TUGAS AKHIR
INVESTIGASI KEANDALAN DAN PERBAIKAN STRUKTUR BETON BERTULANG STUDI KASUS : OXY HYDRO CHLORINE REAKTOR PLANT PT. ASAHIMAS CHEMICAL, ANYER-CILEGON
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Teknik Strata-1 (S-1) Program Studi Teknik Sipil
Nama : SAEPUDIN SAJA N.I.M : 0110211-032
UNIVERSITAS MERCU BUANA FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN JURUSAN TEKNIK SIPIL
TERAKREDITASI A BERDASAR SK NO.012/BAN-PT/AK-VII/SI/VII/2003 JAKARTA 2008
LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA No. Dokumen Tgl. Efektif
011 423 4 41 00 7 Maret 2005
Q
Distribusi
Semester : Ganjil
Tahun Akademik : 2007/2008
Tugas Akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta. Judul Tugas Akhir :
Investigasi Keandalan Dan Perbaikan Struktur Beton Bertulang Studi Kasus : Oxy Hydro Chlorine Reaktor Plant Pt. Asahimas Chemical, Anyar-Cilegon.
Disusun oleh : Nama
: Saepudin Saja
NIM
: 0110211-032
Jurusan/Program Studi
: Teknik Sipil
Telah diajukan dan dinyatakan “LULUS” pada sidang sarjana: Tanggal
: 23 Agustus 2008
Pembimbing Utama
Ir. Zainal A. Shahab, MT. Jakarta, Agustus 2008 Mengetahui , Koordinator Tugas Akhir
Ir. Edifrizal Darma, MT.
Ketua Program Studi Teknik Sipil
Ir. Mawardi Amin, MT.
LEMBAR PENGESAHAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA
Q
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda Tangan dibawah ini:
Nama
: Saepudin Saja
NIM
: 0110211-032
Jurusan
: Teknik Sipil
Facultas
: Teknik Sipil dan Perencanaan
Universitas
: Mercu Buana – Jakarta
Menyatakan bahwa tugas akhir ini merupakan hasil kerjasendiri, bukan jiplakan (duplikat) dari karya orang lain. Apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan dipertanggung jawabkan sepenuhnya.
Jakarta, Agustus 2008 Yang Memberi Pernyataan
Saepudin Saja
ABSTRAK
Saepudin Saja, 2008. Ivestigasi Keandalan Dan Perbaikan Struktur Beton Bertulang Studi Kasus : Oxy Hydro Chlorine Reaktor Plant Pt. Asahimas Chemical, AnyerCilegon). Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana Jakarta. Pembimbing : Ir. Zainal A. Shahab, MT.
Dalam menangani proyek perbaikan strukrur beton pasca-kerusakan, perlu dikumpulkan berbagai informasi, baik dari pengamatan visual, bekas-bekas benda kerusakan, seperti: beton terlihat spalling, besi terlihat korosif, maupun dari hasil pengujian/tes. Suatu klasifikasi kelas kerusakan perlu dibuat, dan faktor kerusakan untuk berbagai elemen perlu ditentukan. Dari sini perhitungan ulang elemen tersebut dapat dilakukan, kemudian ditentukan berapa dan bagaimana perkuatan yang harus dilakukan pada elemen tersebut. Dalam pelaksanaanya, perlu proses perkuatan harus dilakukan dengan hati-hati, dan langkah kerja harus diuraikan satu persatu. Disini pengetahuan akan bahan/material perbaikan yang akan digunakan menjadi sangat penting untuk menjamin suksesnya pekerjaan.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillah, atas rasa syukur yang sebesar-besarnya kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Tugas Akhir dengan judul : Investigasi Keandalan Dan Perbaikan Struktur Beton Bertulang Studi Kasus : Oxy Hydro Chlorine Reaktor Plant Pt. Asahimas Chemical, Anyar-Cilegon. ini dapat diselesaikan.
Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk melengkapi dan memenuhi syarat menempuh ujian tahap akhir dalam mencapai gelar kesarjanaan Strata Satu (S-1) pada jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan di Universitas Mercu Buana.
Dalam penyajian Tugas Akhir ini penulis berusaha untuk sebaik dan seilmiah mungkin, disadari tentunya masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini mengingat keterbatasan penulis, untuk itu saran dan kritik membangun menuju kesempurnaan penyusunannya sangat diharapkan.
Dalam penulisan Tugas Akhir ini penulis banyak menerima bimbingan, petunjuk dan bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya apabila penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Keluarga tercinta atas segala kesabaran, kepercayaan, doanya yang tiada hentinya dan desempatan yang diberikan selama ini.
i
2. Bapak Ir. Zainal A. Shahab, MT selaku dosen pembimbing yang dengan penuh keikhlasan, kesabaran, dan perhatian dalam memberikan pengarahan, bimbingan, serta dorongan moril dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. 3. Bapak Ir. Mawardi Amin, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas Mercu Buana dan seluruh dosen dan staf Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Mercu Buana Jakarta. 4. Seluruh pihak yang turut membantu dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.
Pada akhirnya semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi Universitas Mercu Buana pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Jakarta, Agustus 2008 Penulis
Saepudin Saja
i
Daftar Isi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK KATA PENGANTAR …………………………………………………………….i DAFTAR ISI …………………………………………………………………......iii DAFTAR TABEL…. ……………………………………………………………vii DAFTAR GAMBAR.…………………………………………………………...viii DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………………...xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………..I-1 1.2 Maksud dan Tujuan…………………………………………………............I-2 1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah………………………………............I-3 1.4 Sistematika penulisan……………………………………………………….I-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tentang Struktur Beton………………………………………….II-1 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Beton Sebagai Suatu Struktur………………...II-2 2.2.1 Kelebihan…………………………………………………………II-3 2.2.2 Kekurangan……………………………………………………….II-3 2.3 Kinerja Beton………………………………………………………............II-4 2.4 Sifat dan Karakteristik Yang Dibutuhkan Pada Beton……………. ……....II-6 2.4.1 Kuat Tekan Beton…………………………………………………II-6
vi
Daftar Isi
2.4.2 Kuat Tarik Beton………………………………………………….II-7 2.4.3 Kemudahan Pengerjaan…………………………………………...II-7 2.4.4 Rangkak dan Susut………………………………………………..II-7 2.5 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Beton…………………………..II-9 2.6 Kerusakan-kerusakan Pada Struktur Beton………………………..............II-10 2.6.1 Kerusakan-kerusakan Pada Beton……………………………….II-10 2.6.2 Kerusakan Akibat Pengaruh Mekanis……………………….......II-11 2.6.3 Kerusakan Akibat Pengaruh Fisika………………………….......II-12 2.6.4 Kerusakan Akibat Pengaruh Kimia……………………………...II-12 2.7 Pemeriksaan Terhadap Kerusakan-Kerusakan Pada Beton……….............II-12 2.7.1 Metode Pemeriksaan (Pengamatan)……………………………..II-12 2.8 Metode Pengujian Beton…………………………………………..............II-14 2.8.1 Metode Non Destructive Test………………………………........II-14 2.8.2 Metode Destructive Test…………………………………………II-24 2.9 Analitis Keretakan Dari Balok Beton Bertulang………………………….II-25 2.9.1 Keretakan Pada Balok (Cracking In Beam)……………………..II-25 2.9.2 Momen Keretakan (Crack Moment)…………………………….II-27 2.9.3 Bagian Keretakan Momen Inersia……………………………….II-28 2.9.4 Momen Inersia Yang Efektif Dari Balok Yang Retak…………..II-29 2.10 Analisa Keretakan Dari Kolom Beton Bertulang………………………...II-31 2.10.1 Keretakan Dalam Kolom (Cracking In Column)………………II-31 2.10.2 Momen Keretakan (Cracking Moment)………………………..II-32 2.10.3 Keretakan Momen Inersia (Cracking Moment Ineria)…………II-34
vi
Daftar Isi
2.10.4 Momen Inersia Kolom Efektif ………………………………...II-35 2.11 Analisa Struktur………………………………………………………….II-37 2.11.1 Pembebanan……………………………………………………II-37 2.12 Definisi Perbaikan (Filosofi Repair)……………………………………..II-38 2.12.1 Metode Perbaikan Atau Teknik-Teknik Perbaikan Struktur Beton…………………………………………………II-39
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian………………………………………………………….III-2 3.2 Data Lapangan…………………………………………………………….III-2 3.2.1 Pengamatan Visual……………………………………………………...III-2 3.2.1.1 Parameter Pengamatan Visual………………………………...III-2 3.2.1.2 Kondisi Beton…………………………………………………III-3 3.3 Peraturan Yang Dipakai…………………………………………………..III-13 3.4 Kondisi Pembebanan……………………………………………………..III-14 3.5 Matrial Propertis (mutu Beton)…………………………………………...III-14 3.6 Analisa Struktur…………………………………………………………..III-14 3.7 Rencana Perbaikan Dan Perkuatan Struktur……………………………...III-15 3.7.1 Tingkat A Yaitu Plesteran (Concrete Patching)………………..III-15 3.7.2 Tingkat B Yaitu Penggantian Penulangan……………………..III-16
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN EVALUASI KEANDALAN STRUKTUR 4.1 Struktur Beton Bertulang Yang Akan Dikaji………………………………IV-1 4.2 Hasil Pengamatan Visual…………………………………………………..IV-5 vi
Daftar Isi
4.3 Hasil Pengujian-Pengujian Yang Dilakukan Dilapangan………………….IV-9 4.3.1 Metode Tanpa Penghancuran (Non Destructive Test)…………...IV-9 4.3.2 Metode Dengan Penghancuran (Destructive Test)……………..IV-15 4.4 Evaluasi Analitis………………………………………………………….IV-16 4.4.1 Pembebanan…………………………………………………….IV-17 4.4.2 Matrial Propertis………………………………………………..IV-20 4.4.3 Analisa Struktur………………………………………………...IV-24 4.4.4 Hasil Perhitungan Keandalan Struktur Pada Balok…………….IV-24 4.4.5 Hasil Perhitungan Keandalan Struktur Pada Kolom…………...IV-24
BAB V RENCANA PERBAIKAN DAN PERKUATAN 5.1 Perbaikan Dan Perkuatan Struktur………………………………………….V-1 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan………………………………………………………………...VI-1 6.2 Saran……………………………………………………………………….IV-2 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN KARTU ASSITENSI
vi
Daftar Tabel & Diagram
DAFTAR TABEL (DIAGRAM)
Tabel 2.1 : Faktor Koreksi Terhadap Pengaruh Besi Dimana Rambatan Pulsa Melalui Psisi Besi Tegak Lurus……………………………..II-20 Tabel 3.1 : Identifikasi Potensial Karat………………………………………..III-7 Tabel 3.2 : Tingkat Atau Kelas Perbaikan……………………………………III-15 Tabel 3.3 : Tingkat Atau Kelas Perbaikan……………………………………III-17 Tabel 4.1 : Hasil Pengujian Tes Ultrasonik…………………………………....IV-9 Tabel 4.2 : Hasil Detail Pengujian Tes Ultrasonik…………………………...IV-10 Tabel 4.3 : Hasil Pengujian Tes Karat………………………………………..IV-13 Tabel 4.4 : Hasil Pengujian Tes Karbonasi…………………………………..IV-13 Tabel 4.5 : Hasil Pengujian Tes Karbonasi Pada Benda Uji Coring…………IV-14 Tabel 4.6 : Hasil Pengujian Tes Coring………………………………………IV-15 Tabel 4.7 : Faktor Koreksi Kekuatan………………………………………....IV-16 Tabel 4.8 : Korelasi Diameter………………………………………………...IV-16 Tabel 4.9 : Asumsi Matrial Pasca Rusak Semua Elemen…………………….IV-22 Tabel 4.10 : Hasil Perhitungan Keandalan Struktur Pada Balok……………..IV-24 Tabel 4.11 : Hasil Perhitungan Keandalan Struktur Pada Kolom……………IV-25 Tabel 5.1 : Pemetaan Kerusakan………………………………………………..V-1
vii
Daftar Gambar
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tekanan dan Kekurangan Beton Sebagai Suatu Struktur ………...II-2 Gambar 2.1 Diagram Alir Proses Keseragaman Pembuatan Beton …………....II-6 Gambar 2.2 Kurva Waktu Regangan………………. .………………………....II-5 Gambar 2.3 Kontur Plat Tipical……………... …………………………….....II-17 Gambar 2.4 Tabel Spesimen Yang Di Uji…… ……………………………....II-20 Gambar 2.5 Bentuk Potongan Segi Empat Balok Beton Bertulang ………....II-28 Gambar 2.6 Posisi Tegangan Normal Dan Lentur Dalam Bagian Yang Dapat Meleleh Tegangan tarik ………………......................................II-32 Gambar 2.7 Gaya Normal P Dengan Keanehan ……………………………...II-33 Gambar 2.8 Potongan Retak Dalam Kolom…………………...………………II-34 Gambar 2.9 Kombinasi Pada Ujung-UjungMomen Dalam Kolom Dan Diagram Moment Lentur …………………………………………………II-36 Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian……………………………. …..III.-1 Gambar 3.2 Alat Pengujian Tes Ultrasonik………………… ………………..III-4 Gambar 3.3 Alat Tes Ultrasonik………………………………………….........III-5 Gambar 3.4 Pengukuran Potensial Besi Tulangan Karat………………… ......III-6 Gambar 3.5 Alat Pengukuran Tingkat Karat…………………………………..IV-7 Gambar 3.6 Cover Meter (Rebar Location Detector)……... …………………III-8 Gambar 3.7 Pengukuran Standar Karat Diatas Slab……………… ……….....III-8 Gambar 3.8 Semprotan Penetran Phenolphthalien…………………………….III-9 Gambar 3.9 Pengambilan Sampling Coring………………………………….III-13 Gambar 4.1 Struktur Beton Bertulang Dengan Elevasi + 3.30 Dan + 7.50M....IV-1
ix
Daftar Gambar
Gambar 4.2 Struktur Beton Dengan Elevasi ± 0.00 Dan + 11.00 M………….IV-2 Gambar 4.3 Struktur Beton Dengan Elevasi + 14.20 Dan + 18.20 M…………IV-2 Gambar 4.4 Struktur Beton Dengan Potongan 4 – 5…………………………..IV-3 Gambar 4.5 Struktur Beton Dengan Potongan D – F………………………….IV-4 Gambar 4.6 Struktur Beton Dengan Potongan C – E………………………….IV-4 Gambar 4.7 Kolom dalam kondisi retak dan selimut beton mengalami Pengelupasan sehingga terlihat pembesian yang korosif ………IV-5 Gambar 4.8 Kolom Dalam Kondisi Rusak Dan Selimut Beton Mengalami Pengelupasan Sehingga terlihat Pembesian Korosif……………..IV-6 Gambar 4.9 Kolom Dan Balok Dalam Kondisi Retak Dan Selimut Beton Mengalami Pengelupasan Sehingga Besi Terlihat Korosif Di Sekitar Jalur Pipa………………………………………………….IV-7 Gambar 4.10 Slab Beton Dalam Kondisi Kritis Dengan Permukaan Beton Mengalami Perubahan Warna…………………………………...IV-8 Gambar 4.11 Kordinat Sambungan Dan Batang Frame C,D,E Dan F……….IV-17 Gambar 4.12 Kordinat Sambungan Dan Batang Frame 4 Dan 5…………….IV-18 Gambar 4.13 Penampang beton dalam kondisi normal dan pasca rusak…….IV-21 Gambar 4.14 Grafik interaksi kolom…………………………………………IV-26 Gambar 5.1 Penampang beton dan potongan yang mengalami spalling……….V-8 Gambar 5.2 Penampang beton yang sudah dibobok yang siap dicor…………..V-9 Gambar 5.3 penampang beton yang telah dicor (Setelah perbaikan)…………..V-9 Gambar 5.4 Penampang beton yang mengalami keretakan (Crack)…………..V-10 Gambar 5.5 Penampang beton yang terlihat besinya setelah di bobok………..V-11
ix
Daftar Gambar
Gambar 5.6 Penampang beton yang telah dicor (Setelah perbaikan)…………V-11 Gambar 5.7 Penampang struktur beton yang terlihat pembesian setelah dibobok…………………………………………………IV-13 Gambar 5.8 Penampang struktur beton setelah penambahan pembesian baru dan Pemsangan FRP WRAP disekitar permukaan balok…V-13 Gambar 5.9 Potongan penampang sebelum dan sesudah dilakukan Perbaikan…………………………………………………………V-14
ix
Bab III. Metode Penulisan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Detail Hasil Tes potensial Besi Karat
Lampiran 2
Perhitungan Struktur Balok dan Kolom
Lampiran 3
Gambar Pemetaan Rencana Perbaikan
Lampiran4
Gambar Struktur Beton Bertulang 3 Dimensi Dan Out Put SAP 2000
Lampiran 5
Technical Data Sheet Matrial Perbaikan Dan Perkuatan
-1-
Bab I Pendahuluan
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan Industri Kimia di Indonesia dewasa ini mengalami kemajuan yang cukup pesat. Perkembangan ini bisa kita lihat dari semakin banyaknya pabrik kimia yang bermunculan di tanah air. Sebagai salah satu contoh adalah pabrik kimia yang ada di daerah Anyer ( Cilegon – Banten ), yakni PT. Asahimas Chemical.
PT. Asahimas Chemical (PT. ASC) adalah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) yang memproduksi beberapa jenis bahan kimia dasar untuk memenuhi kebutuhan perkembangan industri nasional (dalam negri) agar dapat mengurangi ketergantungan akan impor. Perusahaan ini mempunyai sebuah integrated plant (pabrik terpadu) di daerah Anyer, Cilegon (Banten) yang terdiri atas Chlor Alkali Plant, Vinyl Chloride Monomer Plant, dan Poly Vinyl Chloride Plant. Dari ketiga plant yang ada, tentunya diperlukan suatu desain struktur yang sesuai serta memenuhi criteria kelayakan struktur dan tahan terhadap bahan kimia. Untuk itu, digunakanlah beton sebagai sebagai struktur yang memenuhi criteria kelayakan struktur tersebut.
Adapun alasan dipilihnya beton sebagai struktur yang paling cocok digunakan karena beton bertulang pada umumnya dapat diperbaiki kembali setelah mengalami kerusakan . Namun pada kenyataanya beton tidak selalu kuat terhadap unsur kimia, secara langsung menyerang sehingga terjadi kerusakan pada I. -1-
Bab I Pendahuluan
strukturnya, walaupun dalam kurun waktu beberapa tahun baru teridentifikasi. Hal ini yang menjadi suatu permasalahan dan fenomena ketika struktur beton tidak mengalami perawatan, terbukti dengan adanya kasus pada struktur OHC reaktor yang terdapat pada plant Vinyl Chloride Monomer (VCM). OHC reaktor plant dibangun pada tahun 1989 dengan menggunakan beton sebagai strukturnya, yang selama usia ekonomi struktur tersebut tidak mengalami perawatan, sehingga terjadi kerusakan pada strukturnya, walaupun dalam kurun waktu beberapa tahun baru teridentifikasi. Atas dasar permasalahan yang terjadi seperti yang telah dibicarakan diatas, maka penulis mengangkat masalah ini untuk dijadikan tugas akhir yang sifatnya pengujian dan penelitian, dengan judul :
Investigasi Keandalan Dan Perbaikan Struktur Beton Bertulang Studi Kasus : Oxy Hydro Chlorine Reaktor Plant Pt. Asahimas Chemical, Anyer-Cilegon.
1.2 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui kondisi kekuatan struktur, dan pemeriksaan (pengamatan) tingkat dan jenis kerusakan (pengukuran) struktur beton yang diakibatkan oleh tidak adanya perawatan pada usia struktur. 2. Menganalisa
kekuatan
struktur
beton
berdasarkan
dibandingkan dengan data pembebanan desain original. 3. Melakukan perancangan dan perbaikan struktur beton..
I. -2-
jenis
kerusakan
Bab I Pendahuluan
1.3 Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Sesuai dengan judul Tugas Akhir yang diangkat serta sifatnya adalah penelitian dan pengujian, maka lingkup penelitian dan pengujian serta pengolahan data pada tugas akhir ini difokuskan atas beberapa masalah sebagai berikut : 1. Obyek analisa/investigasi berlokasi di PT. Asahimas Chemical yang terletak di daerah Anyer (Cilegon – Banten) tepatnya pada struktur beton OHC reaktor plant. 2. Penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan visual (visual survey) dan pengamatan detail (detail survey), terhadap struktur beton yang mengalami kerusakan dengan melihat beberapa parameter-parameter pengamatan tersebut. 3. Pengamatan yang dilakukan pada elevasi 0 – 11 meter 4. Pengujian yang dilakukan menggunakan metode non destructive test (ultrasonic test, carbonation test, half-sell potential test) dan metoda sampling (coring concrete test) 5. Pengujian dan pemeriksaan struktur beton yang mengalami kerusakan, merupakan tindak lanjut dari peta klarifikasi diatas yang kemudian dikembangkan cara perbaikan yang akan dilakukan untuk berbagai kelas kerusakan. 6. Evaluasi analitis yang dilakukan didasarkan pada dokumen konstruksi yang tersedia. 7. Dimana dalam investigasi sifat-sifat kimia tidak dibahas.
I. -3-
Bab I Pendahuluan
1.4 Sistematika Penulisan Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis menyusun berdasarkan sistematika sebagai berikut: Bab I. Pendahuluan, menjelaskan mengenai latar belakang penulisan, maksud dan tujuan, serta ruang lingkup dan batasan masalah yang dibahas dalam tugas akhir ini.
Bab II. Tinjauan Pustaka, membahas teori-teori yang ada secara singkat yang ada hubungannya dengan isi pembahasan nantinya.
Bab III. Metode penulisan Membahas mengenai langkah-langkah pemeriksaan kerusakan dan metodemetode pengujian yang dilakukan.
Bab. IV. Hasil pengujian dan evaluasi analitis keandalan, membahas mengenai hasil pengujian dan analisanya berdasarkan pengujian-pengujian yang dilakukan
Bab. V. Rencana perbaikan atau perkuatan struktur, membahas mengenai metode perbaikan atau perkuatan berdasarkan hasil evaluasi analitis Bab VI. Penutup, menyimpulkan dari hasil pembahasan dan saran yang diberikan guna perencanaan lebih lanjut.
I. -4-
Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Beton Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus dan kasar yaitu pasir, batu, batu pecah, atau bahan semacam lainnya, dengan menambah secukupnya bahan perekat semen (portland cement), dan air sebagai bahan pembantu guna keperluan reaksi kimia selama proses pengerasan dan perawatan beton berlangsung serta bahan tambah lainnya (admixture atau additive). Nilai kuat beton relatif tinggi dibandingkan kuat tariknya, dan beton merupakan bahan bersifat getas. Nilai kuat tariknya hanya berkisar 9 % - 15 % dari kuat tekannya. Pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerjasama dan mampu memebantu kelemahannya, terutama pada bagian yang menahan gaya tarik. Komponene struktur beton dengan kerjasama seperti disebut sebagai beton bertulangan baja atau lazim disebut beton bertulang. Kerjasama antara beton dan baja tulangan hanya dapat terwujud dengan didasarkan pada keadaan-keadaan : 1.
Lekatan sempurna antara batang tulangan baja dengan beton keras yang membungkusnya hingga tidak terjadi penggelinciran diantara keduanya.
2.
Beton yang mengelilingi batang tulangan baja bersifat kedap hingga mampu melindungi dan mencegah terjadi karat baja.
3.
Angka muai kedua bahan hampir sama, dimana untuk setiap kenaikan suhu 1 derajat celcius angka muai beton 0,00001 sampai 0,000013, sedangkan baja II. -1 -
Bab II Tinjauan Pustaka
0,000012 sehingga tegangan yang timbul karena perbedaan nilai dapat diabaikan.
Sebagai konsekwensi dari ikatan yang sempurna antara kedua bahan, didaerah tarik suatu komponen struktur akan terjadi retak-retak beton didekat baja tulangan. Retak halus yang demikian dapat diabaikan sejauh tidak mempengaruhi penampilan struktural komponen yang bersangkutan.
Gambar 2.1 Tegangan tekan benda uji beton
2.2 Kelebihan dan Kekurangan Beton Sebagai suatu Struktur Beton dalam keadaan yang mengeras, bagaikan batu karang dengan kekuatan tinggi. Dalam keadaan segar, beton dapat dibuat bermacam bentuk, sehingga dapat digunakan untuk membentuk seni arsitektur atau semata-mata untuk tujuan dekoratif. Beton juga akan memberikan hasil akhir yang bagus jika pengolahan akhir dilakukan dengan cara khusus, umpamanya diekspose agregatnya (agregat yang mempunyai bentuk yang bertekstur seni tinggi diletakan dibagian luar, sehingga nampak jelas pada permukaan betonnya). Selain tahan terhadap serangan II. -2 -
Bab II Tinjauan Pustaka
api, beton juga tahan terhadap korosi, asalkan selimut beton dalam keadaan stabil, dalam arti tidak ada kerusakan yang mengakibatkan bahan lain (bahan kimia) masuk melalui celah atau kerusakan lain terhadap tulangan beton, sehingga menimbulkan korosi. Secara umum kelebihan dan kekurangan beton adalah : 2.2.1 Kelebihan a. Dapat dengan mudah dibentuk sesuai dengan kebutuhan konstruksi b. Mampu memikul beban yang berat c. Tahan terhadap temperature yang tinggi d. Biaya pemeliharaan yang kecil 2.2.2 Kekurangan a. Bentuk yang telah dibuat sulit diubah b. Pelaksanaan pekerjaan membutuhkan ketelitian yang tinggi c. Berat d. Daya pantul suara yang besar.
Sebagian besar bahan pembuat beton adalah bahan lokal (kecuali semen Portland atau bahan tambah kimia), sehingga sangat menguntungkan secara ekonomi. Namun, pembuatan beton akan menjadi mahal jika perencana tidak memahami karakteristik bahan-bahan penyusun beton yang harus disesuaikan dengan perilaku struktur yang akan dibuat.
Nilai kuat tekan beton dengan kuat tariknya tidak berbanding lurus, seperti yang telah dijelaskan diatas nilainya berkisar antara 9 % - 15 % kuat tekannya. Nilai pastinya sulit diukur. Pendekatan hitungan biasanya dilakukan dengan II. -3 -
Bab II Tinjauan Pustaka
menggunakan modulus of rapture, yaitu tegangan tarik beton yang muncul pada saat pengujian tekan beton normal. Setiap usaha perbaikan mutu kekuatan tekan hanya disertai oleh peningkatan yang kecil dari kuat tariknya. Kecilnya kuat tarik beton ini merupakan salah satu kelemahan dari beton biasa. Untuk mengatasinya, seperti yang telah dijelaskan diatas yaitu dengan cara dikombinasikan dengan tulangan baja. Alasan penggunaan baja sebagai tulangan beton adalah koefisien baja hampir sama dengan koefisien beton. Beton tersebut didefinisikan sebagai beton yang ditulangi dengan luas dan jumlah yang tidak kurang dari jumlah minimum yang disyaratkan dalam pedoman perencanaan, dengan atau tanpa pratekan, dan direncanakan berdasarkan asumsi bahwa kedua material bekerja sama dalam menahan gaya yang bekerja (SKBI.1.4.53 1989:4)
2.3 Kinerja Beton Sampai saat ini beton masih menjadi pilihan utama dalam pembuatan struktur. Selain karena kemudahan dalam mendapatkan material penyusunya, hal itu juga disebabkan oleh penggunaan tenaga yang cukup besar sehingga dapat mengurangi masalah penyediaan lapangan kerja. Selain dua kinerja utama yang telah disebutkan
diatas
yaitu,
kekuatan
tekan
yang
tinggi dan
kemudahan
pengerjaannya, kelangsungan proses pengadaan beton pada proses produksinya juga menjadi salah satu hal yang dipertimbangkan. Sifat-sifat dan karakteristik material penyusun beton akan mempengaruhi kinerja beton yang dibuat. Kinerja beton ini harus disesuaikan dengan kategori bangunan yang dibuat. ASTM membagi bangunan menjadi tiga kategori yaitu : rumah tinggal, perumahan, dan struktur yang menggunakan beton mutu tinggi.
II. -4 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut SNI T.15-1990-03 beton yang digunakan pada rumah tinggal atau untuk penggunaan beton dengan kekuatan tekan tidak melebihi 10 MPa boleh menggunakan campuran 1 semen;2 pasir;3 batu pecah dengan slump untuk mengukur kemudahan pengerjaannya tidak lebih dari 10 cm. Pengerjaan beton dengan kekuatan tekan hingga 20 MPa boleh menggunakan penakaran volume, tetapi pengerjaan beton dengan kekuatan lebih besar dari 20 MPa harus menggunakan campuran berat.
Tiga kinerja yang dibutuhkan dalam pembuatan beton adalah (STP169C, Concret and concrete-maxing materials): 1), memenuhi criteria konstruksi yang dapat dengan mudah dikerjakan dan dibentuk serta mempunyai nilai ekonomis. 2), kekuatan tekan dan, 3), durabilitas dan keawetan.
II. -5 -
Bab II Tinjauan Pustaka
SPESIFIKASI DAN PERENCANAAN CAMPURAN
MATERIAL PENYUSUN BETON
(Semen, Agregat, Air, Bahan Tambah Mineral, Bahan Tambah Kimia)
EVALUASI
(Sampel, Pengujian, Pelaporan)
PROSES PENGADAAN
(Batching, Mixing, Transportasi, Pengecoran, Finishing, Perawatan).
SIFAT DAN KARAKTERISTIK BETON
EVALUASI
(Rheological, Mekanikal,Kimiawi, Elektronikal, dll).
(Sampel, Pengujian, Pelaporan)
KINERJA BETON
(Konstruktibility, Kekuatan, Durability).
Gambar 2.2 Proses Keseragaman Pembuatan Beton (Sumber : STP 169C, Concrete and oncrete-Making Materials, p.32)
2.4 Sifat dan Karakteristik yang dibutuhkan pada Beton 2.4.1 Kuat Tekan Beton Kuat tekan beton diwakili oleh tegangan tekan maksimumu ƒc’ dengan satuan MPa (Mega Pascal). Kuat tekan beton umur 28 hari antara nilai 10 – 65 MPa. Untuk struktur beton bertulang pada umumnya menggunakan beton dengan kuat tekan berkisar 17-30 MPa, sedangkan untuk beton prategangan digunakan beton dengan kuat tekan lebih tinggi, berkisar antara 30 – 45 MPa. Pada gambar 3.1 harap dicatat bahwa tegangan ƒc’ bukanlah tegangan yang timbul pada saat benda II. -6 -
Bab II Tinjauan Pustaka
uji hancur melainkan tegangan maksimum pada saat regangan beton ( €b ) mencapai nilai +0.002.
2.4.2 Kuat Tarik Beton Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Suatu pekiraan kasar dapat diapakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisar antara 9% - 15% dari kuat tekannya. Kuat tarik bahan beton yang tepat sulit diukur. Suatu nilai pendekatan yang umum dilakukan dengan menggunakan modulus of repture, ialah tegangan tarik lentur beton yang timbul pada pengujian hancur balok beton polos (tanpa tulangan) sebagai pengukur kuat tarik sesuai teori elastisitas.
2.4.3 Kemudahan Pengerjaan Kemudahan pengerjaan beton merupakan salah satu kinerja utama yang dibutuhkan. Walaupun suatu struktur beton dirancang agar mempunyai kuat tekan yang tinggi, tetapi jika rancangahn tersebut tidak dapat diimplementasikan di lapangan karena sulit untuk dikerjakan maka rancangan tersebut menjadi percuma. Kemajuan teknologi membawa dampak yang nyata untuk mengatasi hal ini, yaitu dengan penggunaan bahan tambah untuk memperbaiki kinerja.
2.4.4 Rangkak dan Susut Setelah beton mulai mengeras, beton akan mengalami pembebanan. Pada beton yang menahan beban akan terbentuk suatu hubungan tegangan dan regangan yang merupakan fungsi dari waktu pembebanan. Beton menunjukan sifat elasitisitas murni pada waktu pembebanan singkat, sedangkan pembebanan yang tidak II. -7 -
Bab II Tinjauan Pustaka
singkat beton akan mengalami regangan dan tegangan sesuai dengan lama pembebanannya.
Rangkak (Creep) atau lateral materials flow didefinisikan sebagai penambahan regangan terhadap waktu akibat adanya beban yang bekerja. (Nawy, 1985:49). Deformasi awal akibat adanya pembebanan disebut sebagai regangan elastis, sedangkan regangan tambahan akibat beban yang samadisebut regangan rangkak. Anggapan praktis ini cukup dapat diterima karena deformasi awal pada beton hampir tidak dipengaruhi oleh waktu. Rangkak timbul dengan insensitas yang semakin berkurang setelah selang waktu tertentu dan kemungkinan berakhir setelah beberapa tahun. Nilai rangkak untuk beton mutu tinggi lebih kecil dibandingkan
dengan
beton
mutu
rendah.
Umumnya,
rangkak
tidak
mengakibatkan timbulnya redistribusi tegangan pada beban yang bekerja dan kemudian mengakibtkan terjadinya peningkatan lendutan (deflection).
Hubungan antara waktu dengan regangan pada beton ditunjukan pada gambar dibawah ini, (Gambar II.1). Rangkak tidak dapat langsung dilihat. Rangkak hanya dapat diketahui apabila regangan elastis dan susut serta deformasi totalnya diketahui. Meskipun susut dan rangkak adalah fenomena yang saling terkait, dalam hal ini superposisi regangan dianggap berlaku sehingga regangan total adalah elastis ditambah rangkak dan susut.
II. -8 -
Bab II Tinjauan Pustaka
ε cr (rangkak )
regangan, ε
ε cr (regangan − elastisitas) Waktu, t Gambar 2.3 Kurva Waktu Regangan
Susut didefinisikan sebagai perubahan volume yang tidak berhubungan dengan beban. Jika dihalangi secara merata, proses susut dalam beton akan menimbulkan deformasi yang pada umumnya bersifat menambah deformasi rangkak. Berbagai eksperimen menunjukan bahwa deformasi rangkak akan sebanding dengan tegangan yang bekerja. Hal ini berlaku pada keadaan tegangan yang rendah. Batas atas tidak dapat ditentukan dengan pasti, tetapi berkisar antara 0.2 dan 0.5 dari kekuatan batas kekuatan tekannya (f’c). Variasi batas ini diakibatkan oleh besarnya retak
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mutu Beton Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu beton adalah : a. Kualitas Pencampuran, pengangkutan, pemadatan, perawatan b. Tipe semen/admixture c
Cuaca
d. Bentuk benda uji
II. -9 -
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6 Kerusakan-kerusakan pada Struktur Beton
2.6.1 Kerusakan-Kerusakan pada Beton
Beton yang telah dibuat dan menjadi sebuah struktur, harus dirawat selama usia strukturnya. Tindakan perawatan ini dimaksudkan untuk menjamin tercapainya usia ekonomi struktur tersebut. Salah satu sifat yang penting dari beton adalah keawetannya, yakni mampu menahan serangan (pengaruh kimia) dan fisika serta mekanis (ductility). Contohnya antara lain : a. Tahan terhadap korosi dan serangan air (dibandingkan dengan baja), b. Tahan terhadap api (dibandingkan dengan baja), c. Tahan terhadap beban kejut dan gempa (dapat berperilaku daktail) dan, d
Tahan terhadap suhu (susut karena suhu kecil sekali).
Keawetan yang baik didapatkan jika perencanaan, pelaksanaan dan perawatan beton pada struktur dilakukan dengan baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap perencanaan selain dari kekuatan struktur adalah : a. Tidak cukupnya gambaran pembagian beban sehingga pemilihan bahan menjadi tidak benar dan tahapan pelaksanaan menjadi salah, b. Ketidaktelitian detail, misalnya jarak-jarak tulangan, c. Kesalahan hitung, d Selimut beton kurang diperhatikan, dan e. Detail sambungan atau tempat dimana berhentinya pengecoran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahapan pelaksanaan meliputi : a. Ketidakokohan bekisting/acuan dan perancah II. -10 -
Bab II Tinjauan Pustaka
b. Tidak adanya selimut beton, c. Kurangnya perhatian pada sambungan beton, d. Penghentian pengecoran pada tempat yang salah, e. Jenis semen yang digunakan tidak tepat, f. Penggunaan bahan kimia tambahan (admixture), g. Tinggi penuangan yang besar, dan h. Cara pemadatan.
Keawetan struktur beton selama masa pelaksanaan masih tetap memerlukan jaminan pengawasan pelaksanaannya, agar beton tidak menimbulkan kerusakan pada kondisi normal selama umur rencana. Namun demikian, kadangkala beton dapat rusak selama masa umur rencananya. Kerusakan-kerusakan tersebut terjadi akibat pengaruh mekanis, fisika dan kimia. Untuk itu, perlu diambil langkahlangkah pencegahan, diantaranya harus adanya perawatan secara berkelanjutan.
2.6.2 Kerusakan Akibat pengaruh Mekanis
Pengaruh mekanis yang paling umum adalah gempa. Beton harus direncanakan agar dapat berperilaku daktail (mempunyai sifat daktailitas). Variasi kerusakan yang timbul dapat berupa goresan-goresan (retak rambut) akibat pengaruh bahan dan getaran yang kecil (ledakan) sampai ke kerusakan hancur (gempa tinggi). Menurut SNI, untuk menghindari hal ini strukturnya harus direncanakan dengan mengikuti kete atau titik-titik tumpu.ntuan yang tertuang dalam SK SNI. T-151991-03 mengenai tata cara perancangan bangunan gedung.
II. -11 -
Bab II Tinjauan Pustaka
2.6.3 Kerusakan Akibat Pengaruh Fisika
Kerusakan ini akibat pengaruh temepratur yang dapat menimbulkan kehilangan panas hidrasi dan kebakaran. Kerusakan lainnya akibat waktu dan suhu misalnya creep & crack serta penurunan yang tidak sama pada tanah dasarnya.
Beberapa contoh kerusakan beton akibat pengaruh fisika adalah : 1. Pengaruh temperatur a. Panas hidrasi b. Kebakaran 2. akibat-akibat yang bergantung dengan waktu, seperti susut dan rayap 3. pelesakan yang tidak sama dari pondasi atau titik-titik tumpu.
2.6.4 Kerusakan Akibat Pengaruh Kimia
Kerusakan ini umumnya paling banyak muncul pada struktur beton. Kerusakan ini berkaitan langsung dengan struktur dan lingkungan setempat, misalnya, akibat korosi, tingkat keasaman yang tinggi dan lainnya.
2.7 Pemeriksaan Terhadap Kerusakan-Kerusakan pada Beton
2.7.1 Metode Pemeriksaan (Pengamatan) 1. Pengamatan Visual,
Pengamatan visual dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan bangunan yang terjadi pada struktur beton secara umum. Berdasarkan parameter-parameter pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya, maka dapat dievaluasi kondisi setiap komponen struktur pada semua lantai gedung. Dari hasil penilaian tersebut maka dapat diklasifikasikan tingkat-tingkat kerusakan yang terjadi. II. -12 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Setelah
mengetahui
kondisi
bangunan
secara
keseluruhan
berdasarkan
pengamatan visual ini, maka dapat dibuat suatu peta klasifikasi kerusakan sementara dan lalu ditentukan jenis-jenis pengujian yang diperlukan sebagai langkah penelitian selanjutnya.
a. Parameter Pengamatan Visual Parameter-parameter pengamatan visual yang digunakan meliputi : 1.
Pengamatan permukaan beton
2.
Pengamatan perubahan warna (akibat pengaruh kimia atau suhu tinggi)
3.
Pengamatan retakan
4.
Pengamatan pengembangan agregat beton (spalling)
5.
Pengamatan lendutan
b. Klasifikasi Visual Pengamatan/pemeriksaan visual yang telah diuraikan diatas dapat dilakukan dan disajikan dalam suatu denah yang menunjukan klasifikasi kerusakan yang teramati.
2. Pengamatan Detail
Setelah dilakukan pengamatan/pemeriksaan secara visual, dilakukan pemeriksaan detail,yakni pemeriksaan yang lebih mendalam : 1. Pengukuran selimut beton dengan steel detector 2. Pengukuran karbonat dengan pengujian bor inti (core drill). 3. Pengukuran kadar klorida dari contoh uji bor inti. 4. Pemeriksaan kekerasan dan permeabelitas (Permeabelity) beton.
II. -13 -
Bab II Tinjauan Pustaka
2.8 Metode Pengujian Beton
Berbagai pengujian dapat dilakukan pada beton untuk mengetahui kondisi beton yang ada.
2.8.1 Metode Non Destructive Test A. Ultrasonic Pulse Velocity Test,
Alat uji PUNDIT (Portable Ultra Sonic Nondectructive Digital Indicator Tester) direncanakan untuk mengukur waktu rambatan, yang dinyatakan dalam micro detik dari rambatan gelombang ultrasonic melalui beton. Pengukuran besaran ini ternyata sangat penting untuk memperoleh informasi mengenai kondisi fisik dan mekanik
dari
bangunan
beton
melalui
prosedur-prosedur
penyelidikan
Nondestructive seperti indikasi adanya : - Patahan-patahan (retak mikro, cacat sarang tawon, rongga udara); - Pertumbuhan kerusakan akibat api; - Kandungan bahan lain (seperti: serpihan kayu, polystyrene atau kertas); - Kekuatan tekan beton; - Modulus elastisitas beton; - Keseragaman pengecoran beton. Dalam pelaksanaan penelitian Ultrasonic Pulse Velocity ini terdiri dari 3 aplikasi pengukuran yaitu : a. Direct Transmission dimana pengukuran dilakukan dengan cara receiver transducer dan transmitter transducer diletakan saling berhadapan. b. Indirect Transmission dimana receiver transducer dan transmitter transducer diletakan dalam satu bidang datar.
II. -14 -
Bab II Tinjauan Pustaka
c. Semidirect Transmission dimana receiver transducer dan transmitter transducer diletakan pada posisi axial, satu bidang tegak lurus dan satu bidang mendatar.
Pemasangan Transducer pada Permukaan Beton
Ketepatan dalam pengukuran waktu menjalar hanya dapat dijamin bila kerapatan transducer dan permukaan beton dilakukan dengan baik. Jika permukaan-permukaan beton agak kasar harus diperhalus dahulu agar dapat diperoleh kerapatan yang merata pada permukaan transducer, digunakan grease/gemuk ataupun lubricant sejenisnya pada permukaan beton. Perhitungan Velositas Pulsa
Pulse Velocity =
Path − lenght , Transite − time
rumus 2.1
Dimana : Path length = Jarak antara transmitter ke receiver Transducer Transit time = Waktu tempuh pulsa dari transmitter ke receiver transducer
Untuk pengukuran pada path length akurasi ketelitian harus sampai dengan 1%.
Pengukuran Pulsa Velositas Pada Beton
Pemilihan metode aplikasi pelaksanaan Ultrasonic Pulse Velocity test diusahakan dengan cara Direct transmission apabila keadaan lapangan memungkinkan karena memberikan output sensitivitas yang maximum. Terkecuali untuk mengetahui kedalaman keretakan dan kerusakan pada permukaan beton harus dengan aplikasi Indirect transmission.
II. -15 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Data-data yang Dapat Diperoleh dari Ultrasonic Pulse Velocity Test
Penelitian Ultrsonic memungkinkan memperoleh data-data sebagai berikut : 1. Estimasi Mutu Beton
Cara yang paling gampang untuk mengevaluasi mutu beton adalah dengan membandingkan velositas yang diperoleh Ultrasonic Test pada suatu struktur beton yang baik dan yang disangsikan mutu dan umur dari suatu pengecoran yang sama. Metode ini sangat cepat dan tepat serta dapat disimpulkan apakah struktur beton yang disangsikan dapat diterima atau tidak, atau perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kekuatan uji tekan yang aktual.
2. Mendeteksi Void atau Kwalitas Beton yang Kurang Baik
Untuk mendeteksi Void atau kwalitas beton yang kurang baik dapat dilaksanakan dengan Metode Direct atau Indirect transmission. Pengukuran dilakukan dengan grid-grid yang berdekatan sehingga sebuah kontur plot dapat digambarkan dan bagian-bagan dengan velositas yang rendah atau yang lebih rendah lagi dapat diinterpretasikan sebagai daerah-daerah void atau kwalitas beton yang kurang baik.
II. -16 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Gambar 2.4 Kontur Plat Tipical (Velositas km/sc)
3. Estimasi Kedalaman Keretakan
Estimasi kedalaman keretakan dapat dilakukan dengan metode Indirect untuk mengukur waktu yang tercatat pada satu bidang permukaan dan bila melewati garis keretakan terjadi loncatan waktu. Dua aplikasi dapat dilakukan untuk mengetahui kedalaman keretakan yang pertama adalah transmitter dan receiver transducer diletakan saling menyebrang dalam satu bidang permukaan dengan jarak yang sama dari garis keretakan permukaan, yaitu pada jarak 150 mm dan selanjutnya pada jarak 300 mm. bila metode ini dilakukan maka, C = 150
4t12 − t 2 2 t 2 2 − t12 II. -17 -
rumus 2.2
Bab II Tinjauan Pustaka
dimana : C adalah keretakan. t1 adalah waktu menempuh pada jarak 150 mm t2 adalah waktu menempuh pada jarak 300 mm Metode lain dapat dilakukan dengan subtitusi waktu menjalarnya pulsa pada bidang yang baik dan yang melalui keretakan dimana kedalaman keretakan dapat dihitung dengan runus empiris.
Efek-Efek Kondisi Uji Terhadap Pengukuran Pulsa Velositas
Perlu diketahui bahwa terdapat beberapa factor yang dapat mempengaruhi pengukuran pulsa velositas dan keakuratannya. Faktor-faktor tersebut meliputi: a. Kondisi permukaan pada struktur yang diuji b. Moisture Content c. Temperatur beton d. Jarak tempuh pulsa antara transmitter ke receiver e. Pengaruh terhadap tulangan besi f. Tebal specimen yang diuji Tercantum dibawah ini adalah kondisi lapangan yang berkaitan dengan faktorfaktor tersebut diatas agar dalam pengevaluasian hasil test dapat diperoleh secara maksimal.
Kondisi Permukaan Pada Bidang Uji
Pengetesan pada Ultrasonic Pulse Velocity harus didapati permukaan yang cukup rata bila terdapat permukaan yang agak sedikit kasar akan dapat mengurangi kecepatan velositas antara 5% - 10%.
II. -18 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Moisture Content
Pada kondisi beton yang basah, velositas yang diperoleh Ultrasonic Pulse Velositas test dapat menunjukan hasil lebih tinggi antar 2%-5% bila dibandingkan
dengan beton yang kering. Bila mana umur beton melebihi 28 hari, maka moisture content sangat kecil dan tidak akan mempengaruhi bacaan yang dilakukan.
Temperatur Beton
Temperature beton hanya dapat mempengaruhi velositas pada kondisi suhu yang cukup extrim dengan perbedaan suhu antara 5oc-30oc.
Jarak Tempuh Pulsa Antara Transmitter Ke Receiver
Bila specimen uji makin Panjang ada kecendrungan pengurangan velositas makin besar, umumnya dapat mengurangi velositas antara 2%-3%.
Pengaruh Terhadap Tulangan Besi
Perlu diketahui bahwa velositas pada besi lebih tinggi antara 1.2 – 1.9 kali bila dibandingkan dengan beton. Bila mana pembacaan diperkirakan mengenai posisi besi maka harus dilakukan factor korelasi mengikuti table dibawah ini :
II. -19 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel II.1 Faktor koreksi terhadap pengaruh besi dimana rambatan Pulsa melalui posisi besi tegak lurus.
Velositas beton (Vc km/s) LS/L
Vc = 3.0
Vc = 4.0
Vc = 5.0
0.10
0.95
0.96
0.98
0.15
0.93
0.95
0.97
0.20
0.90
0.93
0.96
0.25
0.88
0.92
0.95
0.30
0.85
0.90
0.95
Gambar 2.5 Tabel Spesimen Yang Diuji
B. Pengkarbonatan
Korosi adalah suatu proses elektro/kimiawi. Ini dapat dikatakan bahwa pada reksi disamping
ion-ion,
juga
berhubungan
dengan
elektron-elektron.
Untuk
menyederhanakan penerangan dari proses korosi baja didalam beton dapat dilihat pada gambar 7.4. Anode dalah bagian dari permukaan logam dimana metal akan larut.Reaksi kimianya : Fe → 2 Fe++ + 4eII. -20 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Dengan kata lain ion-ion besi Fe++ akan melarut dan electron-elektron e- tetap tinggal pda logam. Katode adalah bagian dari permukaan logam dimana elektronelektron 4e- yang tertinggal akan menuju kesana (oleh logam) dan bereaksi dengan zat asam (O2) dan air (H2O): O2 + H2O + 4e- → 4OHIon-ion 4OH- di anode bergabung dengan ion 2Fe++ dan membentuk 2Fe(OH)2. Oleh kehadiran zat asam dan air berbentuk karat Fe2O3. Karat mempunyai volume sekitar enam kali lebih besar dibandingkan dengan bahannya semula. Apabila baja beton yang berada didalam beton berkarat oleh pembesaran volume akan muncul tegangan didalam beton yang mengakibatkan peretakan. Air dan zat asam semakin mudah berhubungan dengan baja yang mengakibatkan hasil akhir yaitu, sebagai dari penutup beton akan tertekan lepas. Pada penggunaan beton bertulang, bahwa baja didalam beton tidak dapat berkarat adalah suatu dasar pengandaian yang terlalu mudah. Suatu pertanyaan; “Apa yang diperlukan agar selama jangka masa-pakai struktur tidak terganggu tulangan?”, sering kurang
dibincangkan. Untuk menjawab pertanyaan ini kita tidak dapat menghindari tanpa membahas segi kimia. Beton mengandung kadar alkali yang tinggi dengan pH (derajat keasaman ) 12 dan 13. oleh pengaruh zat asam dan air, pada mulanya timbul korosi tetapi lapisan oksida menjadi sangat rapat karena pH yang tinggi di sekitarnya (beton), sehingga proses korosi pun berhenti. Pada beton dengan pH < 9 terbentuk lapisan oksida yang kurang rapat pada baja, sehingga proses korosi dapat terus berlangsung.
II. -21 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Oleh pengaruh masuknya zat asam arang (CO2) dari udara kedalam beton, nilai (harga) pH diturunkan. Kapur-udara Ca(OH)2 diikat dengan CO2 dan membentuk kalsium karbonat CaCO3. Reaksi kimianya: (Ca(OH)2 + CO2→CaCO3 + H2O). proses ini dinamakan pengkarbonatan. Kecepatan dari zat asam arang untuk masuk ke dalam beton tergantung dari permeabilitas (porositas) beton. Bila permukaan pengkarbonatan (pH < 9) telah mencapai lingkungan tulangan, asalkan terdapat air dan zat asam dapat diperkirakan karat terbentuk.
Akibat pertambahan volume baja dan seterusnya. Peretakan kesalahan Permukaan dapat mempercepat pengkarbonatan; zat asam yang senantiasa dengan mudah masuk ke beton.
Dalam praktek sering dianggap bahwa bila struktur beton yang terbuka terhadap cuaca dan angin akan menyebabkan pengkarbonatan permukaan yang akan mencapai tulangan dan korosi tulangan pun terjadi. Dengan kata lain, permukaan pengkarbonatan mencapai tulangan →kebutuhan perawatan-prepentif. Ternyata hal ini tidak selalu tepat. Apabila tulangan berada dilingkungan kering, terjadi juga pengkarbanatan tetapi tanpa pembentukan karat (tidak terdapat air. Beton didalam air tidak terjadi pengkarbonatan. Air menolak molekul CO2. Pada struktur beton ada kemungkinan untuk menyelidiki kapan permukaan pengkarbonatan mencapai tulangan. Kedalaman pengkarbonatan sebagai fungsi dari waktu berlaku pendekatan rumus sebagai berikut:
II. -22 -
Bab II Tinjauan Pustaka C2 = at
Dimana :
rumus 2.3
C = kedalaman (tebal) pengkarbonatan (mm) a = konstanta pengkarbonatan (mm2/tahun) t = waktu (tahun)
kedalaman pengkarbonatan di beton dapat secara sederhana ditentukan dengan bantuan larutan fenolftailine. Lrutan ini dituangkan dalam permukaan bidangpatah beton yang baru dipahat pecah. Beton yang baik (pH > 9) warna merah muda. Sedangkan bagian yang mengalami pengkarbonatan (pH < 9) tetap warna abu-abu.
C. Tes Uji Pembesian (Half-sell potential test) The Half-Cell Potential (HCP) alat ini digunakan untuk mengukur perbedaan
potensial arus yang mengalir antara dua area didalam suatu perkuatan pembesian untuk penaksir tingkat karatan didalam pembesian. Teknik ini telah dikembangkan pada tahun 1960’an oleh Departemen Transportasi California di AS dan lebih lanjut di kembangkan di Indonesia sampai tahun
sekarang. Karatan pada penulangan beton adalah suatu proses electrochemical dimulai ketika suatu arus dibentuk antara dua area didalam pembesian. Daerah Cathodic dan Anodic disediakan dan area anodic dimulai untuk berkarat. Beda potensial antara half-cell yang anodic dan falf-cell cathodic diukur dan digunakan sebagai suatu indikasi aktifitas karatan. Bagaimanapun, bacaan ini tidaklah dapat dipercaya, karena bacaannya dapat bervariasi sesuai kondisi didalam asam aki berubah. Ini adalah dipercay dengan II. -23 -
Bab II Tinjauan Pustaka
mengukur pembesian potensial dengan suatu acuan standar half-cell dari potensi tetap. Half-cell yang paling umum digunakan adalah suatu batang tembaga dan sulfat tembaga half-cell yang berisikan suatu tabung plastic dengan suatu busi menyerap yang berisi suatu batang tembaga dan sulfat tembaga.
2.8.2 Metoda sampling (coring concrete test)
Uji kualitas bahan dengan pengujian kuat tekan beton inti dilakukan dengan peralatan mesin coring dengan acuan standar SK-SNI-M-61-1990-03. Metode ini dimaksudkan sebagai keperluan pengujian di laboratorium.
Definisi pengambilan dan pengetesan di laboratorium dijabarkan sebagai berikut : 1. Pengambilan benda uji beton inti adalah serangkaian pekerjaan yang terdiri dari : a. Pengeboran beton onti menggunakan mesin core drill dengan mata diamond agar benda uji mulus tidak cacat. b. Pemilihan titik benda uji beton inti harus diperhatikan dan dipilih pada tempat yang tidak membahayakan struktur. c. Pengambilan benda uji menggunakan baji yang terbuat dari baja yang dilengkapi dengan kawat klem sebagai pengangkat beton inti. d. Panjang beton inti harus mencukupi yakni minimal perbandingan panjang dan diameter 1:1. e. Benda uji beton inti yang cacat dan tidak memenuhi syarat hatus dilakukan pengambilan ulang. f. Pengiriman ke laboratorium yang selanjutnya dilakukan pemotongan beton inti sesuai keperluan. II. -24 -
Bab II Tinjauan Pustaka
g. Beton inti yang telah terpotong permukaannya dilapisi (cipping) dengan bahan belerang guna menutup permukaan yang kurang rata maupun pengisian pori-pori dipermukaan.
2. Pengetesan beton inti dengan menggunakan compression machine yang akurat dan telah dikalibrasi oleh lembaga yang berwenang.
3. Penututupan kembali bekas pengambilan benda uji beton inti menggunakan mutu yang lebih kuat dan tidak menyusut.
2.9 Analitis Keretakan Dari Balok Beton Bertulang
2.9.1 Retak pada Beton (Cracking In Beam)
Ketika balok di bebani, sebuah balok akan mengalami gaya-gaya didalamnya (gaya geser dan momen lentur) dalam bagian-bagian balok. Gaya geser akan menyebabkan tegangan-tegangan geser, ketika momen lentur terjadi akan menyebabkan kekuatan tarik dan tekan. Kedua gaya didalamnya dapat menyebabkan keretakan dalam sebuah balok beton bertulang ketika tegangantegangan sangat besar dari kekuatan beton.
Karena beton adalah lemah dalam perletakan kekuatan tarik dari suatu tekanan, kekuatan serat akan meleleh ketika kekuatan beton tersebut. Kami tahu dari kekuatan beton adalah kira-kira 10% kekuatannya. Juga kekuatan serat akan meleleh ketika tegangan sangat besar dari kekuatan tarik atau modulus kehancuran beton (fr).
II. -25 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Menurut SKSNI_ T_15-1991 (direvisi 1992, modulus kehancuran beton ini adalah fr = 0.7
fc ' (MPa)
rumus 2.4
Dimana, fc’ = Kuat Tekan Beton Ketika CEB – FIP model 1990 (5) Yang diusulkan kekakuan kekuatan tarik fr (fl)seperti: Rumus 2.5
ft = 0.9 fr (fl) → fr (fl) = 1/0.9 ft fr (fl) = 1/3 fc’2/3 ft = 0.3 fc’ 2/3
Dimana : ft = Kuat tarik normal fr (fl) = Kekakuan kuat tarik fc’ = Kuat tekan And Bruggeling (4) Yang diusulkan ini kekakuan kekuatan tarik seperti:
fcr (fl) = ( 0.8 + 0.26 a -0.6 ) fcr
rumus 2.6
Dimana, fcr
= Kuat tarik normal
fcr (fl) = Kekakuan Tekan kuat tarik a.
= Kedalaman daerah tarik.
Dalam lapisan beton, Kami hanya membahas retak yang disebabkan oleh momen lentur ( Bending Moment) karena itu yang dominan. Momen lentur ini akan menyebabakan tekanan dan kuat tarik dalam beton “serat” ketika momen lentur dalam bagian balok mengembangkan tekanan tarik yang lebih besar dari kekuatan II. -26 -
Bab II Tinjauan Pustaka
tarik tsb, balok akan retak yang menyebabkan keretakan pertama dalam balok disebut ‘ momen keretakan ‘ (Mcr).
2.9.2 Momen keretakan (Cracking moment)
Bila momen inersia balok beton bertulang adalah I (Bagian kasar/bagian yang tergeser) dan jarak tarik serat ekstrim dari pusat bidang atau sumbu netral adalah yt, selanjutnya momen keretakan akan menjadi:
Mcr = fr
I yt
Ketika dimasukan layanan beban, sebuah balok beton bertulang kemungkinan menjadi retak pada tahap-tahap dimana momen lentur lebih besar dari pada momen keretakan. Pecahan-pecehan itu membuat daerah-daerah bagian yang kasar/tak retak dalam penurunan balok, dan telah merubah kekakuan-kekakuan balok, karena momen inersia dari bagian tersebut juga menurun . Momen inersia setelah retak (Icr) bergantung pada sisa daerah tekanan beton dan penguatannya. Beberapa percobaan menceritakan bahwa balok beton bertulang retak dibawah layanan beban. Humphrey and Loss (1) telah membuat percobaan pada balokbalok yang sederahana yang bervariasi dalam ratio perkuatan gayanya (δ). Percobaan ini telah menunjukan balok-balok yang retak ketika momen lentur telah mencapai momen keretakan.
Mcr = fr
Igt yt
Dimana, II. -27 -
rumus 2.7
Bab II Tinjauan Pustaka
Igt = Momen inersia bagian kasar tergeser Yt = Jarak dari serat tarik tertinggi ke sumbu netral dalam bagian yang tergeser
2.9.3 Bagian Keretakan Momen Inersia
Ketika bagian keretakan balok, keseluruhan bagian tarik beton yang dianggap menjadi leleh, dan bagian daerah yang efektif hanyalah terdiri dari tekanan beton dan baja tulangan yang masih tetap elastis.
Gambar 2.6 Bentuk potongan segi empat balok beton bertulang
Pertama-tama, tulangan besi yang tergeser juga ‘beton’ dengan modulus ratio elastisitas (n): n = Es / Ec
Untuk mendapatkan jarak sumbuh netral dan serat tarik kasar (c), kami mengambil momen statis pada sumbuh netral dari bagian segi empat yang tergeser dan momen statis ini adalah nol. Sx = ½ bc2 + nAs’ (c-d’) - nAs (d-c) II. -28 -
Bab II Tinjauan Pustaka 1/2 bc2 + c (nAs + nAs’) - (nAsd + nAs’d’) = 0
Selanjutnya, Rumus 2.8
C =
− n( As + As ' ) + n 2( As + As ' )2 + 2bn( Asd + As ' d ' ) b
Dimana, Sx = momen statia tentang sumbu netral D = tinggi balok D’ = tebal selimut beton As = daerah tulangan tarik As’ = daerah tulangan tekan Dan di dapat momen inersia sebuah tulangan keretakan adalah: Icr = 1/3bc3 + nAs (d-c)2 + nAs’ (c-d’)2
2.9.4 Momen Inersia yang Efektif dari Balok yang Retak
Jika sebuah balok yang retak di beberapa tempat dimana momen lentur dibagiannya lebih besar dari momen keretakan, selanjutnya momen inersia seluruh bentangan dari balok yang menurun momen inersia baru setelah keretakan disebut dengan momen inersia efektif (Ic) Branson [1] berdasarkan pengalaman bahwa momen inersia efektif adalah sebagai berikut: II. -29 -
Bab II Tinjauan Pustaka
⎡ ⎛ Mcr ⎞ ⎤ ⎡ Mcr ⎤ Ic = ⎢ a Igt+ ⎢1 − ⎜ ⎟a ⎥ Icr ⎥ ⎣ Ma ⎦ ⎣ ⎝ Ma ⎠ ⎦
rumus 2.9
Dimana, Ma = momen lentur maximum di balok disebabkan layanan beban Mcr = momen keretakan Igt = momen inersia bagian beton yang tergeser ACI Code 1989 (direvisi tahun 1992) menyarankan momen inersia efektif untuk balok dengan dua ujung yang berlanjut seperti: Ic = 0.70 Iem + 0.5 (Ie1 + Ie2)
Dan balok-balok dengan satu ujung seperti: Ie = 0.85 Iem + 0.15 (Ie.cont. end)
rumus 2.10
Dimana, Iem = efektifitas momen inersia ditengah bentangan Ie1, Ie2 = Efektifitas momen inersia di dua ujung-ujung balok
Sebelum itu, ACI Code 1971 diusulkan: Ie = ½ [Im+ 1 / 2( Ie1 + Ie2)
]
Branson [1] diusulkan rumus yamg lain untuk Ie seperti diikuti:
⎛ Me1 + Me2 ⎞ (Ie1 + Ie2) ⎛ Me1 + Me2 ⎞ Ie = Iem ⎜1 − ⎟+ ⎜ ⎟a 2Mo ⎠ 2 2mo ⎠ ⎝ ⎝
II. -30 -
rumus 2.11
Bab II Tinjauan Pustaka
Dimana, Iem
= efektifitas momen inersia ditengah bentangan
Ie1, Ie2 = efektifitas momen inersia diujung-ujung bentngan Mo
= maximum momen lentur balok sederhana dicari beban yang sama =
1 WL2 8 Me1, Me2 = momen lentur diujng-ujung bentangan Nilai dari a merekomondasikan antara 2 dan 4, menurut untuk rasio Mm/Mo dan nilai Ec/Iem untuk 0.1 < Mm/Mo<0.6 sebua nilai a = 4 adalah yang disarankan rumus ini memiliki kesalahan yang besar dari pada Eq 2-13 (kira-kira 20%) dalam perhitungan kelenturan balok. 2.10 Analisa Keretakan Dari Kolom Beton Bertulang 2.10.1 Keretakan Dalam Kolom
Tidak seperti dalam balok, gaya dominan yang beraksi pada kolom adalah gaya normal, misalnya gaya tekan, Gaya normal tekan ini mengembangkan tegangan tekan di bagian-bagian kolom. Disamping gaya normal, momen lentur beraksi pada ujung kolom juga juga mengembangkan tegangan-tegangan dalam bagian tersebut, tegangan tarik dan tekan. Superposisi dan tegangan normal dan tegangan lentur adalah f = - P/A ± M/W
Dimana, P
= gaya normal
A = bagian lokasi kolom
II. -31 -
rumus 2.12
Bab II Tinjauan Pustaka
M = momen lentur W = bagian modulus kolom = I/yt I = momen inersia dalam kolom (tak retak) dalam bagian kolom Yt = jarak dari serat tarik ekstrim ke sumbu netral
Akan menjadi dua kondisi tegangan, tegangan tarik dan tekan, atau hanya tegangan tekan. Bila P/A > M/W, disana akan hanya tegangan tekan. Pada bagian tersebut sebaiknya, jika P/A < M/W, disana akan ada tegangan tekan dan tarik.Keretakan akan terjadi jika disana adalah tarik, dan jika hanya tekan tarik ini lebih besar dari pada kekuatan tarik atau modulus kehancuran beton.
Gambar 2.7 Posisi tegangan normal dan lentur dalam bagian yang dapat
meleleh tegangan tarik.
2.10.2 Momen Keretakan (Cracking Moment)
Bila f = - P/A + M/W > fr, kolom akan retak. Dan bila f < fr tidak akan retak juga, momen meyebabkan retak (Mcr) menjadi: fr < - P/A + M/W → fr = - P/A + Mcr/ W
II. -32 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Juga,
Mcr = fr. W +
P.W A
Bila momen yang beraksi pada sebuah kolom lebih kecil dari pada Mcr, kolom itu tidak akan retak dan disana tidak akan merubah momen inersia kolom jika disana ada keanehan dari gaya P yang normal, namun keretakan terjadi:
Mcr = fr W +
PW - Pe A
Dimana, e = Keanehan gaya normal P fr = modulus keretakan beton
Gambar 2.8 Gaya Normal P dengan keanehan II. -33 -
rumus 2.13
Bab II Tinjauan Pustaka
Sejak disana ada gaya normal (dengan keanehan) dan momen lentur pada setiap bagian di dalam kolom, pada prinsipnya kita dapat mendekati momen keretakan dalam kolom dengan balok pra tekan.
2.10.3 Keretakan Momen Inersia (Cracking Moment Inersia) Perhitungan dari keretakan momen inersia untuk kolom adalah sama sebagai mana di balok, dan dapat didekati dengan balok prategang. Branson dan Shaikh [1] telah menemukan momen inersia bahwa keretakan momen inersia dari balok beton prategang, keduanya sebagian dan secara keseluruhan, hanya menyamakan terhadap balok beton bertulang biasa.Akibat balok non prategang termasuk dalam Icr,dan akibat dari urat prategang adalah tidak termasuk, sejak gaya prategang Pps dihitung sebagai beban buatan pada bagian tersebut. Penaksiran ini tampak cukup dekat terhadap data percobaan.
Gambar 2.9 Potongan retak dalam kolom Pola perkuatan kolom persegi dibahas disini adalah satu simetris dengan total area perkuatan As. II. -34 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Pertama, ambilah momen statis tentang sumbu netral dari bagian yang tergeser. Momen statis ini adalah nol. Selanjutnya jarak
serat tarik ekstrim terhadap
sumbuh netral c dapat dihitung sebagai berikut:
Sx = 1/ 2 bc2 + ½ nAs(c-d’) – ½ nAs (h-d) = 0 ½ bc2 + nAs - 1/2nAsh = 0
c =
− nAs + n2 As 2 + nAsbh B
Dan moemen keretakan inersia adalah:
rumus 2.14 Icr = 1/3bc3 + nAs (c-d’)2 + 1/2nAs (h-d’-c)2 Dimana, b = lebar kolom h = tinggi kolom d’ = tebal selimut beton As = Total area pembesian n = rasio Es/Ec
2.10.4 Momen Inersia Kolom Efektif (Effective Moment Of Kolumn) Momen inersia yang efektif dari kolom sebuah kolom lebih kecil dapat didekati dari percobaan-percobaan balok beton yang prategang, seperti dalam kolom, disana ada sebuah momen dan gaya normal pada setiap potongan balok prategang.
II. -35 -
Bab II Tinjauan Pustaka Shaikh dan Branson [1] telah melakukan percobaan-percobaan tersebut pada balok beton prategang yang sederhana baik secara keseluruhan dan sebagian, dan mereka telah menemukan bahwa momen keretakan pada layanan beban setelah penekanan dan momen inersia yang efektif hanya sama seperti dalam balok beton bertulang biasa. Maka momen lentur inersia efektif dari anggota yang retak disana adalah gaya normal dan momen lentur dapat diungkapkan sebagai
⎡ ⎛ Mcr ⎞ ⎤ ⎛ Mcr ⎞ Ie = ⎜ ⎟ Ig + ⎢1 − ⎜ ⎟3⎥ Icr ⎝ Ma ⎠ ⎣ ⎝ Ma ⎠ ⎦
rumus 2.15
Dimana, Ig = Gross moment of inertia kolom, mengabaikan perkuatan Icr = momen inersia keretakan Ma = maximum momen lentur Mcr = momen keretakan
Gambar 2.10 Kombinasi pada ujung-ujung momen dalam kolom dan diagram Momen lentur II. -36 -
Bab II Tinjauan Pustaka
2.11 Analisa struktur 2.11.1 Pembebanan 1. Beban Mati ialah berat dari semua bagian dari suatu gedung yang bersifat
tetap, termasuk segala unsur tambahan, penyelesaian-penyelesaian, mesin-mesin serta peralatan tetap yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung itu.
2. Beban Hidup ialah semua beban yang terjadi akibat penghunian atau
penggunaan suatu gedung, dan kedalamnya termasuk beban-beban pada lantai yang berasal dari barang-barang yang dapat berpindah, mesin-mesin serta peralatan yang tidak merupakan bagian yang tak terpisahkan dari gedung dan dapat diganti selama masa hidup dari gedung itu, sehingga mengakibatkan perubahan dalam pembebanan lantai dan atap tersebut. Khusus pada atap kedalam beban hidup dapat termasuk beban yang berasal dari air hujan, baik dari genangan maupun akibat tekanan jatuh (energi kinetic) butiran air. Kedalam beban hidup tidak termasuk beban angin, beban gempa dan beban khusus yang disebut dalam ayat (3), (4) dan (5). 3. Beban Angin ialah semua beban yang bekerja pada gedung yng disebabkan
oleh selisih dalam tekanan udara. 4. Beban Gempa ialah semua beban statik ekivalen yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempah itu. Dalam hal ini pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan suatu analisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah
II. -37 -
Bab II Tinjauan Pustaka
gaya-gaya didalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa itu. 5. Beban Khusus ialah semua beban yang bekeja pada gedung atau bagian
gedung yang terjadi akibat selisih suhu, pengangkatan dan pemasangan, penurunan fondasi, susut, gaya-gaya tambahan yang berasal beban hidup seperti gaya rem yang berasal dari keran, gaya sentrifugal dan gaya dinamis yang bersal dari mesin-mesin, serta pengaruh-pengaruh khusus lainnya. 2.12 Definisi Perbaikan (Filosofi of Repair)
Definisi dari perbaikan itu sendiri bisa dikatakan segala sesuatu yang mengalami kerusakan atau kemunduran dalam memenuhi fungsi atau kemunduran dalam mutu dan safety perlu diperbaiki. Sedangkan perkuatan adalah memperkuat suatu elemen struktur sehingga dapat memenuhi syarat terhadap gaya-gaya dalam akibat pembebanan tertentu. Selanjutnya perlu dibuat perancangan perkuatan struktur yang mencakup langkahlangkah sebagai berikut: a. Studi teknik-tekniuk perbaikan dan pengenalan akan bahan perbaikan yang akan digunakan. b. Perancangan elemen-elemen struktur yang akan diperkuat dan pembuatan gambar-gambar detail disretai urutan pekerjaannya. c. Penulisan spesifikasi.
II. -38 -
Bab II Tinjauan Pustaka
2.12.1 Metode Perbaikan atau Teknik-teknik perbaikan Struktur Beton. A. Grouting dan Epoxy
Grouting khususnya diterapkan kepada bagian beton yang keropos, atau retakretak yang terjadi, dimana retak-retak dapat menimbulkan korosi besi tulangan yang terekspose (terbuka). Epoxy diterapkan pada retak struktural, dimana bagian beton yang terpisah disatukan kembali dengan suntikan epoxy dari bahan yang kuat. Selimut beton yang rusak akibat kebakaran juga dapat digrouting
B.
Penggantian dan Penambahan Besi Tulangan
Besi tulangan yang mencapai stadium leleh dapat digantikan atau diperkuat dengan besi tulangan tambahan yang baru. Ini dapat dilakukan dengan jalan mengupas selimut beton hingga membuka sampai tulangan yang ada. Dalam perbaikan seperti ini, perlu dipastikan keterpaduan besi tulangan tambahan dengan tulangan yang sudah ada sebelumnya.
C. Semen
Adukan dengan bahan dasar semen dapat diaplikasikan secara manual kebagianbagian yang mengalami kerusakan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan adalah lekatan bahan dengan beton lama dan ketebalan pelesteran. Untuk memproleh lekatan yang baik, permukaan beton yang lama harus dibersihkan dan diperkasar dan diberi bondimg agent yang kompatibel. Reaksi semen dengan air secara kimia adalah proses eksoterm yang menghasilkan panas. Panas ini dapat menimbulkan retak-retak, karena itu ketebalan plesteran harus dibatasi sampai dengan 30mm.
II. -39 -
Bab II Tinjauan Pustaka
Perbaikan jenis ini dapat mengembalikan sifat ketahanan struktur. Untuk perbaikan structural umumnya digunakan campuran antara semen dengan epoxy yang lazim disebut epoxy mortar. Untuk ketebalan yang lebih besar, bahan ini perlu dicampur dengan agregat, agar panas yang terjadi dapat berkurang.
D. Plesteran
Berupa adukan semen yang dicampur dengan pasir. Plesteran dapat digunakan untuk menambah bagian-bagian yang rusak. Ketahanan kerusakan dapat dikembalikan sampai suatu taraf tertentu, namun perlindungan terhadap korosi tulangan tidak dapat diharapkan.
E. Pelapisan
Cara perbaikan seperti ini dapat dilakukan untuk memperkuat pelat yang inferior, misalnya dengan overlay/topping coran beton atau pelat baja. Perkuatan kolom dari sisi, atau balok dari pinggir atau sisi bawah, juga termasuk cara pelapisan. Khusus untuk pelat lantai atau dinding, pelapisan juga dapat dilakukan serentak dengan pemberian rusuk-rusuk (joist) tambahan untuk menambah kapasitas lentur ataupun aksial, dengan cara yang cukup sederhana namun efektif.
F. Penambahan Komponen Struktural
Jika metode grouting/epoxy, penambahan besi tulangan, atau pelapisan ditujukan untuk perkuatan komponen, maka untuk menambah kapasitas lentur ataupun aksial, dengan cara yang cukup sederhana namun efektif.
II. -40 -
Bab III. Metode Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN Langkah-langkah penelitian dapat dijelaskan secara singkat dengan diagram alir di bawah ini: Start
Data Lapangan
Data Original Design
Hasil pengujian : 1. Non Destructive Test - Ultrasonic test - Half Cell potential test - Carbonation test 2. Destructive Test - Coring concrete test
- Pembebanan - Dimensi Penampang Beton - Gambar - gambar
Evaluasi Analitis - Perhitungan Balok (SAP 2000) - Perhitungan Kolom (Grafik Interaksi)
Struktur Kuat Tidak Perbaikan dan Perkuatan Struktur
Finish
Ganbar 3.1 : Diagram Alir Metode Penelitian III. -1-
Ya
Bab III. Metode Penelitian
3.1. Metode Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, data yang diperoleh ada dua sumber yaitu: data lapangan dan data original desain. Dari kedua data tersebut nantinya akan dibandingkan dan dievaluasi untuk mengatahui dan menentukan bentuk kondisi struktur yang dikaji, apakah masih layak atau tidak.
3.2 Data lapangan
3.2.1 Pengamatan Visual Pengamatan visual dilakukan untuk mengetahui tingkat kerusakan bangunan yang terjadi secara umum. Berdasarkan parameter-parameter pengamatan yang telah ditentukan sebelumnya, maka dapat dievaluasi kondisi setiap komponen struktur pada semua lantai struktur beton. Dari hasil penilaian tersebut maka dapat diklasifikasikan tingkat-tingkat kerusakan yang terjadi. Pada pengamatan visual dilakukan pengambilan pecahan beton, pencatatan kondisi struktur beton dan data lain yang dapat membantu memberikan informasi mengenai perkiraan kerusakan yang terjadi, dapat digunakan untuk menentukan perkiraan penurunan kekuatan komponen struktur. Setelah
mengetahui
kondisi
bangunan
secara
keseluruhan
berdasarkan
pengamatan visual ini, maka dapat dibuat suatu peta klasifikasi kerusakan sementara dan lalu ditentukan jenis-jenis pengujian yang diperlukan sebagai langkah penelitian selanjutnya.
3.2.1.1 Parameter Pengamatan Visual Parameter-parameter pemeriksaan visual yang digunakan meliputi elevasi 0 - 11 meter meliputi: III. -2-
Bab III. Metode Penelitian •
Pengamatan permukaan beton
•
Pengamatan perubahan warna
•
Pengamatan retakan
•
Pengamatan pengembangan agregat beton (Spalling)
•
Pengamatan lendutan.
3.2.1.2 Kondisi beton Berbagai pengujian dapat dilakukan pada beton untuk mengetahui kondisi beton yang ada, yaitu: 1. Pengujian tanpa penghancuran (Non Destructive Test)
A. Pengujian dengan alat tes Ultrasonik (Ultrasonic Pulse Velocity Test) a. Pendahuluan Alat uji ini direncanakan untuk mengukur waktu rambatan, yang dinyatakan dalam micro detik dari rambatan gelombang ultrasonik melalui beton. Pengukuran besaran ini ternyata sangat penting untuk memproleh informasi mengenai kondisi fisik dan mekanik dari bangunan beton melalui prosedur-prosedur penyelidikan non destructive seperti indikasi adanya: a)
Adanya patahan-patahan (retak micro, cacat sarang tawon,
ronggaudara);
b) Pertumbuhan kerusakan akibat api; c)
Kandungan bahan lain (seperti : serpihan kayu, polystyrene atau kertas;
d) Kekuatan tekan beton e)
Modulus elastisitas beton;
f)
Keseragaman pengecoran beton
III. -3-
Bab III. Metode Penelitian
Gambar 3.2 : Alat Pengujian Tes Ultrasonik (Ultrasonic Pulse Velocity Test)
b. Prinsip Kerja Energi gelombang listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit pulsa dibuat oleh transducer pengirim (T) menjadi energi gelombang mekanik yang selanjutnya merambat dalam beton. Setelah sampai pada probe receiver (R) energi gelombang tadi diubah kenbali menjadi energi gelombang listrik yang selanjutnya melewati penguat dan selanjutnya disampaikan waktu tempuh oleh pencatat digital.
c. Kalibrasi Peralatan Uleskan sedikit pasta (gemuk) Pada setiap permukaan transduser. Tempatkan batang kalibrasi diantara dua permukaan transduser hingga terjadi kerapatan yang baik diantara seluruh bidang kedua permukaan transduser. Pada display menunjukan waktu tunda (delay time), yaitu waktu yang diperlukan oleh pulsa untuk melitasi batang kalibrasi, sesuaikanlah menggunakan obeng untuk memproleh bacaan yang sama (sesuai dengan spesifikasi alat).
III. -4-
Bab III. Metode Penelitian
d. Metode pengujian Metode pengujian ini menggunakan metode langsing (perambatan langsung), dangan rumus: V =
L x 10 T
rumus 3.1
Dimana: V = Kecepatan rambat gelombang ultrasonik (km/detik) L = Jarak lintasan terdekat yang ditempuh gelombang ultrasonik (cm) T = Waktu tempuh gelombang ultrasonik (μ detik)
Gambar 3.3 : Alat Ultrasonik Tes (Ultrasonic Pulse Test) Cek Kedalaman Retak
B. Tes Uji Pembesian (Half-Cell Potensial Test) Alat ini adalah untuk mengukur standar karat tulangan di lokasi retak pada permukaan beton dekat pada besi yang akan di uji.
III. -5-
Bab III. Metode Penelitian
Gambar 3.4 : Pengukuran Potensial besi tulangan karat (Potongan A adalah dibor
Untuk dipasang kabel electode) Peralatan • Pengukur karat meter, Gecor • Covermeter (Rebar Locator) • Sensor A dan B • Batrai dan kabel
Metode kerja Pengukuran diambil dengan pengeboran beton dengan diameter yang kecil di posisi pembesian (ketika sebelumnya ditentukan oleh penggunaan covermeter) dan berhasil menghubungkan antara baja dan suatu voltmeter impedansi tinggi. Terminal voltmeter dihubungkan kepada acuan half-cell dibawah penyelidikan, kemudian beda potensial antara penguatan yang dengan seketika dibawah half-cell dan half-cell dicatat secara normal secara elektris berlanjut. Lokasi A adalah lokasi yang telah ditentukan menggunakan covermeter untuk memperkecil penghancuran beton. Pengukuran potensial pada besi akan di indikasi ukuran karat besi. Sesuai untuk kriteria karat dikembangkan atau dilakukan didalam laboratorium, berikutnya nilai-nilai III. -6-
Bab III. Metode Penelitian • Karat pasif
: Icon < 0.1 µA cm2
• Rendah karat sedang
: Icon 0.1 – 0.5 µA cm2
• Sedang untuk karat tinggi : Icon 0.5 – 1.0 µA cm2 • Karat sangat tinggi
: Icon > 1.0 µA cm2
• Sensor A dan B; • Batrai dan kabel Nilai-nilai karat potensial akan dibandingkan dengan tabel dibawah untuk mempersamakan kondisi karat.
Tabel 3.1 Identifikasi Potensial Karat
Potensial karat
mV ( Cu/CuSO4 )
Karat rendah
< 100
Karat sedang (< 10% permukaan hilang)
100 sampai 200
Karat tinggi (> 10-20% permukaan hilang)
> 200 – 300
Karat sangat tinggi (>20% permukaan hilang)
> 300
Gambar 3.5 : Alat Pengukuran Tingkat Karat (Half Cell Potencial Test) III. -7-
Bab III. Metode Penelitian
Gambar 3.6 : Covermeter (Rebar Location Detector), untuk mengidentifikasi
Posisi besi beton
Gambar 3.7 : Pengukuran standar karat diatas slab.
C. Uji Pengkarbonatan Kedalaman pengkarbonatan di beton dapat secara sederhana ditentukan dengan bantuan larutan fenolftaleine. Larutan ini dituangkan pada permukaan bidang – III. -8-
Bab III. Metode Penelitian
patah yang baru dipahat pecah atau bubuk beton yang di bor dengan diameter lubang bor 10 mm. ketika di semprotkan di atas permukaan beton, beton yang baik (ph > 9) akan berwarna merah muda. Sedangkan bagian yang mengalami pengkarbonatan (ph < 9) tetap akan berwarna abu-abu. Kedalaman beton dapat diukur menggunakan covermeter/profometer atau dibobok sampai pembesiannya terlihat.
Gambar 3.8 : Semprotan Penetran Phenolphthalein Diatas Permukaan Beton
Untuk Memberi Tanda Kedalaman Karbonasi
2. Pengujian dengan penghancuran (Destructive Test) Metode Sampling test/ Coring Concrete Test (Destructive Test) Pengujian ini dilakukan dengan cara pengambilan inti beton pelat lantai dan balok beton dengan menggunakan alat bor, sehingga akan didapatkan contoh silinder beton berdiameter 10 cm. benda uji ini untuk selanjutnya diuji dengan melakukan penekanan di laboratorium, sehingga bisa diketahui kekuatan tekannya. Jumlah sample yang diambil adalah sebanyak 6 titik. III. -9-
Bab III. Metode Penelitian • Peralatan Peralatan-peralatan yang digunakan untuk pengambilan benda uji beton inti adalah sebagai berikut: a) Mesin bor beton yang menggunakan mata bor berbentuk silinder yang intinya berlobang sesuai dengan diameter benda uji yang dikehendaki dan bagian-bagian tajam dari mata bor terbuat dari intan; mesin bor tersebut harus dilengkapi dengan alat pengatur kecepatan perputaran mata bor yang dapat diatur sesuai dengan kekerasan beton dan peralatan untuk menyalurkan air yang diperlukan pada waktu yang diperlukn. b) Tempat dudukan mesin bor yang harus daoat menjamin agar mesin bor tidak dapat bergoyang pada waktu dilakukan pengeboran. c) Jangka sorong, kapasitas sesuai kebutuhan yang digunakan untuk pengukuran dimensi benda uji. d) Baji terbuat dari baja yang dapat dimasukan kedalam celah beton bekas selongsong bor yang digunakan untuk mematahkan beton inti pada bagian alasnya dengan panjang sesuai yang direncakan. e) Kawat baja, ukuran sesuai kebutuhan yng digunakan untuk mengangkat beton inti yang sudah dipatahkan. • Benda uji Ketentuan benda uji meliputi: a) Benda uji beton inti yang akan digunakan untuk pengujian kekuatan harus diambilkan beton dari beton keras yang umurnya tidak boleh kurang dari 14 hari. III. -10-
Bab III. Metode Penelitian
b) Benda uji beton inti yang cacat berat atau rusak yang disebabkan pada waktu dilakukan pengambilan benda uji tidak boleh digunakan untuk pengujian kekuatan. c) Benda uji beton inti yang ada tulangnya tidak boleh digunakan untuk uji kuat tarik-belah. d) Diameter benda uji beton inti untuk uji kuat tekan harus tidak boleh kurang dari tiga kali ukuran nominal maksimum dari agregat kasar dalam beton keras dan tidak boleh kurang dari dua kali ukuran nominal maksimum dari agregat kasar dalam benda uji. e) Benda uji beton inti untuk uji kuat tekan harus memenuhi persyaratan 2,00 L/D 1,00, dimana L = panjang dan D = diameter benda uji. f) Diameter benda uji beton inti untuk uji ketebalan harus tidak boleh kurang dari 100 mm; g) Ketelitian ukuran diameter benda uji tidak boleh lebih dari 1 mm. h) Ketelitian ukuran panjang benda uji tidak boleh lebih dari 1 mm. •
Metode kerja
Pengambilan benda uji beton inti harus dilaksanakan sebagai berikut : a) Tempat mesin bor beton berikut tempat dudukannya dekat dengan titik pengambilan benda uji beton inti yang telah ditentukan. b) Atur tempat dudukan mesin bor agar agar mesin bor beton tidak bergoyang pada waktu pengeboran. c) Atur mesin bor tersebut agar posisi mata bor tegek lurus pada bidang yang akan diambil beton intinya. III. -11-
Bab III. Metode Penelitian
d) Sambungkan kran air yang ada pada mesin bor dengan slang ke sumber air yang terdekat. e) Hidupkan mesin bor beton. f) Buka kran air. g) Mulai lakukan pengeboran beton keras. h) Hentikan pengeboran, apabila panjang beton inti telah mencapai seperti yang diinginkan. i) Tutup kran air. j) Keluarkan mata bor dari tempat pengeboran. k) Patahkan beton inti pada bagian alasnya dengan memasukan biji baja kedalam celah beton ditempat pengeborandengan dipukul perlahan-lahan. l) Ambil beton inti yang telah dipatahkan pada bagian alasnya dari lubang pengeboran dengan bantuan kawat baja. m) Periksa beton inti terhadap cacat berat atau kerusakan lainnya yang disebabkan pada waktu dilakukan pengambilan benda uji. n) Apabila terhadap cacat berat pada beton inti sehingga tidak dapat digunakan sebagai benda uji, lakukan pengambilan benda uji beton inti yang baru pada titik pengambilan sedekat mungkin dengan titik pengambilan lama yang tidak membahayakan struktur beton. o) Apabila pada pemeriksaan beton inti tidak terdapat kelainan-kelainan, ukur panjang beton inti dan tebal plester, kemudian tentukan dapat tidaknya digunakan sebagai benda uji.
III. -12-
Bab III. Metode Penelitian
p) Apabila dari hasil pemeriksaan dan pengukuran beton inti tersebut dapat digunakan sebagai benda uji, lakukan penandaan pada beton inti dan catat datanya serta lokasi titik pengambilannya. q) Bungkus beton inti yang sudah diberi tanda nomor kode dengan kain penyerap yang basah atau masukan ke dalam kantong plastik yang berisi air, lalu kirimkan ke Laboratorium Pengujian Beton yang disertai dengan “laporan pengambilan benda uji beton inti”. r) Tutup lubang bor bekas pengambilan benda uji beton inti dengan adukan beton yang mutunya tidak boleh kurang dari mutu beton yang telah dilubangi, dan sedapat mungkin gunakan bahan yang tidak menyusut.
Gambar 3.9 : Pengambilan Sampel Coring.
3.3 Peraturan-Peraturan Yang Dipakai Untuk melakukan perhitungan suatu struktur diperlukan adanyan acuan peratuaran yang dipakai, antara lain: III. -13-
Bab III. Metode Penelitian
- Pedoman perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung - Metoda pengujian kuat tekan beton SNI – 1974 – 1990 – F - Metoda pengambilan benda uji beton inti SNI 03 – 2492 – 1991 - Struktur beton bertulang berdasarkan SK SNI T-15-1991-03 Departemen Pekerjaan Umum RI.
3.4 Kondisi Pembebanan. Kondisi pembebanan diambil dari data Original Design
3.5 Matrial Propertis (Mutu Beton) Matrial propertis (mutu beton) yang digunakan dalam perhitungan kekuatan berdasarkan pada hasil pengujian dilapangan.
3.6 Analisa Struktur Analisa struktur menggunakan model 3 dimensi yaitu dengan bantuan menggunakan program SAP 2000. Adapun beban kombinasi yang dipakai adalah berdasarkan SKSNI 2002 sebagai berikut : • 1.4 DL • 1.2 DL + 1.6 LL • 1.2 DL + 0.5 ±1.1 EL
III. -14-
Bab III. Metode Penelitian
3.7 Rencana Perbaikan Dan Perkuatan Struktur Yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah mengembalikan kekuatan suatu elemen struktur sehingga sama dengan kekuatan awal. Sedangkan perkuatan adalah memperkuat suatu elemen struktur sehingga dapat memenuhi syarat terhadap gaya-gaya dalam akibat pembebanan tertentu. Pekerjaan perbaikan dan perkuatan terdiri dari dua tingkat perbaikan.
3.7.1 Tingkat A yaitu Plesteran (Concrete Patching) Tingkat perbaikan ini jenis kerusakannya berupa : penglupasan, retak rambut, pada beton. Perbaikan ini hanya dapat dipakai ketika struktur beton tidak terlalu banyak menopang perubahan bentuk permanent maupun perkuatan pembesianpembesiannya yang tidak sempurna. Tabel 3.2 Tingkat Atau Kelas Perbaikan
Tingkat A1
Pekerjaan Perbaikan Penutup tambalan beton atau permukaan beton Tujuan : Untuk mengganti kerusakan atau retak pada beton. Adapun urutannya adalah 1. Melepas beton yang rusak atau hancur dan mengkasari selebar 5mm 2. Membersihkan permukaan beton dari debu dan pecahan beton. 3. Perbaikan atau penambalan menggunakan seman sika grout (tanpa pengusutan).
A2
Penambalan keretakan beton (kedalaman retak) III. -15-
-
Bab III. Metode Penelitian
Tujuan : Untuk mengganti atau memperbaiki keretakan-keretakan yang menembus sampai batas bagian beton. Adapun urutannya adalah : 1. Melepas selimut beton yang rusak dan sambil mengkasarkannya selebar 5mm 2. membersihkan permukaan beton dari debu dan pecahan beton 3. perbaikan atau penambalan menggunakan penetrasi epoxy resin
3.7.2 Tingkat B Yaitu Penggantian Penulangan Tingkat perbaikan ini ditujukan pada bagian-bagian beton dengan penambalan beton dan pengecatan (anti karat) pada elemen-elemen penulangan yang rusak (bagian-bagian
dari
karatan).
Pekerjaannya
terdiri
dari:
pembongkaran,
penambalan dan penggantian besi-besi tulangan, yang menggunakan besi tulangan standar dan penulangan FRP (Fibre Reinforced Composite). FRP (Fibre Reinforced Composite). adalah disarankan karena itulah membutuhkan tak
sebanyak pekerjaan pembongkaran dan faster untuk memasang yang besi penulangannya yang telah ditentukan, peminimalan titik konstruksi.
Ada dua type bentuk FRP (Fibre Reinforced Composite). tulangan adalah: 1. FRP (Fibre Reinforced Composite) Strip : campuran secarik kain yang berlapislapis dengan serat tak terarah itu adalah sebagian besar sesuai untuk pengganti kekakuan besi-besi penulangan itu adalah khusus yang tersdia 4”. 2. FRP (Fibre Reinforced Composite) Trip : Lembaran kain dengan serat-serat terarah, itu adalah sebagian besar sesuai untuk mengganti besi-besi tulamgan III. -16-
Bab III. Metode Penelitian
geser dan untuk memperbaiki kurungan dalam kolom-kolom. Itu adalah yang tersedia dengan ukuran lebar 7 feet. Matrial-matrial FRP (Fibre Reinforced Composite) adalah yang tersedia adalah dari kaca lapisan-lapisan serat karbon
. Tabel 3.3 Tingkat Atau Kelas Perbaikan
Tinkat B1
Pekerjaan Perbaikan Penggantian besi-besi tulangan slab, balok dan kolom Tujuan
:
untuk
mengganti
kerusakan
besi-besi
tulangan
menggunakan tulangan-tulangan FRP (Fibre Reinforced Composite). Adapun urutannya adalah: 1. Pemasangan penyanggah/perancah sementara dikerusakan pada slab/balok 2. pemasangan
penopang/penahan
(jala)
sementara
di
berbatasan kolom. 3. Melepas beton yang sudah terlihat rusak sampai pada terlihat penulangan. 4. memotong dan mengambil besi tulangan yang terlihat rusak atau karatan yang terlihat cukup parah. 5. pemasangan atau penggantian besi tulangan, 6. Penambalan beton dengan menggunakan semen grouting non shrink dengan kekuatan yang tinggi. 7. Pemasangan/aplikasi FRP (Fibre Reinforced Composite) WRAP di sekitar permukaan balok atau kolom secara paralel. III. -17-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN EVALUASI KEANDALAN STRUKTUR
4.1 Struktur Beton Bertulang Yang akan dikaji Struktur Oxy Hydro Chlorine (OHC) Plant, terdiri dari konstruksi beton dan baja. Sedangkan struktur yang akan dikaji adalah struktur beton bertulang yang tingkat korosinya sangat tinggi, karena berada di lingkungan yang mengandung bahan kimia dan berada di dekat laut. Sehingga struktur tersebut dapat mudah mengalami kerusakan. Akibat kerusakan yang tejadi pada struktur beton tersebut mengalami keretakan.
Untuk mengetahui layak atau tidaknya struktur tersebut, perlu dilakukan penelitian dan pengkajian, disertai sejumlah pengujian dan analisa struktur, agar dapat disimpulkan seberapa jauh kerusakan struktur tersebut. Baru kemudian ditentukan bagaimana metode perbaikannya, jika memang diperlukan. Adapun gambar struktur secara keseluruhan dan bagian struktur yang akan dikaji adalah pada gambar dibawah ini :
IV. -1-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Gambar 4.1 Struktur beton dengan elevasi + 3.30 dan + 7.50 meter
Gambar 4.2 Struktur beton dengan elevasi + 0.00 dan +11.00 meter IV. -2-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Gambar 4.3 Struktur beton dengan elevasi + 14.20 dan +18.200 meter
Gambar 4.4 Struktur beton dengan potongan 4 – 5.
IV. -3-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Gambar 4.5 Struktur beton dengan potongan D dan F
Gambar 4.6 Struktur beton dengan potongan C dan E
Pada struktur beton yang diperlihatkan pada gambar diatas merupakan struktur yang mengalami kerusakan, terutama pada struktur balok, kolom dan plat beton.
IV. -4-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
4.2 Hasil Pengamatan Visual Adapun hasil pengamatan visual, yang dilakukan pada elevasi antara 0 sampai 11 meter adalah sebagai berikut : •
Elevasi ± 0.00 meter
Kolom beton pada umumnya dalam kondisi sedang dengan garis retak rambut di selimut beton dan retak pada sekitar tempelan plat baja. Selimut beton pada beberapa kolom telah mengalami pengelupasan sehingga pembesian terlihat korosi Seperti kerusakan yang terletak dilokasi dekat pipa proses atau jalur pipa kimia.
Gambar 4.7 Kolom dalam kondisi retak dan selimut beton mengalami Pengelupasan sehingga terlihat pembesian yang korosif IV. -5-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur •
Elevasi + 3.00 meter
Kolom beton pada umumnya juga dalam kondisi sedang dengan garis retak rambut pada selimut beton dan retak di sekitar tempelan plat baja. Selimut Beton pada beberapa kolom beton telah mengalami pengelupasan sehingga pembesian terlihat korosi. Seperti kerusakan yang terletak dilokasi dekat pipa proses atau jalur pipa kimia. Balok beton dalam kondisi sedang dengan garis retak rambut pada selimut beton dan retak disekitar tempelan plat besi. Retak besar yang terlihat dibeberapa kolom sudah terlihat masuk kepotongan balok beton ini terdapat di sekitar tempelan plat besi.
Gambar 4.8 Kolom dalam kondisi retak dan selimut beton mengalami Pengelupasan sehingga terlihat pembesian yang korosif IV. -6-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur •
Elevasi + 7.50 meter
Kolom beton pada umumnya juga dalam kondisi sedang dengan garis retak rambut rambut di selimut beton dan retak di sekitar tempelan plat baja. Selimut beton dibeberapa kolom telah terlihat terkelupas dan pembesiannya terlihat korosi Kerusakan itu dilokasi dekat jalur pipa kimia. Balok-balok beton dalam kondisi sedang dengan garis retak rambut di selimut beton dan retak disekitar tempelan plat besi. Retak besar yang terlihat dibeberapa kolom sudah terlihat masuk ke potongan balok beton ini terdapat disekitar tempelan plat besi.
Gambar 4.9 Kolom dan balok dalam kondisi retak dan selimut beton mengalami Pengelupasan dan pembesian terlihat korosi di jalur pipa kimia IV. -7-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur •
Ketinggian + 11.00 meter
Balok beton dalam kondisi sedang dengan garis retak rambut di selimut beton dan retak disekitar tempelan plat besi. Selimut beton dibeberapa balok telah terlihat terkelupas dan pembesian mengalami korosi. Seperti kerusakan-kerusakan dilokasi dekat pipa proses. Slab beton dalam kondisi kritis Dengan permukaan beton mengalami perubahan warna (Merah perunggu) dan selimut beton beton terkelupas, pembesiannya terlihat di dekat lokasi terbuka. Pembesian terlihat korosif sekali.
Gambar 4.10 Slab beton dalam kondisi kritis dengan permukaan beton mengalami perubahan warna.
IV. -8-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
4.3 Hasil Pengujian-pengujian Yang Dilakukan Dilapangan Pengujian lapangan yang dilakukan setelah menganalisa hasil pengamatan visual meliputi tes Ultrasonik (Ultrasonic Pulse Test), tes karat pada pembesian (HalfCell Potensial Test), dan tes karbonasi (Carbonation Test). Pengujian lapangan ini dimaksudkan untuk memproleh indikasi mutu beton atau komponen, dan digunakan sebagai data untuk menganalisa kekuatan pasca rusak serta menentukan metode rehabilitas yang dapat dilakukan.
4.3.1 Metode Tanpa Penghancuran (Non Destructive Test) A.
Metode Tes Ultrasonik (Ultrasonic Test)
Tes ultrasonik dapat dilakukan 17 lokasi dimana dari tiap-tiap lokasi diambil 5 titik sampel. Dari hasil pengujian tes Ultrasonik akan diketahui mutu beton pada kondisi saat itu. Adapun hasil pengujian adalah sebagai berikut : Tabel 4.1 Hasil Pengujian Tes Ultrasonik Kolom
Balok
Plat Lantai
n=5
n = 11
n=1
Nilai tertinggi = 309.5 kg/cm2
Nilai tertinggi = 322.7 kg/cm2
Nilai Strength = 231.0 kg/cm2
Nilai terendah = 249.8 kg/cm2
Nilai terendah = 205.7 kg/cm2
Nilai rata-rata = 284.4 kg/cm2
Nilai rata-rata = 243.8 kg/cm2
Dimana n adalah jumlah titik pengujian yang diambil
IV. -9-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Adapun hasil detailnya adalah Tabel 4.2 Hasil Pengujian Tes Ultrasonik
Struktur
No
PanjangPath
Waktu
Kecepatan
(cm)
(μsec)
(m/sec)
Kuat Tekan
Rata-rata
Kubus
kekuatan
(kg/cm2)
(kg/cm2)
Beam 4’-4”/C’
1
40
149
2,684.6
228.1
Elev. + 11000
2
40
153
2,614.4
222.3
3
40
157
2,547.8
216.9
4
40
177
2,259.9
195.1
5
40
164
2,439.0
208.4
Beam 4”/c”-c’
1
60
177.0
3,389.8
295.8
Elev. + 11000
2
60
167.0
3,592.8
318.7
3
60
164.0
3,658.5
326.6
4
60
174.0
3,448.3
302.2
5
60
150.0
4,000.0
370.3
Beam 4’/c’-c”
1
60
183.0
3,278.7
283.9
Elev. + 11000
2
60
184.0
3,260.9
282.0
3
60
231.0
2,597.4
220.0
4
60
211.0
2,843.6
241.9
5
60
185
3,243.2
280.2
Beam 4”-5/F
1
60
188.0
3,191.5
274.9
Elev. +11000
2
60
191.0
3,141.4
269.9
3
60
259.0
2,316.6
199.2
4
60
243.0
2,469.1
210.7
5
60
260.0
2,307.7
198.5
Beam 4’/E’-E”
1
60
230.0
2,608.7
221.8
Elev.+ 11000
2
60
188.0
3,191.5
274.9
3
60
181.0
3,314.9
287.7
4
60
241.0
2,489.6
212.3
5
60
258.0
2,325.6
199.8
Beam E”/4’-4”
1
40
170.0
2,352.9
201.9
Elev. + 11000
2
40
161.0
2,484.5
211.9
3
40
172.0
2,325.6
198.8
4
40
169.0
2,366.9
202.9
5
40
161.0
2,484.5
211.9
IV. -10-
214.1
322.7
261.8
230.6
239.3
205.7
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Beam 4”/E’-E”
1
40
161.0
2,484.5
211.9
Elev. + 11000
2
40
163.0
2,454.0
206.5
3
40
160.0
2,500.0
213.1
4
40
162.0
2,469.1
210.7
5
40
164.0
2,439.0
208.4
Beam 4’/E’-E”
1
60
189.0
2,174.6
273.2
Elev. + 11000
2
60
183.0
3,278.7
283.9
3
60
180.0
3,333.3
289.7
4
60
190.0
3,157.9
271.5
5
60
242.0
2,479.3
211.5
Floor Slab 4”-
1
20
72.0
2,777.8
195.9
5/E’-E”
2
20
62.0
3,225.8
231.1
Elev. + 11000
3
20
70.0
2,857.1
201.7
4
20
61.0
3,278.7
235.6
5
20
52.0
3,846.2
290.4
Beam 5/C-D
1
40
155.0
2,580.6
219.5
Elev. + 7500
2
40
153.0
2,614.4
222.3
3
40
146.0
2,739.7
232.8
4
40
158.0
2,531.6
215.6
5
40
150.0
2,666.7
226.6
Column 5/C
1
70
243.0
2,880.7
245.2
Elev. + 7500
2
70
186.0
3,763.4
339.4
3
70
247.0
2,834.0
241.0
4
70
212.0
3,301.9
286.3
5
70
226.0
3,097.3
265.5
Column 5/D
1
70
197.0
3,553.3
314.1
Elev. + 7500
2
70
261.0
2,682.0
227.9
3
70
259.0
2,702.7
229.6
4
70
260.0
2,692.3
228.7
5
70
240.0
2,916.7
248.5
Column 5/E
1
70
196.0
3,571.4
316.2
Elev. + 7500
2
70
270.0
2,592.6
220.5
3
70
251.0
2,788.8
237.0
4
70
196.0
3,571.4
316.2
5
70
195.0
3,589.7
318.4
Beam 4-5/F
1
60
167.0
3,592.8
318.7
Elev. + 4600
2
60
190.0
3,157.9
271.5
IV. -11-
210.7
266.0
231.0
223.4
275.5
249.8
281.7
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
3
60
192.0
3,125.0
268.3
4
60
203.0
2,955.7
252.1
5
60
194.0
3,092.8
265.1
Beam 5/C-D
1
40
123.0
3,252.0
281.1
Elev. + 4600
2
40
134.0
2,985.1
254.8
3
40
211.0
1,895.7
170.6
4
40
146.0
2,739.7
232.8
5
40
152.0
2,631.6
223.7
Column 5/C
1
70
209.0
3,349.3
291.4
Elev. +3300
2
70
182.0
3,846.2
349.9
3
70
184.0
3,804.3
344.6
4
70
225.0
3,111.1
266.9
5
70
220.0
3,181.8
274.0
Column 5/E
1
70
187.0
3,742.3
336.9
Elev. + 3300
2
70
233.0
3,004.3
256.6
3
70
210.0
3,333.3
289.7
4
70
177.0
3,954.8
364.2
5
70
204.0
3,431.4
300.3
275.1
232.6
305.3
309.5
Nilai-nilai hasil pengujian tes Ultrasonik pada tabel 4.2 menunjukan bahwa nilai rata-rata tertinggi dan terendah terdapat pada elevasi 11.00 meter.
B. Tes pengujian karat pada pembesian (Half-Cell Potential Test) Hasil pegujian yang telah dilaksanakan dapat dilihat pada tabel 4.2. Terdapat beberapa bacaan pada alat ukur yang menjelaskan sebagai berikut :
Mv ( Cu/CuSO4 )
Kriteria
• < 100
= Karat rendah
• > 100 sampai 200
= Karat sedang ( <10% permukaan hilang )
• > 200 – 300
= Karat tinggi ( > 10 - 20% permukaan hilang )
• > 300
= Karat sangat tinggi ( > 20% permukaan hilang )
Adapun hasil pengujiannya sebagai berikut : IV. -12-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tes Karat Bacaan-bacaan dalam persentase (-Mv) No. Struktur < 100
> 100-200
> 200-300
>300
Kolom 5/F EL. 3.30m
-
43.8
56.2
-
Kolom 5/E EL. 3.30m
-
100
-
-
Kolom 5/C EL. 3.30m
-
-
100
-
Balok 4-5/F EL. 3.30m
-
75.0
25.0
-
Balok 5/CD.EL. 3.00m
-
45.9
45.8
8.3
Balok 4-5/EF. EL. 11.00m
-
25
70.8
4.2
Balok 4-5/CD. EL. 11.00m
-
52.4
28.6
19.0
Slab 4-5/EF. EL. 11.00m
-
53.1
46.9
-
Slab 4-5/CD EL. 11.00m
-
-
28.6
71.4
Dari hasil tes karat yang terdapat pada tabel 4.3 menunjukan nilai > 300 (karat >20 % hilang) menunjukan angka 71.4% terdapat pada slab 4-5/CD dengan elevasi + 11.00 meter.
C. Pengujian tes karbonasi (Carbonation Test) Sedangkan hasil dalam pengujian ‘Tes Karbonasi’ adalah: Tabel 4.4 Hasil Pengujian Tes Karbonasi
Kedalaman Karbonasi
No
Struktur
1
Balok 4’-4”/C’ (Elev. + 11000)
4.5
2
Balok 4”/C’-C” (Elev. + 11000)
5.0
3
Balok 4’/C’-C” (Elev. + 11000)
4.5
4
Balok 4’-4”/E” (Elev. + 11000)
3.5
5
Balok 4”/E’-E” (Elev. + 11000)
2.5
6
Balok 4’/E’-E” (Elev. + 11000)
3.0
( cm )
IV. -13-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
7
Balok 4’-4”/E” (Elev. + 11000)
3.5
8
Slab bawah 4”-5/E’-E” (Elev. + 11000)
2.5
9
Kolom 5/C (Elev. + 6400)
2.0
10
Kolom 5/D (Elev. + 6400)
2.5
11
Kolom 5/E (Elev. + 6400)
2.5
12
Kolom 5/F (Elev. + 6400)
3.0
13
Balok 5/C’-C” (Elev. + 7500)
2.0
14
Kolom 5/E (Elev. + 3300)
4.0
15
Kolom 5/F (Elev. + 3300)
4.5
16
Balok 4”-5/C (Elev. + 4600)
1.0
17
Balok 5/C’-C” (Elev. + 4600)
5.0
18
Balok 5/C”-D (Elev. + 4600)
4.0
Dari hasil tes karbonasi pada tabel 4.4 menunjukan nili rata-rata kedalaman yang sudah terkontaminasi adalah 3.3cm, berarti masih di bawah batas maksimum.
Dari 6 titik benda uji Core Drilling pada plat lantai elevasi + 11.00 meter bagian Upper, setelah dilakukan tes karbonasi didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 4.5 Hasil Pengijian Tes Karbonasi Pada Benda Uji Coring
Kedalaman Karbonasi
No
Struktur
1
Slab 4-4’ E”-F
1.5
2
Slab 4”-5/E’-E”
1.0
3
Slab 4’-4”/E-E’
0.5
4
Slab 4-4’/C”-D
0.5
5
Slab 4”-5/C’-C”
0.5
6
Slab 4’-4”/C-C’
0.5
( cm )
IV. -14-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
4.3.2 Metode Dengan Penghancuran Atau Pengujian Di Laboratorium (Destructive Methode) Pengujian yang dilakukan meliputi pengujian kuat tekan silinder beton (Concrete Compressive Strength Test), pengujian ini dilakukan dengan cara pengambilan inti beton pelat lantai beton dengan menggunakan alat bor, sehingga akan didapatkan contoh silinder beton berdiameter 10 cm. benda uji ini untuk selanjutnya dengan melakukan penekanan di laboratorium, sehingga bisa diketahui kekuatan tekannya. Jumlah sampel diambil adalah sebanyak 6 titik. Adapun hasil pengujiannya adalah sebagai berikut : Tabel 4.6 Hasil Pengujian Tes Coring No
Dimensi sample
Berat
Beban
Kuat Tekan
Kuat Tekan
Kuat Tekan
(gram)
(KN)
( kg/cm2)
Silinder *
Kubus **
( kg/cm2 )
( kg/cm2 )
Tinggi
Diameter
T/D
( cm )
( cm )
ratio
1
10.5
7.5
1.40
1,034.0
100
231.09
209.29
252.16
2
11
7.5
1.47
1,113.5
110
254.20
230.22
277.37
3
7.5
7.5
1.00
755.3
130
300.42
246.57
297.37
4
11
7.5
1.47
1,069.2
105
242.64
219.75
264.76
5
7.5
7.5
1.00
730.1
150
346.64
284.50
342.77
6
10.5
7.5
1.40
1,055.2
130
300.42
272.08
327.80
Catatan : * Kuat tekan silinder
= (a x kuat tekan) / b
** Kuat tekan kubus
= Kuat tekan silinder / 0.83
a = Faktor koreksi kekuatan ( ASTM C 42 ) IV. -15-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Tabel 4.7 Tabel Faktor Koreksi Kekuatan H/D
2.00
1.75
1.50
1.25
1.00
a
1.00
0.98
0.96
0.93
0.87
b = Korelasi diameter untuk diameter normal adalah 15 cm (Diambil dari “ properties of concrete “; by A.M. Neville) Tabel 4.8 Tabel Korelasi Diameter D (cm)
5.00
7.50
10.00
15.00
b
1.08
1.06
1.04
1.00
4.4 Evaluasi Analitis Dari hasil pengujian lapangan dan laboratorium diketahui bahwa terjadi kerusakan pada beberapa elemen struktur. Untuk mengetahui keandalan struktur secara keseluruhan pada kondisi tersebut diperlukan perhitungan struktur dengan kondisi aktual seperti pada kondisi lapangan. Asumsi-asumsi dalam perhitungan harus mendekati kondisi aktual di lapangan untuk mendapatkan hasil yang sesungguhnya.
Evaluasi analitis yang dilakukan dengan berdasarkan pada dokumen-dokumen konstruksi yang ada. Analisa struktur dilakukan dengan menggunakan SAP 2000.
IV. -16-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
4.4.1 Pembebanan Kondisi pembebanan secara umum seperti pada sub bab 3.4. Selanjutnya berdasarkan dari dokumen konstruksi yang ada, detail kondisi pembebanan adalah sebagai berikut : A. Frame C, D.E dan F
Gambar 4.11 Kordinat sambungan dan batang • Kondisi Pembebanan a) Pembebanan 1. (Beban mati) Beban sambungan 11, 13
untuk Y
38.65 ton (Sub beam)
Beban batang 7.8
Beban merata 0.864 (Beam) + 0.68 (tanah) = 1.544 Ton/m
9-11
Beban merata 0.77 T/m + 0.095x 4.0 = 1.15 T/m
13-16 Beban merata 1.73 T/m 14-15 Beban merata (0.48 + 0.1) x 1.0 = 0.58 T.m IV. -17-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
b) Pembebanan 2. ( Beban Hidup) Beban sambungan 11, 13
untuk Y
1.91 Ton (Sub Beam)
Beban batang 9-12
Beban merata 0.2 x 4.0 = 0.8 T/m
14, 15
Beban merata 0.2 x 1.0 = 0.2 T/m
C. Pembebanan 3. (Beban Gempa) Beban sambungan 10, 14
untuk X
21.33/2 = 10.67 T
7, 9
untuk X
5.19/2 = 2.60 T
4, 6
untuk X
2.60/2 = 1.03 T
10
untuk Y
-9.22 T
14
untuk Y
9.22 T
B. Frame 4 dan 5
Gambar 4.12 Kordinat sambungan dan batang IV. -18-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur • Kondisi Pembebanan a) Pembebanan 1. (Beban Mati)
Frame 4
Beban Batang untuk Y 7, 8
Beban merata 0.864 (Balok) + 0.68 (Tanah) = 1.544 T/m
9-12
Beban merata 0.77 + 0,095 x 0,5 = 0,82 T/m
13,14 Beban merata 0.58 + (0.48 + 0.1) x 0.8 = 1.04 T/m
b) Pembebanan 2. (Beban Hidup)
Frame 4
Beban Batang untuk Y 9-12
Beban merata 0.2 x 0.5 = 0.1 T/m
13,14 Beban merata 0.2 x 0.8 = 0.16 T/m
c) Pembebanan 3. (Beban Gempa)
Frame 4
Beban Sambungan. 1 0,12
untuk X
10.68/2 = 5.34 T
7,9
untuk X
1.79/2 = 0.90 T
4,6
untuk X
1.36/2 = 0.68 T
10
untuk Y
-3.34 T
12
untuk Y
3.34 T
d) Pembebenan 4. (Beban Mati)
Frame 5
Beban Batang. Untuk Y 7,8
Beban merata 0.864 (Balok) + 0.68(Tanah) = 1.544 T/m
9-12
Beban merata 0.77 + 0.095 x 0.5 = 0.82 T/m
13,14 Beban merata 0.58 + (0.48 + 0.1) x 1.275 = 1.32 T/m 11
Kombinasi
P = 2.71 T
L = 2.6 m IV. -19-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
12
Kombinasi
P = 3.03 T
L = 0.85 m
e) Pembebanan 5. (Beban Hidup)
Frame 5
Beban Batang.Untuk Y 9-12
Beban merata 0.2 x 0.5 = 0.1 T/m
13-14 Beban merata 0.2 x 1.275 = 0.225 T/m 11
Kombinasi
P = 0.2 x 2.425 x 3.5 = 1.70 T
L = 2.6 m
12
Kombinasi
P = 0.2 x 2.7 x 3.5 = 1.89 T
L = 0.85 m
f). Pembebanan 6. (Beban Gempa)
Frame 5
Beban Sambungan 10,12
untuk X
18.61 / 2 = 9.31 T
7,9
untuk X
4.36 / 2 = 2.18 T
4,6
untuk X
1.41 / 2 = 0.71 T
12
untuk Y
-15.42 T
4.4.2 Matrial Properties Matrial properties untuk analisa struktur berdasarkan pada kondisi aktual dari hasil survey. Adapun asumsi material properties adalah sebagai berikut : • Luas penampang struktur dan Momen inersia. Luas penampang struktur dan Momen inersia dipengaruhi oleh kondisi kedalaman keretakan pada elemen beton dari hasil pengamatan visual dan kedalaman karbonasi dari hasil tes karbonasi.Kondisi selimut beton ysng telah mengalami karbonasi dianggap sudah tak terintegrasi sehingga merubah penampang struktur dan momen inersia secara tak langsung. IV. -20-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Perbedaan luas penampang struktur dan momen inersia dari kondisi normal dan kondisi retak terlihat seperti pada gambar 4.13 Kondisi Normal
Kondisi Setelah Rusak
X= Bagian yang retak/spalling/terkontaminasi
A= b x h
A= b x ( h – x )
Ix = 1/12 x b x h3
Ix = 1/12 x b x ( h – x )3
Gambar 4.13 Penampang beton dalam kondisi normal dan pasca rusak • Luas penampang pembesian ( As ) Nilai luas penampang pembesian diambil dari kondisi aktual pembesian dari hasil Half Cell Potential Test. Kondisi karat yang terjadi pada pembesian dianggap mengurangi nilai As sesuai dengan prosentase hasil pengetesan.As aktual. Selanjutnya akan dihitung dan didapat nilai ρ lalu dibandingkan dengan nilai ρ min dan ρ maks untuk kemudian diketahui apakah kondisi pembesian yang ada masih cukup kuat, kurang, atau bahkan over. Bila kondisi pembesian sudah tak mampu memberi kelayanan struktur maka harus dilakukan perbaikan atau penambahan pembesian. • Mutu beton dan Mutu baja Mutu beton dan mutu besi mengikuti standar SNI.
IV. -21-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Pada tabel 4.9 ditunjukan asumsi matrial properti dari semua elemen. Tabel 4.9 Asumsi Matrial Pasca Rusak Semua Elemen
Penampang Beton
No
Elevasi Lokasi
Elemen
Dimensi ( cm )
Status
Ix (cm )
A (cm )
Status Pembesian
01A
El +/- 0.0 ( C/4 )
Kolom
70 x 70
Bagus
2,000,833.33
4,900.00
Karat 10 %
01B
El +/- 0.0 ( C/5 )
Kolom
70 x 70
Spalling 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 10 %
01C
El +/- 0.0 ( D/4 )
Kolom
70 x 70
Bagus
2,000,833.33
4,900.00
Karat 10 %
01D
El +/- 0.0 ( C/5 )
Kolom
70 x 70
Bagus
2,000,833.33
4,900.00
Karat 10 %
01E
El +/- 0.0 ( E/4 )
Kolom
70 x 70
Bagus
2,000,833.33
4,900.00
Karat 10 %
01F
El +/- 0.0 ( E/5 )
Kolom
70 x 70
Retak 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 10 %
01G
El +/- 0.0 ( F/4 )
Kolom
70 x 70
Bagus
2,000,833.33
4,900.00
Karat 10 %
01H
El +/- 0.0 ( F/5 )
Kolom
70 x 70
Retak 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 10 %
02A
El +/ 3.30 ( C/4 )
Kolom
70 x 70
Retak 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 20 %
02B
El +/ 3.30 ( C/4 )
Kolom
70 x 70
Spalling 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 20 %
02C
El +/ 3.30 ( C/4 )
Kolom
70 x 70
Retak 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 20 %
02D
El +/ 3.30 ( C/4 )
Kolom
70 x 70
Retak 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 20 %
02E
El +/ 3.30 ( C/4 )
Kolom
70 x 70
Retak 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 20 %
02F
El +/ 3.30 ( C/4 )
Kolom
70 x 70
Spalling 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 20 %
02G
El +/ 3.30 ( C/4 )
Kolom
70 x 70
Retak 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 20 %
02H
El +/ 3.30 ( C/4 )
Kolom
70 x 70
Bagus
2,000,833.33
4,900.00
Karat 20 %
02J
El +/ 3.30 ( C/4-C/5 )
Beam
40 x 80
Spalling 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 10 %
02K
El +/ 3.30 ( D/4-D/5 )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 10 %
02L
El +/ 3.30 ( C/5-D/5 )
Beam
40 x 80
Spalling 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 10 %
02M
El +/ 3.30 ( C/4-D/4 )
Beam
40 x 80
Bagus
1,706,666.67
3,200.00
Karat 10 %
02N
El +/ 3.30 ( E/4-E/5 )
Beam
40 x 80
Bagus
1,706,666.67
3,200.00
Karat 10 %
02P
El +/ 3.30 ( F/4-F5 )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 10 %
02Q
El +/ 3.30 ( E5/4-F5 )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 10 %
02R
El +/ 3.30 ( E/4-F4 )
Beam
40 x 80
Bagus
1,706,666.67
3,200.00
Karat 10 %
03A
El +/ 7.50 ( C/4 )
Kolom
70 x 70
Bagus
2,000,833.33
4,900.00
Karat 10 %
03B
El +/ 7.50 ( C/5 )
Kolom
70 x 70
Retak 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 10 %
03C
El +/ 7.50 ( D/4 )
Kolom
70 x 70
Bagus
2,000,833.33
4,900.00
Karat 10 %
IV. -22-
4
2
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
03D
El +/ 7.50 ( D/5 )
Kolom
70 x 70
Retak 3 cm
1,915,083.33
4,900.00
Karat 10 %
03E
El +/ 7.50 ( E/4 )
Kolom
70 x 70
Bagus
2,000,833.33
4,900.00
Karat 10 %
03F
El +/ 7.50 ( E/5 )
Kolom
70 x 70
Spalling 3 cm
1,915,083.33
4,690.00
Karat 10 %
03G
El +/ 7.50 ( F/4 )
Kolom
70 x 70
Bagus
2,000,833.33
4,900.00
Karat 10 %
03H
El +/ 7.50 ( F/5 )
Kolom
70 x 70
Retak 3 cm
1,915,083.33
4,900.00
Karat 10 %
03J
El +/ 7.50 ( C/4-C/5 )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 10 %
03K
El +/ 7.50 ( D/4-D/5 )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 10 %
03L
El +/ 7.50 ( C/4-D/5 )
Beam
40 x 80
Spalling 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 10 %
03M
El +/ 7.50 ( C/4-D/4 )
Beam
40 x 80
Bagus
1,706,666.67
3,200.00
Karat 10 %
03N
El +/ 7.50 ( E/4-E/5 )
Beam
40 x 80
Spalling 5cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 10 %
03P
El +/ 7.50 ( F/4-F/5 )
Beam
40 x 80
Bagus
1,706,666.67
3,200.00
Karat 10 %
03Q
El +/ 7.50 ( E/5-F/5 )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 10 %
03R
El +/ 7.50 ( E/4-F/4 )
Beam
40 x 80
Bagus
1,706,666.67
3,200.00
Karat 10 %
04A
El +/ 11.00 ( C/4-C/5 )
Beam
60 x 120
Retak 5 cm
7,920,000.00
6,600.00
Karat 20 %
04B
El +/ 11.00 ( D/4-D/5 )
Beam
60 x 120
Bagus
8,640,000.00
7,200.00
Karat 20 %
04C
El +/ 11.00 ( C/5-D/5 )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 20 %
04D
El +/ 11.00 ( C/4-D/5 )
Beam
40 x 80
Bagus
1,706,666.67
3,200.00
Karat 20 %
04E
El +/ 11.00 (E/4-E/5 )
Beam
60 x 120
Bagus
8,640,000.00
7,200.00
Karat 20 %
04F
El +/ 11.00 ( F/4-F/5 )
Beam
60 x 120
Spalling 5cm
7,920,000.00
6,600.00
Karat 20 %
04G
El +/ 11.00 ( E/4-F/5 )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 20 %
04H
El +/ 11.00 ( E/4-F/5 )
Beam
40 x 80
Bagus
1,706,666.67
3,200.00
Karat 20 %
04J
El +/ 11.00 ( C1/4a-C1/4b )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 20 %
04K
El +/ 11.00 ( C2/4a-C2/4b )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 20 %
04L
El +/ 11.00 ( C/4b-C1/4b )
Beam
60 x 120
Retak 5 cm
7,920,000.00
6,600.00
Karat 20 %
04M
El +/ 11.00 ( C/4a-D/4b )
Beam
60 x 120
Retak 5 cm
7,920,000.00
6,600.00
Karat 20 %
04N
El +/ 11.00 ( C/4a-D/4a )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 20 %
04P
El +/ 11.00 ( E1/4a-E1/4b )
Beam
40 x 80
Retak 5 cm
1,493,333.33
2,800.00
Karat 20 %
04Q
El +/ 11.00 ( E/4a-E2/4b )
Beam
60 x 120
Retak 5 cm
7,920,000.00
6,600.00
Karat 20 %
04R
El +/ 11.00 ( E/4a-F/4a)
Beam
60 x 120
Retak 5 cm
7,920,000.00
6,600.00
Karat 20 %
IV. -23-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
4.4.3 Analisa Struktur Analisa struktur menggunakan program SAP 2000. Dari output analisa struktur untuk selanjutnya dengan menggunakan program yang sama, akan diperoleh nilai Mu desain yang untuk selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai Mu aktual setelah terjadi kerusakan. Perhitungan kemampuan layan penampang dilakukan dengan metode ultimit. Nilai momen ultimit dari output SAP 2000 selanjutnya juga akan di cek apakah masih cukup mampu ditopang oleh penampang struktur
4.4.4 Hasil perhitungan Keandalan Struktur Pada Balok Hasil perhitungan keandalan struktur dapat dilihat pada tabel 4.10. Selanjutnya dari hasil tersebut di atas, pengecekan keandalan struktur dilakukan dengan melakukan perbandingan terhadap Mu Sap dan Mu yang ada, dan perbandingan terhadap ρ dengan ρ min dan ρ maks. Setelah dilakukan perhitungan analisa struktur terdapat beberapa elemen struktur tidak kuat, diantaranya elemen 04A, 04B, 0.4E, 0.4F, 04G, 04L, 04M, 04Q, dan 04R, sehingga diperlukan perbaikan dan perkuatan.
4.4.5 Hasil perhitungan Keandalan Struktur Pada Kolom Sedangkan untuk perhitungan keandalan stuktur dapat dilihat pada tabel 4.11. Selanjutnya dari hasil tersebut diatas, pengecekan keandalan struktur dilakukan dengan melakukan dengan cara grafik interaksi kolom. Untuk Grafik interaksi dapat dilihat pada grafik 4.11.
IV. -24-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Tabel 4.11 Hasil Perhitungan Keandalan Struktur Kolom
Mu
Pu
Normal
0
796.9
Dekompresi
53.99
511.37
Balance
92.57
256.81
Keruntuhan Tarik
90.25
207.06
01A
38.28
289.67
01B
63.07
269.94
01C
31.23
290.11
01D
56.13
328.4
01E
36.85
291.68
01F
61.65
283.91
01G
30.61
290.84
01H
54.95
328.34
02A
49.58
242.72
02B
36.53
235.80
02C
42.04
243.33
02D
27.24
264.36
02E
47.09
244.28
02F
35.09
237.55
02G
43.09
243.99
02H
31.65
265.36
03A
88.81
196.98
03B
78.88
190.26
03C
79.17
197.81
03D
88.43
206.52
03E
69.81
198.71
03F
77.95
192.13
03G
67.02
197.75
03H
73.52
205.61
IV. -25-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
Gambar 4.14 Grafik interaksi kolom.
Dari gambar grafik interaksi kolom diatas, dapat disimpulkan bahwa kolomkolom struktur dinyatakan masih layak atau kuat.
IV. -26-
Bab IV. Hasil Pengujian dan Evaluasi Keandalan Struktur
IV. -27-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
Bab V PERBAIKAN DAN PERKUATAN
5.1 Perbaikan Dan Perkuatan Struktur Dari hasil survey dan perhitungan keandalan semua elemen struktur, terdapat beberapa elemen struktur tidak kuat. Sehingga elemen tersebut perlu dilakukan perbaikan dan perkuatan berdasarkan acuan pada bab tiga. Untuk mengetahui kondisi semua elemen pada struktur dibuat pemetaan seperti yang terdapat pada tabel 5.1. Adapun gambar detail pemetaan dapat dilihat pada gambar lampiran
Tabel 5.1 Pemetaan Kerusakan Pada Elev. ± 0.00 M
No
Lokasi
Bentuk
Kerusakan
Elemen
01A
EL. ± 0.00 C/4
Kolom
Bagus
01B
EL. ± 0.00 C/5
Kolom
-Barat : retak di
Hasil pengujian
Status
-
Ok
-
Ok
Embedments
Metode Perbaikan
-
A2
- Selatan : pengelupasan agak parah, pembesian terlihat karat 01C
EL. ± 0.00 D/4
Kolom
01D
EL. ± 0.00 D/4
Kolom
01E
EL. ± 0.00 E/4
Kolom
01F
EL. ± 0.00 E/5
Kolom
-
Bagus
Ok
-
-
Ok
A2
Bagus
-
Ok
-
-Retak besar dengan lebar 20
-
Ok
A2
- Retak-retak rambut di Embedments
mm 01G 01H
EL. ± 0.00 F/4
Kolom
Bagus
-
Ok
-
EL. ± 0.00 F/5
Kolom
-Retak besar dengan lebar 20
-
Ok
A2
mm
V. -1-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
Tabel 5.2 Pemetaan Kerusakan Pada Elev. ± 3.30 M No 02A
Lokasi EL. ± 3.30C/4
Bentuk Elemen Kolom
-
Ok
Metode Perbaikan A1
- Tes HCP : 100-200
Ok
A2
-
Kerusakan Beton mengalami perubahan
Hasil pengujian
Status
warna 02B
EL. ± 3.30 C/5
Kolom
- Timur : Pengelupasan didekat pipa-pipa.
MV
: 100%
-Retak di Embedment
- UPV: f’cc =305
- Utara : Retak 3mm
kg/cm2
membujur
02C
EL. ± 3.30 D/4
Kolom
Bagus
-
Ok
02D
EL. ± 3.30 D/5
Kolom
Beton mengalami perapuhan
-
Ok
A2
- Utara : Retak dgn lebar 5mm membujur 02E 02F
EL. ± 3.30E/4
Kolom
Bagus
-
EL. ± 3.30E/5
Kolom
- Retak rambut
- Tes HCP: 100-200
- Penglupasan di ujung
MV = 100%
sambungan, didaerah basah
- Kedalaman karbonasi
- Retak di Embedment
40 mm
Ok
-
Ok A1
- UPV : f’cc=310 kg/cm2 02G 02H
02J
EL. ± 3.30F/4 EL. ± 3.30F/5
EL. ± 3.30C/4-
Kolom
-
Kolom
Retak rambut
Ok - Tes HCP: 100-200 MV = 44% 200-300 MV = 46% - Kedalaman Karbonasi 45mm
Balok
C/5
- Selatan: Bagian atas mengalamipenglupasan
Kedalaman Karbonasi = 10 mm
-
Ok A2
Ok
yang sangat parah A2
- Besi terlihat sangat korosif - Ujung samping masih bagus - Retak di bagian atas di embedment 02K
EL. ± 3.30D/4D/5
Balok
- Retak di bagian atas di V. -2-
-
Ok
-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
embedment - Ujung samping masih bagus - Retak di bagian atas di Embedment 02L
EL. ± 3.30C/5-
Balok
- Barat: Penglupasan sangat
D/5
- Tes HCP: 100-200
parah dengan besi
MV = 46%
terlihat korosif
200-300 MV = 46%
Ok
A1
Ok
-
> 300 = 8% - Dalam karbonasi 50 & 40 mm - Tes UPV: f’cc=233 kg/cm2 02M
EL. ± 3.30C/4-
Balok
-
Balok
Bagus
-
Balok
- Retak dibagian atas di
Tes HCP: 100-200 MV
Embedment
: 75%
Bagus
D/4 02N
EL. ± 3.30E/4-
Ok
E/5 02P
EL. ± 3.30F/4F/5
200-300 MV:25%
Ok
A2
Ok
-
- TES UPV: f’cc= 275 kg/cm2 02Q
EL. ± 3.30E/5-
Balok
- Balok bagian atas telah
-
diperbaiki
F/5
- Retak besar membujur di ujung samping dengan lebar 20mm, dalam 6-10 cm - Balok telah diperbaiki 02R
EL. ± 3.30F/5
Beam
Bagus -
V. -3-
Ok
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
Tabel 5.3 Pemetaan Kerusakan Pada Elev. ± 7.50 M
03A
EL. ± 7.50 C/4
Bentuk Elemen Kolom
03B
EL. ± 7.50 C/5
Kolom
No
Lokasi
Kerusakan
Hasil pengujian
- Bagus
-
- Retak besar di sudut kolom
- Kedalaman karbonasi
Status Ok
Metode Perbaikan -
Ok
20mm. A2
- Tes UPV: f’cc 250kg/cm2 03C
EL. ± 7.50 D/4
Kolom
- Ok
-
Ok
03D
EL. ± 7.50 D/5
Kolom
- Retak membujur
- Kedalaman karbonasi
Ok
25mm.
-
A2
- Tes UPV: f’cc= 250 kg/cm2 03E 03F
EL. ± 7.50E/4 EL. ± 7.50E/5
Kolom
Bagus
-
Kolom
- Penglupasan beton
- Kedalaman karbonasi
Ok
25mm. A2
- Tes UPV: f’cc= 282 kg/cm2 03G
EL. ± 7.50F/4
Kolom
Bagus
03H
EL. ± 7.50F/5
Kolom
Pengelupasan beton
-
Ok
-
- Kedalaman karbonasi
Ok
A1
= 30mm 03J
EL. ± 7.50C/4 –
Balok
Bagus
-
Ok
-
Bagus
-
Ok
-
- Kedalaman karbonasi
Ok
C/5 03K
EL. ± 7.50D/4 – D/5
03L
EL. ± 7.50C/5 –
Balok Balok
D/5
- Retak diantara Embedment - Bagian atas: Retak diantara Embedment
03M
EL. ± 7.50C/4 – D/4
03N
EL. ± 7.50E/4 – E/5
Balok
A2
20mm. - Tes UPV: f’cc= 223 kg/cm2
- Bagian atas: Retak diantara
-
Ok
-
Ok
A1
Embedment Balok
- Bagian atas ujung barat: Penglupasan agak parah dengan besi terlihat korosif V. -4-
A1
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
03P
EL. ± 7.50F/4 –
Balok
F/5 03Q
-
Retak diantara embedment.
EL. ± 7.50E/5 –
Bagus
EL. ± 7.50F/5
Balok
Ok
A1
Ok
-
Ok
A1
-
Balok
F/5 03R
- Bagian atas ujung timur:
- Penglupasan di sisi atas
-
- Bagian atas balok telah diperbaiki - Bagian atas telah diperbaiki
- Bagian atas retak diantara embedment
Tabel 5.4 Pemetaan Kerusakan Pada Elev. ± 11.00 M
No 04A
Lokasi EL. ± 11.00 C/4
Bentuk Elemen Balok
Not Ok
Metode Perbaikan B1
Not Ok
B1
Ok
A1
Ok
-
-
Not Ok
B1
- Bagian atas: Penglupasan
-Kedalaman karbonasi
Not Ok
B1
agak parah , berdekatan ke
50 mm
pipa.
-Tes PV f’cc= 231
- Besi terlihat dan korosif
kg/cm2
Kerusakan - Perubahan warna pada beton
EL. ± 11.00 D/4– D/5
04C
EL. ± 11.00
-UPV f’cc= 214
Status
kg/cm2
– C/5 04B
Hasil pengujian
Balok Balok
- Bagian atas retak memanjang
-- Tes UPV: f’cc= 206
diatas 10 mm
kg/cm2
- Balok bagian atas: Telah diperbaiki.
C/5-D/5
- Sebelah Utara: Retak di
-
embedment 04D
EL. ± 11.00
Balok
Bagus
C/4– D/4 04E
E/4-E/5 04F
- Besi terlihat parah
EL. ± 11.00
EL. ± 11.00 F/4 – F/5
Balok Balok
-Penglupasan agak parah
V. -5-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
parah 04G
EL. ± 11.00
Balok
- Utara: Telah diperbaiki.
Embedment. 04H
EL. ± 11.00 E/4
Balok
Balok
C.1/4.b 04K
04L
EL. ± 11.00
-
Ok
A2
Balok
- Korosif pada besi
-Keadalaman karbonasi
- Bagian atas: Retak di selimut
45mm
beton,besi belum terlihat
C.2/4.b
- Bagian atas: Permukaan Balok
/4.b– C/4.b
-
membujur, besi terlihat.
C.2/4.a –
EL. ± 11.00 C
Ok
Bagus
- Bagian atas: Retak
EL. ± 11.00 C.1/4.a –
A1
-
–F/4 04J
Ok
- Bagian atas: Retak diantara
E/5– F/5
Ok A1
Not Ok
beton mengalami kemunduran
B1
60%. - Kedalaman karbonasi
04M
EL. ± 11.00 C
Balok
- Bagian atas: Retak di selimut
50mm
beton , besi belum terlihat.
- Tes UPV: f’cc= 323
/4.a – D/4.a
Not Ok B1
kg/cm2 - Kedalaman karbonasi
04N
EL. ± 11.00
Balok
E.1/4.a –E1/4.a
- Bagian atas: Retak
45mm
memenjang diatas 10mm
- Tes UPV: f’cc= 262
- Permukaan beton mengalami
kg/cm2
kemunduran.
-
Ok A2
- Bagian atas: Retak 04P
EL. ± 11.00
Balok
E.2/4.a – E2/4.b
memanjang diatas 10mm
- Kedalaman karbonasi
- Permukaan beton mengalami
25 mm
Ok A2
kemunduran.
04Q
EL. ± 11.00 E.
Balok
/4.b– E/4.b
- Tes UPV: f’cc= 206
Not Ok B1
- Bagian atas: Retak
kg/cm2
memanjang
- Kedalaman karbonasi 25mm
04R
EL. ± 11.00 E. /4.a F/4.a
Balok
- Bagian atas: Retak-retak
- Tes UPV:f’cc= 211
rambut berwarna merah
kg/cm2
NOT Ok B1
- Kedalaman karbonasi 30mm. Tes UPV: f’cc= 239 Kg/cm2.
V. -6-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
04S
EL. ± 11.00
Slab
C/4.b – D/5
- Penglupasan disekitar
F’cc= 266
bawah.
Kg/cm2
- Besi sudah tidak terlihat
Ok A2
- Tes HCP: 100-200 MV: 29% 200-300 MV: 71% -Keadalaman karbonasi 50mm - Sampel coring: f’cc=
04T
EL. ± 11.00 E/4.b –F/5
Slab
- Penglupasan sangat parah
312 kg/cm2
Ok
disekitar bawah. - Besi terlihat dan korosif
-Tes HCP: 100-200
- Besi beton terlihat hancur
MV: 53%
karena korosif.
200-300 MV:47%
A2
- Kedalaman karbonasi 25mm. - Kedalaman karbonasi 10mm. - Sampel coring : f’cc= 276 kg/cm2 - Tes UPV f’cc= 231 kg/cm2
Setelah dilakukan pemetaan seperti yang terlihat pada tabel 5.1 sampai 5.4 dapat dikembangkan atau dilakukan cara perbaikan perkuatan yang akan dilakukan untuk berbagai kelas kerusakan seperti yang terdapat pada tabel 5.1 sampai 5.4 yaitu A1, A2, dan B1 yang sebelumnya telah dibahas pada bab3. Untuk mengetahui kelas kerusakan dan metode perbaikan dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
V. -7-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
• Kelas A1 Kelas A1 adalah kerusakan struktur beton yang mengalami terkelupas pada permukaan beton (spalling), adapun urutanya yaitu: 1. Melepas beton yang rusak (spalling) pada beton yaitu dengan cara membobok Sampai terlihat pembesiannya 2. membersihkan permukaan beton dari debu dan pecahan beton 3. perbaikan atau penambahan menggunakan semen sika (sika grout) Untuk gambar detailnya dapat diliha pada gambar 5.3 sampai 5.5
Gambar 5.1 Penampang beton dan potongan yang mengalami spalling
V. -8-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
Gambar 5.2 Penampang beton yang sudah dibobok yang siap dicor.
Gambar 5.3 penampang beton yang telah dicor (Setelah perbaikan)
V. -9-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan • Kelas A2 Kelas ini adalah kerusakan yang dikatagorikan sedang yaitu kerusakan yang mengalami keretakan pada permukaan beton (Crack), adapun urutanya adalah 1. Melepas selimut beton yaitu dengan cara membobok (Chipping) sampai sampai terlihat pembesiannya 2. Membersihkan permukaan beton dari debu dan pembesian diolesi dengan cairan anti karat. 3. Perbaikan atau penambalan menggunakan dengan semen sika (sika grout). Untuk gambar detailnya dapat dilihat pada gambar 5.6 sampai 5.8
Gambar 5.4 Penampang beton yang mengalami keretakan (Crack)
V. -10-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
Gambar 5.5 Penampang beton yang terlihat besinya setelah di bobok (Chipping)
Gambar 5.6 Penampang beton yang telah dicor (Setelah perbaikan)
V. -11-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan • Kelas B1 Kelas ini termasuk kerusakan yang parah karena pembesiannya yang sudah berkarat dan terlihat dan berkarat, maka dari itu perbaikannya perlu perkuatan. Adapun urutan metodenya yaitu : 1. Pemasangan penyangga atau perancah dikerusakan pada balok 2. pemasangan penopang atau penahan (jala) sementara diperbatasan kolom 3. Melepas beton yang sudah terlihat rusak sampai pada terlihat penulangan dengan cara dibobok (chipping) 4. Memotong dan mengambil besi tulangan yang terlihat rusak atau karatan yang terlihat cukup parah 5. Pemasangan atau penggantian besi tulangan 6. penambahan beton dengan menggunakan semen grouting (Semen grout) non shrink dengan kekuatan yang tinggi 7. Pemasangan/aplikasi FRP WRAP (Fibre Reinforced Composite) di sekitar permukaan balok atau kolom secara paralel, Untuk gambar detailnya dapat dilihat pada gambar 5.9 sampai 5.11.
V. -12-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
Gambar 5.7 Penampang struktur beton yang terlihat pembesian setelah dibobok
Gambar 5.8 Penampang struktur beton setelah penambahan pembesian baru dan Pemsangan FRP(Fibre Reinforced Composite) WRAP disekitar permukaan balok.
V. -13-
Bab V Perbaikan dan Perkuatan
Gambar 5.9 Potongan penampang sebelum dan sesudah dilakukan perbaikan
V. -14-
Bab VI. Kesimpulan dan Saran
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 KESIMPULAN Berdasarkan survey lapangan yang dilakukan terhadap struktur beton bertulang, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Menunjukan bahwa keretakan terjadi disekitar plat besi yang nempel di beton (embedment) atau angkur didalam besi tulangan. Penglupasan dan besi tulangan yang terlihat secara umum terjadi di struktur yang terbuka atau di dekat pipa produksi. 2. Di beberapa elemen kolom, balok, dan slab terjadi kerusakan dengan kondisi yang agak parah yaitu selimut beton yang rusak dengan perkaratan parah di besi tulangannya, adapun rata-rata kerusakan lokasinya berada di pipa produksi. Dari hasil survey menunjukan dilokasi yang parah yaitu: 04A, 04B, 04E, 04F, 04L, 04M, 04P, 04Q, dan 04R. 3. Efektifitas selimut beton sudah berkurang, dari hasil pengukuran karbonasi tes menunjukan kedalaman antara 10mm sampai 50mm kondisi ini hampir mencapai selimut beton terlebih-lebih di slab, dan balok. Resiko korosif pada pembesian dengan kondisi hasil dari tes karbonasi diperkirakan akan berlanjut dengan kecepatan 2-5 mm pertahun. 4. Beberapa karat terliahat di besi tulanganya. Dari hasil Half Cell Potencial Test mengindikasikan bahwa lebih dari 10 % karat terlihat di balok dan slab elevasi 3.30 dan 11.00 meter.
VI. -1-
Bab VI. Kesimpulan dan Saran
5. Berdasarkan kondisi sekarang struktur cukup masih kuat untuk menahan beban sesuai dengan original design. 6. Beberap penglupasan dan besi tulangan yang terlihat bisa dilakukan perbaikan secara lokal.
6.2 Saran Dari hasil survey analitis menunjukan bahwa struktur masih mempunyai kapasitas cukup untuk menahan sesuai beban awal, kekuatan struktur secara keseluruhan tidak perlu dilakukan, walaupun demikian kondisi struktur akan terus berkurang dikemudian hari, oleh karena itu disarankan untuk melakukan perbaikan dan perkuatan dilokasi-lokasi yang teridentifikasi diatas yaitu dengan cara: 1. Membongkar dan memperbaiki semua selimut beton yang retak dan rusak 2. Membongkar dan mengganti semua besi tulangan yang karat dengan yang baru dan kemudian dilakukan perkuatan dengan matrial yang sesuai dengan metode yang sudah ada. 3. Melakukan perbaikan dengan sistem pelapisan terhadap elemen struktur beton dengan matrial yang tahan terhadap jenis bahan kimia yang terdapat di sekitar struktur beton, terutama pada elemen struktur yang sudah diperbaiki atau diperkuat. Agar tidak terjadi kerusakan berulang atau meminimalis kerusakan. 4. Melakukan inspeksi berkala secara rutin terhadap semua elemen struktur, khususnya pada elemen struktur disekitar pipa proses kimia.
VI. -2-
Bab VI. Kesimpulan dan Saran
VI. -3-
•
. Perhitungan Kolom
Balok 89, 90, dan 91 ( C/5 )
• Dik:
F’c = 210 kg/cm2 Fy = 4000 kg/cm2
• Penyelesaian • Keadaan normal murni As total = 79.52 – 20% ( paska rusak ) = 63.62 cm2 Pno
= [ ( 67 x 70 ) – 63.62 ] 210 + ( 63.62 x 4000 )
Pno
= 1226019.8 kg
Puo
= Ø Pno = 0.65 x 1226.02 = 796.91 ton
• Keadaan deformasi
= 1226.02 ton
Cud = d = 62 cm Aud = 0.85 x 62 = 52.7 cm As total = 28 x As’ = 63.62 cm2 • Persamaan deformasi
=
62 − 5 Εs = 62 Εc
=
57 Εs = 62 0.003
Es =
57x0.003 62
Es = 0.003
Ey =
Fy 4000 = = 0.002 Es 2.1x106
Es > Ey → Tulangan tekan leleh
¾ Sc = ½ As total x Fy = ½ 63.62 x 4000 = 127240 kg
¾ Cc = 0.85 x F’c x au x b = 0.85 x 210 x 52.7 x 70 = 658486.5 kg
¾ St = 0
• Persamaan statika
∑ H = 0 → Sc + Cc – Pnd = 0 127,240 + 658,486.5 + Pnd Pnd = 785,726.5 kg Pnd = 785.73 ton Pud = Ø Pnd = 0.65 x 785,726 = 510.72 ton
∑ M 2 = 0 → + Sc ( d – d’ ) + Cc ( d -
1 1 au ) – Pnd ( h – d’ ) – Mnd = 0 2 2
+ 127,240 ( 62 – 5 ) + 658,486.5 ( 62 -
52.7 67 ) – 785,726.5 ( ) – 5 + Mnd 2 2
Mnd = 8,215,990,91 kg cm = 82.16 ton Mud = Ø Mn = 0.65 x 82.16 Mud = 53.40 ton • Keadaan Balance
• Persamaan Deformasi / Kompresi
Ec 0.003 Cub Cub = » = Ey d − Cub 0.002 62 − Cub
10 Cub = 15 ( 62 – Cub ) (10 + 15 ) Cub = 15 x 62 = 930 25 Cub = 930 Cub =
930 = 37.2 cm 25
au 0.85 Cub = 0.85 x 37.2 au = 31.62 cm • Persamaan Statika
Sc =
1 63.62 As total x fy = x 4000 = 127,240 kg 2 2
Cc = 0.85 x f’c x au x b = 395,091.9 kg ST =
1 As total x fy = 127,240 kg 2
• Persamaan Statika 2
1.
∑ H = 0 → Sc + Cc – Pn – ST = 0
Pnb = Cc = 395,091.9 kg = 395.09 ton Pub = Ø Pnb = 0.65 x 395.09 = 256.81 ton
2. ∑ M 2 = 0 → + Sc ( d – d’ ) + Cc ( d + 127,240 ( 62 – 5 ) + 395,091.9 ( 62 -
1 1 au ) – Pn ( h – d’ ) – Mnb = 0 2 2
67 31.62 ) – 395,091.9 ( −5 ) 2 2
Mnb = 14, 241,,855,71 kg Mub = Ø Mnb = 0.65 x 142.41 Mub = 92.57 ton • Daerah Keruntuhan Tarik
Cu < Cub = 37.2 Cub Cu = 30 cm → au = 0.85 x 30 = 25.5 cm Sc =
1 1 As total x fy = x 63.62 x 4000 = 127,240 kg 2 2
St = Sc = 127,240 kg Cc = 0.85 x f’c x au x b = 0.85 x 210 x 25.5 x 70 = 318,622.5 kg
• Persamaan Statika
1.
∑
H = 0 → Sc + Cc – Pn – ST = 0
Pn = Cc = 318,622.5 Pn = 318.62 ton Pu = 0.65 Pn = 0.65 x 318.62 = 207.10 ton
2.
∑
M2 = 0 → + Sc ( d- d’ ) + Cc ( d -
Mu = 127,240 ( 62 – 5 ) + 318,622.5 ( 62 -
1 1 au ) – Pn ( h – d’ ) – Mn = 0 2 2 67 25.5 ) – 318,622.5 ( − 5) 2 2
Mu = 7,252,680 + 15,692,158.13 – 9,080,741.25 Mu = 13,864,096,88 kg cm = 138.64 Tm Mu = Ø Mn = 0.65 x 138.64 Mu = 90.12 Ton.
Kolom 5/E El. + 3.30 Meter
Kolom 5/E El. + 3.30
Kolom 5/C El. + 3.30 meter
Balok 5/CD El. + 3.30 Meter
Soffit
Side
Beam 4-5/CD El. + 11.00 Meter
Slab 4-5/CD El. + 11.00
Soffit
Side
Beam 4-5/F El + 3.30 Meter
Slab 4-5/EF Elev. 11.00 Meter
Beam 4-5EF. El + 11.00 Meter
¾ Balok 04A (G3)
1. Tulangan Tumpuan •
Cs =
As’ -10 % (Paska rusak)
Cc
Ø
x
Fy
=
( 8 x ¼ x ∏ D2 ) – 10 %
x
0.8
x
4000
=
20.403
x
0.8
x
4000
= •
x
65,280 Kg
= 0.85 x Ø x F’c x b x β x c
→ β = 0.85 untuk F’c ≤ 30 Mpa
= 0.85 x 0.8 x 210 x 60 x 0.85 x c = 7,283 c •
•
Ts
=
As – 10 % (Paska rusak)
x
Ø
=
20.403
x
4000
=
65,280 Kg
∑H = 0 →
x
0.8
Cc
=
65,280 + 7,283 c
=
65,280
=
65,280
c
=
72,573 65,280
c
=
1.11
Cs
+
72,573 c
Ts
x
Fy
•
∑M2 = → Mu
=
Cs ( d – d’ )
+
Cc (c) ( d – ½ c )
= 65,280 ( 110 – 5 ) + 7,283 ( 1.11 ) x ( 109.45 ) =
6,854,400
=
+
884,808.03
7,739,208.03 Kgm Mu
Mn
=
Mn
=
Mn
= 9,674,010.04 Kgm
Mn
= 96.75 Tm
φ 7,739,208.03 0.8
2. Tulangan Lapangan
•
•
Cs =
As’ -10 % (Paska rusak)
x
Ø
x
Fy
=
( 12 x ¼ x ∏ D2 ) – 10%
x
0.8
x
4000
=
30.61
x
4000
=
97,952 Kg
x
Cc = 0.85 x Ø x F’c x b x β x c
0.8
→ β = 0.85 untuk F’c ≤ 30 Mpa
= 0.85 x 0.8 x 210 x 60 x 0.85 x c = 7.283 c
•
Ts =
As
x
Ø
x
Fy
=
30.61
x
0.8
x
4000
Cc
=
97,952 + 7,283 c
=
97,952
=
97,952
= 97,952 Kg •
∑H = 0 →
Cs
+
105,235 c
•
∑M2 = → Mu
c
=
c
=
=
Ts
105,235 97,952 1.07
Cs ( d – d’ )
+
Cc (c) ( d – ½ c )
= 97,952 ( 110 – 5 ) + 7,283 ( 1.07 ) x ( 109.465 ) = =
10,284,960
+
11,137,999.95 Kgm Mu
Mn
=
Mn
=
Mn
= 13,922,499.94 Kgm
Mn
= 139.22 Tm
φ 11,137,999.95 0.8
853,039.95
Pendetailan Tulangan
¾ Balok 03L ( G2 )
1.Tulangan Tumpuan •
•
Cs =
As’ – 10% (Paska rusak)
x
Ø
x 4000
= ( 11 x ¼ x ∏ D2 ) – 10%
x
0.8
x
=
28.05
0.8
x
4000
=
89,760 Kg
x
Cc = 0.85 x Ø x F’c x b x β x c
→ β = 0.85 untuk F’c ≤ 30 Mpa
= 0.85 x 0.8 x 210 x 40 x 0.85 x c = 4,855.2 c •
Ts
=
As
x
Ø
x
Fy
=
28.05
x
0.8
x
4000
= 89,760 Kg •
∑H = 0 →
Cs
+
Fy
Cc (c) =
89,760 + 4,855.2 c =
Ts 89,760
94,615 c
=
89,760
c
=
94,615 89,760
c
=
1.05
•
∑M2 = → Mu
=
Cs ( d – d’ )
=
+
Cc (c) ( d – ½ c )
89,760 ( 70 – 5 ) + 4,855 ( 1.05 ) x (69.475 )
=
5,834,400
=
+
354,166.18
6,188,566.18 Kgm Mu
Mn
=
Mn
=
Mn
= 7,735,707.73Kgm
Mn
= 77.36 Tm
φ 6,188,566.18 0.8
2. Tulangan Lapangan
•
Cs = =
•
Cc
As’ – 10% (Paska rusak) ( 7 x ¼ x ∏ D2 ) – 10%
=
17.86 x
=
57,152 Kg
0.8
x
Ø
x
x
0.8
x
4000
x
4000
= 0.85 x Ø x F’c x b x β x c
→ β = 0.85 untuk F’c ≤ 30 Mpa
= 0.85 x 0.8 x 210 x 40 x 0.85 x = 4,855 c
Fy
c
•
•
Ts
∑H = 0 →
=
As
=
17.86 x
=
57,152 Kg Cs
x
+
Cc
Ø
x
Fy
0.8
x
4000
=
57,152 + 4,855 c = 62,007 c
•
∑M2 = → Mu
=
Ts 57,152 57,152
c
=
62,007 57,152
c
=
1.08
=
Cs ( d – d’ )
+
Cc ( d – ½ c )
= 57,152 ( 70 – 5 ) + 4,855 ( 1.08 ) x ( 69.46 ) = =
3,714,880
+
4,079,086.56 Kgm Mu
Mn
=
Mn
=
Mn
= 5,098,858.2 Kgm
Mn
= 50.99 T
φ 4,079,086.56 0.8
364,206.56
Pendetailan Tulangan
¾ Balok 02J ( G1)
1. Tulangan Tumpuan •
Cs =
As’ -10 % (Paska rusak)
x
Ø
x
Fy
=
( 14 x ¼ x ∏ D2 ) – 10 %
x
0.8
x
4000
x
0.8
x
4000
=
35.70
= 114,240 Kg
•
Cc
= 0.85 x Ø x F’c x b x β x c
→ β = 0.85 untuk F’c ≤ 30 Mpa
= 0.85 x 0.8 x 210 x 40 x 0.85 x
c
= 4,855 c
•
•
Ts
=
As – 10 % (Paska rusak)
x
=
35.70 x
4000
=
114,240 Kg
∑H = 0 →
Cs
+
0.8
x
Cc
=
114,240 + 4,855 c = 119,095 c
Ts 114,240
=
114,240
c
=
119,095 114,240
c
=
1.04
Ø
x
Fy
•
∑M2 = → Mu
=
Cs ( d – d’ )
+
Cc (c) ( d – ½ c )
= 114,240 ( 70 – 5 ) + 4,855 ( 1.04 ) x ( 69.48 ) =
7,425,600
=
+
350,818.416
7,776,418.416 Kgm Mu
Mn
=
Mn
=
Mn
= 9,720,523.02 Kgm
Mn
= 97.21 Tm
φ 7,776,418.416 0.8
2. Tulangan Lapangan
•
Cs = =
•
Cc
As’ – 10% (Paska rusak) ( 7 x ¼ x ∏ D2 ) – 10%
=
17.86 x
=
57,152 Kg
0.8
x
Ø
x
x
0.8
x
4000
x
4000
= 0.85 x Ø x F’c x b x β x c
→ β = 0.85 untuk F’c ≤ 30 Mpa
= 0.85 x 0.8 x 210 x 40 x 0.85 x = 4,855 c
Fy
c
•
•
Ts
∑H = 0 →
=
As
=
17.86 x
=
57,152 Kg Cs
x
+
Cc
Ø
x
Fy
0.8
x
4000
=
57,152 + 4,855 c = 62,007 c
•
∑M2 = → Mu
Ts 57,152
=
57,152
c
=
62,007 57,152
c
=
1.08
=
Cs ( d – d’ )
+
Cc ( d – ½ c )
= 57,152 ( 70 – 5 ) + 4,855 ( 1.08 ) x ( 69.46 ) = =
3,714,880
+
4,079,086.56 Kgm Mu
Mn
=
Mn
=
Mn
= 5,098,858.2 Kgm
Mn
= 50.99 Tm
φ 4,079,086.56 0.8
364,206.56
Pendetailan Tulangan