TUGAS, WEWENANG, DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI & KOMISARIS BUMN PERSERO Oleh: Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H • Penulis adalah mantan Ketua Badan Supervisi BI (2005-2008), Komisaris Utama PT. Danareksa (Persero), Guru Besar Hukum Bisnis, Pendiri Law Offices of Remy & Partners. • Tidak ada bagian yang boleh disirkulasikan, dikutip, atau direproduksi untuk diedarkan tanpa sepengetahuan dan ijin penulis
DASAR HUKUM ♦ Undang-undang No. 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara ♦ Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. ♦ Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal ♦ Peraturan perundang-undangan lainnya. 2
DASAR HUKUM (lanjutan)
♦ UUPT telah meninggalkan konsep-konsep yang
dianut oleh KUHD tentang Perseroan Terbatas (NV). ♦ UUPT telah mengadopsi konsep-konsep modern yang pada saat ini dianut secara global sebagaimana dianut oleh company law atau corporation law yang berlaku di Inggris, Amerika Serikat, negara-negara Commonwealth, dan negara-negara Uni Eropa.
3
BENTUK HUKUM BUMN PERSERO ♦ Pasal 1 Angka 2 UU BUMN
Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan. ♦ Sesuai Pasal 11 UU BUMN, terhadap Persero berlaku
segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UndangUndang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. ♦ Sesuai penjelasan Pasal 11 UU BUMN, Persero pada dasarnya merupakan perseroan terbatas, semua ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, termasuk pula segala peraturan pelaksanaannya, berlaku juga bagi Persero.
4
BENTUK HUKUM BUMN PERSERO (Lanjutan) ♦ Pasal 3 UU BUMN menentukan bahwa terhadap BUMN
berlaku Undang-undang ini, anggaran dasar, dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. ♦ Sesuai penjelasan Pasal 3 UU BUMN, yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan lainnya (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 UU BUMN tersebut di atas) adalah ketentuan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 termasuk perubahannya jika ada dan peraturan pelaksanaannya serta peraturan perundang-undangan sektoral yang mengatur bidang usaha BUMN dan swasta yang dikeluarkan oleh departemen/lembaga nondepartemen. ♦ Perubahan Undang-undang No. 1 Tahun 1995 adalah Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. 5
UUPT versus UU BUMN ♦ Oleh karena terhadap BUMN berlaku dua UU, yaitu
UUPT dan UU BUMN, maka timbul pertanyaan: Apabila mengenai substansi yang sama diatur berbeda antara UUPT dan UU BUMN, UU mana yang berlaku? ♦ Berdasarkan adagium “lex specialis derogat legi generali”, maka yang berlaku adalah UU BUMN. ♦ Arti adagium tersebut adalah: “Peraturan perundang-undangan yang khusus menyimpangkan peraturan perundang-undangan yang umum”. ♦ Bagi BUMN, UU BUMN adalah UU yang khusus bila dibandingkan dengan UUPT. 6
ORGAN PERSEROAN ♦
Menurut Pasal 1 Angka 2 UUPT Organ Perseroan adalah: 1. Rapat Umum Pemegang Saham, 2. Direksi, dan 3. Dewan Komisaris. ♦ Pasal 1 Angka 2 UUPT tersebut mendapat penegasan dalam Pasal 13 UU BUMN yang menentukan Organ Persero adalah 1. RUPS, 2. Direksi, dan 3. Komisaris. ♦ UU BUMN menggunakan istilah Komisaris, bukan Dewan Komisaris; karena terhadap BUMN Persero berlaku UUPT, seharusnya dalam UU BUMN digunakan istilah Dewan Komisaris; Dalam keseharian disebut Dewan Komisaris. 7
ORGAN PERSEROAN: RUPS ♦ Pasal 1 Angka 4 UUPT
Rapat Umum Pemegang Saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah Organ Perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan dalam Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar. ♦ Pasal 98 ayat (4) UUPT:
Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan UndangUndang ini (yaitu UUPT) dan/atau anggaran dasar perseroan. 8
ORGAN PERSEROAN: RUPS (lanjutan) ♦ Dengan
demikian, RUPS bukan pemegang kedaulatan tertinggi dalam Perseroan; Keputusan RUPS tidak dapat mengurangi, atau menambah, atau mengambil alih kewenangan Direksi dan Komisaris yang telah diberikan baik oleh UUPT maupun oleh anggaran dasar perseroan. ♦ Apabila RUPS ingin memutuskan sesuatu yang bertentangan dengan yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar, RUPS harus terlebih dahulu mengubah ketentuan dalam RUPS sesuai kewenangan RUPS untuk mengubah anggaran dasar sebagaimana ditentukan dalam Pasal 19 ayat (1) UUPT.
9
ORGAN PERSEROAN: DIREKSI ♦ Pasal 1 Angka 5 UUPT
Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 10
ORGAN PERSEROAN: DEWAN KOMISARIS ♦ Pasal 1 Angka 6 UUPT
Dewan Komisaris adalah Organ Perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada Direksi.
11
TUGAS & KEWAJIBAN DIREKSI: MEWAKILI PERSEROAN ♦ Sesuai Pasal 98 ayat (1) UUPT, Direksi mewakili Perseroan ♦
♦
♦
♦
baik di dalam maupun di luar pengadilan. Menurut Pasal 98 ayat (2) UUPT, dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar. Karena yang ditentukan dalam Pasal 98 ayat (1) UUPT yang mewakili perseroan adalah Direksi (yaitu board atau majelis, bukan Dirut), maka sebagai konsekuensi ketentuan tersebut, tidak ada seorang anggota Direksi pun, termasuk Direktur Utama, yang merupakan atasan dari anggota Direksi yang lain. Konsekuensi yang lain adalah, keputusan Direksi harus diambil secara kolektif; Dengan demikian, Direktur Utama tidak dapat mengambil keputusan sendiri untuk dan atas nama Perseroan. Direktur Utama adalah koordinator Direksi. 12
BATAS RUANG LINGKUP WEWENANG DIREKSI DALAM MEWAKILI PERSEROAN ♦ Menurut Pasal 99 ayat (1) UUPT:
Anggota Direksi tidak berwenang mewakili Perseroan apabila: a. terjadi perkara di pengadilan antara Perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; atau b. anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan.
13
TUGAS & KEWAJIBAN DIREKSI: MENJALANKAN PENGURUSAN ♦ Menurut Pasal 92 ayat (1) UUPT:
“Direksi menjalankan pengurusan Perseroan…” ♦ Pasal 92 ayat (1) UUPT menentukan bahwa dalam menjalankan pengurusan perseroan, Direksi harus menjalankan pengurusan tersebut adalah: – untuk kepentingan Perseroan dan – sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. ♦ Sejalan dengan Pasal 92 ayat (1) UUPT, Pasal 5 ayat (2) UU BUMN menentukan : Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN serta mewakili BUMN, baik di dalam maupun di luar pengadilan. 14
TUGAS & KEWAJIBAN DIREKSI: MENJALANKAN PENGURUSAN ♦ Apabila Direksi dalam menjalankan pengurusan tidak untuk
kepentingan perseroan dan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, perbuatan Direksi tersebut merupakan perbuatan yang ultra vires; Perbuatan yang ultra vires tidak mengikat perseroan tetapi mengikat pribadi anggota Direksi. ♦ Frasa “untuk kepentingan perseroan” dan “sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan” dalam frasa Pasal 92 ayat (1) UUPT tidak boleh disikapi terpisah secara sendiri-sendiri; Artinya, sekalipun Direksi melaksanakan pengurusan untuk kepentingan perseroan tetapi tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar, perbuatan Direksi juga tidak mengikat perseroan tetapi mengikat pribadi. 15
RUANG LINGKUP TUGAS & KEWAJIBAN DEWAN KOMISARIS ♦
Pasal 108 ayat (1) UUPT
Dewan Komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. ♦ Pasal 31 UU BUMN Komisaris bertugas mengawasi Direksi dalam menjalankan kepengurusan Persero serta memberikan nasihat kepada Direksi. ♦ Ruang lingkup tugas Dewan Komisaris dibatasi hanya: a. Melakukan pengawasan b. Memberi nasihat kepada Direksi. 16
TUGAS & KEWAJIBAN DEWAN KOMISARIS: UNTUK KEPENTINGAN PERSEROAN & SESUAI DENGAN MAKSUD DAN TUJUAN PERSEROAN (Lanjutan) ♦ Pasal 108 ayat (2) UUPT Pengawasan dan pemberian nasihat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. ♦ Dewan Komisaris tidak boleh memberikan nasihat yang bertentangan dengan kepentingan perseroan, misalnya untuk kepentingan pribadi atau untuk kepentingan pihak ketiga. ♦ Dewan Komisaris tidak dapat mengawasi dan memberikan nasihat berkenaan dengan perilaku anggota Direksi yang tidak terkait dengan pelaksanaan tugasnya sebagai anggota Direksi, kecuali apabila perilaku tersebut dapat merugikan kepentingan Perseroan, termasuk menyangkut nama baik Perseroan.
17
PEMBAGIAN TUGAS & WEWENANG DIREKSI ♦ Pasal 92 ayat (5) UUPT:
Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. ♦ Pasal 92 ayat (6) UUPT: Dalam hal RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang anggota Direksi ditetapkan berdasarkan keputusan Direksi. ♦ Artinya, tugas dan wewenang masing-masing anggota Direksi harus ditetapkan (tidak boleh tidak ditetapkan); Penetapan tersebut adalah oleh: ♦RUPS atau ♦Direksi secara kolektif. 18
TUGAS & WEWENANG MASING-MASING KOMISARIS ♦ Pasal 108 ayat (4) UUPT
Dewan Komisaris yang terdiri atas lebih dari 1 (satu) orang anggota merupakan majelis dan setiap anggota Dewan Komisaris tidak dapat bertindak sendirisendiri, melainkan berdasarkan keputusan Dewan Komisaris. ♦ Berarti, Komisaris Utama tidak dapat mengambil keputusan sendiri; Komisaris Utama sekadar merupakan koordinator Dewan Komisaris. ♦ Karena UUPT tidak menentukan harus ditetapkan pembagian tugas dan wewenang di antara anggota Komisaris dan berkenaan dengan Pasal 108 ayat (4) UUPT, maka semua keputusan Dewan Komisaris harus diambil secara kolektif. 19
BATAS RUANG LINGKUP TUGAS & KEWAJIBAN DEWAN KOMISARIS ♦ Dewan
Komisaris tidak boleh (tidak berwenang) melakukan kegiatan selain melakukan pengawasan terhadap Direksi dan memberi nasihat kepada Direksi; Artinya, Dewan Komisaris tidak boleh (tidak berwenang) melakukan kegiatan operasional kecuali untuk hal-hal tertentu yang ditentukan dalam anggaran dasar. ♦ Apabila Dewan Komisaris melakukan kegiatan yang melampaui tugas & kewenangannya, secara hukum Dewan Komisaris dianggap telah melakukan perbuatan yang ultra vires dan yang melawan hukum, sehingga dapat digugat oleh pihak-pihak yang dirugikan akibat perseroan mengalami kerugian atau dipailitkan. 20
TUGAS & KEWAJIBAN DIREKSI & DEWAN KOMISARIS: HARUS DIJALANKAN DENGAN “ITIKAD BAIK” DAN “PENUH TANGGUNG JAWAB” ♦ Pasal 97 ayat (2) UUPT:
Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. ♦ Pasal 114 ayat (2) UUPT Setiap anggota Dewan Komisaris wajib dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab dalam menjalankan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (1) UUPT untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. 21
TUGAS & KEWAJIBAN DIREKSI & DEWAN KOMISARIS: HARUS DIJALANKAN DENGAN “ITIKAD BAIK” DAN “PENUH TANGGUNG JAWAB” (lanjutan) ♦
Berbeda dengan ketentuan Pasal 97 ayat (2) jo. Pasal 92 ayat (1) UUPT tentang tugas dan tanggung jawab Direksi yang tidak menekankan perlunya Direksi wajib menjalankan tugasnya dengan kehati-hatian, tidak demikian halnya dengan Dewan Komisaris. ♦ Tidak jelas mengapa UUPT memberikan ketentuan yang diskriminatif seperti itu. ♦ Justru Direksi yang perlu memperhatikan asas kehatihatian dalam menjalankan tugasnya karena Direksi yang berkewajiban dan bertanggung jawab atas pengurusan Perseroan; Dewan Komisaris hanya melakukan pengawasan dan memberikan nasihat atas pelaksanaan tugas pengurusan Perseroan oleh Direksi. 22
TUGAS & KEWAJIBAN DIREKSI & DEWAN KOMISARIS: HARUS DIJALANKAN DENGAN “ITIKAD BAIK” DAN “PENUH TANGGUNG JAWAB” (Lanjutan)
♦ Baik
Penjelasan Pasal 97 ayat (2) maupun Penjelasan Pasal 114 ayat (2) UUPT tidak menjelaskan atau memberikan tolok ukur tentang apa yang dimaksudkan dengan “itikad baik”. ♦ Dikaitkan dengan ketentuan Pasal 99 ayat (1) huruf b UUPT, Direksi beritikad tidak baik apabila antara lain mengetahui bahwa dalam melakukan tindakannya itu anggota Direksi tersebut mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan. ♦ Sementara itu, menurut Penjelasan Pasal 97 ayat (2) UUPT, yang dimaksud dengan “penuh tanggung jawab” adalah memperhatikan Perseroan dengan saksama dan tekun. 23
TUGAS & KEWAJIBAN DIREKSI & DEWAN KOMISARIS: HARUS DIJALANKAN DENGAN “ITIKAD BAIK” DAN “PENUH TANGGUNG JAWAB” (Lanjutan) ♦ Penjelasan
Pasal 97 ayat (2) UUPT sejalan dengan ketentuan Pasal 92 ayat (1) UUPT, bahwa Direksi menjalankan pengurusan perseroan: ♦untuk kepentingan Perseroan dan ♦sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. ♦ Dengan demikian, apabila Direksi dalam melaksanakan pengurusan telah bertindak untuk kepentingan Perseroan berarti Direksi “telah memperhatikan Perseroan”. ♦ Dengan demikian pula, apabila Direksi telah melaksanakan pengurusan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan sebagaimana ditentukan di dalam anggaran dasarnya berarti telah melakukan pengurusan itu dengan saksama dan tekun cfm Penjelasan Pasal 97 ayat (2) UUPT. ♦ Keterangan tersebut di atas berlaku pula bagi Dewan Komisaris. 24
DALAM MENJALANKAN WEWENANG DIREKSI: “SESUAI DENGAN KEBIJAKAN YANG DIPANDANG TEPAT” ♦ Pasal 92 ayat (2) UUPT: Direksi berwenang menjalankan pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas yang ditentukan dalam UndangUndang ini dan/atau anggaran dasar. (harus diperhatikan pula Peraturan Perusahaan) ♦ Penjelasan Pasal 92 ayat (2) UUPT: Yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat” adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis. ♦ Artinya, keputusan dan tindakan Direksi harus berdasarkan:
– Pertimbangan keahlian yang sebaik-baiknya; apabila diperlukan dengan menggunakan keahlian pihak ketiga yang tidak dimiliki oleh perseroan – Peluang bisnis yang tersedia – Kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis 25
DALAM MENJALANKAN WEWENANG DIREKSI: “SESUAI DENGAN KEBIJAKAN YANG DIPANDANG TEPAT” ♦ Pasal 5 ayat (3) UU BUMN:
Dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan perundangundangan serta wajib melaksanakan: – Prinsip-prinsip profesionalisme, – Efisiensi, – Transparansi, – Kemandirian, – Akuntabilitas, – Pertanggungjawaban, serta – Kewajaran ♦ Bagi BUMN, Pasal 5 ayat (3) UU BUMN merupakan pelengkap bagi Pasal 92 ayat (2) UUPT. 26
BATAS-BATAS WEWENANG DIREKSI (Lanjutan)
♦ Pasal 98 ayat (3) UUPT menentukan bahwa kewenangan
Direksi untuk mewakili Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam (dibatasi oleh): – UUPT, – Anggaran dasar, atau – Keputusan RUPS. ♦ Sesuai dengan asas hukum, pembatasan yang ditentukan oleh Anggaran Dasar (sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) UUPT) tidak boleh bertentangan dengan UUPT; Artinya, Anggaran Dasar tidak dapat “memasung” kewenangan anggota Direksi yang telah diberikan oleh UUPT. ♦ Pembatasan terhadap kewenangan Direksi oleh RUPS tidak boleh “memasung” kewenangan Direksi yang telah ditetapkan oleh UUPT; Bahkan, tidak boleh bertentangan 27 dengan Anggaran Dasar.
BATAS-BATAS WEWENANG DIREKSI (Lanjutan) ♦ Hal itu sejalan dengan ketentuan Pasal 98 ayat (4)
UUPT yang berbunyi: Keputusan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak boleh bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang ini dan/atau anggaran dasar Perseroan. ♦ Namun, ketentuan Pasal 98 ayat (4) UUPT tidak membatasi kewenangan RUPS untuk mengubah anggaran dasar sebagaimana ditentukan Pasal 19 ayat (1) UUPT sepanjang perubahan tersebut tidak bertentangan dengan UUPT tersebut.
28
BATAS-BATAS WEWENANG DIREKSI (Lanjutan) ♦ Sebagaimana telah dikemukakan di atas, berdasarkan ketentuan
Pasal 98 ayat (3) UUPT, Direksi berwenang melakukan tindakan apa pun sepanjang dalam batas yang ditentukan dalam: – UUPT – Anggaran Dasar Perseroan Terbatas – RUPS ♦ Batas pertama adalah: Direksi dalam menjalankan pengurusan (semata-mata hanya) untuk kepentingan perseroan (Pasal 92 ayat (1) UUPT) ♦ Bila Pasal 92 ayat (1) UUPT dihubungkan dengan ketentuan Pasal 97 ayat (5) huruf c UUPT dan Pasal 99 ayat (1) UUPT huruf b tentang larangan Direksi mewakili Perseroan apabila mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan, maka Direksi dalam menjalankan kepengurusan semata-mata untuk kepentingan perseroan; Artinya, tidak boleh untuk kepentingan pribadi. 29
BATAS-BATAS WEWENANG DIREKSI & KOMISARIS BUMN ♦ Pasal 7 UU BUMN menentukan para anggota
Direksi, Komisaris dan Dewan Pengawas dilarang mengambil keuntungan pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung dari kegiatan BUMN selain penghasilan yang sah. ♦ Sampai saat ini apabila Direksi & Komisaris menyalahgunakan wewenangnya dalam menjalankan tugasnya, di Indonesia belum dikriminalisasi sebagai tindak pidana; Namun dapat digugat secara perdata. ♦ Kecuali perbuatan tersebut merugikan keuangan negara, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana hal itu dapat dilakukan oleh Direksi & Komisaris BUMN. 30
BATAS-BATAS WEWENANG DIREKSI & KOMISARIS BUMN (Lanjutan) ♦ Juga
tidak diperkenankan anggota Direksi & Komisaris suatu perseroan terbatas melakukan tindakan yang hanya untuk keuntungan atau kepentingan pihak lain yang menjadi mitra bisnisnya, lebih-lebih lagi apabila tindakan tersebut bukan saja tidak memberikan keuntungan tetapi malahan mengakibatkan kerugian bagi perseroan. ♦ Khusus bagi Direksi & Komisaris BUMN, hal tersebut sejalan dengan tujuan utama Persero sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Angka 2 UU BUMN bahwa tujuan utama Persero adalah mengejar keuntungan. ♦ Bagi BUMN dapat dipidana berdasarkan UU TPK. 31
BATAS-BATAS WEWENANG DIREKSI & KOMISARIS BUMN (Lanjutan) ♦ Batas UUPT yang kedua adalah: Direksi menjalankan pengurusan
sesuai dengan “maksud dan tujuan Perseroan” (Pasal 92 ayat (1) UUPT); Artinya, harus bersifat intra vires bukan ultra vires. Apabila anggota Direksi melakukan perbuatan untuk dan atas nama perseroan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan, maka perbuatan tersebut tidak mengikat perseroan tetapi mengikat pribadi anggota Direksi yang bersangkutan. ♦ Maksud dan tujuan perseroan dari masing-masing perseroan tercantum dalam Anggaran Dasar masing-masing perseroan. ♦ Batas UUPT yang ketiga adalah ruang lingkup wewenang masingmasing anggota Direksi yang telah ditetapkan oleh RUPS sebagaimana dimaksud Pasal 92 ayat (5) UUPT atau berdasarkan keputusan Direksi sebagaimana dimaksud Pasal 92 ayat (6) UUPT; Apabila anggota Direksi melakukan perbuatan yang melampaui wewenangnya, maka perbuatan tersebut juga bersifat ultra vires karena itu mengikat pribadinya bukan mengikat perseroan. ♦ Menurut UUPT, dalam Anggaran Dasar maupun oleh RUPS serta berdasarkan keputusan Dewan Komisaris tidak ditentukan wewenang masing-masing Komisaris; Komisaris mengambil keputusan secara kolektif untuk segala hal dan segala urusan yang terkait dengan perseroan. 32
TUGAS PENGAWASAN OLEH DEWAN KOMISARIS ♦
Tugas melakukan pengawasan tersebut meliputi segala hal (tanpa batas dan tanpa syarat) yang terkait dengan kebijakan pengurusan oleh Direksi, jalannya pengurusan yang dilakukan oleh Direksi, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan; ♦ Dengan demikian, segala kebijakan (policy) yang diambil oleh Direksi menjadi ruang lingkup tugas pengawasan Dewan Komisaris. Di dalam praktiknya, terutama tetapi tidak terbatas kepada hal-hal yang berkaitan dengan “Rencana Kerja & Angggaran Perseroan” dan pelaksanaannya. ♦ Jalannya pengurusan pada umumnya juga menjadi ruang lingkup tugas pengawasan Dewan Komisaris. Yang dimaksudkan dengan “pada umumnya” adalah “bukan teknis” pelaksanaan. 33
TUGAS PEMBERIAN NASIHAT OLEH DEWAN KOMISARIS ♦ ♦
♦ ♦ ♦
Tugas memberikan nasihat kepada Direksi dapat dilakukan tanpa harus diminta terlebih dahulu. “Memberikan nasihat” harus dimaknai dalam pengertiannya yang luas; Termasuk di dalamnya meminta agar Direksi melakukan tindakan-tindakan tertentu sepanjang untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Nasihat yang diberikan oleh Dewan Komisaris tidak mengikat, yaitu tidak harus dijalankan oleh Direksi; Namun, Dewan Komisaris berhak meminta dan memperoleh alasan mengapa Direksi tidak menjalankan nasihat Dewan Komisaris. Apabila menurut pertimbangan Dewan Komisaris pengacuhan Direksi terhadap nasihat Dewan Komisaris tidak dapat diterima alasannya, Dewan Komisaris dapat memberhentikan Direksi untuk sementara berdasarkan wewenang yang ditentukan oleh Pasal 106 ayat (1) UUPT. 34
TUGAS & KEWAJIBAN DEWAN KOMISARIS LAINYA ♦ Pasal 116 UUPT:
Dewan Komisaris wajib: a. membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan menyimpan salinannya; b. melaporkan kepada Perseroan mengenai kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain; dan c. memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.
35
WEWENANG DEWAN KOMISARIS: MEMINTA LAPORAN MENGENAI SEGALA HAL KEPADA DIREKSI 1. Sekalipun UUPT tidak menentukan secara eksplisit,
namun agar Dewan Komisaris dapat melakukan tugas pengawasan dengan baik, Dewan Komisaris berwenang meminta kepada Direksi dan karena itu Direksi berkewajiban memberikan kepada Dewan Komisaris segala laporan yang berkaitan dengan segala kebijakan (policy) Direksi dan yang berkaitan dengan jalannya pengurusan yang dilakukan oleh Direksi. 2. Dewan Komisaris berwenang memperoleh setiap risalah rapat Direksi; Direksi wajib menyampaikan setiap risalah rapat Direksi kepada Dewan Komisaris. 36
WEWENANG DEWAN KOMISARIS: MEMBERHENTIKAN DIREKSI UNTUK SEMENTARA Apabila Dewan Komisaris berpendapat bahwa Direksi sering mengabaikan nasihat Dewan Komisaris tanpa alasan yang dapat diterima oleh Dewan Komisaris, maka Dewan Komisaris dapat melakukan hal-hal sebagai berikut; a. Melaporkan kepada RUPS melalui penyampaian laporan tentang tugas pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 huruf c UUPT. b. Memberhentikan anggota Direksi untuk sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) UUPT dengan ketentuan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) UUPT, dalam jangka waktu paling lambat 30 hari setelah tanggal pemberhentian sementara harus diselenggarakan RUPS dan Direksi yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri dalam RUPS tersebut. 37
WEWENANG DEWAN KOMISARIS: MEMBERIKAN PERSETUJUAN KEPADA DIREKSI Menurut Pasal 117 ayat (1) UUPT, Dewan Komisaris berwenang memberikan persetujuan atau bantuan kepada Direksi dalam melakukan perbuatan hukum tertentu sepanjang pemberian wewenang yang demikian itu ditetapkan dalam anggaran dasar. Contohnya: a. Bagi bank yang dalam anggaran dasarnya menentukan bahwa untuk pemberian kredit di atas jumlah tertentu Direksi harus memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris. b. Apabila anggaran dasar Perseroan menentukan bahwa untuk memperoleh pinjaman/kredit di atas jumlah tertentu, Direksi harus memperoleh persetujuan dari Dewan Komisaris. 38
WEWENANG DEWAN KOMISARIS: MEMBERIKAN PERSETUJUAN KEPADA DIREKSI (Lanjutan)
c. Apabila dalam anggaran dasar ditentukan apabila akan menjaminkan atau menjual aset Perseroan yang nilainya kurang dari 50% jumlah kekayaan bersih Perseroan, Direksi harus mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris; Sesuai ketentuan Pasal 102 ayat (1) UUPT, Direksi wajib meminta persetujuan RUPS untuk: a. mengalihkan kekayaan Perseroan; atau b. menjadikan jaminan utang kekayaan Perseroan; yang merupakan lebih dari 50% (lima puluh persen) jumlah kekayaan bersih Perseroan dalam 1 (satu) transaksi atau lebih, baik yang berkaitan satu sama lain maupun tidak.
39
WEWENANG DEWAN KOMISARIS: MENJALANKAN TUGAS DIREKSI DALAM KEADAAN TERTENTU ♦ Sesuai
ketentuan Pasal 118 ayat (1) UUPT, Dewan Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu sepanjang kewenangan tersebut ditentukan dalam anggaran dasar atau diputuskan oleh RUPS (cfm Pasal 118 ayat (1) UUPT). ♦ Pasal 32 ayat (2) UU BUMN juga menentukan bahwa berdasarkan anggaran dasar atau keputusan RUPS, Komisaris dapat melakukan tindakan pengurusan Persero dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu tertentu ♦ Contohnya: a. Terjadi seluruh anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan dengan perseroan (Pasal 99 ayat (2) huruf b UUPT). b. Seluruh anggota Direksi berhalangan atau diberhentikan untuk sementara (Pasal 107 huruf c UUPT).
40
WEWENANG DEWAN KOMISARIS: MEMBENTUK BERBAGAI KOMITE ♦ Sesuai dengan Pasal 121 ayat (1) UUPT, Dewan
Komisaris dapat membentuk komite yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris (cfm Pasal 121 ayat (1) UUPT); ♦ Tidak ditentukan komite apa saja yang dapat dibentuk, namun dalam praktik komite tersebut adalah Komite Audit, Komite Remunerasi, dan Komite Nominasi (sebagai pelaksanaan Penjelasan Pasal 121 ayat (1) UUPT). ♦ Menurut Pasal 70 ayat (1) UU BUMN, Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk komite audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya. 41
WEWENANG DEWAN KOMISARIS: MEMBENTUK BERBAGAI KOMITE (Lanjutan)
♦ Pasal 70 ayat (3) UU BUMN menentukan bahwa
selain komite audit sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Komisaris atau Dewan Pengawas dapat membentuk komite lain yang ditetapkan oleh Menteri. ♦ Penjelasan Pasal 70 ayat (3) UU BUMN menentukan bahwa komite lain yang dimaksud di sini, antara lain, adalah komite remunerasi dan komite nominasi; Penjelasan tersebut sejalan dengan Pasal 121 ayat (1) UUPT.
42
TOLOK UKUR UNTUK MENENTUKAN ADA TIDAKNYA UNSUR “ITIKAD BAIK” DAN UNSUR “UNTUK KEPENTINGAN PERSEROAN” ♦ Dalam
melaksanakan tugas, kewajiban, dan wewenangnya, Direksi maupun Dewan Komisaris dipertanyakan itikad baiknya dan apakah dilaksanakan untuk kepentingan perseroan dan bukan untuk kepentingan diri sendiri atau kepentingan pihak ketiga. Apa tolok ukur untuk menentukan unsur “itikad baik” dan “untuk kepentingan perseroan” tersebut? Lebih-lebih lagi karena UUPT sama sekali tidak memberikan tolok ukur. ♦ Menurut hukum perseroan (company law atau corporation law) yang dianut di luar negeri dan yang asas-asasnya telah diintegrasikan ke dalam UUPT (sebagaimana telah diuraikan di muka), ada beberapa doktrin (doctrine) atau aturan (rule) sebagai tolok ukur untuk menentukan apakah direksi (dan komisaris untuk perseroan Indonesia) telah melakukan tugas dan kewajibannya dengan itikad baik dan untuk kepentingan perseroan; Tolok ukur tersebut adalah: ♦Doctrine of duty of care ♦Business judgment rule ♦Doctrine of ultra vires ♦Public documents rule ♦The indoor management rule 43
DOCTRINE OF DUTY OF CARE ♦ Direksi dan komisaris memiliki duty of care, yaitu
kewajiban untuk memberikan keperdulian seoptimal mungkin kepada kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan (memperhatikan “asas keperdulian”). ♦ Di AS, untuk menentukan apakah duty of care telah dilaksanakan oleh direksi ditentukan berdasarkan tolok ukur bahwa: “They must exercise that degree of skill, diligence, and care that a reasonably prudent person would exercise in similar circumstances”. 44
DOCTRINE OF DUTY OF CARE (lanjutan) ♦ Berkenaan dengan berlakunya duty of care, maka antara lain:
1. Anggota Direksi (juga Dewan Komisaris) tidak boleh melakukan kegiatan-kegiatan atas beban biaya perseroan apabila tidak memberikan sama sekali atau memberikan sangat kecil manfaat kepada perseroan bila dibandingkan dengan manfaat pribadi yang diperoleh oleh anggota Direksi yang bersangkutan. Namun demikian hal itu dapat dikecualikan apabila dilakukan atas beban biaya representasi jabatan dari anggota Direksi yang bersangkutan berdasarkan keputusan RUPS. 2. Anggota Direksi (juga Dewan Komisaris) tidak boleh menjadi pesaing bagi perseroan yang dipimpinnya, misalnya dengan mengambil sendiri kesempatan bisnis yang seyogianya disalurkan kepada dan dilakukan oleh perseroan yang dipimpinnya tetapi kesempatan bisnis itu disalurkan kepada perseroan lain yang di dalamnya terdapat kepentingan pribadi anggota Direksi itu. 45
DOCTRINE OF DUTY OF CARE (lanjutan) 3. Anggota Direksi (juga Dewan Komisaris) harus menolak untuk mengambil keputusan mengenai sesuatu hal yang diketahuinya atau sepatutnya diketahui akan dapat mengakibatkan perseroan melanggar ketentuan perundangundangan yang berlaku sehingga perseroan terancam dikenai sanksi oleh otoritas yang berwenang, misalnya dicabut izin usahanya atau dibekukan kegiatan usahanya, atau digugat oleh pihak lain. 4. Anggota Direksi (juga Dewan Komisaris) dengan sengaja atau karena kelalaiannya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk mencegah timbulnya kerugian bagi perseroan. 5. Anggota Direksi (juga Dewan Komisaris) dengan sengaja atau kelalaiannya telah tidak melakukan atau telah tidak cukup melakukan upaya atau tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan keuntungan perseroan. 6. Anggota Direksi (juga Dewan Komisaris) tidak mengambil tindakan apa pun ketika diketahui telah terjadi keputusan / perbuatan yang dapat diduga merupakan pelanggaran hukum (perdata maupun pidana) yang dapat merugikan atau membahayakan perseroan; Harus dicermati bahwa korporasi dapat dibebani pertanggungjawaban pidana. 46
DOCTRINE OF DUTY OF CARE: PERANAN DIREKSI IBARAT SEORANG AKTOR (Cfm. Prof. Robert Charles Clark) Pelanggaran terhadap duty of care terjadi antara lain karena anggota Direksi: 1. tidak aktif menjalankan tugasnya; atau 2. bertingkah laku sangat sembrono (grossly negligent behavior); atau 3. melakukan kelalaian ringan (simple negligent).
47
DOCTRINE OF DUTY OF CARE: PERANAN DIREKSI IBARAT SEORANG AKTOR (Cfm. Prof. Robert Charles Clark) (lanjutan) Untuk dapat memahami beda antara ketiga hal tersebut diatas, secara menarik Prof. Clark memperbandingkan ketiga hal tersebut diatas dengan akting dari seorang aktor yang buruk, sebagai berikut : 1. Anggota Direksi juga komisaris yang tidak aktif menjalankan tugasnya adalah ibarat seorang aktor yang naik ke atas pentas tetapi setelah berada di atas pentas tidak mengucapkan sepatah kata pun dari dialog yang harus diucapkannya, karena aktor tersebut memang tidak pernah berusaha untuk menghafalkan dialog yang harus diucapkannya itu.
48
DOCTRINE OF DUTY OF CARE: PERANAN DIREKSI IBARAT SEORANG AKTOR (Cfm. Prof. Robert Charles Clark) (lanjutan) 2. Anggota Direksi juga komisaris yang bertingkah laku sangat sembrono (grossly negligent behavior) dalam menjalankan tugasnya adalah ibarat aktor yang naik ke atas pentas tetapi setelah berada di atas pentas mengucapkan dialognya tidak sesuai dengan yang seharusnya, oleh karena aktor tersebut tidak mempelajari dialognya itu dengan baik. 3. Berkenaan dengan anggota Direksi yang melakukan kelalaian ringan (simple negligent) dalam menjalankan tugasnya adalah ibarat seorang aktor yang naik ke atas pentas dan di atas pentas itu memang dapat mengucapkan dialognya dengan benar tetapi dalam melaksanakan perannya telah berakting dengan buruk karena aktor tersebut tidak berbakat atau tidak berlatih dengan cukup. 49
DOCTRINE OF DUTY OF CARE: ANGGOTA DIREKSI & KOMISARIS PAJANGAN (FIGUREHEAD) ♦ Anggota direksi/komisaris yang hanya ditempatkan
oleh pemegang saham sebagai direktur atau komisaris pajangan (figurehead) adalah ibarat direktur/komisaris yang tidak aktif sebagaimana dikemukakan di atas. ♦ Hukum tidak membeda-bedakan antara direktur/komisaris yang aktif dan yang tidak aktif; Karena itu, tanggung jawab antara direktur/komisaris yang aktif dan yang hanya sekadar sebagai direktur/komisaris pajangan/figurehead adalah sama saja. 50
BUSINESS JUDGMENT RULE ♦ Selain duty of care, di AS juga dianut doktrin lain yang
disebut business judgment rule. ♦ Menurut business judgment rule, keputusan bisnis (business judgment) dari anggota direksi tidak dapat diganggu gugat atau ditolak oleh pengadilan atau oleh para pemegang saham dan para anggota direksi tersebut tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis (business judgment) oleh direksi sekalipun apabila pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu.
51
BUSINESS JUDGMENT RULE (lanjutan) ♦ Tidak dapat diganggu gugatnya keputusan direksi
adalah berdasarkan asumsi bahwa “in making a business decision, the directors of corporation acted on an informed basis in good faith and in the honest belief that the action was taken in the best interest of the company” ♦ Dengan kata lain, direksi harus bertanggungjawab atas keputusan atau pertimbangan bisnisnya hanya apabila hal itu dilakukan tidak berdasarkan itikad baik (in good faith) dan bukan untuk tujuan kepentingan perusahaan (in the best interest of the company). ♦ Business judgment rule adalah sejalan dengan ketentuan Pasal 97 ayat (2) dan Pasal 92 ayat (1) serta Pasal 97 ayat (5) UUPT.
52
BUSINESS JUDGMENT RULE (lanjutan) Pasal 97 ayat (2) Pengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Pasal 92 ayat (1) Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan.
53
BUSINESS JUDGMENT RULE (lanjutan) Pasal 97 ayat (5) Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 54
BUSINESS JUDGMENT RULE (lanjutan) Sesuai yurisprudensi pengadilan AS dalam perkara Francis v. United Jersey Bank, 432 A.2d 814 (N.J. 1981) menawarkan pedoman bagi direksi perseroan agar tidak dianggap melanggar business judgment rule; Pedoman tersebut adalah: 1. Memiliki pemahaman yang baik mengenai bisnis perseroan yang dipimpinnya. 2. Dari waktu ke waktu mengetahui mengenai kegiatankegiatan usaha perseroan 3. Melakukan pemantauan terhadap kegiatan perseroan. 4. Menghadiri rapat-rapat secara teratur.
Direksi
(juga
komisaris)
55
BUSINESS JUDGMENT RULE (lanjutan) 5. Melakukan review atas laporan-laporan keuangan perseroan secara teratur. 6. Menanyakan apabila menjumpai masalah-masalah yang meragukan, 7. Menyatakan keberatan terhadap dilakukannya perbuatan-perbuatan yang jelas-jelas melanggar hukum, 8. Berkonsultasi dengan penasehat (counsel) perseroan 9. Mengundurkan diri apabila perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan ternyata tidak dilakukan.
56
DOCTRINE OF ULTRA VIRES ♦ Selain
♦
♦
♦
♦
tugas-tugas dan kewajiban-kewajiban yang telah ditentukan oleh undang-undang, yang disebut statutory duties, para anggota direksi juga harus melaksanakan tugas-tugas atau kewajiban-kewajiban yang disebut fiduciary duties. Salah satu dari fiduciary duties tersebut adalah bahwa anggota direksi tidak boleh melakukan kegiatan yang berada di luar kewenangannya; Direksi tidak boleh melakukan kegiatan yang ultra vires (beyond powers) tetapi hanya melakukan kegiatan yang intra vires (within powers). Doktrin tersebut di atas dalam hukum perseroan (company law atau corporation law) dikenal sebagai doctrine atau rule of ultra vires. Suatu perseroan dapat pula dianggap telah melakukan kegiatan yang ultra vires apabila perseroan melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan sebagaimana ditentukan di dalam anggaran dasar. Dengan kata lain, doctrine of ultra vires berlaku baik bagi direksi maupun bagi perseroan. 57
PUBLIC DOCUMENTS RULE ♦ Suatu perseroan memiliki dua macam dokumen, yaitu:
1. Dokumen publik (public document), yaitu dokumen yang boleh diketahui oleh publik bahkan wajib diumumkan agar diketahui oleh publik. 2. Dokumen yang hanya diketahui oleh orang dalam. ♦ Dokumen publik bagi perseroan terbatas Indonesia antara lain adalah Akta Pendirian/Anggaran Dasar perseroan yang berdasarkan undang-undang perseroan harus diumumkan dalam Tambahan Berita Negara RI dan didaftarkan dalam Daftar Perusahaan.
58
PUBLIC DOCUMENTS RULE (lanjutan) ♦ Terhadap direksi dan komisaris berlaku doktrin yang
disebut public documents rule/doctrine. ♦ Menurut doktrin ini bahwa seorang yang berhubungan dengan suatu perseroan dapat memeriksa public document dan oleh karena itu berlaku fiksi hukum bahwa semua mereka yang berhubungan dengan suatu perseroan dianggap telah memeriksa dokumendokumen perseroan sehingga karena itu dianggap telah mengetahui ruang lingkup dan kegiatan-kegiatan perseroan sebagaimana ditentukan dalam anggaran dasarnya; Hal ini merupakan konsekuensi hukum dari keharusan diumumkannya anggaran dasar di dalam Tambahan Berita Negara.
59
PUBLIC DOCUMENTS RULE (lanjutan) ♦ Dengan demikian, setiap orang yang berhubungan
dengan perseroan tidak dapat mengajukan keberatan kepada hakim apabila transaksi yang dilakukan oleh perseroan dinyatakan batal demi hukum atau dibatalkan oleh hakim berdasarkan alasan bahwa transaksi itu telah dilakukan oleh perseroan dengan melanggar asas ultra vires dengan mengemukakan bahwa pihaknya tidak mengetahui ruang lingkup kegiatan yang boleh dilakukan oleh perseroan sebagaimana dimaksud dalam pasal anggaran dasar yang menentukan tentang maksud dan tujuan perseroan. ♦ Sekali lagi, berdasarkan public documents rule dan fiksi hukum, orang tersebut dianggap telah mengetahui isi anggaran dasar perseroan dengan siapa pihak tersebut berhubungan karena anggaran dasar merupakan public document. 60
THE INDOOR MANAGEMENT RULE ♦ Bekerjanya public document rule bukan tanpa batas;
Putusan-putusan pengadilan Inggris membatasi bekerjanya asas public document rule apabila dalam public document tidak diungkapkan mengenai hal-hal yang seyogianya harus dipenuhi bagi sahnya tindakan direksi atau transaksi perseroan yang dilakukan dengan pihak luar sehingga pihak lain tidak mungkin/dapat mengetahui hal-hal yang tidak diungkapkan itu. ♦ Hal-hal yang tidak mungkin dapat diketahui dari dokumendokumen publik adalah antara lain: • Apakah para direktur telah diangkat sebagaimana mestinya. • Apakah mereka yang menyatakan dirinya berhak bertindak sebagai (para) direktur memiliki kewenangan untuk bertindak sebagaimana yang dilakukannya. 61
THE INDOOR MANAGEMENT RULE (lanjutan) •
• •
•
Apakah RUPS atau rapat Direksi telah diselenggarakan dengan melakukan pemberitahuan sebagaimana mestinya. Apakah RUPS atau rapat Direksi telah diselenggarakan memenuhi korum yang ditentukan. Apakah voting dalam rangka pengambilan keputusan telah dilaksanakan sebagaimana mestinya. Apakah keputusan Direksi yang diambil telah diteruskan oleh Direksi kepada pihak-pihak yang perlu mengetahui dan atau terhadapnya berlaku keputusan itu.
62
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI & KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KERUGIAN ♦ Pasal 97 ayat (3) UUPT:
Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). ♦ Pasal 114 ayat (3): Setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan “bersalah atau lalai menjalankan tugasnya” sebagaimana dimaksud pada ayat (2). ♦ Penjelasan 97 ayat (3) dan Penjelasan Pasal 114 ayat (3) UUPT tidak menjelaskan atau memberikan tolok ukur mengenai apa yang dimaksudkan dengan “bersalah atau lalai menjalankan tugasnya”. 63
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI & KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KERUGIAN ♦ Pengertian
“bersalah atau lalai menjalankan tugasnya” harus dikaitkan dengan ketentuan Pasal 97 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) UUPT; Artinya, anggota Direksi & Komisaris “bersalah atau lalai menjalankan tugasnya” apabila “tidak menjalankan tugasnya itu dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab”.
64
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI & KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KERUGIAN (Lanjutan)
♦ Pasal 97 ayat (4) UUPT:
Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi. ♦ Pasal 114 ayat (4): Dalam hal Dewan Komisaris terdiri atas 2 (dua) anggota Dewan Komisaris atau lebih, tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Dewan Komisaris.
65
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI & KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KERUGIAN (Lanjutan)
♦ Pasal 97 ayat (5) UUPT:
Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. 66
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI & KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KERUGIAN (Lanjutan) ♦
Pasal 114 ayat (5): Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) apabila dapat membuktikan: a. telah melakukan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan Direksi yang mengakibatkan kerugian; dan c. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
67
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI & KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KEPAILITAN ♦
♦
Pasal 104 ayat (2) UUPT Dalam hal kepailitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi dan harta pailit tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan dalam kepailitan tersebut, setiap anggota Direksi secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut. Pasal 115 ayat (1) Dalam hal terjadi kepailitan karena kesalahan atau kelalaian Dewan Komisaris dalam melakukan pengawasan terhadap pengurusan yang dilaksanakan oleh Direksi dan kekayaan Perseroan tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban Perseroan akibat kepailitan tersebut, setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi.
68
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI & KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KEPAILITAN ♦ Pasal 115 ayat (2)
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi anggota Dewan Komisaris yang sudah tidak menjabat 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. ♦ Tanggung jawab yang dimaksudkan dalam Pasal 104 ayat (2) dan Pasal 115 ayat (1) UUPT tersebut adalah tanggung jawab pribadi anggota Direksi & Komisaris. ♦ Pasal 104 ayat (3) UUPT Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga bagi anggota Direksi yang salah atau lalai yang pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan pernyataan pailit diucapkan. 69
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DIREKSI & KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KEPAILITAN (Lanjutan) ♦
Pasal 104 ayat (4) UUPT Anggota Direksi tidak bertanggungjawab atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila dapat membuktikan: a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan yang dilakukan; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan. 70
TANGGUNG JAWAB RENTENG ANGGOTA DEWAN KOMISARIS BERSAMA ANGGOTA DIREKSI BILA PERSEROAN MENGALAMI KERUGIAN ATAU KEPAILITAN ♦ Menurut Pasal 115 ayat (1) setiap anggota Dewan Komisaris
secara tanggung renteng ikut bertanggung jawab dengan anggota Direksi atas kewajiban yang belum dilunasi apabila perseroan mengalami kepailitan; Sementara itu, Pasal 114 ayat (4) tidak menentukan tanggung jawab setiap anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng adalah bersama dengan anggota Direksi apabila perseroan mengalami kerugian. ♦ Dalam Penjelasan Undang-undang tersebut tidak ada keterangan apa pun mengenai perbedaan tersebut. ♦ Logika hukumnya, tanggung jawab renteng Dewan Komisaris adalah bersama dengan Direksi bukan saja dalam hal perseroan mengalami kerugian tetapi juga dalam hal perseroan mengalami kepailitan. 71
TANGGUNG JAWAB PRIBADI DEWAN KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KEPAILITAN (Lanjutan) ♦ Pasal 115 ayat (3)
Anggota Dewan Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kepailitan Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila dapat membuktikan: a. kepailitan tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; b. telah melakukan tugas pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan; c. tidak mempunyai kepentingan pribadi, baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan oleh Direksi yang mengakibatkan kepailitan; dan d. telah memberikan nasihat kepada Direksi untuk mencegah terjadinya kepailitan. 72
UUPT MENGANUT ASAS PEMBUKTIAN TERBALIK DALAM HAL PERSEROAN MENGALAMI KERUGIAN DAN/ATAU KEPAILITAN ♦
♦
Dengan berlakunya Pasal 97 ayat (5), Pasal 114 ayat (5), Pasal 104 ayat (4), dan Pasal 115 ayat (3) UUPT - yaitu pasalpasal yang menentukan bahwa Direksi atau Komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kerugian atau kepailitan Perseroan apabila dapat membuktikan dirinya tidak bersalah atau lalai telah mengakibatkan terjadinya kerugian atau kepailitan perseroan – berarti UUPT menganut asas “beban pembuktian terbalik”; Artinya, bukan penggugat tetapi anggota Direksi atau Komisaris yang digugat (pihak tergugat) yang harus membuktikan terpenuhinya semua hal yang dimaksud dalam pasal-pasal tersebut; Menurut ketentuan hukum acara perdata yang harus membuktikan dalihnya adalah penggugat bukan tergugat. Dalam hal pengajuan gugatan berdasarkan UUPT, penggugat cukup hanya membuktikan bahwa penggugat mengalami kerugian sebagai akibat kerugian atau kepailitan yang dialami oleh Perseroan; Tegasnya, penggugat tidak perlu membuktikan Direksi atau Komisaris telah bersalah atau lalai mengakibatkan kerugian dan/atau kepailtan perseroan. 73
PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB SECARA RENTENG ♦ Arti tanggung jawab Direksi dan Dewan Komisaris
secara renteng adalah: a. Masing-masing anggota Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab untuk bagian yang sama. b. Pihak yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi cukup dari salah satu anggota Direksi dan Dewan Komisaris saja untuk keseluruhan jumlah kerugian yang dideritanya.
74
PENGERTIAN TANGGUNG JAWAB SECARA RENTENG (lanjutan) c. Apabila salah satu anggota Direksi dan Dewan Komisaris telah membayar ganti rugi, maka perbuatan anggota Direksi dan Dewan Komisaris tersebut membebaskan tanggung jawab anggota Direksi dan Dewan Komisaris lainnya terhadap pihak yang dirugikan. d. Anggota Direksi dan Dewan Komisaris lainnya yang telah dibebaskan dari tanggung jawabnya kepada pihak yang dirugikan selanjutnya bertanggung jawab kepada anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang telah membayar ganti rugi itu. e. Anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang telah membayar ganti rugi tersebut selanjutnya dapat menagih kepada anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang lain sesuai dengan porsi tanggung jawabnya. 75
PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN GUGATAN TERHADAP PRIBADI DIREKSI & KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KERUGIAN DAN/ATAU KEPAILITAN ♦ ♦
♦
♦ ♦
Siapa saja pihak-pihak yang dapat menggugat Direksi dan Komisaris dalam hal perseroan mengalami kerugian dan/atau kepailitan? Khusus bagi Komisaris, berlaku Pasal 114 ayat (6) UUPT Atas nama Perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 (satu persepuluh) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat menggugat anggota Dewan Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri. Ketentuan Pasal 114 ayat (6) UUPT tersebut di atas, secara eksplisit ditentukan sebagai hak pemegang saham minoritas untuk menggugat Dewan Komisaris saja; Hak pemegang saham minoritas tersebut tidak secara ekspilit ditentukan untuk dapat menggugat Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri. Tidak jelas mengapa UUPT bersikap diskriminatif seperti itu. Namun sekalipun tidak ditentukan secara eksplisit, tidak menutup pemegang saham minoritas untuk menggugat juga anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian pada Perseroan ke pengadilan negeri. 76
PIHAK-PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN GUGATAN TERHADAP PRIBADI DIREKSI & KOMISARIS BILA PERSEROAN MENGALAMI KERUGIAN DAN/ATAU KEPAILITAN (Lanjutan) ♦ Hukum tidak hanya memberi hak kepada pemegang saham minoritas tetapi setiap pemegang saham yang mana pun untuk dapat menggugat Direksi dan Komisaris apabila perseroan mengalami kerugian dan/atau kepailitan sebagai akibat kesalahan atau kelalaian Direksi dan Dewan Komisaris sepanjang pemegang saham tersebut dapat membuktikan kerugian yang dideritanya adalah akibat perseroan mengalami kerugian dan/atau kepailitan. ♦ Selain setiap pemegang saham, menurut hukum semua pihak lain yang mengalami kerugian akibat perseroan mengalami kerugian dan/atau kepailitan dapat mengajukan gugatan terhadap Direksi & Komisaris yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian dan/atau kepailitan pada Perseroan ke pengadilan negeri. ♦ Pihak-pihak yang mungkin mengalami kerugian antara lain adalah: – Kreditor yang belum seluruh piutangnya dibayar lunas. – Pegawai yang terpaksa mengalami pengurangan gaji, tidak naik gaji, atau mengalami PHK. – Negara yang belum dibayar lunas tagihan pajaknya. – Pihak-pihak lain yang berhak atas harta pailit. 77
RISALAH RAPAT: KEWAJIBAN MEMBUAT RISALAH RAPAT BAGI DIREKSI & KOMISARIS ♦ Menurut Pasal 100 ayat (1) huruf a UUPT,
Direksi wajib membuat Risalah Rapat Direksi. ♦ Menurut Pasal 116 huruf a UUPT, Dewan Komisaris wajib membuat Risalah Rapat Dewan Komisaris.
78
RISALAH RAPAT: PENTINGNYA PEMBUATAN RISALAH RAPAT ♦ Risalah Rapat merupakan alat bukti hukum bagi
Direksi & Dewan Komisaris berkenaan dengan kemungkinan Direksi/Dewan Komisaris harus membuktikan mengenai sesuatu hal, fakta, atau kejadian, antara lain berkaitan dengan ketentuan Pasal 97 ayat (3) dan ayat (5) UUPT untuk Direksi dan berkaitan dengan Pasal 114 ayat (5) dan ayat (6) UUPT untuk Dewan Komisaris, atau untuk menghadapi penyelidik/penyidik/penuntut umum/hakim. ♦ Dengan kata lain, Risalah Rapat merupakan alat proteksi hukum bagi Direksi & Dewan Komisaris terhadap pertanggungjawaban terhadap pemegang saham/RUPS, gugatan perdata, tuntutan pidana. 79
RISALAH RAPAT: ISI RISALAH RAPAT ♦
Agar Risalah Rapat dapat berfungsi sebagai alat bukti hukum/proteksi hukum yang kuat bagi Direksi & Komisaris, Risalah Rapat seyogianya memuat sekurang-kurangnya: 1. Tanggal, hari, waktu, dan tempat diselenggarakannya rapat. 2. Siapa saja yang hadir (semua yang hadir tanpa kecuali harus dicatat, termasuk pihak luar apabila ikut diundang membicarakan substansi rapat). 3. Siapa saja anggota Direksi/Komisaris yang tidak hadir dengan menyebutkan alasan ketidakhadirannya. 4. Substansi yang dibicarakan. 5. Pengecekan mengenai pelaksanaan keputusankeputusan rapat terdahulu di permulaan rapat; Bila ada keputusan-keputusan dari rapat terdahulu yang belum dilaksanakan, agar dimuat penjelasannya mengapa keputusan-keputusan rapat terdahulu itu belum dilaksanakan atau belum selesai dilaksanakan. 80
RISALAH RAPAT: ISI RISALAH RAPAT (lanjutan)
6. Keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat tersebut sedapat mungkin mengemukakan dasar keputusannya. 7. Siapa anggota Direksi/Komisaris yang tidak setuju dengan pendapat terbanyak (dissenting opinion) dengan mengemukakan alasan perbedaan pendapat tersebut. 8. Siapa/unit mana yang harus melaksanakan keputusan-keputusan yang diambil dalam rapat tersebut sepanjang keputusan-keputusan tersebut harus memperoleh tindak lanjut. 9. Batas waktu pelaksanaan masing-masing keputusan rapat tersebut oleh pihak yang harus melaksanakan. 10. Tanda tangan notulis rapat dan tanda tangan setiap anggota Direksi/Komisaris yang hadir. 81
RISALAH RAPAT: PENYIMPANAN RISALAH RAPAT ♦ Risalah Rapat merupakan dokumen perseroan, oleh
karena itu harus diperlakukan sebagai dokumen penting milik perusahaan. ♦ Menurut Pasal 100 ayat (1) huruf c UUPT, Risalah Rapat, baik rapat Direksi maupun Dewan Komisaris, harus disimpan dengan baik oleh Direksi. ♦ Menurut Pasal 100 ayat (1) huruf c UUPT, Direksi wajib “memelihara seluruh daftar, risalah, dan dokumen keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b dan dokumen Perseroan lainnya”. ♦ Apabila ada Risalah Rapat yang hilang, Direksi yang dibebani tanggung jawab atas kehilangan itu.
82
RISALAH RAPAT: PENYIMPANAN RISALAH RAPAT (lanjutan)
♦ Oleh karena menurut Pasal 100 ayat (2) UUPT,
“Seluruh daftar, risalah, dokumen keuangan Perseroan, dan dokumen Perseroan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan di tempat kedudukan Perseroan.”, maka sebaiknya semua Risalah Rapat yang diwajibkan disimpan dengan baik oleh Direksi, penyimpanannya dilakukan bersama-sama dengan dokumen-dokumen lain yang menjadi tanggung jawab Direksi dalam suatu lemari besi (sedapat mungkin lemari besi yang khusus) yang ditempatkan di kantor Direksi. ♦ Sebaiknya masing-masing anggota Direksi dan Komisaris memiliki pula satu salinan dari Risalah Rapat; Artinya, setiap anggota Direksi sebaiknya memiliki Risalah Rapat Direksi dan setiap Komisaris memiliki Risalah Rapat Dewan Komisaris.
83
TERIMA KASIH