KECENDERUNGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA DITINJAU DARI TINGKAT RELIGIUSITAS REGULASI EMOSI, MOTIF BERPRESTASI, HARGA DIRI, KEHARMONISAN KELUARGA, DAN PENGARUH NEGATIF TEMAN SEBAYA Triantoro Safaria Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan Abstrak Di Indonesia pada tahun 1980-an hanya terdapat 80.000 sampai 130.000 kasus penyalahgunaan napza, namun pada saat ini telah meningkat menjadi sekitar 5 juta kasus penyalahgunaan napza (BNN, 2000). Pemerintah melihat semakin berbahayanya persoalan napza ini, kemudian membentuk badan nasional untuk menanggulangi masalah napza ini. Hal ini dikemudian mendorong lembaga-lembaga swadaya masyarakat untuk ikut terlibat dalam menanggulangi masalah napza ini seperti Granat, kelompok No-Drugs, dan lain-lain. Subyek penelitian ini adalah siswa sekolah menenag atas (SMA) berjumlah 155 orang yang diambil dari dua sekolah swasta di yogyakarta. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik SEM structural equation modelling. Berdasarkan hasil olah data melalui model persamaan struktural (SEM) menunjukkan bahwa hipotesis pertama yang menjelaskan bahwa tingkat religiusitas, regulasi-emosi, motivasi berprestasi tidak secara langsung berhubungan dengan kecenderungan terlibat penyalahgunaan napza pada remaja, tetapi dimediasi oleh variabel pengaruh negatif teman-sebaya terbukti. Sedangkan regulasi-emosi, keharmonisan keluarga, dan motivasi berprestasi juga tidak secara langsung berhubungan dengan kecenderungan terlibat penyalahgunaan napza pada remaja, tetapi dimediasi oleh variabel tingkat harga diri remaja diterima. Artinya model teoritis di atas sesuai dengan struktur data penelitian atau dikatakan menghasilkan model fit yang baik. Model persaamaan struktural di atas seperti yang diungkapkan oleh Emler (2001), Wenar & Kering (2000), dan Hawari (1996). Kata kunci : kecenderungan penyalahgunaan napza, tingkat religiusitas, rtegulasi emosi, motivasi berprestasi, harga-diri, keharmonisan keluarga dan pengaruh negatif teman sebaya.
Abstract In Indonesia in the year 1980-an only there are 80.000 until 130.000 case of substance abuse, but at the moment have mounted to become about 5 million case of substance abuse. A few moments ago also in Yogyakarta, police succeed the place of student’s house and catch 6 people of student which is celebrating substance abuse, among other is 2 people of high-school student. This occurence is clear very scandal and damage of Yogyakarta’s images as cultural town and education town. Kencenderungan Penyalahgunaan Napza ......... (Triantoro Safaria)
\ 13[ [
Subject in this research have the characteristic as follows 1) high school degree 2) Gender male and female students 3) Age to 16 until 19 year. Sum up the this subject research equal to 155 one who come from two high school of Private sector in Yogyakarta. To test the hypothesis raised in this research is used a quantitative technique analyses by statistical methods of structural equation modelling ( SEM). The result of data analysis through a structural equation model ( SEM) indicate that the first hypothesis explaining that the level of religiousity, emotions regulation, need of achievement do not directly related to the tendency involved of substance abuse at adolescent, but was mediated by negative influence variable of peer-groups was proven. While emotions regulation, harmonious of family, and need of achievement nor directly relate to the tendency involved of substance abuse at adolescent, but mediated by self-esteem variable. Its meaning is theoretical model above, as according to structure of research’s data or told to yield the good model fit. The second hypothesis indicate that differences of the level of religiousity, emotions regulation, need of achievement, self-esteem is not significant by sex. But there is a differences of negatives peer-groups influences between male and female students, where mean of negatives peer-groups influences for female student more higher than male student. Key word : tendency of adolescent substances abuse, level of religiousity, emotions regulation, need of achievement, self-esteem, harmonious family, and negatives peer-groups influences.
Pendahuluan Penyalahgunaan napza saat ini semakin mengalami peningkatan yang tajam. Kalau dulu orang-orang yang memakai napza berasal dari kelas ekonomi atas, namun saat ini telah merambah pada kalangan kelas ekonomi ke bawah. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi adalah terdapatnya anakanak yang masih duduk di SD terlibat dalam penyelahgunaan napza ini. Di Indonesia pada tahun 1980-an hanya terdapat 80.000 sampai 130.000 kasus penyalahgunaan napza, namun pada saat ini telah meningkat menjadi sekitar 5 juta kasus penyalahgunaan napza (BNN, 2000). Pemerintah melihat semakin berbahayanya persoalan napza ini, kemudian membentuk badan nasional untuk menanggulangi masalah napza ini. Hal ini dikemudian mendorong lembaga-lembaga swadaya \ 14[ [
masyarakat untuk ikut terlibat dalam menanggulangi masalah napza ini seperti Granat, kelompok No-Drugs, dan lain-lain. Kelompok yang menjadi sasaran napza ini adalah generasi muda yang merupakan calon-calon pemimpin bangsa. Apa jadinya jika generasi muda tidak sibuk untuk meraih prestasi, tetapi sebaliknya terjer umus penyalahgunaan napza. Di antara generasi muda ini adalah remaja yang sebenarnya merupakan calon intelektual yang akan memajukan pembangunan bangsa. Beberapa saat yang lalu di Yogyakarta polisi menangkap lima oknum SMA dan mahasiswa yang memakai serta mengedarkan napza (Kedaulatan Rakyat, 19 Maret 2004). Beberapa saat yang lalu juga di Yogyakarta, polisi berhasil menggrebek tempat kost mahasiswa dan menangkap 6 orang oknum mahasiswa yang sedang berpesta napza HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.1 Januari 2007
diantaranya 2 orang siswa SMA. Kejadian ini jelas sangat memalukan dan merusak citra Yog yakarta sebagai kota Budaya dan Pendidikan. Beja (dalam Budiharto, 2005) memaparkan tentang penyebaran dan peredaran napza di DIY sebagai berikut : 1. Tahun 1999 jumlah perkara yang terungkap 67 kasus dengan julah tersangka 93 orang, 46 diantaranya adalah mahasiswa, 5 pelajar. 2. Tahun 2000 jumlah perkara yang terungkap 162 kasus dengan jumlah tersangka 191 orang, 72 diantaranya mahasiswa, 15 pelajar. 3. Tahun 2001 jumlah perkara yang terungkap 170 kasus dengan jumlah tersangka 199 orang, 50 diantaranya mahasiswa, 24 pelajar. 4. Tahun 2002 jumlah perkara yang terungkap 186 kasus dengan jumlah tersangka 208 orang, 92 diantaranya mahasiswa, 14 pelajar. 5. Tahun 2003 jumlah perkara yang terungkap 207 kasus dengan jumlah tersangka 245 orang, 118 diantaranya mahasiswa, 9 pelajar. 6. Bulan Januari s/d Maret 2004 jumlah perkara yang sudah terungkap sebanyak 48 kasus dengan jumlah tersangka 54 orang, 21 diantaranya mahasiswa/pelajar. Pertanyaannya adalah mengapa banyak siswa SMA yang cenderung terlibat kasus penyalahgunaan napza ini. Bagaimana mungkin siswa-siswa ini yang sebenarnya mampu berpikir rasional terlibat dalam kasus napza. Faktor-faktor apa saja yang mendorong dan mencegah mereka terlibat dalam penyalahgunaan napza. Seandainya faktor-faktor pendorong dan pencegah ini dapat diketahui, maka kemungkinan penanganan kasus Napza ini akan lebih terarah, sistematis dan efektif. Hawari (1996) dalam penelitiannya
menemukan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi apakah seseorang akan terlibat penyalahgunaan napza ini yaitu faktor predisposisi, faktor kontribusi, dan faktor pencetus. Variabel-variabel yang masuk di dalam faktor predisposisi ini diantaranya kepribadian individu seperti kecemasan, depresi, atau adanya gangguan kepribadian antisosial. Variabel-variabel yang masuk dalam faktor kontribusi diantaranya adalah kondisi keluarga, keutuhan keluarga, kesibukan orang tua dan hubungan interpersonal di dalam keluarga itu sendiri. Variabel-variabel yang masuk di dalam faktor pencetus diantaranya pengaruh teman sebaya (peer groups) dan kemudahan memperoleh napza itu sendiri. Larson (1992) menemukan bahwa remaja yang komitmen agamanya kurang, mempunyai resiko 4 kali lebih besar untuk menyalahgunakan napza dibandingkan dengan remaja yang komitmen agamanya kuat. Penelitian Hawari (1990) menemukan bahwa ketaatan menjalankan ibadah pada remaja memberikan pengaruh besar dalam mencegah terlibatnya individu dalam penyalahgunaan napza. Pada kelompok yang taat menjalankan ibadah hanya 30% yang terlibat napza dibandingkan yang tidak taat dalam menjalankan ibadahnya sebesar 70,7%. Kondisi keluarga yang tidak harmonis (disfungsi keluarga) juga merupakan faktor kontribusi bagi terjadinya penyalahgunaan napza (Carver dkk, 2006). Penelitian Rutter (1980) menunjukkan bahwa kematian orang tua, perceraian, hubungan kedua orang tua yang tidak harmonis, hubungan orang tua dan anak yang tidak sehat, suasana rumah tangga yang tegang, dan tanpa kehangatan, orang tua sibuk dan jarang di rumah, atau orang tua mempunyai kelainan kepribadian, ternyata turut mendorong anak terjerumus dalam penyalahgunaan Napza. Penelitian Hawari (1990) juga menunjukkan bahwa anak yang hidup dalam kondisi keluarga yang tidak
Kencenderungan Penyalahgunaan Napza ......... (Triantoro Safaria)
\ 15[ [
harmonis mempunyai resiko relatif 7.9 kali lebih besar untuk terlibat penyalahgunaan napza. Adanya penjelasan di atas menegaskan bahwa Keluarga harmonis dan dukungan keluarga yang positif bagi anak merupakan faktor yang mencegah anak untuk terlibat dalam penyalahgunaan napza. Salah satu faktor predisposisi yang ikut bertanggungjawab atas penyalahgunaan napza adalah adanya kecemasan dan depresi pada individu (Gossop, 1994). Semakin tinggi tingkat depresi dan kecemasan yang dialami individu, maka akan semakin besar resikonya untuk terlibat penyalahgunaan napza (SteMarie dkk, 2006). Kemampuan regulasi-emosi atau keterampilan mengelola emosi menjadi penting bagi individu untuk dapat efektif dalam melakukan coping terhadap berbagai masalah yang mendorongnya mengalami kecemasan dan depresi. Individu yang mampu mengelola emosi-emosinya sebagai efektif, akan lebih memiliki daya tahan untuk tidak terkena kecemasan dan depresi. Terutama jika individu mampu mengelola emosi-emosi negatif yang dialaminya seperti perasaan sedih, marah, benci, kecewa, atau frustasi (Thompson, 1995;Goleman, 1995). Penelitian yang ada menunjukkan bahwa harga diri berperan penting dalam kehidupan remaja. DeSimone dkk (2005) menegaskan bahwa hargaidri sangat berperan penting dalam mencegah remaja terlibat penyalahgunaan napza. Bush, dkk (2002) Menurut Rosen dkk (1982) kesulitan ini terjadi karena adanya dua jenis persepsi-diri negatif dasar yaitu pertama, orang-orang dengan harga diri rendah memiliki tingkat ketakutan yang lebih ting gi ketika menghadapi ancaman/masalah dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki harga-diri tinggi. Kedua, orang-orang dengan harga diri yang rendah menganggap diri mereka sendiri sebagai orang-orang yang kurang memiliki keterampilan yang adekuat/baik untuk \ 16[ [
menangani suatu masalah. Akibatnya mereka kurang tertarik untuk mengambil langkahlangkah preventif dan memiliki kepercayaan fatalistik yang lebih banyak sehingga mereka menyakini bahwa mereka tidak dapat melakukan apapun juga untuk mencegah terjadinya masalah yang buruk dalam hidup mereka. Keyakinan mereka akan kemampuannya dalam memecahkan masalah rendah, sehingga mereka cenderung menarik diri atau lari dari masalah, bukan menghadapinya dengan bertanggungjawab. Kebutuhan berprestasi merupakan salah satu motif yang berperan penting pada remaja. Kebutuhan berprestasi yang tinggi akan mendorong remaja untuk berfokus pada pencapaian prestasi. Remaja yang memiliki motivasi berprestasi tinggi ketika menghadapi masalah akan melakukan tindakan-tindakan yang positif untuk memecahkan masalahnya. Mereka cender ung memilih cara-cara konstruktif dan menghindari kompensasi negatif ketika menghadapi suatu masalah (Wenar & Kering, 2000). Remaja juga mudah sekali dipengaruhi oleh kelompok-sebayanya. Hal ini dikarenakan remaja ingin diterima oleh lingkungan sebayanya. Apalagi masa remaja merupakan masa dimana orientasi sosialnya banyak terpusat di lingkungan sebayanya. Mereka ingin diakui oleh lingkungan sebayanya dan memiliki pengaruh dikalangan sebayanya. Untuk bisa diterima oleh lingkungannya remaja kemudian melakukan apa yang dianggap hebat oleh lingkungan sebayanya. Pengaruh negatif kelompoksebaya ini bisa menjerumuskan remaja pada penyalahgunaan napza. Dari penjelasan-penjelasan di atas jelaslah bahwa tingkat religiusitas, yang tinggi, regulasi-emosi yang adekuat, kebutuhan berprestasi yang tinggi, harga-diri yang tinggi dan keharmonisan keluarga diasumsikan merupakan faktor yang memperkuat HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.1 Januari 2007
individu untuk tidak tergoda dalam penyalahgunaan napza. Sedangkan pengaruh negatif kelompok-sebaya sebagai faktor yang mendorong remaja cenderung terjerumus dalam penyalahgunaan napza. Penelitian ini kemudian berfokus untuk melihat apakah ada hubungan antara tingkat religiusitas, regulasiemosi, kebutuhan berprestasi, harga-diri, keharmonisan keluarga dan pengaruh negatif kelompok sebaya pada kecenderungan menyalahgunakan napza pada remaja. Metode Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dipakai adalah dengan mengunakan skala. Metode skala ini merupakan pemberian respon yang berwujud self-report atau laporan tentang diri sendiri, pengetahuan atau keyakinan pribadi (Hadi, 2000). Penggunaan metode angket didasarkan pada anggapan bahwa : a. subyek adalah orang yang paling mengerti tentang dirinya, b. apa yang dinyatakan oleh subyek pada penelitian adalah benar dan dapat dipercaya, c. interpretasi subyek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan adalah sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti (Hadi, 2000). Validitas sendiri berasal dari kata validity yang artinya sejauhmana ketepatan dan keakuratan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu alat ukur dikatakan valid jika alat tersebut mengukur apa yang dimaksudkan untuk diukur, serta memiliki kecermatan dalam mengambarkan perbedaan sekecil-kecilnya diantara subyek satu dengan subyek lainnya (Azwar, 1992). Prosedur ini menghasilkan suatu indeks validitas aitem yang disebut dengan indeks daya beda aitem. Dimana aitem yang valid merupakan aitem yang mampu menunjukkan perbedaan antar subyek pada aspek yang diukur oleh instrumen penelitian (Indriantoro & Supomo, 1999). Teknik korelasi yang
digunakan untuk menguji validitas alat ukur penelitian ini menggunakan teknik korelasi product moment Pearson. Data dihitung dengan menggunakan program spss 15 for windows (2006). Reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subyek yang sama, kemudian diperoleh hasil yang relatif sama (Azwar, 1992; Indriantoro & Supomo, 1999). Dapat juga dikatakan bahwa alat ukur tersebut mempunyai keajegan dalam beberapa kali pengukuran pada kelompok subyek yang sama. Pada penelitian ini, uji reliabilitas yang digunakan adalah pendekatan konsistensi internal. Data dihitung dengan mengunakan program spss 15 for windows (2006). Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berbentuk Skala. Sebagai alat ukur penelitian, sebelum digunakan untuk mengumpulkan data akan diuji validitas dan reliabilitasnya. Tujuannya adalah agar alat yang digunakan dalam penelitian ini akurat dan dapat dipercaya (Azwar, 1992). Hasil dari reliabilitas dan validitas dari alt ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Skala Tingkat Religiusitas memiliki koefisien reliabilitas cronbach alpha 0.879 dan validitas korelasi aitem-total bergerak antara 0.254 – 0.579. Skala Regulasi-Emosi memiliki koefisien reliabilitas cronbach alpha 0.823 dan validitas korelasi aitem-total bergerak antara 0.234 – 0.539. Skala Keharmonisan Keluarga memiliki koefisien reliabilitas cronbach alpha 0.992 dan validitas korelasi aitem-total bergerak antara 0.320 – 0.694. Skala Harga-diri memiliki koefisien reliabilitas cronbach alpha 0.820 dan validitas korelasi aitem-total bergerak antara 0.230 – 0.556. Skala Motivasi Berprestasi memiliki
Kencenderungan Penyalahgunaan Napza ......... (Triantoro Safaria)
\ 17[ [
koefisien reliabilitas cronbach alpha 0.813 dan validitas korelasi aitem-total bergerak antara 0.260 – 0.593. Skala Pengaruh Negatif Teman Sebaya memiliki koefisien reliabilitas cronbach alpha 0.835 dan validitas korelasi aitem-total bergerak antara 0.324 – 0.626. Skala Kecenderungan Penyalah-gunaan Napza memiliki koefisien reliabilitas cronbach alpha 0.861 dan validitas korelasi aitem-total bergerak antara 0.228 – 0.590. Sumber Data dan Subyek Penelitian Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data primer yaitu sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli, tanpa melalui media perantara. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah pada jenis data subyek (self-report data). Subyek dalam penelitian mempunyai karakteristik sebagai berikut : 1) Pendidikan SMA 2) Berjenis kelamin laki-laki dan perempuan 3) Berusia 16 sampai 19 tahun. Jumlah subyek penelitian ini sebesar 155 orang yang berasal dari dua SMA Swasta di Yogyakarta. SMA Muhammadiyah 3 sebanyak 120 dan SMA Budi Luhur sebanyak 30 siswa. Metode Penelitian dan Analisis Data Untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data yang bersifat kuantitatif dengan mengunakan metode statistik Struktural Equation Modelling (SEM). Teknik SEM digunakan untuk menguji kesalingtergantungan hubungan antar variabel dengan data berjenis interval (Ghozali & Fuad, 2005). Data diolah menggunakan program statistik Lisrel 8.54 dan Spss for windows 15.
\ 18[ [
Hasil dan Pembahasan Berdasarkan hasil olah data melalui model persamaan str uktural (SEM) menunjukkan bahwa hipotesis pertama yang menjelaskan bahwa tingkat religiusitas, regulasi-emosi, motivasi berprestasi tidak secara langsung berhubungan dengan kecenderungan terlibat penyalahgunaan napza pada remaja, tetapi dimediasi oleh variabel pengaruh negatif teman-sebaya terbukti. Sedangkan regulasi-emosi, keharmonisan keluarga, dan motivasi berprestasi juga tidak secara langsung berhubungan dengan kecenderungan terlibat penyalahgunaan napza pada remaja, tetapi dimediasi oleh variabel tingkat harga diri remaja diterima. Artinya model teoritis di atas sesuai dengan struktur data penelitian atau dikatakan menghasilkan model fit yang baik. Model persaamaan struktural di atas seperti yang diungkapkan oleh Emler (2001), Wenar & Kering (2000), dan Hawari (1996). Variabel harga-diri dan pengaruh negatif teman sebaya ternyata memang menjadi variabel moderator yang menjadi penentu kecenderungan terlibatnya remaja dalam menyalahgunakan napza. Hal ini berarti tingkat harga-diri yang tinggi pada remaja menentukan dan memiliki andil dalam kecenderungan terlibatnya remaja dalam penyalahgunaan napza. Hal ini juga menegaskan bahwa regulasi emosi yang baik, motivasi berprestasi yang tinggi dan kondisi keluarga yang harmonis pada remaja tidak secara langsung mencegah keterlibatan remaja dalam penyalahgunaan napza. Hal ini dapat kita temukan di lapangan, pada beberapa kasus remaja yang terlibat penyalahgunaan napza, ternyata bukan berasal dari keluarga yang brokenhome, bahkan kalau bisa dikatakan kehidupan keluarganya cukup harmonis. Ada juga beberapa kasus penyalahgunaan napza, dilakukan oleh remaja yang sebenarnya memiliki motivasi berprestasi HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.1 Januari 2007
ting gi di sekolahnya, bahkan menurut pengamatan guru termasuk anak yang cukup pandai. Bagaimana dengan regulasi-emosi, pada dasarnya bisa dikatakan bahwa remaja cenderung mudah bergejolak emosinya (Hurlock, 1997). Bisa dikatakan kemampuan regulasi emosi remaja belum secara matang berkembang. Sehingga wajar saja, terkadang remaja lebih mengikuti keinginan atau hasrat emosinya dalam setiap tindakannya. Penjelasan dari hipotesis di atas seperti yang digambarkan pada bagan 1 model persamaan struktural. Mengapa harga-diri yang rendah akan
bertanggungjawab. Bagaimana dengan pengaruh negatif teman sebaya. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa pengaruh negatif teman sebaya sangat menentukan kecenderungan terlibatnya remaja dalam penyalahgunaan napza. Hal ini terbukti dalam penelitian ini, dimana tingkat religiusitas, regulasi emosi dan motivasi berprestasi tidak mempengaruhi pengaruh negatif teman sebaya dan tentu saja tidak memiliki hubungan dengan kecenderungan penyalahgunaan napza pada remaja. Hal ini menegaskan bahwa semakin kuat pengaruh negatif teman sebaya, maka
1.67
Tingkat religiusitas
1.33
Pengaruh negatif teman sebaya
Keharmonisan keluarga
Motivasi berprestasi
5.50
4. 78
2. 20
1.7 1
4 4.9
Regulasi emosi
Kecenderungan terlbat napza
Harga diri
20 4.
Chi-square = 2.27, df = 7, P-value = 0.94331, RMSEA = 0.000 Bagan 1. Model Persamaan Struktural Berdasar Nilai t-value
menimbulkan dampak negatif bagi remaja. Menurut Rosen dkk (1982) dampak negatif dari harga diri yang rendah ini terjadi karena adanya dua jenis persepsi-diri negatif dasar yaitu pertama, remaja dengan harga diri rendah memiliki tingkat ketakutan yang lebih tinggi ketika menghadapi ancaman/masalah dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki harga-diri tinggi. Kedua, orang-orang dengan harga diri yang rendah menganggap diri mereka sendiri sebagai orang-orang yang kurang memiliki keterampilan yang adekuat/
baik untuk menangani suatu masalah. Akibatnya mereka kurang tertarik untuk mengambil langkah-langkah preventif dan memiliki kepercayaan fatalistik yang lebih banyak sehingga mereka menyakini bahwa mereka tidak dapat melakukan apapun juga untuk mencegah terjadinya masalah yang bur uk dalam hidup mereka. Keyakinan mereka akan kemampuannya dalam memecahkan masalah rendah, sehingga mereka cenderung menarik diri atau lari dari masalah, bukan menghadapinya dengan
Kencenderungan Penyalahgunaan Napza ......... (Triantoro Safaria)
\ 19[ [
akan semakin rentan seorang remaja cenderung terlibat penyalahgunaan napza. Walaupun beberapa penelitian terdahulu menemukan peran penting religiusitas pada remaja dalam mencegah penyalahgunaan napza (Hawari, 1996; Larson, 1992), tetapi tampaknya pengaruh negatif teman sebaya yang kuat akan melemahkan peran tingkat religiusitas remaja tersebut. Hal ini disebabkan pada masa remaja orientasi relasi sosialnya lebih diarahkan untuk mendapatkan persetujuan dan penerimaan teman sebayanya. Hal ini membuat pengaruh teman sebaya sangat besar dalam kehidupan seorang remaja. Jika teman sebayanya membawa pengaruh negatif, maka kemungkinan besar remaja tersebut akan mengikuti pengaruh negatif dari teman sebayanya. Sebagai contoh adalah penelitian Hawari (1990) yang menemukan bahwa 80% remaja mengenal dan mendapatkan napza melalui teman-temannya. Jadi jelaslah betapa kuat pengaruh teman sebaya dalam kehidupan seorang remaja. Remaja juga mudah sekali dipengaruhi oleh kelompok-sebayanya. Hal ini dikarenakan remaja ingin diterima oleh lingkungan sebayanya. Apalagi masa remaja
merupakan masa dimana orientasi sosialnya banyak terpusat di lingkungan sebayanya. Mereka ingin diakui oleh lingkungan sebayanya dan memiliki pengaruh dikalangan sebayanya. Untuk bisa diterima oleh lingkungannya remaja kemudian melakukan apa yang dianggap hebat oleh lingkungan sebayanya. Pengaruh negatif kelompoksebaya ini bisa menjerumuskan remaja pada penyalahgunaan napza (Hurlock, 1997; Mussen dkk, 1995). Hasil model persamaan struktural di atas juga menunjukkan bahwa harga diri dibentuk oleh variabel motivasi berprestasi, keharmonisan keluarga dan regulasi emosi yang secara tidak secara langsung berhubungan dengan kecenderungan penyalahgunaan napza. Keharmonisan keluarga merupakan variabel terbesar yang membentuk harga diri dengan nilai standardized sebesar = 0.35 dan nilai tvalue sebesar = 5.50, disusul oleh variabel regulasi emosi dengan nilai standardized sebesar = 0.31 dan nilai t-value sebesar = 4.94, dan variabel terkecil yang berpengaruh terhadap harga diri yaitu motivasi berprestasi dengan nilai standardized sebesar = 0.28 dan nilai t-value sebesar = 4.20.
0.15
Tingkat religiusitas
0.12
Pengaruh negatif teman sebaya
Keharmonisan keluarga
Motivasi berprestasi
0.35
0. 36
0. 17
0.1 6
1 0.3
Regulasi emosi
Kecenderungan terlbat napza
Harga diri
28 0.
Chi-square = 2.27, df = 7, P-value = 0.94331, RMSEA = 0.000 Bagan 1. Model Persamaan Struktural Berdasar Nilai t-value
\ 20[ [
HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.1 Januari 2007
Penelitian dari Emler (2001) dan Armistead, Forehand, Beach, & Brody (1995) juga menegaskan hal tersebut bahwa peran keluarga dalam hal ini pola orang tua menjadi pembentuk harga-diri anak. Pola asuh yang positif cenderung terdapat dalam keluarga yang harmonis. Sehingga ketika remaja berada dalam lingkungan keluarga yang harmonis, mereka cenderung akan mendapatkan banyak hal-hal positif diantaranya, dukungan orang tua, pujian positif, kasih sayang yang memadai dan kedekatan emosional yang positif. Semua dukungan positif tersebut akan membentuk harga diri anak menjadi positif juga. Pengujian hipotesis kedua menggunakan multivariat analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat religiusitas, regulasi emosi, motivasi berprestasi, dan harga diri antara remaja laki-laki dan perempuan. Perbedaan yang signifkan hanya terdapat pada pengaruh negatif teman sebaya antara remaja laki-laki dan perempuan F = 14.676 p = 0.000. Hasil analisis data menunjukkan bahwa mean remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan mean laki-laki, mean remaja perempuan 68.3750 dan mean remaja laki-laki sebesar 63.9104. Hal ini menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih rentan terhadap pengaruh negatif teman sebaya, dibandingkan remaja laki-laki. Bisa dikatakan juga bahwa remaja perempuan memiliki konformitas yang tinggi pada kelompok teman sebayanya. Kesimpulan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel keharmonisan keluarga, motivasi berprestasi, regulasi emosi, tidak secara langsung berhubungan dengan kecenderungan penyalahgunaan napza, tetapi dimediasi oleh variabel harga diri. Sebaliknya variabel pengaruh negatif teman sebaya secara langsung berhubungan dengan kecenderungan penyalahgunaan napza. Variabel pengaruh
negatif teman sebaya tidak dipengaruhi oleh motivasi berprestasi, tingkat religiusitas dan regulasi emosi. Saran Variabel pengaruh negatif teman sebaya menjadi variabel terbesar yang mempengaruhi kecenderungan penyalah-gunaan napza. Untuk itu perlu dilakukan tindakan pencegahan agar remaja tidak terjerumus dalam pergaulan yang salah. Cara-cara yang bisa dilakukan diantaranya adalah dengan melakukan penyuluhan tentang bagaimana caranya memilih teman yang baik, bagaimana cara bersikap asertif terhadap ajakan teman yang menjerumuskan, dan bagaimana caranya bergaul secara positif dengan teman sebayanya. Daftar Pustaka Ancok, D & Suroso, F.N. (1994). Psikologi Islami : Solusi Islam Atas Problem-problem Psikologi. Yog yakarta : Penerbit Pustaka Pelajar. Andrews, J.A., and Duncan, S.C. (1997). Examining the reciprocal relation betweeb academic motivation and substance use : Effects of family relationships, self-esteem and general deviance. Journal of Behavioral Medicine. Vol 20. pp 498-523. Armistead, L.l., Forehand, R., Beach, S.R.H. and Brody, G.H. (1995). Predicting interpersonal competence in young adulthood ; The roles of family, self and peer systems during adolescence. Journal of Child and Family Studies. Vol 4. 60 Saifuddin, A. (1992). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Sigma Alpha. Bush, S.I., Ballard, Mary E., & Fremouw, William. (2002). Attributional style, Depressive features, and Self-esteem : Adult Children of alcoholic and
Kencenderungan Penyalahgunaan Napza ......... (Triantoro Safaria)
\ 21[ [
nonalcoholic parents. Journal of Youth and Adolescent. Vol 24. 177.
International University Press Inc. New York. 323-354.
Carver, Vivien. Reinert, Bonita. & Range, Lilian M. (2006). Early Adolescent and Anti-Tobacco Messages from School, Community, Media, Physicians and Parents. Journal of Child & Adolescent Substance Abuse. Vol 15 (4).
Nicholas, E. (2001). Self-esteem : The Cost and Causes of Low Self-worth. New York : Joseph Rowntree Foundation.
Carvajal, S.C., Clair, S.D., Nash, S.G., and Evans, R.I. (1998). Relating optimism, hope and self esteem to social influences in deterring substance use in adolescents. Journal of Social and Clinical Psychology. Vol 17. 65. Cooppersmith, S. (1967). The Antecedents of Selfesteem. San Fransisco, CA : W.H. Freeman. Howard, H. (1981). The Role of Religion in The Prevention and Treatment of Adiction : The Growth and Counselling Perspectives. Proceedings of The !st Pan Pacific Conference in Drugs and Alcohol. Canbera. Randall, C. (1986). Sociology of Marriage and The Family : Gender, Love and Property. USA : Nelson-Hall Inc. Davidson, G.C. & Neale, J.M. (1974). Abnormal Psychology an Experimental Clinical Approach. New York : John Wiley & Son Inc.
Gibson, HB et al. (1980). Early Deliquency in Relation to Broken Home. J. Child Psychol. Psychiat, 10 : 195-204, New Direction in Chilhood Psychopathology, Vol 1, International University Press, Inc. New York. 323-353. Daniel, G. (1995). Kecerdasan Emosi. Terjemahan. Jakarta : Gramedia. Michael, G. (1994). Drug and Alcohol Problems: Investigation. Dalam Lindsay & Powell (Eds). The Handbook of Clinical Adult Psychology. New York : Routledge. Ghozali, AM & Fuad. 2005. Struktural Equotions Modelling : Teori & Praktek. Semarang : Penerbit Undip. Sutrisno, H. (2000). Metodologi Research I-IV. Yogyakarta : Penerbit Andy Offset. Haditono, S. R. (1989). Permasalahan Remaja di Tingkat SMTA. Makalah. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Hawari, Dadang. 1990. Pendekatan Psikiatri Klinis Pada Penyalahgunaan Zat. Tesis Jakarta : Fakultas Pasca Sarjana UI.
DeSimone, A. Murray, P. & Lester, David. (2005). Alcohol use, Self-esteem, Depression, and Suicidality in High School Students. Journal of Adolescent. Vol 36. 316-345.
Dadang, H. (1996). Al Qur’an : Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta : Penerbit PT Dana bhakti Prima Yasa.
Dister, N.S. (1982). Pengalaman dan Motivasi Beragama: Pengantar Psikologi Agama. Jakarta : Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional (Leppenas).
Idriantoro, N. & Supomo, B. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis : Untuk Akutansi & Manajemen. Edisi Pertama. Yogyakarta: BPFE .
Douglas, et al. (1980). Broken Family and Child Behavior. J. Roy. Coll Physician London, 4 :203-210. New Direction in Childhood Psychopathology, Vol. 1,
Jokosuyono, Y.P. 1980. Masalah Narkotika dan Bahan Sejenisnya. Yogyakarta : Penerbit Kanisius.
\ 22[ [
Hurlock, E.B. 1994. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga.
HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.1 Januari 2007
Jongsma, A .E, Peterson, L. Mark & Culnnis, William P. (1996). The Child and Adolescence Psychotherapy Treatment. Planner. John Wiley & Sons. Inc. Kendall, P.C & Hammen, C. (1998). Abnormal Psychology : Understand Human Problems. Hougthon Mifflin Company. Matdawan, N.N. (1986). Manusia, Agama dan Kebatinan. Yogyakarta : Yayasan Bina Karir. Nevid, J.S., Rathus, S.A., and Greene, B. 2003. Abnormal Psychology in Changing World. Fifth Edition. New York : Prentice Hall. Poeroe, S.K.U. 1989. Studi Tentang Perbedaan Locus of Control antara Remaja Narkotika, Nakal dan Biasa di Jakarta Selatan. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. Rahmat, J. (1997). Psikologi Agama. Jakarta : Penerbit Erlangga. Rutter, M. 1980. Parent-Child Separation, Psychological Effect on The Children. New Direction in Children Psychopatology. Vol 1. New York : International University Press Inc. Robinson, J.P. & Shaver, P.R. (1973). Measures of Social Psychological Attitudes. Michigan : Institute for Social Research. The Institute of Michigan. Safaria, T. (1999). Peranan Tingkat Religiusitas Terhadap Stres pada mahasiswa UAD. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UAD. Ste-Marie, C. Gupta, Rina. & Derevensky, J.L. (2006). Anxiety and Social Stress Related to Adolescent Gambling Behavior and Substance Use. Journal of Child & Adolescent Substance Abuse. Vol 15 (4).
Budiharto, S. & Yudistira. (2005). Kecenderungan ketergantungan penyalahgunaan napza pada remaja ditinaju dari keteraturan menjalankan sholat wajib dan kontrol-diri. Proceeding Temu ilmiah Nasional Psikologi Islami. Isuisu kontemporer Psikologi Islami : Teori, Riset, dan Aplikasi. Subandi. (1988). Hubungan antara Tingkat Religiusitas dengan Kecemasan pada Remaja. Laporan Penelitian. (tidak diterbitkan). Yogyakarta : fakultas Psikologi UGM. Thompson, G. (1994). Emotion Regulation: Theory & Reseach. USA : Jhon Wiley & Sons. Thouless, R.H. (1992). Pengantar Psikologi Agama. (terjemahan). Jakarta : Rajawali Press. Urbayatun, S. (1995). Hubungan Tingkat Religiusitas dan Kecenderungan Neurotik dengan Positif-Negatif Affek. Skripsi. Fakultas Psikologi UGM Yogyakarta. Widjaja, A.W. (1986). Manusia Indoensia : Individu, Keluarga dan Masyarakat. Jakarta : Akademika Pressindo. Wenar, C & Kering, P. (2000). Developmental Psychopathology : From Infancy through Adolescence. 4fth Ed. McGrawHill. Yatim, D.I. (1985a). Masalah Penyalahgunaan Obat Informasi Dasar tentang Obat Psikoaktif. Proyek INS/83/006 Depsos-UNDP-Bersama. Proyek Peningkatan Peranserta Masyarakat dalam Penanggulagan Masalah Penyalahgunaan Obat-obatan di Indonesia. Yatim, D.I. (1985b). Zat Psikoaktif dari Masa ke Masa : Tinjauan Sejarah Terhadap Obat, narkotika, dan Zat-zat Sejenis. Proyek INS/83/006 Depsos-UNDP-
Kencenderungan Penyalahgunaan Napza ......... (Triantoro Safaria)
\ 23[ [
Bersama. Proyek Peningkatan Peranserta Masyarakat dalam Penang gulangan Masalah Penyalahgunaan Obat-obatan di Indonesia. Zanden, James, W.V. (1988). The Social Experience: Introduction to Sociology. USA: RandomHouse. Kedaulatan Rakyat, 19 Maret 2004. Tertangkapnya 5 Mahasiswa Pengguna Narkoba. Yogyakarta.
\ 24[ [
HUMANIT AS HUMANITAS AS, Vol.4 No.1 Januari 2007