UNIVERSITAS INDONESIA
UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK DAN FRAKSI DARI EKSTRAK n-HEKSANA BUAH KETAPANG (Terminalia catappa L.) SEBAGAI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE DAN PENAPISAN FITOKIMIA DARI FRAKSI TERAKTIF
SKRIPSI
MAMIK YUNIARSIH 0806453655
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK DAN FRAKSI DARI EKSTRAK n-HEKSANA BUAH KETAPANG (Terminalia catappa L.) SEBAGAI INHIBITOR α-GLUKOSIDASE DAN PENAPISAN FITOKIMIA DARI FRAKSI TERAKTIF
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi
MAMIK YUNIARSIH 0806453655
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FARMASI DEPOK JULI 2012 ii
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia.
Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya.
Depok, 2 Juli 2012
Mamik Yuniarsih
iii
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Mamik Yuniarsih
NPM
: 0806453655
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 2 Juli 2012
iv
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : Mamik Yuniarsih : 0806453655 : Sarjana Farmasi : Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak dan Fraksi dari Ekstrak n-Heksana Buah Ketapang (Terminalia catappa L.) sebagai Inhibitor α-Glukosidase dan Penapisan Fitokimia dari Fraksi Teraktif
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing I
: Dr. Katrin, M.S., Apt
Pembimbing II
: Dra. Azizahwati, M.S., Apt
Penguji I
: Dr. Amarila Malik, M.Si., Apt
Penguji II
: Dra. Maryati Kurniadi, M.Si., Apt
Ditetapkan di : Depok Tanggal : 2 Juli 2012
v
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi di Departemen Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk menyelelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI; 2. Ibu Dr. Katrin, M.S., Apt selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, bantuan, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi; 3. Ibu Dra. Azizahwati, M.S., Apt selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
menyediakan
waktu,
bantuan,
tenaga,
dan
pikiran
untuk
mengarahkan penulis dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini; 4. Bapak Dr. Abdul Mun’im, M.Si., Apt selaku kepala proyek dan dosen yang telah menyediakan waktu, bantuan, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penelitian skripsi ini; 5. Bapak Dr. Herman Suryadi, M.S., Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan di Departemen Farmasi FMIPA UI; 6. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Farmasi FMIPA UI atas ilmu pengetahuan dan bantuan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di Departemen; 7. Kedua orang tua (Bapak Tumino dan Ibu Narni) dan adikku Sidiq Nuradiansyah yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, dan doa demi kelancaran studi penulis; vi
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
8. Rekan penelitian Devin, Lia, Elsa, Nita, Indah, dan rekan-rekan penelitian fitokimia lain yang selalu membantu selama proses penelitian; 9. Sahabat Dewi, Suci, Rahmi, Irie, Ima, Septi, dan Kak Ika yang telah setia menemani dan berbagi suka, duka, canda, tawa, dan air mata selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi; 10. Madah Bahana UI yang telah memberikan pengalaman yang luar biasa dan kesempatan berprestasi; 11. Para laboran serta karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah membantu terlaksananya penelitian ini; 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah membantu proses penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi yang masih membutuhkan banyak bantuan dan saran ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kefarmasian dan manfaatnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Penulis
2012
vii
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Mamik Yuniarsih
NPM
: 0806453655
Program Studi
: Sarjana
Departemen
: Farmasi
Fakultas
: Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak dan Fraksi dari Ekstrak n-Heksana Buah Ketapang (Terminalia catappa L.) sebagai Inhibitor α-Glukosidase dan Penapisan Fitokimia dari Fraksi Teraktif beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini,
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 2 Juli 2012 Yang menyatakan
( Mamik Yuniarsih ) viii
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Mamik Yuniarsih : S1 Farmasi : Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak dan Fraksi dari Ekstrak n-Heksana Buah Ketapang (Terminalia catappa L.) sebagai Inhibitor α-Glukosidase dan Penapisan Fitokimia dari Fraksi Teraktif
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin, penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya. Salah satu terapi yang digunakan untuk mengobati diabetes melitus adalah obat penghambat aktivitas α-glukosidase. Obat penghambat aktivitas αglukosidase bekerja menghambat α-glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Penghambatan kerja enzim tersebut secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar gula postprandial pada penderita diabetes. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh fraksi yang memiliki penghambatan aktivitas α-glukosidase tertinggi dari ekstrak n-heksana buah ketapang dan mengetahui golongan senyawa kimia dari fraksi teraktif. Metode ekstraksi yang digunakan adalah ekstraksi bertingkat secara refluks dengan menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan metanol. Alat microplate reader digunakan untuk menguji penghambatan aktivitas α-glukosidase. Hasil menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana aktif menghambat aktivitas α-glukosidase dengan IC50 sebesar 67,914 µg/mL. Fraksi D merupakan fraksi teraktif dari ekstrak n-heksana dengan nilai IC50 sebesar 49,715 µg/mL. Jenis mekanisme penghambatan kerja enzimnya adalah inhibitor kompetitif. Berdasarkan hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa fraksi teraktif mengandung senyawa terpenoid dan glikon. Kata Kunci xvi + 90 halaman Daftar Acuan
: diabetes melitus, α-glukosidase, Terminalia catappa L., buah ketapang, terpenoid. ; 13 gambar; 20 tabel; 21 lampiran : 51 (1966-2012)
ix
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
ABSTRACT
Name Program study Title
: Mamik Yuniarsih : S1 Pharmacy : Antidiabetic Activity Test of Extract and Fractions from Ketapang Fruits (Terminalia catappa L.) as α-Glucosidase Inhibitor and Phytochemical Screening from the Most Active Fraction.
Diabetes mellitus is a group of metabolic disorders characterized by hyperglycemia and abnormalities in carbohydrate, fat, and protein metabolism as results from defects in insulin secretion, insulin sensitivity, or both. One therapy that is used in treating diabetes mellitus is α-glucosidase inhibitor. It inhibits activity of α-glucosidase in the intestinal wall. Inhibition of this enzyme can reduce digestion and absorption of complex carbohydrates effectively so that, can reduce postprandial glucose levels in diabetic patients. The aim of this study was to get the fraction which had the highest α-glucosidase inhibitory activity from nhexane extract of ketapang fruits and to know the phytochemical compounds from the most active fraction. The method of extraction is graduated-reflux with nhexane, ethyl acetate, and methanol. The inhibitory activity of α-glucosidase was assayed by microplate reader. The result showed that n-hexane extract of ketapang fruits actively inhibits α-glucosidase activity with IC50 values 67,914 µg/mL. D fraction was the most active fractions from n-hexane extract with IC50 values 49,715 µg/mL. Its type of enzyme inhibition mechanism is competitive inhibitory. The result of phytochemical screening showed that the most active fraction contains terpenoids and glycons. Key Words xvi + 90 pages Bibliography
: diabetes mellitus, α-glucosidase, Terminalia catappa L., Ketapang fruits, terpenoids. ; 13 pictures; 20 tables; 21 appendices : 51 (1966-2012)
x
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...........................................................................................ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME..........................................iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS................................................iv HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................v KATA PENGANTAR ........................................................................................vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......................viii ABSTRAK ..........................................................................................................ix ABSTRACT........................................................................................................x DAFTAR ISI.......................................................................................................xi DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xiv DAFTAR TABEL...............................................................................................xv DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................xvi 1. PENDAHULUAN..........................................................................................1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................1 1.2 Tujuan Penelitian.....................................................................................2 2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................3 2.1 Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.) ..........................................3 2.1.1 Klasifikasi.......................................................................................3 2.1.2 Morfologi .......................................................................................5 2.1.3 Ekologi dan Penyebaran ................................................................5 2.1.4 Kandungan Kimia ..........................................................................5 2.1.5 Manfaat ..........................................................................................6 2.1.5.1 Tradisional .........................................................................6 2.1.5.2 Penelitian ...........................................................................6 2.2 Diabetes Melitus......................................................................................7 2.2.1 Definisi...........................................................................................7 2.2.2 Klasifikasi.......................................................................................7 2.2.3 Penatalaksanaan .............................................................................8 2.2.3.1 Terapi Tanpa Obat .............................................................9 2.2.3.2 Terapi Farmakologi............................................................10 2.3 Enzim ......................................................................................................12 2.3.1 Karakter Enzim ..............................................................................12 2.3.2 Mekanisme Penghambatan Enzim.................................................14 2.3.3 Penentuan Kinetika Penghambatan Enzim ....................................17 2.3.4 Penghambat α-Glukosidase ...........................................................17 2.3.5 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase ..................................18 2.4 Metode Pemisahan ..................................................................................19 2.4.1 Ekstraksi.........................................................................................19 2.4.1.1 Cara Dingin........................................................................19 2.4.1.2 Cara Panas..........................................................................20 2.4.2 Kromatografi Lapis Tipis ...............................................................21 2.4.2.1 Fase Diam ..........................................................................21 2.4.2.2 Fase Gerak .........................................................................21 xi
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
2.4.3 Kromatografi Kolom ......................................................................22 2.5 Microplate Reader ...............................................................................23 2.6 Penapisan Fitokimia ...............................................................................24 2.6.1 Alkaloid..........................................................................................24 2.6.2 Flavonoid .......................................................................................24 2.6.3 Terpenoid .......................................................................................24 2.6.4 Tanin ..............................................................................................25 2.6.5 Saponin ..........................................................................................25 2.6.6 Kuinon ...........................................................................................25 2.6.7 Glikosida........................................................................................26 3. METODE PENELITIAN .............................................................................27 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................27 3.2 Bahan dan Alat ........................................................................................27 3.2.1 Bahan Uji .......................................................................................27 3.2.2 Bahan Kimia ..................................................................................27 3.2.3 Alat .................................................................................................28 3.3 Cara Kerja ...............................................................................................28 3.3.1 Penyiapan Simplisia .......................................................................28 3.3.2 Ekstraksi .........................................................................................29 3.3.3 Fraksinasi .......................................................................................29 3.3.4 Uji Pendahuluan Aktivitas α-Glukosidase .....................................29 3.3.4.1 Penyiapan Larutan Pereaksi ...............................................30 3.3.4.2 Prosedur .............................................................................31 3.3.5 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase ..................................32 3.3.5.1 Penyiapan Larutan Akarbose .............................................33 3.3.5.2 Penyiapan Larutan Sampel ................................................33 3.3.5.3 Pengujian Blanko ...............................................................33 3.3.5.4 Pengujian Kontrol Blanko .................................................33 3.3.5.5 Pengujian Sampel ..............................................................33 3.3.5.6 Pengujian Kontrol Sampel .................................................34 3.3.5.7 Pengujian Standar ..............................................................34 3.3.5.8 Pengujian Kontrol Standar/Pembanding............................34 3.3.6 Uji Kinetika Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase ...................36 3.3.7 Penapisan Fitokimia.......................................................................37 3.3.7.1 Identifikasi Alkaloid ..........................................................37 3.3.7.2 Identifikasi Flavonoid ........................................................37 3.3.7.3 Identifikasi Terpenoid........................................................38 3.3.7.4 Identifikasi Tanin ...............................................................38 3.3.7.5 Identifikasi Saponin ...........................................................38 3.3.7.6 Identifikasi Antrakuinon ....................................................38 3.3.7.7 Identifikasi Glikosida.........................................................38 4. HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................................40 4.1 Penyiapan Bahan Uji...............................................................................40 4.2 Ekstaksi Simplisia ...................................................................................41 4.3 Fraksinasi ................................................................................................41 4.4 Uji Pendahuluan Aktivitas α-Glukosidase ..............................................42 xii
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
4.5 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase ...........................................44 4.6 Penentuan Kinetika Penghambatan α-Glukosidase.................................46 4.7 Penapisan Fitokimia ................................................................................47 4.7.1 Alkaloid..........................................................................................48 4.7.2 Flavonoid .......................................................................................48 4.7.3 Terpenoid .......................................................................................48 4.7.4 Tanin ..............................................................................................48 4.7.5 Saponin...........................................................................................48 4.7.6 Antrakuinon ...................................................................................49 4.7.7 Glikon.............................................................................................49 5. KESIMPULAN DAN SARAN .....................................................................50 5.1 Kesimpulan...............................................................................................50 5.2 Saran .......................................................................................................50 DAFTAR ACUAN.............................................................................................51
xiii
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Terminalia catappa L ............................................................................4 Gambar 2.2 Penguraian substrat oleh enzim.......................................................13 Gambar 2.3 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi ...............14 Gambar 2.4 Plot timbal-balik ganda atau plot Lineweaver-Burk 1/vi versus 1/[S] yang digunakan untuk mengevaluasi nilai Km dan Vmax .........15 Gambar 2.5 Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif .............................16 Gambar 2.6 Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi nonkompetitif .........................17 Gambar 2.7 Struktur kimia akarbose ...................................................................18 Gambar 2.8 Reaksi enzimatik α-glukosidase dan p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida ...............................................................................19 Gambar 2.9 Microplate Reader...........................................................................23 Gambar 3.1 Microplate 96 sumur .......................................................................28 Gambar 4.1 Grafik optimasi konsentrasi substrat ...............................................44 Gambar 4.2 Plot Lineweaver-Burk fraksi D dari ekstrak n-heksana dengan Konsentrasi 50 µg/mL.....................................................................47 Gambar 4.3 Pola kromatogram terpenoid ...........................................................55
xiv
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 4.1
Prosedur optimasi konsentrasi substrat..................................................32 Prosedur uji penghambatan aktivitas α-glukosidase .........................35 Prosedur penentuan kinetika penghambatan enzim ..........................37 Persentase perbandingan berat buah ketapang kering terhadap berat buah ketapang segar .................................................................56 Tabel 4.2. Rendemen ekstrak buah ketapang.....................................................56 Tabel 4.3. Rendemen hasil fraksinasi kolom .....................................................56 Tabel 4.4. Optimasi aktivitas enzim pada berbagai konsentrasi substrat...........57 Tabel 4.5 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada akarbose.......57 Tabel 4.6 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak n-heksana...........................................................................................58 Tabel 4.7 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak etil asetat............................................................................................58 Tabel 4.8 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak metanol..............................................................................................59 Tabel 4.9 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi A .........59 Tabel 4.10 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi B .........60 Tabel 4.11 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi C .........60 Tabel 4.12 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi D .........61 Tabel 4.13 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi E..........61 Tabel 4.14 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi F..........62 Tabel 4.15 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi G .........62 Tabel 4.16 Data uji kinetika penghambatan α-glukosidase fraksi D (teraktif) ...63 Tabel 4.17 Hasil perhitungan tetapan michaelis-menten fraksi D (konsentrasii 50 µg/mL)....................................................................63
xv
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Skema kerja ekstraksi bertingkat ........................................................64 Lampiran 2. Skema kerja fraksinasi ekstrak n-heksana buah ketapang dan penapisan fitokimia dari fraksi yang memiliki penghambatan aktivitas α-glukosidase terbesar .....................................................65 Lampiran 3. Skema uji penghambatan aktivitas α-glukosidase ........................66 Lampiran 4. Sertifikat analisis α-glukosidase ....................................................67 Lampiran 5. Sertifikat analisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida .....................68 Lampiran 6. Hasil determinasi tumbuhan ..........................................................69 Lampiran 7. Perhitungan bobot α-glukosidase yang ditimbang ........................70 Lampiran 8 Perhitungan aktivitas enzim pada optimasi konsentrasi substrat...71 Lampiran 9. Perhitungan IC50 dari akarbose ......................................................73 Lampiran 10.Perhitungan IC50 dari ekstrak n-heksana........................................74 Lampiran 11.Perhitungan IC50 dari ekstrak etil asetat.........................................75 Lampiran 12.Perhitungan IC50 dari ekstrak metanol...........................................76 Lampiran 13.Perhitungan IC50 dari fraksi A..... ..................................................77 Lampiran 14.Perhitungan IC50 dari fraksi B........................................................78 Lampiran 15.Perhitungan IC50 dari fraksi C........................................................79 Lampiran 16.Perhitungan IC50 dari fraksi D .......................................................80 Lampiran 17.Perhitungan IC50 dari fraksi E........................................................81 Lampiran 18.Perhitungan IC50 dari fraksi F ........................................................82 Lampiran 19.Perhitungan IC50 dari fraksi G .......................................................83 Lampiran 20.Perhitungan kinetika penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi teraktif (fraksi D)......................................................... 84 Lampiran 21.Plot hubungan konsentrasi dan % inhibisi pada akarbose, ekstrak dan fraksi ........................................................................... 85
xvi
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) adalah gangguan metabolisme yang ditandai
dengan hiperglikemia dan abnormalitas metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh penurunan sekresi insulin, penurunan sensitivitas insulin, atau keduanya dan menyebabkan komplikasi kronis mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Wells, Dipiro, Schwinghammer dan Dipiro, 2009). World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 menyatakan jumlah penderita DM di seluruh dunia adalah 171 juta orang dan akan meningkat sampai dua kali lipat pada tahun 2030. Indonesia termasuk dalam 10 besar daftar negara dengan penderita diabetes terbanyak selain India, Cina, Amerika, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia, dan Bangladesh (Aziza B., 2007). Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation) tercantum perkiraan penduduk Indonesia di atas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000 berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini, diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6 % akan didapatkan 8,2 juta pasien diabetes (Suyono et al., 2007). Walaupun diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat dan terapi obat. Penatalaksanaan diabetes mempunyai tujuan akhir untuk menurunkan morbiditas dan mortalitas DM, yang secara spesifik ditujukan untuk mencapai dua target utama, yaitu menjaga agar kadar glukosa plasma berada dalam kisaran normal dan mencegah atau meminimalkan kemungkinan terjadinya komplikasi diabetes. Dalam penatalaksanaan
DM,
langkah
pertama
yang
harus
dilakukan
adalah
penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan 1
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
2 langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (Dirjen Binfar Depkes RI, 2005). Obat golongan penghambat α-glikosidase dapat memperlambat absorpsi polisakarida, dekstrin, dan disakarida di usus halus. Dengan menghambat kerja αglukosidase di usus halus, dapat mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM. Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007). Selain pengobatan dengan obat hipoglikemik, beberapa tanaman tradisional juga sudah diteliti aktivitasnya sebagai antidiabetes. Keunggulan penggunaan herba terletak pada bahan dasarnya yang bersifat alami sehingga efek sampingnya dapat ditekan seminimal mungkin. Tanaman yang dilaporkan umum digunakan sebagai obat tradisional diantaranya adalah alpukat, kayu manis, jamblang, bawang putih, dan meniran (Soumyanath, 2006). Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa ekstrak petroleum eter, metanol dan air buah ketapang menunjukkan aktivitas antidiabetes pada tikus diabetes yang diinduksi oleh aloksan (Nagappa, Thakurdesai, Rao dan Singh, 2003). Pada penelitian yang dilakukan terhadap berbagai fraksi buah ketapang (Terminalia catappa L.) diketahui dari fraksi petroleum eter, etil asetat, butanol dan metanol-air memiliki aktivitas penghambatan enzim α-glukosidase (Sofawati, 2011). Hal ini menunjukkan bahwa buah ketapang memiliki potensi sebagai obat antidiabetes. Oleh karena itu pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui fraksi dari ekstrak n-heksana yang memiliki aktivitas antidiabetes terbesar dan melakukan penapisan fitokimia dari fraksi yang paling aktif. 1.2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek penghambatan
aktivitas α-glukosidase dari ekstrak dan fraksi dari ekstrak n-heksana buah ketapang serta melakukan penapisan fitokimia dari fraksi teraktif buah ketapang (Terminalia catappa L.).
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L.) 2.1.1 Klasifikasi (Jones & Luchsinger, 1987; Little, E. L., Jr., 1979) Kerajaan
: Plantae
Divisi
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Bangsa
: Myrtales
Suku
: Combretaceae
Marga
: Terminalia
Jenis
: Terminalia catappa L.
Sinonim
: Terminalia moluccana Lamk. Terminalia procera Roxb. Terminalia latifolia Blanco, non Swartz.
Nama Daerah: Beowa, Ki, Geutapang, Ketapang, Lahapang, Kayafa, Katapleng, Katapang,
Sairise Klihi,
(Sumatera). Lisa,
Ketapas
Katapang (Nusa
(Jawa).
Tenggara).
Ketapang, Katapang, Sadina, Salisa, Saliha, Klis, Ngusu (Maluku). Tarisei, Dumpayang of lumpayong, Talisei, Kanangan, Katapang, Atapang (Sulawesi). Kalis, Kris (Irian Jaya) (PT. Eisai Indonesia, 1986).
3
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
4
1
2 [Sumber: Dokumentasi pribadi] Keterangan: (1) Tanaman Ketapang; (2) Buah Ketapang
Gambar 2.1 Terminalia catappa L.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
5 2.1.2 Morfologi Pohonnya besar, tingginya bisa mencapai 40 m dan diameter batangnya 2 m. Batangnya berwarna abu-abu sampai abu-abu kecoklatan. Bunganya kecil berkisar antara 4-6 mm, berwarna putih atau krem, memiliki lima lobed, dan memiliki bau yang tidak sedap. Daun memiliki ujung yang berbentuk bulat dan tumpul, mengkilap, kasar dan berwarna hijau tua yang kemudian akan berubah menjadi kuning dan merah ketika akan gugur. Buah berbentuk telur gepeng, keras, berwarna hijau kemudian kuning, merah dan ungu kemerahan jika buah sudah masak. Daging buahnya berserabut. Di dalam buah ketapang terdapat biji yang berbentuk jorong, bagian ujung agak meruncing dan pipih, sedangkan bagian pangkal membulat (Heyne, 1987; Thomson dan Evans, 2006). 2.1.3 Ekologi dan Penyebaran Tanaman ini tumbuh liar di dataran rendah Nusantara, di pasir atau pada karang di pantai. Ditanam pada ketinggian sampai 800 M dari permukaan laut (Heyne, 1987). Tanaman ini hanya dapat bertahan hidup pada daerah tropis dan subtropis serta dapat tumbuh subur pada tanah yang memiliki drainase yang baik. Tanaman ketapang berasal dari Asia Tenggara dan umum ditemukan di seluruh area, tetapi jarang ditemukan di Sumatera dan Kalimantan. Tanaman ini juga tumbuh di Australia bagian Selatan, Pakistan, India, Afrika Timur dan Barat, Madagaskar, dan dataran rendah di Amerika Tengah dan Selatan (Lemmens & Wulijarni-Soetjipto, 1992). 2.1.4 Kandungan Kimia Secara umum tanaman ketapang mengandung tanin (puni-calagin, punicalin, terflavin A dan B, tergallagin, ter-catain, asam chebulagic, geranin, granatin B, corilagin), flavonoid (isovitexin, vitexin, isoorientin, rutin), dan triterpenoid (Ahmed, BM, Dhanapal dan Chandrashekara, 2005).
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
6 2.1.5 Manfaat 2.1.5.1 Tradisional Secara
tradisional
tanaman
ketapang
telah
dimanfaatkan
untuk
pengobatan. Diantaranya, dapat diminum sebagi infus untuk mengobati sakit kepala akibat migrain dan demam tinggi. Kulit kayu digunakan sebagai antidisentri dan diuretik ringan. Daunnya digunakan sebagai antiinflamasi dan antiseptik (Khare, C.P., 2007; WHO, 1998). Buah ketapang juga digunakan oleh bangsa Afrika untuk pengobatan diabetes melitus (Soumyanath, 2006). 2.1.5.2 Penelitian a. Antijamur Ekstrak n-heksana dan etanol 95% dari daun ketapang diuji terhadap empat jenis biakan jamur Candida albicans, Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton flocosum dan Microsporum gypseum dengan metode difusi agar menggunakan cakram kertas. Dari hasil uji tersebut diketahui bahwa ekstrak daun ketapang memiliki aktivitas terhadap jamur Microsporum gypseum (Malik, Soediro, Padmawinata dan Yulinah, 1993). b. Antidiabetes Ekstrak petroleum eter, metanol dan air dari buah ketapang diuji secara in vivo terhadap tikus hiperglikemik yang diinduksi aloksan. Hasil uji menyatakan bahwa ekstrak metanol dan air dari buah ketapang secara signifikan memiliki aktivitas antidiabetes pada tikus hiperglikemik yang diinduksi aloksan tanpa adanya perubahan pada berat badan (Nagappa, Thakurdesai, Rao dan Singh, 2003). Ekstrak air dari daun ketapang juga dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetes yang diuj secara in vivo pada tikus diabetes yang diinduksi aloksan (Ahmed, BM, Dhanapal dan Chandrashekara, 2005). c. Antiinflamasi Ekstrak kasar etanol yang kemudian dipartisi oleh petroleum eter, kloroform, etil asetat dan n-butanol dari daun ketapang memiliki aktivitas
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
7 antiinflamasi yang diuji secara in vivo pada edema kuping di tikus yang diinduksi TPA (12-O-tetradecanoylphorbol-13-acetate) (Fan et al., 2004). 2.2 Diabetes Melitus 2.2.1 Definisi Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelainan metabolik kronis yang melibatkan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein dengan ciri glukosuria dan hiperglikemia (Basuki, Dewiyanti, Artanti, dan Kardono, 2002). 2.2.2 Klasifikasi Klasifikasi Diabetes Melitus berdasarkan etiologinya yang diperkenalkan oleh American Diabetes Association (ADA) dan telah disahkan oleh World Health Organization (WHO), yaitu: a. Diabetes Melitus Tipe 1 Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit hiperglikemia akibat ketiadaan absolut insulin. Hal ini diperkirakan terjadi akibat destruksi autoimun sel-sel beta pulau Langerhans. Sebelumnya, tipe diabetes ini disebut sebagai Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM), karena individu pengidap penyakit ini harus mendapat insulin pengganti. Diabetes tipe 1 biasanya dijumpai pada individu yang tidak gemuk berusia kurang dari 30 tahun, dengan perbandingan laki-laki sedikit lebih banyak daripada wanita. Insiden diabetes tipe 1 memuncak pada usia remaja dini, sehingga pada masa dahulu bentuk ini disebut sebagai diabetes juvenilis. Akan tetapi, diabetes tipe 1 dapat timbul pada semua kelompok usia (Corwin, 2009). b. Diabetes Melitus Tipe 2 Diabetes melitus tipe 2 merupakan DM yang tidak tergantung insulin dan dinamakan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Pada NIDDM, terdapat resistensi insulin yang disertai defisiensi insulin relatif atau defek sekresi insulin disertai resistensi insulin (Aziza, 2007). NIDDM sangat sering terjadi pada orang dewasa yang kelebihan berat badan yang telah berumur lebih dari 40 tahun (Johnson, 1998). Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
8 Untuk kebanyakan individu, diabetes melitus tipe 2 tampaknya berkaitan dengan kegemukan. Selain itu, kecenderungan pengaruh genetik, yang menentukan kemungkinan individu mengidap penyakit ini cukup kuat (Corwin, 2009). c. Diabetes Melitus Gestational Dikenali pertama kali selama kehamilan dan mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Karena terjadi peningkatan sekresi berbagai hormon yang mempunyai efek metabolik terhadap toleransi glukosa, maka kehamilan adalah suatu keadaan diabetogenik (Price dan Wilson, 2005). d. Diabetes Melitus Tipe Lain Ada beberapa tipe diabetes yang lain seperti defek genetik fungi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Suyono et al., 2007). 2.2.3 Penatalaksanaan Tujuan pengobatan diabetes melitus adalah mengurangi komplikasi mikrovaskuler dan makrovaskuler jangka panjang, mencegah komplikasi akut dari kadar glukosa darah yang tinggi, dan memelihara secara keseluruhan kualitas hidup pasien (Chisholm-Burns, 2008). Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (Dirjen Binfar Depkes RI, 2005).
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
9 2.2.3.1 Terapi Tanpa Obat a. Pengaturan Diet Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat, protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut: karbohidrat : 60-70 %, protein : 10-15 %, dan lemak : 20-25 %. Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan ideal. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respons sel-sel β terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian dilaporkan bahwa penurunan 5 % berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak 0,6 % (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup. Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak, makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih. Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buahbuahan segar umumnya kaya akan vitamin dan mineral (Dirjen Binfar Depkes RI, 2005). b. Latihan Jasmani Prinsipnya, tidak perlu olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus pengaruhnya bagi kesehatan (Dirjen Binfar Depkes RI, 2005). Dianjurkan latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu) Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
10 selama kurang lebih 30 menit, yang sifatnya sesuai CRIPE (continuous, rhythmical, interval, progressive, endurance training). Sedapat mungkin mencapai zona sasaran 75-85 % denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi penyakit penyerta. Sebagai contoh olahraga ringan adalah berjalan kaki biasa selama 30 menit, olahraga sedang adalah berjalan cepat selama 20 menit dan olahraga berat misalnya jogging (Suyono, et al., 2007). 2.2.3.2 Terapi Farmakologi a. Insulin Insulin masih merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM tipe 2. Berbagai jenis insulin dengan kejernihan yang berbeda-beda tersedia. Saat ini, insulin manusia yang paling banyak digunakan karena efek samping dan komplikasi yang lebih sedikit (Corwin, 2009). Sediaan yang tersedia memiliki farmakokinetika yang berbeda berdasarkan mula kerja dan masa kerjanya, antara lain insulin kerja singkat, insulin kerja sedang, insulin kerja sedang mulai kerja singkat, insulin kerja lama, dan sediaan insulin campuran. Mekanisme kerja dari insulin adalah menurunkan kadar gula darah dengan menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa hepatik. b. Sulfonilurea Obat-obat kelompok ini bekerja merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, oleh sebab itu hanya efektif apabila sel-sel β Langerhans pankreas masih dapat berproduksi (Dirjen Binfar Depkes RI, 2005). Golongan sulfonilurea dibagi menjadi 2, yaitu generasi I dan generasi II. Contoh obat generasi I antara lain klorpropamid, tolbutamid, dan tolazamid. Untuk obat generasi II antara lain glipizid dan gliburid. Obat sulfonilurea generasi II ini, umumnya potensi hipoglikemiknya hampir 100x lebih besar dari generasi I (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007).
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
11 c. Biguanida Sebenarnya dikenal 3 jenis obat antidiabetes dari golongan biguanid, yaitu fenformin, buformin, dan metformin, tetapi yang pertama telah ditarik dari peredaran karena sering menyebabkan asidosis laktat. Sekarang yang banyak digunakan adalah metformin (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007). Biguanida bekerja menghambat glukoneogenesis dan meningkatkan penggunaan glukosa di jaringan. d. Tiazolidindion Tiazolidindion adalah golongan obat baru yang mempunyai efek farmakologis meningkatkan sensitivitas insulin. Dapat diberikan secara oral. Golongan obat ini bekerja meningkatkan glukosa disposal pada sel dan mengurangi produksi glukosa di hati (Suyono et al., 2007). e. Penghambat α-Glukosidase Contoh dari penghambat α-glukosidase adalah akarbose dan miglitol. Akarbose dapat digunakan sebagai monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat tinggi. Di klinik sering digunakan bersama antidiabetik oral lain dan/atau insulin (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007). Efek samping sistemik jarang terjadi tetapi pemberian dosis tinggi berhubungan dengan peningkatan idiosinkratik kadar serum hepatik transaminase. Efek samping yang sering terjadi, terutama gangguan lambung, lebih banyak gas, lebih sering flatus dan kadang-kadang diare. Efek samping ini meningkat dengan keberlanjutan terapi tetapi akan berkurang dengan pemberian dosis awal yang rendah dan titrasi dosis (Walker dan Edwards, 2003). f. Incretin Mimetics (Glucagon-Like Peptide Receptor Agonists) Glucagon-like peptide 1 (GLP-1) adalah hormon yang merangsang sekresi insulin, menekan sekresi glukagon, menghambat pengosongan lambung, dan mengurangi nafsu makan (Linn, Wofford, O’Keefe & Posey, 2009). Analog sintetik dari GLP-1 adalah exenatid (Katzung, 2006). Obat ini merupakan terapi Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
12 tambahan yang diinjeksikan secara subkutan dua kali sehari pada penderita diabetes melitus tipe 2 yang diobati dengan metformin atau sulfonilurea dan masih memiliki kontrol glikemik yang optimal (Katzung, 2006; Linn, Wofford, O’Keefe & Posey, 2009). g. Incretin Enhancers (Dipeptidyl Peptidase-4 Activity Inhibitors) Penghambat Dipeptidil Peptidase-4 (DPP-4) bekerja menghambat enzim DPP-4 dalam menguraikan inkretin (Linn, Wofford, O’Keefe & Posey, 2009). Obat golongan ini tidak mengakibatkan penurunan atau kenaikan berat badan dan tidak menyebabkan efek samping pada gastrointestinal (Wells, Dipiro, Schwinghammer dan Dipiro, 2009). Contoh dari obat golongan penghambat DPP4 adalah sitagliptin. Sitagliptin merupakan terapi farmakologi pada penderita diabetes melitus tipe 2 dan dapat digunakan sebagai terapi tunggal atau dikombinasikan dengan metformin atau pioglitazon (Katzung, 2006; Linn, Wofford, O’Keefe & Posey, 2009). 2.3 Enzim 2.3.1 Karakter Enzim Enzim adalah katalis yang dapat mempercepat reaksi tanpa mengalami perubahan secara permanen sebagai konsekuensi dari keikutsertaannya dalam reaksi yang bersangkutan (Murray, Granner, & Rodwell, 2009). Suatu enzim dapat mempercepat reaksi 108 sampai 1011 kali lebih cepat daripada apabila reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Substrat adalah senyawa yang bereaksi dengan bantuan enzim. Suatu enzim bekerja secara khas terhadap substrat tertentu. Kekhasan inilah ciri suatu enzim. Ini sangat berbeda dengan katalis lain (bukan enzim) yang dapat bekerja terhadap berbagai macam reaksi. Untuk dapat bekerja terhadap suatu zat atau substrat harus ada hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat. Hubungan antara substrat dengan enzim hanya terjadi pada bagian atau tempat tertentu saja. Tempat atau bagian enzim yang mengadakan hubungan atau kontak dengan substrat dinamakan bagian aktif (active site). Hubungan hanya mungkin terjadi apabila bagian aktif mempunyai ruang yang tepat dapat menampung substrat. Apabila substrat Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
13 mempunyai bentuk atau konformasi lain, maka tidak dapat ditampung pada bagian aktif suatu enzim. Hubungan atau kontak antara enzim dengan substrat menyebabkan terjadinya kompleks enzim-substrat. Kompleks ini merupakan kompleks yang aktif, yang bersifat sementara dan akan terurai lagi apabila yang diinginkan telah terjadi. Secara sederhana sekali penguraian suatu senyawa atau substrat oleh suatu enzim dapat digambarkan sebagai berikut:
[Sumber: Poedjiadi, 2006 ]
Gambar 2.2 Penguraian substrat oleh enzim Persamaan Michaelis-Menten memperlihatkan secara matematis hubungan antara kecepatan awal reaksi vi dan konsentrasi substrat v
[ ]
(2.1)
[ ]
Keterangan : vi = kecepatan awal reaksi, V max = kecepatan reaksi maksimal, [S] = konsentrasi substrat, Km = konstanta Michaelis/ konsentrasi substrat dengan kecepatan awal reaksi (v i) adalah separuh dari kecepatan maksimal (V max/2).
Michaelis dan Menten berkesimpulan bahwa kecepatan reaksi bergantung pada konsentrasi kompleks enzim-substrat (ES), sebab apabila bergantung pada konsentrasi
substrat
(S),
maka
penambahan
konsentrasi
substrat
akan
menghasilkan pertambahan kecepatan reaksi (Poedjiadi, 2006). Di sini dapat dilihat bahwa pada penambahan pertama kecepatan reaksi naik dengan cepat. Tetapi, jika penambahan substrat dilanjutkan maka penambahan kecepatan mulai menurun sampai pada suatu ketika tidak ada penambahan kecepatan reaksi lagi. Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
14
[Sumber: Girindra, 1990]
Gambar 2.3 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kecepatan reaksi Michaelis dan kawan-kawannya menyatakan bahwa reaksi yang dikatalisis oleh enzim pada berbagai konsentrasi substrat mengalami 2 fase, yaitu (1) jika konsentrasi substrat masih rendah, daerah yang aktif pada enzim tidak terikat semuanya dengan substrat dan (2) jika jumlah molekul substrat meningkat pada daerah yang aktif terikat seluruhnya oleh substrat, dan pada saat ini enzim telah bekerja dengan kapasitas penuh (Girindra, 1990). 2.3.2 Mekanisme Penghambatan Enzim Mekanisme penghambatan enzim dapat diperkirakan melalui penentuan kinetika penghambatan enzim. Jenis inhibisi ditentukan dengan analisis data menggunakan metode Lineweaver-Burk untuk memperoleh tetapan kinetika Michaelis-
Menten
(Dewi
et
al.,
2007).
Persamaan
Michaelis-Menten
memperlihatkan secara matematis hubungan antara kecepatan awal reaksi vi dan konsentrasi substrat [S] (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009). Sedangkan plot Lineweaver-Burke adalah plot kurva substrat-penghambat dan substrat-tanpa penghambat dengan 1/[S] sebagai sumbu x dan 1/vo sebagai sumbu y. S adalah variasi konsentrasi substrat, sedangkan vo adalah kecepatan inisial (initial velocity) atau kecepatan awal.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
15
[Sumber : Murray, Granner, dan Rodwell, 2009]
Gambar 2.4 Plot timbal-balik ganda atau plot Lineweaver-Burk 1/vi versus 1/[S] yang digunakan untuk mengevaluasi nilai Km dan Vmax a. Inhibisi kompetitif (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009) Umumnya, pada inhibisi kompetitif ini, inhibitor (I) berikatan dengan bagian dari tempat aktif yang mengikat substrat dan menghambat akses ke substrat. Oleh karena itu, struktur kebanyakan inhibitor kompetitif klasik cenderung mirip dengan struktur substrat, dan karenanya dinamai analog substrat. . Untuk inhibisi kompetitif klasik, garis yang menghubungkan titik data eksperimen bertemu di sumbu y (Gambar 2.5). Karena perpotongan garis di sumbu
y = 1/Vmax, pola ini menunjukkan bahwa ketika 1/[S] = 0, vi tidak
bergantung pada keadaan inhibitor.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
16
[Sumber : Murray, Granner, dan Rodwell, 2009]
Gambar 2.5 Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi kompetitif b. Inhibisi nonkompetitif (Murray, Granner, dan Rodwell, 2009) Pada inhibisi nonkompetitif, pengikatan inhibitor tidak mempengaruhi pengikatan substrat. Oleh karena itu, kompleks EI dan EIS dapat terbentuk. Namun, sementara kompleks enzim-inhibitor tetap dapat mengikat substrat, namun efesiensinya mengubah substrat menjadi produk yang tercermin oleh Vmax, berkurang. Inhibitor nonkompetitif mengikat enzim di bagian-bagian yang berbeda dari bagian pengikat substrat dan umumnya tidak atau sedikit memiliki kesamaan struktural dengan substrat. Untuk inhibisi nonkompetitif sederhana, E dan EI memiliki afinitas yang sama dengan substrat, dan kompleks EIS menghasilkan produk pada kecepatan yang hampir dapat diabaikan (Gambar 2.6). Inhibisi nonkompetitif yang lebih kompleks terjadi jika pengikatan inhibitor memang mempengaruhi afinitas.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
17
[Sumber : Murray, Granner, dan Rodwell, 2009]
Gambar 2.6 Plot Lineweaver-Burk untuk inhibisi nonkompetitif 2.3.3 Penentuan Kinetika Penghambatan Enzim (Girindra, 1990) Untuk menentukan macam inhibitor dilihat dari gambar 2.4. Grafik yang didapat dari persamaan
=
[ ]
(2.2)
+
merupakan garis lurus linier yang memotong absis pada titik -1/Km dan memotong ordinat pada titik 1/Vmaks. Sekarang jika inhibitor ditambahkan ke dalam suatu sistem enzim maka akan terjadi hambatan reaksi. Tetapi dengan penambahan substrat tidak terhingga, dimana 1/[S] sama dengan 0, maka akan didapatkan garis lurus yang berpotongan dengan ordinat 1/V pada titik 1/Vmaks. Apabila dalam penelitian didapatkan data yang memberi bentuk grafik demikian, maka inhibitor enzim itu termasuk inhibitor kompetitif. Sebaliknya, jika didapatkan garis dimana titik pada sumbu naik sedangkan Km tidak berubah, jenis inhibitor termasuk nonkompetitif. 2.3.4 Penghambat α-Glikosidase Senyawa-senyawa penghambat α-glukosidase bekerja menghambat enzim α-glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim (maltase, isomaltase,
glukomaltase
dan
sukrase)
berfungsi
untuk
menghidrolisis
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
18 oligosakarida, pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa postprandial pada penderita diabetes (Dirjen Binfar Depkes RI, 2005). Karena kerjanya yang tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan efek samping hipoglikemia. Contoh sediaan dari golongan penghambat α-glikosidase ini adalah akarbose dan miglitol. Namun, yang paling sering digunakan adalah akarbose. Akarbose merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba (Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI, 2007).
[Sumber: British Pharmacopoeia Commission, 2009]
Gambar 2.7 Struktur kimia akarbose Akarbose bekerja menghambat α-glukosidase sehingga mencegah penguraian sukrosa dan karbohidrat kompleks dalam usus halus, dengan demikian memperlambat dan menghambat penyerapan karbohidrat. 2.3.5 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase secara in vitro dilakukan dengan reaksi enzimatis menggunakan p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa sebagai substrat dan
pengukuran
secara
spektrofotometri.
Enzim
α-glukosidase
akan
menghidrolisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida menjadi p-nitrofenol (berwarna kuning) dan glukosa dengan reaksi sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
19
p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida + α-glukosidase
p-nitrofenol
α-D-glukosa
[Sumber : Basuki, Minarti, Artanti, Kardono, & Simandjuntak]
Gambar 2.8. Reaksi Enzimatis α-glukosidase dan p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida Aktivitas enzim diukur berdasarkan absorbansi yang berwarna kuning. Apabila tumbuhan memiliki kemampuan menghambat aktivitas α-glukosidase maka p-nitrofenol yang dihasilkan akan berkurang (Basuki, Dewiyanti, Artanti, dan Kardono, 2002). 2.4 Metode Pemisahan 2.4.1 Ekstraksi (Departemen Kesehatan RI, 2000) Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut. Beberapa metode yang sering digunakan dalam ekstraksi bahan alam dengan menggunakan pelarut antara lain. 2.4.1.1 Cara Dingin a. Maserasi Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokon atau pengadukan pada temperatur ruangan (suhu kamar). Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinu (terus menerus). Remaserasi berarti dilakukan
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
20 pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya. b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan atau penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. 2.4.1.2 Cara Panas a. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. b. Soxhlet Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. c. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC. d. Infus Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
21 e. Dekok Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30 menit) dan temperatur sampai titik didih air. Proses ekstraksi akan menghasilkan ekstrak. Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. 2.4.2 Kromatografi Lapis Tipis (Gandjar dan Rohman, 2007) Kromatografi lapis tipis merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Fase diam pada KLT berupa lapisan yang seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat alumunium, atau pelat plastik. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun. 2.4.2.1 Fase Diam Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya. Penjerap yang paling sering digunakan adalah silika dan serbuk selulosa, sementara mekanisme sorpsi yang utama pada KLT adalah partisi dan adsorbsi. 2.4.2.2 Fase Gerak Sistem yang paling sederhana pada fase gerak adalah campuran dua pelarut organik karena daya elusi campuran kedua pelarut ini dapat mudah diatur sedemikian rupa sehingga pemisahan dapat terjadi secara maksimal. Berikut adalah beberapa petunjuk dalam memilih dan mengoptimasi fase gerak: Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
22 a. Fase gerak harus mempunyai kemurnian yang sangat tinggi karena KLT merupakan teknik yang sensitif b. Daya elusi fase gerak harus diatur sedemikian rupa sehingga harga Rf terletak antara 0,2-0,8 untuk memaksimalkan pemisahan c. Untuk pemisahan dengan menggunakan fase diam polar seperti silika gel, polaritas fase gerak akan menentukan kecepatan migrasi solut yang berarti juga menentukan nilai Rf. Penambahan pelarut yang bersifat sedikit polar seperti dietil eter ke dalam pelarut non polar seperti metil benzen akan meningkatkan harga Rf secara signifikan. d. Solut-solut ionik dan solut-solut polar lebih baik digunakan campuran pelarut sebagai fase geraknya, seperti campuran air dan metanol dengan perbandingan tertentu. Penambahan sedikit asam etanoat atau amonia masing-masing akan meningkatkan solut-solut yang bersifat basa dan asam. 2.4.3 Kromatografi Kolom (Gritter, Bobbitt, dan Schwarting, 1991) Salah satu metode pemisahan senyawa dalam jumlah besar adalah dengan menggunakan kromatografi kolom. Kromatografi kolom terdiri dari fase diam dan fase gerak. Fase diam ditempatkan di dalam tabung kaca berbentuk silinder, pada bagian bawah tertutup dengan katup atau keran, dan fase gerak dibiarkan mengalir ke bawah melaluinya karena gaya berat. Kolom kromatografi dibuat dengan menuangkan suspensi fase diam dalam pelarut yang sesuai ke dalam kolom dan dibiarkan memampat. Selanjutnya permukaan pelarut diturunkan sampai tepat pada bagian atas fase diam, dan cuplikan yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai diletakkan pada bagian atas kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam lapisan atas penyangga. Kemudian fase gerak dimasukkan dan dibiarkan mengalir mengembangkan kromatogram. Pada kondisi yang dipilih dengan baik, linarut yang berupa komponen campuran, turun berupa pita dengan laju yang berlainan dan dengan demikian dipisahkan. Linarut biasanya dipisahkan dengan cara membiarkannya mengalir keluar dari kolom dan mengumpulkannya sebagai fraksi.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
23 2.5 Microplate Reader Microplate reader merupakan suatu instrumen khusus yang dirancang untuk mengukur serapan sampel kimia hingga 96 sampel dalam suatu prosedur tunggal. Sampel tersebut ditempatkan dalam suatu wadah khusus yang disebut sumuran. Sumuran tersebut dapat menampung sejumlah kecil sampel kimia dan dapat menampung hingga 96 sampel kimia. Sumuran tersebut ideal untuk melakukan berbagai reaksi kimia sekaligus dengan jumlah sampel yang besar. Microplate reader bekerja dengan memancarkan suatu jenis cahaya tertentu pada masing-masing sampel dalam sumuran. Kerja alat ini dapat disesuaikan dengan berbagai cara, yaitu dapat membaca sebagian atau semua sampel dalam urutan waktu tertentu atau dapat membaca sampel pada satu waktu (Shmaefsky, 2006).
[Sumber: Zakhartsev, Portner, & Blusta, 2003] Keterangan: (A) Tampilan tiga dimensi dari sumuran; (B) Tampilan tiga dimensi sumuransaat pengoperasian; (C) Prinsip kerja sumuran.1. sumuran; 2. insulated flexible tubes; 3. pengatur suhu eksternal; 4. arah pergerakan sumuranpada saat pembacaan; 5. sumber cahaya; 6. light beams; 7. detektor; 8. aliran udara panas; 9. sumuran yang terisi oleh sampel cair.
Gambar 2.9Microplate reader Microplate reader secara otomatis melakukan pengukuran endpoint dan analisis kinetika. Pembaca dapat mengukur densitas optik suatu larutan dalam sumuran pada panjang gelombang antara 340 nm hingga 900 nm. Microplate Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
24 reader juga dilengkapi dengan inkubator yang suhunya dapat diatur hingga 50oC dan shaker yang lama waktu pengocokannya dapat diatur (Bio-tek Instruments, 2005). 2.6 Penapisan Fitokimia (Harborne, 1987). Penapisan fitokimia adalah pemeriksaan kandungan kimia secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan. Pemeriksaan diarahkan pada senyawa metabolit sekunder yang memiliki khasiat bagi kesehatan seperti, alkaloid, senyawa flavonoid, terpenoid, tanin, saponin, glikosida, dan kuinon. 2.6.1 Alkaloid Alkaloid adalah golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik. Alkaloid sebagian besar berbentuk kristal padat dan sebagian kecil berupa cairan pada suhu kamar, memutar bidang polarisasi dan terasa pahit. 2.6.2 Flavonoid Flavonoid umumya terdapat dalam semua tumbuhan berpembuluh, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida. Karena alasan itu, maka dalam menganalisis flavonoid biasanya lebih baik bila memeriksa aglikon yang terdapat dalam ekstrak tumbuhan yang telah dihidrolisis sebelum memperhatikan kerumitan glikosida yang mungkin terdapat dalam ekstrak asal. Proses ekstraksi flavonoid dilakukan dengan etanol mendidih untuk menghindari oksidasi enzim. 2.6.3 Terpenoid Terpenoid merupakan senyawa yang berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)-CH=CH2 dan kerangka karbonnya dibangun oleh penyambungan dua atau lebih satuan C5 ini. Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen minyak atsiri, yaitu monoterpen dan seskuiterpen yang Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
25 mudah menguap (C10 dan C15), diterpen yang lebih sukar menguap (C20) dan senyawa yang tidak menguap, yaitu triterpenoid, dan sterol (C30), serta pigmen karotenoid. Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan terdapat dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan tumbuhan dengan menggunakan eter dan kloroform. Saponin dan glikosida jantung merupakan golongan senyawa triterpen atau steroid yang terdapat dalam bentuk glikosida. 2.6.4 Tanin Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Tanin merupakan senyawa yang memiliki gugus fenol, rasa sepat dan mampu menyamak kulit karena kemampuannya menyambung silang protein. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan proteina membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air. Secara kimia, terdapat dua jenis utama tanin yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal (atau galokatekin) yang membentuk senyawa dimer dan kemudian oligomer yang lebih tinggi. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang terhidrolisis jika dididihkan dalam asam klorida encer. 2.6.5 Saponin Saponin adalah glikosida triterpen yang merupakan senyawa aktif permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Pada konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah pada tikus. 2.6.6 Kuinon Kuinon merupakan senyawa berwarna dan memiliki kromofor dasar. Untuk tujuan identifikasi, kuinon dibagi menjadi empat kelompok, diantaranya adalah benzokuinon, naftokuinon dan antrakuinon diperlukan hidrolisis asam untuk melepas kuinon bebasnya. Sedangkan kuinon isoprenoid yang terlibat Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
26 dalam respirasi sel dan fotosintesis diperlukan cara khusus untuk memisahkannya dari bahan lipid lain. 2.6.7 Glikosida Glikosida merupakan suatu senyawa yang bila dihidrolisis akan terurai menjadi gula (glikon) dan senyawa lain (aglikon atau genin). Pada umumnya glikon berupa glukosa, fruktosa, laktosa, galaktosa dan manosa. Dapat pula berupa gula khusus seperti sarmentosa, oleandrosa, simarosa dan rutinosa. Sedangkan aglikon (genin) biasanya mempunyai gugus –OH dalam bentuk alkoholis atau fenolis. Glikosida dapat dibedakan menjadi α-glikosida dan βglikosida. Pada tanaman, glikosida biasanya terdapat dalam bentuk β-glikosida. Kegunaan glikosida bagi tanaman adalah untuk cadangan gula sementara, sedangkan bagi manusia umumnya digunakan untuk obat jantung, diuretika, dan prekursor hormon steroid.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorim Fitokimia dan Kimia Farmasi Analisis Kuantitatif Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Departemen Farmasi, Universitas Indonesia, Depok, selama kurang lebih empat bulan, dari bulan Februari hingga Juni 2012. 3.2 Bahan dan Alat 3.2.1 Bahan Uji Buah ketapang (Terminalia catappa L.) yang diperoleh dari sekitar lingkungan FMIPA, Universitas Indonesia pada bulan Februari 2012 dan telah dideterminasi di Herbarium Bogoriense (LIPI) Cibinong. 3.2.2 Bahan Kimia Enzim α-glukosidase yang berasal dari rekombinan Saccharomyces cerevisiae (Sigma Aldrich, USA), substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (Wako Pure Chemical Industries, Ltd., Jepang), dapar fosfat (pH 6,8), dimetil sulfoksida (DMSO) (Merck, Jerman), bovine serum albumin (BSA) (Merck, Jerman), akarbose (PT. Dexa Medica), natrium karbonat (Merck, Jerman), kalium dihidrogenfosfat (Analar), kalium hidroksida (Merck, Jerman), n-heksana, etil asetat, methanol, diklormetan, etanol 96%, aseton, asam asetat glasial (Merck, Jerman), asam asetat anhidrat (Univar, USA), aqua demineralisata, kloroform, kuersetin (Merck, Jerman), silika gel 60 H, aquades, air bebas CO2, aluminium (III) klorida, anisaldehid, bismut (III) nitrat (Merck, Jerman), besi (III) klorida, vanilin, asam sulfat (Merck, Jerman), eter, natrium hidroksida (Univar, USA), kuersetin (Merck, Jerman), lempeng kromatografi lapis tipis silika gel 60 F254 (Merck, Jerman), dan silika gel 60 H.
27
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
28 3.2.3 Alat Lemari pengering, alat penggiling, ayakan, refluks, oven (Hotpack Vacuum Oven), timbangan analitik (ACIS AW-X Series), timbangan digital, rotary vacum evaporator (Buchi® R11, Switzerland), kertas saring, lemari pendingin (Panasonic), pH meter (Eutech Instruments), vortex mixer (VM 2000), microplate reader (BioTek Elx808, USA), microplate 96 sumur, pipet mikro (Thermo Scientific), multichannel pipet (Thermo Scientific), inkubator, kolom kromatografi, alat fluorosensi, hot plate dan alat-alat gelas.
Gambar 3.1 Microplate 96 sumur 3.3 Cara Kerja 3.3.1 Penyiapan Simplisia Bagian tanaman ketapang yang digunakan adalah buahnya. Buah yang digunakan adalah yang tua tetapi belum matang, masih hijau dan belum gugur pada bulan Februari 2012. Buah ketapang yang telah dikumpulkan kemudian disortasi, dibersihkan dari pengotor, lalu ditimbang. Kemudian, dirajang dengan cara ditumbuk dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada udara terbuka dan terlindung dari sinar matahari selama kurang lebih 5 hari. Setelah simplisia kering, ditimbang kembali agar dapat diketahui bobot penyusutannya. Selanjutnya simplisia tersebut diserbuk dengan menggunakan mesin penggiling dan diayak dengan ayakan 40 mesh. Serbuk simplisia kemudian disimpan di tempat yang terlindung dari cahaya untuk mencegah kerusakan dan kemunduran mutu.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
29 3.3.2 Ekstraksi Sejumlah 1 kg serbuk simplisia kering direfluks menggunakan pelarut dengan kepolaran yang meningkat, yaitu n-heksana, etil asetat dan metanol. Simplisia direfluks dengan menggunakan pelarut n-heksana sebanyak 6 kali hingga warna filtratnya memudar, kemudian disaring dari ampasnya. Setelah itu ampas yang dihasilkan direfluks dengan menggunakan pelarut etil asetat sebanyak 6 kali hingga warna filtratnya memudar kemudian disaring dari ampasnya. Terakhir ampas direfluks dengan metanol sebanyak 5 kali. Setiap proses refluks menggunakan pelarut sebanyak 3 liter dengan suhu yang diajaga 70-80oC dimana satu siklus refluks dilakukan selama 1 jam. Filtrat yang dihasilkan dari masingmasing pelarut kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-50oC dengan kecepatan 40 rpm hingga didapatkan ekstrak kental. Selanjutnya, ekstrak kental yang diperoleh ditimbang untuk mengetahui rendemennya dan disimpan di empat yang terlindung dari cahaya. 3.3.3 Fraksinasi Ekstrak kental n-heksana ditimbang, kemudian difraksinasi dengan menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel 60 H. Namun sebelum melakukan KK, terlebih dahulu dilakukan KLT untuk menentukan pengembangan yang optimum. Fase gerak yang digunakan adalah n-heksana dan etil asetat dengan berbagai perbandingan. Fraksi yang diperoleh ditampung dalam botol setiap 100 mL. Selanjutnya, masing-masing fraksi tersebut di KLT untuk memperoleh pola kromatogramnya. Fraksi dengan pola kromatogram yang sama disatukan. Setelah itu dilakukan kembali uji penghambatan aktivitas αglukosidase. 3.3.4 Uji Pendahuluan Aktivitas α-Glukosidase Sebelum dilakukan uji penghambatan α-glukosidase, perlu dilakukan terlebih dahulu optimasi enzim sehingga dapat diketahui kondisi optimal dari enzim agar dapat bekerja secara optimal. Optimasi yang dilakukan adalah optimasi konsentrasi substrat. Sebelum pengujian, terlebih dahulu dilakukan
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
30 penyiapan larutan pereaksi, seperti larutan dapar fosfat (pH 6,8), larutan natrium karbonat ,larutan enzim, dan larutan substrat. 3.3.4.1 Penyiapan Larutan Pereaksi a. Larutan Dapar Fosfat 1) Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M dibuat dengan cara 6,805 g kalium dihidrogenfosfat dilarutkan dalam aqua demineralisata bebas CO2 dan diencerkan hingga 250,0 mL. 2) Natrium Hidroksida 0,2 M Natrium hidroksida 0,2 M dibuat dengan cara 1,6 g NaOH dilarutkan dalam aqua demineralisata bebas CO2 hingga 200,0 mL. 3) Larutan Dapar Fosfat pH 6,8 Larutan dapar fosfat pH 6,8 dibuat dengan cara 125,0 mL Kalium dihidrogenfosfat 0,2 M dicampurkan dengan 56,0 mL natrium hidroksida 0,2 M dan diencerkan dengan aqua demineralisata CO2 hingga 500,0 mL. b. Larutan α-Glukosidase Larutan enzim dibuat dengan cara 5,056 mg enzim α-glukosidase ditimbang kemudian dilarutkan dalam 100 mL larutan BSA dalam kondisi dingin. Larutan induk enzim diencerkan dengan dapar fosfat pH 6,8 hingga diperoleh larutan enzim 0,05 U/mL. Larutan induk enzim kemudian disimpan. Idealnya larutan enzim tidak disimpan, namun apabila disimpan usahakan selesai dalam waktu beberapa bulan (jika disimpan pada suhu -20oC) dan dalam waktu beberapa minggu (jika disimpan pada suhu 2-8oC). Larutan enzim dibuat pada kondisi suhu yang rendah (2-8oC), baik wadah maupun ruangan yang digunakan (Sigma, 1996). c. Larutan Substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (PNPG) Larutan substrat 20 mM dibuat dengan cara 60,25 mg p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida dilarutkan dalam 10,0 mL aqua demineralisata bebas CO2. Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
31 Kemudian dari larutan induk tersebut diencerkan kembali dengan aqua demineralisata bebas CO2 hingga mendapatkan konsentrasi substrat 10 mM; 5 mM; 2,5 mM; 1,25 mM dan 0,625 mM. d. Larutan Natrium Karbonat 200 mM Larutan natrium karbonat 200 mM dibuat dengan cara 10,6 g serbuk natrium karbonat ditimbang kemudian dilarutkan dengan 500 mL aqua demineralisata bebas CO2. 3.3.4.1 Prosedur (Basuki, Dewiyanti, Artanti, dan Kardono, 2002) a. Penentuan Optimasi Konsentrasi Substrat Masing-masing campuran reaksi terdiri dari 2 µL dimetil sulfoksida (DMSO), 63 µLdapar fosfat (pH 6,8) dan 10 µL p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dengan konsentrasi masing-masing 20 mM, 10 mM, 5 mM, 2,5 mM, 1,25 mM, dan 0,625 mM, lalu diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37o C. Untuk larutan uji, tambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL dan diinkubasi selama 30 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan 100 µL 200 mM natrium karbonat. P-nitrofenol yang dihasilkan dibaca absorbansinya pada λ 405 nm. Pada uji larutan kontrol, penambahan natrium karbonat dilakukan terlebih dahulu sebelum penambahan enzim (Tabel 3.1).
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
32 Tabel 3.1 Prosedur optimasi konsentrasi substrat Volume (µL)
Reagen
Uji
Kontrol
DMSO
2
2
Dapar fosfat (pH 6,8)
63
63
10
10
25
-
-
100
-
25
100
-
Substrat (konsentrasi 20mM, 10 mM, 5 mM, 2,5 mM, 1,25 mM, 0,625 mM) Inkubasi 37oC, 5 menit Enzim Natrium karbonat 200 Mm Inkubasi 37oC, 30 menit Enzim Natrium karbonat 200 mM
Ukur absorbansi pada λ = 405 nm b. Perhitungan Aktivitas Enzim (Kikkoman, 2001) Satu unit enzim akan melepaskan 1,0 µmol D-glukosa dari p-nitrofenil-αD-glukosida per menit pada pH 6,8 dan suhu 37oC (Sigma, 2011). Unit⁄mL enzim = (
,
)
Unit mg enzim = Unit mL enzim x
(3.1) (3.2)
Keterangan :V= Volume total (mL); df = faktor pengenceran; 18.3= Ekstinsi milimolar pnitrophenol pada 400 nm; Ve= Volume enzim (mL); t= Waktu inkubasi (menit); C= Banyaknya αglukosidase dalam larutan (mg/mL)
3.3.5 Uji Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase dilakukan terhadap larutan blanko (larutan tanpa sampel/standar), larutan akarbose sebagai standar pembanding dan larutan sampel (ekstrak dan fraksi). Setiap larutan uji dibuat larutan kontrol masing-masing.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
33
3.3.5.1 Penyiapan Larutan Akarbose Sebanyak 10,2 mg akarbose ditimbang kemudian dilarutkan dalam 10,0 mL dapar fosfat pH 6,8 hingga diperoleh konsentrasi larutan 1020 ppm. 3.3.5.2 Penyiapan Larutan Sampel Sebanyak ±10,0 mg sampel (ekstrak dan fraksi) dilarutkan dalam 3 mL dimetil sulfoksida kemudian dicukupkan volumenya dengan dapar fosfat pH 6,8 pada labu ukur 10,0 mL sehingga didapatkan larutan sampel dengan konsentrasi 1000 ppm. Selanjutnya pengenceran sampel dilakukan dengan teknik pipetting. 3.3.5.3 Pengujian Blanko Sebanyak 2 µL larutan dimetil sulfoksida ditambah dengan 63 µL dapar fosfat pH 6,8 dan 10 µL larutan 10 mM p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL, sampel diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi selesai ditambahkan 100 µL 200 mM natrium karbonat. Sampel diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. 3.3.5.4 Pengujian Kontrol Blanko Sebanyak 2 µL larutan dimetil sulfoksida ditambah dengan 63 µL dapar fosfat pH 6,8 dan10 µL larutan 10 mM p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan 100 µL 200 mM natrium karbonat dan diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi selesai, tambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL. Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. 3.3.5.5 Pengujian Sampel Sebanyak 2 µL, 5 µL, 10 µL, 15 µL, dan 20 µL larutan sampel berturutturut ditambah dengan 63 µL, 60 µL, 55 µL, 50 µL, dan 45 µL dapar fosfat pH Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
34 6,8 dan 10 µL 10 mL p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kedalam sampel ditambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/ml, sampel diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi selesai, tambahkan 100 µL 200 mM natrium karbonat. Sampel diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. 3.3.5.6 Pengujian Kontrol Sampel Sebanyak 2µL, 5 µL, 10 µL, 15 µL, dan 20 µL larutan ekstrak berturutturut ditambah dengan 63 µL, 60 µL, 55 µL, 50 µL, dan 45 µL dapar fosfat pH 6,8 dan 10 µL larutan 10 mL p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kedalam sampel ditambahkan 100 µL 200 mM natrium karbonat, sampel diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi selesai, tambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL. Sampel diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. 3.3.5.7 Pengujian Standar Sebanyak 10 µL, 20 µL, 30 µL, 40 µL, dan 60 µL larutan standar (akarbose) berturut-turut ditambah dengan 55 µL, 45 µL, 35 µL, 25 µL, dan 5 µL dapar fosfat pH 6,8 dan 10 µL larutan 10 mM p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL dan diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi selesai, tambahkan 100 µL 200 mM natrium karbonat. Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. 3.3.5.8 Pengujian Kontrol Standar/Pembanding Sebanyak 10 µL, 20 µL, 30 µL, 40 µL, dan 60 µL larutan standar (akarbose) berturut-turut ditambah dengan 55 µL, 45 µL, 35 µL, 25 µL, dan 5 µL dapar fosfat pH 6,8 dan 10 µL 10 mM p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (PNPG), diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan 100 µL 200 mM natrium karbonat, kemudian diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi selesai, tambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL. Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
35 Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. Tabel 3.2 Prosedur uji penghambatan aktivitas α-glukosidase Reagen
Volume (µL) B1
B0
S1
S0
Sampel / inhibitor
-
-
2-20
2-20
DMSO
2
2
-
-
Dapar fosfat
63
63
45-63
45-63
Substrat
10
10
10
10
Inkubasi 37oC, 5 menit Enzim Natrium karbonat
25
-
25
-
-
100
-
100
Inkubasi 37oC, 30 menit Enzim Natrium karbonat
-
25
-
25
100
-
100
-
Ukur absorbansi pada λ = 405 nm Keterangan : B1= Blanko, B0= Kontrol Blanko, S1= Sampel dan Standar (akarbose), S0= Kontrol Sampel dan Kontrol Standar (akarbose)
Aktivitas inhibitor α-glukosidase dapat dihitung dengan rumus: % inhibisi =
(3.3)
× 100 %
Keterangan:S= absorbansi sampel (S1-S0); C = absorbansi kontrol (B1-B0)
IC50 dapat dihitung dengan menggunakan persamaan regresi linear, konsentrasi sampel sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y. Dari persamaan: y = a + bx dapat dihitung nilai IC50 dengan menggunakan rumus : IC
=
(3.4)
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
36 3.3.6 Uji Kinetika Penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Uji kinetika penghambatan aktivitas enzim diukur dengan meningkatkan konsentrasi p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida (substrat). Sampel yang akan digunakan sebagai penghambat aktivitas enzim merupakan fraksi teraktif nheksana (Fraksi D). Sebanyak 5 µL dan 10 µL fraksi uji berturut-turut ditambah dengan 60 µL dan 55 µL dapar fosfat pH 6,8 dan 10 mM p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida dengan 4 konsentrasi berbeda, yaitu 1,25 mM; 2,5 mM; 5 mM dan 10 mM, diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37oC. Kemudian ditambahkan 25 µL larutan enzim 0,05 U/mL dan diinkubasi kembali selama 30 menit pada suhu 37oC. Setelah masa inkubasi selesai, tambahkan 100 µL 200 mM natrium karbonat. Larutan diukur absorbansinya dengan microplate reader pada panjang gelombang 405 nm. Setiap pengujian dilakukan koreksi, yaitu dengan pembuatan larutan kontrol. Jenis inhibisi ditentukan dengan analisis data menggunakan metode Lineweaver-Burk untuk memperoleh tetapan kinetika Michaelis-Menten (Dewi, et al.,2007). Tetapan kinetika Michaelis-Menten dihitung berdasarkan persamaan regresi y = a + bx, dimana x adalah 1/[S] dan y adalah 1/A. Jenis inhibisi dapat juga dilihat dari bentuk plot Lineweaver-Burk (Murray, Granner, & Rodwell, 2009).
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
37 Tabel 3.3 Prosedur penentuan kinetika penghambatan enzim Volume (µL) Reagen
Tanpa Inhibitor
Tanpa Inhibitor Kontrol
Dengan
Dengan
Inhibitor
Inhibitor
Kontrol
Ekstrak
-
-
5-10
5-10
DMSO
2
2
-
-
Dapar
63
63
55-60
55-60
Substrat
10
10
10
10
Inkubasi 37oC selama 5 menit Enzim
25
-
25
-
Na2CO3
-
100
-
100
Inkubasi 37oC selama 30 menit Enzim
-
25
-
25
Na2CO3
100
-
100
-
Ukur absorbansi pada λ = 405 nm 3.3.7 Penapisan Fitokimia (Wagner, Bladt dan Zgainski, 1984) Fraksi teraktif dari ekstrak n-heksana buah ketapang dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui kandungan golongan senyawa kimianya. Penapisan fitokimia dilakukan dengan cara kromatografi lapis tipis, kecuali identifikasi glikosida, yaitu menggunakan pereaksi kimia. 3.3.7.1 Identifikasi Alkaloid Lempeng KLT dielusi dengan eluen kloroform-metanol (85:15). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot Dragendorf LP. Hasil positif akan menunjukkan warna jingga-coklat Hasil positif akan menunjukkan warna kuning pada sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm. 3.3.7.2 Identifikasi Flavonoid Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades (40:10:50). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot AlCl3. Hasil Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
38 positif akan menunjukkan warna kuning pada sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm. 3.3.7.3 Identifikasi Terpenoid Lempeng KLT dielusi dengan eluen benzen-etil asetat (90:10). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot vanilin-asam sulfat. Hasil positif akan menunjukkan warna biru kuat, hijau, merah, ungu atau coklat pada cahaya tampak setelah dipanaskan pada suhu 110˚C selama 5-10 menit. 3.3.7.4 Identifikasi Tanin Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades (40:10:50). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot larutan FeCl3 10%. Hasil positif akan menunjukkan warna hijau-kehitaman. 3.3.7.5 Identifikasi Saponin Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades (50:10:40). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot anisaldehidasam sulfat. Hasil positif akan menunjukkan warna biru, biru-ungu, atau kekuningan pada cahaya tampak setelah dipanaskan pada suhu 100˚C selama 5-10 menit. 3.3.7.6 Identifikasi Antrakuinon Lempeng KLT
dielusi dengan eluen etil asetat-metanol-aquades
(100:17:13). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot anisaldehidasam sulfat. Hasil positif akan menunjukkan warna merah pada cahaya tampak atau flourosensi kuning di bawah sinar UV dengan panjang gelombang 366 nm. 3.3.7.7 Identifikasi glikosida (Depkes RI, 1995) Ekstrak ditambahkan dengan etanol 70% 20 ml, tambahkan 25 ml air dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, kocok, diamkan selama 5 menit dan saring. Sari filtrat tiga kali, tiap kali dengan 20 ml campuran (3:1) kloroform P dan
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
39 isopropanol. Kumpulan sari tambahkan natrium sulfat anhidrat, saring dan uapkan pada suhu tidak lebih dari 50oC. Larutkan sisa dengan 2 ml metanol. a.
Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrat P dan 1 tetes asam sulfat P. Hasil positif terbentuknya warna biru atau hijau.
b.
Larutan percobaan sebanyak 1 mL diuapkan hingga kering, sisanya dilarutkan dengan 2 mL air dan 5 tetes Molisch LP. Kemudian ditambahkan dengan hati-hati 2 mL asam sulfat P. Hasil positif terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas cairan (Reaksi Molisch).
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Penyiapan Bahan Uji Pada penelitian ini, bahan uji yang digunakan adalah bagian buah tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) yang diperoleh dari lingkungan sekitar FMIPA Universitas Indonesia. Bagian buah pada tanaman ketapang dipilih karena pada penelitian terdahulu diketahui bahwa buah ketapang memiliki aktivitas antidiabetes (Mahmudah, 2011; Sofawati, 2011). Tanaman yang diperoleh selanjutnya dideterminasi di Herbarium Bogoriense (LIPI), Cibinong. Hasil determinasi menunjukkan bahwa bahan uji merupakan tanaman ketapang (Terminalia catappa L.) dari famili Combretaceae (Lampiran 6). Buah ketapang yang digunakan adalah buah yang telah tua tetapi belum matang, masih hijau dan belum gugur pada bulan Februari 2012. Buah ketapang yang telah dikumpulkan kemudian disortasi, dibersihkan dari pengotor, lalu ditimbang. Setelah selesai dibersihkan, buah ketapang dirajang dengan cara ditumbuk dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada udara terbuka dan terlindung dari sinar matahari selama kurang 5 hari. Tujuan dari perajangan adalah untuk mempercepat pengeringan karena kadar air yang sangat banyak pada buah ketapang. Pengeringan dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, karena dengan mengurangi kadar air dapat mencegah penurunan mutu atau perusakan simplisia dari pembusukkan (Depkes RI, 1985). Simplisia yang telah cukup kering selanjutnya dimasukkan ke dalam lemari pengering. Setelah kering, simplisia kering ditimbang kembali agar dapat diketahui bobot penyusutannya (susut pengeringan). Hasil susut pengeringan dapat dilihat pada Tabel 4.1. Selanjutnya simplia tersebut diserbuk dengan menggunakan alat penggiling dan diayak dengan ayakan 40 mesh. Kemudian simplisia disimpan di tempat yang tertutup untuk mencegah perusakan dan penurunan mutu.
40
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
41 4.2 Ekstraksi Simplisia Sejumlah 1 kg serbuk simplisia kering diekstraksi dengan cara panas, yaitu refluks menggunakan pelarut yang kepolarannya meningkat n-heksana, etil asetat, dan metanol. Simplisia direfluks dengan menggunakan pelarut tersebut sebanyak 5-6 kali hingga warna filtratnya memudar agar jumlah senyawa yang tersari lebih banyak dan senyawa berkhasiat tersari seluruhnya. Dipilih metode ekstraksi dengan cara refluks karena metode ini membutuhkan waktu lebih singkat dan metode ini sudah banyak digunakan untuk uji penghambatan aktivitas αglukosidase selain maserasi, sokhlet dan perkolasi (Chan, Sun, Reddy, & Wu, 2010). Untuk sekali siklus refluks dibutuhkan waktu selama 1 jam. Kemudian, filtrat dipisahkan dari ampasnya dengan cara disaring. Filtrat yang dipeoleh kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40-50oC dan kecepatan 40 rpm hingga menjadi ekstrak kental. Ekstrak kental yang diperoleh ditimbang untuk dihitung rendemennya (lihat Tabel 4.2) dan disimpan dalam wadah tertutup rapat. Rendemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan simplisia awal (Depkes RI, 2000). Skema ekstraksi dapat dilihat pada lampiran 1. 4.3 Fraksinasi Ekstrak kental yang telah diperoleh selanjutnya difraksinasi dengan kromatografi kolom. Sebelum melakukan kromatografi kolom, terlebih dahulu dilakukan kromatografi lapis tipis (KLT) untuk melihat eluen yang memiliki pemisahan terbaik. Dari hasil kromatografi lapis tipis diperoleh bahwa eluen terbaik yang dapat digunakan untuk kromatografi kolom adalah heksana/etil asetat dengan berbagai perbandingan Setelah mengetahui eluen yang tepat untuk fraksinasi kolom, selanjutnya dilakukan kromatografi kolom. Cara pembuatan kolom yang digunakan adalah cara basah dan fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 H. Silika gel yang ditimbang sebanyak 190 gr. Silika gel dibuat larutan suspensi dengan menggunakan pelarut n-heksana. Selanjutnya suspensi silika gel dimasukkan ke dalam kolom yang bagian bawahnya sudah diberi kapas sambil diketuk-ketukkan
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
42 hingga padat. Setelah kolom terbentuk, pada bagian atas kolom diberi kertas saring. Penyiapan sampel dilakukan dengan cara kering. Ekstrak ditimbang sebanyak 19 gr, kemudian dilarutkan dengan aseton. Setelah ekstrak agak kental, ditambahkan sejumlah silika gel dan diaduk-aduk hingga menjadi serbuk. Selanjutnya sampel dimasukkan ke dalam kolom. Pemasukkan sampel harus hatihati agar didapat sampel yang merata di seluruh permukaan kolom. Fase gerak yang digunakan yaitu n-heksana dan etil asetat dengan berbagai perbandingan. Penggantian konsentrasi fase gerak dilakukan berdasarkan penurunan pita warna kolom. Dari hasil kromatografi kolom didapatkan 84 fraksi yang ditampung pada wadah botol 100 mL. Selanjutnya fraksi-fraksi tersebut digabung berdasarkan kemiripan pola kromatografi pada KLT. Setelah digabungkan didapatkan 8 fraksi gabungan. Kedelapan fraksi tersebut kemudian ditimbang untuk mengetahui rendemen fraksi (lihat Tabel 4.3). Bobot fraksi yang lebih dari 0,100 g dipilih unuk dilakukan uji penghambatan aktivitas αglukosidase. Skema fraksinasi dapat dilihat pada lampiran 2. 4.4 Uji Pendahuluan Aktivitas α-Glukosidase Sebelum melakukan uji penghambatan α-glukosidase perlu dilakukan terlebih dahulu uji pendahuluan untuk mengetahui kondisi optimal dari enzim agar dapat bekerja secara optimal. Dilakukan optimasi enzim untuk memastikan bahwa penurunan aktivitas penghambatan α-glukosidase merupakan hasil kerja ekstrak yang memiliki aktivitas penghambatan pada enzim tersebut. Optimasi yang dilakukan adalah konsentrasi substrat. Kerja enzim sebenarnya juga dipengaruhi oleh suhu dan pH. Namun, optimasi suhu dan pH tidak dilakukan karena dalam sertifikat analisis enzim (Lampiran 4) dinyatakan bahwa satu unit dari enzim dapat melepaskan 1,0 mikromol D-glukosa dari p-nitrofenil-α-Dglukosida per menit pada pH 6,8 dan suhu 37oC. Dari keterangan dapat diketahui bahwa enzim bekerja optimal pada pH 6,8 dan suhu 37oC. Pengukuran aktivitas enzim juga tidak dilakukan karena enzim yang digunakan masih baru sehingga diharapkan aktivitas enzim yang digunakan masih baik.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
43 Reaksi enzimatis berlangsung pada suhu 37oC. Enzim stabil pada pH 6,8, oleh karena itu pada pengujian digunakan dapar fosfat pH 6,8. Natrium karbonat digunakan untuk menghentikan reaksi enzimatis. Inkubasi dilakukan dua kali, yaitu 5 menit pada tahap pertama yang bertujuan untuk memberikan waktu bagi larutan uji untuk mencapai suhu 37oC dan 30 menit pada tahap kedua yang bertujuan untuk enzim bereaksi dengan substrat (reaksi enzimatis). Unit enzim yang dapat digunakan pada uji pendahuluan ini adalah 0,05 U/ml (Lampiran 7). Enzim yang digunakan sebesar 1 mg dengan spesifikasi 15,2 mg enzim mengandung 23% protein dan terdapat 215 unit enzim tiap mg protein. Variasi konsentrasi substrat yang digunakan untuk optimasi adalah 0,625 mM; 1,25 mM; 2,5 mM; 5 mM; 10 mM dan 20 mM. Pengujian dilakukan dengan mencampurkan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dan dapar fosfat (pH 6,8) diinkubasi pada 37oC selama 5 menit kemudian ditambahkan larutan enzim dan diinkubasi kembali selama 30 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan penambahan natrium karbonat. Produk yang dihasilkan dari reaksi antara enzim αglukosidase dan substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida diukur serapannya pada panjang gelombang 405 nm. Untuk mengoreksi hasil serapan blanko, dilakukan juga pengamatan aktivitas enzim pada kontrol. Pada kontrol, natrium karbonat ditambahkan setelah inkubasi substrat p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dan dapar fosfat (pH 6,8) pada 37oC selama 5 menit dan kemudian diinkubasi selama 30 menit. Setelah itu, ditambahkan α-glukosidase pada campuran reaksi tersebut. Hasil yang diperoleh dari kontrol dapat digunakan untuk melihat apakah masih ada produk yang terbentuk antara p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida dan αglukosidase saat kondisi campuran telah dibasakan dengan natrium karbonat. Data serapan dan nilai aktivitas enzim dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
44
Aktivitas Enzim (U/mg)
Optimasi Konsentrasi Substrat 0,35 0,3 0,25 0,2 0,15 0,1 0,05 0 0
5
10
15
20
25
Konsentrasi Substrat (mM) Gambar 4.1 Grafik optimasi konsentrasi substrat Aktivitas enzim akan meningkat seiring dengan pertambahan substrat hingga mencapai suatu enzim dengan keadaan jenuh oleh substrat. Hasil yang diperoleh dari optimasi subtrat diketahui bahwa aktivitas enzim meningkat pada konsentrasi substrat 0,625 mM sampai 10 mM dan tidak mengalami kenaikan (keadaan konstan) pada konsentrasi substrat 20 mM (Gambar 4.1). Keadaan konstan terjadi diperkirakan karena sisi aktif enzim sudah terisi penuh oleh substrat. Berdasarkan hasil yang diperoleh maka konsentrasi substrat yang digunakan untuk uji penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase adalah 10 mM. 4.5 Uji penghambatan Aktivitas α-Glukosidase Untuk pengujian penghambatan aktivitas α-glukosidase digunakan metode yang diperoleh dari Prof. K. Kawanishi (Kobe Pharmaceutical University, komunikasi personal) yang dimodifikasi dengan melakukan penetapan tersebut pada 96 well microtiter plate. Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase dilakukan dengan menggunakan larutan enzim 0,05 U/ml dan konsentrasi larutan substrat 10 mM. Pengujian dilakukan dengan menggunakan berbagai konsentrasi ekstrak dengan tujuan mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak terhadap daya inhibisi. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka semakin tinggi daya inhibisinya. Konsentrasi ekstrak dan daya inhibisi yang diperoleh dibuat persamaan regresi untuk mendapatkan nilai IC50. Nilai IC50 adalah konsentrasi Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
45 ekstrak dari penghambatan α-glukosidase yang dapat menghambat 50% dari aktivitas α-glukosidase. Semakin kecil nilai IC50, semakin baik daya inhibisinya. Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase dilakukan dengan mengukur serapan produk, yaitu p-nitrofenol pada panjang gelombang 405 nm menggunakan alat microplate reader ELx808. Perhitungan aktivitas enzim dilakukan dengan membandingkan larutan sampel (S) dengan blanko (B). Larutan blanko merupakan larutan uji tanpa sampel/ekstrak, namun perlakuannya sama dengan larutan uji sampel. Larutan kontrol untuk sampel (S0) dan blanko (B0) juga dibuat sebagai faktor koreksi. Koreksi yang dilakukan untuk memastikan bahwa natrium karbonat sudah menghambat kerja enzim dan mengetahui apakah ada absorbansi yang terbaca dari senyawa selain p-nitrofenol misalnya dikarenakan warna ekstrak yang berwarna yang dapat mempengaruhi nilai serapan. Sebelum dilakukan uji penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase pada ekstrak, terlebih dahulu dilakukan uji penghambatan aktivitas pada pembanding, yaitu akarbose. Hasil pengujian menunjukkan bahwa akarbose memiliki efek penghambatan aktivitas α-glukosidase dengan nilai IC50 260,453 ppm (Tabel 4.5). Akarbose yang digunakan sebagai pembanding dinilai kurang efektif dalam menghambat
aktivitas
α-glukosidase
yang
berasal
dari
mikroorganisme
Saccharomyces cerevisiae. Akarbose lebih efektif menghambat aktivitas αglukosidase yang berasal dari mamalia seperti sukrase dan maltase (Kim, Nam, Kurihara, & Kim, 2008; Shinde, et al., 2008). Hasil pengujian pada semua ekstrak menunjukkan adanya penghambatan aktivitas α-glukosidase (Tabel 4.6, Tabel 4.7 dan Tabel 4.8). Berdasarkan nilai IC50 yang diperoleh diketahui bahwa semua ekstrak memiliki penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase yang lebih baik dari akarbose. Nilai IC50 berturutturut pada ekstrak n-heksana, etil asetat, dan metanol adalah 67,914 µg/mL; 57,174 µg/mL dan 97,881 µg/mL. Setelah dilakukan uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada akarbose dan ekstrak, selanjutnya dilakukan uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi n-heksana buah ketapang. Fraksi yang didapat dari kromatografi kolom berjumlah 8 fraksi. Namun pada fraksi H jumlah sampelnya sangat sedikit yaitu kurang dari 100 mg, sehingga peneliti hanya menguji 7 fraksi n-heksana buah Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
46 ketapang. Nilai IC50 terbesar didapat pada fraksi D yaitu 49,715 µg/mL (Tabel 4.12). Dari hasil uji penghambatan α-glukosidase pada akarbose, ekstrak dan
fraksi didapatkan nilai r (dari persamaan linier) yang beragam. Nilai r yang kurang bagus (<0,99) mungkin diakibatkan karena penimbangan yang kurang teliti pada akarbose, ekstrak, atau fraksi sehingga konsentrasi yang diharapkan berbeda dengan konsentrasi yang sebenarnya. Jadi, perlu ketelitian yang tepat dalam menimbang dan jika memungkinkan akarbose bisa dibeli dalam kemasan kecil sehingga bisa langsung dilarutkan di wadahnya. 4.6 Penentuan Kinetika Penghambatan α-Glukosidase Penentuan kinetika penghambatan enzim dilakukan dengan menggunakan plot Lineweaver-Burk yang dapat menunjukkan jenis penghambatan dari sampel. Sampel yang digunakan adalah fraksi n-heksana buah ketapang yang memiliki nilai penghambatan tertinggi yaitu fraksi D. Analisis kinetika penghambatan enzim dilakukan dengan menggunakan empat konsentrasi berbeda dari substrat pnitrofenil-α-D-glukopiranosida dan dua konsentrasi berbeda dari larutan sampel. Konsentrasi substrat yang digunakan adalah 10 mM; 5 mM; 2,5 mM; dan 1,25 mM. Sedangkan, konsentrasi ekstrak yang digunakan adalah 25 µg/mL dan 50 µg/mL. Plot Lineweaver-Burk, akan menunjukkan mekanisme penghambatan dari fraksi
D
buah
ketapang
terhadap
enzim
α-glukosidase.
Mekanisme
penghambatannya dapat berupa inhibisi nonkompetitif dan inhibisi kompetitif. Inhibisi nonkompetitif akan memberikan perpotongan antara garis noninhibitor dan garis inhibitor (sampel) pada sumbu x, sedangkan inhibisi kompetitif akan berpotongan di sumbu y Berdasarkan hasil yang diperoleh (Tabel 4.16) diketahui bahwa mekanisme penghambatan fraksi D dari ekstrak n-heksana buah ketapang adalah inhibisi kompetitif karena terdapat perpotongan garis antara inhibitor dan noninhibitor di sumbu y serta memilki nilai Vm yang hampir sama.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
47
Plot Lineweaver-Burk 45 y = 47,276x + 1,3191 R² = 0,994
35 25 15 5
1/v -1
y = 4,28x + 1,261 R² = 0,9949
-5 0 -15
-0,5
0,5
1
Inhibitor Noninhibitor
-25 -35 -45 1/[S]
Gambar 4.2 Plot Lineweaver-Burk fraksi D dari ekstrak n-heksana dengan konsentrasi 50 µg/mL Berdasarkan hasil di atas, diketahui persamaan regresi sistem inhibitor, yaitu y = 47,276x + 1,3191. Dari persamaan regresi dapat dihitung nilai vmax dan Km. Nilai vmax yang diperoleh sebesar 0,758 µmol/mL dan nilai Km yang diperoleh sebesar 35,839 µmol/mL. Sedangkan pada sistem noninhibitor diperoleh persamaan y = 4,28x + 1,261, nilai vmax sebesar 0,793 µmol/mL dan Km sebesar 3,394 µmol/mL. 4.7 Penapisan Fitokimia Fraksi teraktif dari ekstrak n-heksana selanjutnya dilakukan penapisan fitokimia. Tujuan dari penapisan fitokimia adalah untuk mengetahui golongan senyawa dari fraksi teraktif yang memiliki penghambatan aktivitas α-glukosidase. Penapisan fitokimia dilakukan dengan cara KLT karena jumlah sampel yang akan diidentifikasi
tidak
cukup
banyak.
Kontrol
positif
digunakan
untuk
membandingkan senyawa uji. Kontrol positif yang digunakan berupa simplisia atau senyawa tertentu yang telah diketahui memiliki suatu kandungan kimia yang diuji. Untuk alkaloid digunakan Chinae Cortex, terpenoid digunakan Caryophylli Flos, tanin digunakan Camellia Folium, antrakuinon digunakan Rhei Radix, glikosida digunakan Nerii Folium dan saponin digunakan Liquiritae Radix. Fase diam yang digunakan adalah silika gel 60 F254. Lempeng KLT yang digunakan berukuran 7,5 × 2,5 cm dengan jarak elusi 6,3 cm. Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
48
4.7.1 Alkaloid Lempeng KLT dielusi dengan eluen kloroform-metanol (85:15). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot Dragendorf LP. Hasil uji tidak berwarna sehingga diketahui bahwa fraksi yang diuji tidak mengandung senyawa alkaloid. 4.7.2 Flavonoid Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades (40:10:50). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot AlCl3. Hasil uji menunjukkan tidak terdapat bercak berwarna kuning pada sinar UV-Vis dengan panjang gelombang 366 nm. Dapat dibuat kesimpulan bahwa fraksi uji tidak mengandung flavonoid. 4.7.3 Terpenoid Lempeng KLT dielusi dengan eluen benzen-etil asetat (90:10). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot vanilin-asam sulfat. Didapatkan dari kontrol positif dan fraksi uji bercak berwarna ungu setelah dipanaskan. Dapat disimpulkan bahwa fraksi uji mengandung terpenoid. 4.7.4 Tanin Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades (40:10:50). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot larutan FeCl3 10%. Dari hasil uji, tidak ditemukan adanya warna hijau kehitaman, sehingga dapat disimpulkan bahwa fraksi uji tidak mengandung tanin. 4.7.5 Saponin Lempeng KLT dielusi dengan eluen butanol-asam asetat glasial-aquades (50:10:40). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot anisaldehidasam sulfat. Hasil menunjukkan pada kontrol positif terdapat bercak berwarna kuning sedangkan pada fraksi uji tidak terdapat bercak kuning, melainkan bercak berwarna coklat setelah dipanaskan. Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
49
4.7.6 Antrakuinon Lempeng KLT
dielusi dengan eluen etil asetat-metanol-aquades
(100:17:13). Setelah dielusi lempeng disemprot dengan penyemprot anisaldehidasam sulfat. Dari hasil KLT, menunjukkan bahwa fraksi uji tidak mengandung antrakuinon karena pada standar terbentuk bercak merah sedangkan pada fraksi uji tidak terbentuk bercak merah, melainkan bercak kuning kehijauan pada cahaya tampak. 4.7.7 Glikon Glikosida merupakan bagian karbohidrat terbesar yang terdapat dalam tumbuhan dan bila terhidrolisis akan terurai menjadi glikon dan aglikon. Gula (glikon) hasil terhidrolisis dapat diidentifikasi menggunakan pereaksi Mollisch. Hasilnya positif jika setelah ditambahkan pereaksi Mollisch dan asam sulfat pekat melalui dinding tabung akan terbentuk cincin warna. Berdasarkan hasil identifikasi, fraksi uji mengandung glikon (gula) karena terbentuk cincin warna. Berdasarkan hasil penapisan fitokimia, diketahui bahwa fraksi D dari ekstrak n-heksana mengandung terpenoid dan glikon. Tabel 4.18 Hasil penapisan fitokimia No.
Golongan Senyawa
Sampel
1
Alkaloid
-
2
Flavonoid
-
3
Terpen
+
4
Tanin
-
5
Saponin
-
6
Antrakuinon
-
7
Glikon
+
Keterangan: (+) = terdeteksi; (-) = tidak terdeteksi
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil uji penghambatan aktivitas α-glukosidase diketahui bahwa ektrak n-heksana, etil asetat dan metanol memiliki IC50 berturut-turut sebesar 67,914 µg/mL; 57,174 µg/mL dan 97,881 µg/mL. Dari ketujuh fraksi n-heksana yang diuji, fraksi D memiliki penghambatan aktivitas α-glukosidase tertinggi (IC50 = 49,715 µg/mL) dengan mekanisme penghambatan kompetitif. Hasil penapisan fitokimia menunjukkan bahwa fraksi D dari ekstrak n-heksana buah ketapang mengandung terpenoid dan glikon. 5.2. Saran Untuk mendukung data penelitian ini, hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan isolasi dan karakterisasi senyawa aktif sehingga tanaman tersebut dimungkinkan untuk dikembangkan dalam pengobatan penyakit diabetes melitus tipe 2.
50
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ACUAN
Ahmed, S.M., Vrushabendra, S.B., P Gopkumar R.D., & Chandrashekara, V.M. (2005). Anti-diabetic activity of Terminalia catappa Linn. leaf extracts in alloxan-induced diabetic rats. Iranian Journal of Pharmacology & Therapeutics, 4, 36-39. Aziza B., Lucky. (2007). Ledakan cuci darah akibat diabetes melitus. Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia, 1. Basuki, T., Dewiyanti, Indah D., Artanti, N., dan Kardono, L.B.S. (2002). Evaluasi aktivitas daya hambat terhadap enzim α-glukosidase dari ekstrak kulit batang, daun, bunga dan buah kemuning (Murraya paniculata [l.]Jack.). Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI, 314318. Basuki, T., Minarti, Artanti, N., Kardono, L.B.S., dan Simandjuntak, Portumuan. (2002). Evaluasi aktivitas berbagai ekstrak rimpang temu mangga (Curcuma mangga Val. & Zyp.) terhadap daya hambat enzim α-glukosidase. Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXI, 59-63. Bio-tek Instrument. (2005). ELx808™ Absorbance Microplate Reader Operator’s Manual. April 26, 2012. http://www.biotek.com/ British Pharmacopoeia Commission. (2009). British pharmacopoeia 2009. London: Stationery Office, 66. Chan, H.H, Sun, H.D., Reddy, M.V.B, & Wu, T.S. (2010). Potent α-Glucosidase inhibitors from the Roots of Panax japonicus C. A. Meyer var.major. Phytochemistry, 71 (11), 1360-1364. Chisholm-Burns, Marie A., et al. (2008). Pharmacotherapy Principles and Practice. New York: McGraw-Hill, 649. Corwin, Elizabeth J. (2009). Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC, 625-639. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. (2007). Farmakologi dan terapi edisi V. Jakarta : Gaya Baru, 490-493. Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 780. Departemen Kesehatan RI. (2000). Parameter standar umum ekstrak tumbuhan obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 10-11.
51
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Universitas Indonesia
52 Departemen Kesehatan RI. (1995). Materia Medika Indonesia Jilid VI. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 334. Dewi, et al. (2007). Inhibitory effect of Koji Aspergillus terreus on α-glucosidase activity and postprandial hyperglycemia. Pakistan Journal of Biological Sciences, 10(18), 3131-3135. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Pharmaceutical care untuk penyakit diabetes melitus. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 24-45. Fan, Y.M., et al. (2004). Phytochemical and antiinflammatory studies on Terminalia catappa. Fitoterapia, 75, 253–260. Farnsworth, N.R. (1966). Biological and phytochemical screening of plants. Journal of Pharmaceutical Science 55(3), 226-276. Gandjar, Ibnu G., dan Rohman, Abdul. (2007). Kimia farmasi analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 353-359. Girindra, Aisjah. (1990). Biokimia I. Jakarta: Gramedia, 94-103. Gritter, Roy J., Bobbit, James M., dan Schwarting, Arthur E. (1991). Pengantar kromatografi edisi kedua. Bandung: Penerbit ITB, 9-10. Harbone, J.B. (1987). Metode fitokimia. Edisi II (Kosasi Patmawinata dan Iwang Sudiro, Penerjemah). Bandung : Penerbit ITB, 47-52; 103-104; 113-115; 122-127; 234-264. Heyne, K. (1987). Tumbuhan berguna Indonesia III. Jakarta: Badan Litbang Kehutanan, 1502-1503. Johnson, M.(1998). Diabetes terapi dan pencegahannya. Jawa Barat: Indonesia Publishing House, 24. Jones, S.B., & Luchsinger, A.E. (1987). Plant systematics (2nd ed.).New York: McGraw-Hill Companies, Inc, 361. Katzung, Betram G. (2007). Basic and clinical pharmacology 10th edition. New York: McGraw-Hill, 702-703. Khare, C.P. (2007). Indian medicinal plants. New York: Springer, 653. Kikkoman. (2001). α-Glucosidase (αGLS-SE) from recombinant E. coli, 95-98. Kim, K.Y., Nam, K.A., Kurihara, H., & Kim, S.M. (2008). Potent α-glucosidase inhibitors purified from the Red Alga Grateloupia elliptica. Phytochemistry, 69, 2820-2825.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
53 Lemmens, R.H.M.J & Wulijarni-Soetjipto, N. (1992). Plant resources of SouthEastAsia 3: Dye and tannin-producing plants. Bogor: PROSEA, 120-122. Linn, W.D., Wofford, M.R., O’Keefe, M.E., & Pose, L.M. (2009). Pharmacotherapy in primary care. New York: McGraw-Hill, 279-298. Little, E. L., Jr. (1979). Integrated Taxonomic Information System Report Terminalia catappa L. Februari 11, 2012. http://www.itis.gov. Mahmudah, K.F. (2011). Uji aktivitas antidiabetes dengan metode penghambatan enzim α-glukosidase dan skrining fitokimia pada beberapa tanaman indonesia. Depok : Universitas Indonesia. Malik, A., Soediro, I., Padmawinata, K., dan Yulinah, Elin. (1993). Pemeriksaan kandungan kimia dan aktivitas daun Terminalia catappa linn. dan daun Pluchea indica Less. Juni 14, 2012. http://bahan-alam.fa.itb.ac.id. Murray, Robert K., Granner, Daryl K., danRodwell, Victor W. (2009). Biokimia Harper edisi 27 (Brahm U. Pendit, Penerjemah). Jakarta: EGC, 53-74. Nagappa, A.N., Thakurdesai, P.A., Venkat, N.R., & Jiwan, S. (2003). Antidiabetic activity of Terminalia catappa Linn fruits. Journal of Ethnopharmacology 88, 45-50. Poedjiadi, Anna. (2006). Dasar-dasar biokimia. Jakarta: UI-Press, 146-147. Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (Brahm U. Pendit, et al., Penerjemah). Jakarta: EGC, 1262. PT. Eisai Indonesia. (1986). Indek tumbuh-tumbuhan obat di Indonesia. Jepang: PT. Eisai Indonesia, 85. Shinde, J., et al. (2008). α-Glucosidase inhibitory activity of Syzygium cumini (Linn.) Skeels seed kernel in vitro and in Goto-Kakizaki (GK) rats. Carbohydrate Research, 343, 1278-1281. Shmaefsky, Brian. (2006). Biotechnology 101. United States of America: Greenwood, 94. Sigma (1996, September 8). Product http://www.sigmaaldrich.com/
Information.
April
15,
2012.
Sofawati, Devi. (2011). Uji aktivitas antidiabetes fraksi-fraksi buah ketapang dengan metode penghambatan aktivitas α-glukosidase dan identifikasi golongan senyawa kimia dari fraksi yang aktif. Depok: Universitas Indonesia. Soumyanath, A. (2006). Traditional medicines for modern time antidiabetic plant. New York: Taylor & Francis Group, 22-33. Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
54 Sugiwati, S., Setiasih, S., dan Afifah, E. (2009). Antihyperglicemic activity of the mahkota dewa [Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl.] leaf extracts as an alpha glucosidase inhibitor. Makara Kesehatan 13(2), 74-78. Suyono, Slamet, et al. (2007). Penatalaksanaan diabetes melitus terpadu. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 8-40. Thomson, Lex A. J. dan Evans, Barry. (2006). Species profiles for Pacific Island agroforestry. Februari 10, 2012. http://www.traditionaltree.org Wagner, H., Bladt, S., & Zgainski, E. (1984). Plant drug analysis: A thin layer chromatography atlas. New York: Springer-Verlag, 7; 288; 299-304. Walker, Roger dan Edwards, Clive. (2003). Clinical pharmacy and therapeutics 3rd edition. London : Churchill Livingstone, 657. Wells, Barbara G., Dipiro, Joseph T., Schwinghammer, Terry L., dan Dipiro, Cecily V. (2009). Pharmacotherapy handbook seventh edition. New York: McGraw-Hill Medical, 210. World Health Organization. (1998). Medicinal plants in the South Pacific. Manila: World Heaith Organization, 193. Zakhartsev, M. V., Portner, H. O., & Blusta, R. (2003). Environmentally lowtemperature kinetic and thermodynamicstudy of lactate dehydrogenase from Atlantic cod (G. morhua) using a 96-well microplate technique. Analytical Biochemistry, 10-20.
Universitas Indonesia
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
GAMBAR
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
55
5
4 3 1
2
Keterangan: Rf: (1) 0,16; (2) 0,11; (3) 0,32; (4) 0,48; (5) 0,87
Gambar 4.3 Pola kromatogram terpenoid a. Standar (Caryophylli Flos), b. fraksi uji disemprot dengan larutan penampak noda vanilin-asam sulfat [secara visual] dengan eluen benzen : etil asetat (90 : 10)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
TABEL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
56 Tabel 4.1. Persentase perbandingan berat buah ketapang kering terhadap berat buah ketapang segar Nama tanaman
Sebelum
Setelah
Persentase
uji
dikeringkan (g)
dikeringkan (g)
(%)
Buah ketapang
9476,8
3248,6
65,72
Tabel 4.2. Rendemen ekstrak buah ketapang Nama ekstrak
Berat simplisia
Berat ekstrak kental
Rendemen ekstrak
(g)
(g)
(%)
89,9
2,767
29,5
0,908
71,7
2,207
n- Heksana Etil asetat
3248,6
Metanol Tabel 4.3 Rendemen hasil fraksinasi kolom Berat sampel
Berat fraksi
Rendemen fraksi
(g)
(g)
(%)
A
1,9837
10,4405
B
3,1181
16,4111
C
0,7176
3,7768
0,6229
3,2784
0,4416
2,3242
F
0,2454
1,2916
G
0,3457
1,8195
H
0,088
0,4632
Nama fraksi
D E
19
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
57 Tabel 4.4 Optimasi aktivitas enzim pada berbagai konsentrasi substrat Konsentrasi
Absorbansi
substrat
(A)
0,625 mM 1,25 mM 2,5 mM 5 mM 10 mM 20 mM
Uji (U)
0,046
Kontrol (K)
0,004
Uji (U)
0,071
Kontrol (K)
0,000
Uji (U)
0,118
Kontrol (K)
0,009
Uji (U)
0,182
Kontrol (K)
0,000
Uji (U)
0,226
Kontrol (K)
0,010
Uji (U)
0,239
Kontrol (K)
0,016
Aktivitas Enzim
U-K
U/mL
U/mg
0,042
0,0031
0,0612
0,071
0,0052
0,1035
0,107
0,0078
0,1567
0,182
0,0133
0,2652
0,216
0,0157
0,3148
0,223
0,0162
0,3249
Tabel 4.5 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada akarbose Konsentrasi
Absorbansi
(ppm) 51 76,5 102 153 204
S1
0,439
S0
0,024
S1
0,410
S0
0
S1
0,392
S0
0,008
S1
0,347
S0
0,004
S1
0,289
S0
0,004
S1-S0
% Inhibisi
0,415
14,433
0,410
15,464
0,384
20,825
IC50 (ppm)
260,453 0,343
29,278
0,285
41,237
Blanko (B)
0,485
Persamaan regresi
y = 0,1799x + 3,1445
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
58 Tabel 4.6 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak n-heksana Konsentrasi
Absorbansi
(µg/mL) 16,4 32,8 41 82 123
S1
0,484
S0
0,008
S1
0,447
S0
0,018
S1
0,376
S0
0,035
S1
0,280
S0
0,033
S1
0,610
S0
0,550
S1-S0
% Inhibisi
0,476
14,079
0,429
22,563
0,341
38,447
IC50 (µg/mL)
67,914 0,247
55,415
0,060
89,169
Blanko (B)
0,554
Persamaan regresi
y= 0,6832x + 3,6013
Tabel 4.7 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak etil asetat Konsentrasi
Absorbansi
(µg/mL) 10,1 25,25 50,5 75,75 101
S1
0,867
S0
0,111
S1
0,807
S0
0,158
S1
0,656
S0
0,183
S1
0,539
S0
0,243
S1
1,088
S0
0,969
S1-S0
% Inhibisi
0,756
11,268
0,649
23,826
0,473
44,484
IC50 (µg/mL)
57,174 0,296
65,258
0,119
86,033
Blanko (B)
0,852
Persamaan regresi
y = 0,822x + 3,0031
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
59 Tabel 4.8 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada ekstrak metanol Konsentrasi
Absorbansi
(µg/mL) 28,7 57,4 86,1 114,8 172,2
S1
0,416
S0
0,018
S1
0,367
S0
0,037
S1
0,371
S0
0,062
S1
0,528
S0
0,258
S1
0,519
S0
0,371
S1-S0
% Inhibisi
0,398
29,181
0,330
41,281
0,309
45,018
IC50 (µg/mL)
97,881 0,270
51,957
0,148
73,665
Blanko (B)
0,562
Persamaan regresi
y = 0,2945x + 21,174
Tabel 4.9 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi A Konsentrasi
Absorbansi
(µg/mL) 10,1 25,25 50,5 75,75 101
S1
0,446
S0
0,008
S1
0,400
S0
0,014
S1
0,330
S0
0,033
S1
0,230
S0
0,059
S1
0,151
S0
0,076
S1-S0
% Inhibisi
0,438
12,224
0,386
22,645
0,297
40,481
IC50 (µg/mL)
58,39 0,171
65,731
0,075
84,969
Blanko (B)
0,499
Persamaan regresi
y = 0,8145x + 2,434
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
60 Tabel 4.10 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi B Konsentrasi
Absorbansi
(µg/mL) 10,2 25,5 51 76,5 102
S1
0,495
S0
0,050
S1
0,469
S0
0,084
S1
0,398
S0
0,105
S1
0,214
S0
0,11
S1
0,189
S0
0,114
S1-S0
% Inhibisi
0,445
5,720
0,385
18,432
0,293
37,924
IC50 (µg/mL)
58,641 0,104
77,966
0,075
84,110
Blanko (B)
0,472
Persamaan regresi
y = 0,9228x - 4,1135
Tabel 4.11 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi C Konsentrasi
Absorbansi
(µg/mL) 10 25 50 75 100
S1
0,632
S0
0,003
S1
0,520
S0
0,016
S1
0,432
S0
0,035
S1
0,260
S0
0,025
S1
0,162
S0
0,053
S1-S0
% Inhibisi
0,629
16,689
0,504
33,245
0,397
47,417
IC50 (µg/mL)
51,527 0,235
68,874
0,109
85,563
Blanko (B)
0,755
Persamaan regresi
y = 0,75x + 11,355
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
61 Tabel 4.12 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi D Konsentrasi
Absorbansi
(µg/mL) 10 25 50 75 100
S1
0,463
S0
0,034
S1
0,392
S0
0,045
S1
0,319
S0
0,050
S1
0,160
S0
0,060
S1
0,169
S0
0,116
S1-S0
% Inhibisi
0,429
14,028
0,347
30,461
0,269
46,092
IC50 (µg/mL)
49,715 0,100
79,959
0,053
89,379
Blanko (B)
0,499
Persamaan regresi
y = 0,8678x + 6,8575
Tabel 4.13 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi E Konsentrasi
Absorbansi
(µg/mL) 10,4 26 52 78 104
S1
0,366
S0
0,008
S1
0,336
S0
0,024
S1
0,276
S0
0,064
S1
0,212
S0
0,077
S1
0,170
S0
0,128
S1-S0
% Inhibisi
0,358
12,683
0,312
23,902
0,212
48,293
IC50 (µg/mL)
56,087 0,135
67,073
0,042
89,756
Blanko (B)
0,410
Persamaan regresi
y = 0,8256x + 3,6942
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
62 Tabel 4.14 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi F Konsentrasi
Absorbansi
(µg/mL) 10 25 50 75 100
S1
0,489
S0
0,017
S1
0,393
S0
0,018
S1
0,311
S0
0,014
S1
0,168
S0
0,035
S1
0,096
S0
0,041
S1-S0
% Inhibisi
0,472
2,881
0,375
22,839
0,297
38,889
IC50 (µg/mL)
57,019 0,133
72,634
0,055
88,683
Blanko (B)
0,486
Persamaan regresi
y = 0,9591x - 4,6873
Tabel 4.15 Data uji penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi G Konsentrasi
Absorbansi
(µg/mL) 10,1 25,25 50,5 75,75 101
S1
0,647
S0
0,008
S1
0,554
S0
0,005
S1
0,472
S0
0,04
S1
0,274
S0
0,048
S1
0,146
S0
0,058
S1-S0
% Inhibisi
0,639
15,364
0,549
27,285
0,432
42,781
IC50 (µg/mL)
54,030 0,226
70,066
0,088
88,344
Blanko (B)
0,755
Persamaan regresi
y = 0,8145x + 5,9925
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
63 Tabel 4.16 Data uji kinetika penghambatan aktivitas α-glukosidase fraksi D (teraktif) Konsentrasi Substrat (mM)
Absorbansi Sampel (V)
1/[S]
1/[V1]
1/[V2]
1/[V3]
[S]
V1
V2
V3
10
0,353
0,2
0,611
0,1
2,833
5
1,637
5
0,22
0,091
0,48
0,2
4,545
10,989
2,083
2,5
0,152
0,046
0,321
0,4
6,579
21,739
3,115
1,25
0,054
0,026
0,216
0,8
18,519
38,462
4,629
Keterangan: V1 = konsentrasi inhibitor 25 µg/mL; V2 = konsentrasi inhibitor 50 µg/mL; V3 = noninhibitor; [S] = konsentrasi substrat
Tabel 4.17 Hasil perhitungan tetapan Michaelis-Menten fraksi D (konsentrasi 50 µg/mL) Noninhibitor Inhibitor 50 µg/mL
a
b
vmax
Km
4,28
1,261
0,793
3,394
47,276
1,3191
0,758
35,839
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
64 Lampiran 1. Skema kerja ekstraksi bertingkat Serbuk buah ketapang ± 3 kg Direfluks dengan n-heksanasebanyak 6 kali hingga warna filtrat memudar, disaring.
Ampas/ Residu
Ekstrak n-heksana
Direfluks dengan etil asetat sebanyak 6 kali hingga warna filtrat memudar, disaring.
diuapkan dengan rotavapor 40-50oC, kecepatan 40 rpm
Ekstrak n- heksana kental
Ekstrak Etil asetat
Ampas/ Residu
diuapkan dengan rotavapor 40-50oC, kecepatan 40 rpm Ekstrak etil asetat kental
Ekstrak metanol
Direfluks dengan metanol sebanyak 5 kali hingga warna filtrat memudar, disaring.
Ampas/ Residu
diuapkan dengan rotavapor 40-50oC, kecepatan 40 rpm Ekstrak metanol kental
Uji penghambatan aktivitas α-glukosidase
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
65 Lampiran 2. Skema kerja fraksinasi ekstrak n-heksana buah ketapang dan penapisan fitokimia dari fraksi yang memiliki penghambatan aktivitas α-glukosidase terbesar
Ekstrak n-heksana kental Kromatografi kolom (KK) Fase diam silika gel 60 Fase gerak n-heksana : etil asetat dengan berbagai perbandingan kepolaran 84 fraksi hasil KK Dilakukan penggabungan fraksi yang memiliki pola kromatogram yang sama dengan KLT
A
B
C
D
E
F
G
H
Bobot > 100 mg Dilakukan uji penghambatan aktivitas α-glukosidase D (Fraksi teraktif) Penapisan fitokimia Terpenoid dan glikon
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
66 Lampiran 3. Skema uji penghambatan aktivitas α-glukosidase 2 μL larutan dimetil sulfoksida / sampel (ekstrak) / standar (akarbose) + 63 μL buffer fosfat (pH 6,8) + 10 μL p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida 10 mM, diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit.
+ 25μL larutan enzim pada uji dan 100 μL Na2CO3200 mM pada kontrol sampel Reaksi enzimatis dimulai diinkubasi kembali pada suhu 37oC selama 30 menit.
Penghentian reaksi dengan 100 μL natrium karbonat 200 mM pada uji dan penambahan 25 μL larutan enzim pada kontrol sampel Diukur menggunakan microplate reader pada λ = 405 nm
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
67 Lampiran 4. Sertifikat analisis α-glukosidase
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
68 Lampiran 5. Sertifikat analisis p-nitrofenil-α-D-glukopiranosida
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
69 Lampiran 6. Hasil determinasi tumbuhan
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
70 Lampiran 7. Perhitungan bobot α-glukosidase yang ditimbang Pada label kemasan α-glukosidase tertera 15,2 mg solid; 23 % protein; 215 Unit/mg protein. Jumlah protein =
x 15,2 mg solid = 3,496 mg protein.
Dalam 15,2 mg solid terdapat: 3,496 mg protein × 215
Akan dibuat larutan induk 2,5 U/mL:
U = 751,64 U mg protein
Larutan induk = 2,5
Yang ditimbang:
U 250 U = mL 100 mL
250 U x 15,2 mg solid = 5,056 mg solid 751,64 U
Pengenceran larutan α-glukosidase:
dipipet 2,0 ml larutan enzim, dilarutkan dengan dapar fosfat pH (6,8) hingga volume 100,0 mL
2 mL U U x 2,5 = 0,05 100,0 mL mL mL
Sehingga didapatkan larutan α-glukosidase dengan konsentrasi 0,05 U⁄mL sebanyak 100,0 mL.
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
71 Lampiran 8. Perhitungan aktivitas enzim pada optimasikonsentrasi substrat Diketahui: V = 0,2 mL ; df = 5; Ve = 0,025 mL; t = 30; C= 0,05 Rumus: Unit⁄mL enzim =
(A Uji − A Blanko)xVxdf 18,3xV xt
Konsentrasi 0,625 mM 0,042 x 0,2 x 5 Unit⁄mL enzim = = 0,0031 U/mL 18,3 x 0,025 x 30 Unit mg enzim = 0,0031 U mL enzim x Konsentrasi 1,25 mM
1 = 0,0612 U/mg 0,05
0,071 x 0,2 x 5 Unit⁄mL enzim = = 0,0052 U/mL 18,3 x 0,025 x 30 Unit mg enzim = 0,0031 U mL enzim x Konsentrasi 2,5 mM
1 = 0,1035 U/mg 0,05
0,107 x 0,2 x 5 Unit⁄mL enzim = = 0,0078 U/mL 18,3 x 0,025 x 30 Unit mg enzim = 0,0078 U mL enzim x Konsentrasi 5 mM
1 = 0,1567 U/mg 0,05
0,182 x 0,2 x 5 Unit⁄mL enzim = = 0,0133 U/mL 18,3 x 0,025 x 30 Unit mg enzim = 0,0133 U mL enzim x Konsentrasi 10 mM
1 = 0,2652 U/mg 0,05
0,216x 0,2 x 5 Unit⁄mL enzim = = 0,0157 U/mL 18,3 x 0,025 x 30
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
72
Unit mg enzim = 0,0157 U mL enzim x Konsentrasi 20 mM
1 = 0,3148 U/mg 0,05
0,223 x 0,2 x 5 Unit⁄mL enzim = = 0,0162 U/mL 18,3 x 0,025 x 30 Unit mg enzim = 0,0162 U mL enzim x
1 = 0,3249 U/mg 0,05
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
73 Lampiran 9. Perhitungan IC50 dari akarbose Absorbansi blanko : 0,485 Konsentrasi 51 ppm % inhibisi =
Konsentrasi 76,5 ppm
% inhibisi =
Konsentrasi 102 ppm
% inhibisi =
Konsentrasi 153 ppm
% inhibisi =
Konsentrasi 204 ppm
% inhibisi =
0,485 − 0,415 × 100% = 14,433 % 0,485 0,485 − 0,410 × 100% = 15,464 % 0,485 0,485 − 0,384 × 100% = 20,825 % 0,485 0,485 − 0,343 × 100% = 29,278 % 0,485 0,485 − 0,285 × 100% = 41,237 % 0,485
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,1799x + 3,1445 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − 3,1445 = 260,453 0,1799
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
74 Lampiran 10. Perhitungan IC50 dari ekstrak n-heksana Absorbansi blanko : 0,554 Konsentrasi 16,4 µg/mL % inhibisi =
Konsentrasi 32,8 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 41 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 82 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 123 µg/mL
% inhibisi =
0,554 − 0,476 × 100% = 14,079 % 0,554 0,554 − 0,429 × 100% = 22,563 % 0,554 0,554 − 0,341 × 100% = 38,447 % 0,554 0,554 − 0,247 × 100% = 55,415 % 0,554 0,554 − 0,060 × 100% = 89,169 % 0,554
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier: y= 0,6832x + 3,6013 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − 3,6013 = 67,914 μg/mL 0,6832
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
75 Lampiran 11. Perhitungan IC50 dari ekstrak etil asetat Absorbansi blanko : 0,852 Konsentrasi 10,1 µg/mL % inhibisi =
Konsentrasi 25,25 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 50,5 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 75,75 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 101 µg/mL
% inhibisi =
0,852 − 0,756 × 100% = 11,268 % 0,852 0,852 − 0,649 × 100% = 23,826 % 0,852 0,852 − 0,473 × 100% = 44,484 % 0,852 0,852 − 0,296 × 100% = 65,258 % 0,852 0,852 − 0,119 × 100% = 86,033 % 0,852
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,822x + 3,0031 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − 3,0031 = 57,174 μg/mL 0,822
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
76 Lampiran 12. Perhitungan IC50 dari ekstrak metanol Absorbansi blanko : 0,562 Konsentrasi 28,7 µg/mL % inhibisi =
Konsentrasi 57,4 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 86,1 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 114,8 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 172,2 µg/mL
% inhibisi =
0,562 − 0,398 × 100% = 29,181 % 0,562 0,562 − 0,330 × 100% = 41,281 % 0,562 0,562 − 0,309 × 100% = 45,018 % 0,562 0,562 − 0,270 × 100% = 51,957 % 0,562 0,562 − 0,148 × 100% = 73,665 % 0,562
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,2945x + 21,174 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − 21,174 = 97,881 μg/mL 0,2945
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
77 Lampiran 13. Perhitungan IC50 dari fraksi A Absorbansi blanko : 0,499 Konsentrasi 10,1 µg/mL % inhibisi =
Konsentrasi 25,25 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 50,5 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 75,75 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 101 µg/mL
% inhibisi =
0,499 − 0,438 × 100% = 12,224 % 0,499 0,499 − 0,386 × 100% = 22,645 % 0,499 0,499 − 0,297 × 100% = 40,481 % 0,499
0,499 − 0,171 × 100% = 65, 731 % 0,499 0,499 − 0,075 × 100% = 84,969 % 0,499
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,8145x + 2,434 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − 2,434 = 58,39 μg/mL 0,8145
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
78 Lampiran 14. Perhitungan IC50 dari fraksi B Absorbansi blanko : 0,472 Konsentrasi 10,2 µg/mL % inhibisi =
Konsentrasi 25,5 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 51 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 76,5 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 102 µg/mL
% inhibisi =
0,472 − 0,445 × 100% = 5,720 % 0,472
0,472 − 0,385 × 100% = 18,432 % 0,472 0,472 − 0,293 × 100% = 37,924 % 0,477 0,472 − 0,104 × 100% = 77,966 % 0,472 0,472 − 0,075 × 100% = 84,110 % 0,472
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,9228x - 4,1135 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − (−4,1135) = 58,641 μg/mL 0,9228
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
79 Lampiran 15. Perhitungan IC50 dari fraksi C Absorbansi blanko : 0,755 Konsentrasi 10 µg/mL % inhibisi =
Konsentrasi 25 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 50 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 75 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 100 µg/mL
% inhibisi =
0,755 − 0,629 × 100% = 16,689 % 0,755 0,755 − 0,504 × 100% = 33,245 % 0,755 0,755 − 0,397 × 100% = 47,417 % 0,755 0,755 − 0,235 × 100% = 68,874 % 0,755 0,755 − 0,109 × 100% = 85,563 % 0,755
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier:y = 0,75x + 11,355 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − 11,355 = 51,527 μg/mL 0,75
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
80 Lampiran 16. Perhitungan IC50 dari fraksi D Absorbansi blanko : 0,499 Konsentrasi 10 µg/mL % inhibisi =
Konsentrasi 25 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 50 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 75 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 100 µg/mL
% inhibisi =
0,499 − 0,429 × 100% = 14,028 % 0,499 0,499 − 0,347 × 100% = 30,461 % 0,499 0,499 − 0,269 × 100% = 46,092 % 0,499 0,499 − 0,100 × 100% = 79,959 % 0,499 0,499 − 0,053 × 100% = 89,379 % 0,499
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier:y = 0,8678x + 6,8575 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − 6,8575 = 49,715 μg/mL 0,8678
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
81 Lampiran 17. Perhitungan IC50 dari fraksi E Absorbansi blanko : 0,410 Konsentrasi 10,4 µg/mL % inhibisi =
Konsentrasi 26 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 52 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 78 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 104 µg/mL
% inhibisi =
0,410 − 0,358 × 100% = 12,683 % 0,410 0,410 − 0,312 × 100% = 23,902 % 0,410 0,410 − 0,212 × 100% = 48,293 % 0,410 0,410 − 0,135 × 100% = 67,073 % 0,410 0,410 − 0,042 × 100% = 89,756 % 0,410
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,8256x + 3,6942 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − 3,6942 = 56,087 μg/mL 0,8256
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
82 Lampiran 18. Perhitungan IC50 dari fraksi F Absorbansi blanko : 0,486 Konsentrasi 10 µg/mL % inhibisi =
Konsentrasi 25 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 50 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 75 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 100 µg/mL
% inhibisi =
0,486 − 0,472 × 100% = 2,881% 0,486
0,486 − 0,375 × 100% = 22,839 % 0,486 0,486 − 0,297 × 100% = 38,889 % 0,486 0,486 − 0,133 × 100% = 72,634 % 0,486 0,486 − 0,055 × 100% = 88,683 % 0,486
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,9591x - 4,6873 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − (−4,6873) = 57,019 μg/mL 0,9591
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
83 Lampiran 19. Perhitungan IC50 dari fraksi G Absorbansi blanko : 0,755 Konsentrasi 10,1 µg/mL % inhibisi =
Konsentrasi 25,25 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 50,5 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 75,75 µg/mL
% inhibisi =
Konsentrasi 101 µg/mL
% inhibisi =
0,755 − 0,639 × 100% = 15,364 % 0,755 0,755 − 0,549 × 100% = 27,285 % 0,755 0,755 − 0,432 × 100% = 42,781 % 0,755 0,755 − 0,226 × 100% = 70,066 % 0,755 0,755 − 0,088 × 100% = 88,344 % 0,755
Dengan memplotkan konsentrasi sebagai sumbu x dan % inhibisi sebagai sumbu y, diperoleh persamaan regresi linier: y = 0,8145x + 5,9925 Rumus menghitung IC50 = IC
=
50 − 5,9925 = 54,030 μg/mL 0,8145
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
84 Lampiran 20. Perhitungan kinetika penghambatan aktivitas α-glukosidase pada fraksi teraktif (fraksi D) Dari tabel 4.16 diperoleh persamaan regresi: Tanpa inhibitor
y = 4,28x + 1,261
Inhibitor
y = 47,276x + 1,3191
Sehingga didapatkan 1. vmaks = Tanpa inhibitor
vmaks=
Inhibitor
vmaks =
,
,
= 0,793 μmol/mL menit
= 0,758 µmol/mL menit
2. Km = Tanpa inhibitor
Km =
Inhibitor
Km =
,
,
,
,
= 3,394 μmol/mL
= 35,839 µmol/mL
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
85 Lampiran 21. Plot hubungan konsentrasi dan % inhibisi pada akarbose, ekstrak dan fraksi.
% inhibisi
Akarbose 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
y = 0,1799x + 3,1445 R² = 0,9782
41,237
29,278 20,825 15,464 14,433 0
50
100
150
200
250
Konsentrasi (µg/mL)
Ekstrak n-heksana 100
y = 0,6832x + 3,6013 R² = 0,9777
% inhibisi
80 60
55,415
38,447
40 20
14,079
89,169
22,563
0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi (µg/mL)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
120
140
86 (lanjutan)
Ekstrak etil asetat 100 y = 0,822x + 3,0031 R² = 0,999
% inhibisi
80
86,033
65,258
60 44,484
40 23,826
20
11,268
0 0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi (µg/mL)
Ekstrak metanol 80
y = 0,2945x + 21,174 R² = 0,9768
% inhibisi
70
73,665
60 50
45,018
40 30
29,181
51,957
41,281
20 10 0 0
50
100
150
Konsentrasi (µg/mL)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
200
87 (lanjutan)
% inhibisi
Fraksi A 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
84,969
y = 0,8145x + 2,434 R² = 0,9959 65,731 40,481 22,645 12,224 0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi (µg/mL)
Fraksi B 100
y = 0,9228x - 4,1135 R² = 0,9607
% inhibisi
80
84,11
77,966
60 40
37,924
20
18,432 5,72
0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi (µg/mL)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
120
88 (lanjutan)
Fraksi C 100
y = 0,75x + 11,355 R² = 0,9938
% inhibisi
80
85,563
68,874
60 47,417
40 33,245
20
16,689
0 0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi (µg/mL)
Fraksi D 100
y = 0,8678x + 6,8575 R² = 0,9744
% inhibisi
80
89,379
79,959
60 46,092
40
30,461
20
14,028
0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi (µg/mL)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
120
89 (lanjutan)
Fraksi E 100
y = 0,8256x + 3,6942 R² = 0,9986
% inhibisi
80
89,756
67,073
60 48,293
40 23,902
20
12,683
0 0
20
40
60
80
100
120
Konsentrasi (µg/mL)
Fraksi F 100 y = 0,9591x - 4,6873 R² = 0,9857
% inhibisi
80
88,683
72,634
60 40
38,889 22,839
20 2,881
0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi (µg/mL)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
120
90 (lanjutan)
Fraksi G 100
y = 0,8145x + 5,9925 R² = 0,9927
% inhibisi
80
88,344
70,066
60 42,781
40 27,285
20
15,364
0 0
20
40
60
80
100
Konsentrasi (µg/mL)
Uji aktivitas..., Mamik Yuniarsih, FMIPA UI, 2012
120