TUGAS AKHIR DESAIN STRUKTUR GEDUNG PERKANTORAN DI JAKARTA
Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Strata 1 ( S-1)
DI SUSUN OLEH : 1. HERMAWAN 2. TURYANTO
(4110411-047) (4110412-036)
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA TAHUN 2009
LEMBAR PENGESAHAN PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN Semester : Ganjil
Q
Tahun Akademik : 2009/2010
Tugas akhir ini untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Teknik, jenjang pendidikan Strata 1 (S-1), Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Mercu Buana, Jakarta.
Judul Tugas Akhir : Desain Struktur Gedung Perkantoran Di Jakarta
Disusun Oleh : Nama
: Hermawan / 4110411-047
Nama
: Turyanto / 4110412-036
Jurusan/ Program Studi
: Teknik Sipil dan Perencanaan/ Teknik Sipil
Telah diajukan dan dinyatakan LULUS pada Sidang Sarjana Tanggal 12 Desaember 2009:
Pembimbing
Pembimbing
Ir.Desiana Vidayanti, MT
Dr.Ir Resmi Bestari, MS
Jakarta, 16 Desember 2009 Mengetahui
Mengetahui
Ketua Sidang
Ketua Program Studi Teknik Sipil
Ir.Edifrizal Darma, MT
Ir. Sylvia Indriany, MT i
ABSTRAK Judul:
DESAIN STRUKTUR GEDUNG PERKANTORAN DI JAKARTA Disusun oleh : 1. Nama:Hermawan NIM:4110411-047 2. Nama:Turyanto NIM:4110412-036 Dosen Pembimbing: - Dr.Ir.Resmi Bestari , Ms - Ir. Desiana Vidayanti , MT Perencanaan struktur bangunan pada umumnya , khususnya untuk bangunan tinggi akan terdiri dari bagian struktur bawah dan struktur atas. Struktur bawah yang dimaksud adalah fondasi bangunan tersebut, sedangkan yang dimaksud struktur atas adalah struktur bangunan yang pada umumnya berada diatas permukaan tanah seperti pelat lantai, balok dan kolom bangunan dan lain-lain. Perencanaan Struktur Atas Perencanaan yang dilakukan harus memenuhi kriteria kekuatan (strength), kenyamanan pemakai ( seviceability), keselamatan ( safety) dan umur rencana bangunan ( durability). Untuk maksud pemenuhan 4 (empat) kriteria diatas maka dibuat peraturan-peraturan yang mengatur tentang syarat-syarat atau tahapan suatu perencanaan struktur. Perencanaan ini bertujuan untuk membahas langkah perencanaan elemen struktur berdasarkan Tata Cara Perhitungan Struktur Beton ( SNI 03-2847-2002 ) dan Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung ( SNI 03-1726-2003 ) Masalah sering terjadi ditemui didalam sebuah perencanaan adalah pendetailan struktur seperti yang sudah diasumsikan pada tahap perhitungan struktur ( harus disediakan gambar konstruksi yang sesuai dengan kondisi asumsi perhitungan). Pendetailan tentunya juga berpengaruh terhadap pola keruntuhan struktur yang bersangkutan, misalnya : detail pada pertemuan balok kolom harus dilakukan dengan baik sehingga dicapai suatu kondisi dimana keruntuhan pada balok sebagai akibat beban yang dilampaui beban rencana harus terjadi lebih dahulu daripada keruntuhan pada kolom untuk beban yang sama. Detail untuk tulangan geser juga harus diperhatikan dengan baik. Hal ini berkaitan dengan kenyataan bahwa kegagalan geser bersifat getas, sehingga dapat menyebabkan keruntuhan yang mendadak. Harus dapat dijamin bahwa kegagalan akibat lentur pada setiap elemen struktur harus terjadi lebih dahulu dibandingkan dengan kegagalan akibat geser. Dan struktur bawah , yakni fondasi juga harus dapat menjadi kekuatan dari kestabilan berdiri bangunan tersebut.
iii - 1
Perencanaan Struktur Fondasi Perencanaan fondasi tiang harus dilakukan dengan teliti dan secermat mungkin.Oleh karena itu diperlukan penyelidikan tanah,untuk mengetahui sifat dan parameter-parameter tanah yang akan dibangun fondasi. Dari hasil penyelidikan tanah akan dianalisa untuk menentukan jenis fondasi yang akan dipakai dalam struktur gedung tersebut. Parameter-parameter atau sifat tanah dapat diketahui dari uji lapangan dan laboratorium. Perencanan daya dukung fondasi dalam skripsi ini digunakan data dari lapangan yaitu data SPT, dengan metode Meyerhof dan Schmertmann. Dari hasil SPT tanah keras mulai dari kedalaman 17.50 m. Desain fondasi menggunakan tiang pancang, bahan tiang dari beton bertulang, dengan penampang persegi dengan ukuran penampang 40x40 cm. Metode Meyerhof daya dukungnya lebih kecil dibanding metode schmertmann maka keamanan metode Meyerhof lebih tinggi, jadi metode Meyerhof yang dipakai daya dukungnya. Hasil perhitungan daya dukung fondasi tiang tunggal metode Meyerhof adalah antara 180.77 ton sampai 207.97 ton . kedalaman fondasi tiang pancang berkisar antara 17.50 sampai 22.00 m. Dari hasil analisa struktur atas ( dengan program ETABS ), diperlukan kelompok tiang.Perhitungan penurunan fondasi dipakai penurunan konsolidasi, didapat penurunan terbesar fondasi adalah 1.84 cm. Syarat penurunan pada tanah lempung adalah 6.5 cm maka fondasi tiang tersebut sudah memenuhi syarat. Dari perhitungan didapat ukuran sloof adalah 60x40 cm. Tulangan yang dipakai adalah 4D25, tulangan sengkang dipakai Ø12-5 cm. Ukuran poor yang dipakai adalah 120x100x125 cm dan dipakai tulangan D19-7.5 cm. Sedangkan tulangan pokok tiang pancang dipakai 8D25, dengan tulangan sengkang Ø 18 – 15 cm.
Kata kunci: -Kriteria design, peraturan SNI, pendetailan struktur, kegagalan lentur dan geser. -Data penyelidikan tanah,beban struktur atas, daya dukung dan penurunan fondasi tiang pancang.
iii - 2
DAFTAR ISI
Halaman Lembar Pengesahan.............................................................................. i Lembar Pernyataam.............................................................................. ii Abstrak................................................................................................. iii Kata Pengantar ..................................................................................... iv Daftar isi .............................................................................................. v Bab 1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang Masalah............................................................... I - 1 1.2. Tujuan ......................... .............................................................. I - 1 1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah............................................ I - 2 1.4. Metodologi Desain........ ............................................................... I - 2 1.5. Sistematika Penulisan.................................................................... I - 2
Bab II Dasar – Dasar Perencanaan Struktur Gedung 2.1. Tinjauan Umum............................................................................. II - 1 2.2. Tinjauan Desain Struktur.......................... .................................... II - 2 2.3. Tulangan Baja................................................ ............................... II - 4 2.4. Balok........................................................... .................................. II - 5 2.5. Kolom......................................................................... ................... II - 7 2.6. Pelat Lantai.................................................................................... II - 9 2.7. Keamanan Struktur........................................................................ II - 11 2.8. Kriteria desain ............................................................................ II - 12 2.8.1. Jenis Tanah............................................................................ II – 13 2.8.2. Kategori Gedung................................................................... II - 13 2.8.3 Konfigurasi Struktur Gedung................................................ II - 15 2.8.4. Sistem Struktur...................................................................... II - 16 2.8.4.A Sistem Dinding Penumpu................................................... II - 16 2.8.4.B Sistem Rangka Gedung...................................................... II - 16 2.8.4.C Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM).......................... II - 16 2.8.4.D Sistem Ganda ( Dual Sistem )............................................ II - 17 v-1
2.8.5. Perencanaan Struktur Gedung............................................... II - 18 2.8.6. Beban Gempa........................................................................ II - 18 2.8.7. Syarat Kekakuan Komponen Struktur .................................. II - 19 2.8.8. Pengaruh P
...................................................... .............. II - 19
2.8.9. Waktu Getar Alami Fundamental (T1).................................. II - 19 2.8.10.Distribusi dari V................................................................... II - 20 2.8.11.Eksentrisitas Rencana ed...................................................... II - 21 2.8.12.Pembatasan Penyimpangan Lateral……………................. II - 21 2.8.13.Pengaruh Arah Pembebanan Gempa................................... II - 22 2.8.14.Kompatibilitas Deformasi.................................................... II - 23 2.8.15.Komponen-komponen Rangka yang tidak direncanakan untuk menahan Gaya akibat Gempa Bumi.......................... II - 23 2.9. Desain dan Pendetailan……………………………….................. II - 23 2.10. Komponen Struktur yang tidak direncanakan untuk memikul Beban Gempa ................................................................................
II - 23
2.11. Faktor Reduksi Kekuatan............................................................. II - 24 2.12. Kuat Tekan Beton........................................................................... II - 24 2.13. Penulangan...................................................................................... II - 25 2.14. Persyaratan Pendetailan Komponen Struktur Beton......................
II - 25
2.14.1. Komponen Lentur............................................................... II - 25 2.14.2. Penulangan Lentur.............................................................. II - 25 2.14.3. Sambungan Lewatan........................................................... II - 25 2.15. Tulangan Pengekang....................................................................... II - 26 2.15.1. Komponen terkena Beban Lentur dan Aksial..................... II - 26 2.15.2.A. Persyaratan Kuat Lentur.................................................
II - 26
2.15.2.B. Sambungan Lewatan ( SL).............................................
II - 27
2.15.2.C. Tulangan Transversal (TT)............................................. II - 27 2.15.3. Hubungan Balok-Kolom (HBK)........................................
II - 27
2.15.4. Penulangan Memanjang.....................................................
II - 28
2.16. Analisis Dinamis...................................................................
II - 28
2.17. Pedoman Perencanaan .........................................................
II - 31
v-2
2.18. Data Desain Bangunan........................................................... II - 32 2.19. Perancangan Awal ( Preliminary Design )............................ II - 35 2.20. Beban-beban Dalam Perencanaan.........................................
II - 39
2.20.1. Beban-Beban dan Gaya yang Bekerja Pada Struktur.......
II - 39
2.20.2. Beban Pelat........................................................................
II - 40
2.21. Konsep Desain Kapasitas......................................................
II - 41
2.22. Perencanaan Pelat.................................................................. II - 42 2.23. Perencanaan Balok................................................................
II - 44
2.24. Perencanaan Kolom............................................................... II - 46 2.25. Desain Tangga......................................................................
II - 48
2.26. Perencanaan Tulangan Geser................................................
II - 48
2.27. Program Komputer Etabs Non Linier...................................
II - 50
2.28. Kinerja Struktur Gedung.......................................................
II - 51
Bab III Dasar-dasar Perencanaan Fondasi........................................ III - 1 3.1. Penyelidikan Tanah ……………………………………..............
III - 1
3.1.1. Tujuan Penyelidikan Tanah …………………………........ III - 1 3.1.2. Sifat-Sifat Tanah …………………………………............. III - 1 3.1.3. Pengaruh Muka Air Tanah..................................................
III - 2
3.2. Tegangan Efektif........................................................................... III - 3 3.2.1. Pengertian Dasar ................................................................. III - 3 3.2.2. Prinsip Tegangan Efektif .................................................... III - 3 3.2.3. Tegangan Vertikal Akibat Berat Sendiri Tanah.............. ... III - 3 3.3. Konsolidasi Pada Tanah...............................................................
III - 4
3.3.1. Pengertian Konsolidasi.......................................................
III - 4
3.3.2. Penentuan Tekanan Pra-Konsolidasi..................................
III - 4
3.3.3. Penurunan Konsolidasi Tanah............................................
III - 5
3.3.4. Perhitungan Penurunan Konsolidasi ……………............... III - 6 3.3.5 Kecepatan Konsolidasi ...................................................... III - 7 3.4. Penentuan Sistem Fondasi.............................................................. III - 8 3.4.1. Fondasi Tapak ……………………...................................... III - 8 3.4.2. Fondasi Tiang ...................................................................... III - 10 v-3
3.4.3. Kategori Tiang Pancang ...................................................... III - 10 3.4.4. Pengaruh Pemancangan ...................................................... III - 11 3.4.5. Faktor Keamanan Tiang ..................................................... III - 12 3.5. Prinsip-Prinsip Desain Fondasi ...................................................... III - 13 3.5.1 Tipe-Tipe Keruntuhan Fondasi ............................................. III - 16 3.6. Hitungan Kapasitas Tiang ............................................................. III - 17 3.7. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Hasil Uji Tanah Laboratorium.. III - 17 3.7.1 Daya Dukung Titik Ujung Tiang ( Qp ) ..............................
III - 18
3.7.2. Tahanan Kulit ( Qs ) ............................................................ III - 23 3.8. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Uji Tanah dari Lapangan .......
III - 30
3.8.1. Kapasitas Tiang Dari Uji Kerucut Statis ( Sondir ).............
III - 30
3.8.1.1. Kapasitas Tiang Dalam Tanah Granuler............................ III - 30 3.8.1.2. Kapasitas Tiang Dalam Tanah kohesif .............................. III - 33 3.8.2. Kapasitas Tiang Dari Uji Penetrasi Standar (SPT ).............. III - 34 3.9. Tiang Kelompok – Efisiensi ……………………………………… III - 35 3.10.Penurunan Konsolidasi Tiang Kelompok ......................................
III - 36
3.11. Fondasi Kaison ............................................................................... III - 37 3.11.1. Kaison Bor ........................................................................
III - 38
3.11.2. Kapasitas Dukung................................................................ III - 38 3.11.3. Kasion Bor pada Tanah Lempung...................................... III - 39 3.11.4. Kaison Bor pada Tanah Pasir ........................................... III - 41 3.13. Penurunan Kasion ........................................................................ III - 41 3.13.1.Kaison Bor pada Tanah Lempung .................................... III - 41 3.13.2.Kaison Bor Pada Tanah Pasir ........................................... III - 42
Bab IV Desain Struktur Atas 4.
Data- data Struktur........................................................................... IV - 1
4.1. Perancangan Awal ( Preliminary Design )……………………….. IV - 4 4.1.1. Pra Rencana Pelat………………………………………. . IV - 4 4.1.2. Pra Rencana Balok……………………………………….. IV - 6 4.1.3. Pra Rencana Dimensi Balok Optimum……………........... IV - 9 4.1.4. Perencanaan Balok Kantilever…………………………… IV - 10 v-4
4.1.4.1.Perencanaan Balok Anak ( Balok Tepi)………………….
IV - 10
4.1.4.2.Perencanaan Balok Kantilever…………………………...
IV - 11
4.1.5. Pra Rencana Dimensi Kolom…………………………….
IV - 15
4.1.5.1.Denah Area Pembebanan Kolom………...........................
IV - 15
4.1.5.2.Perhitungan Prarencana Dimensi Kolom………...............
IV - 17
4.2. Perhitungan Gaya Geser Dasar Horizontal Gempa........................ IV - 22 4.2.1. Data Struktur........................................................................
IV - 23
4.2.2. Asumsi-asumsi.....................................................................
IV - 23
4.2.3. Perhitungan Berat Tangga...................................................
IV - 24
4.2.4. Berat Struktur......................................................................
IV - 25
4.2.4.1. Berat Struktur Lantai 10................ ..................................
IV - 25
4.2.4.2. Berat Struktur Lantai 9...................................................... IV - 26 4.2.4.3. Berat Struktur Lantai 8...................................................... IV - 28 4.2.4.4. Berat Struktur Lantai 6&7 ................................................ IV - 28 4.2.4.5. Berat Struktur Lantai 4&5 ................ ............................... IV - 29 4.2.4.6. Berat Struktur Lantai 2&3 ................ ............................... IV - 30 4.2.4.7. Berat Struktur Lantai 1 ................ ...................................
IV - 31
4.2.4.8. Total Beban Struktur ......................................................... IV - 31 4.2.5. Waktu Getar Alami (T1)....................................................... IV - 32 4.2.6. Faktor Keutamaan Gedung (I).............................................. IV - 32 4.2.7. Faktor Reduksi Gempa (R)................................................... IV - 32 4.2.8. Koefisien Gaya Gempa (C)..................................................
IV - 32
4.2.9. Gaya Geser Horizontal ……...............................................
IV - 33
4.2.10. Distribusi gaya horizontal total…………………………..
IV - 33
4.2.11. Penyebaran Gaya Gempa Ekuivalen F............................... IV - 33 4.2.12. Waktu getar struktur dengan cara T Rayleigh.................... IV - 34 4.2.13. Distrubusi Akhir Gaya Geser Dasar Horizontal Total …… IV - 36 4.2.14. Koefisien Gaya Gempa (C)................................................. IV - 36 4.2.15. Gaya Geser Horizontal ……..............................................
IV - 36
4.2.16. Distribusi gaya horizontal total..........................................
IV - 36
4.2.17. Penyebaran Gaya Gempa Ekuivalen F............................... IV - 37 4.2.18. Waktu getar struktur dengan cara T Rayleigh.................... IV - 38 v-5
4.2.19. Distrubusi Akhir Gaya Geser Dasar Horizontal................
IV - 40
4.3. Perhitungan Beban Akibat Gaya Gravitasi....................................
IV - 40
4.3.1.
Perhitungan Beban Tangga...................... ...................... IV - 40
4.3.1.1. Beban Tangga Lantai 1................................................... 4.3.2.
IV - 40
Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Atap (Lt.10)............ IV - 41
4.3.2.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6................................... IV - 42 4.3.2.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5.................................... IV - 43 4.3.2.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4.................................... IV - 44 4.3.3.
Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.9.........................
IV - 45
4.3.3.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6..................................
IV - 46
4.3.3.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5...................................
IV - 47
4.3.3.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4............................... ...
IV - 48
4.3.4.
Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.2 s/d 8 ............. .. IV - 50
4.3.4.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6................................... IV - 51 4.3.4.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5.................... ..............
IV - 53
4.3.4.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4............................... ...
IV - 53
4.3.5.
Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.1 ........................
IV - 55
4.3.5.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6..................................
IV - 56
4.3.5.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5...................................
IV - 57
4.3.5.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4...................................
IV - 58
4.4. Penulangan Pokok Balok...............................................................
IV - 60
4.4.1.
Arah X dan Y Lantai 10.................................................
IV - 61
4.4.2.
Arah X dan Y Lantai 6 s/d 9 ........................................... IV - 63
4.4.3.
Arah X dan Y Lantai 1 s/d 5 ........................................... IV - 64
4.5. Perhitungan Tulangan Sengkang Balok………………………….. IV - 66 4.5.1.
Hitungan Sengkang Balok 50 x 90 cm............................. IV - 66
4.5.2.
Hitungan Sengkang Balok 25 x 50 cm............................ IV - 70
4.6. Perhitungan Tulangan Kolom........................................................
IV - 73
4.7. Perhitungan Tulangan Sengkang Kolom........................................ IV - 74 4.8. Perhitungan Tulangan Pelat Lantai................................................. IV - 75 4.8.1.
Data-data Struktur............................................................ IV - 75
4.8.2.
Beban Mati Pelat.............................................................. IV - 75 v-6
4.8.3.
Beban Hidup (LL)............................................................ IV - 76
4.8.4.
Beban Ultimit ( Wu)........................................................ IV - 76
4.8.5.
Analisis Struktur.............................................................. IV - 77
4.9. Perhitungan Tulangan Pelat Tangga............................................... IV - 77
Bab V
Perencanaan Fondasi
5.1. Pendahuluan ……………………………………………………... V - 1 5.2. Pertimbangan Pemilihan Jenis ,Kedalaman……………………… V - 6 5.2.1. Fondasi Tiang Pancang ……………………………............ V - 6 5.2.2. Fondasi Tiang Bor................................................................. V - 6 5.2.3. Keuntungan dan Kerugian Fondasi Tiang Pancang.............. V - 7 5.2.3.1.Keuntungan......................................................................... V - 7 5.2.3.2. Kerugian............................................................................. V - 7 5.2.4. Keuntungan dan Kerugian Fondasi Tiang Bor..................... V - 7 5.2.4.1 Keuntungan ........................................................................ V – 7 5.2.4.2 Kerugian.... ........................................................................
V–8
5.2.5. Kesimpulan Pemilihan Jenis Fondasi Tiang ........................ V - 8 5.2.6. Kedalaman Tiang pancang.................................................... V - 8 5.2.7. Bentuk Tiang Pancang.......................................................... V - 8 5.3. Perencanaan Fondasi Tiang Pancang Berdasarkan NSPT.............. V - 9 5.3.1. Berdasarkan Bor 4 ( BH- 4 )................................................. V - 10 5.3.1.1 Metode Meyerhof ............................................................. V - 10 5.3.1.2. Metode Schmertmann ........................................................ V - 11 5.3.2. Berdasarkan Bor 1 (BH-1 ) ................................................. V - 13 5.3.2.1 Metode Meyerhof ............................................................. V - 14 5.3.2.2 Metode schmertmann ......................................................... V - 14 5.3.3. Berdasarkan Bor 2 (BH-2 ).................................................... V - 16 5.3.3.1 Metode Meyerhof ............................................................. V - 17 5.3.3.2. Metode schmertmann ........................................................ V - 17 5.3.4. Berdasarkan Bor 3 (BH-3 ) .................................................. V - 19 5.3.4.1 Metode Meyerhof .............................................................. V - 20 5.3.4.2 Metode schmertmann ........................................................ V - 20 v-7
5.4. Resume Perhitungan Fondasi Metode Meyerhof dan Schmertman. V - 22 5.5. Efisiensi dan Daya Dukung Kelompok Tiang ………………….. V - 23 5.5.1.Perhitungan Efisiensi Kelompok Tiang ( ).......................... V - 24 5.5.2. Perencanaan Fondasi Tiang Pancang ……………………… V - 25 5.5.2.1 Fondasi Tiang A dan D. ……………………………….. V - 25 5.5.2.2. Fondasi tiang B dan C …………………………………. V - 27 5.5.2.3. Fondasi Tiang E dan H .................................................... V - 29 5.5.2.4. Fondasi Tiang F, G,J dan K…………………………….. V - 30 5.5.2.5. Fondasi Tiang I dan N....................................................
V - 32
5.5.2.6. Fondasi Tiang M..............................................................
V - 34
5.5.2.7 Fondasi Tiang L dan O…………………………………. V - 36 5.5.2.8 Fondasi Tiang P................................................................ V - 38 5.5.2.9. Resume Perencanaan Fondasi tiang Pancang ……........
V - 40
5.6. Penurunan ( SC ) Fondasi tiang Pancang....................................
V - 40
5.6.1.Data – Data Parameter tanah ...............................................
V - 40
5.6.2. Penurunan Kelompok Tiang A dan D ……………….......
V - 46
5.6.3. Penurunan Kelomok Tiang B dan C ………………….....
V - 48
5.6.4. Penurunan Kelompok Tiang E, dan H................................ V - 59 5.6.5. Penurunan Kelompok Tiang F dan G.................................. V - 51 5.6.6. Penurunan Kelompok Tiang I dan N……………………... V - 53 5.6.7. Penurunan Kelompok Tiang J……………………….........
V - 54
5.6.8. Penurunan Kelompok Tiang M...........................................
V - 56
5.6.9.Penurunan Kelompok Tiang L dan O ................................
V - 57
5.6.10. Penurunan Kelompok Tiang P .......................................... V - 59 5.5.11. Penurunan Kelompok Tiang K ......................................... V - 60 5.6.12.Resume Penurunan Fondasi Tiang Pancang........................ V - 62 5.7. Perencanaan Sloof ( Tie Beam )...................................................... V - 63 5.7.1. Perencanan Tulangan Lentur……………………………… V - 63 5.7.2. Perencanan Tulangan Geser ................................................ V - 64 5.8. Perencanaan Poor ( Pile cap )…………………………………….. V - 66 5.8.1. Perencanaan Poor ( Pile cap ) Kelompok Tiang ………….
V - 66
5.9. Perhitungan Tulangan Tiang Pancang .......................................... V - 70 v-8
5.9.1 Perencanan Tulangan Lentur……………………………….. V - 71 5.9.2 Perencanan Tulangan Geser..................................................
V - 72
Bab VI Studi Kasus Perencanaan Struktur Atas ............................... VI- 1
Bab VII Studi Kasus Perencanaan Struktur Fondasi ......................... VII- 1
Bab VIII Penutup 8.1 Kesimpulan Perencanaan Struktur Atas.............................................. VIII - 1 8.2 Kesimpulan Perencanaan Fondasi........................................ …......... VIII - 1 8.3 Saran Perencanaan. Struktur Atas.................................. …………….. VIII - 2 8.4 Saran Perencanaan Fondasi ............................................................... VIII – 2
Bab IX Daftar Pustaka
Bab X Lampiran – lampiran
Bab XI Gambar Detail
v-9
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Seiring dengan lajunya pertumbuhan perekonomian di Indonesia, maka kebutuhan akan tempat-tempat usaha seperti bank, perkantoran, pertokoan dan usaha-usaha dibidang komersial lainnya juga akan ikut mengalami peningkatan. Namun sementara itu lahan-lahan yang tersedia tidak ikut bertambah, sehingga mengakibatkan pembangunan gedung-gedung tersebut tidak diarahkan pada arah horizontal melainkan ke arah vertikal. Karenanya seperti kita lihat dewasa ini banyak bermunculan gedung-gedung bertingkat tinggi terutama di kota-kota besar seperti Jakarta.
Dalam proses pemenuhan kebutuhan pembangunan gedung , hak efektifitas dan efisiensi selalu menjadi acuan agar setiap langkah dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal baik dari segi kualitas maupun kuantitas . Untuk itu diperlukan bayak terobosan-terobosan baru, khususnya dalam dunia konstruksi yang berorientasi pada efisiensi , sehingga disatu sisi diharapkan dapat membantu tercapainya kebutuhan tersebut . Perencanaan gedung bertingkat banyak seperti bank, perkantoran, pertokoan dan usaha-usaha dibidang komersial lainnya harus memenuhi syarat-syarat teknis yaitu kuat, kaku, dan stabil. Karena itu diperlukan keahlian dalam mendesain dan membangun gedung tersebut. Perencanaan stuktur gedung harus mengikuti peraturan-peraturan yang terkait sehingga dapat dijamin terpenuhinya hal tersebut.
1.2. Tujuan Merancang struktur bagian atas gedung beton bertulang berlantai sepuluh untuk
perkantoran
dan
mendesain
penyelidikan tanah.
I-1
fondasi
dalam
berdasarkan
data
1.3. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah Ruang lingkup struktur atas dan pondasi gedung perkantoran berlantai sepuluh ini meliputi : 1. Perancangan awal elemen-elemen struktur balok, pelat, dan kolom. 2. Analisis struktur dengan berbagai kombinasi beban ultimate sesuai dengan peraturan SNI 03-2847-2002. 3. Memeriksa kekakuan elemen-elemen struktur berdasarkan hasil analisis struktur yang diperoleh. 4. Merancang tulangan semua elemen struktur kolom, balok, pelat,poor dan sloof berdasarkan analisis struktur yang didapat. 5. Merancang fondasi dalam dengan membandingkan, dan menghitung daya dukungnya minimal dengan 2 versi, untuk dipilih yang paling efisien. Desain fondasi memakai data penyelidikan tanah pada proyek Novotel Sophie Martin, di jalan R.A. Kartini, Lebak Bulus, Jakarta. Penyelidikan tanah dilaksanakan oleh PT .SOFOCO. 6. Merancang tulangan fondasi, sloof, dan pile cap. 7. Membuat gambar elemen struktur atas dan bawah.
1.4. Metodologi Desain Perencanaan meliputi struktur atas dan struktur bawah mulai dari, desain pendahuluan struktur atas,desain fondasi sampai gambar detail tulangan.
1.5. Sistematika Penulisan Bab 1. Pendahuluan, membahas tentang latar belakang masalah, maksud dan tujuan penulisan, ruang lingkup pembahasan, metodologi desain, dan sistematika penulisan.
Bab 2. Tinjauan pustaka, Dasar-dasar perancangan struktur atas yaitu membahas tentang dasar teori yang meliputi komponen- komponen struktur atas gedung bertingkat.
I-2
Bab 3. Tinjauan pustaka, Dasar-dasar perancangan fondasi yaitu membahas tentang dasar teori yang meliputi komponen- komponen struktur bawah gedung bertingkat.
Bab 4. Mendesain struktur atas gedung bertingkat sepuluh, membahas tentang material dan ukuran-ukuran yang digunakan dalam komponen struktur atas pada bangunan bertingkat.
Bab 5. Mendesain fondasi dalam yaitu analisis desain struktur bawah gedung bertingkat sepuluh, membahas tentang bagaimana menentukan jenis, bentuk, dan ukuran fondasi berdasarkan beban yang akan diterima fondasi dan hasil penyelidikan tanah.
Bab. 6. Studi kasus struktur atas yaitu sebuah studi yang terjadi waktu dalam perencanaan, baik berupa kendala ataupun altenatif-altenatif lain.
Bab. 7. Studi kasus struktur fondasi yaitu sebuah studi yang terjadi waktu dalam perencanaan, baik berupa kendala ataupun altenatif-altenatif lain.
Bab 8 . Penutup yaitu meyimpulkan dari hasil – hasil perhitungan struktur atas dan bawah serta memberikan saran – saran untuk memberikan masukan – masukan yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mendesain struktur gedung.
Bab. 9. Daftar pustaka yaitu mencantumkan referensi buku-buku atau yang lain untuk digunakan menyusun skripsi.
Bab10. Lampiran-lampiran yaitu melampirkan data refrensi atau hasil perhitungan desain struktur gedung.
Bab 11. Gambar Detail yaitu dari hasil perhitungan struktur atas dan bawah yang kemudian diperjelas untuk jadi gambar kerja di proyek.
I-3
BAB II DASAR-DASAR PERANCANGAN STRUKTUR GEDUNG
2.1. Tinjauan Umum Suatu sistem beton bertulang sering kali memperbolehkan perancang untuk memadukan
fungsi
arsitektur
dan
keunggulan
bahwa
penempatannya
fungsi
struktur.
dilakukan
pada
Beton keadaan
mempunyai cair
dan
mendapatkan bentuk dan tekstur yang diinginkan melalui perancah dan teknik penyempurnaan.
Hal ini dapat menyebabkan elemen yang berupa plat datar atau tipe lantai lainnya
tersebut
dapat
bertindak
sebagai
penahan
beban sekaligus
permukaan jadi dari lantai atau langit-langit. Hal yang sama dapat pula ditunjukkan
oleh
beton
bertulang
yang
menarik
secara
arsitektual
sekaligus mempunyai kemampuan menahan beban berat sendiri, angin atau gempa. Akhirnya dengan menggunakan beton bertulang, pilihan terhadap ukuran dan bentuk dapat ditentukan oleh perancang dan bukan oleh ketersediaan ukuran dan bentuk baku dari pabrik.
Dalam menganalisa dan mendesain suatu struktur perlu ditetapkan kriteria yang dapat digunakan sebagai ukuran maupun untuk menentukan apakah struktur tersebut dapat diterima untuk penggunaan yang diinginkan atau untuk maksud desain tertentu. Kriteria-kriteria yang perlu diperhatikan dalam analisis dan desain struktur diantaranya yaitu: 1. Kemampuan layan (Serviceability) Struktur harus mampu memikul beban rancang serta aman tanpa kelebihan tegangan pada material dan mempunyai deformasi yang masih dalam daerah yang diizinkan. Dengan memilih ukuran serta bentuk elemen struktur dan bahan yang digunakan, taraf tegangan pada struktur dapat ditentukan pada taraf yang dipandang masih dapat diterima dan aman, hal ini merupakan kriteria kekuatan dan merupakan dasar yang sangat penting. Defleksi atau deformasi II - 1
besar dapat diasosiasikan dengan struktur yang tidak aman, tetapi hal ini tidak selalu demikian. Deformasi dikontrol oleh kekakuan struktur dan kekakuan sangat bergantung pada jenis, berat dan distribusi bahan pada struktur.
2. Efisiensi Kriteria ini mencakup tujuan desain struktur yang relatif lebih ekonomis. Ukuran yang sering digunakan adalah banyak material yang diperlukan untuk memikul beban yang diberikan dalam ruang pada kondisi dan kendala yang ditentukan.
3. Konstruksi Tinjauan konstruksi sering juga mempengaruhi pilihan struktural dimana perakitan elemen-elemen struktural akan efisien apabila materialnya mudah dibuat dan dirakit. Syarat-syarat dalam mendesain suatu struktur diantaranya yaitu: a. Kekuatan Struktur harus kuat terhadap gaya-gaya dan beban-beban yang bekerja padanya seperti beban mati, beban hidup, beban angin dan beban gempa b. Kekakuan Dalam
perencanaan suatu gedungperlu diperhitungkan kekakuannya
agar didapat struktur yang kaku dan tidak mudah rusak saat terjadi gempa serta aman dari faktor tekuk. c. Stabilitas Dalam mendesain struktur perlu juga diperhatikan kestabilannya terhadap momen-momen yang bekerja padanya seperti momen guling, momen geser dan gaya uplift.
2.2. Tinjauan Desain Struktur Desain konstruksi
melibatkan
pemakaian
menghasilkan sebuah sistem konstruksi
penilaian
teknik
untuk
yang memadai akan memuaskan
keperluan pemilik. Dalam tinjauan keamanan, untuk menyatakan suatu struktur sudah dirancang dengan cukup aman atau tidak dinyatakan dengan faktor II - 2
keamanan. Faktor keamanan bergantung pada banyak hal seperti bahaya terhadap kehidupan dan barang-barang sebagai akibat collapse satu jenis elemen struktur, keyakinan dalam metode analisis struktur, prediksi beban, variasi sifat material, dan kerusakan yang mungkin terjadi selama masa hidup struktur, dll. Untuk itu, perlu ditinjau hal-hal yang mempengaruhi dalam tinjauan desain suatu struktur seperti kondisi pembebanan serta desain struktur bangunannya.
Berdasarkan standar perencanaan ketahanan gempa untuk struktur gedung SNI 1726 gedung dapat dikategorikan menjadi dua yakni struktur gedung beraturan dan tidak beraturan. Suatu struktur gedung akan ditetapkan sebagai struktur gedung beraturan, apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Tinggi struktur gedung diukur dari taraf penjepitan lateral tidk lebih dari 10 tingkat atau 40 m. b. Denah struktur gedung adalah persegi pajang tanpa tonjolan, panjang tonjolan tersebut tidak lebih dari 25% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah tonjolan tersebut c. Denah struktur gedung tidak menunjukkan coakan sudut dan kalaupun mempunyai coakan sudut, panjang sisi coakan tersebut tidak lebih dari 15% dari ukuran terbesar denah struktur gedung dalam arah sisi coakan tersebut. d. Sistem struktur gedung terbentuk oleh subsistem-subsistem penahan beban lateral yang arahnya saling tegak lurusdan sejajar dengan sumbu-sumbu utama orthogonal denah struktur gedung secara keseluruhan e. Sistem struktur gedung tidak menunjukkan loncatan bidang muka dan kalaupun mempunyai loncatan bidang muka, ukuran dari denah struktur bagian gedung yang menjulang dalam masing-masing arah, tidak kurang dari 75% dari ukuran terbesar denah struktur bagian gedung sebelah bawahnya. Dalam hal ini, struktur rumah atap yang tingginya tidak lebih dari 2 tingkat tidak perlu dianggap menyebabkan adanya loncatan bidang muka. f. Sistem struktur gedung tidak memiliki kekakuan lateral yang beraturan, tanpa adanya tingkat lunak. Yang dimaksud dengan tingkat lunak adalah II - 3
suatu tingkat, di mana kekakuan lateralnya adalah kurang 70 % kekakuan lateral tingkat diatasnya atau kurang dari 80% kekakuan lateral rata-rata 3 tingkat diatasnya. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan kekakuan lateral suatu tingkat adalah gaya geser yang bila bekerja di tingkat itu menyebabkan satu satuan simpangan antar tingkat. g. Sistem struktur gedung memiliki berat lantai tingkat yang beraturan, artinya setiap lantai tingkat memiliki berat yang tidak lebih dari 150% dari berat lantai tingkat diatasnya atau dibawahnya. Berat atap atau rumah atap tidak perlu memenuhi ketentuan ini. h. Sistem struktur gedung memiliki unsur-unsur vertikal dari sistem penahan beban lateral yang menerus, tanpa perpindahan titik beratnya, kecuali bila perpindahan tersebut tidak lebih dari setengah ukuran unsur dalam arah perpindahan tersebut. i. Sistem struktur gedung memiliki lantai tingkat yang menerus, tanpa lubang atau bukaan yang luasnya lebih dari 50% luas seluruh lantai tingkat. Kalaupun ada lantai tingkat dengan lubang atau bukaan seperti itu, jumlahnya tidak boleh melebihi 20% dari jumlah lantai tingkat seluruhnya. Untuk struktur gedung beraturan, pengaruh gempa rencana dapat ditinjau sebagai pengaruh beban gempa static ekivalen, sehingga menurut standar ini analisanya dapat dilakukan berdasarkan analisis static ekuivalen.
Struktur gedung yang tidak memenuhi ketentuan menurut kaidah-kaidah diatas dapat ditetapkan sebagai struktur gedung tidak beraturan, Untuk struktur gedung tidak beraturan, pengaruh gempa rencana harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan gempa dinamik, sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respon dinamik.
2.3. Tulangan Baja Agar dapat berlangsung lekatan erat antara baja tulangan dengan beton, selain batang polos berpenampang bulat/polos (BJTP) juga digunakan batang deformasian (BJTD), yaitu batang tulangan baja yang permukaannya dikasarkan secara khusus, diberi sirip teratur dengan pola tertentu. Baja Tulangan Polos II - 4
(BJTP) hanya digunakan untuk tulangan pengikat sengkang atau spiral, umumnya diberi kait pada ujungnya. Baja tulangan untuk beton terdiri dari batang, kawat, dan jaring kawat baja las yang seluruhnya dirakit sesuai dengan standard SNI. Standard tulangan yang ada di Indonesia : 1. Tulangan baja a. Baja tulangan deform (BJTD) sebaiknya digunakan untuk tulangan utama. b. Baja tulangan polos (BJTP) sebaiknya digunakan untuk tulangan sengkang. 2. Modulus Elastisitas
: Es
= 200.000 MPa
3. Modulus Geser
:G
= 80.000 MPa
4. Nisbah Poisson’s
:µ
= 0,3 MPa
5. Koefisien Pemuaian
:α
= 12 x 10-6 / °C
2.4. Balok Lentur pada balok merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar, apabila bebannya bertambah, maka pada balok terjadi deformasi dan rengangan tambahan yang mengakibatkan timbulnya (atau bertambahnya) retak lentur disepanjang bentang balok. Bila beban semakin bertambah, pada akhirnya dapat terjadi keruntuhan elemen stuktur yaitu pada saat beban luarnya mencapai beban kapasitas elemen taraf pembebanan, demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada lentur karena itulah perencanaan harus mendesain penampang elemen balok sedemikian rupa sehingga tidak terjadi retak yang belebihan pada saat beban bekerja dan masih mempunyai keamanan yang cukup dan kekuatan cadangan untuk menahan beban dan tegangan tanpa mengalami keruntuhan.
Pada desain ukuran penampangnya ditentukan terlebih dahulu untuk kemudian dianalisis untuk menentukan apa penampang tersebut dapat dengan aman memikul beban luar yang diperlukan atau tidak, untuk mendalami prinsip-prinsip mekanika dasar mengenai keseimbangan merupakan hal yang harus terpenuhi untuk setiap keadaan pembebanan.
II - 5
Seperti pada plat, balok juga terdapat beberapa peraturan penggambaran detail penulangan yang lebih banyak berhubungan dengan praktek merencana struktur yang baik daripada berdasarkan perhitungan.
Jarak antara batang tulangan harus cukup lebar agar butir-butir aggregat terbesar dapat melewatinya dan jarum penggetarpun mungkin dapat dimasukkan kedalam untuk memadatkan beton. Untuk ini jarak antara batang tulangan diambil sebesar 40 mm baik untuk tulangan atas maupun bawah dan jarak inipun dianggap sebagai nilai minimum. Dari segi ekonomi, berlaku peraturan praktis berikut bagi tulangan balok : -
batasilah penggunaan beberapa diameter batang yang berbeda-beda
-
gunakan diameter-diameter berikut : 6, 8, 10, 12, 14, 16, 19, 20, 22, 22, 25, 28 dan 32 mm
-
gunakan tulangan sedikit mungkin, yaitu dengan mengambil jarak antara tulangan sebesar mungkin
-
gunakan panjang batang yang ada dipasaran
-
batang yang dibengkokkan harus cukup pendek, sebaiknya gunakan batang tulangan yang panjang hanya untuk tulangan lurus
-
bila mungkin, hanya menggunakan sengkang yang semuanya terbuat dari satu mutu baja dengan diameter yang sama
-
diameter batang yang dipilih dalam satu penampang disarankan jangan mempunyai perbedaan lebih dari satu meter
-
usahakan agar jarak antara sepasang batang pada tulangan atas balok tidak kurang dari 50mm agar dapat terbentuk celah memanjang yang cukup lebar untuk pengecoran dan pemadatan, ini khusunya bila terdapat tulangan dua lapis.
II - 6
Peraturan ”Syarat penulangan balok yang baik” diatas ini dapat dilihat pada gambar 2.1 Jarak minimum tulangan utama 25 mm (disarankan 40 mm)
Penutup beton tidak langsung berhubungan dengan tanah/cuaca - Untuk tulangan utama : 40 mm yang langsung berhubungan dengan tanah/cuaca - untuk > φ 16 : 50 mm - untuk ≤ φ 16 : 40 mm
Jarak maksimum sengkang 250 mm tulangan polos 300 mm tulangan diprofilkan
Jarak maksimum tulangan samping 300 mm
Jarak Minimum 25 mm
Jarak minimum tulangan utama
Jarak minimum tulangan utama 25 mm
150 mm pada maksimum momen lapangan momen tumpuan momen jepit tak terduga 300 mm momen menurun
Gambar 2.1 Syarat-syarat penulangan balok 2.5. Kolom Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada sato bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan
Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya beban yang tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar ataupun dalam harus diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan . II - 7
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban aksial tekan vetikal dengan bagian tinggi yang tidak ditopang paling tidak 3 kali dimensi lateral terkecil, bagian-bagian dari suatu kerangka bangunan dengan fungsi dan peran seperti tersebut, kolom menempati posisi penting didalam sistem stuktur bangunan.
Kegagalan kolom akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen stuktur lain yang berhubungan dengan, atau bahkan merupakan batas runtuh total keseluruhan struktur bangunan, secara garis besar ada 3 jenis kolom beton bertulang, seperti terlihat pada gambar 2.2. Pembahasan kolom ada 2 jenis yang pertama, yaitu kolom dengan mengunakan pengikat lateral sengkang dan spiral, untuk komponen stuktur tekan yang diperkuat dengan gelagar atau pipa baja disebut kolom komposit.
Sengkang
Spiral
Penampang
Gelagar baja
Pipa baja Tulangan pokok memanjang
Spasi
Pengikat sengkang Pengikat spiral
(a)
Kolom pengikat sengkang lateral
(c)
(b)
Kolom pengikat spiral
Gambar 2.2 Jenis-jenis kolom
II - 8
Kolom komposit beton-baja
Tulangan pengikat lateral berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh ditempatnya dan memberikan tumpuan lateral sehingga masing-masing tulangan memanjang hanya dapat tertekuk pada tempat diantara dua pengikat. Dengan demikian tulangan pengikat lateral tidak dimaksudkan untuk memberikan sumbangan terhadap kuat lentur penampang tetapi meperkokoh kedudukan tulangan pokok kolom.
2.6. Pelat Lantai Untuk merencanakan pelat beton bertulang yang perlu dipertimbangan tidak hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi. Syarat-syarat tumpuan menentukan jenis perletakan dan jenis penghubung ditempat tumpuan. Bila pelat dapat berotasi bebas pada tumpuan, maka pelat itu dikatakan ”ditumpu bebas” karena pelat tertumpu oleh tembok bata. Bila tumpuan mencegah pelat berotasi dan relatif sangat kaku terhadap momen puntir, maka pelat itu ”terjepit penuh” dimana pelat itu adalah monolit (menyatu) dengan balok yang tebal.
Stuktur bangunan gedung umumnya tersusun atas komponen pelat lantai, balok anak, balok induk, dan kolom yang umumnya dapat merupakan satu kesatuan monolit atau terangkai seperti halnya pada sistem pencetakan, pelat juga di pakai untuk atap, dinding, dan lantai tangga, jembatan, atau pelabuhan. Petak plat dibatasi oleh balok anak pada kedua sisi panjang dan terhadap sisi pendek yang saling tegak lurus, namun apabila perbandingan sisi panjang terhadap sisi pendek yang saling tegak lurus lebih dari 2, pelat dapat dianggap hanya berkerja sebagai pelat satu arah dapat didefinisikan sebagai pelat yang didukung pada dua tepi yang berhadapan sehingga lenturan timbul hanya dalam satu arah saja, yaitu pada arah yang tegak lurus terhadap arah dukungan tepi.
II - 9
B eam
B eam
a . P la t S a tu A ra h
B eam
B eam
b . P la t D u a A ra h
Gambar 2.3 Sistem Plat Lantai Pada gedung kantor yang direncanakan menggunakan sistem pelat 2 arah dan dikerjakan dengan metode monolit, hal ini dapat terlihat pada gambar 2.3.
Untuk menentukan tebal pelat lantai menurut Dr. Edward G. Nawy, P.E. (1998) tercantum pada table 2.1 Tabel 2.1 Tebal minimum pelat (h) Perletakan sederhana
L/20
Satu ujung perletakan menerus
L/24
Kedua ujung menerus
L/28
Kantilever
L/10
II - 10
2.7. Keamanan Struktur Untuk dapat memenuhi tujuannya, suatu stuktur harus aman terhadap keruntuhan dan bermanfaat. Suatu struktur mensyaratkan bahwa lendutan-lendutan yang terjadi harus cukup kecil. Apabila ada retak-retak harus diusahakan berada dalam batas-batas yang masih dapat ditoleransi dan getaran-getaran yang terjadi harus diusahakan seminimum mungkin.
Keamanan mensyaratkan bahwa suatu stuktur harus mempunyai kekuatan yang cukup untuk memikul semua beban yang mungkin bekerja padanya. Apabila kekuatan dari suatu stuktur yang dibangun sesuai dengan perencanaan dan dapat dengan tepat untuk perhitungan besar beban berserta gaya-gaya dalam yang ditimbulkan (momen gaya geser dan gaya aksial), maka keamanan stuktur dapat ditentukan dengan jalan menyediakan daya dukung stuktur sedikit lebih besar dari beban yang bekerja pada stuktur tersebut, namun demikian pada umumnya didalam analisis, perencananaan dan pembangunaan stuktur-stuktur bertulang
terdapat
sejumlah
sumber
ketidakpastian.
beton
Sumber-sumber
ketidakpastian ini, yang menyebabkan diperlukannya suatu faktor keamanan tertentu, dapat diperinci sebagai berikut : 1. Besar beban yang sebenarnya terjadi dapat berbeda dengan yang ditentukan dalam perencanaan. 2. Beban yang sebenarnya pada stuktur mungkin didistribusi dengan cara yang berbeda dari yang ditentukan dalam perencanaan . 3. Asumsi-asumsi dan penyederhanaan-penyederhanaan yang dilakukan didalam analisis stuktur bisa memberikan hasil perhitungan pembebanan seperti momen, geser dan lain-lainnya yang berbeda dengan besar gayagaya yang sebenarnya bekerja pada stuktur. 4. Perilaku stuktur yang sebenarnya dapat berbeda dari perilaku yang dimisalkan dalam perencanaan, disebabkan karena tidak sempurnanya pengetahuan mengenai perilaku beban yang bekerja pada stuktur . 5. Besar dimensi batang yang sesungguhnya terdapat dilapangan dapat berbeda dari dimensi yang ditentukan oleh perencana. 6. Letak tulangan mungkin tidak pada posisi yang sebenarnya. II - 11
7. Kekuatan material yang sesungguhnya mungkin berbeda dari yang ditetapkan oleh perencanaan .
Disamping itu, didalam menetapkan suatu spesifikasi mengenai keamanan, juga harus diperhatikan akibat-akibat yang ditimbulkan apabila terjadi keruntuhan. Pada beberapa kasus-kasus lainnya, suatu keruntuhan dapat melibatkan suatu kehilangan jiwa atau kerugian material yang sangat besar, apabila terjadi keruntuhan, maka hal lain yang perlu diperhatikan adalah sifat dari keruntuhan tersebut.
2.8. Kriteria desain Pokok-pokok pedoman syarat umum analisa dan desain bangunan sesuai dengan ketentuan dalam SNI 2847, kemudian diberikan beberapa esensi ketentuan umum desain gempa yang ada pada SNI 1726, dan dilanjutkan dengan ciri-ciri ketentuan desain
berupa
prosedur
dan
batasan
untuk
desain
struktur
dengan
mempertimbangkan wilayah gempa, jenis tanah setempat, kategori gedung, konfigurasi, system struktur, tinggi bangunan dan lain-lain.
SNI 2847 menentukan kombinasi beban sesuai yang dipakai oleh ACI 2002. Load factor lama untuk E memakai nilai 1,4. Kini diganti 1,0, karena peraturan baru telah memakai beban gempa berupa beban batas. Berikut ini tabel kombinasi pembebanan Untuk prarencana pelat dan balok kombinasi beban yang perlu diperhitungkan adalah : 1. U = 1,4 D 2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5 ( A atau R ) Secara umum menurut SNI beton 2002 pasal 11.2, ada 6 macam kombinasi beban yang harus dipertimbangkan : 1. U = 1,4 D 2. U = 1,2 D + 1,6 L + 0,5(A atau R) 3. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,6 W + 0,5(A atau R) 4. U = 0,9 D ± 1,6 W II - 12
5. U = 1,2 D + 1,0 L ± 1,0 E 6. U = 0,9 D + ± 1,0 E
dimana D =
Beban mati : yaitu beban yang selalu ada pada struktur.
L =
Beban hidup : yaitu beban yang sifatnya berpindah-pindah.
A =
Beban atap : beban yang tidak tetap di atap (beban orang bekerja atau/dan beban peralatan).
R =
Beban hujan : genangan air hujan di atap.
W=
Beban angin
E =
Beban gempa : beban ekivalen yang bekerja pada struktur akibat pergerakan tanah pada peristiwa gempa.
Wilayah gempa ( lampiran tabel 11. peta wilayah gempa Indonesia ) dicirikan oleh nilai Percepatan Puncak Effektif Bantuan Dasar (PPEBD) dimasing-masing wilayah dan dinyatakan dalam fraksi dari konstanta gravitasi (g). Seperti yang tertera pada SNI 1726 Gambar 1, WG 1 adalah wilayah kegempaan paling rendah dengan PPEBD = 0,03g, sedangkan wilayah gempa 6 menyandang wilayah kegempaan tertinggi dengan PPEBD = 0,30g (PPEBD = PGA tersebut di butir 4.4).
2.8.1. Jenis tanah Perambatan gelombang PPEBD melalui lapisan tanah dibawah bangunan diketahui dapat memeperbesar gempa rencana dimuka tanah, tergantung pada jenis lapisan tanah. Karena itu SNI 1726 telah menetapkan jenis-jenis tanah tersebut ada 4 jenis yaitu tanah keras, tanah sedang, tanah lunak, dan tanah khusus yang identik dengan jenis tanah versi UBC berturut-turut SC, SD, SE, dan SF.
2.8.2. Kategori gedung Pada setiap bangunan harus dikenal masuk dalam kategori salah satu dari 5 kategori gedung tersebut di SNI 1726 Tabel 1. Kolom 5 (lihat tabel III.2), tabel ini mencantumkan faktor utama I yang dipakai untuk menghitung beban gempa II - 13
nominal (V) pada SPBL. Tabel 1 ini mencantuman pula I1 dan I2 yang menurut penjelasan di AA.1.1.1 dan 1.1.2 pemakaiannya tergantung pada umur pakai bangunan yang didesain.
Perlu diketahui, bahwa SNI 1726 Ps.10.5 mengatur pula faktor utama P yang dipakai pada penentuan beban gempa nominal FP untuk perencanaan unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin/listrik. Lihat Lampiran Tabel 2.1 pada SNI03-1726-2003
Pada SNI03-1726-2003 menyebutkan : Pasal 10.5 Pengaruh Gempa Rencana Pasal 10.5.1 Setiap unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin dan listrik harus direncanakan terhadap suatu beban Gempa Nominal statik ekuivalen Fp, yang bekerja dalam arah yang paling berbahaya dan yang besarnya ditentukan menurut persamaan:
FP =
( 2.1 )
C1 K P .P.WP R
di mana C1 adalah Faktor Respons Gempa yang didapat dari spektrum respons Gempa Rencana menurut Gambar 2 untuk waktu getar alami fundamental dari struktur bangunan gedung yang memikul unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin dan listrik tersebut, yang beratnya masing-masing adalah Wp, sedangkan R adalah faktor reduksi gempa struktur pemikul tersebut dan Kp dan P adalah berturut-turut koefisien pembesaran respons dan faktor kinerja unsur yang ditentukan dalam ayat-ayat berikut. Pasal 10.5.2 Koefisien pembesaran respons mencerminkan pembesaran respons unsur atau instalasi terhadap respons struktur bangunan gedung yang memikulnya,
yang
bergantung
pada
ketinggian
tempat
kedudukannya pada struktur bangunan gedung. Apabila tidak dihitung dengan cara yang lebih rasional, koefisien pembesaran respons Kp dapat dihitung menurut persamaan: II - 14
KP =1+
ZP Zn
( 2.2 )
di mana zp adalah ketinggian tempat kedudukan unsur atau instalasi dan zn adalah ketinggian lantai puncak gedung, keduanya diukur dari taraf penjepitan lateral menurut Pasal 5.1.2 dan Pasal 5.1.3. Pasal 10.5.3 Faktor kinerja unsur P mencerminkan tingkat keutamaan unsur atau instalasi tersebut dalam kinerjanya selama maupun setelah gempa berlangsung. Jika tidak ditentukan dengan cara yang lebih rasional, faktor kinerja unsur P ditetapkan dalam Tabel 8 dan Tabel 9. Pasal 10.5.4 Waktu getar alami unsur sekunder, unsur arsitektur dan instalasi mesin dan listrik yang nilainya berdekatan dengan waktu getar alami struktur bangunan gedung yang memikulnya harus dihindari, sebab dapat menimbulkan gejala resonansi yang berbahaya. Apabila rasio waktu getar alami antara ke duanya adalah antara 0,6 dan 1,4, maka nilai faktor kinerja unsur P harus dikalikan 2, kecuali jika dilakukan suatu analisis khusus
2.8.3. Konfigurasi Struktur Gedung Keteraturan (beraturan atau tidak) atau konfigurasi gedung akan sangat mempengaruhi kenirja gedung sewaktu kena gempa rencana, karena itu struktur gedung dibedakan dalam dua golongan yaitu yang beraturan dan yang tidak berdasarkan konfigurasi denah dan elevasi gedung.
Pada SNI 1726 Ps.4.2.1 mengatur 9 tipe struktur gedung yang beraturan kemudian Ps.4.2.2 menetapkan struktur yang tidak memenuhi Ps.4.2.1 dianggap sebagai struktur gedung yang tidak beraturan. Analisa gedung beraturan dapat dilakukan berdasarkan analisis statik ekuivalen tersebut pada Ps.6, sedangkan yang tidak, pengaruh gempa rencana harus ditinjau sebagai pengaruh pembebanan dinamik, sehingga analisisnya harus dilakukan berdasarkan analisis respons dinamis tersebut pada Ps.7.
II - 15
2.8.4. Sistem Struktur Dasar sistem struktur utama yang tercantum dalam SNI-1726 Tabel 3 diilustrasikan di gambar 4-3. Ada 4 sistem struktur diantaranya :
2.8.4.A. Sistem Dinding Penumpu Dinding penumpu ini memikul hampir seluruh beban lateral, beban gravitasi juga ditahan oleh dinding ini sebagai dinding strutural (DS). Diwilayah gempa 5 dan 6, dinding struktural ini harus diditail khusus (DSK) sesuai SNI 2847 Pasal 23.6 (6) disamping syarat-syarat yang masih berlaku di Pasal 3 sampai dengan 20. Diwilayah gempa 3 dan 4, tidak dituntut ditail spesial untuk dinding struktural ini.
2.8.4.B. Sistem Rangka Gedung Pada sistem ini terdapat rangka ruanglengkap yang memikul beban-beban gravitasi, sedangkan beban lateral dipikul oleh dinding struktural. Diwilayah gempa 5 dan 6, dinding struktural ini harus diditail sesuai SNI 2847 Pasal 23.6 (6) disamping syarat-syarat yang masih berlaku di Pasal 3 sampai dengan 20. Dinding struktural di wilayah gempa yang lebih rendah, tidak perlu diditail khusus.
Walau dinding struktural direncanakan memikul seluruh beban gempa, namun rangka balok-kolom diatas harus diperhitungkan terhadap efek simpangan lateral dinding struktural oleh beban gempa rencana, mengingat rangka tersebut ditiap lantai masih menyatu dengan dinding struktur melalui lantai.
Efek ini dinamakan ”syarat kompatibilitas diformasi” yang oleh SNI 2847 Pasal 23.9 ditetapkan bahwa komponen struktur yang semula bukan merupakan SPBL harus sanggup tetap memikul beban gravitasi bila terkena diformasi lateral yang disebabkan oleh beban gempa rencana. Hal ini telah ditentukan oleh Pasal 23.9, bahwa detail gempa khusus diperlukan untuk komponen-komponen non SPBL.
2.8.4.C. Sistem Rangka Pemikul Momen (SRPM) Menurut Tabel 3 SNI-1726 tercantum 3 jenis SRPM yaitu SRPMB (B=Biasa); SRPMM (M=Menengah); dan SRPMK (K=Khusus). SRPMB tidak perlu II - 16
pendetailan spesial, komponen strukturnya harus memenuhi syarat Pasal 3 sampai dengan 20 dan hanya dipakai untuk wilayah gempa 1 dan 2. SRPMM harus memenuhi persyaratan pendetailan dipasal 23.8 dan Pasal sebelumnya yang masih relevan dan dipakai untuk SRPM yang berada diwilayah gempa 3 dan 4.
Sedang yang terakhir SRPMK harus dipakai di wilayah gempa 5 dan 6, dan harus memenuhi persyaratan disain pada Pasal 23.2 sampai dengan 23.7. disamping pasal-pasal sebelumnya yang masih berlaku. Menurut footnote Table 16-N UBC,SRPMM tidak boleh dipakai di Zone 3 dan 4 yang identik dengan WG 4 dan 5. Kiranya ketentuan ini berlaku pula untuk daerah Indonesia.
2.8.4.D. Sistem Ganda (Dual Sistem) Tipe sistem struktur ganda memiliki 3 ciri dasar. Pertama, rangka ruang lengkap berupa SRPM yang penting berfungsi memikul beban gravitasi. Kedua, pemikul beban lateral dilakukan oleh DS dan SRPM dimana yang tersebut terakhir ini harus secara tersendiri sanggup memikul sedikitnya 25% dari beban dasar geser nominal V. Ketiga, DS dan SRPM direncanakan untuk menahan V secara proporsional berdasarkan kekakuan relatifnya. Diwilayah gempa 5 dan 6, rangka ruang itu harus didisain sebagai SRPMK dan DS harus sesuai ketentuan SNI 2847 Pasal 23.6.6, yaitu sebagai DSBK termasuk ketentuan-ketentuan pasal-pasal sebelumnya yang masih berlaku. Di wilayah gempa 3 dan 4, SRPM harus didisain sebagai SRPMM dan DS tak perlu diditail khusus. Sedang untuk wilayah gempa 1 dan 2, SRPM boleh pakai Rangka Pemikul Momen Biasa juga DS pakai DS beton biasa. Disamping 4 tipe sistem struktur tersebut, SNI 1726 juga mengenalkan 3 tipe sistem struktur lain. Di SNI 1726 table 3 kolom 4 tercantum Rm yang merupakan nilai faktor Reduksi Gempa, R, maksimum. R ini adalah ratio Ve/V, dimana arti Ve adalah beban yang dapat direspon oleh struktur berprilaku elastis sepenuhnya, sedangkan V sesuai SNI 2847 pasal 23.2 (1) adalah beban gempa nominal yang telah ditentukan berdasarkan disipasi energi pada rentang nonlinier dari respons struktur yang bersangkutan. II - 17
Melihat R selalu >1, berarti semua struktur akan selalu didisain dengan beban gempa
2.8.5. Perencanaan Struktur Gedung SNI-1726 menyediakan prosedur statik maupun dinamis untuk menentukan beban gempa minimum pada SPBL, pada prinsipnya semua struktur boleh didisain sesuai prosedur dinamis tersebut di Ps.7. Namun harus diingat, struktur yang tidak memnuhi Ps.4.1.2, ditetapkan sebagai struktur tidak beraturan, dengan demikian pengaruh gempa rencana harus dianalisis berdasarkan salah satu dari prosedur dinamis yang ada di Ps.7. Sedang untuk struktur yang beraturan dibolehkan memakai beban gempa nominal ekivalen yang ditetapkan di Ps.6.1
2.8.6. Beban Gempa Sementara untuk struktur gedung beraturan beban gempa nominal (V) akibat gempa rencana dalam arah masing-masing sumbu utama denah struktur yang terjadi ditingkat dasar, dihitung dengan rumus Ps.6.1.2 berikut : V =
C1 I Wt R
( 2.3 )
dimana C1 adalah nilai faktor respons gempa yang didapat dari spektrum respons gempa rencana di SNI 1726 ( lihat lampiran tabel 8 ) dan juga di pengaruhi oleh jenis tanah ( lihat lampiran tabel 10 ) untuk waktu getar alami fundamental T. Faktor keutamaan (I) gedung ( lihat lampiran tabel1); dan Wt adalah total beban gravitasi (D+L). C1 adalah suatu faktor yang tergantung pada lokasi wilayah gempa dan jenis lapisan tanah yang berada dibawah gedung yang didisain. Sedangkan nilai R harus diambil dari Tabel 3 SNI 1726 ( lihat lampiran tabel 7 ) sesuai sistem struktur yang akan dipakai. Beban L boleh direduksi sesuai SNI 031727-1987 atau yang telah direvisi, dimana beban L untuk perhitungan Wt dikenai koefisien reduksi sebesar 0,30. II - 18
2.8.7. Syarat Kekakuan Komponen Struktur (Syarat Pemodelan) Pengaruh retak-retak pada komponen-komponen struktur akibat beban gempa juga harus diperhitungkan pada analisa struktur untuk distribusi beban, dan perhitungkan Kinerja Batas Layan (atau ∆s menurut UBC). Baik pada SNI 2847 (lihat pasal 12.11.1) maupun SNI 1726 (Ps.5.5.1) keduanya menentukan momen inersia penampang komponen-komponen struktur utuh (Ig) harus dikalikan dengan suatu persentase efektifitas penampang <1.
Nampaknya antara kedua peraturan tersebut dalam menentukan persentase efektivitas terjadi sedikit perbedaan, dalam hal ini baiknya diikuti pedoman SNI 2847 saja yang memakai persentase efektivitas penampang sama dengan pedoman ACI 1999. 2.8.8. Pengaruh P ∆ Semua struktur akibat beban lateral akan melentur kesamping (∆), begitu juga akibat beban gempa. ∆ ini akan menimbulkan momen sekunder (disebut pengaruh P-∆) oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya menyimpang ke samping dan dengan demikian terjadi beban momen tambahan pada komponen-komponen kolom. Pada SNI – 1726 Ps.5.7 ditetapkan, struktur gedung yang bertingkat lebih dari 10 lantai atau 40 m, harus diperhitungkan terhadap pengaruh P-∆ tersebut.
Ketentuan ini berbeda dengan pedoman UBC section 1630.1.3 yang menetapkan bila ratio momen sekunder terhadap momen primer > 0,1, maka pengaruh P-∆ harus diperhitungkan. Untuk zone 3 dan 4 (identik dengan Wilayah Gempa 5 dan 6) pengaruh P-∆ tak perlu diperhitungkan bila ∆s ≤ 0,02 hi/R. Sudah barang tentu struktur fleksibel yang memiliki R lebih besar akan memungkinkan lebih besar terkena peraturan P∆ ini.
2.8.9. Waktu Getar Alami Fundamental (T1) Di SNI 1726 diatur perhitungan T1 dengan ketentuan baru sebagai berikut : a. Ps.6.2.2 menyebut T1 harus ditentukan dengan rumus-rumus empiris. II - 19
b. Ps.5.6 mensyaratkan T1 harus lebih kecil dari ξn untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel. Nilai ξ tercantum tergantung lokasi wilayah gempa. c. Nilai T1 dari hasil rumus empiris tidak boleh menyimpang lebih dari 20% dari nilai T1 yang dihitung dengan rumus Rayleigh tersebut di Ps.6.2.1. Untuk diketahui bila SNI 1726 tidak menentukan rumus empiris untuk menghitung T1, maka UBC 1997 Pasal 1630.2.2 mengenalkan rumus empiris tersebut (Methode A) kemudian mengendalikan hasil methode A itu dilakukan oleh formula Rayleigh (Methode B).
2.8.10. Distribusi dari V Beban geser dasar nominal V yang diperoleh menurut Ps.6.1.2 harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung menjadi beban-beban gempa nominal statik ekivalen Fi yang menangkap pada pusat masa lantai tingkat ke-i menurut rumus : Fi =
Wi z i n
∑W z i =1
V
( 2.4 )
i i
Namun bila ratio antara tinggi struktur gedung terhadap ukuran denahnya yang searah dengan ebban gempa ≥3, maka 0,1 V harus lebih dahulu dianggap sebagai beban horizintal terpusat yang menangkap pada pusat masa lantai paling atas, baru kemudian sisa 0,9 V harus dibagikan sepanjang tinggi struktur gedung seperti pada rumus (1).
Catatan : UBC section 1630.5 menentukan pemakaian beban terpusat dilantai tingkat teratas tidak berdasarkan ratio yang ≥3, tapi berdasarkan T1 ≤ 0,7 sec. Juga besarnya beban terpusat ditentukan oleh rumus Ft = 0,07 T1 V yang tidak perlu lebih dari 0,25 V. Pada T1 ≤ 0,7; Ft dianggap = 0
II - 20
2.8.11. Eksentrisitas Rencana ed SNI 1726 mengatur ed ini di Pasal 5.4.3 dan 5.4.4 sebagai berikut : Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat (e) harus ditinjau suatu eksentrisitas rencana ed. Bila ukuran horizontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b, maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut : Untuk O < e ≤ 0,3 b : ed = 1,5 e + 0,05 b
( 2.5 )
ed = e - 0,05 b
( 2.6 )
atau
Dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau : Untuk e > 0,3 b : ed = 1,33 e + 0,1 b
( 2.7 )
ed = 1,17e - 0,1 b
( 2.8 )
atau
dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau. Dalam perencanaan struktur gedung terhadap pengaruh gempa rencana, eksentrisitas rencana ed antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat menurut Pasal .5.4.3. harus ditinjau baik dalam analisis statik, maupun dalam analisis dinamik 3 dimensi.
2.8.12. Pembatasan penyimpangan lateral Pada SNI 1726 pasal 8, simpangan antara tingkat akibat pengaruh gempa nominal dibedakan dua macam : -
Kinerja batas layan (KBL) struktur gedung yang besarnya dibatasi ≤
0,03 hi atau ≤ 30 mm R
( 2.9 )
II - 21
Pembatasan ini bertujuan mencegah terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan disamping menjaga kenyamanan penghuni. -
Kinerja batas ultimit (KBU) struktur gedung akibat gempa rencana untuk struktur gedung beraturan dibatasi sebesar ≤ 0,7 R x (KBL) atau ≤ 0,02 hi.
Pembatasan ini bertujuan membatasi kemungkinan terjadi keruntuhan struktur yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah beraturan berbahaya antar gedung. Tersedia pula batas KBU untuk struktur tak beraturan. Untuk diketahui, UBC juga menetapkan dua macam simpangan yaitu ∆s yang identik dengan KBL dan ∆M yang sama dengan KBU, namun UBC tidak memberi batasan pada ∆s yang nampaknya hanya dipakai untuk menentukan rumus ∆M = 0,7 R ∆s dan batasan interstory drift yang harus memperhitungkan pengaruh P∆.
2.8.13. Pengaruh arah pembebanan gempa Untuk memperhitungkan pengaruh arah gempa yang kemungkinan tidak searah sumbu utama struktur gedung, maka SNI 1726 Pasal 5.8.2 menetapkan, pengaruh pembebanan searah sumbu utama harus dianggap terjadi bersamaan dengan 30% pengaruh pembebanan dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi.
UBC section 1633.1 memberi kemudahan 2 cara menggabung 2 pengaruh pembebanan tersebut sebagai berikut : 1. Desain komponen dengan 100% beban disain gempa pada satu arah ditambah 30% beban disain gempa dari arah tegak lurus atau, 2. Gabung pengaruh beban gempa dari 2 arah orthogonal tersebut dari hasil akar dua dari jumlah kwadrat masing-masing beban. Perlu diketahui UBC membebaskan ketentuan beban tambahan ini bila beban aksial kolom akibat beban gempa yang bekerja pada masing-masing arah ternyata lebih kecil dari 20% kapasitas beban aksial kolom
II - 22
2.8.14. Kompatibilitas Deformasi SNI 1726 Pasal 5.2 menetapkan suatu kelompok kolom atau subsistem struktur gedung boleh dianggap tidak menjadi bagian SPBL gempa rencana bila partisipasi memikul pengaruh gempanya adalah kurang dari 10%. Dalam hal ini, unsur atau subsistem tersebut selain kena beban gravitasi juga harus direncanakan terhadap simpangan struktur akibat pengaruh gempa rencana, yaitu terhadap simpangan inelastic sebesar R/1,6 kali simpangan akibat beban gempa nominal (∆S) pada struktur gedung tersebut.
UBC section 1633.2.4 juga mengatur ini dengan menetapkan simpangan tadi sebesar nilai yang lebih besar dai ∆M atau simpangan antar tingkat sebesar 0,0025 hi. Pada waktu menghitung penyimpangan ∆S kekakuan dari unsur-unsur non SPBL harus diabaikan.
2.8.15. Komponen-komponen rangka yang tidak direncanakan untuk menahan gaya akibat gempa bumi Komponen-komponen rangka jenis ini diatur oleh Pasal 23.9 yang berlaku untuk wilayah gempa 3 sampai 6. Komponen-komponen ini didetail tergantung pada besar momen yang timbul oleh pergeseran lateral akibat beban lateral. Persyaratan ini bertujuan agar tetap terjamin kestabilan komponen struktur tersebut oleh beban gravitasi yang bersamaan dengan timbulnya momen-momen hasil persimpangan antar tingkat (story drift).
2.9. Desain dan Pendetailan Struktur beton bertulang yang berada di wilayah gempa 1 dan 2 hanya perlu memenuhi persyaratan desain SNI 2847 Pasal 3 sampai 20, yaitu persyaratan umum desain konstruksi beton bertulang dan tidak ada syarat khusus pendetailan. Struktur beton bertulang yang berada di wilayah gempa 3 dan 4 harus memenuhi persyaratan pendetailan menengah seperti dicatat dikolom 3 tabel 6.1 sampai 6.5. SNI 2847. Dengan persyaratan ini struktur akan memiliki perilaku cukup inelastic untuk menyerap beban gempa dengan RG menengah. Ketentuan ini hanya berlaku untuk SRPM (sistem rangka pemikul momen) dan sistem pelat dua arah tanpa II - 23
balok, tidak termasuk dinding struktural yang dalam hal ini cukup didesain dengan Pasal 3 sampai 20 (persyaratan umum) dan dipandang cukup memiliki daktilitas pada tingkat drift yang terjadi didaerah RG menengah.
Untuk struktur beton bertulang yang berada diwilayah gempa 5 dan 6 dengan RG Tinggi (kerusakan merupakan resiko utama), maka semua komponen struktur harus memenuhi syarat perencanaan dan pendetailan dari pasal 23 (kecuali pasal 23.10), seperti yang tercatan di kolom 2 tabel 6.1 sampai dengan tabel 6.5.
2.10. Komponen struktur yang tidak direncanakan untuk memikul beban gempa Ketentuan baru ini (pasal 23.9) diadakan berdasarkan pengalaman kegagalan struktur di California, Amerika pada tahun 1994. Pendetailan sesuai pasal 23.9 yang dikenakan pada komponen-komponen struktur pemikul momen adalah untuk menjamin tetap mampu memikul beban gravitasi pada perpindahan lateral yang diatur oleh pasal 23.9 (1). Penyimpangan lateral akibat beban gempa rencana akan menimbulkan beban momen dan lintang pada komponen non SPBL yang lebih besar. Pasal 5.2.2 menetapkan penyimpangan lateral nominal untuk tujuan analisa struktur yang dipakai menentukan syarat-syarat detailing.
SNI 2847 pasal 23.9.2 menetapkan pula kombinasi beban batas tersendiri untuk perhitungan kuat perlu komponen struktur yang ditinjau.
2.11. Faktor reduksi kekuatan Sesuai pasal 23.2 (3) fakor reduksi kekuatan (φ) yang tercantum di pasal 11.2(2) dapat dipakai untuk desain ini.
2.12. Kuat tekan beton Kuat tekan beton (fc’) sesuai pasal 23.2 (4(1)) tidak boleh kurang dari 20 Mpa. Kuat tekan 20 Mpa atau lebih dipandang menjamin kualitas perilaku beton. Pemakaian beton ringan harus memenuhi syarat yang tercantum di pasal 23.2.(4(2)). II - 24
2.13. Penulangan Tulangan pada komponen struktur yang merupakan bagian dari SPBL harus memenuhi pasal 23.2.(5).
2.14. Persyaratan pendetailan komponen struktur beton Syarat-syarat pendetailan untuk berbagai komponen struktur beton bertulang yang berada diwilayah gempa dengan resiko gempa tinggi dan wilayah gempa menengah.
2.14.1. Komponen lentur Komponen-kompoenn lentur harus memenuhi pasal 23.3 (1(1)) sampai dengan 23.3 (1(4)) agar penampangnya terbukti berkinerja baik. Tiap komponen harus cukup detail dan cukup efisien mentransfer momen ke kolom. Perlu dicatat, kolom-kolom yang terkena momen dan hanya kena beban aksial terfaktor < Agfc’/10 boleh didesain sebagai komponen lentur.
2.14.2. Penulangan lentur Adapun persyaratan penulangan untuk komponen lentur yang berada diwilayah gempa 5 dan 6 ditunjukkan pada gambar 6-1. Syarat momen nominal minimal di sembarang penampang komponen lentur dinyatakan dalam momen nominal pada muka kolom. Syarat ini menjamin kekuatan dan daktilitas bila terjadi lateral displacemen besar.
Persyaratan yang mengharuskan sedikitnya ada 2 batang tulangan menerus disisi atas maupun bawah balok, dimaksudkan untuk keperluan pelaksanaan. Sedang persyaratan penulangan untuk komponen lentur yang berada di wilayah gempa menengah 3 dan 4 adalah sama seperti tertera di gambar 6-1.
2.14.3. Sambungan lewatan Sementara untuk sambutan lewatan (SL) harus diletakkan di luar daerah sendi plastis. Bila dipakai SL, maka sambungan itu harus didisain sebagai SL tarik dan
II - 25
harus dikekang sebaik-baiknya (lihat gambar 6.2). pada sambungan mekanikal boleh juga dipakai dan harus memenuhi ketentuan pasal 23.2 (b).
2.15. Tulangan pengekang Pengekangan yang cukup disyaratkan harus ada diujung-ujung komponen lentur yang kemungkinan besar akan etrjadi sendi plastis untuk menjamin kemampuan daktilitasnya, bila kena beban bolak-balik. Tulangan transversal perlu dipasang pula untuk menahan gaya melintang dan menghindarkan tulangan memanjang menekuk. Diwilayah gempa 5 dan 6, tulangan transversal tersebut harus terdiri dari hoops seperti diperlihatkan pada gambar 3.1. sedangkan begel (stirrups) boleh dipakai untuk pengekangan di wilayah gempa 3 dan 4. adapun persyaratan kuat geser ditentukan dipasal 23.3.(4) untuk wilayah gempa 5 dan 6 dan pasal 23.10 (3) untuk wilayah gempa 3 dan 4.
2.15.1. Komponen terkena beban lentur dan aksial Pada tabel 3.1 dicantumkan persyaratan komponen rangka yang terkena kombinasi beban lentur dan aksial. Persyaratan ini berlaku khas untuk kolom dari suatu rangka dan komponen lentur lainnya yang terkena beban aksial terfaktor Pu > Ag fc’ / 10.
2.15.2.A. Persyaratan kuat lentur Berdasarkan prinsip ”Capacity design” dimana kolom harus diberi cukup kekuatan, sehingga kolom-kolom tidak leleh lebih dahulu sebelum balok. Goyangan lateral memungkinkan terjadinya sendi plastis di ujung-ujung kolom akan menyebabkan kerusakan berat, karena itu harus dihindarkan. Oleh sebab itu kolom-kolom selalu didisain 20% lebih kuat dari balok-balok disuatu hubungan balok kolom (HBK) sebagaimana diperlihatkan pada gambar 3.2. Kuat lentur kolom dihitung dari beban aksial berfaktor, konsisten dengan arah beban lateral yang memberikan kuat lentur paling rendah. Untuk wilayah gempa 5 dan 6, ratio tulangan dikurangi dari 8% menjadi 6% untuk menghindarkan kongesti oleh tulangan, sehingga mengurangi hasil pengecoran yang kurang baik. Ini juga untuk menghindarkan terjadinya tegangan geser besar dikolom. Biasanya pemakaian II - 26
ratio tulangan yang lebih besar dari ± 4% dipandang tidak praktis dan tidak ekonomis.
2.15.2.B. Sambungan lewatan (SL) Sambungan lewatan boleh diletakkan di lokasi lo (lihat gambar 3.2 yang kemungkinan besar akan terjadi pelupasan dan tegangan tinggi, tapi harus diletakkan ditengah tinggi kolom. Sambungan itu harus didisain sebagai sambungan tarik dan harus dikekang oleh tulangan transversal yang cukup. Sedang sambungan mekanikal dan las harus sesuai dengan pasal 23.2 (6).
2.15.2.C. Tulangan transversal (TT) Ujung-ujung kolom perlu cukup pengekangan untuk menjamin daktilitasnya bila terjadi pembentukan sendi plastis. Ujung-ujung itu perlu juga tulangan transversal untuk mencegah pertama kegagalan geser sebelum penampang mencapai kapasitas lentur dan kedua tulangan menekuk (buckling). Peraturan menentukan jumlah, jarak, dan lokasi dari tulangan transversal ini, sehingga kebutuhan tulangan pengekangan, kuat geser, dan tekuk dipenuhi.
Tulangan trnasversal untuk wilayah gempa 5 dan 6 harus beripa tulangan spiral atau hoop bulat atau hoop persegi panjang seperti digambar 3.3. untuk kolomkolom penyangga komponen kaku (menumpu dinding struktur) ditunjukkan oleh gambar 3.4, tulangan transversal dipasang sepanjang kolom penuh dan harus diteruskan sedikitnya sama dengan panjang penyaluran tulangan longitudinal kolom yang masuk dalam dinding struktur. Tulangan transversal tersebut harus pula membungkus tulangan memnajang kolom yang masuk dalam pondasi atau poer sedikitnya sepanjang 300 mm.
2.15.3. Hubungan balok-kolom (HBK) Integrasi menyeluruh SRPM sangat tergantung pada perilaku HBK. Degradasi pada hubungan balok-kolom akan menghasilkan deformasi lateral besar yang dapat menyebabkan kerusakan berlebihan atau bahkan keruntuhan. Tabel 3.3 mencantumkan syarat untuk hubungan balok-kolom. Diwilayah gempa 1 dan 2, II - 27
hubungan balok kolom tak mensyaratkan desain khusus seperti pada wilayah gempa 5 dan 6, walaupun di wilayah gempa 3 dan 4 tidak dituntut pendetailan khusus, namun demikian sebaiknya pendetailan seperti pada wilayah gempa 5 dan 6.
2.15.4. Penulangan memanjang Penulangan memanjang harus menerus menembus hubungan balok kolom dan dijangkar sebagai batang tarik atau tekan dengan panjang penyaluran sesuai pasal 23.5(4) dalam suatu inti kolom terkekang. Lekatan antara tulangan memanjang dan beton tidak boleh sampai lepas (slip) didalam hubungan balok kolom yang berakibat menambah rotasi hubungan balok kolom. Persyaratan ukuran minimum dipasal 23.5(1(4)) mengurangi kemungkinan kegagalan dan kehilangan lekatan pada waktu terjadi beban berbalik diatas tegangan leleh tulangan.
2.16. Analisis dinamis Apabila tidak ditinjau interaksi tanah-struktur, untuk analisis struktur bagian atas, struktur tersebut dapat dianggap terjepit pada taraf penjepitan lateral, yaitu pada taraf lantai dasar jika ada basemant, pada taraf bidang di atas pur tiang pondasi dan pada bidang telapak pada pondasi langsung jika tidak ada basement.
Berdasarkan denah struktur yang dihadapi, harus ditetapkan arah gempa yang mnetukan, yaitu searah dengan bidang kerja subsistem struktur penahan beban gempa (portal terbuka, dinding geser) yang dominan. Biasanya, arah ini adalah arah yang paling cocok untuk dijadikan arah salah satu sumbu koordinat (sumbu x atau y) dalam sistem koordinat global yang dipakai dalam analisis struktur. Pada denah struktur gedung yang sangat tidak beraturan, arah gempa yang menentukan harus dicari dengan sebaik-baiknya (trial error). Arah pembebanan gempa dalam kenyataannya adalah sembarang, sehingga pada umumnya selalu terdapat 2 komponen beban gempa dalam arah masing-masing sumbu koordinat ortogonal yang bekerja bersamaan pada struktur gedung. Pembebanan gempa tidak penuh tetapi biaksialdapat menimbulkan pengaruh yang lebih rumit terhadap struktur gedung ketimbang pembebanan gempa penuh tetapi uniaksial. Kondisi ini II - 28
disimulasikan dengan meninjau pembebanan gempa gempa dalam suatu arah sumbu koordinat yang ditinjau 100%, yang bekerja bersamaan dengan pembebanan gempa dalam arah tegak lurus tetapi ditinjau 30%.
Apabila untuk suatu arah sumbu koordinat nilai R untuk sistem struktur yang dihadapi belum diketahui, maka nilainya harus dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot dari nilai R semua subsistem struktur yang ada dalam arah itu, dengan gaya geser dasar akibat beban gempa yang dipikul masing-masing subsistem Vs dipakai sebagai besaran pembobotnya. Dalam hal ini, tentunya nilai R dari masing-masing subsistem tersebut harus diketahui, misalnya untuk portal terbuka R = 8.5 dan untuk dinding geser kantilever R = 5.3, yaitu nilai-nilai maksimumnya menurut standar SNI 03-1726-2003. Untuk arah sumbu x, perhitungan nilai R rata-rata berbobot dapat ditulis sebagai : Rx =
∑V ∑V R
=
xs
xs
xs
Vx0 ∑V xs Rxs
( 2.10 )
Dan untuk arah sumbu y : Ry =
∑V ∑V R
=
ys
ys
ys
V y0
∑V
ys
( 2.11 )
R ys
Untuk dapat menerapkan persamaan IX-1 dan IX-2, untuk masing-masing arah sumbu koordinat harus dilakukan analisis struktur pendahuluan terhadap beban gempa statik ekuivalen untuk mengetahui VS. Strukturnya harus dalam keadaan tidak berotasi (2D) dengan beban gempa statik ekuivalen yang dapat diambil sembarang, tetapi dapat juga akibat penuh Gempa Rencana (artinya dengan I=1 dan R = 1). Nilai terfaktor reduksi gempa yang representatif untuk struktur gedung 3D secara keselkuruhan R, kemudian dihitung sebagai nilai rata-rata berbobot dari nilai Rx dan Ry, dengan gaya geser dasar V x0 dan V y0 diapakai sebagai besaran pembobotnya : R=
V x0 + V y0
( 2.12 )
V x0 R x + V y0 R y
II - 29
Nilai R, menurut persamaan III-3 merupakan nilai maksimum yang boleh dipakai, sehingga dapat dipakai nilai yang lebih rendah bila dikehendaki, sesuai dengan nilai µ yang dipilih.
Dalam analisis struktur pendahuluan di atas dan analisis struktur 3D selanjutnya, pengaruh P-Delta harus diperhitungkan, apabila tinggi struktur adalah lebih dari 10 tingkat atau 40 m. Pengaruh P-Delta adalah suatu gejala yang terjadi pada struktur gedung yang fleksible, dimana simpangan ke samping yang besar akibat beban gempa akibat beban gempa menimbulkan beban lateral tambahan akibat momen guling yang terjadi oleh beban gravitasi yang titik tangkapnya menyimpang ke samping. Sifat 3D dari struktur gedung tercerminkan oleh persyaratan harus adanya eksentrisitas rencana ed antara Pusat Massa dan Pusat Rotasi, yang ditinjau di setiap lantai tingkat yang dapat dianggap bekerja sebagai diafragma.
Sebelum analisis struktur terhadap beban gempa dilakukan, harus diperiksa terlebih dahulu berapa waktu getar alami fundamental dari struktur gedung T1. Pada struktur gedung beraturan, dengan mengisikannya ke dalam persamaan sebagai berikut : n
T 1 = 6 ,3
∑W i =1
i
d i2
( 2.13 )
n
g ∑ Fid i i =1
dimana : Wi : Berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai Fi : Beban-beban gempa nominal statik ekuivalen yang menangkap pada pusat massa lantai tingkat ke-i di : Simpangan horisontal lantai tingkat ke-i dari hasil suatu analisis satatik g
: Percepatan gravitasi
Untuk perkiraan awal, waktu getar alami fundamental (T1 ) struktur, dapat di hitung dengan rumus empiris berikut : T = H 3/4
( 2.14 )
II - 30
dimana : H = tinggi total struktur (m) = nilai koefisien ( lihat lampiran tabel 9 ) Sebelum melakukan analisis struktur terhadap pengaruh gempa Rencana, harus dipastikan terlebih dahulu kategori gedung, yaitu dengan menetapkan nilai faktor keutamaan I, seperti pada lampiran tabel .1 Lihat Lampiran Tabel 1 . Faktor Keutamaan I untuk Berbagai Kategori Gedung atau Bangunan
Faktor ini adalah untuk menyesuaikan periode ulang gempa, apakah lebih panjang atau lebih pendek dari periode ulang Gempa Rencana 500 tahun (I>1) harus ditinjau, bila dihadapi 2 hal berikut : 1. Probabilistik terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun harus lebih rendah dari 10 % (misalnya rumah sakit), sehingga periode ulangnya menjadi lebih panjang dari 500 tahun. 2. Umur gedung yang dihadapi adalah jauh lebih panjang dari 50 tahun (misal monumen atau gedung yang sangat tinggi), sehingga dengan probabilistik 10% terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu umur gedung, periode ulangnya menjadi lebih panjang dari dari 500 tahun.
Periode ulang yang lebih pendek dari 500 tahun (I<1) dapat ditinjau, pada umumnya bila umur gedung lebih pendek dari 50 tahun (misal gedung rendah), sehingga probabilitas 10% terjadinya gempa yang merusak dalam kurun waktu umur gedung, periode ulangnya menjadi lebih pendek dari 500 tahun. Untuk selanjutnya, setiap pengaruh Gempa Rencana harus dikalikan dengan faktor keutamaan I. Bila yang ditinjau adalah taraf pembebanan nominal, maka pengaruh gempa rencana harus dikalikan I/R.
2.17. Pedoman Perencanaan Anggapan perencanaan yang di pakai sebagai dasar perencanaan beton bertulang adalah sebagai berikut:
II - 31
- Bahwa beton sangat mampu menahan tegangan tekan tetapi lemah menahan tegangan tarik. - Bahwa baja tulangan mampu menahan tegangan tarik yang terjadi pada saat tegangan tarik beton melampaui kekuatan tarik beton. - Sifat adhesi atau lekatan yang memungkinkan kedua bahan dapat saling bekerja sama secara struktural sangat baik. -
Koefisien
muai
kedua bahan
yaitu
beton
dan
baja
tulangan
mempunyai kesamaan yaitu 1.2 x 10-5/ °C
Dalam perencanaan model struktur tugas akhir ini, pedoman yang digunakan sebagai acuan adalah: - Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung, Tahun 1987 - Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung, (SNI 03-2847-2002). - Tata
Cara
Perencanaan
Ketahanan
Gempa
Untuk
Bangunan
Gedung (SNI 03-1726-2003).
2.18. Data Desain Bangunan Bentuk yang direncanakan adalah gedung perkantoran dengan struktur beton bertulang di Jakarta, dengan data-data sebagai berikut :
DIMENSI Panjang/Lebar Gedung
: 22 m / 22 m
Tinggi gedung
: 40 m
SPESIFIKASI MATERIAL Mutu beton
: fc’ = 30, 35 Mpa
Mutu baja
: fy = 390 Mpa fys = 240 Mpa
Modulus Elastisitas Beton = 4700 fc’
II - 32
2.00
B
4
6.00
3
2.22
1.56
6.00
2.22 2
3.00
3.00
A
6.00
1
2.00
2.00
6.00 A
6.00
6.00 C
B
2.00 D
DENAH LANTAI 1 S/D 10
II - 33
L t. Atap
4.00
L t. 10
4.00
L t. 9
4.00
L t. 8
4.00
L t. 7
4.00
L t. 6
4.00
L t. 5
4.00
L t. 4
4.00
Lt. 3
4.00
Lt. 2
4.00
Lt. 1 6.00
2.00 A
6.00
6.00 B
C
2.00 D
PO TO NGAN A-A & B-B
II - 34
2.19. Perancangan Awal (Preliminary Design) Langkah-langkah perencanaan struktur atas dapat digambarkan seperti bagan alir berikut ini: Data ( Gambar) arsitektural dan material gedung Perkiraan awal ukuran pelat dan balok Tidak
Cek persyaratan tebal pelat Ya Hitung beban dan momen terfaktor balok Hitung dimensi balok yang optimum Prarencana kolom
Tidak Cek persyaratan desain awal kolom ( portal bergoyang ): Ya Hitung beban-beban terfaktor
Analisis ETAB
Penulangan memanjang pelat,balok da kolom(dari analisis ETAB ) Hitung gaya geser rencana balok dan kolom serta hitung tulangan geser Gambar rencana dan detail
Selesai
II - 35
Keterangan: 1. Data( gambar ) arsitektural dan material gedung Perencana struktur akan mendapatkan data dari gambar rencana
( arsitek )
contohnya : fungsi gedung ,wilayah gempa. Dari data-data tersebut perencana akan menentukan material-material akan digunakan untuk gedung tersebut.
2. Perkiraan awal tebal pelat Pada awal perencanan pelat, dipakai persamaan untuk menentukan tebal pelat (h) sebagai berikut ( SNI beton 2002 ACI pasal 11 ) : Untuk m
0, 2
- Pelat tanpa penebalan, h - Pelat dengan penebalan, h 1. Untuk 0, 2 < m
100 mm
2, 0
Ln 0,8 + fy / 1500 36 + 5β (αm − 0,2)
h h
120 mm
( 2.15 )
120 mm
2. Untuk m > 2, 0 h h 3. h
Ln0,8 + fy / 150 36 + 9β
( 2.16 )
90 mm
tidak perlu lebih besar dari
Ln(0,8 + ( fy / 1500)) 36
( 2.17 )
dimana : ln
= bentang bersih pelat. = panjang sisi terpanjang panjang sisi terpendek
m = nilai rata-rata dari . = perbandingan kekakuan balok dengan pelat pada sisi yang ditinjau Pada pra desain dimensi balok dapat di gunakan persamaan sebagai berikut : 1. Tinggi balok (H) diambil untuk perkiraan awal sebesar 1/10 L – 1/2 L 2. Lebar balok untuk perkiraan awal diambil ½ H – 2/3 H 3. bw*400 4. bw/H 5. min <
250mm
( 2.18 )
0,3
( 2.19 )
< max =
( 2.20 ) II - 36
1,4/fy <
< 0,75 b
( 2.21 )
b = 0,85* 1*(fc’/fy)*[600/(600+fy)]
( 2.22 )
3. Cek persyaratan tebal pelat Adapun persyaratan tebal plat seabagai berikut : 1.Dapat di lihat pada tabel lampiran 3. 4 dan 5 . 2.Dalam segala hal h min pelat lantai : 12 cm. h min pelat atap : 10 cm.
4 .Hitung beban dan momen terfaktor balok. Jika pra desain pelat telah memenuhi syarat maka dapat dihitung beban-beban yang dipikul balok dan memperkirakan momen terfaktor untuk perencanaan awal dipakai persamaan 1.2 D+ 1.6 L.
5. Hitung dimensi balok optimum. Pada perencaan balok diupayakan untuk mendapatkan ukuran ynag optimum dan biasanya dipakai besarnya pertimbangan
dalam
= 0.1. Dan faktor ekonomis juga harus menjadi
mendesain
balok
Persamaan
berikut
ini
menjadi
pertimbangan faktor ekonomis balok yaitu : bd2
Mu / [ Ø f’c
( 1- 0.59
)]
( 2.23 )
= ( fy/ f’c ) b = 0.55 d
6. Prarencana kolom Setelah perencanaan awal pelat dan balok selesai maka dapat hitung beban-beban yang akan di terima oleh kolom. Dan dapat diperkirakan ukuran-ukuran kolom yang akan di pakai.
7. Cek persyaratan desain awal kolom ( portal bergoyang ). Persamaan persyaratan kolom untuk portal bergoyang sebagai berikut : a. klg /r
34-12 (M1/ M2) ( SNI beton 2002 ACI pasal 12. ) II - 37
( 2.24 )
b. faktor panjang efektif (k) kolom kedua ujung terkekangmenggunakan persamaan : k = 2.0 + 0.3 , ( SNI beton 2002 ACI pasal 12 )
( 2.25 )
8. Hitung beban-beban terfaktor Beban yang diperhitungkan sebagai berikut : D = Beban mati : yaitu beban yang selalu ada pada struktur. L = Beban hidup : yaitu beban yang sifatnya berpindah-pindah. A = Beban atap : beban yang tidak tetap di atap (beban orang bekerja atau b atau/dan beban peralatan). R = Beban hujan : genangan air hujan di atap. W = Beban angin E = Beban gempa : beban ekivalen yang bekerja pada struktur akibat pergerakan tanah pada peristiwa gempa.
9. Analisis ETABS Dari data prarencana pelat, balok dan kolom serta beban–beban yang telah dihitung, kemudian masukan kedalam program ETAB untuk mendapatkan momen-momen yang terjadi dan dapat menghitung keperluan tulangan memanjang serta dapat mengetahui apakah ukuran-ukuran pada saat prarencana apakah sudah mampu memikul beban yang terjadi pada komponen struktur tersebut.
10. Penulangan memanjang pada balok , kolom dan pelat.( dari analisis ETAB ). Dari analisis ETABS sudah muncul keperluan yang akan di gunakan untuk tulangan memanjang atau dari ETABS sudah dapat diambil volume yang akan digunakan untuk tulangan memanjang .
11. Hitung gaya geser rencana balok dan kolom serta hitung penulangannya. Dari analisis ETABS, perencana tidak bisa langsung mengambil luas tulangan karena masih ada faktor lain yang perlu dipertimbangkan seperti persamaan berikut ini: 1. Balok Vu ={ [(Mnl + Mnr ) /ln] + [ (Wu ln)/ 2 ] } II - 38
( 2.26 )
Dimana : Mnl = momen ujung kanan balok (dapat diambil dari analisis ETAB) Mnr = momen ujung kiri balok (dapat diambil dari analisis ETAB) ln = bentang balok netto Wu = beban terfaktor ( 1.2 D +1.0 L ) 2. Kolom Vu = [ Mat + Mab ] / hn
( 2.27 )
Dimana : Mat = momen ujung atas kolom (dapat diambil dari analisis ETAB) Mab = momen ujung bawah kolom(dapat diambil dari analisis ETAB) hn = tinggi kolom netto
12. Gambar rencana dan detail. Jika semua komponen struktur sudah selesai di desain kemudian untuk memperjelas perencanaan dan untuk gambar kerja , maka hrus di buat gambar detail,agar mempermudah pekerjaan dilapangan.
13. Selesai Setelah semua gambar kerja dan gambar rencana sudah siap maka pekerjaan struktur sudah siap untuk di kerjakan.
2.20.1 Beban-Beban dan Gaya yang Bekerja Pada Struktur Terdiri Dari : 1. Beban Mati (D) ialah berat dari semua bagian dari gedung yang bersifat tetap, termasuk segala unsur tambahan, mesin-mesin serta peralatan tetap. Contoh : a.
Berat sendiri struktur (pelat, balok, kolom, dll)
b.
Berat penutup lantai (keramik, aduk, dll)
c.
Langit-langit (rangka plafon dan plafonnya sendiri)
d.
Dinding (bata, partisi), sesuai dengan lokasinya.
e.
Perlengkapan gedung yang sifatnya tetap (AC, pemipaan, dll), sesuai dengan lokasinya.
II - 39
2. Beban Hidup (L) ialah semua beban akibat penggunaan gedung, termasuk beban dari barang-barang yang dapat di pindah, mesin dan peralatan yang berpindah-pindah. Contoh : a.
Berat orang
b.
Perabot
3. Gaya Angin (W) ialah semua gaya yang bekerja pada gedung atau bagian gedung yang disebabkan oleh angin.
4. Gaya Gempa (E) ialah semua gaya statik ekivalen yang bekerja pada gedung atau bagian gedung, yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akibat gempa itu.
5. Beban Atap ialah beban hidup yang khusus bekerja pada atap, yaitu : a.
Beban peralatan tidak tetap yang diletakkan di atap dan orang yang bekerja di atap (A)
b.
Beban air hujan (R)
Beban Mati pada struktur bangunan gedung ditentukan dan digunakan acuan “Pedoman Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah
dan
Gedung
(SKBI-1.3.53.1987, Dept. PU )” ( Lihat lampiran tabel 4.1 ).
2.20.2 Beban Pelat Semua beban yang berada di atas pelat, terdiri dari : a. Beban Mati ( Wd ) Contoh : beban mati pelat tebal 12 cm yaitu pejumlahan dari : 1. Berat sendiri pelat diperoleh dari tebal pelat dikalikan dengan berat jenis beton = 24 KN/m3 2. Berat penutup lantai diperoleh dari tebal penutup lantai dikalikan dengan berat jenis penutup lantai ( misal keramik + semen = 25 KN/m3)
II - 40
3. Berat plafon + rangka diperoleh dari berat jenis plafon + rangka ( misal plafon + rangka = 0,18 KN/m3)
b. Beban Hidup Contoh : ( penggunaan gedung untuk kantor ) WL = 2, 50 kN /m2 Wu = 1, 2Wd + 1, 6WL
2.21. Konsep Desain Kapasitas Struktur di desain dapat memikul beban (gempa kuat) sampai batas maksimum tidak runtuh, walaupun di beberapa tempat elemen struktur terjadi kerusakan struktural yang mungkin tidak dapat diperbaiki lagi. Sebaliknya dengan konsep desain elastis, struktur dapat memikul beban (gempa kuat) tanpa ada kerusakan struktural.
Gambar 2.6 Mekanisme Plastis Akibat Gempa
II - 41
Gambar 2.7 Mekanisme Keruntuhan Ideal Pada Gedung
2.22. Perencanaan Pelat Pelat adalah struktur yang berbentuk bidang datar (tidak melengkung), plat dapat dimodelkan sebagai pelat satu arah maupun dua arah. Pelat dapat ditumpu di seluruh tepinya, atau hanya pada titik-titik tertentu (misalnya oleh kolom-kolom), atau campuran antara tumpuan menerus dan titik. Kondisi tumpuan dapat sederhana atau jepit. Untuk merencanakan plat beton bertulang yang perlu dipertimbangkan tidak hanya pembebanan, tetapi juga ukuran dan syarat-syarat tumpuan pada tepi. Syarat yang harus dipenuhi bukan hanya kekuatan tapi juga kekakuannya. Plat selain sebagai penahan beban berlaku juga sebagai bagian pengaku lateral struktur
Pelat lantai beton dapat dibagi dalam 2 kategori : 1. Pelat 1 arah (one way slab) : momen yang terjadi pada penampang pelat hanya satu arah. Biasanya pada pelat yang ditumpu balok hanya pada 2 sisi yang berseberangan. 2. Pelat 2 arah (two way slab) : momen yang terjadi pada pelat dua arah. Menurut SNI Beton pasal 11.5, persyaratan tebal minumum pelat satu arah berikut dapat digunakan tanpa perlu melakukan pengecekan defleksi. II - 42
( Lihat Lampiran Tabel 3 Tebal Minimum Pelat Satu Arah ) Dalam segala hal hmin pelat lantai : 12 cm. hmin pelat atap : 10 cm. SNI Beton 2002 : Untuk m
0, 2
- Pelat tanpa penebalan, h - Pelat dengan penebalan, h Untuk 0, 2 < m
100 mm
2, 0
Ln 0,8 + fy / 1500 36 + 5β (αm − 0,2)
h h
120 mm
( dari persamaan 2.15 )
120 mm
Untuk m > 2, 0 h h
Ln0,8 + fy / 150 36 + 9 β
( dari persamaan 2.16 )
90 mm
dimana : ln
= bentang bersih pelat. = panjang sisi terpanjang panjang sisi terpendek
m = nilai rata-rata dari . = perbandingan kekakuan balok dengan pelat pada sisi yang ditinjau. Untuk perhitungan nilai , ukuran balok ditaksir sbb : Menurut SNI Beton pasal 11.5, persyaratan tinggi (h) minumum balok berikut dapat digunakan tanpa perlu melakukan pengecekan defleksi. Kemudian lebar balok (b) sebagai fungsi dari h. b
1/2 s/d 2/3 h
Pelat Tanpa Balok Interior Menurut SNI Beton 2002 pasal 11.5.3.2, tebal minimum pelat tanpa balok interior yang menghubungkan tumpuan-tumpuannya dan
< 2 harus memenuhi ketentuan berikut :
Lihat Lampiran Tabel 4. Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior Lihat Lampiran Tabel 5 Tebal Minimum Pelat Tanpa Balok Interior
II - 43
Keterangan : a : Untuk tulangan dengan tegangan leleh di antara nilai yang tercantum pada tabel
digunakan interpolasi.
b : Penebalan panel setempat disediakan pada kedua arah dari pusat tumpuan sejarak tidak kurang dari 1/6 jarak pusat-ke-pusat tumpuan pada arah yang ditinjau.Tebal penebalan c : Nilai
1/4 tebal panel yang tidak ditebalkan.
untuk balok
0, 8
Batasan tulangan menurut SNI – Beton tahun 2002, luas minimum tulangan pelat harus memenuhi kebutuhan tulangan untuk susut dan suhu sebagai berikut: a. Pelat yang menggunakan batang ulir mutu 300 Mpa :
min
= 0.002.
b. Pelat yang menggunakan batang ulir atau jaring kawat kawat las ( polos atau ulir ) mutu 400
Mpa :
min
= 0.0018.
c. Pelat yang menggunakan batang ulir mutu melebihi 400 Mpa: min
= (0.0018) 400/ fy.
Dalam segala hal Dimana b =
min
tidak kurang dari 0.0014.dan
0,85β 1 fc' fy
600 600 + fy
mak
= 0.375 b ( 2.28 )
Jarak antar tulangan tidak melebihi 5 x tebal pelat dan tidak melebihi 450mm menurut SNI- Beton tahun 2002.
4.23. Perencanaan Balok Perencanaan balok beton bertulang bertujuan untuk menghitung tulangan dan membuat detail-detail konstruksi untuk menahan momen-momen lentur ultimate, gaya-gaya lintang dan momen-momen puntir dengan cukup kuat. Kekuatan suatu balok lebih banyak dipengaruhi oleh tinggi daripada lebarnya. Lebar yang sesuai dapat sepertiga sampai setengah dari tinggi, tetapi mungkin jauh lebih kecil untuk suatu balok tinggi, dan mungkin juga di pakai balok-balok yang lebih lebar dan rendah untuk mempertahankan tinggi ruangan. Diusahakan agar dimensi balok jangan terlalu sempit karena akan timbul kerusakan dalam menyediakan selimut beton dan jarak tulangan yang memadai.
II - 44
Untuk mendapakan hasil desain yang optimum, maka ukuran balok perlu di desain seoptimum mungkin. Langkah-langkah berikut dapat digunakan untuk mencapai tujuan tersebut : 1.
Tentukan bentuk model struktur
balok sedekat
mungkin
dengan
bentuk/kondisi sebenarnya. 2. Taksir besaran dimensi balok awal yag memenuhi syarat. Menurut SNI Beton pasal 11.5, persyaratan tinggi (h) minumum balok berikut dapat digunakan tanpa perlu melakukan pegecekan defleksi. Lihat Lampiran Tabel 6 Persyaratan Tinggi Minimum Balok Kemudian lebar balok (b) sebagai fungsi dari h. b
1/2 s/d 2/3 h
3. Hitung beban-beban yang bekerja pada balok, termasuk berat sendiri balok dari taksiran di atas. 4. Hitung momen maksimum lapangan dan tumpuan dengan memperhatikan penempatan beban yang menghasilkan momen terbesar. 5. Desain ukuran balok yang paling ekonomis. 6. Cek rasio tulangan, dimana min <
< maks
Beban Balok
Gambar 2.8 Penyaluran Beban Plat ke Balok II - 45
q : Beban merata per satuan luas yang bekerja pada lantai (kg /m2 , kN /m2 )
3.2.3.1 Batasan Tulangan Tulangan minimum balok empat persegi diambil nilai terbesar dari dua rumus berikut : 1.
Asmin
=
fc' bwd 4 fy
( 2.29 )
2.
Asmin
=
1.4 fy
( 2.30 )
b wd
Untuk balok T statis tertentu dengan bagian sayap tertarik (balok kantilever misalnya), tulangan minimum diambil nilai terkecil dari dua rumus berikut : 1.
Asmin
=
fc' b wd 2 fy
( 2.31 )
2.
Asmin
=
fc' bf d 4 fy
( 2.32 )
Dimana bf = lebar bagian sayap penampang Ratio tulangan maksimum balok : max = 0,75 b
2.24. Perencanaan Kolom Kolom-kolom di sebuah
konstruksi
berfungsi
meneruskan
beban- beban
dari balok-balok dan plat-plat ke bawah sampai pondasi. Karenanya, kolom-kolom merupakan bagian konstruksi tekan, meskipun mungkin harus pula menahan gaya-gaya lentur akibat kontinuitas dari konstruksi. Perencanaan kolom memperhatikan
batas
tegangan (kekuatan) dan
kekakuan untuk
menghindari deformasi berlebihan dan tekuk. Daktail tulangan yang
benar dan penutup beton yang cukup adalah penting. Perbandingan b/h dari kolom tidak boleh kurang dari 0.4. Jika beban yang bekerja pada kolom hanya gaya aksial, maka perkiraan ukuran kolom II - 46
1. Kolom dengan pengikat sengkang,
Pu 0,4( fc + fy.ρ .t )
Ag
( 2.33 )
Kolom dengan pengikat spiral
Pu 0,5( fc + fy.ρ .t )
Ag
( 2.34 )
Jika Kolom juga menerima momen, maka faktor pembagi 0,4 dan 0,5 di atas dapat diturunkan menurut kebutuhan. (Jika tidak menggunakan dinding geser sebagai komponen pemikul beban lateral, maka faktor pembagi tersebut ±0, 2). Menurut SNI-Beton pasal 15.6.9.(2), kolom di atas dan di bawah pelat harus mampu memikul momen menurut pers. berikut : M = 0,07 [( Wd+0,5 WL ) L2L2 n- WdL’2(L’n)2
]
( 2.35 )
Dimana W’d’ , L’2 M dan L’n , merujuk pada bentang pendek. Wd = beban mati terfaktor per unit luas. WL = beban hidup terfaktor per unit luas. Ln = panjang bentang bersih dalam arah momen yang ditinjau ( bentang yang panjang ) diukur dari muka tumpuan, mm. L2 = panjang bentang dalam arah transversal terhadap Ln, di ukur dari sumbu ke sumbu tumpuan, mm.
Momen tersebut kemudian di bagi ke kolom di atas dan di bawah plat, sesuai dengan perbandingan kekakuan masing-masing. Persamaan di atas mengacu pada dua bentang yang menyatu, dengan satu bentang lebih panjang dari yang lainnya, dan dengan beban mati penuh plus setengah beban hidup diterapkan pada bentang yang lebih panjang dan hanya beban mati yang diterapkan pada bentang yang lebih pendek. Ratio tulangan : 1.Untuk wilayah gempa 5 dan 6 : 0,01
t
0,06
( 2.36 )
2.Untuk wilayah gempa 3 dan 4 : 0,01
t
0,08
( 2.37 )
II - 47
2.25. Desain Tangga Tangga dan bordes merupakan sistim pelat yang ditumpu pada kedua ujungnya. a. Bordes atas ditumpu oleh balok di ujungnya. b. Bordes tengah ditumpu oleh balok yang dibuat khusus untuk ini (jika ada). Jika tidak ada balok yang di buat khusus untuk menumpu bordes tengah ini, maka sistim tangga disebut juga sebagai tangga melayang. c. Di ujung anak tangga paling bawah tangga ditumpu oleh fundasi menerus yang dibuat khusus untuk tumpuan tangga
Beban Tangga a. Perhitungan beban pada pelat bordes sama seperti perhitungan beban pada pelat biasa, hanya saja beban hidup ditingkatkan menjadi 300kg /m2 .Jika akan dianalisis dengan menggunakan paket program SAP, beban ini harus dikalikan dengan cos dimana
,
: sudut kemiringan tangga
b. Beban mati pada tangga terdiri dari 1. Berat sendiri pelat tangga tebal pelat tangga x berat jenis beton (
satuan berat ) satuan luas
2. Berat anak tangga 1 x tinggi anak tangga x berat jenis beton x cos 2
(
satuan berat ) satuan luas
3. Lapisan penutup tangga : (keramik+semen adukan) x cos
(
satuan berat ) satuan luas
2.26.Perencanaan Tulangan Geser 1. Kuat Geser Kuat geser didasarkan pada tegangan geser rata-rata pada penampang efektif penuh bwd. Dalam komponen struktur tanpa tulangan geser, geser diasumsikan di tahan oleh beton. Dalam komponen struktur dengan tulangan geser, porsiu kuat II - 48
geser diasumsikan disumbangkan oleh beton dan sisanya dipikul oleh tulangan geser. Perencanaan penampang terhadap geser harus didasarkan pada: Vu
ØVn
( 2.38 )
Vn = Vc + Vs
( 2.39)
Dimana: Vu = gaya geser terfaktor pada penampang yang di tinjau. Vn = kuat geser nominal Vc = kuat gesar nominal yang disumbangkan oleh beton. Vs = kuat geser nominal yang disumbangkan oleh tulangan geser. Kuat geser yang diberikan oleh Vc diasumsikan sama untuk balok dengan tanpa tulangan geser dan dianggap sebagai gesr yang mengakibatkan retak miring.
2. Kuat Gesar Yang Disumbangkan Oleh Beton. a. Komponen struktur yang hanya dibebani oleh geser dan lentur, persamaanya sebagai berikut : fc' Vc = bwd 6
Ø vc = 0.6 . 1/6 fc’ ( Mpa )
( 2.40 )
b. Komponen struktur yang dibebani tekan aksial, persamaannya sebagai berikut: Nu Vc = 1 + b wd 14 Ag
( 2.41 )
c. Komponen struktur yang mengalami gaya tarik aksial, persamaannya sebagai berikut: 0,3 Nu Vc = 1 + ( fc’ / 6 ) b w d Ag
( 2.42 )
Dimana : Nu = beban aksial terfaktor yang terjadi bersamaan dengan Vu, diambil positif untuk tekan, negatif untuk tarik, dan memperhitungkan pengaruh tarik akibat rangkak dan susut, Nu dinyatakan dalam Mpa. Ag = luas penampang bruto.
II - 49
3. ketentuan-ketentuan untuk sistem Rangka Pemikul Momen menengah (SRPMM ) Tujuan persyaratan SRPMM adalah untuk mengurangi kegagalan geser sewaktu ada gempa . Perencana di beri dua pilihan untuk menentukan gaya geser terfaktor. Gaya gaeser terfaktor ditentukan dari kuat momen nominal dari komponen struktur dan beban gravitasi diatasnya
Untuk menentukan geser maksimum balok, dianggap kuat momen nominal (Ø = 1.0 ) terjadi berbarengandi dua ujung dari bentang bersihnya. Persamaan untuk menentukan besarnya Vu, berdasarkan wilayah gempa menengah ( wilayah gempa 3 dan 4 ) sebagai berikut: 1. Balok Vu ={ [(Mnl + Mnr ) /ln] + [ (Wu ln)/ 2 ] }
( dari persamaan 2.26 )
Dimana : Mnl = momen ujung kanan balok Mnr = momen ujung kiri balok ln = bentang balok netto Wu = beban terfaktor ( 1.2 D +1.0 L ) 2. Kolom Vu = [ Mat + Mab ] / hn
( dari persaman 2.27 )
Dimana = Mat = momen ujung atas kolom Mab = momen ujung bawah kolom hn = tinggi kolom netto
2.27. Program Komputer Etabs Non Linier Program komputer atau software yang digunakan dalam perhitungan analisis struktur adalah Etabs non linier. Beban yang di terima struktur direncanakan sebagai pembebanan vertikal gravitasi dan pembebanan lateral gempa. Pembebanan vertikal gravitasi terdiri atas beban mati dan beban hidup. Dengan menggunakan software analisis rangka struktur balok, kolom baik normal maupun perkakuan sudah otomatis menghitung sebagai beban mati, sehingga beban vertikal hanya berasal dari pelat (open frame).Guna keperluan mendesain struktur dan untuk menghindari kerusakan struktur karena menahan II - 50
beban, maka diperlukan suatu batasan mutu dari masing-masing spesifikasi bahan struktur yang dipakai terhadap kekuatan menerima beban itu
2.28. Kinerja Struktur Gedung Peraturan gempa Indonesia, SNI 1726-2003, membatasi besarnya lendutan arah ke samping (simpangan) struktur gedung dalam 2 istilah yaitu: a. Kinerja batas layan Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antartingkat akibat pengaruh Gempa
Rencana,
yaitu
untuk membatasi
terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, di samping untuk
mencegah
kerusakan
non-struktur
dan
ketidaknyamanan
penghuni.Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam
segala
hal
simpangan
antar-tingkat
yang
di hitung
dari
simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui (0,03/R) * tinggi tingkat yang bersangkutan, dimana R adalah faktor reduksi gempa atau 30 mm,bergantung yang mana yang nilainya terkecil
b. Kinerja batas ultimit. Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan
antar-tingkat
maksimum struktur gedung
akibat pengaruh
Gempa Rencana dalam kondisi struktur gedung di ambang keruntuhan, yaitu untuk membatasi kemungkinan terjadinya keruntuhan struktur gedung yang dapat menimbulkan korban jiwa manusia dan untuk mencegah benturan berbahaya antar-gedung atau antar bagian struktur gedung yang di pisah dengan sela pemisah (sela delatasi). Sesuai Pasal 4.3.3 simpangan dan simpangan antar-tingkat ini harus di hitung dari simpangan struktur gedung akibat pembebanan gempa nominal, dikalikan dengan suatu faktor pengali sebagai berikut : -untuk struktur gedung beraturan : =
0,7 R
( 2.43 )
II - 51
-untuk struktur gedung tidak beraturan : =
0.7 R
( 2.44 )
Faktor skala Dimana R adalah faktor reduksi gempa struktur gedung tersebut dan faktor skala adalah seperti yang tertera pada tabel 3.6. Untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang di hitung tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.
II - 52
BAB III DASAR-DASAR PERENCANAAN FONDASI
3.1 Penyelidikan Tanah 3.1.1. Tujuan Penyelidikan Tanah Sebelum
dilakukan
perencanaan
struktur
terlebih
dahulu
dilaksanakan
penyelidikan tanah yang bertujuan untuk mengetahui parameter-parameter tanah dan mengetahui posisi tanah keras. Karena tanah
sifatnya yang tidak pasti,
semakin banyak dilakukan penyelidikan tanah atau pengambilan contoh tanah semakin teliti juga untuk mengetahui parameter-parameter tanah tersebut.
3.1.2. Sifat-Sifat Tanah Tanah dapat didefinisikan sebagai material yang terdiri dari butiran mineralmineral padat yang tidak terikat secara kimia satu dengan yang lainnya dari bahan-bahan organik yang telah melapuk disertai dengan zat cair dan gas yang mengisi ruang ruang kosong diantara partikel-partikel padat tersebut. Sifat tanah secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian yaitu: 1. Sifat fisik tanah ( indek properties ) yaitu sifat tanah dalam keadaan asli yang digunakan untuk menentukan jenis atau klasifikasi tanah. Contoh Indek properti seperti perhitungan volume atau kadar air yang terkandung dalam tanah tersebut, dan digunakan untuk untuk keperluan klasifikasi tanah. 2. Sifat mekanis tanah ( engineering properties ) yaitu: sifat tanah yang digunakan untuk perencaan stuktur fondasi atau yang lainnya. Contoh sifat mekanaik tanah seperti menentukan sudut gesek atau kohesi tanah dan lain sebagainya.
Dari ukurannya tanah secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi 2 golongan yaitu: 1. Tanah berbutir kasar yang meliputi ; a. Berangkal ( boulder ), yaitu batuan besar yang ukurannya lebih besar dari 250 mm III - 1
b. Kerikil ( gravel ) , yaitu ukurannya butirannya kurang lebih antara 5mm sampai 250 mm c. Pasir ( sand ) , yaitu ukuran butirannya kurang lebih 0.0074- 5 mm termasuk pasir kasar dan halus 2. Tanah berbutir halus yang meliputi: a. Lanau ( silt ), yaitu ukuran butirannya 0.002mm – 0.0074 mm b. Lempung ( clay ) yaitu ukuran butirannya kurang lebih kurang dari 0.002 mm dan juga termasuk tanah kohesif (tanah lengket ) . c. Koloid yaitu partikel yang diam
Dari sifat fisik tanah tersebut di atas sangat mempengaruhi sifat engineering tanah tersebut untuk menentukan struktur fondasi atau yang lainnya. Dalam menentukan sifat- sifat tanah berbutir kasar dipakai cara dengan analisis saringan atau pengujian analisa saringan ( sieve analysis ) di laboratorium. Sedangkan untuk tanah berbutir halus menggunakan metode pengujian Batas-Batas Atterberg ( antterberg Limit ) di laboratorium.
3.1.3. Pengaruh Muka Air Tanah Dari penyelidikan tanah akan diketauhi tinggi muka air tanah dan akan di pakai untuk menentukan kadar air dan menentukan berat tanah . Maka perlu diperhatikan dengan cermat kondisi atau posisi muka air tanah tersebut. Karena kadar air akan mempengaruhi daya dukung tanah .
Dari pernyataan di atas maka dapat disimpulkan dengan persamaan sebagai berikut: ’
= sat –
dimana ,
’
( 3.1 )
w
= kadar air efektif
sat
= kadar air jenuh
w
= berat jenis air, yang biasa di ambil 0.981- 1.00 t/m3
III - 2
3.2. Tegangan Efektif 3.2.1. Pengertian Dasar Tegangan-tegangan efektif yang bekerja di dalam tanah atau batuan jenuh yang terendam air dapat di bagi menjadi 2 macam yaitu : 1.Tegangan-tegangan yang dikirimkan dari butiran yang satu kebutiran yang lain, yang disebut tekanan intergranuler atau tegangan efektif. 2.Tegangan- tegangan yang bekerja di dalam air, yang mengisi rongga pori, disebut tekanan atau tegangan netral.
3.2.2. Prinsip Tegangan Efektif. Besaranya pengaruh gaya-gaya yang menjalar dari partikel ke partikel lainnya dalam kerangka tanah telah diketaui sejak tahun 1923, ketika Terzaghi mengemukakan prinsip tegangan efektif yang didasarkan pada data hasil percobaan. Prinsip tersebut hanya berlaku untu jenuh sempurna. Tegangan-tegangan yang berhubungan dengan prinsip tersebut ialah : ’
=
+u
( 3.2 )
di mana : = tegangan normal total pada bidang di dalam tanah, yaitu persatuan luas yang
ditransmisikan pada arah normal bidang, dengan menganggap
bahwa tanah adalah material padat saja. '
= tegangan normal efektif pada bidang, yang mewakili tegangan yang dijalankan hanya melaui kerangka tanah saja.
u = tekanan air pori pengisi pori-pori di antara partikel-partikel padat.
3.2.3. Tegangan Vertikal Akibat Berat Sendiri Tanah. Misalkan tanah memiliki permukaan horisontal dan muka air terletak pada permukaan tanah. Tegangan vertikal total ( yaitu tegangan normal total pada bidang horisontal ) pada kedalaman z sama dengan berat seluruh material ( partikel padat dan cair ) persatuan luas di atas kedalaman z, maka persamaannya sebagai berikut; v=
sat
z
( 3.3 )
III - 3
Karena pori-pori di antara partikel-partikel padat saling berhubungan, tekanan air pori pada setiap kedalaman akan sama dengan hidrostatik, karena itu pada kedalaman z, persamaannya sebagai berikut: u=
w
z
( 3.4 )
dan tegangan efektif pada kedalaman z ialah : ’
v= v–u =( = '
Dimana
sat ’
–
(3.5 ) w)
z
z
adalah berat isi apung tanah.
3.3. Konsolidasi Pada Tanah 3.3.1. Pengertian Konsolidasi Konsolidasi adalah suatu proses pengecilan volume secara perlahan-lahan pada tanah jenuh sempurna dengan permeabilitas rendah akibat pengeringan sebagian air pori. Dengan kata lain, pengertian konsolidasi adalah proses terperasnya air tanah akibat bekerjanya beban, yang terjadi sebagai fungsi waktu karena kecilnya permeabilitas tanah. Proses ini berlangsung terus sampai kelebihan tekanan air pori benar-benar hilang. Dari konsolidasi tanah digunakan untuk menstimulasi kompresi dari tanah akibat bekerjanya beban sehingga diperoleh karateristik kompresi dari tanah yang akan dihitung untuk menghitung penurunan tanah.
3.3.2. Penentuan Tekanan Pra-Konsolidasi. Tanah mempunyai memori atas beban yang pernah di alami. Tegangan maksimum yang pernah dialami tanah disebut tekanan prakonsolidasi ( Menurut riwayat pembebanan tanah dibedakan menjadi: -
Normally consolidated OCR = 1
-
Over consolidated OCR > 1
-
Under consolidated OCR < 1
Dimana : OCR
= ove rkonsolidataion ratio =
p
= prekonsolidation pressure
o
= efektif overbaden pressure
p/
III - 4
, o
, p
).
Tanah dikatakan dalam kondisi underconsolidated jika tanah tersebut tidak stabil, tanah dalam proses pembentukan ( baru diendapkan) dan belum sampai pada kondisi seimbang. Tanah dalam kondisi over consolidated terjadi akibat: - Perubahan tegangan total yang terjadi karena erosi, penggalian, melelehnya lapisan salju yang menutupi tanah. - Perubahan tekanan pori karena penguapan oleh pohon-pohon, pemompaan air tanah ke lorong saluran, dan pengeringan lapisan permukaan.
3.3.3. Penurunan Konsolidasi Tanah. Penambahan beban di atas suatu permukaan tanah dapat menyebabkan lapisan tanah dibawahnya mengalami pemampatan . pemampatan tersebut disebabkan oleh adanya deformasi partikel tanah, rekolasi partikel, keluarnya air atau udara di dalam pori, dan sebab- sebab lainnya. Beberapa faktor atau semua faktor tersebut mempuyai hubungan dengan keadaan tanah yang bersangkutan. Secara umum, penurunan pada tanah yang di sebabkan oleh pembebanan dapat di bagi dalam dua kelompok besar, yaitu: 1. Penurunan konsolidasi ( conslidasidation settlement ), yang merupakan hasil dari perubahan volume tanah jenuh air sebagai akibat dari keluarnya air yang menempati pori-pori tanah. 2. Penurunan segera ( immeddiate settlement ), yang merupakan akibat dari deformasi elastis tanah kering, basah dan jenuh air tanpa adanya perubahan kadar air.
Dalam desain fondasi untuk struktur teknik harus selalu memperhatikan bagaimana settlement akan terjadi dan berapa cepat settlement berlangsung cepat.
Penurunan total yang terjadi pada tanah yang dibebeni ( St ) mempunyai 3 komponen yaitu : St = Si + Sc + Ss
( 3.6 )
Dimana : Si = immediate settlement. III - 5
Sc = consolidation settlemen. Ss = secondary settlemen ( penurunan akibat geseran tanah ).
3.3.4. Perhitungan Penurunan Konsolidasi Langkah- langkah perhitungan penurunan konsolidasi sebagai berikut : 1. Cari parameter tanah yang dibutuhan dari uji konsolidasi laboratorium. 2. Hitung OCR untuk menentukan apakah tanah lempung termasuk OC atau NC clay. 3. Hitung Sc dengan rumus sebagai berikut : - Tanah NC clay = SC = cc
σ .o '+ ∆ o ' Ho log σ .o ' 1 + eo
(3.7 )
- Jika tanah OC clay: 1.
’ o
+
SC = cr
’ o
2.
+
SC = Cr
’
’ p
, maka
σ . '+ ∆ o ' Ho log o σ .o ' 1 + eo ’
>
’ p
(3.8 )
, maka
σ . '+ ∆ o ' σ '+ ∆ o ' Ho Ho + Cc log o log .o σ .o ' σ .o ' 1 + eo 1 + eo
(3.9 ) Dimana : OCR
: overconsolidation ratio =
p’
/
o’
p’
: preconsolidation pressure
o’
: effektive overburden pressure ( beban karena lapisan di atas pertengahan clay yang akan dihitung settlementnya).
’
: beban yang ditambahkan pada lapisan tanah tersebut ( timbunan, struktur ).
eo
: angka pori awal
III - 6
3.3.5. Kecepatan Konsolidasi Karena permeabilitas tanah lempung kecil, maka konsolidasi akan selesai setelah jangka waktu yang lama, bisa lebih lama dari umur rencana kontruksi. Untuk itu derajat konsolidasi perlu diketahui pada akhir umur rencana. Rumus yang di pakai :
T = Cv ( t / Hdr2 )
( 3.10 )
Dimana : T
: faktor waktu ( time factor) dari tabel hubungan U% dan T
Cv
: coeffisien of consolidation ( dari grafik hasil uji konsolidasi )
t
: waktu
Hdr
: drainage path ( panjang maksimum yang harus ditempuh air tanah untuk keluar ) Aliran 1 arah : Hdr = Ho Aliran 2 arah : Hdr = Ho/2 Ho = tebal lapisan
U
: derajat konsolidasi = S(t) / Sc
S(t)
: settlement yang terjadi di waktu tertentu (t).
Hubungan antara derajat konsolidasi rat-rata U, dan time faktor T adalah sebagai berikut : Tabel 3.1 Faktor T U T
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
0.008 0.031 0.071 0.126 0.197 0.287 0.403 0.567 0.848
-
T juga dapat dihitung dari rumus : Untuk U > 60%,
T =
4
U²
Untuk U > 60%, T = 1.781 – 0.933 log ( 100-U%)
4
U% 100
2
( 3.11)
(3.12 )
Cara Menentukan Cv 1. Memakai kurva dial reading vs Log time ( casagrande ) Cv =
T50Hdr t50
2
III - 7
( 3.13 )
2.Metodeakar waktu ( Taylor ) Cv =
T50Hdr t50
(3.14 )
2
3.4. Penentuan Sistem Fondasi Penentuan system fondasi pada gedung tinggi merupakan bagian yang penting dari proses desain gedung tinggi. Fondasi harus kokoh dan mampu berfungsi dengan baik menahan dan meneruskan serta mampu menjaga keseimbangan akibat semua beban atau reaksi yang terjadi pada gedung. Untuk itu perlu diperhitungkan kondisi tanah sekitarnya dimana fondasi tertanam. Fondasi secara umum merupakan penggabungan dari ilmu arsitektur, teknik sipil,dan geoteknik serta ilmu material dan teknik kontruksinya.
Di dalam mendesain fondasi untuk gedung tinggi maka perencana harus memahami, mengerti dan menguasai semua aspek yang berkaitan dengan pekerjaan desain dan pelaksanaannya dari sistem tersebut. Dan mampu memahami ketidakpastian yang berkaitan dengan tanah disekitarnya, karakter dari peralatan dan material yang digunakan, proses serta urutan kontruksi dan karakter dari gedung dan komponen bangunan yang didukungnya.
Tanggung jawab perencana fondasi tidak hanya mendesain kekuatan fondasi saja tetapi juga harus memperhitungkan daya dukung tanah dan menganalisa penurunan tanah. Yang bertujuan untuk mempertimbangkan waktu layan gedung. Sehingga perencana harus berupaya menyakinkan bahwa segala hal yang berkaitan dengan fondasi telah di pahami dan dimengerti dengan baik.
3.4.1. Fondasi Tapak Desain fondasi harus mempertimbangkan adanya keruntuhan geser dan penurunan yang berlebihan. Untuk itu perlu di penuhi dua kriteria yaitu stabilitas dan penurunan. Persyaratan-persyaratan yang harus di penuhi dalam desain fondasi adalah:
III - 8
1. Faktor aman terhadap keruntuhan akibat terlampauinya kapasitas dukung tanah harus di penuhi. Dalam hitungan kapasitas dukung umumnya digunakan faktor aman 2. Penurunan fondasi harus masih dalam batas nilai yang yang di toleransikan. Khususnya pada penurunan yang tak seragam harus tidak mengakibatkan kerusakan pada struktur Menurut Skemton dan Macdonald 1955, batas penurunan maksimum, dapat dilhat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Batas Penurunan Maksimum Fondasi Jenis fondasi
Batas penurunan maksimum ( mm)
Fondasi terpisah pada tanah lempung
65
Fondasi terpisah pada tanah pasir
40
Fondasi rakit pada tanah lempung
65 – 100 40 - 65
Fondasi rakit pada tanah pasir
Untuk memenuhi stabilitas jangka panjang, perhatian harus diberikan pada peletakan dasar fondasi. Fondasi harus diletakkan pada kedalaman yang cukup untuk menanggulangi resiko erosi permukaan, gerusan, kembang susut tanah, dan gangguan tanah di sekitar fondasi lainnya.
Analisis-analisis kapasitas dukung, dilakukan dengan cara pendekatan untuk memudahkan hitungan. Persamaan-persamaan yang dibuat, dikaitkan, dengan sifat-sifat tanah dan bentuk bidang geser yang terjadi saat keruntuhan. Analisisnya, dilakukan dengan menganggap bahwa tanah berkelakuan sebagai bahan yang bersifat plastis. Konsep ini pertama kali dikenalkan oleh Prandtl ( 1921 ), yang kemudian dikembangkan oleh Terzaghi (1943), Meyerhof (1955), De Beer dan Vesic (1958), dan lain-lainnya. Persamaan-persamaan kapasitas dukung tanah yang diusulkan, umumnya didasarkan pada persamaan Mohr-Coulomb: =c+
tg
( 3.15 )
dengan: = tahanan geser tanah c = kohesi tanah III - 9
= sudut gesek dalam tanah = tegangan normal
3.4.2. Fondasi Tiang Fondsai tiang digunakan untuk mendukung bangunan bila lapisan tanah kuat atau keras terletak sangat dalam. Fondasi tiang juga dapat digunakan untuk menahan gaya-gaya angkat pada gedung tinggi. Digunakannya fondasi tiang mempunyai beberapa maksud antara lain: 1.Untuk meneruskan beban atau reaksi bangunan yang terletak diatas air atau tanah lunak, ketanah pendukung yang lebih kuat atau keras. 2.untuk meneruskan beban ke tanah yang relatif lunak sampai kedalaman tertentu sehingga fondasi bangunan mampu memberikan dukungan yang cukup untuk mendukung beban tersebut oleh gesekan dinding tiang dengan tanah disekitarnya. 3.Untuk mengikat atau mengangker bangunan yang dipengaruhi oleh gaya angkat akibat tekanan hidrostatis atau momen penggulingan. 4.Untuk menahan gaya-gaya horisontal dan gaya yang arahnya miring. 5.Untuk mendapatkan tanah keras ( termasuk pasir ), sehingga kapasitas dukung tanah tersebut bertambah. 6.Untuk mendukung fondasi bangunan yang permukaan tanahnya mudah tergerus air.
3.4.3. Kategori Tiang Pancang Fondasi tiang pancang dapat dikategorikan menjadi 3 jenis, yaitu : 1. Tiang Pancang Perpindahan Besar Tiang pancang perpindahan besar yaitu tiang pejal atau berlubang dengan tertutup pada ujungnya yang di tancapkan kedalam tanah sehingga terjadi perpindahan volume tanah yang relatif besar. Contoh tiang perpindaan besar yaitu tiang kayu, tiang beton pejal, tiang beton prategang ( pejal atau berlubang ), tiang baja bulat ( tertutup pada ujungnya ), tiang baja ( tertutup pada ujungnya ).
III - 10
2. Tiang Perpindahan Kecil Tiang perpindahan kecil ialah sama halnya dengan kategori yang pertama hanya volume tanah yang dipindahkan pada saat pemancangan relatif kecil. Contohnya tiang beton berlubang dengan ujung terbuka, tiang beton prategang berlubang dengan ujung terbuka, tiang H, tiang baja bulat ujung terbuka, tiang ulir.
3. Tiang Tanpa Perpindahan Tiang tanpa perpindahan terdiri dari tiang yang di pasang di dalam tanah dengan cara menggali atau mengebor tanah. Termasuk kategori tiang ini ialah tiang bor, yaitu tiang beton yang pengecorannya langsung di dalam tanah dari lubang pengeboran.
3.4.4. Pengaruh Pemancangan Cara pemasangan tiang berpengaruh pada kelakuan ting dalam mendukung beban dan pemancangan dapat dapat menganggu stabilitas bangunan disekitar pemancangan jika getaran pemancangan berlebihan. Umumnya tinjauan gangguan akibat pemancangan tiang ditujukan terutama pada sifat-sifat tanah. Dengan mengetahui kondisi tanah setelah pemancangan, dapat diperkirakan cara yang cocok untuk mengevaluasi data laboratorium atau data hasil pengujian lapangan yang akan dipergunakan pada saat pemancangan. Sebagai contoh akibat dari pemancangan sebagai berikut. 1. Tiang Pancang Dalam Tanah Granuler Pada pelaksananan pemancangan dengan cara dipukul atau di tekan kedalam tanah dapat mengakibatkan perubahaan susunan dan pecahnya butiran tanah. Kondisi ini tanah mengalami pemadatan atau kenaikan berat volume dan di permukaan tanah akan terlihat pada permukaannya ada tonjolan tanah. Ketika tiang di pancang dalam tanah tidak kondusif yang tak padat, depresi tanah yang terdesak oleh tiang tersebut. Bila tanah padat, maka diperlukan tenaga pemancangan yang cukup besar pula
III - 11
2. Tiang Pancang Pada Tanah Kohesif ( lanau atau lempung ) Pemancangan pada tanah kohesif biasanya akan mengakibatkan kenaikan permukaan tanah di sekitar tiang, yang diikuti oleh konsolidasi tanah. Perubahn strtuktur tanah pada saat pemancangan dapat mempengaruhi susunan tanah didekatnya mengakibatkan tiang yang di pancang lebih dahulu terangkat keatas akibat pemancangan sesudahnya. Oleh karena itu pemancangan ulang diperlukan dan mungkin untuk menjadi pertimbangan untuk mengganti jenis fondasi seperti fondasi tiang bor.
3.4.5. Faktor Keamanan Tiang Untuk memperoleh kapasitas ijin tiang, maka diperlukan untuk membagi kapasitas ultimit tiang dengan faktor aman tertentu. Faktor aman ini perlu diberikan dengan maksud: a.Untuk memberikan keamanan terhadap ketidakpastian metode perhitungan yang digunakan. b.Untuk memberikan keamanan terhadap variasi kuat gesar. c.Untuk menyakinkan bahwa bahan tiang cukup aman dalam mendukung beban
yang bekerja.
d.Untuk menyakinkan bahawa penurunan total yang terjadi pada tiang tunggal atau kelompok tiang masih dalam batas-batas toleransi. e.Untuk menyakinkan bahwa penurunan tidak seragam diantara tiang-tiang masih dalam batas-batas toleransi.
Sehubungan dengan alasan butir ( d ), dari hasil banyak pengujian-pengujian beban tiang, baik tiang pancang maupaun tiang bor yang berdiameter kecil sampai sedang ( 600 mm ), penurunan akibat reaksi beban yang bekerja ialah lebih kecil atau sama dengan 10 mm untuk faktor aman yang tidak kurang dari 2.5 ( Tomlinson, 1977 ). Reese dan O’ neill ( 1989 ) menyarankan faktor aman untuk desain fondasi tiang sebagai berikut ( tabel 3.3 ):
III - 12
Tabel 3.3 Faktor Keamanan Desain Fondasi Klasifikasi
Kontrol
Kontrol
Kontrol
Kontrol
stuktur
baik
normal
jelek
sangat jelek
Monumental
2.3
3
3.5
4
Permanen
2
2.5
2.8
3.4
Sementara
1.4
2.0
2.3
2.8
Faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan foktor aman sebagai berikut, a. Tipe dan kepentingan dari struktur. b. Variabilitas tanah. c. Ketelitian penyelidikan tanah. d. Tipe dan jumlah uji tanah yang di lakukan. e. Ketersediaan data ditempat ( uji tiang ). f. Pengawasan atau kontrol kualitas lapagan. g. Kemungkinan beban desain aktual yang terjadi selama beban layan struktur.
Besarnya beban kerja atau kapasitas tiang ijin ( Qa ) dengan memperhatikan keamanan terhadap keruntuhan adalah nilai kapasitas ultimit ( Qu ) dibagi dengan faktor aman ( F ) yang sesuai variasi besarnya faktor aman yang banyak digunakan untuk desain fondasi tiang tergantung pada jenis tiang.
3.5. Prinsip-Prinsip Desain Fondasi Langkah-langkah dalam mendesain fondasi dapat digambarkan dalam diagram alir sebagai berikut ( gambar 3.1 ):
III - 13
Data Penyelidikan Tanah
Input data reaksi struktur atas
Pemahaman data penyelidikan tanah dan penentuan parameter tanah
Hitung daya dukung fondasi tiang tunggal Hitung daya dukung fondasi kelompok tiang Tidak Cek penurunan
Ya Pendetailan fondasi
Gambar 3.1.Bagan Alir Perencanan Fondasi . Penjelasan 1. Input Data Beban Struktur Atas Input data beban struktur atas yaitu reaksi atau beban struktur khususnya reaksi pada kolom yang diteruskan ke fondasi dan
reaksi tersebut akan menjadi
pedoman di dalam mendesain fondasi.
2. Data Penyelidikan Tanah Dari data penyelidikan tanah, akan diketahu parameter-parameter tanah atau yang sering disebut dengan index properties dan engineer properties. Akan
III - 14
digunakan untuk mendesain kapasitas daya dukung tanah dan memperkirakan penurunan yang terjadi pada fondasi.
3. Pemahaman Data Penyelidikan Tanah dan Penentuan Parameter Tanah. Sebelum data penyelidikan tanah digunakan untuk mendesain fondasi terlebih dahulu untuk dikaji apakah data penyelidikan tanah tersebut sudah cukup benar atau sudah konsisten. Karena tanah yang sifatnya tidak pasti maka pada umumnya penyelidikan tanah tidak hanya dilakukan pada satu titik melainkan dua titik atau lebih. Dari beberapa titik penyelidikan tanah tersebut dapat diambil beberapa titik atau semua, dengan anggapan dapat mewakili lokasi tanah yang akan dibangun suatu gedung atau struktur.
6. Hitung Daya Dukung Tiang Tunggal Daya dukung tiang tunggal dapat didesain sebelum beban struktur atas diketahui, atau berdasarkan parameter-parameter tanah dari hasil penyelidikan tanah. Apabila pada desain tiang tunggal sudah memenuhi syarat maka fondasi tiang tunggal dapat digunakan. Contoh metode perencanaan fondasi anatara lain : Metode Vesic. Terzaghi, Meyerhof , Schmertmann, dan lain sebagainya.
7. Hitung Daya Dukung Tiang Kelompok Daya dukung tiang kelompok digunakan jika tiang tunggal tidak mampu untuk menerima beban struktur atas atau perhitungan tiang kelompok berdasarkan beban yang akan terjadi dan parameter-parameter tanah.
8. Cek Penurunan Fondasi Dari desain fondasi maka perlu di cek apakah sudah memenuhi peryaratan yang berlaku, contoh seperti berikut: a. Daya dukung fondasi harus lebih besar atau sama dengan beban yang di terima oleh fondasi b. Batas penurunan maksimum pada fondasi dengan jenis tanah lempung sebesar 65 mm.
III - 15
Jika pada desain fondasi belum memenuhi persyaratan maka perlu di desain ulang kembali, dan jika desain sudah memenuhi persyaratan maka desain tersebut dapat digunakan.
9. Pendetailan Fondasi Pendetailan atau memperjelas bentuk dan ukuran fondasi bertujuan untuk mempermudah dipahami oleh semua pihak-pihak yang terkait untuk diterapkan di lapangan. Agar tidak terjadi kesalahan di dalam pengerjaannya.
3.5.1. Tipe-Tipe Keruntuhan Fondasi Berdasarkan hasil uji model, Vesic (1963) membagi mekanisme keruntuhan fondasi
menjadi tiga macam yaitu:
1. Keruntuhan geser umum Keruntuhan geser umum yaitu keruntuhan fondasi terjadi menurut bidang runtuh yang dapat di identifikasi dengan jelas seperti penggelembungan tanah di sekitar fondasi dan terjadi dalam waktu yang relatif mendadak dan diikuti penggulingan fondasi
2.Keruntuhan geser lokal Keruntuhan geser lokal hampir sama dengan keruntuhan geser umum yaitu penggelembungan tanah di sekitar fondasi tidak terlalu kelihatan dan tidak terjadi guling pada fondasi
3.Keruntuhan geser penetrasi Pada keruntuhan penetrasi hampir bisa dikatakan tidak terjadi keruntuhan karena keruntuhan terjadi hanya menembus dan menekan samping yang menyebabkan pemampatan tanah di dekat fondasi dan tidak menimbulkan tergulingnya fondasi.
Menurut Vesic model keruntuhan fondasi geser umum diharapkan terjadi pada fondasi yang relatif dangkal yang terletak pada pasir padat atau kira-kira sedangkan untuk keruntuhan geser lokal kira-kira
III - 16
’
< 29 0
’
> 36 0,
3.6. Hitungan Kapasitas Tiang Yang dimaksut dengan kapasitas tiang ialah kapasitas dukung tiang dalam mendukung beban. Variasi kondisi tanah dan pengaruh tipe cara pelakasanaan pemancangan dapat menimbulkan perbedaan yang besar pada beban ultimit tiang, dalam suatu lokasi bangunan. Demikian pula dengan pengaruh-pengaruh seperti tiang bergelombang atau tiang halus dan lain sebagainya akan berpengaruh pada faktor gesekan dinding tiang dengan tanah, yang demikian akan mempengaruhi kapasitas tiang.
3.7. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Hasil Uji Tanah Laboratorium Qu
D
L Qs q'
Qp Gambar 3.2 Kapasitas Ultimit Tiang Tunggal. Kapasitas ultimit tiang tunggal (Q ), adalah jumlah dari tahanan ujung / bawah (Qp) dan tahanan gesek ultimit/kulit ( Qs ) antara dinding tiang atau jika dalam persamaan : Qu = Qp + Qs
(3.16 )
Keterangan Qu = kapasitas ultimit netto Qp = daya dukung titik (ujung) Qs = tahanan gesek kulit III - 17
3.7.1. Daya Dukung Titik Ujung Tiang ( Qp ) Tahanan ujung ultimit, secara pendekatan dapat di hitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Qp = Ap qp = Ap ( C Nc + q’ Nq )
( 3.17 )
Persamaan diatas sama dengan kapasitas ultimit pada fondasi dangakal. Keteranagan: Qp = daya dukung titik C = kohesi tanah pada ujung tiang q p = tahanan titik satuan q ’ = tegangan vertikal evektif pada ujung tiang Nc, Nq = faktor daya dukung ( fungsi dari Ap
)
= luas ujung tiang
Ada berapa metode untuk menentukan faktor daya dukung Nc dan Nq, yaitu dengan metode Meyerhof dan Vesic. 1. Metode Meyerhof
Gambar 3.3 grafik Nc dan Nq , Metode Myerhof
III - 18
a. Fondasi Pada Tanah Pasir. Qu
qp (Lb/D)cr
D L= Lb Qs qp = ql Lb Lb/D
Tanah keras Qp
Gambar 3.4. Variasi tahanan titik satuan pada pasir homogen
Daya dukung titik tiang pada pasir umumnya meningkat dengan nisbah antara kedalamaman penanaman tiang dan lebar tiang ( Lb/D )dan mencapai nilai maksimum pada nisbah Lb/D = (Lb/D )cr. Pada tanah homogen Lb akan sama dengan panjang tiang (L) , jika tiang sudah masuk pada tanah keras atau tanah dukung ( Lb) yang biasanya Lb< L, maka di luar nisbah kritis ( Lb/D)cr, nilai qp akan tetap konsisten yaitu q p = ql.
Meyerhof merekomendasikan langkah-langkah untuk menentukan daya dukung tiang pada tanah granuler, sebagai berikut: 1. Untuk jenis tanah pasir c = 0, maka persamaannya menjadi Qp = Ap qp = Ap q’ Nq
( 3.18 )
2. Menentukan sudut gesek tanah ( ) 3. Menentukan nisbah ( Lb/ D ) ( dari gambar 3.3 )
( 3.19 )
4. Menentukan (Lb/D)cr
( 3.20 )
5. Menentukan nilai Nq dari tabel yang berkaitan dengan nilai Lb/D pada langkah 3, pada umumnya nilai Nq meningkat secara linier dengan Lb/D dan mencapai titik maksimum pada Lb/d
(Lb/D)cr/2
( 3.21 )
6. Menggunakan nilai Nq untuk mendapatkan nilai Qp dengan persamaan III - 19
Qp= Ap q’ Nq
Ap ql
( 3.22 )
Tahanan titik pembatas dapat diberikan persamaan : q l = 50 Nq tan Pada tanah granuler yang homogen ( L= Lb ) dapat diperoleh nilai qp = 40 N L/D
400 N
( 3.23 )
dimana, N = nilai N- SPT rata-rata didekat ujung tiang ( sekitar 10 D diatas dan 4D di bawah ujung tiang )
Di dalam pemancangan ada kemungkinan tanah yang masuk tiang pancang berupa tanah yang berlapis-lapis, seperti contoh pada pemancangan pada lapis kesatu berupa pasir lunak yang kemudian mencapai lapis kedua berupa lapisan pasir pada .terlihat pada gambar 3.5 berikut ini.
Qu qp Tanah lapis 1 (pasir lepas ) D L
ql(1) Lb
Tanah l pis 2 (pasir padat a)
10 D
ql(d)
Gambar 3.5. Pemancangan Pada Tanah Berlapis-lapis
Maka persamaannya sebagai berikut: q p = ql(l) + [ql(d)-ql(l)] Lb
ql (d)
( 3.24)
10 D Dimana ql(l) = batasan tahanan ujung tiang pada pasir lepas ditentukan dari persamaan ql = 50 Nq tan , dengan menggunakan nilai maksimum nilai Nq dan nilai
dari pasir lepas. III - 20
ql(d) = batasan tahanan ujung tiang pada pasir padat ditentukan dari persamaan ql = 50 Nq tan , dengan menggunakan nilai maksimum nilai Nq dan nilai
dari pasir padat.
Lb = dalamnya penetrasi kepasir padat
b. Fondasi Tiang Pada Tanah Lempung lempung biasanya mempunyai nilai
= 0, maka berlaku persamaan sebagai
berikut: Qp = Nc cu Ap
( 3.25 )
= 9 cu Ap Dimana cu = kohesi untuk tanah dibawah ujung tiang. Pada lempung yang masih mempunyai nilai c dan
maka masih berlaku
persamaan sebagai berikut; Qp = Ap qp = Ap q’ Nq.
( 3.26 )
Pada umumnya pada desain nilai
di asumsikan dalah kurang dari sekitar 300,
prosedur ini dapat dipergunakan untuk mendapatkan nilai Nc dan Nq
2. Metode Vesic ( 1977 ) Vesic mengajukan metode untuk menghitung daya dukung ujung tiang berdasar pada teori parameter tegangan efektif, maka persamaan yang dipakai sebagai berikut: Qp = Ap q p = Ap (C Nc +
’
o
N )
( 3.26 )
Dimana: ' o
= [ (1 + 2Ko)/3 ] q’
( 3.27 )
= tegangan ( efektif ) normal rata-rata pada ujung tiang q’ = tegangan vertikal evektif pada ujung tiang Ko= koefisien tekanan tanah diam = 1 - sin Nq dan Nc = faktor daya dukung
=
3Nq (1 + 1Ko)
( 3.28 )
Nc = [ Nq – 1] cos
( 3.29 ) III - 21
N= f ( Irr )
( 3.30 )
Dimana: Irr = Indeks kekekuan reduksi tanah, Namun nilai, Irr= Ir / 1+ Ir
( 3.31 )
Dimana: Ir = Indeks kekakuan = Es / [2 (1+
s)
( c + q’tan )]
=Gs/ ( c + q’tan
( 3.32 )
)
( 3.33 )
Es = Modulus young tanah Gs = Modulus geser tanah. s
= Nisbah poisson tanah = Regangan volume rata-rata dalam zona plastis dibawah ujung tiang
Untuk kondisi tidak adanya perubahan volume ( yaitu, pasir padat atau lempung jenuh ),
= 0, sehingga,
Ir = Irr
( 3.34)
Nilai Ir dapat dihitung dari uji triaksial dan konsolidasi di laboratorium, namun untuk perkiraan awal nilai-nilai berikut ini dapat direkomendasikan pada tabel 3.4 Tabel 3.4. Nilai Ir Dari Uji Triaksial Jenis tanah
Ir
Pasir
70- 100
Lanau dan lempung ( kondisi salur )
50- 100
Lempung ( kondisi tak salur )
100-200
Pada tabel 9.11 , memberikan nilai-nilai Nq dan Nc untuk berbagai sudut gesek tanah , (
Untuk
) dan Irr.
= 0 , yaitu kondisi taksalur, maka persamaannya:
Nc = 4/3 ( ln Irr + 1 ) + /2 + 1
( 3.35 )
III - 22
3.7.2. Tahanan Kulit ( Qs ) Qu
D '
z Qs
v
L
f L
Qp Frictional
L’ = 15D
qp = ql
Depth Gambar 3.6. Tahanan Kulit Tiang Tunggal
Tahanan kulit atau tahanan gesek tiang dapat dipakai persamaan sebagai berikut: Qs =
p Lf
( 3.36 )
Dimana: P
= keliling penampang tiang L
= panjang tiang III - 23
f
= tahanan gesek satuan pada setiap kedalaman z
a. Tahanan Kulit Untuk Tanah Pasir. Tahanan gesek satuan untuk kedalaman tertentu tiang dapat dinyatakan sebagai berikut: f=K
’
v tan
( 3.37.)
dimana: K = Koefisien tekanan tanah '
= Tegangan vertikal efektif = Sudut gesek antara tanah-tiang
Pada kenyataan dalam pemancangan, nilai K bervariasi dengan kedalaman. Secara pendekatan nilai ini akan sama dengan koefisien tekanan tanah pasif (K p ) pada puncak tiang dan bisa terjadi kurang dari koefisien tekanan tanah diam (Ko). Pada ujung tiang. Dan juga bergantung pada cara pemasukan tiang kedalam tanah. Berdasarkan hasil-hasil yang ada, nilai rata-rata K berikut ini dapat digunakan untuk mencari nilai f . Tabel 3.5. Nilai Rata-rata ”K” Pada Kedalaman Tiang Cara pemasukan tiang
K
Tiang bor atau jetter
K = Ko = 1 – sin
Tiang pancang perpindahan rendah
K = Ko ( batas bawah ) = 1.4 Ko ( batas bawah ) K = Ko ( batas bawah )
Tiang pancang perpindahan tinggi
= 1.8 Ko ( batas bawah )
Dapat disimpulkan bahwa nilai tegangan vertikal
’
v meningkat dengan
kedalaman tiang hingga suatu batas maksimum pada kedalaman 15-20 kali diameter tiang, dan tetap konsisten untuk seterusnya. Pada kedalaman 15-20 kali diameter tiang dapat diasumsikan area kritis ( L’ ). Pada perhitungan desain maka dapat diasumsikan besarnya L’ = 15 D.
III - 24
Nilai
dari berbagai percobaan diperoleh dalam jangkauan 0.5
– 0.8 . Untuk
memilih ini perlu keputusan yang benar-baik.
Meyerhof ( 1976 ) menunjukkan tahanan gesek rata-rata ( fav) untuk tiang pancang pada perpindahan tinggi dapat ditentukan dari nilai N-SPT sebagai berikut: fav = 2 N
( 3.38 )
Dimana: N = nilai N-SPT rata-rata Pada pemancangan tiang perpindahan rendah persamaaanya sebagai berikut: fav = N
( 3.39 )
Maka ; Qs = pLfav.
( 3.40 )
b. Tahanan Kulit Pada Tanah Lempung . Terdapat beberapa metode untuk menentukan tahanan kulit tiang pada tanah lempung sebagai berikut: 1. Metode Metode ini diajukan oleh Viayveergiya dan focht (1972), mengasumsikan bahwa perpindahan tanah yang disebabkan oleh pemasukan tiang kedalam tanah menghasilkan suatu tekanan lateral pasif pada suatu kedalaman tertentu, dan tahanan kulit satuan rata-rata maka persamamannya sebagai berikut: Fav
(
’
v+
2cu )
(3.41 )
Dimana: ' v=
nilai tengah tegangan vertikal efektif untuk seluruh panjang tiang
cu = nilai tengah kuat geser taksalur ( nilai
=0)
akan berubah tergantung kedalaman tiang pancang ( L’), degan tabel
berikut ini :
III - 25
Gambar 3.7. Variasi Dengan Panjang Tiang ( Mc Clelland, 1974 )
maka tahanan gesek total menjadi: Qs = p L fav
( 3.42 )
III - 26
Jika tanah yang dipancang tanahnya lebih dari satu lapis seperti contoh di bawah ini Qu
'
cu cu 1
L1
v
Area 1 = A1 A2
L
cu2
L2
Depth Gambar 3.8.Skema Menentukan
Untuk menentukan nilai
A3
cu 3
L3
’
v
’
Depth
dan cu pada Tanah Berlapis
dan cu untuk berlapis,menggunakan persamaan :
cu = (cu L1+ cu L2+ cu L3 + .... ) / L ' v
= (A1 + A2 + A3 + ..... ) / L
( 3.43 ) ( 3.44 )
di mana A1,A2, A3 ,....adalah luas diagram tegangan vertikal efektif. 2. Metode Menurut metode
, tahanan kulit satuan pada tanah kelempungan apat
digambarkan dengan persamaan sebagai berikut f=
cu
dimana
( 3.45 ) = faktor adhesien emperis
III - 27
Variasi pendekatan untuk nilai
pada gamgar di bawah ini ;
Gambar 3.9 Variasi
dengan kohesi tak salur, Cu
perlu diperhatikan bahwa lempung terkonsolidasi normal dengan Cu kN/m2 maka nilai Maka ; Qs =
sekitar 50
akan sama dengan 1 .
fp L=
cu p
L.
III - 28
( 3.46)
3. Metode Kalau tiang disorongkan kedalam lempung jenuh, tekanan air pori di sekitar tiang akan meningkat. Kelebihan air pori ini pada lempung terkonsonsolidasi normal bisa sebesar 4-6 kali Cu. Namun di dalam satu bulanan, tekanan gesek satuan untuk tiang dapat ditentukan dengan mengacu pada parameter tegangan efektif lempung dalam keadaan C = 0. Maka pada kedalaman tertentu f =
’
( 3.47 )
v
dimana : ’ v
= tegangan vertikal evektif untuk kedalaman tertentu = K tan
R
( 3.48 )
R
= sudut gesek salur lempung ( C )
K = koefisisen tekanan tanah Nilai dapat di ambil sebagai koefisien tekanan tanah diam atau dengan persamaan sebagai berikut; K = 1 – sin
R
K = ( 1- sin
R
( untuk lempung terkonsolidasi normal ) )
OCR ( untuk lempung over konsolidasi )
( 3.49 ) ( 3.50)
Dimana OCR = Nisbah overkonsolidasi Dari persamman di atas dapat di kombinasikan sebagai berukut; f = (1 – sin
R
) tan
R
f = ( 1- sin
R
) tan
R
’
v
( untuk lempung terkonsolidasi normal )
OCR
’
v
( untuk lempung over konsolidasi )
(3.51 ) (3.52 )
Apabila nilai f dapat ditentukan maka tahanan kulit total dapat di hitung dengan persamaan ; Qs =
f P L
( 3.53 )
III - 29
3.8. Daya Dukung Tiang Berdasarkan Uji Tanah dari Lapangan Qu D L Qs q'
Qp Gambar 3.10, Skema Daya dukung Tiang Pancang
3.8.1. Kapasitas Tiang Dari Uji Kerucut Statis ( Sondir ) 3.8.1.1. Kapasitas Tiang Dalam Tanah Granuler Pada tahun 1967, Vesic menyarankan tahanan ujung tiang persatuan luas ( fb ) kurang lebih sama dengan tahanan kerucut ( q c ), atau fb = qc
(3.54 )
Tahanan ujung tiang ( Qp ) dinyatakan dalam persamaan : Qp = Ap qc
(3.55. )
Pada tahun 1976, Meyerhof meyarankan pada persamaan 3.54 , besaranya nilai q c adalah rata-rata yang di hitung dari 8D di atas dasar tiang sampai 4D di bawah ujung tiang.
Bila belum ada data hubungan antara tahanan kerucut (qc) dan tahanan tanah yang menyakinkan, pada tahun 1977 , Tomlinson menyarankan penggunaan faktor untuk hitungan tahanan ujung tiang sebagai berikut :
Qp= Dengan
Ap qc
(3.55. )
= 0.5
III - 30
Untuk hitungan tahanan ujung tiang dari uji sondir,menurut Heijnen (1974 ) dan DeRuiter serta Beringen (1979 ), menyarankan nilai faktor
separti tabel 3.6.
Tabel 3.6. Faktor Kondisi Tanah Pasir terkonsolidasi normal ( OCR = 1 )
Faktor 1
Pasir mengandung banyak kerikil kasar ( pasir dengan OCR = 2 sampai 4 )
0.67
Kerikil halus ( pasir dengan OCR = 6 sampai 10 )
0.5
Pada tahun 1969 Vesic, menyarankan bahwa tahanan gesek persatuan luas (f ), pada dinding beton adalah 2 kali tahanan dinding mata sondir (qf ), atau f = 2 qf ( kg/cm2)
(3.56 )
Pada tiang baja profil H, f = qf (kg/cm2)
(3.57 )
Pada tahun 1956 Meyerhof, menyarakan tahanan gesek satuan antara tiang dan tanah secara empiris dapat pula diperoleh dari tahanan ujung kerucut, sebagai berikut: 1.Untuk tiang pancang beton dan kayu pada tanah pasir f = qc/ 200 ( kg/cm2)
(3.58 )
2. Untuk tiang baja profil H pada pasir f = q c/ 400 (kg/cm2)
(3.59 )
3. Di Belanda, untuk tiang-tiang beton dan kayu pada tanah pasir f = q c/ 250 (kg/cm2)
(3.60 )
Dengan : f = tahanan gesek dinding tiang persatuan luas ( cm2) q c = tahanan ujung kerucut statis ( kg/cm2) rata-rata disepanjang tiang. Untuk tiang pancang yang tidak berbentuk meruncing, meyerhof membatasi nilai gesek dinding persatuan luas tiak lebih dari f = 1.08 kg/cm2 ( 108 kN/m2) dan III - 31
untuk baja profil H, f = 0.54 kg/cm2 (kN/m2). Tahanan gesek pada tiang baja profil H di hitung pada keseluruhan permukaan sayap dan badan.
Tahanan gesek dinding tiang dinyatakan dengan persamaan: Qs = As f
(3.61 )
Kapasitas ultimit tiang ( Qu ), dari uji sondir seabagi berikut : Qu = Qp + Qs = Ap qc + As f
(3.62 )
Dimana: Ap = luas penampang ujung tiang (cm2) q c = tahanan ujung uji sondir ( kg/cm2) As = luas selimut tiang (cm2) f
= tahanan gesek dinding satuan ( kg/cm2)
Prosedur pengunaan diagram tahanan kerucut statis untuk menghitung kapasitas tiang pancang dalam tanah granuler, adalah sebagai berikut: 1. Perhatikan diagram tahanan kerucut per kedalaman dan pilihlah kedalaman sementara yang dianggap mendekati kapasitas ultimit bahan tiang yang di pakai. 2. hitung nialai rata-rata kerucut pada kedalaman tertentu, menurut cara Meyerhof atau cara lain. Untuk cara meyerhof , hitungan tahanan kerucut rata-rata (qc) di amabil pada jarak 8D diatas titik kedalaman yang dipilih dan 4D dibawah titik kadalamanyang di pilih. 3. Dari nilai rata-rata tahanan yang di peroleh dari langkah 2. hitung tahanan ujung tiang dengan menggunakan persamaan 3.55 atau 3.56. 4. Dari tahanan kerucut rata-rata di sepanjang kedalaman yang di pilih hitung tahanan gesek dinding tiang dengan persamaan 3.61 atau ynag lain. 5. Hitung kapasitas tiang ultimit total (Qu ), yaitu dengan menjumlahkan tahanan ujung dan tahanan gesek dinding yang di peroleh dari langkah 3 dan 4 atau menggunakan persamaan 3.62. kemudian, bagilah dengan faktor aman 2.5-3 untuk memperoleh kapasitas ijin tiang (Qa ). 6. Cek nilai Qa yang terhitung dengan kekuatan bahan ting ijin. III - 32
7. Jika setelah dikalikan dengan jumlah tiang, kapasitas ijin yang di peroleh dari langkah 5 lebih kecil dari beban struktur, maka kedalaman tiang harus ditambah untuk menaikan nilai tahanan gesek dinding dan tahanan uung tiang, ( dengan mempertimbangkan pula kekuatan bahan tiang ). Cara laian yaitu dengan membesarkan ujung tiang. Akan tetapi perlu di ingat bahwa tiang pancang dengan pembesaran ujung akan memperkecil tahanan tahanan gesek dindingnya. Jika tiang dengan penampang ujung besar untuk mencapai tahanan ujung ultimit yang optimal, disarankan agar tiang di pancang cukup dalam kedalam lapisan pendukung yang di pilih berdasarkan nilai tahanan kerucutnya.
3.8.1.2. Kapasitas Tiang Dalam Tanah kohesif . Jika tanah kohesif, umumya, tahanan keruct statis (qc) dihubungakan dengan kohesi tak terdrainase ( undrained cohesion ) ( cu ), yaitu : cu Nc = qc ( kg/cm2)
(3.63 )
Nilai Nc berkisar di antara 10 sampai 30, tergantung dari sensitivitas, kompresibilitas dan adesi antara tanah dan mata sondir. Dalam hitungan biasanya Nc diambil anatara 15 sampai 18 ( Bagemann, 1965) . Tahanan ujung tiang diambil pada nilai qc rata-rata yang di hitung dari 8 D dari di atas ujung tiang dan 4D di bawah ujung tiang. Tahanan gesek persatuan luas ( f ) dari tiang pancang, secara aman, dapat di ambil sama dengan tahanan gesek selimut sondirnya (qf ) ( Bagemann 1965 ), atau : f = qf ( kg/cm2)
(3.64 )
Kapasitas ultimit tiang pancang, dinyatakan dalam persamaan: Qu = Qp + Qs
(3.65 )
Qu = Ap qc + As qf (kg ) Dimana: Ap = luas penampang ujung tiang (cm2) q c = tahanan penetrasi kerucut statis ( kg/cm2) As = luas selimut tiang (cm2) q f = tahanan gesek kerucut statis ( kg/cm2)
III - 33
3.8.2. Kapasitas Tiang Dari Uji Penetrasi Standar (SPT ) Penentuan daya dukung fondasi tiang pancang dengan menggunakan data SPT antara lain diberikan oleh Meyerhof dan schmertmann.
Meyerhof (1956) menganjurkan formula daya dukung ( Qu ) untuk tiang pancang sebagai berikut : Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N As
( 3.66 )
Dimana : Qu = daya dukung ultimit fondasi tiang pancang ( ton ) Nb = nilai NSPT pada dasar tiang pancang Ap = luas penampang dasar tiang ( m2) N = nilai NSPT rata-rata sepanjang tiang
Untuk tiang dengan desakan tanah yang kecil seperti tiang bor dan tiang baja H, maka daya dukung selimut hanya di ambil separuh dari formula diatas, sehingga persamaannya menjadi: Qu = 40 Nb Ap + 0.1 N As
Schmertmann menggunakan korelasi NSPT dengan tahanan ujung sondir (q c), untuk menentukan daya dukung gesekan dan daya dukung ujung tiang . seperti tabel 3.7 dibawah ini :
III - 34
Tabel 3.7.Nilai gesekan kulit dan tahanan ujung untuk desain tiang pancang (sumber ; schmertmann,1967 )
Jenis tanah
Deskrpsi
Gesekan selimut
Tahanan ujung
Pasir bersih
GW,GP,GM
0.019 NSPT
3.2 NSPT
0.04 NSPT
1.6 NSPT
SW,SP,SM Lempung lanau -
GC,
Bercampur pasir,
SC,ML,CL
Pasir kelanauan, Lanau. Lempung plastis
CH,OH
0.05 NSPT
0.7 NSPT
Batu gamping –
-
0.01 NSPT
3.6 NSPT
rapuh dan pasir berkarang
3.9.Tiang Kelompok – Efisiensi Pada umumnya tiang digunakan dalam bentuk kelompok untuk menemukan beban struktural ke tanah. sebuah kepala tiang ( pile cap) dibuat hingga meliputi seluruh tiang. Kepala tiang umunya dibuat menyentuh permukaan tanah atau bisa juga terletak di atas permukaan tanah sebagaimana dalam kontruksi lepas .
Bagian terdahulu telah membicarakan daya dukung tiang sebagai sebuah tiang tunggal. Menentukan daya dukung tiang kelompok adalah masalah yang benarbanar rumit dan belum seluruhnya dapat diselesaikan. Apabila tiang ditempatkan berdekatan satu sama lainnya, adalah masuk akal untuk mengasumsikan bahwa tegangan yang disalurkan oleh tiang ke tanah akan tumpang tindih, dan ini bisa mereduksi daya dukung tiang itu sendiri. Idealnya tiang-tiang dalam sebuah kelompok harus cukup memiliki jarak sedemikian hingga daya dukung kelompak tidak kurang dari jumlah daya dukung masing-masing tiang tunggal. Di dalam praktek jarak dari pusat tiang yang satu ke pusat tiang lainnya (d) harus di jaga minimum 2.5 D. Namun dalam situasi yang biasanya, jarak ini sekitar 3-3.5 D. III - 35
Efisiensi dsaya dukung tiang kelompok dapat didefinisikan sebagai;
=
Qg(u) Qu
(3.44 )
=[2 (n1+m–2)d + 4 D] / p n1 m
(3.55 )
Dimana : = Efisiensi kelompok n1 = Jumlah baris tiang = 2 tiang m = Jumlah baris tiang = 1 baris D = Jiameter tiang = 0.40 m p = Keliling tiang Qg(u) = Daya dukung batas tiang kelompok Qu
= Daya dukung batas tiang tunggal tanpa pengaruh kelompok
3.10. Penurunan Konsolidasi Tiang Kelompok Penurunan konsolidasi tiang kelompok di tanah lempung dapat menggunakan metode distribusi tegangan 2:1. Prosedur perhitungan menggunakan langkahlangkah berikut ini : 1. Misalkan panjang yang tertanam adalah L. Tiang kelompok menderita beban total P. Jika kepala tiang berada di bawah permukaan tanah asli, P adalah sama dengan total dari bangunan atas ( uper structure ) yang di terima tiang dikurangi dengan berat efektif tanah di atas kelompok yang dibuang oleh penggalian. 2. Asumsikanlah bahwa beban P akan disalurkan ke tanah mulai dari kedalaman 2/3 L dari puncak tiang. Puncak tiang adalah pada kedalaman z = 0. Beban P tersebar sepanjang garis vertikal :1 horisontal dari kedalaman ini. 3. Hitunglah peningkatan tegangan yang timbul di tengah-tengah setiap lapisan tanah dengan beban P : =
P ( Bg+Zi )(Lg + Zi )
( 3.56 )
III - 36
Dimana ’
: Peningkatan tegangan di tengah lapisan i
Bg, Lg
: panjang dan lebar tiang kelompok
Zi
: jarak dari Z = 0 ke tengah lapisan i
4. Menghitung penurunanan untuk masing-masing lapisan akibat adanya peningkatan tegangan pada lapisan tersebut. Besarnya penurunan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan penurunan konsolidasi satu dimensi untuk lempung terkonsolidasi normal dan terkonsolidasi lebih. 5. Penurunan konsolidasi total tiang kelompok ( SC ) menjadi : SC =
Sc
( 3.57 )
3.11. Fondasi Kaison Fondasi kaison terdiri dari dua tipe, yaitu kasion bor (drilled caisson) dan kasion (caission). Di Indonesia
fondasi kasion sering di buat berbentuk silinder
sehingga umumnya disebut fondasi sumuran karena bentuknya yang mirip sumur. Fondasi kasion merupakan jenis peralihan antara fondasi dangkal dan dalam. Istilah kasion digunakan untuk menggambarkan bentuk fondasi yang berupa silinder atau persegi, dengan atau tanpa pembesaran pada ujungnya.
Fondasi kaison bor di buat dengan cara mengebor lebih dahulu untk membuat lubang di dalam tanah, dan kemudian lubang di isi dengan beton. Bagian tubuh kaison dapat dilindungi pipa yang merupakan bagian dari fondasi, atau pipa ditarik setelah pengecoran. Untuk memperoleh kapasitas dukung yang tinggi, dasar kasion dapat diperbesar. Fondasi semacam ini digunakan untuk mengirimkan beban kelapisan yang lebih kuat, dimana pemakaian fondasi tiang pancang tidak diperbolehakan .
3.11.1. Kaison Bor Kasion bor dibedakan menurut material pembentuknya, yaitu: 1. kaison beton 2. kaison beton terselubung pipa baja atau pipa beton. 3. kaison beton dilengkapi dengan inti baja dalam pipa baja. III - 37
Untuk beban bangunan yang tidak begitu besar, umumnya dipakai kasin beton. Fondasi kaison bor, bila dasarnya tidak tertumpu pada tanah keras, bagian dasarnya dapat diperbesar untuk mereduksi tekanan pada tanah di bawah dasar kaison.
Keuntungan pemakaian fondasi kaison bor, antara lain : 1. Pembangunannya tidak menyebabkan getaran dan pengembungan tanah, seperti pada pemancangan fondasi tiang. 2. Penggalian tidak mengganggu tanah di sekitarya. 3. Biaya pelaksanaan umumnya relatif rendah, berhubung alat yang di pakai adalah alat ringan. 4. Kondisi-kondisi tanah atau batu pada dasar sumuran sering dapat di periksa dan di uji secara fisik. 5. Alat gali tidak banyak menimbulkan suara. Disebabkan oleh biaya pembuatan fondasi yang relatif murah, fondasi kaison telah banyak di pakai untuk mendukung bangunan –bangunan gedung,jembatan, dan lain sebagainya.
3.11.2. Kapasitas Dukung. Kapasitas dukung fondasi kaison adalah jumlah dari tahanan gesek dinding dan tahanan ujung atu dasar sama seperti fondasi tiang. Fondasi kasion mendukung beban vertikal dengan mengandalkan : 1. Tahanan gesek dinding. 2. Tahanan dukung ujung. 3. Kombinasi dari keduanya. Kapasitas dukung fondasi kaison (Qu ), adalah jumlah dari tahanan ujung / bawah (Qp) dan tahanan gesek ultimit/kulit ( Qs ) antara dinding tiang atau jika dalam persamaan : Qu = Qp + Qs
( 3.58 )
= qu Ab + fs As.
(3.59 )
Keterangan Qu = Kapasitas ultimit netto . III - 38
Qp = Kaya dukung titik (ujung). Qs = Kahanan gesek kulit. Ab = Luas penampang kasion. As = Luas selimut . q u = 1.3 c Nc + po Nq + 0.3 B N .
(3.60 )
B = Lebar atau diameter fondasi . fs = Faktor gesek satuan antara tanah dan dinding.
3.11.3.Kaison Bor pada Tanah Lempung. KapasKapasitas ultimit fondasi kaison yang terletak pada tanah lempung dapat di tentukan dengan cara yang sama seperti fondasi dangkal. Pada cara ini tahanan gesek dinding diabaikan. Karena itu, hasil hitungan akan memberikan nilai kapasitas dukung yang sangat hati-hati. Kapasitas dukung ultimit netto untuk fondasi pada tanah lempung yaitu: qu = c Nc
(3.61 ) Dimana:
c = kohesi tanah. Nc = nilai faktor kapasitas dukung, tergantung pada Df/B. Df = kedalaman fondasi
Tabel 3.8 hubungan antara Nc dan Df / B ( Skemton, 1951 ) Df / B
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
Nc
6.2
7.1
7.7
8.1
8.4
8.6
8.8
4 9
Cara yang lain, yaitu kapasitas dukung fondasi dilakukan dengan memperhatikan tahanan ujung dan tahanan gesek dinding. Kapsitas dukung fondasi kaison dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut ( Cooke dan Withaker, 1996 ): Qs + Qb = Q + Ws + Wb
(3.62 )
Dengan Qs = As d c = Tahanan adhesi dinding tiang c
= Kohesi tanah rata-rata di sekitar fondasi kaison d
= Faktor adhesi ( nilainya di antara 0.35 – 0.45 )
Qb = Ab ( cb Nc+ D ) = Tahanan dukung ujung tiang III - 39
cb = Kohesi tanah di bawah dasar fondasi kaison D = Kedalaman fondasi kaison Ab = Luas dasar kaison Q = Beban ultimit pada fondasi kaison Ws = Berat tubuh kaison Wb = Berat ujung kaison ( bila ada pembesaran ujung ) Nilai
d
c maksimum adalah 1 kg/cm2 = 107 kN/m2
Karena takanan netto fondasi merupakan fungsi dari berat total sendiri, maka lebih menguntungkan jika bagian dalam fondasi kaison dibuat berlubang. Pengamatan withaker dan Cooke (1996), dan Berezantzev dkk. (1961), menunjukkan bahwa tahanan dukung maksimum merupakan fungsi dari penurunan (S). Tahanan dukung ujung maksimum akan bekerja pada gerakan turun tiang sebesar nilai-nilai s/B ( S = penurunan, B = diameter fondasi ) seperti terlihat pada tabel 3.9. Tabel 3.9 Gerakan tiang yang dibutuhkan agar tahanan ujung/gesek maksimum ( Withaker dan cooke, 1996; Berezantzev dkk., 1961 ) S/B 0.05 0,01 – 0,15
Tahanan ujung/gesek Nilai maksimum tahanan gesek Qs termobilisasi. Faktor kapasitas dukung Nc = 9 untuk kaison dengan ujung dibesarkan pada tanah lempung.
0,20
Faktor kapasitas dukung Vc = 9 untuk diameter ujung tidak dibesarkan. Kapasitas dukung ultimit terkerahkan untuk dasar kaison terletak pada pasir atau lapisan pasir dan batu.
Pengamatan di lapangan, khususnya pada fondasi tiang, menunjukkan bahwa tahanan gesek bertambah ke suatu nilai maksimum bila S/B kira-kira 0,05. Tahanan gesek ini, kemudian berkurang bila S/B bertambah, sampai ke suatu nilai konstan sebesar Skempton mengusulkan
d d
= 0,35 – 0,40. Dalam perancangan fondasi tiang = 0,45.
III - 40
3.11.4.Kaison Bor pada Tanah Pasir Kapasitas dukung ultimit fondasi kaison agak lebih besar dari fondasi dangkal pada kepadatan tanah pasir yang sama. Hal ini, karena pengaruh beban terbagi rata tanah di atas dasar fondasi tak dapat diabaikan. Akan tetapi, bila tanah di sekitarnya mudah mampat, kenaikan kapasitas dukung kemungkinan sangat kecil. Untuk tanah fondasi yang dipengaruhi oleh gerusan, pengaruh beban terbagi rata akibat tanah di atas dasar fondasi lebih baik diabaikan. Karena itu, untuk keamanan, dalam perancangan fondasi kaison sering digunakan persamaan –persamaan kapasitas dukung ultimit untuk fondasi dangkal. Tahanan gesek dinding kaison pada tanah granuler dapat dihitung seperti cara yang sama seperti fondasi tiang, yaitu : Qs=As Kd Po tg
(3.63 )
Dengan As = luas selimut kaison Kd = koefisien tekanan tanah lateral =
d
= sudut gesek antara tanah dan dinding kaison ( derajat )
Po = tekanan vertikal efektif rata-rata di sepanjang tiang
3.12. Penurunan Kasion 3.12.1.Kaison Bor pada Tanah Lempung Penurunan fondasi kaison pada tanah lempung diestimasi dengan cara yang sama seperti pada fondasi tiang atau fondasi dangkal. Penurunan fondasi kaison pada tanah lempung lunak, pada pembebanan normal kemungkinan akan besar, walaupun pada beban netto yang kecil. Karena itu, pemakaian fondasi kaison tidak ekonomis lagi bila dasar fondasi terletak pada tanah lunak. Kecuali, jika dasar kaison terletak pada lempung kaku atau keras. Bahkan, pada lempung yang agak kaku, penurunan fondasi kaison mungkin bertambah besar dengan berjalannya waktu. Hitungan penurunan konsolidasi yang didasarkan pada pengujian konsolidasi akan menghasilkan penurunan yang terlalu besar oleh pengaruh yang ada kaitannya dengan kompresibilitas tanah lempung overconsolidated ( Peck dkk., 1953 )
III - 41
3.12.2.Kaison Bor Pada Tanah Pasir Pada intensitas beban yang sama, penurunan fondasi kaison lebih kecil daripada penurunan fondasi dangkal, oleh pengaruh berat material di sekitar fondasi. Akan tetapi, walaupun dipengaruhi oleh penambahan takanan keliling ( confining pressure ) karena letak dasarnya yang dalam, reduksi penurunannya ternyata tidak begitu besar. Hal ini, karena pada penggalian lubang kaison, kepadatan tanah dasar terganggu.
Terzaghi dan Peck (1948) menyatakan bahwa penurunan fondasi kaison
(
sumuran ) adalah kira-kira setengan dari penurunan penurunan fondasi dangkal pada ukuran, kerapatan relatif dan beban fondasi yang sama.
III - 42
BAB IV DESAIN STRUKTUR ATAS
4. Data- data Struktur Pada bab ini akan menganilisis struktur atas, data-data struktur serta spesifikasi bahan dan material adalah sebagai berikut : 1. Bangunan gedung digunakan sebagai Perkantoran 2. Lokasi struktur gedung di Jakarta 3. Tingkat daktilitas struktur diambil 3 (penuh) 4. Bangunan 10 lantai 5. Sistim pelat yang digunakan adalah konvensional 6. Beton Kuat tekan ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2) 7. Tinggi lantai : Lantai 1 = 4 m Lantai 2 s/d Atap = 4 m 8. Tegangan leleh tulangan baja (fy) a. Untuk balok dan kolom dipakai besi ulir ( fy= 390 Mpa ) b. Untuk sengkang dipakai besi ( fy= 240 Mpa dan 400 Mpa ) 9. Modulus elastisitas beton, Ec = 4700
Fc' Mpa = 4700
30
= 25742.96 Mpa = 257429.6 kg/cm2 10. Ratio tulangan tarik / tekan (
)=
0.010 sampai 0.015
IV - 1
As , asumsi di daerah Jakarta antara bd
GAMBAR DENAH DAN POTONGAN
2.00
B
4
6.00
3
2.22
1.56
6.00
2.22 2
3.00
3.00
A
6.00
1
2.00
2.00
6.00 A
6.00
6.00 C
B
2.00 D
DENAH LANTAI 1 S/D 10
IV - 2
L t. Atap
4.00
L t. 10
4.00
L t. 9
4.00
L t. 8
4.00
L t. 7
4.00
L t. 6
4.00
L t. 5
4.00
L t. 4
4.00
Lt. 3
4.00
Lt. 2
4.00
Lt. 1 6.00
2.00 A
6.00
6.00 B
C
2.00 D
PO TO NGAN A-A & B-B
IV - 3
4.1.
Perancangan Awal ( Preliminary Design )
Perhitungan prarencana bertujuan untuk menghitung dimensi rencana struktur seperti pelat, balok dan kolom agar diperoleh suatu nilai yang optimal.
4.1.1. Pra Rencana Pelat Tinjau pelat dengan bentangan terpanjang, bentangan semua typical dengan panjang bentangan yaitu 6 x 6 meter. Lx
= 6000
mm
Ly
= 6000
mm
Dimensi Balok h = (1/12) * L s.d. (1/10) * L = (1/12) * 6 s.d. (1/10) * 6 = 0,50 s.d. 0,6 m diambil h = 60 cm b = (1/2) * h s.d. (2/3) * h = (1/2) * 60 s.d. (2/3) * 60 = 30 s.d. 40 cm diambil bw = 40 cm Syarat tebal minimum pelat: bw = 40 cm ln = bentang terpendek – 0,5(bw) – 0,5*bw = 600 – 20 – 20 = 560 cm fc’ 30 = 0.85 4.1.1.1.Rumus 1 h
ln {0,8 + (fy/1500)} 36+5
4.1.1.2. h
m–0.12(1+1/ )}
Rumus 2 ln {0,8 + (fy/1500)} 36 + 9
h
560 {0,8 + (390/1500)} 36 + 9 (0.85 )
h
13,60 cm IV - 4
h diambil 15 cm 4.1.1.3.
Rumus 3
h
tidak perlu melebihi ln {0,8 + (fy/1500)} 36
h
tidak perlu melebihi 560 {0,8 + (390/1500)} 36
h
tidak perlu melebihi
16,49 cm
mencari m 1= 2= 3= 4 dimensi balok 40/60
b bw
b1
b1
b
b1 bw L
L1
L1
b
b bw
b1
1). b < L/4 b < 5600/4
b1
ht bw b1
3). b < bw+(L1)/2+(L2)/2 b < 400+5600/2+5600/2 IV - 5
b < 1400mm
b < 6000mm
2). b < bw+b1+b2 b < 400+1400+1400 b < 3200 mm
ambil b yang terkecil sehingga lebar pelat efektif = 1400 mm ht/h
= 150/600
15 cm
= 0,25
Dari table 1.2.A CUR 4 didapat momen inersia balok “T” ( I ) = 0,14 Ib = I*bw*h3 = 0,14*40*603
= 1.209.600,00 cm4
Ip = 1/12*b*h3
=
= 1/12*600*153
s1 = Ib/Ip = 1.209.600/168.750
168.750,00 cm4
=
7,168
jadi m = 1+ 2+ 3+ 4 = 7,168+7,168+7,168+7,168 = 7,168 n
4
Cek tebal pelat dengan Rumus 1 h
ln {0,8 + (fy/1500)} 36+5
h
m–0,12(1+1/ )
560 * {0,8 + (390/1500)} 36+5(1)(7,168–0,12(1+1/0.85))
h
593.6/ (112.70 )
h
5.27 cm
h
= 15 cm
5.27 cm ---------------- ok!
Maka diambil tebal pelat sebagai berikut : Tebal pelat atap
= 15 cm
Tebal pelat lantai
= 15 cm
4.1.2. Pra Rencana Balok Ditinjau dari luas lantai yaitu pelat 600 x 600 cm2 Dimensi balok 40/60 Cek dimensi balok dengan syarat-syarat: 1. bw*400
250mm
40*400 = 16000
250mm -------------- ok!
IV - 6
2. bw/h
0,3
40/60 = 0,67 3.
min < 1,4/fy <
0,3 -------------- ok!
< max < 0,725 b
-->
b = 0,85* 1*(fc’/fy)*(600/(600+fy)) b = 0,039
0,0036 <
< 0,028.
3
6.00
2
6.00
1
6.00 A
6.00 B
C
AREA PEMBEBANAN
Mencari nilai a. Beban mati (DL) - Pelat (h=15)
= 0,15*2.400
= 0,36
t/m2
- Plafon
= 0,018 t/m2
- Spesi
= 0,021 t/m2
- Keramik
= 0,024 t/m2 IV - 7
= 0.,423 t/m2
Total DL b. Beban hidup (LL) - Beban hidup lantai
= 0,250 t/m2
c. Beban ultimate (Wu) Wu
= 1,2DL + 1,6LL = (1,2*0,423) + (1,6*0.250) = 0.908 t/m2
qu eq
= 1/3 * Wu * Lx * 2 = 1/3 * 0.908* 6 * 2 = 3.632
t/m1
d. Beban mati balok 40/60 ( DL ) DL
= 0,4 * ( 0,6 – 0,15 )*2,4*1 = 0,432
t/m
e. Beban mati ultimate balok ( DLu ) DLu
= 1.2*0,432 = 0,518
t/m
f. Beban total Equivalen = 3.632 + 0,518 = 4,15 t/m = 4150
kg/m
Untuk balok yang ujungnya menerus memiliki koefisien momen = 1/11 dari tabel koefisien momen CUR 4 Mu = koef momen*qu*ln2 = 1/11*4150*5,62 = 11831.27 kgm = 118312.7 Nm = 11831270 Ncm
Asumsi Tinggi efektif balok (d) d1 = 5 cm d = h - d1 = 60 – 5
= 55 cm = 0,55 m IV - 8
Mu/bd2 = 133,05/ (0,4*0,552) = 1099.59 Dari tabel CUR 4 didapat ----------
= 0.0037
0,0036 < 0,0037 < 0,253 Jadi dimensi balok 40/60 dapat dipakai.
4.1.3. Pra Rencana dimensi balok optimum 1. kuat tekan beton ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2) 2. untuk balok dan kolom dipakai besi ulir ( fy = 390 Mpa ) 3. optimum untuk dimensi balok dan kolom di Jakarta = 0.010 – 0.015 Di ambil = 0.015 4.Mu dari perhitungan di atas sebesar 11831.27 kgm
= 118312.7 Nm = 118312700 Nmm
5. Ø = 0.8 bd 2
Mu / [ Ø f’c =
( 1- 0.59
) ]
( dari persamaan 2.23 )
( fy/fc’)
= 0.015 (390/30) = 0.195 bd 2 = 118312700 / [ 0.8* 30*0.195 ( 1- 0.59 *0.195)] = 118312700 / [(4.68 )( 0.07995 )] = 118312700 / 0.374166 = 316203770.5 mm d = (2* 316203770.5)1/3 = 858.35 mm H = d + d’ = 858.35 + 65 = 924.35 mm = 92.435 cm H Diambil = 90 cm b = 0.55 d = 0.55 ( 90 ) = 49.5 cm di ambil 50 cm Jadi ukuran balok yang di pakai 50x 90 cm ( dimensi optimum ) IV - 9
4.1.4. Perencanaan Balok Kantilever 4.1.4.1.Perencanaan Balok Anak ( Balok Tepi ) 1. Denah pembebanan balok kantilever dan balok anak
5
6.00 4
6.00 3
6.00 2
Lx 1
6.00
B
C
6.00
D
6.00
E
F
DENAH PEMBEBANAN BALOK KANTILEVER
2. Beban mati ( DL1) - Pelat (h=15)
= 0,15 x 2.400
= 0.36
t/m2
- Plafon
= 0.018 t/m2
- Spesi
= 0,021 t/m2
- Keramik
= 0,024 t/m2 Total DL1 = 0.423
t/m2
3 . Beban Hidup (LL) - Beban hidup lantai = 0.250
t/m2
4. Beban ultimit ( Wu ) Wu = 1.2 DL + 1.6 LL = 1.2 ( 0.423 ) + 1.6 ( 0.250 ) = 0.908 t/m2 Pada qu equvalen, karena panjang sisi pendek( Lx ) belum diketahui maka, di coba
Lx = 2.04 m IV - 10
qu1 eq
= [ 3- (Lx/ly)2 ] ( Wu lx / 6 ) = [ 3 - ( 2.04/6)2 ] ( 0.908* 2.04 )/6 ) = 2.88 * 0.309 = 0.890 t/m
5. Beban balok anak ( DL2 ) - Asumsi awal ukuran balok anak 25 x 50 cm - DL2 = 0.25 * ( 0.50 – 0.15 ) 2.400
= 0.21 t/m
- Wu = qu2 = 1.2 ( DL 2 ) = 1.2 ( 0.21 ) = 0.252 t/m 6. Beban mati dinding kaca dengan tingi 4.00 m ( DL 3 ) - dinding kaca tebal 12 mm = 0.030 x 4
= 0.120 t/m
- asesoris kaca, asumsi 30 % beban kaca
= 0.036 t/m + DL3 = 0.156 t/m
- Wu = qu 3 = 1.2 ( DL3 ) = 1.2 ( 0.156 ) = 0.187 t/m
7. Reaksi balok anak VA = VB = [ (qu1 + qu 2 + qu 3 )6 ] / 2 = [( 0.890 + 0.252 + 0.187 ) 6 ] / 2 = 3.978 ton
4.1.4.2.Perecanaan Balok Kantilever Pada perencanaan balok kantilever di usahakan momen yang terjadi pada tumpuan kantilever ( jepit ) sama dengan momen yang terjadi pada tumpuan tengah ( menerus ). Dengan tujuan balok kantilever tersebut ekonomis. 1. Momen yang terjadi pada balok utama ( Mu1 ) a. Beban Mati (DL1) - Pelat (h=15)
= 0.15*2.400
= 0,36
t/m2
- Plafon
= 0,018 t/m2
- Spesi
= 0,021 t/m2 IV - 11
= 0,024 t/m2
- Keramik Total DL1
= 0.423 t/m2
b. Beban Hidup (LL) - Beban hidup lantai = 0.250
t/m2
c. Beban ultimate (Wu) Wu = 1,2DL + 1,6LL = (1,2*0,423) + (1,6*0.250) = 0.908 t/m2 qu eq = 1/3 * Wu * Lx * 2 = 1/3 * 0.908* 6 * 2 = 3.632 t/m
d. Beban mati balok utama ( DL2 ) DL2
= 0,5 * ( 0,9 – 0,15 )*2,4 = 0.900
t/m
qu = Wu = 1.2 DL 2 = 1.2 ( 0.900 ) = 1.08 t/m
e. Beban mati ultimate balok ( DLu ) DLu = 1.2 DL2 = 1.2 ( 0.90 ) = 1.08 t/m
f. Beban total Equivalen qu
= 3.632 + 1.08 = 4.712
t/m
= 4712
kg/m
Untuk balok yang ujungnya menerus memiliki koefisien momen = 1/11 dari tabel koefisien momen CUR 4 Ln = 6.00 – 0.25 – 0.25 = 5.50 m Mu 1 = koef momen*qu*ln2 = 1/11*4712*5,52 = 12958 kgm IV - 12
2. Momen yang terjadi pada balok kantilever ( Mu 2 ) a. Beban mati ( DL1) - Pelat (h=15)
= 0,15 x 2.400
= 0.36
t/m2
- Plafon
= 0.018 t/m2
- Spesi
= 0,021 t/m2
- Keramik
= 0,024 t/m2 Total DL1
= 0.423 t/m2
b. Beban Hidup (LL) t/m2
- Beban hidup lantai = 0.250
c. Beban ultimit ( Wu ) Wu = 1.2 DL + 1.6 LL = 1.2 ( 0.423 ) + 1.6 ( 0.250 ) = 0.908 t/m2 Pada qu equvalen, karena panjang sisi pendek ( Lx ) belum diketahui maka diasumsikan Lx = 2.04 m
qu1 eq
= 1/3 * Wu * L’ * 2 = 1/3 x 0.908 * 2.04 x 2 = 1.235 t/m
d. Beban balok utama ( DL2 ) - Ukuran balok induk 50/90 cm - DL2 = 0.5 * ( 0.90 – 0.15 ) 2.400 = 0.900 t/m - Wu = qu 2 = 1.2 DL2 = 1.2 ( 0.900 ) = 1.08 t/m e . Beban titik ( P ) P = 3.978 ton ( dari reaksi balok anak )
IV - 13
f . Momen yang terjadi pada balok kantilever
P = 3.978 t qu 1 = 1.235 t
qu 2 = 1.08 t Lx = 2.04 Mu2
= P Lx + ½ qu1 Lx2 + ½ qu 2 Lx2 = 3.978 (2.04 ) + ½ 1.235 (2.042 ) + ½ 1.08 (2.034 2 ) = 8.115 + 2.570 + 2.247 = 12.932 t m = 12932 kg m
Mu 1 = 12958 kgm
- Asumsi Lx = 2.04 m , sudah memenuhi syarat.=======> ok - Jadi panjang bentang balok kantilever di ambil 2.00 m
IV - 14
4.1.5. Pra Rencana Dimensi Kolom 4.1.5.1 Denah area pembebanan kolom 3
6.00 3.00 2
3.00 6.00
1
6.00 A
6.00 B
C
AREA PEM BEBANAN
Luas daerah pembebanan 6x 6
= 36 m2
Panjang balok yang dipikul kolom
= 12 m
Dimensi balok 50/90 Dimensi tebal pelat 15 cm 1. Beban vertikal kolom - Pembebanan Lantai 1 s/d 9 - Beban Mati (DL1) - Pelat (h=15cm) = 0,15*2,40
= 0,360 t/m2
- Plafon
= 0,018 t/m2
- Spesi
= 0,021 t/m2
- M/E
= 0,010 t/m2
- Keramik
= 0,024 t/m2 Total DL1
IV - 15
= 0,433 t/m2
- Beban Hidup (LL1) Beban hidup
= 0,250 t/m2
- Beban ultimate lantai (qu) Qu = 1,2DL1 + 1,6LL1 = 1,2*0,433 + 0,250
= 0.9196
2. Pembebanan Lantai 10 atap a. Beban Mati (DL2) t/m2
-Pelat (h= 15 cm)= 0.15*2,40
= 0,36
- Plafon
= 0,018 t/m2
- Spesi
= 0,021 t/m2
- M/E
= 0,010 t/m2
- Waterproofing
= 0,015 t/m2
- Air Hujan
= 0,05
= (0,05*1,000)
t/m2
= 0,024 t/m2
- Keramik Total DL2
= 0,498 t/m2
b. Beban Hidup (LL2) Beban hidup
= 0,100
t/m2
c. Beban ultimate qu1 = 1.2DL2 + 1.6LL2 = 1,2*0.498 + 1,6*0,100 = 0.758 t/m2
d. Beban balok 50/90 ( DLb ) DLb = 0,9*(0,9 – 0,15)*2,40 = 1.62 t/m
IV - 16
t/m2
4.1.5.2. Perhitungan prarencana dimensi kolom 1. Lantai 10 a. Beban mati kolom - Balok 50/90
= 12*1.62
= 19.440 t
- Pelat lantai
= 36*0,758
= 27.288 t
____________________________________________ Pu
= 46.728 t = 46728 kg
Ag
Pu/ [0.2 (f’c + fy t)]
( dari persamaan 2.33 )
Ag
46728 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag
46728 / 74.7
Ag
625.54cm2
Ag
25.01 x 25.01 cm
Di ambil ukuran kolom 50x50 cm ( asumsi sama dengan lebar balok )
2. Lantai 9 a. Beban mati kolom - Balok 50/90
= 12*1.62
= 19.44 t
- Pelat lantai
= 36*0.758
= 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 10 = (0,5*0,5)*4,00*2,40
=
- Pu lantai 10
= 46.728 t + Pu
2.400 t
= 95.856 t = 95856 kg
Ag
Pu/ [0.2 (f’c + fy t)]
Ag
95856 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag
94992 / 74.7
Ag
1283.21 cm2
Ag
( dari persamaan 2.33 )
35.82 x 35.82 cm
Di ambil ukuran kolom 50x50 cm
IV - 17
3. Lantai 8 a. Beban mati kolom - Balok 50/90
= 12*0,432
= 19.440 t
- Pelat lantai
= 36*0.758
= 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 9 = (0,5*0,5)*4,00*2,40
=
- Pu lantai 9
= 95.856 t + Pu
2.400 t
= 144.984 t = 144984 kg
Ag
Pu/ [0.2 (f’c + fy t)]
Ag
144984 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag
144984 / 74.7
Ag
1940.88 cm2
Ag
( dari persamaan 2.33 )
44.05 x 44.05 cm
Di ambil ukuran kolom 50x50 cm
4. Lantai 7 a. Beban mati kolom - Balok 50/90
= 12*0,432
=
19.440 t
- Pelat lantai
= 36*0.758
= 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 8 = (0,5*0,5)*4,00*2,40
=
- Pu lantai 8
= 144.984 t + Pu
Ag
Pu/ [0.2 (f’c + fy t)]
Ag
194112 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag
194112 / 74.7
Ag
2598.55 cm2
Ag
2.400 t
=
194.112 t
=
194112 kg
( dari persamaan 2.33 )
50.97 x 50.97 cm
Di ambil ukuran kolom 60x60 cm
IV - 18
5. Lantai 6 a. Beban mati kolom - Balok 50/90
= 12*0,432
= 19.440 t
- Pelat lantai
= 36*0.758
= 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 7 = (0,6*0,6)*4,00*2,40
= 3.456 t
- Pu lantai 7
= 194.112 t + Pu
= 244.296 t = 244296 kg
Ag
Pu/ [0.2 (f’c + fy t)]
( dari persamaan 2.33 )
Ag
244296 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag
244296 / 74.7
Ag
3270.36 cm2
Ag
57.18 x 57.18 cm
Di ambil ukuran kolom 60 x 60 cm
6. Lantai 5 a. Beban mati kolom - Balok 50/90
= 12*0,432
= 19.440 t
- Pelat lantai
= 36*0.758
= 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 6 = (0,6*0,6)*4,00*2,40
=
- Pu lantai 6
= 244.296 t + Pu
3.456 t
= 294.480 t = 294480 kg
Ag
Pu/ [0.2 (f’c + fy t)]
( dari persamaan 2.33 )
Ag
294480 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag
294480 / 74.7
Ag
3942.169 cm2
Ag
62.78 x 62.78 cm
Di ambil ukuran kolom 70x70 cm
IV - 19
7. Lantai 4 a. Beban mati kolom - Balok 50/90
= 12*0,432
= 19.440 t
- Pelat lantai
= 36*0.758
= 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 5 = (0,7*0,7)*4,00*2,40
=
- Pu lantai 5
= 294.480 t + Pu
=
4.707 t
345.615 t
= 345615 kg
Ag
Pu/ [0.2 (f’c + fy t)]
( dari persamaan 2.33 )
Ag
345.615 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag
345615 / 74.7
Ag
4626.70 cm2
Ag
68.01 x 68.01 cm
Di ambil ukuran kolom 70x70 cm
8. Lantai 3 a. Beban mati kolom - Balok 50/90
= 12*0,432
= 19.440 t
- Pelat lantai
= 36*0.758
= 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 4 = (0,7*0,7)*4,00*2,40
=
- Pu lantai 4
= 345.615 t + Pu
Ag
Pu/ [0.2 (f’c + fy t)]
Ag
397050 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag
397050 / 74.7
Ag
5315.26 cm2
Ag
72.91 x 72.91 cm
4.707 t
=
397.050 t
=
397050 kg
( dari persamaan 2.33 )
Di ambil ukuran kolom 80 x 80 cm
IV - 20
9. Lantai 2 a. Beban mati kolom - Balok 50/90
= 12*0,432
= 19.440 t
- Pelat lantai
= 36*0.758
= 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 3 = (0,8*0,8)*4,00*2,40
=
- Pu lantai 3
= 397.050 t + Pu
Ag
Pu/ [0.2 (f’c + fy t)]
Ag
449922 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag
449922 / 74.7
Ag
6023.05 cm2
Ag
6.144 t
=
449.922 t
=
449922 kg
( dari persamaan 2.33 )
77.61 x 77.61 cm
Di ambil ukuran kolom 80x80 cm
10. Lantai 1 a. Beban mati kolom - Balok 50/90
= 12*0,432
= 19.440 t
- Pelat lantai
= 36*0.758
= 27.288 t
- Berat sendiri kolom lt. 2 = (0,8*0,8)*4,00*2,40
=
- Pu lantai 2
= 449.922 t + Pu
= 502.794 t =
Ag
Pu/ [0.2 (f’c + fy t)]
Ag
502794 / [0.2 (300+(4900*0.015 ) )]
Ag
502794 / 74.7
Ag
6730.84 cm2
Ag
6.144 t
502794 kg
( dari persamaan 2.33 )
82.04 x 82.04 cm
Di ambil ukuran kolom 90 x 90 cm
IV - 21
11. Kesimpulan dimensi kolom Kolom lantai 10 dan 9
= 50x 50 cm
Kolom lantai 8
= 50x 50 cm
Kolom lantai 7 dan 6
= 60x 60 cm
Kolom lantai 5 dan 4
= 70 x 70 cm
Kolom lantai 3 dan 2
= 80x 80 cm
Kolom lantai 1
= 90 x 90 cm
4.2. Perhitungan Gaya Geser Dasar Horizontal Gempa
2.00
B
4
6.00
3
2.22
1.56
6.00
2.22 2
3.00
3.00
A
6.00
1
2.00
2.00
6.00 A
6.00 B
6.00 C
2.00 D
DENAH LANTAI 2 S/D 10
IV - 22
4.2.1. Data – struktur 4.2.1.1 Plat lantai a. Tebal = 15 cm
4.2.1.2 Balok a. Dimensi balok induk lantai
= 50/90
cm
b. Dimensi balok anak tiap lantai
= 25/50
cm
c. Panjang balok 50/90 tiap lantai
= 176.00 m
d. Panjang balok 25/50 tiap lantai
=
88.00 m
4.2.1.3 Kolom a. Kolom lantai 10 dan 9
= 50x 50 cm
b. Kolom lantai 8
= 50x 50 cm
c. Kolom lantai 7 dan 6
= 60x 60 cm
d. Kolom lantai 5 dan 4
= 70 x 70 cm
e. Kolom lantai 3 dan 2
= 80x 80 cm
f. Kolom lantai 1
= 90 x 90 cm
4.2.2. Asumsi –asumsi - Dinding tampak luar di pasang kaca 12 mm dari lantai 1 sampai dengan lantai 9 - Lantai 10 terdapat pasangan dinding bata (1/2 bata) tinggi 1 m ( As A,F,1&2 ) - Dinding – dinding partisi ringan, pada perhitungan diabaikan - Pada AS C dan D bentang 3 sampai 4 terdapat pasangan dinding bata (1/2 bata) dari lantai dasar (groun floor) sampai dengan lantai 9 - Pada AS B,E,2 dan 5, terdapat pasangan dinding bata ( ½ batu ) dari lantai dasar sampai lantai 1
IV - 23
4.2.3. Perhitungan Berat Tangga 1. Tangga lantai 1 sampai dengan lantai 9 a. Beban mati ( DLt 9) - Pelat lantai ( h = 20 cm) = 0.20 *[2.53+2.88+1.56]*3.00*2*2.400 = 20.074 t - Anak tangga
= [(0.28*0.22)/2]*32*3.00*2*2.400
= 14.193 t
- Spesi
= [(0.28*16)+(0.22*18)+(1.56)]*3.00*2*0.021= 1.260 t
- Keramik
=[(0.28*16)+(0.22*18)+(1.56)]*3.00*2*0.024 = 1.440 t
- Plafon
= [2.53+2.88+1.56]*3.00*2*0.018
= 0.753 t
- M/E
= [2.53+2.88+1.56]*3.00*2*0.010
= 0.418 t
Total (DLt 9)
= 38.138 t
b. Beban hidup ( LLt 9 ) - Beban hidup tangga dan bordes kantor = 0.300 t/m2 - Koefision reduksi beban hidup = 0.50 - Beban hidup = [2.53+2.88+1.56]*3.00*0.300*2*0.50 = 6.273 t
c. Beban total tangga ( WLt ) WTt 9
= DLt 9 + LLt 9 = 38.138 + 6.273 = 44.411 t
2. Tangga lantai dasar ke lantai 1 ( WTt 1 ) a. Beban mati (DLt 1) - Pelat lantai = 0.20*[2.67+1.02+2.75+1.12+2.41]*3.00*2*2.400 = 28.714 t - Anak tangga
= [(0.28*0.20)/2]*21*3.00*2*2.400
= 8.468 t
- Spesi
= [(0.28*23)+(0.20*25)+(1.02+1.12)]*3.00*2*0.021 = 1.712 t
- Keramik
=[(0.28*23)+(0.20*25)+(1.02+1.12)]*3.00*2*0.024 = 1.956 t
- Plafon
= [ 2.67+1.02+2.75+1.12+2.41]* 3.00*2*0.018
= 1076 t
- M/E
= [ 2.67+1.02+2.75+1.12+2.41]* 3.00*2*0.010
= 0.598 t +
Total (DLt 1)
IV - 24
= 42.524 t
b. Beban hidup ( LLt 1 ) - Beban hidup tangga dan bordes kantor =
0.300 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup
0.50
=
- Beban hidup ( LL10 ) = [2.67+1.02+2.75+1.12+2.41]*3.00*0.300*2 *0.50 = 8.973 t
c. Beban tangga total ( WTt 1 ) WTt 1 = DLt 1 + LLt 1 = 42.524+8.973 = 51.497 t
4.2.4. Berat Struktur 4.2.4.1 Berat Struktur Lantai 10 ( WL10 ) a. Beban mati ( DL 10 ) - Pelat lantai ( h =15cm) = 0.15*[22.00*22.00]*2.400]
= 174.240 t
- Speci
= [22.00*22.00]*0.021
= 10.164 t
- Plafon
= [22.00*22.00]*0.018
=
8.712 t
- M/E
= [22.00*22.00]* 0.010
=
4.840 t
- Water proofing
= [22.00*22.0]* 0.015
=
7.260 t
=
7.920 t
- Asesoris kaca 30%
=
2.376 t
- Balok 50/90 = 0.50*(0.90 – 0.15)*176.00*2.400
= 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*(0.50 – 0.15)*88.00*2.400
=
- Kolom 50/50
= 19.200 t
- Kaca
= [22.00*4]*[(4.00/2)+(1.00)]*0.030
= 16*[0.50*0.50]*[4.00/2]*2.400
- Tembok ½ bata - Tembok ½ bata
= (22.00*4)*1.00*0.250
= 22.000 t
= [(4.00/2)]*[6.00+6.00]*0.250 DL10
5.280 t
=
6.000 t +
= 426.392 t
b. Beban Hidup ( LL10 ) - Beban hidup lantai atap
= 0.100 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup
= 0.3
- Beban hidup ( LL10 )
= [22.00*22.00]*0.100*0.3 = 14.520 t IV - 25
Total beban lantai 10 ( WL10 ) WL10 = DL10 + LL10 = 426.392 + 14.520 = 440.912 t
4.2.4.2. Berat Struktur Lantai 9 ( WL 9 ) a. Beban mati ( DL 9) -Pelat lantai
= 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t
- Speci
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021
=
- Keramik
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024
= 10.752 t
- Plafon
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018
=
8.064 t
- M/E
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010
=
4.480 t
- Kaca
= [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030
= 10.560 t
9.408 t
- Aasesoris kaca 30%
= 3.168 t
- Balok 50/90
= 0.50*(0.90 – 0.15)*176.00*2.400
= 158.400 t
- Balok 25/50
= 0.25*(0.50 – 0.15)*88.00*2.400
=
- Kolom 50/50
= 16*0.50*0.50*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400
= 38.400 t
- Dinding1/2 bata = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250
= 12.000 t
- Tangga
= 22.206 t +
= 44.411 / 2
5.280 t
DL 9 = 443.998 t
b. Beban Hidup ( LL 9 ) - Beban hidup lantai
= 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup
= 0.3
- Beban hidup ( LL 9 )
= [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3 = 33.600 t
Total beban lantai 9 ( WL 9 ) WL 9 = DL9 + LL9 + = 443.998 + 33.600 = 447.598 t
IV - 26
4.2.4.3. Berat Struktur Lantai 8 ( WL 8 ) a. Beban mati ( DL 8 ) - Pelat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t - Speci
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021
=
9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024
= 10.752 t
- Plafon
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018
=
8.064 t
- M/E
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010
=
4.480 t
- Kaca
= [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030
= 10.560 t
- Aasesoris kaca 30%
=
3.168 t
- Balok 50/90
= 0.5*(0.90 – 0.15)*176.00*2.400
= 158.400 t
- Balok 25/50
= 0.25*(0.50 – 0.15)*88.00*2.400
= 5.280 t
- Kolom 50/50 = 16*0.50*0.50*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 38.400 t - Dinding1/2 bt = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t - Tangga
= [44.411 /2] + [44.411 / 2]
= 44.411 t + DL 8 = 466.203 t
b. Beban Hidup ( LL 8 ) - Beban hidup lantai atap
= 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup
= 0.3
- Beban hidup ( LL 8 )
= [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3 = 33.600 t
Total beban lantai 8 ( WL 8 ) WL 8 = DL8 + LL8 = 466.203 + 33.600 = 499.803 t
IV - 27
4.2.4.4. Berat Struktur Lantai 6 & 7 ( WL6 & 7 ) a. Beban mati ( DL 7 & 6) - Plat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400] = 161.280 t - Speci
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021
=
9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024
= 10.752 t
- Plafon
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018
=
8.064 t
- M/E
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010
=
4.480 t
- Kaca
= [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030
= 10.560 t
- Aasesoris kaca 30%
=
3.168 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400
= 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400
=
5.280 t
- Dinding1/2 bt = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t - Kolom 60/60 = 16*0.60*0.60*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 = 55.296 t - Tangga
= [44.411 / 2 ] + [44.411 / 2]
= DL 6 & 7
44.411 t +
= 483.099 t
b. Beban Hidup ( LL 7 &6 ) - Beban hidup lantai atap
= 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup
= 0.3
- Beban hidup ( LL 7 & 6 ) = [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3 = 33.600 t
Total beban lantai 6 s/d 7 ( WL6/7 ) WL 7 & 6
= DL 7 & 6 + LL 7 & 6 = 483.099 + 33.600 = 516.699 t
IV - 28
4.2.4.5. Berat Struktur Lantai 4 & 5 ( WL 4&5 ) a. Beban mati ( DL 5&4) - Pelat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400]
=161.280 t
- Speci
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021
=
- Keramik
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024
= 10.752 t
- Plafon
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018
=
8.064 t
- M/E
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010
=
4.480 t
- Kaca
= [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030
9.408 t
= 10.560 t
- Aasesoris kaca 30%
=
- Balok 50/90
= 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400
= 158.400 t
- Balok 25/50
= 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400
= 5.280 t
- Kolom 70/70 = 16*0.70*0.70*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400
3.168 t
= 75.264 t
- Dinding 1/2 bata = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t - Tangga
= [44.411 / 2 ] + [44.411 / 2]
= 44.411 t + DL 5&4 = 503.067 t
b. Beban Hidup ( LL 5&4 ) - Beban hidup lantai atap
= 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup
= 0.3
- Beban hidup ( LL 5&4 )
= [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3 = 33.600 t
Total beban lantai 5 & 4 ( WL 5 & 4 ) WL5&4
= DL 5&4+ LL 5&4 = 503.067 + 33.600 = 536.667 t
IV - 29
4.2.4.6. Berat Struktur Lantai 2 & 3 ( WL 2&3 ) a. Beban mati ( DL 3&2) - Plat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400]
= 161.280 t
- Speci
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021
=
- Keramik
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024
= 10.752 t
- Plafon
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018
=
8.064 t
- M/E
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010
=
4.480 t
- Kaca
= [22.00*4]*[(4.00/2)+(4.00/2)]*0.030
= 10.560 t
9.408 t
- Aasesoris kaca 30%
=
3.168 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400
= 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400
=
5.280 t
- Kolom 80/80 = 16*0.80*0.80*[(4.00/2)+(4.00/2)]*2.400 =
98.304 t
- Dinding 1/2 bt = [(4.00/2)+(4.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 12.000 t - Tangga
= [44.411 / 2 ] + [44.411 / 2]
= 44.411 t + DL 3&2 = 526.107 t
b.Beban Hidup ( LL 3&2 ) = 0.250 t/m2
- Beban hidup lantai atap
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3 - Beban hidup ( LL 3&2) = [(22.00*22.00) – (6.00*6.00)]*0.250*0.3 =
33.600 t
Total beban lantai 3 dan 2 ( WL 3&2 ) WL 3&2 = DL 3&2 + LL 3&2 = 526.107 + 33.600 = 559.707 t
IV - 30
4.2.4.7 Berat Struktur Lantai 1 ( WL1 ) a.Beban mati ( DL 1) - Plat lantai = 0.15*[(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*2.400]
= 161.280 t
- Speci
=
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.021
9.408 t
- Keramik = [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.024
= 10.752 t
- Plafon
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]*0.018
=
8.064 t
- M/E
= [(22.00*22.00)-(6.00*6.00)]* 0.010
=
4.480 t
- Kaca
= [22.00*4]*[(4.00/2)]*0.030
=
5.280 t
- Aasesoris kaca 30%
=
1.584 t
- Balok 50/90 = 0.50*[0.90 – 0.15]*176.00*2.400
= 158.400 t
- Balok 25/50 = 0.25*[0.50 – 0.15]*88.00*2.400
=
- Kolom 90/90 = 16*0.90*0.90*[4.00/2)+(5.00/2)]*2.400
= 139.968 t
5.280 t
- Dinding ½ bata = [(4.00/2)+(5.00/2)]*[(6.00+6.00)]*0.250 = 13.500 t - dinding ½ bata
= [(5.00/2)*(18.00*4)*0.250
= 90.000 t
- Tangga
= [ 44.411 / 2 ] + [51.497 / 2]
= 47.954 t DL 1
= 655.950 t
b. Beban Hidup ( LL1 ) - Beban hidup lantai atap
= 0.250 t/m2
- Koefision reduksi beban hidup = 0.3 - Beban hidup ( LL1 )
= [(22.00*22.00) –(6.00*6.00)]*0.250*0.3 =
33.600 t
Total beban lantai 1 ( WL1 ) WL1 = DL1 + LL1 = 655.950 + 33.600 = 689.550 t
4.2.4.8. Total Beban Struktur ( WL ) WL = WL10 + WL 9 + WL8 + WL7+ WL6 + WL5+WL4+WL3+WL2+WL1 = 440.912 + 447.598 + 499.803 +516.699 +516.699 + 536.667 +536.667 + 559.707 + 559.707 + 689.550 = 5303.909 ton IV - 31
4.2.5. Waktu Getar Alami ( T1 ) a. Tinggi struktur ( H ) = 40 m b. Jumlah lantai (n )
= 10 lantai
c. Wilayah gempa
= 3
Dari SNI gempa 2003 di dapat
= 0.102
3/4
T1 < *H
T1 < 0.102*40 3/4 T1 < 1.653 Dari rumus empiris T1 = 0.06*H3/4 = 0.06*403/4 = 0.97 detik < 1.653 detik ======> OK
4.2.6. Faktor Keutamaan Gedung ( I ) Dari SNI gempa 2003 faktor keutamaan gedung untuk kantor ( I ) = 1
4.2.7. Faktor Reduksi Gempa ( R ) Struktur beton bertulang dengan daktilitas penuh ( SRPMK ) Dari SNI gempa 2003 didapat µ = 5.2 R = 8.5
4.2.8. Koefisien Gaya Gempa ( C ) a. Asumsi tanah lunak b. Wilayah gempa
= 3 ( wilayah gempa sedang )
c. Dari tabel SNI gempa 2003 didapat C = 0.50/ T = 0.50/0.97 = 0.515
IV - 32
4.2.9. Gaya Geser Horizontal Akibat Gaya Sepanjang Tinngi Bangunan Vx = Vy = =
C.I WL R 0.515 * 1 5303.909 = 321.35 ton 8 .5
4.2.10. Distribusi gaya horizontal total akibat gaya sepanjang tinggi bangunan; Arah x = H/A = 41/22
= 1.86 < 3
Arah y = H/B = 41/22
= 1.86 < 3
Maka, Fi ( x.y ) =
Wi * hi Σwi * hi
Hi
Wi
Wi*Hi
(m)
(ton)
(ton m)
10
41
440.912
18077.392
9
37
447.598
8
33
7
antai
Vx=Vy
Fi (x,y)
Tiap-tiap Portal 1/4 Fi x
1/4 Fi y
50.43
12.608
12.608
16561.126
46.20
11.550
11.550
499.803
16493.499
46.01
11.503
11.503
29
516.699
14984.271
41.80
10.450
10.450
6
25
516.699
12917.475
36.04
9.010
9.010
5
21
536.667
11270.007
31.44
7.860
7.860
4
17
536.667
9123.339
25.45
6.363
6.363
3
13
559.707
7276.191
20.30
5.075
5.075
2
9
559.707
5037.363
14.05
3.513
3.513
1
5
689.550
3447.750
9.62
2.405
2.405
115188.413
321.35
4.2.11. Penyebaran Gaya Gempa Ekuivalen F ke Masing-Masing Portal a. Arah X F=
4 EI Fix 4 * 4 EI
IV - 33
Lantai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Fi * X 50.43 46.20 46.01 41.80 36.04 31.44 25.45 20.30 14.05 9.62
F2 12.61 11.55 11.50 10.45 9.01 7.86 6.36 5.08 3.51 2.41
4EI / 4 * 4EI ( ton ) F3 F4 12.61 12.61 11.55 11.55 11.50 11.50 10.45 10.45 9.01 9.01 7.86 7.86 6.36 6.36 5.08 5.08 3.51 3.51 2.41 2.41
F5 12.61 11.55 11.50 10.45 9.01 7.86 6.36 5.08 3.51 2.41
FB 12.61 11.55 11.50 10.45 9.01 7.86 6.36 5.08 3.51 2.41
4EI / 4 * 4EI ( ton ) FC FC 12.61 12.61 11.55 11.55 11.50 11.50 10.45 10.45 9.01 9.01 7.86 7.86 6.36 6.36 5.08 5.08 3.51 3.51 2.41 2.41
FD 12.61 11.55 11.50 10.45 9.01 7.86 6.36 5.08 3.51 2.41
b. Arah Y F=
4 EI *Fiy 4 * 4EI
Lantai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Fi * Y 50.43 46.20 46.01 41.80 36.04 31.44 25.45 20.30 14.05 9.62
4.2.12. Waktu getar struktur dengan cara T Rayleigh Dengan melakukan analisa struktur menggunakan program ETABS (lihat Lampiran Analisa Struktur dengan Program ETABS), dapat dihitung besarnya simpangan (deformasi lateral total) akibat
beban gempa tadi untuk portal arah
X maupun arah Y. Waktu getar struktur sebenarnya untuk tiap arah dapat dihitung berdasarkan besar simpangan tadi dengan rumus T Rayleigh:
IV - 34
Waktu getar bangunan dalam arah X (TX
Lantai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Wi ( ton ) 440.91 447.60 499.80 516.70 516.70 536.67 536.67 559.71 559.71 689.55
dix ( cm ) 4.49 4.24 3.82 3.23 2.75 2.19 1.72 1.22 0.78 0.34
Dix2 2
( cm ) 20.16 17.98 14.59 10.43 7.56 4.80 2.96 1.49 0.61 0.12
fix ( ton ) 50.43 46.2 46.01 41.8 36.04 31.44 25.45 20.3 14.05 9.62
Wi * dix2 2
fix * dix
( t cm ) 8,888.83 8,046.74 7,293.33 5,390.67 3,907.54 2,573.91 1,587.68 833.07 340.53 79.71 38,941.99
( t cm ) 226.43 195.89 175.76 135.01 99.11 68.85 43.77 24.77 10.96 3.27 983.82
wi * diy2
fiy * diy
TX = 6.3 [( Wi*d ix2)/(g* Fix*d ix)] TX = 6.3 [(38941.99)/(981.0*983.82)] = 1.26 detik Waktu getar bangunan dalam arah Y (TY)
Lantai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
wi ( ton ) 440.91 447.60 499.80 516.70 516.70 536.67 536.67 559.71 559.71 689.55
diy ( cm ) 4.49 4.24 3.82 3.23 2.75 2.19 1.72 1.22 0.78 0.34
Diy2 2
( cm ) 20.16 17.98 14.59 10.43 7.56 4.80 2.96 1.49 0.61 0.12
Ty = 6,3 [( Wi*d iy2)/(g* Fi y*d iy)] Ty = 6.3 [(38941.99)/(981.0*983.82)] = 1.26 detik IV - 35
fiy ( ton ) 50.43 46.2 46.01 41.8 36.04 31.44 25.45 20.3 14.05 9.62
2
( t cm ) 8,888.83 8,046.74 7,293.33 5,390.67 3,907.54 2,573.91 1,587.68 833.07 340.53 79.71 38,941.99
( t cm ) 226.43 195.89 175.76 135.01 99.11 68.85 43.77 24.77 10.96 3.27 983.82
4.2.13. Distrubusi Akhir Gaya Geser Dasar Horizontal Total Akibat Gempa Kesepanjang Tinggi Gedung. - Tx = Ty = 1.26 detik - Lokasi gempa berada di wilayah gempa 3 - Asumsi tanah lunak - Dari SNI gempa 2003 ( grafik ) didapat C = =
0.5 T 0.5 = 0.396 detik 1.26
Karena koefisien gempa dasar C untuk perhitungan periode bangunan dengan cara empiris tidak sama dengan cara T Rayleigh ( 0.515
0.396 ), Sesuai peraturan
SNI Gempa 2003 pasal 6.2.2 nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% maka T dipakai = 1.26 detik.
4.2.14. Koefisien Gaya Gempa ( C ) a. Asumsi tanah lunak b. Wilayah gempa
= 3 ( wilayah gempa sedang )
c. Dari tabel SNI gempa 2003 didapat C = 0.50/ T = 0.50/1.26 = 0.396
4.2.15. Gaya Geser Horizontal Akibat Gaya Sepanjang Tinggi Bangunan Vx = Vy = =
C.I WL R 0.396 * 1 5303.909 = 247.61 ton 8.5
4.2.16. Distribusi gaya horizontal total akibat gaya sepanjang tinggi bangunan. Arah x = H/A = 41/22 = 1.86 < 3 Arah y = H/B = 41/22
= 1.86 < 3 IV - 36
Maka, Fi ( x.y ) =
Wi * hi Σwi * hi
Vx=Vy
Hi
Wi
Wi*Hi
(m)
(ton)
(ton m)
10
41
440.912
18077.392
9
37
447.598
8
33
Lantai
7
29
Fi (x,y)
Tiap-tiap Portal 1/4 Fi x
1/4 Fi y
38.86
9.72
9.72
16561.126
35.6
8.90
8.90
499.803
16493.499
35.46
8.86
8.86
516.699
14984.271
32.21
8.05
8.05
6
25
516.699
12917.475
27.77
6.94
6.94
5
21
536.667
11270.007
24.23
6.06
6.06
4
17
536.667
9123.339
19.61
4.90
4.90
3
13
559.707
7276.191
15.64
3.91
3.91
2
9
559.707
5037.363
10.83
2.71
2.71
1
5
689.550
3447.750
7.41
1.85
1.85
115188.413
247.61
4.2.17. Penyebaran Gaya Gempa Ekuivalen F ke Masing-Masing Portal a. Arah X F=
4 EI Fix 4 * 4 EI
Lantai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Fi * X 38.86 35.60 35.46 32.21 27.77 24.23 19.61 15.64 10.83 7.41
F2 9.72 8.90 8.87 8.05 6.94 6.06 4.90 3.91 2.71 1.85
F3 9.72 8.90 8.87 8.05 6.94 6.06 4.90 3.91 2.71 1.85
IV - 37
F4 9.72 8.90 8.87 8.05 6.94 6.06 4.90 3.91 2.71 1.85
F5 9.72 8.90 8.87 8.05 6.94 6.06 4.90 3.91 2.71 1.85
b. Arah Y F=
4 EI *Fiy 4 * 4EI
Lantai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
Fi * Y 38.86 35.60 35.46 32.21 27.77 24.23 19.61 15.64 10.83 7.41
FB 9.72 8.90 8.87 8.05 6.94 6.06 4.90 3.91 2.71 1.85
FC 9.72 8.90 8.87 8.05 6.94 6.06 4.90 3.91 2.71 1.85
FC 9.72 8.90 8.87 8.05 6.94 6.06 4.90 3.91 2.71 1.85
FD 9.72 8.90 8.87 8.05 6.94 6.06 4.90 3.91 2.71 1.85
4.2.18. Waktu getar struktur dengan cara T Rayleigh Dengan melakukan analisa struktur menggunakan program ETABS (lihat Lampiran Analisa Struktur dengan Program ETABS), dapat dihitung besarnya simpangan (deformasi lateral total) akibat
beban gempa tadi untuk portal arah
X maupun arah Y. Waktu getar struktur sebenarnya untuk tiap arah dapat dihitung berdasarkan besar simpangan tadi dengan rumus T Rayleigh:
IV - 38
Waktu getar bangunan dalam arah X (TX
Wi Lantai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
( ton ) 440.91 447.60 499.80 516.70 516.70 536.67 536.67 559.71 559.71 689.55
dix ( cm ) 3.45 3.26 2.94 2.49 2.11 1.69 1.32 0.93 0.60 0.26
Dix2
fix
2
( cm ) 11.90 10.63 8.64 6.20 4.45 2.86 1.74 0.86 0.36 0.07
( ton ) 38.86 35.60 35.46 32.21 27.77 24.23 19.61 15.64 10.83 7.41
Wi * dix2 2
( t cm ) 5,247.96 4,756.89 4,320.10 3,203.59 2,300.40 1,532.77 935.09 484.09 201.49 46.61 23,028.99
fix * dix ( t cm ) 134.07 116.06 104.25 80.20 58.59 40.95 25.89 14.55 6.50 1.93 582.98
TX = 6.3 [( Wi*dix2)/(g* Fi x*dix)] TX = 6.3 [(23028.99)/(981.0*582.98)] = 1.26 detik
Waktu getar bangunan dalam arah Y (TY)
wi Lantai 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1
( ton ) 440.91 447.60 499.80 516.70 516.70 536.67 536.67 559.71 559.71 689.55
diy ( cm ) 3.45 3.26 2.94 2.49 2.11 1.69 1.32 0.93 0.60 0.26
Diy2 2
( cm ) 11.90 10.63 8.64 6.20 4.45 2.86 1.74 0.86 0.36 0.07
fiy ( ton ) 38.86 35.60 35.46 32.21 27.77 24.23 19.61 15.64 10.83 7.41
Ty = 6,3 [( Wi*d iy2)/(g* Fi y*d iy)] Ty = 6.3 [(23028.99)/(981.0*582.98)] = 1.26 detik IV - 39
wi * diy2 2
( t cm ) 5,247.96 4,756.89 4,320.10 3,203.59 2,300.40 1,532.77 935.09 484.09 201.49 46.61 23,028.99
fiy * diy ( t cm ) 134.07 116.06 104.25 80.20 58.59 40.95 25.89 14.55 6.50 1.93 582.98
4.2.19. Distrubusi Akhir Gaya Geser Dasar Horizontal Total Akibat Gempa Kesepanjang Tinggi Gedung. - Tx =Ty = 1.26 detik - Lokasi gempa berada di wilayah gempa 3 - Asumsi tanah lunak - Dari SNI gempa 2003 ( grafik ) didapat C = =
0.5 T 0.5 = 0.396 detik 1.26
4.3.
Perhitungan Beban Akibat Gaya Gravitasi
4.3.1.
Perhitungan Beban Tangga
4.3.1.1. Beban Tangga Lantai 1 a. Beban mati area tanjakan - Pelat (h=20 cm)
= 0.2*2.4
= 0.4800 t /m
- Anak tangga
=
- keramik
= 0.01*0.024* Cos 51’ = 0.0002 t /m
- Spesi
= 0.05*0.021* Cos 51’ = 0.0008 t /m
0.22 * Cos 51’ *2.4 = 0.1959 t /m 2
q
= 0.6769 t /m
b. Beban mati area bordes - Pelat (h=20 cm)
= 0.2*2.4
= 0.4800 t /m
- keramik
= 0.01*0.024
= 0.0002 t /m
- Spesi
= 0.05*0.021
= 0.0008 t /m q
= 0.4813 t /m
c. Beban hidup area tanjakan - Beban hidup
= 0.25 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk tangga kantor = 0.75 - qh = 0.75*0.25 *Cos 50’ = 0.1392 t /m IV - 40
d. Beban hidup area bordes - Beban hidup
= 0.25 t /m2
- Koefisien reduksi beban hidup untuk tangga kantor = 0.75 - qh = 0.75*0.25*1
= 0.1875 t /m
4.3.2. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Atap (Lt.10) 1
2.00 2
6.00
3
6.00
4
6.00
5
2.00 6
2.00 A
6.00
6.00 B
6.00
C
D
2.00 E
F
DENAH PEMBEBANAN LANTAI GF DAN 10
IV - 41
4.3.2.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6 1.00
1.00 3.00 1.00
q = 0.474 *1.00 = 0.474 t/m
q = 0.474*1.00 = 0.474 t/m
1.00
2.00
1/A
6.00
2/B
6.00
3/C
6.00
4/D
2.00
5/E
a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0.15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Water proofing
= 0.015 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Air hujan = 0.05 *1.000
= 0.050 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.474 t /m2
b. Beban dinding dan balok (q2 ) - Berat balok anak 25/50 = [0.25* (0.50-0.15 )]*2.400 - Dinding bata = 1.00*1.00*0.250
= 0.210 t/m = 0.250 t/m
- Dinding kaca tebal 12 mm = 0.030*[1.00+(4.00/2)]
= 0.900 t/m
- Asesoris kaca, asumsi 30 % beban kaca
= 0.003 t/m q2
c. Beban Hidup (qh ) - qh atap = 0.100 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh atap = 0.6 *0.100*1 = 0.06 t/m
IV - 42
= 1.363 t/m
6/F
4.3.2.2. Portal As B, As E, As 2 dan As 5
1.00
1.00
1.00 q = 0.474*1.00 = 0.474 t/m
4.00
1.00
q = 0.474 * 1.00 = 0.474 t/m
1.00 1.00
2.00
3.00 2.00
1/A
q =0.474 * 3.00 = 1.422 t/m
3.00 6.00
2/B
6.00
3/C
6.00
4/D
2.00
5/E
a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Pater proofing
= 0.015 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Air hujan = 0.05 *1.000
= 0.050 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + = 0.474 t /m2
q1 b. Beban mati balok (q2 )
- Berat balok induk 50/90 = [0.50* (0.90-0.15 )]* 2.400
c. Beban Hidup (qh ) - qh atap = 0.100 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh atap = 0.6 *0.100*1 = 0.06 t/m
IV - 43
= 0.900 t/m
6/F
4.3.2.3. Portal, As C, As D,As 3 dan As 4 1.00
3.00 q = 0.948 * 3.00 = 2.844 t/m
1.00
2X
q = 0.948*1.00 = 0.948 t/m
2X
2X
2X
2X
3.00
1.00
2.00
1/A
6.00
6.00
2/B
3/C
4/D
a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Water proofing
= 0.015 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Air hujan = 0.05 *1.000
= 0.050 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.474 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Berat balok induk 50/90 = [0.50* (0.90-0.15 )]* 2.400 = 0.900 t/m
c. Beban Hidup (qh ) - qh atap = 0.100 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.100*1 = 0.060 t/m
IV - 44
2.00
6.00
5/E
6/F
4.3.3. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.9
1
2.00 2
6.00
3
6.00
4
6.00
5
2.00 6
6.00
2.00 A
B
6.00 C
6.00 D
2.00 E
F
DENAH PEMBEBANAN LANTAI 1 S/D 9
IV - 45
4.3.3.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6
1.00
1.00
1.00
3.00
q = 0.433 *1.00 = 0.433 t/m
q = 0.433*1.00 = 0.433 t/m
1.00
2.00
1/A
6.00
2/B
6.00
6.00
3/C
4/D
2.00
5/E
a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban dinding dan balok anak (q2 ) - Berat balok anak 25/50 = [0.25*(0.50-0.15 )]* 2.400
= 0.210 t/m
- Dinding kaca tebal 12 mm = [(4.00/ 2)+(4.00/ 2 )]*0.030
= 0.120 t/m
- Asesoris kaca, asumsi 30 % beban kaca
= 0.036 t/m q2
c. Beban Hidup (qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
IV - 46
= 0.366 t/m
6/F
4.3.3.2. Portal, As B, As E,As 2 dan As 5
1.00
1.00
1.00 q1 = 0.433*1.00 = 0.433 t/m
4.00
1.00
q1 = 0.433 * 1.00 = 0.433 t/m
1.00 1.00
2.00
3.00 2.00
1/A
q1 =0.433 * 3.00 = 1.299 t/m
3.00 6.00
6.00
2/B
3/C
6.00
4/D
2.00
5/E
a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Berat balok induk 50/90 = [0.50* (0.90-0.15 )* 2.400 ]
c. Beban Hidup (qh) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 *0.250*1 = 0.150 t/m
IV - 47
= 0.900 t/m
6/F
4.3.3.3. Portal, As C,As D, As 3 dan As 4
1.00
3.00
3.00
3.00 q1 = 0.433*300 = 1.299 t/m
2X
3.00
2X
1.00
1/A
q1 = 0.433*1.00*2 = 0.866 t/m
2X
2X
2.00
q1 = 0.433*3.00*2 = 2.598 t/m
6.00
6.00
2/B
3/C
6.00
4/D
2.00
5/E
1. Portal bentang 1 – 2, 2 – 3 ,4 – 5 dan 5 – 6 a. Beban mati plat ( q1) = 0.360 t /m2
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 - Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Berat balok induk (50/90) = [0.50* (0.90-0.15 )]* 2.400 = 0.900 t/m
c. Beban Hidup ( qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
IV - 48
6/F
2. Portal bentang 3 – 4 a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Berat sendiri balok
= [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ]
- Dinding bata (1/2 bt ) = [(4.00/2)+(4.00/2)]*0.250
= 0.900 t/m = 1.000 t/m + q2 = 1.900 t/m
c.Beban Hidup (qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
3. Portal bentang C – D a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Beban tangga
= ( dari hasil analisis progam ETAB )
- Berat sendiri balok
= [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ]
c. Beban Hidup (qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 IV - 49
= 0.900 t/m
- Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
4.3.4. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.8 s.d 2
1
2.00 2
6.00
3
6.00
4
6.00
5
2.00 6
2.00 A
6.00 B
6.00 C
6.00 D
2.00 E
F
DENAH PEMBEBANAN LANTAI 1 S/D 9
IV - 50
4.3.4.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6 1.00
1.00 3.00 1.00
q1 = 0.433 *1.00 = 0.433 t/m
q1 = 0.433*1.00 = 0.433 t/m
1.00
2.00
1/A
6.00
2/B
6.00
3/C
6.00
4/D
2.00
5/E
a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban dinding dan balok anak (q2 ) - Berat balok anak 25/50 = [0.25*(0.50-0.15 )]* 2.400
= 0.210 t/m
- Dinding kaca tebal 12 mm = [(4.00/ 2)+(4.00/ 2 )]*0.030 = 0.120 t/m - Asesoris kaca, asumsi 30 % beban kaca
= 0.036 t/m + q2
c. Beban Hidup (qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
IV - 51
= 0.366 t/m
6/F
4.3.4.2. Portal, As B, As E,As 2 dan As 5
1.00
1.00
1.00 q1 = 0.433*1.00 = 0.433 t/m
4.00
1.00
q1 = 0.433 * 1.00 = 0.433 t/m
1.00 1.00
2.00
3.00 2.00
1/A
q1=0.433 * 3.00 = 1.299 t/m
3.00 6.00
6.00
2/B
3/C
6.00
4/D
2.00
5/E
a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Berat balok induk 50/90 = [0.50* (0.90-0.15 )* 2.400 ]
c. Beban Hidup (qh) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 *0.250 = 0.150 t/m
IV - 52
= 0.900 t/m
6/F
4.3.4.3. Portal, As C,As D, As 3 dan As 4
1.00
3.00
3.00
3.00 q1= 0.433*300 = 1.299 t/m
2X
3.00
2X
1.00
1/A
q 1= 0.433*1.00*2 = 0.866 t/m
2X
2X
2.00
q1 = 0.433*3.00*2 = 2.598 t/m
6.00
2/B
6.00
3/C
6.00
4/D
2.00
5/E
1. Portal bentang 1 – 2, 2 – 3 ,4 – 5 dan 5 – 6 a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Berat balok induk (50/90) = [0.50* (0.90-0.15 )]* 2.400 = 0.900 t/m
c. Beban Hidup ( qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
IV - 53
6/F
2. Portal bentang 3 – 4 a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Berat sendiri balok
= [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ]
= 0.900 t/m
- Dinding bata (1/2 bt ) = [(4.00/2)+(4.00/2)]*0.250
= 1.000 t/m +
q2 = 1.900 t/m c. Beban Hidup (qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
3. Portal bentang C – D a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Beban tangga
= ( dari hasil analisis progam ETAB )
- Berat sendiri balok
= [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ]
IV - 54
= 0.900 t/m
c. Beban Hidup (qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
4.3.5. Beban Gravitasi Pada Balok Lantai Lt.1 1
2.00 2
6.00
3
6.00
4
6.00
5
2.00 6
2.00 A
6.00 B
6.00 C
6.00 D
2.00 E
F
DENAH PEMBEBANAN LANTAI 1 S/D 9
IV - 55
4.3.5.1. Portal, As A, As F, As 1 dan As 6 1.00
1.00 3.00 1.00
q 1= 0.433 *1.00 = 0.433 t/m
q1 = 0.433*1.00 = 0.433 t/m
1.00
2.00
1/A
6.00
2/B
6.00
3/C
6.00
4/D
2.00
5/E
6/F
a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban dinding dan balok anak (q2 ) - Berat balok anak 25/50 = [0.25*(0.50-0.15 )]* 2.400
= 0.210 t/m
- Dinding kaca tebal 12 mm = [(4.00/ 2)+(4.00/ 2 )]*0.030
= 0.120 t/m
- Asesoris kaca, asumsi 30 % beban kaca
= 0.036 t/m + q2
c. Beban Hidup (qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
IV - 56
= 0.366 t/m
4.3.5.2. Portal, As B, As E,As 2 dan As 5
1.00
1.00
1.00 q1= 0.433*1.00 = 0.433 t/m
4.00 1.00
q1 = 0.433 * 1.00 = 0.433 t/m
1.00 1.00 2.00
3.00 2.00
1/A
q =0.433 * 3.00 = 1.299 t/m
3.00 6.00
2/B
6.00
3/C
6.00
4/D
2.00
5/E
a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Berat balok induk 50/90 = [0.50* (0.90-0.15 )* 2.400 ]
c. Beban Hidup (qh) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 *0.250 *1 = 0.150 t/m
IV - 57
= 0.900 t/m
6/F
4.3.5.3. Portal, As C ,As D, As 3 dan As 4
1.00
3.00
3.00
3.00 q1 = 0.433*300 = 1.299 t/m
2X
3.00
2X
1.00
1/A
q1 = 0.433*1.00*2 = 0.866 t/m
2X
2X
2.00
q1 = 0.433*3.00*2 = 2.598 t/m
6.00
2/B
6.00
3/C
6.00
4/D
2.00
5/E
1. Portal bentang 1 – 2, 2 – 3 ,4 – 5 dan 5 – 6 a. Beban mati plat ( q1) = 0.360 t /m2
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 - Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Berat balok induk (50/90) = [0.50* (0.90-0.15 )]* 2.400 = 0.900 t/m
c. Beban Hidup ( qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250* 1 = 0.150 t/m
IV - 58
6/F
2. Portal bentang 3 – 4 a. Beban mati plat ( q1) = 0.360 t /m2
- Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400 - Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Berat sendiri balok
= [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ]
- Dinding bata (1/2 bt ) = [(4.00/2)+(4.00/2)]*0.250
= 0.900 t/m = 1.000 t/m + q2 = 1.900 t/m
c. Beban Hidup (qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
3. Portal bentang C – D a. Beban mati plat ( q1) - Pelat (h=15 cm) = 0,15*2.400
= 0.360 t /m2
- Plafon
= 0.018 t /m2
- Keramik
= 0.024 t /m2
-M/E
= 0.010 t /m2
- Spesi
= 0.021 t /m2 + q1
= 0.433 t /m2
b. Beban mati balok (q2 ) - Beban tangga
= ( dari hasil analisis progam ETAB )
- Berat sendiri balok
= [0.5* (0.9-0.15 )* 2.400 ]
IV - 59
= 0.900 t/m
c. Beban Hidup (qh ) - qh lantai kantor = 0.250 t /m2 - Koefisien reduksi beban hidup untuk kantor = 0.6 - qh = 0.6 * 0.250*1 = 0.150 t/m
4.4. Penulangan Pokok Balok a. Analisa luas tulangan yang diperlukan didapat dari program ETABS b. Hasil penulangan program Etabs kecil sehingga memakai batasan tulangan, diambil nilai terkecil dari 2 rumus berikut : A. Balok 500 x 900 mm 1.Asmin
=
fc' .bw.d 2 fy
=
30 x500x850 = 2909 mm2 2 x 400
2. Asmin = bf <
fc' .bf.d 4 fy
1 1 l = .6000 = 1500 mm 4 4
bf < bo +6ho = 450+6 (150) = 1350 mm bf <
1 ( 6000-450) = 2775 mm 2
bo = 0.5 s/d 0.65 ht = 0.5 x 900 = 450 mm Asmin =
30 x1350x850 = 3928 mm2 4.400
3. Luas tulangan diambil terkecil = 2909 mm2. tul. Dipakai tul. tumpuan (bagian atas) 6 φ 25 As= 2945 mm2. Dipakai tul. tumpuan (bagian bawah) 3 φ 25 As= 1473 mm2.
IV - 60
B. Balok 250 x 500 mm 1.Asmin
=
fc' .bw.d 2 fy
=
30 x250x500 = 770 mm2 2 x 400
fc' .bf.d 4 fy
2. Asmin = bf <
1 1 l = .6000 = 1500 mm 4 4
bf < bo +6ho = 250+6 (150) = 1150 mm bf <
1 ( 6000-250) = 2875 mm 2
bo = 0.5 s/d 0.65 ht = 0.5 x 500 = 250 mm Asmin =
30 x1150x450 = 1771 mm2 4.400
3. Luas tulangan diambil terkecil = 770 mm2. tul. Dipakai tul. tumpuan (bagian atas) 4 φ 16 As= 804 mm2. Dipakai tul. tumpuan (bagian bawah) 2 φ 16 As= 402 mm2.
4.4.1. Arah X dan Y Lantai 10 As 1 = 6 = A = F Tulangan Yang
AS Bentang
diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 1
A-B
74
37
42
18
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
B - C 113
56
28
54
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
C - D 111
55
28
50
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
D – E 113
56
28
54
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
E–F
37
42
18
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
74
IV - 61
As 2 = 5 = B = E Tulangan Yang
AS Bentang
diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 2
A - B 274
137
184
68
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
B - C 304
151
76
180 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
C - D 291
145
73
158 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
D – E 304
151
76
180 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
E – F 274
137
184
68
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
As 3 = 4 = C = D Tulangan Yang
AS Bentang
diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 3
A - B 284
142
196
71
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
B - C 259
129
65
65
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
C - D 210
105
52
52
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
D – E 259
129
65
65
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
E – F 284
142
196
71
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
IV - 62
4.4.2. Arah X dan Y Lantai 6 s/d 9 As 1 = 6 = A = F Tulangan Yang
AS Bentang
diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 1
A-B
96
48
55
24
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
B - C 142
71
38
76
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
C - D 145
72
36
73
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
D – E 141
70
35
76
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
E–F
48
55
24
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
96
As 2 = 5 = B = E Tulangan Yang
AS Bentang
diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 2
A - B 333
166
227
83
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
B - C 237
118
75
175 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
C - D 277
138
69
155 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
D – E 301
150
75
175 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
E – F 333
166
227
83
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
IV - 63
As 3 = 4 = C = D Tulangan Yang diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
AS Bentang
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 3
A - B 358 179
249
89
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
B - C 126
73
73
73
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
C - D 206 103
51
51
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
D – E 296 146
73
73
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
E – F 358 179
249
89
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
4.4.3. Arah X dan Y Lantai 1 s/d 5 As 1 = 6 = A = F Tulangan Yang
AS Bentang
diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 1
A-B
96
48
54
25
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
B - C 133
66
36
77
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
C - D 144
72
36
74
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
D – E 147
73
36
77
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
1
E–F
48
54
25
4 D16 2 D16 2 D16 4 D16 804
402
402
804
96
IV - 64
As 2 = 5 = B = E Tulangan Yang diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
AS Bentang
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 2
A - B 305
152
208
76
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
B - C 193
96
66
179 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
C - D 237
118
59
168 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
D – E 266
133
66
179 6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
2
E – F 305
152
208
76
6 D25 3 D25 3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
As 3 = 4 = C = D Tulangan Yang
AS Bentang
diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Tumpuan Lapangan Bawa Atas
h
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan Lapangan
Baw Atas ah
Baw Atas
Bawah
Atas Bawah Atas
Baw
ah Atas ah
3
A - B 335 167 234 83 6 D25
3 D25
3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
B - C 253 126
63
91 6 D25
3 D25
3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
C - D 154
77
39
75 6 D25
3 D25
3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
D – E 253 126
63
91 6 D25
3 D25
3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
3
E – F 335 167 234 83 6 D25
3 D25
3 D25 6 D25 2945 1473 1473 2945
IV - 65
4.5.
Perhitungan Tulangan Sengkang Balok
4.5.1. Hitungan Sengkang Balok 50 x 90 cm as 5 / D-E lantai 1 Diketahui data – data : -
H balok
= 90 cm dan d = 90 – 5
-
B balok
= 50 cm
1
= 85 cm
-
Fc
= 30 mpa
= 300 kg/cm2
-
Fy
= 400 mpa
= 400 kg/cm2
-
Asumsi tulangan dipakai
-
Beban gravitasi VA= -65.2 KN, VB= +60.3 KN
-
Tulangan tumpuan kanan dan kiri
10 mm
a. Atas 6 diameter 25 b. Bawah 3 diameter 25 Rumus yang dipakai : Mpr = As (1.25 fy) ( da=
a ) 2
As(1.25 fy ) 0.85xfc' xb
Balok ujung arah gempa ke kanan momen tumpuan atas ( Mpr -) adalah : Tulangan terpasang = As = 6 D25 = 2945 mm2 a= Mpr
As(1.25 fy ) 2945x(1.25 x400) = 115.5 mm = 0.85xfc' xb 0.85 x30 x500 a = As (1.25 fy) ( d- ) 2
= 2945 ( 1.25x400) (850-
115.5 ) = 1166.60 KNm 2
Dengan cara yang sama momen tumpuan bawah( Mpr +) berdasarkan tulangan terpasang 2 diameter 25 = 1473 mm , sebesar 604.75 KNm
IV - 66
0.90
5.30
IV - 67
Dalam hal ini gaya geser akibat gempa = 334 kN > 0.5 x 399.2 = 199.6 kN, namun karena gaya aksial yang lebih kecil maka Vc=0 sehingga Vs =
Vu 399.2 = 532.27 Kn = φ 0.75
Koefisien reduksi diambil 0.75 karena Vn diperoleh dari Mpr balok. Dengan memakai tulangan geser 4 kaki φ 10 mm ( Av=314 mm2) diperoleh s sebesar s=
Av. fy.d 314 x 400 x850 = = 200.58 mm Vs 532.27 x10 3
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3 item 3.2. c . jarak maksimum sengkang tidak boleh lebih 24 kali dia sengkang. = 24 x 0.008 = 192 mm, maka diambil s= 150 mm Kontrol kuat geser nominal tidak boleh lebih besar dari Vs max Vs max =
2 x bw x d x 3
fc' =
2 x500x850x 30 = 1551.88 > 532.27 Kn 3
s = 150 mm memenuhi pasal 23.3 item 3.2. c smax = sepanjang sendi plastis diujung balok 2h= 2x900 = 1800 mm tidak boleh lebih besar dari s max = d/4
= 212.5 mm
= 24 db hoop = 240 mm = 300 mm Kesimpulan dipakai s = 150 mm, hoop pertama φ 10 mm dipasang 50 mm dari muka kolom diujung balok. Pemasangan begel diluar sendi plastis ( diluar 2h= 2x900 = 1800 mm ) Vu= 314 Kn pada jarak 1800 mm Vs =
Vu = φ
fc 314 30 .bwd’ = x 500 x 850 = 30.69 kN 6 0.75 6
Jika dipakai begel 2 kaki dengan dia 10 mm Av=157 mm2 , maka s=
Av. fy.d 157 x 400 x850 = = 1738 mm Vs 30.69 x10 3
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3.3.4 dan 13.5(4(1)) adalah
1 1 d = x850 = 425 mm 2 2 IV - 68
Jadi pasang begel 2 φ 10 -300 sebanyak
ln− 4h 1700 = 6 buah dibagian +1 = s 300
tengah balok. Kesimpulan : a. Tul.sengkang tumpuan 4 φ 10 -150 mm area = 1800 mm b. Tul.sengkang lapangan 2 φ 10 -300 mm area = 1700 mm
Tabel penulangan sengkang balok 50/90 cm Tulangan Sengkang
Tulangan Sengkang
Tumpuan
Lapangan
Balok 50x90 cm
4 D 10-150 mm
2 D 10-300 mm
Lt.3,4
Balok 50x90 cm
4 D 10-150 mm
2 D 10-300 mm
Lt.5,6
Balok 50x90 cm
4 D 10-150 mm
2 D 10-300 mm
Lt.7,8,9
Balok 50x90 cm
4 D 10-150 mm
2 D 10-300 mm
Lt.10
Balok 50x90 cm
4 D 10-150 mm
2 D 10-300 mm
Lantai
Type
Lt. 1,2
IV - 69
4.5.2. Hitungan Sengkang Balok 25 x 50 cm as 5 / D-E lantai 1 Diketahui data – data : -
H balok
= 50 cm dan d = 50 – 5
= 45 cm
-
B balok
= 25 cm
-
Fc1
= 30 mpa
= 300 kg/cm2
-
Fy
= 400 mpa
= 400 kg/cm2
-
Asumsi tulangan dipakai Ø 10 mm
-
Beban gravitasi VA= -48.21 KN, VB= +48.21 KN
-
Tulangan tumpuan kanan dan kiri a. Atas 4 diameter 16 b. Bawah 2 diameter 16
Rumus yang dipakai : Mpr = As (1.25 fy) ( da=
a ) 2
As(1.25 fy ) 0.85 xfc' xb
Balok ujung arah gempa ke kanan momen tumpuan atas ( Mpr -) adalah : Tulangan terpasang = As = 4 D16 = 804 mm2 a= Mpr
As(1.25 fy ) 804x (1.25x 400) = 63.06 mm = 0.85xfc' xb 0.85x30 x 250 a = As (1.25 fy) ( d- ) 2 = 804 ( 1.25x400) (450-
63.06 ) = 168.23 KNm 2
Dengan cara yang sama momen tumpuan bawah (Mpr +) berdasarkan tulangan terpasang 2 diameter 16 = 402 mm , sebesar 87.28 KNm
IV - 70
5.30
Dalam hal ini gaya geser akibat gempa = 48.21 kN < 0.5 x 104.11 = 52 kN, namun karena gaya aksial yang lebih kecil maka Vc=0 sehingga IV - 71
Vs =
Vu 104.11 = 138.81 Kn = φ 0.75
Koefisien reduksi diambil 0.75 karena Vn diperoleh dari Mpr balok. Dengan memakai tulangan geser 4 kaki φ 10 mm ( Av=314 mm2) diperoleh s sebesar s=
Av. fy.d 314 x 400 x 450 = = 407 mm Vs 138.81x10 3
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3 item 3.2. c . jarak maksimum sengkang tidak boleh lebih 24 kali dia sengkang. = 24 x 0.008 = 192 mm, maka diambil s= 150 mm Kontrol kuat geser nominal tidak boleh lebih besar dari Vs max Vs max =
2 x bw x d x 3
fc' =
2 x250x450x 30 = 410.79 > 138.81 Kn 3
s = 150 mm memenuhi pasal 23.3 item 3.2. c smax = sepanjang sendi plastis diujung balok 2h= 2x500 = 1000 mm tidak boleh lebih besar dari s max = d/4
= 112.5 mm
= 24 db hoop = 384 mm = 300 mm Kesimpulan dipakai s = 150 mm, hoop pertama φ 10 mm dipasang 50 mm dari muka kolom diujung balok. Pemasangan begel diluar sendi plastis ( diluar 2h= 2x500 = 1000 mm ) Vu= 314 Kn pada jarak 1000 mm Vs =
Vu = φ
fc 6
.bwd’ =
314 30 x 250 x 450 = 315.96 kN 0.75 6
Jika dipakai begel 2 kaki dengan dia 10 mm Av=157 mm2 , maka s=
Av. fy.d 157 x 400x 450 = = 89 mm Vs 315.96 x103
Sesuai perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa pasal 23.3.3.4 dan 13.5(4(1)) adalah
1 1 d = x450 = 225 mm 2 2
IV - 72
Jadi pasang begel 2 φ 10 -200 sebanyak
ln− 4h 3300 = 17 buah dibagian +1 = s 200
tengah balok. Kesimpulan : a. Tul.sengkang tumpuan 4 φ 10 -150 mm area = 1000 mm b. Tul.sengkang lapangan 2 φ 10 -200 mm area = 3300 mm Tabel penulangan sengkang balok 25/50 cm Tulangan Sengkang
Tulangan Sengkang
Tumpuan
Lapangan
Balok 25x50 cm
4 D 10-150 mm
2 D 10-200 mm
Lt.3,4
Balok 25x50 cm
4 D 10-150 mm
2 D 10-200 mm
Lt.5,6
Balok 25x50 cm
4 D 10-150 mm
2 D 10-200 mm
Lt.7,8,9
Balok 25x50 cm
4 D 10-150 mm
2 D 10-200 mm
Lt.10
Balok 25x50 cm
4 D 10-150 mm
2 D 10-200 mm
Lantai
Type
Lt. 1,2
4.6. Perhitungan Tulangan Kolom Dari program Etabs di dapat luas tulangan :
Lantai
Type
Tulangan
Tulangan
Tulangan
Yang
Terpasang
Terpasang
diperlukan
( batang)
( mm2)
( mm2) Lt.GF
C1 s/d C16
8100
16 D 28
9856
Lt. 1,2
C1 s/d C16
6400
12 D 28
7392
Lt.3,4
C1 s/d C16
4900
8 D 28
4928
Lt.5,6
C1 s/d C16
3600
8 D 25
3928
Lt.7,8,9
C1 s/d C16
2500
8 D 22
3040
IV - 73
4.7. Perhitungan Tulangan Sengkang Kolom Hitungan Sengkang Kolom Type C15 uk.90 x 90 cm as 5 / D lantai dasar - Momen balok Mpr - = 132.48 kN , Mpr + = 66.48 kN - Combo 1 : P = 306.13 ton Mx= 0.9 ton My = 0.07 ton - Combo 2 : P = 300.51 ton Mx= 1.4 ton My = 0.07 ton - Tulangan kolom 18 φ 25 - Dari program Pcacol didapat diagram interaksi Mpr = Mb = 2083 kN Rumus yang dipakai : Bila dianggap Mpr untuk kolom tengah diatas dan dibawah lantai 2 sama besar maka :
Ve = (2xMpr)/hln = (2x2083)/2.2 = 1893.64 kN
Dengan anggapan momen lentur diatas dan dibawah kolom penyangga lt 2 sama, maka gaya geser desain berdasarkan M pr + dan – dari balok-balok yang bertemu di HBK : Vu =
Mpr − + Mpr + 1166.6 + 604.75 = = 805.16 < 1893.64 kN l1 2.2
Disini l1 = tinggi bersih kolom tengah , Ternyata Ve > Vu = 805.16 kN tapi jelas lebih besar dari hasil analisa struktur. Didapat beban aksial terfaktor kolom tengah min 1005 kN ( dari Pcacol ) Untuk komponen yang kena beban aksial berlaku : Vc = (1+
fc' Nu 1005 30 bw.d = (1+ 900.850 = 698.408 kN ) ) 14 Ag 6 14 x900 x900 6
Berdasarkan Av 4 φ 12 = 452.4 dan s terpasang 100 mm sesuai ketentuan tulangan pengekangan : Ujung-ujung kolom sepanjang lo harus dikekang oleh tul. Tranversal (Asn) lo > h
= 900 mm
> 1/6 ln = 366 mm > h
lo
= 900 mm
= 450 mm dengan s memenuhi ketentuan brikut :
¼ x 900 mm = 225 mm 6xϕ
= 6x32 = 150 mm = 100 mm IV - 74
Vs =
Asxfyxd 452.4 x400 x850 = = 1538.16 kN s 100
Maka : φ (Vs+Vc) = 0.75(1538.16+698.4) = 1677.42 kN > Vu =805.16 kN...OK Sisa panjang kolom tetap harus tulangan transversal dengan s < 6 db tul. Memanjang
= 150 mm atau < 150 mm
Kesimpulan : a. Tul.sengkang tumpuan 4 φ 12 -100 mm area = 1800 mm b. Tul.sengkang lapangan 4 φ 12 -150 mm area = 400 mm Tabel penulangan sengkang
Lantai
Type
Tulangan
Tulangan Sengkang
Sengkang
Lapangan
Tumpuan Lt.GF
C1 s/d C16
4 D 12-100 mm
2 D 12-150 mm
Lt. 1,2
C1 s/d C16
4 D 12-100 mm
2 D 12-150 mm
Lt.3,4
C1 s/d C16
4 D 12-100 mm
2 D 12-150 mm
Lt.5,6
C1 s/d C16
4 D 12-100 mm
2 D 12-150 mm
Lt.7,8,9
C1 s/d C16
4 D 12-100 mm
2 D 12-150 mm
4.8. Perhitungan Tulangan Pelat Lantai 4.8.1. Data – data Struktur a. Tebal pelat lantai = 15 cm b. Asumsi perhitungan pelat lantai diambil pelat lantai 1 karena typikal.
4.8.2. Beban Mati Pelat (DL) - pelat (h=15 cm)= 0.15*2.40
= 0.360 t/m2
- plafon
= 0.018 t/m2
- spesi
= 0.021 t/m2
- M/E
= 0.010 t/m2
- Keramik
= 0.024 t/m2 __________________________________ Total DL = 0.433 t/m2
IV - 75
4.8.3. Beban Hidup (LL) beban hidup lantai
= 0.250
t/m2
4.8.4. Beban Ultimate (Wu) Wu
= 1,2DL + 1,6LL = (1,2*0.433) + (1,6*0.250) = 0.919 t/m2
4.8.5. Analisis Struktur a. Penulangan diasumsikan 2 arah dengan Ly = Lx = 6 m b. Ly / Lx= 6/6 = 1 c. Dari table Cur 4 didapat Ly/Lx = 1= 25 d. ML= Mly = 0.001 Wu Lx2 * 25 = 0.001*919*62*25 = 827.1 kgm / m1 = 8271 n/m1 = 8.271 kn/m1 e. Dari tabel 5.1.d Cur 4 Fc’ = 30 mpa Fy = 240 mpa
Mu 8.271 = = 367.6 2 bd 1x0.152 Mencari 300 = 0.0016 400 = 0.0021 Interpolasi 67.6 ( 0.0021 – 0.0016 ) 100
= 0.0016 + 367.6
= 0.00194
f. Luas tulangan ( As ) AS
=
.b.d
= 0.00194 x 100 x 15 = 2.91 cm AS terpasang = 6 Ø 8 mm = 3.02 cm2 IV - 76
g. Jarak tulangan 100/6 = 16.70 cm h. Jarak tulangan diambil 15 cm i.
Penulangan plat φ 8 – 15 cm
Kesimpulan : 1. Jarak tulangan lapangan φ 8 – 150 mm 1 lapis 2. Jarak tulangan tumpuan 2 φ 8 – 150 mm 2 lapis
Tabel penulangan pelat
4.9.
Lantai
Tebal
Tulangan Tumpuan
Tulangan Lapangan
Lt.GF
15 cm
2 Ø 8 -150 mm
1 Ø 8 -150 mm
Lt. 1,2
15 cm
2 Ø 8 -150 mm
1 Ø 8 -150 mm
Lt.3,4
15 cm
2 Ø 8 -150 mm
1 Ø 8 -150 mm
Lt.5,6
15 cm
2 Ø 8 -150 mm
1 Ø 8 -150 mm
Lt.7,8,9
15 cm
2 Ø 8 -150 mm
1 Ø 8 -150 mm
Perhitungan Tulangan Pelat Tangga
4.9.1. Lantai 1 s/d lantai 9 Tulangan utama Tulangan Yang
Bentang
diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Atas Bawah Atas Bawah Atas
Bawah
Lapangan Atas
Tumpuan
Lapangan
Bawah Atas Bawah Atas Bawah
7 D10 17 D10 7 D10 17 D10 2019 1343 550 1343 13D12 7 D10 Bordes 0 859 213 1026 11 D10 7 D10 13 D10 2019 869 550 1343 13D12 7 D10 Tanjakan 2 1909 1004 499 499 17 D10 7 D10 17 D10 2019 1343 550 1343 13D12 Tanjakan 1 1909 1004 499 499
IV - 77
Tulangan bagi = 50 % tulangan utama Tulangan Yang diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Bentang
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah Atas Bawah 4 D10 9 D10 4 D10 9 D10 1106 707 7D12 4 D10 6 D10 4 D10 6 D10 1106 471 7D12 4 D10 9 D10 4 D10 9 D10 1106 707 7D12
Tanjakan 1 Bordes Tanjakan 2
314
707
314
471
314
707
4.9.2. Lantai Dasar Tulangan utama
Bentang
Tulangan Yang diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan Lapangan Baw
Atas Bawah Atas Bawah Atas
Bawah
Atas
Bawah Atas Bawah Atas ah
Tanjakan 1 0
2280
741
1869 10 D10 21 D12 10 D10 21 D12 785 2373 785 2373
Bordes 1
0
2280
741
2146 10 D10 21 D12 10 D10 21 D12 785 2373 785 2373
Tanjakan 2 0
1909
575
1909 10 D10 17 D10 10 D10 17 D10 785 1921 785 1921
669 1909
479
1123 10 D10 17 D10 10 D10 17 D10 785 1921 785 1921
Bordes 2
Tanjakan 3 2940 1909 1909
949
10 D10 10 D10 17 D10 17 D10 3045 1921 1916 1921 20 D12 10 D12
IV - 78
Tulangan bagi = 50 % tulangan utama Tulangan Yang
Bentang
diperlukan
Tulangan Terpasang
Tulangan Terpasang
( mm2 )
( Batang )
( mm2 )
Tumpuan Lapangan Baw
Tumpuan
Lapangan
Tumpuan
Lapangan
Baw
Atas ah Atas ah
Atas
Bawah
Atas
Bawah Atas Bawah Atas Bawah
Tanjakan 1
5 D10
11 D12
5 D10
11 D12 393 1243 393 1243
Bordes 1
5 D10
11 D12 5 D10
11 D12 393 1243 393 1243
Tanjakan 2
5 D10
9 D10
5 D10
9 D10 393
707
393
707
Bordes 2
5 D10
9 D10
5 D10
9 D10 393
707
393
707
Tanjakan 3
5 D10 10 D12
9 D10
5 D10 5 D12
9 D10 1524 707
958
707
IV - 79
BAB V PERENCANAAN FONDASI 5.1.Pendahuluan Berdasarkan hasil
laporan penyelidikan tanah untuk proyek Novotel Sophie
Martin, di jalan RA Kartini, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, dapat dikategorikan tanah tersebut adalah tanah lunak.Fondasi yang memungkinkan untuk digunakan adalah fondasi tiang pancang dan tiang bor . Sedangkan kondisi lokasi proyek masih dapat menggunakan tiang pancang.
Untuk mengetahui kondisi tanah dilapangan, dilakukan pengujian SPT
dan
sondir. Uji SPT dilakukan pada 4 titik dan sondir 8 titik, adapun denah penyelidikan dapat dilihat pada Gambar 5.1.
V-1
Gambar 5.1. Denah Pengujian Tanah Bor Dalam dan Sondir
Dan untuk memperkirakan lapisan- lapisan tanah dapat gambarkan potongan memanjang dan melintang dari hasil bor dalam yang dapat dilihat pada Gambar 5.3.a, dan 5.3.b. Hasil uji SPT dapat dilihat pada Gambar 10.3.a.b, Gambar 10.4.a,b,Gambar
10.5.a,b, Gambar 10.6.a,b.Dan hasil uji sondir dapat pada
Gambar 10.7, 10.8, 10.10, 10.11, 10.12, 10.13, 10.14, 10.15.
V-2
Gambar 5.3.a .Potongan Lapisan Tanah
V-3
Gambar 5.3.b.Potongan Lapisan Tanah
Dari pengujian bor dalam dan SPT yang dilakukan diambil contoh tanah pada kedalaman-kedalaman tertentu .Contoh tersebut kemudian dibawa kelaboratorium untuk dilakukan pengujian. Hasil uji laboratorium akan diketahui sifat fisik tanah ( indek properties ) dan sifat mekanis tanah ( engineering properties ), lihat Sub V-4
Bab 3.1.2.. Contoh hasil laboratorium dapat dilihat pada Tabel 10.12 , 10.13, 10.14, 10.15, Gambar 10.15.a,b,c,Gambar 10.16.a,b dan Gambar 10.17. a,b.
Sebelum menentukan daya dukung tiang pancang perlu diketahui beban yang akan diterima oleh fondasi tersebut, agar tidak terjadi kesalahan dalam menentukan jumlah atau jenis tiang yang akan dipakai. Pada perhitungan beban atau reaksi struktur atas, sudah ada program yang membantu untuk menghitung reakasi tersebut, seperti program ETABS , SAP dan lain sebagainya .
Perencanaan fondasi berdasarkan denah existing pengujian SPT dan sondir ( gambar 5.1) untuk diplot ke denah perencanan fondasi tidak ditemukannya skala gambar tersebut maka denah titik bor dan sondir diasumsikan sebagai berikut : ( gambar 5.4 ) 1
2.00 2
S-2 S-1
6.00
BH-1 S-3
3
S-6 6.00
BH-4
S-4
S-5 4
6.00
BH-2
BH-3
S-8 S-7
5
2.00 6
2.00 A
6.00 B
6.00 C
6.00 D
2.00 E
F
DENAH FONDASI Sondir (S) Bor Dalam (BH)
Gambar 5.4 . Denah Pengujian Tanah Untuk Perencanan Struktur Gedung
Dari laporan penyelidikan tanah berdasarkan hasil uji lapangan dapat diasumsikan bahwa tanah keras terletak mulai dari kedalaman 17.50 m ( lihat Gambar 10.4.a. V-5
dan b ). Laporan penyelidikan tanah berdasarkan uji laboratorium pada kedalam mulai 17.50 m, tidak dicantumkan nilai-nilai sifat mekanis tanah ( engineering properties ), maka pada perencanaan fondasi berdasarkan hasil uji lapangan ( sondir dan NSPT ).
Pengukuran air tanah yang dilakukan pada waktu pengeboran dilaksanakan mendapatkan muka air tanah rata – rata pada kedalaman antara 7 sampai 7.5 m, di bawah permukaan tanah .
Laporan penyelidikan tanah sebelum melakukan desain fondasi, terlebih dahulu untuk difahami atau dianalisa, karena laporan penyelidikan tanah belum tentu menghasilkan data parameter-parameter tanah yang akurat. Maka perlunya hatihati pada saat mendesain fondasi, karena sifat tanah yang tidak pasti.
5.2. Pertimbangan Pemilihan Jenis ,Kedalaman, dan Bentuk Fondasi Tiang Pertimbangan pada saat memilih jenis fondasi yang sesuai dengan kebutuhan seperti evaluasi dari kelayakan teknis dan biaya untuk alternatif yang potensial dengan mempertimbangkan keamanan, keandalan, kemudahan konstruksi dan ketahanan di dalam tanah. Pertimbangan yang menentukan dari suatu perencanaan sistem fondasi didasarkan pada informasi penyelidikan tanah. Ada dua jenis fondasi tiang untuk menjadi pertimbangan untuk memilih fondasi tiang yaitu fondasi tiang pancang dan fondasi tiang bor.
5.2.1. Fondasi Tiang Pancang Fondasi tiang pancang merupakan fondasi tiang yang dibuat terlebih dahulu sebelum dimasukkan kedalam tanah hingga mencapai kedalaman tertentu. Metode yang umum di guanakan untuk memasukkan tiang kedalam tanah adalah memukul kepala tiang berukang-ulang.
5.2.2. Fondasi Tiang Bor Fondasi tiang bor metode pelaksanan ialah dengan cara membuat lubang bor dengan diameter tertentu hingga kedalaman yang diingginkan. Umumnya V-6
tulangan yang telah dirangakai kemudian dimasukkan kelubang bor dan ikuti dengan pengecoran.
Fondasi tiang bor mempunyai karakteristik khusus karena pelaksanaannya yang dapat mengakibatkan perbedaan perilakunya di bawah pembebanan dibandingkan dengan tiang pancang. Hal – hal yang membedakan antara lain: 1.Tiang bor dilaksanakan dengan menggali lubang bor dan mengisinya dengan material beton , sedangan tiang pancang dimasukan ketanah dengan mendesak tanah disekitarnya. 2.Beton fondasi tiang bor dicor dalam keadaan basah dan mengalami masa pengeringan di dalam tanah . 3.Tiang bor kadang – kadang digunakan casing untuk menjaga stabilitas dinding lubang bor dan casing tidak dapat diambil kembali karena kesulitan di lapangan
5.2.3. Keuntungan dan Kerugian Fondasi Tiang Pancang 5.2.3.1.Keuntungan 1.Bahan tiang dapat diperiksa sebelum peamancangan 2.Prosedur pelaksanan tidak dipengaruhi oleh air 3.Tiang dapat di pancang sampai kedalaman yang dalam
5.2.3.2. Kerugian 1.Pengembungan permukaan tanah dan gangguan tanah dan gangguan tanah akibat pemancangan dapat menimbulkan masalah 2.Tiang kadang – kadang rusak akibat pemancangan 3.Pemancangan sulit jika berdiameter terlalu besar 4.Pemancangan dapat menimbulkan kerusakan bangunan disekitar bangunan karena getarannya.
5.2.4. Keuntungan dan Kerugian Fondasi Tiang Bor 5.2.4.1 Keuntungan 1.Pembangunannya tidak menyebabkan getaran dan pengembungan tanah, seperti pada pemancangan fondasi tiang. V-7
2.Penggalian tidak mengganggu tanah di sekitarya. 3.kondisi-kondisi tanah atau batu pada dasar sumuran sering dapat di periksa dan di uji secara fisik. 4.Alat gali tidak banyak menimbulkan suara.
5.2.4.2. Kerugian 1.Berbeda dengan tiang pancang, pelaksanaan sukses sangat tergantung pada keterampilan dan kemampuan dari pelaksanaaan. Jika pelaksanaan buruk dapat menimbulkan penurunan daya dukung yang besar. 2. Kondisi dikaki tiang sering kali rusak oleh proses pengeboran, terjadi tumpukan tanah dari runtuhan dinding tiang bor atau sedimentasi lumpur, sehingga seringkali daya dukung ujung dari tiang bor tidak dapat diandalkan 3.Hasil pengecoran beton tidak dapat tidak dapat diperiksa maksimal 4.Berbahaya jika ada artesis karena tekanan air tersebut dapat menembus keatas.
5.2.5. Kesimpulan Pemilihan Jenis Fondasi Tiang Dari pertimbangan keuntungan fondasi tiang pancang dan bor,dilihat dari pelaksaan ( teknik ),maka dapat dipilih fondasi tiang pancang .Karena hasil pelaksanaan fondasi tiang pancang lebih akurat dengan asumsi hasil pengecoran dapat diperiksa terlebih dahulu. Pada lokasi pemancangan diasumsikan jauh dari bangunan lain atau getaran pemancangan tidak mempengaruhi bangunan tersebut.
5.2.6. Kedalaman Tiang pancang Fondasi tiang pancang merupakan perpanjangan dari fondasi dangkal, karena fondasi dangkal sudah tidak mampu lagi untuk menerima beban struktur atas. Dan untuk mencapai kedalaman tertentu maka diperlukan fondasi tiang. Pada umumnya fondasi tiang pancang dipakai bertujuan untuk mencapai kedalaman sampai tanah keras.
5.2.7. Bentuk Tiang Pancang Bentuk tiang di dalam pembahasan ini adalah bentuk penampang tiang yaitu penampang bulat dan persegi. Di tinjau dari penampangnya, peanampang persegi V-8
akan mendapatkan luasan dan keliling yang lebih besar dengan Diameter ( D ) yang sama dibandingkan dengan penampang bulat. Maka jika digunakan penampang persegi akan mendapatkan tahanan ujung tiang ( Qp ) dan tahanan tahanan gesek (Qs) yang besar pula dibandingkan dengan tiang penampang bulat.
5.3. Perencanaan Fondasi Tiang Pancang Berdasarkan NSPT Sebelum melakukan perhitungan kapasitas daya dukung fondasi terlebih daluhu di analisa data penyelidikan tanah. di dapat data penyelidikan tanah, tanah keras diketahui dari data NSPT atau sondir. Data penyelidikan tanah pada proyek Novotel Sophie Martin, di jalan R.A. Kartini, Lebak Bulus, Jakarta, tanah keras dari data SPT.
Pada perencanaan fondasi tiang pancang digunakan data penyelidikan tanah dari lapangan yaitu NSPT dan sondir. Di dalam data penyelidikan tanah data sondir, tanah keras lebih dangkal dibandingkan data NSPT. Untuk keamanan maka dalam perhitungan perencanaan fondasi tiang pancang dipakai penyelidikan tanah uji NSPT. Metode yang dipakai ialah metode Meyerhof dan metode Schmertmann, dari persamaan ( 3.66 ) dan Tabel 3.10. Data penyelidikan tanah ( bor dalam ) yang dipakai untuk perhitungan daya dukung fondasi diambil yang terdekat dengan fondasi tersebut ( lihat Gambar 5.4 ). Dengan pertimbangan, dilihat dari potongan melintang dan memanjang lapisan tanah, tanah tersebut tidak terlalu jauh perbedaan lapisannya . ( lihat Gambar 5.3.a dan 5.3.b )
V-9
5.3.1. Berdasarkan Bor 4 ( BH- 4 ) - Data – data , lihat Gambar 10.6.a dan 10.6.b, Qu D
19.00 Qs
Qp
Gambar 5.5 ,Skema Pemancangan pada Bor 4 ( BH-4) Diketahui dari data penyelidikan tanah dan asumsi-asumsi, sebagai berikut : - D = Tiang penampang persegi, dengan lebar 40 cm ( asumsi ) - Bahan tiang dari beton bertulang - Dari hasil uji SPT tanah keras terletak pada kedalaman 19.00 m - Pada saat merencanakan fondasi dalam di asumsikan ujung tiang pada kedalaman 19.00 m - Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 4 adalah tanah lempung .
5.3.1.1 Metode Meyerhof 1. Kapasitas ultimit tiang tunggal ( Qu ) Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N As Ap = 0.40*0.40 = 0.16 m2 V - 10
N = [8+8+12+12+1+8+4+2+14+4+8+10+50] / 13 = 10.85 As = (0.40+0.40)*19*4 = 60.80 m2 Qu = 40*50*0.16 + 0.2 *10.85*60.80 = 451.936 ton 2. Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa ) Qa = Qu / F Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5 Qa = 451.936 / 2.5 = 180.77 ton
5.3.1.2 Metode Schmertmann Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 4 adalah tanah lempung bercampur pasir . Maka perencanaan fondasi pancang sebagai berikut: 1.Tahanan ujung tiang (Qp) Qp = 1.6 N Ap N = nilai spt ujung tiang = 50 Ap = Luas ujung tiang = 40*40 = 1600 m Qp = 1.6* 50*1600 = 128000 kg = 128 ton
2.Tahanan gesek kulit ( Qs ) Qs = 0.2 N As
V - 11
tiang
Tabel 5.1.Perhitungan Metode Schmertmann pada Bor 4 (Bh – 4 ) No
Kedalaman
Jenis tanah
N
0.04 N
1
1.00
Lempung
8
0.32
2
2.50
Lempung
10
0.40
3
4.00
Lempung
12
0.48
4
5.50
Lempung
12
0.48
5
7.00
Lempung
1
0.04
6
8.50
Lempung
8
0.32
7
10.00
Lempung
5
0.20
8
11.50
Lempung
2
0.08
9
13.00
Lempung
14
0.56
10
14.50
Lempung
4
0.16
11
16.00
Lempung
8
0.32
12
17.50
Lempung
10
0.40
13
19.00
Lempung
50
2.00
Total = 5.76
As = luas selimut tiang = 40*1900*4 = 304000 cm2 Qs = 0.2 N As = 0.2*5.76*304000 = 350208 kg = 350.208 ton
3. Kapasitas tiang tunggal ultimit ( Qu ) Qu = Qp + Qs = 128 + 350.208 = 478.208 ton
V - 12
4.Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa ) Qa = Qu / F Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5 Qa = 478.208 / 2.5 = 191.28 ton
5.3.2. Berdasarkan Bor 1 (BH-1 ) Data- data lihat ,Gambar 10.3.a, dan 10.3.b Qu D
22.00 Qs
Qp Gambar 5.6. Skema Pemancangan pada Bor 1 ( BH-1)
Diketahui dari data penyelidikan tanah dan asumsi-asumsi, sebagai berikut : -
D = Tiang penampang persegi, dengan lebar 40 cm ( asumsi )
-
Bahan tiang dari beton bertulang
-
Dari hasil uji SPT tanah keras terletak pada kedalaman 22.00 m.
-
Pada saat merencanakan fondasi dalam diasumsikan ujung tiang pada kedalaman 22.00 m
-
Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 1 adalah tanah lempung .
V - 13
5.3.2.1 Metode Meyerhof 1. Kapasitas ultimit tiang tunggal ( Qu ) Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N As Ap = 0.40*0.40 = 0.16 m2 N = [6+16+14+6+6+7+4+9+16+6+9+8+35+26+50] / 15 = 14.20 As = (0.40+0.40)*22.00*4 = 70.40 m2 Qu = 40*50*0.16 + 0.2 *14.20*70.40 = 519.94 ton
2. Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa ) Qa = Qu / F Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5 Qa = 519.94 / 2.5 = 207.97 ton
5.3.2.2 Metode schmertmann Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 1 adalah tanah lempung bercampur pasir .Maka perencanaan fondasi tiang pancang sebagai berikut: 1.Tahanan ujung tiang (Qp) Qp = 1.6 N Ap N = nilai spt ujung tiang = 50 Ap = Luas ujung tiang = 40*40 = 1600 cm Qp = 1.6* 50*1600 = 128000 kg = 128 ton
V - 14
2.Tahanan gesek kulit ( Qs ) Qs = 0.2 N As Tabel 5.2. Perhitungan Metode Schmertmann pada Bor 4 (Bh – 4 )
No
Kedalaman
Jenis tanah
N
0.04 N
1
1.00
Lempung
6
0.24
2
2.50
Lempung
16
0.64
3
4.00
Lempung
14
0.56
4
5.50
Lempung
6
0.24
5
7.00
Lempung
6
0.24
6
8.50
Lempung
7
0.28
7
10.00
Lempung
4
0.16
8
11.50
Lempung
9
0.36
9
13.00
Lempung
16
0.64
10
14.50
Lempung
6
0.24
11
16.00
Lempung
9
0.36
12
17.50
Lempung
8
0.32
13
19.00
Lempung
35
1.40
14
20.50
Lempung
26
1.04
15
22.00
Lempung
50
2.00
Total = 8.72
As = Luas selimut tiang = 40*2200*4 = 352000 cm2 Qs = 0.2 N As = 0.2*8.72*352000 = 613888 kg = 613.89 ton
V - 15
3. Kapasitas tiang tunggal ultimit ( Qu ) Qu = Qp + Qs = 128 + 613.89 = 741.89 ton
4.Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa ) Qa = Qu / F Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5 Qa = 741.89 / 2.5 = 296.76 ton 5.3.3. Berdasarkan Bor 2 (BH-2 ) Data- data lihat ,Gambar 10.4.a, dan 10.4.b Qu D
17.50 Qs
Qp Gambar 5.7. Skema Pemancangan pada Bor 2 ( BH-2)
Diketahui dari data penyelidikan tanah dan asumsi-asumsi, sebagai berikut : - D = Tiang penampang persegi, dengan lebar 40 cm ( asumsi ) - Bahan tiang dari beton bertulang - Tanah sampai kedalaman 17.50 m adalah tanah yang homogen yaitu tanah lempung V - 16
- Dari hasil uji SPT tanah keras terletak pada kedalaman 17.50. m. - Pada saat merencanakan fondasi dalam diasumsikan ujung tiang pada kedalaman 17.50 m - Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 2 adalah tanah lempung
5.3.3.1 Metode Meyerhof 1. Kapasitas ultimit tiang tunggal ( Qu ) Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N A Ap = 0.40*0.40 = 0.16 m2 N = [6+9+4+3+3+9+5+12+14+15+13+13+50] / 13 = 12.00 As = (0.40+0.40)*17.50*4 = 56.00 m2 Qu = 40*50*0.16 + 0.2 *12.00*56.00 = 454.40 ton
2. Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa ) Qa = Qu / F Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5 Qa = 454.4 / 2.5 = 181.760 ton
5.3.3.2. Metode schmertmann Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 2 adalah tanah lempung bercampur pasir . Maka perencanaan fondasi pancang sebagai berikut: 1.Tahanan Ujung Tiang (Qp) Qp = 1.6 N Ap N = Nilai SPT ujung tiang = 50 V - 17
tiang
Ap = Luas ujung tiang = 40*40 = 1600 cm Qp = 1.6* 50*1600 = 128000 kg = 128 ton 2.Tahanan Gesek Kulit ( Qs ) Qs = 0.2 N As
Tabel 5.3. Perhitungan Metode Schmertmann pada Bor 2 (Bh – 2 ) No
Kedalaman
Jenis tanah
N
0.04 N
1
1.00
Lempung
6
0.24
2
2.50
Lempung
9
0.36
3
4.00
Lempung
4
0.16
4
5.50
Lempung
3
0.12
5
7.00
Lempung
3
0.12
6
8.50
Lempung
9
0.36
7
10.00
Lempung
5
0.20
8
11.50
Lempung
12
0.48
9
13.00
Lempung
13
0.52
10
14.50
Lempung
15
0.60
11
16.00
Lempung
13
0.52
12
17.50
Lempung
50
2.00
Total = 5.68
As = Luas selimut tiang = 40*1750*4 = 280000 cm2 Qs = 0.2 N As = 0.2*5.68*280000 = 318080 kg = 318.080 ton V - 18
3. Kapasitas Tiang unggal Ultimit ( Qu ) Qu = Qp + Qs = 128 + 318.080 = 446.08 ton
4.Kapasitas Ijin Tiang Tunggal ( Qa ) Qa = Qu / F Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5 Qa = 446.08 / 2.5 = 178.432 ton
5.3.4. Berdasarkan Bor 3 (BH-3 ) Data- data lihat ,Gambar 10.5.a, dan 10.5.b
Qu D
19.00 Qs
Qp Gambar 5.8. Skema Pemancangan pada Bor 2 ( BH-2)
V - 19
Diketahui dari data penyelidikan tanah dan asumsi-asumsi, sebagai berikut : -
D = Tiang penampang persegi, dengan lebar 40 cm ( asumsi )
-
Bahan tiang dari beton bertulang
-
Dari hasil uji SPT tanah keras terletak pada kedalaman 19.00 m.
-
Pada saat merencanakan fondasi dalam diasumsikan ujung tiang pada kedalaman 19.00 m
-
Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 3 adalah tanah lempung
5.3.4.1 Metode Meyerhof 1. Kapasitas ultimit tiang tunggal ( Qu ) Qu = 40 Nb Ap + 0.2 N As Ap = 0.40*0.40 = 0.16 m2 N = [14+14+6+8+4+7+10+8+9+9+11+11+50] / 13 = 12.38 As = (0.40+0.40)*19*4 = 60.80 m2 Qu = 40*50*0.16 + 0.2 *12.38*60.80 = 470.54 ton
2. Kapasitas ijin tiang tunggal ( Qa ) Qa = Qu / F Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5 Qa = 470.54 / 2.5 = 188.22 ton.
5.3.4.2 Metode schmertmann Dari hasil penyelidikan tanah diketahui atau diasumsikan bahwa tanah pada bor 2 adalah tanah lempung bercampur pasir. Maka perencanaan fondasi tiang pancang sebagai berikut: 1.Tahanan Ujung Tiang (Qp) Qp = 1.6 N Ap V - 20
N = Nilai SPT ujung tiang = 50 Ap = Luas ujung tiang = 40*40 = 1600 cm Qp = 1.6* 50*1600 = 128000 kg = 128 ton
2.Tahanan Gesek Kulit ( Qs ) Qs = 0.2 N As
Tabel 5.4. Perhitungan Metode Schmertmann pada Bor 2 (Bh – 2 ) No
Kedalaman
Jenis tanah
N
0.04 N
1
1.00
Lempung
14
0.56
2
2.50
Lempung
14
0.56
3
4.00
Lempung
6
0.24
4
5.50
Lempung
8
0.32
5
7.00
Lempung
4
0.16
6
8.50
Lempung
7
0.28
7
10.00
Lempung
10
0.40
8
11.50
Lempung
8
0.32
9
13.00
Lempung
9
0.36
10
14.50
Lempung
9
0.36
11
16.00
Lempung
11
0.44
12
17.50
Lempung
11
0.44
13
19.00
Lempung
50
2.00
Total = 6.44
As = Luas selimut tiang = 40*1900*4 = 304000 cm2 V - 21
Qs = 0.2 N As = 0.2*6.44*304000 = 391552 kg = 391.552 ton
3. Kapasitas Tiang Tunggal Ultimit ( Qu ) Qu = Qp + Qs = 128 + 608.00 = 519.552 ton
4.Kapasitas Ijin Tiang Tunggal ( Qa ) Qa = Qu / F Nilai faktor keamanan (F), di ambil 2.5 Qa = 519.552 / 2.5 = 207.821 ton
5.4.Resume Perhitungan Fondasi Metode Meyerhof dan Schmertmann Tabel 5.5 Hasil perhitungan daya dukung fondasi metode Meyerhof dan Schmertmann No
Keterangan
Bor 1
Bor 2
Bor 3
Bor 4
1
Penampang tiang (cm)
40x40
40x40
40x40
40x40
2
Kedalaman ( L ) (m)
19.00
17.50
22.00
19.00
3
Meyerhof (ton )
207.97
181.760
188.22
180.77
4
Schmertmann (ton )
296.75
178.432
207.821
191.28
Dari hasil perhitungan dua metode di atas maka dapat dipilih untuk perencanaan fondasi tiang pancang ialah dengan metode Meyerhof ,dengan alasan teknik ( bukan alasan ekonomisnya). Dapat disimpulkan hasil perhitungan metode Meyerhof rata-rata lebih kecil dari pada metode schmertmann , maka metode meyerhof untuk keamanan lebih tinggi.
V - 22
Dari perhitungan daya dukung
fondasi tiang tunggal, perlu dibandingkan
berdasarkan kekuatan material tiang pancang ( Po ) . Maka perhitungannya sebagai berikut : -
Kapasitas tiang pancang berdasarkan bahan/material tiang pancang ( Pu) Po = 0.85 fc’ ( Ag – Ast ) + Ast *fy fc’ = Mutu beton = 30 Mpa = 300 kg/cm2 Ag = Luas penampang tiang pancang = 40*40 = 1600 cm2 Ast = Luas tulangan pada tiang pancang = Asumsi 8D25 = 30.41 cm2 Po = [ 0.85 *300 (1569.59) ] + ( 30.41 * 4000 ) = 521885.45 kg = 521.885 ton Pu = Ø Po = 0.65 * 521.885 = 339.23 ton
Hasil perhitungan daya dukung fondasi diambil yang terbesar yaitu 207.97 ton dibandingkan dengan kapasitas tiang pancang berdasarkan bahan yaitu sebesar 339.23 ton. Dari perbandingan kedua hasil tersebut maka diambil yang terkecil.dengan asumsi untuk keamanan tiang pancang.
5.5.Efisiensi dan Daya Dukung Kelompok Tiang Dari perencanaan struktur atas didapat beban atau reaksi yang diterima oleh fondasi sebagai berikut (lihat lampiran hasil program ETABS dan Sub BAB 4.10): - Fondasi A = 255.55 ton - Fondasi B = 245.49 ton - Fondasi C = 242.49 ton - Fondasi D = 255.55 ton - Fondasi E = 242.49 ton - Fondasi F = 203.39 ton - Fondasi G = 203.39 ton - Fondasi H = 242.49 ton - Fondasi I = 242.49 ton - Fondasi J = 203.39 ton V - 23
- Fondasi K = 203.39 ton - Fondasi L = 242.49 ton - Fondasi M = 203.39 ton - Fondasi N = 242.49 ton - Fondasi O = 242.49 ton - Fondasi P = 255.55 ton
Dari hasil penyelidikan tanah dapat diasumsikan bahwa kedalaman jenis lapisan tanah antar titik bor tidak menunjukan perbedaan yang besar (lihat pada potongan melintang dan memanjang pada hasil penyelidikan tanah pada Gambar 5.3a dan Gambar 5.3 b ), maka pengelompokan fondasi berdasarkan titik bor diambil yang paling dekat dengan titik bor tersebut ( lihat Gambar 5.4 ). Pengelompokan fondasi diambil sebagai berikut : - Fondasi A,B,C,D, dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 1 (BH –1 ) - Fondasi E,F,G,H,J,K, dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 4 (BH – 4 ) - Fondasi ,I,M,N. dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 2 (BH –2 ) - Fondasi ,L,O,P, dipakai perhitungan fondasi berdasarkan bor 3 (BH –3 )
5.5.1.Perhitungan Efisiensi Kelompok Tiang ( ) Kapasitas total kelompok tiang sering kali kapasitas tiang tunggal dikalikan jumlah tiang tunggal dalam kelompoknya. Padahal kelompok tiang dipengaruhi oleh beberapa hal seperti: ukuran , bentuk kelompok , jarak tiang , atau yang sering kita kenal efisiensi kelompok tiang (
). Jadi perhitungan efisiensi
kelompok tiang dengan asumsikan sebagai berikut: Dari Persamaan ( 3.66 ) 40
D
D
40
3.D = d n1
V - 24
m
= [2 (n1 + m – 2) d + 4 D] / p n1 m n1 = Jumlah baris tiang = 2 tiang m = Jumlah baris tiang = 1 baris D = Diameter tiang = 0.40 m p = Keliling tiang = 4*0.4 = 1.60 m2 = [2 (2 + 1 – 2 )1.20 + 4 0.4] / 1.60 *2*1 = 0.875 = 87.50 % - Jadi kelompok tiang bekerja kira-kira 87.50 %
5.5.2. Perencanaan Fondasi Tiang Pancang 5.5.2.1 Fondasi Tiang A dan D - Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 255.55 ton ( lihat Sub Bab 5.5 ) - Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 1 ( BH- 1 ) = 207.97 ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5) - Panjang tiang ( L ) = 22.00 m - Perhitungan kelompok tiang sebagai berikut :
1. Jumlah Tiang ( n ) n = P1 / Qa = 255.55 / 207.97 = 1.23
2 tiang 40
D
D
40
3.D = d
Lg
2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu) a.. Qu1 = m.n1 . Qa V - 25
Bg
= 1*2*207.97 = 415.94 ton
b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+
[2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs = Qa Lg = Panjang blok = 1.60 m Bg = lebar blok = 0.40 m Ap = Lg * Bg = 1.60*0.4 = 0.64 m2 As = 2 (Lg + Bg ) L = 2 ( 1.60 + 0.4 ) 22.00 = 88.00 m Qp = (40 Nb ) Ap = 40*50 * 0.64 = 1280 t Qs = 0.2 N * As = 0.2*14.2*88.00 = 249.92 t
Qa = [ Qp + Qs ] / F F = Faktor keamanan di ambil 2.5 Qa = [1280 + 249.92 ]/2.5 = 611.97 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 , 415.94 < 611.97, diambil yang terkecil - Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 415.94 ton - Jadi daya dukung tiang kelompok V - 26
- Qu1 = * Qu1 = 87.50%*415.94 = 363.95 ton . P1 < Qu1 255.55 ton < 363.95 ton ----------> OK
5.5.2.2. Fondasi tiang B dan C - Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 ) - Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 1 ( BH- 1 ) = 207.97 ton ( lihat tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 ) - Panjang tiang ( L ) = 22.00 m - Perhitungan kelompok tiang sebagai berikut : 1. Jumlah Tiang ( n ) n = P1 / Qa = 242.49 / 207.97 = 1.66
2 tiang 40
D
D
40
3.D
Lg
2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu) a. Qu1 = m.n1 . Qa = 1*2*207.97 = 415.94 ton
b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+
[2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs = Qa V - 27
Bg
Lg = Panjang blok = 1.60 m Bg = Lebar blok = 0.40 m Ap = Lg * Bg = 1.60*0.4 = 0.64 m2 As = 2 (Lg + Bg ) L = 2 ( 1.6 + 0.4 ) 22.00 = 76.00 m Qp = (40 Nb ) Ap = 40*14.20 * 0.64 = 1280 t Qs = 0.2 N * As = 0.2*14.2*88.00 = 249.92 t Qa = [ Qp + Qs ] / F F
= Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 249.92 ]/2.5 = 611.97 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 , 415.49 < 611.97, diambil yang terkecil - Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 415.94 ton - Jadi daya dukung tiang kelompok - Qu1 = * Qu1 = 87.50%*415.94 = 363.95 ton - P < Qu1 242.49 ton < 363.95 ton ----------> OK
V - 28
5.5.2.3. Fondasi Tiang E dan H - Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 ) - Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 4 ( BH- 4 ) = 180.77 ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 )
- Panjang tiang ( L ) = 19.00 m - Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut : 1. Jumlah Tiang ( n ) n = P1 / Qa = 242.49 / 180.77 = 1.34
2 tiang 40
D
D
40
3.D
Lg
2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu) a. Qu1 = m.n1 . Qa = 1*2*180.77 = 361.54 ton
b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+
[2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs = Qa Lg = Panjang blok = 1.60 m Bg = Lebar blok = 0.40 m Ap = Lg * Bg V - 29
Bg
= 1.60*0.4 = 0.64 m2 As = 2 (Lg + Bg ) L = 2 ( 1.6 + 0.4 ) .19.00 = 76.00 m Qp = (40 Nb ) Ap = 40*50 * 0.64 = 1280 t Qs = 0.2 N * As = 0.2*10.85*76.00 = 164.92 t
Qa = [ Qp + Qs ] / F F
= Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 164.92 ]/2.5 = 577.97 ton
Dari hasil Qu1 dan Qu2 , 361.54 < 577.97, diambil yang terkecil - Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 361.54 ton - Jadi daya dukung tiang kelompok - Qu1 = * Qu1 = 87.50%*361.54 = 316.34 ton - P < Qu1 242.49 < 316.34 ----------> OK
5.5.2.4. Fondasi Tiang F, G,J dan K - Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 203.39 ton ( lihat Sub Bab 5.5 ) - Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 4 ( BH- 4 ) = 180.77 ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 ) - Panjang tiang ( L) = 19.00 m V - 30
- Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut : 1. Jumlah Tiang ( n ) n = P1 / Qa = 203.39 / 180.77 = 1.13
2 tiang 40
D
D
40
3.D
Lg
2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu) a. Qu1 = m.n1 . Qa = 1*2*180.77 = 361.54 ton
b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+
[2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs = Qa Lg = Panjang blok = 1.60 m Bg = Lebar blok = 0.40 m Ap = Lg * Bg = 1.60*0.4 = 0.64 m2 As = 2 (Lg + Bg ) L = 2 ( 1.6 + 0.4 ) .19.00 = 76.00 m
V - 31
Bg
Qp = (40 Nb ) Ap = 40*50 * 0.64 = 1280 t
Qs = 0.2 N * As = 0.2*10.85*76.00 = 164.92 t Qa = [ Qp + Qs ] / F F = Faktor keamanan di ambil 2.5 Qa = [1280 + 164.92 ]/2.5 = 577.97 ton - Dari hasil Qu1 dan Qu2 , 361.54 < 577.97, diambil yang terkecil - Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 361.54 ton - Jadi daya dukung tiang kelompok - Qu1 = * Qu1 = 87.50%*361.54 = 316.34 ton - P < Qu1 203.39 ton < 316.34 ton ----------> OK
5.5.2.5. Fondasi Tiang I dan N - Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 ) - Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 2 ( BH- 2 ) = 181.760 ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 ) - Nilai SPT rata- rata ( N ) = 12.00 - Panjang tiang ( L ) = 17.50 m - Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut : 1. Jumlah Tiang ( n ) n = P1 / Qa = 242.49 / 181.760 = 1.33
2 tiang V - 32
40
D
D
40
3.D
Llg
2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu) a. Qu1 = m.n1 . Qa = 1*2*181.760 = 364.520 ton b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+
[2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs = Qa Lg = Panjang blok = 1.60 m Bg = Lebar blok = 0.40 m Ap = Lg * Bg = 1.60*0.4 = 0.64 m2 As = 2 (Lg + Bg ) L = 2 ( 1.6 + 0.4 ) .17.50 = 70.00 m Qp = (40 Nb ) Ap = 40*50 * 0.64 = 1280 t Qs = 0.2 N * As = 0.2*12.00*70.00 = 168.00 t V - 33
Bg
Qa = [ Qp + Qs ] / F F = Faktor keamanan di ambil 2.5 Qa = [1280 + 168.00 ] / 2.5 = 579.20 ton
- Dari hasil Qu1 dan Qu2 , 361.54 < 579.20, diambil yang terkecil - Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 361.54 ton - Jadi daya dukung tiang kelompok - Qu1 = * Qu1 = 87.50%*361.54 = 316.34 ton - P < Qu1 242.49 ton < 316.34 ton ----------> OK
5.5.2.6. Fondasi Tiang M - Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 255.55 ton ( lihat Sub Bab 5.5 ) - Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 2 ( BH- 2 ) = 181.760 ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 ) - Nilai SPT rata- rata ( N ) = 12.00 - Panjang tiang ( L ) = 17.50 m - Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut : 1. Jumlah Tiang ( n ) n = P1 / Qa = 255.55 / 181.760 = 1.41
2 tiang
V - 34
40
D
D
40
3.D
Lg
2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu) a. Qu1 = m.n1 . Qa = 1*2*181.760 = 363.520 ton b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+
[2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs = Qa Lg = Panjang blok = 1.60 m Bg = Lebar blok = 0.40 m Ap = Lg * Bg = 1.60*0.4 = 0.64 m2 As = 2 (Lg + Bg ) L = 2 ( 1.6 + 0.4 ) .17.50 = 70.00 m Qp = (40 Nb ) Ap = 40*50 * 0.64 = 1280 t Qs = 0.2 N * As = 0.2*12.00*70.00 = 168.00 t V - 35
Bg
Qa = [ Qp + Qs ] / F F = Faktor keamanan diambil 2.5 Qa = [1280 + 168.00 ] / 2.5 = 579.20 ton - Dari hasil Qu1 dan Qu2 , 364.82 < 579.20, diambil yang terkecil - Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 361.54 ton - Jadi daya dukung tiang kelompok - Qu1 = * Qu1 = 87.50%*363.52 = 318.08 ton - P < Qu1 255.55 ton < 318.08 ton ----------> OK
5.5.2.7. Fondasi Tiang L dan O - Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 ) - Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 3 ( BH- 3 ) = 188.22 ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 ) - Nilai SPT rata- rata ( N ) = 12.38 - Panjang tiang ( L ) = 19.00 m - Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut : 1. Jumlah Tiang ( n ) n = P1 / Qa = 242.49 / 188.22 = 1.29
2 tiang 40
D
D
40
3.D
Lg
V - 36
Bg
1. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu) a. Qu1 = m.n1 . Qa = 1*2*188.22 = 376.44 ton b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+
[2(Lg+Bg). L fs ]
= Qp + Qs = Qa Lg = Panjang blok = 1.60 m Bg = Lebar blok = 0.40 m Ap = Lg * Bg = 1.60*0.4 = 0.64 m2 As = 2 (Lg + Bg ) L = 2 ( 1.6 + 0.4 ) .19.00 = 76.00 m Qp = (40 Nb ) Ap = 40*50 * 0.64 = 1280 t Qs = 0.2 N * As = 0.2*12.38*76.00 = 188.18 t
Qa = [ Qp + Qs ] / F F = Faktor keamanan diambil 2.5 Qa = [1280 + 188.18 ] / 2.5 = 587.27 ton - Dari hasil Qu1 dan Qu2 , 376.44 < 587.27, diambil yang terkecil - Jadi nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 376.44 ton - Jadi daya dukung tiang kelompok V - 37
- Qu1 = * Qu1 = 87.50%*365.52 = 329.39 ton - P < Qu1 242.49 ton < 319.83 ton ----------> OK
5.5.2.8. Fondasi Tiang P - Beban yang diterima fondasi ( P1 ) = 255.55 ton ( lihat Tabel 5.5 ) - Daya dukung fondasi tiang tunggal (Qa ) berdasarkan bor 3 ( BH- 3 ) = 188.22 ton ( lihat Tabel 5.5 dan Sub Bab 5.5 ) - Nilai SPT rata- rata ( N ) = 12.38 - Panjang tiang ( L ) = 22.00 m - Perhitungan fondasi tiang pancang sebagai berikut :
1. Jumlah Tiang ( n ) n = P1 / Qa = 255.55 / 188.22 = 1.36
2 tiang 40
D
D
40
3.D
Lg
2. Kapasitas Kelompok Tiang ( Qu) a. Qu1 = m.n1 . Qa = 1*2*188.22 = 374.44 ton b. Qu2 = Lg. Bg. qp.+
[2(Lg+Bg). L fs ]
V - 38
Bg
= Qp + Qs = Qa Lg = Panjang blok = 1.60 m Bg = Lebar blok = 0.40 m Ap = Lg * Bg = 1.60*0.4 = 0.64 m2 As = 2 (Lg + Bg ) L = 2 ( 1.6 + 0.4 ) .22.00 = 88.00 m Qp = (40 Nb ) Ap = 40*50 * 0.64 = 1280 t Qs = 0.2 N * As = 0.2*12.38*88.00 = 217.89 t
Qa = [ Qp + Qs ] / F F
= Faktor keamanan di ambil 2.5
Qa = [1280 + 217.89] / 2.5 = 599.16 ton - Dari hasil Qu1 dan Qu2 , 376.44 < 599.16, diambil yang terkecil - Nilai kapasitas kelompok tiang sebesar 376.44 ton - Jadi daya dukung tiang kelompok - Qu1 = * Qu1 = 87.50%*376.44 = 329.39 ton - P < Qu1 255.55 ton < 329.39 ton ----------> OK V - 39
5.5.2.9. Resume Perencanaan Fondasi tiang Pancang Tabel 5.6.Resume Perhitungan Daya Dukung Tiang Pancang Daya No
Tipe fondasi
Beban fondasi
dukung
Jumla
Panjang
Diameter
(ton)
fondasi
h tiang
tiang ( L)
tiang (D) (cm)
(ton) 1
A dan D
255.55
363.95
2
22.00
40 x 40
2
B dan C
242.49
363.95
2
22.00
40 x 40
3
E dan H
242.49
316.34
2
19.00
40 x 40
4
F,G,J dan K
203.39
316.34
2
19.00
40 x 40
5
I dan N
242.49
318.08
2
17.50
40 x 40
6
M
255.55
318.08
2
17.50
40 x 40
7
L dan O
424.49
329.39
2
19.00
40 x 40
8
P
255.55
329.39
2
19.00
40 x 40
5.6. Penurunan ( SC ) Fondasi tiang Pancang 5.6.1 . Data – Data Parameter tanah Diasumsikan pada perhitungan penurunan fondasi, data parameter-parameter tanah ( bor dalam ) diambil yang paling dekat dengan fondasi tersebut ( lihat Gambar 5.4 ).Dengan pertimbangan dilihat dari potongan memanjang dan melintang lapisan tanah , terlihat tidak terlalu jauh perbedaan lapisan tanah tersebut.( lihat Gambar 5.3.a,5.3.b ).
V - 40
1. Parameter- Parameter Tanah Bor 1 ( BH- 1 ) Data – data dapat dilihat pada Tabel 10.12 dan Gambar 10.15.a.b.c.
Tanah lapis I lempung
2.50
4.00
22.00
Tanah lapis 2 lempung
2/3 L
14.67
Tanah lapis 3 lempung
6.00
2.17
Tanah lapis 4 lempung
8.00
5.83 7.83
10.00
Tanah lapis 5 lempung
1H : 2V
8.50
Gambar 5.8 . Skema Kelompok Tiang Pancang pada Berdasarkan Bor 1 ( BH-1)
a.Tanah lapis 1 : -
t
= 10.752 kN/m3 = 1.08 t/m3
b. Tanah lapis 2 : - Pc = p’
= 160 kN/m2 = 16.0 t/m2
-
Cc
= 0.65
-
Cr
= 0.06
-
eo
= 2.33 V - 41
-
t
= 8.117 t/m3 = 0.81 t/m3
c. Lapis 3 : -
Pc = p’ = 170 kN/cm2 = 17.0 t/m2
- Cc
= 0.32
-
Cr
= 0.07
-
eo
= 2.33
-
t
= 8.038 kN/m3 = 0.80 t/m3
d. Tanah lapis 4 : -
Pc = p’ = 170 kN/cm2 = 17.0 t/m2
-
Cc
= 0.32
-
Cr
= 0.04
-
eo
= 1.91
-
t
= 8.728 kN/m3 = 0.87 t/m3
e. Tanah lapis 5 : -
Pc = p’
= 170 kN/cm2 = 17.0 t/m2
-
Cc
= 0.32
-
Cr
= 0.04
-
eo
= 1.91
-
t
= 12.206 kN/m3 = 1.21 t/m3
V - 42
2. Parameter- Parameter Tanah Bor 2 ( BH – 2 ) Data – data dapat dilihat pada Tabel 10.13 dan Gambar 10.16.a.b.
Tanah lapis I lempung
3.00
Tanah lapis 2 lempung
2/3 L 5.50
11.67
17.50 Tanah lapis 3 lempung
7.00
3.17
3.83 5.83 Tanah lapis 4
lempung
10.00
1H : 2V 8.00
Gambar 5.9 . Skema Kelompok Tiang Pancang pada Berdasarkan Bor 2 ( BH-2) a.Tanah lapis 1 : -
Pc
-
t
= 170 kN/m2 = 17.0 t/m2 = 10.429 kN/m3 = 1.04 t/m3
b.Tanah lapis 2 : - Pc = p’
= 110 kN/m2 = 11.0 t/m2
-
Cc
= 0.36
-
Cr
= 0.03
-
eo
= 1.93
-
t
= 8.93 t/m3 = 0.89 t/m3
V - 43
c.Tanah lapis 3 : - Pc = p’ = 40.kN/cm2 = 0.4 t/m2 -
Cc
= 0.39
-
Cr
= 0.03
-
eo
= 2.20
-
t
= 8.051 kN/m3 = 0.81 t/m3
d . Tanah lapis 4 : - data- data yang belum diketahui diasumsikan sama dengan lapis 3 - Pc = p’ = 40.kN/cm2 = 0.4 t/m2 -
Cc
= 0.39
-
Cr
= 0.03
-
eo
= 2.20
-
t
= 9.943 kN/m3 = 0.99 t/m3
V - 44
3.Parameter – Parameter Tanah Bor 3 ( BH – 3) Data – data dapat dilihat pada Tabel 10.14 dan Gambar 10.17.a.b.
Tanah lapis I lempung
3.50
Tanah lapis 2 lempung
2/3 L 5.00
12.67
19.00 Tanah lapis 3 lempung
7.00
4.17
2.83 6.33 Tanah lapis 4
lempung
10.00
1H : 2V 6.50
Gambar 5.10 . Skema Kelompok Tiang Pancang pada Berdasarkan Bor 3 ( BH-3) a.Tanah lapis 1 : -
t
= 11.359 kN/m3 = 1.16 t/m3
b.Tanah lapis 2 : - Pc = p’
= 110 kN/m2 = 11.0 t/m2
-
Cc
= 0.21
-
Cr
= 0.03
-
eo
= 1.28
-
t
= 9.464 t/m3 = 0.95 t/m3
V - 45
c.Tanah lapis 3 : -
Pc = p’
= 100.kN/cm2 = 10.0 t/m2
-
Cc
= 0.30
-
Cr
= 0.03
-
eo
= 1.6
-
t
= 9.814 kN/m3 = 0.98 t/m3
d .Tanah lapis 4 : - data- data yang belum diketahui diasumsikan sama dengan lapis 3 - Pc = p’
= 100.kN/cm2 = 10.0 t/m2
-
Cc
= 0.30
-
Cr
= 0.03
-
eo
= 1.60
-
t
= 9.542 kN/m3 = 0.95 t/m3
5.6.2. Penurunan Kelompok Tiang A dan D -
Data penyelidikan tanah bor – 1 ( BH – 1 ) lihat Gambar 5.8
-
Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
-
2/3 L = 2/3 * 22.00 = 14.67 m
-
P
-
Perhitungan penurunan dari kedalaman 14.67 m = tanah lapis ke 4
= 255.55 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
1. Penurunan lapis ke 4 ’ o
= (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 ) = 15.09 t/m2
OCR =
’ p/
’ o
= 17.00 / 15.09 = 1.13 > 1, tanah OC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)] = 17.03 t/m2 o’
+
= 15.09 + 17.03 = 32.12 t/m2 >
p’
= 17.0 t/m2 V - 46
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
p'
log
1+eo
= 0.04
Ho
+ cc
o
o'+
log
1+eo
o'
5.83 17 5.83 15.09 + 17.03 + 0.32 log log 1 + 1.91 15.09 1 + 1.91 15.09
= 0.08* 0.05 + 0.64 * 0.33 = 0.0008 m = 0.08 cm 2. Penurunan lapis ke 5 ’ o
= (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+( 1.21*5.00) = 23.75 t/m2
OCR = p’/ o’ = 17.00 / 23.75 = 0.71 > 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.82 t/m2 o’
+
= 23.75 + 1.82 = 25.57 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
log
1+eo
p'
+ cc
o
Ho
log
1+eo
= 0.13* 0.05 + 1.10 * 0.03 = 0.0002 m = 0.02 cm - Penurunan total pada fondasi A dan D = - Penurunan, lapis 4 + lapias 5 = 0.08+ 0.02 = 0.10 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
V - 47
o'+ o'
5.6.3. Penurunan Kelompok Tiang B dan C - Data penyelidikan tanah bor – 1 ( BH – 1 ) lihat Gambar 5.8 - Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L -
2/3 L = 2/3 * 22.00 = 14.67 m
-
P
-
Perhitungan penurunan dari kedalaman 14.67 m = tanah lapis ke 4
= 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
1. Penurunan lapis ke 4 ’ o
= (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 ) = 15.09 t/m2
OCR = p ’/ o’ = 17.00 / 15.09 = 1.13 > 1, tanah OC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)] = 16.16 t/m2 o’
+
= 15.09 + 16.16 = 31.25 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) Ho
SC = cr
log
1+eo
= 0.04
p'
+ cc
o
Ho 1+eo
log
o'+ o'
5.83 17 5.83 15.09 + 16.16 + 0.32 log log 1 + 1.91 15.09 1 + 1.91 15.09
= 0.08* 0.05 + 0.64 * 0.3 = 0.0008 m = 0.08 cm
2. Penurunan lapis ke 5 ’ o
= (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+( 1.21*5.00) = 23.75 t/m2
OCR = p’/ o’ = 17.00 / 23.75 V - 48
= 0.71 > 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.73 t/m2 o’
+
= 23.75 + 1.73 = 25.48 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 )
SC
Ho
= cr
log
1+eo
= 0.04
p'
+ cc
o
Ho
log
1+eo
o'+ o'
10 17 10 23.75 + 1.73 + 0.32 log log 1 + 1.91 23.75 1 + 1.91 23.75
= 0.13* 0.05+ 1.10 * 0.03 = 0.0002 m = 0.02 cm
- Penurunan total pada fondasi B dan C = - Penurunan, lapis 4 + lapias 5 = 0.08+ 0.02 = 0.10 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
5.6.4.Penurunan Kelompok Tiang E dan H - Data penyelidikan tanah yang seharusnya memakai data bor – 4 ( BH – 4 ), karena data bor- 4 tidak lengkap maka dipakai data bor- 1 ( BH- 1). Bor -1 ( BH- 1 ) adalah titik bor yang terdekat dengan fondasi E dan H,( lihat Gambar 5.4 ) dengan asumsi dari potongan melintang dan memanjang lapisan tanah ( lihat Gambar 5.3.a dan 5.3.b) tidak terlalu jauh perbedaan jenis tanah antara BH-4 dengan BH – 1 - Data penyelidikan tanah bor – 1 ( BH – 1 ) lihat Gambar 5.8 - Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L - 2/3 L = 2/3 * 22.00 = 14.67 m - P
= 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 14.67 m = tanah lapis ke 4 V - 49
1. Penurunan lapis ke 4 ’ o
= (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 ) = 15.09 t/m2 ’ p/
OCR =
’ o
= 17.00 / 15.09 = 1.13 > 1, tanah OC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)] = 16.16 t/m2 o’
+
= 15.09 + 16.16 = 31.25 t/m2 >
p’
= 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
log
1+eo
= 0.04
p'
+ cc
o
Ho 1+eo
log
o'+ o'
5.83 17 5.83 15.09 + 16.16 log log + 0.32 1 + 1.91 15.09 1 + 1.91 15.09
= 0.08* 0.05 + 0.64 * 0.3 = 0.0008 m = 0.08 cm
2. Penurunan lapis ke 5 ’ o
= (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+( 1.21*5.00) = 23.75 t/m2
OCR =
’ p/
’ o
= 17.00 / 23.75 = 0.71 > 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.73 t/m2 o’
+
= 23.75 + 1.73 = 25.48 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) V - 50
Ho
SC = cr = 0.04
1+eo
log
p'
+ cc
o
Ho 1+eo
log
o'+ o'
10 17 10 23.75 + 1.73 log log + 0.32 1 + 1.91 23.75 1 + 1.91 23.75
= 0.13* 0.05 + 1.10 * 0.03 = 0.0002 m = 0.20 cm - Penurunan total pada fondasi E dan H = - Penurunan, lapis 4 + lapias 5 = 0.08 + 0.02 = 0.10 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
5.6.5. Penurunan Kelompok Tiang F dan G - Data penyelidikan tanah yang seharusnya memakai data bor – 4 ( BH – 4 ), karena data bor- 4 tidak lengkap maka dipakai data bor- 1 ( BH- 1). Bor -1 ( BH- 1 ) adalah titik bor yang terdekat dengan fondasi F dan G, ,( lihat Gambar 5.4 ) dengan asumsi dari potongan melintang dan memanjang lapisan tanah ( lihat Gambar 5.3.a, dan 5.3.b) tidak terlalu jauh perbedaan jenis tanah antara BH-4 dengan BH – 1 - Data penyelidikan tanah bor – 1 ( BH – 1 ), lihat Gambar 5.8 - Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L - 2/3 L = 2/3 * 22.00 = 14.67 m -
P
= 203.39 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 14.67 m = tanah lapis ke 4
1. Penurunan lapis ke 4 ’ o
= (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 5.09 ) = 15.09 t/m2
OCR =
’ p/
’ o
= 17.00 / 15.09 = 1.13 > 1, tanah OC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 203.39 / [(0.40+2.92 )*(1.60+2.92)] = 13.55 t/m2 V - 51
o’
+
= 15.09 + 13.55 = 28.64 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) Sc
Ho
= cr
log
1+eo
= 0.04
p'
+ cc
Ho
log
o'+
1+eo
o
o'
5.83 17 5.83 15.09 + 13.64 log log + 0.32 1 + 1.91 15.09 1 + 1.91 15.09
= 0.08* 0.05 + 0.64 * 0.28 = 0.0007 m = 0.07 cm
2. Penurunan lapis ke 5 ’ o
= (1.08*2.50) + ( 0..81 * 4.00 ) + ( 0.80 * 6.00 ) + ( 0.87 * 8.00 )+( 1.21*5.00) = 23.75 t/m2
OCR =
’ p/
’ o
= 17.00 / 23.75 = 0.71 > 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 203.39 / [(0.40+10.85 )*(1.60+10.85)] = 1.45 t/m2 o’ +
= 23.75 + 1.45 = 25.20 t/m2 > p’ = 17.0 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
log
1+eo
= 0.04
p'
+ cc
o
Ho 1+eo
10 17 10 23.75 + 1.45 log log + 0.32 1 + 1.91 23.75 1 + 1.91 23.75
= 0.13* 0.05 + 1.10 * 0.03 = 0.0002 m = 0.02 cm V - 52
log
o'+ o'
- Penurunan total pada fondasi F dan G = - Penurunan, lapis 4 + lapias 5 = 0.07 + 0.02 = 0.09 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
5.6.6. Penurunan Kelompok Tiang I dan N - Data penyelidikan tanah bor – 2 ( BH – 2 ) lihat Gambar 5.9 -
Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
-
2/3 L = 2/3 * 17.50 = 11.67 m
-
P
-
Perhitungan penurunan dari kedalaman 11.67 m = tanah lapis ke 3
= 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
1. Penurunan lapis ke 3 ’ o
= (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 5.085 ) = 12.13 t/m2
OCR = p’/ o’ = 0.40 / 12.13 = 0.03 < 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+1.92 )*(1.60+1.92)] = 29.69 t/m2 o’
+
= 12.13 + 29.69 = 41.82 t/m2 >
p’
= 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
log
1+eo
= 0.03
p'
+ cc
Ho 1+eo
o
3.83 0.4 3.83 12.13 + 29.69 log log + 0.39 1 + 2.21 12.13 1 + 2 .2 12.13
= 0.03* [- 1.48] + 0.47*0.54 = 0.008 m = 0.80 cm
V - 53
log
o'+ o'
2. Penurunan lapis ke 4 ’ o
= (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 7.00) +( 0.99*5.00 ) = 18.64 t/m2
OCR = p’/ o’ = 0.40 / 18.64 = 0.02 < 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+8.83 )*(1.60+8.83)] = 2.52 t/m2 o’
+
= 18.64 + 2.52 = 21.16 t/m2 >
p’
= 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
log
p'
+ cc
Ho
log
o'+
1+eo 1+eo o 8.83 0.4 8.83 18.64 + 2.52 log log = 0.03 + 0.39 1 + 2.21 18.64 1 + 2 .2 18.64 = 0.08* [- 1.67] + 1.08*0.06 = 0.005 m = 0.5 cm Penurunan total pada fondasi I dan N = Penurunan, lapis 3 + lapias 4 = 0.80 + 0.50 = 1.30 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
5.6.7. Penurunan Kelompok Tiang J - Data penyelidikan tanah bor – 2 ( BH – 2 ), lihat Gambar 5.9 -
Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L
-
2/3 L = 2/3 * 17.50 = 11.67 m
-
P
-
Perhitungan penurunan dari kedalaman 11.67 m = tanah lapis ke 3
= 203.39 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
1. Penurunan lapis ke 3 ’ o
= (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 5.085 ) = 12.13 t/m2
OCR =
’ p/
’ o
V - 54
o'
= 0.40 / 12.13 = 0.03 < 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 203.39/[0.40+1.92 )*(1.60+1.92)] = 24.91 t/m2
o’
+
= 12.13 + 24.91 = 37.04 t/m2 >
p’
= 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
p'
log
1+eo
= 0.03
+ cc
Ho
log
1+eo
o
o'+ o'
3.83 0.4 3.83 12.13 + 24.91 log log + 0.39 1 + 2.21 12.13 1 + 2 .2 12.13
= 0.03* [- 1.48] + 0.47*0.48 = 0.007 m = 0.70 cm
2. Penurunan lapis ke 4 o’ = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 7.00) +( 0.99*5.00 ) = 18.64 t/m2 OCR =
’ p/
’ o
= 0.40 / 18.64 = 0.02 < 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 203.39 / [(0.40+8.83 )*(1.60+8.83)] = 2.11 t/m2 o’
+
= 18.64 + 2.11 = 20.75 t/m2 >
p’
= 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
= cr
Ho 1+eo
log
p'
+ cc
Ho 1+eo
o
V - 55
log
o'+ o'
= 0.03
8.83 0.4 8.83 18.64 + 2.11 log log + 0.39 + + 1 2.20 18.64 1 2 .2 18.64
= 0.08* [- 1.67] + 1.08*0.05 = 0.004 m = 0.40 cm - Penurunan total pada fondasi J = - Penurunan, lapis 3 + lapias 4 = 0.70 + 0.40
= 1.10 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
5.6.8. Penurunan Kelompok Tiang M - Data penyelidikan tanah bor – 2 ( BH – 2 ), lihat Gambar 5.9 - Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L - 2/3 L = 2/3 * 17.50 = 11.67 m - P
= 255.55 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 11.67 m = tanah lapis ke 3
1. Penurunan lapis ke 3 o’ = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 5.085 ) = 12.13 t/m2 ’ p/
OCR =
’ o
= 0.40 / 12.13 = 0.03 < 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+1.92 )*(1.60+1.92)] = 31.29 t/m2 o’
+
= 12.13 + 31.29 = 43.42 t/m2 >
p’
= 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
= cr
Ho 1+eo
= 0.03
log
p'
+ cc
Ho 1+eo
o
3.83 0.4 3.83 12.13 + 31.29 log log + 0.39 1 + 2.20 12.13 1 + 2 .2 12.13
V - 56
log
o'+ o'
= 0.03* [- 1.48] + 0.47*0.55 = 0.008 m = 0.80 cm
2. Penurunan lapis ke 4 o’ = (1.04*3.00) + ( 0.89 * 5.50 ) + ( 0.81 * 7.00) +( 0.99*5.00 ) = 18.64 t/m2 ’ o
’ p/
OCR =
= 0.40 / 18.64 = 0.02 < 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+8.83 )*(1.60+8.83)] = 2.65 t/m2 o’
+
= 18.64 + 2.65 = 21.29 t/m2 >
p’
= 0.40 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
p'
log
1+eo
= 0.03
+ cc
Ho
log
1+eo
o
o'+ o'
8.83 0.4 8.83 18.64 + 2.65 log log + 0.39 1 + 2.20 18.64 1 + 2 .2 18.64
= 0.08* [- 1.67] + 1.08*0.06 = 0.005 m = 0.50 cm - Penurunan total pada fondasi M = - Penurunan, lapis 3 + lapias 4
=
0.80 + 0.50 = 1.30 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
5.6.9. Penurunan Kelompok Tiang L dan O - Data penyelidikan tanah bor – 3 ( BH – 3 ),lihat Gambar 5.10 - Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L - 2/3 L = 2/3 * 19.00 = 12.67 m -P
= 242.49 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 12.67 m = tanah lapis ke 3 V - 57
1. Penurunan lapis ke 3 ’ o
= (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98 * 5.59 ) = 14.29 t/m2 ’ o
’ p/
OCR =
= 10.00 / 14.29 = 0.70 < 1, tanah UC clay ’ = P/A= P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+1.42 )*(1.60+1.42)] = 44.12 t/m2
o’
+
= 14.29 + 44.12 = 58.410 t/m2 >
p’
= 10.00 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
log
1+eo
= 0.03
p'
+ cc
o
Ho
log
1+eo
o'+ o'
2.83 10 2.83 14.29 + 44.12 log + 0.3 log 1 + 1.60 15.26 1 + 1.60 14.29
= 0.03* [- 0.18] + 0.33 * 0.60 = 0.006 m = 0.60 cm 1. Penurunan lapis ke 4 ’ o
= (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98* 7.00 )*(0.95*5.00) = 20.42 t/m2
OCR =
’ p/
’ o
= 10.00 / 20.42 = 0.48 < 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 242.49 / [(0.40+6.42 )*(1.60+6.42)] = 3.46 t/m2 o’
+
= 20.42 + 3.46 = 23.88 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2 V - 58
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
p'
log
1+eo
= 0.03
Ho
+ cc
log
1+eo
o
o'+ o'
10 10 10 20.42 + 3.46 + 0.3 log log 1 + 1.60 20.42 1 + 1.60 20.42
= 0.11* [- 0.31] + 1.15 * 0.07 = 0.008 m = 0.80 cm - Penurunan total fondasi L dan O = 0.60 + 0.080 = 0.68 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
5.6.10. Penurunan Kelompok Tiang P - Data penyelidikan tanah bor – 3 ( BH – 3 ),lihat Gambar 5.10 - Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L - 2/3 L = 2/3 * 19.00 = 12.67 m -P
= 255.55 ton ( lihat Sub Bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 12.67 m = tanah lapis ke 3 1. Penurunan lapis ke 3 ’ o
= (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98 * 5.59 ) = 14.29 t/m2
OCR =
’ p/
’ o
= 10.00 / 14.59 = 0.70 < 1, tanah UC clay ’ = P/A= P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+1.42 )*(1.60+1.42)] = 46.49 t/m2 o’
+
= 14.29 + 46.49 = 60.78 t/m2 >
p’
= 10.00 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
= cr
Ho 1+eo
log
p'
+ cc
o
Ho 1+eo
V - 59
log
o'+
o'
= 0.03
2.83 10 2.83 14.29 + 46.69 log log + 0.3 + + 1 1.60 15.26 1 1.60 14.29
= 0.03* [- 0.18] + 0.33 * 0.63 = 0.006 m = 0.60 cm 2. Penurunan lapis ke 4 ’ o
= (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98* 7.00 )*(0.95*5.00) = 20.42 t/m2 ’ p/
OCR =
’ o
= 10.00 / 20.42 = 0.48 < 1, tanah UC clay ’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 255.55 / [(0.40+6.42 )*(1.60+6.42)] = 4.67 t/m2 o’ +
= 20.42 + 4.67 = 25.09 t/m2 >
p’
= 10.00 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
1+eo
= 0.03
log
p'
+ cc
Ho 1+eo
o
log
o'+ o'
10 10 10 20.42 + 4.67 log log + 0.3 1 + 1.60 20.42 1 + 1.60 20.42
= 0.11* [- 0.31] + 1.15 * 0.09 = 0.011 m = 1.10 cm - Penurunan total fondasi P = 0.60 + 1.14 = 1.84cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
5.6.11. Penurunan Kelompok Tiang K - Data penyelidikan tanah yang seharusnya memakai data bor – 4 ( BH – 4 ), karena data bor- 4 tidak lengkap maka di pakai data bor- 3 ( BH- 3). Bor -3 ( BH- 3 ) adalah titik bor yang terdekat dengan fondasi K ,( lihat Gambar 5.4 ) dengan asumsi dari potongan melintang dan memanjang lapisan tanah (lihat
V - 60
Gambar 5.3.a, dan 5.3.b) tidak terlalu jauh perbedaan antara BH-4 dengan BH – 3 - Data penyelidikan tanah bor – 3 ( BH – 3 ),lihat Gambar 5.10 - Perhitungan penurunan kelompok tiang di hitung dari 2/3 L 2/3 L = 2/3 * 19.00 = 12.67 m - Po
= 203.39 ton ( lihat sub bab 5.5 )
- Perhitungan penurunan dari kedalaman 12.67 m = tanah lapis ke 3 .Penurunan lapis ke 3 ’ o
= (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98 * 5.59 ) = 14.29 t/m2 ’ o
’ p/
OCR =
= 10.00 / 14.29 = 0.70 < 1, tanah UC clay ’ = P/A= P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 4.19 / [(0.40+1.42 )*(0.4+1.42)] = 1.15 t/m2 o’
+
= 14.59 + 1.15 = 15.74 t/m2 >
p’
= 10.00 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari Persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
log
1+eo
= 0.03
p'
+ cc
Ho
log
1+eo
o
2.83 10 2.83 14.59 + 1.15 log + 0.3 log 1 + 1.60 15.26 1 + 1.60 14.59
= 0.03* [- 0.18] + 0.33 * 0.03 = 0.003 m = 0.03 cm 1. Penurunan lapis ke 4 ’ o
= (1.16 *3.50) + (0.95 * 5.00 ) + (0.98* 7.00 )*(0.95*5.00) = 20.42 t/m2
OCR =
’ p/
’ o
= 10.00 / 20.42 = 0.48 < 1, tanah UC clay V - 61
o'+ o'
’ = P/A = P / (Bg+Z) (Lg+Z) = 4.19/ [(0.40+6.42 )*(0.40+6.42)] = 0.31 t/m2 o’
+
= 20.42 + 0.31 = 20.73 t/m2 > p’ = 10.00 t/m2
Maka rumus yang dipakai = ( dari persamaan 3.9 ) SC
Ho
= cr
log
1+eo
= 0.03
p'
Ho
+ cc
o
log
o'+
1+eo
o'
10 10 10 20.42 + 0.31 log log + 0.3 1 + 1.60 20.42 1 + 1.60 20.42
= 0.11* [- 0.31] + 1.15 * 0.007 = 0.0009 m = 0.09 cm -
Penurunan total fondasi K = 0.03 + 0.09 = 0.12 cm < syarat batas 6.5 cm .------> OK
5.6.12.Resume Penurunan Fondasi Tiang Pancang Tabel 5.7 , Resume Hasil Perhitungan Penurunan Tiang Pancang No
Tipe fondasi
Penurunan ( Sc )
Syarat batas
( cm )
penurunan (cm )
1
Fondasi A dan D
0.10
6.5
2
Fondasi B dan C
0.10
6.5
3
Fondasi E dan H
0.10
6.5
4
Fondasi F dan G
0.09
6.5
5
Fondasi I dan N
1.30
6.5
6
Fondasi J
1.10
6.5
7
Fondasi M
1.30
6.5
8
Fondasi K
0.12
6.5
9
Fondasi L dan O
1.84
6.5
10
Fondasi P
1.84
6.5
V - 62
5.7. Perencanaan Sloof ( Tie Beam )
K o lo m 9 0 x 9 0 S lo o f P oor
Mg
Mg
=
6 .5 c m
VA VB
L = 6 0 0 cm
Gambar 5.11. Skema pemodelan Beban Soof
Data – data : -
Panjang Bentang ( L ) = 6.00 m
-
Asumsi ukuran sloof = 60 x 40 cm
-
Asumsi penurunan fondasi diambil syarat batas maksimum penurunan pada tanah lempung (
) = 6.5 cm
-
Beton Kuat tekan ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2)
-
Modulus elastisitas beton, Ec = 4700
Fc' Mpa = 4700
30
= 25742.96 Mpa = 257429.6 kg/cm2 -
Tegangan leleh tulangan baja (fy) a. Untuk tulangan pokok dipakai besi ulir ( fy = 400 Mpa ) b. Untuk sengkang dipakai besi polos ( fy= 240 Mpa )
5.7.1. Perencanan Tulangan Lentur Momen yang terjadi pada sloof ( M ) = Mu M = 6 EI L2 I = 1/12 b h3 = 1/12 * 60 * 403 = 320000cm4
V - 63
M = 6 * 257429.6 * 320000 * 6.5 600 2 = 950492.8 kg cm = 9.5 t m = 95 kN m ’
d diambil = 6.5 cm d = h – d’ = 40 – 6.5 = 33.5 cm = 335 mm d’ / d = 6.5 / 33.5 = 0.19 Mu bd
0.20
= 95.00
2
0.60*0.3352 = 1410.85 kN/m
Dari Grafik dan Tabel ( Kusuma, Gideon , 1995 : 62 ) 1400 = 0.0042 dan 1600 = 0.0056 interpolasi =
1410.85 = 0.0042 + [(10.85/200)*(0.0056 – 0.0042)] = 0.0043
Luas tulangan ( As ) As =
bd
= 0.0043 *600*335 = 864.3 mm2 Tulangan tarik = tulangan tekan, dipakai = 2 Ø 25 mm = As = 982 mm2 Tulangan tekan = tulangan tarik, karena asumsi goyangan tidak beraturan
5.7.2. Perencanan Tulangan Geser Gaya lintang yang terjadi pada sloof ( P) = P = 12 EI L3 I = 1/12 b h3 = 1/12 * 60 * 403 V - 64
= 320000 cm4 P = 12 * 257429.6 * 320000* 6.5 600 3 = 29747.42 kg Vu = P bd = 29747.42 60 * 33.5 = 14.80 kg/cm2 Øvc = 0.6*1/6 fc’ ( Persamaan 2.40 ) = 0.1 30 = 0.55 Mpa = 5.5 kg/cm2 ØVs = Vu - Øvc = 14.80 – 5.5 = 9.3 kg/cm2 Gaya geser = gaya sengkang Øvs L b = n As Ø fy Tulangan dicoba Ø 12 mm = - As = 113 mm2 * 2 = 2.26 cm2 9.3*600*60 = n *2.26*(0.6*2400) 334800= 3254.4 n n = jumlah sengkang = 102.88 bh s = jarak sengang = 600/102.88 = 5.83 cm
5 cm
V - 65
5.8. Perencanaan Poor ( Pile cap ) 5.8.1. Perencanaan Poor ( Pile cap ) Kelompok Tiang Data – data -
Beton Kuat tekan ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2)
-
Modulus elastisitas beton, Ec = 4700
Fc' Mpa = 4700
30
= 25.742,96 Mpa = 257429.6 kg/cm2 -
Tegangan leleh tulangan baja (fy) = 400 Mpa
-
Ukuran penampang tiang pancang = 40x 40 cm
-
Kapasitas tiang tunggal diambil yang terbesar = 207.97 ton = Pu1 ( lihat Sub Bab 5.4 )
-
Tebal poor diasumsikan = 125 cm
V - 66
500
600
600
500
30
40
1000 mm
30
300
800
400
400
300
L
Kolom 90 x 90 cm
1250 mm
Tiang pancang 400x400 mm, L = 22000 mm
300
400
800
400
300
Gambar 5.12, Sketsa Penampang Poor Fondasi Kelompok Tiang
V - 67
Mu
VA
Pu
L = 60 cm
Gambar 5.13, Pemodelan Pembebanan Poor Fondasi Kelompok Tiang
- Perencanaan Poor - Kapasitas tiang pancang berdasarkan bahan tiang pancang ( Pu 2) Po = 0.85 fc’ ( Ag – Ast ) + Ast *fy Ag = 40*40 = 1600 cm2 Ast = 8 D25 = 30.41 cm2 ( asumsi ) Po = [ 0.85 *300 (1569.59) ] + ( 30.41 * 4000 ) = 521885.45 kg = 521.885 ton Pu 2 = Ø Po = 0.65 * 521.885 = 339.23 ton Pu1 dan Pu2 diambil yang terkecil Jadi diambil Pu1 = 207.97 ton = Pu
1. Perhitungan Lulangan Lentur Mu = 207.97 * 0.60 = 124.782 t m = 1247.82 kN m
Mu bd
2
= 1247.82 1.00 * 1.192 = 881.17
Dari Grafik dan Tabel ( Kusuma, Gideon , 1995 : 62 ) d ' / d = 6 / 119 = 0.05
0.1
= 800 = 0.0026 dan 1000 = 0.0033 V - 68
interpolasi =
4279.22 = 0.0026 + [ (81.17/200)* ( 0.0033 – 0.0026 )] = 0.0028
Luas tulangan ( As ) As =
bd
= 0.0028 *1000*1190 = 3332 mm2 Tulangan dipakai 12 Ø 19mm = As = 3408 cm2 Jarak tulangan = 100 / 12 = 8.22
7.5 cm
2. Perhitungan Tulangan Geser VA = Pu Vu = VA bd = 207970 100*119 = 17.47 kg /cm2 Øvc = 0.6*1/6 fc’ ( persamaan 2.40 ) = 0.1 30 = 0.55 Mpa = 5.5 kg/cm2 ØVs = Vu - Øvc = 17.47 – 5.5 = 11.97 kg/cm2 Gaya geser = gaya sengkang Øvs L b = n As Ø fy Tulangan dicoba Ø 19 mm = tualangan lentur ( asumsi ) - As = 284 mm2 * 2 = 568 cm2 11.97*60*100 = n *568*(0.6*3900) 7182000 = 1329120 n n = jumlah sengkang = 5.4
6 bh V - 69
s = jarak sengang = 60 / 6 = 10 cm - Maka tulangan lentur = tulangan geser ( diambil yang terkecil ) - Tulangan di pakai D19 – 7.5 cm
D 19-75
D19 – 75
1000 mm
2200 mm
Gambar 5.14 .Sketsa Penulangan Poor pada Fondasi Kelompok Tiang
5.9. Perhitungan Tulangan Tiang Pancang -
Beton Kuat tekan ( fc’= 30 Mpa = 300 kg/cm2)
-
Modulus elastisitas beton, Ec = 4700
Fc' Mpa = 4700
30
= 25.742,96 Mpa = 257429.6 kg/cm2 -
Ukuran peampang tiang pancang = 40x40 cm d ' = 40-6.5 = 33.5 cm d ’/ d = 6.5/33.5 = 0.19
0.2
-
Panjang tiang pancang diambil yang terdalam = 22.00 m
-
Tiang pancang diasumsikan disambung 3 bagian = 22.00/ 3 = 7.33
-
Asumsi beban tiang pancang adalah pada saat dipindahkan atau diangkat
7.50 m
dengan alat berat dengan digantung ujung – ujung tiang . -
Diasumsikan beban yang terjadi hanyalah berat sendiri tiang pancang ( beton bertulang ) = 2.400 kg/m3
V - 70
q =
R
A
B
7.50 m
Gambar 5.13. Pemodelan Pembebanan Fondasi Tiang Pancang
q = 0.40*0.40*2400 =38.4 kg/m R= q* L = 38.4 * 7.50 = 288.00 kg VA = VB = ½ R = ½ 288.00 = 144.00 kg
5.9.1 Perencanan Tulangan Lentur M = 1/8 q L2 = 1/8*38.4*7502 = 2707031.25 kg cm = 27.07 t m = 270.7 kN m
Mu bd2
= 270.70 0.400*0.3352 = 6030.30 kN/m
Dari Grafik dan Tabel ( Kusuma, Gideon , 1995 : 62 ) 6000 = 0.0219 dan 6200 = 0.0226 interpolasi =
6030.30 = 0.0219 + [(30.30/200)*(0.0226 – 0.0219)] = 0.0220 V - 71
Luas tulangan ( As ) As =
bd
= 0.0220 *400*33.5 = 2948.81 mm2 Tulangan tarik = tulangan tekan, dipakai = 8 Ø 22 mm = As = 3041 mm2
5.9.2 Perencanan Tulangan Geser Vu = VA bd = 144.00 40*33.5 = 0.11 kg /cm2 Øvc = 0.6*1/6 fc’ ( persamaan 2.40 ) = 0.1 30 = 0.55 Mpa = 5.5 kg/cm2 Gaya yang diterima oleh sengkang (ØVs ) ØVs = Vu < Øvc - Jadi gaya geser sudah mampu diterima oleh beton sendiri - Maka tulangan dapat dipakai tulangan minimum - Tulangan di pakai Ø8 – 15 cm
V - 72
BAB VI STUDI KASUS PERENCANAAN STRUKTUR ATAS
Beberapa kasus yang terjadi dalam perencanaan, seperti : 1. Prarencana dimensi balok tinggi balok (H) diambil 1/10 L – 1/12 L dan lebar balok ½ H – 2/3 H diperoleh dimensi 400 x 600 mm dan setelah dicek dapat digunakan.
2. Perencaan balok diupayakan untuk mendapatkan ukuran yang optimum. Di Jakarta ρ = 0.001-0.015, dengan asumsi ρ =0.015 diperoleh dimensi balok optimum 500 x 900 mm.
3. Perencanaan balok kantilever di usahakan momen yang terjadi pada tumpuan kantilever ( jepit ) sama dengan momen yang terjadi pada tumpuan tengah ( menerus ) dengan tujuan balok kantilever tersebut ekonomis sehingga didapatkan bentang kantilever 2000 mm .
4. Karena koefisien gempa dasar C untuk perhitungan periode bangunan dengan cara empiris tidak sama dengan cara T Rayleigh ( 0.515
0.396 ), Sesuai
peraturan SNI Gempa 2003 pasal 6.2.2 nilainya tidak boleh menyimpang lebih dari 20% . selanjutnya koefisien gempa dasar C memakai T = 1.26 detik..
5. Hasil As tulangan program Etabs kecil sehingga memakai As batas tulangan balok T.
VI - 1
BAB VII STUDI KASUS PERENCANAAN FONDASI
1.
Pada tanah keras berdasarkan uji SPT, dari laboratorium penyelidikan tanah tidak dicantumkan nilai kohesi (cu ),dan solusi untuk menghitung daya dukung fondasi memakai data dari lapangan ( uji sondir dan SPT ).
2.
Perencanaan fondasi berdasarkan data dari lapangan, setelah dibandingkan antara uji sondir dan SPT, tanah keras uji SPT lebih dalam maka perhitungan daya dukung fondasi dipakai uji SPT.
3.
Data parameter-parameter tanah masih ada kekurangan dengan kedalaman tertentu, sebagai contoh pada bor 2 ( BH -2 ),nilai cc, Pc, tidak dicantumkan pada kadalaman di bawah 15.50 m, padahal untuk menghitung penurunan (Sc) fondasi berdasarkan SPT diperlukan data tersebut. Maka untuk mendapatkan data tersebut diambil data yang ada lapisan diatas kedalaman tersebut, dengan asumsi jenis lapisan tanah tidak terlalu jauh perbedaanya yaitu tanah lempung .
4.
Data parameter-parameter konsolidasi tanah pada Bor 4 ( BH -4 ), tidak lengkap maka dipakai parameter-parameter tanah yang paling dekat BH- 4, dengan asumsi dilihat dari perkiraan potongan lapisan tanah ( Gambar 5.3.a dan 5.3.b), tidak terlalu jauh perbedaan antara jenis lapisan tanah tersebut.
5.
Pada perhitungan daya dukung fondasi, yang awalnya memakai metode Meyerhof dan Vesic, tetapi tidak didapatkan formula atau rumus Vesic untuk data SPT, maka untuk menghitung daya dukung fondasi di pakai formula Meyerhof dam Schmertmann.
VII - 1
BAB VIII PENUTUP
Berdasarkan hasil perencanaan yang dilakukan dan pemecahan masalah , maka penulis mendapatkan beberapa kesimpulan untuk permasalahan yang berkaitan dengan skripsi ini dan disertai dengan perumusan saran sebagai bahan masukan dalam penyempurnaan perencanaan struktur bangunan.
8.1. Kesimpulan Perencanaan Struktur Atas 1. Perbedaan pemikiran atas perkiraan beban rencana yang akan dipikul oleh bangunan akan membedakan gaya-gaya yang timbul, sehingga dalam proses suatu perencanaan setiap perencanaan pasti berbeda. Hal ini disebabkan dari keberanian setiap perencana untuk merencanakan efesiensi dan efektivitas dari suatu bangunan tanpa meninggalkan dari 4 ( empat ) kriteria yang harus dipenuhi dalam perencanaan, yakni kekuatan (strength), kenyamanan pemakai (serviceeability), keselamatan (safety) dan umur rencana bangunan ( durability) .
2. Dalam pelaksanaan di lapangan titik pertemuan balok kolom harus mendapat perhatian tersendiri, hal ini untuk menghindari keruntuhan geser akibat bebanbeban dan momen kapasitas dari balok dan kolom .
3. Dengan berasumsi bahwa harga beton jauh lebih rendah dari harga baja, maka penulis beranggapan tulangan yang efisien di Jakarta ρ = 0.001-0.015, dengan asumsi ρ =0.015 diperoleh dimensi balok optimum 500 x 900
8.2. Kesimpulan Perencanaan Fondasi 1. Fondasi tiang pancang dipakai dengan bahan tiang beton bertulang dengan penampang persegi ( D ) dengan ukuran 40 x 40 cm , dengan kedalaman kurang lebih antara 17.50 sampai dengan 22.00 m. Dari hasil perhitungan kekuatan fondasi digunakan kelompok tiang, maka jarak antar tiang adalah 3.D. VIII - 1
2. Metode perencanan fondasi memakai metode Meyerhof dan Schmertmann, dan hasil perhitungan daya dukung fondasi tiang antara metode meyerhof dan Schmertmann rata –rata hasil metode meyerhof lebih kecil, maka dipakai hasil perhitungan meyerhof agar fondasi keamanannya tinggi .
3. Pada perhitungan daya dukung fondasi, jumlah yang dipakai ialah 2 tiang pancang . ( lihat Tabel 5.6 ). Perhitungan penurunan fondasi telah memenuhi syarat yaitu lebih kecil 6.5 cm,untuk tanah lempung ( lihat Tabel 3.2 dan Tabel 5.7). Dari perhitungan maka fondasi tersebut sudah bisa digunakan. 8.3. Saran Perencanaan Struktur Atas 1. Setiap perencanaan dengan menggunakan program analisa struktur sebaiknya diikuti pula pengecekan dengan program lain ( selain ETABS ) dan cara manual. Hal ini untuk melihat selisih perbedaan dari hasil perhitungan agar mendapatkan hasil dengan tingkat kepercayaan tinggi.
2. Perencanaan struktur proyek ini terdapat banyak aspek yang harus dianalisa. Dalam skripsi ini hanya terbatas pada masalah yang dibahas, sehingga perlu kelanjutan dalam hal pembahasan perencanaan sebagai penyempurnaan perencanaan struktur bangunan dalam skripsi ini.
8.4. Saran Perencanaan Fondasi 1. Sebelum perhitungan daya dukung fondasi hendaklah difahami secermat mungkin data penyelidikan tanah, karena data atau parameter-parameter tanah akan menentukan jenis atau daya dukung fondasi.
2. Pada desain fondasi tiang pancang hendaklah dicoba dengan metode yang lain ( selain metode Meyerhof dan schmertmann), karena masih ada metode perhitungan daya dukung fondasi, contohnya metode Terzaghi, Vesic, Brinch hansen, Skemton dan lain sebagainya. Kemungkinan perbedaan hasil perhitungan daya dukung fondasi. Dari hasil- hasil metode lain tersebut dapat VIII - 2
dipilih dengan adanya faktor tertentu, contohnya seperti faktor keamanan dan ekonomis.
3. Perhitungan daya dukung fondasi tiang pancang hendaklah dicoba dari data penyelidikan tanah dari uji laboratorium dan lapangan, yang bertujuan untuk perbandingan keamanan dari hasil-hasil perhitungan tersebut.
4. Perhitungan daya dukung fondasi tiang pancang, dapat dicoba-coba dengan kedalaman tertentu untuk mendapatkan daya dukung yang mampu memikul beban fondasi tersebut, dengan data hasil penyelidikan tanah dari laboratorium dan lapangan.
5. Fondasi tiang dapat dipakai tiang pancang dan bor, oleh karena itu hendaklah dari kedua tiang tersebut dapat dihitung daya dukungnya. Kemudian dipilih yang efektif untuk jadi pilihan.
6. Perhitungan penurunan fondasi ,selain penurunan konsolidasi masih ada cara lain untuk menghitung penurunan fondasi contohnya, penurunan elastik atau penurunan segera dengan metode Semi Epiris dan metode Empiris, yang dapat menjadi pertimbangan dalam menghitung penurunan fondasi tiang.
7. Beban gempa atau gaya horisontal dan beban atau gaya angkat, dapat dijadikan pertimbangan dalam mendesain fondasi.
VIII - 3
BAB IX DAFTAR PUSTAKA
Hoedajanto,Dradjat.1998. Desain Gedung Tinggi. Jakarta: haki. Hardiyatmo,Hary Christady.2006.Teknik Fondasi 1.Yogyakarta: Beta Offset. Hardiyatmo,Hary Christady.2006.Teknik Fondasi 2.Yogyakarta: Beta Offset. Kusuma ,Gedeon .1995.Grafik dan Tabel peritungan Beton Bertulang ( CUR 4).Jakarta : Erlangga. Kusuma,Gedeon .1997.Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang ( CUR 1).Jakarta : Erlangga Muin, Resmi Bestari, 2007. Modul Kuliah Perencanaan Struktur Gedung. Jakarta: Universitas Mercu buana. Purnomo, Rahmat ,dkk.2007. Standart Nasional Indonesia ( SNI ), 2002. ( Tata Cara Perhitungan Struktur Beton, SNI 03-2847-2002 ). Surabaya : its press. Purnomo, Rahmat ,dkk. Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa ( Sesuai SNI-1726 dan SNI-2847 terbaru ). Raharjo,paulus P.2005.Manual Pondasi Tiang, Bandung : GEC Universitas Kotolik Parahyangan. Simatupang,Pintor Tua. 2004. Rekayasa Pondasi II. Jakarta: Universitas Mercu Buana Vidayanti,Desiana .2005. Modul kuliah Mekanika Tanah. Jakarta : Universitas Mercu Buana
IX - 1
BAB XI GAMBAR DETAIL
XI - 1