UJI KADAR SERAT, PROTEIN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DARI BAHAN DASAR KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L) DENGAN PENAMBAHAN JAGUNG DAN BEKATUL
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Oleh:
TUTUT LUSIYATININGSIH A 420 100 111
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014
Ul\ I V TII(DI I AS
IYIU
TIAIYIIVIAT'I I AII
DU
I(AAJT'j
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAFI Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan, Kartasura, Telp. (0271) 717417 Fax: 715448 Surakaria 57102
Website:
hup:l/www.ums.ac,ld
Email:
[email protected]
Surat Persetuiuan Artikel Publikasi llmiah
Yang bertanda tangan dibawah ini pembimbing skripsi/tugas akhir:
Nama NIK
: Dra. Aminah Asngat,
M. Si.
:227
Telah membaca dan mencermati naskah artikel publikasi ilmiah, yang merupakan ringkasan skripsi/tugas akhir dari mahasiswa:
TUTUT LUSIYATININGSTH
Nama
:
NIM
: A420100
111
Program Studi : Pendidikan Biologi Judul
Skripsi
: "UJI KADAR SERAT, PROTEIN DAN SIFAT ORGAI{OLEPTIK PADA TEMPE DARI BAHAN DASAR KACAI\G MERAH @haseolus vulgaris L) DENGAN PENAMBAHAN JAGUNG DAN BEKATT]L'.
Naskah artikel tersebut, layak dan dapat disetujui untuk dipublikasikan.
Demikian persetujuan dibuat, semoga dapat digunakan seperlunya.
Surakarta 27 Februan 2014 Pembimbing,
N.B. Pembimbing satu dosen
UJI KADAR SERAT, PROTEIN DAN SIFAT ORGANOLEPTIK PADA TEMPE DARI BAHAN DASAR KACANG MERAH (Phaseolus vulgaris L) DENGAN PENAMBAHAN JAGUNG DAN BEKATUL Tutut Lusiyatiningsih(1), Aminah Asngad(2) : mahasiswa pendidikan biologi FKIP UMS (2) : dosen pembimbing biologi FKIP UMS
(1)
ABSTRAK Kacang merah merupakan salah satu biji kacang-kacangan yang mengandung serat dan protein yang tinggi, begitu juga dengan jagung dan bekatul. Kacang merah dapat digunakan sebagai bahan pengganti pembuatan tempe dengan penambahan jagung dan bekatul. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar serat, protein dan sifat organoleptik pada tempe dari bahan dasar kacang merah (Phaseolus vulgaris L) dengan penambahan jagung dan bekatul. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu faktor pertama jenis bahan isi (B1=jagung dan B2=bekatul) dan faktor kedua persentase bahan isi (F1= 15%, F2=20% dan F3=25%). Tempe kacang merah dengan penambahan jagung dan bekatul di uji organoleptik 15 panelis, kadar serat dan protein. Hasil uji organoleptik warna pada perlakuan B2F3 paling putih kompak, aroma pada perlakuan B1F1 tidak asam, sedangkan tekstur pada perlakuan B2F3 sangat padat. Hasil penelitian kadar serat tertinggi B2F1 yaitu 3,16 % dan terendah B1F3 yaitu 0,76%. Kadar protein tertinggi B2F1 yaitu 2,93 % dan terendah B1F3 yaitu 0,83%. Kesimpulan dari hasil penelitian ini kadar serat dan protein tertinggi B2F1 dan terendah B1F3 serta organoleptik warna putih kompak pada perlakuan B2F3, aroma tidak menyengat pada perlakuan B1F1 dan tekstur sangat padat pada perlakuan B2F3. Kata Kunci: Kacang merah, bekatul, jagung, serat, protein dan sifat organoleptik.
A. PENDAHULUAN Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir, biji koro dan sebagainya. Tempe telah dikenal sebagai pangan fungsional dengan bahan baku kedelai kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus (Winarno, 2003). Lama fermentasi pembuatan tempe sekitar 36-48 jam dengan ditandai adanya kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak. Setiap 100 g tempe mengandung 18 - 20 g protein, 4 g lemak, 12 g kabohidrat, serat 3,5 g dan mempunyai kandungan vitamin, fosfor, kalsium (Astawan dkk, 2004). Namun,
akhir-akhir
ini
harga
kedelai
semakin
mahal.
Alternatifnya mengganti bahan dasar dengan kacang merah. Dalam 100 g kacang merah mengandung nutrisi protein 22,3 g, karbohidrat 61,2 g, lemak 1,5 g, vitamin A 30 SI, thiamin/ vitamin B1 0,5 mg, riboflavin/ vitamin B2 0,2 mg, niasin 2,2 mg, kalsium 260 mg, mg, fosfor 260 mg, besi 5,8 mg, mangan 194 mg, tembaga 0,95 mg, dan natrium 15 mg (Astawan 2009). Diantara jenis biji-bijian, kacang merah memiliki kandungan serat paling tinggi dengan kadar 26,3 g per 100 g bahan (Rusilanti, 2007). Bekatul merupakan limbah penggilingan padi yang seharusnya dibuang dan tidak dikonsumsi manusia, namun bekatul mempunyai kandungan serat yang sangat tinggi (Owily, 2010). Bekatul kaya akan kandungan protein dan vitamin B komplek (B1,B2,B3,B5,B6 dan tokoferol) (Isnawati, 2013). Menurut Astawan 2009, dalam 100 g bekatul beras mengandung nutrisi protein 11,8 – 13,0 g, lemak 10,1 – 12,4 g, serat kasar 2,3 – 3,2 g, karbohidrat 51,1 – 55,0 g, kalsium 500 – 700 mg, magnesium 600 – 700 mg, fosfor 1.000 – 2.200 mg, seng 1,7 mg, vitamin B1 0,3 – 1,9 mg, riboflavin 0,17 – 0,24 mg, niasin 22,40 – 39,90 mg.
Masyarakat Indonesia sering mengkonsumsi jagung untuk bahan pengganti karbohidrat yang dihasilkan oleh padi. Biasanya masyarakat mengkonsumsi jagung cukup dengan dibakar, direbus, dan dibuat sayur. Kandungan kimia jagung terdiri atas air 13,5%, protein 10,0%, lemak 4,0%, karbohidrat 61,0%, gula 1,4%, pentosa 6,0%, serat kasar 2,3%, abu 1,4% dan zat lain 0,4% (Rukmana, 1997). Beberapa peneliti menggunakan jagung sebagai bahan penambahan ataupun bahan dasar pembuatan tempe. Berdasarkan uraian di atas peneliti ingin menganalisis uji kadar serat, protein dan sifat organoleptik pada pembuatan tempe dengan bahan dasar kacang merah (Phaseolus vulgaris L) dengan penambahan jagung dan bekatul. B. METODE PENELITIAN Penelitian
ini
merupakan
penelitian
eksperimen
dengan
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktor yang terdiri dari 2 faktor dengan 6 kombinasi perlakuaan. Adapun faktor perlakuaan sebagai berikut: Tabel 3.1 Rancangan percobaan B1 F1 F2 F3
B1F1 B1F2 B1F3
B2 B2F1 B2F2 B2F3
Keterangan: B1F1: kacang merah 170 g + jagung 30 g B1F2: kacang merah 160 g + jagung 40 g B1F3: kacang merah 150 g + jagung 50 g B2F1: kacang merah 170 g + bekatul 30 g B2F2: kacang merah 160 g + bekatul 40 g B2F3: kacang merah 150 g + bekatul 50 g Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menguji kadar serat, protein dan uji orgaoleptik (warna, aroma dan tekstur) pada tempe tersebut di Laboratorium D3 Pertanian UNS. Kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif kualitatif.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian uji kadar serat, protein dan organoleptik pada tempekacang merah (Phaseolus vulgaris L) dengan penambahan jagung dan bekatul pada konsentrasi yang berbeda yaitu penambahan tepung jagung 15%, 20%, 25% dan penambahan bekatul 15%, 20%, 25% adalah sebagai berikut: Tabel 4.1 Data Hasil Uji Kadar Serat dan Protein Tempe Kacang Merah dengan Penambahan Jagung dan Bekatul per 100 g Kode Sampel Jagung 15% (B1F1) Jagung 20% (B1F2) Jagung 25% (B1F3) Bekatul 15% (B2F1) Bekatul 20% (B2F2) Bekatul 25% (B2F3)
Protein (% wb) 1,15 0,91 0,83** 2,93* 2,85 2,61
Keterangan: ∗ : Nilai protein dan serat yang tertinggi ** : Nilai protein dan serat yang terendah Satuan % wb
Serat kasar (% wb) 2,06 1,5 0,76** 3,16* 2,69 2,36
Tabel 4.2 Data Hasil Uji Organoleptik Tempe Kacang Merah dengan Penambahan Jagung dan Bekatul per 100 g Perlakuan (1) B1F1
B1F2
B1F3
B2F1 B2F2
B2F3
Organoleptik (2) Warna Aroma Tekstur Warna Aroma Tekstur Warna Aroma Tekstur Warna Aroma Tekstur Warna Aroma Tekstur Warna Aroma Tekstur
Nilai (3) 3,33 2,46 2,26 3,53 2,13 3,46 4,4 2,6 4,47 2,33 1,4 2,53 4,27 2,53 3,47 4,6* 2,6** 4,67***
Keterangan (4) Putih Agak menyengat Rapuh Putih agak kompak Agak menyengat Agak padat Putih agak kompak Menyengat Padat Putih agak kuning Tidak menyengat Agak padat Putih agak kompak Menyengat Agak padat Putih kompak Menyengat Sangat padat
Keterangan: ∗ : Nilai warna tertinggi ** : Nilai aroma tertinggi *** : Nilai tekstur tertinggi 2. Pembahasan a. Kadar Serat Setelah dilakukan penelitian uji kadar serat tempe kacang merah dengan penambahan jagung dan bekatul menunjukkan semakin banyak persentase penambahan jagung dan bekatul maka kadar serat pada tempe kacang merah semakin menurun. Terlihat penambahan jagung B1F1 (jagung 15%) sebesar 2,06%, B1F2 (jagung 20%) sebesar 1,50%, B1F3 (jagung 25%) sebesar 0,76% dan pada penambahan bekatul B2F1 (bekatul 15%) sebesar 3,16%, B2F2 (bekatul 20%) sebesar 2,69%, B2F3 (bekatul 25%) sebesar 2,36%. Penurunan kadar serat pada tempe disebabkan oleh beberapa faktor yaitu penambahan bahan, pengupasan kulit ari, perendaman, perebusan dan pemanasan. Penambahan bahan jagung
dan bekatul akan mempengaruhi banyaknya kandungan serat. Hal ini dikarenakan kandungan serat bahan baku (kacang merah) lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan serat pada bahan penambahan (jagung dan bekatul). Terlihat pada kandungan serat pada kacang merah sebesar 26,3 g per 100 g kacang merah (Rusilanti, 2007), kandungan serat pada jagung sebesar 2,3% per 100 g jagung (Rukmana, 1997), dan kandungan serat pada bekatul sebesar sebesar 2,3 – 3,2 g per 100 g bekatul (Astawan, 2009). Pengupasan kulit ari pada kacang merah saat pembuatan tempe mengurangi kandungan serat pada tempe. Dalam kulit ari kacang merah mengandung banyak serat makan jika kulit ari dikupas maka kandungan serat akan menurun. Perendaman kacang merah juga mengakibatkan penurunan kadar serat, karena larutnya komponen serat dalam perendaman air. Proses perebusan dan pemanasan (kacang merah, jagung dan bekatul) juga menyebabkan penurunan kadar serat. Perebusan dan pemanasan yang terlalu lama semakin merusak kandungan serat dalam bahan tersebut, sedangkan pemanasan yang cukup tidak akan mengurangi kandungan serat. Pada penelitian ini, perebusan dan pemanasan dilakukan terlalu lama pada kacang merah, jagung dan bekatul. Penambahan antara jagung dan bekatul, kadar serat tertinggi terlihat pada penambahan bekatul dibandingkan dengan penambahan jagung. Hal ini terjadi karena kandungan serat dalam bahan tambahan bekatul lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan serat pada jagung. Terlihat kandungan serat pada bekatul sebesar 2,3 – 3,2 g setiap 100 g bekatul (Astawan, 2009), kandungan serat pada jagung sebesar 2,3% setiap 100 g jagung (Rukmana, 1997). Bekatul juga memiliki protein dan karbohidrat yang cukup tinggi
yang
dapat
mempercepat
kesuburan
jamur
dan
meningkatkan kandungan serat dalam tempe (Rasyat, 2000)
dibandingkan dengan jagung. Terlihat pada kandungan bekatul memiliki protein sebesar 11,8-13,0 g dan karbohidrat sebesar 51,155,0 g (Astawan, 2009) sedangkan kandungan jagung memiliki protein sebesar 2,9 g dan karbohidrat sebesar 17,1 g. Pada penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh penambahan bahan dan konsentrasi yang berbeda sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kadar serat pada tempe kacang merah tersebut. Terlihat dari hasil di atas perlakuan dengan penambahan bekatul B2F1 sebesar 3,16 %, B2F2 sebesar 2,69 %, B2F3 sebesar 2,36 % sedangkan penambahan jagung B1F1 sebesar 2,06 %, B1F2 sebesar 1,50 %, B1F3 sebesar 0,76 %. b. Kadar Protein Setelah dilakukan penelitian uji kadar protein tempe kacang merah dengan penambahan jagung dan bekatul menunjukkan semakin banyak persentase penambahan jagung dan bekatul maka kadar protein pada tempe kacang merah semakin menurun. Terlihat dari penambahan jagung B1F1 (dengan persentase 15%) sebesar 1,15%, B1F2 (dengan persentase 20%) sebesar 0,91%, B1F3 (dengan persentase 25%) sebesar 0,83% dan pada penambahan bekatul B2F1
(dengan persentase 15%) sebesar 2,93%, B2F2
(dengan persentase 20%) sebesar 2,85%, B2F3 (dengan persentase 25%) sebesar 2,61%. Penurunan kadar protein pada tempe disebabkan oleh beberapa
faktor
yaitu
penambahan
bahan,
pengukusan
(pemanasan) dan lama fermentasi. Penambahan bahan jagung dan bekatul akan mempengaruhi banyaknya kandungan protein. Hal ini dikarenakan kadar protein bahan baku (kacang merah) lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein bahan penambah (jagung dan bekatul). Terlihat pada kandungan protein kacang merah sebesar 22,3 g per 100 g kacang merah, kandungan protein pada bekatul sebesar 11,8-13,0 g per 100 g bekatul (Astawan, 2009) dan
kandungan protein jagung sebesar 2,9 g per 100 g jagung (Lingga 2010). Proses pengukusan (pemanasan) yang terlalu lama dapat menurunkan kadar protein dalam tempe. Menurut Admin 2010, Panas yang berlebih yang digunakan selama proses pengolahan makanan akan menurunkan kecernaan protein. Kerusakan oleh pemanasan mengurangi ketersediaan asam amino essensial lisin karena terjadi denaturasi protein tersebut. Lama fermentasi selama 48 jam pada pembuatan tempe kacang
merah
dengan
penambahan
jagung
dan
bekatul
mempengaruhi menurunnya kadar protein. Menurut Murata et al dalam Astuti et al 2000, jumlah asam amino bebas pada tempe jauh lebih besar dari pada kedelai karena aktivitas enzim protease yang dihasilkan kapang, tetapi setelah proses fermentasi 48 jam, jumlah asam amino keseluruhan mengalami penurunan dengan kisaran 3,62-27,9%. Setelah proses fermentasi kandungan total asam amino mengalami penurunan tetapi asam amino bebas akan meningkat dengan tajam, hal ini disebabkan karena kapang Rhizopus sp memakai asam amino sebagai sumber N (nitrogen) untuk pertumbuhannya. Penambahan antara jagung dan bekatul menunjukkan bahwa tempe kacang merah dengan penambahan bekatul memiliki kadar protein paling tinggi dibandingkan dengan tempe kacang merah dengan penambahan jagung. Hal ini terjadi karena kandungan protein dalam bahan tambahan bekatul lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan serat pada jagung. Menurut Astawan 2009, kandungan protein bekatul sebesar 11,8-13,0 g per 100 g bekatul dan menurut Lingga 2010, kandungan protein jagung sebesar 2,9 g per 100 g jagung. Pada penelitian ini menunjukkan ada pengaruh penambahan bahan dan konsentrasi yang berbeda terhadap tinggi rendahnya kadar protein pada tempe kacang merah
tersebut. Terlihat dari data di atas perlakuan dengan penambahan bekatul B2F1 sebesar 2,93%, B2F2 sebesar 2,85%, B2F3 sebesar 2,61% sedangkan penambahan jagung B1F1 sebesar 1,15%, B1F2 sebesar 0,91%, B1F3 sebesar 0,83%. c. Organoleptik 1. Warna Menurut Winarno 2002, penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung faktor alam geografis dan aspek sosial masyarakat penerima. Biasanya tempe memiliki warna putih kompak dan padat jamur, begitu pula pada tempe kacang merah dalam penelitian ini. Tempe kacang merah ini yang memiliki warna tidak jauh beda dengan tempe biasanya, terdapat pada perlakuan
F3B2
menunjukkan
warna
putih
kompak.
Pembentukan warna putih ini dipengaruhi karena jalinanjalinan miselium pada tempe sangat padat sehingga terlihat warna putih. Warna ini dibentuk karena mengandung banyak spora yang dihasilkan oleh kapang jenis Rhizopus sp (Suprapti, 2003). Penambahan jagung dan bekatul berpengaruh terhadap nilai warna. Pada perlakuan B1F1 memiliki warna putih, perlakuan B1F2, B1F3 dan B2F2 memiliki warna putih agak kompak, perlakuan B2F3 memiliki warna putih kompak dan B2F1 memiliki warna putih agak kuning. Menurut Astawan dkk 2004, tempe yang berkualitas baik mempunyai ciri-ciri berwarna putih bersih yang merata pada permukaannya. Tempe yang segar adalah tempe yang sudah jadi yang berwarna putih dengan jamur yang banyak dan tebal (Suprapti, 2003).
2. Aroma Aroma sangat menentukan dalam penilaian produk makanan dengan menggunakan indra pembau seseorang. Aroma tempe kacang merah dalam penelitian ini yang baik pada perlakuan B2F1 memiliki aroma tidak menyengat, B1F1 dan B1F2 memiliki aroma agak menyengat, B2F2 dan B2F3 memiliki aroma menyengat. Aroma menyengat dikarenakan persentase bekatul yang lebih banyak dibanding dengan perlakuan yang lain. Selain itu bekatul
juga
mengandung
minyak
tokofenol
yang
menyebabkan bau khas bekatul muncul (Dull, 2002). Begitu pula dengan penambahan tepung jagung dengan persentase yang lebih banyak juga akan menghasilkan aroma menyengat. 3. Tekstur Tekstur merupakan tingkat kelembutan dan kekasaran pada suatu benda atau pun makanan (Wiryawan, 2011). Tekstur tempe kacang merah dalam penelitian ini yang paling baik pada perlakuan B2F3 yang memiliki tekstur sangat padat. Perlakuan B1F2, B2F1, B2F2 memiliki tekstur agak padat, B1F3 memiliki tekstur padat, dan B1F1 memiliki tekstur rapuh. Tekstur tempe yang sangat padat dipengaruhi oleh persentase penambahan tepung jagung dan bekatul. Menurut Siswono dalam Asngad tahun 2011 halaman 32, bahwa hal tersebut disebabkan persentase bekatul yang lebih besar dapat membentuk miselium-miselium yang semakin banyak sehingga hifa kapang tumbuh dengan intensif dan merata membentuk jalinan yang mengikat biji kacang merah satu dengan biji yang lain sehingga menjadi kompak dan padat. Begitu juga dengan penambahan persentase pada tepung jagung yang semakin banyak juga berpengaruh pada tekstur tempe tersebut akan menjadi padat. Maka terbukti bahwa persentase penambahan
tepung jagung dan bekatul dalam pembuatan tempe sangat mempengaruhi tekstur tempe kacang merah tersebut. D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan Berdasarkan analisa hasil data dan pembahasan di atas, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Kadar serat dan protein tertinggi pada perlakuan B2F1 dan terendah pada perlakuan B1F3. 2. Ada pengaruh penambahan konsentrasi jagung dan bekatul terhadap tinggi rendahnya kadar serat dan protein pada tempe kacang merah tersebut. 3. Hasil uji organoleptik dilihat dari parameter warna, aroma dan tekstur menunjukkan adanya perbedaan pada setiap perlakuan. Warna pada perlakuan B2F3 paling putih kompak, aroma pada perlakuan B1F1 dengan aromanya tidak menyengat, sedangkan tekstur pada perlakuan B2F3 sangat padat dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. 2. Saran 1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai penambahan bahan pembuatan tempe yang berdeda dengan persentase yang sama atau berbeda. 2. Perlu dikembangkan lebih lanjut mengenai pembuatan tempe dengan penambahan bahan agar bau bekatul tidak menyengat.
DAFTAR PUSTAKA Admin. 2010. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kecernaan Protein Makanan. Http://agribiz-news.blogspot.com/2010/09/faktor-faktor-yangmempengaruhi.html (diakses 15 Februari 2014). Asngad, Aminah., Suparti, Priyonggo Budi Laksono. 2011. Uji Kadar Serat, Karbohidrat, dan Sifat Organoleptik pada Pembuatan Tempe dari Bahan Dasar Kacang Merah (Vigna umbellate) dengan Penambahan Bekatul. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi Vol. 12. No 1: 23 – 36. Astawan, Made, Wresdiyati, Tutik. 2004. Diet Sehat dengan Makanan Berserat. Solo: Tiga Serangkai. Astawan, Made. 2009. Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-bijian. Jakarta: Penebar Swadaya. Astuti, Mary, Andreanyta Meliala, Fabien S. Dalais dan Mark L Wahlqvist. 2000. Review Article: Tempe, a Nutritious and Healty Food from Indonesia. Aisa Pasific J Clin Nutr (2000) 9 (4):322-325. Dull ., Bob J. 2002. Brand New Function . Food Industry . Nutritive Value of Rice Bran Narasinga Rao. Isnawati, Nani. 2013. Bekatul Limbah Padi yang Sehat Dikonsumsi. Http://bbppbinuang.info/news21-bekatul-limbah-padi-yang-sehatdikonsumsi.html (diakses 1 Oktober 2013). Lingga, Lanny. 2010. Cerdas Memilih Sayuran. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka. Owily.
2010. Bekatul Kaya Manfaat. Http://www.medicalera.com/indeksphp?option=commy blog and show bekatul-kaya-manfaat.html&itemid (diakses 20 Oktober 2013).
Rasyat, Muh. 2000. Bahan Makanan Unggas. Yogyakarta: Kanisius. Rukmana, Rahmat. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Kanisius. Rusilanti dan Clara M. Kusharto. 2007. Sehat dengan Makanan Berserat. Jakarta: Agromedia Pustaka. Suprapti, M. Lies. 2003. Pembuatan Tempe. Yogyakarta: Kanisius. Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wiryawan, Adam. 2011. Uji Organoleptik. Http://www.chem-istry.org/materi_kimia/instrumen_analisis/uji-organoleptik/ujiorganoleptik/ (diakses 1 Oktober 2013).