Tuhan Orang Kristen dan Muslim: Apanya yang Tidak Sama? Saat kita menelusuri tema keselamatan dari PL dan PB, Anda juga telah dikejutkan karena mengetahui beberapa Muslim mengakui bahwa nama Yesus dipilih oleh TUHAN secara bijaksana – dan namaNya mempunyai arti „YAHWEH adalah keselamatan‟. Dan bukan hanya itu, makna nama tersebut tercermin dalam kepribadian Kristus dan pencapaianNya!
Roland Clarke Satu generasi yang lalu, banyak masyarakat di negara Barat (termasuk juga orang-orang Kristen) berasumsi bahwa pengikut kepercayaan lain juga menyembah Tuhan yang disembah orang Kristen. Asumsi ini muncul karena melihat banyaknya agama yang ada di muka bumi. Namun, zaman sekarang, orang-orang Kristen justru mendengar pernyataan ini langsung dari mulut tetangga atau teman sekerja Muslim mereka – yang baru saja bermigrasi ke negara Barat dalam jumlah besar dan sekarang merupakan kelompok non-Kristen terbesar. Sudah bukan hal yang aneh lagi bila mendengar seorang teman Muslim yang ramah berkata kepada tetangga Kristennya, “Anda tidak terlalu berbeda dari kami…kami menyembah Tuhan yang sama dengan Tuhan Anda.” Di era yang didominasi oleh pluralisme religius dan toleransi terhadap kebudayaan bangsa lain, orang-orang Kristen semakin dibingungkan oleh pertanyaan, Apakah Muslim menyembah Tuhan yang sama dengan Tuhan orang Kristen? Jika seseorang hanya berfokus pada kesamaan tertentu, mungkin akan mudah untuk menyetujuinya, terutama jika Anda menganggap bahwa Muslim percaya – sebagaimana orang Kristen – pada Tuhan yang Esa, Sang pencipta alam semesta. Bukan itu saja. “Tuhan”, dalam Alkitab berbahasa Arab diterjemahkan sebagai “Allah” – kata yang sama yang digunakan oleh Muslim. Jadi pertanyaan mengenai apakah orang Kristen dan Muslim menyembah Tuhan yang sama akan terus dikumandangkan, dan semakin sering terdengar, seiring dengan pertambahan masyarakat Muslim, bukan saja di negara-negara Barat, tapi di seluruh dunia.
Ijinkan saya untuk mengklarifikasi bahwa tujuan kami bukan untuk memperdebatkan antara penggunaan kata Tuhan atau Allah, seakan-akan kita harus menggunakan terjemahan baru bagi Alkitab berbahasa Arab. Tujuan kami hanyalah ingin mendiskusikan kualitas karakter inti dari TUHAN. Sebab sekalipun „Ke-Esa-an‟ merupakan atribut utama dari Tuhan, tetapi bukankah ada karakter kunci lain yang membedakan karakter TUHAN dari dewa-dewa yang lain – ciriciri yang membuktikan bahwa DIA lebih besar? Inilah pertanyaan-pertanyaan yang ingin kami bahas. Sekarang, setelah kita memahami pertanyaan tersebut dengan jelas, pembaca tentunya ingin tahu, “Bagaimana saya, sebagai seorang Kristen, menanggapi tetangga saya?” Haruskah saya langsung mengungkapkan aspek-aspek Islam yang salah? Haruskah saya memulai dengan menunjukkan perbedaan mencolok antara kedua iman kepercayaan? Sebagai contoh, Qur‟an – dengan tegas – menolak Tuhan sebagai Bapa. Muslim dengan tegas menolak Tuhan Yesus sebagai Anak Allah dan mereka dengan tegas pula tidak mengakui kematian Yesus di kayu salib dan kebangkitanNya – yang merupakan makna inti dari Injil. Bisa jadi kita akan memancing pertengkaran jika kita memulai pembicaraan dengan topik-topik seperti itu. Sebagai alternatif lain adalah dengan memulai pembicaraan tentang kepercayaan umum, seperti ke-Esa-an TUHAN. Ini akan menjadi pendekatan yang lebih bijaksana. Bukan saja topik ini konsisten dengan contoh mengenai kasih yang kita lihat dalam kehidupan Yesus (terutama dengan orang-orang biasa), topik ini juga sejalan dengan pengajaran para rasul. (Yohanes 4; 1 Korintus 9:19-22; 1 Petrus 3:15-16; 2 Timotius 2:22-26) Jika tujuan kita adalah bicara tentang kebenaran dengan kasih – sebagaimana diinstruksikan Alkitab – sudah semestinyalah kita menggunakan pendekatan yang lembut. Kita dapat dengan ramah menanggapi komentar teman Muslim kita menyangkut Muslim dan orang Kristen menyembah Tuhan yang sama. Boleh dikatakan kita membebaskan mereka dari segala prasangka. Dapat dipastikan bahwa teman kita akan menemukan – lewat pembahasan yang lebih mendalam – bahwa bukti-bukti akan menunjuk ke arah jawaban yang berbeda. Kita dapat berkata, “Saya percaya kepada TUHAN yang Esa, sebagaimana tertulis dalam perintah yang pertama, „Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu‟ ” (Keluaran 20:3). Dengan mengambil pendekatan ini kita dapat menenangkan teman Muslim kita karena kepercayaan ini adalah landasan bagi imannya. Bahkan, sebagian besar Muslim menyadari bahwa perintah ini adalah perintah pertama (dari 10 perintah) yang Allah nyatakan lewat nabi Musa. Adalah penting untuk tidak hanya memberitahu teman kita versi pendek dari perintah ini. Kita harus bacakan keseluruhan pernyataan seperti yang tercatat dalam Keluaran 20:2-3, “Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan. Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu.” Cerita dalam kitab Keluaran, sebagaimana yang diceritakan dalam Quran – dalam sejumlah hal bersesuaian dengan cerita Alkitab – walaupun versi Islam telah menghilangkan cerita tentang tulah ke-10 dan anak domba Paskah. Pada kenyataannya, Muslim tahu benar akan garis besar cerita penyelamatan ini, termasuk klimaks penyelamatan saat Tuhan membelah Laut Merah. Oleh karenanya, Muslim cenderung setuju dengan perintah pertama yang tertulis di Keluaran 20:2-3.
Kelihatannya – di permukaan – umat Islam mengenal Allah yang menggunakan kuasa penyelamatan yang dahsyat demi umat Israel yang tak berdaya menghadapi tentara Mesir yang luar biasa jumlahnya! Sayangnya, bagi sebagian besar Muslim, aksi penyelamatan yang sangat mengagumkan ini tidak mereka hargai. Benar, mereka setuju bahwa Allah „berkuasa untuk menyelamatkan‟, tetapi mereka mengabaikan arti sesungguhnya karena mereka tidak memasukkan nama Juruselamat ke dalam daftar 99 nama Allah mereka yang terkemuka (tidak disebutkan juga dengan istilah lain yang artinya mendekati, seperti Sang Penebus atau Sang Pembebas). Sebaliknya, Alkitab berulang-ulang menekankan kuasa penyelamatan Tuhan, untuk menunjukkan bagaimana kuasa tersebut berfungsi sebagai standar kriteria yang membedakan TUHAN yang sesungguhnya dengan dewa-dewa yang lain. Hal ini jelas terlihat dari laporan Musa kepada Yitro, mertuanya, seorang pendeta Midian. Inilah yang dilaporkan Musa kepadanya,
Segala yang dilakukan TUHAN kepada Firaun dan kepada orang Mesir karena Israel. Dia juga menceritakan tentang semua kesusahan yang mereka alami di jalan dan bagaimana TUHAN menyelamatkan umatNya dari segala kesulitan. Yitro bersukacita ketika ia mendengar tentang semua kebaikan yang dilakukan TUHAN bagi orang Israel saat Ia menyelamatkan mereka dari tangan orang Mesir. Yitro berkata, “Terpujilah TUHAN, yang telah menyelamatkan kamu dari tangan orang Mesir dan dari tangan Firaun…Sekarang aku tahu bahwa TUHAN lebih besar dari segala allah.” (Keluaran 18:8-11, penekanan oleh penerjemah)
Apa tanggapan Muslim saat mereka mendengar cerita yang luar biasa ini? Mereka percaya bahwa Tuhannya Musa lebih besar dari tuhan yang lain. Logikanya cukup sederhana dan langsung. Tetapi kita tidak boleh menganggap bahwa satu cerita ini saja sudah cukup. Kebenaran bahwa TUHAN „berkuasa untuk menyelamatkan‟ perlu dipertegas dengan membacakan kisahkisah para nabi lainnya. Salah satu contoh yang bagus adalah nabi Hosea yang datang ratusan tahun setelah Musa. Orangorang Israel sangat pelupa sehingga para nabi harus selalu mengingatkan mereka agar hanya menyembah TUHAN saja. Kita membaca di Hosea 13:4, “Tetapi aku adalah TUHAN, Allahmu sejak di tanah Mesir, engkau tidak mengenal allah kecuali Aku, dan tidak ada juruselamat selain dari Aku.” (huruf tebal ditambahkan untuk penekanan) Sebagian besar Muslim setuju bahwa Hosea 13:4 menggemakan perintah (hukum) yang pertama, tetapi bagian akhir yang menyatakan “tidak ada juruselamat selain dari Aku” terdengar asing di telinga mereka. Ada beberapa Muslim yang tidak mengakui sebutan ini valid bagi zaman sekarang, dan sebagian lagi menolak keras penggunaan sebutan juruselamat tersebut. Seorang Kristen yang paham akan hal ini akan bersikap toleran dan sabar. Karena dia memahami hikmat untuk berangsur-angsur “menyingkap firman-firman-Mu [sehingga memberi penerangan dan] pengertian pada orang-orang sederhana.” (Mazmur 119:130, lihat juga 2 Timotius 2:24-26)
Ruang tidak mengijinkan kita untuk menjelaskan mengapa Muslim memberikan respon berbeda terhadap sebutan ilahi Sang Juruselamat (bahkan menunjukkan sikap yang menentang). Namun demikian, menarik sekali karena reaksi ini mengingatkan kita akan pertanyaan yang memicu pembahasan ini: “Apakah Muslim dan Kristiani menyembah Tuhan yang sama?” Tentu saja ada beberapa Muslim yang mengantisipasi kemana arah topik ini dan akan mengambil kesimpulan terlalu cepat. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan memutuskan lebih dulu jawaban atas pertanyaan tersebut. Namun, marilah kita berasumsi bahwa ini menunjukkan bahwa teman Muslim yang kita ajak bicara ini masih terus memberikan lampu hijau pada kita. Dialog diteruskan dalam suasana kedua pihak menunjukkan sikap saling menghormati dan bersedia menerima pengajaran. Yunus adalah seorang nabi yang dikenal umat Islam sebagai orang yang diselamatkan Tuhan dari pengalaman mendekati kematian. Seiring dengan berjalannya cerita, para nelayan menjadi orang-orang pertama yang selamat dari ancaman tenggelam. Anda ingat bagaimana mereka berdoa mati-matian pada berhala-berhala mereka sementara badai mengamuk di sekeliling mereka. Tetapi berhala mereka tidak mampu menyelamatkan mereka. Namun, akhirnya mereka melakukan instruksi Yunus dan laut yang mengamuk tiba-tiba reda. Nyawa mereka diselamatkan, “mereka terpesona oleh kuasa TUHAN yang besar dan mereka mempersembahkan korban sembelihan bagi TUHAN dan bernazar akan melayani Dia.” (Yunus 1:16) Yunus nyaris tidak selamat dari amukan badai, dan kemudian dia mengalami kejadian yang sangat dekat dengan kematian – ditelan oleh seekor monster laut raksasa. Namun, secara ajaib ia diselamatkan oleh Tuhan. Dari dalam perut ikan tersebut, Yunus berdoa, “Namun Engkau, Ya TUHAN Allahku, menarikku dari liang kubur! … Mereka yang menyembah berhala kesia-siaan meninggalkan Dia yang mengasihi mereka dengan setia. Tetapi aku akan mempersembahkan korban bagiMu dengan pujian-pujian … Karena keselamatanku berasal dari TUHAN.” (Yunus 2:6-9) Ada sebuah kisah yang tidak pernah diceritakan dalam Quran tetapi merupakan bacaan yang menarik bagi Muslim – kisah Sadrakh, Mesakh, dan Abednego. Mereka melawan perintah raja, yakni perintah untuk menyembah berhala. Setiap Muslim pasti setuju bahwa ini merupakan tindakan yang berani dan mulia. Mereka menghadapi ancaman hukuman dari raja Nebukadnezar karena melawan perintahnya. Hukuman mati berupa dicampakkan ke dalam perapian yang menyala-nyala. Mereka bersedia mati daripada harus menyangkali TUHAN – suatu tindakan yang sangat mengagumkan dan heroik (teristimewa dalam pandangan Muslim). TUHAN menyelamatkan mereka secara ajaib sehingga membuat kagum Nebukadnezar, dan ia memerintahkan semua orang dalam kerajaannya, “Aku mengeluarkan perintah,‟bahwa setiap orang dari bangsa, suku bangsa atau bahasa manapun ia, yang mengucapkan penghinaan terhadap Allahnya Sadrakh, Mesakh dan Abednego, akan dipenggal-penggal… Tidak ada allah lain yang dapat menyelamatkan seperti ini.” (Daniel 3:29) Kesemua kisah ini memperlihatkan bahwa TUHAN „berkuasa untuk menyelamatkan‟. Bukan hanya itu, di dalam tiap kisah, para penyembah berhala dihadapkan pada TUHAN yang sesungguhnya, TUHAN yang patut disembah. Masing-masing cerita memperkuat apa yang kita
pelajari dari Yitro – bahwa kuasa penyelamatan TUHAN mencirikan Dia sebagai TUHAN yang benar-benar unik (dan lebih besar) dibandingkan dewa-dewa berhala lainnya. Sembari membahas kisah-kisah ini dengan teman-teman kita, kita harus banyak berdoa agar Roh TUHAN membangkitkan rasa lapar yang mendalam di dalam diri mereka agar mereka tertarik untuk membaca Alkitab. Sekarang marilah kita refleksikan sekali lagi cerita Keluaran. Namun, kali ini kita akan memberikan perhatian khusus pada implikasinya terhadap seluruh dunia. Perhatikan bagaimana TUHAN berkata pada Firaun, “akan tetapi inilah sebabnya Aku membiarkan engkau hidup, yakni supaya memperlihatkan kepadamu kekuatan-Ku, dan supaya nama-Ku dimasyhurkan di seluruh bumi” (Keluaran 9:16). Firaun tetap mengeraskan hatinya sementara serangkaian konfrontasi terjadi antara dirinya dan Musa. Firaun tetap mengeraskan hatinya dan tulah yang menyerang semakin parah. Akhirnya TUHAN menyerang Firaun dan rakyatnya dengan tulah yang lebih buruk dari segala bencana yang pernah dialami bangsa Mesir atau yang akan mereka alami di masa yang akan datang! (Keluaran 11:6) Gelombang bencana tersebut demikian besarnya hingga bergema ke seluruh dunia dan dampaknya masih dirasakan sampai hari ini. Epik cerita Keluaran telah menggema selama berabad-abad, apalagi setelah dipopulerkan 60 tahun yang lalu melalui film block buster: “The Ten Commandments”. Lama setelah sebagian besar film telah dilupakan, film ini masih terus terjual; bahkan, beberapa tahun yang lalu film ini telah diformat dalam bentuk digital. Dan, tentu saja, saat ini kisah Keluaran bahkan makin terkenal luas sejak Steven Spielberg memproduksi film animasinya, “The Prince of Egypt”. Seperti The Ten Commandments, film ini beredar di seluruh dunia, bahkan telah di-dubbing ke dalam 17 bahasa! Pikirkanlah, dan Anda akan menyadari bahwa kisah epik ini tidak hanya menarik bagi umat Islam tetapi juga pemeluk kepercayaan lain, seperti Sikh, Jain, New Agers dan bahkan Hindu! Terbentang kemungkinan yang tak terbatas untuk membagikan kisah Keluaran ini dengan pemeluk agama-agama yang lain. Penting artinya bahwa film ini telah membantu menyebarkan kemasyhuran Tuhan Israel – TUHAN yang telah memberikan 10 perintah melalui Musa. Walaupun banyak Muslim setuju bahwa TUHAN memperoleh kemasyhuran di seluruh dunia dan kehormatan dengan menaklukkan Firaun dan dewa berhalanya, sebagian mungkin lebih memilih untuk mengatakan bahwa titel Juruselamat memiliki relevansi khusus hanya bagi orang Yahudi saja. Bukankah yang diselamatkan itu adalah bangsa Israel, jadi sudah sepatutnya mereka menghormati Dia sebagai Juruselamat. Apakah bangsa-bangsa lain mau mengakui Dia sebagai Juruselamat atau tidak, itu adalah urusan lain. Jika saja Muslim bersedia membaca kisah para nabi, mereka akan menyadari bahwa TUHAN dengan jelas memerintahkan seluruh dunia untuk menghormati DIA justru dengan menggunakan titel khusus ini. Sebagaimana tertulis, “Tidak ada Allah selain dari pada-Ku! Allah yang adil dan Juruselamat, tidak ada yang lain kecuali Aku! Biarlah seluruh bumi berpaling kepadaKu untuk diselamatkan! Sebab Akulah Allah dan tidak ada yang lain. Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah; … dan semua orang akan bertekuk lutut di hadapan-Ku, dan akan bersumpah setia dalam segala bahasa.” (Yesaya 45:21-23)
Bagaimana Tuhan Juruselamat (bangsa Yahudi) Membawa Keselamatan Bagi Seluruh Dunia? Kita telah melihat bagaimana para nabi di PL (Perjanjian Lama) memuji Tuhan yang telah menyelesaikan usaha pembebasan yang besar. Tetapi ada hal lain yang disorot para nabi, yang hampir identik dengan kuasa penyelamatan, yaitu keselamatan. Para nabi menubuatkan bahwa utusan TUHAN akan datang – yaitu Sang Mesias. TUHAN menjelaskan misi Sang Mesias dengan mengatakan, “Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi.” (Yesaya 49:6) Tujuh ratus tahun kemudian kita kini membaca dalam Injil bagaimana nubuat nabi Yesaya dipenuhi saat Yesus Kristus (Al Masihu Isa) dilahirkan. Perhatikan bagaimana cerita kelahiran Kristus ini – di Alkitab dan di Quran – memberitakan tentang nama khusus yang dinyatakan lewat malaikat (Surah 3:45; Matius 1:21). Kepercayaan umum ini cocok untuk didiskusikan dalam suasana bersahabat di antara Muslim dan umat Kristiani. Lebih jauh lagi, jika kita renungkan tanda ajaib Allah ini (lihat Surah 30:21; 21:91), diskusi kita bisa jadi semakin menarik, seakan “dibumbui dengan garam” (Kolose 4:6). Harapan kita adalah bahwa teman Muslim kita akan termotivasi untuk mencari tahu secara khusus bagaimana Sang Mesias membawa keselamatan. Bicara soal pemberian nama anak, menarik sekali melihat bagaimana Muslim cenderung memilih nama yang mengandung makna bagi anak-anak mereka. Jika kita terapkan hal ini terhadap cara TUHAN memilih nama bagi Mesias yang baru lahir, kita akan menemukan wawasan yang luar biasa. Saya sudah bertanya kepada banyak Muslim, “Menurut kamu, apakah TUHAN memilih nama Yesus/Isa secara acak seperti memilih undian lucky draw atau DIA dengan terencana memilih nama tersebut secara bijaksana?” Menurut Anda, bagaimana jawaban mereka? Mereka secara konsisten akan mengatakan bahwa Tuhan tidak mungkin sekedar memilih nama “hoki”. DIA dengan sengaja memilih nama tersebut sesuai dengan apa yang DIA ketahui tentang masa depan. Seperti yang dikatakan salah satu penulis Muslim, nama mencerminkan kepribadian seseorang atau pencapaiannya. Sebagai orang Kristen, tidak ada yang lebih kita setujui lagi daripada ini, apalagi berkenaan dengan nama „Yesus‟! Sebagian orang Kristen heran mendapati bahwa teman-teman Muslim kita setuju pada hal ini – yaitu, Allah memilih nama yang cocok. Lantas, kemana pembahasan ini akan membawa kita? Apa potongan teka-teki selanjutnya? Apakah Anda ingat akan nubuat Yesaya yang kita baca barusan? (Yesaya 49:6) Pemilihan nama yang strategis terencana ini memberikan petunjuk bagi mereka yang bersedia “merenungkan” tanda Allah ini. (cf. Surah 30:21) Nama Yesus, yang artinya „Tuhan adalah keselamatan‟ dengan pas merangkum isi Yesaya 49:6. Anda tentu ingat bagaimana PL (Perjanjian Lama) melukiskan kuasa penyelamatan TUHAN yang menyelamatkan orang-orang dalam keadaan bahaya. Dengan cara yang sama, dalam PB (Perjanjian Baru) Mesias digambarkan turut campur tangan dan menyelamatkan orang-orang yang berada dalam situasi yang mengancam jiwa mereka. Menyelamatkan orang-orang dalam situasi terancam seperti ini menegaskan makna namaNya.
1. Yesus menyembuhkan orang sakit, bukan hanya mereka yang sakit ringan saja, tetapi juga mereka yang sakit parah. (Matius 11:5; cf. Surah 5:113) 2. Yesus menyelamatkan murid-muridNya dari ancaman badai yang mengamuk. 3. Bahkan Yesus menyelamatkan orang yang telah melewati ambang kematian, masuk ke liang kubur. (Yohanes 11; Surah 5:113) 4. Yesus menyelamatkan manusia dari dosa (Lukas 19:1-10). Seperti yang telah kita baca dari kisah-kisah PL, kita tahu bahwa TUHAN turut campur tangan dan menyelamatkan hamba-hambaNya yang berada dalam situasi berbahaya. Sebagian besar kisah-kisah tersebut berfokus pada penyelamatan fisik, tetapi pada tingkatan yang lebih mendalam, kisah-kisah ini menyiratkan bahwa TUHAN menyelamatkan manusia dengan mengampuni dosa mereka. Hal yang sama berlaku juga dalam PB. Yesus bukan hanya menyelamatkan manusia secara fisik, Dia justru menyelamatkan secara spirituil pula. Keduanya mengandung makna penting. TUHAN bekerja melalui Yesus untuk menyelamatkan manusia dari maut (pembebasan fisik) DAN dari dosa (pembebasan spirituil).
Barangkali Anda telah mendapati wawasan-wawasan ini membuka mata Anda. Anda telah belajar bagaimana Muslim mengakui TUHAN yang sesungguhnya mampu membuktikan diriNya lebih besar dari berhala-berhala yang tak berdaya, sehingga IA „berkuasa untuk menyelamatkan‟ [Dengan perkataan lain, sifat Tuhan yang paling berkepentingan dan meyakinkan bagi manusia adalah “kuasa penyelamatannya” melebihi sifat-sifat allah selainnya]. Anda juga telah dibuat terkejut melihat Muslim – dalam dialognya dengan orang Kristen – bersedia mengakui nubuat tentang Mesias yang membawa keselamatan TUHAN hingga ke ujung bumi. (Kalaupun mereka tidak setuju, setidaknya mereka bisa merenungkannya!) Saat kita menelusuri tema keselamatan dari PL dan PB, Anda juga telah dikejutkan karena mengetahui beberapa Muslim mengakui bahwa nama Yesus dipilih oleh TUHAN secara bijaksana – dan namaNya mempunyai arti „YAHWEH adalah keselamatan‟. Dan bukan hanya itu, makna nama tersebut tercermin dalam kepribadian Kristus dan pencapaianNya! Orang-orang Kristen mungkin akan bertanya pada diri sendiri, “Kenapa orang-orang Islam mengakui demikian banyak persamaan dalam kepercayaan kita, namun sangat sulit bagi mereka untuk menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat?” Kenyataannya adalah jelas bahwa mereka dapat merasakan dan menghubungkan benang merah tersebut. Tidak diperlukan seorang ilmuwan roket untuk mengetahui kemana arah pembahasan ini. Jika kita membaca Lukas 19:110 di mana Yesus menyelamatkan / mengampuni seorang pendosa seperti Zakheus, dia mungkin menghubungkan benang merah hingga ke akhir kehidupan Kristus – yaitu tindak-klimaks penebusanNya (penyelamatan) di kayu salib ketika mana DIA menghapus dosa dunia (Yohanes1:29). Ada tiga dari alasan paling umum kenapa Muslim sulit menerima Mesias sebagai Juruselamat adalah: 1. Islam dengan tegas menyangkal bahwa Mesias mati di kayu salib. 2. Muslim menyangkali keilahian Kristus (sebenarnya, ini adalah dosa yang tak terampuni dalam kekristenan).
3. Menjadi seorang Kristen sama saja artinya dengan menjadi seorang yang murtad – sebuah kejahatan yang diancam dengan hukuman mati dalam Islam.
Apa arti semua ini sehubungan dengan pembahasan kita di atas, yakni dalam hal Tuhan Yang Mahakuasa itu „berkuasa untuk menyelamatkan‟? Sebagai kesimpulannya, adalah pertanyaan yang merangkum pembahasan kita: “Apakah Tuhan Juruselamat bangsa Yahudi sama dengan Allah Islam?” Pada titik ini dalam perjalanan dialog kita, kita mungkin akan mendapati beberapa Muslim justru meninggalkan kita. Menyedihkan buat kita disaat yang paling menentukan ini seseorang berpaling dari kasih TUHAN yang diberikan melalui satu Safi Mediator – kurban Anak Domba Elohim, Yesus Kristus. Saya percaya bahwa Anda, para pembaca, akan menghargai bagaimana sulitnya menjelaskan tentang keselamatan hanya dengan beberapa halaman saja. Harapan saya, pembahasan singkat ini akan membantu orang-orang Kristen dan Islam agar dapat membahas kebenaran yang penting ini dengan cara yang penuh kasih dan saling menghormati. Mari kita ingat bagaimana Yesus berkata pada si perempuan Samaria, „Allah Bapa mencari orang-orang dari semua suku bangsa untuk menyembahNya dalam roh dan kebenaran.‟ Para umat Kristiani, marilah kita berdoa agar Roh TUHAN membuka hati dari teman-teman Muslim kita agar mereka dapat mengerti arti keselamatan yang dari TUHAN. Biarlah kita senantiasa waspada terhadap kesempatankesempatan untuk melakukan koneksi, ngobrol selayaknya teman sejati (seperti yang ditunjukkan oleh Tuhan kita dalam dialogNya dengan perempuan Samaria di Injil Yohanes pasal 4). Sebagai penutup, marilah kita lihat secara singkat iman monoteistik yang lain, yang dalam banyak hal, sama dengan Islam : agama Samaritanisme.
Apakah Tuhan Orang Samaria (Elohim) Sama Dengan Tuhan Orang Yahudi? (yang juga disebut Elohim) Barangkali Anda dapat melihat kemiripan antara pertanyaan ini dengan pertanyaan yang kita tanyakan sebelumnya: “Apakah Tuhan dalam Quran (Allah) sama dengan Allah yang disembah oleh umat Kristiani Arab?” Jawaban untuk kedua pertanyaan tersebut, pada awalnya, terlihat sepertinya adalah: “Ya”. Tapi mari kita berhenti sejenak dan bertanya pada diri kita, “Bagaimana Yesus menjawab pertanyaan seperti ini?” Pembacaan yang cermat dari Yohanes 4 menunjukkan bahwa Yesus tidak menjawab secara langsung. Ia berkata terus terang kepada perempuan Samaria itu, “Kamu, orang Samaria, menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi … penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran; sebab Bapa menghendaki penyembahpenyembah demikian.” (Yohanes 4:21-23) Yesus tidak secara langsung menjelaskan pada perempuan tersebut bahwa pengertiannya (perempuan Samaria) tentang Elohim – nama yang digunakan kedua bangsa bagi Tuhan
Mahakuasa – adalah tidak benar. Dia melainkan berkata kepadanya, “Kamu, orang Samaria, menyembah apa yang tidak kamu kenal.” Apa yang dikatakan Yesus selanjutnya sangatlah penting. Ia menunjukkan kunci kekurangan pada agama perempuan itu – yaitu “keselamatan datang dari bangsa Yahudi!” Samaritanisme, seperti Islam, membanggakan diri sebagai monotheistik. Selama bertahun-tahun mereka menjauhkan diri dari sepupu Yahudi mereka, sehingga mereka semakin terputus dari (dan tidak menyadari) tema keselamatan seperti yang diajarkan para nabi. Tema ini hanya dapat dipahami bila seseorang membaca sendiri nubuat tentang Mesias. Nubuat-nubuat khusus ini tercatat dalam kitab suci yang dicap merusak dan tidak patut dibaca oleh pemimpin agama orang Samaria, yakni semua nubuatan yang ditulis setelah Pentateuch. Istri saya menggunakan sebuah analogi untuk menjelaskan pertanyaan yang membingungkan tentang identitas sebenarnya dari Dia yang disebut Tuhan oleh para pengikut aliran monotheisme yang berbeda-beda. Apakah Dia Allah SWT atau Elohim? Anggaplah biografi Nelson Mandela ditulis oleh seorang penulis yang jujur dan objektif. Kemudian seorang penulis yang tidak jujur juga menulis sebuah biografi yang memberikan potret yang menyimpang mengenai Mandela. Sekalipun kedua biografi tersebut memang menggunakan nama yang benar (secara tampak luarnya), tetapi satu dari kedua biografi tersebut memang tidak menceritakan Mandela yang asli. Analogi ini juga menjelaskan tentang tingkat kepalsuan atau pemalsuan yang lebih baik. Sebuah biografi palsu yang jelas-jelas berbeda dari apa yang diketahui semua orang mengenai Mandela, pasti tidak akan laku terjual. Biografi tersebut harus ditulis sedemikian rupa sehingga mendekati kebenaran agar terkesan masuk akal. Dalam kasus kejahatan pemalsuan uang, semakin mirip uang palsu tersebut dengan uang aslinya, semakin mudah seseorang tertipu. Di bagian awal, kita melihat bagaimana pertanyaan ini semakin sering diajukan: “Apakah orang Kristen dan Muslim menyembah Tuhan yang sama?”. Sekarang, saat kita menutup pem-bicaraan ini, saya percaya Anda kini menyadari betapa pentingnya pertanyaan ini. Maka inilah kesimpulan dari rangkuman keseluruhan pembahasan kita: Tanda atribut TUHAN yang selalu dipakai dan yang paling menonjol, yang membedakan DIA sebagai TUHAN yang sesungguhnya, adalah DIA „berkuasa untuk menyelamatkan‟. DIA adalah satu-satunya Juruselamat. Tepatnya kriteria inilah yang dipakai Yesus pada orang Samaria ketika Dia berkata, “Kamu, orang Samaria, menyembah apa yang tidak kamu kenal, kami menyembah apa yang kami kenal, sebab keselamatan datang dari bangsa Yahudi …” (Yohanes 4:22; huruf tebal ditambahkan untuk penekanan).
http://bacabacaquran.com/2012/11/tuhan-orang-kristen-dan-muslim-apanya-yang-tidak-sama/