UIVERSITAS IDOESIA
BUDAYA ORGAISASI MEURUT KERAGKA PERSAIGA ILAI (COMPETIG VALUES FRAMEWORK) DI RUMAH SAKIT ISLAM SARI ASIH AR RAHMAH TAGERAG OVEMBER 2011 TESIS
SAMMY FATTAH HIDAYAT 0806444291
FAKULTAS KESEHATA MASYARAKAT PROGRAM MAGISTER KAJIA ADMIISTRASI RUMAH SAKIT DEPOK JAUARI 2012
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
ABSTRACT
ame
: Sammy Fattah Hidayat
Study Program
: Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit
Title
: Organization Culture Based on Competing Values
Framework in Sari Asih Ar Rahmah Islamic Hospital Tangerang ovember 2011
Sari Asih Ar Rahmah Islamic Hospital is a non profit hospital for the poor in the city of Tangerang. As a new hospital that operate since November 2011, it needs to make an improvement in its performance. Based on many studies (Denison, 1990; Goffee & Jones, 1998, Robins, 1996) indicate that improvement in organization culture will result in improvement on the organization performance. From the short interview taken from the Director of Sari Asih Ar Rahmah Islamic Hospital there are many problems found including repeated employee indisciplinary act and notification letter that the employee think its unjust indicate that there is a cultural problem in that hospital Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan budaya organisasi yang disepakati oleh seluruh stakeholder dengan menggunakan pendekatan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) di RSISAA. Selain itu juga untuk melihat apakah ada inkongruensi budaya organisasi antara tenaga manajerial dan tenaga medis juga antar kriteria budaya. The goal of this research is to found proper set of organization culture that can be agreed upon all stakeholder using Competing Value Framework in Sari Asih Ar Rahmah Islamic hospital. It also tried to find organization culture incongruency
between
management
and
medical
employee,
and
also
incongruency between various cultural criteria. This research can be categorized as an analytic survey study with quantitative method. Chosen for the study subject are those that can be categorized as medical and management employee in Sari Asir Ar Rahmah Islamic Hospital with minimum sampel of 20% from population. Inclusion and Exclution Criteria is also made to make sure the validity of this research. Organization Culture Assesment Instrument (OCAI) Questionaire is
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
used to assess 6 cultural criteria including : 1.) Dominant Characteristic, 2.) Organization Leadership, 3.) Personel Management, 4,) Organization Glue, 5.) Strategic Emphasis and 6.) Success Criteria quantitatively and shown in graphic and dummy table according to Competing Value Framework into 4 culture type that is : 1.) Clan Culture, 2.) Adhocracy Culture, 3.) Market Culture and 4.) Hierarchy Culture. Analysis of organization culture including 1.) Culture Power, 2.) Discrepancey between Present Culture and Prefered Culuter and 3.) Culture Congruency. This study found that Clan Culture is dominant in all employee also including medical and management employee with a weak culture power. Also it shown tendency toward a stronger Clan Culture as a Culture type that have strong correlation to organization effectiveness. To strengthen the Clan Culture it is possible to used values based on Islamic Organization Culture (Alamsyah 2002) tha correlate strongly to Clan Culture including Ikhlas (Sincerity), Honesty, Science development, Patience, Ta’awun (teamworka) etc. There is a good Culture congruency between medical and management employee but there is a tendency toward widening cultural distance mainly in adhocracy and hierarchy culture that have a potential to cause a conflict that needs to be anticipated. Also it found a miscommunication problem between the perception of the director with all the employee about the organization culture. The result of OCAI can be made as an tools for RSISAA to fix its organization culture and supporting the organization effectiveness.
Keywords : Organization culture, Islamic Hospital, Competing Value Framework, Organization Culture Assessment Instrument (OCAI), Islamic Organization Culture
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
ABSTRAK
ama
: Sammy Fattah Hidayat
Program studi
: Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit
Judul
: Budaya Organisasi Menurut Kerangka Persaingan
ilai (Competing Values Framework) di Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar Rahmah Tangerang ovember 2011
Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar Rahmah (RSISAA) adalah Rumah Sakit non profit yang didirikan dalam rangka melayani kaum dhuafa yang ada di kota Tangerang. Sebagai rumah sakit yang baru beroperasi pada bulan November 2011 maka RSISAA dituntut untuk meningkatkan kinerjanya dengan baik. Banyak studi (Denison, 1990; Goffee & Jones, 1998, Robins, 1996) mengindikasikan bahwa perbaikan budaya organisasi akan meningkatkan efektivitas suatu organisasi. Berdasarkan wawancara singkat penulis dengan direktur rumah sakit didapatkan beberapa masalah seperti ketidakdisiplinan pegawai yang berulang dan teguran surat peringatan yang dirasakan tidak adil mengindikasikan adanya masalah budaya di RSISAA. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan budaya organisasi yang disepakati oleh seluruh stakeholder dengan menggunakan pendekatan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) di RSISAA. Selain itu juga untuk melihat apakah ada inkongruensi budaya organisasi antara tenaga manajerial dan tenaga medis juga antar kriteria budaya. Penelitian ini merupakan suatu studi survei penelitian analitik dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif. Sebagai subyek penelitian adalah yang termasuk kategori tenaga medis dan manajerial di RSISAA dengan jumlah sampel minimal 20% dari populasi yang dianggap dapat mewakili seluruh populasi dengan kriteria inklusi dan eksklusi untuk memastikan keabsahan penelitian. Instrumen penelitian menggunakan kuesioner Organization Culture Assessment Instrument (OCAI) menilai 6 kriteria
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
budaya yaitu 1.) Karakter Dominan, 2.) Kepemimpinan Organisasi, 3.) Manajemen Personel, 4.) Perekat Organisasi, 5.)Strategi yang ditekankan dan 6)Kriteria Keberhasilan secara kuantitatif dan disajikan dalam bentuk grafik serta dummy table mengikuti kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) meliputi 4 tipe budaya dominan yaitu : 1.) Budaya Klan, 2.) Budaya Adhokrasi, 3.) Budaya Pasar dan 4.) Budaya Hierarki. Lalu hasil analisa meliputi : 1.) Kekuatan Budaya, 2.) Kesenjangan budaya saat ini dan yang diharapkan dan 3.) Kongruensi Budaya, Dari penelitian ini ditemukan adanya dominasi budaya klan pada seluruh pegawai juga pada tenaga medis dan manajerial dengan kekuatan budaya yang lemah. Tampak adanya kecenderungan menuju budaya klan yang lebih kuat sebagai tipe budaya yang kuat korelasinya dengan efektivitas organisasi. Untuk memperkuat budaya klan dapat memanfaatkan nilai sesuai konsep budaya organisasi islami (Alamsyah 2002) yang berkorelasi dengan budaya klan meliputi ikhlas, jujur, menuntut ilmu, sabar, ta’awun (kerja tim) dan lain-lain Kongruensi budaya cukup baik antara tenaga medis dan manajerial akan tetapi yang perlu diwaspadai adalah makin melebarnya jarak budaya terutama pada budaya adhokrasi dan hierarki mengindikasikan potensi konflik. Didapatkan juga miskomunikasi antara persepsi direktur dan seluruh pegawai tentang budaya organisasi. Hasil dari OCAI ini dapat dijadikan bahan masukan untuk RSISAA memperbaiki budaya organisasi agar lebih menunjang efektivitas organisasi .
Kata Kunci : Budaya organisasi, Rumah Sakit Islam, Kerangka persaingan nilai, Organization culture Assessment Instrument (OCAI), budaya organisasi islami
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
UIVERSITAS IDOESIA BUDAYA ORGAISASI MEURUT KERAGKA PERSAIGA ILAI (COMPETIG VALUES FRAMEWORK) DI RUMAH SAKIT ISLAM SARI ASIH AR RAHMAH TAGERAG OVEMBER 2011 TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit
SAMMY FATTAH HIDAYAT 0806444291
FAKULTAS KESEHATA MASYARAKAT PROGRAM MAGISTER KAJIA ADMIISTRASI RUMAH SAKIT DEPOK JAUARI 2012
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
KATA PEGATAR/ UCAPA TERIMA KASIH
Alhamdulillah Puji Syukur saya panjatkan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan thesis ini. Penulisan thesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Kajian Administrasi Rumah Sakit Jurusan Kajian Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan Thesis ini, sangatlah sulit bagi saya menyelesaikan thesis ini. Oleh karena itu saya mengucapkan terima kasih kepada : (1) Dr Pujiyanto Skm M.kes selaku dosen pembimbing yang telah begitu besar sumbangannya menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan thesis ini. (2) Dra Dumilah Ayuningtyas MARS Dr, selaku dosen pembimbing saya yang mau bersabar dan menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyempurnaan thesis ini (3) dr Yuli Prapancha Sattar MARS, selaku penguji luar yang bersedia menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk menghadiri sidang thesis saya
dan
memberikan
masukan
yang
sangat
berguna
untuk
penyempurnaan thesis ini (4) dr.Andri Ferdian, selaku Direktur Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar Rahmah Tangerang yang bersedia menyediakan tempat untuk penelitian ini dan memfasilitasi dengan memberikan dukungan agar thesis ini dapat dilaksanakan dengan baik. (5) H. Achmad Syaifudin Haq dan RR Nurul Churryah, kedua orang tua saya yang selalu memberikan doa, bimbingan dan dukungan baik material maupun moral yang sangat besar sehingga saya mampu menyelesaikan thesis ini
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................1 BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4 1.1. Latar Belakang......................................................................................4 1.2. Perumusan Masalah..............................................................................9 1.3. Pertanyaan Penelitian..........................................................................10 1.4. Tujuan Penelitian................................................................................10 1.5. Manfaat Penelitian..............................................................................11 1.6. Ruang Lingkup Penelitian...................................................................11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................12 2.1. Ruang Lingkup Budaya Organisasi....................................................12 2.2. Pembentukan Budaya Organisasi........................................................13 2.3. Kongruensi Nilai dan Budaya : Antara Individu dan Organisasi........15 2.4. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Organisasi.................17 2.5. Budaya Organisasi Islami...................................................................18 2.4. Kerangka Persaingan Nilai (Competing Value Framework)..............19 2.5. Instrumen Penilaian Budaya Organisasi (Organization Culture Assessment Instrument/ OCAI)...........................................................24 BAB III PROFIL RUMAH SAKIT ISLAM SARI ASIH AR RAHMAH TANGERANG.......................................................................................................26 3.1 Pendahuluan ........................................................................................26 3.2 Visi RSISAA........................................................................................26 3.3 Misi RSISAA.......................................................................................26 3.4. Strategi RSISAA.................................................................................26 3.5 Profil Ketenagaan.................................................................................27 3.5.1. Tenaga Medis.......................................................................27 3.5.2. Keperawatan.........................................................................27 3.5.3. Penunjang Medik.................................................................28 3.5.4 Penunjang non medik............................................................28 3.6 Fasilitasi...............................................................................................28
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
3.6.1. Instalasi Gawat Darurat........................................................28 3.6.2. Rawat Jalan..........................................................................29 3.6.3. Rawat Inap.........................................................................29 3.6.4. Kapasitas Tempat Tidur.......................................................29 3.6.5 Instalasi Farmasi...................................................................29 3.6.6. Sarana Pendukung lainnya...................................................30 BAB IV KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL..................31 4.1. Kerangka Konsep................................................................................31 4.2. Definisi Operasional Variabel.............................................................32 BAB V METODOLOGI........................................................................................37 5.1. Rancangan dan Jenis Penelitian..........................................................37 5.2. Waktu dan Lokasi Penelitian..............................................................37 5.3. Populasi, Sampel, Kriteria Inklusi dan Eksklusi.................................37 5.3.1. Populasi................................................................................37 5.3.2. Sampel..................................................................................37 5.3.3. Kriteria Inklusi.....................................................................38 5.3.4. Kriteria Eksklusi...................................................................38 5.4. Pengumpulan Data..............................................................................38 5.4.1. Sumber Data.........................................................................38 5.4.2. Jenis Data.............................................................................38 5.4.3. Alat Pengumpulan Data.......................................................38 5.4.4. Langkah-langkah Pengumpulan Data..................................39 5.5. Analisis dan Penyajian data................................................................40 BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................42 6.1 Demografi Subyek Penelitian..............................................................42 6.1.1. Jenis Kelamin.......................................................................42 6.1.2. Tingkat Pendidikan..............................................................43 6.1.3. Jenis Pekerjaan.....................................................................43 6.2. Keterbatasan Penelitian.......................................................................44 6.2.1. Keterbatasan Topik Penelitian.............................................44 6.2.2. Keterbatasan Jenis Penelitian...............................................44 6.2.3. Keterbatasan alat Pengumpul Data (OCAI).........................44
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.3. Keterbatasn Pihak Peneliti..................................................................44 6.4 Analisa Budaya Seluruh Pegawai RSISAA........................................45 6.5. Analisa Kriteria Penentu Budaya Organisasi RSISAA.......................49 6.5.1. Karater Dominan..................................................................49 6.5.2. Kepemimpinan Organisasi...................................................51 6.5.3. Manajemen Personel............................................................54 6.5.4. Perekat Di Rumah Sakit.......................................................56 6.5.5. Strategi Yang Ditekankan....................................................59 6.5.6. Kriteria Keberhasilan...........................................................62 6.6. Kongruensi Budaya Antar Kriteria Budaya Organisasi......................64 6.7. Budaya Tenaga Medis.........................................................................66 6.8. Budaya Tenaga Manajerial.................................................................68 6.9. Kongruensi Budaya Antara Tenaga Medis dan Manajerial................70 6.10. Budaya Direktur Rumah Sakit..........................................................74 6.11. Kongruensi Budaya Direktur RSISAA Dengan Budaya Seluruh Pegawai...............................................................................................76 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................80 7.1 Kesimpulan..........................................................................................80 7.2. Saran....................................................................................................83 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................84
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................1 BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4 1.7. Latar Belakang......................................................................................4 1.8. Perumusan Masalah..............................................................................9 1.9. Pertanyaan Penelitian..........................................................................10 1.10. Tujuan Penelitian...........................................................................10 1.11. Manfaat Penelitian.........................................................................11 1.12. Ruang Lingkup Penelitian..............................................................11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................12 2.1. Ruang Lingkup Budaya Organisasi....................................................12 2.2. Pembentukan Budaya Organisasi........................................................13 2.3. Kongruensi Nilai dan Budaya : Antara Individu dan Organisasi........15 2.4. Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja Organisasi.................17 2.5. Budaya Organisasi Islami...................................................................18 2.4. Kerangka Persaingan Nilai (Competing Value Framework)..............19 2.5. Instrumen Penilaian Budaya Organisasi (Organization Culture Assessment Instrument/ OCAI)...........................................................24 BAB III PROFIL RUMAH SAKIT ISLAM SARI ASIH AR RAHMAH TANGERANG.......................................................................................................26 3.1 Pendahuluan ........................................................................................26 3.2 Visi RSISAA........................................................................................26 3.3 Misi RSISAA.......................................................................................26 3.4. Strategi RSISAA.................................................................................26 3.5 Profil Ketenagaan.................................................................................27 3.5.1. Tenaga Medis.......................................................................27 3.5.2. Keperawatan.........................................................................27 3.5.3. Penunjang Medik.................................................................28 3.5.4 Penunjang non medik............................................................28 3.6 Fasilitasi...............................................................................................28
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
3.6.1. Instalasi Gawat Darurat........................................................28 3.6.2. Rawat Jalan..........................................................................29 3.6.3. Rawat Inap.........................................................................29 3.6.4. Kapasitas Tempat Tidur.......................................................29 3.6.5 Instalasi Farmasi...................................................................29 3.6.6. Sarana Pendukung lainnya...................................................30 BAB IV KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL..................31 4.1. Kerangka Konsep................................................................................31 4.2. Definisi Operasional Variabel.............................................................32 BAB V METODOLOGI........................................................................................37 5.1. Rancangan dan Jenis Penelitian..........................................................37 5.2. Waktu dan Lokasi Penelitian..............................................................37 5.3. Populasi, Sampel, Kriteria Inklusi dan Eksklusi.................................37 5.3.1. Populasi................................................................................37 5.3.2. Sampel..................................................................................37 5.3.3. Kriteria Inklusi.....................................................................38 5.3.4. Kriteria Eksklusi...................................................................38 5.4. Pengumpulan Data..............................................................................38 5.4.1. Sumber Data.........................................................................38 5.4.2. Jenis Data.............................................................................38 5.4.3. Alat Pengumpulan Data.......................................................38 5.4.4. Langkah-langkah Pengumpulan Data..................................39 5.5. Analisis dan Penyajian data................................................................40 BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................42 6.1 Demografi Subyek Penelitian..............................................................42 6.1.1. Jenis Kelamin.......................................................................42 6.1.2. Tingkat Pendidikan..............................................................43 6.1.3. Jenis Pekerjaan.....................................................................43 6.2. Keterbatasan Penelitian.......................................................................44 6.2.1. Keterbatasan Topik Penelitian.............................................44 6.2.2. Keterbatasan Jenis Penelitian...............................................44 6.2.3. Keterbatasan alat Pengumpul Data (OCAI).........................44
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.3. Keterbatasn Pihak Peneliti..................................................................44 6.4 Analisa Budaya Seluruh Pegawai RSISAA........................................45 6.5. Analisa Kriteria Penentu Budaya Organisasi RSISAA.......................49 6.5.1. Karater Dominan..................................................................49 6.5.2. Kepemimpinan Organisasi...................................................51 6.5.3. Manajemen Personel............................................................54 6.5.4. Perekat Di Rumah Sakit.......................................................56 6.5.5. Strategi Yang Ditekankan....................................................59 6.5.6. Kriteria Keberhasilan...........................................................62 6.6. Kongruensi Budaya Antar Kriteria Budaya Organisasi......................64 6.7. Budaya Tenaga Medis.........................................................................66 6.8. Budaya Tenaga Manajerial.................................................................68 6.9. Kongruensi Budaya Antara Tenaga Medis dan Manajerial................70 6.10. Budaya Direktur Rumah Sakit..........................................................74 6.11. Kongruensi Budaya Direktur RSISAA Dengan Budaya Seluruh Pegawai...............................................................................................76 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................80 7.1 Kesimpulan..........................................................................................80 7.2. Saran....................................................................................................83 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................84
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
BAB I PEDAHULUA
1.1 Latar Belakang RS Islam Sari Asih Ar Rahmah (RSISAA) adalah rumah sakit non profit yang didirikan oleh Yayasan Bintang Rahmah Tangerang, yaitu Yayasan yang di dirikan oleh PT Sari Asih Group. Tujuan pendirian RS Islam Sari Asih Ar Rahmah ini adalah dalam rangka melayani kaum dhuafa yang ada di kota Tangerang. Sesuai dengan visinya yaitu “Menjadi rumah sakit yang paling dikenal kepeduliannya dan profesionalitasnya dalam melayani kesehatan kaum dhuafa di kota Tangerang pada tahun 2012” maka RSISAA dituntut untuk menjaga kinerjanya dengan baik. Sebagai rumah sakit yang baru beroperasi di bulan November 2010 maka banyak hal yang harus dilakukan untuk menjaga kinerjanya. Termasuk dalam hal ini bagaimana menjaga kekompakan kerja antar berbagai level organisasi di RSISAA sehingga terwujud kinerja rumah sakit yang optimal. Rumah Sakit sebagai organisasi akan menghasilkan kinerja yang baik apabila mempunyai strategi, visi misi dan budaya perusahaan yang menunjang kinerjanya. Budaya organisasi menurut Anderson (1997) adalah nilai bersama, keyakinan, norma-norma tertulis dan tidak tertulis serta sistem yang belaku di suatu organisasi. Dengan adanya budaya organisasi itu maka perbedaan pandangan dan nilai pada masing-masing individu dalam suatu organisasi dapat diselaraskan dan dituangkan dalam bentuk suatu budaya kerja. Budaya kerja inilah yang mencerminkan karakter dan spesifikasi organisasi tersebut. Budaya kerja akan menjadi pedoman dan milik seluruh lapisan individu di dalam organisasi/perusahaan dalam menjalankan tugas-tugasnya (Atmosoeprapto dkk, 2000). Waridin dan Masrukhin (2006) menyatakan bahwa budaya organisasi adalah suatu sistem nilai yang diperoleh dan dikembangkan oleh organisasi dan pola kebiasaan serta falsafah dasar pendirinya, yang terbentuk menjadi aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam berfikir dan bertindak dalam mencapai
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
tujuan organisasi. Budaya yang tumbuh menjadi kuat mampu memacu organisasi kearah perkembangan yang lebih baik (Robins, 1996). Hal ini berarti bahwa setiap perbaikan budaya kerja kearah yang lebih kondusif akan memberikan sumbangan yang sangat berarti bagi peningkatan kinerja karyawan. Denison (1990) sebagaimana dikutip oleh Vogds (2001) menekankan dampak positif dari budaya yang kuat pada keefektivitasan kinerja organisasi karena dengan adanya kesepakatan sistem kepercayaan, nilai dan simbol yang dipahami bersama oleh semua anggota organisasi akan memudahkan tercapainya konsensus dalam pelaksanaan kerja terkoordinasi. Dengan adanya kepahaman bersama dan kerangka rujukan nilai bersama yang kuat akan meningkatkan kapasitas organisasi melakukan kerja terkoordinasi
dan mendorong proses
pengambilan keputusan yang lebih cepat. Goffee dan Jones (1998) sebagaimana dikutip Vogds (2001) menekankan pentingnya konsep budaya dan karakter organisasi dimana didalamnya terdapat sumber daya utama dalam menjaga keunggulan kompetitif suatu organisasi. Akan tetapi mereka juga menyatakan bahwa budaya organisasi walaupun begitu vital perannya dalam menjaga keunggulan kompetitif sangat sulit didefinisikan dan diukur. Menurut suatu studi empiris mengenai hubungan antara persepsi CEO dan kinerja rumah sakit di sejumlah sampel besar rumah sakit Kanada oleh Rondeau dan Wagner (1998) sebagaimana dikutip oleh Vogds (2001) dinyatakan bahwa budaya organisasi berdampak pada bagaimana perasaan anggota organisasi dan bagaimana mereka bekerja di dalam lingkungan organisasi tersebut. Jadi budaya benar-benar mempengaruhi kinerja organisasi yang didukung oleh berbagai penelitian termasuk oleh : Denison (1990); Rousseau (1990); Calori dan Samin (1991); Gordon dan DiTomaso (1992); Kotter dan Heskett (1992); Marcoulide dan Heck (`1993); Denison dan Mishra (1995) serta Collins dan Porres (1996). (Vogds, 2001). Salah satu instrumen Analisis Budaya Organisasi yang digunakan untuk menilai budaya suatu organisasi adalah Organization Culture Assessment Instrument (OCAI) yang dikembangkan oleh Cameron dan Quinn pada tahun 1999. Pendekatan Cameron dan Quinn dalam menganalisis budaya organisasi berdasarkan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) dimana
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
klasifikasi budaya terbagi menjadi 4 kuadran tipe budaya yang dominan yaitu budaya klan (Clan Culture), budaya pasar (Market Culture), budaya hierarki (Hierarchy Culture) dan budaya adhokrasi (Adhocracy Culture). Keempat kuadran tipe budaya dominan tersebut mempunyai ciri-ciri khusus dilihat dari sisi fokus organisasi apakah pada sisi Internal atau Eksternal Organisasi, dan dari sisi antara fleksibilitas dan kemandirian atau stabilitas dan kontrol. (Rangkuti, 2011)
Gambar 1.1. Kerangka Persaingan Nilai (Competing Value Framework) oleh Cameron dan Quinn
OCAI ini sangat bermanfaat di dalam menggambarkan ke arah mana suatu organisasi dikelompokkan berdasarkan budayanya untuk mendukung misi dan tujuan organisasi. Selain itu, ia juga berguna untuk mengidentifikasi unsur-unsur di dalam budaya organisasi yang dapat melawan misi dan tujuan. Hal ini bermanfaat ketika sebuah organisasi sedang mencari kembali jati dirinya untuk mendefinisikan ulang kebudayaan di dalamnya, sehingga dapat mencari unsur budaya apa saja yang dapat mendukung kegiatan perusahaan (Rangkuti, 2011).
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Instrumen OCAI ini telah digunakan secara luas pada banyak organisasi secara Internasional. Penulis telah menemukan setidaknya ada 2 studi di luar negeri yang menggunakan OCAI untuk menganalisis budaya organisasi di rumah sakit yaitu studi oleh Evans (2005) pada banyak rumah sakit di bawah administrasi Florida Hospital Association (FHA) Florida, dan Liviu & Claudia (2008) di County Emergency Hospital “Dr Constatntin Opris” di Baia Mare. Di Indonesia, instrumen ini juga pernah dipakai dalam studi yang dilakukan Rusnianah dan Haksama (2004) di 6 Institusi pelayanan kesehatan yang dipunyai jam’iyah Nahdalatul Ulama yaitu di Rumah Sakit Islam (RSI) Al Amin Tumpang, Rumah Bersalin (RB) Muslimat Singosari, RSI Masyitoh Bangli, RSI Gongdanglengi, RSI Surabaya dan RSI Siti Hajar Sidoarjo. Berdasarkan wawancara singkat penulis dengan Direktur RSISAA didapatkan beberapa masalah mendasar berkaitan dengan budaya organisasi di RSISAA seperti ketidakdisiplinan pegawai yang berulang dan teguran surat peringatan yang dirasakan tidak adil oleh pegawai. Selain itu sebagai rumah sakit yang baru operasional bulan November 2010, RSISAA sampai saat ini juga belum membuat rumusan nilai yang dapat menunjang visi dan misi RSISAA. Sebagai rumah sakit non-profit, RSISAA sangat membutuhkan budaya organisasi yang menunjang kinerjanya mengingat rendahnya insentif yang memacu kinerja organisasi dibandingkan dengan rumah sakit profit. Selain itu analisis budaya organisasi diperlukan RSISAA sebagai bahan perbaikan manajerial RSISAA agar terwujud budaya organisasi yang diharapkan. Patut dipikirkan juga apakah ada inkongruensi budaya kerja antar tenaga medis dan manajerial di RSISAA. Penelitian membuktikan bahwa Budaya Organisasi yang kongruen menunjang kinerja organisasi yang lebih baik, karena kongruensi Budaya Organisasi akan menurunkan konflik internal dan kontradiksi nilai (Public Report : OCAI online, 2010). Sebagai rumah sakit yang menyatakan dirinya bernafaskan islam maka sudah seharusnya RSISAA membuat rumusan nilai budaya organisasi yang mengambil sumbernya dari agama Islam. Sebenarnya telah ada instrumen penilaian budaya organisasi Islami yang digali dari sumber agama Islam sebagaimana yang dikembangkan oleh Alamsyah (2002) dari konsep yang dibuat
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
oleh Musa (1995) tentang budaya organisasi Islam. Alamsyah membuat suatu pengembangan konsep dari 3 dimensi budaya organisasi Islami yang dijabarkan menjadi 40 variabel yaitu : •
Dimensi nilai dan perilaku Individu yang dijabarkan menjadi variabel ikhlas, Muroqobah, Muhasabah, Mujaahadah, Al himmah Al’aaliyah, Jujur, Optimis, Ihsan, Itqon, Kreatif, Sabar, Taubat, Menuntut ilmu, Istiqomah, Tawadhu, menghargai waktu, Taat pada pimpinan dalam kebenaran dan penampilan fisik islami.
•
Dimensi nilai dan perilaku antar individu yang dijabarkan menjadi variabel budaya saling bernasehat, Ta’awun, Komunikasi empatik, Budaya melayani, Musyawarah, Budaya husnudzon, Tidak ghibah dan tidak saling hasad.
•
Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan yang dijabarkan menjadi variabel Adil, Qudwah Hasanah, Shidq, Amanah, Fathonah, Tabligh, Al Fahm, Mu’allim, Munazzim, Mubbadarah, Menumbuhkan iklim Ats Tsiqoh, Al Udhwiyah, At Takayyuf dan Tidak Mubadzir.
Dapat dilihat bahwa instrumen organisasi budaya rumah sakit Islami yang dikembangkan oleh Alamsyah ini berfokus pada kongruensi budaya yang dilihat dari ketiga dimensi relasional dalam organisasi dengan nilai-nilai Islam dari Al Qur’an dan As Sunnah yang diijtihadkan menjadi 40 variabel spesifik. Hal ini berguna untuk memberikan suatu titik rujukan (point of reference) bagi semua pihak dalam organisasi islami agar mendekati budaya yang bernafaskan islam secara lebih baik. Tentu saja instrumen ini besar manfaatnya dalam memberi arah bagi organisasi seperti RSISAA sebagai rumah sakit islami. Penulis tetap memilih menggunakan instrumen OCAI ketimbang menggunakan instrumen rumah sakit islami yang dikembangkan Alamsyah oleh karena masalah inkongruensi budaya yang dihipotesiskan terjadi di RSISAA menurut penulis bisa tergambar secara lebih baik dengan OCAI. OCAI berangkat dari konsep persaingan nilai (competing values) di dalam organisasi yang tergantung pada posisi dan kepentingan masing-masing anggota organisasi berdasarkan tiga perangkat dasar nilai-nilai yaitu :
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
1. Fleksibilitas vs Pengendalian 2. Manusia vs Organisasi 3. Proses vs Tujuan akhir Hal ini tidak terlihat pada instrumen rumah sakit islami yang dikembangkan Alamsyah yang membandingkan hanya dari sisi kongruensi budaya organisasi dengan nilai-nilai islami yang spesifik. Adapun hasil dari analisa budaya organisasi menurut kerangka persaingan nilai (competing value framework) ini dapat dijadikan sebagai gambaran titik awal kondisi budaya organisasi RSISAA tanpa mengenyampingkan pentingnya mengadopsi nilai-nilai spesifik bernafaskan Islam nantinya. Justru hasil analisa budaya dengan kerangka persaingan nilai ini akan dapat memberikan informasi dimana nilai-nilai organisasi Islam sebagaimana dibuat oleh Alamsyah dapat ditempatkan sesuai dengan prioritas yang memberikan daya ungkit menuju budaya yang paling menunjang kinerja rumah sakit. Penelitian ini mengambil sampel pada karyawan RSISAA di level manajemen dan medis dengan pertimbangan bahwa produk yang ditawarkan berupa jasa pelayanan yang mendudukkan peran sumber daya manusia sebagai faktor yang sangat penting. Hasil dari pra survey yang peneliti lakukan di RSISAA menunjukan bahwa penelitian mengenai budaya organisasi selama ini belum ada.
1.2 Perumusan Masalah RSISAA sebagai rumah sakit non-profit membutuhkan Budaya Organisasi yang dapat mendukung kinerjanya. Namun sampai saat ini belum ada perumusan nilai yang dapat mendukung terwujudnya Budaya Organisasi di RSISAA. Sedangkan telah tersedia instrumen Organization Culture Assessment Instrument (OCAI) untuk menganalisis Budaya Organisasi di RSISAA yaitu dengan menggunakan
pendekatan
kerangka
persaingan
nilai
(Competing
Value
Framework).. Berdasarkan wawancara singkat dengan Direktur RSISAA didapatkan
masalah
yang
berkaitan
dengan
budaya
organisasi
seperti
ketidakdisiplinan pegawai dan teguran surat peringatan yang dirasakan tidak adil oleh pegawai akibat belum adanya rumusan budaya organisasi yang diharapkan.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah : “Belum adanya perumusan Budaya Organisasi yang tepat dan sesuai sehingga dikhawatirkan sebagai sebab yang menimbulkan masalah seperti ketidakdisiplinan pegawai dan miskomunikasi antara pemimpin dan bawahan di RSISAA”
1.3 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka pertanyaan penelitian yang diajukan adalah “Bagaimanakah Budaya Organisasi di RSISAA menurut pendekatan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) di Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar Rahmah (RSISAA)?”
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Merumuskan Budaya Organisasi yang disepakati oleh seluruh stakeholder dengan menggunakan
pendekatan
kerangka
persaingan
nilai
(Competing
Value
Framework) di berbagai level organisasi Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar Rahmah (RSISAA)
Tujuan Khusus 1. Diketahuinya Budaya Organisasi secara umum dengan menggunakan pendekatan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) di Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar Rahmah (RSISAA) 2. Diketahuinya Budaya Organisasi dengan menggunakan pendekatan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) pada level manajemen di Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar Rahmah (RSISAA) 3. Diketahuinya Budaya Organisasi dengan menggunakan pendekatan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) pada level tenaga medis di Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar Rahmah (RSISAA) 4. Analisa perbandingan antara budaya organisasi pada berbagai level organisasi itu berdasarkan pendekatan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework)
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
5. Dengan mengetahui Budaya Organisasi yang diharapkan oleh pihak manajerial dan tenaga medis di RSISAA dengan pendekatan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) ini dapat dirumuskan Budaya Organisasi RSISAA yang lebih tepat dan sesuai untuk menunjang efektivitas kerja di RSISAA.
1.5 Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis : Penelitian ini merupakan konfirmasi teori analisa budaya organisasi dengan pendekatan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) dan aplikasi dari Organization Culture Assessment Instrument (OCAI) yang dikembangkan oleh Cameron dan Quinn 2. Manfaat Metodologis : Penelitian ini menawarkan suatu cara menganalisis Budaya Organisasi dengan pendekatan kerangka kerja nilai bersaing (Competing Values Framework). 3. Manfaat Aplikatif : Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk melakukan evaluasi Budaya Organisasi di Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar Rahmah (RSISAA) dalam tingkat manajemen, dan medis sehingga bisa dijadikan sebagai masukan untuk perumusan nilai dan budaya organisasi yang mendukung perwujudan visi dan misi dari RSISAA 1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana gambaran Budaya Organisasi di Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar Rahmah (RSISAA) dengan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) yang dikembangkan oleh Cameron dan Quinn (1999). Instrumen yang digunakan adalah Organization Culture Assessment Instrument (OCAI) berupa kuesioner dengan data kuantitatif mencakup 6 subvariabel. Yang dijadikan sampel penelitian adalah tenaga medis dan manajerial di RSISAA. Penelitian akan dilakukan di RSISAA selama dua bulan dari November 2011 sampai dengan Desember 2011.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
BAB II TIJAUA PUSTAKA
2.1.
Ruang lingkup Budaya Organisasi Edward B Taylor adalah orang yang pertama kali mengenalkan istilah
teknis untuk budaya (culture) dalam studi Antropologi dalam bukunya Primitive Culture di tahun 1871 (Vogds, 2001). Beliau mendefinisikan budaya sebagai : “that complex whole which include knowledge, belief, art, law, morals, custom and any other capabilities and habits acquired by man as a member of society” (“Keseluruhan kompleks yang mencakup ilmu pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, kebiasaan dan semua kapabilitas dan kebiasaan lain yang diperoleh oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat”). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005), budaya berarti pikiran atau akal budi. Sedangkan menurut Vijay Santhe seperti yang dikutip oleh Ndraha (2003), definisi budaya adalah “The set of important assumption (often unstead) that members of community share in common” (“Sekumpulan asumsi-asumsi penting yang sama-sama dipercaya oleh anggota suatu komunitas”). Hofstede (1980) sebagaimana dikutip oleh Armia (2002) menurunkan konsep budaya dari program mental yang dibedakan dalam tiga tingkatan yaitu : 1. Tingkat universal, yaitu program mental yang dimiliki oleh seluruh manusia. 2. Tingkat kolektif, dimana program mental dimiliki oleh beberapa dan bukan seluruh manusia. Pada tingkatan ini program mental khusus pada kelompok atau kategori dapat dipelajari. 3. Tingkat individual yaitu program mental yang unik dimiliki oleh hanya seorang saja. Pada tingkatan ini program mental sebagian kecil melekat pada manusia, dan lainnya dapat dipelajari dari masyarakat, organisasi atau kelompok lain. Mengacu pada tingkatan program mental diatas maka Hofstede menurunkan budaya dari tingkatan yang kedua (kolektif) sehingga budaya menjadi sesuatu yang dapat dipelajari bukan merupakan gen tapi dapat diturunkan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
dari
lingkungan
sosial,
organisasi
ataupun
kelompok
lain.
Hofstede
mengkategorikan lapisan budaya untuk mengelompokkan kebiasaan orang sesuai dengan lingkungannya yaitu : •
Tingkatan Nasional berdasarkan negara
•
Tingkatan daerah (regional), etnik, agama dan bahasa
•
Tingkatan perbedaan jenis kelamin/gender
•
Tingkatan generasi, misalnya antara orang tua dengan anak-anak
•
Tingkatan sosial dihubungkan dengan pendidikan, pekerjaan atau profesi
•
Tingkatan organisasi atau perusahaan
Maka Budaya berdasarkan tingkatan tersebut seringkali mengalami ketidakharmonisan, misalnya adanya konflik dalam tingkatan gender dalam budaya organisasi atau konflik antar generasi dalam budaya daerah. Menurut Schein (1993) seperti yang dikutip oleh Evans (2005), suatu budaya merupakan hasil pembelajaran bersama dari suatu kelompok yang menentukan perilaku, emosi dan kognitif yang sesuai dengan nilai bersama (shared values). Nilai-nilai bersama ini memberikan arahan yang sama untuk kegiatan sehari-hari di dalam suatu organisasi. Budaya Organisasi sering juga disebut sebagai Budaya Kerja, karena tidak bisa dipisahkan dengan kinerja sumber daya manusianya. Semakin baik dan kuat suatu budaya organisasi maka akan semakin kuat pula dorongan untuk berprestasi (Atmosoeprapto, 2000). Andersen (1997) mendefinisikan Budaya Organisasi sebagai nilai bersama, keyakinan, norma-norma tertulis maupun tidak tertulis, tingkah laku dan sistem yang berlaku dalam suatu organisasi.
2.2.
Pembentukan Budaya Organisasi Setiap organisasi mempunyai budaya. Menurut Piti Sithi-Amnuai seperti
yang dikutip oleh Ndraha (2003), ketika suatu organisasi berdiri dimulailah proses pembentukan budaya organisasi. Budaya organisasi terjadi ketika anggota organisasi mulai belajar untuk menghadapi masalah organisasi, baik berupa masalah akibat perubahan-perubahan eksternal, maupun masalah internal yang menyangkut pada kesatuan dan keutuhan organisasi.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Robbins (2001) mengatakan bahwa budaya organisasi cenderung berurat akar sehingga sukar untuk para manajer mengubahnya. Menurut Agung (2007), ada tiga macam proses terbentuknya budaya organisasi yaitu : 1. Budaya diciptakan oleh pendirinya 2. Budaya terbentuk sebagai usaha untuk menjawab tantangan dan peluang dari lingkungan internal dan eksternal 3. Budaya diciptakan oleh tim manajemen sebagai cara untuk meningkatkan kinerja perusahaan secara sistematis Peran atau fungsi budaya di dalam organisasi menurut Robbins (2001) adalah : 1. Sebagai batasan yang membedakan secara jelas suatu organisasi dengan organisasi lainnya 2. Memberikan rasa identitas bagi anggota-anggotanya 3. Memudahkan penerusan komitmen hingga mencapai batasan yang lebih jelas daripada kepentingan individu. 4. Mendorong stabilitas sistem sosial, merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi 5. Membentuk rasa dan kendali yang memberikan panduan dan membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Menurut Kotter dan Heskett (1997) suatu budaya organisasi muncul sebagai cerminan dari visi, misi, strategi, filosofi dan pengalaman yang dimiliki organisasi dalam pengimplementasiannya. Budaya organisasi muncul dengan pola sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Gambar 2.1. Pola munculnya budaya organisasi (Kotter dan Hesket, 1997)
2.3.
Kongruensi ilai dan Budaya : Antara Individu dan Organisasi Menurut Maslow (1970) seperti yang dikutip Evans (2005), perbedaan
antara orang yang sehat dengan yang tidak sehat adalah bagaimana mereka mempersepsikan dirinya sendiri. Orang yang sehat melihat dirinya sebagai orang yang punya kemampuan, merasa diterima lingkungan, punya keunikan (distinct), terpisah
dari dunia tapi merasa “bersatu” dengannya. Maslow menyebutnya
sebagai tingkatan Aktualisasi Diri (Self actualized), tingkatan tertinggi dalam hierarki kebutuhan manusia yang dibuatnya. Akan tetapi sebelum mencapai tingkatan ini, manusia haruslah memenuhi 4 kebutuhan dasar lainnya yaitu (a) Fisiologis, (b) Keamanan, (c) Cinta dan Kebersamaan dan (d) Harga Diri. Kesemua kebutuhan dasar itu dapat dipenuhi dalam suatu organisasi. Dua kebutuhan dasar pertama dipenuhi melalui insentif finansial. Sedangkan kebutuhan dasar ketiga yaitu Cinta dan Kebersamaan dipenuhi melalui penghargaan dan penerimaan organisasi terhadap dirinya. Menurut McGregor (1960) sebagaimana dikutip Evans (2005), kesalahpahaman yang sering terjadi
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
oleh Manajer terhadap kebutuhan dasar manusia ini adalah asumsi ketika kebutuhan dasar manusia yang lebih rendah telah terpenuhi seperti mempunyai pekerjaan dan pendapatan maka rasa takut pekerja terhadap kehilangan kebutuhan dasar ini akan hilang dengan sendirinya. Akan tetapi ketika terjadi ketidakharmonisan antara pekerja dengan organisasinya, maka rasa keamanan dan kepercayaan akan terancam. Pada keadaan seperti itu maka kebutuhan dasar yang lebih rendah akan kembali muncul menutupi rasa Kebersamaan, Harga Diri dan Aktualisasi
Diri. Dorongan untuk berprestasi dan kreatif diganggu oleh
kebutuhan untuk menyelamatkan diri (survival needs). Disinilah McGregor mengajukan konsep teori motivasi X dan teori motivasi Y. Manajer penganut teori X berasumsi bahwa pekerja pada dasarnya tidak suka bekerja, dan mereka membutuhkan arahan tugas yang jelas, dan menjadi lebih puas ketika kebutuhan dasar yang lebih rendah (fisiologis dan rasa aman) telah terpenuhi. Sedangkan manajer penganut teori Y berasumsi kalau pekerja lebih merasa terhargai jika diberikan otonomi dalam pekerjaannya dan mengembangkan tanggung jawab serta menjawab tantangan tugas jika terdapat kondisi yang layak dalam suatu organisasi. Teori Y mengasumsikan kalau pekerja akan bekerja dengan proaktif jika mereka berkomitmen terhadap tujuan-tujuan organisasi, atau adanya integrasi antara individu dengan organisasinya. Mossop (1994) seperti yang dikutip Evans (2005) kemudian menyatakan bahwa pemahaman individu terhadap posisinya di dalam organisasi dan kepercayaan individu terhadap perannya itu berkontribusi dalam mewujudkan rasa kepuasan kerja. Ashforth (1985) dan Schein (1990) seperti yang dikutip Evans (2005), menyatakan bahwa apa yang disebut sebagai iklim organisasi (organization climate) adalah persepsi kolektif terhadap komitmen organisasi pada nilai-nilai yang diakuinya. Iklim organisasi ini akan menentukan bagaimana hasil dari suatu budaya organisasi, Menurut studi yang dilakukan oleh McMurray (2003) seperti yang dikutip Evans (2005) ketika subkultur di dalam suatu organisasi bersesuaian dengan nilai dan kepercayaan dari organisasi induknya maka iklim organisasi menjadi lebih positif.. Sebaliknya, jika nilai subkultur tidak sesuai dengan nilai organisasi induk maka iklim organisasi menjadi lebih negatif.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
2.4 Hubungan Budaya Organisasi dengan Kinerja organisasi Penelitian awal secara kualitatif yang mencari hubungan budaya organisasi dengan kinerja organisasi adalah studi yang dilakukan oleh Peters dan Waterman (1982). Setelah itu terdapat banyak penelitian lain yang membuktikan adanya hubungan antara budaya organisi dengan kinerja organisasi seperti : (Boyne dkk, 2004) •
Cameron dan Freeman (1991) meneliti hubungan kuantitatif antara efektivitas organisasi dengan 3 variabel budaya pada 334 institusi pendidikan tinggi. Variabel budaya yang dianalisis adalah tipe budaya, kekuatan budaya dan
kecocokan/kongruensi
budaya. Hasilnya
menyatakan bahwa tipe budaya lebih signifikan mempengaruhi efektivitas organisasi dibandingkan 2 variabel budaya lainnya. Didapatkan juga bahwa tipe budaya yang berbeda berhubungan dengan dimensi kinerja yang berbeda. Implikasinya adalah jika terjadi pemfokusan secara eksklusif pada satu tipe budaya saja maka hanya akan meningkatkan beberapa aspek dari kinerja organisasi. •
Marcoulides dan Heck (1993) meneliti enam aspek dari budaya organisasi secara kuantitif termasuk perilaku terhadap resiko dan kesejahteraan karyawan. Mereka menemukan bahwasanya budaya organisasi berkorelasi dengan perbaikan kinerja organisasi
•
Petty (1995) meneliti hubungan kinerja organisasi dengan 3 dimensi budaya yaitu level kepercayaan, perilaku terhadap produktivitas dan tingkat kerjasama tim secara kuantitatif. Didapatkan bahwa variabel yang terakhir saja yang mempunyai korelasi positif terhadap keberhasilan suatu organisasi.
•
Ogbonna dan Harris (2000) dalam penelitiannya dengan metode kuantitatif juga memperlihatkan adanya hubungan yang positif antara budaya inovatif dengan keberhasilan komersial dari perusahaanperusahaan swasta.
Kesemua penelitian-penelitian diatas membuktikan adanya hubungan antara budaya organisasi dengan kinerja suatu organisasi.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
2.5 Budaya Organisasi Islami Yang dimaksud dengan budaya organisasi Islami adalah budaya yang berintikan nilai-nilai yang diambil dari sumber hukum Al Qur’an dan Al Hadits Rasulullah SAW. Dasar penjabarannya dari Al Qur;an dan Al Hadits ini berdasarkan konsep pelimpahan wewenang dari Allah SWT dengan keterampilan yang pantas sebagai Khalifah Allah fil ardh (Pemimpin di bumi). Sistemnya berpegang pada dua tali yang vertikal kepada Allah dan horizontal kepada sesama manusia dengan satu arahan untuk mencapai sasaran dengan strategi amr ma’ruf nahy munkar (Adnanputra, 1999 dikutip dalam Alamsyahm 2002). Alamsyah (2002) mengembangkan suatu konsep dari budaya organisasi Islami menggunakan model nilai dan perilaku organisasi yang dikembangkan oleh Nabil Issat Musa (1995). Beliau terinspirasi oleh Muhammad Qutb yang mengatakan bahwa perilaku suatu organisasi yang bernafaskan islam dapat beragam akan tetapi semuanya muncul dalam sesuatu yang sama. Yaitu berasal dari hakikat nafsu manusia (haqiqotun nafsul insaaniyah) yang muncul dalam bentuk akhlak islamiyah. Dengan demikian budaya yang merupakan kumpulan nilai dan perilaku dapat terwakili dengan kata “suluk”. Model budaya organisasi Islam (As Suluk attandzim) dibagi lagi menjadi tiga bagian yaitu 1.) Nilai dan perilaku individu anggota organisasi (As Suluk Al fardhi), 2.) nilai dan perilaku antar
individu
(As
Suluk
al
jama’i)
dan
3.)
nilai
dan
perilaku
kepemimpinan/manajerila (As Suluk al mudir). Oleh Alamsyah (2002) kemudian 3 dimensi budaya organisasi Islami itu diijtihadkan menjadi 40 variabel spesifik yaitu : •
Dimensi nilai dan perilaku Individu yang dijabarkan menjadi variabel ikhlas, Muroqobah, Muhasabah, Mujaahadah, Al himmah Al’aaliyah, Jujur, Optimis, Ihsan, Itqon, Kreatif, Sabar, Taubat, Menuntut ilmu, Istiqomah, Tawadhu, menghargai waktu, Taat pada pimpinan dalam kebenaran dan penampilan fisik islami.
•
Dimensi nilai dan perilaku antar individu yang dijabarkan menjadi variabel budaya saling bernasehat, Ta’awun, Komunikasi empatik, Budaya melayani, Musyawarah, Budaya husnudzon, Tidak ghibah dan tidak saling hasad.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
•
Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan yang dijabarkan menjadi variabel Adil, Qudwah Hasanah, Shidq, Amanah, Fathonah, Tabligh, Al Fahm, Mu’allim, Munazzim, Mubbadarah, Menumbuhkan iklim Ats Tsiqoh, Al Udhwiyah, At Takayyuf dan Tidak Mubadzir.
Nilai-nilai ini bisa dijadikan dasar untuk menentukan seberapa kongruen budaya organisasi dengan nilai-nilai spesifik seperti yang diijtihadkan oleh Alamsyah berasal dari Al Qur’an dan Al Hadits. Akan tetapi untuk melihat gambaran budaya organisasi yang riil dan kecenderungannya lebih tepat dengan menggunakan kerangka persaingan nilai dimana dimensi ingkongruensi budaya dapat lebih jelas terlihat. Akan tetapi variabel spesifik yang ditentukan oleh Alamsyah ini dapat dijadikan sebagai masukan nantinya untuk memperbaiki budaya organisasi sesuai analisa yang didapatkan dengan pendekatan kerangkan persaingan nilai.
2.6 Kerangka Persaingan ilai (Competing Value Framework) Kerangka Persaingan Nilai (Competing Value Framework) mulai dikembangkan sejak awal tahun 1980 dimulai dari studi mengenai efektifitas organisasi oleh Quinn dan Rohrbaugh pada tahun 1981. Kemudian diikuti dengan studi-studi lainnya berkaitan dengan budaya, kepemimpinan, struktur dan proses informasi dalam organisasi. Akhirnya pada tahun 1999 Cameron dan Quinn mengembangkan Kerangka Persaingan Niliai itu. Kerangka Persaingan Nilai dilihat dari dua dimensi. Dimensi yang pertama membedakan fokus pada fleksibilitas, kewenangan, dan dinamisme dari fokus pada stabilitas, perintah dan kontrol. Dimensi kedua membedakan fokus pada orientasi internal, integrasi dan kesatuan dari fokus pada orientasi eksternal, diferensiasi produk dan persaingan. (Cameron, 2004) Kedua dimensi tersebut membentuk 4 kuadran budaya, masing-masing menggambarkan tipe budaya tertentu dengan perbedaan indikator efektivitas masing-masing. Empat tipe budaya itu adalah : (OCAI report, Mei 2010) a. Budaya Klan (Clan Culture) Budaya Organisasi yang bercirikan tempat kerja yang nyaman, dimana orang-orang didalamnya berbagi banyak informasi pribadi, seperti
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
keluarga besar. Pimpinan dan kepala organisasi dipandang sebagai mentor dan bahkan seperti figur orang tua. Organisasi disatukan berdasarkan rasa kesetiaan
atau
tradisi.
Komitmen
organisasi
tinggi.
Organisasi
menekankan pada manfaat jangka panjang dari pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan kepentingan besar untuk menjaga kohesi dan moral organisasi. Kesuksesan didefinisikan berdsasarkan sensitifitas terhadap pelanggan dan kepedulian terhadap orang lain. Organisasi mengutamakan kerjasama, partisipasi dan konsensus.
Tipe Kepemimpinan : Fasilitator, Mentor, dan membuat tim
Nilai Pendorong : Komitmen, Komunikasi dan Pembangunan
Teori Efektivitas : Pengembangan manusia dan partisipasi menghasilkan efektivitas
Strategi kualitas : Pemberdayaan, pembuatan tim, partisipasi pegawai, pengembangan SDM dan komunikasi yang terbuka
b. Budaya adhokrasi (Adhoracracy Culture) Buday organisasi bercirikan tempat kerja yang dinamis, kewiraswastaan dan kreatif. Orang-orang di dalamnya berani bertangggung jawab dan mengambil resiko. Pimpinan organisasi dianggap sebagai inovator dan berani mengambil resiko. Perekat organisasi adalam komitmen bersama untuk selalu mencoba hal yang baru/inovasi dan bereksperimen. Organisasi dalam jangka panjang menekankan pada pertumbuhan dan mendapatkan sumber daya yang baru. Kesuksesan berarti mendapatkan profuk dan layanan yang baru dan unik. Menjadi pemimpin dalam produk dan layanan dianggap penting. Organisasi mendorong individu dalam organisasi itu untuk mengambil inisiatif.
Tipe kepemimpinan : Inovator, Wiraswastawan dan bervisi
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Nilai pendorong : keluaran yang inovatif, transformasi/perubahan dan kecekatan
Teori Efektivitas : Inovasi, Visi dan sumber daya yang baru akan menghasilkan efektivitas
Strategi kualitas : Membuat standar baru, mengantisipasi kebutuhan dan perbaikan terus menerus, menemukan solusi kreatif
c. Budaya Pasar (Market Culture) Budaya organisasi bercirikan organisasi yang berorientasi pada hasil dimana perhatian utamanya adalah bagaimana menuntaskan tugas. Individu dalam organisasi saling berkompetisi dan berorientasi pada target. Pimpinan organisasi adalah seorang pendorong prestasi yang keras, produktif dan kompetitor. Mereka sangat teguh dan penuh tuntutan. Perekat yang menjaga kesatuan organisasi adalah keinginan untuk memenangkan kompetisi. Kesuksesan dan reputasi menjadi perhatian utama. Fokus jangka panjang adalah pada aksi kompetitif dan keberhasilan mencapai tujuan dan target yang terukur. Kesukseskan didefinisikan berdasarkan bagian dan penetrasi pasar. Harga yang kompetitif dan kepemimpinan di pasar dianggap penting, Gaya organisasi adalah kompetitif dan penuh tuntutan berprestasi.
Tipe Kepemimpinan : pendorong yang keras, kompetitif dan produktif
Nilai pendorong : Pencapaian tujuan, bagian pasar dan keuntungan
Teori efektivitas : kompetisi yang agresif, dan fokus pada pelanggan akan menghasillkan efektivitas organisasi
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Strategi
Kualitas
:
mengukur
keinginan
pelanggan,
memajukan
produktivitas, menciptakan kemitraan dengan pihak eksternal, memajukan rasa kompetisi, partisipasi dari pelanggan dan pemasok.
d. Budaya Hierarki (Hierarchy Culture) Budaya organisasi bercirikan pada tempat kerja yang formal dan terstruktur. Standar prosedur menentukan apa yang dikerjakan. Pimpinan organisasi bangga sebagai koordinator dan ahli organisasi yang mementingkan efektivitas. Menjaga organisasi yang lancar kerjannya adalah prioritas utama. Aturan formal dan kebijakan formal adalah yang menjaga kesatuan organisasi. Perhatian jangkan panjang adalah pada stabilitas dan kinerja dengan operasi yang lancar dan efisien. Kesuksesan didefinisikan
berdasarkan
pemberian
layanan/produk
yang
dapat
diandalkan, rutinitas yang lancar.dan berbiaya rendah. Manajemen personel/kepegawaian
memerhatikan
rasa
aman
pegawai
dan
prediktibilitas.
Tipe Kepemimpinan : Koordinator, Pemantau dan organisatoris
Nilai Pendorong : Efisiensi, ketepatan waktu, konsistensi dan keseragaman
Teori efektivitas : Kontol dan efisiensi dengan prosedur standar yang layak akan menghasilkan efektivitas
Strategi kualitas : menemukan kesalahan, pengukuran dan pengendalian proses, penuntasan masalah yang sistematis dan alat-alat penjaga kualitas
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Gambar 2.2. Dua dimensi dan empat kuadran tipe budaya menurut kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework)
Dalam menganalisis budaya organisasi maka kerangka persaingan nilai (competing value framework) memiliki 6 variabel yang mewakili keempat tipe budaya nilai persaingan (competing value cultures) di dalam instrumen penilaian budaya organisasi (Organization Culture Assessment Instrument/OCAI). Keenam variabel dalam instrumen dan ciri tipe budayanya masing-masing dapat dilihat pada tabel 1 dibawah ini
Kriteria Karakter Dominan
Clan Kekeluargaan
Tipe Kepemimpina n
Mentor, Fasilitator
Manajemen Personel
Kerja tim, konsensus dan partsisipasi
Perekat Organisasi
Kesetiaan dan rasa saling percaya
Adhocracy Market Hierarchy Dinamis dan Orientasi pada Tempat kewirausahaan tujuan terstruktur dan terkendali Inovatif dan Agresif, Koordinator berani berorientasi m mengatur mengambil pada hasil dan resiko berorientasi pada efisiensi Mengambil Kompetitif, Memberi rasa resiko, tuntutan aman, memberi tinggi dalam stabilitas kebebasan dan prestasi hubungan keunikan Komitmen Prestasi dan Peraturan dan untuk pencapaian kebijakan menciptakan hasil, agresif formal inovasi dan dan perkembangan kemenangan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Pengembanga n SDM, Kepercayaan yang tinggi, keterbukaan serta partisipasi Pengembanga n SDM, kerja tim, komitmen anggota dan kepedulian terhadap anggota
Penekanan Strategi
Kriteria keberhasilan
Penemuan Kompetisi baru, mencoba dan prestasi. hal-hal baru Mencapai target
Efisiensi, stabilitas, kontrol dan kelancaran
Produk/layana n terbaru. Pemimpin dalam layanan/produ k
Efisiensi dapat diandalkan jadwal rutin dan produk dengan biaya rendah
Memenangka n kompetisi, menjadi pemimpin pasar yang kompetitif
Tabel 2.1 Kriteria dan Tipe Budaya Organisasi menurut Cameron dan Quinn (Rangkuti, 2011)
2.7.
Instrumen
Penilaian
Budaya
Organisasi
(Organization
Culture
Assessment Instrument / OCAI) Instrumen OCAI ini didesain oleh Cameron dan Quinn pada tahun 1999. Organisasi menggunakan OCAI untuk berbagai manfaatnya antara lain : (OCAI report, Mei 2010) a. OCAI akan memberikan pemahaman tentang apa yang dianggap penting oleh pekerja di dalam organisasi. Akhirnya bisa diketahui tingkat kepuasan pekerja. b. OCAI
juga
dapat
digunakan
sebagai
alat
pengukuran
yang
mengidentifikasikan titik awal sebelum adanya perubahan dalam suatu organisasi. Ketika perubahan dalam organisasi telah dilakukan maka penilaian kedua dapat dilakukan. c. OCAI membantu untuk meningkatkan komuikasi internal organisasi, jika peta budaya yang berbeda dilakukan untuk departemen atau bagian organisasi yang berbeda d. OCAI merupakan alat yang berguna di dalam merger organisasi atau usaha reorganisasi lainnya e. OCAI dapat digunakan ketika terjadi angka turn over pegawai dan keabsenan yang tinggi.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Dengan pengukuran budaya organisasi maka akan didapatkan berbagai manfaat utama antara lain : (OCAI report, Mei 2010) a. Anggota Organisasi menjadi sadar akan budaya organisasi saat ini dan budaya organisasi yang diinginkan. Ini akan menyediakan momentum untuk melakukan perubahan b. Lebih mudah untuk pihak manajemen untuk menentukan langkah-langkah perubahan apa yang paling efektif. c. Resistensi terhadap perubahan dapat diantisipasi, d. Menyediakan titik awal untuk membuat pekerja mau berubah dan penggunaan kekuatan dan kreativitas mereka untuk lebih mendukung perubahan, e. Menjadi dasar untuk rencana perubahan yang sistematis dan bertahap f. Perubahan budaya organisasi yang sukses akan merevitalisasi seluruh anggota organisasi. Organisasi akan mendapatkan momentum baru menuju semua perubahan yang positif di dalam organisasi, g. Penilaian
OCAI
akan
menjadi
langkah
intervensi
awal
untuk
memungkinkan perubahan.
Mendiskusikan hasil OCAI, melakukan dialog dan peningkatan kesadaran adalah hal yang sangat penting menurut Cameron dan Quinn. Ini akan mengawali proses mental yang dibutuhkan untuk membawa perubahan yang berkesinambungan. Keinginan baik akan diwujudkan menjadi perilaku dan perubahan yang nyata.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
BAB III PROFIL RUMAH SAKIT ISLAM SARI ASIH AR RAHMAH TAGERAG
3.1 Pendahuluan RS Islam Sari Asih Ar Rahmah (RSISAA) adalah rumah sakit non profit yang didirikan oleh Yayasan Bintang Rahmah Tangerang, yaitu Yayasan yang di dirikan oleh PT Sari Asih Group.. RSISAA merupakan rumah sakit non-profit yang pertama di kota Tangerang di didirikan khusus hanya untuk melayani kaum dhuafa di sekitar kota Tangerang. Rumah Sakit ini sudah mulai operasional sejak bulan November 2010.
3.2 Visi RSISAA Menjadi
rumah
sakit
yang
paling
dikenal
kepeduliannya
dan
profesionalitasnya dalam melayani kesehatan kaum dhuafa di kota Tangerang pada tahun 2012.
3.3 Misi RSISAA •
Menyediakan pelayanan medis bagi kaum dhuafa yang sesuai standar.
•
Memberikan pelayanan
dengan santun, peduli, ramah dan
professional. •
Mengimplementasikan nilai-nilai universal Agama Islam dalam pelayanan medis dan non medis.
3.4 Strategi RSISAA •
Menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah dan pusat dalam bentuk menjadi penyedia pelayanan kesehatan bagi pemegang kartu multiguna ( jamkesda ) dan jamkesmas.
•
Bekerjasama dengan lembaga-lembaga amil zakat untuk membiayai pasien-pasien yang belum terjamin oleh multiguna ( jamkesda ) dan jamkesmas.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
•
Bekerjasama dengan institusi pendidikan negeri maupun swasta dalam mengembangkan pelayanan medis.
3.5 Profil Ketenagaan 3.5.1 Tenaga Medis o
Keahlian
1
Jumlah Dokter umum
6
2
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
1
3
Dokter Spesialis Anak
2
4
Dokter Spesialis Obstetri-Ginekologi
3
5
Dokter Spesialis Bedah
1
6
Dokter Spesialis Anestesi
1
Dokter Spesialis Parttimer
5
7
Jumlah
19
Tabel 3.1 Komposisi dan jumlah tenaga medis RSISAA
3.5.2 Keperawatan o
Unit Kerja
1
Kamar bersalin dan
Perawat
kebidanan
Bidan
3
Asper
4
Jumlah
4
11
2
Kamar Operasi
2
-
-
2
3
IGD
3
-
-
3
4
RPU Lt II
10
-
4
14
5
Perawat supervisor
2
-
-
2
6
SPI
1
-
-
1
7
Kabid
1
-
-
1
22
4
8
34
Keperawatan Jumlah
Tabel 3.2. Jumlah dan posisi kerja tenaga keperawatan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
3.5.3.Penunjang Medik o 1
Jabatan/Unit Kerja
Farmasi
Lab
Radiologi
Apoteker
1
-
-
2
Asisten Apoteker
4
-
-
3
Juru Racik
2
-
-
4
Radiografer
-
-
1
5
Analis Kesehatan
-
2
-
Jumlah
7
2
1
Tabel 3.3. Jumlah dan posisi kerja tenaga penunjang medik
3.5.4. Penunjang Non Medik o
Jabatan/Unit Kerja
Jumlah
1
SDM
1
2
Keuangan
1
3
Teknisi
1
4
Dapur (pekarya)
1
5
TPP
3
6
Rekam medis
1
7
Ahli Gizi
1
8
Koki
2
9
EDP
1
10
Supir
1
Jumlah
13
Tabel 3.4. Jumlah dan posisi kerja tenaga penunjang medik 3.6 Fasilitasi 3.6.1 Instalasi Gawat Darurat a. Pemeriksanaan dan konseling b. Resusitasi c. Observasi d. Tindakan minor
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
e. Poli umum f. Triage g. Ambulan transportasi 3.6.2. Rawat Jalan a. Poli KIA/KB b. Poli Bedah ( khusus kontrol post operasi)
3.6.3.Rawat Inap a. Ruang perawatan anak dan dewasa standar kelas III ; 7 tempat tidur, kursi penunggu, kipas angin,exhaust van, nurse call,oxygen sentral,kamar mandi. b. Ruang isolasi dan observasi anak/dewasa : 3 tempat tidur, kursi penunggu,nurse
call,
oxygen
sentral,
kipas
angin,exhaust
van,kamar mandi c. Ruang perinatologi ; box bayi, inkubator,blue light
3.6.4 Kapasitas Tempat Tidur
o
Ruang Perawatan
Jumlah Bed
1
Ruang Isolasi Anak
3
2
Ruang Observasi Anak
3
3
Ruang Isolasi Dewasa
3
4
Ruang Isolasi Anak
3
5
Ruang Perawatan Anak
15
6
Ruang Perawatan Dewasa
23
7
Ruang Kebidanan
7
8
Ruang Bersalin
3
Jumlah
60
Tabel 3.5. Kapasitas tempat tidur per ruangan 3.6.5 Instalasi Farmasi 1. Apotik 24 jam
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
2. Meracik dan mendistribusikan obat 3. Informasi dan melayani obat 4. Penelitian dan pengembangan
3.6.6
Sarana Pendukung Lainnya a.
Unit laundry : bekerjasama dengan RS Sari Asih Karawaci
b.
Unit gizi : penyimpanan bahan makanan, pengolahan, penyajian dan pemantauan mutu makanan
c.
IPSRS : perbaikan,pemeliharaan,penyediaan spare part
d.
Lahan parkir : lahan parkir cukup luas, dan gratis
e.
Taman-taman : cukup luas
f.
Musholla : di tiap lantai
g.
Aula : kapasitas 150 tempat duduk
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
BAB IV KERAGKA KOSEP DA DEFIISI OPERASIOAL
4.1.
Kerangka Konsep
Budaya dari suatu Organisasi akan menentukan efektivitas kerja dari organisasi tersebut. Ia merupakan sekumpulan nilai dan norma yang akan memberikan arahan bagi individu di dalam organisasi itu untuk menjalankan kegiatan kerjanya (Schein 1993 dikutip oleh Evans 2005). Akan tetapi menurut Mcgregor, kesalahan yang sering dilakukan oleh seorang manajer adalah terlalu memperhatikan faktor insentif finansial yang memenuhi kebutuhan dasar yang lebih rendah sesuai hierarki kriteria kebutuhan dasar Maslow (fisiologis dan keamanan) tapi lupa memperhatikan faktor kebutuhan dasar lainnya yang lebih tinggi (kebersamaan dan harga diri) maka kinerja SDM tidak maksimal (McGregor 1960 seperti yang dikutip Evans 2005). Faktor yang mendorong kinerja yang baik itu adalah kondisi yang layak atau iklim organisasi yang berkaitan dengan komitmen organisasi dengan nilai-nilai yang dianutnya. Kerangka Persaingan Nilai (Competing Value Framework) yang dikembangkan Cameron dan Quinn (1999) memberikan pendekatan yang menarik untuk menganalisis Budaya Organisasi. Dengan Instrumen Organization Culture Assessment Instrument (OCAI) yang dikembangkan mereka, dianalisis 6 variabel Independen secara kuantitatif yaitu 1.) Karakter Dominan, 2.) Kepemimpinan Organisasi, 3.) Manajemen Personel, 4.) Perekat Organisasi, 5.) Strategi yg Ditekankan dan 6.) Kriteria Keberhasilan. Akan didapatkan gambaran tipe budaya organisasi yang dominan apakah :1.) Budaya klan (Clan culture), 2.) Budaya Adhokrasi (adhoracracy culture), 3.) Budaya pasar (market culture) atau 4.) Budaya Hierarki (hierarchy culture). Gambaran budaya organisasi ini akan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel dan dari sini bisa dianalisis budaya organisasi yang meliputi 1.) Kekuatan budaya, 2.) Kesenjangan antar budaya saat ini dan yang diharapkan serta 3.) Kongruensi Budaya organisasi. Maka kerangka persaingan nilai inilah yang dijadikan sebagai acuan kerangka konsep penelitian ini seperti yang dapat dilihat pada gambar 3 .
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Gambar 4.1. Kerangka konsep Penelitian berdasarkan kerangka persaingan nilai (Competing Value Framework) 4.2.
Definisi Operasional Variabel
Variabel Independen : VARIABEL
DEFIISI
IDEPEDE 1. Karakter Dominan
ALAT
HASIL
SKALA
UKUR
UKUR
UKUR
Penilaian
Kuesione Skor saat ini Interval
responden terhadap
r OCAI
karakter budaya
dan yang diharapkan
yang paling dominan “mewarnai” Rumah Sakit 2. Kepemimpinan Organisasi
Penilaian
Kuesione Skor saat ini Interval
responden terhadap
r OCAI
budaya yang
dan yang diharapkan
mempengaruhi gaya kepemimpinan Rumah Sakit
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
VARIABEL
DEFIISI
IDEPEDE 3. Manajemen Personel
ALAT
HASIL
SKALA
UKUR
UKUR
UKUR
Penilaian
Kuesione Skor saat ini Interval
responden terhadap
r OCAI
budaya yang
dan yang diharapkan
menentukan cara rumah sakit mengelola SDM 4. Perekat Organisasi
Penilaian
Kuesione Skor saat ini Interval
responden terhadap
r OCAI
budaya yang
dan yang diharapkan
menyatukan organisasi di rumah sakit 5. Penekanan Strategi
Penilaian
Kuesione Skor saat ini Interval
responden terhadap
r OCAI
budaya yang
dan yang diharapkan
menentukan jenis pilihan strategi terpilih di rumah sakit 6. Kriteria Kesuksesan
Penilaian
Kuesione Skor saat ini Interval
responden terhadap
r OCAI
budaya yang
dan yang diharapkan
menetapkan batasan kesuksasan di rumah sakit Tabel 4.1 Variabel Independen penelitian budaya organisasi
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Variabel Dependen : VARIABEL
DEFIISI
DEPEDE Tipe Budaya
ALAT
HASIL UKUR
UKUR Klasifikasi
SKALA UKUR
Pengola Hasil ukur meliputi 4
Nominal
Organisasi dan Budaya mengikuti han dan
tipe budaya organisasi
dan
Analisa
kerangka
Penyaji
dan analisa budaya
interval
budaya
persaingan nilai
an data
organisasi yang
organisasi
(Competing Value grafik
meliputi :
Framework)
budaya
menurut Cameron
Organis
Budaya
dan Quinn serta
asi dan
Organisasi
hasil analisanya
dummy
Kekuatan
table
budaya
1. Kekuatan
organisasi ditentukan berdasarkan besarnya skor OCAI untuk tipe budaya tertentu. Jika perbedaan lebih atau sama dengan 10 poin antara budaya dominan dengan budaya terlemah maka dianggap budaya yang kuat
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
VARIABEL DEPEDE
DEFIISI
ALAT
HASIL UKUR
UKUR
SKALA UKUR
2. Kesenjangan antara Budaya saat ini dan yang diharapkan Kesenjangan budaya saat ini dan yang diharapkan bermakna perlunya intervensi segera jika perbedaan lebih atau sama dengan 10 poin
3. Kongruensi Budaya Organisasi Kongruensi budaya organisasi dapat dianalisis antar kriteria Variabel Independen yaitu 1.) Karakter dominan, 2,) Kepemimpinan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
VARIABEL DEPEDE
DEFIISI
ALAT
HASIL UKUR
UKUR
SKALA UKUR
organisasi, 3.)Manajemen Personel, 4.) Perekat organisasi, 5.) Strategi yang ditekankan dan 6.) Kriteria Keberhasilan. Kongruensi budaya juga dapat terjadi antar bagian organisasi di dalam rumah sakit. Untuk penelitian ini juga akan dilakukan analisis perbandingan antara tenaga medis, tenaga manajerial dan direktur di RSISAA terutama pada budaya yang diharapkan, apakah ada perbedaan yang bermakna atau tidak. Batasan perbedaan yang bermakna adalah lebih atau sama dengan 10 poin. Tabel 4.2. Variabel Dependen penelitian Budaya Organisasi
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
BAB V METODOLOGI
5.1.
Rancangan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi survei penelitian analitik yang dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif.
5.2.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Islam Sari Asih Ar rahmah (RSISAA) di Tangerang pada bulan November 2011 sampai dengan Desember 2011
5.3.
Populasi, Sampel, Kriteria Inklusi dan Eksklusi
5.3.1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan yang bekerja di RSISAA Tangerang
5.3.2. Sampel Jumlah sampel penelitian yang diambil minimal 20% dari jumlah populasi yang akan diteliti. Besar angka 20% ini ditentukan dengan dasar perkiraan bahwa dengan jumlah sampel sebesar itu sudah cukup memberikan gambaran populasi yang akan diteliti. Yang termasuk tenaga manajerial adalah Direktur, Kepala Ruangan, Kepala Bidang Keperawatan dan Supervisor yang menurut data kepegawaian di RSISAA berjumlah 5 orang. Dari Tenaga manajerial jumlah sampel minimal adalah 2 orang. Yang termasuk tenaga medis meliputi dokter umum, dokter spesialis dan para perawat berjumlah 52 orang. Dari tenaga medis jumlah sampel minimal adalah 10 orang.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
5.3.3. Kriteria inklusi Yang dijadikan kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah : •
Termasuk kriteria tenaga manajerial dan tenaga medis RSISAA
•
Minimal telah bekerja selama 3 bulan yang dianggap waktu yang cukup terjadinya internalisasi budaya organisasi bagi pegawai RSISAA
•
Pendidikan terakhir minimal D3
•
Dapat menghadiri di hari acara pengumpulan data
5.3.4. Kriteria Eksklusi Yang dijadikan kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah : •
Tidak termasuk kriteria tenaga manajerial dan tenaga medis RSISAA
•
Pegawai RSISAA yang lama kerjanya kurang dari 3 bulan karena dianggap belum cukup waktu terjadinya internalisasi budaya organisasi RSISAA
•
Pendidikan terakhir di bawah D3
•
Berhalangan hadir pada acara pengumpulan data 5.4.
Pengumpulan data
5.4.1. Sumber data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari Responden penelitian
5.4.2. Jenis Data Jenis data adalah data kuantitatif berasal dari pegisian kuesioner Organization Culture Assessment Instrument (OCAI) yang dikembangkan Cameron dan Quinn
5.4.3. Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei menggunakan kuesioner Organization Culture Assessment Instrument (OCAI). Kuesioner yang dipakai pada penelitian ini adalah kuesioner yang sudah pernah dipakai pada penelitian budaya organisasi oleh Cameron dan Quinn sejak tahun 1999. Kuesioner terdiri dari 6 pertanyaan yang mewakili setiap karakter yang hendak dinilai. Dimana
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
pada masing-masing pertanyaan terdapat empat pertanyaan (A,B,C,D) yang mewakili 4 tipe budaya yaitu : •
Tipe A merupakan indikasi clan culture
•
Tipe B merupakan indikasi adhoracracy culture
•
Tipe C merupakan indikasi market culture
•
Tipe D merupakan indikasi Hierarchy culture
Pada setiap pertanyaan, responden diharuskan mengisi nilai pada kolom yang disediakan, yaitu kolom sekarang dan kolom yang diharapkan. Responden diharuskan memberi nilai pada keempat alternatif. Nilai tertinggi diberikan pada alternatif yang dianggap paling sesuai dengan kondisi di organisasi (sesuai dengan pendapat masing-masing responden). Jumlah dari keempat nilai tersebut harus 100. Untuk lebih jelasnya contoh kuesioner yang dipakai untuk penelitian ini terdapat pada lampiran 1. Dari data yang terkumpul dilakukan analisa dengan menghitung nilai rata-rata (mean) dan grafik budaya organisasi untuk masingmasing variabel dan keseluruhan organisasi.
5.4.4. Langkah-langkah Pengumpulan Data Jauh sebelum waktu dilakukannya pengambilan data peneliti menemui direktur RSISAA untuk mendapatkan izin pengambilan data penelitian dan dilanjutkan pertemuan dengan direktur kembali untuk mengatur strategi pelaksanaan pengambilan data agar tidak mengganggu operasional rumah sakit dan juga mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin timbul. Sebelum dilakukan pengambilan data kuantitatif biasanya penelitian yang akan menggunakan kuesioner untuk pengumpulan datanya akan didahului dengan uji coba kuesioner. Namun pada penelitian ini sengaja tidak dilakukan uji coba kuesioner karena kuesioner OCAI telah teruji reliabialitas dan validitasnya dalam skala Internasional. Menurut studi yang dilakukan Spreitzer, 1991 seperti yang dikutip Evans 2005, memberikan bukti validitas OCAI dengan analisis multitraitmultimethod menggunakan dua instrumen berbeda untuk memeriksa dimensi budaya yang sama. Penelitian ini mendukung validitas OCAI dalam menentukan tipe budaya organisasi.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Sebelum memulai pengisian kuesioner selalu diberikan pengantar dan pengarahan berupa cara pengisian kuesioner yang benar karena cara pengisiannya yang cukup rumit. Selain itu selama pengisian kuesioner dihadiri oleh peneliti untuk merespons pertanyaan responden tentang poin-poin pertanyaan di dalam kuesioner agar terjadi kesamaan persepsi.
5.5.
Analisis dan Penyajian data
Hasil data kuantitatif dari OCAI diolah secara manual dengan bantuan program Spreadsheet. Disajikan informasi tipe budaya organisasi dalam bentuk dummy table dan grafik kuadran tipe budaya organisasi sebagaimana dicontohkan oleh Cameron dan Quinn. 1999 seperti contoh di bawah ini.
Gambar 5.1. Contoh penyajian data kuantitatif dalam bentuk Dummy Table dan grafik kuadran tipe budaya organisasi. Garis merah menandakan budaya organisasi saat ini dan garis biru menandakan budaya organisasi yang diinginkan
Analisis data dan grafik diatas akan meliputi : 1. Kekuatan Budaya Organisasi Kekuatan budaya organisasi ditentukan berdasarkan besarnya skor OCAI untuk tipe budaya tertentu. Misalnya pada contoh gambar 4 di atas maka untuk budaya saat ini (;ow) terlihat budaya organisasi terkuat pada tipe hierarchy dengan skor 37,08 yang berbeda lebih dari 10 poin dengan tipe budaya seperti adhocracy (berbeda +20,65) dan Market (berbeda +20,06).
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Menurut prinsip Cameron dan Quinn perbedaan bermakna adalah jika lebih atau sama dengan 10 poin. Ini menandakan pada contoh gambar 4 terlihat budaya organisasi dengan ciri hierarchy yang kuat. Semakin kuat budaya organisasi maka kerja organisasi akan semakin homogen dan jelas. Akan tetapi pada ciri budaya organisasi yang kuat akan menyebabkan semakin sulitnya merubah budaya.
2. Kesenjangan antara Budaya saat Ini dan yang diharapkan Kesenjangan budaya saat ini (;ow) dan yang diharapkan (Prefered) bermakna perlunya intervensi segera jika perbedaan lebih atau sama dengan 10 poin. Jika ada maka hal ini harus menjadi prioritas.
3. Kongruensi Budaya Organisasi Kongruensi budaya organisasi dapat dianalisis antar kriteria Variabel Independen yaitu 1.) Karakter dominan, 2,) Kepemimpinan organisasi, 3.)Manajemen Personel, 4.) Perekat organisasi, 5.) Strategi yang ditekankan dan 6.) Kriteria Keberhasilan. Kalau ada inkongruensi tipe budaya yang signifikan pada masing-masing
kriteria tersebut dapat
disimpulkan akan lebih mungkin terjadi kontradiksi dan konflik internal. Kongruensi budaya juga dapat terjadi antar bagian organisasi di dalam rumah sakit. Untuk penelitian ini juga akan dilakukan analisis perbandingan antara tenaga medis, tenaga manajerial dan direktur di RSISAA terutama pada budaya yang diharapkan, apakah ada perbedaan yang bermakna atau tidak. Batasan perbedaan yang bermakna adalah lebih atau sama dengan 10 poin.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
BAB VI HASIL PEELITIA DA PEMBAHASA
Telah dilakukan penelitian selama dua hari yaitu pada tanggal 22 dan 25 November 2011. Dikumpulkan sejumlah 29 subyek penelitian dari populasi pegawai di RSISAA yang terdiri dari 5 tenaga manajerial yaitu Direktur, 2 Supervisor dan 2 Kepala Ruangan. Untuk tenaga medis berhasil dikumpulkan 25 sampel yang terdiri dari 21 perawat, 2 bidan, 2 dokter umum dan 2 bidan yang memenuhi kriteria eksklusi dan inklusi penelitian.
6.1 Demografi Subyek Penelitian
6.1.1 Jenis Kelamin
Grafik 6.1. Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin
Sekitar 34 % subyek adalah laki2 (10 orang) dan 66 % subyek adalah perempuan (19 orang)
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.1.2. Tingkat Pendidikan
Grafik 6.2. Distribusi subyek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan
Terdapat sekitar 10% subyek dengan pendidikan setingkat Sarjana (1 Direktur, 1 dokter umum dan 1 perawat) dan 90% berpendidikan setingkat diploma (D3) (24 perawat dan 2 bidan).
6.1.3. Jenis Pekerjaan
Grafik 6.3. Distribusi subyek penelitian berdasarkan jenis pekerjaan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Dari jenis pekerjaan maka subyek penelitian didominasi oleh perawat sebesar 72% (21 orang), 7% bidan (2 orang), 7% supervisor (2 orang), 7% kepala ruangan (2 orang), 1 orang dokter dan 1 orang direktur.
6.2 Keterbatasan Penelitian 6.2.1 Keterbatasan Topik Penelitian Penelitian ini berhubungan dengan sikap, persepsi serta perilaku manusia yang pengukurannya sulit dan mempunyai faktor subyektivitas yang tinggi.
6.2.2. Keterbatasan jenis penelitian Penelitian ini adalah suatu studi survei analitik dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan secara kuantitif hanya akan mendapatkan gambaran budaya organisasi berdasarkan skor persepsi subyek penelitian menurut kerangka persaingan nilai (competing value framework) akan tetapi tidak menunjukkan adanya hubungan kausalistik. Untuk mencari penyebab dari gambaran budaya organisasi dan intervensi manajerial spesifik yang diperlukan sebaiknya dilanjutkan dengan penelitian kualitatif, akan tetapi karena keterbatasan waktu maka penelitian kualitatif tidak sempat dilakukan.
6.2.3 Keterbatasan alat Pengumpul Data (Kuesioner OCAI) Alat pengumpulan data berupa kuesioner OCAI termasuk kuesioner yang cukup rumit cara pengisiannya yang terdiri dari 4 pertanyaan pada masing-masing 6 kriteria budaya organisasi dengan angka subyektif budaya saat ini dan yang diharapkan sehingga bisa menimbulkan kebosanan, rasa malas dan kebingungan dari subyek penelitian.
6.3 Keterbatasan Pihak Peneliti •
Keterbatasan pengalaman peneliti dalam melakukan penelitian menyebabkan
peneliti
kurang mengeksplorasi permasalahan
penelitian lebih jauh •
Keterbatasan peneliti sehingga jumlah literatur yang bisa dibaca tidak memadai
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.4 Analisa Budaya Seluruh Pegawai RSISAA Data Rekapitulasi lengkap hasil kuesioner OCAI dapat dilihat pada lampiran 2. Berikut ini hasil analisa yang diambil dari rekapitulasi lengkap kuesioner OCAI tersebut.
Grafik 6.4. Grafik Budaya Seluruh Pegawai RSISAA menurut kerangka persaingan nilai
BUDAYA SELURUH PEGAWAI Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Rata2 Rata2 Selisih Saat Ini Diharapkan saat ini Diharapkan rata2 5055 5610 29,05 32,24 3,19 4010 4105 23,05 23,59 0,55 4025 3475 23,13 19,97 -3,16 4280 4210 24,60 24,20 -0,40
Tabel 6.1 Skor rata-rata OCAI dari seluruh pegawai
Didapatkan budaya organisasi terkuat saat ini adalah budaya klan (Clan Culture) dengan skor 29,05 dan terkuat kedua adalah budaya Hierarki (Hierarchy Culture) sebesar 24,6. Berarti secara keseluruhan budaya dominan adalah klan dan hierarkis, dimana ditekankan budaya
yang bercirikan kekeluargaan dan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
partisipatif sekaligus kuat dalam pengendalian dan prosedur formal. Sedangkan budaya yang terlemah ada pada budaya adhokrasi (Adhocracy Culture) dan pasar (Market Culture) masing-masing dengan skor 23,05 dan 23,13. Walaupun RSISAA tampaknya mempunyai budaya dominan pada budaya klan, tapi tampaknya kekuatan budaya organisasi masih lemah. Hal ini terlihat dari selisih nilai budaya terkuat yaitu budaya klan mempunyai selisih kurang dari 10 dibandingkan dengan budaya lainnya (selisih tertinggi adalah antara budaya klan dan adhokrasi sebesar 6). Hal ini kurang menguntungkan dalam kinerja rumah sakit dimana diperlukan kekuatan budaya organisasi yang kuat untuk meningkatkan efektivitas kerja rumah sakit. Akan tetapi hal ini dapat dimengerti mengingat RSISAA baru beroperasi selama 1 tahun dimana rumah sakit masih dalam proses mencari jati dirinya menuju budaya organisasi yang paling sesuai. Kecenderungan kurang dominannya salah satu budaya organisasi memberikan indikasi adanya kemudahan untuk merubah budaya organisasi karena belum adanya ciri budaya yang kuat. Didapatkan tidak ada perbedaan signifikan antara skor budaya organisasi saat ini dan yang diharapkan dimana selisih perbedaan terbesar terletak pada tipe budaya klan (Clan Culture) dan pasar (Market Culture) yaitu kenaikan sebesar 3,19 poin pada skor budaya klan dan penurunan sebesar 3,16 poin untuk skor budaya pasar. Nilai selisih skor yang kurang dari 10 antara budaya saat ini dan yang diharapkan menurut Cameron dan Quinn berarti belum diperlukannya intervensi segera oleh pihak manajerial. Terlihat dari grafik dan skor budaya yang diharapkan, adanya keinginan untuk menguatkan tipe budaya organisasi menuju budaya klan (skor budaya klan diharapkan sampai 32,24 poin) yang lebih kuat lagi dimana selisih skor budaya klan dan budaya lainnya lebih dari 10 (selisih terbesar skor budaya yang diharapkan adalah antara budaya pasar dan klan sebesar 12,27 poin). Penekanan budaya klan lebih pada fleksibilitas dan dinamisasi jalannya organisasi dan mengokohkan integrasi internal organisasi di RSISAA. Dalam satu
tahun pertama beroperasinya RSISAA, tampaknya masih kuat
dorongan untuk menjalankan koordinasi Internal dahulu sebelum berfokus pada ekspansi dan pengembangan layanan rumah sakit. Penekanan pada budaya hierarkis sebagai tipe budaya terkuat kedua setelah budaya klan menandakan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
adanya kecenderungan untuk berfokus dalam mengefisienkan jalannya organisasi dan pentingnya pengawasan. Akan tetapi ada selisih negatif pada budaya yang diharapkan dan budaya saat ini dalam lingkup budaya hierarki walaupun nilainya tidak signifikan (hanya selisih -0,4 poin) menandakan belum diperlukannya intervensi segera dalam aspek budaya hierarki. Selisih negatif terbesar justru terletak pada budaya pasar (sebesar -3,19 poin), walaupun nilainya tidak signifikan akan tetapi dapat dilihat kecenderungan untuk tidak berfokus dahulu dalam ekspansi cakupan pelayanan dan penyusunan target agresif bagi RSISAA. Ini kemungkinan disebabkan dorongan konsolidasi internal organisasi terutama yang sifatnya bimbingan dan peningkatan partisipasi seluruh pegawai yang dominan mewarnai budaya klan lebih dibutuhkan.
Intervensi manajerial merujuk budaya organisasi Islami Terlihat dari hasil analisa budaya seluruh pegawai di atas adanya tuntutan dari seluruh pegawai untuk mewujudkan budaya klan yang lebih kuat. Bila merujuk pada konsep budaya organisasi islami yang dikembangkan oleh Alamsyah (2002) maka dapat dicari mana dari 40 variabel yang dapat digunakan untuk memperkuat budaya klan yaitu : •
Dimensi nilai dan perilaku individu : Ikhlas, Jujur, Menuntut ilmu dan sabar
•
Dimensi nilai dan perilaku antar individu : Ta’awun (kerja tim), Komunikasi empatik, Musyawarah, Khusnudzon (berprasangka baik), tidak hasad dan ghibah
•
Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan : Qudwah hasanah (memberi teladan), shidq (benar dalam segala hal), Al Udwiyah (Interaksi
dengan
bawahan),
Tabligh
(komunikator)
dan
menumbuhkan iklim ats Tsiqoh (kepercayaan yang memberikan rasa puas bagi yang dipimpin). Inilah pilihan nilai-nilai budaya organisasi islami yang harus diprioritaskan karena paling kuat korelasinya dengan perbaikan kinerja organisasi di RSISAA Terdapat juga budaya hierarki sebagai budaya terkuat kedua walaupun punya kecenderungan berkurang tuntutannya walau penurunannya tidak
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
signifikan. Nilai budaya organisasi islami yang berkorelasi dengan budaya hierarki ini adalah : •
Dimensi nilai dan perilaku individu : Taat pada pemimpin dalam kebenaran, Istiqomah, dan menghargai waktu
•
Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan : Adil, Munazzim (Organisator), Mu’allim (melek informasi) dan Tidak mubadzir.
Budaya Adhokrasi juga meningkat tuntutannya walau kenaikannya tidak signifikan. Nilai budaya organisasi islami yang berkorelasi dengan perbaikan budaya adhokrasi ini adalah : •
Dimensi nilai dan perilaku individu : Kreatif, Optimis, Ihsan dan Taubat
•
Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan : Mubbadarah (kekuatan inisiatif), Amanah dan Fathonah (memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual)
Budaya pasar adalah budaya yang punya kecenderungan paling besar penurunan tuntutannya. Bahkan cenderung menjadi budaya yang terlemah. Ini bukan berarti budaya pasar ini diabaikan, hanya saja prioritasnya paling rendah dan paling lemah korelasinya dengan perbaikan kinerja organisasi di RSISAA. Budaya organisasi islami yang berhubungan dengan budaya pasar ini adalah : •
Dimensi nilai dan perilaku individu : Muroqobah, Muhasabah, Mujahadah (ketiga variabel awal ini berhubungan dengan peningkatan prestasi), Himmah Al’aaliyah (Cita-cita yang tinggi), Itqon (profesionalitas)
•
Dimensi nilai dan perilaku antar individu : Budaya melayani
•
Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan : Al Fahm (memiliki konsep arah tujuan organisasi, strategi untuk mencapainya dan kemampuan memotivasi untuk mencapai tujuan) dan At Takayyuf (kemampuan beradaptasi)
Demikianlah prioritas budaya yang merujuk pada konsep budaya organisasi islami yang dapat menjadi rujukan RSISAA sebagai rumah sakit Islam untuk memperbaiki kinerja organisasinya
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.5 Analisa Kriteria Penentu Budaya Organisasi RSISAA 6.5.1. Karakter Dominan
Grafik 6.5. Grafik Budaya Seluruh Pegawai dalam Kriteria Karakter Dominan menurut kerangka persaingan nilai
KARAKTER DOMINAN Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Saat Ini Diharapkan 845 940 675 630 675 615 695 715
Rata2 Rata2 selisih Saat ini diharapkan rata2 29,14 32,41 3,28 23,28 21,72 -1,55 23,28 21,21 -2,07 23,97 24,66 0,69
Tabel 6.2. Skor rata-rata OCAI dari seluruh pegawai dalam kriteria karakter dominan
Dalam kriteria karakter dominan terlihat gambaran yang tidak berbeda dengan budaya organisasi seluruh pegawai. Adanya dominansi budaya klan saat ini (skor 29,14 poin), lalu terkuat kedua adalah budaya hierarki (skor 23,97 poin). Budaya terlemah ada pada budaya adhokrasi dan budaya pasar (dengan skor sama 23,28 poin). Hal ini menandakan adanya rasa kekeluargaan yang cukup kuat dirasakan oleh seluruh pegawai. Selisih skor tertinggi budaya klan dengan yang lain masih kurang dari 10 poin (selisih terbesar adalah antara budaya klan dengan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
budaya adhokrasi dan pasar sebesar 5,86 poin) menandakan budaya klan dominan dengan kekuatan yang lemah. Budaya hierarki yang menempati posisi terkuat kedua menandakan organisasi di RSISAA dirasakan juga menekankan pada pengawasan dan aturan-aturan formal yang mengendalikan rutinitas kerja. Tapi selisihnya dengan budaya lain sangat kecil sekali yaitu hanya 0,69 poin. Sebagaimana budaya seluruh pegawai, dalam kriteria karakter dominan ini RSISAA lemah dalam menekankan suasana kewirausahaan dan orientasi pada target pasar, Tidak ada perbedaan yang signifikan antara budaya yang diharapkan dan saat ini dalam kriteria karakter dominan karena selisihnya kurang dari 10 poin. Selisih terbesar terletak pada aspek budaya klan dengan kenaikan sebesar 3,28 poin antara budaya klan yang diharapkan dengan budaya saat ini dimana hal ini menandakan adanya kebutuhan penguatan rasa kekeluargaan antar pegawai. Selain itu, terjadi penurunan sebesar 2,07 poin pada budaya pasar dan 1,55 poin pada budaya klan yang menandakan adanya tuntutan untuk memprioritaskan integrasi internal dulu daripada pencapaian target, kompetisi dan kewirausahaan. Hal ini menandakan adanya kecenderungan untuk tidak terlalu menekankan pada pencapaian target yang agresif dan kewirausahaan. Kenaikan hanya sebesar 0,69 poin antara budaya hieraki yang diharapkan dengan saat ini menunjukkan tdk diperlukannya perubahan drastis dalam aspek pengawasan dan aturan-aturan formal. Tampak sekali dari kriteria karakter dominan ini adanya tuntutan penguatan menuju budaya klan yang lebih kuat (selisih terbesar antara budaya klan yang diharapkan dengan budaya pasar yang diharapkan sebesar 11,2 poin)
Intervensi manajerial merujuk budaya organisasi islami Dapat terlihat bahwa pada karakter dominan mengkonfirmasi rantai urutan prioritas penekanan budaya organisasi islami sebagaimana dianalisis pada budaya seluruh pegawai.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.5.2. Kepemimpinan Organisasi
Grafik 6.6. Grafik Budaya seluruh pegawai dalam kriteria Kepemimpinan organisasi menurut kerangka persaingan nilai
KEPEMIMPINAN ORGANISASI Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Saat Ini Diharapkan 785 935 710 670 705 595 680 700
Rata2 Rata2 selisih Saat ini diharapkan rata2 27,07 32,24 5,17 24,48 23,10 -1,38 24,31 20,52 -3,79 23,45 24,14 0,69
Tabel 6.3, Skor OCAI rata-rata dari seluruh pegawai dalam kriteria kepemimpinan organisasi. Di dalam kriteria kepeminpinan organisasi didapatkan budaya saat ini menunjukkan dominansi budaya klan (dengan skor 27,07 poin). Ini menandakan bahwa gaya kepeminpinan yang berlaku di RSISAA lebih sebagai mentor dan fasilitator dengan kekuatan budaya yang lemah (selisih budaya klan dg budaya lainnya kurang dari
10
poin).
Kepeminpinan
juga dirasakan
bersifat
kewirausahaan dan inovatif sebagai ciri budaya adhokrasi (dengan skor 24,48 poin) dan penuh tuntutan mencapai target sebagai ciri budaya pasar (dengan skor 24,31). Budaya terlemah dalam kriteria kepemimpinan organisasi adalah pada budaya hierarki, dimana kepemimpinan dirasakan lemah dalam menjalankan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
fungsinya sebagai koordinator yang memastikan efisiensi proses kerja di RSISAA. Perbedaan terbesar antara budaya yang diharapkan dengan budaya saat ini adalah pada budaya klan dimana adanya tuntutan agar kepemimpinan organisasi memperkuat perannya sebagai mentor dan fasilitator yang memberikan bimbingan (peningkatan sebesar 5,17 poin). Tampak juga adanya tuntutan untuk mengurangi budaya pasar (penurunan sebesar 3,79 poin) yang berarti pegawai tidak mau terlalu didorong dulu secara agresif dalam pencapaian target-target oleh pihak pimpinan RSISAA, karena pegawai membutuhkan arahan dan bimbingan terlebih dahulu seperti yang dicirikan oleh budaya klan. Hal ini dapat dilihat juga pada budaya adhokrasi dimana terdapat tendensi penurunan sebesar 1,38 poin yang berarti pegawai lebih menuntut adanya arahan dan bimbingan oleh pimpinan RS sebelum dapat didelegasikan wewenang yang lebih luas pada diri mereka. Perubahan terkecil dan tdk signifikan adalah pada aspek budaya hierarki (kenaikan 0,69 poin) yang berarti pegawai cenderung pada tipe kepemimpinan yang mengorganisasi dan mengefisienkan kerja rumah sakit tapi hal ini tampaknya bukan prioritas. Dapat disimpulkan bahwa pegawai menginginkan perubahan budaya yang bercirikan budaya klan yang lebih kuat dalam aspek kepemimpinan organisasi yang dicirikan dalam peran sebagai mentor dan fasilitator yang selalu memberikan bimbingan (kekuatan budaya klan pada posisi budaya diharapkan dapat dilihat dari selisih yang lebih dari 10 poin dg tipe budaya lain, dimana selisih terbesar adalah antara budaya klan dengan budaya pasar sebesar 11,72 poin).
Intervensi manajerial merujuk budaya organisasi islami Kriteria kepemimpinan organisasi mengkhususkan analisa budaya organisasi dari segi kepemimpinan saja. Tampaknya ada tuntutan menuju budaya klan yang lebih kuat dari segi kepemimpinan organisasi. Ini berkorelasi dengan nilai dan perilaku kepemimpinan sesuai budaya organisasi islami yaitu :
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
•
Qudwah hasanah (memberi teladan/ Leadership by example) Inilah model kepemimpinan khas dari Rasulullah SAW. Intinya sebelum
memerintahkan
sesuatu
Rasulullah
SAW
selalu
memberikan teladan terlebih dahulu. •
Shidq (benar dalam segala hal) Shidiq adalah orang yang benar dalam semua perkataan, perbuatan dan kondisi batinnya (Al Qusyairi dalam Tasmara, 2001). Mereka yang bersifat Shidq akan berani menyatakan sikap secara transparan bebas dari kepalsuan dan penipuan. Hatinya terbuka dan selalu bertindak lurus sehingga mereka mempunyai suatu keberanian yang kuat.
•
Al Udwiyah (Interaksi dengan bawahan) Pemimpin membina keakraban sedekat-dekatnya dengan bawahan. Ada interaksi yang intens antar pemimpin dan bawahan. Mereka membaur dengan bawahan atau biasa disebut dengan management by walking around..
•
Tabligh (komunikator) Rasulullah SAW pernah bersabda “Sampaikanlah apa yang telah engkau ketahui dariku walaupun hanya satu ayat!”. Yang berarti setiap muslim mempunyai peran sebagai komunikator untuk menyampaikan pesan Ilahiah. Nilai dari tabligh memberikan muatan yang mencakup aspek kemampuan berkomunikasi, kepemimpinan, pengembangan dan peningkatan dari kualitas sumber daya manusia dan juga kemampuan diri dalam mengelola sesuatu (Tasmara, 2001)
•
Menumbuhkan iklim ats Tsiqoh (kepercayaan yang memberikan rasa puas bagi yang dipimpin). Pemimpin berkewajiban untuk menciptakan kehangatan hubungan antar sesama anggota organisasi. Ia harus mengikat anggota dan menjaga kohesivitas organisasi dengan cinta dan kasih sayang. Harus ditanamkan perasaan bahwa setiap anggota organisasi
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
adalah saudara sehingga akan tercipta esprit de corps yang tinggi (Madhi, 2001 dalam Alamsyah 2002). Nilai-nilai budaya organisasi Islami di atas harus dijadikan prioritas oleh RSISAA untuk disosialisasikan dengan cara menjadikannya patokan nilai-nilai organisasi. Bisa juga melalui pengajian-pengajian Islam dan training SDM agar nilai-nilai yang bernafaskan Islam itu dapat memperkuat budaya kepemimpinan organisasi menuju budaya klan yang lebih kuat dan memperkuat kinerja organisasi.
6.5.3. Manajemen Personel
Grafik 6.7. Grafik budaya seluruh pegawai dalam kriteria manajemen personel menurut kerangka persaingan nilai
MANAJEMEN PERSONEL Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Saat Ini Diharapkan 850 865 720 750 660 585 670 700
Rata2 Rata2 selisih Saat ini diharapkan rata2 29,31 29,83 0,52 24,83 25,86 1,03 22,76 20,17 -2,59 23,10 24,14 1,03
Tabel 6.4. skor OCAI rata-rata seluruh pegawai dalam kriteria manajemen personel
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Manajemen personel/kepegawaian dirasakan lebih didominasi budaya klan dimana RSISAA mengutamakan kerja tim, kesepakatan dan partisipasi semua pegawai (skor budaya klan saat ini 29,31 poin). Selain itu juga terdapat budaya adhokrasi (dengan skor 24,83 poin) dalam manajemen personel yang bercirikan berani mengambil resiko, inovatif serta memberikan kebebasan dan ruang gerak pada setiap pegawai. Budaya hierarki (dengan skor 23,1) juga mewarnai budaya RSISAA yang menekankan rasa aman, rutinitas dan hubungan yang stabil. Budaya terlemah adalah budaya pasar (dengan skor 22,76) dalam manajemen personel, dimana RSISAA lemah dalam memberikan dorongan kompetitif menuju pencapaian hasil kerja pegawai. Dapat disimpulkan budaya saat ini dalam manajemen personel adalah ciri budaya yang lemah dengan penekanan pada budaya klan (selisih budaya klan saat ini dengan budaya lainnya kurang dari 10 poin dimana selisih terbesar antara budaya klan saat ini dg budaya pasar saat ini sebesar 6,55), Tidak ada perbedaan signifikan antara budaya saat ini dengan budaya yang diharapkan (selisih antara budaya saat ini dan budaya yang diharapkan tidak ada yang sama atau lebih dari 10 poin) sehingga belum diperlukannya intervensi segera. Perubahan terbesar adalah antara budaya pasar yang diharapkan dengan budaya pasar saat ini dimana terjadi penurunan sebesar 2,59 poin. Tampaknya tuntutan untuk berprestasi dan berfokus pada pencapaian hasil dirasakan perlu dikurangi karena adanya kebutuhan untuk berfokus pada pembenahan proses kerja pegawai. Terlihat juga kenaikan budaya adhokrasi dan hierarki yang diharapkan, sebesar 1,03 poin. Hal ini berarti adanya kebutuhan untuk lebih memberikan ruang gerak dan inisiatif kerja pegawai serta kejelasan hubungan yang stabil dan dapat diprediksi. Kenaikan terkecil adalah pada budaya klan yang diharapkan hanya sebesar 0,52 poin dimana kerja pegawai yang bercirikan kerja tim, konsensus dan partisipasi sudah dirasakan cukup baik dan peningkatannya tidak signifikan. Dapat disimpulkan bahwa dalam kriteria manajemen personel adanya tuntutan untuk lebih menekankan pada budaya klan dengan aksentuasi yang lebih kuat (hal ini terlihat dari skor budaya klan yang diharapkan tertinggi sebesar 29,83 poin dimana selisih terbesarnya adalah dengan budaya pasar yang diharapkan sebesar 9,66 poin.)
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Intervensi manajerial merujuk pada budaya organisasi Islami Pada Kriteria Manajemen Personel memfokuskan pada hubungan kerja yang dominan antar individu dalam RSISAA. Ada tuntutan kepada budaya klan dengan aksentuasi yang lebih kuat seperti yang terlihat dari analisa budaya dalam kriteria manajemen personel ini Maka nilai budaya organisasi Islami yang berkorelasi dengannya adalah dimensi nilai dan perilaku antar individu sebagai berikut ini : •
Ta’awun (kerja tim)
•
Komunikasi empatik
•
Musyawarah
•
Khusnudzon (berprasangka baik)
•
tidak hasad dan ghibah
Nilai-nilai budaya organisasi Islami di atas harus dijadikan prioritas oleh RSISAA untuk disosialisasikan dengan cara menjadikannya patokan nilai-nilai organisasi. Bisa juga melalui pengajian-pengajian Islam dan training SDM agar nilai-nilai yang bernafaskan Islam itu dapat memperkuat budaya kepemimpinan organisasi menuju budaya klan yang lebih kuat dan memperkuat kinerja organisasi
6.5.4. Perekat Di Rumah Sakit
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Grafik 6.8. Grafik budaya seluruh pegawai dalam kriteria perekat organisasi menurut kerangka persaingan nilai
PEREKAT ORGANISASI Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Rata2 Rata2 selisih Saat Ini Diharapkan Saat ini diharapkan rata2 810 945 27,93 32,59 4,66 675 675 23,28 23,28 0,00 595 530 20,52 18,28 -2,24 820 740 28,28 25,52 -2,76
Tabel 6.5. Skor OCAI rata-rata seluruh pegawai dalam kriteria perekat organisasi Dapat terlihat bahwa budaya saat ini dalam kriteria perekat organisasi saat ini didominansi oleh budaya hierarki (dengan skor 28,28 poin) dimana yang berperan sebagai perekat utama keutuhan RSISAA adalah peraturan dan kebijakan formal. Selain itu budaya klan menduduki peringkat dua (dengan skor 27,93 poin) yang berarti perekat organisasi juga menekankan pada kesetiaan, kepercayaan bersama dan komitmen. RSISAA juga diwarnai budaya adhokrasi (dengan skor 23,28 poin) dalam kriteria perekat organisasi yang berfokus pada adanya komitmen untuk berinovasi dan pengembangan rumah sakit. Budaya pasar (dengan skor 20,52 poin) dirasakan paling lemah dalam perannya sebagai perekat organisasi yang berfokus pada prestasi, pencapaian tujuan dan agresifitas. Dapat disimpulkan dalam kriteria perekata organisasi, budaya di RSISAA di dominansi dengan budaya hierarki dengan kekuatan budaya yang lemah (selisih budaya hierarki dengan budaya lainnya kurang dari 10 poin, selisih terbesar adalah dengan budaya pasar sebesar 7,76 poin). Tidak ada perbedaan signifikan antara budaya saat ini dengan budaya yang diharapkan dalam kriteria perekat organisasi yang memerlukan intervensi segera (selisih antara budaya saat ini dan budaya yang diharapkan kurang dari 10 poin). Selisih terbesar antara budaya saat ini dan yang diharapkan adalah pada budaya klan yang mengalami kenaikan sebesar 4,66 poin. Hal ini menandakan adanya tuntutan utama untuk meningkatkan kepercayaan bersama dan kesetiaan sebagai perekat organisasi di RSISAA. Selain itu perubahan terbesar pada peringkat kedua adalah pada aspek budaya hierarki yang mengalami penurunan sebesar 2,76 poin
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
antar budaya saat ini dengan budaya hierarki yang diharapkan. Ini tidak berarti bahwa kebijakan formal dan aturan harus dikesampingkan sebagai perekat organisasi karena skor budaya hierarki yang diharapkan saat ini (dengan skor 25.52 poin) juga masih cukup besar walaupun tidak sedominan budaya klan (dengan skor 32,59 poin). Hanya saja pegawai lebih menekankan budaya klan yang diwarnai kesetiaan dan kepercayaan daripada kebijakan formal yang terlalu ketat sebagai perekat utama organisasi. Tampaknya kecenderungan pegawai pada bentuk nyata implementasi komitmen RSISAA dalam bentuk kesetiaan dan kepercayaan lebih diprioritaskan daripada hanya kebijakan dan aturan formal semata. Penurunan skor juga dialami budaya pasar antara budaya saat ini dan budaya yang diharapkan (sebesar 2,24 poin) lebih disebabkan penekanan pegawai pada kesetiaan dan kepercayaan bersama lebih besar daripada prestasi dan pencapaian tujuan sebagai perekat organisasi. Tidak ada perubahan antara budaya adhokrasi saat ini dan yang diharapkan menandakan belum perlunya intervensi pada aspek budaya ini. Dapat disimpulkan bahwa dalam kriteria perekat organisasi ini terdapat kecenderungan pegawai untuk merubah budaya organisasi dari budaya yang didominansi budaya hierarki dengan kekuatan yang lemah menjadi budaya klan (besar skor budaya klan yang diharapkan 32,59 poin) dengan kekuatan budaya yang kuat (selisih terbesar antara skor budaya klan yang diharapkan dengan budaya pasar yang diharapkan sebesar 14,31 poin).
Intervensi Manajerial merujuk budaya organisasi islami Dalam kriteria perekat organisasi ini tuntutan menuju budaya klan yang kuat mencakup dimensi yang sama dan telah dibahas pada kriteria perekat organisasi yaitu nilai dan perilaku antar individu sesuai konsep budaya organisasi islami.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.5.5. Strategi Yang Ditekankan
Grafik 6.9.. Grafik budaya seluruh pegawai dalam kriteria Strategi yang ditekankan menurut kerangka persaingan nilai
STRATEGI YG DITEKANKAN Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Saat Ini Diharapkan 870 940 600 620 695 610 735 740
Rata2 Rata2 selisih Saat ini diharapkan rata2 30,00 32,41 2,41 20,69 21,38 0,69 23,97 21,03 -2,93 25,34 25,52 0,17
Tabel 6.6 Skor OCAI rata-rata seluruh pegawai dalam kriteria strategi yang ditekankan
Di dalam kriteria strategi yang ditekankan terlihat budaya klan mendominansi (dengan skor 30 poin). Hal ini berarti RSISAA berfokus pada pengembangan SDM dan partisipasi pegawai sebagai pilihan pertama strateginya. Budaya klan ini mempunyai kekuatan budaya yang cukup kuat walaupun belum memenuhi persyaratan budaya yang kuat menurut Cameron dan Quinn (Selisih terbesar budaya klan saat ini dengan budaya lain saat ini adalah dengan budaya adhokrasi sebesar 9,31 poin belum mencapai persyaratan budaya yang kuat yaitu
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
lebih atau sama dengan 10 poin). Selain itu juga terdapat budaya hierarki (dengan skor 25,34 poin) menduduki peringkat kedua yang berarti RSISAA juga dirasakan menekankan pada pembenahan kelancaran operasi, efisiensinya dan kontrol sebagai pilihan strateginya. Terdapat juga budaya pasar (dengan skor 23,97) yang berarti adanya penekanan strategi berdasarkan pencapaian target yang kompetitif dan memperluas cakupan pelayanan di RSISAA walaupun tidak sekuat budaya klan dan hierarki. Budaya yang terlemah dalam kriteria strategi yang ditekankan ini adalah budaya adhokrasi dimana penekanan strategi RSISAA paling lemah dalam berfokus untuk menemukan sumber daya baru atau jenis layanan baru. Dapat disimpulkan budaya saat ini dalam kriteria strategi yang ditekankan didominansi oleh budaya klan dengan kekuatan budaya yang cukup kuat berfokus pada pengembangan SDM,dan partisipasi pegawai sebagai strategi utamanya. Tidak terdapat perbedaan signifikan antara budaya saat ini dan budaya yang diharapkan dalam kriteria strategi yang ditekankan (selisih antara budaya saat ini dan yang diharapkan kurang dari 10 poin). Hal ini menandakan belum adanya kebutuhan intervensi segera. Perbedaan terbesar ada pada budaya pasar dimana terdapat penurunan sebesar 2,93 poin. Hal ini berarti pegawai di RSISAA menginginkan agar RSISAA tidak terlalu berfokus pada perluasan cakupan pelayanan dan pencapaian target yang kompetitif, sebelum dilakukan pembenahan internal organisasi yang memadai. Selain itu pada aspek budaya klan yang diharapkan terdapat kenaikan sebesar 2,41 poin yang berarti pegawai di RSISAA menginginkan agar rumah sakit meletakkan fokus lebih besar lagi pada pengembangan SDM dan partisipasi pegawai sebagai pilihan strategi yang paling baik (skor budaya klan yang diharapkan sebesar 32,41 poin). Budaya adhokrasi dan hierarki tidak mengalami perubahan yang siginifikan antara budaya saat ini dengan yang diharapkan (selisih skor masing-masing adalah 0,69 dam 0,17 poin saja). Hal ini berarti pegawai di RSISAA merasakan strategi yang menekankan pengembangan layanan baru dan efisiensi kinerja operasi rumah sakit di RSISAA sudah memadai dan belum diperlukan perubahan yang segera. Dapat disimpulkan bahwa pegawai di RSISAA menghendaki pilihan strategi yang ditekankan lebih pada budaya klan yaitu dengan pengembangan SDM serta perluasan partisipasi
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
pegawai yang lebih kuat lagi (selisih terbesar budaya klan yang diharapkan adalah dengan budaya pasar yang diharapkan sebesar 11,38 poin).
Intervensi manajerial merujuk pada budaya organisasi islam Pada kriteria strategi yang ditekankan tampak tuntutan menuju budaya klan dengan kekuatan budaya yang kuat. Ini berkorelasi dengan dimensi nilai dan perilaku individu dan kepemimpinan sesuai konsep budaya organisasi islami oleh Alamsyah yang menguatkan strategi yang berhubungan dengan budaya klan yaitu: •
Dimensi nilai dan perilaku individu : Ikhlas, Jujur, Menuntut ilmu dan sabar kesemua nilai ini berfokus pada pengembangan SDM
•
Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan : Qudwah hasanah (memberi teladan), shidq (benar dalam segala hal), Al Udwiyah (Interaksi
dengan
bawahan),
Tabligh
(komunikator)
dan
menumbuhkan iklim ats Tsiqoh (kepercayaan yang memberikan rasa puas bagi yang dipimpin) kesemua nilai ini berfokus pada peningkatan kepercayaan, keterbukaan dan partisipasi Bila dibandingkan dengan strategi yang resmi dicanangkan oleh RSISAA yaitu : •
Menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah dan pusat dalam bentuk menjadi penyedia pelayanan kesehatan bagi pemegang kartu multiguna ( jamkesda ) dan jamkesmas.
•
Bekerjasama dengan lembaga-lembaga amil zakat untuk membiayai pasien-pasien yang belum terjamin oleh multiguna ( jamkesda ) dan jamkesmas.
•
Bekerjasama dengan institusi pendidikan negeri maupun swasta dalam mengembangkan pelayanan medis.
Maka dapat disimpulkan fokus strategi yang dituliskan ini lebih menuju budaya pasar dan berbeda dengan gambaran budaya organisasi RSISAA yang dianalisa dengan OCAI. Bahkan budaya pasar justru menempati budaya yang paling lemah berkorelasi pada efektivitas organisasi. Tampaknya perlu dipikirkan untuk merubah strategi yang dicanangkan RSISAA agar lebih sesuai prioritas tuntutan dari seluruh pegawai RSISAA sehingga lebih menunjang efektivitas organisasi RSISAA.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.5.6. Kriteria Keberhasilan
Grafik 6.10. Budaya seluruh pegawai dalam kriteria budaya kriteria keberhasilan menurut kerangka persaingan nilai
KRITERIA KEBERHASILAN Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Saat Ini Diharapkan 895 985 630 760 695 540 680 615
Rata2 Rata2 selisih Saat ini diharapkan rata2 30,86 33,97 3,10 21,72 26,21 4,48 23,97 18,62 -5,34 23,45 21,21 -2,24
Tabel 6.7 Skor OCAI rata-rata seluruh pegawai dalam kriteria budaya kriteria keberhasilan
Terlihat pada budaya saat ini bahwa kriteria keberhasilan didominasi oleh budaya klan (dengan skor 30,86 poin) dengan kekuatan budaya yang cukup kuat walaupun belum memenuhi syarat sebagai budaya yang kuat menurut Cameron dan Quinn. (Selisih terbesar budaya klan saat ini adalah dengan budaya adhokrasi sebesar 9,14 poin belum mencapai persyaratan budaya yang kuat yaitu lebih atau sama dengan 10 poin). Hal ini berarti RSISAA meletakkan kriteria keberhasilan atas dasar pengembangan SDM, kerja tim dan komitmen serta kepedulian sesama
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
tenaga rumah sakit sebagai keberhasilan yang paling utama. Budaya pasar menempati peringkat dua (dengan skor 23,97 poin) di RSISAA dimana yang dianggap sebagai kriteria keberhasilan juga adalah kemenangan pasar. Sebagai rumah sakit non profit tentunya yang dimaksud dengan kemenangan pasar adalah meluasnya cakupan wilayah yang dapat dilayani RSISAA di kota tangerang atau bertambahnya peserta asuransi jamkesmas atau multiguna yang dapat dilayani RSISAA. Selain itu juga terdapat budaya hierarki (dengan skor 23,45) dimana kriteria keberhasilan berfokus pada efisiensi, jasa yang dapat diandalkan serta operasi layanan rumah sakit dengan biaya yang rendah. Budaya yang paling lemah dalam kriteria keberhasilan adalah budaya adhokrasi (dengan skor 21,72) yaitu lemah dalam menjadikan adanya jenis layanan baru dan inovasi sebagai tolak ukur keberhasilan. Tidak ada perubahan signifikan antara budaya saat ini dengan budaya yang diharapkan (tidak ada perubahan budaya dengan selisih lebih atau sama dengan 10 poin) yang memerlukan intervensi segera. Perubahan terbesar ada pada budaya pasar yang mengalami penurunan sebesar 5,34 poin. Ini berarti pegawai RSISAA tidak memprioritaskan fokus pada perluasan cakupan wilayah pelayanan RSISAA sebagai kriteria keberhasilan. Bahkan budaya pasar yang diharapkan menempati posisi paling lemah jika dibandingkan budaya yang diharapkan lainnya (skor budaya pasar terendah jika dibandingkan budaya yang diharapkan lainnya dengan besar skor 18,62 poin). Perubahan yang cukup besar dialami budaya adhokrasi dimana budaya adhokrasi yang diharapkan mengalami kenaikan sebesar 4,48 poin jika dibandingkan dengan budaya adhokrasi saat. Bahkan kedudukan budaya adhokrasi yang diharapkan menduduki peringkat kedua budaya terkuat setelah budaya klan yang diharapkan. Tampaknya pegawai di RSISAA menghendaki lebih besarnya fokus kriteria keberhasilan pada keunikan dan inovasi layanan rumah sakit. Budaya klan yang diharapkan juga mengalami kenaikan sebesar 3,1 poin jika dibandingkan dengan budaya klan saat ini. Budaya klan yang diharapkan tetap menduduki peringkat pertama (dengan skor 33,97) dengan kekuatan budaya yang kuat (selisih terbesar budaya klan yang diharapkan adalah dengan budaya pasar sebesar 15,34). Rupanya pegawai RSISAA tetap mengutamakan pengembangan SDM, kerja tim dan kepedulian sesama tenaga rumah sakit
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
sebagai kriteria keberhasilan yang paling utama. Perubahan juga dialami budaya hierarki dengan penurunan sebesar 2,24 poin jika dibandingkan dengan budaya hierarki saat ini. dimana hal ini menunjukkan bahwa pegawai di RSISAA menghendaki agar efisiensi, jasa yang dapat diandalkan dan biaya operasi rendah tidak mendominasi kriteria keberhasilan RSISAA. Dapat disimpulkan bahwa budaya yang diharapkan pegawai RSISAA dalam kriteria keberhasilan adalah budaya klan dengan kekuatan budaya yang lebih kuat.
Intervensi Manajerial merujuk pada budaya organisasi Islami Pada kriteria budaya kriteria keberhasilan tampak tuntutan menuju budaya klan yang lebih kuat. Pada dasarnya penekanan nilai sesuai konsep budaya organisasi islami sama dengan kriteria strategi yang ditekankan yaitu meliputi dimensi nilai dan perilaku individu dan kepemimpinan yang menunjang budaya klan sebagaimana telah dijelaskan pada kritetia strategi yang ditekankan.
6.6. Kongruensi Budaya Antar Kriteria Budaya Organisasi
KRITERIA BUDAYA ORGANISASI Karakter Dominan Kpemimpinan Rumah Sakit
Tipe budaya dominan Skor saat ini Budaya yang dominan saat ini 29,14 Budaya Klan dengan kekuatan budaya lemah 27,07 Budaya Klan dengan
kekuatan budaya lemah Manajemen Personel
29,31
Budaya Klan dengan kekuatan budaya lemah Perekat Organisasi Stategi yang ditekankan
Kriteria Keberhasilan
28,28 Budaya Hierarki dengan kekuatan budaya lemah 30,00 Budaya Klan dengan kekuatan budaya cukup kuat 30,86 Budaya Klan dengan kekuatan budaya cukup kuat
Tipe budaya dominan Skor yang diharapkan budaya dominan yang diharapkan 32,41 Budaya Klan dengan kekuatan budaya kuat 32,24 Budaya Klan dengan kekuatan budaya kuat 29,83 Budaya Klan dengan kekuatan budaya cukup kuat 32,59 Budaya Klan dengan kekuatan budaya kuat 32,41 Budaya Klan dengan kekuatan budaya kuat 33,97 Budaya Klan dengan kekuatan budaya kuat
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Tabel 6.8. Skor OCAI budaya yang dominan per kriteria budaya organisasi dan tipe budaya yang dominan beserta kekuatannya.
Terlihat dari skor budaya yang dominan saat ini didominansi dengan budaya klan dengan kekuatan yang lemah. Perbedaan terjadi pada kriteria perekat organisasi dimana budaya dominan saat ini adalah budaya hierarki dengan kekuatan budaya lemah. Budaya klan dirasakan cukup kuat pada kriteria Strategi yang ditekankan dan kriteria keberhasilan dimana selisih terbesar budaya klan dengan budaya lainnya lebih besar dari 9 poin walaupun masih belum bisa dikategorikan sebagai kekuatan budaya yang kuat (karenas selisih masih kurang dari 10 poin). Dapat disimpulkan kongruensi budaya antar kriteria saat ini cukup baik dimana dari 6 kriteria hanya satu kriteria saja (kriteria perekat organisasi) yang didominansi oleh budaya hierarki sedangkan kriteria budaya organisasi lainnya kongruen (sama-sama didominasi budaya klan). Pada skor budaya yang diharapkan dapat dilihat adanya keinginan untuk membuat kongruensi lebih baik lagi dimana dari 6 kriteria budaya semuanya sama didominansi oleh budaya klan dengan kekuatan budaya yang kuat. Perbedaan terjadi pada kriteria manajemen personel dimana budaya yang diharapkan tetap didominansi budaya klan tapi dengan kekuatan budaya belum bisa dikategorikan budaya kuat tapi sudah cukup kuat (selisih terbesar skor budaya klan yang diharapkan dengan budaya yang diharapkan lainnya pada kriteria manajemen personel sebesar 9,66 poin masih kurang dari 10 poin).
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.7. Budaya Tenaga Medis
Grafik 6.11. Grafik budaya tenaga medis RSISAA menurut kerangka persaingan nilai
BUDAYA TENAGA MEDIS Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Rata2 Rata2 Selisih Saat Ini Diharapkan saat ini Diharapkan rata2 4165 4600 28,92 31,94 3,02 3395 3495 23,58 24,27 0,69 3310 2885 22,99 20,03 -2,95 3500 3420 24,31 23,75 -0,56
Tabel 6.9. Skor OCAI rata-rata tenaga medis Dari 24 tenaga medis yang berhasil dikumpulkan sebagai subyek penelitian didapatkan gambaran budaya saat ini yang tidak berbeda jauh dengan budaya seluruh pegawai. Budaya terkuat saat ini pada tenaga medis adalah budaya klan (dengan skor 28,92) dengan kekuatan budaya yang lemah (selisih budaya terbesar adalah dengan budaya pasar sebesar 5,94 poin). Nilai budaya klan mengutamakan pada peningkatan kerjasama tim, rasa kekeluargaan dan komitmen dirasakan dominan mewarnai budaya tenaga medis. Selain itu terdapat juga budaya hierarki saat ini (dengan skor 24,31) sebagai budaya terkuat setelah budaya klan pada tenaga medis di RSISAA. Fokus budaya hierarki ini adalah pada efisiensi organisasi, kebijakan formal dan pengawasan yang melekat. Budaya adhokrasi (dengan skor 23,58 poin) juga mewarnai budaya tenaga medis saat ini yang mementingkan keunikan layanan, inovasi dan keberanian mengambil
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
resiko. Hal ini dapat dimengerti karena budaya tenaga medis biasanya memang menginginkan independensi dalam melakukan tugasnya
Budaya yang paling
lemah mewarnai budaya tenaga medis saat ini adalah budaya pasar (dengan skor 22,99 poin) dimana tenaga medis RSISAA lemah dalam fokus pencapaian target organisasi yang agresif dan kompetitif. Dapat disimpulkan budaya tenaga medis saat ini didominansi budaya klan dengan kekuatan budaya yang lemah. Tidak ada perbedaan signifikan antara budaya yang diharapkan dan budaya saat ini pada tenaga medis (selisihnya tidak ada yang melebihi 10 poin). Ini berarti belum diperlukannya intervensi segera untuk melakukan perubahan budaya. Perubahan terbesar ada pada budaya klan dimana budaya klan yang diharapkan naik 3,02 poin dibandingkan dengan budaya klan saat ini. Ini menandakan perubahan budaya yang diprioritaskan tenaga medis di RSISAA adalah pada budaya klan yaitu peningkatan kerja tim, partisipasi dan rasa kekeluargaan. Budaya klan yang diharapkan mempunyai ciri budaya yang kuat (selisih terbesar skor budaya klan yang diharapkan adalah dengan budaya pasar yang diharapkan sebesar 11,91 poin). Perubahan juga dialami budaya pasar yang diharapkan yang mengalami penurunan sebesar 2,95 poin dari budaya pasar saat ini. Tampaknya tenaga medis RSISAA menginginkan agar fokus pada pencapaian target yang agresif sebagai ciri budaya pasar dikesampingkan dahulu agar dapat dilakukan konsolidasi internal. Perubahan yang tidak signifikan adalah pada budaya adhokrasi (kenaikan 0,69 poin) dan budaya hierarki (penurunan 0,56 poin). Ini menandakan tenaga medis di RSISAA tidak memprioritaskan perubahan budaya pada kedua tipe budaya itu. Dapat disimpulkan bahwa tenaga medis RSISAA menginginkan dominasi budaya klan dengan kekuatan budaya yang lebih kuat.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.8. Budaya Tenaga Manajerial
Grafik 6.12. Grafik budaya tenaga manajerial di RSISAA menurut kerangka persaingan nilai BUDAYA TENAGA MANAJERIAL Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Rata2 Rata2 Selisih Saat Ini Diharapkan saat ini Diharapkan rata2 890 1010 29,67 33,67 4,00 615 610 20,50 20,33 -0,17 715 590 23,83 19,67 -4,17 780 790 26,00 26,33 0,33
Tabel 6.10. Skor OCAI rata-rata dari tenaga manajerial RSISAA
Dari 5 tenaga manajerial sebagai subyek penelitian didapatkan gambaran budaya organisasi saat ini yang didominasi oleh budaya klan (dengan skor 29,67 poin) dengan kekuatan budaya yang cukup kuat (selisih terbesar dengan budaya adhokrasi saat ini sebesar 9,17 poin). Ini berarti budaya klan yang berfokus pada kerjasama, rasa kekeluargaan dan partisipasi cukup kuat dirasakan oleh tenaga manajerial. Budaya saat ini yang cukup kuat juga mewarnai tenaga manajerial RSISAA selain budaya klan adalah budaya hierarki (dengan skor 26 poin) yang berfokus pada pengawasan, efisiensi dan kebijakan formal. Hal ini wajar mewarnai tenaga manajerial apalagi tugas utamanya sebagai pengawas dan pengendali kinerja pegawai rumah sakit. Selain itu terdapat juga budaya pasar
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
(dengan skor 23,83) yang wajar mewarnai tenaga manajerial yang memang seharusnya berfokus pada pencapaian target yang nyata dan kompetitif untuk kemajuan kinerja RSISAA. Budaya yang paling lemah mewarnai budaya tenaga manajerial saat ini adalah budaya adhokrasi (dengan skor 20.5 poin) dimana tampaknya tenaga manajerial kurang berfokus pada keunikan layanan rumah sakit, inovasi dan keberanian mengambil resiko. Tidak tampak perbedaan yang signifikan antara budaya saat ini dan yang diharapkan berarti penanganan segera belum diperlukan (selisihnya tidak ada yang melebihi 10 poin). Perubahan terbesar dialami budaya pasar yang diharapkan dimana mengalami penurunan sebesar 4,17 poin dibandingkan dengan budaya pasar saat ini. Tampaknya tenaga manajerial tidak mengutamakan pencapaian target yang agresif dan kompetitif sebagai budaya yang diprioritaskan. Bahkan ada tendensi budaya pasar menjadi budaya yang diharapkan terlemah (skor budaya pasar yang diharapkan terkecil dengan skor 19,67 poin saja). Ini memunculkan pertanyaan kenapa tenaga manajerial tidak mengutamakan pencapaian target yang agresif sebagai ciri budaya pasar? Apakah ada tendensi sebagai rumah sakit non profit maka tenaga manajerial RSISAA tidak terlalu berfokus pada pencapaian target? Diperlukan konfirmasi dengan direktur dan tenaga manajerial RSISAA untuk menyadari kecenderungan ini sebagai masukan untuk mereka. Perubahan yang tidak kalah besarnya adalah pada budaya klan yang diharapkan dimana terjadi kenaikan sebesar 4 poin jika dibandingkan budaya klan saat ini. Tampaknya tenaga manajerial ingin menguatkan lagi kerja sama, rasa kekeluargaan dan partisipasi sebagai ciri budaya klan agar mempunyai kekuatan budaya yang termasuk kuat (selisih budaya klan dengan budaya yang diharapkan lainnya sebesar 14 poin). Tidak ada perubahan yang berarti pada budaya hierarki dan adhokrasi (budaya hierarki naik 0,33 poin dan budaya adhokrasi turun 0,17 poin). Hal ini berarti tenaga manajerial RSISAA merasa belum diperlukannya perubahan pada aspek keunikan layanan, inovasi, monitoring serta efisiensi kerja sebagai prioritas.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.9. Kongruensi Budaya Antara Tenaga Medis Dan Manajerial
Grafik 6.13 Grafik budaya tenaga medis dan manajerial menurut kerangka persaingan nilai untuk menunjukkan kongruensi budaya
KONGRUENSI BUDAYA ANTARA TENAGA MANAJERIAL DAN MEDIS Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Skor Budaya tenaga medis saat ini 28,92 23,58 22,99 24,31
Skor Budaya tenaga manajerial saat ini 29,67 20,50 23,83 26,00
Jarak Budaya saat ini antara tenaga medis dan manajerial 0,74 -3,08 0,85 1,69
Skor Budaya Tenaga medis yg diharapkan 31,94 24,27 20,03 23,75
Skor Budaya tenaga manajerial yg diharapkan 33,67 20,33 19,67 26,33
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Jarak Budaya yg diharapkan antara tenaga medis dan manajerial 1,72 -3,94 -0,37 2,58
Tabel 6.11. Skor OCAI rata-rata tenaga medis dan manajerial dan jarak budaya antar keduanya pada aspek budaya saat ini dan yang diharapkan
Tampak di atas tidak ada perbedaan yang signifikan antara budaya tenaga medis dan tenaga manajerial, baik pada budaya saat ini maupun budaya yang diharapkan (selisih antar budaya saat ini dan yang diharapkan kedua tenaga RSISAA itu kurang dari 10 poin) sehingga bisa dikatakan ada kongruensi yang cukup baik antara budaya tenaga medis dan tenaga manajerial. Kongruensi budaya yang baik berimplikasi pada kemungkinan konflik internal yang lebih kecil antara tenaga medis dan manajerial. Yang patut diwaspadai adalah adanya tendensi semakin melebarnya jarak budaya antar tenaga manajerial dan medis terutama pada budaya adhokrasi dimana tenaga medis lebih menginginkan keunikan layanan medis, dan kewenangan yang lebih daripada yang diinginkan tenaga manajerial. Hal ini dapat terlihat dari adanya trend selisih skor budaya yang semakin besar antara tenaga medis dan manajerial (selisih budaya adhokrasi
saat ini sebesar 3,08 poin
membesar pada budaya yang diharapkan menjadi 3,94 poin) sehingga perlu diantisipasi. Selain itu, jarak budaya juga melebar pada budaya hierarki (selisih budaya hierarki saat ini 1,69 poin membesar menjadi 2,58 poin pada budaya hierarki yang diharapkan) dimana tenaga manajerial tampaknya menginginkan lebih luasnya monitoring, pengawasan dan penekanan pada efisiensi kerja RSISAA ketimbang tenaga medis yang lebih menginginkan debirokrasi dalam pengambilan keputusan medis. Sebenarnya jarak budaya antara tenaga manajerial dan tenaga medis ini pada aspek budaya adhokrasi dan hierarki ini wajar saja, karena memang tenaga medis biasanya lebih berkonsentrasi pada independensi pemberian layanan sedangkan tenaga manajerial menekankan pada pengawasan dan kontrol. Hanya saja jika tidak diantisipasi maka jarak budaya ini dapat semakin melebar dan pada saatnya nanti bisa saja nantinya menyebabkan terjadinya inkongruensi budaya serta memperbesar potensi konflik internal RSISAA. Pada aspek budaya klan juga terjadi pelebaran jarak budaya (selisih budaya klan saat ini sebesar 0,74 poin membesar menjadi 1,72 poin pada budaya
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
yang diharapkan). Baik tenaga medis maupun tenaga manajerial sama-sama menginginkan adanya dominasi budaya klan dengan kekuatan budaya yang kuat dimana tuntutan adanya rasa kekeluargaan, loyalitas dan partisipasi lebih besar dirasakan tenaga manajerial ketimbang tenaga medis. Tidak ada perbedaan yang signifikan pada aspek budaya pasar antara tenaga medis dan tenaga manajerial, bahkan kecenderungannya jarak budaya semakin dekat (selisih budaya pasar saat ini 0,85 poin turun menjadi 0,37 poin pada budaya pasar yang diharapkan). Dapat disimpulkan kongruensi budaya antara tenaga medis dan tenaga manajerial cukup baik dimana perlu diantisipasi semakin melebarnya jarak budaya adhokrasi dan jarak budaya hierarki antara dua golongan tenaga RSISAA itu.
Intervensi manajerial merujuk budaya organisasi islami Tampaknya melebar jarak budaya dalam budaya adhokrasi dan hierarki antara tenaga medis dan manajerial. Hal ini perlu diantisipasi dengan mendayagunakan nilai-nilai sesuai konsep budaya organisasi islami. Tuntutan adanya budaya klan yang lebih kuat baik dari tenaga medis maupun manajerial dapat dimanfaatkan untuk menambah kohesivitas dan rasa kekeluargaan sehingga dapat mempermudah resolusi konflik internal nantinya. Nilai-nilai budaya organisasi Islami yang berkorelasi dengan budaya klan adalah : •
Dimensi nilai dan perilaku individu : Ikhlas, Jujur, Menuntut ilmu dan sabar
•
Dimensi nilai dan perilaku antar individu : Ta’awun (kerja tim), Komunikasi empatik, Musyawarah, Khusnudzon (berprasangka baik), tidak hasad dan ghibah
•
Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan : Qudwah hasanah (memberi teladan), shidq (benar dalam segala hal), Al Udwiyah (Interaksi
dengan
bawahan),
Tabligh
(komunikator)
dan
menumbuhkan iklim ats Tsiqoh (kepercayaan yang memberikan rasa puas bagi yang dipimpin). Selain itu untuk tenaga medis yang cenderung menguat budaya adhokrasinya sebaiknya diberikan pengarahan khusus untuk memperkuat budaya hierarki pada tenaga medis dengan menekankan nilai budaya organisasi islami
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
yang memperkuat budaya hierarki melalui training khusus atau pengajian islami yaitu nilai : •
Dimensi nilai dan perilaku individu : Taat pada pemimpin dalam kebenaran, Istiqomah, dan menghargai waktu
•
Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan : Adil, Munazzim (Organisator), Mu’allim (melek informasi) dan Tidak mubadzir.
Diharapkan dengan begitu tenaga medis akan menjadi lebih terintegrasi dengan kepentingan organisasi secara lebih seimbang dengan kepentingannya sendiri secara khusus sebagai tenaga medis yang independen. Sebaliknya untuk tenaga manajerial yang cenderung menguat budaya hierarkinya diberikan penataran khusus melalui training SDM atau pengajian islami untuk memperkuat nilai yang mendukung budaya adhokrasi yaitu : •
Dimensi nilai dan perilaku individu : Kreatif, Optimis, Ihsan dan Taubat
•
Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan : Mubbadarah (kekuatan inisiatif), Amanah dan Fathonah (memiliki kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual)
Sehingga tenaga manajerial lebih menghargai aspirasi individu dan memperkecil jarak budaya yang kemungkinan tanpa intervensi akan semakin melebar.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
6.10. Budaya Direktur Rumah Sakit
Grafik 6.14. Grafik budaya organisasi yang dipersepsikan direktur RSISAA menurut kerangka persaingan nilai
BUDAYA DIREKTUR RUMAH SAKIT Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Saat Ini 225 100 75 205
Rata2 Rata2 Diharapka saat Diharapka Selisih n ini n rata2 260 37,50 43,33 5,83 75 16,67 12,50 -4,17 60 12,50 10,00 -2,50 205 34,17 34,17 0,00
Tabel 6.12. Skor OCAI rata-rata dari direktur RSISAA
Budaya yang dipersepsikan oleh direktur rumah sakit penting untuk dianalisis karena direktur RSISAA punya peran penting dalam membentuk budaya organisasi di RSISAA. Dapat dilihat pada budaya saat ini, pihak direktur RSISAA mempersepsikan adanya dominasi budaya klan dengan kekuatan budaya yang kuat (skor budaya klan saat ini adalah 37,5 poin dimana selisih terbesar budaya klan saat ini adalah dengan budaya pasar saat ini sebesar 25 poin). Tampaknya bagi direktur rumah sakit rasa kekeluargaan, partisipasi pegawai dan kerja tim sudah cukup kuat mewarnai kinerja RSISAA. Jika dibandingkan dengan budaya seluruh pegawai ternyata mereka tidak mempersepsikan budaya klan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
sudah memadai/kuat, dari sini dapat dilihat adanya perbedaan persepsi antara direktur dan seluruh pegawai mengenai realitas penerapan budaya klan di RSISAA. Budaya hierarki yang berfokus pada pengawasan, prosedur formal dan efisiensi organisasi menduduki peringkat kedua setelah budaya klan yang dipersepsikan oleh direktur RSISAA mendominasi budaya organisasi (skor budaya hierarki saat ini 34,2 poin). Selain itu juga terdapat budaya adhokrasi saat ini dengan fokus keberanian mengambil resiko, keunikan layanan rumah sakit dan kebebasan gerak dengan besar skor 16,67 poin. Budaya paling lemah yang dipersepsikan oleh direktur RSISAA ada pada budaya saat ini adalah budaya pasar dengan besar skor hanya 12,5 poin saja, tampaknya direktur RSISAA menyadari fokus RSISAA paling lemah dalam pencapaian target secara agresif, kompetisi dan meluaskan pasar. Dapat disimpulkan bahwa budaya saat ini di RSISAA menurut direktur rumah sakit didominasi dengan budaya klan dengan kekuatan budaya yang kuat. Tidak tampak perbedaan yang signifikan antara budaya saat ini dengan budaya yang diharapkan menurut direktur RSISAA (perbedaan bermakna jika selisihnya sama atau lebih dari 10 poin). Perubahan terbesar terlihat pada budaya klan yang mengalami kenaikan sebesar 5,83 poin pada budaya klan yang diharapkan (besar skornya menjadi 43,33 poin). Tampaknya direktur RSISAA menghendaki rasa kekeluargaan, kerja tim dan partisipasi yang menjadi ciri budaya klan diperkuat lagi dan menjadi prioritas utama. Budaya klan yang diharapkan mendominasi budaya yang diharapkan oleh direktur RSISAA. Budaya Adhokrasi mengalami penurunan sebesar 4,17 poin pada budaya adhokrasi yang diharapkan (dengan besar skor 12,5). Tampaknya direktur RSISAA menginginkan kebebasan gerak dan keunikan cara kerja pegawai RSISAA lebih dikendalikan agar ada keteraturan dan pengendalian kinerja yang lebih baik. Budaya pasar mengalami penurunan sebesar 2,5 poin pada budaya pasar yang diharapkan (dengan besar skor paling rendah yaitu 10 poin) menandakan direktur RSISAA lebih memprioritaskan pembenahan internal dahulu sebelum berfokus pada pencapaian target yang agresif. Sedangkan budaya hierarki tidak mengalami perubahan pada budaya hierarki yang diharapkan, yang menandakan direktur RSISAA tidak memprioritaskan perubahan pada pengawasan, dan kebijakan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
formal terlebih dahulu sebagai ciri budaya hierarki. Dapat disimpulkan bahwa pada budaya yang diharapkan direktur RSISAA tetap menginginkan adanya dominasi budaya klan dengan kekuatan budaya yang kuat (selisih terbesar budaya klan yang diharapkan adalah dengan budaya pasar yang diharapkan sebesar 33,33 poin).
6.11. Kongruensi Budaya Direktur RSISAA Dengan Budaya Seluruh Pegawai
Grafik 6.15.. Grafik budaya direktur dan seluruh pegawai menurut kerangka persaingan nilai untuk menunjukkan kongruensi budaya
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
KONGRUENSI BUDAYA ANTARA DIREKTUR RSISAA DENGAN SELURUH PEGAWAI Clan Culture (A) Adhocracy Culture (B) Market Culture (C) Hierarchy Culture (D)
Skor Budaya Direktur RSISAA saat ini 37,50 16,67 12,50 34,17
Skor Budaya Seluruh pegawai saat ini 29,05 23,05 23,13 24,60
Jarak Budaya saat ini antara Direktur RSISAA dengan seluruh pegawai -8,45 6,38 10,63 -9,57
Skor Budaya Direktur RSISAA yg diharapkan 43,33 12,50 10,00 34,17
Skor Budaya Seluruh Pegawai yg diharapkan 32,24 23,59 19,97 24,20
Tabel 6.13. Skor OCAI rata-rata dari direktur RSISAA dan seluruh pegawainya serta jarak budaya antar keduanya pada aspek budaya saat ini dan yang diharapkan Tampak adanya jarak budaya saat ini yang cukup signifikan dipersepsikan antara direktur RSISAA dengan seluruh pegawainya, Inkongruensi budaya saat ini paling nyata adalah budaya pasar dimana terdapat jarak budaya sebesar 10,63 poin. Tampaknya bagi seluruh pegawai penekanan budaya organisasi terasa kuat pada pencapaian target secara kompetitif dan agresif sebagai ciri budaya pasar daripada yang dipersepsikan oleh direktur RSISAA yang justru merasakan aspek budaya pasar sangat lemah. Pada budaya hierarki juga ada jarak budaya yang cukup besar antara seluruh pegawai dan direktur RSISAA sebesar 9,57 poin dimana direktur RSISAA mempersepsikan bahwa pengawasan, kontrol, kebijakan formal dan efisiensi kinerja sudah cukup kuat sebagai ciri budaya hierarki (besar skor budaya hierarki direktur saat ini sebesar 34,17 poin) sedangkan bagi seluruh pegawai justru merasakan budaya hierarki tidak sekuat itu (skor budaya saat ini seluruh pegawai besarnya hanya 24,6 poin). Pada budaya klan saat ini juga terdapat perbedaan cukup besar yaitu 8,45 poin antara direktur dan seluruh pegawai. Direktur RSISAA merasakan bahwa budaya klan yang bercirikan rasa kekeluargaan, keakraban, partisipasi dan kerja tim sudah mempunyai kekuatan budaya yang kuat sedangkan bagi seluruh pegawai budaya klan dirasakan masih lemah. Jarak budaya yang paling kecil adalah pada budaya adhokrasi saat ini dimana besarnya adalah 6,38 poin antara budaya direktur dan seluruh pegawai. Tampaknya bagi seluruh pegawai mereka mempersepsikan budaya adhokrasi Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Jarak Budaya yg diharapkan antara Direktur RSISAA dan Seluruh Pegawai -11,09 11,09 9,97 -9,97
yang bercirikan kebebasan gerak dan otonomi lebih kuat daripada yang dipersepsikan oleh direktur RSISAA. Inkongruensi budaya ini menandakan diperlukannya komunikasi yang lebih intensif antara direktur dan pegawainya sehingga dapat terjadi kesamaan persepsi yang lebih baik yang dapat menurunkan terjadinya konflik internal. Tampak dari budaya yang diharapkan justru terjadi perluasan jarak budaya antara direktur RSISAA dengan seluruh pegawainya. Hal ini patut diwaspadai karena jarak budaya yang terjadi cukup signifikan dan berpeluang menyebabkan konflik internal. Terjadi peningkatan jarak budaya terbesar pada budaya klan dan budaya adhokrasi yang diharapkan sebesar 11,09 poin. Pihak direktur RSISAA tampaknya menuntut peningkatan budaya klan yang sangat besar dimana fokus organisasi adalah pada penciptaan rasa kekeluargaan, kerja tim dan partisipasi sedangkan seluruh pegawai RSISAA juga menuntut peningkatan budaya klan tapi tidak sebesar yang diinginkan direktur RSISAA. Hal ini disebabkan fokus yang diharapkan seluruh pegawai yang menuntut kebebasan gerak dan otonomi sebagai bagian budaya adhokrasi lebih besar daripada yang diinginkan direktur. Hal ini bisa menjadi masukan bagi direktur RSISAA bahwa penekanannya pada kerja tim dan kebersamaan mungkin saja bertentangan secara nyata pada kecenderungan seluruh pegawai RSISAA agar lebih punya kebebasan gerak dan keunikan. Jarak budaya yang diharapkan juga cukup besar terjadi pada budaya pasar dan hierarki yang diharapkan (masing-masing sebesar 9,97 poin). Fokus pencapaian target yang agresif sebagai ciri budaya pasar justru lebih dituntut oleh seluruh pegawai (skor budaya pasar yang diharapkan seluruh pegawai 19,97 poin) jika dibandingkan dengan yang dituntut oleh direktur RSISAA (skor budaya pasar yang diharapkan direktur RSISAA sebesar 10 poin). Walaupun budaya pasar yang diharapkan sama-sama menempati posisi paling lemah di antara budaya yang diharapkan lainnya akan tetapi direktur RSISAA juga harus memperhatikan adanya jarak budaya ini sehingga tidak melupakan fokus pencapaian target RSISAA secara lebih nyata. Selain itu tampak juga tuntutan direktur RSISAA yang besar pada aspek monitoring, kebijakan formal dan kontrol efisiensi kerja dibandingkan yang dituntut oleh seluruh pegawai sebagai ciri budaya hierarki. Tampaknya pegawai menginginkan lebih besarnya kebebasan gerak dan
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
debirokrasi ketimbang yang diinginkan oleh direktur RSISAA. Hal ini juga perlu diantisipasi oleh direktur RSISAA.
Intervensi manajerial merujuk pada budaya organisasi islami Perbedaan terjadi pada hampir seluruh aspek budaya antara direktur RSISAA dengan seluruh pegawainya. Adanya inkongruens persepsi budaya saat ini yang cukup besar antar direktur dan seluruh pegawai mengindikasikan perlunya dibangun komunikasi yang lebih intensif antara direktur dan pegawainya. Hasil Survei OCAI ini bisa menjadi alat masukan untuk dilanjutkan dengan diskusi terbuka antara direktur dan pegawainya untuk mencari dimana tepatnya terjadi miskomunikasi. Contohnya, apa yang menyebabkan bagi direktur budaya klan yang bercirikan rasa kekeluargaan
dan kerja tim sudah kuat
sedangkan bagi pegawai justru masih lemah? Komunikasi yang intens itu termasuk nilai sesuai konsep budaya organisasi islami yang berhubungan dengan dimensi nilai dan perilaku antar individu yang meliputi : •
Ta’awun (kerja tim)
•
Komunikasi empatik (sensitif terhadap apa yang dirasakan anggota organisasi yang lain)
•
Musyawarah
•
Khusnudzon (berprasangka baik)
•
tidak hasad dan ghibah
Bisa jadi jarak budaya antara direktur dan pegawainya yang cukup signifikan ini akar masalahnya adalah perbedaan persepsi. Dengan bantuan hasil survei OCAI ini diharapkan sebagai titik awal komunikasi yang lebih baik antara direktur dan pegawainya yang bisa dilanjutkan dengan diskusi terbuka sehingga bisa diketahui akar masalahnya.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
BAB VII KESIMPULA DA SARA
7.1. Kesimpulan •
Budaya organisasi saat ini pada seluruh pegawai RSISAA didominasi oleh budaya klan yang menitikberatkan pada ciri kekeluargaan dan partisipatif dengan kekuatan budaya yang masih lemah. Kekuatan budaya yang lemah disebabkan karena baru beroperasinya RSISAA selama 1 tahun dan masih dibutuhkan konsolidasi internal. Akan tetapi hal ini juga mengindikasikan masih adanya peluang merubah budaya organisasi menuju yang diinginkan rumah sakit karena budaya organisasi masih belum terlalu kuat.
•
Adanya tuntutan seluruh pegawai menuju budaya klan yang lebih kuat dapat mendayagunakan nilai sesuai konsep budaya organisasi islami yang dikembangkan Alamsyah (2002) dimana yang diprioritaskan dapat menunjang budaya klan adalah : Dimensi nilai dan perilaku individu : Ikhlas, Jujur, Menuntut ilmu dan sabar Dimensi nilai dan perilaku antar individu : Ta’awun (kerja tim),
Komunikasi
empatik,
Musyawarah,
Khusnudzon
(berprasangka baik), tidak hasad dan ghibah Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan : Qudwah hasanah (memberi teladan), shidq (benar dalam segala hal), Al Udwiyah (Interaksi dengan bawahan), Tabligh (komunikator) dan menumbuhkan iklim ats Tsiqoh (kepercayaan yang memberikan rasa puas bagi yang dipimpin). Tanpa pengabaian pada tipe budaya yang lain, hanya saja nilai ini yang paling besar korelasinya pada efektivitas organisasi •
Strategi yang dicanangkan RSISAA lebih menitikberatkan budaya pasar dimana justru budaya pasar paling lemah korelasinya pada efektivitas organisasi, seharusnya sebagai pilihan strategi dipilih dulu yang sesuai tuntutan pegawai yaitu dominansi budaya klan dimana nilai budaya
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
organisasi islami yang berkorelasi positif dengan strategi yang tepat adalah: Dimensi nilai dan perilaku individu : Ikhlas, Jujur, Menuntut ilmu dan sabar kesemua nilai ini berfokus pada pengembangan SDM Dimensi nilai dan perilaku kepemimpinan : Qudwah hasanah (memberi teladan), shidq (benar dalam segala
hal),
bawahan),
Al
Udwiyah
Tabligh
(Interaksi
(komunikator)
dengan dan
menumbuhkan iklim ats Tsiqoh (kepercayaan yang memberikan rasa puas bagi yang dipimpin) kesemua nilai ini berfokus pada peningkatan kepercayaan, keterbukaan dan partisipasi •
Terdapat kongruensi budaya yang baik antar kriteria budaya organisasi. Pada budaya seluruh pegawai RSISAA saat ini, kongruensi budaya cukup baik untuk 5 kriteria budaya dimana sama-sama didominasi budaya klan dengan kekuatan budaya lemah sampai cukup kuat. Pengecualian terjadi pada kriteria perekat organisasi dimana budaya saat ini didominasi budaya hierarki dengan kekuatan budaya lemah. Budaya yang diharapkan juga menunjukkan kongruensi yang baik untuk seluruh kriteria budaya organisasi. Pada budaya yang diharapkan terjadi kongruensi budaya yang lebih baik pada seluruh kriteria budaya yang sama-sama didominasi budaya klan dengan kekuatan budaya cukup kuat sampai kuat.
•
Budaya tenaga medis saat ini juga didominasi oleh budaya klan dengan kekuatan budaya yang lemah. Budaya adhokrasi yang bercirikan independensi juga cukup tinggi mewarnai budaya tenaga medis saat ini sebagai ciri khusus tenaga medis.
•
Pada budaya saat ini tenaga manajerial didapatkan dominasi budaya klan dengan kekuatan budaya yang cukup kuat. Budaya hierarki juga dirasakan cukup tinggi mempengaruhi budaya tenaga manajerial yang berfokus pada pengawasan, efisiensi dan kebijakan formal sebagai ciri tenaga manajerial sebagai pengawas dan pengendali kinerja pegawai RSISAA.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
•
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara budaya saat ini dan yang diharapkan tenaga manajerial yang mengindikasikan perlunya intervensi manajerial segera. Terdapat tendensi budaya pasar yang diharapkan menjadi tipe budaya terlemah yang berarti tenaga manajerial lemah dalam berfokus pada pencapaian target yang agresif. Tampak tenaga manajerial menginginkan budaya yang diharapkan didominasi budaya klan dengan kekuatan budaya yang kuat.
•
Terdapat kongruensi budaya yang baik antara tenaga medis dan tenaga manajerial baik dari sisi budaya saat ini maupun budaya yang diharapkan dimana hal ini berimplikasi pada kemungkinan konflik internal yang lebih kecil antara keduanya. Adanya tendensi peningkatan jarak budaya antara tenaga medis dan manajerial pada tipe budaya adhokrasi dan hierarki dapat diantisipasi dengan menguatkan nilai dan perilaku sesuai konsep budaya organisasi islami yang mendukung penguatan budaya klan untuk memperkuat konsensus antara tenaga medis dan manajerial. Selain itu perlu diadakan pengarahan khusus melalui training SDM atau pengajian islami tentang nilai budaya organisasi islami yang mendukung budaya adhokrasi untuk tenaga manajerial dan yang mendukung budaya hierarki untuk tenaga medis. Diharapkan akan terjadi penurunan jarak budaya dan konflik internal dapat diantisipasi
•
Budaya saat ini dari direktur RSISAA menunjukkan bahwa direktur RSISAA mempersepsikan adanya dominasi budaya klan dengan kekuatan budaya yang kuat. Tidak tampak perbedaan yang signifikan antara persepsi budaya saat ini dan yang diharapkan oleh direktur RSISAA. Direktur RSISAA lebih memprioritaskan pembenahan internal dahulu sebelum berfokus pada pencapaian target yang agresif.
•
Adanya jarak budaya yang signifikan antara direktur RSISAA dan seluruh pegawainya menunjukkan adanya ingkongruensi persepsi budaya. Pada budaya saat ini jarak budaya terbesar pada budaya pasar dimana bagi seluruh pegawai penekanan budaya masih kuat pada pencapaian target sedangkan bagi direktur justru merasakan aspek budaya pasar ini masih lemah. Inkongruensi persepsi budaya ini menandakan diperlukannya
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
komunikasi yang
lebih intensif antara direktur dan pegawainya agar
tercipta kesamaan persepsi yang lebih baik dan mengecilkan kemungkinan terjadinya konflik internal dengan mendayagunakan nilai budaya organisasi islami yang mendukung berupa : Ta’awun (kerja tim) Komunikasi empatik (sensitif terhadap apa yang dirasakan anggota organisasi yang lain) Musyawarah Khusnudzon (berprasangka baik) tidak hasad dan ghibah 7.2. Saran •
Lebih baik diprioritaskan penguatan budaya klan yang berfokus pada rasa kekeluargaan, kekompakan kerja tim dan partisipasi dari RSISAA karena sesuai yang diharapkan semua pihak dari tingkat direktur sampai dengan seluruh pegawai di RSISAA dan lebih mendorong pada konsolidasi internal dengan mendayagunakan nilai budaya organisasi islami yang mendukung penguatan budaya klan.
•
Studi analisa budaya ini menjadi masukan untuk penyusunan visi, misi dan nilai-nilai organisasi RSISAA sesuai budaya organisasi islami dengan urutan prioritasnya
•
Membangun komunikasi yang lebih baik dan intensif utamanya antara direktur
RSISAA
dengan
seluruh
pegawainya
karena
besarnya
ingkongruensi budaya yang ditemukan dan berpeluang memunculkan konflik internal. Untuk menjalin komunikasi ini maka hasil studi analisa budaya ini dapat memberikan masukan yang penting. •
Mendayagunakan nilai-nilai Islam karena RSISAA sendiri menyatakan dirinya sebagai rumah sakit Islam yang dapat menguatkan budaya organisasi di RSISAA.
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
DAFTAR PUSTAKA
Agung, A.M, Lilik. Dari Budaya Perusahaan ke Budaya Kerja, dalam buku Corporate Culture, Chalenge to Excellence, editor Moeljono D. Elex Media Komputindo, 2007
Alamsyah A. Pengembangan Konsep dan Instrumen Budaya Organisasi Islami Untuk Rumah Sakit bernafaskan Islam, Tesis KARS UI. Depok, 2002
Andersen, Arthur. Penelitian Budaya Organisasi RS Ongkomulyo, Jakarta 1997
Armia, Chairuman. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi : Dimensi Budaya Hofstede. JAAI Vol 6 No.1, Juni 2002
Atmosoeprapto, Kisdarto. Produktivitas Aktualisasi Budaya Perusahaan. Jakarta: Gramedia, 2000
Anonim. Organizational Culture Assessment Instrument Public Administration. OCAI Online, Mei 31, 2010
Boyne G, Martin S dan Walker R. Explicit Reforms, Implicit Theories And Public Service Improvement : The Case of Best Value. Local & Regional Government Research Unit Discussion Paper No 4. 12 Februari 2004
Claudia, Barbul & Liviu, Gavrilescu. Assessment of the Organizational Culture of the County Emergency Hospital “Dr Constantin Opris” Bai Mare, 2008
Cameron, Kim. A Process for Changing Organizational Culture. Michigan : University of Michigan Business School, 2004
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
Denison. D.R. Corporate Culture and organizational effectiveness. New York : Wiley Publishing, 1990
Evans, Amanda. Social Work Values and Hospital Cultue : An Examination from a Competing Values Framework. Orlando, Florida : University of South Florida, 2005
Kotter JP, Heskett JL. Corporate Culture and Performance, Dampak Budaya Perusahaan Terhadap Kinerja. PT Prehalindo simon & Schuster (Asia) Pte.Ltd. The Free Press. 1997
Rusnianah, Farida & Haksama, Setya. Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Tingkat Hunian Rawat Inap. Malang, 2004
Robbins, Stephen. Perilaku Organisasi, Prentice Hall, edisi kesepuluh, 2006
Vogds, Jean C. Perceptions of Organizational Values and Culture at various Levels of an Organization. University of Winsconsin-Stout, Juli 2001
Waridin, Masrukhin. Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Pegawai. Ekobis, Vol 7, No 2, 2006
Rondeau KV, Wagar T.H. Hospital Chief Executive officer perceptions of organizational culture and performance. Hospital topics, 1998
Hofstede G, Neuijen B. Measuring organizational cultures : A Qualitative and quantitative study across twenty cases. Administrative Science Quarterly. 1990
Ndraha. T. Budaya Organisasi. Jakarta : Rineka Cipta, 2003
Mossop, C. Values Assessment : Key to managing careers. CMA, 1994
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011
McMurray,
AJ.
The
relationship
between
organizational
climate
and
organizational culture. Journal of American Academy of Business., 2003 Ashforth B.E. Role Transitions in organizational life : An identitiy-based perspective. Lawrence Erlbaum& Associates, 2001
Maslow AH. Motivation and personality (2nd ed). New York : Harper & Brothers, 1970
McGregor DM. The Human side of Enterprise. New Yotk : McGraw-Hill, 1960
Tasmara T. Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence) : Membentuk Kepribadian yang Bertanggung Jawab, Profesional dan Berakhlaq. Jakarta : Gema Insani Press, 2001
Universitas Indonesia
Budaya organisasi..., Sammy Fattah Hidayat, FKM UI, 2011