UNIVERSITAS INDONESIA
Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan Pengaruhnya terhadap Tekanan Darah Tikus Normal dan Tikus Hipertensi
TESIS
Erna Ciptaningsih 0806422050
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEFARMASIAN DEPOK JUNI 2012
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan Pengaruhnya terhadap Tekanan Darah Tikus Normal dan Tikus Hipertensi
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Farmasi
Erna Ciptaningsih 0806422050
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KEFARMASIAN DEPOK JUNI 2012
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya mengucapkan syukur atas segala karunia dan nikmat yang Allah SWT telah berikan sehingga tugas akhir ini dapat kami selesaikan. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Magister Farmasi Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada : 1. Bapak Dr. Abdul Mun’im, M.Si., Apt., selaku pembimbing pertama yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan evaluasi, semoga Allah senantiasa merahmati Bapak dan keluarga. 2. Ibu Dra. Retnosari Andrajati, M.S., Ph.D., Apt., selaku pembimbing kedua yang selalu mendorong dan membimbing, semoga Allah senantiasa mencintai Ibu dan keluarga. 3. Prof. Dr. Sumali Wiryowidagdo, sebagai evaluator, terimakasih untuk masukanmasukannya, semoga Allah senantiasa memberikan karunia dan rahmat untuk Bapak dan keluarga. 4. Prof. Dr. Effionora
Anwar M.S., Apt., selaku Ketua Program Pasca Sarjana
Farmasi Universitas Indonesia yang tidak bosan mendorong untuk menyelesaikan tugas akhir ini, semoga Allah senantiasa menyayangi Ibu dan keluarga. 5. Dr. Berna Elya M.Si., Apt., selaku dosen fitokimia yang selalu memberikan perhatian dan bantuan, semoga Allah senantiasa memberikan hidayah dan rahmat untuk Ibu dan keluarga. 6. Pak Rudi, yang dengan ikhlas menyumbangkan kopi luwak produksinya untuk diteliti, semoga Allah senantiasa melimpahkan rizki yang luas dan barokah untuk Bapak dan keluarga. 7. Ulfa, Pak Surya, Slamet dan Mas Agus terimakasih mendalam untuk bantuannya, Allah yang akan membalas kebaikan kalian dan semoga mencapai sukses dunia akhirat. 8. Dita, Jenifer, Yiska, Septi, Wardah, Wita, Ali, Ryan, Nia, Anju, Yunita, Putu, Atika, Salmi, Dian, Lutfa, Aktsar dan adik-adik kelas yang tak bisa disebutkan satu persatu, yang tak bosan-bosan untuk membantu, memberitahu dan menularkan semangat, semoga Allah pun akan selalu memudahkan langkah kalian. v Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
9. Pak Ma’ruf dan Pak Suroto satpam Farmasi yang selalu setia menemani hingga hari berganti terang. 10. Seluruh staf pengajar dan karyawan serta rekan-rekan mahasiwa Program Studi Magister Ilmu Kefarmasian Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu proses penelitian dan penyusunan tesis ini.
Tidak lupa kepada kedua orang tua, doa dan amal sholeh mereka yang membuat penelitian ini menjadi ‘lancar’, suami tercinta Fahmi Wibawa dan dua anak-anakku Dzaki dan Farah, terimakasih untuk doa dan pengorbanan lahir batin kalian, juga untuk Susi, Siti, dan Tuti yang amanah menjaga rumah dan tugas-tugas kalian, serta seluruh kelurga besar
yang selalu mendukung dan mendoakan, semoga kita selalu
dikumpulkan dengan limpahan kasih sayang Allah.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada tesis ini. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi umat dan bangsa Indonesia khususnya.
Penulis 2012
vi Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Erna Ciptaningsih : Magister Ilmu Kefarmasian : Uji Aktivitas Antioksidan dan Karakteristik Fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan Pengaruhnya terhadap Tekanan Darah Tikus Normal dan Tikus Hipertensi.
Dari penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa Kopi Luwak memiliki kadar kafein yang lebih tinggi dari pada kopi bukan luwak. Data tentang aktivitas antioksidan, fitokimia , dan pengaruh Kopi Luwak terhadap tekanan darah belum banyak diketahui seperti halnya kopi bukan luwak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas antioksidan, fitokimia dan pengaruh Kopi Luwak Arabika terhadap tekanan darah pada tikus normal dan tikus hipertensi. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dan preklinis dengan rancangan pre-post test control group design pada 3 kelompok tikus normal dan 3 kelompok tikus hipertensi dengan 1 kelompok kontrol normal dan 1 kelompok kontrol hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan dan kadar senyawa fenol Kopi Luwak Arabika lebih rendah dari pada Kopi Arabika. Kadar kafein Kopi Luwak Arabika lebih tinggi dibanding dengan Kopi Arabika. Kopi Luwak Arabika memiliki efek kronis hipotensif pada tikus hipertensi dengan berbagai dosis (p≤0,05). Terdapat perbedaan yang bermakna (p≤0,05) efek hipotensif pada dosis 0,9 dengan 0,18 dan 0,36 mg/200 g bb tikus/hari. Tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara dosis 0,18 dan 0,36 mg/200 g bb tikus/hari. Kopi Luwak Arabika dengan variasi dosis tidak mempengaruhi tekanan darah tikus normal. Kata Kunci: Kopi Luwak, tekanan darah, aktivitas antioksidan, fenol, kafein Xii + 112 halaman; 13 gambar; 16 tabel Daftar acuan ; 121 (1958-2012)
viii Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name The Study Program Title
: Erna Ciptaningsih : Master of Pharmaceutical Sciences : In Vitro Antioxidant Activity and Phytochemical Characteristics of Kopi Luwak and Its Affect on Blood Pressure in Normotensive and Hypertensive Rats.
It was found in the previous studies that Civet Coffee (Kopi Luwak) had content higher caffeine than regular coffee. The effects of Kopi Luwak on blood pressure have not been studied yet. Furthermore, research on antioxidant activity, phytochemicals, and its affect on blood pressure has not been done yet. The purpose of this study was to determine antioxidant activity and phytochemistry of Arabica Kopi Luwak , and its affect on blood pressure in normotensive and hypertensive rats. This study was an experimental laboratory and preclinical studies which was designed with pre-post test control group design in normotensive and hypertensive rats, which were divided into 3 groups of normotensive rats, 3 groups of hypertensive rats, 1 group of normotensive control rats, and 1 group of hypertensive control rats. The results showed that the antioxidant activity and total phenols content of Arabica Kopi Luwak were lower than Arabica Coffee, and the caffeine content was higher than Arabica Coffee. The Arabica Kopi Luwak had effect on chronic hypotensive with various doses (p≤0.05). There were significant differences (p≤0.05) between 0.9 and 0.18 with 0.36 mg/200 g bw/day doses but these no significant differences (p>0.05) among 0.18 with 0.36 mg/200 g bw/day doses. Arabica Kopi Luwak didn’t affect on blood pressure in normotensive and hypertensive rats with different doses.
Key Words : Kopi Luwak, blood pressure, antioxidant activity, phenols, caffeine. xii + 112 pages ; 13 pictures, 16 tables References : 121 (1958-2012)
ix Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME................................................ HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................... LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................... UCAPAN TERIMA KASIH..................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.............................. ABSTRAK .…………………….…....…..............................................…………… ABSTRACT . ……………… …......................................................…...................... DAFTAR ISI ……………………….......................................................................... DAFTAR TABEL…………………..….................................................................... DAFTAR GAMBAR............................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN…….....…..............................................................................
i ii iii iv v vii viii ix x xiii xiv xv
BAB 1. PENDAHULUAN.................................................................................... 1.1 Latar Belakang ………..………..........................................………..... 1.2 Rumusan Masalah…….…………..............................................……. 1.3 Jenis Penelitian ................................................................................... 1.4 Hipotesis................................................................................................. 1.5 Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.6 Manfaat Penelitian ...............................................................................
1 1 3 3 3 3 4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 2.1 Kopi.... .................................................................................................. 2.1.1 Sejarah....................................................................................... 2.1.2 Taksonomi................................................................................. 2.1.3 Jenis-Jenis Kopi……………….....................................…… 2.1.3.1 Kopi Arabika (Coffea arabica)..........……............... 2.1.3.2 Kopi Robusta (Coffea robusta).................................... 2.1.4 Pengolahan Produk Kopi ........................................................ 2.1.5 Manfaat dan Efek Samping Kopi............................................. 2.2 Kopi Luwak……………................................................................... 2.2.1 Sejarah....................................................................................... 2.2.2 Pembuatan…................................................................……… 2.2.3 Fitokimia................................................................................. 2.3 Fitokimia Kopi..................................................…............…………… 2.3.1 Alkaloid……..................….......……………..…..………….. 2.3.2 Saponin...................................................................................... 2.3.3 Senyawa Fenol.......................................................................... 2.3.3.1 Flavonoid.................................................................. 2.3.3.2 Tanin ............................................................................ 2.4 Aktivitas Antioksidan pada Polifenol............................................
5 5 5 5 6 6 7 7 8 1111 11 12 12 14 15 18 18 19 20 22
x Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
19 .......
2.4.1 2.4.2
Aktivitas Antioksidan terhadap Tekanan Darah................... Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan.......................... 2.4.2.1 DPPH..................................................................... 2.4.2.2 ABTS●+.................................................................. 2.4.2.3 Superoksida Anion Radikal .................................. Ekstraksi................................................................................................. Model Hewan Hipertensi.................................................................. 2.6.1 Model Tikus Hipertensi karena Stres................................... 2.6.2 Model Spontaneous Hypertension Rat . ............................... 2.6.3 Model Tikus Hipertensi karena Pemberian Mineralokortikoida................................................................ 2.6.4 Model Tikus Hipertensi karena Inaktivasi NO (Nitrit Oksida)................................................................................... 2.6.5 Model Tikus Hipertensi karena Induksi Fruktosa............... 2.6.6 Model Tikus Hipertensi karena Induksi Lain: PTU, Adrenalin, dan NaCl.............................................................. Metode Pengukuran Tekanan Darah pada Tikus.................................. 2.7.1 Pengukuran Darah secara Langsung..................................... 2.7.2 Pengukuran Darah Tidak Langsung......................................
25 28 28 29 30 31 33 33 34
BAB 3. METODE PENELITIAN............................................................................ 3.1 Waktu dan Tempat................................................................................. 3.2 Bahan dan Alat ……….................……..……..................................... 3.2.1 Bahan kimia………………………........................................ 3.2.2 Bahan Uji…...................…………………..…...................... 3.2.3 Hewan Uji…...................…………………..…..................... 3.2.4 Alat...........…...................…………………..…........................ 3.3 Prosedur Penelitian........................................................................... 3.3.1 Uji Fitokimia…..................………………..…....................... 3.3.1.1 Pembuatan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika ........................................................... 3.3.1.2 Penetapan Parameter Standar Serbuk dan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika sebagai Standarisasi.... 3.3.1.3 Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika......................... 3.3.1.4 Penetapan Kadar Fenol Total dan Kafein pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika.............. 3.3.1.5 Uji Antioksidan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika dengan Metode DPPH.............. 3.3.2 Uji Farmakologi….............………………..…...................... 3.3.2.1 Persiapan Hewan Coba.......................................... 3.3.2.2 Persiapan Induksi NaCl 2%................................... 3.3.2.3 Perhitungan Dosis (D)........................................... 3.3.2.4 Pembuatan Larutan Uji.......................................... 3.3.2.5 Pengukuran Tekanan Darah................................... 3.3.2.6 Pengolahan Data....................................................
39 39 39 39 39 39 39 40 40
2.5 2.6
2.7
xi Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
34 35 35 35 36 36 37
40 40 42 43 45 47 47 48 48 49 50 52
Universitas Indonesia
31 32 3
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 4.1 Hasil Uji Fitokimia........................................................................... 4.1.1 Rendemen Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika …...... 4.1.2 Standarisasi Serbuk dan Ekstrak Kopi Luwak Arabika................................................................................. 4.1.3 Identifikasi Komponen Kimia Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika................................................... 4.1.4 Kadar Senyawa Fenol dan Kafein........................................ 4.1.5 Aktivitas Antioksidan........................................................... 4.2 Hasil Uji Farmakologi..................................................................... 4.2.1 Kelompok Normal................................................................ 4.2.2 Kelompok Hipertensi..........................................................
53 53 53
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 5.1 Kesimpulan...................................................................................... 5.2 Saran................................................................................................
68 68 68
DAFTAR ACUAN.................................................................................................
69
xii Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
54 56 58 59 60 60 63
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel Tabel
Tabel
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
2.1. Komposisi Biji Kopi Arabika dan Robusta sesudah disangrai (% bobot kering)............................................... 2.2. Kandungan kafein dan α-tokoferol pada Kopi Robusta dan Kopi Luwak Robusta yang disangrai dan tidak disangrai ………………………………………………... 2.3. Kandungan mineral pada Kopi Robusta dan Kopi Luwak Robusta yang disangrai dan tidak disangrai…………………………………….................... 2.4. Karakteristik kimia Kopi Luwak Robusta dan Kopi Robusta.............................................................................. 2.5. Klasifikasi tingkat tekanan darah menurut WHO (mmHg)………………………………………….. 2.6 Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH….. 3.1. Perhitungan kebutuhan pelarut air untuk ekstrak air Kopi Luwak Arabika selama tujuh hari………………… 3.2. Perhitungan kebutuhan aquadest perhari untuk larutan uji……………………………………………………….. 3.3. Skema kerja uji farmakologi pada kelompok normal….. 3.4. Skema kerja uji farmakologi pada kelompok hipertensi.. 4.1. Rendemen seduhan air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika………………………………………………….. 4.2. Parameter standar serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika…………………………………………………. 4.3. Identifikasi Komponen Kimia Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika……....……………………………………. 4.4. Kadar senyawa fenol total dan kafein…………………... 4.5. Hasil uji aktivitas antioksidan Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika……………………………………………. 4.6. Perubahan tekanan darah akut dan kronis kelompok tikus hipertensi (K3, K4, dan K5) setelah pemberian Kopi Luwak Arabika……………...................………......
xiii Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
10
13
14 14 26 29 49 49 51 51 54 54 58 58 60
67
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6 3.1.
Gambar 4.1. Gambar 4.2.
Gambar 4.3.
Gambar 4.4.
Gambar 4.5.
Gambar 4.6.
Pohon kopi, buahnya, dan luwak.................................... Biji kopi Arabika, Robusta dan Luwak………………… Struktur molekul kafein....……………………………… Struktur senyawa fenol………………………………… Struktur molekul asam klorogenat……………………… Efek akut polifenol pada endhotelium……….................. Skema kerja uji fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika……………………………………………. Kromatogram kafein standar dan Kopi Luwak Arabika………………………………………………….. Tekanan darah sistolik dan diastolik kelompok tikus normal dengan dosis bervariasi ke 1-7 selama pemberian Kopi Luwak Arabika....................................... Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal, kontrol hipertensi, dan kelompok normal perlakuan pada hari ke 8 setelah pemberian Kopi Luwak Arabika…………………………………………………. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal, kontrol hipertensi, dan kelompok hipertensi perlakuan dua minggu setelah induksi NaCl 2% ………………….. Tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok tikus hipertensi dengan dosis bervariasi hari 1-7 pemberian Kopi Luwak Arabika………………………... Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal, kontrol hipertensi, dan kelompok hipertensi perlakuan pada hari ke 8 setelah pemberian Kopi Luwak Arabika...
xiv Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
6 11 16 19 21 27 47 57
61
62
63
65
66
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Lampiran Lampiran
1. 2. 3.
Lampiran
4.
Lampiran Lmapiran
5. 6.
Lampiran
7.
Lampiran
8.
Lampiran
9.
Lampiran
10.
Lampiran
11.
Sertifikasi Tikus Putih Jalur Sprague-Dawley.................. Data rendemen, kadar abu, kadar abu tidak larut asam, dan susut pengeringan ………………………………….. Kromatogram Kafein, Golongan Fenol, dan Flavonoid Kopi Luwak Arabika................................................... Data identifikasi alkaloid, saponin, flavonoid, senyawa fenol, dan tanin…………………………………………. Kadar fenol total………………………………………... Perhitungan kadar kafein dan kurva serapan kafein Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika…………………...... Data aktivitas antioksidan dan kurva spektrum serapan blanko DPPH untuk Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika.………………………………………………… Uji normalitas Saphiro-Wilk dan uji T-berpasangan untuk menganalisa data tekanan darah sistolik dan diastolik sebelum dan hari ke delapan sesudah pemberian Kopi Luwak Arabika pada kelompok normal dan hipertensi…………………………………………… Uji ANAVA untuk menilai perbedaan efektivitas variasi dosis pemberian Kopi Luwak Arabika pada waktu yang berbeda pada kelompokk tikus normal dan tikus hipertensi….…………………………………………… Data pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok tikus normal dan tikus hipertensi hari 1-7 pemberian Kopi Luwak Arabika………………. Hasil uji T-berpasangan untuk kelompok tikus normal dan tikus hipertensi…………………………..................
xv Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
80 83 84 86 88 89
91
94
101
103 109
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kopi merupakan bahan minuman yang terkenal tidak hanya di Indonesia
tetapi juga terkenal di seluruh dunia. Hal ini karena seduhan kopi memiliki aroma yang khas yang tidak dimiliki oleh bahan minuman lainnya. Selain itu, kopi juga memiliki nilai sejarah, budaya dan ekonomi yang kuat. Kopi yang banyak dijumpai di pasaran diproduksi dari dua spesies tanaman yang berbeda, yakni Coffea arabica dan Coffea robusta. Kedua spesies ini merupakan sumber yang kaya akan senyawa aktif seperti asam nikotinat, trigonelin, asam quinolinat, asam tanat, asam pirogalat, dan khususnya kafein. Kopi mengandung asupan mineral, antara lain memberikan hingga 8% dari kebutuhan harian Cr dan merupakan salah satu sumber penting dari Mg, yaitu 63,7 mg/cangkir (100 mL). Kopi juga merupakan sumber penting dari polifenol, diantaranya asam kafeat, asam klorogenat, asam koumarat, asam ferulat, dan asam sinapat (Hecimovic, I., Cvitanovic, A.B., Horzic, D., dan Komes, D., 2011). Senyawa polifenol merupakan antioksidan yang
terbanyak dijumpai
dalam asupan makanan sehari-hari. Total asupan polifenol dalam sehari dapat mencapai 1 gram. Polifenol memiliki aktivitas antioksidan 10 kali lebih tinggi dibandingkan vitamin C dan 100 kali lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin E dan karotenoid. Dalam kategori minuman, salah satu sumber antioksidan terbesar adalah minuman dari bahan kopi (Pellegrini, N., et al., 2003; Carelsen, M.H., et al., 2010). Polifenol terbukti memperbaiki keadaan stress oksidatif yang berbedabeda. Hasil yang bermakna didapatkan pada penelitian penyakit kardiovaskuler, bahwa pemberian polifenol sebagai suplemen atau makanan dan minuman dapat meningkatkan status kesehatan mereka dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskuler (Scalbert, A., Manach, C.,
Morand, C.,
Rémésya, C.,
dan
Jiménez, L., 2005).
1 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
2
Dalam artikel review Castelnuovo, A.D., Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., dan Gaetano, G.D. (2012), beberapa penelitian in vitro, in vivo dan uji klinis menunjukkan
kopi, teh dan coklat sebagai minuman harian mengandung
polifenol yang terbukti memberikan efek menguntungkan terhadap pencegahan penyakit kardiovaskuler. Minum secara teratur kopi dalam jumLah sedang (1-3 gelas/hari)
akan
memberikan
sedikit
perlindungan
terhadap
penyakit
kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab terbanyak kematian di dunia baik pada pria maupun wanita. Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko terhadap penyakit kardiovaskuler.
Karena kandungan kafeinnya, kopi
sering diduga sebagai salah satu penyebab hipertensi. Penelitian Pincomb, G.A., et al. (1996); Hamer, M. (2006); Buscemi, S., Mattina, A., Tranchina, M.R., dan Verga, S. (2011); Zhenzhen Zhang, Gang Hu, Caballero, B., Appel, L,. dan Liwei Chen (2011); Mesas, A.E., Leon-Muñoz, L.M., Rodriguez-Artalejo, F., dan Lopez-Garcia, E. (2011), menunjukkan tidak berhubungan kebiasaan mengkonsumsi kopi atau kafein dalam jumLah sedang dengan
hipertensi. Tekanan darah pada pasien hipertensi akan mengalami
kenaikan selama tiga jam setelah satu jam mengkonsumsi kafein, namun untuk konsumsi jangka panjang (dua minggu), tidak tampak kenaikan tekanan darah. Beberapa tahun terakhir ini Kopi Luwak menjadi perhatian di dunia, selain karena harganya yang sangat mahal juga ketersediaannya yang sangat terbatas. Di Indonesia, Kopi Luwak pertama kali ditemukan di pulau Jawa, Sumatera dan Sulawesi. Pembuatannya unik, yaitu biji kopi yang
diproses dalam sistem
pencernaan musang. Musang, di pulau Jawa disebut luwak (Paradoxurus hermaphrodites). Binatang ini memiliki keahlian memanjat pohon dan memilih buah kopi matang dan yang terbaik untuk dimakannya di malam hari. Buah kopi ini kemudian mengalami proses fermentasi oleh berbagai enzim pencernaan dan diekskresikan melalui fesesnya dalam bentuk biji kopi yang masih utuh. Proses ini yang antara lain berpengaruh terhadap rasa Kopi Luwak, yaitu lembut, seperti sirup dan kadang seperti coklat (Marcone, M.F., 2004; Chan, S. dan Garcia, E., 2011). Penelitian Marcone, M.F.
(2004); Chan, S. dan Garcia, E. (2011),
menunjukkan kelembaban, kandungan α-tocopherol, beberapa mineral dan protein Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
3
pada Kopi Luwak Robusta lebih sedikit dibanding pada Kopi Robusta, sedangkan karbohidrat, lemak, abu, dan kafein lebih banyak terdapat pada Kopi Luwak Robusta. Pada penelitian sebelumnya, Kopi Luwak memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dibandingkan kopi bukan luwak. Namun demikian, sejauh ini diketahui bahwa belum ditemukan penelitian tentang pengaruh Kopi Luwak terhadap tekanan darah. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian tentang pengaruh Kopi Luwak terhadap tekanan darah.
1.2
Rumusan Masalah Kopi Luwak diduga memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi
dibandingkan kopi lainnya. Penelitian pengaruh Kopi Luwak terhadap tekanan darah belum pernah dilakukan tidak seperti penelitian pada kopi lainnya.
1.3
Jenis penelitian
a. Penelitian ekperimental laboratorium. b. Uji preklinis (true eksperimental design) dengan rancangan pre-post test control group design, terbagi dalam dua kelompok perlakuan, yaitu kelompok tikus normal dan tikus hipertensi dengan randomisasi sederhana.
1.4
Hipotesis Pemberian ekstrak air Kopi Luwak Arabika menurunkan tekanan darah
tikus hipertensi.
1.5
Tujuan Penelitian
a. Menganalisis data parameter standar serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika. b. Menganalisis data fitokimia ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika. c.
Menganalisis data uji aktivitas antioksidan pada ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
4
d. Menganalisis perubahan tekanan darah setelah pemberian ekstrak air Kopi Luwak Arabika pada kelompok tikus normal dan tikus hipertensi dengan waktu dan dosis yang berbeda-beda.
1.6
Manfaat Penelitian
a. Memberikan informasi kepada peminum Kopi Luwak tentang pengaruh dosis dan efek terhadap tekanan darah pada khususnya dan kesehatan pada umumnya. b.
Dapat dimanfaatkan untuk perkembangan ilmu dan terapannya dari efek farmakologi dan kandungan fitokimia yang ditemukan.
c. Mendorong peneliti-peneliti lain untuk memperdalam penelitian tentang Kopi Luwak.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kopi (Coffea sp)
2.1.1 Sejarah Sejarah mencatat bahwa penyebaran tanaman kopi bermula pada 800 SM di benua Afrika. Saat itu, tanaman kopi banyak dijumpai tumbuh liar di hutanhutan dataran tinggi Ethiopia. Penduduk Ethiopia bisaanya mengonsumsi kopi sebagai minuman yang enak dan berkhasiat. Seiring dengan popularitas minuman kopi yang mendunia, penyebaran tanaman kopi pun meluas ke negara-negara Arab, Eropa, Asia, dan Amerika. Di Indonesia sendiri, bibit kopi arabika pertama kali ditanam pada zaman kolonial Belanda, sekitar tahun 1600-an. Pada 1711, melalui perusahaan dagang Belanda/VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie), ekspor kopi pertama dikirim dari Pulau Jawa ke Benua Eropa. Sejak itu, Indonesia dikenal sebagai negara yang membudidayakan tanaman kopi secara luas, di luar Arab dan Ethiopia. Perdagangan kopi sempat dimonopoli oleh VOC sekitar 1725 sampai 1780. Pada 1920, penanaman kopi mulai dilakukan oleh perusahaan-perusahaan kecil di Indonesia. Perkembangan areal perkebunan kopi semakin pesat setelah Indonesia merdeka, yakni mencakup area luar Jawa, seperti Aceh, Lampung, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan daerah lainnya (Anggara dan Marini, 2011).
2.1.2
Taksonomi Kopi (Coffea sp) merupakan tanaman perdu tahun yang secara lengkap
diklasifikasikan sebagai berikut:
5
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
6
[Sumber: http://bandung.olx.co.id/kopi-luwak-iid-179564413]
Gambar 2.1. Pohon kopi, buahnya dan luwak Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Rubiales
Suku
: Rubiaceae
Marga
: Coffea
Jenis
: Coffea arabica (Lawrence, G.H.M., 1963)
2.1.3 Jenis-Jenis Kopi 2.1.3.1 Kopi Arabika (Coffea arabica) Kopi Arabika dapat tumbuh di daerah dengan ketinggian 700-1.700 m dpl, suhu 16-20o C, dan beriklim kering tiga bulan secara berturut-turut. Walaupun berasal dari Ethiopia, Kopi Arabika menguasai sekitar 70% pasar kopi dunia dan telah dibudidayakan di berbagai negara, terutama di negara beriklim tropis atau subtropis. Kopi Arabika memiliki tinggi antara 7-12 m. Keunggulan dari Kopi Arabika antara lain bijinya berukuran besar, beraroma harum, dan cita rasanya
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
7
enak. Namun kelemahannya rentan terhadap penyakit karat daun/HV (Hemelia Vastatrix) (Anggara dan Marini, 2011). Ciri-ciri dari Kopi Arabika adalah sebagai berikut: a.
Beraroma wangi yang sedap menyerupai aroma perpaduan bunga dan buah.
b.
Terdapat cita rasa asam yang tidak terdapat pada kopi jenis Robusta.
c.
Saat disesap di mulut akan terasa kental.
d.
Cita rasanya jauh lebih lembut (mild) dari Kopi Robusta.
e.
Rasa terasa sedikit pahit (Anggara dan Marini, 2011).
2.1.3.2 Kopi Robusta (Coffea robusta) Kopi Robusta pertama kali ditemukan di Kongo pada 1898 dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 1900. Walaupun kualitas buahnya lebih rendah dari Kopi Arabika, produksinya bisa lebih tinggi dari Kopi Arabika jika dikelola secara intensif. Keunggulan lain dari Kopi Robusta diantaranya lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit (khususnya penyakit HV), mampu tumbuh dengan baik pada ketinggian tempat 400-700 m dpl dan masih toleran di ketinggian tempat kurang dari 400 m dpl (suhu 21-24oC). Secara umum, ciri-ciri dari Kopi Robusta adalah sebagai berikut: a. Memiliki rasa yang lebih menyerupai cokelat dan pahit. b. Aroma yang dihasilkan khas dan manis. c. Warna bijinya bervariasi, tergantung dari cara pengolahannya. d. Teksturnya lebih kasar dari Kopi Arabika (Anggara dan Marini, 2011).
2.1.4
Pengolahan Produk Biji kopi yang sudah siap diperdagangkan adalah berupa biji kopi kering
yang sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk dan kulit ari. Butiran biji kopi yang demikian ini disebut kopi beras (coffee beans). Kopi beras kemudian akan mengalami proses roasting, penggilingan, pengemasan, hingga diperoleh kopi bubuk yang siap untuk dijual. Roasting merupakan proses penyangraian biji kopi yang tergantung pada waktu dan suhu yang ditandai dengan perubahan kimiawi yang signifikan. Terjadi Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
8
kehilangan berat kering terutama gas CO2 dan produk pirolisis volatil lainnya. Kebanyakan produk pirolisis ini sangat menentukan cita rasa kopi. Kehilangan berat kering terkait erat dengan suhu penyangraian. Berdasarkan suhu penyangraian yang digunakan kopi sangrai dibedakan atas tiga golongan yaitu: light roast, suhu yang digunakan 145-185oC, medium roast, suhu yang digunakan 186-195oC dan dark roast, suhu yang digunakan 196-205oC. Light roast menghilangkan 3-5% kadar air, medium roast 5-8% dan dark roast 8-14%. Tahap awal roasting adalah membuang uap air pada suhu penyangraian 100 oC. Pada tahap pirolisis terjadi perubahan-perubahan komposisi kimia, yaitu pada suhu sekitar 180-2000 C . Proses roasting berlangsung 5-30 menit (Ridwansyah, 2003; Hecimovic, I., Cvitanovic, A.B., Horzic, D., dan Komes, D., 2011). Proses fermentasi merupakan ciri khas dari proses pengolahan metode basah dari biji kopi sebelum menjadi kopi beras. Keunggulan dari metode ini adalah apabila proses pengerjaannya dilakukan dengan baik, maka kualitas biji kopi yang dihasilkan dapat terjaga dengan baik, seragam, dan sedikit yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu, kopi yang diproduksi dengan cara ini biasanya memiliki harga yang lebih tinggi. Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan. Waktu yang dibutuhkan untuk menghilangkan lendir adalah sekitar 24-36 jam atau tergantung dari suhu, ketebalan lapisan lendir, dan konsentrasi enzim (enzim pektinase) yang digunakan pada saat fermentasi. Hidrolisis pektin (senyawa pembentuk lendir) disebabkan oleh pektinase yang terdapat di dalam buah atau reaksinya bisa dipercepat dengan bantuan jasad renik. Tabel 2.1 menunjukkan komponen kimia Kopi Arabika dan Robusta yang disangrai dan tidak disangrai (Ridwansyah, 2003; Kurniawan,A., 2011).
2.1.5 Manfaat dan Efek Samping Kopi memiliki pengaruh positif terhadap kesehatan antara lain: a. Menurunkan risiko diabetes mellitus tipe 2 (Loopstra –Masters, R.C., Liese, A.D., Haffner, S.M., Wagenknecht, L.E., dan Hanley, A.J., 2011; Wedick, Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
9
N.M., Brennan, A.M., Qi Sun, Hu1, F.B., Mantzoros, C.S., dan van Dam, R.M., 2011; Van Dam, R.M., dan Hu, F.B., 2005; Salazar-Martinez, E., et al. 2004; Ciccarone, E., Castelnuovo, A.D., Salcuni, M., Siani, A., Giacco, A., dan Donati, M.B. 2003). b. Menurunkan risiko kardiovaskuler (Jiang-nan Wu, et.al., 2009; Baylin, A., Hernandez-Diaz, S., Kabagambe, E.K., Siles, X., dan Campos., 2006; LopezGracia, Lopez-Garcia, E., van Dam, R.M., Li, T.Y., Rodriguez-Artalejo, F., dan Hu, F.B., 2006). c. Memperbaiki sistem cerebrovaskuler ( Mostofsky, E., Schlaug, G., Mukamal, K.J., Rosamond, W.D., dan Mittleman, M.A., 2010; Larsson, S.C., Männistö, S., Virtanen, M.J., Kontto, J., Albanes, D., dan Virtamo, J., 2008). d. Menurunkan asam urat (Lelyana, R. 2008; Choi, H.K., dan Curhan, G., 2007; Kiyohara, C. et al. 1999). e. Menurunkan risiko kanker (Ganmaa, D. et al. 2008; Rodriguez, M.I., dan Klein L.C., 2002). f. Mengurangi sirosis hati ( Klatsky, A.L., Armstrong, M.A., dan Friedman, G.D., 2006). g. Mengurangi risiko batu empedu (Leitzmann, M.F., Stampfer, M.J., Willett, W.C., Spiegelman, D., Colditz, G.A., dan Giovannuci, E.L., 2002). h. Memperbaiki sistem neurotransmiter (Maia, L. dan de Mendonca, A., 2002; Webster-Ross, G. et al., 2000). i. Memperbaiki daya ingat (Koppelstatter, 2005; Santos, C., Costa, J., Santos, J., Vaz-Carneiro, A. dan Lunet, N., 2010 ). j. Empiris: pencegah keracunan tempe bongkrek, obat batuk, obat kuat dan peluruh air seni (Balitbangkes, 2000). Sisi lain kopi juga memiliki efek yang kurang baik, tapi biasanya dalam penggunaan lebih dari 6 gelas per hari (dosis berat) (Castelnuovo,
A.D.,
Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., dan Gaetano, G.D. 2012), yaitu antara lain: a. Menyebabkan radang lambung (Higdon, J.V. dan Frei, B., 2006). b. Gigi berwarna kuning (Subramanya, J.K. dan Muttagi, S., 2012). c. 19 diantara 1000 kandungan kimia dalam kopi bersifat karsinogenik pada hewan coba tikus (Ames, B.N. dan Gold, L.S., 1998). Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
10
d. Memberikan kontribusi besar terhadap kenaikan kolesterol, diduga senyawa dipertene, cafestol dan kahweol meningkatkan LDL pada tubuh (Ricketts, M.L., 2007, Thelle, D.S., Egil Arnesen, E., dan Førde, O.H., 1983). e. Bagi wanita hamil sangat berbahaya karena dapat meningkatkan resiko keguguran (Wisborg, K., Kesmodel, U., Bech, B.H., Hedegaard, M.,
dan
Henriksen, T.B., 2003) f. Menyebabkan defisiensi besi pada ibu dan bayi, karena mengganggu penyerapan zat besi (Moreira, D.P., Moreira, D.P.,
Monteiro, M.C., M.,
Ribeiro-Alves, Donangelo, C.M., dan Trugo, L.C., 2005) g. Meningkatkan risiko penyakit kardiovaskuler dibandingkan dengan populasi pada umumnya (Andersen, L.F, Jacobs, D.R., Carelsen, M.H., dan Blomhoff, R., 2006).
Tabel 2.1. Komposisi biji Kopi Arabika dan Robusta sesudah disangrai (% bobot kering) Komponen
Mineral Kafein Trigonelin Lemak Total Asam Klorogenat Asam Alifatis Oligosakarida Total Polisakarida Asam amino Protein Asam Humat
Kopi Arabika Hijau 3.0-4.2 09-1.2 1.0-1.2 12.0-18.0
Kopi Arabika Sangrai 3.5-4.5 1.0 0.5 -1.0 14.5-20.0
Kopi Robusta Hijau 4.0-4.5 1.6-2.4 0.6 -0.75 9.0-13.0
Kopi Robusta Sangrai 3.0-4.2 2.0 0.3 -0.6 11.0-16.0
5.5-8.0 1.5-2.0 6.0-8.0
1.2-2.3 1.0-1.5 0-3.5
7.0-10.0 1.5-1.2 5.0-7.0
3.9-4.6 1.0-1.5 0-3.5
50.0-55.0 24.0-39.0 37.0-47.0 2.0 0 11.0-13.0 13.0-15.0 16.0-17.0 [Sumber: Clarke dan Macre, 1987]
0 13.0-15.0 16.0-17.0
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
11
2.2 Kopi Luwak
[Sumber: kopiluwaknusantara.com]
[Sumber: jualkopiluwakasli.net]
Gambar 2.2. Biji Kopi Arabika, Robusta dan Luwak
2.2.1 Sejarah Sejarah Kopi Luwak (Civet Coffee) terkait erat dengan sejarah pembudidayaan tanaman kopi di Indonesia. Pada awal abad ke-18, Belanda membuka perkebunan tanaman komersial di Indonesia (waktu itu masih bernama Hindia Belanda) terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Salah satunya adalah bibit Kopi Arabika yang didatangkan dari Yaman. Pada era "Tanam Paksa" atau Cultuurstelsel (1830—1870), Belanda melarang pekerja perkebunan pribumi memetik buah kopi untuk konsumsi pribadi, akan tetapi penduduk lokal ingin mencoba minuman kopi yang terkenal itu. Pekerja perkebunan menemukan bahwa ada sejenis musang yang gemar memakan buah kopi, tetapi hanya daging buahnya yang tercerna, kulit ari dan biji kopinya masih utuh dan tidak tercerna. Biji kopi dalam kotoran luwak ini kemudian dikumpulkan, dicuci, disangrai, ditumbuk, kemudian diseduh dengan air panas, maka terciptalah Kopi Luwak. Kabar mengenai kenikmatan kopi aromatik ini akhirnya tercium oleh warga Belanda pemilik perkebunan, maka kemudian
kopi
ini
menjadi
kegemaran
orang kaya
Belanda.
Karena
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
12
kelangkaannya serta proses pembuatannya yang tidak lazim, Kopi Luwak pun adalah kopi yang mahal sejak zaman kolonial (Kurniawan, A., 2011).
2.2.2 Tahap Pengolahan Kopi Luwak mengalami tahap-tahap pengolahan sebagai berikut: a. Buah kopi matang pohon dimakan oleh binatang luwak. b. Luwak hanya mencerna daging buah kopi, sedangkan biji kopi tetap utuh dan akan keluar bersama feses luwak ± 12 jam kemudian. c. Biji kopi yang tercampur feses dibersihkan lalu dijemur hingga benar-benar kering. d. Mengupas kulit tanduk biji kopi yang sudah kering. e. Biji Kopi Luwak siap dikemas dan disajikan baik dengan cara disangrai dengan oven maupun tradisional. Dalam pengolahan Kopi Luwak perlu diperhatikan bahwa biji benarbenar dibersihkan, dijemur hingga kering, dikupas kulit tanduknya dan terakhir disangrai. Dalam hal Kopi Luwak disangrai secara tradisional, biasanya menggunakan panci besi atau kuali tanah di atas kayu bakar atau arang. Biji Kopi Luwak juga dapat disangrai di atas oven. Lama penyangraian akan menentukan warna Kopi Luwak, hitam, coklat kehitaman, dan kecoklatan (Kurniawan, A., 2011).
2.2.3
Fitokimia Penelitian Marcone, M. F. (2004), enzim
proteolitik menyebabkan
terurainya penyimpanan protein pada biji kopi, dan ini mempengaruhi warna, rasa dan bau pada kopi selain reaksi Maillard yang terjadi selama proses penyangraian. Terurainya protein menyebabkan rasa kopi menjadi kurang pahit dan bau lebih harum, serta meningkatnya asam amino bebas. Penetrasi asam lambung dan enzim-enzim pencernaan mempengaruhi senyawa-senyawa kimia pada biji kopi, dan menyebabkan biji kopi menjadi berpori-pori dan lebih rapuh. Kopi juga mengalami proses pengolahan basah karena asidifikasi dalam lambung luwak dan kemudian mengalami fermentasi oleh mikroflora dalam usus. Proses pengolahan Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
13
basah, bermanfaat untuk menghilangkan getah atau lendir dari kopi, yang apabila lendir diabaikan akan mengalami fermentasi sekunder selama proses pengeringan dan penyimpanan dan akhirnya akan merusak rasa. Proses fermentasi alami dalam usus oleh bakteri asam laktat juga akan mempengaruhi rasa kopi dan proses ini sangat mirip dengan proses pengolahan kopi dengan cara fermentasi untuk menghasilkan mutu yang lebih baik. Proses fermentasi ini juga yang menyebabkan warna biji kopi menjadi lebih gelap (Gambar 2.2). Kelembaban, kandungan protein, dan beberapa mineral: K, P, C, Mg, Fe lebih rendah dan kadar lemak, abu, dan karbohidrat lebih tinggi pada Kopi Luwak Robusta dibandingkan dengan Kopi Robusta (Tabel 2.4). Penelitian Chan, S. dan Garcia, E. (2011), membandingkan analisis fitokimia pada Kopi Luwak dan kopi bukan luwak menunjukkan α –tokoferol pada biji Kopi Luwak Robusta lebih rendah dibandingkan dengan biji Kopi Robusta. Proses penyangraian meningkatkan kandungan α –tokoferol baik pada biji kopi bukan luwak maupun biji Kopi Luwak. Pemanasan merusak membran sel dan vakuola, menyebabkan pengeluaran α–tocopherol dan kafein. Kandungan α–tokoferol pada Kopi Luwak lebih sedikit mungkin karena diabsorbsi oleh garam empedu dalam tubuh luwak. Sedangkan kandungan kafein pada Kopi Luwak lebih tinggi, mungkin karena dibentuk oleh purin nukleotida dalam saluran cerna luwak. Beberapa kandungan mineral (kecuali bromin dan karbon) ditemukan lebih rendah pada Kopi Luwak, karena mungkin diabsorbsi dalam saluran cerna luwak (Tabel 2.2 dan 2.3) Tabel 2.2. Kandungan kafein dan α-tokoferol pada Kopi Robusta dan Kopi Luwak Robusta yang disangrai dan tidak disangrai Kopi Robusta Hijau (mg/kg)
Kopi Robusta Disangrai (mg/kg)
Kopi Luwak Robusta Hijau (mg/kg)
Kopi Luwak Robusta Disangrai (mg/kg)
α-tokoferol
0.419
1.320
0.328
0.349
Kafein
39.978
44.922 41.772 [Sumber: Chan S. dan Garcia, E., 2011]
47.599
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
14
Tabel 2.3. Kandungan mineral pada Kopi Robusta dan Kopi Luwak Robusta yang disangrai dan tidak disangrai
C O Na Mg K Ca Fe Zn Cu Br
Kopi RobustaTidak Disangrai (%)
Kopi Robusta Disangrai (%)
43.24 44.77 1.02 5.76 0.85 1.24 1.39 1.73
58.90 30.72 0.74 0.72 1.87 0.34 0.69 1.40 2.11 2.52
Kopi Luwak Robusta Tidak Disangrai (%)
Kopi Luwak Robusta Disangrai (%)
64.02 31.59 0.75 0.18 0.09 3.37 [Sumber: Chan S. dan Garcia, E., 2011]
64.86 25.89 0.66 0.66 2.67 0.44 0.14 0.18 1.62 3.10
Tabel 2.4. Karakteristik kimia Kopi Luwak Robusta dan Kopi Robusta
Analisis Proximat (%) Kelembaban Protein Lemak Abu Karbohidrat Mineral (ppm) Pottasium (K) Phosphor (P) Kalsium (C) Magnesium (Mg) Besi (Fe)
2.3
Kopi Luwak Robusta
Kopi Robusta
9.2a 13.5d 13.0c 3.6c 60.7
11.7c 14.5e 12.0a 3.4b 58.4
15,000a 20,00a 14,50a 14,00a 12,00a [Sumber: Marcone, M. F., 2004]
18,200d 24,50d 18,00c 17.00b 15,00a
Fitokimia kopi Komponen kimia pada Kopi Robusta adalah alkaloid, saponin, flavonoid
dan polifenol (Balitbangkes, 2000). Sedangkan Kopi Arabika berdasarkan penelitian Gunalan, G., Myla, N., dan Balabhaskar, R. ( 2012) mengandung: tanin Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
15
(varietas spesial-A, sedangkan varietas kumbakonam tidak mengandung tanin), alkaloid, flavonoid, koumarin, kuinon, fenol dan minyak atsiri.
2.3.1 Alkaloid Alkaloid adalah metabolit sekunder terbesar pada tumbuhan. Alkaloid merupakan senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagian bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol; jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkaloid bisaanya tanwarna, sering kali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit yang berupa cairan (misalnya nikotin) pada suhu kamar. Uji sederhana, tetapi yang sama sekali tidak sempurna, untuk alkaloid dalam daun atau buah segar adalah rasa pahitnya di lidah. Senyawa peyusun alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya biosintesis kebanyakan alkaloid lebih rumit (Harborne, J.B., 1987).
Kafein Kafein (1,3,7-trimetilxantin) merupakan metabolit sekunder kedua terbanyak dari kopi setelah asam klorogenat (Tabel 2.1). Kafein adalah alkaloid dari group xantin yang sangat popular karena mudah didapatkan pada berbagai hidangan, makanan dan minuman. Beberapa sumber kafein selain berbagai varietas kopi (Kopi Robusta dan arabika) juga daun teh, biji kola, dan biji coklat. Kafein juga terdapat pada makanan harian seperti soft drink, energi drink dan beberapa obat-obatan seperti obat stimulan, penghilang rasa sakit, dan flu (Sudarmi, 1997; Tello, J., Viguera, M., dan Calvo, L., 2011). Bentuk murni kafein dijumpai sebagai kristal berbentuk tepung putih atau berbentuk seperti benang sutera yang panjang dan kusut. Bentuk kristal benang
itu
berkelompok
Kristal kafein mengikat satu
akan
molekul
terlihat
seperti
bulu
air, dapat larut dalam air
domba.
mendidih. Di
dalam pelarut organik maka pengkristalan yang terjadi tanpa ikatan molekul air. Kafein mencair pada suhu 235-237oC dan akan menyublim pada suhu 176oC di alam ruangan terbuka. Kafein tidak berbau, menggumpal, mempunyai rasa yang Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
16
sangat pahit dan mengembang di dalam air. Larutan bersifat netral terhadap kertas lakmus. Bentuk hidratnya mekar di udara. Kafein larut dalam air (1:50), alkohol (1:75), atau kloroform (1:6) tetapi kurang larut dalam eter. Kelarutan naik dalam air panas (1:6 pada 80oC) atau alkohol panas (1:25 pada 60oC) (Ridwansyah, 2003; Wilson dan Gisvold, 1982; Depkes RI, 1995). Kafein merupakan derivat purin, tidak mengendap seperti kebanyakan alkaloid dalam uji identifikasi senyawanya. Kafein bisanya terdeteksi dengan mencampur sedikit potasium klorat dan satu tetes asam hidroklorat, diuapkan hingga agak kering dan menimbulkan aroma amonia. Warna ungu akan tercipta jika terdapat kafein dan derivat purin lainnya. Uji ini disebut Murexide test (Evans, W.B. dan Trease, 2002).
[Sumber: The Merck Index, 2001]
Gambar 2.3 Struktur molekul kafein
Kafein akan terabsorbsi dari saluran gastrointestinal cukup cepat dan 99% akan terabsorbsi 45 menit setelah asupan. Kadarnya akan mencapai puncak 15 dan 120 menit setelah asupan dan waktu paruh kafein 2,5 – 4,5 jam pada manusia muda dan dewasa. Pada tikus, waktu paruh kafein 0,7 – 1,2 jam (Marks dan Kelly, 1973). Makanan atau minuman berkafein dengan dosis rendah akan menstimulasi sistem saraf otonom sehingga akan memperbaiki mood, memperlama konsentrasi dan menghalau rasa lelah. Namun pada beberapa orang yang sensitif dapat menyebabkan insomnia, ansietas, nervous, iritabilitas, hostilitas, perasaan melayang, meningkatkan denyut jantung dan sedikit meningkatkan tekanan darah sekitar 4-6 mmHg, melalui antagonis reseptor adenosin, yang menyebabkan Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
17
vasokonstriksi pembuluh darah tepi dan meningkatkan resistensi vaskular sistemik. Kafein juga memberikan efek fisiologis lainnya seperti stimulasi lambung dan sistem urinaria (Higdon, J.V., dan Frei, B., 2006; Tello, J., Viguera, M.,dan Calvo, L., 2011). Dalam penelitian review dan meta analisis Mesas, A.E., Leon-Muñoz, L.M., Rodriguez-Artalejo, F., dan Lopez-Garcia, E. (2011) pemberian kafein pada pasien dengan hipertensi dapat meningkatkan tekanan darah akut selama tiga jam, namun tidak meningkatkan tekanan darah dalam pemberian jangka panjang (dua minggu). Kafein merupakan penghambat enzim (ADP-ribose) polimerase-1 pada hidrogen peroksida yang mentreatmen sel epitel dengan konsentrasi fisiologis pada uji seluler. Penelitian in vivo ini menunjukkan potensi kafein sebagai antiinflamasi pada manusia dan memungkinkan memberi keuntungan untuk kesehatan jantung (Bonita, J.S., Mandarano, M., Shuta, D.,
dan Vinson, J.,
2007). Dalam penelitian Winkelmayer W.C., Stampfer, M., Willett, W.C.,dan Curhan G.C. (2005), kopi khususnya kafein pada wanita kurang terbukti berhubungan dengan kenaikan tekanan darah. Penelitian meta analisis terbaru Castelnuovo A.D., Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., dan Gaetano, G.D. (2012), menyimpulkan mengkonsumsi kopi tidak signifikan berhubungan dengan kenaikan risiko CAD (Coronary Artery Disease). Minum secara teratur kopi dalam jumlah sedang (1-3 gelas/hari) tampaknya berhubungan dengan sedikit perlindungan terhadap CAD. Konsentrasi kafein pada minuman kopi cukup bervariasi. Satu cangkir standar kopi sering diasumsikan mengandung 100 mg kafein, tetapi dari penelitian Hidgon, J.V. dan Frei, B. (2006): 14 berbagai kopi yang dibeli di kedai-kedai kopi Amerika ditemukan kadar kafein pada ± 240 ml kopi seduh sekitar 72-130 mg. Kafein pada kopi espresso berkisar 58-76 mg sekali pompa. Yang menarik, kandungan kafein dari jenis kopi yang sama dan dibeli di kedai kopi yang sama selama enam hari pengamatan bervariasi antara 130-282 mg per 240 ml penyajian.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
18
2.3.2
Saponin Saponin adalah glikosida triterpen dan sterol dan telah terdeteksi dalam
lebih dari 90 suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah. Pencarian saponin dalam tumbuhtumbuhan telah dirangsang oleh kebutuhan akan sumber sapogenin yang mudah diperoleh dan dapat diubah di laboratorium menjadi sterol hewan yang berkhasiat penting, misalnya kortison, estrogen kontraseptif, dll. Senyawa yang telah digunakan termasuk hekogenin dari Agave, diosgenin, serta yamogenin dari jenis Dioscorea. Dari segi ekonomi saponin penting juga karena kadang-kadang menimbulkan keracunan pada ternak, misalnya saponin alfalfa, Medicago sativa, atau karena rasanya yang manis, misalnya glizirizin dari akar manis, Glycyrrhiza glabra. Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum ialah asam glukuronat (Harborne, J.B., 1987).
2.3.3
Senyawa fenol Fenol merupakan metabolit sekunder terbesar pada tanaman. Fenol
mempunyai cincin aromatik, terdiri atas struktur yang sederhana dengan satu cincin aromatik hingga struktur polimer kompleks yang rumit seperti tanin dan lignin. Fenol merupakan senyawa penting pada beberapa tanaman obat dan dalam industri makanan digunakan sebagai zat pewarna, perasa, pemberi aroma dan antioksidan. Berikut adalah beberapa kelas fenol: 1. Senyawa fenol sederhana, 2. Tanin, 3. Koumarin dan glikosidanya, 4. Antrakuinon dan glikosidanya, 5. Naftokuinon, 6. Flavon dan glikosida flavonoid yang berhubungan, 7. Antosianidin dan antosianin, 8. Lignan dan lignin. Biosintetis beberapa senyawa ini melibatkan jalur asam sikimat. Cincin aromatik pada fenol diturunkan oleh kondensasi asetat. Senyawa fenol sederhana sering memiliki gugus alkohol, aldehid dan asam karboksilat, termasuk diantaranya eugenol (fenilpropan fenol), vanillin
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
19
(aldehid fenol) dan berbagai asam fenolat seperti asam salisilat, asam ferulat, dan asam kafeat (Evans, W.B. dan Trease, 2002) .
Asam m-kaumarat
Asam protokatekuat
Asam kafeat
Asam ferulat
Asam galat
Asam p-koumarat
[Sumber:The Merck Index, 2001]
Gambar 2.4 Struktur senyawa fenol 2.3.3.1 Flavonoid Semua flavonoid, menurut strukturnya, merupakan turunan senyawa induk flavon yang terdapat berupa tepung putih pada tumbuhan Primula dan semuanya mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoid: antosianin, proantosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil, khlakon dan auron, flavanon, dan isoflavon. Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi dengan etanol 70% dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak ini dikocok dengan eter minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena itu warnanya berubah bila ditambah basa atau amonia. Flavonoid mengandung sistem aromatik yang terkonyugasi dan karena itu menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum UV dan spektrum tampak. Pada umumnya flavonoid terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon. Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
20
Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh tetapi beberapa kelas lebih tersebar daripada yang lainnya; flavon dan flavonol tersebar merata, sedangkan isoflavon dan biflavonol hanya terdapat pada beberapa suku tumbuhan (Harborne, J.B., 1987).
2.3.3.2 Tanin Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae, terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin memiliki berat molekul 1000-5000 bm, terbagi menjadi dua grup yang dikenal yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin yang terhidrolisis penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Tanin terkondensasi banyak terdapat di dalam paku-pakuan dan gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu. Tanin larut dalam air, dilute alkalis, alkohol, gliserol dan aseton dan sedikit larut dalam pelarut organik lainnya (Evans, W.B dan Trease, 2002; Harborne, J.B., 1987). Pseudotanin adalah senyawa yang memiliki berat molekul lebih rendah daripada tannin dan tidak merespon Goldbeater’s skin test. Asam klorogenat merupakan salah satu senyawa pseudotanin yang selain dapat ditemukan pada kopi khususnya kopi segar, juga dapat ditemukan pada mete dan nux vomica (dalam jumlah kecil) (Evans, W.B. dan Trease, 2002).
Asam klorogenat Asam klorogenat merupakan metabolit sekunder terbesar pada biji kopi (Tabel 2.5), merupakan senyawa ester dari trans-asam sinamat dan asam quinat. Secara umum asam klorogenat dibentuk dari asam kafeat dan asam quinat. Asam klorogenat dan asam kafeat memiliki aktivitas antioksidan yang kuat secara in vitro. Kopi merupakan minuman harian yang paling banyak menyumbang asam klorogenat. Telah diteliti bahwa dalam 200 ml Kopi Arabika mengandung 70-200 mg asam klorogenat, sedangkan Kopi Robusta mengandung 70-350 mg asam
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
21
klorogenat. Kopi diperkirakan mensuplai 70% dari asupan harian antioksidan (Rice-Evans, C.A., Miller, N.J., dan Paganga, G., 1996; Clifford, M.N., 1999).
[Sumber:The Merck Index, 2001]
Gambar 2.5 Struktur molekul asam klorogenat Pada peminum kopi total fenol yang masuk ke dalam tubuh sekitar 0,5 - 1 gram per hari. Jumlah asam klorogenat sebagai senyawa fenol terbesar atau asam kafeat sebagai antioksidan tergantung dari absorbsi saluran cerna. Sepertiga asam klorogenat (33%) dan hampir semua asam kafeat (95%) diabsorbsi di usus kecil pada manusia. Hal ini menunjukkan sebagian besar asam klorogenat akan masuk ke dalam sirkulasi darah, tetapi sebagian besar akan diteruskan di kolon. Asam klorogenat kemudian akan dihidrolisasi menjadi asam kafeat dan asam quinat oleh mikroflora kolon. Senyawa ini akan diabsorbsi oleh kolon yang selanjutnya akan dimetabolisme di hati dan ginjal dan membentuk asam benzoat, yang kemudian terkonjugasi dengan glisin membentuk asam hipurat. Setengah jam setelah minum kopi akan dijumpai dalam urin kandungan asam hipurat ( Olthof, M.R., Hollman, P.C.H., dan Katanet, M.B., 2001). Penyangraian biji kopi secara dramatis akan menaikkan total aktivitas antioksidan. Penyangraian selama 10 menit (tingkat sedang-gelap) akan mengoptimalkan aktivitas antioksidan dan pemutusan rantai radikal bebas in vitro. Penelitian terhadap Kopi Robusta dan Arabika dari enam negara yang berbeda, menunjukkan Robusta lebih memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding Arabika dan yang disangrai lebih tinggi dari pada biji kopi hijau
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
22
(belum dipanggang). Dengan metode
ABTS●+, penyangraian ringan hingga
sedang secara signifikan memberikan aktifitas antioksidan yang lebih tinggi dibanding kopi hijau in vitro. Anehnya,
terjadi penurunan kandungan asam
klorogenat 19% pada penyangraian ringan dan 45% pada penyangraian sedang. Diduga ada senyawa lain yang berkontribusi terhadap aktivitas antioksidan. Melanoidin adalah polimer coklat yang dibentuk oleh reaksi Maillard selama proses penyangraian dan jumlahnya bisa meningkat hingga 25% dari dry matter. Dengan metode ABTS●+, diketahui melanoidin secara signifikan menunjukkan aktivitasa antioksidan in vitro (Nicoli, M.C., Anese, M., Manzocco, L.,dan . Lerici, C.R., 1997; Daglia, M., Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., dan Gazzani, G., 2000; Del Castillo, M.D., Ames, J.M., dan Gordon M.H., 2002; Borrelli, R.C., Visconti, A., Menella, C., Anese, M., dan Fogliano, V., 2002). Beberapa efek positif asam klorogenat terhadap kesehatan antara lain mencegah genotoksisitas monokloramin pada mukosa lambung (Shibata, H., Sakamoto, Y., Oka,M., dan Kono,Y., 2010), menjaga kesehatan hati dan kandung empedu, mengurangi risiko DM II (Van Dam, R.M. dan Hu, F.B., 2003), mengurangi risiko gout (Choi, H.K. dan Curhan, G., 2007), menghambat pertumbuhan kanker (Lee, W.J. dan Zhu,B .T., 2006) dan menurunkan risiko penyakit jantung koroner, menurunkan berat badan (Tom, E., 2007; Castelnuovo, A.D., Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., dan Gaetano, G.D., 2012).
2.4
Aktivitas Antioksidan pada Polifenol Radikal bebas adalah molekul dengan elektron tidak lengkap yang
menyebabkan mereka menjadi reaktif secara kimiawi dibandingkan dengan molekul dengan elektron lengkap. Radikal bebas diiproduksi oleh metabolisme makanan yang masuk ke dalam tubuh, atau lingkungan yang terpapar polutan seperti asap rokok dan radiasi. Radikal bebas dapat merusak sel dan berperan pada penyakit jantung, kanker dan penyakit degeneratif lainnya (Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007). Pada manusia, bentuk radikal bebas pada umumnya berupa molekul oksigen tidak lengkap. Ketika molekul oksigen (02) tidak lengkap ini secara Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
23
radikal mencuri elektron dari molekul normal lain, menyebabkan kerusakan pada DNA maupun molekul normal tersebut. Semakin lama, kerusakan akan menjadi ireversibel dan menyebabkan timbulnya suatu penyakit, contohnya kanker. Antioksidan sering digambarkan sebagai penangkap radikal bebas yang berarti mereka menetralisir reaksi reaktif dan mencegah pencurian elektron dari molekul lain (Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007). Senyawa antioksidan meliputi diantaranya adalah beta karoten, lutein, likopen, selenium, vitamin A, vitamin C dan vitamin E, yang banyak ditemukan pada makanan, diantaranya buah-buahan dan sayuran segar, kacang-kacangan, gandum dan beberapa daging, daging ayam dan ikan (Pellegrini, N. et al., 2003; Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007). Polifenol merupakan antioksidan terbanyak dalam makanan. Total asupan polifenol dalam sehari bisa mencapai satu gram. Sebagai perbandingan, polifenol memiliki aktivitas antioksidan 10 kali lebih tinggi dibanding vitamin C dan 100 kali lebih tinggi dibanding vitamin E dan karotenoid. Sumber utama polifenol yaitu buah-buahan dan minuman yang berasal dari tumbuhan seperti jus buah, teh, kopi dan red wine. Sayuran, sereal, coklat dan kacang-kacangan kering juga penyumbang asupan total polifenol. Dalam kategori minuman, dari suatu penelitian disebutkan sumber polifenol terbesar adalah dari daun teh segar, teh bubuk dan biji kopi (Pellegrini, N. et al., 2003; Carelsen, M.H. et al., 2010). Polifenol terbukti memperbaiki keadaan biomarker stress oksidatif yang berbeda-beda. Namun belumlah jelas hubungan biomarker ini sebagai prediktor risiko suatu penyakit dan kesesuaian dengan metode berbeda-beda yang digunakan. Kemajuan yang bermakna didapatkan pada penelitian penyakit kardiovaskuler, termasuk hipertensi, bahwa pemberian polifenol sebagai suplemen atau makanan dapat meningkatkan status kesehatan mereka dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskuler (Scalbert, A., Manach, C., Morand, C., Rémésya, C., dan Jiménez, L., 2005). Fenol beraksi sebagai antioksidan dengan memutuskan rantai radikal bebas, dimana gugus –OH akan menangkap radikal bebas seperti peroksil radikal (RO2●) -OH + RO2● R-O●+ ROOH
(2.1) Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
24
Radikal fenoksil (R-O●) cenderung kurang reaktif karena elektron terlokalisasi di dalam cincin aromatik, sehingga radikal RO2● reaktif hanya memiliki satu elektron yang kurang reaktif. Nitrit oksida meskipun merupakan radikal bebas namun kurang reaktif untuk menyerang DNA secara langsung.
Nitrit oksida dapat juga mencegah
ransiditas, misalnya menghambat lipid peroksidase dengan dua cara. Salah satunya dapat menangkap radikal peroksil reaktif (Halliwel, B., 2002). RO2● + NO● ROONO
(2.2)
Lipid peroksidasi pada daging dapat meningkat dengan pelepasan ion besi dan senyawa heme seperti mioglobin dan NO merupakan antagonis dari reaksi ini. Jika reaksi nitrit ini masuk kedalam tubuh (dimakan) kemudian bereaksi dengan asam lambung maka akan memproduksi asam nitrous (HNO2), yang kemudian akan teroksidasi menjadi N2O3. Reaksi ini kemudian akan menimbulkan nitrosasi dari amin, nitrasi dari senyawa aromatik, dan deaminasi dari basa DNA, khususnya guanin. Beberapa senyawa fenolat yang ditemukan pada tanaman memiliki kekuatan penuh untuk menghambat HNO2-dependent tyrosine nitration dan deaminasi basa DNA in vitro. Penghambatan ini jauh lebih efektif dari pada askorbat. Karenanya, senyawa fenol pada buah-buahan, sayuran, wine, teh dan minuman lainnya dapat bermanfaat sebagai gastroprotektif terutama pada situasi peningkatan spesies nitrogen yang reaktif. Barangkali, ini salah satu alasan kenapa teh hijau (juga kopi) dapat memberikan perlindungan terhadap kanker: karena salah satu senyawanya dapat menghambat spesies nitrogen rekatif yang dapat merusak DNA secara potensial di dalam perut. Senyawa fenol yang teroksidasi atau ternitrasi yang dihasilkan bukanlah senyawa yang toksik (Halliwel, B., 2002). Fenol yang tidak terserap dalam usus halus akan dilanjutkan di kolon (seperti halnya asam klorogenat pada kopi). Tampaknya ini menguntungkan, karena kolon manusia bersifat hipoksia, feses tersimpan pada kondisi anaerob sehingga menciptakan radikal bebas diatas rata-rata dengan reaksi yang melibatkan ion besi, yang tidak diabsorbsi di usus halus dan juga bisaanya karena konsumsi terlalu banyak makanan yang kaya dengan besi. Fenol yang berlanjut hingga kolon akan berikatan dengan ion besi dan menangkap berbagai spesies Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
25
reaktif (Halliwell, B., 2002). Dan ini barangkali keuntungan kopi dibalik efek negatifnya yang mengganggu penyerapan zat besi.
2.4.1
Aktivitas Antioksidan terhadap Tekanan Darah Tekanan darah bervariasi sepanjang hari antara batas-batas tertentu dan
yang terendah terjadi pada malam hari sewaktu tidur. Pagi hari setelah bangun tidur,
tekanan darah berangsur-angsur mulai naik dan biasanya mencapai
puncaknya pada siang hari selama bertugas dengan banyak kemungkinan akan situasi penuh stress. Secara tradisional tekanan darah diastolik umumnya dianggap lebih penting daripada tekanan darah sistolik sebagai faktor risiko penyakit kardiovaskular. Namun penelitian baru menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik sama pentingnya untuk meramalkan berbagai komplikasi hipertensi (stroke, penyakit jantung koroner, gagal jantung). Bahkan pada orang di atas 50 tahun tekanan darah sistolik mungkin lebih penting daripada tekanan darah diastolik. Terutama lansia dapat mederita hipertensi sistolik tunggal yang sering kali sukar diturunkan dengan pengobatan. (Kusumawardhani, T., 2006). WHO mengklasifikasikan tekanan darah menjadi sembilan golongan (Tabel 2.5). Untuk penanganan hipertensi rekomendasi WHO menganjurkan lima jenis
obat dengan efek hipotensif dan efektivitas kurang lebih sama, yaitu
diuretika tiazida, beta-bloker, antagonis- Ca, ACE-inhibitor (angiotensin converting enzyme inhibitor), dan AT II-reseptor bloker (angiotensin II reseptor bloker) (Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007). Mengkonsumsi makanan yang kaya polifenol, seperti buah-buahan dan sayuran, dan minuman yang berasal dari tumbuhan, seperti coklat, wine merah, dan teh, merupakan salah satu contoh gaya hidup sehat yang bermanfaat untuk terhindar dari penyakit kardiovaskuler.
Beberapa penelitian epidemiologi
menunjukkan hubungan yang bermakna antara mengkonsumsi polifenol dan penurunan risiko penyakit kardiovaskuler. Mekanisme perlindungan polifenol terhadap penurunan penyakit kardiovaskuler antara lain dengan memperbaiki fungsi endothelium pembuluh darah.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
26
Tabel 2.5. Klasifikasi tingkat tekanan darah menurut WHO (mmHg). Kategori
Sistolik
Diastolik
Optimal
<120
<80
Normal
< 130
< 85
Normal-tinggi
130-139
85-89
Hipertensi derajat 1 (ringan) Subkelompok : boderline
140-159
90-99
140 - 149
90 – 94
Hipertensi derajat 2 (sedang) Hipertensi derajat 3 (berat) Hipertensi sistolik terisolasi Subkelompok : boderline
160-179
100-109
>180
>110
< 140
< 90
140 – 149
< 90
[Sumber: Kuswardhani, 2006]
Review Stoclet, J.C., et al.
(2004), menunjukkan efek antioksidan
polifenol terhadap penurunan tekanan darah adalah dengan meningkatkan produksi
factor
vasodilatasi
nitrit
oksida
(NO),
Endothelium-Derived
Hyperpolarizing Factor (EDHF) dan prostasiklin (PGI2) dan menghambat sintesis vasokontriktor endothelin-1 (ET-1) pada sel endothelium. Polifenol menginduksi nitrit oksida (NO) yang memediasi relaksasi endothelium arteri yang terisolasi. Aktivasi endothelial NO synthase (eNOS) dikarenakan 2 mekanisme yaitu peningkatan Ca2+ dan fosforilasi eNOS oleh PI3-kinase/jalur Akt. Polifenol juga menyebabkan memediasi
endothelium–derived
relaksasi
hyperpolarizing
factor
(EDHF)
yang
arteri terisolasi menjadi terlokalisasi dan mengontrol
pembentukan anion superoksida yang menyebabkan aktivasi jalur PI3-kinase/Akt. Polifenol juga meningkatkan pengeluaran prostasiklin endothelial (PGI2) dan menghambat sintesis dan efek endothelin-1 (ET1). Semua mekanisme ini mungkin yang berkontribusi dalam mekanisme vasodilatasi, vasoprotektif, dan
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
27
efek anti-hipertensif
dari polifenol in vivo. Jangka panjang, pengobatan sel
endothelial dengan polifenol dapat meningkatkan ekspresi eNOS (Gambar 2.6).
[Sumber: Stoclet, J.C., 2004] Keterangan: NO: nitrit oksida; eNOS:
endothelial NO synthase; PI3K/Akt : PI3kinase/jalur Akt; EDHF: endothelium–derived hyperpolarizing factor; PGI2: prostasiklin endothelial; ET1: endothelin-1; Ca2+/CaM: Ca2+/Calmodulin complex; sGC: soluble guanylyl cyclase.
Gambar 2.6 Efek akut polifenol pada endothelium.
Kopi banyak mengandung senyawa antioksidan seperti asam klorogenat, flavonoid, melanoidin, furan, pirol, dan maltol (Castelnuovo, A.D., Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., dan Gaetano, G.D., 2012). Asam klorogenat, suatu senyawa polifenol pada kopi,
memiliki efek antihipertensi, hanya data epidemiologik
tentang efek kopi terhadap tekanan darah masih kontroversial. Suatu komponen spesifik pada kopi ternyata menghambat efek hipotensif dari asam klorogenat. Senyawa ini adalah hidroksihidrokuinon (HHQ/1,2,4-trihidroksibenzen), senyawa prooksidan yang dihasilkan dari proses pemanggangan biji kopi (Suzuki, A. et al., 2006; Yamaguchi, T. et al., 2008). Asam klorogenat pada kopi mungkin didegradasi oleh mikroflora yang tedapat pada usus besar dan kemudian diabsorbsi sebagai asam kafeat dan asam firulat. Metabolit kopi ini nampaknya yang akan memperbaiki fungsi vaskular melalui pengurangan produksi ROS (Reaktive Oxygen Species) dan menguatkan Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
28
bioavailabilitas NO (Nitrit Oksida). Sedangkan HHQ memproduksi
O2● dan
H2O2 yang dapat dikonfirmasikan dalam uji in vitro dan in vivo. O2● derivat HHQ mungkin merupakan yang utama menghambat asam klorogenat
dalam
menginduksi aktivitas NO sebagai faktor vasidilator derivat endotelium (Suzuki, A. et al., 2006).
2.4.2
Metode Pengukuran Aktivitas Antioksidan Antioksidan in vivo dapat mencegah oksidasi terhadap target biologis
dengan berbagai cara, yaitu: a. Menangkap
ion
logam untuk
mencegah pembentukan
spesies
oksigen/nitrogen reaktif. b. Menangkap spesies oksigen/nitrogen reaktif secara langsung. c. Menghambat enzim oksidatif (contoh: siklooksigenase) d. Meningkatkan aktivitas enzim antioksidan. Antioksidan dapat menangkap radikal bebas dengan beberapa mekanisme, yaitu transfer atom hidrogen, transfer elektron tunggal, dan baru-baru ini diketahui transfer elektron dengan memberikan proton (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007).
2.4.2.1 DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl) Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan tanaman obat adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas DPPH. Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter konsentrasi yang ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50). Hal ini dapat dicapai dengan cara menginterpretasikan data eksperimental dari metode tersebut. DPPH merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan komponen tertentu dalam suatu ekstrak. Karena adanya elektron yang tidak berpasangan, DPPH memberikan serapan kuat pada 517 nm. Ketika elektronnya menjadi berpasangan oleh keberadaan penangkap radikal bebas, maka absorbansinya menurun secara stokiometri sesuai jumlah elektron yang diambil. Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
29
Keberadaan senyawa antioksidan dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning (Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., dan Mohammad, N.S., 2009). Perubahan absorbansi akibat reaksi ini telah digunakan secara luas untuk menguji kemampuan beberapa molekul sebagai penangkap radikal bebas. Metode DPPH merupakan metode yang mudah, cepat dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tanaman (Koleva, I.I., van Beek, T.A., Linssen, J.P.H., de Groot, A., dan Evstatieva, L.N., 2002; Prakash, A., Rigelhof, F., dan Miller, E., 2010).
Tabel 2.6. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH Intensitas
Nilai IC50
Sangat aktif
< 50 ppm
Aktif
50-100 ppm
Sedang
101-250 ppm
Lemah 250-500 ppm [Sumber: Jun, M., 2006]
2.4.2.2 ABTS●+ (2,2 azinobis (3-ethyl-benzothiazoline-6sulfonic-acid) Metode pengukuran kemampuan menangkap radikal kation ABTS (ABTS●+) merupakan metode dekolorisasi yang mengukur kapasitas antioksidan secara langsung menangkap radikal kation ABTS●+ yang dihasilkan dengan cara kimiawi.
ABTS●+ adalah nitrogen yang menjadi pusat radikal dengan
karakteristik warna hijau-biru, yang kemudian akan direduksi oleh antioksidan menjadi bentuk non radikal (ABTS) yang tidak/kurang berwarna. Reaksi ini terukur pada absorbansi 734 nm pada spektrofotometer. Hasilnya secara umum setara dengan kekuatan trolox sebagai standar antioksidan (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007). Bahan dan persiapan larutan uji sebagai berikut: 0,5 fosfat bufer (PSB) pH 7,4; 0,5 mM larutan trolox dalam pelarut yang sama untuk larutan sampel , standar trolox 1-120 µM diencerkan pada pelarut yang sama, larutan uji/ekstrak (pengenceran mungkin diperlukan untuk mendapatkan absorbansi yang linier Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
30
pada kurva standar); blanko yang mengandung 1 mL PBS dan 80µL pelarut; larutan ABTS●+: disiapkan 5 mM ABTS (2,2`-azinobis (3-etilbenzotiazolin-6asam sulfonat) garam diamonium) dalam air, tambahkan 1 atau 2 spatula MnO menjadi ABTS teroksidasi
(ABTS●+), saring larutan dengan kertas saring
whatman #1, encerkan dengan PBS hingga absorbansi pada 1-cm cell, 734 nm adalah 0,7 (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007) . Prosedur kerja sebagai berikut: lakukan penyesuaian dengan panjang gelombang absorbansi pada spetrofotometer adalah 734 nm, spektrofotometer blanko dengan larutan blanko, ditambahkan 1 ml larutan ABTS + dan 80 µl standar atau diencerkan ekstrak sampel ke dalam tabung uji, biarkan tabung selama 30 detik diikuti vorteks selama 1 menit, pindahkan ke dalam kuvet dan segera baca absorbansinya (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007).
2.4.2.3 Superoksida anion radikal (O2●-) Metode pengukuran kemampuan menangkap radikal O2●- dikembangkan untuk mengevaluasi kemampuan antioksidan hidrofilik yang secara langsung bereaksi dengan radikal yang sesuai. Metode ini mengukur kemampuan antioksidan terseleksi bersaing dengan suatu molekul nitroblue tetrazolium (NBT), untuk menangkap O2●- yang dihasilkan dari enzimatik hipoxantin-xantin oksidase (HPX-XOD) sistem. NBT memiliki warna kuning yang akan direduksi oleh O2●- membentuk warna biru yang akan yang akan terukur 560 nm pada spektrofotometer. Metode ini akan menunjukkan sisa O2●-(%) (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007). Bahan dan persiapan larutan uji sebagai berikut: 50 mM fosfat bufer (PBS) pH 7,4; disiapkan larutan uji 2 mM hypoxanthine (HPX) dalam PBS; disiapkan larutan 0.56 U/mL xantin oksidase (XOD) dalam PBS; disiapkan larutan 0,34 mM tretrazolium biru (NBT) dalam PBS; ekstrak sampel (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007). Prosedur
kerja
sebagai
berikut:
disiapkan
larutan
blanko
yang
mengandung 300 µl PBS, larutan 200 µl NBT dan larutan 500 µl HPX, tera absorbansi pada 560 nm menjadi 0 dengan larutan blanko, tabahakan larutan 200 Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
31
µl NBT, larutan 500 µl HPX, dan larutan sampel 100 µl (ekstrak sampel) atau pelarut untuk kontrol, vorteks selama 5 detik, tambahkan 200 µl XOD dan atur segera timer, vorteks selama 30 detik, ukur absorbansi setiap menit selama 10 menit (Moore, J. dan Liangli Yu, 2007).
2.5
Ekstraksi Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan penyari
simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter, etanol, atau campuran etanol dan air. Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih. Penyarian dengan campuran etanol dan air dilakukan dengan cara maserasi atau perkolasi. Penyarian dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi (BPOM, 2008). Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar). Secara tekhnologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang terus-menerus. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna, yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air medidih, temperature terukur (95-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperature sampai titik didih air.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
32
Pengeringan ekstrak berarti menghilangkan pelarut dari bahan sehingga mengasilkan serbuk, masa kering rapuh, tergantung proses dan peralatan yang digunakan. Ada berbagai proses pengeringan ekstrak yaitu dengan cara evaporasi, vaporasi, sublimasi, konveksi, kontak, radiasi dan dielektrik (Depkes RI, 2000). Proses pengeringan dengan cara sublimasi, salah satunya dengan menggunakan metode freeze drying. Metode ini telah dikenal sejak jaman kuno oleh bangsa Peruvian Inca dari Andes. Freeze drying atau liofilisasi adalah proses sublimasi atau memindahkan kandungan air dari makanan beku. Bangsa Inca menyimpan kentang dan hasil pertanian lainnya di atas gunung Machu Picchu. Suhu yang sangat rendah menyebabkan bahan pangan menjadi beku dan secara perlahan air yang terkandung didalamnya akan menguap pada tekanan udara yang rendah di tempat yang sangat tinggi. Beberapa bahan biologi, farmasetikal dan makanan yang tidak boleh dipanaskan dalam pengeringannya, maka freeze drying menjadi pilihan. Bahan yang akan dikeringkan harus dibekukan terlebih dahulu. Dalam freeze drying, air atau pelarut lain diambil atau dipindahkan sebagai uap dengan sublimasi dari bentuk beku ke bentuk uap, dari ruang pengeringan. Freeze drying memproduksi produk pengeringan yang paling berkualitas. Hasil menjadi lebih berpori dan struktur yang tidak menyusut dan akan rehidrasi kembali dengan cepat dengan penambahan air. Freeze drying pada makanan dan materi biologi menguntungkan karena hanya sedikit aroma dan rasa yang hilang. Proses dengan suhu rendah, hampir tidak mengandung air, dan transisi yang cepat dalam pengeringan mencegah enzymatic browning, denaturasi protein dan reaksi enzimatik. Freeze drying juga digunakan untuk dehidrasi makanan yang sulit untuk dikeringkan, seperti kopi, bawang, beberapa seafood dan buah-buahan. Freeze drying membutuhkan tekanan yang sangat rendah atau vakum yang tinggi untuk memproduksi pengeringan yang memuaskan. Freeze drying seringkali bekerja dengan suhu -10oC atau lebih rendah dengan tekanan sekitar 2 mmHg atau kurang. Beberapa tahap yang terjadi selama proses: a.
Pembekuan dengan suhu yang rendah
b.
Pengeringan dengan sublimasi atau desorpsi pada bahan yang tidak dapat membeku, dengan pengurangan tekanan oleh vakum. Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
33
c.
Penyimpanan bahan yang telah mengering pada kondisi bebas oksigen, penguapan air yang terus terjadi dan kedap udara (Liapis dan Bruttini, 2006).
2.6
Model Hewan Hipertensi Model hewan hipertensi dikembangkan sebagai wawasan baru untuk
menjelaskan patogenesis hipertensi. Banyak model tersebut yang dikembangkan dengan menggunakan faktor-faktor penyebab yang diduga bertanggung jawab untuk hipertensi manusia, seperti konsumsi garam yang berlebihan, hiperaktif dari sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (RAAS) dan faktor genetik. Hipertensi terjadi karena adanya kenaikan tekanan darah (Badyal, et al., 2003). Berikut adalah contoh model tikus hipertensi sistemik:
2.6.1
Model tikus hipertensi karena stres Penelitian dari Knardahl, et al. (1988) dalam Pinto, et al. (1998) pada
tikus yang diberi stress dengan kejutan listrik pada kaki dan bunyi dapat meningkatkan tekanan darah dan peningkatan denyut jantung. Hal ini disebabkan karena adanya peningkatan adrenalin dan noradrenalin secara bermakna. Perubahan fungsional tekanan darah pada beberapa rempat dapat disebabkan oleh stress akut, bila berulang secara intermiten beberapa kali dapat menyebabkan suatu adaptasi structural hipertropi kardiovaskular. Bila ini terjadi pada tingkat vascular aka nada peningkatan ketahanan (resistensi), menyebabkan peningkatan rasio dinding pembuluh dengan lumennya. Hal ini kemudian mempertinggi pengaruh hemodinamik tekanan. Kemungkinan besar bahwa faktorfaktor tropik neurohormonal adalah penting dalam perkembangan hipertensi jangka panjang yang mengikuti perpanjngan stress penginduksi hipertensi.
2.6.2
Model Spontaneous Hypertension Rat (SHR) SHR telah banyak digunakan untuk mengevaluasi faktor-faktor genetik
dalam hipertensi. SHR adalah model yang paling popular, walaupun secara fakta hanya mewakili sebagian kecil dari beragam etiologi hipertensi. Pada model SHR terjadi kerusakan organ akhir seperti hipertrofi jantung, gagal jantung, dan disfungsi ginjal. Namun, tidak menunjukkan masalah pada pembuluh darah, Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
34
aterosklerosis,
atau
trombosis
vaskular
makroskopik,
tidak
memiliki
kecenderungan untuk berkembang menjadi stroke pada kondisi awal dan mempunyai kecenderungan yang kuat untuk mati (Pinto, et al., 1998; Badyal, et al., 2003).
2.6.3
Model tikus hipertensi karena pemberian mineralokortikoida Deoksikortikosteron adalah hormon steroid yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal yang memiliki aktifitas sebagai mineralokortikoid dan bertindak sebagai prekusor aldosteron. Deoksikortikosteron asetat (DOCA)-Garam merupakan salah satu
model
hipertensi
sekunder
karena
pengaruh
endokrin
(hormon).
Deoksikortikosteron merupakan salah satu hormon yang dihasilkan di korteks adrenal, selain aldosteron. Hormon ini mengatur keseimbangan elektrolit dengan meningkatkan retensi natrium dan ekskresi kalium. Aktifitas fisiologi selanjutnya membantu
dalam
mempertahankan
tekanan
darah
normal
dan
curah
jantung.Kelebihan mineralkortikoid menyebabkan hipertensi dan hipokalemia (Sjakoer, N.A.A., 2011). Model DOCA-garam lebih visibel untuk dijadikan model hipertensi hewan coba. Hal-hal yang mendukung yaitu: pemaparan DOCA-garam lebih cepat meningkatkan tekanan darah yaitu setelah 1 bulan pemaparan atau pada minggu ke 8 terjadi kenaikan tekanan darah, jarang terjadi kerusakan organ yang fatal, dan kadar renin rendah. Wang, et al. (1995) melaporkan bahwa pemberian 100 mg DOCA-garam secara subkutan pada tikus yang telah di uninefrektomi (dibedah salah satu ginjalnya).
Kemudian tikus diberi larutan garam 1% sebagai air
minumnya, setelah tiga minggu terjadi hipertensi (Sjakoer, N.A.A., 2011).
2.6.4 Model tikus hipertensi karena inaktivasi NO (nitrit oksida) eNOS (endotelial nitrit oksida sintase) adalah enzim yang mengaktivasi NO yang merupakan pengatur tegangan vaskular dan kontraktilitas miokardial, dan
menghambat
agregasi
platelet,
serta
perkembangan hipertensi dan aterosklerosis.
bertanggung
jawab
terhadap
eNOS dapat dihambat oleh
L-
ⱷ
NAME (N -nitro-L-arginine methyl ester) dan nitro-L-arginine. Pemberian kronis L-NAME meningkatkan tekanan darah sistolik dan denyut jantung dan Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
35
menurunkan fungsi renal. Model ini secara tekhnis lebih mudah dan mortalitas yang rendah (Doggrell, S.A. dan Brown, L., 1998). Aktivasi NO juga bisa dihambat oleh penghilangan glutathione (GSH). GSH merupakan tripeptida yang tersusun atas asam amino glutamat, sistein dan glisin, dan berperan sebagai antiokhsidan (Winarsi, H., 2007). Penelitian Vaziri,N.D., Xiu Q. Wang, Oveisi. F., dan Rad, B. (2000) melaporkan pemberian tikus sehat
Sprague-Dawley dengan penghambat sintase GSH,
buthionine
sulfoximine (BSO, 30 mmol/L, dalam air minum) selama dua minggu menunjukkan kenaikan tekanan darah dan terjadi penurunan tekanan darah setelah pemberian vitamin E dan C.
2.6.5
Model tikus hipertensi karena induksi fruktosa Penelitian Dai, S. dan McNeill, J.H. (1995) melaporkan induksi 10%
fruktosa dalam minuman tikus sehat Wistar (ekuivalen dengan diet yang mengandung 48-57% fruktosa) selama satu minggu atau lebih menyebabkan hipertensi yang diikuti peningkatan kadar insulin (hiperinsulinemia), glukosa, dan trigliserida dalam darah. Semua kondisi abnormal ini akan hilang
setelah
pengurangan konsumsi fruktosa.
2.6.6
Model tikus hipertensi karena induksi lain: PTU, adrenalin, dan NaCl Propiltiourasil (PTU) merupakan derivat pirimidin adalah analogon dari
metiltiourasil, yaitu zat antitiroid pertama (1945). PTU berkhasiat sebagai antitiroid yang menekan produksi hormon tiroid. Pemberian obat ini kadangkadang disertai keluhan takikardi dan kegelisahan. Adrenalin merupakan zat adrenergik, salah satu khasiatnya adalah sebagai bronkodilator terkuat dengan kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat. Adrenalin akan menimbulkan palpitasi dan aritmia pada dosis yang lebih tinggi. Adrenalin secara oral tidak aktif (Tan Hoan Tjay dan Rahardja, K., 2007). Sedangkan garam (NaCl-Natrium Klorida) yang diasup dalam jumlah banyak, lebih dari enam gram per hari, akan meningkatkan tekanan darah, dan semakin meningkat usianya maka semakin meningkat pula tekanan darahnya. Uji preklinis juga membuktikan fenomena tersebut yaitu akan menyebabkan hipertensi pada Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
36
hewan coba tikus, kelinci dan anak ayam dengan mengganti air minum dengan NaCl 1-2% selama 9 minggu-12 bulan (Badyal, et al., 2003). Penelitian Martha, F.A. (2007)
melaporkan model tikus sehat yang
diinduksi dengan pemberian PTU (1,25 mg/kg/hari) secara oral dan pemberian dosis tunggal adrenalin (1,2 myu/kg) secara intraperitoneal menunjukkan hipertensi dengan peningkatan denyut jantung, dan pemberian NaCl (3,75 g/kg/hari) satu kali sehari selama 14 hari, meningkatkan tekanan darah diikuti stroke volume.
2.7
Metode Pengukuran Tekanan Darah pada Tikus Metode pengukuran darah pada tikus dapat dilakukan dengan dua cara:
a.
Pengukuran darah secara langsung (invasive blood pressure)
b.
Pengukuran darah tidak langsung (non-invasive blood pressure)
2.7.1
Pengukuran Darah Secara Langsung Cara pengukuran darah secara langsung adalah sebagai berikut: arteri
karotis kanan atau kiri dikateterisasi dengan kateter plastik yang diletakkan di dalam arkus aorta. Kateter harus melewati area subkutan dan eksterior dorsales pada leher sekitar dua cm. Kateter terlebih dahulu diisi dengan larutan salinheparin (10-25 iu heparin/ml) dan dijepit dengan suatu penjepit khusus. Tikus kemudian dipulihkan kembali dari proses kateterisasi dan dipakai kembali sebagai hewan coba setelah tiga hari atau lebih. (Kateter karotis sebaiknya dibersihkan setiap hari untuk menjaga kualitas dan
hanya digunakan untuk pengukuran
tekanan darah). Kateter kedua kembali diisi dengan larutan salin-heparin dan di sambungkan dengan kateter yang pertama terpasang , dan ujung dari kateter kedua disambungkan dengan transduser. Denyut darah pada arteri karotis menyebabkan perubahan tekanan pada larutan salin-heparin yang dtransmisikan ke transduser dan terekam sebagai grafik yang rapat. Alternatif lain dari kateterisasi arteri karotis, yaitu dengan kateterisasi pada ekor tikus (Waynforth, H.B., 1980). Cara lain sebagai berikut: di bagian bawah trakea terdapat dua arteri karotis di samping kanan kiri trakea. Salah satu arteri karotis diisolasi dan diangkat dan diregangkan dengan menggunakan pinset tumpul. Arteri karotis dipisahkan dari saraf vagus yang menempel padanya. Arteri karotis ke arah distal Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
37
diikat dengan menggunakan benang. Pada bagian bebasnya dimasukkan kanula yang telah dihubungkan dengan manometer air raksa. Kemudian diikat dengan benang agar posisinya tidak berubah, kemudian regangan dilepaskan (Andrajati, R., Sari, S.P., Bahtiar, A., dan Syafhan, N.F., 2012). Untuk mencegah darah membeku, kanula terlebih dahulu telah diisi dengan larutan salin-heparin encer. Secara perlahan-lahan darah dari dalam arteri karotis akan mendesak cairan salin-heparin di dalam kanula dan akhirnya menekan air raksa di tabung sebelah kiri ke bawah dan mendorong air raksa di tabung sebelah kanan ke atas. Perbedaan tinggi air raksa pada tabung sebelah kiri dan kanan manometer air raksa menunjukkan tekanan darah arteri rata-rata (Andrajati, R., Sari, S.P., Bahtiar, A., dan Syafhan, N.F., 2012). Pengukuran tekanan darah secara langsung merupakan standar emas untuk membandingkan akurasi dari tekhnologi mengukur tekanan darah secara tidak langsung dan radiotelemetri merupakan prosedur bedah invasif tertinggi yang sangat akurat sebagai tekhnologi pengukuran tekanan darah.Telemetri dilakukan dengan implamantasi radiotransmiter pada tubuh tikus. Tekhnik ini sangat valid dan memilki korelasi yang sangat baik dalam mengukur tekanan darah secara langsung.
Keuntungannya adalah tikus dapat bebas bergerak namun tekanan
darah terus dapat terukur (Kent Scientific Corporation, 2008). Kerugian dari penggunaan alat ini adalah morbiditas yang berhubungan dengan pembedahan implamantasi transmiter; morbiditas yang berhubungan dengan pembedahan penggantian batere, karena umur batere biasanya pendek; menyebabkan stress pada hewan coba; hewan coba tidak dapat bersosialisasi karena diisolasi; memerlukan biaya yang tinggi untuk penggunaan alat ini; membutuhkan seorang ahli untuk memasang transmiter; dan kurang diterima di pasaran karena harga produk yang tinggi (Kent Scientific Corporation, 2008) .
2.7.2 Pengukuran Darah Tidak Langsung (non-invasive blood pressure) Tekhnik ini menggunakan
tempat khusus (cuff) dan detektor denyut,
keduanya diletakkan pada ekor tikus dan dihubungkan dengan perekam tekanan darah. Pada permulaan, tikus harus dihangatkan dengan suhu 370C
pada
papanyang hangat sekitar 15 menit (jika tidak hangat denyut tidak terdeteksi pada Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
38
detetektor). Pada cuff dipasang karet disposibel, yang dipasang pertema pada ekor tikus, kemudian diikuti dengan cuff sebagai detektor denyut. Pada permulaan denyut tikus dicoba dilihat dulu dan jika bagus, maka perekaman dimulai dan denyut akan tercatat. Cuff otomatis akan mengembang menekan ekor tikus yang dialiri
darah, dan denyut aliran darah akan terdeteksi walaupun tidak lama.
Denyut yang terukur ini merupakan tekanan darah sistolik tikus. Biasanya dibutuhkan empat kali atau lebih pengukuran untuk masing-masing hewan coba, yang kemudian diambil rata-ratanya. Rata-rata denyut jantung juga terukur setelah perekaman tekanan darah dan tikus tampak tenang (Waynforth, H.B., 1980) . Salah satu metode pengukuran tekanan darah pada tikus adalah sensor perekam tekanan volume darah. Perekam tekanan volume darah menggunakan desain khusus yaitu tekanan diferensial yang ditransduksi menjadi pengukuran non-invasive volume darah pada ekor. Perekam tekanan volume darah secara aktual mengukur enam parameter tekanan darah secara bersamaan yaitu tekanan darah sistolik, tekanan darah diastolik, rata-rata tekanan darah, rata-rata denyut jantung, volume darah dan aliran darah pada ekor. Salah satu metode terbaru pengukur tekanan darah tak langsung adalah perekam tekanan volume
darah menggunakan metode volumetrik untuk
mengukur aliran darah dan volume darah pada ekor. Setelah metode ini ditemukan maka , tidak ada lagi pengukuran hewan coba yang dipengaruhi dengan gelapterangnya lingkungan, pergerakan hewan coba juga sebagian besar dapat dikurangi, dan tidak tergantung dengan pigmentasi kulit hewan coba. Kulit gelap hewan coba tidak memiliki efek terhadap pengukuran dengan perekam tekanan volume darah. Mencit yang berukuran sangat kecil pun, kurang lebih 10 g, sangat mudah diukur dengan metode perekam tekanan volume. Tikus dengan ukuran hingga kurang lebih 950 g, juga masih dapat diukur. Penelitian independen validasi klinis Yale University, New Heaven, Connecticut, 2003, menunjukkan Perekam Tekanan Volume berhubungan 99% dengan pengukuran tekanan darah secara langsung (Kent Scientific Corporation, 2008)
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
39
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan selama 5-6 minggu. Penelitian berlangsung selama
bulan
April-Mei
2012
di
laboratorium
Fitokimia,
Farmakognosi,
dan
Farmakologi, Departemen Farmasi FMIPA UI.
3.2
Bahan dan Alat
3.2.1 Bahan Kimia Air mineral, akuades, air bebas CO2, Asam galat (Merck), etanol 96% (Merck), metanol (Merck), petroleum eter (Merck), etil asetat (Merck) H2SO4 (Merck), HCl (Mallinckrodt), amonia (Merck), Na2CO3 (Merck), Iodium (Merck), serbuk Mg (Merck), amil alkohol (Merck), Folin-Ciocalteu (Merck), silika gel G60 F254 (Merck), 1,1 difenil-2- pikirhidrazil (DPPH) (Wako), Anhidrida asetat (Merck), FeCl3 (Merck), NaCl (Merck).
3.2.2 Bahan Uji Serbuk Kopi Luwak Arabika merk X produksi Indonesia
dan Kopi
Arabika yang beli di pasar.
3.2.3
Hewan uji Penelitian ini menggunakan hewan uji berupa tikus putih dewasa jantan
galur Sprague Dawley, bobot 150-200 gram, dan berumur 2 bulan yang diperoleh dari bagian Non Ruminansia dan Satwa Harapan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (IPB).
3.2.4 Alat Timbangan analitik (Scout Pro), neraca analitik (Mettler Toledo), freeze dryer (Scanvac), chamber (Camag), TLC scanner (Camag), incubator (Biotech 39 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
40
Inc.), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi), kuvet kuarsa (Merck), alkoholmeter, vortex (Maxi Mix), pipet mikro (Finni Pippete), pipet volume, stirrer, labu ukur, kaca arloji, cawan porselen, penggerus/alu kecil, gelas ukur, gelas beaker, spatel, tabung reaksi, botol vial, erlenmeyer, dan alat-alat gelas lainnya; kandang tikus beserta perlengkapannya, timbangan hewan coba, sonde lambung, alat perekam tekanan volume darah (CODA).
3.3
Prosedur Penelitian
3.3.1
Uji Fitokimia
3.3.1.1 Pembuatan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Berdasarkan perhitungan kebutuhan serbuk Kopi Luwak Arabika selama penelitian (Tabel 3.1), maka 125 g serbuk Kopi Luwak Arabika dan 50 g serbuk Kopi Arabika dilarutkan berturut-turut ke dalam air mineral mendidih 2,5 L dan 1 L, diaduk kurang lebih 10-15 menit, kemudian disaring menggunakan kertas saring dalam keadaan panas dan ditutup rapat. Seduhan kopi dibiarkan mendingin dan dikeringkan dengan freeze dryer hingga didapatkan rendemen. Rendemen dihitung dalam persen yang merupakan perbandingan
antara ekstrak yang
diperoleh dengan berat serbuk kopi awal. Rendemen disimpan dalam lemari pendingin dan siap digunakan untuk pembuatan larutan uji selama percobaan. Rendemen kemudian disebut ekstrak air oleh peneliti.
3.3.1.2 Penetapan Parameter Standar Serbuk
dan Ekstrak Air Kopi Luwak
Arabika a.
Deskripsi Organoleptik Deskripsi organoleptik serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika adalah
pengamatan bentuk, warna, bau dan rasa dari kopi (Depkes, 2008). b.
Kadar Abu Total Bahan uji ditimbang dengan seksama 2-3 g, kemudian dihaluskan dan
dimasukan ke dalam krus silikat yang telah dipijar dan ditara. Pemijaran dilakukan perlahan-lahan hingga arang habis, kemudian didinginkan dan ditimbang. Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
41
Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ke dalamnya ditambahkan air panas, diaduk, dan kemudian disaring melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan kertas saring beserta sisa penyaringan dalam krus yang sama. Dimasukkan filtrat ke dalam krus, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap. Kadar abu total dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Depkes, 2008).
c.
Kadar Abu Tidak Larut Asam Dididihkan abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu total dengan 25
mL asam klorida encer LP selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang tidak larut dalam asam, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas, dan dipijarkan dalam krus hingga bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap berat bahan uji, dinyatakan dalam % b/b (Depkes, 2008).
d.
Susut Pengeringan Pengukuran susut pengeringan dilakukan dengan cara cawan porselen dan
tutupnya yang telah dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ± 2oC selama 30 menit ditimbang dan ditara (A). Sejumlah 2 g serbuk simplisia ditimbang (B), dimasukkan ke dalam cawan porselen ditutup kembali. Simplisia dalam cawan diratakan dengan cara menggoyangkan cawan tersebut lalu dimasukkan ke dalam oven pada suhu 105 ± 2oC, tutup cawan dilepaskan dan dibiarkan di dalam oven. Bobot sisa ditimbang dan dicatat hasilnya, dimasukkan kembali ke dalam oven pada suhu 105 ± 2oC selama 2 jam, lalu ditimbang kembali. Jika bobot dari penimbangan pertama dan kedua menunjukkan hasil yang sama maka telah tercapai bobot tetap (C). Jika belum mencapai bobot tetap maka diulangi kembali langkah sebelumnya hingga diperoleh bobot tetap (Depkes RI, 2008). Terakhir dihitung kadar abu dengan rumus: (A+C-B) Kadar susut pengeringan = -------------- x 100% A
(3.1)
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
42
e.
Pola Kromatografi Kafein Kafein dilarutkan dalam metanol hingga diperoleh konsentrasi 100 ppm
dan sampel yaitu Kopi Luwak Arabika dilarutkan dengan metanol hingga diperoleh konsentrasi 20.000 ppm. Kemuadian larutan di totol pada lempeng KLT dan dielusi dengan eluen etil asetat : metanol masing–masing (85:15). Hasil elusi kemudian disemprot dengan larutan dragendorff (Abourashed, E.A. dan Mossa, J.S., 2004).
3.3.1.3 Identifikasi Senyawa Kimia Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika a.
Identifikasi Alkaloid (Metode Bouchardat, Mayer dan Dragendorff) Ekstrak air kopi ditimbang masing-masing 100 mg lalu dimasukkan ke
dalam Erlenmeyer. Selanjutnya ditambahkan 1 ml HCl2N dan 9 ml air dan dipanaskan di atas penangas air pada suhu 95o C selama 5 menit, kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat dipakai untuk percobaan berikut: 1. Filtrat dipipet 1 ml di atas kaca arloji kemudian ditambahkan 2 tetes reagen Bouchardat. Hasil positif dengan terbentuknya endapan coklat sampai hitam. 2. Filtrat dipipet 1 ml di atas kaca arloji kemudian ditambahkan 2 tetes reagen Mayer. Hasil positif dengan terbentuknya endapan berwarna putih. 3. Filtrat dipipet 1 ml di atas kaca arloji kemudian ditambahkan 2 tetes reagen Dragendorff. Hasil positif dengan terbentuknya endapan jingga coklat. Alkaloid dianggap positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua atau tiga dari percobaan di atas (Depkes RI, 1989).
b.
Identifikasi Saponin Sejumlah 100 mg masing-masing ekstrak ditimbang lalu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi. Sejumlah 10 ml air panas ditambahkan lalu didinginkan, dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Jika terbentuk buih yang tidak hilang selama
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
43
tidak kurang dari 10 menit dan dengan penambahan 1 tetes HCl2N buih juga tidak hilang maka simplisia mengandung saponin (Depkes RI, 1989).
c.
Identifikasi Flavonoid Sejumlah 100 mg masing-masing ekstrak ditimbang lalu ditambahkan 10
ml air panas, didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas dengan kertas saring. Filtrat sejumlah 5 ml dipipet lalu ditambahkan 100 mg serbuk magnesium, 1 ml HCl pekat dan 2 ml amil alkohol kemudian dikocok kuat. Bila lapisan amil alkohol berwarna jingga atau merah jingga berarti simplisia mengandung flavonoid. Identifikasi flavonoid dilakukan di lemari asam (Depkes RI, 1989).
d.
Identifikasi Senyawa Fenol Masing-masing ekstrak ditimbang sejumlah 100 mg lalu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 10 ml methanol 80%. Disonikasi selama 20 menit lalu disaring dengan kapas. Filtrat sejumlah 1 ml dipipet lalu ditambahkan 1 ml larutan Folin-Ciocalteu. Didiamkan selama 5 menit di tempat gelap. Bila terbentuk warna biru berarti simplisia mengandung senyawa fenol (Harborne, J.B., 1987).
e.
Identifikasi Tanin Sejumlah 100 mg masing-masing ekstrak ditambahkan air panas sebanyak
100 ml dan dididihkan selama 5 menit di dalam erlenmeyer. Setelah itu disaring, sebagian filtrat yang diperoleh ditambah dua tetes FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau violet/hijau kecoklatan (tanin terkondensasi) atau biru kehitaman (tannin terhidrolisis) (Bouquet, 1972; Evans dan Trease, 2002).
3.3.1.4 Penetapan Kadar Fenol Total dan Kafein pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
44
a.
Penetapan Kadar Fenol Total Untuk penetapan kadar fenol total dilakukan dengan cara sejumlah 1000
ml, air dididihkan, segera tutup lalu didinginkan. Air tersebut telah bebas CO2 dan siap digunakan. Sejumlah 7 g Na2CO3 ditimbang lalu dilarutkan dalam 100 ml air bebas CO2. Asam galat sejumlah 25 mg ditimbang lalu dilarutkan dalam air bebas CO2 dalam labu ukur volume 25 ml. Asam galat dilarutkan kemudian diencerkan sampai dengan konsentrasi 100 µg/ml. Air bebas CO2 ditambahkan sampai tanda batas lalu disonikasi selama 10 menit dan disaring. Untuk analisis sebagai berikut, masing-masing dipipet sebanyak 1 ml air bebas CO2 (sebagai blanko), 1 ml larutan asam galat dan 1ml larutan sampel, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur volume 25 ml yang telah berisi 9 ml air bebas CO2. Ditambahkan pada masingmasing labu sejumlah 1 ml reagen Folin-Ciocalteu lalu didiamkan selama 5 menit dalam kondisi tempat gelap. Sebanyak 10 ml Na2CO3 0,7% dan air bebas CO2 ditambahkan sampai tanda batas. Setiap larutan dihomogenkan kemudian diamkan selama 2 jam dalam kondisi tempat yang gelap. Diukur kadar fenol total menggunakan spektrofotometer pada ʎ = 750 nm. Pengujian dilakukan secara duplo (Nawawi, R.H., 2012).
(Bobot total fenol total) %Total fenol = ----------------------------------- X 100% Bobot sampel
b.
(3.2)
Penetapan Kadar Kafein pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Penetapan kadar kafein dilakukan dengan metode KLT densitometri.
Kafein dilarutkan dalam metanol dengan berbagai macam konsentrasi yaitu sebelas konsentrasi : 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm, 200 ppm, 300 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, dan 5000 ppm. Kemudian dibuat larutan sampel yaitu dengan melarutkan ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika dengan metanol hingga didapat konsentrasi masing – masing 20.000 ppm yang dilakukan duplo. Masing – masing larutan ditotol pada lempeng KLT sebanyak 5 l. Kemudian di elusi dengan Etil asetat : Metanol (85 : 15). Lempeng KLT yang telah dielusi kemudian dimasukkan ke TLC scanner dan diilihat Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
45
spektrumnya pada panjang gelombang 275 nm. Perhitungan kadar kafein dilakukan dengan memasukkan nilai luas area yang di dapat pada sampel ke rumus kurva kalibrasi kafein (Abourashed, E.A. dan Mossa, J.S., 2004).
3.3.1.5 Uji Antioksidan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika dengan Metode DPPH a.
Pembuatan Larutan Uji Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika, Kopi arabika, dan Pembanding Ekstrak air kopi dan pembanding ditimbang sebanyak 25 mg dimasukkan
ke dalam labu ukur volume 2 ml dan dilarutkan dengan MeOH sampai batas volume untuk membuat konsentrasi induk sebesar 1000 µg/ml. Larutan disonikasi selama 15 menit. Ke dalam vial berwarna gelap, larutan sampel dipipet sejumlah volume tertentu dan ditambahkan methanol sejumlah tertentu sehingga volume akhir pada masing-masing vial adalah 4 ml dan konsentrasi sampel terdiri dari 100, 80, 60, 20, 1, 0,5 µg/ml (Blois, M.S., 1985).
b.
Pembuatan Larutan DPPH Larutan DPPH 100 ppm dibuat dengan cara ditimbang sebanyak 25 mg
serbuk DPPH (BM = 394,32) dimasukkan ke dalam labu ukur volume 25 ml lalu dilarutrkan dengan methanol sampai tanda batas (Blois, M.S., 1985)..
c.
Penetapan Panjang Gelombang Maksimum DPPH Sebelum pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dulu penentuan
panjang gelombang maksimum dengan menggunakan larutan kontrol yang sudah ditambahkan DPPH dan diinkubasi pada suhu 37o C selama 30 menit. Serapan diukur dengan spektrofotometer UV-Vis yang telah diatur panjang gelombangnya dari 400 – 600 nm (Blois, M.S., 1985). .
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
46
d.
Pengukuran Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
Larutan uji dibuat dengan cara 1 ml dari masing-masing konsentrasi ditambahkan 1 ml DPPH 100 ppm dan ditambahkan 2 ml MeOH. Campuran divorteks selama 20 detik kemudian larutan uji dan larutan kontrol diinkubasi pada suhu 37oC selama 30 menit. Kuersetin digunakan sebagai pembanding atau kontrol positif (Blois, M.S., 1985). Uji antioksidan bahan uji
dilakukan dengan metode DPPH yang
menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Serapan atau absorbansi larutan uji diukur pada panjang gelombang maksimum . Untuk menghasilkan pengukuran yang baik, larutan yang diukur memberikan serapan sebesar 0,2-0,8 di daerah ultraviolet atau cahaya tampak (Depkes, 2008). Persentase penghambatan atau inhibisi dapat dihitung menggunakan rumus:
Absorbansi kontrol- absorbansi sampel % inhibisi = ----------------------------------------------------- X 100% Absorbansi kontrol
(3.3)
IC50 dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linier, konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan persen penghambatan (% inhibisi) sebagai sumbu y. Dari persamaan y = a + bx dapat dihitung nilai IC50. Nilai IC50 didapatkan dari nilai X setelah mengganti y = 50 (Blois, M.S., 1958).
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
47
Standarisasi: 1. Kadar abu total 2. Kadar abu tidak larut asam 3. Susut pengeringan 4. Pola kromatografi kafein
Serbuk Kopi Luwak Arabika
Serbuk Kopi Arabika
Ekstrak
Ekstrak
1. Identifikasi alkaloid, saponin, flavonoid, fenol, tanin. 2. Penetapan kadar fenol total & kafein. 3. Uji aktivitas antioksidan
Gambar 3.1 Skema kerja uji fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
3.3.2 Uji Farmakologi 3.3.2.1 Persiapan Hewan Coba Sebelum digunakan, tikus diadaptasikan (diaklimatisasi) selama dua minggu dalam kandang Laboratorium Farmakologi agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Tikus diberi makan dan minum yang seragam dan dilakukan pengamatan rutin terhadap keadaan umum dan penimbangan berat badan tikus. Tikus yang sehat memiliki ciri-ciri bulu bersih, mata bersinar, berat badan bertambah setiap hari, tidak menunjukan perilaku yang aneh dan tampak lincah. Tikus yang dinyatakan sehat dikelompokkan secara random sederhana dengan jumlah 6 ekor untuk tiap kelompoknya, berdasarkan perhitungan rumus Federer yaitu (n-1)(t-1) ≥ 15, dimana t = jumlah perlakuan = jumlah kelompok = 8 dan n = jumlah ulangan dari tiap perlakuan = jumlah tikus dalam tiap kelompok, sehingga didapatkan n ≥ 3,1 ≈ 4. Jadi tiap kelompok minimal berjumlah 4 ekor tikus.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
48
Penelitian ini dilakukan pada 2 kelompok perlakuan: a.
Kelompok hipertensi, terdiri atas 5 subkelompok yaitu kelompok kontrol normal (K1), kelompok kontrol hipertensi (K2), dan tiga kelompok perlakuan hipertensi (K3, K4, dan K5).
b.
Kelompok normal, terdiri atas 3 subkelompok yaitu kelompok perlakuan normal KN1, KN2, dan KN3.
3.3.2.2 Persiapan Induksi NaCl 2%. Setelah aklimatisasi, kelompok kontrol hipertensi (K2) dan tiga kelompok perlakuan hipertensi (K3, K4, dan K5) menerima induksi NaCl 2% ad libitum selama dua-tiga minggu. NaCl 2% dibuat dengan melarutkan NaCl murni 200 g dalam 10 L aquadest untuk kebutuhan induksi NaCl 2% selama tiga minggu. Hipertensi dicapai setelah tikus mengalami kenaikan tekanan darah lebih dari 10 mmHg dari tekanan darah kelompok kontrol normal.
3.3.2.3 Perhitungan Dosis (D). Berdasarkan penelitian kopi sebelumnya (Lelyana, R., 2008) konsentrasi serbuk kopi per cangkir untuk manusia dewasa yaitu 10 g dalam 200 ml air atau 5%, maka dosis manusia dewasa dengan berat badan (bb) 70 kg adalah 10 g. Dosis standar (DS) tikus dengan berat badan 200 mg adalah 0,018 dosis manusia yaitu 0,018 x 10 g = 0,18 g, yang dilarutkan dalam 0,18 : 5% ml air = 3,6 ml. Air yang digunakan adalah air mineral, karena secara empiris masyarakat sering menyeduh kopi dengan air mineral. Kebutuhan pelarut air untuk ekstrak air Kopi Luwak Arabika selama percobaan (tujuh hari) :
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
49
Tabel 3.1 Perhitungan kebutuhan pelarut air untuk ekstrak air Kopi Luwak Arabika selama tujuh hari
𝜀 Air mineral
Kelompok
Dosis
KN1, K2
D1= 2 DS
2 kelompok ×6 ekor × 2 ×3,6 ml air × 7 hari
151,2 ml
KN2, K3
D2=DS
2×6×3,6× 7
302,4 ml
1
Perhitungan 1
KN3, K4 D3=2DS 2×302,4 Total air yang dibutuhkan minimal
604,8 ml 1058,4 ml
Dibulatkan
2500 ml
Maka serbuk Kopi Luwak Arabika yang dibutuhkan untuk pembuatan ekstrak selama tujuh hari penelitian = 5% x 2500 ml = 125 g (pembuatan ekstrak air Kopi Luwak Arabika yang dikeringkan lihat 3.3.1.1)
3.3.2.4 Pembuatan larutan uji Pemberian maksimal satu kali sonde lambung untuk tikus dengan berat badan 200 mg = 5 ml. Diasumsikan pemberian sonde untuk 1 ekor tikus = 4 ml, maka larutan yang dibutuhkan per hari
Tabel 3.2 Perhitungan kebutuhan aquadest perhari untuk larutan uji Dosis
Perhitungan
𝜀 Aquadest
D3
6 ekor × 4 ml
24 ml
1
× 24 ml
12 ml
× 12 ml
6 ml
1
D2= 2 D3 1
D1= 2 D2
2 1 2
Total larutan yang dibutuhkan perhari
42 ml
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
50
Peneliti akan memberikan 3 ml larutan tiap kali sonde lambung, maka rendemen yang harus ditimbang untuk larutan D3 (2 x DS) = 2 x 0,18 g x Rendemen yang dibutuhkan
42 ml 3 ml
= 20 % x 5,04 g
= 5,04 g = 1,008 g
D3 dibuat dengan melarutkan 1,008 g rendemen dalam 42 ml aquadest D2 dibuat dengan mengambil 12 ml D3, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga 42 ml. D3 dibuat dengan mengambil 6 ml D3, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga 42 ml. Pemberian sonde tiap tikus = bb tikus mg x 3 ml 200 mg
3.3.2.5 Pengukuran Tekanan Darah Pengukuran tekanan darah dimulai pada minggu ke tiga setelah induksi baik pada K1, K2, K3, K4, dan K5 dan digunakan sebagai data awal. Setelah tekanan darah mengalami hipertensi pada KN1, KN2, KN3, K3, K4 dan K5, diberikan larutan uji Kopi Luwak Arabika dengan dosis yang berbeda pada waktu sore hari dan diukur kembali tekanan darahnya setelah
dua jam pemberian.
Tekanan darah diukur kembali pada enam jam setalah pemberian hari pertama. Pengukuran pada hari pertama pemberian ini untuk mengetahui efek akut Kopi Luwak Arabika terhadap tekanan darah. Larutan uji Kopi Luwak Arabika dengan berbagai dosis terus diberikan setiap hari selama tujuh hari dengan waktu yang sama dan tekanan darah diukur kembali pada pemberian hari ke tujuh, yaitu sebelum, dua jam dan 24 jam sesudah pemberian hari ke tujuh (hari ke delapan)
tanpa pemberhentian
pemberian NaCl 2%. Pengukuran pada hari ke delapan bertujuan untuk melihat efek kronis pemberian Kopi Luwak Arabika terhadap tekanan darah.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
51
Tabel 3.3 Skema kerja uji farmakologi pada kelompok normal
K N
Dosis mg/ 200 g bb/hari
Jadual Pengukuran Tekanan Darah Minggu III Pemberian Kopi Luwak Arabika Hari Ke-1
sebelum (1)
2 jam setelah (2)
6 jam setelah (3)
Peemberian Kopi Luwak Arabika Hari Ke 2-6
Pemberian Kopi Luwak Arabika Hari Ke-7
sebelum (4)
2 jam setelah (5)
24 jam setelah (6)
I
0,09
√
√
√
-
√
√
√
II
0,18
√
√
√
-
√
√
√
III
0,36
√
√
√
-
√
√
√
Keterangan : KN1: kelompok normal dosis 1, KN2: kelompok normal dosis 2, KN3: kelompok normal dosis 3.
Tabel 3.4 Skema kerja uji farmakologi pada kelompok hipertensi
K
Dosis mg/ 200 g bb/hari
Jadual Pengukuran Tekanan Darah Minggu III Pemberian Kopi Luwak Arabika Hari Ke-1 sebelum 2 jam 6 jam setelah setelah (1) (2) (3)
Pemberian Kopi Luwak Arabika Hari Ke 2-6
Pemberian Kopi Luwak Arabika Hari Ke-7 Sebelum 2 jam 24 jam setelah setelah (4) (5) (6)
I
-
√
-
-
-
-
-
√
II
-
√
-
-
-
-
-
√
III 0,09
√
√
√
-
√
√
√
IV 0,18
√
√
√
-
√
√
√
V
√
√
√
-
√
√
√
0,36
Keterangan : K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi dosis 1, K4: kelompok hipertensi dosis 2, K5: kelompok hipertensi dosis 3.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
52
3.3.2.6 Pengolahan data Sebelum dilakukan analisis, pada data yang terkumpul dilakukan pemeriksaan kelengkapan data, koding dan input data. Analisis statistik akan dilakukan dengan menggunakan program SPSS forWindows v.16.01 (SPSS Inc, USA). Analisis statistik tersebut meliputi analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial. Pada analisis deskriptif, data ukuran tekanan darah dinyatakan sebagai rata-rata dan simpangan baku atau median apabila distribusinya tidak normal. Selain itu, data juga disajikan dalam bentuk tabel dan gambar. Pada analisis statistik inferensial, dilakukan beberapa prosedur pengujian. Pengujian pertama yang dilakukan terhadap data adalah pengujian asumsi distribusi data, yaitu data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Sapiro-Wilk, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05. Setelah asumsi data berdistribusi normal terpenuhi maka dilakukan analisis lebih lanjut yaitu pengujian beda rata-rata ukuran tekanan darah pada suatu kelompok saat sebelum dan setelah pemberian Kopi Luwak Arabika. Karena pengujian ini dilakukan pada masing-masing kelompok maka analisis yang digunakan adalah uji T-data berpasangan. Jika terdapat data yang tidak memenuhi asumsi kenormalan data, maka untuk pengujian beda rata-rata ukuran tekanan darah pada suatu kelompok saat sebelum dan setelah pemberian Kopi Luwak Arabika digunakana Wilcoxon sign test. Pengujian juga dilakukan untuk mengukur perbedaan tekanan darah setelah pemberian berbagai dosis Kopi Luwak Arabika dengan menggunakan Uji ANAVA-satu arah dan dilanjutkan dengan uji PostHocBonferroni.
Perbedaan
perubahan
darah pre dengan post perlakuan)
juga
tekanan diuji
darah
dengan
(selisih
tekanan
ANAVA-satu
arah.
Perbedaan dianggap bermakna apabila p-value≤0,05 dengan tingkat kepercayaan sebesar 95%.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
53
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.
Hasil Uji Fitokimia
4.1.1. Rendemen Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Rata-rata rendemen yang dihasilkan dari dua kali pengeringan dengan freeze dryer pada seduhan air serbuk Kopi Luwak Arabika lebih kecil (20%) dibandingkan dengan Kopi Arabika (29,5%) (Tabel 4.1).
Tabel 4.1. Rendemen seduhan air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Bahan uji
Rata-rata Rendemen (%)
Kopi Luwak Arabika
20
Kopi Arabika
29,5
Hal-hal yang mempengaruhi rendemen antara lain kelembaban dari rendemen yang dihasilkan, semakin lembab rendemen yang dihasilkan semakin berat rendemennya; jumlah senyawa yang terdapat pada bahan uji, yang dipengaruhi oleh bibit,
lingkungan dimana tanaman kopi tumbuh, proses
pemanenan, proses pengolahan dan proses pengepakan/penyimpanan; dan kestabilan dari freeze dryer dan timbangan bahan uji yang digunakan. Pada penelitian ini berdasarkan pengamatan, ekstrak Kopi Luwak Arabika lebih kering dibanding Kopi Arabika. Ini barangkali yang menyebabkan berat rendemen Kopi Arabika lebih tinggi dibanding Kopi Luwak Arabika. Penelitian Marcone, M.F. (2004), menunjukkan kelembaban Kopi Luwak Robusta lebih rendah dibanding Kopi Robusta, yaitu 9,2% dibanding 11,7% (Tabel 2.4). Hasil penelitian ini tampaknya sesuai dengan penelitian Marcone, M.F. (2004), yaitu rendemen seduhan air Kopi Luwak Arabika memperlihatkan kurang lembab atau lebih kering dibanding Kopi Arabika.
53 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
54
4.1.2. Standarisasi Serbuk dan Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika Parameter standar serbuk dan ekstrak Kopi Luwak Arabika dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Parameter standar serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika No. Parameter standar 1
Organoleptik
2. 3. 4.
Kadar abu Kadar abu tidak larut asam Susut pengeringan
Kopi Luwak Arabika Serbuk Ekstrak Serbuk sedikit kasar, Ekstrak halus, kering, warna coklat sedikit lengket, warna kehitaman, bau coklat tua, bau aromatis, rasa pahit aromatis, rasa pahit 4,3 % 15,06 % 0,29 % 0,36 % 5,49 % 7,52 %
Warna coklat kehitaman menunjukkan waktu penyangraian yang lama pada biji Kopi Luwak Arabika. Proses penyangraian biji Kopi Luwak Arabika yang digunakan sebagai bahan uji ini membutuhkan waktu kurang lebih dua jam dengan suhu ± 1000 C, hingga didapat aroma dan warna yang khas. Kadar abu dihitung untuk mengetahui gambaran tingginya kandungan mineral eksternal dan internal dalam tanaman yang berasal dari awal sampai terbentuknya ekstrak (Depkes RI, 2000).Kadar abu yang tinggi dikarenakan kandungan mineral yang tinggi, selain itu kotoran dan sisa kulit ari juga dapat mempengaruhi kadar abu yang terkandung dalam biji kopi. Perbedaan kadar abu kopi disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya faktor budidaya tanaman kopi, perlakuan paska panen dan terakhir mutu kopi yang dihasilkan Mutu kopi yang baik akan lebih bersih dan kandungan mineralnya lebih tinggi sehingga kadar abu yang dihasilkan akan semakin tinggi (Rejo et al. 2011) Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam garam yaitu pertama, garam organik, misalnya garam dari asam malat, oksalat, asetat pektat, dll, kedua, garam anorganik, misalnya fosfat, karbonat, klorida, sulfat nitrat, dan logam alkali. Selain itu, mineral dapat terbentuk sebagai senyawa kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
55
dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit. Oleh karena itu, dilakukan dengan menentukan sisa pembakaran garam mineral tersebut yang dikenal dengan pengabuan (Fauzi, M., 2006). Rata-rata kadar abu yang diperoleh dari serbuk Kopi Luwak Arabika adalah 4,3%. SNI 01-3542-2004 yang mengatur kontrol kualitas kopi bubuk menunjukkan kadar abu maksimal adalah 5% dan serbuk Kopi Luwak Arabika menunjukkan hasil yang lebih rendah. Kadar abu ekstrak Kopi Luwak Arabika (15,06%) lebih tinggi dibanding dengan serbuk Kopi Luwak Arabika (4,3%). Hal ini menunjukkan kandungan mineral yang lebih tinggi pada ekstrak Kopi Luwak Arabika yang mungkin dikarenakan Kopi Luwak Arabika diseduh dengan air mineral, yang banyak mengandung mineral. Penelitian Yunizal, Murtini, J.T., Dolaria,N., Purdiwoto,B., Abdulrokhim, dan Carkipan. (1998) menunjukkan di dalam abu ternyata dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Kadar abu tidak larut asam pada serbuk dan ekstrak Kopi Luwak Arabika berturut-turut 0,29%
dan 0,36%. Mineral mudah larut dalam asam, adanya
kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain, misal silikat, yang menentukan kualitas dari produk. Metode ini bisa menunjukkan keaslian atau tiruan dari produk bahan pangan (Fauzi, M., 2006). Susut pengeringan serbuk Kopi Luwak Arabika (5,49%) lebih rendah dibandingkan ekstrak air Kopi Luwak Arabika (7,52%). Hal ini menunjukkan senyawa yang menguap pada serbuk lebih sedikit dibandingkan ekstrak. Selain air, senyawa volatil atau minyak atsiri juga mudah menguap, namun pada ekstrak Kopi Luwak Arabika yang dikeringkan dengan freeze dryer, kandungan senyawa volatil banyak yang sudah hilang. Sifat higroskopis ekstrak air Kopi Luwak Arabika yang mungkin menyebabkan kadar air pada ekstrak menjadi lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi karena penyimpanan ekstrak yang terlalu lama ditempat yang kurang dingin atau kurang kering kelembaban udaranya .
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
56
Pola kromatografi kafein Senyawa kafein yang teridentifikasi pada Kopi Luwak Arabika dapat dilihat pada Gambar 4.1. Dari hasil kromatografi menunjukkan Kopi Luwak Arabika mengandung kafein sesuai dengan standar kafein yang digunakan, yaitu kafein murni.
Flavonoid .onoid Kafein
Kafefin standar
Flavonoid ... K1 K2 KL1 KL2
Keterangan: profil klt kopi luwak arabika dengan pembanding kafein, pelarut metanol, fase gerak etil asetat: metanol (8,5:1,5) dilihat dengan lampu UV 254 nm. K= kafein murni, Kl=Kopi Luwak Arabika.
Gambar 4.1. Kromatogram kafein standar dan Kopi Luwak Arabika
4.1.3. Identifikasi Komponen Kimia Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Tabel 4.3 menunjukkan kandungan senyawa kimia pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika. Identifikasi alkaloid dilakukan dengan tiga pereaksi, yaitu: Bouchardat, Mayer dan Dragendroff dengan pembanding kafein standar. Dari ketiga pereaksi yang dipakai, semuanya memberikan hasil positif kecuali pereaksi Mayer.
Kafein memberikan hasil negatif dengan metode Mayer
(Lampiran 2). Ini sesuai dengan sifat kafein yang tidak mudah mengendap dalam larutan yang mengandung iodin. Senyawa lain yang bersifat sama adalah efedrin dan alkaloid basa purin lainnya seperti teobromin dan teofilin. Sedangkan alkaloid Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
57
yang mengendap dengan pereaksi Mayer, kemungkinan adalah golongan kuinin, brusin, papaverin, atropin, dan strikhnin ( Scheme, 2009).
Tabel 4.3. Identifikasi komponen kimia Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika No. Fitokimia
Kopi Luwak
Kopi Arabika
Arabika
1
Alkaloid
+
+
2.
Saponin
++
+
3.
Flavonoid
+
+
4.
Senyawa fenol
+
+
5.
Tanin
+
+
Saponin pada Kopi Luwak Arabika teridentifikasi lebih banyak banyak daripada Kopi Arabika. Berbeda dengan penelitian Gunalan, G., Myla, N., dan Balabhaskar, R.. (2012), menunjukkan tidak ditemukannya saponin pada kedua varietas Kopi Arabika yang menjadi bahan ujinya. Pada buku karangan Spiller (1998), dikatakan Kopi Arabika mengandung saponin, flavonoid, polifenol, dan alkaloid. Kadar saponin yang jauh lebih banyak, kiranya perlu diteliti lebih lanjut, barangkali hasil dari proses fermentasi yang terjadi dalam saluran pencernaan luwak. Proses fermentasi dapat menghasilkan metabolit sekunder (Kunaepah, U., 2008). Flavonoid dan tanin merupakan senyawa fenol. Ketiganya terdeteksi di dalam Kopi Luwak Arabika maupun Kopi Arabika. Senyawa fenol biasanya terdapat dalam berbagai jenis sayuran,
buah-buahan, dan tanaman. Turunan
senyawa fenol merupakan metabolit sekunder terbesar yang diproduksi oleh tanaman. Senyawa ini mempunyai aktifitas antioksidan yang cukup kuat. Pada kopi, asam klorogenat, golongan pseudotanin, merupakan metabolit sekunder terbanyak yang memiliki aktivitas antioksidan cukup kuat, meskipun beberapa penelitian lain menunjukkan aktivitas antioksidan pada kopi juga didapatkan dari melanoidin senyawa polimer coklat yang dihasilkan dari reaksi Maillard selama proses penyangraian biji kopi ( Harborne, J.B., 1987; Clarke, R.J. dan Macrae, R., Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
58
1987; Nicoli, M.C., Anese, M., Manzocco, L., dan Lerici, C.R., 1997; Daglia, M., Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., dan Gazzani, G., 2000; Del Castillo, M.D., Ames, J.M., dan Gordon M.H., 2002; Borrelli, R.C., Visconti, A., Menella, C., Anese, M., dan Fogliano, V., 2002). Diantara
senyawa fenol alami yang telah diketahui lebih dari seribu
struktur, flavonoid merupakan golongan terbesar. Flavonoid banyak ditemukan pada tumbuhan berpembuluh dan bersifat mudah larut air (Harborne, J.B., 1987). Gunalan, G., Myla, N., dan Balabhaskar, R. (2012); Balitbangkes (2008); dan Spiller (1985), menunjukkan Kopi Arabika mengandung flavonoid, tanin, dan polifenol. Tanin pada kopi merupakan tanin terkondensasi sehingga memberikan warna hijau violet/hijau kecoklatan pada penetesan larutan FeCl3 1%. Tanin terkondensasi banyak terdapat pada tanaman berkayu, angiospermae, kelas dicotyledonae (Harborne, J.B., 1987).
4.1.4. Kadar Senyawa Fenol Total dan Kafein Tabel berikut ini menunjukkan kadar senyawa fenol dan kafein pada Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika.
Tabel 4.4. Kadar senyawa fenol total dan kafein No.
Fitokimia
Kopi Luwak
Kopi Arabika
Arabika 1
Kadar senyawa fenol
8.09%
11,41%
2.
Kadar kafein
1,32 %
1,63 %
Kadar senyawa fenol pada Kopi Luwak Arabika (8.09% %) lebih rendah dibandingkan dengan Kopi Arabika (11,41%). Hal ini dapat terjadi mungkin karena proses penyangraian yang lama pada Kopi Luwak Arabika. Penelitian Daglia, M., Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., dan Gazzani, G. (2000), menunjukkan penyangraian yang lama akan mengurangi kadar senyawa fenol. Berdasarkan pengamatan, penyangraian pada Kopi Luwak Arabika yang Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
59
digunakan sebagai bahan uji ini, membutuhkan waktu dua jam pada kuali tanah dengan bahan bakar arang, sedangkan pada Kopi Arabika yang dijual di pasar biasanya merupakan produk dari penyangraian mesin yang membutuhkan waktu lebih pendek antara 5-30 menit. Selain itu, warna serbuk Kopi Luwak Arabika coklat kehitaman menunjukkan waktu penyangraian yang cukup lama pada Kopi Luwak Arabika (Tabel 4.2). Kopi Luwak Arabika mengandung kafein lebih tinggi dibanding Kopi Arabika (Tabel 4.4). Hal ini sesuai penelitian Chan, , S. dan Garcia, E. (2011), yaitu kadar kafein (47,6 mg/kg) Kopi Luwak Robusta lebih tinggi dibanding kadar kafein (44,9 mg/kg) Kopi Robusta (Tabel 2.2). Kafein barangkali dibentuk dari purin nukleotida di dalam intestinal luwak (Chan, S. dan Garcia, E., 2011). Penelitian Marcone, M.F. (2004) juga menunjukkan kenaikan asam amino bebas dalam saluran pencernaan luwak karena penguraian protein biji kopi oleh enzim proteolitik. Harborne, J.B. (1987) dalam bukunya menuliskan senyawa penyusun alkaloid yang paling umum adalah asam amino. Penelitian Septia, S. (2010), menunjukkan hubungan kenaikan kadar kafein dengan proses fermentasi (buatan) pada biji kopi. Biosintesis kafein ini kiranya perlu diteliti lebih lanjut.
4.1.5. Aktivitas Antioksidan Kopi Luwak Arabika maupun Kopi Arabika menunjukkan aktivitas antioksidan yang baik yaitu 18,38 µg/mL dan 15,51 µg/mL (Tabel 4.5)
Tabel 4.5. Hasil uji aktivitas antioksidan Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Bahan Uji
IC50 (µg/ml)
Kopi Luwak Arabika
18,38
Kopi Arabika
15,51
Kuersetin
1,57
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
60
Menurut Jun, M., Fu, H.Y., Hong, J., Wan., X., Yang, C.S., dan Ho, C.T .(2006).
Suatu bahan alam dikatakan sebagai antioksidan sangat aktif jika
memiliki nilai IC50 kurang dari 50 µg/mL. Kuersetin sebagai pembanding memiliki aktivitas antioksidan yang lebih kuat yaitu 1,57 µg/mL dikarenakan kuersetin merupakan senyawa murni, sedangkan Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika merupakan ekstrak. Aktivitas antioksidan pada Kopi Luwak Arabika lebih kecil dibanding Kopi Arabika. Hal ini mungkin disebabkan kadar fenol yang lebih rendah pada Kopi Luwak Arabika dibanding pada Kopi Arabika. Penelitan Pellegrini et al. (2003), dan Carelsen et al. (2010) menunjukkan senyawa fenol memiliki sifat antioksidan yang kuat. Penelitan Sacchetti, G., Mattia, C.D., Pittia, P., dan Mastrocola, D. (2009) menunjukkan senyawa fenol lebih memberikan kontribusi aktivitas antioksidan pada kopi seduh dibandingkan senyawa non fenol. Perlu uji aktivitas antioksidan dengan metode lain, untuk mengetahui beberapa aktivitas antioksidan lain yang belum terdeteksi.
4.2. Hasil Uji Farmakologi 4.2.1
Kelompok Normal Pengukuran tekanan darah (TD) dicatat pada hari pertama sebelum, dua
jam setelah dan enam jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika dan pada hari ke tujuh,
sebelum, dua jam setelah dan 24 jam
(hari ke delapan) setelah
pemberian Kopi Luwak Arabika. Dua jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika TD diukur untuk mengetahui efek akut kafein setelah diabsorbsi oleh tubuh, diperhitungkan berdasarkan waktu paruh kafein pada tikus, yaitu 0,7-1,2 jam (Bonati 1984, 1985). Waktu paruh yang cukup pendek, menunjukkan efek kafein yang tidak terlalu lama terhadap TD. Oleh karena itu, enam jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika diperhitungkan kadar kafein sudah mulai berkurang dan akan berpengaruh terhadap TD. Pada Gambar 4.2 kurva grafik cenderung datar, tampak sedikit kenaikan dua jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika pada hari pertama dan ketujuh dan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05) terhadap perubahan TD ini, Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
61
kecuali pada kelompok normal dosis 1 (KN1). Terdapat kenaikan tekanan darah sistolik (TDS) dan diastolik (TDD) yang bermakna setelah dua jam pemberian Kopi Luwak Arabika pada hari pertama pada kelompok normal dosis 1 (KN1). Hal ini menunjukkan KN1 lebih sensitif terhadap kafein pada dua jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika pada hari pertama, kemungkinan karena sifat individual tikus.
180
Tekanan Darah (mmHg)
160 140
S-KN1
120
S-KN2
100
S-KN3
80
D-KN1
60
D-KN2
40
D-KN3
20 0 sbl 2 jam stl 6 jam stl sbl 2 jam stl 24 jam stl perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan h1 h1 h1 h7 h7 h7
Keterangan: S= sistolik D=diastolik KN1= kelompok normal dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari), KN2= kelompok normal dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), KN3= kelompok normal dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari), sbl=sebelum, stl=setelah, h1=hari ke 1, h7=hari ke tujuh.
Gambar 4.2. Tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok tikus normal 1-7 xelama pemberian Kopi dengan dosis bervariasi hari ke Luwak Arabika Dengan uji T-berpasangan tidak terdapat perbedaan yang
bermakna
(p>0,05) terhadap perubahan TD sebelum pemberian Kopi Luwak Arabika hari pertama dan hari ke delapan.Dengan uji Anava tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara efek dosis 1, 2 dan 3 (KN1, KN2, dan KN3) terhadap perubahan TD pada hari ke delapan. Perubahan TD hari ke delapan pada KN1, KN2, dan KN3 tidak berbeda secara bermakna (p>0,05) dengan Kontrol Normal (K1) dan berbeda secara bermakna (p≤0,05) dengan Kontrol Hipertensi (K2). Dari
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
62
penelitian ini menunjukkan Kopi Luwak Arabika tidak memberikan pengaruh terhadap TD baik akut maupun kronis pada kelompok normal (Gambar 4.3).
180 152.448
Tekanan Darah (mmHg)
160 140 120
117.398
115.73
100
118.932 110.76
111.122 Sistolik
80
86.23
80.742
79.1
79.92
KN1
KN2
KN3
60
Diastolik
40 20 0 K1
K2
Keterangan: K1= kontrol normal, K2= kontrol hipertensi KN1= kelompok normal dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari), KN2= kelompok normal dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), KN3= kelompok normal dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari).
Gambar 4.3. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal, kontrol hipertensi, dan kelompok normal perlakuan pada hari ke 8 setelah pemberian Kopi Luwak Arabika
4.2.2 Kelompok Hipertensi Pada Gambar 4.4 di bawah tampak pada hari ke 14 (dua minggu) setelah induksi NaCl 2% terjadi peningkatan TDS 16,1-39,7 mmHg dan TDD 15,8-23,6 mmHg.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
63
180 155.89
Tekanan Darah (mmHg)
160
143.51
140 120
116.18
100 80
139.77
132.258
107.61
105.35
112.86
105.12
89.305
Sistolik Diastolik
60 40 20 0 K1
K2
K3
K4
K5
Keterangan: K1: Kontrol Normal; K2: Kontrol Hipertensi; K3: kelompok hipertensi perlakuan dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari); K4: kelompok hipertensi perlakuan dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5; kelompok perlakuan dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari).
Gambar 4.4. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal, kontrol hipertensi, & kelompok hipertensi perlakuan, 2 minggu setelah induksi NaCl 2%.
Gambar 4.5 di bawah menunjukkan TDS dan TDD pada kelompok tikus hipertensi setelah pemberian Kopi Luwak Arabika selama tujuh hari. Terjadi penurunan TD pada K3, K4, dan K5 (kecuali TDD K4 terjadi kenaikan 0,28 mmHg) dua jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika. Perubahan TD ini tidak berbeda secara bermakna (p>0,05) dengan TD sebelum pemberian Kopi Luwak Arabika pada hari pertama baik diastolik maupun sistoliknya (Tabel 4.6). Ini menunjukkan Kopi Luwak Arabika tidak memberikan efek akut hipertensi pada tikus hipertensi. Berbeda dengan uji klinis Mesas, A.E., Leon-Muñoz, L.M., Rodriguez-Artalejo, F., & Lopez-Garcia, E. (2011), satu jam setelah mengkonsumsi kopi terjadi peningkatan TD akut yang bermakna selama tiga jam pada pasien hipertensi. Perbedaan ini bisa terjadi karena metabolisme kafein pada manusia dan binatang berbeda, selain itu terdapat perbedaan fitokimia pada Kopi Luwak Arabika dan kopi bukan luwak yang berpengaruh terhadap tekanan darah. Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
64
Setelah enam jam pemberian Kopi Luwak Arabika, terjadi penurunan TD yang lebih besar, namun tidak ada perbedaan bermakna (p>0,05) dengan sebelum pemberian Kopi Luwak Arabika. Kurva grafik cenderung semakin menurun dan ada sedikit kenaikan pada dua jam setelah pemberian Kopi Luwak Arabika baik pada hari pertama maupun hari ke tujuh, walaupun tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05). Terjadi penurunan TD yang bermakna pada hari ke delapan setelah pemberian Kopi Luwak Arabika hari ke tujuh. Fenomena ini bisa terjadi barangkali karena pengaruh kafein yang semakin berkurang dan aktivitas antioksidan pada Kopi Luwak Arabika yang mulai berperan. Tikus adalah makhluk yang mudah beradaptasi, sehingga barangkali tikus mulai beradaptasi dengan kafein atau tidak sesensitif
seperti pada pemberian hari pertama.
Penelitian Corti, R., Flammer, A.J., Hollenberg, N.K., dan Lüscher, T.F. (2002) dan Noordzij, M.,
Uiterwaal, C.S., Arends, L.R., Kok, F.J.,
Grobbee, D.E.,
dan Geleijnse, G.M. (2005). menunjukkan kafein sedikit mempengaruhi tekanan darah pada orang yang terbiasa minum kopi. Uji pre klinis Suzuki, A. et al. (2006), dan uji klinis Yamaguchi, T. et al. (2008),
menunjukkan efek hipotensif asam klorogenat dari kopi, tanpa disertai
senyawa hidroksihidrokuinon. Hidroksihidrokuinon (1,2,4 trihidroksibenzen) adalah senyawa fenol yang bersifat radikal bebas, yang terbentuk selama proses roasting dan menghambat efek hipotensif asam klorogenat. Kopi Luwak Arabika memiliki aktivitas antioksidan dan kandungan senyawa fenol lebih rendah dan kandungan kafein lebih tinggi dibanding Kopi Arabika, dan terbukti memiliki efek hipotensif pada penelitian ini, sedangkan kopi bukan luwak berdasarkan data epidemiologik masih dicurigai memiliki efek hipertensif. Efek hipotensif ini barangkali terjadi karena tidak terdapat senyawa hidroksihidrokuinon
yang
menghambat efek hipotensif dari asam klorogenat pada Kopi Luwak Arabika. Hal ini kiranya perlu pembuktian lebih lanjut.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
65
180 160
Tekanan Darah (mmHg)
140 S-K3
120
S-K4
100 S-K5
80
D-K3
60
D-K4
40
D-K5
20 0 sbl 2 jam stl 6 jam stl sbl 2 jam stl 24 jam stl perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan perlakuan h1 h1 h1 h7 h7 h7
Keterangan: S: Sistolik; D: Diastolik; K3: kelompok hipertensi perlakuan dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari); K4: kelompok hipertensi perlakuan dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5; kelompok perlakuan dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari). sbl=sebelum, stl=setelah, h1=hari ke 1, h7=hari ke tujuh.
Gambar 4.5. Tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok tikus hipertensi dengan dosis bervariasi hari 1-7 pemberian Kopi Luwak Arabika . Penurunan TD pada hari ke delapan setelah pemberian Kopi Luwak Arabika tidak terdapat perbedaan bermakna (p>0,05) antara K3, K4, dan K5 dengan Kontrol Normal (K1) dan terdapat perbedaan bermakna (p≤0,05) dengan Kontrol Hipertensi (K2). Hal ini menunjukkan efektivitas Kopi Luwak Arabika dalam menurunkan tekanan darah pada kelompok tikus hipertensi (Gambar 4.6).
Dengan uji Anava pada kelompok hipertensi antara efek dosis 1, 2 dan 3 terdapat perbedaan bermakna (p≤0,05) terhadap penurunan TDS hari ke delapan setelah pemberian Kopi Luwak Arabika, namun tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05) terhadap penurunan TDD (Gambar 4.6). Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
66
180 152.448
Tekanan Darah (mmHg)
160 140 120
115.73
100 80
109.24
118.51
121.465
111.122 86.23
60
Diastolik 81.11
81.24
85.43
K3
K4
K5
Sistolik
40 20 0 K1
K2
Keterangan: K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi perlakuan dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari), K4: kelompok hipertensi perlakuan dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5: kelompok perlakuan dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari.
Gambar 4.6. Tekanan darah sistolik dan diastolik kontrol normal, kontrol hipertensi, dan kelompok hipertensi perlakuan pada hari ke 8 setelah pemberian Kopi Luwak Arabika.
Setelah dilakukan
uji T-berpasangan pada penurunan TDD, diketahui
dosis 2 dan 3 tidak memiliki perbedaan bermakna (p>0,05), sedangkan dosis 1 memiliki perbedaan bermakna (p≤0,05) baik dengan dosis 2 maupun 3. Pada dosis 1, 2, 3 berturut-turut terjadi penurunan TDS 34,27; 37,39; dan 18,31 mmHg dan TDD 24,24; 31,62; dan 19,69 mmHg. Dosis 2 memberikan penurunan TDS dan TDD yang lebih tinggi dibanding dosis 1, dan dosis 3 memberikan penurunan TDS dan TDD yang lebih rendah dibanding dosis 1 dan 2 (Tabel 4.6).
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
67
Tabel 4.6. Perubahan tekanan darah akut dan kronis pada tiap kelompok tikus hipertensi (K3, K4, dan K5) setelah pemberian Kopi Luwak Arabika
Kode D 1-2 S 1-2 D 1-3 S 1-3 Kode D 1-4 S 1-4 D 1-5 S 1-5 D 1-6 S 1-6
Efek yang Diamati
K3
K4
K5
Efek Akut
mmHg
mmHg
mmHg
1. Diastolik sebelum - 2 jam setelah perlakuan (hari ke-1) 2. Sistolik sebelum - 2 jam setelah perlakuan (hari ke-1) 3. Diastolik sebelum - 6 jam setelah perlakuan (hari ke-1) 4. Sistolik sebelum - 6 jam setelah perlakuan (hari ke-1) Efek Kronis 5. Diastolik sebelum perlakuan hari ke-1 dan 7 6. Sistolik sebelum perlakuan hari ke1 dan 7 7. Diastolik sebelum (hari ke-1) – 2 jam setelah (hari ke-7) 8. Sistolik sebelum (hari ke-1) – 2 jam setelah (hari ke-7) 9. Diastolik sebelum (hari ke-1) – 24 jam setelah (hari ke-7) 10. Sistolik sebelum (hari ke-1) – 24 jam setelah (hari ke-7)
↓ 13,01
↑ 0,28
↓ 6,86
↓ 9,68
↓1,73
↓ 0,95
↓ 17,60
↓ 24,77
↓ 19,53
↓ 20,03
↓ 28,04
↓ 13,78
K3
K4
K5
↓ 14,03
↓ 8.47
↓ 16,81
↓ 3,62
↓11,18
↑2,03
↓ 7,99
↓20,35
↓ 6,85
↑ 6,80
↓ 15,80
↑5,31
↓ 24,24*
↓ 31,62*
↓ 19,69
↓34,27*
↓ 37,39*
↓18,31*
Keterangan: ↑= kenaikan tekanan darah; ↓= penurunan tekanan darah; *= terdapat perbedaan bermakna.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
68
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan a. Kopi Luwak Arabika mengandung kafein, alkaloid, saponin, fenol, flavonoid dan tanin. Kandungan saponin dan kafein
pada kopi luwak
arabika lebih tinggi dibanding kopi arabika sedangkan kandungan senyawa fenol pada Kopi Luwak Arabika lebih rendah dibanding Kopi Arabika. b. Aktivitas antioksidan dengan pengukuran metode DPPH pada Kopi Luwak Arabika lebih rendah dibanding Kopi Arabika. c. Kopi Luwak Arabika memiliki efek kronis hipotensif pada tikus hipertensi, sedangkan pada tikus normal Kopi Luwak Arabika tidak mempengaruhi tekanan darah baik akut maupun kronis dengan dosis yang bervariasi. Dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari) memberikan penurunan tekanan darah sistolik dan diastolik yang lebih tinggi dibanding dosis 1 (0,09 mg/200 g bb/hari) dan dosis 3 (0,36 mg/200 g bb/hari) memberikan efek hipotensif yang tidak berbeda secara bermakna dengan dosis 2.
5.2
Saran
a. Perlu dikaji senyawa-senyawa yang berkontribusi terhadap efek hipotensif Kopi Luwak Arabika. b. Perlu dikaji uji aktivitas antioksidan Kopi Luwak Arabika dengan metode lainnya. c. Perlu dikaji keberadaan hidroksihidrokuinon, sebagai senyawa penghambat efek hipotensif asam klorogenat, pada Kopi Luwak Arabika. d. Perlu dikaji patofisiologi lain, selain dari aktivitas antioksidan, dari efek penurunan tekanan darah Kopi Luwak Arabika. e. Perlu dibandingkan sekaligus efek Kopi Arabika satu varietas dengan Kopi Luwak Arabika terhadap tekanan darah. f. Perlu dilanjutkan dengan uji klinis untuk membuktikan efek hipotensif Kopi Luwak Arabika. 68 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
69
DAFTAR ACUAN
Abourashed, E.A., & Mossa, J.S. (2004). HPTLC determination of caffeine in stimulant herbal products and power drinks. Journal of Pharmaceutical and Biomedical Analysis, 36: 617–620. Ames, B.N., & Gold, L.S. (1998). The prevention of cancer. In: Functional foods for disease prevention : fruits, vegetables, and teas, (T. Shibamoto, J. Terao, T. Osawa, eds.), Washington, DC : American Chemical Society. ACS Symposium Series, 701: 2-15. Andersen, L.F., Jacobs, D.R., Carelsen, M.H., & Blomhoff, R. (2006). Consumption of coffee is associated with reduced risk of death attributed to inflammatory and cardiovascular diseases in the iowa women’s health study. American Journal of Clinical Nutrition, 83: 1039-1046. Andrajati, R., Sari, S.P., Bahtiar, A., & Syafhan, N.F. (2012). Penuntun praktikum ilmu biomedik dasar. Laboratorium Farmakologi dan Farmakokinetika Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia, 2021. Anggara, A. & Marini, S. (2011). Kopi si hitam menguntungkan, budi daya dan pemasaran. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, 15-20. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2008). Acuan Sediaan Herbal, Vol. 4, Edisi 1, Jakarta, 7. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2000). Inventaris Tanaman Obat Indonesia. Jakarta: Departemen Kesehatan & Kesejahteraan Sosial RI, 75. Badyal, H., Lata, H., & Dadhich, A.P. (2003). Animal models of hypertension and effect of drugs. Indian Journal of Pharmacology. 35 : 349-362. Baylin, A., Hernandez-Diaz, S., Kabagambe, E.K., Siles, X., & Campos. (2006). Transient exposure to coffee as a trigger of a first nonfatal myocardial infarction. Journal of Epidemiology, 17:506–511. Blois, M.S. (1958). Antioxidant determinations by the use of a stable free radical. Nature, 181: 1199-1200. Bonita, J.S., Mandarano, M., Shuta, D., & Vinson, J. (2007). Review: coffee and cardiovascular disease: in vitro, cellular, animal, and human studies. Pharmacological Research, 55:3,187-198.
69 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
70
Bonati, M., Latini, R., Tognoni, G., Young, J.F., & Garattini, S. (1984-1985). Interspecies comparison of in vivo caffeine pharmacokinetics in man, monkey, rabbit, rat, and mouse. Drug Metabolism Review. 15(7):1355-83. Borrelli, R.C., Visconti, A., Menella, C., Anese, M., & Fogliano, V. (2002). Chemical characterization and antioxidant properties of coffee melanoidins, Journal of Agricultural and Food Chemistry, 50:22, 6527 – 6533. Bouquet. (1972). Travaux et Document, de L’ORSTOM, Pantes Medicinal, Conggo-Brazzaville. Buscemi, S., Mattina, A., Tranchina, M.R., & Verga, S. (2011). Acute effects of coffee on QT interval in healthy subjects. Nutrition Journal. 10:15. Carelsen, M.H., Halvorsen, B.L., Holte, K., Bøhn, S.K., Dragland, S., Sampson, L., Willey, C., Senoo, H., Umezono, Y., Sanada, C., Barikmo, I., Berhe, N., Willett, W.C., Phillips, K.M.,. Jacobs, D.R., & Blomhoff, R. (2010). The total antioxidant content of more than 3100 foods, beverages, spices, herbs, and supplements used worldwide, Nutrition Journal, 9:3. Castelnuovo, A.D., Giuseppe, R.D., Iacoviello, L., & Gaetano, G.D. (2012). Consumption of cocoa, tea and coffee and risk cardiovascular disease. European Journal of Internal Medicine, 23:1, 15 – 25. Chan, S. & Garcia, E. (2011). Comparative Physicochemical Analyses of Regular and Civet Coffee. The Manila Journal of Science, 7:1, 19 – 23. Choi, H.K., & Curhan, G. (2007). Coffee, tea, and caffeine consumption and serum uric acid level: the tird national health and nutrition examination survey, Arthritis Care & Research, 57:5, 816-821. Ciccarone,E., Castelnuovo, A.D., Salcuni, M., Siani, A., Giacco, A., & Donati, M.B. (2003). Gendiable investigators. A high-score mediterranean dietary patten is associated with a reduced risk of peripheral arterial disease in Italian patients with type 2 diabetes. Journal of Thrombosis Haemostasis,1, 1744-1752. Clarke, R.J. & Macrae, R. (1987). Coffee chemistry. Volume 1. Elsevier Applied Science, London, and New York. Clifford, M.N. (1999). Chlorogenic acids and other cinnamates-nature, occurrence and dietary burden. Journal of the Science of Food and Agriculture, 79. 362 – 372. Coda multi-channel, computerized, non-invasive blood pressure system for mice and rats. (2008). Kent Scientific Corporation, Connecticut, 5. Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
71
Corti, R., Flammer, A.J., Hollenberg, N.K., & Lüscher, T.F. (2002). Coffee acutely increases sympathetic nerve activity and blood pressure independently of caffeine content: role of habitual versus nonhabitual drinking. Circulation, 106: 2935–2940. Daglia, M., Papetti, A., Gregotti, C., Berte, F., & Gazzani, G. (2000). In vitro antioxidant and ex vivo protective activities of green and roasted. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 48. 1449–1454. Dai, S. & McNeill, J.H. (1995). Fructose-induced hypertension in rats is concentration- and duration-dependent. The Journal of Pharmacology and Toxicology Methods. 33:2.101-7. Del Castillo, M.D., Ames, J.M., & Gordon M.H. (2002). Effect of roasting on the antioxidant of coffee brews. Journal of Agricultural and Food Chemistry, 50. 3698 – 3703. Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., & Mohammad, N.S. (2009). Antioxidant activity of methanol extract of ferula assafoetida and its essential oil composition. Grasas Aceites, 60(4), 405-412. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia . (1986). K Jakarta:Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Sediaan
Galenik.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia . (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia . (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan I. Jakarta : Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan , Direktorat Pengawas Obat Tradisional. Departemen Kesehatan Republik Indonesia . (2008). Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Doggrell, S.A. & Brown, L. (1998). Rat models of hypertension, cardiac hypertrophy and failure. Cardiovasc Research. 39:1. 89-105. Evans, W.B., & Trease. (2002). Caffeine in Pharmacognosy. Edisi 15. New York: WB Sounders, 126, 388, 389.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
72
Fauzi, M. (2006). Analisa Pangan dan Hasil Pertanian. Handout.Jember: FTP UNEJ. Ferrazzano, G.F., Amato, I., Ingenito, A., Natale, A.D. & Pollio, A. (2009). Anticariogenic effects of polyphenols from plant stimulant beverages (cocoa, coffee, tea). Fitoterapia, 80:5. 255 – 262. Ganmaa, D., Willett, W.C., Li, T.Y., Feskanich, D., van Dam, R.M.,, LopezGarcia, E., Hunter, D.J., & Holmes, M.D. (2008). Coffee, tea, caffeine and risk of breast cancer: A 22-year follow-up. International Journal of Cancer, 122:9, 2071-2076. Gunalan, G., Myla, N., & Balabhaskar, R. (2012). In vitro antioxidant analysis of selected coffee bean varieties. Journal of Chemical and Pharmaceutical Research, 4(4):2126-2132. Harborne, J.B. (1987). Metode fitokimia: penuntun cara modern menganalisis tumbuhan, Edisi 2. Penterjemah: Dr. Kosasih Padmawinata & Dr. Iwang Soediro. Penyunting: Dra. Sofia Mansoor. Bandung: ITB. Halliwell, B. (2002). Food-derived antioxidants: how to evaluate their importance in food and in vivo. National University of Singapore. Singapore. Hamer, M. (2006). Coffee and health: explaining conflicting results in hypertension. Journal of Human Hypertension, 20. 909-912. Hecimovic, I., Cvitanovic, A.B., Horzic, D., & Komes, D. (2011). Comparative study of polyphenols and caffeine in different coffee varieties affected by the degree of roasting. Food Chemistry, 129:3. 991 – 1000. Higdon, J.V., & Frei, B. (2006). Coffee health: a review of recent human research. Critical Review. Food Science and Nutrition. 46: 101-123. Jiang-nan Wu, Suzanne C. Ho, Chun Zhou, Wen-hua Ling, Wei-qing Chen, Cui-ling Wang, & Yu-ming Chen. (2009). Coffee consumption and risk of coronary heartdiseases: a meta-analysis of 21 prospective cohort studies. Internal Journal of Cardiology, 137, 216–225. Jun, M., Fu, H.Y., Hong, J., Wan., X., Yang, C.S., & Ho, C.T. (2006). Comparison of antioxidant activities of isoflavones from kudzu root (Pueraria lobata ohwi). The Journal of Food Science. Institute of Technologist. 68:2117-2122. Kiyohara, C., Kono, S., Honjo, S., Todoroki, I., Sakurai, Y., Nishiwaki, M., Hamada, H., Nishikawa, H., Koga, H., Ogawa, S., & Nakagawa, K. (1999). Inverse association between coffee drinking and serum uric acid concentrations in middle-aged Japanese males. British Journal of Nutrition 82:2. 125-130. Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
73
Klatsky, A.L., Armstrong, M.A., & Friedman, G.D. (1993). mortality. Annals of Epidemiology, 3:4. 375 – 381.
Coffee, tea
and
Knardahl, S., Sander, B.J., & Johnson, A.K. (1988). Effect adrenal demedullation on stres induced hypertension and cardiovascular response to acut stres. Acta Physiol Scand. 133 : 477-483. Koleva, I.I., van Beek, T.A., Linssen, J.P.H., de Groot, A., & Evstatieva, L.N. (2002), Screening of Plant Extracts For Antioxidant Activity: A Comparative Study on Three Testing Methods. Phytochemical Analysis, 13, 8-17. Koppelstatter. (2005). Coffee Jump-starts Short-term Memory. 30 Maret 2012 http://coffeescience.org/retail/Memory.pdf Kunaepah, Uun. (2008). Pengaruh lama fermentasi dan konsentrasi glukosa terhadap aktivitas antibakteri, polifenol total dan mutu kimia kefir susu kacang erah.Tesis. Magister gizi masyarakat. Program pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang. Kurniawan, A. (2011). Meraup untung dari kopi luwak arabika. Cetakan pertama. Yogyakarta : Klik Publishing, 22-23, 68-69. Kuswardhani, T.(2006). Penatalaksanaan hipertensi pada lanjut usia. Journal Penyakit Dalam, Volume 136, 135-140. Larsson, S.C., Männistö, S., Virtanen, M.J., Kontto, J., Albanes, D., & Virtamo, J. (2008). Coffee and tea consumption and risk of stroke subtypes in male smokers. Stroke, 39. 1681–1687. Lawrence, G.H.M. (1963). Taxonomy of Vascular Plants. New York: The Macmillan Company, 712-713. Lee, W.J. & Zhu,B .T. (2006). Inhibition of DNA methylation by caffeic acid and hlorogenic acid, two common catechol-containing coffee polyphenols. Carcinogenesis, 27:2, 269 –77. Leitzmann MF, Stampfer MJ, Willett WC, Spiegelman D, Colditz GA, & Giovannuci EL. (2002). Coffee intake is associated with lower risk of symptomatic gallstone disease in men. The Journal of the American Medical Association, 281(22): 2106-2111. Lelyana, R. (2008). Pengaruh kopi terhadap kadar asam urat. Tesis. Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Biomedik. Undip. Semarang. Liapis, A.I. & Bruttini, R. (2006). Freeze drying. Taylor & Francis Group. LLC
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
74
Liangli Yu & Moore, J. (2008). Methods for antioxidant capacity estimation of wheat and wheat-based food product. In: Wheat Antioxidant. Editor: Liangli Yu.New Jersey: John Willey & Sons, Inc. 118-132. Loopstra-Masters, R.C., Liese, A.D., Haffner, S.M., Wagenknecht, L.E., & Hanley, A.J. (2011). Associations between the intake of caffeinated and decaffeinated coffee and measures of insulin sensitivity and beta cell function. Diabetologia, 54. 320-328. Lopez-Garcia, E., van Dam, R.M., Li, T.Y., Rodriguez-Artalejo, F., & Hu, F.B. (2008). The relationship of coffee consumption with mortality. Annals Internal Medicine, 148. 904–914. Maia, L., & de Mendonca, A. (2002). Does caffeine intake protect from Alzheimer's disease? European Journal of Neurology. 9:4.377-382. Marcone, M. F. (2004). Composition and properties of Indonesian palm civet coffee (Kopi luwak arabika) and Ethiopian civet coffee. Food Research International, 37:9. 901 – 912. Marks & Kelly. (1973). Consumption and Metabolism of Caffeine. 30 Maret 2012. http:www.biology-online.org/…/consumption_meta… Martha, F.A. (2007). Pengembangan model tikus hipertensi yang diinduksi dengan propilthiourasil, nacl, dan adrenalin. Bandung : Department of Pharmacy. Mesas, A.E., Leon-Muñoz, L.M., Rodriguez-Artalejo, F., & Lopez-Garcia, E. (2011). The effect of coffee on blood pressure and cardiovascular disease in hypertensive individuals: a systematic review and meta-analysis. The American Journal of Clinical Nutrition, 94:4, 1113-1126. Moreira, D.P., Moreira, D.P., Monteiro, M.C., M., Ribeiro-Alves, Donangelo, C.M., & Trugo, L.C. (2005). Contribution of chlorogenic acids to the iron-reducing activity of coffee beverages. Journal of Agricultural and Food Chemistry. 53:5. 1399-1402. Mostofsky, E., Schlaug, G., Mukamal, K.J., Rosamond, W.D., & Mittleman, M.A. (2010). Coffee and acute ischemic stroke onset: the stroke and onset study. Stroke, 39. 1583-1588. Nawawi, R.H. (2012). Uji aktivitas, stabilitas fisik dan keamanan sediaan gel pencerah kulit yang mengandung ekstrak air jamur tiram (Pleurotus ostreatus). Tesis. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Departemen Farmasi Program Studi Magister Herbal UI.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
75
Nicoli, M.C., Anese, M., Manzocco, L., &. Lerici, C.R. (1997). Antioxidant properties of coffee brews in relation to the roasting degree. Lebensmittel, Wissenchaft und Technologie . Food Science and Technology, 30. 292-297. Noordzij, M., Uiterwaal, C.S., Arends, L.R., Kok, F.J., Grobbee, D.E., & Geleijnse, G.M. (2005). Blood pressure response to chronic intake of offee and caffeine: a meta-analysis of randomized controlled trials. Journal of Hypertension, 23: 921–928. Olthof, M.R., Hollman, P.C.H., & Katanet, M.B. (2001). Chlorogenic acid and caffeic acid are absorbed in humans. Journal of Nutrition, 131. 66 – 71. O’Neil, M.J., Smith, SA., Heckelman, P.E., Obenchain, J.R., Jr., Gallipeau, J.A.R., D’Arecca, M.A., & Budavari, S. (2001). The merck index an encyclopedia of chemicals, drugs, and biological. 13th edition. Whitehouse Station, NJ: Merck Pellegrini, N., Serafini, M., Colombi, M., Del Rio, D., Salvatore, S., Bianchi, M., & Brighenti, B. (2003). Total antioxidant capacity of plant foods, beverages and oil consumed in Italy assessed by three different in vitro assays. Journal of Nutrition, 133. 2812-2819. Pincomb, G. A., Lovallo, W.R., McKey, B.S., Bong Hee Sun, Everson, S.A., B. Passey, R.B., & Wilson, M.F. (1996). Acute Blood Pressure Elevations With Caffeine in Men With Borderline Systemic Hypertension. The American Journal of Cardiology, 77. 270-274. Pinto, Y.M., Paul, M., & Ganten, D. (1998). Lessons from rat models of hypertension; from goldbaltt tom genetic engeneering. Cardiovascular Research. 39:77-88. Prakash, A., Rigelhof, F., & Miller, E. (2010). Antioxidant Activity. Medalliaon Laboratories Analitycal Progress, Vol. 10, No 2. Quinone, B., Muguerza,B., Miquel, M., & Alexaindre, A. (2011). Evidence that nitric oxide mediates the blood pressure lowering effect of a poliphenolrich cocoa powder in spontaneously hypertensive rats. Pharmacological Research. 64. 478-481. Rejo, A., Rahayu, S., & Panggabean, T. (2011). Karakteristik mutu biji kopi pada proses dekafeinasi. Jurusan Teknologi Pertanian. Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya, Indralaya. Rice-Evans, C.A., Miller, N.J., & Paganga, G. (1996). Structure-antioxidant activity relationships of flavonoids and phenolic acids. Free Radical Biology and Medicine, 20, 933 – 956.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
76
Ricketts, M.L. (2007). Does coffee raise cholesterol? Future Lipidology, 2:4, 373-377. Ridwansyah. (2003). Pengolahan Kopi, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Riksen, N. P., Rongen, G.A., & Smits, P. (2009). Acute and long-term cardiovascular effects of coffee: Implications for coronary heart disease. Pharmacology & Therapeutics, 121:2. 185 – 191. Rodrigues, M.I., & Klein L.C. (2006). Boiled or filtered coffee? Effects ofcoffee and caffeine on cholesterol, fibrinogen and C-reactive protein. Journal of Thrombosis Haemostasis. 25. 55-69. Sacchetti, G., Mattia, C.D., Pittia, P., & Mastrocola, D. (2009). Effect of roasting degree, equivalent thermal effect and coffee type on the radical scavenging activity of coffee brews and their phenolic fraction. Journal of Food Engineering, 90:1, 74-80 Salazar-Martinez, E., Willett, W.C., Ascherio, A., Manson, J.E., Leitzmann, M.F., Stampfer, M.J., & Hu FB. (2004). Coffee consumption and risk for type 2 diabetes mellitus. Annals of Internal Medicine.140:1.1-8. Santos, C., Costa, J., Santos, J., Vaz-Carneiro, A., & Lunet, N. (2010). Caffeine intake and dementia:systematic review and meta analysis. Journal of Alzheimers Disease. 20:1. 187-204. Scalbert , A., Manach, C., Morand, C., Rémésya, C., & Jiménez, L. (2005). Dietary Polyphenols and the prevention of diseases. Critical Review in Food Science and Nutrition. 45:4. 287-306. Scheme for Identification of Unknown Alkaloid Solution. (2009). 14 Juni 2012. www.pua.cc/PUASite/uploads/file/Pharmacy/Courses/PHR344/Practical% Septia, S. (2010). Mempelajari pengaruh konsentrasi ragi dalam formulasi inokulum fermentasi dan lama penyangraian terhadap mutu kopi bubuk. Studen Paper.24 Juni 2012. http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/18947 Shechter, M., Shalmon, G., Scheinowitz, M., Koren-Morag, N., Feinberg, M.S., & Harats, D. (2011). Impact of acute caffeinne ingestion on endothelial function in subjects with and without coronary artery disease. The American Journal of Cardiology, 107. 1255-1261. Shibata, H., Sakamoto, Y., Oka, M., & Kono, Y. (2010). Natural antioxidant,chlorogenic acid, protects against DNA breakage caused by monochloramine. Department of Life Science and Biotechnology, Faculty of Life and Environmental Science, Shimane University, Japan. Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
77
Sjakoer, N.A.A. & Permatasari, N. (2011). Mekanisme deoxycorticosterone acetate (doca)-garam terhadap peningkatan tekanan darah pada hewan coba. El-hayah. 1:4, 199-213. SNI 01-3542-2004. 5 Juni 2012. http://www.scribd.com/doc/.../sni-kopi-bubuk Spiller, J., & Fried, B. (1996). Caffeine. USA: CRC Press. Stoclet, J.C., Chataigneau, T., Ndiaye, M., Oak, M.H., Bedoui, J.E., Chataigneau, M., & Schini-Kerth, V.B. (2004). Vascular protection by dietary poliphenols. European journal of Pharmacology, 500, 299-313. Subramanya, J.K., & Muttagi, S. (2011). In vitro color change of three dental veneering resins in tea, coffee and tamarind extracts. The Journal of Dentistry Vol.8. No.3. Sudarmi. (1997). Kafein dalam Pandangan Farmasi. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera Utara. Suzuki, A., Fujiia, A., Yamamotoa, N., Yamamotoa, M., Ohminamia, H., Kameyamaa, A., Shibuyaa, Y., Nishizawaa, Y., Tokimitsua, I., & Saito, I . (2006). Improvement of hypertension and vascular dysfunction by hydroxyhydroquinone-free coffee in a genetic model of hypertension. Federation of European Biochemical Societies, 580:9, 2317-2322. Tan Hoan Tjay & Rahardja, K. (2007). Obat-obat penting: khasiat, penggunaan, dan efek-efek sampingnya. Edisi 6. Jakarta: Gramedia, 643-644. Tello, J., Viguera, M., & Calvo, L. (2011). Extraction of caffeine from robusta coffee (coffea canephora vr. robusta) hus ks using supercritical carbon dioxide. The Journal of Supercritical Fluids, 59. 53-60. Thelle, D.S., Egil Arnesen, E., & Førde, O.H. (1983) The tromso heart studyDoes coffee raise serum cholesterol? New England Journal of Medicine. 308. 1454-1457. Tom, E. (2007). The effect of chlorogenic acid enriched coffee on glucose absorption in healthy volunteers and its effect on body mass. The Journal of International Medical Research, 35. 900 – 908. Uiterwaal, C.S.P.M.,Verschuren, W.M.M., Bueno-de-Mesquita, H.B., Ocké, M., Geleijnse, J.M., Boshuizen, H.C., Peeters, P.H.M., Feskens, E.J.M., & Grobbee, D.E. (2012). Coffee intake and incidence of hypertension. The Americal Journal of Clinical Nutrition. 718-723.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
78
Van Dam, R.M., & Hu, F.B. (2005). Coffee consumption and risk of type 2 diabetes: a systematic review. The Journal of the American Medical Association. 294. 97-104. Vaziri,N.D., Xiu Q. Wang, Oveisi. F., & Rad, B. (2000). Induction of oxidative stress by glutathione depletion causes severe hypertension in normal rats. Hypertension. 36: 142-146. Vignoli, J.A., Bassoli, D.G., & Bennasi, M.T. (2011). Antioksidant activity, polyhenols, caffeine and melanoidins in soluble coffee: The influence of processing conditions and raw material. Food Chemistry, 124:3. 803–868. Wang, Q., Chen, Z., & Fan, X.P. (1994). A simplified method for preparation of doca-salt hypertension model in rats by subcutaneous implantation of doca silastic tube. The Journal of Circulation. 46:2. 205-8. Waynforth, H.B. (1980). Expermental and surgical technique in the rat. London: Academic Press, 212-214. Webster-Ross, G., Abbott, R.D., Petrovitch, H., Morens, D.M., Grandinetti, A., Ko-Hui Tung, Tanner, C.M., Masaki, K.H., Blanchette, P.L., Curb, J.D., Popper, J.S., & White, L.R. (2000). Association of coffee and caffeine The Journal of the intake with the risk of parkinson's disease. American Medical Association. 283:20.2674-2679. Wedick, N.M., Brennan, A.M., Qi Sun, Hu1, F.B., Mantzoros, C.S., & van Dam, R.M. (2011). Effects of caffeinated and decaffeinated coffee on biological risk factors for type 2 diabetes: a randomized controlled trial. Nutrition Journal, 10:93. Wilson, & Gisvold. (1982). Textbook of Organic Medical and Pharmaceutical Chemistry. Philadelphia: JB Lippincolt Company. Winarsi, H. (2007). Antioksidan alami & radikal bebas potensi dan aplikasinya dalam kesehatan. Yogyakarta: Kanisius. 105. Wisborg, K., Kesmodel, U., Bech, B.H., Hedegaard, M., & Henriksen, T.B. (2003). Maternal consumption of coffee during pregnancy and stillbirth and infant death in first year of life: prospective study. British Medical Journal. 326:420. Winkelmayer, W.C., Stampfer, M., Willett, W.C., & Curhan G.C. (2005). Habitual caffeine intake and the risk of hipertension in women. Journal of the American Medical Association, 2330-2335.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
79
Yamaguchi, T., Chikama, A., Mori, K., Watanabe, T., Shioya, Y., Katsuragi, Y., & Tokimitsu, I. (2008). Hydroxyhydroquinone-free coffee:a doubleblind, randomized controlled dose-response study of blood pressure. Nutrition, Metabolism and Cardiovascular Diseases, 18:6, 408-414. Yunizal, Murtini, J.T., Dolaria,N., Purdiwoto,B., Abdulrokhim, & Carkipan. (1998). Prosedur Analisa Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil Perikanan. Instalasi Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Jakarta. Zhenzhen Zhang, Gang Hu, Caballero, B., Appel, L., & Liwei Chen. (2011). Habitual coffee consumption and risk of hypertension: a systematic review and meta-analysis of prospective observational studies. The American Journal of Clinical Nutrition, 94: 1113-1126.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
101
LAMPIRAN
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
81
Lampiran 1. Sertifikasi Tikus Putih Jalur Sprague-Dawley
\ Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
82
Lampiran 2. Data Rendemen, Kadar Abu, Kadar Abu Tidak Larut Asam, dan Susut Pengeringan
Data rendemen seduhan air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Seduhan Air
Pengujian
Rendemen (%)
Kopi Luwak Arabika
I
20 ,4
II
19,6
I
31
II
28
Kopi Arabika
Rata-rata Rendemen (%) 20
29,5
Data kadar abu serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika Bahan uji
Pengujian
Bobot
Bobot abu
Kadar
Kadar
bahan uji
(g)
abu (%)
abu rata-
(g) Serbuk Kopi Luwak Arabika
EkstrakAir Kopi Luwak
rata (%)
I
2,0460
0,0881
4,3059
II
2,0110
0,0866
4,3063
III
2,0365
0,0889
4,3653
I
2,0144
0,2997
14,87
II
2,0085
0,3064
15,25
III
2,0755
0,3128
15,07
4,3
15,06
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
83
Lanjutan Lampiran 2
Data kadar abu tidak larut asam serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika Bahan uji
Pengujian
Bobot
Bobot
Kadar abu
Kadar abu
bahan uji
abu (g)
tidak larut
tidak larut
asam (%)
asam rata-
(g)
rata (%) Serbuk Kopi Luwak Arabika
I
2,0460
0,0052
0,2541
II
2,0110
0,0077
0,3828
III
2,0365
0,0048
0,2356
I
2,0144
0,0094
0,4666
II
2,0085
0,0045
0,2240
III
2,0755
0,0083
0,3999
Ekstrak Air Kopi Luwak Arabika
0,29
0,36
Data susut pengeringan serbuk dan ekstrak air Kopi Luwak Arabika Bahan uji
Serbuk Kopi Luwak Arabika Ekstrak Kopi Luwak Arabika
Pengujian
Bobot
Bobot Sisa
Susut
Susut
bahan
Pengeringan
Pengeringan
Pengeringan
uji (g)
(g)
(%)
rata-rata (%)
I
2,0808
1,9697
5,3392
II
2,0793
1,9638
5,5547
III
2,0623
1,9471
5,5859
I
2,0050
1,8571
7,3765
II
2,0057
1,8537
7,5784
III
2,0067
1,8539
7,6144
5,49
7,52
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
84
Lampiran 3. Kromatogram Kafein, Golongan Fenol, dan Flavonoid Kopi Luwak Arabika
Kafein
K KL1 KL2 Identifikasi kafein dalam kopi luwak (KL) dengan pembanding kafein standar (K), fase gerak Etil Asetat : Metanol (85:15), disemprot dengan larutan Iodine-Hydrochloric Acid
Gol. Fenol
Gol. Fenol
JB
K
KL
Identifikasi golongan fenol dalam dalam kopi luwak (KL) dengan pembanding ekstrak metanol daun jambu biji), fase gerak Etil Asetat : Metanol (85:15), disemprot dengan larutan FeCl3 10% dalam Etanol
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
85
Lanjutan lampiran 3
Flavonoid
Flavonoid
K
KL
Identifikasi flavonoid dalam dalam kopi luwak, fase gerak Etil Asetat : Metanol (85:15), disemprot dengan larutan AlCl310% dalam Etanol
Flavonoid
Flavonoid
JB
K
KL
Identifikasi flavonoid dalam kopi luwak dengan pembanding ekstrak metanol daun jambu biji (JB), kafein standar (K), fase gerak Etil Asetat : Metanol (85:15), disemprot dengan larutan AlCl310% dalam Etanol, dilihat pada lampu UV 365 nm
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
86
Lampiran 4. Data Identifikasi Alkaloid, Saponin, Flavonoid, Senyawa Fenol, dan Tanin
Data identifikasi alkaloid ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Metode
Perubahan Warna
Bouchardat
Kopi Luwak
Kopi
Kafein
Arabika
Arabika
Murni
+
+
+
+
+
-
+
+
+
Ada endapan coklat
Mayer
Ada endapan putih
Dragendroff
Ada endapan merah jingga
Data identifikasi saponin ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Uji
Perubahan
Kopi Luwak
Kopi Arabika
Otrthosiphon
Arabika
Folium
I
Buih tidak hilang
++
+
++
II
Buih tidak hilang
++
+
++
Data identifikasi flavonoid ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Uji
Perubahan warna
Kopi luwak
Kopi Arabika
I
Kuning Oranye
+
+
II
Merah Muda
+
+
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
87
Lanjutan Lampiran 4 Data identifikasi senyawa fenol ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Uji
Perubahan warna
Kopi Luwak
Kopi Arabika
Arabika I
Biru
+
+
II
Biru
+
+
Data identifikasi senyawa tanin ekstrak air Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika Uji
Perubahan warna
Kopi Luwak
Kopi Arabika
Arabika I
II
Biru kehitaman/hijau
Hijau
Hijau
kecoklatan
kecoklatan
kecoklatan
Biru kehitaman/hijau
Hijau
Hijau
kecoklatan
kecoklatan
kecoklatan
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
88
Lampiran 5. Kadar Fenol Total
1.4 y = 0,0012x + 0,0343 R = 0,9976
Absorbansi (A)
1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 0
200
400
600
800
1000
1200
Konsentrasi Larutan Standar Asam Galat (mg/L)
Kopi Luwak Arabika Sampel Absorbansi Konsentrasi (ppm) 1 0,3050 225,58 2 0,3460 259,75 Rata-rata ± SD *dinyatakan dalam mg ekivalen asam galat per gram ekstrak
Kadar total fenol* 75,19 86,58 80,88 ± 8,05
Kopi Arabika Sampel Absorbansi Konsentrasi (ppm) 1 0,4040 308,08 2 0,4860 376,42 Rata-rata ± SD *dinyatakan dalam mg ekivalen asam galat per gram ekstrak
Kadar total fenol* 102,69 125,47 114,08 ± 16,11
Rumus mencari kadar fenol total: 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛(𝑚𝐿) 𝑏𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑔 𝑥 1000 Volume pengenceran = 100 mL Berat sampel = 0,3 g
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
89
Lampiran 6. Perhitungan Kadar Kafein dan Kurva Serapan Kafein Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika c (nL) 50 100 200 300 1000 2000 5000
Luas Area (V/s) 451.1 793.67 1577.75 1980.68 3570.11 6379.35 14919
konsentrasi kafein (nL)
kurva kalibrasi kafein 16000 14000 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0
y = 2.841x + 728 R² = 0.997
Series1 Linear (Series1)
0
2000
4000
6000
Luas Area (µV/s)
KA I KA II KL I KL II
Luas Area (µV/s) 9236.8 9407.29 10397.76 9543.83
Konsentrasi (µg) 1.4446 1.4718 1.6298 1.4936
Kadar (%) 1.302 1.3282 1.7018 1.5672
Kadar (%) Rata-Rata 1.3151
Keterangan: KA I = Kopi Arabika I KA II = Kopi Arabika II KL I = Kopi Luwak I KL II = Kopi Luwak II
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
1.6345
Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
91
Lampiran 7. Data Aktivitas Antioksidan dan Kurva Spektrum Serapan Blanko DPPH untuk Kopi Luwak Arabika dan Kopi Arabika
Nama Sampel Blanko Kopi Luwak
Panjang Konsentrasi Gelombang (ʎ ) (µg/ml) 516
516 516 516 516 516 516
Blanko Kopi Arabika
516
Blanko
516
Kuersetin
516 516 516 516 516 516
516 516 516 516 516 516
0.125 0.25 5 15 20 25
Absorbansi
Prosentase Inhibisi (%)
Rumus
IC50
Linear
(µg/ml)
0.637
0.545 0.524 0.507 0.38 0.278 0.236
y= 1.957x+ 14.4427 14.04 17.7394 r = 0,981 20.4081 40.3453 56.3579 62.9513
18.375
0.637 0.125 0.25 5 15 20 25
0.567 0.55 0.53 0.347 0.2 0.174
10.989 13.6577 16.7975 45.5259 68.6028 72.6844
y = 2.610x + 9.508 r= 0.972
15.5142
y= 38.54x10.35 r=0,920
1.57
0,673
0.25 0.5 0.75 1 1.25 1.5
3.86 6.98 19.61 20.51 34.91 54.38
3,86 6,98 19,61 20,51 34,91 54,38
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
92
Lanjutan Lampiran 7
Prosentase Inhibisi (%)
Kopi Luwak 80 y = 1.957x + 14.04 R² = 0.981
60 40
Series1
20
Linear (Series1)
0 0
10
20
30
Prosentase Inhibisi (%)
Konsentrasi (ppm)
Kopi Arabika 80 70 60 50 40 30 20 10 0
y = 2.618x + 9.508 R² = 0.972
Series1 Linear (Series1)
0
10
20
30
konsentrasi (ppm)
Kuersetin 60 Prosentase Inhibisi (%)
50 40
y = 38.54x - 10.35 R² = 0.920
30 Series1
20
Linear (Series1)
10 0 -10 0
0.5
1
1.5
2
Konsentrasi (ppm)
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
93
Lanjutan Lampiran 7.
Kurva Spektrum Serapan Kuersetin
Kurva Spektrum Serapan Kopi Arabika
Kurva Spektrum Serapan Kopi Luwak Arabika
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
94
Lampiran 8. Uji normalitas Saphiro-Wilk dan Uji T Berpasangan untuk Menganalisa Data Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Sebelum dan Hari ke Delapan Sesudah Pemberian Kopi Luwak Arabika pada Kelompok Normal dan Hipertensi a. Uji normalitas Saphiro-Wilk terhadap data selisih tekanan darah sistolik sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh pada masing-masing sub kelompok tikus normal dan tikus hipertensi. 1) Tujuan
: Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji t sampel
berpasangan. 2) Hipotesis
:
i) Ho = Data selisih tekanan darah sistolik tikus sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh berdistribusi normal ii) Ha = Data selisih tekanan darah sistolik tikus sebelum perlakuan hari pertama
dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh tidak
berdistribusi normal 3) Uji statistik : Tes normalitas Saphiro – Wilk 4) Kriteria uji : i) Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak ii) Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
95
Lanjutan Lampiran 8 5) Hasil
: Kelompok K1 K2 K3 K4 K5 KN1 KN2 KN3
Statistic .909 .868 .964 .962 .969 .835 .940 .880
Shapiro-Wilk df 4 4 4 4 4 4 4 4
Sig. .479 .288 .805 .793 .837 .180 .656 .339
K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari), K4: kelompok hipertensi dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5: kelompok hipertensi dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari), KN1: kelompok normal dosis 1, KN2: kelompok normal dosis 2, KN3: kelompok normal dosis 3.
Nilai signifikansi dalam tiap kelompok > 0,05
6) Kesimpulan : Ho diterima sehingga data selisih tekanan darah sistolik tikus sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh untuk setiap kelompok berdistribusi normal
b. Uji T sampel berpasangan pada data tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah tujuh hari pemberian kopi luwak pada masing-masing
sub
kelompok tikus normal dan tikus hipertensi.
1) Tujuan
: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang bermakna
dari perubahan tekanan darah sistolik sebelum dan sesudah pemberian kopi luwak pada masing-masing sub kelompok tikus normal dan tikus hipertensi (K1 dan K2 tidak diberikan kopi luwak).
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
96
Lanjutan Lampiran 8 1) Hipotesis
:
i) Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap perubahan tekanan darah
sistolik pada masing-masing kelompok tikus normal dan
hipertensi antara sebelum pemberian kopi luwak hari pertama dan 24 jam setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh. ii) Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap perubahan tekanan darah sistolik pada masing-masing kelompok tikus normal dan hipertensi antara sebelum hari per pemberian kopi luwak tama dan
24 jam
setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh.
2) Uji statistik : Uji t sampel berpasangan 3) Kriteria uji : 4) Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak 5) Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima. 6) Hasil
:
Pasangan kelompok untuk data
T
df
Sig.two tailed
K1_H1.Sebelum - K1_H7.24jam
.622
5
.561
K2_H1.Sebelum - K2_H7.24jam
-.807
4
.465
K3_H1.Sebelum - K3_H7.24jam
3.277
5
.022
K4_H1.Sebelum - K4_H7.24jam
4.615
3
.019
K5_H1.Sebelum - K5_H7.24jam
4.689
3
.018
KN1_H1.Sebelum - KN1_H7.24jam
-.971
4
.387
KN2_H1.Sebelum - KN2_H7.24jam
.488
4
.651
KN3_H1.Sebelum -KN3_H7.24jam
1.601
5
.170
sistolik
Keterangan: K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari), K4: kelompok hipertensi dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5: kelompok hipertensi dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari), KN1: kelompok normal dosis 1, KN2: kelompok normal dosis 2, KN3: kelompok normal dosis 3.H1.Sebelum: sebelum pemberian kopi luwak hari ke 1, H7.24 jam: 24 jam sesudah pemberian kopi luwak hari ke 7.
Nilai signifikansi untuk kelompok K3, K4 dan K5 < 0,05
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
97
Lanjutan Lampiran 8
7) Kesimpulan : Ho ditolak untuk kelompok K3, K4 dan K5 sehingga terdapat perbedaan bermakna penurunan tekanan darah sistolik pada kelompok-kelompok tersebut sebelum dan sesudah tujuh hari pemberian kopi luwak.
c. Uji normalitas Saphiro-Wilk terhadap data selisih tekanan darah diastolik tikus sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh berdistribusi normal
1) Tujuan
: Untuk mengetahui kenormalan data sebagai syarat uji t sampel
berpasangan 2) Hipotesis
:
i) Ho = Data selisih tekanan darah diastolik tikus sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh berdistribusi normal ii) Ha = Data selisih tekanan darah diastolik tikus sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh tidak berdistribusi normal 3) Uji statistik : Tes normalitas Saphiro – Wilk i) Kriteria uji : ii) Jika signifikansi < 0,05,
maka Ho ditolak
iii) Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
98
Lanjutan Lampiran 8 4) Hasil
: Shapiro-Wilk
Kelompok K1 K2 K3 K4 K5 KN1 KN2 KN3
Statistic
df
Sig.
.910
4
.482
.938
4
.640
.989
4
.955
.789
4
.084
.862
4
.266
.824
4
.152
.974
4
.865
.835
4
.180
K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari), K4: kelompok hipertensi dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5: kelompok hipertensi dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari), KN1: kelompok normal dosis 1, KN2: kelompok normal dosis 2, KN3: kelompok normal dosis 3.
Nilai signifikansi dalam tiap kelompok > 0,05
5) Kesimpulan : Ho diterima sehingga data selisih tekanan darah diastolik tikus sebelum perlakuan hari pertama dengan 24 jam setelah perlakuan hari ketujuh untuk setiap kelompok berdistribusi normal.
d. Uji T sampel berpasangan pada data tekanan darah diastolik sebelum pemberian kopi luwak hari pertama dan 24 jam setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh pada masing-masing sub kelompok tikus normal dan hipertensi .
1) Tujuan
:
Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan yang
bermakna terhadap perubahan tekanan darah diastolik
sebelum pemberian
kopi luwak hari pertama dan 24 jam setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh pada masing-masing sub kelompok tikus normal dan hipertensi (K1 dan K2 tidak diberikan kopi luwak).
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
99
Lanjutan Lampiran 8 2) Hipotesis
:
i) Ho = Tidak terdapat perbedaan bermakna terhadap terhadap perubahan tekanan darah diastolik sebelum pemberian kopi luwak hari pertama dan 24 jam setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh pada masingmasing sub kelompok tikus normal dan hipertensi. ii) Ha = Terdapat perbedaan bermakna terhadap perubahan tekanan darah diastolik
sebelum pemberian kopi luwak hari pertama dan 24 jam
setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh pada masing-masing sub kelompok tikus normal dan hipertensi.
3) Uji statistik : Uji t sampel berpasangan 4) Kriteria uji : i) Jika signifikansi < 0,05, maka Ho ditolak ii) Jika signifikansi > 0,05, maka Ho diterima. 5) Hasil
:
Pasangan kelompok untuk data diastolik
t
Df
Sig.two tailed
K1_H1.Sebelum - K1_H7.24jam
.282
5
.789
K2_H1.Sebelum - K2_H7.24jam
-3.637
4
.022
K3_H1.Sebelum - K3_H7.24jam
4.388
5
.007
K4_H1.Sebelum - K4_H7.24jam
6.070
3
.009
K5_H1.Sebelum - K5_H7.24jam
1.236
3
.304
KN1_H1.Sebelum - KN1_H7.24jam
-.140
4
.895
KN2_H1.Sebelum - KN2_H7.24jam
-1.016
4
.367
KN3_H1.Sebelum -KN3_H7.24jam
1.911
5
.114
Keterangan: K1: kontrol normal, K2: kontrol hipertensi, K3: kelompok hipertensi dosis 1(0,09 mg/200 g bb/hari), K4: kelompok hipertensi dosis 2 (0,18 mg/200 g bb/hari), K5: kelompok hipertensi dosis 3 (0,36 mg/200 g/bb hari), KN1: kelompok normal dosis 1, KN2: kelompok normal dosis 2, KN3: kelompok normal dosis 3.H1.Sebelum: sebelum pemberian kopi luwak hari ke 1, H7.24 jam: 24 jam sesudah pemberian kopi luwak hari ke 7.
Nilai signifikansi untuk kelompok K2, K3 dan K4 < 0,05
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
100
Lanjutan Lampiran 8
6) Kesimpulan : Ho ditolak untuk kelompok K2, K3 dan K4 sehingga terdapat perbedaan bermakna terhadap penurunan tekanan darah diastolik sebelum pemberian kopi luwak hari pertama dan 24 jam setelah pemberian kopi luwak hari ketujuh pada kelompok-kelompok tersebut.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
101
Lampiran 9. Uji ANAVA untuk Menilai Perbedaan Efektivitas Variasi Dosis Pemberian Kopi Luwak Arabika pada Waktu yang Berbeda pada Kelompok Tikus Normal dan Tikus Hipertensi Uji ANAVA pada Kelompok KN1-KN2-KN3
8) 9) 10) D_H1.Sebelum (1) 11) 12) 13) (2) D_H1.2jam 14) 15) D_H1.6Jam 16) (3) 17) 18) D_H7.Sebelum (4) 19) 20) 21) D_H7.2Jam (5) 22) 23) D_H7.24Jam (6)
S_H1.Sebelum (1)
S_H1.2Jam (2)
S_H1.6Jam (3)
S_H7.Sebelum (4)
S_H7.2jam (5)
S_H7.24Jam (6)
Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
483.061
2
241.531
Within Groups
744.760
13
57.289
Total
1227.822
15
Between Groups
1866.243
2
933.121
Within Groups
2388.281
13
183.714
Total
4254.524
15
Between Groups
50.125
2
25.063
Within Groups
534.836
13
41.141
Total
584.961
15
Between Groups
74.060
2
37.030
Within Groups
1748.093
13
134.469
Total
1822.154
15
Between Groups
467.843
2
233.921
Within Groups
1969.007
13
151.462
Total
2436.850
15
Between Groups
6.740
2
3.370
Within Groups
902.143
13
69.396
Total
908.883
15
Between Groups
629.475
2
314.737
Within Groups
1437.678
13
110.591
Total
2067.153
15
Between Groups
2727.921
2
1363.961
Within Groups
2214.932
13
170.379
Total
4942.853
15
Between Groups
173.707
2
86.853
Within Groups
1027.965
13
79.074
Total
1201.672
15
Between Groups
955.772
2
477.886
Within Groups
2463.249
13
189.481
Total
3419.021
15
Between Groups
814.874
2
407.437
Within Groups
2746.823
13
211.294
Total
3561.697
15
Between Groups
211.696
2
105.848
Within Groups
1474.286
13
113.407
Total
1685.981
15
F
Sig.
4.216
.039
5.079
.023
.609
.559
.275
.764
1.544
.250
.049
.953
2.846
.094
8.005
.005
1.098
.362
2.522
.119
1.928
.185
.933
.418
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
102 96
Lanjutan Lampiran 9 Uji ANAVA pada Kelompok K3-K4-K5
Sum of Squares D_H1.Sebelum (1)
D_H1.2jam (2)
D_H1.6Jam (3)
D_H7.2Jam (5)
S_H1.Sebelum (1)
S_H1.2Jam (2)
S_H1.6Jam (3)
S_H7.24Jam (6)
2
82.546
Within Groups
1699.636
11
154.512
Total
1864.728
13
Between Groups
1054.793
2
527.397
Within Groups
3050.248
11
277.295
Total
4105.041
13
15.397
2
7.698
Within Groups
1692.826
11
153.893
Total
1708.223
13
Between Groups
603.210
2
301.605
Within Groups
2457.175
11
223.380
Total
3060.385
13
79.844
2
39.922
Within Groups
5494.247
11
499.477
Total
5574.091
13
Between Groups
52.071
2
26.035
Within Groups
288.632
11
26.239
Total
340.703
13
Between Groups
583.794
2
291.897
Within Groups
3489.534
11
317.230
Total
4073.327
13
Between Groups
1019.858
2
509.929
Within Groups
4053.384
11
368.489
Total
5073.242
13
Between Groups
S_H7.Sebelum (4)
S_H7.2jam (5)
165.092
Between Groups
D_H7.24Jam (6)
Mean Square
Between Groups
Between Groups
D_H7.Sebelum (4)
df
47.607
2
23.804
Within Groups
3167.007
11
287.910
Total
3214.615
13
55.741
2
27.871
Within Groups
3714.887
11
337.717
Total
3770.628
13
Between Groups
254.335
2
127.168
Within Groups
15139.933
11
1376.358
Total
Between Groups
15394.269
13
Between Groups
413.186
2
206.593
Within Groups
399.976
11
36.361
Total
813.162
13
F
Sig. .534
.601
1.902
.195
.050
.951
1.350
.299
.080
.924
.992
.402
.920
.427
1.384
.291
.083
.921
.083
.921
.092
.912
5.682
.020
Keterangan: S= Sistolik; D= Diastolik; H1 Sebelum=hari ke 1 sebelum pemberian Kopi Luwak Arabika; H1 2 jam=hari ke 1, 2 jam sesudah pemberian Kopi Luwak Arabika; H1 6 jam= hari ke 1, 6 jam sesudah pemberian Kopi Luwak Arabika; H7 sebelum= hari ke tujuh sebelum pemberian Kopi Luwak Arabika; H7 2 jam= hari ke tujuh 2 jam sesudah pemberian Kopi Luwak Arabika; H7 24 jam=hari ke tujuh, 24 jam sesudah pemberian Kopi Luwak Arabika.
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Lampiran 10. Data pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik pada kelompok tikus normal dan tikus hipertensi hari 1-7 pemberian Kopi Luwak Arabika Data Sistolik Kelompok Normal Dosis 1 (KN1) 1. Sebelum Perlakuan (H1)
2. Setelah 2 jam (H1)
3. Setelah 6 jam (H1)
4. Sebelum Perlakuan (H7)
5. Setelah 2 jam (H7)
6. Setelah 24 jam (H7)
116,06 103,4 123 116,67
153 156,83 170,88 149
127 109,33 122,43 110,83
108,81 109,31 127,25 105
157,82 108,4 142,33 121,75
115,1 122,88 117,33 116,8
124,36
155,23
124
116,5
124,44
114,88
N
5
5
5
5
5
5
MIN
103,4
149
109,33
105
108,4
114,88
MAX
124,36
170,88
127
127,25
157,82
122,88
MEAN
116,70
156,99
118,72
113,37
130,95
117,40
ST.Dev
8,302
8,304
8,072
8,800
19,281
3,242
Data Diastolik Kelompok Normal Dosis 1 (KN1)
N MIN MAX MEAN ST.Dev
1. Sebelum Perlakuan (H1) 80,39 70,4 73 70,83 88,14 5 70,4 88,14 76,55 7,619
2. Setelah 2 jam (H1) 107,43 114,67 131,94 102,7 116,77 5 102,7 131,94 114,70 11,162
3. Setelah 6 jam (H1) 89,89 82,33 80,85 70,5 89,71 5 70,5 89,89 82,66 7,957
4. Sebelum Perlakuan (H7) 78 69,38 95 63 81,5 5 63 95 77,38 12,233
5. Setelah 2 jam (H7) 109,18 66,6 94,5 73,75 89,22 5 66,6 109,18 86,65 16,913
6. Setelah 24 jam (H7) 82,7 77,81 90,67 73,4 79,13 5 73,4 90,67 80,74 6,471
Universitas Indonesia 103 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 10.
N MIN MAX MEAN ST.Dev
1. Sebelum Perlakuan (H1) 114,9 120,56 105,75 111,88 110,7 5 105,75 120,56 112,76 5,468
2. Setelah 2 jam (H1) 107,38 119,2 122,89 139,62 143,42 5 107,38 143,42 126,50 14,919
Data Sistolik Kelompok Normal Dosis 2 (KN2) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 119,92 127,33 122,73 91 109,1 105,67 115,75 96,5 125,67 120 5 5 109,1 91 125,67 127,33 118,63 108,10 6,464 15,365
N MIN MAX MEAN ST.Dev
1. Sebelum Perlakuan (H1) 82,9 90,06 73 78,67 83,3 5 73 90,06 81,59 6,299
2. Setelah 2 jam (H1) 78,75 86,7 86,67 105,33 111 5 78,75 111 93,69 13,752
Data Diastolik Kelompok Normal Dosis 2 (KN2) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 82,77 92,5 76,8 63 73,7 78,67 77,25 72,67 83,22 85,44 5 5 73,7 63 83,22 92,5 78,75 78,46 4,114 11,384
5. Setelah 2 jam (H7) 120 87 124,5 108 125 5 87 125 112,90 16,017
6. Setelah 24 jam (H7) 99,57 131,63 126,25 114,5 122,71 5 99,57 131,63 118,93 12,486
5. Setelah 2 jam (H7) 82,67 62,33 63,5 76,33 93,67 5 62,33 93,67 75,70 13,224
6. Setelah 24 jam (H7) 65,86 85,75 87,25 72,5 84,14 5 65,86 87,25 79,10 9,419
Universitas Indonesia 104 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 10.
N MIN MAX MEAN ST.Dev
N MIN MAX MEAN ST.Dev
1. Sebelum Perlakuan (H1) 139,17 139,17 128,41 137,06 104,42 115,44 6 104,42 139,17 127,28 14,44
1. Sebelum Perlakuan (H1) 96,33 96,33 87,88 96,56 75,79 85,00 6 75,79 96,56 89,65 8,41
2. Setelah 2 jam (H1) 147,35 128,50 124,91 134,29 145,11 108,00 6 108,00 147,35 131,36 14,48
Data Sistolik Kelompok Normal Dosis 3 (KN3) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 123,15 118,38 119,00 118,88 144,13 108,50 117,60 149,60 116,11 120,80 132,90 140,50 6 6 116,11 108,50 144,13 149,60 125,48 126,11 10,96 15,55
5. Setelah 2 jam (H7) 122,33 111,83 123,25 121,64 132,53 117,67 6 111,83 132,53 121,54 6,84
6. Setelah 24 jam (H7) 106,56 103,75 97,40 119,25 105,33 132,25 6 97,40 132,25 110,76 12,72
2. Setelah 2 jam (H1) 109,00 85,06 91,91 74,71 105,44 73,50 6 73,50 109,00 89,94 15,06
Data Diastolik Kelompok Normal Dosis 3 (KN3) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 86,46 86,25 71,50 80,38 91,00 60,50 80,80 89,60 81,56 90,40 83,60 86,50 6 6 71,50 60,50 91,00 90,40 82,49 82,27 6,54 11,23
5. Setelah 2 jam (H7) 85,67 80,33 91,25 85,36 94,11 90,50 6 80,33 94,11 87,87 5,01
6. Setelah 24 jam (H7) 74,70 71,00 73,20 82,50 83,89 94,25 6 71,00 94,25 79,92 8,71
Universitas Indonesia 105 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 10.
N MIN MAX MEAN ST.Dev
N MIN MAX MEAN ST.Dev
1. Sebelum Perlakuan (H1) 128,69 144,85 170,38 146,38 122,17 148,61 6 122,17 170,38 143,51 16,93
1. Sebelum Perlakuan (H1) 88,08 100,77 129,31 101,23 94,00 118,72 6 88,08 129,31 105,35 15,61
2. Setelah 2 jam (H1) 134,10 111,78 131,63 159,12 166,87 99,50 6 99,50 166,87 133,83 26,08
Data Sistolik Kelompok Hipertensi Dosis 1 (K3) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 135,75 149,50 125,80 124,88 124,29 180,19 104,20 130,22 131,35 136,80 119,50 117,80 6 6 104,20 117,80 135,75 180,19 123,48 139,90 11,01 22,51
5. Setelah 2 jam (H7) 120,50 110,00 116,00 213,14 117,25 225,00 6 110,00 225,00 150,32 53,50
6. Setelah 24 jam (H7) 109,50 101,50 105,82 110,31 112,33 116,00 6 101,50 116,00 109,24 5,06
2. Setelah 2 jam (H1) 96,10 65,67 91,16 110,59 122,27 68,25 6 65,67 122,27 92,34 22,52
Data Diastolik Kelompok Hipertensi Dosis 1 (K3) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 95,00 88,17 96,80 72,00 92,86 105,94 74,40 91,50 90,65 102,80 76,83 87,55 6 6 74,40 72,00 96,80 105,94 87,76 91,33 9,66 12,19
5. Setelah 2 jam (H7) 101,25 73,00 77,00 134,14 74,00 124,80 6 73,00 134,14 97,37 27,11
6. Setelah 24 jam (H7) 86,50 74,75 74,64 79,77 82,33 88,67 6 74,64 88,67 81,11 5,86
Universitas Indonesia 106 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 10.
N MIN MAX MEAN ST.Dev
N MIN MAX MEAN ST.Dev
1. Sebelum Perlakuan (H1) 143,92 165,86 170,44 143,35 4 143,35 170,44 155,89 14,28
1. Sebelum Perlakuan (H1) 111,00 124,29 115,89 100,25 4 100,25 124,29 112,86 10,04
2. Setelah 2 jam (H1) 155,50 138,13 153,90 169,11 4 138,13 169,11 154,16 12,68
Data Sistolik Kelompok Hipertensi Dosis 2 (K4) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 158,62 148,00 96,67 158,80 123,00 121,77 133,14 150,30 4 4 96,67 121,77 158,62 158,80 127,86 144,72 25,63 15,99
5. Setelah 2 jam (H7) 141,70 148,36 122,18 148,15 4 122,18 148,36 140,10 12,34
6. Setelah 24 jam (H7) 116,50 117,00 123,25 117,28 4 116,50 123,25 118,51 3,18
2. Setelah 2 jam (H1) 110,40 99,38 114,50 128,28 4 99,38 128,28 113,14 11,94
Data Diastolik Kelompok Hipertensi Dosis 2 (K4) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 111,31 105,27 66,33 114,10 88,00 75,08 86,71 123,10 4 4 66,33 75,08 111,31 123,10 88,09 104,39 18,39 20,85
5. Setelah 2 jam (H7) 86,70 94,64 85,09 103,60 4 85,09 103,60 92,51 8,49
6. Setelah 24 jam (H7) 79,38 74,50 87,50 83,56 4 74,50 87,50 81,24 5,58
Universitas Indonesia 107 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
Lanjutan Lampiran 10.
N MIN MAX MEAN ST.Dev
1. Sebelum Perlakuan (H1) 110,38 135,67 157,83 155,20 4 110,38 157,83 139,77 21,95
1. Sebelum Perlakuan (H1)
N MIN MAX MEAN ST.Dev
95,25 110,00 102,83 112,40 4 95,25 112,40 105,12 7,73
2. Setelah 2 jam (H1) 143,71 137,77 128,60 145,20 4 128,60 145,20 138,82 7,53
2. Setelah 2 jam (H1) 95,14 99,00 93,40 105,50 4 93,40 105,50 98,26 5,36
Data Sistolik Kelompok Hipertensi Dosis 1 (K5) 3. Setelah 6 jam (H1) 4. Sebelum Perlakuan (H7) 135,17 155,11 126,50 140,29 106,00 145,00 136,30 126,78 4 4 106,00 126,78 136,30 155,11 125,99 141,80 14,03 11,77
Data Diastolik Kelompok Hipertensi Dosis 3 (K5) 3. Setelah 6 jam 4. Sebelum Perlakuan (H7) (H1) 94,00 96,78 86,25 96,59 74,00 88,00 88,10 71,89 4 4 74,00 71,89 94,00 96,78 85,59 88,32 8,40 11,69
5. Setelah 2 jam (H7) 143,00 137,20 138,71 161,40 4 137,20 161,40 145,08 11,16
5. Setelah 2 jam (H7) 75,00 84,00 108,29 125,80 4 75,00 125,80 98,27 23,12
6. Setelah 24 jam (H7) 134,50 115,00 116,14 120,22 4 115,00 134,50 121,47 8,97
6. Setelah 24 jam (H7) 84,13 87,87 87,60 82,11 4 82,11 87,87 85,43 2,79
Universitas Indonesia 108 Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
109
Lampiran 11. Hasil Uji T-Berpasangan untuk Kelompok Tikus Normal dan Tikus Hipertensi
SISTOLIK KN1
SISTOLIK KN2
SISTOLIK KN3
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
Uji Normalitas V V V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Uji Normalitas V X V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Uji Normalitas X X V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
110
Lanjutan lampiran 11.
DIASTOLIK KN1
DIASTOLIK KN2
DIASTOLIK KN3
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
Uji Normalitas V V V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Uji Normalitas V X V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Uji Normalitas V V V X V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
111
Lanjutan lampiran 11.
SISTOLIK K3
SISTOLIK K4
SISTOLIK K5
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
Uji Normalitas V V V V V X V V V
Uji Normalitas V V V V V V V V V
Uji Normalitas V V V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012
112
Lanjutan lampiran 11.
DIASTOLIK K3
DIASTOLIK K4
DIASTOLIK K5
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
1-2 1-3 2-3 4-5 4-6 5-6 1-4 1-5 1-6
Uji Normalitas V V V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Uji Normalitas V V V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Uji Normalitas V V V V V V V V V
Uji T berpasangan Tidak Ada Perbedaan Ada Perbedaan Bermakna V V V V V V V V V
Universitas Indonesia Uji aktivitas..., Erna Ciptaningsih, FMIPA UI, 2012