UCAPAN TERIMA KASIH Dibalik terlesesaikannya penelitian ini, banyak pihak yang bersinergi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada pihak lain, ucapan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya dipersembahkan:
Rektor Universitas Hasanuddin yang telah menerbitkan surat keputusan tentang Tim Peneliti Program Studi dimana tim kami sebagai salah satu tim peneliti. Disamping itu penelitian ini bisa terlaksana dengan baik karena dukungan dari Universitas Hasanuddin yang memberikan bantuan biaya penelitian.
Pimpinan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Hasanuddin (LP2M_Unhas) yang telah memberikan arahan dan persetujuan untuk diajukan kepada Rektor Unhas sebagai salah satu tim yang memenuhi syarat melaksanakan penelitian yang dibiayai oleh Universitas Hasanuddin.
Dekan Fakultas Ekonomi Unhas dan Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unhas yang telah menyetujui pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan.
Para pengelola keuangan daerah dalam Provinsi Sulawesi Selatan yang telah bersedia memberikan data dan informasi yang sangat bernilai, khususnya yang terkait dengan penelitian ini sehingga penelitian bisa berhasil dilaksanakan dengan baik dan tepat waktu. Semoga Allah swt membalas segala bantuan dan dukungannya kepada peneliti berupa amal jariyah dari Allah swt, Amin.
Makassar, November 2013
Alimuddin Andi Kusumawati Muhammad Ashari Muhammad Irdam Ferdiansah
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji dan syukur kepada sumber segala kebenaran, sumber dari suara-suara hati yang bersifat mulia, sumber ilmu pengetahuan, Penabur Cahaya Ilham, Pilar nalar kebenaran dan kebaikan yang terindah, Sang Kekasih tercinta yang tak terbatas pencahayaan cinta-Nya, Penebar kasih-sayang, Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyajikan tulisan penelitian yang berjudul: Kajian tentang Kemampuan Keuangan Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk Melakukan Pinjaman. Shalawat dan salam teruntuk Nabi Muhammad saw yang telah menyampaikan kepada kita ajaran kebenaran dan keselamatan, Islam, yang telah terbukti kebenarannya dan semakin terbukti kebenarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan pemerintah daerah didalam melakukan pinjaman serta untuk menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah. Hasil penelitian ini merupakan sumbangan pemikiran atas pengembangan ilmu akuntansi keuangan khususnya akuntansi sektor publik. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi teoritis didalam pengembangan materi matakuliah sektor publik, khususnya yang terkait dengan pembiayaan di sektor publik serta kontribusi ke Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan khususnya yang terkait dengan pinjaman daerah. Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki peneliti, walaupun telah dikerahkan segala kemampuan untuk lebih teliti, namun masih dirasakan perlunya penyempurnaan. Oleh karena itu peneliti mengharakan tindak lanjut dari penelitian ini untuk pengembangan ilmu dan pengembangan pengelolaan keuangan daerah khusunya dalam pemerintah daerah Sulawesi Selatan.
Makassar, November 2013 Peneliti, Alimuddin Andi Kusumawati Muhammad Ashari Muhammad Irdan Ferdiansah
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
I
HALAMAN PENGESAHAN
Ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Iii
KATA PENGANTAR
Iv
DAFTAR ISI
V
DAFTAR TABEL
Vi
ABSTRAK ABSTRACK BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN
3
A. Latar Belakang
3
B. Perumusan Masalah Penelitian
6
C. Tujuan Penelitian
6
D. Manfaat Penelitian
6
TINJAUAN PUSTAKA
8
A. Ketentuan tentang pinjaman daerah
8
B. Jumlah kumulatif pinjaman daerah
14
C. Studi Pendahuluan
14
D. Roadmap penelitian dari tim peneliti
15
BAB 3
METODE PENELITIAN
16
BAB 4
PEMBAHASAN
18
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitia
18
B. Gambaran Umum APBD Provinsi Sulawesi Sealatan
18
TA.2012
BAB V
C. Penerimaan Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman
23
D. Analisis Surplus (Defisit) Daerah Prov.Sulawesi Selatan
25
E. Analisis Kemampuan Keuangan untuk Melakukan Pinjaman
27
PENUTUP
29
A. Simpulan
29
B. Kontribusi Penelitian
29
C. Keterbatasan Penelitian
29
D. Penelitian Lanjutan
30
DAFTAR PUSTAKA
31
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6 4.7
4.8
4.9
Uraian Daerah dengan % Pinjaman di atas Ketentuan PMK No. 127/PMK.07/2011
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 Anggaran Pendapatan dan Realisasi APBD Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 Total Pendapatan, Anggaran dan Realisasi Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 % PAD terhadap Pendapatan Daerah, Anggaran dan Realisasi, Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 % Belanja Pegawai terhadap Pendapatan Daerah, Anggaran dan Realisasi, Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 Anggaran dan Realisasi Pinjaman Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Daerah, Anggaran dan Realisasi Pinjaman, Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 % Surplus (Defisit) terhadap Pendapatan Daerah, Anggaran dan Realisasi Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 Debt Service Coverage Ratio (DSCR) Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012
Hal 6 19
20
21
22
23
24 25
26
28
1 KAJIAN TENTANG KEMAMPUAN KEUANGAN KABUPATEN/KOTA DALAM PROVINSI SULAWESI SELATAN UNTUK MELAKUKAN PINJAMAN
STUDY ON FISCAL CAPACITY DISTRICTS/CITIES IN SOUTH SULAWESI PROVINCE TO LOAN
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan keuangan Pemerintah Daerah di dalam melakukan pinjaman serta untuk menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Metode penelitian yang digunakan yaitu analisis deskriptif kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif yaitu mengenai kemampuan keuangan daerah dalam melakukan pinjaman. Populasi penelitian adalah laporan keuangan daerah kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara dan dokumentasi. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menghitung indicator keuangan dan ekonomi yang ditetapkan berdasarkan asumsi dan analisis sensitivitas dengan menggunakan Debt Service Coverage Ratio (DSCR) berdasarkan PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/ PMK.07/2011 tentang batas maksimal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan batas kumulatif pinjaman daerah Tahun Anggaran 2012. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi teoritis di dalam pengembangan materi kuliah akuntansi sektor publik, khususnya yang terkait dengan pembiayaan di sektor publik serta kontribusi ke Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan khususnya yang terkait dengan pinjaman daerah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada 3 dari 25 daerah dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk TA.2012 nilai DSCR kurang 2,5% sebagai batas untuk melakukan pinjaman. Ketiga daerah tersebut adalah daerah Jeneponto, Maros dan Sidrap. Penelitian ini direncanakan dalam kurun waktu dua tahun anggaran. Tahun pertama penelitian difokuskan pada kajian kemampuan keuangan Pemerintah Daerah di dalam melakukan pinjaman dan menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam Provensi Sulawesi Selatan. Untuk tahun kedua, penelitian dikembangkan untuk kajian kemampuan keuangan Pemerintah Daerah di dalam memanfaatkan dan mengembalikan dana pinjaman.
2
Abstract This study aims to determine the financial capacity of local governments in borrowing as well as to determine the proper amount of loan that can be done by the Local Government. The research method used is descriptive qualitative analysis which is supported by the quantitative data on the fiscal capacity to make loans. The study population are the financial statement the districts/cities in the province of South Sulawesi. Data are collected through interviews and documentation techniques. The data collected are analyzed by counting the financial and economic indicators that are defined based on assumptions and sensitivity analysis using a Debt Service Coverage Ratio (DSCR) based on Government Regulation No. 30 Year 2011 on Regional Loan and Minister of Finance Regulation No. 127 / PMK.07/201 1 about the maximum limit budget deficits regional and cumulative borrowing limits for Fiscal Year 2012. The results of this study are expected to contribute to the development of theoretical lectures in public sector accounting, particularly with regard to the financing of the public sector as well as contributing to regional governments in their policy, particularly in relation to the lending area. The results of this study showed that only 3 of the 25 regions in South Sulawesi for Fiscal Year 2012 who do not have the ability to make loans. The three regions are Jeneponto region, Maros and Sidrap. The study is planned in the next two budget years. The first year of research focused on the study of the ability of local government finance in determining the amount of borrowing and lending that are feasible to do by the Government of Regency/City in South Sulawesi Province. For the second year, the study is developed to study the ability of local government finance in harnessing and returning the loan funds Keywords: DSCR, Loan, Financial Capacity
3 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah yang bergulir dan berlaku efektif mulai tahun 2001 telah memberi ruang kepada pemerintah daerah untuk menerapkan model penganggaran yang tidak hanya berpijak pada model anggaran berimbang saja. Pemerintah daerah bisa menggunakan model penganggaran lain yaitu anggaran surplus dan anggaran defisit dalam menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerahnya. Berbeda dengan anggaran berimbang, model anggaran surplus/defisit memungkinkan anggaran pendapatan suatu pemerintah daerah lebih besar atau lebih kecil dari anggaran belanjanya. Jika anggaran defisit, maka kekurangan pendapatan atas belanjanya akan ditutup dengan pembiayaan yang berasal dari pinjaman atau sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya, sedangkan bila anggaran surplus maka akan dialokasikan untuk pengeluaran pembiayaan. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, mengatur bahwa penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan terlaksana secara optimal apabila penyelenggaraan urusan pemerintahan diikuti dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup kepada Daerah. Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah maka Daerah diberikan hak untuk mendapatkan sumber keuangan antara lain berupa kepastian tersedianya pendanaan dari Pemerintah sesuai dengan urusan Pemerintah yang diserahkan, kewenangan memungut dan mendayagunakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Selain itu hak untuk mendapatkan bagi hasil dari sumber-sumber daya nasional dan Dana Perimbangan lainnya, serta hak untuk mengelola kekayaan Daerah dan mendapatkan sumber-sumber pendapatan lain yang sah serta sumber-sumber pembiayaan, termasuk pinjaman. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur mengenai pendanaan atas pelaksanaan otonomi Daerah berupa desentralisasi fiskal dengan konsep uang mengikuti fungsi (money follows function). Undang-undang tersebut mengatur konsep desentralisasi fiskal secara komprehensif, termasuk Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Hibah, Pinjaman, dan sumber-sumber penerimaan Daerah lainnya. Dengan demikian, untuk keperluan pembiayaan pembangunan sarana
4 prasarana ekonomi yang dapat menghasilkan penerimaan, pemerintah daerah diperkenankan mendapatkan sumber pembiayaan yang berasal dari pinjaman daerah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Hal ini menunjukan bahwa pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah tidak semata-mata bertumpu kepada Dana Perimbangan, namun juga termasuk Pinjaman Daerah dan Hibah Daerah. Dengan demikian, Pinjaman Daerah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan hubungan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintahan Daerah. Motivasi daerah dalam melakukan pinjaman antara lain sebagai alternatif sumber pembiayaan APBD untuk mendanai kegiatan yang merupakan inisiatif dan kewenangan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dana pinjaman dapat ditujukan untuk mendanai kegiatan investasi berupa pengadaan prasarana dan/atau sarana daerah yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Kegiatan investasi tersebut memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian daerah pada umumnya dan/atau penerimaan daerah pada khususnya. Selain itu, dana pinjaman juga dapat ditujukan untuk mengatasi masalah jangka pendek yang berkaitan dengan arus kas daerah. Pinjaman daerah harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi Keuangan Daerah sendiri serta stabiltas ekonomi dan moneter secara nasional. Pinjaman daerah memiliki berbagai resiko, seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, dan risiko pembiayaan kembali. Karena itu diperlukan kecermatan dan kehati-hatian dalam pengelolaan Pinjaman Daerah. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah yang bertujuan untuk mengatur lebih lanjut hal yang menyangkut Pinjaman Daerah dan pemberian pinjaman Pemerintah kepada Pemerintah Daerah, dengan mengantisipasi kebutuhan masa depan serta dengan mempertimbangkan perlunya mempertahankan kondisi kesehatan keuangan daerah dan kesinambungan perekonomian nasional. Kesehatan keuangan daerah dalam APBD Tahun Anggaran 2012 menunjukkan bahwa ada kecenderungan daerah untuk menggunakan anggaran defisit dalam APBDnya. Hal ini terlihat dari 491 kabupaten/kota dan 33 provinsi di Indonesia pada TA 2012 sebanyak 447 daerah menganggarkan defisit dalam APBD-nya. Angka ini lebih banyak dibanding TA 2011 (438 daerah), sedangkan yang menganggarkan surplus di tahun 2012 sebanyak 68 daerah dan sisanya sebanyak 9 daerah mempunyai anggaran
5 pendapatan dan belanja yang bernilai sama atau berimbang. Rata-rata rasio defisit secara nasional (agregat kabupaten/kota dengan provinsi) adalah 7,3% dengan kontribusi SiLPA untuk menutup defisit tersebut sekitar 91,3% sedangkan kontribusi penerimaan pinjaman dan obligasi daerah 5,9%. Fenomena ini menarik untuk dicermati karena sebenarnya secara umum daerah tidak sedang dalam kondisi defisit secara riil. Hal ini terbukti dalam realisasinya, pada umumnya daerah mengalami surplus. Begitu juga defisit yang daerah anggarkan pada umumnya dapat ditutup dengan sumber dana internal seperti SiLPA. Jika dilihat dari rasio pinjaman, maka APBD Tahun Anggaran 2012 secara nasional menunjukkan bahwa rasio pinjaman terhadap pendapatan APBD secara rata-rata adalah sebesar 0,6%. Nilai tersebut masih jauh lebih kecil dibanding batas pinjaman yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.07/Tahun 2011, yaitu 6% total pendapatan. Hal ini disebabkan karena pemerintah telah menaikkan batas ketentuan yaitu
dari
3,5%
pada
tahun
2011
(Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
149/PMK07/2010) menjadi 6% pada tahun 2012 (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/ PMK.07/2011). Dalam APBD 2012 terdapat beberapa pemerintah daerah yang seharusnya meminta persetujuan pelampauan defisit. Daerah yang seharusnya meminta persetujuan pelampauan defisit adalah sebagai berikut : Tabel 1.1 Daerah dengan % Pinjaman di atas Ketentuan PMK No. 127/PMK.07/2011
Tabel di atas di atas memperlihatkan bahwa 10 daerah belum semuanya mengajukan ijin pelampauan defisit yang dibiayai oleh pinjaman ke Menteri Keuangan
6 c.q. Dirjen Perimbangan Keuangan. Secara nasional, defisit APBD 2012 adalah 0,47% perkiraan PDB 2012 dan besar pinjaman daerah adalah Rp3,3 triliun (0,61% Pendapatan Daerah), sehingga secara nasional keduanya belum melampaui batas ketentuan yang diatur dalam PMK Nomor 127/PMK.07/2011. Dalam tabel.1 di atas, dapat juga dilihat bahwa ada dua daerah yang termasuk dalam Provinsi Sulawesi Selatan yaitu Kabupaten Maros dan Kabupaten Jeneponto yang pinjaman daerahnya melampaui batas yang telah ditentukan dalam PMK No 127/PMK.07.2011.
Provinsi
Sulawesi
Selatan
sendiri
terdiri
dari
24
daerah
kabupaten/kota ditambah satu daerah Provinsi. Fenomena inilah salah satu yang mendasari penelitian ini untuk mengkaji kemampuan keuangan daerah kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan pinjaman daerah dan besar pinjaman yang layak yang dapat dilakukan bagi Pemerintah Daerah yang membutuhkan dana investasi khususnya daerah yang berada di Provinsi Sulawesi Selatan.
B. Perumusan Masalah Penelitian Masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai: 1) Bagaimana kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan pinjaman; 2) Berapa besar pinjaman yang layak yang dapat dilakukan bagi kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan yang membutuhkan dana investasi.
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengkaji kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan pinjaman; 2) Untuk menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan.
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai berikut: 1) Sebagai bahan dalam pengambilan keputusan di Pemerintah Daerah dalam memperkaya kajian tentang keuangan daerah khususnya mengenai kemampuan
7 keuangan dalam melakukan pinjaman daerah sebagai salah satu sumber investasi untuk membiayai pelaksanaan pembangunan. 2) Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Pemerintah Daerah dalam memberi arah atau alternatif kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pinjaman daerah. 3) Sebagai pengembangan ilmu dalam Akuntansi Sektor Publik dan Akuntansi Keuangan khususnya dalam analisis laporan keuangan pemerintah daerah dibidang pembiayaan daerah.
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Ketentuan tentang Pinjaman Daerah Konsep dasar pinjaman daerah dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2011 pada prinsipnya diturunkan dari Undang-Undang (UU) Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, untuk memberikan alternatif sumber pembiayaan bagi pemerintah daerah dan mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, maka pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman. Namun demikian, mengingat pinjaman memiliki berbagai risiko seperti risiko kesinambungan fiskal, risiko tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali, risiko kurs, dan risiko operasional, maka Menteri Keuangan selaku pengelola fiskal nasional menetapkan batas-batas dan rambu-rambu pinjaman daerah. Selain itu, dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bab V mengenai Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Bank Sentral, Pemerintah Daerah, serta Pemerintah/Lembaga Asing disebutkan bahwa selain mengalokasikan Dana Perimbangan kepada Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat dapat memberikan pinjaman dan/atau hibah kepada Pemerintah Daerah. Dengan demikian, pinjaman daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Mengingat sifat pinjaman yang mempunyai potensi untuk menambah beban publik dalam membayar bunga, maka pinjaman yang dianggarkan dalam APBD dibatasi oleh Peraturan Menteri Keuangan tiap tahunnya. PMK Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah mengatur beberapa prinsip dasar dari pinjaman daerah di antaranya sebagai berikut: 1. Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman Daerah. 2. Pinjaman Daerah harus merupakan inisiatif Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewenangan Pemerintah Daerah. 3. Pinjaman daerah merupakan alternatif sumber pendanaan APBD yang digunakan untuk menutup defisit APBD, pengeluaran pembiayaan, dan/atau kekurangan kas.
9 4. Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung kepada pihak luar negeri. 5. Pemerintah Daerah tidak dapat memberikan jaminan terhadap pinjaman pihak lain. 6. Pinjaman Daerah dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pemberi pinjaman dan Pemerintah Daerah sebagai penerima pinjaman yang dituangkan dalam perjanjian pinjaman. 7. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan pinjaman daerah. 8. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah. 9. Seluruh penerimaan dan pengeluaran dalam
rangka Pinjaman Daerah
dicantumkan dalam APBD. Pinjaman sebagai alternatif sumber pendanaan mempunyai risiko antara lain: 1.
Risiko
Kesinambungan
Fiskal,
pinjaman
yang
terlalu
excessive
dapat
mempengaruhi kesinambungan fiskal (APBN/APBD). 2.
Risiko Nilai Tukar, berupa risiko terhadap perubahan kurs valuta asing.
3.
Risiko Perubahan Tingkat Bunga (interest rate risk), merupakan risiko yang timbul akibat adanya fluktuasi tingkat suku bunga pinjaman, terutama untuk pinjaman dengan tingkat suku bunga mengambang (floating interest rate).
4.
Risiko Pembiayaan Kembali (refinancing risk), merupakan risiko yang terkait dengan struktur jatuh tempo pinjaman.
5.
Risiko Operasional (operational risk), mencakup berbagai bentuk risiko yang berbeda termasuk di dalamnya adanya kesalahan transaksi pada berbagai tahapan pelaksanaan pinjaman, kelemahan dalam pengawasan/sistem internal, adanya bencana alam, dan sebagainya. Persyaratan umum bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pinjaman menurut
PMK Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah adalah sebagai berikut: 1) Jumlah sisa pinjaman daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Penerimaan umum APBD tahun sebelumnya adalah seluruh penerimaan APBD tidak termasuk Dana Alokasi Khusus, Dana Darurat, dana
10 pinjaman lama, dan penerimaan lain yang kegunaannya dibatasi untuk membiayai pengeluaran tertentu. 2) Memenuhi ketentuan rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman yang ditetapkan oleh Pemerintah. Nilai rasio kemampuan keuangan daerah untuk mengembalikan pinjaman (Debt Service Coverage Ratio/DSCR) paling sedikit 2,5 (dua koma lima). DSCR dihitung dengan rumus sebagai berikut: DSCR = (PAD + (DBH - DBHDR) + DAU) – BW ≥ 2,5 Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain 3) Dalam hal Pinjaman Daerah diajukan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah harus tidak mempunyai tunggakan atas pengembalian pinjaman yang bersumber dari Pemerintah. 4) Khusus untuk Pinjaman Jangka Menengah dan Jangka Panjang wajib mendapatkan persetujuan dari DPRD.
Sumber pinjaman daerah berasal dari Pemerintah Pusat yaitu berasal dari APBN termasuk dana investasi Pemerintah, penerusan Pinjaman Dalam Negeri, dan/atau penerusan Pinjaman Luar Negeri; Pemerintah Daerah lain; Lembaga Keuangan Bank, yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Lembaga Keuangan Bukan Bank, yaitu lembaga pembiayaan yang berbadan hukum Indonesia dan mempunyai tempat kedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan Masyarakat, berupa Obligasi Daerah yang diterbitkan melalui penawaran umum kepada masyarakat di pasar modal dalam negeri. Pinjaman daerah terdiri dari pinjaman jangka pendek, pinjaman jangka menengah dan pinjaman jangka panjang. Pinjaman jangka pendek merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun anggaran dan Kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Pendek yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lainnya seluruhnya harus dilunasi dalam tahun anggaran yang berkenaan. Pinjaman Jangka Pendek dipergunakan hanya untuk menutup kekurangan arus kas. Pinjaman jangka menengah merupakan pinjaman daerah dalam jangka waktu lebih dari satu tahun anggaran dan kewajiban pembayaran kembali pinjaman (pokok pinjaman, bunga, dan biaya lain) harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi
11 sisa masa jabatan kepala daerah yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Menengah dipergunakan untuk membiayai pelayanan publik yang tidak menghasilkan penerimaan. Pinjaman jangka panjang merupakan kewajiban pembayaran kembali Pinjaman Jangka Panjang yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan/atau kewajiban lain seluruhnya harus dilunasi pada tahun anggaran berikutnya sesuai dengan persyaratan perjanjian pinjaman yang bersangkutan. Pinjaman Jangka Panjang digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang (i) menghasilkan penerimaan langsung, (ii) menghasilkan penerimaan tidak langsung, (iii) memberikan manfaat ekonomi dan sosial. Khusus Pinjaman Jangka Panjang dalam bentuk Obligasi Daerah digunakan untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan penerimaan bagi APBD yang diperoleh dari pungutan atas penggunaan prasarana dan/atau sarana tersebut. Untuk dapat menjamin efesiensi dan efektifitas pinjaman, maka disusunlah prosedur pinjaman daerah berdasarkan sumbernya, yaitu: 1. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari Pinjaman Luar Negeri.
2. Pinjaman Daerah dari Pemerintah yang dananya bersumber dari Pusat Investasi Pemerintah.
12
3. Pinjaman Daerah yang dananya bersumber dari Perbankan
13 4. Pinjaman Daerah yang dananya bersumber dari Masyarakat (Obligasi Daerah)
Daerah dilarang melakukan penjaminan dalam hal: 1. Daerah tidak dapat memberikan jaminan atas pinjaman pihak lain; 2. Pendapatan daerah dan/atau barang milik daerah tidak boleh dijadikan jaminan; 3. Proyek yang dibiayai dari Obligasi Daerah beserta barang milik daerah yang melekat dalam proyek tersebut dapat dijadikan jaminan Obligasi Daerah. Pembayaran Kembali Pinjaman dapat dilakukan: 1. Seluruh kewajiban pinjaman daerah yang jatuh tempo wajib dianggarkan dalam APBD tahun anggaran yang bersangkutan; 2. Dalam hal daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pinjamannya kepada Pemerintah, kewajiban membayar pinjaman tersebut diperhitungkan dengan DAU dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah tersebut. Dalam rangka melaksanakan prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pinjaman daerah, maka: 1. Pemerintah daerah wajib melaporkan posisi kumulatif pinjaman dan kewajiban pinjaman kepada Pemerintah setiap semester dalam tahun anggaran berjalan; 2. Dalam hal daerah tidak menyampaikan laporan, Pemerintah dapat menunda penyaluran Dana Perimbangan.
14 B. Jumlah Kumulatif Pinjaman Daerah Pinjaman daerah merupakan transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang lain sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Kewenangan untuk melakukan pinjaman disertai beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Salah Satu persyaratan penerimaan pinjaman adalah adanya batas maksimal kumulatif pinjaman Daerah. Untuk Tahun Anggaran 2012, batas maksimal kumulatif pinjaman daerah menurut PMK No 127/PMK.07/2011 ditetapkan sebesar 0,35% dari Proyeksi
Produk Domestik Bruto
(PDB). Proyeksi PDB yang digunakan adalah proyeksi PDB dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2012. Dalam hal defisit APBD akan dibiayai dari Pinjaman Daerah yang bersumber dari penerusan pinjaman luar negeri, Pemerintah Daerah lain, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank dengan jumlah Pinjaman Daerah melampaui 6% dari perkiraan Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2012, defisit APBD tersebut harus mendapatkan
persetujuan
dari
Menteri
Keuangan.
Menteri
Keuangan
dalam
memberikan persetujuan terlebih dahulu meminta pertimbangan kepada Menteri Dalam Negeri. Persetujuan Menteri Keuangan diberikan sepanjang Batas Maksimal Kumulatif Defisit APBD sebesar 6% tidak terlampaui. Prosedur pelampauan Batas Maksimal Defisit APBD yang dibiayai Pinjaman daerah dilakukan dengan ketentuan bahwa Gubernur, bupati atau walikota mengajukan surat permohonan persetujuan pelampauan kepada Menteri Keuangan c.q DJPK dan Menteri Dalam Negeri c.q DJKD dan ditembuskan kepada gubernur.
C. Studi Pendahuluan Studi mengenai kemampuan keuangan daerah dalam melakukan pinjaman di Indonesia diantaranya dilakukan oleh Santoso (2003). Santoso (2003) meneliti Pemerintah Daerah Istemewa Jogyakarta pada tahun 1995 sampai dengan tahun 2002. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitiannya adalah Kemampuan daerah dalam mengelola
pinjaman
jangka
pendek
maupun
panjang
cenderung
mengalami
peningkatan secara bertahap. Meskipun terdapat 2 syarat pinjaman jangka panjang, namun berhaktidaknya daerah dalam melakukan pinjaman jangka panjang hanya ditentukan oleh syarat DSCR lebih dari 2,5 saja. Lindawati (2010) yang melakukan penelitian di Pemerintah Daerah DKI Jakarta dengan menggunakan DSCR dan BMP sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah. Kesimpulan yang diperoleh Lindawati (2010) bahwa Pemerintah Daerah DKI Jakarta mempunyai angka DSCR yang melebihi angka
15 yang telah ditetapkan yaitu sebesar 17,17 per tahun, sehingga pada tahun anggaran 1986/1987 s.d 2000 Pemerintah Daerah DKI Jakarta mempunyai kemampuan untuk membayar angsuran pinjaman yang telah dilakukannya. Dengan analisis batas maksimum pinjaman Pemerintah Daerah DKI Jakarta mampu untuk meminjam lebih besar lagi jika dibanding dengan pinjaman yang telah dilakukan. Besarnya batas maksimum pinjaman Pemerintah Daerah DKI Jakarta pada tahun 2001 - 2005 adalah sebesar Rp2,724 Trilyun sampai dengan Rp5,238 Trilyun. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, peneliti selain melihat kemampuan keuangan daerah sesuai Peraturan Pemerintah yang berlaku saat ini, juga akan menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, sehingga pembiayaan daerah dari pinjaman dapat lebih optimal.
D. Roadmap Penelitian dari Tim Peneliti Tim peneliti terdiri dari satu orang ketua dan tiga orang anggota, dan rencana dalam penelitian nanti akan menggunakan dua mahasiswa atau lebih dalam pengumpulan data dan tabulasi data. Dari biodata tim peneliti maka dapat dilihat bahwa semua tim peneliti adalah dosen tetap Fakultas Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Hasanuddin. Ketua tim peneliti dan anggota tim peneliti dalam lima tahun terakhir aktif sebagai instruktur, narasumber dan pendamping kegiatan yang berkaitan dengan keuangan daerah. Pendampingan kedaerah selain dalam pelatihan juga terkait dengan penyusunan laporan keuangan dan pendampingan dalam penyusunan kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan daerah. Karena itu, penelitian yang direncanakan selama dua tahun anggaran ini selain dapat terlibat langsung dalam pengelolaan keuangan daerah juga akan sangat membantu dalam pendampingan ke daerah-daerah dan yang lebih utama dapat menambah pengetahuan tim peneliti dalam pengelolaan keuangan daerah yang dapat diteruskan ke peserta didik yang ada. Topik penelitian yang dilakukan terkait dengan akuntansi sektor publik. Pengkajian terkait informasi laporan keuangan pemerintah daerah sebagai bahan dalam melakukan pinjaman daerah.
16 BAB III METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang didukung oleh data kuantitatif.
Populasi
penelitian
adalah
laporan
keuangan
daerah
dan
APBD
kabupaten/kota Se Sulawesi Selatan yang terdiri dari 24 Kabupaten/Kota untuk Tahun Anggaran 2009 - 2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Pemerintah Daerah. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara dan dokumentasi. Data yang berhasil dikumpulkan selanjutnya dianalisis dengan menghitung indicator keuangan dan ekonomi yang ditetapkan berdasarkan asumsi dan analisis sensitivitas berdasarkan PP
Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah dan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/ PMK.07/2011 tentang batas maksimal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan batas kumulatif pinjaman daerah Tahun 2012. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dan deskriptif. Skala pengukuran yang digunakan adalah: 1) Untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah dalam melakukan pinjaman maka akan dihitung Debt Service Coverage Ratio (DSCR) setiap daerah dengan rumus sebagai berikut: DSCR = (PAD + (DBH - DBHDR) + DAU) – BW ≥ X Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain Keterangan: DSCR
=
Debt Service Coverage Ratio (Rasio Kemampuan Membayar Kembali Pinjaman Daerah yang bersangkutan) PAD = Pendapatan Asli Daerah DBH = Dana Bagi Hasil DBHDR = Dana Bagi Hasil Reboisasi DAU = Dana Alokasi Umum BW = Belanja Wajib Pokok Pinjaman = Angsuran Pokok Pinjaman Bunga = Beban Bunga Pinjaman
17 DSCR Pemerintah Daerah ≥ X X
= Rasio DSCR yang ditetapkan oleh Pemerintah (Tahun Anggaran 2012 sebesar 2,5%)
2) Jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya.
3) Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah yang masih menjadi kewajiban Daerah sampai Tahun Anggaran 2012 ditetapkan sebesar 0,35% dari proyeksi PDB yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2012.
Untuk tahun pertama, penelitian difokuskan pada kajian kemampuan keuangan Pemerintah Daerah di dalam melakukan pinjaman dan menentukan besarnya pinjaman yang layak yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan. kemampuan
keuangan
Untuk tahun kedua, penelitian dikembangkan untuk kajian Pemerintah
Daerah
di
dalam
memanfaatkan
dan
mengembalikan dana pinjaman. Di tahun ke dua ini, data yang digunakan adalah hasil penelitian di tahun pertama ditambah data tahun 2013.
18 BAB IV PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sulawesi Selatan menjadi provinsi Administratif Sulawesi berdasarkan UndangUndang Nomor 21 Tahun 1950. Selanjutnya pada tahun 1960, Sulawesi Selatan menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara berdasarkan UU Nomor 47 Tahun 1960. Selanjutnya berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 1964 pemisahan dilakukan dari daerah otonom Sulawesi Selatan dan Tenggara menjadi daerah otonom Sulawesi Selatan, kemudian terus disempurnakan dengan ditetapkannya UU No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Secara geografis wilayah darat Provinsi Sulawesi Selatan dilalui oleh garis khatulistiwa yang terletak antara 00 12’ ~ 80 Lintang Selatan dan 1160 48’~1220 36’ Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Barat di sebelah utara dan Teluk Bone serta Provinsi Sulawesi Tenggara di sebelah timur, serta berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat dan Laut Flores di sebelah timur. Luas wilayah Provinsi Sulawesi Selatan khususnya wilayah daratan mempunyai luas kurang lebih 45.764,53 km2. Wilayah Sulawesi Selatan membentang mulai dari dataran rendah hingga dataran tinggi. Kondisi Kemiringan tanah 0 sampai 3 persen merupakan tanah yang relatif datar, 3 sampai 8 persen merupakan tanah relatif bergelombang, 8 sampai 45 persen merupakan tanah yang kemiringannya agak curam, lebih dari 45 persen tanahnya curam dan bergunung.
B. Gambaran Umum APBD Provinsi Sulawesi Selatan TA.2012 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan fiskal yang utama bagi pemerintah daerah. APBD yang direncanakan setiap tahun dengan mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) pada dasarnya menunjukkan sumber-sumber Pendapatan Daerah, berapa besar alokasi belanja untuk melaksanakan program/kegiatan, serta pembiayaan yang muncul bila terjadi surplus atau defisit. Komposisi pada APBD Provinsi Sulawesi Selatan TA 2012 beserta semua kabupaten/kota yang berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dibagi dalam 3 (tiga) bagian utama yaitu pendapatan, belanja dan transfer serta pembiayaan.
19 Tabel 4.1 menunjukkan besaran jumlah pendapatan, jumlah belanja dan transfer, pembiayaan serta persentase capaian dari masing-masing. Dari tabel tersebut dapat dilihat
bahwa
realisasi
pendapatan
terhadap
anggaran
untuk
tahun
2012
memperlihatkan capaian lebih 100%. Capaian tertinggi adalah pemerintah Kota Makassar sebesar 122% dan terendah adalah Kota Parepare sebesar 85%. Untuk capaian belanja dan transfer rata-rata 96%. Dengan demikian, anggaran dan realisasi pendapatan serta belanja dan transfer TA.2012 pemerintah daerah se Provinsi Sulawesi Selatan memperlihatkan capaian yang tinggi.
Tabel 4.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No.
Daerah Anggaran
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Prov.Sulsel Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Luwu Utara Maros Pangkep Pinrang Kep. Selayar Sidrap Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare Makassar Palopo Luwu Timur Toraja Utara Rata-rata capaian
4.601.370 446.489 509.469 1.130.019 722.923 560.449 821.387 566.761 627.482 663.933 708.902 725.771 702.765 516.389 645.180 567.519 601.425 601.936 592.713 812.626 628.329 1.678.886 496.087 702.684 495.710
Pendapatan Realisasi
4.433.960 479.362 529.625 1.198.004 753.740 555.708 921.069 629.479 687.459 681.166 728.015 747.262 739.081 505.715 657.568 575.936 636.079 606.118 589.611 894.415 534.261 2.053.678 525.522 692.442 507.095
% Capaian
96 107 104 106 104 99 112 111 110 103 103 103 105 98 102 101 106 101 99 110 85 122 106 99 102 104
Belanja dan Transfer Anggaran Realisasi
4.760.942 461.337 497.742 1.209.129 723.090 558.605 830.317 660.981 630.136 693.210 693.647 754.176 702.498 501.389 658.927 565.791 635.946 645.227 619.860 870.797 552.412 1.768.525 489.168 730.843 526.216
3.927.012 468.461 506.968 1.111.244 707.581 514.073 835.158 551.722 628.444 659.332 657.615 733.448 693.380 477.294 566.463 547.104 600.141 626.855 591.091 846.245 475.028 1.966.710 525.772 642.951 532.723
% Capaian
Anggaran
Pembiayaan (Netto) Realisasi
82 102 102 92 98 92 101 83 100 95 95 97 99 95 86 97 94 97 95 97 86 111 107 88 101 96
159.572 14.848 (11.727) 79.111 167 (1.844) 8.930 94.219 2.654 29.277 (15.255) 28.405 (266) (15.000) 13.747 (1.728) 34.983 43.291 27.147 58.170 (75.917) 89.639 (6.918) 28.159 30.506
212.339 11.099 35.082 23.076 20.731 (26.412) 75.563 (55.962) 33.871 17.345 (40.238) 42.421 3.369 6.570 (90.906) 12.914 36.693 64.411 18.635 58.529 (57.020) 118.741 12.564 89.182 43.364
% Capaian 133 75 (299) 29 12.445 1.432 846 (59) 1.276 59 264 149 (1.265) (44) (661) (747) 105 149 69 101 75 132 (182) 317 142 582
Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah)
Selain itu, dalam tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa anggaran dan realisasi pembiayaan netto untuk tahun anggaran 2012 memperlihatkan capaian yang cukup tinggi. Kabupaten Bulukumba merupakan kabupaten yang paling tinggi dalam capaian anggaran dan realisasi pembiayaan, hal ini dikarenakan anggaran pembayaran pokok utang direncanakan dibayar sebesar Rp27.000 (dalam jutaan rupiah) ternyata realisasi hanya sebesar Rp7.577 (dalam jutaan rupiah). Jika dilihat dari anggaran dan realisasi SiLPA (SiKPA) daerah dalam Provinsi Sulawesi Selatan dalam tahun anggaran 2012 pada saat menganggarkan rata-rata Surplus (Defisit) ditutup sama dengan pembiayaan netto, kecuali Kabupaten Soppeng
20 yang menganggarkan SiLPA sebesar Rp462 (dalam jutaan rupiah). Dalam perhitungan realisasi APBD, semua daerah memperlihatkan realisasi SiLPA. Daerah yang realisasi SiLPA paling tinggi adalah daerah Provinsi Sulawesi Selatan sebesar Rp719.287 (dalam jutaan rupiah). Anggaran dan realisasi APBD daerah kabupaten/kota Provinsi Sulawesi Selatan dalam Tahun Anggaran 2012 dapat dilihat dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2 Anggaran dan Realisasi APBD Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Daerah
Prov.Sulsel Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Luwu Utara Maros Pangkep Pinrang Kep.Selayar Sidrap Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare Makassar Palopo Luwu Timur Toraja Utara
Pendapatan
Belanja
4.601.370 446.489 509.469 1.130.019 722.923 560.449 821.387 566.761 627.482 663.933 708.902 725.771 702.765 516.389 645.180 567.519 601.425 601.936 592.713 812.626 628.329 1.678.886 496.087 702.684 495.710
4.760.942 461.337 497.742 1.209.129 723.090 558.605 830.317 660.981 630.136 693.210 693.647 754.176 702.498 501.389 658.927 565.791 635.946 645.227 619.860 870.797 552.412 1.768.525 489.168 730.843 526.216
Anggaran Surplus (Defisit) (159.572) (14.848) 11.727 (79.111) (167) 1.844 (8.930) (94.219) (2.654) (29.277) 15.255 (28.405) 266 15.000 (13.747) 1.728 (34.521) (43.291) (27.147) (58.170) 75.917 (89.639) 6.918 (28.159) (30.506)
Pembia yaan Netto 159.572 14.848 (11.727) 79.111 167 (1.844) 8.930 94.219 2.654 29.277 (15.255) 28.405 (266) (15.000) 13.747 (1.728) 34.983 43.291 27.147 58.170 (75.917) 89.639 (6.918) 28.159 30.506
SiLPA (SiKPA )
Pendapatan
Belanja
0 0 0 0 (0) 0 (0) 0 (0) 0 0 0 (0) 462 0 0 (0) 0 (0)
4.433.960 479.362 529.625 1.198.004 753.740 555.708 921.069 629.479 687.459 681.166 728.015 747.262 739.081 505.715 657.568 575.936 636.079 606.118 589.611 894.415 534.261 2.053.678 525.522 692.442 507.095
3.927.012 468.461 506.968 1.111.244 707.581 514.073 835.158 551.722 628.444 659.332 657.615 733.448 693.380 477.294 566.463 547.104 600.141 626.855 591.091 846.245 475.028 1.966.710 525.772 642.951 532.723
Realisasi Surplus (Defisit) 506.948 10.902 22.658 86.760 46.158 41.635 85.911 77.757 59.016 21.834 70.400 13.814 45.701 28.421 91.105 28.831 35.939 (20.737) (1.480) 48.170 59.232 86.969 (249) 49.491 (25.628)
Pembia yaan Netto 212.339 11.099 35.082 23.076 20.731 (26.412) 75.563 (55.962) 33.871 17.345 (40.238) 42.421 3.369 6.570 (90.906) 12.914 36.693 64.411 18.635 58.529 (57.020) 118.741 12.564 89.182 43.364
SiLPA (SiKPA) 719.287 22.000 57.740 109.836 66.889 15.223 161.474 21.795 92.887 39.178 30.163 56.235 49.070 34.991 199 41.745 72.632 43.674 17.155 106.699 2.213 205.710 12.315 138.673 17.736
Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah)
Sumber pendapatan daerah dalam Provinsi Sulawesi Selatan berasal dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan atau dana transfer dan lain-lain pendapatan yang sah. Dalam tahun anggaran 2012, Provinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten/kota yang berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan menganggarakan PAD rata-rata 16,86% dari total pendapatan daerah, dana perimbangan 68,49% dari total pendapatan daerah dan lain-lain pendapatan yang sah 14,65% dari total pendapatan daerah. Dari realisasi, dalam tahun anggaran 2012 Provinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten/kota yang berada dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan realisasi PAD rata-rata 16,40% dari total pendapatan daerah, dana perimbangan 81,63% dari total pendapatan daerah dan lain-lain pendapatan yang sah 1,97% dari total pendapatan
21 daerah. Secara lengkap anggaran dan realisasi pendapatan daerah dapat dilihat dalam tabel 4.3 berikut ini:
Tabel 4.3 Total Pendapatan Anggaran dan Realisasi Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No.
Daerah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Prov.Sulsel Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Luwu Utara Maros Pangkep Pinrang Kep. Selayar Sidrap Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare Makassar Palopo Luwu Timur Toraja Utara Rata-rata
Pendapatan Anggaran
4.601.370 446.489 509.469 1.130.019 722.923 560.449 821.387 566.761 627.482 663.933 708.902 725.771 702.765 516.389 645.180 567.519 601.425 601.936 592.713 812.626 628.329 1.678.886 496.087 702.684 495.710 845.088
PAD
Realisasi 4.433.960 479.362 529.625 1.198.004 753.740 555.708 921.069 629.479 687.459 681.166 728.015 747.262 739.081 505.715 657.568 575.936 636.079 606.118 589.611 894.415 534.261 2.053.678 525.522 692.442 507.095 874.495
Rasio terhadap pendapatan
Anggaran
Dana Perimbangan Anggaran
2.348.695 18.227 23.239 50.943 33.297 16.941 54.171 20.038 19.165 37.703 51.530 71.076 37.093 18.848 38.323 16.646 20.413 35.021 29.687 32.918 67.066 372.840 29.444 103.920 14.030 142.451
Realisasi 2.198.773 21.991 29.598 52.348 25.173 17.921 78.700 14.894 29.322 37.855 60.364 73.049 29.605 17.230 36.159 21.835 25.895 32.936 31.721 55.172 52.629 491.067 36.214 98.100 16.615 143.407
1.323.874 391.857 424.321 895.531 604.410 466.538 669.264 532.092 546.852 540.914 541.324 570.794 572.077 448.885 506.551 480.138 509.498 482.803 484.743 659.400 412.256 1.080.121 420.015 487.469 418.086 578.792
Realisasi 2.233.546 433.450 490.268 1.120.827 708.018 524.100 813.708 597.310 639.759 629.112 651.751 656.758 688.884 480.153 621.409 552.877 597.684 573.182 493.609 814.889 471.098 1.511.156 480.368 594.269 469.049 713.889
16,86%
16,40%
68,49%
81,63%
Lain-lain Pendapn Yg Sah Anggaran Realisasi 928.801 1.641 36.405 23.922 61.910 9.759 183.544 24.829 85.216 20.548 76.970 13.687 97.952 28.661 14.631 17.276 61.465 18.378 85.316 14.198 116.048 15.900 83.901 17.454 93.595 20.592 48.657 8.333 100.306 70.735 1.224 71.514 12.501 84.113 78.282 64.282 120.308 24.353 149.008 10.533 225.925 51.455 46.628 8.941 111.294 73 63.593 21.431 123.845 17.199 14,65%
1,97%
Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah)
Kemandirian daerah dapat dilihat dari rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan total Pendapatan Daerah.
Pada Tahun Anggaran 2012 untuk daerah
Provinsi Sulawesi Selatan rata-rata rasio PAD terhadap total pendapatan daerah adalah untuk
anggaran
8,01%
dan
untuk
realisasi
8,21%.
Daerah
yang
tertinggi
menganggarkan pendapatan daerah dibandingkan pendapatan daerah selain daerah Provinsi Sulawesi Selatan adalah Kota Makassar, yaitu 22,21% dan yang terendah adalah daerah Toraja Utara sebesar 2,83%. Dari realisasi anggaran, maka rasio kemandirian daerah selain daerah Provinsi Sulawesi Selatan yang tertinggi adalah adalah Kota Makassar, yaitu 23,91% dan yang terendah adalah daerah Jeneponto sebesar 2,37%. Hasil perhitungan rasio kemandirian daerah untuk daerah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat dalam tabel 4.4 berikut ini:
22 Tabel 4.4 % PAD terhadap Pendapatan Daerah Anggaran dan Realisasi Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Daerah
Prov.Sulsel Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Luwu Utara Maros Pangkep Pinrang Kep. Selayar Sidrap Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare Makassar Palopo Luwu Timur Toraja Utara
Pendapatan Anggaran 4.601.370 446.489 509.469 1.130.019 722.923 560.449 821.387 566.761 627.482 663.933 708.902 725.771 702.765 516.389 645.180 567.519 601.425 601.936 592.713 812.626 628.329 1.678.886 496.087 702.684 495.710
PAD
Realisasi 4.433.960 479.362 529.625 1.198.004 753.740 555.708 921.069 629.479 687.459 681.166 728.015 747.262 739.081 505.715 657.568 575.936 636.079 606.118 589.611 894.415 534.261 2.053.678 525.522 692.442 507.095 Rata-rata
Anggaran 2.348.695 18.227 23.239 50.943 33.297 16.941 54.171 20.038 19.165 37.703 51.530 71.076 37.093 18.848 38.323 16.646 20.413 35.021 29.687 32.918 67.066 372.840 29.444 103.920 14.030
Realisasi 2.198.773 21.991 29.598 52.348 25.173 17.921 78.700 14.894 29.322 37.855 60.364 73.049 29.605 17.230 36.159 21.835 25.895 32.936 31.721 55.172 52.629 491.067 36.214 98.100 16.615
% PAD terhadap Pendapatan Anggaran Realisasi 51,04 49,59 4,08 4,59 4,56 5,59 4,51 4,37 4,61 3,34 3,02 3,22 6,60 8,54 3,54 2,37 3,05 4,27 5,68 5,56 7,27 8,29 9,79 9,78 5,28 4,01 3,65 3,41 5,94 5,50 2,93 3,79 3,39 4,07 5,82 5,43 5,01 5,38 4,05 6,17 10,67 9,85 22,21 23,91 5,94 6,89 14,79 14,17 2,83 3,28 8,01 8,21
Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah)
Kemandirian daerah dalam sumber pendanaan masih tergantung dari dana perimbangan. Dalam tabel 4.4 di atas dapat dilihat bahwa sumber pendanaan dari pendapatan daerah dalam provinsi Sulawesi Selatan masih perlu ditingkatkan, khususnya
daerah-daerah
yang
potensi
wilayahnya
sangat
potensial
untuk
dikembangkan. Dari sisi belanja, daerah dalam provinsi Sulawesi Selatan dalam menganggarkan belanja masih dominan dalam belanja pegawai. Dalam tahun anggaran 2012, belanja pegawai dianggarkan 57,95% dari total pendapatan daerah. Ini berarti pendapatan daerah digunakan untuk membayar belanja pegawai sebesar 57,95%. Daerah kabupaten/kota yang paling tinggi menganggarkan adalah kabupaten Soppeng, yaitu sebesar 70,05%, sedangkan daerah yang paling rendah adalah provinsi Sulawesi Selatan sebesar 19,56%. Dari realisasi belanja pegawai terhadap pendapatan daerah, rata-rata terealisasi adalah sebesar 55,37%. Daerah yang paling tinggi adalah kabupaten Soppeng sebesar 65,34% dan daerah yang paling rendah adalah provinsi Sulawesi Selatan sebesar
23 19,64%. Prosentase belanja pegawai terhadap pendapatan daerah dalam tahun anggaran 2012 daerah Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat secara lengkap dalam tabel 4.5 berikut ini: Tabel 4.5 % Belanja Pegawai terhadap Pendapatan Daerah Anggaran dan Realisasi Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No.
Daerah
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Prov.Sulsel Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Luwu Utara Maros Pangkep Pinrang Kep Selayar Sidrap Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare Makassar Palopo Luwu Timur Toraja Utara
Pendapatan Anggaran 4.601.370 446.489 509.469 1.130.019 722.923 560.449 821.387 566.761 627.482 663.933 708.902 725.771 702.765 516.389 645.180 567.519 601.425 601.936 592.713 812.626 628.329 1.678.886 496.087 702.684 495.710
Realisasi 4.433.960 479.362 529.625 1.198.004 753.740 555.708 921.069 629.479 687.459 681.166 728.015 747.262 739.081 505.715 657.568 575.936 636.079 606.118 589.611 894.415 534.261 2.053.678 525.522 692.442 507.095
Belanja Pegawai (BP) Anggaran 899.832 245.939 322.020 726.034 483.407 329.295 530.356 360.527 398.736 337.034 416.168 477.114 412.720 278.517 398.775 368.081 421.306 413.604 350.503 477.186 292.648 921.459 289.909 292.974 280.413
Realisasi 870.855 270.373 312.835 727.120 498.103 310.896 557.736 382.065 387.723 343.459 423.498 467.188 423.620 264.520 380.452 347.649 415.637 365.919 336.131 475.351 271.858 1.078.220 304.924 284.757 260.925
Rata-rata
% BP terhadap Pendapatan Anggaran Realisasi 19,56 19,64 55,08 56,40 63,21 59,07 64,25 60,69 66,87 66,08 58,76 55,95 64,57 60,55 63,61 60,70 63,55 56,40 50,76 50,42 58,71 58,17 65,74 62,52 58,73 57,32 53,94 52,31 61,81 57,86 64,86 60,36 70,05 65,34 68,71 60,37 59,14 57,01 58,72 53,15 46,58 50,88 54,89 52,50 58,44 58,02 41,69 41,12 56,57 51,45
57,95
55,37
Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah)
C. Penerimaan Pembiayaan yang berasal dari Pinjaman Penerimaan pinjaman daerah merupakan suatu bagian yang digunakan untuk menganggarkan semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang dari pihak lain (termasuk obligasi) sehingga daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali. Penganggaran dan penerimaan pinjaman pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan kabupaten/kota yang ada dalam Provinsi Sulawesi Selatan dalam Tahun Anggaran 2012 dapat dilihat dalam tabel 4.6. Dalam
tabel 4.6 tersebut, dapat dilihat bahwa daerah yang menganggarkan
penerimaan pembiayaan dari pinjaman pada tahun anggaran 2012 sebanyak 6
24 kabupaten/kota, yaitu Enrekang, Gowa, Jeneponto, Maros, Sidenreng Rappang dan Kota Parepare. Tetapi dalam realisasi penerimaan pinjaman, ternyata tidak semua daerah yang menganggarkan memperoleh pinjaman. Daerah yang memperoleh pinjaman sama dengan anggarannya adalah kabupaten Sidenreng Rappang. Tabel 4.6 Anggaran dan Realisasi Pinjaman Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Daerah Anggaran Prov.Sulsel Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang 28.000 Gowa 3.344 Jeneponto 139.748 Luwu Luwu Utara Maros 60.000 Pangkep Pinrang Kepulauan Selayar Sidrap 30.000 Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare 6.500 Makassar Palopo Luwu Timur Toraja Utara Total................................. 267.592 Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah)
Realisasi 321 120 181 30.000
4.635 35.256
Selanjutnya anggaran dan realisasi pinjaman dalam tabel 4.6 tersebut dihitung terhadap pendapatan daerah. Rasio pinjaman terhadap pendapatan APBD merupakan batas
pinjaman
yang
diatur
dalam
Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
137/PMK.07/2012 yaitu sebesar 6% dari total Pendapatan daerah untuk masing-masing pemerintah daerah. Perhitungan
rasio pinjaman terhadap pendapatan APBD dalam
Tahun Anggaran 2012 dari anggaran dan realisasi untuk masing-masing daerah dalam Provinsi Sulawesi Selatan dapat dilihat dalam tabel 4.7 berikut.
25 Dari tabel 4.7 tersebut dapat dilihat bahwa jumlah anggaran pinjaman sebesar Rp267.592 (dalam jutaan) dan dari realisasi sebesar Rp35.356 (dalam jutaan) atau sekitar 13,18%
dari total anggaran yang dapat terealisasi. Tabel 4.7
juga
memperlihatkan bahwa dari sisi anggaran, daerah yang melampaui batas pinjaman yang dipersyaratkan dari pemerintah adalah Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Maros. Rasio pinjaman dari kedua kabupaten tersebut adalah 24,66 % dan 8,46%, sementara rasio pinjaman yang diperkenankan adalah di bawah 6%. Tabel 4.7 Rasio Pinjaman terhadap Pendapatan Daerah Anggaran dan Realisasi Pinjaman Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) No.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Daerah
Prov.Sulsel Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Luwu Utara Maros Pangkep Pinrang Kep. Selayar Sidrap Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare Makassar Palopo Luwu Timur Toraja Utara
Total Pendapatan
Anggaran Penerimaan Pinjaman
% Pinjaman
Total Pendapatan
4.601.370 446.489 509.469 1.130.019 722.923 560.449 821.387 566.761 627.482 663.933 708.902 725.771 702.765 516.389 645.180 567.519 601.425 601.936 592.713 812.626 628.329 1.678.886 496.087 702.684 495.710
28.000 3.344 139.748 60.000 30.000 6.500 -
5,00 0,41 24,66 8,46 4,65 1,03 -
4.435.602 503.284 539.385 1.222.833 774.288 569.395 949.730 646.755 705.838 695.364 743.915 764.716 759.673 514.048 657.568 575.936 636.079 606.118 653.893 918.768 544.794 2.105.133 534.463 692.515 528.526
Realisasi Penerimaan Pinjaman 321 120 181 30.000
4.635 -
% Pinjaman 0,05 0,02 0,04 4,56 0,87 -
Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah)
D. Analisis Surplus (Defisit) Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 137/PMK.07/2012 diatur bahwa batas defisit masing-masing daerah tidak boleh melebihi 6% dari pendapatan APBD. Apabila
26 defisit APBD melebihi 6% pendapatan maka pemerintah daerah harus melapor pada Menteri Keuangan dan apabila defisit tersebut didanai dari pinjaman serta melebihi 6% pendapatan maka harus mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan terlebih dahulu. Dalam APBD Tahun Anggaran 2012 daerah kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan memperlihatkan bahwa ada beberapa kabupaten/kota melebihi batas defisit yang ditentukan. Daerah yang paling tinggi menganggarkan defisit adalah Kabupaten Jeneponto sebesar 16,62%. Angka ini sangat jauh dari batas minimal yang ditentukan yaitu 6%. Batas defisit daerah kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan dalam Tahun Anggaran 2012 dapat dilihat dalam tabel 4.8 berikut. Tabel 4.8 % Surplus (Defisit) terhadap Pendapatan Daerah Anggaran dan Realisasi Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 (dalam jutaan rupiah) Anggaran Belanja Surplus (Defisit)
No
Daerah
Pendapatan
1.
Prov.Sulsel
4.601.370
4.760.942
2. 3. 4.
Bantaeng Barru Bone
446.489 509.469 1.130.019
5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Luwu Utara Maros Pangkep Pinrang Kep.Selayar Sidrap Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare Makassar
23. 24. 25.
Palopo Luwu Timur Toraja Utara
% S(D) terhadap pendapat an
Pendapatan
(159.572)
(,47)
4.433.960
461.337 497.742 1.209.129
(14.848) 11.727 (79.111)
(3,33) 2,30 (7,00)
479.362 529.625 1.198.004
722.923 560.449 821.387 566.761 627.482 663.933 708.902 725.771 702.765 516.389 645.180 567.519 601.425 601.936 592.713 812.626 628.329 1.678.886
723.090 558.605 830.317 660.981 630.136 693.210 693.647 754.176 702.498 501.389 658.927 565.791 635.946 645.227 619.860 870.797 552.412 1.768.525
(167) 1.844 (8.930) (94.219) (2.654) (29.277) 15.255 (28.405) 266 15.000 (13.747) 1.728 (34.521) (43.291) (27.147) (58.170) 75.917 (89.639)
(0,02) 0,33 (1,09) (16,62) (0,42) (4,41) 2,15 (3,91) 0,04 2,90 (2,13) 0,30 (5,74) (7,19) (4,58) (7,16) 12,08 (5,34)
753.740 555.708 921.069 629.479 687.459 681.166 728.015 747.262 739.081 505.715 657.568 575.936 636.079 606.118 589.611 894.415 534.261 2.053.678
496.087 702.684 495.710
489.168 730.843 526.216
6.918 (28.159) (30.506)
1,39 (4,01) (6,15)
525.522 692.442 507.095
Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah)
Realisasi Belanja Surplus (Defisit) 3.927.01 2 468.461 506.968 1.111.24 4 707.581 514.073 835.158 551.722 628.444 659.332 657.615 733.448 693.380 477.294 566.463 547.104 600.141 626.855 591.091 846.245 475.028 1.966.71 0 525.772 642.951 532.723
506.948
% S(D) terhadap pendapatan 11,43
10.902 22.658 86.760
2,27 4,28 7,24
46.158 41.635 85.911 77.757 59.016 21.834 70.400 13.814 45.701 28.421 91.105 28.831 35.939 (20.737) (1.480) 48.170 59.232 86.969
6,12 7,49 9,33 12,35 8,58 3,21 9,67 1,85 6,18 5,62 13,85 5,01 5,65 (3,42) (0,25) 5,39 11,09 4,23
(249) 49.491 (25.628)
(0,05) 7,15 (5,05)
27 E. Analisis Kemampuan Keuangan untuk Melakukan Pinjaman Untuk mengetahui kemampuan keuangan daerah dalam melakukan pinjaman maka dilakukan perhitungan Debt Service Coverage Ratio (DSCR) setiap daerah dengan rumus sebagai berikut: DSCR = (PAD + (DBH - DBHDR) + DAU) – BW ≥ X Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain Keterangan: DSCR
= Debt Service Coverage Ratio (Rasio Kemampuan Membayar Kembali Daerah yang bersangkutan) PAD = Pendapatan Asli Daerah DBH = Dana Bagi Hasil DBHDR = Dana Bagi Hasil Reboisasi DAU = Dana Alokasi Umum BW = Belanja Wajib Pokok Pinjaman (P) = Angsuran Pokok Pinjaman Bunga (AB) = Beban Bunga Pinjaman
Pinjaman
DSCR Pemerintah Daerah ≥ X X
= Rasio DSCR yang ditetapkan oleh Pemerintah (Tahun Anggaran 2012 sebesar 2,5%)
Data yang digunakan adalah nilai rata-rata dari realisasi APBD selama 3 tahun, yaitu realisasi APBD TA.2012, realisasi APBD TA.2011 dan realisasi APBD TA.2010. Hasil perhitungan DSCR setiap daerah dapat dilihat dalam tabel 4.9. Hasil perhitungan DSCR dalam tabel 4.9 di atas yang menggunakan rata-rata realisasi selama 3 tahun
menggambarkan bahwa dari 25 daerah dalam Provinsi
Sulawesi Selatan rata-rata DSCR melebihi batas untuk dapat melakukan pinjaman. Daerah yang kurang DSCR hanya daerah Jeneponto, Maros dan Sidrap. Ini memperlihatkan bahwa daerah dalam Provinsi Sulawesi Selatan kemampuan keuangan untuk melakukan pinjaman masih terbuka luas. Tetapi selain perhitungan DSCR, pemerintah
daerah
dalam
melakukan
pinjaman
masih
persyaratan tambahan selain hasil DSCR lebih dari 2,5%.
memerlukan
beberapa
28 Tabel 4.9 Debt Service Coverage Ratio (DSCR) Kabupaten/Kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2012 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
Daerah Prov.Sulsel Bantaeng Barru Bone Bulukumba Enrekang Gowa Jeneponto Luwu Luwu Utara Maros Pangkep Pinrang Kep. Selayar Sidrap Sinjai Soppeng Takalar Tana Toraja Wajo Parepare Makassar Palopo Luwu Timur Toraja Utara
A PAD 350.965,42 17.514,62 19.782,80 40.534,82 25.508,98 15.345,57 72.454,00 13.457,76 21.857,09 33.377,76 44.605,58 62.006,11 25.750,91 14.463,73 33.112,52 18.175,02 21.325,93 20.053,08 23.883,15 38.641,29 49.601,26 350.965,42 33.378,81 73.783,72 13.162,96
DBH 153.150,50 29.009,34 27.078,57 57.631,96 32.790,75 32.529,42 39.566,98 30.924,60 27.477,38 37.814,04 34.596,84 36.179,23 31.829,70 25.355,84 39.312,35 26.347,64 31.823,06 25.743,13 25.099,86 86.920,66 28.096,23 153.150,50 22.337,52 78.120,69 19.978,50
B DAU 757.956,85 288.413,50 307.881,66 639.286,80 468.575,51 317.620,52 496.019,57 369.371,75 412.915,44 392.645,40 388.343,58 416.920,13 429.240,09 309.659,90 373.623,04 352.622,72 384.780,88 349.291,91 336.470,27 430.691,28 291.752,96 757.956,85 312.630,55 299.323,52 294.927,60
BW 989.299,80 231.363,40 271.471,36 643.869,78 443.523,44 288.304,28 495.304,14 345.418,03 342.393,58 302.143,37 353.704,19 406.176,33 372.932,25 233.826,17 329.598,80 308.198,69 360.632,33 310.785,34 298.824,87 409.427,71 252.052,43 989.299,80 271.276,11 242.187,66 224.159,44
P 8.990,54 4.579,06 15.028,72 27.488,64 5.663,01 4.976,44 50.446,14 149,31 76,02 72.051,78 22.581,42 15.612,60 12.412,02 73.280,13 18.347,01 2.751,95 11.142,55 20.762,42 1.122,43 20.916,99 8.990,54 8.845,36 4.348,91 12.534,61
DSCR AB 4.133,39 138,64 3.140,60 2.630,13 1.144,35 890,47 1.050,53 5.123,10 589,35 36,49 149,83 152,47 3.984,50 4.133,39 1.366,64 -
8.139,89 21,95 4,58 3,11 14,72 22,65 1,35 802,72 2.126,89 1,56 4,64 6,83 9,32 1,49 4,85 23,13 7,54 4,14 115,17 4,71 20,78 9,51 48,07 8,29
Sumber : DJPK dan DPKAD Kabupaten/kota (diolah)
Persyaratan yang harus dipenuhi adalah jumlah sisa Pinjaman Daerah ditambah jumlah pinjaman yang akan ditarik tidak melebihi 75% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya. Selain itu, Batas Maksimal Kumulatif Pinjaman Daerah yang masih menjadi kewajiban Daerah sampai Tahun Anggaran 2012 ditetapkan sebesar 0,35% dari proyeksi PDB yang digunakan dalam penyusunan APBN Tahun Anggaran 2012.
29 BAB V PENUTUP
A. SIMPULAN 1) Kemampuan keuangan kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan untuk melakukan pinjaman setelah dianalisis memperlihatkan bahwa nilai DSCR sebagai salah satu syarat untuk melakukan pinjaman memperlihatkan bahwa hanya 3 (tiga) kabupaten yang kurang dari nilai persyaratan 2,5%. Tetapi persyaratan DSCR hanya salah satu persyaratan untuk melakukan pinjaman, masih ada beberapa persyaratan lainnya. 2) Kabupaten/kota dalam Provinsi Sulawesi Selatan dalam Tahun Anggaran 2012, memperlihatkan Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) yang masih tinggi. Ini memperlihatkan
bahwa
pemerintah
daerah
serapan
anggaran
belum
sepenuhnya dimaksimalkan. Sehiggga untuk melakukan pinjaman, pemerintah daerah perlu memperhatikan dengan baik biaya dan manfaat yang diterima oleh masyarakat dan pemerintah daerah.
B. KONTRIBUSI PENELITIAN Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan di Pemerintah Daerah. Penelitian ini juga akan memperkaya kajian tentang keuangan daerah khususnya mengenai kemampuan keuangan dalam melakukan pinjaman daerah sebagai salah satu sumber investasi untuk membiayai pelaksanaan pembangunan. Selain itu, merupakan bahan masukan dan informasi bagi Pemerintah Daerah dalam memberi arah atau alternatif kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan pinjaman daerah. Pada akhirnya hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu bahan pengembangan ilmu dalam Akuntansi Sektor Publik dan Akuntansi Keuangan khususnya dalam analisis laporan keuangan pemerintah daerah dibidang pembiayaan daerah.
C. KETERBATASAN PENELITIAN Penelitian
ini hanya menggunakan analisis
satu
tahun
anggaran dan
menggunakan daerah penelitian dalam Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga generalisasi hasil penelitian sangat terbatas.
30 Data penelitian menggunakan data sekunder, masih perlu dikembangkan dengan mewawancarai para pelaku atau aparat pemerintah daerah yang menangani pinjaman daerah agar didapatkan proses dan penerimaan pinjaman daerah bisa berjalan. D. PENELITIAN LANJUTAN Penelitian selanjutnya diharapkan memperluas daerah penelitian dan tahun penelitian agar dapat lebih digeneralisir hasil penelitian. Selain itu, bisa menggunakan teori-teori lain dalam pendekatan menggali kemampuan keuangan daerah.
31 DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Deskripsi dan Analisis APBD 2012. ----------------------------------------------------------, Deskripsi dan Analisis APBD 2013. Lindawati, Tita, 2010, Kemampuan keuangan pemerintah daerah DKI Jakarta di dalam melakukan pinjaman, Thesis, Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada, 2010. http://www.djpk.depkeu.go.id/datadjpk/37/ Pemerintah Indonesia, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; ..................................., UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara; ..................................., UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; ..................................., UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; ..................................., UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; ..................................., PP Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah; ...................................., PP Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pinjaman Daerah; ...................................., Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas No. 005/M.PPN/06/2006 tentang Tatacara Perencanaan dan Pengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri; ...................................., Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.02/2006 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Mekanisme Pemantauan Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Pinjaman Daerah; ...................................., Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.07/2006 tentang Tatacara Penerbitan, Pertanggungjawaban, dan Publikasi Informasi Obligasi Daerah. .................................., Peraturan Menteri Keuangan Nomor 149/PMK07/2010 tentang batas maksimal defisit anggaran pendapatan dan belanja daerah dan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah tahun anggaran 2011. ...................................., Peraturan Menteri Keuangan Nomor 127/PMK.07/2011 tentang batas maksimal defisit anggaran pendapatan dan belanja daerah dan batas maksimal kumulatif pinjaman daerah tahun anggaran 2012. Santoso, Rokhedi P, 2003, Analisis Pinjaman Sebagai Potensi Pembiayaan Pembangunan Daerah: Studi Kasus Daerah Istimewa Jogjakarta, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.8 No.2, Desember 2003 Hal: 147-158.