TUGAS AKHIR PERBANDINGAN PENGGUNAAN LAWELE GRANULAR ASPHALT (LGA) ASPAL LAWELE TIPE 50/30 DAN ASPAL LAWELE TIPE 5/20 SEBAGAI BAHAN CAMPURAN AC-WC ASBUTON PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON
OLEH SYAMSUAR ALAM.S E1A1 10 006
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016
i
TUGAS AKHIR PERBANDINGAN PENGGUNAAN LAWELE GRANULAR ASPHALT (LGA) ASPAL LAWELE TIPE 50/30 DAN ASPAL LAWELE TIPE 5/20 SEBAGAI BAHAN CAMPURAN AC-WC ASBUTON PANAS TERHADAP KARAKTERISTIK ASPAL BETON
OLEH SYAMSUAR ALAM.S E1A1 10 006
Tugas Akhir Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HALU OLEO KENDARI 2016 ii
iii
iv
v
ABSTRAK Syamsuar Alam.S, E1A1 10 006 “ Perbandingan Penggunaan Lawele Granular Asphalt (LGA) Aspal Lawele Tipe 50/30 dan Aspal Lawele Tipe 5/20 sebagai bahan Campuran AC-WC Asbuton Panas terhadap Karakteristik Aspal Beton ” Dibimbing oleh Nasrul,ST.MT selaku pembimbing I dan Ridwansyah Nuhun,ST.MT selaku pembimbing II. Adanya tuntutan kualitas yang semakin tinggi terhadap pembuatan jalan baru maupun terhadap pemeliharaan suatu jalan, baik dari segi kekuatan,kenyamanan, maupun keamanan, menuntut ketersediaan bahan-bahan pembuat jalan yang mencukupi dan memenuhi persyaratan-persyaratan spesifikasi. Modifikasi aspal telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir. Umumnya dengan sedikit penambahan LGA (biasanya sekitar 2% -6%) sudah dapat meningkatkan hasil ketahanan yang lebih baik terhadap deformasi, mengatasi keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan yang tinggi dari kerusakan akibat umur sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan lama serta dapat mengurangi biaya perawatan atau perbaikan jalan.Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui KAO (Kadar Aspal Optimum) serta perbandingan kinerja campuran Hotmix AC-WC menggunakan LGA tipe 50/30 dan tipe 5/20 berdasarkan karakteristik Marshall. Perbandingan LGA ada dua cara, yaitu dengan menggunakan LGA tipe 50/30 dan LGA tipe 5/20 dengan penambahan LGA sebesar masing-masing 2% ditambahkan kedalam agregat panas.Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimen yaitu dengan suatu percobaan untuk mendapatkan hasil, dengan demikian akan terlihat pada campuran AC-WC dengan variasi kadar LGA 2%, dengan 0% sebagai pembanding terhadap total campuran. Hasil penelitian Kadar Aspal Optimum (KAO) yaitu campuran tanpa LGA diperoleh nilai KAO sebesar 5,1%. Pada pencampuran dengan Aspal Lawele tipe 5/20 sebesar 2% LGA diperoleh nilai KAO = 5,3%, dan untuk pencampuran dengan Aspal Lawele tipe 50/30 sebesar 2% LGA diperoleh nilai KAO = 5,5% . Berdasarkan hasil analisis pengaruh penambahan LGA terhadap karakteristik Marshall AC-WC menunjukkan bahwa semua variasi penambahan kadar LGA pada campuran AC-WC dapat meningkatkan kualitas campuran tersebut. Kata Kunci: Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC), Lawele Granular Asphalt (LGA), Marshall Test.
vi
ABSTRACT Syamsuar Alam.S, E1A1 10 006 , “Comparison of Use Lawele Granular Asphalt (LGA) Lawele Asphalt Type 50/30 and Asphalt Lawele Type 5/20 as the material type AC-WC Asbuton Mixed Heat against Asphalt Concrete Characteristics "Guided by Nasrul, ST.MT as a mentor I and Ridwansyah Nuhun, ST. MT as a mentor II. Their demands increasingly higher quality to the manufacture of new roads and the maintenance of a road, both in terms of strength, comfort, and safety, requires the availability of road-making materials is sufficient and meets the requirements of the specification. Modification of asphalt have been developed over the last few decades. Generally with a few additions LGA (usually about 2% -6%) has been able to improve the results better resistance to deformation, cracks overcome and improve the high durability of the ravages of age so that the resulting construction of roads more durable and can reduce maintenance costs or roadwork The objective of this research is to know KAO (Optimum Asphalt levels) as well as the comparison of the performance of a mix of AC-WC Hotmix use LGA type 50/30 and 5/20 type based on the characteristics Marshall. There are two ways in LGA comparison, namely by using LGA type 50/30 and 5/20 with the addition of LGA type for each 2% is added to the hot aggregate. This research was conducted with the experimental method is with a test to get results, thus will be seen on a mix of AC-WC with variations in the levels of LGA 2%, with 0% as compared to the total mixture. The research result Optimum Asphalt Content (KAO) which is a mixture without LGA obtained KAO value of 5.1%. On mixing with asphalt Lawele 5/20 type 2% LGA values obtained KAO = 5.3%, and for mixing with asphalt type 50/30 Lawele 2% LGA values obtained KAO = 5.5%. Based on the analysis of the effect of adding LGA Marshall characteristics AC-WC shows that all variations addition LGA levels on a mix of AC-WC can improve the quality of the mixture. Keywords: Asphalt Concrete - Wearing Course (AC-WC), Lawele Granular Asphalt (LGA), Marshall Test.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat,Hidayah dan segala Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada jenjang pendidikan S-1 Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Kendari. Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Perbandingan Penggunaan Lawele Granular Asphalt (LGA) Aspal Lawele Tipe 50/30 dan Aspal Lawele Tipe 5/20 Sebagai Bahan Campuran AC-WC Asbuton Panas Terhadap Karakteristik Aspal Beton”. Dalam menyelesaikan tugas akhir ini penulis banyak mendapat bantuan, bimbingan serta pengarahan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Allah SWT, penguasa langit dan bumi yang dengan segala Rahman dan Rahim-Nya telah menghantarkan penulis sampai ke titik ini. 2. Kedua Orang Tua dan Saudara yang telah memberikan banyak Pengorbanan, dan telah memberikan Nasehat-nasehat, Motivasi dan Semangat kepada penulis. 3.
Bapak Prof. Ir. H. Usman Rianse, M.Si selaku Rektor Universitas Halu Oleo.
4.
Bapak Mustarum Musaruddin,ST.,MIT.,Ph.D selaku Dekan Fakultas Teknik.
5.
Bapak Ahmad Syarif Sukri,ST., MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil.
6.
Bapak Masykur Kimsan,ST.,MT., selaku Sekretaris Jurusan Teknik Sipil.
7.
Bapak Nasrul, ST.,MT, selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Ridwansyah Nuhun, ST., MT, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
viii
8.
Bapak Ahmad Syarif Sukri, ST.,MT, Bapak La Welendo, ST.,MT, dan Bapak Mappa Nasrun, ST.,MT, selaku dosen penguji yang telah bersedia memberi masukan dalam proses penulisan.
9.
Seluruh Dosen, Staf & karyawan Jurusan Teknik Sipil Universitas Halu Oleo.
10. Kakak R. Harryawan, ST selaku Teknisi Laboratorium Jalan dan Aspal Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo yang selalu bersedia meluangkan waktu untuk berkonsultasi. 11. Keluarga Besar Civil Engineering UHO 2010: Jufri ST, Yuyun ST, Ical, Aldin, Hengki, Aksan, Ipang, Ronny, Anto, Asmi ST, Siska Devy ST, Ulu ST, Siska Guling ST, Nisa ST, Memet ST, Marcel, Wahid, Ferdi, Dani, Ibo, Ezra ST, Cris ST, Ardi, Askar, Iksan, Diman ST, Arie ST, Nurul ST, Reny ST, Opin, Yana, Iis ST, Fay ST, Dije, Ndaho ST, Mila ST, Waika ST, Ilma, Midun ST, Rahmat, Azan, Hasra, Oman ST, Grian, Ari, Brian, Ipul, Dily ST, Aswan, Yono, Afwan, Wiwin, Anjas, Ikwan, Ato, Amsan ST, Rifky ST, Widora ST, Adi, Lukman, Asmin ST, Syarif ST, Alif, Adit ST, Asgar, Manto, Oris, Apank, Ucup, Fakhruddin, Arun, Aksar, Chairul. Terima kasih untuk 5 tahun lebihnya bersama kalian. Love You Guys. 12. Adinda S1 Sipil Angkatan 2011 dan 2012, serta Kakanda S1 Sipil Angkatan 2009 dan 2008. 13. Keluarga Besar UKM Seni UHO : Kak Erawan, Kak Ichal, Kak Arlin, Kak Iwan arab, Kak Ipank, Kak Lili, Kak Iko, Om Feri, Kak Iwan Tongasa, Kak Jeri, Kak Mahfud, Kak Soe, Kak Jems, Kak Peding, Kak Danny, Kak Oki, Kak Anggi, Kak Topan, Kak Jarot, Kak Wawan, Kak Lulu, Kak Fajrin, Kak
ix
Anto, Kak Wanjang, Kak Giant, Kak Memet, Kak Kris, Kak Yusuf, Kak Zhu, Kak Rahman Kine, Kak Udo, Kak Akbar, Aris, Agit, Izan, Jali, Sahrun, Zul, Ukka, Fahmi, Endet, Ibnu, Heri, Ririn, Mila, Ade, Dila, Endah, Febri, Indah, Widya, Aulia, Chimank, Anha, Menonk, Alif, Iyan, Wyria, Ilda, Bayu, Nining, Arfan, Adnan, Sudi, Kirun, Taufik, Sri, Harni, Nia. 14. Keluarga Besar Marching Band / Drum Corps UHO khusus nya Rotasi I. 15. Annisa Dzakia yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis. 16. Teman- teman Komunitas Kendari Drummer dan Film Maker Kendari.. Semoga Allah SWT berkenan memberikan Rahmat–Nya atas budi baik yang telah diberikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan ini masih banyak terdapat kekurangan–kekurangan yang masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk perbaikan dan penyempurnaan tugas akhir ini lebih lanjut, semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.
Kendari, April 2016
Penulis
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENULISAN............................... iii ABSTRAK .......................................................................................................
vi
ABSTRACT..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .....................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv DAFTAR TABEL............................................................................................ xviii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.........................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah..................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian...................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian.................................................................... 1.5 Batasan Masalah....................................................................... 1.6 Keaslian Penelitian................................................................... 1.7 Sistematika Penelitian..............................................................
3 3 3 4 4 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Jalan Raya........................................................ 7 2.1.1 Klasifikasi menurut fungsi jalan......................................... 8 2.1.2 Klasifikasi menurut kelas jalan.......................................... 9 2.1.3 Klasifikasi menurut medan jalan........................................ 9 2.1.4 Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan............... 10 2.2 Agregat........................................................................................ 10 2.2.1 Sifat-sifat Agregat.............................................................. 15
xi
2.3 Aspal............................................................................................ 22 2.3.1 Jenis Aspal.......................................................................... 23 2.3.1.1 Aspal Alam............................................................... 23 2.3.1.2 Aspal Minyak........................................................... 24 2.3.1.3 Aspal Padat.............................................................. 24 2.3.1.4 Aspal Cair................................................................ 24 2.3.1.5 Aspal Emulasi.......................................................... 25 2.3.2 Aspal Sebagai Material Perkerasan.................................... 25 2.4 Asbuton......................................................................................
29
2.4.1 Karateristik Asbuton.......................................................... 31 2.4.1.1 Mineral Asbuton..................................................... 32 2.4.1.2 Bitumen Asbuton.................................................... 33 2.4.2 Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton........................ 35 2.4.3 Karateristik Campuran Beraspal.......................................... 37 2.4.3.1 Stabilitas................................................................. 37 2.4.3.2 Durabilitas.............................................................. 39 2.4.3.3 Kelenturan............................................................. 39 2.4.3.4 Tahanan Geser/Kekekalan..................................... 40 2.4.3.5 Ketahanan Kelelehan............................................. 40 2.4.3.6 Kemudahan Pelaksanaan........................................ 40 2.4.3.7 Prosedur Pengujian di Laboratorium...................... 41 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian........................………….....................
72
3.2 Gambaran Umum Lokasi dan Waktu Peneltian...............
72
xii
3.2.1 Tempat Penelitian................................................... 3.2.2 Waktu Penelitian..................................................... 3.3 Bahan dan Peralatan Penelitian......................................... 3.3.1 Bahan....................................................................... 3.3.2 Peralatan Penelitian.................................................. 3.3.2.1 Peralatan Pengujian Agregat Di Laboratorium............................................ 3.3.2.2 Peralatan Pengujian Aspal di Laboratorium... 3.3.2.3 Peralatan Untuk Pengujian Campuran Beraspal........................................................ 3.4 Variabel Penelitian................................................................ 3.5 Pemeriksaan Material di Laboratorium................................ 3.6 Sumber Data dan Tenik Pengumpulan Data........................ 3.7 Alir Penelitian......................................................................
72 72 73 73 73 73 73 74 74 75 78 82
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian......................................................................... 84 4.1.1 Hasil Pengujian Agregat ................................................. 84 4.1.2 Hasil Pengujian Aspal..................................................... 85 4.1.3 Hasil Pengujian LGA ...................................................... 86 4.1.4 Hasil Pengujian Marshall ................................................ 87 4.1.5 Grafik Marshall AC-WC Campuran Tanpa LGA (0%).. 89 4.1.6 Grafik Marshall AC-WC Campuran LGA 50/30 (2%)... 95 4.1.7 Grafik Marshall AC-WC Campuran LGA 5/20 (2%)..... 101 4.1.8 Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran.................. 107 4.2 Pembahasan .............................................................................. 112 4.2.1 Grafik Perbandingan antara penambahan Lawele Granular Asphalt Terhadap Nilai KAO ........................................ 112 4.2.2 Perbandingan antara Penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) Terhadap Nilai VMA Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO ................................................................................ 113
xiii
4.2.3 Perbandingan antara Penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) Terhadap Nilai VIM Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO ................................................................................ 115 4.2.4 Perbandingan antara Penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) Terhadap Nilai VFA Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO ................................................................................ 117 4.2.5 Perbandingan antara Penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) Terhadap Nilai Stabilitas Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO ...................................................................... 119 4.2.6 Perbandingan antara Penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) Terhadap Nilai Flow Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO ................................................................................ 120 4.2.7 Perbandingan antara Penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) Terhadap Nilai Marshall Quotient Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO .................................................. 122 BAB V
PENUTUP 5.1 Kesimpulan................................................................................ 127 5.2 Saran .......................................................................................... 128
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DOKUMENTASI
xiv
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1
Struktur Perkerasan Jalan.......................................................... 7
Gambar 2.2
Jenis-jenis Gradasi Agregat..................................................... ..16
Gambar 2.3
Skema Proporsi........................................................................ ..27
Gambar 3.1
Bagan Alir Penelitian ............................................................... 82
Gambar 4.1
Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran dengan VMA Pada Campuran Tanpa Aspal (0% LGA))........................................ 89
Gambar 4.2
Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran dengan VIM Pada Campuran Tanpa Aspal (0% LGA).......................................... 90
Gambar 4.3
Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran dengan VFA Pada Campuran Tanpa Aspal (0% LGA).......................................... 91
Gambar 4.4
Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran dengan Stabilitas Pada Campuran Tanpa Aspal (0% LGA) ................................. 92
Gambar 4.5
Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran dengan Flow Pada Campuran Tanpa Aspal (0% LGA).......................................... 93
Gambar 4.6
Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran dengan MQ Pada Campuran Tanpa Aspal (0% LGA).......................................... 94
Gambar 4.7
Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan VMA Pada Campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) ..................... 95
Gambar 4.8
Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan VIM Pada Campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) ..................... 96
Gambar 4.9
Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan VFA Pada Campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) ..................... 97
Gambar 4.10 Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan Stabilitas Pada Campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) ..................... 98 xv
Gambar 4.11 Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan Flow Pada Campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) ..................... 99 Gambar 4.12 Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan MQ Pada Campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) ..................... 100 Gambar 4.13 Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan VMA Pada Campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) ....................... 101 Gambar 4.14 Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan VIM Pada Campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) ....................... 102 Gambar 4.15 Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan VFA Pada Campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) ....................... 103 Gambar 4.16 Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan Stabilitas Pada Campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) ...................... 104 Gambar 4.17 Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan Flow Pada Campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) ....................... 105 Gambar 4.18 Hubungan Antara Kadar Aspal Campuran Dengan MQ Pada Campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) ....................... 106 Gambar 4.19 Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran Tanpa Aspal Lawele (0% LGA).......................................................... 107 Gambar 4.20 Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA)...................................................................... 108 Gambar 4.21 Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA)......................................................................... 109 Gambar 4.22 Hubungan Antara variasi penambahan LGA dengan Nilai KAO ................................................................................ 112 Gambar 4.23 Perbandingan Antara penambahan LGA terhadap Nilai VMA
xvi
Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO ............................................. 114 Gambar 4.24 Perbandingan Antara penambahan LGA terhadap Nilai VIM Ditinjau berdasarkan Nilai KAO .............................................. 116 Gambar 4.25 Perbandingan penambahan LGA terhadap Nilai VFA Ditinjau berdasarkan Nilai KAO .............................................. 118 Gambar 4.26 Perbandingan Antara penambahan LGA terhadap Nilai Stabilitas Ditinjau berdasarkan Nilai KAO .............................. 120 Gambar 4.27 Perbandingan Antara penambahan LGA terhadap Nilai Flow Ditinjau berdasarkan Nilai KAO .............................................. 122 Gambar 4.28 Perbandingan Antara penambahan LGA terhadap Nilai Marshall Quotient Ditinjau berdasarkan Nilai KAO................ 124
xvii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi Menurut Kelas Jalan ......................................................
9
Tabel 2.2 Klasifikasi Menurut Medan Jalan ....................................................
9
Tabel 2.3 Persyaratan Agregat Kasar............................................................... 13 Tabel 2.4 Persyaratan Agregat Standar Halus.................................................. 14 Tabel 2.5 Persyaratan Pengujian Gradasi Filler ............................................... 15 Tabel 2.6 Sifat-sifat Gradasi Jenis-jenis Agregat............................................. 17 Tabel 2.7 Ukuran Bukaan Saringan ................................................................. 18 Tabel 2.8 Persentase Minimum Rongga dalam Agregat ................................. 18 Tabel 2.9 Persyaratan Gradasi Agregat Campuran Berbagai Beton Aspal...... 19 Tabel 2.10 Persyaratan Gradasi Agregat Berbagai tipe Laston..................... .. 20 Tabel 2.11 Jenis Pengujian Aspal....................................................................
27
Tabel 2.12 Syarat Pemeriksaan Aspal Keras.................................................... 27 Tabel 2.13 Jenis Produksi Asbuton Butir......................................................... 29 Tabel 2.14 Sifat-sifat Asbuton Butir................................................................
29
Tabel 2.15 Sifat Fisik Asbuton dari Kabungka dan Lawele............................. 31 Tabel 2.16 Gradasi Agregat Gabungan Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton ......................................................................................... 34 Tabel 2.17 Ketentuan Sifat-sifat Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton
35
Tabel 2.18 Jenis Pengujian Agregat Kasar ...................................................... 41 Tabel 2.19 Jenis Pengujian Agregat Halus ...................................................... 42 Tabel 2.20 Ketentuan Berat Kering Minimum Benda Uji ............................... 46 Tabel 2.21 Pengujian Aspal Pen 60/70 ............................................................ 56 Tabel 2.22 Pengujian Lawele Granular Asphalt (LGA) .................................. 56 Tabel 2.23 Variabel Penelitian......................................................................... 73 xviii
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat ........................................ 84 Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Aspal Pen. 60/70 Pertamina ............................. 64 Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Lawele Granular Asphalt (LGA) ...................... 85 Tabel 4.4 Hasil Pengujian Marshall Tanpa LGA............................................. 86 Tabel 4.5 Hasil Pengujian Marshall LGA 50/30.............................................. 87 Tabel 4.6 Hasil Pengujian Marshall LGA 5/20................................................ 87 Tabel 4.7 Nilai VMA, VIM, VFA, Stabilitas,Flow,MQ untuk campuran normal (0% LGA)............................................................................ 109 Tabel 4.8 Nilai VMA, VIM, VFA, Stabilitas,Flow, MQ untuk campuran LGA 50/30....................................................................................... 109 Tabel 4.9 Nilai VMA, VIM, VFA, Stabilitas, Flow, MQ untuk campuran LGA 5/20......................................................................................... 110 Tabel 4.10 Peningkatan Karakteristik Marshall ditinjau Berdasarkan KAO untuk setiap Penambahan LGA ....................................................... 123
xix
xx
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Kebutuhan aspal untuk membangun jalan di Indonesia sekitar 1,2 juta ton pertahun, dari kebutuhan tersebut 50-60% yang bisa dipenuhi oleh produsen PT.Pertamina sekitar 400.000 ton/tahun sementara sisanya disuplay dari berbagai Negara melalui import sekitar 800.000 ton/tahun. Harga minyak selalu naik setiap tahun karena bergantung pada harga minyak mentah dan kurs dollar. Kualitas aspal minyak tidak dapat memenuhi spesifikasi yang ditentukan oleh Dirjen Bina Marga untuk jalan nasional . Didalam perkembangan dan hasil penelitian aspal Buton menunjukkan kemampuannya Cadangan aspal alam (Aspal Buton) yang terletak dipulau Buton Sulawesi Tenggara diperkirakan 677 juta/ton. Indonesia memiliki cadangan aspal alam yang terbesar namun hanya sebagian kecil yang dieksplorasi dan diexsploitasi (sumber : Dept. Kimpraswil 1999 dan Dep.Pertambangan & Energi Sultra, 1970) dan dapat mensubsitusi kebutuhan aspal keras yang biasa digunakan campuran aspal. Untuk menjadi solusi berbagai masalah konstruksi perkerasan. Tingginya suhu lingkungan serta perkembangan jumlah beban kendaraan kerap menjadi penyebab utama terjadinya deformasi serta retak pada permukaan perkerasan. Untuk itu dibutuhkan suatu campuran aspal dengan stabilitas tinggi namun tetap mempertahankan kelenturannya. Kinerja campuran ini dipengaruhi oleh karateristik bahan campurannya yaitu gradasi dari agregat serta sifat aspal. Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dilihat bagaimana karatristik bahan dasar campuran dan perubahannya.
1
LGA (Lawele Granular Aspalt) merupakan hasil penelitian yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa asbuton memiliki potensi cukup tinggi untuk digunakan untuk bahan perkerasan beraspal, baik untuk campuran beraspal panas, hangat serta campuran dingin. Tipe asbuton yang paling memberikan konstribusi banyak untuk mensubtitusi aspal. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 35/PRT/M/2006, Aspal Buton yang selanjutnya disebut Asbuton, adalah aspal alam dari Pulau Buton yang berbentuk batuan (Rock Asphalt) campuran batu kapur,pasir, dan bitumen. Asbuton olahan adalah asbuton yang sudah diolah untuk memenuhi spesifikasi tertentu. Sesuai Surat Edaran Menteri Pekerjaan Umum No. 10/SE/M/2013, bahwa campuran beraspal asbuton dapat dilaksanakan dengan metoda campuran panas atau hangat. Jenis asbuton butir yang dapat digunakan untuk campuran beraspal tersebut adalah Tipe 5/20, Tipe 30/25 dan Tipe 50/30. Asbuton butir dari Lawele atau yang dikenal dengan istilah Lawele Granular Asphalt (LGA) adalah Tipe 50/30. Proporsi penggunannya dibatasi, yaitu maksimum 15% terhadap berat total campuran. Aplikasi penggunaan asbuton sebagai komponen utama aspal dapat digunakan dalam metode/bentuk campuran panas dan dingin. Campuran asbuton pada metode campuran panas dan campuran dingin akan mengurangi pemakaian aspal minyak sebesar 75% dengan kualitas yang lebih baik daripada hanya menggunakan hotmix dengan aspal minyak seluruhnya. Penggunaan produk asbuton akan menekan biaya konstruksi dan pembangunan sekaligus meningkatkan kualitas dan mutu konstruksi jalan tersebut karena harganya lebih murah dibandingkan harga aspal minyak. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka peneliti akan melakukan penelitian untuk menganalisis pengaruh penggunaan campuran LGA dengan judul
penelitian yaitu
“Perbandingan Penggunaan Aspal Lawele Type 50/30 dan Aspal Lawele Type 5/20
2
Sebagai bahan Campuran AC -WC Asbuton Panas terhadap karakteristik Aspal Beton”
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1) Seberapa besarnya Kadar Aspal Optimum (KAO) dengan menggunakan LGA tipe 50/30 dan LGA tipe 5/20 terhadap karakteristik campuran AC-WC Asbuton Panas 2) Perbandingan kinerja campuran Hotmix AC-WC menggunakan LGA tipe 50/30 dan LGA tipe 5/20 berdasarkan karateristik Marshall.
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui besarnya Kadar Aspal Optimum (KAO) dengan penggunaan LGA tipe 50/30 dan LGA tipe 5/20 terhadap karakteristik campuran AC-WC Asbuton Panas. 2) Membandingkan kinerja campuran Hotmix AC-WC menggunakan LGA tipe 50/30 dan tipe 5/20 berdasarkan karakteristik Marshall
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian in adalah : 1) Dapat menjadi bahan informasi dan referensi bagi pemerintah atau masyarakat sehubungan dengan penelitian yang dilakukan dalam pemanfaatan asbuton LGA sebagai bahan perkerasan, jalan mengingat deposit bahan tersebut cukup besar.. 2) Menggugah dan memupuk rasa untuk lebih mencintai, mengembangkan dan bangga menggunakan produksi dalam negeri.
3
1.5
Batasan Masalah Untuk menghindari agar uraian tidak terlalu meluas ruang lingkupnya maka pembahasan dibatasi pada : 1) Penelitian ini dilakukan melalui skala laboratorium, tidak dilakukan pengujian skala lapangan. 2) Material agregat kasar, agregat halus (filler) diambil dari gununug Moramo kabupaten konawe selatan. 3) Untuk bahan pengikat menggunakan Aspal pen 60/70 dan LGA. 4) Pencampuran menggunakan spesifikasi yang disyaratkan. 5) Metode yang dilakukan dalam penelitian untuk campuran AC – WC Asbuton Panas adalah metode pengujian Marshall.
1.6
Keaslian Penelitian Keaslian Penelitian mencakup persamaan dan perbedaan dengan penelitian lain. Adapun penelitian lain yang dijadikan pembanding dengan studi ini adalah : Fuqron Affandi (2010), yang menulis tentang “ Ekstrasi Aspal Asbuton untuk Campuran Beraspal Panas” dari penelitian di atas mempunyai kesamaan dalam menganalisis Asbuton terhadap karakteristik campuran beraspal, namun perbedaannya adalah penggunaan material yang berbeda. Dr.Ir.H.Nur Ali,MT (1999), yang menulis tentang “Analisis Indeks Durabilitas Campuran Beraspal Berbasis Asbuton Lawele” dari penelitian di atas mempunyai persamaan dalam menganalisis kadar asbuton terhadap karakteristik campuran beraspal, namun perbedaannya adalah penggunaan jenis asbuton dan material yang digunakan material yang berbeda. Rona Arining Rubitya.A (2012), yang menulis tentang “Analisis Karateristik Lapisan campuran Aspal Beton ditinjau dari Aspek Propertis Marshall”. Dari penelitian
4
di atas mempunyai persamaan dalam meninjau dari properti alat yang digunakan, dan tidak memiliki perbedaan sama sekali. Oke,O.L,Aribisala J.O (2013), yang menulis tentang “Recyling Of Asphalt Pavement for Accelerated and Sustainable Road Development In Negeria”. Dari penelitian tersebut bahwa untuk pembangunan jalan akan di daur ulang atau diperbaiki jalan beraspal untuk dapat dipercepat dan berkelanjutan di negara Nigeria
1.7
Sistematika Penelitian Penelitian tugas akhir ini berjumlah lima bab dengan urutan sistematika : Bab I (satu)
: Pendahuluan Dalam bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, Rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, Manfaat penelitian, keaslian penelitian,sistematika penulisan
Bab II (dua)
: Tinjauan Pustaka Bab ini berisi mengenai teori-teori yang digunakan sebagai landasan Atau acuan dari penelitian, serta syarat-syarat untuk melaksanakan Penelitian. Hal-hal yang tercangkup dalam tinjauan pustaka merupakan Uraian tentang identitas aspal beton, dan komponen-komponen dasar Penyusunan aspal beton. Serta berisi penjelasan mengenai Asbuton Lawele yang digunakan
Bab III (tiga)
: Metode Penelitian Menjelaskan tentang variabel-variabel penelitian, metode penelitian, Prosedur penelitian, dan analisis data
Bab IV (empat) : Hasil Penelitian dan Pembahasan Membahas tentang deskripsi data hasil penelitian dan pembahasan dari
5
Dari hasil penelitian dengan disertakan grafik-grafik untuk Memperjelas Kesimpulan Bab V (lima)
: Penutup Berisi kesimpulan dan saran-saran dengan tujuan yang baik untuk Kemajuan ilmu pengetahuan.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Jalan Raya Pada umumnya konstruksi jalan raya terdiri dari tiga lapisan yang terletak pada permukaan tanah dasar (subgrade). Diatas tanah dasar terdapat bagian-bagian dari struktur jalan antara lain lapisan sub base (Base B), lapisan base (Base A), lapisan permukaan (surface) dan terdapat pula bagian sisi kiri dan kanan dari konstruksi jalan raya yang disebut bahu jalan (Sukirman, 1999).
Gambar 2.1 Struktur Perkerasan Jalan
Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikatan yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas baja. Sedangkan bahan ikat yang dipakai
7
antar lain adalah aspal, semen dan tanah liat berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan atas : 1)
Konstruksi perkerasan lentur (flexible Pavement), yaitu perkerasaan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikatnya. Lapisan-lapisan perkerasan bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar.
2)
Konstruksi perkerasan kaku (Rigit Pavement), yatu perkerasan yang menggunakan semen (Portland Cement) sebagai pengikatnya. Pelat beton dengan atau tanpa tulangan diletakkan diatas tanah dasar dengan atau tanpa pondasi bawah. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton.
3)
Konstruksi perkerasan komposit ( Composite Pavemennt ), yaitu perkerasan kaku yang dikombinasikan dengan perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur dapat berupa perkerasan lentur diatas prkerasan kaku atau perkerasan kaki di atas perkerasan lentur. Menurut Sukirman (2003), Klasifikasi agregat dapat dibedakan atas beberapa
macam cara antara lain :
2.1.1
Klasifikasi menurut fungsi jalan Klasifikasi jalan menurut fungsi jalan terbagi atas (1) Jalan Arteri, (2) Jalan Kolektor, (3) Jalan Lokal. Jalan Arteri adalah Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien, Jalan Kolektor adalah Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi, Jalan Lokal adalah Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
8
2.1.2 Klasifikasi menurut kelas jalan Klasifikasi menurut kelas jalan berkait dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalu lintas, dinyatakan dalam Muatan Sumbu Terberat (MST) dalam satuan ton. Klasifikasi menurut kelas jalan dan ketentuannya serta kaitannya dengan klasifikasi menurut fungsi jalan dapat dilihat dalam Tabel 2.1 (Pasal 11, PP.No.43/1993).
Tabel 2.1 Klasifikasi menurut kelas jalan. Fungsi
Kelas
Muatan Sumbu Terberat MST (Ton)
Arteri
I II III A
>10 10 8
III A III B
8 8
Kolektor
Sumber : Direktorat jenderal Bina Marga,1997
2.1.3 Klasifikasi menurut medan jalan Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi sebagian besar kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Klasifikasi menurut medan jalan untuk perencanaan geometrik dapat dilihat dalam
9
Tabel 2.2. Tabel 2.2 Klasifikasi menurut medan jalan.
No.
Jenis Medan
Notasi
Kemiringan Medan (%)
1.
Datar
D
<3
2.
Perbukitan
B
3 – 25
3.
Pegunungan
G
>25
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 1997
2.1.4 Klasifikasi menurut wewenang pembinaan jalan Klasifikasi jalan menurut wewenang pembinaannya sesuai PP. No.26/1985 adalah Jalan Nasional, Jalan Propinsi, Jalan Kabupaten / Kotamadya, Jalan Desa, dan Jalan Khusus.
2.2
Agregat Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya, baik berupa hasil alam maupun buatan. Agregat telah didefinisikan sebagai kumpulan dari pasir, kerikil batu pecah, terak atau bahan lain yang terdiri dari bahan mineral, digunakan bersama-sama dengan bahan pengikat untuk membentuk beton aspal, beton semen dan lain sebagai nya. Fungsi dari agregat dalam campuran aspal adalah sebagai kerangka yang memberikan stabilitas campuran jika dilakukan dengan alat pemadat yang tepat. Agregat sebagai komponen utama atau kerangka dari lapis perkerasan jalan yaitu mengandung 90% - 95% agregat berdasarkan persentase berat atau 75%-85% agregat berdasarkan persentase volume. Dengan demikian kualitas perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat
10
agregat dan hasil campuran agregat dengan material lain. Sifat agregat yang menentukan kualitasnya sebagai material perkerasan jalan adalah gradasi, kebersihan, kekerasan dan ketahanan agregat, bentuk butir, tekstur permukaan, porositas, kemampuan untuk menyerap air, berat jenis, dan daya peletakan dengan aspal (Sukirman, S 2003), Menurut ASTM, agregat merupakan suatu bahan yang terdiri dari mineral padat berupa masa berukuran besar ataupun berupa fragmen-fragmen (Djanasudirja,S, 2007) : 1) Agregat alam (natural aggregate) Merupakan agregat yang langsung di ambil dari alam tanpa melalui proses pengolahan khusus. 2) Agregat dengan pengolahan (manufacture aggregate) Merupakan agregat yang berasal dari mesin pemecah dan penyaring batu (stone crusher).Tujuan dari pengolahan ini adalah untuk memperbaiki gradasi agregat agar sesuai dengan ukuran yang diinginkan. 3) Agregat buatan (synthetic aggregate ) Merupakan agregat yang dibuat khusus dengan tujuan agar memiliki daya tahan yang tinggi dan ringan untuk digunakan dalam konstruksi jalan. Berdasarkan proses kejadiannya agregat dapat dibedakan atas tiga jenis yaitu : 1) Agregat beku (igneous rock), adalah agregat yang berasal dari magma yang mendingin dan membeku. Agregat beku luar (extrusive igneous rock) dibentuk dari magma yang keluar dari permukaan bumi saat gunung meletus dan akibat pengaruh cuaca mengalami pendinginan dan membeku menjadi batuan. Agregat beku dalam (intrusive igneous
rock) dibentuk dari magma yang tidak sempat keluar ke
permukaan bumi kemudian mengalami pendinginan dan membeku secara perlahan di dalam bumi, dapat ditemui dipermukaan bumi akibat proses erosi atau pergerakan kulit bumi.
11
2) Agregat sedimen (sedimentsy rock), yang merupakan agregat yang dapat berasal dari campuran partikel material, sisa-sisa hewan dan tanaman yang mengalami pengendapan dan pembekuan. Pada umumnya merupakan lapisan-lapisan pada kulit bumi, hasil endapan di danau, laut dan sebagainya. Berdasarkan proses terbentuknya agregat sedimen dibedakan atas: a. Agregat sedimen yang dibentuk dengan proses mekanik, seperti breksi, konglomerat, batu pasir dan batu lempung, banyak mengandung silica. b. Agregat sedimen yang dibentuk dengan proses organis, seperti batu gamping, batu bara dan opal. c. Agregat sedimen yang dibentuk dengan proses kimia, seperti batugamping, garam, gips dan filit. 3) Agregat metamorfik (metamorfhic rock), adalah agregat sedimen ataupun agregat beku yang mengalami proses perubahan bentuk akibat adanya perubahan tekanan dan temperature kulit bumi. Berdasarkan strukturnya dapat dibedakan atas agregat metamorf yang masih seperti marmer, kwarsit dan agregat metamorf berfoliasi berlapis seperti batu sabak, filit dan sekis. Berdasarkan pengolahannya, agregat dibedakan atas agregat siap pakai dan agregat perlu diolah (Silvia Sukirman, 2007). Agregat siap pakai dapat dipakai sebagai
material
perkerasan
jalan
tanpa
atau
dengan
sedikit
proses
pengolahan.Bentuk agregat ini ditentukan oleh proses alam erosi dan degradasi yang dialaminya, sehingga bentuknya dapat bulat permukaan licin karena pengaruh erosi, dan juga kasar bersudut oleh degradesi. Jenis agregat siap pakai yang digunakan sebagai material perkerasan adalah kerikil dan pasir. Sementara agregat yang perlu diolah ditemui dalam bentuk massif, sehingga masih perlu dilakukan pemecahan
12
terlebih dahulu. Agregat jenis ini lebih baik sebagai material perkerasan karena bidang pecahan, ukuran, serta tekstur sesuai yang diinginkan. Sementara menurut The Aspalt Institute (MS-2) dan Dekimpraswil dalam spesifikasi Baru Campuran Panas 2002, agregat dibedakan menjadi : 1)
Agregat kasar, dengan ukuran butir yang tertahan di saringan no.4 (4,75 mm). Fungsi agregat kasar dalam campuran panas aspal adalah memberikan stabilitas dalam campuran. Persyaratan sandar agregat kasar dapat dilihat pada tabel 2.3.
Tabel 2.3. Persyaratan Agregat Kasar.
Pengujian Berat Jenis Bulk SSD Apparent Penyerapan terhadap air Abrasi dengan mesin Los Angeles Kelekatan agregat terhadap aspal
Metode
Persyaratan Min Maks
Kg/m3
SNI 03-1969-1990
SNI 03-1969-1990 SNI 03-2417-1991 SNI 03-2439-1991 Pennsylvania DoT’s Test Method No.621
Angularitas (kedalaman permukaan <10 cm)
Satuan
2,5 2,5 2,5 -
3 40
95
-
% % % % %
85/80 95/90
Lalu lintas <100 - ESA Lalu lintas ≥10 0 - ESA Angularitas (kedalaman permukaan ≥10 cm) Lalu lintas <100 - ESA Lalu lintas ≥10 0 – ESA
% %
60/50 80/75
(sumber : Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum, 2000)
Catatan 80/75 menunjukkan bahwa 80% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah satu atau lebih dan 75% agregat kasar mempunyai muka bidang pecah dua atau lebih.
13
Agregat kasar harus mempunyai ketahanan yang cukup terhadap abrasi, terutama untuk pengguna agregat sebagai lapis aus atau permukaan perkerasan. Agregat harus awet, mempunyai kekekalan bentuk dan mempunyai muka bidang pecah (angularitas) yang cukup untuk memberikan daya dukung atau stabilitas kepada campuran beraspal. Angularitas agregat kasar didefinisikan sebagai persen terhadap berat agregat yang lebih berat dari 4,75 mm dengan muka bidang pecah satu atau lebih (Pennsylvania DoT’s Test Method No.621). 2)
Agregat halus, dengan ukuran butir yang lolos saringan no.4 (4,75 mm). Agregat halus merupakan bahan yang bersih, kering, kuat, awet dan bebas dari gumpalan-gumpalan lempung dan bahan-bahan yang mengganggu serta terdiri dari butir-butir yang bersudut tajam dan mempunyai permukaan yang kasar
Tabel 2.4. Persyaratan Agregat Standar Halus. Persyaratan Pengujian Berat jenis
Metode
Satuan
SNI 03-1979-1990
Kg/m3
Bulk SSD Apparent
Penyerapan terhadap air Material no.200
lolos
saringan
Nilai Sand Equivalent
SNI 03-1979-1990
%
SNI 03-4142-1996
%
AASHTO T104-86
%
Min
Maks
2,5
-
2,5
-
2,5
-
-
3 8 40
(Sumber : Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum,2000)
Agregat halus berfungsi untuk menambah stabilitas dari campuran dengan memperkokoh sifat saling mengunci (interlocking) dari agregat kasar. Selain itu agregat halus juga berfungsi untuk mengurangi rongga udara dalam campuran dan 14
menaikkan luas permukaan dari agregat sehingga akan menaikkan kadar aspal. Kadar aspal yang cukup tinggi akan membuat campuran menjadi lebih awet (durable). 3)
Filler/bahan pengisi, yang minimum 75% lolos saringan no.200 (0,075 mm) Bahan pengisi (filler) terdiri dari debu batu kapur (imestone dust), abu terbang, semen (PC), abu tanur semen dan abu batu serta harus kering dan bebas dari gumpalan-gumpalan dan bahan lain yang mengganggu. (Dept.PU,2007). Bahan pengisi merupakan bahan campuran yang mengisi ruang antara agregat halus dan kasar yang akan meningkatkan kepadatan, yang juga akan meningkatkan nilai stabilitas dan ketahanan terhadap deformasi. Persyaratan pengujian gradasi filler tertera pada tabel 2.5
Tabel 2.5 Persyaratan pengujian gradasi filler (ASTM-C33). Ukuran Saringan
Persen Lolos
No.30
100
No.50
95-100
No.100
90-100
No.200
65-100
Sumber : Pedoman Praktikum Bahan Perkerasan Jalan – Laboratorium Bahan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
2.2.1 Sifat-sifat Agregat Sifat-sifat Agregat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Sifat Geometrik Properti geometric dari agregat adalah ukuran partikel, gradasi, serta bentuk dan tekstur permukaan dari agregat (J.F.Young,1998). Tekstur permukaan yang kasar
15
seperti kertas amplas cenderung menambah kekuatan dari campuran aspal agregat dan memerlukan penambahan aspal untuk menjaga kehilangan workabilitynya. Batuan alam seperti batu-batu sungai sering dijumpai mempunyai permukaan halus dan berbntuk bulat. Dengan memecah batuan tersebut akan didapat permukaan yang kasar dan bentuk yang tidak bulat lagi. Permukaan yang halus mudah untuk diselimuti oleh film aspal, tetapi permukaan yang kasar film aspal cenderung lebih mempunyai daya lekat yang tinggi. Distribusi ukuran partikel dalam campuran agregat dinamakan gradasi (J.F.Young, 1998). Gradasi adalah susunan butir agregat menurut ukurannya (Silvia Sukirman, 2007). Gradasi dinyatakan dalam persentase kumulatif partikel yang lebih kecil atau lebih besar dari ukuran bukaan saringan tertentu. Dalam agregat campuran, gradasi agregat berperan dalam menentukan besar rongga atau pori yang dapat terjadi, dimana rongga atau pori yang terjadi akan berjumlah sedikit jika distribusi agregat besar sampai kecil merata, karena rongga-rongga yang dibentuk agregat berukuran besar diisi oleh agregat berukuran kecil. Distribusi butir-butir agregat dalam suatu campuran menentukan jenis gradasi agregat tersebut. Jenis gradasi agregat dikelompokkan dalam 2 kategori (Sukirman, 2003) adalah :
a. Gradasi Seragam
b. Gradasi Menerus Gambar 2.2 Jenis-jenis gradasi agregat Sumber : Anonim (2009)
16
c. Gradasi senjang
1) Agregat bergradasi baik/agregat bergradasi rapat (continous), adalah agregat dengan butiran terdistribusi merata dalam suatu rentang butir. Sifat campuran aregat ini adalah memiliki sedikit pori atau rongga, mudah dipadatkan, serta memiliki nilai stabilitas tinggi. Berdasarkan ukuran dominan penyusun campuran agregat , agregat bergradasi baik dibedakan menjadi : a. Agregat bergradasi halus, agregat yang memiliki susunan ukuran menerus dari kasar sampai halus, yang dominan berukuran agregat halus. b. Agregat bergradasi kasar, agregat yang memiiki susunan ukuran menerus dari kasar sampai halus, yang dominan berukuran agregat kasar. 2) Agregat bergradasi buruk, yang merupakan agregat yang tidak memenuhi persyaratan gradasi baik. Beberapa jenis agregat yang tergolong bergradasi buruk antara lain : a. Agregat bergradasi seragam (uniform), yang terdiri dari butir-butir agregat berukuran sama atau hamper sama, sehingga memiliki pori antar butir yang cukup besar.
b. Agregat bergradasi senjang (gap), dimana distribusi ukuran butirnya tidak menerus, atau tidak memiliki suatu bagian ukuran butir. Tabel 2.6. Sifat-sifat gradasi Jenis-jenis Agregat NO. Gradasi Seragam Gradasi Baik 1. 2.
3.
4.
5.
Gradasi Buruk
Kontak antar butir Baik Kepadatan bervariasi tergantung degregasi yang terjadi Stabilitas dalam keadaan terbatasi tinggi Stabilitas dalam keadaan lepas rendah
Kontak antar butir baik
Kontak antar butir buruk
Seragam dan kepadatan tinggi
Seragam dan kepadatan Jelek
Stabilitas Tinggi
Stabilitas Sedang
Kuat menahan deformasi
Stabilitas sangat rendah dalam keadaan basah
Sukar untuk dipadatkan
Sukar sampai sedang untuk dipadatkan
Mudah dipadatkan
17
6.
7.
Mudah diresapi air (Tingkat permebilitas tinggi Tidak dipengaruhi oleh bervariasinya kadar air
Tingkat permebilitas sedang
Tingkat permebilitas rendah
Pengaruh variasi kadar air cukup
Sangat dipengaruhi oleh bervariasinya kadar air
Sumber : Departemen pekerjaan umum,Spesifikasi Umum Divisi 5 Perkerasan Berbutir,2010
Analisa saringan agregat (sieve analysis) merupakan satu set saringan dengan ukuran bukaan semakin kebawah semakin mengecil, yang diawali dengan tutup saringan dan diakhiri
dengan pan. Penyusunan saringan menurut ukuran bukaan disesuaikan
dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Ukuran bukaan merupakan besarnya ukuran agregat yang dapat diloloskan oleh saringan. Jenis saringan serta ukuran bukaan dapat dilihat pada tabel 2.7 Tabel 2.7. Ukuran Bukaan Saringan. Ukuran Saringan
Bukaan (mm)
Ukuran Saringan
Bukaan (mm)
4 inch 31/2 inch 3 inch 21/2 inch 2 inch 11/2 inch 1 inch ¾ inch
100 90 75 63 50 37,5 25 19 12,5
3/8 inch No.4 No.8 No.16 No.30 No.50 No.100 No.200
9,5 4,75 2,36 1,18 0,6 0,3 0,15 0,,75
½ inch
Sumber : Pedoman Praktikum Bahan Perkerasan Jalan Laboratorium Bahan Jurusan Sipil UI.
Dalam campuran aspal, gradasi agregat menentukan rongga campuran. Rongga dalam campuran yang tidak ditempati oleh agregat dinamakan VMA (Void in mineral agregat) (The Aspalt Institute, 1983). Rongga ini sebagian akan diisi oleh aspal pada campuran aspal, sehingga jumlah rongga udara yang akan tersisa secara tidak langsung ditentukan oleh VMA. Persentase minimum rongga dalam agregat untuk ukuran maksimum agregat dalam suatu campuran agregat dapat dilihat pada tabel 2.7.
18
Ukuran saringan dalam satuan luas inci. Persentase (inci) menunjukkan ukuran bukaan, sedangkan nomor saringan menunjukkan banyaknya bukaan dalam 1 satuan luas inci. Persentase minimum rongga dalam agregat dalam agregat untuk ukuran maksimim agregat dalam suatu campuran agregat dapat dilihat pada tabel 2.8 Tabel 2.8. Persentase minimum rongga dalam agregat. Ukuran Maksimum Nominal Agregat Inchi mm
No.16 No.8 No.4 3/8 i ½ ¾ 1 11/2 2
1,18 2,36 4,75 9,50 12,50 19,00 25,00 37,50 50,00
% Minimum Rongga dalam Agregat 23,5 21,0 18,0 16,0 15,0 14,0 13,0 12,0 11,5
Sumber : The Aspalt Institute, 1983
Dalam campuran aspal, gradasi agregat menentukan rongga campuran. Rongga dalam campuran yang tidak ditempati oleh agregat dinamakan VMA (Void in mineral agregat) (The Aspalt Institute, 1983). Rongga ini sebagian akan diisi oleh aspal pada campuran aspal, sehingga jumlah rongga udara yang akan tersisa secara tidak langsung ditentukan oleh VMA. Persentase minimum rongga dalam agregat untuk ukuran maksimum agregat dalam suatu campuran agregat dapat dilihat pada tabel 2.7. Dalam perkerasan, gradasi agregat merupakan salah satu faktor penentu kinerja perkerasan tersebut. Setiap jenis perkerasan jalan memiliki gradasi agregat tertentu sesuai dengan spesifikasi material perkerasan jalan atau yang ditetapkan oleh badan yang berwenang Tabel 2.8 menunjukkan persyaratan gradasi agregat campuran dari 3 jenis beton aspal.
19
Untuk jalan-jalan dengan beban lalu lintas berat (heavy traffic), pada umumnya digunakan perkerasan beton aspal jenis Laston (Lapisan Aspal Beton). Laston dengan jenis gradasi menerus ini memiliki karateristik utama stabilitas. Tabel 2.9. menunjukkan persyaratan gradasi untuk berbagai jenis laston.
Tabel 2.9. Persyaratan Gradasi Agregat Campuran Berbagai Beton Aspal Ukuran Saringan No.
Bukaan (mm)
11/2“ 37,5 1“ 25 ¾“ 19 ½“ 12,5 3/8“ 9,5 No.8 2,36 No.16 1,18 No.30 0,6 No.200 0,075
% berat lolos Lataston (HRS)
Laston (AC)
Latasir (SS)
AC-WC AC-BC AC-BASE HRS-WC HRS-BASE KELAS KELAS A B 100 100 90-100 100 90-100 Maks 90 90-100 Maks 90 Maks 90 90-45 25-58 23-39
4-10
4-8
100 90-100 75-85 50-72
100 90-100 65-100 35-55
35-60 6-12
15-35 2-9
3-7
100
100
90-100 75-100
Sumber : Dekimpraswil, 2002 Tabel 2.10. Persyaratan Gradasi Agregat Berbagai Tipe Laston. No.campuran
I
II X
IX Gradasi/Tekstur Tebal padat (mm)
III XI
Kasar kasar Rapat Rapat Rapat Rapat 20-40 25-50 20-40 40-65 40-65 40-50
Ukuran Saringan
11/2“ mm) 1“ mm) ¾“ mm) ½“
IV
V
VI
VII
VIII
Rapat
Rapat
Rapat
Rapat
Rapat
25-50
40-65
50-75
40-50
20-40
% BERAT YANG LOLOS SARINGAN
(38,1
-
-
(25,4
-
(19,1
-
-
-
-
100
100
90-100
-
-
-
-
100 100 100 100 85-100 -
80-100
82-100
-
-
100
100
-
85-
80-100
100
(12,7 100 75-100 100
80-100 20
-
72-90
mm) 3/8“ (9,52 mm) No.4 (4,76 mm) No.8 (2,38 mm) No.30 (0,59 mm) No.50 (0,279mm) No100(0,149m m) No200(0,074m m)
-
-
- 75-100 60-85 80-100 70-90 60-80 65-85 56-78 74-92
-
35-55 35-55 55-75 50-70 45-65 38-60 48-70
48-65
52-70
52 -72 62-80
20-35 20-35 35-50 35-50 34-54 27-47 33-53
35-50
40-56
42-58 44-60
10-22 10-22 18-29 18-29 20-35 13-28 15-30
19-30
24-36
26-38 28-40
6-16 6-16 13-23 13-23 16-26 9-20 10-20
13-23
16-26
18-28 20-30
4-12 10-18
4-12 -
8-16 -
8-16
7-15
10-18
12-20 12-20
2-8 5-10
2-8 4-8
4-10 4-9
4-10
1-8
6-12
6-12
6-12
Sumber :Petunjuk Pelaksana Lapis Aspal Beton (Laston) Untuk Jalan Raya – Departemen Pekerjaan Umum.
Catatan : -No. Campuran : I,III,IV,VI,VII,VIII,IX,X dan XI digunakan untuk lapis permukaan -No.Campuran : II digunakan untuk lapis permukaan levelling dan lapisantara. -No. Campuran : V digunakan untuk lapispermukaan dan lapis antara. 2.) Properti fisik Properti fisik pada agregat meliputi porositas dan rongga, penerapan agregat, serta berat jenis agregat. Porositas didefinisikan sebagai volume di dalam butiran agregat yang tidak dapat terisi material padat (Young, 1998). Indikasi porositas agregat dinyatakan dalam banyaknya air yang diserap ketika agregat tersebut direndam dalam air (Purwadi, 2008). Agregat yang porousi akan menyerap aspal, sehingga campuran cenderung kering atau kurang daya lekat (cohesive). Pada campuran agregat aspal (hotmix) ada sedikit penambahan kadar aspal untuk memenuhi penyerapan aspal oleh agregat. Agregat yang sangat porous bila dipakai dalam campuran harus ditambah aspal cukup banyak. 21
Rongga dalam butiran terbagi atas rongga terhubung (interconnected) dan rongga terpisah (discontinued). Rongga terhubung disebut juga rongga efektif, yang terhubung ke permukaan agregat dan dapat dipenetrasi oleh air atau cairan lain (Young, 1998). Nilai porositas efektif butiran merupakan porositas total dari butiran tersebut. Butiran agregat dapat menyerap air dan menahan lapisan air tipis dipermukaannya. Berdasarkan kemampuan tersebut, agregat dapat dibagi kedalam 4 kondisi kelembaban seperti terlihat pada gambar 2.3 a) Over-dry (OD), partikel tidak lagi memiliki kelembaban karena proses pemanasan oven pada suhu 1050C sampai berat tetap. Seluruh pori tidak berisi. b) Air-dry (AD), seluruh partikel air telah dihilangkan dari permukaan agregat, akan tetapi bagian dalam butiran berisi air sebagian. c) Saturated-surface-dry (SSD), seluruh pori partikel telah berisi air, dengan permukaan yang kering. d) Basah, seluruh pori agregat dan permukaannya dilapisi oleh air.
2.3 Aspal Aspal didifinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, dengan unsure utama bitumen. ASTM D8 mendefinisikan aspal sebagai material perekat (cementitious) berwarna hitam atau coklat tua dalam bentuk solid, semisolid, atau kental, alami atau buatan, yang terdiri dari molekul-molekul hydrocarbon dalam kadar yang tinggi (Materials for Roads and Pavement). Aspal dapat diperoleh di alam ataupun merupakan residu dari pengilangan minyak bumi, dan umum digunakan sebagai bahan pengikat agregat dalam campuran perkerasan jalan. Banyaknya aspal dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berat campuran atau 10-15% volume campuran.
22
Dari segi komposisi molekul pembentuknya, aspal terdiri dari tiga jenis komponen, yaitu : 1) Asphalthenese Asphalthenese merupakan bagian aspal yang mempunyai berat molekul terbesar. Asphalthenese sangat menentukan bentuk fisik seperti tingkat kekentalan, wujud dan warna aspal. 2) Resins Resins sangat berpengaruh terhadap sifat adhesive dan kekenyalan aspal dan merupakan komponen yang molekul strukturnya paling labil sehingga apabila aspal mengalami oksidasi, struktur bagian ini akan berubah dan cenderung idalam campuran aspal kekurangan resins maka sifat aspal yang terbentuk akan menjadi keras, kurang adhesive dan kurang kenyal. 3) Oils Oils sangat mempengaruhi kekentalan aspal. 2.3.1 Jenis Aspal Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan menjadi aspal alam dan aspal minyak. Klasifikasi aspal berdasarkan asalnya adalah sebagai berikut : 2.3.1.1 Aspal Alam Aspal alam adalah aspal yang didapat di suatu tempat di alam dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Salah satu contoh aspal alam adalah aspal dari pulau Buton, yang dikenal dengan asbuton (Aspal Batu Buton). Selain itu, terdapat pula aspal yang diperoleh dari danau, seperti di Trinidad, yang merupakan aspal alam tersebar di dunia.
23
2.3.1.2 Aspal Minyak Aspal minyak merupakan residu pengilangan minyak bumi. Setiap minyak bumidapat menghasilkan residu jenis asphaltic base crusade oil yang banyakmengandung paraffin, atau mixed base crude oil yang banyak mengandung paraffin, atau mixed base crude oil yamng mengandung paraffin dan aspal. Untuk perkerasan jalan umumnya digunakan aspal minyak jenis asphltic base crude oil. Aspal merupakan hasilresidu destilasi minyak bumi yang bentuknya padat. Akan tetapi pengolahan hasil residu ini dapat pula berbentuk cair atau emulsi pada temperature ruang. Berdasarkan bentuknya pada temperature ruang, maka aspal dibedakan menjadi aspal padat, aspal cair, dan aspal emulsi. 2.3.1.3 Aspal Padat Aspal padat adalah berbentuk padat atau semi padat pada suhu ruang dan menjadi cair bil dipanaskan. Aspal padat dikenal dengan nama semen aspal (aspalt cement). Oleh karena itu aspal semen harus dipanaskan terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan pengikat agregat. 2.3.1.4 Aspal Cair Aspal cair (cutback asphalt) adalah aspal yang berbentuk cair pada suhu ruang. Aspal cair merupakan semen aspal yang dicairkan dengan bahan pencair dari hasil penyulingan minyak bumi seperti minyak tanah, bensin, atau solar. Berdasarkan bahan pencairnya aspal cair dibedakan menjadi ; Rapid curing cut back asphalt (dengan bahan pencair bensin), medium curing cut back asphalt (dengan bahan pencair minyak tanah/kerosene), slow curing back asphalt (dengan bahan pencair solar).
24
2.3.1.5 Aspal Emulsi
Aspal emulsi (emulsified asphalt) adalah campuran aspal dengan air dan bahan pengemulsi yang dilakukan di pabrik pencampur. Aspal emulsi sifatnya lebih cair dari aspal cair, dan didalam aspal emulsi butiran aspal larut dalam air. 2.3.2 Aspal Sebagai Material Perkerasan Fungsi aspal sebagai material perkerasan adalah : a) Bahan pengikat material agregat. b) Bahan pengisi rongga butiran antar agregat dan pori-pori yang ada di dalam butiran agregat tersebut Untuk dapat memenuhi kedua fungsi tersebut, agregat haruslah memiliki sifat adhesi dan kohesi yang baik sehingga aspal tersebut memiliki durabilitas yang tinggi. Daya tahan atau durabilitas pada aspal merupakan kemampuan aspal mempertahankan sifat dan bentuk asalnya dari pengaruh cuaca, beban dan pengaruh eksternal lainnya. Penggunaan aspal pada perkerasan dapat melalui pencampuran pada agregat sebelum dihamparkan (prahampar) seperti pada lapisan agregat yang telah dipadatkan dan ditutupi oleh agregat-agregat yang lebih halus (pascahampar) seperti pada perkerasan penetrasi macadam atau pelaburan. Pada proses prahampar, aspal yang dicampurkan dengan agregat akan membungkus atau menyelimuti butir-butir agregat, mengisi pori antar butir dan meresap ke dalam pori masing-masing butir. Sementara pada proses pascahampar, aspal akan meresap ke dalam pori-pori antar butir agregat dibawahnya. Fungsi utamanya adalah menghasilkan lapisan
25
perkerasan bagian atas yang kedap air dan tidak mengikat agregat sampai ke bagian bawah. Dalam campuran perkerasan, konten aspal dan agregat menentukan besar rongga udara yang berperan penting dalam durabilitas lapis perkerasan sehubung dengan udara dan air. Permeabilitas yang tingggi terhadap udara dapat memicu terjadinya penggetasan pada aspal akibat oksidasi dan menyebabkan retak/crack. Sedangkan permeabilitas air menyebabkan pelepasan bitumen dari butiran agregat. Rongga udara juga harus di jaga agar tidak terlalu rendah karena menjadi penyebab utama retak alur (rutting). Rendahnya rongga udara dapat disebabkan oleh kadar aspal diatas batas optimum. Kadar aspal yang terlalu rendah dapat menyebabkan pelepasan butiran agregat (Waddah ,1998). Rongga udara berperan sangat penting dalam performa campuran perkerasan. Sehingga penentuan campuran agar tidak ada karateristik yang tidak bernilai optimum (Mix, 1993). Rongga dalam campuran dikenal dengan VIM (Void in mix). VIM adalah rongga dalamcampuran yang tidak ditempati oleh agregat maupun aspal (The Asphalt Institute). Rongga udara yang terbentuk dalam campuran aspal Keterangan : Vmb
= Volume bulk dari campuran beton aspal padat
Vsb
= volume agregat, adalah volume bulk dari agregat (volume
bagian masif + pori yang Ada di dalam masing-masing butir agregat) Vse
= Volume agregat, adalah volume efektif dari agregat (volume
bagian masif + pori Yang tidak terisiaspal di masing-masing butir agregat)
26
VMA
= volume pori di antara butir agregat di dalam beton aspal padat.
Vmm
= volume tanpa pori dari beton aspal padat.
VIM
= volume pori dalam beton aspal
Va
= volume aspal dalam beton aspal padat.
VFA
= volume pori beton aspal yang berisi oleh aspal.
Vab
= volume aspal yang berabsorbsi ke dalam agregat dari beton aspal padat.
udara
VIM
M
M
Vmb
aspal
VMA
M
Va
VFA
M Vab
M Vmm
agregat
Vsb
M Vse
M
Gambar 2.3 Skema proporsi rongga dalam campuran aspal (Sumber : Beton Aspal Campuran Panas, Sukirman, 2007)
1. Pemeriksaan Aspal Secara umum, berdasarkan tujuannya, pemeriksaan aspal dikelompokkan menjadi 6 kelompok pengujian sebagai berikut : a) Pengujian komposisi aspal b) Pengujian keselamatan kerja c) Pengujian konsistensi aspal d) Pengujian kepekaan terhadap temperature 27
e) Pengujian kelekatan aspal terhadap agregat (striping test) f)
Pemeriksaan berat jenis aspal. Jenis pengujian yang dilakukan untuk kelompok pengujian dapat dilihat pada
tabel 2.11 Tabel 2.11 Jenis Pengujian Aspal. No.
Jenis Pengujian
I
Standar Pengujian SNI AASHTO
Pengujian komposisi aspal Solubility test Spot test
II
SNI-06-2438-1991
Pengujian keselamatan kerja Titik nyala dan titik bakar dengan cawan cleveland SNI-06-2433-1991
III Penetrasi bahan-bahan bitumen Daktilitas bahan-bahan aspal Viskositas Absolut Viskositas Kinematik IV
V
SNI-06-2456-1991 SNI-06-2432-1991
T44-90 T102-83
T48-89 T49-89 T51-89 T202-90 T201-90
Pengujian kepekaan konsistensi aspal Titik lembek SNI-06-2434-1991 Thin film oven test SNI-06-2440-1991 Rolling thin film oven test
T53-89 T179-88 T240-87
Stripping test
SNI-03-2439-1991
T182-84
SNI-03-2441-1991
T228-90
VI Pemeriksaan berat jenis aspal
(Sumber :Beton Aspal Campuran Panas, Silvia Sukirman, 2007)
Untuk pemeriksaan aspal keras yang dikelompokkan berdasarkan nilai penetrasi atau kekerasan memiliki persyaratan pada table 2.12. Tabel 2.12 Syarat Pemeriksaan Aspal Keras.
Jenis Pemeriksaan Penetrasi 250C,100 gram,5 detik Titik lembek 50C(Ring and Balt) Titik Nyala (Cleveland Open Cup) Berat Jenis 250C
Pen 40/50 Pen 60/70 Min Max Min Max
Pen 80/100 Min Max
40 51 232 1
80 46 232 1
59 63 -
28
60 79 48 58 232 1 -
99 54 -
Satuan 0.1 mm Derajat Celcius Derajat Celcius Gr/Cc
Sumber : Pedoman praktikum Bahan perkerasan Jalan-Laboratorium Bahan Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
2.4
Asbuton Asbuton merupakan bahan alam yang terjadi berjuta-juta tahun yang lalu. Ada beberapa pendapat ahli geologi mengenai terbentuknya Asbuton di pulau Buton ini. Sebagian besar para ahli goelogi berpendapat bahwa terjadinya asbuton berawal dari adanya minyak bumi yang kemudian terdestilasi secara alamiah karena adanya intrusi magma. Bagian-bagian yang ringan dari minyak bumi telah menguap, residu yang berupa bitumen terdesak mengisi lapisan batuan yang ada disekitarnya melalui patahan dan rekahan (Qomar, 1996). Asbuton itu berupa lapisan-lapisan yang terdiri dari aspal dan butiran mineral yang sudah menyatu sekali. Aspal pada asbuton terletak dalam rongga antar mineral yang sulit dikeluarkan (Affandi,, 2008). Bila lapisan itu digali kemudian didapat bongkahan-bongkahan asbuton maka asbuton itu tetap merupakan kesatuan antara bitumen dan butiran butiran mineral tersebut, bahkan bila dihancurkan sampai ukuran yangkecil pun tetap bitumen dan butiran mineral tersebut masih tetap menyatu. Proporsi bitumen dan mineral pada asbuton ini berkisar sekitar 15%-30% aspal dan mineral sekitar 85% sampai 70%. Secara umum asbuton itu bisa dibedakan dua wilayah besar, yaitu dari Kabungka yang ditandai dengan sifatnya yang cukup keras dibandingkan dengan asbuton yang berasal dari Lawele yang mempunyai sifat yang lebih lunak. Perbedaan ini disebabkan oleh sifat bitumen yang dikandungnya, dimana bitumen yang ada pada deposit Kabungka mempunyai nilai penetrasi yang keras <10 dmm dibandingkan dengan aspal yang berasal dari Lawele dengan nilai penetrasinya bisa mencapai 30 dmm bahkan lebih. Dalam perannya pada campuran beraspal, fungsi asbuton adalah sebagai berikut : 1) Bahan tambah (filler)
29
Umumnya Asbuton yang digunakan adalah jenis butir dengan penetrasi bitumen rendah. Peran asbuton sebagai bahan pengisi akan meningkatkan kemampuan lapisan beraspal untuk beban lalu lintas yang tinggi. 2) Pengganti aspal keras Umumnya digunakan asbuton murni hasil ekstraksi atau Asbuton butir jenis LGA. Beberapa jenis produksi asbuton adalah sebagai berikut : Jenis Asbuton yang telah diproduksi secara fabrikasi dan manual dalam tahun-tahun belakangan ini adalah : 1)
Asbuton Murni Asbuton jenis ini merupakan bitumen murni hasil ekstraksi asbuton menggunakan beberapa cara, antara lain dengan bahan pelarut atau cara lain seperti menggunakan teknologi air panas. Asbuton murni hasil ekstraksi dapat digunakan langsung sebagai pengganti aspal keras atau sebagai bahan aditif yang akan memperbaiki karateristik aspal keras. Mineral asbuton merupakan limbah dari proses ekstraksi. Selain dapat dimanfaatkan sebagai filter dapat juga digunakan sebagai bahan stabilisassi tanah.
2)
Asbuton Butir Jenis asbuton berdasarkan besar butir dan kadar aspal yang dikandungnya dapat dibedakan seperti tertera pada table 2.12. Asbuton konvensial, halus dan mikro tidak diproduksi lagi sejak tahun 2004.
Tabel 2.13 Jenis Produksi Asbuton Butir Uraian
Konv*)
Jenis Produksi Asbuton Halus*) Mikro*) BRA BGA
LGA
Satuan
Kadar Aspal 13-20 20 25 20 20-25 25-40 Kadar Air >6 6 2 <2 <2 <2 Ukuran Butir 12,5 4,75 2, 1,18 1,18 9 Maksimum Sumber : ASBUTON, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian pekerjaan 2009
30
% % Mm Umum,
Tabel 2.14 Sifat-sifat Asbuton butir Sifat-sifat Asbuton Metode Butir Pengujian Kadar Bitumen Asbuton (%)
Tipe 5/20
Tipe 15/20
Tipe 15/25
SNI 03-3640-1994
Ukuran Butir Lolos saringan no. 8 (%)
SNI 03-1996-1990
100
100
100
Lolos saringan no. 16 (%)
SNI 03-1968-1990
Min. 95
Min. 95
Min. 95
Kadar Air (%)
SNI 03-2490-1991
Maks. 2
Maks. 2
Maks. 2
Penetrasi Bitumen Asbuuton
SNI 03-2456-1991
≤10
10-18
10-18
Sumber : Departemen Pekerjaan Umum, 2007 Keterangan :
1. Asbuton Butir Tipe 5/20 : Kelas penetrasi 5 (0,1 mm) dan kelas kadar Bitumen 20 %. 2. Asbuton Butir Tipe 30/25 : Kelas penetrasi 30 (0,1 mm) dan kelas kadar Bitumen 25%.
3. Asbuton Butir Tipe 50/30 : Kelas penetrasi 50 (0,1 mm) dan kelas kadar Bitumen 30%.
3)
Asbuton Pra Campur (pre-blended) Asbuton pra campur (pre-blended) merupakan gabungan antara asbuton butir hasil refine.Asbuton dengan kadar bitumen 60% sampai 90% dengan aspal minyak pen 60/70 dalam komposisi tertentu. Asbuton jenis ini dapat dikatakan sebagai aspal minyak yang dimodifikasi, sehingga dalam campuran dapat langsung digunakan untuk dicampur dengan agregat.
2.4.1
Karakteristik Asbuton Hasil pengujian fisik mineral dan bitumen asbuton dari hasil ekstraksi asbuton deposit Kabungka dan Lawele diperlihatkan pada tabel 2.13. 31
Asbuton memiliki 2 unsur utama, yaitu aspal (bitumen) dan mineral. Dalam pemanfaatannya untuk pekerjaan perkerasan kedua unsure tersebut akan sangat dominan mempengaruhi kinerja dari campuran beraspal yang direncanakan.
Tabel 2.15. Sifat fisik Asbuton dari Kabungka dan Lawele Hasil Pengujian Asbuton Kabungka Asbuton Lawele
Jenis Pengijuan Kadar aspal (%) Penetrasi, 250C, 100gr,0.1mm Titik lembek,0c Daktilitas,250C,5 cm/menit,cm Kelarutan dalam C2HCL3,% Titik nyala, 0C Berat Jenis Penurunan berat (TFOT),1630C,5 jam Penetrasi setelah TFOT, % asli Titik lembek setelah TFOT,0C Daktilitas setelah TFOT,cm
20 4 101 <140 _ _ 1,046 _ _ _ _
30,08 36 59 >140 99,6 198 1,-37 0,31 94 62 >140
2.4.1.1 Mineral Asbuton Mineral asbuton didominas oleh Globigerines limestone yaitu batu kapur sangat halus dalam bentuk filler dengan ukuran partikel <90 mikron dengan fraksi berukuran <40 mikron sebanyak 40%, yang terbentuk dari jasad renik binatang purba mikro yang mempunyai sifat sangat halus, relative keras berkadar kalsium tinggi dan baik sebagai filler pada campuran beraspal. Berdasarkan hasil ekstraksi dari asbuton Kabungka dan Lawele, jumlah CaCO3 (batu kapur) dari asbuton kabungka 86,66 %. Sementara kadar CaCO3 dari asbuton lawele adalah 79,90%. Mineral kapur dalam
32
asbuton ini dapat member keuntungan dalam penggunaan asbuton sebagai filler karena ukurannya yang sangat halus sehingga terendam dalam lapisan film aspal yang menyeliputi agregat. 2.4.1.2 Bitumen Asbuton Bitumen asbuton dan aspal minyak sama-sama berasal dari minyak bumi. Perbedaannya adalah dalam kualitas dan cara pemisahan. Bitumen asbuton dipisahkan secara alamiah dalam periode wa ktu yang lama. Sementara aspal minyak dipisahkan dengan cara destilasi di kilang minyak. Pencampuran bitumen asbuton sebagai bahan aditif terhadap aspal minyak akan memberikan dampak positif yaitu peningkatan titik lembek, serta pelekatan terhadap agregat yang lebih kuat. Hal ini disebabkan oleh : a)
Titik lembek bitumen asbuton yang memiliki nilai penetrasi rendah, sebesar 750C-850C, yang lebih tinggi dari titik lembek aspal minyak yang berkisar antara 450C-470C.
b)
Kadar paraffin asbuton adalah 3-8% yang lebih rendah dari kadar paraffin aspal minyak yang umumnya 9-27%. Asbuton secara umum memiliki keunggulan dan kelemahan, antara lain :
1.
Keunggulan Asbuton Titik lembeknya lebih tinggi dari aspal minyak dan ketahanan(stabilitas) Asbuton yang cukup tinggi membuatnya tahan terhadap panas dan menjadi tidak mudah meleleh, sehingga dapat meningkatkan daya tahan infrastruktur jalan raya di Indonesia.
33
Filler Asbuton selain berfungsi meningkatkan viskositas dari bitumen dan mengurangi kepekaan terhadap temperature (Shell, 1990), juga diharapkan memberikan kontribusi bitumen dalam campuran Mortar HRA sehingga dapat mengurangi jumlah bitumen aspal minyak. Deposit Asbuton dalam jumlah besar dapat menjamin pasokan kebutuhan akan aspal. Dari pengujian yang telah dilakukan, didapat hasil campuran beraspal yang ditambah asbuton menghasilkan campuran beraspal yang bermutu baik dengan kecendrungan sebagai berikut : a) Stabilitas Marshall campuran beraspal yang lebih tinggi b) Stabilitas dinamis campuran beraspal yang lebih tinggi c) Meningkatkan umur konstruksi d) Nilai modulus yang meningkat Kecenderungan tersebut terjadi karena Asbuton mengandung bahan aromatic dan resin yang tinggi, sehingga di dalam campuran Asbuton mempunyai : a) Kelenturan yang tinggi (fatigue life tinggi) b) Kelenturan yang tinggi (fatigue life tinggi) c) Cocok digunakan untuk lokasi temperature tinggi (tropis) d) Cocok digunakan untuk jalan raya dengan beban kendaraan berat.
2.
Kelemahan Asbuton Kurangnya pemanfaatan Asbuton disebabkan pula karena asbuton memiliki kelemahan seperti ; mineral yang tidak homogeny, dan mudah pecah akibat rendahnya penetrasi dan daktilitas dari asbuton. Meskipun telah melewati proses fabrikasi, Asbuton masih memiliki beberapa titik kelemahan sebagai berikut :
34
a)
Inkonsistensi dari kualitas produksi Asbuton yaitu : kandungan bitumen, penetrasi bitumen,kadar air Asbuton.
b)
Belum terjaminnya ketersediaan asbuton pada saat pelaksanaan di lapangan.
c)
Ketidaksesuaian kemampuan supply oleh pabrik pengolah Asbuton dengan demand proyek pengguna yang ditunjang oleh kebijakan Ditjen Bina Marga
d)
Biaya transportasi pengiriman ke pengguna yang reklatif mahal.
e)
Pola kerjasama antara produsen dan konsumen yang belum menemukan titik harmonis.
f)
Pembagian wilayah kerja pemasaran dari produsen. Harga yang wajar, dengan perincian analisa biaya terhadap; harga bahan baku Asbuton, biaya transportasi, dan biaya pengolahan asbuton butir.
2.4.2 Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton Tabel 2.16. Gradasi Agregat Gabungan Campuran Beraspal Panas dengan Ukuran Ayakan ASTM (mm) 1 ½”
AC – WC Asb
% Berat Yang Lolos AC – BC Asb AC – Base Asb
38,1
1” ¾” ½” 3/8” No.4 No.8 No.16 No.30 No.200
25,4 19,1 12,7 9,52 4,76 2,38 1,18 0,59 0,074
No.4 No.8 No.16 No.30 No.50
4,76 2,38 1,18 0,59 0,30
Asbuton.
100 100
90 – 100
100
90 – 100
Maks 90
90 – 100
Maks 90
Maks.90
28 – 58
23 - 49
19 - 45
4 – 10
1-8
3-7
35
DAERAH LARANGAN 39,5 39,1
34,6
26,8 – 30,8
25,6 – 31,6
22,3 – 28,3
18,1 – 24,1
19,1 – 23,1
16,7 – 20,7
13,6 – 17,6
15,5
13,7
11,4
Sumber ; Direktorat Jendral Bina Marga, 2000
Campuran beraspal panas dengan asbuton adalah campuran antara agregat dengan bahan pengikat jenis bitumen asbuton murni atau asbuton modifikasi atau aspal keras pen 60 /70 yang campurannya menggunakan asbuton butir (LGA), yang dicampur unit pencampur Aspal, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada temperatur tertentu (Dirjen Bina Marga, 2007). Gradasi agregat gabungan campuran beraspal panas dengan Asbuton, merupakan gradasi gabungan antara agregat kasar, halus dan mineral asbuton. Gradasi campuran beraspal dengan LGA harus berada di luar daerah larangan (Restiction Zone) dan berada didalam batas-batas titik control (control point).
Adapun ketentuan sifat-sifat campuran beraspal panas dengan asbuton: Tabel 2.17 Ketentuan sifat-sifat campuran beraspal panas dengan Asbuton
Sifat-sifat Campuran
-Jumlah tumbukan perbidang -Rongga dalam campuran (%)3 -Ronggadalam agregat (VMA)(%) -Rongga berisi aspal (%)
Min Max Min Min
36
AC – WC LGA
AC – BC LGA
AC – BASE LGA
75 3,5 5,5 15 65
75 3,5 5,5 14 63
112 3,5 5,5 13 60
-Stabilitas Marshall (Kg) -Pelelehan (mm) -Marshall Quetient (kg/mm) -Stabilitas Marshall sisa (%) setelah Perendaman selama 24 jam, 600C -Rongga dalam campuran (%) pada Kepadatan membal (refusal) -Stabilitas Dinamis(Lint/mm)
Min Max Min Max Min Min
1000 3 300 80
1000 3 300 80
1800 5 350 80
2,5
2,5
2,5
2500
2500
2500
Min
Min
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Marga, 2007
2.4.3 Karateristik Campuran Beraspal Menurut (Sukirman, 1992), karateristik campuran yang harus dimiliki oleh aspal beton campuran panas adalah ;
2.4.3.1 Stabilitas Stabilitas lapisan pekerjaan jalan adalah kemampuan lapisan perkerasan menerima beban lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur atau bleeding. Kebutuhan akan stabilitas setingkat dengan jumlah lalu lintas dan beban kendaraan yang akan memakai jalan tersebut. Jalan dengan volume lalu lintas tinggi dan sebagian besar merupakan kendaraan berat menurut stabilitas yang lebih besar dibandingkan dengan jalan dengan volume lalu lintas yang hanya terdiri dari kendaraan penumpang saja. Kestabilan yang terlalu tinggi menyebabkan lapisan itu menjadi kaku dan cepat mengalami retak, disamping itu karena volume antar agregat kurang, mengakibatkan kadar aspal yang dibutuhkan rendah. Hal ini menghasilkan film aspal tipis dan
37
mengakibatkan ikatan aspal mudah lepas sehingga durabilitasnya rendah. Stabilitas terjadi dari hasil geseran antar butir, penguncian antar partikel dan daya ikat yang baik dari lapisan aspal. Dengan demikian stabilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan mengusahakan penggunaan : a) Agregat dengan gradasi yang rapat (dense graded) b) Agregat dengan permukaan yang kasar c) Agregat berbentuk kubus d) Aspal dengan penetrasi rendah e) Aspal dengan jumlah yang mencukupi untuk ikatan antar butir Agregat bergradasi baik, bergradasi rapat memberikan rongga antar butiran agregat (voids in mineral agregat = VMA) yang kecil. Keadaan ini menghasilkan stabilitas yang tinggi, tetapi membutuhkan kadar aspal yang rendah untuk mengikat agregat. VMA yang kecil mengakibatkan aspal yang dapat menyelimuti agregat terbatas dan menghasilkan film aspal yang tipis. Film aspal yang tipis mudah lepas yang mengakibatkan lapis tidak lagi kedap air, oksidasi mudah terjadi, dan lapis perkerasan menjadi rusak. Pemakaian aspal yang banyak mengakibatkan aspal tidak dapat lagi menyelimuti agregat dengan baik (karena VMA kecil) dan juga menghasilkan rongga antar campuran (voids in mix = VIM) yang kecil. Adanya beban lalu lintas yang menambah pemadatan lapisan mengakibatkan lapisan-lapisan aspal meeleh keluar yang dinamakan bleeding.
38
2.4.3.2 Durabilitas (Keawetan/Daya Tahan) Durabilitas diperlukan pada lapisan permukaan sehingga lapisan dapat mampu menahan keausan akibat pengaruh cuaca, air dan perubahan suhu ataupun keausan akibat gesekan. Faktor yang mempengaruhi durabilitas lapis aspal beton adalah : a)
Film aspal atau selimut aspal, film aspal yang tebal dapat mengakibatkan lapis aspal beton yang berdurabilitas yang tinggi, tetapi kemungkinan terjadinya bleeding menjadi tinggi.
b)
VIM kecil sehingga lapis kedap air dan udara tidak masuk ke dalam campuran yang menyebabkan terjadinya oksidasi dan aspal menjadi rapuh/getas.
c)
VMA besar, sehingga film aspal dapat dibuat tebal. Jika VMA dan VIM kecil serta kadar aspal tinggi kemungkinan terjadinya bleeding besar. Untuk mencapai VMA yang besar ini dipergunakan agregat bergradasi senjang.
2.4.3.3 Kelenturan (Fleksibilitas) Fleksibilitas pada lapisan perkerasan adalah kemampuan lapisan untuk dapat mengikuti deformasi yang terjadi akibat beban berulang tanpa timbulnya retak dan perubahan volume. Fleksibilitas yang tinggi dapat diperoleh dengan : a. Penggunaan agregat bergradasi senjang sehingga diperoleh VMA yang besar.
b. Penggunaan aspal yang lunak (aspal dengan penetrasi yang tinggi). c. Penggunaan aspalyang banyak sehingga diperoleh VIM yang tinggi.
39
2.4.3.4 Tahanan Geser/Kekekalan (Skid Resistance) Tahana geser adalah kekesetan yang diberikan oleh perkerasan sehingga kendaraan tidak mengalami slip baik di waktu hujan atau basah maupun di waktu kering. Tahanan geser tinggi jika : a.
Penggunaan kadar aspal yang tepat sehingga tidak terjadi bleeding.
b.
Penggunaan agregat dengan permukaan kasar.
c.
Penggunaan agregat berbentuk kubus.
d.
Penggunaan agregat kasar yang cukup.
2.4.3.5 Ketahanan Kelelehan (Fatique Resistance) Ketahanan kelelehan adalah ketahanan dari lapis aspal beton dalam menerima beban berulang tanpa terjadinya kelelehan yang berupa alur (ruting dan retak). a. VIM yang tinggi dan kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan kelelehan yang lebih cepat. b. VMA yang tinggi dan kadar aspal yang tinggi dapat mengakibatkan lapis perkerasan menjadi fleksibel.
2.4.3.6 Kemudahan Pelaksanaan (Workability) Yang dimaksud dengan kemudahan pelaksanaan adalah mudahnya suatu campuran untuk dihampar dan dipadatkan sehingga diperoleh hasil yang memenuhi kepadatan yang diharapkan. a. Gradasi agregat, agregat bergradasi baik lebih mudah dilaksanakan dari pada agregat bergrdasi lain. b. Temperature campuran yang ikut mempengaruhi kekerasan bahan pengikat yang bersifat termoplastis.
40
c. Kandungan bahan pengisi (filler) yang tinggi menyebabkan pelaksanaan lebih sukar.
2.4.3.7
Prosedur Pengujian di Laboratorium 1.
Penyiapan Benda Uji dari Contoh Agregat Alat dan prosedur penyiapan contoh agregat mengacu pada SNI 03-67172002.
1.
Maksud, Tujuan, dan Lingkup a) Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam penyiapan benda uji dari contoh yang dating dari lapangan yang disesuaikan dengan kondisi agregat serta jumlah benda uji yang diperlukan, yang dihasikan mempunyai sifat sama dengan contohnya. Benda uji agregat adalah bagian dari contoh agregat yang telah disiapkan dengan cara tertentu dan siap diuji. Contoh agregat, adalah material yang diambil dari satu kelompok material dengan cara tertentu sehingga mewakili contohnya dan siap untuk di kelompok tertentu. b) Dengan tujuan untuk mendapatikan contoh agregat yang mempunyai sifat sama dengan contohnya dan siap untuk diuji.
2.
Peralatan a) Spliter b) Dua buah penampung c) Nampan, untuk menuangkan contoh ke dalam spliter d) Wadah-wadah untuk menampung hasil pembagian contoh.
41
3.
Persiapan Pembagian Contoh spliter a) Buat daftar pengujian yang dilakukan pada contoh yang akan diuji dan tentukan banyaknya bahan yang diperlukan untuk setiap benda uji. b) Siapkan wadah-wadah bahan benda uji. c) Kumpulkan semua contoh ditempat yang akan dilakukan penyiapan bahan. d) terbesar. e) Periksa contoh terhadap kondisi kering permukaan jenuh (dengan cara mengepal contoh agregat halus, jika setelah kepalan dibuka masih menggumpal menandakan dalam keadaan kering permukaan jenuh atau lebih basah). f) Siapkan spliter yang mempunyai ukuran lubangkira-kira 1,5 kali ukuran butir agregat terbesar kemudian letalubang pembagi.dibawah kkan kedua wadah penampang dibawah penampung.
2. Pengujian Agregat Pengujian agregat diperlukan untuk mengetahui karateristik fisik dan mekanik agregat sebelum digunakan sebagai bahan campuran beraspal. Jenis pengujian agregat diperlihatkan pada Tabel 2.18. Tabel 2.18. Jenis Pengujian Agregat Kasar
No. 1.
Jenis Pengujian
Standar Pengujian
Metode Pengujian tentang Analisa Saringan Agregat halus dan kasar
SNI ASTM C136-2012
2.
Pengujian Berat Jenis % Penyerapan Agregat Kasar
3.
Pengujian Lolos saringan No.200
SNI ASTM C117-2012
4.
Abrasi dengan Mesin Los Angeles
SNI 2417-2008
5.
Penyelimutan dan pengelupasan Agregat-Aspal
SNI 2439:2011
42
SNI 1969:2008
6.
Kekekalan bentuk Agregat terhadap Larutan Natrium dan Magnesium Sulfat
7.
Indeks Kepipihan
SNI 3407:2008 BS 812-1975
Sumber : Spesifikasi seksi 6.3 Campuran Beraspal Panas, Desember 2008
Tabel 2.19. Jenis Pengujian Agregat Halus
NO.
Jenis Pengujian Standar Pengujian
1.
Nilai Setara Pasir
2.
Material Lolos Saringan No.200
SNI ASTM C117-2012
3.
Analisa saringan
SNI ASTM C136-2012
4.
Metode pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus
SNI 03-4428-1997
SNI 1970:2008
Sumber : Spesifikasi seksi 6.3 Campuran Beraspal Panas, Desember 2008
1.
Metode Pengujian Tentang Analisa Saringan Agregat Halus dan Kasar Alat dan prosedur pengujian mengacu pada SNI ASTM C136-2012
a.
Maksud, Tujuan dan Lingkup 1) Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dan acuan dalam menentukan pembagian butir (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan menggunakan saringan. 2) Tujuan pengujian untuk memperoleh distribusi besaran atau jumlah persentase butiran baik agregat halus maupun agregat kasar. Distribusi yang diperoleh dapat ditunjukkan dalam tabel atau grafik. Hasil pengujian ini digunakan terutama untuk menentukan gradasi agregat yang akan digunakan sebagai lapis pondasi bawah, lapis pondasi atas atau lapis perkerasan yang lain. 43
3) Mencakup cara persiapan benda uji, peralatan, dan cara pembagian butir agregat jenis-jenis tanah baik agregat halus maupun agregat kasar. b.
Peralatan 1) Timbangan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji 2) Satu set saringan : a) 37,5 mm (3”); b) 63,5 mm (21/2”); c) 50,8 mm (2”); d) 19,1 mm (3/4”); e) 12,5 mm (1/2”); f) 9,5 mm (3/8”); g) No.4 (4,75 mm); h) No.8 (2,36 mm); i)
No.16 (1,18 mm);
j)
No.30 (0,600 mm);
k) No.50 (0,300 mm); l)
No.100 (0,150 mm);
m) No.200 (0,075 mm); 3) Pengering oven, dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110+5)0C 4) Alat pemisah contoh 5) Mesin pengguncang saringan 6) Talam-talam 7) Kuas,sikat kuningan,sendok 8) Alat-alat lainnya c.
Persiapan Pengujian
44
Benda uji diperoleh dari alat pemisah contoh atau cara perempat. Benda uji disiapkan berdasarkan standar yang berlaku dan terkait kecuali apabila butiran yang melalui saringan No.200 tidak perlu diketahui jumlahnya dan bila syarat-syarat ketelitian tidak menghendaki pencucian. 1) Agregat halus,terdiri dari : a) Ukuran maks. 4,76 mm; berat min. 500 gram b) Ukuran maks. 2,38 mm; berat min. 100 gram. 2) Agregat kasar, terdiri dari : c) Ukuran maks. 3,5” ; berat min. 35,0 kg d) Ukuran maks. 3” ; berat min. 30,0 kg e) Ukuran maks.2,5” ; berat min. 25,0 kg f) Ukuran maks. 2” ; berat min. 20,0 kg g) Ukuran maks. 1,5” ; berat min. 15,0 kg h) Ukuran maks. 1” ; berat min. 10,0 kg i) Ukuran maks. ¾” ; berat min. 5,0 kg j) Ukuran maks. ½” ; berat min. 2,5 kg k) Ukuran maks. 3/8” ; berat min. 1,0 kg 3) Bila agregat berupa campuran dari agregat halus dan agregat kasar, agregat tersebut dipisahkan menjadi 2 bagian dengan saringan No.4. Selanjutnya agregat halus dan agregat kasar disediakan sebanyak jumlah seperi tercantum diatas. d.
Prosedur / Pelaksanaan Pengujian 1) Benda uji dikeringkan dalam oven dengan suhu (110±5)0C, sampai berat tetap 2) Siapkan saringan sesuai dengan distribusi butir yang disyaratkan dalam spesifikasi dan susun saringan terhalus diletakkan paling bawah. 3) Pasang penutup dan alas saringan (pan)
45
4) Apabila digunakan penggetar, pasang saringan pada penggetar 5) Getarkan saringan secara manual atau dengan penggetar mekanis untuk periode secukupnya, minimum 15 menit 6) Timbang berat butir yang tertahan pada masing-masing saringan. e.
Perhitungan dan Penyajian Data 1) Hitung berat butir kumulatif yang tertahan pada saringan tertentu 2) Hitung berat butir yang lolos saringan tertentu, yaitu dengan cara mengurangkan persen berat butir kumulatif yang tertahan dari seratus persen.
2.
Pengujian Jumlah Bahan dalam Agregat Lolos Saringan No.200. Alat dan prosedur pengujian mengacu pada SNI ASTM C117-2012
a.
Maksud, Tujuan, Dan Lingkup 1) Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam menguji jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan no.200 dengan cara pencucian 2) Tujuan pengujian untuk mengetahui persen enda uji, jumlah agregat yang lolos saringan no.200. Jumlah bahan dalam agregat yang lolos saringan no.200, dinyatakan dengan persen selisih berat contoh sebelum dan sesudah pencucian, yang merupakan bahan halus yang terkandung dalam agregat 3) Mencakup cara persiapan benda uji, peralatan, dan cara pengujian jumlah agregat yang lolos saringan no.200 (0,075 mm).
b.
Peralatan 1) Saringan no.200 (0,075 mm) dan no.16 (1,18 mm) 2) Wadah untuk mencuci contoh 3) Timbangan (ketelitian maksimum 0,1 % berat benda uji) 4) Oven, dilengkapi dengan pengatur suhu (110±5)0C
c.
Persiapan Pengujiani
46
1) Siapkan benda uji dalam kondisi kering oven dengan berat sesuai ketentuan ukuran maksimum agregat (Tabel 2.20) Tabel 2.20. Ketentuan Berat Kering Minimum Benda Uji Ukuran Maksimum Agregat
Berat Kering Minimum Benda Uji
(mm)
(gr)
2,36
100
4,75
500
9,50
1000
19,1
2500
≥38,1
5000
Sumber : Spesifikasi seksi 6.3 Campuran Beraspal Panas, Desember 2008
2) Siapkan bahan yang digunakan untuk pembersih (detergen atau sabun) untuk mempermudah pemisahan bahan halus yang melekat pada agregat 3) Siapkan peralatan yang akan digunakan sesuai ptunjuk pemakaian. d.
Prosedur / Pelaksanaan Pengujian 1) Timbang wadah tanpa dan dengan benda uji, untuk mendapatkan berat benda uji. 2) Masukkan benda uji ke dalam wadah dan tambahkan air hinga seluruh benda uji terendam 3) Aduk benda uji atau goyang-goyang wadah sehingga butir-butir halus terpisah dari butir-butir kasar dan butir-butir halus melayang dalam air 4) Tuangkan air dan benda uji ke dalam saringan yang telah disusun (saringan no.16 yang dibawahnya dipasang saringan no.200) 5) Kembalikan benda uji ke dalam wadah, tambahkan air dan goyang-goyang kemudian tuangkan air dan benda uji ke dalam saringan 6) Lakukan hal diatas sampai air pencuci agregat benar-benar jernih
47
7) Masukkan sisa contoh yang tertahan pada saringan no.16 dan no.200 ke dalam wadah dan keringkan dalam oven pada suhu (110±5)0C sampai beratnya tetap 8) Kemudian timbang benda uji dengan ketelitian 0,1 % dari berat benda uji. e.
Perhitungan : Hitung persen bahan agregat yang lolos saringan no.200, dengan rumus : 1)
Berat kering benda uji awal : W3 = W1 – W2………………………………(2.1)
2)
Berat kering benda uji sesudah pencucian : W5 = W4 – W2……...……......(2.2)
3)
Bahan lolossaringanno.200 : W6 = {(W3 – W5)/W3} x 100 %.....................(2.3)
Dimana : a) W1 = Berat kering benda uji + wadah [gram] b) W2 = Berat wadah [gram] c) W3 = Berat kering benda uji awal [gram] d) W4 = Berat kering benda uji sesudah pencucian + wadah [gram] e) W5 = Berat kering benda uji sesudah pencucian [gram] f) W6 = % bahan lolos saringan no.200
3.
Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Halus Alat dan prosedur pengujian mengacu pada SNI 1970-2008.
a.
Maksud, Tujuan, dan Lingkup 1) Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dan acuan dalam pengujian untuk menentukan berat jenis curah, berat jenis kering permukaan jenuh, berat jenis semu, dan angka penyerapan daripadaagregat halus. 2) Tujuan pengujian untuk mendapatkan angka untuk berat jenis curah, berat jenis permukaan jenuh, berat jenis semu, dan penyerapan air pada agregat halus. Berat jenis curah dan berat jenis semu umumnya digunakan pada perhitungan volume dalam campuran, rongga dalam agregat serta kadar air dalam agregat. Berat jenis
48
curah yang ditentukan berdasarkan kondisi jenuh permukaan digunakan apabila agregat dalam keadaan basah, yaitu apabila penyerapan telah berlangsung. Sebaliknya, berat jenis curah yang ditentukan berdasarkan kondisi kering digunakan dalam perhitungan apabila agregat kering atau dianggap kering. Penyerapan digunakan untuk menghitung perubahan berat agregat sebagai akibat adanya air yang terserap oleh pori. 3) Mencakup cara persiapan benda uji, peralatan dan cara pengujin berat jenis dan penyerapan pada tanah jenis agregat halus, yaitu lolos saringan No.4 (4,75 mm). b.
Peralatan 1) Timbangan, kapasitas I kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram. 2) Piknometer dengan kapasitas 500 ml. 3) Kerucut terpancung, diameter bagian atas (40±3) mm, diameter bagian bawah (90±3) mm dan tinggi (75±3) mm dibuat dari logam tebal minimum 0,8 mm. 4) Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340±15) gram, diameter permukaan (25±3) mm. 5) Saringan No.4 (4,75 mm) 6) Pengering oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110±5)0C. 7) Pengukuran suhu dengan ketelitian pembacaan 10C. 8) Talam. 9) Desikator.
c.
Prosedur / Pelaksanaan Pengujian 1) Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110±5)0C, sampai berat tetap (0,1%); dinginkan pada suhu ruang. 2) Kemudian rendam dalam air selama (24±4) jam.
49
3) Buang air perendam dengan hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan agregat diatas talam. 4) Keringkan di udara panas dengan cara membalik-balikkan benda uji, lakukan pengeringan sampai tercapai keadaan kering permukaan jenuh. 5) Periksa keadaan kering permukaan jenuh, dengan cara sebagai berikut : a) Letakkan dasar kerucut pada permukaan yang rata dan kedap air. b) Masukkan satu porsi benda uji yang agak kering ke dalam kerucut secara bertahap / perlapis. c) Ratakan permukaan benda uji pada kerucut dengan jari sebelum dilakukan penumbukkan. d) Lakukan 25 kali penumbukkan terhadap benda uji dalam kerucut. Setiap penumbukkan dilakukan dengan menjatuhkan secara bebas penumbuk dari ketinggian 5 mm diatas permukaan benda uji. e) Buang butir-butir benda uji yang terdapat pada permukaan di sekitar dasar kerucut. f) Angkat kerucut secar vertical, 1. Benda uji yang kering akan hancur, 2. Benda uji yang mengandung air akan mempunyai bentuk kerucut dan 3. Benda uji pada kondisi jenuh permukaan akan tercapai bila mempunyai bentuk kerucut tetapi agak melorot (slump). g) Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500 gram benda uji ke dalam piknometer h) Masukkan air suling sampai mencapai 90% isi piknometer, selama pemasukkan sesekali putar piknometer sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara di dalamnya.
50
i)
Untuk mempercepat proses tersebut dapat dipergunakan pompa hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut terhisap atau dapat juga dilakukan dengan merebus piknometer.
j)
Tambahkan air suling pada piknometer sampai mencapai tanda batas.
k) Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan pada suhu standar 250C. l)
Timbang piknometer berisi air dan benda uji dengan ketelitian 0,1 gram (=Bt)
m) Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110±5)0C sampai berat tetap. n) Kemudian dingonkan benda uji dalam desikator, setelah benda uji dingin selanjutkan timbanglah (=Bk). o) Tentukan berat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air gunakan penyesuaian perhitungan pada suhu standar 250C (=B). d.
Perhitungan dan Penyajian Data Perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat halus diberikan dalam
persamaan, sebagai berikut :
a) Berat jenis curah =
...... ..............................................................(2.4)
(
)
b) Berat jenis jenuh kering permukaan c) Berat jenis semu =( d) Penyerapan
=
(
)
.....................................(2.5)
.............................................. .............................(2.6)
=
(
)
)
x 100…..........................................................(2.7)
Dimana: Bk = Berat benda jenis kering oven, (gram) B = Breat piknometer berisi air, (gram) Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air , (gram)
51
500 = Berat benda uji dalam keadaan kering permukaan jenuh, (gram)
4.
Pengujian Berat Jenis dan Penyerapan Agregat Kasar Alat dan prosedur pengujian mengacu pada SNI 1969:2008.
a.
Maksud, Tujuan, Dan Lingkup 1) Metode ini dimaksudkan sebagai pegangan dan acuan dalam pengujian untuk menentukan berat jenis curah, berat jenis kering permukaan jenuh, berat jenis semu, dan angka penyerapan daripada agregat kasar. 2) Tujuan pengujian untuk mendapatkan angka untuk jenis curah, berat jenis permukaan jenuh, berat jenis semu, dan penyerapan air pada agregat kasar. Berat jenis curah dan berat jenis semu umumnya digunakan pada perhitungan volume dalam campuran, rongga dalam agregat. Penyerapan digunakan untuk menghitung perubahan berat agregat sebagai akibat adanya air yang terserap oleh pori dalam agregat dibandingkan dengan berat agregat dalam keadaan kering latan, dan cara pengujian berat jenis dan penyerapan pada tanah jenis agregat kasar, yaitu yang tertahan saringan No.4 (4,75 mm). 3) Mencakup cara persiapan benda uji, per latan, dan cara pengujian berat jenis dan penyerapan pada tanah jenis agregat kasar, yaitu yang tertahan saringan No.4 (4,75 mm).
b.
Peralatan 1) Keranjang kawat ukuran 3,35 mm (No.6) atau 2,36 mm (No.8) dengan kapasitas kira-kira 5 kg. 2) Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa sehingga permukaan air selalu tetap. 3) Timbangan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1 % dari berat contoh yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.
52
4) Saringan No.4 (4,75 mm). 5) Pengering oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai (110±5)0C. c.
Prosedur / Pelaksanaan Pengujian 1) Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan yang melekat pada permukaan. 2) Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110±5)0C sampai berat tetap. 3) Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian timbang dengan ketelitian 0,5 gram (=Bk). 4) Keluarkan benda uji dari air, lap dengan kain penyerap sampai selaput air pada permukaan hilang, untuk butiran yang besar pengering halus satu persatu. 5) Timbang benda uji kering permukaan jenuh (=Bj). 6) Letakkan benda uji di dalam keranjang, goncangkan batunya untuk mengeluarkan udara yang terserap, tentukan beratnya di dalam air (=Ba) dan ukur suhu air untuk penyesuaian perhitungan pada suhu standar (250C). 7) Banyak jenis bahan campuran yang mempunyai bagian butir-butir berat dan ringan, bahan semacam ini memberikan harga-harga berat jenis yang tidak tetap walaupunpemeriksaan dilakukan dengan sangat hati-hati, dalam hal ini beberapa pemeriksaan ulangan diperlukan untuk mendapatkan harga rata-rata yang memuaskan.
d.
Perhitungan dan Penyajian Data Perhitungan berat jenis dan penyerapan agregat kasar diberikan dalam
persamaan sebagai berikut ; Berat jenis curah
=
..........................................................................(2.8)
Berat jenis kering permukaan jenuh
53
=
......................................(2.9)
Berat jenis semu Penyerapan
= =
.........................................................................(2.10) x 100…......................................................(2.11)
Dimana: Bk = Berat jenis kering oven, (gram) Bj = Berat benda uji kering permukaan jenuh, (gram) Ba = Berat benda uji kering permukaan jenuh di dalam air,(gram)
5.
Pengujian Keausan Agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles Alat dan prosedur pengujian mengacu pada SNI 2417:2008.
a.
Maksud, Tujuan, dan Lingkup 1) Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam menguji keausan agregat dengan menggunakan alat/mesin Abrasi los Angeles. 2) Tujuan pengujian untuk mengetahui angka keausan yang dinyatakan dengan perbandingan antara berat bahan aus terhadap berat semula dalam persen. 3) Mencakup peralatan, persiapan benda uji, dan cara pengujian keausan agregat dengan mesin abrasi Los Angeles, meliputi agregat kasar dengan ukuran 75 mm (3 inci) sampai dengan ukuran 2,36 mm (saringan No.8) dengan menggunakan mesin abrasi Los Angeles.
b.
Peralatan 1) Mesin abrasi Los Angeles, terdiri dari silinder bajatertutup pada kedua sisinya dengan diameter dalam 711 mm(28 in) panjang dalam 508 mm(20 in); silinder bertumpu pada dua poros pendek yang tak menerus dan berputar pada poros mendatar; silinder berlubang untuk memasukkan benda uji penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu; di bagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 89 mm(3,5 in). 2) Saringan No.12 (1,70 mm) dan saringan-saringan lainnya.
54
3) Timbangan, dengan ketelitian 0,1 % terhadap berat contoh atau 5 gram. 4) Bola-bola baja,dengan diameter rata-rata 4,68 cm (127/32 in) dan berat masingmasing antara 390 gram sampai 445 gram. 5) Oven, yang dilengkapi dengan pengatur temperature untuk memanasi sampai dengan (110±5)0C. 6) Alat bantu pan dan kuas. c.
Prosedur / Pelaksanaan Pengujian 1) Pengujian ketahanan agregat kasar terhadap keausan dapat dilakukan dengan salah satu dari 7 macam gradasi (A,B,C,D,E,G) pada Tabel. 2) Benda uji dan bola baja dimasukkan ke dalam mesin abrasi. 3) Putar mesin dengan kecepatan 30 s/d 33 rpm dengan jumlah putaran gradasi A,B,C, dan gradasi D adalah 500 putaran, serta untuk gradasi E,F, dan gradasi G adalah 1000 putaran. 4) Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin dan saring dengan saringan No.12 (1,70 mm) kemudian yang tertahan di atasnya dicuci bersih. 5) Selanjutnya dikeringkan dalam oven pada temperature 1100C±50C dan timbang bahan tertahan saringan no.12 dengan ketelitian 1gram (=b). 6) Jika material contoh uji homogeny, pengujian cukup dilakukan dengan 100 putaran, dan setelah selesai pengujian disaring dengan saringan N0.12 tanpa pencucian. Perbandingan hasil pengujian antara 100 putaran dan 500 putaran agregat tertahan di atas saringan no.12 tanpa pencucian tidak boleh> dari 0,20. 7) Metode pada butir 6). Tidak berlaku untuk pengujian material dengan metode ASTM C 535-96 yaitu Standard Test Method For Resistance to Degradation of Large-Size Coarse aggregate by Abration and impact in the Los Angeles Machine.
55
d.
Perhitungan Keausan =
( – )
x 100 …..........................................................................(2.12)
Dimana:
6.
a
= Berat benda uji semula, (gram)
b
= Berat benda uji tertahan saringan No.12, (gram)
Pengujian Penyelimutan dan Pengelupasan Campuran Agregat-Aspal Alat dan prosedur pengujian mengacu pada SNI 2439:2011.
a.
Maksud, Tujuan, dan Lingkup 1) Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam menguji kelekatan agregat terhadap aspal. 2) Tujuan pengujian untuk mengetahui angka persentase luas permukaan agregat yang diselimuti aspal terhadap keseluruhan permukaan. Kelekatan agregat terhadap aspal, adalah persen luas permukaan agregat yang terselimuti aspal terhadap keseluruhan permukaan. 3) Mencakup peralatan, persiapan benda uji, dan cara pengujian kelekatan agregat terhadap aspal.
b.
Peralatan 1) Wadah untuk mengaduk (kapasitas min.500 ml). 2) Timbangan (kapasitas 200 gr, ketelitian 0,1 gr) 3) Pisau pengaduk baja (spatula), lebar 25 mm dan panjang 100 mm 4) Tabung gelas kimia (kapasitas 600 ml) 5) Oven, dilengkapi pengatur suhu (150±1)0C 6) Saringan 6,3 mm (1/4”) dan 9,5 mm (3/8”)
56
7) Termometer logam (±2000C dan ±1000C) 8) Air suling (pH 6,0 s/d 7,0) c.
Prosedur / Pelaksanaan Pengujian 1) Masukkan 100 gram benda uji ke dalam wadah. 2) Isikan aspal sekitar 5,5 gram yang telah dipanaskan kedalam wadah pada temperature yang sesuai. 3) Aduk aspal dan benda uji sampai merata selama 2 menit. 4) Masukkan adukan serta wadahnya dalam oven pada suhu 600C selama 2 jam. 5) Keluarkan adukan serta wadahnya dari oven dan diaduk kembali 6) Pindahkan adukan kedalam tabung gelas kimia. 7) Isi dengan air suling sebanyak 400 ml kemudian diamkan pada temperature ruang selama 16 sampai 18 jam. 8) Perkirakan persentase luas permukaan yang masih terselimuti aspal. 9)
7. Pengujian Aspal Pen 60/70 dan LGA Pengujian aspal meliputi pengujiann aspal pen 60/70 dan LGA . Jenis pengujian dapat diperlihatkan pada Tabel 2.21. Tabel 2.21. Pengujian Aspal pen 60/70 NO.
Jenis Pengujian
Standar Pengujian
1.
Penetrasi 25’C
SNI 2456:2011
2.
Titik Nyala dan Titik Bakar ; ‘C
SNI 2433-2011
3.
Titik Lembek ; ‘C
SNI 2434:2011
4.
Daktilitas, 25’C ; cm
SNI 2432-2011
5.
Berat Jenis aspal
SNI 2441:2011
Sumber : Spesifikasi seksi 6.3, bahan Campuran Beraspal Panas Desember 2006.
Tabel 2.22. Pengujian LGA (Lawele Granular Aspalt) dan Mineral LGA 57
NO.
Jenis Pengujian
Standar Pengujian
1.
Penetrasi Bitumen 250C,100 gr,5 dtk
SNI 2456:2011
2.
Berat jenis BGA dan Mineral BGA
SNI 1964:2008
3.
Analisa Saringan BGA dan Mineral BGA
SNI ASTM C136-2012
NO
Jenis Pengujian
Standar Pengujian
4.
kadar Bitumen
5.
Kadar air
SNI 03-3640-1994 SNI 2490:2008
Sumber : Spesifikasi seksi 6.3, bahan Campuran Beraspal Panas Desember 2006
8.
Pengujian Penetrasi Bahan-bahan Bitumen Alat dan prosedur pengujian Aspal pen 60/70 dan LGA mengacu pada SNI 2456:2011. a.
Maksud, Tujuan, dan Lingkup 1) Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam menguji penetrasi bahan-bahan aspal dengan menggunakan alat penguji penetrasi. 2) Tujuan pengujian untuk mengetahui angka penetrasi/nilai kekerasan aspal keras atau aspal lembek penetrasi aspal, dinyatakan dengan masuknya jarum sebagai akibat beeban (100 gr). Pada suhu 250C ke dalam permukaan aspal, yang besarnya diukur dengan angka yang terbaca pada arloji penetrometer.
b.
Peralatan 1) Satu unit alat pengujian nilai penetrasi lengkap, mencakup pemegang jarum (47,5 op wacth.±0,05) gram, pemberat (50±0,05) gram atau (100±0,05) gram masingmasing untuk pengukuran penetasi beban 100 gram dan 200 gram. 2) Cawan contoh atau gelas berbentuk silinder dasar rata. 3) Bak perendam. 4) Tempat air kecil untuk merendam contoh. 5) Termometer. 58
6) Pengukur waktu, stop wacth c.
Prosedur /Pelaksanaan 1) Letakkan benda uji ke dalam tempat air kecil, berikutnya masukkan tempat air kecil berikut benda uji ke dalam bak perendam bersuhu 250C, selama 1-2 jam. 2) Periksa pemegang jarum dan bersihkan jarum penetrasi dan pasang, kemudian letakkan pemberat 50 gr pada pemegang jarum hingga berat total 100 gram. 3) Pindahkan tempat air berikut benda uji dari bak perendam ke bawah alat penetrasi. 4) Atur jarum hingga menyentuh permukaan benda uji dan tentukan angka nol pada arlojiol penetrometer. 5) Lepaskan pemegang jarum dan bersamaan itu jalankan stop watch selama (5+0,1)detik. 6) Putarlah arloji penetrometer dan baca serta catat angka penetrasinya (bulatkan 5 tikdhingga angka 0,1 mm terdekat). 7) Lepaskan jarum dari pemegangjarum, kemudian lakukan pengujian pada benda uji yang sama paling sedikit 3 kali.
9.
Pengujian Titik Nyala dan Titik Bakar dengan Cleveland Open Cup Alat dan prosedur pengujian mengacu pada SNI 2433:2011.
a.
Maksud, Tujuan, dan Lingkup 1) Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dalam menguji titik nyala dan titik bakar aspal dengan menggunakan alat Cleveland open cup. 2) Tujuan pengujian untuk mengetahui besaran suhu dimana terlihat nyala singkat< 5 detik (titik nyala) dan terlihat nyala minimal 5 detik (titik bakar) diatas permukaan aspal. Titik nyala merupakan temperatur terendah dimana uap benda uji dapat menyala (nyala biru singkat) apabila dilewatkan api penguji.
59
Temperatur titik nyala tersebut harus dikoreksi pada tekanan barometer udara 101,3 kPa (760 mm Hg). Titik bakar, merupakan temperatur terendah ketika uap benda uji terbakar selama minimum 5 detik apabila dilewatkan api penguji. Temperatur titik bakar tersebut harus dikoreksi pada tekanan barometer udara 101,3 kPa (760 mm Hg). 3) Mencakup cara persiapan benda uji, peralatan, cara pengujian untuk menentukan titik nyala dan titik bakar aspal dengan menggunakan alat Cleveland open cup, secara manual dan dapat digunakan untuk semua jenis aspal yang mempunyai titik nyala dalam rentang 790C sampai dengan 4000C. b.
Peralatan 1) Alat Cleveland open cup, terdiri dari nyala api penguji, pelat pemanas, pemanas dan penyangga. 2) Cawan Cleveland. 3) Termometer, dengan rentang pengukuran 60C s/d 4000C. Dan barometer, untuk mengukur tekanan udara. 4) Sebagai sumber nyala penguji digunakan gas alam cair (LPG). Suplai tekanan ke alat tidak boleh melebihi 3 kPa.
c.
Prosedur / Pelaksanaan Pengujian 1) Panaskan contoh bahan yang keras atau semi padat sampai cair, temperatur pemanasan contoh uji tidak boleh > 1500C. 2) Isi cawan Cleveland dengan contoh uji sampai garis batas pengisian, dan tempatkan cawan Cleveland di atas pelat pemanas. 3) Nyalakan api penguji dan atur diameter api penguji antara 3,2 s/d 4,8 mm, atau 4) Lakukan dengan hati-hati penggunaan gas untuk nyala api penguji.
60
5) Lakukan pemanasan awal dengan kenaikan temperatur antara 140C s/d 170C per menit sampai benda uji mencapai temperatur 560C di bawah titik nyala-perkiraan. Kurangi pemanasan hingga kecepatan kenaikkan temperatur 280C di bawah titik nyala-perkiraan. 6) Gunakan nyala penguji pada waktu temperatur benda uji mencapai ±280C di bawah titik nyala-perkiraan dan lintaskan api penguji setiap kenaikan temperatur 20C. Lintasan api penguji mengikuti garis lengkung yang mempunyai jari-jari minimum 150-1 mm. 7) Api penguji harus bergerak horizontal dan jarak dengan tepi atas cawan tidak lebih dari 2 mm. Waktu yang dibutuhkan api penguji untuk melintasi cawan kurang lebih 1-0,1 detik. 8) Lakukan pemanasan dari temperature 280C di bawah titik nyala perkiraan sampai titik nyala-perkiraan untuk menghindari terganggunya nyala api penguji akibat pengaruh angin di atas uap pada cawan Cleveland lakukan lintasan api penguji dengan cepat dan hati-hati. 9) Bilamana terjadi pembusaan dipermukaan benda uji sampai temperatur 280C di bawah titik nyala-perkiraan, pengujian dihentikan dan diulang. 10) Perhatikan besarnya nyala api penguji, kecepatan kenaikan temperatur dan kecepatan gerakkan api penguji di atas benda uji. 11) Catat hasil pengujian titik nyala yang diperoleh dari pembacaan termometer pada saat benda uji mulai menyala. 12) Untuk menentukan titik bakar, lanjutkan pemanasan pada benda uji setelah titik nyala dicatat, kenaikan temperatur 50C s/d 60C per menit. Teruskan penggunaan rnyala penguji pada interval kenaikan temperatur 20C sampai benda uji menyala
61
dan terbakar minimal 5 detik. Catat temperature tersebut sebagai titik bakar benda uji.
10. Pengujian Titik Lembek Aspal pen 60/70 Alat dan prosedur pengujian Aspal pen 60/70 mengacu pada SNI 2434:2011 a.
Maksud, Tujuan, dan Lingkup 1) Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam menguji titik lembek aspal, dengan menggunakan alat pengujian titik lembek aspal. 2) Tujuan pengujian untuk mengetahui besaran suhu titik lembek aspal dan ter. Titik lembek, dinyatakan dengan suhu pada saat bola baja dengan berat tertentu mendesak turun pada lapisan aspal atau ter yang tertahan dalam cincin yang berukuran tertentu, sehingga menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin pada tinggi 25,4 mm, sebagai akibat kecepatan pemanasan tertentu. 3) Mencakup peralatan, persiapan benda uji, dan cara pengujian untuk menentukan titik lembek bahan aspal dan ter yang berkisar 300C sampai 2000C dengan cara ring and ball.
b.
Peralatan 1) Satu unit alat pengujian titik lembek aspal, mencakup : cincin kuningan, bola baja berdiameter 9,53 mm dengan berat (3,50±0,05)gram, dudukan benda uji, alat pengarah bola. 2) Termometer. 3) Pemanas. 4) Oven dengan pengatur suhu. 5) Alat bantu seperti : spatula dan pisau.
c.
Prosedur / Pelaksanaan Pengujian 1) Pasang dan atur kedua benda uji serta tempatkan pada pengarah bola diatasnya.
62
2) Masukkan ke dalam bejana gelas dan isi air suling bersuhu (5 + 1)0C sampai tinggi permukaan air berkisar antara 101,6 mm – 108 mm. 3) Kemudian tempatkan bola-bola baja di atas tengah benda uji pada pengarah bola menggunakan tangan atau penjepit dengan mengeluarkan/memasang kembali pengarah bola. 4) Tempatkan thermometer diantara kedua benda uji (+ 12,7 mm dari tiap cincin) dan atur jarak antara permukaan pelat dasar dengan benda uji menjadi 25,4 mm. 5) Panaskan bejana dengan kenaikan temperature air 50C/menit. 6) Atur kecepatan pemanasan untuk 3 menit pertama 50C + 0,5/menit. 7) Catat temperature yang ditunjukkan saat bola baja mendesak turun lapisan benda uji (aspal) hingga menyentuh pelat dasar yang terletak di bawah cincin, sebagai akibat kecepatan pemanasan.
11. Cara Uji Daktilitas Aspal pen 60/70 Alat dan prosedur pengujian mengacu pada SNI 2432:2011 a.
Maksud, Tujuan, dan Lingkup 1) Metode ini dimaksudkan sebagai acuan dan pegangan dalam menguji daktilitas aspal, dengan menggunakan alat penguji daktilitas aspal, pengujian dilakukan pada temperatur 250C ± 0,50C atau temperature lainnya. 2) Tujuan pengujian untuk menentukan jarak pemuluran aspal dalam cetakan pada saat putus setelah ditarik dengan kecepatan 50 mm per menit ± 2,5 mm, yang ditujukkan oleh panjangnya benang aspal yang ditarik hingga putus. Daktilitas aspal adalah nilai keelastisitasan aspal, yang diukur dari jarak terpanjang, apabila antara dua cetakan berisi bitumen keras yang ditarik sebelum putus pada suhu 250C ±0,50C dan dengan kecepatan 50 mm/menit.
63
3) Mencakup cara persiapan benda uji, peralatan dan cara pengujian daktilitas aspal keras, residu aspal emulsi, residu aspal cair dan bitumen aspal alam yang menunjukkan pemuluran aspal. b.
Peralatan 1) Cetakkan uji benda daktilitas, terbuat dari kuningan. 2) Bak perendam, harus dapat mempertahankan temperatur pengujian 250C atau temperatur lainnya dengan ketelitian 0,10C. Isi air dalam bak perendam tidak boleh kurang dari 10 liter, kedalaman air di dalam bak tidak boleh kurang dari 50 mm agar benda uji dapat terendam pada kedalaman 25 mm. 3) Mesin penguji, dengan ketentuan sebagai berikut 4) Dapat menjaga uji tetap terendam 5) Dapat menarik benda uji tanpa menimbulkan getaran pada kecepatan tetap. 6) Termometer, dengan rentang pengukuran -80C s/d 320C.
c.
Prosedur / Pelaksanaan Pengujian 1) Lepaskan benda uji dari pelat dasar dari sisi cetakannya dan langsung pasangkan benda uji ke mesin uji dengan cara memasukkan lubang cetakan ke pemegang di mesin uji. 2) Jalankan mesin uji sehingga menarik benda uji dengan kecepatan sesuai persyaratan (50 mm per menit). Perbedaan kecepatan lebih atau kurang dari 2,5 mm per menit masih diperbolehkan. 3) Baca pemuluran benda uji pada saat putus dalam satuan mm (cm).
12. Pengujian Berat Jenis Aspal pen 60/70 ,LGA dan Bitumen LGA Alat dan prosedur pengujian Berat Jenis Aspal mengacu pada SNI 2441-2011, Berat jenis LGA dan Berat Jenis Bitumen LGA mengacu pada SNI 1964:2008. a.
Maksud, Tujuan, dan Lingkup
64
1) Metode ini dimaksudkan sebagi acuan dan pegangan dalam menguji berat jenis aspal padat/keras, dengan menggunakan piknometer dan hitung dengan rumus berat jenis hasil pengujian. 2) Tujuan pengujian untuk mengetahui nilai berat jenis aspal. 3) Mencakup cara persiapan benda uji, peralatan, cara pengujian untuk menentukan berat jenis BGA dan aspal minyak dengan menggunakan piknometer. b.
Peralatan 1) Piknometer 30 ml. 2) Bak perendam, dilengkapi pengatur suhu (ketelitian 25±0,1)0C. 3) Termometer. 4) Air suling, sebanyak 1000 ml 5) Bejana gelas, kapasitas 1000 ml. 6) Timbangan.
c.
Prosedur / Pelaksanaan Pengujian 1) Isi bejana dengan air suling hingga bagian atas tidak terendam 40 mm, kemudian rendam dalam bak perendam, atur suhu bak perendam pada 250C. 2) Timbang piknometer keadaan bersih dan kering, dengan ketelitian 1 mg (=A). 3) Angkat bejana dari bak perendam dan isi piknometer dengan air suling kemudian tutuplah piknometer. 4) Tempatkan piknometer ke dalam bejana, kemudian rendam kembali bejana berisi piknometer ke dalam bak perendam selama kurang lebih 30 menit, selanjutnya angkat dan keringkan dan timbang dengan ketelitian 1 mg (=B). 5) Tuangkan benda uji cair ke dalam piknometer yang telah kering hingga terisi ¾ bagian dan biarkan piknometer sampai dingin selama tidak kurang dari 40 menit, selanjutnya timbang (=C).
65
6) Isilah piknometer yang beisi benda uji dengan air suling dan tutup. 7) Angkatlah bejana dari bak perendam dan tempatkan piknometer di dalamnya, kemudian masukkan dan diamkan bejana ke dalam bak perendam selama kurangkurangnya 30 menit, angkat keringkan, dan timbang piknometer.
13. Pengujian Campuran Beraspal dengan Alat Marshall Konsep dasar dari metode campuran Marshall adalah untuk mencari nilai kadar aspal optimum pada kepadatan volume yang diinginkan dan memenuhi syarat minimum nilai stabilitas dengan nilai flow. Persiapan untuk menguji dengan metode Marshall memerlukan peralatan dan material sebagai berikut : 1) Cetakan benda uji berbentuk silinder. 2) Penumbuk dan landasan pemadat. 3) Extractor benda uji. 4) Alat uji Marshall. 5) Oven. 6) Bak perendam. 7) Termometer. 8) Panic / pan. 9) Timbangan. 10) Kompor. 11) Aspal minyak Pen 60/70 Campuran (mix design) dari metode Marshall terdiri dari enam langkah, sebagai berikut :
a.
Pemilihan Agregat Metode Marshall menggunakan beberapa langkah dasar dalam pemilihan agregat untuk pembuatan mix design.
66
1) Menentukan bentuk fisik agregat, dengan berbagi test untuk menentukan sifat dasar material, seperti 2) Kekerasan dan berat material. 3) Daya tahan dan kekuatan material. 4) Kebersihan material terhadap material (lumpur,dll). 5) Bentuk agregat dan tekstur permukaan material. 6) Jika syarat pada langkah sebelumnya terpenuhi, maka perlu dilaksanakan pengujian agregat berikutnya yang meliputi, 7) Ukuran dan gradasi agregat 8) Berat jenis dan penyerapan 9) Melakukan penghitungan mix design untuk mencari gradasi agregat yang diinginkan. Gradasi agregat didapatkan dengan percobaan pencampuran gradasi agregat yang berbeda hingga didapatkan gradasi agregat yang diinginkan. Beberapa pertimbangan dalam proses encampuran. 10) Semua spesifikasi gradasi harus sesuai dengan persyaratan sesuai dengan berat tertahan pada nomor saringan tertentu. 11) Gradasi tidak boleh terlalu mendekati 0,45 kekuatan maksimum dari kurva gradasi agregat.
b. Bahan Pengikat Aspal Metode Marshall tidak mengharuskan persyaratan khusus mengenai penggunaan jenis aspal/ binder dalam campuran aspal. Biasanya kadar aspal yang digunakan berdasarkan pada penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya. Namun setelah menentukan jenis aspal yang akan dipakai, perlu dilakukan percobaan untuk mengetahui viskositas dari aspal tersebut.
67
c.
Pembuatan Benda Uji Seperti
pada
metode
lainnya,
pengujian
dengan
metode
Marshall
menggunakan beberapa sampel percobaan campuran aspal dengan kadar aspal yang berbeda (biasanya dibuat tiga sampel untuk setiap campuran kadar aspal yang berbeda). Dengan mengevaluasi hasil dari setiap sampel percobaan, dapat disimpulkan kadar air optimumnya. Agar konsep ini dapat berhasil, maka kadar aspal yang digunakan harus berada dibawah dan diatas dari perkiraan kadar aspal optimum. Kadar aspal optimum dapat ditentukan dengan beberapa cara berikut ini : 1)
Perkiraan kadar aspal optimum Metode Marshall dapat menggunakan metode apapun untuk memperkirakan nilai kadar aspal optimumnya baik itu prosedur local ataupun dari pengalaman penelitian sebelumnya. Berdasarkan nilai perkiraan kadar optimum aspal, disiapkan sampel aspal dengan penambahan 0,5% kadar aspal dari kadar aspal optimum. Minimal dua sampel untuk kadar aspal dibawah kadar aspal optimum, dan dua sampel diatas kadar aspal optimum.
2)
Pemadatan dengan alat Marshall hammer Campuran benda uji dipanaskan untuk mengantisipasi suhu pada saat pemadatan dengan menggunakan alat Marshall. Alat Marshall adalah alat yang mengaplikasikan tekanan pada benda uji pada sisi atas dan bawah dengan menggunakan hammer. Berikut adalah parameter dalam penggunaan alat Marshall : a) Ukuran benda uji, diameter = 102 mm (4 inci), tinggi =64 mm (2,5 inci). b) Dasar penumbuk harus datar dan bulat. Diameter 98,4 mm dan luas 76 cm2. c) Tekanan pemadatan, jarak jatuh bebas hammer adalah 457,2 mm dengan berat 4536 gram (10 lb).
68
d) Banyaknya tumbukan, bervariasi dari 35,50, dan 75 tergantung pada beban jalan yang direncanakan. e) Penumbuk menumbuk bagian atas benda uji sampai jumlah tumbukan yang ditentukan. Setelah itu benda uji dibalik dan ditumbuk kembali sesuai dengan jumlah tumbukan sebelumnya. 3)
Penimbangan Benda Uji Setelah benda uji dibuat, maka perlu dilakukan penimbangan benda uji. Penimbangan dilakukan dengan beberapa kondisi : a) Penimbangan benda uji kering. b) Penimbangan benda uji terendam dalam air. c) Penimbangan benda uji pada saat kondisi SSD.
d. Stabilitas Marshall dan Test kelelehan Plastis (flow test) Nilai stabilitas dan kelelehan plastis (flow test) didapatkan dengan menguji benda uji dengan menggunakan alat Marshall. Nilai stabilitas didapatkan dari kemampuan benda uji menahan beban maksimum, dengan tingkat pembebanan 50,8 mm / menit (2 inci / menit). Pada dasarnya beban akan terus bertambah sampai benda uji tidak dapat menahan beban tersebut. Lalu dilakukan pula pembacaan nilai flow.
e.
Kepadatan dan Analisa Pori Semua metode mix design menggunakan kepadatan dan analisa pori untuk menentukan karakter fisik HMA (Hammer Marshall Apparatus). Dua perhitungan kepadatan yang umum digunakan adalah : 1) Bulk specific gravity (Gmb) 2) Theoretical maximum specific gravity (Gmm)
69
Nilai kepadatan tersebut digunakan untuk menghitung parameter volume HMA. Kadar pori yang dihitung adalah : 1) Air voids (Va) 2) Voids in the mineral aggregate (VMA) 3) Voids filled with aspalt (VFA)
f.
Penentuan kadar aspal optimum Kadar aspal optimum dapat ditentukan berdasarkan hasil dari kombinasi uji stabilitas dan flow, analisa kepadatan, dan analisa pori benda uji. Kadar aspal optimum ditentukan dengan prosedur berikut ini : 1) Pembuatan grafik berikut : a)
Kadar aspal terhadap density (kepadatan)
b)
Kadar aspal terhadap stabilitas
c)
Kadar aspal terhadap flow (kelelehan plastis)
d)
Kadar aspal terhadap air voids (kadar pori)
e)
Kadar aspal terhadap VMA
f)
Kadar aspal terhadap VFA
2) Menentukan kadar aspal optimum yang sesuai dengan spesifikasi rata-rata kadar pori / air voids (4%).
3) Tentukan nilai kadar optimum aspal berdasarkan pada hasil plot grafik. Bandingkan hasil tersebut dengan spesifikasi yang ditentukan. Jika hasil grafik tersebut tidak sesuai dengan spesifikasi, maka harus dilakukan pengulangan disain campuran aspal tersebut.
70
g.
Pemilihan dan Pengujian, dan Material 1) Agregat a) Pemeriksaan analisa saringan agregat halus dan kasar b) Pemeriksaan berat jenis c) Kombinasi gradasi agregat 2) Aspal a) Pemeriksaan titik lembek b) Pemeriksaan penetrasi terhadap aspal c) Pengujian titik nyala dan titik bakar aspal d) Pengujian Daktilitas aspal
h. Benda Uji Dalam penelitian ini benda uji yang akan digunakan adalah campuran beraspal yang telah dipadatkan dengan bentuk silinder dengan dimensi : 1) Diameter silinder (R) = 102 2) Tinggi silinder (t) = 64 mm.
71
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan mengadakan kegiatan percobaan di laboratorium dengan dasar menggunakan sistem pencampuran aspal panas Asphalt Concrete Wearing-Course (AC-WC) yang merupakan dasar dari pembangunan jalan raya dan banyak digunakan oleh Bina Marga. Pengujian akan dilakukan terhadap aspal minyak dengan penetrasi 60/70. Penelitian dilakukan pada campuran Laston dengan aspal pen 60/70 dan LGA (Lawele Granular Asphalt) Lawele. Dalam penelitian ini dari 5 variasi kadar aspal (4,5% 5%, 5,5% 6% dan 6,5%) yang digunakan langsung divariasikan dengan bahan campuran Lawele Butir type 50/30 dengan kadar variasi ( 0%, dan 2% ) dan Lawele Butir type 5/20 (0%, dan 2 %).
3.2 Gambaran Umum Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1
Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Laboratorium Jalan dan Aspal Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo.
3.2.2
Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan pada bulan Januari 2016, dengan tahapan sebagai berikut : a) Pengumpulan data sekunder yaitu melakukan studi literature untuk data pendukung. b) Penyiapan sampel material. c) Pengujian laboratorium.
72
3.3 Bahan dan Peralatan Penelitian 3.3.1 Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Batu pecah moramo 2. Aspal Penetrasi 60/70 Pertamina 3. Asbuton butir
3.3.2 Peralatan Penelitian 3.3.2.1 Peralatan Pengujian Agregat di laboratorium Peralatan Laboratorium yang harus disiapkan untuk pengujian agregat adalah : a.
Alat pembagi contoh agregat (spliter)
b.
Alat Saringan lengkap,dengan ukuran sesuai gradasi agregat yang dipilih
c.
Alat untuk menguji berat jenis semu dan berat jenis bulk
d.
Alat pemeriksaan keausan dengan mesin abrasi
3.3.2.2 Peralatan Pengujian Aspal di Laboratorium Peralatan laboratorium yang harus disiapkan untuk pengujian aspal dan bitumen adalah : a.
Alat pengambilan contoh bahan bitumen
b.
Alat untuk pengujian berat jenis aspal
73
3.3.2.3 Peralatan Untuk Pengujian Campuran Beraspal Peralatan uji yang harus disiapkan adalah disesuaikan dengan jenis pengujian yang akan dilakukan untuk mengetahui karakter fisik dan mekanis dari campuran yang akan digunakan. Peralatan pengujian campuran mencakup : a.
Alat pembuat briket, yaitu alat pemadat campuran
b.
Alat pengeluar briket hasil pemadatan (extruder)
c.
Satu unit alat pengujian Marshall
d.
Bak penangas air (Waterbath) Peralatan yang telah disiapkan untuk pengujian campuran
beraspal harus dalam kondisi layak pakai dan telah dikalibrasi dengan instansi berwenang.
3.4 Variabel Penelitian Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalaah: 1. Untuk pengujian Agregat adalah Analisa Saringan agregat kasar dan halus, Jumlah bahan dalam agregat lolos saringan no.200, Berat jenis dan penyerapan agregat halus, Berat jenis dan penyerapan agregat kasar, Keausan agregat dengan Mesin Abrasi Los Angeles dan kelekatan agregat terhadap aspal. 2. Untuk pengujian aspal minyak pen 60/70 dan LGA adalah penetrasi, Titik nyala dan titik bakar dengan Cleveland open cup, Titik lembek, kadar air,kadar bitumen, Daktilitas dan berat jenis bitumen. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2.23. No.
Tujuan Penelitian
Variabel Penelitian
1.
Menganalisis stabilitas Agregat campuran AC-WC Asbuton
74
Indikator - Analisa saringan - Abrasi - Berat jenis
dan
Panas
2.
Menganalisis Rencana
penyerapan agregat kasar - Berat jenis dan penyerapan agregat halus - Lolos saringan no.200 kadar LGA Aspal pen 60/70
- Penetrasi - Titik Lembek - Titik Nyala - Daktilitas - Berat jenis - Penetrasi - Kadar Air
LGA
- Kadar Bitumen - Analisa Saringan - Berat jenis Butir - Berat jenis Mineral
3.5 Pemeriksaan Material di Laboratorium Pengujian material yang dilaksanakan pada penelitian ini meliputi pemeriksaan terhadap agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal dengan mengacu pada spesifikasi Umum Direktorat Jendral Bina Marga tahun 2010. 1.
Pemeriksaan Agregat Dalam pemilihan bahan agregat diupayakan menjamin tingkat penyerapan air yang paling rendah. Hal itu merupakan antisipasi atas hilangnya material aspal yang terserap oleh agregat. Agregat dapat terdiri atas beberapa fraksi, misalnya fraksi kasar, fraksi medium dan abu batu atau pasir alam. Pada umumnya fraksi kasar dan fraksi
75
medium digolongkan sebagai agregat kasar. Sedangkan untuk abu batu dan pasir alam sebagai agregat halus. Meliputi : 1.
Pengujian analisis saringan agregat halus dan kasar (SNI 03-1968-1990) Pengujian ini dilakukan untuk memperoleh distribusi besaran atau jumlah persentase butiran baik agregat halus maupun agregat kasar. Distribusi yang diperoleh dapat ditunjukkan dalam tabel grafik.
2.
Pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar halus (SNI 03-1969-1990) Pengujian dilakukan untuk meperoleh angka berat jenis curah, berat jenis kering permukaan dan berat jenis semu serta besarnya angka penyerapan agregat kasar.
3.
Pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat halus (SNI 03-1970-1990) Pengujian dilakukan untuk memperoleh angka berat jenis curah, berat jenis kering permukaan dan berat jenis semu serta besarnya angka penyerapan agregat halus.
4.
Pengujian keausan agregat kasar dengan mesin Abrasi Los Angeles (SNI 034147-1991) Pengujian dilakukan untuk mengetahui ketahanan agregat kasar terhadap keausan dengan menggunakan Mesin Abrasi Los Angeles. Angka keausan dinyatakan dalam perbandingan antara berat bahan aus lolos saringan No. 12 (1,7 mm) terhadap berat semula dalam persen.
2. Pemeriksaan Aspal Aspal walaupun jumlah persentasenya kecil, namun menentukan dalam menyatukan keseluruhan komponen campuran, sekaligus bernilai mahal untuk skala proyek. Karena itu, disyaratkan memenuhi spesifikasi yang digariskan agar diperoleh
76
campuran bermutu dan awet (durable). Adapun aspal yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah aspal produk pertamina dengan penetrasi 60/70 3. Penentuan Kadar Aspal Optimum Kadar Aspal optimum adalah kadar aspal yang memenuhi seluruh karateristik Marshall. Adapun prosedur penentuan kadar aspal optimum adalah sebagai berikut : 1. Gambarkan grafik hubungan antara kadar aspal dengan hasil pengujian : -
Stabilitas
-
Kelelehan
-
VMA
-
VFA
-
VIM
-
Marshall Quetion (MQ)
2. Untuk masing-masing parameter yang tercantum dalam persyaratan campuran, gambarkan batas-batas spesifikasi kedalam grafik dan tentukan rentang kadar aspal yang memenuhi persyaratan 3. Pada grafik tersebut gambarkan rentang kadar aspal yang memenuhi persyaratan sesuai dengan spesifikasi 4. Periksa kadar aspal rencana yang diperoleh, biasanya berada dekat dengan titik tengah dari rentang kadar aspal yang memenuhi seluruh persyaratan 5. Pastikan bahwa campuran memenuhi seluruh kriteria dalam persyaratan spesifikasi 6. Pastikan rentang kadar aspal campuran yang memenuhi seluruh kriteria harus melebihi 0,6 persen sehingga memenuhi toleransi produksi yang cukup realistis (toleransi penyimpangan kadar aspal selama pelaksanan adalah 0,3 %) 7. Gambarkan seluruh hasilnya.
77
3.6 Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 1.
Sumber Data Adapun sumber data pada penelitian ini adalah : a) Data Primer Data primer diperoleh dengan cara melihat karakteristik dari parameter yang akan di tinjau, pengumpulan data ini
diperoleh
melalui pengujian
laboratorium yang meliputi : 1)
Hasil pengujian Agregat gunung Moramo
2)
Hasil pengujian Aspal Penetrasi 60/70
3)
Hasil pengujian Campuran Beraspal
b) Data Sekunder Data ini merupakan penunjang dari hasil penelitian, pengumpulan data sekunder ini diperoleh dari data instansi pemerintah atau hasil studi yang ada sebelumnya sebagai bahan tambahan dan pembanding yang meliputi bukubuku, makalah dan jurnal tentang pemanfaatan LGA, contoh laporan hasil pengujian laboratorium, dan hasil spesifikasi-spesifikasi dari parameter yang akan diuji.
2.
Teknik Pengumpulan Data Dalam usaha memperoleh data yang valid pada proses penelitian ini di
laboratorium, penulis menggunakan metode ilmiah yang meliputi ; 1)
Metode penyiapan sampel dan alat uji Persiapan-persiapan yang dilakukan yaitu mempersiapkan bahan-bahan yang akan diperiksa atau diuji di laboratorium dan peralatan yang akan digunakan. Adapun bahan – bahan yang akan diuji adalah aspal penetrasi 60/70 produksi pertamina, agregat ex.gunung moramo, dan LGA.
78
2)
Pengujian Bahan Yaitu pengujian - pengujian terhadap pen 60/70, agregat ex gunung Moramo, dan LGA.Dengan mengikuti standar SNI.
3. Teknik Analisa Data Teknik analisis data dalam penelitian ini meliputi : 1) Perancangan Benda Uji Benda uji pada penelitian ini dirancang menurut spesifikasi gradasi untuk campuran beraspal, dengan target gradasi yang digunakan berdasarkan rancangan gradasi agregat, rancangan benda uji untuk menentukan kadar aspal optimum. 2)
Pembuatan Benda Uji Agregat dipisah – pisahkan dengan cara disaring ke dalam fraksi-fraksi yang dikehendaki, gabungan agregat sebanyak ±1200 gr (agregat kasar, halus dan filler) dengan komposisi sesuai target gradasi yang digunakan, selanjutnya dikeringkan pada suhu (105±5)0C sampai beratnya tetap. Benda uji dibuat sebanyak 15 buah.
3)
Analisa Hasil Pemeriksaan Benda Uji Analisa hasil pengujian dilakukan terhadap nilai – nilai karateristik Marshall berdasarkan spesifikasi yang terdiri dari kepadatan (density), Voids in Mineral Agregat (VMA), Voids in mix (VIM), Voids Filled With Aspalt (VFA), Stabilitas (stability), kelelehan (flow), dan Marshall Quetient (MQ).
4.
Definisi Operasional Benda uji adalah contoh uji yang telah dipadatkan dan diratakan sesuai ukuran cetakan. 1) Stabilitas adalah nilai kemampuan benda uji menahan beban maksimum dinyatakan dalam (kg/mm).
79
2) Kadar air adalah perbandingan antara massa air dan massa kering LGA, dinyatakan dalam satuan persen. 3) Kadar aspal efektif campuran adalah kadar aspal total dikurangi besarnya jumlah aspal yang meresap ke dalam partikel agregat. 4) Penyerapan aspal tidak dinyatakan dalam persentase berat total campuran tetapi dinyatakan sebagai persentase berat agregat. 5) Rongga dalam mineral agregat adalah rongga antar partikel agregat pada campuran padat termasuk rongga udara dan kadar aspal efektif, dinyatakan dalam persen volume total. 6) Rongga udara dalam campuran padat terdiri atas ruang – ruang kecil antara partikel agregat terselimuti aspal. 7) Rongga udara terisi aspal, merupakan persentase rongga antar agregat partikel (VMA) yang terisi aspal. VFA, tidak termasuk aspal yang terserap agregat. 8) Berat benda uji kering adalah berat actual pada kondisi suhu ruang, dinyatakan dalam gram. 9) Berat benda uji dalam keadaan jenuh adalah berat benda uji dalam kondisi kering permukaan, namun dalam keadaan jenuh didalam, dinyatakan dalam gram. 10) Berat benda uji dalam air berat benda uji diambil di dalam air, dinyatakan dalam gram. 11) Isi benda uji adalah selisih antara berat benda uji dalam keadaan jenuh dengan berat dalam air. 12) Kepadatan adalah perbandingan berat benda uji kering dengan isi benda uji, dinyatakan dalam gram/cc. 13) Vmb adalah volume bulk dari campuran beton aspal padat.
80
14) Vsb adalah volume agregat, adalah volume bulk dari agregat (volume bagian masif + pori yang Ada di dalam masing-masing butir agregat). 15) Vse adalah volume agregat, adalah volume efektif dari agregat (volume bagian masif + pori Yang tidak terisiaspal di masing-masing butir agregat). 16) VMA adalah volume pori di antara butir agregat di dalam beton aspal padat. 17) Vmm adalah volume tanpa pori dari beton aspal padat. 18) VIM adalah volume pori dalam beton aspal 19) Va adalah volume aspal dalam beton aspal padat. 20) VFA adalah volume pori beton aspal yang berisi oleh aspal. 21) Vab adalah volume aspal yang berabsorbsi ke dalam agregat dari beton aspal padat.
5.
Konsep Operasional Tahapan-tahapan yang dilakukan pada proses penelitian ini sesuai dengan
bagan alir penelitian seperti yang terlihat pada gambar 3.1. yaitu : 1.
Sebelum dilaksanakan penelitian di laboratorium, dilakukan studi pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti.
2.
Merumuskan permasalahan yang akan diteliti yaitu mengenai pengaruh LGA.
3.
Menyusun rencana penelitian di laboratorium yang di buat berdasarkan variablevariabel yang akan diteliti.
4.
Melakukan pengumpulan data dengan melaksanakan penelitian di laboratorium dengan cara melakukan pengujian untuk mendapatkan variable yang diperlukan.
5.
Data hasil pengujian di laboratorium kemudian dikumpulkan, di analisa dan dibahas sesuai teori-teori dan persyaratan yang ada.
6.
Selanjutnya berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan, di ambil beberapa kesimpulan
81
3.7
Alir Penelitian Mulai
Studi Literatur Persiapan Bahan dan Alat
Pengujian Bahan
Aspal 1. Penetrasi 2. Berat Jenis
Lawele Granular Asphalt 1. Aspal Lawele tipe 5/20 2. Aspal Lawele tipe 50/30
Agregat 1. Analisa Saringan 2. Keausan dengan mesin los angles 3. Berat Jenis
Tidak
Memenuhi Spesifikasi Umum 2010 Bina Marga Marga Ya 1. Perancangan Perkiraan Kadar Aspal 2. Perancangan Campuran AC-WC (Mix Design)
Pembuatan Benda Uji LGA tipe 5/20 Dengan Kadar 2% dan aspal penetrasi 60/70 dengan 5 Variasi Kadar Aspal (4,5%,5% 5,5%, 6%, dan 6,5% )
Pembuatan Benda Uji LGA tipe 50/30 Dengan Kadar 2% dan aspal penetrasi 60/70 dengan 5 Variasi Kadar Aspal (4,5%,5% 5,5%, 6%, dan 6,5% )
A 82
Pembuatan Benda Uji tanpa LGA (0%) Dengan aspal penetrasi 60/70 dengan 5 Variasi Kadar Aspal (4,5%,5% 5,5%, 6%, dan 6,5% )
A
Pengujian Benda Uji Dengan Metode Marshall
Penentuan Kadar Aspal Optimum
Analisis Hasil Pengujian Dan Pembahasan
Kesimpulan Dan Saran
SELESAI
Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
83
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil penelitian meliputi:pengujian agregat kasar dan agregat halus, pengujian Aspal Pen 60/70 Pertamina, pengujian LGA (Lawele Granular Asphalt) dan pengujian Marshall. Hasil penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut:
4.1.1 Hasil Pengujian Agregat Pengujian material dilakukan dengan mengacu pada Spesifikasi Umum Bina Marga Divisi 6 Perkerasan Aspal Tahun 2010. Pengujian material meliputi pemeriksaan karakteristik agregat (split, medium, dan abu batu).Hasil pemeriksaan karakteristik agregat dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut.
No.
Karakteristik
Syarat
Hasil
Keterangan
Agregat Kasar (Split) 1
Penyerapan Air
≤ 3%
0.67
Memenuhi
2
Berat jenis Bulk
≥ 2.5
2.55
Memenuhi
3
Berat jenis Apparent
-
2.59
Memenuhi
4
Berat jenis Efektif
-
2.57
Memenuhi
5
Keausan Dengan ≤ 40% Mesin Los Angeles
29.73
Memenuhi
Agregat Kasar (Medium)
84
1
Penyerapan Air
≤ 3%
0.79
Memenuhi
2
Berat jenis Bulk
≥ 2.5
2.64
Memenuhi
3
Berat jenis Apparent
-
2.70
Memenuhi
4
Berat jenis Efektif
-
2.66
Memenuhi
Agregat Halus (Abu Batu) No
Karakteristik
Syarat
Hasil
Keterangan
1
Penyerapan Air
≤ 3%
1.40
Memenuhi
2
Berat jenis Bulk
≥ 2.5
2.59
Memenuhi
3
Berat jenis Apparent
-
2.69
Memenuhi
4
Berat jenis Efektif
-
2.63
Memenuhi
Tabel 4.1 Hasil Pemeriksaan Karakteristik Agregat Sumber: hasil pemeriksaan
Berdasarkan hasil pengujian karakteristik agregat menunjukkan bahwa agregat yang digunakan telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai material pada campuran Laston AC-WC. 4.1.2
Hasil Pengujian Aspal Pemeriksaan dilakukan terhadap sifat fisik aspal penetrasi 60/70 untuk Pertamina yang telah memenuhi Spesifikasi Umum Tahun 2010.Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.2. Hasil pengujian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran. Tabel 4.2 Hasil Pemeriksaan Aspal Pen 60/70 Pertamina No 1
Jenis Pengujian Berat jenis
85
Persyaratan
Hasil
Keterangan
Min 1,0
1,03
Memenuhi
2
Penetrasi
60-70
67.50
Memenuhi
Sumber: hasil pemeriksaan
Dari hasil Pengujian Aspal Pen 60/70 Pertamina didapatkan hasil berat jenis sebessar 1,03 dari syarat Min 1,0 sedangkan penetrasi didapatkan hasil sebesar 67,50 dari standar 60-70, jadi dapat disimpulkan bahwa Aspal Pen 60/70 memenuhi standar Spesifikasi Umum 2010 sehingga dapat digunakan dalam penelitian ini. 4.1.3
Hasil Pengujian LGA Hasil pengujian terhadap karakteristik Aspal lawele tipe 5/20 dan Aspal lawele tipe 50/30 yang telah memenuhi Spesifikasi Umum Tahun 2010.Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel 4.2. Hasil pengujian secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran. Tabel 4.3 Hasil Pemeriksaan Lawele Granular Asphalt (LGA) No
1
2
3
Jenis Pengujian Berat
jenis
Aspal
Lawele 5/20 Penetrasi Berat
jenis
Aspal
Lawele 50/30
Persyaratan
Hasil
Keterangan
Min 1,0
1,18
Memenuhi
60-70
67.50
Memenuhi
Min 1,0
1,18
Memenuhi
Sumber: hasil pemeriksaan
Dari hasil
Pengujian Aspal Lawele tipe 5/20 dan Aspal
Lawele tipe 50/30 didapatkan hasil berat jenis sebessar 1,18 dari
86
syarat Min 1,0 sedangkan penetrasi didapatkan hasil sebesar 67,50 dari standar 60-70, jadi dapat disimpulkan bahwa Aspal Lawele tipe 5/20 dan tipe 50/30 dan Aspal Penetrasi 60/70 memenuhi standar Spesifikasi Umum 2010 sehingga dapat digunakan dalam penelitian ini. 4.1.4
Hasil Pengujian Marshall Hasil pengujian ini untuk menentukan Kadar Aspal Optimum (KAO). Kadar Aspal Optimum diperoleh dari tengahtengah rentang karakteristik Marshall yaitu: VMA, VIM, VFA, Stabilitas,Flow, dan MQ yang memenuhi syarat campuran ACWC.Persyaratan yang digunakan sesuai dengan Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010. Rekapitulasi hasil pengujian Marshall campuran AC-WC dapat dilihat pada tabel dibawah dan contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran.
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Marshall tanpa LGA No.
Karakteristik
Syarat
1
VMA (%)
2
Kadar Aspal (%) 4,5
5.0
5,5
6.0
6,5
≥ 14
14,73
14,77
15,05
15,35
15,34
VIM (%)
3,5 – 5
5,51
4,34
3,41
2,51
1,25
3
VFA (%)
≥ 63
62,61
70,71
77,33
83,65
91,89
4
Stabilitas (kg)
≥ 800
1475,3
1553,6
1576,4 1475,3
1421,4
5
Flow(mm)
≥3
2,6
3,6
3,8
3,7
3,7
6
MQ (kg/mm)
≥ 250
535,9
401,5
375,1
363,3
349,9
Sumber: hasil pemeriksaan
87
Tabel 4.5 Hasil Pengujian Marshall LGA 50/30 No.
Karakteristik
Syarat
1
VMA (%)
2
Kadar Aspal (%) 4,5
5.0
5,5
6.0
6,5
≥ 14
17,94
15,38
15,45
15,64
16,51
VIM (%)
3,5 – 5
5,16
4,88
3,78
2,71
2,45
3
VFA (%)
≥ 63
71,34
68,31
75,61
82,68
85,19
4
Stabilitas (kg)
≥ 800
1520,3
1537,8
1668,0 1595,5
1690,5
5
Flow(mm)
≥3
2,2
2,6
6
MQ (kg/mm)
≥ 250
677,33
596,38
3,5
3,6
471,77 441,42
4,8 349,27
Sumber : Hasil Pemeriksaan
Tabel 4.6 Hasil Pengujian Marshall LGA 5/20 No.
Karakteristik
Syarat
1
VMA (%)
2
Kadar Aspal (%) 4,5
5.0
5,5
6.0
6,5
≥ 14
17,68
15,43
15,44
15,54
16,17
VIM (%)
3,5 – 5
4,87
4,93
3,82
2,64
2,16
3
VFA (%)
≥ 63
72,58
68,04
75,29
83,03
86,64
4
Stabilitas (kg)
≥ 800
1487,0
1535,5
1547,6 1559,6
1517,5
5
Flow(mm)
≥3
2,70
3,08
3,28
3,68
3,69
6
MQ (kg/mm)
≥ 250
544,2
458,4
434,5
389,6
378,8
Sumber : Hasil Pemeriksaan
Dari hasil pengujian Marshall digambarkan grafik hubungan antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, Flow, MQ dengan kadar aspal pada setiap variasi campuran AC-WC dapat dilihat pada gambar berikut:
88
4.1.5 Grafik Marshall AC-WC Campuran Tanpa Aspal (0% LGA) Grafik Hubungan Antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, Flow, MQ dan kadar aspal campuran normal (0%) pada campuran AC-WC dapat dilihat pada gambar berikut : 19 18
VMA (%)
17 16 15 14 13 12 4
4.5
5
5.5
6 6.5 y = -0.024x2 + 0.629x + 12.33 KADAR ASPAL (%) R² = 0.919
7
Gambar 4.1 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan VMA pada campuran tanpa Aspal (0% LGA)
Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai VMA (Void in the Mineral Aggregat) atau rongga diantara mineral agregat mulai meningkat pada kadar aspal 4.5%, 5% sampai 6,0%. Namun pada kadar aspal 6,5% nilai VMA kembali menurun. Secara keseluruhan nilai VMA pada variasi kadar aspal memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yaitu nilai VMA ≥ 14 %. Pada kadar aspal 4,5% nilai VMA = 14.73 %, kadar aspal 5,0% nilai VMA = 14,77 %, kadar aspal 5,5% nilai VMA =
89
15,05 %, kadar aspal 6.0% nilai VMA = 15.35 %, dan pada kadar aspal 6,5% nilai VMA= 15,43 %. 9 8 7
VIM (%)
6 5 4 3 2 1 0 4
4.5
5
5.5
y = -0.046x2 - 1.555x + 13.39 R² = 0.996
6 6.5 KADAR ASPAL (%)
7
Gambar 4.2 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan VIM pada campuran tanpa Aspal (0% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai VIM (Void In the Compacted Mixture) atau rongga di dalam campuran semakin kecil. Syarat untuk nilai VIM pada campuran Laston AC-WC yaitu antara 4,5%-6,5%. Sehingga dapat diketahui nilai VIM yang memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yakni pada kadar aspal 4,5% dengan nilai VIM sebesar 5.51%. Pada kadar aspal 5,0% dengan nilai VIM sebesar 4,34%. Pada kadar aspal 5.5% dengan nilai VIM sebesar 3,41% dan pada kadar aspal 6,0% nilai VIM sebesar 2,51%. Sedangkan pada kadar aspal 6,5% nilai VIM terlalu kecil sehingga tidak mencapai syarat spesifikasi yaitu 1.25%.
90
120 110
VFA (%)
100 90 80 70 60 50 40 4
4.5
5
5.5
y = -0.000x2 + 14.30x - 1.422 R² = 0.997
6
6.5 7 KADAR ASPAL (%)
7.5
Gambar 4.3 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan VFA pada campuran tanpa Aspal (0% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai VFA (Voids Filled with Asphalt) atau rongga terisi aspal semakin meningkat pula. Syarat untuk nilai VFA pada campuran Laston AC-WC yaitu minimal 63%. Sehingga dapat diketahui nilai VFA yang memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 karena semakin meningkat yakni pada kadar aspal 4.5%, sampai 6,5% dengan nilai VFA masing-masing yaitu 62,61%, 70,71%, 77,33%, 83,65%, 91,89%
91
STABILITAS (kg)
1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1100 1000 900 800 700 600 4 4.5 5 5.5 6 6.5 KADAR ASPAL (%) y = -110.9x2 + 1182.x - 1594. R² = 0.883
7
Gambar 4.4 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan Stabilitas pada campuran tanpa aspal (0% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai stabilitas campuran beton aspal semakin meningkat dan kembali menurun. Seiring dengan pertambahan kadar aspal selanjutnya menyebabkan nilai stabilitas meningkat dan kembali menurun sehingga campuran semakin fleksibel pada kadar aspal.4,5% - 5,5% meningkat dan pada kadar aspal 6,0% dan 6,5% kembali menurun.Syarat untuk stabilitas pada campuran Laston AC-WC yaitu minimal 800 kg. Sehingga dapat diketahui bahwa pada semua variasi kadar aspal memenuhi syarat spesifikasi karena memiliki stabilitas yang lebih besar dari standar yang ditetapkan yaitu kadar aspal 4,5% nilai stabilitas = 1475,3 kg, kadar aspal 5.0% = 1553,6 kg, kadar aspal 5,5% = 1576,4 kg, kadar aspal 6.0% = 1475,3 kg dan pada kadar aspal 6,5% nilai stabilitas = 1421,4 kg.
92
6 5
flow (mm)
4 3 2 1 0 4
4.5 5 5.5 6 6.5 KADAR ASPAL (%) y = -0.678x2 + 7.937x - 19.32 R² = 0.932
7
Gambar 4.5 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan Flow pada campuran tanpa Aspal (0% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai flow semakin meningkat sampai kadar aspal 5,5%, tetapi kembali menurun pada kadar aspal 6,0% - 6,5%. Syarat untuk nilai flow pada campuran Laston AC-WC yaitu minimal 3 mm. sehingga dapat diketahui bahwa pada kadar aspal 4,5% tidak memenuhi syarat karena memiliki nilai flow lebih kecil. pada kadar aspal 4,5% nilai flow = 2,6 mm, dan pada kadar aspal 5,0% = 3.6 mm, kadar aspal 5,5% = 3.8 mm kadar aspal 6.0% = 3.7 mm dan pada kadar aspal 6,5% nilai flow = 3,7 mm.memenuhi syarat karena memilik nilai flow lebih besar dari speksifikasi bina marga.
93
1200 1100 1000 MQ (kg/mm)
900 800 700 600 500 400 300 200 4
4.5
5
5.5
y = 73.27x2 - 887.9x + 3036 R² = 0.943
6 6.5 KADAR ASPAL (%)
7
Gambar 4.6 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan MQ pada campuran tanpa Aspal (0% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai Marshall Quotient semakin menurun. Syarat untuk nilai Marshall Quotient pada campuran Laston AC-WC yaitu minimal 250 Kg/mm. Sehingga dapat diketahui bahwa nilai Marshall Quotient pada semua variasi kadar aspal
memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 karena
memiliki nilai Marshall Quotient yang lebih besar dari standar yang ditetapkan yaitu kadar aspal 4,5% nilai Marshall Quotient = 535,9 kg/mm, kadar aspal 5,0% = 401,5 kg/mm, kadar aspal 5,5% = 375,1 kg/mm, kadar aspal 6,0% = 363,3 kg/mm dan pada kadar aspal 6,5% nilai Marshall Quotient = 349,9 kg/mm.
94
4.1.6 Grafik Marshall Campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) a. Grafik Hubungan Antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, Flow, MQ dan kadar aspal untuk Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) pada campuran AC-WC dapat dilihat pada gambar berikut.
20 19
VMA (%)
18 17 16 15 14 13 12 4
4.5
5
5.5
y = 1.992x2 - 22.43x + 78.31 R² = 0.889
6 6.5 KADAR ASPAL (%)
7
Gambar 4.7 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan VMA Pada campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA , seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai VMA (Void in the Mineral Aggregat) atau rongga agregat menurun. Pada kadar aspal 4,5%, dan 5,0% nilai VMA terjadi penurunan. Namun pada kadar aspal 5.5%, 6,0 dan 6.5%, nilai VMA kembali meningkat. Secara keseluruhan nilai VMA pada variasi kadar aspal memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yaitu nilai VMA ≥ 1 4 %. Pada kadar aspal 4,5% nilai VMA = 17.94%, kadar aspal 5.0% nilai VMA = 15.38%, kadar aspal 5,5% nilai VMA =
95
15,45%, kadar aspal 6,0% nilai VMA =15,64%, dan pada kadar aspal 6,5% nilai VMA =16.51%.
10 9 8
VIM (%)
7 6 5 4 3 2 1 0 4
4.5
5
5.5
y = 0.019x2 - 1.732x + 12.72 R² = 0.955
6 6.5 KADAR ASPAL (%)
7
Gambar 4.8 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan VIM Pada campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA, seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai VIM (Void In the Compacted Mixture) atau rongga di dalam campuran semakin menurun. Syarat untuk nilai VIM pada campuran Laston AC-WC yaitu antara 3,5% - 5%. Sehingga dapat diketahui nilai VIM yang memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yakni pada kadar aspal 4,5% dengan nilai VIM sebesar 5,16%. Pada kadar aspal 5,0%, dan 5,5% nilai VIM terlalu kecil sehingga terjadi penurunan dengan nilai VIM 4,88%, dan 3,78% dan. Sedangkan pada kadar aspal 6,0% dan 6,5% nilai VIM terlalu kecil sehingga tidak mencapai syarat spesifikasi yaitu 2,71 dan 2,45%.
96
120 110 100 VFA (%)
90 80 70 60 50 40 4
4.5
5
5.5
y = 3.098x2 - 25.66x + 122.5 R² = 0.891
6
6.5 7 KADAR ASPAL (%)
7.5
Gambar 4.9 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan VFA Pada campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA, seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai VFA (Voids Filled with Asphalt) atau rongga terisi aspal semakin meningkat. Syarat untuk nilai VFA pada campuran Laston AC-WC yaitu minimal 63%. Sehingga dapat diketahui nilai VFA yang memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yakni pada kadar aspal 4,5% terjadi peningkatan tetapi, pada kadar aspal 5,0% terjadi penurunan. Sedangkan pada kadar aspal 5,5%, 6,0% dan 6.5% nilai VFA terjadi peningkatan sehingga speksifikasi pada kadar aspal nilai VFA 4,5% = 71,34, 5,0% = 68,31, 5,5% = 75,61, 6,0% = 82,68%, 6,5% = 85,19%
97
1800
STABILITAS (kg)
1600 1400 1200 1000 800 600 4 4.5 5 5.5 6 6.5 KADAR ASPAL (%) y = -13.59x2 + 229.1x + 760.1 R² = 0.695
7
Gambar 4.10 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan Stabilitas Pada campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA, seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai stabilitas campuran beton aspal meningkat sampai batas kadar aspal tertentu yakni pada kadar aspal 4,5%, 5,0% dan 5,5%. Namun seiring dengan pertambahan kadar aspal selanjutnya menyebabkan nilai stabilitas semakin menurun pada kadar aspal 6,0% dan kembali meningkat pada kadar aspal 6,5% sehingga campuran semakin fleksibel. Syarat untuk stabilitas pada campuran Laston AC-WC yaitu minimal 800 kg. Sehingga dapat diketahui bahwa pada semua variasi kadar aspal memenuhi syarat spesifikasi karena memiliki stabilitas yang lebih besar dari standar yang ditetapkan yaitu kadar aspal 4,5% nilai stabilitas = 1520,3 kg, kadar aspal 5.0% = 1537,8 kg, kadar aspal 5,5% = 1668,0 kg, kadar aspal 6.0% = 1595,5 kg dan pada kadar aspal 6,5% nilai stabilitas = 1690,5 kg.
98
8 7
flow (mm)
6 5 4 3 2 1 0 4
4.5 5 5.5 6 6.5 KADAR ASPAL (%) 2 y = 0.261x - 1.628x + 4.283 R² = 0.950
7
Gambar 4.11 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan Flow Pada campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA,seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai flow semakin meningkat. Sehingga pertambahan kadar aspal menyebabkan campuran semakin bersifat fleksibel. Syarat untuk nilai flow pada campuran laston AC-WC yaitu minimal 3 mm. Sehingga dapat diketahui bahwa tidak semua variasi kadar aspal memenuhi syarat spesifikasi karena memiliki nilai flow yang lebih rendah dari standar yang ditetapkan yaitu kadar aspal 4,5% nilai flow = 2.2 mm, kadar aspal 5.0% = 2,6 mm, sedangkan yang memenuhi syarat speksifikasi yakni kadar aspal 5,5% = 3,5 mm, kadar aspal 6,0% = 3,6 mm dan pada kadar aspal 6,5% nilai flow = 4,8 mm.
99
800
MQ (kg/mm)
700 600 500 400 300 200 4
4.5
5
5.5
y = 20.52x2 - 387.9x + 2010 R² = 0.981
6 6.5 KADAR ASPAL (%)
7
Gambar 4.12 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan MQ Pada campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA, seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai Marshall Quotient semakin menurun. Syarat untuk nilai Marshall Quotient pada campuran Laston AC-WC yaitu minimal 250 Kg/mm. Sehingga dapat diketahui bahwa nilai Marshall Quotient pada semua variasi kadar aspal memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga 2010 karena memiliki nilai Marshall Quotient yang lebih besar dari standar yang ditetapkan yaitu pada kadar aspal 4,5% nilai Marshall Quotient = 677,33 kg/mm, kadar aspal 5.0% = 596,38 kg/mm, kadar aspal 5,5% = 471,77 kg/mm, kadar aspal 6,0% = 441,42 kg/mm dan kadar aspal 6,5% nilai Marshall Quotient = 349,27 kg/mm.
100
4.1.7 Grafik Marshall Campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) a. Grafik Hubungan Antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, Flow, MQ dan kadar aspal Lawele 5/20 (2% LGA) pada campuran AC-WC dapat dilihat pada gambar berikut. 18 17
VMA (%)
16 15 14 13 12 4
4.5 y=
5
5.5
1.672x2
- 18.97x + 68.99 R² = 0.892
6 6.5 KADAR ASPAL (%)
7
Gambar 4.13 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan VMA Pada campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA, seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai VMA (Void in the Mineral Aggregat) atau rongga diantara agregat menurun dari kadar aspal 4,5% sampai batas kadar aspal 5,0%.Namun pada peningkatan kadar aspal selanjutnya nilai VMA kembali meningkat dari kadar aspal 5,5%, 6,0%, dan 6,5%. Secara keseluruhan nilai VMA pada variasi kadar aspal memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yaitu nilai VMA ≥ 14 %. Pada kadar aspal 4,5% nilai VMA = 17,68%, kadar aspal 5,0% nilai VMA = 15,43%, kadar
101
aspal 5,5% nilai VMA = 15,44%, kadar aspal 6,0% nilai VMA =15,54%, dan pada kadar aspal 6,5% nilai VMA =16,17%.
9 8 7
VIM (%)
6 5 4 3 2 1 0 4
4.5
5
5.5
y = -0.331x2 + 2.101x + 2.309 R² = 0.944
6 6.5 KADAR ASPAL (%)
7
Gambar 4.14 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan VIM Pada campuran Aspal Lawele tipe 5/20 (2% LGA) Dari grafik diatas dapat menjelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA, seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai VIM (Void In the Compacted Mixture) atau rongga di dalam campuran semakin kecil. Syarat untuk nilai VIM pada campuran Laston AC-WC yaitu antara 3,5% 5%. Sehingga dapat diketahui nilai VIM yang memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yakni pada kadar aspal 4,5%, 5,0% dan 5,5% dengan nilai VIM sebesar 4,87%, 4,93% dan 3,82%. Sedangkan pada kadar aspal 6,0% dan 6,5% nilai VIM terlalu kecil sehingga tidak mencapai syarat spesifikasi yaitu 2.64% dan 2,16%.
102
120 110
VFA (%)
100 90 80 70 60 50 4
4.5
5
5.5
y = 4.799x2 - 44.16x + 172.4 R² = 0.887
6
6.5 7 KADAR ASPAL (%)
7.5
Gambar 4.15 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan VFA Pada campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) Dari grafik diatas dapat menjelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA, seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai VFA (Voids Filled with Asphalt) atau rongga terisi aspal semakin meningkat pula. Dan juga yang menurun. Syarat untuk nilai VFA pada campuran laston AC-WC yaitu minimal 63%. Sehingga dapat diketahui nilai VFA yang memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yakni meningkat pada kadar aspal 4,5%, 5,5%, 6,0%, dan 6,5% dengan nilai VFA masing-masing yaitu 72,58%, 75,29%, 83,03% dan 86,64%. Sedangkan pada kadar aspal 5,0% nilai VFA terlalu kecil sehingga terjadi penurunan dengan nilai VFA 68,04%.
103
STABILITAS (kg)
1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1100 1000 900 800 700 600 4
4.5 5 5.5 6 6.5 y = -51.83x2 + 587.2x - 106.2 KADAR ASPAL (%) R² = 0.953
7
Gambar 4.16 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan Stabilitas Pada campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai stabilitas campuran beton aspal semakin meningkat dan juga terjadi penurunan. Seiring dengan penurunan tersebut menyebabkan campuran menjadi semakin fleksibel. Syarat untuk stabilitas pada campuran Laston AC-WC yaitu minimal 800 kg. Sehingga dapat diketahui bahwa pada semua variasi kadar aspal memenuhi syarat spesifikasi karena memiliki stabilitas yang lebih besar dari standar yang ditetapkan yaitu kadar aspal 4,5% nilai stabilitas = 1487,0 kg, kadar aspal 5,0% = 1535,5 kg, kadar aspal 5,5% = 1547,6 kg, dan kadar aspal 6,0% = 1559,6 kg terjadi peningkatan dan pada kadar aspal 6,5% nilai stabilitas = 1517,5 kg terjadi penurunan.
104
7 6
flow (mm)
5 4 3 2 1 0 4
4.5 y=
5
5.5
-0.152x2
+ 2.200x - 4.119 R² = 0.974
6 6.5 KADAR ASPAL (%)
7
Gambar 4.17 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan Flow Pada campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA. seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai flow semakin meningkat pula. Sehingga pertambahan kadar aspal menyebabkan campuran semakin bersifat fleksibel. Syarat untuk nilai flow pada campuran laston AC-WC yaitu minimal 3 mm. Sehingga dapat diketahui bahwa semua variasi kadar aspal memenuhi syarat spesifikasi karena memiliki nilai flow yang lebih besar dari standar yang ditetapkan yaitu pada kadar aspal 5,0% nilai flow = 3.08 mm, kadar aspal 5.5% = 3,28 mm, kadar aspal 6,0% = 3,68 mm, kadar aspal 6.5% = 3,69 mm. Sehingga pada kadar aspal 4,5% tidak memenuhi syarat speksifikasi dikarenakan kadar aspal 4,5% dengan nilai flow= 2,70 mm.
105
1000 900
MQ (kg/mm)
800 700 600 500 400 300 200 4
4.5
5
5.5
y = 36.83x2 - 485.1x + 1976. R² = 0.979
6 6.5 KADAR ASPAL (%)
7
Gambar 4.18 Hubungan antara kadar aspal campuran dengan MQ Pada campuran Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa pada campuran dengan penambahan 2% LGA, seiring dengan peningkatan kadar aspal menyebabkan nilai Marshall Quotient semakin menurun. Syarat untuk nilai Marshall Quotient pada campuran Laston AC-WC yaitu minimal 250 Kg/mm. Sehingga dapat diketahui bahwa nilai Marshall Quotient pada semua variasi kadar aspal memenuhi syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 karena memiliki nilai Marshall Quotient yang lebih besar dari standar yang ditetapkan yaitu kadar aspal 4,5% nilai Marshall Quotient = 544,2 kg/mm, kadar aspal 5,0% = 458,4 kg/mm, kadar aspal 5,5% = 434,5 kg/mm, kadar aspal 6,0% = 389,6 kg/mm dan kadar aspal 6,5% nilai Marshall Quotient = 378,8 kg/mm.
106
4.1.8 Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran Dari grafik hubungan antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, Flow, MQ dan kadar aspal untuk setiap masing – masing variasi, kita dapat menentukan Kadar Aspal Optimum (KAO) yang dibutuhkan oleh campuran AC-WC. Kadar Aspal Optimal untuk masing–masing variasi terhadap tanpa menggunakan Aspal lawele ,dengan menggunakan Aspal Lawele tipe 50/30 dan dengan menggunakan Aspal Lawele tipe 5/20 dapat dilihat pada gambar berikut: a) Kadar Aspal Optimum Campuran Tanpa Aspal Lawele (0% LGA)
Gambar 4.19 Penentuan kadar aspal optimum campuran normal (0% LGA)
Berdasarkan gambar di atas hubungan antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, flow, MQ diperoleh Kadar Aspal Optimum campuran AC-WC tanpa Aspal Lawele (0% LGA) sebesar 5,1%.
107
b) Kadar Aspal Optimum Campuran Aspal Lawele tipe 50/30 (2% LGA)
5,5 Gambar 4.20 Penentuan kadar aspal optimum campuran Aspal Lawele 50/30 (2% LGA) Berdasarkan gambar di atas hubungan antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, flow, MQ diperoleh Kadar Aspal Optimum campuran AC-WC dengan menggunakan Aspal Lawele tipe 50/30 (2% LGA) sebesar 5,5%.
108
c) Kadar Aspal Optimum Campuran Aspal Lawele tipe 5/20 (2% LGA)
5,3 Gambar 4.21 Penentuan kadar aspal optimum campuran dengan menggunakan Aspal Lawele 5/20 (2% LGA) Berdasarkan gambar di atas hubungan antara VMA, VIM, VFA, Stabilitas, flow, MQ diperoleh Kadar Aspal Optimum campuran AC-WC dengan menggunakan Aspal Lawele tipe 5/20 (2% LGA) sebesar 5,3%.
109
Untuk nilai dari VMA, VIM, VFA, Flow, Stabilitas, dan MQ berdasarkan nilai KAO dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.7 Nilai VMA, VIM, VFA, Stabilitas,Flow dan MQ untuk campuran normal (0% LGA) KAO No Karakteristik
Syarat (x)
1
VMA
≥14
y = -0,024x2 0,629x + 12.33
2
VIM
3,5 – 5
y = -0,046x2 1,555x + 13,39
3
VFA
≥63 5,1
Hasil
Pers. Garis dari Grafik -
-
Keterangan (y) 14,91
Memenuhi
4,26
Memenuhi
y = 0 x2 + 14,3x – 1,422
71,51
Memenuhi
4
Stabilitas
≥800
y = -110,9x2 + 1182x -1594
1549,69
Memenuhi
5
Flow
≥3
y = -0,678x2 + 7,937x -19,32
3.52
Memenuhi
≥250
y = 73,27x2 887,9x + 3036
413,46
Memenuhi
6
MQ
-
Tabel 4.8 Nilai VMA, VIM, VFA, Stabilitas, Flowdan MQ untuk campuran LGA 50/30 KAO No
Karakteristik
Syarat (x)
Pers. Garis dari Grafik
Hasil Keterangan (y)
Untuk Campuran Dengan Variasi 2% Kadar Lawele Granular Asphalt (LGA) 50/30 1
VMA
≥14
y = 1,992x2 22,430x + 78,31
5,5
110
-
15,20
Memenuhi
2
VIM
3,5 – 5
y = 0,019x2 -1,732x + 12,72
3
VFA
≥63
y = 3,098x2 -25,66x + 122,5
4
Stabilitas
≥800
y = -13,59x2 229,1x + 760,1
3,22
Memenuhi
497,28
Memenuhi
+
5
Flow
≥3
y = 0,261x2 -1,628x -4,283
6
MQ
≥250
y = 20,52x2 -387,9x + 2010
3,77
Memenuhi
75,08
Memenuhi
1609,05
Memenuhi
Tabel 4.9 Nilai VMA, VIM, VFA, Stabilitas,Flow dan MQ untuk campuran LGA 5/20 KAO No
Karakteristik
Syarat (x)
Pers. Garis dari Grafik
Hasil Keterangan (y)
Untuk Campuran Dengan Variasi 2% Kadar Lawele Granular Asphalt (LGA) 1
VMA
≥14
y = 1,672x2 18,970x + 68,99
2
VIM
3,5 – 5
y = -0,331x2 2,101x + 2,309
3
VFA
≥63
y = 4,799x2 -44,16x 73,16 +172,4
Memenuhi
Memenuhi
5.3
-
-
15,42
Memenuhi
4,15
Memenuhi
4
Stabilitas
≥800
y = -51,83x2 587,2x + -106,2
5
Flow
≥3
y = -0,152x2 + 2,2x 3,27 -4,119
Memenuhi
≥250
y = 36,83x2 -485,1x 439,52 + 1976
Memenuhi
6
MQ
111
+
1550,06
Nilai dari parameter Marshall Kadar Aspal Optimum diperoleh dari persamaan garis pada grafik parameter Marshall dengan KAO sebagai variabel “x” dan nilai dari parameter Marshall sebagai variabel “y” dari persamaan garis pada grafik.
4.2 Pembahasan Kinerja dari campuran beton aspal dapat dilihat dari karakteristik Marshallnya. Karakteristik Marshall campuran beton aspal yang ditinjau antara lain: rongga dalam agregat (VMA), rongga dalam campuran (VIM), rongga terisi aspal (VFA), stabilitas, flow, dan Marshall Quotient. Pada bagian pembahasan ini akan diperlihatkan hubungan antara karakteristik Marshall dengan kadar Lawele Granular Asphalt (LGA )yang digunakan dengan komposisi tertentu.
4.2.1 Grafik Perbandingan antara Penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) terhadap Nilai KAO Setelah memperoleh
nilai KAO dari hasil penelitian setiap variasi
penggunaan kadar Lawele Granular Asphalt (LGA), maka dapat diperoleh hubungan anatara penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) terhadap nilai KAO seperti pada grafik di bawah ini :
112
Gambar 4.22 Hubungan antara variasi penambahan LGA dengan nilai KAO Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa sebelum penambahan kadar Lawele Granular Asphalt (LGA) pada campuran AC-WC diperoleh nilai KAO sebesar 5.1%. Setelah penambahan LGA 5/20 sebesar 2% dan LGA 50/30 sebesar 2% diperoleh nilai KAO 5,3% dan 5,5%
4.2.2 Perbandingan antara penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) Terhadap Nilai VMA Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO Nilai VMA menunjukan banyaknya rongga antar mineral agregat termasuk ruang terisi aspal. Nilai VMA dipengaruhi oleh berat jenis bulk agregat (Gsb) terkait dengan kepadatan agregat dan berat jenis bulk campuran yang berhubungan dengan tingkat kepadatan campuran (Gmm). Nilai VMA suatu campuran idealnya sesuai dengan spesifikasi dengan tujuan memberikan ruang 113
yang cukup untuk aspal agar dapat melekat dengan agregat. Seperti halnya nilai VIM, nilai VMA pada gradasi dengan kepadatan tinggi memberikan nilai kepadatan
campuran
yang
besar
sehingga
menyebabkan
nilai
VMA
kecil,sementara nilai VMA besar mengakibatkan aspal yang menyelimuti agregat terbatas dan menghasilkan lapisan aspal yang tipis. Tipisnya aspal yang menyelimuti agregat akan menyebabkan agregat dalam campuran mudah lepas dan campuran menjadi tidak kedap terhadap air sehingga mudah teroksidasi dan campuran tidak awet. Untuk pengaruh penambahan LGA terhadap nilai VMA ditinjau berdasarkan nilai KAO dapat dilihat pada grafik di bawah :
Gambar 4.23 Perbandingan antara penambahan LGA terhadap nilai VMA ditinjau berdasarkan nilai KAO
114
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa dalam campuran AC-WC, nilai VMA yang diperoleh sebesar 15.42%.Setelah penambahan kadar LGA yakni tipe 5/20, nilai VMA secara berturut mengalami peningkatan dan penurunan yaitu sebesar 14,91%, 15,42% dan 15,20%. Untuk kadar LGA 5/20 dengan penambahan 2% nilai VMA mengalami peningkatan yaitu 15,42%. Namun pada kadar LGA 50/30 dengan penambahan 2% nilai VMA menurun yaitu 15,20%, tetapi pada Non LGA atau 0% nilai VMA sangat rendah yaitu 14,91%. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin meningkatnya penambahan LGA dalam campuran AC-WC dengan menggunakan LGA 5/20 dan LGA 50/30 maka nilai Rongga diantara Agregat (VMA) menjadi semakin besar. Dari hasil percobaan dengan menggunakan LGA 5/20 dan LGA 50/30 menunjukkan bahwa secara keseluruhan nilai VMA masih berada dalam batas syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yang telah ditentukan yaitu ≥ 14 %. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seiring dengan meningkatnya kadar aspal nilai VMA semakin meningkat pula.
4.2.3 Perbandingan antara penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) Terhadap Nilai VIM Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO Nilai VIM berhubungan dengan keawetan campuran. apabila nilai VIM terlalu tinggi maka campuran akan cenderung rapuh, mempunyai kecenderungan retak secara dini dan kemungkinan terjadi pengelupasan partikel. Sedangkan nilai VIM yang kecil akan meningkatkan ketahanan campuran terhadap pengerasan aspal dan pengelupasan partikel akibat oksidasi. Tetapi apabila nilai VIM terlalu
115
kecil, akan menyebabkan campuran tidak stabil dan kemungkinan terjadi bleeding dan kelelehan plastis menjadi lebih besar. Hal ini disebabkan tidak tersedianya ruang yang cukup untuk menampung ekspansi aspal akibat pemadatan lanjutan oleh lalu lintas dan ketika aspal meleleh akibat kenaikan temperatur perkerasan. Untuk pengaruh penambahan kadar Lawele Granular Asphalt (LGA) terhadap nilai VIM ditinjau berdasarkan nilai KAO dapat dilihat pada grafik di bawah:
Gambar 4.24 Perbandingan antara penambahan LGA terhadap nilai VIM ditinjau berdasarkan nilai KAO Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa pada saat kadar Lawele Granular Asphalt (LGA) 0% dalam campuran AC-WC, nilai VIM yang diperoleh sebesar 4.20%. Setelah ada variasi penambahan LGA 5/20 sebesar 2% dan LGA
116
50/30 sebesar 2% nilai VIM mengalami penurunan yaitu 4,15 % dan 3,77 % dalam campuran AC-WC, Sehingga dapat diketahui bahwa dengan menggunakan metode pencampuran LGA 50/30 dan LGA 5/20, nilai VIM mengalami penurunan. Secara keseluruhan nilai VIM masih berada
dalam batas syarat
Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yang telah ditentukan yaitu antara 3,5% - 5%. Dari hasil percobaan campuran LGA 0% , LGA 50/30 sebesar 2% dan LGA 5/20 sebesar 2 % menunjukan bahwa secara keseluruhan nilai VIM masih berada dalam batas syarat Spesifikasi Umum Bina Marga Tahun 2010 yang telah ditentukan yaitu antara 3,5% - 5%, hal ini disebabkan karena Lawele Granular Asphalt (LGA) dan aspal dapat tercampur dengan baik dan turut mengisi rongga – rongga dalam campuran yang mengakibatkan rongga dalam campuran berkurang. 4.2.4 Perbandingan
antara
Penambahan
Lawele
Granular
Asphalt
(LGA)Terhadap Nilai VFA Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO Besar nilai VFA berpengaruh terhadap keawetan dari campuran beraspal, adanya pembatasan nilai VFA merupakan upaya untuk memperoleh campuran yang lebih awet dan lentur sehingga mempunyai ketahanan terhadap retak lelah yang lebih baik. VFA merupakan presentase dari VMA setelah dikurangi VIM atau disebut kandungan aspal efektif. Untuk pengaruh penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) terhadap nilai VFA ditinjau berdasarkan nilai KAO dapat dilihat pada grafik di bawah:
117
Gambar 4.25 Perbandigan antara penambahan LGA terhadap nilai VFA ditinjau berdasarkan nilai KAO Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa ketika belum dilakukan penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) dalam campuran AC-WC
nilai
VFA Sebesar 75,08%. Setelah ada variasi penambahan kadar LGA 50/30 kedalam campuran dengan sebesar 2%,.Tetapi sebelum itu nilai VFA pada kadar LGA 0% yakni 71,51% dan meningkat pada kadar LGA 5/20 sebesar 2% yakni 73,16%. Dan meningkat pula pada kadar LGA 50/30 sebesar 2 % yakni 75,08.Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa penambahan kadar LGA 2% dalam campuran AC-WC maka akan memperbesar nilai VFA. Dari hasil percobaan dapat dikatakan bahwa dengan adanya LGA masuk ke dalam campuran aspal AC-WC, maka akan meningkatkan nilai rongga dalam
118
campuran akibat berat jenis campuran semakin meningkat. Meningkatnya nilai VFA dalam penelitian ini diakibatkan oleh menurunnya rongga dalam campuran (VIM) yang merupakan bagian dari pembagi dalam menentukan nilai VFA.
4.2.5 Perbandingan antara Penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) Terhadap Nilai Stabilitas Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO Nilai stabilitas menunjukkan besarnya kemampuan perkerasan menahan beban tanpa terjadi deformasi. Perkerasan yang memiliki nilai stabilitas yang tinggi mengindikasikan besarnya resistensi suatu campuran beton aspal terhadap perubahan bentuk akibat beban lalu lintas, sebaliknya dengan stabilitas rendah maka perkerasan akan mudah mengalami rutting oleh beban lalu lintas. Untuk pengaruh penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) terhadap nilai Stabilitas ditinjau berdasarkan nilai KAO dapat dilihat pada grafik di bawah:
Gambar 4.26 Perbandingan antara penambahan LGA terhadap nilai Stabilitas ditinjau berdasarkan nilai KAO
119
Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa ketika belum dilakukan penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) dalam campuran AC-WC, nilai stabilitas sebesar 1549,69 kg. Setelah ada variasi penambahan LGA kedalam campuran, nilai stabilitas meningkat pada kadar LGA 5/20 sebesar 2% yakni 1550,06 kg. Dan nilai stabilitas kembali meningkat pada kadar LGA 50/30 sebesar 2% yakni 1609,05. Sehingga dapat diketahui bahwa pada penambahan kadar LGA 2% dapat meningkatkan nilai stabilitas..Nilai stabilitas memenuhi persyaratan semua variasi campuran >800 kg. Dari hasil percobaan baik 0% LGA, LGA 5/20 dan LGA 50/30 menunjukan bahwa nilai stabilitas pada campuran AC-WC dengan tambahan LGA meningkat.
4.2.6 Perbandingan
antara
Penambahan
Lawele
Granular
Asphalt
(LGA)Terhadap Nilai Flow Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO Flow adalah besarnya deformasi yang terjadi pada perkerasan akibat beban lalu lintas. Suatu campuran dengan nilai flow tinggi akan cenderung lembek. Sebaliknya jika flow rendah, maka campuran menjadi kaku dan mudah retak apabila menerima beban. Untuk pengaruh penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) terhadap nilai flow ditinjau berdasarkan nilai KAO dapat dilihat pada grafik di bawah:
120
Gambar 4.27 Perbandingan antara penambahan LGA terhadap nilai Flow ditinjau berdasarkan nilai KAO Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa ketika belum dilakukan penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) dalam campuran AC-WC nilai flow sebesar 3,5 mm. Setelah ada variasi penambahan kadar LGA 5/20 sebesar 2% kedalam campuran AC-WC, nilai flow mengalami penurunan sebesar 3,3 mm. Tetapi pada penambahan kadar LGA 50/30 sebesar 2% nilai flow mengalami penurunan yakni 3,2 mm. Tetapi sebelum itu pada kadar LGA 0% nilai flow sebesar 3,5 mm. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa penambahan kadar LGA 2% dengan tipe berbeda dalam campuran AC-WC, maka akan menurun pula nilai flow nya. Tetapi tanpa penambahan kadar LGA 0% dalam campuran membuat nilai flow meningkat.
121
Dari hasil percobaan menunjukan bahwa nilai flow campuran AC-WC dengan tanpa tambahan LGA 0% lebih tinggi dibandingkan nilai flow campuran AC-WC menggunakan tambahan LGA, namun masih masuk spesifikasi standar Bina Marga 2010. Nilai flow yang rendah mengakibatkan campuran menjadi kaku dan getas. Sehingga campuran mempunyai sifat mudah retak apabila terkena beban lalu lintas yang tinggi dan berat.Dimana untuk memperoleh nilai flow yang baik harus diimbangi dengan penambahan kadar aspalnya.
4.2.7 Perbandingan antara Penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) Terhadap Nilai Marshall Quotient Ditinjau Berdasarkan Nilai KAO Hasil bagi Marshall atauMarshall Quotient (MQ) adalah perbandingan antara stabilitas dan kelelehan yang juga merupakan indikator terhadap kekakuan campuran. Semakin tinggi nilai MQ, maka kemungkinan akan semakin tinggi kekakuan suatu campuran dan fleksibilitasnya rendah sehingga campuran menjadi rentan terhadap keretakan. sebaliknya campuran yang memiliki nilai MQ terlalu rendah maka campuran bersifat lentur, fleksibel dan cenderung plastis sehingga mudah mengalami deformasi saat menerima beban lalu lintas.
Untuk pengaruh penambahan Lawele Granular Asphalt (LGA) terhadap nilai Marshall Quotient ditinjau berdasarkan nilai KAO dapat dilihat pada grafik di bawah:
122
Gambar 4.28 Perbandingan antara penambahan LGA terhadap nilai Marshall Quotient ditinjau berdasarkan nilai KAO Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa ketika belum dilakukan penembahan Lawele Granular Asphalt (LGA) dalam campuran AC-WC, nilai MQ sebesar 497,28 kg/mm. Setelah ada variasi penambahan LGA 5/20 sebesar 2%,LGA 50/30 sebesar 2% dan tanpa LGA 0% kedalam campuran, nilai MQ meningkat secara berurut – turut yaitu 413,46 kg/mm, 439,52 kg/mm dan 497,28 kg/mm. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa semakin meningkatnya penambahan kadar LGA dalam campuran AC-WC, maka akan semakin meningkatkan nilai MQ pada campuran tersebut dan memenuhi standar Bina Marga yang ditetapkan.
123
Nilai Marshall diperoleh dari hasil bagi nilai stabilitas dengan flow yang dihasilkan suatu campuran. Dari gambar grafik di atas Marshall Quotient (MQ) mengalami kenaikan. Penambahan LGA pada campuran membuat Marshall Quotient(MQ) meningkat, hal ini disebabkan LGA yang sudah dingin tingkat kekakuannya lebih besar dari pada aspal yang dingin. Berdasarkan hasil analisis pengaruh penambahan kadar Lawele Granular Asphalt (LGA) terhadap karakteristik Marshall AC-WC menunjukkan bahwa kinerja campuran aspal meningkat. Hal ini ditunjukkan oleh karakteristik Marshall berupa VMA, VIM, VFA, Stabilitas, Flow, dan Marshall Quotient (MQ). Untuk hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.10 Peningkatan karakteristik Marshall ditinjau berdasarkan KAO untuk setiap penambahan LGA Kadar KAO VMA LGA(%) (%) (%) Campuran Tanpa LGA
VIM (%)
VFA (%)
Stabilitas (kg)
Flow (mm)
MQ (kg/mm)
0 5,1 14,91 Campuran LGA 50/30
4,26
71,51
1549,69
3,52
413,46
2 5,5 15,20 Campuran LGA 5/20 2 5,3 15,42
3,77
75,08
1609,05
3,22
497,28
4,15
73,15
1550,06
3,27
439,52
Pada campuran normal (0% LGA) dapat diketahui bahwa nilai VMA sebesar 14,91 %, nilai VIM sebesar 4,26 %, nilai VFA sebesar 71,51 %, nilai stabilitas sebesar 1549,69 kg, nilai flow sebesar 3,52 mm dan nilai Marshall Quotient sebesar 413,46 kg/mm. Pada campuran LGA 50/30, seiring dengan penambahan kadar LGA 2%, dapat diketahui bahwa untuk nilai VMA meningkat 15,20%. Untuk nilai VIM 124
3,77 %. Untuk nilai VFA 75,08 %. Untuk nilai stabilitas meningkat 1609,05 kg,. Untuk nilai flow 3,22 mm. Untuk nilai Marshall Quotient 497,28 kg/mm. Pada campuran LGA 5/20, dengan penambahan kadar LGA 2%, dapat diketahui bahwa untuk nilai VMA 15,42%. Untuk nilai VIM 4,15%. Untuk nilai VFA 73,15 %. Untuk nilai stabilitas 1550,06 kg. Untuk nilai flow 3,27. Untuk nilai Marshall Quotient 439,52 kg/mm,. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variasi penambahan kadar LGA 50/30 dan 5/20, pada campuran laston AC-WC dapat meningkatkan kualitas campuran tersebut. Dan untuk penggunaan Aspal Lawele sebagai bahan campuran AC-WC Asbuton Panas terhadap karakteristik Aspal Beton yakni Aspal Lawele tipe 50/30 dengan Hasil Pengujian yang lebih baik dan lebih meningkat di banding dengan Aspal Lawele tipe 5/20. Dari hasil pengujian Lawele Granular Asphalt (LGA) tipe 50/30 dapat di kategorikan bahwa jenis tipe aspal tersebut masuk dalam tipe kelas I, kelas II, kelas IIIA jalan Arteri yang dapat dilalui oleh kendaraan bermotor termasuk muatannya yang lebar maksimum 2,5 m, panjang maksimum 18 m dan muatan nya dengan sumbu terberat > 10 ton atau maksimum 10 ton atau maksimum 8 ton. Di karenakan jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan umum dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan tinggi dan jalan masuk dibatasi secara efisien. Dan untuk dibandingkan pada Lawele Granular Asphalt (LGA) tipe 5/20 dapat dikategorikan bahwa jenis tipe aspal tersebut masuk dalam tipe kelas IIIB jalan Kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatannya yang lebar maksimum 2,5 m, panjang maksimum 12 m dan muatannya dengan sumbu
125
terberat 8 ton.di karenakan jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpul dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rendah dan jumlah masuk dibatasi. Sedangkan untuk tanpa campuran LGA atau Lawele Granular Asphalt dapat dikategorikan dengan jalan Lokal jalan untuk jalan-jalan kelas rendah seperti jalan lingkungan atau jalan-jalan dengan frekuensi kendaraan rendah dan kecepatan rendah.
126
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisa pengaruh penggunaan LGA terhadap campuran LGA tipe 50/30, campuran LGA tipe 5/20 dan tanpa campuran LGA (Lawele Granular Asphalt) pada campuran beraspal Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC ) Asbuton Panas atau Kinerja Campuran Hotmix diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Dari hasil analisis penggunaan LGA dari pengujian Marshall untuk campuran AC-WC diperoleh Kadar Aspal Optimum (KAO) yaitu campuran tanpa LGA diperoleh nilai KAO sebesar 5,1%. Pada pencampuran dengan Aspal Lawele tipe 5/20 sebesar 2% LGA diperoleh nilai KAO = 5,3%, dan untuk pencampuran dengan Aspal Lawele tipe 50/30 sebesar 2% LGA diperoleh nilai KAO = 5,5% .
2. Berdasarkan hasil perbandingan kinerja campuran Hotmix menggunakan Lawele Granular Asphalt (LGA) terhadap karakteristik Marshall AC-WC yaitu pada pencampuran Aspal Lawele 5/20, untuk 2% LGA menunjukkan bahwa nilai VMA meningkat 15,42 %, nilai VIM meningkat 4,15%, nilai VFA menurun 73,15%, nilai stabilitas menurun 1550,06 kg, nilai flow meningkat 3,27 mm, dan nilai Marshal Quotient juga meningkat sebesar 439,52 kg/mm. Untuk Aspal Lawele 50/30 sebesar 2% LGA menunjukkan bahwa nilai VMA menurun 15,20 %, nilai VIM menurun 3,77%, nilai VFA meningkat 75,08%, nilai stabilitas
127
meningkat 1609,05 kg, nilai flow menurun 3,22 mm, dan nilai Marshall Quotient juga meningkat sebesar 497,28 kg/mm. Untuk tanpa campuran LGA 0% menunjukkan bahwa nilai VMA menurun 14,91 %, nilai VIM meningkat 4,26 %, nilai VFA menurun 71,51 %, nilai stabilitas menurun 1549,69 kg, nilai flow menurun 3,52 mm, dan nilai Marshall Quotient menurun sebesar 413,46 kg/mm..Sehingga semua variasi penambahan kadar LGA tipe 5/20 dan kadar LGA tipe 50/30 pada campuran AC-WC dapat
meningkatkan
kualitas
campuran
tersebut.
Tetapi
untuk
pencampuran LGA yang baik dengan kualitas yang baik untuk perkerasan jalan yakni dengan menggunakan LGA tipe 50/30.
5.1 Saran Berdasarkan hasil kesimpulan maka dapat diberikan saran untuk melakukan penelitian selanjutnya, yaitu : 1.
Perlu dilakukan penelitian selanjutnya mengenai kadar bitumen tiap-tiap jenis aspal.
2.
Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk mengetahui karakteristik aspal modifikasi LGA untuk mengetahui sifat-sifat aspal modifikasi seperti titik nyala, titik leleh, daktilitas, penetrasi, berat jenis aspal, dan lain-lain.
3.
Perlu ada nya mesin tumbukan agar dapat meningkatkan nilai kepadatan dan memperkecil rongga pada campuran dengan semaksimal mungkin.
4.
Perlu adanya penelitian terhadap LGA dari tipe yang lain,agar dapat diketahui
perbandingan
nya 128
dari
hasil
pengujian
di
atas.
DAFTAR PUSTAKA Anonim.2010. Spesifikasi Umum Divisi 6 Pekerjaan Aspal .Direktorat Jenderal BinaMarga. Arining, Rona 2012.Analisis Karakteristik Lapisan Campuran Aspal Beton Ditinjau dari Aspek Propertis Marshall. Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Pembangunan Nasional:Jawa Timur. Departemen PekerjaanUmum – Direktorat Jenderal Bina Marga. 2010.. Affandi, Furqon. 2000. Ekstraksi Aspal Asbuton Untuk Campuran Beraspal Panas Puslitbang Jalan dan Jembatan, Badan Litbang Departemen Pekerjaan Umum. Ali,Nur.2004. Analisis Indeks Durabilitas Campuran Beraspal Berbasis Asbuton Lawele Sukirman, Silvia, 1999. Perkerasan Lentur Jalan Raya. Nova, Bandung Suprapto. 2007. Kumpulan Bahan Kuliah Bahan Konstruksi Perkerasan. Program Pascasarjana Magister Sistem Dan Teknik Transportasi Universitas Gajahmada Yogyakarta. Direktorat Bina Marga, 2010. Speksifikasi Khusus Interm Campuran Beraspal Panas dengan Asbuton Lawele. Republik Indonesia Kementerian Pekerjaan Umum. Aribisala.2013. Recycling Of Asphalt Pavement For Accelerated And Sustainable Road Development In Nigeria.
1
LAMPIRAN
2
GRAFIK MARSHALL ASPAL LAWELE TIPE 5/20
18
9 8 7
16
6 VIM (%)
VMA (%)
17
15 14
4 3 2
13
1
12
0 4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
y = 1.672x2 - 18.97x + 68.99 KADAR ASPAL (%) R² = 0.892
4
110 STABILITAS (kg)
100 90 80 70 60 50 4
4.5
5
5.5
y = 4.799x2 - 44.16x + 172.4 R² = 0.887
6 6.5 7 7.5 i KADAR ASPAL (%)
4.5
5
5.5
y = -0.331x2 + 2.101x + 2.309 R² = 0.944
120
VFA (%)
5
6
6.5
7
KADAR ASPAL (%)
1800 1700 1600 1500 1400 1300 1200 1100 1000 900 800 700 600
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 y = -51.83x2 + 587.2x - 106.2 KADAR ASPAL (%) R² = 0.953
PERCOBAAN MARSHALL Sumber Sampel Pekerjaan
NO.
1
: Split Ex. Moramo, Medium Ex. Moramo, Abu Batu Ex. Moramo : AC WC (Lawele Type 5/20)
% ASPAL
BERAT CONTOH
ISI
ISI
DIANTARA
DALAM
TERISI
PEMB.
KALIBRASI
KOREKSI
TEORITIS
AGG.
CAMP.
ASPAL
DIAL
PROV. RING
BENDA UJI
(%)
(%)
(%)
(Kg)
(Kg)
FLOW
MARSHALL QUOTIENT
(mm)
(Kg/mm)
SSD
DALAM AIR
(%)
(%)
(gr)
(gr)
(gr)
(gr)
1175.6
1177.6
672.4
505.2
2.33
2.43
17.08
4.17
75.57
129.0
1425.328294 1482.34143
2.46
579.4
1178.8
1184.3
670.3
514.0
2.29
2.43
18.28
5.56
69.60
135.0
1491.622633 1491.62263
2.93
509.1
2.31
2.43
17.68
4.87
72.58
132.0
2.70
544.2
1177.8
1183.1
688.4
494.7
2.38
2.51
15.62
5.14
67.07
126.0
1392.181124 1517.47743
3.13
444.8
1182.5
1184.0
689.5
494.5
2.39
2.51
15.25
4.73
69.00
129.0
1425.328294 1553.60784
3.02
472.0
2.39
2.51
15.43
4.93
68.04
127.5
3.08
458.4
1425.328294 1553.60784
3.44
414.3
1414.279237 1541.56437
3.11
454.8
3.28
434.5
4.64
4.5
5.15
5
5.67
5.5
1181.6
1185.9
694.9
491
2.41
2.49
15.17
3.51
76.88
129.0
1179.2
1182.9
689.7
493.2
2.39
2.49
15.72
4.13
73.71
128.0
2.40
2.49
15.44
3.82
75.29
128.5
6.18
6
6.70
6.5
1408.8
1419.8
1487.0
1535.5
1547.6
1176.9
689.7
487.2
2.41
2.47
15.49
2.58
83.35
130.0
1436.37735 1565.65131
3.52
408.1
1174.1
1176.3
688.6
487.7
2.41
2.47
15.59
2.70
82.71
129.0
1425.328294 1553.60784
3.84
371.2
3.68
389.6
2.41
2.47
15.54
2.64
83.03
129.5
1174.2
1174.9
686.5
488.4
2.40
2.46
16.17
2.15
86.70
126.0
1392.181124 1517.47743
3.92
355.1
1171.8
1172.1
684.6
487.5
2.40
2.46
16.18
2.17
86.59
126.0
1392.181124 1517.47743
3.46
402.4
2.40
2.46
16.17
2.16
86.64
126.0
3.69
378.8
Rata - Rata Berat jenis Bulk agg. Gab.
=
2.62
Berat jenis Eff agg. Gab.
=
2.66
Berat jenis aspal
=
1.03
Suhu Pencampuran
= = = =
160 C
Suhu Pemanasan Aspal Suhu Pemanasan Agregat Kalibrasi Alat
1458.5
1174.3
Rata - Rata 5
CAMP.
KERING
Rata - Rata 4
STABILITAS
CAMP.
Rata - Rata 3
% RONGGA
BJ MAKS
AGG.
Rata - Rata 2
BERAT
0 0
0
140 C - 160 C 0 160 C 11.049
ii
1430.9
1392.2
1559.6
1517.5
KADAR ASPAL OPTIMUM (AC -WC) Lawele Type 5/20
4.5
5
5.5
VMA (%) VIM (%) VFA (%) STABILITAS (Kg) FLOW (mm) MQ (Kg/mm)
5.3 Batas awal
=
4.9 %
Batas akhir
=
5.7
%
Kadar aspal optimum =
5.3
%
iii
6.0
6.5
GRAFIK MARSHALL ASPAL LAWELE TIPE 50/30 20 19 17
VIM (%)
VMA (%)
18 16 15 14 13 12 4
4.5
5
5.5
6
6.5
7
y = 1.992x2 - 22.43x + 78.31 KADAR ASPAL (%) R² = 0.889
4
1800
110
1600 STABILITAS (kg)
90 80 70 60
4.5
5
5.5
y = 0.019x2 - 1.732x + 12.72 R² = 0.955
120 100 VFA (%)
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 6
6.5
7
KADAR ASPAL (%)
1400 1200 1000 800
50
600
40 4
4.5
5
5.5
y = 3.098x2 - 25.66x + 122.5 R² = 0.891
6 6.5 7 7.5 KADAR ASPAL (%)
4 4.5 5 5.5 6 6.5 7 iv y = -13.59x2 + 229.1x + 760.1 KADAR ASPAL (%) R² = 0.695
PERCOBAAN MARSHALL Sumber Sampel Pekerjaan
NO.
: Split Ex. Moramo, Medium Ex. Moramo, Abu Batu Ex. Moramo : AC WC ( Lawele type 50/30)
% ASPAL
BERAT CONTOH
ISI
BERAT ISI
% RONGGA
BJ MAKS
STABILITAS FLOW
MARSHALL QUOTIENT
CAMP.
DIANTARA
DALAM
TERISI
PEMB.
KALIBRASI
KOREKSI
TEORITIS
AGG.
CAMP.
ASPAL
DIAL
PROV. RING
BENDA UJI
(%)
(%)
(%)
(Kg)
(Kg)
(mm)
(Kg/mm)
AGG.
CAMP.
KERING
SSD
DALAM AIR
(%)
(%)
(gr)
(gr)
(gr)
(gr)
4.5 1171.8
1178.2
673.1
505.1
2.32
2.43
17.34
4.46
74.25
130.0
1436.38
1493.83
2.26
660.99
1182.2
1187.3
670.2
517.1
2.29
2.43
18.54
5.85
68.42
140.0
1546.87
1546.87
2.23
693.66
4.64 1
1177.0
1182.8
671.7
2.30
2.43
17.94
5.16
71.34
135.0
1491.62
1520.35
2.2
677.33
5 1154.1
1161.2
675.4
485.8
2.38
2.51
15.80
5.36
66.08
110.0
1215.40
1324.78
2.59
511.50
1174.6
1178.2
688.7
489.5
2.40
2.51
14.95
4.41
70.53
139.0
1535.82
1750.83
2.57
681.26
1164.4
1169.7
682.1
2.39
2.51
15.38
4.88
68.31
124.5
1375.61
1537.81
2.6
596.38
5.5 1180.4
1185.4
695.4
490
2.41
2.49
15.08
3.35
77.76
132.0
1458.48
1589.74
3.52
451.63
1178.9
1183.9
690.2
493.7
2.39
2.49
15.82
4.20
73.46
145.0
1602.11
1746.30
3.55
491.92
1179.7
1184.7
692.8
2.40
2.49
15.45
3.78
75.61
138.5
1530.29
1668.02
3.5
471.77
6 1164.3
1169.5
687.2
482.3
2.41
2.47
15.36
2.39
84.41
130.0
1436.38
1637.47
3.6
454.85
1179.7
1185.9
694
491.9
2.40
2.47
15.92
3.03
80.94
129.0
1425.33
1553.61
3.63
427.99
1172.0
1177.7
690.6
2.41
2.47
15.64
2.71
82.68
129.5
1430.85
1595.54
3.6
441.42
6.5 1164.3
1175.0
687
488
2.39
2.45
16.80
2.79
83.38
147.0
1624.21
1851.60
4.80
385.75
1176.1
1180.2
690.7
489.5
2.40
2.45
16.22
2.11
87.00
127.0
1403.23
1529.52
4.89
312.79
1170.2
1177.6
688.9
2.39
2.45
16.51
2.45
85.19
137.0
1513.72
1690.56
4.8
349.27
Rata - Rata 5.15 2 Rata - Rata 5.67 3 Rata - Rata 6.18 4 Rata - Rata 6.70 5 Rata - Rata
Berat jenis Bulk agg. Gab.
=
2.62
Berat jenis Eff agg. Gab.
=
2.66
Berat jenis aspal
=
1.03
Suhu Pencampuran
=
160 C
Suhu Pemanasan Aspal
=
140 C - 160 C
Suhu Pemanasan Agregat Kalibrasi Alat
= =
0 0
0
0
160 C 11.049
v
KADAR ASPAL OPTIMUM (AC -WC) Lawele type 50/30
4.5
5
5.5
VMA (%) VIM (%) VFA (%) STABILITAS (Kg) FLOW (mm) MQ (Kg/mm)
Batas awal
=
5.50 5.3 %
Batas akhir
=
5.7
%
Kadar aspal optimum =
5.5
%
vi
6.0
6.5
DOKUMENTASI
i
Dokumentasi Alat
Lampiran 1.1 Saringan Lengkap Digital
Lampiran 1.2 Timbangan
Lampiran 1.3 Oven Set
Lampiran 1.4 Bulk Density Test
i
Lampiran 1.5 Termometer
Lampiran 1.6 Wadah
Lampiran 1.7 Kompor
Lampiran 1.8 Wajan
ii