Edisi 4: Juni 2011 Edisi 5: Juli 2011
+
http://mitimahasiswa.com | @miti_mahasiswa |
[email protected]
Under Promise Over Deliver Restoran pizza terbesar di Indonesia sangat mengerti konsep sederhana pelayanan. Under promise over deliver. Artinya memberi janji di bawah ekspektasi pelanggan namun memberi hasil di atas ekspektasi pelanggan.
“Inilah aturan sederhana tetapi sangat kuat pengaruhnya—selalu memberi lebih dari apa yang orang-orang harapkan”
Para wiraniaganya dilatih untuk menjanjikan bahwa makanannya akan siap dalam waktu 15 menit. Namun setiap kali anda memesan, pizza tersebut selalu datang lebih cepat. Strategi sederhana ini membuat para pelanggan merasa puas makan di restoran tersebut. Salah satu restoran pizza di kota Malang dan Jogja juga menjadi populer karena komitmen mereka untuk dapat mengantarkan pizza kurang dari 30 menit. Jika staf mereka tidak mampu mengantarkan pizza sesuai janji, pizza dapat disantap sang pemesan secara cuma-cuma. Keberanian dari sebuah komitmen inilah yang dicari banyak orang. Sayangnya, kita kadang terjebak dalam konsep yang terbalik. Over promise under deliver. Janji berlebihan namun hasil akhirnya jauh dari harapan yang diberikan.
Malam kemarin, saya melakukan perjalanan Jakarta-Jogja dengan kereta api eksekutif tujuan akhir Surabaya. Perjalanan yang sangat menenangkan dan menyentuh. Bukan karena pendingin udara atau fasilitas fisik yang saya peroleh dari kereta tersebut. Namun, karena pelayanan yang mereka berikan. Sebelum berangkat, salah satu pramugara kereta mengajak seluruh penumpang untuk berdoa, dipimpin secara Islam. Saya terdiam mendengarnya. Doa yang sebelumnya tidak pernah saya dengar di sebuah moda transportasi seperti ini. Saat sang kondektur memeriksa tiket, saya terhenyak mendengar kata-kata yang disampikan bapak berusia lanjut itu. “Silahkan Bapak istirahat, nanti kalo sudah mendekati Jogja, kami akan bangunkan Bapak”. Kekahwatiran saya untuk tidak bisa bangun dari tidur pun hilang seketika. Pantas kereta ini selalu penuh dibanding kereta eksekutif lain. Ada hal lebih yang penumpang temukan dibanding kereta lain yang sejenis. Pelayanan yang sangat personal dan menenangkan.
Pada prinsipnya, memberikan pelayanan lebih dari yang diharapkan merupakan kunci menarik hati pelanggan. Dalam konteks hajatan tahunan kampus penyambutan mahasiswa baru (maba), saya rasa anda semua kini telah menemukan formulanya. Menonjolkan prestasi-prestasi organisasi tidak salah dalam menarik perhatian maba. Namun, memberikan pelayanan lebih dari yang dibutuhkan maba adalah kunci untuk membuka hati mereka terhadap kebaikan dan kebesaran Islam.
Ingatlah untuk selalu memberikan sentuhan pribadi pada peserta atau orang yang sedang kita layani. Mari belajar dari mereka yang sangat memerhatikan arti pemberian lebih, arti sebuah pelayanan. Saya yakin beberapa dari kita pernah mencicipi sebuah makanan lezat asal Italia yang bernama pizza.
SALAM AKSELERASI! Andrie Javs Presiden MITI-Mahasiswa 2011
1
KAJIAN UTAMA
Akpro, Alternatif Stagnasi Penyambutan Oleh Syaefudin Sekjend MITI-Mahasiswa
#1
#2
#3
“Sepertinya, terjadi penurunan minat mentoring mahasiswa. Segenap usaha sudah kita coba, ada yang punya usul atau solusinya?”, tanya mahasiswa yang sedang memimpin rapat penyambutan.
“Mahasiswa baru sudah berdatangan. Saatnya kita ‘mewarnai’ dan mengajak mereka pada kebaikan. Mudah-mudahan rekrutmen kita meningkat tahun ini”, ujar seorang aktivis dakwah kampus menjelang penerimaan mahasiswa baru.
“Aduhh...ini pasti disuruh ngaji dweh. Emang mentoring di SMA kemarin kagak cukup ye? Apa perlu gue kasih sertifikat mentoring kemarin?”, gumam seorang mahasiswa baru ketika mendapat kuesioner pendaftaran mentoring di kampus barunya.
Beranjak dari Kenyataan
Dakwah, Milik Kita
Bukankah di awal masuk kuliah, kebanyakan mahasiswa menginginkan bisa belajar dengan baik serta mendapatkan prestasi yang bagus? Meski belum dikaji secara ilmiah (berdasarkan riset), pendapat ini sangat logis dan boleh jadi merupakan tujuan mahasiswa baru berada di kampus. Karenanya, wajar dan memang fitrahnya jika kita juga mengakomodasi harapan dan keinginan mereka berprestasi di kampus.
Catatan sejarah menghadapkan kita pada episode berulang dalam narasi kehidupan dakwah kampus. Episode bernama penyambutan mahasiswa baru boleh jadi merupakan masa-masa heroik segenap elemen aktivis yang berjibaku mempersembahkan amal terbaik bagi dakwah Islam. Guna mengajak mahasiswa baru pada dakwah, segala upaya dilakukan. Mulai bagi-bagi stiker, buku panduan menjadi mahasiswa, mengadakan seminar, pelatihan, sampai ‘tebar pesona’ pun dilakukan untuk meraih simpati. Apapun kegiatannya, tentu berujung: mentoring. Sampai, ada semacam ungkapan: kemanapun engkau pergi wahai mahasiswa baru, tarbiyah kan setia menanti untuk menyambutmu.
Ditambah semakin menurunnya angka rekrutmen mentoring yang menggunakan sarana konvensional, kita dituntut untuk lebih kreatif. Ibarat enterpreneur, sebelum membuka usaha ia akan melihat kebutuhan pasar terlebih dahulu. Begitu juga seorang da’i. Seyogyanya ia menilik dan mengkaji seksama kebutuhan mahasiswa secara umum, lebih khusus mahasiswa baru.
Namun, apalah dikata; strategi yang sekian lama dilakukan, hasilnya tetap sama: mahasiswa yang ‘terekrut’ belum sesuai harapan. Meski hasil bukan tujuan utama, setidaknya kenyataan ‘hasil buruk’ yang berulang di babak penyambutan menjadi pelajaran berharga setiap pengelola dakwah kampus. Ada apa gerangan? Mengapa mahasiswa enggan mentoring?
Karena itu, mari kita buka pemikiran baru dengan melirik pintu penyambutan yang boleh jadi belum kita sentuh sebelumnya berupa pemanfaatan sarana-sarana akademik dan profesi demi tujuantujuan dakwah.
Ada berbagai faktor yang menyebabkan seseorang enggan mengaji. Namun dua hal yang harus kita upayakan demi tercapainya tujuan penyambutan adalah kreativitas dan inovasi. Dua prinsip pembaruan ini senantiasa kita butuhkan guna mendapat hasil yang maksimal. Yang menjadi pertanyaan adalah, produk integrasi kreativitas dan inovasi yang seperti apa dalam penyambutan? Tulisan ini mencoba mengusulkan satu alternatif jawaban, yakni mengambil sisi fitrah ‘keinginan’ dan ‘kebutuhan’ mahasiswa di kampus.
Bagaimana Memulainya?
Pertanyaan selanjutnya setelah ‘melirik’ akademik dan profesi sebagai salah satu bagian yang potensial bagi penyambutan adalah bagaimana ‘memanfaatkannya’?. Setidaknya, ada tiga tahapan yang perlu kita jalani dalam hal ini, yakni menentukan output dan tujuan penyambutan, kapitalisasi kemampuan, dan eksekusi program.
2
Tujuan dan output dakwah hendaknya dibuat terpusat saja. Artinya, tidak ada dikotomi tujuan dan output dakwah lini akpro dan yang bukan. Namun, boleh saja mencantumkan output tertentu yang berhubungan dengan lembaga akpro atau kader akpro (contohnya output untuk marketisasi lembaga akademik wajihah ilmy di kampus sehingga banyak mahasiswa baru yang terekrut (baca: terbina mengaji) melalui lembaga akpro).
Selain itu, kita harus memperhatikan tren mahasiswa baru. Jangan sampai kita membuat acara yang justru tidak banyak diminati mereka padahal kita sudah memaksimalkan pengeluaran dan sumber daya yang dimiliki. Tentu, kita juga memperhatikan tujuan dan aturan syari’at. Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan pada program penyambutan antara lain (nama disesuaikan dengan kebutuhan): Dialog Mahasiswa Berprestasi, Tutorial Gratis, Klinik Akademik, Forum Asisten, dan Klub Cerdas (Halaqoh Ilmy) (Baca penjelasan rinci di Suplemen Jarnas MITI-M; Risalah Penyambutan: Mari, AKPRO Berkontribusi).
Tujuan dan output ini hendaknya dipahami benar oleh setiap kader dakwah. Ketika sudah mengetahui tujuan akhir, insya Allah kader tidak akan kebingungan dalam pelaksanaan programnya. Bila ada kendala, kader akan secepat kilat mengingat kembali tujuan program penyambutan sehingga tidak mengekang kreativitas ketika ada masalah melanda.
Akhirnya, Berani Memulai
Setelah bersama mengingat kembali potensi akademik dan profesi sebagai wasilah penyambutan, alangkah baiknya kita segera mengambil peran. Setelah tahu fitrah ‘pasar’ dakwah adalah ilmu dan prestasi, amat logis ketika pengelola dakwah kampus mulai memperbaiki strategi. Sehingga, output dakwah pun berakhir bahagia. Mari mulai berkontribusi!
Adapun terkait kapitalisasi kemampuan, seluruh elemen yang terlibat dalam penyambutan khususnya akpro melakukan penyusunan strategi dan pendataan sarana-sarana akpro yang bisa dimanfaatkan untuk mencapai output penyambutan. Misalnya, kampus kita sudah memiliki wajihah akpro (UKM), maka kita gunakan lembaga ini sebagai wasilah perekrutan, penokohan ikhwah, syi’ar akademik Islami, dan kaderisasi pengelola. Bagaiamana dengan yang belum mempunyai wajihah? Tenang, bagi kampus yang sudah memegang BEM, bukankah tidak masalah ketika mengadakan kegiatan penyambutan bertajuk “Mahasiswa Baru, Mahasiswa Berprestasi”? Isinya kegiatan syi’ar kondisi keilmiahan kampus, penokohan mahasiswa berprestasi yang ikhwah, dan sebagainya. Bahkan, kegiatan ini juga bisa dilaksanakan di tingkat LDK atau LDF. Sebut saja kegiatan dengan tema, ‘Aktivis Masjid, IPK Selangit. Mau?’, ini akan lebih menarik massa untuk hadir dan kemungkinan tertariknya lebih besar.
Syaefudin Sekjen MITI-M
Agenda Pendayagunaan IPTEK 23-24 Juli: Penjurian Hibah MITI dan TFT Comdev
Dalam penyusunan agenda maupun eksekusi program, variasi dan desain kegiatan sangat bergantung pada kemampuan dan sumber daya struktur dakwah kampus. Dengan hasil analisis di tahap sebelumnya, kita bisa menilai kegiatan yang bisa dilakukan dengan mengoptimalkan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki.
HRD Seleksi MITI Award 2011 (proses tahap 2) -> sedang dalam proses penilaian HLN Akses Download Jurnal gratis Acara “hidup di luar negeri” Siaran Radio di radiopengajian.com edisi USA dan Portugal
Alangkah baiknya kita menggunakan banyak sarana dalam penyambutan mahasiswa baru sehingga tujuan kita benar-benar tercapai maksimal dan kita pun bisa melihat gambaran jelas dalam mengerahkan segala yang dimiliki baik SDM, dana, partnership, dan sebagainya.
Riset Interdisipliner MITI Paper Challenge -> masih dibuka pendaftaran s.d. 14 September 2011 3
OPINI
Profesionalisme dalam Bermuamalah Dr. Edi Sukur, M. Eng Pembina MITI-Mahasiswa
Ketika kita berkomitmen untuk menjadikan dakwah dan semua kebaikannya sebagai jalan hidup, ada sebuah konsekuensi yang secara tidak langsung dilekatkan dalam diri. Yakni tugas sebagai teladan yang baik. Dalam kehidupan sehari-hari, para aktivis dakwah dituntut untuk memiliki sikap profesional yang lebih besar dibanding orang biasa. Hal ini dikarenakan para aktivis dakwah dipandang paham tentang niat tertinggi dalam setiap perbuatan, tentang akhlak yang baik pada orang lain, dan berbagai kebaikan lain yang senantiasa ditanamkan untuk diinternalisasikan dalam dirinya.
Ada rasa sungkan ketika memberikan teguran atau sanksi. Bahkan, banyak yang memberi berbagai permakluman tanpa kejelasan solusi. Ada beberapa kasus ketika kader mahasiswa berhadapan dengan ADKP di kampusnya. Manajemen afwan kerap kali muncul. Bahkan kala berkaitan dengan urusan akademis. Keterlambatan dalam riset dan beberapa pelanggaran lain dalam penelitian diputihkan dengan kata “afwan” hanya karena dosennya sesama kader. Hal ini sangat memprihatinkan. Mengingat ‘status’ sebagai kader harus ditempatkan pada porsi yang semestinya. Kasus semacam ini tidak hanya merugikan kader itu sendiri, juga secara luas telah mengikis citra aktivis dakwah sebagai teladan yang baik.
Menjadi teladan yang baik dalam bersikap profesional pada kenyataannya bukan hal mudah. Masih banyak tugas mengenai profesionalisme para aktivis dakwah. Pada dua edisi lalu, saya telah menuliskan beberapa PR sikap profesional kader, terutama dalam dunia akademis profesi. PR lain yang juga menjadi catatan penting adalah perihal muamalah.
Ada beberapa hal umum yang perlu menjadi catatan kita sebagai seorang aktivis dakwah pada saat bermuamalah. 1. Menempatkan seseorang sesuai dengan posisinya Tidak jarang kita permisif terhadap sesama kader. Jika seorang kader menjadi pemimpin dalam sebuah lembaga, otomatis lembaga tersebut "seolah-olah" milik "kita" sehingga kita bebas berbuat apapun. Padahal, saat dia berada pada posisi sebagai profesional, kita harus ikut menempatkan dirinya sebagai seorang profesional. Misal, jika ingin mengundang seorang menteri yang merupakan kader kita, kita tidak bisa seenaknya mengundang mereka seperti mengundang kader biasa yang cukup dengan sms. Kita perlu memerhatikan kaidah permohonan undangan sesuai dengan prosedur.
Saya tertegun ketika mendengar salah seorang kader mengatakan bahwa ia lebih suka bermuamalah dengan nonkader daripada dengan kader sendiri. Ia mengatakan bahwa sikap permisif cukup dominan ketika bermuamalah dengan sesama kader. Sikap permisif ini mungkin dapat diwakilkan dengan istilah “manajemen afwan” yang cukup populer di kalangan kader. Istilah itu digunakan ketika seorang kader berkali-kali melakukan hal yang tidak profesional, seperti keterlambatan tanpa alasan yang jelas, komunikasi yang buruk, dan semacamnya. Sayangnya, perilaku tersebut cukup ‘dibayar’ kata “afwan” dan selesai.
4
Bayanat
2. Ihtiram kepada yang lebih tua dan sayang kepada yang lebih muda Sikap permisif terkadang muncul terhadap kader yang jauh lebih tua dari kita. Tidak jarang saya mendengar kader yang memanggil "antum"' kepada seorang ustadz yang dari sisi usia lebih tua dibanding kita. Bagi kita sebagai orang timur, panggilan tersebut terasa kurang sopan, walaupun "antum" adalah bentuk sopan dari kata “anta”. Dalam beberapa kondisi, tidak jarang kita memimpin sebuah kelompok yang beranggotakan orang-orang yang lebih tua juga dari kita. Pada saat mengarahkan dan memberikan instruksi, kita perlu memerhatikan kondisi mereka. Meski hal yang kita sampaikan benar, setidaknya mereka memiliki pengalaman yang jauh lebih banyak dari kita. Begitu juga sikap kepada orang yang lebih muda. Kita perlu menghargai dan menyayangi mereka, mendengarkan pendapat, serta menampung aspirasi mereka. Setidaknya mereka mempunyai ide-ide segar sehingga tidak layak jika kita selalu menolak ide-ide yang disampaikan oleh mereka.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Ba’da tahmid dan shalawat
Pada edisi Juli 2011, MITI Mahasiswa bermaksud menyampaikan pengumuman, yakni: 1. MITI Paper Challenge (MPC) MPC adalah ajang membuat makalah penelitian tingkat wilayah dan nasional yang diselenggarakan Departemen Riset Interdisipliner. Kami berharap segenap kader dapat menyukseskan acara ini.
3. Menuliskan perjanjian jual beli dan hutang piutang Beberapa kasus menunjukkan ketiadaan catatan hitam di atas putih pada bentuk muamalah ini. Ketika ada masalah, pihak yang dirugikan tidak memiliki bukti kuat untuk mendapatkan keadilan. Biasanya hal ini berawal dari sikap terlalu tsiqah pada sesama kader, namun mengabaikan sikap profesional dalam bermuamalah. Ketika masalah timbul, ada rasa sungkan yang pada akhirnya berujung pada sikap diam ditambah dengan husnuzan yang tidak pada tempatnya. Padahal Allah SWT telah menuliskan sebuah ayat tentang hal ini, bahkan menjadi ayat terpanjang dalam Al-Qur'an.
2. Memasuki Ramadhan Seluruh pengurus MITI-M memohon dibukakannya pintu maaf seluasluasnya. Kami berharap seluruh anggota MITI-M dapat mempersiapkan yang terbaik dalam menyambut bulan mulia ini. Mari jadikan Ramadhan ini lebih baik dari sebelumnya.
Marhaban ya Ramadhan
Pada akhirnya, perihal muamalah harus menjadi perhatian penting dalam diri seorang aktivis dakwah. Aktivis harus menjadi qudwah hasanah di manapun ia berada dan dalam peran apapun yang disematkan padanya. Akhlak yang baik dan profesional dalam bermuamalah dengan orang lain akan membawa aktivis dakwah pada kebaikan tidak hanya untuk dirinya, namun juga pada citra dakwah itu sendiri.
5
Akpro Daerah Di bulan Juni, sekitar 18 kampus mengirimkan laporan bulanannya ke milis jarnas MITI-M. Laporan tersebut diwarnai berbagai kegiatan kampus khususnya pergantian struktur kepengurusan akpro. Semoga struktur baru ini dapat menyesuaikan diri dengan cepat sehingga terus melaju membangun akpro kampus.
Selain itu, tentu saja banyak kegiatan untuk mahasiswa pada umumnya. Diskusi ilmiah yang diadakan Universitas Sumatera Utara (USU) dengan tema menarik “Prestasi Terpuruk, Teknologikah Kambing Hitam?” adalah salah satu contohnya. Contoh lain ialah Training Jurnalistik dan Desain Grafis untuk internal pengurus UIN Sunan Kalijaga (UIN SuKa); Workshop Riset dari Universitas Sebelas Maret (UNS); Sekolah Teknologi dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), dan lain sebagainya.
Daurah ilmiy yang senantiasa diselenggarakan menjadi tanda berlangsungnya proses upgrade diri yang tak pernah henti dari penggerak dakwah ilmiy. Selain daurah ilmiy, terdapat daurah pascakampus sebagai sarana penyiapan kader yang akan menghadapi dunia nyata pasca kelulusannya. Salah satu contoh ialah daurah pascakampus dari Universitas Negeri Medan (Unimed). Materi daurah berupa Urgensi Dakwah Profesi, Perencanaan Masa Depan, dan bincang-bincang " The Choice to be Success" : Realita dunia kerja, Studi Lanjut, dan Enterpreneurship dapat dijadikan referensi.
Lembaga keilmuan kampus juga dapat memberi kontribusi pada masyarakat di luar kampus. Contohnya Universitas Mataram (Unram) melalui lembaga Argument melaksanakan AGTS (Argument Goes to School), acara silaturrahim UKM Argument dengan para siswa SMA/MA/SMK. Memasuki tahun ajaran baru, lembaga keilmuan memiliki peran yang sangat penting dalam menyambut mahasiswa baru. UGM misalnya, melalui wadah koordinasi lembaga keilmuannya akan menyemarakkan kampus dengan syiar kader prestatif. Selain itu, lembaga keilmuan UGM membuat stand saat registrasi SNMPTN Undangan dan melakukan pendataan mahasiswa baru alumni KIR dan alumni OSN.
Bekal daurah diperuntukkan tidak hanya bagi kader yang sudah lulus, pun kader yang hendak lulus dan memasuki tahap akhir perkuliahan. Contohnya Universitas Negeri Padang (UNP) melalui Departemen Akpro Pakar FORSIA (di bawah LDF) yang mengadakan “Pelatihan Penulisan Proposal, Skipsi, dan Tugas Akhir bagi ADK FMIPA”. Materimateri yang disampaikan ialah “Trik Menemukan Judul, Metodologi Penulisan dan AturanTanda Baca” dan “Solusi Menghadapi Berbagai Kendala selama Penelitian, Pembahasan dan Kompre”. Begitu juga Universitas Padjadjaran (Unpad) yang membuat program Sekolah Tugas Akhir. Bahasannya ialah tata cara pengerjaan tugas akhir dan Focus Group Discussion (FGD) berdasarkan kelompok masing-masing fakultas yaitu medik, sosial humaniora, sains dan teknologi, serta agro dengan fasilitator dari ADKP masing-masing kompleks.
Prestasi kader terbanyak bulan ini diraih oleh UGM dengan 25 prestasi. Selamat! Semoga dapat menginspirasi yang lain.
-Hening-
6
LIPUTAN
Program Radio Berburu Beasiswa
Dalam rangka menambah wawasan mahasiswa dan pelajar Indonesia, MITI Mahasiswa melalui Bidang Hubungan Luar Negeri (HLN) menyelenggarakan diskusi interaktif “Berburu Beasiswa”. Acara ini menghadirkan mahasiswa Indonesia yang menerima beasiswa untuk berbagi pengalaman cara pengajuan beasiswa, hidup dan studi di luar negeri, serta hal-hal lainnya.
Selain itu program Berburu Beasiswa diharapkan dapat menumbuhkan dan meningkatkan budaya ilmiah mahasiswa Indonesia dalam bentuk diskusi serta menyebarkannya melalui media. Ada beberapa informasi yang disajikan dalam program ini. Pencarian beasiswa, pengajuan aplikasi beasiswa, alur yang dilalui, persiapan keberangkatan, adaptasi dengan lingkungan baru hingga sistem perkuliahan di negara yang dituju dan cara menggapai prestasi di luar negeri disiarkan dalam acara yang menarik ini.
MITI Mahasiswa bekerjasama dengan Radio PPI Dunia (www.radioppidunia.org) dalam menyiapkan kegiatan yang dilaksanakan sekali dalam dua pekan sejak Februari sampai Juni 2011. Beberapa tema yang pernah disiarkan Berburu Beasiswa adalah Monbukagakusho ke Jepang, Erasmus Mundus ke Eropa, KAUST ke Arab Saudi, Chevening ke Inggris, StuNed ke Belanda, dan sebagainya.
Dengan adanya Berburu Beasiswa, para pelajar dan mahasiswa Indonesia yang akan melanjutkan studi ke luar negeri diharapkan dapat memahami alur yang dilalui dan mendapat gambaran studi di luar negeri. Tentu saja, selain itu semangat pelajar dan mahasiswa di tanah air untuk melanjutkan studi di luar negeri terus terpacu.
Kegiatan ini memiliki tujuan memberi informasi secara lengkap mengenai proses pengajuan beasiswa dan gambaran studi di luar negeri dengan segala suka dukanya.
-Panji-
7