http://www.lensaindonesia.com/2012/04/01/ubah-tujuan-dan-cara-berinteraksi-dengan-alam.html
Demi Masa Depan Anak Cucu
Ubah Tujuan dan Cara Berinteraksi Dengan Alam MINGGU, 01 APRIL 2012 15:54 WIB
A. Machicky Mayestino Triono Soendoro, ST., MMT.
LENSAINDONESIA.COM: Saat harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terus dinaikkan di Republik Indonesia (RI), di tahun 1956, M.K.Hubbert (ahli Geofisika-Geologi AS)sudah meramalkan produksi BBM Amerika Serikat (AS) berpuncak di 1970, lalu menurun. Ini sudah terjadi dan adalah peringatan dini atas krisis energi dunia berdekade kemudia. Bercontoh kasus produksi-konsumsi energi dari AS, yang juga adalah konsumen energi terbesar dunia itu. Lalu Prof. D. Goodstein (Caltech AS) menulis di buku “Out of Gas: The End of the Age of Oil” (2004) bahwa peradaban kita ini dapat saja berakhir pada ujung abad XXI Masehi, kecuali ditemukan cara hidup tanpa Energi Fosil (Hidrokarbon tak terbarukan) alias tanpa Minyak Bumi, Batu Bara, Gas Alam, Coal Bed Methane, dsb. Maka survei International Energy Agency (IEA) 2004 pun menemukan konsumsi energi primer dunia bergantung 35%
pada Minyak Bumi, 25%-Batu Bara, 21%-gas, 10%-Biomass dan Limbah, 6%-Nuklir, 2%-Air, 1%-dll. Menurut Goodstein jika Krisis Energi terjadi, reaksi-berantai depresi dunia mengikutinya, dan kita harus kembali ke peradababan jaman energi Batu Bara. Ia menganjurkan energi non-Hidrokarbon (Matahari dan Nuklir), juga energi campuran (Hybrid), merombak tata-letak tempat hidup masyarakat (kota), memperbaiki sistem transportasi, Konservasi Energi (artinya penghematan energi tanpa mengurangi kenyamanan, keamanan, mutu, produktivitas kerja, dengan berkelanjutan). Ironisnya sekitar 100 tahun lalu, sudah ditemukan Mobil Listrik nonpolusi di AS namun kalah populer oleh Pemasaran, Rekayasa (engineering), Promosi, dan gengsi kendaraan ber-BBM. Bahkan setelah 10-20 tahun lalu sempat marak (di AS), orang susah mendapatkan Mobil Listrik justru bukan karena tingginya permintaan. Terlepas dari dugaan ‘kolusi jahat’ menghambatinya, polusi CO2 hasil BBM di Atmosfir sudah sekitar 30 Gigaton (GT), diprediksikan meningkat 60% ke sekitar 40 GT di 2030 jika kebijakan dunia tetap demikian. Maka jelas energi sangat penting, namun BBM dan Energi Tidak Terbarukan, seharusnya bukan lagi prima donna. Rumitnya Permasalahan Telah ada sumber energi baru terbarukan, namun ada masalah peranan BBM sebagai faktor perdagangan atau komoditi dunia, lalu fluktuasi harga energi sendiri dan ketersediaannya, kemauan politik. Perlu teknologi intensif berbiaya besar untuk ini, sementara semakin langkanya BBM jamak dianggap belum gawat (masyarakat ditipu fatamorgana kelimpahan BBM dan kenikmatan teknologi ber-BBM).
Ada pula spekulasi pedagang BBM dunia menjualnya sebanyak atau seuntung mungkin sebelum habis, sementara kebutuhan energi meningkat mengiringi pertumbuhan ekonomi, teknologi, dan jumlah penduduk. Juga ada eksplorasi-industrialisasi energi oleh dan untuk industri yang tak (cukup) memikirkan kelangsungan kehidupan jangka panjang, lalu Polusi (terutama CO2 dan CFC atau Freon jenis perusak Ozon atmosfir), Efek Rumah Kaca, asumsinya pemikiran Modern Industrialisasi tak cukup akrab manusia dan alam. Kerusakan alam tentu mengakibatkan perubahan keseimbangan multidimensi global seperti munculnya aneka penyakit, inflasi, kemarau panjang, kelangkaan air bersih, dsb. Banyak keluhan “Cuaca panas (AC tidak terasakan dingin lagi)!”, “Pergantian musim tak tentu!”, “Air bersih langka!”, bahkan “Banyak penyakit (aneh) baru!”, termasuk Pemanasan Global yang saat ini merata di Bumi 0,15-0,3 derajat Celcius dan diperkirakan naik menjadi 1,1-6,4 derajat Celcius sampai 2100 dengan asumsi perilaku manusia sekarang. Padahal jika naik 2 derajat Celcius saja, es kedua Kutub Bumi mencair, permukaan laut naik mengubah garis kedaulatan pantai negara-negara, dan mungkin di 2030-an California dan Shanghai terendam, RI kehilangan sekitar 2.000 pulau dan Istana Negara serta Monas berada di tepi pantai baru Jakarta menjadi “Istana Pantai Negara” dan “Monumen Pantai Nasional”. Dalam iklim.situasi seperti ini, bagaimana mungkin bahan panganan lancar diproduksi? Apalagi jika masih dimanipulasi, dikorupsi, dan dipolitisasi jahat? Bahkan sekarang saja harga panganan tinggi sementara dari PBB , rasio pendapatan 1/5 penduduk dunia negara terkaya terhadap 1/5 penduduk negara termiskin dunia meningkat dari
30:1 (1960) menjadi 74:1 (1995), dan tetap demikian lebih-kurang (meningkat). Ini tentu mempengaruhi kesehatan, politik, ekonomi. Jika manusia harus mengelola ini tanpa Sumber Daya Energi murah dan mudah, tentu menjadi bencana yang menyengsarakan. Inilah prediksi kehidupan anak-cucu yang lebih mengenaskan adalah, jika kita tak mencegahnya. Tantangan dan Harapan Ironisnya bencana ini dapat diperlambat, dicegah, insya Allah (seijin Tuhan), jika saja manusia mau memperbaiki diri dan caranya berinteraksi dengan alam. Kita memang tak dapat – bahkan tak perlu – mengubah hukum Tuhan, namun kita tentu dapat menyesuaikan diri, memanfaatkan alam, sesuai (isyarat) aturanNya. Maka mengakrabi alam dapat menciptakan kehidupan lebih baik saat ini, dan masa depan, insya Allah. Tidak peduli apapun agama, etnis, suku, pandangan politik, pilihan hidup, dsb.; ancaman ini semua adalah masalah bersama, harus dikelola jika ingin anak-cucu hidup layak, di Bumi. Sebenarnya ada kesepakatan global untuk ini, Kyoto Protocol, ditandatangani 90% lebih negara (termasuk RI) kecuali oleh negara adi kuasa AS dan sedikit negara lain. Para negara penolaknya ini – menurut para pemikir dunia – enggan mengubah struktur ekonomipolitiknya yang berdasarkan asumsi pemikiran Rasionalisme-Filsafat Modern dan turunannya yaitu Sekulerisme, Kapitalisme, Liberalisme, juga egoisme, industrialisasinya, kombinasinya, dsb. Padahal AS yang hanya berpenduduk 5% dunia menghasilkan sekitar 25% polusi dan memegang sekitar 25% kekayaan dunia.
Namun, ada harapan sebenarnya karena Abad XXI adalah Masa (pemikiran) Post-Modern (Pos-Mo) atau New Age atau Avant garde yang memang mendekonstruksi,mengkoreksi kesalahan asumsi pemikiran (Filsafat) Modern Abad XVII-XX dengan gerakan «Back To Nature» atau kembali alami (buku Filsafat Umum oleh Prof. A. Tafsir dari IAIN Bandung). Sayangnya, RI di jaman Pos-Mo ini sudah resmi menjadi negara net oil importer, harus mengimpor minyak (padahal tadinya bercadangan minyak besar), sementara BBM tetaplah jenis energi terbesar yang digunakan RI (sekitar 60%), barulah Gas (sekitar 15%), Listrik (sekitar 10%), Batu Bara (sekitar 10%) dan LPG (sekitar 5%). Dari survei pemerintah-swasta, peruntukan BBM itu di RI adalah untuk Transportasi (48%), Industri (18%), Rumah Tangga serta Bangunan Komersial (18%), Pembangkit Listrik (14%) dan pribadi (2%). Konsumsi energi RI juga meningkat rata-rata 9 %/tahun padahal peningkatan ekonominya hanya sekitar 5% per tahun. Maka Elastisitas Energi Indonesia tinggi sekitar 1,84 (Malaysia 1,69, Thailand 1,16, dan Jepang 0,1). Intensitas Energi RI juga tinggi karena untuk meningkatkan 1 juta US$ GDP, RI membutuhkan energi 482 TOE (Ton Oil Equivalent/setara dengan ton-minyak), sementara 5 negara ASEAN lain rata-rata hanya 358 TOE/US$ (Jepang bahkan hanya 92,2 TOE/ US$). Di sisi lain, GDP/kapita RI rendah (sekitar US $ 1.000) walaupun berluas setengah wilayah ASEAN, berbelasan-ribu pulau, berkekayaan alam hebat serta 4 dari 7 selat strategis dunia ada di perairan RI, pusat sekitar 30% perdagangan dan jalur 1/2 tanker minyak dunia. Maka dengan asumsi kebijakan RI lalu dan sekarang, dengan harga BBM Premium Rp 4.500,-/liter maka jika harga minyak bumi naik – misalnya – sampai US $ 160/barrel, subsidi bagi rakyat RI mencapai Rp 90 T untuk listrik,
Rp 259 T untuk BBM. Ini berbahaya, apalagi jika masih dikorupsi, dll. Jika RI menjadi ‘negara gagal’, besar sekali harga konsekuensinya bagi kita dan wilayah ekuatorial-regional Asia, bahkan bagi dunia. Sayangnya Konservasi Energi RI masih sering kita anggap belum begitu diperlukan. Padahal negara-negara maju telah berlomba Efisiensi Energi sehingga biaya produksi berkurang, daya saing meningkat, dsb. Ada beberapa cara yang dipercaya signifikan memperlambat-mencegah krisis ini, misalnya menghemat apapun karunia Tuhan, membangun teknologi Energi Terbarukan (Renewable Energy alias Biomas, Biofuel, Matahari, Angin, dsb.) dan energi alternatif Batu Bara, Gas, Hidrogen, Biodiesel, Biogas, Biomas, Biofuel (Ethanol dan Syngas misalnya), Liquid Petroleum Gas (LPG), Synthetic Fuel/Gas To Liquid (GTL), Energi Surya, Panas Bumi, Air, Angin, Nuklir, dsb., serta paduannya (hybrid). Lalu meminimasikan polusi, tak merusak hutan, tak mengggunakan wilayah reklamasi untuk hal lain, membuat lahan seluas mungkin bertanah tidak bertutup hingga menyerap air, menghindari zat kimia perusak, merawat-menambah tanaman, Re-engineering (perombakan dasar) sistem berkaitan sampai ke aktivitas keseharian-kebiasaan rakyat, dsb. Maka pengembangan teknologi Sumber Daya Energi ramah lingkunganhemat energi insya Allah dapat menghasilkan Ketahanan Energi nasional, daya saing, penurunan Polusi, penciptaan lapangan kerja, dan kelestarian lingkungan. Tentu perubahan memerlukan usaha dan pengorbanan maka diperlukanlah peranan-keputusan Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif negara, lalu sosialisasi, dan komitmen bersama. Filipina yang bukan negara maju – bahkan hampir ‘sama terkenalnya’ dengan RI sebagai negara koruptif – ternyata dapat menyediakan sekitar 25% listriknya gratis siang-malam dari Energi Panas Bumi gunung berapinya. Dan
kembali ke petunjuk Manajemen Kehidupan (Agama), maka rakyat RI yang religius dan mayoritas beragama Islam sungguh patutlah jika menghayati, mengamalkan peringatan-petunjuk di Al Quran Surat Al Israa’ ayat 27 (QS 17 :27), “Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara Syaithan (Setan) dan Syaithan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya“, serta Hadits yang diriwayatkan AsSyihaab, ”Barangsiapa melakukan pemborosan (tabdzir),maka Allah akan mencegahnya dari perolehan (rizki dariNya)”. Semoga ada perbaikan segera. ian Penulis: A. Machicky Mayestino Triono Soendoro, ST., MMT., pengurus Lembaga Penelitian-Pengabdian kepada Masyarakat, Pusat Studi Sustainability-Inovasi Bisnis (LPPM-PSSIB) dan pengajar untuk bidang Teknologi Informasi, Manajemen-Bisnis, serta Pendidikan Agama Islam untuk Mahasiswa; di Universitas Narotama Surabaya. ian Editor: Rosdiansyah Rubrik : Edukasi , headline edukasi , MAKALAH , Terkini