PENINGKATAN PROSES DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN PENDEKATAN KONTEXTUAL PADA PESERTA DIDIK KELAS VIII-C SMP NEGERI 4 KEPANJEN KABUPATEN MALANG
Ulfiah Falufi SMP Negeri 4 Kepanjen E-mail:
[email protected] ABSTRAK: Penelitian tindakan kelas ini bertujuan memperoleh paparan yang jelas tentang penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan pendekatan kontekstual yang dapat meningkatkan proses dan hasil belajar matematika. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Februari 2012. Dari hasil penelitian langkah-langkah pembelajaran yang dapat meningkatkan proses dan hasil belajar matematika terdiri dari enam tahap, yaitu: 1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik, 2) Menyajikan informasi, 3) Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok, 4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar, 5) evaluasi dan 6) memberikan penghargaan. Untuk memudahkan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran, sebaiknya memberikan pengalaman belajar yang berkaitan dengan situasi dunia nyata yang ada di sekitar peserta didik. Kata kunci: hasil belajar, pendekatan kontekstual, pembelajaran kooperatif
Perubahan sistem pendidikan di Indonesia merupakan implikasi dari perubahan paradigma pendidikan yaitu yang bersifat behavioristik menjadi pendidikan yang bersifat konstruktivistik. Dalam hal ini terjadi perubahan suasana dalam proses pembelajaran, yaitu pembelajaran yang semula berpusat pada guru mengalami perubahan menjadi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Perubahan paradigma tersebut disikapi oleh pemerintah dengan adanya perubahan kurikulum yang bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan memecahkan masalah. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP/MTs tahun 2006 menyebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan logis, analistis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta mempunyai kemampuan bekerja sama serta memiliki kemampuan menggali dan mengkomunikasikan ide-ide matematis secara tertulis maupun lisan (Depdiknas, 2006:1). Dalam buku panduan penyusunan KTSP jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah disebutkan bahwa kegiatan pembelajaran dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan fisik melalui interaksi antar peserta didik, peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lain melalui penggunaan pendekatan pembelajaran yang bervariasi dan berpusat pada peserta didik (Depdiknas, 2006:16) Kenyataannya proses pembelajaran matematika dikelas lebih banyak menekankan kemampuan prosedural atau perhitungan, hanya mengandalkan “talk and chalk” yang berfokus pada latihan 634
635, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
(drill) serta lebih mementingkan hasil daripada proses (Yuwono,2009). Menurut Subanji (2009,38) saat ini masih banyak pengajar matematika (guru) yang menekankan pembelajaran pada prosedur. Langkah-langkah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh pengajar matematika : (1) memberikan rumus/cara/prosedur berhitung atau menyelesaikan soal (bukan menurunkan rumus) (2) memberi contoh soal dan menyelesaikannya (3) memberikan soal yang mirip contoh dan peserta didik diminta menyelesaikannya seperti yang dicontohkan pengajar dan (4) peserta didik diminta mengerjakan soal di buku. Pembelajaran matematika semacam ini, mengakibatkan peserta didik hanya bekerja secara prosedural dan memahami matematika tanpa penalaran. Sehingga peserta didik berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar menghafalkan konsep-konsep atau rumus-rumus yang telah diberikan guru. dan mereka tidak
termotivasi untuk mempelajari matematika dengan baik. Serta tidak membekali peserta didik dengan kemampuan logis, analistis, sistematis, kritis, dan kreatif, seperti yang diamanatkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pada akhirnya peserta didik banyak mengalami remidi (sumber: Buku Daftar Nilai Guru) karena nilai yang diperoleh di bawah 75 atau di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan oleh sekolah dalam hal ini SMP Negeri 4 Kepanjen Kabupaten Malang melalui Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) matematika. Skor ulangan harian materi persamaan garis lurus kelas VIII-C SMP Negeri 4 Kepanjen tahun pelajaran 2011/2012 hanya mencapai rata-rata 56, dan hanya 4 peserta didik (dari 29 peserta didik) yang memenuhi KKM seperti pada tabel berikut:
Table 1.1 Skor Ulangan Harian No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Nama ANP ARF ASY ARR BPP BAF DTF DAA DAS DCS DHP DYA DSA MUP MAW
Nilai 33 75 76 44 50 50 61 50 77 39 50 60 58 62 60
Agar pembelajaran berpusat kepada peserta didik, dilakukan model pembelajaran yang inovatif. Dengan pembelajaran yang inovatif diharapkan peserta didik termotivasi untuk belajar sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan proses
No 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Nama MAN MTL NGP NM NSP NNP NRA RDP RS SES SA SDA TEA VRA
Nilai 55 52 57 66 56 54 58 60 42 82 62 45 70 30
dan hasil belajar. Salah satu model pembelajaran yang diyakini dapat membantu meningkatkan proses dan hasil belajar peserta didik adalah diskusi dalam kelompok kecil yang disebut belajar kooperatif (cooperatif learning). Menurut
Falufi, Peningkatan Proses Dan Hasil Belajar, 636
Isjoni(2010:51) model pembelajaran ini dikembangkan oleh Slavin, menekankan adanya aktivitas dan interaksi diantara peserta didik untuk saling membantu dalam menguasai materi pelajaran. Setelah melalui proses belajar diharapkan peserta didik memperoleh hasil belajar yang memuaskan. Dalam pelaksanaannya pembelajaran kooperatif terdiri dari 6 tahap yaitu (1) Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik., padaa fase ini guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik. (2) Menyajikan informasi, pada fase ini guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.(3) Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok, pada fase ini guru menjelaskan kepada peserta didik bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien. (4) Membimbing kelompok bekerja dan belajar, pada fase ini guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas. (5) evaluasi, pada fase ini guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. ( 6) memberikan penghargaan, fase ini guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar peserta didik baik individu maupun kelompok Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami sendiri apa yang telah dipelajarinya, bukan sekedar mengetahuinya. Pembelajaran yang hanya berorientasi pada hafalan materi pelajaran memang terbukti berhasil dalam kompetisi ”mengingat” jangka pendek, tetapi tidak berhasil dalam membekali anak untuk mampu memecahkan persoalan yang akan mereka hadapi dalam kehidupan jangka
panjang (Nur,2002). Pada kenyataannya, kita mengetahui bahwa peserta didik akan belajar lebih baik apabila lingkungan belajarnya diciptakan secara alamiah. Pembelajaran berlangsung secara alamiah dalam bentuk kegiatan peserta didik yaitu mereka bekerja dan mengalami sendiri, bukan hanya sekedar transfer pengetahuan dari guru ke peserta didik. Contextual Teaching and Learning (CTL) atau pendekatan kontextual merupakan sebuah pendekatan pembelajaran, yang mengaitkan kegiatan dan isi materi pelajaran dengan situasi nyata, sehingga pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Prinsip-prinsip CTL dapat terus dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum yang berlaku dan tatanan yang ada baik sosial maupun yang bersifat administratif. Berdasar latar belakang di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan pendekatan kontekstual yang dapat meningkatkan proses dan hasil belajar matematika peserta didik kelas VIII-C SMP Negeri 4 Kepanjen Kabupaten Malang pada konsep lingkaran?. (2) Bagaimanakah respon peserta didik terhadap penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan pendekatan kontekstual yang dapat meningkatkan proses dan hasil belajar matematika peserta didik kelas VIII-C SMP Negeri 4 Kepanjen Kabupaten Malang pada konsep lingkaran? Tujuan penelitian ini untuk memperoleh paparan yang jelas tentang (1) Peningkatan proses dan hasil belajar peserta didik kelas VIII-C SMP Negeri Kepanjen Kabupaten Malang pada konsep lingkaran melalui penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan pendekatan kontekstual.(2) Respon peserta didik terhadap penerapan Pembelajaran Kooperatif dengan pendekatan kontekstual pada konsep lingkaran.
637, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
METODE Pendekatan penelitian yang dilaksanakan adalah pendekatan kualitatif Jenis penelitian adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang terdiri dari dua siklus. Desain penelitian yang digunakan mengacu pada model Kemmis & M.c Taggart. Masingmasing siklus terdiri atas tahap-tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Peneliti bertindak sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, penganalisis data dan pembuat laporan hasil penelitian. Sebagai perencana, peneliti merancang desain perangkat pembelajaran yang menerapkan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontextual dan merancang instrumen penelitian. Sebagai pelaksana tindakan, peneliti sebagai pengajar yang melaksanakan tindakan, karena peneliti adalah guru mata pelajaran tersebut. Sebagai pengamat, peneliti dibantu oleh dua guru matematika SMPN 4 Kepanjen dalam mengamati aktivitas peserta didik dan guru selama berlangsungnya pembelajaran. Peneliti sebagai pengumpul data, penganalisis data sekaligus pembuat laporan hasil penelitian. Dalam hal ini peneliti dibantu teman guru sebagai teman diskusi dalam menganalisis dan merefleksi data. Kemudian peneliti akan menganalisis data dan menyusun laporan hasil penelitian. Penelitian dilakukan di SMP Negeri 4 Kepanjen dengan subyek penelitian peserta didik kelas VIII-C tahun pelajaran 2011/ 2012. Banyaknya peserta didik 29 yang terdiri dari 12 peserta didik laki-laki dan 17 peserta didik perempuan. Kelas VIII-C dipilih sebagai subyek penelitian karena memiliki hasil belajar yang paling rendah dibandingkan dengan delapan kelas yang lainnya. Peneliti adalah pengajar pada subjek penelitian ini sehingga memudahkan penyesuaian jadwal pelaksanaan
penelitian serta memberikan harapan bahwa proses pembelajaran berjalan secara alamiah. Sumber data yang diperoleh dari pada penelitian ini meliputi (1) validator, data yang diperoleh skor hasil validasi RPP.LKPD, THB, LOAG dan LOAPD (2) Subyek penelitian, data yang diperoleh skor aktivitas peserta didik, skor soal mandiri 1-4, skor tes akhir 1-2 dan data hasil respon peserta didik (3) Guru, data yang diperoleh skor aktivitas guru Perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) disusun untuk membantu guru dalam proses pelaksanaan pembelajaran. Dalam RPP yang dibuat diupayakan pelaksanaannya guru tidak mendominasi pembelajaran tetapi lebih melibatkan peserta didik dan mengarahkan untuk terjadinya kerjasama, interaksi antar peserta didik serta mengkondisikan agar pembelajaran yang terjadi menyenangkan sesuai strategi pembelajaran kooperatif. Langkah-langkah dalam LKPD menerapkan pendekatan kontextual memiliki tujuh komponen utama yaitu: Constructivism, Inquiry, Questioning, Modelling, Learning Community, Reflection dan Authentic assessment. Sebelum digunakan RPP dan LKPD divalidasi terlebih dahului dan direvisi sesuai hasil validasi. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi lembar observasi, catatan lapangan, rekaman video tes hasil belajar dan lembar respon siswa. Lembar observasi dan catatan lapangan digunakan untuk mencatat kegiatan yang dilakukan guru dan peserta didik pada saat pembelajaran. Proses pembelajaran yang diamati adalah keterlaksanaan tahap-tahap pembelajaran yang menerapkan Pembelajaran koperatif dengan pendekatan kontextual. Data pada catatan lapangan merupakan hasil
Falufi, Peningkatan Proses Dan Hasil Belajar, 638
pengamatan selama pembelajaran berlangsung, selain yang terdapat pada lembar observasi. Tes hasil belajar terdiri dari tes mandiri dan tes akhir. Tes mandiri diberikan tiap akhir pertemuan dan digunakan untuk menentukan skor mandiri yang dihitung dari rata-rata skor mandiri dari anggota kelompok, sehingga untuk mencapai skor maksimal mereka perlu bekerjasama agar semua anggota kelompok memahami materi dan bisa menyelesaikan soal mandiri. Tes akhir diberikan tiap akhir siklus yang bertujuan untuk menentukan keberhasilan penelitian. Sebelum digunakan semua instrumen penelitian divalidasi dahulu. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif maksudnya data yang telah diperoleh diterjemahkan dalam bentuk kalimat. Model analisis yang digunakan mengacu pada model alir (flow model) yaitu (1) reduksi data; data yang diperoleh dari hasil observasi dan dan tes dikumpulkan, dirangkum, dan dianalisis kemudian dicari tema dan polanya, (2) penyajian data; data hasil analisis dideskripsikan dalam bentuk kalimat yang berupa temuan-temuan dalam penelitian, yaitu berupa hal-hal yang perlu diperbaiki dalam proses pembelajaran (3) penarikan kesimpulan dan refleksi. Penarikan kesimpulan dilakukan terhadap temuan penelitian setelah dilaksanakan proses pembelajaran dan berdasarkan temuan-temuan tersebut dilakukan pemaknaan atau refleksi sehingga diperoleh kesimpulan akhir. Analisis kuantitatif maksudnya data yang diperoleh diolah dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan. Kesimpulan data disesuaikan dengan kriteria yang ditetapkan. Data yang diperoleh, akan dianalisis dengan prosedur berikut.
1.
Data Hasil Validasi Data hasil validasi dianalisis menurut prosedur berikut: a. Merekap skor setiap pernyataan dari semua validator b. Menghitung skor total dari masingmasing validator c. Menghitung persentase skor ratarata dari masing-masing validator dengan menggunakan rumus: SP =
100%
Keterangan : SP = Skor Perolehan penilaian (validasi) terhadap perangkat Sr = Skor total hasil validasi dari masing-masing validator Sm = Skor maksimal yang dapat diperoleh dari hasil validasi d. Membuat kesimpulan kevalidan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian. Kesimpulan analisis data disesuaikan dengan kriteria persentase skor rata-rata hasil validasi sebagai berikut: 75%≤ SP ≤ 100% , valid 50%≤ SP < 75% , belum valid dengan sedikit revisi 25%≤ SP < 50% , belum valid dengan banyak revisi SP < 25% , tidak valid Perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian dikatakan valid jika hasil analisis data hasil validasi menunjukkan minimal 2 dari 3 validator menilai perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian telah valid 2. Data Hasil Observasi Aktivitas Guru dan Peserta didik Data hasil observasi aktivitas guru dan peserta didik dianalisis dengan langkah-langkah berikut: a. Merekap skor total dari masingmasing observer
639, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
b. Menghitung skor total dari masing-masing observer c. Menghitung skor rata-rata dari semua observer d. Menghitung persentase skor ratarata dengan rumus sebagai berikut: SP =
100%
Keterangan: SP = persentase skor rata-rata hasil observasi Sr = Skor total hasil observasi dari seluruh observer Sm = Skor maksimal yang dapat diperoleh dari hasil observasi e. Membuat kesimpulan data hasil analisis observasi aktivitas guru dan peserta didik. Kesimpulan analisis data disesuaikan dengan kriteria berikut: 90% ≤ SP ≤ 100% , sangat baik 80% ≤ SP < 90% , baik 70% ≤ SP < 80% , cukup 60% ≤ SP < 70% , kurang SP < 60% , sangat kurang (Arikunto 2002:219) 3. Data Hasil Tes Data hasil tes akhir peserta didik yang berupa skor dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Merekap skor masing-masing peserta didik b. Menentukan katagori ketuntasan belajar peserta didik berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan sekolah yaitu 75, sehingga dikatagorikan sebagai berikut: Skor < 75 : belum tuntas Skor ≥ 75 : tuntas c. Menghitung persentase banyaknya peserta didik yang telah tuntas belajar, dengan rumus PS =
100%
Keterangan:
PS = Prosentase banyaknya peserta didik yang memperoleh skor ≥75 t = Banyaknya peserta didik yang mendapat skor ≥75 n = Banyaknya peserta didik yang mengikuti tes Pelaksanaan penelitian ini dibagi dalam dua siklus, yaitu siklus I, dan siklus II. Kriteria keberhasilan penelitian ditentukan dari segi proses pembelajaran dan segi hasil. Proses pembelajaran dikatakan baik jika rata-rata prosentase skor pengamatan telah mencapai nilai paling sedikit 80%. Sedangkan untuk hasil dikatakan baik jika skor akhir menunjukkan ketuntasan klasikal yang dicapai peserta didik paling sedikit 85%. Skor akhir dihitung dengan rumus berikut: SA = Keterangan: SA = skor akhir Rtm = rata-rata skor mandiri TA = Skor tes akhir HASIL DAN PEMBAHASAN Prapenelitian Kegiatan yang dilakukan pada tahap pra penelitian adalah membuat soal tes awal, pelaksanaan tes awal dan pembentukan kelompok. Sebelum pelaksanaan tes awal, peserta didik terlebih dahulu diajarkan (mereview) materi prasyarat yaitu tentang lingkaran dan unsur-unsur lingkaran. Hasil tes awal menunjukkan, peserta didik yang memperoleh skor ≥ 75 sebanyak 25 peserta didik dari 29 peserta didik atau 86,20%, dengan skor rata-rata 86,89. Ini berarti bahwa pemahaman peserta didik untuk materi prasyarat secara umum sudah memadai, sehingga disimpulkan bahwa pembelajaran pada siklus I sudah dapat dilakukan.
Falufi, Peningkatan Proses Dan Hasil Belajar, 640
Siklus I Pada tahap perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah menyiapkan perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian yang akan digunakan yaitu RPP, LKPD, soal mandiri, soal tes akhir, lembar validasi, lembar observasi aktifitas guru, lembar observasi aktifitas peserta didik , dan lembar catatan lapangan. Menyiapkan daftar nama kelompok dan mengkoordinasi program kerja pelaksanaan dengan observer. Pelaksanaan siklus I terdiri dari pelaksanaan validasi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan pelaksanaan tes akhir I. Hasil validasi dari perangkat pembelajaran dan instumen penelitian, menunjukkan bahwa perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian telah layak digunakan dalam penelitian. Setelah peneliti melakukan analisis dan merevisi beberapa hal yang disarankan validator maka peneliti menggunakannya langsung dalam penelitian, karena hasil validasi berada dalam katagori valid. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran siklus I ini dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Materi (pokok bahasan) yang diajarkan adalah keliling dan luas lingkaran. Tujuan pembelajaran pada pertemuan ke-1 adalah menemukan pendekatan nilai phi ( ) , merumuskan dan menghitung keliling lingkaran. Sedangkan tujuan pembelajaran pada pertemuan ke-2 adalah menemukan rumus luas lingkaran dan menghitung luas lingkaran. Pada masing-masing pertemuan diakhiri dengan tes mandiri dan pelaksanaan siklus I ini diakhiri dengan tes akhir. Pada siklus I tahap-tahap pembelajaran kooperatif belum terlaksana dengan baik. Peserta didik belum mampu bekerjasama dalam kelompok dengan baik sehingga perbedaan skor mandiri dari peserta didik dalam satu kelompok masih
besar serta pada pertemuan II beberapa kelompok tidak berhasil menemukan rumus luas lingkaran dengan benar. Pada akhirnya pada perhitungan skor akhir menunjukkan bahwa peserta didik yang mencapai skor ≥ 75 sebanyak 22 peserta didik atau 75,8% dari 29 orang, berarti prosentase peserta didik yang tuntas masih kurang dari 85% meskipun rata-rata skor sudah mencapai 75,3. Siklus II Pelaksanaan tindakan didasarkan pada rencana tindakan yang telah disusun dengan perbaikan-perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan pada siklus I. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran siklus II ini dilakukan sebanyak dua kali pertemuan. Tujuan pembelajaran pada pertemuan ke-3 adalah menemukan hubungan sudut pusat dan sudut keliling jika menghadap busur yang sama. Sedangkan tujuan pembelajaran pada pertemuan ke-2 adalah menemukan menemukan hubungan panjang busur, luas juring dan luas tembereng dalam satu lingkaran dan menentukan panjang busur, luas juring dan luas tembereng dalam satu lingkaran. Pada masing-masing pertemuan diakhiri dengan tes mandiri dan pelaksanaan siklus II ini diakhiri dengan tes akhir. Hasil observasi pembelajaran siklus II mengalami peningkatan, rata-rata aktivitas guru meningkat dari 80,2% menjadi 87,68% , sedangkan rata-rata aktivitas peserta didik meningkat dari 78,3% menjadi 88,75%. Berdasarkan hasil perhitungan skor akhir menunjukkan bahwa peserta didik yang mencapai skor ≥ 75 sebanyak 29 peserta didik atau 100% dengan rata-rata skor akhir meningkat dari 75,3 menjadi 84,24. Hal ini berarti selain pembelajaran pada siklus II sudah memenuhi kriteria keberhasilan, juga terjadi peningkatan baik dari sisi proses pembelajaran maupun
641, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
peningkatan terhadap hasil belajar. Hasil analisis pada lampiran mengenai respon peserta didik terhadap pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran koperatif untuk masingmasing pernyataan, skor rata-rata adalah sebagai berikut: 1. Peserta didik memiliki kemauan yang tertinggi untuk belajar adalah 4,34 2. Peserta didik sangat tertarik dan senang belajar matematika adalah 4,28 3. Peserta didik lebih cepat paham materi matematika adalah 4,31 4. Peserta didik termotivasi untuk belajar adalah 4,24 5. Peserta didik terbantu menyelesaikan masalah adalah 4,24 6. Peserta didik meningkat penalarannya adalah 4,31 7. Peserta didik terbantu untuk berpikir kritis adalah 4,28 8. Peserta didik memiliki keberanian untuk mengeluarkan pendapat adalah 4,17 9. Peserta didik merasa lebih dihargai dalam mengeluarkan pendapat adalah 4,28 10. Peserta didik dapat memanfaatkan waktu belajar secara baik adalah 4,28 Skor rata-rata untuk respon peserta didik terhadap strategi pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran koperatif sebesar 4,40 atau berada pada skala sikap sangat setuju atau sangat berminat. Pembahasan Pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontextual pada materi lingkaran Pembelajaran materi lingkaran pada penelitian ini terdiri dari enam tahap, yang dalam pelaksanaannya keenam tahap tersebut dilaksanakan dalam tiga kegiatan, yaitu (1) kegiatan awal (2) kegiatan inti dan (3) kegiatan akhir. Kegiatan awal, peneliti menerapkan tahap menyampaikan
tujuan dan memotivasi. Kegiatan inti peneliti menerapkan tiga tahap yaitu menyajikan informasi, mengorganisir peserta didik ke dalam kelompok dan membimbing kelompok bekerja dan belajar Dan pada kegiatan akhir peneliti menerapkan dua tahap yaitu evaluasidan pemberian penghargaan. Keenam tahap tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. 1.Menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik Pada fase ini guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi peserta didik. Peserta didik yang termotivasi akan lebih siap untuk belajar dan akan mencapai hasil belajar yang lebih baik. Peserta didik yang siap untuk belajar akan belajar lebih banyak daripada peserta didik yang tidak siap. Hal ini sesuai dengan pendapat Orton (1992:9-10) bahwa peserta didik yang termotivasi, tertarik dan mempunyai keinginan untuk belajar akan belajar lebih banyak. Penyampaian tujuan juga berfungsi agar peserta didik dapat mengetahui arah kegiatan pembelajaran, dan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Hal ini sesuai pendapat Dahar (1988:174) bahwa penyampaian tujuan pembelajaran selain dapat memotivasi juga dapat memusatkan perhatian peserta didik terhadap aspek yang relevan dalam pembelajaran. 2. Menyajikan informasi, Pada fase ini guru menyajikan informasi kepada peserta didik dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan. Di sini guru membawa peserta didik ke situasi belajar. Peran yang dilakukan guru ini adalah salah satu cara menciptakan situasi lingkungan belajar yang kondusif. Hal ini sesuai dengan pendapat Dimyati (2006:168) yang menyatakan bahwa guru bertindak sebagai fasilitator dan
Falufi, Peningkatan Proses Dan Hasil Belajar, 642
pembimbing peserta didik dalam belajar matematika. 3. Mengorganisasikan peserta didik ke dalam kelompok, Pada fase ini guru membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi efisien. Prosedur pemilihan anggota dilaksanakan dengan prosedur berikut. Berdasarkan skor tes awal, nama siswa diurutkan mulai yang mendapat skor tertinggi sampai yang terendah, selanjutnya dibagi ke dalam empat bagian. Kemudian dari masingmasing bagian diambil satu orang siswa untuk membentuk satu kelompok. Setiap kelompok bersifat heterogen terhadap kemampuan akademik dan jenis kelamin, ini sesuai pendapat Slavin (dalan Isjoni 2008:12) bahwa dalam Pembelajaran Kooperatif peserta didik bekerja dalam kelompok kecil terdiri dari 3-5 peserta didik yang mempunyai kemampuan heterogen. Pembentukan kelompok yang heterogen kemampuannya didasarkan pada pertimbangan bahwa jika siswa yang mempunyai kemampuan berbeda dijadikan dalam satu kelompok, maka siswa yang berkemampuan rendah akan termotivasi dalam belajar, sedangkan siswa yang berkemampuan lebih tinggi akan terasah kemampuan komunikasi verbalnya. Pembentukan kelompok yang heterogen dapat menonjolkan interaksi dalam kelompok dengan membuat siswa menerima siswa lain yang berkemampuan dan berlatar belakang berbeda (Suherman 2003:259). 4.Membimbing kelompok bekerja dan belajar, Pada fase ini guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mengerjakan tugas melalui Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD) yang diberikan pada masing-masing peserta didik. Dalam LKPD terdapat tujuan
pembelajaran, materi yang akan dipelajari serta langkah-langkah kegiatan yang harus dilaksanakan oleh peserta didik. Kegiatan yang harus dilakukan pada LKPD bertujuan memberikan pengalaman belajar pada peserta didik. Pengalaman belajar adalah kegiatan fisik maupun mental yang perlu dilakukan peserta didik dalam rangka mencapai materi pelajaran. Berbagai alternatif pengalaman belajar dapat dipilih sesuai dengan jenis materi yang dipelajarinya (Tim Pengembang Pedoman Umum Pengembangan Silabus, 2003). Dalam belajar kelompok ini guru memberikan Informasi dan bimbingan pada saat peserta didik benar-benar mengalami kesulitan. Hal ini sejalan dengan pendapat Dimyati (2006:105), dalam menimbulkan wacana, salah satu peran guru adalah penggerak perjalanan belajar peserta didik. Sebagai fasilitator belajar, guru diharapkan memantau tingkat kesukaran pengalaman belajar dan segera membantu menyelesaikan kesukaran peserta didik. Kegiatan yang dirancang pada LKPD utamanya berbasis penemuan (inquiry). Pembelajaran berbasis penemuan merupakan strategi pembelajaran yang berpola pada metode-metode matematika dan memberikan kesempatan peserta didik untuk pembelajaran bermakna. Suatu masalah diajukan berdasarkan fakta dan pengalaman digunakan untuk menyelesaikan masalah (Nur, 2001). 5. evaluasi, Pada fase ini guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Kegiatan berikutnya adalah mempresentasikan laporan kelompok di depan kelas yang dilakukan wakilnya. Pada saat wakil suatu kelompok mempresentasikan hasil kerja kelompoknya, kelompok yang lain dapat
643, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
mengajukan pertanyaan atau tanggapan sehingga terjadi diskusi antar kelompok, yang memungkinkan terjadinya pembetulan kesalahan. Diskusi antar kelompok juga akan melatih peserta didik untuk mengkomunikasikan ide kelompoknya ke kelompok lain. Ini mendukung pendapat Slavin (2008:224) bahwa pada tahap ini salah satu kelompok menyajikan, kelompok lain mengamati, mengevaluasi, mengklarifikasi, mengajukan pertanyaan atau tanggapan. Koreksi yang diberikan kelompok lain dan mengamati presentasi kelompok lain saat sharing sangat berguna untuk memperbaiki kesalahan yang dilakukan suatu kelompok. Hal ini mendukung pendapat Sutawidjaya (2002: 358) bahwa ketika kelompok menyajikan laporannya (benar atau salah), kelompok akan mempunyai kesempatan berharga untuk memperbaiki laporan mereka Kegiatan evaluasi berikutnya yaitu tes mandiri dan Tes akhir untuk mengukur hasil belajar peserta didik. 6. memberikan penghargaan, fase ini guru mencari cara untuk menghargai upaya atau hasil belajar peserta didik baik individu maupun kelompok. Hasil belajar peserta didik pada siklus I masih belum memenuhi kriteria keberhasilan, ada kemungkinan peserta didik masih belum terbiasa dengan pembelajaran kooperatif. Tahap-tahap pembelajaran kooperatif belum terlaksana dengan baik. Peserta didik belum mampu bekerjasama dalam kelompok dengan baik. Pada diskusi kelas nampak peserta didik kurang percaya diri dalam mengemukakan pertanyaan, menjawab pertanyaan maupun mengajukan pendapat dan sanggahan. Pada siklus II, peserta didik mengerjakan tugas dengan lebih baik, hal ini dimungkinkan peserta didik telah memahami langkah-langkah kegiatan dalam model pembelajaran kooperatif. Setelah guru memberi bimbingan dan
arahan peserta didik sudah dapat bersosialisasi, aktif dan mau bekerja sama dalam kelompok. Arahan dan bimbingan yang diberikan guru ternyata dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam belajar. Motivasi belajar sangat penting peranannya dalam rangka menyiapkan peserta didik untuk belajar. Peserta didik yang termotivasi akan lebih siap untuk belajar dan akan mencapai hasil belajar yang maksimal dan lebih baik. Peserta didik yang siap untuk belajar akan belajar lebih dari peserta didik yang tidak siap. Hal ini sesuai dengan pendapat Erman (2001:218) yaitu bahwa para peserta didik termotivasi belajar secara baik, siap dengan pekerjaannya dan menjadi penuh perhatian selama jam pelajaran. Kerja sama yang dilakukan dalam belajar kelompok dengan kemampuan berbeda sebenarnya lebih didorong oleh tanggung jawab mereka untuk menyelesaikan tugas kelompok. Tugas kelompok dapat diselesaikan dengan baik dan cepat jika antar kelompok terjalin kerja sama yang baik. Hal ini dapat terlihat dari pernyataan peserta didik bahwa kerja sama dalam kelompok dapat menyelesaikan pekerjaan dengan cepat. Hal ini didukung oleh pendapat Slavin (dalam Isjoni 2008:34) bahwa pembelajaran kooperatif memang meningkatkan kontak para peserta didik, memberikan dasar untuk saling berbagi kesamaan (keanggotaan kelompok), melibatkan mereka dalam kegiatan bersama yang menyenangkan dan membuat mereka bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Suasana diskusi yang lebih dinamis dibandingkan diskusi pada siklus I. Peserta didik nampak mulai membangun kerjasama dan interaksi dengan teman kelompoknya. Tercipta keakraban di antara anggota kelompok merupakan faktor pendukung terbentuknya suasana diskusi kelas yang dinamis
Falufi, Peningkatan Proses Dan Hasil Belajar, 644
sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community). Masyarakat belajar terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah, seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan oleh teman belajarnya (Nurhadi, 2002). Dalam kelas kontekstual, guru disarankan selalu melaksanakan pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antara kelompok dan antara yang tahu ke yang belum tahu (Nurhadi, 2002). Kegiatan presentasi pada siklus II sudah baik. Hal ini terlihat dari rasa percaya diri yang mulai tumbuh pada peserta didik yang ditandai dengan penampilan mereka yang tidak lagi raguragu mempresentasikan hasil kerja serta dapat menjawab pertanyaan temannya dengan baik. Bagi peserta didik, kegiatan bertanya (questioning) merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran. Dengan bertanya dapat menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui (Nurhadi, 2002). Pada kegiatan presentasi juga mulai tampak peserta didik menuju pemenuhan sendiri kebutuhan intelektualnya dan mengembangkannya sebagai individu berpotensi, karena dalam proses pembelajaran lebih melibatkan pembelajar sebagai pemikir daripada pengumpul pengetahuan. Pada kegiatan presentasi pula, peserta didik telah dapat menjadi ”model” (modelling) yang dapat ditiru oleh temannya. Pemodelan merupakan suatu proses pemberian contoh mengenai bagaimana kita mengharapkan orang lain menjadi dirinya sendiri (to be), berpikir (to think), bertindak (to act), dan belajar (to learn). Seringkali pemodelan berupa
mengucapkan dengan keras proses berpikir peserta didik dan mendemonstrasikan apa yang peserta didik inginkan agar dilakukan peserta lain (Susilo, 2001). Kenyataan di atas menunjukkan bahwa model pembelajaran kooperatif dapat memaksa peserta didik untuk berpikir tentang ranah isi (content domain) agar mengenal dan menguji konsep-konsep penting yang dipelajari dan menilai maknanya. Dalam hal ini telah tercipta pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Pembelajaran kontekstual terjadi apabila peserta didik menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan peran dan tanggung jawab mereka sebagai anggota keluarga, warga Negara, peserta didik dan tenaga kerja (University of Washington, 2001 dalam Nur, 2001). Selanjutnya Nur (2001) menyatakan pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman yang sesungguhnya, menekankan pada berpikir tingkat tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisisan dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan. Dengan demikian melalui model pembelajaran kooperatif ini, waktu pembelajaran yang diatur secara efektif dan efisien, maka pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep semakin tertanam dalam ingatannya, dan akhirnya akan memudahkan peserta didik dalam meningkatkan proses dan hasil belajarnya. Hal ini dapat terlihat pada nilai proses dan hasil belajar siklus II, yang mana pada siklus II skor hasil belajar menunjukkan100% peserta didik telah tuntas belajar.
645, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Respon Peserta Didik Terhadap Model Pembelajaran koperatif Berdasarkan hasil analisis respon peserta didik yang telah dilakukan, didapatkan bahwa respon peserta didik terhadap strategi model pembelajaran koperatif berada pada skala sikap sangat setuju. Melalui penelitian ini dapat dijelaskan secara umum bahwa strategi pembelajaran koperatif dapat meningkatkan perhatian (attention), relevansi (relevance), keyakinan (confidence), dan kepuasan (satisfication) hal ini disebabkan karena melalui pembelajaran koperatif peserta didik memiliki kemauan yang tinggi untuk belajar, sangat tertarik dan senang belajar, lebih cepat memahami materi, termotivasi untuk belajar, terbantu menyelesaikan masalah, meningkat penalarannya, terbantu untuk berpikir kritis, memiliki keberanian untuk mengeluarkan pendapat, merasa lebih dihargai dalam mengeluarkan pendapat dan dapat memanfaatkan waktu belajar secara baik. Corebima (2002) menyatakan bahwa melalui pendekatan kontekstual, peran guru dapat mengubah pembelajaran dari yang “teacher centered” menjadi “student centered”, dimana pembelajaran akan menjadi semakin bermakna, sehingga para peserta didik dapat berhasil dalam proses pembelajarannya. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa: (1) Proses dan hasil belajar matematika dapat
meningkat dengan menggunakan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontextual pada peserta didik kelas VIII-C SMP Negeri 4 Kepanjen Kabupaten Malang. Pada siklus I, 75,8% peserta didik tuntas belajar dengan skor rata-rata 75,3. Pada siklus II, 100% peserta didik tuntas belajar dengan skor rata-rata 84,24. (2)Pembelajaran yang dapat meningkatkan proses dan hasil belajar matematika dalam penelitian ini terdiri dari enam tahap, yaitu (a) menyampaikan tujuan dan memotivasi peserta didik,(b) menyajikan informasi,(c) mengorganisir peerta didik ke dalam kelompok,(d) membimbingkelompok bekerja dan belajar,(e) evaluasi dan (f) memberikan penghargaan. (3) Respon peserta didik terhadap penggunaan pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontextual pada konsep lingkaran menunjukkan respon yang positif. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh maka diajukan beberapa saran sebagai berikut (1)Bagi tenaga pengajar yang tertarik menggunakan model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan kontextual seyogyanya mempertimbangkan hal-hal seperti : kesiapan guru, kesiapan peserta didik, ketersediaan waktu untuk menyusun bahan pembelajaran.(2) Untuk memudahkan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran, sebaiknya memberikan pengalaman belajar yang berkaitan dengan situasi dunia nyata yang ada di sekitar peserta didik.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, S. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Akasara.
Chotimah, Husnul, 2004. Penggunaan Peta Konsep. Malang PPs UM Corebima, 2002. Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: Direktorat Sekolah
Falufi, Peningkatan Proses Dan Hasil Belajar, 646
Lanjutan Tingkat Pertama. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Mene-ngah Departemen Pendidikan. Dahar, R.W. 1988. Teori-Teori Belajar. Jakarta:Depdikbud P2LPTK Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: BNSP Depdiknas, 2003. KTSP SMP. Pedoman Khusus Pengem-bangan Silabus dan Penilaian Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikdasmen, Direktorat Pendi-dikan Menengah Umum. Hudojo, H. 1988. Belajar Mengajar Matematika. Malang:UM Press Hudojo, H. 2005. Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press Isjoni, H. 2010. Cooperative Learning. Bandung:Alfabeta Moleong, L.J. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Rosdakarya Nur, M. 2002. Buku Panduan Ketrampilan Proses dan Hakikat Sains. Surabaya: Unesa-University Press. Nurhadi, 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Malang: Universitas Negeri Malang Nursito, 2002. Peningkatan Prestasi Sekolah Menengah. Jakarta: Penerbit Intan Cendekia. Orton, A. 1992 Learning Mathematics: issues, theory and classroom practice Second
Edition. London:Cassel Edu. Subanji, 2009, Terjadinya Pembe-lajaran Matematika Bermakna Berdasarkan Kajian Proses Berfikir, Makalah yang disampaikan dalam Semnas Matematika dan Pend. Matematika tanggal 28-06-2009 di FMIPA UM Sudjana, N. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Suherman, E. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI Susilo, Herawati. 2002. Pembelajaran Kontekstual untuk Peningkatan Pemahaman Siswa. Makalah disampaikan pada kegiatan Peningkatan Pembelajaran di SMU Laboratorium Universitas Negeri malang. Sutawijaya, A.2009, Pembelajaran Matematika dari Hulu ke Hilir. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika tanggal 28-06-2009 di FMIPA UM Wiriaatmaja, R. 2008, Metode Penelitian Tindakan Kelas. Bandung:PT Remaja Rosdakarya Yuwono,I. 2009, Membumikan Pembelajaran Matematika di Sekolah. Pidato pengukuhan Guru Besar dalam bidang Pend. Matematika pada FPMIPA disampaikan pada Sidang Terbuka Senat UM tanggal 5 November 2009