TUGAS AKHIR
PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL PADA FORMULASI DARK BAKING CHOCOLATE COMPOUND TERHADAP MUTU SENSORI KUE BROWNIES
Oleh : HANDORI
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Brownies adalah karya saya sendiri di bawah bimbingan Prof.Dr.Ir.Deddy Muchtadi,MS dan Prof.Dr.Ir.Made Astawan,MS. Karya tulis ini belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.
Bogor, April 2006 Handori F 252 040 055
ABSTRAK HANDORI. Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Brownies. Dibimbing oleh DEDDY MUCHTADI dan MADE ASTAWAN Dibanding cokelat masak tradisional berbahan sukrosa, cokelat masak Dark Baking Compound bersubstitusi maltitol menawarkan potensi nilai tambah antara lain mengandung energi lebih rendah dan bersifat non kariogenik. Adanya penggantian gugus karbonil oleh gugus hidroksil pada molekul maltitol berpotensi mempengaruhi sifat fisiko-kimia dan mutu sensori cokelat masak Dark Baking Compound berbasis maltitol. Penelitian ini bertujuan mendapatkan formulasi cokelat masak Dark Baking Compound berbasis maltitol optimum, mengevaluasi sifat fisiko kimia cokelat masak yang dihasilkan dan mempelajari penerimaan mutu sensori cokelat masak berbasis maltitol oleh panelis. Penelitian ini juga bertujuan untuk mendapatkan formulasi kue brownies optimum, mengevaluasi karakteristik fisiko-kimia kue brownies perlakuan percobaan, dan mempelajari penerimaan mutu sensori kue brownies oleh panelis. Tujuan lain penelitian ini adalah mempelajari tingkat reduksi energi cokelat masak berbasis maltitol terpilih. Penelitian tahap pertama mencakup pemilihan formulasi cokelat masak optimum dengan rasio sukrosa:maltitol yang terdiri dari 42.0:0.0, 31.5:13.1, 21.0:26.3, 10.5:39.4 dan 0.0:52.5. Rasio sukrosa:maltitol yang ditetapkan mencerminkan tingkat penambahan maltitol 0, 25, 50, 75 dan 100 % berdasarkan nilai konversi tingkat kemanisan maltitol setara dengan 0.8 kali sukrosa. Penelitian tahap kedua meliputi pengujian aplikasi cokelat masak pada kue brownies, disusun dalam rancangan acak lengkap faktorial dua kali ulangan. Faktor pertama adalah cokelat masak dengan rasio sukrosa : maltitol terpilih yaitu 42.0:0.0, 10.5:39.4 dan 0.0:52.5. Faktor kedua adah tingkat penambahan cokelat masak dalam formulasi kue brownies, yang terdiri dari tiga taraf yaitu: 125 g, 162.5 g dan 200 g. Hasil penelitian menunjukkan penambahan maltitol berbeda nyata (p<0.05) terhadap kadar air, kekentalan cokelat 40°C, dan waktu proses, tidak berbeda nyata (p>0.05) terhadap pH larutan 10% cokelat. Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan mutu sensori panelis pada rasa, warna dan tekstur cokelat masak berbasis maltitol, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada aroma. Interaksi perlakuan penambahan maltitol pada cokelat masak dan penambahan cokelat berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap tinggi kue brownies, kekentalan adonan cokelat masak 50 %, indeks simetri kue, skor aroma kue brownies, skor tekstur kue brownies, warna terlarut dalam asam asetat glasial, serta penerimaan panelis pada warna brownies. Interaksi perlakuan penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap penerimaan mutu sensori panelis pada rasa, aroma dan tekstur kue brownies. Formulasi kue brownies optimum adalah penggunaan cokelat masak dengan rasio sukrosa:maltitol 10.5:39.4 dan penambahanan cokelat masak 125 g. Tingkat reduksi energi cokelat masak Dark Baking Chocolate Compound sebesar 17.5% dicapai oleh prototipe dengan rasio sukrosa:maltitol 10.5:39.4 (penambahan maltitol 100%) dan 16.4% bagi prototipe dengan rasio sukrosa:maltitol 0.0:52.5 (penambahan maltitol 75%).
©Hak cipta milik Handori, tahun 2006 Hak cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya
PENGARUH SUBSTITUSI SUKROSA OLEH MALTITOL PADA FORMULASI DARK BAKING CHOCOLATE COMPOUND TERHADAP MUTU SENSORI KUE BROWNIES
HANDORI
Tugas Akhir Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesi Teknologi Pangan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Tugas Akhir: Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Brownies Nama mahasiswa : Handori Nomor Pokok
: F 252 040 055
Program Studi
: Magister Profesi Teknologi Pangan
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir.Deddy Muchtadi, MS Ketua
Prof .Dr.Ir.MadeAstawan, MS Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr.Ir.Lilis Nuraida,MSc
Prof.Dr.Ir. Syafrida Manuwoto,MS
Tanggal Ujian : 12 April 2006
Tanggal Lulus:
April 2006
Kupersembahkan karya tulis ini untuk mengenang adikku tercinta: AGUSTINUS, wafat 20 Febuari 2006 Untuk kedua puteraku:
LEONARDO ADITYA WIHAN dan Y.B ADIDHARMA WILIE Untuk pendampingku: LAURENSIA ELSJE Untuk papa BUN TIAN HO dan mama TJHANG HIAN FA Untuk oma HANNA
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga karya tulis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2005 ini adalah cokelat masak Dark Baking Compound berbasis poliol, dengan judul Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Dark Baking Chocolate Compound terhadap Mutu Sensori Kue Brownies. Terima kasih penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir Deddy Muchtadi, MS dan Prof.Dr.Ir. Made Astawan,MS selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan saran. Di samping itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pimpinan dan tim manajemen PT.Gandum Mas Kencana Tangerang atas kesempatan studi yang telah diberikan kepada penulis. Penulis juga menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada pimpinan dan staf PT.Astabumi Ciptadaya, Jakarta, PT.Rhodia Indonesia, Jakarta dan Roquette Freres, Perancis yang telah membantu pengadaan bahan baku maltitol untuk penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada staf Departemen Riset dan Pengembangan Cokelat PT. Gandum Mas Kencana dan staf PT. Seelindo Sejahteratama, serta keluarga atas bantuan dan dukungan doanya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Bogor,April 2006 Handori
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sungailiat pada tanggal 29 September 1967 dari ayah Bun Tian Ho dan ibu Tjhang Hian Fa. Pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian IPB Bogor dan lulus pada tanggal 13 Januari 1992. Pada Desember tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan pada Sekolah Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada April tahun 2006. Penulis mulai meniti karier sebagai kepala produksi di PT. Mitra Setia Utama Jakarta, yang bergerak di bidang distribusi dan produksi produk holtikultura dari tahun1992 sampai 1993. Sejak 15 September 1993 sampai sekarang, penulis bekerja sebagai peneliti pada Departemen Penelitian dan Pengembangan Cokelat PT.Gandum Mas Kencana Tangerang. Bidang penelitian yang menjadi tanggung jawab penulis adalah pengembangan produk dan proses produksi cokelat masak untuk keperluan industri konfeksioneri dan bakeri.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL................................................................. vi DAFTAR GAMBAR............................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN......................................................... viii PENDAHULUAN............................................................... 1 Latar Belakang Penelitian.......................................... 1 Masalah Penelitian...................................................... 2 Tujuan Penelitian........................................................ 3 Kerangka Berpikir...................................................... 3 Ruang Lingkup Penelitian…………………………… 4 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………… 6 Sifat Fisikokimia Maltitol ………………………….. 6 Faktor yang Mempengaruhi Mutu Sensori Cokelat... 11 Karakteristik Bahan yang Mempengaruhi Mutu Sensori Produk Bakeri.......................................................... 13 BAHAN DAN METODE.................................................. 15 Bahan dan Alat........................................................ 15 Bahan....................................................................... 15 Alat dan Mesin…………………………......……. 15 Tahapan Penelitian…..…………………….....…….. 15 Tahap Pertama......................………........................ 15 Rancangan dan Perlakuan Percobaan Tahap Pertama………………………………..............……. 16 Penelitian Tahap Kedua………………………......…. 18 Rancangan dan Perlakuan Percobaan Tahap Kedua.......................................................................... 20 Metode Analisis.......................................................... 21 HASIL DAN PEMBAHASAN........................................... 23 Mutu Sensori Cokelat Masak Perlakuan ................... 23 Mutu Sensori Kue Brownies Perlakuan ………....... 30 Perbandingan Nilai Energi Cokelat Masak ............... 39 KESIMPULAN DAN SARAN.......................................... 42 Simpulan................................................................... 42 Saran ........................................................................ 44 DAFTAR PUSTAKA ....................................................... 45 LAMPIRAN ................... ................................................. 48
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Formulasi cokelat masak dengan beberapa tingkat substitusi maltitol…………………………………………………………
17
2. Frekwensi karakteristik mutu sensori cokelat masak perlakuan percobaan terbaik ......................................................................
19
3. Formulasi kue brownies perlakuan percobaan............................
19
4. Hubungan antara tingkat penambahan maltitol dengan kadar air, pH, viskositas dan lama penghalusan cokelat masak Dark Compound……………………………………………………..
26
5. Hubungan penambahan maltitol dengan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur cokelat masak.
26
6. Hubungan interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak dengan karakteristik sensori adonan dan mutu sensori kue brownies ................................................................
34
7. Hubungan interaksi perlakuan percobaan terhadap penerimaan mutu sensori kue brownies ......................................................
34
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Rumus molekul maltitol..........................................................
7
2. Penampakan sensori kristal maltitol dan sukrosa....................
7
3. Diagram perbandingan sifat higroskopisitas poliol.................
8
4. Diagram perbandingan tingkat kemanisan poliol...................
8
5. Diagram perbandingan aroma dan aftertaste maltitol dengan sukrosa...................................................................................
9
6. Diagram perbandingan mouthfeel maltitol dengan sukrosa....................................................................................
9
7. Diagram alir proses pembuatan cokelat masak.......................
18
8. Diagram alir proses pembuatan kue brownies.......................
21
9. Prototipe cokelat masak yang terpilih untuk penelitian lanjutan
27
10. Penampakan sensori adonan kue brownies................................
33
11. Penampakan depan kue brownies perlakuan percobaan............
35
12. Penampakan permukaan atas sensori kue brownies perlakuan percobaan...................................................................................
35
13. Perbandingan reduksi energi cokelat masak..............................
41
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Spesifikasi maltitol.................................................................
49
2. Diagram profil panelis uji oranoleptik cokelat masak...........
50
3. Metode pengujian viskositas cokelat cair..............................
51
4. Metode pengukuran pH larutan cokelat 10 %.......................
52
5 Contoh formulir uji organoleptik prototipe cokelat masak....
53
6. Contoh formulir uji organoleptik kue brownies ..................
54
7. Contoh formulir pengukuran tinggi kue brownies.................
55
8. Prosedur pengujian warna terlarut kue dalam larutan asam asetat glasial ......................................................................
56
9. Kriteria penentuan skor aroma dan tekstur kue brownies ...
57
10. Hasil analisa proksimat cokelat masak berbasis maltitol......
58
11. Hasil analisa warna terlarut dalam asam asetat glasial..........
59
12. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak tanpa penambahan maltitol............................................................
60
13. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 25 %..................................................
61
14. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 50 %..................................................
62
15. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 75 %..................................................
63
16. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 100 %...............................................
64
17. Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat masak 125 g…….
65
18. Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat masak 162.5 g.…
66
19. Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat masak 200 g……
67
LAMPIRAN (Lanjutan)
Halaman
20. Hasil analisis varian dan uji beda skor aroma kue brownies….
68
21. Hasil analisis varian dan uji beda skor tekstur kue brownies……. 70 22. Hasil analisis varian dan uji beda indeks simetri kue brownies…. 72 23. Hasil analisis varian dan uji beda warna terlarut dalam asam asetat glasial……….......................................................................
74
24. Hasil analisis varian dan uji beda viskositaslarutan 50 % adonan kue brownies.................................................................................
76
25. Hasil analisis varian dan uji beda tinggi bagian tengah kue brownies.......................................................................................
78
26. Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap rasa kue brownies.......................................................................................
80
27. Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap tekstur kue brownies.......................................................................................
81
28. Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap warna kue brownies.......................................................................................
82
29. Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap aroma kue brownies.......................................................................................
83
30. Hasil analisis varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap rasa cokelat masak percobaan........................................................ 84 31. Hasil analisis varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap warna,aroma dan tekstur cokelat masak percobaan...................... 85 32. Hasil analisis varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap kadar air, pH, viskositas dan lama penghalusan cokelat masak percobaan………………………………………….......................
86
I.
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Penelitian Pangsa pasar cokelat sehat dunia yang berbasis poliol sejak tahun 1999 mulai tumbuh sebesar 2 persen dari total pertumbuhan pasar cokelat dunia sebesar 5.1 persen. Sebaliknya pasar konfektioneri berbasis gula menunjukkan trend menurun, sejalan dengan meningkatnya trend konsumen akan pangan yang rendah gula, carbolite, rendah glikemik, ramah terhadap gigi, serta tidak menyebabkan obesitas (Wyers, 2004). Diketahui bahwa pola diet mempengaruhi ketidakseimbangan metabolisme seperti tingginya kadar glukosa plasma, tingginya tekanan darah, tingginya kadar triasilgliserol plasma, dan rendahnya kadar HDL kolesterol plasma. Penurunan target respon jaringan terhadap insulin terdapat pada sekitar 90% penderita obesitas (Konstage dan Hendriks,2004). Publikasi WHO dan International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2000 terdapat 171 juta penderita diabetes di seluruh dunia, sebagian besar penderita baru diabetes terdapat di negara berkembang (Konstage dan Hendriks, 2004). Sementara angka prevalensi diabetes di Indonesia pada tahun 2002 sekitar 4 persen, dengan kecendrungan terus naik. Pada tahun 2020 diperkirakan terdapat 7 juta orang penderita diabetes di Indonesia (Desriani, 2003). Maltitol (α-D-glukopiranosil-1,4-D-glusitol) adalah bahan pemanis turunan sakarida yang mengalami hidrogenasi, di mana gugus keton atau aldehidnya diganti dengan gugus hidroksil. Maltitol merupakan bahan pemanis golongan poliol memiliki berat molekul 344, mirip dengan sukrosa 342. Ia mengandung energi sebesar 2.1 kkal/g lebih rendah dari sukrosa yaitu 4.0 kkal/g. Tingkat kemanisannya 0.8-0.9 kali sukrosa, bersifat tidak dapat difermentasi oleh bakteri Steptococcus mutans (Garman, 2002). Maltitol memiliki rasa seperti gula, dan dapat digunakan untuk menggantikan gula dengan perbandingan 1:1. Status keamanan maltitol menurut US FDA dikategorikan Generally Recognized As Safe).
Asupan harian maltitol tidak dibatasi dan batas penggunaan
maksimumnya dikategorikan Cara Produksi Pangan yang Baik (Badan POM, 2004). Maltitol memiliki titik leleh 144-147° C mirip sukrosa, yaitu 160 sampai 186°C, dan 1
stabil pada suhu di atas 160°C.
Maltitol bersifat non higroskopis, dan memiliki
Equilibrium Relative Humidity pada suhu 20°C sebesar 89 dibanding sukrosa 84. Nilai entalpi larutannya -5.5 kal/g mendekati sukrosa -4.3 kal/g. Maltitol tidak menyebabkan reaksi Maillard dan toleransi konsumsi yang tidak menyebabkan efek laksatif adalah 60 sampai 90 g/hari atau setara 0.30 g/kg berat badan, sementara efek laksatif sukrosa adalah lebih dari 100 g/hari (Livesey, 2003) Karena maltitol memiliki indeks glikemik sebesar 35 lebih rendah dari sukrosa yaitu 65, bersifat bulk agent, serta sifat fisiko kimia yang mirip dengan sukrosa, maka maltitol berpotensi untuk digunakan dalam membuat cokelat masak berkarakteristik fungsional. Maltitol berpotensi memberikan efek baik bagi kesehatan, diantaranya pengurangan gula, dapat digunakan oleh penderita diabetes, kesehatan gigi, dan rendah indeks glikemik.
Sifat fungsional lainnya adalah pengurangan kemanisan, efek dingin
di mulut dan berfungsi sebagai humektan. Maltitol juga berpotensi untuk membuat produk cokelat dengan klaim pemasaran seperti
bebas gula, ramah terhadap gigi, rendah
kalori, cocok untuk penderita diabetes, rendah indeks glikemik dan rendah gula. B.Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan masalah sebagai berikut : (1) Karakteristik fisiko kimia maltitol mirip dengan sukrosa. Ingin diketahui bagaimana pengaruh substitusi maltitol terhadap mutu sensori cokelat masak yang dihasilkan bila sukrosa dalam formulasi disubsitusi dengan maltitol. Apakah substitusi sukrosa dengan maltitol berpengaruh pada proses produksi. (2) Apakah mutu sensori cokelat masak yang disubstitusi dengan maltitol, masih diterima oleh konsumen. Apakah substitusi sukrosa oleh maltitol dalam formulasi cokelat masak, mempengaruhi mutu sensori produk bakeri yang dihasilkan. (3) Apakah mutu sensori produk bakeri yang dihasilkan dari penggunaan cokelat masak bersubstitusi maltitol masih dapat diterima oleh konsumen. (4) Mencari formulasi cokelat masak bersubstitusi maltitol yang optimal. (5) Mencari formulasi aplikasi produk bakeri kue brownies dengan cokelat masak bersubstitusi maltitol yang optimal.
2
C.Tujuan dan Kegunaan Penelitian Sejalan dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat optimum penambahan maltitol pada formulasi cokelat masak Dark Baking Compound. Penelitian juga bertujuan untuk mengkaji efek penambahan maltitol dalam formulasi cokelat masak Dark Baking Compound terhadap mutu sensori cokelat masak dan mengkaji respon pasar terhadap cokelat masak yang dihasilkan. Tujuan lain penelitian adalah menentukan tingkat optimum penambahan cokelat masak bersubstitusi maltitol terpilih, pada formulasi kue brownies, mengkaji respon pasar terhadap mutu sensori kue brownies berbasis cokelat masak bersubstitusi maltitol, mengkaji reduksi energi cokelat masak bersubstitusi maltitol, dan membuat Label Informasi Nilai Gizi cokelat masak berbasis maltitol terpilih. Kegunaan penelitian ini secara praktis adalah untuk memberikan masukan bagi pihak terkait dalam menentukan jenis poliol yang dapat digunakan dalam formulasi cokelat masak, mengembangkan produk baru berbasis maltitol, serta alternatif solusi menjawab trend permintaan pasar akan
produk konfeksioneri fungsional. Secara
akademis, sebagai salah satu sumbangan bagi ilmu pengetahuan dalam mengembangkan konsep teoritik mengenai karakteristik maltitol dan interaksinya dengan komponen bahan pangan lainnya pada proses pengolahan. D.Kerangka Berpikir Adanya substitusi gugus aldehid atau keton dengan gugus hidroksil pada sakarida mengubah karakteristik fisiko-kimia sakarida asal, maka penggunaannya dalam formulasi cokelat masak juga berpotensi mengubah mutu sensori cokelat masak. Karena tingkat kemanisan maltitol setara dengan 0.8 sampai 0.9 kali tingkat kemanisan sukrosa, maka dalam membuat formulasi cokelat masak Dark Baking Compound perlu memperhitungkan faktor konversi tingkat kemanisan maltitol. Adanya substitusi gugus aldehid atau keton dengan gugus hidroksil pada molekul maltitol menyebabkan kemampuan maltitol untuk mengalami reaksi Maillard menjadi hilang,
sehingga
3
penggunaan cokelat masak bersubstititusi maltitol
dalam formulasi kue brownies
berpotensi mempengaruhi mutu sensori kue brownies yang dihasilkan. E.Ruang Lingkup Penelitian Penelitian Pengaruh Substitusi Sukrosa oleh Maltitol pada Formulasi Cokelat Masak Dark Compound terhadap Mutu Sensori Baking Kue Brownies, dilakukan dalam dua tahap. Ruang lingkup penelitian tahap pertama adalah pembuatan formula cokelat masak Dark Compound dengan tingkat rasio sukrosa:maltitol adalah: 42.0:0.0 (tanpa penambahan maltitol) 31.5:13.1(penambahan maltitol 25%), 21.0: 26.3 (penambahan maltitol 50%), 10.5:39.4 (penambahan maltitol 75%) dan 0.0:52.5 (penambahan maltitol 100%). Rasio sukrosa:maltitol merupakan hasil konversi tingkat kemanisan maltitol setara 0.8 kali kemanisan sukrosa. Formulasi dilanjutkan dengan pembuatan prototipe cokelat masak masing-masing perlakuan dan mengkaji lama proses penghalusan yang diperlukan untuk mencapai ukuran partikel 25 sampai 30 mikron. Pengujian prototipe cokelat masak meliputi pengujian sifat fisiko-kimia, dan pengujian kesukaan panelis secara organoleptik. Pengujian sifat fisiko-kimia meliputi pengukuran viskositas cokelat cair pada suhu 400C, pengukuran kadar air dan pengukuran pH larutan 10% cokelat masak.
Pengujian kesukaan panelis pada karakteristik mutu sensori cokelat masak
meliputi warna, tekstur dan aroma. Ruang lingkup penelitian tahap kedua mencakup pengujian aplikasi prototipe cokelat masak pada formulasi kue brownies dan pengujian mutu sensori kue yang dihasilkan. Prototipe yang dipilih untuk penelitian tahap kedua didasarkan frekwensi karakteristik sensori yang terbaik cokelat masak perlakuan percobaan pada penelitian tahap pertama. Pengujian prototipe kue brownies meliputi pengujian mutu sensori dan pengujian organoleptik. Karakteristik sensori yang diuji
meliputi pengukuran viskositas
larutan adonan 50% kue brownies, pengukuran skor aroma kue, pengukuran skor tekstur kue dan pengukuran warna terlarut dalam asam asetat glasial. Penelitian tahap akhir mencakup evaluasi tingkat reduksi energi cokelat masak bersubstitusi maltitol terpilih dan penyajian informasi nilai gizi prototipe cokelat masak yang terpilih. Untuk keperluan
4
penyajian informasi nilai gizi cokelat masak Dark Baking Compound, dilakukan pengujian proksimat yang meliputi kadar air, kadar protein, kadar abu, kadar lemak dan kadar karbohidrat
5
II.TINJAUAN PUSTAKA
A.Sifat Fisikokimia Maltitol Maltitol (α–D-glukopiranosil-1,4-D-sorbitol) atau (α-D-Glukopiranosil-1-4-Dglusitol) adalah polihidrat poliol yang memiliki rumus molekul C12H24O11 berasa seperti gula. Bentuk umum maltitol adalah heksopiranosil-heksitol, rumus molekul maltitol disajikan pada Gambar 1. Maltitol merupakaan maltosa terhidrogenasi, memiliki berat molekul 344.3 g/mol. Berat molekul maltitol mendekati berat molekul sukrosa yaitu 342 g/mol. Kristal putih maltitol (Gambar 2) diproduksi melalui proses katalitik hidrogenasi D-maltosa melalui prosedur yang unik. Kelarutan kristal maltitol pada air 20°C adalah 150 g per 100 ml, sedangkan kelarutan sukrosa adalah 204 g per 100 ml. Kurva kelarutan maltitol menyerupai kurva kelarutan sukrosa (Roquette, 2004). Kristal maltitol bersifat kurang higroskopis jika dibandingkan dengan sukrosa. Pada suhu 20°C, maltitol menyerap uap air pada kelembaban relatif 89%, dan pada suhu yang sama penyerapan uap air oleh sukrosa terjadi pada kelembaban relatif 84%. Maltitol memiliki kestabilan yang tinggi terhadap panas. Titik leleh maltitol adalah 147°C sementara titik leleh sukrosa adalah 185°C ( Zumbe.et.al, 2001). Viskositas larutan kristal maltitol 50% pada suhu 20°C adalah 23 mPa.s sedangkan viscositas larutan sukrosa 50% pada suhu yang sama adalah 18 mPa.s. Karakteristik aroma, aftertaste, serta mouthfeel maltitol mendekati sukrosa seperti yang disajikan pada Gambar 3, 4, 5 dan Gambar 6 (Roquette,2004). Maltitol mengandung energi sebesar 2.1 kkal/g (Badan POM, 2004) dan tingkat kemanisan setara 0.8 kali sukrosa (Garman, 2002). Sumber lain (Roquette, 1994 dan Zumbe,et.al. 2001) menyebutkan tingkat kemanisan maltitol setara 0.9 kali sukrosa. Uni Eropa melalui Directive 90/496/EEC menetapkan nilai energi maltitol sebesar 2.4 kkal/g. Jepang menetapkan energi maltitol sebesar 2.0 kkal/g, Australia dan Selandia Baru menetapkan energi maltitol sebesar 3.8 kkal/g. Menurut Livesey (1992) Energi kotor maltitol adalah sebesar 17.0 kJ/g, energi yang dimetabolik sebesar 15.6 kJ/g dan energi bersih maltitol sebesar 15.3 kJ/g.
6
Gambar 1. Rumus molekul maltitol
Gambar 2. Penampakan sensori kristal maltitol dan sukrosa
7
Gambar 3. Diagram perbandingan sifat higroskopisitas poliol
Gambar 4. Diagram perbandingan tingkat kemanisan poliol
8
Gambar 5. Diagram perbandingan aroma dan after taste maltitol dengan sukrosa
Gambar 6. Diagram perbandingan karakteristik mouthfeel maltitol dengan sukrosa 9
Menurut Badan POM (2004) dan laporan ke-33 JECFA (Joint FAO/WHO Expert Comittee on Food Additives), serta laporan ke-16 SCF (The European Scientific Comittee for Food) yang dikutip oleh Roquette (2004) asupan harian yang dapat diterima (ADI) maltitol tidak dibatasi, dan secara toksikologi dapat diterima. Batas penggunaan maksimum maltitol yang ditetapkan oleh Badan POM adalah dikategorikan sebagai CPPB (Cara Produksi Pangan yang Baik), namun menurut petisi GRAS disarankan untuk tidak mengkonsumsi maltitol lebih dari 100 g/hari. Menurut Roquette (2004) metabolisme maltitol terjadi dalam dua tahap. Pada tahap pertama terjadi penyerapan di usus kecil, dan tahap kedua terjadi proses fermentasi di usus besar oleh bakteri kolon. Di antara poliol lainnya, maltitol memiliki sifat toleransi yang baik, ia memiliki lebih sedikit efek samping seperti flatulensi.Thomas et.al (2002) menyatakan penyerapan maltitol di usus halus antara 50 sampai 75%. Livesey (2003) menyebutkan penyerapan maltitol sebesar 40 g/100g, difermentasi sebesar 60 g/100 g dan yang diekskresikan melalui urin kurang dari 2 g/100g. Sumber lain Beaugerie et.al (1990) menyebutkan penyerapan maltitol pada manusia berkisar 5 sampai 80%. Toleransi konsumsi tidak menyebabkan efek laksatif adalah 0.30 g/kg berat badan. Thomas et.al (2002) menyatakan karena hanya sebagian dicerna, konsumsi poliol lebih dari 20 g/hari dapat menyebabkan flatulensi. Dosis yang dapat menyebabkan laksatif adalah 100 g/hari. Livesey (2003) menyatakan maltitol memiliki respon glikemik yang dinyatakan dalam indeks glikemik (GI) sebesar 35 dan insulinemik respon (II) sebesar 27. Sukrosa memiliki respon glikemik yang dinyatakan dalam indeks glikemik (GI) sebesar 65 dan insulinemik respon (II) sebesar 43. Maltitol dapat menghambat pembentukan plak dan caries gigi, meningkatkan produksi saliva, melindungi protein saliva, bersifat bakteriostatik terhadap pertumbuhan bakteri Streptococcus mutans. Maltitol tidak difermentasi oleh bakteri pembentuk plak, dan tidak bersifat asidogenik atau kariogenik. Uji pH telemetri menunjukkan bahwa maltitol tidak menyebabkan pH turun dibawah 5.7 selama 30 menit (Roquette, 2004). Maltitol menekan pertumbuhan Candida albicans, meningkatkan penyerapan kalsium dan vitamin B, mengurangi radikal bebas dan kerusakan oksidatif, dan berfungsi sebagai anti-katabolik (Pierini,2001). Dalam dosis rendah dapat meningkatkan metabolisme gula darah yang tidak stabil bagi penderita diabetes
10
(Makinen., 2004). Maltitol juga mempunyai karakteristik sebagai prebiotik yang dapat merangsang pertumbuhan flora usus yang sehat. Hasil pengujian pada tikus percobaan (Tsukamura, et.al. 1998) menunjukkan pemberian diet maltitol pada tikus yang telah diinduksi dengan 1,2-Dimetil hidrazine mampu menekan terjadinya tumor kolon. Maltitol juga meningkatkan remineralisasi enamel gigi dan mencegah demineralisasi gigi. Poliol dapat membantu mencegah osteoporosis, karena strukturnya dapat mengikat kalsium. Poliol banyak untuk digunakan bagi penderita diabetes sebagai obat intravenous untuk memacu metabolik. Poliol juga berfungsi mencegah imflamasi, mencegah infeksi mulut kering (xerostomia).
Livesey
(2003) menyatakan poliol juga berkontribusi pada pembentukan asam lemak rantai pendek dan menyehatkan epitelium usus besar. Roquette (2004) menyatakan maltitol dapat digunakan secara total menggantikan sukrosa pada cokelat karena sifat fisik dan rasa mirip dengan gula. Penggunaan maltitol memungkinkan untuk dilakukan proses conching tanpa modifikasi kondisi proses. Karakteristik organoleptik cokelat berbahan maltitol adalah tidak memiliki efek dingin, aroma bersih, efek mengkilap baik, profil lumer di mulut sebaik berbahan sukrosa, dan tingkat kemanisan menyamai gula serta karakteristik teksturnya baik. Keuntungan lainnya adalah kondisi proses penghalusan mendekati cokelat berbahan sukrosa, dan nilai rendemen serta viskosistas menyamai cokelat berbahan sukrosa. B.Faktor Yang Menpengaruhi Mutu Sensori Cokelat Bubuk kakao alkalis 10/12 mengandung lemak cokelat antara 10 sampai12 % dan energi antara 195 sampai 205 kkal/100 g. Energi dari lemak cokelat sekitar 90 kkal. Bubuk kakao juga mengandung protein kasar antara 20.5 sampai 21.5 g/100 g, theobromine 2.0 sampai 2.5 g/100 g, caffeine 0.1 sampai 0.2 g/100 g, gula 0.5 g/100 g, pati 15 sampai 16 g/100 g, total serat pangan 32 sampai 34 g/100 g, serat pangan terlarut 6.5 sampai 7.0g/100 g, flavonoid 4 sampai 7 g/100 g, asam organik 2.5 sampai 3.5 g/100 g dan abu 6 sampai 12 g/100g. Bubuk kakao juga mengandung vitamin E 20 sampai 30 mg/kg, dan asam pantotenat 15 mg/kg. Pati yang terdapat pada bubuk kakao tersusun dari 36 % amilosa dan 64 % amilopektin. Asam organik yang terkandung pada bubuk
11
kakao adalah asam asetat, asam laktat, asam sitrat dan asam oksalat. Asam lemak penyusun lemak cokelat adalah asam stearat 34.5%, asam oleat 34.5%, dan asam palmitat 26% (ADM Cocoa,1999). Pembentukan warna bubuk kakao terjadi dalam sejumlah tahapan proses. Pigmen warna bubuk kakao diawali oleh pembentukan prekursor secara biokimia selama pertumbuhan dan pematangan buah cokelat. Tahapan berikutnya pada proses fermentasi dan pengeringan biji kakao. Pada proses alkalisasi komponen polifenol dikonversi menjadi fenosida yang dioksidasi menjadi quinon. Pada proses alkalisasi hue coklat terang diubah menjadi merah atau hitam (Minifie, 1999).. Penggunaan Cocoa Butter Subtitute tipe laurat pada formulasi cokelat masak Compound perlu mengontrol kadar air, untuk menghindari kontaminasi mikroorganisma dan mencegah reaksi penyabunan. Rasa sabun dapat terjadi jika cokelat mengandung air dan enzim lipase (Bekkett,1994). Reaksi air dan komponen gula dapat menyebabkan terjadinya sugar bloom. Formulasi dietetik cokelat susu yang berhasil baik di Jerman menggunakan kombinasi 39.6% maltitol dan 7% silitol, 13.5% bubuk susu, 10% kakao massa, 25% lemak cokelat dan 0.4% lesitin (Bekkett, 1994). Hershey’s menggunakan laktitol pada formulasi cokelat bebas gula, mempertimbangkan bahwa laktitol tidak menghasilkan aroma yang tidak dikehendaki. Alasan lainnya adalah kalorinya lebih rendah, dapat dikonsumsi oleh anak berumur di atas dua tahun, dan cokelat yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan baku produk bakeri (Anonim, 2004). Jumlah pemakaian lemak cokelat dalam formulasi cokelat masak menggunakan lemak nabati tipe laurat, harus dibatasi untuk menghindari terjadinya fat bloom. Cokelat masak sangat gelap dapat dibuat dengan menggunakan bubuk kakao berwarna lebih pucat dalam persentase yang tinggi, namun hal ini beresiko menyebabkan fat bloom. Terjadinya fat bloom akibat pembentukan kristal lemak β berukuran besar (Minifie, 1982). Pembentukan aroma cokelat
dipengaruhi oleh asal biji kakao, pengembangan
prekursor aroma selama proses fermentasi dan pengeringan biji, dan pembentukan aroma selama proses lanjutan seperti penghalusan dan conching. Ukuran partikel cokelat akan mempengaruhi warna dan aroma. (ADM Cocoa, 1999). Menurut Minifie (1982) ukuran partikel cokelat yang dapat memberikan hasil lapisan terbaik adalah 30 sampai 50 mikron,. ukuran partikel gula 25 sampai 30 mikron. Meiner et.al (1984) menyatakan
12
ukuran partikel cokelat tergantung metode pengahalusan yang digunakan. Pada metode konvensional dengan mesin roller refiner dan conche tergantung pada tekanan kontak pada roll, sementara pada tipe ball mill tergantung jumlah siklus penggilingan. Cokelat berpartikel kasar akan menyebabkan hasil pelapisan pada kue nampak kasar, sementara terlalu banyak partikel halus membutuhkan lemak cokelat lebih banyak. Beckett (1994) menyatakan cokelat masak yang diinginkan seharusnya mempunyai karakter mudah dicetak menjadi produk konfeksioneri, mudah digunakan untuk melapis biskuit, kue dan permen. Karakter lainnya adalah warna produk menarik dan mengkilap, dan umur simpan yang panjang. Proses conching dalam produksi cokelat mempengaruhi pengembangan aroma, dan sifat aliran. Pada proses conching terjadi penurunan kadar air dari 1.6% menjadi 0.6 sampai 0.8%, penguapan komponen asam asetat sekitar 30% dan aldehida sekitar 50%. Meiner et.al (1984) menyebutkan untuk cokelat jenis plain, temperatur conching antara 70 sampai 85°C. Lama proses conching tergantung pada tipe cokelat, aroma spesifik yang dikehendaki, tipe perlakuan awal pada kakao, jenis mesin penghalus yang digunakan, temperatur conching, dan kadar air produk akhir yang diinginkan.
C.Karakteristik Bahan yang Mempengaruhi Mutu Sensori Produk Bakeri Cokelat adalah suspensi padatan kakao, susu bubuk, gula, pengemulsi dalam medium lemak cokelat atau lemak nabati. Cokelat berasal dari kata chocolatl, yaitu sejenis minuman yang berasal dari campuran biji Theobroma cacao. Minuman cokelat kemudian dikenal sebagai psykoaktif cocktail, dan mampu menimbulkan efek aprodiasif. Komponen aktif yang terkandung dalam cokelat adalah theobromin dan anandamida. (Minifie, 1999). Bubuk kakao mempengaruhi karakteristik fisik dan fisikokimia produk bakeri, yaitu pH, kadar lemak, kadar air, penyerapan air, warna, aroma, densitas dan tekstur. Juga richness, struktur, sifat kamba dan mouthfeel. Bubuk kakao bersaing dengan tepung terigu ketika menyerap air.
Bubuk kakao dapat menyerap air sebanyak 100% dari
bobotnya, sementara tepung terigu hanya 60%, akibatnya kue yang mengandung bubuk kakao perlu dipanggang pada temperatur tinggi 180 sampai 2000C atau waktu 13
pemanggangan lebih lama. Namun temperatur pemanggangan terlalu tinggi dapat berakibat crust kue terlalu prematur, kue berwarna kemerahan. Jika soda kue ditambah lebih banyak maka kadar abu akan semakin tinggi dan mempengaruhi kelengketan adonan (Pyler,1984). Penambahan gula pada adonan kue berfungsi untuk meningkatkan kerenyahan prematur dan mengurangi volume kue (ADM Cocoa, 1998). Bubuk kakao alkalis memiliki pH lebih tinggi, membutuhkan lebih sedikit sodium bikarbonat. Penambahan sodium bikarbonat akan mempengaruhi sifat cream adonan. Gula meningkatkan penyebaran adonan ketika dipanggang. Jika ditambah di atas dosis moderat, gula cenderung bertindak sebagai bahan pelembut, membantu mengatur aktifitas air pada produk akhir (Pyler, 1984). Penambahan sortening, mentega atau margarin bertujuan meningkatkan kekayaan, kualitas saat dimakan, memacu pengembangan, aerasi adonan, berkontribusi terhadap aroma, memperlunak struktur, menstimulasi pengembangkan flakiness, melumasi gluten dalam adonan, serta berfungsi sebagai emulsifier (Pyler,1984). Telur berfungsi sebagai pengembang, meningkatkan proses pembentukan krim, meningkatkan jumlah sel udara dan melapisi sel tersebut dengan lemak. Telur mempengaruhi warna, emulsifikasi, dan meningkatkan aroma ( Pyler, 1984).
14
III.BAHAN DAN METODE A.BAHAN DAN ALAT
1.Bahan Bahan
yang digunakan dalam
penelitian ini adalah
kristal maltitol yang
diproduksi oleh Roquette Freres, Perancis, dan dipasok oleh PT.Astabumi Ciptadaya, Jakarta.
Spesifikasi maltitol yang digunakan, disajikan pada Lampiran 1. Bahan baku
lain yang digunakan untuk membuat cokelat masak Dark Compound, adalah premix bubuk kakao alkalis 10/12, lemak nabati Cocoa Butter Substitute (titik leleh 35°C), gula kristal, premix emulsi, antioksidan dan premix perisa. Bahan pembuat kue brownies selain coklat masak adalah tepung terigu, margarin tanpa garam, gula kristal, sirup glukosa 42 DE, telur, bubuk kakao, dan soda kue. 2.Alat dan Mesin Mesin yang digunakan untuk membuat prototipe cokelat masak adalah mesin refiner chocolate Blades Type Universal 20. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan prototipe kue brownies adalah peralatan bekeri dan oven. Peralatan yang digunakan untuk pengujian kekentalan cokelat adalah viscosimeter LVT Brookfield, dan alat penguji kadar air cokelat masak adalah moisture analyzer. Peralatan pengujian lainnya adalah pH meter.
B.TAHAPAN PENELITIAN 1.Tahap Pertama Penelitian ini dilaksanakan di PT.Gandum Mas Kencana Tangerang pada bulan September 2005 sampai Febuari 2006. Panelis uji kesukaan cokelat masak berjumlah 26 orang berasal dari internal
Seelindo Group Tangerang. Profil panelis uji
15
organoleptik cokelat masak berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin dan pengalaman mendapatkan pelatihan uji organoleptik disajikan pada Lampiran 2. Penelitian tahap pertama mencakup pembuatan prototipe cokelat masak Dark Baking Compound dengan rasio sukrosa:maltitol 42.0:0.0 (tanpa penambahan maltitol), 31.5:13.1 (penambahan maltitol 25%), 21.0:26.3 (penambahan maltitol 50%), 10.5:39.4 (penambahan maltitol 75%) dan 0.0:52.5 (penambahan maltitol 100%). Rasio sukrosa:maltitol merupakan hasil konversi tingkat kemanisan maltitol setara dengan 0.8 kali sukrosa. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Satu Faktor. Formulasi cokelat masak perlakuan percobaan disajikan pada Tabel 1. Pengujian prototipe cokelat masak meliputi pengujian sifat fisiko kimia yang meliputi pengukuran viskositas cokelat cair pada temperatur 40°C, pengukuran kadar air dan pengukuran pH larutan 10% cokelat masak. Prosedur pengukuran viskositas cokelat masak 40°C disajikan pada Lampiran 3. Prosedur pengukuran pH larutan 10% cokelat masak disajikan pada Lampiran 4. Pengujian mutu sensori cokelat masak perlakuan percobaan disajikan pada Lampiran 5. Pengujian mutu sensori kue brownies meliputi rasa, warna, tekstur dan aroma disajikan pada Lampiran 6. Uji data statistik meliputi analisis varian (ANOVA) dengan menggunakan program Minitab. Uji beda Tukey digunakan untuk menganalisa perbedaan masing-masing parameter uji akibat pengaruh perlakuan percobaan. Diagram alir proses pembuatan cokelat masak disajikan pada Gambar 7. 2.Rancangan dan Perlakuan Percobaan Tahap Pertama . Model matematika rancangan percobaan tahap pertama yang digunakan adalah Rancangan Percobaan Satu Faktor Acak Lengkap dengan dua kali ulangan. Model matematika rancangan percobaan adalah sebagai berikut:
Y i j = u + Ai + ε ij dimana, Yij
= variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A yang terdapat pada observasi ke-j.
u
= efek rata-rata yang sebenarnya
Ai
= efek sebenarnya dari taraf ke-i faktor A (i = 1, 2,3,4,5)
16
ε j (i) = efek galat unit percobaan ke-j dalam kombinasi perlakuan taraf i (j = 1,2) Tingkat penambahan maltitol pada formulasi cokelat masak dalam penelitian ini dinyatakan sebagai berikut: Faktor A
= Rasio penambahan sukrosa: maltitol pada cokelat masak
Faktor A1
= 42.0 :0.0
Faktor A2
= 31.5: 13.1 (penambahan maltitol 25%)
Faktor A3
=
21.0 : 26.3 (penambahan maltitol 50%)
Faktor A4
=
10.5 : 39.4 (penambahhan maltitol 75%).
Faktor A5
=
0.0 : 52.5
(penambahan maltitol 0%)
(penambahan maltitol 100%)
Tabel 1. Formulasi cokelat masak dengan beberapa tingkat substitusi maltitol No
Ingredient
FORMULA Maltitol 0%
Maltitol 25%
Maltitol 50%
Maltitol 75%
Maltitol 100%
1. Sukrosa
42.0
31.50
21.0
10.5
0.0
3. Maltitol
0.0
13.10
26.3
39.4
52.5
4. Premix bubuk kakao
17.0
17.0
17.0
17.0
17.0
5. Lemak nabati
37.0
37.0
37.0
37.0
37.0
6
Premix Perisa
0.2
0.2
0.2
0.2
0.2
7. Premix Emulsifier
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.005
0.005
0.005
102.205
104.805
107.405
8. Antioksidan G Jumlaha
0.005 0.005 96.905 99.505
m
17
Bahan baku
Pencetakan
32 °C 60°C
Penghalusan
Cokelat masak cokelat lumer 25-30 μ
Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan cokelat masak
3. Penelitian Tahap Kedua Kriteria pemilihan prototipe untuk penelitian tahap lanjut, berdasarkan frekwensi karakteristik sensori yang terbaik dari masing-masing cokelat masak perlakuan percobaan seperti yang disajikan pada Tabel 2. Formulasi kue bwownies perlakuan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.
18
Tabel 2. Frekwensi karakteristik mutu sensori cokelat masak perlakuan percobaan terbaik Rasio No. sukrosa: maltosa
Karakteristik mutu cokelat masak terbaik
sensori Frekwensi
1
42.0
: 0.0
Warna, lama proses
2
2
31.5
:13.1
3
21.0
:26.3
Aroma
1
4.
10.5
:39.4
Rasa,tekstur
2
5.
0.0
:52.5
Kadar air, viskositas
2
0
Tabel 3. Formulasi kue brownies masing-masing perlakuan percobaan* No
Formula
Bobot (g)
1.
Margarin tanpa garam
50
2.
Sukrosa (gula pasir)
175
3.
Cokelat masak
4.
Tepung terigu Δ
100
5.
Telur ayam
100
6.
Bubuk kakao alkalis
10
7.
Soda kue
1.5
8.
Glukosa 42DE
Diuji pada tingkat 125g, 162.5 g dan 200 g
5
* Prototipe bersubstitusi 0.75 dan 100% maltitol
Taraf penambahan cokelat masak terpilih pada formulasi kue brownies adalah 125 g, 162.5 g dan 200 g. Prototipe cokelat masak perlakuan percobaan terpilih yang diuji aplikasi pada kue brownies adalah prototipe yang memiliki rasio sukrosa: maltitol 42.0:0 (tanpa penambahan maltitol), 10.5:39.4 (penambahan maltitol 75%) dan 0.0:52.5 (penambahhan maltitol 100%). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dua kali ulangan. Diagram alir proses pembuatan kue brownies disajikan pada Gambar 8. Pengujian sifat sensori adonan
19
kue meliputi pengukuran viskositas larutan 50% (Lampiran 3). Pengujian prototipe kue brownies meliputi pengujian sifat sensori yang meliputi pengukuran skor rasa dan aroma, tinggi kue, indeks simetri dan warna terlarut pada asam asetat glasial. Uji kesukaan kue brownies meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur kue (n=50). Formulir pengujian kesukaan kue brownies disajikan pada Lampiran 6. Panelis berasal dari internal Seelindo, dan ibu-ibu rumah tangga di Curug Kab. Tangerang dan Cimone Jaya Kodia Tangerang. Uji data statistik meliputi analisis varian (ANOVA) dengan menggunakan program Minitab. Uji beda Tukey digunakan untuk menganalisa perbedaan masing-masing parameter uji akibat pengaruh perlakuan percobaan. 4. Rancangan dan Perlakuan Percobaan Tahap Kedua Model matematika rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian tahap kedua adalah sebagai berikut: Yijk = μ + Ai + Bj +ABij + εk(ij) dimana, Yijk
= variabel respon karena pengaruh bersama taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B yang terdapat pada observasi ke-k.
u
= efek rata-rata yang sebenarnya
Ai
= efek sebenarnya dari taraf ke-i faktor A (i = 1, 2,3)
Bj
= efek sebenarnya dari taraf ke-j faktor B (j = 1,2,3 )
ABij = interaksi tipe prototipe dan penambahan cokelat dalam formulasi brownies ε k (ij) = efek galat unit percobaan ke-k dalam kombinasi perlakuan taraf ij (k= 1,2) Perlakuan percobaan yang dilakukan pada penelitian tahap kedua adalah sebagai berikut: Faktor A = Rasio sukrosa: maltitol dalam formulasi cokelat masak Faktor A1
= 42.0:0.0 (Penambahan maltitol 0%)
Faktor A2
= 10.5:39.4 (Penambahan maltitol 75%)
Faktor A3
= 0.0:52.5 (Penambahan maltitol 100%)
20
Faktor B = Penambahan cokelat masak dalam formula brownies Faktor B1
= Penambahan cokelat 125 g (blanko)
Faktor B2
= Penambahan cokelat 162.5 g (30 persen lebih banyak dari standar)
Faktor B3
= Penambahan cokelat 200 g (60 persen lebih banyak dari standar)
telur Bahan bahan kering: Tepung,gula, bubuk kakao,soda kue Pencampuran bahan-bahan I (mixer) 3 menit, laju putaran spindle: sedang (skala 2) Cokelat masak lumer, Margarine, glukose
Pengadukan II : mixer 3 menit laju putaran spindle:sedang (skala 2) 1 menit laju putaran spindle: rendah (skala 1) Penimbangan adonan: 400 g per loyang Pemanggangan: oven 180° C, 35 menit
Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan kue brownies C.METODE ANALISIS Pengujian sifat fisiko kimia prototipe cokelat masak perlakuan percobaan meliputi pengukuran kadar air (SNI.01-2891-1992,butir 5.1), pengukuran pH larutan cokelat 10%, pengujian viskositas cokelat lumer pada temperatur 40°C. Untuk
21
keperluan penyajian Informasi Nilai Gizi dilakukan pengujian kadar protein (SNI.012891-1992, butir 7.1), kadar abu (SNI.01-2891-1992, butir 6.1), kadar lemak (SNI.01.2891-1992, butir 8.2), kadar serat kasar (SNI.01.-2891-1992, butir 11) dan karbohidrat dari perhitungan teoritis. Metode pengujian viskositas cokelat cair (MPFS4.2-01-003) disajikan pada Lampiran 3 dan metode pengukuran pH larutan cokelat masak larutan 10% disajikan pada Lampiran 4. Contoh formulir uji organoleptik prototipe cokelat masak disajikan pada Lampiran 5. Contoh formulir uji organoleptik kue brownies di-sajikan pada Lampiran 6. Contoh formulir pengukuran tinggi kue brownies disajikan pada Lampiran 7. Contoh prosedur pengujian warna terlarut kue dalam larutan asam asetat glasial disajikan pada Lampiran 8. Kriteria penentuan skor aroma dan tekstur kue brownies disajikan pada Lampiran 9.
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. MUTU SENSORI COKELAT MASAK PERLAKUAN Hasil penelitian menunjukkan peningkatan penambahan maltitol berpengaruh nyata terhadap kadar air (p<0.05) seperti yang disajikan pada Tabel 4. Kadar air cokelat masak percobaan berkisar antara 0.2403 sampai 0.3634%. Peningkatan penambahan maltitol cenderung menurunkan kadar air cokelat masak, seperti yang diperlihatkan pada Tabel 4. Menurut Roquette (2004) faktor penyebab kadar air cokelat masak berbasis maltitol lebih rendah dibanding cokelat masak berbasis sukrosa adalah maltitol bersifat lebih non higroskopis bila dibandingkan dengan sukrosa pada temperatur yang sama. Seperti yang disajikan pada Tabel 4, penambahan maltitol tidak berpengaruh nyata terhadap pH larutan 10% cokelat masak. Larutan 10% cokelat masak percobaan cenderung bersifat alkalis dengan kisaran pH 7.78 sampai 7.99. Tidak berbeda nyata pH larutan 10% cokelat masak dapat disebabkan tidak terjadinya peningkatan konsentrasi ion hidoksil atau pun ion hidrogen dalam cokelat masak secara signifikan. Tidak signifikannya perubahan ion hidrohen maupun ion hidroksil dapat disebabkan oleh adanya proses conching serta adanya ekstraktor pada mesin penghalus. Proses conching dan ekstraktor mengakibatkan terbuangnya komponen-komponen asam organik volatil yang dihasilkan seperti asam asetat, asam isovalerat dan asam isobutirat selama proses penghalusan berlangsung. Faktor penyebab lainnya adalah jumlah penggunaan bubuk kakao alkalis dalam formulasi adalah sama, sehingga konsentrasi ion hidroksil cenderung tidak berubah secara nyata. Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas cokelat masak 40°C, seperti yang disajikan pada Tabel 4. Viskositas cokelat masak 40°C berkisar antara 1900 sampai 3150 mPa.s. Viskositas cokelat masak berbasis maltitol cenderung mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan penambahan maltitol seperti yang disajikan pada Tabel 4. Faktor penyebab peningkatan viskositas cokelat adalah sebaran distribusi ukuran partikel maltitol dalam cokelat masak berbasis maltitol lebih tidak merata dibandingkan dengan sebaran distribusi partikel dalam cokelat masak berbasis sukrosa. Faktor lain adalah kemampuan pengikatan air oleh maltitol 23
lebih besar dibandingkan sukrosa. Kristal maltitol mampu mengikat air karena struktur molekulnya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Menurut Bolmstedt (2000) keberadaan air menyebabkan terjadi friksi antar molekul menjadi lebih besar, karena partikel maltitol lebih sulit dibungkus oleh lemak. Friksi antar molekul meningkatkan shear rate suspensi cokelat. Dengan meningkatnya shear rate, maka viskositas cokelat menjadi semakin meningkat. Suspensi cokelat berbasis maltitol memperlihatkan sifat cairan Non Newtonian dan berkarakteristik dilatant (shear tickening). Penambahan maltitol juga berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap lama proses penghalusan cokelat masak seperti yang disajikan pada Tabel 4. Proses penghalusan terpanjang terjadi pada prototipe perlakuan penambahan maltitol 100% (rasio sukrosa:maltitol = 0.0:52.5), sedangkan terpendek terjadi pada prototipe tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa:maltitol = 0.0:42.0). Pada Tabel 4, nampak adanya hubungan antara peningkatan viskositas cokelat masak 40°C dengan lama proses penghalusan untuk mencapai ukuran partikel rata-rata 25 mikron. Semakin tinggi tingkat penambahan maltitol, maka waktu proses penghalusan untuk mencapai ukuran partikel ratarata 25 sampai 30 mikron yang dibutuhkan adalah semakin panjang, dan viskositas cokelat 40°C semakin kental. Menurut Sikorski (1977) viskositas cokelat dipengaruhi oleh kadar lemak, tipe dan konsentasi bahan penurun tegangan permukaan, kadar air, temperatur, derajat shearing, ukuran partikel dan dipengaruhi juga oleh distribusi partikel. Beckett (1994) menyatakan cokelat merupakan suspensi partikel gula, dan kakao dalam fase kontinyu lemak. Distribusi ukuran partikel berperan menentukan sifat permukaan spesifik (luas permukaan per unit massa) cokelat. Jika luas area spesifik lebih besar maka cokelat menjadi kental. Pada Tabel 4 diperlihatkan bahwa viskositas cokelat masak 40°C perlakuan rasio sukrosa: maltitol: 42.0:0.0 (tanpa penambahan maltitol) adalah paling encer yaitu sebesar 1900 mPa.s, sedangkan perlakuan penambahan maltitol 100% adalah yang paling kental yaitu 3150 mPa.s. Cokelat masak Dark Baking Compound perlakuan rasio sukrosa:maltitol 0.0:52.5 (penambahan maltitol 100%) memerlukan waktu penghalusan yang paling lama yaitu 14.5 jam, sedangkan perlakuan tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa: maltitol = 42.0:0.0) memerlukan waktu proses hanya 8.0 jam.
24
Peningkatan waktu proses penghalusan cokelat masak berbasis maltitol untuk mencapai ukuran partikel 25 sampai 30 mikron, dapat disebabkan oleh efektifitas pemecahan kristal maltitol oleh blades mesin penghalus (refiner) lebih rendah bila dibandingkan dengan efektifitas pemecahan kristal sukrosa pada cokelat masak berbasis sukrosa. Faktor penyebab rendahnya efektifitas kerja blades mesin menghaluskan
kristal
maltitol dibanding kristal sukrosa adalah adanya perbedaan sifat fisiko-kimia antara kristal sukrosa dan kristal maltitol. Kristal maltitol bersifat lebih elastis, plastis dan keras pada suhu 60°C, sedangkan kristal asli sukrosa yang berbentuk monoklin bersifat lebih brittle. Menurut Fennema (1985) ikatan hidrogen yang terjadi antara atom oksigen bebas dengan atom hidrogen pada gugus hidroksil molekul maltitol sangat kuat, sehingga sulit diputuskan. Ikatan hidrogen ini menyebabkan tekstur karbohidrat menjadi keras. Sulitnya memecah kristal maltitol menyebabkan sebaran distribusi partikel maltitol dalam emulsi cokelat masak berbasis maltitol berbeda dengan sebaran distribusi partikel sukrosa dalam cokelat masak berbasis sukrosa.
Menurut Beckett (1994)
distribusi partikel mempengaruhi luas permukaan partikel yang mengalami friksi. Semakin besar luas permukaan partikel, maka peluang terjadinya friksi antar partikel akan semakin meningkat. Distribusi ukuran partikel cokelat mempengaruhi pergerakan antar partikel selama shearing, disamping faktor bentuk partikel dan karakteristik permukaan partikel. Pengecilan ukuran partikel juga mempengaruhi sifat viskoplastis dan yiel value cokelat masak, dan selanjutnya mempengaruhi viskositas cokelat masak 40°C. Pada akhirnya distribusi partikel akan mempengaruhi sifat reologi cokelat masak, karena viskositas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi reologi, disamping elastisitas dan plastisitas. Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa cokelat masak perlakuan percobaan, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Adanya perbedaan penerimaan panelis pada rasa dapat disebabkan adanya perbedaan signifikan aroma, body dan mouthfell cokelat masak yang dihasilkan. Menurut Beckett (1994) akibat pengaruh tekanan mekanik kristal gula dapat mengalami perubahan dari kondisi brittle menjadi soft amorphous. Pada proses penghalusan cokelat di mesin penghalus, 30-90% lapisan permukaan gula menjadi amorphus.
Pada kondisi
25
amorphus kristal gula dapat menyerap sejumlah besar senyawa aromatik yang kemudian mempe-ngaruhi rasa produk akhir. Fennema (1985) menyatakan monosakarida, disakarida dan oligosakarida mempunyai kemampuan mengikat ligan aromatik, diantaranya karbonil, aldehid dan keton dan turunan asam karboksilat. Tabel 4. Hubungan tingkat penambahan maltitol dengan kadar air,pH viscositas, dan lama penghalusan cokelat masak Dark Compound No.
Tingkat Penambahan maltitol (%)
Parameter uji
1.
0
Kadar (%) 0.3634b
air
pH 7.78
Viskositas 40° C (mPa.s) 1900°
Lama proses (jam) 8.0 a
2.
25
0.2916ab
7.93
2100°
9.1 a
3.
50
0.2473a
7.99
2630ab
10.5°
4.
75
0.2856ab
7.89
2610ab
12.0ab
5.
100
0.2403a
7.96
3150b
14.5b
Keterangan:Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05
Tabel 5. Hubungan penambahan maltitol dengan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa, warna, aroma dan tekstur cokelat masak
No.
Tingkat Penambahan Rasa maltitol (%)
Parameter uji Aroma Warna Tekstur
1.
0
2.6b
2.3
2.0a
2.7b
2. 3. 4. 5.
25 50 75 100
2.5ab 2.4ab 2.3a 2.4ab
2.3 2.2 2.7 2.6
2.2° 2.1° 2.3° 2.5b
2.7b 2.5b 2.1a 2.6b
Keterangan:Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α = 0.05
26
Gambar 9. Prototipe cokelat masak yang terpilih untuk penelitian lanjutan
Seperti yang nampak pada Gambar 9, karakteristik sensori warna cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100% adalah kurang gelap bila dibandingkan dengan cokelat
masak
perlakuan penambahan maltitol 75, 50, 25% dan tanpa penambahan
maltitol. Cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100% paling rendah intensitas warna gelapnya dan cenderung kemerah-merahan, sedangkan cokelat masak tanpa penambahan maltitol berwarna cokelat gelap kehitaman. Degradasi warna cokelat masak terpilih untuk pengujian tahap selanjutnya disajikan pada Gambar 9. Faktor penyebab terjadinya degradasi warna cokelat masak perlakuan percobaan adalah peluang terjadinya reaksi Maillard pada cokelat berbasis maltitol lebih rendah dibandingkan dengan peluang terjadinya reaksi Maillard pada cokelat masak berbasis sukrosa. Maltitol yang terkandung pada cokelat masak tidak mengandung gugus karbonil, yang dapat bereaksi dengan gugus amin bebas dari asam amino. Karena peluang terjadinya reaksi Maillard rendah, penampakan warna cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 100% cenderung berwarna lebih terang.
27
Menurut Minifie (1999) selain berasal dari reaksi Maillard, komponen pigmen coklat pada cokelat masak juga berasal dari bubuk kakao. Bubuk kakao mengandung senyawa golongan flavonoid yang berfungsi sebagai prekursor warna. Pigmen warna dalam bubuk kakao terdiri dari 65 sampai 70% polifenol dan 3% antosianin. Dalam 100 g biji kakao mengandung prekursor warna yang terdiri dari katekin sejumlah 1.6 sampai 2.75 g dan epigallokatekin 0.25 sampai 0.45 g, dan leukosianidin 2.1 sampai 5.4 g. Intensitas warna cokelat pada bubuk kakao dipengaruhi oleh beberapa tahapan proses yang dialami sebelumnya, yaitu fermentasi, pengeringan, pemanggangan dan proses alkalisasi daging biji kakao. Pada proses fermentasi terjadi reaksi oksidasi polifenol menjadi kuinon dengan bantuan enzim polifenoloksidase. Selama proses fermentasi konsentrasi antosianidin dan epikatekin menurun. Pada proses pengeringan terjadi reaksi Maillard yang membentuk karakteristik warna dan aroma kakao. Reaksi Maillard melibatkan gula pereduksi dengan komponen asam amino yang terdapat dalam biji kakao. Reaksi Maillard pada cokelat masak berbasis sukrosa dapat terjadi karena bubuk kakao yang digunakan dalam formulasi cokelat masak mengandung asam-asam organik volatil seperti asam asetat, asam propionat, asam isobutirat dan asam isovalerat. Keberadaan asam organik volatil dapat memicu terjadinya
proses inversi sukrosa
menjadi glukosa dan fruktosa, karena proses penghalusan cokelat berlangsung pada temperatur 60°C. Selain itu bubuk kakao juga mengandung komponen asam amino yang berperan dalam reaksi Maillard. Menurut ADM Cocoa (1999) asam amino utama yang terkandung pada 100 g bubuk kakao adalah asam glutamat 3.08 g, leusin 1.13 g, valin 1.1 g, arginin 1.17 g, asam aspartat 1.84 g, serin 0.93 g, prolin 0.85 g, glisin 0.79 g, threonin 0.77 g, tirosin 0.65 g, lisin 0.61 sampai 0.93 g, isoleusin 0.7 sampai 0.75 g, metionin 0.26 sampai 0.29 g, prolin 0.85 sampai 0.89 g, alanin 0.77 sampai 0.86 g dan fenil alanin 0.85 g. Setiap 100 g bubuk kakao mengandung protein kasar sebanyak 20.5 sampai 21.0 g, flavonoid 4 sampai 6 g, nitrogen dari alkaloid 0.8 g, gula 0.5 g dan pati 15.0 sampai 15.5 g. Asam asetat pada bubuk kakao terbentuk selama proses fermentasi. Asam isovalerat terbentuk dari hasil perombakan asam amino valin selama proses pengeringan. Penambahan maltitol tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cokelat masak, tetapi berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap rasa,
28
tekstur dan warna cokelat seperti yang disajikan pada Tabel 5. Faktor penyebab tidak berpengaruh nyatanya tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cokelat masak, adalah tidak signifikannya perubahan aroma yang dihasilkan cokelat masak percobaan. Tidak signifikannya perubahan aroma cokelat masak dapat disebabkan oleh kondisi proses penghalusan cokelat masak hanya berlangsung pada suhu 60°C. Pada temperatur tersebut, baik cokelat masak berbasis maltitol maupun sukrosa tidak mengalami karamelisasi yang dapat menghasilkan komponen aromatik.
Reaksi Maillard yang menghasilkan
kom-ponen aroma hanya mungkin terjadi pada cokelat masak berbasis sukrosa. Faktor penyebab lainnya adalah ekstraktor yang dipasang pada mesin penghalus juga membuang komponen aromatik yang dihasilkan selama proses pembuatan cokelat masak. Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan panelis pada rasa, seperti yang disajikan pada Tabel 5. Adanya perbedaan penerimaan panelis pada rasa dipengaruhi oleh perbedaan penerimaan rasa manis, rasa pahit, efek dingin di mulut, dan maouthfell cokelat masak. Menurut Beckett (1994) tingkat kemanisan tidak meningkat secara linear dengan peningkatan konsentrasi, tetapi dipengaruhi oleh temperatur dan pH pangan. Menurut Vaclavik dan Cristian (2003) tekstur produk pangan dipengaruhi oleh sifat reologinya. Karakteristik tekstur cokelat di mulut (mouthfeel), dipengaruhi oleh karakteristik reologinya yaitu kemudahan mengalir dan kemudahan melumer. Viskositas, elastisitas dan plastisitas adalah faktor yang mempengaruhi sifat reologi cokelat masak. Seperti yang disajikan pada Tabel 4, terdapat kecendrungan terjadi peningkatan viskositas cokelat seiring dengan peningkatan penambahan maltitol. Hal ini berimplikasi dengan sifat aliran cokelat masak menjadi semakin sulit mengalir dengan semakin tingginya tingkat penambahan maltitol.
Menurut Fennema (1985) struktur karbohidrat
mempengaruhi laju pengikatan air dan jumlah air terikat pada molekulnya. Adanya gugus hidroksil yang terdapat pada maltitol mampu mengikat air. Ikatan yang terjadi adalah ikatan hidrogen. Ikatan ini mempengaruhi sifat hidrofilisitas maltitol. Adanya kemampuan pengikatan air oleh maltitol, menyebabkan cokelat masak berbasis maltitol cenderung menjadi lebih kental dan konsistensinya menjadi kurang mengalir. Berdasarkan frekwensi karakteristik mutu sensori cokelat masak perlakuan percobaan terbaik, seperti yang disajikan pada Tabel 2, maka prototipe yang terpilih untuk
29
penelitian tahap kedua adalah prototipe dengan tingkat penambahan maltitol 0% (rasio sukrosa:maltitol = 42.0:0.0), 75% (rasio sukrosa:maltitol =10.5:39.4) dan 100% (rasio sukrosa:maltitol = 0.0:52.5). Penampakan sensori cokelat masak yang terpilih untuk pengujian aplikasi pada formulasi kue brownies disajikan pada Gambar 9. Hasil pengujian statistik (Uji Tukey) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5, menunjukkan penambahan maltitol pada taraf 0, 25 dan 50% tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadaptingkat penerimaan konsumen pada aroma, warna dan tekstur cokelat masak. Perbedaan mutu sensori dan penerimaan panelis berpengaruh nyata pada taraf 75 dan 100%. Tidak berpengaruh nyatanya mutu sensori dan tingkat penerimaan panelis pada cokelat masak penambahan 25 dan 50% maltitol, dapat disebabkan oleh tingkat penambahan 25 dan 50% maltitol belum menghasilkan karakteristik mutu sensori yang signifikan berbeda nyata dengan cokelat masak tanpa penambahan maltitol. B.MUTU SENSORI KUE BROWNIES PERLAKUAN Karakteristik mutu sensori adonan kue brownies seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10. memperlihatkan karakteristik viskoelastis. Semakin tinggi interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak dalam formulasi kue brownies, adonan kue semakin viskoplastis. Sifat viskoplastis adonan brownies dipengaruhi oleh interaksi komponenkomponen penyusun adonan kue seperti gluten, margarin, cokelat masak, pati, telur, glukosa, gula, soda kue dan bubuk kakao. Menurut Fennema (1985) gluten dapat membentuk jaringan ikatan dengan molekul lipida, pati dapat berikatan dengan lipida. Kohesi dari gluten dapat menghambat ekspansi gelembung gas karbondioksida yang terperangkap pada adonan. Gelasi protein juga mempengaruhi penyerapan air dan pengikatan partikel dalam adonan. Gula dan glukosa dapat mengikat air serta mempengaruhi karakteristik adonan. Bolmstedt (2000) menyatakan adonan kue memperlihatkan karakter non Newtonian dan bersifat viskoelastis. Sifat viskoelastis adonan menyebabkan viskositas adonan cenderung turun dengan meningkatnya shear rate. Interaksi perlakuan penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak dalam formulasi kue brownies berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas adonan kue brownies, seperti yang disajikan pada Tabel 6. Viskositas larutan 50% adonan brownies
30
cenderung mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya penambahan maltitol. Faktor penyebab penurunan viskositas adonan brownies ini adalah semakin meningkatnya shear rate larutan adonan brownies 50 %. Shear rate adonan brownies dipengaruhi oleh kela-rutan maltitol dalam air, densitas medium, densitas zat tersuspensi, jarak antar partikel, temperatur dan ukuran partikel.
Roquette (2004) menyatakan
kelarutan maltitol dalam air 20°C adalah 150 g/100 ml lebih rendah dibandingkan dengan kelarutan sukrosa yaitu 204 g/100 ml. Maltitol cenderung bersifat lebih mengikat air dibandingkan sukrosa. Vaclavik dan Christian (2003) menyatakan gula dan lemak mempengaruhi tenderness adonan, karena menghambat pembentukan gluten. Sukrosa juga mengadsorpsi air sehingga mempengaruhi kerja protein gliadin dan glutenin dalam pembentukan gluten, sementara lemak dapat membungkus partikel pati. Molekul sukrosa dapat menyusun diri membentuk kristal yang berukuran lebih besar, sebaliknya gula tipe lain seperti gula invert, glukosa dapat berfungsi sebagai interfering agents yaitu bahan yang dapat menghambat laju agregasi dan pembentukan kristal gula. Bahan penghambat laju kristalisasi lainnya adalah air, dan udara. Bahan penghambat laju kristalisasi mekanik dengan cara mengadsorpsi permukaan kristal dengan cara membungkus inti kristal adalah lemak dan protein. Menurut McClements (1999) konsistensi adonan juga dipengaruhi oleh viskositas dan elastisitas (yield stress) bahan. Viscositas
dipengaruhi oleh faktor shear stress,
yield stress, konsistensi, shear rate dan indeks sifat aliran. Viskositas sistem merupakan fungsi dari viskositas medium, densitas medium, densitas sistem, jumlah partikel, jari-jari partikel, shear rate dan waktu.
Sifat reologi produk menurut Mc Clements (1999)
merupakan fungsi dari suhu, gelasi, agregasi, kristalisasi, pelumeran, dan transisi glass. Konsistensi adonan kue brownies interaksi perlakuan penambahan cokelat masak cenderung lebih
penambahan malitol dan
lengket dan plastis (rubbery state)
dibanding adonan kue brownies perlakuan tanpa maltitol dapat disebabkan oleh sifat fungsional maltitol yang dapat berfungsi sebagai bahan pemhambat proses kristalisasi. Faktor penyebab lainnya adalah kecenderungan maltitol mengalami gelasi lebih mudah dibandingkan sukrosa, karena maltitol memiliki titik leleh lebih rendah dibanding sukrosa.
31
Sifat sensori warna adonan brownies, seperti yang disajikan pada Gambar 10 cenderung mengalami degradasi coklat gelap menjadi lebih terang dan kemerahan, seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak. Warna adonan kue brownies yang paling gelap adalah interaksi perlakuan tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa:maltitol = 42.0:0.0) dan pemakaian cokelat masak dalam formulasi kue brownies 200 g. Warna adonan kue brownies yang paling terang kemerahan adalah interaksi perlakuan penambahan maltitol 100% (rasio sukrosa: maltitol = 0.0:52.5) dan penambahan cokelat masak 125 g. Faktor utama penyebab terjadinya degradasi warna adonan adalah pengaruh tingkat penambahan maltitol dalam cokelat masak, dan tingkat penambahan cokelat masak. Semakin rendah tingkat penambahan maltitol dalam cokelat masak yang digunakan maka warna adonan semakin gelap, karena adanya komponen pigmen warna hasil reaksi Maillard. Semakin tinggi tingkat penambahan cokelat masak, maka warna adonan semakin gelap, karena konsentrasi pigmen warna semakin meningkat. Warna gelap adonan selain berasal dari komponen flavonoid, fenolat, tannin dan leuko-anthosianin yang tergandung dalam bubuk kakao, juga berasal dari reaksi Maillard antara gula pereduksi dengan komponen asam amino dalam proses pembuatan cokelat masak. Menurut Davies dan Labuza (1994) sumber gula pereduksi dapat berasal dari sukrosa dan sumber –NH2 untuk konfeksioneri dapat berasal dari bubuk kakao dan lesitin. Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 6, warna terlarut kue brownies secara nyata (p< 0.05) dipengaruhi oleh interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak. Warna terlarut kue brownies dalam larutan asam asetat glasial cenderung semakin menurun dengan peningkatan penambahan cokelat masak. Penurunan ini dapat disebabkan oleh penurunan pembentukan prekursor melanoidin yaitu pigmen coklat yang dapat berfluoresensi. Faktor penyebab lain yang memungkinkan adalah pengaruh dari tekstur kue brownies yang liat dan plastis terhadap proses isolasi pigmen melanoidin. Tekstur liat dan plastis kue brownies yang cenderung meningkat dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak dapat mengikat polimer melanoidin. Penurunan warna terlarut dalam percobaan juga dapat disebabkan reaksi karamelisasi terjadi lebih dominan dibandingkan reaksi Maillard seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak dalam formulasi kue brownies. Dengan didominasi oleh reaksi karamelisasi maka konsentrasi prekursor melanoidin yang dihasilkan menjadi
32
lebih rendah, sedangkan pembentukan pigmen yang bersifat tidak larut dalam asam asetat glasial semakin meningkat. Menurut Davies dan Labuza (1994) pengukuran fluoresen yang digunakan untuk studi in vivo pada reaksi Maillard dengan mengukur absorbance dapat dipengaruhi oleh warna pengganggu. Species fluorescence yang menjadi prekursor adalah melanoidin. Pembentukan fluorensen dipengaruhi oleh temperatur dan pH. Pembentukan pigmen warna juga dipengaruhi oleh waktu, temperatur, profil aktifitas air, hubungan antara konsentrasi dan waktu, kondisi larutan jenuh atau tidak jenuh, serta bentuk padatan akhir. Yang dimaksud dengan bentuk padatan akhir antara lain adalah kristal, glass dan rubber state. Bentuk padatan akhir dipengaruhi oleh bahan baku dan kondisi proses pembuatan konfeksioneri. Penurunan konsentrasi warna terlarut dalam asam asetat glasial dapat juga disebabkan oleh terjadinya reaksi polimerisasi melanoidin. Melanoidin dapat mengikat protein, membatasi pigmen yang berikatan dengan peptida.
Gambar 10. Penampakan sensori adonan kue brownies
33
Tabel 6. Hubungan interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak dengan karakteristik sensori adonan dan mutu sensori kue brownies e Maltitol ( %)
0 0 0 75 75 75 100 100 100
Tingkat Parameter uji Penambahan Viskositas Tinggi Indeks Skor Skor tekstur Cokelat masak Larutan Kue Simetri aroma kue (g) Adonan (cm) Kue brownies brownies Brownies 50 %(mPa.s) 125 160ab 3.0ab 6.0ab 4.5b 3.6bc 162,5 160ab 3.0ab 6.1ab 4.2ab 3.4b 200 160ab 2.7ab 5.3a 4.2ab 3.2b 125 140a 3.0ab 5.9ab 4.0ab 3.2b 162.5 140a 2.5a 5.0a 3.8a 3.0b 200 140a 2.0a 4.0a 3.8a 2.8ab 125 120a 2.6ab 5.2a 3.8a 3.0b 162.5 120a 2.0a 4.1a 3.4a 2.4ab 200 120a 2.0a 4.1a 3.4a 2.1a
Warna Terlarut dalam Asam asetat glasial (g/ml) 6.38b 4.62ab 4.53ab 5.59ab 4.94ab 3.50a 8.36b 3.72a 4.47ab
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berpengaruh nyata pada α = 0.05)
Tabel 7.Hubungan interaksi perlakuan percobaan terhadap penerimaan mutu sensori kue brownies Tingkat Skor tertimbang rata-rata Penambahan Penambahan kesukaan Maltitol cokelat Rasa Aroma Warna Tekstur (%) masak (g) 0 125 3.5 3.6 3.2ab 3.2 0 162,5 3.6 3.7 3.4b 3.0 0 200 3.5 3.5 3.3ab 2.8 75 125 3.5 3.6 3.3ab 3.0 75 162.5 3.5 3.2 3.5c 3.3 75 200 3.3 3.3 3.3ab 3.1 100 125 3.3 3.4 3.4b 3.1 100 162.5 3.1 3.0 2.9a 2.8 100 200 2.7 2.7 2.7a 2.4 Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada α=0.05 ( n=50)
Skor 1= sangat tidak suka
2= tidak suka 3= netral 4= suka 5=sangat suka
34
Gambar 11.Penampakan depan kue brownies perlakuan percobaan
Gambar 12 Penampakan permukaan atas sensori kue brownies perlakuan percobaan
35
Pada Gambar 11 dan 12 diperlihatkan terjadinya degradasi intensitas warna coklat keemasan (golden brown) dan meningkatnya intensitas warna hitam gelap pada kue brownies hasil percobaan, seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak. Intensitas pigmen hitam paling gelap terjadi pada kue brownies hasil perlakuan penambahan maltitol 100% dan penambahan cokelat masak 200 g. Intensitas pigmen hitam semakin menurun pada hasil interaksi perlakuan penambahan maltitol 75% dan penambahan cokelat masak 162.5 g. Adanya kecendrungan peningkatan warna hitam kue bwownies seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak dapat disebabkan oleh peningkatan pigmen warna hitam yang dikandung oleh kue. Pigmen hitam dapat berasal dari karamelan, karamelin dan karamelen yang dihasilkan dari reaksi karamelisasi. Pembentukan pigmen hitam nampak semakin meningkat seiring dengan peningkatan interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak, hal ini menunjukkan maltitol lebih mudah mengalami karamelisasi dibanding sukrosa, karena titik leleh maltitol adalah lebih rendah bila dibanding dengan sukrosa. Vaclavik dan Christian (2003) menyatakan bahwa karamelisasi terjadi jika gula terdekomposisi melewati titik leleh sekitar 170°C dan mengering, membentuk karbon dan melepaskan air. Sikorski (1997) menyebutkan pada reaksi karamelisasi terjadi eliminasi satu molekul air dan menghasilkan 1,6-anhydro-gula atau produk epoksi. Pemanasan lanjut gula terhidrasi menghasilkan tiga kelompok senyawa yang disebut karamelan, karamelen dan karamelin. Karamelisasi selain menghasilkan bahan pewarna coklat juga menghasilkan senyawa aromatik. Reaksi lanjut karamelisasi adalah terbentuknya karbon. Fennema (1985) menyatakan laju reaksi karamelisasi dipicu oleh adanya asam dan garam. Termolisis menghasilkan basa anamerik, menyebabkan terjadinya alterasi ukuran cincin dan putusnya ikatan glikosidik serta pembentukan ikatan glikosidik baru. Termolisis menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis, pembentukan cincin anhidro, kemudian berlanjut terjadi pembentukan cincin tidak jenuh seperti furan. Ikatan ganda terkonyugasi yang terbentuk menyerap sinar dan menghasilkan pigmen warna. Pigmen karamel mengan-dung gugus hidroksil yang berikatan dengan gugus karbonil, karboksil, enolat dan hidroksil fenolat. Warna kue brownies hasil interaksi tanpa penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak cenderung lebih cokelat keemasan (golden
36
brown). Faktor penyebab pembentukan warna coklat keemasan ini adalah adanya kandungan pigmen warna melanoidin dan hidroksi-metil furfural yang terbentuk dari hasil reaksi Maillard. Pada reaksi Maillard warna coklat terbentuk dari dekomposisi senyawa Amadori menghasilkan pigmen melanoidin. Pigmen melanoidin dihasilkan dari reaksi produk Amadori yaitu senyawa dikarbonil seperti deoksiosulosa dengan asam amino. Ciri utama pigmen warna coklat hasil reaksi Maillard adalah terbentuknya senyawa yang mengandung nitrogen. Peluang terjadinya reaksi Maillard pada kue brownies hasil interaksi tanpa penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak, lebih besar bila dibandingkan dengan interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak. Faktor penyebab terjadinya reaksi ini adalah adanya peluang terjadinya inversi sukrosa dan pembentukan gula pereduksi lebih besar pada cokelat masak tanpa penambahan maltitol. Adanya kandungan asam-asam amino dalam formulasi kue brownies juga memungkinkan terjadinya reaksi Maillard. Menurut (Vaclavik dan Christian, 2003) laju reaksi Maillard dipercepat oleh perlakuan panas, pH yang tinggi dan kadar air rendah. Faktor lain yang mempengaruhi reaksi Maillard adalah tipe reaktan, rasio kadar gula dan konsentrasi protein. Laju reaksi Maillard yang dialami oleh gula dipengaruhi oleh laju pembukaan cincin untuk direduksi, bentuk ikatan cincin dan peningkatan pH (Davies dan Labuza, 1994). Pentosa mengalami reaksi Maillard lebih cepat dibandingkan dengan heksosa.
Adanya penggunaan
telur dalam formulasi brownies juga dapat mempengaruhi laju reaksi Maillard. Davies dan Labuza (1994) menyatakan telur dapat berfungsi sebagai buffer. Adanya telur dapat memicu reaksi pencoklatan glukosa lebih cepat dibanding fruktosa. Laju reaksi Maillard juga dipengaruhi oleh tipe senyawa amin. Asam amino yang bersifat basa jauh lebih reaktif dibanding asam amino netral dan asam amino yang bersifat asam. Interaksi perlakuan penambahan cokelat masak dan tipe prototipe cokelat masak yang digunakan dalam formulasi brownies, berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap skor aroma dan tekstur, tinggi kue bagian tengah, dan indeks simetri kue. Tinggi kue brownies dan indeks simetri hasil interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak disajikan pada Tabel 5. Tinggi kue brownies hasil interaksi penambahan maltitol dan cokelat masak cederung semakin rendah dengan semakin meningkatnya pemakaian cokelat dan penambahan maltitol. Fenomena ini dapat disebabkan oleh pengaruh karakterisik fisiko-kimia
37
maltitol dan interaksi bahan-bahan penyusun kue brownies lainnya. Maltitol memiliki titik leleh lebih rendah dibanding sukrosa, sehingga lebih mudah lumer dibanding sukrosa pada suhu pemanggangan 180°C. Maltitol juga memperlihatkan karakteristik sebagai bahan yang dapat menghambat pembentukan kristal, sehingga menghambat rekristalisasi kue brownies. Kue brownies perlakuan penambahan maltitol cenderung lebih plastis dan elastis, tidak mengeras dan tidak mengembang. Karena sifatnya yang plastis menghambat pengeluaran gas CO2 yang dilepaskan oleh natrium bikarbonat. Terhambatnya pelepasan CO2 menyebabkan pembentukan rongga-rongga sel berisi udara semakin kecil, sehingga mempengaruhi pengembangan volume dan tinggi kue brownies. Fennema (1985) menyatakan granula pati, pentosan, lemak, dan protein terlarut berperan membentuk jaringan adonan yang mempengaruhi tekstur kue. Interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak berpengaruh nyata pada tingkat kesukaan panelis (p<0.05) dan n = 50 terhadap warna kue brownies yang dihasilkan seperti yang disajikan pada Tabel 6, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap aroma kue brownies. Tidak berpengaruh nyatanya tingkat kesukaan panelis terhadap aroma kue brownies, dapat disebabkan oleh pembentukan komponen aroma kue brownies hasil interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak tidak signifikan. Fennema (1985) menyatakan reaksi karamelisasi menghasilkan komponen aromatik yang terdiri dari senyawa maltol, isomaltol dan 3 hhidroksi-2 metilpiran-4-on, dan 3-hidroksi-2-asetilfuran. Komponen senyawa aromatik hasil proses karamelisasi yang menghasilkan aroma terbakar adalah 2-H-4-hidroksil-5-metil furan-3 one. Reaksi Maillard juga menghasilkan furan, furanon, isomaltol dan maltol. Komponen volatil pembentuk aroma merupakan senyawa aldehid, pyrazin dan fragmentasi gula hasil reaksi Strecker. Rasa pahit hasil karamelisasi berasal dari substansi humin yang mempunyai rumus molekul C125H188O80. Maltol dapat mempengaruhi tekstur kue karena menghasilkan sensasi velvety. Maltol dan etil maltol juga berfungsi sebagai peningkat intensitas rasa manis. Interaksi penambahan maltitol dan penambahan cokelat masak berpengaruh nyata (p< 0.05) terhadap penerimaan panelis pada aroma kue brownies, dapat disebabkan oleh peningkatan pembentukan senyawa aromatik akibat reaksi Maillard dan karamelisasi. Peningkatan intensitas warna coklat juga disebabkan oleh dekomposisi senyawa Amadori
38
menghasilkan pigmen melanoidin. Menurut Fennema (1985) senyawa Amadori didegradasi melalui dua jalur yaitu senyawa intermediat 3-deoksioson dan lainnya melalui αdikarbonil. Kedua senyawa ini menghasilkan pigmen melanoidin yang memiliki cincin pirazin dan imidazon yang menempel dengan HMF dan reduction. Vaclavik dan Christian (2003) menyatakan pada reaksi karamelisasi menghasilkan asam organik, aldehid dan keton. Adanya kecendrungan tekstur kue brownies berbasis maltitol lebih basah, elastis dan lengket dibanding kue brownies berbasis sukrosa, disebabkan oleh sifat fisikokimia maltitol. Titik leleh maltitol 147°C lebih rendah bila dibanding titik leleh sukrosa yaitu 185°C. Pada temperatur pemanggangan 180°C maltitol lebih mudah mengalami karamelisasi. Titik leleh maltitol yang lebih rendah berpotensi menyebabkan reaksi karamelisasi kue brownies berbasis maltitol terjadi lebih cepat dibanding dengan kue brownies berbasis sukrosa. Peran karbohidrat dalam tekstur kue sangat kompleks, tergantung pada konsentrasi dan kondisi reaksi. Kondisi reaksi yang mempengaruhi tekstur menurut Vaclavik dan Christian (2003) adalah temperatur, pH, komposisi campuran, kandungan lipida dan struktur protein. Peran gula lainnya adalah menyerap air sehingga membantu gliadin dan glutenin membentuk gluten. C.PERBANDINGAN NILAI ENERGI COKELAT MASAK Reduksi nilai energi cokelat masak penambahan maltitol 75% dibandingkan tanpa penambahan maltitol adalah sebesar 16.4%. Tingkat reduksi energi cokelat masak penambahan maltitol 100% dibandingkan cokelat tanpa penambahan maltitol adalah sebesar 17.6%. Informasi Nilai Gizi untuk cokelat masak terpilih disajikan pada Gambar 11. Berdasarkan Pedoman Pelabelan Produk Pangan ( Badan POM, 2004), klaim rendah kalori cokelat masak pada penambahan maltitol 75% dan 100% tidak dapat dilakukan, karena tingkat reduksi energi tidak mencapai 25% seperti yang dipersyaratkan. Faktor penyebab tidak tercapainya tingkat reduksi energi cokelat masak sebanyak 25% adalah kandungan lemak nabati pada formulasi cokelat masak penambahan maltitol 75% dan 100% masing-masing sekitar 37%. Klaim cokelat masak Dark Baking Compound “kurang gula” terhadap cokelat masak penambahan 75% maltitol dapat dilakukan karena
39
memenuhi persyaratan tingkat reduksi gula 25% lebih rendah dari jumlah gula dalam produk pangan sejenis per saji. Klaim “bebas gula” terhadap cokelat masak Dark Baking Compound penambahan maltitol 100% dapat dilakukan karena
memenuhi
persyaratan kandungan gula kurang dari 0.5 g per saji. Berdasarkan Peraturan Teknis Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional (Badan POM, 2005) klaim manfaat terhadap kesehatan gigi hanya dapat dilakukan terhadap cokelat masak penambahan 100% maltitol, sesuai dengan persyaratan produk harus bebas gula. Klaim juga dapat dilakukan karena memenuhi persyaratan pH produk tidak lebih rendah dari 5.7, dan maltitol termasuk salah satu jenis gula alkohol yang direkomendasikan. Klaim manfaat terhadap kesehatan dapat dicantumkan pada label sebagai berikut: “Terlalu sering mengkonsumsi pangan kaya gula dan pati dapat menambah kerusakan gigi. Maltitol dalam Cokelat Dark Baking Compound tidak menambah kerusakan gigi.” Klaim kandungan gizi cokelat masak penambahan maltitol 75% dan 100% sebagai “sumber poliol yang sangat baik” dapat dilakukan, karena memenuhi persyaratan sedikitnya mengandung 20 % dari yang dianjurkan atau 20 g/ hari per sajian.
40
Informasi Nilai Gizi
Informasi Nilai Gizi
Informasi Nilai Gizi
Takaran Saji 125 g Jumlah saji per kemasan:2 _____________________ Jumlah per saji ____________________
Takaran saji 125 g Jumlah saji per kemasan:2 _____________________ Jumlah per saji _____________________
Takaran saji 125 g Jumlah saji per kemasan:2 ______________________ Jumlah per saji ______________________
Energi 687 kkal Energi dari lemak 465 kkal ___________________________________
Energi 687 kkal Energi dari lemak 422 kkal ___________________________________
Energi 556 kkal Energi dari lemak 417 kkal _____________________________________
%AKG _________________________ Total lemak 51.7 g 94.0%
%AKG _________________________ Total lemak 46.9 g 85.3% _________________________ Karbohidrat total 71.3 g 21.9% _________________________ Serat pangan 10.7 g 42.8% _________________________ Gula 13.1 g _________________________ Maltitol 47.5 g _________________________ Protein 4.5 g 9.0% _________________________
%AKG __________________________ Total lemak 46.3 g 84.2% __________________________ Karbohidrat total 71.6 g 22.0% __________________________ Serat pangan 9.6 g 38.4% __________________________ Maltitol 62.0 g __________________________ Protein 4.5 g 9.0% __________________________
____________________ Karbohidrat total 70.8 g 21.8% _________________________ Serat pangan 15.4 g 61.6% _________________________ Gula 55.4 g _________________________ Protein 4.5 g 9.0% _________________________ *%AKG didasarkan pada diet 2000 kalori. Kebutuhan %AKG dapat lebih besar atau lebih kecil tergantung dari nilai energi yang dibutuhkan.
Energi 2000 ___________________________ Lemak total 55 g Karbohidrat total 325 g Serat pangan 25 g Protein 50 g ____________________________ Energi per gram (kkal) Lemak 9 Gula 4 Protein 4 Serat 0
*%AKG didasarkan pada diet 2000 kalori. Kebutuhan %AKG dapat lebih besar atau lebih kecil tergantung dari nilai energi yang dibututhkan
Energi 2000 ____________________________ Lemak total 55 g Karbohidrat total 325 g Serat pangan 25 g Protein 50 g _____________________________ Energi per gram (kkal) Lemak 9 Gula 4 Protein 4 Serat 0 Maltitol 2.1
*%AKG didasarkan pada diet 2000 kalori . Kebutuhan %AKG dapat lebih besar atau lebih Kecil tergantung dari nilai energi yang dibutuhkan
Energi
2000
_____________________________________
Lemak total 55 g Karbohidrat total 325 g Serat pangan 25 g Protein 50 g _____________________________ Energi per gram (kkal) Lemak 9 Maltitol 2.1 Protein 4 Serat pangan 0
Gambar 13. Perbandingan reduksi energi cokelat masak perlakuan penambahan maltitol 0, 75 dan 100 %
41
IV. SIMPULAN DAN SARAN A.SIMPULAN Penambahan maltitol pada formulasi cokelat masak berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air cokelat masak. Kadar air cokelat masak percobaan berkisar dari 0.2403-0.3634 dan cenderung menurun seiring dengan peningkatan penambahan maltitol.
Kadar air cokelat masak terendah 0.2403 dihasilkan oleh
prototipe dengan rasio sukrosa :maltitol: 0.0: 52.5 (penambahan maltitol 100%) dan tertinggi 0.3636 dihasilkan oleh prototipe dengan rasio sukrosa:maltitol 0.0:42.0 (tanpa penambahan maltitol). Penambahan maltitol pada formulasi cokelat masak berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas cokelat masak 40°C. Viskositas cokelat masak 40°C tertinggi adalah 3150 mPa.s dihasilkan oleh prototipe dengan penambahan maltitol 100%, sedangkan viskositas terendah 1900 mPa.s dihasilkan oleh prototipe tanpa penambahan maltitol. Penambahan maltitol pada formulasi cokelat masak berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap lama proses produksi untuk mencapai ukuran partikel rata-rata 2530 mikron. Proses penghalusan untuk mencapai ukuran partikel 25 sampai 30 mikron tercepat adalah 8.0 jam dihasilkan oleh perlakuan tanpa penambahan maltitol dan terlama 14.5 jam dihasilkan oleh perlakuan rasio sukrosa: maltitol 0.0: 52.5 (penambahan maltitol 100 %). Penambahan maltitol tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap pH larutan 10 % cokelat masak
Larutan 10 % cokelat masak memiliki pH berkisar 7.78-7.99.
Penambahan maltitol berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap penerimaan mutu sensori panelis pada rasa, warna dan tekstur cokelat masak, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada aroma cokelat masak. Rasa cokelat masak yang paling disukai adalah perlakuan penambahan maltitol 75% (skor tertimbang 2.3) dan paling tidak disukai adalah perlakuan tanpa penambahan maltitol (skor tertimbang 2.6). Aroma cokelat masak yang paling disukai adalah perlakuan penambahan maltitol 50% (skor tertimbang 2.2) sedangkan yang paling tidak disukai adalah perlakuan penambahan
42
maltitol 75 % (skor tertimbang 2.7). Tekstur cokelat masak yang paling disukai adalah perlakuan penambahan maltitol 75 % (skor tertimbang 2.1) dan yang tidak disukai adalah perlakuan penambahan maltitol 25 % dan tanpa maltitol (skor tertimbang 2.7). Formulasi cokelat masak terpilih adalah prototipe bersubstitusi maltitol 75% dan 100%. Mutu sensori cokelat masak bersubstitusi maltitol 25 dan 50% tidak berbeda nyata (p>0.05) dengan cokelat masak tanpa penambahan maltitol (rasio sukrosa:maltitol = 42.0:0.0). Interaksi penambahan maltitol pada cokelat masak dan penambahan cokelat pada formulasi kue brownies berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap viskositas larutan adonan kue brownies, tinggi kue, indeks simetri, skor aroma, skor tekstur kue brownies dan warna terlarut dalam asam asetat glasial. Viskositas larutan adonan brownies 50% adalah 120 sampai 160 mPa.s. Tinggi kue brownies berkisar 2.0 sampai 3.0 cm, indeks simetri kue brownies 4.1 sampai 6.1. Skor aroma kue brow-nies berkisar 3.4 sampai 4.5, dan skor tekstur berkisar 2.1 sampai 3.6. Warna terlarut kue brownies dalam asam asetat glasial berkisar antara 3.72 sampai 8.36 g/ml. Penerimaan panelis terhadap mutu sensori kue brownies berpengaruh nyata (p<0.05) pada warna kue, tetapi tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada rasa, aroma dan tekstur kue brownies perlakuan percobaan. Karakteristik warna kue brownies yang paling disukai (skor tertimbang 3.5) adalah interaksi penambahan maltitol 75% dan penambahan cokelat masak 162.5 g, sedangkan yang paling tidak disukai adalah interaksi penambahan maltitol 100% dan penambahan cokelat masak 200g (skor tertimbang 2.7). Berdasarkan frekwensi pengukuran karakteristik mutu sensori kue brownies yang terbaik, formulasi optimum kue brownies diperoleh dengan substitusi cokelat masak dengan 75% maltitol dan pemakaian cokelat masak 125 g (n=50). Formula kedua terbaik adalah perlakuan substitusi cokelat masak dengan 75% maltitol dan pemakaian cokelat masak berbasis maltitol 162.5 g. Substitusi 100% maltitol mereduksi energi cokelat masak sebesar 17.6% dan substitusi 75% mereduksi energi cokelat masak sebesar 16.4% Klaim cokelat masak
43
berbsubstitusi maltitol adalah ”bebas gula” untuk cokelat masak penambahan maltitol 100% dan “rendah gula” untuk cokelat masak penambahan maltitol 75%. B.SARAN Karena adanya trend pasar terhadap brownies kukus, maka disarankan untuk melakukan pengujian lanjutan terhadap kue brownies yang dibuat dengan metode pengukusan. Juga perlu melakukan pengujian reformulasi kue brownies lanjutan, untuk mengetahui efek penghilangan glukosa pada formula terhadap mutu sensori kue brownies, jika menggunakan cokelat masak bersubstitusi maltitol. Pengujian aplikasi cokelat masak berbasis maltitol pada produk lain seperti chocolate ganasche juga perlu dilakukan untuk mempelajari karakteristik mutu chocolate ganasche yang dihasilkan dan stabilitas emulsi produk yang dihasilkan. Penulis juga menyarankan perlunya pengujian stabilitas mutu cokelat masak berbasis maltitol terhadap umur simpan, serta melakukan pengukuran kinetika reaksi penurunan mutunya.
44
DAFTAR PUSTAKA
[ADM Cocoa B.V]. 1998. Cocoa Powders in Bakery Application. Nederlands:ADM Cocoa B.V. [ADM Cocoa B.V].1999. The De Zaan Cocoa Products Manual. Nederlands:ADM Cocoa B.V. Anonim 2003.Amalty MR.Crystalline maltitol. http://spipolyols.com/products [24 Feb 04]. Anonim 2003.Sugar Free Overtakes Diabetic Confectionery[editorial]. Food Pacific Manufacturing Journal. 3 (1). Jan-Feb 2003. Anonim. 2004. Reduced Calorie Sweetener:Maltitol. Calorie Control Council. http://www. caloriecontrol.org/maltitol.html [3 Apr 04]. [Badan Pengawas Obat dan Makanan]. 2004. Peraturan Teknis Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan. Jakarta:BP-POM RI. [Badan Pengawas Obat dan Makanan].2005. Peraturan Teknis Ketentuan Pokok Pengawasan Pangan Fungsional. Jakarta:BP-POM RI. Beckett, S.T . 1994. Industrial Chocolate Manufacture And Use. Ed ke-2. Glasgow:Blackie Academic & Professional. Bolmstedt,U. 2000. Viscosity & Rheology:Theoretical and practical considerations in liquid food processing. New Food 3 (2) .Russell Publishing Ltd. Davies,C.G.A dan T.P Labuza (1994) The Maillard Reaction Application to Confectionery Products. Papers. Departement of Food Science and Nutrition. University of Minnesota: St. Paul. Minnesota Desriani. 2003. PQQGDH (Piroloquinoline Quinone Glukose Dehidroginase) Sebagai Biosensor Glukosa Pada Pengobatan Penyakit Diabetes Millitus. Makalah. http://rudyct.topcities.com/pps702_71034/desriani.htm [ 2 Mei 04]. Cock.P. 2001. :A New Natural Bulk Sweetener Consumed for Thousand of Year [editorial] Di dalam: Proceeding of Food Ingredients Asia Conferene. Singapore 23-24 May 2001. Singapore:United Business Media International and Singapore Institute of Food Science & Technology : hlm:5. Fennema,O. 1985. Food Chemistry. [editorial]. Ed ke-2.Marcel Dekker,Inc: New York.
45
Fry,J. 2004. Healthy Future [editorial]. The World of Food Ingrediends. March 2004. Garman.C. 2002. Functional Sweetener:Sweet Alternative[ editorial). Asia Pasific Food Industry . April 2002.hlm. 38-41. Hilliam,M. 2004. Confectionery Sinks Low [editorial]. The World of Food Ingredients. Febuari 2004:hlm 11-13. Knight,I. 1999. Chocolate and Cocoa: Health and Nutrition. United Kingdom: Blackwell Science Ltd. Konstage. R dan H.Hendriks. 2004. Trackling Diabetes [editorial]. The World of Food Ingredients. Apr-May 2004. Livesey,G.1992. The energy values of dietary fibre and sugar alcohols in man: Nutr Res Review. 5:61-84 Livesey,G. 2003. Health potential of polyols as sugar replacers,with empasis on low glycaemic properties [author]. Nutrition Research Review.16. p.163-191. Makinen,K.K. 2004. History,Safety, and Dental Properties of Xylitol. http://www.xylitol.org/drmakinen.htm [3 Apr 04]. McClements,D.J. 1999. Food Emulsions Principles,Practice, and Techniques. USA: CRC Press Meiners,A; K.Kreiten dan H.Joike. 1984. The New Handbook for the Confectionery Industry. Vol 2. West Germany: Silesia-Essenzenfabrik Gerland Hanke K.G. p 675-691. Minifie,B.W. 1982. Chocolate,Cocoa and Confectionery: Science and Technology. Ed ke-2. Westport:AVI Publishing. Pierini,C. 2001. Xylitol :A Sweet Alternative;Unique Sweetener Reduces Tooth Decay and Infection. http://www.vrp.com/art/673.asp?c [3 Apr 04]. Pyer, E.J. 1984. Baking Science and Technology. Ed ke-2. Chicago:Siebel Publishing Company. Roquette. 2004. Maltisorb® Crystalline Maltitol. Roquette Freres S.A. France. Sikorski,Z.E. 1997. Chemical and Functional Properties of Food Components. Technomic Publishing Company,Inc. Lancaster, Pennsylvania. Thomas M.S, Piekararz A, Hollands M, Younker K. 2002. Sugar Alcohols and Diabetes :A Review. Canadian Journal of Diabetes. 26 (4):356-362
46
Thukamura M ,H.Goto, T.Arisawa, T.Hayakawa, N.Nakai,T.Murakami, N.Fujitsuka and Y.Shimomuraet. 1998. Dietary Maltitol Decreases the Incidence of 1.2-Dimethylhydrazine-Induced Cecum and Proximal Colon Tumors in Rats. The Journal of Nutrision Vol. 128 No.3 March 1988, p 536-540 Vaclavik,V.A , E.W.Christian. 2003. Essenstials of Food Science. New York: Kluwer Academic/Plenum Publisher. Wyers.R. 2004. Sweetening Confectionery [editorial]. The World of Food Ingredients. Feb -04.hlm:14-22. Zumbe,A. Lee A dan Storey D. 2001. Polyols in confectionery:the route to sugar-free, reduced sugar and reduced calorie confectionery. British Journal of Nutrition. 85 Suppl.1.S31-S45
47
LAMPIRAN
48
Lampiran 1. Spesifikasi maltitol
49
Lampiran 2. Diagram profil panelis uji organoleptik cokelat masak Profil panelis berdasarkan pengalaman pelatihan uji organoleptik
Pernah ikut pelatihan uji organoleptik 50%
Tidak pernah ikut pelatihan 50 %
A B
Profil panelis berdasarkan kelompok umur 40-60 tahun
8% 23% 19-24 tahun
A B C
69%
25-40 tahun
Profil panelis menurut jenis kelamin
Perempuan 46.2 %
A Laki-laki 53.8 %
B
50
Lampiran 3. Metode pengujian viskositas cokelat cair dan larutan adonan brownies 50% (MPF-S4.2-01-003) Referensi: Teknik Analisis Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan, PAU Pangan dan Gizi, IPB, 1992 Alat: Termometer, viscometer Brooffield model LVT Spindle no. 3, rotasi: 12 rpm METODE: 1. Persiapan sampel cokelat masak: Cokelat dilumerkan pada suhu sekitar 40 °C di dalam panci, lalu dituang ke dalam botol viskositas. Persiapan sampel larutan brownies 50 %: Adonan ditimbang 50 g dan ditambahkan air murni 50 g 28 °C. Suspensi diaduk hingga homogen, lalu dituang pada botol viskositas. 2.Sampel dalam botol/wadah viscositas diletakkan tepat di bawah alat. 3.Spindle dipasang pada alat dan diputar ke kiri. 4. Viscosimeter dialankan dengan cara menekan “ON” dan alat dibiarkan bekerja selama 1 menit. Nilai Dial Reading yang terbaca pada skala dicatat. 5. Alat dimatikan dengan menekan tombol “OF” 6.Spindle dinaikkan kembali dengan menutar handle ke belakang, lalu dilepas dari alat. Spindle dibersihkan dengan kertas tisu yang halus dan disimpan dalam tempatnya. 7. Nilai viscositas diperoleh dengan rumus sebagai berikut: Viscositas = Angka Dial reading x faktor 100 (mPa.s)
51
Lampiran 4. Metode pengukuran pH larutan cokelat 10 % Persiapan sampel: Sampel 10 g cokelat masak dilarutkan dalam 90 ml air destilata yang telah dipanaskan hingga 60° C. Sampel diaduk hingga semua tersuspensi secara merata. Temperatur sampel diturunkan hingga 28 °C. Alat: pH meter LaMotte Spesifikasi: pH range 0.00-14.00 ketelitian 0.01 Temperatur range -5.0-100 °C ketelitian 0.1° C Metoda pengukuran pH larutan 10 % cokelat masak: Tombol ON/OFF ditekan untuk mengoperasikan pHmeter. Elektroda dan Temperature probe dicelupkan ke dalam larutan sampel. Sampel dibiarkan hingga muncul tampilan READY pada layar dan pembacaan pH ditunggu hingga stabil. Pembacaan nilai pH dan temperatur pada layar monitor alat. Setelah selesai digunakan, elektroda dibilas dengan air destilata. Kerja alat dimatikan dengan menekan tombol ON/OFF. Pembacaan pH diulangi dengan sampel kedua. Nilai pH yang diperoleh adalah nilai rata-rata pembacaan dua sampel.
52
Lampiran 5.Contoh formulir uji organoleptik prototipe cokelat masak Tgl. Pengujian Nama Responden Unur
a.Pria
b.Wanita
a.15-18 th b.19-24 th c.25-40 th d.40-60 th e.> 60 th
Isi kolom di bawah ini dengan nilai skor sebagai berikut, yang menggambarkan persepsi anda: 1. sangat suka 2. suka No. 1. 2. 3. 4.
Parameter Rasa keseluruhan Aroma Warna Tekstur di mulut
3.netral 4.tidak suka 137
5.sangat tidak suka 548
290
798
391
Komentar lebih lanjut tentang sampel yang diuji, silakan ditulis di bawah ini.
Terima kasih atas partisipasi anda dalam uji kesukaan ini. HDR
53
Lampiran 6.Contoh formulir uji organoleptik kue brownies Tgl. Pengujian Nama UJI KESUKAAN No. 1. 2. 3. 4. 5.
Parameter 242 Rasa Aroma Warna Tekstur Struktur
598
245
432
Keterangan: 1: sangat tidak suka 2. tidak suka
651
3.netral 4.suka
485
189
327
286
5. sangat suka
Komentar/saran isilah pada kolom di bawah ini.
Terima kasih atas partisipasi anda. HDR
54
Lampiran 7.Contoh formulir pengukuran tinggi kue brownies
55
Lampiran 8. Prosedur pengujian warna terlarut kue dalam larutan asam asetat glasial (Acetic Acid Soluble Color; Smiths et.al, 1990)
Kira-kira 1.5-2.0 g sampel dihaluskan dan ditambah 50 ml asam asetat glacial. Campuran diaduk selama 15 menit. Setelah itu disentrifugasi pada 3500 rpm selama 5 menit dan disaring dengan kertas Whatman No. 4. Absorbance diukur pada panjang gelombang 400 nm terhadap asam asetat glasial. Absorbansi diukur dalam ml/g sampel.
Warna terlarut dalam Asam asetat glasial (g/ml)
volume dari ekstrak x absorbansi =---------------------------------------------------berat sampel
56
Lampiran 9. Kriteria penentuan skor aroma dan tekstur kue brownies
Kriteria Pemberian Skor sifat sensori aroma dan tekstur kue brownies
Kriteria tekstur kue brownies
Skor
Tekstur sangat lengket, bersifat sangat liat, remah dikunyah tidak langsung lumat, sangat basah.
1
Tekstur lengket, basah, agak liat, remah dikunyah agak cepat lumat,
2
Tekstur lembut, tidak lengket, agak basah, mudah putus bila dikunyah.
Kriteria aroma kue brownies
Skor
Terditeksi aroma gula hangus yang sangat kuat. Ada aroma asap lemah.
1
Terditeksi aroma gula hangus, lemah, aroma cokelat lemah
2
3
Tidak terditeksi aroma gula hangus, intensitas aroma cokelat cukup kuat
3
Tekstur agak keras, tidak lengket,agak kering, remah mudah lepas
4
Aroma cokelat kuat, tidak ada aroma menyimpang
4
Tekstur keras, dikunyah langsung lumat, kering, remah sangat mudah lepas
5
Aroma cokelat sangat kuat, tidak ada aroma lain yang menyimpang
5
57
Lampiran 10. Hasil analisa proksimat cokelat masak berbasis maltitol Diuji oleh Laboratorium Analisis dan Kalibrasi Balai Besar Industri Agro Bogor 1.Cokelat masak penambahan maltitol 75 % Parameter Air Abu Protein (N x 6.25) Lemak Serat kasar Karbohidrat Energi
Satuan % % % % % % Kal/100 g
Hasil 0.44 1.47 3.56 37.5 0.82 57.0 580
Metoda Uji/Teknik SNI.01-2891-1992,butir 5.1 SNI.01-2891-1992,butir 6.1 SNI.01-2891-1992,butir 7.1 SNI.01-2891-1992,butir 8.2 SNI.01-2891-1992,butir 11 Pengurangan Perhitungan
Hasil 0.37 1.80 3.75 36.8 0.68 57.3 575
Metoda Uji/Teknik SNI.01-2891-1992,butir 5.1 SNI.01-2891-1992,butir 6.1 SNI.01-2891-1992,butir 7.1 SNI.01-2891-1992,butir 8.2 SNI.01-2891-1992,butir 11 Pengurangan Perhitungan
2.Cokelat masak penambahan maltitol 100 % Parameter Air Abu Protein (N x 6.25) Lemak Serat kasar Karbohidrat Energi
Satuan % % % % % % Kal/100 g
58
Lampiran 11. Hasil analisa warna terlarut dalam asam asetat glasial Kode sampel
Berat sampel (g)
Absorban
A1B1U1
0.8335
A1B1U2
0.7872
A1B3U2
0.9188
A2B1U1
0.8394
A2B2U2
0.7569
A2B3U2
0.9009
A3B1U1
0.8079
A3B2U2
0.7975
A3B3U2
0.8770
0.214 0.211 0.145 0.146 0.165 0.168 0.188 0.187 0.151 0.148 0.128 0.124 0.268 0.272 0.143 0.142 0.129 0.132
Warna terlarut dalam asam asetat glasial (g/ml) 6.42 6.34 4.60 4.64 4.49 4.57 5.60 5.57 4.99 4.89 3.55 3.44 8.29 8.42 4.48 4.45 3.68 3.76
Nilai rata-rata 6.38 4.62 4.53 5.59 4.94 3.50 8.36 4.47 3.72
59
Lampiran 12. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak tanpa penambahan maltitol
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Nama panelis Maryanti Wati Ely Dicky Tusty Samsuni Tin Artini Nita Nila Yuhlany Wugih Nanang Emilia Susilawati Harry Sugiarti Puput Ubay Medinova Bayu Agus D Winda Usman S Hilda Lutfi Rusmana
Rasa keseluruhan 2 2 2 3 4 2 2 2 2 4 3 2 2 4 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 2 2
Aroma
Warna
Tekstur
3 2 3 2 2 2 1 2 2 2 3 2 2 4 2 2 3 3 3 2 2 3 2 2 2 2
1 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 3 2 1 3 2 2 2 2 3 1 2 2
2 2 2 3 2 1 5 3 2 3 3 2 1 4 3 2 3 5 3 2 3 3 3 3 4 2
Total Rata-rata
67 2.6
60 2.3
52 2.0
71 2.7
60
Lampiran 13.Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 25 %
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Nama panelis Maryanti Wati Ely Dicky Tusty Samsuni Tin Artini Nita Nila Yuhlany Wugih Nanang Emilia Susilawati Harry Sugiarti Puput Ubay Medinova Bayu Agus D Winda Usman S Hilda Lutfi Rusmana
Rasa keseluruhan 1 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 4 3 3 3 2 2 1 2 3 5 4 1 2
Aroma
Warna
Tekstur
1 2 3 2 4 3 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2
1 2 3 2 2 2 1 2 2 2 2 2 3 2 3 4 1 2 4 1 2 3 3 3 2 2
2 3 2 3 2 2 5 3 2 3 3 2 3 4 3 2 3 2 3 2 2 3 5 3 2 2
Total
64 2.5
60 2.3
58 2.2
71 2.7
61
Lampiran 14. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 50 %
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21 22. 23. 24. 25. 26.
Nama panelis Maryani Wati Ely Dicky Tusty Samsuni Nila Tin Artini Nita Yuhlany Wugih Nanang Emilia Susilawati Harry Sugiarti Puput Ubay Medinova Bayu Agus D Winda Usman S Hilda Lutfi Rusmana
Rasa keseluruhan 1 2 4 2 2 3 3 1 2 2 3 2 3 3 2 3 3 2 2 1 3 2 3 3 4 2
Aroma
Warna
Tekstur
1 2 4 2 2 2 2 1 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 3 2
1 2 3 2 2 2 2 1 2 2 3 2 3 2 3 4 1 2 2 1 2 2 3 2 2 2
3 1 2 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 4 3 2 3 2 3 2 2 2 3 3 2 2
Total Rata-rata
63 2.4
57 2.2
55 2.1
66 2.5
62
Lampiran 15. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 75 %
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Nama panelis Maryanti Wati Ely Dicky Tusty Samsuni Nila Tin Artini Nita Yuhlany wugih Nanang Emilia Susilawati Harry Sugiarti Puput Ubay Medinova Bayu Agus D Winda Usman S Hilda Lutfi Rusmana
Rasa keseluruhan 3 2 4 2 2 2 3 5 2 2 3 2 2 1 2 2 2 3 4 1 4 2 2 3 1 2
Aroma
Warna
Tekstur
3 2 4 2 2 2 3 5 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 4 2 4 3 2 3 2 3
2 2 3 2 3 2 2 1 2 2 3 3 3 1 2 2 3 2 4 2 2 3 3 3 2 2
3 3 2 2 1 3 2 2 2 3 3 2 2 1 2 2 2 2 3 1 2 3 3 3 2 2
Total
59 2.3
69 2.7
59 2.3
54 2.1
63
Lampiran 16. Rekapitulasi data hasil uji kesukaan cokelat masak penambahan maltitol 100 %
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21 22. 23. 24. 25. 26.
Nama panelis Maryanti Wati Ely Dicky Tusty Samsuni Nila Nita Tin Artini Yuhlany Wugih Nanang Emilia Sucilawati Harry Sugiarti Puput Ubay Medinova Bayu Agus D Winda Usman S Hilda Lutfi Rusmana
Rasa keseluruhan 2 2 3 2 4 2 2 5 2 2 3 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 4 2 3 1 2
Aroma
Warna
Tekstur
2 2 4 2 2 3 2 5 5 2 3 3 3 3 2 2 2 3 2 1 3 3 2 4 2 3
2 2 4 2 3 3 3 5 1 2 3 2 3 1 2 4 3 4 4 2 2 2 3 2 2 2
4 2 2 3 4 2 3 2 5 3 3 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2
Total
63 2.4
69 2.6
66 2.5
69 2.6
64
Lampiran 17. Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat masak125 g Formulir Baking Volume Score Report Perlakuan penambahan cokelat masak: 125 g FRM: S2.1-PWD-04.001 Hal: 1 dari 1 Revisi : 0 Sample No 1 : Penambahan maltitol 0 % 2 : Penambahan maltitol 75 % 3 : Penambahan maltitol 100 % No
Parameter
1 2
Warna Crust Warna Crumb Tekstur Intensitas aroma cokelat Indeks Volume (B+C+D) Indeks simetri (2C+B-D) Tinggi kue bagian tengah (cm) Karakteristik adonan Keterangan
3 4 5 6. 7 8 9
1
Date 04-01-06
2
3
Coklat terang Coklat terang
Coklat terang Coklat terang
Coklat gelap Coklat gelap
Lengket Lemah
Lebih lengket Kuat
Lebih lengket Kuat
8.0 (2.5+3.0+2.5)
8,3 (2,7+3+2,6)
8,7 (2,8+3,1+2,8)
6.0
5.9
5.2
3.0
3.0
3.1
Agak kental dan lengket Terbentuk kulit
kental dan lengket Terbentuk kulit
Lebih kental plastis dan lengket Terbentuk kulit
Keterangan : B = Tinggi Kue pada sisi kiri atas C = Tinggi Kue pada bagian Tengah D = Tinggi Kue pada sisi kanan atas
65
Lampiran 18. Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat masak 162.5 g Formulir Baking Volume Score Report Perlakuan penambahan cokelat masak: 162.5 g FRM: S2.1-PWD-04.001 Hal: 1 dari 1 Revisi : 0 Sample No 1 : Penambahan maltitol 0 % 2 : Penambahan maltitol 75 % 3 : Penambahan maltitol 100 % No
Parameter
1 2
Warna Crust Warna Crumb Tekstur
3 4 5 6. 7 8 9
Intensitas aroma cokelat Indeks Volume (B+C+D) Indeks simetri (2C+B-D) Tinggi kue bagian tengah (cm) Karakteristik adonan Keterangan
1 Coklat terang Coklat terang
Date 04-01-06
2
3
Coklat gelap Coklat gelap
Coklat sangat gelap Coklat sangatgelap
Lemah
Lebih lengket, chewing Kuat
Lebih lengket, chewing Kuat
8.9 (3.0+3.0+2.9)
8,1 (2,8+2.5+2,8)
lengket, chewing
6.1
5.0
7,7 (2,9+2.0+2,8) 4.1
3.0
2.5
2.0
lengket dan kental plastis Terbentuk Kulit
Lengket, kental plastis Kulit menipis, tidak merata
Sangat lengket, dan kental plastis Kulit sangat tipis, Sangat tidak merata
Keterangan : B = Tinggi Kue pada sisi kiri atas C = Tinggi Kue pada bagian Tengah D = Tinggi Kue pada sisi kanan atas
66
Lampiran 19. Tabulasi data pengamatan mutu sensori adonan dan kue brownies perlakuan penambahan cokelat 200 g Formulir Baking Volume Score Report Perlakuan penambahan cokelat masak: 200 g FRM: S2.1-PWD-04.001 Hal: 1 dari 1 Revisi : 0 Sample No 1 : Penambahan maltitol 0 % 2 : Penambahan maltitol 75 % 3 : Penambahan maltitol 100 %
Date 04-01-06
No
Parameter
1
1
Warna Crust
Coklat gelap
Coklat sangat gelap
2
Warna Crumb Tekstur Intensitas aroma cokelat Indeks Volume (B+C+D) Indeks simetri (2C+B-D) Tinggi kue bagian tengah (cm) Karakteristik adonan Keterangan
Coklat gelap
Coklat sangat gelap
3 4 5 6. 7 8 9
Lengket Kuat 8.2 (2.7+2.7+2.8)
2
3
Sangat lengket sangat kuat
Coklat gelap kehitaman Coklat gelap kehhitaman Sangat lengket Sangat kuat
7.0 (2,5+2.0+2,5)
7.5 (2,8+2.0+2,7)
5.3
4.0
4.1
2.7
2.0
2.0
Kental plastis dan lengket Terbentuk kulit sangat tipis
Kental plastis dan lengket Tidak terbentuk kulit
Kental plastis dan sangat lengket Tidak terbentuk kulit
Keterangan : B = Tinggi Kue pada sisi kiri atas C = Tinggi Kue pada bagian Tengah D = Tinggi Kue pada sisi kanan atas
67
Lampiran 20. Hasil analisis varian dan uji beda skor aroma kue brownies ————— 06/02/2006 11:16:21 ———————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help. Kode 11 12 13 Nilai aroma brownies 4,5 4,2 4,2
21 4,0
22 3,8
23 3,8
31 3,8
32 3,4
33 3,4
31 3,8
32 3,4
33 3,4
One-Sample T: aroma ble N aroma
Mean StDev SE Mean 9 3,90000 0,36742 0,12247
UJI TUKEY |Yi – Yi’| > Kode 11
Kode 11
99% CI (3,48905; 4,31095)
T0,01( 5,08*0,12247 = 0,62)
|4,5-4,2| < |4,5-4,2| < |4,5-4,0| < |4,5-3,8| > |4,5-3,8| > |4,5-3,8| > |4,5-3,4| > |4,5-3,4| > Significant
Kode Nilai aroma brownies
0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 0,62 Difference 11 4,5
12 4,2
13 4,2
21 4,0
22 3,8
23 3,8
One-Sample T: aroma Variable aroma
N 9
UJI TUKEY |Yi – Yi’| > Kode 11
Kode 11 Kode 12
Kode 12 Kode 13
.
Mean 3,90000
StDev 0,36742
SE Mean 0,12247
95% CI (3,61757; 4,18243)
T0,05 ( 4,39*0,12247 = 0,54)
|4,5-4,2| < |4,5-4,2| < |4,5-4,0| < |4,5-3,8| > |4,5-3,8| > |4,5-3,8| > |4,5-3,4| > |4,5-3,4| > Significant
0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 Difference
|4,2-4,5| < |4,2-4,2| < |4,2-4,0| < |4,2-3,8| < |4,2-3,8| < |4,2-3,8| < |4,2-3,4| > |4,2-3,4| > Significant
0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 Difference
|4,2-4,5| |4,2-4,2| |4,2-4,0| |4,2-3,8| |4,2-3,8|
0,54 0,54 0,54 0,54 0,54
< < < < <
|4,2-3,8| < 0,54
68
Kode 13
|4,2-3,8| < |4,2-3,4| > |4,2-3,4| > Significant
0,54 0,54 0,54 Difference
Kode 32
|3,4-4,5| > 0,54 |3,4-4,2| > 0,54 |3,4-4,2| > 0,54 |3,4-4,0| > 0,54 |3,4-3,8| < 0,54 |3,4-3,8| < 0,54 |3,4-3,8| < 0,54 |3,4-3,4| < 0,54 Kode 32 Significant Difference
Kode 33
|3,4-4,5| > |3,4-4,2| > |3,4-4,2| > |3,4-4,0| > |3,4-3,8| < |3,4-3,8| < |3,4-3,8| < |3,4-3,4| < Significant
Kode 33
0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 0,54 Difference
Welcome to Minitab, press F1 for help
69
Lampiran 21. Hasil analisis varian dan uji beda skor tekstur kue brownies One-Sample T: tekstur Variable tekstur
N 9
UJI TUKEY |Yi – Yi’| > Kode 11
Kode 11 Kode 33
Mean 2,96667
StDev 0,47434
SE Mean 0,15811
99% CI (2,43613; 3,49720)
T0,01( 5,08*0,15811 = 0,8)
|3,6-3,4| < |3,6-3,2| < |3,6-3,2| < |3,6-3,0| < |3,6-2,8| = |3,6-3,0| < |3,6-2,4| > |3,6-2,1| > Significant
0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8 Difference
|2,1-3,6| > 0,8 |2,1-3,4| > 0,8 |2,1-3,2| > 0,8 |2,1-3,2| > 0,8 |2,1-3,0| > 0,8 |2,1-2,8| < 0,8 |2,1-3,0| > 0,8 |2,1-2,4| < 0,8 Kode 33 Significant Difference
Kode Nilai tekstur brownies
11 3,6
12 3,4
13 3,2
21 3,2
22 3,0
23 2,8
31 3,0
32 2,4
33 2,1
One-Sample T: tekstur Variable tekstur
N 9
UJI TUKEY |Yi – Yi’| > Kode 11
Kode 11 Kode 12
Mean 2,96667
StDev 0,47434
SE Mean 0,15811
95% CI (2,60206; 3,33128)
T0,05( 4,39*0,15811 = 0,7)
|3,6-3,4| < |3,6-3,2| < |3,6-3,2| < |3,6-3,0| < |3,6-2,8| > |3,6-3,0| < |3,6-2,4| > |3,6-2,1| > Significant
0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 Difference
|3,4-3,6| |3,4-3,2| |3,4-3,2| |3,4-3,0| |3,4-2,8| |3,4-3,0| |3,4-2,4|
0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
< < < < < < >
70
Kode 12 Kode 32
Kode 32
|3,4-2,1| > 0,7 Significant Difference |2,4-3,6| > |2,4-3,4| > |2,4-3,2| > |2,4-3,2| > |2,4-3,0| < |2,4-2,8| < |2,4-3,0| < |2,4-2,1| < Significant
0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 Difference
Kode 33
|2,1-3,6| > 0,7 |2,1-3,4| > 0,7 |2,1-3,2| > 0,7 |2,1-3,2| > 0,7 |2,1-3,0| > 0,7 |2,1-2,8| = 0,7 |2,1-3,0| > 0,7 |2,1-2,4| < 0,7 Kode 33 Significant Difference
71
Lampiran 22. Hasil analisis varian dan uji beda indeks simetri kue brownies ————— 06/02/2006 16:38:11 ———————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help. Retrieving project from file: 'C:\unzipped\Minitab ver.14.12\Minitab ver.14.12\han kue.MPJ' Kode Nilai tekstur brownies
11 6,0
12 6,1
13 5,3
21 5,9
22 5,0
23 4,0
31 5,2
32 4,1
33 4,1
32 4,1
33 4,1
One-Sample T: indeks simetri Variable indeks simetri UJI TUKEY |Yi – Yi’| > Kode 12
Kode 12 Kode 23
Kode 23
N 9
Mean 5,07778
StDev 0,84525
SE Mean 0,28175
99% CI (4,13240; 6,02316)
T0,01( 5,08*0,28175 = 1,4)
|6,1-6,0| < |6,1-5,3| < |6,1-5,9| < |6,1-5,0| < |6,1-4,0| > |6,1-5,2| < |6,1-4,1| > |6,1-4,1| > Significant
1,4 1,4 1,4 1,4 1,4 1,4 1,4 1,4 Difference
|4,0-6,0| > |4,0-6,1| > |4,0-5,3| < |4,0-5,9| > |4,0-5,0| < |4,0-5,2| < |4,0-4,1| < |4,0-4,1| < Significant
1,4 1,4 1,4 1,4 1,4 1,4 1,4 1,4 Difference
Kode Nilai tekstur brownies
11 6,0
12 6,1
13 5,3
21 5,9
22 5,0
23 4,0
31 5,2
One-Sample T: indeks simetri Variable indeks simetri
N 9
Mean 5,07778
StDev 0,84525
SE Mean 0,28175
95% CI (4,42806; 5,72749)
UJI TUKEY |Yi – Yi’| > T0,05( 4,39*0,28175 = 1,24) Kode 11 |6,0-6,1| < 1,24 |6,0-5,3| < 1,24 |6,0-5,9| < 1,24 |6,0-5,0| < 1,24 |6,0-4,0| > 1,24 |6,0-5,2| < 1,24 |6,0-4,1| > 1,24 |6,0-4,1| > 1,24 Kode 11 Significant Difference
72
Kode 12
Kode 12 Kode 21
Kode 21 Kode 23
Kode 23 Kode 32
|6,1-6,0| < |6,1-5,3| < |6,1-5,9| < |6,1-5,0| < |6,1-4,0| > |6,1-5,2| < |6,1-4,1| > |6,1-4,1| > Significant
1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 Difference
|5,9-6,0| < |5,9-6,1| < |5,9-5,3| < |5,9-5,0| < |5,9-4,0| > |5,9-5,2| < |5,9-4,1| > |5,9-4,1| > Significant
1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 Difference
|4,0-6,0| > |4,0-6,1| > |4,0-5,3| < |4,0-5,9| > |4,0-5,0| < |4,0-5,2| < |4,0-4,1| < |4,0-4,1| < Significant
1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 Difference
|4,1-6,0| |4,1-6,1| |4,1-5,3| |4,1-5,9| |4,1-5,0| |4,1-4,0| |4,1-5,2| |4,1-4,1|
1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24
> > < > < < < <
Kode 32 Significant Difference Kode 33
|4,1-6,0| |4,1-6,1| |4,1-5,3| |4,1-5,9| |4,1-5,0| |4,1-4,0| |4,1-5,2| |4,1-4,1|
> > < > < < < <
1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24 1,24
Kode 33 Significant Difference
73
Lampiran 23. Hasil analisis varian dan uji beda warna terlarut dalam larutan asam asetat glasial Welcome to Minitab, press F1 for help. Retrieving project from file: 'C:\unzipped\Minitab ver.14.12\Minitab ver.14.12\han kue.MPJ' Kode Nilai warna terlarut
11 6,38
12 4,62
13 4,53
21 5,59
22 4,94
23 3,5
31 8,36
32 3,72
33 4,47
32 3,72
33 4,47
One-Sample T: warna terlarut Variable warna terlarut UJI TUKEY |Yi – Yi’| > Kode 31
Kode 31
N 9
Mean 5,12333
StDev 1,49764
SE Mean 0,49921
99% CI (3,44828; 6,79839)
T0,01( 5,08*0,49921 = 2,54)
|8,36-6,38| |8,36-4,62| |8,36-4,53| |8,36-5,59| |8,36-4,94| |8,36-3,50| |8,36-3,72| |8,36-4,47| Significant
Kode Nilai warna terlarut
< 2,54 > 2,54 > 2,54 > 2,54 > 2,54 > 2,54 > 2,54 > 2,54 Difference
11 6,38
12 4,62
13 4,53
21 5,59
22 4,94
23 3,5
31 8,36
One-Sample T: warna terlarut Variable warna terlarut UJI TUKEY |Yi – Yi’| > Kode 11
Kode 11 Kode 23
N 9
Mean 5,12333
StDev 1,49764
SE Mean 0,49921
95% CI (3,97215; 6,27452)
T0,05( 4,39*0,49921 = 2,19)
|6,38-4,62| |6,38-4,53| |6,38-5,59| |6,38-4,94| |6,38-3,50| |6,38-8,36| |6,38-3,72| |6,38-4,47| Significant
< 2,19 < 2,19 < 2,19 > 2,19 > 2,19 < 2,19 > 2,19 < 2,19 Difference
Kode 23
|3,5-6,38| > 2,19 |3,5-4,62| < 2,19 |3,5-4,53| < 2,19 |3,5-5,59| < 2,19 |3,5-4,94| < 2,19 |3,5-8,36| > 2,19 |3,5-3,72| < 2,19 |3,5-4,47| < 2,19 Significant Difference
Kode 31
|8,36-6,38| < 2,19
74
Kode 31 Kode 32
Kode 32
|8,36-4,62| |8,36-4,53| |8,36-4,53| |8,36-5,59| |8,36-4,94| |8,36-3,50| |8,36-3,72| |8,36-4,47| Significant
> 2,19 > 2,19 > 2,19 > 2,19 > 2,19 > 2,19 > 2,19 > 2,19 Difference
|3,72-6,38| |3,72-4,62| |3,72-4,53| |3,72-5,59| |3,72-4,94| |3,72-3,50| |3,72-8,36| |3,72-4,47| Significant
> 2,19 < 2,19 < 2,19 < 2,19 < 2,19 < 2,19 > 2,19 < 2,19 Difference
75
Lampiran 24. Hasil analisis varian dan uji beda viskositas larutan 50 % adonan kue brownies Kode Nilai viscositas
11 160
12 160
13 160
21 140
22 140
23 140
31 120
32 120
33 120
Results for: Worksheet 14 One-Sample T: viscositas Variable viscositas
N 9
UJI TUKEY |Yi – Yi’| > Kode 11
Kode 11
Mean 140,000
StDev 17,321
95% CI (126,686; 153,314)
T0,05 ( 4,39*5,774 = 25,35 )
|160 -160| < 25,35 |160 -160| < 25,35 |160 -140| < 25,35 |160 -140| < 25,35 |160 -140| < 25,35 |160 -120| > 25,35 |160 -120| > 25,35 |160 -120| > 25,35 Significant Difference
Kode 12
|160 -160| |160 -160| |160 -140| |160 -140| |160 -140| |160 -120| |160 -120| |160 -120| Kode 12 Significant
< 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 > 25,35 > 25,35 > 25,35 Difference
Kode 13
|160 -160| |160 -160| |160 -140| |160 -140| |160 -140| |160 -120| |160 -120| |160 -120| Kode 13 Significant
< 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 > 25,35 > 25,35 > 25,35 Difference
Kode 31
> 25,35 > 25,35 > 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 Difference
|120 -160| |120 -160| |120 -160| |120 -140| |120 -140| |120 -140| |120 -120| |120 -120| Kode 31 Significant Kode 32
SE Mean 5,774
|120 -160| > 25,35 |120 -160| > 25,35
76
|120 -160| |120 -140| |120 -140| |120 -140| |120 -120| |120 -120| Kode 32 Significant
> 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 Difference
Kode 33
> 25,35 > 25,35 > 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 < 25,35 Difference
|120 -160| |120 -160| |120 -160| |120 -140| |120 -140| |120 -140| |120 -120| |120 -120| Kode 33 Significant
77
Lampiran 25. Hasil analisis varian dan uji beda tinggi bagian tengah kue brownies Welcome to Minitab, press F1 for help. Retrieving project from file: 'C:\unzipped\Minitab ver.14.12\Minitab ver.14.12\handori.MPJ' Kode Nilai tinggi
11 3,0
12 3,0
13 2,7
21 3,0
22 2,5
23 2,0
31 2,6
32 2,0
33 2,0
32 2,0
33 2,0
One-Sample T: TINGGI Variable TINGGI
N 9
Kode Nilai tinggi
Mean 2,53333 11 3,0
StDev 0,43875 12 3,0
SE Mean 0,14625
13 2,7
21 3,0
99% CI (2,04261; 3,02406) 22 2,5
23 2,0
31 2,6
One-Sample T: TINGGI Variable TINGGI
N 9
UJI TUKEY |Yi – Yi’| > Kode 11
Kode 11 Kode 12
Kode 12 Kode 21
Mean 2,53333
StDev 0,43875
SE Mean 0,14625
95% CI (2,19608; 2,87059)
T0,05 ( 4,39*0,14625 = 0,642 )
|3,0 -3,0| < 0,642 |3,0 -2,7| < 0,642 |3,0 -3,0| < 0,642 |3,0 -2,5| < 0,642 |3,0 -2,0| > 0,642 |3,0 -2,6| < 0,642 |3,0 -2,0| > 0,642 |3,0 -2,0| > 0,642 Significant Difference |3,0 -3,0| < 0,642 |3,0 -2,7| < 0,642 |3,0 -3,0| < 0,642 |3,0 -2,5| < 0,642 |3,0 -2,0| > 0,642 |3,0 -2,6| < 0,642 |3,0 -2,0| > 0,642 |3,0 -2,0| > 0,642 Significant Difference
Kode 21
|3,0 -3,0| < 0,642 |3,0 -3,0| < 0,642 |3,0 -2,7| < 0,642 |3,0 -2,5| < 0,642 |3,0 -2,0| > 0,642 |3,0 -2,6| < 0,642 |3,0 -2,0| > 0,642 |3,0 -2,0| > 0,642 Significant Difference
Kode 23
|2,0 -3,0| > 0,642 |2,0 -3,0| > 0,642 |2,0 -2,7| > 0,642
78
|2,0 -3,0| |2,0 -2,5| |2,0 -2,6| |2,0 -2,0| |2,0 -2,0| Kode 23 Significant
> 0,642 < 0,642 < 0,642 < 0,642 < 0,642 Difference
Kode 32
|2,0 -3,0| |2,0 -3,0| |2,0 -2,7| |2,0 -3,0| |2,0 -2,5| |2,0 -2,0| |2,0 -2,6| |2,0 -2,0| Kode 32 Significant
> 0,642 > 0,642 > 0,642 > 0,642 < 0,642 < 0,642 < 0,642 < 0,642 Difference
Kode 33
> > > > < < < <
|2,0 |2,0 |2,0 |2,0 |2,0 |2,0 |2,0 |2,0
-3,0| -3,0| -2,7| -3,0| -2,5| -2,0| -2,0| -2,6|
0,642 0,642 0,642 0,642 0,642 0,642 0,642 0,642
Kode 33 Significant Difference
79
Lampiran 26 Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap rasa kue brownies General Linear Model: rasa versus A; B Factor A B
Type fixed fixed
Levels 3 3
Values 1; 2; 3 1; 2; 3
Analysis of Variance for C8, using Adjusted SS for Tests Source A B A*B
DF 2 2 4
Seq SS 22,3900 7,2100 4,3700
Adj SS 22,3900 7,2100 4,3700
Adj MS 11,1950 3,6050 1,0925
Error Total
441 449
392,0300 426,0000
392,0300
0,8890
F 12,59 4,06 1,23
P 0,000 0,018 0,298
Pα=0,05 < 0,05 < 0,05 > 0,05
Pα=0,01 < 0,01 > 0,01 > 0,01
KESIMPULANNYA UNTUK α = 0,05 DAPAT DISIMPULKAN BAHWA : FAKTOR A PADA LEVEL (1,2,3) BERBEDA NYATA { FAKTOR A BERPENGARUH TERHADAP HASIL PANELIS ) FAKTOR B PADA LEVEL (1,2,3) BERBEDA NYATA { FAKTOR B BERPENGARUH TERHADAP HASIL PANELIS ) INTERAKSI FAKTOR A DAN B PADA LEVEL (1,2,3) TIDAK BERBEDA NYATA { INTERAKSI FAKTOR A DAN B TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HASIL PANELIS ) KESIMPULANNYA UNTUK α = 0,01 DAPAT DISIMPULKAN BAHWA : FAKTOR A PADA LEVEL (1,2,3) BERBEDA NYATA { FAKTOR A BERPENGARUH TERHADAP HASIL PANELIS ) FAKTOR B PADA LEVEL (1,2,3) TIDAK BERBEDA NYATA { FAKTOR B TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HASIL PANELIS ) INTERAKSI FAKTOR A DAN B PADA LEVEL (1,2,3) TIDAK BERBEDA NYATA { INTERAKSI FAKTOR A DAN B TIDAK BERPENGARUH TERHADAP HASIL PANELIS ) S = 0,942845
R-Sq = 7,97%
Term Coef SE Coef Constant 3,30000 0,04445 Least Squares Means for C8 A 1 2 3 B 1 2 3 A*B 1 1 1 2 1 3 2 1 2 2 2 3 3 1 3 2 3 3
Mean 3,527 3,377 2,997
SE Mean 0,07698 0,07698 0,07698
3,413 3,363 3,123
0,07698 0,07698 0,07698
3,520 3,560 3,500 3,460 3,460 3,210 3,260 3,070 2,660
0,13334 0,13334 0,13334 0,13334 0,13334 0,13334 0,13334 0,13334 0,13334
R-Sq(adj) = 6,30% T 74,25
P 0,000
80
Lampiran 27 Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap tekstur kue brownies General Linear model: nilai tekstur versus A; B Factor A B
Type fixed fixed
Levels 3 3
Values 1; 2; 3 1; 2; 3
Analysis of Variance for nilai tekstur, using Adjusted SS for Tests Source A B A*B Error Total
DF 2 2 4 441 449
Seq SS 11,6933 8,1733 7,5333 375,1000 402,5000
S = 0,922262 Term Constant A 1 2 B 1 2 A*B 1 1 1 2 2 1 2 2
Adj SS 11,6933 8,1733 7,5333 375,1000
R-Sq = 6,81%
Adj MS 5,8467 4,0867 1,8833 0,8506
F 6,87 4,80 2,21
P 0,001 0,009 0,067
P(0,05) <0,05 <0,05 >0,05
P(0,01) <0,01 <0,01 >0,01
R-Sq(adj) = 5,12%
Coef 2,96667
SE Coef 0,04348
T 68,24
P 0,000
0,02000 0,18667
0,06148 0,06148
0,33 3,04
0,745 0,003
0,12667 0,06000
0,06148 0,06148
2,06 0,98
0,040 0,330
0,04667 -0,02667 -0,24000 0,08667
0,08695 0,08695 0,08695 0,08695
0,54 -0,31 -2,76 1,00
0,592 0,759 0,006 0,319
Least Squares Means for nilai tekstur A 1 2 3 B 1 2 3 A*B 1 1 1 2 1 3 2 1 2 2 2 3 3 1 3 2 3 3
Mean 2,987 3,153 2,760
SE Mean 0,07530 0,07530 0,07530
3,093 3,027 2,780
0,07530 0,07530 0,07530
3,160 3,020 2,780 3,040 3,300 3,120 3,080 2,760 2,440
0,13043 0,13043 0,13043 0,13043 0,13043 0,13043 0,13043 0,13043 0,13043
81
Lampiran 28 Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap warna kue brownies General Linear Model: nilai warna versus A; B Factor Type A fixed B fixed
Levels Values 3 1; 2; 3 3 1; 2; 3
Analysis of Variance for nilai warna, using Adjusted SS for Tests Source A B A*B Error Total
DF 2 2 4 441 449
Seq SS 10,4844 1,7911 10,9422 340,5600 363,7778
S = 0,878775 Term Constant A 1 2 B 1 2 A*B 1 1 1 2 2 1 2 2
Adj SS 10,4844 1,7911 10,9422 340,5600
R-Sq = 6,38%
Adj MS 5,2422 0,8956 2,7356 0,7722
F 6,79 1,16 3,54
P 0,001 0,315 0,007
P(0,05) <0,05 >0,05 <0,05
P(0,01) <0,01 >0,01 <0,01
R-Sq(adj) = 4,68%
Coef 3,22222
SE Coef 0,04143
T 77,78
P 0,000
0,09778 0,11778
0,05858 0,05858
1,67 2,01
0,096 0,045
0,05111 0,03778
0,05858 0,05858
0,87 0,64
0,383 0,519
-0,17111 0,02222 -0,13111 0,10222
0,08285 0,08285 0,08285 0,08285
-2,07 0,27 -1,58 1,23
0,039 0,789 0,114 0,218
Least Squares Means for nilai warna A 1 2 3 B 1 2 3 A*B 1 1 1 2 1 3 2 1 2 2 2 3 3 1 3 2 3 3
Mean 3,320 3,340 3,007
SE Mean 0,07175 0,07175 0,07175
3,273 3,260 3,133
0,07175 0,07175 0,07175
3,200 3,380 3,380 3,260 3,480 3,280 3,360 2,920 2,740
0,12428 0,12428 0,12428 0,12428 0,12428 0,12428 0,12428 0,12428 0,12428
82
Lampiran 29 Hasil analisis varian skor kesukaan panelis terhadap aroma kue brownies General Linear Model: NILAI AROMA versus A; B Factor A B
Type fixed fixed
Levels 3 3
Values 1; 2; 3 1; 2; 3
Analysis of Variance for NILAI AROMA, using Adjusted SS for Tests Source A B A*B Error Total
DF 2 2 4 441 449
Seq SS 25,6011 9,8078 4,8656 336,8900 377,1644
S = 0,874027 Term Constant A 1 2 B 1 2 A*B 1 1 1 2 2 1 2 2 A 1 2 3 B 1 2 3 A*B 1 1 1 2 1 3 2 1 2 2 2 3 3 1 3 2 3 3
Adj SS 25,6011 9,8078 4,8656 336,8900
R-Sq = 10,68%
Adj MS 12,8006 4,9039 1,2164 0,7639
SE Coef 0,04120
T 80,85
P 0,000
0,28222 0,01889
0,05827 0,05827
4,84 0,32
0,000 0,746
0,19556 -0,03444
0,05827 0,05827
3,36 -0,59
0,001 0,555
-0,16889 0,08111 0,03444 -0,09556
0,08240 0,08240 0,08240 0,08240
-2,05 0,98 0,42 -1,16
0,041 0,326 0,676 0,247
SE Mean 0,07136 0,07136 0,07136
3,527 3,297 3,170
0,07136 0,07136 0,07136
3,640 3,660 3,540 3,580 3,220 3,250 3,360 3,010 2,720
0,12361 0,12361 0,12361 0,12361 0,12361 0,12361 0,12361 0,12361 0,12361
P 0,000 0,002 0,175
P(0,05) <0,05 <0,05 >0,05
P(0,01) <0,01 <0,01 >0,01
R-Sq(adj) = 9,06%
Coef 3,33111
Mean 3,613 3,350 3,030
F 16,76 6,42 1,59
83
Lampiran 30. Hasil analisa varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap rasa cokelat masak percobaan KODE A B C D E
%MALTITOL 0 25 50 75 100
RASA WARNA 2.57* 2.00 2.46 2.23 2.42 2.10 2.27* 2.27 2.40 2.50*
AROMA TEKS 2.30 2.73 2.30 2.73 2.19 2.53 2.65 2.08* 2.60 2.60
KA pH 0.3634* 7.78 0.2916 7.93 0.2473 7.99 0.2856 7.89 0.2403 7.96
VIS 1900 2100 2630 2610 3150*
GRIN 8.0 9.1 10.5 12.0 14.5*
* = MENANDAKAN BEDA
————— 12/18/2005 12:17:06 PM ———————————————————— One-Sample T: RASA Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
95% CI
RASA
5
2.42400
0.10831
0.04844
(2.28952, 2.55848)
UJI TUKEY IYi –Yi’I > T0,05 =0.176 Kode D
T=1
Significant difference
I2.57 – 2.46I < 0.176 I2.57 – 2.42I < 0.176 I2.57 – 2.27I > 0.176 I2.57 – 2.40I < 0.176
Kode D Significant difference Kode A
I2.27 – 2.57I > 0.176 I2.27 – 2.46I > 0.176 I2.27 – 2.42I < 0.176 I2.27 – 2.40I < 0.176
Kode A Significant difference Keterangan = T0,05 = 0.04844 * 3.63 = 0.176
One-Sample T: RASA Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
99% CI
RASA
5
2.42400
0.10831
0.04844
(2.20100, 2.64700)
T=0
84
Lampiran 31 Hasil analisa varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap warna, Aroma dan tekstur cokelat masak percobaan ————— 12/18/2005 12:17:06 PM ———————————————————— One-Sample T: WARNA Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
95% CI
WARNA
5
2.22000
0.18960
0.08479
(1.98457, 2.45543)
UJI TUKEY IYi –Yi’I > T0,05 =0.19 Kode E I2.50 – 2.00I > 0.31 I2.50 – 2.23I < 0.31 I2.50 – 2.10I > 0.31 I2.50 – 2.27I < 0.31
T=1
Significant difference
Kode E Significant difference Keterangan = T0,05 = 0.08479 * 3.63 = 0.31
One-Sample T: WARNA Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
99% CI
WARNA
5
2.22000
0.18960
0.08479
(1.82960, 2.61040)
T=0
————— 12/18/2005 12:17:06 PM ———————————————————— One-Sample T: AROMA Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
95% CI
AROMA
5
2.40800
0.20389
0.09118
(2.15484, 2.66116)
StDev 0.20389
SE Mean 0.09118
99% CI (1.98819, 2.82781)
T=0
One-Sample T: AROMA Variable AROMA
N 5
Mean 2.40800
T=0
————— 12/18/2005 12:17:06 PM ———————————————————— One-Sample T: TEKSTUR Variable TEKS
N 5
Mean 2.53400
StDev 0.26801
UJI TUKEY IYi –Yi’I > T0,05 =0.435 Kode D
SE Mean 0.11986
95% CI (2.20122, 2.86678)
T=1
Significant difference
I2.08 – 2.73I > 0.435 I2.08 – 2.73I > 0.435 I2.08 – 2.53I > 0.435 I2.08 – 2.60I > 0.435
Kode D Significant difference Keterangan = T0,05 = 0.11986 * 3.63 = 0.435 One-Sample Variable N Mean StDev SE Mean TEKS
5
2.53400
0.26801
0.11986
T: TEKS 99% CI
T=0
(1.98216, 3.08584)
85
Lampiran 32 Hasil analisa varian dan uji beda skor kesukaan panelis terhadap kadar air, pH, viscositas dan lama penghalusan cokelat masak percobaan ————— 12/18/2005 12:17:06 PM ———————————————————— One-Sample T: KA Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
95% CI
KA
5
0.285640
0.049010
0.021918
(0.224786, 0.346494)
UJI TUKEY IYi –Yi’I > T0,05 =0.0796
T=1
Significant difference
– 0.2916I < 0.0796 – 0.2473I > 0.0796 – 0.2856I < 0.0796 – 0.2403I > 0.0796 Kode A Significant difference Kode A
I0.3634 I0.3634 I0.3634 I0.3634
Keterangan = T0,05 = 0.021918 * 3.63 = 0.0796
One-Sample T: KA
Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
99% CI
KA
5
0.285640
0.049010
0.021918
(0.184728, 0.386552)
T=0
————— 12/18/2005 12:17:06 PM ———————————————————— One-Sample T: pH Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
95% CI
pH
5
7.91000
0.08155
0.03647
(7.80875, 8.01125)
T=0
One-Sample T: pH Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
99% CI
pH
5
7.91000
0.08155
0.03647
(7.74209, 8.07791)
T=0
————— 12/18/2005 12:17:06 PM ———————————————————— One-Sample T: VISCOSITAS Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
95% CI
VIS
5
2478.00
492.21
220.12
(1866.84, 3089.16)
UJI TUKEY IYi –Yi’I > T0,05 =739.6032
T=1
Significant difference
– 1900I > 739.6032 – 2100I > 739.6032 – 2630I < 739.6032 – 2810I < 739.6032 Kode E Significant difference Kode E
I3150 I3150 I3150 I3150
Keterangan = T0,05 = 220.12 * 3.36 = 739.6032
One-Sample T: VIS Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
99% CI
VIS
5
2478.00
492.21
220.12
(1464.53, 3491.47)
T=0
86
————— 12/18/2005 12:17:06 PM ———————————————————— One-Sample T: GRINDING Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
95% CI
GRIN
5
10.8200
2.5470
1.1390
(7.6575, 13.9825)
UJI TUKEY IYi –Yi’I > T0,05 =3.82704
T=1
Significant difference
– 8 I > 3.82704 – 9.1 I > 3.82704 – 10.5I > 3.82704 – 12 I < 3.82704 Kode E significant difference Kode E
I14.5 I14.5 I14.5 I14.5
Keterangan = T0,05 = 1.1390 * 3.36 = 3.82704
One-Sample T: GRIN Variable
N
Mean
StDev
SE Mean
99% CI
GRIN
5
10.8200
2.5470
1.1390
(5.5758, 16.0642)
T=0
87