ARTIKEL ILMIAH
UJI SPESIFISITAS PROTEIN GDF-9 DENGAN METODE WESTERN BLOTTING PADA OOSIT SAPI DARI FOLIKEL PREANTRAL
Oleh: ELIZA 060513491
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2010
SPECIFICITY TEST FOR GDF-9 PROTEIN BY USING WESTERN BLOTTING METHOD IN BOVINE OOCYTES FROM PREANTHRAL FOLLICLES Eliza 1), Lianny Nangoi 2), Widjiati 3) 1) Mahasiswa, 2) Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, 3) Bagian Embriologi Veteriner ABSTRACT Growth Differentiation Factor 9 (GDF-9) is one of many growth factors which take part in reproduction cycles. GDF-9 is a member of Transforming Growth Factor Beta (TGFß) superfamily and has an influence as specific ligand of TGFß on oocyte in vitro maturation process. GDF-9’s molecular weight is 51 kDa. Bovine oocytes were collected from preanthral follicles then maturated by in vitro process. The bovine oocyte protein was isolated and runned through Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS PAGE) method. GDF-9 was tested by using monoclonal antibody of GDF-9 in Western Blotting method. The result shows a band of specific GDF-9 protein which was isolated from bovine oocytes. Key words: GDF-9, bovine oocyte, preanthral follicles, Western Blotting Surabaya, 1 Juli 2010
Mahasiswa:
Menyetujui Dosen Pembimbing I:
Menyetujui Dosen Pembimbing II:
(Eliza) NIM. 060513491
(Lianny Nangoi, M.S., drh) NIP. 195610171984032001
(Dr. Widjiati, M.Si, drh) NIP. 131877882
Menyetujui Dosen Terkait I:
Menyetujui Dosen Terkait II:
Menyetujui Dosen Terkait III:
(Dr. Rr. Sri Pantja M., M.Si, drh) NIP. 131837006
(Dr. Suherni Susilowati, M.Kes, drh) NIP. 131653734
(Gracia Angelina H., M.Si, drh) NIP. 197009131999032001
UJI SPESIFISITAS PROTEIN GDF-9 DENGAN METODE WESTERN BLOTTING PADA OOSIT SAPI DARI FOLIKEL PREANTRAL
1)
Eliza 1), Lianny Nangoi 2), Widjiati 3) Mahasiswa, Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, 3) Bagian Embriologi Veteriner 2)
ABSTRAK Growth Differentiation Factor 9 (GDF-9) merupakan salah satu growth factor yang berperan dalam proses reproduksi. GDF-9 merupakan anggota dari Transforming Growth Factor Beta (TGFß) dan berperan sebagai ligan spesifik TGFß dalam proses maturasi oosit secara in vitro. GDF-9 memiliki berat molekul 51 kDa. Dalam penelitian ini oosit sapi dikoleksi dari folikel preantral, kemudian dimaturasi secara in vitro. Selanjutnya protein dari oosit sapi diisolasi lalu dilakukan metode Sodium Dodecyl Sulfate Polyacryl Amide Gel Electrophoresis (SDS PAGE). Kemudian GDF-9 diuji spesifisitasnya dengan metode Western Blotting menggunakan antibodi monoklonal anti-GDF-9. Hasil penelitian menunjukkan adanya band protein GDF-9 yang diisolasi dari oosit sapi. Kata kunci: GDF-9, folikel preantral, oosit sapi, Western Blotting
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat ditemui hampir pada semua bidang, termasuk bidang kedokteran hewan. Salah satu contohnya adalah dalam hal memperoleh bibit unggul. Untuk memperoleh bibit unggul ternak dapat dilakukan proses fertilisasi in vitro. Teknologi fertilisasi in vitro terdiri dari beberapa tahap, yaitu maturasi oosit, inseminasi in vitro dan kultur embrio in vitro. Keberhasilan maturasi oosit in vitro sangat menentukan keberhasilan fertilisasi in vitro, karena hanya oosit yang matang yang akan berhasil dibuahi oleh sel spermatozoa (Mahaputra dan Mustofa, 2000). Metode fertilisasi in vitro masih belum mampu memproduksi embrio in vitro dengan kualitas optimum. Masalah tersebut perlu dikaji secara biologi molekuler, mengingat pada proses maturasi oosit banyak protein yang diduga berperan dan sampai saat ini sintesis dan fungsi protein tersebut secara molekuler masih belum banyak diketahui (Pawshe et al., 1996) Pemilihan folikel juga sangat berpengaruh terhadap kualitas oosit yang dihasilkan selama maturasi secara in vitro. Selain memperhatikan ukuran oosit, perlu juga diperhatikan peranan hormon dan growth factor dalam proses maturasi oosit (Widjiati dkk, 2001). Oosit yang heterogen menyebabkan pertumbuhan oosit secara in vitro tidak dapat mencapai
perkembangan
yang
seragam.
Kondisi
ini
mempengaruhi
proses
perkembangan selanjutnya, oleh karena itu perlu dilakukan penyeragaman ukuran oosit pada saat melakukan kultur in vitro (Pawshe et al., 1996). Ukuran oosit ditentukan oleh tingkat kematangan folikel. Pada penelitian kali ini oosit dikoleksi dari folikel preantral. Folikel preantral adalah folikel pada ovarium yang memiliki diameter 40-250 µm dan belum terbentuk antrum (Van den Hurk et al., 1998).
Ada berbagai macam protein yang berperan dalam proses maturasi oosit, salah satunya adalah Transforming Growth factor Beta (TGFβ). TGFβ berperan sebagai protein intrafolikular yang mengatur perkembangan folikel. Salah satu protein dari superfamili TGFβ adalah GDF-9. GDF-9 dapat meningkatkan maturasi oosit lewat transduksi sebagai ligan spesifik TGFβ. GDF-9 dapat ditemukan pada semua tahap perkembangan folikel, kecuali pada folikel primordia. GDF-9 diekspresikan pertama kali dalam folikel primer dan menghilang pada hari kedua setelah fertilisasi (Jinwen et al., 1996; McGrath et al., 1995). GDF-9 merangsang produksi sel granulosa dan menstimulir perkembangan kumulus. GDF-9 dapat meningkatkan maturasi oosit lewat transduksi sebagai ligan spesifik TGFβ. GDF-9 diekspresikan pertama kali dalam folikel primer dan menghilang pada hari kedua setelah fertilisasi (Roelen et al., 1998; Elvin et al., 1999). GDF-9 terbukti dapat merangsang pertumbuhan folikel preantral dan dapat meningkatkan kualitas oosit. Kualitas oosit perlu diperhatikan karena akan berpengaruh pada kualitas embrio yang dihasilkan untuk penyediaan embrio secara in vitro (Vitt et al., 2002). GDF-9 memiliki berat molekul 51 kDa. Pengaruh GDF-9 pada folikel preantral dapat dilihat dari peningkatan jumlah sel dan juga peningkatan sintesis DNA. Pada folikel yang lebih besar, GDF-9 hanya berpengaruh sedikit atau bahkan tidak ada pengaruhnya terhadap proliferasi sel ataupun produksi steroid (Spicer et al., 2008).
METODE PENELITIAN Pengambilan ovarium Ovarium sapi yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan dibersihkan terlebih dahulu dari darah. Ovarium kemudian dimasukkan pada botol yang berisi NaCl
fisiologis dan dibawa menggunakan termos yang sudah diberi air hangat dengan suhu 30-35 ºC. Di laboratorium, ovarium dicuci menggunakan NaCl fisiologis sebanyak 3 kali atau sampai air cucian menjadi bening. Ovarium yang telah dicuci dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi NaCl fisiologis yang telah diberi BSA dan antibiotika gentamisin sulfat 40 µL. Koleksi oosit dan maturasi oosit Pengambilan oosit dilakukan secara aspirasi dengan menggunakan jarum ukuran 18G yang dihubungkan dengan spuit 5 ml berisi 1 ml TCM. Aspirasi dilakukan pada folikel preantral, selanjutnya oosit dicuci sebanyak 3 kali didalam medium TCM. Untuk proses maturasi oosit digunakan medium TCM 199. Maturasi oosit dilakukan pada suhu 38,5ºC didalam inkubator CO2 5% selama 20-22 jam. Oosit yang telah dimaturasi dimasukkan ke dalam tabung Ependorff dan disimpan ke dalam freezer. Proses ini dilakukan berulang-ulang sehingga diperoleh cukup oosit (kurang lebih 200 oosit) untuk diisolasi. Isolasi protein Sampel oosit ditambah dengan larutan Phospate Buffer Saline Tween (PBST) yang mengandung 0.05 M Phenyl Metile Sulfonil Flouride (PMSF) sampai lima kali volume sampel. Sampel disonifikasi selama 10 menit. Selanjutnya lakukan sentrifugasi 10.000 rpm pada suhu 4°C selama 15 menit. Supernatan yang dihasilkan ditambahkan etanol absolut dengan perbandingan 1:1, kemudian dimasukkan ke dalam refrigerator selama 12 jam. Sampel disentrifugasi kembali dengan kecepatan 6000 rpm pada suhu 4ºC selama 10 menit. Endapan yang diperoleh dimasukkan ke dalam freezer selama lima menit. Endapan yang dihasilkan ditambah larutan Tris HCl 50µL dan disimpan di freezer.
Sodium Dodecyl Sulfate – Polyacrilamid Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) Sampel protein ditambah dengan larutan buffer dan disimpan pada suhu -10ºC. Selanjutnya siapkan separating gel pada comb. Tambahkan butanol kurang lebih 1 ml dan biarkan selama 30 menit. Selanjutnya keluarkan comb. Sampel protein 10-20 µl dimasukkan ke dalam lubang cetakan pada stacking gel. Selanjutnya plate yang telah berisi sampel dimasukan ke alat biorad yang telah berisi running buffer. Power supply dihubungkan dengan arus listrik 28 mA dan tegangan 110V. Proses pemisahan protein dihentikan setelah warna biru indikator mencapai ketinggian ±0,5 cm dari batas bawah plate gel. Gel diambil lalu dicuci dengan aquadest dan direndam dalam blotting buffer. Sementara itu membran Nitro Cellulose (NC) dipotong sesuai ukuran plate dan direndam dalam PBS dan direndam lagi dalam blotting buffer. Spons dan 15 lembar kertas saring yang telah berukuran sama juga direndam dalam blotting buffer. Western Blotting Protein yang terdapat pada gel ditransfer ke membran NC. Proses transfer dilakukan dengan menyusun sandwich dengan urutan: black side, spons, kertas saring (6 lembar), gel, membran NC, kertas saring (9 lembar), spons, dan red side. Lakukan transfer dalam transfer buffer dengan tegangan 25 V selama 12 jam pada suhu 4°C. Hasil transfer diperiksa dengan larutan ponceau. Selanjutnya membran NC direndam dalam blocking buffer selama 1 jam sambil diagitasi kemudian dicuci dengan PBST. Membran NC diinkubasi dalam antibodi primer selama semalam, lalu dicuci dengan TBS. Setelah itu membran diinkubasi dalam antibodi sekunder yang telah dilabel alkaline fosfatase selama 1 jam, lalu dicuci dengan PBST. Membran diinkubasi dengan Western blue substrate solution dalam ruang gelap sampai terlihat warna band atau selama semalam, lalu cuci dengan aquadest. Kemudian membran dikeringkan pada suhu ruang.
HASIL DAN PEMBAHASAN
M 250 130 95 72 55
36 28
S
Band yang terbentuk akibat reaksi spesifik antara GDF-9 dengan antibodi GDF-9. Band ini menunjukkan bahwa fraksi protein memiliki berat molekul 51 kDa.
Hasil analisis sampel protein dengan metode Western Blotting. M : protein marker S : sampel protein oosit
Untuk memisahkan protein berdasarkan berat molekulnya digunakan metode SDS PAGE. Setelah sampel protein melewati tahap SDS PAGE, didapatkan protein dengan berbagai berat molekul. Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa GDF-9 yang teridentifikasi memiliki berat molekul 51 kDa (Mustakim, 2008). Tetapi pada penelitian kali ini protein dengan berat molekul 51 kDa tersebut belum dipastikan dan belum tentu merupakan protein GDF-9, karena protein tersebut dapat merupakan protein lain dengan berat molekul sama atau mendekati 51 kDa. Oleh karena itu sampel protein perlu diuji spesifisitasnya untuk memastikan bahwa protein hasil SDS PAGE mengandung protein spesifik GDF-9. Uji spesifisitas yang banyak digunakan adalah metode Western Blotting karena dapat mendeteksi protein tertentu dengan ketepatan yang tinggi. Western Blotting merupakan suatu metode immunoblotting yang digunakan untuk menguji adanya protein spesifik di dalam sampel. Prinsip kerja Western Blotting
adalah mereaksikan antigen dengan antibodi yang kemudian divisualisasikan dengan pewarnaan khusus (Rantam, 2003). Antigen yang direaksikan adalah sampel protein yang diisolasi dari oosit sapi yang telah dimaturasi yang dikoleksi dari folikel preantral. Antibodi yang digunakan dalam Western Blotting dapat berupa antibodi monoklonal maupun antibodi poliklonal. Dalam penelitian ini digunakan antibodi monoklonal, yaitu Rabbit Monoclonal Antibody GDF-9 yang hanya dapat berikatan dengan protein GDF-9 saja. Pada penelitian ini, sampel protein hasil SDS PAGE ditransfer ke membran Nitro Cellulose (NC) untuk digunakan sebagai antigen. Kemudian membran diblok dengan blocking buffer untuk mencegah protein non-spesifik berikatan dengan antibodi. Kemudian membran diinkubasi dengan antibodi primer. Antibodi primer adalah antibodi yang hanya berikatan dengan protein spesifik, yaitu protein GDF-9. Tetapi ikatan antara antigen-antibodi belum dapat divisualisasikan, sehingga selanjutnya membran diinkubasi dengan antibodi sekunder. Antibodi sekunder adalah antibodi yang dapat berikatan dengan fragmen antibodi primer dan telah diberi label horseradish peroxidase atau alkaline fosfatase yang berfungsi untuk berikatan dengan zat warna sehingga hasil Western Blotting pada membran NC dapat divisualisasikan. Dari hasil pengujian dengan Western Blotting, terbentuk band berwarna biru pada berat molekul 51 kDa. Band ini terbentuk karena ada reaksi spesifik antara antigen dengan antibodi. Pertama-tama antigen berikatan dengan antibodi primer. Kemudian antibodi primer berikatan dengan antibodi sekunder yang telah dilabel dengan enzim alkalin fosfatase. Enzim alkalin fosfatase kemudian berikatan dengan western blue substrat sehingga muncul band berwarna biru gelap keunguan pada antigen yang berikatan.
Karena antibodi yang digunakan adalah antibodi monoklonal GDF-9, maka antigen yang berikatan mengandung protein spesifik GDF-9. Berdasarkan penjelasan di atas mengenai uji spesifisitas dengan metode Western Blotting maka isolat protein yang berasal dari oosit sapi yang telah dimaturasi dan dikoleksi dari folikel preantral dinyatakan positif mengandung protein GDF-9.
KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pada pengujian sampel menggunakan metode Western Blotting, protein yang diisolasi dari oosit sapi yang dikoleksi dari folikel preantral dan telah dimaturasi mengandung protein spesifik growth factor GDF-9 dengan berat molekul 51 kDa.
UCAPAN TERIMA KASIH 1) Hendra Jinata dan Luso Kien selaku kedua orangtua penulis, 2) Prof. Hj. Romziah Sidik, Ph.D., drh. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan selama masa studi penulis, 3) Lianny Nangoi, M.S., drh. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, 4) Dr. Widjiati, M.Si, drh. selaku dosen pembimbing dan dosen penelitian yang telah membimbing, mengarahkan dan banyak menolong dalam penyelesaian skripsi, 5) Dr. Rr. Sri Pantja Madyawati, M.Si, drh., Dr. Suherni Susilowati, M.Kes., drh., dan Gracia Angelina H., M.Si., drh. selaku dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan dan saran dalam penyelesaian skripsi.
DAFTAR PUSTAKA Dukes, H. H. 2004. Dukes’ Physiology Of Domestic Animals 12th Ed. Comstock Publishing Associates. Elvin, J. A., C. Yan and M. M. Matzuk. 1999. Oocyte-expressed TGFβ superfamily members in female fertility. Molecular and Cellular Endocrinology 159 (1-2): 1-5. Jinwen, D., D. F. Albertini, K. Nishimori, T. R. Kumar, N. Lu and M. M. Matzuk. 1996. GDF-9 is required during early ovarian folliculogenesis. Nature 383, 531 - 535 Mahaputra L. dan I. Mustofa. 2000. Pemanfaatan Teknologi Bayi Tabung Untuk Mengembangkan Bank Embrio Sapi Madura. Surabaya: Media Kedokteran Hewan. McGrath S. A., A. F. Esquela, and S. J. Lee. 1995. Oocyte-specific expression of growth differentiation factor-9. Baltimore: Mol Endocrinol. (1):131-6. Mustakim, Z. 2008. Identifikasi Growth Differentiation Factor 9 (GDF9) pada Oosit Sapi yang Dimaturasi secara In vitro dengan Metode Elektroforesis. Surabaya: Skripsi FKH Universitas Airlangga. Pawshe, C. H., A. Palanisamy, Taniju, S. K. Jain and S. M. Totey. 1996. Comparison of Various Maturation Treatment on In Vitro Maturation of Good Oocyte and Their Early Embryonic Development and Cell Number. J. Theriogenology 46: 971-982 Rantam, F. A. 2003. Metode Imunologi. Surabaya: Airlangga University Press. Roelen B.A., M. J. Van Eijk, M. A. Van Rooijen, M. M. Bevers, J. H. Larson, H. A. Lewin, and C. L. Mummery. 1998. Molecular cloning, genetic mapping, and developmental expression of a bovine transforming growth factor beta (TGF-beta) type I receptor. Molecular Reproduction Dev 49(1):1-9. Spicer, L. J., Y. A. Pauline, T.A Dustin, S. Mazerbourg, A. H. Payne, and A. J. Hsueh. 2008. “Growth Differentiation Factor 9 (GDF-9) Stimulates Proliferation and Inhibits Steroidogenesis by Bovine Theca Cells: Influence of Follicle Size on Responses to GDF-9”. Biology Of Reproduction 78: 243–253. Van den Hurk, R., E.R. Spek, W.J. Hage, T. Fair, J.H. Ralph, and K. Schotanus. 1998. Ultrastructure And Viability Of Isolated Bovine Preantral Follicles. Human Reproduction Update vol. 4. Vitt U.A., S. Mazerbourg, C. Klein and A. J. W. Hsueh 2002. Bone morphogenetic protein receptor for Growth Differentiation Factor-9. Biol of Reprod. 67 : 473-480. Widjiati, Rimayanti dan Budiarto. 2001. Pengaruh Seleksi Ukuran Folikel Terhadap Profil Transformasi Kromosom Pada Oosit Kambing Dalam Proses Maturasi In vitro. Surabaya: Media Kedokteran Hewan Universitas Airlangga
Lampiran: Diagram Western Blotting Gel
Membran NC
Cuci dengan aquadest
Rendam dalam PBS
Rendam dalam blotting buffer
Rendam dalam blotting buffer
Kertas Whatman dan spons
Rendam dalam blotting buffer
Disusun sandwich dengan urutan sebagai berikut: Black side (atas) Spons Kertas saring (6 lembar) Gel Membran NC Kertas saring (9 lembar) Spons Red side (bawah) Transfer dalam transfer buffer, dengan tegangan konstan 25 V, selama 12 jam pada suhu 4°C
Cek hasil transfer dengan larutan pre staining menggunakan ponceau
Blok dengan blocking buffer (PBS skim milk 5%) 1 jam, sambil digoyang Cuci dengan PBST, 3 x 5 menit Inkubasi antibodi primer selama semalam sambil diagitasi (4°C) Cuci dengan TBS, 3 x 5 menit Inkubasi antibodi sekunder AP conjugated sambil diagitasi (60 menit, suhu ruang) Cuci dengan PBST, 4 x 5 menit Ditambahkan substrat untuk blotting sampai terlihat warna band
Cuci dengan aquadest untuk menghentikan reaksi