UJI PATOGENISITAS PATOGEN HAWAR DAUN PADA TANAMAN KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) DI PERSEMAIAN PERMANEN BPDAS BOGOR
MUHAMMAD HARIO ALFARISI
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Patogenisitas Patogen Hawar Daun Pada Tanaman Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl.) Di Persemaian Permanen BPDAS Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2015 Muhammad Hario Alfarisi NIM E44100047
ABSTRAK MUHAMMAD HARIO ALFARISI. Uji Patogenisitas Patogen Hawar Daun Pada Tanaman Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl.) di Persemaian Permanen BPDAS Bogor. Dibimbing oleh MUHAMMAD ALAM FIRMANSYAH. Kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh (fast growing species) yang saat ini sudah mulai dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk uji patogenisitas jenis patogen, kejadian penyakit serta keparahan penyakit hawar daun pada bibit kayu afrika. Metode kegiatan ini meliputi pengamatan lapang, isolasi daun yang bergejala hawar daun dan selanjutnya pengujian postulat Koch. Hasil pengamatan lapang dapat diketahui kejadian penyakit sebesar 99.44% sedangkan keparahan penyakit sebesar 8.85%. Saat isolasi daun yang bergejala hawar daun ditemukan 8 jenis isolat yang mempunyai warna yang berbeda. Isolat yang ditemukan tersebut diinokulasi pada tanaman kayu afrika dan hampir semua isolat dapat menyebabkan gejala hawar daun. Hasil postulat Koch bagian daun yang telah diinokulasi, ditemukan 2 jenis isolat yang identik dengan isolasi awal. Hasil uji patogenisitas menunjukkan isolat dengan kode 1.1 mempunyai nilai persentase kejadian penyakit dan keparahan penyakit paling tinggi dari pada isolat lainnya. Hasil identifikasi menunjukkan isolat dengan kode 1.1 adalah sejenis cendawan dengan ciri mempunyai hifa yang bersekat dan terdapat konidia, cendawan ini termasuk dalam kelas Deuteromycetes. Kata kunci: Cendawan, hawar daun, keparahan penyakit, Maesopsis eminii Engl., postulat Koch
ABSTRACT MUHAMMAD HARIO ALFARISI. Leaf Blight Pathogen Pathogenicity On African Wood Plants (Maesopsis Eminii Engl.) at Permanent Nursery BPDAS Bogor. Supervised by MUHAMMAD ALAM FIRMANSYAH. African wood (Maesopsis eminii Engl.) is a fast-growing tree species which are now begin to be exploited. This research is aimed to identify the types of pathogens, disease incidence and severity of leaf blight disease in African wood seedlings. Methods include field observations, isolation of symptomatic leaf blight and subsequent testing of Koch's postulates. Results of field observations indicating that the incidence of the disease is at 99.44%, while the severity of the disease by 8.85%. When isolation of symptomatic leaf blight was found 8 kinds of isolates that have different colors. The isolates were found in plants are then inoculated on African wood, and almost all isolates can causing the symptoms of leaf blight. The result of Koch's postulates inoculated leaf, found two types of isolates were identical to the initial isolation. Pathogenicity test results showing isolates with 1.1 code has the highest percentage value of disease incidence and severity than the other isolates. The identification results show the isolates with 1.1 code is a type of fungus characterized by having sectional hyphae and contained conidia, this fungus belongs to a class of Deuteromycetes. Keywords: Fungus, Koch's postulates, leaf blight, Maesopsis eminii Engl., severity of disease
UJI PATOGENISITAS PATOGEN HAWAR DAUN PADA TANAMAN KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl.) DI PERSEMAIAN PERMANEN BPDAS BOGOR
MUHAMMAD HARIO ALFARISI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur
DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
Judul Skripsi : Uji Patogenisitas Patogen Hawar Daun pada Tanaman Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl.) di Persemaian Permanen BPDAS Bogor Nama : Muhammad Hario Alfarisi NIM : E44100047
Disetujui oleh
Muhammad Alam Firmansyah, SHut, MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb yang Maha Kuasa yang telah menganugerahkan rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. Shalawat dan salam penulis sampaikan kepada teladan umat Nabi Muhammad SAW. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 sampai November 2014 ini ialah identifikasi penyakit, dengan judul Uji Patogenisitas Patogen Hawar Daun Pada Tanaman Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl.) Di Persemaian Permanen BPDAS Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Muhammad Alam Firmansyah, SHut, MSi selaku dosen pembimbing, mbak Ai rosah yang telah banyak memberikan saran dan pengalamannya. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada pimpinan Persemaian Permanen BPDAS (Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai) Citarum-Ciliwung Bogor yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Drh Teguh Sumardijono dan Musdalifah selaku orang tua, serta Muhammad Luthfi Firdaus selaku adik atas segala doa dan kasih sayangnya. Kemudian ungkapan terima kasih tidak lupa diucapkan kepada Shanti Oktari yang telah mendukung dan menemani selama penelitian, tak lupa Ade Mulya, Luqman Setiadi dan Fauziah teman-teman Laboratorium Penyakit yang selalu memberikan masukan dan bantuan dalam melaksanakan penelitian di laboratorium Penyakit, Aji Nuralam Dwisutono, beserta teman-teman Fakultas Kehutanan angkatan 47 lainnya yang selalu memberikan doa dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2015 Muhammad Hario Alfarisi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Perumusan Masalah
1
Tujuan Penelitian
1
Manfaat Penelitian
2
METODE
2
Tempat dan Waktu Penelitian
2
Kondisi Umum
2
Bahan
2
Alat
3
Metode Kerja
3
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Gejala Penyakit Hawar Daun pada Tanaman Kayu Afrika
7
Isolasi Cendawan
9
Postulat Koch
9
Uji Patogenisitas
13
Identifikasi Cendawan Penyebab Penyakit Hawar Daun
15
SIMPULAN DAN SARAN
16
Simpulan
16
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
20
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5
Perlakuan pengujian terhadap bibit kayu afrika Katagori tingkat infeksi Ciri-ciri warna cendawan hasil isolasi Hasil inokulasi tanaman kayu afrika bergejala hawar daun Laju pertumbuhan isolat kode 1.1
4 6 9 10 16
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Rancangan petak utama pada pelaksanaan pengujian RAL Gejala penyakit hawar daun pada tanaman kayu afrika Berbagai macam cendawan hasil isolasi Hasil inokulasi isolat Intensitas penyakit Hasil reisolasi daun yang terkena gejela hawar daun Persentase intensitas penyakit Pengamatan makroskopis dan mikroskopis pada isolat 1.1
5 7 9 10 11 13 14 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan
19
PENDAHULUAN Salah satu jenis tanaman yang banyak dibudidayakan adalah jenis tanaman yang mempunyai kriteria cepat tumbuh dan bermanfaat bagi masyarakat, yaitu salah satunya adalah tanaman kayu afrika. Tanaman kayu afrika (Maesopsis eminii Engl.) merupakan jenis tanaman kehutanan yang termasuk dalam kelas biji berkeping dua dari famili Rhamnaceae. Tanaman ini tumbuh tersebar alami di daerah Jawa Barat (Zulhanif 2000). Menurut Dephut (2002) kegunaan tanaman ini utamanya untuk konstruksi ringan, peti kemas, box dan bahkan untuk plywood. Tanaman ini cocok untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman dikarenakan jenis tanaman ini termasuk dalam jenis tanaman fast growing species yang dapat cepat tumbuh. Telah ditemukan penyakit daun yang menyerang tanaman kayu afrika di persemaian menunjukkan gejala nekrotik, sehingga menyebabkan kualitas tanaman di persemaian menurun. Penyakit pada daun sangat mengganggu pertumbuhan tanaman karena dapat menyebabkan tanaman tidak bisa berfotosintesis dan akibat yang lebih buruk tanaman akan mati. Tanaman yang akan ditanam di area terbuka sebagai pengisi hutan tanaman industri harus dipilih dari tanaman yang berkualitas baik salah satunya adalah tanaman yang bebas dari penyakit. Apabila tanaman terserang penyakit terlebih dahulu sebelum ditanam di lapangan, akan menyebabkan tanaman tersebut mati atau terlambatnya pertumbuhan sehingga sangat merugikan. Kegiatan pencegahan dan pengendalian perlu dilakukan agar mengurangi kerugian secara ekologis dan ekonomi. Pengendalian dan pencegahan berjalan efektif apabila sudah diketahui jenis dan penyebab penyakit yang menyerang tanaman. Kemudian perlu studi lebih lanjut untuk mengidentifikasi dan menguji petogenisitas penyebab penyakit. Kegiatan penelitian ini terdiri dari pengamatan luas dan intensitas penyakit, isolasi daun yang terkena penyakit, postulat Koch, uji patogenisitas dan yang terakhir identifikasi jenis penyakit. Perumusan Masalah Keberadaan penyakit hawar daun yang ditemukan di Persemaian merupakan suatu masalah yang cukup serius yang perlu ditangani. Cepatnya penyebaran penyakit ini dapat menimbulkan kerugian pada pertumbuhan tanaman berikutnya. Oleh karena itu, perlu adanya kegiatan identifikasi agar dapat mengetahui jenis dan penyebab penyakit hawar daun yang menyerang kayu afrika dan memberikan informasi kepada pihak persemaian agar dapat memberikan penanganan yang efektif dalam memberantas penyakit daun pada tanaman kayu afrika.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui luas, intensitas serangan penyakit, penyebab patogen hawar daun, gejala serangan, kejadian penyakit dan keparahan penyakit daun pada bibit kayu afrika di persemaian permanen BPDAS CitarumCiliwung Bogor.
2
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang luas dan intensitas serangan serta patogenisitas penyebab patogen hawar daun pada tanaman kayu afrika di persemaian permanen BPDAS Citarum-Ciliwung Bogor.
METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di persemaian permanen BPDAS (Balai Pengelola Daerah Aliran Sungai) Citarum-Ciliwung dan di laboratorium penyakit Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaannya dari bulan Juli 2014 sampai dengan November 2014.
Kondisi Umum Persemaian permanen adalah persemaian yang dibuat menetap pada suatu lokasi dengan organisasi yang mapan dan personil pelaksana yang tetap dan terpilih, memiliki kelengkapan sarana dan prasarana dengan menggunakan teknologi modern dalam produksi bibit yang memungkinkan pelaksanaan pekerjaan dilakukan secara efektif dan efisien. Curah hujan di wilayah Dramaga berkisar antara 3 000-3 500 mm/tahun. Suhu dan kelembaban (RH) ratarata sebesar 29 0C dan 67%, sedangkan suhu dan kelembaban pada bulan awal Oktober hingga pertengahan Oktober tahun 2014 di daerah persemaian permanen BPDAS Citarum-Ciliwung Bogor menunjukkan kisaran sebesar 28.57 0C. Suhu terendah rata-rata sebesar 23.35 0C, sedangkan suhu tertinggi sebesar 33.21 0C. Kelembaban rata-rata selama 2 minggu pada awal Oktober hingga pertengahan Oktober sebesar 67%. Rata-rata kelembaban tertinggi sebesar 86.78% sedangkan terendah sebesar 42.42%. Kebanyakan fungi merupakan jenis mesofilik, yang dapat tumbuh dengan kisaran temperatur 10 0 C-40 0C, meskipun dengan rentang yang berbeda akan tetapi fungi dapat tumbuh optimum pada suhu 220 C-25 0C (Deacon 2006). Menurut Hadi (1989) suhu optimum pada fungi digunakan untuk produksi bentuk spora serta pertumbuhannya. Lokasi Persemaian permanen terletak di Kampus IPB Dramaga pada koordinat 06°33, 247‘ lintang selatan dan 106°43, 640’ bujur timur. Lokasi ini terletak di antara dua Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu di DAS Cisadane dan DAS Ciliwung.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun bibit kayu afrika yang sakit sebagai bahan sumber pembuatan inokulum, bibit kayu afrika yang sehat
3 berumur 3 bulan, inokulum patogen, karborundum, media PDA (Potato Dextrose Agar), PDB (Potato Dextrose Broth), air steril, aquadest, alkohol 70%, NaOCl 1%, HCL, Spirtus kapas, cotton bud, plastic wrap dan kertas label.
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laminar air flow, oven, autoklaf, kamera foto, plastik, alat penyiram, mikroskop, erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi, lampu bunsen, bor gabus (Cork borer), gelas objek, gelas penutup, sudip, pinset, alat tulis dan alat hitung serta software pengolah data SAS.
Metode Kerja Luas dan Intensitas Penyakit Data yang dikumpulkan dengan pengamatan lapang di persemaian permanen BPDAS Citarum-Ciliwung dilakukan dengan sensus tanaman kayu afrika yang berumur 3-4 bulan pada 8 bedeng dengan jumlah tanaman yang diamati berjumlah 4255 tanaman kayu afrika. Pengamatan dilakukan dengan melihat gejala penyakit hawar daun yang menyerang bibit tanaman kemudian dihitung luas serangan dan keparahan penyakit hawar daun yang menyerang tanaman kayu afrika untuk melihat tingkat luasan serangan yang menyerang tanaman kayu afrika dengan rumus Towsend (1963). Pengambilan Bagian Daun yang Terkena Hawar Daun Tanaman kayu afrika yang memperlihatkan gejala hawar daun diambil secara acak dari persemaian permanen BPDAS Citarum-Ciliwung. Kemudian dibawa ke laboratorium sebagai bahan untuk tahapan selanjutnya dalam penelitian. Isolasi cendawan dari jaringan tanaman sakit Langkah pertama, jaringan yang memperlihatkan gejala sakit diambil dari tanaman dengan cara dipotong ±0.5 cm yang meliputi jaringan tanaman sakit dan jaringan tanaman yang sehat. Potongan jaringan kemudian disterilisasi permukaan dengan cara direndam dalam larutan NaOCl 1% selama ± 2 menit, lalu dicuci dengan air steril sebanyak 3 kali. Selanjutnya dikeringkan di atas kertas saring steril yang ada di dalam cawan petri. Jaringan tanaman sakit tersebut kemudian dipotong pada bagian antara yang sehat dan sakit, lalu dimasukkan ke dalam cawan petri berisi media PDA. Potongan jaringan tanaman pada media PDA selanjutnya diinkubasi selama ± 6 hari. Koloni miselium yang tumbuh dari potongan jaringan yang diisolasi kemudian dimurnikan dan diperbanyak pada media PDA. Isolat cendawan selanjutnya digunakan sebagai bahan untuk identifikasi sumber inokulum. Pelaksanaan Pengujian Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan pengulangan 4 kali. Sebagai petak utama adalah pelukaan, sedangkan satuan percobaannya adalah satu bibit kayu afrika. Jumlah dari keseluruhan percobaan adalah 72 bibit dengan masing
4 masing perlakuan sebanyak 2 satuan percobaan. Faktor pelukaan terdiri dari dua taraf yaitu pelukaan (A) dan tanpa pelukaan (B) seperti disajikan pada Tabel 1. Pengacakan dilakukan terhadap faktor pelukaan pada petak utama. Jarak antar petak lebih kurang 40 cm, sedangkan jarak antar bibit pada anak petak lebih kurang 20 cm dengan pertimbangan mempermudah pengukuran saat pengamatan berlangsung (Gambar 1). Tabel 1 Perlakuan pengujian terhadap bibit kayu afrika Kode Perlakuan A1 Penempelan sumber inokulum 1.1 pada daun bibit kayu afrika dengan disertai pelukaan A2 Penempelan sumber inokulum 1.2 pada daun bibit kayu afrika dengan disertai pelukaan A3 Penempelan sumber inokulum 2.1 pada daun bibit kayu afrika dengan disertai pelukaan A4 Penempelan sumber inokulum 3.1 pada daun bibit kayu afrika dengan disertai pelukaan A5 Penempelan sumber inokulum 3.3 pada daun bibit kayu afrika dengan disertai pelukaan A6 Penempelan sumber inokulum 4.3 pada daun bibit kayu afrika dengan disertai pelukaan A7 Penempelan sumber inokulum 5.1 pada daun bibit kayu afrika dengan disertai pelukaan A8 Penempelan sumber inokulum 5.2 pada daun bibit kayu afrika dengan disertai pelukaan A9 Penempelan sumber inokulum kosong pada daun bibit kayu afrika dengan disertai pelukaan B1 Penempelan sumber inokulum 1.1 pada daun bibit kayu afrika tanpa disertai pelukaan B2 Penempelan sumber inokulum 1.2 pada daun bibit kayu afrika tanpa disertai pelukaan B3 Penempelan sumber inokulum 2.1 pada daun bibit kayu afrika tanpa disertai pelukaan B4 Penempelan sumber inokulum 3.1 pada daun bibit kayu afrika tanpa disertai pelukaan B5 Penempelan sumber inokulum 3.3 pada daun bibit kayu afrika tanpa disertai pelukaan B6 Penempelan sumber inokulum 4.1 pada daun bibit kayu afrika tanpa disertai pelukaan B7 Penempelan sumber inokulum 5.1 pada daun bibit kayu afrika tanpa disertai pelukaan B8 Penempelan sumber inokulum 5.2 pada daun bibit kayu afrika tanpa disertai pelukaan B9 Penempelan sumber inokulum kosong pada daun bibit kayu afrika tanpa disertai pelukaan
5
Gambar 1 Rancangan petak utama (yaitu A : Dilukai; B. Tanpa dilukai) pada pelaksanaan pengujian dengan rancangan acak lengkap Uji Postulat Koch Uji postulat Koch bertujuan untuk membuktikan bahwa isolat yang diperoleh merupakan agen penyebab dari gejala penyakit yang diamati. Kegiatan ini terdiri atas inokulasi isolat pada tanaman contoh, reisolasi jaringan tanaman yang memperlihatkan gejala, dan identifikasi isolat hasil reisolasi. Tanaman contoh yang digunakan untuk inokulasi merupakan bibit kayu afrika umur ± 4 bulan dari penyapihan. Setiap isolat cendawan diinokulasikan terhadap 8 bibit kayu afrika dan diberi 2 perlakuan, yaitu dilukai dan tidak dilukai, pelukaan menggunakan serbuk karborundum. Inokulasi dilakukan pada sore hari menggunakan metode oles dengan cara mengoles isolat yang ditanam pada media PDB dengan menggunakan kuas ke daun. Penyiapan sumber inokulum pengolesan cendawan dilakukan berdasarkan dari metode Ismail et al. (2012) dengan modifikasi menggunakan media PDB. Sumber inokulum diperoleh dari isolat di media PDB (Potato dextrose broth) berumur 10 hari yang telah ditanam isolat yang berasal dari biakan isolat media PDA dengan cork borer (Ø 7 mm) yang berumur 5 hari. Setelah itu koloni isolat cendawan yang telah berumur 10 hari di media PDB tersebut diaduk menggunakan blender agar tercampur rata. Kemudian dioles dengan kuas ke seluruh permukaan daun. Perlakuan pelukaan menggunakan bubuk karborundum yang dioles dengan cotton bud, setelah itu diamati selama ± 30 hari atau sampai muncul gejala. Gejala penyakit yang muncul selanjutnya direisolasi, kemudian hasilnya diidentifikasi dan dibandingkan dengan isolat sebelumnya. Apabila isolat cendawan yang diinokulasikan menghasilkan gejala hawar daun dan teridentifikasi sebagai cendawan yang identik dengan gejala hawar daun, maka cendawan tersebut merupakan penyebab dari penyakit hawar daun. Uji Patogenisitas Uji patogenisitas dilakukan terhadap 8 isolat cendawan yang mampu menghasilkan gejala identik dengan gejala alami penyakit hawar daun. Tahapan ini dilakukan dengan metode yang sama dengan tahapan postulat Koch. Tanaman contohnya berumur ± 4 bulan penyapihan. Tanaman yang telah diinokulasi selanjutnya diinkubasi di bawah paranet dengan menggunakan rancangan percobaan acak lengkap dengan satu faktor, yaitu macam isolat cendawan.
6 Parameter yang diamati dari kegiatan ini adalah kejadian penyakit dan keparahan penyakit. Kejadian penyakit ditentukan dengan menggunakan rumus (Agrios 1988): KP= a/b x 100% Keterangan : KP : persentase kejadian penyakit hawar daun a : jumlah tanaman yang menunjukkan gejala penyakit hawar daun : jumlah tanaman yang diamati b keparahan penyakit ditentukan dengan menggunakan skoring dari 0-5 (Tabel 2). Rumus (Towsend 1963 dalam Kadeni 1990) yang digunakan sebagai berikut : ∑ (n x v) P= x 100% NxZ Keterangan : P : persentase keparahan penyakit N : jumlah daun yang terkena hawar daun setiap kategori v : nilai numerik dari setiap kategori serangan hawar daun N : jumlah daun yang diamati Z : nilai numerik dari kategori serangan tertinggi Tabel 2 Katagori tingkat infeksi (UnstenhÖfer 1976) yang telah dimodifikasi Tingkat Kerusakan / Gejala Tingkat Ketahanan Inang Terhadap Kode serangan (%) Penyakit 0 0 Imun (Kebal) / Sangat Tahan (ST) 1 1-5 Tahan (T) 2 6-15 Agak Tahan (Toleran) (AT) 3 16-50 Agak Rentan (Toleran) (AR) 4 50-75 Rentan (R) 5 ≥75 Sangat Rentan (SR) Identifikasi Identifikasi cendawan dilakukan berdasarkan karakter morfologi secara makroskopis dan mikroskopis, yaitu meliputi warna dan bentuk konidia. Analisis Data Analisis statistik untuk penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Menurut Stell (1980), model yang digunakan adalah sebagai berikut : Yijk = µ + αi + δik + βj + (αβ)ij + εijk Keterangan : Yijk : Intensitas serangan pada ulangan ke-k yang memperoleh taraf ke-i dari faktor inokulasi dan taraf ke-j dari faktor pelukaan µ : Nilai rata-rata intensitas serangan yang sesungguhnya αi : Pengaruh utama dari taraf ke-i faktor inokulasi δik : Pengaruh galat yang muncul pada taraf ke-i dari faktor inokulasi dalam ulangan ke-k βj : Pengaruh utama dari taraf ke-j faktor pelukaan
7 (αβ)ij εijk
: Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor inokulasi dan taraf ke-j faktor pelukaan : Pengaruh galat pada ulangan ke-k yang memperoleh taraf ke-i faktor inokulasi dan taraf ke-j faktor pelukaan
HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Penyakit Hawar Daun pada Tanaman Kayu Afrika Berdasarkan hasil pengamatan gejala penyakit di lokasi persemaian, bibit kayu afrika yang terinfeksi penyakit hawar daun memiliki gejala berupa nekrosis pada bagian permukaan daun. Gejala nekrosis yang berkembang pada bagian daun menyebabkan daun menjadi berubah warna menjadi coklat kemudian berbintik yang menyebar dengan cepat sehingga menyebabkan daun menjadi kering dan rontok (Gambar 2).
Gambar 2 Gejala penyakit hawar daun pada tanaman kayu afrika Gejala merupakan informasi yang penting dalam mengetahui keadaan tanaman. Gejala dapat menunjukkan apakah tanaman tersebut terserang oleh penyakit atau tidak. Menurut Martoredjo (1984), gejala adalah perubahan yang ditunjukkan oleh tanaman itu sendiri sebagai reaksi terhadap patogen. Gejala penyakit pada tanaman merupakan bentuk penyimpangan baik morfologi atau fisiologi sebagai respon dari adanya gangguan patogen (Widyastuti et al. 2005). Respon yang dihasilkan tanaman berbeda-beda, bergantung pada jenis tanaman inang dan patogennya. Apabila terjadi kematian seluruh atau sebagian anggota tumbuhan secara cepat, penyakit ini disebut penyakit hawar (Rahayu 1999) Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan persentase nilai kejadian penyakit dan intensitas keparahan penyakit bibit kayu afrika di persemaian BPDAS CitarumCiliwung Bogor yaitu kejadian penyakit bernilai 99.44%. Nilai ini menunjukkan kejadian penyakit atau luas serangan hawar daun pada bibit kayu afrika sangatlah luas, akan tetapi nilai keparahan penyakit hawar daun 8.85%. Berbagai macam penyebab penyakit tidak menular antara lain pH tanah, kurang tersedianya unsurunsur hara tertentu di dalam tanah dan kandungan air dalam tanah. Beberapa faktor utama yang memungkinkan menyebabkan penyakit menular adalah terjadinya interaksi yang terus menerus penyebab penyakit pada suatu pohon (Yunasfi 2007). Nilai kejadian dan keparahan tersebut menunjukkan nilai yang berat. Hal ini disebabkan karena penyebaran dari penyakit ini sangat cepat akibat dari bibit kayu
8 afrika yang masih muda sehingga rentan terserang penyakit akan tetapi keparahan penyakit saat pengamatan menunjukkan nilai yang ringan karena jumlah bibit dengan katagori parah dan katagori ringan sangatlah berbeda, katagori ringan berjumlah 2 785 bibit sedangkan katagori berat berjumlah 122 bibit. Penyebaran penyakit ini sangat cepat akan tetapi perkembangannya lambat. Penyakit hawar daun pada bibit kayu afrika di persemaian terlihat sangat jelas pada daun yang terkena gejala, menurut Goodman et al. (1967) menyatakan bahwa fungi dapat melakukan penetrasi dengan tiga cara, yaitu secara langsung melalui permukaan yang utuh, melalui lubang alami atau melalui luka. Fungi lebih umum melakukan penetrasi pada inang melalui lubang alami seperti stomata, lentisel, nektar, himatoda atau melalui luka. Dalam hal ini, patogen melakukan penetrasi melalui dua cara, yaitu melalui lubang alami pada daun dan melalui luka. Sebagai bukti pada Tabel 4 saat pengujian inokulasi pada uji Postulat Koch, gejala serangan terlihat pada bibit diberi perlakuan inokulasi dengan atau tanpa pelukaan. Setelah patogen masuk ke dalam jaringan tanaman, akan terjadi interaksi antara tanaman inang dan patogen yang disebut infeksi. Di dalam jaringan tanaman, patogen terus berkembang yang disebut dengan invasi. Tahap invasi ini yang akan menimbulkan gejala berupa bercak pada daun. Gejala penyakit hawar daun yang terjadi pada bibit kayu afrika disebabkan oleh faktor biotik yaitu fungi atau cendawan. Penyakit ini memiliki gejala nekrotis karena bercak daun dapat menyebabkan kematian sel pada organ daun pada bibit kayu afrika. Bila daun pada suatu tanaman terus menerus mengalami penyakit hawar daun ini dalam jangka waktu yang lama, maka dapat menimbulkan intensitas serangan yang tinggi dan menyebabkan kematian. Selama masih ada daun yang sehat, baik itu berupa pucuk ataupun daun yang tua, maka bibit dapat melangsungkan hidupnya, dengan syarat daun yang sakit sudah rontok seluruhnya dan faktor lingkungan sekitar tidak mendukung untuk perkembangan penyakit. Pada awal pengamatan hingga satu minggu pertama, perkembangan penyakit cukup cepat. Hal ini terlihat dari jumlah daun yang terserang cukup banyak. Tidak terjadi peningkatan jumlah daun yang terserang pada waktu selanjutnya. Pendugaannya dapat disebabkan oleh kemampuan patogen dalam menyebabkan penyakit mulai menurun dan kemampuan pertahanan tanaman inang cukup kuat terhadap serangan patogen. Perkembangan suatu penyakit didukung oleh tiga faktor, yaitu inang yang rentan, patogen yang virulen dan lingkungan yang mendukung. Bibit kayu afrika sebagai inang dapat dikatakan rentan terhadap hawar daun yang disebabkan oleh patogen. Menurut Tainter (1996) ada beberapa faktor yang memungkinkan penyakit dapat berkembang dan menyebar dengan baik, yaitu adanya tanaman inang (tanaman hutan) yang rentan dalam jumlah cukup, adanya patogen yang virulen, kondisi lingkungan yang sesuai untuk perkembangan penyakit tersebut dan manusia yang ikut mendukung timbul atau tidaknya suatu penyakit. Menurut (Goodman et al. 1967), bahwa rentan disebabkan karena metabolit-metabolit yang dihasilkan inang dapat dilumpuhkan dan dinonaktifkan oleh patogen. Patogen terbukti memiliki daya virulensi yang tinggi yaitu keberhasilan untuk menyebabkan suatu penyakit pada inang. Penularan penyakit terjadi apabila adanya sentuhan jaringan tanaman yang sakit dengan jaringan tanaman yang sehat. Dalam hal ini sesuai dengan kondisi
9 Persemaian BPDAS Citarum-Ciliwung, yakni bibit kayu afrika saling berdekatan dan saling menyentuh sehingga dapat menyebabkan penyebaran penyakit yang luas. Isolasi Cendawan Isolat penyebab penyakit atau patogen hawar daun yang diperoleh dari bibit kayu afrika yang sakit menunjukkan bahwa patogen berupa cendawan atau fungi. Saat mengisolasi penyakit terdapat 8 jenis patogen yang diduga menyebabkan penyakit hawar daun. Pengamatan secara makroskopis terhadap biakan murni isolat pada media PDA menunjukkan tiap jenis isolat memiliki warna yang berbeda-beda (Gambar 3). Hal ini disebabkan karena fungi sebagai patogen menunjukkan keragaman yang hebat dalam bentuk dan warna, fungsi dan asal mula hidupnya (Bilgrami 1976) (Tabel 3).
Gambar 3 Berbagai macam cendawan hasil isolasi Tabel 3 Ciri-ciri warna cendawan hasil isolasi Kode isolat 1.1 1.2 2.1 3.1 3.3 4.3 5.2 5.3
Warna Hitam Putih kehitaman Hitam agak putih Putih transparan Putih pekat Putih agak gelap Putih kecokelatan Coklat transparan dengan corak titik menyebar
Postulat Koch Gejala yang muncul setelah tanaman kayu afrika diinokulasi berupa nekrosis pada daun yang diinokulasi dengan cara oles. Nekrosis ada yang berawal dari tulang tanaman kemudian merata pada bagian daun yang belum terkena sehingga bagian yang terinfeksi akan terlihat berwarna kecoklatan dan kehitaman (Gambar 4)
10 Tabel 4 Hasil inokulasi tanaman kayu afrika bergejala hawar daun Perlakuan
Kode isolat
Dilukai √ √ √ √ √ -
1.1 1.2 2.1 3.1 3.3 4.3 5.2 5.3 K
Tidak dilukai √ √ -
Tabel 4 menunjukkan terdapat 8 jenis isolat yang diuji postulat Koch pada tanaman kayu afrika. Berdasarkan hasil inokulasi pada rangkaian postulat Koch dapat diketahui bahwa terdapat 6 isolat yang diuji bersifat patogenik terhadap bibit kayu afrika. Isolat yang mampu menghasilkan gejala pada tanaman kayu afrika yang diinokulasi adalah isolat dengan kode 1.1, 1.2, 3.1, 3.3 dan 5.2 secara umum dapat menghasilkan gejala pada daun yang dilukai dan yang tidak. Akan tetapi hanya 2 isolat yang mampu menyebabkan gejala hawar daun. Sedangkan isolat yang lain kurang menunjukkan gejala pada tanaman yang tidak dilukai. Berikut Gambar tanaman yang bergejala hawar daun. A
B
C
D
E
Gambar 4 Hasil inokulasi isolat: (A) Isolat 1.1, (B) Isolat 1.2, (C) Isolat 3.3, (D) Isolat 5.2, (E) Kontrol Pada Tabel 4 di atas terdapat 8 jenis isolat yang diuji postulat Koch pada tanaman kayu afrika. Berdasarkan hasil inokulasi pada rangkaian postulat Koch dapat diketahui bahwa terdapat 6 isolat yang diuji bersifat patogenik terhadap bibit kayu afrika. Kegiatan postulat Koch merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk membuktikan faktor penyebab suatu penyakit tanaman. Suatu mikroba dapat dikatakan sebagai agen penyebab penyakit bila memenuhi kaidah postulat koch sebagai berikut : 1. Patogen membentuk asosiasi yang tetap dengan penyakit, 2. Patogen dapat diisolasi dari jaringan sakit dan dapat ditumbuhkan pada media buatan,
11 3. Kultur murni hasil isolasi dapat diinokulasikan pada tanaman sehat dan menghasilkan gejala yang sama seperti penyakit sebelumnya, 4. Patogen dapat direisolasi dari tanaman sakit dan memiliki karakter yang sama dengan patogen sebelumnya (Agrios 2005).
90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
(B) 1.1
30%
1.2
25%
1.2
20%
2.1
15%
3.1
10%
3.3
2.1 3.1 3.3 4.3 5.2 1
5 10 15 20 25 30
HARI KE-
5.3 K
KEPARAHAN PENYAKIT
KEJADIAN PENYAKIT
(A)
1.1
4.3
5%
5.2
0% 1
5 10 15 20 25 30
HARI KE-
5.3 K
Gambar 5 Intensitas penyakit: (A) persentase kejadian penyakit, (B) persentase keparahan penyakit Berdasarkan hasil inokulasi pada rangkaian postulat Koch dapat diketahui bahwa sebagian besar isolat yang diuji bersifat patogenik terhadap bibit kayu afrika. Meskipun demikian, tidak semua isolat dapat menghasilkan gejala yang identik pada perlakuan bibit yang dilukai dengan karborundum maupun yang tidak dilukai. Inokulasi isolat dengan kode 1.1 pada bagian daun menimbulkan nekrosis yang menyebar merata pada daun yang diinokulasi dengan perlakuan daun yang telah dilukai maupun yang tidak dilukai. Nekrosis berawal dari bintik kemudian pada hari ke-5 menyebar luas pada bagian daun, terlihat peningkatan persentase yang cukup cepat pada hari ke-5 (Gambar 5). Nekrosis mengalami perubahan dari coklat hingga kemerah merahan dan gelap kemudian daun menjadi berwarna hitam, layu dan kering. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan dapat memasuki jaringan inang melalui luka atau penetrasi langsung. Isolat dengan kode 1.1 menimbulkan gejala yang identik dengan penyakit hawar daun pada tanaman kayu afrika. Inokulasi isolat dengan kode 1.2 pada bagian daun yang dioles menimbulkan nekrosis akan tetapi tidak terlalu parah, dikarenakan nekrosis tidak berkembang, hanya menyebabkan warna kehitaman pada sekitar tulang daun. Isolat ini hanya menimbulkan gejala nekrosis pada perlakuan tanaman yang dilukai saja. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan dapat memasuki jaringan inang melalui luka saja. Isolat dengan kode 1.2 dapat menimbulkan gejala yang identik dengan penyakit hawar daun. Inokulasi isolat kode 2.1 tidak menimbulkan gejala nekrosis baik yang dilukai maupun tidak dilukai. Diduga hanya cendawan yang berasosiasi saja dengan cendawan yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan ini tidak dapat memasuki jaringan inang sehingga cendawan tidak dapat menimbulkan gejala yang identik dengan penyakit hawar daun.
12 Inokulasi isolat dengan kode 3.1 pada daun menimbulkan gejala nekrosis setelah masa inkubasi 2-3 hari. Nekrosis kurang cepat berkembang ke seluruh daun, akan tetapi pada bagian daun diolesi isolat menyebabkan terjadinya nekrosis. Nekrosis yang terjadi mengalami perubahan warna dari coklat hingga menjadi gelap. Isolat membentuk nekrosis pada tanaman yang dilukai maupun tidak dilukai, akan tetapi pada tanaman yang tidak dilukai, penyebaran gejala nekrosisnya sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan dapat memasuki jaringan inang melalui luka atau penetrasi langsung. Isolat dengan kode 3.1 dapat menimbulkan gejala yang identik dengan penyakit hawar daun. Inokulasi isolat dengan kode 3.3 pada daun yang diolesi isolat juga menimbulkan gejala nekrotis, akan tetapi tidak dapat menyebar dengan luas pada seluruh permukaan daun dan hanya pada tanaman yang dilukai, pada tanaman yang tidak dilukai tidak menimbulkan gejala. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan hanya dapat memasuki jaringan inang melalui luka saja. Isolat dengan kode 3.3 dapat menimbulkan gejala yang identik dengan penyakit hawar daun. Inokulasi dengan kode 4.3 tidak menunjukkan gejala hawar daun, dikarenakan isolat tersebut diduga tidak bersifat patogenik. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan tidak dapat memasuki jaringan inang melalui luka atau penetrasi langsung. Isolat dengan kode 4.3 tidak dapat menimbulkan gejala yang identik dengan penyakit hawar daun. Isolat dengan kode 5.2 yang diinokulasi ditanaman kayu afrika dapat menimbulkan gejala nekrosis, akan tetapi tidak sampai menutupi seluruh permukaan daun, hanya beberapa titik yang terkena hifa dari hasil olesan dan tidak menyebar. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan hanya dapat memasuki jaringan inang melalui luka saja. Isolat dengan kode 5.2 dapat menimbulkan gejala yang identik dengan penyakit hawar daun. Terakhir pada isolat dengan kode 5.3 pada daun yang telah diolesi isolat tersebut tidak menunjukkan gejala hawar daun, dikarenakan isolat tersebut diduga tidak bersifat patogenik. Hal ini menunjukkan bahwa cendawan tidak dapat memasuki jaringan inang melalui luka atau penetrasi langsung. Isolat dengan kode 5.3 tidak dapat menimbulkan gejala yang identik dengan penyakit hawar daun. Inokulasi dari inokulum tanpa isolat tidak menimbulkan gejala nekrosis pada daun yang dilukai maupun tidak dilukai. Dikarenakan tidak adanya isolat sehingga tidak akan menyebabkan gejala penyakit hawar daun. Hasil reisolasi dari bagian tanaman yang bergejala kemudian diperoleh cendawan hasil dari inokulasi pada tiap tanaman tesebut yakni tanaman dengan kode 1 muncul cendawan yang identik dengan hasil reisolasi isolat kode 1.1, begitu juga dengan tanaman kode 4 yang identik dengan inokulasi kode isolat 3.1 (Gambar 6).
13
A
B
C
D
Gambar 6 Hasil reisolasi daun yang terkena gejela hawar daun pada beberapa isolat : (A) Isolat dengan kode 1.1, (B) Isolat dengan kode 3.1. (C) Reisolasi isolat dengan kode 1.1, (D) Reisolasi isolat dengan kode 3.1 Cendawan yang telah diinokulasi pada tanaman kayu afrika dan menimbulkan gejala hawar daun, dapat direisolasi dari tanaman kayu afrika yang menunjukkan gejala. Pada Gambar diatas hasil dari reisolasi dari tanaman yang daunnya bergejala hawar daun pada kode tanaman 1, hasil isolatnya berwarna hitam gelap sesuai dengan ciri-ciri isolat 1.1 pada Gambar 6C, sedangkan pada tanaman dengan kode 4 yang telah direisolasi sesuai dengan ciri isolat saat proses inokulasi yakni berwarna putih transparan. Berdasarkan postulat Koch, cendawan yang diduga sebagai penyebab penyakit hawar daun pada tanaman kayu afrika adalah isolat dengan kode 1.1 dan 3.1. Uji Patogenisitas Cendawan yang digunakan dalam uji patogenisitas adalah cendawan dengan kode 1.1, 1.2 dan 3.1. Ketiga isolat tersebut mampu menimbulkan gejala nekrosis pada daun. Masa inkubasi sampai timbul gejala adalah 1-3 hari. Gejala berkembang relatif cukup cepat hingga pada inkubasi hari ke-5 daun tanaman mulai terlihat bercak nekrotik kemudian gejala berkembang hingga menyebabkan ada beberapa daun tanaman yang hampir setengah permukaan daun berubah warna kecoklatan kemudian daun tersebut gugur. Kejadian penyakit yang ditimbulkan kedua isolat tersebut cukup beragam. Persentase kejadian penyakit paling tinggi dihasilkan oleh isolat dengan kode A1 sebesar 81.25% kemudian diikuti isolat dengan kode A4 sebesar 62.16% dan yang terakhir yang paling rendah yaitu isolat dengan kode A2 sebesar 31.58% (Gambar 7) hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan isolat berpengaruh nyata terhadap persentase kejadian penyakit pada tanaman Kayu afrika (lampiran.1). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa isolat A1 berbeda nyata dengan isolat A2 dan A4 dan kontrol.
intensitas penyakit
14 100% 80% 60% 40% 20% 0%
81.25% 62.16% 23.13%
31.58%
19.38%
11.25% 1.1
1.2
0% 0% 3.1
K
Jenis isolat
Kejadian penyakit
Keparahan penyakit
Gambar 7 Persentase intensitas penyakit Persentase keparahan penyakit paling tinggi dihasilkan oleh isolat A1 sebesar 23.13%, kemudian diikuti isolat A4 sebesar 19.38% dan yang paling rendah isolat A2 sebesar 11.25%. Semua jenis isolat tidak menyebabkan kematian pada tanaman dan tidak menyebabkan kerontokan pada seluruh daun, hanya menyebabkan beberapa daun saja yang mengalami gejala nekrosis hingga menyebabkan daun tersebut rontok. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa inokulasi berpengaruh nyata terhadap tanaman kayu afrika. Berdasarkan lanjutan uji Duncan, isolat A1 berbeda nyata dengan isolat 1.2, 3.1 dan kontrol. Isolat dengan kode 1.1, 1.2 dan 3.1 yang diinokulasikan pada bibit kayu afrika dapat berkembang dengan cepat di dalam jaringan tanaman. Cendawan ini dapat menyebabkan daun bergejala nekrotik dan perubahan warna daun menjadi kecoklatan. Inokulasi merupakan tahap awal dari suatu siklus penyakit. Tahap ini selanjutnya akan diikuti tahap penetrasi, infeksi dan diseminasi. Inokulasi merupakan proses awal dari suatu patogen untuk melakukan kontak dengan inang. Proses sebelum hubungan patogen inang berkembang lebih lanjut, beberapa tahapan pengenalan harus terjadi selama tahap awal asosiasi (Hoch 1991). Apabila kondisi lingkungan mendukung, patogen selanjutnya akan memenetrasi ke jaringan inang. Setelah patogen berhasil masuk ke dalam jaringan inang, maka patogen akan melakukan infeksi terhadap inang dengan cara hidup dan berkembang. Selama proses tersebut, patogen dapat mensekresikan toksin atau memproduksi enzim untuk merusak jaringan inang sehingga dapat mengambil zat makanan dari inang. Saat munculnya gejala pada tanaman inang sebagai respon dari infeksi patogen maka proses infeksi dinyatakan berhasil. Waktu yang dibutuhkan patogen mulai dari tahap inokulasi hingga munculnya gejala, panjang atau pendeknya masa tersebut bergantung pada kondisi lingkungan dan interaksi antara inang-patogen. Menurut Agrios (2005) apabila inokulum bertemu dan bersentuhan dengan permukaan inang, maka patogen akan melalui siklus berikutnya. Proses bertemunya patogen dengan inang dapat melalui udara dan air. Cendawan isolat dengan kode 1.1, 1.2 dan 3.1 dapat memasuki jaringan tanaman kayu afrika melalui luka atau penetrasi langsung. Hal ini sudah terbukti pada tahap postulat Koch. Perkembangan penyakit tumbuhan bergantung pada interaksi antara tiga komponen, yaitu tanaman inang, patogen dan lingkungan. Komponen tersebut dapat mempengaruhi perkembangan keparahan penyakit pada tanaman inang apabila terjadi perubahan dari komponen-komponen tersebut. Inokulasi tiga isolat dalam studi ini menghasilkan persentase keparahan penyakit
15 yang berbeda-beda. Hal ini menunjukkan bahwa isolat tersebut mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyebabkan penyakit hawar daun, dengan asumsi kondisi lingkungan dan tanaman inangnya homogen. Berdasarkan hasil uji Duncan (Lampiran 1) pada keparahan penyakit diketahui bahwa isolat A1, berbeda nyata dengan isolat A2, A3 dan kontrol, dan nilai A1 lebih tinggi dari pada isolat lainnya dikarenakan tingkat keparahan yang dihasilkan isolat A1 lebih virulen dari pada isolat lainnya. Perbedaan tingkat virulen suatu isolat diduga karena faktor genetik, lingkungan ataupun faktor tanaman inangnya. Faktor genetik dapat mempengaruhi tingkat virulensi cendawan patogen dikarenakan ada interaksi antara patogen dan inangnya sehingga perbedaan genetik dari patogen dapat mempengaruhi perbedaan tingkat virulensi tiap patogen. Menurut Agrios (2005), patogen tumbuhan memiliki beberapa golongan gen yang penting untuk dapat menyebabkan peningkatan penyakit terhadap 1 atau beberapa tumbuhan inang. Selain itu tanaman inang yang rentan juga dapat mempengaruhi tingkat keparahan panyakitnya dikarenakan pada saat pemilihan tanaman untuk dilakukan inokulasi tanaman sudah terkena penyakit terlebih dahulu dan menyebabkan tanaman inang tersebut lebih rentan terkena penyakit kemudian didukung oleh faktor lingkungan yang optimal dan sesuai dengan kondisi hidup cendawan patogen sehingga mengakibatkan patogen dapat berkembang dengan baik. Identifikasi Cendawan Penyebab Penyakit Hawar Daun Hasil pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis terhadap isolat penyebab penyakit hawar daun yang diperoleh dari bibit kayu afrika yang sakit menunjukkan bahwa patogen adalah berupa cendawan atau fungi. Fungi ini merupakan jamur parasit fakultatif atau jamur saprofit fakultatif, karena dapat hidup baik pada bahan organik yang sudah mati maupun pada tanaman yang masih hidup (Natawiria et al. 1988). Berdasarkan pengamatan secara makroskopis terhadap biakan murni isolat pada media PDA, pada hari pertama setelah tanam terlihat berupa koloni serabut benang tipis, berwarna hitam gelap (Gambar 8). Koloni serabut benang tipis yang dimaksud merupakan kumpulan miselia. Menurut Webster et al. (2010) Cendawan jenis ini termasuk dalam kelas Deuteromycetes karena ditemukannya konidia yakni alat reproduksi fungi secara aseksual. Deuteromycetes juga dapat disebut dengan imperfect fungi (Deacon 2006) Hari ke-3 mulai terlihat gumpalan yang teratur berwarna hitam dan terlihat serabut benang tipisnya. Selanjutnya pada hari ke-5, gumpalan tersebut membentuk seperti gundukan dan berwarna hitam gelap kemudian pada hari ke-7 cendawan sudah memenuhi cawan petri. Secara mikroskopis, fungi ini memiliki ciri-ciri antara lain hifa yang bersekat berwarna kecoklatan, terdapat bentuk kondia yang berbentuk bulat berwarna hitam. Cendawan ini sering muncul pada saat isolasi awal pada beberapa daun tanaman yang mengalami gejala hawar daun. Hal ini terjadi karena cendawan tersebut dapat menyebar dengan luas pada tanaman inang yaitu tanaman kayu afrika sesuai dengan pengamatan uji postulat Koch.
16
Konidia
Hifa
A
B
Gambar 8 Pengamatan makroskopis dan mikroskopis pada isolat dengan kode 1.1 yang memperlihatkan gejala hawar daun : (A) isolat 1.1 pada pengamatan makroskopis, (B) kondia isolat dengan kode 1.1 Laju pertumbuhan miselia isolat A1 dengan kode 1.1 setelah ditanam pada media PDA dengan menggunakan inokulum berdiameter 8 mm (Tabel 5). Pertumbuhan isolat dapat memenuhi cawan petri pada hari ke 6. Tabel 5 Laju pertumbuhan isolat kode 1.1 No Hari setelah tanam Rata-rata diameter (cm) 1 1 1.47 2 3 2.60 3 6 4.56 Berdasarkan data laju pertumbuhan isolat diatas dapat disimpulkan bahwa isolat tersebut laju pertumbuhannya cukup cepat dikarenakan pada hari ke-3 setelah isolat ditanam, miselia isolat dapat tumbuh memenuhi hampir dari setengah cawan petri.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Kejadian penyakit hawar daun yang menyerang bibit kayu afrika tergolong sangat berat dengan luas serangan 99.44% sedangkan untuk nilai intensitas keparahan dari penyakit hawar daun pada bibit kayu afrika sebesar 8.85% tergolong ringan. Hal ini disebabkan karena bibit tanaman yang terserang penyakit hawar daun dengan skala satu sangat lebih banyak dari pada skala 5 sehingga menyebabkan nilai intensitas penyakitnya ringan. Ditemukan sebanyak delapan jenis isolat cendawan hasil isolasi dari bagian daun tanaman kayu afrika yang menunjukkan gejala hawar daun. Berdasarkan hasil postulat Koch, isolat 1.1 dan 3.1 sebagai penyebab penyakit hawar daun. Berdasarkan uji patogenisitas terhadap bibit kayu afrika menunjukkan bahwa isolat
17 1.1 menunjukkan sifat yang lebih virulen dibanding isolat lainnya. Hasil identifikasi menunjukkan isolat dengan kode 1.1 merupakan cendawan kelas Deuteromycetes karena ditemukannya konidia dan hifa bersekat pada isolat 1.1.
Saran Identifikasi patogen dengan DNA/RNA jenis perlu dilakukan agar diketahui spesies patogen yang menyerang hawar daun untuk informasi yang lebih lengkap. Pengamatan tentang mekanisme pertahanan pada tanaman kayu afrika perlu dilakukan agar dapat mengetahui apakah tanaman tersebut tahan atau tidak terhadap serangan patogen. Hal ini akan memberikan informasi pada masyarakat mengenai pemilihan jenis tanaman yang tahan terhadap serangan cendawan patogen.
DAFTAR PUSTAKA Agrios. 2005. Plant Pathology. 5th ed. New York (US): Elsevier Academic Press. Agrios GN. 1988. Plant pathology. 3 rd ed. Departement of Plant Pathology. University of Florida Gainesville Bilgrami, KS, HC Dube. 1976. A Textbook of Modern Plant Pathology. PVT LTD. New Delhi. Deacon JW. 2006. Fungal Biology. Edinburgh (UK): Blackwell Publishing. Departemen Kehutanan. 2002. Informasi Umum Kehutanan 2002. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Jakarta Garry TC, Harvey CH, editor. The Fungal Spore and Disease Infitation in Plants and Animals. New York (US): Plenum Pr. Hlm 25-46 Goodman RN, Z. Kiraly, M Zaitlin. 1967. The Biochemistry and Physiology of inflectious Plant Diseases. D. Van Nostrand. New Jersey. Hadi S. 1989. Ekofisiologi Fungi. Patologi Hutan dan Perkembangan di Indonesia. Fakultas Kehutanan Intitut Pertanian Bogor. Hal 35-38 Ismail AM, Cirvilleri G, Polizzi G, Crous PW. 2012. Lasiodiplodia species associated with dieback disease of mango (Mangifera indica) in Egypt. Australasian Plant Pathol [internet]. [diunduh 2014 Nov 1]. Tersedia pada:http://www.plantmanagementnetwork.org. Webster J, Roland W. Introduction to Fungi. Cambridge (UK). Cambridge University Press. Kadeni A. 1990. Studi kasus derajat kerusakan pada sengon (Falcataria moluccana (miq) Barneby & Grimes) dan kerugiannya karena serangan Xystrocera festiva di kecamatan Cibeureum Kabupaten Tasikmalaya [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Martoredjo T. 1984. Ilmu Penyakit Lepas Panen. Jakarta (ID). Galia Indonesia. Natawiria, D. 1988. Teknis Pengenalan Penyakit Hutan Tanaman Industri. Informasi Teknis No. 4, 1989. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor. Rahayu, S. 1999. Penyakit Tanaman Hutan di Indonesia. Yogyakarta (ID). Kanisius. Stell RGD, Torrie HJ. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta (ID) . Gramedia.
18 Tainter FH, Baker FA. 1996. Principles of forest pathology. Canada (CA) : John Wiley and Sons, Inc. UnterstenhÖfer G. 1976. The Basic Principles of Crop Protection Field Trials, Pflanzenschutz-Nachrichten. Vol ke-29. Bayer. Leverkusen. Hal 153-169 Widyastuti SM, Sumardi, Harjono. 2005. Patologi Hutan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Yunasfi. 2007. Permasalahan Hama, Penyakit dan Gulma dalam Pembangunan Hutan Tanaman Industri dan Usaha Pengendaliannya. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Zulhanif. 2000. Pertumbuhan Awal Uji Eksotik Khaya antoteca, Ptrigota alata, dan Maesopsis eminii. Di Kebun Benih Rumpin Bogor. Fakultas Kehutanan, Institut pertanian Bogor. Bogor (ID): IPB press.
19 Lampiran 1 Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan keparahan penyakit hawar daun pada perlakuan dilukai Class Levels Values isolat 9 123456789 Number of Observations Read
270
Dependent Variable: intensitas Source Model Error Corrected Total R-Square 0.873122 Source isolat Source isolat
DF Squares Mean Square F Value Pr > F 8 14562.31771 1820.28971 224.51 <.0001 261 2116.11979 8.10774 269 16678.43750
Coeff Var 41.66940
Root MSE 2.847409
intensitas Mean 6.833333
DF Type I SS Mean Square 8 14562.31771 1820.28971 DF Type III SS Mean Square 8 14562.31771 1820.28971
F Value Pr > F 224.51 <.0001 F Value Pr > F 224.51 <.0001
Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 261 Error Mean Square 8.107739 Number of Means 2 3 4 5 6 7 8 9 Critical Range 1.448 1.524 1.575 1.612 1.642 1.666 1.685 1.702 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N isolat A 20.4792 30 1 B 17.1250 30 4 C 9.2708 30 2 D 7.5417 30 5 D D 7.0833 30 7 E 0.0000 30 6 E E 0.0000 30 3 E E 0.0000 30 8 E E 0.0000 30 9
20
RIWAYAT HIDUP Penulis diliahirkan di Surabaya pada tanggal 12 November 1991 dari ayah Drh Teguh Sumardijono dan ibu Musdalifah. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Muhammadiyah 2 Surabaya dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan. Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif diberbagai macam organisasi dan kepanitiaan. Penulis menjadi ketua panitia Himasurya Goes To School 2012 sosialisasi ipb di daerah asal, wakil ketua Bina Desa BEM KM IPB 2012, ketua divisi turun desa I-Share 2012, ketua divisi Information and Communication Himpunan Profesi Tree grower community periode 2011/2013, ketua Forum Silaturahmi alumni ESQ regional IPB. Penulis telah melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Sawal dan Taman Wisata Alam Pangandaran, Praktik Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Bulan Maret sampai dengan Mei 2014 penulis melaksanakan Praktik Kerja Profesi di PT Jorong Barutama Greston (JBG), Kalimantan Selatan. Guna memperoleh sarjana kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Uji Patogenisitas Patogen Hawar Daun Pada Tanaman Kayu Afrika (Maesopsis Eminii Engl.) Di Persemaian Bogor” di bawah bimbingan Muhammad Alam Firmansyah, SHut, MSi.