DOSEN
: Dr. Ir. Arif Imam Suroso, MSc.
Hari/Tanggal
: Kamis/14 Juli 2011
TUGAS INDIVIDU PEMBANGUNAN SISTEM INFORMASI (KASUS: DINAS SOSIAL PROVINSI DKI JAKARTA)
GHITA YASANINGTHIAS
P056101151.45
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
I. PENDAHULUAN DKI Jakarta merupakan kota besar yang dijadikan sebagai pusat kegiatan bisnis dan organisasi. Organisasi yang terdapat di kota besar ini salah satunya adalah Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta adalah perangkat Pemerintah Daerah yang memiliki peranan yaitu melaksanakan penanganan, pembinaan dan rehabilitasi sosial kepada Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Provinsi DKI Jakarta. Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta sebagai organisasi yang memiliki jaringan kerja yang sangat luas dengan jumlah staf yang besar untuk meningkatkan produktivitas, efektivitas dan keunggulan sebuah organisasi maka dibutuhkan sebuah strategi. Strategi tersebut adalah sebuah mekanisme yang sistematis untuk memetakan, mengumpulkan dan mendokumentasikan dalam bentuk standar agar dokumen dan aset pengetahuan yang tersedia dapat diakses dengan mudah untuk kepentingan sejumlah orang di organisasi tersebut. Strategi tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kemajuan dalam pengembangan program pelayanan pembinaan dan rehabilitasi sosial kepada PMKS di Provinsi DKI Jakarta. Ilmu pengetahuan merupakan aset intangible yang dapat dijadikan strategi untuk memberikan perubahan pada diri seseorang. Perubahan positif pada diri seseorang akan menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan kemajuan di tubuh sebuah organisasi. Pembanguna system informasi dalam rangka Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) merupakan suatu cara untuk meningkatkan pengetahuan dan manajemen bagi organisasi. Knowledge management sangat penting untuk meningkatkan daya saing. Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta menggunakan Knowledge Management System (KMS) di dalam menciptakan Manajemen Pengetahuan (Lampiran 2). Knowledge Management System (KMS) adalah sarana dalam membagi ilmu pengetahuan (share knowledge). Manfaat KMS yaitu menciptakan, mendokumentasikan, menggolongkan dan menyebarkan knowledge dalam organisasi. KMS mengelola seluruh elemen sistem berupa dokumen, basis data, kebijakan, prosedur, informasi tentang pengalaman dan keahlian individu. Dinas Sosial Pemprov DKI menggunakan
Software MOODLE sebagai Knowledge
Sharing. Software MOODLE memiliki fitur yang lengkap sehingga dapat digunakan untuk proses pembelajaran individu maupun organisasi. KMS dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk membangun budaya knowledge sharing antar pegawai Dinas Sosial, meningkatkan kinerja dan meningkatkan keunggulan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan pengetahuan yang dimiliki oleh tiap individu di Dinas Sosial masih bersifat tertutup dan belum adanya komunikasi untuk saling berbagi, sehingga kompetensi masing masing individu tidak dapat berkembang dan bersifat statis. Penyimpanan pengetahuan berupa data-data atau informasi penting di Dinas Sosial belum tersedia. Peran serta individu, organisasi dan teknologi informasi yaitu KMS tentunya sangat dibutuhkan untuk memberikan kemajuan dan keunggulan di Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta.
1I. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management) 2.1.1 Definisi Manajemen Pengetahuan Knowledge Management atau manajemen pengetahuan adalah suatu disiplin yang menggunakan modal intelektual sebagai aset sehingga sangat terkait dengan bentuk pengetahuan yang akan dikelola (Davenport 2000). Manajemen pengetahuan melibatkan sumberdaya manusia, informasi dan teknologi. Faktorfaktor penting yang harus diperhatikan di dalam sumberdaya manusia antara lain (1) mengetahui dengan pasti apa yang membuat komunitas tertarik, (2) mengidentifikasi pengetahuan penting bagi sumberdaya manusia dan (3) menggunakan manajemen kinerja untuk menghadapi perubahan budaya. Pembangunan sistem informasi yang diterapkan oleh manajemen dalam setiap perusahaan berbeda-beda. Sehingga kesuksesan dan kegagalan yang dialami oleh setiap perusahaan berbeda-beda juga, hal ini tergantung dari permasalahan yang dihadapi oleh setiap perusahaan berbeda pula. Meski permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan sama, belum tentu sistem informasi manajemen yang diterapkan akan sama, dikarenakan budaya dan cara penanganan setiap perusahaan terhadap suatu permasalahan yang ada berbeda. Intelektual yang tinggi dapat menciptakan kemakmuran sebuah organisasi atau
perusahaan.
Kemakmuran
dapat
diciptakan
jika
organisasi
dapat
menggunakan pengetahuan untuk menghasilkan sebuah proses yang lebih efektif dan efisien. Selain itu juga, perusahaan mampu menggunakan pengetahuan untuk menciptakan nilai atau manfaat bagi konsumen dengan mendorong inovasi pengembangan produk yang unik (Djohar 2000). Menurut Nonaka (1991) manajemen pengetahuan adalah perilaku atau usaha
mengumpulkan,
mengorganisasi,
menciptakan
pengetahuan
baru,
menyebarkannya ke organisasi dan memanfaatkan pengetahuan tersebut dalam teknologi dan produk yang baru. Manajemen pengetahuan merupakan proses yang terus menerus harus dilakukan oleh perusahaan sehingga proses tersebut dapat menjadi satu budaya organisasi yang akan membentuk organisasi yang berbasis pengetahuan. Pengetahuan organisasi merupakan perpaduan pengetahuan individu
dan kelompok yang dikelola menjadi keunggulan organisasi. Ketidakmampuan organisasi dalam mengelola pengetahuan dapat mengakibatkan gagalnya organisasi melakukan inovasi berkelanjutan. 2.1.2 Siklus dari Manajemen Pengetahuan Turban
(2002)
mengungkapkan
adanya
siklus
dari
Manajemen
Pengetahuan yang terdiri dari: a) Create knowledge Pengetahuan diciptakan sebagaimana manusia menentukan cara baru dari melakukan sesuatu atau mengembangkan cara tindak (know how). b) Capture knowledge Pengetahuan baru harus diidentifikasi sesuai dengan nilainya dan disajikan dalam suatu cara yang layak. c) Refine knowledge Pengetahuan baru harus diletakkan secara kontekstual sehingga dapat ditindaklanjuti. d) Store knowledge Pengetahuan yang berharga harus disimpan dalam format yang layak pada knowledge repositories sehingga anggota organisasi lainnya dapat mengakses. e) Manage knowledge Pengetahuan harus dikelola dan dimutakhirkan seperti perpustakaan. f)
Disseminate knowledge Pengetahuan harus dibuat dan tersedia dalam format yang dapat berguna bagi semua anggota organisasi yang membutuhkan, kapanpun dan dimanapun.
2.1.3
Hambatan dan Manfaat Manajemen Pengetahuan Pengetahuan dapat diciptakan dari pengalaman dan keterampilan yang
diperoleh. Manajemen pengetahuan berisi isu-isu kritis agar organisasi atau perusahaan dapat beradaptasi dengan lingkungan dan dapat mendorong inovasi atau kreatif sebuah organisasi. Pengetahuan bukan hanya data ataupun informasi tetapi juga pengalaman dan pendapat para ahli. Data merupakan kumpulan fakta tentang kejadian yang bersifat objektif dan diskret. Sekumpulan data yang memiliki makna dapat dijadikan informasi untuk mengambil keputusan. Informasi merupakan data yang telah dikumpulkan dan diolah serta dilengkapi dengan relevansi dan tujuan. Data berubah menjadi informasi apabila memiliki arti atau makna. Jika informasi telah mendapatkan tempat dalam kerangka acuan pengguna sehingga pengguna menghubungkan tindakannya dengan kerangka acuan tersebut maka informasi tersebut telah menjadi pengetahuan (Natarajan dan Shekhar 2001). Manusia dengan menggunakan pemikirannya dapat menjadikan struktur arti dan pengetahuan sehingga berwujud sebagai bahasa verbal maupun kontekstual. Menurut Pendit (2001) pengetahuan dalam bentuk tulisan di sebuah dokumen akan disimpan di dalam sebuah memori digital maka diperlukan representative dari masing-masing artian yang terkandung dalam dokumen tersebut. Dokumen dan informasi yang terkandung di dalamnya harus dipecahpecah menjadi butiran-butiran yang tidak punya arti dalam kesendiriannya. Pada tahap ini, manusia menciptakan data. Organisasi harus memiliki tangible assets dan intangible assets untuk menghadapi persaingan. Intangible assets adalah aset tidak berwujud (intelektual) yang harus dikenali dan dipahami oleh organisasi mengenai peranannya. Perusahaan perlu mengenali aset-aset intelektual yang tersedia di dalamnya dan mendayagunakan
aset
tersebut
untuk
kepentingan
organisasi
kemudian
membangun struktur capital agar perusahaan dapat memanfaatkan pengetahuan, pengalaman yang dimilikinya oleh individu-individu dalam perusahaan untuk meningkatkan kinerja organisasi. Manfaat yang dapat diperoleh oleh sebuah organisasi dari penerapan Manajemen Pengetahuan (Skyrme dan Amidon 1997) diantaranya:
1.
Mengetahui dan menyadari nilai dari aset-aset yang sulit dinilai (intangible asset).
2.
Memiliki kesempatan untuk meningkatkan nilai tambah pada proses bisnis utama.
3.
Menyebarluaskan praktek yang benar dengan berbagi pengetahuan dari pengetahuan individual dan bagian dari organisasi.
4.
Mengembangkan
pengetahuan
mengenai
konsumen
sehingga
mampu mengantisipasi keinginan konsumen. Hal tersebut dilakukan dengan melakukan interaksi yang intensif dengan konsumen ataupun distributor. 5.
Meningkatkan efisiensi dalam organisasi. Informasi yang sistematik dapat menyediakan kebutuhan eksternal, disisi lain, pengetahuan internal telah diketahui sehingga dapat mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan yang ada.
6.
Membangun kompetensi untuk mengantisipasi kebutuhan yang tidak terduga.
7.
Menjadikan organisasi yang inovatif.
8.
Mempercepat proses aliran pengetahuan. Infrastruktur teknologi yang efektif membantu menghubungkan pengetahuan karyawan sehingga pengetahuan lebih mudah diakses dan mengalir lebih cepat dari
seseorang
yang
mengetahui
kepada
seseorang
yang
membutuhkan. Menurut Gupta dan Govindarajan dalam Pendit (2001) hambatan dalam Manajemen Pengetahuan diantaranya: 1.
Penciptaan pengetahuan Catatan-catatan keberhasilan masa lampau dapat menyebabkan organisasi merasa bahwa organisasi telah tahu apa yang terbaik,
pegawai tidak diberi kesempatan mengambil keputusan, tidak ada ‘pasar internal’ bagi ide-ide baru (atasan yang kurang mendukung akan mematikan inisiatif). 2.
Akuisisi pengetahuan Bagaimana mengintegrasikan dan mendayagunakan pengetahuan eksternal.
3.
Mempertahankan pengetahuan Pegawai keluar dari organisasi membawa pengetahuan bersamanya. Pengetahuan sebuah organisasi dapat menyebar ke para pesaing.
4.
Mengidentifikasi pengetahuan Adanya anggapan bahwa orang yang sukses tidak perlu belajar dan orang yang tidak sukses tidak memiliki ide.
5.
Aliran pengetahuan keluar dari pemiliknya Adanya sindroma ‘apa keuntungannya buat saya?’
6.
Perpindahan pengetahuan Ketidakcocokan antara struktur pengetahuan dan struktur saluran transmisi.
7.
Aliran pengetahuan masuk ke pegawai (inflow) Keengganan untuk mengakui superioritas teman kerja.
2.1.4 Peran Pembangunan Sistem danTeknologi Informasi dalam Knowledge management. Menurut Natarajan dan Shekhar (2001) terdapat dua pendekatan dalam knowledge management yaitu independent knowledge solution model dan information to knowledge transformation model. Independent Knowledge Solution Model merupakan pendekatan di dalam pengelolaan pengetahuan yang tidak menggunakan sistem informasi, seperti teleconference antara suatu unit di lapangan dengan pakar di kantor pusat untuk memecahkan masalah pada unit tersebut. Information to knowledge transformation model adalah suatu model knowledge management yang dilekatkan pada sistem informasi yang dibangun organisasi dengan meningkatkan kualitas informasi melalui analisa para pakar (expert analysis) sehingga ditransformasikan menjadi pengetahuan. Selanjutnya Turban (2002) menyatakan bahwa sistem knowledge management dikembangkan menggunakan tiga teknologi yaitu communications, collaboration dan storage. Teknologi komunikasi memungkinkan pemakai untuk mengakses pengetahuan yang diinginkan dan berkomunikasi dengan personil lainnya (para ahli). Email, internet, intranet korporasi dan peralatan lainnya yang berbasis web menghasilkan kapabilitas komunikasi. Teknologi kolaborasi menghasilkan cara untuk menjalankan gugus kerja. Gugus kerja dapat bekerja dengan yang lainnya menggunakan dokumen yang ada pada waktu bersamaan atau waktu yang berbeda atau tempat yang sama bahkan berlainan. Teknologi penyimpanan merupakan alat untuk menggunakan sistem manajemen basis data untuk menyimpan dan mengelola pengetahuan.
2.1.5 Arsitektur Knowledge management KM (Knowledge management) terdiri dari 4 sumber daya utama yaitu knowledge repository, knowledge refinery, technology infrastructure dan organizational infrastructure.
2.1.5.1 Knowledge Repository Knowledge repository terdiri dari dua komponen dasar pengetahuan yaitu struktur dan isi (content). Struktur pengetahuan memberikan konteks untuk menginterpretasikan isi secara kumulatif. Kemudahan dalam akses akan membuat pemakai (users) berubah secara dinamis dan interaktif dan membuat lebih mudah mengaplikasikan pengetahuan ke dalam lingkungan dan konteks yang baru. Unit pengetahuan adalah bagian terkecil dari pengetahuan yang terdefinisi secara formal, dapat diindeks, disimpan, diambil dan dimanipulasi. Repository structure mengandung skema hubungan antar unit pengetahuan yang berupa keterkaitan konsep, urutan permintaan atau hubungan sebab akibat tergantung dari bentuk pengetahuan yang akan disimpan. Pengetahuan yang dimiliki organisasi tersedia melalui penyediaan lingkungan yang tepat, budaya, struktur dan proses guna memotivasi dan mendorong sharing pengetahuan pada setiap tingkat dalam organisasi. Tema utama dari manajemen pengetahuan adalah : Pembelajaran Pengembangan/sharing Penempatan orang di tempat yang tepat dan waktu yang tepat Pembuatan keputusan yang efektif
Kreativitas
Membuat pekerjaan jadi lebih mudah
Mendorong tumbuhnya bisnis baru dan nilai bisnis
III. PEMBAHASAN Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta adalah perangkat Pemerintah Daerah yang menangani masalah kesejahteraan sosial di Provinsi DKI Jakarta. Masalah yang terjadi dapat diselesaikan secara baik apabila individu atau kelompok tertentu memiliki intelektual atau pemikiran yang baik. Pengetahuan dan keahlian yang beragam di Dinas Sosial menjadi aset yang sangat berharga untuk meningkatkan keunggulan dan kualitas kinerja. Knowledge Management System (KMS) dapat menjadi sarana untuk mengembangkan budaya saling berbagi pengetahuan (share knowledge). Share knowledge dapat menciptakan pengetahuan baru yang kompetitif, mendukung dalam pengambilan keputusan, sarana penyampaian aspirasi dan penyimpanan dokumen elektronik. Berdasarkan sudut pandang pengetahuan dibagi menjadi dua yaitu pengetahuan tacit dan pengetahuan eksplisit. Menurut Pendit (2008), pengetahuan tacit (Tacit Knowledge) adalah pengetahuan yang bersifat tak terlihat, tak bisa diraba kecuali disampaikan (eksplisit). Jenis pengetahuan Tacit: 1.
Tacit yang ada di dalam masing-masing orang, pribadi-pribadi, bersifat unik, tidak tertulis tetapi diketahui.
2.
Tacit yang ada di dalam sekelompok orang. Faktor-faktor penentu yang menjadi kunci kesuksesan atau kegagalan dalam
pengembangan dan implementasi sistem informasi dalam suatu perusahaan, secara umum adalah sebagi berikut : 1. Faktor-faktor kesuksesan, yaitu : -
Penyampaian penyebab kendala yang sedang dihadapi oleh perusahaan kepada pembuat sistem informasi (dalam hal ini adalah programmer) secara jelas (apa yang dibutuhkan dan diiinginkan oleh perusahaan dan apa yang diterima olah pembuat sistem informasi harus sama).
-
Adanya pelatihan sistem informasi kepada pengguna teknologi sistem informasi, baik sistem lama maupun sistem baru. Hal ini dilakukan agar teknologi sistem informasi yang ada dapat digunakan secara optimal (disesuaikan dengan penggunaan sistem informasi dan kemampuan pengguna).
-
Dilakukan pembaharuan terhadap sistem informasi lama menjadi sistem informasi baru. Sebagai antisipasi dari perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat.
-
Adanya dukungan dari atasan baik manajemen maupun pimpinan perusahaan demi keberhasilan proyek pembuatan teknologi sistem informasi. Karena dalam membuat suatu sistem informasi membutuhkan biaya yang banyak dan waktu yang lama.
-
Adanya pemeliharaan dan perawatan terhadap sistem informasi yang telah dibuat. Supaya kinerja dari sistem informasi selalu relevan dengan apa yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam meningkatkan mutu dan kualitas.
-
Adanya ukuran tingkat kesuksesan dari implementasi teknologi sistem informasi, misalnya teknologi sistem informasi tersebut penggunaannya relatif cukup tinggi (high levelsof system use), kepuasan pengguna terhadap sistem (users satisfaction with the systems), dan sikap yang menguntungkan para pengguna terhadap sistem informasi dan staff dari sistem informasi.
2. Faktor-faktor kegagalan, yaitu : -
Ketidakjelasan penyampaian kebutuhan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan kepada pembuat sistem informasi. Sehingga menyebabkan teknologi sistem informasi yang telah dibuat tidak sesuai dan tidak kompetensi dengan keunggulan perusahaan.
-
Kebanyakan perusahaan berpikir bahwa pembuatan sistem informasi adalah tugas dan kewajiban pihak teknologi informasi. Sehingga bila terjadi ketidaksesuaian sistem informasi yang ada dengan permasalahan yang sedang dihadapi oleh perusahaan, maka hal tersebut merupakan kesalahan dan tanggung jawab pihak teknologi informasi. Seharusnya pihak perusahaan sebagai pihak pengguna juga memiliki tugas, kewajiban dan tanggung jawab dalam pengembangan dan implementasi sistem informasi.
-
Pihak perusahaan membutuhkan waktu untuk beradaptasi dengan teknologi sistem informasi yang dibuat. Misalnya Perusahaan yang masih
menerapkan sistem tradisional, kemampuan pengguna yang masih belum terampil. -
Kurangnya dukungan dan partisipasi atasan baik manajemen maupun pimpinan dalam ikutserta merancang teknologi sistem informasi yang akan dibuat.
-
Pengembangan teknologi sistem informasi yang semakin canggih masih belum diimbangi dengan dukungan nyata dari masyarakat untuk mengubah diri menjadi masyarakat yang berbasis IPTEK.
Pengetahuan yang dimiliki bersama oleh sekelompok orang namun sifatnya masih tidak terlihat dan ada di dalam pikiran kelompok itu, misalnya orang bermain bola, mereka saling mengoper secara refleks tanpa komunikasi yang bisa dilihat bentuknya. Ini terjadi karena diantara mereka ada pengetahuan yang sifatnya tidak tertulis. Pengetahuan Eksplisit (Explicit Knowledge) adalah pengetahuan yang sifatnya tacit kemudian dikeluarkan, ditulis atau direkam maka sifatnya menjadi eksplisit. Bentuk pengetahuan eksplisit ini berupa: 1. Bentuk eksplisit yang dimiliki secara pribadi. Biasanya dalam bentuk catatan, buku harian, alamat teman, fotokopi dan segala bentuk eksplisit yang disimpan perorangan secara pribadi. 2. Bentuk eksplisit yang dipakai bersama-sama oleh sekelompok orang dalam bentuk tulisan tangan sampai internet. Dengan kata lain pengetahuan eksplisit yang dibagi dengan tujuan agar dapat diakses oleh banyak pihak. Kelemahan pengetahuan tacit adalah adanya kesulitan untuk dikembangkan dan disebarkan. Kesulitan ini mengakibatkan pengetahuan tacit tidak mudah untuk dijadikan sumber ilmu pengetahuan yang dapat menimbulkan ide baru bernilai dan dapat diterapkan. Solusi yang dapat dilakukan adalah berupaya untuk menjadikan tacit knowledge menjadi ekplisit knowledge. Proses berbagi pengetahuan (Knowledge sharing) adalah pengetahuan yang disebarkan dari satu individu kepada individu lainnya. Proses ini merupakan langkah penting di dalam praktek manajemen pengetahuan yaitu melakukan proses berbagi secara cepat dan efektif diantara kelompok. Gedung Dinas Sosial
yang memiliki pusat data dan informasi terdiri dari dua buah gedung yaitu Gedung A dan Gedung B. Gedung A dan B terdiri dari 8 lantai dan 3 lantai. Jaringan lokal pada tiap-tiap bidang terpasang dengan media transmisi kabel seperti pada lampiran 1. Pemanfaatan jaringan lokal masih terbatas pada sharing file dan sharing printer. Sharing pengetahuan antar pegawai belum dilakukan karena belum ada fasilitas yang mendukung (media pembelajaran individu dan kebijakan pendukung). Knowledge Management System (KMS) sebagai sistem berbasis komputer yang mendukung penerapan KM di Dinas Sosial. Tujuannya adalah agar pengaksesan pengetahuan lebih efektif dan efisien. Berdasarkan data yang diperoleh terdapat prinsip utama yang mendasari pengembangan Knowledge Management System (KMS) di Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta diantaranya: a. Format pengetahuan digital lebih mudah disimpan (jaringan intranet) dan proses pemeliharaannya lebih efisien (diperbaharui dan disebarkan). b. Setiap pegawai memiliki tanggungjawab, kewajiban dan hak akses yang sama terhadap pengetahuan yang sesuai dengan kepentingannya. c. KMS Dinas Sosial berbasis antarmuka dinamis. yang memungkinkan untuk terbentuknya budaya saling berbagi pengetahuan. d. Bekerja secara kelompok (teamwork). e. Menghilangkan atau memperkecil birokrasi untuk saling bekerja bersama sama. Knowledge management system diharapkan dapat menjadi strategi yang tepat untuk meningkatkan efektifitas dan peluang atau kesempatan dalam mengembangkan kemampuan. Usaha yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan budaya berbagi pengetahuan diantaranya: a.
Menciptakan know-how Setiap pegawai memiliki kesempatan dan memiliki hak untuk menentukan cara baru dalam menyelesaikan tugas dan berinovasi.
b.
Memahami dan mengidentifikasi pengetahuan yang memiliki nilai dan diwujudkan dengan cara yang logis.
c.
Meletakkan pengetahuan yang baru dalam format yang mudah diakses oleh seluruh pegawai dan pejabat.
d.
Mengelola pengetahuan untuk menjamin informasi terbaru.
e.
Format pengetahuan yang disediakan adalah format yang dapat diakses dan dikembangkan oleh seluruh pegawai. Knowledge Management System (KMS) menggunakan model pembelajaran
individu yaitu Learning Management System (LMS) atau dikenal dengan Course Management System. Modular Object Oriented Dynamic Learning Environment (MOODLE) merupakan software dimana setiap orang dapat menggunakan dan mengembangkannya sesuai dengan kebutuhan. Moodle menyediakan barbagai tools agar proses pembelajaran lebih efektif dan efisien. Kemudahan ini terlihat dari penyediaan layanan untuk mempermudah upload, membagi pengetahuan, diskusi online, chatting, survey, laporan dan sebagainya. Beberapa alasan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta menggunakan Moodle: a. Sederhana, efisien, ringan dan kompatibel dengan banyak browser dan operating system b. Proses instalasinya mudah dan terdapat berbagai bahasa. c. Tersedia pengaturan situs secara keseluruhan. d. Tersedianya manajemen user atau pengguna. e. Manajemen file atau dokumen: penambahan dan pengurangan file atau dokumen atau pengubahan sumber informasi. f. Terdapat modul – modul seperti: chatt, pooling, forum, jurnal, kuis, survey dan workshop.
IV. KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta sebagai perangkat pemerintah untuk meningkatkan performa dan kinerja melakukan budaya sharing knowledge. Sharing knowledge dilakukan dengan menggunakan knowledge management system (KMS) yaitu Moodle. Moodle diharapkan menjadi teknologi yang dapat menciptakan dan mengembangkan kreatif serta inovasi di dalam organisasi. Pegawai dapat mengeksplisitkan semua tacit knowledge melalui KMS kepada pegawai lain dan organisasi. KMS dapat berjalan dengan baik apabila ada peranan dan kerja sama dari pegawai dan organisasi.
4.2. Saran Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta diharapkan mampu untuk memberikan edukasi, mengajak, mempengaruhi dan menyadarkan para pegawainya untuk ikut berperan dalam budaya sharing knowledge. Hal ini dikarenakan sharing knowledge menggunakan knowledge management system (KMS) yaitu Moodle memiliki manfaat untuk organisasi.
meningkatkan intelektual individu dan kemajuan
V. DAFTAR PUSTAKA Djohar, S. 2000. Knowledge Management. Majalah Manajemen. Juni 2000. Natarajan, G. dan S. Shekhar. 2001. Knowledge Management. Enabling Business Growth. Mc-Graw-Hill International Edition. Nonaka, I. 1991. The Knowledge Creating Company. Harvard Business Review. Vol. 69 Pendit, P.L. 2001. Manajemen Pengetahuan dan Profesional Informasi: Harapan, Kenyataan dan Tantangan. Makalah untuk Kuliah Program Studi Ilmu Perpustakaan, Informasi dan Kearsipan, 18 September 2001, Pusat Studi Jepang, Universitas Indonesia. Skyrme, D. dan D. Amidon. 1997. The Knowledge Agenda. The Journal of Knowledge Management. Vol. 1 No. 1. September 1997. Turban, L. dan Chung. 2002. Electronic Commerce, A Managerial Perspective. International Edition. Prentice Hall. United State of America. Davenport, Thomas H. and Laurence Prusak, 2000. Working Knowledge: How Organizations Manage What They Know, Harvard Business School Press, Boston Massachucetts.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kondisi Jaringan Lokal Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta
Lampiran 2. Knowledge Management System (KMS) Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta