TUGAS TERSTRUKTUR SEMINAR
(BUDIDAYA JAMUR)
Oleh :
AGUSMAN (10712002)
JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN PROGRAM STUDY HORTIKULTURA POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG 2012
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas segenap rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini Dalam penulisan makalah ini, penulis tak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang membantu dalam penulisan makalah ini. Penulis menyadari segala yang penulis tulis pada makalah ini masih kurang sempurna, maka segala saran dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini akan senantiasa penulis nantikan. Penulis juga berharap yang ditulis dalam makalah ini dapat berguna bagi pembaca.
Bandar lampung, 6 November 2012
Penulis
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya jamur merupakan relatif baru . Komoditi jamur khususnya jenis jamur merang dikenalkan pada tahun 1960-an. Namun perkembangannya dan mula diusahakan secara komersil oleh masyarakat mulai tahun 1970-an, sedangkan jamur tiram dikenal lebih belakangan lagi. Sejak tahun 1980-an di beberapa kawasan pulau Jawa sudah banyak berdiri pertanian dan perusaan jamur merang, jamur tiram, serta jamur konsumsi lainnya. Di Indonesia budidaya jamur tiram mulai dirintis dan diperkenalkan kepada para petani terutama di Cisarua, Lembang, Jawa Barat pada tahun 1988, dan pada waktu itu petani dan pengusaha jamur tiram masih sangat sedikit. Sekitar tahun 1995, para petani di kawasan Cisarua, yang semula merupakan petani bunga, peternak ayam, dan sapi mulai beralih menjadi petani jamur tiram meski masih dalam skala rumah tangga. Budidaya jamur tiram merupakan aplikasi bioteknologi yang memakai teknologi yang praktis dan sederhana sehingga budidaya jamur bisa menjadi alternatif pemanfaatan sumber daya alam hayati, penganeka ragaman jenis pangan, pemeliharaan lingkungan, dan peluang kerja bagi masyarakat. Usaha jamur tiram memiliki prospek ekonomi yang baik. Pasar jamur tiram yang telah ada serta permintaan jamur tiram yang cukup tinggi dibandingkan daging atau ayam memudahkan para pembudidaya memasarkan hasil jamur tiram tiram ke masyarakat, kebutuhan pasar lokal sekitar 35% dan pasar luar negeri 65%(Maulana,2011). Jamur tiram merupakan salah satu produk sayuran komersial yang dapat dikembangkan serta membutuhkan lahan yang tidak terlalu luas dan modal relatif terbatas. Bahan media jamur tiram yang dibutuhkan tergolong bahan yang murah dan mudah diperoleh seperti serbuk gergaji, dedak, dan kapur.
Sedangkan proses budidaya jamur tiram relatif mudah.
Jamur tiram
merupakan produk organik yang higienis karena tidak membutuhkan pestisida atau bahan kimia lainnya. Masyarakat membutuhkan jamur tiram sebagai sayuran, namun pada kenyataannya ketersediaan akan jamur tiram terbatas. Melihat peluang yang ada, maka banyak usaha jamur
tiram mulai berkembang dan bergerak di bidang usaha budidaya jamur tiram. Usaha jamur tiram merupakan usaha yang menyediakan jamur tiram sebagai usah sayuran yang dibutuhkan konsumen. Berkembangnya usaha jamur tiram berdampak positif mengurangi pengangguran, karena mampu membuka lapangan pekerjaan bagi tetangga yang berada di sekitar usaha tersebut. Tujuan usaha selain untuk memenuhi kebutuhan konsumen juga karena berorientasi untuk jamur tiram dapat dipasarkan yang ada di sekitar usaha budidaya jamur tiram maupun pasar yang ada di luar daerah. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jamur kayu yang sangat baik untuk dikonsumsi manusia. Selain karena memiliki cita rasa yang khas, jamur tiram juga memiliki nilai gizi yang tinggi. Jamur tiram mempunyai nama lain shimeji (Jepang), abalone mushroom atau oyster mushroom (Eropa atau Amerika), supa liat (JawaBarat).
Warna tubuhnya putih, kecoklat-
coklatan, keabu-abuan, kekuning-kuningan, kemerah-merahan, dan sebagainya sehingga namanya tergantung pada warna tubuh buahnya. Bila sudah terlalu tua, apalagi kalau sudah kering, jamur tiram akan keras dan kenyal walau terus-menerus direbus (Suriawiria, 1999). Jamur tiram putih termasuk dalam divisi Fungi, klas Eumycetes, sub klas Basidiomycetes, ordo Agarricaceae, genus Pleurotus, dan spesies Pleurotus ostreatus (Suriawiria, 2002). Jamur tiram merupakan tanaman yang berinti berspora, tidak berklorofil berupa sel atau benang-benang bercabang. Kehidupan jamur mengambil makanan yang sudah dibuat oleh organisme lain yang telah mati. Jamur tiram putih tumbuh membentuk rumpun dalam satu media. Setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Daya simpannya lebih lama bila dibandingkan dengan jamur tiram abu-abu, meskipun tudungnya lebih tipis dibandingkan dengan jamur tiram coklat dan jamur tiram abu-abu (Cahyana, 1997).
1.2. Tujuan 1.mengetahui cara budidaya jamur tiram yang baik 2.mengetahui kandungan gizi jamur tiram
1.3. Hipotesis Jamur mudah untuk di budidayakan secara besar – besaran karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi, serta kandungan gizi yang berguna bagi tubuh kita
II. ISI
2.1 Kandungan Gizi Jamur Tiram Jamur tiram yang dibudidayakan dengan penambahan tepung jagung mengandung protein 27%, lemak 3.79 %, karbohidrat 58%, serat 11.5%, abu 9,3%, dan kalori 265 kkal (Cahyana, dkk, 2001). Selain itu jamur tiram mengandung vitamin B1(tiamin), vitamin B2(riboflavin), niasin, biotin serta beberapa garam mineral seperti Ca, P, Fe, Na, dan K. Bila dibandingkan dengan daging ayam yang kandungan proteinnya 18,2 gram, lemaknya 25,0 gram, maka kandungan gizi jamur masih lebih komplit.
2.2 Syarat Tumbuh Jamur Tiram 2.2.1 Media Tumbuh Jamur Tiram. Media untuk budidaya jamur tiram yang dapat digunakan antara lain substrat kayu, serbuk gergaji, ampas tebu, jerami, daun pisang kering, dan lain-lain. Saat ini, pembudidaya banyak menggunakan baglog sebagai tempat pertumbuhan jamur tiram. Media yang dibuat dari campuran beberapa bahan tersebut perlu diatur kadar air serta pHnya. Kadar air media untuk jamur tiram berkisar 50–65%. Air dapat ditambahkan agar miselia jamur dapat tumbuh dan berkembang. Apabila air yang ditambahkan kurang maka pertumbuhan dan perkembangan misilia dan tubuh buah jamur tiram kurang optimal, sedangkan jika air berlebihan maka jamur tiram akan mati karena baglog membusuk. Tingkat keasaman media sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur tiram. Apabila pH terlalu rendah atau terlalu tinggi maka pertumbuhan jamur tiram akan terhambat. Bahkan kemungkinan akan tumbuh jamur lain yang akan mengganggu pertumbuhan jamur tiram itu sendiri (cahyana, dkk, 2001). Keasaman atau pH media perlu diatur antara pH 6–7, untuk mendapatkan pH tersebut dapat ditambahkan kapur (CaCO3).
2.2.2 Lingkungan tumbuh Di samping media tumbuh, faktor lingkungan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur. Suhu pertumbuhan jamur tiram pada saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan (pembentukan tubuh buah jamur). Suhu inkubasi jamur tiram sebaiknya
antara 22–28°C dengan kelembaban 60–80%, sedangkan suhu pada pembentukan tubuh buah (fruiting body) berkisar antara 16–22°C dengan kelembaban 80–90% (Cahyana, dkk, 2001). pengaturan suhu dan kelembaban tersebut di dalam ruangan dapat dilakukan dengan menyemprotkan air bersih ke dalam ruangan. Cahaya dan sirkulasi udara perlu diperhatikan dalam budidaya jamur tiram. Sirkulasi udara harus cukup maka diperlukan rungan yang berventilasi. Jadi cahaya yang diperlukan pada saat pertumbuhan cukup untuk jamur tiram (Cahyana, 1999).
III PENUTUP
3.1. Kesimpulan Jamur dapat tumbuh dengan baik dengan cara budidaya yang tepat, serta kita baik mengkonsumsi jamur tiram karena memiliki kandungan gizi yang tinggi tentu saja ini berguna bagi kesehatan serta kebugaran tubuh
V DAFTAR PUSTAKA
Cahyana Y.A, Muchroji, M. Bakrun. 1999. Jamur Tiram. Penebar Swadaya. Jakarta Chazali Syammahfuz dan P.P Sekar. 2009. Usaha Jamur Tiram Skala Rumah Tangga. Penebar Swadaya. Depok
Djarijah N.M., Siregar Djarijah, Agas. 2001. Budidaya Jamur Tiram. Kanisius.
Gunawan, Agustin W. 2005. Usaha Pembibitan Jamur. Jakarta: Penebar Swadaya.
Yogyakarta