TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN (THR) BAGI PEKERJA YANG DI PHK OLEH PENGUSAHA Oleh : Luh Putu Ari Tiarna Dewi I Made Dedy Priyanto Yohanes Usfunan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT The title of this paper is Holiday Allowance for Workers who were Termination of Employment by Employers. The background is related between relationship employers and workers according to working agreement about fulfillment rights and obligations as salary. There are two kinds of salary; salary and non-salary. The salary consist of basic salary, constant subsidy and non-constant subsidy, and the non-salary consist of facility, a bonus and holiday allowance. The active workers will get Holiday Allowance plus salary, how about the workers that have been termination? Based of these question, this paper wrote for some unions worker to knowing about acceptance holiday allowance after termination so that it can cope the offense by employers. The methods is normative legal research which is an approach by reviewing legal regulation available. Conclusion is under article 7 verse (1) Regulation of The Minister of Employment of the Republic of Indonesia Number 6 Year 2016 about holiday allowance for worker at company, that the workers who are termination of employment as from 30 (thirty) days before the religious holiday, eligible for holiday allowance. Key words : Salary, Holiday Allownance , Termination of Employment ABSTRAK Tulisan ini berjudul Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THR) Bagi Pekerja Yang Di PHK Oleh Pengusaha. Adapun yang melatarbelakangi tulisan ini adalah terkait dengan hubungan pengusaha dengan pekerja/buruh atas perjanjian kerja dalam pemenuhan hak dan kewajiban yakni upah. Upah dibagi dalam dua kelompok, yaitu upah dan pendapatan non-upah. Komponen upah meliputi upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap. Adapun komponen pendapatan non-upah terdiri atas komponen fasilitas, bonus, dan Tunjangan Hari Raya. Para pekerja/buruh yang masih aktif bekerja di perusahaan akan menerima tunjangan hari raya ditambah dengan gaji pokok, bagaimana dengan pekerja yang telah di PHK? Berdasarkan hal tersebut tulisan ini bertujuan agar beberapa serikat pekerja mengetahui terkait penerimaan tunjangan hari raya setelah di PHK sehingga dapat menanggulangi pelanggaran yang dilakukan oleh pengusaha. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yaitu pendekatan dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kesimpulan dari tulisan ini adalah Pekerja/Buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas tunjangan hari raya Keagamaan berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. Kata kunci : Upah, Tunjangan Hari Raya (THR), Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
1
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Di dalam dunia kerja terdapat awal suatu hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh, pastilah ada akhir dari suatu hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh. Berakhirnya suatu hubungan antara pengusaha dan pekerja/buruh berakibat suatu perjanjian kerja yang telah disepakati akan berakhir yang artinya tidak akan ada lagi adanya suatu keterikatan dalam pemenuhan hak dan kewajiban kedua belah pihak setelah hubungan kerja itu berakhir. Adapun salah satu hak dan kewajiban kedua belah pihak dalam pemberian dan penerimaan upah. Menurut pasal 1 ayat 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Salah satunya ialah tunjangan hari raya. Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang selanjutnya disebut THR Keagamaan adalah pendapatan non upah yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan. Dalam hal pemberian Hak Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja/buruh dalam suatu perusahaan, apakah akan tetap diberikan kepada pekerja/buruh yang di PHK ? 1.2 Tujuan Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menambah wawasan atau pengetahuan dalam hal pemberian hak tunjangan hari raya keagamaan (THR) terhadap pekerja yang di PHK, sehingga dapat menanggulangi pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan atau pemberi kerja yang tidak memberikan hak bagi para pekerjanya. II. ISI MAKALAH 2.1. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif, karena penulisan ini mengkaji hanya terhadap peraturan perundang-undangan
2
yang tertulis. Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah bahan hukum berupa hukum primer yaitu undang-undang dan bahan hukum berupa buku-buku hukum. Jenis pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan perundang-undangan (The Statute Approach). 1 Analisis terhadap bahanbahan hukum tersebut dilakukan dengan cara deskriptif, analisis serta argumentatif. 2.2. Hasil Dan Pembahasan 2.2.1. Tunjangan Hari Raya Keagamaan (THR) Bagi Pekerja Yang Di PHK Oleh Pengusaha Menurut pasal 1 ayat 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan. “Berdasarkan Surat Edaran Menaker No. SE-07/Men/1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Upah. Upah dibagi dalam dua kelompok, yaitu upah dan pendapatan nonupah. Komponen upah meliputi upah pokok, tunjangan tetap, dan tunjangan tidak tetap. Adapun komponen pendapatan non-upah terdiri atas komponen fasilitas, bonus, dan Tunjangan Hari Raya”.2 Tunjangan Hari Raya atau sering disebut THR merupakan kewajiban seorang pengusaha untuk membayarkannya kepada pekerja/buruh menjelang hari raya keagamaan. Berdasarkan Pasal 1 butir (d) Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor Per.04/Men/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan (THR) disebutkan bahwa pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang hari raya keagamaan dimana pemberian THR bisa dalam bentuk uang ataupun dalam bentuk lainnya. Hari raya keagamaan sesuai dengan Pasal 1 butir (e) PER.04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) adalah : Hari Raya Idul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam. Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katholik dan Protestan. Hari Raya Nyepi bagi pekerja beragama Hindu.
1
Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, hlm. 97. Asri Wijayanti, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cet. II, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 172. 2
3
Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Buddha.3
Pengusaha atau pemberi kerja wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja selama 1 bulan secara terus menerus. THR Keagamaan diberikan kepada Pekerja/Buruh yang mempunyai hubungan kerja dengan Pengusaha berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Akan tetapi, bagaimana jika putusnya hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha dan jika itu terjadi maka pekerja/buruh berhak atas THR selama masih dalam tenggang waktu yang telah ditentukan di dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yakni 30 (tiga puluh) hari. Sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang berbunyi “Pekerja/Buruh yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu dan mengalami pemutusan hubungan kerja terhitung sejak 30 (tiga puluh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan, berhak atas THR Keagamaan”. Hal ini menunjukkan bahwa acuan hak atas THR Keagamaan bagi pekerja/buruh yang di PHK itu dilihat dari kapan pemutusan hubungan kerja itu terjadi, yakni setidaknya 30 hari sebelum hari raya keagamaan, bukan dilihat dari kapan pengajuan surat permohonan pengunduran diri sehingga seorang pekerja/buruh tersebut dapat mempunyai hak atas tunjangan hari raya keagamaan. III. KESIMPULAN Pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja berhak atas THR Keagamaan jika mengalami pemutusan hubungan kerja yang terhitung sejak waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan. Yang artinya, jika hubungan kerjanya berakhir masih dalam jangka waktu 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka pekerja/buruh yang bersangkutan tetap berhak atas THR Keagamaan (secara normatif). Namun 3
Rukiyah L dan Darda Syahrizal, 2013, Undang-Undang Ketenagakerjaan Dan Aplikasinya, Cet. I, Dunia Cerdas, Jakarta, hlm. 221.
4
sebaliknya jika pemutusan hubungan kerja terjadi lebih lama dari 30 hari kalender, maka hak atas THR yang dimaksud gugur. Hal tersebut berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Buku : Asri Wijayanti, 2010, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cet. II, Sinar Grafika, Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta. Rukiyah L dan Darda Syahrizal, 2013, Undang-Undang Ketenagakerjaan Dan Aplikasinya, Cet. I, Dunia Cerdas, Jakarta. Undang-Undang : Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan. Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
5