Pemkot Minta Eks Pekerja Aquila Buat Tuntutan Resmi Ditulis oleh Administrator
Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Edi Siswadi meminta eks karyawan Hotel Grand Aquila Bandung yang kena PHK sepihak membuat surat resmi ke Pemkot Bandung. Hal itu terkait tuntutan mereka yang meminta Pemkot Bandung mencabut Surat Izin Usaha dan Perdagangan (SIUP) Hotel Grand Aquila.
Hal itu dikemukakan Edi di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Senin (7/2/2011). Edi menerima aspirasi sekitar 50 perwakilan eks pekerja Hotel Grand Aquila.
Dalam pertemuan tersebut, ada dua kubu yang mengajukan tuntutan, masing-masing diwakili Sangkot dan Sopandi. Kubu Sangkot meminta dibayarkannya upah sebagian karyawan mulai Oktober 2008 hingga Agustus 2010 dengan total Rp 2,1 miliar. Sementara kubu Sopandi meminta pemkot mencabut SIUP Hotel Grand Aquila.
"Tuntutan harus disampaikan secara tertulis. Sampai sekarang kita belum menerima itu, mana coba," ujar Edi kepada wartawan seusai pertemuan.
Menurut Edi, Pemkot enggan disebut tidak merespon keinginan eks pekerja. Sebab, tambah dia, hingga hari ini sama sekali tidak pernah ada surat resmi ke pemkot terkait permintaan mereka. Tidak bisa dikatakan, kita tidak merespon. Ya surat permohonannya juga tidak ada, tegasnya.
1/3
Pemkot Minta Eks Pekerja Aquila Buat Tuntutan Resmi Ditulis oleh Administrator
Edi pun meminta eks pekerja segera menyampaikan surat permohonan atau tuntutannya. Selain itu, dia juga meminta nota dari DPRD, khususnya Komisi A, terkait permintaan pencabutan SIUP.
"Supaya semua bisa paham bagaimana proses dan prosedur. Kita semua harus memenuhi kaidah, ketentuan, prosedur, dan birokrasi yang ada di kita," jelas Edi.
Edi pun menyatakan tidak ingin menambah masalah baru jika mengabulkan tuntutan salah satu kubu eks pekerja Hotel Grand Aquila Bandung. Mereka ingin Pemkot Bandung mencabut Surat Izin Usaha dan Perdagangan (SIUP) Hotel Grand Aquila.
Menurutnya, perselisihan antara pekerja dan pengusaha, tidak serta merta harus dikaitkan dengan perizinan. Sebab, masing-masing aturannya berlainan. "Kita juga tidak ingin diadukan ketika menahan izin (SIUP - red) tanpa mendasar," terang Edi.
Saat ditanyakankan ke Sopandi, pihaknya mengaku belum mengajukan surat resmi ke Pemkot Bandung. Alasanya, ia mengacu pada statement Wali Kota Bandung Dada Rosada dalam sebuah pertemuan Sarasehan SP/SB se-Bandung Raya pada 26 Desember 2010 di GOR Pajajaran Bandung.
"Dalam pertemuan itu, Wali Kota Bandung menyatakan tidak akan mengeluarkan izin bagi Grand Aquila selama permasalahan dengan kami belum selesai," terangnya.
Sementara saat disinggung surat permintaan resmi ke pemkot untuk tuntutan pencabutan SIUP, Sopandi menyatakan bakal menyampaikan secepatnya. "Besok kami akan ajukan suratnya. Termasuk meminta nota dari Komisi A DPRD Kota Bandung," katanya.
Lebih lanjut Sopandi mengatakan "Jangan sampai menyelesaikan masalah dengan masalah baru. Yang sudah di-PHK, nanti yang (saat ini) bekerja PHK lagi kalau hotelnya tutup," ujar Edi saat ditemui seusai pertemuan dengan eks pekerja Hotel Grand Aquila Bandung, di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukencana, Senin (7/2/2011).
2/3
Pemkot Minta Eks Pekerja Aquila Buat Tuntutan Resmi Ditulis oleh Administrator
Sementara Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Bandung Hibarni Hibarni Andam Dewi mengatakan di Hotel Grand Aquila jumlah pekerjanya ratusan orang. "Di sana ada sekitar 250 karyawan," ungkap Hibarni.
Dengan demikian, kata Hibarni, jika hotel itu dicabut izinnya kemudian ditutup, maka pekerja tersebut pun akan kehilangan pekerjaan.
Saat disinggung hal itu, Sopandi, perwakilan eks pekerja yang menginginkan pencabutan SIUP, menanggapinya dengan santai. "Kita nuntut SIUP dibekukan sebagai tekanan saja. Pilih (hotel) ditutup atau selesaikan persoalan ini," katanya.
Selain itu, pihaknya menyampaikan kepada Pemkot Bandung agar 34 dari 137 eks karyawan yang terkena PHK, dipekerjakan kembali di hotel tersebut. "Daripada hotel ditutup, lebih baik pekerjakan kami di tempat semula," pinta Sopandi.
Berbeda dengan kubu Sopandi, kubu eks pekerja lainnya yakni Sangkot, justru tidak meminta dipekerjakan lagi. Mereka hanya menuntut dibayarkannya upah bagi sebagian eks karyawan yang sepaham sejak Oktober 2008 hingga Agustus 2010 dengan total Rp 2,1 miliar.
"Kita melihatnya tidak mungkin dipekerjakan lagi. Makanya kita meminta dibayarkannya upah plus kompensasi lainnya," jelas Sangkot.
(Sumber: detikbandung)
3/3