UJI TOKSISISTAS AKUT LIMBAH PENGEBORAN MINYAK BUMI (CUTTING) TERHADAP BIOTA UJI BRINE SHRIMP (Artemia salina)
ENDANG SRI WAHYUNI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Toksisistas Akut Limbah Pengeboran Minyak Bumi (Cutting) terhadap Biota Uji Brine Shrimp (Artemia salina) adalah benar merupakan hasil karya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2016
Endang Sri Wahyuni C24120084
ABSTRAK ENDANG SRI WAHYUNI. Uji Toksisitas Akut Limbah Pengeboran Minyak Bumi (Cutting) terhadap Biota Uji Brine Shrimp (Artemia Salina). Dibimbing oleh HEFNI EFFENDI dan MAJARIANA KRISANTI. Kegiatan pengeboran minyak bumi menghasilkan limbah berupa lumpur bor (used mud), serbuk bor (cuttings), air panas dan bahan lain yang bersifat toksik terhadap perairan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai toksisitas akut limbah pengeboran minyak berupa serbuk bor (cutting) terhadap Brine shrimp (Artemia salina) serta pengaruhnya terhadap morfologi Artemia salina. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium riset plankton IPB pada bulan Februari hingga Maret 2016. Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan nilai LC50 limbah cutting pada 10 ekor Artemia salina terhadap 10 mL media uji di setiap konsentrasi percobaan. Estimasi konsentrasi akut limbah cutting adalah 34260 ppm. Berdasarkan Peraturan Menteri Energi Dan Sumberdaya Mineral No 45 tahun 2006 tentang Pengelolaan lumpur bor dan serbuk bor pada kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi, diketahui bahwa limbah yang diamati dapat dibuang langsung ke laut. Hal ini karena konsentrasi akut (LC50) limbah yang diamati lebih besar dari batas ambang konsentrasi akut limbah yang boleh dibuang langsung ke laut. Biota uji Artemia salina memberikan respon terhadap paparan limbah cutting, berupa perubahan pada posisi berenang, keaktifan biota uji, tingkat stres serta kerusakan pada morfologi dan anatomi tubuh biota uji. Kata kunci: Artemia, cutting, mortalitas, respon, toksisitas
ABSTRACT ENDANG SRI WAHYUNI. Acute Toxicity Test to Artemia salina of Drilling Waste Cutting. Supervised by HEFNI EFFENDI and MAJARIANA KRISANTI. Drilling activity produced waste in the form of mud drill (used mud), drill (cuttings) powder, hot water and other materials that are toxic to aquatic form. This research aims to determine the value of the acute toxicity of waste drilling oil cutting for brine shrimp (Artemia salina) as well as its influence on the morphology of Artemia salina. This research was carried out in Culture And Research Laboratory IPB in February to April 2016. This main research is done by determining the LC50 values of cutting waste with 10 mL media test to 10 Artemia salina on 22000, 39000, 70000, 126000, and 226000 ppm. Lethal concentration (LC50) of drilling waste cutting was 34260 ppm. Based on the regulation of the Minister Of Energy And Mineral Resources no. 45 in 2006 about the management of mud drill and drill dust on the activities of the oil and gas drilling, the waste can be disposed of directly observable to the sea. Biota giving the Artemia salina test response to exposure to cutting waste, such as changes in the position of swimming, the liveliness of biota, the levels of stress testing as well as damage to the morphology and anatomy of the body of biota test. Keywords: Artemia, cutting, mortality, respond, toxicity
UJI TOKSISISTAS AKUT LIMBAH PENGEBORAN MINYAK BUMI (CUTTING) TERHADAP BIOTA UJI BRINE SHRIMP (Artemia salina)
ENDANG SRI WAHYUNI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi
: Uji Toksisistas Akut Limbah Pengeboran Minyak Bumi
Nama NIM Program Studi
(Cutting) terhadap Biota Uji Brine Shrime (Artemia salina) : Endang Sri Wahyuni : C24120084 : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui oleh
Dr Ir Hefni Effendi, MPhil Pembimbing I
Dr Majariana Krisanti, SPi MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Mohammad Mukhlis Kamal, MSc Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis tuturkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Uji Toksisistas Akut Limbah Pengeboran Minyak Bumi (Cutting) Terhadap Biota Uji Brine Shrimp (Artemia Salina). Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak, terutama kepada: 1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk menempuh studi 2. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB serta staf yang telah membantu atas pendanaan dan bimbingan penelitian ini 3. Dr Yunizar Ernawati, selaku dosen Pembimbing akademik 4. Dr Ir Hefni Effendi, MPhil dan Dr Majariana Krisanti, SPi MSi selaku komisi pembimbing skripsi yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyusunan tugas akhir ini 5. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc sebagai penguji luar komisi sidang skripsi. 6. Dr Ir Isdradjad Setyobudiandi, MSc sebagai dosen penguji perwakilan program studi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan 7. Keluarga tercinta; bapak Rabiansyah (alm), mamak Djamaliah, abang Yusuf, teteh Wati, amok Heri, Kibo Emi (almh), andak Moko, acik Dedi, serta seluruh keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan doa selama ini 8. Staff Tata Usaha Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan 9. Volunteer Melawan Asap, partner penelitian (Ditta Ayu Anggraini dan Dudi Muhamad Wildan, SPi), AMM, ATLANTIK Himasper, The 322/323, serta seluruh teman-teman yang telah memberikan doa, semangat, bantuan, dan dukungan 10. Teman-teman MSP 49 dan seluruh sahabat atas doa, dukungan, dan semangat selama penulis di Bogor. Demikian skripsi ini disusun, semoga bermanfaat.
Bogor, Oktober 2016
Endang Sri Wahyuni
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Manfaat Penelitian METODE Metode Kerja Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vi vii vii vii 1 1 2 2 2 3 3 7 9 9 13 16 16 16 16 19 29
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Parameter kualitas air laut untuk uji homogenitas ruang uji Hasil penentuan nilai ambang kelompok 1 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 2 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 3 Estimasi nilai toksisitas akut (LC50) limbah
3 9 10 10 11
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Skema perumusan masalah uji toksisitas akut limbah pengeboran Wadah kaca sebagai ruang uji Skema endapan limbah supernatan Skema posisi wadah perlakuan pada uji utama toksisitas Perangkat lunak EPA Probit Abalysis Program Mortalitas biota uji Artemia salina terhadap konsentrasi Nauplius Artemia salina Kerusakan morfologi biota uji selama uji utama pada pemaparan
2 3 4 6 9 11 12 12
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil pengukuran kualitas air pada ruang uji bioassay 2 Penyediaan nauplius Artemia salina 3 Limbah cutting 4 Mikroskop binokuler 5 Tabel transformasi probit (Bliss 1957 in Busvine 1971) 6 Tabel koefisien dan nilai probit (Bliss 1935 in Busvine 1971) 7 Mortalitas biota uji nauplius Artemia salina pada uji pendahuluan 8 Respon tingkah laku biota uji terhadap pemaparan limbah pada 9 Perhitungan probit manual LC50 96 jam 10 Analisis probit dengan menggunakan perangkat lunak jam ke 96 11 Karakter limbah cutting (Sadiq 2000 in Mukhtasor 2007).
19 20 20 20 21 22 23 25 26 27 28
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Minyak dan gas bumi merupakan energi yang sangat dibutuhkan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Energi dibutuhkan manusia dalam berbagai sektor, seperti pengembangan industri, rumah tangga, transportasi, dan kegiatan lainnya. Semakin tinggi tingkat kebutuhan akan energi tersebut mendorong kegiatan eksploitasi komoditas minyak bumi semakin meningkat. Kegiatan pertambangan minyak bumi terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap eksplorasi, eksploitasi, pemurnian, dan pemasaran hasil. Selain menghasilkan minyak bumi sebagai hasil utama, kegiatan ini juga menghasilkan hasil sampingan seperti produced water (air yang dipisahkan selama proses produksi minyak mentah), lumpur bor (used mud), serbuk bor (cuttings), air panas dari proses pendinginan, minyak, asap pembakaran, sampah, serta jenis limbah lainnya. Hasil sampingan tersebut memiliki potensi toksik yang dapat mencemari lingkungan perairan sekitar anjungan, apabila limbah tersebut tidak dikelola terlebih dahulu (Mukhtasor 2007). Dampak toksisitas limbah terhadap biota dapat timbul secara langsung maupun tidak langsung. Dampak secara tidak langsung salah satunya adalah terjadinya penurunan kualitas perairan (Kumar et al. 2013). Kualitas perairan yang turun dapat berdampak pada proses hidup biota perairan. Biota perairan yang terganggu dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan kehidupan perairan. Oleh sebab itu, untuk mengetahui apakah limbah tersebut dapat mengganggu perairan maka diperlukan suatu uji toksisitas limbah menggunakan uji toksisitas akut (LC50). Uji toksisitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui efek negatif suatu zat terhadap biota. LC50 merupakan nilai konsentrasi pemaparan zat toksik yang menyebabkan 50% biota uji mati (Moe et al. 2001). Uji toksisitas akut merupakan salah satu bentuk penelitian toksikologi perairan. Uji toksisitas akut limbah dapat mengetahui kandungan toksik dari effluent yang masuk ke perairan dalam konsentrasi tertentu yang dapat menyebabkan kematian pada biota. Pemilihan biota uji ini didasarkan dengan kriteria biota uji yang harus dipenuhi berdasarkan Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan US Environmental Protection Agency (US-EPA). Biota uji yang digunakan merupakan biota uji yang dapat mewakili kondisi lingkungan dari perairan tersebut (APHA 2005 in DWMS 2007). Organisme hidup yang digunakan sebagai biota uji pada penelitian ini adalah nauplius Artemia salina. Penggunaan Artemia salina sebagai biota uji laut bertujuan untuk mengetahui toksisitas akut serbuk bor (cutting) minyak bumi yang dibuang ke perairan laut. Artemia salina sangat baik digunakan sebagai organisme dalam penelitian bioassay yang sederhana dan akurat untuk menilai toksisitas akut perairan laut untuk semua jenis toksikan (Shaala et al. 2015). Menurut Kanwar (2007), organisme sederhana ini mudah untuk dikultur dan dikembangbiakkan dalam kondisi laboratorium. Hal ini dapat memudahkan penentuan yang efektif untuk uji toksisitas serta untuk berbagai uji laboratorium lainnya.
2 Perumusan Masalah Kegiatan eksplorasi pertambangan minyak bumi menghasilkan volume limbah serbuk bor (cutting). Limbah cutting dapat mencemari lingkungan sekitar pertambangan apabila limbah langsung dibuang ke perairan tanpa pengolahan terlebih dahulu. Kontaminasi perairan dengan limbah cutting diduga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan serta terganggunya siklus hidup bagi sebagian atau seluruh makhluk hidup di dalamnya. Salah satu bentuk pencegahan kerusakan lingkungan adalah meminimalisir pengaruh toksikan melalui penentuan tingkat toksitas akut limbah pengeboran yang dinyatakan dengan LC50, konsentrasi bahan pencemar yang mematikan 50% hewan uji. Perumusan masalah dari bioassay LC50 diperoleh melalui informasi mengenai biota uji (Artemia sp.), kondisi kualitas air, serta serbuk bor (cutting) tersebut. Apabila uji bioassay tersebut berhasil, maka informasi yang dapat diperoleh adalah konsentrasi toksik yang aman bagi lingkungan dan pengaruh limbah terhadap kualitas air serta upaya pengolahan limbah tersebut. Secara skematik perumusan masalah ditampilkan dalam Gambar 1.
Uji Bioassay LC50
- Artemia Sp. - Kualitas Air - Media yang mengandung serbuk bor (cutting)
(+)
Mengetahui konsentrasi toksik yang aman bagi lingkungan dan pengaruh limbah terhadap kualitas air serta upaya pengelolaan limbah.
(-) Gambar 1 Skema perumusan masalah uji toksisitas akut limbah pengeboran minyak
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk menentukan nilai toksisitas akut limbah pengeboran minyak berupa serbuk bor (cutting) terhadap Brine shrimp (Artemia salina) serta pengaruhnya terhadap morfologi biota uji. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar sebagai pertimbangan dalam membuat keputusan mengenai bentuk pengelolaan dari limbah pengeboran minyak, agar pembuangan limbah aman terhadap kehidupan perairan laut.
3
METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2016 di Laboratorium Riset Plankton, Bagian Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertaian Bogor. Metode Kerja Persiapan percobaan a. Verifikasi homogenitas ruang uji Kegiatan ini bertujuan untuk memverifikasi ruang yang digunakan untuk uji berada dalam kondisi homogen. Uji ini dilakukan terpisah dari penelitian utama. Hal ini bertujuan agar seluruh media uji pada penelitian dipastikan menerima pengaruh lingkungan yang sama. Ruang uji yang digunakan dalam verifikasi adalah wadah kaca tertutup berukuran 70 × 40 × 40 cm. Wadah kaca diusahakan berada pada posisi yang tidak banyak terpapar cahaya matahari. Verifikasi dilakukan dengan menempatkan delapan wadah berisi 100 mL air laut (Gambar 2).
1
2
5 7
8 3
6
4
100mL
Gambar 2 Wadah kaca sebagai ruang uji Landasan dalam penentuan homogenitas ruang uji, yaitu pengukuran beberapa parameter kualitas air laut, seperti suhu, oksigen terlarut, pH, dan salinitas (Tabel 1) di delapan wadah yang digunakan. Pengukuran kualitas air dilakukan setiap 24 jam sekali selama 96 jam. Lama verifikasi ini disesuaikan dengan uji utama pada penelitian bioassay. Tabel 1 Parameter kualitas air laut untuk uji homogenitas ruang uji Parameter Unit Alat Keterangan o Suhu C Termometer In situ Oksigen terlarut mg/L DO meter In situ pH pH stick In situ Salinitas psu Refraktometer In situ
4 Hasil verifikasi diperoleh informasi bahwa ruang uji berada dalam kondisi lingkungan yang sama di setiap sudut dan sisi wadah kaca. Kondisi ruang uji tidak mengalami fluktuasi pada hasil pengukuran kualitas air (Lampiran 1). Dengan demikian, wadah kaca tersebut dapat digunakan sebagai ruang uji dalam uji pendahuluan dan uji utama toksisitas. Kondisi lingkungan uji yang homogen dapat menjelaskan mortalitas biota uji hanya dipengaruhi oleh perlakuan dalam hal ini adalah perlakuan konsentrasi, tanpa adanya pengaruh dari luar media. b. Penyediaan nauplius Artemia salina. Nauplius merupakan stadia pada Artemia yang baru menetas. Nauplius Artemia merupakan stadia yang paling optimum digunakan sebagai biota uji. Biota uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah nauplius berumur 48 jam. Air laut sebagai media penetasan kista Artemia diaerasi terlebih dahulu selama satu jam. Kista Artemia sebanyak 1 g dimasukkan ke dalam wadah penetasan berbentuk kerucut (Lampiran 2.a) yang berisi 1 L air laut. Kista akan menetas selama kurang lebih 24 jam . Setelah kista menetas maka dimulai dengan pemanenan naplius Artemia. Metode pemanenan nauplius dalam penelitian ini adalah pemanenan dengan memanfaatkan sifat nauplius yang bergerak ke arah cahaya (fototaksis positif). Metode ini akan memisahkan cangkang kosong dengan nauplius yang berenang bebas (Lampiran 2.b). Cahaya diletakkan di salah satu sudut wadah tetas. Nauplius yang berenang bebas akan berkumpul ke arah intensitas cahaya yang lebih tinggi. Aerator dikeluarkan dari wadah penetasan. Nauplius dapat dengan mudah dialirkan keluar dari wadah penetasan melalui pipa konektor. c. Persiapan toksikan Limbah pengeboran minyak yang dijadikan bahan utama media toksikan adalah limbah padat pengeboran migas (cutting) (Lampiran 3). Media toksikan yang akan digunakan pada uji pendahuluan dan uji toksisitas adalah supernatan. Supernatan merupakan bagian atas hasil pencampuran antara limbah pengeboran minyak dengan akuades (Gambar 3). Perbandingan antara bobot cutting (kg) dengan volume akuades (L) adalah 1 : 1. Limbah yang telah dicampur dengan akuades selanjutnya langsung dilakukan pengadukan agar tercampur merata.
Gambar 3 Skema endapan limbah supernatan
5 Proses pencampuran diasumsikan melarutkan secara sempurna seluruh toksikan dan bahan aktif limbah cutting. Dengan demikian konsentrasi toksikan yang terbentuk dianggap 1000000 ppm. Media toksikan yang digunakan dalam uji pendahuluan dan uji utama merupakan limbah supernatan yang diencerkan sesuai konsentrasi yang dibutuhkan. Penentuan nilai ambang atas dan ambang bawah. Penentuan nilai ambang atas dan bawah ditentukan setelah dilakukan eksperimen dengan berbagai umur biota uji. Eksperimen ini dilakukan untuk menemukan umur biota uji yang paling optimum digunakan sebagai biota uji pada uji toksisitas. Umur biota yang diuji, yaitu 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Nauplius sebanyak 10 ekor dipaparkan ke 10 mL media uji dengan persentase limbah 10%, 50%, dan 90%. Pemilihan persentase limbah tersebut bertujuan untuk melihat tingkat ketahanan biota uji berdasarkan tingkat konsentrasi limbah. Eksperimen menggunakan biota uji berumur 24 jam diperoleh informasi bahwa biota uji yang terpapar dengan limbah mengalami respon adaptasi ketahanan yang sangat tinggi. Hal ini terlihat dari angka mortalitas yang sangat rendah terhadap pemaparan limbah. Biota uji berumur 72 jam langsung mengalami kematian massal sejak 12 jam pertama pemaparan, baik dengan konsentrasi paling rendah maupun konsentrasi yang paling tinggi. Biota uji berumur 48 jam yang dipaparkan pada limbah memberikan respon optimal terhadap pemaparan limbah. Hal ini terlihat dari persentase kematian yang sesuai dengan konsentrasi limbah yang terpaparkan. Oleh karena itu biota uji yang digunakan dalam penelitian adalah nauplius Artemia berumur 48 jam. Nilai ambang atas dan nilai ambang bawah digunakan untuk mendapatkan selang konsentrasi limbah sebagai konsentrasi kontaminan pada uji utama. Nilai konsentrasi ambang atas merupakan konsentrasi terendah dari toksikan yang menyebabkan seluruh hewan uji mati pada pemaparan waktu 24 jam sedangkan konsentrasi ambang bawah (n) merupakan konsentrasi tertinggi dari toksikan yang tidak menyebabkan kematian pada hewan uji pada pemaparan waktu 24 jam. Hewan uji yang digunakan berjumlah 10 ekor nauplius Artemia dipaparkan ke dalam media toksikan bervolume 10 mL pada masing-masing botol vial. Konsentrasi yang digunakan dalam uji pendahuluan dilakukan dengan pengulangan sebanyak tiga kali dalam setiap konsentrasi. Setiap kelompok konsentrasi dibedakan berdasarkan selisih 50000 ppm pada setiap konsentrasi tertinggi. Nilai konsentrasi ambang atas (N) dan ambang bawah (n) yang telah diperoleh dikonversi menggunakan persamaan (1) dan (2) untuk mendapatkan selang konsentrasi (k = 5) yang digunakan dalam uji utama toksisitas. Komisi Pestisida (1983) in Adhiarni (1997) menjelaskan bahwa selang kepercayaan dari konsentrasi tertinggi dan konsentrasi terendah dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut: (1) Log = k log =
=
=
=
(2)
6 Keterangan : N : konsentrasi tertinggi n : konsentrasi terendah k : jumlah konsentrasi yang diuji a, b, c, d dan e : konsentrasi antara konsentrasi terendah dan konsentrasi tertinggi, a adalah konsentrasi terkecil. Uji utama Artemia yang dijadikan biota uji pada uji utama diusahakan memiliki ukuran yang seragam. Artemia dimasukkan ke dalam wadah uji yang berisi kontaminan sebanyak 10 mL. Jumlah nauplius Artemia yang dipaparkan pada setiap perlakuan adalah 10 ekor. Nilai ambang atas dan ambang bawah yang didapat dari uji pendahuluan dikonversi menjadi angka konsentrasi yang dipakai sebagai perlakuan konsentrasi pada uji utama melalui persamaan (1) dan (2). Perlakuan untuk kontaminasi sebanyak lima buah dan satu buah perlakuan sebagai media kontrol. Setiap konsentrasi dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali (Gambar 4).
Gambar 4 Skema posisi wadah perlakuan pada uji utama toksisitas Uji utama pada penelitian ini terdiri dari beberapa pengamatan, yaitu pengamatan respon tingkah laku biota uji, pengamatan pada kerusakan tubuh biota uji, dan pengamatan mortalitas biota uji. Pengamatan tingkah laku dilakukan berdasarkan geometrik seri yaitu pada pemaparan waktu 0, 3, 6, 12, 24, 48, 72 dan 96 jam (Franson 1995). Pengamatan respon tingkah laku biota dilakukan dengan membandingkan tingkah laku biota pada kontrol dan perlakuan. Selama waktu pemaparan pada jam ke 24, 48, 72 dan 96 dilakukan pengamatan kerusakan morfologi tubuh biota uji dan pengamatan tingkat mortalitas biota uji. Kerusakan tubuh biota uji divisualisasi dan didokumentasi menggunakan mikroskop binokuler (Lampiran 4). Pengamatan mortalitas biota uji dilakukan secara visual dengan bantuan kaca pembesar. Pengamatan setiap 24 jam ini akan memberikan gambaran tahap kerusakan morfologi biota uji berdasarkan lama pemaparan limbah.
7 Analisis Data Metode analisis probit Analisis yang digunakan dalam menentukan nilai konsentrasi akut (LC50) adalah analisis probit. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu analisis probit manual dan perangkat lunak. Metode probit merupakan prosedur statistik parametrik pada selang kepercayaan 95%. Metode probit mencakup transformasi proporsi mortalitas dengan transformasi probit dan transformasi konsentrasi toksikan ke dalam bentuk logaritma. Hubungan antara variabel yang digunakan pada analisis probit adalah linear dalam bentuk regresi. Transformasi yang dilakukan pada metode probit meliputi penentuan nilai probit empiris, probit harapan, probit kerja, dan koefisien pemberat. Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara manual dan dengan menggunakan piranti lunak (software) EPA Probit Analysis Program versi 1.5. Menurut Busvine (1971), tahapan pada penentuan nilai LC50 dengan menggunakan metode probit secara manual adalah sebagai berikut: 1. Transformasi konsentrasi toksikan ke dalam bentuk logaritma basis 10. 2. Proporsi mortalitas yang akan ada ditransformasi probit, terlebih dahulu dikor ksi d ngan m nggunakan p rsamaan Abbot’s (1925) in Busvine (1971). (3) 1 Keterangan : P : mortalitas terkoreksi (%) pi : mortalitas hasil pengamatan (%) c : mortalitas pada kontrol 3. Probit empiris ditentukan dari proporsi mortalitas yang ditransformasikan dengan menggunakan tabel transformasi probit. (Lampiran 5). 4. Probit harapan ditentukan dari persamaan regresi linear antara log konsentrasi (x) dengan nilai probit empiris (y). Nilai probit harapan (Y) ditentukan dengan memasukan nilai log konsentrasi (X) ke dalam persamaan regresi tersebut. Y (probit harapan) = a + Bx
(4)
5. Probit kerja dan koefisien pembobot merupakan hasil penjumlahan probit kerja minimum ( ) dengan konstanta (K) dikalikan dengan persen kematian hewan uji dengan menggunakan nilai probit harapan (Y) yang di transformasikan dengan menggunakan tabel koefisien dan nilai probit (Bliss 1935 in Busvine 1971) yang dihitung dengan persamaan berikut: Y (Probit Kerja) =
+ ( K x persen kematian)
(5)
6. Nilai pembobot (w) ditentukan dengan mengalikan antara nilai koefisien pembobot pada tabel Bliss (Lampiran 6) dengan jumlah hewan uji. 7. Nilai wx ditentukan melalui perkalian antara log volume (x) dengan nilai pemberat (w).
8 8. Nilai wy ditentukan melalui perkalian antara probit kerja (y) dengan nilai pemberat (w). 9. Nilai wx2 ditentukan melalui perkalian antara nilai pemberat (w) dengan log volume (x) yang telah dikuadratkan. 10. Nilai wxy ditentukan melalui perkalian antara nilai pemberat (w) dengan log volume (x) dan probit kerja (y). 11. Nilai ̅ ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: (6)
̅ 12. Nilai ̅ ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: ̅
(7)
13. Nilai a ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: a=̅-b̅
(8)
14. Nilai b ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut: (9)
̅
15. Nilai a dan b yang diperoleh kemudian disubstitusi ke dalam bentuk persamaan regresi berikut dengan nilai Y (probit) yang telah ditransformasikan dengan menggunakan tabel Probit. Estimasi nilai LC50 adalah antilog dari hasil perhitungan di atas. (10)
Y (probit) = a + bX
16. Perhitungan ragam (varian) ditentukan dengan menggunakan persamaan: ) ) ⁄
)
(11)
17. Selang atas dan selang bawah nilai LC50 diperoleh melalui persamaan berikut: (12) m ± 1,96 V Perangkat lunak yang digunakan pada analisis probit adalah EPA Probit Analysis Program versi 1.5. Perangkat lunak ini di bawah lembaga Environmental Protection Agency (EPA). User’s guide EPA menjelaskan bahwa program ini mampu menghitung estimasi nilai LC50 dan dalam selang kepercayaan 95%. Tampilan program analisis probit ditunjukkan pada Gambar 5.
9
Gambar 5 Perangkat lunak EPA Probit Abalysis Program version 1.5
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Nilai ambang atas dan bawah. Jumlah konsentrasi pada penentuan nilai ambang atas dan ambang bawah yang digunakan adalah sebanyak 10 kelompok (Lampiran 7). Banyaknya kelompok konsentrasi yang digunakan dalam uji ini bertujuan untuk mendapatkan data yang bervariasi dalam menemukan nilai ambang atas dan ambang bawah yang lebih tepat. Tabel 2, 3, dan 4 berikut merupakan beberapa hasil uji pendahuluan pada tiga kelompok konsentrasi yang berdekatan dengan kelompok konsentrasi ambang atas dan ambang bawah. Tabel 2 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 1 Konsentrasi limbah uji Mortalitas biota (%) (%) (ppm) 0 0 25,00 250000 12,50 125000 6,25 62500 3,12 31250 1,56 15625
0 100 90 80 70 10
10 Tabel 3 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 2 Konsentrasi limbah uji Mortalitas biota (%) (%) (ppm) 0 0 20,00 200000 10,00 100000 5,00 50000 2,50 25000 1,25 12500
0 100 80 70 50 0
Tabel 4 Hasil penentuan nilai ambang kelompok 3 Konsentrasi limbah uji Mortalitas biota (%) (%) (ppm) 0 0 15,00 150000 7,50 75000 3,75 37500 1,87 18750 0,93 9375
0 90 70 60 20 0
Konsentrasi nilai ambang atas yang diperoleh adalah 200000 ppm, sedangkan konsentrasi nilai ambang bawah adalah 12500 ppm. Konsentrasi 200000 ppm pada kelompok tersebut (Tabel 3) dianggap memenuhi kriteria nilai ambang atas karena konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi paling rendah yang mematikan seluruh biota uji mati. Hal ini dapat terlihat pada angka mortalitas biota uji kelompok konsentrasi yang lebih rendah (Tabel 4). Biota uji hanya mengalami kematian sebesar 90% pada konsesntrasi 150000 ppm. Konsentrasi 12500 ppm memenuhi kriteria nilai ambang bawah karena konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi tertinggi yang tidak mematikan seluruh hewan uji mati. Toksisitas akut (LC50) Uji utama dalam penelitian bioassay ini merupakan uji toksisitas akut dan penentuan nilai LC50 limbah terhadap biota uji Artemia salina. Konsentrasi yang digunakan dalam uji utama ini diperoleh dari hasil konversi nilai konsentrasi ambang atas dan ambang bawah (Persamaan 1 dan 2). Lima konsentrasi yang digunakan dalam uji utama adalah 22000, 39000, 70000, 126000, 226000 ppm. Hasil uji utama menunjukkan jumlah mortalitas biota uji terhadap toksisitas limbah. Jumlah kematian nauplius Artemia terhadap pemaparan limbah pada uji utama toksisitas ditunjukkan pada Gambar 6.
11 100
Mortalitas (%)
90
80 70 60
jam ke 0
50
jam ke 24
40
jam ke 48
30
jam ke 72
20
jam ke 96
10 0 0
50000
100000
150000
200000
250000
Konsentrasi (ppm)
Gambar 6 Mortalitas biota uji Artemia salina terhadap konsentrasi limbah uji utama Kematian biota uji pada uji utama terus meningkat sesuai dengan semakin tingginya konsentrasi dan lama pemaparan limbah. Estimasi konsentrasi akut limbah dapat diperoleh melalui analisis probit. Tabel 5 menunjukkan estimasi nilai konsentrasi akut (LC50) limbah yang dianalisis dengan analisis probit manual dan perangkat lunak. Tabel 5 Estimasi nilai toksisitas akut (LC50) limbah LC50 (ppm) Jam ke Manual EPA Probit 24 117787 110152 48 90303 88493 72 52396 51664 96 35900 34260
Selang Kepercayaan 95% 81745 – 155393 60850 – 137572 26650 – 82104 14655 – 51992
Tingkah laku biota uji nauplius selama pemaparan limbah uji utama Pangamatan tingkah laku biota uji nauplius Artemia salina dilakukan pada jam ke 0, 3, 6, 12, 24, 48, 72, 96 sejak pertama kali dilakukan pemaparan limbah. Pengamatan dilakukan pada setiap perlakuan dan ulangan. Biota uji yang terpapar limbah memperlihatkan respon tingkah laku yang cukup berbeda dengan tingkah laku biota uji pada kontrol (Lampiran 8). Pengamatan tingkah laku biota uji nauplius Artemia salina meliputi keaktifan pada pergerakan biota uji, posisi berenang, tingkat kestresan biota uji, dan bentuk tingkah laku lain yang ditunjukkan oleh biota uji selama pemaparan. Respon biota uji terhadap pemaparan limbah menunjukkan tingkah laku berupa stres secara keseluruhan. Stres ditunjukkan melalui pergerakan biota yang sangat cepat dibandingkan dengan biota kontrol. Semakin tinggi konsentrasi dan lama pemaparan, maka biota uji semakin stres hingga terjadinya kematian.
12 Kerusakan tubuh biota uji terhadap pemaparan limbah selama uji utama Nauplius Artemia sering digunakan untuk evaluasi toksisitas polusi lingkungan dan studi ekotoksikologi (Manzanares 2015). Limbah memberikan efek toksikan terhadap biota uji nauplius Artemia salina. Salah satu dampak toksikan limbah adalah kerusakan pada anggota tubuh nauplius Artemia salina. Bentuk morfologi biota uji pada kontrol dan biota uji yang terpapar limbah toksikan disajikan pada Gambar 7 dan 8. Antenna II
Ochi
Antenna I Mandibula
Intestin
Gambar 7 Nauplius Artemia salina
b
a
c
d
Gambar 8 Kerusakan morfologi biota uji selama uji utama pada pemaparan limbah 39000 ppm (a) jam ke 24; (b) jam ke 48; (c) jam ke 72; (d) jam ke 96
13 Nauplius Artemia salina mengalami kerusakan pada bagian dalam tubuh terlebih dahulu hingga bagian luar tubuh biota uji. Biota uji yang mati akibat pemaparan selama 24 jam memperlihatkan bentuk kerusakan pada bagian kepala (Gambar 8.a). Pemaparan selama 48 jam menyebabkan kecenderungan rusak pada bagian dalam tubuh khususnya bagian pencernaan (Gambar 8.b). Pemaparan selama 72 jam menyebabkan kerusakan pada bagian dalam tubuh biota uji, dan kerusakan total dalam dan luar tubuh biota uji terjadi pada pemaparan 96 jam (Gambar 8.d). Kerusakan tubuh Artemia sudah terjadi pada pemaparan konsentrasi limbah terkecil adalah 22000 ppm. Berdasarkan kerusakan yang tervisualisasi dapat diketahui bahwa bahan toksikan limbah mulai memberikan dampak terhadap biota uji dari konsentrasi terkecil dari semua konsentrasi pada uji utama. Pembahasan Nilai LC50 merupakan nilai yang menunjukkan besarnya konsentrasi suatu bahan uji yang dapat menyebabkan 50% jumlah hewan uji mati akibat pemaparan bahan toksikan. Brine Shrime Test (BST) dianggap sebagai alat yang berguna untuk penilaian awal terhadap uji toksisitas (Jegathambigai 2014). Angka mortalitas biota uji sinergis dengan tingkat konsentrasi limbah, semakin besar dan lama waktu pemaparan maka semakin tinggi tingkat kematian biota uji nauplius Artemia. Angka mortalitas pada uji utama dapat menentukan estimasi nilai konsentrasi toksisitas akut (LC50) limbah terhadap biota uji melalui analisis probit. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis probit manual (Lampiran 9) dan perangkat lunak (Lampiran 10) diperoleh nilai LC50 yang tidak jauh berbeda (Tabel 5). Nilai konsentrasi akut yang mematikan 50% hewan uji mati adalah 34260 ppm. Menurut Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral No 45 Tahun 2006 tentang pengelolaan lumpur bor dan serbuk bor pada kegiatan pengeboran minyak dan gas bumi, nilai batas LC50-96 jam limbah yang dapat dibuang ke laut adalah lebih besar atau sama dengan 30000 ppm. Berdasarkan Peraturan Menteri tersebut diketahui bahwa limbah yang diamati dapat dibuang langsung ke laut. Hal ini karena konsentrasi akut (LC50) limbah yang diamati lebih besar dari batas ambang konsentrasi akut limbah yang boleh dibuang ke laut. Biota uji menunjukkan respon terhadap toksikan limbah berupa tingkah laku selama uji toksisitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Hartl et al. (2000) yang menjelaskan bahwa data kematian pada toksisitas Artemia dapat dikaitkan dengan aktifitas lain yang terjadi di dalamnya. Pengamatan respon tingkah laku biota uji dilakukan pada uji utama. Tingkah laku biota uji sangat beragam berdasarkan tingkat konsentrasi yang dipaparkan. Respon yang ditunjukkan biota sudah terlihat sejak awal waktu pemaparan. Respon tingkah laku biota uji sangat terlihat pada konsentrasi pemaparan 226000 ppm. Umumnya respon yang sangat terlihat pada keseluruhan perlakuan adalah stres biota uji terhadap limbah. Stres terlihat dari cara berenang yang sangat cepat tak beraturan di kolom air. Hari kedua dan selanjutnya terlihat pergerakan biota uji sangat lemah. Hal ini diduga karena energi yang sudah banyak dipakai pada hari pertama pemaparan. Posisi berenang biota uji pada hari-
14 hari selanjutnya cenderung ke arah dasar atau permukaan air. Pada jam ke 72 dan ke 96, terlihat banyak biota uji yang pingsan. Biota uji dikatakan pingsan karena biota uji terlihat mati tidak bergerak, namun setelah diberi suatu aksi sentuhan biota uji kembali bergerak. Biota uji yang terpapar limbah tidak hanya merespon perlakuan melalui tingkah laku, namun juga terjadi kerusakan morfologi tubuh berdasarkan lama pemaparan sebelum mati. Kerusakan morfologi tubuh dapat diketahui dengan membandingkan morfologi tubuh nauplius Artemia tanpa perlakuan (kontrol) dengan perlakuan limbah. Dalam hal ini pengamatan bentuk morfologi tubuh biota uji dilakukan setiap 24 jam biota uji yang sudah mati. Ilustrasi kerusakan morfologi tubuh nauplius hanya dilakukan pada konsentrasi 39000 ppm. Hal ini karena hasil pemotretan biota uji pada perlakuan konsentrasi yang lain tidak terlalu bagus. Hasil dokumentasi pada konsentrasi lain tidak memberikan gambaran yang cukup jelas terhadap tahapan kerusakan tubuh berdasarkan lama pemaparan limbah. Dengan demikian, kerusakan morfologi tubuh biota uji yang terpapar hanya dilihat berdasarkan lama pemaparan limbah. Kerusakan bagian dalam dan luar tubuh serta kematian nauplius Artemia salina yang terkena paparan limbah yang memiliki kandungan logam berat terhadap nauplius Artemia juga dapat menyebabkan penghambatan pada pertumbuhan dan perkembangannya (Shaojie et al. 2012). Pada studi kasus penelitian dengan biota uji berupa post larva Penaeus monodon, kematian biota uji yang terpapar dengan drilling muds disebabkan oleh adanya kerusakan bentuk gill filamen. Bentuk kerusakan yang terjadi yaitu adanya bagian tubuh yang mengalami reduksi atau hilang (Soegianto et al. 2008). Tubuh Artemia salina terdiri dari kepala, torax, dan perut (Dumitrascu 2011). Tahapan kerusakan tubuh biota uji akibat pemaparan limbah, yaitu pada bagian kepala (mulut, mata, dsb), saluran pencernaan, kerusakan total seluruh bagian dalam tubuh biota, lalu kerusakan total bentuk tubuh biota uji. Tahapan kerusakan tubuh ini menunjukkan bahwa kerusakan terjadi berdasarkan tingkat interaksi terendah hingga tertinggi antara organ tubuh biota dengan bahan toksik limbah. Artemia sp. memiliki cara makan non selektif filter yang menyebabkan Artemia rentan terhadap bahan pencemar yang masuk dalam badan perairan (Dong & Zhou 2012). Hal tersebut menyebabkan bagian kepala mengalami kerusakan terlebih dahulu. Toksisitas merupakan kemampuan suatu molekul atau senyawa kimia yang dapat menimbulkan kerusakan pada bagian yang sensitif di dalam maupun di luar tubuh makhluk hidup. Suatu senyawa kimia dapat dikatakan sebagai racun apabila ketika senyawa tersebut bereaksi dengan satu objek dapat menimbulkan efek yang merusak (Durham 1975). Efek toksik yang dihasilkan memberikan indikasi terganggunya proses morfologi maupun fisiologis biota uji (Anderson et al.1991) dalam hal ini bentuk morfologi tubuh Artemia sebagai biota uji. Kerusakan tubuh biota uji berdasarkan lama pemaparan perlakuan limbah menyebabkan kerusakan yang cukup signifikan. Kecenderungan kerusakan bagian kepala (antenna dan antenula) terlebih dahulu pada jam ke 24 diduga karena antenna banyak menyaring limbah. Antenna berfungsi sebagai filter feeder sehingga kondisi lingkungan yang terpapar limbah menyebabkan Artemia sangat intensif berinteraksi dalam menyaring limbah. Berdasarkan Gambar 8.b kerusakan biota uji yang terpapar
15 limbah selama 48 jam mengalami kerusakan pada saluran pencernaan. Hal ini diduga karena limbah yang masuk mulai bereaksi sangat toksik pada bagian dalam tubuh biota, khususnya saluran pencernaan. Hal ini didukung dengan pernyataan Shaojie et al. (2012) yang menyatakan bahwa Artemia sp. dianggap sebagai organisme yang paling baik untuk uji toksisitas karena Artemia memiliki cara makan non selektif filter yang membuat mereka rentan terhadap bahan pencemar yang masuk dalam badan perairan. Kerusakan biota uji yang terpapar limbah selama 72 hingga 96 jam mengalami kerusakan total pada bagian dalam tubuh hingga bentuk luar tubuh biota uji. Tingkah laku biota uji yang bertahan hidup dalam paparan limbah memberikan respon yang sinergis dengan tingkat konsentrasi, selanjutnya kerusakan bentuk tubuh biota uji yang sudah mati terpapar limbah memberikan tingkat kerusakan yang sama dengan tingkat konsentrasi yang dipaparkan ke biota uji. Hal ini sesuai dengan Loomis (1978), efek yang ditimbulkan oleh senyawa beracun sangat bergantung pada kadar racun (toksin) yang diberikan. Dengan demikian kematian biota uji terhadap pemaparan limbah pengeboran diduga diakibatkan oleh bahan kimia yang terkandung dalam limbah pengeboran. Kerusakan tubuh hingga kematian biota uji yang terjadi selama pengamatan perlu dipertimbangkan kembali, meskipun menurut ketetapan Permen ESDM no 45 tahun 2006 limbah tersebut sudah aman dibuang langsung ke laut. perlu dilakukan pengkajian kembali mengenai volume limbah yang aman terhadap suatu luasan badan tampung limbah. Drill cutting/cutting merupakan hasil operasi pengeboran dari potongan lapisan bebatuan ketika mata bor menekan dan berputar di dalam perut bumi. Cutting tersebut harus segera dikeluarkan dari sumur bor agar tidak mengganggu proses pengeboran. Drilling fluids (lumpur bor) dipompakan melalui rangkaian pipa pengeboran ke bawah menuju mata bor yang dalam keadaan berputar berkecepatan tinggi. Mata bor akan naik ke atas melalui ruangan antara dinding sumur dan rangkaian pipa pengeboran sambil membawa cutting. Pada proses ini terjadi pencampuran antara material hasil pengeboran (cutting, lumpur, pasir) dengan lumpur bor. Lumpur bor merupakan campuran air, lumpur khusus, beberapa mineral, serta bahan kimia (EPA 1993). Pengaruh pada kandungan lumpur bor dan cutting limbah (Lampiran 11) terhadap biota dapat mengganggu kelestarian lingkungan perairan (Bakke et al. 2013), hal ini mendorong untuk dilakukannya pengolahan limbah. Negara-negara tertentu sudah melakukanbanyak model pengolahan limbah, baik limbah industri besar maupun industri kecil. Kegiatan pengolahan pada umumnya dilakukan dengan pemisahan jenis limbah padat dan cair, treatment dengan teknologi dan praktik khusus berdasarkan jenis dan karakter limbah. Menurut DWMS (2007), prinsip dasar dan orientasi dalam pengolahan limbah pengeboran yaitu minimalisasi limbah, recycle atau reuse, pembuangan limbah. Proses pembuangan limbah harus memperhatikan karakter area pembuangan limbah, lokasi pembuangan limbah, waktu dan musim saat proses pembuangan (Onwukwe et al. 2012) Sumiyati et al. (2008) menjelaskan bahwa limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) dapat dimanfaatkan kembali, melalui pengelolaan recycle, reuse, dan recovery (3R). Salah satu limbah B3 yang dapat diolah kembali melalui pengolahan tersebut adalah limbah pengeboran minyak. Hasil recycle limbah
16 cutting dapat dijadikan sebagai bahan baku alternatif pembuatan semen. Sedangkan bentuk reuse dan recovery limbah pengeboran dapat dijadikan sebagai bahan bakar alternatif. Pada pemanfaatan sebagai bahan baku alternatif pembuatan semen telah ditentukan batas penggunaan limbah cutting adalah 10% dari bahan utama semen. Teknik Thermal Desorption merupakan salah satu teknik lain pengolahan limbah pengeboran minyak yang dianggap efektif dan ramah lingkungan (Okeke 2013)
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Nilai konsentrasi toksisitas akut (LC50) limbah pengeboran minyak adalah 34260 ppm. Pengaruh limbah pengeboran minyak terhadap biota uji Brine shrimp (Artemia salina) adalah terjadinya kerusakan seluruh morfologi dan anatomi tubuh biota uji secara bertahap berdasarkan lamanya pemaparan limbah. Saran Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai dosis dan volume limbah yang aman terhadap lingkungan perairan laut. Berdasarkan kerusakan tubuh yang mulai terjadi pada kosentrasi terendah uji utama, maka perlu dilakukan uji toksisitas kronik limbah pengeboran. Selain itu perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai jenis kandungan logam berat dan senyawa kimia sebagai karakter limbah yang bersifat mematikan terhadap biota. Serta diperlukan uji toksisitas menggunakan organisme bentik perairan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh limbah terhadap organisme dasar dan sedimen perairan.
DAFTAR PUSTAKA
Adhiarni R. 1997. Pengaruh lanjut kontaminasi brine shrimp terhadap pertumbuhan ikan Mas (Cyprinus carpio, Linn) ukuran 4-6 cm. [Skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor. Anderson JE, Goetz CM, McLaughlin JL. 1991. A Blind Comparison of Simple Bench-top Bioassay and Human Tumor Cell Cytotoxicities as Antitumor Prescrenss. Phytochemical analysis journal. 2(1):107-111 Bakke T, Klungsoyr J, Sanni S. 2013. Environmental impacts of produced water and drilling waste discharges from Norwegian offshore petroleum industry. Marine Environmental Research Journal. 92(2013):154-169 Busvine JR. 1971. A critical review of the techniques for testing insecticides. Second Edition. Commonwealth Agricultural Fanham Royal. England. 263-276 hal.
17 [DWMS]
Drilling Waste Management System. 2007. http://web.ead.anl.gov/dwm/techdesc/index.cfm [19 Agustus 2016] Dumitrascu M. 2011. Artemia salina. Balneo-Research Journal. 2(4):119-122. [EPA] Environmental Protection Agency. 1993. Development document for effluent limitation guidelines and new source performance standards for offshore subcategory of the oil and gas extraction point source category. Washington, DC. Fisher RA, Yates F. 1963. Statistical tables for biological, agricultural and medical research. Sixth Edition. Longman. Britain. 68-73 hal. Franson MAH. 1995. Standard methods: for the examination of water and wastewater (19th edition). APHA. United States. Hartl M, Humpf Hu. 2000. Toxicity assessment of fumonisins using the brine shrimp (Artemia salina) bioassay. Food and Chemical Toxicology. 28(2000): 1097-1102 Jegathambigai R, Rusli Ismail, Sreenivasan Sasidharan. 2014. Acute Oral Toxicity and Brine Shrimp Lethality of Methanol Extract of Mentha Spicata L (Lamiaceae). Tropical Journal of Pharmaceutical Research. 13(1): 101-107 Kanwar, AS. 2007. Brine shrimp as a marine animal for simple and rapid biological assays. Journal of chinese clinical medicine. 2(4). Kummar RT, Sampson A, Dorathy E, Wokoma I, Ablorh MA. 2013. Study on Environmental impact on oil and gas activities in Ghana- Analysis by graphical approaches using Matlab. International Journal of Engineering Trends and Technology. 4(3):344-348 Loomis TA. 1978. Toksikologi Dasar. Edisi III. Donatus IA, penerjemah. Semarang (ID): Semarang Pr, Manzanares DL, Morilla LJG, Malawani AD, Lagare NJS, Abrenica-Adamat LR. 2015. Effects of oregano (Origanum vulgare) leaf extract on early life stages of Artemia salina. International Journal of the Bioflux Society. 7(3) Moe J, Stenseth N, Smith R. 2001. Effects of a toxicant on population growth rat s, subl thal and d la d r spons s in blo fl populations. International journal of Functional ecology. 15:712-721. Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir Dan Laut. Jakarta(ID): Paradnya Paramita. Okeke PN, Obi C. 2013. Treatment of Oil Drill Cuttings Using Thermal Desorption Technique. ARPN Journal of Systems and Software. 3(7):153-158 Onwukwe SI, Nwakaudu MS. 2012. Drilling Wastes Generation and Management Approach. International Journal of Environmental Science and Development. 3(3):252-257 Shaala NMA, Zulkifli SZ, Ismail A, Azmai MNA, Mohamat-Yusuff F. 2015. Selected Morphological Changes in Nauplii of Brine Shrimp (Artemia salina) after Tributyltin Chloride (TBTCL) Exposure. World Applied Sciences Journal. 33(8): 1334-1340 Shaojie D, Wenli Z. 2012. Response of growth and development of Artemia salina to four kinds of heavy metals stress. Procedia Environmental Sciences. 12(2012):1164 – 1171
18 Soegianto A, Irawan B, Affandi M. 2008. Toxicity of Drilling Waste and Its Impact on Gill Structure of Post Larvae of Tiger Prawn (Penaeus monodon). Global Journal of Environmental Research. 2(1): 36-41. Stan, Hauter D. 2015. DIY Brine Shrimp Hatchery. http://saltaquarium.about.com/od/diyfeedersfoods/ss/sbsbrineshrimph.h tm [12 Oktober 2016] Sumiyati S, Iriany MR. 2008. Penerapan recycle, reuse dan recovery (3R) limbah bahan berbahaya dan beracun secara off-site PT. pengelola limbah industry batam (PLIB), Jakarta. Jurnal presipitasi. 4(1):1907187x
19
LAMPIRAN Lampiran 1 Hasil pengukuran kualitas air pada ruang uji bioassay jam ke 0 botol ke 1 2 3 4 5 6 7 8
DO 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3 6,3 6,2 6,3
Suhu 28,2 28,0 28,1 27,9 28,0 28,3 28,1 28,0
pH 8 8 8 8 8 8 8 8
Salinitas 30 30 30 30 30 30 30 30
jam ke 72 botol ke DO 1 6,3 2 6,5 3 6,2 4 6,3 5 6,4 6 6,5 7 6,4 8 6,2
Suhu 28,8 28,7 28,8 28,5 28,7 29,0 28,7 28,6
jam ke 24 botol ke 1 2 3 4 5 6 7 8
pH 8 8 8 8 8 8 8 8
DO 6,3 6,4 6,4 6,4 6,4 6,5 6,4 6,4
Salinitas 30 30 30 30 30 30 30 30
Suhu 29,6 29,3 29,5 29,3 29,5 29,0 29,3 29,4
pH 8 8 8 8 8 8 8 8
jam ke 48 botol ke 1 2 3 4 5 6 7 8
Salinitas 29 29 29 29 29 29 29 29
Jam ke 96 botol ke 1 2 3 4 5 6 7 8
DO 6,3 6,3 6,3 6,4 6,3 6,5 6,3 6,4
Suhu 28,6 28,5 28,5 28,4 28,5 28,5 28,5 28,4
pH 8 8 8 8 8 8 8 8
DO 6,1 6,7 6,5 6,8 6,5 6,9 6,7 6,8
Salinitas 30 30 30 30 30 30 30 30
Suhu 28,2 28,3 28,3 28,2 28,3 28,3 28,4 28,2
pH 8 8 8 8 8 8 8 8
Salinitas 30 30 30 30 30 30 30 30
20
Lampiran 2 Penyediaan nauplius Artemia salina
Sumber : http://saltaquarium.about.com a Lampiran 3 Limbah cutting
Lampiran 4 Mikroskop binokuler
b
21
Lampiran 5 Tabel transformasi probit (Bliss 1957 in Busvine 1971)
22
Lampiran 6 Tabel koefisien dan nilai probit (Bliss 1935 in Busvine 1971)
23
Lampiran 7 Mortalitas biota uji nauplius Artemia salina pada uji pendahuluan Konsentrasi limbah uji (%) (ppm) 0 0 60,00 600000 30,00 300000 15,00 150000 7,50 75000 3,75 37500 Konsentrasi limbah uji (%) (ppm) 0 0 50,00 550000 27,50 275000 13,75 137500 6,87 68750 3,43 34375 Konsentrasi limbah uji (%) (ppm) 0 0 50,00 500000 25,00 250000 12,50 125000 6,25 62500 3,12 31250 Konsentrasi limbah uji (%) (ppm) 0 0 45,00 450000 22,50 225000 11,25 112500 5,62 56250 2,81 28125
Mortalitas biota (%) 0 100 100 90 70 70 Mortalitas biota (%) 0 100 90 80 70 50 Mortalitas biota (%) 0 100 100 90 80 70 Mortalitas biota (%) 0 100 100 80 70 50
Konsentrasi limbah uji (%) (ppm) 0 0 40,00 400000 20,00 200000 10,00 100000 5,00 50000 2,50 25000 Konsentrasi limbah uji (%) (ppm) 0 0 35,00 350000 17,50 175000 8,75 87500 4,37 43750 2,18 21875 Konsentrasi limbah uji (%) (ppm) 0 0 30,00 300000 15,00 150000 7,50 75000 3,75 37500 1,87 18750 Konsentrasi limbah uji (%) (ppm) 0 0 25,00 250000 12,50 125000 6,25 62500 3,12 31250 1,56 15625
Mortalitas biota (%) 0 100 100 80 60 50 Mortalitas biota (%) 0 100 90 80 50 40
Mortalitas biota (%) 0 100 90 80 70 30 Mortalitas biota (%) 0 100 100 80 70 20
24
Konsentrasi limbah uji (%) (ppm) 0 0 20,00 200000 10,00 100000 5,00 50000 2,50 25000 1,25 12500
Mortalitas biota (%) 0 100 80 70 50 0
Konsentrasi limbah uji (%) (ppm) 0 0 15,00 150000 7,50 75000 3,75 37500 1,87 18750 0,93 9375
Mortalitas biota (%) 0 90 70 40 30 20
25
Lampiran 8 Respon tingkah laku biota uji terhadap pemaparan limbah pada uji utama toksisitas 0 jam Berenang aktif di kolom air
3 jam Berenang aktif di kolom air
Tingkah laku biota uji terhadap lama pemaparan 6 jam 12 jam 24 jam 48 jam Berenang aktif Berenang aktif Berenang aktif Berenang aktif di kolom air di kolom air di kolom air di kolom air
22000
Berenang di kolom air
Berenang di kolom air
Berenang di kolom air
Berenang tidak terlalu aktif
Berenang tidak terlalu akitf di kolom perairan
39000
Berenang di kolom air
Berenang tidak terlalu aktif
Berenang tidak terlalu aktif
Berenang cenderung ke dasar perairan
70000
Berenang di kolom air
Berenang di sekitar dasar perairan
Berenang tidak aktif cenderung ke dasar
126000
Berenang di kolom air
Berenang tidak terlalu aktif, cenderung ke dasar air Berenang tidak terlalu aktif, cenderung berenang dikolom dan dasar
Bereanang sangat cepat air (stress)
Berenang tersendatsendat
226000
Berenang di kolom air
Berenang sangat cepat disekitar dasar air (stress)
Berenang pasif di dasar.
Berenang sangat lemah. Ada yang pingsan.
25
Perlakukan (ppm) Kontrol
72 jam Berenang aktif di kolom air
96 jam Berenang aktif di kolom air
Berenang sangat lemah di air
Berenang pasif di kolom air.
Berenang tersendatsendat di kolom hingga dasar Berenang lemah d kolom hingga dasar
Berenang tidak aktif. Cenderung di kolom air Berenang lemah. Cenderung ke dasar perairan Berenang pasif, tidak terlalu aktif berenang.
Berenang lemah. Cenderung ke dasar perairan Berenang pasif di kolom.
Berenang pasif, di kolom.
Berenang lemah mendekati dasar
Berenang pasif. Ada beberapa individu yang pingsan.
Banyak individu yang pingsan di kolom air.
Banyak individu yang pingsan di kolom air dan dasar
-
-
-
Berenang pasif dan banyak yg pingsan.
-
26
Lampiran 9 Perhitungan probit manual LC50 96 jam Konsentrasi Limbah
Volume Limbah
Jumlah biota uji
Mortalitas
Koreksi Mortalitas
Log Volume
(ppm)
(%)
(ekor)
(%)
22000
22
10
40
40
1,342
39000
39
10
50
50
70000
70
10
70
126000
126
10
226000
226
10
Probit Empiris
Probit Harapan
Probit Kerja
(Y)
(y)
4,74
4,617
4,748
0,601
1,591
5
5,123
5
70
1,845
5,52
5,640
90
90
2,100
6,28
100
100
2,354
*
(X)
Y (probit harapan) = 1,8838 + 2,035 x
2
-̅
235,89 3 ,8 76,933 ,747 42,56
wx
wy
Wx2
wxy
6,01
8,068
28,535
10,830
38,306
0,634
6,34
10,087
31,7
16,049
50,436
5,3
0,558
5,58
10,296
29,574
18,996
54,566
6,160
6,207
0, 405
4,05
8,507
25,138
17,866
52,799
6,676
7,1
0,238
2,38
5,603
16,898
13,189
39,779
Jumlah
24,36
42,560
131,8
76,933
235,89
(w)
Jika y = 5 , maka x = 1,5551 (x = m) LC50 merupakan Antilog m : 10^1.5551 = 35900 ml/L Dengan demikian nilai LC50-96 jam adalah 35900 ml/L
131,8 5,4123 24,36 b
Pemberat
Y (probit kerja) = 1,655 + 2,151 X
42,56 1,7471 24,36
𝑋̅
Koefisien Pembobot
2,5
7
a = ̅ - b ̅ = 1,6546
25
27
Lampiran 10 Analisis probit dengan menggunakan perangkat lunak jam ke 96
28
Lampiran 11 Karakter limbah cutting (Sadiq 2000 in Mukhtasor 2007). Prioritas polutan organik Naftalena Fluorin Fenantirene Fenol Logam berat Cadmium Merkuri Antimony Arsen Berilium Kromium Copper
Mg/kg of barite 1,1 0,1 5,7 7,1 0,7 240 18,7
Mg polutan/ml formation oil 1,43 0,78 1,85 6 Logam berat Timbal Nikel Selenium Perak Talium Zink
Mg/kg of barite 35,1 13,5 1,1 0,7 1,2 200,5
29
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ketapang, Pontianak, Kalimantan Barat pada tanggal 13 September 1994 dari ayah Rabiansyah (alm) dan ibu Djamaliah. Penulis adalah anak ketujuh dari tujuh bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Ketapang dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri dan diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai kepanitian dan organisasi. Organisasi yang pernah diikuti antara lain UKM Gentra Kaheman (2012-2014), Keluarga Pelajar Mahasiswa Kalimantan Barat regional Bogor (2012-2013), Himpunan Profesi Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan (2014-2015), ATLANTIK HIMASPER (Kelompok Studi dan Pemerhati Lingkungan Perairan HIMASPER) pada tahun 2014-2016. Kepanitian yang pernah diikuti antara lain Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sajana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Uji toksisistas akut limbah pengeboran minyak bumi (cutting) terhadap biota uji brine shrimp (Artemia salina).
19