TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR HYPERMARKET GIANT BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR
DISUSUN OLEH :
A SOMPA WERUNE D111 11 005
JURUSAN SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
i
KATA PENGANTAR Segala puji-pujian bagi Allah Tuhan semesta alam yang melimpahkan rahmat dan kebaikan bagi setiap insan intelektual, sholawat serta salam tercurahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW., sang pembawa pesan dengan tugas mencerahkan melalui ilmu pengetahuan. Penulisan tugas akhir ini disusun sebagai salah satu syarat mutlak kepada setiap mahasiswa Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin dalam penyelesaian studi tugas akhir yang berjudul “Perencanaan Struktur Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur” Terselesainya karya ilmiah ini tidak hanya dari penulis semata, namun juga berkat ilmu, bimbingan, arahan, dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, melalui tulisan ini saya curahkan rasa terima kasih kepada: 1. Orang tua saya tercinta, Ayahanda A. Rais Noval,SE yang mendoakan penulis agar dimudahkan dalam penyelesaian tugas akhir dan Ibunda A. Ina Sugireng atas segala doa yang tiada hentinya. Semoga Allah limpahkan kebaikan di dunia dan akhirat dan diaangkat segala kesusahan dan kesedihannya. 2. Bapak Ir. H. Achmad Bakri Muhiddin, M. Sc, Ph. D selaku Pembimbing I penulis, serta Ibu Dr.Eng. Hj. Rita Irmawaty, ST, MT selaku Pembimbing II penulis. Berkat beliau atas segala ilmu, bimbingan, dan arahan sehingga Tugas Akhir ini dapat terselesaikan, dan nasihat-nasihat beliau yang membangun pribadi penulis serta kesabaran beliau dalam menghadapi kualitas keilmuan
iii
penulis. Semoga segala kebaikan, kesehatan, dan kemudahan dalam hajatnya Allah limpahkan kepada beliau. 3. Bapak Dr. Ir. Muh. Arsyad Thaha, MT. selaku Ketua Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. 4. Seluruh dosen Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin atas ilmu dengan amal yang tiada putusnya. 5. Seluruh staf dan karyawan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin, khususnya Ibu Ros, Ibu Mina, Pak Udin, Pak Sahar. 6. Si doi Muhammad Akbar Catradi, terima kasih atas segala kesabaran dan doa nya, semoga Allah senantiasa limpahkan kebaikan tiada putusnya. 7. Saudara-saudara seperjuangan 2011, khusunya teman-teman penulis yang selalu memberi semangat kebaikan dan motivasi yang membangun, teruntuk Agung Perjuangan, Asnawi, Jupri, An, Jumrange, Azwarcu, Mirza Panjang, Imrange, Miftah, Ardange, Febi, La Iki, Onad, Dodi, Rimbets, Onco, Syarif, Rahadian Pipel, Feto, Che Gue Indra, Wiwin Alwi, Maskur Weh, Ali Chan, Agung Olahraga, Agung Politik, Baco, Andreas, Carles, Rubi, Cubeks, Arinil. Terima kasih sudah ditemani di himpunan, ditemani sampai LPJ, menunda KKN, sudah ditemani asistensi ke gedung sebelah, urus berkas, yang paling penting selalu diingatkan ke jalan kebaikan. Semoga kebaikan yang telah diberikan, Allah balas kembali dengan kebaikan yang tak terhingga. 8. Teman-teman cewek 2011, khususnya teruntuk kepada Winar dan Cica atas segala ilmu dan bantuan referensinya, serta Asmucu dan Ugacu yang selalu mendoakan yang baik-baik. Teruntuk teman-teman yang masih berjuang di
iv
kampus, Dildil, Elif, Maya, Kires, Athy, Dina, jangan bosan-bosan belajar, rajin-rajin datang ke kampus, selalu jaga semangatnya. Semoga kebaikannya selama ini dibalas Allah dengan dimudahkan hajatnya. 9. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Mekanika Tanah, Nisa, Awal, Darni, Ebi, Ummu, Ukhti, Fuah, Ali, Zul, Acca, Syahrun, Kak Ceo, Kak Amir atas dukungannya untuk rajin asistensi Tugas Akhir. 10. Kanda senior khususnya kak Munawwarah Tahir, ST atas segala bantuannya, kak Leo, ST atas ilmunya yang sangat bermanfaat, dan kak Aaq Syamsuddin atas bantuannya dibantu gambar struktur walau dengan keterbatasan waktunya. Akhir kata, bermanfaat,
semoga usaha dan ilmu dari berbagai pihak senantiasa
karena sejatinya ilmu yang berkah adalah ilmu yang tidak
mengendap untuk diri sendiri, tetapi dapat kita bagikan kepada orang lain. Terselesaikannya tugas akhir ini bukan berarti tidak ada kekurangan yang termaktub dalam setiap babnya, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan agar dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Makassar, Februari 2017 Penyusun,
A Sompa Werune
v
PERENCANAAN STRUKTUR HYPERMARKET GIANT BALIKPAPAN, KALIMANTAN TIMUR STRUCTURE DESIGN OF GIANT HYPERMARKET BALIKPAPAN, EAST KALIMANTAN A Sompa Werune1, Achmad Bakri Muhiddin2, Rita Irmawaty2 ABSTRAK Gedung hypermarket Giant merupakan pusat kegiatan usaha perdagangan yang berada di Jalan Mt. Haryono II Balikpapan, Kalimantan Timur. Struktur atas gedung hypermarket Giant Balikpapan berupa kolom, balok, dan pelat merupakan konstruksi beton bertulang, sedangkan atapnya merupakan konstruksi rangka atap baja. Adapun tujuan penggunaan struktur ini adalah sebagai pusat pertokoan. Untuk menghindari kegagalan struktur yang dapat menimbulkan kerugian jiwa maupun materi, maka diperlukan perencanaan struktur gedung yang aman dan mengacu pada kaidah perencanaan struktur gedung tahan gempa. Gedung hypermarket Giant Balikpapan yang berada pada kelas situs tanah lunak (SE) direncanakan sebagai sistem penahan gaya seismik SPMM. Berdasarkan perencanaan struktur dengan bantuan program permodelan numerik ETABS, diperoleh hasil desain masing-masing elemen dan komponen struktur yang memenuhi syarat kekuatan, kekakuan, dan stabilitas terhadap segala kemungkinan kombinasi beban yang bekerja. Kata Kunci: Desain, Struktur, ETABS
ABSTRACT The Giant hypermarket building is a business center of trade located on Mt. Haryono II Balikpapan, East Kalimantan. Super structure of the Balikpapan Giant hypermarket building consist of columns, beams, and plates is a reinforced concrete construction, while the roof is a steel roof truss construction. The purpose of the use of this structure is as a shopping center. To avoid the failure of structures that can cause loss of life or material, it is necessary to design a safe building structure and refers to the rules of earthquake resistant building structure design. The Giant Balikpapan hypermarket building located on the soft soil site class (SE) is designed as seismic load retaining system of SPMM. Based on structural design with ETABS numerical modeling program, the design result of each element and structural component that fulfill the strength, stiffness and stability requirement for all possible working load combinations. Keywords: Design, structure, ETABS
vi
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL.................................................................................. i LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... ii KATA PENGANTAR .............................................................................iii ABSTRAK ............................................................................................... vi DAFTAR ISI ........................................................................................... vii DAFTAR GAMBAR ............................................................................... ix DAFTAR TABEL ................................................................................... xii DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ....................................................... xv BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... I-1 1.1
Latar Belakang Masalah.................................................................... I-1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................ I-3
1.3
Maksud dan Tujuan Penulisan .......................................................... I-3
1.4
Pembatasan Masalah ......................................................................... I-3
1.5
Metode Penulisan .............................................................................. I-4
1.6
Sistematika Penulisan ....................................................................... I-5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... II-1 2.1
Umum ............................................................................................. II-1
2.2
Beton Bertulang ............................................................................... II-2
2.3
Baja .................................................................................................. II-5
vii
2.4
Sistem Struktur Gedung ................................................................. II-10
2.5
Pembebanan Struktur ..................................................................... II-24
2.6
Kombinasi Pembebanan ................................................................. II-26
2.7
Faktor Reduksi Kekuatan ............................................................... II-27
2.8
Perencanaan Elemen Portal............................................................ II-28
BAB III GAMBARAN UMUM DAN METODOLOGI PERENCANAAN STRUKTUR ...................................................... III-1 3.1 Gambaran Umum .................................................................................. III-1 3.2 Metodologi Perencanaan .....................................................................III-12
BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR ........................................ IV-1 4.1
Perencanaan Dimensi Elemen Struktur.......................................... IV-1
4.2
Pembebanan Struktur ..................................................................... IV-3
4.3
Permodelan Struktur .................................................................... IV-17
4.4
Output Analisa Numerik .............................................................. IV-29
BAB V PENUTUP ............................................................................... V-1 5.1
Kesimpulan ...................................................................................... V-1
5.2
Saran ................................................................................................ V-1
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
viii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 Hubungan antara Tegangan dan Regangan Tekan Beton ................... II-3 Gambar 2. 2 Kurva Hubungan Tegangan ( ) dan Regangan ( ) .............................. II-6 Gambar 2. 3 Bagian Kurva Tegangan – Regangan yang Diperbesar ...................... II-6 Gambar 2. 4 Diagram Alir Desain Tulangan Rangkap Balok Prismatis Lentur .... II-12 Gambar 2. 5 Diagram Alir Desain Tulangan Rangkap Balok T ............................ II-13 Gambar 2. 6 Diagram Alir Desain Tulangan Geser Balok .................................... II-14 Gambar 2. 7 Diagram Alir Desain Tulangan Longitudinal Kolom ....................... II-19 Gambar 2. 8 Diagram Alir Desain Tulangan Geser Kolom ................................... II-20 Gambar 2. 9 Data Ss dan S1 serta parameter-parameter turunannya dan Grafik Percepatan Batuan Desain (Sa) ......................................................... II-26 Gambar 3. 1 Peta Lokasi Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur ......III-1 Gambar 3. 2 Denah Lantai 1 Gedung Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur ..................................................................................................III-2 Gambar 3. 3 Denah Lantai 2 Gedung Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur ..................................................................................................III-3 Gambar 3. 4 Denah Lantai Atap Gedung Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur ..............................................................................III-4 Gambar 3. 5 Elevasi Arah X ...................................................................................III-5 Gambar 3. 6 Elevasi Arah Y ...................................................................................III-5 Gambar 3. 7 Tekanan Angin Desain pada Struktur Penahan Beban Angin Utama ...............................................................................................III-10
ix
Gambar 3. 8 Diagram Alir Perencanaan Struktur Gedung Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur ........................................................III-12 Gambar 4. 1 Komponen Tangga .............................................................................IV-5 Gambar 4. 2 Tampak Atas Tangga .........................................................................IV-6 Gambar 4. 3 Spektrum Respons Desain pada Gedung Hypermarket Giant Balikpapan..........................................................................................IV-9 Gambar 4. 4 Tekanan Angin Desain untuk Sistem Penahan Beban Angin Utama (SPBAU) ..........................................................................................IV-11 Gambar 4. 6 Input Data Jarak Grid Bangunan ......................................................IV-18 Gambar 4. 7 Penggambaran Elemen Struktur dengan Autocad ............................IV-18 Gambar 4. 5 Input Data Jumlah Lantai dan Ketinggian Lantai ............................IV-18 Gambar 4. 8 Input Data Properti Material ............................................................IV-19 Gambar 4. 9 Pendefinisian Tumpuan sebagai Jepit ..............................................IV-19 Gambar 4. 10 Input Data Penampang ...................................................................IV-20 Gambar 4. 11 Input Data Pelat ..............................................................................IV-20 Gambar 4. 12 Jenis-jenis Beban yang Bekerja pada Struktur Gedung .................IV-21 Gambar 4. 14 Denah Rencana Lantai 2 ................................................................IV-23 Gambar 4. 13 Denah Rencana Lantai 1 ................................................................IV-23 Gambar 4. 15 Denah Rencana Lantai Atap ...........................................................IV-24 Gambar 4. 16 Elevasi Rencana Arah X ................................................................IV-25 Gambar 4. 17 Elevasi Rencana Arah Y ................................................................IV-25 Gambar 4. 18 Elemen Pelat yang Didefinisikan sebagai Diafragma ....................IV-26 Gambar 4. 19 Pengecekan Struktur dengan ETABS..............................................IV-29 x
Gambar 4. 20 Diagram Momen dan Gaya Geser Akibat Kombinasi Pembebanan Tetap ...............................................................................................IV-30 Gambar 4. 22 Diagram Momen dan Gaya Geser Akibat Kombinasi Pembebanan Sementara .......................................................................................IV-30 Gambar 4. 23 Diagram Gaya Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan Sementara .......................................................................................IV-31 Gambar 4. 21 Diagram Gaya Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan Tetap .......IV-30
xi
DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Tulangan Ulir dan Ukurannya ................................................................ II-4 Tabel 2. 2 Sifat-sifat Mekanis Baja Struktural ......................................................... II-8
Tabel 3. 1 Beban Mati, D ........................................................................................ III-6 Tabel 3. 2 Beban Mati, D (Lanjutan) ..................................................................... III-7 Tabel 3. 3 Beban Hidup Minimum, L ..................................................................... III-7 Tabel 3. 4 Beban Hidup Minimum, L (Lanjutan) ................................................... III-8 Tabel 3. 5 Koefisien Eksposur Tekanan Velositas ................................................. III-9 Tabel 3. 6 Koefisien Tekanan Eksternal Dinding Pada Sumbu X .......................... III-9 Tabel 3. 7 Koefisien Tekanan Eksternal Dinding Pada Sumbu Y .......................... III-9 Tabel 3. 8 Koefisien Tekanan Eksternal Atap Pada Sumbu X ............................. III-10 Tabel 3. 9 Koefisien Tekanan Eksternal Atap Pada Sumbu Y ............................. III-10
Tabel 4. 1 Jenis Profil yang Digunakan Pada Perencanaan ............................... IV-1 Tabel 4. 2 Dimensi Balok yang Digunakan pada Perencanaan ......................... IV-2 Tabel 4. 3 Tebal Pelat yang Digunakan pada Perencanaan ............................... IV-3 Tabel 4. 4 Dimensi Kolom yang Digunakan pada Perencanaan ........................ IV-3 Tabel 4. 5 Beban Hidup yang Bekerja pada Struktur ........................................ IV-7 Tabel 4. 6 Prosedur Analisis yang Boleh Digunakan ...................................... IV-10 Tabel 4. 7 Faktor R, Cd, Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa .................... IV-10 Tabel 4. 8 Tekanan Velositas ........................................................................... IV-12 Tabel 4. 9 Koefisien Tekanan Eksternal Dinding pada Sumbu X ................... IV-12
xii
Tabel 4. 10 Koefisien Tekanan Eksternal Atap pada Sumbu X....................... IV-13 Tabel 4. 11 Tekanan Eksternal pada Sumbu X ................................................ IV-13 Tabel 4. 12 Beban Angin pada Sumbu X......................................................... IV-14 Tabel 4. 13 Koefisien Tekanan Eksternal Dinding pada Sumbu Y ................. IV-15 Tabel 4. 14 Koefisien Tekanan Eksternal Atap pada Sumbu Y....................... IV-15 Tabel 4. 15 Tekanan Eksternal pada Sumbu Y ................................................ IV-16 Tabel 4. 16 Beban Angin pada Sumbu Y......................................................... IV-16 Tabel 4. 17 Beban Angin pada Sumbu Y (Lanjutan) ....................................... IV-17 Tabel 4. 18 Kombinasi Pembebanan................................................................ IV-21 Tabel 4. 19 Kombinasi Pembebanan (Lanjutan) ............................................. IV-22 Tabel 4. 20 Berat Tiap Lantai .......................................................................... IV-27 Tabel 4. 21 Eksentrisitas Rencana pada Arah X .............................................. IV-28 Tabel 4. 22 Eksentrisitas Rencana pada Arah Y .............................................. IV-29 Tabel 4. 23 Simpangan Antar Tingkat Akibat Beban Gempa Statik EQx ....... IV-31 Tabel 4. 24 Simpangan Antar Tingkat Akibat Beban Gempa Statik EQy....... IV-32 Tabel 4. 25 Drift Ratio Arah X ........................................................................ IV-32 Tabel 4. 26 Drift Ratio Arah Y ........................................................................ IV-32 Tabel 4. 27 Luas Tulangan Longitudinal Lentur Perlu pada Balok ................. IV-33 Tabel 4. 28 Tulangan Longitudinal Terpasang pada Balok ............................. IV-34 Tabel 4. 29 Kontrol Rasio Tulangan Longitudinal Terpasang pada Balok ..... IV-36 Tabel 4. 30 Tulangan Sengkang Geser dan Torsi Perlu pada Balok................ IV-37 Tabel 4. 31 Spasi Tulangan Sengkang Geser dan Torsi Perlu pada Balok ...... IV-38
xiii
Tabel 4. 32 Luas Tulangan Sengkang Geser dan Torsi Terpasang pada Balok .........................................................................................
IV-39
Tabel 4. 33 Tulangan Longitudinal Torsi Perlu pada Balok ............................ IV-40 Tabel 4. 34 Tulangan Longitudinal Torsi Terpasang pada Balok.................... IV-40 Tabel 4. 35 Luas Tulangan Longitudinal Lentur Perlu pada Kolom ............... IV-41 Tabel 4. 36 Luas Tulangan Longitudinal Lentur Terpasang pada Kolom ....... IV-41 Tabel 4. 37 Kontrol Rasio Tulangan Longitudinal Lentur Terpasang pada Kolom .......................................................................................................................... IV-42 Tabel 4. 38 Tulangan Geser Perlu pada Kolom ............................................... IV-42 Tabel 4. 39 Spasi Tulangan Geser Perlu pada Kolom ..................................... IV-43 Tabel 4. 40 Spasi Tulangan Geser Terpasang pada Kolom ............................. IV-44 Tabel 4. 41 Tulangan Geser Terpasang pada Kolom ....................................... IV-44 Tabel 4. 42 Momen Terfaktor pada Pelat ........................................................ IV-45 Tabel 4. 43 Tulangan Pokok dan Tulangan Bagi Terpasang pada Pelat.......... IV-45 Tabel 4. 44 Kontrol Rasio Tulangan Terpasang pada Pelat ............................ IV-47 Tabel 4. 45 Kontrol Kekuatan Rencana pada Pelat ......................................... IV-47 Tabel 4. 46 Momen Terfaktor pada Pelat Badan Tangga ................................ IV-48 Tabel 4. 47 Momen Terfaktor pada Pelat Bordes ............................................ IV-48 Tabel 4. 48 Tulangan Pokok dan Tulangan Bagi Terpasang pada Tangga...... IV-48 Tabel 4. 49 Kontrol Rasio Tulangan Terpasang pada Pelat Badan Tangga ... IV-50 Tabel 4. 50 Kontrol Kekuatan Rencana pada Pelat Badan Tangga ................. IV-50 Tabel 4. 51 Kontrol Rasio Tulangan Terpasang pada Pelat Bordes ............... IV-51 Tabel 4. 52 Kontrol Kekuatan Rencana pada Pelat Bordes ............................. IV-51
xiv
DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL Kuat tekan beton Regangan maksimal beton Tegangan leleh Kuat rencana Reduksi kekuatan MN
Momen nominal Momen terfaktor Tegangan batas proporsional Tegangan batas elastic Tegangan putus Regangan saat mulai terjadi efek strain hardening (penguatan regangan) Regangan saat tercapainya tegangan putus Modulus elastisitas Tinggi blok tegangan beton tekan persegi ekivalen Faktor pembentuk tegangan beton tekan persegi ekivalen
c
Jarak antara garis netral dan tepi serat beton tekan terluar
b
Lebar penampang balok
d
Tinggi efektif penampang balok
h
Tinggi penampang balok
d’
Jarak antara titik berat tulangan tekan dan tepi serat beton tekan
Cc
Gaya tekan beton
Cs
Gaya tekan baja tulangan
fs
Tegangan tarik baja tulangan
fs’
Tegangan tekan baja tulangan
As’
Luas tulangan tekan
As
Luas tulangan tarik
Be
Lebar ekivalen
tf
Tebal pelat
Bw
Lebar badan Rasio tulangan
Vu
Gaya geser terfaktor
Vc
Gaya geser dukung yang dapat disumbangkan oleh beton sendiri
xv
Vn
Gaya geser nominal
s
Spasi tulangan
Tu
Momen puntir terfaktor Luas penampang bruto Keliling penampang bruto Luas sengkang untuk torsi Panjang bentang balok yang dipasang sengkang torsi Luas batas sengkang luar Tegangan leleh tulangan sengkang Luas tulangan longitudinal torsi Keliling daerah yang dibatasi oleh sengkang tertutup
k
Rasio kelangsingan
lu
Panjang tak tertumpu kolom
r
Jari-jari girasi Keliling daerah yang dibatasi oleh sengkang tertutup
k
Rasio kelangsingan
lu
Panjang tak tertumpu kolom
D
Beban mati
L
Beban hidup
Lr
Beban hidup atap
R
Beban air hujan
W
Beban angin
E
Beban gempa Percepatan batuan dasar pada perioda pendek Percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik Koefisien situs pada perioda pendek Koefisien situs pada perioda 1 detik Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek Parameter spektrum respons percepatan pada perioda 1 detik Parameter percepatan spektral desain pada perioda pendek Parameter percepatan spektral desain pada perioda 1 detik
Kd
Faktor arah angin
Kzt
Faktor topografi
G
Faktor efek tiupan angin
xvi
GCpi
Koefisien tekanan internal
Kz
Koefisien eksposur tekanan velositas Kategori risiko bangunan dan faktor keutamaan
R
Koefisien modifikasi respons
Ω0
Faktor kuat-lebih sistem
Cd
Faktor pembesaran defleksi
qz
Tekanan velositas
SDL
Beban mati tambahan
EQx
Beban gempa statik arah x
EQy
Beban gempa statik arah y
T
Perioda fundamental
Cs
Koefisien dasar seismik
ed
Eksentrisitas rencana
xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan zaman dan peradaban manusia di berbagai belahan
dunia, pembangunan berjalan tanpa henti untuk menunjang kebutuhan hidup yang terus meningkat tak terkecuali di Indonesia yang saat ini bergiat memajukan pertumbuhan ekonominya. Melalui penerapan master plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (P3EI) 2011-2025, wilayah ini memiliki enam koridor ekonomi dengan masing-masing tema pembangunan yang saling menunjang, terbagi berdasarkan keunggulan dan potensinya. Dengan adanya koridor ekonomi tersebut, pembangunan yang terfokus pun mulai bergulir dan turut mendorong pertumbuhan akan infrastruktur dan salah satunya adalah fasilitas gedung. Bangunan gedung merupakan wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan agama, kegiatan usaha, kegiatan sosial dan budaya, maupun kegiatan khusus. Mengingat fungsi dari gedung tersebut, maka diperlukan perencanaan yang aman dan mengikuti kaidah perencanaan struktur gedung. Perencanaan struktur bertujuan untuk menghasilkan suatu struktur yang stabil, cukup kuat, dan memenuhi tujuan-tujuan lainnya seperti keekonomisan dan kemudahan dalam pelaksanaan. Suatu struktur disebut stabil bila struktur tersebut tidak mudah terguling, miring atau tergeser selama umur bangunan yang
I-1
direncanakan. Suatu struktur disebut cukup kuat dan mampu layan bila kemungkinan terjadinya kegagalan struktur dan kehilangan kemampuan layan selama masa yang direncanakan adalah kecil dan dalam batas yang dapat diterima. Untuk mencapai tujuan perencanaan tersebut, perencanaan struktur harus mengikuti peraturan perencanaan yang ditetapkan oleh pemerintah berupa Standar Nasional Indonesia (SNI). Prinsip dari perencanaan struktur gedung ini adalah menghasilkan suatu bangunan yang aman, nyaman, kuat, efisien dan ekonomis. Suatu konstruksi gedung harus mampu menahan beban dan gaya-gaya yang bekerja pada konstruksi itu sendiri, sehingga struktur gedung aman dalam jangka waktu yang direncanakan. Lemahnya struktur akibat perencanaan struktur yang tidak mengacu pada kaidah perencanaan struktur tahan gempa serta lemahnya pengawasan pada saat pelaksanaan pekerjaan bangunan dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan struktur. Gedung hypermarket Giant yang berada di Jalan Mt. Haryono II Balikpapan, Kalimantan Timur merupakan pusat kegiatan usaha perdagangan. Untuk menghindari kegagalan struktur yang dapat menimbulkan kerugian jiwa maupun materi, maka diperlukan perencanaan struktur gedung yang aman dan mengacu pada kaidah perencanaan struktur gedung tahan gempa. Berkaitan dengan latar belakang di atas, penulis mencoba membuat suatu perencanaan struktur tahan gempa terhadap gedung hypermarket Giant, yang
I-2
kemudian menyusunnya dalam sebuah tugas akhir yang berjudul “Perencanaan Struktur Gedung Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur”.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang
akan ditinjau adalah bagaimana mendesain struktur bangunan yang berfungsi sebagai hypermarket. 1.3
Maksud dan Tujuan Penulisan
1.3.1
Maksud Penulisan Maksud penulisan Tugas Akhir ini adalah menganalisis elemen dan
mendesain struktur berdasarkan peraturan SNI-1726-2002 (Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung). 1.3.2
Tujuan Penulisan Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk mendesain struktur
bangunan yang berfungsi sebagai hypermarket. 1.4
Pembatasan Masalah Untuk menghindari pembahasan yang terlampau luas, maka penyusunan
Tugas Akhir dengan judul “Perencanaan Struktur Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur” akan bertolak pada batasan masalah sebagai berikut:
I-3
Perencanaan berupa perancangan struktur bangunan dengan fokus pada perencanaan kolom, balok, dan pelat. Untuk elemen struktur (balok, pelat, kolom) direncanakan dengan struktur beton bertulang, sedangkan rangka atap direncanakan dengan struktur baja. Perhitungan momen-momen lentur akibat beban vertikal dan horizontal, baik pada konstruksi baja maupun konstruksi beton diselesaikan dengan program aplikasi ETABS versi 15. Peninjauan gempa dilakukan dengan menggunakan analisa gempa statis. Pedoman-pedoman yang digunakan dalam perencanaan struktur sebagai berikut: 1. SNI 2847-2013 (Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung) 2. SNI 1726-2012 (Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung) 3. SNI 1729-2015 (Spesifikasi untuk bangunan Gedung Baja Struktural) 4. SNI 1727-2013 (Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain) 1.5
Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan adalah bentuk penelitian studi literatur
yang dipakai penulis dengan membaca literatur yang sinergis terhadap penulisan Tugas Akhir ini.
I-4
1.6
Sistematika Penulisan Sistematika penulisan Tugas Akhir ini dibagi dalam lima bab yaitu:
BAB I
: Pendahuluan Bab ini menguraikan tentang apa yang menjadi latar belakang maslah, maksud penulisan, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan serta sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka Bab ini menguraikan teori yang relevan dengan perencanaan struktur gedung hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur. BAB III : Gambaran Umum dan Metodologi Perencanaan Struktur Bab ini menguraikan secara singkat mengenai data yang dibutuhkan dalam perencanaan, serta metodologi mendesain
struktur
gedung
yang digunakan dalam
hypermarket
Giant
Balikpapan,
Kalimantan Timur. BAB IV : Perencanaan Struktur Bab ini berisi perencanaan struktur gedung hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur. BAB V : Penutup Bab ini memuat kesimpulan hasil perencanaan dan saran yang dibutuhkan guna peningkatan mutu desain.
I-5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Umum Perencanaan adalah sebuah proses untuk mendapatkan suatu hasil yang
optimum. Suatu struktur dikatakan optimum apabila memenuhi kriteria yang umum untuk struktur berupa biaya minimum, waktu konstruksi minimum, tenaga kerja minimum, biaya produksi minimum, serta efisiensi operasi yang maksimum. Efisiensi yang maksimum adalah kriteria khusus yang paling standar dijadikan suatu parameter, yaitu keamanan, keandalan, dan keindahan. (Rudi Yudarmawan, 2007) Hasil desain harus mampu menahan beban atau efek beban yang bekerja tanpa mengalami tegangan dan deformasi yang berlebihan. Elemen-elemen struktur harus mampu memberikan respon terhadap semua beban yang bekerja dan merupakan satu kesatuan agar dapat menerima dan menahan beban-beban tersebut. (Rudi Yudarmawan, 2007) Struktur yang didesain pada dasarnya harus memenuhi kriteria-kriteria: 1. Kesesuaian dengan lingkungan sekitar 2. Ekonomis 3. Kuat dalam menahan beban yang direncanakan 4. Memenuhi persyaratan kemampuan layan 5. Memiliki durabilitas yang tinggi
II-1
2.2
Beton Bertulang Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar
yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya, dengan menambahkan secukupnya bahan perekat semen, dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung. (Istimawan Dipohusodo, 1993) Sifat utama dari beton, yaitu sangat kuat terhadap beban tekan, tetapi juga bersifat getas/mudah patah atau rusak terhadap beban tarik. Sifat utama dari baja tulangan, yaitu sangat kuat terhadap beban tarik maupun beban tekan. Karena baja tulangan harganya mahal, maka sedapat mungkin dihindari penggunaan baja tulangan untuk memikul beban tekan. Dari sifat utama tersebut, maka jika kedua bahan (beton dan baja tulangan) dipadukan menjadi satu-kesatuan secara komposit, akan diperoleh bahan baru yang disebut beton bertulang. Kuat tekan beton diberi notasi dengan
, yaitu kuat tekan silinder beton
yang disyaratkan pada waktu berumur 28 hari. Mutu beton dibedakan atas tiga macam menurut kuat tekannya, yaitu: -
Mutu beton dengan
kurang dari
, digunakan untuk beton non
struktur (misalnya : kolom praktis, balok praktis). -
Mutu beton dengan
antara
–
, digunakan untuk beton
struktur (misalnya : balok, kolom, pelat, maupun pondasi). -
Mutu beton dengan
sebesar
keatas, digunakan untuk struktur
beton yang direncanakan tahan gempa. II-2
Hubungan antara tegangan dan regangan tekan beton seperti terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2. 1 Hubungan antara Tegangan dan Regangan Tekan Beton Pada Gambar 2.1, tampak perilaku tegangan regangan beton sebagai berikut: 1. Pada saat beban tekan mencapai
–
, perilaku tegangan regangan
beton pada dasarnya masih linear. Retak-retak lekatan (
) yang
sebelum pembebanan sudah terbentuk, akan tetap stabil dan tidak berubah selama tegangan tekan yang bekerja masih dibawah
(
merupakan
kekuatan batas tekan beton) 2. Pada saat beban tekan melebihi
–
, retak-retak lekatan mulai
terbentuk. Pada saat ini mulai terjadi deviasi pada hubungan teganganregangan dari kondisi linear. 3. Pada saat beban tekan mencapai
–
, retak-retak lekatan tersebut
merambat ke mortar sehingga terbentuk pola retak yang kontinu. Pada kondisi ini hubungan tegangan-regangan beton semakin menyimpang dari kondisi linear. 4. Pada saat beton akan runtuh (kuat tekan beton telah mencapai puncak
),
maka tegangan beton turun (menjadi
) sedangkan regangan tekan tetap
naik sampai mencapai batas retak (
sebesar 0,,003). Kedua angka ini
II-3
(tegangan
dan regangan batas
= 0,003) sangat penting bagi
perencanaan struktur beton bertulang. (Ali Asroni, 2010) Baja tulangan yang tersedia di pasaran ada dua jenis, yaitu baja tulangan polos (BJTP) dan baja tulangan ulir atau deform (BJTD). Tulangan polos biasanya digunakan untuk tulangan geser/sengkang, dan mempunyai tegangan leleh (f ) minimal sebesar
, dengan ukuran
6, 8, 10, 12,
, dan
16.
Tulangan ulir (deform) digunakan untuk tulangan longitudinal atau tulangan memanjang, dan mempunyai tegangan leleh (
) minimal
. Ukuran
diameter nominal tulangan ulir yang umumnya tersedia di pasaran dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2. 1 Tulangan Ulir dan Ukurannya Jenis Tulangan D10 D13 D16 D19 D22 D25 D29 D32 D36
Diameter nominal (mm) 10 13 16 19 22 25 29 32 36
Berat per m (kg/m) 0.617 1.042 1.578 2.226 2.984 3.853 5.185 6.313 7.99
(Sumber : Ali Asroni, Balok dan Pelat Beton Bertulang Hal. 19) Bahan beton bersifat tidak sepenuhnya homogen dan elastik, selama kurun waktu cukup lama , perencanaan serta analisis didasarkan pada metode elastik, cara-n, atau metode tegangan kerja. Anggapan-anggapan yang dipakai sebagai dasar untuk metode kekuatan ultimit pada dasarnya mirip dengan yang digunakan untuk metode tegangan kerja. Perbedaannya terletak pada tegangan beton sebanding regangannya hanya sampai pada tingkat pembebanan tertentu. Pada metode kekuatan ultimit: II-4
1. Beban kerja diperbesar, dikalikan suatu faktor beban untuk mengantisipasi perubahan beban, dinamakan beban terfaktor. 2. Resistance Momen atau kuat rencana merupakan Nominal Momen dikalikan dengan Φ (reduksi kekuatan).
(II-1) Tujuan pengalian dengan Φ (reduksi kekuatan) dimaksudkan untuk mengakumulasi human error, seperti proses pengerjaan,tenaga kerja, ukuranukuran, dan pengendalian mutu. 3. Resistance Momen yang direncanakan harus bernilai lebih besar atau sama dengan nilai kuat guna atau kuat perlu (II-2)
2.3
Baja
2.3.1
Material Baja Baja merupakan elemen penting di dalam dunia konstruksi saat ini. Baja
memiliki kekuatan yang tinggi sehingga dapat mengurangi ukuran struktur. Baja juga memiliki sifat elastis dan daktalitas yang cukup tinggi sehingga dapat menerima tegangan tarik yang cukup besar. Kemudahan pengerjaan konstruksinya dan kemudahan penyambungan antarelemen yang satu dengan yang lainnya
II-5
menggunakan alat sambung las atau baut, menjadi pertimbangan tersendiri sehingga baja sering digunakan dalam pekerjaan konstruksi. 2.3.2
Sifat Mekanik Baja Hubungan tegangan dan regangan baja terlihat pada Gambar 2.2 dan
Gambar 2.3.
Gambar 2. 2 Kurva Hubungan Tegangan ( ) dan Regangan ( )
Gambar 2. 3 Bagian Kurva Tegangan – Regangan yang Diperbesar Keterangan: : batas proporsional : batas elastis II-6
: batas leleh atas dan bawah : tegangan putus : regangan saat mulai terjadi efek strain hardening (penguatan regangan) : regangan saat tercapainya tegangan putus Titik-titik penting ini membagi kurva tegangan-regangan menjadi beberapa daerah, yaitu: a. Daerah linear antara 0 dan fp, dalam daerah ini berlaku Hukum Hooke, kemiringan dari bagian kurva yang lurus disebut sebagai Modulus Elastisitas atau Modulus Young,
.
b. Daerah elastis antara 0 dan fe, pada daerah ini jika beban dihilangkan maka benda uji akan kembali ke bentuk semula. Daerah plastis yang dibatasi oleh regangan antara
hingga
, pada daerah ini regangan mengalami
kenaikan akibat tegangan konstan sebesar fy. c. Daerah penguatan regangan (strain-hardening) antara
sh
dan
u.
Untuk
regangan lebih besar dari 15 hingga 20 kali regangan elastis maksimum, tegangan kembali mengalami kenaikan namun dengan kemiringan yang lebih kecil daripada kemiringan daerah elastis. Daerah ini dinamakan daerah penguatan regangan (strain-hardening), yang berlanjut hingga tercapainya tegangan putus. Kemiringan daerah ini dinamkan modulus penguatan regangan (Est). Sifat-sifat mekanis baja struktural disajikan pada Tabel 2.2.
II-7
Tabel 2. 2 Sifat-sifat Mekanis Baja Struktural Jenis Baja BJ BJ BJ BJ BJ
Tegangan Putus Minimum fu (Mpa )
34 37 41 50 55
Tegangan Leleh Minimum Regangan Minimum fy (Mpa ) (%) 210 22 240 20 250 18 290 16 410 13
340 370 410 500 550
(Sumber : Agus Setiawan, Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD Hal. 20) 2.3.3 Bentuk-Bentuk Baja dalam Teknik Bangunan Gedung Baja dalam teknik konstruksi bangunan gedung terdapat bermacammacam bentuk sebagai berikut : 1. Baja Pelat Yaitu baja berupa pelat baik pelat lembaran maupun pelat strip dengan tebal antara
. Baja pelat lembaran terdapat dengan lebar antara dengan panjang
biasanya dengan lebar
dengan panjang
. Sedangkan baja pelat strip .
2. Baja Profil Yaitu baja berupa batangan (lonjoran) dengan penampang berprofil dengan bentuk tertentu dengan panjang pada umumnya pabrik dengan panjang hingga
, namun dapat dipesan di
.
3. Baja Beton Yaitu baja yang digunakan untuk penulangan / pembesian beton (untuk konstruksi beton).
II-8
2.3.4
Pemberian Notasi (Tanda Gambar) Profil Baja Nama baja profil ditulis dengan kode profil diikuti dengan ukuran
pokoknya. Berikut ini contoh-contoh penulisan nama baja profil menurut nomor profil yang bersangkutan : 1. Baja WF 250x125x6x9 Yaitu baja profil WF (Wide Flange = sayap lebar) dengan ukuran tinggi profil , lebar sayap
, tebal badan
, dan tebal sayap
.
2. Baja KANAL 140x60x7x10 Yaitu baja profil kanal dengan ukuran tinggi profil (flens)
, tebal badan
, dan tebal sayap
, lebar sayap . Kanal = Saluran =
Parit. 3. Baja L 60.60.6 Yaitu baja profil siku sama kaki dengan ukuran lebar kaki baja
dan tebal
.
4. Baja L 65.100.7 Yaitu baja profil siku tidak sama kaki dengan ukuran lebar kaki , tebal baja
dan
.
5. Baja LIP C 125x50x20x3,2 Yaitu baja profil sayap
dengan ukuran tinggi profil
, panjang bengkokan sayap
, tebal baja
, lebar .
6. Baja LIGHT C 100x50x50x3,2
II-9
Yaitu baja profil Light Channel dengan tinggi profil , tebal baja
, lebar sayap
. Baja ini hampir sama dengan Lip Channel tetapi
tanpa ada bengkokan sayap. 7. Baja Tabung Segi Empat 100x100x3,2 Yaitu baja profil tabung segi empat dengan ukuran sisi luar tebal baja
,
.
8. Baja Tabung Bundar Ø 114,3x4,5 Yaitu baja profil tabung bundar (pipa) dengan ukuran diameter luar dan tebal baja
.
2.4
Sistem Struktur Gedung
2.4.1
Balok
a) Perencanaan Balok Terhadap Lentur Beban-beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi (berarah vertikal) maupun beban-beban lain, seperti beban angin (dapat berarah horizontal), atau juga beban karena susut dan perubahan temperatur, menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur. Lentur pada balok merupakan akibar dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar. (Edward G. Nawy, 2010) Berdasarkan SNI 2847-2013 Pasal 10.2, desain kekuatan komponen struktur untuk beban lentur dan aksial didasarkan pada pemenuhan kondisi keseimbangan dan kompatibilitas regangan yang sesuai dan asumsi sebagai berikut ini. II-10
a. Regangan pada tulangan dan beton harus diasumsikan berbanding lurus dengan jarak dari sumbu netral. b. Regangan maksimum yang dapat dimanfaatkan pada serat tekan beton terluar harus diasumsikan sama dengan 0,003. c. Tegangan pada tulangan yang nilainya lebih kecil daripada kekuatan leleh fy d. Harus diperoleh sebesar E dikalikan regangan baja. Untuk regangan yang nilainya lebih besar dari regangan leleh yang berhubungan dengan fs, tegangan pada tulangan harus diperoleh sama dengan fy. e. Dalam perhitungan aksial dan lentur beton bertulang, kekuatan tarik beton harus diabaikan. f. Hubungan antara distribusi tegangan tekan beton dan regangan beton boleh diasumsikan berbentuk persegi, trapesium, parabola, atau bentuk lainnya yang menghasilkan perkiraan kekuatan yang cukup baik bila dibandingkan dengan hasil pengujian tekan. Ketentuan ini dapat dipenuhi oleh suatu distribusi tegangan beton persegi ekivalen sebagai berikut: Tegangan beton sebesar
diasumsikan bekerja disepanjang
zona tekan ekivalen yang berjarak
dari serat tekan terluar.
Jarak c dari posisi serat tekan terluar ke sumbu netral diukur tegak lurus terhadap sumbu netral tersebut. Nilai
diperoleh sebagai berikut:
Untuk Untuk
, maka , maka
= 0,85 (
) dan
≥ 0,65.
II-11
Langkah-langkah dalam mendesain balok bertulangan rangkap dapat dilihatn pada Gambar 2.4. Mulai
DATA: ̅
HITUNG:
(
Memakai tulangan tunggal
)
N Y HITUNG:
̅
̅̅̅
(
̅
)
̅̅̅
Meleleh ̅̅̅
Tidak meleleh ̅̅̅
̅ ̅̅̅
̅̅̅ ̅̅̅
Selesai
Gambar 2. 4 Diagram Alir Desain Tulangan Rangkap Balok Prismatis Lentur (Sumber : Abdul Madjid Akkas, dkk, Struktur Beton Tulang I Hal. 24)
II-12
Pada suatu struktur lantai beton, maka pelat daan balok pada umumnya dikonstruksikan secara monolit atau dilengkapi dengan penghubung geser sehingga kesatuan pelat dan pemikulnya membentuk penampang bentuk T (balok intern) dan L (balok pinggir). Pelat akan berlaku sebagai lapis sayap tekan (flens) dan balok sebagai badan. Langkah-langkah dalam mendesain balok T dan L dapat dilihat pada Gambar 2.5. Mulai
DATA:
HITUNG:
(
)
N
Y
BALOK BIASA/PERSEGI
BALOK T/L
√ ( (
√
)
)
Selesai
Gambar 2. 5 Diagram Alir Desain Tulangan Rangkap Balok T (Sumber : Abdul Madjid Akkas, dkk, Struktur Beton Tulang I Hal. 39) II-13
b) Perencanaan Balok Terhadap Geser dan Torsi 1. Penulangan Geser Kekuatan tarik beton jauh lebih kecil dibandingkan dengan kekuatan tekannya, maka desain balok terhadap geser merupakan hal yang sangat penting dalam struktur beton. Perilaku beton bertulang pada keadaan runtuh karena geser sangat berbeda dengan keruntuhan karena lentur. Balok tersebut langsung hancur tanpa adanya peringatan terlebih dahulu. (Sumber : Edward G. Nawy, 2010) Langkah-langkah dalam mendesain tulangan geser balok dapat dilihat pada Gambar 2.6. Mulai
DATA:
HITUNG:
√
√
N
Y Revisi dimensi penampang
N
Y Satuan N, mm
Satuan N, mm
Selesai
Gambar 2. 6 Diagram Alir Desain Tulangan Geser Balok (Sumber : Abdul Madjid Akkas, dkk, Struktur Beton Tulang I Hal. 39) II-14
2. Penulangan Torsi Torsi terjadi pada konstruksi beton monolit, terutama apabila beban bekerja pada jarak yang tidak nol dari sumbu memanjang batang struktural. Balok ujung dari panel lantai, balok tepi yang menerima beban dari satu sisi, atap kanopi dari halte bus yang ditumpu oleh sistem balok di atas kolom, balok keliling pada lubang lantai, dan juga tangga melingkar, semuanya merupakan contoh elemen struktural yang mengalami momen puntir. Dasar perencanaan terhadap torsi yang digunakan dalam SNI 2847-2013 Pasal 11.5 adalah analogi pipa dinding tipis dan analogi ruang. Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan untuk torsi pada balok adalah sebagai berikut: 1. Tulangan yang dibutuhkan untuk menahan torsi harus ditambahkan pada tulangan yang dibutuhkan untuk menahan lentur (tulangan longitudinal) dan untuk menahan geser (beugel) 2. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.1, pengaruh torsi dapat diabaikan jika momen puntir terfaktor √
(
memenuhi syarat sebagai berikut: )
(II-3) Dimana: = luas penampang bruto ( = keliling penampang bruto (
) )
3. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.3.4, kekuatan leleh tulangan torsi
(II-4)
4. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.3.1, dimensi penampang harus memenuhi syarat sebagai berikut: II-15
a) Penampang solid √(
)
(
)
√
(
)
(II-5a)
b) Penampang berongga (
)
(
)
√
(
)
(II-5b)
5. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.3.3, untuk penampang berongga, jika tebal dinding ⁄ , maka:
(
)
(
)
(
√
)
(II-5c)
6. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.3.5, tulangan yang dibutuhkan untuk torsi ditentukan berdasarkan: (II-6a) (II-6b) Dimana: = kuat torsi rencana (
)
= kuat torsi nominal (
)
= kuat torsi terfaktor (
)
7. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.3.6, kebutuhan tulangan sengkang tambahan untuk torsi per meter panjang balok (
): (II-7)
Dimana: = luas sengkang untuk torsi (
)
= bentang balok yang dipasang sengkang torsi (
) II-16
= luas batas sengkang luar (
)
= tegangan leleh tulangan sengkang (
)
= sudut retak = 8. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.3.7, kebutuhan tulangan longitudinal tambahan untuk menahan torsi: (
)
(II-8)
Dimana: = luas tulangan longitudinal torsi (
)
= keliling daerah yang dibatasi oleh sengkang tertutup ( = tegangan leleh tulangan longitudinal torsi (
)
)
= spasi tulangan torsi yang dipasang di sekelilingi perimeter dalam beugel tertutup (
)
9. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.5.1, luas tulangan torsi minimal: a) SNI 2847-2013 Pasal 11.5.5.2, luas minimum sengkang tertutup kombinasi geser dan torsi per meter panjang balok ( √
): (II-9a) (II-9b)
b) SNI 2847-2013 Pasal 11.5.5.3, luas total tulangan longitudinal (untuk tulangan lentur dan torsi): √
( )
(II-10a) (II-10b)
II-17
10. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.6.1, spasi tulangan beugel torsi: (
)
(II-11a)
⁄ dan
(II-11b)
11. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.6.2, tulangan longitudinal torsi dipasang di sekeliling perimeter dalam beugel tertutup
.
(II-12a)
12. SNI 2847-2013 Pasal 11.5.6.2, diameter tulangan longitudinal tors da
⁄
(II-12b)
2.4.2 Kolom Menurut Edward G. Nawy, kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang memikul beban dari balok. Kolom meneruskan bebanbeban dari elevasiatas ke elevasi yang lebih di bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Karena kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom merupakan lokasi kritis yang dapat menyebabkan runtuhnya (collapse) lantai yang bersangkutan, dan juga runtuh batas total (ultimate total collapse) seluruh strukturnya. a) Asumsi yang Digunakan dalam Perancangan Kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: 1. Distribusi regangannya linier diseluruh tebal kolom 2. Tidak ada gelincir antara beton dengan tulangan baja 3. Regangan beton maksimum yang diizinkan pada keadaan gagal adalah 0,003 4. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan II-18
b) Desain Kolom Langkah-langkah dalam mendesain tulangan longitudinal kolom dengan alat bantu diagram dapat dilihat pada Gambar 2.7. Mulai
DATA:
N
Y Kolom Pendek
Kolom Langsing
HITUNG: Portal dengan pengaku,
Portal tanpa pengaku,
Sumbu vertikal, ( )
Sumbu horizontal,
Selesai
Gambar 2. 7 Diagram Alir Desain Tulangan Longitudinal Kolom (Sumber : Abdul Madjid Akkas, dkk, Struktur Beton Tulang I Hal. 70)
II-19
Langkah-langkah dalam mendesain tulangan geser kolom dapat dilihat pada Gambar 2.8. Mulai
DATA:
(
)
√
Ambil nilai yang terbesar dari: Perbesar penampang
Dengan
√
N
√
Y
(untuk ); (untuk dan adalah jumlah kaki dan diameter beugel
√
; ambil nilai terkecil dari:
√
)
; ambil nilai terkecil dari:
Selesai
Gambar 2. 8 Diagram Alir Desain Tulangan Geser Kolom (Sumber : Ali Asroni, Kolom Fondasi & Balok T Beton Bertulang, Hal. 100)
II-20
2.4.3
Pelat Yang dimaksud pelat beton bertulang yaitu struktur tipis yang dibuat dari
beton bertulang dengan bidang yang arahnya horizontal, dan beban yang bekerja tegak lurus pada bidang struktur tersebut. Ketebalan bidang pelat ini relatif sangat kecil apabila dibandingkan dengan bentang panjang/lebar bidangnya. (Ali Asroni, 2010). Sistem perencanaan tulangan pelat pada dasarnya dibagi menjadi dua macam, yaitu sistem perencanaan pelat dengan satu arah (one way slab) dan sistem perencanaan pelat dengan tulangan pokok dua arah (two way slab). 1. Pelat Satu Arah Pelat satu arah adalah pelat yang panjangnya dua kali atau lebih besar dari pada lebarnya. Pelat dengan tulangan pokok satu arah akan dijumpai jika pelat beton lebih dominan menahan beban yang berupa momen lentur pada bentang satu arah saja. 2. Pelat Dua Arah Persyaratan jenis pelat lantai dua arah jika perbandingan dari bentang panjang terhadap bentang pendek kurang dari dua. Beban pelat lantai pada jenis ini disalurkan ke empat sisi pelat atau ke empat balok pendukung, akibatnya tulangan utama pelat diperlukan pada kedua arah sisi pelat. Permukaan lendutan pelat mempunyai kelengkungan ganda. a) Pembatasan Metode Desain Langsung 1. Pada masing-masing arah minimum ada tiga bentang menerus.
II-21
2. Perbandingan antara bentang yang panjang dengan yang pendek pada satu panel tidak boleh melebihi 2,0. 3. Panjang bentang yang bersebelahan dalam masing-masing arah tidak boleh berbeda lebih dari sepertiga bentang yang panjang. 4. Kolom dapat mempunyai offset maksimum 10% dari bentang dalam arah offset dari kedua sumbu antara garis pusat kolom yang bersebelahaan. 5. Semua beban hanya akibat beban gravitasi dan terbagi rata di seluruh panel. Beban hidup tidak boleh melebihi tiga kali beban mati. 6. Apabila panel tersebut ditumpu oleh balok pada semua sisinya, maka kekakuan balok dalam arah yang saling tegak lurus tidak boleh kurang dari 0,2 dan tidak boleh lebih besar dari 5,0. b) Langkah-langkah Perencanaan Pelat 1. Menentukan dimensi elemen-elemen struktur dan pembebanan sesuai dengan batasan penggunaan metode desain langsung. Pada awal perhitungan tebal pelat diperoleh
Nilai
banding
panjang
terhadap
. lebar
bentang
bersih, (II-13)
Tebal minimum pelat menggunakan persamaan:
(
(
)
)
(II-14a) (II-14b)
II-22
Karena
unsur dalam persamaan tersebut belum diketahui,
digunakan persamaan
(
)
Menentukan momen statis total rencana pada kedua arah yang saling tegak lurus dan lakukan pemeriksaan sekali lagi dengan memasukkan nilai
ke dalam persamaan tebal minimum pelat.
2. Mendistribusikan
momen
desain
total
rencana
untuk
mendesain
penampang terhadap momen negatif dan positif. 3. Mendistribusikan momen desain negatif dan positif ke jalur kolom, jalur tengah, dan balok (apabila ada). Jalur kolom mempunyai lebar 25% dari lebar portal ekuivalen pada masing-masing sisi pusat dari kolom, sedangkang jalur tengah adalah sisanya. 4. Merencanakan ukuran dan distribusi penulangan kedua arah yang saling tegak lurus tersebut. (Edward G. Nawy, 2010) 2.4.4
Tangga Tangga merupakan salah satu bagian dari suatu bangunan yang berfungsi
sebagai alat penghubung lantai bawah dan lantai yang ada di atasnya pada bangunan bertingkat. Tangga terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut: a. Anak tangga (trede) adalah bagian dari tangga yang berfungsi untuk memijakkan kaki ke arah vertikal maupun horizontal. b. Ibu tangga (boom) adalah bagian berupa dua batang atau papan miring yang berfungsi menahan kedua ujung anak tangga (trede).
II-23
c. Bordes adalah bagian dari tangga yang merupakan bidang datar yang tegak lurus dan berfungsi sebagai tempat istirahat bila lelah. d. Pelengkap berupa tiang sandaran dan pegangan. Struktur tangga dianggap dan direncanakan sebagai konstruksi tangga melayang , diamana tumpuan bawah dan bagian atas adalah sendi. Pelat tangga pada bagian atas menumpu pada balok bordes yang membagi beda elevasi lantai atas dua bagian yang sama. Penulangan tangga dalam perencanaan ini sama dengan penulangan pada pelat. 2.5
Pembebanan Struktur Berdasarkan Peraturan SNI 1727-2013 tentang Beban Minimum untuk
Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur lain, dijelaskan pengertian beban sebagai berikut:
Beban Mati Beban mati adalah beban-beban tetap yang disebabkan karena bekerjanya
gaya gravitasi pada elemen struktur. Semua benda yang tetap posisinya selama struktur berdiri dipandang sebagai beban mati, seperti berat struktur, pipa air, pipa listrik, saluran pendingin dan pemanas ruangan, lampu, penutup lantai, genteng, dan plafond.
Beban Hidup Beban hidup adalah beban yang tidak senantiasa tetap dan timbul akibat
bekerjanya gay-gaya luar pada konstruksi. Contoh dari beban hidup adalah
II-24
manusia, meubel (furniture), peralatan yang dapat bergerak, kendaraan dan barang-barang dalam gudang.
Beban Angin Beban angin pada struktur terjadi karena adanya gesekan udara dengan
permukaan struktur dan perbedaan tekanan depan dan belakang struktur dibandingkan dengan yang lainnya.
Beban Gempa Beban gempa direncanakan mengacu pada peraturan SNI 1726:2012
tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung. Dalam menentukan parameter respon spektra percepatan batuan dasar periode pendek 0,2 detik (Ss) maupun pada periode 1 detik (S1) perlu berpatokan pada SNI 1726-2012. Selain dengan menggunakan peta respon spektra yang ada, percepatan batuan dasar juga dapat ditentukan dengan mengunjungi situs www.puskim.pu.go.id dimana di dalamnya terdapat aplikasi yang isinya berupa peta gempa yang lebih detail, dan nilai Ss maupun S1 diperoleh dengan menginput koordinat dari lokasi dimana bangunan tersebut didirikan.
II-25
(sumber: www.puskim.pu.go.id) Gambar 2. 9 Data Ss dan S1 serta parameter-parameter turunannya dan Grafik Percepatan Batuan Desain (Sa) 2.6
Kombinasi Pembebanan Menurut SNI 1727-2013, struktur dan komponen struktur harus didesain
agar mempunyai kekuatan desain di semua penampang paling sedikit sama dengan kekuatan perlu yang dihitung untuk beban dan gaya terfaktor dalam kombinasi sedemikian rupa seperti ditetapkan dalam standar tersebut. Kekuatan perlu harus paling tidak sama dengan pengaruh beban terfaktor dalam persamaan (II-18a) sampai (II-18g). U = 1,4D
(II-18a)
U = 1,2D + 1,6L + 0,5(Lr atau R)
(II-18b)
II-26
U = 1,2D + 1,6(Lr atau R) + (1,0L atau 0,5W)
(II-18c)
U = 1,2D + 1,0W + 1,0L + 0,5(Lr atau R)
(II-18d)
U = 1,2D + 1,0E + 1,0L
(II-18e)
U = 0,9D + 1,0W
(II-18f)
U = 0,9D + 1,0E
(II-18g)
kecuali sebagai berikut: (a) Faktor beban pada beban hidup L dalam persamaan (II-18c) sampai (II-18e) diizinkan sebesar 0,5 kecuali untuk garasi, ruangan pertemuan dan semua ruangan yang nilai beban hidupnya lebih besar daripada 500 kg/m2. (b) Jika pengaruh
beban gempa yang ditetapkan E, dikombinasikan dengan
pengaruh beban lainnya, kombinasi beban gempa berikut harus digunakan sebagai pengganti dari kombinasi beban untuk struktur yang tidak dikenai banjir :
2.7
U = (1,2 + 0,2 SDS)D + ρE + L
(II-18e)
U = (0,9 - 0,2 SDS)D + ρE + 1,6H
(II-18g)
Faktor Reduksi Kekuatan Ketidakpastian kekuatan bahan terhadap pembebanan pada komponen
struktur dianggap sebagai faktor reduksi kekuatan ϕ, yang nilainya ditentukan menurut Pasal 9.3 SNI 2847-2013 sebagai berikut: 1. Penampang terkendali tarik
0,90
2. Penampang terkendali tekan:
II-27
Komponen struktur dengan tulangan spiral
0,75
Komponen struktur bertulang lainnya
0,65
3. Geser dan torsi
0,75
4. Tumpuan pada beton (kecuali untuk daerah angkur pasca tarik dan model strat dan pengikat) 5. Daerah angkur pasca tarik
0,65 0,85
6. Model strat dan pengikat, daerah pertemuan (nodal), dan daerah tumpuan dalam model tersebut
0,75
7. Penampang lentur dalam komponen struktur pratarik dimana penanaman strand kurang dari panjang penyaluran:
Dari ujung komponen struktur ke ujung panjang transfer
Dari ujung panjang transfer ke ujung panjang penyaluran ϕ boleh ditingkatkan secara linier dari
2.8
0,75
0,75 sampai 0,9
Perencanaan Elemen Portal Analisis elemen portal yang meliputi momen, lintang, dan normal akibat
beban vertikal dan pengaruh gempa rencana statik ekivalen sepenuhnya oleh program aplikasi ETABS dengan perilaku struktur tiga dimensi. Dalam menghitung respon bangunan terhadap beban-beban yang bekerja, dibutuhkan dimensi balok, dimensi kolom, tebal pelat, serta data material berupa mutu beton dan mutu baja. Setelah itu, dilakukan penginputan pembebanan disertai dengan kombinasi pembebanan. Setelah kombinasi pembebanan dibuat, program ETABS akan menganalisa struktur secara otomatis.
II-28
BAB III
GAMBARAN UMUM DAN METODOLOGI PERENCANAAN STRUKTUR 3.1 Gambaran Umum 3.1.1 Deskripsi Lokasi
Gedung hypermarket Giant terletak di Jalan Mt. Haryono II Balikpapan, Kalimantan Timur. Gedung ini terletak pada koordinat 1 13’13,97” LS dan 116 51’41,89” BT. Lokasi gedung ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3. 1 Peta Lokasi Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur
III-1
3.1.2 Deskripsi Struktur a) Denah Struktur Denah struktur gedung hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur dapat dilihat pada Gambar 3.2 sampai dengan Gambar 3.4.
Gambar 3. 2 Denah Lantai 1 Gedung Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur
III-2
Gambar 3. 3 Denah Lantai 2 Gedung Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur
III-3
Gambar 3. 4 Denah Lantai Atap Gedung Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur
III-4
Gambar 3. 5 Elevasi Arah X
Gambar 3. 6 Elevasi Arah Y
III-5
b) Tipe dan Penggunaan Struktur Gedung
hypermarket
Giant
Balikpapan
memiliki
luas
dengan jumlah lantai sebesar dua. Struktur atas gedung hypermarket Giant Balikpapan berupa kolom, balok, dan pelat merupakan konstruksi beton bertulang, sedangkan atapnya merupakan konstruksi rangka atap baja. Adapun tujuan penggunaan struktur ini adalah sebagai bangunan pusat pertokoan. c) Data Material Data-data material yang digunakan dalam perencanaan struktur gedung hypermarket Giant Balikpapan adalah sebagai berikut: 1. Baja tulangan dengan tegangan leleh minimum 2. Kuat tekan karakteristik beton sebesar
. .
3. Jenis baja struktural yang digunakan adalah BJ 37 dengan tegangan leleh minimum
.
d) Pembebanan Elemen Struktur Beban yang bekerja pada struktur diperhitungkan dengan mengacu pada SNI 1727-2013, yaitu:
Beban Mati, D (Dead Load) Beban mati yang bekerja pada struktur disajikan pada Tabel 3.1 dan 3.2. Tabel 3. 1 Beban Mati, D BAHAN BANGUNAN Baja Beton bertulang Pasir
7850 2400 1600
III-6
Tabel 3. 2 Beban Mati, D (Lanjutan) KOMPONEN GEDUNG
Dinding pasangan bata ringan
117
Curtain wall dan rangka
60
Plafond dan penggantung
20
Keramik dengan tebal 1 cm
22
Spesi dengan tebal 2 cm
44
Instalasi ME
25
Water Proofing
5
Eskalator Tipe MES 30-3-1000
7500
Beban Hidup, L (Live Load) Beban hidup minimum yang bekerja pada struktur disajikan pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4. Tabel 3. 3 Beban Hidup Minimum, L BEBAN HIDUP MINIMUM Merata ( PADA LANTAI GEDUNG Sistem lantai akses Ruang kantor 240 479 Ruang computer 479 Ruang pertemuan 479 Ruang makan dan restoran Ruang mesin elevator (pada daerah 2 in x 2 in) Jalur penyelamatan terhadap 479 kebakaran Pelat atap
96
Semua komponen struktur atap utama lainnya Tangga dan jalan keluar
479
Gudang penyimpanan barang
600
)
Terpusat (
)
890 890
133
89 133 133
(Sumber : SNI 1727-2013)
III-7
Tabel 3. 4 Beban Hidup Minimum, L (Lanjutan) BEBAN HIDUP MINIMUM Merata ( PADA LANTAI GEDUNG Toko 479 Eceran 600 Grosir di semua lantai Pekarangan dan teras, jalur pejalan 479 kaki (Sumber : SNI 1727-2013)
)
Terpusat ( 445 445
Beban Angin, W (Wind) Besarnya beban angin dihitung menggunakan prosedur pengarah SPBAU SNI 1727-2013. Data yang digunakan dalam penentuan beban angin adalah sebagai berikut:
a. Pemanfaatan gedung sebagai hypermarket merupakan kategori resiko II. b. Kecepatan angin dasar Menurut Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, kecepatan angin dasar Balikpapan adalah 12,44 mph. Berdasarkan SNI 1727-2013 Pasal 26.5.3, di luar wilayah rawan badai, bila kecepatan angin dasar diperkirakan dari data iklim regional, batasan kecepatan angin dasar tidak boleh kurang dari kesetaraan dengan kecepatan tiupan angin 3 detik pada 10 m di atas tanah pada Eksposur C. Sehingga diperoleh nilai kecepatan angin dasar 110 mph. c. Parameter beban angin - Faktor arah angin, Kd = 0,85 - Kategori eksposur B - Faktor topografi, Kzt = 1 - Faktor efek tiupan angin, G= 0,85 III-8
)
- Klasifikasi ketertutupan adalah bangunan tertutup - Koefisien tekanan internal, GCpi = 0,18 Tanda positif dan negatif menandakan tekanan yang bekerja menuju dan menjauhi permukaan internal. d. Koefisien eksposur tekanan velositas, Kz Penentuan koefisien eksposur tekanan velositas disajikan pada Tabel 3.5. Tabel 3. 5 Koefisien Eksposur Tekanan Velositas Lantai
h (m)
Kz
Atap Lantai atap 2 1
12,47 11,00 7,50 2,50
0,76 0,74 0,66 0,57
e. Koefisien tekanan eksternal
Penentuan koefisien tekanan eksternal disajikan pada Tabel 3.6 sampai dengan Tabel 3.9.
Koefisien tekanan eksternal dinding Tabel 3. 6 Koefisien Tekanan Eksternal Dinding Pada Sumbu X Permukaan Windward Wall
Leeward Wall Side Wall
Tekanan P1 P2 P3 P6 P7 P8 P9 P10
L/B seluruh nilai seluruh nilai seluruh nilai 1,79 1,47 1,47 seluruh nilai seluruh nilai
Cp 0,8 0,8 0,8 -0,3 -0,4 -0,4 -0,7 -0,7
Tabel 3. 7 Koefisien Tekanan Eksternal Dinding Pada Sumbu Y Permukaan Windward Wall
Leeward Wall Side Wall
Tekanan P1 P2 P3 P6 P7 P8 P9 P10
L/B seluruh nilai seluruh nilai seluruh nilai 0,56 0,68 0,68 seluruh nilai seluruh nilai
Cp 0,8 0,8 0,8 -0,5 -0,5 -0,5 -0,7 -0,7
III-9
Koefisien tekanan eksternal atap Tabel 3. 8 Koefisien Tekanan Eksternal Atap Pada Sumbu X Permukaan
Tekanan
h/L
Windward Roof
P4
0,12
Leeward Roof
P5
0,12
Cp
Jarak (m) h/2 = h= L= h/2 = h= L=
6,23 12,47 100,00 6,23 12,47 100,00
-0,3
-0,18
-0,3
-0,18
Tabel 3. 9 Koefisien Tekanan Eksternal Atap Pada Sumbu Y Permukaan
Tekanan
h/L
Windward Roof
P4
0,22
Leeward Roof
P5
0,22
Cp
Jarak (m) h/2 = h= L= h/2 = h= L=
6,23 12,47 56,00 6,23 12,47 56,00
-0,3
-0,18
-0,3
-0,18
Gambar 3.7 menunjukkan tekanan angin desain yang digunakan pada struktur gedung hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur.
Denah
Potongan
Gambar 3. 7 Tekanan Angin Desain pada Struktur Penahan Beban Angin Utama
Beban Gempa, E (Earthquake) Pemanfaatan gedung sebagai hypermarket merupakan kategori resiko II dan faktor keutamaan gempa ( ) sebesar 1. Berdasarkan parameter
III-10
percepatan batuan dasar pada perioda pendek ( dasar pada perioda 1 detik (
) dan percepatan batuan
), gedung hypermarket Giant Balikpapan
termasuk dalam Kriteria Desain Seismik (KDS) C. Sistem penahan gaya yang diizinkan adalah Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM). Data yang digunakan dalam penentuan spektrum respons desain adalah sebagai berikut: a. Percepatan batuan dasar pada perioda pendek,
= 0,235 g
Percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik,
= 0,082 g
b. Kelas situs berdasarkan N-SPT rata-rata adalah kelas situs tanah lunak (SE) c. Koefisien situs pada perioda pendek , Koefisien situs pada perioda 1 detik,
= 2,5 = 3,5
d. Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek,
= 0,575
Parameter spektrum respons percepatan pada perioda 1 detik,
= 0,287
e. Parameter percepatan spektral desain pada perioda pendek,
Parameter percepatan spektral desain pada perioda 1 detik,
f. Spektrum Respons Desain
III-11
3.2 Metodologi Perencanaan Diagram alir perencanaan struktur gedung hypermarket Giant Balikpapan ditunjukkan pada Gambar 3.8. Mulai
Pembatasan Masalah: Metode perencanaan struktur beton bertulang Metode perencanaan struktur baja Pengumpulan Data Sekunder: Gambar struktur Literatur penunjang Pemilihan Sistem Struktur: Rangka atap baja Portal Struktur tahan gempa
Perhitungan dan Perancangan Dimensi dan Penulangan
Tidak
Kontrol Ya Selesai
Gambar 3. 8 Diagram Alir Perencanaan Struktur Gedung Hypermarket Giant Balikpapan, Kalimantan Timur
III-12
BAB IV
PERENCANAAN STRUKTUR 4.1
Perencanaan Dimensi Elemen Struktur
4.1.1
Struktur Atas Dari perhitungan elemen struktur atas yang mengacu pada SNI 1729-2015
seperti yang terlampir, diperoleh jenis profil sebagai pendekatan awal perencanaan yang disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4. 1 Jenis Profil yang Digunakan Pada Perencanaan Elemen Struktur Atas Gording Sag Rod Ikatan Angin Rafter Batang Atas Batang Bawah Batang Vertikal Batang Diagonal Kolom 4.1.2
Kode WF1 B.A1 B.A2 B.B1 B.B2 B.V B.D HB1 HB2
Jenis Profil C 200.75.20.3,2 12 mm 19 mm WF 200. 200. 8. 12 1/2WF 600. 300. 14. 23 1/2WF 450. 200. 9. 14 1/2WF 600. 300. 14. 23 1/2WF 450. 200. 9. 14 2L 100. 100. 10 2L 50. 50. 5 HB 400. 400. 13. 21 HB 350. 350. 9. 12
Super Struktur A. Dimensi Balok Berdasarkan denah balok, terdapat tiga jenis balok yang digunakan dalam
konstruksi, yaitu balok dengan ujung satu menerus, balok dengan dua ujung
IV-1
menerus, dan balok dengan dua tumpuan sederhana. Berdasarkan SNI 2847-2013 Pasal 9.5.2.2, tinggi minimum balok dengan mutu baja selain 420 MPa adalah:
Balok dengan satu ujung menerus
Balok dengan dua ujung menerus
Balok dengan dua tumpuan sederhana
Sedangkan lebar balok dapat dihitung sebagai berikut :
Dari perhitungan dimensi balok yang mengacu pada SNI SNI 2847-2013 seperti yang terlampir, diperoleh dimensi balok sebagai pendekatan awal perencanaan yang disajikan pada Tabel 4.2. Tabel 4. 2 Dimensi Balok yang Digunakan pada Perencanaan Kode Balok
Dimensi Balok (mm2)
B1
350 x 700
B2 B3 B4 BA BB BT
200 x 550 200 x 500 400 x 800 300 x 600 300 x 500 250 x 500
IV-2
B. Dimensi Pelat Pada perencanaan dimensi pelat berdasarkan SNI 2847-2013, terdapat pelat satu arah dan pelat dua arah. Dari perhitungan dimensi pelat, diperoleh tebal pelat lantai yang disajikan pada Tabel 4.3. Tabel 4. 3 Tebal Pelat yang Digunakan pada Perencanaan Kode Pelat S2 S3 S4 ST SB
Tebal Pelat (mm) 150 130 120 200 120
C. Dimensi Kolom Dari perhitungan dimensi kolom yang mengacu pada SNI 2847-2013 seperti yang terlampir, diperoleh dimensi kolom sebagai pendekatan awal perencanaan yang disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4. 4 Dimensi Kolom yang Digunakan pada Perencanaan Kode Kolom K1 K2 K3 K4 KB 4.2
Pembebanan Struktur
4.2.1
Perhitungan Beban Mati
Dimensi Kolom (mm2) 600 x 600 500 x 500 300 x 300 300 x 300 300 x 300
A. Beban Mati pada Pelat Lantai Beban mati yang bekerja pada pelat lantai gedung meliputi: - Beban pasir setebal 1 cm,
0,01
.
1600
=
16
kg/m2 IV-3
- Beban spesi setebal 3 cm,
0,03
.
2200
=
66
kg/m2
- Beban keramik setebal 1 cm,
0,01
.
2200
=
22
kg/m2
- Beban plafond + penggantung,
=
20
kg/m2
- Beban instalasi ME
=
25
kg/m2
B. Beban Mati pada Pelat Lantai Atap Beban mati yang bekerja pada pelat lantai atap meliputi: - Beban plafond + penggantung
=
20
kg/m2
- Beban instalasi ME
=
25
kg/m2
- Beban Water Proofing
=
5
kg/m2
C. Beban Mati pada Balok Beban mati yang bekerja pada balok meliputi: -
Beban dinding pasangan bata ringan, 5 Beban dinding beton, 5. 0,2 Beban dinding pasrtisi, 5 Beban reaksi pada balok pengatrol mesin lift, Beban reaksi pada balok akibat lift,
- Beban Curtain Wall dan rangka,
5
. . .
.
117 2400 20
= = = R = R1 = R2 = 60 =
585 2400 100 6200 1815,09 1415,09 300
kg/m kg/m kg/m kg kg kg kg/m
D. Beban Mati pada Konstruksi Atap Beban terpusat akibat gording, Beban terpusat akibat penutup atap, Beban terpusat akibat sag rod, Beban terpusat akibat track stank, Beban terpusat akibat ME,
Pgording = qgording L1 =
74,16
kg
Ppenutup atap = qpenutup atap s L1 =
132
kg
Psag rod = ϒbaja A (2s) =
2,66
kg
Ptrack stank = ¼ ϒbaja A Ltrack stank =
35,90
kg
25
kg
PDL =
IV-4
E. Beban Mati pada Tangga Beban pada tangga meliputi beban mati yang berupa antrede, optrede, dan finishing berupa pasangan keramik. Komponen tangga ditunjukkan pada Gambar 4.1.
Gambar 4. 1 Komponen Tangga Data teknis tangga daalam perencanaan adalah sebagai berikut. - Tinggi tingkat,
=
5000
mm
- Lebar tangga,
=
1450
mm
- Tinggi anak tangga (optrede),
=
200
mm
- Lebar anak tangga (antrede),
=
220
mm
- Panjang total antrede,
=
2640
mm
- Lebar pelat bordes,
=
1850
mm
- Panjang pelat bordes,
=
3000
mm
- Tebal pelat bordes,
=
120
mm
- Jumlah optrede (t) dan antrede (l), Cara menghitung dan menentukan jumlah anak tangga dengan rumus yang berlaku pada anak tangga adalah 2t + l = 60 cm sampai dengan 65 cm. Rumus ini didasarkan pada satu langkah arah datar idealnya antara 60 cm sampai dengan 65 cm, sedangkan untuk melangkah naik perlu tenaga 2 kali lebih besar dibandingkan dengan melangkah datar. 2l + t = 2(22) + 20 = 64 (OK)
IV-5
umlah optrede
umlah antrede -
Tebal rata-rata anak tangga,
α = 42,27ᵒ
Tebal anak tangga, 0,5 x 147,98 mm = 80 mm
Gambar 4. 2 Tampak Atas Tangga 1. Beban Mati pada Pelat Tangga Beban mati yang bekerja pada pelat tangga meliputi : - Berat anak tangga,
0,08
.
2400
=
192
kg/m2
- Berat finishing lantai setebal 5 cm,
0,05
.
2200
=
110
kg/m2
=
20
kg/m2
- Berat besi pegangan (Hand Riil),
IV-6
2. Beban Mati pada Pelat Bordes Beban mati yang bekerja pada pelat tangga meliputi : - Berat finishing lantai setebal 5 cm,
4.2.2
0,05
.
2200
=
kg/m2
110
Beban Hidup Beban hidup bergantung pada fungsi ruang yang digunakan. Besarnya
beban hidup yang bekerja pada lantai bangunan disajikan pada Tabel 4.5. Tabel 4. 5 Beban Hidup yang Bekerja pada Struktur BEBAN HIDUP Sistem lantai akses Ruang kantor Ruang computer Ruang pertemuan Ruang makan dan restoran
Merata ( )
)
250 300 480 480
Ruang mesin elevator (pada daerah 2 in x 2 in)
220
Jalur penyelamatan terhadap kebakaran
480
Pelat atap
100
Semua komponen struktur atap utama lainnya Tangga dan jalan keluar Eskalator Gudang penyimpanan barang Grosir di semua lantai Pekarangan dan teras, jalur pejalan kaki (Sumber : SNI 1727-2013)
Terpusat (
138 300 750 650 650 480
IV-7
4.2.3
Perhitungan Beban Gempa Analisis beban gempa dilakukan dengan cara statik ekivalen. Perhitungan
gempa statik ekivalen dilakukan secara otomatis pada program ETABS. Langkahlangkah dalam menentukan parameter beban gempa adalah sebagai berikut: a. Kategori Risiko Bangunan dan Faktor Keutamaan ( ) Pemanfaatan gedung sebagai hypermarket merupakan kategori risiko II dan faktor keutamaan gempa ( ) sebesar 1. b. Parameter Percepatan Gempa (
)
Percepatan batuan dasar pada perioda pendek,
= 0,235 g
Percepatan batuan dasar pada perioda 1 detik,
= 0,082 g
c. Kelas Situs (SA-SF) Menurut SNI 1726-2012 Pasal 5.1, penetapan kelas situs ditentukan minimal 2 dari 3 parameter tanah. N-SPT rata-rata diperoleh sebesar 18. Nilai N-SPT rata-rata berada pada kelas situs tanah sedang (SD), sementara data tanah lainnya tidak tersedia. Maka lokasi diasumsikan berada pada kelas situs tanah lunak (SE). d. Koefisen Situs dan Parameter Respons Spektral Percepatan Gempa Maksimum yang Dipertimbangkan Risiko-Tertarget (MCER) Untuk penentuan respons spektral percepatan gempa MCER di permukaan tanah, diperlukan suatu faktor amplifikasi seismik. Faktor amplifikasi seismik tersebut adalah sebagai berikut.
Koefisien situs pada perioda pendek ,
= 2,5
IV-8
Koefisien situs pada perioda 1 detik,
= 3,5
Parameter spektrum respons percepatan gempa adalah sebagai berikut.
Parameter spektrum respons percepatan pada perioda pendek, =
0,575
Parameter spektrum respons percepatan pada perioda 1 detik, =
0,287
Parameter percepatan spektral desain adalah sebagai berikut.
Parameter percepatan spektral desain pada perioda pendek,
Parameter percepatan spektral desain pada perioda 1 detik,
e. Spektrum Respons Desain Spektrum respons desain ditunjukkan pada Gambar 4.3.
Gambar 4. 3 Spektrum Respons Desain pada Gedung Hypermarket Giant Balikpapan f. Kategori Desain Seismik Kategori desain seismik berdasarkan parameter respons percepatan pada perioda pendek,
dan pada perioda 1 detik,
adalah kategori C.
IV-9
g. Prosedur Analisis Prosedur analisis yang boleh digunakan berdasarkan SNI 1726-2012 disajikan pada Tabel 4.6.
Bangunan dengan kategori risiko I atau II dari B, C konstruksi rangka ringan dengan ketinggian tidak melebihi 3 tingkat (Sumber: SNI 1726-2012) Keterangan : I = diizinkan
Prosedur Riwayat Respons Seismik
Karakteristik Struktur
Analisis Spektrum Respons Ragam
Ketegori Desain Seismik
Analisis Gaya Lateral Ekivalen
Tabel 4. 6 Prosedur Analisis yang Boleh Digunakan
I
I
I
h. Pemilihan Sistem Struktur dan Parameter Sistem (R, Cd, Ω0) Pemilihan sistem struktur dan parameter sistem disajikan pada Tabel 4.7. Tabel 4. 7 Faktor R, Cd, Ω0 untuk Sistem Penahan Gaya Gempa
Sistem Penahan Gaya Seismik
Koefisien Modifikasi Respons, R
Rangka baja pemikul momen menengah Rangka beton bertulang pemikul momen menengah (Sumber: SNI 1726-2012) Keterangan : TB = tidak dibatasi
4 5
Faktor KuatLebih Sistem, Ω0 3 3
Cd
Batasan Sistem Struktur, Kategori Desain Seismik C
4
TB
Faktor Pembesaran Defleksi,
4
TB
IV-10
4.2.4
Perhitungan Beban Angin Tekanan angin desain menggunakan Sistem Penahan Beban Angin Utama
(SPBAU) dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4. 4 Tekanan Angin Desain untuk Sistem Penahan Beban Angin Utama (SPBAU) Data yang digunakan dalam menentukan beban angin desain adalah sebagai berikut. - Rata-rata tinggi atap, - Rata-rata ketinggian lantai atap, - Rata-rata ketinggian lantai 2, - Rata-rata ketinggian lantai 1, - Kategori risiko bangunan, - Kecepatan angin dasar, - Parameter beban angin :
v=
h= 12,47 h= 11,00 h= 7,50 h= 2,50 II 3,09 m/s diperoleh,
Faktor arah angin,
Kd =
0,85
Faktor topografi, Kategori eksposur,
Kzt =
1 B
Koefisien tekanan internal, Faktor tiupan angin,
GCpi = G=
- Tekanan velositas,
m m m m v=
49,17
0,18 -0,18 0,85 qz = 0,613 (Kz Kzt Kd) V2
Nilai tekanan velositas disajikan pada Tabel 4.8.
IV-11
m/s
Tabel 4. 8 Tekanan Velositas qz (kg/m2) Atap 12,47 0,76 96,31 Lantai atap 11,00 0,74 92,81 Lantai 2 7,50 0,66 82,81 Lantai 1 2,50 0,57 71,80 - Tekanan internal, qh = 96,31 kg/m2 qh GCpi= 17,34 kg/m2 -17,34 kg/m2 4.2.4.1 Angin pada Sumbu X (Angin dari Arah Kiri ke Kanan) Lantai
h (m)
Kz
A. Koefisien Tekanan Eksternal Dinding pada Sumbu X Penentuan koefisien tekanan eksternal dinding pada sumbu X disajikan pada Tabel 4.9. Tabel 4. 9 Koefisien Tekanan Eksternal Dinding pada Sumbu X Permukaan Windward Wall
Leeward Wall
Side Wall
Tekanan P1 P2 P3 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12
L/B seluruh nilai seluruh nilai seluruh nilai 1,79 1,47 1,47 seluruh nilai seluruh nilai seluruh nilai seluruh nilai
Cp 0,8 0,8 0,8 -0,32 -0,35 -0,35 -0,7 -0,7 -0,7 -0,7
B. Koefisien Tekanan Eksternal Atap pada Sumbu X Penentuan koefisien tekanan eksternal atap pada sumbu X disajikan pada Tabel 4.10.
IV-12
Tabel 4. 10 Koefisien Tekanan Eksternal Atap pada Sumbu X Permukaan
Tekanan
h/L
Windward Roof
P4
0,12
Leeward Roof
P5
0,12
Jarak (m) 6,23 h/2 = 12,47 h= 100,00 L= 6,23 h/2 = 12,47 h= 100,00 L=
Cp -0,3
-0,18
-0,3
-0,18
C. Tekanan Eksternal pada Sumbu X Besarnya tekanan ekseternal pada sumbu X disajikan pada Tabel 4.11. Tabel 4. 11 Tekanan Eksternal pada Sumbu X
Permukaan
Tekanan
Cp
q (kg/m2)
q G Cp (kg/m2)
Windward Wall
P1 P2 P3
Windward Roof
P4
Leeward Roof
P5
0,8 0,8 0,8 -0,30 -0,18 -0,30 -0,18 -0,32 -0,35 -0,35 -0,70 -0,70 -0,70 -0,70
71,80 82,81 92,81 96,31 96,31 96,31 96,31 92,81 82,81 71,80 71,80 82,81 92,81 96,31
48,83 56,31 63,11 -24,56 -14,73 -24,56 -14,73 -25,25 -24,63 -21,36 -42,72 -49,27 -55,22 -57,30
Leeward Wall
Side Wall
P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12
D. Beban Angin pada Sumbu X Besarnya beban angin yang bekerja pada sumbu X disajikan pada Tabel 4.12.
IV-13
Tabel 4. 12 Beban Angin pada Sumbu X
Permukaan
Tekanan
Windward Wall
P1 P2 P3
Tekanan angin, q (kg/m2) Komb Komb Komb Komb 1 2 3 4 31,49 31,49 66,16 66,16 38,97 38,97 73,64 73,64 45,78 45,78 80,45 80,45
Windward Roof
P4
-41,89
-32,07
-7,22
2,60
-41,89
hisap
Leeward Roof
P5 P6 P7 P8
-41,89 -42,58 -41,97 -38,70
-32,07 -42,58 -41,97 -38,70
-7,22 -7,91 -7,30 -4,03
2,60 -7,91 -7,30 -4,03
-41,89 -42,58 -41,97 -38,70
hisap hisap hisap hisap
P9 P10 P11 P12
-60,06 -66,61 -72,56 -74,64
-60,06 -66,61 -72,56 -74,64
-25,39 -31,93 -37,89 -39,97
-25,39 -31,93 -37,89 -39,97
-60,06 -66,61 -72,56 -74,64
hisap hisap hisap hisap
Leeward Wall
Side Wall
qmaks (kg/m2) 66,16 73,64 80,45
tekan tekan tekan
Keterangan : Komb 1:
tekanan eksternal maksimum dan tekanan internal positif
Komb 2:
tekanan eksternal minimum dan tekanan internal positif
Komb 3:
tekanan eksternal maksimum dan tekanan internal negatif
Komb 4:
tekanan eksternal minimum dan tekanan internal negatif
4.2.4.2 Angin pada Sumbu Y (Angin dari Arah Depan ke Belakang) A. Koefisien Tekanan Eksternal Dinding pada Sumbu Y Penentuan koefisien tekanan eksternal dinding pada sumbu Y disajikan pada Tabel 4.13.
IV-14
Tabel 4. 13 Koefisien Tekanan Eksternal Dinding pada Sumbu Y Permukaan Windward Wall Leeward Wall
Side Wall
Tekanan P13 P14 P15 P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24
L/B seluruh nilai seluruh nilai seluruh nilai 0,56 0,68 0,68 seluruh nilai seluruh nilai seluruh nilai seluruh nilai
Cp 0,8 0,8 0,8 -0,5 -0,5 -0,5 -0,7 -0,7 -0,7 -0,7
B. Koefisien Tekanan Eksternal Atap pada Sumbu Y Penentuan koefisien tekanan eksternal atap pada sumbu Y disajikan pada Tabel 4.14. Tabel 4. 14 Koefisien Tekanan Eksternal Atap pada Sumbu Y
Permukaan Windward Roof
Leeward Roof
Tekanan P16
P17
h/L
0,22
0,22
Jarak (m) h/2 =
6,23
h=
12,47
L=
56,00
h/2 =
6,23
h=
12,47
L=
56,00
Cp
-0,3
-0,18
-0,3
-0,18
C. Tekanan Eksternal pada Sumbu Y Besarnya tekanan ekseternal pada sumbu Y disajikan pada Tabel 4.15.
IV-15
Tabel 4. 15 Tekanan Eksternal pada Sumbu Y
Permukaan
Tekanan
Cp
q (kg/m2)
q G Cp (kg/m2)
Windward Wall
P13 P14 P15
Windward Roof
P16
Leeward Roof
P17
0,8 0,8 0,8 -0,30 -0,18 -0,30 -0,18 -0,50 -0,50 -0,50 -0,70 -0,70 -0,70 -0,70
71,80 82,81 92,81 96,31 96,31 96,31 96,31 92,81 82,81 71,80 71,80 82,81 92,81 96,31
48,83 56,31 63,11 -24,56 -14,73 -24,56 -14,73 -39,45 -35,19 -30,52 -42,72 -49,27 -55,22 -57,30
Leeward Wall
Side Wall
P18 P19 P20 P21 P22 P23 P24
D. Beban Angin pada Sumbu Y Besarnya beban angin yang bekerja pada sumbu Y disajikan pada Tabel 4.16. Tabel 4. 16 Beban Angin pada Sumbu Y Permukaan
Tekanan
Windward Wall
P1 P2 P3
Tekanan angin, q (kg/m2) Komb Komb Komb Komb 1 2 3 4 31,49 31,49 66,16 66,16 38,97 38,97 73,64 73,64 45,78 45,78 80,45 80,45
Windward Roof
P4
-41,89 -32,07
-7,22
Leeward Roof
P5
-41,89 -32,07
-7,22
qmaks (kg/m2) 66,16 73,64 80,45
tekan tekan tekan
2,60
-41,89
hisap
2,60
-41,89
hisap
IV-16
Tabel 4. 17 Beban Angin pada Sumbu Y (Lanjutan) Permukaan
Tekanan P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12
Leeward Wall
Side Wall Keterangan : Komb 1: Komb 2: Komb 3: Komb 4: 4.3
Tekanan angin, q (kg/m2) Komb Komb Komb Komb 1 2 3 4 -56,78 -56,78 -22,11 -22,11 -52,53 -52,53 -17,86 -17,86 -47,85 -47,85 -13,18 -13,18 -60,06 -60,06 -25,39 -25,39 -66,61 -66,61 -31,93 -31,93 -72,56 -72,56 -37,89 -37,89 -74,64 -74,64 -39,97 -39,97
qmaks (kg/m2) -56,78 -52,53 -47,85 -60,06 -66,61 -72,56 -74,64
hisap hisap hisap hisap hisap hisap hisap
tekanan eksternal maksimum dan tekanan internal positif tekanan eksternal minimum dan tekanan internal positif tekanan eksternal maksimum dan tekanan internal negatif tekanan eksternal minimum dan tekanan internal negatif
Permodelan Struktur Permodelan struktur gedung dilakukan secara tiga dimensi dengan
program ETABS. Langkah-langkah permodelan struktur dengan program ETABS adalah sebagai berikut. 4.3.1
Memodelkan Geometri Pembuatan model geometri pada Gambar 4.5 sampai dengan Gambar 4.7
meliputi pemberian nama file model, penginputan data jumlah lantai, ketinggian, jarak grid bangunan, pengaturan satuan, dan penggambaran elemen struktur. Untuk memudahkan penggambaran elemen struktur, digunakan program Autocad, kemudian dimasukkan ke dalam program ETABS dengan cara Import File.
IV-17
Gambar 4. 5 Input Data Jumlah Lantai dan Ketinggian Lantai
Gambar 4. 6 Input Data Jarak Grid Bangunan
Gambar 4. 7 Penggambaran Elemen Struktur dengan Autocad 4.3.2
Mendefinisikan Properti Material Definisi jenis material konstruksi gedung ditunjukkan pada Gambar 4.8.
Struktur atap yang meliputi rafter, kolom, batang atas, batang bawah, batang vertikal, dan batang diagonal direncanakan dengan material baja struktural.
IV-18
Super struktur yang meliputi balok, kolom, pelat, dan tangga direncanakan dengan beton bertulang.
Gambar 4. 8 Input Data Properti Material 4.3.3
Mendefinisikan Tumpuan Tumpuan diasumsikan sebagai jepit, karena kedudukan kolom dianggap
tidak mengalami rotasi dan translasi. Pendefinisian tumpuan ditunjukkan pada Gambar 4.9.
Gambar 4. 9 Pendefinisian Tumpuan sebagai Jepit 4.3.4
Memasukkan Data Penampang Data penampang pada Gambar 4.10 yang dimasukkan ke ETABS mengacu
pada hasil perencanaan awal.
IV-19
Gambar 4. 10 Input Data Penampang 4.3.5
Memasukkan Data Pelat Dalam perencanaan, pelat dimodelkan sebagai shell, sehingga selain
menerima gaya vertikal akibat beban mati dan beban hidup, pelat juga diasumsikan menerima gaya horizontal atau lateral akibat gempa. Input data pelat ditunjukkan pada Gambar 4.11.
Gambar 4. 11 Input Data Pelat 4.3.6
Mendefinisikan Pembebanan Mendefinisikan beban mati sendiri elemen struktur (self weight) dihitung
secara otomatis dalam ETABS dengan memberikan faktor pengali berat sendiri (self weight multiplier) sama dengan 1, sedangkan beban mati tambahan, beban hidup, beban angin, dan beban gempa diberikan faktor pengali sama dengan 0, karena beban tersebut diinput secara manual. Jenis-jenis beban yang yang dimasukkan ke dalam ETABS ditunjukkan pada Gambar 4.12.
IV-20
Gambar 4. 12 Jenis-jenis Beban yang Bekerja pada Struktur Gedung 4.3.7
Mendefinisikan Kombinasi Pembebanan Kombinasi pembebanan yang digunakan pada permodelan struktur
ditunjukkan pada Tabel 4.18 dan Tabel 4. 19. Tabel 4. 18 Kombinasi Pembebanan Kombinasi Pembebanan U = 1,4D + 1,4SDL U = 1,2D + 1,2 SDL + 1,6L + 0,5 Lr U = 1,2D + 1,2 SDL + 1,6 Lr + 1,0L
Jenis Kombinasi Kombinasi pembebanan tetap (akibat beban mati dan beban hidup)
U = 1,2D + 1,2 SDL + 1,6 Lr + 0,5Wkiri U = 1,2D + 1,2 SDL + 1,6 Lr + 0,5Wkanan U = 1,2D + 1,2 SDL + 1,6 Lr + 0,5Wdepan U = 1,2D + 1,2 SDL + 1,6 Lr + 0,5Wbelakang U = 1,2D + 1,2 SDL + 1,0Wkiri + 1,0L + 0,5 Lr U = 1,2D + 1,2 SDL + 1,0Wkanan + 1,0L + 0,5 Lr U = 1,2D + 1,2 SDL + 1,0Wdepan + 1,0L + 0,5 Lr
Kombinasi pembebanan sementara (akibat beban mati, beban hidup, dan beban angin)
U = 1,2D + 1,2 SDL + 1,0Wbelakang + 1,0L + 0,5 Lr U = 0,9D + 0,9 SDL + 1,0Wkiri U = 0,9D + 0,9 SDL + 1,0Wkanan U = 0,9D + 0,9 SDL + 1,0Wdepan U = 0,9D + 0,9 SDL + 1,0Wbelakang
IV-21
Tabel 4. 19 Kombinasi Pembebanan (Lanjutan) Kombinasi Pembebanan U = 0,85D + 0,85 SDL + 1,0EQx + 0,3EQy U = 0,85D + 0,85 SDL + 1,0EQx - 0,3EQy U = 0,85D + 0,85 SDL - 1,0EQx + 0,3EQy U = 0,85D + 0,85 SDL - 1,0EQx -0,3EQy U = 0,85D + 0,85 SDL + 1,0EQy + 0,3EQx U = 0,85D + 0,85 SDL + 1,0EQy - 0,3EQx U = 0,85D + 0,85 SDL - 1,0EQy + 0,3EQx U = 0,85D + 0,85 SDL - 1,0EQy -0,3EQx U = 1,25D + 1,25 SDL + 1,0L + 1,0EQx + 0,3EQy U = 1,25D + 1,25 SDL + 1,0L + 1,0EQx - 0,3EQy U = 1,25D + 1,25 SDL + 1,0L - 1,0EQx + 0,3EQy U = 1,25D + 1,25 SDL + 1,0L - 1,0EQx - 0,3EQy U = 1,25D + 1,25 SDL + 1,0L + 1,0EQy + 0,3EQx U = 1,25D + 1,25 SDL + 1,0L + 1,0EQy - 0,3EQx U = 1,25D + 1,25 SDL + 1,0L - 1,0EQy + 0,3EQx U = 1,25D + 1,25 SDL + 1,0L - 1,0EQy - 0,3EQx
4.3.8
Jenis Kombinasi
Kombinasi pembebanan sementara (akibat beban mati, beban hidup, dan beban gempa statik)
Mendefinisikan Sumber Massa Sumber massa didefinisikan sebagai berat sendiri elemen struktur, beban
mati tambahan, beban hidup pada atap, dan beban hidup pada pelat lantai. 4.3.9
Menetapkan Elemen pada Sistem Struktur Untuk memudahkan penetapan elemen pada sistem struktur, terlebih
dahulu dilakukan proses Grouping. Penetapan elemen struktur pada Gambar 4.13 sampai dengan Gambar 4.17 mengacu pada hasil perencanaan awal. Penetapan elemen struktur dengan ETABS dilakukan dengan memilih elemen struktur - Klik kanan elemen yang akan digunakan
pada Tab Model Explorer
- Assign. IV-22
Gambar 4. 13 Denah Rencana Lantai 1
Gambar 4. 14 Denah Rencana Lantai 2 IV-23
Gambar 4. 15 Denah Rencana Lantai Atap
IV-24
Gambar 4. 16 Elevasi Rencana Arah X
Gambar 4. 17 Elevasi Rencana Arah Y
IV-25
4.3.10 Menetapkan Pembebanan Struktur Agar tegangan yang bekerja pada pelat dapat merata, maka pelat dibagi menjadi pias-pias kecil dengan Automatic Frame Mesh. 4.3.11 Mendefinisikan Lantai Tingkat sebagai Diafragma Lantai tingkat, atap beton, dan sistem lantai dengan ikatan suatu struktur gedung dapat dianggap sangat kaku dalam bidangnya dan dianggap bekerja sebagai diafragma terhadap beban gempa horizontal. Masing-masing lantai didefinisikan sebagai diafragma kaku pada ETABS dencan cara pilih pelat lantai beserta joint-Assign-Joint-Diaphragm-From Shell-Rigid. Elemen pelat yang didefinisikan sebagai diafragma ditunjukkan pada Gambar 4.18.
Gambar 4. 18 Elemen Pelat yang Didefinisikan sebagai Diafragma 4.3.12 Berat Bangunan Berat bangunan yang disajikan Tabel 4.20 diperoleh secara otomatis pada ETABS dengan cara Analyze-Set Load Cases to Run-Run-Show Tables-AnalysisResult-Building Output-pilih Run untuk Lr, LL, DL, dan SDL-Cummulative Mass Centers of Mass and Centers of Rigidity.
IV-26
Tabel 4. 20 Berat Tiap Lantai Lantai LANTAI ATAP LANTAI 2 LANTAI 1
Massa Kumulatif kg s²/m
Berat Kumulatif kg
Berat Lantai kg
104053,06 217897,04 298460,71
1020760,519 2137569,962 2927899,565
1020760,519 1116809,444 790329,6027
4.3.13 Mendefinisikan Beban Gempa Statik Ekuivalen Beban gempa statik ekuivalen adalah penyederhanaan dari perhitungan beban gempa yang sebenarnya dengan asumsi tanah dasar dianggap tetap (tidak bergetar), sehingga beban gempa diekuivalensikan menjadi beban lateral statik yang bekerja pada pusat massa struktur tiap lantai bangunan. Beban gempa didefenisikan sebagai User Coefficient dengan menginput koefisien dasar seismik (Cs) dan eksentrisitas rencana. a. Perioda fundamental, (T) Berdasarkan SNI 1727:2012 Pasal 7.8.2, perioda fundamental tidak boleh melebihi hasil koefisien batasan atas pada perioda yang dihitung (Cu) dan perioda fundamental struktur, diizinkan menggunakan perioda bangunan pendekatan (Ta) dengan persamaan sebagai berikut. Ta = T = Ct hnx
(IV-2)
Keterangan: Ct dan x = nilai parameter perioda pendekatan Dari hasil Running program ETABS dengan menggunakan Modal Case Eigen, diperoleh nilai perioda fundamental struktur (Tc) sebesar 1,741 detik.
IV-27
Ta = 0,046 x 150,9 = 0,526 detik Cu Ta = 1,582 x 0,526 = 0,832 detik Karena nilai Ta lebih besar dari Cu Ta, maka nilai perioda fundamental (T) yang digunakan adalah 0,832 detik. b. Koefisien dasar seismik, (Cs)
( )
( )
c. Eksentrisitas Rencana, (ed) Besarnya eksentrisitas rencana diinput pada ETABS dengan cara DefineStatic Load Case-Pilih EQx atau EQy-Modify Lateral Load-Override. Berdasarkan SNI 1727-2012, jika nilai eksentrisitas lebih dari 0,1 b, namun kurang dari 0,3 b, maka beban geser rencana harus dihitng mempunyai jarak terhadap pusat kekakuan atas eksentrisitas rencana (ed). Perhitungan eksentrisitas rencana disajikan pada Tabel 4. 21 dan Tabel 4. 22. Tabel 4. 21 Eksentrisitas Rencana pada Arah X Lantai
Pusat Massa
Pusat Rotasi
Eksentrisitas, ec
LANTAI SATU LANTAI DUA
m 36,07 39,01
m 37,40 37,23
m -1,33 1,78
b (arah y) m 108,15 108,15
Eksentrisitas Rencana, ed 0,1<e 0,3b 0,1<e 0,3b
m -12,37 8,08
IV-28
Tabel 4. 22 Eksentrisitas Rencana pada Arah Y Lantai
Pusat Massa
Pusat Rotasi
Eksentrisitas, ec
LANTAI SATU LANTAI DUA
m 52,91 58,85
m 52,08 53,69
m 0,83 5,16
b (arah x) m 74,16 74,16
Eksentrisitas, ed 0,1<e 0,3b 0,1<e 0,3b
m 8,52 11,45
4.3.14 Analisis dan Pengecekan Keamanan Struktur Setelah dilakukan pengecekan struktur terhadap struktur atas dan super struktur melalui program ETABS, seluruh elemen struktur dinyatakan aman. Tampilan pengecekan struktur pada ETABS ditunjukkan pada Gambar 4.19.
Gambar 4. 19 Pengecekan Struktur dengan ETABS 4.4
Output Analisa Numerik
4.4.1
Gaya-gaya Dalam Output gaya-gaya dalam berupa momen, gaya geser, dan gaya aksial
akibat kombinasi pembebanan tetap dan pembebanan sementara ditunjukkan pada Gambar 4.20 sampai dengan Gambar 4.23.
IV-29
Gambar 4. 20 Diagram Momen dan Gaya Geser Akibat Kombinasi Pembebanan Tetap
Gambar 4. 21 Diagram Gaya Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan Tetap
Gambar 4. 22 Diagram Momen dan Gaya Geser Akibat Kombinasi Pembebanan Sementara IV-30
Gambar 4. 23 Diagram Gaya Aksial Akibat Kombinasi Pembebanan Sementara 4.4.2
Simpangan Antar Tingkat Simpangan antar tingkat yang terjadi dikalikan dengan suatu faktor pengali
untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar gedung atau antar bagian struktur gedung yang dipisah dengan sela pemisah (sela dilatasi). Kontrol simpangan antar tingkat akibat beban gempa statik disajikan pada Tabel 4.23 dan Tabel 4.24. Tabel 4. 23 Simpangan Antar Tingkat Akibat Beban Gempa Statik EQx
Lantai
LANTAI DUA LANTAI SATU
Tinggi Tingkat hi
Simpangan Lantai
mm 5000 5000
mm 0,01593 0,007255
Simpangan Simpangan Antartingkat yang yang Diizinkan Diperbesar = 0,02 hi / ρ ( n- n-1) Cd/Ie izin mm 0,021688 0,018138
mm 100 100
Kontrol
OK OK
IV-31
Tabel 4. 24 Simpangan Antar Tingkat Akibat Beban Gempa Statik EQy
Lantai
Tinggi Tingkat hi
LANTAI DUA LANTAI SATU
4.4.3
mm 5000 5000
Simpangan Simpangan yang Lantai Diperbesar ( n- n-1) Cd/Ie mm 0,0155 0,006748
Simpangan Antartingkat yang Diizinkan izin = 0,02 hi / ρ
mm 0,02188 0,01687
mm 100 100
Kontrol
OK OK
Drift Ratio Drift ratio merupakan pergeseran tingkat dibagi dengan tinggi
antartingkat. Menurut AISC 2005, besarnya drift ratio berkisar antara 0,002 sampai 0,0025. Nilai drift ratio pada Tabel 4.25 dan Tabel 4.26 diperoleh dari analisis struktur dengan program ETABS. Tabel 4. 25 Drift Ratio Arah X Lantai LANTAI DUA LANTAI SATU
DR
∆DR
0,000566 0,00049 0,000076 0,000076
DRizin mm 0,0025 0,0025
Kontrol
DR izin mm 0,0025 0,0025
Kontrol
OK OK
Tabel 4. 26 Drift Ratio Arah Y Lantai
DR
∆DR
LANTAI DUA LANTAI SATU
0,00182 0,00007
0,000175 0,00007
OK OK
Nilai story drift pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai story drift tidak melebihi 0,0025 sehingga kinerja struktur bangunan memenuhi ketentuan yang disyaratkan.
IV-32
4.4.3
Perencanaan Penulangan
4.4.3.1 Perencanaan Penulangan Balok A. Desain Tulangan Longitudinal Lentur pada Balok Berdasarkan hasil desain program ETABS, diperoleh output berupa luas tulangan longitudinal lentur yang diperlukan. Luas tulangan yang diperlukan pada Tabel 4.27 diperoleh dari kebutuhan tulangan maksimum pada serat tarik dan tekan berdasarkan masing-masing kode balok. Tabel 4. 27 Luas Tulangan Longitudinal Lentur Perlu pada Balok Kode Balok B1 B2 B3 B4 BA BB BT
Dimensi 350 350 200 200 200 200 400 400 300 300 300 300 250 250
mm2 x x x x x x x x x x x x x x
700 700 550 550 500 500 800 800 600 600 500 500 500 500
Letak Tulangan Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah
Luas Tulangan Perlu, Asp (mm2) Tum 2326 1648 582 338 832 303 2305 1758 1346 1120 806 666 487 365
Lap 1648 2326 338 582 303 832 1758 2305 1120 1346 666 806 365 487
Tum 2326 1648 582 338 832 303 2305 1758 1346 1120 806 666 487 365
Berdasarkan Tabel 4. 28, tampak bahwa di daerah lapangan dipasang tulangan bawah yang lebih banyak daripada tulangan atas. Hal ini karena di daerah lapangan terjadi momen positif, berarti penampang beton daerah tarik berada di bagian bawah, sedangkan di tumpuan terjadi sebaliknya, yaitu momen negatif. Tulangan tarik dipasang lebih banyak daripada tulangan tekan. Keadaan
IV-33
ini disebabkan oleh kekuatan beton pada daerah tarik diabaikan, sehingga semua beban tarik ditahan oleh tulangan longitudinal tarik. Pada daerah beton tekan, beban tekan sebagian ditahan oleh beton, dan sisa beban tekan yang masih ada ditahan oleh tulangan longitudinal tekan, sehingga jumlah tulangan longitudinal tekan lebih sedikit. Tabel 4. 28 Tulangan Longitudinal Terpasang pada Balok
Kode Balok
Dimensi
Luas Tulangan Letak Terpasang, Ast (mm2) Tulangan
mm2 B1 B2 B3 B4 BA BB BT
350 350 200 200 200 200 400 400 300 300 300 300 250 250
Tum
x 700 Atas x 700 Bawah x 550 Atas x 550 Bawah x 500 Atas x 500 Bawah x 800 Atas x 800 Bawah x 600 Atas x 600 Bawah x 500 Atas x 500 Bawah x 500 Atas x 500 Bawah
Lap
2550,47 1700,31 1205,76 803,84 1205,76 803,84 3039,52 1899,70 1700,31 1133,54 1416,93 850,16 1004,80 401,92
Tum
1700,31 2550,47 2550,47 1700,31 803,84 1205,76 1205,76 803,84 803,84 1205,76 1205,76 803,84 1899,70 3039,52 3039,52 1899,70 1133,54 1700,31 1700,31 1133,54 850,16 1416,93 1416,93 850,16 401,92 1004,80 1004,80 401,92
as
Jumlah Tulangan
mm2 283,39 283,39 200,96 200,96 200,96 200,96 379,94 379,94 283,39 283,39 283,39 283,39 200,96 200,96
Tum 9 6 6 4 6 4 8 5 6 4 5 3 5 2
D D D D D D D D D D D D D D
19 19 16 16 16 16 22 22 19 19 19 19 16 16
Lap 6 9 4 6 4 6 5 8 4 6 3 5 2 5
D D D D D D D D D D D D D D
19 19 16 16 16 16 22 22 19 19 19 19 16 16
Tulangan longitudinal terpasang dikontrol dengan rasio tulangan minimum dan rasio tulangan maksimum, agar tulangan yang terpasang tidak terlalu sedikit dan penampang beton dapat mendekati keruntuhan seimbang.
ρmin
ρ
ρ
(
)
IV-34
Tum 9 6 6 4 6 4 8 5 6 4 5 3 5 2
D 19 D 19 D 16 D 16 D 16 D 16 D 22 D 22 D 19 D 19 D 19 D 19 D 16 D 16
ρ
ρ
ρ Prinsip perencanaan balok beton bertulang tidak mengharuskan semua
tulangan tekan meleleh. Kondisi tulangan tekan meleleh dapat diketahui dengan menghitung tinggi blok tegangan tekan beton persegi ekivalen (a), kemudian dibandingkan dengan nilai a min leleh. Kontrol rasio tulangan longitudinal terpasang pada balok disajikan pada Tabel 4.29.
IV-35
Tabel 4. 29 Kontrol Rasio Tulangan Longitudinal Terpasang pada Balok
Kode Balok
Dimensi
Letak Tulangan
mm2
Luas Tulangan Terpasang, Tinggi Efektif Ast (mm2) (mm) Tum
Lap
Tum
d
B1
350 x 700 Atas 350 x 700 Bawah
2550,47 1700,31 2550,47 608,5
B2
200 x 550 Atas 200 x 550 Bawah
1205,76
803,84 1205,76
803,84
1205,76 803,84
B3
200 x 500 Atas 200 x 500 Bawah
1205,76
803,84 1205,76
803,84
1205,76 803,84
B4
400 x 800 Atas 400 x 800 Bawah
3039,52 1899,70 3039,52 705,5
BA
300 x 600 Atas 300 x 600 Bawah
1700,31 1133,54 1700,31 508,5
BB
300 x 500 Atas 300 x 500 Bawah
1416,93
850,16 1416,93 408,5
850,16
1416,93 850,16
BT
250 x 500 Atas 250 x 500 Bawah
1004,80
401,92 1004,80 411,5
401,92
1004,80 401,92
1700,31 2550,47 1700,31 441
88,5 391
1133,54 1700,31 1133,54
ρmin
88,5 71 69,5 69,5 68
a
ρ-ρ'
amin leleh
a>amin
abaru
fs'
mm
Mpa
leleh
ρmin < ρ-ρ'
d' 91,5
1899,70 3039,52 1899,70
Kontrol,
mm
mm
ρρmaks (ρ'fs'/fy)
Kontrol, ρ-(ρ'fs'/fy) < ρmaks
0,0035 0,0040
OK
38,102 229,40 tidak
93,49 109,25 0,0098
0,0244
OK
0,0035 0,0046
OK
31,523 221,88 tidak
83,63
69,38
0,0121
0,0244
OK
0,0035 0,0051
OK
31,523 221,88 tidak
83,63
69,38
0,0136
0,0244
OK
0,0035 0,0040
OK
44,699 178,00 tidak
86,32 187,59 0,0076
0,0244
OK
0,0035 0,0037
OK
29,635 174,24 tidak
71,85 115,03 0,0090
0,0244
OK
0,0035 0,0046
OK
29,635 174,24 tidak
67,43
0,0101
0,0244
OK
0,0035 0,0059
OK
37,828 170,48 tidak
178,22 408,68 0,0058
0,0244
OK
83,19
IV-36
Berdasarkan Tabel 4.29, tampak bahwa kondisi semua tulangan tekan belum meleleh, sehingga nilai tegangan tulangan tekan lebih kecil daripada tegangan lelehnya (fs’ < fy). Rasio tulangan terpasang juga telah memenuhi syarat, yaitu melebihi rasio tulangan minimum dan tidak melebihi rasio tulangan maksimum. B. Desain Tulangan Sengkang Geser dan Torsi pada Balok Luas tulangan sengkang per jarak perlu (Avt
p
/ sp) pada Tabel 4.30
diperoleh dari kebutuhan tulangan geser dan torsi maksimum berdasarkan masingmasing kode balok pada output ETABS. Tabel 4. 30 Tulangan Sengkang Geser dan Torsi Perlu pada Balok
Kode Balok
B1 B2 B3 B4 BA BB BT
Luas Tulangan Sengkang Perlu, Avt/sperlu (mm2/mm)
Tum 2 0,51 0,81 2,96 1,12 2,95 0,85
Lap 1,65 0,17 0,65 2,95 0,99 0,89 0,22
Tum 2 0,51 0,81 2,96 1,12 2,95 0,85
Berdasarkan SNI 2847-2013, spasi beugel tidak melebihi nilai berikut:
ika Vu < φVc, maka
ika Vu > φVc, maka
IV-37
Keterangan: Vu
= gaya geser terfaktor (N)
Vc
= gaya geser yang dapat disumbangkan oleh beton (N) = faktor reduksi kuat geser penampang beton
d
= tinggi efektif penampang beton (mm)
Perhitungan spasi beugel yang diperlukan disajikan pada Tabel 4.31. Tabel 4. 31 Spasi Tulangan Sengkang Geser dan Torsi Perlu pada Balok Kode Balok B1 B2 B3 B4 BA BB BT
d
Vu
φVc
smaks
mm 608,5 441 391 705,5 508,5 408,5 411,5
mm 354076,54 141182,30 106775,48 477272,80 182106,86 307014,90 45460,16
mm 145814,01 60386,41 53539,88 193209,13 104443,85 83904,25 70433,70
mm 152,125 110,25 97,75 176,375 127,125 102,125 205,75
smaks=Av/ (Avt/sperlu) Tum 78,50 307,84 193,83 79,56 140,18 53,22 184,71
Lap 95,15 923,53 241,54 79,83 158,59 176,40 713,64
Tum 78,50 307,84 193,83 79,56 140,18 53,22 184,71
Spasi Beugel Perlu, sp (mm) Tum 78,50 110,25 97,75 79,56 127,13 53,22 184,71
Lap 95,15 110,25 97,75 79,83 127,13 102,13 205,75
Beugel yang terpasang pada balok meliputi beugel geser dan torsi. Spasi beugel harus melebihi spasi beugel yang diperlukan. Luas tulangan sengkang per jarak terpasang pada balok (Avt / s) harus memenuhi syarat berikut ini: Avt / s > Avt p / sp Keterangan: Avt / s = luas tulangan sengkang geser dan torsi longitudinal per jarak yang terpasang (mm2/mm) Avt p /sp= luas tulangan sengkang geser dan torsi longitudinal per jarak yang diperlukan (mm2/mm)
IV-38
Tum 78,50 110,25 97,75 79,56 127,13 53,22 184,71
Luas tulangan sengkang geser dan torsi yang terpasang pada balok disajikan pada Tabel 4.32. Tabel 4. 32 Luas Tulangan Sengkang Geser dan Torsi Terpasang pada Balok
Kode Balok
B1 B2 B3 B4 BA BB BT
Jumlah kaki
Diameter Luas Tulangan Geser Tul Terpasang, Avt / 1 Geser (mm2)
T L
T
mm
Tum
Lap
2 2 2 3 2 2 2
2 2 2 3 2 2 2
10 10 10 10 10 10 10
157,00 157,00 157,00 235,50 157,00 157,00 157,00
157,00 157,00 157,00 235,50 157,00 157,00 157,00
2 2 2 3 2 2 2
Luas Tulangan Spasi Beugel, s Terpasang/jarak, Avt / s (mm) (mm2/mm)
Tum Tum Lap Tum Tum Lap 157,00 157,00 157,00 235,50 157,00 157,00 157,00
50 100 100 50 100 50 100
75 150 150 75 150 100 150
50 100 100 50 100 50 100
3,14 1,57 1,57 4,71 1,57 3,14 1,57
2,09 1,05 1,05 3,14 1,05 1,57 1,05
Berdasarkan Tabel 4.32, tampak bahwa spasi tulangan sengkang pada daerah tumpuan lebih rapat dibandingkan daerah lapangan, hal ini terjadi karena gaya geser yang terjadi pada daerah tumpuan lebih besar. Spasi beugel telah memenuhi syarat, karena tidak melebihi spasi maksimum yang disyaratkan. Luas tulangan sengkang geser dan torsi terpasang per jarak (Avt / s) juga melebihi luas tulangan sengkang geser dan torsi yang diperlukan (Avt p / sp). C. Desain Tulangan Longitudinal Torsi pada Balok Luas tulangan longitudinal torsi yang diperlukan pada Tabel 4.33 diperoleh dari output kebutuhan tulangan maksimum program ETABS berdasarkan masing-masing kode balok.
IV-39
Tum 3,14 1,57 1,57 4,71 1,57 3,14 1,57
Tabel 4. 33 Tulangan Longitudinal Torsi Perlu pada Balok Kode Balok
B1 B2 B3 B4 BA BB BT
Luas Luas Luas Tulangan Tulangan Dimensi tulangan, Jumlah Perlu, Terpasang, as Tulangan Astorsi p Astorsi mm2 mm2 mm2 mm2 350 x700 1654 1700,31 283,39 6 D 19 200 x550 0 200 x500 485 803,84 200,96 4 D 16 400 x800 2208 2279,64 379,94 6 D 22 300 x600 0 300 x500 772 803,84 200,96 4 D 16 250 x 500 719 803,84 200,96 4 D 16
Berdasarkan Tabel 4.34, tampak bahwa luas tulangan longitudinal torsi terpasang pada balok telah memenuhi syarat, karena luas tulangan longitudinal torsi yang terpasang melebihi luas tulangan longitudinal yang diperlukan. Tabel 4. 34 Tulangan Longitudinal Torsi Terpasang pada Balok Luas
Kode Balok
Dimensi
Luas Tulangan Tulangan Perlu, Terpasang, Astorsi p
Kontrol,
Astorsi
mm2 B1 B2 B3 B4 BA BB BT
350 200 200 400 300 300 250
x x x x x x x
mm2 700 550 500 800 600 500 500
1654 0 485 2208 0 772 719
mm2 1700,31 0 803,84 2279,64 0 803,84 803,84
Astorsi p < Astorsi OK OK OK OK OK OK OK
IV-40
4.4.3.2 Perencanaan Penulangan Kolom A. Desain Tulangan Longitudinal Lentur pada Kolom Luas tulangan longitudinal lentur yang diperlukan pada Tabel 4.35 diperoleh dari output kebutuhan tulangan maksimum program ETABS berdasarkan masing-masing kode kolom. Tabel 4. 35 Luas Tulangan Longitudinal Lentur Perlu pada Kolom Kode Kolom K1 K2 K3 K4 KB
Dimensi 600 500 300 300 300
mm2 x x x x x
Luas Tulangan Perlu, Asp (mm2)
600 500 300 300 300
3600 2500 1305 900 900
Berdasarkan hasil perhitungan, luas tulangan longitudinal terpasang pada kolom yang terlampir pada Tabel 4.36 berikut telah memenuhi syarat, dimana luas tulangan longitudinal yang terpasang melebihi luas tulangan longitudinal yang diperlukan. Hasil perencanaan penulangan longitudinal kolom disajikan pada tabel berikut. Tabel 4. 36 Luas Tulangan Longitudinal Lentur Terpasang pada Kolom Luas Luas Luas Tulangan Kode Dimensi Tulangan Terpasang, tulangan, Jumlah Perlu, Asp as Kolom Tulangan As
Kontrol,
mm2
mm2
mm2
mm2
K1
600 x 600
3600
4559,28
379,94
12 D 22
As>As p OK
K2
500 x 500
2500
3400,62
283,39
12 D 19
OK
K3
300 x 300
1305
1607,68
200,96
8 D 16
OK
K4 KB
300 x 300 300 x 300
900 900
1607,68 1607,68
200,96 200,96
8 D 16 8 D 16
OK OK
IV-41
Berdasarkan hasil perhitungan penulangan longitudinal kolom, tampak bahwa rasio tulangan yang terpasang telah memenuhi syarat, karena melebihi rasio tulangan minimum dan kurang dari rasio tulangan maksimum. Kontrol rasio tulangan longitudinal lentur terpasang pada kolom disajikan pada Tabel 4.37. Tabel 4. 37 Kontrol Rasio Tulangan Longitudinal Lentur Terpasang pada Kolom
Kode Kolom
Dimensi
Luas Diameter Diameter Tinggi Tulangan Tul Tul Efektif, Terpasang, ρmin Longitudinal Geser d As
mm2
mm2
mm
mm
mm
K1
600 x 600
4559,28
22
10
529
K2
500 x 500
3400,62
19
10
K3
300 x 300
1607,68
16
10
232
K4
300 x 300
1607,68
16
10
KB
300 x 300
1607,68
16
10
Kontrol, Kontrol, ρ
ρmaks ρ>ρmin ρ<ρmaks
0,0035 0,0144 0,0240
OK
OK
430,5 0,0035 0,0158 0,0240
OK
OK
0,0035 0,0231 0,0240
OK
OK
232
0,0035 0,0231 0,0240
OK
OK
232
0,0035 0,0231 0,0244
OK
OK
B. Desain Tulangan Geser pada Kolom Luas tulangan sengkang per jarak perlu (Avt
p
/ sp) pada Tabel 4.38
diperoleh dari kebutuhan tulangan geser maksimum berdasarkan masing-masing kode kolom pada output ETABS. Tabel 4. 38 Tulangan Geser Perlu pada Kolom
Kode Kolom
K1 K2 K3 K4 KB
600 500 300 300 300
Dimensi
Luas Tulangan Perlu/jarak, Avt p / sp
mm2 x x x x x
mm2/mm 0,52 0,43 0,26 0 0,26
600 500 300 300 300
IV-42
Berdasarkan SNI 2847-2013, spasi beugel tidak melebihi nilai berikut:
ika Vu < φVc, maka
ika Vu > φVc, maka s 16
s 48
3
mm
Keterangan: Vu
= gaya geser terfaktor (N)
Vc
= gaya geser yang dapat disumbangkan oleh beton (N) = faktor reduksi kuat geser penampang beton
d
= tinggi efektif penampang (mm) = diameter tulangan longitudinal (mm) = diameter tulangan sengkang (mm)
Spasi tulangan geser yang diperlukan disajikan pada Tabel 4.39. Tabel 4. 39 Spasi Tulangan Geser Perlu pada Kolom
Kode Kolom K1 K2 K3 K4 KB
Dimensi
600 500 300 300 300
mm2 x 600 x 500 x 300 x 300 x 300
Pu
Tinggi Efektif, d
N 1646313,15 945448,75 225486,26 25080,87 6275,56
mm
529,00 430,50 232,00 232,00 232,00
Vu/φ
Vc
N N 179308,03 384390,35 126244,91 249574,44 60253,56 74906,02 9111,63 64800,53 25589,19 63852,26
smaks mm 264,5 215,25 116 116 116
Spasi beugel harus melebihi spasi beugel yang diperlukan. Spasi beugel yang terpasang disajikan pada Tabel 4.40. IV-43
Tabel 4. 40 Spasi Tulangan Geser Terpasang pada Kolom
Dimensi
Kode Kolom K1 K2 K3 K4 KB
600 500 300 300 300
mm2 x x x x x
Spasi Beugel, s (mm) T 75 75 75 75 75
600 500 300 300 300
L 100 100 100 100 100
T 75 75 75 75 75
Berdasarkan Tabel 4.41, tampak bahwa spasi tulangan sengkang tidak melebihi spasi maksimum yang disyaratkan. Luas tulangan sengkang geser terpasang juga melebihi luas tulangan sengkang geser perlu. Kontrol luas tulangan sengkang terpasang disajikan pada tabel berikut. Tabel 4. 41 Tulangan Geser Terpasang pada Kolom
Diameter Dimensi Spasi Begel, s (mm) Kode Jumlah Tul Geser Kolom kaki mm2
mm
T
Luas Tulangan Terpasang/jarak, Avt / s (mm2/mm)
Kontrol, Avt/s > Avt p/sp
T 75
Tum
Lap Tum Tum Lap Tum
2,09
1,57
2,09
OK OK OK
K1
600 x 600
2
10
75
L 100
K2 K3
500 x 500 300 x 300
2 2
10 10
75 75
100 100
75 75
2,09 2,09
1,57 1,57
2,09 2,09
OK OK OK OK OK OK
K4 KB
300 x 300 300 x 300
2 2
10 10
75 75
100 100
75 75
2,09 2,09
1,57 1,57
2,09 2,09
OK OK OK OK OK OK
4.4.3.3 Perencanaan Penulangan Pelat Nilai momen lentur yang digunakan dalam perencanaan penulangan pelat diperoleh setelah running program ETABS. Momen lentur yang digunakan dalam perencanaan penulangan adalah momen lentur terfaktor maksimum dari masing-
IV-44
masing kode pelat. Pada perhitungan, bentang terpendek dinyatakan dalam arah x dan bentang terpanjang dinyatakan dalam arah y. Momen terfaktor pada pelat disajikan pada Tabel 4.42. Tabel 4. 42 Momen Terfaktor pada Pelat Kode Pelat S2 S3 S4
Momen Terfaktor, Mu (N mm)
Tebal Pelat mm 150 130 120
Mu x (-) x
Mt 31124000 16003000 9938000
(+) x
Ml 12372000 7376000 2616000
Mu y (-) x
Mt 31124000 16003000 9938000
(-) y
Mt 19336000 -
Ml y(+) 8054000 -
Mt y(-) 19336000 -
Pada Tabel 4.42, tampak bahwa momen lentur arah x (Mu x) lebih besar daripada momen lentur arah y (Mu y). Hal ini terjadi karena pada saat terjadi lendutan maksimum, bentang yang paling besar terbebani adalah bentang terpendek (lx). Tabel 4. 43 Tulangan Pokok dan Tulangan Bagi Terpasang pada Pelat Kode Pelat
Tebal Pelat mm
S2
150
S3
130
S4
120
Arah x (mm)
Jenis Tulangan Tulangan Pokok Tulangan Bagi Tulangan Pokok Tulangan Bagi Tulangan Pokok Tulangan Bagi
φ φ φ φ φ φ
Tum 10 8 10 8 10 8 -
100 150 150 200 150 200
Arah y (mm)
Lap Tum Lap φ 10 - 150 φ 10 - 150 φ 10 - 150 φ 8 - 150 φ 10 - 200 φ 8 - 200 φ 10 - 200 φ 8 - 200
Pada Tabel 4.43, tampak bahwa pada pelat dua arah (S2) daerah lapangan digunakan tulangan pokok pada dua arah yang saling tegak lurus dan tidak digunakan tulangan bagi. Hal ini karena pada daerah lapangan bekerja momen lentur pada dua arah, maka tulangan pokok yang dipasang pada dua arah yang IV-45
saling tegak lurus tidak memerlukan tulangan bagi. Pada daerah tumpuan, digunakan tulangan pokok dan tulangan bagi, karena pada daerah tumpuan hanya bekerja momen lentur satu arah saja. Pada pelat satu arah (S3 dan S4), tampak bahwa tulangan pokok dipasang searah bentang lx. Hal ini karena momen lentur bekerja pada satu arah saja. Untuk memperkuat kedudukan tulangan pokok dan menahan retak beton akibat susut dan perbedaan suhu pada beton, maka digunakan tulangan bagi yang dipasang tegak lurus terhadap tulangan pokok. Tulangan yang terpasang pada pelat dikontrol dengan nilai momen rencana (
n)
harus melebihi momen terfaktor (
u
. Rasio tulangan terpasang (ρ) juga
harus melebihi rasio tulangan minimum (ρmin ) dan tidak melebihi rasio tulangan maksimum (ρmaks ). Kontrol rasio tulangan pelat dan kekuatan rencana pelat disajikan pada Tabel 4.44 dan Tabel 4. 45.
IV-46
Tabel 4. 44 Kontrol Rasio Tulangan Terpasang pada Pelat Kode Arah Pelat S2 S3 S4
x y x y x y
Tinggi Luas Tulangan Terpasang, As Panjang efektif, 2 mm mesh,b d Tum Lap Tum mm mm 785,00 523,33 785,00 1000 125 523,33 523,33 523,33 1000 115 523,33 392,50 523,33 1000 105
Tum Lap Tum Tum 0,0035 0,0063 0,0042 0,0063 0,0240 OK 0,0035 0,0046 0,0046 0,0046 0,0240 OK 0,0035 0,0050 0,0037 0,0050 0,0240 OK
Lap Tum Tum Lap OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK OK
523,33
0,0035 0,0055 0,0041 0,0055 0,0240
OK
392,50
523,33
1000
95
ρmin
ρ
ρmaks
Kontrol, ρ>ρmin
OK
OK
Kontrol, ρ<ρmaks
OK
OK
Tum OK OK OK OK
Tabel 4. 45 Kontrol Kekuatan Rencana pada Pelat Momen Rencana, φMn (kN m) Momen Terfaktor, Mu (kN m) Tebal Kode Pelat Mu x Mu y φMn x φMn y Pelat (-) (+) (-) (-) (+) (-) (-) (+) (-) (-) mm Mt x Ml x Mt x Mt y Ml y Mt y φMnt x φMnl x φMnt x φMnt y φMnl y(+) φMnt y(-) S2 150 31,124 12,372 31,124 19,336 8,054 19,336 33,585 22,777 33,585 20,893 20,893 20,893 S3 130 16,003 7,376 16,003 19,009 14,402 19,009 S4 120 9,938 2,616 9,938 17,125 12,989 17,125 -
Kontrol, φMn> Mu Arah x Arah y Tum OK OK OK
Lap OK OK OK
Tum Tum Lap Tum OK OK OK OK OK OK -
Keterangan: Mt x
= momen lentur terfaktor daerah tumpuan arah x
φ nt x = momen rencana daerah tumpuan arah x
Ml x
= momen lentur terfaktor daerah lapangan arah x
φ nl x = momen rencana daerah lapangan arah x
Mt y
= momen lentur terfaktor daerah tumpuan arah y
φMnt y = momen rencana daerah tumpuan arah y
Ml y
= momen lentur terfaktor daerah lapangan arah y
φ nl y = momen rencana daerah lapangan arah y
IV-47
4.4.3.4 Perencanaan Penulangan Tangga Nilai momen lentur yang digunakan dalam perencanaan penulangan pelat badan tangga dan penulangan bordes diperoleh setelah running program ETABS. Momen lentur yang digunakan dalam perencanaan penulangan adalah momen lentur terfaktor maksimum dari kode pelat ST (pelat badan tangga) dan SB (pelat bordes). Momen terfaktor pada pelat badan tangga dan pelat bordes disajikan pada Tabel 4.46 dan Tabel 4.47. Tabel 4. 46 Momen Terfaktor pada Pelat Badan Tangga Tebal Kode Pelat Pelat mm ST
200
Momen Terfaktor, Mu (kN m) Mu x Mt
(-) x
33,386
Ml
Mu y
(+) x
19,507
Mt
(-) x
(-)
Mt y
33,386
-
Ml y(+)
Mt y(-)
-
-
Tabel 4. 47 Momen Terfaktor pada Pelat Bordes Tebal Kode Pelat Pelat mm SB
120
Momen Terfaktor, Mu (kN m) Mu x Mt
(-) x
29,372
Ml
(+) x
29,372
Mu y Mt
(-) x
(-)
Mt y
29,372
-
Ml y(+)
Mt y(-)
-
-
Tabel 4. 48 Tulangan Pokok dan Tulangan Bagi Terpasang pada Tangga Kode Pelat ST SB
Tebal Pelat
Arah x (mm)
Jenis Tulangan
mm Tulangan Pokok Tulangan Bagi Tulangan Pokok 120 Tulangan Bagi 200
φ φ φ φ
Tum 12 - 120 8 - 125 12 - 120 8 - 125
φ φ φ φ
Lap 12 8 12 8 -
120 125 120 125
IV-48
Tulangan yang terpasang pada pelat seperti yang telah disajikan pada Tabel 4.47 dan Tabel 4.48 dikontrol dengan nilai momen rencana ( melebihi momen terfaktor (
u
n)
harus
. Rasio tulangan terpasang (ρ) juga harus melebihi
rasio tulangan minimum (ρmin ) dan tidak melebihi rasio tulangan maksimum (ρmaks ). Kontrol rasio tulangan pelat dan kekuatan rencana pelat disajikan pada Tabel 4. 49 sampai dengan Tabel 4. 52.
IV-49
Tabel 4. 49 Kontrol Rasio Tulangan Terpasang pada Pelat Badan Tangga Kode Pelat
ST
Arah x
Luas Tulangan Terpasang, As mm2
Panjang Tinggi mesh, efektif, b d
Tum
Lap
Tum
mm
mm
942,00
942,00
942,00
1000
105
ρ
ρmin Tum
Lap
ρmaks Tum
0,0035 0,0090 0,0090 0,0090 0,0240
Kontrol, ρ>ρmin
Kontrol, ρ<ρmaks
Tum
Lap
Tum
Tum
Lap
Tum
OK
OK
OK
OK
OK
OK
y
Tabel 4. 50 Kontrol Kekuatan Rencana pada Pelat Badan Tangga
Momen Rencana, φMn (kN m) Momen Terfaktor, M u (kN m) Kontrol, φMn> Mu Tebal Kode Pelat Mu x Mu y φMn x φMn y Arah x Arah y Pelat mm Mt x(-) Ml x(+) Mt x(-) Mt y(-) Ml y(+) Mt y(-) φMnt x(-) φMnl x(+) φMnt x(-) φMnt y(-) φMnl y(+) φMnt y(-) Tum Lap Tum Tum Lap Tum ST
200 33,386 19,507
33,386
-
-
-
56,501
56,501
56,501
-
-
-
OK
OK
OK
-
-
IV-50
-
Tabel 4. 51 Kontrol Rasio Tulangan Terpasang pada Pelat Bordes Kode Pelat
SB
Arah x
Luas Tulangan Terpasang, As mm2
Panjang Tinggi mesh, efektif, b d
Tum
Lap
Tum
mm
mm
942,00
942,00
942,00
1000
94
ρ
ρmin Tum
Lap
ρmaks Tum
0,0035 0,0100 0,0100 0,0100 0,0240
Kontrol, ρ>ρmin
Kontrol, ρ<ρmaks
Tum
Lap
Tum
Tum
Lap
Tum
OK
OK
OK
OK
OK
OK
y
Tabel 4. 52 Kontrol Kekuatan Rencana pada Pelat Bordes Momen Rencana, φMn (kN m) Momen Terfaktor, M u (kN m) Kontrol, φMn> Mu Tebal Kode Pelat Mu x Mu y φMn x φMn y Arah x Arah y Pelat mm Mt x(-) Ml x(+) Mt x(-) Mt y(-) Ml y(+) Mt y(-) φMnt x(-) φMnl x(+) φMnt x(-) φMnt y(-) φMnl y(+) φMnt y(-) Tum Lap Tum Tum Lap Tum SB
120 15,029 4,618
15,029
-
-
-
29,372
29,372
29,372
-
-
-
OK
OK
OK
-
IV-51
-
-
BAB V
PENUTUP 5.1
Kesimpulan Gedung hypermarket Giant Balikpapan yang berada pada kelas situs tanah
lunak (SE) direncanakan sebagai sistem penahan gaya seismik SPMM. Berdasarkan perencanaan struktur dengan bantuan program permodelan numerik ETABS, diperoleh hasil desain masing-masing elemen dan komponen struktur yang memenuhi syarat kekuatan, kekakuan, dan stabilitas terhadap segala kemungkinan kombinasi beban yang bekerja. 5.2
Saran Beberapa saran dari penulis yang erlu diperhatikan dalam perencanaan
struktur adalah sebagai berikut. 1
Perencanaan
menggunakan
program
bantu
permodelan
numerik
hendaknya dicek ulang, sehinngga kesalahan dapat diminimalisir. 2
Untuk memperoleh hasil yang akurat, maka dibutuhkan pemahaman yang menyeluruh tentang proses perencanaan.
V-1
DAFTAR PUSTAKA Akkas, Abdul Madjid, dkk. (2008). Struktur Beton Bertulang I. Makassar: Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. ASCE/SEI. (2010). Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures (ASCE/SEI 7-10). United States of America: ASCE/SEI. Asroni, Ali. (2010). Balok dan Pelat Beton Bertulang. Surakarta: Graha Ilmu. Asroni, Ali. (2010). Kolom Fondasi dan balok T Beton Bertulang. Surakarta: Graha Ilmu. Badan Standarisasi Nasional. (2012). Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung (SNI 03-1726-2012). Jakarta: BSN. Badan Standarisasi Nasional. (2013). Beban Minimum untuk Perancangan Bangunan Gedung dan Struktur Lain (SNI 03-1727-2013). Jakarta: BSN. Badan Standarisasi Nasional. (2013). Persyaratan Beton Struktural untuk Bangunan Gedung (SNI 2847-2013). Jakarta: BSN. Badan Standarisasi Nasional. (2015). Spesifkasi untuk Bangunan Gedung Baja Struktural (SNI 03-1729-2015). Jakarta: BSN. CSI. (2014). Steel Frame Design Manual AISC 360-10 for ETABS 2015. Berkeley: CSI.
Dewobroto, Wiryanto. (2007). Aplikasi Rekayasa Konstruksi dengan SAP 2000. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Imran, Iswandi. (2012). Struktur Beton II. Bandung: ITB. Indarto, Himawan, dkk. (2013). Aplikasi SNI Gempa 1726:2012. Semarang: Teknik Sipil UNNES. Mulia, Rezky. (2011). https://rezkymulia.wordpress.com/2011/07/22/ perencanaan-beban-gempa-sesuai-asce-7-10/. 24 Oktober 2016. Nasution, Amrinsyah. (2009). Analisis dan Desain Struktur Beton Bertulang. Bandung: ITB. Nawy, E, G.,. (2010). Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasa, terjemahan Bambang Suryoatmono. Bandung: Refitama Aditama. Pamungkas, Anugrah, dkk. (2013). Gedung Beton Berttulang Tahan Gempa. Surabaya: ITSPRESS. Riza, Muhammad Miftakhur. (2013). Aplikasi Perencanaan Struktur Gedung dengan ETABS. Yogyakarta: ARSGROUP. Riza, Muhammad Miftakhur. (2013). Laporan Perhitungan Struktur Kuda-kuda Lengkung. Yogyakarta: ARSGROUP. Setiawan, Agus. (2008). Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD. Jakarta: Erlangga.
Sunggono Kh. (1995). Buku Teknik Sipil. Jakarta: Nova. Tambusay, Asdam. (2012). Tugas Akhir Tinjauan Perencanaan Super Struktur Gedung Universitas Partia Artha. Makassar: Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Yudarmawan, Rudi. (2007). Tugas Akhir Perencanaan Struktur Puskesmas Piyungan Kabupaten bantuul Yogyakarta. Makassar: Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. Quimby, T. Bartlett. (2007). Wind Loads. http://www.bgstructuralengineering.com/BGASCE7/BGASCE7007/ BGASCE7070401.htm. 24 Oktober 2016.