk, 1984) Menimbang 2 gram sample, dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambahkan 200 ml larutan H2SO4 mendidih, ditutup dengan pendingin balik kemudian dididihkan selama 30 menit. Suspense disaring dengan kertas saring, residu yang tertinggal dalam Erlenmeyer dicuci dengan aquades mendidih sampai tidak bersifat asam lagi. Residu dalam kertas saring dimasukkan kembali ke dalam Erlenmeyer dengan bantuan spatula, dicuci dengan NaOH mendidih. Sebanyak 200 ml sampai semua residu mesuk ke dalam Erlenmeyer kemudian didihkan dengan pendingin balik selama 30 menit. Disaring dengan kertas saring yang telah diketahui berat konstannya sambil dicuci dengan K2SO4 10% residu dicuci dengan aquades mendidih dan 15 ml alcohol 95%. Kertas saring dikeringkan di oven, berat residu sama dengan berat serat kasar. 3. Analisa Ketebalan (Yuwono dan Susanto, 1998) Meniriskan nata selama 10 menit. Mengukur ketebalan nata pada beberapa sisi dengan menggunakan jangka sorong. Mengukur rata-rata hasil pengukuran.
12
13
Lampiran 2. Rincian Penggunaan Biaya 1. Bahan Habis Pakai Jenis 1. Gula (Uji Pendahuluan) 2. Sifon 3. P. DZ 30 4. P. DZ 36 5. Lap 6. Sendok 7. Asam Acetat 8. K2HPO4 9. MgSO4 10. Urea 11. Acetobacter xylinum 12. Cup 13. Plastik cup 2. Peralatan Penunjang Jenis 1. Kain saring 2. Ember 3. Loyang 4. Gunting 5. Spidol permanent 6. Label 7. Sarung tangan 8. Masker 9. Pisau kecil 10. Pisau besar 11. Blender 12. Timbangan 13. Kompor Gas 14. Tabung Gas 3 kg
Biaya satuan Rp. 12.000/kg Rp. 14.000/m Rp. 45.000/buah Rp. 85.000/buah Rp. 3000/buah Rp. 10.000/lusin Rp. 550/ml Rp. 850/gr Rp. 850/gr Rp. 5.000/bungkus Rp. 20.000/botol Rp. 200/pcs Rp. 17.500/gulung Total
Jml digunakan 2 kg 1m 1 buah 1 buah 4 buah 1 lusin 500 ml 370 gr 370 gr 6 bungkus 19 botol 100 buah 3 buah
Biaya Rp. 24.000,00 Rp. 14.000,00 Rp. 45.000,00 Rp. 85.000,00 Rp. 12.000,00 Rp 10.000,00 Rp. 275.000,00 Rp. 314.500,00 Rp 314.500,00 Rp 30.000,00 Rp 380.000,00 Rp 20.000,00 Rp. 52.500,00 Rp. 1.576.500,00
Biaya satuan Rp. 14.000/m Rp. 45.000/unit Rp 12.000/unit Rp. 7.500/unit Rp. 7.500/unit Rp. 3.000/pcs Rp. 2.000/unit Rp. 1.500/unit Rp. 9.000/unit Rp. 12.000/unit Rp 225.000/unit Rp. 50.000/unit Rp.475.000/unit Rp. 15.000/unit Total
Jml digunakan 5 7 30 4 2 4 20 40 3 4 1 1 1 6
Jumlah Rp. 70.000,00 Rp. 315.000,00 Rp. 360.000,00 Rp. 30.000,00 Rp. 15.000,00 Rp. 12.000,00 Rp. 40.000,00 Rp. 60.000,00 Rp. 27.000,00 Rp. 48.000,00 Rp. 225.000,00 Rp. 50.000,00 Rp. 475.000,00 Rp. 90.000,00 Rp.1.817.000,00
3. Lain-lain Jenis
Biaya satuan
1. Transportasi pembelian bahan kimia dan lainnya 2. Kertas A4 3. Print hitam Rp. 300/lbr 4. Print warna Rp. 1.500/lbr 5. Plastik klip 6. Sewa laboratorium Rp. 30.000/lembur 7. Konsumsi Rp. 9.000/unit 8. Biaya Sablon 9. Komunikasi 10.CD-RW+materai 11.Label CD 12.Tempat CD Total
Jml digunakan 280 200 16 29
Jumlah Rp. 250.000,00 Rp. 32.000,00 Rp. 84.000,00 Rp. 300.000,00 Rp. 5.000,00 Rp. 140.170,00 Rp. 272.400,00 Rp. 261.000,00 Rp. 200.000,00 Rp. 30.000,00 Rp. 6.000,00 Rp. 9.000,00 Rp. 1.557.570,00
13
14
Lampiran 3. Surat Pernyataan Kerjasama SURAT PERNYATAAN KESEDIAAN BEKERJASAMA DARI PT AGRIJAYA INDOTIRTA DALAM PELAKSANAAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA Yang bertanda tangan di bawah ini
:
Nama Jabatan di Perusahaan Nama Perusahaan Bidang Usaha Alamat Usaha
: : : : :
Ir. Heri Suharto Direktur Produksi PT Agrijaya Indotirta Industri Keripik Nangka Jalan Abdurrahman Saleh 15 Malang Tlp. 0341 9969567
dengan ini menyatakan Bersedia Untuk Bekerjasama dengan kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari :
pelaksana
DIRJEN PENDIDIKAN TINGGI (DIKTI) guna membantu menyelesaikan permasalahan industri kami dan sudah disepakati bersama sebelumnya. Ketua Pelaksana Kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa dimaksud adalah : Nama NIP Jurusan Fakultas
: : : :
Andrian Wahyu Jati 0811030006 Teknologi Industri Pertanian Teknologi Pertanian
Bersama ini pula kami nyatakan dengan sebenarnya bahwa di antara Industri/Pengusaha dan Pelaksana Kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa tidak terdapat ikatan kekeluargaan dalam wujud apapun juga. Demikian surat pernyataan ini kami buat dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, tanpa ada unsur paksaan di dalam pembuatannya untuk dapat digunakan sebagaimana mestinya. Malang, 30 Mei 2010 Yang membuat pernyataan,
Ir. Heri Suharto
14