HUBUNGAN ANTARA DIAMETER FOLIKEL DENGAN MATURITAS INTI OOSIT PADA SIKLUS ANTAGONIS FERTILISASI IN VITRO
dr. I Putu Gede Wardhiana, Sp.OG(K)
BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FK UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR 2015
RINGKASAN
1 Berbagai upaya dan penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan program FIV tersebut.Pada program FIV, stimulasi ovarium menggunakan metode hiperstimulasi ovarium. Hiperstimulasi ovarium bertujuan untuk memperoleh cukup banyak folikel (10 - 20 folikel) dalam satu siklus pengobatan sehingga keberhasilan kehamilan lebih besar dan petik ovum bisa dijadwalkan dengan lebih baik dan terencana. 2 Stimulasi ovarium yang optimal merupakan faktor penting pada program fiv mengingatstimulasi ovarium akan menentukan kualitas oosit, fungsi korpus luteum, dan kesiapan endometrium untuk menerima embrio. Stimulasi ovarium akan merubah keseimbangan optimal antara gonadotropin, hormon steroid, dan komponen non steroid di dalam dan di luar ovarium. Keadaan monofolikelberubah menjadi multifolikel yangmengakibatkan meningkatnya produksi estrogen dan inhibin. Monitoring pertumbuhan folikel dikerjakan dengan TVS untuk mengukur penampang folikel dan dibantu dengan pemeriksaan kadar estradiol secara beruntun. Selain untuk mengetahui apakah folikel sudah masak / matur, monitoring folikel ini juga untuk mengetahui respon folikel / dosis gonadotropin yang diberikan. Bila respon folikel belum memadai, dosis gonadotropin bisa dinaikkan secara perlahan (titrasi). Pada umumnya folikel dikatakan matur bila penampangnya diatas 18 mm atau kadar estradiol kurang lebih 200 pg/ml. Berdasarkan beberapa penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa oosit matur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter besar (> 18 mm) dan oosit yang imatur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter kecil. Meskipun dapat terjadi hal yang sebaliknya namun dengan penelitian ini didapatkan hubungan antara diameter folikel dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV secara bermakna dengan nilai koefisien korelasi sebesar r = 0,324.
i
ABSTRAK
HUBUNGAN ANTARA DIAMETER FOLIKEL DENGAN MATURITAS INTI OOSIT PADA SIKLIS ANTAGONIS FERTILISASI IN VITRO Salah satu tahap dalam fertilisasi in vitro adalah seleksi oosit matur yang akan digunakan dalam fertilisasi. Dalam menentukan folikel terbaik agar klinisi mampu mendapatkan oosit matur dan berkualitas untuk keberhasilan program FIV tentunya dibutuhkan petunjuk praktis dalam menentukan saat dimulainya stimulasi siklus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara diameter folikelkecil (<18 mm) maupun besar (> 18mm) dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV. Rancangan penelitian iniobservasional analitik (cross-sectional) yang dilaksanakan di Klinik Bayi Tabung Graha Tunjung,RSUP Sanglah, Denpasar. Sampel penelitian adalahfolikel-folikel yang mengandung inti oosit (61 Folikel), dilakukan dengan caraconsecutive samplingmulai 1 September 2011 - 31 Agustus 2012. Data dianalisis memakai uji Chi Square dengan software SPSS for windows 17.0 version. Sejumlah 61 sampel diukur diameternya dengan menggunakan TVS.Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diameter folikel dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV secara bermakna dengan nilai koefisien korelasi sebesar r = 0,324. Kata kunci: infertil, diameter folikel, maturasi inti oosit
ii
ABSTRACT THE RELATIONSHIP BETWEEN FOLICLLE DIAMETER WITH OOCYTE NUCLEUS MATURATION IN ANTAGONIST CYCLE IVF PATIENT Fertilization In vitro has one critical step which is selection of mature oocyteto be used in fertilization. To obtain mature oocyte and have quality for successfulness of IVF clinician needs practical and guidelinesto do cycle stimulation. This study purposed to know the relationship betweensmall follicle diameter (<18 mm) or large follicle diameter (> 18 mm) with oocyte nucleus maturity in antagonist cycle IVF. We have doneobservational analytic study (cross-sectional). This study was done at Graha Tunjung IVF Clinic, Sanglah Hospital. Sample from this study were follicles that have oocyte nucleus (61 follicles).Samples were collected with consecutive sampling from September 1st 2011 – August 31st 2012. Analyzed with Chi Square test with SPSS for Windows 17.0 version. A number of 61 samples follicle’s diameter was count by TVS. There was a significant relationship between follicle diameter with oocyte maturation in antagonist cycle IVF with coefficient corellation r = 0,324. Key word : Infertile, Follicle diameter, oocyte nucleus maturation.
iii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hampir setiap pasangan suami istri (pasutri) mempunyai keinginan untuk segera memiliki anak. Pada beberapa pasutri, hal ini sulit terjadi karena adanya masalah infertilitas. Salah satu upaya di bidang kedokteran untuk mengatasi masalah ini adalah melalui program Fertilisasi In Vitro (FIV). Programtersebut dapat meningkatkan keberhasilan hamil bagi pasutri yang sebelumnya telah menjalani pengobatan infertilitas lainnya, namun belum membuahkan hasil. Stimulasi ovarium merupakan tahapan penting pada program FIV yang bertujuan untuk mendapatkan ovulasi ganda sehingga akan meningkatkan keberhasilan program tersebut (Samsulhadi dan Hendarto, 2009). Angka keberhasilan FIV Indonesia dilaporkan berkisar 25 - 35% saja (Soebijanto, 2010). Di RS Harapan Kita, Jakarta, didapatkan angka keberhasilan sebesar29 % (Harapan Kita, 2009) sedangkan di Klinik Permata Hati RS dr Sardjito, Yogyakarta, sebesar 15 - 30 %(Samtidar, 2008). Di RS Sanglah sendiri, berdasarkan data sekunder pasien, keberhasilan FIV mencapai 15 - 20 %. Berbagai upaya dan penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan program FIV tersebut. Salah satu faktor yang dianggap berpengaruh adalah maturitas inti oosit dalam folikel. Gangguan maturisasi oosit akan menyebabkan penurunan kualitas oosit pada saat Ovum Pick Up (OPU). Oosit matur, yang berada dalam folikel, melalui stimulasi ovarium akan membantu
1
2
upaya mendapatkan embriolebih dari satu, menentukan waktu yang tepat untuk OPU dan dapat meningkatkan keberhasilan fertilisasi (Isaksson, 2002 dan Revelli, et al.,2009). Penilaian maturitas inti oosit masih kontroversial dimana kehadiran sel kumulus dan korona membuat evaluasi morfologi oosit sulit dilakukan dan dianggap merupakan penanda yang kurang baik untuk menilai maturitas oosit. Oleh sebab itu, adanyaPolar Body, biasanya dianggap sebagai petanda maturitas inti oosit yang baik(Rienzi, et al., 2010). Salah satu cara yang sederhana dan praktis dalam menentukan maturitas inti oosit adalah pengukuran diameter folikel dimana folikel terbesar dianggap sebagai folikel yang paling matang, yang paling mungkin merupakan sumber oosit yang kemudian akan dibuahi (Richmond, et al., 2005). Penelitian yang dilakukan Rosen tahun 2005 menyimpulkan bahwa oosit imatur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter besar (> 18 mm) dan oosit yang matur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter kecil (< 10 mm) (Rosen, et al., 2005). Penelitian lain yang dilakukan oleh Nogueira tahun 2009 menyatakan bahwa lebih banyak ditemukan oosit matur pada folikel besar daripada folikel kecil dan diikuti oleh Lee tahun 2010 yang mana mendapatkan bahwa oosit yang diperoleh dari folikel ukuran kecil umumnya mempunyai kualitas lebih buruk dibandingkan yang diperoleh dari folikel ukuran besar (Nogueria, et al., 2009; Lee, et al., 2010). Dengan adanya perbedaan pendapat mengenai diameter folikel yang berpengaruh terhadap maturitas inti oosit, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
3
keberhasilan FIVmengingat besarnya beban psikologi dan finansial dari pasutri yang mengikuti program tersebut. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah
terdapat
hubungan
antara
diameter
folikel
kecil
(<
18
mm)denganmaturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV? 2. Apakah terdapat hubungan antara diameter folikel besar (> 18 mm) dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan umum yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara diameter folikel dengan maturitas inti oosit pada program FIV. 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah: 1. Untuk membuktikan hubungan antara diameter folikelkecil (<18 mm) dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV. 2. Untuk membuktikan hubungan antara diameter folikelbesar (>18 mm) dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV.
4
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat bagi pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat mendapatkan informasi tentang hubungan antara diameter folikel dengan maturitas inti oosit dan menjadi dasar untuk melakukan penelitian-penelitian lanjutan.
1.4.2 Manfaat bagi pelayanan Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan tentang parameter yang lebih baik untuk menentukan prognosis dan menilai kemungkinan keberhasilan program FIV sehingga dapat meningkatkan kualitas pelayanan.
5
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Fertilisasi In Vitro Teknologi Reproduksi Berbantu (TRB) meliputi semua teknik yang melibatkan manipulasi langsung oosit dari luar tubuh. Bentuk pertama dan masih paling umum TRB adalah FIV, meskipun ada sejumlah teknik terkait lainnya dalam bidang TRB. FIV adalah suatu prosedur pengambilan sel telur dari folikel matang dari dalam sel indung telur dan dilakukan pembuahan dengan sperma dalam media kultur di luar tubuh manusia (Anwar, 2006), diikuti dengan pemindahan embrio sebagai hasil pembuahan ke dalam rongga rahim (Soebijanto dan Muharam, 2009). TeknikFIV pada manusia pertama kali dikembangkan oleh deKretzer pada tahun 1973, kemudian disusul oleh Edwards (ahli embriologi) dan Steptoe (ahli ginekologi) pada tahun 1976, yang sukses dengan bayi tabung pertama Louise Brown pada tanggal 25 Juli 1978 di Brisbol-Inggris (Cohen dan Jones, 2007). Keberhasilan ini diikuti oleh peneliti–peneliti lain di seluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, FIV mulai dilakukan pada tahun 1985, yang diprakarsai oleh Prof. DR. Dr. Sudraji Sumapraja, SpOG (disebut Bapak Bayi Tabung Indonesia) merupakan teknologi reproduksi manusia tercanggih saat itu. Bayi tabung pertama di Indonesia bernamaNugroho Karyantolahir pada tanggal 2 Mei 1988 di RS Harapan Kita, Jakarta(Angsar, 2004).
5
6
Sejak saat itu, berbagai teknik telah diteliti dan diperluas. Metode FIV meliputilangkah-langkah
yang
sangat
terkoordinasi,
dimulai
dengan
hiperstimulasi ovarium terkontrol dengan gonadotropin eksogen, pengambilan oosit dari ovarium dengan bimbingan Transvaginal Sonographi (TVS), pembuahan di laboratorium, dan transfer transervikal embrio ke dalam rahim (Speroff dan Fritz, 2005c). 2.2 Folikulogenesis Folikulogenesis merupakan rangkaian mekanisme yang terjadi pada korteks ovarium.Hal ini terkait dengan interaksi yang harmonis antara ovarium, hipofise, dan hipotalamus.Siklus menstruasi dimulai dari hipotalamus, sebuah kelenjar yang berada pada otak yang melepaskanGonadotropin Releasing Hormon (GnRH).Fungsi utama GnRH adalah melakukan stimulasi pada kelenjar hipofisis untuk melepaskan Follicle Stimulating Hormone(FSH) dan Luteinizing Hormone (LH).FSH dan LH adalah hormon yang paling bertanggung jawab terhadap siklus reproduksi normal.FSH menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan folikel pada ovarium selama 10-14 hari pertama dari siklus.Pertumbuhan folikel akibat rangsangan gonadotropin akan menghasilkan estrogen, inhibin dan aktivin yang selanjutnya berperan dalam mekanisme umpan balik terhadap hipotalamus dan hipofise sehingga hanya ada 1 folikel dominan yang terus tumbuh yang pada akhirnya mengalami ovulasi.Sekitar hari ke-12 sampai hari ke-16, kelenjar hipofisis menghasilkan LH. Keadaan ini yang sering disebut sebagai LH surge. Kerjasama FSH dengan LH inilah menyebabkanterjadinya ovulasi yang menghasilkan oosit matur(Speroff dan Fritz, 2005a).
7
Ovulasi terjadi 24-36jam setelah terjadinya lonjakan LH, ketika folikel, yaitu sekitar 20 mm,pecah dan oosit dilepaskan dari ovarium.Setelah ovulasi, folikel dominan menjadi korpus luteum, memproduksi progesteron, E2, dan inhibin, yang menekanpertumbuhan folikel baru di ovarium.Pada akhir siklus, luteolisis penyebabpenurunan baik steroid dan inhibin, yang memungkinkan elevasi di LH serum danFSH yang diperlukan untuk memulai siklus baru (Healy, 2007).
Gambar 2.1 Skema siklus ovarium dan menstruasi (Healy, 2007)
2.3 Oogenesis
8
Pertumbuhan embrional oogonium yang kelak menjadi ovum terjadi di genital ridge janin, dan di dalam janin jumlah oogonium bertambah terus sampai pada usia kehamilan 6 bulan. Pada waktu dilahirkan, bayi mempunyai sekurangkurangnya 750.000 oogonium. Jumlah ini berkurang akibat pertumbuhan dan degenerasi folikel-folikel. Pada anak berumur 6 - 15 tahun ditemukan 439.000 oogonium dan pada umur 16 - 25 tahun hanya 34.000 oogonium. Pada masa menopause semua oogonium menghilang (Rachimhadli, 2009). Tanggung jawab fisiologis ovarium adalah memproduksi gamet (telur, oosit) dan hormon steroid, estradiol, dan progesteron. Kedua kegiatan ini terintegrasi dalam proses berulang-ulang dan terus-menerus, meliputi pematangan folikel, ovulasi, dan pembentukan korpus luteum dan regresi. Oleh karena itu ovarium tidak dapat dilihat sebagai organ endokrin yang relatif statis ukuran dan fungsinya.Dengan mitosis, sel germinal akan berkembang jadi oogonia. Oogonium akan diubah jadi oosit begitu oogonium masuk ke tahapan meiosis pertama dan berhenti pada fase profase. Proses ini dimulai pada usia kehamilan 11 -12 minggu, kemungkinan sebagai respon terhadap faktor-faktor yang dihasilkan oleh rete ovarium. Progresivitas meiosis ke tahap diploten akan diselesaikan selama masa kehamilan dan tuntas secara lengkap saat lahir. Terhentinya meiosis pada akhir tahap pertama kemungkinan dipertahankan dengan menghambat substansi yang diproduksi oleh sel granulosa. Ovum tunggal dibentuk dari dua tahapan meiosis dari oosit, satu sebelum proses ovulasi, dan yang kedua (membentuk ovum haploid) pada saat penetrasi sperma.Ovum ini memiliki diameter 100 µ (0,1 mm). Di tengah-tengahnya dijumpai nukleus yang berada dalam metafase pada
9
pembelahan pematangan kedua, terapung-apung dalam sitoplasma yang kekuningkuningan yakni vitelus. Vitelus ini mengandung banyak zat karbohidrat dan asam amino. Ovum dilingkari oleh zona pelusida. Di luar zona pelusida ini ditemukan sel-sel korona radiata, dan di dalamnya terdapat ruang perivitelina, tempat bendabenda kutub. Bahan-bahan dari sel-sel korona radiata dapat disalurkan ke ovum melalui saluran-saluran halus di zona pelusida (Speroff dan Fritz, 2005a dan Rachimhadli, 2009). Oosit, tertutup di kompleks yang disebut folikel, berada di bagian dalam dari korteks, tertanam dalam jaringan stroma. Jaringan stroma yang terdiri dari jaringan ikat dan sel interstisial, yang berasal dari sel-sel mesenchymal, dan memiliki kemampuan untuk merespon LH atau human chorionic gonadotropin (hCG) dengan produksi androgen. Daerah pusat meduler ovarium sebagian besar berasal dari sel-sel mesonefrik.Sebelum janin dilahirkan, sebagian besar oogonium mengalami perubahan-perubahan pada nukleusnya. Terjadi pula migrasi oogonium ke arah korteks ovarium sehingga pada waktu dilahirkan korteks ovarium terisi dengan folikel ovarium primodial. Padanya dapat dilihat bahwa kromosomnya telah berpasangan, DNA-nya berduplikasi, yang berarti bahwa sel menjadi tetraploid. Pertumbuhan selanjutnya berhenti, oleh sebab yang belum diketahui, sampai folikel itu terangsang dan berkembang lagi ke arah kematangan. Sel yang terhenti dalam profase meiosis dinamakan oosit primer dan oleh rangsangan FSH, meiosis berkembang terus. Benda kutub pertama / polar body I (PB I) disisihkan hanya dengan sedikit sitoplasma, sedangkan oosit sekunder ini berada di dalam sitoplasma yang cukup banyak. Proses pembelahan
10
ini terjadi sebelum ovulasi dan disebut pematangan pertama ovum (Speroff dan Fritz, 2005a). Kelebihan materi genetika ditonjolkan saat satu PB berada di tiap tahapan meiosis. Gonadotropin dan berbagai hormon pertumbuhan (tapi bukan steroid sex) dapat menginduksi kembalinya proses miosis in vitro, tapi hanya di oosit yang dikelilingi sel granulose kumulus. Hormon steroid ada di cairan folikuler, kemungkinan disekresi oleh sel kumulus sebagai respon terhadap gonadotropin, yang mengaktivasi meiosis oosit dan maturasi oosit. FSHmenginduksi kembalinya proses meiosis dari awal, suatu reaksi yang membutuhkan adanya jalinan gap junction yang dapat menginisiasi komunikasi antara sel kumulus dan oosit.Hilangnya sel germinal terjadi lewat proses tahapan sebagai berikut, selama mitosis sel germinal, saat berbagai tahapan meiosis, dan akhirnya setelah pembentukan folikel. Hilangnya oosit dalam jumlah banyak saat pertengahan kedua kehamilan adalah sebagai akibat dari beberapa mekanisme. Selain dari atresia dan pertumbuhan folikel, regresi oosit dalam jumlah besar selama meiosis, dan oogonium yang gagal dilingkupi oleh sel granulosa akan mengalami degenerasi. Proses ini dipengaruhi oleh gen yang secara aktif menekan kematian sel germinal. Selain itu, sel germinal di area kortikal akan migrasi ke permukaan gonad dan bergabung dengan permukaan epitel atau dieliminasi ke cavum peritoneum. Sebaliknya, begitu seluruh oosit dibungkus didalam folikel (segera setelah lahir), hilangnya oosit hanya lewat proses pertumbuhan dan atresia folikel(Speroff dan Fritz, 2005a). 2.4 Maturitas Oosit
11
Oogenesis bertujuan untuk menghasilkan oosit matur yang terjadi pada korteks ovarium. Oosit matur ditandai dengan terdapatnya PB, sel kumulus yang tersebar, dan stadium perkembangan meiosis II. Terdapat berbagai cara menilai maturitas oosit melalui pendekatan folikel, antara lain dengan pengukuran diameter folikel, evaluasi vaskularisasi perifolikuler, dan pengukuran Anti Mullerian Hormone (AMH) serum dan folikel (Rienzi dan Ubaldi, 2009).
Gambar 2.2 Oosit matur (Ebner, 2008) Maturasi oosit terdiri dari dua proses yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain, yaitu maturasi sitoplasma dan maturasi inti, yang meliputi perubahan-perubahan sitoplasma sepertiredistribusi organela, perubahan mikro dan makro molekuler yang terjadi selama maturasi oosit. Perubahan ini akan memungkinkan oosit mampu melakukan: 1. Maturasi inti. 2. Fertilisasi yang berhasil. 3. Pembelahan. 4. Perkembangan.
12
Selama proses maturasi oosit, maturitas inti mengalami perubahan kromatin yang dimulai sejak germinal vesikalis melewati meiosis I ke meiosis II. Berhentinya maturasi inti menyebabkan oosit berhenti pada metafase II.Pada stadium ini, oosit secara fisiologis disiapkan untuk menyelesaikan pembelahan meiosis kedua saat fertilisasi.Hanya oosit yang telah tumbuh sempurna yang mampu menyelesaikan pembelahan meiosisnya.Jadi perubahan-perubahan sitoplasma yang terjadi sebelum maturasi oosit penting terjadinya kompetensi maturasi.Tetapi selesainya pertumbuhan oosit tidak absolut menentukan berhentinya maturasi inti.Bahkan, oosit yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dapat mengalami maturasi sitoplasma parsial sehingga mengganggu maturasi inti. Jadi, ada hubungan yang sangat rumit diantara seluruh proses selama oogenesis yang menentukan kualitas oosit yang bisa dibuahi (Lasiene, et al., 2009). Oosit primer diubah menjadi oosit sekunder atau telur melalui metafase meiosis pertama dan pembentukan PB I. Oosit dengan perkembangan penuh dari folikel antrum menghasilkan maturasi meiosis sebagai respons terhadap lonjakkan LH pada pertengahan siklus. Maturasi nukleus pertama kali terlihat secara amorfologik ketika vesikel germinal pecah karena gangguan lamina nukleus. Karena pajanan ke sitoplasma, kondesitas kromatin bergerak kearah korteks dan terbentuk meiosis I, dengan penonjolan PB I. Kromatin berubah ke metafase meiosis II lalu beristirahat ditingkat ini, dan sekarang berubah menjadi oosit sekunder atau metafase II sebelum pelepasan telur dari folikel selama ovulasi. Meiosisberakhir dengan ekstrusi PB II tidak terjadi hingga fertilisasi. Kegiatan utama pada oosit matang tidak terbatas pada meiosis tetapi diperluas untuk
13
kumulus oosit yang melibatkan interaksi ekspansi sel somatik dan luteinisasi sebelum ovulasi, kontrol masuknya sperma, dan lanjutan ke embriogenesis normal. Tahap-tahap pematangan mempengaruhi masing-masing fungsi (Mangoli, 2002). Berdasarkan literatur, penilaian maturitas inti oosit masih kontroversial dimana kehadiran sel kumulus dan korona membuat evaluasi morfologi oosit sulit dilakukan dan dianggap merupakan penanda yang kurang baik untuk menilai maturitas oosit. Oleh sebab itu, adanya PB, biasanya dianggap sebagai petanda maturitas inti oosit yang baik(Rienzi, et al., 2010). Kedua divisi meiosis dari oosit berhasil di ekstrusi pertama dan kedua masing-masing PB. Idealnya isi kromosomnya dibagi dua, yang meninggalkan PB I dengan satu set 23 kromosom haploid beruntai ganda dan PB II dengan satu set 23 kromosom beruntai tunggal. Kedua PB dapat diekstraksi secara individu atau dalam satu langkah, setelah pembukaan zona pelusida oleh sinar laser atau perlakuan kimia (Buchholz, et al., 2009). PB yang tidak teratur dapat menunjukkan kelainan yang terkait dengan spindel mitosis. Spindel yang terdiri dari mikrotubulus, diperlukan untuk penyelarasan dan pemisahan kromosom ibu selama meiosis I dan II. Gangguan pada spindel telah terbukti menghasilkan embrio aneuploid (Tucker dan Jansen, 2002). 2.5Stimulasi Ovarium Pada program FIV, stimulasi ovarium menggunakan metode hiperstimulasi ovarium. Hiperstimulasi ovarium bertujuan untuk memperoleh cukup banyak
14
folikel (10 - 20 folikel) dalam satu siklus pengobatan sehingga keberhasilan kehamilan lebih besar dan petik ovum bisa dijadwalkan dengan lebih baik dan terencana (Anwar, et al., 2006). Stimulasi ovarium dimulai pada hari ketiga siklus haid, yaitu sebelum terbentuknya folikel dominan yang terjadi pada hari kelima siklus haid. Stimulasi ovarium memperlebar jendela FSH sehingga FSH yang pada keadaan fisiologis mulai turun pada hari kelima siklus, tidak turun karena ada masukan FSH dari luar. Masukan FSH dari luar menyebabkan sekelompok folikel yang seharusnya mengalami atresia pada hari kelima siklus haid, tidak mengalami atresia, terus tumbuh membesar menjadi matur dan mengalami ovulasi bersama, ovulasi ganda. Stimulasi ovarium dapat menggunakan obat yang sederhana (Clomifen Citrate / CC) sampai obat yang mahal dan beresiko tinggi (gonadotropin). Stimulasi ovarium mempunyai resiko terjadinya stimulasi berlebih, sehingga muncul SHSO mulai dari yang ringan yang dapat membaik spontan sampai berat yang fatal. Oleh karena itu stimulasi ovarium terutama bila menggunakan gonadotropin harus dipantau dengan baik (ultrasonografi atau bersama estradiol serum). Pemantauan saat stimulasi ovarium selain untuk memantau kemungkinan timbulnya SHSO, juga diperlukan untuk menentukan saat folikel matur / saat ovulasi. Pada FIV stimulasi ovarium pada umumnya diberikan bersama GnRH agonis atau antagonis untuk menekan sekresi gonadotropin endogen agar tidak terjadi lonjakan LH dini yang merugikan (Samsulhadi dan Hendarto, 2009). Salah satu keuntungan GnRH antagonis adalah durasi stimulasi lebih pendek dibanding GnRH agonis dan lebih sedikit gonadotropin yang diperlukan (Permadi, 2009).
15
Tujuan stimulasi ovarium dalam teknik FIV (Soebijanto dan Muharam, 2009): 1. Mendapatkan pertumbuhan beberapa folikel secara bersamaan. 2. Meningkatkan jumlah telur masak, oosit yang didapat, dan angka kehamilan. 3. Pertumbuhan endometrium yang baik untuk implantasi dan perkembangan embrio. 4. Menekan angka pembatalan terkait respon perkembangan folikel yang kurang baik. 5. Hasil pengobatan yang efektif dan efisien. Berbagai metode dan preparat hormonal yang dapat dipakai untuk hiperstimulasi ovarium terkontrol yang saat ini berkembang: 1. Siklus alami : tanpa stimulasi + hCG (human Choriogonadotropin). 2. Siklus Alami + GnRH antagonis + hCG. 3. CC (Clomifen Citrate) + r-FSH (recombinant FSH) + hCG. 4. GnRH agonis + r-FSH + hCG. 5. r-FSH + GnRH antagonis + hCG. 6. r-FSH + GnRH antagonis + r-LH (recombinant LH) + hCG. Pemilihan metode dan preparat ini disesuaikan secara individual pada pasien antara lain: a. Umur.
16
b. Cadangan ovarium. c. Respon ovarium. d. Riwayat hiperstimulasi ovarium sebelumnya. e. SOPK (sindrom ovarium polikistik). f. Riwayat SHSO (sindrom hiperstimulasi ovarium). Ada dua protokol yang digunakan dalam stimulasi ovarium yaitu long dan short protocol. Pada long protocol dilakukan penekanan terhadap fungsi hipofisis dan ovarium sejak fase midluteal sampai kadar estradiol < 50 pg/ml. Setelah tercapai kondisi tersebut baru dilakukan stimulasi dengan menggunakan gonadotropin. Sedangkan pada short protocol, pemberian GnRH agonis dilakukan pada hari ke-2 haid bersamaan dengan pemberian gonadotropin (Sumapraja dan Wiweko, 2010). 2.6 Pengaruh Stimulasi Ovariumterhadap Folikel Stimulasi ovarium yang optimal merupakan faktor penting pada program FIV mengingatstimulasi ovarium akan menentukan kualitas oosit, fungsi korpus luteum, dan kesiapan endometrium untuk menerima embrio. Stimulasi ovarium akan merubah keseimbangan optimal antara gonadotropin, hormon steroid, dan komponen
non
steroid
di
dalam
dan
di
luar
ovarium.
Keadaan
monofolikelberubah menjadi multifolikel yangmengakibatkan meningkatnya produksi estrogen dan inhibin. Pemberian hCG diperlukan mengingat LH endogen tidak mampu menimbulkan ovulasi pada keadaan multifolikel tersebut. Saat yang tepat untuk pemberian hCG
17
merupakan masalah yang juga mempengaruhi keberhasilan FIV. Bila pemberian hCG terlalu awal, maka pertumbuhan folikel praovulasi akan terganggu sehingga berakibat kegagalan ovulasi. Sebaliknya bila terlambat akan menimbulkan penurunan angka fertilisasi dan peningkatan degenerasi oosit. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh lamanya oosit berada di dalam folikel yang sedang mengalami proses atresia atau luteinisasi. Pada siklus normal, kadar puncak LH terjadi 24 jam sebelum ovulasi sedangkan pada induksi ovulasi kadar estrogen meningkat sampai 24 jam setelah pemberian hCG. Karena itu proses kematangan folikel mempunyai pola yang berbeda dibandingkan dengan siklus normal. Sementara peningkatan kadar puncak LH akan menghentikan pertumbuhan folikel sehingga memungkinkan terjadinya ovulasi (Surasandi, 2005). 2.7Monitoring Pertumbuhan Folikel Monitoring pertumbuhan folikel dikerjakan dengan TVS untuk mengukur penampang folikel dan dibantu dengan pemeriksaan kadar estradiol secara beruntun. Selain untuk mengetahui apakah folikel sudah masak / matur, monitoring folikel ini juga untuk mengetahui respon folikel / dosis gonadotropin yang diberikan. Bila respon folikel dirasa belum memadai, dosis gonadotropin bisa dinaikkan secara perlahan (titrasi). Pada umumnya folikel dikatakan masak bila penampangnya diatas 18 mm atau kadar estradiol kurang lebih 200 pg/ml per folikel yang penampangnya diatas 14 mm atau lebih (sebaiknya total estradiol dari seluruh folikel tidak lebih dari 3000 pg/ml). Bila folikel sudah cukup masak (baik dengan TVS maupun kadar estradiol) maka diberikan hCG 5000 - 10.000 IU. Pemberian hCG ini dimaksudkan untuk menyempurnakan proses pemasakan
18
folikel. Jarak waktu dari pemberian hCG sampai pengambilan oosit pada umumnya berkisar antara 34 - 36 jam (Anantasika, 2004). 2.8 Pengaruh Diameter Folikel terhadap Maturitas Inti Oosit Faktor krusial untuk memperoleh kehamilan pada stimulasi ovarium adalah terdapatnya folikel matang pada saat injeksi hCG, sebagai salah satu komponen yang memiliki kapasitas untuk menilai oosit matang. Folikel-folikel dikategorikan berdasarkan diameter, dimana folikel yang menonjol dianggap yang paling besar dan aktif sedangkan folikel lainnya dianggap sebagai yang lebih kecil (Richmond, et al., 2005). Stimulasi ovarium menghasilkan banyak folikel dengan variasi diameteryang lebar.Diameter folikel pada pre-ovulasi alamiah diatas 16 mm sudah secara luas dinyatakan sebagai folikel matur yang segera akan diikuti oleh ovulasi (Speroff dan Fritz, 2005b). Untuk itu dilakukan pemantauan dan pengukuran diameter folikel, dimana folikel terbesar merupakan folikel yang paling matang yang paling mungkin merupakan sumber oosit yang kemudian akan dibuahi (Richmond, et al., 2005). Adalah sangat penting menentukan kriteria folikulogenesis untuk aspirasi folikel pada stimulasi ovarium. Dilakukan pemantauan dengan Transvaginal Ultrasonografi (TVS) terhadap diameter folikel sampai ditemukan diameter preovulasi sebesar 17 mm (Tsagareishvili, 2005). Beberapa penelitian memberikan patokan yang berbeda-beda dalam hal diameter folikel pada stimulasi ovarium dalam hubungannya dengan maturitas oosit. Pemantauan harian dengan TVS dilakukan pada saat folikel mencapai diameter 16 mm dan stimulasi ovarium diteruskan sampai folikel tersebut mencapai 18 mm (Kwee, et al., 2007).
19
Penelitian lain menyarankan bahwa waktu terbaik untuk mengumpulkan oosit adalah ketika diameter folikel mencapai antara 10 - 14 mm. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui kapan waktu terbaik untuk menyuntikkan hCG. Untuk tujuan
ini,
mereka
mengevaluasi
pertumbuhan
folikel
sejak
penyuntikanhCGsampai pengambilan oosit. Diameter folikel naik rata-rata 0,5 mm untuk diameter ≤ 10 mm, 1,4 mm untuk diameter 10 - <12 mm, dan 2,3 mm ketika diameter itu> 12 mmpada saat penyuntikan hCG. Hal ini menunjukkan bahwa diameter folikel pada saat aspirasi oosit memainkan peranan penting dalam keberhasilan kehamilan (Son, et al., 2008). Penelitian yang dilakukan Rosen tahun 2005 menyimpulkan bahwa oosit imatur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter besar (> 18 mm) dan oosit yang matur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter kecil (< 10 mm) (Rosen, et al, 2005). Penelitian lain yang dilakukan oleh Nogueira tahun 2009 menyatakan bahwa lebih banyak ditemukan oosit matur pada folikel besar daripada folikel kecil dan diikuti oleh Lee tahun 2010 yang mana mendapatkan bahwa oosit yang diperoleh dari folikel ukuran kecil umumnya mempunyai kualitas lebih buruk dibandingkan yang diperoleh dari folikel ukuan besar (Nogueria, et al, 2009 dan Lee, et al., 2010). Penilaian yang akurat dari ukuran folikel ini penting karena waktu pematangan oosit dan pengumpulan telur selanjutnya didasarkan pada prinsip bahwa folikel lebih mungkin mengandung oosit matang pada saat pengukuran diameter antara 12 - 24 mm. Meskipun pada pengukuran diameter folikel yang >18 mm hampir selalu mengandung oosit metafase II, ternyata folikel-folikel dengan diameter yang lebih kecil juga banyak mengandung oosit matang yang
20
mampu dibuahi. Oleh sebab itu, dibutuhkan penilaian ukuran folikel yang akurat dengan USG dan waktu yang tepat untuk pematangan oosit agar dapat menghasilkan lebih banyak oosit matur untuk meningkatkan keberhasilan fertilisasi (Raine-Fenning, et al., 2010). Diameter folikel berhubungan dengan volume folikel. Volume folikel adalah jumlah cairan folikel / Follicular Fluid (FF) yang berada dalam satu folikel pada korteks ovarium..FFmenyediakan lingkungan mikro yang sangat penting bagi perkembangan oosit.FF mengandung beberapa unsur kimia seperti hormon, Transforming Growth Factor-beta (TGF-beta), interleukin, Reactive Oxygen Species (ROS), faktor anti apoptosis, protein, peptida, asam amino, gula, dan prostanoid, yang kesemuanya memegang peranan penting dalam menentukan kualitas oosit dan potensi keberhasilan hamil (Revelli, et al., 2009). Diameter folikel yang besar menunjukkan peningkatan volume folikel dan karakteristik biokimiawi FF. Ukuran folikel yang telah dikoreksi dengan volume cairan folikel, dengan variasi pengukuran rata-rata 14,6% (<10 mm, <0,5 ml; 10-12 mm, 0,6-1 ml; 13-15 mm, 1,2-2 ml; 16-18 mm, 2,1-3 ml, dan> 18 mm ,> 3.1 ml)dapat menghasilkan oosit matur untuk proses fertilisasi (Rosen, et al., 2008). Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa diameter folikel merupakan faktor yang mudah dinilai dan dapat langsung divisualisasikan selama prosedur sehingga dapat digunakan dalam menilai maturitas inti oosit.
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
21
3.1 Kerangka Berpikir Umur dan cadangan ovarium dapat menjadi faktor yang berpengaruh pada stimulasi ovarium. Stimulasi ovarium bertujuan memperoleh jumlah dan kualitas oosit yang optimal pada saat OPU serta mencegah peningkatan lonjakan LH dini. Kualitas oosit ditentukan oleh maturitas oosit dan salah satu cara menilai maturitas oosit adalah maturitas inti oosit. Stimulasi ovarium menghasilkan keadaan multifolikel dengan variasi diameter folikelyang lebar.Folikel matang pada saat injeksi hCG memiliki kapasitas untuk menilai oosit matang dalam upaya memperoleh kehamilan pada stimulasi ovarium. Diameter folikel pada stimulasi ovarium merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi maturitas inti oositdan pada saat aspirasi oosit memainkan peranan penting dalam keberhasilan kehamilan.
3.2 Konsep Penelitian
21
Secara skematis konsep penelitian digambarkan sebagai berikut:
22
Folikel 1. Umur 2. Cadangan ovarium
Stimulasi ovarium dengan siklus antagonis Diameter folikel
Inti oosit
Matur
Tidak matur
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Gambar 3.1. Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Terdapathubungan antara diameter folikelkecil (<18 mm) dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV. 2. Terdapathubungan antara diameter folikelbesar (>18 mm) dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV.
BAB IV METODE PENELITIAN
23
4.1 Rancangan Penelitian Adapun rancangan pada penelitian ini adalah observasional analitik (retrospektif cross-sectional). Secara skematik penelitian dapat digambarkan sebagai berikut:
Inti oosit matur Diameter folikel<18mm
Inti oosit tidak matur
Inti oosit matur Diameter folikel >18mm 18mm Inti oosit tidak matur
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Klinik Bayi Tabung Gaha Tunjung,RSUP Sanglah, Denpasar.Waktu Penelitian dilaksanakan mulai 1 September 2011 – 31 Agustus 2012.
4.3 Populasi Penelitian 23
24
Adapun populasi target penelitian adalah pasien-pasien infertil.Populasi terjangkaupenelitian adalah pasien-pasien infertilyang mengikuti program FIV di Klinik Bayi Tabung Graha Tunjung RSUP Sanglah, Denpasar, periode 1 September 2011 - 31 Agustus 2012. 4.4 Sampel Penelitian Sampel penelitian ini adalah folikel-folikel yang mengandung inti oosit. 4.4.1 Kriteria inklusi Adapun kriteria inklusi penelitian adalah sebagai berikut: a. Folikel-folikel setelah stimulasi ovarium memiliki diameter < 18 mm dan diameter > 18 mm. b. Folikel-folikel tersebut mengandung inti oosit. 4.4.2 Perhitungan besar sampel Besar sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Lameshow sebagai berikut (Madiyono. S., 2008):
𝑍𝛼 2 (𝑝𝑞) 𝑛= 𝑑2 Keterangan: n
= besar sampel
Zα
= 1,96 (α = 0,05)
p
= 83% (maturitas inti oosit)
q
= 17% (1-p)
d
= 10% (penyimpangan absolut penelitian)
25
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di atas, diperoleh besar sampel penelitian adalah 54,2 sampel. Sehingga dalam penelitian ini diambil sampel penelitian sebanyak 61 sampel (folikel). 4.4.3 Cara pengambilan sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive samplingmulai 1 September 2011 - 31 Agustus 2012 atau hingga jumlah sampel terpenuhi. 4.5 Variabel Penelitian 4.5.1 Identifikasi variabel Identifikasi variabel adalah sebagai berikut: a. Variabel bebas
: diameter folikel
b. Variabel tergantung
: maturitas inti oosit
4.5.2 Definisi operasional variabel Adapun definisi operasional variabel penelitian adalah sebagai berikut: a. Diameter folikel adalah ukuran diameter interna terbesar folikel dalam mm yang merupakan rerata dua kali pengukuran dengan menggunakan Transvaginal Sonography oleh tim bayi tabung pada hari ke dua dan ke sembilan siklus. b. Maturitas inti oosit adalah inti oosit matang dengan ditemukannya Polar Body I pada pemeriksaan dengan mikroskop cahaya yang dilakukan oleh Tim Bayi Tabung setelah OPU. c. Siklus antagonis stimulasi ovarium adalah Short Protocol yangdimulai pada hari kedua siklus haid dimana jenis, dosis, cara pemberian, dan evaluasinya
26
sesuai dengan protokol Klinik Bayi Tabung Graha Tunjung RSUP Sanglah tahun 2003. d. Umur adalah usia pasien dalam tahun yang diperoleh dari rekam medis pasien. e. Cadangan ovarium adalah jumlah dan kualitas oosit yang tersisa dalam ovarium pada suatu waktu dengan pemeriksaan kadar Follicle Stimulating Hormone dan Estradiol. 4.6 Instrumen Penelitian Instrumen untuk alat-alat tulis yaitu meja tulis, formulir penelitian, komputer, kertas dan alat tulis serta perlengkapan lainnya. 4.7 Prosedur Penelitian 4.7.1 Cara pemeriksaan 1.
Pasien-pasien di Klinik Bayi Tabung Graha Tunjung RSUP Sanglah dari bulan September 20011 menjalani pemeriksaan dan didiagnosis infertil serta bersedia mengikuti program Fertilisasi In Vitro.
2.
Siklus antagonis stimulasi ovarium dilakukan dengan Short Protocol yang dimulai pada hari kedua haid dimana jenis, dosis, cara pemberian, dan evaluasinya sesuai dengan protokol Klinik Bayi Tabung Graha Tunjung RSUP Sanglah.
3.
Pengukuran diameter folikel yang merupakan rerata dua kali pengukuran dengan menggunakan Transvaginal Sonographypada saat Ovum Pick Up dilanjutkan dengan pengambilan oosit dari folikel-folikel tersebut dengan menggunakan jarum Cook 16G lumen ganda dengan tekanan minus 100 mmHg oleh Tim Bayi Tabung.
27
4.
Oosit yang didapatkan dinilai maturitas intinya dengan menngunakan mikroskop cahaya oleh Tim Bayi Tabung.
5.
Identitas dan hasil pemeriksaan dicatat pada formulir pengumpulan data yang selanjutnya akan dianalisis secara statistik.
4.7.2 Alur penelitian
Pasien-pasien yang menjalani Stimulasi Ovarium di Klinik Bayi Tabung ///// RSUP Sanglah
Ovum Pick Up
Diameter folikel Kriteria inklusi Consecutive sample
Diameter folikel < 18mm
Inti oosit matur
Inti oosit tidak matur
Diameter folikel> 18mm
Inti oosit matur
ANALISIS DATA
Gambar 4.2 Alur Penelitian
Inti oosit tidak matur
28
4.7.3 Pengumpulan data Data hasil penelitian yang diperoleh dari Klinik Bayi Tabung Graha Tunjung RSUP Sanglah dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam formulir penelitian (terlampir).
4.8 Analisis Data Data pada formulir penelitian diolah dengan menggunakan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) 17,0 for windows. Kemudian dilakukan uji sebagai berikut: a. Karakteristik sampel disajikan secara deskriptif dengan menggunakan tabel dan narasi. b. Uji Chi Square dilanjutkan uji korelasi dengan menggunakan uji Spearman.
Tabel 4.1Hubungan antara Diameter Folikel dengan Maturitas Inti Oosit Maturitas inti oosit
Ukuran
Jumlah
Ya
Tidak
> 18 mm
A
B
a+b
< 18 mm
C
D
c+d
a+c
b+d
a+b+c+d
folikel
Jumlah
P
R
BAB V HASIL PENELITIAN
Studi cross-sectional ini dilakukan pada 61 folikel-folikel yang mengandung inti oosit. Folikel-folikel tersebut diambil dari 5 orang pasien infertilyang mengikuti program FIV. Penelitian dilaksanakan di Klinik Bayi Tabung Graha Tunjung RSUP Sanglah, Denpasar, periode 1 September 2011 - 31 Agustus 2012.Hasil penelitian disajikan sebagai berikut. 5.1
Distribusi Prevalensi Umur, Berat Badan, Tinggi Badan dan E2 Pasien Infertilyang Mengikuti Program FIV Pada studi cross-sectional ini disajikan distribusi prevalensi umur, berat
badan, tinggi badan dan E2. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2. Tabel 5.1 Distribusi Prevalensi Umur, Berat Badan, Tinggi Badan, FSH, dan E2 Pasien Infertilyang Mengikuti Program FIV Faktor risiko
Nilai rerata
SD
Rentangan
Umur (tahun)
34,40
2,51
32-38
Berat badan (kg)
59,40
3,78
55-65
Tinggi badan (cm)
160,80
1,48
159-163
E2 (pg/ml)
2399,00
302,22
2113-2868
29
30
Tabel 5.1 di atas menggambarkan bahwa umur pasien masih berada pada rentangan usia subur, pasien paling muda berumur 32 tahun dan yang paling tua berumur 38 tahun dengan rerata umur 34,40 ± 2,51 tahun. 5.2
Hubungan antara Diameter Folikeldengan Maturitas Inti Oosit pada Siklus Antagonis FIV Untuk mengetahui hubungan antara diameter folikeldengan maturitas inti
oosit pada siklus antagonis FIV digunakan uji Chi-Square danUji korelasi Spearman. Hasil analisis disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Hubungan antara Diameter Folikeldengan Maturitas Inti Oosit pada Siklus Antagonis FIV
Maturasi inti oosit
Diameter Folikel
≥ 18 mm < 18 mm
Matur
Immature
32
1
21
7
r
P
0,324
0,011
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Distribusi Prevalensi Umur, Berat Badan, Tinggi Badan dan E2 Pasien Infertil yang Mengikuti Program FIV Pada penelitian ini didapatkan bahwa umur pasien masih berada pada rentangan usia subur, pasien paling muda berumur 32 tahun dan yang paling tua berumur 38 tahun dengan rerata umur 34,40 ± 2,51 tahun. Berat badan berkisar antara 55-65 kg dengan rerata 59,40 ± 3,78 kg, tinggi badan berkisar antara 159163 cm dengan rerata 160,80 ± 1,48 cm. Sedangkan rerata kadar E2 adalah 2399,00 ± 302,22 pg/ml. Temuan ini dapat mengacu pada penelitian Ferlitsch. K, et al., yang meneliti Indeks Massa Tubuh (IMT), FSH dan bagaimana nilai prediktif terhadap FIV. Pada penelitian ini didapatkan analisis regresi univariat bahwa IMT merupakan faktor prediktif tehadap keberhasilan IVF (OR 0,843, CI 95%, p=0.012). Sedangkan E2 (OR 1,008 95% CI p = n.s) dengan hasil tidak signifikan. Loveland, et al., melaporkan bahwa IMT > 25 kg/m2 memiliki pengaruh negatif pada hasil FIV dan Hansen, et al., melaporkan pada overweight dan obesitas memiliki jumlah folikel primordial yang lebih rendah dibanding IMT normal (p = 0.033). Tidak ada hubungan antara IMT dengan diameter folikel, namun IMT berpengaruh terhadap jumlah folikel antral. Pada kelompok obesitas akan membuat folikel kurang sensitif terhadap gonadotropin. Namun tidak terbukti mengurangi diameter folikel (Ferlitsch. K, et al., 2004). Pada penelitian ini rerata IMT didapatkan 23,2 ± 2,3 kg/m2 dan secara kasar diharapkan IMT yang normal ini dapat menjadi suatu nilai prediktif
31
32
keberhasilan fertilisasi in vitro. Lebih jauh lagi keterkaitan status IMT dengan jumlah oosit matur yang didapatkan pada penelitian ini dapat menjadi dasar untuk penelitian lebih jauh. Didapatkan sebanyak 34 folikel dengan diameter > 18 mm dengan perincian 32 mengandung oosit matur (96,97 %) dan 1 mengandung oosit imatur (3,03 %), sesuai dengan penelitian Nogueira tahun 2009 menyatakan bahwa lebih banyak ditemukan oosit matur pada folikel besar daripada folikel kecil (83% berbanding 31%). Sedangkan dari 28 folikel dengan diameter < 18 mm, didapatkan sebanyak 21 folikel yang mengandung oosit matur (75 %) dan 7 folikel yang mengandung oosit imatur (30 %), sesuai dengan penelitian Rosen tahun 2005 yang menyimpulkan bahwa oosit imatur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter besar (> 18 mm) dan oosit yang matur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter kecil (< 10 mm). Namun pada penelitian ini kami membuktikan bahwa dimulainya OPU pada folikel dengan diameter > 18 mm menghasilkan oosit matur dengan perbandingan yang lebih banyak dibandingkan oosit imatur. Sesuai protokol dalam tindakan maturasi oosit in vivo, apabila terdapat > 3 folikel mencapai 18 mm, ketebalan endometrium setidaknya 7 mm dan level estrogen (1,500-1,800 pmol/L per folikel ≥ 18mm), dilakukan stimulasi HcG. Ukuran ini merupakan rentang untuk mencegah SHSO dan untuk menambah jumlah oosit matur yang dilepaskan (Cheng-Chian. R., Buckett. W. M., Lin Tan. S, 2003).
33
6.2 Hubungan antara Diameter Folikel dengan Maturitas Inti Oosit pada Siklus Antagonis FIV Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diameter folikel dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV secara bermakna dengan nilai koefisien korelasi sebesar r = 0,324. Diketahui bahwa salah satu cara yang sederhana dan praktis dalam menentukan maturitas inti oosit adalah pengukuran diameter folikel dimana folikel terbesar dianggap sebagai folikel yang paling matang, yang paling mungkin merupakan sumber oosit yang kemudian akan dibuahi (Richmond, et al., 2005). Penelitian yang dilakukan Rosen tahun 2005 menyimpulkan bahwa oosit imatur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter besar (> 18 mm) dan oosit yang matur dapat diperoleh dari folikel dengan diameter kecil (< 10 mm) (Rosen, et al., 2005). Penelitian lain yang dilakukan oleh Nogueira tahun 2009 menyatakan bahwa lebih banyak ditemukan oosit matur pada folikel besar daripada folikel kecil dan diikuti oleh Lee tahun 2010 yang mana mendapatkan bahwa oosit yang diperoleh dari folikel ukuran kecil umumnya mempunyai kualitas lebih buruk dibandingkan yang diperoleh dari folikel ukuran besar (Nogueria, et al., 2009; Lee, et al., 2010). Stimulasi ovarium merupakan faktor penting pada program FIV mengingatstimulasi ovariumakan menentukan kualitas oosit, fungsi korpus luteum, dan kesiapan endometrium untuk menerima embrio. Stimulasi ovariumakan merubah keseimbangan optimal antara gonadotropin, hormon steroid, dan komponen non steroid di dalam dan di luar ovarium. Keadaan monofolikelberubah menjadi multifolikel yangmengakibatkan meningkatnya
34
produksi estrogen dan inhibin. Faktor krusial untuk memperoleh kehamilan pada stimulasi ovarium adalah terdapatnya folikel matang pada saat injeksi hCG, sebagai salah satu komponen yang memiliki kapasitas untuk menilai oosit matang. Folikel-folikel dikategorikan berdasarkan diameter, dimana folikel yang menonjol dianggap yang paling besar dan aktif sedangkan folikel lainnya dianggap sebagai yang lebih kecil
(Richmond, et al., 2005). Stimulasi ovarium menghasilkan
banyak folikel dengan variasi diameteryang lebar.Diameter folikel pada preovulasi alamiah di atas 16 mm sudah secara luas dinyatakan sebagai folikel matur yang segera akan diikuti oleh ovulasi (Speroff dan Fritz, 2005b). Beberapa penelitian memberikan patokan yang berbeda-beda dalam hal diameter folikel pada stimulasi ovarium dalam hubungannya dengan maturitas oosit. Pemantauan harian dengan TVS dilakukan pada saat folikel mencapai diameter 16 mm dan stimulasi ovarium diteruskan sampai folikel tersebut mencapai 18 mm (Kwee, et al., 2007). Penelitian lain menyarankan bahwa waktu terbaik untuk mengumpulkan oosit adalah ketika diameter folikel mencapai antara 10 - 14 mm. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui kapan waktu terbaik untuk menyuntikkan hCG. Untuk tujuan ini, mereka mengevaluasi pertumbuhan folikel sejak penyuntikanhCGsampai pengambilan oosit. Diameter folikel naik rata-rata 0,5 mm untuk diameter ≤ 10 mm, 1,4 mm untuk diameter 10 - <12 mm, dan 2,3 mm ketika diameter itu> 12 mmpada saat penyuntikan hCG. Hal ini menunjukkan bahwa diameter folikel pada saat aspirasi oosit memainkan peranan penting dalam keberhasilan kehamilan (Son, et al., 2008).
35
Penilaian yang akurat dari ukuran folikel ini penting karena waktu pematangan oosit dan pengumpulan telur selanjutnya didasarkan pada prinsip bahwa folikel lebih mungkin mengandung oosit matang pada saat pengukuran diameter antara 12 - 24 mm. Meskipun pada pengukuran diameter folikel yang > 18 mm hampir selalu mengandung oosit metafase II, ternyata folikel-folikel dengan diameter yang lebih kecil juga banyak mengandung oosit matang yang mampu dibuahi. Oleh sebab itu, dibutuhkan penilaian ukuran folikel yang akurat dengan USG dan waktu yang tepat untuk pematangan oosit agar dapat menghasilkan lebih banyak oosit matur untuk meningkatkan keberhasilan fertilisasi (Raine-Fenning, et al., 2010). Diameter folikel berhubungan dengan volume folikel. Volume folikel adalah jumlah cairan folikel / Follicular Fluid (FF) yang berada dalam satu folikel pada korteks ovarium.FFmenyediakan lingkungan mikro yang sangat penting bagi perkembangan oosit.FF mengandung beberapa unsur kimia seperti hormon, Transforming Growth Factor-beta (TGF-beta), interleukin, Reactive Oxygen Species (ROS), faktor anti apoptosis, protein, peptida, asam amino, gula, dan prostanoid, yang kesemuanya memegang peranan penting dalam menentukan kualitas oosit dan potensi keberhasilan hamil. Diameter folikel yang besar menunjukkan
peningkatan
volume
folikel
dan
karakteristik
biokimiawi
FF(Revelli, et al., 2009). Maturitas oosit tergantung pada banyak faktor yang belum dapat dijelaskan secara detail.Di dalam folikel, oosit dilapisi sel granulosa dan teka untuk mempertahankan nutrisi serta maturasi dengan menyediakan fungsi
36
metabolit, hormon, dan faktor pertumbuhan.Evaluasi maturitas oosit, salah satunya dapat dilakukan dengan menilai kompleks kumulus–korona-oosit. Dumesic, et al., 2015 menyatakan adanya peran penting sel kumulus dan cairan folikular terhadap maturitas dan kualitas oosit. Maturasi oosit mengalami penghentian dalam bentuk germinal vesikel pada meiosis profase I akibat tingginya cyclic Adenosine Mono Phophate (cAMP). Sel granulosa memproduksi NPPC (Natriuretic Peptide precursor C) yang berikatan dengan reseptor NPPC pada sel kumulus, dan menghasilkan cyclic Guanosine Mono Phosphate (cGMP). Metabolit ini kemudian masuk ke dalam oosit melalui gap junction dan menghambat phospodiesterase 3A yang kemudian menghambat hydrolisis cAMP dengan hasil akhir kadar cAMP tinggi di oosit dan maturitasnya terhenti (Dumesic. D, et al., 2015). Salah satu penelitian menyimpulkan bahwa FSH dapat menghambat maturasi inti, mungkin dengan mengalihkan kemampuan perkembangan untuk maturasi sitoplasma. Hal ini menunjukkan semakin tinggi FSH yang dihasilkan seiring dengan semakin besarnya folikel pada suatu titik dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk maturasi inti yang secara tidak langsung menghambat maturasi oosit (Yan. J, et al., 2011). Tingkat E2 yang diukur pada cairan folikel secara signifikan lebih tinggi pada cairan folikel yang mengandung oosit imatur dibandingkan dengan cairan folikel yang mengandung oosit matur, hal ini disebabkan karena sintesis hormon steroid oleh sel folikuler terakumulasi dalam cairan folikel. Dikarenakan tertutupnya hubungan antara kompleks corona-cumulus-oosit dengan cairan
37
folikel, ini dipercaya berhubungan bermakna antara tingkat hormon steroid dalam cairan folikel dengan kualitas dan derajat maturasi oosit yang nantinya berhubungan juga dengan tingkat fertilisasi dan implantasi serta perkembangan plasenta di kemudian hari. Selain itu E2 juga berperan dalam perkembangan oosit karena oosit imatur membutuhkan mekanisme dependen E2 untuk proses maturasinya (Costa, et al., 2004).Berdasarkan analisis adanya oosit imatur pada folikel dengan diameter > 18 mm diakibatkan karena terdapat faktor perancu yang tidak sepenuhnya bisa dikontrol pada stimulasi siklus antagonis, seperti jumlah folikel antral dan aliran darah stroma dan volume ovarium (Tan. S. L., et al., 2002). Hal ini secara superfisial dapat menjelaskan terdapatnya oosit imatur pada folikel dengan diameter > 18 mm ataupun oosit matur sudah terbentuk pada folikel dengan diameter < 18 mm. Penelitian kami menunjukkan bahwa pada folikel dengan diameter >18 mmkemungkinan oosit matur yang didapatkan lebih tinggi dibanding folikel dengan diameter < 18 mm setelah stimulasi ovarium. Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa diameter folikel merupakan faktor yang mudah dinilai dan dapat langsung divisualisasikan selama prosedur sehingga dapat digunakan dalam menilai maturitas inti oosit. Tabel 5.2 di atas menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diameter folikeldengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV secara bermakna (r = 0,324; p =0,011).
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Terdapat hubungan antara diameter folikel dengan maturitas inti oosit pada siklus antagonis FIV secara bermakna. 7.2 Saran Penelitian lebih lanjut mengenai hubungan diameter folikel dengan maturitas inti oosit dapat dilakukan pada wanita infertil yang tidak terpapar stimulasi ovarium atau pun yang mendapat stimulasi ovarium dengan siklus lainnya.
38
39
DAFTAR PUSTAKA
1 2 Anantasika, A.A.N. 2004. Stimulasi Ovulasi. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Obstetri Dan Ginekologi Fk Unud / Rs Sanglah Denpasar. Denpasar 14 – 15 Oktober.
3 4 Angsar, I. 2004. Pelayanan Bayi Tabung. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Obstetri Dan Ginekologi Fk Unud / Rs Sanglah Denpasar. Denpasar 14 – 15 Oktober. Anwar, I. 2006. Seleksi Pasien Menuju Fertilisasi In Vitro. In : Darmasetiawan, S., Anwar, I., Djuwamtono, T., Adenin, I., Jamaan, T., Editors. Fertilisasi In Vitro Dalam Praktek Klinik. 1st. Ed. Jakarta : Puspa Swara. P. 2 – 37. Buchholz, T., Klehr-Martinelly, M., Seifert, B., Bals-Pratsch, M. 2009.Polar Body Analysis-Current Clinical Practice And New Developments For Preimplantation Genetic Screening And Diagnosis. (Serial Online), [Cited 2011 June 10]. Available From: Url: Www.Kup.At/Kup/Pdf/7725.Pdf.
5 Chiang. C. R., Buckett. W. M., Tan. S. L., 2003. In Vitro Maturation Of Human Oocyte. (Serial Online), [Cited 2015 Januari 29]. Available From Url: Www.Rbmonline.Com/Article/1037. Cohen, J., Jones, H. W. 2007. In Vitro Fertilization: The First Three Decades. In : Gardner, D. K., Editor. Textbook Of Assisted Reproductive Technologies Laboratory And Clinical Perspective. 3rd. Ed. New York : Informa Healthcare. P. 1 – 12.
6 Costa, L. O., Mendes, M. C., Ferriani, R. A., Moura, M. D., Reis, R. M., Silva, D. M. 2004. Estradiol And Testoterone Concentrations Inn Follicular FluidAs Criteria To Discriminate Between Mature And Immature Oocytes. (Serial Online),[Cited 2014 November 25].Available From Url: Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/15517092. Dumasic. D. A, Et Al., 2015. Oocyte Environment: Follicular Fluid And Cumulus Cells Are Critical For Oocyte Health. (Serial Online), [Cited 2015 Januari 30]. Available From Url: Http://Dx.Doi.Org/10.1016/J.Fertnstert.2014.11.015. Ebner, T. 2008. Morphological Markers For Oocyte Quality. (Serial Online), [Cited 2011 Juni 10]. Available From: Url: Http://Www.Eshre.Eu/Binarydata.Aspx.
40
7 Ferlistch.K, Et Al., 2004. Body Mass Index, Follicle Stimulating Hormone And Their Predictive Value In In Vitro Fertilization. (Serial Online), [Cited 2015 Januari 29]. Available From Url: Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov. Harapan Kita. 2009. Kenapa Harus Bayi Tabung. (Serial Online), [Cited 2011 Juni 7]. Available From: URL: Http://Www.Rsab-Harapankita.Co.Id. Healy, D. L . 2007. Basic Of Ovarian Stimulation. In : Gardner, D. K., Editor. Textbook Of Assisted Reproductive Technologies Laboratory And Clinical Perspective. 3rd. Ed. New York : Informa Healthcare. P. 43 – 58.
8 Isaksson, R. 2002. “Unexplained Infertility Studies On Aetiology, Treatment Options And Obstetric Outcome”(Dissertation). Helsinki :University Central Hospital, Haartmaninkatu 2, Helsinki. Kwee, J., Elting, M. E., Schats, R., Mcdonnell, J. C., Lambalk, C. 2007. Ovarian Volume And Antral Follicle Count For The Prediction Of Low And Hyper Responders With In Vitro Fertilization. (Serial Online), [Cited 2011 April 11]. Available From : URL: Http://Www.Rbej.Com/Content/5/1/9.
9 Lasiene, K., Vitkus, A., Valanciute, A., Lasys, V. 2009. Morphological Criteria OfOocyte Quality. (Serial Online), [Cited 2011 June 10]. Available From: Http://Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/19667744. Lee, T. F., Lee, K. K., Hwu, Y. M., Chih, Y. F., Tsai, Y. C., Su, J. T. 2010. Relationship Of Follicular Size To The Development Of Intracytoplasmic Sperm Injection-Derived Human Embryos. (Serial Online), [Cited 2011 April 11]. Available From : URL: Http://Www.Pncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/21056315. Madiyono, B., Moeslichan, S., Sastroasmoro, S., Budiman, I., Purwanto, H. 2008.Perkiraan Besar Sampel. In : Sastroasmoro, S., Ismael, S., Editors. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. 3rd. Ed. Jakarta : Sagung Seto. P. 302 – 331.
10 Mangoli, V. 2002.Oocyte Maturation .In : Rao, K. A., Editor. The Infertility Manual.1st. Ed. New Delhi:Jaypee Brothers Medical Publishers. P. 422 – 427. Nogueira, D., Friedler, S., Schachter, M., Raziel, A., Ron-El, R., Smitz, J. 2009.Oocyte Maturity And Preimplantation Development In Relation To Follicle Diameter In Gonadotropin-Releasing Hormone Agonist Or Antagonist Treatments. (Serial Online), [Cited 2011 June 10]. Available From : URL: Www.Ncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/16500322.
41
Permadi, W. 2009. Gonadotropin. In : Samsulhadi, Hendarto. H., Editors. Aplikasi Klinis Induksi Ovulasi &Stimulasi Ovarium. 1st. Ed. Jakarta : Sagung Seto. P. 56 – 59. Rachimhadli, T., 2009. Pembuahan, Nidasi, Dan Plasentasi. In :Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., Wiknjosastro, G. H., Editors. IlmuKebidanan Sarwono Prawirohardjo. 4th. Ed. Jakarta :PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. P. 139 – 145. Raine-Fenning, N., Dep, S., Jayaprakasan, K., Clewes, J., Hopkisson, J., Campbell, B. 2010.Timing Of Oocyte Maturation And Egg Collection During Controlled Ovarian Stimulation: A Randomized Controlled Trial Evaluating Manual And Automated Measurements Of Follicle Diameter. (Serial Online), [Cited 2011 June 10]. Available From : URL: Www.Sciencedirect.Com/Science/Article/Pii/S0015028209004907. Rienzi, L., Ubaldi, F. 2009. Oocyte Retrieval And Selection. In : Gardner, D. K., Weissman, A., Howles, C. M., Shoham, Z., Editor. Textbook Of Assisted Reproductive Technologies Laboratory And Clinical Perspectives. 3rd Ed. London : Informa Healhcare. P. 85 – 101. Rienzi, L., Vajta, G., Ubaldi, F. 2010. Predictive Value Of Oocyte Morphology In Human IVF: A Systematic Review Of The Literature. (Serial Online), [Cited 2011 June 10]. Available From : URL: Humupd.Oxfordjournals.Org/Content/ Early/2010/07/ Revelli, A., Piane, L.D.,Cassano, S., Molinari, M., Rinaudo, P. 2009. Follicular Fluid Content And Oocyte Quality : From Single Biochemical Markers To Metabolomics. (Serial Online), [Cited 2011 May 17]. Available From : URL: Http://Www.Rbej.Com/Content/7/1/40. Richmond, J. R., Deshpande, N., Lyall, H., Yates, R.W., Fleming, R. 2005. Follicular Diameters In Conception Cycles With And Without Multiple Pregnancy After Stimulated Ovulation Induction. (Serial Online), [Cited 2011 April 21]. Available From : URL: Http://Humrep.Oxfordjournals.Org/ Content/20/3/758.Full. Rosen, M. P., Dobson, A. T., Mcculloch, C. E., Rinaudo, P., Cedars, M. I., 2005. The Importance OfFollicle Size During Ovarian Stimulation. (Serial Online), [Cited 2011 June 10]. Available From : URL: Www.Sciencedirect.Com/Science/Article/Pii/S0015028209004907. Samsulhadi.,Hendarto, H. 2009. Selayang Pandang Induksi Ovulasi Dan Stimulasi Ovarium. In : Samsulhadi, Hendarto. H., Editors. Aplikasi Klinis Induksi Ovulasi &Stimulasi Ovarium. 1st. Ed. Jakarta : Sagung Seto. P. 1-5.
42
Samtidar, I. 2008. Penelitian Risiko Bayi Tabung. (Serial Online), [Cited 2011 Juni6]. Available From: URL:Http://Irfansamtidar.Blogspot.Com/2008/03/Bayi-Tabung.Html.
11 Soebijanto, S., 2010. Program Bayi Tabung Atau In Vitro Fertilization (IVF). (Serial Online), [Cited 2011 April 11]. Available From : URL: Http://Www.Morulaivf.Com/Ind/Ivfprogram.
12 Soebijanto, S., Muharam, R. 2009. Fertilisasi In Vitro Dan Transfer Embrio. In : Samsulhadi, Hendarto, H., Editors. Aplikasi Klinis Induksi Ovulasi & Stimulasi Ovarium. 1st. Ed. Jakarta : Sagung Seto. P. 111 - 122 Son, W. Y., Chun, J. T., Herrero, B., Dean, N., Demirtas, E., Holzer, H., Elizur, S., Chian, R. C., Tan, S. L. 2008. Selection Of The Optimal Day For Oocyte Retrieval Based On The Diameter Of The Dominant Follicle In Hcg-Primed In Vito Maturation Cycles. (Serial Online), [Cited 2011 April 11]. Available From : URL: Http://Humrep.Oxfordjournals.Org/Content/23/12/2680.Full. Speroff, L., Fritz, M. 2005a. Regulation Of The Menstrual Cycle. In : Speroff, L., Fritz, M., Editors. Clinical Gynecologic Endocrinology &Infertility. 7th. Ed. Philadelphia : Lippincott Williams &Wilkins. P. 188 – 224. Speroff, L., Fritz, M. 2005b. Female Infertility. In : Speroff, L., Fritz, M., Editors. Clinical Gynecologic Endocrinology &Infertility. 7th. Ed. Philadelphia :Lippincott Williams &Wilkins. P. 1014 - 1055. Speroff, L., Fritz, M. 2005c. Assisted Reproductive Technologies. In : Speroff, L., Fritz, M., Editors. Clinical Gynecologic Endocrinology &Infertility. 7th. Ed. Philadelphia : Lippincott Williams &Wilkins. P. 1216 - 1234.
13 Sumapraja, K., Wiweko, B. 2010. Dasar-Dasar Konsepsi Buatan. In : Saifuddin, A. B., Rachimhadhi, T., Wiknjosastro, G. H., Editors. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. 4th. Ed. Jakarta :PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. P. 92 – 93. Surasandi, I. P. D. 2005. “Akurasi Diameter Folikel Dalam Memprediksi Kualitas Oosit”(Tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
14 15
Tan, S. L., Child, T. J., Gulekli, B. 2002. In Vitro Maturation And Fertilization Of Oocytes From Unstimulated Ovaries: Predicting The Number Of Immature Oocytes Retrieved By Early Follicular Phase Ultrasonography. (Serial Online),[Cited 2014 November 25]. Available From : Url :WWW.NCBI.NLN.NIH.GOV/PUBMED/11967491.
43
Tucker, K. E., Jansen, C. A. 2002. Why Should We Assess Oocyte And Embryo Morphology? (Serial Online), [Cited 2011 April 11]. Available From : URL: Www.Ivf.Nl/Articles/Pdf/Morphology.Pdf.
Tsagareishvili, G. G. 2005. Role Of Follicular Fluid Analysis In Assessment Of The Main Criteria Of Folliculogenesis In IVF Program. (Serial Online), [Cited 2011 April 11]. Available From : URL: Http://Www.Pncbi.Nlm.Nih.Gov/Pubmed/15834173. Yan. J, Et Al., 2011. In Vitro Maturation OfCumulus-Partially Enclosed Immature Human Oocytes By Priming With Gonadotroping. (Serial Online), [Cited 2015 Januari 30]. Available From URL: Http://Doi:10.1016/J.Fertnstert.2011.06.054.
16
44
PERHITUNGAN DATA Descriptives Descriptive Statistics N Umur BB TB E2 Valid N (listwise)
Minimum 5 5 5 5 5
Maximum
32 55 159 2113
Mean
38 65 163 2868
Std. Deviation
34.40 59.40 160.80 2399.00
2.510 3.782 1.483 302.218
Crosstabs Kat_Diameter_folikel * Maturasi_inti_oosit Crosstabulation Count Maturasi_inti_oosit Intermediate Kat_Diameter_folikel
Immature
Total
>= 18 mm
32
1
33
< 18 mm
21 53
7 8
28 61
Total
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correctionb Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Casesb
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig. (1(2-sided) (2-sided) sided)
df
6.416a 4.633 6.951
1 1 1
.011 .031 .008 .019
6.311 61
1
.014
.012
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.67. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for Kat_Diameter_folikel (>= 18 mm / < 18 mm) For cohort Maturasi_inti_oosit = Intermediate For cohort Maturasi_inti_oosit = Immature N of Valid Cases
Lower
Upper
10.667
1.222
93.084
1.293
1.035
1.615
.121
.016
.927
61
45
Correlations Maturasi_inti_oo Kat_Diameter_f sit olikel Spearman's rho
Maturasi_inti_oosit
Correlation Coefficient
1.000
.324*
.
.011
61
61
*
1.000
.011
.
61
61
Sig. (2-tailed) N Kat_Diameter_folikel
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
.324