Tugas Mata Kuliah Sistem Sensor
Sejarah dan Perkembangan Sensor Biologi Department of Physics, Institut Teknologi Bandung Muhammad Yangki Sulaeman, Imam Priyono, Renadi Permana 10209014,10209031,10209074
Abstrak Sistem sensor telah menjadi suatu penelitian yang sangat menarik untuk dipelajari dari penemuan pertama mengenai sifat kelistrikan hingga saat ini dan digunakan sebagai sarana komunikasi antara dunia (sebagai besaran fisis seperti fisika, kimia, dan biologi) dengan alat-alat elektronik. Tulisan ini akan bertujuan untuk membahas konsep dasar dari sensor agar dapat memahami prinsip-prinsip dasar dari sistem tersebut dan dilanjutkan dengan sejarah singkat beberapa sensor yang sering digunakan oleh ahli medis maupun ilmuwan pada bidang medis dan kesehatan, yaitu Electrocardiograph (ECG) dan Electroencephalograph (EEG), sehingga dapat dijadikan rujukan untuk tulisan-tulisan lainnya yang akan membahas mengenai sistem sensor, terutama pada sensor biologis pada dunia medis dan kesehatan. Kata kunci : Electroencephalography, Electrocardiography, Sensor Biologi, Sistem Sensor
1
Pendahuluan
Sensor adalah suatu perangkat yang mampu untuk mengubah suatu besaran fisis, baik itu fisika, kimia, maupun biologi menjadi suatu sinyal listrik yang dapat dihitung dan disimpan [15]. Sensor dapat digunakan untuk mendeteksi temperatur, tekanan, getaran, intensitas suara, intensitas cahaya, berat, konsentrasi molekul, dan lain-lain dan telah memainkan peran penting dalam kegiatan industri di dunia pada saat ini [12]. Kemampuan sensor dalam mengubah suatu besaran menjadi besaran listrik, mampu menjadikan sensor suatu media komunikasi antara dunia (dalam hal besaran fisis) dengan perangkat elektronik seperti komputer. Menurut sudut pandang sumber sinyal listrik yang didapatkan, maka sensor dapat diklasifikasikan sebagai berikut [3] 1. Active sensor, sensor yang membutuhkan sumber listrik dari luar untuk menghasilkan sinyal listrik 1
2. Passive sensor, sensor yang menghasilkan sinyal listrik tanpa membutuhkan sumber tegangan atau arus dari luar sensor juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sinya ouput-nya, yaitu 1. Analogue sensors, sensor dengan sinyal ouput analog 2. Digital sensors, sensor yang sinyal output digital Sensor dapat digunakan untuk memudahkan kerja manusia, seperti pada Gambar (1), ditunjukkan peran manusia dalam mengatur ketinggian air berdasarkan beberapa parameter terntu, seperti suhu, kelembapan, dan lain-lain pada suatu tempat dapat digantikan oleh suatu sistem sensor yang sesuai dan lebih akurat [12]. Mengacu kepada Gambar (1), maka sensor dapat dengan mudah menggantikan peran manusia dalam dunia industri, khususnya industri yang mempunyai skala besar [15].
Gambar 1: Pengatur ketinggian air yang dikendalikan oleh manusia [3] Namun, sensor mempunyai karakteristik performa yang harus diketahui terlebih dahulu sebelum digunakan dalam proses pengukuran suatu besaran, baik itu fisika, kimia, maupun biologi, yaitu [3, 16] 1. Transfer function, yaitu fungsi yang dapat mengetahui hubungan antara besaran yang diukur dengan sinyal listrik yang didapatkan, biasanya hubungan tersebut direpresentasikan dalam bentuk grafik antara input dan output sinyal. 2. Sensitivitas, yaitu hubungan antara sinyal input dari besaran yang diukur dengan sinyal ouput listrik yang dihasilkan dan biasanya merupakan rasio antara perubahan terkecil antara sinyal listrik dengan sinyal masukan. 2
3. Span atau Dynamic Range, sensor diharapkan dapat menerima sinyal input dengan nilai tertentu, namun ketika sensor mendapatkan input melebihi batas nilai tersebut, maka sensor akan mengalami suatu ketidakakuratan dalam penghasilan ouput sinyal. 4. Accuracy atau Uncertainty, merupakan suatu nilai error yang didapatkan dari hasil input dan output sinyal ideal. Semakin kecil nilai error yang dipunyai suatu sensor, maka dapat dikatakan sensor tersebut mempunyai akurasi yang sangat baik. dan lain-lain seperti noise, calibration, dan hysteresis. Semua sensor mempunyai sistem yang sama ketika akan mengubah sinyal input menjadi sinyal ouput berupa sinyal listrik. Sensor membutuhkan suatu rangsangan sinyal atau stimulus dari suatu medium agar dapat diubahnya menjadi suatu sinyal listrik [3, 16]. Sensor akan berbeda dengan transducer yang mempunyai sifat mengubah suatu tipe energi menjadi energi lainnya, sensor hanya mengubah suatu besaran menjadi sinyal listrik, namun biasanya sensor merupakan gabungan beberapa transducer yang digunakan untuk mengubah stimulus menjadi sinyal listrik. Output sinyal listrik dapat berupa tegangan listrik, arus listrik, resistansi, maupun kapasitansi. Sensor seperti thermocouple dapat mengukur besaran suhu, dan merupakan sensor passive dengan sinyal output berupa tegangan listrik. Sensor LVDT dapat digunakan untuk mengukur posisi dan merupakan sensor active yang menghasilkan sinyal output berupa tegangan AC [16].
2
Sensor Biologi
Seperti yang dibahas pada Bab (1), sensor mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam bidang industri. Walaupun demikian, sistem sensor juga dapat digunakan dalam mendapatkan besaran biologis, baik dari hewan, tumbuhan, maupun manusia. Pada bahasan kali ini, sensor biologis yang dimaksud hanya akan meliputi sensor yang digunakan pada tujuan kesehatan agar cakupan tulisan ini tidak terlalu besar dan hanya meliputi sensor biologis pada manusia. Pada dunia kesehatan, terdapat irisan yang sangat penting antara teknologi informasi dan bioteknologi [15], sehingga mengakibatkan naiknya penggunaan dari transducers, actuators, dan mesin-mesin berukuran kecil yang digunakan sebagai sarana penunjang dunia medis. Sensor yang dapat mengukur besaran seperti suhu, tekanan, tegangan, arus, laju fluida, dan lain-lain merupakan sensor-sensor yang paling penting dalam dunia medis [2, 15].
2.1
ECG : Electrocardiography
Salah satu sensor medis yang sering digunakan adalah ECG, atau Electrocardiography yang mempunyai kegunaan dalam mendapatkan sinyal listrik dari jantung manusia. ECG pertama kali ditemukan oleh ahli anatomi bernama Luigi Galvani. Pada percobaannya terhadap potongan kaki katak yang disentuh oleh scapel, kaki katak tersebut akan
3
terangsang untuk berkontraksi [7]. Luigi kemudian menemukan bahwa terdapat hubungan antara kontraksi otot dengan sinyal listrik yang diberikan dan akhirnya Luigi menemukan suatu alat pengukur besaran listrik yang dinamakan galvanometer dan merupakan cikal bakal dari ECG. Penemuan galvanometer oleh Luigi berlanjut pada penelitian-penelitian yang berhubungan dengan sifat kelistrikan dari tubuh manusia, terutama jantung [7] dan berujung pada penemuan ECG oleh Willem Einthoven pada tahun 1902 [4] yang digunakan untuk mendiagnosa penyakit jantung, terutama arrhythmias dan infeksi myocardial [4, 10]. Pada saat itu Eithoven menggunakan electrometer berbentuk kapiler untuk mendapatkan grafik sinyal listrik dari jantung dan berlanjut pada penemuannya untuk mendapatkan arus listrik yang mengalir permenit, sehingga dapat dideteksi gelombang-gelombang yang berhubungan dengan aktivitas jantung, yaitu gelombang P, Q, R, S, dan T [10].
Gambar 2: Mesin ECG modern dengan elektrodanya [6] Grafik sinyal listrik jantung yang didapatkan dari ECG adalah suatu sinyal yang menggambarkan detak jantung yang dihasilkan oleh sel-sel otot jantung yang dapat bereksitasi sendiri akibat perubahan polarisasi pada sel tersebut. Ketika sel otot jantung mengalami perubahan polarisasi, sel tersebut akan menyebarkan sinyal listrik dari beda potensial yang dihasilkannya melalui serat-serat purkinje sehingga sinyal tersebut akan tersebar pada seluruh jantung dan akan mengontrol kapan jantung akan berkontraksi atau relaksasi. Sel otot jantung yang dapat menghasilkan sinyal listrik ini berada pada atrium kanan dan disebut sebagai sinoatrial node yang merupakan sel pacemaker, atau sel yang mampu menghasilkan impuls tegangan di jantung [13]. ECG akan melakukan pengambilan data tegangan jantung pada pasien secara terus menerus agar didapatkan suatu grafik aktivitas jantung pasien tersebut. Pada Gambar (2), terlihat alat ECG modern dengan beberapa elektroda yang akan dipasang pada bagian dada pasien untuk mendapatkan tegangan jantung pasien tersebut. Aktivitas 4
jantung yang didapatkan melalui ECG merupakan grafik beberapa gelombang ang terdiri atas gelombang P, Q, R, S, dan T, seluruh gelombang tersebut merepresentasikan aktivitas-aktivitas jantung yang berbeda-beda. Sebagai contoh, gelombang P merupakan representasi dari perubahan polarisasi atrium jantung. Sinyal listrik yang dihasilkan oleh sel-sel otot jantung dapat dideteksi pada permukaan kulit manusia, secara teori seharusnya sinyal listrik tersebut dapat diukur melalui galvanometer biasa, namun karena sinyal elektrik yang diteruskan pada serat purkinje sangat cepat, maka diperlukan instrumentasi yang lebih baik daripada galvanometer sederhana. Sistem sensor yang dibangun untuk dapat mendeteksi sinyal listrik tersebut membutuhkan sistem penguat karena sinyal listrik yang dihasilkan jantung sangatlah kecil. Sinyal listrik jantung akan ditangkap oleh elektroda pada permukaan kulit dan diteruskan pada sistem penguat, lalu sinyal listrik tersebut akan diolah oleh suatu sistem sehingga didapatkan gelombang-gelombang aktivitas jantung. ECG terus berkembang hingga saat ini, bentuk dari ECG modern dapat dilihat pada Gambar (2) dan merupakan salah satu alat uji diagnostik paling sering digunakan pada bidang kesehatan. Willem Einthoven sebagai ayah dari ECG berhasil menemukan kasuskasus arrhythmias dan ditemukannya angina serta arteriosclerosis pada tahun 1910 berkat ECG yang mampu mendeteksi gelombang T yang mengalami keanehan. Luigi akhirnya mendapatkan hadiah nobel pada bidang kesehatan berkat penemuan ECG yang merupakan salah satu penemuan terpenting pada dunia kesehatan terutama pada bidang kardiovascular [10].
2.2
EEG : Electroencephalography
Apabila ECG mempunyai peranan dalam pendeteksian sinyal listrik yang dihasilkan oleh jantung, maka EEG atauh Electroencephalography mempunyai fungsi untuk mendeteksi sinyal listrik yang dihasilkan oleh otak. EEG pertama kali ditemukan oleh Richard Calton, seorang dokter yang berasal dari Liverpool [14]. Richard menemukan aktifitas kelistrikan yang terjadi di otak kelinci dan monyet pada bagian cerebral hemisphere, lalu kemudia diikuti oleh penemuan aktifitas listrik yang terjadi secara spontan pada kelinci dan anjing yang diakibatkan oleh stimulus cahaya oleh Adolf Beck [14]. Penelitian mengenai fenomena kelistrikan yang terjadi pada bagian otak terus berlanjut hingga pada tahun 1924, seorang dokter asal Jerman, Hans Berger berhasil merekam aktifitas otak pertama dengan alat yang merupakan cikal bakal dari EEG [5]. EEG yang ditemukan oleh Hans menjadi daya tarik ilmuwan lain untuk melakukan penelitian mengenai otak dan sinyal kelistrikannya, hingga pada tahun 1947, perkumpulan mengenai EEG yang bernama, The American EEG Society didirikan. EEG digunakan baik pada bidang kesehatan maupun penelitian mengenai cara kerja sistem syaraf. EEG mempunyai bentuk seperti ditunjukkan pada Gambar (3), dengan menggunakan elektroda yang dipasangkan pada bagian kepala pasien, EEG mampu merekam aktifitas kelistrikan otak pasien tersebut. Pada bidang kesehatan, EEG digunakan untuk mendiagnosa beberapa penyakit, seperti 5
1. Seizure disorders, seperti pada epilepsi 2. Abnormalitas pada struktur otak, seperti pada tumor otak dan abscess otak 3. Cedera pada bagian kepala 4. Encephalitis atau inflammasi pada bagian otak dan lain-lain seperti pendarahan pada bagian otak, maupun cerebral infarct atau kerusakan jaringan otak yang diakibatkan oleh kurangnya pasokan darah pada otak [8].
Gambar 3: Pasien yang sedang menjalani tes EEG [1] Fenomena kelistrikan yang terjadi pada otak diakibatkan oleh jutaan sel-sel syaraf yang menjadi pembentuk utama dari otak. Sel syaraf mampu menghasilkan sinyal listrik sebagai sarana komunikasi melalui pertukaran ion yang diregulasi oleh protein yang terdapat pada membran sel syaraf. Pertukaran ion tersebut mampu menghasilkan suatu potensial aksi yang berpropagasi dari satu sel syaraf ke sel syaraf yang lain dan akan menghasilkan suatu sinyal listrik yang mampu dideteksi oleh elektroda EEG. Pada dasarnya, satu sel syaraf hanya menghasilkan sinyal listrik yang sangat kecil dan tidak mampu untuk dideteksi oleh EEG, namun apabila sel syaraf yang mempunyai orientasi yang sama melakukan pengiriman potensial aksi secara bersamaan, maka sinyal listrik tersebut dapat dideteksi oleh EEG [11]. Meskipun demikian, sinyal listrik yang dihasilkan oleh sel-sel syaraf tersebut masih sangat kecil untuk dideteksi secara langsung. EEG memerlukan suatu instrumentasi yang serupa dengan ECG, yaitu penguat sinyal atau amplifier, agar sinyal listrik yang dihasilkan oleh sel-sel syarat tersebut dapat direkam dan dianalisis untuk kepentingan medis maupun penelitian. Selain itu, otak tidak hanya mengirimkan sinyal listrik yang sama. Sinyal 6
listrik yang dihasilkan oleh sel-sel syaraf akan berbeda-beda tergantung kepada titik peletakan elektroda EEG, sehingga diperlukan banyak sekali elektroda dan penguat sinyal yang harus dimasukkan pada rancangan EEG agar dapat merekam aktifitas otak dengan akurat [1].
2.3
Sensor Medis Lainnya
ECG dan EEG yang dibahas pada Bab (2.1) dan (2.2), merupakan dua contoh sensor medis yang sering digunakan para dokter untuk menegakkan hasil diagnosis mereka. Namun, dua contoh sensor tersebut hanya merupakan contoh kecil dari sensor biologis yang digunakan pada dunia medis dan kesehatan. Beberapa sensor yang digunakan untuk keperluan medis dan kesehatan, adalah 1. Sistem sensor yang digunakan untuk mendeteksi konsetrasi gula darah pada pasien diabetes. Beberapa penelitian dan pengembangan telah dilakukan pada sistem sensor ini, agar didapatkan suatu sistem sensor konsentrasi gula yang sederhana dan presisi. 2. Sistem sensor berukuran kecil untuk mendeteksi dan mengukur sistem organ tubuh manusia, seperti sistem muskular, peredaran darah, pencernaan, dan sistem organ lainnya. 3. Sistem sensor yang digunakan untuk melakukan analisa darah (tes darah), tanpa melakukan tindakan invasif pada pasien. dan sistem sensor lainnya baik yang sedang dikembangkan, maupun telah masuk pada dunia klinis [15] Sensor pada dunia kesehatan dan medis telah menjadi bidang penelitian yang terus berkembang hingga saat ini. Banyak sekali jenis sensor yang digunakan untuk diagnosa dan meningkatkan kualitas dari pemeriksaan pasien yang telah digunakan dokter. Salah satu kegunaan sensor yang terus diteliti dan dikembangkan pada bidang ini adalah kecepatan dan keakuratannya dalam diagnosa dini [15], sehingga pasien yang mempunyai penyakit tertentu yang sulit untuk didiagnosa dapat segera mendapatkan hasil jenis penyakit yang sedang dideritanya. Salah satu contoh penelitian yang sedang dikembangkan dalam hal tersebut adalah sensor pendeteksi kanker [9]. Potensi sensor dalam memberikan hasil diagnosis dini, terutama untuk diagnosis kanker telah menjadi penelitian yang terus dikembangkan hingga saat ini. Kanker termasuk dalam penyakit yang telah membunuh jutaan jiwa dan kebanyakan pasien terlambat mengetahui bahwa dirinya sedang mengidap kanker, sehingga pasien baru mengetahui bahwa dirinya terkena kanker ketika kanker tersebut telah masuk pada tahapan pengganasan (stadium akhir). Dijelaskan pada [9], bahwa telah dikembangkan sensor pendeteksi kanker paru-paru dengan menggunakan sensor yang dapat mendeteksi perbedaan hembusan nafas antara pasien penderita kanker paru-paru, pasien penyakit paru-paru, dan pasien sehat.
7
3
Pembahasan dan Kesimpulan
Pengenalan mengenai sensor telah dibahas pada Bab (1), yang menjelaskan secara singkat mengenai teorema dasar sensor. Pada bab tersebut, dijelaskan bahwa sensor dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, namun dengan tujuan yang sama, yaitu sebagai sarana komunikasi antara dunia dengan alat elektronik. Dunia yang dimaksud adalah beberapa fenomena fisis, baik secara fisika, biologi, maupun kimia yang dapat dilihat langsung oleh manusia, maupun yang tidak dapat dilihat secara langsung perubahannya. Bab (1) menjelaskan secara singkat mengenai peran sensor dalam hal mempermudah hidup manusia, seperti yang ditunjukkan pada Gambar (1), ketika manusia perlu secara mandiri mengatur ketinggian air, namun dengan menggunakan sistem sensor yang terintegrasi pada sistem tersebut, maka manusia tidak perlu lagi mengaturnya secara mandiri. Pada Bab (2), dijelaskan secara singkat sejarah dan contoh tentang sensor biologi yang diaplikasikan pada dunia medis dan kesehatan, seperti ECG (Bab (2.1) dan EEG (Bab 2.2). Baik ECG dan EEG merupakan dua contoh sensor biologis yang paling sering ditemui di dunia kesehatan maupun penelitian. Dokter akan menggunakan ECG dan EEG sebagai alat penegak diagnosa yang dia berikan kepada seorang pasien, sedangkan ilmuwan menggunakan kedua sensor tersebut untuk mengamati fenomena-fenomena fisis lainnya yang terjadi pada sistem peredaran darah (ECG) dan sistem syaraf pusat (EEG). Bab 2) juga menjelaskan mengenai potensi penelitian mengenai sistem sensor dalam bidang medis dan kesehatan, beberapa contoh mengenai sensor yang terkait telah disebutkan pada bab tersebut.
8
Daftar Pustaka [1] Stacey L. Blachford. Eeg machine : How products are made, September 2013. http://www.enotes.com/topics/electroencephalogram/reference# reference-eeg-machine. [2] Gerard L Cot´e, Ryszard M Lec, and Michael V Pishko. Emerging biomedical sensing technologies and their applications. Sensors Journal, IEEE, 3(3):251–266, 2003. [3] Jacob Fraden. Handbook of modern sensors. Springer, 2010. [4] W Bruce Fye. A history of the origin, evolution, and impact of electrocardiography. The American journal of cardiology, 73(13):937–949, 1994. [5] LF Haas. Hans berger (1873–1941), richard caton (1842–1926), and electroencephalography. Journal of Neurology, Neurosurgery & Psychiatry, 74(1):9–9, 2003. [6] healthadvocate. Everything you need to know about having an ecg, April 2013. http: //healthadvocate.net.au/everything-you-need-to-know-about-having-an-ecg/. [7] Dean Jenking. A (not so) brief history of electrocardiography, December 1996. http: //www.ecglibrary.com/ecghist.html. [8] Kristine Krapp. Electroencephalogram, September 2013. http://www.enotes.com/ topics/electroencephalogram/reference#reference-electroencephalogram. [9] Roberto F Machado, Daniel Laskowski, Olivia Deffenderfer, Timothy Burch, Shuo Zheng, Peter J Mazzone, Tarek Mekhail, Constance Jennings, James K Stoller, Jacqueline Pyle, et al. Detection of lung cancer by sensor array analyses of exhaled breath. American journal of respiratory and critical care medicine, 171(11):1286, 2005. [10] Nirav J Mehta and Ijaz A Khan. Cardiology’s 10 greatest discoveries of the 20th century. Texas Heart Institute Journal, 29(3):164, 2002. [11] Paul L Nunez. Electric fields of the brain: the neurophysics of EEG. Oxford University Press, 2006. [12] Felix Orefuwa. Beyond Your Senses. AuthorHouse, 2007. [13] Edward Pullen. Explaining how an ekg works, June 2011. http://www.kevinmd.com/ blog/2011/06/explaining-ekg-works.html. [14] Barbara E Swartz. The advantages of digital over analog recording techniques. Electroencephalography and clinical neurophysiology, 106(2):113–117, 1998. [15] Charles B Wilson. Sensors in medicine. Western Journal of Medicine, 171(5-6):322, 1999. [16] Jon S Wilson. Sensor technology handbook. Access Online via Elsevier, 2004.
9