85
UJI EFEKTIVITAS MIKROORGANISME TERHADAP LAJU DEKOMPOSISI LIMBAH JAMBU METE SEBAGAI PUPUK ORGANIK DI SULAWESI TENGGARA Oleh: Djafar Mey1) ABSTRACT This study aimed to test the effectiveness of the EM-4, Orgadec, and Starbio on the rate of decomposition of cashew nut waste, as well as determined the type of microorganism activator and ideal time for an effective composting process to produce good quality compost. This study was conducted based on completely randomized design (CRD) with a single factor, consisting of 8 treatment levels of decomposer organisms: S0 = Without decomposer microorganisms treatment; S1 = 1 lt EM-4 + 100 kg of cashew nut waste + 10 kg animal feces; S2 = 1 kg Orgadec + 100 kg of cashew nut waste + 10 kg animal feces; S3 = 1 kg Starbio + 100 kg of waste cashew nut waste + 10 kg animal feces; S4 = 1 liter EM-4 + 1 kg Orgadec + 100 kg of cashew nut waste + 10 kg animal feces; S5 = 1 liter EM-4 + 1 kg Starbio + 100 kg of chasew nut waste + 10 kg animal feces; S6 = 1 kg Orgadec + 1 kg Starbio + 100 kg of cashew nut waste + 10 kg animal feces; S7 = 1 liter EM-4 + 1 kg Orgadec + 1 kg Starbio + 100 kg of cashew nut waste + 10 kg animal feces. There were eight treatments and each treatment was repeated three times, so overall there were 24 experimental units. Further test results on the effect of treatment EM-4, Orgadec and Starbio on the average of daily temperature of materials during decomposition of organic fertilizers showed that the highest average of daily temperature was on treatment S4, and not significantly different from S1 and S3 treatments, but significantly different from other treatments. Decomposer microorganisms of EM-4 and Orgadec effectively decomposed of the waste materials into compost. Decomposition process for treatment S4 started since 22 days after treatment (HSP) that was characterized by a smooth texture, brown in color, odorless and stable temperature. Cashew nut waste had nutrient contents of total nitrogen (1.08%), total P2O5 (0.90 ppm), total K2O (1.03 ppm), total CaO (1.79 me), and water content (7.76%). It can be concluded that treatment S4 was the most effective treatment for the decomposition process.
Keywords: decomposition, effectiveness, compost, microorganisms
PENDAHULUAN Jambu mete (Anacardium occidentale L.) merupakan salah satu komoditas tanaman perkebunan yang memiliki arti ekonomis dan cukup potensial karena produksinya dapat dipakai sebagai bahan baku industri makanan. Ekspor komoditas jambu mete secara nasional pada tahun 2000 tercatat sebesar 155.122 ton dengan nilai US$ 203.182.000. Sulawesi Tenggara memiliki tanaman jambu mete seluas 138.830 hektar, yang diusahakan oleh 119.900 KK petani, dengan produksi puncak sebesar 45.325 ton dengan kontribusi secara nasional 34%, menempatkan Sulawesi Tenggara sebagai sentra produksi mete di Indonesia (BPTP Sultra, 2007). Nilai ekonomis komoditas jambu mete di Sulawesi Tenggara dapat terlihat dari nilai dan volume perdagangan antar pulau pada tahun 2002 dalam bentuk gelondongan sebesar 2.157,40 ton dengan nilai mencapai 8.689.410.000, sedangkan
dalam bentuk kacang mete sebesar 26 ton, dengan nilai 49.000.000.000 dan ekspor gelondongan mencapai US$ 543.000 dengan volume sebesar 102 ton (PBS Sultra, 2002). Hasil utama tanaman jambu mete adalah buahnya. Buah mete terdiri dari buah sejati (biji gelondong) dan buah semu. Produk utama yang diambil adalah bijinya (kacang mete) dapat diperoleh dengan pengacipan (pengupasan kulit biji mete) baik secara manual maupun secara mekanis. Dalam proses pengacipan biji gelondong mete ini selain menghasilkan kacang mete, juga menghasilkan kulit mete (limbah kulit mete). Kulit luar ini elastis dan keras, sedangkan bagian dalamnya terdiri dari jaringan-jaringan yang menyerupai rumah tawon yang berongga dan porous (Anonim, 1978). Petani jambu mete di Sulawesi Tenggara membuang limbah kulit mete tersebut begitu saja atau dibakar di pinggir-pinggir jalan pada waktu sore maupun pagi hari, hal ini dapat
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Halu Mei Oleo, 2013,Kendari ISSN 0854-0128 )Staf Pengajar Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
1
85
86
menimbulkan polusi lingkungan (asap tebal berbau pekat) bahkan terkadang dapat mengganggu lalulintas. Limbah kulit mete yang terbuang ini sebenarnya mengandung kadar air 13,17 %, kadar abu 6,74 %, sellulosa dan lignin 17,35 %, Azotic substance 4,06 %, zat yang dapat disakarifikasi 20,85 %, dan zat yang larut dalam ether 38,10 % (Tkatchenko, 1949 dalam Muljohardjo, 1990) sehingga jika diolah lebih lanjut dapat bernilai ekonomi tinggi misalnya dijadikan sebagai : (1) minyak CNSL (cashew nut shell liquid) yang dapat digunakan sebagai bahan industri secara luas seperti minyak rem, industri cat, pernis dan lain-lain; (2) pupuk organik (kompos) melalui pengomposan yang dapat digunakan sebagai bahan untuk meningkatkan kesuburan tanah baik secara fisik maupun kimia. Pembentukan kompos secara alami dari bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di dalam tanah dengan bantuan mikroba maupun biota tanah lainnya, namun perosesnya berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan, baik teknologi sederhana, sedang maupun teknologi tinggi. Aminah, dkk., (2003) menyatakan bahwa pengomposan adalah proses biokimiawi yang melibatkan kerja jasad renik/mikroorganisme dekomposer sebagai egensia (perantara) yang merombak bahan organik menjadi bahan yang mirip dengan humus atau biasa disebut kompos. Selanjutnya dinyatakan bahwa ada beberapa faktor penting yang berpengaruh dalam proses pembuatan kompos yaitu : (1) C/N rasio bahan yang dikompos, (2) ukuran bahan, (3) aerasi, (4) kelembaban, dan (5) suhu, sehingga dalam proses pengomposan hal ini merupakan hal yang perlu diperhatikan. Aktivator pengomposan telah banyak beredar di pasaran, antara lain, PROMI (Promoting Microbes), Orgadec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM-4, Green, yang dapat Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Dalam penelitian ini aktivator yang akan digunakan yaitu Orgadec, EM-4, dan Starbio karena aktivator-aktivator
tersebut memiliki daya hancur yang tinggi, dan ketersediaanya terjangkau. Microorganism Effectivity-4 (EM-4) adalah kultur campuran dari beberapa organisme yang bermanfaat dan hidup secara alami yang dapat digunakan sebagai inokulum sehingga menambah keragaman mikroorganisme tanah dan secara langsung dan tidak langsung dapat meningkatkan pertumbuhan, produksi dan kualitas hasil tanaman (Higa, 1987); Pasaribu (1995). Secara umum EM4 mengandung mikroorganisme utama yaitu : (1) bakteri fotosintetik yang membentuk senyawa-senyawa yang bermanfaat dari sekresi akar-akar tumbuhan yang dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan tanaman, (2) bakteri latctobacillus spp yang menghasilkan asam laktat yang dapat menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan dan meningkatkan percepatan perubahan bahan-bahan organik, bakteri ini dapat menghancurkan bahan-bahan organik seperti lignin dan selullosa, (3) saccharomyces spp menghasilkan zat-zat bioaktif yang dapat meningkatkan jumlah sel aktif dan perkembangan akar, (4) bakteri actinomycetes menghasilkan zat-zat anti mikroba yang dapat menekan pertumbuhan jamur dan bakteri actinomycetes yang dapat hidup berdampingan dengan bakteri fotosintetik, dengan demikian kedua spesies ini sama-sama meningkatkan mutu lingkungan tanah dengan meningkatkan aktifitas mikroba tanah, dan (5) jamur aspergillus dan penicillium menghilangkan dan mencegah serangan serangga dan ulat-ulat yang merugikan dengan cara menghilangkan penyediaan makanannya (Wididana, 1999). Proses pelapukan bahan organik dengan bantuan EM4 merupakan kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan bagi pertumbuhan tanaman. EM4 memfermentasikan bahan organik di dalam tanah dan melepaskan hasil fermentasi berupa gula, alkohol, vitamin, asam laktat, asam amino dan senyawa organik lainnya (Wididana dan Higa, 1997). Selain menghasilkan senyawa-senyawa tersebut, EM4 dapat diaplikasikan sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di dalam tanah dan tanaman, selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan, pertumbuhan, kualitas dan kuantitas produksi tanaman (Wididana et al., 1996).
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
87
Kompos berbahan stimulator EM-4 memiliki sifat fisik yang baik (telah masak), namun kandungan unsur haranya masih perlu diuji (Harijati, dkk., 2002). Cara kerja EM-4 di dalam tanah yang secara sinergis dapat menekan populasi hama dan penyakit tanaman, meningkatkan kesuburan tanah secara efektif, kimia dan biologis sehingga dapat meningkatkan kesehatan pertumbuhan tanaman. Orgadec merupakan activator pengomposan berupa mikroba yang memiliki kemampuan menghancurkan bahan organik mentah dalam waktu yang singkat dan bersifat antagonis terhadap beberapa jenis penyakit akar. Mikroba yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp., kedua mikroba ini berperan sebagai penghancur lignin dan selulosa secara bersamaan. Dengan hancurnya lignin dan selulosa, kadar karbon akan turun dan kadar nitrogen akan meningkat sehingga C/N rasio menjadi kecil (Indriani, 2000). Proses pengomposan dengan orgadec terjadi secara aerob sehingga dikemas dalam bentuk serbuk. Dalam pengomposan aerob kurang lebih 2/3 unsur karbon (C) menguap menjadi CO2 dan sisanya 1/3 bagian bereaksi dengan nitrogen dalam sel hidup. Selama proses ini tidak menimbulkan bau dan terjadi reaksi eksotermik, sehingga timbul panas akibat pelepasan energi dari mikroorganisme termofilik, tetapi temperatur yang dihasilkan tidak boleh karena dapat melampaui suhu 700C, menyebabkan banyak mikroorganisme yang mati (Suhartono, 2003). Kecepatan orgadec menghancurkan bahan organik tergantung pada volume bahan dan kondisi pengomposan yang terkontrol. Hasil percobaan Indriani (2000) menunjukkan bahwa tandan kosong kelapa sawit yang dicacah hingga berukuran 2,5 cm dapat hancur dalam waktu 14 hari, padahal tandan kosong kelapa sawit utuh akan melapuk setelah 12-18 bulan, sisa pangkasan teh dapat dihancurkan dalam waktu 15 hari. Sedangkan kulit buah kakao dapat dihancurkan dalam waktu 30 hari (Beddu, dkk., 2005). Starbio merupakan kumpulan mikroorganisme atau berupa koloni bakteri yang diisolasi dari alam, bersifat bersahabat dengan kehidupan (probiotik), yang telah dikemas dalam
bentuk serbuk pemangsa limbah, mampu bekerja secara sinergi, alamiah, aman bagi lingkungan, praktis dan ekonomis. Starbio bekerja secara enzymatis (menghasilkan enzim) yang berfungsi memecah protein (proteolikik), karbohidrat struktural (selulolitik, hemiselulolitik, lignolitik), dan lemak (lipolitik) serta dilengkapi dengan bakteri nitrogen fiksasi non simbiose. Hasil uji coba 1 ton jerami berhasil difermentase selama 21 hari dengan menggunakan starbio 6 kg. Minyak CNSL kulit jambu mete mempunyai sifat sangat kental/viskeus, lekatlekat, warnanya coklat sampai hitam, pahit, pedas, korrosip, kaustik, irritant, asapnya sangat toksis dan gatal (Muljohardjo, 1990), sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi kerja mikroorganisme aktivator yang diberikan. Oleh karena itu, sebelum perlakuan pengomposan bahan kulit biji jambu mete tersebut perlu diberi perlakuan untuk mengekstrak minyak CNSL yang ada di dalam kulit biji jambu mete dengan cara perlakuan pemanasan dengan oven (dry heat) pada suhu 700C sampai keluar minyaknya lalu direndam dalam larutan asam sulfat. Senyawa yang bersifat toksis di dalam CNSL adalah ”Urushiol” suatu homolog dari catechol atau sejenisnya, dimana senyawa ini akan hilang sifat toksisnya setelah mengalami proses dekarboksilasi. Perlakuan awal tersebut (dry heat) diharapkan bahan kulit biji jambu mete tersebut akan mengalami proses dekarboksilasi menjadi cardanol, sedangkan perendaman bahan dalam larutan asam sulfat akan menyebabkan terjadinya pengendapan garam mineral, dan dapat mengurangi sifat peradangan kulit yang terdapat di dalam cairan tersebut (Muljohardjo, 1990). Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang uji efektivitas mikroorganisme terhadap laju dekomposisi limbah jambu mete sebagai pupuk organik di Sulawesi Tenggara. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas EM-4, Orgadec, dan Starbio terhadap laju dekomposisi limbah jambu mete, sekaligus menentukan jenis mikroorganisme aktivator dan lama waktu yang ideal dalam proses pembuatan kompos yang efektif dan berkualitas baik.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
88 METODE PENELITIAN Waktu, Tempat, Bahan dan Alat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Tanah Faperta Universitas Halu Oleo, mulai bulan April sampai Nopember 2009. Bahan yang digunakan adalah sebagai berikut: kulit gelondongan jambu mete, pupuk kandang (kotoran sapi), Urea, asam sulfat, air dan mikroorganism effectivity (EM-4, Orgadec dan Starbio). Sedangkan alat yang digunakan adalah sebagai berikut: parang, pacul, sekop besar, sekop kecil, ayakan, garpu, kaos tangan, arco, masker, timbangan dan kertas kantungan plastic warna hitam sebagai wadah prosesing pembuatan pupuk Organik. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dalam pola faktor tunggal, terdiri dari 8 taraf perlakuan organisme dekomposer, setiap perlakuan diulang tiga kali. Keseluruhan terdapat 24 unit percobaan, yaitu sebagai berikut: S0 = Tanpa perlakuan mikroorganisme dekomposer, S1 = 1 liter EM-4 + 100 kg limbah jambu mete + 10 kg kotoran ternak, S2 = 1 kg Orgadek + 100 kg limbah jambu mete + 10 kg kotoran ternak, S3 = 1 kg Starbio + 100 kg limbah jambu mete + 10 kg kotoran ternak, S4 = 1 liter EM-4 + 1 kg Orgadek + 100 kg limbah jambu mete + 10 kg kotoran ternak, S5 = 1 liter EM-4 + 1 kg Starbio + 100 kg limbah jambu mete + 10 kg kotoran ternak, S6 = 1 kg Orgadek + 1 kg Starbio + 100 kg limbah jambu mete + 10 kg kotoran ternak, S7 = 1 liter EM-4 + 1 kg Orgadek + 1 kg Starbio + 100 kg limbah jambu mete + 10 kg kotoran ternak. Proses Dekomposisi a. Mengumpulkan kulit gelondongan jambu mete yang berasal dari sampah rumah tangga dan industri pengolahan kulit jambu mete. b. Proses pengeluaran minyak CNSL dari kulit gelondongan jambu mete dengan pemanasan/disangrai pada suhu 70oC untuk menghilangkan sifat toksisnya, lalu direndam dalam larutan asam sulfat selama + 30 menit untuk mengurangi sifat peradangan kulit pada biji jambu mete. c. Kulit gelondongan jambu mete yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan kompos
tersebut dicacah/ditumbuk dengan ukuran antara < 2 cm agar mempercepat proses dekomposisi. d. Kulit gelondongan jambu mete yang telah dicacah/ditumbuk tersebut dicampur dengan pupuk kandang lalu dimasukkan dalam kantung plastik prosesing pengomposan, kemudian ditambahkan dengan, EM-4, Orgadec dan Starbio sesuai perlakuan. Setelah itu diaduk hingga rata, kemudian ditutup selama ± 30 hari atau sampai matang. e. Selama proses pengomposan suhu/temperatur diukur setiap pagi dan sore hari dengan menggunakan termometer, apabila suhu bahan pengomposan mencapai lebih dari 60oC, maka dilakukan pembalikan dengan menggunakan skop atau garpu, dan/atau dapat diberi percikan air agar suhu menjadi merata kembali keseluruh kantung plastik prosesing. Pekerjaan ini dilakukan secara berulang-ulang sampai bahan kompos menjadi matang (apabila suhu bahan kompos telah merata dan stabil tidak lebih 40oC). f. Setelah + 30 hari, proses pengomposan telah selesai ditandai dengan tumpukan bahan kompos sekitar 25-30%, suhu kembali normal, warna agak kehitaman dan tekstur lebih halus secara merata. Kompos yang telah matang tersebut diayak untuk mendapatkan pupuk organik yang berkualitas baik, lalu pupuk organik diambil untuk dianalisis kandungan unsur haranya di Laboratorium. Variabel Pengamatan dan Analisis Data Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Suhu, Tekstur, Warna, dan Bau. Data kuantitatif hasil pengamatan seperti temperatur dianalisis berdasarkan analisis statistik (sidik ragam). Hasil analisis yang menunjukkan perbedaan nyata, dilanjutkan dengan Uji Jarak Duncan pada selang kepercayaan 5 % (Gaspersz, 1990), sedangkan data kualitatif seperti tekstur bahan, warna bahan dan bau bahan dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji lanjut pengaruh perlakuan EM4, Orgadek dan Starbio terhadap rata-rata suhu harian bahan selama proses dekomposisi pupuk
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
89
organik menunjukkan perlakuan S4 berbeda tidak nyata dengan perlakuan S1 dan S3, tetapi berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, sebagaimana disajikan pada Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umur 21 hari setelah perlakuan, perlakuan S4 menghasilkan suhu rata-rata harian tertinggi yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, kecuali dengan perlakuan S3. Hal ini disebabkan oleh aktifnya mikroorganisme yang ada di dalam campuran EM-4 dan orgadek, karena ketika bahan ditutup rapi dengan plastik maka mikroorganisme yang ada dalam bahan kompos melakukan aktivitas perombakan, dan pada saat yang bersamaan juga terjadi proses respirasi, uap air yang terjadi pada saat respirasi tersebut tertahan dalam kantung plastik prosesing kompos, sehingga terjadi pengembunan di dalam kantong media dekomposer, lalu air embun tersebut masuk kembali ke dalam bahan kompos. EM-4 mengandung Lactobacillus, bakteri fotosintetik, streptomycetes, ragi/yeast dan jamur pengurai selulose untuk memfermentasi bahan organik menjadi senyawa organik dalam kondisi anaerob, kondisi di atas memungkinkan mikroorganisme yang ada dalam EM-4 bekerja secara efektif mendekomposisi bahan limbah organik menyebabkan temperatur bahan menjadi meningkat. Tabel 1. Pengaruh EM-4, Orgadek dan Starbio terhadap Rata-Rata Suhu Harian Bahan Rata-Rata Suhu UJBD0.05 Perlakuan Harian d S0 30.07 S1 30.90ab 0.54 30.73bc S2 0.57 31.17ab S3 0.58 31.43a S4 0.59 cd 30.30 S5 0.60 30.87abc S6 0.61 30.77bc S7 0.62 Sedangkan orgadec merupakan activator pengomposan berupa mikroba yang memiliki kemampuan menghancurkan bahan organik mentah dalam waktu yang singkat dan bersifat antagonis terhadap beberapa jenis penyakit akar. Mikroba yang digunakan adalah Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp., kedua mikroba ini berperan sebagai penghancur lignin
dan selulosa secara bersamaan. Dengan hancurnya lignin dan selulosa, kadar karbon akan turun dan kadar nitrogen akan meningkat sehingga C/N rasio menjadi kecil (Indriani, 2000). Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pada umur 28 hari setelah perlakuan, perlakuan EM-4, Orgadec maupun starbio tampak berbeda dengan kontrol (tanpa perlakuan EM-4, Orgadec dan Starbio) yaitu tekstur bahan tampak mulai agak kasar, warna bahan agak coklat, perlakuan S1, S3 dan S4 telah memperlihatkan tekstur bahan agak halus dan bahan tidak berbau sampai berakhirnya penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa proses dekomposisi telah berlangsung sejak 10 hari setelah perlakuan yaitu sejak suhu mulai menujukkan perbedaan yang nyata pada perlakuan EM-4, dan hasilnya mulai ditunjukkan pada 16 hari setelah perlakuan. Karakteristik bahan pada perlakuan Orgadec menunjukkan pengaruh nyata terhadap temperatur, hal ini karena Orgadec menggunakan mikroba Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp., kedua mikroba ini berperan sebagai penghancur lignin dan selulosa secara bersamaan dalam kondisi aerob sehingga dapat menurunkan temperatur bahan. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pada 22 hari setelah perlakuan, perlakuan EM-4 dan Orgadec (S4), telah menunjukkan kondisi dekomposisi yang telah matang, ditandai dengan tekstur yang halus, warna yang coklat, tidak berbau dan suhu yang stabil. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan S4 merupakan perlakuan yang baik dan untuk proses dekomposisi limbah jambu mete, karena dalam hal ini mikroorganisme dari kedua bahan tersebut bekerja secara optimal. Sedangkan Starbio baru menunjukkan hasil dekomposisinya pada hari ke 28 HSP, hal ini menunjukkan bahwa starbio juga dapat menjadi dekomposer dalam pembuatan pupuk organik dari limbah jambu mete, namun waktunya yang agak terlambat dibanding perlakuan EM4 dan Orgadec karena, hal ini diduga mikroorganisme yang ada di dalam starbio yang digunakan sudah mulai berkurang aktivitasnya dikarenakan lama tersimpan di gudang penyimpanan.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
90 Kandungan kimia (unsur hara) kompos yang didekomposisi dari limbah jambu mete yang dihasilkan dari penelitian ini sebagaimana disajikan pada pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Unsur Hara Kompos Limbah Jambu Mete Kandungan Unsur Nilai No. Hara Kompos 1. N – total 1,08 % 2. P2O5 total 0,90 ppm 3. K2O total 1,03 ppm CaO total 4. 1,79 m.e Kadar air 5. 7,76 % Sumber : Hasil Analisis Sampel Kompos Puslittanak, Bogor Desember 2009 Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil analisis kimia menunjukkan bahwa kompos berbahan limbah kulit jambu mete ini mengandung unsur hara N-total sangat tinggi (1,08 %), P2O5 total sangat rendah (0,90 ppm), K2O total sangat rendah (1,03 ppm), CaO total (1,79 m.e), dan kadar air kompos 7,76 %. Kondisi ini memungkinkan mikroorganisme dekomposer dapat toleran untuk hidup dan beraktivitas secara intensif sehingga proses dekomposisi dapat berjalan dengan baik. Kompos ini jika diaplikasikan pada tanaman pertanian akan memberikan pertumbuhan vegetatif yang baik karena ketersedian unsur hara nitrogen yang sangat tinggi, artinya kebutuhan tanaman akan unsur hara nitrogen pada masa pertumbuhan vegetatifnya akan terpenuhi. Selain itu, kompos ini diduga jika diaplikasikan kepada tanaman, tanaman yang diusahakan akan resisten terhadap penyakit karena kompos ini mengandung mikroba Trichoderma pseudokoningii dan Cytophaga sp., yang bersifat antagonis terhadap beberapa jenis penyakit akar, dan kadar air yang rendah (7,76 %). KESIMPULAN Dari berbagai taraf perlakuan yang dicobakan, yang paling efektif adalah perlakuan S4 (kombinasi EM4 dan Orgadec) karena mulai menunjukkan proses pematangan dekomposisi sejak 22 hari setelah perlakuan, ditandai dengan tekstur yang halus, warna yang coklat kehitaman, tidak berbau dan suhu yang stabil.
Mikroorganisme dekomposer penyusun EM-4, Orgadec dan Starbio efektif melakukan dekomposisi terhadap bahan limbah jambu mete menjadi kompos. Untuk mengatasi pengaruh negatif dari limbah jambu mete, perlu pengolahan limbah jambu mete untuk menjadi kompos dalam skala yang lebih besar dengan menggunakan Orgadec dan EM-4. Perlu sosialisasi kepada masyarakat petani jambu mete tentang pengelolaan limbah jambu mete yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA Aminah, S., G.B. Soedarsono, Y. Sastro, 2003. teknologi Pengomposan. BPTP Jakarta. Beddu, A.R., F.S. Rembon Djafar M., M.J. Arma, T. Pakki dan Syair, 2005. Pembuatan Pupuk Organik dari Limbah Kulit Buah Kakao pada Petani Kakao di Desa Tanea Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan. Kendari. BPTP Sultra, 2007. Pengkajian Sistem Usaha Tani Lahan Kering Iklum Kering Berbasis Jambu Mete. E-mail : bptpsultra@litbang. deptan.go.id Gaspersz V., 1990. Metode Perancangan Percobaan. Untuk Ilmu-Ilmu Pertanian, Ilmu-Ilmu Teknik dan Biologi. CV. Armico. Bandung. Harijati S., I. Endang dan V.S., Dem, 2002. Pengaruh Kompos Berbahan Stimulator Berbeda Terhadap Produksi Kangkung Darat (Ipomoea raptans. Poir). Jurusan Biologi. FMIPA-UT Higa, T., 1987. Effective Microorganisme. Abiotechnology for Mankind. Inter. Conference of Kyusei Nature Farming Khon Kaen University of Thailand. Indriani, 2000. Membuat Kompos secara Kilat. Penebar Swadaya, Jakarta. Mulyohardjo, 1990. Jambu Mete dan Teknologi Pengolahannya (Anacardium occidentale. L). Penerbit Liberty, Yogyakarta.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128
91
Pasaribu, A.W., 1995. EM4 Application Manuel for APNAN. Countries. New York. Suhartono B., 2003. Eksplorasi Potensi Limbah Organik Melalui Teknologi Pengomposan Sebagai upaya meningkatkan Kualitas Tanah dan Penerapan Pertanian Organik. Universitas Jember. Jember. Wididana, G.N., Riatno dan T. Higa, 1996. Tanya Jawab Effective Micourorganisme-4. Penerbit Koperasi
Karyawan. Jakarta.
Departemen
Kehutanan.
Wididana, G.N. dan T. Higa, 1997. Makalah yang Diseminarkan Pada Konfrensi Internasional Kyursei Nature Farming ke-5. Bangkok. Wididana, G.N., 1999. Teknologi EM4 (Effective Micro Organisme Four) Dimensi Baru dalam Pertanian Modern. Institut Pengembangan Sumberdaya Alam (IPSA). Jakarta.
AGRIPLUS, Volume 23 Nomor : 02 Mei 2013, ISSN 0854-0128