Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
PENGARUH WAKTU PRESERVASI OVARIUM TERHADAP DIAMETER FOLIKEL DAN OOSIT DOMBA LOKAL THE EFFECT OF OVARY PRESERVATION TIME ON FOLLICLE DIAMETER AND OOCYTE QUALITY OF LOCAL SHEEP Nurul Ikhwan*, Nurcholidah Solihati**, Siti Darodjah Rasad** Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Jalan Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor 45363
*Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2015 **Dosen di Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail :
[email protected]
ABSTRAK Penelitian mengenai “Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium terhadap Diameter Folikel dan Kualitas Oosit Domba Lokal” telah dilaksanakan pada tanggal 19 Maret – 1 April 2015. Lokasi pengambilan ovarium domba lokal di Tempat Pemotongan Hewan (TPH) Babakan Caringin Desa Sayang Kecamatan Jatinangor Sumedang serta pengukuran diameter folikel dan evaluasi kualitas oosit dilaksanakan di Laboratorium Reproduksi Ternak dan Inseminasi Buatan, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu preservasi ovarium domba lokal terhadap diameter folikel dan kualitas oosit. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode eksperimental, rancangan percobaan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pemberian tiga perlakuan dan enam kali ulangan yaitu P1= preservasi ovarium pada suhu 37o-38oC selama 2 jam (kontrol), P2= preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 11-12 jam, dan P3= preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 24-25 jam. Hasil penelitian menunjukan waktu preservasi ovarium berbeda nyata terhadap diameter folikel serta berbeda nyata terhadap kualitas oosit A dan B. Kata Kunci : domba, folikel, oosit, ovarium, preservasi
ABSTRACT The research about “The Effect of Ovary Preservation Time on Follicle Diameter and Oocyte Quality of Local Sheep” has been conducted 19th March – 1st April 2015. The ovaries of local sheep took from Slaughter House Babakan Caringin Sayang Residence Jatinangor Sumedang and then measuring of follicle diameter and evaluation oocyte quality at Laboratory of Animal Reproduction and Artificial Insemination Faculty of Animal Husbandry Universitas Padjadjaran. The purposes of the research were to find out the effect of ovary preservation time of local sheep on follicle diameter and oocyte quality. This research has used experiment method and Completely Randomizes Design (CRD) with three treatments and six times replication are P1= ovary preservation 37o-38oC, 2 hours (control), P2= ovary preservation 4o-5oC, 11-12 hours, and P3= ovary preservation 4o-5oC, 24-25 hours. The result showed that the effect ovary preservation time was significant on follicle diameter and significant on oocyte quality A and B. Keywords : follicle, sheep, oocyte, ovary, preservation
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
1
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
PENDAHULUAN Pemotongan domba tahun 2013 di Provinsi Jawa Barat telah mengalami peningkatan sebanyak 0,25% dibandingkan dengan tahun 2012 (Dinas Peternakan Jawa Barat, 2013). Upaya untuk memenuhi permintaan konsumsi daging domba bagi masyarakat diperlukan suatu cara agar jumlah populasi dan produksi ternak terus meningkat. Salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu melalui penerapan teknologi in vitro fertilization (IVF). Teknologi IVF memerlukan oosit yang berada di dalam suatu ovarium. Ovarium dapat diperoleh dengan memanfaatkan limbah dari tempat pemotongan hewan (TPH). Pemanfaatan limbah menjadi salah satu cara yang ekonomis, namun lokasi TPH yang jauh dengan laboratorium memungkinkan akan terjadi penurunan kualitas oosit sehingga perlu diberikan penanganan saat transportasi ovarium berlangsung. Preservasi merupakan salah satu upaya penanganan ovarium untuk mempertahankan kualitas oosit yang telah diambil dari tubuh ternak. Pengaturan suhu, waktu, dan media preservasi menjadi faktor yang mendukung upaya tersebut. Namun saat preservasi sedang berlangsung akan terjadi beberapa hal seperti diameter folikel yang meningkat maupun menyusut ukurannya maupun terjadi kerusakan sel pada ovarium yang diakibatkan berhentinya suplai darah. Kualitas oosit dapat dipertahankan dengan mengatur waktu dan suhu yang tepat selama proses preservasi, sehingga cara tersebut dapat mendukung teknologi IVF. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui pengaruh waktu preservasi ovarium terhadap diameter folikel dan kualitas oosit domba lokal yang didapat dari ovarium limbah TPH, sehingga diharapkan mampu memberikan informasi ilmiah bagi para peneliti maupun akademisi sebelum melakukan penelitian IVF. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 1.
Bahan Penelitian Ternak percobaan domba lokal betina umur 1 - 2 tahun diambil ovariumnya sebanyak
36 buah yang diperoleh dari tempat pemotongan hewan (TPH) dari 18 ekor domba.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
2
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
2.
Metode Penelitian
(1)
Pengambilan Ovarium Ovarium diambil dari domba lokal betina di TPH. Ovarium dibersihkan dengan media
NaCl 0.9% yang telah ditambahkan dengan antibiotik penicillin 100 IU/ml dan streptomycin 0,1 mg/ml kemudian memasukan media beserta ovarium ke dalam wadah lalu wadah tersebut disimpan di dalam termos. (2)
Pengukuran Diameter Folikel Folikel diukur menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan dua kali yaitu
sebelum preservasi (awal) dan setelah preservasi (akhir). Folikel difoto dengan kamera yang berguna untuk identifikasi perubahan ukuran diameter. (3)
Preservasi Ovarium Preservasi ovarium dilakukan di dalam termos dengan suhu 37o-38oC selama 2 jam dan
di dalam lemari pendingin dengan suhu 4o-5oC selama 11-12 jam dan 24-25 jam. (4)
Koleksi dan Evaluasi Oosit Oosit dikoleksi dengan metode slicing menggunakan pisau dan pinset (Engcong dan
Karja, 2013). Oosit yang telah dikoleksi, kemudian dievaluasi menjadi 4 kelompok kriteria kualitas yaitu A, B, C, dan D berdasarkan lapisan sel kumulus dan gambaran sitoplasma (Gordon, 2003). Oosit yang dikelompokan ke dalam kualitas A jika oosit memiliki lima lapis atau lebih sel kumulus dengan sitoplasma yang homogen dan berwarna hitam. Kualitas B adalah oosit yang memiliki kurang dari lima lapisan sel kumulus dengan sitoplasma yang homogen dan berwarna hitam. Kualitas C adalah oosit yang terlihat masih sedikit lapisan sel kumulus, zona pellucida yang terlihat dan sitoplasma yang tidak homogen. Kualitas D adalah oosit yang memiliki sitoplasma transparan, zona pellucida terlihat atau bahkan tidak ada sama sekali dan lapisan sel kumulus hampir hilang bahkan hilang seluruhnya. (5)
Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1) Perubahan diameter folikel yang pengukurannya dibagi menjadi tiga kriteria yaitu : ukuran kecil (<2 mm), ukuran sedang (2–5 mm), dan ukuran besar (>5 mm) (Arman et al., 2007).
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
3
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
2) Persentase kualitas oosit A, B, C, dan D pada domba lokal. (6)
Analisis Data Penelitian dilakukan dengan metode eksperimental. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL). Pengulangan dilakukan sebanyak 6 kali dengan 3 perlakuan preservasi ovarium yaitu P1= suhu 37o-38oC selama 2 jam (kontrol), P2 = suhu 4o-5oC selama 11 - 12 jam, dan P3= suhu 4o-5oC selama 24 - 25 jam. Diameter folikel yang dikelompokan berdasarkan kriteria ukuran kemudian dihitung nilai perubahan diameter sebelum dan sesudah preservasi ovarium, kemudian analisis statistik menggunakan tabel sidik ragam (uji F). Oosit yang telah dikelompokan berdasarkan nilai persentase kriteria kualitasnya kemudian tranformasi data ke dalam bentuk Akar Kuadrat untuk dilakukan analisis statistik menggunakan tabel sidik ragam (Gaspersz, 1995). HASIL DAN PEMBAHASAN 1.
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium terhadap Diameter Folikel Hasil penelitian mengenai pengaruh waktu preservasi ovarium terhadap diameter
folikel domba lokal dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Perubahan Diameter Folikel Setelah Preservasi Ovarium Perlakuan Ulangan P1 P2 P3 ...................................... mm ......................................... 1
0,230
0,194
0,151
2
0,188
0,188
0,118
3
0,194
0,148
0,181
4
0,186
0,175
0,179
5
0,222
0,101
0,151
6
0,280
0,199
0,131
Total 1,300 1,005 0,911 Rata-rata 0,217 0,168 0,152 Keterangan : P1 : Preservasi ovarium pada suhu 37o-38oC selama 2 jam (kontrol) P2 : Preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 11-12 jam P3 : Preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 24-25 jam.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
4
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa preservasi ovarium berdampak pada perubahan rataan diameter folikel yang mengakibatkan penyusutan ukuran. Rataan penyusutan diameter folikel yang tertinggi yaitu perlakuan P1 sebesar 0,217 mm, selanjutnya perlakuan P2 sebesar 0,168 mm, dan penyusutan terkecil perlakuan P3 sebesar 0,152 mm. Hasil analisis statistik dari ketiga perlakuan tersebut menunjukan bahwa perlakuan preservasi ovarium berpengaruh nyata terhadap diameter folikel, maka terima H1. Hasil uji lanjut menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2. Uji Wilayah Berganda Duncan Perubahan Diameter Folikel Selisih antar Signifikansi Perlakuan Rataan LSR Perlakuan α = 0,05 P3 0,152 a P2
0,168
0,016
P1
0,217
0,065
0,042 0,049
0,044
a b
Kaidah Keputusan : selisih rataan perlakuan > LSR, artinya berbeda nyata pada jenis huruf yang tidak sama. Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa perubahan diameter folikel P1 berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan P2 dan P3, sedangkan P2 dan P3 tidak menghasilkan berbeda nyata terhadap perubahan diameter folikel. Hasil menunjukan bahwa P1 telah memberikan pengaruh terhadap penyusutan ukuran diameter folikel tertinggi karena bentuk folikel mulai mengecil yang disebabkan terhentinya suplai nutrisi bagi jaringan folikel saat ovarium dikeluarkan dari dalam tubuh ternak. Kondisi tersebut diduga menjadi faktor terjadi penyusutan atau mengecilnya ukuran pada jaringan folikel. Kondisi ini disebut atrofi. Hal ini sependapat dengan Kumar dkk (2013), atrofi merupakan kondisi pengecilan ukuran pada jaringan maupun organ. Berbeda dengan perlakuan P2 maupun P3 yang mengalami penyusutan ukuran folikel lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P1 pada suhu 37o-38oC. Hal ini dikarenakan preservasi ovarium yang telah dilakukan perlakuan P2 maupun P3 suhu 4o-5oC dapat menekan angka penyusutan ukuran diameter folikel. Kondisi di atas diduga bahwa preservasi dengan suhu 4o-5oC dapat memperlambat aktifitas metabolisme sel di dalam folikel sehingga ukuran diameter tidak menyusut terlalu
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
5
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
tinggi. Dugaan ini sejalan dengan Petrucci dkk (2010), manfaat preservasi pada suhu dingin yaitu pada 4oC untuk memperlambat kerja metabolisme sel sehingga akumulasi asam dapat dihambat sampai waktu tertentu. Penyusutan ukuran diameter folikel pada perlakuan P2 maupun P3 tidak hanya diakibatkan oleh melambatnya aktifitas metabolisme sel saja namun diduga telah terjadi kerusakan dinding membran folikel saat ovarium dipisahkan dari tubuh ternak sehingga folikel tidak lagi mendapatkan suplai darah atau dikenal dengan iskemia. Iskemia diduga dapat mengakibatkan perubahan metabolisme sel dari aerob menjadi anaerob. Menurut Wongsrikeao et al (2005), kondisi anaerob menunjukan metabolisme sel-sel ovarium akan menghasilkan asam laktat dan asam fosfat sehingga meningkatkan jumlah ion H+ yang mudah masuk ke dalam pori-pori membran plasma. Zat cair yang mudah masuk ke dalam membran akan mengakibatkan fisiko kimia. Fisiko kimia yaitu suatu mekanisme perpindahan larutan NaCl sebagai media preservasi menuju cairan yang berada di dalam folikel mengakibatkan ukuran folikel membesar yang dikenal dengan hipotonis. Dugaan di atas sejalan dengan Carvalho et al (2001), akumulasi asam dan peningkatan ion-ion akan menyebabkan perubahan pH dan osmolalitas membran selular menjadi permeable, sehingga larutan masuk ke intrasel yang menyebabkan degenerasi sel. Menurut Bone (1988), penggunaan NaCl fisiologis yang merupakan larutan elektrolit dapat mengakibatkan mekanisme osmosis terhadap folikel maupun oosit di dalamnya. Oleh karena itu, semakin lama preservasi berlangsung maka perpindahan volume suatu zat cair akan semakin banyak menuju suatu jaringan maupun organ. Hal ini bahwa perlakuan P3 menunjukan penyusutan ukuran diameter folikel lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan P2. 2.
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium terhadap Kualitas Oosit Hasil penelitian mengenai pengaruh waktu preservasi ovarium terhadap kualitas oosit
domba lokal dapat dilihat pada Tabel 3 dan Ilustrasi 1.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
6
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
Tabel 3. Rataan Persentase Jumlah Oosit Berdasarkan Kriteria Kualitas Oosit Setelah Preservasi Ovarium Rataan Jumlah Oosit Jumlah Perlakuan Oosit A B C D ............................................. % ......................................... P1
86
32,67
42,83
21,67
2,83
P2
95
28,33
29,50
19,00
23,67
P3
73
0,00
13,00
47,50
39,50
Keterangan : P1 : Preservasi ovarium pada suhu 37o-38oC selama 2 jam (kontrol) P2 : Preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 11-12 jam P3 : Preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 24-25 jam.
A
B
C
D
Ilustrasi 1. Kriteria Kualitas Oosit Domba Lokal (Pengamatan dengan Microscope Inverted Software DP-2 BSW Pembesaran 20 x 10). Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa rataan persentase kualitas oosit pada perlakuan P1 diantaranya kualitas oosit A 32,67%, oosit B 42,83%, oosit C 21,67%, dan oosit D 2,83%. Perlakuan P2 menunjukan adanya penurunan rataan persentase kualitas oosit A, oosit B, dan oosit C yaitu masing-masing sebesar 28,33%, 29,50%, dan 19,00%, akan tetapi mengalami peningkatan pada kualitas oosit D yaitu 23,67%. Perlakuan P3 menunjukan penurunan tertinggi rataan persentase kualitas oosit A dan oosit B yaitu menjadi 0,00% dan 13,00%, namun mengalami peningkatan rataan persentase tertinggi pada oosit C dan oosit D yaitu 47,50% dan 39,50%. Menurut Gordon (2003), kualitas oosit A dan oosit B dapat digunakan sebagai bahan dasar dalam penerapan teknologi IVF untuk memproduksi embrio. Oleh karena itu, pengaruh waktu preservasi ovarium terhadap kualitas oosit A dapat dilihat pada Tabel 4.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
7
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
Tabel 4. Rataan Persentase Kualitas Oosit A Berbagai Jenis Perlakuan Perlakuan Ulangan P1 P2 P3 ........................................ % ......................................... 1
31
33
0
2
43
13
0
3
22
0
0
4
41
29
0
5
37
40
0
6
22
55
0
Rata-rata
32,67
28,33
0,00
Keterangan : P1 : Preservasi ovarium pada suhu 37o-38oC selama 2 jam (kontrol) P2 : Preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 11-12 jam P3 : Preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 24-25 jam. Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa rataan kualitas oosit A tertinggi pada perlakuan P1 yaitu 32,67%, selanjutnya mengalami penurunan persentase pada perlakuan P2 yaitu 28,33% dan tidak ada kualitas oosit A yang didapat pada perlakuan P3 yang artinya 0,00%. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa dari ketiga perlakuan tersebut memberikan pengaruh nyata (signifikan) terhadap kualitas oosit A, maka terima H1. Hasil uji lanjut dengan data Transformasi Akar Kuadrat menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan ditampilkan pada Tabel 5. Tabel 5. Uji Wilayah Berganda Duncan Kualitas Oosit A Selisih antar Perlakuan Rataan LSR Perlakuan P3 0,71 P2
4,90
4,19
P1
5,71
5,00
0,81
Signifikansi α = 0,05 a
1,806
b
1,896
b
Kaidah Keputusan : selisih rataan perlakuan > LSR, artinya berbeda nyata pada jenis huruf yang tidak sama. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa persentase kualitas oosit A dari hasil P3 berbeda nyata lebih rendah dibandingkan P1 dan P2, namun antara perlakuan P1 dan P2 tidak
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
8
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
berbeda nyata terhadap persentase kualitas oosit A. Selanjutnya, persentase kualitas oosit B dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Persentase Kualitas Oosit B Berbagai Jenis Perlakuan Perlakuan Ulangan P1 P2 P3 ........................................ % ......................................... 1
31
17
8
2
43
38
14
3
39
43
20
4
41
14
8
5
47
47
11
6
56
18
17
Rata-rata
42,83
29,50
13,00
Keterangan : P1 : Preservasi ovarium pada suhu 37o-38oC selama 2 jam (kontrol) P2 : Preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 11-12 jam P3 : Preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 24-25 jam. Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan persentase oosit B tertinggi yaitu perlakuan P1 berjumlah 42,83%, diikuti perlakuan P2 yaitu 29,50% dan terendah pada perlakuan P3 yaitu 13,00%. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa dari ketiga perlakuan tersebut memberikan pengaruh nyata (signifikan) terhadap kualitas oosit B, maka terima H1. Hasil uji lanjut dengan data Transformasi Akar Kuadrat menggunakan Uji Wilayah Berganda Duncan ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7. Uji Wilayah Berganda Duncan Kualitas Oosit B Selisih antar Perlakuan Rataan LSR Perlakuan P3 3,63 P2
5,33
1,7
P1
6,56
2,93
1,23
Signifikansi α = 0,05 a
1,174
b
1,232
b
Kaidah Keputusan : selisih rataan perlakuan > LSR, artinya berbeda nyata pada jenis huruf yang tidak sama.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
9
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa persentase kualitas oosit B dari hasil P3 berbeda nyata lebih rendah dibandingkan P1 dan P2, namun antara perlakuan P1 dan P2 tidak berbeda nyata terhadap persentase kualitas oosit B. Oleh karena itu, kaidah keputusan hasil uji lanjut kualitas oosit B sama dengan oosit A. Rataan persentase kualitas oosit A dan B paling tinggi pada perlakuan P1 yaitu berjumlah 75,50% dibandingkan dengan P2 maupun P3. Hal ini sependapat dengan penelitian yang telah dilakukan Engcong dan Karja (2013), preservasi pada suhu 37o-38oC selama 2 jam menghasilkan jumlah kualitas oosit A paling tinggi dibandingkan selama 5-7 jam maupun 810 jam dan suhu media yang diatur mendekati kondisi yang hampir sama dengan suhu di dalam tubuh ternak berkisar antara 37o-38oC. Lokasi TPH dengan laboratorium yang merupakan tempat untuk mengoleksi oosit memiliki jarak yang perlu ditempuh, hal ini mengakibatkan preservasi ovarium perlu untuk dilakukan. Preservasi ovarium perlakuan P1 yang diberikan merupakan upaya untuk mempertahankan kualitas oosit pada keadaan ovarium masih segar (fresh) selama 2 jam pada suhu 37o-38oC. Hal ini sependapat dengan Choi et al (2004); Engcong dan Karja (2013); Tellado et al (2014), melakukan preservasi ovarium karena adanya jarak yang perlu ditempuh antara lokasi TPH dengan laboratorium sehingga perlu diatur suhu dan waktu tertentu selama perjalanan (transportasi) agar dapat mempertahankan kualitas oosit. Preservasi ovarium perlakuan P2 dengan waktu preservasi 11-12 jam suhu 4o-5oC kualitas oosit A dan B dari jumlah rataan keduanya yaitu 57,83%, data tersebut menunjukan bahwa perlakuan P2 telah terjadi penurunan rataan jumlah persentase kualitas oosit dibandingkan dengan perlakuan P1 yaitu 75,50%. Kondisi ini diduga karena adanya pengaruh lama preservasi ovarium maupun suhu yang diberikan terhadap kualitas oosit. Dugaan ini sejalan dengan Klumpp (2001) dan Gordon (2003), faktor seperti waktu dan suhu penyimpanan ovarium sangat mempengaruhi kualitas oosit. Umumnya perlakuan P2 kualitas oosit A dan B masih dapat dikatakan baik karena rataan jumlah persentase lebih tinggi dibandingkan dengan kualitas oosit C dan D (42,67%). Hasil ini menguatkan pendapat Engcong dan Karja (2013), preservasi ovarium pada suhu 4oC selama 8-10 jam yang menghasilkan persentase kualitas oosit A dan B masih dapat dipertahankan, hal ini pun sesuai
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
10
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
dengan dugaan sementara bahwa preservasi ovarium pada suhu 4o-5oC selama 11-12 jam diduga masih mampu mempertahankan tingkat kriteria kualitas oosit A dan B yang dapat dijadikan sumber genetik potensial untuk penerapan IVF. Preservasi ovarium perlakuan P3 pada suhu 4o-5oC (suhu dingin) selama 24-25 jam menunjukan penurunan rataan jumlah persentase kualitas oosit A dan B yakni 13,00%. Hal ini diduga akibat semakin lama preservasi suhu dingin yang dilakukan akan menyebabkan rataan jumlah persentase kualitas oosit A dan B semakin menurun. Hasil ini sependapat dengan Carvalho et al (2001), oosit domba lebih rentan terhadap suhu dingin karena membran lipid pada oosit tidak mampu bertahan pada suhu dingin. Kondisi suhu dingin dapat pula menyebabkan hilangnya integritas dari membran oosit (Wongsrikeao et al., 2005). Seiring lamanya waktu preservasi berlangsung seperti pada P3 tanpa adanya penambahan jenis zat apapun ke dalam media preservasi mengakibatkan persentase jumlah kualitas oosit A dan B yang didapat terjadi penurunan secara drastis. Sebaliknya apabila terdapat penambahan zat dapat memberikan tambahan nutrisi maka kualitas oosit dapat dipertahankan. Dugaan ini sependapat dengan Khillare (2008), penambahan serum 15% ke dalam media preservasi dengan suhu 5oC (dingin) akan mempertahankan kualitas oosit selama 24 jam.
SIMPULAN Berdasarkan hasil dan pembahasan maka dapat diambil simpulan sebagai berikut ini : •
Waktu preservasi ovarium memberikan pengaruh yang nyata terhadap diameter folikel.
•
Waktu preservasi ovarium memberikan pengaruh yang nyata terhadap kualitas oosit A dan B.
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing utama dan anggota yakni Dr. Nurcholidah Solihati, S.Pt, M.Si., dan Dr. agr. Ir. Rd. Siti Darodjah Rasad, M.S., yang telah memberikan masukan dalam penyelesaian penelitian ini. Terima kasih kepada kedua orang tua penulis yakni Bapak H. Islahuddin, B.A, S.Pd., dan Ibu Hj. Eha Julaeha, S.E., atas doa restu dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis dalam penelitian ini.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
11
Pengaruh Waktu Preservasi Ovarium ................................................................... Nurul Ikhwan
DAFTAR PUSTAKA Arman, S., T.N. Siregar, M. Akmal, Hamdan, dan Hamdani. 2007. Pengaruh Ukuran dan Jumlah Folikel per Ovari Terhadap Kualitas Oosit Kambing Lokal. J. Ked. Hewan Vol. 1, No.1. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Syiah Kuala. Nanggroe Aceh Darussalam. 36-42. Bone, J.F. 1988. Animal Anatomy and Physiology. 3th ed. Prentice-Hall, Inc. A Division of Simon & Schuster Englewood Cliffs. New Jersey USA. 19, 368, 412. Carvalho F.C., C.M. Lucci, J.R. Silva, E.R. Andrade, S.N. Báo, and J.R. Figueiredo. 2001. Effect of Braun-Collin and Saline Solution at The Different Temperature and Incubation Time on The Quality of Goat Preantral Follicles Preserved in Situ. Animal Reproduction Science 66: 195-200. Choi, Y.H., L.M. Roasa, C.C. Love, S.P. Brinsko, and K. Hinrichs. 2004. Blastocyts Formation Rates In Vitro and In Vitro Maturation Equine Oocyts Fertilized Intracytoplasmic Sperm Injection. Biology Reproduction (70). 1231-1238. Dinas Peternakan Jawa Barat. 2013. Statistik Pemotongan Ternak Tahun 2012-2013. Available at : http://disnak.jabarprov.go.id (diakses 17 April 2015, jam 14:06 WIB). Engcong, D.M. dan N.W. Karja. 2013. Kualitas Oosit Domba dari Ovarium Setelah Penyimpanan pada Suhu dan Periode Waktu yang Berbeda. Acta Veterinaria Indonesiana Vol. 1, No. 2. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 44-49. Gaspersz, V. 1995. Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan, Jilid 1. Tarsito. Bandung. 123-131, 198-204. Gordon, I. 2003. Laboratory of Production Cattle Embryo. 2nd ed. CABI Publishing. Wallingford. Khillare, K.P. 2008. Recovery and Preservation of Goat Follicular Oocytes. Veterinary World, Vol.1 (3). Departement of Gynecology and Obstetrics, Collage of Veterinary and Animal Science. Parbhani. 73-74. Klumpp, A. M. 2001. The Effect of Holding Bovine Oocytes in Follicular Fluid on Subsequent Fertilization and Embryonic Development. Thesis. Loumurna State University. California. 20. Kumar, V., A.K. Abbas., and J.C. Aster. 2013. Cell Injury, Cell Death, and Adaptations. In: Robbins. Basic Pathology. 9th ed. Elsevier Inc. Canada. 5-17. Petrucci, R.H., F.G. Herring, and J.D. Madura. 2010. General Chemistry Prinsiple and Modern Application. 10th ed. Prentice-Hall Inc. Tellado, M.N., G.M. Alvarez., G.C. Dalvit., and P.D. Cetica. 2014. The Conditions of Ovary Storage Affect The Quality of Porcine Oocytes. Advances in Reproductive Sciences (2). School of Veterinary Sciences, University of Buenos Aires. Argentina. 57-67. Wongsrikeao, P., T. Otoi, N.W. Karja, B. Agung, M. Nii, and T. Nagai. 2005. Effect of Ovary Storage Time and Temperature on DNA Fragmentation and Development of Porcine Oocytes. Jurnal of Reproduction and Development (51). 87-97.
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
12