12
Universitas Hasanuddin, Makassar
UJI EFEK PENGHAMBATAN ENZIM XANTIN OKSIDASE OLEH INFUS DAUN JAMBU MEDE (Anacardium occidentale) BERDASARKAN PARAMETER FARMAKOKINETIK KOFEIN Rachmat Kosman dan Hendra Herman Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia, Makassar
ABSTRAK Telah dilakukan uji efek penghambatan enzim xantin oksidase oleh infus daun jambu mede (Anacardium occidentale) berdasarkan parameter farmakokinetik kofein dengan tujuan penelitian ini untuk menentukan efek penghambatan xantin oksidase oleh infus tersebut pada darah kelinci jantan, yang diberikan per oral. Penelitian ini menggunakan 9 ekor kelinci yang dibagi dalam 3 kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 3 ekor. Selama 5 hari kelompok 1 diberi air soling sebagai kontrol negatif, kelompok 11 diberi Allopurinol 145,75 mg sebagai pembanding dan kelompok III diberi rebusan daun tempuyung 10 %. Pada hari ke-6 masing-masing kelompok diberi kofein dosis 218,75 mg kemudian diambil darahnya pada menit 15, 30, 45, 60, 90, 120, 180 dan 240. Darah disentrifus untuk diambil supernatannya dan diukur kadar kofeinnya pada spektrofotometer. Berdasarkan parameter farmakokinetik kofein dengan melihk nilai Ke, serta AUC-nya yang lebih kecil dibandingkan kontrol negatif dan pembanding, maka dapat disimpulkan bahwa infus daun jambu mede (Anacardium occidentale) 10 % b/v tidak menghambat xantin oksidase. Kata Kunci : xantin oxidase, Anacardium occidentale, parameter farmakokinetika PENDAHULUAN Akhir-akhir ini terjadi bargesaran pole makan di masyarakat. Kecenderungan untuk beralih dari makanan tradisional menjadi makanan slap saji. Hal ini banyak dibicarakan oleh ahli kesehatan dan dihubungkan dengan timbulnya berbagai macam penyakit (1). Hiperurisemia didefinisikan sebagai kelebihan asam urat dalam darah. Sedang asam urat sendiri adalah suatu produk akhir metabolisme purin primata yang tidak larut dalam air, endapannya dalam bentuk kristal pada persendian dan ginjal dan dapat menyebabkan penyakit pirai atau gout atau rematik (2). Kelebihan asam urat di dalam tubuh ini dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu produksi yang berlebihan dan pengeluaran asam urat yang turun. Produksi asam urat berlebihan terjadi karena makanan yang tinggi purin, alkohol dalam jumlah
yang banyak dan lama, kegemukan dan penyakit tertentu (3). Kafein, teofilin dan teobromin merupakan derivat xantin yang mengandung gugus metil. Xantin adalah dioksopurin yang merupakan alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan. Metil xantin sebagian besar diekskresikan bersama urin dalam bentuk asam metil urat. Kafein ditemukan dalam bentuk utuh dalam urin kurang dari 5 % (4). Senyawa ini dimetabolisme dengan cepat di hati menjadi asam 1metil urat (5). Kafein berkhasiat menstimulasi SSP (Sistem Saraf Pusat), inotrop positif terhadap jantung, vasodilatasi perifer dan diuretik (6). Daun muda dari tanaman jambu mede (Anacardium occidentale) secara empirik telah banyak digunakan sebagai obat rematik yang sebagian besar disebabkan oleh terjadinya peningkatan asam urat, yakni dengan menggunakan 10 g daun muda
Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 13, No. 1 — Maret 2009 (ISSN : 1410-7031)
yang diseduh dengan 100 ml air dan diminum satu kali sehari (7). Penelitian terhadap daun jambu mede telah banyak dilaporkan, di antaranya ekstrak alkohol menunjukkan efek hipoglikemik pada tikus albino dan aktivitas antikanker terhadap hepatoma129 pada mencit; infus 10% menunjukkan efek seperti yang ditimbulkan oleh morfin dan fenotiazin pada tikus albino dan efek perpanjangan waktu reaksi pada mencit; efek ini ditimbulkan oleh dosis 30 ml/kg bb; infus daun jambu mede muda mempunyai pengaruh analgesik yang sama kuat dengan parasetamol pada kasus periodontitis akut (8). Beberapa senyawa kimia dalam daun jambu mede telah diisolasi dan ditentukan strukturnya. Penapisan fitokimia menunjukkan adanya golongan steroid/triterpenoid, flavonoid, tanin, kuinon, dan saponin. Dalam abu daun ditemukan adanya kalium, natrium, kalsium, magnesium, fosfor dan besi (9). Beberapa senyawa flavonoid bersifat antioksidan yang dapat menghambat kerja enzim xantin oksidase dan reaksi superoksida, sehingga pembentukan asam urat terhambat atau berkurang. Berdasarkan rnekanisme tersebut, beberapa tumbuhan obat ash Indonesia mempunyai indikasi untuk mengatasi asam urat. Turnbuhan obat ash Indonesia mempunyai kandungan senyawa flavonoida yang tinggi, aman digunakan serta mudah dipero[eh untuk pencegahan pembentukan asam urat dalam tubuh (10). Di antara bahan tumbuhan yang mengandung senyawa flavonoid adalah daun jambu mede (Anacardium occidentaie). Atas dasar data di atas perlu diadakan penelitian mengenai efek antihiperurisemia dari tanaman ini untuk menambah data ilmiah mengenai tanaman ini. METODE PENELITIAN Pembuatan infus (11) Daun jambu mede dibuat infus dengan konsentrasi 10 % b/v. Sebanyak 10 g serbuk simplisia daun
13
jambu mede dibasahi dengan air suling, dibiarkan sebentar, selanjutnya ditambahkan air sebanyak 100 ml, kemudian dimasukkan dalam panci infus. Panci infus dipanaskan selama 15 menit dihitung mulai dari suhu mencapai 90°C sambil sekali-kall diaduk, selanjutnya diserkai (disaring) sehingga diperoleh infus 100 ml. Penyiapan sediaan uji Larutan kofein; Sebanyak 218,75 mg serbuk kofein dilarutkan dalam air dan volumenya dicukupkan sampai 250 ml. Suspensi allopurinol; Sebanyak 145,75 mg serbuk allopurinol disuspensikan dengan air dan dicukupkan volumenya sampai 250 ml. Penyiapan dan perlakuan pada hewan uji Hewan uji yang digunakan adalah kelinci. Jumlah yang digunakan sebanyak 9 ekor, yang dibagi dalam tiga kelompok, masing-masing terdiri atas tiga ekor. Hewan-hewan tersebut masing-masing ditempatkan di dalam kandang individual. Hewan pada semua kelompok diberi praperlakuan selama 5 hari berturut-turut yakni kelompok I sebagai kontrol negatif diberi air suling, kelompok II sebagai kontrol positif diberi allopurinol dengan dosis 4,7 mg/kg berat badan 1 x sehari, kelompok Ill sebagai kelompok uji diberi infus daun jambu mede 10 % 1 x sehari. Pada hari keenam, semua hewan diberi per oral larutan kofein dengan dosis tunggal 7 mg/kg berat badan, volume pemberian maksimum per oral 20 ml. sampel Untuk keperluan darah blanko, sebelum pemberian kofein pada kelinci, diambil sambal darah sebanyak 0,5 mi dari vena marginalis telinga, lalu dimasukkan ke dalam vial yang telah berisi antikoaguian sebanyak 2 ml, kemudian ditambah dengan 7 ml larutan reagen pengendap dan pewarna, lalu disentrifus pada kecepatan 5 rpm selama 15 menit. Kemudian dilakukan pengambilan darah secara berkala setelah pemberian kofein yaitu setelah
14
Universitas Hasanuddin, Makassar
15, 30, 45, 60, 75, 90, 120, 180 dan 240 menit. Volume darah pada setiap pengambilan adalah 0,5 ml. Kemudian ditambahkan antikoagulan, reagen pengendap dan pewarna dengan perbandingan yang sama dan disentrifus dengan kecepatan dan waktu yang sama. Anatisis kadar kofein dalam darah Untuk keperluan pembuatan kurva baku untuk analisis spektrofotometri, sebanyak 50 mg kofein dilarutkan dalam 100 ml air suling untuk mendapatkan konsentrasi 500 ppm. Kemudian dari larutan tersebut diambil 10 nil lalu dimasukkan ke dalam labu ukur kemudian dicukupkan 100 ml dengan air suling untuk mendapatkan konsentrasi 50 ppm. Dari larutan dengan konsentrasi 50 ppm tersebut, dipipet sebanyak 0,4 ; 0,8 ; 1,2 ; 1,6 dan 2 ml, lalu dicukupkan masing-masing volumenya hingga 10 ml dengan menggunakan air suling untuk mendapatkan konsentrasi 2, 4, 6, 8 dan 10 ppm. Serum dari masing-masing cuplikan dimasukkan kedalam kuvet lalu diukur serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 273 nm. Mai serapan yang diperoleh dari pengukuran dikonversi menjadi nilai konsentrasi kofein berdasarkan kurva baku. Pengamatan dilakukan terhadap hewan percobaan setelah diberi infus daun jambu mede 10% b/v yang diperbandingkan dengan kontrol. Nilai konsentrasi kofein dalam serum diplot terhadap waktu pengambilan pada kertas grafik. Dari grafik dapat ditentukan parameter farmakokinetik yang penting sebagai indikator perubahan dan diinterpretasikan kedalam perhitungan kecepatan eliminasi (Ke), waktu paruh eliminasi (t1/2) dan lugs daerah di bawah kurva (AUC). Nilainilai ini menjadi parameter untuk pengambilan kesimpulan tentang efek pemberian daun jambu mede terhadap penghambatan xantin oksidase sebagai obat antihiperurisemia berdasarkan profil farmakokinetik kofein.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hash! Penelitian
Kadar kofein plasma kelinci yang telah diberi praperlakuan menurut kelompoknya disajikan pada tabel 1, dan perbandingan profil farmakokinetik digambarkan secara grafis pada gambar 1. 'label 1. Profil kadar kofein plasma kelinci menurut praperlakuan yang diberikan sebelum p emberian oral kofein Praperlakuan dan kadar kofein dalam plasma (ppm) Waktu Pengujian Kontrol sampling Kontrol darah positif negatif (infus (jam) (air jambu (allopuri suling) mede) nol) 1.62 3.21 0.25 2.24 2.73 5.46 0.5 3.71 0.75 4.66 3.31 6.97 3.51 8.37 1 4.88 1.5 5.42 4.73 8.92 2 4.20 9.77 6.17 3
4.84
3.20
7.59
4
4.24
2.79
7.20
Pembahasan
Asam urat merupakan hasil metabolisme purin yang dikatalisis oleh enzim xantin oksidase pada dua reaksi terakhir, yakni dari hipoksantin menjadi xantin, dan kemudian dari xantin menjadi asam 1-metil urat. Terdapat dua strategi utama pengobatan hiperurisemia, yakni dengan penghambatan kerja enzim xantin oksidase dan merintangi penyerapan kembali urat ditubuli proximal (urikosurik), sehingga ekskresinya ditingkatkan dan kadar darahnya turun. Namun obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit ini memiliki banyak efek samping dengan resiko yang cukup tinggi. Oleh karenanya, perlu dilakukan penelitian untuk menghasilkan sebuah penemuan baru dalam hal pengobatan penyakit hiperurisemia, dengan sebuah pengobatan yang lebih efektif dan efek samping yang lebih rendah.
15
Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 13, No. 1 — Maret 2009 (ISSN : 1410-7031)
12 g" 10 a o. 8-
-
Eco co •
6
•
4-
-cs co ad
2-
0 0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
Waktu sampling darah (jam) —4—Kontrol negatif —1111—Infus daun jambu mede —*--Kontrol positif
Gambar 1. Perbandingan profil farmakokinetika kofein pada plasma kelinci yang diberi praperlakuan infus jambu mede dengan kontrol.
Derivat xantin yang digunakan untuk analisis parameter adalah kafein. Hal ini sesuai dengan literatur yang ada bahwa senyawa ini dimetabolisme dengan cepat di hati menjadi asam 1-metil urat, sehingga dapat diamati aktivitas dari enzim xantin oksidase dengan melihat beberapa parameter farmakokinetik kofein seperti laju eliminasi obat (Ke), waktu paruh eliminasi (t1/2) dan bioavailabilitas obat dalam sistemik atau Area Under Curve (AUC). Bila laju eliminasi lebih kecil, maka waktu yang dibutuhkan obat untuk meluruh menjadi tinggal separuhnya atau t 1/2-nya menjadi lebih besar, sehingga bioavailabilitasnya atau kadar kofein dalam sistemik besar. Yang berarti bahwa tidak terjadi metabolisme kofein menjadi asarn 1metil urat atau terjadi penghambatan enzim xantin oksidase. Untuk mengetahui perubahan parameter farmakokinetik kofein, atau menentukan terjadi atau tidaknya penghambatan enzim xantin oksidase oleh sampei, maka perlu dibandingkan dengan kontrol negatif, dalam hal ini
pemberian air suling dan kontrol positif dalam hal ini pemberian ailopurinol pada kelinci dengan perlakuan yang sama seperti pada pemberian sampel. Hewan coba yang digunakan adalah kelinci jantan karena hiperurisemia juga dipengaruhi oleh hormon estrogen pada wanita yang membantu pengeluaran asam urat melalui urin. Kadar asam urat baru meningkat setelah menopouse. Sehingga bila menggunakan hewan coba kelinci betina dilchawatirkan akan sulit dipastikan efek dari sampel yang digunakan. Data yang dihasilkan dianaiisis dengan menggunakan metode grafik untuk mengetahui kadar dari kofein. Dan grafik yang terbentuk, terlihat bahwa balk fase absorbsi maupun eliminasi menunjukkan perubahan yang eksponensial, sehingga dapat diasumsikan bahwa kinetika kofein mengikuti kinetika absorbsi dan eliminasi orde satu. Pada kelompok negatif (air suling) nilai Ke-nya 0,18 jam , nya adalah 3.85 jam, dan AUCnya 41.98
Universitas Hasanuddin, Makassar
Lg.jam/rnl. Pada kelompok sampel yakni pemberian infus daun jambu mede 10% Ke-nya 0.20 jam-1 , tla 3.5 jam, dan nilai AUC-nya 28.04 .t.g jam/ ml dan pada kelompok positif (Allopurinol) nilai Ke-nya 0.154 jam -1 , t112 4.5 jam, dan AUCnya sebesar 76.66 !..ig jam/ ml. Dapat dilihat bahwa nilai t1/2 dari sampel lebih kecil dibanding tY2 dari kontrol negatif dan positif. Hal ini menunjukkan bahwa waktu yang digunakan kofein untuk tereksresi menjadi tinggal separuhnya pada pennberian sampel lebih singkat dibandingkan waktu paruh pada kontrol positif dan negatif. Hal tersebut dipengaruhi oleh ke (laju eliminasi) pada pemberian sampel daun jambu mede yang lebih besar dibanding pada pemberian kontrol positif dan negatif. Sehingga dapat disirnpulkan bahwa tidak terjadi penghambatan enzim xantin oksidase oleh infus daun jambu mede yang memetabolisme kofein menjadi metil urat. Hal lni lebih diperjelas lagi oleh hasil perhitungan kadar AUC (Area Under Curve) yang menunjukkan bioavailabilitas atau kadar dalam sistemik dari kofein pada pemberian sampel yang lebih kecil dibandingkan dengan kadar AUC pada pemberian kontrol negatif dan positif. Ini jugs dipengaruhi oleh laju eliminasi yang lebih besar pada kelompok sampel. Semakin tinggi laju eliminasinya, maka semakin kecil bioavailabilitasnya. Sehingga bisa disimpulkan pula tidak terjadi penghambatan enzim xantin oksidase oleh infus daun jambu mede karena kofein tetap dimetabolisme menjadi metil urat. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa infus daun jambu mede (Anacardium occidentale) 10% tidak menghambat kerja enzim xantin oksidase.
16 DAFTAR PUSTAKA 1. Dalimartha, S., 2004. Atlas Turnbuhan Obat Indonesia, vol.2. Penebar Swadaya, Jakarta. 78-84 2. Kumala, P., Komala, S., Santoso, A.H., Sulaiman, J.R and Rienita, Y, 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland, ed.25. EGC, Jakarta. 533, 1139. 3. Fajarqimi, 2008. Asam Urat Kambuh, Kerja Terganggu, (online), (http://konsultasikesehat an.com . Diakses 19 Juni 2008) 4. Ganiswarna, S.G., editor, 2007. Farmakologi dan Terapi, ed.5. Bagian Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta. 242-245, 252-256 5. Gennaro, A.R., editor. 1990. Remington's Pharmaceutical Sciences, vol.2, 8th ed. Mack Publishing Company, Pennsylvania. 1133. 6. Tan, H.T. dan Rahardja, K., 2002. Obat-Obat Penting, ed. 5. Gramedia, Jakarta, 318-326. 7. Ovinta, S.D. Gupita., 2008. Jambu Monyet Untuk Pegal Linu. Suara Merdeka, Jakarta 8. Dalimartha dan Hadi. 2003. Obat Tradisional (Jambu Mede), (online), (http://pdpersi.com , diakses 19 Juni 2008) 9. Syaharuddin., Padmawinata, K., dan Soetarno, S., 2007. lsolasi dan Penentuan Struktur Senyawa Kimia dalam Daun Jambu Mete (Anacardium occidentale). Sekolah Farmasi ITB. Bandung, (online), (http://bahan-alam.fa.itb. acid. Diakses 19 juni 2008) 10. Chairul, 2008. Mencegah dan Mengatasi Asam Urat (Gout), (online), (Menfan's Weblog.mht, diakses 12 Juni 2008) 11. Agustinawati, E., 2007. Efek Analgetik infus Daun Jambu Mede (Anacardium occidentale L.) Terhadap Mencit (Mus musculus) Jantan. Fakultas Farmasi UMI, Makassar.